Official R-Ticles 6th Edition Volume 1: “When Breath Becomes Air: The Vital Respiratory Organs”

Page 1


R-Ticles 6 Volume 1

Table Of CONTENTS FOREWORD. . . . . .

6

Organization Profile

1.1. AMSA-Indonesia ........................................................... 7

1.2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia ......................... 8

1.3. Yayasan KNCV Indonesia ............................................. 9

01

General Mengenal Obstructive Sleep Apnea ........ 17 Pakai Masker .................................................18

02

Contributor’s Board . . . . . 12

Asthma

Lung Cancer: Shedding Light to Possible Hidden Players............................................. 19

The Relationship between Asthma and COVID-19 and Its Management during Pandemic: A Review of the Fact ..... 26

Hadapi Pertusis dengan PEDULI ................ 23

Kenali ASMA dengan INHALER! ........ 29

Atasi Bronkitis Akut dengan PSBB ............ 24


03

R-Ticles 6 Volume 1

COVID-19 Kondisi Paru pada Pasien COVID-19 dengan Kondisi Paru Perokok ..................................................................................... 32 Diagnosis COVID-19 Menggunakan Kecerdasan Buatan pada Rontgen Dada: Tinjauan Sistematis dan Meta-analisis ...... 34 Sensitivity of Reverse-Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) as Recommended Diagnostic Test of COVID-19: A Review .............................................................. 35 Sang Vampir itu Penting ......................................................... 38 Terapi Konvalesen Plasma sebagai Terapi Potensial untuk Pasien dengan COVID-19 .....................................................39

BEST ARTICLE . . . . . 47

04

Kenali Faktor Risiko PPOK dengan [PARU] .... .......................................................................... 58 An Update of Characteristic, Diagnosis, and Management of Chronic Obstructive Pulmonary Disease in Association with Coronavirus Disease 2019: A Review ......................... 59 PPOK? Ginseng-in aja! ................................. 63 Paparan Asap Biomassa sebagai Faktor Risiko Penyakit Paru Obstruktif Kronik pada Non Perokok ................................................... 64

COPD


R-Ticles 6 Volume 1

05

Tuberculosis and Coronavirus Disease ..... 67 Multidrug-Resistant Tuberculosis: Uncovering the Facts .................................................. 73

06

Tuberculosis Pneumonia

Stop Pneumonia ........................ 78 How to Prevent Bacteria Pneumonia: A Narrative Review ..... 79

07

English Time

Lighten Up the Future of COPD with LANTERN ........... 83 World Tuberculosis Day: Fight Tuberculosis ................ 84 Lung Microbiome: How a World of Microorganism Plays a Role on Our Health and Immunity ................................ 85

BEST POSTER. . . . . . . 89 R-Quiz. . . . . . . . . . . . . 90 R-Team Fun! . . . . . . . . 92

Feedback Form. . . . . .96 Previous R-Ticles . . . . 97


R-Ticles 6 Volume 1

Happy

R eading!


R-Ticles 6 Volume 1

Foreword Febby Gunawan Siswanto Secretary of Research AMSA-Indonesia 2020/2021

Hello, People of Tomorrow! Sejak pertama kali diterbitkan pada tahun 2015, R-Ticles telah menjadi menyediakan informasi terbaru mengenai ilmu penelitian dasar dan isu-isu kesehatan untuk member AMSA-Indonesia. Pada tahun ini, AMSA-Indonesia 2020/2021 berfokus untuk menjadi R-Ticles 6 sebagai majalah sains yang menampung berbagai macam ide, pemikiran, dan hasil penelitian member AMSA-Indonesia mengenai penyakit dan isu kesehatan, baik skala nasional maupun internasional. Di Indonesia, penyakit respiratori termasuk ke dalam sepuluh penyebab kematian utama menurut Global Burden of Disease Study 2019. Saat ditulisnya R-Ticles ini, dunia juga sedang mengalami pandemi COVID-19 yang merupakan suatu penyakit pernafasan. Melihat tingginya urgensi untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit saluran pernafasan, kami segenap tim divisi Research AMSA-Indonesia 2020/2021, bekerja sama dengan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Yayasan KNCV Indonesia, mempublikasikan R-Ticles 6 Volume 1 dengan tema “When Breath Becomes Air: The Vital Respiratory Organs”. Majalah ini berisi karya-karya unggulan dari Research Team AMSA-Indonesia 2020/2021 dan segenap member AMSA-Indonesia. Tidak hanya menyajikan artikel ilmiah, R-Ticles 6 juga mempersembahkan poster edukasi dan poster ilmiah yang mudah dipahami oleh masyarakat. Kami berharap karya-karya pada R-Ticles 6 Volume 1 dapat memberikan dampak positif bagi para pembaca, segenap contributors, dan official partners. “Igniting Potentials, Unleashing Possibilities” Viva AMSA!

6


R-Ticles 6 Volume 1

Organization Profile:

AMSA-Indonesia

AMSA-Indonesia merupakan organisasi di Indonesia sebagai representasi AMSA International yang dibentuk tanggal 10 Agustus 1996. Pada saat ini, AMSA-Indonesia sudah memasuki umur ke-24 tahun dengan 36 AMSA-universitas sebagai member aktif yang masih akan berkembang baik dalam segi kuantitas maupun kualitas organisasi.Dengan dasar filosofi: Knowledge, Action, Friendship, yang juga sejalan dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, didukung dengan visi AMSA-Indonesia 2020/2021 yang berfokus untuk menjadi wadah dalam memberikan peluang tak terbatas dan berbagai pengalaman dalam mewujudkan filosofi AMSA-Indonesia demi membangun anggotanya dalam memberikan dampak berkelanjutan di masyarakat. Melalui filosofi Knowledge pada member kami, kami memfasilitasi member yang memiliki minat pada bidang akademis dunia kesehatan dengan mengadakan kompetisi nasional dan internasional, research dengan skala nasional, dan pelatihan kemampuan di bidang lomba yang diadakan, serta mengikuti konferensi internasional bernama EAMSC (East Asian Medical Students’ Conference) dan AMSC (Asian Medical Students’ Conference). Melalui filosofi Action, kami berfokus untuk menyebarkan dampak positif kepada komunitas di luar AMSA-Indonesia khususnya kepada masyarakat Indonesia, melalui berbagai program kerja sosial kami seperti Event of the Year, AMSA District Project, dan program kerja sosial milik AMSA-universitas yang menjadi bagian dari AMSA-Indonesia. Dengan memiliki banyak program kerja di bidang sosial, sampai saat ini AMSA-Indonesia telah bekerja sama dengan Governmental Organization (GO) dan Non-Governmental Organization (NGO). Diperkuat dengan status Legal organisasi AMSA-Indonesia yang diberikan oleh Kementerian Hukum dan HAM, saat ini kami sangat terbuka dengan berbagai kesempatan kerja sama yang menjanjikan di masa depan. Melalui filosofi Friendship, dengan bergabung menjadi anggota AMSA-Indonesia, kami dapat memiliki jaringan pertemanan yang luas, baik itu dalam maupun luar negeri. Dalam setiap acara nasional, konferensi internasional, kegiatan pertukaran pelajar, program kerja lain membuat kami mendapatkan relasi baru. Dalam masa pandemi, tidak menutup kemungkinan bagi anggota AMSA-Indonesia untuk terus menjalin hubungan, hubungan kami tetap terjaga dengan adanya komunikasi melalui media sosial.

7


R-Ticles 6 Volume 1

Organization Profile:

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) yang semula bernama Ikatan Dokter Paru Indonesia (IDPI) didirikan pada tahun 1973. PDPI adalah organisasi profesi yang menghimpun seluruh dokter spesialis paru di Indonesia. Sejak berdirinya, PDPI sudah menyelenggarakan banyak kongres. Organisasi ini berkoordinasi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan organisasi-organisasi perhimpunan profesi lainnya. Saat ini, PDPI telah memiliki 29 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia, salah satunya adalah PDPI Cabang Jawa Barat yang diketuai oleh dr. Yun Amril, Sp.P. Sebagai organisasi yang terus berkembang untuk kesehatan masyarakat, PDPI telah berkontribusi terhadap berbagai macam kegiatan pelayanan penemuan kasus dan pengobatan penyakit paru di tingkat regional, nasional maupun internasional seperti asma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), tuberkulosis, asma, penyakit paru lingkungan, pengendalian tembakau, kanker paru, dan sebagainya. Kontak Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Website: https://www.klikpdpi.com/

8


R-Ticles 6 Volume 1

Organization Profile:

Yayasan KNCV Indonesia

Y

ayasan KNCV Indonesia (YKI) merupakan organisasi nirlaba yang bergerak di bidang kesehatan, khususnya Tuberkulosis (TBC). YKI secara resmi terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia sejak 15 Desember 2016. YKI berpartisipasi dalam upaya eliminasi tuberkulosis melalui pemberian bantuan teknis bagi layanan kesehatan hingga dukungan bagi kelompok pasien.

Visi: Mewujudkan Indonesia bebas tuberkulosis dan masalah lain terkait kesehatan masyarakat. Misi: Eliminasi tuberkulosis di Indonesia dan penyakit terkait lainnya melalui pengembangan dan implementasi strategi pengendalian tuberkulosis yang efektif, efisien, dan berkesinambungan.

Peran YKI Dalam Eliminasi Tuberkulosis dan HIV/AIDS di Indonesia Implementasi Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) Jangka Pendek Dengan Regimen 3HP Pemberian terapi pencegahan Tuberkulosis bertujuan mengobati orang dengan infeksi laten tuberkulosis sehingga mencegah terjadinya penyakit tuberkulosis di kemudian hari. Implementasi TPT 3HP berfokus pada penyediaan dan penerapan regimen jangka pendek 3HP (isoniazid-rifapentine) bagi orang dengan HIV/AIDS dan kontak serumah dengan pasien TBC paru . Implementasi Program TBC di Tempat Kerja Penanggulangan TBC di tempat kerja, khususnya di industri/pabrik dengan peningkatan akses ke layanan TBC yang sesuai standar. Fokus utama adalah meningkatkan penemuan kasus TBC di tempat kerja dan pemberdayaan perempuan terkait kesehatan. Selain itu, YKI juga membangun jejaring layanan antara klinik perusahaan/tim kesehatan di perusahaan dengan Puskesmas setempat. Kemitraan dengan Pemerintah Daerah dan Mendorong Kemandirian Komunitas Memperkuat kapasitas organisasi masyarakat sipil dan organisasi pasien dalam melakukan advokasi pendanaan kegiatan penanggulangan TBC bagi komunitas. Meningkatkan akses layanan Tuberkulosis resistan obat yang berkualitas dan berpusat pada komunitas. Membantu Memastikan Keberhasilan Pengobatan ARV bagi ODHIV Mendukung dalam upaya pencapaian target Three Zeroes 2030, yaitu zero infeksi HIV baru, zero kematian karena AIDS pada ODHA, serta zero diskriminasi. Upaya ini dilakukan dengan pelaksanaan kampanye bulan Viral Load dengan mentargetkan sebanyak mungkin ODHIV melakukan pemeriksaan Viral Load untuk mengetahui status pengobatan ARV. Penanggulangan HIV juga menjadi salah satu komitmen YKI dalam mendukung upaya penanggulangan penyakit menular lain, dimana HIV merupakan salah satu penyakit yang menjadi beban dalam penanggulangan TBC. Yayasan KNCV Indonesia juga turut dalam mengembangkan produk digital sebagai sarana pendukung layanan, media edukasi, dan membangun jejaring dalam upaya eliminasi TBC di Indonesia, yaitu SOBAT

TB, SITRUST, SEKAR TB, EMPATI, dan SISFO COVID.

9


R-Ticles 6 Volume 1 SOBAT TB: Sebuah aplikasi berbasis android yang berisi pengetahuan dan informasi komprehensif seputar tuberkulosis, informasi fasilitas layanan kesehatan, serta ruang berbagi untuk komunitas, podcast, serta skrining TBC mandiri bagi masyarakat. SITRUST: Sistem Informasi Treking Untuk Transportasi Spesimen adalah sistem informasi untuk memantau pergerakan dan pelaporan pengiriman paket contoh uji. SITRUST digunakan dalam mendukung pengiriman spesimen dahak untuk uji diagnosis TBC serta pengiriman sampel darah untuk pemeriksaan Viral Load HIV. EMPATI: EMPATI (E-TB Mobile untuk Pendampingan pasien TBC) adalah sistem informasi berbasis mobile Android untuk membantu petugas kesehatan, manajer kasus, kader, dan pendidik sebaya dalam melakukan pendampingan bagi pasien TBC Resistan Obat dalam menyelesaikan pengobatan. EMPATI juga menyediakan fitur pemantauan minum obat melalui metode VOT atau Video-Observed Treatment. SEKAR TB Sekar-TB (Skrining Elektronik Karyawan untuk TB) merupakan salah satu aplikasi yang sedang dikembangkan oleh YKI sebagai media skrining untuk mengeliminasi TBC di Indonesia bagi para pekerja, khususnya para pekerja di perusahaan dan UMKM. Skrining TBC dengan menggunakan SEKAR-TB dilakukan dengan cara mandiri, yaitu berupa self-assessment dengan menjawab pertanyaan yang meliputi gejala TBC, faktor resiko, penyakit penyerta, sampai riwayat pengobatan dan pemeriksaan yang dilakukan secara komprehensif.

Wilayah Implementasi Kerja Yayasan KNCV Indonesia Wilayah yang diintervensi melalui program penanggulangan TBC adalah 5 Provinsi, yang meliputi DKI Jakarta, Jawa Timur, Banten, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara. Sementara wilayah yang menjadi intervensi dari program HIV adalah 124 Kabupaten/Kota.

H

arapan untuk R-Ticles semoga dapat terus menjadi wadah bagi anggota AMSA dan mahasiswa kedokteran dalam bertukar informasi dan mempublikasikan karya ilmiah di bidang kesehatan. Khusus untuk bulan Maret, sejalan dengan peringatan Hari TB sedunia di tanggal 24 Maret, R-Ticles dapat menjadi wadah bagi mahasiswa kedokteran, khususnya anggota AMSA untuk mengenal tentang tuberkulosis, khususnya mengenai TBC Resistan Obat yang menjadi topik pembahasan untuk R-Ticles di bulan Maret 2021. Sebagai tambahan, diharapkan para pembaca R-Ticles dapat mengetahui lebih dalam mengenai situasi TBC khususnya TBC Resistan Obat dan pelaksanaan program TBC RO di Indonesia. Semoga dapat menjadi awal bagi pembaca untuk menggali informasi dan melakukan penelitian terkait TBC RO.

Kontak Kami Yayasan KNCV Indonesia Altira Business Park, Jl. Yos Sudarso No. 12-15, Unit B6, RT.9/RW.11, Sunter Jaya, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 14350 Email: info@yki4tbc.org Instagram - Linkedin – Twitter - Facebook - Website

10


R-Ticles 6 Volume 1

Research Team AMSA-Indonesia 2020/2021

Aisyah Mardiyyah

R.A. Salsabila Rifdah

Aileen Alessandra S.

Raissa Intani A.

Research Team District 1

Research Team District 2

Research Team District 2

Research Team District 3

Prudence Lucianus

Gabriel Julio C. I. D. Vinson Evan Thenardy Mellybeth Indriani Louis

Research Team District 4

Research Team District 5

Research Team District 6

Research Team District 6

R-Ticles 6th Edition Volume 1 March 2021

“When Breath Becomes Air: The Vital Respiratory Organs”

Editor : Febby Gunawan Siswanto

Secretary of Research AMSA-Indonesia 2020/2021

Layout Designer : Raissa Intani Azzahra

Research Team for District 3 AMSA-Indonesia 2020/2021

Cover Designer : Joyna Getruida Sopaheluwakan Secretary of Publication and Promotion AMSA-Indonesia 2020/2021


R-Ticles 6 Volume 1

CONTRIBUTORS

12


R-Ticles 6 Volume 1

Adara Kirana Putri AMSA-Universitas Diponegoro

Alicia Gani AMSA-Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Christyara Karyadi AMSA-Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Farida Aisyah AMSA-Universitas Sebelas Maret

Jessica Setiabudi AMSA-Universitas Sebelas Maret

Kelvin Liemanto AMSA-Universitas Pelita Harapan

Moses Orvin Reviano AMSA-Universitas Airlangga

Venna Bella Sabatina AMSA-Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Mutiara Devia AMSA-Universitas Diponegoro

13


R-Ticles 6 Volume 1

Farah Salsabilla Permana AMSA-Universitas Diponegoro

Putu Widiastuti Kartika Ridjasa AMSA-Universitas Sebelas Maret

Priscilla Geraldine AMSA-Universitas Indonesia

Natalie Gabriela Edravenia Tombokan AMSA-Universitas Sam Ratulangi

Gideon Hot Partogi Sinaga AMSA-Universitas Indonesia

Puspa Gracella Tambunan AMSA-Universitas Tarumanagara

Monika Wulan Siswadi AMSA-Universitas Tarumanagara

Cyntia Tanujaya AMSA-Universitas Tarumanagara

Muhammad Afif Naufal AMSA-Universitas Indonesia

14


R-Ticles 6 Volume 1

Ranindita Maulya Ismah Amimah AMSA-Universitas Tarumanagara

Valentino Yosarian Satmoko AMSA-Universitas Jember

Kristina Cecilia Widjaya AMSA-Universitas Sebelas Maret

Nathaniel Gilbert Dyson AMSA-Universitas Indonesia

Putri Yumna Nur Aqila AMSA-Universitas Sebelas Maret

Prayshe Gleadys Rombe AMSA-Universitas Sam Ratulangi

Violine Martalia AMSA-Universitas Indonesia

Yong Yee Wen AMSA-Universitas Pelita Harapan

Muhammad Mikail Athif Zhafir Asyura AMSA-Universitas Indonesia

Jeremy Eleazar Roring AMSA-Universitas Sam Ratulangi

15


R-Ticles 6 Volume 1

GE section 1 :

ne

ral


R-Ticles 6 Volume 1

01.

Poster

Aisyah Mardiyyah (Universitas Jambi) Research Team DistriCT 1 AMSA-Indonesia 2020/2021

17


R-Ticles 6 Volume 1

PO st er 02. Valentino Yosarian Satmoko (AMSA-Universitas Jember)

sekali perdebatan yang telah terjadi mengenai masker, “ Banyak terutama pada awal diharuskannya masyarakat untuk memakai

masker sesuai protokol. Sebenarnya, penelitian terhadap kegunaan masker sudah ada sejak lama dan ternyata masker bukan hanya untuk melawan COVID-19, melainkan juga sebagian besar bakteri, virus, dan droplet.

18


R-Ticles 6 Volume 1

ESSAY

Lung Cancer: Shedding Light to Possible Hidden Players Aileen Alessandra Suryohusodo Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Research Team District 2 AMSA-Indonesia 2020/2021

"Setelah saya terdiagnosis kanker, saya mulai melihat dunia dari dua sudut pandang. Saya mulai melihat dari pandangan dokter dan pasien. Sebagai dokter, saya tahu untuk tidak mengatakan Kanker adalah sebuah pertempuran yang saya akan menangi’ atau menanyakan Mengapa aku, melainkan mengapa bukan aku?" - Paul Kalanithi, dari buku berjudul When Breath Becomes Air Dalam hidup, banyak hal yang kita tidak dapat kendalikan, seperti kapan dan apa penyakit yang menyerang kita. Seperti penulis buku When Breath Becomes Air, Kalanithi menceritakan bagaimana ia terdiagnosis kanker paru stadium 4 pada masa puncak hidupnya dan

membelah secara tidak terkendali. Kanker paru dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu non-small cell lung cancer (NSCLC) dan small cell lung cancer (SCLC). Sebanyak 80-85% dari kanker paru merupakan NSCLC, seperti adenocarcinoma, squamous cell carcinoma, dan large cell carcinoma. Sedangkan sebanyak 10-15% dari kanker paru lainnya merupakan tipe SCLC. Diagnosis kanker paru memiliki beberapa stadium (I- IV) dan tingkatan (1-III). Stadium dan tingkatan yang tinggi mengindikasikan derajat penyakit yang lebih parah.1,2 Kanker paru merupakan masalah yang genting di negara kita. Di Indonesia, kanker paru menduduki posisi ketiga sebagai kanker yang paling sering diderita oleh masyarakat dan kanker yang paling sering diderita oleh laki-laki pada umumnya.3 Faktor risiko yang sudah sering kita kenali antara lain rokok, umur, genetik, radiasi pengion, asbestos, silica, radon, logam berat, polycyclic aromatic hydrocarbons

(PAH),

dan sejarah penyakit paru. Namun, terdapat beberapa faktor lain yang bagaimana hal tersebut merubahnya. Kanker paru merupakan kondisi dimana sel paru-paru

belum umum diketahui dan mungkin berperan terhadap kejadian kanker paru, yaitu diet dan jenis kelamin.4

19


R-Ticles 6 Volume 1 Kanker paru dapat dipengaruhi dengan

short chain fatty acid (SCFA). SCFA memiliki

jenis diet kita. Konsumsi daging merah dapat

efek menguntungkan terhadap sistem imun dan

menaikkan

sebanyak

metabolisme seluruh tubuh, termasuk paru.

24%. Hal ini diperkirakan karena heme pada

Penelitian in vivo juga telah menunjukkan diet

daging merah berperan sebagai prooksidan

berserat tinggi yang dapat merombak komposisi

dan mengatalisis peroksidasi lipid. Proses ini

mikrobiota usus dan paru-paru. Selain itu,

dapat menghasilkan kerusakan DNA, radikal

probiotik, seperti yoghurt, dapat memperbaiki

bebas, dan N-nitroso compounds (NOCs) yang

mikrobiota usus pula, dimana mikrobiota usus

bersifat mutagenik dan karsinogenik. Selain

dan paru berperan penting pada imun tubuh.

itu, kandungan asam lemak jenuh yang tinggi

Lalu,

pada

memediasi sekresi sitokin, mengatur proliferasi,

risiko

daging

kanker

merah

paru

dapat

meningkatkan

imunomodulator,

probiotik

5

karsinogenesis, kerusakan DNA, dan inflamasi.

dan diferensiasi sel imun. Lebih dari itu,

Sedangkan, sayur dan buah dapat mencegah

beberapa strain probiotik dapat menginhibisi

kanker

karotenoidnya

metastasis kanker paru, memperkuat kinerja

yang merupakan antioksidan. Kelompok yang

sel NK, dan memiliki aktivitas antitumor dan

mengonsumsi sayur dan buah dengan jumlah

antiinflamasi.6,7

dengan

kandungan 3

banyak memiliki risiko relatif (RR) terhadap kanker paru sebesar 0.92 dan 0.82 secara berurutan, dibandingkan dengan kelompok yang mengonsumsi dalam jumlah sedikit. Sebaliknya, konsumsi sayur dan buah yang rendah telah meningkatkan risiko kanker paru hingga tiga kali lipat. Selain karotenoid,

Namun, sampai sekarang, pengaruh diet (daging merah, sayur, buah, probiotik dan prebiotik) terhadap kanker paru tetap kontroversial. Pada studi UK Million Women, dinyatakan tidak adanya asosiasi antara sayur, buah, daging, ikan, atau serat terhadap terjadinya

terdapat zat lainnya, seperti isotiosianat pada

kanker paru.8 Dr. Yun Amril, Sp.P, selaku Ketua

sayur cruciferous dan metabolit flavonoid pada

Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia

beri, buah sitrus, teh, coklat hitam, dan anggur

(PDPI) Jawa Barat, juga menyatakan bahwa

merah, yang diduga mempunyai sifat protektif

korelasi antara konsumsi makanan tertentu

terhadap kanker paru.5

dengan terjadinya kanker paru sangat kecil

Selain

itu,

prebiotik

dan

probiotik

berperan pula dalam menurunkan risiko kanker paru. Baik prebiotik maupun probiotik dapat menurunkan risiko kanker paru sebanyak 15 hingga 19% jika dikonsumsi secara terpisah.

