LOCAL CHAPTER LEGAL WRITINGS
alsa-indonesia.org
PENERAPAN KEBIJAKAN PSBB DALAM PENANGANAN PANDEMI COVID-19 OMAR ROLIHLAHLA HAKEEM UNIVERSITAS SAM RATULANGI A. LATAR BELAKANG Pandemi Covid 19 (yang ditetapkan oleh World Health Organization (WHO), 11 Maret 2020), pandemi ini telah memunculkan efek domino di banyak lini kehidupan masyarakat global. Persebaran virus SARS-COV-2 ini jelas
terjadi
sangat
eksponensial
dan
berdampak
simultan
secara
multidimensional. Tak satu pun orang bisa memastikan kapan wabah virus ini berakhir. Dalam pengertiannya virus corona sebagai berikut, menurut WHO: “Coronavirus adalah suatu kelompok virus yang dapat menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia. Beberapa jenis coronavirus diketahui menyebabkan infeksi saluran pernapasan pada manusia mulai dari batuk pilek hingga yang lebih serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Coronavirus jenis baru yang ditemukan menyebabkan penyakit COVID-19.�1 COVID-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh jenis coronavirus yang baru ditemukan. Ini merupakan virus baru dan penyakit yang sebelumnya tidak dikenal sebelum terjadi wabah di Wuhan, Tiongkok, bulan Desember 2019. Virus ini, pun menular dengan sangat cepat dan telah menyebar ke hampir semua negara, termasuk Indonesia, hanya dalam waktu beberapa bulan (sejak dari Desember 2019). Sejak diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2020, hingga 1 Mei 2020 sekarang tercatat kasus positif terinfeksi virus corona pada 10.551 orang, sebanyak 800 di antaranya meninggal dunia.
1
https://www.who.int/indonesia/news/novel-coronavirus/qa-for-public
Selanjutnya, seperti di negara lain, Indonesia juga memiliki regulasi untuk melawan virus korona yang sedang melanda ini. Di Masa Generesi Milineal seperti ini pastinya Presiden telah menyiapkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 untuk menjawab tantang dunia atas kesepian Indonesia dalam menghadapi wabah penyakit menular yang menyerang negara ini. Melanjuti situasi penyebaran virus corona, sekaligus merespons status pandemi global yang ditetapkan WHO, pada 13 Maret 2020 Presiden Jokowi mengeluarkan Keppres Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Menarik dicatat di sini, Keppres ini telah memasukkan unsur Kepolisian dan TNI jadi anggota pelaksana Gugus Tugas yang dipimpin Kepala BNPB. Struktur rantai komandonya merentang dari pusat ke daerah, bahkan juga hingga di tingkat desa. 2 Tak berhenti di situ. Pada 31 Maret, Pemerintah Jokowi telah mengeluarkan tiga aturan. Semuanya terkait penanganan penyakit Covid-19. Ketiganya adalah Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Keputusan Presiden Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, dan Peraturan Pengganti Undang-Undang tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan. 3
B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana aspek hukum penanganan pandemi COVID-19 di Republik Indonesia? Serta bagaimana pembahasannya? 2. Bagaimana batasan dan cakupan di dalam PSBB? 3. Bagaimana penegakan hukumnya di Indonesia? 2
https://kumparan.com/kumparannews/jokowi-terbitkan-keppres-nomor-7tahun-2020-tentang-gugus-penanganan-corona-1t1Ju2yxtNj/full 3
https://setkab.go.id/presiden-putuskan-pembatasan-sosial-berskala-besaropsi-atasi-dampak-covid-19/
C. ANALISIS 1. ASPEK HUKUM DALAM PENANGANAN PANDEMI COVID-19 DI INDONESIA Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum jelas citacita bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia. Tujuan nasional tersebut adalah “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan
umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa
dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi serta keadilan sosial.� Oleh karena itu Pemerintah harus membuat sebuah regulasi yang terbaik untuk bangsa dan negaranya agar dapat keluar dari musibah yang tidak diharapkan ini, dan dapat melanjutkan cita-cita bangsa ini hingga akhir zaman. Dari segi regulasi, Indonesia memiliki dua perundang-undangan atau dasar hukum, dalam mengatur secara tegas dalam penanganan wabah penyakit menular, yaitu antara lain Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Kedua instrument itu dalam teknis belum lengkap dan belum sempurna, namun dalam hal ini pemerintah dapat mengambil prioritas utama yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Undang-Undang yang sudah diundangkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Prof Yasona Laoly, serta disahkan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo ini menjadi dasar hukum dalam penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar. Seperti yang tertuang pada Pasal 49 Ayat (1) Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan memiliki 4 model kekarantinaan yaitu Karantina Rumah, Karantina Rumah Sakit,
Karantina Wilayah serta Pembatasan Sosial Berskala Besar.4 Dari 4 model ini yang dipakai oleh Pemerintah adalah PSBB. Pada 31 Maret 2020 Presiden Joko Widodo, langsung membuat 3 peraturan sekaligus yaitu PP Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease (COVID-19), Keppres Nomor 11 Tahun 2020 tentang Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease (COVID-19), dan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Peraturan-peraturan
tersebut
menjadi
pedoman
dalam
penanganan COVID-19. Membahas Tentang PP Nomor 21 Tahun 2020 memiliki dasar hukum, yaitu: -
Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
-
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular;
-
Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana;
-
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dengan pertimbangan menurut huruf (a) dan (b) menurut PP 21
Tahun 2020, sebagai berikut: a. Bahwa penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), dengan jumlah kasus dan/atau jumlah kematian telah meningkat dan
4
Pasal 49 Ayat (1) UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan
meluas lintas wilayah dan lintas negara dan berdampak aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta kesejahteraan masyarakat b.
Bahwa dampak penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID19) telah mengakibatkan terjadi keadaan tertentu sehingga perlu dilakukan penanggulangan
salah satunya
dengan tindakan
pemnbatasan sosial berskala besar.5 Membahas Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020. Beginilah pertimbangan
Keppres
tersebut:
“dengan
mempertimbangkan
penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang bersifat luar biasa dengan ditandai jumlah kasus dan/atau jumlah kematian telah meningkat dan meluas lintas wilayah dan lintas negara dan berdampak pada aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan, serta kesejahteraan di Indonesia.” KEPPRES ini memiliki 3 diktum. Yaitu yang berbunyi :
DIKTUM KESATU : “Menetapkan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai jenis penyakit yang menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
DIKTUM KEDUA : Menetapkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Indonesia yang wajib dilakukan upaya penanggulangan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
DIKTUM KETIGA : Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
5
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease (COVID-19)
Keppres ini diterbitkan untuk menyikapi melaksanakan amanat undangundang tersebut (UU No.6 Tahun 2018).6 Membahas tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan: Perppu Nomor 1 Tahun 2020 adalah Perppu yang diciptakan untuk peraturan suatu penataan ulang Anggaran Negara. Perppu ini memperbesar kapasitas defisit Anggaran Negara dari yang semulanya 3%. Hal ini tertuang dalam Pasal 2 Huruf (a) Perppu Nomor 1 Tahun 2020. Kementerian Keuangan memperkirakan defisit anggaran hingga 5,07%. Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) ini pemerintah juga melakukan tambahan belanja dan pembiayaan sebesar total Rp 405,1 triliun yang belum ada di APBN 2020 (untuk penanganan Pandemi Virus Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Tambahan belanja tersebut adalah Rp 75 triliun untuk bidang kesehatan, Jaring Pengaman Sosial (JPS) Rp 110 triliun, perlindungan sektor industri Rp 110 triliun, dan untuk penangananan serta restrukturisasi indsutri untuk mendukung Progam Pemulihan Ekonomi Nasioal Rp 150 triliun. Begitu penjelasan singkat dari Perppu Nomor 1 Tahun 2020. Begitulah penjelasannya.7
6 Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) 7https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/perppu-no1-tahun-2020-tentangkebijakan-keuangan-negara-dan-stabilitas-sistem-keuangan-respons-luar-biasapemerintah-hadapi-situasi-covid-19/
2. Batasan dan cakupan dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Dalam PSBB sendiri-pun diperlukan adanya batasan dan cakupan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Pemda) dengan tujuan, agar konsolidasi serta koordinasi di dalam penanganan pandemi ini dapat berjalan baik dan benar pastinya. Berikut adalah pasal-pasal penting dalam mengukur batasan serta cakupan PSBB, yang terdapat pada PP No.21 tahun 2020, sebagai berikut: Pasal 1: “Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).� Bicara kriteria Pasal 3 memberikan batasan-batasannya, yaitu sebagai berikut: “Pembatasan Sosial Berskala Besar harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Jumlah kasus dana tau jumlah kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah; dan b. Terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.� Cakupan PSBB, dapat dilihat dalam Pasal 4 Ayat (1), (2), dan (3) yang berbunyi: (1) Pembatasan Sosial Besar paling sedikit meliputi: a. Peliburan sekolah dan tempat kerja; b. Pembatasan kegiatan keagamaan; c. Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum
(2) Pembatasan kegiatan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) Huruf a dan Huruf b harus tetap mempertimbangkan kebutuhan pendidikan, produktivitas kerja, dan ibadah penduduk. (3) Pembatasan kegiatan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) Huruf c dilakukan dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk. Harus digarisbawahi di sini bahwa Ayat 3 (tiga) menekankan pentingnya sebelum penetapan PSBB untuk memperhatikan aspek pemenuhan kebutuhan dasar penduduk. Merujuk Bagian Penjelasan PP ini: “Kebutuhan pelayanan kesehatan, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya.” Selanjutnya berikut adalah menjelaskan kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam menetapkan Status Kedaruratan yang tertera d di dalam Pasal 10 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018, yang berbunyi: “Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.” Soal tata cara penetapan dan pencabutan kedaruratan kesehatan masyarakat yang tercantum dalam Pasal 10 Ayat (4) menyebutkan: “Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan dan pencabutan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.” Tak berbeda dengan itu (UU) Penanggulangan Bencana pun pada Pasal 7 Ayat (1) Huruf (c) juga menegaskan bahwa otoritas yang menetapkan status bencana entah alam/non-alam baik di tingkat nasional ataupun daerah ialah merupakan kewenangan pemerintah pusat. Dan juga, UU Tentang Wabah Penyakit Menular. Pasal 4 Ayat (1) dan (2) menegaskan bahwa penetapan dan pencabutan status daerah
tertentu sebagai daerah wabah ialah kewenangan pemerintah c.q kementerian terkait. Artinya, dengan lahirnya PP 21 Tahun 2020 ini semakin jelas bahwa penetapan atau pencabutan kedaruratan kesehatan masyarakat kewenangannya berada di pemerintah pusat. Setelah Keppres No 11 Tahun 2020 diumumkan dan terhadap PSBB ditetapkan di daerah, maka sekiranya Pemerintah Daerah setempat harus mengikuti peraturan seperti ketentuan yang berlaku. Selanjutnya merujuk di dalam Pasal 5 Ayat (1) serta (2) menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020: (1) Dalam Hal Pembatasan Sosial Berskala Besar telah ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan,
Pemerintah
Daerah
wajib
melaksanakan
dan
memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. (2) Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diselenggarakan secara berkoordinasi dan bekerja sama dengan berbagai pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan itu, kepala daerah baik gubernur, wali kota, atau bupati dapat melakukan PSBB (jika kotanya tidak baik-baik saja). Hanya saja demikian. Penetapan tersebut harus melewati persetujuan Presiden atau menteri yang terkait. Pasal 2 Ayat (1) dan (2) berbunyi: (1) Dengan
persetujuan
menteri
yang
menyelenggarakan
urusan
pemerintahan di bidang kesehatan, Pemerintah Daerah dapat melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau pembatasan terhadap pergerakan orang dan barang untuk satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu.�
(2) Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) harus didasarkan pada pertimbangan epidemiologis, besarnya ancaman, efektifitas, dukungan sumber daya, teknis operasional, pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.� Poin berikutnya adalah tentang tata cara penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar menurut Pasal 6 Ayat (1) s/d (4): (1) Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar diusulkan oleh gubernur/bupati/wali kota kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. (2) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar dengan memperhatikan
pertimbangan
Ketua
Pelaksana
Gugus
Tugas
Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) (3) Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease (COVID-19) dapat mengusulkan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan untuk menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar di wilayah tertentu. (4) Apabila menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan menyetujui usulan Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan
Penanganan
Corona
Virus
Disease
(COVID-19)
sebagaimana dimaksud pada Ayat (3), kepala daerah di wilayah tertentu wajib melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar. Selang tiga hari kemudian setelah 31 Maret 2020, Permenkes No.9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan
COVID-19, hadir sebagai pedomannya dalam rangka sebagai pedoman pengajuan/pengusul suatu daerah yang ingin mengajukan PSBB. 8 3. PENEGAKAN HUKUM Penegakan hukum
(law enforcement)
adalah kegiatan untuk
melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum, baik melalui prosder peradilan ataupun melalui prosedur mekanisme penyelesaian. Namun dalam hal ini, di masa pandemi seperti ini, law enforcement yang dipakai adalah penegakan hukum dalam rangka menaati kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan. Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, yang berbunyi: “Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).� Dalam penegakan hukumnya tersebut UU Kekarantinaan Kesehatan pun memiliki dua aspek penegak hukum dalam rangka menegakkannya, yaitu Kepolisian serta PPNS yang diberikan kewenangan dalam melakukan penyidikan dan penyelidikan terhadap dugaan adanya tindak pelanggaran pidana kekarantinaan kesehatan yang tertera di dalam Pasal 1 Angka (32) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan.
8
https://setkab.go.id/menkes-teken-permenkes-nomor-9-tahun-2020-soal-tatacara-usulan-psbb/
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 pun memiliki ketentuan pidana dalam Pasal 14 Ayat (1) sampai dengan Ayat (3): (1) “Barang
siapa
dengan
sengaja
menghalangi
pelaksanaan
penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).” (2) “Barang siapa karena kealpaannya mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).” (3) “Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) adalah kejahatan dan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) adalah pelanggaran.” Serta ada Pergub DKI Jakarta Tahun 2020 yang di pasal 10 sudah terasa implikasinya di dalam menutup 76 Perusahaan yang ditutup karena tidak memenuhi kriteria pasal tersebut. 9Selanjutnya aspek ketentuan pidana dalam UU Kekarantinaan Kesehatan sama sekali tidak mengamanatkan pengaturan lebih lanjut dalam produk regulasi turunan seperti PP. Ini berarti, sekiranya penerapan terakit penanganan PSBB di lapangan dibutuhkan lebih tegas maka ketentuan pidana itu dapat segera diimplementasikan oleh pihak terkait. Kewenangan dalam hal ini tentu ada pada institusi kepolisian. Jelas berarti dalam law enforcement (penegakan hukum) di dalam PSBB membutuhkan Maklumat Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) yang tertera dalam surat Nomor: Mak/2/III/2020 yang berisi tentang Kepatuhan Terhadap
9
https://megapolitan.okezone.com/read/2020/04/25/338/2204619/76-perusahaan-di-jakartaditutup-akibat-tak-patuh-psbb
Kebijakan Pemerintah Dalam Penangan Penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19).10 D. KESIMPULAN Pada 31 Maret 2020, Pemerintah Jokowi telah mengeluarkan tiga aturan. Semuanya terkait penanganan Pandemi COVID-19. Ketiganya adalah, Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Keputusan Presiden Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan. Ketiga peraturan itu merujuk kepada UUD NRI 1945, UU Wabah Penyakit Menular, serta yang terakhir adalah UU Kekarantinaan Kesehatan. Selanjutnya Para gubernur beserta bupati dan wali kota dapat mengususulkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di wilayahnya kepada Menteri Kesehatan (Menkes). Wilayah yang dapat diusulkan untuk PSBB adalah wilayah dimana terjadi jumlah kasus atau jumlah kematian akibat penyakit dalam hal ini Virus Korona (COVID-19), menyebar dengan signifikan dan cepat ke beberapa wilayah. Selain itu, PP 21 Tahun 2020 ini juga menegaskan bahwa status kedaruratan masyarakat hanya dapat dilakukan pengumumannya oleh Pemerintah Pusat. Serta, di dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penangan COVID-19, sudah lebih mengkrucut dalam rangka meminta status Pembatasan Sosial Berskala Besar di sebuah daerah yang terkena dampak parah dalam COVID-19. Dalam rangka penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), sangat dibutuhkannya Law Enforcement (Penegakan Hukum). Penegakan hukum tersebut adalah dalam rangka penegakan Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan
10
https://humas.polri.go.id/download/maklumat-kepala-kepolisian-negara-republik-indonesianomor-mak-2-iii-2020-maklumat-kepala-kepolisian-negara-republik-indonesia-nomor-mak-2-iii-2020/
Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) agar bisa berjalan dengan baik dan selancar. Penegakan hukum tersebut dapat dilakukan dengan memuat Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan yang memiliki denda hingga ratusan juta rupiah hingga Pasal 14 Ayat (1) s/d (4) dalam UU Wabah Penyakit Menular,
serta
Maklumat
Kepolisan
Republik
Indonesia
Nomor:
Mak/2/III/2020.
E. SARAN Indonesia adalah negara yang gotong royong oleh karena itulah marilah kita semua bergotong royong dalam rangka menghadapi pandemi corona ini. Ini bukan hanya musibah bagi bangsa Indonesia, tapi seluruh dunia. Oleh karena itu ini saatnya kita semuanya bersatu, tanpa memandang suku, agama, ras atau apapun. Mari kita membantu Pemerintah Indonesia dalam menghadapinya, memakai masker jika keluar rumah, dan rajin-rajinlah cuci tangan. Dalam legal review ini, saya ingin menyarankan kepada Pemerintah, agar penanganan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam aspek ketentuan pidana diperbesar serta dipertegas lagi, dikarenakan masyarakat Indonesia (nampaknya) meremehkannya, masih banyak orang yang berkumpul, nongkrong, ngerokok bareng dan sebagainya, tanpa memikirkan efek apa pada kedepannya. Sudah 213 negara yang terkena virus mematikan ini, oleh karena itu patuhilah aturan pemerintah. Dan semoga saya menang Asian Law Student’s Association Indonesia Legal Review Competition, aamiin. E. Daftar Pustaka -
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018;
-
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
-
Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease (COVID-19)
-
https://www.who.int/indonesia/news/novel-coronavirus/qa-for-public
-
https://kumparan.com/kumparannews/jokowi-terbitkan-keppres-nomor-7tahun-2020-tentang-gugus-penanganan-corona-1t1Ju2yxtNj/full
-
https://setkab.go.id/presiden-putuskan-pembatasan-sosial-berskalabesar-opsi-atasi-dampak-covid-19/
-
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/perppu-no1-tahun-2020tentang-kebijakan-keuangan-negara-dan-stabilitas-sistem-keuanganrespons-luar-biasa-pemerintah-hadapi-situasi-covid-19/
-
https://setkab.go.id/menkes-teken-permenkes-nomor-9-tahun-2020-soaltata-cara-usulan-psbb/ https://megapolitan.okezone.com/read/2020/04/25/338/2204619/76-
-
perusahaan-di-jakarta-ditutup-akibat-tak-patuh-psbb
-
https://humas.polri.go.id/download/maklumat-kepala-kepolisian-negararepublik-indonesia-nomor-mak-2-iii-2020-maklumat-kepala-kepolisiannegara-republik-indonesia-nomor-mak-2-iii-2020/
PERLUNYA KETEGASAN APARAT DAN KETAATAN MASYARAKAT TERHADAP PERATURAN DALAM MENGHADAPI PANDEMI VIRUS CORONA Kristania Montolalu Universitas Sam Ratulangi A. LATAR BELAKANG Virus corona adalah sebuah wabah penyakit yang sudah menyerang diseluruh dunia. Virus ini berawal dari Kota Wuhan Cina. Sudah mencapai jutaan orang yang terinfeksi virus corona ini dan bukan hanya sampai tersinfeksi saja tapi ada yang sampai meninggal karena virus corona. Dan kita di Indonesia menjadi salah satu negara yang terserang penyakit virus corona. Penyakit ini sangat bahaya bagi kita manusia. Gejalanya mulai dari flu, sakit tenggorokan, demam, batuk dan sesak nafas. Penularan virus corona tidak melihat dari faktor umur maupun jenis kelamin. Tetapi penyakit virus corona ini lebih mudah menular kepada mereka yang telah berusia lanjut, dan kepada orang yang memiliki imunitas lemah. Penularan penyakit ini yaitu dari sentuhan secara fisik, memegang benda dari orang yang sudah dinyatakan positif virus corona, dan melakukan kegiatan dengan banyak orang. Hal-hal mengenai penyakit menular seperti virus corona ini telah diatur dalam UU No. 4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular dan juga dalam PP No. 40 Tahun 1991 tentang penanggulangan wabah penyakit menular. Para aparat telah melakukan upaya untuk menanggulangi wabah virus corona. Akan tetapi aparat juga harus dengan tegas dalam memberlakukannya, jangan hanya mensosialisasikan kepada masyarakat untuk dilakukan tetapi aparat juga harus dengan tegas melakukannya, agar supaya negara kita bisa mencapai pemutusan mata rantai penyebaran wabah virus corona. Jadi, sebagai masyarakat harus menaati aturan yang telah dibuat pemerintah agar tetap berada di rumah untuk mencegah penyebaran virus corona, karena sampai saat ini belum ada vaksin dalam menaggulangi penyebaran virus corona dan cara melindungi diri dengan mengikuti protokol kesehatan yang telah dianjurkan, agar supaya masyarakat memakai masker, menjaga jarak fisik atau physical distancing, dan membawa pembersih tangan atau hand sanitizer.
1
B. RUMUSAN MASALAH 1. Ketegasan apa yang aparat lakukan dalam menangani pandemi virus corona? 2. Sebagai masyarakat ketaatan apa yang harus dilakukan dalam rangka memutus rantai penyebaran virus corona? 3. Bagaimana efektivitas dalam memutus rantai penyebaran virus corona?
C. ANALISIS Sebagai mana yang kita ketahui saat ini bahwa virus corona adalah sebuah wabah penyakit menular yang sangat bahaya dan sudah menjadi pandemi yang mendunia. Di Indonesia orang yang terserang penyakit virus corona semakin hari semakin bertambah, dan ada orang yang bisa sembuh dan ada lagi yang sampai meninggal dunia. Sudah begitu banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan lembaga-lembaga lainnya, untuk memutus mata rantai penyebaran wabah penyakit virus corona ini, dan sampai pada masyarakat juga sudah berperan ikut serta dalam menangani wabah virus corona. Apa yang menjadi aturan dari pemerintah yang berkaitan dengan hal-hal mengenai wabah pandemi virus corona? Yaitu terdapat dalam UU No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Seperti yang sedang terjadi saat ini bahwa wabah virus corona sudah menjadi pandemi yang mendunia. Terdapat pasal yang sangat mengena pada virus corona yaitu pasal 1 huruf a yang berbunyi, “Wabah penyakit menular yang selanjutnya disebut wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dala m masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka�. Ada aturan yang mengatur mengenai hal yang ada hubungannya dengan virus corona yaitu UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan pasal 15 yang mengatur mengenai kekarantinaan kesehatan dipintu masuk dan diwilayah, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), penyehatan dan pengamanan, dan lain-lain. Karena virus corona ini menyerang kekebalan tubuh manusia. Dan pada pasal 93 yang berbunyi, “Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalanghalangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)�.1 Pada pasal 93 ini sudah dijelakan 1
UU No 6 Pasal 93 Tahun 2018
2
bahwa bagi mereka yang tidak mematuhi segala aturan kekarantinaan yang dibuat pemerintah mengenai penanggulangan wabah penyakit menular atau menghalangi petugas dalam penyelenggaran penanggulangan wabah penyakit menular, akan mendapat pidana penjara atau pidana denda. Sudah ada UU yang mengatur, tetapi masih ada begitu banyak orang yang tetap melanggar UU tersebut hanya untuk kepentingan pribadi mereka dan tidak memikirkan kepentingan bersama. Padahal jika masyarakat ingin agar pandemi virus corona ini cepat terselesaikan dalam memutus rantai penyebaran virus corona, masyarakat harus dengan taat untuk melakukan segala aturan dan mengurangi hal-hal yang tidak perlu untuk dilakukan diluar rumah ataupun jika harus keluar rumah maka masyarakat harus mengikuti protokol kesehatan. Saat ini pemerintah sedang melakukan PSBB yang diatur dalam PP No. 21 Tahun 2020 tentang PSBB dalam rangka percepatan penanganan virus corona. Saat diberlakukannya PSBB ini begitu banyak masyarakat yang mengalami perubahan dalam aktivitas sehari-hari mereka. Mulai dari siswa, mahasiswa, sampai pada pekerja, yang diliburkan dan diatur dalam PP No. 21 Pasal 4 ayat (1) Tahun 2020 yang berbunyi “(1). Pembatasan sosial berskala besar paling sedikit meliputi: (a). peliburan sekolah dan tempat kerja; (b). pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau (c). pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum�.2 Dan bukan hanya siswa, mahasiswa, dan pekerja tetapi termasuk kegiatan sosial seperti tempat ibadah ditutup untuk menangani pandemi virus corona dan ibadah dilakukan di rumah masing-masing, disisi lain juga ada tempat tempat tertentu yang harus ditutup seperti mall, tempat hiburan dan tempat umum lainnya, karena tempattempat tersebut mengundang begitu banyak orang, dan jika tempat tersebut masih dibuka maka akan mempercepat penyebaran virus corona, yang bisa mengakibatkan hal-hal yang buruk dalam kehidupan masyarakat. Ada beberapa wilayah di Indonesia yang sudah melakukan pembatasan transportasi, yaitu mereka melakukan pengurangan jumlah penumpang yang ada didalam kendaraan baik itu kendaraan umum maupun kendaraan pribadi, ojek online hanya diperbolehkan untuk mengantar barang dan makanan, dan juga melakukan pengurangan aktivitas dimalam hari, karana saat malam hari sudah banyak aktivitas yang tidak perlu untuk dilakukan. Tetapi ada tempat tertentu yang memang harus untuk dibuka seperti RS, apotek, supermarket, dan sebagainya. Tempat tersebut dibuka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Ini merupakan salah satu bentuk pengurangan percepatan pandemi virus corona dan bisa untuk mempercepat berakhirnya virus corona. Pemerintah telah melakukan sosialisasi terhadap masyarakat, dan jika masih ada 2
PP No. 21 Pasal 4 ayat (1) Tahun 2020
3
masyarakat melanggar hal-hal tersebut maka pemerintah melakukan himbauan kembali, jika masih melakukannya maka ditegur, dan mendapatkan penindakan. Masih ada begitu banyak perusahaan yang melanggar PSBB, dan akhirnya pemerintah melakukan penyegelan atas beberapa perusahaan tersebut. Pada akhirnya hal itu hanya merugikan mereka sendiri. Dalam penerapan PSBB aparat pemerintah harus mempunyai ketegasan, misalnya dalam hal bepergian dan saat dijalan aparat kepolisian memberhentikan kendaraan dan melihat ada banyak orang yang ada dalam kendaraan tersebut, maka aparat harus dengan tegas melaksanakan aturan yang sesuia dan yang sedang berlaku saat ini. Karena ketegasan aparat sangat berpengaruh pada masyarakat, jika aparat pemerintah tidak tegas menjalankan aturan, maka masyarakat juga akan dengan mudah melanggar aturan, masyarakat menganggap bahwa jika aparat pemerintah bisa apalagi mereka. Tetapi pada kenyataannya aparat pemerintah masih kurang tegas dalam melaksanakan ketegasan pada aturan yang ada. Ini membuat negara Indonesia tetap berada pada negara berkembang, dan semakin lama menjadi negara maju. Masyarakat mempunyai peran penting dalam pembatasan sosial berskala besar yaitu dengan tidak melakukan mudik untuk mengurangi penyebaran pandemi virus corona, jika masyarakat melaksanakan ini maka masyarakat mengikuti ketaatan dari aturan yang dibuat UU dan pemerintah, untuk memutus rantai penyebaran wabah pandemi virus corona. Tetapi masih ada juga orang yang melanggar dan melakukan mudik, hanya karena keinginan sesaat, tetapi akan menimbulkan masalah yang lebih besar karena dengan sangat mudah pandemi virus corona akan menyebar. Banyak masyarakat yang sudah bosan berada di rumah terus dan pada akhirnya mereka keluar rumah dan tidak mengikuti protokol kesehatan, mereka tidak memakai masker saat keluar rumah, bahkan mereka tidak membawa hand sanitizer, bukan hanya masyarakat saja yang tidak melakukan aturan tetapi ada juga beberapa tempat umum yang belum menyediakan tempat cuci tangan. Hal-hal inilah yang membuat penyebaran pandemi virus corona semakin cepat. Padahal semua orang ingin pandemi virus corona ini cepat selesai tetapi kurangnya perhatian dari masyarakat sendiri untuk melakukan aturan. Cara agar masyarakat tetap betah di rumah yaitu dengan melakukan hal-hal positif yang baru dan bisa dilakukan di rumah. Jika kita terpapar virus corona itu sangat bahaya karena sampai saat ini belum ada vaksin yang bisa menyembuhkan penyakit virus corona. Dengan adanya wabah virus corona, maka dibuatnya peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 11 tahun 2020 tentang Pelarangan Sementara Orang Asing Masuk Wilayah Republik 4
Indonesia. Ini merupakan salah satu bentuk penanggulangan yang pemerintah lakukan untuk memutus rantai penyebaran virus corona. Karena jika masih banyak orang asing yang melakukan perjalanan untuk masuk wilayah Indonesia, maka akan terjadi penyebaran virus corona yang lebih cepat lagi. Dan pengurangan jumlah orang yang terserang penyakit virus corona akan lebih lama lagi, dan penambahan orang yang positif akan semakin bertambah banyak. Disini bisa kita lihat bahwa aparat pemerintah harus mempunyai ketegasan yang kuat, contonya jika ada orang yang akan melakukan perjalanan dari luar negeri dan akan masuk ke Indonesia, aparat tidak boleh mengizinkan mereka masuk walaupun orang ini salah satu teman dekat atau kenalan dari aparat pemerintah. Dalam rangka penanggulangan pandemi virus corona memerlukan bantuan dari pemerintah wajib dalam bidang kesehatan. Dan pada UU No. 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah, pasal 12 ayat (1) yang berbunyi “Urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi: pendidikan; kesehatan; pekerjaan umum dan penataan ruang; perumahan rakyat dan kawasan permukiman; ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan sosial�.3 Dalam pasal tersebut pemerintah dibidang kesehatan termasuk pada pemerintah wajib. Jadi pemerintah daerah mempunyai wewenang dalam membuat aturan dalam menangani wabah pandemi virus corona. Pemerintah telah melakukan begitu banyak upaya-upaya dalam menangani pandemi virus corona lewat diliburkannya para pelajar, kerja dari rumah, melakukan PSBB, menjaga jarak, selalu memakai masker saat keluar rumah, dan masih banyak lagi. Pemerintah mempunyai kekuatan yang sangat penting dalam hal untuk menanggulangi penyebaran virus corona, karena pemerintah mempunyai kekuasaan yang memaksa. Pemerintah membuat aturan juga harus melaksanakannya dengan disiplin untuk mendapatkan hasil yang semakin baik untuk dikemudian hari. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Virus Corona. Perppu ini dibuat dalam rangka penanganan virus corona didalam bidang keuangan. Dikarenakan perppu ini pemerintah menambah tambahan belanja dan pembiayaan. Ini merupakan salah satu bentuk nyata yang pemerintah lakukan dalam penanggulangan penyebaran virus corona. Akhirnya DPR RI melaksanakan rapat kerja dan hasilnya bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti 3
UU No. 23 Pasal 12 ayat (1) Tahun 2014
5
Undang-Undang (Perppu) No.1 Tahun 2020 menjadi Undang-Undang. Ada yang sampai menggugat perppu. Hal ini membuat banyak orang yang pro dan kontra saat dijadikannya UU. Ada juga surat edaran dari Menteri Kesehatan yaitu No. HK.02.01/MenKes/202/2020 tentang protokol isolasi diri sendiri dalam penanganan virus corona. Surat edaran ini diperuntukkan kepada pimpinan Kementrian, Gubernur, Bupati yang ada di Indonesia. Ada Peraturan Pemerintah PP No. 40 Tahun 1991 tentang penanggulangan wabah penyakit menular. Peraturan pemerintah ini mengatur tentang hal-hal mengenai cara agar kita bisa menaggulangi wabah penyakit ini, upaya menanggulangi wabah virus corona dan peran penting dari masayarakat. Agar masyarakat juga mengetahui bagaimana cara dan peran meraka dalam menaggulangi wabah ini. Pastinya disaat ada terjadi sebuah pandemi pastinya akan ada sebuah cara untuk kita menanggulanginya agar supaya bisa terselesaikan, baik itu secara cepat atupun lambat. Lewat peraturan yang telah dijelaskan diatas mengenai hal-hal yang harus kita lakukan dan hal-hal yang tidak harus kita lakukan disaat pandemi virus corona. Hal-hal tersebut harus dilakukan oleh seluruh manusia, baik dia masyarakat ataupun aparat pemerintah. Aparat pemerintah jangan hanya menyuruh masyarakat untuk melakukan, tetapi juga para aparat mempunyai kewajiban melakukan hal-hal tersebut demi mengurangi penyebaran virus corona. Pemerintah telah melakukan upaya-upaya mereka dalam menangani virus corona, setiap hari mereka memberikan informasi lewat sosial media, berita ditelevisi mengenai hal-hal terbaru dari virus corona ini, mulai dari jumlah bertambahnya pasien yang positif, pasien yang dinyatakan sembuh, dan pasien yang dinyatakan meninggal dunia. Dan juga informasi baru lain yang mengenai pandemi virus corona. Sebagai masyarakat yang baik kita harus mengikuti segala aturan yang telah ada mulai dari UU, maupun peraturan dari pemerintah dan aturan lain. Upaya dalam rangka untuk penanggulangan wabah virus corona memerlukan peran masyarakat, seperti yang tertulis dalam UU No. 4 Pasal (6) ayat (1) Tahun 1984 berbunyi “Upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dilakukan dengan mengikut sertakan masyarakat secara aktif �. Pada pasal 14 telah diatur bahwa jika ada siapapun yang menghalangi upaya dalam mengangani wabah baik itu dilakukan secara sengaja ataupun dilakukan secara kealpaan.4
4
UU No. 4 Pasal (6) ayat (1) Tahun 1984
6
Yaitu dalam UUD 1945 pasal 26 ayat (3) berbunyi “hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang�.5 Hal yang mengatur tentang warga negara dan hukum dan pemerintah seperti yang telah tertulis dalam UUD 1945 pasal 27 ayat (1) yang berbunyi “Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya�.6 Maksudnya disitu bahwa sebagai warga negara yang baik agar kita menaati segala peraturan yang telah ada, baik itu dari UU, dan juga dari pemerintah. Jika warga negara dengan disiplin mengikuti aturan, maka negara kita pun akan menjadi negara yang maju. Sudah sangat jelas dalam UU tersebut. Peraturan tersebut dibuat untuk ditaati oleh semua warga negara bukan untuk dilanggar, tetapi masih ada warga negara yang masih melanggar peraturan hanya karena apa yang mereka inginkan. Bukan hanya masyarakat yang berperan dalam menanggulangi penyebaran virus corona tetapi juga sampai pada publik juga berperan aktif dalam penanganan contohnya perguruan tinggi, pertokoan, rumah makan dan lain-lain. Dengan taatnya kita melakukan segala hal untuk mencegah penularan virus corona maka, negara kita akan cepat terselesaikan pandemi virus corona. Jadi, bagi orang yang masih melakukan aktivitas diluar rumah dalam hal yang kurang penting agar supaya menunda kegiatan tersebut untuk pencegahan virus corona, juga bagi anak muda yang masih ingin keluyuran yang tidak penting hanya untuk melihat-lihat hal yang ada diluar rumah untuk menahan diri dalam waktu ini. Hingga akhirnya semua orangpun bisa kembali lagi beraktivitas seperti biasanya tanpa adanya gangguan dari pandemi virus corona. Dari apa yang telah terjadi saat ini melalui pandemic virus corona membuat masyarakat harus semakin menjaga kesehatan, menjaga jarak dengan orang lain. Barbagai hal yang telah dilakukan oleh aparat pemerintah dan masyarakat mempunyai tujuan yang sama, untuk memutus rantai penyebaran virus corona. Dan upaya-upaya yang telah dilakukan merupakan suatu keberhasilan pengurangan penyebaran virus corona.
5 6
UUD 1945 pasal 26 ayat (3) UUD 1945 pasal 27 ayat (1)
7
D. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Dari hasil rumusan masalah dan analisis dapat disimpulkan bahwa: penyakit virus corona ini belum ada vaksin yang ditemukan, dan satu-satunya cara untuk mengatasi penyebaran virus corona adalah ketaatan aparat dalam menjalankan tugas dilapangan. Sangat dibutuhkan ketaatan dari masyarakat untuk menaati protokol kesehatan dalam memutus rantai penyebaran virus corona, yaitu yang dianjurkan oleh pemerintah untuk dapat mengatasi penyebaran pandemi virus corona. 2. Saran Dari hasil analisis diatas yang menjadi saran dari penulis dalam memutus rantai penyebaran virus corona pemerintah harus lebih tegas lagi dalam melaksanakan aturan karena masih ada juga masyarakat yang tidak melakukan protokol kesehatan, masih ada yang keluar rumah dan tidak memakai masker tetapi aparat yang bertugas terkadang tidak tegas dalam menjalankan tugas, dan masih membiarkan masyarakat tersebut. Inilah yang menjadi kurang dari ketegasan aparat. Jadi dikemudian hari agar aparat lebih tegas dalam melaksanakan tugas. Dan kepada masyarakat juga agar supaya tetap berada didalam rumah, tidak melakukan aktivitas yang kurang penting diluar rumah, lebih baik kita tetap berada di rumah dan melakukan hal-hal positif dari pada kita keluar rumah dan terpapar penyakit virus corona yang kita ketahui bahwa virus corona ini sangat berbahaya pada kesehatan. Dan jika harus keluar rumah agar memakai masker, dan mengikuti aturan yang ada.
Daftar Pustaka UUD “45, Pustaka Agung Harapan, Surabaya. Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Sekretariat Jenderal MPR RI 2013.
8
Effectiveness of Assimilation on Prisoners and Criminal Sanctions for Large-Scale Social Restriction Violators (PSBB) Monica Lowena Pitoy Sam Ratulangi University Background The Novel Coronavirus otherwise known as COVID-19 is a respiratory disease that belongs to the RNA virus group Coronavirus alongside SARS and MERS. The disease causes a mild level of disturbance to the respiratory system such as lung infections and worst case scenario death. COVID-19 was discovered in Wuhan, China at the end of December 20191. COVID-19 spreads easily through direct contact and currently is a worldwide pandemic. While COVID-19 mainly impacts the physiology of both humans and animals it also impacts various life sectors including the world economy. The Executive Director of the Institute for Development of Economics and Finance (Index) Tauhid Ahmad said that the global economic losses due to COVID-19 are immeasurable compared to the trade war between USA and China2. Therefore, countries around the world are responsive to take action by making policies to lessen the curve of the virus. The expectation of the possibility whether the virus is able to be swiftly handled then various life sectors will recover. For example, the lockdown policies in various countries such as China, Italy, Spain, UK, and India. Due to Indonesia’s status as a state of law, on 3rd of March 2020, the Government issued three legal related products in response to COVID-19 mitigation effort. Among them are : (1) Presidential Decree No. 11 of 2020 on the Determination of Public Health Emergency COVID19; (2) Government Regulation No. 21 of 2020 on Large-Scale Social Restriction in order to Accelerate the Handling of COVID-19, and; (3) Government Regulation in Lieu of Law No. 1 of 2020 on National Fiscal Policy and Financial System Stability for the Treatment of Pandemic COVID-19 and/or in order to deal with threats that endanger the national economy and/or financial system stability.
dr. Merry Dame Cristy Pane, “Virus Corona (Covid-19)”, https://www.alodokter.com/viruscorona (accessed on May, 6th 2020 at 15.05) 2 Sulaeman, “Kerugian Akibat Virus Corona Lebih Besar dibanding Perang Dagang”, https://www.liputan6.com/bisnis/read/4204016/kerugian-akibat-virus-corona-lebih-besardibanding-perang-dagang# (accessed on May, 6th 2020 at 15.11) 1
However, there’s one ministerial policy that is the Ministerial Regulation of the Ministry of Justice and Human Rights No. 10 of 2020 to deal with the pandemic which triggers controversy in Indonesia, that is the provision of assimilation for prisoners. Various pros and cons are raised by the public opinion against the policy. On the other hand this is considered important, because looking at the situation of the prison in Indonesia that has experienced overcapacity, increasing the risk factor of one can be infected with the virus. Especially, many of the prisoners are sixty years and above increasing the odds of being infected. Other controversies are starting to rise, namely on the criminal sanctions imposed on the Large-Scale Social Restriction Violators (PSBB). This is precisely a contradiction and is considered a cause of policy, the community is beginning to question the benefits behind the assimilation of prisoners on the grounds of prison overcapacity. It is feared that this would be a policy that does not mean if the offender PSBB should be imposed criminal sanctions and they will essentially be put in custody. Formulation of The Problems 1. What is Assimilation for Prisoners? 2. How to apply the Criminal Sanction of Large-Scale Social Restriction Violators? 3. How is the effectiveness of assimilation for prisoners and sanctions for Large-Scale Social Restriction (PSBB) Violators?
Analysis I.
Assimilation for Prisoners
Assimilation comes from the Latin language “asimilare” meaning “to be equal”. In the Great Dictionary of Indonesia Language (KBBI), Assimilation is the adjustment of “melting” the original nature that belongs to the nature of the environment. According to Soerjono Soekanto the process of assimilation is characterized by the development of similar attitudes, which although sometimes emotional, aims to achieve unity, or at least to achieve integration in organization and action3. This means that if a person assimilates into a community, he or she is no longer distinguished from the community. Based on the current situation where COVID-19 is more widespread, then as preventive management of the Government in this case the Ministry of Justice and Human Rights takes a policy to provide assimilation for the prisoners. To respond to this Ministerial Regulation of the Ministry of Justice and Human Rights No. 10 of 2020 published. According to article 1 paragraph 3 of The Ministerial Regulation said that assimilation is the process for the construction of prisoners and children by blending prisoners and children in the life of society. Meaning the reason of giving assimilation for prisoners is based on data found that the overcapacity occurred in the correctional institution of up to 836 percent4. With this percentage, it certainly will be difficult for the prisoners to enact physical distancing. Despite this reason, controversies continue to occur in the community. So, various protests were presented by the public. However, it is reaffirmed by the Director-General of Correctional Ministry of Justice and Human Rights Reinhard Silitonga that not all prisoners will get assimilation5. Those who obtain assimilation are certainly not related to Government Regulation (PP) No. 99 of 2019 namely the case of terrorism, psychotropic narcotics, corruption, severe human rights crimes, and organized transnational crimes of foreign nationals
3
Prof. Dr. Alo Liliweri, M.S, Prasangka, Konflik dan Komunikasi Antarbudaya, (Jakarta : KENCANA, 2018), pg. 269. 4 Andi Saputra, “5 Fakta Mengejutkan Lapas di Indonesia”, https://news.detik.com/berita/d4365019/5-fakta-mengejutkan-lapas-di-indonesia (accessed on May, 6th 2020 at 16.53) 5 Sania Mashabi, “Kemenkumham: Asimilasi Bukan Berarti Membebaskan Napi untuk Berulah Lagi”, https://nasional.kompas.com/read/2020/05/06/12074691/kemenkumham-asimilasibukan-berarti-membebaskan-napi-untuk-berulah-lagi (accessed on May, 6th 2020 at 17.09)
and not foreign nationals6. Also, if the prisoners are assimilated to commit a crime again they will receive three consequences, namely the rights of assimilation, severe penalty sanction, and no longer likely to have the assimilation rights. The terms of assimilation are given in accordance with article 2 and 3 Ministerial Regulation of the Ministry of Justice and Human Rights of No. 10 of 2020, among others: Article 2 (1) Assimilation of Prisoners carried out at home with the guidance and supervision of Bapas. (2) Prisoners who can be given Assimilation as referred to in paragraph (1) must meet the following requirements: a. good behavior is proven by not serving disciplinary action within the last 6 (six) months; b. actively participate in the coaching program well; and c. has served ½ (one-half) of the criminal period. Article 3 (1) Child assimilation is carried out at home with Bapas guidance and supervision. (2) Children who can be given Assimilation as referred to in paragraph (1) must meet the following requirements: a. good behavior is proven by not serving disciplinary action within the last 6 (six) months; b. actively participate in the coaching program well; and c. has served at least three months of the criminal period. II.
Implementation of Large-Scale Social Restrictions and Sanctions for Violators
As an effort to handle COVID-19, the Ministry of Health issued its legal product, namely Ministry of Health No. 9 of 2020 on guidelines on the Large-Scale Social Restriction to accelerate the handling of COVID-19. According to article 1 paragraph (1) of this
Dian Fath Risalah & Agus Yulianto, “Narapidana dan Anak Diusulkan Asimilasi dan Hak Integrasi”, https://republika.co.id/berita/q83q65396/narapidana-dan-anak-diusulkanasimilasi-dan-hak-integrasi (accessed on May, 6th 2020 at 17.13) 6
PERMENKES, said that "Large-scale social restrictions are a restriction on certain population activities in an area allegedly infected by COVID-19 in such a way as to prevent the possibility of the spread of COVID-I9". Referring to the PSBB rules, several activities involving the public are restricted, such as offices or agencies being canceled, restrictions on religious activities, and restrictions on public transport7. Although PSBB has been implemented, there are still citizens who still question the difference between lockdown, territorial quarantine, and PSBB. Because of that, before discussing further, it will be described as a slight difference from these three subjects. Lockdown is a popular word that’s now widely used by mass media around the world to define restrictions on community activity in a region infected with COVID-19. The medical world’s not familiar with this term due to the existence of the term quarantine8. Referring to the Law No. 6 of 2018, health is interpreted as "efforts to prevent entry of diseases and/or risk factors of public health that potentially inflict emergency health" 9. In article 15 paragraph (2) Law No. 6 of 2018 mentions some forms of health quarantine: isolation, disinfection, decontamination, to PSBB (social restriction), and quarantine. Then, the difference between territorial quarantine and PSBB is without territorial quarantine, public transportation is still in operation and the residents can be out of town, even with the new protocol (service hours are limited, must wear a mask and keep the distance from each other). It’s still open to the opportunity of the COVID-19 deployments because those who are infected sometimes have minimal symptoms and can do normal activities, including traveling. On a budget, the cost of PSBB is cheaper than territorial quarantine. So far there’s no official calculation of the Central Government about the burden of the total lockdown against the Central Government budget. Citing the appeal of the Medicine Faculty Professor of the University of Indonesia related to the management of COVID-19 infections, the costs incurred if Jakarta experienced a total lockdown of 14th days is about Rp. 4 trillion10.
Retia Kartika Dewi, “Mengenal Apa itu PSBB, Aturan, Daerah yang Menerapkan hingga Sanksinya”, https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/14/093800065/mengenal-apa-itupsbb-aturan-daerah-yang-menerapkan-hingga-sanksinya (accessed on May, 6th 2020 at 18.16) 8 Arif Gunawan, “Besok PSBB Berlaku di Jakarta, Ini Lockdown Bukan Sih?”, https://www.cnbcindonesia.com/news/20200409183032-4-150989/besok-psbb-berlaku-dijakarta-ini-lockdown-bukan-sih (accessed on May, 6th 2020 at 18.36) 9 Ibid. 10 Ibid. 7
For its implementation, PSBB is not applied evenly throughout Indonesia, but the Regional Head must apply for the policy enforcement to the Ministry of Health. In addition to the application filed every head of district shall be followed under the conditions contained in article 4 paragraph (1) PERMENKES No. 9 of 2020, namely: "The governor/Regent/mayor in applying for large-scale social restriction to the minister must be accompanied by data: a. Increased number of cases according to time; b. The spread of cases by time; and c. Local transmission events." In article 4 paragraph (5) is continued that: "In addition to the data as mentioned in clause (1) Governor/regent/mayor in applying large-scale social restriction to the Minister also conveys information on regional readiness about the aspects of the availability of basic people's necessities, health facilities and infrastructure, budgets and operationalization of social safety nets, and security aspects�. The PSBB policy violators may be subject to criminal sanctions. In the case of Government Regulation No. 21 of 2020 issued by the Government, strengthening the Police step in the follow-up Maklumat Kapolri No. Mak/2/III/2020 on Compliance with Government Policy in the Handling of COVID-19 Deployment. Therefore, as law enforcement, in the provision of criminal sanctions the Police refer to article 93 Law No. 6 of 2018 about Health Quarantine that says: "Any person who doesn’t obey the implementation of health information as referred to in article 9 paragraph (1) and/or obstructing the implementation of health, causing a public health emergency is sentenced to prison for a maximum of one year and/or fined at most Rp 100,000,000.00 (one hundred million Rupiah)". One concrete example of the issuance of criminal sanction for PSBB violators is located in Surabaya. The policy of the Central Government about PSBB, strengthened again by Governor Regulation of East Java No. 18 of 2020 about Guidelines of Large-Scale Social Restriction in Handling COVID-19 in East Java Province. In article 31 of the Governor's regulation is said that: "In addition to the application of administrative sanctions referred to in Article 29 paragraph (1) and Article 30, law enforcement can apply its authority under the provisions of legislation". With these provisions, POLRI-TNI as law enforcement is given the authority to take action following the applicable law.
In this regard, General Inspector Luki Hermawan said: "We have jurisprudence. There’s a certain area that has implemented Article 216 (KUHP) the defendant will get 3 months imprisonment. Then it will be an online trial like in West Java. We will lead there” 11. III.
The Effectiveness of Assimilation on Prisoners and a Criminal Sanction for PSBB Violators
With the outbreak of the COVID-19 pandemic, in addition to being a fresh wind for prisoners in Indonesia, it also became a confusion for policy stakeholders in the Republic of Indonesia. Where the Ministry of Justice and Human Rights freed thousands of prisoners from the prison, while the Police Officers attempted to arrest the violators of PSBB and of course sentenced offenders into custody. Through the assimilation and integration program of the Ministry of Justice and Human Rights regarding the prevention and mitigation of the distribution of COVID-19 in Correctional Institutions, State Detention Houses, and Children's Special Development Institutions (LPKA), thousands of convicts, especially children, have been exempted. This policy was taken through the Decree of Minister No. M. HH-19. PK. 01.04.04 of 2020 about Expenditures and Release of Prisoners and Children through assimilation and integration to prevent and control the spread of COVID-19. From the decree, then comes Regulation of the Ministry of Justice and Human Rights No. 10 of 2020 in terms of Granting Assimilation and Integration Rights for Prisoners and Children in the framework of prevention and mitigation of distribution COVID-19. Taking this policy is not done without careful consideration. According to the fact that there are prison cells currently crowded, narrow, and improper. In one cell can contain dozens of people, so it’s undeniable that each other coincides. If the prisoners conditions before were not so glimpsed and the prison was considered a suitable place for those who were guilty to get a deterrent effect, but seeing the current situation it was a problem because in a crammed condition certainly could not be done physical distancing between one and the others so that it will be easy for prisoners to be targeted by the virus, especially since many of them are over sixty years old and have served sentences of more than 2/3 of the detention period. Unfortunately, this policy is in contrast to other policies in the realm of the prevention of COVID-19 deployments. On one side there’s a policy of assimilation to reduce the capacity Achmad Alamudi, “Pelanggar PSBB Ditahan 1x24 Jam dan Akan Dipidana”, https://klikjatim.com/pelanggar-psbb-ditahan-1x24-jam-dan-akan-dipidana/ (accessed on May, 7th 2020 at 15.52) 11
of excessive prison cells, but on the other hand, there are rules that sanctioned criminals in the form of prison to the PSBB violators. This raises controversies in society. How not, after the controversy about granting the assimilation of prisoners began to wane, other controversies arose. The assimilation policy for prisoners on the grounds described earlier is effective as a form of this COVID-19 treatment. Moreover, this policy has been carried out well under the protocols contained in the PERMENKUMHAM. But, not with criminal sanctions in the form of prison for PSBB violators. These sanctions aren’t effective in such situations. In addition to being assessed too much, criminal penalties for offenders PSBB are also assessed troublesome because it requires a lengthy legal process and can make the prison full12. Not to mention the rules of law that haven’t been regulated clearly and detailed. So that if it’s implemented, it’ll only cause various problems and impact the ineffectiveness.
12
Ihsanuddin, "Mahfud MD Dukung Polisi Terapkan Sanksi Kreatif bagi Pelanggar PSBB", https://nasional.kompas.com/read/2020/04/25/14091461/mahfud-md-dukung-polisiterapkan-sanksi-kreatif-bagi-pelanggar-psbb (accessed on May, 8th 2020 at 15.00)
Conclusion As a form of handling COVID-19, the Government in this case the Ministry of Justice and Human Rights took the policy to provide assimilation for prisoners. As a democratic country that frees its people to give opinions, this policy was initially not accepted by the public. Stigma arising in society that if the prisoner got assimilated, they're feared to be able to repeat the crime. As for other fears where prisoners who aren’t common criminals such as corruption, narcotics, or other special criminals will also get assimilation. But, this fear is handled quickly by the Government, especially the Ministry of Justice and Human rights by issuing PERMENKUMHAM No. 10 of 2020 about Terms of Granting Assimilation and Integration Rights for Prisoners and Children in the Framework of Prevention and Countermeasures spread COVID-19. The Implementation policy of PSBB is guided by PERMENKES No. 9 of 2020 about Large-Scale Social Restriction Guidelines to Accelerate the Handling of COVID-19. There are sanctions for PSBB violators. This is due to PP No. 21 of 2020 issued by the Government, as well as strengthening the police measures to follow-up the Maklumat Kapolri No. Mak/2/III/2020 on Adherence to Government Policy in the Handling of COVID-19 Spread. So as law enforcement, in the provision of criminal sanctions police refer to article 93 Law No. 6 of 2018 on Health Quarantine. Regarding the presence of these two policies, certainly not separated from their effectiveness. In its implementation, the assimilation policy for prisoners is assessed to be effective and able to reduce the problem of existing prison overcapacity. Not only that, the protocol that’s executed is in accordance with the existing regulations. Whereas the effectiveness of criminal sanctions for PSBB violators is still questionable. But the effectiveness of criminal sanctions for PSBB violators is still questionable. In addition to contrary to the reason of the assimilation policy, this policy also doesn’t have a clear regulation so it could cause excessive interpretation even erroneously in the implementation.
Suggestion 1. Amid the assimilation given to prisoners, the application of Mandatory Report Rules should be applied more firmly. This should be a special concern to prevent prisoners from repeating criminal acts in the society. 2. For the current situation, it’s not appropriate to be sentenced to criminal sanctions on the PSBB violators. Besides contradicting the reason for assimilation, the implementation of criminal sanctions related to PSBB violations isn't arranged in detail so that it can cause excessive interpretation. Therefore, PSBB violators should be subject to other strict sanctions accompanied by detailed regulated regulations so that their implementation can be effective.
Bibliography Pane, Merry Dame Cristy. 2020. Virus Corona (Covid-19). https://www.alodokter.com/viruscorona (accessed on May, 6th 2020 at 15.05)
Sulaeman. 2020. Kerugian Akibat Virus Corona Lebih Besar dibanding Perang Dagang. https://www.liputan6.com/bisnis/read/4204016/kerugian-akibat-virus-corona-lebih-besardibanding-perang-dagang# (accessed on May, 6th 2020 at 15.11)
Liliweri, Alo. 2018. Prasangka, Konflik dan Komunikasi Antarbudaya. Jakarta: KENCANA.
Saputra,
Andi.
2018.
5
Fakta
Mengejutkan
Lapas
di
https://news.detik.com/berita/d-4365019/5-fakta-mengejutkan-lapas-di-indonesia
Indonesia. (accessed
on May, 6th 2020 at 16.53)
Mashabi, Sania. 2020. Kemenkumham: Asimilasi Bukan Berarti Membebaskan Napi untuk Berulah
Lagi.
https://nasional.kompas.com/read/2020/05/06/12074691/kemenkumham-
asimilasi-bukan-berarti-membebaskan-napi-untuk-berulah-lagi (accessed on May, 6th 2020 at 17.09)
Risalah, Dian Fath dan Agus Yulianto. 2020. Narapidana dan Anak Diusulkan Asimilasi dan Hak
Integrasi.
https://republika.co.id/berita/q83q65396/narapidana-dan-anak-diusulkan-
asimilasi-dan-hak-integrasi (accessed on May, 6th 2020 at 17.13)
Dewi, Retia Kartika. 2020. Mengenal Apa itu PSBB, Aturan, Daerah yang Menerapkan hingga Sanksinya.
https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/14/093800065/mengenal-apa-itu-
psbb-aturan-daerah-yang-menerapkan-hingga-sanksinya (accessed on May, 6th 2020 at 18.16)
Gunawan, Arif. 2020. Besok PSBB Berlaku di Jakarta, Ini Lockdown Bukan Sih?. https://www.cnbcindonesia.com/news/20200409183032-4-150989/besok-psbb-berlaku-dijakarta-ini-lockdown-bukan-sih (accessed on May, 6th 2020 at 18.36)
Alamudi, Achmad. 2020. Pelanggar PSBB Ditahan 1x24 Jam dan Akan Dipidana. https://klikjatim.com/pelanggar-psbb-ditahan-1x24-jam-dan-akan-dipidana/ (accesed on May, 7th 2020 at 15.52) Ihsanuddin. 2020. Mahfud MD Dukung Polisi Terapkan Sanksi Kreatif bagi Pelanggar PSBB. https://nasional.kompas.com/read/2020/04/25/14091461/mahfud-md-dukung-polisi-terapkansanksi-kreatif-bagi-pelanggar-psbb (accessed on May, 8th 2020 at 15.00 )
Kebijakan Hukum Indonesia Dalam Penanganan Pandemi Covid-19 Nama : Tojenar Argais Permana Asal Perguruan Tinggi : Universitas Sam Ratulangi Manado A.
Latar Belakang Pada tanggal 31 Desember 2019 Kantor World Health Organization di Cina melaporkan
adanya kasus Pneumonia Unkown Etiology ( Radang Paru - Paru yang Penyebabnya Belum di Ketahui ) dengan total kasus pasien berjumlah 44 orang. Pemerintah Cina terus menyelidiki kasus ini bersama WHO untuk mencari asal mula tempat terjadinya penyebaran virus pertama kali dan mencari penyebab terjadinya infeksi virus tersebut. Pada tanggal 7 Januari 2020 National Health Commission ( Komisi Kesehatan Nasional) Cina menginformasikan wabah ini bermula dari suatu Pasar Ikan di Kota Wuhan. pemerintah Cina mengidenfikasikan virus ini adalah Corona Virus tipe baru dan diberi nama oleh Covid-19 oleh WHO. Pada saat itu juga pemerintah Cina mengambil tindakan tegas berupa mengisolasikan Kota Wuhan pada tanggal 7 Januari 2020, walaupun pemerintah Cina sudah mengambil kebijakan isolasi kota penyebaran atau penularan virus ini tetap berlanjut ke luar Cina, Dikarenakan penyebab penularan virus ini belum di ketahui. Namun menurut Wolrd Health Organization penularan virus ini adanya kontak fisik atau terkenanya air liur dari orang yang terinfeksi virus, gejala dari virus ini mengalami demam, sakit dan nyeri, hidung tersumbat, sakit tenggorokan, dan sesak nafas. Semenjak virus ini menyebar ke seluruh dunia dan menginfeksi lebih dari 8.329 ribu orang dengan angka kematian 122 orang di seluruh dunia. Pada saat terjadinya penyebaran virus corona
di luar Cina, banyak negara-negara
terutama negara-negara di Asia Tenggara langsung mengambil tindakan LockDown untuk mencegah masuknya orang-orang yang sudah terinfeksi masuk ke dalam negara mereka, salah satu negara yang menerapkan lockdown ialah Negara Vietnam. Tidak seperti negara-negara tetangga pemerintah Indonesia seakan tidak menganggap serius masalah virus corona ini, bahkan pemerintah Indonesia cenderung terlihat menggampangkan dan menyepelekan terkait penyebaran virus ini. Yang mana kebijakan pemerintah saat itu melakukan promosi wisata domestik dengan memberikan diskon harga tiket pesawat ke beberapa daerah tertentu di saat menyebarnya virus corona di beberapa negara, kebijakan ini dibenarkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. Beliau menyampaikan bahwasannya pemerintah sudah mempunyai standar protokol untuk menangani risiko penyebaran virus
corona, dan maksud tujuan adanya promosi wisata untuk mempromosikan destinasi wisata di beberapa daerah, hal ini merupakan kebijakan presiden dari tahun-tahun sebelumnya. Karena kurang nya kesigapan pemerintah menangani kasus tersebut maka terjadilah banyak sekali kasus yang bermunculan di seluruh Indonesia dan terus bertambah setiap harinya, sejak pertama kali kasus ini di konfirmasi oleh pemerintah, belum ada kebijakan pasti oleh Presiden dalam menanggapi kasus ini. Yang pada akhirnya membuat pemerintah kewalahan menangani penyebaran virus ini yang sangat cepat menyebar ke seluruh wilayah Indonesia. Pada akhirnya pemerintah segera melakukan tindakan untuk menangani penyebaran virus corona agar tidak menyebar lebih luas lagi dengan mengeluarkan beberapa kebijakan. Adapun kebijakan tersebut ialah kebijakan social distancing. Social distancing merupakan langkah pencegahan dan pengendalian infeksi virus corona oleh pemerintah yang menganjurkan masyarakat untuk membatasi kontak langsung atau jaga jarak dengan orang lain dan membatasi berkerumun di tempat ramai. Penerapan social distancing menuntut masyarakat agar tidak berjabat tangan serta menjaga jarak saat berinteraksi dengan orang lain terutama orang yang sedang sakit dan berisiko tinggi menderita Covid-19. Dengan penerapan social distancing, diharapkan jumlah orang yang terinfeksi oleh virus corona tidak melonjak, sehingga pihak rumah sakit dapat melayani pasien secara optimal. Namun, imbauan pemerintah untuk melakukan social distancing dianggap tidak berhasil, karena penderita virus corona semakin meningkat dari hari ke hari. Hal ini disebabkan karena tingkat kepatuhan masyarakat untuk melakukan social distancing masih terlihat rendah. Dapat dilihat masih banyak warga yang beraktivitas keluar rumah untuk tujuan rekreasi, bergerombol, dan berkumpul tanpa menggunakan masker ataupun menjaga jarak, sehingga kemungkinan penyebaran masih besar. Pemerintah baru mengeluarkan tindakan tegas untuk menangani pandemi ini, beberapa kebijakan yang dikeluarkan pada 31 Maret 2020 yaitu: 
Keputusan presiden RI no. 11 tahun 2020 tentang penetapan darurat kesehatan masyarakat Covid-19.

Peraturan pemerintah no. 21 rahun 2020 tentang pembatasan sosial berskala besar dan percepatan penanganan Covid-19.

Perpu no. 1 tahun 2020 tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19.
Walaupun pemerintah sudah mengeluarkan berbagai kebijakan, jumlah penderita virus corona semakin bertambah dari hari ke hari. Hal ini semakin mendukung opini bahwa pemerintah sangat tidak siap menagani corona. Seharusnya di saat virus corona pertama kali diberitakan menyebar di seluruh dunia, pemerintah Indonesia melakukan tahapan Pra-bencana sebelum adanya kasus virus corona di Indonesia untuk mengantisipasi jika sewaktu-waktu virus ini masuk ke Indonesia dan mengurangi ancaman bencana untuk melindungi masyarakat. Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1 ayat (6), ayat (7), dan ayat (8) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Yang mana Pasal 1 ayat (6) menjelaskan ; Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana. Selanjutnya pada ayat (7) menjelaskan ; Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna, dan pada ayat (8) menjelaskan ; Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. Yang mana kebijakan perUndang-Undangan ini bisa menjadi tahapan bagi pemerintah pusat dan juga pemerintah daerah untuk sigap menghadapi pandemi ini. B.
Rumusan Masalah 1. Apakah upaya penanganan yang dilakukan pemerintah sudah sesuai dengan aspek
hukum di Indonesia? 2. Apa kelebihan dan kekurangan dari upaya penanganan yang dilakukan pemerintah? C.
PEMBAHASAN 1. Apakah upaya penanganan yang dilakukan pemerintah sudah sesuai dengan aspek
hukum di Indonesia? Sejak penyebaran virus corona pertama kali merebak di China, pemerintah Indonesia terlihat sudah sangat siap dengan adanya virus ini apabila sewaktu-waktu ada warga Indonesia yang terjangkit virus corona. Pemerintah Indonesia melalui juru bicara corona, Achmad Yurianto setiap hari mengumumkan kepada media jika di Indonesia belum ada kasus corona. Saat itu pemerintah dapat dilihat sangat tenang karena Indonesia masih aman dari virus ini. Pemerintah Indonesia cenderung terlihat menggampangkan dan menyepelekan terkait penyebaran virus ini.
Seharusnya sejak virus ini pertama kali muncul, pemerintah Indonesia segera melakukan tindakan tegas dengan cara menetapkan tahapan pra-bencana di Indonesia. Namun, hal ini tidak dilakukan. Pemerintah seakan-akan terus-terusan memberikan celah bagi virus untuk masuk ke Indonesia. Hingga sekarang, virus ini sudah menyebar ke seluruh wilayah Indonesia dan pemerintah terlihat kewalahan menanganinya. Kasus ini pertama dikonfirmasi di Indonesia pada 2 Maret 2020. Setelah itu banyak sekali kasus bermunculan dimana-mana dan terus bertambah setiap harinya. Hal ini menandakan bahwa pemerintahan kita tidak siap dan tegas dalam menanggapi penyebaran kasus corona ini. Dari pertama kali virus ini di konfirmasi pada 2 Maret, pemerintah baru mengeluarkan kebijakan upaya penanganan corona pada tanggal 31 Maret. Tentu saja ini semakin memperkuat opini bahwa pemerintah tidak siap menangani corona. Adapun isi dari kebijakan yang dikeluarkan pada 31 Maret 2020 yaitu: ďƒ˜ Keputusan presiden RI no. 11 tahun 2020 tentang penetapan darurat kesehatan masyarakat Covid-19. ďƒ˜ Peraturan pemerintah no. 21 rahun 2020 tentang pembatasan sosial berskala besar dan percepatan penanganan Covid-19. ďƒ˜ Perpu no. 1 tahun 2020 tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19. Dapat dilihat kebijakan yang dilakukan pemerintah difokuskan pada poin kesehatan, sosial, dan ekonomi. Walaupun pemerintah sudah mengeluarkan berbagai kebijakan, jumlah penderita virus corona semakin bertambah dari hari ke hari. Hal ini semakin mendukung opini bahwa pemerintah sangat tidak siap menagani corona. Karena semua komando berasal dari pemerintah pusat, maka sekalipun pemerintah pusat sudah mengeluarkan kebijakan tetapi tidak melakukan tahapan pra-bencana yang menjadi ‘ajang’ bagi pemerintah daerah untuk bersiapsiap. Sehingga tidak terjadi kegagapan seperti sekarang ini. Adapun ditinjau dari masing-masing poin dari kebijakan yang dikeluarkan pada tanggal 31 Maret lalu dinilai sangat tidak efektif dan menimbulkan banyak pertanyaan. Pada poin pertama pemerintah menetapkan Indonesia pada tahapan darurat kesehatan masyarakat Covid19, tanpa menetapkan tahapan pra-bencana yang sudah dijelaskan di atas, hal ini menyebabkan kegagapan pemerintah, baik pusat maupun daerah karena tak ada upaya preventif yang dilakukan.
Pada poin pertama, pada tanggal 31 Maret 2020, pemerintah menetapkan Indonesia sedang mengalami darurat kesehatan masyarakat Covid-19. Sedangkan, sudah tertulis jelas pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bahwa Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dilakukan dengan berbagai tahap, yaitu pada tahap pra bencana, saat tanggap darurat, dan pasca bencana, karena masing- masing tahapan mempunyai karakteristik penanganan yang berbeda. Pada saat penyebaran virus corona, pemerintah Indonesia tidak melaksanakan amanat dari Undang-Undang tersebut. Pemerintah Indonesia langsung menetapkan pada tahapan tanggap darurat bencana tanpa melalui tahapan pra-bencana. Hal ini tentu menyalahi Undang-Undang. Seandainya pemerintah melaksanakan amanat undang-undang dengan menetapkan tahapan pra bencana, kemungkinan masyarakat Indonesia akan lebih siap terhadap penularan virus ini dan pemerintah dapat lebih siap lagi mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan saat pandemi berlangsung. Tentu saja hal ini dapat memberikan efek yang cukup bagus bagi Indonesia jika saja dilaksanakan. Pada poin kedua, pemerintah menetapkan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Poin ini dinilai tidak berpengaruh besar terhadap pencegahan penularan corona secara efektif. Mengapa? Karena dengan ditetapkannya PSBB tidak menjamin seseorang untuk tidak berinteraksi dengan seorang ODP (Orang Dalam Pengawasan). Mobilitas warga yang masih terjadi tidak menutup kemungkinan penyebaran virus akan terus terjadi. Walaupun kebijakan ini memperkecil kemungkinan seseorang tertular virus, hal ini tidak menjamin seseorang tidak akan tertular dan menularkannya kembali ke orang lain. Karena interaksi antar warga tetap terjadi walaupun tidak disengaja. Dalam poin pemberlakuan PSBB ini, pemerintah tidak bertindak secara tegas. Seharusnya pemerintah jika benar-benar ingin menghentikan penyebaran virus, pemerintah mengambil tindakan yang benar-benar dapat mencegah penyebaran lebih parah. Pemerintah telah memiliki Undang-Undang Nomor. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yang mengatur tentang karantina yang dapat disesuaikan dengan tingkat kedaruratannya sendiri. Lalu, mengapa pemerintah tidak melaksanakan UU tersebut, malah menerbitkan peraturan tentang PSBB? Dengan diterbitkannya Undang-Undnag tentang PSBB menimbulkan banyak opini, salah satunya, pemerintah memang sengaja tidak melakukan karantina wilayah karena sedang menghindari kewajibannya untuk memenuhi kebutuhan warganya. Karena jika pemerintah
memberlakukan kebijakan karantina wilayah, pemerintah harus memenuhi kebutuhan warga sebagaimana diatur pada Pasal 55 Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan. Selanjutnya, poin ketiga tentang kebijakan stabilitas keuangan. Kebijakan ini mengatur tentang bantuan-bantuan yang diberikan untuk menangani pandemi corona. Terjadi penambahan anggaran belanja APBN 2020 untuk penanganan Covid-19. Namun yang menjadikan kejanggalan, karena biaya yang dikeluarkan dicatat sebagai biaya yang digunakan untuk menyelamatkan krisis, bukan sebagai kerugian negara (Pasal 27 ayat 1). Tentu saja hal ini menjadi peluang bagi para koruptor untuk melakukan korupsi karena biaya yang dipakai tidak akan diperiksa oleh BPK. Masih pada poin ketiga, pada Pasal 27 ayat 2 disebutkan bahwa pejabat pengambil kebijakan tidak bisa dituntut oleh hukum pidana dan perdata jika dalam melaksanakan tugas didasari pada itikad baik dan sesuai perundang-undangan. Tentu saja hal ini membuat para pejabat menjadi kebal hukum dan tidak dapat dievaluasi kebijakannya. Poin berikutnya adalah pasal 27 ayat 3 yang menyebutkan bahwa segala tindakan termasuk keputusan yang. Diambil pejabat/badan pemerintahan berdasarkan PERPPU ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan Tata Usaha Negara. Hal ini juga menimbulkan kesan kebal hukum pada pejabat pemerintahan yang seolah-olah ingin melindungi dirinya sendiri. Hal yang menjadikan kejanggalan lain pada poin ketiga ini adalah tidak sesuaiannya dengan dasar-dasar hukum yang ada di Indonesia. Pada kebijakan keuangan pada PERPPU Nomor.1 tahun 2020 ini ditetapkan/ dijalankan secara Omnibus Law. undang-undang Omnibus Law adalah istilah untuk menyebut suatu undang-undang yang bersentuhan dengan berbagai macam topik dan dimaksudkan untuk mengamendemen, memangkas dan/atau mencabut sejumlah undang-undang lain. Pada Undang-Undang ini, dinilai ingin menghilangkan fungsi anggaran DPR. Pasal 12 PERPPU Nomor 1 Tahun 2020 menyebut pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) melalui Peraturan Presiden (Perpres). Padahal, UndangUndang Dasar (UUD) 1945 mengatur penyusunan APBN harus melalui undang-undang. 2. Apa kelebihan dan kekurangan dari upaya penanganan yang dilakukan pemerintah? Pada poin pertama Keputusan Presiden RI Nomor. 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Darurat Kesehatan Masyarakat Covid-19, memiliki dampak positif/kelebihan yang ditimbulkan untuk masyarakat, yaitu masyarakat lebih menyadari betapa berbahayanya virus
corona, sehingga masyarakat lebih waspada dan peluang penyebaran virus corona lebih kecil. Kekurangan kebijakan ini adalah penetapan kebijakan yang cukup lama dan tidak sesuaiannya dengan UU yang ada. Pada poin kedua, Peraturan Pemerintah Nomor. 21 Tahun 2020 tentang pembatasan sosial berskala besar dan percepatan penanganan Covid-19. Pada poin ini, ditetapkannya PSBB memang mengurangi penyebaran virus corna, namun tidak serta merta mencegah penyebaran virus ini dengan signifikan. Poin ketiga, PERPPU Nomor. 1 Tahun 2020 tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19. Masyarakat yang terdampak Covid-19 keuangannya cukup terbantu dengan adanya kebijakan ekonomi ini. Namun, buntut dari dana yang digunakan tidak dapat diketahui secara pasti karena dana yang digunakan mungkin tidak akan diperiksa oleh BPK. Tentu saja hal ini akan menambah potensi tindak korupsi di Indonesia. Mungkin Indonesia dapat mengambil contoh dari Negara Vietnam, yang mana Vietnam adalah satu-satunya negara yang ada di Asia Tenggara yang mengambil kebijakan yang sangat TEGAS dan CEPAT sejak pertama kali. Virus Corona menginfeksi seluruh masyarakat di Kota Wuhan. Kebijakan yang cepat dan tegas inilah yang berhasil menekan korban terinfeksi dan kematian akibat virus COVID-19 ini. Kebijakan pemerinah Vietnam yaitu ; ďƒ˜ Menerapkan Social Distancing. Walaupun kebijakan ini juga di terapkan di Indonesia, nama pemerintah Vietnam lebih berhasil menerapkan kebijakan ini. Di karenakan edukasi ke masyarakat tentang bahayanya virus ini sudah di terapkan pemerintah Vietnam pada munculnya kasus terinfeksinya virus ini. ďƒ˜ Maskapai Penerbangan Ditangguhkan dan Menutup Bandara Sejak mendengar adanya kasus terinfeksi virus corona ini, pemerintah Vietnam dengan sigap menutup bandara dan maskapai penerbangan di Vietnam terpaksa ditangguhkan selama pandemi corona belum juga reda. Meskipun hal tersebut membawa dampak kerugian yang tidak sedikit, namun hal ini tetap dilakukan sebagai salah satu upaya menekan laju pertumbuhan corona. Perdana Menteri Nguyen Xuan Phuc juga telah memberikan larangan bagi wisatawan yang masuk dari negara yang memiliki banyak kasus COVID-19. Langkah ini diambil sebagai bentuk pencegahan penularan virus corona atau COVID-19.
Keberhasilan Perdana Menteri Nguyen Xuan Phuc menekan jumlah penyebaran virus di Vietnam, sangat patut di contoh oleh Pemerintah Indonesia. Bagaimana bisa sebuah negara yang sangat dekat dengan Negara Cina bisa sangat minim jumlah terinfeksinya virus corona ini. Hal ini tentu menjadikan Vietnam menjadi sorotan karena keberhasilannya dalam menangani penyebaran virus corona. Hal ini pula diharapkan dapat dicontoh Indonesia sebagai pedoman dalam penanganan pandemi virus corona. D.
Kesimpulan Penyebaran virus corona sangat cepat terjadi. Virus ini mudah berpindah dari satu tempat
ke tempat lain karena percikan cairan dari penderita corona itu sendiri. Sejak virus ini pertama kali muncul, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan terkait penanganan virus ini. Kebijakan yang ditetapkan pemerintah terkait penanganan corona sangat terlambat dan tidak tegas. Hal ini dibuktikan dengan menyebar luasnya penderita virus di seluruh Indonesia meski berbagai kebijakan sudah ditetapkan. Kelambatat dan kegagapan pemerintah menyebabkan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan tidak sesuai dengan aspek hukum yang ada. Bahkan hampir pada setiap poin kebijakan yang ditetapkan pemerintah semuanya memiliki kelemahan dan sangat bertentangan dengan undang-undang yang ada sebelumnya. Hal ini menyebabkan banyak masyarakat beropini negatif kepada pemerintah. Walaupun pemerintah menetapkan berbagai kebijakan dengan berbagai pertanyaan seputar kebijakan tersebut dan menimbulkan dampak negatif jangka panjang yang dapat terjadi, kebijakan yang dilakukan pemerintah masing-masing juga memiliki sisi positif bagi masyarakat. Jadi, kebijakan-kebijakan penanggulangan bencana yang dilakukan pemerintah di antaranya tidak selalu berdampak buruk bagi masyarakat, namun juga berdampak baik pula. E.
Saran Saran saya sebagaimana seharusnya sebuah negara mengayomi, menyejahterakan, dan
melindungi rakyatnya dari bencana alam maupun non-alam. Negara seharusnya bisa melihat dengan cermat setiap perkembangan-perkembangan kejadian atau dalam hal ini kejadian menyebar Covid-19 menyebar ke seluruh dunia, dengan kecermatan itulah pemerintahan di suatu negara bisa sangat cepat mengambil suatu tindakan pencegahan untuk meminimalisir jumlah korban. Apa lagi seperti Negara Indonesia yang sudah mempunya standar prosedur dan dibuat menjadi suatu Peraturan Per Undang-Undangan tentang Penanggulangan Bencana. Jika
saja Pemerintah Indonesia memakai UU tersebut sebagaimana yang di atur dalam UU tersebut maka bisa di katakan akan meminimalisir akan terjangkitnya masyarakat terhadap virus corona. F.
Daftar Pusaka
https://www.bantuanhukum.or.id/web/pemerintah-tidak-boleh-melakukan-akrobat-hukumdalam-perumusan-dan-penerbitan-paket-kebijakan-penanggulangan-wabah-covid-19/ https://www.google.com/amp/s/m.lampost.co/amp/perppu-kebijakan-keuangan-negara-untukpandemi-covid-19-dinilai-aneh.html https://www.google.com/amp/s/www.jogloabang.com/pustaka/uu-24-2007-penanggulanganbencana%3famp https://bnpb.go.id/ppid/file/UU_24_2007.pdf https://infeksiemerging.kemkes.go.id/download/UU_36_2009_Kesehatan.pdf https://www.liputan6.com/bola/read/4221604/5-cara-vietnam-menghentikan-pandemi-viruscorona-covid-19-yang-bisa-dicontoh https://openwho.org/channels/covid-19 https://covid19.kemkes.go.id/