PENGENALAN TAREKAT NAQSYABANDIYAH

Page 1

PENGENALAN TAREKAT NAQSYABANDIYAH : http://www.muridsufi.web.id/2010/01/pengenalan‐tarekat‐naqsyabandiyah.html

Sumber

KENAPA PERLU MEMPELAJARI TASAWUF –TAREKAT ? ‫ﻦ‬ ْ‫ﻋ‬ َ ‫ﻋ َﻤ َﺮ‬ ُ ‫ﻲ‬ َ‫ﺿ‬ ِ ‫ﷲ َر‬ ُ ‫ﻋ ْﻨ ُﻪ ا‬ َ ‫ل َأﻳْﻀًﺎ‬ َ ‫ ﻗَﺎ‬: ‫ﻦ َﺑ ْﻴ َﻨﻤَﺎ‬ ُ‫ﺤ‬ ْ ‫س َﻧ‬ ٌ ‫ﺟُﻠ ْﻮ‬ ُ ‫ﻋ ْﻨ َﺪ‬ ِ ‫ل‬ ِ ‫ﺳ ْﻮ‬ ُ ‫ﷲ َر‬ ِ ‫ﺻَﻠّﻰ ا‬ َ ‫ﷲ‬ ُ ‫ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ ا‬ َ ‫ﺳَّﻠ َﻢ‬ َ ‫ت َو‬ َ ‫َﻳ ْﻮ ٍم ذَا‬ ‫ﻃَﻠ َﻊ ِإ ْذ‬ َ ‫ﻋَﻠ ْﻴﻨَﺎ‬ َ ‫ﻞ‬ ٌ‫ﺟ‬ ُ ‫ﺷ ِﺪ ْﻳ ُﺪ َر‬ َ ‫ض‬ ِ ‫ب َﺑﻴَﺎ‬ ِ ‫ﺷ ِﺪ ْﻳ ُﺪ اﻟ ِّﺜﻴَﺎ‬ َ ‫ﺳﻮَا ِد‬ َ ،ِ‫ﺸ ْﻌﺮ‬ َّ ‫ﻻ اﻟ‬ َ ‫ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ ُﻳﺮَى‬ َ ‫ َأ َﺛ ُﺮ‬،ِ‫ﺴ َﻔﺮ‬ َّ ‫ﻻ اﻟ‬ َ ‫ِﻣ َﻨّﺎ َﻳ ْﻌ ِﺮ ُﻓ ُﻪ َو‬ ،ٌ‫ﺣﺪ‬ َ ‫ﺣ َﺘّﻰ َأ‬ َ ‫ﺲ‬ َ ‫ﺟَﻠ‬ َ ‫ﻲ ِإﻟَﻰ‬ ِّ ‫ﺳ َﻨ َﺪ ملسو ﻩيلع ﻩللا ىلص اﻟ َّﻨ ِﺒ‬ ْ ‫ﺿ َﻊ ُر ْآ َﺒ َﺘ ْﻴ ِﻪ ِإﻟَﻰ ُر ْآ َﺒ َﺘ ْﻴ ِﻪ َﻓَﺄ‬ َ ‫ﻋﻠَﻰ َآ َّﻔ ْﻴ ِﻪ َو َو‬ َ ‫ﺨ َﺬ ْﻳ ِﻪ‬ ِ ‫ل َﻓ‬ َ ‫ َوﻗَﺎ‬: ‫ي‬ َ ‫ﺤ َﻤّﺪ ا‬ َ ‫ﺧ ِﺒ ْﺮﻧِﻲ ُﻣ‬ ْ ‫ﻦ َأ‬ ِ‫ﻋ‬ َ ،ِ‫ﻼم‬ َ‫ﺳ‬ ْ‫ﻹ‬ ِ ‫ل ْا‬ َ ‫ل َﻓﻘَﺎ‬ ُ ‫ﺳ ْﻮ‬ ُ ‫ﷲ َر‬ ِ ‫ ملسو ﻩيلع ﻩللا ىلص ا‬: ‫ﻼ ُم‬ َ‫ﺳ‬ ِ‫ﻹ‬ ِ ‫ْا‬ ‫ن‬ ْ ‫ﺸ َﻬ َﺪ َأ‬ ْ ‫ن َﺗ‬ ْ ‫ﻻ َأ‬ َ ‫ﻻ ِإَﻟ َﻪ‬ َّ ‫ﷲ ِإ‬ ُ ‫نا‬ َّ ‫ﺤ َّﻤﺪًا َوَأ‬ َ ‫ل ُﻣ‬ ُ ‫ﺳ ْﻮ‬ ُ ‫ﷲ َر‬ ِ ‫ﻼ َة َو ُﺗ ِﻘ ْﻴ َﻢ ا‬ َ‫ﺼ‬ َّ ‫ﻲ اﻟ‬ َ ‫ﺼ ْﻮ َم اﻟ َﺰّآَﺎ َة َو ُﺗ ْﺆ ِﺗ‬ ُ ‫ن َو َﺗ‬ َ ‫َر َﻣﻀَﺎ‬ ‫ﺞ‬ َّ ‫ﺤ‬ ُ ‫ن َﺒ ْﻴﺖَا ْﻟ َو َﺗ‬ ِ ‫ﺖ ِإ‬ َ ‫ﻄ ْﻌ‬ َ ‫ﺳ َﺘ‬ ْ ‫ﻼ ِإَﻟ ْﻴ ِﻪ ا‬ ً ‫ﺳ ِﺒ ْﻴ‬ َ ‫ل‬ َ ‫ ﻗَﺎ‬: ،َ‫ﺻ َﺪ ْﻗﺖ‬ َ ‫ﺠ ْﺒﻨَﺎ‬ ِ ‫ﺴَﺄُﻟ ُﻪ َﻟ ُﻪ َﻓ َﻌ‬ ْ ‫ َﻳ‬،ُ‫ﺼ ِّﺪ ُﻗﻪ‬ َ ‫ل َو ُﻳ‬ َ ‫ﻗَﺎ‬: ‫ﺧ ِﺒ ْﺮﻧِﻲ‬ ْ ‫ﻦ َﻓَﺄ‬ ِ‫ﻋ‬ َ ‫ن‬ ِ ‫ﻹ ْﻳﻤَﺎ‬ ِ ‫ل ْا‬ َ ‫ ﻗَﺎ‬: ‫ن‬ ْ ‫ﻦ َأ‬ َ ‫ﷲ ُﺗ ْﺆ ِﻣ‬ ِ ‫ﻼ ِﺋ َﻜ ِﺘ ِﻪ ﺑِﺎ‬ َ ‫ﺳِﻠ ِﻪ َو ُآ ُﺘ ِﺒ ِﻪ َو َﻣ‬ ُ ‫ﺧ ِﺮ وَا ْﻟ َﻴ ْﻮ ِم َو ُر‬ ِ ‫ﻦ اﻵ‬ َ ‫ﺧ ﺑِﺎ ْﻟ َﻘ َﺪ ِر َو ُﺗ ْﺆ ِﻣ‬ َ ‫ﺷ ِّﺮ ِﻩ ْﻴ ِﺮ ِﻩ‬ َ ‫ َو‬. ‫ل‬ َ ‫ﻗَﺎ‬ ،َ‫ﺻ َﺪ ْﻗﺖ‬ َ ‫ل‬ َ ‫ﺧ ِﺒ ْﺮﻧِﻲ ﻗَﺎ‬ ْ ‫ﻦ َﻓَﺄ‬ ِ‫ﻋ‬ َ ،ِ‫ﺣﺴَﺎن‬ ْ‫ﻹ‬ ِ ‫ل ْا‬ َ ‫ﻗَﺎ‬: ‫ن‬ ْ ‫ﷲ َﺗ ْﻌ ُﺒ َﺪ َأ‬ َ ‫ﻚا‬ َ ‫ن َﺗﺮَا ُﻩ َآَﺄ َّﻧ‬ ْ ‫ﻦ َﻟ ْﻢ َﻓِﺈ‬ ْ ‫ك َﻓِﺈ َﻧّ ُﻪ َﺗﺮَا ُﻩ َﺗ ُﻜ‬ َ ‫َﻳﺮَا‬ Artinya : Dari Saidina Umar bin Khathab r.a., beliau berkata,”Pada suatu hari ketika kami bersama-sama Rasulullah SAW, datang seorang laki-laki berpakaian putih dan rambut hitam, tetapi tidak nampak tanda-tanda bahwa dia orang musafir dan kami tidak seorang pun yang kenal dengan orang itu. Dia duduk berhadapan dengan Nabi dengan mengadu lututnya dengan lutut Nabi dan meletakkan tangannya di atas pahanya, lalu dia bertanya, "Wahai Muhammad, coba ceritakan kepadaku tentang Islam. Nabi menjawab, "Islam ialah engkau mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu Rasulullah, engkau kerjakan shalat, engkau kerjakan zakat,engkau lakukan puasa Ramadhan, engkau naik Haji kalau kuasa.Laki-laki itu menjawab, "Benar"."Kami heran", kata Umar bin Khathab. Dia bertanya dan dia pula yang membenarkan. Lalu dia bertanya lagi, "Coba ceritakan tentang Iman !" Nabi menjawab, "Iman ialah supaya engkau percaya kepada Allah, malaikatNya, RasulNya, hari akhirat dan percaya dengan takdir baik dan buruknya”Dia menjawab, "Benar !" Dia bertanya lagi, "Apa Ihsan itu ?" Nabi menjawab, "Bahwa engkau menyembah Tuhan seolah-olah engkau melihat-Nya, tetapi kalau engkau tidak dapat melihat-Nya maka dia melihat akan engkau. " …(HR Imam Bukhari dan Muslim) Dari Hadis tersebut jelaslah terlihat ada 3 (tiga) hal pokok di dalam Agama Islam, yaitu ISLAM, IMAN dan IHSAN.


Islam yang dimaksud dalam hadis tersebut adalah yang kita sebut rukun Islam yang lima, sasarannya adalah syari’at lahir. Ilmu dalam Agama Islam yang membahas kaidah-kaidah dan ketentuan syariat ibadah secara lahiriah, baik secara hablum minallah maupun hablum minannas adalah ilmu fikih. Iman yang dimaksud dalam hadis di atas adalah yang kita sebut rukun Iman yang enam, sasarannya adalah I’tikad, keyakinan. Ilmu yang membahas tentang itu adalah Ushuluddin atau ilmu kalam, bila khusus membahas tentang Ketuhanan disebut pula dengan Ilmu Tauhid. Ihsan yang dimaksud di atas itu sasarannya adalah batin rohaniyah. Untuk menjalankan rukun Islam serta meningkatkan keimanan itulah diperlukan Ihsan, agar Allah senantiasa hadir di dalam hidup dan kehidupan, baik di dalam beribadah secara umum apalagi beribadah secara khusus seperti menjalankan kelima rukun Islam tersebut. Untuk mendalami Ihsan itulah dipelajari lewat Ilmu Tasawuf. Untuk mengamalkan Tasawuf itulah diperlukan adanya Tarekat. Banyak orang yang belum begitu paham tentang apa itu Tasawuf dan apa itu Tarekat. Konsekuensinya, kalau anda ingin mempelajari Tasawuf, pasti anda mengambil Tarekat. Sebab, pengamalan Tasawuf ada di dalam berbagi Tarekat- kalau bukan Tarekat yang sudah mapan, maka Tarekat anda sendiri. Bila Tasawuf hanya diartikan sebagai banyak berpuasa, tidak mau diajak korupsi, atau hanya diartikan sebagai suatu sikap keilmuan, orang memang tidak usah ikut Tarekat atau tidak perlu mengambil salah salah satu bentuk Tarekat. Akan tetapi, bila Tasawuf sudah mencapai pengertian Riyaadhah (latihan dengan menempuh berbagai tingkatan tertentu), orang harus mengambil tarekat. Harus ada bentuknya, apa pun namanya –Naqsyabandiyah, Qadiriyah dan sebagainya. Keterangan ini penting bila anda menghadapi anggapan orang bahwa Tarekat atau Tasawuf bukan ajaran Islam. Misalnya, bila ada orang yang menganggap bahwa Tarekat atau Tasawuf itu adalah bid’ah, anda dapat mengatakan bahwa sebelum menjadi rasul pun, Nabi Muhammad sudah menjadi seorang Sufi. Para sahabat yang tinggal di shuffah pun ternyata tidak diusir oleh Nabi saw. Bahkan, Nabi saw meminta para sahabat lain untuk membantu memberi makan mereka.


Ada sebuah riwayat riwayat yang menuturkan bahwa Imam AlGhazali mula-mula adalah seorang fakih (ahli fikih) sekaligus filosof yang tidak tertarik pada Tasawuf. Pada suatu waktu ia menjadi Imam di mesjid. Al-Ghazali mempunyai adik yang bernama Ahmad. Ahmad hampir tidak pernah berjema’ah di belakang Al-Ghazali. Suatu hari, Ahmad shalat juga menjadi makmum di belakang AlGhazali. Akan tetapi, di pertengahan shalat Ahmad kemudian munfarid-melepaskan diri dari shalat shalat berjemaah yang diimami Al-Ghazali. Sesudah selesai shalat, orang-orang menduga ada konflik antara dua saudara ini. Ketika Al-Ghazali bertanya, “Mengapa engkau tadi munfarid?” Ahmad menjawab,”Pada rakaat kedua tadi, aku melihat badanmu penuh darah. Oleh sebab itu, aku menghentikan shalatku, dan aku shalat sendirian. Aku tidak tahan melihat darah”. Al-Ghazali tersentak, sebab tepat pada rakaat kedua, ia tiba-tiba teringat pada buku fikih yang sedang ditulisnya dan kebetulan, sampai pada bab tentang Haid dan Nifas. Anda boleh percaya atau tidak. Akan tetapi,”melihat darah” adalah sebuah fenomena batiniyah. Untuk mengetahui yang batiniah itu ada methodenya itulah disebut Tasawuf, khususnya lagi adalah tarekat. Jadi Tasawuf adalah suatu ilmu untuk mengetahui atau memperoleh pengetahuan yang tidak diperoleh melalui pengamatan empiris atau penalaran akal, tetapi diperoleh melalui latihan-latihan ruhani. TAREKAT NAQSYABANDIYAH PIMPINAN PROF.DR.H. SAIDI SYEKH KADIRUN YAHYA TAREKAT NAQSYABANDIYAH Tarekat ini dimasyhurkan oleh Muhammad bin Muhammad Bahauddin Al-Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandi q.s. (silsilah ke-15). Beliau dilahirkan di Qashrul ‘Arifan, Bukhara, Uzbekistan tahun 717 - 791 H / 1318 - 1389 M, yang kemudian terkenal dengan nama Bahauddin Naqsyabandi. Beliau mendapat sebutan Naqysabandi yang berarti lukisan, disebabkan Saidi Syekh Naqsyabandi sangat pandai melukiskan kehidupan yang ghaib-ghaib kepada muridnya. Syekh Naqsyabandi lahir dari lingkungan keluarga sosial yang baik dan kelahirannya disertai oleh kejadian yang aneh. Menurut satu riwayat, jauh sebelum tiba waktu kelahirannya sudah ada tanda-tanda aneh yaitu bau harum semerbak di desa kelahirannya itu. Bau harum itu tercium ketika rombongan Syekh Muhammad Baba As Samasi q.s.


(silsilah ke-13), seorang wali besar dari Sammas (sekitar4 km dan Bukhara), bersama pengikutnya melewati dasa tersebut. Ketika itu As Samasi berkata, "Bau harum yang kita cium sekarang ini datang dari seorang laki-laki yang akan lahir di desa ini".Sekitar tiga hari sebelum Naqsyabandi lahir, wali besar ini kembali menegaskan bahwa bau harum itu semakin semerbak. Setelah Naqsyabandi lahir, dia segera dibawa oleh ayahnya kepada Syekh Muhammad Baba As Samasi yang menerimanya dengan gembira.As Samasi berkata, "Ini adalah anakku, dan menjadi saksilah kamu bahwa aku menerimanya". Naqsyabandi rajin menuntut ilmu dan dengan senang hati menekuni tasawuf. Dia belajar tasawuf kepada Muhammad Baba Assamasi ketika beliau berusia 18 tahun. Untuk itu beliau bermukim di Sammas dan belajar di situ sampai gurunya (Syekh As Samasi) wafat. Sebelum Syekh As Samasi wafat, beliau mengangkat Naqsyabandi sebagai khalifahnya. Setelah gurunya wafat, dia pergi ke Samarkand, kemudian pulang ke Bukhara, setelah itu pulang ke desa tempat kelahirannya. Setelah belajar dengan Syekh Baba As Samasi, Naqsyabandi belajar ilmu Tarikat kepada seorang wali quthub di Nasyaf, yaitu Syekh As Sayyid Amir Kulal q.s. (silsilah ke-14). Syekh Amir Kulal q.s. (772 H/ 1371 M) adalah salah seorang khalifah Muhammad Baba As Samasi. Dari Syekh Amir Kulal inilah Naqsyabandi menerima statuta sebagai Ahli Silsilah, sebagai Syekh Mursyid tarekat yang dikembangkannya. Meskipun Naqsyabandi belajar tasawuf dari Syakh Muhammad BabaAs Samasi, dan tarekat yang diperolehnya dari Syekh Amir Kulal juga berasal dari Syekh As Samasi, namun Tarekat Naqsyabandiyah tidak persis sama dengan tarekat As Samasi. Zikir Syekh Muhammad Baba AsSamasi diucapkan dengan suara keras bila dilaksanakan pada waktu zikir berjamaah, namun bila sendiri-sendiri tetap zikir qalbi, sedangkan zikir Tarekat Naqsyabandiyah adalah zikir qalbi, yaitu diucapkan tanpa suara, baik sendiri-sendiri maupun berjamaah. Zikir Syekh Naqsyabandi sama dengan zikir Syekh Abdul Khalik Fajduani q.s. (Silsilah ke-9), salah seorang khalifah Syekh Abu Yaqub Yusuf al Hamadani (silsilah ke-8). Menurut salah satu riwayat, Syekh Abdul Khalik Fajduani mengamalkan pendidikan Uwais Al Qarni yang melaksanakan zikir qalbi tanpa suara.


Sesungguhnya zikir Tarekat Naqsyabandiyah ini pada awalnya dikembangkan oleh Syekh Abu Yaqub Yusuf Al-Hamadani q.s.( silsilah ke-8), wafat 353 h / 1140 M. Al Hamadani adalah seorang sufi yang hidup sezaman dengan Syekh Abdul Qadir Jaelani q.s. (470 H – 561 H / 1077 M - 1166 M), seorang tokoh sufi dan wali besar. Syekh Al Hamadani mempunyai dua orang khalifah utama yaitu Syekh Abdul Khalik Fajduani q.s. (silsilah ke-9) wafat 1220 M dan Syekh Ahmad Al-Yasawi (wafat 562 H / 1169 M). Syekh Abdul Khalik Fajduani q.s inilah yang meneruskan silsilah tarekat ini sampai dengan Syekh Bahauddin Naqsyabandi. Adapun Syekh Ahmad Al Yasawi kemudian mendirikan Tarekat Yasawiyah di Asia Tengah yang kemudian menyebar ke daerah Turki dan di daerah Anatolia Asia Kecil. Abdul Khalik Fajduani q.s. menyebar luaskan ajaran tarekat ini ke daerah Transoksania di Asia Tengah. Abdul Khalik Fajduani yang taraketnya bernama Tarekat Khwajakhan menetapkan 8 (delapan) ajaran dasar tarekatnya, yang kemudian ditambah 3 (tiga) ajaran dasar lagi oleh Syekh Bahauddin Naqsyabandi. Dalam perjalanan hidupnya, Syekh Naqsyabandi pernah bekerja untuk Sultan Khalil, penguasa Samarkand dan memberikan andil yang besar sekali dalam membina masyarakat menjadi makmur sehingga pemerintahan Sultan Khalil menjadi terkenal. Setelah Sultan Khalil wafat (1347 M), AnNaqsyabandi pergi ke Zerwatun (Khurasan) dan hidup sebagai sufi yang zuhud, sambil melakukan amal kebaikan untuk umat manusia dan binatang selama 7 tahun. Pencatatan segala perbuatan dan amalnya dilakukan dengan baik oleh Saleh bin al-Mubarak, salah seorang muridnya yang setia. Himpunan catatan tersebut dimuat dalam sebuah karya berjudul “Maqamaat Sayyidina Syah Naqsyaband". Pusat perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah ini pertama kali berada di daerah Asia Tengah. Ketika tarekat ini dipimpin oleh Syekh Ubaidullah AlAhrar q.s. (silsilah ke-18) hampir seluruh wilayah Asia Tengah mengikuti Tarekat Naqsyabandiyah. Atas hasil usaha keras dari Syekh Al Ahrar, tarekat ini berkembang meluas sampai ke Turki dan India, sehingga pusat-pusat tarekat ini berdiri di kota maupun daerah, seperti di Samarkand, Merv, Chiva, Tashkent, Harrat, Bukhara, Cina, Turkestan, Khokand, Afghanistan, Iran, Baluchistan dan India.


Syekh Muhammad Baqi Billah q.s. (silsilah ke-22) yang bermukim di Delhi India, sangat berjasa dalam mengembangkan dan membina tarekat ini. Sejumlah murid Syekh Baqi Billah seperti Syekh Murad bin Ali Bukhari mengembangkan tarekat ini ke wilayah Suria dan Anatolia pada abad ke-17. Muridnya yang lain yaitu Syekh Tajuddin bin Zakaria menyebarkan tarekat ini ke Makkatul Mukarramah, sedangkan Syekh Ahmad Abu AlWafah bin Ujail ke daerah Yaman dan Syekh Ahmad bin Muhammad Dimyati ke daerah Mesir. Sekitar tahun 1837, Tarekat Naqsyabandiyah pun berkembang di Saudi Arabia dan berpusat di Jabal Qubays Mekkah. Dari Jabal Qubays inilah mulai dari Saidi Syekh Sulaiman Zuhdi q.s. (silsilah ke32), dilanjutkan Saidi Syekh Ali Ridla q.s. (silsilah ke-33), kemudian ketika sampai pada Saidi Syekh Muhammad Hasyim al Khalidi q.s. (silsilah ke-34) masuk ke Indonesia. Dari Saidi Syekh Muhammad Hasyim turun statuta Ahli Silsilah Syekh Mursyid kepada Saidi Syekh Kadirun Yahya MuhammadAmin Al Khalidi q.s. (silsilah ke-35). SILSILAH DAN PERUBAHAN NAMA TAREKAT NAQSYANDIYAH SILSILAH Seorang murid atau salik hendaklah mengambil seorang Syekh Mursyid sebagai guru dan pembimbing rohaninya, baik secara syariat maupun hakikat. Seorang Syekh Mursyid menerima ijazah dari Syekh Mursyidnya terus sambung menyambung sampai kepada junjungan Kita Muhammad SAW yang menerima ajaran ini dari malaikat Jibril a.s yang diperintahkan oleh Allah SWT. Di dalam Tarekat Naqsyabandiyah, urutan silsilah ini harus jelas jelas sambung menyambung Syekh Mursyidnya, dan ini adalah amat penting dan menentukan. Seorang Syekh Mursyid menerima ijazah dari Mursyid sebelumnya dan demikian pula Syekh Mursyid pendahulunya menerimanya dari Syekh Mursyid sebelumnya. Ijazah inilah yang menentukan sehingga dia berhak menerima statuta Waliyam Mursyida, Syekh Mursyid yang kamil mukammil. Pada Tarekat Naqsyabandiyah, silsilah Prof. Dr. H. S.S.Kadirun Yahya adalah Syekh Mursyid yang ke-35. Allah SWT mengutus malaikat Jibril a.s. untuk menyampaikan rahasia yang amat halus kemudian menempatkannya pada tempat yang amat suci, yang kemudian menjadi hamba-Nya yang sempurna dan kekasih-Nya yang utama, yaitu Nabi Muhammad SAW. Pada usia 40 (empatpuluh) tahun,


Muhammad diangkat menjadi Rasul dan dinyatakan sepenuhnya bahwa Muhammad itu adalah abduhu wa rasuluhu menjadi hamba dan Rasul-Nya. Pada waktu menerima wahyu yang pertama di Gua Hira’ Jabal Nur, selain menerima wahyu pertama, yaitu surat Al ‘Alaq ayat 1 sampai dengan ayat 5, bersamaan dengan itu pula ditalqinkan ke dalam batin Rasulullah lafzul jalalah, rahasia yang amat sangat halus dan merupakan inti Al Qur’an seluruhnya. Rahasia yang amat sangat halus inilah yang merupakan jalan untuk berhubungan langsung kepada Allah Azzawajala yang diamalkan oleh Rasulullah SAW. Pada masa Rasulullah amalan ini dinamakan Tarikatus Sirriyah. Tarikatus Sirriyah inilah yang diturunkan oleh Rasulullah kepada para sahabatnya, termasuk kepada sahabat utamanya Sayyidina Abu Bakar Siddiq r.a. Inilah cikal bakal ajaran dan amal Tarekat Naqsyabandiyah. Silsilah lengkap Tarekat Naqsyabandiyah yang dipimpin oleh Prof. Dr. H. S. S.Kadirun Yahya bermula dari Allah SWT mengutus Malaikat Jibril Alaihis Salam untuk mentalqinkan rahasia yang amat sangat halus kepada hamba-Nya yang amat suci, kekasih-Nya yang utama, yaitu Nabi Muhammad SAW, dan dari Nabi Muhammad SAW turun kepada : 1) Sayyidina Abu Bakar Siddiq radiyallahu ta’ala anhu (r.a.). GelarAsSiddik yang berarti benar dan membenarkan kebenaran, dan melaksanakan kebenaran itu dalam perkataan dan perbuatan, lahir maupun batin. Beliau adalah khalifah pertama dari Khulafaur Rasyidin. Dari beliau turun kepada, 2) Sayyidina Salman Al-Farisi r.a. Beliau adalah murid utama Sayyidina Abu Bakar dan terkenal sebagal tokoh sufi dan tokoh Ilmu Alam, Ilmu Falak yang kenamaan. Dari beliau turun kepada, 3) Al Imam Sayyidina Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar As Siddiq r.a. Dari beliau turun kepada, 4) Al Imam Sayyidina Ja’far As Shadiq r.a. Imam Ja’far adalah anak cucu Sayyidina Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar Siddik ra. Beliau terkenal sebagai ahli kesusasteraan dan ahli hukum dan karena keahliannya itu, serta kebenaran dan kesuciannya, menyebabkan dia sangat dihormati. Dari beliau turun kepada,


5) Al ‘Arif Billah Sultanul Arifin Asy Syekh Thaifur bin Isa bin Adam bin Sarusyan, yang dimashurkan namanya dengan AsySyekh Abu Yazid Al—Busthami quddusa sirruhu (q.s.). Gelar Sultanul Arifin berarti imam besar, orang yang mengatahui, imam tasawuf, pemimpin besar yang pertama dalam tarekat keturunan Sayyidina Abu Bakar Siddiq r.a. Dari beliau turun kepada, 6) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Abul Hasan Ali bin Abu Ja’far AlKharqani q.s. Keistimewaannya dia sangat kasih kepada Allah dan Rasul-Nya, dan dari beliau turun kepada penghulu sekalian quthub. Dari beliau turun kepada, 7) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Abu Ali Al-Fadhal bin Muhammad Aththusi AlFarimadi q.s. Dari beliau turun kepada wali Allah, 8) Al ‘Arif billah Asy Syekh Abu Yakub Yusuf AI-Hamadani bin Ayyub bin Yusuf bin AI-Husain q.s. Nama lain beliau adalah Abu Ali As Samadani. Dari beliau turun kepada wali Allah, yaitu: 9) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Abdul Khaliq AI-Fajduwani Ibnu Al-Imam Abdul Jamil q.s. Beliau itu nasabnya sampai kepada Al-Imam Malik bin Anas ra. Dari beliau turun kepada quthub penghulu sekalian wali Allah, yaitu, 10) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Ar Riwikari q.s. Dari beliau turun kepada hamba Allah, kepala daripada sekalian guru-guru, yaitu, 11) Al ‘Arif Billah Asy Syekh MahmudAl-Anjir Faghnawi q.s. Beliau adalah aulia Allah yang mempunyai sifat dan perangai sempurna dalam menuntut ridla Allah dan sempurna abdinya kepada Allah azza wajalla. Dari beliau turun kepada wali yang sangat kasih akan Tuhannya yang ghani, yaitu, 12) Al ‘Arif Billah Asy Syekh AliAr Ramitani, yang dimasyhurkan namanya dengan AsySyekh Azizan q.s. Dari beliau turun kepada murid yang sangat tinggi ilmu tarikat dan makrifatnya. Dari beliau turun kepada penghulu sekalian wali Allah, yaitu, 13) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Muhammad Baba As Samasi q.s.Beliau adalah seorang aulia Allah dari keturunan Tionghoa. Beliau senantiasa mujahadah dan musyahadah kepada Tuhan dan beliau adalah penghulu dari sekalian wali-wali Allah. Syakh Muhammad Baba As Samasi q.s hidup dalam satu zaman dengan Asy Syakh Ali Ar Ramitani dan dengan Syekh Abdul Qadir Jaelani q.s. Dari beliau


turun kepada raja yang besar lagi sayyid, kepala sekalian guru-guru, yaitu, 14) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Sayyid Amir Kulal bin Sayyid Hamzah q.s. Syekh Sayyid Amir Kulal adalah raja di tanah Arab yang besar dan dia bergelar sayyid mempunyai keturunan bangsawan, dan beliau adalah guru hakikat dan makrifat. Dari beliau turun kepada wali Allah yang masyhur keramatnya dan makmur, ialah imam Tarikat Naqsyabandiyah yang terkenal namanya dengan Syah Naqsyabandy, yaitu, 15) Al ‘Arif Billah Asy Syekh As Sayyid Bahauddin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Asy Syarif Al Husaini Al Hasani Al Uwaisi Al Bukhari q.s. Beliau meletakkan dasar-dasar zikir qalbi yang sirri, zikir batin qalbi yang tidak berbunyi dan tidak bergerak, dan beliau meletakkan kemurnian ibadat semata-mata lillaahi ta’ala, tergambar dalam do’a beliau yang diajarkan kepada murid-muridnya "Ilahii anta makshuudii waridhaaka mathluubii". Secara murni meneruskan ibadat Thariqatus Sirriyah zaman Rasulullah, Thariqatul Ubudiyah zaman Abu Bakar Siddiq dan Thariqatus Siddiqiyah zaman Salman al Farisi. Beliau amat masyhur dengan keramat-keramatnya dan makmur dengan kekayaannya, lagi terkenal sebagai wali akbar dan wali quthub yang afdhal, yang amat tinggi hakikat dan makrifatnya. Dari murid-muridnya dahulu sampai dengan sekarang, banyak melahirkan wali-wali besar di Timur maupun di Barat, sehingga ajarannya meluas ke seluruh pelosok dunia. Beliau pulalah yang mengatur pelaksanaan iktikaf atau suluk dari 40 (empat puluh) hari menjadi 10 (sepuluh) hari, yang dilaksanakan secara efisien dan efektif, dengan disiplin dan adab suluk yang teguh. Dan dari beliau turun kepada, 16) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Muhammad Al-Bukhari Al-Khawarizumi yang dimashurkan dengan namanya Asy Syekh Alaudin AI-Aththar q.s. Dari beliau turun kepada waliullah, yaitu : 17) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Ya’qub Al-Jarkhiq.s. Dari beliau turun kepada wali yang agung, yaitu : 18) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Nashiruddin Ubaidullah Al-Ahrar AsSamarqandi bin Mahmud bin Sihabuddin q.s. Dari beliau turun kepada raja yang saleh, ialah kepala sekalian guru-guru, yaitu :


19) Al ‘Arif Billah Asy Syekh MuhammadAz Zahid q.s. Dari beliau turun kepada anak saudara perempuannya yang mempunyai kerajaan yang besar dan martabat yang tinggi, yaitu : 20) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Darwis Muhammad Samarqandi q.s. Dari beliau turun kepada anaknya ialah seorang raja yang besar, yang adil lagi pemurah, lagi lemah lembut perkataannya, yaitu : 21) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Muhammad Al-Khawajaki Al-Amkani As Samarqandi q.s. Dari beliau turun kepada wali Allah yang quthub, yaitu ; 22) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Muayyiddin Muhammad Al-Baqi Billah q.s. Dari beliau turun kepada anak cucu Amirul Mukminin Sayyidina Umar Al Faruq r.a, yaitu ; 23) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Akhmad Al-Faruqi As Sirhindi q.s.,yang mashur namanya, yang terkenal denganAl Imam ArRabbani AlMujaddid Alf Fassami. Dari beliau turun kepada anaknya yang tempat kepercayaannya, yang menaruh rahasianya, yang masyhur namanya, yaitu; 24) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Muhammad Ma ’sum q.s. Dari beliau turun kepada anaknya, yaitu Sultanul Aulia, yaitu : 25) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Muhammad Saifuddin q.s. yang bercahaya zahiriah dan batiniahnya. Dari beliau turun kepada Sayyid Syarif yang gilang gemilang cahayanya, sebab nyata zat dan sifat, yaitu ; 26) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Asy Syarif Nur Muhammad Al-Badwani q.s. Dari beliau turun kepada wali Allah yang tinggi pangkatnya, nyata keramatnya, yaitu : 27) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Syamsuddin Habibullah Jani Janani MuzhirAl-‘Alawi q.s. Dari beliau turun kepada kepala sekalian guruguru, kepala sekalian khalifah dan penghulu sekalian wali Allah, yaitu; 28) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Abdullah Ad Dahlawi q.s. dan adalah Syekh Abdullah itu nasabnya sampai kepada Amirul Mukminin Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karamallahu wajhahu. Dari beliau turun kepada; 29) Al ‘Arif Billah Maulana Asy Syekh Dhiyauddin Khalid Al-UtsmaniAlKurdi q.s. Beliau adalah anak cucu amirul mukminin Sayyidina Usman bin Affan r.a. Beliau adalah Syekh yang mashur, ahli Tarekat


Naqsyabandiyah yang fana fillah, lagi baqa billah, yang pada masa suluk menjadi penghulu sekalian khalifah. Dari beliau turun kepada wali Allah yang zuhud akan dunia dan sangat kasih akan zat Allah ta'ala, ialah kepala sekalian guru-guru di dalam negeri Makkah al Musyarrafah, yaitu hamba Allah, 30) Al ‘Arif Billah Sirajul Millah Waddin Asy Syekh Abdullah Al Afandi q.s. Dari beliau turun kepada penghulu sekalian khalifah yang mempunyai keramat yang nyata, yaitu ; 31) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Sulaiman Al Qarimi q.s. Dari beliau turun kepada menantunya yang alim lagi Saleh, yang Senantiasa tafakkur dan muraqabah, baqa billah siang dan malam kepada Tuhan khaliqul ‘alam, dan dari beliau nyata kebesarannya serta kemuliaannya, dan adalah penghulu sekalian khalifah dan ikutan sekalian orang yang suluk, yaitu; 32) Mursyiduna, warabiituna, wa maulana, Al ‘Arif Billah Sayyidi Syekh Sulaiman Az Zuhdi q.s. Dari beliau turun kepada anaknya yang alim lagi Saleh, yang senantiasa tafakkur dan muraqabah, baqa billah siang dan malam dan ikutan Sekalian orang yang Suluk, yaitu ; 33) Mursyiduna, wa rabiituna, wa maulana, Al ‘Arif Billah Sayyidi Syekh Ali Ridha q.s. Ketika meletus perang dunia ke-II di Eropa di sekitar tahun 1937 Ali Ridha q.s. meninggalkan Mekkah menuju Baghdad dan kemudian ke India dan di sana dia meninggal dunia. Ali Ridha q.s. adalah ahli tasawuf dan Syekh Tarekat Naqsyabandiyah yang sangat pintar dan alim, seorang sufi yang masyhur. Kasih sayangnya penuh ditumpahkan kepada muridnya yang kemudian menjadi khalifah Rasul yang ke-34 Seorang berkebangsaan Indonesia. Dari beliau turun kepada muridnya yang menambahi Allah Ta’ala akan sucinya, dan meninggikan Allah Ta’ala akan derajatnya, dan kuat melalui jalan kepada Allah Ta’ala, maka melapangkan dan melebihi Allah Ta’ala baginya, karena menambahi Salam berkhidmat akan Allah Ta’ala, dan memberi bekas barang siapa menuntut jalan kepada Allah ta’ala kepadanya. Kemudian meninggikan Allah Ta’ala atas orang yang hidup akan menambahi yakin zikir yang batin dan mengesakan yang dikenal bagi yang kaya dan miskin dan menjadikan Allah Ta’ala bagi orang yang suluk dengan Tarikatul Ubudiyah dan Naqsyabandiyah, amanat suci Allah Ta’ala dan menyembunyikan dia sebagai walinya yang pilihan, yaitu :


34) Mursyiduna, wa rabiituna, wa maulana, Al 窶連rif Billah Sayyidi Syekh Muhammad Hasyim Al Khalidi q.s. Guru pertama beliau adalah Saidi Syekh Sulaiman Hutapungkut di kota Nopan, Tapanuli Selatan. Sebagai kelanjutan dari pendidikannya, Syekh Muhammad Hasyim berguru dan menerima Ijazah syekh dari Syekh Ali Ar Ridha q.s di Jabal Qubis Mekkah. Setelah kembali ke Indonesia, beliau menetap di Buayan, Sumatera Barat. Selama di Jabal Qubis Mekkah dengan tekun menuntut dan mengamalkan Tarekat Naqsyabandiyah, mendalami syariat dan hakikat serta memperoleh makrifat. Pada kesempatan itu pula beliau berpuluh-puluh kali berziarah ke makam Rasulullah SAW dan melaksanakan ibadat haji.Sebagai seorang perintis kemerdekaan, beliau juga pernah dibuang ke Boven Digul dan menjadi penasehat beberapa pembesar Indonesia dalam perang kemerdekaan. Beliau meninggal dalam usia lanjut, yaitu 90 tahun. Beliau lahir pada tahun 1864 dan maninggal tahun 1954.Dari beliau turun kepada muridnya yang pilihan yang sangat kasih akan gurunya, akan Allah SWT dan Rasul-Nya, yang kuat menjalani jalan hakikat dan kuat mengarjakan jalan berkhidmat, yang dikenal oleh orang banyak sebagal seorang tabib besar, yang mengobati orang banyak, dari penyakit batin dan zahir dengan kekuatan zikrullah, dan menjadi ikutan dari segala orang yang terpelajar yang suluk, yang bertarikat dengan Tarekat Naqsyabandiyah Mujaddidiyah Khalidiyah, yaitu : 35) Mursyiduna, wa rabiituna, wa maulana, Al 窶連rif Billah Sayyidi Syekh Kadirun Yahya Muhammad Amin Al Khalidi q.s. PERUBAHAN NAMA TAREKAT NAQSYABANDIYAH Sebagaimana telah diterangkan bahwa silsilah Tarekat Naqsyabandiyah bersambung mulai dari Rasulullah kepada Sayyidlna Abu Bakar Siddiq ra., kepada Sayyidina Salman Al Farisi ra., dan seterusnya sampai dengan ahli silsilah yang terakhir. Walaupun inti ajaran pokoknya adalah sama, yaitu zikrullah, namun nama-nama tarekatnya berbeda antara pada satu periode ke periode selanjutnya. Nama-nama itu adalah sebagai berikut: 1) Pada masa periode Rasulullah SAW dinamakan dengan Thariqatus Sirriyah, karena halus dan tingginya peramalan ini. 2) Pada masa periode Abu Bakar Siddiq r.a. dinamakan dengan Thariqatul Ubudiyah, karena beliau melihat kesempurnaan


pengabdian Nabi Muhammad SAW sepenuhnya kepada Allah SWT dan untuk-Nya baik lahir maupun batin. 3) Pada masa periode Salman al Farisi r.a. sampai dengan periode Syekh Thaifur Abu Yazid Al Busthami q.s. dinamakan dengan Thariqatus Shiddiqiyah, karena kebenarannya dan kesempurnaan Saidina Abu Bakar Siddiq ra., mengikuti jejak Rasulullah SAW lahir maupun batin. 4) Pada masa periode Abu Yazid AI Busthami sampai dengan periode Syekh Abdul Khaliq Al Fajduwani q.s. dinamakan dengan Thariqatuth Thaifuriyah, memgambil nama asli dari Syekh Thahifur bin Isa bin Adam bin Sarusyam. 5) Pada masa periode Syekh Abdul Khaliq Al Fajduwani q.s. sampai dengan periode Syekh Bahauddin Naqsyabandi q.s dinamakan dengan Thariqatul Khawajakaniyah, memgambil nama khawajah Syekh Abdul Khaliq Al Fajduwani q.s. 6) Pada masa periode Syekh Bahauddin Naqsyabandi q.s. sampai dengan perioda Syekh Nashiruddin Ubaidullah Al Ahrar q.s. dinamakan dengan Thariqatun Naqsyabandiyah memgambil nama dari Syekh Bahauddin Naqsyabandy. 7) Pada masa periode Syekh Nashiruddin Ubaidullah Al Ahrar q.s sampai dengan periode Syekh Ahmad Al Faruqi q.s. dinamakan dengan Thariqatun Naqsyabandiyah Al Ahrariyah. Mengambil nama dari Nashiruddin Ubaidullah Al Ahrar q.s. 8) Pada masa periode Syekh Akhmad Al Faruqi q.s. sampai dengan periode Maulana Asy Syekh Dhiyauddin Khalid Al Ustmani Al Kurdi q.s. dinamakan dengan periode Thariqatun Naqsyabandiyah Al Mujaddidiyah. 9) Pada masa periode Maulana Asy Syekh Dhiyauddin Khalid Al Ustmani Al Kurdi q.s sampai dengan sekarang dinamakan dengan Thariqatun Naqsyabandiyah Al Mujaddidiyah Al Khalidiyah. Nama-nama itu diberikan oleh murid-murid setelah masa hidup Syekh Mursyidnya.Umpamanya nama Thariqatul Ubudiyah diberikan oleh Abu Bakar Siddiq ra, karena beliau melihat kesempurnaan pengabdian Nabi Muhammad SAW. Nama Thariqatus Siddiqiyah diberikan oleh Saidina Salman Al Farisi ra, karena kebenarannya dan kesempurnaan Sayyidina Abu Bakar Siddiq ra. Demikianlah seterusnya.


BEBERAPA BAHASAN POKOK TAREKAT NAQSYABANDIYAH MURSYID Kedudukan mursyid atau pemimpin peramalan dalam suatu tarekat menempati posisi penting dan menentukan. Seorang mursyid bukan hanya memimpin, membimbing dan membina murid-muridnya dalam kehidupan lahiriah dan pergaulan sehari-hari supaya tidak menyimpang dari ajaran-ajaran Islam dan terjerumus ke dalam maksiat seperti berbuat dosa besar atau dosa kecil, tetapi juga memimpin, membimbing dan membina murid-muridnya melaksanakan kewajiban yang ditetapkan olah syara' dan melaksanakan amal-amal Sunnah untuk bertaqarrub mendakatkan diri kepada Allah SWT. Disamping memimpin yang bersifat lahiriah tersebut, seorang mursyid adalah juga pemimpin kerohanian bagi murid-muridnya, menuntun dan membawa murid-muridnya kepada tujuan tarekat guna mendapatkan ridha Allah SWT. Oleh sebab itu seorang mursyid pada hakikatnya adalah sahabat rohani yang sangat akrab sekali dengan rohani muridnya yang bersama-sama tak bercerai-cerai, beriring-iringan, berimam-imam melaksanakan zikrullah dan ibadat lainnya menuju ke hadirat Allah SWT. Persahabatan itu tidak saja semasa hidup di dunia, tetapi persahabatan rohaniah ini tetap berlanjut sampai ke akhirat, walaupun salah seorang telah mendahului berpulang kerahmatullah, dan telah sederetan duduknya dengan para wali Allah yang saleh. As Syekh Muhammad Amin Al Kurdi dalam bukunya yang terkenal "Tanwirul Qulub" menjelaskan bahwa seorang murid/salik dalam usahanya menuju ke hadirat Allah SWT yang didahului dengan tobat, membersihkan diri rohani, kemudian mengisinya dengan amal-amal saleh haruslah mempunyai syekh yang sempurna pada zamannya, yang melaksanakan ketentuan syariat berdasarkan Al Qur’an dan Al Hadits, dan mengikuti peramalan yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW secara berkesinambungan yang diteruskan oleh para ahli silsilah sampai pada zamannya. Seorang mursyid yang silsilahnya berkesinambungan sampai dengan Nabi Muhammad SAW, haruslah mendapatkan izin atau statuta dari mursyid sebelumnya. Dengan demikian seorang mursyid haruslah telah mendapatkan pendidikan yang sempurna, sudah arif billah,


seorang wali yang mendapat izin atau statuta dari mursyid sebelumnya. Seorang murid/salik yang bertarekat tanpa syekh maka mursyidnya adalah setan.(Amin Al Kurdi, 1994 : 353). Sama dengan ajaran dasar Tarekat Naqsyabandiyah ini, Syekh Abu Yazid Al Busthami menyebutkan: ‫ﻦ‬ ْ ‫ﻦ َﻟ ْﻢ َﻣ‬ ْ ‫ﺦ َﻟ ُﻪ َﻳ ُﻜ‬ ٌُ ‫ﺷ ْﻴ‬ َ ‫ﺨ ُﻪ‬ ُ ‫ﺸ ْﻴ‬ َ ‫ن َﻓ‬ ٌُ ‫ﺷ ْﻴﻄَﺎ‬ َ Artinya : Orang yang tidak mempunyai Syekh Mursyid, maka syekh mursyidnya adalah syetan. Pengertian Mursyid dijelaskan oleh Prof.Dr.H.S.S.Kadirun Yahya dalam beberapa buku dan ceramahnya bahwa Mursyid itu bukan wasilah, tetapi mursyid itu adalah pembawa wasilah atau hamilul wasilah, atau wasilah carrier, menggabungkan wasilah itu kepada wasilah yang telah ada pada ronaniah Rasulullah SAW. Sebagai pemimpin rohani, mursyid mempunyai sifat-sifat kerohanian yang sempurna, bersih dan kehidupan batin yang murni. Mursyid adalah yang kuat sekali jiwanya, memiliki segala keutamaan, dan mempunyai kemampuan makrifat. Mursyid merupakan kekasih Tuhan. Secara khusus mendapat berkah daripada-Nya, dan sekaligus menjadi pembawa wasilah dari hambanya kepada Tuhannya. Pada dirinya terkumpul makrifat sempurna tentang syariat Tuhan, mengetahui berbagai penyakit rohani dan tahu cara pengobatannya. Sebagai kekasih Allah, mursyid mendapat anugerah kemampuan untuk mendatangkan maunah-maunah atau karamah-karamah. Syekh Mursyid dalam melaksanakan tugasnya mempunyai predikatpredikat sesuai dengan tingkat dan bentuk pengajaran yang diberikan kepada murid-muridnya. Predikat-predikat itu dapat saja terkumpul dalam satu orang atau ada pada beberapa orang. Predikat itu antara lain (1) Syekh al-Iradah, yaitu tingkat tertinggi dalam tarekat yang iradahnya (kehendaknya) telah bercampur dan bergabung dengan hukum Tuhan, sehingga dari syekh itu atau atas pengaruhnya orang yang meminta petunjuk menyerahkan jiwa dan raganya secara total. (2) Syekh al-Iqtida‘, yaltu guru yang tindak tanduknya sebaiknya ditiru oleh murid, demikian pula perkataan dan perbuatannya seyogyanya diikuti. (3) Syekh at-Tabarruk, yaitu guru yang selalu dikunjungi oleh orang-orang yang meminta petunjuk, sehingga berkahnya melimpah kepada mereka. (4) Syekh al-Intisab, ialah guru yang atas campur tangan dan sifat kebapakannya, maka


orang yang meminta petunjuknya akan beruntung, lantaran bergantung kepadanya. Dalam hubungan ini orang itu akan menjadi khadamnya (pembantunya) yang setia, serta rela menerima berbagai perintahnya yang berkaitan dengan tugas-tugas keduniaan. (5) Syekh at-Talqin, adalah guru kerohanian yang membantu setiap individu anggota tarikat dengan berbagai do’a atau wirid yang selalu harus diulang-ulang. (6) Syekh at-Tarbiyah, adalah guru yang yang melaksanakan urusan-urusan para pemula dalam suatu lembaga tarekat. Dalil-dalil Banyak dalil naqli Al Qur’an maupun AI Hadits, yang menjelaskan tentang fungsi dan kedudukan mursyid. Menjelaskan dalil naqli tersebut kita temui pula Qaulul Arifin yaitu kata-kata mutiara sufi yang telah arif billah menjelaskan fungsi dan kedudukan mursyid tersebut dalam suatu thariqatullah. Firman Allah SWT : ‫ﻦ‬ ْ ‫ﷲ َﻳ ْﻬ ِﺪ َﻣ‬ ِ ‫ﻦ ا ْﻟ ُﻤ ْﻬ َﺘ ِﺪ َﻓ ُﻬ َﻮ ا‬ ْ ‫ﻞ َو َﻣ‬ ْ ‫ﻀِﻠ‬ ْ ‫ﻦ ُﻳ‬ ْ ‫ﺠ َﺪ َﻓَﻠ‬ ِ ‫ﺷ ْﻴﺪًا َوِﻟ ًﻴّﺎ َﻟ ُﻪ َﺗ‬ ِ ‫ُﻣ ْﺮ‬ Artinya : Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, dialah yang mendapat petunjuk dan siapa yang dibiarkan-Nya sesat, tidak ada seorang pemimpin (Waliyam Mursyida) pun memberinya petunjuk (Q.S. Al Kahfi 18: 17). Firman Allah

orang maka yang SWT:

‫ﻦ َو‬ ْ ‫ﻄ ِﻊ َﻣ‬ ِ ‫ﷲ ُﻳ‬ َ ‫ل َو ا‬ َ ‫ﺳ ْﻮ‬ ُ ‫ﻚ اﻟ َّﺮ‬ َ ‫ﻦ َﻣ َﻊ ﻓَﺄوﻟٰ ِﺌ‬ َ ‫ﷲ َا ْﻧ َﻌ َﻢ اَّﻟ ِﺬ ْﻳ‬ ُ ‫ﻦ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻬ ْﻢ ا‬ َ ‫ﻦ ِﻣ‬ َ ‫ﻦ اﻟ َّﻨ ِﺒ ِّﻴ ْﻴ‬ َ ‫ﺼ ِّﺪ ْﻳ ِﻘ ْﻴ‬ ِّ ‫ﺸﻬَﺪَا ِء وَاﻟ‬ ُّ ‫وَاﻟ‬ ‫ﻦ‬ َ ‫ﺤ ْﻴ‬ ِ ‫ﺼِﻠ‬ َّٰ ‫ﻦ وَاﻟ‬ َ‫ﺴ‬ ُ‫ﺣ‬ َ ‫َر ِﻓ ْﻴﻘًﺎ َو‬ Artinya : Barang siapa mentaati Allah dan Rasul, maka mereka itu bersama-sama dalam deretan orang-orang yang diberikan Allah kurnia pada mereka yaitu para Nabi, para shidiqin, orang-orang syahid dan orang-orang yang Saleh. Adalah sebaik-baiknya bersahabat dengan mereka. (Q.S. An Nisa’ 4: 69). Firman Allah SWT : ‫ﻦ َا ُّﻳﻬَﺎ ﻳَﺎ‬ َ ‫ﷲ ا َّﺗﻘُﻮ اٰ َﻣﻨُﻮا اَّﻟ ِﺬ ْﻳ‬ َ ‫ﻦ َﻣ َﻊ َو ُآ ْﻮ ُﻧﻮْا ا‬ َ ‫ﺼﺪِﻗ ْﻴ‬ َّٰ ‫اﻟ‬


Artinya : Hai orang-orang beriman bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang benar (Q.S. At Taubah 9: 119). Dari Q.S. Al Kahfi 18: 17 tersebut dapat disimpulkan bahwa Mursyid itu adalah seorang wali yang berfungsi sebagai pembimbing rohani dari seorang yang mendapat hidayah dari Allah SWT. Dari Q.S. An Nisa’ 4: 69 juga Q.S. At Taubah 9: 119 Mursyid itu termasuk kelompok orang-orang yang benar dan orang-orang yang saleh. TafsirAl Maraghi V: 128, menjelaskan tentang tafsir Q.S. Al Kahfi 18: 17 bahwa Ashabul Kahfi adalah contoh orang yang mendapat petunjuk, memperoleh jalan yang benar dan mendapat kemenangan dunia akhirat. Mereka itu adalah orang yang mendapat irsyad/petunjuk dari Allah SWT, sedangkan orang yang sesat adalah orang yang tidak mendapatkan hidayah irsyad/petunjuk itu dan tidak pula mendapatkan seseorang yang menunjukinya (mursyid) maka larutlah dia dalam keadaan sesat itu. Sabda Rasulullah SAW : ‫موي عفشي معلص ﻩللا لوسر لاق لاق امﻩنع ﻩللا يضر نافع نب نامثع نع‬ ‫ءادﻩشلا مث ءاملعلا مثءايبنألاةمايقلا‬ Artinya : Dari Usman bin Affan r.a. ia berkata, Rasulullah bersabda,"Di hari kiamat, yang memberi syafaat ada tiga golongan yaitu para nabi, para ulama, dan para syuhada." (H.R. Ibnu Majah). Sabda Rasulullah SAW: ‫عفشي نم يتمأ نم نإ لاق معلص ﻩللا لوسر نأ ﻩنع ﻩللا يضر ديعس يبأ نع‬ ‫نم مﻩنمو ةبصعلل عفشي نم مﻩنمو ةليبقلل عفشي نم مﻩنمو سانلا نم مائفلل‬ ‫ةنجلاولخدي ىتح لجرلل عفشي‬ Artinya : Dari Abu Sa’id, sesungguhnya Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya Sebagian dari umatku ada yang memberi syafa’at kepada golongan besar dari manusia, sebagian dari mereka ada yang memberi syafaat kepada satu suku, sebagian dari mereka ada yang memberi syafaat kepada satu kelompok, sebagian dari mereka ada yang memberi syafaat kepada satu orang, sehingga mereka masuk surga semuanya." (HR.Tarmizi). Rasulullah SAW bersabda : ‫ﻩللا ىلا كليصي ﻩنإف ﻩللا عم نم عم نك ﻩللا عم نكت مل نإف ﻩللا عم نك‬


Adakanlah! (jadikanlah) dirimu (Rohanimu) beserta Allah, jika Engkau belum bisa menjadikan dirimu (Rohanimu) beserta Allah, maka adakanlah (jadikanlah) dirimu (Rohanimu) beserta dengan orang yang beserta Allah, maka sesungguhnya orang itulah yang menghubungkan engkau kepada Allah (yaitu Rohaninya) (HR. Abu Daud). Yang dimaksud dengan ulama dalam hadits riwayat Ibnu Majah dan orang yang memberi syafaat dalam hadits riwayat Tarmizi termasuk para mursyid. Dalam sabda Rasulullah orang yang telah beserta dengan Allah itu termasuk para wali mursyid. Syarat-syarat Mursyid Berdasarkan pengertian tentang mursyid dan dalil-dalilnya, maka tidak semua orang bisa menjadi mursyid. Walaupun fungsi Mursyid itu sama dengan fungsi guru yaitu memimpin, membimbing dan membina murid-muridnya, tetapi bidangnya adalah rohani yang sangat halus yang berpusat pada lubuk hati sanubari. Jadi sifatnya tidak kelihatan, ghaib atau metafisika. Pelajaran yang diberikan mursyid kepada muridnya merupakan transfer of spiritual yaitu Iman dan Takwa (Imtak). Adapun fungsi guru yang kita kenal adalah transfer of knowledge. Dia mengajarkan masalah-masalah ilmu pengetahuan dan teknologl (Iptek). Menurut Al Mukarram Prof. Dr. H. S. S. Kadirun Yahya ada delapan syarat utama bagi seorang mursyid itu, yaitu : 1) Pilihlah guru yang mursyid, yang dicerdikkan Allah SWT dengan izin dan ridha-Nya bukan dicerdikkan oleh yang lain-lain. 2) Kamil lagi Mukammil (sempurna dan menyempurnakan), yang diberi kurnia oleh Allah, karena Allah. 3) Memberi bekas pengajarannya (kalau ia mengajar atau mendo’a berbekas pada si murid, si murid berubah ke arah kebaikan), berbekas pengajarannya itu, dengan izin dan ridla Allah, Biiznillaahi. 4) Masyhur ke sana ke mari, kawan dan lawan mengakui, ia seorang guru besar. 5) Tidak dapat dicela pengajarannya oleh orang yang berakal, karena tidak bertentangan dengan Al Qur’an, Al Hadits dan akal/llmu pengetahuan. 6) Tidak mengerjakan hal yang sia-sia, umpamanya membuat hal-hal yang tidak murni halalnya.


7) Tidak setengah kasih kepada dunia, karena hatinya telah bulat penuh kasih kepada Allah. Dia ada giat bergelora dalam dunia, bekerja hebat dalam dunia, tetapi tidak karena kasih kepada dunia itu, tetapi karena prestasinya itu adalah sebagai wujud pengabdiannya kepada Allah SWT. 8) Mengambil ilmu dari "Polan" yang tertentu; Gurunya harus mempunyai tali ruhaniah yang nyata kepada Allah dan Rasul dengan silsilah yang nyata. Di kalangan sufi atau tarekat, berguru itu yang penting tidak hanya mendapatkan pelajaran atau ilmu pengajaran, tetapi yang lebih penting lagi dalam belajar dengan Syekh Mursyid itu adalah beramal intensif dan berkesinambungan, serta memelihara adab dengan Syekh Mursyid sebaik-baiknya. Dengan cara ini seseorang murid antara lain akan mendapatkan ilmu laduni langsung dari Allah SWT yang berbentuk makrifah karena terbukanya hijab. Inilah yang dimaksud dengan syarat nomor satu tersebut. Syarat yang terpenting lainnya bahwa seseorang mursyid itu harus mempunyai silsilah dan statuta yang jelas dari gurunya, seperti yang tersebut pada syarat nomor delapan. Asy Syekh Muhammad Amin Al Kurdi dalam buku Tanwirul Qulubnya ada 24 (dua puluh empat) syarat yang harus dipenuhi oleh seorang Mursyid yaitu : 1. Mempunyai pengetahuan yang cukup tentang Syariah dan Akidah yang dapat menjawab, dan memberikan penjelasan bila mereka bertanya tentang itu. 2. Mengenal dan arif tentang seluk beluk kesempurnaan dan peranan hati serta mengetahui pula penyakit-penyakit, kegelisahankegelisahannya dan mengetahui pula cara-cara mengobatinya. 3. Bersifat kasih sayang sesama muslim terutama kepada muridnya, apabila seorang mursyid melihat muridnya tidak sanggup meninggalkan kebiasaan-kebiasaan jeleknya maka ia harus bersabar dan tidak mencemarkan nama baiknya. Dia juga harus terus menerus memberi nasihat, memberi petunjuk sampai muridnya itu kembali menjadi orang baik. 4. Mursyid harus menyembunyikan atau merahasiakan aib dari muridmuridnya.


5. Tidak tersangkut hatinya kepada harta muridnya dan tidak pula bermaksud untuk memilikinya. 6. Memerintahkan kepada murid apa yang harus dilaksanakan dan melarang apa yang harus ditinggalkan. Untuk itu mursyid harus memberi contoh sehingga ucapannya menjadi berwibawa. 7. Tidak duduk terus menerus bersama dengan muridnya kecuali sekadar hajat yang diperlukan. Kalau dia bermuzakarah memberi pelajaran kepada murid-muridnya haruslah memakai kitab-kitab yang muktabar supaya mereka bersih dari kotoran yang terlintas dalam hati, dan supaya mereka dapat melaksanakan ibadat yang sah dan sempurna. 8. Ucapannya hendaklah bersih dari senda gurau dan olok-olok, tidak mengucapkan sesuatu yang tidak perlu. 9. Hendaklah selalu bijaksana dan lapang dada terhadap haknya. Tidak boleh minta dihormati, dipuji atau disanjung-sanjung dan tidak membebani murid dengan sesuatu yang tidak sanggup dilaksanakannya dan tidak menyusahkan mereka. 10. Apabila dia melihat seorang murid yang kalau banyak duduk semajelis dengannya, bisa mengurangi kewibawaan dan kebesarannya, hendaklah si murid itu segera disuruh berkhalwat yang tidak begitu jauh darinya. 11. Apabila ia melihat kehormatan terhadap dirinya sudah berkurang dalam anggapan hati murid-muridnya, hendaklah ia segera mengambil langkah-langkah yang bijaksana untuk mencegahnya, sebab yang demikian ini adalah musuh yang terbesar. 12. Tidak lalai untuk memberi petunjuk kepada mereka, tentang halhal untuk kebaikan murid-muridnya. 13. Apabila murid menyampaikan sesuatu yang dilihatnya dalam mukasyafah maka hendaklah ia tidak memperpanjang percakapan tentang itu. Karena kalau mursyid memperpanjang pembicaraannya tentang penglihatan murid tadi, mungkin murid itu akan merasa martabatnya sudah tinggi dan ini akan merusak citranya. 14. Mursyid wajib melarang murid-muridnya membicarakan rahasia tarikat kepada orang yang bukan ikhwannya kecuali terpaksa. Mursyid juga mencegah pembicaraan tentang sesuatu yang luar biasa yang dialaminya walaupun dengan sesama ikhwan, sebab yang


demikian ini akan menimbulkan rasa sombong dan takabur atau menganggap dirinya lebih tinggi dari yang lain. 15. Mursyid hendaklah berkhalwat pada tempat yang khusus dan tidak memperkenankan orang lain masuk kecuali orang-orang yang telah ditentukan. 16. Mursyid hendaklah menjaga agar muridnya tidak melihat segala gerak-geriknya, tidurnya, makan dan minumnya, sebab yang demikian bisa mengurangi penghormatan murid terhadap syekh yang bercerita dan mempergunjingkannya yang merusak kemaslahatan murid itu sendiri. 17. Tidak membiarkan murid terlalu banyak makan, karena banyak makan itu memperlambat tercapainya latihan yang diberikan oleh mursyid, dan banyak makan itu menjadikan murid itu budak perut. 18. Melarang murid-muridnya semajelis dengan mursyid lain, sebab yang demikian membahayakan keadaan murid itu sendiri. Tetapi apabila dia melihat pergaulan itu tidak akan mengurangi kecintaan dan tidak pula akan menggoyahkan pendirian muridnya, maka boleh saja mursyid membiarkan muridnya semajelis dengan syekh lain. 19. Harus mencegah muridnya sering mengunjungi pejabat-pejabat atau para hakim, supaya murid jangan terpengaruh, dan bisa menghambat tujuannya untuk menuju akhirat. 20. Tutur kata dan tegur sapa hendaklah dilaksanakan dengan sopan santun dan lemah lembut dan tidak boleh berbicara kasar atau memaki-maki. 21. Apabila seorang murid mengundangnya maka hendaklah dia menerima undangan itu dengan penuh penghormatan dan penghargaan. 22. Apabila mursyid duduk bersama muridnya, hendaklah dia duduk dengan tenang, sopan, tertib dan tidak gelisah dan tidak banyak menoleh kepada mereka. Tidak tidur bersama mereka, tidak melunjurkan kaki. Para murid harus percaya bahwa mursyid itu mempunyai sifat-sifat terpuji yang menjadi ikutan dan panutan mereka. 23. Apabila mursyid menerima kedatangan murid, hendaklah dia menerimanya dengan senang hati, tidak dengan muka yang masam dan apabila murid meninggalkannya hendaklah mursyid mendo’akannya tanpa diminta. Apabila mursyid datang kepada


muridnya, hendaklah ia berpakaian rapi, bersih dan bersikap yang sebaik-baiknya. 24. Apabila seorang murid tidak hadir di majelis zikir, hendaklah ia bertanya dan meneliti apa sebabnya. Kalau dia sakit, hendaklah dia jenguk atau ada keperluan hendaklah ia bantu atau karena ada suatu halangan hendaklah dia mendo’akannya. As Syekh Amin Al Kurdi berkesimpulan bahwa sifat mursyid harus meneladani sifat-sifat Rasulullah menghadapi sahabat-sahabatnya sesuai dengan kemampuannya (Amin Al Kurdi, 1994 : 453 - 455). Imam Al Ghazali menyatakan bahwa murid tak boleh tidak harus mempunyai syekh yang memimpinnya, sebab jalan iman adalah samar, sedangkan jalan iblis itu banyak dan terang. Barang siapa yang tak mempunyai syekh sebagai petunjuk jalan dia pasti akan dituntun oleh Iblis dalam perjalanannya itu. Menghadirkan Mursyid Prof. Dr. H.S. S. Kadirun Yahya dalam fatwanya pada peringatan hari Guru dan Hari Silsilah tanggal 20 Juni 1996, menegaskan tentang menghadirkan mursyid. Dalam fatwa itu beliau mengatakan salah satu metode berzikir dan beramal dalam thariqatullah Naqsyabandiyah adalah menghadirkan Syekh Mursyid sebagai imam rohani. Dengan hal ini akan mendapatkan konsentrasi penuh dalam berzikir dan beribadat. Sesungguhnya menghadirkan (menyertakan) Syekh Mursyid dalam berzikir dan beribadat tidak hanya terdapat dalam Tarekatullah Naqsyabandiyah, tetapi juga terdapat pada seluruh lembaga tarekat-tarekat muktabarah. Sabda Rasulullah saw : ‫ﺣ َّﺪ َﺛﻨَﺎ‬ َ ‫ن‬ ُ ‫ﺳ ْﻔﻴَﺎ‬ ُ ‫ﻦ‬ ُ ‫ﺧ َﺒ َﺮﻧَﺎ َو ِآ ْﻴ ٍﻊ ْﺑ‬ ْ‫ﻲأ‬ ْ ‫ﻦ أ ِﺑ‬ ْ‫ﻋ‬ َ ‫ن‬ َ ‫ﺳ ْﻔﻴَﺎ‬ ُ ‫ﻦ‬ ْ‫ﻋ‬ َ ‫ﺻ ِﻢ‬ ِ ‫ﻦ ﻋَﺎ‬ ِ ‫ﻋ َﺒ ْﻴ ِﺪ ْﺑ‬ ُ ‫ﷲ‬ ِ ‫ﻦا‬ ْ‫ﻋ‬ َ ‫ﻦ ﺳَﺎِﻟ ٍﻢ‬ ْ‫ﻋ‬ َ ‫ﻦ‬ ِ ‫ﻋ َﻤ َﺮ ا ْﺑ‬ ُ ‫ﻦ‬ ْ‫ﻋ‬ َ ‫ﻋ َﻤ َﺮ‬ ُ ‫ﺳﺘَﺄ أ َﻧّ ُﻪ‬ ْ ‫ن ِا‬ َ ‫ﻲ ْ َذ‬ َّ ‫ل ا ْﻟ ُﻌ ْﻤ َﺮ ِة ﻓِﻰ معلص اﻟ َّﻨ ِﺒ‬ َ ‫يَأ َﻓﻘَﺎ‬ ْ ‫ﻲ‬ َّ ‫ﺧ‬ َ ‫ﺷ ِﺮ ْآﻨَﺎ ُأ‬ ْ ‫ﻚ ﻓِﻰ َا‬ َ ‫ﻻ ُدﻋَﺎ ِﺋ‬ َ ‫ﺴﻨَﺎ َو‬ َ ‫َﺗ ْﻨ‬ Artinya : Menceritakan kepada kami Sofian bin Waki’, mengabarkan kepada kami Bapakku dari Sofian, dari `Ashim bin Ubaidillah, dari Salim, dari Ibnu Umar, dari Umar bin Khattab, bahwa sesungguhnya Umar bin Khattab pada waktu minta ljin kepada Nabi SAW untuk melaksanakan ibadat Umrah, maka Nabi bersabda : "Wahai saudaraku Umar, ikut sertakan aku/hadirkan aku,pada waktu engkau


berdo’a nanti, dan jangan engkau lupakan aku". (Hadits ini adalah hadits Hasan Sahih). (HR. Abu Daud dan Turmuzi). Demikian pula menurut riwayat Saidina Abu Bakar r.a. dan Saidina Ali r.a. menyampaikan kepada Rasulullah SAW bahwa mereka tidak pernah lupa, tetapi selalu teringat kepada Rasulullah pada setiap melaksanakan ibadat bahkan sampai pada waktu di kamar kecil. Rasulullah membenarkan apa yang telah mereka alami itu. Para pakar Tarekat Naqsyabandiah sepakat membolehkan dan membenarkan untuk menghadirkan Syekh Mursyid karena fungsinya sebagai ulama pewaris Nabi, sebagai Imam/pembimbing rohani, dengan tujuan agar orang yang berzikir dan beribadat itu terhindar dari segala was-was, rupa-rupa/pandangan-pandangan lain, bisikanbisikan lain, perasaan-perasaan lain, yang diciptakan oleh iblis dan setan yang selalu mengganggu orang-orang yang berzikir dan beribadat itu, padahal yang bersangkutan belum tinggi kualitas iman dan takwanya. Rasulullah SAW bersabda : ‫ﻩللا ىلا كليصي ﻩنإف ﻩللا عم نم عم نك ﻩللا عم نكت مل نإف ﻩللا عم نك‬ "Jadikanlah dirimu beserta dengan Allah, jika kamu belum bisa menjadikan dirimu beserta dengan Allah maka jadikanlah dirimu beserta dengan orang yang telah beserta dengan Allah, maka sesungguhnya orang itulah yang menghubungkan engkau (rohanimu) kepada Allah" (H.R. Abu Daud). WASILAH dan RABITAH Pengertian Wasilah Sebagaimana halnya masalah mursyid, masalah wasilah dan rabitah dalam suatu tarekat pada waktu melaksanakan zikir dan ibadah menempati posisi penting dan menentukan. Seluruh sufi yang bertarekat pasti bermursyid, berwasilah dan merabitahkan rohaniahnya dalam beramal dan beribadah : Artinya :Hai orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan (sukses). (QS.Al Maidah :35). Dalam Kamus al Munjid dikatakan : ‫ﺳ ْﻴَﻠ ُﺔ‬ ِ ‫ب ﻣَﺎ َا ْﻟ َﻮ‬ ُ ّ‫ﻰ َﻳ َﺘ َﻘ َﺮ‬ َ ‫ا ْﻟ َﻐ ْﻴ ِﺮ إﻟ‬ “Wasilah adalah sesuatu yang mendekatkan kepada yang lain.”


Ibnu Abbas menegaskan : ‫ﺳ ْﻴَﻠ ُﺔ‬ ِ ‫ﻲ َا ْﻟ َﻮ‬ َ ‫ا ْﻟ َﻘﺮَا َﺑ ُﺔ ِه‬

“Wasilah adalah suatu pendekatan “ Dalam Tafsir Ibnu Katsir II :52-53 pada waktu menafsirkan QS Al Maidah :35 , menyatakan : ‫ﺳ ْﻴﻠَﺔ‬ ِ ‫ﻲ َا ْﻟ َﻮ‬ َ ‫ﻞ اَّﻟﺘِﻰ ِه‬ ُ‫ﺻ‬ َّ ‫ﻞ إﻟَﻰ ِﺑﻬَﺎ ُﻳ َﺘ َﻮ‬ ِ ‫ﺼ ْﻴ‬ ِ ‫ﺤ‬ ْ ‫ﺼ ْﻮ ِد َﺗ‬ ُ ‫ا ْﻟ َﻤ ْﻘ‬ “Wasilah itu ialah sesuatu yang menyampaikan kepada maksud” Syekh Sulaiman Zuhdi pada waktu menafsirkan QS.Al Maidah:35 menyatakan : ‫ﺳ ْﻴَﻠ ُﺔ‬ ِ ‫ﻋ َا ْﻟ َﻮ‬ َ ‫ﻞ ﺎ ٌم‬ ِّ ‫ﻞ ﻣَﺎ ِﻟ ُﻜ‬ ُ‫ﺻ‬ َ ‫ل ِﺑ ِﻪ َﻳ َﺘ َﻮ‬ َ ‫ﺼ ْﻮ ِد إ‬ ُ ‫ﻲ ا ْﻟ َﻤ ْﻘ‬ ُّ ‫ب معلص وَاﻟ َّﻨ ِﺒ‬ ُ ‫ﻞ ا ْﻟ َﻮﺳَﺎ َا ْﻗ َﺮ‬ ِ ‫ﻰ ِﺋ‬ َ ‫ﷲ إﻟ‬ ِ ‫ﻰا‬ َ ‫َﺗﻮَا ِﺋ ُﺒ ُﻪ ُﺛ َّﻢ َﺗﻌَﺎﻟ‬ ‫ﻦ معلص‬ َ ‫ﻦ ِﻣ‬ َ ‫ﺴ َﺘ ْﻜ ِﻤِﻠ ْﻴ‬ ْ ‫ﻦ ا ْﻟ ُﻤ‬ َ ‫ﺻِﻠ ْﻴ‬ ِ ‫ﻰ ا ْﻟﻮَا‬ َ ‫ﷲ إﻟ‬ ِ ‫ﻰا‬ َ ‫ﻲ َﺗﻌَﺎﻟ‬ ْ ‫ﻞ ِﻓ‬ ِّ ‫ن ُآ‬ ٍ ‫َﻗ ْﺮ‬ “Pengertian umum dari wasilah adalah sesuatu yang dapat menyampaikan kita kepada suatu maksud atau tujuan. Nabi Muhammad SAW adalah wasilah yang paling dekat untuk sampai kepada Allah SWT, kemudian kepada penerusnya-penerusnya yang Kamil Mukammil yang telah sampai kepada Allah SWT yang ada pada tiap-tiap abad atau tiap-tiap masa” Dalam ilmu balaghah dikenal istilah “Majaz Mursal : ‫ﻦ‬ ْ ‫ق ِﻣ‬ ِ‫ﻼ‬ َ‫ﻃ‬ ْ ‫ﻞإ‬ ِّ ‫ﺤ‬ َ ‫ا ْﻟﺤَﺎل وَإرَا َد ِة ا ْﻟ َﻤ‬ artinya menyebut wadah, sedangkan sebenarnya yang dimaksud adalah isinya. Disebutkan pula Nabi Muhammad sebagai wasilah, tetapi yang dimaksud sebenarnya adalah Nuurun ala nuurin yang ada pada rohani Rasulullah SAW. Prof.DR.H.S.S Kadirun Yahya menyatakan bahwa wasilah itu adalah suatu channel, saluran atau frekuensi yang tak terhingga yang langsung membawa kita kehaderat Allah SWT. Wasilah itu ialah : ‫ﻰ ُﻧ ْﻮ ٌر‬ َ ‫ﷲ ُﻧ ْﻮ ٍر ﻋَﻠ‬ ُ ‫ﻦ ِﻟ ُﻨ ْﻮ ِر ِﻩ َﻳ ْﻬﺪِا‬ ْ ‫َﻳﺸَﺂ ُء َﻣ‬ “Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki “(QS An-Nur :35). Wasilah itu telah ditanamkan ke dalam diri rohani Arwahul Muqaddasah Rasulullah SAW yang merupakan sentral penghubung antara Rasulullah SAW dan ummatnya menuju kehaderat Allah SWT. Para Sahabat dan ummat Rasulllah SAW harus mendapatkan wasilah ini di samping menerima Alquran dan As-Sunah (lihat kembali Capita Selecta III )


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.