20

sebagai

atau bahkan tidak ada, kecuali jika makanan bersifat karsinogenik. Lalu, untuk prebiotik dan probiotik belum ada data yang benar-benar menunjukkan asosiasi dengan kanker paru. Selain jenis diet, jenis kelamin diduga

Sedangkan saat dikonsumsi bersamaan, risiko

mempunyai

pengaruh

kanker paru dapat menurun hingga 33%. Salah

kanker

satu contoh prebiotik adalah serat, yaitu zat

memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk

yang tidak dapat dicerna. Serat ini mengalami

menderita kanker paru dibandingkan dengan

fermentasi pada mikrobiota usus sehingga

laki-laki yang juga merokok. Hal ini ditunjukkan

menghasilkan asam lemak rantai pendek atau

dengan adanya jumlah aduksi DNA yang lebih

paru.

terhadap

Perempuan

yang

terjadinya merokok


R-Ticles 6 Volume 1 banyak pada jaringan paru perempuan. Selain

tersebut, perempuan memiliki polimorfisme

itu, mutasi gen yang disebabkan karsinogen

pada gen CYP1A1 sebesar 2.4 hingga 3.9 kali

tembakau, seperti mutasi pada gen TP53 dan

lebih tinggi. Gen ini mengekspresikan enzim

KRAS, lebih sering dijumpai pada perempuan

yang

daripada lelaki. Perbedaan ini mungkin terjadi

karsinogen tembakau dan menyebabkan aduksi

karena adanya perbedaan hormonal, dimana

DNA yang lebih banyak. Terakhir, perempuan

hormon seks berpengaruh pada organ non

mengekspresikan

reproduksi, seperti kolon, ginjal, esofagus, dan

transferase mutation) lebih sering, dimana

paru-paru. Meskipun belum pasti, beberapa

varian gen tersebut dapat mengurangi proses

studi

detoksifikasi.9

telah

menggambarkan

hubungan

berpengaruh

terhadap

GSTM1

metabolisme

(glutathion-S-

antara estrogen dengan kanker paru. Hal

Tetapi, hal ini perlu diingat bahwa kebiasaan

ini diperkirakan terjadi karena hormon seks

merokok lebih sering dijumpai pada lelaki

mengganggu proses detoksifikasi zat-zat racun

daripada perempuan. Selain itu, lelaki lebih

dari rokok.

rentan untuk terpapar dengan asbestos, silica,

9,10

NNK

(nicotine-derived

nitrosamine

radon, logam berat, dan polycyclic aromatic

ketone) merupakan senyawa yang paling

hydrocarbons (PAH) dari pekerjaannya. Hal ini

berhubungan dengan terjadinya kanker paru.

menjelaskan angka kejadian kanker paru yang

Pada tubuh manusia, NNK memiliki dua jalur

lebih tinggi pada lelaki daripada perempuan.

metabolisme. Salah satu jalur tersebut adalah

Menurut dr. Yun Amril, Sp.P, kanker paru lebih

terjadinya α-hidroksilasi oleh enzim P450 pada

banyak dijumpai pada laki-laki karena lebih

atom karbon yang berdekatan dengan N-nitroso nitrogen sehingga menghasilkan intermediet yang tidak stabil. Jalur ini akan menyebabkan alkilasi pada DNA dan menyebabkan mutasi. Namun, jalur paling utama, yaitu sebesar >95%, adalah detoksifikasi oleh reduksi karbonil sehingga mengonversi NNK menjadi NNAL. Kemudian, NNAL ini mengalami konjugasi oleh asam glukuronik dan diekskresi melalui urin. Hormon seks ini dapat menginhibisi reduksi NNK menjadi NNAL sehingga menghambat jalur detoksifikasi. Maka dari itu, hormon seks dapat mengganggu keseimbangan jalur

sering keluar rumah dan terpapar dengan asap rokok, polusi udara, dan faktor risiko lainnya sehingga merubah gen-gen seperti TP53, KRAS, dan BRAF. Beliau juga mengatakan bahwa gen juga berperan dalam menentukan siapa yang lebih rentan dikarenakan komposisi gen setiap orang yang berbeda-beda. 'Kanker tidak bisa disembuhkan, hanya bisa distabilkan’.

- dr. Yun Amril, Sp.P.

jalur

Kanker paru merupakan masalah besar

detoksifikasi. Namun, terjadinya geseran antara

untuk negara Indonesia maupun negara lain. Di

jalur detoksifikasi ke toksifikasi masih belum

Indonesia, kanker paru merupakan kanker yang

jelas. Meskipun hormon seks bisa menginhibisi

paling sering terjadi pada laki-laki dan memiliki

kedua jalur, inhibisi detoksifikasi NNK memiliki

mortalitas tertinggi.3 Menurut dr. Yun Amril,

pengaruh yang lebih besar. Selain penjelasan

Sp.P., meskipun angka harapan hidup untuk

metabolisme

sehingga

menginhibisi

21


R-Ticles 6 Volume 1 penderita kanker paru stadium awal cukup

P. Risk factors for lung cancer worldwide. European

baik, tetapi kebanyakan orang berkonsultasi

Respiratory Journal. 2016;48(3):889-902.

kepada dokter saat mereka sudah berada pada

5. Cai H, Sobue T, Kitamura T, Ishihara J, Sawada N, Iwasaki M et al. Association between meat and saturated

stadium ketiga ataupun stadium keempat. Hal

fatty acid intake and lung cancer risk: The Japan Public

ini pun membuat prognosis semakin buruk

Health Center‐based prospective study. International

karena lebih sulit ditangani.

Journal of Cancer. 2020;147(11):3019-3028. 6. Yang J, Yu D, Xiang Y, Blot W, White E, Robien

Terdapat faktor risiko kanker paru yang

K et al. Association of Dietary Fiber and Yogurt

kita tidak bisa kendalikan, seperti faktor genetik,

Consumption With Lung Cancer Risk. JAMA Oncology.

dan yang kita bisa kendalikan, seperti kebiasaan

2020;6(2):e194107.

merokok. Selain hal tersebut, terdapat faktor

7. Vieira A, Abar L, Vingeliene S, Chan D, Aune D, Navarro-Rosenblatt D et al. Fruits, vegetables and lung

risiko lainnya yang kita bisa hindari, seperti

cancer risk: a systematic review and meta-analysis.

kontak dengan asbestos, silica, radon, logam

Annals of Oncology [Internet]. 2016 [cited 24 January

berat, polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH),

2021];27(1):81-96.

makanan bersifat karsinogenik dan polusi udara. Kini, terdapat beberapa faktor risiko,

Available

from:

https://www.

annalsofoncology.org/article/S0923-7534(19)35332-3/ fulltext 8. Pirie K, Peto R, Green J, Reeves G, Beral V. Lung cancer

seperti diet dan jenis kelamin yang mungkin

in never smokers in the UK Million Women Study.

berperan, tetapi korelasi pastinya masih belum

International Journal of Cancer [Internet]. 2016 [cited

bisa dikonfirmasi.

7 February 2021];139(2):347-354. Available from: https:// onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1002/ijc.30084

REFERENSI 1. Bade B, Dela Cruz C. Lung Cancer 2020. Clinics in Chest Medicine. 2020;41(1):1-24. 2. Mao Y, Yang D, He J, Krasna M. Epidemiology of Lung Cancer. Surgical Oncology Clinics of North America.

9. Stapelfeld C, Dammann C, Maser E. Sex‐specificity in lung cancer risk. International Journal of Cancer. 2019;146(9):2376-2382. 10. Ragavan M, Patel M. Understanding sex disparities in lung cancer incidence: are women more at risk?. Lung Cancer Management. 2020;9(3):LMT34.

2016;25(3):439-445. 3. World Health Organization (WHO). Global Cancer

Untuk mendengarkan pendapat dr. Yun Amril,

Observatory: Indonesia [Internet]. Gco.iarc.fr. 2020

Sp.P. (Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru

[cited 15 January 2021]. Available from: https://gco.iarc. fr/today/data/factsheets/populations/360-indonesiafact-sheets.pdf 4. Malhotra J, Malvezzi M, Negri E, La Vecchia C, Boffetta

22

Indonesia (PDPI) Jawa Barat) mengenai Kanker Paru lebih lanjut, tonton GO-Talk di Instagram TV dan YouTube Channel AMSA-Indonesia.


R-Ticles 6 Volume 1

Pos ter

03.

Christyara Karyadi Alicia Gani Venna Bella Sabatina

P

ertusis masih menjadi momok bagi setiap negara, khususnya pada negara berkembang yang cakupan vaksinasinya rendah seperti Indonesia. Komplikasi akibat pertusis dapat bersifat permanen bahkan menyebabkan kematian. Padahal, pertusis merupakan penyakit yang dapat dicegah. Maka dari itu, besar harapan poster ini dapat meningkatkan kepedulian masyarakat mengenai pertusis dan pentingnya melakukan pencegahan.

(AMSA-Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya)

23


R-Ticles 6 Volume 1

PUBLIC POSTER

Mellybeth Indriani Louis (Universitas Tadulako) Research Team DistriCT 6 AMSA-Indonesia 2020/2021

24

04.


R-Ticles 6 Volume 1

Section 2 :

ASTHMA


R-Ticles 6 Volume 1 The Relationship between Asthma and COVID-19 and Its Management during Pandemic: A Review of the Fact Raden Ayu Salsabila Rifdah Universitas Pembangunan Nasional Research Team DistriCT 2 AMSA-Indonesia 2020/2021 PENDAHULUAN Saat review article ini ditulis, seluruh dunia sedang menghadapi pandemi COVID-19. Di saat pertarungan melawan pandemi terus berlanjut, penyakit asma masih menghantui beberapa kelompok individu1. Asma merupakan suatu kondisi gangguan inflamasi kronis pada saluran pernapasan. Banyak sel dan elemen seluler yang berperan dalam patofisiologi asma, diantaranya adalah sel mast, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil, dan sel epitel. Pada individu yang rentan, peradangan ini menyebabkan episode mengi, sesak napas, sesak dada, dan batuk berulang, terutama di malam hari atau pagi hari2.

TUJUAN Review article ini menitikberatkan pada asma serta kaitannya dengan penyakit COVID-19. Artikel ini membahas asma sebagai faktor risiko yang menimbulkan derajat severitas COVID-19 yang lebih berat dari kelompok individu yang tidak memiliki asma. Dengan demikian, review article ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, terutama dengan komorbiditas asma, untuk menjaga diri dari infeksi SARS CoV2.

METODE Penyusunan review article ini menggunakan metode studi pustaka melalui pengumpulan literatur yang terbit dalam kurun waktu lima

26

tahun terakhir, yaitu dari situs World Health Organization (WHO), PubMed, dan Google Scholar. Pada review article ini, digunakan pedoman National Heart, Lung, and Blood Institute (Amerika), Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dan Europian Academy of Allergy and Clinical Immunology. Pengumpulan literatur dilakukan dengan menuliskan beberapa kata kunci seperti “Asthma and COVID19”,“Asthma”, dan “COVID-19 Articles in Allergy”.

HASIL DAN PEMBAHASAN Apakah asma meningkatkan individu menderita COVID-19?

risiko

Center of Disease Control (CDC) melaporkan bahwa individu yang berusia di atas 65 tahun dan individu yang menderita penyakit kronis merupakan individu dengan kelompok risiko COVID-19. Pasien asma dengan kondisi sedang hingga parah termasuk dalam kategori ini3. Di sisi lain, dalam sebuah penelitian yang mengevaluasi 140 pasien COVID-19 dari Wuhan, tidak ditemukan kasus asma dan rinitis alergi; Namun terdapat 2 kasus dari urtikaria dilaporkan4. Dalam studi lain, 548 kasus COVID-19 di Wuhan, terdapat 0,9% dengan kondisi asma di antara pasien dengan komorbiditas5 (Tabel 1). Kondisi yang berbeda terjadi di negara Amerika Serikat. Di dalam sebuah laporan bulanan yang mengevaluasi perawatan 1482 rumah sakit dan


R-Ticles 6 Volume 1 karakteristik kasus COVID-19 di Amerika Serikat, ditemukan bahwa asma menjadi salah satu dari 180 penyakit komorbid pada pasien COVID-196. Asma dilaporkan pada 17% pasien COVID-19 dari berbagai golongan usia dan 27,3% pasien COVID-19 berusia 18-49 tahun6. Penelitian di New York City juga melaporkan bahwa 9% pasien COVID-19 menderita asma7 (Tabel 1) Tabel 1. Prevalensi pasien dengan Asma dan kondisi COVID-195

Meskipun demikian, jumlah laporan keterkaitan asma dan COVID-19 tergolong rendah. Hal tersebut dapat terjadi karena tiga alasan berikut: 1. Beberapa pasien tidak terdiagnosis asma atau kurangnya proses pengenalan asma, khususnya di Cina. 2. Imunitas pada setiap orang berbeda, beberapa tidak menimbulkan asma. 3. Obat yang digunakan dalam pengobatan kronis penyakit pernapasan, yaitu kortikosteroid inhalasi, mungkin meredakan gejala dari COVID-198. Apakah SARS-CoV2 dapat menimbulkan asma? Saat ini, tidak ditemukan bukti atau data yang menjawab pertanyaan ini. Namun, telah diketahui bahwa virus saluran pernapasan bisa menyebabkan serangan asma. Dilaporkan bahwa virus saluran pernapasan seperti rhinovirus (RV), respiratory syncytial virus (RSV), herpes simplex

virus, enterovirus (EnV), influenza (IfV) adalah virus yang paling sering menyebabkan serangan asma9. Peneliti telah mengamati pula bahwa virus korona non-pandemi seperti HCoV-NL63, HCoV-229E, HCoV-OC43, dan HKU1 juga menyebabkan serangan asma, meskipun lebih jarang dibandingkan dengan rhinovirus (RV), Respiratory Syncytial Virus (RSV), dan lain-lain. Akan tetapi, tidak ada hubungan antara pandemi yang ditimbulkan oleh keluarga coronavirus SARS-CoV dan MERS-CoV dengan serangan asma9. Bagaimana penatalaksanaan asma selama pandemi? Beberapa pedoman dan ahli paru-paru menyarankan bahwa pasien asma diterapi menggunakan kortikosteroid inhaler9,10,11,12. Terdapat juga saran untuk menghindari penggunaan nebulizer di rumah sakit, karena berisiko menularkan penyakit ke lingkungan sekitar, dan tidak melakukan spirometri jika tidak diperlukan. Alih-alih penggunaan dosis terukur inhaler (MDI) dan spacer dengan corong atau masker wajah lebih disarankan9. KESIMPULAN Menjaga asma terkendali selama pandemi adalah perlindungan terbaik bagi yang memiliki kondisi asma. Untuk saat ini, belum bisa ditentukan apakah asma dapat meningkatkan risiko penyakit COVID-19. Akan tetapi, laporan sejauh ini menyatakan bahwa SARSCoV2 tidak menimbulkan serangan asma pada pasien COVID-19. Sedangkan dari segi penatalaksanaan asma, inhaler steroids, baik tunggal atau gabungan, harus dilanjutkan dengan memperhatikan beberapa catatan, lebih baik menggunakan dosis terukur inhaler (MDI)

27


R-Ticles 6 Volume 1 dan spacer dengan corong atau masker wajah8. REFERENSI 1. World Health

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Organization. WHO Director-General’s opening remarks at the media briefing on COVID-19 – 11 March 2020. Available from:https:// www.who. int/dg/speeches/detail/ who-director-general-sopening-remarks-at-the-media- briefing-on-covid-19 11-march-2020, Accessed 02nd Jan 2021. National Heart, Lung, and Blood Institute. Guidelines for the Diagnosis and Management of Asthma (EPR3). 2007. http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/asthma/ index.htm. Accessed December 26, 2020. Centers for Disease Control and Prevention. Coronavirus disease 2019 (COVID-19) situation summary Available from: https://www.cdc.gov/ coronavirus/2019- ncov/index.html, Accessed 02nd Jan 2021. Zhang JJ, Dong X, Cao YY, Yuan YD, Yang YB, Yan YQ, et al. Clinical characteristics of 140 patients infected with SARS-CoV-2 in Wuhan, China. Allergy 2020. doi: 10.1111/ all.14238. Li X, Xu S, Yu M, Wang K, Tao Y, Zhou Y, et al. Risk factors for severity and mortality in adult COVID-19 inpatients in Wuhan. J Allergy Clin Immunol 2020 pii: S0091- 6749(20)30495-4. Garg S, Kim L, Whitaker M, O’Halloran A, Cummings C, Holstein R, et al. Hospitalization rates and characteristics of patients hospitalized with laboratory confirmed coronavirus disease 2019 - COVID-NET, 14 States, March 1-30,2020. MMWR Morb Mortal Wkly Rep 2020;69(15):45864. doi: 10.15585/ mmwr.mm6915e3. Richardson S, Hirsch JS, Narasimhan M, Crawford JM, McGinn T, et l. Presenting characteristics, comorbidities, and outcomes among 5700 patients hospitalized with COVID-19 in the New York City area. JAMA 2020. doi: 10.1001/ jama.2020.6775.

Sarıoğlu N. Asthma and COVID-19: What do we know? Tuberk Toraks. 2020 Jul;68(2):141-147. English. doi: 10.5578/tt.69775. PMID: 32755114 9. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Management and Prevention. Available from: www. ginaasthma.org 10. COVID-19 rapid guideline: severe asthma. NICE guideline [NG166]Published date: 03 April 2020. 11. Licskaia C, Yang CL, Ducharmec FM, Radhakrishnand D, Podgerse D, Ramseyf C, et al. Addressing therapeutic questions to help Canadian physicians optimize asthma management for their patients during the COVID-19 pandemic. Canadian J Respir Crit Sleep Med Available from: https://doi.org/10.1080/ 24745332.2020.1754027

28

12. Shaker

MS, Oppenheimer J, Grayson M, Stukus D, Hartog N, Hsieh EWY, et al. COVID- 19: pandemic contingency planning for the allergy and immunology clinic. J Allergy Clin Immunol Pract 2020;8(5):1477-88. e5.


R-Ticles 6 Volume 1

POSTER

05.

A

sma merupakan salah satu penyakit pernapasan yang sering diderita. WHO mengestimasi sekitar 235 juta populasi dunia merupakan penderita asma, sayangnya masih banyak orang yang menyepelekan asma. Dengan pengetahuan dan penanganan yang tepat, kita dapat mengontrol dan mencegah serangan serta efek buruk asma. Ayo kenali gejala awal ASMA dengan memenggunakan INHALER.

Mutiara Devia Farah Salsabilla Permana

Adara Kirana Putri (AMSA-Universitas Diponegoro)

29


c v v d d

R-Ticles 6 Volume 1

SECT


R-Ticles 6 Volume 1

TION 2

o O ii 19


R-Ticles 6 Volume 1 KONDISI PARU PADA PASIEN COVID-19 DENGAN KONDISI PARU PEROKOK

P

aru-paru merupakan organ vital terpenting terutama sebagai sistem respirasi. Pada paru-

paru orang dewasa memiliki sekitar 600 juta berstruktur sponge atau yang dapat disebut dengan alveoli yang berfungsi sebagai struktur yang terdapat udara 1. Kita menghirup yang awalnya hanya sebagai udara yang menganduk oksigen, namun oleh paru-paru diedarkan ke seluruh tubuh. Bila ada pathogen, virus, bakteri dan lain-lain

ESSAY

yang masuk ke dalam paru-paru akan membuat paru-paru tidak berjalan dengan normal. Virus yang sedang marak diperbincangkan adalah COVID-19 yang target utamanya pada sistem pernapasan yaitu paru-paru. Menurut Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, mencatat ada lebih dari 1.2 juta kasus yang terkonfirmasi dengan presentase terbanyak di DKI Jakarta yaitu 25,7% 2. WHO menyatakan pada 13 Februari 2021 sudah tercatat ada lebih dari 107 juta kasus yang terkonfirmasi dengan

Putri Yumna Nur Aqila

(AMSA-Universitas Sebelas Maret)

angka kematian lebih dari 2 juta kasus 3. Dari COVID-19 tersebut dapat menderita pneumonia hingga ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) 4. Pneumonia

yang

terjadi

karena

virus

akan

menginfeksi paru-paru dan mengakibatkan inflamasi pada paru. Paru yang terinfeksi akan terisi oleh cairan dan pus, sehingga menyebabkan kesulitan untuk bernapas. Jika inflamasi tambah parah maka akan berakibat ARDS. Akibat dari virus COVID-19 ini juga menyebabkan kerusakan paru yang bermacam-macam dan bila terjadi dalam jangka panjang akan menjadi fibrosis atau luka pada paru. CT scans pada paru-paru COVID-19 pneumonia berat memberikan gambaran seperti bercak putih atau dapat dinamakan Ground-Glass Opacities (GGOs) dan bagian interstisial menebal dengan bronkiektasis traksi silinder ringan lobus tengah dan bawah paru, kemudian setelah 198 hari terdapat keabnormalitas serta regangan paru berkurang 5.

32


R-Ticles 6 Volume 1 Maka

dari

kerusakan

akan memperburuk kondisi. Bayaran merokok

ditimbulkan ke paru akan lebih parah dengan

tidak hanya dikeluarkan untuk membelinya

hadirnya penyakit komorbid atau penyakit

saja, tetpi juga bayaran kerusakan kesehatan

penyerta. Perokok aktif juga mengakibatkan

yang diperoleh. Kerusakan yang terjadi pada

kondisi sistem pernapasan memburuk. Bahan

pasien COVID-19 keadaan serius, pastinya

kimia yang terkandung dalam rokok akan

akan memerlukan waktu yang lebih lama.

merusak sel epitel dan silia pada trakea,

Penyembuhan jaringan terjadi dari 3 bulan

bronki,

membuat

sampai tahunan agar fungsi paru membaik

penumpukan mucus dan menyebabkan batuk,

sebelum pada kondisi pre-COVID 19. Oleh

selain itu terdapat kerusakan pada dinding

karena itu, perlunya kesadaran dari masing-

alveoli yang mengakibatkan berkurangnya

masing masyarakat untuk menjaga tubuhnya

efisiensi pertukaran gas 6. Bila kondisi seperti

dengan baik serta perlu adanya kesadaran

ini ditambah dengan kondisi COVID-19 maka

merawat paru-paru.

bronkiolus

kondisi

yang

ini

akan

akan memperparah dan membuat kerja dari

REFERENSI:

sistem pernapasan semakin berat. Hal ini perlu

1. National Geographic. Lungs [Internet]. Lungs. 2021 [cited 2021

kesadaran dari perokok itu sendiri. Rokok tidak

Feb 14]. Available from: https://www.nationalgeographic.com/

hanya berakibat pada perokok aktif saja namun,

science/health-and-human-body/human-body/lungs/ 2. Komite Penaganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi

pada perokok pasif justru memiliki resiko lebih

Nasional. Peta Sebaran COVID-19 [Internet]. 2021 [cited 2021

serius pada sistem pernapasan terutama pada

Feb 14]. Available from: https://covid19.go.id/peta-sebaran

paru. Banyak kerusakan yang ditimbulkan, maka akan banyak yang harus diperbaiki. Bila

3. WHO. WHO Coronavirus Disease (COVID-19) [Internet]. 2021. Available from: https://covid19.who.int/ 4. WebMD. Coronavirus and Pneumonia [Internet]. 2020 [cited

suatu permasalahan kesehatan menjadikan

2021 Feb 14]. Available from: https://www.webmd.com/lung/

kita pada kondisi yang beresiko, maka yang

covid-and-pneumonia

bias kita lakukan adalah meminimalkan faktor

5. Palmer WJ. Post-COVID-19, CT Reveals Potentially Lifetime Lung Damage in One-Thirds of Patients [Internet]. 2021 [cited

resiko yang menyebabkan kondisi tersebut

2021 Feb 14]. Available from: https://www.diagnosticimaging.

7

. Jadi untuk meminimalkan resiko terjadi

com/view/post-covid-19-ct-reveals-potentially-lifetime-lung-

kerusakan paru yang lebih parah, kita perlu

damage-in-one-thirds-of-patients

untuk menjaga kondisi dan menghindari diri sebagai faktor resiko. Kondisi yang diakibatkan oleh pandemi

6. BBC. Respiratory System [Internet]. [cited 2021 Feb 14]. Available from: https://www.bbc.co.uk/bitesize/guides/z6h4jxs/ revision/5 7. Galiatsatos P. What Coronavirus Does to the Lungs [Internet]. 2020 [cited 2021 Feb 14]. Available from: https://

ini membuat kita belajar dan mengenal lebih

www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and-diseases/

dalam tentang paru-paru. Karena virus sudah

coronavirus/what-coronavirus-does-to-the-lungs

merusak paru-paru kita, dengan merokok

33


R-Ticles 6 Volume 1

06.

SCIENTIFIC POSTER Gideon Hot Partogi Sinaga (AMSA-Universitas Indonesia)

“R

T-PCR menjadi standar emas diagnostik infeksi COVID-19. Namun, radiografi dapat berperan dalam diagnosis awal dengan rontgen dada (CXR) yang lebih murah dan cepat. Kecerdasan buatan (AI) dapat memperkuat akurasi dan membantu pengambilan keputusan karena tahan lelah dan objektif. Tinjauan sistematis ini mengevaluasi potensi AI dalam diagnosis CXR pasien COVID-19.

34


R-Ticles 6 Volume 1 Sensitivity of Reverse-Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) as Recommended Diagnostic Test of COVID-19: A Review Raissa Intani Azzahra Universitas Padjadjaran Research Team DistriCT 3 AMSA-Indonesia 2020/2021 PENDAHULUAN Penyakit coronavirus (COVID-19) disebabkan oleh infeksi SARS-CoV-2 dengan manifestasi klinis utama yaitu gejala pneumonia1. SARSCoV-2 menginfeksi sel epitel alveolar melalui proses receptor-mediated endocytosis dengan angiotensin-converting enzyme II (ACE2) sebagai entry receptor1. Manifestasi klinis yang muncul pada infeksi bergejala adalah demam, batuk, kongesti nasal, fatigue, dan gejala infeksi saluran pernafasan atas lainnya yang terjadi berkisar dalam kurun waktu kurang dari satu minggu1. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa kasus positif COVID-19 global per 16 Januari 2021 sebanyak 93.194.922 kasus. Sedangkan Public Health Emergency Operation Center (PHEOC) Kemenkes RI melaporkan bahwa kasus positif COVID-19 di Indonesia mencapai 907.929 kasus per 16 Januari 2021. Karena tingkat infeksius COVID-19 yang tinggi, maka dibutuhkan metode tes diagnostik yang cepat dan akurat untuk mengidentifikasi dan merawat pasien positif2. Hal ini ditujukan untuk mengurangi tingkat mortalitas dan risiko kontaminasi publik2. Tes diagnostik COVID-19 adalah reverse transcriptase polymerase chain reaction (RTPCR) assay, atau chest CT, atau keduanya3. Pemeriksaan RT-PCR dapat mendeteksi RNAmessenger spesifik yang menandai keberadaan

dari virus SARS-Cov-2 di spesimen3. Namun, beberapa studi menyatakan bahwa tes RT-PCR tidak sensitif dalam mendeteksi COVID-19 khususnya pada tahap awal infeksi sehingga munculnya hasil false negative pada subjek di onset awal atau ketika sudah melebihi dua minggu4. Sedangkan, Xie et al melaporkan bahwa chest CT memiliki tingkat sensitivitas tinggi dalam mendeteksi infeksi COVID-19 pada kasus falsenegative RT-PCR5. Data menunjukan kasus dimana terjadi penemuan fitur viral pneumonia pada chest CT dengan hasil RT-PCR awal negatif5. Lalu setelah dilakukan pengulangan tes, hasil menunjukan positif terdiagnosis COVID-195.

