6 minute read

Akhyar Hanif: Saya Hanya Ingin FUAD Menjadi Rumah Bagi Kita - Hal

IAIN itu kan “A” nya adalah agama. Kalau kita berbicara Islam tentu ada keilmuan Islam yang fundamental mungkin kita sebut Jurusanjurusan yang berakar dari rumpun ilmu keislaman, dan itu ada di FUAD,

Mengenal “Tungganai” FUAD Akhyar Hanif: Saya Hanya Ingin FUAD Menjadi Rumah Bagi Kita

Advertisement

Hari ini (14/4/21) suasana Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD) tidak begitu ramai, hanya beberapa orang mahasiswa dan dosen di pelantaran Gedung FUAD. Beberapa mahasiswa ada yang sedang menunggu dosen untuk melakukan bimbingan dan beberapa urusan Admisnitrasi.

Di lantai II gedung FUAD juga terlihat beberapa dosen yang sedang berdiskusi, sedikit menguping, kami mendengarkan mereka berbicara tentang pesiapan akreditasi salah satu Jurusan/prodi di FUAD IAIN Batusangkar.

Kami mencoba masuk di salahsatu ruangan yang cukup besar dan rapi, disana kami dihadapkan dengan ruang pertemuan dan juga ada rungan lainnya yang bertuliskan nama Dekan Dr. Akhyar Hanif, M.Ag. Kami meminta izin masuk untuk berbincang dengan beliau.

Di ruangan berukuran sekitar 6x4 meter tersebut, tertata berbagai plakat dan piagam penghargaan yang tepajang rapi di dinding, kami disambut dengan sangat ramah. Beliau adalah Dr. Akhyar Hanif, Dekan FUAD periode 2020-2024.

Sedikit berbasa-basi, kami menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan kami, beliau dengan hangat menerima dan bersedia untuk berbincang dengan kami, pertanyaan demi pertanyaan pun kami layangkan, berikut kutipannya.

Apa yang Bapak ingat tentang prapelantikan menjadi Dekan FUAD?

Ana adalah salah satu di antara kompetitor calon Rektor IAIN Batusangkar yang waktu itu Ana rasa ananda tau, dan ternyata yang terpilih oleh Menteri Agama adalah Dr. Marjoni Imamora. Nah, seteleh dilantiknya Rektor Marjoni menggantikan Dr. Kasmuri, Ana diajak oleh Rektor terpilih untuk bergabung dan membantunya untuk membangun IAIN Batusangkar ini.

Ketika ana diajak oleh Rektor, saat itu Ana jawab, Ana ingin Chalenged Job, sesuatu yang menantang. Jika Ana diletakan di Wakil Rektor, Ana mau di bidang I atau bidang III, dan jika Ana diletakan sebagai dekan, Ana ingin di FUAD atau FTIK.

Dalam pemilihan jabatan, Ana ingin ditempatkan setidaknya ditempat yang dekat keilmuannya dengan Ana. Jika seandainya Ana diletakan di FEBI, pasti Ana tolak. Tapi walaupun FUAD itu sangat komplek dalam bidang keilmuan seperti komunikasi, politik, psikologi, pmi, pustaka, setidaknya latar belakang tafsir, dan ilmu sosial masih dekat dengan bidang keilmuan Ana.

Tapi Ana hanya ingin, dengan ditempatkan ditempat yang dekat dengan keilmuan Ana, Ana bisa membuat sesuatu yang membangun.

Ketika Pelantikan, apa perasaan bapak akhirnya di lantik menjadi Dekan di FUAD?

Kalau Ana boleh jujur, Ana tidak mengerti betul dengan peta bagaimana dengan FUAD itu, apalagi dengan banyaknya bidang ilmu di sana. Saat pelantikan itu, Ana ingat bahwa Ana adalah tamatan UIN Jakarta, dan biasanya UIN dikenal sebagai orang dengan pemikirian bebas, pemahannya lebih inklusif, tidak ekslusif.

Nah, dengan pemikiran seperti itulah setidaknya Ana mencoba bagaimana menggairahkan

pemahaman seperti itu di Fuad. Nah konsep ini yang Ana rasa sesuai dengan konsep moderasi beragama yang diluncurkan Kemenag, dan itu tentu sangat sejalan dengan konsep yang Ana ingin capai.

Hampir satu tahun kepimpinan bapak di FUAD, apa yang Bapak rasakan?

Saat Ana pertama kali menginjakkan kaki di FUAD ini, Ana temukan generasi muda yang energik dan Ana yakin kita bisa berbuat sesuatu untuk FUAD. Memang selang beberapa saat setalah pelantikan, ada rotasi, Ana juga

sempat down bahwa teman-teman yang muda yang kemudian dipindahkan ke unit lain di IAIN Batusangkar. Tetapi dengan adanya teman-teman baru (CPNS 2019), semangat Ana kembali bangkit, FUAD punya Real Resource yang bisa membawa FUAD berlari sangat kencang, dan Ana yakin itu.

Memang, untuk program kerja FUAD yang kita laksanakan tahun ini adalah program kerja yang telah dibuat di tahun sebelumnya. Tapi setidaknya dengan program-program yang telah berjalan kita berharap program tersebut bisa berjalan dengan maksimal.

Tapi, di tahun depan dengan program yang telah kita rancang, bagaimana kegiatan tersebut berbasis anggaran. Pada tahun 2022 nanti kita akan membuat skala prioritas untuk mencapai kegiatan yang lebih baik.

