SURAT PEMBERITAHUAN No. 456/SPn/ALSANCI/I/2021
TENTANG RILIS RESMI HASIL DARI ALSA INDONESIA ONLINE CHAT DISCUSSION #2 Kami, Asian Law Students’ Association (ALSA) National Chapter Indonesia, merupakan organisasi mahasiswa yang mempunyai tujuan untuk mengembangkan pengetahuan serta wawasan hukum anggota dan masyarakat luas. Dalam rangka memenuhi tujuan tersebut, kami secara aktif membuat berbagai kajian dan diskusi hukum mengenai isu hukum yang berbeda. Salah satu diskusi hukum yang telah dilaksanakan yaitu ALSA Indonesia Online Chat Discussion #2 dengan hasil yang telah dituangkan dalam Rilis Resmi terlampir. Diskusi hukum tersebut bertemakan “Polemik Rencana Pemilihan Kepala Daerah Serentak Dalam Situasi Pandemi COVID-19” dan telah dihadiri oleh perwakilan National Board (Pengurus Nasional) ALSA National Chapter Indonesia periode 2020-2021 beserta 7 (tujuh) Local Chapter (LC), yaitu ALSA LC Universitas Sriwijaya, ALSA LC Universitas Andalas, ALSA LC Universitas Padjadjaran, ALSA LC Universitas Diponegoro, ALSA LC Universitas Airlangga, ALSA LC Universitas Brawijaya, ALSA LC Universitas Hasanuddin. Demikian pemberitahuan dan Rilis Resmi ini kami buat agar dapat digunakan sebaik-baiknya. Atas perhatian dan pengertiannya, kami ucapkan terima kasih. Dikeluarkan di Tanggal
: Sleman : 6 Januari 2021
Hormat kami, Asian Law Students’ Association National Chapter Indonesia Presiden
Secretary General
Khalifah Al Kays Yusuf
Anisa Alifia
RILIS RESMI No. 455/RR/ALSANCI/I/2021 “Polemik Rencana Pemilihan Kepala Daerah Serentak Dalam Situasi Pandemi COVID-19� A. Latar Belakang Pandemi COVID-19 yang merebak ke seluruh penjuru dunia saat ini telah menyebabkan banyak perubahan pada aspek tatanan kehidupan bermasyarakat. Situasi pandemi saat ini tidak hanya berdampak pada aspek kesehatan masyarakat, namun juga menimbulkan dampak pada aspek sosial maupun ekonomi. Pemerintah Indonesia telah mengambil berbagai langkah untuk memitigasi risiko penyebaran virus COVID-19 yang ada di Indonesia, salah satunya melalui pemberlakuan kebijakan-kebijakan berkaitan dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Walaupun pandemi COVID-19 ini masih berlangsung di Indonesia dan tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan kurva penularan hingga tanggal 9 Desember 2020 silam, Komisi Pemilihan Umum (KPU), tetap menyelenggarakan kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di tengah Pandemi COVID-19 melalui instrumen hukum Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 6 Tahun 2020, PKPU Nomor 10 Tahun 2020, dan PKPU Nomor 13 Tahun 2020. Pilkada serentak dalam situasi pandemi COVID-19 yang telah terlaksana pada tanggal 9 Desember 2020 silam, dapat dijadikan pembelajaran bagi Indonesia kedepannya perihal penyelenggaraan pemilihan umum di tengah situasi pandemi COVID-19. Hal tersebut dibuktikan dengan masih banyaknya calon pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya dikarenakan khawatir terpapar virus COVID-19. Selain itu, terdapat pula Tempat Pemungutan Suara (TPS) di beberapa daerah yang telah ketat dalam melaksanakan protokol kesehatan namun terdapat pula TPS yang luput akan pelaksanaan protokol kesehatan, sehingga rawan sebagai penyebab penyebaran klaster baru COVID-19.
B. Pembahasan Pelaksanaan Pilkada serentak di masa pandemi COVID-19 menimbulkan berbagai polemik pada masyarakat Indonesia. Pasalnya, apabila Pilkada serentak tetap
dilaksanakan pada masa pandemi COVID-19 dapat menyebabkan kenaikan kurva penyebaran COVID-19 serta jumlah penyebaran COVID-19 yang semakin tidak terkendali. Oleh karena itu, pelaksanaan Pilkada serentak di tengah pandemi COVID19 dapat menjadi sebuah ancaman bagi hak asasi manusia tiap warga negara Indonesia seperti hak untuk hidup (Pasal 28A UUD 1945), hak atas kesehatan (Pasal 28H UUD 1945), dan hak atas rasa aman (Pasal 28G UUD 1945). Namun, secara tersirat dalam beberapa pasal UUD 1945 dan Pasal 43 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menjamin hak pilih memilih tiap warga negaranya. Oleh karena itu, Pemerintah juga berkewajiban memenuhi dan menjamin hak pilih memilih warga negaranya. Pasalnya, walaupun KPU telah mengatur secara tegas prosedur kampanye yang harus dilaksanakan secara daring beserta sanksi-sanksinya melalui PKPU No. 13 Tahun 2020, masih banyak oknum-oknum yang tidak mengindahkan pengaturan ini dan lebih mementingkan kepentingan pribadi atau golongannya. Hal ini terjadi karena lemahnya sanksi-sanksi yang diatur dan tidak konsistennya aparat penegak hukum dalam mengimplementasikan aturan-aturan hukum yang ada. Oleh karena itu, PKPU No. 6 Tahun 2020 hingga PKPU No. 13 Tahun 2020 dinilai memiliki daya efektivitas yang lemah. Berdasarkan asas “Salus Populi Suprema Lex Esto� yang memiliki makna bahwa keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi dan hak hidup beserta hak kesehatan merupakan non-derogable rights, diharapkan Pemerintah lebih memprioritaskan terpenuhinya hak kesehatan dan hak keselamatan warga negaranya daripada hak sipil dan politik. Selain itu, penundaan Pilkada serentak dapat memberikan waktu yang cukup bagi Pemerintah untuk menyusun peraturan perundang-undangan yang konsisten agar tidak terjadi banyak perubahan peraturan perundang-undangan saat ditemui masalah baru dalam pelaksanaan Pilkada di tengah pandemi COVID-19. Dengan ditundanya pelaksanaan Pilkada serentak, dapat menjadi bahan evaluasi bagi Pemerintah berkaitan dengan seberapa bertanggungjawabnya Pemerintah dalam memenuhi dan menegakkan Hak Asasi Manusia warga negara berkaitan dengan hak hidup dan hak kesehatan yang merupakan non derogable-rights.
C. Kesimpulan Berdasarkan pelaksanaan Pilkada serentak tanggal 9 Desember 2020 silam, dapat disimpulkan bahwa PKPU No. 6 Tahun 2020 hingga PKPU No. 13 Tahun 2020 sebagai dasar hukum pelaksanaan Pilkada serentak di tengah pandemi COVID-19 dinilai memiliki daya efektivitas yang lemah. Hal tersebut dapat dicermati pada saat kampanye hingga pelaksanaan Pilkada serentak tanggal 9 Desember 2020 silam, masih banyak kasus pelanggaran protokol kesehatan baik dari peserta Pilkada sendiri hingga penyelenggara Pilkada serentak 2020. Selain itu, terkait penegakan hukum pelanggaran protokol kesehatan pada saat pelaksanaan kampanye hingga Pilkada serentak 9 Desember 2020 silam dinilai tidak dilaksanakan dan tidak ditindaklanjuti secara efektif oleh Pemerintah.
D. Rekomendasi Ditengah masa pandemi ini timbul urgensi terkait regenerasi politik di Indonesia yang mengharuskan dilaksanakannya Pilkada serentak di masa pandemi COVID-19 yang menjadi salah satu polemik di tengah masa pandemi. Peristiwa ini menjadi sorotan masyarakat dan banyak ahli di bidang kesehatan, hukum, politik serta ahli-ahli lain dalam bidang terkait. Pasalnya terdapat 2 (dua) kepentingan yang berbenturan dalam hal ini, yaitu hak hidup dan hak kesehatan yang merupakan nonderogable rights dengan hak politik yang merupakan derogable rights. Maka, berdasarkan hasil diskusi dan pembahasan yang dilakukan oleh 7 (tujuh) Local Chapter yang menjadi peserta ALSA Indonesia Online Chat Discussion #2, terhadap isu “Polemik Rencana Pemilihan Kepala Daerah Serentak Dalam Situasi Pandemi COVID-19�, dengan ini kami menyatakan sikap dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah, antara lain: 1) Pemerintah seharusnya menunda pelaksanaan Pilkada serentak di masa pandemi COVID-19 ini. Melihat ketentuan Pasal 201A Ayat (3) Perppu Nomor 2 Tahun 2020, dimana dalam hal pemungutan suara serentak pada bulan Desember 2020 tidak dapat dilaksanakan. Maka, pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana non-alam berakhir melalui mekanisme yang diatur dalam Pasal 122A Perppu a quo.
2) Dalam hal terjadinya kekosongan posisi kepala daerah, dapat diisi oleh Pelaksana Tugas (PLT) untuk beberapa bulan sembari menunggu laporan akhir tahun terkait perkembangan penekanan dan penanganan COVID-19 di Indonesia atau bahkan laporan terkait berakhirnya situasi pandemi COVID-19 di Indonesia. Walaupun untuk melaksanakan ini memerlukan Aparatur Sipil Negara (ASN) berpangkat dalam jumlah yang besar, solusi ini tidaklah mustahil untuk dilakukan. Hanya saja, memerlukan usaha yang lebih besar untuk mewujudkannya. 3) Mendorong Presiden untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), sebagaimana tercantum dalam Pasal 22 ayat (1) UUD NRI 1945 bahwa Perppu dikelurkan dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, yang dapat menambahkan kewenangan dari Bawaslu atau untuk menambahkan terkait pelanggaran protokol kesehatan sebagai pidana pemilu. 4) Mendesak pemerintah untuk memperbaiki metode dan sistematika kampanye yang dapat menjamin kesehatan dan hidup masyarakat dalam pelaksanaan Pilkada serentak di masa pandemi COVID-19 ini dengan metode full-online (seluruhnya daring) sebagai pilihan terakhir. 5) Mendesak kandidat atau bakal pasangan calon (paslon) Pilkada agar mencontohkan kepada masyarakat terkait penerapan protokol kesehatan yang baik dan benar. 6) Menghimbau kepada seluruh pimpinan Partai Politik (Parpol), untuk meredam para pendukung pasangan calon yang diusung oleh masing-masing Parpol agar tidak melakukan kerumunan maupun keramaian dalam bentuk apapun yang dapat meningkatkan penyebaran virus COVID-19. 7) Mendorong pemerintah untuk memperbaiki metode pemilihan menjadi sistem kloter. Jadi, masyarakat diurutkan berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Kemudian, dalam daftar calon pemilih yang diedarkan ke masyarakat tertera siapa saja yang memilih pada waktu tertentu. Walaupun hal tersebut membutuhkan waktu yang relatif lama dan SDM yang banyak, tetapi solusi ini merupakan win-win solution di kala pandemi agar lebih mudah untuk menertibkan masyarakat, mencegah terjadinya pelanggaran protokol kesehatan,
dan meminimalisir penyebaran virus COVID-19 secara signifikan pada saat pemilihan berlangsung. 8) Mendesak POLRI, Satgas Penanganan COVID-19, Bawaslu, maupun KPU untuk memperketat disiplin protokol kesehatan pada saat pemilihan berlangsung. 9) Mendesak pemerintah untuk efektif menegakkan dan memberlakukan sanksi pidana pemilu yang berupa sanksi administratif (dalam bentuk diskualifikasi), kepada bakal paslon Pilkada yang melanggar peraturan perundang-undangan terkait tindak pidana pilkada di masa pandemi COVID-19. Rekomendasi ini dapat menjadi solusi bagi pemerintah dan masyarakat untuk menjawab isu terkait “Polemik Rencana Pemilihan Kepala Daerah Serentak Dalam Situasi Pandemi COVID-19�, dimana hak hidup dan kesehatan masyarakat sebagai non-derogable rights dapat dilindungi dengan berpegang pada asas “Salus Populi Suprema Lex Esto�. Bahkan dengan niat dan usaha yang besar serta konsistensi untuk mencapai tujuan dimana COVID-19 di Indonesia dapat segera usai, dapat dengan cara menerapkan dan menegakan peraturan-peraturan yang dibuat khusus di masa pandemi ini dengan efektif. Situasi dimana terlindunginya hak hidup, hak kesehatan dan terpenuhinya hak politik masyarakat secara bersamaan bukanlah hal yang mustahil. Karena, untuk tujuan yang besar dibutuhkan usaha dan pengorbanan yang besar pula.