TUJUAN Review article ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat sensitivitas dari tes diagnostik COVID-19 yaitu pemeriksaan RT-PCR dan membandingkannya dengan tes diagnostik skrining yaitu chest CT.

METODE Penyusunan review article ini menggunakan metode studi pustaka melalui pengumpulan literatur dalam kurun waktu antara Februari 2020 hingga Januari 2021 yang dipublikasikan dalam

35


R-Ticles 6 Volume 1 situs PubMed, NCBI, WHO, CDC dan jurnal valid lainnya. Pengumpulan literatur dilakukan dengan memasukkan beberapa kata kunci, seperti “COVID-19”, “Chest CT Sensitivity”, “RTPCR Assay”, “Diagnostic Tools”.

HASIL DAN PEMBAHASAN Bagaimana tingkat sensitivitas dari RTPCR?

lebih besar dibandingkan RT-PCR (98% vs 71%)7. Tingkat sensitivitas tes RT-PCR rendah karena beberapa alasan, seperti teknologi yang masih terbatas dan rendahnya viral load sehingga tidak cukup material virus pada spesimen, dan teknik pengambilan sampel yang tidak benar7. Hal tersebut juga banyak disebabkan karena laboratory error5. Namun, walaupun tingkat sensitivitas RT-PCR dianggap rendah, WHO mengindikasikan validitas pemeriksaan yang diterima adalah pemeriksaan dengan tingkat sensitivitas > 80% dan spesifisitas > 90%8. Sedangkan, tingkat sensitivitas RT-PCR berkisar di antara 70-98%8.

Menurut data dari Zhang et al (2021) terdapat hasil false negative sebanyak 34% pada hari pertama semenjak gejala muncul dan menurun hingga 11% empat hari setelah gejala pertama muncul untuk pemeriksaan RT-PCR6. Selain itu, dalam hasil penelitian Xie ditemukan bahwa 5 dari 167 pasien COVID-19 (3%) dengan hasil KESIMPULAN negatif pada pemeriksaan RT-PCR awal namun memiliki hasil positif pada chest CT5. Untuk mengurangi kecepatan penyebaran global COVID-19, diperlukan kecepatan dan keakuratan Long (2020) menyimpulkan hasil penelitian dalam menentukan diagnosis COVID-194. RTdimana 6 kasus false negative pada RT-PCR PCR merupakan satu – satunya tes diagnostik awal dari 36 pasien yang terkonfirmasi positif yang direkomendasikan untuk mengonfirmasi COVID-192. Tiga di antaranya mendapatkan hasil diagnosis COVID-198. positif pada RT-PCR test yang ke-2, dan 3 lainnya baru terbukti positif pada hasil RT-PCR yang ke- Tes RT-PCR memiliki tingkat sensitivitas yang 32. Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan terbatas terutama di tahap awal infeksi. Untuk bahwa test RT-PCR pertama memiliki tingkat menghindari terjadinya misdiagnosis maka sensitivitas sekitar 83.3% sedangkan tingkat diperlukan test diagnostik penunjang yaitu sensitivitas chest CT mencapai 97.2% pada fase awal2.

chest CT apalagi pada kasus bergejala dan pengulangan tes RT-PCR5 .

Fang (2020) melaporkan bahwa 29% dari total pasien terkonfirmasi COVID-19 memiliki hasil REFERENSI Velavan TP, Meyer CG. The COVID-19 epidemic. Trop tes RT-PCR pertama negatif dengan chest CT 1. Med Int Heal. 2020;25(3):278–80. yang positif. Hasil positif baru didapatkan ketika 2. Long C, Xu H, Shen Q, Zhang X, Fan B, Wang C, et al. dilakukan pengulangan tes RT-PCR7. Diagnosis of the Coronavirus disease (COVID-19): rRTBerdasarkan hasil penelitian Fang (2020) ditemukan bahwa tingkat sensitivitas chest CT

36

3.

PCR or CT? 2020;(January). Waller J V., Kaur P, Tucker A, Lin KK, Diaz MJ, Henry TS, et al. Diagnostic Tools for Coronavirus Disease


R-Ticles 6 Volume 1 4.

5.

6.

7.

8.

(COVID-19): Comparing CT and RT-PCR Viral Nucleic Acid Testing. Am J Roentgenol. 2020;215(4):834–8. Vashist SK. In vitro diagnostic assays for COVID-19: Recent advances and emerging trends. Diagnostics. 2020;10(4). Xie X; ZZZWZCWFLJ. Chest CT for Typical 2019-nCoV Pneumonia : Relationship to Negative RT-PCR Testing. 2020; Zhang Z, Bi Q, Fang S, Wei L, Wang X, He J, et al. Insight into the practical performance of RT-PCR testing for SARS-CoV-2 using serological data: a cohort study. The Lancet Microbe [Internet]. 2021;5247(20). Available from: http://dx.doi.org/10.1016/S2666-5247(20)30200-7 Fang Y, Zhang H, Xie J, Lin M, Ying L, Pang P, et al. Sensitivity of chest CT for COVID-19: Comparison to RTPCR. Radiology. 2020;296(2):E115–7. Asai T. COVID-19: accurate interpretation of diagnostic tests—a statistical point of view. J Anesth [Internet]. 2020;(0123456789):1–5. Available from: https://doi. org/10.1007/s00540-020-02875-8

37


POS TER

R-Ticles 6 Volume 1

W

abah covid-19 sudah menjadi perhatian dunia. Banyak negara yang sudah mencoba membuat dan meneliti vaksin untuk menghentikan penyebaran virus ini. Namun, masih saja ada masyarakat yang anti vaksin. Mereka menganggap bahwa vaksin covid-19 dapat menimbulkan berbagai efek samping merugikan. Oleh karena itu, diharapkan bahwa poster ini dapat mengubah pandangan masyarakat.

38

07.

1. Puspa Gracella Tambunan 2. Cyntia Tanujaya 3. Monika Wulan Siswadi (AMSA-Universitas Tarumanegara)


R-Ticles 6 Volume 1

E S S A

TERAPI KONVALESEN PLASMA SEBAGAI TERAPI POTENSIAL UNTUK PASIEN DENGAN COVID-19 Farida Aisyah (AMSA-Universitas Sebelas Maret) Karantina atau lockdown terhitung hampir 1 tahun dari yang dilakukan oleh pemerintah di daerah masing-masing, guna menurunkan risiko transmisi COVID-19.1 COVID-19 atau Coronavirus Disease of 2019 merupakan nama penyakit yang diresmikan oleh International Committee on Taxonomy of Viruses (ICTV), penamaan dilakukan dengan bekerja sama dengan World Health Organization (WHO) guna menggantikan nama yang sebelumnya, yaitu 2019-novel Corona Virus Wuhan (2019-nCOV) yang dianggap terstigma

Y

(S), protein envelope (E), protein membrane (M), dan nucleocapsid (N) serta 8 protein aksesori, perbandingan genom antara SARS dan SARS-CoV-2 menunjukan bahwa hanya terdapat 380 asam amino substitusi antara SARS-CoV-2 dan SARS-like coronavirus yang mayoritas terkonsentrasi pada gen protein non-struktural serta terdapat 27 mutasi yang ditemukan pada protein spike (S) sehingga SARS-CoV-2 memiliki patogenitas lebih rendah dibandingkan SARSCoV, namun hal ini diperlukan studi lebih lanjut.3,4

pada geografi tertentu.2 Dilihat dari etiologinya, COVID-19 disebabkan oleh SARS-CoV-2 (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2), SARS-CoV-2 termasuk dalam genus Betacoronavirus bersamaan dengan Bat SARS-like coronavirus, SARS-CoV, dan MERS-CoV (Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus) karena SARS-CoV-2 memiliki struktur genom yang khas seperti Betacoronavirus lainnya.3 SARS-CoV-2 merupakan virus RNA positive-strand dengan diameter 12 nm (26-32 kb) dan memiliki struktur genom berupa 14 open reading frames (ORFs) yang mengkode 27 protein, ORF1 dan ORF2 terdapat pada 50-terminal genom guna mengkode 15 protein non-struktural yang berfungsi dalam replikasi sedangkan 30-terminal genom guna mengkode protein spike

Gambar 1. Morfologi SARS Coronavirus5

Berbeda dengan MERS yang memiliki RDB (Receptor Binding Domain) berupa DD4 (Dipeptidyl Peptidase 4), SARS-CoV dan SARS-CoV-2 memiliki ACE2 (Angiotensin-converting enzyme 2) sebagai RBD walaupun pada SARSCoV-2 menunjukan afinitas binding terhadap ACE2 yang lebih tinggi, secara genetik pun SARS-CoV-2 memiliki 80% kemiripan dengan SARS-CoV dan hanya 50% kemiripan dengan MERS-CoV. Oleh

39


R-Ticles 6 Volume 1 karena itu, patogenesis dari SARS-CoV-2 juga lebih mirip dengan SARS-CoV.3,6,7 SARS-CoV-2 memiliki animal reservoir berupa kelelawar (bat) dengan intermediate host diduga yaitu trenggiling, hal ini menyebabkan konsumsi kekelawar di Wuhan, Cina ‘disinyalir’ sebagai alasan kuat munculnya novel coronavirus ini.3,8

lebih buruk karena transmisinya yang cepat serta statusnya sebagai pandemi. Transmisi COVID-19 terjadi melalui droplet, kontak fisik atau memakan hewan yang terinfeksi serta kontak langsung dengan individu yang terinfeksi atau kontak tidak langsung dengan barang habis pakai individu terinfeksi.12-14 Setelah individu terinfeksi maka masuk ke masa inkubasi selama 5-14 hari diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam (88,7%), fatigue (29,4%), batuk (67,7%), mialgia (14,8%), dyspnea (45,6%), expectoration (13,3%), sore throat (13,9%), diare (6,1%), mual muntah (5%), pusing (3,7%), dan sakit kepala (8%) disertai pemakaian ventilator pada beberapa pasien, studi menunjukan 282 dari 1.115 pasien pengguna ventilator dinyatakan meninggal.7,12-16 Penanganan dari

Gambar 2. Patogenesis SARS-CoV-26

COVID-19 masih belum dapat optimal, mengingat belum adanya vaksin yang tersedia, sehing-

Angka mortalitas dari SARS-CoV-2 mencapai 2,3% dengan CFR (case fatality rate) sebesar 2,3% di dunia, dibandingkan dengan MERS tahun 2012 dan SARS tahun 2002 angka tersebut masih tergolong rendah, angka mortalitas MERS mencapai 40% dengan CFR 34,4% sedangkan SARS memiliki angka mortalitas sebesar 10% dengan CFR 9,5%, di lain pihak Reproductive Number (R0) SARS-CoV-2 mencapai 2-2,5 bahkan beberapa studi menunjukan R0 dari SARSCoV-2 mencapai >6, nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan R0 SARS dan MERS sebesar 1,7 dan 0,7 secara berurutan.3,9,10 Tingginya nilai R0 pada SARS-CoV-2 menjadi salah satu penyebab pandemi COVID-19, tercatat per 10 Mei 2020, mencapai angka 3.917.366 pasien positif dan 274.361 kematian di 215 negara.11 Meskipun angka mortalitas dari COVID-19 terhitung masih rendah dibandingkan dengan SARS 2002 dan MERS 2012, namun COVID-19 membawa dampak yang

40

ga penanganan sekarang hanya secara simptomatik menggunakan ritonavir, kloroquin, hidroksikloroquin, kortikosteroid, oseltamivir, dan arbidol hidroklorida.17,18 Terapi guna menangani COVID-19 harus segera dikembangkan mengingat dampak COVID-19 yang negatif secara global, seperti tingginya penderita DAS (depresi, anxiety, dan stres), insomnia, dan denial dari sektor non-medis, terlihat komobiditas pertanian turun sebesar 20%, harga minyak mentah turun 24% ($34/barrel), industri mengalami penurunan produksi sebesar 1,2% diikuti pemecatan masif pegawainya.19-21 Apabila dampak difokuskan kepada tenaga kesehatan, memperlihatkan bahwa tenaga kesehatan mengalami kelelahan karena overwork, kekurangan alat perlindungan diri, dan epidemik COVID-19 di Cina menunjukan 3.387 tenaga kesehatan terkonfirmasi positif COVID-19 dengan 23 diantaranya dinyatakan meninggal.22,23 Salah satu penanganan COVID-19


R-Ticles 6 Volume 1 yang dapat diterapkan adalah terapi konvalesen

tidak adanya vaksin mau pun pengobatan ku-

plasma, mengingat konvalesen plasma juga di-

ratif yang tersedia.31 Terapi plasma konvalesen

gunakan sebagai salah satu terapi saat epidemik

menggunakan prinsip terapi antibodi pasif den-

SARS 2002 dan MERS 2012.

gan memanfaatkan kemampuan antibodi netral-

24,25

isasi (NAbs) dalam menimbulkan agregasi parKonvalesen Plasma: MERS 2012 & SARS

tikel virus sehingga mencegah perlekatan virion

2002

dengan sel target, selayaknya prinsip transfusi SARS dan MERS merupakan dua epide-

darah, dimana pasien yang baru saja sembuh

mik yang terjadi dalam kurun 20 tahun ini, ep-

dari viral disease mendororkan darahnya yang

idemik SARS-CoV berlangsung di Guangdong,

tinggi kadar antibodi netralisasi kepada resepi-

Cina sedangkan MERS-CoV di Arabian Peninsu-

en yang merupakan pasien dengan status masih

la, kedua virus memiliki animal reservoir beru-

sakit dengan penyakit yang sama, kadar puncak

pa kelelawar, serupa dengan SARS-CoV-2, na-

antibodi netralisasi pada minggu ke-5 dan ke-8

mun intermediate host pada SARS-CoV berupa

dari onset penyakit.33-36 Terapi konvalesen plas-

musang dan MERS-CoV berupa unta.4,26,27 Studi

ma dengan basis antibodi netralisasi yang juga

menunjukan bahwa terapi konvalesen plas-

pernah digunakan sebagai salah satu terapi pada

ma menjadi salah satu terapi penanganan pa-

epidemik MERS-CoV dan SARS-CoV menjadi ter-

sien SARS 2002, studi di Hong Kong melalui 88

api yang potensial dan layak diuji coba pada pan-

pasien SARS dengan terapi konvalesen plasma

demik COVID-19 guna menurunkan angka prev-

memiliki nilai mortalitas yang lebih rendah se-

alensi, angka mortalitas, serta menekan dampak

besar 12,5% dengan manifestasi klinis yang lebih

COVID-19.

baik, studi lain menunjukan pasien dengan terapi konvalesen plasma memiliki 0% death rate

Terapi Konvalesen Plasma Pada Pasien

diikuti 73,4% hospital discharge rate lebih baik

COVID-19

dibandingkan pasien SARS dengan terapi ste-

Penerapan penggunaan konvalesen plas-

roid, penggunaan konvalesen plasma pada pa-

ma dalam terapi COVID-19 menggunakan pe-

sien SARS juga dilakukan di Taiwan pada tenaga

nelitian dari Shen et al (2020) melalui 5 pasien

kesehatan yang terinfeksi, terapi menunjukan

COVID-19 dengan status kritis di Rumah Sakit

hasil penurunan viral load dari 76-650x103 cop-

Shenzhen Third People, Shenzhen, Cina, pene-

ies/mL menjadi 0-1 copy/mL satu hari setelah

litian dilakukan dalam kurun waktu 3 bulan, dari

transfusi disertai peningkatan nilai anti-SARS-

20 Januari 2020 sampai dengan 25 Maret 2020.37

CoV IgM dan IgG.28-30 Ditambah lagi, studi Arabi

Pasien dalam penelitian memenuhi kriteria in-

et al menunjukan terapi konvalesen berpotensi-

klusi berupa: 1) Terkonfirmasi COVID-19 ber-

al dalam penanganan MERS-CoV yang memiliki

dasarkan pemeriksaan laboratorium qRT-PCR

angka mortalitas yang lebih tinggi.25,31,32

(quantitative reverse transcriptase-polymerase

Konvalesen plasma merupakan penggu-

chain reaction); 2) Memiliki severe pneumonia

naan plasma dari pasien yang sudah pulih dari

yang berkembang secara cepat dengan viral

penyakit viral dan dimanfaatkan sebagai pengo-

load yang konsisten tinggi meskipun sudah dit-

batan teraputik selama wabah dengan kondisi

erapi dengan antivirus; 3) PAO2/FIO2<300 (PAO2:

41


R-Ticles 6 Volume 1 Arterial Oxygen Pressure, FIO2: Fraction Of In-

resens guna mencapai nilai ambang batas untuk

spired Oxygen); dan 4) Merupakan pasien peng-

tes positif, semakin tinggi nilai Ct semakin rendah

guna ventilator, data pasien penerima konva-

viral load (positif: nilai Ct≤37; negatif: undeter-

lesen plasma terdapat pada table 1.

mined, jika nilai Ct>37 maka dilakukan pengu-

37

Tabel 1. Data Pasien COVID-19 Penerima Konvalesen Plasma

langan, apabila setelah pengulangan didapatkan nilai Ct sama seperti diawal dan diantara 37-40

37

maka dikonklusikan sebagai positif, namun apabila setelah pengulangan tidak terdeteksi maka dikonklusikan negatif).37 ELISA dilakukan dengan melapisi microplate dengan 4 µg/ml RBD SARS-CoV-2 disuhu 4oC (50 µL/sumuran), microplate dicuci 3 kali Konvalesen plasma didapatkan dari 5 pasien COVID-19 yang sudah terkonfirmasi sem-

dilakukan blocking dengan PBS (2% wt/vol nonfat dry milk) selama 2 jam dengan suhu 37oC

buh dengan rata-rata usia 18-60 tahun, pendonor

kemudian microplate dicuci kembali dengan

juga terkonfirmasi negatif terhadap virus respi-

PBST, sampel serum diencerkan (200 kali dari

rasi lainnya, virus hepatitis B, virus hepatitis C,

konsentrasi awal PBS) dan ditambahkan kesu-

HIV, dan sifilis diikuti konfirmasi tidak adanya

muran lalu dilakukan inkubari selama 60 menit

gejala COVID-19 selama 10 hari sebelum dilaku-

dengan suhu 37oC, setelah dilakukan 3 kali pen-

kan pengambilan plasma dengan serum spe-

cucian 100 µL horseradish peroxidase-conjugat-

sifik SARS-CoV-2 ELISA titer antibodi lebih dari

ed goat anti-human IgG dan IgM antibody solu-

1:1000 dan titer antibodi neutralisasi lebih dari

tion ditambahkan ke masing-masing sumuran

40, melalui aferesis diambil 400 mL konvalesen

diikuti inkubasi 60 menit 37oC, setelahnya dilaku-

plasma per donor dan pada hari itu juga diber-

kan pencucian microplate 5 kali dan dilakukan

ikan kepada pasien yang masih terkonfirmasi

penambahan 100 µL substrat tetrametilbenzidin

COVID-19, sebelum plasma diadministrasikan

disuhu ruang tanpa cahaya, setelah 15 menit

ke pasien, golongan darah pasien terlebih dahu-

reaksi dihentikan dengan 2M H2SO4 dan nilai ab-

lu dicocokan dengan pendonor untuk melihat kompabilitas dengan plasma pendonor.

37

42

dengan PBS (phosphate-buffered saline) dan

sorbansi diukur pada 450 nm dengan titer ELISA ditentukan oleh pengenceran titik akhir.37

Pada hari transfusi konvalesen plasma,

Di pihak lain, serum netralisasi assay dilakukan

hari ke-1, hari ke-3, hari ke-7, dan hari ke-12

dengan menanam sel vero (104) 24 jam sebelum

setelah tranfusi plasma dilakukan pengambilan

proses infeksi di microplate, saat proses infeksi

spesimen nasofaring dari pasien guna menentu-

sel dicuci 2 kali lalu sampel serum dari pasien

kan jumlah viral load.37 Ekstraksi asam nukleat

diikubasi 30 menit 56oC dan diencerkan 2 kali di

dilakukan menggunakan QIAamp RNA Viral Kit

medium kultur, 40 µL dari sampel yang diencer-

(Qiagen) dan nilai viral load ditunjukan melalui

kan ditambahkan ke 50 µL media kultur yang

nilai Ct dari qRT-PCR, nilai Ct menunjukan ban-

mengandung 50 kali kultur jaringan dengan do-

yaknya siklus yang diperlukan untuk sinyal fluo-

sis infektif dari BetaCoV diikuti dengan inkubasi


R-Ticles 6 Volume 1 37oC 2 jam, campuran virus antibodi ditambahkan ke sel didalam microplate (96 sumuran) dan diinkubasi dengan suhu 37oC, dilakukan pengamatan mikroskopis 5 hari setelah inkubasi menunjukan pada pengenceran serum tertinggi terdapat aktivitas inhibisi SARS-CoV-2 atas antibodi netralisasi titer.37 Hasil pengamatan setelah pemberian konvalesen plasma ditunjukan melalui beberapa indicator, yaitu nilai Ct, skor SOFA (sequential organ failure assessment), PAO2/FIO2, suhu tubuh, titer RBD-spesifik IgG dan IgM, serta titer antibodi netralisasi.37,38

berstatus negatif, diikuti dengan skor SOFA yang juga mengalami penurunan menunjukan low probability of organ failure, di satu sisi nilai PAO2/ FIO2 juga mengalami kenaikan dengan puncak pada hari ke-12 setelah transfusi menunjukan rendahnya distress berkaitan dengan sistem respiratori, faktor terakhir adalah suhu tubuh yang mengalami penurunan, namun pada pasien ke-5 menunjukan suhu tubuh kembali naik pada hari ke-12 walaupun tidak setinggi suhu hari ke-0, penurunan suhu menunjukan gelaja infeksi mereda.37-40 Di sisi lain dengan indikator antibodi, kelima pasien diberi RBD-spesifik IgG dan IgM sejumlah 1800-16200 (titer titik akhir pengenceran ELISA) dan titer antibodi netralisasi sejumlah 80-480 (titer titik akhir pengenceran), dengan nilai awal IgG pasien sebesar 1800-48600 dan IgM pasien sebesar 5400-145800, nilai tersebut mengalami kenaikan menjadi 145800, 5400, 5400, 145800, dan 145800 untuk nilai IgG berurutan dari pasien 1 ke 5 dan menjadi 145800, 5400, 5400, 437400, dan 145800 untuk nilai IgM beruru-

Gambar 4. Follow Up Pasien (Merah: Pasien No.1, Kuning: Pasien No.2; Hijau: Pasien 3; Biru Tua: Pasien No.4; Biru: Pasien No.5) Posttranfusion Berdasarkan Nilai Ct (A); Skor SOFA (B); PAO2/FIO2 (C); Suhu Tubuh (D)37

tan dari pasien 1 ke 5, nilai IgG dan IgM terus bertahan sampai hari ke-7 setelah transfusi diikuti dengan nilai awal titer antibodi netralisasi pada pasien sebesar 40-160 dan mengalami peningkatan menjadi 320, 160, 160, 240, dan 480 pada hari ke-7 setelah transfusi secara berurutan dari pasien 1 ke 5, peningkatan antibodi pada pasien

Gambar 5. Follow Up Pasien (Merah: Pasien No.1, Kuning: Pasien No.2; Hijau: Pasien 3; Biru Tua: Pasien No.4; Biru: Pasien No.5) Posttranfusion Berdasarkan titer RBD-spesifik IgG (A); titer RBD-spesifik IgG (B), titer antibodi netralisasi (C) 37

Hasil dari kelima pasien setelah diberi perlakukan berupa transfusi konvalesen plasma didapatkan bahwa nilai Ct mengalami kenaikan menunjukan rendahnya viral load, akhir dari follow up didapatkan nilai Ct untuk kelima pasien

menunjukan meningkatnya kekuatan sistem imun humoral.37,41 Dari 5 pasien, 3 pasien (pasien 3,4, dan 5) sudah tidak menggunakan ventilator setelah 2 minggu perlakuan konvalesen plasma dan ketiga pasien tersebut sudah diperbolehkan pulang sedangkan 2 pasien lainnya (pasien 1 dan 2) memiliki status stabil dengan ventilator.37 Pemberian konvalesen plasma pada pasien dengan COVID-19 juga dilakukan oleh Ye et al (2020) melalui 6 pasien terkonfirmasi COVID-

43


R-Ticles 6 Volume 1 19, hasil perlakuan menunjukan bahwa konvalesen plasma menyebabkan percepatan viral clearance dan mencegah entri virus ke sel target.

37,42,43

Reduce Transmission. American Society For Microbiology. 2020;5(2):245. 6. Adityo Susilo, C. Martin Rumende, Ceva W Pitoyo, Widayat D Santoso, Mira Yulianti, Herikurniawan, Robert Sinto, Gurmeet

Pandemik COVID-19 mengalamai peningkatan baik dari jumlah pasien terkonfirmasi

Singh, Leonard Nainggolan, Erni J Nelwan, Lie K Chen, Alvina Widhani, Edwin Wijaya, Bramantya Wicaksana, Maradewi Maksum, Firda Annisa, Chyntia OM Jasirwan, dan Evy Yunihastuti.

positif maupuan jumalh pasien terkonfirmasi

Coronavirus Diseases 2019: Review of Current Literatures. Jurnal

kematian. Disisi lain, pengobatan pada pasien

Penyakit Dalam Indonesia. 2020;7(1):45-67.

COVID-19 masih berpusat pada gejala mengingat

7. Hussin A Rothan dan Siddappa N Byrareddy. The epidemiology and pathogenesis of coronavirus disease (COVID-19) outbreak.

belum adanya vaksin yang tersedia, namun se-

Journal of Autoimmunity. 2020;109(102433).

belum COVID-19 dunia juga pernah mengalami

8. Tao Zhang, Qunfu Wu, dan Zhigang Zhang. Probable Pangolin

epidemik seperi SARS 2002 dan MERS 2012, be-

Origin of SARS-CoV-2 Associated with the COVID-19 Outbreak. Current Biology. 2020;30:1346-1351.

lajar dari pengobatan pada epidemik SARS dan

9. Yuliana. Corona virus disease (Covid-19). Wellness And Healthy

MERS sebelumnya, konvalesen plasma menjadi

Magazine. 2020;2(1):187-192.

salah satu terapi potensial yang dapat digunakan

10. Ying Liu, Albert A. Gayle, Annelies Wilder-Smith, dan Joacim Rocklov. The reproductive number of COVID-19 is higher

untuk terapi pasien COVID-19. Dari penelitian

compared to SARS coronavirus. Journal of Travel Medicine. 2020.

didapatkan bahwa penggunaan konvalesen plas-

11. World Health Organization. Coronavirus disease (COVID-19)

ma menunjukan clinical outcome yang baik dari

Pandemic.

WHO.

2020.

Diakses

https://www.who.int/

emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019, Mei 2020.

pemeriksaan laboratorium maupun simptoms

12. Ali A Rabaan, Shamsah H Al-Ahmed, Shafiul Haque, Ranjit Sah,

pasien karena konvalesen plasma juga memper-

Ruchi Tiwari, Yashpal S Malik, Kuldeep Dhama, M Iqbal Yatoo, D

cepat viral clearance dan viral adherence pada host. Namun, penggunaan konvalesen plasma pada pasien COVID-19 diperlukan penelitian yang lebih lanjut, mengingat penelitian yang ada masih menggunakan partisipan dengan skala

Katterine Bonilla-Aldana, dan Alfonso J Rodriguez-Morales. SARSCoV-2, SARS-CoV, and MERS-CoV: a comparative overview. Le Infezioni in Medicina. 2020;2:174-184. 13. World Health Organization. Coronavirus disease 2019 (COVID-19) Situation Report – 73. WHO. 2020. 14. World Health Organization. Modes of transmission of virus

causing

COVID-19:

implications

for

IPC

precaution

recommendations: scientific brief. WHO. 2020.

kecil.

44

(COVID-19) Pandemic: Built Environment Considerations To

15. Pauline Vetter, Diem L Vu, Arnaud G L’Huillier, Manuel Schibler,

REFERENSI:

Laurent Kaiser, dan Frederique Jacquerioz. Clinical features of

1. Wiku Adisasmito. Pedoman Penanganan Cepat Medis dan

COVID-19. British Medical Journal. 2020;369(1470).

Kesehatan Masyarakat COVID-19 di Indonesia. Indonesia:

16. Safiya Richardson, Jamie S Hirsch, Mangala Narasimhan,

Kementerian Kesehatan Republik Indonesial. 2020.

James M Crawford, Thomas McGinn, Karina W Davidson, dan

2. World Health Organization. Naming the coronavirus disease

the Northwell COVID-19 Research Consortium. Presenting

(COVID-19) and the virus that causes it. WHO; 2020. Diakses

Characteristic, Comorbidities, and Outcomes Among 5700 Patients

https://www.who.int/health-topics/coronavirus#tab=tab_1,

Hospitalized With COVID-19 in the New York City Area. Journal of

Mei

2020.

American Medical Association. 2020.

3. Petrosillo N, Viceconte G, Ergonul O, Ippolito G, dan Petersen

17. Cascella M, Rajnik M, Cuomo A, et al. Features, Evaluation and

E. COVID-19, SARS and MERS: are they closely related. Clinical

Treatment Coronavirus (COVID-19). Treasure Island: StatPearls

Microbiology and Infection. 2020.

Publishing; 2020. 11-21 p.

4. Zhiqi Song, Yanfeng Xu, Linlin Bao, Ling Zhang, Pin Yu, Yajin

18. Mansour Tobaiqy, Mohammed Qashqary, Shrooq Al-Dahery,

Qu,Hua Zhu, Wenjie Zhao, Yunlin Han, dan Chuan Qin. From

Alaa Mujallad, Almonther A Hershan, Mohammad A Kamal, dan

SARS to MERS, Thrusting Coronaviruses into the Spotlight. Viruses.

Nawal Helmi. Therapeutic Management of COVID-19 Patients: A

2020;11(59).

systematic review. Infection Prevention in Practice. 2020.

5. Leslie Dietz, Patrick F. Horve, David A. Coli, Mark Fretz, Jonathan

19. Julio Torales, Marcelo O’Higgins, Joao M Castaldelli-Maia, dan

A. Eisen, dan Kevin V D Wymelenberg. 2019 Novel Coronavirus

Antonio Ventriglio. The outbreak of COVID-19 coronavirus and its


R-Ticles 6 Volume 1 impact on global mental health. International Journal of Social Psychiatry. 2020;00(0):1-4

Microbiology and Infection. 2004;10(7):676-678. 30. Kuo-Ming Yeh, Tzong-Shi Chieuh, LK Siu, Jung-Chung Lin, P

20. Peterson Ozili dan Thankom Arun. Spillover of COVID-19:

Chan, Ming-Yieh Peng, Hsiang-Lin Wan, Jenn-Han Chen, Bor-

impact on the Global Economy. SSRN Electronic Journal. 2020.

Shen Hu, Cherng-Lih Perng, Jang-Jih Lu, dan Feng-Yee Chang.

21. Maria Nicola, Zaid Alsafi, Catrin Sohrabi, Ahmed Kerwan, Ahmed Al-Jabir, Christos Losifidis, Maliha Agha, dan Riaz Agha. The Socio-Economic Implications of the Coronavirus and COVID-19 Pandemic: A Review. International Journal of Surgery. 2020. 22. Qian Liu, Dan Luo, Joan E Haase, Qiaohong Guo, Xiao Q Wang, Shuo Liu, Lin Xia, Zhongchun Liu, Jiong Yang, dan Bing

Experience of using convalescent plasma for severe acute respiratory syndrome among healthcare workers in a Taiwan Hospital. Journal of Antimicrobial Chemotherapy. 2005;56:919922. 31. Sabeena Mustafa, Hanan Balkhy, Musa NG. Current treatment options and the role of peptides as potential therapeutic components for Middle East Respiratory Syndrome (MERS): A review. Journal of Infection and Public Health. 2018;11:9-17.

X Yang. The experience of health-care providers during the COVID-19 crisis in China: a qualitative study. The Lancet Global

32. Hisham Momattin, Khurram Mohammed, Alimuddin Zumla,

Health. 2020

Ziad A Memish, Jaffar A Al-Tawfiq. Therapeutic Options for Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV) –

23. Yaxun Qin, Xiang Xue, dan Shuaijun Zhu. Death from Covid-19

possible lessons from a systematic review of SARS-CoV therapy.

of 23 Health Care Workers in China. The New England Journal of

International Journal of Infectious Disease. 2013;17:792-798.

Medicine. 2020.

33. Marano G, Vaglio S, Pupella S, et al. Convalescent plasma:

24. John Mair-Jenkins, Maria Saavedra-Campos, J Kenneth Baillie,

new evidence for an old therapeutic tool. Blood Transfusion –

Paul Cleary, Fu-Meng Khaw, Wei S Lim, Sophia Makki, Kevin D

Transfusione del Sangue. 2015;14(2):152-157.

Rooney, dan Charles R Beck. The Effectiveness of Convalescent Plasma and Hyperimmune Immunoglobulin for the Treatment of Severe Acute Respiratory Infections of Viral Etiology: A Systematic Review and Exploratory Meta-analysis. The Journal of Infectious Diseases. 2015;211(1):80-90. 25. Yaseen M Arabi, Ali H Hajeer, Thomas Luke, Kanakatte Raviprakash, Hanan Balkhy, Sameera Johani, Abdulaziz AlDawood, Saad Al-Qahtani, Awad Al-Omari, Fahad Al-Hameed, Frederick G Hayden, Robert Fowler, Abderrezak Bouchama,

34. Sang HM, Ju CW, Young CH, Fong LS, Chin WM, Juali Di, Ta LY, Lung LC, Chwen CS, Liang CC, Chuen CK, Min CJ, Jen SI, dan Yuan YJ. Neutralizing Antibody Response and SARS Severity. Emerging Infectious Diseases. 2005;11(11):1730-1737. 35. Casadevall Arturo, Dadachova Ekaterina, dan Pirofski Liiseanne. Passive antibody therapy for Infectious Diseases. Nature Reviews Microbiology. 2004; 2:695-703.

Nahoko Shindo, Khalid Al-Khairy, Gail Carson, Ysri Taha, Musharaf

36. Zhou G, Zhao Qi. Perspective on therapheutic neutralizing

Sadat, dan Mashail Alahmadi. Feasibility of Using Convalescent

antibodies against the Novel Coronavirus SARS-CoV2. International

Plasma Immunotherapy for MERS-CoV Infection, Saudi Arabia.

Journal of Biological Sciences. 2020;16(1):1718-1723.

Emerging Infectious Diseases. 2016;22(9):1554-1561.

37. Shen Chenguang, Zhaoqin Wang, Fang Zhao, Yang Yang, Jinxiu Li, Jing Yuan, Fuxiang Wang, Delin Li, Minghui Yang, Li

26. Jie Cui, Fang Li, dan Zheng-Li Shi. Origin and evolution

Xing, Jinli Wei, Haixia Xiao, Yan Yang, Jiuxin Qu, Ling Qing, Li

of pathogenic coronaviruses. Nature Reviews Microbiology.

Chen, Zhixiang Xu, Ling Peng, Yanjie Li, Haixia Zheng, Feng Chen,

2019;17:181-192.

Kun Huang, Yujing Jiang, Dongjing Liu, Zheng Zhang, Yingxia Liu,

27. Ahmad Sharif-Yakan dan Souha S Kanj. Emergence of MERSCoV in the Middle East: Origins, Transmission, Treatment, and Perspectives. PLoS Pathology. 2014;10(12):e1004457. 28. Y Cheng, R Wong, YOY Soo, WS Wong, CK Lee, MHL Ng, P Chan, KC Wong, CB Leung, dan G Cheng. Use of convalescent plasma therapy in SARS patients in Hongkong. Eur J Clin Microbiol Infect Dis. 2005;24:44-46. 29. YOY Soo, Y Cheng, R Wong, DS Hui, CK Lee, KKS Tsang,

dan Lei Liu. Treatment of 4 Critically Ill Patients With COVID-19 With Convalescent Plasma. JAMA. 2020;323(16):1583-1589. 38. Jain A, Sanjeev P, Richa S, Anshu P, Sonu S, dan Satinder G. Sequential organ failure assessment scoring and prediction of patient’s outcome in Intensive Care Unit of a tertiary care hospital. J Anaesthesiol Clin Pharmacol. 2016;32(3):364-368. 39. Feiner JR dan Weiskopf RB. Evaluating Pulmonary Function: An Assessment of PaO2/FIO2. Crit Care Med. 2017;45(1):40-48.

MHL Ng, P Chan, G Cheng, dan JJY Sung. Retrospective

40. Juan JGP, Natasa H, Zhaxybay Z, dan Ainur A. Fever as an

comparison of convalescent plasma with continuing high-

important resource for infectious diseases research. Intractable

dose methylprednisolone treatment in SARS patients. Clinical

Rare Dis Res. 2016;5(2):97-102.

45


R-Ticles 6 Volume 1 41. Charles DM, Ian AW, dan Andrew BW. Antibody responses to viral infections: a structural perspective across three different enveloped viruses. Nat Microbiol. 2019;4(5):734-747. 42. Ye M, Fu D, Wang F, Wang D, Zhang F, Xia X, dan Tengfeng Lv. Treatment with convalescent plasma for COVID-19 patients in Wuhan, China. Journal Of Medical Virology. 2020. 43. Manuel R, Yhojan R, Diana MM, Yeny AA, Bernardo C, Juan EG, Adriana RV, Caroline RS, Juan CDC, Ruben M, Ruben DM, Yehuda S, dan Juan-Manuel A. Convalescent plasma in Covid-19: Possible mechanisms of action. Autoimmunity Reviews. 2020:102554.

46


R-Ticles 6 Volume 1

BEST ARTICLE OF THE VOLUME

47


R-Ticles 6 Volume 1

ESSAY

Muhammad Mikail Athif Muhammad Afif Naufal (AMSA-UNIVERSITAS INDONESIA)

Potensi Pengarsipan siRNA Penarget Sekuen Terkonservasi Agen Infeksius Etiologi Pandemi Penyakit Respirasi sebagai Langkah Preventif dan Kuratif: Sebuah Prespektif Dalam Kasus SARS-CoV 1 dan 2 Pandemi

2019

vaksin dikarenakan oleh laju mutasi yang tinggi.

(COVID-19) merupakan sebuah insiden yang

Maka dari itu, diperlukan adanya tinjauan lanjut

menggambarkan

ketanggapan

mengenai alternatif dari vaksin dan pendekatan

dunia saat ini terhadap emergensi kesehatan.

farmakologis lainnya terhadap COVID-19 yang

Pada saat artikel ini dibuat, jumlah kasus

dapat bermutasi dengan sangat cepat ini.1,3

Coronavirus

Disease

mengenai

COVID-19 di Dunia mencapai 108 juta orang dan mengakibatkan 2,3 juta kematian Indonesia tidak luput dari maraknya pertumbuhan kasus COVID-19, dengan jumlah yang telah melampaui 1 juta orang.1,2

48

Salah satu modalitas terhadap urgensi yang dibawakan sebelumnya adalah dengan memanfaatkan

Post-Transcriptional

Gene

Silencing (PTGS) atau teknologi peredaman gen. Peredaman gen merupakan mekanisme alami

Ditinjau dari aspek virologis, COVID-19

pada makhluk hidup dalam bentuk penekanan

merupakan penyakit sistem respiratori yang

ekspresi

disebabkan oleh Severe Acute Respiratory

RNA intereference (RNAi). Disebabkan oleh

Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Virus

sifatnya yang komplementer, RNAi mempunyai

tersebut masuk ke famili Coronaviridae dan

spesifitas yang tinggi dalam meredam gen

homolog dengan coronavirus lainnya seperti

yang ditargetkannya. Banyak studi yang telah

Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus

dilakukan terhadap PTSG disebabkan oleh

(SARS-CoV)

Respiratory

spesifisitas dalam menargetkan messenger RNA

Syndrome Coronavirus (MERS-CoV). Beberapa

(mRNA) untuk menekan tingkat transkripsi dan

intervensi yang bertujuan untuk meminimalisasi

juga kemudahan untuk mensintesisnya secara

penyebaran COVID-19 berupa isolasi sosial

in vitro. Salah satu bentuk PTSG memanfaatkan

terbukti berhasil menahan progresi dari COVID-19

oligonukleotida dari RNA yang disebut small

secara signifikan. Namun, kebijakan tersebut

interfering RNA (siRNA). siRNA ini ditujukan

menimbulkan dampak yang lebih substansial

untuk meredam ekspresi yang diinduksi oleh

terhadap sektor lainnya. Selain itu, kekhawatiran

materi genetik virus, dan dapat ditujukan

yang dibawakan oleh Zhang dan Lu, menyatakan

untuk kasus virus dengan famili sama karena

bahwa

yang

menargetkan sekuen genetik yang terkonservasi

merupakan positive-sense single-stranded RNA

dalam famili tersebut. Namun, dibutuhkan lebih

(ssRNA) akan berpengaruh terhadap efikasi dari

banyak kajian mengenai strategi tanggap wabah.

dan

materi

Middle

genomik

East

SARS-CoV-2

gen

menggunakan

mekanisme


R-Ticles 6 Volume 1 Oleh sebab itu, dalam esai ini, tim penulis akan

(melalui represi mRNA) (Gavrilov and Saltzman,

mambahas mengenai potensi dan limitasi yang

2020). Lebih lagi, mRNA yang dimaksud tidak

dimiliki oleh terapi siRNA terhadap SARS-CoV-2

hanya terbatas dengan mRNA yang ada secara

sebagai salah satu pandemic dan aplikasinya di

endogen pada sel tersebut, tetapi RISC juga dapat

masa yang akan datang.

mendeteksi RNA pada patogen apabila siRNA

4,5

yang diintroduksi mempunyai sekuens gens Potensi siRNA Sebagai Agen Teraputik Penyakit

yang komplementer dengan RNA target. Maka, RNA patogen akan mengalami mekanisme

RNA interference (RNAi) atau dikenal

yang sama dimana AGO2 akan memotong dan

juga dengan Post-Transcriptional Gene Silencing

mendegradasi RNA secara spesifik, merepresi

(PTSG) merupakan mekanisme regulasi ekspresi

ekspresinya.6

gen yang bersifat endogenik yang mempunyai potensi untuk memadamkan sekuens gen secara spesifik. Salah satu mekanisme dari RNAi adalah menggunakan noncoding RNAs (ncRNA) yang dikenal dengan small interfering RNAs (siRNA) yang dimuatkan dalam RNAinduced Silencing Complex (RISC). Di mamalia, siRNA diproduksi secara proses endonukleotik oleh enzim ribonuclease dicer yang diintroduksi secara eksogenik dari double-stranded RNA (dsRNA).

Dicer

merupakan

endonukelase

yang tergolong dalam RNase III yang berfungsi sebagai “molecular ruler” atau penggaris untuk mengukur dan memproduksi RNA duplex yang

Gambaran

Umum

Mengenai

Genom

COVID-19 COVID-19 merupakan penyakit respiratori dengan laju penyebaran cepat yang disebabkan oleh virus SARS-CoV 2 (Uludag et al). Ditinjau dari strukturnya, SARS-CoV-2 merupakan virus dengan envelope dengan genome positive-sense single strand RNA (ssRNA) yang berukuran 29.903 kbp, salah satu genome virus RNA terbesar yang terdiri dari empat belas Open Reading Frames (ORFs) yang akan mengkode 27 protein

akan dimuat ke dalam protein Argonaute (AGO2)

structural dan nonstruktural. Pada bagian 5’ dari

yang merupakan protein utama dalam RISC.

genom RNA terdapat 2 ORFs terbesar iaitu ORF1a

AGO2 nantinya akan menyeleksi guide strand

dan ORF1b yang nantinya akan ditranslasikan

dari siRNA dan mengeluarkan passanger strand

menjadi single large poly-protein oleh ribosom

dengan cara memotongnya. Selagi berikatan

(Ghosh, Firdous, and Nath, 2020). Spesifiknya,

dengan AGO2, guide strand dari siRNA akan

genom tersebut mengodekan beberapa protein

mengikat secara komplementer dengan mRNA

struktural seperti envelope (E), matrix (M),

target dan memotong mRNA tersebut.

nukleokapsid (N), dan spike (S) yang berfungsi

4,6

Namun,

disamping

mekanismenya,

untuk memproteksi virus secara struktural.

siRNA

Selain itu, genom SARS-CoV-2 juga mengkoding

terletak pada pada kemampuannya untuk

enam belas protein non-strukutral diantaranya

dimanipulasi secara artifisial dengan tujuan

adalah RNA dependent RNA Polymerase (RdRp)

untuk memadamkan ekspresi gen tertentu

dan helikase (nsp13).8

potensi

dan

ketertarikan

terhadap

49


R-Ticles 6 Volume 1 dapat dijadikan sebagai target RNAi. Lebih lagi,

Potensi penggunaan siRNA pada COVID-19 Seperti

yang

dijelaskan

sebelumnya,

efektivitas peredaman gen menggunakan siRNA, sangat dipengaruhi oleh sekuen yang komplemen antara target dan siRNA tersebut. Berdasarkan targetnya, mekanisme RNAi terhadap COVID-19

menunjukkan potensi untuk penggunaan siRNA conserved genes berulang apabila conserved genes pada CoV yang baru ditemukan sama secara genomik.9

dapat dibagi menjadi dua target utama: gen-

Beberapa potensi target siRNA pada

gen yang esensial yang mengode protein yang

CoV adalah pada gen yang bertanggung jawab

berfungsi dalam replikasi virus dan faktor-faktor

untuk ekspresi protein struktural (E, S, M, dan

yang dimiliki oleh host yang berhubungan dengan

N), lebih spesifiknya pada protein S. Protein S

entry atau trafficking dari SARS-CoV-2. Faktor-

pada SARS-CoV-2 dikenal dengan S-glikoprotein

faktor tersebut dapat berupa endolytic pathway

yang berperan dalam pengiktan virus terhadap

dan juga proses autofagi yang memediasi

reseptor

masuknya dan replikasi CoV. Berhubungan juga

(RBD) dari S-glikoprotein yang berinteraksi

dengan CoV secara umum, mayoritas strategi

langsung

teraputik

dari

CoV

menargetkan

endolytic

pathway, lebih spesifiknya pada non-lipidated light-chain 3 (LC3) yang berfungsi pada proses autofagi. Dalam penelitian in vivo menggunakan Mouse Hepatitis Virus (MHV) yang merupakan prototipe CoV, MHV cenderung untuk melakukan pembajakan LC3 dan dengan menginhibisi translasi protein tersebut, maka proses replikasi dari MHV terhenti. Selain pada endolytic pathway, ACE2 receptor yang merupakan target dari spike protein SARS-CoV dan SARS-CoV-2 juga dapat dijadikan target. Namun, perlu diperhatikan juga bahwa dampak inhibitor ACE2 mempunyai potensi

untuk

menimbulkan

resiko

untuk

meningkatkan internalisasi dari CoV. Oleh sebab itu, siRNA yang dibuat lebih baik ditargetkan terhadap CoV secara spesifik dan langsung.7 Menurut studi Ghosh et al, genom SARSCoV homolog 79.6% dengan genom SARSCoV-2. Oleh sebab itu, terbuka kemungkinan adanya conserved genes atau bagian genom yang mempunyai kemungkinan kecil untuk berubah dalam turunan CoV selanjutnya yang

50

kemiripan yang dimilki oleh kedua strain tersebut

ACE2.

Receptor

dengan

Binding

domain

Domain

peptidase

dari

reseptor ACE2. S-glikoprotein yang mempunyai 10

struktur yang serupa dengan S-protein pada SARS-CoV mempunyai delapan asam amino yang

terkonservasi

apabila

dibandingkan,

sehingga berpotensi sebagai target untuk siRNA terapeutik. Dengan menggunakan RNAi untuk memadamkan gen yang mengode untuk protein S, maka hal tersebut akan mengganggu replikasi dan rekonstruksi virus sehingga mengurangi infektivitas.7 Selain dari protein S, gen yang mengkode untuk protein E dan M juga merupakan bagian yang sangat terkonservasi disebabkan peranannya untuk membuat viral coat dari CoV. Dalam perbandingan 68 sampel genome dari SARS-CoV-2, ditemukannya 42 mutasi missense pada bagian genome yang koding untuk protein struktural dan non-struktural utama selain domain genome yang mengodekan protein E. Hal ini disebabkan oleh peranan protein E pada aktivitas kanal ion yang mempengaruhi patogenesis dari infeksi CoV.7 Analisis berbasis komputer yang dilaksa-


R-Ticles 6 Volume 1 nakan oleh Chen et al terhadap siRNA SARS-

(Tabel 2.) Selain dengan membandingkan

CoV-2 mendukung lebih lanjut klaim bahwa

dengan genom SARS-CoV-2 lainnya, Chen et al

terdapat sekuen yang terkonservasi pada genom

(2020) juga menggunakan skema VirusSi untuk

SARS-CoV-2. Pada analisis tersebut, Chen et

menentukan siRNA yang dapat digunakan untuk

al menggunakan SARS-CoV-2 dan informasi

epidemi selanjutnya apabila disebabkan oleh

mengenai mutasi dari database 2019nCoVR.

CoV dan turunannya yang ditunjukan dengan

Analisis menggunakan program RNA struktur

(Gambar 3.).1,11

versi 4.5 menghasilkan sembilan siRNA yang berpotensi untuk memadamkan bagian genom dari SARS-CoV-2 yang dapat dilihat di (Tabel 1). Beberapa contoh siRNA seperti sekuens UUCACUACUUUCUGUUUUGCU

berasal

dari

bagian ORF1ab yang sangat terkonservasi menurut Ghosh et al. Studi Uludag et al juga melaporkan, terdapat sekuens UUAAAAUAUAAUGAAAAUGGA yang apabila distranslasikan menjadi protein S yang juga sangat terkonservasi. Analisis ini juga didukung dengan studi in vitro oleh Zhang et al. yang menunjukkan penurunan titer SARS-CoV-2 dengan intervensi siRNA (Gambar 1.).7,11,12 Model teoritis penggunaan siRNA dari CoV sebelumnya sebagai respons cepat terhadap CoV di masa depan juga telah didalami oleh Zhang and Lu. Selain dari pembuatan model siRNA secara in silico, Zhang and Lu juga menawarkan sebuah skema bernama VirusSi (Gambar 3.) yang merupakan alur komputasi yang dapat menghasilkan output berupa desain siRNA yang efisien untuk menargetkan strain berbedabeda dari sebuah virus atau mendesain siRNA yang dapat digunakan terhadap strain virus di masa yang akan datang berdasarkan dengan sekuens yang sudah ada. Dibandingkan dengan

Dengan menggunakan data 760 CoV yang bukan SARS-CoV-2 dengan 192 strain SARSCoV-2, ViruSi menghasilkan sampai 100 siRNA potensial dengan 30 siRNA terbaik ditunjukkan pada (Gambar 4 bagian A.). Banyaknya siRNA menunjukkan bahwa strain CoV yang berbeda-beda mempunyai homolog pada gen terkonservasi yang dapat ditargetkan oleh siRNA yang sama. Selain itu, perlu diperhatikan juga di (Gambar 4 bagian B.), diantara 16 siRNA terbaik, terdapat 3 siRNA yang menargetkan majoritas

dari

strain

SARS-CoV-2.

Maka,

dapat disimpulkan bahwa dengan sekuens CoV sebelumnya, beberapa siRNA potensial sudah dapat dibuat terlebih dahulu yang dapat meredam gen yang sangat terkonservasi pada SARS-CoV-2. Oleh karena itu, terdapat sebuah potensi untuk mengarsipkan siRNA yang telah dibuat, ditujukan untuk menargetkan RNA terkonservasi famili virus sebagai langkah pencegahan wabah dan dilakukan penelitian eksploratif untuk mengungkap efektivitasnya sebagai bentuk preventif karena dapat dijadikan agen terapeutik yang instan, namun efektif (Gambar 3.).11

studi Chen et al, Zhang and Lu menggunakan

Selain efektivitas, sebuah fitur yang

database GISAID dengan 15.920 genom SARS-

dapat ditonjolkan dari penggunaan teknologi

CoV-2. Oleh karena sampel genom yang lebih

PTGS

luas, siRNA yang ditemukan mencapai 4.432

Kaur et al melaporkan peningkatan efisiensi

kandidat. Dari semua kandidat tersebut, diambil

produksi siRNA hingga 250 kali lipat dari metode

sepuluh siRNA terbaik yang dapat dilihat di

konventional. Perkembangan produksi siRNA

adalah

reproduktibilitas.

Studi

oleh

51


R-Ticles 6 Volume 1 yang semakin pesat menjanjikan kesiapsediaan

dapat dilakukan pada negara yang memiliki

siRNA ketika dibutuhkan, terlebih lagi, produksi

fasilitas

siRNA merupakan proses fermentasi, maka upscaling dalam jumlah industrial akan lebih efisien dalam segi sumber daya. Sehingga,

dan

teknologi

biomedikal

yang

memadai. Oleh karena itu, pilihan yang tersisa hanya menggunakan siRNA naked atau secara

memungkinkan produksi siRNA yang telah

langsung.14

diarsip secara massal dengan waktu yang cukup

Penggunaan siRNA langsung tanpa melakukan

singkat.13

modifikasi dilaporkan memiliki efektivitas yang cukup tinggi dengan memberikan efek lokal

Rancangan Sistem Pengantaran siRNA pada Penyakit Infeksius Sistem Respiratori

pada beberapa organ tempat pengaplikasian, seperti mata, otak, jantung, dan kulit, namun pada penggunaan yang menargetkan paru

siRNA,

secara langsung, uptake seluler dari siRNA

harus dilakukan konsiderasi mengenai rute dari

dan kerentanan terhadap kerja enzim RNase

pemberian agen terapeutik ini. Target-target

yang terkandung didalam mukus memberikan

yang harus dicapai sistem pengantaran siRNA

limitasi dalam pengaplikasiannya.14,15 Walaupun

dengan target organ respirasi adalah lokalisasi

begitu, siRNA memiliki sifat dose-dependent

efek supresi, peningkatan uptake siRNA pada

dan penggunaan siRNA tidak termodifikasi

sel-sel pulmoner, melewati rintangan anatomis,

dalam

mukosiliaris,

diteliti sebelumnya pada uji klinis ALN-RSV01,

Setelah

mengetahui

dan

produksi

makrofag

alveolar,

dan

kasus

inhibisi

virus

sudah

pernah

menghindari siRNA dari efek aktivitas RNaseIII

sebuah

siRNA

yang relatif sangat terlihat pada jaringan paru.

Alnylam

Pharmaceuticals®

Selain itu, terdapat pula beberapa kriteria yang

infeksi Respiratory Syncytial Virus (RSV). Pada

dapat diterapkan pada vehikulum teknologi ini,

uji klinis tahap II ini, siRNA diberikan secara

yaitu bersifat relatif nontoksik, dapat dengan

intranasal sebanyak 150 mg, mengindikasikan

mudah

meningkatkan

bahwa penggunaan siRNA naked, walaupun

fisibilitas, tidak berintereferensi dengan proses

secara teoritik memiliki kekurangan, dapat

PTGS, dan yang pasti dapat diaerosolisasi sebagai

diatasi dengan penakaran dosis yang baik dan

salah satu bentuk administrasi farmakologis ke

menghasilkan efek yang bermakna secara klinis

paru.14

(Gambar 5.).16 Selain itu, untuk mencegah

diaplikasikan

Terdapat

untuk

beberapa

kandidat

sistem

pengantaran siRNA yang telah ditelusuri. Secara garis besar, preparasi sistem pengantaran siRNA

yang

dikembangkan ditujukan

oleh untuk

dan mengatasi efek lapisan mukosilia, dapat diberikan agen mukolitik sebelum dilakukan terapi.15

untuk paru terbagi menjadi berdasar peptida, berdasar polimer, dan berdasar lipid. Masingmasing memiliki kelebihan dan kekurangannya

Konsiderasi Aspek Biosafety

sendiri, namun penggunaan sistem pengantaran penggunaan siRNA dalam Terapi PTGS ini memiliki kekurangan besar, yaitu tidak

52

Penggunaan siRNA terapeutik tidak


R-Ticles 6 Volume 1 datang tanpa risiko. Walaupun pemberian

Selain itu, studi tersebut menunjukan urgensi

siRNA dibanding pemberian agen PTGS lainnya

untuk dilaksanakan pelaksanaan studi pilot

menghasilkan respons imun yang relatif lebih

yang baik dan benar, baik secara in vivo

terkendali, tetap akan terjadi semacam bentuk

maupun in vitro untuk menghindari efek yang

aktivasi sistem imun parsial yang terjadi seiring

tidak diinginkan pada saat penggunaan siRNA

dengan aktivasi sistem imun bawaan akibat

secara langsung.16 Terakhir, studi-studi yang

dipicu oleh oligoribonukleotida asing.5 Aktivasi

menelaah

dari sistem imun, terutama interferon pathway

ini

dapat memicu respons imun dan inflamasi

siRNA penarget regio terkonservasi yang telah

yang berpotensi memiliki efek destruktif, seperti kerusakan neuron.

17,18

respon

imun,

Selain resiko memicu

terdapat

pula

kemungkinan

bahwa akan terjadinya off-target silencing atau

juga

aspek

biosafety

memungkinkan

dari

modalitasi

pembuatan

arsip

terverifikasi keamanannya sebagai repurposed drugs dalam rangka mempersingkat waktu uji klinis siRNA yang relatif panjang.

supresi gen yang salah dan malah menyebabkan

Pandemi COVID-19, yang merupakan

kerugian pada pasien, seperti pada uji klinis

salah satu kejadian penyakit respirasi yang

revusiran (ALN-TTRsc), sebuah siRNA yang

memiliki infektivitas yang tinggi, merupakan

dikembangkan oleh Alnylam Pharmaceuticals®

insiden yang menguji kesiapan dan tanggapan

untuk mengatasi ATTR amiloidosis dengan

dunia terhadap sebuah emergensi kesehatan.

kardiomiopati. Pada uji klinis tersebut, didapati

Berbagai solusi seperti physical distancing,

bahwa terdapat peningkatan jumlah kasus

repurposed drugs, dan vaccine telah dicoba,

eksaserbasi neuropati perifer dan mortalitas pada

namun disebabkan oleh laju mutasi SARS-CoV-2

lengan perlakuan, menunjukan bahwa terdapat

yang cepat maka perlu adanya solusi yang lebih

kemungkinan bahwa terdapat kecacatan dalam

tahan lama. Metode RNAi menggunakan siRNA

produk ALN-TTRsc.

mempunyai potensi untuk menjadi jawaban

19

Dalam upaya meminimalisasi dan meningkatkan efikasi sistem supresi ekspresi oleh siRNA, dapat dilakukan pendesainan sekuen yang lebih

inert/menghindari

motif

yang

reaktif

TLR, menggunakan sistem pengantaran yang nontoksik dan efektif, dan konjugasi dengan

dikarenakan sifatnya yang spesifik dan dapat dibuat secara artifisial terhadap gen terkonversi dari genom SARS-CoV-2 yang tidak akan berubah dengan evolusi. Pengujian teoritis dengan membandingkan genom antara SARS-CoV-2 dan CoVs sebelumnya menghasilkan tiga kandidat

senyawa kimia, dan penggunaan siRNA yang

siRNA yang efektif dalam memadamkan genom

lokal, dalam konteks ini secara langsung melalui

SARS-CoV-2. Maka, dengan merujuk ke database

nebulisasi pada saluran napas, merupakan salah

genom CoV dan siRNA yang sudah dibuat,

satu metode dalam menghindari terjadinya

kedua hal tersebut dapat dijadikan sebagai

konsekuensi

terasosiasi

respons tanggap cepat terhadap wabah yang

respon imun dan off-target silencing.5 Penggunaan

apabila disebabkan oleh turunan CoV. Potensi

siRNA dengan metode yang telah dijabarkan

penggunaan siRNA juga diperbesar dengan

sebelumnya

kemajuan dalam produksi siRNA dalam skala

penggunaan

menunjukan

siRNA

keamanan

yang

baik dalam penyakit pada sistem pernapasan.

industrial.

53


R-Ticles 6 Volume 1 Dalam menerapkan siRNA ke dalam praktik klinis, perlu dilakukan konsiderasi mengenai rute administrasi dan asepek biosafety dari agen terapeutik ini. Administrasi siRNA, dalam prespektif penyakit infeksius sistem respirasi, dapat diberikan via nebulisasi intranasal siRNA tanpa modifikasi (naked siRNA). Administrasi dalam bentuk ini menunjukan efikasi dan keamanan yang adekuat, ditunjukan pada studi yang memuat efektivitas siRNA dalam represi replikasi RSV, menunjukan bahwa siRNA cocok dan merupakan salah satu agen terapeutik yang fisibel dalam penanggulangan wabah. Sebagai

penutup,

penulis

conserved genes seluruh virus dalam bentuk sebuah library yang memuat sekuen, siRNA komplementer, dan studi yang menguak aspek biosafety terhadap golongan virus tersebut bagi seluruh virus diketahui atau virus yang dianggap prioritas, sebagai sebuah langkah preventif terhadap agen infeksius virus. Dengan pembuatan library siRNA tersebut, diharapkan terwujudnya langkah preventif dan kuratif yang dapat dilakukan dengan cepat. Selain itu, kami juga menyarankan untuk dilakukannya lebih banyak lagi studi in vivo mengenai sistem teknologi

pendesainan

siRNA, dan prosedur produksi menghasilkan hasil yang lebih maksimal, meminimalisasi kekurangan,

dan

meningkatkan

3. Tabari P, Amini M, Moghadami M, Moosavi M. International Public Health Responses to COVID-19 Outbreak: A Rapid Review. Iran J Med Sci [internet]. 2020 [cited 2021 Jan 10];45(3):157169. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/ PMC7253494/ 4. Gavrilov K, Saltzman WM. Therapeutic siRNA: principles, challenges, and strategies. Yale J Biol Med [internet]. 2012 Jun [cited 2021 Jan 10]; 85(2):187-200. Available from: https://pubmed. ncbi.nlm.nih.gov/22737048/ 5. Lam JKW, Chow MYT, Zhang Y, Leung SWS. siRNA versus miRNA as therapeutics for gene silencing. Mol Ther Nucleic Acids [internet]. 2015 Sep 15 [cited 2021 Jan 10]; 4(9):e252. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4877448 / 6. Jayachandran B, Hussain M, Asgari S. RNA interference as a J Virol [internet]. 2012 [cited 2021 Jan 10];86(24):13729-13734.

prospek siRNA dan pengarsipan siRNA terhadap

siRNA,

10]. Available at: https://covid19.go.id/peta-sebaran

cellular defense mechanism against the DNA virus baculovirus.

merekomendasikan telaah lebih lanjut mengenai

administrasi

Indonesia: Satuan Tugas Penanganan COVID-19. [cited 2021 Jan

fisibilitas

sebagai salah satu terapi gen masa depan.

Available

from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/

PMC3503065/ 7. Uludag H, Parent K, Aliabadi HM, Haddadi A. Prospects for RNAi therapy of COVID-19. Front Bioeng Biotechnol [internet]. 2020 [cited 2021 Jan 10]; 8: 916. Available from: https://www.ncbi.nlm. nih.gov/pmc/articles/PMC7409875/ 8. Kaushal N, Gupta Y, Goyal M, Khaiboullina SF, Baranwal M, Verma SC. Mutational Frequencies of SARS-CoV-2 Genome during the Beginning Months of the Outbreak in USA. Pathogens [internet]. 2020 [cited 2021 Jan 10];9(7):565. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7400123/ 9. Ghosh S, Firdous SM, Nath A. siRNA could be a potential therapy for COVID-19. EXCLI J [internet]. 2020 [cited 2021 Jan 10]; 19: 528– 31. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/ PMC7214778/ 10. Johns Hopkins Center for Health Security. SARS-COV-2 Genetics [internet]. United Kingdom: Johns Hopkins Center for Health Security; 2020 [cited 2021 Jan 10]. Available from: https:// www.centerforhealthsecurity.org/resources/COVID-19/COVID-19fact-sheets/200128-nCoV-whitepaper.pdf 11. Chen W, Feng P, Liu K, Wu M, Lin H. Computational identification of small interfering RNA targets in SARS-CoV-2. Virol Sin. 2020 Jun; 35(3): 359–361. DOI: 10.1007/s12250-020-00221-6 12. Zhang Y, Li T, Fu, L, Yu C, Li Y, Xu X et al. Silencing SARS -CoV spike protein expression in cultured cells by RNA interference. FEBS Lett. 2004 Feb 27; 560(1-3): 141–146. DOI: 10.1016/S00145793(04)00087-0 13. Kaur G, Cheung H, Xu W, Wong JV, Chan FF, Li Y, et al. Milligram

REFERENSI 1. Zhang D, Lu J. In Silico Design of siRNAs Targeting Existing and

54

scale production of potent recombinant small interfering RNAs in Escherichia coli. Biotechnol Bioeng [internet]. 2018 Sep [2021 Jan

Future Respiratory Viruses with VirusSi. bioRxiv [internet]. 2020

10]; 115(9):2280-91. Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.

Aug 14 [cited 2021 Jan 10]. Available from: https://www.ncbi.nlm.

gov/29873060/

nih.gov/pmc/articles/PMC7430574/

14. Youngren-Ortiz S, Gandhi N, España-Serrano L, Chougule M.

2. Satuan Tugas Penanganan COVID-19. Peta Sebaran [online].

Aerosol Delivery of siRNA to the Lungs. Part 2: Nanocarrier-based


R-Ticles 6 Volume 1 Delivery Systems. KONA Powder and Particle Journal [internet] 2017 [cited 2021 Jan 10]; 34: 44–69. Available from: https://www.

CoV terhadap intervensi siRNA12

ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5381822/ 15. Pan M, Ni J, He H, Gao S, Duan X. New paradigms on siRNA local application. BMB Rep. 2015 Mar [cited 2021 Jan 10]; 48(3): 147–152. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/ articles/PMC4453025/ 16. DeVincenzo, J., Lambkin-Williams, R., Wilkinson, T., Cehelsky, J., Nochur, S., Walsh, E., Meyers, R., Gollob, J. and Vaishnaw, A., 2010. A randomized, double-blind, placebo-controlled study of an RNAi-based therapy directed against respiratory syncytial virus. Proceedings of the National Academy of Sciences, 107(19), pp.8800-8805. 17. Nallar SC, Kalvakolanu DV. Interferons, Signal Transduction Pathways, and the Central Nervous System. J Interferon Cytokine Res [internet]. 2014 Aug 1 [2021 Jan 10]; 34(8): 559–76. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4118707/ 18. Judge DP, Kristen AV, Grogan M, Maurer MS, Falk RH, Hanna M, et al. Phase 3 Multicenter Study of Revusiran in Patients with Hereditary Transthyretin-Mediated (hATTR) Amyloidosis with Cardiomyopathy (ENDEAVOUR). Cardiovasc Drugs Ther [internet]. 2020 Jun [cited 2021 Jan 10];34(3):357-370. Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32062791/

Gambar 2. Skema Virusi Yang Dicetuskan Oleh Zhang And Lu (2020) ViruSi Mempunyai Dua Mode, Mode A Dimana Skema Tersebut Digunakan Untuk Menemukan siRNAYang Sesuai Untuk Beberapa Strain Virus Yang Sama Dan Mode B Dimana Skema Digunakan Untuk Menemukan siRNA Yang Memiliki

Lampiran Tabel 1. Sekuens Sembilan siRNA Serta Lokasi Di SARS-Cov-2. Terdapat Single Nucleotide

Potensi Untuk Digunakan Pada Wabah Virus Kedepannya.1

Polymorphism (SNP) Pada Sekuens Pertama Dan Kedelapan Yang Membuat Kedua siRNA Kurang Efektif.11

Tabel 2. 10 siRNA Terbaik Yang Didapatkan Menggunakan Mode A Dari Virus Yaitu Dengan Membandingkan Genom Beberapa Strain SARSCoV-2.1

Gambar 1. Skema penurunan viral titer SARS-

55


R-Ticles 6 Volume 1 Gambar 3. Skema Penggunaan Pre-Designed siRNA Terhadap Epidemik Yang Disebabkan Oleh Virus Turunan CoV. Dapat Dilihat Dengan Seleksi Kandidat siRNA Yang Sesuai Dari PreDesign siRNA, Epidemik Dapat Ditekan Dan Kematian Dihindari.1

Gambar 4. (A) Sebanyak 30 siRNA Terbaik Yang Didapatkan Menggunakan Mode B Dari ViruSi Yaitu Dengan Membandingkan Genom Strain SARS-Cov-2 Dengan Genom Cov Lainnya. (B) Dapat Dilihat Bahwa Tiga siRNA Dari 16 Sirna Terbaik Yang Didapatkan Dari ViruSi Mode B Dapat Meredam Majoritas Dari Strain SARSCov-2.1

Gambar 5. Grafik Kaplan-Meyer Terbalik Penggunaan ALN-RSV01 (siRNA naked, unmodified) yang Diperuntukan Pada Pasien Terinokulasi RSV. Grafik Menunjukan Bahwa Penggunaan ALN-RSV01 Menunjukan Hasil yang Secara Klinis Signifikan.16

56


R-Ticles 6 Volume 1

SECTION 3 :

COPD


R-Ticles 6 Volume 1 Moses Orvin Reviano AMSA-UNIVERSITAS AIRLANGGA

A

PubliC POSTER

08.

ccording to WHO in 2016, Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) became the third leading cause of death in the world, and the fifth in high-income countries. As COPD doesn’t

have any cure, we want to share several available treatments to treat COPD

58

patients and enlighten their future.


R-Ticles 6 Volume 1 An Update of Characteristic, Diagnosis, and Management of Chronic Obstructive Pulmonary Disease in Association with Coronavirus Disease 2019: A Review Vinson Evan Thenardy Universitas Hasanuddin Research Team District 6 AMSA-Indonesia 2020/2021 PENDAHULUAN

METODE

Dari empat Penyakit Tidak Menular (PTM) utama yang menyebabkan 60% kematian di Indonesia, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) menempati salah satunya, di samping penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, dan kanker1. PPO) merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan gejala pernapasan dan hambatan aliran udara yang bersifat terusmenerus. Hal ini disebabkan akibat kelainan jalan napas maupun kantung-kantung alveoli yang terpapar oleh partikel atau gas berbahaya. Selain itu, PPOK juga dapat dipengaruhi oleh faktor pejamu yang berhubungan dengan kelainan dalam pengembangan paru penderita2. Terganggunya sistem pernapasan penderita PPOK memberikan manifestasi klinis yang lebih buruk di era pandemi COVID-19 saat ini. Penderita PPOK memiliki risiko terinfeksi virus SARS-CoV-2 sebesar 5 kali lipat daripada yang bukan penderita PPOK3. PPOK juga merupakan

Penyusunan review article ini menggunakan metode studi pustaka melalui pengumpulan literatur dalam kurun waktu lima tahun terakhir yang dipublikasikan dalam situs PubMed, NIH, dan jurnal valid lainnya. Pada review article ini digunakan pula pedoman internasional yang dikeluarkan oleh Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) dan pedoman nasional yang diterbitkan bersama oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN) bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Pengumpulan literatur dilakukan dengan memasukkan beberapa kata kunci, seperti “Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)”, “Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)”, serta “COPD and

salah satu penyakit penyerta atau komorbiditas yang sering ditemui pada penderita COVID-194.

COVID-19”.

TUJUAN Review article ini bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai karakteristik dan manajemen PPOK secara khusus di era pandemi COVID-19 menurut pedoman terbaru yang ditetapkan di dunia dan Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN Apakah terdapat hubungan antara PPOK dan COVID-19? Secara tidak langsung, PPOK dapat meningkatkan keparahan penderitanya untuk terinfeksi virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19. Faktor utama pemicu PPOK adalah kebiasaan merokok2. Merokok dapat merusak fungsi lapisan endotel

59


R-Ticles 6 Volume 1 dan meningkatkan proses inflamasi pada sistem jantung-paru5. Selain itu, merokok dapat meningkatkan ekspresi gen ACE-2 (angiotensinconverting enzyme 2) pada saluran napas penderita PPOK. Peningkatan ekspresi ACE2 yang merupakan jalan masuk atau reseptor utama virus SARS-CoV-2 dapat meningkatkan kemungkinan seseorang menderita penyakit COVID-196. Oleh karena itu, anjuran untuk berhenti merokok sangat perlu diperhatikan oleh penderita PPOK, terutama di masa pandemi untuk mencegah perburukan derajat keparahan penyakit7.

penyakit penyerta atau komorbiditas yang paling banyak dijumpai pada penderita COVID-19, setelah hipertensi, diabetes, dan penyakit kardiovaskular8. PPOK sendiri awalnya dianggap lebih banyak menyerang laki-laki dibanding perempuan oleh karena aktivitas merokok yang lebih sering dijumpai pada laki-laki. Seiring berjalannya waktu, prevalensi PPOK mulai meningkat di kalangan perempuan akibat aktivitas merokok yang mulai meluas, perbedaan anatomis hingga pengaruh hormonal9. Dalam sebuah penelitian, ditemukan peningkatan ekspresi gen CELSR1 yang mengatur perkembangan awal paru-paru pada perempuan. Gen ini diduga berperan dalam meningkatkan kerentanan perempuan terkena PPOK10. Namun, di masa pandemi ini, COVID-19 dengan penyakit komorbiditas, termasuk PPOK, lebih sering menyerang lakilaki. Hal ini diakibatkan oleh tingginya kadar ACE-2 yang bersirkulasi pada laki-laki, serta diduga berhubungan pula dengan perbedaan hormon seks. Faktanya, infeksi pernapasan yang melanda dunia sebelum COVID-19, seperti SARS dan MERS, juga lebih banyak menginfeksi lakilaki daripada perempuan5,11. Salah satu manifestasi klinis yang dijumpai pada penderita COVID-19 adalah kelelahan (fatigue).

Gambar 1. Tingkat ekspresi ACE-2 pada penderita PPOK dan bukan penderita PPOK, serta pada bukan perokok, bekas perokok, dan perokok saat ini6. Bagaimana

epidemiologi

dan

karakteristik yang ditemui pada pasien PPOK di era pandemi COVID-19? Di Indonesia, PPOK merupakan salah satu

60

Perburukan gejala ini dapat terjadi jika penderita juga mengalami PPOK, seperti nyeri otot dan sesak napas, akibat kebutuhan energi yang tidak terpenuhi12.

Bagaimana metode diagnosis dan tatalaksana PPOK terbaru menurut pedoman internasional dan nasional, khususnya selama masa pandemi COVID-19?


R-Ticles 6 Volume 1 Menurut pedoman internasional GOLD, penggunaan spirometri sebagai salah satu metode diagnosis PPOK sebaiknya dihindari untuk mencegah transmisi virus SARS-CoV-2 saat pemeriksaan. Walau tidak seefektif spirometri, pengukuran arus puncak ekspirasi (peak expiratory flow) di rumah dan pengisian kuesioner dapat dilakukan untuk mengarahkan kemungkinan diagnosis PPOK. Uji diagnostik lain dengan menggunakan bronkoskopi dapat dilakukan setelah penderita tidak terkonfirmasi COVID-19. Pemakaian masker dan pelindung wajah (face shield) tetap menjadi sarana untuk melindungi penderita PPOK dari kemungkinan tertular virus. Dalam hal ini, dapat dipertimbangkan untuk pemakaian masker yang tidak terlalu ketat, namun tetap aman, agar penderita PPOK tidak mengalami gejala sesak napas. Selama pandemi, penderita PPOK dianjurkan untuk “dirumahkan” (shielding) sambil tetap beraktivitas semaksimal mungkin. Sementara itu, pengobatan dengan kortikosteroid inhalasi maupun sistemik masih menjadi kontroversi dalam menangani penderita PPOK di era pandemi. GOLD menyarankan pemberian farmakologis oral maupun inhalasi tetap diberikan pada penderita PPOK sesuai keadaannya. Terapi dengan menggunakan nebulizer sebaiknya dialihkan menggunakan pressurized metered-dose inhalers (pMDIs), dry powder inhalers (DPIs), ataupun soft mist inhalers (SMI), untuk mengurangi penularan droplet dari penderita. Jika tidak memungkinkan untuk diganti, terapi nebulizer dapat dilakukan di ruangan yang bersirkulasi baik atau di dekat jendela terbuka. Pengobatan COVID-19 untuk penderita yang

memiliki penyakit komorbiditas PPOK diberikan sesuai pedoman yang berlaku, sejauh tidak ditemukannya interaksi obat antara manajemen PPOK dan COVID-192. Berdasarkan pedoman nasional yang diterbitkan PDPI, PERKI, PAPDI, PERDATIN, dan IDAI, dinyatakan bahwa penderita PPOK, baik yang terkonfirmasi maupun dicurigai COVID-19, dianjurkan untuk tetap mengonsumsi obat oral maupun inhalasi yang diberikan. Penggunaan kortikosteroid inhalasi dapat dipertimbangkan pada penderita PPOK yang memiliki kriteria sebagai berikut: - Memiliki riwayat rawat inap karena eksaserbasi PPOK. - Pernah mengalami ≥ 2 kali eksaserbasi dalam satu tahun. - Kadar eosinofil darah > 300 sel / ul. - Memiliki riwayat asma. Pedoman nasional ini juga menganjurkan pertimbangan penurunan dosis terapi kortikosteroid inhalasi hingga dosis standar. Sementara itu, pada penderita yang mengalami eksaserbasi dapat diberikan penatalaksanaan sesuai pedoman nasional yang telah disusun. Sangat penting bagi penderita PPOK untuk mendapat perhatian karena termasuk dalam kelompok berisiko terkena COVID-19, terutama pada penderita PPOK kriteria sebagai berikut:13. - Kelompok PPOK berat dengan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) < 50%. - Adanya riwayat eksaserbasi akut hingga dirawat di rumah sakit. - Memerlukan terapi oksigen jangka panjang (long term oxygen therapy). - Mengalami gejala sesak yang berat serta komorbiditas lainnya.

61


R-Ticles 6 Volume 1 KESIMPULAN Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan penyakit kronis yang perlu mendapat perhatian khusus selama pandemi COVID-19 ini. Dari sekian banyak penyakit komorbiditas yang dapat memperburuk progresivitas penderita COVID-19, PPOK menjadi salah satu di antaranya. Oleh karena itu, diharapkan karakteristik penderita PPOK yang juga terinfeksi COVID-19 dapat semakin teridentifikasi dengan jelas melalui metode diagnosis yang efektif dan efisien pada masa pandemi, sehingga pada akhirnya penderita COVID-19 yang memiliki komorbiditas PPOK dapat pulih dari infeksi virus SARS-CoV-2 serta mempertahankan kondisi jalan napas yang stabil dan terkontrol.

REFERENSI 1.

2.

3.

4.

5.

6.

62

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Strategi Pencegahan dan Pengendalian PTM di Indonesia - Direktorat P2PTM [Internet]. 2019 [cited 2021 Jan 10]. Available from: http://www.p2ptm.kemkes.go.id/ profil-p2ptm/latar-belakang/strategi-pencegahan-danpengendalian-ptm-di-indonesia Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease: 2021 Report. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease; 2020. 164 p. Lippi G, Henry BM. Chronic obstructive pulmonary disease is associated with severe coronavirus disease 2019 (COVID-19): COPD and COVID-19. Respir Med. 2020;167:105941. Available from: https://doi.org/10.1016/j. rmed.2020.105941 Bajgain KT, Badal S, Bajgain BB, Santana MJ. Prevalence of comorbidities among individuals with COVID-19: A rapid review of current literature. Am J Infect Control. 2020;49(2):238. Available from: https://doi.org/10.1016/j. ajic.2020.06.213 Krishnan A, Hamilton JP, Alqahtani SA, A.Woreta T. A narrative review of coronavirus disease 2019 (COVID-19): clinical, epidemiological characteristics, and systemic manifestations. Intern Emerg Med. 2021;1. Available from: https://doi.org/10.1007/s11739-020-02616-5 Leung JM, Yang CX, Tam A, Shaipanich T, Hackett TL, Singhera GK, et al. ACE-2 expression in the small airway

epithelia of smokers and COPD patients: Implications for COVID-19. Eur Respir J. 2020;55(5). Available from: https:// doi.org/10.1183/13993003.02108-2020]. 7. Alqahtani JS, Oyelade T, Aldhahir AM, Alghamdi SM, Almehmadi M, Alqahtani AS, et al. Prevalence, severity and mortality associated with COPD and smoking in patients with COVID-19: A rapid systematic review and meta-analysis. PLoS One. 2020;15(5). Available from: https://doi.org/10.1371/journal.pone.0233147 8. Karyono DR, Wicaksana AL. Current prevalence, characteristics, and comorbidities of patients with COVID-19 in Indonesia. J Community Empower Heal. 2020;3(2):77–84. Available from: https://doi.org/10.22146/ jcoemph.57325 9. Ntritsos G, Franek J, Belbasis L, Christou MA, Markozannes G, Altman P, et al. Gender-specific estimates of COPD prevalence: A systematic review and meta-analysis. Int J COPD. 2018;13:1507–14. Available from: https://doi. org/10.2147/COPD.S146390 10. Brandsma CA, Van den Berge M, Hackett TL, Brusselle G, Timens W. Recent advances in chronic obstructive pulmonary disease pathogenesis: from disease mechanisms to precision medicine. J Pathol. 2020;250(5):624–35. Available from: https://doi.org/10.1002/ path.5364 11. Parohan M, Yaghoubi S, Seraji A, Javanbakht MH, Sarraf P, Djalali M. Risk factors for mortality in patients with Coronavirus disease 2019 (COVID-19) infection: a systematic review and meta-analysis of observational studies. Aging Male. 2020; Available from: https://doi.org/10.1080/13685538.2020.177474 8 12. da Rosa Mesquita R, Francelino Silva Junior LC, Santos Santana FM, Farias de Oliveira T, Campos Alcântara R, Monteiro Arnozo G, et al. Clinical manifestations of COVID-19 in the general population: systematic review. Wien Klin Wochenschr. 2020; Available from: https://doi.org/10.1007/s00508-020-01760-4 13. Burhan E, Susanto AD, Nasution SA, Ginanjar E, Pitoyo W, Susilo A, et al. Pedoman Tatalaksana COVID-19. 3rd ed. Jakarta; 2020. 149 p.


R-Ticles 6 Volume 1

PUBLIC POSTER

P

POK merupakan penyakit

peradangan

paru

yang tidak reversibel dan bersifat progresif lambat. Di Indonesia sendiri, faktor resiko PPOK seperti merokok, polusi udara, dan bahkan faktor genetik cukup tinggi. Oleh sebab itu, hadirlah GINSENG sebagai bentuk intervensi penunjang terhadap gejala PPOK.

09.

Muhammad Mikail Athif Zhafir Asyura (AMSA-Universitas Indonesia)

63


R-Ticles 6 Volume 1 PAPARAN ASAP BIOMASSA SEBAGAI FAKTOR RISIKO PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK PADA NON PEROKOK Moses Orvin Reviano (AMSA-Universitas Airlangga) Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit inflamasi paru-paru kronis yang menyebabkan aliran udara dari paru-paru menjadi terhambat.1 Selain itu, penyakit ini ditandai dengan adanya gejala hambatan aliran udara yang persisten dan umumnya bersifat progresif, serta berhubungan dengan peningkatan respons inflamasi kronis saluran napas yang disebabkan oleh gas atau partikel iritan tertentu.2 Prevalensi PPOK di Indonesia adalah sebesar 3,7% dan angka kejadian penyakit ini meningkat dengan bertambahnya usia, serta lebih tinggi pada lakilaki (4,2%) daripada perempuan (3,3%).3 PPOK dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko, seperti: merokok, asap hasil pembakaran biomassa, asma kronis, infeksi saluran pernapasan sejak dini pada anak, risiko tempat kerja, dan riwayat penyakit tuberkulosis (TBC). Sebagian besar studi lebih fokus pada faktor risiko merokok karena merupakan faktor risiko PPOK yang terbesar, tetapi beberapa hasil data terpublikasi terbaru menemukan bahwa faktor risiko yang dimiliki non perokok juga menyumbang porsi yang signifikan pada total penderita PPOK.4–6 Salah satu faktor risiko yang juga signifikan, selain merokok, yakni: paparan asap hasil pembakaran biomassa.6 Artikel review ini bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap paparan asap hasil pembakaran biomassa sebagai salah satu faktor risiko penyebab penyakit paru obstruktif kronik. Biomassa adalah bahan organik terbarukan yang berasal dari tumbuhan dan hewan yang

64

bisa dibakar langsung atau diolah menjadi bahan bakar cair dan gas terbarukan melalui beberapa proses.7 Bahan bakar biomassa seperti kayu, arang, tanaman pangan, ranting, rumput kering, dan kotoran hewan banyak digunakan untuk memasak atau memanaskan di negaranegara berpenghasilan rendah untuk memenuhi kebutuhan energi.8 Secara global, bahan bakar biomassa digunakan oleh lebih dari tiga miliar orang. Alasan dibalik peristiwa ini adalah mayoritas pengguna menggunakan biomassa untuk memasak, memanaskan air, bahkan untuk memenuhi kebutuhan energi dasar.9 Meskipun bahan bakar biomassa digunakan dengan sangat bebas dalam skala global, sebenarnya ini adalah jenis pembakaran yang tidak sempurna. Selanjutnya, karena terjadi pembakaran yang tidak sempurna pada api terbuka atau kompor tradisional pengguna, maka peristiwa ini menghasilkan asap yang mengandung ratusan polutan, terutama: karbon monoksida, particulate matter (PM), nitrogen oksida, benzena, butadiene, formaldehida, hidrokarbon poliaromatik, dan senyawa lainnya yang dapat merusak kesehatan. Oleh karena itu, keluarga yang masih menggunakan teknik ini, terpaksa memilih antara memasak dengan bahan bakar padat atau tidak bisa memakan makanan telah dimasak.9 Salah satu jenis polutan yang dihasilkan asap hasil pembakaran biomassa, yaitu:


R-Ticles 6 Volume 1 particulate matter (PM) atau partikel kecil. PM merupakan campuran kompleks dari partikel yang sangat kecil dan tetesan cairan.10 PM dapat dibagi menjadi tiga berdasarkan ukurannya, yaitu: 1) partikel kasar atau course particle (>2,5 μm), 2) partikel halus atau fine particle (<2,5 μm), 3) partikel sangat halus atau ultrafine particle (<0,1 μm).11 Dampak yang disebabkan oleh partikel halus adalah menembusnya senyawa ini ke daerah alveolar paru-paru, sedangkan yang lebih berbahaya, partikel sangat halus atau UFP dapat menembus ke lapisan epitel, sehingga menempel pada dinding alveolus dan berinteraksi dengan sel-sel epitel.12

Akan tetapi, asap yang dihasilkan pembakaran biomassa, terutama saat dilakukan dalam ruangan, dapat melepaskan polutan dalam udara yang dapat memberikan dampak buruk pada kesehatan sistem pernapasan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa asap dari pembakaran biomassa merupakan salah satu faktor risiko terjadinya PPOK pada non perokok.

UFP dihipotesiskan dapat menyebabkan efek pada sistem pernapasan, yaitu: peningkatan radang paru, respon alergi, dan penurunan fungsi paru.13 Selain itu, sebuah penelitian telah menemukan bahwa ada hubungan linear antara total UFP dari asap pembakaran biomassa terhadap kerusakan paru, sehingga semakin besar jumlah UFP yang dipaparkan, maka semakin besar kerusakan paru yang teramati.14

3. Indonesia KKR. Riset kesehatan Dasar 2013. 2013.

Emfisema dan bronkitis kronis adalah dua kondisi paling umum yang berkontribusi pada PPOK. Bronkitis kronis adalah peradangan pada lapisan saluran bronkial yang membawa udara ke dan dari alveoli yang ditandai dengan gejala batuk dan produksi lendir atau dahak setiap hari. Sedangkan emfisema adalah suatu kondisi di mana alveoli di ujung saluran udara terkecil (bronkiolus) paru-paru hancur.1 Oleh karena itu, emfisema, yang disebabkan oleh PM dan variasinya, kemudian berkontribusi menjadi PPOK.

REFERENSI: 1. COPD - Symptoms and causes [Internet]. Mayo Clinic. [cited 2021 Feb 3]. Available from: https://www.mayoclinic.org/ diseases-conditions/copd/symptoms-causes/syc-20353679 2. Vestbo J, Hurd SS, Agustí AG, Jones PW, Vogelmeier C, Anzueto A, et al. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease: GOLD Executive Summary. Am J Respir Crit Care Med. 2013 Feb 15;187(4):347–65.

4. Mahmood T, Singh RK, Kant S, Shukla AD, Chandra A, Srivastava RK. Prevalence and etiological profile of chronic obstructive pulmonary disease in nonsmokers. Lung India Off Organ Indian Chest Soc. 2017;34(2):122–6. 5. Salvi SS, Barnes PJ. Chronic obstructive pulmonary disease in non-smokers. The Lancet. 2009 Aug 29;374(9691):733–43. 6. Zeng G, Sun B, Zhong N. Non-smoking-related chronic obstructive pulmonary disease: A neglected entity? Respirology. 2012;17(6):908–12. 7. Biomass explained - U.S. Energy Information Administration (EIA) [Internet]. [cited 2021 Feb 3]. Available from: https://www. eia.gov/energyexplained/biomass/ 8. Smith KR. Indoor air pollution in developing countries: recommendations for research†. Indoor Air. 2002;12(3):198–207. 9. World Health Organization, editor. Fuel for life: household energy and health. Geneva: World Health Organization; 2006. 42 p. 10. US EPA R 01. What is Particulate Matter? | Urban Environmental Program in New England [Internet]. [cited 2021 Feb 3]. Available from: https://www3.epa.gov/region1/eco/uep/particulatematter. html 11. Fierro M. Particulate Matter. 2000. 12. Oberdörster G. Pulmonary effects of inhaled ultrafine particles. Int Arch Occup Environ Health. 2000 Nov 1;74(1):1–8. 13. Perspectives3.pdf [Internet]. [cited 2021 Feb 3]. Available from: https://www.healtheffects.org/system/files/Perspectives3. pdf 14. Masruroh L, Juswono UP, Wardoyo AYP. PENGARUH EMISI PARTIKEL ULTRAFINE ASAP PEMBAKARAN BIOMASSA. :4.

Biomassa masih menjadi sumber bahan bakar atau sumber energi yang digunakan secara global terutama di negara berkembang.

65


R-Ticles 6 Volume 1

SECTION 5 :

TUBERCULOSIS


R-Ticles 6 Volume 1

ESSAY

Tuberculosis and Coronavirus Disease Natalie Gabriela Edravenia T. (AMSA-Universitas Sam Ratulangi)

proinflamatori, seperti IL-12 dan IL-18. Proses in-

TUBERKULOSIS yang

flamasi tersebut memicu monosit untuk datang

disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis

dan memfagositosis bakteri yang masih hidup.

yang utamanya menyerang paru-paru sehingga

Di dalam makrofag, bakteri menghambat per-

penyakit paru menjadi gejala yang paling

temuan antara fagosom dan lisosom sehingga

umum.

Namun, sebenarnya TB merupakan

makrofag hancur, sedangkan di sisi lain bakteri

penyakit multi-sistemik yang sering menyerang

tersebut bertumbuh. Terbentuklah TNF-α yang

sistem organ seperti sistem pernapasan, sistem

memicu respons hipersensitivitas tipe IV (de-

gastrointestinal,

kulit,

layed-type) yang akan menghancurkan makrofag

sistem saraf pusat, sistem muskuloskeletal,

beserta bakteri di dalamnya. Akibatnya, terben-

sistem reproduksi, dan hati.

tuk sentral nekrosis kaseosa yang dikelilingi oleh

Tuberkulosis

1

(TB)

adalah

sistem

penyakit

limforetikuler, 2,3

makrofag aktif, sel T, dan sel imun lainnya. Jika

a. Etiologi

respons imun tubuh baik, maka bakteri akan di-

Mycobacterium tuberculosis disebut sebagai

bunuh oleh sel T sebelum dapat bermultiplikasi

Basil Tahan Asam (BTA). M. tuberculosis mer-

dan menyebar. Sebaliknya, jika respons imun

upakan bakteri yang tidak menghasilkan spora,

tubuh buruk, maka bakteri dapat bermultiplikasi

nonmotil (tidak bergerak aktif), aerob obligat,

dan beberapa masuk ke dalam sistem limfatik

parasit intraseluler fakultatif, dan katalase nega-

dan sirkulasi menuju ke organ-organ lain, sep-

tif. Organisme ini tidak dapat diklasifikasikan se-

erti mata. Setelah sampai di mata, bakteri dapat

bagai bakteri gram positif atau gram negatif kare-

langsung menjadi aktif dan menimbulkan gejala

na reaksinya yang tidak baik dengan pewarnaan

klinis, tetapi juga dapat memasuki fase dorman

Gram. Bakteri ini memiliki beberapa keunikan

selama bertahun-tahun dan bisa menjadi aktif

dibandingkan dengan bakteri lain, seperti adan-

kapan saja.21

1

ya beberapa lipid di dinding sel termasuk asam mikolat, cord factor, dan Wax-D.4

c. Epidemiologi TB terjadi di setiap bagian dunia. Delapan negara

b. Patogenesis

penyumbang dua pertiga dari seluruh kasus baru

Droplet yang membawa Mycobacterium tubercu-

TB yaitu India, Indonesia, Tiongkok, Filipina, Pa-

losis masuk ke saluran pernapasan hingga sam-

kistan, Nigeria, Bangladesh dan Afrika Selatan.5

pai di alveolus. Di alveolus, terdapat makrofag

Setiap tahun, 10 juta orang terserang TB. Meski-

dan sel dendritik. Selanjutnya, bakteri tersebut

pun TB merupakan penyakit yang dapat dice-

difagosit oleh makrofag dan sel dendritik. Lalu,

gah dan disembuhkan, terdapat 1,5 juta orang

makrofag dan sel dendritik mengeluarkan sitokin

meninggal setiap tahunnya akibat TB, se

67


R-Ticles 6 Volume 1 hingga TB menjadi penyakit infeksius memati-

f. Faktor Risiko

kan di dunia. Sekitar seperempat populasi dun-

Secara biologis, faktor risiko yang mempen-

ia diperkirakan terinfeksi bakteri TB. Namun,

garuhi kemungkinan terinfeksi Mycobacterium

hanya 5-15% dari populasi tersebut yang akan

tuberculosis adalah usia, jenis kelamin, dan

menderita TB aktif. Sisanya mengalami infeksi

status gizi. Yang menjadi faktor sosial ekonomi

TB tetapi tidak sakit dan tidak dapat menularkan

yaitu pendidikan, kebiasaan merokok, dan kon-

penyakit.22

sumsi alkohol. Sedangkan, faktor lingkungannya adalah kepadatan hunian.8 Faktor risiko lainn-

d. Manifestasi Klinis

ya yaitu pernah terinfeksi TB sebelumnya serta

Penderita TB paru akan mengalami berbagai

kondisi defisiensi imunologis seperti infeksi HIV/

gangguan kesehatan, seperti batuk berdahak kro-

AIDS dan diabetes.9,10

nis, demam, berkeringat tanpa sebab di malam hari, sesak napas, nyeri dada, dan penurunan

g. Tata laksana

nafsu makan. Gangguan kesehatan tersebut

Untuk TB aktif, penderita harus mengonsumsi

dapat menurunkan produktivitas penderita bah-

antibiotik setidaknya selama enam hingga sem-

kan menyebabkan kematian. Pada penderita TB

bilan bulan. Jika menderita TB laten, penderita

paru juga sering dijumpai konjungtiva mata atau

bisa hanya perlu minum satu atau dua jenis obat

kulit pucat karena anemia, badan kurus, atau be-

TB. Untuk TB aktif, terutama jika merupakan je-

rat badan menurun.6

nis yang resistan terhadap obat, akan memerlu-

e. Diagnosis

umum digunakan untuk mengobati TB meliputi

Diagnosis TB bisa dilakukan dengan tes darah. Tes darah dapat digunakan untuk memastikan penderita mengidap tuberkulosis laten atau aktif. Tes ini menggunakan teknologi canggih untuk mengukur reaksi sistem kekebalan penderita terhadap bakteri TB. Tes darah mungkin berguna jika penderita berisiko tinggi terkena infeksi TB tetapi memiliki respons negatif terhadap tes kulit, atau jika penderita baru saja menerima vaksin Bacillus Calmette-Guerin (BCG). Jika hasil

kan beberapa obat sekaligus. Obat yang paling isoniazid, rifampisin (rifadin, rimactane), ethambutol (miambutol), dan pyrazinamide. Jika penderita mengidap TB yang resistan terhadap obat, kombinasi antibiotik, seperti amikacin atau kapreomisin (kapastat), umumnya digunakan selama 20 sampai 30 bulan. Beberapa obat dapat digunakan sebagai terapi tambahan untuk pengobatan kombinasi TB yang resistan terhadap obat saat ini, seperti bedaquiline (sirturo) dan linezolid (zyvox).7

tes kulit penderita positif, dokter bisa melakukan pemeriksaan rontgen toraks. Pemeriksaan terse-

CORONAVIRUS DISEASE

but akan menunjukkan bercak putih di paru-pa-

COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh

ru penderita, yang mungkin menunjukkan peru-

SARS-CoV-2. World Health Organization (WHO)

bahan di paru-paru penderita yang disebabkan

pertama kali mengetahui virus baru tersebut

oleh TB aktif. Jika rontgen toraks menunjukkan pada 31 Desember 2019, menyusul laporan kasus tanda-tanda TB, dokter bisa mengambil sampel ‘pneumonia virus’ di Wuhan, Republik Rakyat sputum.7

68

Cina.11


R-Ticles 6 Volume 1 a. Etiologi Corona virus (CoV) merupakan virus RNA untai positif dengan tampilan seperti mahkota di bawah mikroskop elektron. Sampai saat ini, tujuh Human CoV (HCoV) telah teridentifikasi. 1. HCoV yang umum: HCoV-OC43, dan HCoV-HKU1 (betaCoV); HCoV-229E, dan HCoV-NL63 (alphaCoV). CoV tersebut dapat menyebabkan flu biasa dan infeksi saluran pernapasan atas yang dapat sembuh dengan sendirinya pada individu yang imunokompeten. Pada orang dengan gangguan imunitas dan orang yang lebih tua, infeksi saluran pernapasan bagian bawah dapat terjadi. 2. HCoV lainnya: SARS-CoV, SARS-CoV-2, dan MERS-CoV (betaCoV). CoV tersebut menyebabkan epidemi dengan tingkat keparahan klinis yang bervariasi yang meliputi manifestasi pernapasan dan ekstra-pernapasan. Mengenai

Invasi virus ke sel paru-paru, miosit, dan sel endotel dari sistem vaskular menyebabkan perubahan inflamasi, seperti edema, degenerasi, dan perubahan nekrotik. Perubahan ini terutama terkait dengan sitokin proinflamasi, termasuk di dalamnya ada interleukin (IL)-6, IL-10 dan faktor nekrosis tumor-alfa (TNF-α), faktor stimulasi koloni granulosit (G-CSF), monocyte chemoattractant

protein-1

(MCP-1),

macro-

phage inflammatory protein-1 alpha (MIP1α), dan increased expression of programmed death (PD)-1, T-cell immunoglobulin and mucindomain containing-3 (TIM-3). Infeksi SARS-CoV-2 juga terbukti menyebabkan hipoksemia. Perubahan ini menyebabkan akumulasi radikal bebas, perubahan pH intraseluler, akumulasi asam laktat, perubahan elektrolit dan kerusakan sel lebih lanjut.19 c. Epidemiologi Berdasarkan data WHO, per 1 Februari 2021, terdapat 102.399.513 kasus COVID-19 yang ter-

SARS-CoV, MERS-CoV, tingkat kemati-

konfirmasi dengan 2.217.005 kematian akibat

annya masing-masing mencapai 10%

COVID-19. Lima negara dengan kasus COVID-19

dan 35%.

tertinggi di dunia yaitu Amerika Serikat, India,

Dengan demikian, SARS-CoV-2 tergolong ke dalam betaCoV. Bentuknya bulat atau elips dan seringkali pleomorfik, diameternya sekitar 60140 nm. Seperti CoV lainnya, virus ini sensitif terhadap sinar ultraviolet dan panas. Tampaknya, virus ini dapat terinaktivasi pada suhu sekitar 27°C. Sebaliknya, virus ini dapat bertahan pada suhu dingin bahkan di bawah 0°C. Virus ini dapat diinaktifkan secara efektif dengan pelarut lipid, seperti eter (75%), etanol, disinfektan yang mengandung klorin, asam peroksiasetat, dan kloroform, kecuali klorheksidin.12 b. Patogenesis

Brasil, Rusia, dan Britania Raya.20 d. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis pasien yang terinfeksi SARSCoV-2 berkisar dari gejala non-spesifik ringan hingga pneumonia berat dengan kerusakan fungsi organ. Gejala yang umum yaitu demam (77,4–98,6%), batuk (59,4–81,8%), kelelahan (38,1–69,6%),

dispnea

(3,2–55,0%),

myalgia

(11,1–34,8%), produksi sputum (28,2–56,5) %), dan sakit kepala (6,5-33,9%), sedangkan gejala sakit tenggorokan, rinorea, nyeri dada, hemoptisis, konjungtiva kongesti, diare, mual, dan muntah lebih jarang terjadi.13,14,15 Namun, suatu

69


R-Ticles 6 Volume 1 penelitian menunjukkan 39,6% dari 140 pasien

4. CT

COVID-19 yang terkonfirmasi memiliki gejala

High-resolution CT (HRCT) sangat sensitif dan

gastrointestinal.16

merupakan metode pilihan untuk mendiagnosis pneumonia COVID-19, bahkan pada tahap

e. Diagnosis

awal penyakit. Fitur yang paling sering terlihat

Diagnosis COVID-19 bisa dilakukan dengan mo-

adalah area ‘ground-glass’ multifokal bilateral.

lecular test, serologi, chest X-ray, dan CT.

Sebuah ‘reversed halo sign’ juga terlihat pada

1. Molecular test

beberapa pasien, yang diidentifikasi sebagai

WHO merekomendasikan untuk mengumpul-

area fokal dari patchy opacity yang dikelilingi

kan spesimen dari saluran pernapasan bagian

oleh cincin perifer dengan konsolidasi. Ter-

atas (sampel naso- dan orofaringeal) dan sal-

dapat temuan lain juga, seperti efusi pleura,

uran pernapasan bagian bawah, seperti spu-

kavitasi, kalsifikasi, dan limfadenopati.12

tum ekspektoran, aspirasi endotrakeal, atau bronchoalveolar lavage (BAL). Sampel harus

f. Faktor Risiko

disimpan pada suhu empat derajat celcius.

Penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih

Di laboratorium, amplifikasi materi genetik

berisiko terkena COVID-19. Ketika kekebalan

yang diekstrak dari air liur atau sampel lendir

tubuh menurun seiring bertambahnya usia, pa-

dilakukan melalui Reverse Transcription Poly-

sien lanjut usia lebih cenderung mengembang-

merase Chain Reaction (RT-PCR), yang meli-

kan penyakit kritis atau bahkan meninggal. Oleh

batkan sintesis molekul DNA untai ganda dari

karena itu, bila pasien berjenis kelamin laki-laki,

cetakan RNA.

berusia di atas 65 tahun, dan merokok, maka pa-

2. Serologi

sien memiliki risiko lebih tinggi untuk terserang

12

Sampai saat ini, diagnosis serologis memiliki

penyakit kritis atau kematian. Bila penderita juga

keterbatasan dalam spesifisitas dan sensitivi-

memiliki penyakit lainnya, seperti diabetes dan

tas. Penelitian membuktikan bahwa tidak ada

hipertensi, tubuh berada dalam keadaan stres

reaktivitas silang antara autoantibodi yang di-

dalam jangka waktu lama dan imunitas cend-

kumpulkan dari sampel serum pasien dengan

erung rendah. Pasien dengan penyakit jantung

penyakit autoimun dan antibodi SARS-CoV-2.

kronis lebih mungkin terinfeksi karena fungsi

Meskipun demikian, penelitian lebih lanjut

jantung yang lemah dan kekebalan yang rendah.

diperlukan untuk menjelaskan beberapa as-

Selain itu, bila sebelumnya penderita memiliki

pek dari masalah tersebut.

penyakit pernapasan seperti penyakit paru ob-

12

3. Chest X-ray

struktif kronik, maka fungsi paru penderita akan

Hasil diagnosis menggunakan chest X-ray bi-

rusak.17

asanya tidak meyakinkan pada tahap awal penyakit dan mungkin tidak menunjukkan pe-

g. Tata Laksana

rubahan yang signifikan. Ketika infeksi berlan-

Food and Drug Administration (FDA) telah

jut, alveolar opacity multifokal bilateral dapat

menyetujui obat antiviral remdesivir (veklury)

diamati, yang mungkin juga berhubungan

untuk mengobati COVID-19 pada orang dewasa

dengan efusi pleura.

dan anak-anak yang berusia 12 tahun ke atas

12

70


R-Ticles 6 Volume 1 yang dirawat di rumah sakit. FDA telah member-

proinflamasi sebagai respons terhadap SARS-

ikan otorisasi penggunaan darurat untuk obat

CoV-2. Kemungkinan rangsangan perlawanan

rheumatoid arthritis yaitu baricitinib (olumiant)

terhadap TB dan COVID-19 meningkat pada

untuk mengobati COVID-19 dalam beberapa ka-

pasien

sus. FDA menyatakan baricitinib dapat digunakan

penumpukan sel aktif di paru-paru, badai sitokin,

dalam kombinasi dengan remdesivir pada orang

dan imunopatologi.24

yang dirawat di rumah sakit dengan COVID-19 yang menggunakan ventilator mekanis atau membutuhkan oksigen tambahan. Dua obat antibodi monoklonal telah menerima otorisasi penggunaan darurat dari FDA. Antibodi monoklonal adalah protein yang dibuat di laboratorium yang dapat membantu sistem kekebalan melawan virus. Yang pertama disebut bamlanivimab, dan obat kedua adalah kombinasi dua antibodi yang disebut casirivimab dan imdevimab. Kedua obat tersebut digunakan untuk mengobati COVID-19 ringan hingga sedang pada orang yang memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit serius akibat COVID-19. FDA juga telah memberikan otorisasi penggunaan darurat untuk terapi plasma konvalesen. U. S. National Institutes of Health baru-baru

koinfeksi,

yang

mengarah

pada

TB bisa meningkatkan kerentanan terhadap COVID-19 dan keparahan gejalanya.23 Sementara M.

tuberculosis

diam-diam

menyusup

ke

dalam paru-paru, mencoba untuk menghindari stimulasi berlebihan dari sistem kekebalan, SARS-CoV-2 melakukan pendekatan yang jauh lebih agresif, menginduksi piroptosis, serta meningkatkan imunopatologi dan kerusakan jaringan.24 Kerusakan paru-paru yang diakibatkan oleh TB menambah dampaknya pada kekebalan lokal, meningkatkan kerentanan tubuh terhadap patogen yang terbawa udara.25 Hal ini bisa menjadi

faktor

utama

peningkatan

risiko

berkembangnya COVID-19 pada orang dengan riwayat TB saat ini atau sebelumnya.

ini merekomendasikan dexamethasone kortikosteroid untuk penderita yang dirawat di rumah DAFTAR PUSTAKA sakit dengan COVID-19 kritis yang memerlukan oksigen tambahan atau ventilasi mekanis. Kortikosteroid lain, seperti prednison, metilprednis-

1. Terracciano E, Amadori F, Zaratti L, Franco E. Tuberculosis: an ever present disease but difficult to prevent. Ig Sanita Pubbl. 2020 Jan-Feb;76(1):59-66

olon, atau hidrokortison, dapat digunakan jika

2. Mbuh TP, Ane-Anyangwe I, Adeline W, Thumamo Pokam

dexamethasone tidak tersedia.

BD, Meriki HD, Mbacham WF. Bacteriologically confirmed extra pulmonary tuberculosis and treatment outcome of patients consulted and treated under program conditions in the littoral

KORELASI ANTARA TUBERKULOSIS DAN COVID-19

region of Cameroon. BMC Pulmonary Medicine. 2019 Jan

TB dan COVID-19 merupakan penyakit yang

Clinical features of tuberculous lymphadenitis in a low-incidence

utamanya menyerang paru-paru dan menular melalui udara. Keduanya memiliki gejala yang mirip, seperti batuk, demam, dan sesak napas.

23

Sitokin utama yang berperan dalam perlawanan terhadap bakteri TB, TNF dan IFN-γ, juga memainkan peran kunci dalam imunomodulasi

17;19(1):17 3. Mathiasen VD, Andersen PH, Johansen IS, Lillebaek T, Wejse C. country. International Journal of Infectious Diseases. 2020 Sep;98:366-371 4. Adigun R, Singh R. Tuberculosis. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 5. Tuberculosis [Internet]. World Health Organization. 2020 Oct 14 [Cited 2021 Jan 22]. Available from: https://www.who.int/newsroom/fact-sheets/detail/tuberculosis 6. Darliana D. Manajemen pasien tuberculosis paru. Idea Nursing

71


R-Ticles 6 Volume 1 Journal. 2011;2(1):27-31

tuberculosis#tab=tab_1

7. Tuberculosis [Internet]. Mayo Clinic. 2019 Jan 30 [Cited 2021

23. Chen Y., Wang Y., Fleming J., Yu Y. Active or latent

Jan 30]. Available from: https://www.mayoclinic.org/diseases-

tuberculosis increases susceptibility to COVID-19 and disease

conditions/tuberculosis/diagnosis-treatment/drc-20351256

severity. MedRxiv. 2020:2020

8. Sayidah D, Rahardjo SS, Murti B. Individual and environmental

24. Mousquer GT, Peres A, Fiegenbaum M. Pathology of TB/

risk factors of tuberculosis: a new evidence from Ponorogo, East

COVID-19 co-infection: The phantom menace. Tuberculosis

Java. Journal of Epidemiology and Public Health. 2018;3(3):353-

(Edinb). 2021 Jan;126(102020): 102020

360

25. Tadolini M, Codecasa LR, García-García J-M, Blanc F-X, Borisov

9. TB Risk Factors [Internet]. Centers for Disease Control and

S, Alffenaar J-W, et al. Active tuberculosis, sequelae and COVID-19

Prevention. 2016 [Cited 2021 Jan 30]. Available from: https://www.

co-infection: first cohort of 49 cases. European Respiratory Journal.

cdc.gov/tb/topic/basics/risk.htm

2020;56(1):2001398

10. TB cormobidities and risk factors [Internet]. World Health Organization. 2019 [Cited 2021 Jan 30]. Available from: https:// www.who.int/tb/areas-of-work/treatment/risk-factors/en/ 11. Coronavirus disease (COVID-19) [Internet]. World Health Organization. 2020 [Cited 2021 Jan 30]. Available from: https:// www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/ question-and-answers-hub/q-a-detail/coronavirus-diseasecovid-19 12. Cascella M, Rajnik M, Cuomo A, Dulebohn SC, Di Napoli R. Features, evaluation, and treatment of Coronavirus. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 13. Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Hu Y, et al. Clinical features of patients infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. Lancet. 2020;395(10223):497–506 14. Wang D, Hu B, Hu C, Zhu F, Liu X, Zhang J, et al. Clinical characteristics of 138 hospitalized patients with 2019 novel Coronavirus-infected pneumonia in Wuhan, China. JAMA. 2020;323(11):1061–1069 15. Xu X-W, Wu X-X, Jiang X-G, Xu K-J, Ying L-J, Ma C-L, et al. Clinical findings in a group of patients infected with the 2019 novel coronavirus (SARS-Cov-2) outside of Wuhan, China: retrospective case series. BMJ. 2020;368:m606 16. Zhang J-J, Dong X, Cao Y-Y, Yuan Y-D, Yang Y-B, Yan Y-Q, et al. Clinical characteristics of 140 patients infected with SARS-CoV-2 in Wuhan, China. Allergy. 2020;75(7):1730–1741 17. Zheng Z, Peng F, Xu B, Zhao J, Liu H, Peng J, et al. Risk factors of critical & mortal COVID-19 cases: A systematic literature review and meta-analysis. Journal of Infection. 2020 Aug;81(2):e16-e25 18. Coronavirus disease 2019 (COVID-19) [Internet]. Mayo Clinic. 2020 [Cited 2021 Jan 30]. Available from: https://www.mayoclinic. org/diseases-conditions/coronavirus/diagnosis-treatment/drc20479976 19. Azer SA. COVID-19: pathophysiology, diagnosis, complications and investigational therapeutics. New Microbes and New Infections. 2020;37(100738) 20. WHO Coronavirus Disease (COVID-19) Dashboard [Internet]. World Health Organization. 2021 [Cited 2021 Feb 1]. Available from: https://covid19.who.int/table 21. Astari P. Tuberkulosis intraokular. Nusantara Medical Science Journal. 2019;4(1):1-6 22. Tuberculosis [Internet]. World Health Organization [Cited 2021 Feb 2]. Available from: https://www.who.int/health-topics/

72


R-Ticles 6 Volume 1 Multidrug-Resistant Tuberculosis: Uncovering the Facts Gabriel Julio Caesar I.D. Universitas Hang Tuah Research Team District 5 AMSA-Indonesia 2020/2021

Tuberkulosis

menjadi

mengeluarkan bakteri TB ke udara, contohnya

masalah kesehatan yang tak kunjung usai. Saat

ketika sedang batuk3. Gejala yang paling

ini, tuberkulosis menjadi salah satu dari 10

umum terjadi adalah batuk berdahak selama

penyakit penyebab kematian tertinggi di dunia1.

2 minggu. Gejala lain yang biasanya mengikuti

Hal ini membuat seluruh dunia berkomitmen

adalah batuk berdarah, sesak nafas, badan

untuk mengakhiri epidemi tuberkulosis pada

lemas, demam berkepanjangan, nafsu makan

2030.

mortalitas

dan berat badan menurun1. TB adalah penyakit

tuberkulosis masih menjadi yang tertinggi

yang bisa dicegah dan diobati. Sekitar 85%

dengan 1,5 juta kematian pada 2018. Selain

penderita TB dapat disembuhkan dengan terapi

itu, laju penurunan angka kasus tuberkulosis

regimen obat anti-tuberkulosis selama 6 bulan3.

kumulatif secara global hanya mencapai 6,3%

Pengobatan standar untuk tuberkulosis terdiri

pada 2018, masih sangat jauh dibandingkan

atas fase induksi yang terdiri atas isoniazid,

target 20% pada 2020. Hampir seluruh kasus

rifampin, dan pyrazinamide, diikuti dengan 4

baru pada periode 2013-2018 berasal dari India

bulan fase konsolidasi dengan menggunakan

dan Indonesia dengan pertumbuhan kasus

isoniazid

sebesar 60 hingga 70%2. Indonesia sendiri

kegagalan dalam implementasi program kontrol

menempati peringkat kedua dengan insiden

yang adekuat dapat berkaitan langsung dengan

kasus TB terbanyak setiap tahunnya . Aktivis

resistensi TB terhadap obat6.

Meski

(TB)

demikian,

masih

tingkat

3

Yayasan KNCV Indonesia yang berfokus pada penanganan tuberkulosis, dr. Angelin Yuvensia, menyatakan bahwa menurut Global TB Report 2020, prevalensi kasus TB di Indonesia sebesar 208 kasus setiap 100.000 penduduk. Jumlah tersebut lebih rendah dibanding prevalensi TB tahun 2015 sebesar 647 kasus setiap 100.000 penduduk. Namun, upaya Indonesia dalam menurunkan prevalensi TB belum bisa membawa Indonesia lepas dari predikat salah satu negara dengan beban TB tertinggi. TB

penyakit

menular

rifampin5.

Meski

demikian

Salah satu jenis tuberkulosis resisten obat adalah Multidrug-Resistant Tuberculosis (MDR-TB). MDR-TB didefinisikan sebagai kasus tuberkulosis yang resisten terhadap setidaknya rifampicin dan isoniazid6. Menurut dr. Angelin Yuvensia, hingga saat ini, di Indonesia sekitar 2,4% pasien TB baru dan 13% dari pasien TB yang pernah diobati mengalami tuberkulosis resisten obat. Estimasi total kasus tuberkulosis resisten obat sendiri mencapai 24.000 kasus dengan prevalensi 8,8 per 100.000 penduduk. Namun,

yang

yang patut disayangkan adalah pada tahun 2019

disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.

hanya 11.500 kasus yang berhasil ditemukan

Penyakit ini sebagian besar menyerang paru-

atau tidak mencapai 50% dari estimasi total

paru . TB menyebar ketika orang yang sakit

kasus TB resisten obat. Lebih jauh lagi, hanya

4

adalah

dan

73


R-Ticles 6 Volume 1

48% dari 11.500 penderita yang memulai terapi

pengobatan TB sebelumnya dapat membantu

TB lini kedua. Angka keberhasilan dari terapi

memprediksikan terjadinya MDR-TB7. Selain itu,

tuberkulosis resisten obat di Indonesia masih

terdapat metode diagnosis dengan laboratorium

tertahan di angka 48%. Hal ini menjadi salah satu

yang dapat diklasifikasikan menjadi metode

masalah yang mendapat perhatian di Indonesia.

phenotypic dan genotypic. Metode phenotypic

Resistensi dari tuberkulosis umumnya berbanding lurus dengan rendahnya kualitas program

kontrol

dan

buruknya

praktek

penggunaan obat anti tuberkulosis (OAT)6. Faktor-faktor yang terkait dengan hal ini antara lain adalah pengobatan yang tidak selesai atau tidak adekuat dan buruknya ketaatan pasien selama pengobatan. Banyak kasus baru dari MDR-TB terjadi karena kesalahan dari dokter terkait

dengan

manajemen

terapi,

seperti

terapi dengan regimen obat lini pertama yang tidak adekuat, penambahan satu jenis obat ke dalam regimen terapi yang gagal, kegagalan untuk mengidentifikasi resistensi yang telah ada sebelum pengobatan, dan variasi bioavailabilitas dari OAT yang digunakan. Selain itu, ketidaktaatan pasien terhadap pengobatan

Jenis ini dapat dilakukan di media cair dan padat. Sementara itu, metode genotypic juga sering disebut sebagai metode molekuler. Metode genotypic mendeteksi terjadinya mutasi yang mengakibatkan resistensi terhadap OAT. Tes molekuler yang umum digunakan adalah GenoType MTBDRplus, INNO-LiPA Rif.TB, dan Xpert MTB/RIF Assays. Meski metode molekuler sangat menjanjikan, World Health Organization (WHO) mengingatkan agar setiap tes divalidasi di negara masing-masing karena frekuensi terjadinya mutasi yang bervariasi tergantung daerahnya6. Terapi

MDR-TB

umumnya

lebih

kompleks untuk dilakukan. Hal ini disebabkan oleh penggunaan obat anti-tuberkulosis lini

juga seringkali diremehkan dan sulit diprediksi.

kedua yang memiliki efek samping lebih tinggi.

Beberapa faktor yang memengaruhi ketaatan

Selain itu, terapi menggunakan regimen obat

terhadap pengobatan TB antara lain gangguan

anti-tuberkulosis lini kedua juga lebih lama

kejiwaan, kecanduan alkohol, dan kecanduan

dibandingkan dengan menggunakan regimen

obat-obatan7. Berkaitan dengan ketaatan pasien,

obat lini pertama6. Terapi MDR-TB terbagi

dr Angelin Yuvensia berbagi pengalamannya

menjadi dua, yaitu regimen terapi jangka pendek

bahwa

untuk

dan jangka panjang. Pasien MDR-TB yang belum

mengonsumsi regimen OAT dan memilih obat

pernah menjalani terapi dengan OAT lini kedua

herbal yang belum jelas khasiatnya. Dalam

selama lebih dari 1 bulan atau pasien yang tidak

hal ini, peran dokter sangat penting dalam

memiliki resistensi terhadap fluorokuinolon

mengedukasi pasien terkait terapi mereka agar

dan obat injeksi lini kedua, sangat disarankan

ketaatan pasien dapat meningkat..

memilih

seringkali

pasien

berhenti

Dalam penanganan MDR-TB, diagnosis

74

umumnya disebut juga tes kerentanan obat.

yang

tepat

sangat

diperlukan.

studi

sangat

mendukung

bahwa

regimen

MDR-TB

jangka

pendek

dengan durasi 9-12 bulan. Pada terapi MDR-

Sebuah

TB jangka panjang dengan durasi 18-20 bulan,

riwayat

dibutuhkan tiga jenis obat dari agen


R-Ticles 6 Volume 1

tgrup A (levofloxacin/moxifloxacin, bedaquiline,

TB dalam pelaksanaan pengobatan TB agar

linezolid) dan setidaknya satu jenis obat dari

masyarakat bisa mendapatkan pelayanan yang

grup B (clofazimine, cycloserine/terizidone).

berkualitas tinggi.

Obat

yang

direkomendasikan

antara

lain

levofloxacin, bedaquiline, linezolid, ethambutol, dan lainnya8. Mengingat durasi terapi yang REFERENSI lebih lama, dr. Angelin Yuvensia menyarankan 1. Kementerian

Kesehatan RI. InfoDatin Tuberculosis.

untuk menggunakan terapi tanpa injeksi untuk

Kementeri Kesehat RI [Internet]. 2018;1. Tersedia pada:

meningkatkan kepatuhan pasien. Selain itu,

https://www.depkes.go.id/article/view/18030500005/

pengawas menelan obat akan mendampingi

waspadai-peningkatan-penyakit menular.html%0Ahttp://

pasien dalam mengonsumsi obatnya setiap hari,

www.depkes.go.id/article/view/17070700004/program-

baik di puskesmas ataupun datang ke rumah

indonesia-sehat-dengan-pendekatan-keluarga.html

pasien,

untuk

memastikan

kesesuaiannya

2.

Harding E. WHO global progress report on tuberculosis elimination. Lancet Respir Med [Internet]. 2020;8(1):19.

dengan ketentuan dan tidak terjadi kegagalan

Tersedia

terapi.

pada:

http://dx.doi.org/10.1016/S2213-

2600(19)30418-7

"Untuk mencegah tuberkulosis resisten obat,

3.

Report 2020 [Internet]. World Health Organization, editor.

dibutuhkan peran semua pihak. Bukan hanya

World Health Organization; 2020. 1–232 hal. Tersedia pada:

tugas pemerintah atau dokter atau perawat atau masyarakat saja."

Gobal Tuberculosis Programme. Global Tuberculosis

https://www.who.int/publications/i/item/9789240013131 4.

Tuberculosis [Internet]. [dikutip 5 Februari 2021]. Tersedia pada: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/

- dr Angelin Yuvensia

tuberculosis

Untuk mencapai target nasional yaitu

5.

Horsburgh CR, Barry CE, Lange C. Treatment of

eliminasi TB pada tahun 2035, dibutuhkan

Tuberculosis. N Engl J Med [Internet]. 2015;373(22):2149–

kerjasama yang sinergis dari berbagai pihak. Lebih

60. Tersedia pada: https://doi.org/10.1056/NEJMra1413919

lanjut lagi, dr. Angelin Yuvensia menambahkan bahwa

peran

masyarakat

sangat

6.

Brazilian J Infect Dis [Internet]. 2013;17(2):239–46.

penting,

contohnya menjaga pola hidup bersih dan sehat. Selain itu, para penderita TB juga harus mencari akses pengobatan TB. Bagi keluarga dan teman penderita TB, sangat diperlukan untuk memberi

Lemos ACM, Matos ED. Multidrug-resistant tuberculosis. Tersedia pada: http://dx.doi.org/10.1016/j.bjid.2013.01.007

7.

Rumende CM. Risk Factors for Multidrug-resistant Tuberculosis. 2018;50(1):1–2.

8.

WHO.

Consolidated

Guidelines

on

Tuberculosis

Treatment. Who. 2016. 99 hal.

semangat dan bantuan bagi penderita TB, bukan stigma atau justru mengucilkan. Penyedia layanan kesehatan juga harus menyediakan pelayanan yang berkualitas dan melakukan evaluasi berkesinambungan bagi para penderita

Untuk mendengarkan informasi lebih lanjut mengenai

Multidrug-Resistant

dengarkan

wawancara

Gabriel

Tuberculosis, dengan

dr.

TB resisten obat. Terakhir, pemerintah perlu Angelin Yuvensia dari Yayasan KNCV Indonesia memberikan arahan untuk koordinasi jejaring melalui R-Podcast di Spotify AMSA-Indonesia.

75


R-Ticles 6 Volume 1

Section 6 :

Pneumon


R-Ticles 6 Volume 1

nia


R-Ticles 6 Volume 1

PUBLIC POSTER

10. Putu Widiastuti Kartika Ridjasa

Jessica Setiabudi

Kristina Cecilia Widjaya

(AMSA-Universitas Sebelas Maret)

P

oster “STOP PNEUMONIA” bertujuan mengedukasi masyarakat tentang pneumonia sebagai salah satu pen-

yakit pernafasan. Dalam poster ini dibahas mengenai apa itu pneumonia, penyebab, gejala, cara penularan sampai cara pencegahannya. Diharapkan poster ini dapat membantu masyarakat

78

lebih memahami pneumonia dan terhindar dari pneumonia


R-Ticles 6 Volume 1 How to Prevent Bacterial Pneumonia: A Narrative Review Prudence Lucianus Universitas Diponegoro Research Team District 4 AMSA-Indonesia 2020/2021 PENDAHULUAN Pneumonia, yang merupakan infeksi saluran pernapasan bawah akut, adalah penyakit respiratori akut yang disebabkan oleh infeksi dan peradangan parenkim paru-paru. Penderita pneumonia biasanya mengalami demam, batuk, produksi dahak, dan nyeri dada, serta ditemukan adanya bukti konsolidasi baru pada radiologi dada1,2. Infeksi saluran pernapasan bawah akut menyebabkan lebih banyak penyakit dan kematian dibandingkan infeksi lain. Infeksi ini menyebabkan lebih banyak penyakit daripada infeksi human immunodeficiency virus (HIV), malaria, kanker, ataupun serangan jantung3.

Tujuan dari artikel ini adalah untuk menambah wawasan pembaca mengenai pneumonia bakteri, sebagai salah satu infeksi saluran pernapasan bawah akut yang paling sering didapati pada masyarakat. Artikel ini juga akan menjabarkan mengenai beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah infeksi tersebut.

METODE Penulisan artikel ini bersifat studi literatur. literatur yang digunakan berupa situs web medis, jurnal medis, dan buku ajaran medis yang menjelaskan mengenai penyakit pneumonia. Kata kunci yang didapatkan pada artikel ini meliputi “pneumonia bakteri”, “vaksinasi”, dan “higienis”.

Bacterial pneumonia, atau pneumonia bakteri, tetap menjadi salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Pneumonia bakteri HASIL DAN PEMBAHASAN dapat bersifat community-acquired, dimana Pneumonia terjadi karena invasi mikroba ke seseorang terinfeksi oleh penyakit ini dari saluran pernapasan bagian bawah. Rute paling komunitas atau sebelum berada 48 jam di dalam umum bagi mikroba untuk mengakses saluran rumah sakit, atau hospital-acquired, dimana pernapasan bagian bawah adalah melalui seseorang terinfeksi setelah berada di dalam menghirup patogen yang terbawa udara, aspirasi rumah sakit selama lebih dari 48 jam. Bakteri flora lambung dan nasofaring, serta menyebar penyebab pneumonia yang paling umum dari tempat infeksi lainnya1. adalah Streptococcus pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Penyebab perkembangan pneumonia bersifat Legionella pneumophila4. ekstrinsik dan intrinsik. Faktor ekstrinsik termasuk paparan agen penyebab, paparan iritan paru, atau cedera paru langsung. Faktor intrinsik TUJUAN terkait dengan host, sepertinya hilangnya refleks

79


R-Ticles 6 Volume 1 pelindung saluran pernapasan bagian atas yang memungkinkan terjadinya aspirasi isi saluran pernapasan bagian atas ke paru-paru. Ini dapat disebabkan oleh perubahan status mental akibat keracunan dan keadaan metabolik lainnya, serta penyebab neurologis, seperti stroke dan intubasi endotrakeal3. Bakteri dari saluran pernapasan bagian atas akan mencapai parenkim paru, kemudian terjadi kombinasi dari beberapa faktor yang dapat menyebabkan pneumonia bakteri, meliputi virulensi organisme yang menginfeksi, status pertahanan lokal, dan kesehatan pasien secara keseluruhan. Gangguan pada respon imun tubuh atau disfungsi mekanisme pertahanan tubuh akan menyebabkan seseorang menjadi lebih rentan untuk terinfeksi, contohnya HIV, penyakit kronis, usia lanjut, penyakit paru obstruktif kronis, dan tumor3. Vaksinasi telah tersedia untuk melawan S. pneumoniae, yang merupakan penyebab pneumonia paling umum. Vaksin telah terbukti efektif dalam mencegah penyakit pneumokokus, penyakit invasif, dan kematian terkait pneumonia1. Insiden penyakit pneumokokus paling tinggi terdapat pada anak-anak di bawah usia 2 tahun dan pada orang dewasa di atas 65 tahun3. Vaksin ini sangat penting terutama pada orang yang usia lanjut dan orang-orang dengan penyakit penyerta. Vaksinasi influenza untuk orang lanjut usia menghasilkan penurunan 48-57% tingkat rawat inap untuk pneumonia dan influenza3.

dikenal sebagai PPSV23. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyarankan vaksin tersebut agar diberikan kepada anakanak di bawah usia 2 tahun dan orang dewasa di atas usia 65 tahun. PCV13 perlu diberikan kepada semua anak di bawah usia 2 tahun. PPSV23 perlu diberikan kepada semua dewasa berusia 65 dan ke atas. Kedua vaksin ini juga disarankan untuk orang-orang pada usia 2 sampai 64 tahun yang memiliki kondisi medis tertentu dan kepada orang-orang pada usia 19 sampai 64 tahun yang memiliki kebiasaan merokok5. Cara lain untuk mencegah infeksi paru-paru adalah dengan menjaga kebersihan yang baik. Global Hygiene Council (GHC) telah menetapkan beberapa langkah menjaga kebersihan yang baik untuk mencegah penyakit menular. Hal-hal yang dapat dilakukan adalah mencuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir untuk mengurangi infeksi umum, memperbaiki kebersihan dapur dan makanan yang disajikan, membersihkan permukaan yang sering disentuh untuk menghentikan penyebaran virus yang dapat bertahan pada permukaan kasar hingga 48 jam, serta memperbaiki kebersihan secara menyeluruh untuk menghentikan penyebaran penyakit dan mengurangi keperluan antibiotik. Kebersihan yang baik adalah pertahanan lini pertama yang terbaik untuk mencegah infeksi6. Penelitian yang selanjutnya dapat mencari vaksinasi baru atau cara yang lain untuk membantu mencegah pneumonia bakteri pada semua usia walaupun mereka tidak terpapar oleh faktor risiko seperti kebiasaan merokok atau memiliki kondisi medis yang tertentu.

Ada 2 vaksin yang efektif untuk mencegah penyakit pneumokokus invasif, yaitu pneumococcal conjugate vaccine, yang dikenal sebagai PCV13, KESIMPULAN dan pneumococcal polysaccharide vaccine, yang Pneumonia bakteri merupakan infeksi saluran

80


R-Ticles 6 Volume 1 pernapasan bawah akut yang menjadi salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Penderita pneumonia biasanya mengalami demam, batuk, produksi dahak, dan nyeri dada, serta ditemukan adanya bukti konsolidasi baru pada radiologi dada. Pneumonia terjadi karena invasi mikroba ke saluran pernapasan bagian bawah. Pneumonia dapat dicegah dengan vaksinasi, terutama bagi anak-anak yang berusia di bawah usia 2 tahun dan bagi dewasa yang berusia di atas 65 tahun, serta bagi orang-orang yang memiliki kondisi medis atau memiliki kebiasaan merokok. Pneumonia juga dapat dicegah dengan menjaga kebersihan yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

REFERENSI 1. Loebinger MR, Wilson R. 2008. “Bacterial Pneumonia.” Elsevier 2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2014. 3. Gamache J. 2020. “Bacterial Pneumonia.” Medscape Medicine 4. Sattar SBA, Sharma S. 2020. “Bacterial Pneumonia.” National Center for Biotechnology Information, US National Library of Medicine. 5. “Pneumococcal Vaccinations.” Centers for Disease Control and Prevention, U.S. Department of Health & Human Services. 6. Henriques C. 2016. “Good Hygiene Could Prevent Pneumonia and Infections That Kill Millions of Children.” Pneumonia Research News, BioNews Services.

81


R-Ticles 6 Volume 1

g n E c e S

h s i l

n o i t


R-Ticles 6 Volume 1

Kelvin Liemanto

11.

Yong Yee Wen

(AMSA-Universitas Pelita Harapan)

A

ccording to WHO in

2016,

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)

became

the thurd leading cause of death in the

world,

amd

rhe fifth in high-income countries. As COPD doesn’t have any cure, we want to share several available treatments to treat

COPD

pa-

tients and enlighten

their

future.

PUBLIC POSTER 83


R-Ticles 6 Volume 1

PUBLIC POSTER

12.

P

Ranindita Maulya Ismah A. (AMSA-Universitas Tarumanegara)

oster ini bertujuan untuk mengajak masyarakat agar peduli pada Tuberculosis, dan peduli terhadap penderita Tuberculosis, juga dalam rangka memperingati hari Tuberculosis sedunia yaitu pada tanggal 24 Maret mendatang.

84


R-Ticles 6 Volume 1

ESSAY LUNG MICROBIOME: HOW A WORLD OF MICROORGANISM PLAYS A ROLE ON OUR HEALTH AND IMMUNITY

The immune system plays a vital role in our existence. Fighting foreign invaders and protecting our body from harmful substances, germs, and cells. The human immune system has gone through many evolutions, from fighting infectious disease in the past and now we face more autoimmune and chronic disease, adjusting to our very environment that everchanging. At first, the lung was originally believed to be sterile. But new evidence suggests that the lung has a microbiome that varies in condition and disease that will affect our health. This essay will discuss the role of the lung microbiome on our health and immune system. Lung microbiome Our lungs, first known to be sterile but

Jeremy E lea za r Ro r i n g Pra yshe G lea dys Ro mbe (AMSA-Universitas S am Ra t ula n g i )

found to be a microbiome rich location (1). In general, microbiome refers to microbiota found in a particular habitat at a specific time and microbiota refers to the microbes in a given population (2). Although the first report that the lower airways carried a similar bacterial density as the upper small bowel was greeted with scepticism, with the concern of contamination from the upper respiratory tract. But, careful studies of the bacterial topography have validated the investigation of the lung microbiome (3). This characterization of the microbiome can be achieved by sequencing regions of a conserved gene, a gene that essentially unchanged throughout evolution, such as the hypervariable regions of the 16S ribosomal RNA gene.16S rRNA gene sequencing is an easily applicable technology that allows the investigation of whole bacterial communities and the identities of their constituent members by describing bacteria present in a complex biological mixture (3). The composition of the lung microbiome is mainly determined by microbial immigration, elimination, and relative growth rates of its community members (1,4,5). Airway microbiome can only be understood as the proportion of its parts, such as in the upper airways, the nasal and oral cavities contain a very distinctive microbiome to the lower airway microbiota. The boundary that differentiates upper and lower microbiota is by the vocal cords, being analogous to a natural ‘dam’ against aspiration (6). In healthy condition, the lungs environment are generally inhospitable for bacterial growth, resulting in low bacterial re-

85


R-Ticles 6 Volume 1 production. Thus the primary determinant of the

shaping them towards less dysregulation

lung microbiome is the balance of immigration

and development of hypersensitivity related

and elimination (5).

disease.A study by Gollwitzer et al. shows that neonatal mice were prone to develop exaggerated airway eosinophilia and exhibit airway

hyper-responsiveness

following

exposure to house dust mite allergens although their lungs have high numbers of natural CD4+ Figure 1. Balance of the lung microbiome

regulatory T (Treg) cells (8). During the first 2

depends on three factors, microbial immigration

weeks after birth, the bacterial load in the lungs

into the airways, elimination of microbes from

increased and the changes in the microbiota

the airways, and relative growth rates which

were associated with decreased aeroallergen

determined by the growth condition of the lung.

responsiveness. This is also supported

Interaction of lung microbiota and the host immune system

hypothesized that individuals with a higher number of older

Lung immune cells can differentiate

siblings and living under less

commensal microbes from pathogens. The

hygienic conditions have a lower

lung microenvironment is characterized by

risk of developing allergies (2).

high immune tolerance that is maintained by

The mechanism that develops

macrophages and dendritic cells. Lung immune

this population depends on the

cells and airway epithelial cells are equipped

changes of lung commensal

with sensors, pattern recognition receptors

community

(PRRs), that able to recognize molecules of host

expression of programmed death-

and microbial origin. The simplest method in

ligand-1 (PD-L1) on dendritic cells.

achieving tolerance was defined as “tolerance by exclusion”, where commensal bacteria are largely excluded from the lining epithelium, so

that

health status of the lung D u r i n g

therefore, cannot be sensed by epithelial PRRs.

d i s e a s e ,

In another hand, pathogenic bacteria that

regional growth

possess the virulence factors can easily breach

condition of the

the mucus layer and disseminating through

lungs

the epithelium layer, causing inflammatory

dramatically

response (7).

and

lung

a

a the

changes creating

situation

selective

for

bacterial

reproduction(5). The

commensal

microbiota

in

the

lung helps in teaching lung immune cells,

increased

Lung microbiota reflects the

the microbiota cannot reach the epithelium,

Lung microbiota role in shaping our

86

by the hygiene hypothesis, which

This overgrowth of some


R-Ticles 6 Volume 1 bacterial

species

lead

in

On the contrary, Prevotella spp., a

overall diversity and is associated with the

commensal Gram-negative bacteria that are often

progression of chronic lung diseases such

found in the airways of healthy individuals show

as asthma, chronic obstructive pulmonary

differences in lipopolysaccharide (LPS) structure

disease (COPD),cystic fibrosis, and idiopathic

compared with Gammaproteobacteria(11,10).

pulmonary

inflammation

One study was conducted to monitor the level

occurs and the community composition shift

of activation markers and cytokine expression

towards Gammaproteobacteria, the numerous

in human monocyte-derived dendritic cells (Hu

by-products of host inflammation are growth

mDCs) that cultured with either Prevotella spp.

factors for these bacteria. Gammaproteobacteria

or Haemophilus spp. found that Prevotella spp.

also

that

were able to reduce Haemophilus influenzae-

promote more inflammation, making a potential

induced IL-12p70 in Hu mDCs (10).This clearly

inflammatory cycle (10). This is shown in

shows that certain microbes have pivotal roles

asthma, bronchoscopy samples have shown an

in the development of healthy immune response

increased abundance of Haemophilus, Neisseria,

and microbial dysbiosis can contribute to chronic

Fusobacterium, and Porphyromonas(1). And in

inflammatory lung disease.

fibrosis(9).

encode

to

a

When

molecular

decrease

components

COPD, 16S rRNA analysis showed that specific

In conclusion,the evidence presented

pathogenic Proteobacteria were more common

suggests that the lung microbiome plays a big part

than Bacteroidetes and with Prevotella spp.

in our lungs, affecting our health and response

being especially reduced (7). Differences in

to diseases. Lung and environment microbiota

lung microbiota also have been associated with

show an important link in early life stages that

important clinical features of chronic lung

implicates chronic disease in the later

disease, subsequent exacerbation frequency

stage of life. With this understanding

in bronchiectasis, mortality in idiopathic

between lung microbiome and the

pulmonary

human immune system and health, we

fibrosis,

and

hope in the future this could increase the research of this area.

responsiveness to corticosteroid antibiotics

in

asthma (5)

and REFERENCES: 1.Khatiwada S, Subedi A. Lung microbiome and coronavirus disease 2019 (COVID-19): Possible link

and

implications.

Hum

Microbiome

J.

2020;17(January). 2. Cui L, Morris A, Huang L, Beck JM, Twigg HL, Von Mutius E, et al. The microbiome and the lung. Ann Am Thorac Soc. 2014;11(8):S227–32. 3. Marimón JM. The Lung Microbiome in Health and Respiratory Diseases. Clin Pulm Med.

Figure

2.

Lung

condition on healthy and inflammation state

2018;25(4):131–7. 4. Shukla SD, Budden KF, Neal R, Hansbro PM. Microbiome effects on immunity, health and disease in the lung. Clin Transl Immunol

87


R-Ticles 6 Volume 1 [Internet]. 2017;6(3):e133-12. Available from: http://dx.doi. org/10.1038/cti.2017.6 5. Dickson RP, Huffnagle GB. The Lung Microbiome: New Principles for Respiratory Bacteriology in Health and Disease. PLoS Pathog. 2015;11(7):1–5. 6. Wu BG, Segal LN. Lung Microbiota and Its Impact on the Mucosal Immune Phenotype. Microbiol Spectr [Internet]. 2017 Feb 1;5(3):161–86. Available from: http://www. ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28643622 7. Paudel KR, Dharwal V, Patel VK, Galvao I, Wadhwa R, Malyla V, et al. Role of Lung Microbiome in Innate Immune Response Associated With Chronic Lung Diseases. Front Med. 2020;7(September):1–15. 8. Gollwitzer ES, Saglani S, Trompette A, Yadava K, Sherburn R, McCoy KD, et al. Lung microbiota promotes tolerance to allergens in neonates via PD-L1. Nat Med. 2014;20(6):642–7. 9. Invernizzi R, Lloyd CM, Molyneaux PL. Respiratory microbiome and epithelial interactions shape immunity in the lungs. Immunology. 2020;160(2):171–82. 10. Huffnagle GB, Dickson RP, Lukacs NW. The respiratory tract microbiome and lung inflammation: a two-way street. Mucosal Immunol [Internet]. 2017 Mar 14;10(2):299–306. Available from: http://www.nature.com/articles/mi2016108 11. Larsen JM, Musavian HS, Butt TM, Ingvorsen C, Thysen AH, Brix S. Chronic obstructive pulmonary disease and asthmaassociated Proteobacteria, but not commensal Prevotella spp., promote Toll-like receptor 2-independent lung inflammation and pathology. Immunology. 2015;144(2):333–42.

88


R-Ticles 6 Volume 1

BEST POSTER OF THE VOLUME

“T

B-MDR (multi-drug resistant tuberculosis) adalah jenis TB yang resisten terhadap antibiotik biasa. Penyebab utama munculnya TB-MDR adalah ketida-

kpatuhan minum obat. TB-MDR membutuhkan obat yang lebih keras dengan tingkat kesembuhan yang rendah. Mari bersama kita berantas TB-MDR dengan cara minum obat secara rutin sampai sembuh dan dokter telah mengizinkan untuk berhenti.

Nathaniel Gilbert Dyson Priscilla Geraldine Violine Martalia (AMSA-Universitas Indonesia)

” 89


R-Ticles 6 Volume 1

R-QUIZ Jangan lewatkan kesempatan untuk mendapatkan hadiah spesial dari AMSA-Indonesia melalui R-Quiz!

bit.ly/RQuizRT61

DEADLINE : 30 MARCH 2021 90


R-Ticles 6 Volume 1

Peraturan R-Quiz 1. R-Quiz hanya boleh diikuti oleh member AMSA-Indonesia. 2. Format nama yang ditulis pada Quizizz: Nama depan_AMSA-universitas Contoh: Raissa_AMSA-Unpad 3. Submisi menggunakan format nama yang tidak sesuai dengan peraturan akan dianggap gagal. 4. Setelah menyelesaikan pertanyaan di Quizizz, peserta wajib mengirimkan screenshot ke Google Form: bit.ly/RQuizRT61result 5. Pemenang yang tidak mengirimkan screenshot bukti akan dianulir. 6. Penilaian pemenang berdasarkan waktu dan ketepatan pengisian. 7. Submisi dibuka mulai 24-30 Maret 2021 pukul 23.59 WIB. 8. Pengumuman pemenang akan dilaksanakan melalui Instagram AMSA-Indonesia pada tanggal 31 Maret 2021. 9. Pemenang dapat menghubungi Research Team distrik masing-masing untuk informasi lebih lanjut. 10. Keputusan hasil pemenang R-Quiz tidak dapat diganggu gugat.

91


R-Ticles 6 Volume 1

RTeam Hello, People of Tomorrow!

S

alam kenal semua! Saya Aisyah Mardiyyah dari Universitas Jambi angkatan 2019. Poster yang kubuat kali ini adalah debut pertamaku di RWS. Aku bukan orang yang mahir dan sering membuat poster sesungguhnya, tapi aku memang memiliki ketertarikan untuk belajar hal-hal yang berhubungan dengan desain grafis. Aku bersyukur bisa bergabung dengan Research Family tenure ini karena aku benar-benar bisa belajar banyak hal dan dibimbing dari nol. Ngejalanin proker-proker R-Team rasanya jadi gak berat karena aku punya mami, kakak, dan teman-teman yang bisa ditanya dan dimintai saran 24/7 mau sesibuk apapun mereka. Saat pengerjaan poster pun aku mendapat banyak masukan dan saran dari teman-teman Research Family, jadinya aku gak bingung dan ngerasa sendirian pas ngerjainnya (^_^). Tunggu karya-karya kita berikutnya, ya, di RWS selanjutnya. Dua tiga tutup botol, Love u all.

92

Hello, People of Tomorrow!

P

erkenalkan namaku Aileen Alessandra Suryohusodo, biasa dipanggil Aileen, dari Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya angkatan 2019. Sebagai bagian dari Research Team AMSA-INA, aku dapat mengembangkan skills menulis dan berpikir kritis. Melalui karya ini, aku dapat berkolaborasi dengan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dimana ini merupakan kesempatan yang langka dan berharga. Cheers to Kak Febby and my research family for the amazing support and hard work!


R-Ticles 6 Volume 1

Hello, People of Tomorrow!

N

amaku Raden Ayu Salsabila Rifdah, biasa dipanggil Rifdah, dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta angkatan 2019. Untuk menulis suatu Narrative Review tentunya butuh banyak ilmu terlebih lagi ini adalah kali pertama aku membuat RWS dalam section Narrative Review, susah-susah gampang untuk bisa menunjukan hasil pemikiran ataupun perspektif lain dari suatu penyakit, semua harus berdasarkan jurnal yang dibaca. Namun, dibalik susahnya membuat suatu Narrative Review ini, aku ingin banyak berterima kasih ke teman-teman seperjuangan ku, atau yang biasa aku panggil keluarga, Research Family. Tanpa kalian, karya ku di RWS tidak akan pernah rampung. Jadi, karyaku kali ini, untuk kalian.

Hello, People of Tomorrow!

P

erkenalkan aku Raissa Intani Azzahra dari Universitas Padjadjaran angkatan 2019. First of all, aku mau mengucapkan banyak terima kasih kepada Research Family-ku yang banyak membantu sekali dalam pembuatan review article perdanaku ini! Aku memilih topik COVID-19 sebagai karya pertamaku sesuai dengan urgency yang begitu tinggi saat ini terhadap hasil-hasil penelitian yang sangat berguna untuk memutus rantai pencegahan penyebaran penyakit. Dari awal penulisan, aku masih banyak bingung dan begitu khawatir tentang susahnya penentuan topik, penyusunan struktur yang sesuai, dan pengambilan referensi data but it turned out very well thanks to my family!

93


R-Ticles 6 Volume 1

Hello, People of Tomorrow! Hello, People of Tomorrow!

P

erkenalkan, aku Prudence Lucianus dari Universitas Diponegoro angkatan 2019 sebagai Research Team AMSA-Indonesia 2020/2021. Pertama kali terjun ke dunia riset, ini adalah pengalaman pertamaku dalam menulis review article. Melalui pengalaman ini, ada banyak hal baru yang kupelajari yang sangat bermanfaat dalam banyak aspek. Tentunya, semua hal ini tidak dapat dicapai tanpa dukungan keluargaku, the most amazing Research Family, yang selalu dapat diandalkan dalam situasi apapun. With them, all is good!

94

P

erkenalkan aku Gabriel Julio Caesar Ika Dermawan, biasa dipanggil Gabriel dari Universitas Hang Tuah angkatan 2019. Ini adalah RWS pertama dan aku dipercaya juga menjadi Person in Charge. Aku mau bilang terima kasih banyak sebelumnya buat research family yang udah suportif banget. RWS kali ini, aku kebagian section Interview Article. Untuk pertama kalinya, aku bisa berdiskusi dengan Yayasan KNCV Indonesia dan belajar banyak hal baru. It’s really exciting to work with research family.Thanks for all of your support guys!


R-Ticles 6 Volume 1

Hello, People of Tomorrow!

Hello, People of Tomorrow!

K

enalin, namaku Vinson Evan Thenardy, biasanya dipanggil Vinson, dari Universitas Hasanuddin angkatan 2019. Nulis review article adalah pengalaman pertamaku yang ga bakal dilupain! Secara aku masih baru banget di dunia per-research-an dan udah diminta buat ini sendirian. But I’m very thankful for having my Research Family. They always give me a lot of support and help. We bond each other and I’m grateful for it. Seneng banget keluarga Research selalu humble mau ngajarin ini dan itu. I really can’t wait to see you guys, jadi dokter peneliti yang pastinya keren parah!

P

erkenalkan namaku Mellybeth Indriani Louis, biasa dipanggil Melly, dari Universitas Tadulako angkatan 2018. Ini adalah RWS pertamaku sebagai Research Team AMSA-Indonesia 2020/2021. Selain RWS pertamaku, ini adalah karya poster pertamaku, bener-bener pertama! Aku bener-bener dipaksa belajar ngedit dari nol. Aku dari yang gatau gimana caranya nge-cut gambar, gatau apa itu colour palette, gatau sama sekali apa komponen yang seharusnya ada di dalam sebuah poster, menjadi aku yang akhirnya punya karya poster untuk dimasukkan di R-Ticles. Very grateful and thankful punya Research Family yang isinya orang-orang suportif dan punya prinsip tidak saling meninggalkan. Thank u so much Research Family, sudah meluangkan waktu dan tenaga untuk ngajarin aku bikin poster, karya ini gaakan ada tanpa kalian.

95


R-Ticles 6 Volume 1

K

ami segenap tim penyusun R-Ticles 6 Volume 1 mengucapkan terima kasih atas antusiasme pembaca. Dalam rangka menyediakan majalah sains yang lebih baik lagi di kemudian hari, dengan senang hati, kami menerima komentar, kritik, dan saran melalui kuesioner Feedback Letter R-Ticles 6 Volume 1 yang dapat diakses pada link berikut:

Feedback Link: Bit.ly/FeedbackRT61

96


R-Ticles 6 Volume 1

S

eperti yang telah kita ketahui bahwa R-Ticles telah menyajikan berbagai macam informasi mengenai dunia penelitian kesehatan sejak tahun 2015. Karya R-Ticles dari segenap keluarga Research AMSA-Indonesia dapat diakses melalui link berikut:

R-TICLES 1 : https://bit.ly/RTicles1

R-TICLES 2 : https://bit.ly/RTicles2

R-Ticles 4 Vol. 1 : https://issuu.com/amsaindonesia/docs/r-ticles__4 R-Ticles 4 Vol. 2 : https://issuu.com/amsaindonesia/docs/r-ticles__4_volume_2 R-Ticles 4 Vol. 3 : https://issuu.com/amsaindonesia/docs/r-ticles__4_volume_3 R-Ticles 4 Vol. 4 : https://issuu.com/amsaindonesia/docs/r-ticles__4_volume_4

R-TICLES 3 : https://bit.ly/RTicles3

R-Ticles 5 Vol. 1 : https://issuu.com/amsaindonesia/docs/r_ticles_5thed_vol1 R-Ticles 5 Vol. 2: https://issuu.com/amsaindonesia/docs/r_ticles_2 R-Ticles 5 Vol. 3: https://issuu.com/amsaindonesia/docs/r-ticles_5thed_3 R-Ticles 5 Vol. 4: https://issuu.com/amsaindonesia/docs/r-ticles_5thed_4 R-Ticles 5 Vol. 5: https://issuu.com/amsaindonesia/docs/r-ticles_5thed_5 R-Ticles 5 Vol. 6: https://issuu.com/amsaindonesia/docs/r-ticles_5thed_6 R-Ticles 5 Vol. 7: https://issuu.com/amsaindonesia/docs/r-ticles_5thed_7 R-Ticles 5 Vol. 8: https://issuu.com/amsaindonesia/docs/r-ticles_5thed_8

Pada bulan April 2021, kami akan membuka kembali peluang bagi member AMSA-Indonesia yang ingin mempublikasikan karyanya melalui R-Ticles 6 Volume 2. Topik dan panduan pengumpulan karya dapat dilihat di Mailing List dan Instagram AMSA-Indonesia. Kami sangat menunggu kontribusi Anda. “Igniting Potentials, Unleashing Possibilities” Viva AMSA!

97



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.