IAIN itu kan “A” nya adalah agama. Kalau kita berbicara Islam tentu ada keilmuan Islam yang fundamental mungkin kita sebut Jurusan-jurusan yang berakar dari rumpun ilmu keislaman, dan itu ada di FUAD, Contoh IAT, Jurusan yang berbicara tentang Al-Quran dan Tafsir, berbeda dengan KPI yang ada ilmu Komunikasi dengan konsep “Profan”. Tapi tentu saja integrasi keilmuan ini menjadi kekuatan bagi kita.

FUAD terdiri dari fakultas-faklutas yang “digabung”. Betul 3 fakultas IAIN secara “terpaksa” digabungkan menjadi satu, tapi Ana yakin ini akan mendapatkan jati dirinya sendiri. Integrasi

keilmuan seperti Komunikasi dalam bahasa “profan” dan dakwah itu secara substansi bisa kita didekatkan, dakwah itu salahsatu isinya adalah komunikasi, istilah komunikasi adalah istilah yang populis, sedangkan dakwah kemudian menjadi sesuatu yang eklusif. Begitu juga dengan jurusanjurusan lainya di FUAD. Islam itu sangat Integrated.

Bagaimana Bapak melihat FUAD sebagai multidisiplin keilmuan

Apa yang Bapak lihat untuk membangun FUAD?

Menurut Ana, membangun sebuah lembaga khusunya FUAD itu adalah pekerjaan besar. Ini butuh waktu. Untuk mengukur suatu keberhasilan suatu pendidikan tinggi tidak bisa kita lihat beberapa tahun saja. Untuk melihat sebuah proses pendidikan itu berhasil atau tidak menurut Ana harus bisa kita lihat dari satu atau dua dekade.

Bagi Ana, setidaknya Ana mencoba target minimal kita itu bagaimana kita membangun iklim

akademis yang pluralis.

Membangun kolektifitas, menyatukan kawan yang muda-muda, membangun pemikiran, membangun image, merangkum teman-teman belajar agama supaya lebih ekslusif, tidak inklusif, menobrak kejemutan berpikir, itu yang harus kita lakukan sekarang, apalagi banyak yang bukan dari institusi keagamaan.

Tapi sebenarnya, yang harus kita lakukan untuk FUAD ini agar bisa take off tentu tidak sederhana, apalagi dengan kondisi saat ini kita tidak bisa berbuat banyak. Terkadang ada rasa pesimis, tapi tentu saja kita tidak boleh pesimis dalam membangun FUAD.

Sekarang masing-masing fakultas itu ada semacam kompetisi sebenarnya, kompetisi bagaimana fakultas itu menjadi leading dalam berbagai sektor. Seperti FTIK mencoba untuk menjadi leading di penelitian dan publikasi, termasuk seminar internasional. Tapi dikita kan tidak ada itu, Ana rasa bagaimana tidak, kita bisa menjadi leading di sektor pengabdian kepada masyarakat. Kita sangat potensi untuk pengabdian itu, seperti contohnya PMI yang mungkin berkalobarasi dengan Jurusan lain di FUAD.

Barangkali Ana untuk beberapa tahun kedepan kita bisa melihat, dan menggarap, dan fokus di bidang pengabdian sebagai salah satu tridharma perguruan tinggi, dan kenapa tidak kita bisa fokus dibidang ini. Apalagi jumlah pengabdian kita di IAIN Batusangkar ini masih sedikti untuk bidang Pengabdian. Insyaalah tahun depan akan lebih banyak anggaran kita untuk pengabdian ini.

Bagi Ana, harapan kedepannya tentu saja pengembangan SDM, dan itu pasti. Tapi selain itu, juga bagaimana kawan-kawan yang masih S2 ini bisa didorong untuk menjadi Doktor. Dan tentu saja bagi kawan-kawan yang punya peluang untuk ke luar negeri, dan walaupun masih CPNS, kenapa tidak kita dobrak untuk diberikan izin keluar negeri. Tapi ini ke luar negri ya, Ana berani bertarung. Kalau bisa tahun 2024 sudah ada 5 atau 7 orang Doktor di FUAD.

Terkait akreditasi, kita yakin seperti beberapa jurusan yang ada dan sudah diakreditasi, Ana yakin dua atau tiga jurusan di FUAD ini bisa unggul.

Apalagi dengan teman-teman yang luar biasa, untuk masalah akreditasi kita bisa lebih baik dari sekarang.

Untuk bidang pengabdian, dalam masa jabatan Ana ini, Ana berharap kita punya beberapa nagari binaan yang kita bimbing oleh FUAD. Apapun persoalan nagari yang kita dampingi itu sinergis dengan FUAD. Kemudain luarannya, insyaallah selagi kawan-kawan dosen begini caranya, kita coba persamakan, tentu bisa. Tentu saja Ana bukan segala-galanya dan bukan tahu semuanya.

Bagi Ana memimpin itu bagaimana kita bisa menyentuh hati yang dipimpin sehingga kita bisa bekerja bersama-sama seperti keluarga. Ana hanya ingin FUAD ini menjadi rumah bagi kita, rumah tempat kita bersama-sama seperti keluarga dalam menghadapi berbagai pesoalan yang ada untuk mewujudkan FUAD yang jauh lebih baik.

Bagaimana harapan kedepannya menurut Bapak sebagai Dekan FUAD? *TIM REDAKSI

This article is from: