Laporan Studio Proses A 2016

Page 1

Studio Proses

$ GPS

PREFERENSI PENGGUNAAN ENERGI MASYARAKAT DI KECAMATAN LEMBANG

Perencanaan Wilayah & Kota Institut Teknologi Bandung 2016


01

BAB I

PENDAHULUAN

Sumber : Survey lapangan Studio Proses A 2016

AKAN DIJELASKAN LATAR BELAKANG RUMUSAN MASALAH TUJUAN DAN SASARAN ALUR BERPIKIR METODE PENELITIAN METODE ANALISIS DATA

Pada bagian ini akan dijelaskan bagaimana Kecamatan lembang dipilih sebagai wilayah studi. Kemudian masalah apa yang menjadi isu pada studi ini yang juga menjadi landasan pemilihan Kecamatan Lembang sebagai wilayah studi. Akan disampaikan pula tujuan dan sasaran dari studi yang dilakukan.

Bagian yang tak kalah penting dari bab ini adalah alur berpikir. dimana alur berpikir ini dipakai oleh peneliti sebagai kerangka acuan dalam menjalankan penelitian. Serta tidak lupa metode penelitian dan metode analisis data yang dipakai oleh peneliti untuk mendapatkan output akhir dari penelitian.

Studio Proses A


2 PENDAHULUAN //

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Energi memiliki peran penting dan tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan manusia. Terlebih, saat ini hampir semua aktivitas manusia sangat tergantung pada energi. Berbagai alat pendukung, seperti alat penerangan, motor penggerak, peralatan rumah tangga, dan mesin-mesin industri dapat difungsikan jika ada energi. Namun, seperti yang telah diketahui, hampir semua energi yang dipakai masyarakat merupakan energi yang tidak dapat diperbaharui sehingga lambat laun akan habis. Pemanfaatan energi yang tidak dapat diperbaharui secara berlebihan dapat menimbulkan krisis energi. Energi menjadi komponen penting bagi kelangsungan hidup manusia. Sebab hampir seluruh aktivitas kehidupan manusia saat ini membutuhkan energi dan hal tersebut tergantung pada ketersediaan energi.

daerah di Indonesia yang sedang mengalami proses urbanisasi atau proses pengkotaan.

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang di Asia Tenggara memiliki aktivitas pergerakan tinggi yang mempengaruhi konsumsi energi. Berdasarkan BPPT Outlook Energi Indonesia 2015, konsumsi energi final di Indonesia meningkat 778 juta SBM pada tahun 2000 menjadi 1.211 juta SBM pada tahun 2013 atau tumbuh rata-rata sebesar 3.46% per tahun. Hal ini tentu menjadi tantangan bagi Indonesia untuk bisa menyediakan kebutuhan energi bagi masyarakatnya. Disamping itu saat ini banyak

Lembang, sebagai salah satu kecamatan di Kabupaten Bandung Barat, dengan jumlah penduduk sebesar 185.179 jiwa menempati jumlah penduduk terbanyak berdasarkan Data Kabupaten Bandung Barat Dalam Angka Tahun 2015.Hal tersebut diperkuat kembali yakni secara fungsional Kecamatan Lembang telah mengalami proses urbanisasi yaitu proses pengkotaan suatu daerah. Hal tersebut didasari Lembang sebagai salah satu destinasi

Diperkirakan rata-rata pertumubhan energi nasional pada perioe 2002-2025 dengan skenario business as usual (BAU) adalah 8,4% pertahun menurut Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. Untuk itu pemerintah mengambil beberapa kebijakan yang terkait dalam bidang energi antara lain adalah konversi minyak tanah dengan LPG untuk sektor rumah tangga, penggunaan bahan bakar gas (BBG) untuk sektor transportasi, dan mandatori penggunaan bahan bakar nabati (BBN), yang berlaku untuk industri, tranportasi dan pembangkit listik. Namun demikian masih banyak kendala yang dihadapi dalam implementasinya mengingat kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) dari tahun ke tahun terus meningkat.


3 PENDAHULUAN // wisata terkenal dan populer di Bandung.Dengan adanya destinasi wisata tersebut memunculkan berbagai aktivitas baru dalam masyarakat. Pertambahan aktivitas tersebut akhirnya berdampak pada penggunaan energi di Kecamatan Lembang. Aktivitas masyarakat yang tinggi mempengaruhi pola penggunaan energi yang menyebabkan kebutuhan energinya juga makin tinggi. Berdasarkan media popular INILAHCOM, Bandung Kamis 5 Februari 2015, diperoleh informasi bahwa beberapa kawasan di Kecamatan Lembang masih mengalami krisis energi. Kondisi ini tentunya berkebalikan dengan lembang sebagai salah satu daerah yang mengalami proses pengkotaan namun beberapa daerah yang berada pada kawasan tersebut masih belum dapat menikmati energi secara maksimal akibat adanya keterbatasan penyediaan energi. Dengan demikian, disimpulkan bahwa penggunaan energi masyarakat Kecamatan Lembang belum optimal sesuai dengan kebutuhan energi sehari-hari. Dalam hal ini kami memilih topik energi dengan adanya beberapa pertimbangan pemilihan, yaitu : 1. Menurut RPJMD Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2018, dalam Visi Jawa Barat sebagai Provinsi Termaju di Indonesia pada tahun 2025 ditandai dengan adanya energi baru dan terbarukan serta pengelolaan sumber daya air. 2. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.26 Tahun 2008 mengenai Kawasan Strategis Nasional di Jawa Barat; Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung disebutkan mengenai pengembangan energi baru terbarukan. 3. Menurut RTRW Kabupaten Bandung Barat 20092029, kabupaten ini memiliki potensi energi panas bumi yang dapat dikembangkan yang berasal dari Gunung Tangkuban Perahu, di Kecamatan Lembang akan dikembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dari Gunung Tangkuban Perahu.

4. Menurut RPJPD Kabupaten Bandung Barat Tahun 2007-2025, sumber daya energi adalah salah satu modal dasar yang dimiliki oleh Kabupaten Bandung Barat dalam melaksanakan pembangunan. 5. Menurut RPJMD Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013-2018, peningkatan ketahanan energi daerah di kabupaten ini merupakan salah satu isu strategis. Meningkatnya pemanfaatan sumber daya energi terbarukan juga merupakan salah satu sasaran dari misi keempat kabupaten yang berupa memantapkan pengelolaan prasarana dan sarana, sumber daya alam dan lingkungan hidup melalui pembangunan berkelanjutan. 6. Berdasarkan RDTR Lembang bahwa sistem jaringan prasarana energi merupakan salah satu bagian dari perencanaan kawasan Lembang.

“Dengan adanya kondisi tersebut, maka perlu diadakan studi untuk menganalisis pereferensi penggunaan energi dimasyarakat di Kecamatan Lembang.�

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pemaparan latar belakang mengenai keterbatasan energi di wilayah Lembang yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan energi serta adanya ketergantungan terhadap energi tidak terbarukan, maka dalam penelitian ini kami ingin membahas mengenai kurang optimalanyapenggunaan energi dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari masyarakat Kecamatan Lembang.

Studio Proses A


4 PENDAHULUAN //

1.3 TUJUAN & SASARAN

1.4 ALUR BERPIKIR

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi perilaku masyarakat di Kecamatan Lembang dalam penggunaan energi untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari .

Alur berfikir merupakan urutan sistematis yang menjadi panduan penelitian dalam mencapai tujuan penelitian. Alur berpikir terdiri atas latar belakang, isu, tujuan, dan sasaran. Latar belakang penelitian diperoleh dengan membandingkan kondisi ideal dan eksisting terkait kondisi energi di Kecamatan Lembang, sehingga diperoleh gap (jurang pemisah) dan isu penelitian. Sedangkan aspek pembahasan merupakan tools (alat) yang digunakan untuk mempermudah dalam menentukan pertanyaan penelitian dan kebutuhan data mencapai tujuan penelitian. (Pedoman PERMEN PU 26 Tahun 2007)

Sasaran penelitian : 1. Teridentifikasinya preferensi masyarakat terhadap konsumsi energi di Kecamatan Lembang 2. Teridentifikasinya tata kelola energi terhadap konsumsi masyarakat di Kecamatan Lembang

Sumber : Survey lapangan Studio A 2016

Studio Proses A


5 PENDAHULUAN // Gambar 1.1 Alur Berpikir URBAN ENERGI

KAB. BANDUNG BARAT

ENERGI ENERGI BARU DAN TERBARUKAN

MANFAATM

ENERGI TIDAK TERBARUKAN

ASALAH

MANFAAT

MASYARAKAT

MASALAH

KEBUTUHAN

POTENSI ENERGI

PENGGUNAAN

PERILAKU KONSUMSI

WILAYAH

PROSES PENGOTAAN

LEMBANG

POLA PERILAKU KONSUMSI MASYARAKAT DI WILAYAH PENGOTAAN

TUJUAN : IDENTIFIKASI PERILAKU MASYARAKAT TERKAIT ENERGI DIKECAMATAN LEMBANG SEBAGAI WILAYAH YANG MENGALAMI PROSES PENGOTAAN

SASARAN 2 : TERIDENTIFIKASINYA TATAKELOLA ENERGI TERHADAP KONSUMSI MASYARAKAT DI KECAMATAN LEMBANG

SASARAN 1 : TERIDENTIFIKASINYA PREFERENSI MASYARAKAT TERHADAP KONSUMSI ENERGI DI KECAMATAN LEMBANG

SASARAN ASPEK FISIK & LINGKUNGAN

SASARAN ASPEK SOSIAL KEPENDUDUKAN

PERTANYAAN PENELITIAN

PERTANYAAN PENELITIAN

KEBUTUHAN DATA

KEBUTUHAN DATA

SASARAN ASPEK SARANA & PRASARANA PERTANYAAN PENELITIAN

KEBUTUHAN DATA

DATA PRIMER

SASARAN ASPEK KELEMBAGAAN & PEMBIAYAAN

PERTANYAAN PENELITIAN

PERTANYAAN PENELITIAN

KEBUTUHAN DATA

KEBUTUHAN DATA

DATA SEKUNDER ANALISIS KESIMPULAN REKOMENDASI

Sumber : Studio Proses A 2016

SASARAN ASPEK EKONOMI WILAYAH DAN KOTA


6 PENDAHULUAN //

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN Ruang lingkup penelitian ini terdiri atas ruang lingkup materi, ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup waktu. 1. Ruang Lingkup Materi Materi yang dikaji dalam penelitian ini mengenai kondisi penggunaan energi, yang ditinjau dari beberapa aspek yaitu aspek sosial kependudukan, fisik dan lingkungan, sarana prasarana, ekonomi wilayah, dan kelembagaan.

3. Ruang Lingkup Waktu Ruang lingkup waktu dalam penelitian ini meliputi tahap pra survey, survey dan pasca survey. Tahap pra survey dilaksanakan pada tangal 19 Januari s.d. 18 Maret 2016. Tahap survey dilaksanakan pada tanggal 19 s.d. 24 Maret 2016. Sedangkan tahap pasca survey dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2016 -17 Mei 2016

2. Ruang Lingkup Wilayah Ruang lingkup wilayah penelitian kami secara umum seluruh kelurahan di Kecamatan Lembangmeliputi kelurahan Sutenjaya, Lembang, Mekarwangi, Cibodas, Cibogo, Wangunharja, Jayagiri, Cikidang, Cikole, Wangunsari, Gudangkahuripan, Langensari, Sukajaya, Pagerwangi, Kayuambon. Gambar 1.2 Peta Administrasi Kecamatan Lembang

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A 2016


7 PENDAHULUAN //

1.6 METODOLOGI PENELITIAN Metode yang kami lakukan dalam penelitian ini terbagi ke dalam metode pengumpulan data sekunder dan data primer. A. Data Sekunder Dalam pengumpulan data sekunder, kami menggunakan data statistik, data studi, dan data media, baik dari media cetak maupun elektronik, serta dokumen rencana, antara lain: • RPJMD Kabupaten Bandung Barat 2013-2018 • RPJPD Kabupaten Bandung Barat 2007-2025 • RPJMD Jawa Barat 2013-2018 • RTRW Kabupaten Bandung Barat 2009-2029 • RDTR Lembang 2016-2035 • RKA SKPD Kabupaten Bandung Barat 2015 B. Data Primer Dalam pengumpulan data primer, kami menggunakan teknik : 1. Kuisioner Untuk data kuesioner, diambil 400 sampel masyarakat di seluruh kelurahan/desa di Kecamatan Lembang. Pengambilan 400 sampel didasarkan pada perhitungan Slovin dengan rumus sebagai berikut: n = N/(1+Ne2) Keterangan: n = jumlah sampel N = jumlah populasi e = toleransi error Kecamatan Lembang memiliki 16 kelurahan dengan populasi 185179 jiwa. Kemudian, ditetapkan bahwa toleransi error adalah 5% sehingga perhitungan sampel menjadi :

Adapun teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Simple Random Sampling atau pemilihan sampel secara acak sehingga setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama dalam menjadi anggota sampel.

2. Wawancara Informan dalam wawancara penelitian ini merupakan perwakilan dari intansi terkait dan pemilik pengolahan energi-energi. Instansi yang yang menjadi informan adalah CV. Cipta Tani Lestari, Pertamina Kecamatan Lembang, Kantor PLN Kecamatan Lembang, Kantor PDAM Kecamatan Lembang, Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung Barat, Kantor PPKAD Kabupaten Bandung Barat, Kantor ESDM Kabupaten Bandung Barat. 3. Focus Group Discussion Pembicara dalam focus group discussion adalah HISWANA MIGAS, Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Bandung, Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung Barat, KPSBU, Kantor Kecamatan Lembang, BPPPK Provinsi Jawa Barat, CV. Energi Persada. 4. Observasi langsung lapangan Lokasi yang diobservasi adalah kawasan keluar-masuk kendaraan menuju Lembang, dengan objek observasi yaitu kondisi jalan, kepadatan lalu lintas, sarana dan prasarana penyedia energi, ketinggian, suhu, kemiringan, longitude, altitude, lalitude,mouisture, jenis tanah. 5. Traffic Counting Traffic counting dilakukan di tiga titik lokasi yaitu Pertigaan Jalan Raya Lembang-Parompong, Jalan Dago Giri, dan Jalan Raya Subang. Pengambilan data dilakukan pada dua kondisi, yaitu weekdays (hari kerja) dan weekend (akhir minggu).


8 PENDAHULUAN //

1 2 3 4 5

1.7 METODE ANALISI DATA

1.8 SISTEMATIKA PENELITIAN

Metode analisis data dalam penelitian ini yaitu: 1. Analisis Statistik Deskriptif Analisis statistik deskriptif merupakan salah satu metode analisis statistik yang mempelajari cara pengumpulan data dan penyajian data sehingga mudah dipahami. Metode statistik deskriptif berfungsi untuk mendeskripsikan data secara mendalam dari sampel atau populasi yang diteliti.

Sistematika penulisan laporan penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab 1 Pendahuluan Pada bagian pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, alur berpikir, ruang lingkup laporan penelitian, metodologi penelitian, metoe analisis data dan sistematika penulisan laporan.

2. Analisis Tipologi Klassen Analisis tipologi Klassen merupakan analisis ekonomi daerah yang sering digunakan untuk mengidentifikasi pertumbuhan sektor-sektor ekonomi, yang mengelopokkan sektor-sektor produksi daerah ke dalam empat kuadran besar, yaitu sektor prima, sektor potensial, sektor berkembang dan sektor terbelakang.

Bab 2 Metode Analisis Penelitian Pada bagian metode analisis penelitian, menguraikan tentang teori umum yang digunakan dalam dalam mengkaji permasalahan dan metode analisis yang digunakan tiap aspek untuk menjawab sasaran dan tujuan.

3. Analisis Shift Share Analisis shift share merupakan analisis yang berfungsi untuk membandingkan perbedaan laju pertumbuhan berbagai sektor industri di daerah dengan wilayah nasional.

4. Analisis Regresi Linier Analisis regresi linier merupakan analisis hubungan satu variabel yang diterangkan (the explained variabel) dengan satu atau dua variabel yang menerangkan (the explanatory). Analisis ini dapat digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel tergantung dan memprediksi variabel tergantung dengan menggunakan variabel bebas. 5. Analisis SWOT Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, dan Threats) merupakan suatu metoda analisis untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman terhadap suatu hal, yang secara sistematis dapat membantu dalam mengidentifikasi faktor-faktor luar (opportunities dan threats) maupun faktor di dalam (strength dan weakness). Kata-kata SWOT tersebut dipakai agar diperoleh keputusan yang optimal.

Bab 3 Gambaran Umum Bab ini menjelaskan gambaran umum Kecamatan Lembang, lokasi studi dan karakteristik pemakaian energi. Pada gambaran umum Kecamatan Lembang, kami menjelaskan visi dan misi, kondisi geografis, kependudukan, kondisi ekonomi dan rencana pengembangan wilayah Kecamatan Lembang. Pada gambaran umum lokasi studi, kami menjelaskan kondisi seluruh desa/keluarahan di Kecamatan Lembang secara umum . Sedangkan pada gambaran umum karakteristik pemakaian energi di setap desa/kelurahan di Kecamatan Lembang. Bab 4 Analisis Data Pada bab ini akan dijelaskan analisis dari aspek-aspek yang diteliti. Aspek-aspek tersebut yaitu aspek sosial kependudukan, fisik lingkungan, sarana prasarana, ekonomi wilayah dan kelembagaan pembiayaan. Selain itu juga dijelaskan analisis gabungan berupa SWOT sebagai penggabungan hasil analisis seluruh aspek agar diperoleh rekomendasi yang komprehensif. Bab 5 Simpulan dan Rekomendasi Pada bab ini akan dijelaskan simpulan, hasil penelitian, dan temuan penelitian. Pada bagian ini juga dicantumkan rekomendasi berdasarkan hasil analisis gabungan dari kelima aspek penelitian.



02 BAB METODE ANALISIS DATA

AKAN DIJELASKAN TEORI UMUM METODE ANALISIS

Sumber : Survey lapangan Studio Proses A 2016

Studio Proses A Pada bagian ini akan dijelaskan teori umum yang digunakan dalam mengkaji permasalahan yang muncul dalam proses penelitian terkait isu yang sudah dijelaskan diatas dan metode analisis yang dipakai setiap aspek untuk menganalisa data yang di dapat dari survey dimana nantinya akan digunakan untuk menjawab sasaran dan tujuan dari dilakukannya penelitian ini.


11 METODE ANALISIS DATA //

BAB II METODE ANALISIS DATA

2.1 TEORI UMUM

Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja yang dapat berupa panas, cahaya, mekanika, kimia, dan elektromagnetika. Energi tersebut dihasilkan oleh sumber energi yang memiliki pengertian sebagai sesuatu yang dapat menghasilkan energi, baik secara langsung maupun melalui proses konversi. Sumber energi ini memiliki pengertian yang agak berbeda dengan sumber daya energi. Sumber daya energi adalah sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan baik sebagai sumber energi maupun sebagai energi (UU Nomor 30 tahun 2007). Menurut para ahli, definisi urban energi adalah sebagai berikut: a. Proses untuk mendapatkan dan menggunakan energi untuk memenuhi kebutuhan energi di suatu wilayah. (Dr. James Keirstead, Dept of Civil Engineering, Imperial College London)

b. Proses mengambil dan menggunakan energi untuk kepentingan masyarkat. (Keirstead & Shah, 2013) c. Seluruh komponen yang berhubungan dengan penggunaan dan penyediaan dari pelayanan energi dalam sistem perkotaan yang fungsional. (IIASA:2012). Dari keseluruhan pengertian urban energi tersebut, diambil kesimpulan bahwa,

“

Urban energi adalah energi yang bersifat kota, dimana kebutuhannya lebih besar dibandingkan desa dan memiliki bentuk yang dinamis, efektif, dan efisien karena perkembangan teknologi dan karakteristik masyarakat didalamnya.

“

2.1.1 Pengertian Urban energi Urban energi merupakan gabungan dari dua kata, yaitu urban dan energi. Urban menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), memiliki pengertian berkenaan dengan kota dan bersifat kekotaan. Kata urban tersebut merupakan kata sifat, berbeda dengan kota yang merupakan kata benda. Selain itu, urban juga memiliki pengertian permukiman yang meliputi kota induk dan daerah pengaruh di luar batas administratifnya yang berupa daerah pinggiran sekitarnya/ daerah suburban. Karena itu, daerah urban dapat dikatakan sebagai sebuah wilayah yang meliputi kota induk dan daerah pengaruh di luar batas administratifnya yang memiliki sifat kekotaan.

2.1.2 Klasifikasi Energi Sumber energi dibagi menjadi berdasarkan ketersediaan dan pemakaian. Berdasarkan ketersediaannya, sumber energi terbagi menjadi sumber energi terbarukan dan tidak terbarukan. Sementara itu, berdasarkan pemakaiannya, sumber energi terbagi menjadi primer dan sekunder. Contoh sumber energi primer adalah minyak bumi, batu bara, uranium, tenaga air, panas bumi, radiasi matahari, tenaga angin, tenaga air laut, gas bumi, dan biomassa. Sedangkan sumber energi sekunder di antaranya adalah BBM, listrik, dan LPG.


12 METODE ANALISIS DATA //

Sumber energi tidak terbarukan merupakan sumber energi yang diperoleh dari proses jutaan tahun sehingga perlu waktu lama sekitar jutaan tahun untuk mengganti sumber energi tersebut. Pembentukan sumber energi ini juga bergantung dengan kondisi alam yang terjadi dalam jutaan tahun tersebut. Berbeda dengan sumber energi tidak terbarukan, sumber energi terbarukan berasal dari proses alam yang berkelanjutan. Sumber energi ini tidak mudah habis dan cenderung dapat dengan mudah untuk diperbaharui. Contoh dari sumber energi tidak terbarukan adalah batu bara, nuklir, dan minyak bumi sedangkan contoh sumber energi terbarukan adalah matahari, angin, sungai, dan tumbuhan. Sumber energi terbarukan dan tidak terbarukan memiliki kelebihannya masing-masing. Kelebihan dari sumber energi terbarukan adalah tersedia secara melimpah, ramah lingkungan atau tidak ada limbah dan polusi, lebih murah dibandingkan energi konvensional dalam jangka panjang, bebas dari fluktuasi harga pasar terbuka bahan bakar fosil, dan mandiri dalam energi. Mandiri dalam energi yang dimaksud adalah penggunaan energi terbarukan tidak perlu mengimpor bahan bakar fosil dari luar negeri. Sementara itu, kelebihan dari sumber energi tidak terbarukan contohnya adalah energi dari batu bara, nuklir, dan minyak bumi. Kelebihan dari batu bara adalah tidak mahal bahan bakarnya dan mudah didapat. Kelebihan dari nuklir adalah bahan bakarnya tidak mahal, mudah untuk dipindahkan (dengan sistem keamanan yang ketat), energinya sangat tinggi, dan tidak mempunyai efek rumah kaca dan hujan asam. Kelebihan dari minyak bumi adalah sangat mudah untuk didistribusikan, mudah untuk didapatkan, dan energinya tinggi (Flavin , 1995). Tak hanya kelebihan, sumber energi terbarukan dan tidak terbarukan juga memiliki kekurangan. Kekurangan energi tidak terbarukan ini cenderung lebih banyak dibandingkan kekurangan energi terbarukan. Kekurangan energi tidak terbarukan tersebut adalah tidak tersedia secara

terus menerus, tidak berkesinambungan, dan tidak bersahabat dengan lingkungan karena hasil pembakarannya dapat mencemari lingkungan. Selain itu, energi tidak terbarukan juga akan habis dan harganya semakin melambung tinggi dari waktu ke waktu seiring bertambahnya populasi manusia (Flavin , 1995). Kekurangan energi terbarukan adalah biaya awalnya yang besar, kehandalan pasokannya yang kurang baik, infrastruktur penyimpan energi yang belum lengkap, dan pengetahuan masyarakat untuk mengelola energi terbarukan masih kurang. Kehandalan pasokan yang dimaksud disini adalah sebagian besar energi terbarukan bergantung kepada kondisi cuaca/iklim sehingga energi terbarukan tersebut tidak selalu tersedia dalam jumlah yang sama di berbagai kondisi (Flavin , 1995). Namun, kekurangan energi terbarukan ini masih dapat diperbaiki secara keseluruhan. 2.1.3 Teori Settlement Hierarchy Teori Settlement Hierarchy merupakan penentuan lokasi dari instalasi sarana prasarana berdasarkan jumlah penduduk yang ada. Semakin tinggi jumlah penduduk, maka semakin besar cakupan pelayanan wilayah sarana prasarana, begitupun sebaliknya. Dalam menentukan lokasi sarana prasarana, penentuannya dilakukan berdasarkan demand yang ada, bukan berdasarkan batas administrasi untuk meningkatkan ketepatan sasaran pasar. Hirarki fasilitas umum mengikuti hirarki permukiman dimana peletakannya terkonsentrasi pada pusat-pusat permukiman. 2.1.4 Teori Level Of Service Tingkat pelayanan (level of service) adalah ukuran kinerja ruas jalan atau simpang jalan yang dihitung berdasarkan tingkat penggunaan jalan, kecepatan, kepadatan dan hambatan yang terjadi. Adapun tingkat pelayanan (VCR) dilakukan dengan persamaan sebagai berikut:

VCR = V/C’


13 METODE ANALISIS DATA //

Keterangan: VCR = volume kapasitas rasio V = volume lalu lintas C = kapasitas ruas jalan Menurut Salter (1989), hubungan antara lalu-lintas dengan tata guna lahan dapat dikembangkan melalui suatu proses perencanaan transportasi yang saling terkait, terdiri dari: • Bangkitan / Tarikan perjalanan, untuk menentukan hubungan antara pelaku perjalanan dan faktor guna lahan yang dicatat dalam inventaris perencanaan. • Penyebaran perjalanan, yang menentukan pola perjalanan antar zona. • Pembebanan lalu-lintas, yang menentukan jalur transportasi publik atau jaringan jalan suatu perjalanan yang akan dibuat. • Pemilihan moda, suatu keputusan yang dibuat untuk memilih moda perjalanan yang akan digunakan oleh pelaku perjalanan Standardisasi nilai VCR yang ditetapkan berdasarkan IHCM (Indonesian Highway Capacity Model) adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Standarisasi Tingkat Pelayanan Nilai VCR 0,01 - 0,7

Kondisi Pelayanan Sangat Baik, dimana kendaraan dapat berjalan dengan lancar

0,7 - 0,8

Kondisi Pelayanan Baik, dimana kendaraan berjalan lancar dengan sedikit hambatan

0,01 - 0,7

Kondisi Pelayanan Cukup, dimana kendaraan berjalan lancar tapi adanya hambatan lalu lintas sudah lebih menganngu

0,9 - 1,0

Kondisi Pelayanan Kurang Baik, dimana kendaraan berjalan dengan banyak hambatan

0,01 - 0,7

Kondisi Pelayanan Buruk, dimana kendaraan berjalan sangat lamban dan cenderung macet, banyak kendaraan akan berjalan pada bahu jalan

TABEL STANDARISASI TINGKAT PELAYANAN (VCR) BERDASARKAN IHCM (INDONESIA HIGHWAY CAPACITY MODEL)

2.1.5 Kapasitas Ruas Jalan Perhitungan Kapasitas Ruas jalan dilakukan dengan menggunakan Indonesian Highway Capacity Manual (IHCM 1997) untuk daerah perkotaan dengan formula sebagai berikut : Penghitungan Kapasistas Ruas Jalan Indonesia Highway Capacity Manual (IHCM 1997): C = Co X FCw X FCsp X FCsf X FCcs (smp/jam) Keterangan: C = Kapasitas (smp/jam) Co = Kapasitas Dasar (smp/jam) FCw = Faktor koreksi kapasitas untuk lebar jalan FCsp = Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah (tidak berlaku untuk jalan satu arah ) FCsf = Faktor koreksi kapasitas akibat gangguan samping FCcs = Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota (jumlah penduduk)

Sumber : MKJI,1997

2.1.6 Kapasitas Dasar (Co) Kapasitas dasar Co ditentukan berdasarkan tipe jalan sesuai dengan nilai yang tertera pada berikut: Tabel 2.2 Kapasistas Dasar (Co) TABEL KAPASITAS DSAR (Co) Kapasitas Dasar (smp/jam)

Tipe Jalan

Keterangan

Jalan 4 lajur berpembatas median atau jalan satu arah

1,650 per lajur

Jalan 4 lajur tanpa pembatas median

1,500 per lajur

Jalan 2 lajur tanpa pembatas median

2,900 total dua arah

Sumber : IHCM,1997

2.1.7 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Pembagian Arah (FCsp) Penentuan faktor koreksi untuk pembagian arah didasarkan pada kondisi arus lalu lintas dari kedua arah atau untuk jalan tanpa pembatas median. Untuk jalan satu arah dan/atau jalan dengan pembatas median, faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah adalah 1,0. Tabel 2.3 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Pembagian Arah FAKTOR KOREKSI KAPASITAS AKIBAT PEMBAGIAN ARAH (FCsp) FCsp Kondisi Arus Lalu Lintas dan kondisi Fisik Jalan

PEMBAGIAN ARAH (%-%) 50-50 55-40 60-40 65-35 70-30

2 lajur 2 arah, Tanpa Pembatasan Median (2/2 UD)

1

0,97

0,94

0,91

0,88

4 lajur 2 arah, Tanpa Pembatasan Median (4/2 UD)

1

0,985

0,97

0,955

0,94

jalan satu arah, atau jalan dengan pembatasan median

Sumber : MKJI,1997 Sumber : IHCM,1997

1


14 METODE ANALISIS DATA //

2.1.8 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Lebar Jalan (FCw) Faktor koreksi ini ditentukan berdasarkan lebar jalan efektif yang dapat terlihat pada Tabel Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Lebar Jalan (FCw) berikut: Tabel 2.4 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Lebar Jalan FAKTOR KOREKSI KAPASITAS AKIBAT LEBAR JALAN (FCw)

TIPE JALAN

LEBAR JALAN EFEKTIF (m) FCw Per lajur

4 Jalur Berpembatas Median Atau Jalan Sati Arah

4 Jalur Tanpa Pembatas Median

2 Jalur Tanpa Pembatas Median

3 3,25 3,5 3,75 4 Per lajur 3

0,92

3,25 3,5 3,75 4 Dua arah 5 6 7 8 9

0,95 1 1,05 1,09

10 11

0,96 1 1,04 1,08 0,91

Tabel 2.5 Klasifikasi Gangguan Samping

KLASIFIKASI GANGGUAN SAMPING Kelas Gangguan Samping

JumlahGangguan Per 200 Meter Per jam Kondisi Tipikal (dua arah)

Sangat Rendah

<100

Rendah

100 - 299

Permukiman, beberapa transportasi umum

Sedang

300 - 499

Daerah Industri dengan beberapa toko di pinggir jalan

Tinggi

500 - 899

Daerah Komersial, aktivitas pinggir jalan tinggi

Sangat Tinggi

> 900

Sumber : IHCM,1997

2.1.9 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Gangguan Samping (FCsf) Faktor koreksi untuk ruas jalan yang mempunyai bahu jalan didasarkan pada lebar bahu jalan efektif (Ws) dan tingkat samping yang penentuan klasifikasinya dapat terlihat pada Tabel Klasifikasi Gangguan Samping. Sementara faktor koreksi kapasitas akibat gangguan samping (FCsf ) untuk jalan yang mempunyai bahu jalan dapat terlihat pada Tabel Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Gangguan Samping (FCsf ) untuk Jalan yang Mempunyai Bahu Jalan dan Tabel Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Gangguan Samping (FCsf ) untuk Jalan yang Mempunyai Kereb.

Daerah Komersial, dengan aktivitas perbelanjaan pinggir jalan

Sumber : IHCM,1997 Tabel 2.6 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Gangguan Samping Untuk Jalan Yang Mempunyai Bahu Jalan FAKTOR KOREKSI KAPASITAS AKIBAT GANGGUAN SAMPING (FCsf) UNTUK JALAN YANG MEMPUNYAI BAHU JALAN

Kelas Gangguan Samping

TIPE JALAN

0,56 0,87 1 1,14 1,25 1,29 1,34

Permukiman

4 jalur 2 Arah Berpembatas Median (4/2 UD)

4 jalur 2 Arah Tanpa Berpembatas Median (4/2 UD) 2 jalur 2 Arah Tanpa Berpembatas Median (4/2 UD)

Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi

Faktor Koreksi Akibat Gangguan Samping dan Lebar Bahu jalan, Lebar Bahu Jalan Efektif < 0,5> 0,96 0,94 0,92 0,88 0,84 0,96 0,94 0,92 0,87 0,80 0,94 0,92 0,89 0,82 0,73

11 0,98 0,97 0,95 0,92 0,88 0,99 0,97 0,95 0,91 0,86 0,96 0,94 0,92 0,86 0,79

,5 1,01 1 0,98 0,95 0,92 1,01 1 0,98 0,94 0,90 0,99 0,97 0,95 0,90 0,85

2,0 1,03 1,02 1 0,98 0,96 1,03 1,02 1 0,98 0,95 1,01 1 0,98 0,95 0,91

Sumber : IHCM,1997 Tabel 2.7 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Gangguan Samping Untuk Jalan Yang MempunyaI Kereb FAKTOR KOREKSI KAPASITAS AKIBAT GANGGUAN SAMPING (FCsf) UNTUK JALAN YANG MEMPUNYAI KEREB

Kelas Gangguan Samping

TIPE JALAN 4 jalur 2 Arah Berpembatas Median (4/2 UD)

4 jalur 2 Arah Tanpa Berpembatas Median (4/2 UD) 2 jalur 2 Arah Tanpa Berpembatas Median (4/2 UD)

Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi

Sumber : IHCM,1997

Faktor Koreksi Akibat Gangguan Samping dan Lebar Bahu jalan, Lebar Bahu Jalan Efektif < 0,5> 0,95 0,94 0,91 0,86 0,81 0,95 0,93 0,90 0,84 0,77 0,93 0,90 0,89 0,82 0,73

11 0,98 0,97 0,95 0,92 0,88 0,99 0,97 0,95 0,91 0,86 0,96 0,94 0,92 0,86 0,79

,5 0,99 0,95 0,98 0,95 0,92 1,01 0,97 0,98 0,94 0,90 0,99 0,97 0,95 0,90 0,85

2,0 1,03 1,02 0,95 0,98 0,96 1,03 1,02 0,93 0,98 0,95 1,01 0,97 0,98 0,95 0,91


15 METODE ANALISIS DATA //

2.1.10 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Ukuran Kota (FCcs)

Tabel 2.9 Ekuivalen Mobil Penumpang EKIVALEN MOBIL PENUMPANG (emp) Untuk Jalan 4 Lajur, 2 Arah

emp

Arus Lalu Lintas (kend/jam)

Tabel 2.8 Koreksi Kapasitas Akibat Ukuran Kota FAKTOR KOREKSI KAPASITAS AKIBAT UKURAN KOTA (FCcs) Ukuran Kota (Juta Penduduk)

Faktor Koreksi untuk Ukuran Kota

< 0,1

0,86

0,1 - 0,5

0,90

0,5 - 1,0

0,94

1,0 - 1,3

1,00

> 1,3

1,03

JENIS TOPOGRAFI JALAN

Datar

jalan tak terbagi, total 2 arah

kendaraan menengah berat

Bus Besar

Truk Besar

Sepeda Motor

0

0

1000

1700

1,2 1,4 1,6 1,3

1,2 1,4 1,7 1,5

1,6 2,0 2,5 2,0

0,5 0,6 0,8 0,5

1,8 2,0 2,2 1,8 3,2 2,9 2,6 2,0

1,6 2,0 2,3 1,9 2,2 2,6 2,9 2,4

4,8 4,6 4,3 3,5 5,5 5,1 4,8 3,8

0,4 0,5 0,7 0,4 0,3 0,4 0,6 0,3

jalan terbagi per arah

1800

3250

> 2150

> 3150

0 Perbukitan

Pegunungan

0

750

1350

1400

2500

> 1750

> 3150

0

0

550

1000

1100

2000

> 1500

> 2700

Sumber : IHCM,1997

Sumber : IHCM,1997

Tabel 2.10 Ekuivalen Mobil Penumpang EKIVALEN MOBIL PENUMPANG (emp) Untuk Jalan 2 Lajur, 2 Arah Tak Terbagi (Tanpa Median)

2.1.11 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Ukuran Kota (FCcs) Sesuai dengan satuan lalu lintas yang akan dibebankan kepada jaringan jalan serta kapasitas ruas-ruas jalan yang disimulasikan, maka seluruh jenis kendaraan dikonversikan kedalam satuan mobil penumpang (smp), dengan besarnya Faktor Ekivalen smp Per Jenis Kendaraan dan Menurut Jenis Ruas Jalan (IHCM 1997) adalah dapat dilihat pada tabel-tabel berikut:

JENIS TOPOGRAFI JALAN

emp Arus Total (kend /jam)

0 Datar

1000 1800 > 2150

0 Perbukitan

750 1400 > 1750

0 Pegunungan

550 1100 > 1500

Bus Besar

Truk Besar

1,2 1,8 1,5 1,3

1,2 1,8 1,6 1,5

1,8 2,7 2,5 2,5

<6m 0,8 1,2 0,9 0,6

6 - 8m 0,6 0,9 0,7 0,5

>8m 0,4 0,6 0,5 0,4

1,8 2,4 2,0 1,7 3,5 3,0 2,5 1,9

1,6 2,5 2,0 1,7 2,5 3,2 2,5 2,2

5,2 5,0 4,0 3,2 6,0 5,5 5,0 4,0

0,7 1,0 0,8 0,5 0,6 0,9 0,7 0,5

0,5 0,8 0,6 0,4 0,4 0,7 0,5 0,4

0,3 0,5 0,4 0,3 0,2 0,4 0,3 0,3

Sumber : IHCM,1997 Gambar 2.1 Kondisi Jalan dan Lingkungan di Desa Cibodas

Sumber : Survey lapangan Studio Proses A 2016

Sepeda Motor Lebar (Perkerasan) Jalan (meter)

kendaraan menengah berat


16 METODE ANALISIS DATA //

2.1.12 Konsep Aksesibilitas Wilayah Menurut Black (1981), aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain, dan mudah atau sulitnya lokasi tersebut dicapai melalui transportasi. Menurut Magribi, aksesibilitas adalah ukuran kemudahan yang meliputi waktu, biaya, dan usaha dalam melakukan perpindahan antara tempat-tempat atau kawasan dari sebuah sistem (Magribi, 1999). Salah satu variabel yang dapat dinyatakan apakah tingkat aksesibilitas itu tinggi atau rendah dapat dilihat dari banyaknya sistem jaringan yang tersedia pada daerah tersebut. Semakin banyak sistem jaringan yang tersedia pada daerah tersebut maka semakin mudah aksesibilitas yang didapat begitu pula sebaliknya semakin rendah tingkat aksesibilitas yang didapat maka semakin sulit daerah itu dijangkau dari daerah lainnya (Bintarto, 1989). Tingkat aksesibilitas wilayah juga bisa di ukur berdasarkan pada beberapa variabel yaitu ketersediaan jaringan jalan, jumlah alat transportasi, panjang, lebar jalan, dan kualitas jalan. Selain itu yang menentukan tinggi rendahnya tingkat akses adalah pola pengaturan tata guna lahan. Keberagaman pola pengaturan fasilitas umum antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Seperti keberagaman pola pengaturan fasilitas umum terjadi akibat berpencarnya lokasi fasilitas umum secara geografis dan berbeda jenis dan intensitas kegiatannya. Kondisi ini membuat penyebaran lahan dalam suatu wilayah menjadi tidak merata (heterogen) dan faktor jarak bukan satusatunya elemen yang menentukan tinggi rendahnya tingkat aksesibilitas (Miro, 2004). Adanya aksesibilitas ini diharapkan dapat mengatasi beberapa hambatan mobilitas, baik berhubungan dengan mobilitas fisik, misalnya mengakses jalan raya, pertokoan, gedung perkantoran, sekolah, pusat kebudayaan, lokasi industri dan rekreasi baik aktivitas non fisik seperti kesempatan untuk bekerja, memperoleh pendidikan, mengakses informasi, mendapat perlindungan dan jaminan hukum (Kartono, 2001).

Faktor yang mempengaruhi fungsi rendahnya aksesibilitas adalah topografi, sebab dapat menjadi penghalang bagi kelancaran untuk mengadakan interaksi di suatu daerah. Keadaan hidrologi seperti sungai, danau, rawa, dan laut juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan pembangunan pertanian, perikanan, perhubungan, perindustrian, kepariwisataan. Jadi tinggi rendahnya wilayah sangat tergantung pada morfologi, topografi, dan laut juga sistem jaringan serta tersedianya sarana dan prasarana pendukung untuk memperlancar berbagai hubungan antara daerah sekitarnya (Sumaatmadja, 1988). 2.1.12.1 Aksesibilitas dan Mobilitas Transportasi Aksesibiltas adalah konsep yang menggabungkan pengaturan tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya. Dengan perkataan lain aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan bagaimana lokasi tataguna lahan berintekasi satu dengan yang lain dan bagaimana mudah dan susahnya lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasi. Mobilitas adalah suatu ukuran kemampuan seseorang untuk bergerak yang biasanya dinyatakan dengan kemampuannya membayar biaya transportasi. Jika aksesibilitas ke suatu tempat tinggi, maka mobilitas orang ke tempat tersebut juga tinggi selama biaya aksesibilitas ke tempat tersebut mampu dipenuhi.

Studio Proses A


17 METODE ANALISIS DATA //

2.1.12.2 Klasifikasi tingkat aksesibilitas

Lihat ilustrasi berikut : Gambar 2.2 Ilustrasi Aksesibilitas

Tabel 2.11 Aksesibilitas Terhadap Jarak dan Kondisi Prasarana

JAUH DEKAT

KONDISI PRASARANA

Aksesibilitas Rendah Aksesibilitas Menengah SANGAT JELEK

Aksesibilitas Menengah Aksesibilitas Tinggi SANGAT BAIK

C

Ja m

JARAK

Km 80

Dari tabel diatas menunjukkan suatu tempat dikatakan ”aksesibel” jika sangat dekat dengan tempat lainnya, dan ”tidak aksesibel” jika berjauhan. Konsep ini sangat sederhana dimana hubungan transportasi dinyatakan dalam jarak (km), saat ini jarak merupakan suatu variabel yang tidak begitu cocok, karena orang lebih cenderung menggunakan variabel waktu tempuh sebagai ukuran aksesibilitas.

,1 ,5

Sumber : Studio Proses A

A

60 Km, 2 Jam

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Jika jarak sebagai ukuran aksesibilitas, maka AB lebih tinggi aksesibilitasnya dibandingkan AC; sebaliknya jika ukurannya adalah waktu tempuh, AC > AB (aksesibilitas AC lebih tinggi dari AB).

Gambar 2.3 Pasar Lembang

Sumber : Survey lapangan Studio Proses A 2016

B


18 METODE ANALISIS DATA //

2 1 3 2.1.13 Kriteria Perencanaan Lokasi POM Bensin 1. Stasiun harus berada dalam pusat pertumbuhan atau daerah perkotaan kecuali pada keadaan di mana ada kebutuhan yang dapat ditunjukkan melalui studi yang sesuai. 2. Tanah harus dikategorikan untuk komersial / industri atau ditunjuk khusus untuk tujuan subdivisi. 3. Stasiun harus berada minimal 500 kaki (152.4 meter) dari lembaga publik seperti sekolah, gereja, perpustakaan umum, auditorium, rumah sakit, taman bermain, dll. 4. Luas lahan yang akan dikembangkan harus cukup untuk memungkinkan manuver kendaraan, tetapi tidak kurang dari 12.000 sq. ft. dengan bagian depan minimal 300 ft. dari jalan utama. 5. Tidak boleh berada pada wilayah yang akan menyebabkan hambatan lalu lintas dalam memasuki atau meninggalkan stasiun, atau di tikungan tajam di mana visibilitas tidak memadai. 6. Vehicular akses / jalan keluar / Crossover harus cukup aman dengan pendekatan yang memadai terutama pada jalan utama dan persimpangan yang terlibat. 7. Jika memungkinkan, stasiun harus didirikan bertingkat daripada miring, untuk mencegah bahan berguling atau terbuang seperti kaleng, drum, dll. 8. Ketika berlokasi di pusat perbelanjaan, stasiun harus terletak di daerah yang terisolasi dari bangunan selama kriteria perencanaan terpenuhi. 9. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan mungkin diperlukan dari pemohon. 10. Bangunan harus terletak minimal 40 ft. Dari batas-batas properti jalan yang memadai untuk manuver kendaraan di area layanan. 11. Kanopi dan pendukung yabg lebih dari pompa dan peralatan layanan ketika berada kurang dari 20 ft. dari garis interior atau bangunan atau struktur harus dibangun dari bahan noncombustible. 12. Pom Bensin harus ditempatkan minimal 100 ft. Dari perumahan.

13. Tidak ada pompa bahan bakar atau peralatan mekanis lainnya yang harus dipasang yang memungkinkan servis kendaraan bermotor berdiri di jalan umum atau jalan raya. 14. Semua area layanan harus diaspal untuk menghindari gangguan debu. 15. Desain eksterior bangunan harus kompatibel dan harus sedemikian rupa sehingga tidak merugikan nilai properti. 16. Di daerah perumahan harus disediakan area terbuka taman dengan lebar 10 ft. di sepanjang bagian belakang batas properti dan lebar 15 ft. sepanjang sisi pembatas, dan dipisahkan dari daerah beraspal di pinggir atau penghalang lainnya. 17. Dimana situs berbatasan sisi atau batas belakang banyak perumahan, dinding yang kokoh 10 ft. Di tinggi harus dibangun dan dipelihara bersama yang batas banyak. 18. Sebuah trotoar minimal dengan tinggi 6 inchi harus didirikan di sepanjang garis properti jalan kecuali untuk bukaan jalan sehingga mencegah operasi kendaraan di trotoar, dan untuk menentukan poin pintu masuk / keluar. 19. Tanda harus sesuai dengan Peraturan Iklan dan tidak memantulkan sinar matahari ke wajah pengendara dan harus cukup besar sehingga mereka dapat dilihat dari jarak dan kecepatan yang wajar. 20. Harus dilengkapi dengan pemadam kebakaran dan peralatan prlindung kebakaran yang dipasang sesuai dengan persyaratan dari Departemen Pemadam Kebakaran. 21. Setiap tangki harus dibuang ke atmosfer luar bangunan dengan cara yang ventilasi pipa independen yang tidak boleh kurang dari 12 ft. tinggi atau 2 ft. di atas puncak dari bangunan yang berdekatan terdekat. 22. Semua volatil mudah terbakar tangki penyimpanan cairan harus dipasang di bawah tanah sesuai dengan persyaratan Kementerian Konstruksi (Pekerjaan). 23. Kontainer Integral desain dan kapasitas yang memadai harus disediakan untuk limbah padat, seperti kaleng dibuang, botol, dll 24. Fasilitas yang tepat untuk penyimpanan dan pembuangan bekas dan limbah minyak dan gas harus disediakan.


19 METODE ANALISIS DATA //

25. Air limbah dari pencucian kendaraan bermotor dan sebagainya dan limbah pembuangan harus untuk kepuasan Otoritas Kesehatan. 26. Pemberitahuan niat untuk membangun dan mengoperasikan Stasiun Bensin Filling harus diposting di situs dan dikukuhkan untuk memungkinkan iklan untuk memungkinkan pemilik yang berdekatan dalam radius tertentu untuk keberatan jika mereka inginkan. 27. Bensin harus disimpan dalam wadah berdinding ganda untuk meminimalkan kebocoran dan mencegah kontaminasi air tanah. 28. Biasanya tidak ada akses ke atau jalan keluar dari stasiun pengisian akan lebih dekat dari 150 ft. Untuk setiap persimpangan jalan atau 250 ft. dari persimpangan dua jalan utama. 29. Kriteria pembangunan lainnya diberikan dalam Filling Station Pengembangan Pesanan. 2.1.14 Stakeholder Istilah stakeholder telah dipakai oleh banyak pihak dalam hubungannnya dengan berbagai ilmu atau konteks, misalnya manajemen bisnis, ilmu komunikasi, pengelolaan sumberdaya alam, sosiologi, dan lain-lain. Lembaga-lembaga publik telah menggunakan secara luas istilah stakeholder ini ke dalam proses-proses pengambilan dan implementasi keputusan. Menurut Freeman (dalam Bryson, 2001), stakeholder dalam lingkup bisnis merupakan kelompok atau individu yang dipengaruhi dan mempengaruhi masa depan perusahaan yaitu pelanggan, pekerja, pemilik, pemerintah, lembaga keuangan dan kritikus. Sedangkan dalam konteks organisasi, baik di pemerintahan maupun swasta. Bryson (2001), mendefinisikan stakeholder sebagai individu, kelompok atau organisasi apapun yang dapat melakukan klaim atau perhatian terhadap sumber daya atau hasil organisasi atau dipengaruhi oleh hasil itu. Dari sekian banyak stakeholder tidak semuanya harus mendapat perhatian yang sama. Perhatian hanya perlu diberikan kepada stakeholder utama, karena kunci keberhasilan

dalam organisasi publik maupun swasta adalah bagaimana organisasi tersebut dapat menjamin kepuasan stakeholder utama (pimer) ini (Bryson, 2001). Berdasarkan konsepsi di atas, pemahaman terhadap stakeholder akan berguna untuk mengetahui secara jelas tentang siapakah stakeholder utama, bagaimana kepentingan mereka, apa yang akan mereka dukung serta strategi dan taktik yang diperlukan untuk menghadapinya (Kaufman dalam Bryson, 2001). Selanjutnya dalam upaya melibatkan stakeholder, Soesilo (2000), mengingatkan: “..... mereka yang paling utama harus diputuskan adalah siapa stakeholder utama kita. Penentuan ini sangat penting, sebab dalam manajemen sektor publik, kita sering memiliki stakeholder yang banyak dan sering tujuan utamanya saling bertentangan. Bila kita tidak mengetahui, maka kita akan terombang ambing dalam kebingungan.� Identifikasi stakeholder dilakukan dengan memetakan masalah dan lokasi sehingga ditemukan masyarakat sebagai stakeholder utama, kemudian mengaitkan masalah baik dari segi kepentingan, pemihakan dan kewenangan yang dimiliki oleh aktor-aktor baik pemerintah maupun non pemerintah.Pemetaan masalah merupakan pendalaman dari kegiatan identifikasi stakeholder, yang dilakukan melalui wawancara dan diskusi terfokus. Informasi yang dikumpulkan menyangkut isu yang relevan dengan kebijakan, program, dan proyek, pemahaman stakeholder, sikap, alasan dan kepentingan mereka, jaringan mereka, posisi dan kekuatan pengaruh serta usulan-usulan mereka.


20 METODE ANALISIS DATA //

Berdasarkan kekuatan, posisi penting, dan pengaruh stekholder terhadap suatu isu, stakeholder dapat diketegorikan kedalam beberapa kelompok. Ramirez dalam Buckles, D, 1999 (dalam http://www.suarapublik.org/Artikel/index.html), mengelompokkan stakeholder kedalam stakeholder primer, sekunder dan stakeholder kunci. Sebagai gambaran, pengelompokan tersebut dapat dikemukakan kelompok stakeholder sebagai berikut : a. Stakeholder Primer Stakeholder primer merupakan stakeholder yang memiliki kaitan kepentingan secara langsung dengan suatu kebijakan, program dan proyek. Mereka harus ditempatkan sebagai penentu utama dalam proses pengambilan keputusan. b. Stakeholder sekunder Stakeholder sekunder adalah stakeholder yang tidak memiliki kaitan kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan, program, dan proyek pemerintah (publik), tetapi memiliki kepedulian dan keprihatinan sehingga mereka turut bersuara dan berpengaruh terhadap keputusan legal pemerintah. c. Stakeholder kunci Stakeholder kunci merupakan stakeholder yang memiliki kewenangan secara legal dalam hal pengambilan keputusan. 2.1.15 Teori Cash Flow Cash flow (aliran kas) merupakan “sejumlah uang kas yang keluar dan yang masuk sebagai akibat dari aktivitas perusahaan dengan kata lain adalah aliran kas yang terdiri dari aliran masuk dalam perusahaan dan aliran kas keluar perusahaan serta berapa saldonya setiap periode.

Hal utama yang perlu selalu diperhatikan yang mendasari dalam mengatur arus kas adalah memahami dengan jelas fungsi dana/uang yang kita miliki, kita simpan atau investasikan. Secara sederhana fungsi itu terbagi menjadi tiga yaitu: - Fungsi likuiditas, yaitu dana yang tersedia untuk tujuan memenuhi kebutuhan sehari-hari dan dapat dicairkan dalam waktu singkat relatif tanpa ada pengurangan investasi awal - Fungsi anti inflasi, dana yang disimpan guna menghindari resiko penurunan pada daya beli di masa datang yang dapat dicairkan dengan relatif cepat. - Capital growth, dana yang diperuntukkan untuk penambahan/perkembangan kekayaan dengan jangka waktu relatif panjang. Aliran kas yang berhubungan dengan suatu proyek dapat di bagi menjadi tiga kelompok yaitu: - Aliran kas awal (Initial Cash Flow) merupakan aliran kas yang berkaitan dengan pengeluaran untuk kegiatan investasi misalnya; pembelian tanah, gedung, biaya pendahuluan dsb. Aliran kas awal dapat dikatakan aliran kas keluar (cash out flow). - Aliran kas operasional (Operational Cash Flow) merupakan aliran kas yang berkaitan dengan operasional proyek seperti; penjualan, biaya umum, dan administrasi. Oleh sebab itu aliran kas operasional merupakan aliran kas masuk (cash in flow) dan aliran kas keluar (cash out flow). - Aliran kas akhir (Terminal Cash Flow) merupakan aliran kas yang berkaitan dengan nilai sisa proyek (nilai residu) seperti sisa modal kerja, nilai sisa proyek yaitu penjualan peralatan proyek.

Studio Proses A


21 METODE ANALISIS DATA //

Cash flow mempunyai beberapa keterbatasan-keterbatasan antara lain: - Komposisi penerimaan dan pengeluaran yang dimasukan dalam cash flow hanya yang bersifat tunai. - Perusahaan hanya berpusat pada target yang mungkin kurang fleksibel - Apabila terdapat perubahan pada situasi internal maupun eksternal dari perusahaan yang dapat mempengaruhi estimasi arus kas masuk dan keluar yang seharusnya diperhatikan, maka akan terhambat karena manager hanya akan terfokus pada budget kas misalnya; kondisi ekonomi yang kurang stabil, terlambatnya customer dalam memenuhi kewajibanya.

Adapun kegunaan dalam menyusun estimasi cash flow dalam perusahaan sangat berguna bagi beberapa pihak terutama manajement di antaranya: - Memberikan seluruh rencana penerimaan kas yang berhubungan dengan rencana keuangan perusahaan dan transaksi yang menyebabkan perubahan kas. - Sebagian dasar untuk menaksir kebutuhan dana untuk masa yang akan datang dan memperkirakan jangka waktu pengembalian kredit. - Membantu menager untuk mengambil keputusan kebijakan financial. - Untuk kreditur dapat melihat kemampuan perusahaan untuk membayar kredit yang diberikan kepadanya

Ada empat langka dalam penyusunan cash flow, yaitu : 1. Menentukan minimum kas 2. Menyusun estimasi penerimaan dan pengeluaran 3. Menyusun perkiraan kebutuhan dana dari hutang yang dibutuhkan untuk menutupi deficit kas dan membayar kembali pinjaman dari pihak ketiga. 4. Menyusun kembali keseluruhan penerimaan dan pengeluaran setelah adanya transaksi financial dan budget kas yang final. 2.1.16 Teori Kajian Lingkungan Hidup Strategis Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) merupakan rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencanan, dan/atau program (UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH Pasal 1 angka 10). KLHS atau Strategic Environmental Assessment (SEA) menjadi salah satu pilihan alat bantu melalui perbaikan kerangka pikir (framework of thinking) perencanaan tata ruang untuk memperbaiki kualitas rencana tata ruang sehingga mampu mengatasi persoalan lingkungan hidup. KLHS dimaksudkan untuk memenuhi ketentuan yang berlaku dalam rangka penyusunan RDTR Lembang dan bertujuan untuk mengintegrasikan pertimbangan lingkungan hidup dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam RDTR Lembang. Pada RDTR, penentuan deliniasi atau penentuang wilayah Kawasan Perkotaan Lembang ini, didasarkan dari teori centralitas atau keterpusatan pelayanan tingkat kecamatan. Berdasarkan hal tersebut, ada beberapa desa yang dianggap sebagai Kawasan Perkotaan Kecamatan Lembang, diantaranya adalah


22 METODE ANALISIS DATA //

sebagian Desa Jaya giri, Desa Cibogo, Desa Kayu ambon, Desa Lembang, sebagian Desa Gudang kahuripan, sebagian Desa Langensari, Desa Cibodas, sebagian Desa Pagerwangi, yang selanjutnya desa-desa tersebut dibagi kedalam blok dan sub blok. Berdasarkan luas wilayahnya, Desa Cibodas sebagai blok H memiliki lluas wilayah terbesar dengan luas 596.18 (Ha) sedangkan untuk luas wilayah terkecil adalah Desa Pagerwangi sebagai blok E dengan luas 88.83 (Ha). Apabila dilihat dari kondisi fisik dasarnya, secara topografi Kawasan Perkotaan Lembang berada pada ketinggian antara 700 meter sampai 1260 meter di atas permukaan laut. Wilayahnya berupa dataran dan lereng di sebagian desa.

Apabila dibuat penampang topografi untuk wilayah Kawasan Perkotaan Lembang, terlihat permukaan lahan wilayahnya bergelombang dengan perbedaan elevasi yang cukup tajam. Secara klimatologi, wilayah tersebut mempunyai iklim tropis dengan suhu udara terendah 16â °C dan suhu tertingi 28â °C, sedangkan keadaan curah hujan berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Stasiun Geofisika Kelas 1 Bandung, menunjukkan curah hujan pada tahun 2014 yang terjadi di wilayah perencanaan adalah 1866 mm/th.

Gambar 2.4 Perkebunan di Kecamatan Lembang

Sumber : Survey lapangan Studio Proses A 2016

Studio Proses A


23 METODE ANALISIS DATA //

Selain itu, kondisi tanah di Kecamatan Lembang banyak dipengaruhi oleh batuan dan faktor lainnya yang dipengaruhi oleh iklim, vegetasi, dan topografi yang telah mengalami proses, sehingga terbagi dalam berbagai jenis yang bervariasi, yaitu kompleks Regosol Kelabu dan Andosol. Tanah ini mempunyai sifat-sifat regosol dan litosol yang pada umumnya mempunyai zat organik rendah, permeabilitasnya kecil-besar. Jenis tanah ini terdapat di desa Jayagiri bagian utara dan desa Sukajaya bagian utara. Berdasarkan kondisi seperti itu, pola penggunaan lahan di wilayah Kawasan Perkotaan Lembang pada dasarnya beragam diantaranya hutan rimba, hutan rakyat, sawah, perkebunan, lading, pemukiman, olahraga, dan lain-lain. Potensi sumberdaya air untuk Kecamatan Lembang secara umum cukup baik dan dapat memenuhi kebutuhan penduduk. Tercatat terdapat 481 titik sumur yang ada di wilayah ini, dan 34 titik sumber mata air yang tersebar di seluruh desa dengan debit potensial mencapai 983.5 L/dtk. Dari hasil studi Direktorat Geologi Tata Lingkungan, sumber air bawah tanah di Wilayah Kabupaten Bandung Barat dibagi ke dalam beberapa zona, dan kecamatan Lembang masuk pada zona daerah resapan, tidak dikembangkan bagi pengambilan air tanah kecuali untuk air minum dan rumah tangga dengan pengambilan maksimum 100 m3/bulan. Secara keseluruhan sungai di Kabupaten Bandung Barat dalam kondisi tidak tercemar atau tercemar ringan, hanya beberapa sungai di daerah perkotaan dan sungai-sungai yang melintasi pemukiman dan zona industri dalam kondisi tercemar sedang dan berat. Kondisi geografis dan topografis Kebupaten Bandung Barat merupakan lembah cekungan yang melandai dari arah utara ke selatan, dimana ketinggian daerah utama mencapai 1040 m di atas permukaan laut dan ketinggian daerah selatan mencapai 685 diatas permukaan laut. . Memperhatikan kondisi tersebut, Kabupaten Bandung Barat masih termasuk ke dalam wilayah cekungan Bandung yang dikelilingi oleh pengunungan, sehingga iklim lokal,

iklim regional dan iklim global serta dinamika atmosfer berperan sangat unik yang diakibatkan oleh pertukaran massa udara baik secara vertical maupun horizontal yang sangat dipengaruhi oleh karakteristik kondisi fisik daerah cekungan tersebut. Dengan demikian maka penumpukan gas buang dari sumber bergerak pada daerah tersebut akanmeningkatkan konsentrasi pencemaran udara dan berdampak pada penurunan kualitas udara secara umum, sehingga pada akhirnya dapat menjadi potensi terganggunya kesehatan masyarakat.

2.2 METODE ANALISIS 2.2.1 Analisis Statistik Asosiasi Statistik asosiasi digunakan untuk melihat hubungan antara dua variabel atau lebih. Hubungan antara dua variabel atau lebih antara lain adalah keberadaan hubungan, keeratan hubungan, arah hubungan, dan sifat hubungan. Tipe dasar hubungan antar variabel terbagi menjadi dua yaitu, hubungan sifat eksperimental dan hubungan sifat korelasi. Hubungan sifat eksperimental menunjukkan sebab akibat dari dua atau lebih variabel, sedangkan hubungan sifat korelasi tidak menunjukkan sebab akibat melainkan hubungan alami dua atau lebih variabel. Asosiasi bersifat korelatif dan eksperimental terbagi dalam tiga tipe pengukuran nominal, ordinal, dan interval rasio. Metoda analisis menggunakan tipe data nominal dapat menggunakan Ukuran Korelasi Berbasis Chi-Square, sedangkan metoda analisis menggunakan tipe data interval rasio dapat menggunakan Koefisien Korelasi R-Pearson dan Analisis Regresi.


24 METODE ANALISIS DATA //

2.2.1.1 Metoda Analisis Menurut Skala Pengukuran Ukuran Korelasi Berbasis Chi-Square terbagi ke dalam tiga uji yaitu, koefisien Phi, koefisien V Creamer, dan Koefisien Kontingensi C. Namun, dalam penilitian ini hanya dibahas mengenai Koefisien Phi, Koefisien V Creamer, Koefisien Korelasi R Pearson, dan Analisis Regresi. a. Koefisien Phi O=

X2 N

X = (Fo - Fe) Fe 2

Fe =

2

(total baris)x(total kolom) n

Keterangan: X² = Nilai Chi-Square Jika, Nilai Ό = 0 maka, tidak ada hubungan Nilai Ό = 1 maka, hubungan sempurna Koefisien Phi hanya berlaku untuk tabel 2x2 b. Koefisien V Creamer V=

iklim regional dan iklim global serta dinamika atmosfer berperan sangat unik yang diakibatkan oleh pertukaran massa udara baik secara vertical maupun horizontal yang sangat dipengaruhi oleh karakteristik kondisi fisik daerah cekungan tersebut. Dengan demikian maka penumpukan gas buang dari sumber bergerak pada daerah tersebut akanmeningkatkan konsentrasi pencemaran udara dan berdampak pada penurunan kualitas udara secara umum, sehingga pada akhirnya dapat menjadi potensi terganggunya kesehatan masyarakat.

X2 (N) {Min (r-1),(c-1)}

V sebagai indeks pengukur kekuatan hubungan antara dua variabel. V tidak memiliki interpretasi langsung yang bermakna tentang 0-1. c. Koefisien Korelasi R-Pearson Bertujuan untuk mengukur hubungan dua variabel yang diukur dalam skala interval rasio dengan mengasumsikan koefisien korelasi hanya cocok untuk mengukur derajat hubungan antara variabel yang terkait secara linier, kedua variabel merupakan variabel random yang diukur dalam skala interval rasio, dan kedua variabel memiliki distribusi normal bivariat. Berikut adlah cara penghitungan koefisien korelasi Pearson (r):

r=

(Xi - X)( Yi - Y) (n-1)SxSy

(X - X)( Y - Y)

r= (

2

(X - X) )(

r = N XY - ( X)( Y) (N X 22- ( X) ) (N

2

( Y- Y) )

Y 22- (

Y) )

d. Analisis Regresi Analisis Regresi memberikan suatu persamaan yang menggambarkan sifat hubungan antara dua variabel dan memberikan ukuran variansi yang memungkinkan untuk memperkirakan keakuratan sebagaimana jauh persamaan regresi dapat memprediksi nilai variabel kriteria. Penentuan garis regresi 1. Mengidentifikasi pola Y = a + bX B = kelerengan garis lurus A = Konstanta Pada kenyataannya jarang ditemukan data yang secara tepat membentuk garis lurus.


25 METODE ANALISIS DATA //

b=

(Xi - X)( Yi - Y) (Xi - X)

b=n( n(

XY) - ( 2

X )- (

2

X)(

Y)

2

X )

2.2.2 Analisis Statistik Deskriptif Analisis statistik deskriptif menurut Iqbal Hasan (2001:7) adalah bagian dari statistika yang mempelajari cara pengumpulan data dan penyajian data sehingga mudah dipahami. Statistika deskriptif hanya berhubungan dengan hal menguraikan atau memberikan keterangan-keterangan mengenai suatu data atau keadaan. Analisis deskriptif juga mengambil kesimpulan populasi dari populasi atau kesimpulan populasi dari populasi atau kesimpulan sampel dari sampel. Fungsi utama analisis deskriptif adalah untuk mengungkapkan hasil penelitian secara ringkas dan jelas. Dalam analisis deskriptif terdapat suatu proses yaitu reduksi data. Reduksi data adalah proses meringkas sekumpulan data dari variabel tunggal kedalam kumpulan data yang lebih kecil yang menggambarkan pengamatan awal tanpa mengorbankan informasi penting. Ada tiga jenis reduksi data, yaitu reduksi data dalam nilai baku, reduksi data dalam tabel, dan reduksi data dalam chart & grafik.

2.2.3 Analisis Tipologi Klassen Salah satu alat analisis ekonomi daerah yang sering digunakan untuk mengidentifikasikan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi yaitu Tipologi Klassen. Analisis ini membantu mengelompokkan sektor-sektor produksi daerah ke dalam empat kuadran besar. Empat kuadran tersebut terbagi menjadi sektor prima, sektor potensial, sektor berkembang, dan sektor terbelakang. Dengan mengetahui klasifikasi ini, pemerintah dapat menentukan prioritas kebijakan agar pembangunan daerah lebih terarah dan tepat sasaran sehingga dapat berjalan secara efektif dan efisien. Pada dasarnya, analisis ini tidak hanya digunakan untuk mengelompokkan sektor produksi saja, melainkan juga dapat digunakan untuk mengklasifkasikan kelas di bawahnya, yakni subsektor, sub-subsektor maupun komoditas untuk unit usaha tertentu. Untuk menentukan klasifikasi ini dibutuhkan data kontribusi dan laju pertumbuhan per sektor. Berikut analisis dari setiap klasifikasi Tipologi Klassen: Tabel 2.12 Analisis Tipologi Klassen

KONTRIBUSI SEKTORAL

si >= s

si < s

Selain itu analisis deskriptif juga membahas ukuran kecenderungan memusat dan ukuran persebaran data. Ukuran kecenderungan memusat adalah ukuran yang menunjukan pada variabel mana data cenderung terkonsentrasi. Ukuran kecenderungan memusat terdiri dari mean, modus, dan median. Ukuran persebaran data adalah ukuran yang memberikan indikasi mengenai tingkat heterogenitas atau keragaman dalam distribusi nilai variabel. Ukuran persebaran data terdiri dari indeks variansi kualitatif, rentang, dan standar deviasi.

PERTUMBUHAN SEKTORAL gi >= g

gi < g

SEKTOR PRIMA (Maju dan Tumbuh) SEKTOR POTENSIAL (Potensial dan masih dapat berkembang pesat)

SEKTOR BERKEMBANG (Maju dan Tumbuh) SEKTOR TERBELAKANG (Relatif Tertinggal)

Dimana: gi = pertumbuhan sektor daerah analisis g = pertumbuhan sektor daerah acuan si = kontribusi sektor analisis s = kontribusi sektor daerah acuan

Studio Proses A


26 METODE ANALISIS DATA //

1. Sektor Prima (Kuadran I) Kuadran ini merupakan kuadran sektor dengan laju pertumbuhan PDRB yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan daerah yang menjadi acuan (biasanya laju pertumbuhan rata-rata seluruh sektor produksi) dan memiliki kontribusi terhadap PDRB yang lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi acuan (biasanya kontribusi rata-rata seluruh sektor produksi). Sektor dalam kuadran I disebut sebagai sektor prima karena memiliki kinerja laju pertumbuhan ekonomi dan pangsa yang lebih besar daripada daerah yang menjadi acuan.

2. Sektor potensial (Kuadran II) Sektor yang berada pada kuadran ini memiliki nilai pertumbuhan PDRB yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB daerah yang menjadi acuan, tetapi memiliki kontribusi yang lebih besar terhadap PDRB daerah dibandingkan dengan kontribusi nilai sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi acuan. Sektor dalam kategori ini juga dapat dikatakan sebagai sektor yang telah jenuh.

3. Sektor berkembang (Kuadran III) Kuadran ini merupakan kuadran untuk sektor yang memiliki nilai pertumbuhan PDRB yang lebih tinggi dari pertumbuhan PDRB daerah yang menjadi acuan, tetapi kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB lebih kecil dibandingkan dengan nilai kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi acuan. Sektor dalam Kuadran III dapat diartikan sebagai sektor yang sedang booming.

4. Sektor terbelakang (Kuadran IV) Kuadran ini ditempati oleh sektor yang memilikinilai pertumbuhan PDRB yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB daerah yangmenjadi acuan dan sekaligus memiliki kontribusiyang lebih kecil terhadap PDRB dibandingkandengan nilai kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi acuan.

2.2.4 Analisis Shift Share Analisis Shift Share digunakan untuk menganalisis dan mengetahui pergeseran dan peranan perekonomian di daerah. Metode ini dipakai untuk mengamati struktur perekonomian dan pergeserannya dengan cara menekankan pertumbuhan sektor di daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang sama pada tingkat daerah yang lebih tinggi atau nasional. Pertumbuhan ekonomi dan pergeseran struktural suatu perekonomian daerah ditentukan oleh tiga komponen: 1. Provincial share (Sp), yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan atau pergeseran struktur perekonomian suatu daerah (kabupaten/kota) dengan melihat nilai PDRB daerah pengamatan pada periode awal yang dipengaruhi oleh pergeseran pertumbuhan perekonomian


27 METODE ANALISIS DATA //

2. Proportional (Industry-Mix) Shift adalah pertumbuhan Nilai Tambah Bruto suatu sektor i dibandingkan total sektor di tingkat provinsi. 3. Differential Shift (Sd), adalah perbedaan antara pertumbuhan ekonomi daerah (kabupaten) dan nilai tambah bruto sektor yang sama di tingkat provinsi. Suatu daerah dapat saja memiliki keunggulan dibandingkan daerah lainnya karena lingkungan dapat mendorong sektor tertentu untuk tumbuh lebih cepat.

Studio Proses A Pelaksanaan pembangunan ekonomi akan menyebabkan terjadinya perubahan struktur ekonomi. Suatu sektor bisa menjadi kurang penting peranannya dalam pembentukan PDRB/ PDB digeser oleh sektor lainnya sesuai dengan kondisi ekonomi yang sedang terjadi saat itu. Proses transformasi ekonomi ini bisa berbeda antar provinsi yang selanjutnya bisa mengubah posisi suatu provinsi di dalam perekonomian nasional. Perbedaan tersebut disebabkan adanya perbedaan seperti penyediaan bahan baku, teknologi, investasi, dan sumber daya manusia. Dengan adanya perbedaan tersebut maka diketahui transformasi ekonomi di suatu wilayah adalah penting terutama untuk pedoman dalam mengalokasikan dana pembangunan yang terbatas, sumberdaya manusia, teknologi dan input-input penting untuk produksi antar provinsi. Dalam hal ini analisis yang umumnya digunakan untuk mengevaluasi perubahan struktur adalah analisis Shift Share.

Analisis Shift Share membandingkan perbedaan laju pertumbuhan berbagai sektor industri di daerah dengan wilayah nasional.

daerah yang lebih tinggi (provinsi). Hasil perhitungan tersebut akanmenggambarkan peranan wilayah provinsi yang mempengaruhi pertumbuhan perekonomian daerah kabupaten. Jika pertumbuhan kabupaten sama dengan pertumbuhan provinsi maka peranannya terhadap provinsi tetap.

Analisis Shift Share mempunyai empat kegunaan yaitu:

• Mengetahui sejauh mana peranan petumbuhan ekonomi secara keseluruhan. • Mengetahui sejauh mana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pertumbuhan suatu sektor. • Mengetahui komponen yang mempengaruhi kesempatan kerja nyata. • Mengetahui pergeseran ekonomi regional sebagai akibat perubahan ekonomi nasional maupun ekonomi regional itu sendiri. Menurut metode ini pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dipengaruhi oleh tiga komponen utama, yakni pertumbuhan nasional (national growth component), pertumbuhan sektoral atau bauran industri (industrial mix component), dan pertumbuhan daya saing (competitive effect component). 2.2.5 Analisis Regresi Analisis Regresi adalah analisis statistika yang digunakan untuk melihat hubungan antara dua atau lebih variabel kuantitatif sehingga salah satu variabel dapat diramalkan dari variabel lainnya. Analisis regresi merupakan studi ketergantungan satu atau lebih X (variabel bebas) terhadap Y (variabel terikat), dengan maksud untuk meramalkan nilai Y. Tujuan analisis regresi adalah mendapatkan pola hubungan secara matematis antara X dan Y, mengetahui besarnya perubahan variabel X terhadap Y, dan memprediksi Y jika nilai X diketahui.


28 METODE ANALISIS DATA //

Prinsip dasar yang harus dipenuhi dalam membangun suatu persamaan regresi adalah bahwa antara variabel dependen dengan variabel independennya mempunyai sifat hubungan sebab akibat (hubungan kausalitas), baik yang didasarkan pada teori, hasil penelitian sebelumnya, ataupun yang didasarkan pada penjelasan logis tertentu. Persamaan regresi linier sederhana secara umum yaitu:

Keterangan: Y = Respon (Variabel terkait/dependent) a = Constanta b = Koefisien Regresi Variabel Independen X = Prediktor (Variabel bebas/independen) 2.2.6 Teori August Losch (Teori Lokasi Industri) Teori August Losch mengungkapkan teori berdasarkan kemampuan produksi untuk mendapatkan konsumen sebanyak-banyaknya. Semakin jauh jarak produksi dari pasar, maka Willingness To Pay konsumen semakin rendah untuk biaya transportasi yang semakin mahal. Losch menyarankan agar dilakukan peletakan pusat produksi di pasar atau di tempat yang mendekati pasar agar terwujud keseimbangan spasial antar lokasi. Dalam hal penyediaan infrastruktur energi seperti SPBU, agen gas LPG, sarana penyedia air, dan listrik perlu dilakukan analisis lokasi yang strategis agar dapat memperoleh keuntungan yang maksimal. 2.2.7 Analisis SWOT Analisis SWOT adalah suatu bentuk analisis di dalam manajemen perusahaan atau di dalam organisasi yang secara sistematis dapat membantu dalam usaha penyusunan suatu rencana yang matang untuk mencapai tujuan, baik itu tujuan jangka pendek maupun tujuan jangkan panjang.

Definisi analisis SWOT yang lainnya yaitu sebuah bentuk analisa situasi dan juga kondisi yang bersifat deskriptif (memberi suatu gambaran). Analisa ini menempatkan situasi dan juga kondisi sebagai sebagai faktor masukan, lalu kemudian dikelompokkan menurut kontribusinya masing-masing. Satu hal yang perlu diingat baik-baik oleh para pengguna analisa ini, bahwa analisa SWOT ini semata-mata sebagai suatu sebuah analisa yang ditujukan untuk menggambarkan situasi yang sedang dihadapi, dan bukan sebuah alat analisa ajaib yang mampu memberikan jalan keluar yang bagi permasalahan yang sedang dihadapi. SWOT adalah singkatan dari: S = Strength (kekuatan) W = Weaknesses (kelemahan) O = Opportunities (Peluang) T = Threats (hambatan) A. Penjelasan mengenai 4 (empat) komponen analisis SWOT 1. Strength (S) yaitu analisis kekuatan, situasi ataupun kondisi yang merupakan kekuatan dari suatu organisasi atau perusahaan pada saat ini. Yang perlu di lakukan di dalam analisis ini adalah setiap perusahaan atau organisasi perlu menilai kekuatan-kekuatan dan kelemahan di bandingkan dengan para pesaingnya. Misalnya jika kekuatan perusahaan tersebut unggul di dalam teknologinya, maka keunggulan itu dapat di manfaatkan untuk mengisi segmen pasar yang membutuhkan tingkat teknologi dan juga kualitas yang lebih maju. 2. Weaknesses (W) yaitu analisi kelemahan, situasi ataupun kondisi yang merupakan kelemahan dari suatu organisasi atau perusahaan pada saat ini. Merupakan cara menganalisis kelemahan di dalam sebuah perusahaan ataupun organisasi yang menjadi kendala yang serius dalam kemajuan suatu perusahaan atau organisasi.

Studio Proses A


29 METODE ANALISIS DATA //

3. Opportunity (O) yaitu analisis peluang, situasi atau kondisi yang merupakan peluang diluar suatu organisasi atau perusahaan dan memberikan peluang berkembang bagi organisasi dimasa depan. Cara ini adalah untuk mencari peluang ataupun terobosan yang memungkinkan suatu perusahaan ataupun organisasi bisa berkembang di masa yang akan depan atau masa yang akan datang. 4. Threats (T) yaitu analisis ancaman, cara menganalisis tantangan atau ancaman yang harus dihadapi oleh suatu perusahaan ataupun organisasi untuk menghadapi berbagai macam faktor lingkungan yang tidak menguntungkan pada suatu perusahaan atau organisasi yang menyebabkan kemunduran. Jika tidak segera di atasi, ancaman tersebut akan menjadi penghalang bagi suatu usaha yang bersangkutan baik di masa sekarang maupun masa yang akan datang.

B. Manfaat analsis SWOT Metode analisis SWOT bisa dianggap sebagai metode analisis yangg paling dasar, yang bermanfaat untuk melihat suatu topik ataupun suatu permasalahan dari 4 empat sisi yang berbeda. Hasil dari analisa biasanya berupa arahan ataupun rekomendasi untuk mempertahankan kekuatan dan untuk menambah keuntungan dari segi peluang yang ada, sambil mengurangi kekurangan dan juga menghindari ancaman. Jika digunakan dengan benar, analisis ini akan membantu untuk melihat sisi-sisi yang terlupakan atau tidak terlihat selama ini. Dari pembahasan diatas tadi, analisis SWOT merupakan instrumen yang bermanfaat dalam melakukan analisis strategi. Analisis ini berperan sebagai alat untuk meminimalisasi kelemahan yang terdapat dalam suatu perusahaan atau organisasi serta menekan dampak ancaman yang timbul dan harus dihadapi.

Gambar 2.5 Salah Satu Peternakan di Desa Cikahuripan

Sumber : Survey lapangan Studio Proses A 2016



BAB III

GAMBARAN UMUM

03

Sumber : Survey lapangan Studio Proses A 2016

AKAN DIJELASKAN GAMBARAN UMUM KECAMATAN LEMBANG & LOKASI STUDI

Pada bagian ini akan dijelaskan gambaran umum dari kecamatan lembang seperti kondisi geografis dari kecamatan lembang, kondisi kependudukan yang didalamnya menjelaskan tingkat pendidikan, ketenagakerjaan dikecamatan lembang, kondisi ekonomi, rencanan pembangunan di kecamatan lembang dan lain sebagainya. kemudian dijelaskan juga tentang informasi lain yang dianggap penting pada penelitian ini yang di rangkum pada sub bab lokasi studi.

Studio Proses A


32 GAMBARAN UMUM //

BAB III GAMBARAN UMUM 3.1 GAMBARAN UMUM KECAMATAN LEMBANG VISI

Mewujudkan pelayanan yang berkualitas, terorganisir, benar, serius untuk menggapai prestasi ( berobsesi )

MISI • Memberikan produk pelayanan yang berkualitas • Bekerja untuk memeberikan pelayanan yang mudah , cepat dalam kesatuan yang terorganisir • Memberikan pelayanan secara benar dan serius dengan karamahan, senyum dan keakraban • Membuahkan hasil pelayanan mendukung tercapainya sebagai prestasi 3.1.2 Kondisi Geografis Kecamatan Lembang Kecamatan Lembang berada di Kabupaten Bandung Barat yang terdiri dari 16 desa diantaranya Lembang, Jayagiri, Kayuambon, Wangunsari, Gudangkahuripan, Cikahuripan, Sukajaya, Cibogo, Cikole, Cikidang, Wangunharja, Cibodas, Suntenjaya, Mekarwangi, Langensari, dan Pagerwangi, dengan luas wilayah sekitar 9,587 ha. Secara astronomis, Kecamatan Lembang terletak pada koordinat 6 45’ 30’’ LS – 6 51’ 59’’ LS dan 107 35’ 00’’ BT – 107 43’ 59’’ BT.

Sedangkan secara geografis Kecamatan Lembang dibatasi oleh: - Sebelah Utara: Kabupaten Subang - Sebelah Selatan: Kota Bandung - Sebelah Timur: Kabupaten Bandung - Sebelah Barat: Kecamatan Parongpong Kecamatan Lembang berada pada ketinggian 1.312 hingga 2.084 meter di atas permukaan laut. Titik tertingginya ada di puncak Gunung Tangkuban Parahu. Sebagai daerah yang terletak di pegunungan, suhu rata-rata berkisar antara 17 – 27 C. Penduduk Lembang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani, pedagang, pekerja sektor informal (buruh, pengemudi, dan sebagainya). Daerah ini dikelilingi oleh beberapa pegunungan dengan luas wilayah 10.620.000 hektar.

3.1.3 DEMOGRAFI 3.1.3.1 Kondisi Kependudukan Pada tahun 2014, penduduk Kecamatan Lembang berjumlah 185.179 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 1.910 jiwa/km2. Adapun desa/kelurahan dengan kepadatan penduduk terbesar, yaitu 6.558 jiwa/km2, adalah Gudang Kahuripan.Sementara itu, desa/ kelurahan dengan kepadatan penduduk terkecil adalah Suntenjaya dengan hanya 664 jiwa/km2. Faktor-faktor yang menyebabkan tingginya kepadatan penduduk adalah angka kelahiran dan kedatangan.


33 GAMBARAN UMUM //

3.1.3.2 Kondisi Pendidikan Kondisi pendidikan masyarakat Kecamatan Lembang tidak terlalu baik. Menurut Kecamatan Lembang Dalam Angka 2015, sebagian besar masyarakat, yaitu sebesar 26%, merupakan lulusan SD. Kemudian, masing-masing 19% masyarakat Kecamatan Lembang adalah lulusan SLTP/SMP dan SLTA/SMA. Sementara itu, 14% masyarakat belum tamat SD, bahkan terdapat 15% masyarakat yang belum pernah mengenyam pendidikan formal. Walaupun begitu, di Kecamatan Lembang tetap ada masyarakat yang berpendidkan tinggi dan seperti lulusan akademi, sarjana, magister, dan doktor.Namun, persentasenya amat kecil.Untuk mengetahui lebih jelas, berikut grafik pendidikan terakhir masyarakat Kecamatan Lembang.

Di desa/kelurahan Gudang Kahuripan, angka kelahiran relatif tinggi, serta penduduk baru yang berdatangan juga relatif banyak, yaitu 263 jiwa. Sebaliknya, salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kepadatan penduduk adalah angka kematian dan kepindahan. Di desa/kelurahan Suntenjaya, penduduk yang pindah ke tempat lain relatif banyak, yaitu 121 orang. Gambar 3.1 Piramida Penduduk Kecamatan Lembang >65 50 S.D 64 25 S.D 49 19 S.D 24 16 S.D 18 13 S.D 15 7 S.D 12 5 S.D 6 <5 40.000,00

30.000,00

20.000,00

10.000,00

0,00

10.000,00

20.000,00

30.000,00

40.000,00

PEREMPUAN

LAKI -LAKI

Gambar 3.2 Grafik Pendidikan Terakhir Masyarakat Kecamatan Lembang

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Berdasarkan piramida penduduk di atas, diketahui bahwa penduduk Kecamatan Lembang terbanyak ada pada usia produktif (25 – 49 tahun), yakni sekitar 36 ribu jiwa. Hal ini berkaitan dengan tingginya penggunaan energi di Kecamatan Lembang.Kemudian, perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dan perempuan pun cukup merata, walaupun cenderung lebih tinggi jumlah penduduk laki-laki. Adapun sex ratio Kecamatan Lembang adalah 104,06% yang berarti setiap ada 100 perempuan, terdapat 104 laki-laki. Untuk lebih jelasnya, data statistik kependudukan dapat dilihat pada tabel berikut:

4%

2% 1%

15% Tidak Sekolah

19%

Belum Tamat SD 14%

185.179 jiwa 1.910 jiwa/km2 104.06 %

Sumber: Kecamatan Lembang Dalam Angka 2015

SLTP/SMP SLTA/SMA Akademi S1

19% 26 %

Lainya (S2 dan S3

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Tabel 3.1 Data Statistik Kependudukan Kecamatan Lembang 2014

Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk Sex Ratio

SD

Studio Proses A


34 GAMBARAN UMUM //

3.1.3.3 Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Kecamatan Lembang dalam Angka 2015, sebanyak 94% masyarakat Kecamatan Lembang bekerja di berbagai bidang, pertanian, baik menjadi petani maupun buruh tani, industri, jasa kebutuhan listrik, air, dan gas, perdagangan, angkutan, PNS, Perbankan, TNI, Polri, dan lainnya. Sementara itu, 6% dari masyarakat tidak punya pekerjaan alias menganggur.Berikut ini grafik angkatan kerja masyarakat Kecamatan Lembang tahun 2014.

Gambar 3.4 Grafik Persentase Jumlah Penduduk Kecamatan Lembang Berdasarkan Sumber Penghasilan Tahun 2014 15%

Petani

25%

Buruh Petani Buruh Industri Perdagangan

1%

Angkutan

1% 25% 15%

PNS TNI Polri

Gambar 3.3 Grafik Angkatan Kerja Masyarakat Kecamatan Lembang 2014

4%

5%

Lainya

9%

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

6%

Adapun sumber penghasilan masyarakat Kecamatan Lembang terbanyak adalah dari sektor pertanian (petani dan buruh tani). Sebanyak 15% masyarakat Kecamatan Lembang berprofesi sebagai petani dan 25% merupakan buruh tani, sehingga apabila ditotal, terdapat 40% masyarakat yang bekerja di sektor pertanian. Kemudian, sebanyak 15% masyarakat Kecamatan Lembang juga berprofesi sebagai PNS serta 25% masyarakat bekerja di sektor lain yang tidak dijelaskan lebih rinci di Kecamatan Lembang Dalam Angka 2015. Sisanya, masyarakat bekerja di sektor perdagangan, jasa, dan industri.Berikut grafik persentase jumlah penduduk Kecamatan Lembang berdasarkan sumber penghasilan tahun 2014.

Gambar 3.5 Diagram Batang Data PDRB Harga Berlaku Menurut Kecamatan di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013-2015

PDRB Harga Berlaku Menurut Kecamatan di Kabupaten Bandung Barat (Juta Rupiah) 8.000.000,00 7.000.000,00 6.000.000,00 5.000.000,00 4.000.000,00 3.000.000,00 2.000.000,00 1.000.000,00 0,00

C

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Cih ililin am pe Cip las on gk ar Ba tuj aja Sag r uli ng Cip Pad atat ala ran g Ng am pr ah Pa rom po n Lem g ba ng Cik Cisar ua alo ng we tan Cip eu nd eu y

94%

R

Bekerja

3.1.4 Kondisi Ekonomi Kecamatan Lembang

Kondisi Ekonomi suatu wilayah dapat dinilai dari produktivitas wilayah tersebut, salah satu cara untuk menghitung produktivitas wilayah adalah dengan melihat jumlah nilai (Uang yang dihasilkan) dari sektor barang maupun jasa pada wilayah tersebut, atau yang biasa disebut sebagai PDRB. PDRB Kecamatan Lembang sendiri, menduduki peringkat ke-2 PDRB tertinggi, setelah Padalarang di Kabupaten Bandung Barat, yaitu sebesar Rp. 3.822.657,95 pada tahun 2015.

ong ga Gu nu ng ha sin lu da ng ke rta

Pengangguran

2013

2014

2015

Sumber: Kecamatan Lembang Dalam Angka 2015


35 GAMBARAN UMUM //

Gambar 3.6 Grafik PDRB Kecamatan Lembang Terhadap Harga Berlaku, 2013 - 2015

Gambar 3.8 Diagram Batang Pertumbuhan Sektoral PDRB Harga Konstan Tahun 2013-2015 Pertumbuhan Sekotoral PDRB Harga Konstan Tahun 2013 - 2015

Pertambangan dan..

Pertambangan & Penggalian Pertanian Industri Pengolahan

Keuangan, Persewaan..

Listrik, Gas dan Air Bersih Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

Pengangkutan dan..

Bangunan/Konstruksi Jasa-jasa Perdangan, Hotel dan Restoran

Pertanian

-0,020

500.000,00

2013

1.000.000,00

,040

,060

,080

,1

2014

1.500.000,00

2015

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A Gambar 3.7 Diagram Sumber Penghasilan Penduduk Berdasarkan Kecamatan Tahun 2015

Sumber Penghasilan Utama Penduduk Berdasarkan Kecamatan Tahun 2015

4 Perdagangan Pertanian Jasa 2

,020

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Perdagangan, Hotel.. 0,00

0

10

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Sektor yang menyumbang PDRB terbesar terhadap Kecamatan Lembang adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar Rp. 1.072.610,48 pada tahun 2015. PDRB pada Kecamatan Lembang terus meningkat pada setiap sektornya, begitu juga pada sector pertanian yang menempati peringkat tertinggi ke-3 yang pada dasarnya merupakan sumber penghasilan utama mayoritas penduduk pada kelurahan-keluarah di Kecamatan Lembang.

Pertumbuhan PDRB di Kecamatan Lembang terbesar pada sector Perdagangan, Hotel dan restoran, pada peringkat kedua terdapat sector Jasa , sedangkan Indsutri Pengolahan yang pada dasarnya merupakan Penyumbang terbesar ke-dua menempati peringkat ketiga terbawah, hal ini mengindikasikan bahwa sector tersebut cenderung lambat dalam bertumbuh sehingga muncul kemungkinan untuk disusul oleh sector lainnya seperti sector Jasa-Jasa, hal tersebut juga terjadi pada sector pertnaian yang merupakan sumber pendapatan utama penduduk Kecamatan Lembang. 3.1.5 Rencana Pengembangan Wilayah Kecamatan Lembang Dalam penyusunan kebijakan perencanaan pembangunan Kecamatan Lembang turut diperhatikan juga arah pembangunan kewilayahan yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Garut Tahun 2009 s.d. 2029 sebagai upaya mewujudkan ruang Kecamatan Lembang sebagai pusat pengembangan agroindustri yang berbasis florikultura. Berdasarkan RTRW Kabupaten Bandung Barat Tahun 2009 s.d. 2029, Kecamatan Lembang merupakan Pusat Kegiatan Wilayah promosi (PKWp). Rencana Pengembangan Kecamatan Lembang terdiri dari meningkatkan fungsi ruas jalan,


36 GAMBARAN UMUM //

pengembangan terminal tipe C, pengembangan trayek angkutan umum, pengembangan potensi panas bumi, pengembangan sistem sumber daya air, pengembangan peternakan sapi perah, pengembangan kawasan wisata, penataan pemukiman, penataan Pasar Panorama, pembangunan terminal agribisnis. Gambar 3.9 Peta Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten Bandung Barat

Sumber: Pemerintah Kabupaten Bandung Barat

Studio Proses A


37 GAMBARAN UMUM //

Rencana peningkatan fungsi ruas jalan diantaranya peningkatan ruas jalan menjadi kolektor primer adalah Jalan Lembang-Maribaya, peningkatan ruas jalan menjadi kolektor sekunder adalah Jalan Panorama, Jalan Grand Hotel, dan Jalan Kiwi, peningkatan ruas jalan menjadi lokal primer 1 adalah Jalan Sesko AU, Jalan Rahayu, Jalan Pegadaian, Jalan Sukajadi, Jalan Murhadi, Jalan Citalaksana, Jalan Sendik BRI Blk, Jalan Panorama Puskesmas, Jalan Sukajaya, Jalan Gunungsari, Jalan Lembang-Genteng, Jalan Balak, dan Jalan Bhayangkara, peningkatan ruas jalan menjadi lokal primer 3 adalah Jalan Mutiara Utama, Jalan Kehutanan, dan Jalan SMP. Pengembangan angkutan umum juga terjadi di Kecamatan Lembang. Terminal yang akan dibangun adalah terminal bertipe C. Trayek angkutan umum yang direncanakan memiliki jalur Lembang-Wangungarja, Lembang-Pagerwangi, dan Cibodas-Suntenjaya. Perencanaan fisik di Kecamatan Lembang diantaranya pengembangan potensi panas bumi (energi terbarukan) dan pengembangan embung (sumber daya air).Pengembangan potensi panas bumi bertempat di Desa Jayagiri, Desa Cikole, Desa Cikahuripan, dan Desa Lembang. Potensi panas bumi ini berasal dari Gunung Tangkuban Parahu. Dalam rangka mewujudkan KSK Agribisnis di Kecamatan Lembang, Pemerintah merencanakan dibangunnya Terminal Agribisnis untuk membantu sektor pertaniannya sehingga Kecamatan Lembang dijadikan sebagai pusat agribisnis di Kabupaten Bandung Barat.

Sumber: Perda No. 2 Tahun 2012 Tentang RTRW KBB 2009-2029 Materi Teknis RTRW KBB 2009-2029

3.2 LOKASI STUDI Gambar 3.10 Lambang Kecamatan Lembang

Sumber: Kecamatan Lembang Dalam Angka 2015

VISI

Mewujudkan pelayanan yang berkualitas, terorganisir, benar, serius untuk menggapai prestasi ( berobsesi )

MISI • Memberikan produk pelayanan yang berkualitas • Bekerja untuk memeberikan pelayanan yang mudah , cepat dalam kesatuan yang terorganisir • Memberikan pelayanan secara benar dan serius dengan karamahan, senyum dan keakraban • Membuahkan hasil pelayanan mendukung tercapainya sebagai prestasi 3.2.2 Kondisi Geografis dan Iklim Kecamatan Lembang merupakan bagian paling timur dari Kabupaten Bandung Barat. Secara geografis Kabupaten Bandung Barat terletak di antara 6°3.73’- 7°1,031’ Lintang Selatan dan 107°1,10’- 107°4.40 Bujur Timur, dengan luas wilayah 1.305,8 Km.2 Sedangkan Kecamatan Lembang memiliki wilayah dengan luas 95,56 Km2dengan batas-batas wilayahnya:


38 GAMBARAN UMUM //

- Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Subang. - Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Subang dan Kabupaten Bandung. - Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Parongpong. - Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kota Bandung. Secara geografis, Kecamatan Lembang merupakan daerah bukan pesisir yang memiliki lahan yang subur dan memiliki potensi banyaknya aliran sungai menyebabkan sebagian besar dari luas tanahnya digunakan untuk pertanian. Topografi wilayah 100 persen dari jumlah desa/kelurahan di Kecamatan Lembang berupa wilayah bukit. Luas wilayah Kecamatan Lembang seluas 95,56 Km2 yang tersebar pada 16 desa.

Tabel 3.2 Statistik Geografi Kecamatan Lembang Uraian

2013

2014

[ 1 ][

2]

[ 3 ][

4]

Luas Wilayah

Km2

95,56

95,56

PesisirD

esa0

Bukan PesisirD

esa1

Lembah

desa0

Bukit

desa1

Dataran

desa0

0 61

6

0 61

6 0

Sumber : BPS, Kecamatan Lembang Dalam Angka 2014

Gambar 3.11 Peta Kecamatan Lembang

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Satuan


39 GAMBARAN UMUM //

Gambar 3.12 Penggunaan lahan di Kecamatan Lembang Tahun 2014

26% 71%

3%

Lahan Sawah

Lahan Bukan Sawah

Lahan Non Pertanian

Sumber : BPS, Kecamatan Lembang Dalam Angka 2014

Penggunaan lahan di Kecamatan Lembang dibedakan atas lahan sawah, lahan bukan sawah, dan lahan non pertanian. Berdasarkan persentase luas penggunaan lahan terhadap luas wilayah, lahan bukan sawah adalah yang terluas yaitu mencapai 71 persen. Lahan bukan sawah tersebut dapat berupa lahan tegalan/kebun, perikanan atau lahan untuk pertanian lainnya selain sawah. Lahan non pertanian mencapai 26 persen, baik untuk permukiman, bangunan atau fasilitas lainnya. Luas lahan sawah sendiri mencapai 3 persen. Secara umum Kecamatan Lembang potensial terhadap pengembangan sektor pertanian.Penggunaan lahan untuk lahan pertanian masih cukup besar baik untuk lahan pertanian Hortikultura maupun untuk pertanian lainnya. Sebagian besar wilayah di Kecamatan Lembang ada di wilayah perbukitan dan daratan cukup tinggi yaitu 7000 dpl, sehingga udara relative sejuk. Dengan kontur dan udara sejuk tersebut banyak pembangunan Hotel dan villa-villa baik yang sifatnya kebutuhan pribadi maupun komersial sebagai penginapan yang disewakan. Pembangunan Hotel, villa ataupun perumahan di wilayah perbukitan perlu pengelolaan yang tertib dengan mempertimbangkan peruntukan lahan dan tata ruang wilayah.

Tabel 3.3 Jumlah Wilayah Administrasi dan Satuan Lingkungan Setempat Di Kecamatan Lembang

Uraian

2013

2014

( 1 )(

2)

(3)

Desa

16

16

Dusun5

65

6

Rukun Warga

220

224

Rukun Tetangga

887

873

Sumber : Kecamatan Lembang Dalam Angka 2014

Kecamatan Lembang terdiri dari 16 desa dengan potensi wilayah yang cukup bervariasi. Jumlah wilayah administrasi desa sebanyak 16 desa yang didukung oleh satuan lingkungan setempat sebanyak 224 Rukun Warga (RW) dan 873 Rukun Tetangga (RT). Perkembangan jumlah RT dan RW pada periode 2014-2015 yaitu masing-masing tumbuh sebesar 1.85 persen dan 1,10 persen. Hal tersebut terjadi karena ada pemekaran wilayah satuan lingkungan setempat, Jumlah dusun sebanyak 56 dusun. Jumlah satuan lingkungan setempat RW dan RT terbesar ada di Desa Jayagiri yaitu 19 RW dan 76 RT. Sedangkan yang memiliki jumlah SLS RW yang paling sedikit adalah Desa Mekarwangi dan Wangunharja sebanyak 9 RW sedangkan untuk RT yang paling sedikit ada di DEsa Kayuambon yang mempunyai jumlah SLS yaitu 36 RT. Dinamika perpolitikan terjadi bukan hanya pada tingkat kabupaten saja, namun pada tingkat kecamatan dan desa pun memberikan kontribusi dan warna pada perpolitikan wilayah. Hal tersebut tercermin dari adanya Badan Permusyawaratan Daerah (BPD) pada setiap desa di Kecamatan Lembang, yang merupakan wadah dalam menampung aspirasi masyarakat.


40 GAMBARAN UMUM //

Tabel 3.4 Jumlah RT dan RW Menurut Desa Di Kecamatan Lembang Tahun 2014

Uraian

2014

(5)

(1)

(2)

14

58

Jumlah Penduduk (jiwa)

185.179

4 4 2

15 14 9

56 68 40

Laki - laki

94.409

Perempuan

90.770

3 2 4 3 4 4

16 13 16 10 16 19

54 36 61 58 52 76

Kepadatan Penduduk ( Jiwa/Km2)

1.938

Sex Ratio (L/P)

104.009

13 15 11 9

46 68 48 38

Rukun Warga

Rukun Tetangga

(3)

(4)

5

No

Desa

Dusun

(1)

(2)

1. 2.

Gudangkahuripan5 Wangunsar

3.

Pagerwangi

4. 5.

Mekarwangi Langensari3

6. 7. 8.

Kayuambon Lembang Cikahuripan3

9.

Sukajaya

10.

Jayagiri

11.

Cibogo

12. 13. 14.

Cikole4 Cikidang Wangunharja

4 4 5 3

Cibodas

3

17

65

2 56

17 224

49 873

15. 16.

Suntenjaya2 Jumlah

Sumber : BPS. Basis Data 2014 Gambar 3.13 Penduduk Kecamatan Lembang Tahun 2014 (Jiwa) 200.000 180.000 160.000 140.000 120.000 100.000 80.000 60.000 40.000 20.000 0

Tabel 3.5 Indikator Kependudukan Kecamatan Lembang

185.179

Jumlah Penduduk

91.109

90.77

Laki-laki

Perempuan

Sumber: BPS. Basis Data Pembangunan Tahun 2014

Sumber : BPS. Basis Data Pembangunan Tahun 2014

Penduduk merupakan asset bangsa, tak terkecuali dengan penduduk Kecamatan Lembang yang terus mengalami peningkatan.Peningkatan jumlah penduduk hendaknya diikuti juga dengan peningkatan mutu satu atau kualitas penduduk baik dalam hal pendidikan, kesehatan maupun kondisi sosial ekonomi lainnya.Pada tahun 2015 jumlah penduduk Kecamatan Lembang tercatat sebanyak 185.179 jiwa.Penduduk laki-laki sebanyak 94.409 orang sedangkan perempuan sebanyak 90.770 orang.Rasio jenis kelamin mencapai 104, artinya setiap 104 orang penduduk laki-laki terdapat 100 penduduk perempuan.Angka tersebut menunjukkan bahwa perbandingan jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dari penduduk perempuan meskipun relatif seimbang.Pencapaian kualitas maupun peranan laki-laki maupun perempuan terhadap pembangunan di Kecamatan Lembang hendaknya tidak membedakan aspek gender. Dengan luas wilayah sekitar 95,56 Km2, maka kepadatan penduduk Kecamatan Lembang tahun 2015 mencapai 1.938 jiwa/Km2 Kepadatan di Kecamatan Lembang di atas angka kepadatan Kabupaten Bandung Barat yang mencapai 1.237 jiwa/Km2. 3.2.4 Penduduk Berdasarkan jumlah penduduk, Desa Jayagiri merupakan desa dengan jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan Lembang yaitu mencapai 11 persen dari jumlah penduduk kecamatan atau sebanyak 19.855 jiwa.


41 GAMBARAN UMUM //

Gambar 3.15 Sex Ratio Penduduk Menurut Desa di Kecamatan Lembang Tahun 2014 110.000 108.000 106.000 104.000 102.000 100.000 98.000

Jayagiri 11%

Suntenjaya 4% Sukajaya 7%

Cibodas 6% Wangunharja 4%

Cikahuripan 6%

Cikidang 4%

Lembang 10%

Gudang Kahuripan 8%

Kayuambon 5% Wangunsari 6%

Pagerwangi 5%

SUNTENJAYA

CIBODAS

CIKIDANG

Sumber : Proyeksi Penduduk Kecamatan Lembang 2014

Gambar 3.14 Presentase Jumlah Penduduk Menurut Desa di Kecamatan Lembang Tahun 2014 Cikole 8%

WANGHUNHARJA

CIKOLE

CIBOGO

JAYAGIRI

SUKAJAYA

CIKAHURIPAN

LEMBANG

KAYUAMBON

LANGENSARI

MEKARWANGI

PAGERWANGI

WANGUNSARI

96.000 GUDANGKAHURIPAN

Desa Lembang menempati urutan kedua dengan jumlah sebanyak 10 persen.Desa Gudangkahuripan berada pada urutan berikutnya yaitu sebanyak 8 persen.Berikut urutan desa selanjutnya dapat dilihat di Gambar 3.3.Sedangkan desa dengan jumlah penduduk terkecil adalah Desa Mekarwangi sebanyak 3 persen dari jumlah penduduk kecamatan.Rasio jenis kelamin (sex ratio) menunjukkan perbandingan jumlah penduduk laki-laki terhadap jumlah penduduk perempuan.Rasio jenis kelamin penduduk seluruhnya berada di atas 100.Desa Lembang mencapai angka tertinggi yaitu sebesar 108 artinya terdapat 108 penduduk laki-laki terhadap 100 penduduk perempuan.Sex ratio penduduk di desa lainnya di atas 100 persen, artinya penduduk laki-laki lebih banyak dari pada penduduk perempuan di wilayah tersebut.

Langensari Mekarwangi 7% 3%

Sumber : Proyeksi Penduduk Kecamatan Lembang 2014


42 GAMBARAN UMUM //

3.2.5 Ketenagakerjaan Tabel 3.6 Statistik Ketenagakerjaan Kecamatan Lembang Tahun 2014 Uraian

Angkatan Kerja

[1]

[2]

Bukan Angkatan [3]

Jumlah penduduk 10 tahun keatas (orang)

80.060

75.130

laki-laki

56.784

20.727

perempuan

20.276

54.403

Jumlah penduduk 10 tahun keatas (orang)

Bekerja

Mencari Pekerjaan

laki-laki

57.246 18.906

2.536 1.370

perempuan

Sumber: BPS KBB, Suseda 2014

laki-lakip

90 80 70 60 50

angkatan kerja

40 30 20 10 0

bukan angkatan kerja

Bekerja

Mencari Kerja

Sumber: BPS KBB, Suseda 2014

Gambar 3.16 Jumlah Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja di Kecamatan Lembang

90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Jumlah Penduduk 10 Tahun

Gambar 3.17 Jumlah Penduduk Yang Bekerja dan Mencari Pekerjaan di Kecamatan Lembang

erempuan

angkatan kerja Sumber: BPS KBB, Suseda 2014

Studio Proses A

Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Daerah Kabupaten Bandung Barat Tahun 2014, jumlah Angkatan Kerja 10 tahun ke atas di Kecamatan Lembang mencapai 80.060 orang. Terdiri dari Laki-laki sebanyak 59.784 jiwa dan perempuan sebanyak 74,6 persen sedangkan perempuan sebanyak 25,4 persen.Hal tersebut menunjukkan bahwa peran serta perempuan untuk bekerja untuk membantu pendapatan keluarga sebanyak 33,91 persen dari jumlah laki-laki.Meskipun demikian, persentase penduduk laki-laki yang bekerja masih lebih besar dari pada penduduk perempuan yang bekerja.Perubahan kontribusi sektor dalam penyerapan tenaga kerja dalam suatu kurun waktu tertentu memberikan gambaran perubahan struktur perekonomian suatu daerah. Berdasarkan Gambar 3.8 terlihat bahwa pada tahun 2014 jumlah penduduk yang bekerja di Kecamatan Lembang sebagian besar ada pada sektor pertanian yaitu sebesar 29 persen. Diikuti oleh perdagangan dan sektor jasa serta industry masing-masing sebesar 23 persen, 18 persen dan Penduduk yang bekerja di sektor industry mencapai 5 persen, selebihnya bekerja pada sektor-sektor lainnya seperti konstruksi, penggalian dan komunikasi/ pengangkutan sebesar 6 persen. Berdasarkan status pekerjaannya, penduduk yang bekerja di Kecamatan Lembang sebesar 26 persen merupa


43 GAMBARAN UMUM //

kan penduduk yang bekerja dengan status buruh/karyawan. Penduduk yang bekerja sebagian berusaha sendiri mencapai 21 persen, Pekerja berusaha dibantu buruh tidak tetap sebesar 12 persen, Pekerja keluarga 7 persen dan berusaha dibantu buruh tatap 5 persen. Gambar 3.18 Persentase Penduduk Menurut Status Usaha di Kecamatan Lembang Tahun 2014 Berusaha Sendiri 21%

3.2.6 Pendidikan

Tabel 3.7 Jumlah Sekolah di Kecamatan Lembang Tahun 2014

Jenis Sekolah TK SD

Pekerja Tidak di Bayar 7%

SLTP SMUN Pekerja Bebas 27%

Berusaha dibantu buruh tidak tetap 12%

SMK PERGURUAN TINGGI

SLB

Berusaha dibantu buruh tetap12%

PESANTREN

Buruh / Karyawan 28%

Sumber : BPS KBB, Basis Data Pembangunan 2014 Gambar 3.19 Persentase Penduduk Menurut Lapangan Usaha di Kecamatan Lembang Tahun 2014

Pertanian 29%

Industri Pengolahan 5%

Lainya 25%

Jasa 18% Perdagangan 23%

Sumber : BPS KBB, Basis Data Pembangunan 2014

Status

Jumlah

NEGERI SWASTA NEGERI SWASTA NEGERI SWASTA NEGERI SWASTA NEGERI SWASTA NEGERI SWASTA NEGERI SWASTA NEGERI SWASTA

1 71 67 4 5 12 1 8 0 5 0 1 2 0 0 15

Sumber : BPS KBB, Basis Data Pembangunan 2014 Tabel 3.8 Jumlah Penduduk 10 Tahun ke Atas Menurut Kecamatan dan Ijazah Tertinggi Yang Dimiliki di Kecamatan Lembang URAIAN

JUMLAH

PRESENTASE

[ 1 ][

2]

[3]

Tidak/Belum Punya Ijazah

19.976

12,90

SD/ Setara SD

64.492

41,64

SLTP/ Setara SLTP

32.506

20,99

Tidak/Belum Punya Ijazah

31.220

20,16

Tidak/Belum Punya Ijazah

6.668

4,31

Tidak/Belum Punya Ijazah

154.862

100,00

Sumber : BPS KBB, Basis Data Pembangunan 2014


44 GAMBARAN UMUM //

3.2.7 Kesehatan Gambar 3.20 Jumlah Sarana dan Prasarana Kesehatan di Kecamatan Lembang Tahun 2014

JUMLAH

in Po lik Pu lini k sk Te es m m pa t P as ra kt e Po k.. sy an du Ap To ot ko ik kh us us Pu .. sk Te es m m pa as .. tP ra kt ek ..

rs al

Be RS

m

ah

Sa

ki t

250 200 150 100 50 0 Ru

Salah satu indikator pencapaian pembangunan manusia adalah aspek pendidikan. Tolok ukur yang dapat digunakan antara lain adalah kemampuan penduduk dalam hal membaca dan menulis. Sebagai aset, Kecamatan Lembang memiliki jumlah sekolah terdiri 71 TK, 67 SDN, 4 SD Swasta, 5 SLTPN, 12 SLTP Swasta, 1 SMUN, 8 SMU Swasta, 0 SMKN dan 5 SMK Swasta. Jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh penduduk merupakan indikator potensi sumberdaya manusia. Persentase penduduk 10 tahun ke atas yang menamatkan jenjang pendidikan SD berada pada posisi tertinggi yaitu sebesar 41,64 persen. Penduduk dengan tingkat pendidikan tamat SLTP sebanyak 20,99 persen, penduduk yang menamatkan pendidikannya di tingkat SMU sebanyak 20,16 persen, penduduk yang menamatkan sekolahnya sampai jenjang Perguruan Tinggi sebanyak 4,31 persen.

Sumber : BPS KBB, Basis Data Pembangunan 2014

Gambar 3.21 Jumlah Balita Menurut Desa di Kecamatan Lembang

Wangunharja 4%

Suntenjaya Gudang kahuripan Cibodas 4% 7% 6%

Wangunsari 6% Pagerwangi 6%

Cikidang 4%

Mekarwangi 3% Cikole 8%

Langensari 8%

Cibogo 7%

Kayu ambon 4% Jayagiri 10% Sukajaya 7%

Cikahuripan 7%

Lembang 8%

Sumber : BPS KBB, Basis Data Pembangunan 2014


45 GAMBARAN UMUM //

Ketersediaan sarana kesehatan merupakan salah satu komponen yang penting dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat. Akses yang mudah dan murah terhadap sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan merupakan syarat yang harus dipenuhi. Sarana kesehatan di Kecamatan Lembang masih di domisili di daerah desa kota, sedangkan di desa pedesaan masih kurang. Terutama sarana kesehatan yang mempunyai fasilitas yang cukup. Di pedesaan hanya mengandalkan fasilitas Puskesmas atau Puskesmas pembantu, walaupun itu tidak setiap desa mempunyai fasilitas tersebut. Salah satu indikator tingkat kesehatan adalah banyak dan lamanya balita disusui. Banyak balita disusui selama 1 tahun merupakan persentase terbesar, meskipun terjadi sedikit pergeseran pada jumlah balita disusui selama 2015. Untuk lamanya menyusui balita terbesar volumenya ada di sekitaran usia 18-23 bulan atau dibawah 2 tahun usia balita, dan ini terkadang ada kebiasaan juga dimasyarakat rata-rata bayi lepas dari menyusui biasanya diusia 2 tahun atau 24 bulan.

Peningkatan tingkat kesehatan rumah tangga melalui pemenuhan kebutuhan vitamin bagi bayi yang menyusui sangatlah penting. Air susu ibu merupakan satu-satunya asupan vitamin bagi bayi yang sangat baik dibandingkan dengan asupan susu formula. Disamping itu aka nada jalinan kasih yang kuat atau ada ikatan bathin uang kuat antara ibu dan bayinya dibandingkan dengan asupan susu formula. Dalam memenuhi penanganan proses kelahiran bayi, di Kecamatan Lembang di dominasi oleh jasa Bidan. Ini terjadi karena keberadaan Bidan sudah ada di hampir setiap desa, walaupun masih ada sebagian kecil penduduk yang masih memakai jasa Dukun Bayi atau Paraji sebagai penolong proses kelahirannya, tetapi sekarang sudah hampir semua mereka mendapat pelatihan dari petugas kesehatan. Gambar 3.22 Persentase Fasilitas Tempat Buang Air Besar Kecamatan Lembang 2014

3% 1% 10%

Tabel 3.9 Indikator Kesehatan Kecamatan Lembang 2014

URAIAN [1]

2014 [2]

BALITA MENURUT LAMANYA DI SUSUI (BULAN)

PRESENTASE

0-5 6 - 11 12 - 17 18 - 23

6,83 10,76 8,85 32,41

24 +

41,15

BALITA MENURUT PENOLONG KELAHIRAN TERAKHIR (%) DOKTER BIDAN DUKUN & LAINYA

17,85 67,03 15,11

Sumber : BPS KBB, Suseda 2014

Sendiri Bersama Umum 86%

Tidak ada

Sumber : BPS KBB, Suseda 2014

Dalam penanganan fasilitas kesehatan yang lain, penduduk Kecamatan Lembang termasuk daerah maju dalam fasilitas tempat buang air besar. Tercatat 86 persen penduduk Kecamatan Lembang sudah memiliki fasilitas sendiri, disamping fasilitas bersama sebanyak 10 persen, fasilitas umum sebanyak 3 persen dan yang tidak memiliki fasilitas sebanyak 1 persen.


46 GAMBARAN UMUM //

3.2.8 Perumahan

Gambar 3.24 Persentase Rumah Tangga Menurut Kecamatan Dan Sumber Air Minum di Kecamatan Lembang 2014

Gambar 3.23 Persentase Rumah Tangga Menurut Luas Lantai di Kecamatan Lembang 2014

5%

5% 2%

Air Dalam Kemasan & Ledeng

34%

40% 48%

<20 20 - 49 50 - 99 100 - 149 150 +

Sumber : BPS KBB, Suseda 2014

Kemampuan untuk memiliki rumah permanen menjadi salah satu indikasi tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga, meskipun aspek ini harus diikuti dengan aspek lainnya seperti kualitas dan kelengkapan fasilitasnya. Indikator perumahan tersebut tercermin antara lain melalui pendekatan luas lantai, ketersediaan fasilitas air bersih dan jamban. Penyediaan kebutuhan rumah dengan harga terjangkau menjadi mutlak seirama dengan pertumbuhan rumah tangga. Penataan ruang pemukiman perlu dikelola dengan baik. Kecamatan Lembang memiliki ruang lahan yang relatif terbatas dalam mengembangkan wilayah pemukiman, karena sebagian harus dipertahankan sebagai lahan potensi pertanian dan wilayah resapan air. Apalagi kontur wilayah yang banyak berbukit menjadikan pengembangan perumahan atau bangunan memerlukan pengelolaan yang khusus dengan mempertimbangkan aspek keamanan. Jumlah rumah tangga yang menempati atau memiliki luas lantai 50-99 meter sebesar 48 persen, luas lantai 100-149 meter sebanyak 6 persen, luas lantai diatas 150 meter sebanyak 5 persen, dan luas yang kurang dari 20 meter sebanyak 2 persen.

Pompa Sumur Terlindung Mata Air Terlindung

3%

57%

6%

Sumber : BPS KBB, Suseda 2014

Sedangkan untuk asal dari sumber air minum oleh penduduk Kecamatan Lembang adalah sebagai berikut: Air dalam kemasan sebanyak 57 persen, Mata Air terlindung sebesar 34 persen, Pompa sebesar 6 persen, dan sumur terlindung sebesar 3 persen. 3.2.9 Pertanian Gambar 3.25 Luas Tanam dan Luas Panen Unggulan Holtikultura di Kecamatan Lembang 2014 Luas Tanah (Ha)

140 120 100 80 60 40 20 0

Kembang Kentang

Cabe Rawit

Luas Panen (Ha)

TomatC

Sumber : BPS.KBBDA 2013

Studio Proses A

abe Besar


47 GAMBARAN UMUM //

Lembang sebagai salah satu lumbungnya sayuran atau Holtikultura merupakan nilai positif bagi kecamatan dan kabupaten sebagai salah satu income yang menjadikan potensi daerah di bidang holtikultura. Berikut kami tampilkan di Gambar 3.15 beberapa komoditi unggulan dari Kecamatan Lembang terutama masalah produksi yang dihasilkannya, dimana ini merupakan sektor pertanian andalan dari Kecamatan Lembang sebagai lumbungnya holtikultura di Kabupaten Bandung Barat.

3.2.10 Pertambangan dan Energi Gambar 3.27 Persentase Rumah Tangga Pengguna Air Minum di Kecamatan Lembang Tahun 2014

100%

Bersih Tidak Bersih

Gambar 3.26 Jumlah Populasi Ternak Besar di Kecamatan Lembang Tahun 2014

16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0

Sumber : BPS.KBBDA 2013

Sapi Perah Sapi Potong

Jantan

Betina

Sumber : BPS.KBBDA 2013

Disamping itu, Kecamatan Lembang juga terkenal dengan peternakan khususnya peternakan sapi perah, dimana produksi susu sapi merupakan salah satu unggulan juga bagi Kecamatan Lembang khususnya dan Kabupaten Bandung Barat umumnya. Sebagian kecil juga ada beberapa petani di Kecamatan Lembang mengusahakan sapi potong, tapi presentasenya jauh lebih kecil daripada peternak sapi perah.Sebagian besar para peternak sapi perah adalah anggota koperasi KPSBU, mereka difasilitasi dan ada kerjasama yang baik dalam mengelola usahanya. KPSBU merupakan salah satu penyuplai industry susu di Kabupaten Bandung Barat.

Listrik merupakan sumber energi yang memegang peranan penting bagi setiap kegiatan kehidupan rumah tangga maupun kegiatan ekonomi. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Daerah Kabupaten Bandung Barat tahun 2014, di Kecamatan Lembang hampir 100 persen rumah tangga menggunakan listrik. Pangsa pasar Listrik PLN terbesar adalah rumah tangga. Pengguna lainnya adalah pemerintahan, lembaga sosial, kegiatan ekonomi, dan sebagainya. Namun informasi mengenai banyaknya pelanggan belum dapat diperoleh. Air bersih juga merupakan atau kebutuhan dasar dalam kehidupan yang harus dipenuhi. Kuantitas dan kualitasnya sebagai sumber energi harus terus tersedia dan ditingkatkan. Di Kecamatan Lembang sebanyak 99,73 persen, air bersih diperoleh dari berbagai sumber mulai dari sumur, mata air hingga ledeng dan kemasan. Secara umum masih terdapat 0,27 persen rumah tangga yang belum menggunakan sumber air bersih (air hujan, sumur tak terlindungi, mata air tak terlindungi dsb). Fasilitas ledeng ataupun sumber air bersih lainnya perlu ditingkatkan sehingga kebutuhan masyarakat terhadap air bersih dapat dipenuhi. Kesadaran dan pola hidup sehat juga harus terus digalakkan, sehingga akan dihasilkan kualitas masyarakat yang baik pula.


48 GAMBARAN UMUM //

3.2.11 Industri Pengolahan Gambar 3.28 Persentase Perusahaan Industri Rumah Tangga di Kecamatan Lembang Tahun 2014

WangunharjaSuntenjaya 2% Cibodas 3% Gudangkahuripan Cikidang 1% 14% 1% Cikole 8%

Wangunsari 5%

Cibogo 3%

Pagerwangi 3% Mekarwangi 4%

Jayagiri 14%

Langensari 4%

Sukajaya 3%

Kayuambon 10%

Cikahuripan 11%

Lembang 15% Sumber : BPS.KBBDA 2014

Sebagai salah satu kecamatan yang potensial di bidang pertanian, Kecamatan Lembang juga terdapat industri. Yang ditampilkan di Gambar 3.18 adalah gambaran dari industri rumah tangga, yang mayoritas adalah industri makanan dan non makanan. Desa Lembang merupakan pusatnya kegiatan ekonomi di Kecamatan Lembang memiliki 14,69 persen industri rumah tangga disusul 4 besar yang lain adalah Desa Jayagiri sebesar14,45 persen, Desa Gudang Kahuripan sebesar 14,01 persen, Desa Cikahuripan sebesar 11 persen, dan Desa Kayuambon sebesar 9,73 persen. Kecamatan Lembang tidak memiliki potensi dalam pengembangan industri mikro dan kecil yang signifikan. Namun produk-produk yang ada patut terus dikembangkan sehingga lebih menarik.

3.2.12 Transportasi dan Komunikasi Infrastruktur transportasi dan komunikasi merupakan salah satu aspek penting dalam menggerakan seluruh kegiatan ekonomi, tak terkecuali kegiatan ekonomi di Kecamatan Lembang. Infrastruktur jalan, armada kendaraan umum dan terminal bayangan yang cukup memadai di Kecamatan Lembang menjadi penunjang dalam meningkatkan daya tarik wisatawan. Obyek agro wisata di beberapa desa di Lembang merupakan salah satu aset yang harus ditunjang oleh infrastruktur jalan yang baik. Transportasi umum beberapa tahun terakhir mengalami trend yang meningkat dalam beberapa waktu terakhir. Fenomena yang terjadi saat ini adalah semakin banyaknya masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi, khusus


49 GAMBARAN UMUM //

nya kendaraan motor. Tetapi yang paling penting adalah sarana perawatan atau bengkel baik motor ataupun bengkel mobil sebagai penyedia jasa perawatan kendaraan.

Gambar 3.31 Jumlah Toko/Warung Menurut Desa di Kecamatan Lembang Tahun 2014 6% Gudangkahuripan

Kayuambon Lembang Cikahuripan Sukajaya

Su

Mobil

Motor

Jayagiri Cibogo Cikole Cikidang Wangunharja Cibodas Suntenjaya

1% 1% 6%

6% 7%

5%

12%

10% 1% 10%

Sumber : Basis Data KBB 2014

Perkembangan alat komunikasi jaringan/ seluler menunjukkan perkembangan yang signifikan terhadap kepemilikan telefon kabel untuk rumah penduduk beberapa tahun terakhir.Ini sangat berpengaruh sekali terhadap Operator seluler untuk mengembangkan usahanya di bidang telekomunikasi.Hampir sebagian besar rumah tangga sudah menggunakan alat telepon seluler. Kebutuhan untuk menambah wawasan dan berkomunikasi di dunia maya menyebabkan rumah tangga mengakses internet meningkat. Gambar 3.30 Jumlah KK Yang Berlangganan Telpon Kabel dan Jumlah Warnet Menurut Desa di Kecamatan Lembang Tahun 2014 4% 1% 4% 3% 1%2% 3% 2% 3% 3%

Gudangkahuripan Wangunsari Pagerwangi Mekarwangi

8%

Langaensari Kayuambon Lembang

13% 12%

20% 2%

18%

Sumber : Basis Data KBB 2014

10%

4%

Pagerwangi Mekarwangi Langaensari

3%

7%

Wangunsari

nt W enj an ay g a Pa un ge sar M rwa i ek n ar gi w La an ng gi Ka en yu sa am ri Le bon Ci mb ka an hu g ri Su pan ka ja Ja ya ya g Ci iri bo go Ci ko C W iki le an da gu ng nh Gu da C arja ng ibo ka da hu s rip an

18 16 14 12 10 8 6 4 2 0

Gambar 3.29 Jumlah Bengkel/Reparasi Kendaraan di Kecamatan Lembang Tahun 2014

3.2.12 Perdagangan

12%

Sumber : Basis Data KBB 2014 Gambar 3.32 Jumlah Sarana dan Prasarana Kegiatan Ekonomi di Kecamatan Lembang 4% 1% 1% 1%

1% 3% 2% 4%

Warung nasi Restoran Supermarket BPR

43%

Other Kios Toko/Warung Kosan Sewa CD Hotel

41%

Sumber : Basis Data KBB 2014

Cikahuripan Sukajaya Jayagiri Cibogo Cikole Cikidang Wangunharja Cibodas Suntenjaya

Studio Proses A


50 GAMBARAN UMUM //

Sektor perdagangan merupakan sektor yang memiliki kontribusi yang relatif besar terhadap perekonomian Kecamatan Lembang. Berdasarkan data ketenagakerjaan, lebih dari 20 persen dari penduduk usia di atas 15 tahun yang bekerja merupakan pekerja di sektor perdagangan. Tingkat usaha di sektor ini dapat bervariasi, mulai dari pedagang keliling/kaki lima hingga pedagang yang sudah memiliki tempat yang permanen baik yang berusaha sendiri maupun yang mempunyai tenaga kerja/buruh. Sarana perdagangan yang ada di Kecamatan Lembang antara lain pasar sebanyak 1 unit dan Supermarket/Toserba/Minimarket 26 unit. Perkembangan usaha di bidang perdagangan terlihat cukup signifikan pada periode tahun terakhir.Keberadaan pusat perbelanjaan dan beberapa supermarket menjadi determinasi kinerja sektor ini.Jumlah pasar tradisional permanen diharapkan tetap mampu menjadi basis perdagangan trandisional dengan penataan dan pengelolaan yang rapi.Pasar tradisional di Kecamatan Lembang perlu penataan yang baik agar kenyamanan bagi penjual maupun konsumen terus ditingkatkan.Akses jalan yang memadai harus diperbaiki agar permasalahan kemacetan yang sering terjadi di sekitar pasar dapat diminimalisir. Monitoring harga perlu terus dilakukan untuk menjaga kestabilan harga, terutama komoditi pangan yang strategis seperti beras. Perkembangan sarana hotel dan pariwisata di Kecamatan Lembang memperlihatkan perkembangan.Fasilitas Akomodasi yang berada di kawasan Lembang merupakan salah satu modal yang memberikan kontribusi bagi perekonomian.

STUDIO PROSES A

3.2.14 Hotel dan Pariwisata Gambar 3.33 Persentase Jumlah Hotel Bintan dan Non Bintang di Kecamatan Lembang

Hotel Non-bintang

16%

Hotel Bintang

84%

Sumber : Basis Data Pembangunan 2014 Gambar 3.34 Persentase Jumlah Obyek Wisata di Kecamatan Lembang

Pub Diskotik

28%

22%

Budaya Alam non Bahari Lainya

6% 44%

Sumber : Basis Data KBB 2014

Kecamatan Lembang khususnya sub sektor hotel dan kuliner. Keberadaan hotel tentu diharapkan mampu menopang pergerakan sektor lainnya, antara lain kegiatan penunjang jasa pariwisata. Secara timbal balik jasa pariwisata merupakan kegiatan yang menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk memajukan kegiatan pariwisata di wilayah Lembang. Salah satu obyek wisata di Kecamatan Lembang antara lain adalah agrowisata yang tersebar di beberapa desa. Pengembangan budidaya tanaman hias/kaktus juga ada di sebagian besar rumah tangga di beberapa desa yang menjadi pemandangan menarik terutama bagi penggemar tanaman hias.


51 GAMBARAN UMUM //

Aneka ragam dari berbagai spesies tanaman hias tersedia di kecamatan ini. Keunikan wisata tersebut menjadi salah satu stimulus munculnya beberapa jasa rekreasi lainnya di sekitar wilayah tersebut, seperti obyek wisata outbound, petik stroberi dan sebagainya. Prospektif rumah makan/kedai makan cukup bagus dan mampu memberikan alternatif pilihan bagi masyarakat untuk melakukan belanja kuliner terutama bagi para wisatawan. 3.2.15 Perbandingan Regional Tabel 3.10 Profil Kependudukan Kecamatan Lembang dan Kabupaten Bandung Barat Tahun 2014 URAIAN

KECAMATAN LEMBANG

KABUPATEN BANDUNG BARAT

[1]

[2]

[3]

PROFIL KEPENDUDUKAN 2014 185.179 JUMLAH PENDUDUK (JIWA) 94.409 LAKI-LAKI (JIWA) 90.770 PEREMPUAN (JIWA) 104 SEX RATIO (JIWA) 193.72 KEPADATAN (JIWA/KM2)

1.613.325 829.941 792.384 104 123.62

Jumlah penduduk Kecamatan Lembang memberikan kontribusi sebesar 11,47 persen terhadap jumlah penduduk Kabupaten Bandung Barat. Rasio jenis kelamin (sex ratio) penduduk Kecamatan relative hampir sama dengan Kabupaten Bandung Barat (KBB). Sex ratio Kecamatan Lembang sebesar 104, sama dengan sex ratio penduduk KBB. Kecamatan Lembang memiliki kepadatan penduduk yang relatif lebih padat dibandingkan kepadatan penduduk Kabupaten Bandung Barat yaitu mencapai 193 jiwa per Km2, sedangkan kepadatan penduduk KBB sebesar 1.236 jiwa per Km2. Jumlah penduduk Kabupaten Bandung Barat tersebar pada 16 kecamatan yang memiliki potensi wilayah yang bervariasi.Kecamatan Lembang yang memiliki potensi dalam bidang pertanian dan pariwisata memberikan kontribusi tersebar terhadap jumlah penduduk Bandung Barat yaitu mencapai 11,47 persen.

Sumber : Basis Data Pembangunan 2014 Gambar 3.35 Komposisi Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Bandung Barat Lembang 8%

Cisarua 3% Cikalongwetan 5% Cipendeuy 4%

Other 30%

Ngamprah 7%

Padalarang 7% Cipatat 6% Saguling 1% Batujajar Cililin Cihampelas 5% 4% 4%

Parompong 4% Rongga 2% Sindangkerta 3% Gunung halu 4% Cipingkor 4%

Sumber : Basis Data Pembangunan 2014


52 GAMBARAN UMUM //

Jumlah penduduk Kecamatan Lembang memberikan kontribusi sebesar 11,47 persen terhadap jumlah penduduk Kabupaten Bandung Barat. Rasio jenis kelamin (sex ratio) penduduk Kecamatan relative hampir sama dengan Kabupaten Bandung Barat (KBB). Sex ratio Kecamatan Lembang sebesar 104, sama dengan sex ratio penduduk KBB. Kecamatan Lembang memiliki kepadatan penduduk yang relatif lebih padat dibandingkan kepadatan penduduk Kabupaten Bandung Barat yaitu mencapai 193 jiwa per Km2, sedangkan kepadatan penduduk KBB sebesar 1.236 jiwa per Km2. Jumlah penduduk Kabupaten Bandung Barat tersebar pada 16 kecamatan yang memiliki potensi wilayah yang bervariasi.Kecamatan Lembang yang memiliki potensi dalam bidang pertanian dan pariwisata memberikan kontribusi tersebar terhadap jumlah penduduk Bandung Barat yaitu mencapai 11,47 persen.

3.2.16 Indeks Pembangunan Manusia Kecamatan Lembang dengan luas wilayah 95,56 Km2 memberikan andil sebesar 7,31 persen terhadap luas wilayah Kabupaten Bandung Barat. Dengan luas dan kondisi tanah yang relatif subur tersebut memungkinkan pengembangan budidaya berbagai tanaman. Tanaman palawija bukan merupakan tanaman potensial di Kecamatan Lembang terlihat dari luas panen tanaman palawija

Studio Proses A

Gambar 3.36 Angka IPM Kecamatan Lembang terhadap daerah lain di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2014 Padalarang Lembang 6% 7% Cipatat Cisarua 6% 6%

Cikalongwetan 6%

Saguling 6%

Cipendeuy 6%

Batujajar 6%

Cililin 6%

Ngamprah 6%

Parompong 6%

Cihampelas 6% Cipongkor 6%

Gununghalu Sindangkerta 6% 6% Sumber : BPS, IPM Tahun 2014

Rongga 6%


53 GAMBARAN UMUM //

Gambar 3.37 Angka IPM Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat Tahun 2014

Wangunsari

273

1936

Pagerwangi

217

846

Pendidikan (AMH) 11%

Mekarwangi

178

482

Langensari

112

1515

Kayuambon

295

1069

Lembang

284

2041

Cikahuripan

162

1968

Sukajaya

147

564

Jayagiri

285

1209

Cibogo 4

6

585

174

1762

4

317

Wangunharja

112

1125

Cibodas

242

1121

6

384

Kesehatan (AHH) 8%

IPM (INDEKS) 8%

Cikole Cikidang 5 Daya Beli (PPP) 73%

Sumber : BPS, IPM Tahun 2014

Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Kecamatan Lembang adalah kecamatan yang berada di paling atas dalam pencapaian IPM yaitu sebesar 76,99, disusul Parongpong dan Padalarang sebesar 75,71 dan 75,45.IPM terendah adalah kecamatan rongga sebesar 68,84. Capaian selengkapnya di Kecamatan Lembang seperti pada Gambar 3.28 daya beli (Purchasing Power Parity/ PPP) sebesar Rp 661,55 di bidang kesehatan (Angka Harapan Hidup/AHH) Kecamatan Lembang 69,58, bidang pendidikan (Angka Melek Huruf/ AMH) 99,92, disamping itu rata-rata lama sekolah (Mean Year School/MYR) sebesar 9,16 serta Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kecamatan Lembang sebesar 76,99. 3.3 Karakteristik Energi Tiap Wilayah Tabel 3.11 Kepemilikan Kendaraan Berdasarkan Banyaknya Roda di Kecamatan Lemban KK Yang Memiliki Kendaraan

Desa

Roda 4 R Lembang

2711

Gudangkahuripan 74

oda 2

Suntenjaya 5

Sumber: Basis Data 2014 Tabel 3.12 Kepemilikan Kendaraan Berdasarkan Banyaknya Roda di Kecamatan Lembang KK Yang Memiliki Kendaraan

Desa

Roda 4 Lembang

7272

Roda 2 33944

Gudangkahuripan 142

2981

Wangunsari

284

2017

Pagerwangi

304

2129

Mekarwangi

415

1623

angensari

85

1770

Ka uam on

457

725

em ang

125

3284

ikahuripan

154

1653

uka a a

363

2132

a agiri

126

4810

i ogo

71

1600

ikole

1958

3133

ikidang

2567

121

70

2148

Wangunhar a

18252

i odas

61

3218

1328

un en a a

90

600

Sumber: Basis Data 2015


54 GAMBARAN UMUM //

1. BBM Gambar 3.38 Diagram Batang Data Kendaraan Roda 4 3000 2500 2000 1500 1000 500

Su nt W enj a n ay g a Pa un ge sar M rw a i ek n ar gi w L a an ng gi Ka en yu sa am r i Le bon Ci mb ka an hu g ri Su pan ka ja Ja ya ya g Ci iri bo go Ci k Ci ole W ki an da gu ng nh Gu da C arja ng ibo ka da hu s rip an

0

2014

2015

Sumber : Hasil Analisis, 2016 Gambar 3.39 Diagram Batang Data Kendaraaan Roda 2 6000 5000

Untuk penggunaan kendaraan roda 2 di Kecamatan hampir merata di setiap desa mengalami peningkatan. Desa yang engalami peningkatan yaitu Gudangkahuripan, Wangunsari, Pagerwangi, Mekarwangi, Langensari, Lembang, Sukajaya, Jayagiri, Cibogo, Cikole, Wangunharja, Cibodas dan Suntenjaya. Sedangkan desa yang mengalami penurunan kepemilikan kendaraan roda 2 yaitu Desa Kayuambon, Cikahuripan, dan Cikidang. Jumlah kepemilikan kendaraan tersebut tidak terlepas dari penggunaan BBM karena untuk menggunakan kendaraan tersebut diperlukan BBM. Peningkatan kepemilikan kendaraan akan menyebabkan peningkatan konsumsi BBM di Kecamatan Lembang sendiri. Hal tersebut akan menyebabkan kebutuhan energi BBM di Kecamatan Lembang akan meningkat.

4000

Tabel 3.13 Jenis Bahan Bakar Yang Digunakan Sebagian Besar Keluarga Untuk Memasak Menurut Desa di Kecamatan Lembang

3000 2000 1000

Desa

2014

2015

Gas

Gu

da

an

Su nt W enj

ay

ha rj ng Cibo a ka da hu s rip an

g a Pa un ge sar M rwa i ek n ar gi w La an ng gi Ka en yu sar am i Le bon Ci mb ka an hu g ri Su pan ka ja Ja ya ya g Ci iri bo go Ci k Ci ole W ki an da gu ng n

0

Sumber : Hasil Analisis, 2016

Berdasarkan basis data pada tahun 2014 dan 2015 pengguna kendaraan beroda 2 dan beroda 4 sebagian besar di setiap desa mengalami peningkatan. Pada tahun 2014 pengguna kendaraan roda 4 yang berjumlah 2711 KK bertambah menjadi 7272 KK pada tahun 2015. Sebagian desa mengalami peningkatan kepemilikan kendaraan roda 4 dan sebagian lagi mengalami penurunan. Peningkatan yang paling menonjol di Desa Cikole dan Cikidang, dua tersebut terjadi peningkatan jumlah kepemilikan kendaraan roda 4 meningkat sangat tinggi. Di Desa Cikole yang pada tahun 2014 berjumlah 174 KK dan pada tahun 2015 menjadi 1958 KK. Sedangkan di Desa Cikidang pada tahun 2014 berjumlah 54 KK dan tahun 2015 meningkat menjadi 2567 KK yang mempunyai kendaraan beroda 4.

Minyak

Kayu

Tanah

Bakar

Lainnya

Gudangkahuripan

V

-

-

-

Wangunsari

V

-

-

-

Pagerwangi

V

-

-

-

eka rwangi

V

-

-

-

angensari

V

-

-

-

a ua

V

-

-

-

ang

V

-

-

-

ikahuripan

V

-

-

-

e

n

uka a a

V

-

-

-

a agiri

V

-

-

-

i g

V

-

-

-

V

-

-

-

V

-

-

-

ik

e

ikidang Wangunhar a

V

-

-

-

i das

V

-

-

-

un en a a

V

-

-

-

ML

Sumber : Hasil Analisis, 2016


55 GAMBARAN UMUM //

Pada Tabel 3.12 menunjukkan penggunaan bahan bakar yang sebagian besar digunakan oleh keluarga di Kecamatan Lembang untuk memasak adalah gas.Di setiap desa/ kelurahan jenis bahan bakar gas juga merupakan jenis bahan bakar yang sebagian besar digunakan keluarga untuk memasak. Untuk jenis yang lain tetap ada yang menggunakan tetapi tidak sebanyak penggunaan pada bahan bakar gas. Hal ini menunjukkan kebutuhan bahan bakar untuk memasak pada setiap desa yaitu bahan bakar gas. 2. Listrik Gambar 3.40 Persentase Rumahtangga Menurut Kecamatan dan Sumber Penerangan di Kecamatan Lembang Tahun 2014

Non-Listrik 0,08

Listrik 99,92 Sumber: BPS.KBBDA2014

Listrik merupakan sumber energi yang mempunyai peranan penting untuk berbagai kegiatan. Pengguna listrik sebagian besar dari kalangan rumahtangga dan pengguna lainnya pemerintahan, lembaga sosial, kegiatan ekonomi dan sebagainya. Di Kecamatan Lembang hampir semua rumah sudah teraliri listrik, pada Gambar 3.30 tahun 2014 sebanyak 99,92% sumber penerangan yang digunakan adalah listrik. Sedangkan sumber penerangan bukan listrik sebesar 0,08%.Sumber penerangan bukan listrik dapat berupa lampu gas elpiji (LPG) dan biogas yang dibangitkan sendiri maupun berkelompok, sumber penerangan dari minyak tanah (petromax, teplok, sentir, dan sejenisnya) dan lainnya (lampu karbit, lilin, biji jarak dan kemiri).

Tabel 3.14 Penggunaan Listrik di Kecamatan Lembang

KK Yang Menggunakan Listrik

Desa PLN

Non PLN

Lembang

48327

82

Gudangkahuripan

3875

-

Wangunsari

3066

-

Pagerwangi

2800

-

Mekarwangi

1460

-

Langensari

3000

82

Ka ua

2145

-

ang

41 1

-

ikahuripan

3445

-

uka a a

3278

-

a agiri

4335

-

i ogo

3360

-

iko e

3524

-

ikidang

2053

-

2148

-

i odas

3505

-

unten a a

2142

-

Le

on

Wangunhar a

Sumber: Basis Data 2015

Pada Tabel 3.13 menunjukkan bahwa sumber listrik yang digunakan oleh Kepala Keluarga (KK) di Kecamatan Lembang hampir semua menggunakan sumber dari PLN yaitu sebanyak 48327 KK. Sedangkan yang menggunakan sumber listrik non PLN hanya 82 KK di Kecamatan Lembang yang berada di Desa Langensari. Sumber non PLN dapat berupa penerangan dari aki, generator, dan menggunakan pembangkit listrik tenaga surya sendiri.


56 GAMBARAN UMUM //

3. Sumber Air

Gambar 3.41 Persentase Rumahtangga Menurut Kecamatan dan Sumber Air Minum di Kecamatan Lembang Tahun 2014

Tabel 3.15 Penggunaan Sumber Air di Kecamatan Lembang Sumber Air Untuk Minum/Memasak, Ya (1), Tidak (-) Desa

PAM/ Air

Pompa Sumur

Kemasan Lembang

0

4

1

Mata Sungai/

Air

Air

Danau

Hujan

11

0

0

Lainnya 0

Mambeli Air 0

udangka uripan

-

-

-

1

-

-

-

-

a ngunsari

-

-

-

1

-

-

-

-

Pager angi

-

-

-

1

-

-

-

-

Mekar angi

-

-

-

1

-

-

-

-

Langensari

-

1

-

-

-

-

-

-

Kayuambon

-

1

-

-

-

-

-

-

Lembang

-

1

-

-

-

-

-

-

-

-

-

1

-

-

-

-

Sukajaya

ika uripan

-

-

-

1

-

-

-

-

ayagiri

-

-

-

1

-

-

-

-

ibogo

-

-

1

-

-

-

-

-

ikole

-

-

-

1

-

-

-

-

ikidang

-

1

-

-

-

-

-

-

a ngun arja

-

-

-

1

-

-

-

-

ibodas

-

-

-

1

-

-

-

-

Suntenjaya

-

-

-

1

-

-

-

-

Sumber: Basis Data 2015

Penggunaan sumber air bersih untuk minum ataupun memasak di Kecamatan Lembang didominasi sumber yang berasal dari mata air. Dari Tabel 3.14 diketahui bahwa 11 desa dari 16 desa di Kecamatan Lembang penggunaan sumber air bersih didominasi dari mata air. Desa-desa tersebut yaitu Desa Gudangkahuripan, Wangunsari, Pagerwangi, Mekarwangi, Cikahuripan, Sukajaya, Jayagiri, Cikole, Wangunharja, Cibodas, dan Suntenjaya. Untuk sumber lain yang sebagian besar digunakan di masing-masing desa yaitu pompa. Empat desa di Kecamatan Lembang sumber air terbesar berasal dari pompa diantaranya Desa Langensari, Kayuambon, Lembang dan Cikidang. Dari 16 desa tersebut Desa Cibogo mempunyai penduduk yang sebagian besar menggunakan sumur sebagai sumber air bersih. Sumber-sumber lain seperti PAM, air danau/sungai, air hujan, ataupun sumber yang lain ada saja penduduk di Kecamatan Lembang yang menggunakan sumber tersebut tetapi penggunaannya tidak dominan di setiap desa.

Mata Air Terlindung 34%

Sumur Terlindung Pompa 3% 6%

Air Dalam Kemasan & Ledeng 57%

Sumber: BPS KBB, Suseda 2014

Jika sebelumnya membahas sumber air bersih yang dominan atau sebagian besar digunakan oleh penduduk di setiap desa, Gambar 3.31 menunjukkan persentase penggunaan sumber air bersih untuk minum di Kecamatan Lembang pada tahun 2014. Sebanyak 57% penduduk menggunakan air dalam kemasan dan ledeng untuk sumber air minum; 34% penduduk menggunakan mata air terlindungi; 6% penduduk menggunakan pompa; 3% menggunakan sumur terlindungi; dan 0% yang menggunakan sumber tidak bersih. Hal ini menunjukkan di Kecamatan Lembang sumber air bersih sudah tercukupi di setiap desa.

STUDIO PROSES A



04

BAB V

SIMPULAN

Sumber : Survey lapangan Studio Proses A 2016

AKAN DIJELASKAN ANALISIS ASPEK ANALISIS SWOT

Pada bagian ini akan dijelaskan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh setiap aspek yang ada. Adapun data yang disampaikan merupakan data-data yang diperoleh saat survey dan observasi lapangan serta hasil analisis dan interpretasi oleh peneliti dimana hasilnya akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang ada.

Kemudian pada bab ini terdapat juga analisis SWOT. Strength, Weakness, Opportunities, Threats. Analisis SWOT juga dilakukan pada setiap aspek yang ada sehingga keempat didapatkan hasil yang dapat mewakili keadaan sebenarnya di Kecamatan Lembang

Studio Proses A


SARPRAS

$

SOSDUK

EKWILKOT

GPS

FISLING

KELEMPEM


FISLING Pada Bagian Ini Akan Dijelaskan Mengenai - Tutupan Lahan di Kecamatan Lembang - Analisis Korelasi Pengolahan dan Penggunaan Energi Terhadap Dampak Limbah yang Dihasikan di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat - Keterkaitan Antara Preferensi Masyarakat Dalam Menggunakan Energi dan Kondisi Geografis (Bigas) - Keterkaitan Antara Lokasi Sumber Air Bersih Yang Digunakan Dengan Kondisi Geografis

GPS

- Keterkaitan Antara Preferensi Masyarakat Dalam Menggunakan Energi dan Kondisi Geografis (BBM) - Data Hasil Traffic Counting

STUDIO PROSES A


61 FISLING//

4.1 ANALISIS ASPEK 4.1.1 ANALISIS ASPEK FISIK LINGKUNGAN 4.1.1.1 Tutupan Lahan di Kecamatan Lembang Gambar 4.1 Persentase Penggunaan Lahan Kecamatan Lembang

Sumber : Dokumen Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Kabupaten Bandung Barat, Tahun 2015


62 FISLING//

Berdasarkan grafik tutupan lahan diatas, setiap Kecamatan yang ada di Lembang memiliki tutupan lahan yang berbeda-beda. Untuk kecamatan Cibodas, Kecamatan Cibogo, Cikahuripan, Cikidang, Kayu ambon, Langensari, Pagerwangi,Sukajaya, Suntenjaya, Wangunsari,Cikole dan Gudang Kahuripan mayoritas tutupan lahannya adalah kebun.Untuk Kecamatan Wangun harja mayoritas tutupan lahannya adalah kebun campur, untuk Kecamatan Jayagiri adalah hutan dan untuk Kecamatan Lembang adalah permukiman. 4.1.1.2 Ketersediaan Lahan Kecamatan Lembang

Gambar 4.3 Grafik Kawasan Budidaya Berfungsi Lindung

Militer 10% Perdagangan 10%

21%

RTH Hutan Lindung Resapan Air

1% 1%

Sempadan Cagar alam 48%

Pelestarian Alam Air

29%

Sumber : Dokumen Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Kabupaten Bandung Barat, Tahun 2015

Pertambangan 0%

Pemerintahan 8%

Gambar 4.2 Grafik Persentase Kawasan Lindung Kecamatan Lembang 0% 1%

TPA 2% Pariwisata 12%

Industri 0%

Permukiman 58%

Sumber : Dokumen Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Kabupaten Bandung Barat, Tahun 2015

Kawasan budidaya berfungsi lindung menurut dokumen daya dukung lingkungan di Kecamatan Lembang mayoritas merupakan permukiman, hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah yang ada di Kecamatan Lembang sudah mengalami proses pengkotaan, selain itu persentase terbesar kedua adalah sektor pariwisata. Hal tersebut sesuai dengan arahan pembangunan Kecamatan Lembang sendiri yaitu sebagai kawasan wisata.

Berdasarakan dokumen daya dukung lingkungan Kecamatan Lembang, 48% dari luas kawasan lindung yang ada di Kecamatan Lembang merupakan Hutan Lindung.

Gambar 4.4 Grafik Kawasan Budidaya Pertanian

13% 1% 86%

Hutan Rakyat Tanaman Tahunan Hutan Produksi Tetap Hutan Produksi Terbatas

Sumber : Dokumen Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Kabupaten Bandung Barat, Tahun 2015


63 FISLING//

Sebagian besar kawasan budidaya pertanian yang ada di Kecamatan Lembang merupakan hutan produksi terbatas dengan persentase sebesar 86% dari total seluruh lahan budidaya pertanian. Gambar 4.5 Grafik Kawasan Budidaya Non Pertanian

12% 1% 87%

Peternakan Pertanian Lahan Basah Pertanian Lahan Kering Perikanan

Sumber : Dokumen Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Kabupaten Bandung Barat, Tahun 2015

Sektor pertanian lahan kering merupakan sektor dengan penggunaan lahan budidaya non pertanian terbesar di Kecamatan Lembang dengan persentase sebesar 87%

Tabel 4.1 Ketersediaan Lahan Kecamatan Lembang Desa/Kelurahan

Presentase

KWT Terbangun

Keterangan

Cibodas

17

10

Disarankan untuk tidak dilakukan pembangunan

Cibogo

27

20

Disarankan untuk tidak dilakukan pembangunan

Cikahuripan

12

20

Diperbolehkan mekakukan pembangunan, berada dalam kawasan rawan bencana.

Cikidang

6

10

Diperbolehkan mekakukan pembangunan

Cikole

14

11

Disarankan untuk tidak dilakukan pembangunan

Gudang Kahuripan

28

20

Disarankan untuk tidak dilakukan pembangunan

Jayagiri

11

10

Disarankan untuk tidak dilakukan pembangunan

Kayuambon

50

10

Disarankan untuk tidak dilakukan pembangunan

Langensari

21

10

Disarankan untuk tidak dilakukan pembangunan

Lembang

47

10

Mekarwangi

9

20

Pagerwangi

18

20

Sukajaya

20

20

Disarankan untuk tidak dilakukan pembangunan Diperbolehkan mekakukan pembangunan Disarankan untuk tidak dilakukan pembangunan Disarankan untuk tidak dilakukan pembangunan

Suntenjaya

4

20

Diperbolehkan mekakukan pembangunan

Wangunharja

7

20

Diperbolehkan mekakukan pembangunan

Wangunsari

19

20

Diperbolehkan mekakukan pembangunan

Sumber : Dokumen Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Kabupaten Bandung Barat, Tahun 2015 Gambar 4.6 Peta Kawasan Terbangun Kecamatan Lembang

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A


64 FISLING//

Berdasarkan ketentuan yang ada dalam daya dukung lingkungan, kawasan yang masih dapat dibangun adalah kawasan dengan persentase terbangun lebih kecil dari koefisien wilayah terbangun yang telah ditetapkan.Untuk itu berdasarkan tabel diatas, wilayah yang masih memiliki potensi dalam melakukan pembangunan adalah Kelurahan Cikahuripan, Cikidang, Mekarwangi, Suntenjaya, Wangunharja, dan Wangunsari. Pembangunan yang berkaitan dengan penyediaan energi di setiap daerah yang masih memiliki peluang untuk dilakukan pembangunan hampir sama sekali tidak ada (tidak ada daerah yang memiliki potensi energi baru terbarukan), jenis pembangunan yang mungkin dilakukan yang berkaitan dengan penyediaan energi adalah penyediaan instalasi komunal sumber energi alternatif berupa biogas. Gambar 4.7 Grafik Ketersediaan Lahan Kecamatan Lembang KETERSEDIAAN LAHAN DI KECAMATAN LEMBANG 180 160 140 120 100 80 60 40 20

Ci ka h (S uri ul pa it) n (S Cik an id ga an tS g ul it M (S eka ) an rw ga a t S ng ul i Su it) nt (S enj ul ay it) a W an g (S unh ul a it) rja W (S an an gu ga ns t S ar ul i it)

0

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Berdasarkan klasifikasi lahan yang dapat digunakan sebagai lokasi pembangunan fasilitas/ sarana prasarana yang berkaitan dengan penyediaan energi atau upaya pengembangan suatu sumber energi baru dapat di lakukan di Kelurahan Cikahuripan, Cikidang, Mekarwangi, Suntenjaya, Wangunharja, dan Wangunsari dengan luas lahan yang dapat digunakan berdasarkan KWT (Koefisien Wilayah Terbangun) masing-masing sebesar 9,5 Ha, 8,18 Ha, 19,62

Ha, 164 Ha, 31,95 Ha, 2,96 Ha. Dengan IKG pada umumnya sulit-sangat sulit.Berdasarkan ketiga Desa yang masih memiliki peluang untuk dilakukan pembangunan, terdapat salah satu desa yang berada dalam kawasan rawan bencana sehingga tidak direkomendasikan untuk dilakukan pembangunan.Terlebih lagi di Desa Suntenjaya yang merupakan salah satu daerah dengan sektor unggulan berupa peternakan. 4.1.1.3 Analisis Korelasi Pengolahan dan Penggunaan Energi Terhadap Dampak Limbah yang Dihasilkan di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat Kecamatan Lembang sebagai salah satu kecamatan yang sedang beranjak menuju desa kota memiliki beragam energi yang telah digunakan oleh masyarakatnya, seperti energi listrik, air bersih, biomassa, bahan bakar minyak (BBM), gas alam, dan lain-lain. Energi-energi tersebut digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.Selain penggunaan energi, pengolahan energi juga dilakukan oleh kantor-kantor energi di Kecamatan Lembang.Salah satu dampak yang didapatkan dari penggunaan dan pengolahan energi adalah kerusakan lingkungan.Kerusakan yang ditimbulkan adalah beberapa pencemaran sungai Cikapundung, akibat dari pengolahan limbah kotoran sapi untuk biogas yang dalam prosesnya masih kurang diolah dan sehingga dibuang ke sungai oleh masyrakat. Walaupun terdapat beberapa masyarakat Lembang yang telah menggunakan energi alternatif untuk memenuhi kebutuhannya, yaitu berupa biogas dari kotoran sapi, energi tersebut masih memberikan dampak negatif pada lingkungan. Kerusakan yang terjadi adalah tercemarnya sungai cikapundung hulu dan udara Kecamatan Lembang dari bahan kimia. Selengkapnya, akan dibahas mengenai korelasi antara pengolahan dan penggunaan energi di Kecamatan Lembang dengan dampak limbah yang dihasilkan berdasarkan jenis energinya.


65 FISLING//

A. Air Bersih Untuk menjadi air yang layak digunakan dalam kegiatan sehari-hari seperti masak, minum, dan MCK, air harus diolah sehingga tidak menyebabkan penyakit bagi masyarakat yang mengonsumsinya. Daerah tangkapan air yang menjadi penyedia air tanah maupun air permukaan di Kecamatan Lembang berasal Sub DAS Cikapundung (Lembang, Cisarua, Parongpong). Tidak seperti energi lainnya, limbah yang perlu diperhatikan adalah limbah yang dibuang ke sungai atau aliran air lainnya yang digunakan untuk konsumsi masyarakat Lembang (bukan limbah yang dihasilkan oleh air). Untuk melihat hubungan antara pengolahan dan penggunaan air bersih dengan limbah yang dihasilkan, dibutuhkan data konsumsi air bersih, kualitas air, kapasitas limbah yang dibuang ke aliran air, dan dampak yang terjadi pada lingkungan akibat limbah tersebut.

1. Konsumsi Air Bersih Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, masyarakat Lembang mendapatkannya dari PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), BPAB (Badan Pengelola Air Bersih), air sumur, dan lainlain. Berdasarkan kuesioner, masyarakat Lembang tidak mengalami kelangkaan air diakibatkan potensi mata air di Kecamatan Lembang terdapat di setiap kelurahannya.

Gambar 4.8 Peta Sumber Air Kecamatan Lembang

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A


66 FISLING//

11%

17% Cibogo

6%

Suntenjaya

3%

Wangunsari 11%

9%

Cikole Sukajay Cikahuripan Kayu ambon

20%

Cikidang

23%

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A Gambar 4.10 Grafik Persentase Jumlah Mata Air Berdasarkan Kepemilikan

3% 3%

8% PDAM Bandung Sespimpol Unknown Individu Perhutani

40%

46% Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Berdasarkan peta diatas, rata-rata masyarakat kelurahan di Kecamatan Lembang menggunakan air sumur dan BPAB sebagai penyedia air. Hal ini dapat terjadi karena faktor letak mata air dan tingkat kesulitan geografi.berdasarkan diagram diatas, dapat dilihat bahwa kepemilikan air terbanyak dimiliki oleh individu, yaitu sebesar 46%. Sementara, PDAM hanya memiliki satu mata air di Cikole, sehingga tidak bisa memenuhi seluruh

kebutuhan air masyarakat Lembang. Selain itu, Kelurahan Sukajaya memiliki jumlah mata air terbanyak yang dimiliki oleh individu dan perhutani. Sehingga, kebanyakan masyarakat menggunakan BPAB untuk memenuhi airnya.Kelurahan Lembang tidak memiliki mata air. Namun, untuk memenuhi kebutuhan air digunakan air sumur untuk memenuhi kebutuhan airnya.

“

Jadi, dapat disimpulkan bahwa seluruh masyarakat Lembang mengonsumsi air bersih walaupun berasal dari pengelola air yang berbeda-beda serta kesulitan geografis yang ternyata tidak menjadi faktor utama konsumsi energi masyarakat.

“

Gambar 4.9 Grafik Persentase Jumlah Mata Air Berdasarkan Kelurahan

2.Kualitas Air Air yang digunakan masyarakat Lembang berasal dari sub DAS Cikapundung. Berdasarkan data SLHD (Status Lingkungan Hidup Daerah) Kabupaten Bandung Barat 2015, sungai cikapundung hulu memiliki status mutu air baik dan status pencemaran adalah tercemar ringan dengan pH sekitar 7,5. Status ringan pada sungai cikapundung bagian hulu ini disebabkan air lebih banyak tercemar oleh kotoran sapi. 3. Dampak Terhadap Lingkungan Kualitas air yang buruk akan berpengaruh pada kesehatan masyarakat. Namun, berdasarkan kuesioner, air yang digunakan oleh masyarakat Kecamatan Lembang rata-rata berstatus baik dan tidak keruh. Sehingga, dampak lingkungan tidak begitu dirasakan masyarakat.Hal ini mungkin disebabkan karena terdapat beberapa kelurahan di Kecamatan Lembang yang melakukan kerja bakti untuk membersihkan kotoran sapi pada selokan-selokan desanya.


67 FISLING//

B. Biogas Kecamatan Lembang merupakan salah satu kecamatan yang telah menggunakan energi alternatif untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Walaupun energi alternatif dimaksudkan untuk mengurangi limbah yang dihasilkan energi fosil, biogas masih menghasilkan limbah pada proses pengolahan energinya. 1. Konsumsi Biogas Sebelum mencari tahu dampak lingkungannya, perlu diketahui berapa besar penggunaan biogas oleh masyarakat dan cara pengolahaannya.Berdasarkan peta letak biogas, terdapat dua titik penggunaan biogas di Kelurahan Suntenjaya, satu titik di Kelurahan Cibodas, dan satu titik di Kelurahan Lembang.Tiga titik dari empat titik menyatakan bahwa masyarakat Lembang yang menggunakan biogas berada pada kelurahan dengan keadaan geografis yang sulit (Gambar brp titik brp).Namun, pada keadaan geografis sangat sulit, tidak ditemukan pengguna biogas. Sehingga, penggunaan biogas dapat dikatakan belum merata di Kecamatan Lembang. Selain penggunaan biogas, jumlah hewan ternak, khususnya sapi perah juga memengaruhi penggunaan biogas. Karena, kotorannya merupakan bahan utama pembuatan biogas. Gambar 4.11 Diagram Jumlah Sapi Perah Kabupaten Bandung Jumlah Sapi Perah Kabupaten Bandung Barat

Sapi Perah

Gu Ron n g Sin ung ga da ha ng lu ke rta Ci Cil ha ili m n Ci pel po as ng Ba kar tu ja C jar Pa ipa da tat l Ng aran a g Pa mp ro rah m p Le ong m ba Ci ka Ci ng lon sar g W ua e Sa tan g Ci ulin pe nd g eu y

18000 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Berdasarkan grafik diatas, jumlah sapi perah terbanyak di Kabupaten Bandung Barat adalah Kecamatan Lembang, dengan angka 17.474. Jumlah tersebut sangat banyak dibandingkan

kecamatan lain yang hanya berada di angka kurang dari 10.000. Dengan banyaknya sapi perah, kotoran yang dihasilkan juga akan banyak. Sehingga, penggunaan biogas tidaklah sulit untuk dilakukan masyarakat Lembang. Namun, faktor lain dapat memengaruhi sedikitnya pengguna biogas. Faktor pertama adalah sulitnya pengolahan biogas dibandingkan energi lain, seperti gas LPG. Faktor kedua adalah tidak adanya peran pemerintah untuk mendukung seluruh masyarakat menggunakan biogas.Banyaknya sapi yang terdapat di Kecamatan Lembang tentu tidak dimiliki oleh setiap masyarakat. Namun, jika pemerintah memberikan program pembuatan biogas untuk masyarakat yang memiliki sapi yang selanjutnya diedarkan ke masyarakat lain dengan mengenakan biaya pengolahan. Penggunaan biogas dapat merata di setiap Kecamatan Lembang.Saat ini, penggunaan biogas masih terbatas di beberapa kelurahan atau desa di Kecamatan Lembang. Penggunaan biogas sudah dilakukan di beberapa rumah di Desa Suntenjaya, Desa Cibodas dan Kelurahan Lembang.Penggunaan biogas masih terbatas untuk kebutuhan rumah tangga seperti memasak. 2.Kualitas Sungai Akibat dari tidak sesuainya titik pengolahan dan penggunaan energi biogas dengan jumlah sapi perah di Kecamatan Lembang adalah tercemarnya Sungai Cikapundung yang mengalir di kecamatan ini dengan kotoran sapi.Berdasarkan salah satu media populer, sungai Cikapundung tercemar akibat kotoran sapi dan ampasnya sebagai sisa pembuatan biogas yang dibuang langsung ke selokan-selokan yang mengalir ke Sungai Cikapundung Hulu.Hal ini terjadi karena pemerintah yang telah memberikan bantuan alat pengolahan biogas tidak memberikan tempat penampungan ampas sisa pengolahan biogas kepada masyarakat.Seharusnya, pemerintah memberikan alat yang lengkap kepada pengolah biogas sehingga tidak mencemari sungai.Selain itu, ditambah dengan tidak semua kotoran sapi diolah menjadi biogas.Kotoran-kotoran sapi yang dibuang langsung ke selokan, menambah parah pencemaran Sungai Cikapundung Hulu.


68 FISLING//

Karena itu, program penggunaan biogas secara merata perlu dipertimbangkan pemerintah untuk memperbaiki kualitas Sungai Cikapundung yang airnya bisa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat. 3. Dampak Lingkungan Pengelolaan kotoran ternak menghasilkan emisi metana (CH4) dan dinitrooksida (NO2). Emisi tersebut akan berpengaruh pada peningkatan gas rumah kaca. Tabel 4.2 Jumlah Emisi CH4 Sapi Perah Jumlah Emisi CH4 Sapi Perah (kg) Rongga

C.Bahan Bakar Minyak (BBM) Bahan bakar minyak merupakan energi yang dibutuhkan untuk kebutuhan mobilisasi masyarakat Kecamatan Lembang.Jenis BBM yang digunakan di Kecamtan Lembang adalah sebagian besar untuk kendaraan bermotor, sedangkan unutuk kegiatan lain seperti memasak mereka sudah menggunakan bahan bakar gas. Untuk mengetahui korelasi antara penggunaan dan pengolahan BBM dengan dampak lingkungan yang dihasilkan diperlukan data mengenai konsumsi BBM, kualitas udara, dan emisi yang dihasilkan. Gambar 4.12 Persentase Jumlah Kendaraan Masyarakat Lembang

0

Gunung Halu

4026

Sindang Kerta

0

Cililin

0

Cihampelas

0

Cipongkor

0

Batujajar

0

Cipatat

0

Padalarang

0

Ngamprah

98088

Parongpong

295850

Lembang

1065914

Cisarua

596031

Cikalong Wetan

Sepeda

0

Cipeundeuy

0

38%

Motor Mobil

976

Saguling

2%

49%

Angkutan Umum Lainya

6%

5%

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

0

Berdasarkan tabel diatas, jumlah emisi metana sapi perah terbesar diberikan oleh Kecamatan Lembang, Jumlah emisi tersebut adalah 1.065.914 kg. Emisi ini tidak berdampak baik bagi lingkungan di Kecamatan Lembang karena akan terjadi peningkatan gas rumah kaca di atmosfer. Dampak seperti apa yang terjadi pada kualitas udara Kecamatan Lembang akan dibahas pada sub bab mengenai Bahan Bakar Minyak (BBM).

Berdasarkan grafik diatas, dapat diketahui bahwa masyarakat Kecamatan Lembang banyak menggunakan kendaraan bermotor dibandingkan kendaraan tidak bermotor.Hal ini dapat berarti bahwa masyarakat Kecamatan Lembang menggunakan BBM sebagai energi utama pada kendaraannya.Selain itu, penggunaan angkutan umum juga masih sedikit digunakan oleh masyarakat Lembang, yaitu hanya sekitar 6%. Hingga saat ini penggunaan BBM masih digunakan sebagai bahan bakar kendaraan, untuk penggunaan lain seperti genset ada, namun jumlahnya tidak banyak.


69 FISLING//

2. Kualitas Udara dan Emisi yang Dihasilkan Berdasarkan SLHD KBB tahun 2015, diketahui kualitas udara diatas Pasar Lembang dan Pertigaan Maribaya. Data pengukuran, sbb : Tabel 4.3 Kualitas Udara dan Emisi yang dihasilkan Lama

O

SO2

NO2

O3

TSP Pb

H2 S

H3

Kebisin

gan (ppm) (ppm) m3 m3 Nm3 Nm3 Nm Nm3 dBA ran Pasar Lembang 1 jam < 17,1 <1.14 <10 < 15,61 2 7 0,12 < 0,001 <0,02 59,85 Pertiggaan 1 jam < 17,1 <1.14 <10 < 15,61 3 1 0,15 < 0,001 <0,02 67,75 Lokasi

Penguku

)

)

)

)

Sumber : SLHD Kecamatan Bandung Barat, tahun 2015

Dari tabel diatas, dapat dikatakan bahwa tingkat NO2 memiliki angka dibawah standar baku pada PP 41 Tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara yang bernilai 10 Îźg/Nm3. NO2 yang berlebihan dapat menyebabkan hujan asam apabila bercampur dengan NO. Adanya konsentrasi gas NO2 di udara dapat disebabkan oleh asap kendaraan bermotor dan proses pembakaran sampah, kayu, dan gas alam. Selanjutnya, kandungan udara lainnya adalah SO2. SO2 terbentuk dari asap kendaraan bermotor dan pemanasan dalam rumah tangga. SO2 dapat menembus bagian terdalam paru-paru dan bercampur dengan air di dalam paru-paru membentuk asam belerang yang berbahaya bagi kesehatan.SO2 juga dapat menyebabkan terjadinya hujan asam. Kandungan SO2 pada tabel diatas tidak melebih standar baku senilai 900 Îźg/Nm3. Selain NO2 dan SO2, kandungan lain seperti CO, O3, H2S, dan NH3 juga berasal dari asap kendaraan bermotor. Kandungan-kandungan tersebut juga tidak melebihi standar bakunya. Sementara, kandungan Pb yang juga berasal dari asap kendaraan bermotor memiliki nilai diatas standar baku, senilai 0,06, yaitu 0,12 dan 0,15. Pb yang masuk ke dalam tubuh dan akhirnya masuk ke dalam darah dapat menyebabkan manusia merasa pusing, mual, dan muntah bahkan dapat mengakibatkan keguguran pada ibu hamil.

Hal ini berbahaya jika tidak dilakukan pencegahan dan pengurangaan kendaraan bermotor di Kecamatan Lembang. Selain Pb, nilai TSP atau debu juga melebih standar baku senilai 0,26. TSP tersebut dapat menyebabkan gangguan pada saluran pernapasan. Terakhir, nilai kebisingan juga melebihi standar baku, senilai 60 dBA, yaitu N 59,85 dan 67,75. Namun, tidak terlalu jauh dengan standar yan sudah ditetapkan yaitu dengan ISPU ) (Indeks Standar ( Pencemaran ) Udara) masih ada direntang 51-100. D. Gas Alam Energi lain yang digunakan masyarakat Kecamatan Lembang adalah gas alam. Gas alam digunakan oleh masyarakat untuk menghidupkan kompor.Gas alam sebagai pengganti bahan bakar fosil tidak menghasilkan emisi ataupun dampak lingkungan yang diterima masyarakat. Namun, kenyataan bahwa gas alam merupakan energi yang tidak dapat diperbaharui merupakan faktor penghambat bagi masyarakat untuk terus-menerus menggunakan gas alam. Sehingga, pilihan terdekat berada pada penggunaan energi alternatif seperti biogas yang dapat menggantikan gas alam. Namun, perlu diadakan sosialisasi dari pemerintah serta program-program yang menarik bagi masyarakat. Sehingga, masyrakat mau beralih dari gas alam menjadi biogas. Gambar 4.13 Diagram Frekuensi Penggunaan LPG

2% 68%

30% Tidak Pernah Jarang Sering

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A


70 FISLING//

Berdasarkan grafik diatas, disimpulkan bahwa lebih dari setengah masyarakat Kecamatan Lembang sering menggunakan LPG untuk memasak.Namun, masih terdapat 6% yang menggunakan kayu bakar untuk memasak. Kayu bakar akan berdampak buruk pada lingkungan karena akan menghasilkan emisi NO2 di udara. Penggunaan kayu bakar ini disebabkan karena masyarakat tidak mampu membeli gas alam yang harganya relatif mahal bagi masyarakat berpenghasilan rendah. E. Listrik Berdasarkan hasil kuesioner, masyarakat Kecamatan Lembang 100% menggunakan energi listrik yang berasal dari PT PLN untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti penerangan dan alatalat elektronik. Energi listrik yang mengalir di Kecamatan Lembang berasal dari PLTA Waduk Saguling dan Cirata. Sama halnya dengan gas alam, energi listrik juga tidak menghasilkan emisi karena pembangkitnya berasal dari air.Namun pembangunan dan penggunaan PLTA sebagai sumber penghasil listrik menimbulkan dampak-dampak lain seperti dampak terhadak kondisi sosial,dan dampak terhadap faktor kesehatan. Dlam pembangunan dan penggunaan PLTA, tentu membutuhkan infrasturkur penunjang seperti SUTET atau biasa disebut Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi merupakan media yang digunakan dalam pendistribusian listrik oleh PLN yang berbentuk kabel dengan tegangan listrik tinggidengan tujuan untuk menyalurkan listrik dari pusat pembangkit listrik menuju pusat-pusat lainnya yang jaraknya sangat jauh. Dampak sosial yang mungkin timbul akibat dibangunnya SUTET adalah kasus sengketa lahan, karena lokasi-lokasi yang dilalui oleh sutet ini tidak diperbolehkan untuk dilakukan pembangunan. Kawasan di sekitar lokasi SUTET memiliki medan magnet yang tinggi sehingga akan sangat berbahaya jika pembangunan dilakukan disekitar kawasan SUTET. Selain itu, SUTET juga memiliki dampak negative bagi kesehatan masyarakat yang berada di kawasan SUTET tersebut.

Menurut salah satu penelitian dari Dr. Anies, M.Kes. PKK dari UNDIP, penduduk yang bermukim disekitar kawasan SUTET dengan tegangan 500 kV di Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Pemalang, dan Kabupaten Tegal (2004) menunjukkan bahwa besar risiko electrical sensitivity pada penduduk yang bertempat tinggal di bawah SUTET 500 kV adalah 5,8 kali lebih besar dibandingkan dengan penduduk yang tidak bertempat tinggal di bawah SUTET 500 kV. Bermukim di sekitar kawasan SUTET dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada penduduk, yaitu sekumpulan gejala hipersensitivitas yang dikenal dengan electrical sensitivity berupa keluhan sakit kepala (headache), pening (dizziness), dan keletihan menahun (chronic fatigue syndrome).Selain itu, masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan SUTET juga berpeluang untuk terkenan gangguan hormone akibat medan magnet yang begitu tinggi. 4.1.1.4 Keterkaitan Antara Preferensi Masyarakat Dalam Menggunakan Energi dan Kondisi Geografis (Biogas) Gambar 4.14 Peta Letak Penggunaan Biogas Kecamatan Lembang

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

STUDIO PROSES A


71 FISLING//

Peta di atas menggambarkan dua hal, yaitu : 1. Indeks kesulitan geografis (IKG) 2. Letak pengguna biogas di Kecamatan Lembang Secara singkat IKG adalah gambaran wilayah desa menurut tingkat kesulitan geografis dengan cara mengidentifikasi kondisi geografis desa, ketersediaan pelayanan dasar, kondisi infrastruktur, transportasi dan komunikasi masing-masing desa untuk menentukan indeks kesulitan geografis desa. Semakin besar indeks kesulitan geografis desa berarti semakin sulit wilayah desa tersebut di jangkau dan atau semakin tertinggal baik dari segi ketersediaan pelayanan dasar, kondisi infrastruktur, transportasi dan komunikasi desa ke ibu kota kabupaten dibanding desa dengan indeks kesulitan geografis desa yang lebih kecil. Sehingga desa dengan indeks kesulitan geografis desa yang besar perlu mendapatkan perhatian yang lebih besar terkait pembangunan sarana dan prasarana, baik itu dalam hal-hal teknis seperti konstruksi infrastruktur, atau

sarana lainnya maupun dalam hal pembiayaan yang perlu dialokasikan dalam melakukan pembangunan-pembangunan tersebut. Berdasarkan Peta IKG Kecamatan Lembang, dapat diketahui bahwa • Warna hijau tua pada peta memiliki arti sangat mudah dalam mengakses inrastruktur, transportasi, dan komunikasi, serta dalam kondisi yang baik pula, dengan kata lain desa yang memiliki warna hijau tua merupakan desa dengan nilai IKG yang kecil. • Warna hijau muda memiliki arti mudah • Warna kuning memiliki arti sedang (tidak sulit namun tidak mudah juga) • Warna jingga memiliki arti sulit • Warna merah memiliki arti sangat sulit dalam mengakses infrastrktur, transportasi, dan komunikasi, dengan kata lain memiliki nilai IKG yang besar.

Gambar 4.15 Salah Satu Wilayah Budidaya di Kecamatan Lembang

Sumber : Survey lapangan Studio Proses A 2016


72 FISLING//

Berdasarkan peta di atas, terlihat bahwa terdapat empat titik letak pengguna biogas di Kecamatan Lembang.Titik-titik tersebut berada di Desa Lembang, Desa Cibodas, dan Desa Suntenjaya. Titik pertama berada di Desa Lembang yang merupakan desa dengan IKG sangat mudah, hal ini menunjukkan bahwa titik kedua berada di Desa Cibodas yang merupakan desa dengan IKG rendah, dan kedua titik terakhir berada di Desa Suntenjaya yang merupakan desa dengan IKG terbilang sulit. Titik pertama yang berada di Desa Lembang menunjukkan bahwa desa tersebut memiliki potensi pengembangan biogas dikarenakan memiliki akses yang sangat mudah dan juga memiliki nilai IKG yang kecil.Pada titik kedua yaitu Desa Cibodas juga memiliki potensi dalam pengembangan biogas dikarenakan berada pada daerah yang mudah dalam akses dan juga memiliki nilai IKG yang rendah walaupun tidak serendah Kelurahan Lembang.

Selain itu di daerah Cibodas terdapat banyak peternak sapi, dari peternakan tersebut menghasilkan banyak limbah seperti kotoran sapi, maka dari itu desa tersebut juga memiliki potensi pengembangan biogas karena salah satu bahan utama dari biogas adalah limbah organik seperti kotoran sapi. Sedangkan pada titik ketiga dan keempat yang berada pada kawasan yang terbilang sulit memiliki dua buah titik. Titik ketiga dan keempat merupakan sebuah anomali karena desa tersebut termasuk pada daerah yang sulit dalam mengakses berbagai macam fasilitas, akan tetapi memiliki potensi yang tinggi. Hal ini disebabkan karena Desa Suntenjaya merupakan desa yang memiliki banyak peternak terutama peternak sapi, seperti Desa Cibodas, Desa Suntenjaya memiliki potensi pengembangan biogas karena bahan utama dari biogas adalah limbah organik seperti kotoran sapi.

4.16 Keterkaitan Antara Lokasi Sumber Air Bersih Yang Digunakan Dengan Kondisi Geografis Gambar 4.15 Peta Sumber Air Berdasarkan IKG Kecamatan Lembang

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A


73 FISLING//

Berdasarkan peta IKG yang telah di overlay dengan lokasi sumber air bersih yang digunakan, diketahui bahwa penggunaan sumber air tidak dipengaruhi oleh kondisi geografis. Tidak selamanya wilayah yang memiliki indeks kesulitan geografis yang sulit tidak mendapatkan akses air bersih dari PDAM, dan tidak selamanya wilayah yang kesulitan geografis nya rendah kebutuhan air bersihnya sudah dapat dipenuhi oleh PDAM. Sebagian besar wilayah di Kecamatan Lembang masih mengandalkan BPAB.Wilayah-wilayah yang pelayanan air bersihnya sudah mampu dilayani oleh PDAM adalah Desa Lembang dengan indeks kesulitan geografis sangat rendah.Jadi dapat disimpulkan bahwa penggunaan sumber air bersih di Kecamatan Lembang tidak dipengaruhi oleh kondisi geografis.Sebagian besar masyarakat di Kecamatan Lembang menggunakan BPAB sebagai lembaga penyedia air bersih akibat PDAM tidak sepenuhnya mampu melayani kebutuhan air bersih di Kecamatan Lembang.

4.1.1.6 Keterkaitan Antara Preferensi Masyarakat Dalam Menggunakan Energi dan Kondisi Geografis (BBM) Bahan bakar minyak merupakan salah satu jenis energi yang banyak digunakan oleh masyarakat Lembang.Untuk itu perlu dilihat ada atau tidaknya pengaruh penggunaan energi BBM ini dengan kondisi geografis Kecamatan Lembang. Preferensi penggunaan BBM dilihat dari keterkaitan antara penggunaan BBM dengan lokasi pembelian BBM serta intensitas penggunaan BBM berdasarkan hasil traffic counting yang telah dilakukan. 1. Berdasarkan Lokasi Pembelian BBM Peta di bawah ini merupakan peta penggunaan bahan bakar minyak (BBM) berdasarkan lokasi pembelian di Kecamatan Lembang.

Gambar 4.17 Peta Penggunaan BBM Berdasarkan Lokasi Pembelian Kecamatan Lembang

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A


74 FISLING//

Gambar 4.18 Peta IKG Kecamatan Lembang

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Peta di atas merupakan peta penggunaan bahan bakar minyak (BBM) berdasarkan lokasi pembelian di Kecamatan Lembang.Warna merah mudah melambangkan secara umum masyarakat desa tersebut membeli BBM dari luar desanya, sedangkan warna hijau muda melambangkan bahwa masyarakat daerah tersebut secara umum membeli BBM di dalam desanya.Desa yang termasuk membeli BBM dari dalam desanya adalah Desa Sukajaya, Desa Lembang, dan Desa Wangunharja. Hal ini dapat diartikan bahwa di desa tersebut telah tersedia fasilitas BBM yang mencukupi sehingga masyarakatnya tidak perlu pergi ke daerah lain untuk membeli BBM. Sedangkan desa-desa lainnya secara umum membeli BBM dari luar desanya, hal ini menunjukkan bahwa secara umum distribusi BBM di desa tersebut tidak merata atau tidak

tersedia sesuai kebutuhan, dapat berupa fasilitas yang tidak mencukupi, maka dari itu masyarakatnya lebih memilih untuk membeli BBM dari luar desanya. Berdasarkan data, mayoritas masyarakat Kecamatan Lembang membeli BBM yang berasal dari Desa Lembang. Berdasarkan indeks kesulitan geografis, distrbusi BBM tidak dipengaruhi oleh kondisi geografis yang ada. Tidak semua desa yang dapat memenuhi kebutuhan BBM di dalam desanya memiliki indeks kesulitan geografis yang rendah. Berdasarkan peta diatas desa yang mampu memenuhi kebutuhan BBM di desanya


75 FISLING//

sendiri ada 3 desa, yaitu Desa Sukajaya, Lembang dan Desa Wangunharja dengan indeks kesulitan geografis masing-masing adalah sedang, sangat mudah dan sulit. Selain itu juga tidak semua desa yang memenuhi kebutuhan BBM dengan membeli BBM di luar desanya memiliki indeks kesulitan geografis yang tinggi,sehingga pola distribusi BBM tidak dipengaruhi oleh kondisi geografis yang ada.Kemungkinan besar, pengaruh preferensi masyarakat dalam menggunakan BBM dipengaruhi oleh kepentingan setiap individu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Tabel 4.4 Tabel Kendaraan Masuk Lembang Truk Sumbu 3

Truk Sumbu 2

Tangkuban Perahu ( Sangat Mudah )

60

136

1596

2626

Pertigaan Parompong (Sedang)

102

192

3745

7007

Terusan Dago (Sangat Sulit)

0

11

589

1811

MobilM

otor

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

4.1.1.7 Data Hasil Traffic Counting Analisis keterkaitan antara preferensi masyarakat dalam menggunakan BBM dengan intensitas penggunaannya dapat dilihat dari data hasil traffic counting.Data hasil traffic counting yang digunakan adalah data kendaraan masuk Kecamatan Lembang, dan data kendaraan keluar Kecamatan Lembang.

Berdasarkan grafik dan tabel diatas, jumlah kendaraan yang masuk ke Kecamatan Lembang pada umumnya merupakan kendaraan roda dua.Jumlah kendaraan yang masuk ke Kecamatan Lembang paling banyak terdapat di lokasi pertigaan parongpong dengan indeks kesulitan geografis sedang.

1. Kendaraan Masuk Lembang

5700 5400 5100 4800 4500 4200 3900 3600 3300 3000 2700 2400 2100 1800 1500 1200 900 600 300 0

Gambar 4.19 Grafik Kendaraan Masuk Lembang 7500 7200 6900 6600 6300 6000 5700 5400 5100 4800 4500 4200 3900 3600 3300 3000 2700 2400 2100 1800 1500 1200 900 600 300 0

Gambar 4.20 Grafik Kendaraan Keluar Lembang

Truk 3 Sumbu Truk 2 Sumbu Mobil Motor

Tangkuban Perahu (Sangat Mudah)

Pertigaan Parompong (Sedang)

Terusan Dago (Sangat Sulit)

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A Truk 3 Sumbu Truk 2 Sumbu

Tabel 4.5 Tabel Kendaraan Keluar Lembang

Mobil

Truk Sumbu 3

Truk Sumbu 2

Tangkuban Perahu ( Sangat Mudah )

55

141

1737

2894

Pertigaan Parompong (Sedang)

78

267

2836

5152

Terusan Dago (Sangat Sulit)

0

19

528

1847

Motor

Tangkuban Perahu (Sangat Mudah)

Pertigaan Parompong (Sedang)

Terusan Dago (Sangat Sulit)

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

MobilM

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

otor


76 FISLING//

Berdasarkan grafik dan tabel diatas, jumlah kendaraan keluar dari Kecamatan Lembang pada umumnya merupakan kendaraan roda dua. Jumlah kendaraan yang keluar dari Kecamatan Lembang paling banyak terdapat di lokasi pertigaan parongpong dengan indeks kesulitan geografis sedang. Berdasarkan hasil analisis dari data traffic counting dan data geografis yang ada, dapat disimpulkan bahwa preferensi masyarakat dalam menggunakan energi (BBM) tidak dipengaruhi

GPS

oleh kondisi geografis wilayahnya, hal tersebut terlihat dari grafik jumlah kendaraan yang keluar/ masuk ke Kecamatan Lembang dari 3 titik traffic counting yang memiliki IKG yang berbeda-beda. Untuk volume kendaraan terbesar terdapat pada pertigaan parongpong dengan indeks kesulitan geografis sedang, dan volume kendaraan paling sedikit terjadi di terusan dago dengan indeks kesulitan geografis sangat sulit, sedangkan volume kendaraan di Desa Cikole yang memiliki IKG sangat mudah cenderung tidak terlalu banyak. Hal tersebut menunjukkan bahwa preferensi masyarakat dalam menggunakan suatu jenis energi (BBM) tidak ditentukan oleh kondisi geografis


FISLING//

SOSDUK Pada Bagian Ini Akan Dijelaskan Mengenai

- Kebutuhan dan Penggunaan Energi Oleh Masyarakat di Kecamatan Lembang - Kaitan Aspek Sosial dan Kependudukan Dengan Preferensi konsumsi Energi Masyarakat di Kecamatan Lembang

STUDIO PROSES A


78 SOSDUK //

4.1.2 ANALISIS ASPEK SOSIAL PENDUDUK 4.1.2.1 Kebutuhan dan Penggunaan Energi Oleh Masyarakat di Kecamatan Lembang 1. Analisis Preferensi Penggunaan Energi Masyarakat di Kecamatan Lembang Setelah melakukan survei ke 16 desa/kelurahan di Kecamatan Lembang, yakni desa/kelurahan Gudang Kahuripan, Wangunsari, Pagerwangi, Mekarwangi, Langensari, Kayuambon, Lembang, Cikahuripan, Sukajaya, Jayagiri, Cibogo, Cikole, Cikidang, Wangunharja, Cibodas, dan Suntenjaya, didapat bahwa masyarakat Kecamatan Lembang telah menggunakan berbagai jenis energi, seperti listrik, air, BBM, LPG, biogas, dan kayu bakar. Adapun alokasi penggunaan energi yang digunakan masyarakat Kecamatan Lembang dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis kegiatan, yaitu energi untuk kegiatan rumah tangga dan energi untuk transportasi. A. Kegiatan Rumah Tangga Dalam memenuhi kebutuhan energi untuk berkegiatan pokok sehari-hari, masyarakat Kecamatan Lembang bergantung pada energi listrik, air, dan energi untuk memasak, seperti BBM, LPG, dan Biogas . 1. Listrik Seluruh desa/kelurahan di Kecamatan Lembang telah menggunakan listrik yang bersumber dari PLN. Menurut para responden, secara umum kualitas listrik PLN sudah bagus dan jarang terjadi pemadaman mendadak. Selain itu, pembayaran listrik maupun pembelian token dapat dilakukan di warung terdekat. Hal ini membuat energi listrik yang disediakan PLN menjadi sumber energilistrik utama karena mudah diakses oleh masyarakat. Untuk ketercukupan listrik, sebanyak 91,25% masyarakat Kecamatan Lembang merasa kebutuhan listriknya telah tercukupi. Sisanya, menganggap kebutuhan listriknya belum tercukupi karena terkadang terjadi penurunan tegangan pada jaringan listrik yang terpasang di rumah mereka (lampu tiba-tiba menjadi redup).

Gambar 4.21 Ketercukupan Listrik di Kecamatan Lembang

91,25% 8,75%

YA TIDAK

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

2. Air Kebutuhan air masyarakat Kecamatan Lembang sudah terpenuhi dengan dan tak ada indikasi kelangkaan. Dalam memenuhi kebutuhan air, masyarakat Lembang bergantung pada beberapa sumber air, seperti mata air/BPAB, PDAM, sumur/pompa, yayasan penyedia air, Badan Usaha Milik Desa (BUMD), dan sebagainya. Berikut Grafik sumber air masyarakat Kecamatan Lembang: Gambar 4.22 Grafik Sumber Air Masyarakat Kecamatan Lembang

16%

38%

LAINYA MATA AIR ALAMI PDAM

34%

12%

SUMUS/POMPA

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A


79 SOSDUK //

Dari grafik di atas, terlihat bahwa 38% masyarakat Kecamatan Lembang sangat bergantung pada mata air sebagai sumber air mereka. Hal ini dianggap wajar, mengingat Lembang adalah daerah dataran tinggi yang didominasi lembah dan pegunungan sehingga cenderung mudah menemukan mata air yang berkualitas. Bahkan, menurut pengakuan Masyarakat Cibodas, mata air mereka hendak dibeli dengan harga tinggi oleh Aqua, salah satu merk kenamaan air minum, yang kemudian ditolak masyarakat. Kemudian, sebanyak 34% masyarakat menggunakan sumur/ pompa listrik untuk memperoleh air dan 16% masyarakat menggunakan jasa badan usaha selain PDAM, seperti BUMD, yayasan, ledeng dll. Adapun sisanya, masyarakat menggunakan jasa PDAM. Bila diperhatikan, pola penggunaan air masyarakat sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Apabila di lingkungan mereka sudah banyak orang yang menggunakan sumber air dari suatu produsen, maka lambat laun para tetangga akan mengikuti. 3. Energi Untuk Memasak Energi yang digunakan masyarakat Kecamatan Lembang untuk memasak adalah LPG, biogas, atau kayu bakar. Sebanyak 84% masyarakat menggunakan LPG sebagai energi utama untuk memasak. LPG banyak digunakan oleh masyarakat Kecamatan Lembang karena mudah digunakan dan mudah didapat. Kemudian, sebanyak 13% masyarakat Kecamatan Lembang memasak menggunakan biogas. Umunya, masyarakat yang menggunakan biogas adalah mereka yang memiliki ternak sapi pribadi. Terakhir, energi paling sedikit yang digunakan untuk memasak adalah kayu bakar, yaitu hanya sebanyak 3%. Berikut grafik distribusi penggunaan energi untuk memasak.

STUDIO PROSES A

Gambar 4.23 Grafik Distribusi Penggunaan Energi Untuk Memasak

84%

13% 3%

BIOGAS KAYU BAKAR LPG

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Adapun penjelasan secara rinci mengenai LPG, biogas, dan kayu bakar dapat disimak dalam uraian berikut: 3.1 LPG Sebagian besar masyarakat Kecamatan Lembang memakai gas LPG untuk memasak. Menurut para responden, mereka sering menggunakan gas LPG karena relatif lebih mudah didapat dan digunakan dibanding energi lainnya seperti minyak tanah, biogas, kayu bakar, dsb. Walaupun begitu, kadangkala LPG dilanda kelangkaan karena kurangnya pasokan dari agen LPG untuk warung-warung penyalur di tiap desa. Hal ini membuat masyarakat membeli banyak tabung gas ketika pasokan LPG sedang melimpah untuk disimpan dan berjaga-jaga dari kelangkaan. Kemudian, sebanyak 1% masyarakat tidak memakai gas LPG. Masyarakat yang tidak memakai LPG menggunakan kayu bakar ataupun biogas untuk memasak. Mereka beranggapan LPG amat mahal bila dibandingkan dengan kedua energi alternatif tersebut. Ada juga seorang masyarakat di Pagerwangi yang mengatakan bahwa LPG berbahaya dan rentan meledak. Hal ini menunjukkan sosialisasi LPG di Pagerwangi belum merata. Kemudian, walaupun penggunaannya belum meluas, biogas digunakan oleh masyarakat karena biogas hanya perlu mengeluarkan uang satu kali, yaitu saat memasang instalasi. Setelah itu, pengolahan biogas dapat dilakukan tanpa mengeluarkan biaya. Berikut Grafik yang menjelaskan persentase penggunaa LPG terhadap non-pengguna LPG di Kecamatan Lembang:


80 SOSDUK //

Gambar 4.24 Grafik Persentase Pengguna LPG Terhadap Non-Pengguna LPG di Kecamatan Lembang

1%

Menggunakan LPG Tidak Menggunakan LPG 99% Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

3.2 Biogas Penggunaan biogas di Kecamatan Lembang masih relatif jarang. Sebagian besar masyarakat tidak menggunakan biogas karena tidak memiliki ternak sapi dan kesulitan dalam mendapatkan kotoran hewan. Sebagian lagi tidak mengetahui cara memanfaatkan kotoran hewan tersebut, sehingga tidak tertarik untuk menggunakan biogas. Berikut grafik persentase penggunaan Biogas di Kecamatan Lembang. Gambar 4.25 Grafik Persentase Penggunaa Biogas Terhadap Non-Pengguna Biogas di Kecamatan Lembang

16%

Pengguna Biogas Bukan Pengguna biogas 84% Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

3.3 Energi Lainnya (Kayu Bakar) Kayu bakar untuk memasak sudah tidak populer lagi di Kecamatan Lembang. Ini dibuktikan dengan kecilnya persentase masyarakat yang menggunakan kayu bakar, yakni sebesar 3% saja. Sebagian kecil masyarakat tersebut menggunakan kayu bakar karena murah dan relatif mudah mencari kayu di sekitar tempat tinggal mereka. 4. Transportasi Dalam rangka memenuhi kebutuhan energi untuk transportasi, sebagian besar masyarakat Kecamatan Lembang menggunakan BBM sebagai bahan bakar bagi kendaraannya. Harga yang relatif terjangkau, akses yang mudah, dan kecocokan dengan performa kendaraan membuat BBM disukai masyarakat Kecamatan Lembang. Mereka yang tidak memakai BBM biasanya menggunakan angkutan umum seperti angkot atau ojek untuk transportasi sehari-hari. Selain itu, masyarakat Kecamatan Lembang juga menyukai jalan kaki sebagai cara untuk mengakses lokasi kerja yang dekat dengan rumah. Hal ini sering dilakukan oleh petani yang ladangnya dekat, maupun kuli bangunan. Pada kehidupan sehari-hari, tujuan transportasi masyarakat dapat dikelompokkan menjadi 5 kelompok, antara lain: 4.1 Bekerja Untuk pergi bekerja, sebagian besar masyarakat Kecamatan Lembang menggunakan BBM jenis Premium. Penggunaan premium banyak disukai karena harganya lebih murah dibandingkan BBM jenis lain. Selain itu, sebanyak 42% masyarakat tidak memakai BBM untuk pergi ke tempat kerja. Hal ini karena lokasi kerja mereka dekat dengan rumah sehingga hanya perlu berjalan kaki untuk menjangkaunya. Sebagian lagi menggunakan jasa angkutan umum untuk mengakses lokasi kerja mereka. Kemudian, sebanyak 3% masyarakat menggunakan Pertamax, 2% menggunakan Pertalite, dan sisanya menggunakan Solar. Berikut grafik distribusi penggunaan energi BBM untuk transportasi ke tempat kerja.


81 SOSDUK //

Gambar 4.26 Grafik Distribusi Penggunaan Energi BBM Untuk Transportasi ke Tempat Kerja

3% 52%

2% 1%

Pertamax Pertalite Solar Tidak memakai BBM

4.3 Rekreasi Premium masyarakat Kecamatan Lembang untuk bepergian, salah satunya rekreasi. Walaupun begitu, sebagian besar masyarakat Kecamatan Lembang tidak menggunakan BBM jenis apapun untuk rekreasi, melainkan menggunakan angkutan umum seperti angkot atau bis. Kemudian, banyak juga responden yang mengatakan tidak pernah rekreasi akibat kesibukan kerja. Berikut grafik distribusi penggunaan energi BBM untuk rekreasi.

Premium

Gambar 4.28 Grafik Distribusi Penggunaan Energi BBM Untuk Rekreasi.

42% Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

4.2 Pendidikan/Mengantar Anak Sekolah Sebanyak 68% anak-anak Kecamatan Lembang yang masih sekolah tidak diantar orang tuanya dengan menggunakan kendaraan bermotor, melainkan dengan berjalan kaki. Hal ini dikarenakan para orang tua memilihkan sekolah yang dekat dengan rumah sehingga tidak perlu menggunakan kendaraan bermotor untuk mencapainya. Kemudian, sebanyak 28% orang tua mengantarkan anaknya ke sekolah dengan kendaraan bermotor berbahan bakar Premium. Selain itu, ada pula orang tua yang menggunakan BBM jenis pertalite, pertamax, dan solar untuk mengantar anak-anaknya ke sekolah. Berikut grafik distribusi penggunaan energi BBM untuk transportasi mengantar anak ke sekolah. Gambar 4.27 Grafik Distribusi Penggunaan Energi BBM Untuk Transportasi Mengantar Anak Ke Sekolah 28% 68%

Premium Pertamax Pertalite

33% 60%

Premium Solar Pertalite Pertamax

3% 2% 2%

Tidak memakai BBM

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

4.4 Kesehatan Dalam memenuhi kebutuhan energi untuk berobat atau mengecek kesehatan, masyarakat Kecamatan Lembang banyak menggunakan BBM jenis Premium. Sebanyak 45% masyarakat tidak memakai BBM untuk pergi berobat, melainkan banyak yang berjalan kaki atau menggunakan jasa ojek mengingat lokasi Puskesmas/rumah sakit dekat dengan rumah mereka. Berikut grafik distribusi penggunaan energi BBM untuk kebutuhan kesehatan.

Solar 2% 1% 1%

Tidak memakai BBM

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

STUDIO PROSES A


82 SOSDUK //

Gambar 4.29 Grafik Distribusi Penggunaan Energi BBM Untuk Kebutuhan Kesehatan

2% 1%

45%

4%

Premium Pertamax Pertalite Solar Tidak memakai BBM

4.6 Bahan Sandang Untuk berbelanja sandang, masyarakat Kecamatan Lembang banyak bepergian menggunakan kendaraan bermotor berbahan bakar jenis Premium. Kemudian, sebanyak 39% masyarakat tidak memakai BBM dalam berbelanja sandang karena menggunakan jasa angkutan umum. Sisanya, masyarakat juga ada yang menggunakan Pertamax, Pertalite dan Solar untuk kendaraan bermotor mereka. Berikut ini grafik distribusi penggunaan energi BBM untuk berbelanja sandang.

48% Gambar 4.31 Grafik Distribusi Penggunaan Energi BBM Untuk Berbelanja Sandang

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

4.5 Bahan Pangan Dalam memenuhi kebutuhan bahan pangan, sebagian besar masyarakat Kecamatan Lembang tidak menggunakan BBM karena lokasi pembelian kebutuhan bahan pangan amat dekat dengan rumah mereka. Kemudian, sebanyak 34% masyarakat Kecamatan Lembang yang harus belanja agak jauh dari rumah menggunakan kendaraan bermotor dengan BBM jenis Premium. Berikut grafik distribusi penggunaan energi BBM untuk membeli kebutuhan pangan. Gambar 4.30 Grafik Distribusi Penggunaan Energi BBM Untuk Membeli Kebutuhan Pangan

1% 1%

34%

3%

Tidak memakai BBM Pertamax Pertalite Solar Premium

61% Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

5% 2%

39%

3%

Tidak memakai BBM Pertamax Pertalite Solar Premium

51%

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Jadi dapat disimpulkan masyarakat Kecamatan Lembang telah menggunakan 6 jenis energi dalam kehidupan sehari-hari. Adapun 6 jenis energi tersebut adalah energi listrik, air, LPG, BBM, biogas, dan kayu bakar. Adapun energi yang paling dibutuhkan masyarakat Kecamatan Lembang adalah Listrik, BBM, dan LPG. Hal ini karena ketiga energi tersebut bersifat sangat pokok dalam menunjang segala aktivitas harian masyarakat. Kemudian, didapat bahwa biogas belum dipakai secara luas dan belum menjadi energi dengan permintaan yang besar mengingat banyak sekali syarat yang harus dipenuhi jika masyarakat ingin menggunakan Biogas.


83 SOSDUK //

Gambar 4.32 Pasar Lembang

Sumber : Survey lapangan Studio Proses A 2016

A. Kebutuhan Energi Terkait kebutuhan energi di Kecamatan Lembang, terdapat tiga energi utama yang menjadi energi yang paling dicari karena fungsinya yang sangat penting dimasyrakat. Energi tersebut adalah listrik, BBM dan LPG.

adapaun jenis daya yang dipakai adalah pada kisaran 450, 900 dan 1300 dan lebih dari 1300 watt. Sehingga kebutuhan akan tenaga Listrik di Kecamatan Lembang cukup tinggi. Dilihat dari total biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat Lembang guna memenuhi kebutuhan energi listrik juga sangat besar yaitu sekitar Rp.51.203.000/bulan dan jika dirata-ratakan setiap orangnya akan mengeluarkan sekitar Rp.128.000/bulan.

1. Listrik Dari 400 responden, didapatkan bahwa 100% dari mereka telah menggunakan listrik yang telah disediakan oleh PLN. Diketahui besar dari total energi listrik dipakai oleh 400 responden adalah sekitar 2.402.550 watt/bulan. Jumlah ini didapat dari total daya listrik yang dipakai oleh para responden,

2. BBM BBM dari 400 responden didapat data mengenai jumlah total penggunaan BBMnya sekitar 7853.214286 liter/bulan sehingga jika dirat-ratakan setiap responden akan menggunakan sekitar 19.63303571 liter/bulan atau 0.654434524 liter/hari. Maka dapat dihitung kira-kira kebutuhan BBM

2. Analisis Kebutuhan dan Keterjangkauan Energi Masyarakat di Kecamatan Lembang


84 SOSDUK //

untuk masyarakat Lembang adalah dengan mengasumsikan satu KK akan menggunakan 19.63303571 liter/bulan. Dengan jumlah penduduk di Kecamatan Lembang sebesar 185.179 jiwa dan diasuksikan 1 KK terdiri dari 5 orang maka jumlah KK dikecamtan Lembang adalah 37.035 KK. Sehingga kebutuhan BBM perbulanya adalah 19.63303571 liter/bulan x 37.035 KK = 727.109 liter/bulan. 3. LPG Dari 400 orang responden yang ditanya didapat 373 diantaranya menggunakan LPG dan 27 orang tidak menggunakan. Dari responden yang menggunakan LPG didapatkan total LPG yang dikonsumsi adalah 1696 untit/bulan sehingga dirata-rata kan perbulanya satu KK akan menggunakan 4 unit/bulan. Dari data tersebut dapat dihitung kira-kira kebutuhan LPG untuk masyarakat Lembang, kebutuhanya adalah 37.035 KK x 4 unit/bulan/KK = 157.028 unit/bulan. B. Keterjangkauan Energi 1. Listrik Dari 400 orang responden, 100% mengatakan bahwa kebutuhan energi listrik mereka sudah tercukupi. Namun jika dilihat dari kualitas energi dan pelayanan yang sudah diberikan oleh PLN ada perbedaan pendapat antar responden. Adapun datanya dapat dilihat pada Grafik dibawah ini. Gambar 4.33 Grafik Kualitas Pelayanan Listrik

10% 2% 1% 4% 11%

Sangat Baik Baik

Dari Grafik diatas dapat dilihat bahwa mayoritas masyarakat mengatakan kualitas energi dan pelayanan PLN sudah baik yaitu 287 orang (72%), kemudian yang mengatakan sangat baik ada 44 orang (11%), ada 42orang (10%) mengatakan sedang, 9orang(2%) mengatakan buruk, 3orang (1%) mengatakan sangat buruk dan ada 15 orang (4%) yang mengatakan tidak tahu. Perbedaan pendapat terkait kualitas energi dan pelayanan PLN berupa penyediaan listrik didasarkan beberapa alasan. Diantaranya, bagi masyarakat yang menganggap sangat baik dan baik mereka tidak pernah mendapatkan masalah terkait ketersediaan listrik, mereka tidak memerlukan usaha lebih untuk mencukupi kebutuhanya. Kemudian untuk yang mengatakan sedang, mereka beralasan terkadang tiba-tiba listrik di rumah mereka redup. Dan untuk yang mengatakan buruk dan sangat buruk, mereka mengatakan bahwa sering terjadi pemadaman listrik dan kerusakan jaringan listrik. Hal ini mengakibatkan perlunya usaha lebih untuk menyelesaikan masalah mereka. Dan yang terakhir adalah golongan yang mengatakan tidak tahu. Mereka beralasan tidak banyak atau jarang menggunakan energi listrik atau tidak pernah ada masalah terkait pelayanan PLN berupa pelayanan listrik. 2. BBM Dari hasil survei lapangan terhadap 400 responden didapatkan bahwa pemenuhan energi BBM masih belum sesuai dengan kebutuhan. Hal ini dapat dibuktikan dengan data grafik dibawah ini. Gambar 4.34 Grafik Ketercukupan Kebutuhan BBM

25%

Sedang

Ya

Buruk

Tidak

Sangat Buruk 72%

Tidak tahu Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

75% Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A


85 SOSDUK //

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa masih ada 100 orang yang mengatakan mereka masih kekurangan energi BBM dalam membantu aktifitas mereka setiap hari, adapun alasanya adalah karena mahal yang menyebabkan mereka tidak mampu membeli sesuai kebutuhan. Adapun data pendapat masyarakat terkait kualitas pelayanan dari penyedia BBM ini juga sangat bervariasi.

Gambar 4.36 Grafik Pengguna LPG dari Seluruh Responden

27%

Ya

Gambar 4.35 Grafik Kualitas Pelayanan BBM

Tidak

10% Sangat Baik Baik Sedang

24%

Buruk 4% 8%

54%

Tidak Tahu

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Dari 400 responden, 40 orang menyatakan pelayanan yang ada sudah sangat baik, 216 orang menyatakan baik, 31 orang menyatakan sedang, 18 orang menyatakan buruk, 95 orang menyatakan tidak tahu karena tidak mengkonsumsi BBM atau tidak berpendaat dan tidak ada yang menyatakan sangat buruk. 3.LPG Untuk LPG didapatkan dari 400 responden, 373 diantaranya mengatakan mereka telah menggunakan LPG untuk kebutuhan memasak. Dan sekitar 27 responden menggunakan energi lain seperti kayubakar atau biogas untuk memasak.

93% Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Kemudian jika dilihat dari segi ketercukupan, masih ada 143 responden yang mengatakan bahwa mereka masih kekurangan LPG dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Hal ini dikarenakan terkadang pasokan LPG tiba-tiba berkurang dan seakan menjadi langka. Sehingga diperlukan effort lebih dalam mendapatkan LPG. Gambar 4.37 Grafik Ketercukupan LPG dari Seluruh Responden

36%

Ya Tidak

64% Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A


86 SOSDUK //

Kemudian jika dilihat dari segi pelayanan penyedia LPG, banyak juga perbedaan pendapat yang muncul di masyarakat. Sebagian besar memang mengatakan pelayananya sudah sangat baik dan baik (223 responden) namun ternyata bayak juga yang mengatakan pelayanan yang ada sangat buruk (79 responden). Alasanya adalah karena sering terjadi kelangkaan dan karena kelangkaan tersebut banyak penyedia LPG yang memainkan harga demi mendapatkan keuntungan lebih. Selain itu, keterbatasan jumlah agen resmi juga menjadi kendala bagi masyarakat. Karena jika pasokan habis, tidak ada yang bisa dilakukan selain mencari ke tempat lain, meskipun masyarakat harus mencari sampai keluar Kecamatan Lembang dan tentunya akan menambah biaya.

4.1.2.1 Kaitan Aspek Sosial dan Kependudukan Dengan Preferensi konsumsi Energi Masyarakat di Kecamatan Lembang A. Hubungan Kependudukan (Demografi, Jumlah Anggota Keluarga dan Kebiasaan Masyarakat) Dengan Energi Yang Digunakan 1. Jumlah Penduduk Lembang Tahun 2009 – 2014 Gambar 4.39 Grafik Jumlah Penduduk Lembang Tahun 2009 – 2014 Jumlah Penduduk Lembang Tahun 2009-2014 190000 185000 180000

Gambar 4.38 Grafik Ketercukupan LPG dari Seluruh Responden

7%

165000

1%

Sangat Baik Baik Sedang

19%

Buruk Sangat Buruk

15%

170000

48%

2009

2010

2011

2012

2013

2014

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Jumlah penduduk Kecamatan Lembang terus meningkat setiap tahunnya. Dari hal ini dapat diasumsikan bahwa pengguanan energi akan meningkat pula.

10%

175000

Tidak tahu

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

2.Jumlah Anggota Keluarga Di Kecamatan Lembang

Gambar 4.40 Grafik Jumlah Anggota Keluarga Di Kecamatan Lembang

Dari uraian data diatas dapat dilihat bahwa kebutuhan energi di Kecamatan Lembang cukup besar. Hal ini tidak terlepas karena bervariasinya aktifitas yang terjadi disana sehingga menyebab kan kebutuhan energi yang cukup tinggi. Terhitung Kecamatan Lembang membutuhkan 727 liter BBM dan 157.028 unit LPG 3kg perbulan guna mencukupi kebutuhan BBM dan LPG perbulan.

7,75% 19%

4,4% 2% 0,75% 0,25% 0,25% 0,75% 2,25%

6,75%

32,5%

23,25%

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A


87 SOSDUK //

Dari 400 responden, rata – rata jumlah anggota keluarga di Kecamatan Lembang adalah sebanyak 4 orang dan mayoritas keluarga di Kecamatan Lembang memiliki 4 anggota keluarga pula (32,5%), lalu diikuti dengan 3 anggota keluarga (23,25%), dan 5 anggota keluarga (19,00%). Setelah dilakukan analisis regresi, jumlah keluarga tidak signifikan mempengaruhi frekuensi kegiatan non-kerja (mengantar anak ke sekolah membeli bahan pangan, dan membeli sandang, mengecek kesehatan/berobat. Namun, pada kegiatan rekreasi, jumlah penduduk berpengaruh secara signifikan dengan hubungan yang berbanding terbalik. Semakin banyak jumlah keluarga, mengakibatkan frekuensi rekreasi berkurang.

Sebanyak 215 penduduk (53,88%) Kecamatan Lembang tidak mengantarkan anaknya ke sekolah. Namun, yang mengantarkan ananya ke sekolah sebanyak 6 kali seminggu (hari sekolah) juga cukup banyak, yaitu sebanyak 92 orang (23,06%). Dan setelah dirata-ratakan dari 400 responden, rata-rata penduduk Kecamatan Lembang mengantarkan anakanya ke sekolah hanya sebanyak 2 kali seminggu (mean = 2,62). 4. Frekuensi Mengantar Anak Ke Sekolah Terhadap Jumlah Anggota Keluarga Gambar 4.42 Grafik Frekuensi Mengantar Anak Ke Sekolah Terhadap Jumlah Anggota Keluarga

3.Frekuensi Mengantar Anak ke Sekolah per Minggu Gambar 4.41 Grafik Frekuensi Mengantar Anak ke Sekolah per Minggu

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Sebanyak 215 penduduk (53,88%) Kecamatan Lembang tidak mengantarkan anaknya ke sekolah. Namun, yang mengantarkan ananya ke sekolah sebanyak 6 kali seminggu (hari sekolah) juga cukup banyak, yaitu sebanyak 92 orang (23,06%). Dan setelah dirata-ratakan dari 400 responden, rata-rata penduduk Kecamatan Lembang mengantarkan anakanya ke sekolah hanya sebanyak 2 kali seminggu (mean = 2,62).

Grafik menunjukkan bahwa pada keluarga yang beranggotakan 3 dan 4 orang, banyak keluarga yang tidak mengantar anaknya ke sekolah. Setelah dilakukan analisis regresi, hubungan jumlah anggota keluarga dengan kegiatan mengantarkan anaknya ke sekolah berbanding lurus dan tidak terlalu kuat (0,063). Jumlah anggota keluarga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap rutinitas mengantar anak ke sekolah masyarakat Kecamatan Lembang (signifikansi > 0,05).

STUDIO PROSES A


88 SOSDUK //

5. Rekreasi Per Tahun Gambar 4.43 Grafik Frekuensi Rekreasi Per Tahun

Dari Grafik terlihat bahwa pada keluarga yang beranggotakan 3 dan 4 orang, kegiatan rekreasi lebih sering dilakukan. Sedangkan semakin banyaknya anggota keluarga, kegiatan rekreasi semakin jarang dilakukan, bahkan hingga tidak pernah dalam setahun (berhubungan). Setelah dilakukan analisis regresi, hubungan jumlah anggota keluarga dengan kegiatan rekreasi berbanding terbalik dan tidak terlalu kuat (- 0,175). Jumlah anggota keluarga berpengaruh secara signifikan terhadap rutinitas rekreasi masyarakat Kecamatan Lembang (signifikansi < 0,05). 7.Frekuensi Mengecek Kesehatan/Berobat Pertahun

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Gambar 4.45 Grafik Frekuensi Mengecek Kesehatan/ Berobat Pertahun

Mayoritas penduduk Kecamatan Lembang (dari 400 penduduk), yaitu 187 orang (47,22%), jarang melakukan rekreasi. Bahkan tidak pernah dalam jangka waktu setahun. Sebanyak 68 orang (17,17%) hanya melakukan rekreasi sebanyak sekali dalam setahun. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan energi juga tidak banyak teralokasi pada kegiatan rekreasi. 6.Frekuensi Rekreasi Terhadap Jumlah Anggota Keluarga Gambar 4.44 Grafik Frekuensi Rekreasi Terhadap Jumlah Anggota Keluarga

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Dari 400 responden, rata – rata masyarakat Kecamatan Lembang berobat sebanyak 7 kali dalam 1 tahun (mean = 7,343). Namun, mayoritas penduduknya yaitu117orang (29,25%) tidak melakukan pengecekan kesehatan atau berobat ke rumah sakit/puskesmas setempat secara rutin dalam setahun. Walaupun begitu, 102 penduduk (25,50%) Kecamatan Lembang melakukan pengecekan kesehatan atau berobat ke rumah sakit/puskesmas setempat secara rutin dalam setahun, yaitu sebanyak sekali. Sedangkan 87 penduduk (21,75) hanya melakukan pengecekan kesehatan atau berobat ke rumah sakit/puskesmas hanya ketika sakit (jarang).


89 SOSDUK //

Setelah dilakukan analisis regresi, hubungan jumlah anggota keluarga dengan kegiatan berobat atau mengecek kesehatan berbanding terbalik dan tidak terlalu kuat (- 0,018). Jumlah anggota keluarga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap rutinitas berobat atau mengecek kesehatan masyarakat Kecamatan Lembang (signifikansi sangat besar). Hal ini dapat mengindikasikan bahwa penggunaan energi tidak banyak teralokasi untuk kegiatan berobat atau mengecek kesehatan.

9. Frekuensi Membeli Bahan Pangan Terhadap Jumlah Anggota Keluarga Gambar 4.47 Grafik Frekuensi Membeli Bahan Pangan Terhadap Jumlah Anggota Keluarga

8.Frekuensi Membeli Bahan Pangan Perminggu Gambar 4.46 Grafik Frekuensi Membeli Bahan Pangan Perminggu Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Dari 400 responden, rata – rata masyarakat Kecamatan Lembang membeli bahan pangan sebanyak 5 kali dalam 1 minggu (mean = 5,13). Namun, mayoritas penduduk yaitu 238 orang (59,50%) membeli bahan pangan sebanyak 7 kali dalam seminggu. Dan yang terbanyak kedua adalah membeli bahan pangan sebanyak 1 kali dalam seminggu. Dari grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa alokasi energi untuk membeli bahan pangan bisa saja tinggi, karena frekuensinya yang cukup sering dalam seminggu.

Grafik menunjukan bahwa jumlah anggota keluarga tidak terlalu berpengaruh terhadap frekuensi membeli bahan pangan dalam seminggu (mayoritas membeli bahan pangan 7 kali dalam seminggu, berlaku untuk semua jumlah anggota keluarga). Setelah dilakukan analisis regresi, hubungan Jumlah anggota keluarga dengan kegiatan membeli bahan pangan berbanding lurus dan tidak terlalu kuat (0,085). Dari hasil analisis regresi juga didapat bahwa jumlah anggota keluarga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap rutinitas membeli bahan pangan masyarakat Kecamatan Lembang (signifikansi > 0,05). 10.Frekuensi Membeli Sandang Pertahun Gambar 4.48 Grafik Frekuensi Membeli Bahan Pangan Perminggu

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A


90 SOSDUK //

Dari 400 responden, rata – rata masyarakat Kecamatan Lembang membeli sandang sebanyak 9 kali dalam 1 tahun (mean = 9,531). Namun, mayoritas penduduk yaitu168 orang (42,00%) membeli sandang sebanyak 1 kali dalam setahun (ketika lebaran). Lalu, sebanyak 117 penduduk (29,25%) tidak membeli sandang dalam setahun. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa penggunaan energi tidak banyak teralokasi untuk kegiatan membeli sandang, karena memang frekuensinya yang sangat jarang. 11.Frekuensi Membeli Sandang Terhadap Jumlah Anggota Keluarga Per Tahun Gambar 4.49 Grafik Frekuensi Membeli Sandang Terhadap Jumlah Anggota Keluarga PerTahun

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Grafik menunjukan bahwa jumah anggota keluarga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap frekuensi membeli sandang per tahun. Jumlah anggota keluarga terus meningkat sedangkan frekuensi membeli sandang cenderung tinggi di tengah yaitu pada keluarga yang beranggotakan 3 – 4 orang. Setelah dilakukan analisis regresi, hubungan jumlah anggota keluarga terhadap kegiatan membeli sandang pertahun berbanding terbalik dan tidak terlalu kuat (- 0,057). Hal ini dapat dilihat dari grafik kegiatan membeli sandang yang tinggi di tengah dan rendah di ujung grafik. Jumlah anggota keluarga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap rutinitas membeli sandang masyarakat Kecamatan Lembang (signifikansi > 0,05).

Jadi dapat disimpulkan bahwa kegiatan di luar kerja masyarakat Lembang (mengentar anak ke sekolah, membeli bahan pangan, membeli sandang, dan kesehatan) tidak dipengaruhi secara signifikan oleh jumlah anggota keluarga. Hanya kegiatan rekreasi yang dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga.Karena jumlah anggota tidak terlalu berpengaruh terhadap frekuensi kegiatan di luar kerja, maka dapat disimpulkan juga bahwa jumlah anggota keluarga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penggunaan energi di Kecamatan Lembang. 12. Hubungan Ketenagakerjaan Masyarakat Dengan Penggunaan Energi Menurut Profil Kecamatan Lembang, sebesar 13,28 % masyarakat Kecamatan Lembang bermata pencaharian sebagai petani, 12,17% buruh tani atau buruh lepas, 5,71% peternak, 1,48% pedagang, 2,69% Pegawai Negeri Sipil, 1,21% TNI dan Polri, dan 7,83% sektor jasa lainnya. Saat survey dilakukan, paling banyak didapatkan responden yang bermata pencaharian sebagai buruh tani atau buruh lepas.Dari 400 responden yang kami dapatkan sebesar 6,25% merupakan pengangguran.Resonden dengan kategori pengangguran apabila seorang pensiunan, memiliki pekerjaan serabutan, ataupun pekerjaan sementara.Analisis Hubungan Pendapatan dengan Pengeluaran Untuk Energi Berdasarkan hasil survey kuesioner kepada 400 masyarakat Kecamatan Lembang yang tersebar di 16 desa, didapatkan rata-rata pendapatan masyarakat Kecamatan Lembang sebesar Rp3.200.000,- perbulan. Pendapatan tertinggi sebesar Rp42.000.000,- perbulan berada di Kecamatan Lembang, sedangkan pendapatan terendah sebesar Rp100.000,- perbulan berada di Kecamatan Cibogo. Menurut Profil Kecamatan Lembang, sebesar 13,28 % masyarakat Kecamatan Lembang bermata pencaharian sebagai petani, 12,17% buruh tani atau buruh lepas, 5,71% peternak, 1,48% pedagang, 2,69% Pegawai Negeri Sipil, 1,21% TNI dan Polri, dan 7,83% sektor jasa lainnya.


91 SOSDUK //

Saat survey dilakukan, kami paling banyak mendapat responden yang bermata pencaharian sebagai buruh tani atau buruh lepas.Dari 400 responden yang kami dapatkan sebesar 6,25% merupakan pengangguran.Resonden dengan kategori pengangguran apabila seorang pensiunan, memiliki pekerjaan serabutan, ataupun pekerjaan sementara.

Demikian juga dengan air, dimana pendapatan masyarakat tidak menjadi satunya-satunya faktor yang berkontribusi besar dalam mempengaruhi besarnya konsumsi air.Hal ini dikarenakan dominasi masyarakat Lembang menggunakan air sumur atau air gunung sebagai sumber air dimana biaya yang dikeluarkan juga sangat bervariasi dan tidak adanya standar harga.

Berdasarkan hasil pengolahan statistik berupa analisis regresi yang menghasilkan suatu analisis hubungan antara pendapatan masyarakat terhadap konsumsi energi di Kecamatan Lembang, diperoleh bahwa pendapatan masyarakat berbanding lurus terhadap besarnya biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi energi seperti listrik dan LPG.Hal ini dibuktikan dari hasil analisis dan Badan Pusat Statistik yang menyatakan bahwa sudah keseluruhan masyarakat Kecamatan Lembang sudah menggunakan LPG dan Listrik. Hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Lembang menggambarkan bahwa semakin tinggi pendapatan masyarakat, maka semakin tinggi pula kemampuan keuangan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan energi dan intensitas pemakaian energi listrik dan LPG, sehingga semakin besar pula biaya yang dikeluarkan untuk mengkonsumsinya.

Berdasarkan hasil analisis kepada Upah Minimum Provinsi Jawa Barat, didapatkan data bahwa Upah Minimun Kabupaten Bandung Barat adalah Rp 2.280.275,- dimana sudah dikategorikan cukup baik. Dari hasil analisis didapatkan persentase pendapatan masyarakat Kecamatan Lembang dengan pendapatan Rp 1-3 juta sebesar 67 %, pendapatan Rp 3-6 juta sebesar 20%, pendapatan Rp > 6 juta berkisar 8 %, sementara masyarakat berpenghasilan Rp < 1 juta sebesar 5 %. Hal ini menunjukkan bahwa persentase pendapatan masyarakat Kecamatan Lembang yang mencapai UMK dan berada di atas UMK sudah lebih besar dibandingkan dengan persentase pendapatan masyarakat yang berada di bawah UMK Kabupaten Bandung Barat.

Sedangkan, hubungan antara pendapatan masyarakat terhadap besarnya biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi energi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan air tidak dapat menghasilkan suatu pola hubungan. Tidak terbentuknya pola hubungan ini disebabkan oleh banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi terhadap BBM dan air.Berdasarkan hasil penelitian di Kecamatan Lembang, tingkat pendapatan masyarakat bukan menjadi satu-satunya faktor terbesar yang mempengaruhi besarnya biaya yang dikeluarkan untuk mengkonsumsi BBM. Faktor lain yang memengaruhi konsumsi BBM di antaranya, jumlah kendaraan yang dimiliki, jenis kendaraan yang dimiliki, jenis bahan bakar, serta frekuensi penggunaan kendaraan.

Gambar 4.50 Presentase Pendapatan Masyarakat Di Kecamatan Lembang

8%

20%

5%

< 1 Juta 67%

1 - 3 Juta 3 - 6 Juta > 6 Juta

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A


92 SOSDUK //

Gambar 4.51 Grafik Rata-rata Pengeluaran Biaya Energi PerBulan Kecamatan Lembang

200

Rata - Rata Pengeluaran Biaya Energi Perbulan di Kecamatan Lembang

180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 BBM / Bulan LPG / Bulan Listrik / Bulan Air / Bulan Lainya / Bulan (Ribu Rupiah) (Ribu Rupiah) (Ribu Rupiah) (Ribu Rupiah) (Ribu Rupiah) 181, 09 107,94 134,68 27,85 7,25

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Grafik di atas menjelaskan rata-rata pengeluaran biaya energi per bulan di Kecamatan Lembang. Berdasarkan grafik di atas, kita dapat melihat bahwa BBM memiliki rata-rata pengeluaran biaya energi terbesar di Kecamatan Lembang yaitu sebesar Rp 181,092 ribu , kemudian disusul oleh energi listrik sebesar Rp 134,68 ribu dan LPG sebesar Rp Rp 107,94 ribu. Sedangkan untuk air dan energi lainnya (kayu bakar, minyak tanah, dan lain-lain), rata-rata pengeluaran oleh masyarakat Kecamatan Lembang cukup rendah, yaitu hanya Rp 27,85 ribu untuk air dan Rp 7,25 ribu untuk energi lainnya. Berdasarkan analisis di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat pendapatan masyarakat tidak menjadi faktor terbesar dalam mempengaruhi besarnya biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi air dan BBM. Hal ini dikarenakan masih banyaknya faktor lain yang mempengaruhi, sehingga analisis pengaruhnya tidak dapat membentuk suatu pola hubungan. Sementara untuk konsumsi listrik dan LPG, tingkat pendapatan masyarakat dikatakan berpengaruh terhadap besarnya biaya yang dikeluarkan untuk

konsumsi kedua jenis energi tersebut. Hal ini dikarenakan masyarakat Kecamatan Lembang secara keseluruhan sudah menggunakan listrik PLN dan LPG yang sudah memiliki standar harga, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan kedua jenis energi ini bergantung pada kemampuan keuangan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan energinya dan juga intensitas pemakaian energi. Semakin tinggi pendapatan masyarakat, maka semakin tinggi pula kemampuan keuangan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan energi dan intensitas pemakaian energi listrik dan LPG, sehingga semakin besar pula biaya yang dikeluarkan untuk mengkonsumsinya.Kemudian, persentase pendapatan masyarakat Kecamatan Lembang yang mencapai UMK dan berada di atas UMK sudah lebih besar dibandingkan dengan persentase pendapatan masyarakat yang berada di bawah UMK Kabupaten Bandung Barat. 13.Analisis Hubungan Pendidikan dan Pengunaan Energi Masyarakat Kecamatan Lembang Tabel 4.6Data Pendidikan Terakhir

Pendidikan Terakhir Tdk Tamat SD SD SMP SMA D3 S1 S2 S3 Total

Jumlah 11 165 64 123 11 22 2 2 400

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A


93 SOSDUK //

Gambar 4.52 Grafik Persentase Pendidikan Terakhir di Kecamatan Lembang 30,8%

S2

2,8% 5,5%

S3

0,5% 0,5% 2,8%

Tidak Tamat SD SD SMP SMA

16%

D3 S1

41,3%

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Pada gambar diatas terlihat jelas bahwa mayoritas pendidikan terakhir masyarakat di Kecamatan Lembang yaitu Sekolah Dasar dengan persentase sebesar 41.3%, sedangkan minoritas pendidikan terakhir masyarakat Kecamatan Lembang yaitu S2 dan S3 yang keduanya memiliki nilai persentase yang sama yaitu sebesar 0.5%. Untuk melihat jumlah jelasnya dapat dilihat melalui grafik berikut : Gambar 4.53 Grafik Jumlah Masyarakat di Kecamatan Lembang dengan Kategori Pendidikan Terakhir 200

Pendidikan Terakhir Masyarakat Kecamatan Lembang 165

150

123

100

64

50 0

11

11 Tidak Tamat SD

SD

SMP

SMAD

3S

22 1S

Dari data diatas juga dapat mencerminkan pengetahuan masyarakat Kecamatan Lembang mengenai penggunaan energi yang digunakan sehari-hari. Data mengenai pengetahuan masyarakat terhadap energi yang digunakan khususnya pengetahuan terhadap bioenergi dapat dilihat dari grafik berikut Tabel 4.6 Data Pengetahuan Masyarakat Terhadap Bioenergi Pengertian Terhadap Bioenergi

Jumlah

Tahu Tidak Tahu

304 96

Total

400

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

22 2S

Hal tersebut membuktikan bahwa di Kecamatan Lembang dari segi pendidikan masih tergolong sangat kurang, bahkan masih ada pula yang tidak menyelesaikan pendidikan sekolah dasarnya. Rata-rata masyarakat tidak melanjutkan pendidikannya dikarenakan biaya pendidikan yang semakin tahun semakin mahal, selain itu juga disebabkan dengan keharusan bekerja atau melanjutkan pekerjaan orangtuanya, seperti menjadi petani, perternak, dan lain sebagainya. Dalam hal ini seharusnya pemerintah lebih fokus memperhatikan, baik dalam program wajib bersekolah maupun program-program pendidikan lainnya, agar rata-rata pendidikan terakhir masyarakat Kecamatan Lembang meningkat dan dapat meminimalisir jumlah masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan terakhir rendah atau bahkan tidak bersekolah sama sekali.

3

Gambar 4.54 Grafik Persentase Pengetahuan Masyarakat Terhadap Bioenergi

24%

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa sebanyak 165 orang dari 400 orang responden yang di survei memiliki tingkat pendidikan terakhir hanya sampai sekolah dasar, sedangkan yang memiliki tingkat pendidikan terakhir S2 dan S3 masing-masing hanya berjumlah 2 orang.

Tahu Tidak Tahu 76% Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A


94 SOSDUK //

Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa mayoritas masyarakat di Kecamatan Lembang tahu mengenai bioenergi, hal tersebut ditunjukan dari nilai persentase tingkat pengetahuan mengenai bioenergi sebesar 76.0%, sedangkan sebesar 24.0% sisanya masih belum mengetahui mengenai bioenergi yang terdapat di Kecamatan Lembang. Untuk melihat jumlah jelasnya dapat dilihat melalui grafik berikut Gambar 4.55 Grafik Jumlah Masyarakat di Kecamatan Lembang dengan Kategori Pengetahuan Terhadap Bioenergi

350 300 250 200

Pengetahuan Tentang Bioenergi

150 100 50 0 Tahu Tidak Tahu Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa sebanyak 304 orang dari 400 orang responden yang di survei tahu terhadap bioenergi, sedangkan sebanyak 96 orang sisanya tidak mengetahui bioenergi. Dari hasil survei juga diketahui bahwa sumber energi yang digunakan di Kecamatan Lembang yaitu listrik, air, LPG dan BBM, selain itu juga ada beberapa yang sudah menggunakan biogas, dan masyarakat mengatakan bahwa masyarakat mengetahuinya melalui sosialisasi

koperasi yang ada di wilayah sekitar masing-masing desa. Yang uniknya adalah koperasi menawarkan alat pengolah bioenergi tersebut dengan cukup meringankan biaya masyarakat untuk pengeluran membeli LPG. Namun, kekurangannya adalah hanya masyarakat yang memiliki sapi saja yang dapat mengolah dan menggunakan biogas tersebut. Sedangkan masyarakat lain yang tidak memiliki sapi kebanyakan masih menggunakan LPG untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Selain itu, dari hasil FGD yang dilakukan dengan instansi-instansi terkait, diketahui bahwa pemerintah sendiri tidak mengetahui detail mengenai perkembangan bioenergi yang ada di Kecamatan Lembang, karena saat penulis menanyakan terkait bioenergi itu sendiri, pemerintah kurang menjelaskan secara detail apa yang pemerintah ketahui seperti contohnya yaitu pemeritah kurang mengerti terkait koperasi yang mengelola biogas di Kecamatan Lembang. Jadi dapat disimpulkan untuk bioenergi sendiri pemerintah tidak turun langsung menanganinya, hanya saja terdapat hubungan antara masyarakat pengguna bioenergi dengan koperasi yang menawarkan fasilitas untuk pengolahan bioenergi itu sendiri. Namun sebaiknya pemerintah mendata dan turun langsung ke masyarakat untuk mengetahui perkembangan bioenergi di Kecamatan Lembang agar pengolahan bioenergi tersebut dapat digunakan secara merata oleh seluruh masyarakat di Kecamatan Lembang dan masyarakat yang sudah menggunakan bioenergi lebih terkordinir. Menurut data pendidikan terakhir masyarakat Kecamatan Lembang, diketahui bahwa pendidikan masyarakat yang tergolong rendah (41.3% hanya tamatan SD) nyatanya tidak sesuai dengan pengetahuan masyarakat terhadap bioenergi. Pengetahuan masyarakat terhadap bioenergi nyatanya cukup tinggi dibandingkan dengan tingkat pendidikan masyarakat.


95 SOSDUK //

Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa tidak ada keterkaitan antara tingkat pendidikan dengan pemilihan energi untuk kebutuhan sehari-hari. Contohnya dibuktikan dengan adanya pengguna energi alternatif biogas yang hanya seorang lulusan SD yaitu Bapak Dadan yang tinggal di Desa Cikahuripan yang berprofesi sebagai buruh ternak, alasan penggunaan biogas tersebut karena ada penyedianya dari koperasi dan hanya tinggal membayar iuran kepada koperasi tersebut, sedangkan Bapak Ali yang merupakan seorang Pegawai Negeri Sipil lulusan S3 bertempat tinggal di Desa Jayagiri memilih tidak menggunakan energi alternatif biogas dan Bapak Yayat yang berpendidikan terakhir S2 juga tidak memilih menggunakan energi biogas karena ketidaktersediaannya bahan baku,

alat instalasi, dan lahan di rumahnya. Selain itu, tidak ada hubungan antara jumlah energi yang digunakan dengan tingkat pendidikan. Namun, 90% responden dari masyarakat Kecamatan Lembang menggunakan LPG 3 kg meskipun mereka merupakan seorang Pegawai Negeri Sipil dan wiraswasta yang notabenenya bukan masyarakat miskin, sehingga subsidi untuk LPG 3 kg dari pemerintah kali ini masih jatuh ke tangan yang salah. Berdasarkan hasil analisis, tidak ada keterkaitan antara pemilihan energi dan jumlah penggunaan energi dengan tingkat pendidikan masyarakat.

Gambar 4.56 Instalasi Biogas di Desa Suntenjaya

Sumber : Survey lapangan Studio Proses A 2016


96 SOSDUK //

Hal tersebut diatas bisa jadi disebabkan karena masyarakat mengetahui bioenergi bukan hanya dari pendidikan yang di emban, tetapi masyarakat mengetahuinya dari berbagai informasi yang diperoleh. Berikut adalah data yang menunjukan sumber pengetahuan masyarakat terhadap bioenergi Tabel 4.7 Data Sumber Pengetahuan Masyarakat Terhadap Bioenergi Pengertian Terhadap Bioenergi Media Sosial

Jumlah 58

Sosialisasi

96

Teman/Kerabat Lainya Total

157 101 400

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A Gambar 4.57 Grafik Persentase Sumber Pengetahuan Masyarakat Terhadap Bioenergi

23,3%

Tidak Tahu

Selain kedua sumber tersebut masyarakat juga mendapatkan pengetahuan mengenai bioenergi dari adanya sosialisasi dengan besar persentase yaitu 21.0% dan lainnya seperti dari penyuluhan kopersi dan lain-lain dengan persentase yaitu 2.0%. Namun, dari data diatas terlihat pula bahwa tidak sedikit yang tidak mengetahui mengenai bioenergi. hal tersebut dilihat dari besar presentase sebesar 23.3%. Hal tersebut dikarenakan masyarakat yang masih bergantung kepada sumber energi lain selain bioenergi dan kurangnya kemauan masyarakat dalam mencari tahu atau mencoba menggunakan bioenergi. Dalam melakukan survei, penulis berusaha menyampaikan informasi semaksimal mungkin mengenai bioenergi, agar masyarakat yang belum mengetahui bisa dapat tahu dan mungkin bisa menggunakan untuk kedepannya. Setelah menyampaikan informasi, penulis menanyakan mengenai ketertarikan masyarakat terhadap bioenergi, dan berikut hasil survei mengenai ketertarikan masyarakat terhadap bioenergi. Tabel 4.8 Data Ketertarikan Masyarakat Terhadap Bioenergi

Lainya

39,3% 2%

Tingkat Ketertarikan Sangat Tertari Tertarik Kurang Tertarik9 Tidak Tertarik Total

Media Sosial Sosialisai

14,5% 21%

Teman/Kerabat

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa mayoritas masyarakat Kecamatan Lembang mengetahui mengenai bioenergi dari teman atau kerabat terdekat, hal tersebut ditunjukan dari nilai persentase sumber pengetahuan dari teman/ kerabat sebesar 39.3% atau sebanyak 157 dari 400 responden, sedangkan sebesar 14.5% masyarakat mengetahui mengenai bioenergi dari media sosial.

Jumlah 53 120 3 134 400

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A Gambar 4.58 GrafikPersentase Ketertarikan Masyarakat Terhadap Bioenergi

13,3% 33,3%

Tidak Tertarik Kurang Tertarik Tertarik

30%

Sangat Tertarik

23,3% Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A


97 SOSDUK //

Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa usaha yang lebih untuk menggunakan bioenermayoritas masyarakat di Kecamatan Lembang gi. kurang tertarik dengan adanya bioenergi, hal Seperti contohnya untuk biogas, tidak tersebut ditunjukan dari nilai persentase ketidaksemua masyarakat bisa menggunakan atau memitertarikan terhadap bioenergi sebesar 33.5% atau likinya, karena hanya masyarakat yang memiliki sebanyak 134 dari 400 responden, sedangkan hasapi saja yang dapat menggunakan biogas tersenya sebesar 13.3% masyarakat yang sangat tertarbut, selain itu juga dibutuhkan adanya lahan unik dengan bioenergi. Terdapat beberapa alasan tuk perternakan dan juga alat untuk mengolah yang diberikan oleh masyarakat mengenai tingbiogas itu sendiri. Hal tersebut yang membuat kat ketertarikannya terhadap bioenergi. Sebagai masyarakat kurang tertarik dengan bioenergi dan contoh yaitu masyarakat yang tertarik dan sanmasih menggunakan sumber energi yang lebih gat tertarik dengan bioenergi rata-rata menjawab praktis seperti contohnya LPG, karena masyarakat bahwa mereka mengatakan alasan ketertarikanmerasa LPG lebih praktis walaupun harganya lebnya dikarenakan bioenergi dirasa dapat merinih mahal jika dibandingkan dengan biogas. gankan biaya pengeluaran perbulan masyarakat, sedangkan bagi masyarakat yang merasa kurang 14.Analisis Hubungan Keseluruhan Aspek Sosial atau tidak tertarik dengan bioenergi mengatakan Kependudukan Dengan Preferensi Penggunaan alasan ketidaktertarikannya dikarenakan biogas Energi Masyarakat dirasa kurang praktis dalam pengolahannya dan perlu Tabel 4.9 Analisis Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Produktif Per Kecamatan, Kab. Bandung Barat Tahun 2014

Kelompok Umur 0-14 15-64 65+ 16241 33765 4621 19470 49185 5165 19220 43340 4240

1. 2. 3.

Kode BPS 10 20 30

Rongga Gununghalu Sindangkerta

4. 5.

40 50

Cililin Cihampelas

23068 29852

59443 76604

4961 5924

87472 112380

6. 7. 8. 9. 10. 11.

60 70 71 80 90 100

Cipongkor Batujajar Saguling Cipatat Padalarang Ngamprah

25317 26268 7345 38322 45684 41234

57846 64128 21212 82650 116184 122608

5070 3921 1449 7371 9306 5592

88233 94317 30006 128343 171174 169434

12.

110

Parongpong

28300

73920

5198

107418

13. 14. 15.

120 130 140

Lembang Cisarua Cikalongwetan

49210 20594 36289

129967 48049 77401

9746 3878 5496

188923 72521 119186

16.

150

Cipeundeuy

21620

55210

3500

80330

85438 88013

1644984 1614495

No.

Kecamatan

Jumlah 2013

448034 1111512 447804 1078678

Sumber: Kabupaten Bandung Barat Dalam Angka 2015

Jumlah 54627 73820 66800


98 SOSDUK //

Tabel 4.10 Data Penduduk Berdasarkan Lahir, Mati, Datang dan Pindah Dirinci Per Kecamatan di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013

Sumber: Kabupaten Bandung Barat Dalam Angka 2015


99 SOSDUK //

Dari tabel di atas dapat kita simpulkan bahwa Kecamatan Lembang merupakan kecamatan dengan jumlah kelahiran tertinggi di Kabupaten Bandung Barat. Sedangkan Kecamatan Rongga merupakan kecamatan dengan jumlah kelahiran terendah di tahun 2013. Kemudian Kecamatan Batujajar merupakan kecamatan dengan jumlah kematian tertinggi di Kabupaten Bandung Barat. Sedangkan Kecamatan Cipendeuy dan Gununghalu merupakan kecamatan dengan jumlah kelahiran terendah di tahun 2013.

Gambar 4.59 Grafik Jumlah Pencari Kerja menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Bandung Barat 2012 dan 2013 10000 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000

Data sekunder menunjukkan bahwa Kecamatan Lembang memiliki angka jumlah penduduk produktif dan kelahiran tertinggi di Kabupaten Bandung Barat. Hipotesa awal penelitian ini adalah tingginya jumlah penduduk akan berbanding lurus dengan penggunaan energi karena semakin banyak jumlah penduduk maka kebutuhan yang harus dipenuhi oleh masyarakat tersebut juga semakin banyak. Dari hasi survei studio mengenai hubungan jumlah keluarga dengan kegiatan-kegiatan atau kebiasaan masyarakat terhadap penggunaan energinya didapatkan hasil bahwa kegiatan di luar kerja masyarakat Kecamatan Lembang di antaranya kegiatan mengantar anak ke sekolah, membeli bahan pangan, membeli sandang, dan kesehatan tidak dipengaruhi secara signifikan dan hanya kegiatan rekreasi yang dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga. Karena frekuensi kegiatan di luar kerja masyarakat Kecamatan Lembang relatif jarang, maka dapat disimpulkan pula kegiatan di luar kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penggunaan energi di Kecamatan Lembang.

STUDIO PROSES A

1000 0 2012 2013

Laki-lakiP 1824 4742

erempuan 1655 4449

Jumlah 3479 9191

Sumber: Kabupaten Bandung Barat Dalam Angka 2013 dan 2014

Hipotesa awal selanjutnya menyangkut hubungan pendapatan masyarakat dengan preferensi penggunaan energi di Kecamatan Lembang, yaitu semakin meningkatnya angka penduduk produktif(bekerja) seharusnya keperluan masyarakat semakin tinggi karena ditambah dengan kebutuhan untuk ke tempat kerja dan lain sebagainya. Namun, hasil suvei studio menunjukkan bahwa tingkat pendapatan masyarakat tidak menjadi faktor terbesar dalam mempengaruhi besarnya biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi air dan BBM. Hal ini dikarenakan masih banyaknya faktor lain yang mempengaruhi, sehingga analisis pengaruhnya tidak dapat membentuk suatu pola hubungan. Sementara untuk konsumsi listrik dan LPG, tingkat pendapatan masyarakat dikatakan berpengaruh terhadap besarnya biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi kedua jenis energi tersebut.


100 SOSDUK //

Hal ini dikarenakan masyarakat Kecamatan Lembang secara keseluruhan sudah menggunakan listrik PLN dan LPG yang sudah memiliki standar harga, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan kedua jenis energi ini bergantung pada kemampuan keuangan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan energinya dan juga

intensitas penggunaan energi. Semakin tinggi pendapatan masyarakat, maka semakin tinggi pula kemampuan keuangan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan energi dan intensitas penggunaan energi listrik dan LPG, sehingga semakin besar pula biaya yang dikeluarkan untuk menggunakannya.

Tabel 4.11 Jumlah Murid Sekolah Negeri dan Swasta di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013

Sumber: Kabupaten Bandung Barat Dalam Angka 2013


101 SOSDUK //

Gambar 4.60 Grafik Jumlah Murid Sekolah Negeri dan Swasta di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013

Secara umum, jumlah murid perempuan SMP/SMPLB lebih banyak dari laki-laki. Padalarang merupakan kecamatan dengan jumlah murid SMP/SMPLB tertinggi di Kabupaten Bandung Barat. Kecamatan bermurid SMP/SMPLB paling sedikit adalah Kecamatan Saguling. Jumlah murid dan jumlah SMP/SMPLB mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Gambar 4.62 Grafik Jumlah Murid SMA/SMALB Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Dari tabel dan grafik di atas dapat disimpulkan secara umum, murid SD-SLB laki-laki lebih banyak daripada murid perempuan. Jumlah murid SD-SLB terbanyak berada di Kecamatan Lembang dan jumlah murid SD-SLB paling sedikit berada di Kecamatan Saguling. Bila dibandingkan dengan tahun 2012, jumlah murid laki-laki maupun perempuan yang bersekolah di SD-SLB mengalami penurunan. Gambar 4.61 Grafik Jumlah Murid SMP/SMPLB Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Kecamatan dengan jumlah SMP/SMPLB tertinggi adalah Kecamatan Lembang dengan total 18 sekolah. Sedangkan Kecamatan dengan jumlah SMP/SMPLB terendah adalah Kecamatan Saguling dengan hanya 3 sekolah.

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Secara umum, jumlah murid SMA perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Kecamatan Padalarang merupakan kecamatan dengan total murid SMA terbanyak se-Kabupaten Bandung Barat dan Kecamatan Rongga merupakan kecamatan dengan murid SMA paling sedikit se-kabupaten Bandung Barat. Jumlah murid dan jumlah SMA di Kabupaten Bandung Barat menurun dari tahun sebelumnya. Data sekunder menunjukkan bahwa data pendidikan di Kabupaten Bandung Barat menunjukkan bahwa Kecamatan Lembang memiliki angka jumlah partisipan SD dan sederajat yang paling tinggi dibandingkan kecamatan lainnya. Pada jenjang pendidikan selanjutnya, Kecamatan Lembang tidak lagi berada di posisi tertinggi yang berarti semakin tingginya jenjang pendidikan, angka partisipan di Kecamatan Lembang semakin menurun.


102 SOSDUK //

Hal di atas memiliki relevansi terhadap hasil survei studio. Menurut hasi survei mengenai data pendidikan terakhir masyarakat Kecamatan Lembang, didapatkan bahwa pendidikan masyarakat yang tergolong rendah (41.3% hanya tamatan SD) dan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap bioenergi yang menunjukkan 304 orang responden telah mengerti dan mengetahui apa itu bioenergi. Pengetahuan masyarakat terhadap bioenergi (76%) nyatanyacukup tinggi dibandingkan dengan tingkat pendidikan masyarakat. Maka dari itu dapat ditarik dua kesimpulan, yang pertama yaitu dari segi tingkat pendidikan terakhir, hasil analisis menunjukan bahwa tingkat pendidikan terakhir masyarakat di Kecamatan Lembang tidak memiliki keterkaitan dengan pengetahuan terhadap bioenergi, karena masyarakat tidak harus mengemban pendidikan yang tinggi untuk mengetahui mengenai bioenergi.

Yang kedua yaitu dari segi pengetahuan masyarakat terhadap bioenergi, hasil analisis menunjukan bahwa pengetahuan masyarakat terhadap bioenergi memiliki keterkaitan yang cukup kuat dengan penggunaan energi masyarakat. Hal tersebut terjadi dikarenakan mayoritas masyarakat masih bergantung kepada sumber energi lain selain bioenergi dan kurangnya kemauan masyarakat dalam mencari tahu atau mencoba menggunakan bioenergi.


FISLING//

SARPRAS Pada Bagian Ini Akan Dijelaskan Mengenai - Aktivitas Konsumsi Energi Masyarakat di Kecamatan Lembang Menurut Aksesibilitas Sarana dan Prasarana - Aktivitas Konsumsi Energi Masyarakat di Kecamatan Lembang Menurut Kapasitas dan Jumlah Sarana dan Prasarana

STUDIO PROSES A


104 SARPRAS //

4.1.3 ANALISIS ASPEK SARANA DAN PRASARANA 4.1.3.1 Aktivitas Konsumsi Energi Masyarakat di Kecamatan Lembang Menurut Aksesibilitas Sarana dan Prasarana 4.1.3.1.1 Analisis Jarak Dengan Preferensi Masyarakat Mencapai dan Memilih Lokasi Sarana dan Prasarana 1. BBM Gambar 4.63 Diagram Preferensi Masyarakat dalam Menggunakan Sarana Prasarana Energi BBM

SPBU

40% 60%

Eceran

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Gambar 4.64 Diagram Kualitas Pelayanan Sarana Prasarana Energi BBM

Jarak rata-rata sarana penyedia energi BBM di Kecamatan Lembang sebesar 3,164 km dan terdapat 85% dari total responden yang merasa bahwa kualitas pelayanan sarana penyedia energi BBM sudah baik. Dari 305 responden yang menggunakan energi BBM, responden yang menggunakansarana penyedia formal (SPBU Pertamina) sebanyak 60% dan sarana penyedia informal (eceran) sebanyak 40%. Terdapat 5 desa (Cibogo, Cikidang, Sukajaya, Wangunharja, dan Cibodas) yang masih mengandalkan eceran dan 11 desa (Cikahuripan, Cikole, Gudangkahuripan, Jayagiri, Kayuambon, Langensari, Lembang, Mekarwangi, Pagarwangi, Suntenjaya, dan Wangunsari) yang sudah mengandalkan SPBU. Artinya untuk sarana penyedia BBM formal seperti SBPU Pertamina belum terjangkau di seluruh desa/kelurahan. 2. LPG Jarak rata-rata sarana penyedia LPG di Kecamatan Lembang sebesar 0,717 km dengan 89% responden menempuh jarak kurang dari 1 km. Dari beberapa moda transportasi yang ada, 67,8 % responden memilih untuk berjalan kaki dan 92.5% responden dapat memperoleh LPG tanpa harus berpindah batas administrasi desa. Warungwarung terdekat rumah warga memudahkan responden dalam memenuhi kebutuhan LPG. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan sarana penyedia LPG sudah tercukupi dalam segi jarak tempuh pengguna sarana. Gambar 4.65 Diagram Kualitas Pelayanan Sarana Prasarana Energi LPG

6% 9% Baik

22%

Sedang 85%

Buruk 61%

17%

Baik Sedang Buruk

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A Sumber : Hasil Analisis SWtudio Proses A


105 SARPRAS //

Gambar 4.66 SPBU di Kelurahan Lembang

Sumber : Survey lapangan Studio Proses A 2016

Jarak tempuh yang terjangkau ini juga didukung oleh pelayanan sarana yang baik, dengan kuesioner kualitas pelayanan sarana penyedia LPG yang menampilkan bahwa 61% responden menyatakan baik. 3. Listrik Jarak rata-rata yang dibutuhkan 400 responden untuk mencapai sarana pembayaran listrik yaitu 1,01835 km. Hal ini disebabkan mayoritas masyarakat Lembang hanya perlu membayar listrik di rumah atau di counter terdekat rumahnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa sarana yang tersedia dalam pembayaran energi listrik sudah berada di sekitar masyarakat.

Gambar 4.67 Diagram Kualitas Pelayanan Listrik Kecamatan Lembang

3% 3% 11% Tidak Menjawab Buruk Sedang Baik 83% Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A


106 SARPRAS //

Sebanyak 83% responden mengaku bahwa kualitas listrik di Kecamatan Lembang sudah baik (baik dan sangat baik).Artinya, sarana yang tersedia dalam pemenuhan energi listrik masyarakat Kecamatan Lembang sudah baik dan mencukupi.

Gambar 4.69 Kualitas Pelayanan Air

2% 8%

4. Air

Buruk

Gambar 4.68 Diagram Sumber Air Responden

Sedang

16%

Baik Mata Air (BPAB)

90%

PDAM

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Sumur Pompa 34%

%38

Lainya

12% Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Diagram di atas menunjukkan dari 400 responden, hanya 12% yang menggunakan fasilitas penyedia air resmi (PDAM). Mayoritas mengandalkan sarana yang disediakan swadaya masyarakat seperti air gunung dan air hutan. Selain itu, penggunaan sumur pribadi dan bersama masih digunakan oleh masyarakat Kecamatan Lembang. Jarak rata-rata yang dibutuhkan 400 responden untuk memenuhi kebutuhan energi air yaitu 0,29222 km dari rumahnya. Rata-rata jarak yang dekat dan minimnya penggunaan fasilitas resmi disebabkan oleh mayoritas masyarakat Lembang yang memiliki pompa sendiri, sumur sendiri, dan mata air yang dekat dengan rumahnya. Maka, kebutuhan air masyarakat Kecamatan Lembang menjadi mudah terpenuhi oleh adanya sarana penyedia air informal.

Terpenuhinya akan kebutuhan air juga diperkuat dengan penilaian kualitas pelayanan menurut 400 responden. Sebanyak 90% responden merasa bahwa kualitas air sudah baik. Artinya, kualitas air baik dari fasilitas penyedia air yang formal maupun informal sudah dirasa baik. 4.1.3.1.2 Analisis Kualitas Jalan BerdasarkanModa Yang Dipakai Dalam Mencapai Sarana dan Prasarana A. WEEKEND (Sabtu, 19 Maret 2016) 1. Tangkuban perahu Diketahui: V =

Pagi (Masuk= 662) (Keluar=621) Siang (Masuk= 894) (Keluar=1029) Sore (Masuk= 824) (Keluar= 923)

C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs

(diasumsikan 2 lajur tidak terpisah karena lebar jalannya 6 m)

C = 2900 x 0.87 x 0,97 x 0,94x 0,9 = 2070 = 1035/jalur


107 SARPRAS //

Pagi

Siang a. Masuk: VCR

= 894

=

1035

a. Masuk: V C

VCR =

1035

1029

=

1035

C

VCR

=

Pagi = 1890 1067

621

=

VCR

C

C

VCR

= 1067

= 0,89 (Kelas C)

V =

Pagi (Masuk= 1890) (Keluar=1562) Siang (Masuk= 894) (Keluar=1029) Sore (Masuk= 824) (Keluar= 923)

C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs

(diasumsikan 2 lajur tidak terpisah karena lebar jalannya 6 m) C = 2900 x 0.87 x 1 x 0,94x 0,9 = 2134 = 1067/jalur

Sore = 1067

a. Masuk:

V C

VCR

= 1,46 (Kelas E)

VCR =

= 1029

1067

= 824

=

1067

V C

= 0,77 (Kelas B) b. Keluar

b. Keluar V

C

Diketahui :

= 0,83 (Kelas C)

C

1035

V

2. Pertigaan Parongpong

894

=

= 923

=

1035

a. Masuk:

b. Keluar

=

= 0,79 (Kelas B)

= 0,6 (Kelas A)

V

= 1,7 (Kelas E)

1562

1035

C

b. Keluar

Siang

a. Masuk:

VCR

=

V

= 824

V

. Berdasarkan Traffic Counting yang dilakukakan di Tangkuban Perahu pada saat weekend (Sabtu, 19 Maret 2016), tingkat pelayanan pada pagi tergolong pada kelas A baik kendaraan masuk atau keluar Lembang maka kondisi arus masih stabil, kondisi pelayanan sangat baik sehingga kendaraan dapat berjalan dengan lancar tanpa adanya hambatan. Sementara pada siang hari untuk kendaraan yang masuk tergolong pada kelas C yang berarti kondisi pelayanan cukup baik dimana kendaraan berjalan lancar tetapi adanya hambatan lalu lintas sudah lebih mengganggu, untuk kendaraan keluar sendiri tergolong pada kelas D yang berarti kondisi pelayan kurang baik dimana kendaraan berjalan dengan banyak hambatan. Untuk sore hari, kendaraan masuk tergolong pada kelas B yang berarti kondisi pelayan baik dimana kendaraan berjalan dengan adanya sedikit hambatan dan kendaraan keluar tergolong pada kelas C.

=

VCR

C

b. Keluar V

= 0,99 (Kelas D)

VCR

a. Masuk:

V

= 0,63 (Kelas A)

b. Keluar =

= 662

= 0,86 (Kelas C)

VCR

Sore

V C

= 0,96 (Kelas D)

VCR =

= 923

1067

V C

= 0,86 (Kelas C)


108 SARPRAS //

3.Terusan Dago (Dago Giri) Diketahui :

Berdasarkan Traffic Counting yang dilakukakan di Pertigaan Parongpong pada saat weekend (Sabtu, 19 Maret 2016), tingkat pelayanan pada pagi hari tergolong pada kelas E baik kendaraan masuk atau keluar Lembang yang berarti kondisi pelayanan buruk, dimana kendaraan berjalan sangat lamban dan cenderung macet (antrian panjang). Hal ini karena volume kendaraan melebihi kapasitas jalan. Sementara pada siang hari untuk kendaraan yang masuk tergolong pada kelas C yang berarti kondisi pelayanan cukup baik dimana kendaraan berjalan lancar tetapi adanya hambatan lalu lintas sudah lebih mengganggu. Untuk kendaraan keluar sendiri tergolong pada kelas D yang berarti kondisi pelayan kurang baik dimana kendaraan berjalan dengan banyak hambatan. Untuk sore hari, kendaraan masuk tergolong pada kelas B yang berarti kondisi pelayan baik dimana kendaraan berjalan dengan adanya sedikit hambatan dan kendaraan keluar tergolong pada kelas C. Pagi VCR

= 235

=

687

C

= 0,34 (Kelas A)

VCR

=

= 246

687

687

V C

C

= 0,358 (Kelas A)

VCR =

C = 2900 x 0.56 x 1 x 0,94x 0,9 = 1374 = 687/jalur

= 326

687

V C

= 0,47 (Kelas A)

Berdasarkan Traffic Counting yang dilakukakan di Terusan Dago (Dago Giri) pada saat weekend(Sabtu, 19 Maret 2016), tingkat pelayanan pada pagi, siang, dan sore hari semuanya tergolong pada kelas A baik kendaraan masuk atau keluar Lembang

a. Masuk: VCR =

= 341

687

V C

= 0,49 (Kelas A ) b. Keluar

b. Keluar V

C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs

= 0,57 (Kelas A)

b. Keluar VCR

= 392

=

Sore

a. Masuk:

V

Pagi (Masuk= 235) (Keluar=246) Siang (Masuk= 392) (Keluar=326) Sore (Masuk= 341) (Keluar= 353)

(diasumsikan 2 lajur tidak terpisah karena lebar jalannya 6 m)

Siang

a. Masuk:

V =

VCR

=

=

353

687

V C

= 0,51 (Kelas A)

sehingga dapat dikatakan bahwa arus lalu lintas masih stabil, kondisi pelayanan sangat baik sehingga kendaraan dapat berjalan dengan lancar tanpa adanya hambatan.


109 SARPRAS //

B. WEEKDAYS(Selasa, 22 Maret 2016) 1. Tangkuban Perahu Diketahui : V = Pagi (Masuk= 577) (Keluar=570) Siang (Masuk= 568) (Keluar=598) Sore (Masuk= 593) (Keluar= 691)

Sore a. Masuk: VCR

VCR

= 577

=

1035

V C

= 0,55 (Kelas A) b. Keluar VCR

= 570

=

1035

V C

= 0,55 (Kelas A) Siang a. Masuk: VCR

= 568

=

1035

V C

= 0,54 (Kelas A) b. Keluar VCR =

= 598

1035

V C

= 0,57 (Kelas A)

C

b. Keluar VCR =

C = 2900 x 0.87 x 0,97 x 0,94x 0,9 = 2070 ( 1035/jalur)

a. Masuk:

1035

V

= 0,57 (Kelas A)

C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs

Pagi

593

=

(diasumsikan 2 lajur tidak terpisah karena lebar jalannya 6 m)

=

= 691

1035

V C

= 0,66 (Kelas A) Berdasarkan Traffic Counting yang dilakukakan di Tangkuban Perahu pada saat weekday(Selasa,22 Maret 2016), tingkat pelayanan pada pagi, siang, dan sore hari semuanya tergolong pada kelas A baik kendaraan masuk atau keluar Lembang sehingga dapat dikatakan bahwa arus lalu lintas di jalan ini masih stabil, kondisi pelayanan sangat baik sehingga kendaraan dapat berjalan dengan lancar tanpa adanya hambatan berarti. 2. Pertigaan Parongpong Diketahui : V=

Pagi (Masuk= 1721) (Keluar=1473) Siang (Masuk= 1678) (Keluar=1511) Sore (Masuk= 1476) (Keluar= 1435)

C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs (diasumsikan 2 lajur tidak terpisah karena lebar jalannya 6 m) C = 2900 x 0.87 x 1 x 0,94x 0,9 = 2134 = 1067/jalur


110 SARPRAS //

Pagi

Siang

a. Masuk: VCR

= 1721

=

1067

a. Masuk:

V C

= 1,61 (Kelas E)

VCR

= 1473

=

1067

= 1678

=

1067

a. Masuk:

V

VCR

C

C

= 1,38 (Kelas E)

VCR

= 1511

=

1067

VCR

C

= 1,416 (Kelas E)

VCR

= 213

=

687

C

= 0,31 (Kelas A)

= 1,34 (Kelas E)

=

= 243

687

C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs

(diasumsikan 2 lajur tidak terpisah karena lebar jalannya 6 m) C = 2900 x 0.56 x 1 x 0,94x 0,9 = 1374 = 687/jalur

687

a. Masuk:

V C

= 0,28 (Kelas A)

VCR

V C

= 0,353 (Kelas A)

VCR =

= 195

687

= 142

=

687

V C

= 0,2 (Kelas A )

b. Keluar

b. Keluar VCR

= 195

=

C

Sore

a. Masuk: VCR

1067

V

3.Terusan Dago (Dago Giri) Diketahui : V = Pagi (Masuk= 213) (Keluar=243) Siang (Masuk= 195) (Keluar=195) Sore (Masuk= 142) (Keluar= 184)

Siang V

= 1435

=

a. Masuk:

C

b. Keluar V

Berdasarkan Traffic Counting yang dilakukakan di Pertigaan Parongpong pada saat weekday (Selasa, 22 Maret 2016), tingkat pelayanan pada pagi, siang, dan sore hari semuanya tergolong pada kelas E baik kendaraan masuk atau keluar Lembang yang berarti kondisi pelayan buruk dimana kendaraan berjalan sangat lamban dan cenderung macet (antrian panjang) dikarenakan volume kendaraan melebihi kapasitas jalan.

Pagi

1067

V

= 1,38 (Kelas E)

b. Keluar V

= 1476

=

= 1,57 (Kelas E)

b. Keluar VCR

Sore

b. Keluar V C

= 0,28 (Kelas A)

VCR =

= 184

687

V C

= 0,27 (Kelas A)


111 SARPRAS //

Berdasarkan Traffic Counting yang dilakukakan di Terusan Dago(Dago Giri) pada saat weekday (Selasa, 22 Maret 2016), tingkat pelayanan pada pagi, siang, dan sore hari semuanya tergolong pada kelas A baik kendaraan masuk atau keluar Lembang sehingga dapat dikatakan bahwa arus lalu lintas masih stabil, kondisi pelayanan sangat baik sehingga kendaraan dapat berjalan dengan lancar tanpa adanya hambatan. Berdasarkan hasil analisis Traffic Counting di tiga lokasi, kualitas jalan di Terusan Dago Giri merupakan yang paling baik karena berdasarkan perhitungan tingat pelayanan jalan tergolong pada kelas A baik pada saat weekend maupun weekday di semua waktu(pagi,siang, dan sore) hal ini dapat dilihat dari konsumsi energi dan preferensi masyarakat dalam memperoleh energi. Sementara di Tangkuban Perahu terdapat perbedaan antara weekend dan weekday, untuk weekday tingkat pelayanannya baik pada pagi, siang, dan sore hari karena semuanya termasuk pada golongan A. Sedangkan pada saat weekend tingkat pelayanan pada pagi, siang, dan sore hari berbeda-beda: 1. Pagi hari termasuk golongan A baik untuk kendaraan masuk dan keluar 2. Siang hari termasuk pada golongan C(kendaraan masuk) dan golongan D(kendaraan keluar) 3. Sore hari termasuk pada golongan B(kendaraan masuk) dan golongan C(kendaraan keluar) Sedangkan di Pertigaan Parongpong terdapat perbedaan kualitas tigkat pelayanan antara weekend dan weekdays, tingkat pelayanan jalan saat weekdays lebih buruk dibandingkan saat weekend, untuk weekdays saat pagi, siang, dan sore hari berada pada golongan E, semntara pada saat weekend berbeda-beda tingkat pelayanan jalan di tiap waktu: 1. Pagi hari termasuk golongan E, baik untuk kendaraan masuk dan keluar 2. Siang hari termasuk pada golongan C(kendaraan masuk) dan golongan D(kendaraan keluar)

3. Sore hari termasuk pada golongan B(kendaraan masuk) dan golongan C(kendaraan keluar) Berdasarkan hasil Traffic Counting dapat dilihat preferensi masyarakat dalam memilih moda transportasi yang digunakan untuk memperoleh energi.Untuk di sekitar daerah Parongpong saat weekdays kualitas tingkat pelayanan jalan tergolong pada kelas E yang berarti kondisi pelayanan jalan buruk, kendaraan berjalan sangat lamban, cenderung macet, dan adanya antrian panjang. Hal ini menandakan bahwa volume kendaraan melebihi kapasitas jalan di lokasi tersebut. Sedangkan saat weekend kualitas tingkat pelayanan jalan berbeda-beda di tiap waktunya. Saat pagi hari kualitas jalan tergolong pada kelas E, kemudian saat siang hari kualitas jalan untuk kendaraan masuk Lembang tergolong pada kelas C dan untuk kendaraan keluar Lembang tergolong pada kelas D, lalu pada saat sore hari kualitas jalan mulai membaik, untuk kendaraan masuk Lembang tergolong pada kelas B dan untuk kendaraan keluar Lembang tergolong pada kelas C. Hal ini menandakan bahwa aktivitas masyarakat yang melalui jalan ini saat weekend sangat tinggi pada pagi hari namun semakin siang aktivitas masyarakata yang melalui jalan ini menurun dan terus menurun hingga sore hari. Dengan kondisi ini masyarakat akan cenderung memilih moda yang lebih hemat penggunaan energi seperti motor dengan asumsi bahwa jalan yang digunakan berpotensi sering terjadinya kemacetan dan penggunaan energi BBM tentu akan semakin besar. Penggunaan energi BBM yang semakin besar akan membuat kebutuhan akan energi BBM juga meningkat, sehingga moda transportasi yang hemat energi dan feasible untuk kondisi jalan yang macet seperti motor menjadi pilihan masyarakat guna mempermudah masyarakat dalam aksesibilitasnya. Hal ini juga diperkuat dengan data kuisioner yang menunjukkan moda transportasi untuk memperoleh energi BBM di Kecamatan Lembang sebesar 74% responden menggunakan motor.


112 SARPRAS //

Lokasi ini juga merupakan lokasi terdekat dengan SPBU dibandingkan dengan lokasi Traffic Counting yang lain maka padatnya lalu lintas disini juga disebabkan oleh banyaknya masyarakat yang melalui jalan ini untuk memperoleh energi BBM. Hal tersebut diperkuat dengan fakta bahwa jenis jalan di lokasi Traffic Counting ini sama dengan jenis jalan yang digunakan untuk memperoleh BBM (jalan arteri) yang berarti jalan ini merupakan jalan yang dilalui masyarakat untuk memperoleh energi sehingga dapat dikatakan bahwa kualitas jalan ini akan memberikan pengaruh dalam kemudahan pemrolehan energi BBM, namun pada lokasi Traffic Counting di daerah Parongpong ini kualitas jalan terbilang cukup buruk sehingga aksesibilitas untuk memeperoleh energi BBM terbilang rendah. Gambar 4.70 Moda untuk Mencapai SPBU 14% 2% 1%

Motor Mobil

9%

Kendaraan Umum Jalan Kaki 74%

Tidak ada

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui jenis moda apa saja yang dipakai untuk memperoleh energi BBM, penggunaan motor sangat mendominasi dibandingkan dengan moda lainnya. Diasumsikan jika kualitas tingkat pelayanan baik, maka masyarakat tidak akan keberatan untuk menggunakan kendaraan pribadi untuk memperoleh energi BBM sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Sedangkan di Tangkuban Perahu kualitas tingkat pelayanan jalan terbilang cukup baik saat weekdays karena baik pagi,

siang, dan sore hari kualitas tingkat pelayanan jalan tergolong pada kelas A yang berarti kondisi pelayanan sangat baik, arus lalu lintas di jalan ini masih stabil, dan kendaraan dapat berjalan dengan lancar tanpa adanya hambatan. Sementara untuk weekend saat pagi hari kualitas jalan masih tergolong pada kelas A sama seperti weekdays. Kemudian saat siang hari kualitas jalan mulai membaik,untuk kendaraan masuk Lembang tergolong pada kelas C dan untuk kendaraan keluar Lembang tergolong pada kelas D, lalu pada saat sore hari kualitas jalan kembali membaik, untuk kendaraan masuk Lembang tergolong pada kelas B dan untuk kendaraan keluar Lembang tergolong pada kelas C. Sama seperti jenis jalan di daerah Parongpong, jenis jalan di lokasi Traffic Counting ini sama dengan jenis jalan yang digunakan untuk memeroleh BBM (jalan arteri) yang berarti jalan ini juga merupakan jalan yang dilalui masyarakat untuk memperoleh energi BBM sehingga dapat dikatakan bahwa kualitas jalan ini akan memberikan pengaruh dalam kemudahan pemrolehan energi BBM. Kualitas jalan pada lokasi Traffic Counting di Tangkuban Perahu ini terbilang cukup baik, kecuali saat weekend yang kondisinya sempat buruk pada siang hari namun kembali membaik pada sore hari. Karena kualitas jalan di lokasi ini cukup baik maka pemrolehan energi BBM disini cukup mudah. Sementara untuk lokasi Traffic Counting terkahir yaitu di Terusan Dago, kualitas tingkat pelayanan jalan terbilang sangat baik karena saat weekend dan weekdays tergolong pada kelas A yang berarti kondisi pelayanan sangat baik, arus masih stabil, kendaraan dapat berjalan dengan lancar tanpa adanya hambatan berarti baik untuk kendaraan masuk atau keluar Lembang. Namun berbeda dengan kedua jenis jalan sebelumnya yang merupakan jalan arteri yang berarti jalan yang dilalui merupakan jalan yang sama dengan lokasi SPBU (untuk memperoleh energi), lokasi Traffic Counting ini merupakan jalan alternatif dengan lebar jalan yang cukup sempit sehingga dapat diasumsikan bahwaa jalan ini bukan jalan yang selalu


113 SARPRAS //

dilalui masyarakat dalam memperoleh energi. Namun karena kualitas jalan disini sangat baik untuk weekdays dan weekend maka aksesibilitas pemrolehan eneregi BBM sangat tinggi. Namun ada perbedaan antara kualitas jalan di lokasi Traffic Counting dengan kualitas jaringan jalan hasil kuisioner. Gambar 4.71 Kualitas Jaringan Jalan 7%

4% 3% 16%

Tidak Menjawab Sangat Buruk Buruk Sedang Baik

48%

22%

Sangat Baik

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Dari 400 responden yang tersebar di 16 desa di Kecamatan Lembang, terdapat 48% responden menyatakan bahwa kualitas jaringan jalan yang menghubungkan antardesa di masing-masing desa sudah baik. Hal ini sesuai dengan Dokumen Indeks Kesulitan Geografis Kabupaten Bandung Barat 2015. Dalam dokumen tersebut dinyatakan bahwa Kecamatan Lembang memiliki tingkat IKG yang paling rendah, artinya akses dan infrastruktur di Kecamatan Lembang termasuk baik. Selain BBM, terdapat beberapa jenis modal lainnya yang digunakan untuk melihat aksesibilitas sarana penyedia energi. Diantaranya adalah LPG, listrik,dan PDAM, namun dari data tersebut diperoleh bahwa lebih dari 60% masyarakat memilih berjalan kaki untuk meraih sarana penyedia energi. Hal ini menunjukkan bahwa aksesibilitas terbilang cukup baik secara keseluruhan. Namun, perlu diingat bahwa sarana penyedia energi dalam studi kali ini tidak hanya terbatas pada sarana formal namun juga non formal (eceran).

4.1.3.2 Aktivitas Konsumsi Energi Masyarakat di Kecamatan Lembang Menurut Kapasitas dan Jumlah Sarana dan Prasarana 4.1.3.2.1 Analisis Kapasitas Sarana dan Prasarana Terhadap Konsumsi Energi di Kecamatan Lembang 1. SPBU Terdapat 2 SPBU Pertamina di Kecamatan Lembang. Penjualan kedua SPBU tersebut mencapai 31.000 l/hari. Jumlah tersebut sama dengan pasokan tiap harinya, dengan rincian Premium 20.000 l/hari, Pertamax 3.000-4.000 l/hari, Pertalite 2.500 l/hari, Solar 5.000/hari, Dex 100 l/hari. Dari data tersebut, maka dapat diketahui bahwa kedua SPBU memasok 1.860.000 liter BBM per bulan dengan asumsi satu bulan terdiri dari 30 hari. Dengan membagi jumlah pasokan BBM yang tersedia dengan jumlah penduduk di Kecamatan Lembang yaitu sebanyak 188.923 jiwa, kita dapat mengetahui kemampuan sarana dan prasarana dalam menyediakan BBM dalam satu bulan yaitu sebesar 9,84528 liter. Menurut hasil analisis yang telah dilakukan diketahui rata-rata penggunaan BBM dari 400 responden yaitu 19,63303572 liter per bulan atau 0.654434524liter/hari. Hal tersebut menunjukkan bahwa sarana dan prasarana SPBU masih belum dapat mencukupi kebutuhan BBM masyarakat Kecamatan Lembang. Gambar 4.72 Diagram Perbandingan Penggunaan dan Ketersediaan Energi BBM 25 20

Perbandingan Penggunaan dan Ketersediaan Energi BBM 21,995

15 10

9,845

5 0 Rata - rata penggunaan energi BBM Ketersediaan energi BBM oleh SPBU Perbulan oleh masyarakat Kecamatan Lembang per masyarakat per bulan

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A


114 SARPRAS //

Gambar 4.73 Diagram Preferensi Masyarakat dalam Menggunakan Sarana Prasarana Energi BBM

40% 60%

SPBU

Dari hasil pengolahan kuisioner sebanyak 305 responden yang menggunakan BBM, sebanyak 60% yang membeli BBM dari SPBU, sedangkan sebanyak 40% responden menggunakan eceran. Terdapat selisih antara pembeli SPBU dan eceran yang menandakan bahwa SPBU di Kecamatan Lembang tidak dapat melayani sebagian penduduk Lembang akan kebutuhan energi BBM.

Eceran

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Gambar 4.74 Peta Penggunaan BBM Berdasarkan Lokasi Pembelian Kecamatan Lembang

Sumber: Hasil Analisis Kuisioner, 2016

STUDIO PROSES A


115 SARPRAS //

Setelah dilakukan analisis lebih lanjut dapat dilihat dari peta penggunaan bahan bakar minyak (BBM) berdasarkan lokasi pembelian di Kecamatan Lembang.Warna merah mudah melambangkan secara umum masyarakat desa tersebut membeli BBM dari luar desa, sedangkan warna hijau muda melambangkan bahwa masyarakat daerah tersebut secara umum membeli BBM di dalam desa. Desa yang termasuk membeli BBM dari dalam desanya adalah Desa Sukajaya, Kelurahan Lembang, dan Desa Wangunharja. Hal ini dapat diartikan bahwa di desa tersebut telah tersedia fasilitas BBM yang mencukupi sehingga masyarakatnya tidak perlu pergi ke daerah lain untuk membeli BBM. Sedangkan desa-desa lainnya secara umum membeli BBM dari luar desanya, hal ini menunjukkan bahwa secara umum distribusi BBM di desa tersebut tidak merata atau tidak tersedia sesuai kebutuhan, sehingga masyarakatnya lebih memilih untuk membeli BBM dari luar desanya. Berdasarkan data, mayoritas masyarakat Kecamatan Lembang membeli BBM yang berasal dari Kelurahan Lembang meskipun hanya terdapat 2 buah SPBU yang terletak di Desa Jayagiri dan Kelurahan Lembang. Berdasarkan UU No. 21 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, melarang adanya praktik penjualan bensin eceran. Hal tersebut dipertegas lagi dalam Pasal 55 UU Migas bahwa orang yang menjual bensin secara illegal akan dihukum kurungan selama 6 tahun dan denda sebesar Rp 6 Miliar. Artinya secara hukum masyarakat mau tidak mau, harus tetap membeli BBM ke SPBU sesuai dengan peraturan berlaku. Dari sudut pandang masyarakat tentunya hal ini merupakan kerugian yang harus ditanggung oleh masyarakat saat mereka sangat tergantung pada energi BBM. 2. LPG Hiswana Migas merupakan pihak swasta sebagai agen dalam penyaluran LPG 3 kg ke masyarakat selain dari Pertamina. Hiswana Migas ini beroperasi di Kabupaten Bandung Barat dengan jumlah agen atau pemasok berjumlah 26 PT/Koperasi.

Dalam bulan Januari dan Februari 2016 tercatat penyaluran tabung LPG yang dilakukan sebanyak 908.080 tabung dan 928.720 tabung. Terkhusus untuk di Kecamatan Lembang, terdapat agen resmi pemasok bernama PT/Koperasi Khalifah Usaha Mandiri. Pasokan dari agen tersebut untuk bulan Januari 2016 sebanyak 21.760 tabung dan bulan Februari sebanyak 21.920 tabung. Adapun perhitungan pemasokan ke daerah Lembang tersebut merupakan atas permintaan dari Pertamina, jadi Hiswana Migas hanya menunggu koordinasi jumlah tabung yang akan disalurkan. Untuk rata-rata kebutuhan masyarakat Kecamatan Lembang akan LPG atau energi gas yaitu sebesar 4 sampai 5 tabung per bulan. Hal ini menunjukkan ketimpangan antara kebutuhan LPG tiap orangnya dengan jumlah ketersediaan LPG, dimana jumlah masyarakat Lembang yang sebanyak 188.923 tidak mungkin dapat terpenuhi hanya dari distributor PT/Koperasi Khalifah Usaha Mandiri. Gambar 4.75 Diagram Perbandingan Penggunaan dan Ketersediaan LPG Perbandingan Penggunaan dan Ketersediaan Energi BBM 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0

4

0,11592 Rata - rata penggunaan LPG Perbulan oleh masyarakat

Ketersediaan LPG oleh Hiswana Migas di Kecamatan Lembang per masyarakat per bulan

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Gambar 4.76 Diagram Kecukupan Pelayanan Sarana Penyedia LPG 28% Cukup Tidak Cukup 72% Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A


116 SARPRAS //

Gambar 4.77 Gudang LPG di Kecamatan Lembang

Sumber: Hasil Survey Lapangan Studio Proses A 2016

Dari 362 responden yang memakai LPG di Kecamatan Lembang, 261 responden menyatakan bahwa pelayanan sarana penyedia LPG berada dalam kondisi mencukupi, dan 101 responden menyatakan tidak mencukupi. Artinya, sarana penyedia LPG mampu memenuhi kebutuhan LPG di Kecamatan Lembang. Berdasarkan hasil wawancara, kami menemukan bahwa masyarakat membeli LPG tidak hanya dari agen-agen resmi, namun juga dari warung-warung yang ada di setiap permukiman. Jadi, terdapat supply chain panjang yang terjadi dari Pertamina hingga turun ke tangan masyarakat. Hal tersebut justru mempermudah masyarakat dalam memenuhi kebutuhan LPG.

3. Listrik (PLN) Sarana dan prasaran yang menunjang kegiatan PLN terdiri dari 235 gardu, 1 kantor pelayanan, dan 1 kantor pembayaran. Namun dalam pemenuhan data, tidak diketahui besar supply tenaga listrik yang disalurkan ke Kecamatan Lembang. Dari hasil kuisioner, seluruh masyarakat di Kecamatan Lembang menggunakan PLN sebagai kebutuhan energi mereka beraktivitas.


117 SARPRAS //

Gambar 4.78 Diagram Kecukupan Listrik

Gambar 4.79 Diagram Sumber Air Responden

7%

16% Mata Air (BPAB)

Cukup

PDAM Sumur Pompa

Tidak Cukup 93%

34%

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Dari 389 responden seluruhnya memakai energi listrik sebagai penunjang kehidupan dan kebutuhan mereka yakni sebanyak 93% merasa listrik yang tersedia telah mencukupi kebutuhan, 7% belum merasa cukup. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa listrik dari PLN telah mencukupi kebutuhan masyarakat. 4. Air Sarana dan prasarana PDAM di Kecamatan Lembang terdiri dari 50 pipa jaringan air. Namun untuk kantor pelayanan PDAM tidak diketahui secara jelas berapa jumlahnya. Dari hasil wawancara didapat pula untuk produksi airnya sebanyak 880 L/s dan didistribusikan ke masyarakat sebesar 855 L/s . Tapi untuk penjualan airnya hanya terjual 567 L/s (debit). Hal ini menandakan terdapat kelebihan distribusi air ke masyarakat daripada penjualan ke masyarakat. Adapun faktor yang menyebabkan hal tersebut karena masih banyak kawasan yang belum bisa terjangkau oleh PDAM untuk disalurkan air. Masyarakat setempat yang belum terairi PDAM melakukan tindakan pembuatan sumur dan penyaluran komunal dari mata air terdekat sehingga tidak membutuhkan PDAM untuk masalah ketersediaan air.

%38

Lainya

12% Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Dari 400 responden, sebanyak 38% responden menggunakan air dari mata air/BPAB, 12% menggunakan PDAM, 34% menggunakan sumur-pompa, dan 16% menggunakan lainnya. Mayoritas masyarakat Lembang memiliki pompa sendiri, sumur sendiri, dan mata air yang dekat dengan rumahnya. Dari hasil analisis tersebut didapatkan bahwa sarana dan prasarana yang tersedia telah mencukupi kebutuhan masyarakat dalam memperoleh energi berupa air bersih meskipun PDAM bukan menjadi satu-satunya sarana prasarana pilihan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air bersih. Gambar 4.80 Diagram Persentase Jumlah Mata Air Berdasarkan Kelurahan 11%

17%

Cibogo

6%

Suntenjaya 3%

11%

9%

Wangunharja Cikole Sukajaya Cikahuripan Kayuambon

23%

20%

Cikidang

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A


118 SARPRAS //

Gambar 4.81 Diagram Kecukupan Sarana Prasarana Air Bersih

32% Cukup Tidak Cukup 68% Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Gambar 4.82 Diagram Persentase Jumlah Mata Air Berdasarkan Kepemilikan 8% 3% 3%

Individu Perhutani PDAM Bdg 46%

49%

Sesimpol Tidak Diketahui

Sumber : Hasil Analisis Studio Proses A

Berdasarkan diagram diatas, rata-rata masyarakat kelurahan di Kecamatan Lembang menggunakan air sumur dan BPAB sebagai penyedia air. Hal ini dapat terjadi karena faktor letak mata air dan tingkat kesulitan geografi. Pertama, berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa kepemilikan air terbanyak dimiliki oleh individu, yaitu sebesar 46%. Sementara, PDAM hanya memiliki satu mata air di Cikole, sehingga tidak bisa memenuhi seluruh kebutuhan air masyarakat Lembang. Selain itu, Desa Sukajaya memiliki jumlah mata air terbanyak yang dimiliki oleh individu dan perhutani.Sehingga, kebanyakan masyarakat menggunakan BPAB untuk memenuhi airnya. Kelurahan Lembang tidak memiliki mata air.

Namun, untuk memenuhi kebutuhan air digunakan air sumur untuk memenuhi kebutuhan airnya. 5.Biogas (PT. Cipta Tani Lestari) PT Cipta Tani Lestari merupakan salah satu perusahan di Kecamatan Lembang yang bergerak dalam penyediaan sarana dan prasaran biogas. Untuk produksi dari instalasi biogas dibuat tergantung pemesanan (2-3 unit per hari pada awal tahun, sedangkan 5-6 unit pada pertengahan tahun). Penggunaan biogas oleh masyarakat di Kecamatan Lembang masih sangat sedikit. Hanya masyarakat yang memiliki peternakan sapi saja yang mampu menggunakan instalasi ini. Untuk besar energi yang dihasilkan dari instalasi ini tidak diketahui secara pasti. Berdasarkan peta persebaran biogas tersebut, terdapat 4 intalasi biogas di Kecamatan Lembang yang letaknya juga saling berjauhan. Hal ini menandakan bahwa kapasitas energi biogas ini tidak memenuhi kebutuhan akan energi masyarakat.Padahal biogas ini merupakan salah satu energi alternatif yang dapat digunakan masyarakat untuk dapat mengurangi ketergantungan pemakaian energi tidak terbarukan dari masyarakat. Sehingga energi biogas ini kurang memberikan dampak yang baik bagi pemenuhan kebutuhan energi masyarakat.


119 SARPRAS //

Gambar 4.83 Peta Letak Biogas Kecamatan Lembang

Sumber: Hasil Analisis Kuisioner, 2016

4.1.3.2.2 Kapasitas (Jumlah Ketersediaan Untuk Satu Sarana dan Prasarana) Dalam Memenuhi Konsumsi Energi Masyarakat Menurut hasil analisis yang telah dilakukan diketahui rata-rata penggunaan BBM dari 400 responden yaitu 19,63303572 liter per bulan atau 0.654434524liter/hari, sedangkan ketersediaan BBM pada setiap SPBU di Kecamatan Lembang sebanyak 31.000 liter. Apabila dilakukan perhitungan matematis didapatkan bahwa jumlah penyediaan BBM di Kecamatan Lembang sebesar 9,845281liter per orang. Hal tersebut menunjukkan bahwa sarana dan prasarana SPBU masih belum dapat mencukupi kebutuhan BBM masyarakat Kecamatan Lembang.

Untuk rata-rata kebutuhan masyarakat Kecamatan Lembang akan LPG atau energi gas yaitu sebesar 4 sampai 5 tabung per bulan. Sedangkan menurut data dari Hiswana Migas yang merupakan distributor resmi LPG, jumlah LPG yang disalurkan di Kecamatan Lembang hanya sebesar 21.900 tabung per bulan Februari 2016. Hal ini menunjukkan ketimpangan antara kebutuhan LPG tiap orangnya dengan jumlah ketersediaan LPG, dimana jumlah masyarakat Lembang yang sebanyak 188.923 tidak mungkin dapat terpenuhi hanya dari distributor PT/Koperasi Khalifah Usaha Mandiri. Dari kondisi tersebut muncul lah beberapa sarana dan prasarana informal pemasok LPG selain dari PT/Koperasi Khalifah Usaha Mandiri, baik dari dalam Kecamatan Lembang atau pun dari luar Kecamatan Lembang.


120 SARPRAS //

Dari 389 responden seluruhnya memakai energi listrik sebagai penunjang kehidupan dan kebutuhan mereka yakni sebanyak 93% merasa listrik yang tersedia telah mencukupi kebutuhan, 7% belum merasa cukup. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa listrik dari PLN telah mencukupi kebutuhan masyarakat. Berdasarkan hasil analisis yang telah dipaparkan diatas bahwa penggunaan air di masyarakat Kecamatan Lembang hanya 38% responden menggunakan air dari mata air/BPAB, 12% menggunakan PDAM, 34% menggunakan sumur-pompa, dan 16% menggunakan lainnya. Jadi didapat untuk penggunaan sarana prasarana formal sebanyak 12% sedangkan 88% menggunakan sarana prasarana informal. Sehingga untuk besar penggunaan air perbulan masyarakat Lembang tidak diketahui secara jelas.

Namun untuk pemenuhan kebutuhan air masyarakat semuanya terpenuhi dengan baik. Bahkan jika tidak ada sarana prasarana resmi seperti PDAM, masyarakat akan tetap terpenuhi kebutuhannya. Energi biogas di Kecamatan Lembang tidak sepenuhnya digunakan oleh masyarakat sebagai pemenuhan energi.Biogas bahkan terkesan hanya dipakai bagi masyarakat yang memiliki peternakan sapidan tidak untuk masyarakat umum. Dari segi energinya, biogas tidak diketahui sebesar apa energi yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.


FISLING//

EKWILKOT Pada Bagian Ini Akan Dijelaskan Mengenai - Karakteristik Ekonomi Wilayah - Pengaruh Tingkat Pendapatan Masyarakat Terhadap Besarnya Biaya Konsumsi Energi

$

STUDIO PROSES A


122 EKWILKOT //

4.1.4 ANALISIS ASPEK EKONOMI WILAYAH 4.1.4.1 Karakteristik Ekonomi Wilayah 4.1.4.1.1 Karakteristik Ekonomi Kabupaten Bandung Barat Karakteristik perekonomian Kabupaten Bandung Barat dapat tergambarkan dari salah satu indikator makro, yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bandung Barat. Pembentukan PDRB ini mencerminkan kemampuan dan potensi ekonomi di Kabupaten Bandung Barat. 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bandung Barat Menurut Arsyad (2010), pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses, yaitu proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara daerah dengan sektor swasta. Pembangunan ekonomi juga merupakan suatu usaha peningkatan produktifitas melalui proses produksi dengan cara pemanfaatan sumberdaya potensial yang dimiliki oleh daerah baik sumberdaya alam, maupun sumberdaya ekonominya secara optimal guna meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Salah satu indikator ekonomi yang dapat digunakan untuk mengetahui perkembangan pembangunan ekonomi suatu daerah adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Menurut Tarigan (2004), PDRB dapat dibedakan atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan berdasarkan harga-harga tahun berjalan. PDRB atas harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan berdasarkan harga tahun dasar.

Tabel 4.12 PDRB Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013 - 2015 (Juta Rupiah) Uraian

2013

2014

2015

(1)

(4)

(5)

(6)

PDRB Berlaku

19.35

21.72

24.68

PDRB Konstan

8.50 9

.01

9.55

Sumber: Data Makro Ekonomi Bandung Barat Tahun 2015

Berdasarkan tabel 5.1. di atas, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2015 atas dasar harga berlaku mencapai Rp 24,68 juta rupiah sedangkan PDRB atas dasar harga konstan tercatat sebesar Rp 9,55 juta rupiah. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, PDRB atas dasar harga berlaku mengalami kenaikan sebesar Rp 2,96 juta rupiah dari Rp 21,72 juta rupiah atau meningkat sebesar 13,62 % dari tahun sebelumnya. Begitu pula dengan PDRB atas dasar harga konstan yang mengalami kenaikan sebesar Rp 0,54 juta rupiah dari Rp 9,01 juta rupiah atau meningkat sebesar 5,99 % dari tahun sebelumnya. Berikut ini juga akan diuraikan kinerja PDRB Kecamatan se-Kabupaten Bandung Barat berdasarkan perbandingan indikator-indikator pokok masing-masing daerah terhadap daerah lainnya di Kabupaten Bandung Barat. Gambar 4.84 Grafik PDRB Harga Berlaku Menurut Kecamatan di Kabupaten Bandung Barat (Juta Rupiah)

Sumber: Data Makro Ekonomi Bandung Barat Tahun 2015


123 EKWILKOT //

Berdasarkan grafik di atas, terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi per kecamatan di Kabupaten Bandung Barat meningkat setiap tahunnya. Kecamatan Padalarang menghasilkan nilai PDRB atas dasar harga berlaku tertinggi di Kabupaten Bandung Barat, dengan perolehan pada tahun 2015 mencapai 6.733.318,96 juta rupiah. Kemudian diikuti oleh Kecamatan Lembang dengan perolehan pada tahun 2015 mencapai 3.822.657,95 juta rupiah dan Kecamatan Batujajar dengan perolehan pada tahun 2015 mencapai 2.970.708,28 juta rupiah.

Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi pada ketiga kecamatan tersebut memang cukup variatif dan berkembang. Kegiatan industri yang menopang perekonomian khususnya di Kecamatan Padalarang dan Batujajar memberikan kontribusi yang sangat nyata. Sedangkan Kecamatan Lembang selain didukung oleh sektor pertanian, sektor perdagangan/hotel/restoran juga menjadi mesin perekonomian di kecamatan ini. Perolehan nilai PDRB akan diuraikan pada tabel berikut ini.

Tabel 4.13 PDRB Harga Berlaku Menurut Kecamatan di Kabupaten Bandung Barat (Juta Rp) Kecamatan -1 Rongga Gununghalu Sindangkerta Cililin Cihampelas Cipongkor Batujajar2 Saguling Cipatat1 Padalarang Ngamprah Parongpong Lembang3 Cisarua Cikalongwetan1 Cipeundeuy

2013 -2 583,172.74 958,788.711 684,039.69 906,567.701 981,313.321 914,645.271 ,443,278.812 390,838.32 ,513,126.541 5,510,051.226 1,949,111.132 1,419,076.431 ,061,961.753 713,956.83 ,702,510.621 942,804.201

2014 -3 646,935.34 ,065,584.271 757,586.67 ,009,282.981 ,089,811.051 ,012,610.391 ,697,319.052 434,223.29 ,678,755.541 ,105,160.846 ,183,118.072 ,593,115.631 ,443,701.673 799,150.90 ,876,409.752 ,044,368.681

2015 -4 706,459.33 ,168,491.27 824,942.84 ,101,354.26 ,193,396.23 ,102,515.68 ,970,708.28 474,336.66 ,834,520.11 ,733,318.97 ,413,976.33 ,770,920.99 ,822,657.95 875,121.64 ,056,857.26 ,142,156.10

Sumber: Data Makro Ekonomi Bandung Barat Tahun 2015

STUDIO PROSES A


124 EKWILKOT //

Gambar 4.85 Toko Klontong di Kecamatan Lembang

Sumber: Hasil Survey Lapangan Studio Proses A 2016

Gambar 4.86 Grafik Persentase Kontribusi PDRB per Kecamatan di Kabupaten Bandung Barat Rongga Cipendeuy 2% Gunung Cikalongwetan 4% halu 4% Sindang 7% kerta 3% Cisarua Cililin 3% 4% Cihampelas 4% Cipongkor Lembang 4% 13% Batujajar 10% Parompong 6%

Saguling 2% Cipatat 6%

Ngamprah 8% Padalarang 22%

Sumber: Hasil Analisis Studio Proses A 2016


125 EKWILKOT //

Pada grafik di atas terlihat bahwa PDRB terbesar berasal dari Kecamatan Padalarang yaitu sebesar 22 %. Kemudian diikuti oleh Kecamatan Lembang yaitu sebesar 13 % dan kemudian oleh Kecamatan Batujajar sebesar 10 %. Dalam hal ini, Kecamatan Lembang termasuk kecamatan yang memberikan kontribusi terbesar bagi Kabupaten Bandung Barat.

Gambar 4.88 Grafik Urutan PDRB Berdasarkan Kota/Kabupaten di Jawa Barat Tahun 2013

Gambar 4.87 Grafik PDRB per kapita Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013 – 2015

Sumber: Hasil Analisis Studio Proses A 2016

PDRB per kapita Kabupaten Bandung Barat tahun 2013 – 2015 selalu mengalami peningkatan. Hal ini sebagai indikator bahwa perekonomian masyarakat di Kabupaten Bandung Barat mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada Provinsi Jawa Barat, PDRB Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2013 menempati peringkat ke-15 dari 27 kota/kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Barat. Hal ini mengindikasikan bahwa perekonomian Kabupaten Bandung Barat berada pada tingkat pertengahan. Hal ini terjadi mengingat bahwa Kabupaten Bandung Barat merupakan suatu wilayah transisi yang sedang mengalami perkembangan dan belum dapat menyaingi perekonomian kabupaten/kota yang telah terlebih dahulu berkembang.

Sumber: Hasil Analisis Studio Proses A 2016

2. Struktur Ekonomi Kabupaten Bandung Barat Struktur perekonomian di suatu wilayah dapat menggambarkan kontribusi dari masing-masing sektor. Sektor-sektor yang memiliki kontribusi besar menggambarkan tingginya potensi dari sektor tersebut dalam perekonomian, sedangkan sektor-sektor yang mempunyai kontribusi yang kecil menggambarkan bahwa sektor-sektor tersebut kurang berpotensi terhadap perekonomian wilayah tersebut. Semakin besar peranan suatu sektor dalam perekonomian, dapat dikatakan bahwa sektor tersebut sebagai engine growth atau mesin pertumbuhan ekonomi daerah.


126 EKWILKOT //

Gambar 4.89 Grafik Distribusi PDRB Harga Berlaku Menurut Kecamatan di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013

Sumber: Data Makro Ekonomi Bandung Barat Tahun 2015

Berdasarkan grafik di atas, secara makro tampak bahwa sampai tahun 2015, sektor industri pengolahan merupakan sektor dominan terhadap perekonomian Kabupaten Bandung Barat. Kecamatan Lembang yang pada dasarnya memberikan kontribusi kedua dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung Barat memiliki struktur perekonomian yang relatif lebih merata. Kecamatan ini memiliki kekuatan ekonomi baik pada sektor pertanian, industri, perdagangan, hotel dan restoran maupun jasa-jasa. 4.1.4.1.2 Karakteristik Ekonomi Kecamatan Lembang Karakteristik perekonomian Kecamatan Lembang dapat tergambarkan dari salah satu indikator makro, yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kecamatan Lembang. Pembentukan PDRB ini mencerminkan kemampuan dan potensi ekonomi di Kecamatan Lembang. Adapun untuk menggambarkan karakteristik perekonomian Kecamatan Lembang berdasarkan indikator mikro, digunakan persentase pendapatan masyarakat di Kecamatan Lembang untuk mengukur sejauh mana tingkat kesejahteraan masyarakat.

1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kecamatan Lembang Berdasarkan tabel 1.3. di bawah, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kecamatan Lembang pada tahun 2015 atas dasar harga berlaku mencapai Rp 3,82 juta rupiah sedangkan PDRB atas dasar harga konstan tercatat sebesar Rp 1,26 juta rupiah. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, PDRB atas dasar harga berlaku mengalami kenaikan sebesar Rp 0,38 juta rupiah dari Rp 3,44 juta rupiah atau meningkat sebesar 11,04 % dari tahun sebelumnya. Begitu pula dengan PDRB atas dasar harga konstan yang mengalami kenaikan sebesar Rp 0,07 juta rupiah dari Rp 1,19 juta rupiah atau meningkat sebesar 5,88 % dari tahun sebelumnya. Tabel 4.14 PDRB Kecamatan Lembang Tahun 2013 - 2015 (Juta Rupiah) Uraian

2013

2014

2015

(1)

(4)

(5)

(6)

PDRB Berlaku

19.35

21.72

24.68

PDRB Konstan

8.50 9

.01

9.55

Sumber: Data Makro Ekonomi Bandung Barat Tahun 2015

Gambar 4.90 Grafik PDRB per kapita Kecamatan Lembang tahun 2013 - 2015

Sumber: Data Makro Ekonomi Bandung Barat Tahun 2015


127 EKWILKOT //

Grafik di atas menunjukkan bahwa PDRB per kapita Kecamatan Lembang tahun 2013 – 2015 selalu mengalami peningkatan. Hal ini sebagai indikator bahwa perekonomian masyarakat di Kabupaten Bandung Barat mengalami peningkatan setiap tahunnya. Gambar 4.91 Grafik Kontribusi Sektoral PDRB Kecamatan Lembang Tahun 2015

Tabel 4.15 Hasil Analisis Tipologi Klassen

7%

21%

3%

gi<g

SEKTOR

SEKTOR

PRIMA i.

Pengangkutan dan

BERKEMBANG i.

Komunikasi;

Pertanian;

gi = 3.217415754

Listrik, Gas dan Air bersih

gi = 5.634137405

g

Bangunan/Konstruksi

g

si = 14.47664902

Perdagangan, Hotel dan Restoran

si = 6.960806159 s

Pengangkutan dan Komunikasi ii.

Jasa - Jasa

= 11.18227996 Listrik, gas, dan air bersih;

Persewaan, dan

gi = 5.170845963

Jasa Perusahaan;

g

= 8.721644979

gi = 6.569858214

si = 7.238949448

g

s

= 6.3541289

= 7.228894643

si = 3.517892397

Pada grafik di atas terlihat bahwa kontribusi PDRB terbesar di Kecamatan Lembang pada tahun 2015 diberikan oleh sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran yaitu sebesar 28 %. Kemudian diikuti oleh sektor Industri Pengolahan yaitu sebesar 21 % dan kemudian oleh sektor Pertanian sebesar 18 %.

2.1Analisis Tipologi Klassen Tipologi Klassen mendasarkan pengelompokan setiap sektor dengan cara membandingkan pertumbuhan ekonomi Kecamatan Lembang dengan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bandung Barat dan membandingkan pangsa sektor-sektor tersebut dengan nilai rata-ratanya di Kabupaten Bandung Barat. Hasil analisis Tipologi Klassen akan menunjukkan posisi pertumbuhan sektor-sektor tersebut sebagai pembentuk

s

= 5.012736488

= 5.448248651 Keuangan,

si>=s

Sumber: Data Makro Ekonomi Bandung Barat Tahun 2015

2. Struktur Ekonomi Kecamatan Lembang Alat analisis ekonomi daerah yang digunakan untuk menganalisis ekonomi Kecamatan Lembang adalah analisis Tipologi Klassen dan analisis Shift Share.

= 4.705861186

ii.

Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 6%

gi>=g

Industri Pegolahan

3%

28%

Pertumbuhan Sektoral

Kontribusi Sektoral

Pertanian

18%

14%

variabel regional Kecamatan Lembang. Analisisnya diinterpretasikan melalui empat kuadran Tipologi Klassen yaitu sebagai berikut:

s

= 2.901079562

iii.

Perdagangan, Hotel, dan Restoran;

iii.

gi = 8.433615995

Jasa-j asa

gi = 8.037133637

g

g

si = 27.93511646

= 5.326159403

s

si = 14.13055641 s

SEKTOR

POTENSIAL i.

= 20.60508262

= 6.137453903 SEKTOR

si<s

= 8.758060383

Industri Pengolahan;

gi = 4.567371972

TERBELAKANG ii.

Pertambangan dan Penggalian; gi = -1.586075523

Sumber: Hasil Analisis Studio Proses A 2016

Hasil tabel di atas merupakan hasil perhitungan dimana: gi = pertumbuhan sektor Kecamatan Lembang g = pertumbuhan sektor Kabupaten Bandung Barat si = kontribusi sektor Kecamatan Lembang s = kontribusi sektor Kabupaten Bandung Barat


128 EKWILKOT //

Dari tabel tersebut terlihat bahwa sektor yang dapat dikategorikan sebagai sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (Kuadran I) adalah sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; serta sektor jasa-jasa. Dengan kata lain, di Kecamatan Lembang, sektor-sektor ini memiliki kinerja laju pertumbuhan ekonomi dan pangsa yang lebih besar dibandingkan keadaan Kabupatennya Bandung Barat secara keseluruhan.

Sektor dalam Kuadran III ini dapat diartikan sebagai sektor yang sedang booming. Meskipun pangsa pasar daerahnya relatif lebih kecil dibandingkan rata-rata Kabupaten Bandung Barat. Dalam konteks tipologi Klassen ini juga terlihat bahwa beberapa sektor di Kecamatan Lembang ini ternyata tergolong sebagai sektor yang relatif tertinggal (Kuadran IV) yaitu sektor pertambangan dan penggalian; dan sektor bangunan/ konstruksi. Hal ini terlihat dari nilai pertumbuhan PDRBnya yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB Kabupaten Bandung Barat dan sekaligus memiliki kontribusi terhadap PDRB yang lebih kecil dibandingkan nilai kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB Kecamatan Lembang.

Selanjutnya, sektor terkategori sebagai sektor yang maju tapi tertekan (Kuadran II) adalah sektor pertanian; sektor listrik, gas dan air bersih; serta sektor perdagangan,hotel dan restoran. Sektor-sektor ini memiliki PDRB yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB Kabupaten Bandung Barat, tetapi memiliki kontribusi terhadap PDRB Kecamatan Lembang yang lebih besar dibandingkan kontribusi nilai sektor tersebut terhadap PDRB Kabupaten.

2.2 Analisis Shift Share Analisis Shift Share juga digunakan untuk menganalisis ekonomi regional Kecamatan Lembang. Analisis Shift Share digunakan untuk menganalisis dan mengetahui pergeseran dan peranan perekonomian di daerah. Metode ini dipakai untuk mengamati struktur perekonomian dan pergeserannya dengan cara menekankan pertumbuhan sektor di daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang sama pada tingkat daerah yang lebih tinggi atau nasional.

Analisis tipologi Klassen juga menemukan bahwa di Kecamatan Lembang terdapat banyak sektor yang terkategori sebagai sektor potensial atau masih dapat berkembang dengan pesat (Kuadran III), yaitu sektor industri pengolahan.

Tabel 4.16 Alat Analisis Shift Share

Sektor Pertanian

PDRB KBB

PDRB LEMBANG

2013

2015

2013

2015

2,306,305.1

2,579,016.30

558,682.87

680,032.91

77,789.10

84,491.60

456.32

494.77

8,196,316.10

9,070,522.30

699,167.91

825,470.89

1,195,718.90

1,362,523.70

181,903.46

218,155.38

Pertambangan dan penggalia n Industri pengolaha n istri , as, dan air bersih angunan


dan

129

penggalia n

77,789.10

84,491.60

456.32

494.77

8,196,316.10

9,070,522.30

699,167.91

825,470.89

1,195,718.90

1,362,523.70

181,903.46

218,155.38

512,056.00

612,842.70

78,533.57

104,046.81

3,956,799.50

4,608,653.60

821,069.88

1,072,610.48

1,262,796.80

1,331,880.50

220,869.82

273,784.29

533,566.20

595,488.10

89,099.62

116,112.10

1,313,656

1,475,799.30

412,178.29

531,950.32

19,354,913.1

24,675,243.3

3,061,961.74

3,822,657.95

EKWILKOTIndustri // pengolaha n istri , as, dan air bersih angunan onstru s i Perdagangan, otel, dan estoran Pengang utan dan omuni asi euangan, Perse aa n, dan asa Perusahaa n asa asa otal

Sumber: Data Makro Ekonomi Bandung Barat Tahun 2015

Tabel 4.17 Hasil Analisis Shift Share Sektor PertanianPertambangan dan penggalianIndustri pengolahanListrik, Gas, dan Air BersihBangunan/ Konstruksi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasaTotal-

Proportional Shift 0.098961442 0.131044918 0.110548946 0.077705692 -0.02037988 -0.052464608 -0.162500474 -0.101154485 0.093778335 0.848538781

Sumber: Data Makro Ekonomi Bandung Barat Tahun 2015

Differential Shift 0.098961442 - 0.001901412 0.073989135 0.059790402 0.128043003 0.141614348 0.18486621 0.187118772 0.167154022 1.039.635.922


130 EKWILKOT //

Hasil analisis Proportional Shiftmenunjukkan pergeseran sectoral, yaitu bagaimana pergeseran sektoral dibanding ekonomi secara keseluruhan. Dalam hal ini kita melihat bagaimana pertumbuhan nilai tambah bruto suatu sektor di Kecamatan Lembang dibandingkan dengan total sektor di Kecamatan Lembang. Bila nilainya positif artinya pertumbuhan sektor tersebut lebih tinggi dibandingkan total sektor di Kecamatan Lembang. Bila nilainya negatif artinya pertumbuhan sektor tersebut lebih rendah dibandingkan total sektor di Kecamatan Lembang. Berdasarkan Tabel 1.6. di atas, pertumbuhan seluruh sektor yang ada di Kecamatan Lembang tergolong lebih rendah dibandingkan total sektor di Kecamatan Lembang. Hal ini dikarenakan Kecamatan Lembang masih termasuk wilayah transisi yang sedang berkembang untuk meningkatkan pertumbuhan setiap sektornya. Adapun hasil analisis Differential Shift menunjukkan pergeseran ekonomi lokal, yaitu seberapa besar pertumbuhan suatu sektor pada ekonomi lokal dibandingkan dengan pertumbuhan sektor tersebut pada wilayah yang lebih tinggi. Bila nilainya positif artinya pertumbuhan sektor tersebut pada Kecamatan Lembang lebih tinggi dibanding pertumbuhan sektor tersebut pada Kabupaten Bandung Barat. Bila nilainya negatif artinya pertumbuhan sektor tersebut di Kecamatan Lembang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan sektor tersebut di Kabupaten Bandung Barat. Berdasarkan Tabel 1.6. di atas, sektor yang bernilai positif adalah sektor Pertanian; Industri Pengolahan; Listrik, Gas dan Air Bersih; Bangunan/Konstruksi; Perdagangan, Hotel dan Restoran; Pengangkutan dan Komunikasi; Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Lain; serta sektor jasa-jasa lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa sektor-sektor yang ada di Kecamatan Lembang sudah mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dibanding pertumbuhan sektor-sektor tersebut di Kabupaten Bandung Barat. Namun sektor Pertambangan dan Penggalian mengalami pertumbuhan yang lebih rendah dibanding pertumbuhannya di Kabupaten Bandung Barat.

Apabila kita tinjau dari data Badan Pusat Statistik, Kecamatan Lembang menempati urutan keenam dalam memberikan kontribusi Pertanian di Kabupaten Bandung Barat dengan sumber penghasilan masyarakat didominasi oleh sektor Pertanian. Dalam sektor Industri Pengolahan, Kecamatan Lembang sudah mengalami pertumbuhan ditandai dengan banyaknya industri yang semakin berkembang seperti industri peternakan, industri pengolahan susu sapi, dan lain-lain. Sementara untuk sektor Listrik, Gas dan Air Bersih di Kecamatan Lembang memang sudah cukup mengalami pertumbuhan, ditandai dengan distribusi listrik PLN yang sudah mencakup seluruh wilayah Kecamatan Lembang, masyarakat yang sudah didominasi oleh pemakaian gas, serta sumber air yang cukup berlimpah bagi masyarakat di wilayah ini. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran yang meningkat juga mengindikasikan peningkatan kepariwisataan di Kecamatan Lembang. Peningkatan kepariwisataan ini didukung oleh pertumbuhan sektor-sektor seperti bangunan/ konstruksi, sektor pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan lainnya, serta jasa-jasa lainnya. Pertumbuhan sektor-sektor tersebut secara signifikan menunjukkan bahwa Kecamatan Lembang sedang mengalami proses perkembangan wilayah. Sedangkan sektor pertambangan dan penggalian yang mengalami pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan Kabupaten Bandung Barat dikarenakan Kecamatan Lembang tdak memiliki potensi pertambangan dan penggalian. Apabila nilai Proportional Shift dan Differential Shift positif maka sektor yang bersangkutan dalam perekonomian daerah menempati posisi yang baik untuk daerah yang bersangkutan. Sebaliknya, bila nilainya negatif maka perekonomian daerah sektor tersebut masih dapat diperbaiki (Harry Richardson, 1978). Adapun sektor-sektor yang memiliki nilai positif pada Differential Shift berarti bahwa sektor tersebut terkonsentrasi di daerah dan mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan daerah lainnya. Sebaliknya apabila bernilai negatif maka tingkat pertumbuhan sektor tersebut relatif lamban.


131 EKWILKOT //

3. Kondisi Ekonomi Masyarakat Kecamatan Lembang Akan dijelaskan dengan mengelompokkan pendapatan masyarakat di Kecamatan Lembang. Analisis pendapatan masyarakat ini digunakan untuk melihat sejauh mana tingkat kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Lembang. Gambar 4.92 Persentase Pendapatan Masyarakat di Kecamatan Lembang 8%

5%

20%

< 1 Juta 1 - 3 Juta 3 - 6 Juta > 6 Juta 67% Sumber: Hasil Analisis Studio Proses A 2016

Berdasarkan grafik di atas, persentase pendapatan masyarakat di Kecamatan Lembang dibagi dalm empat kategori. Persentase pendapatan masyarakat di Kecamatan Lembang didominasi oleh rentang 1 sampai 3 juta rupiah per bulannya, yaitu sekitar 67 persen. Kemudian diikuti oleh rentang 3 sampai 6 juta rupiah, yaitu sekitar 20 persen. Pendapatan dengan rentang lebih dari 6 juta rupiah sekitar 8 persen. Sementara persentase pendapatan di bawah 1 juta rupiah hanya berkisar 5 persen. Apabila kita tinjau melalui tabel Upah Minimum Regional Kota/Kabupaten (UMK) di Provinsi Jawa Barat berdasarkan Surat Keputusan atau SK Gubernur Jawa Barat 2016 Nomor: 561/Kep.1322-Bangsos/2015 mengenai Upah Minimum Kabupaten atau Kota di seluruh daerah Provinsi Jawa Barat tahun 2016, kondisi perekonomian Kecamatan Lembang sudah tergolong cukup baik. Hal ini dapat kita bandingkan melalui tabel UMK Provinsi Jawa Barat berikut ini.

Tabel 4.18 UMK Provinsi Jawa Barat 2016 NO 1K 2K 3K 4K 5K 6K 7K 8K 9K 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

KABUPATEN/KOTA OTA BANJAR ABUPATEN CIANJUR ABUPATEN CIREBON OTA CIREBONR OTA SUKABUMI OTA TASIKMALAYAR ABUPATEN BEKASIR ABUPATEN KUNINGAN ABUPATEN GARUT KABUPATEN MAJALENGKA KOTA BANDUNG KABUPATEN BOGOR KABUPATEN TASIKMALAYAR KABUPATEN CIAMIS KABUPATEN PANGANDARANR KABUPATEN INDRAMAYUR KABUPATEN BANDUNG KABUPATEN BANDUNG BARATR KABUPATEN SUMEDANG KOTA CIMAHIR KOTA DEPOK KOTA BOGOR KABUPATEN SUKABUMI KOTA BEKASIR KABUPATEN KARAWANG KABUPATEN PURWAKARTAR KABUPATEN SUBANG

BESARAN Rp1.327.965,00 Rp1.837.520,00 Rp1.592.220,00 p1.608.945,00 Rp1.834.175,00 p1.641.280,00 p3.261.375,00 Rp1.364.760,00 Rp1.421.625,00 Rp1.409.360,00 Rp2.626.940,00 Rp2.960.325,00 p1.632.360,00 Rp1.363.319,00 p1.321.620,00 p1.665.810,00 Rp2.275.715,00 p2.280.175,00 Rp2.275.715,00 p2.275.715,00 Rp3.016.180,00 Rp3.022.765,00 Rp2.195.435,00 p3.327.160,00 Rp3.330.505,00 p2.927.990,00 Rp2.149.720,00

Sumber: SK Gubernur Jawa Barat 2016

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa Upah Minimum Kabupaten Bandung Barat adalah Rp 2.280.175,00. Sementara persentase pendapatan masyarakat Kecamatan Lembang dengan pendapatan Rp 1 – 3 juta berkisar 67%, pendapatan Rp 3 – 6 juta berkisar 20%, dan pendapatan > Rp 6 juta berkisar 8%. Sementara masyarakat dengan pendapatan < Rp 1 juta hanya berkisar 5%. Hal ini menunjukkan bahwa persentase pendapatan masyarakat Kecamatan Lembang berdasarkan UMK Kabupaten Bandung Barat cukup baik. Hal ini dibuktikan oleh persentase pendapatan masyarakat Kecamatan Lembang yang mencapai UMK dan berada di atas UMK sudah lebih besar dibandingkan dengan persentase pendapatan yang berada di bawah UMK Kabupaten Bandung Barat.


132 EKWILKOT //

Gambar 4.93 Kegiatan Ekonomi Masyarakat di Pasar Lembang

Sumber: Hasil Survey Lapangan Studio Proses A 2016

4. Keterkaitan Pertumbuhan PDRB Kecamatan Lembang Terhadap Intensitas Konsumsi Energi Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikator atau ukuran terbaik dari kinerja perekonomian. Menurut Sukirno (1995), pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan produksi barang dan jasa dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Peningkatan ini disebabkan karena faktor-faktor produksi akan selalu mengalami pertambahan dalam jumlah dan kualitasnya. Energi sebagai salah satu bagian dari sumberdaya memiliki peran yang sangat penting bagi penggerak pembangunan ekonomi baik dalam aktivitas produksi, distribusi, hingga konsumsi.

Stern (2003) mengungkapkan bahwa pemakaian atau konsumsi energi merupakan sarana untuk menggerakkan perekonomian serta menjadi sarana akumulasi modal pembangunan baik bersifat komplementer ataupun substitusi dalam menghasilkan output-output dalam perekonomian. Dapat dikatakan dalam istilah lain bahwa energi merupakan sumberdaya input yang menopang dan menaikkan input-input lainnya untuk melewati berbagai macam proses yang menghasilkan output.

STUDIO PROSES A


133 EKWILKOT //

Menurut Yusgiantoro (2000), di Indonesia peranan energi terhadap perekonomian sangatlah besar. Selain penerimaan pemerintah, penerimaan dari ekspor, dan neraca pembayaran, komponen mikro lain yang sangat mempengaruhi pembangunan ekonomi adalah konsumsi energi secara nasional. Meningkatnya penggunaan energi mendorong peningkatan ekonomi suatu wilayah. Implikasi penelitian beliau menunjukkan bahwa konsumsi energi di Indonesia sebagai faktor produksi telah menunjukkan diminishing return sehingga diperlukan kebijakan yang tepat yaitu mempengaruhi sisi permintaan energi berupa efisiensi energi. Berdasarkan hasil analisis melalui indikator ekonomi wilayah, peningkatan pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan oleh pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kecamatan Lembangpada tahun 2015 atas dasar harga berlaku mencapai Rp 3,82 juta rupiah sedangkan PDRB atas dasar harga konstan tercatat sebesar Rp 1,26 juta rupiah. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, PDRB atas dasar harga berlaku mengalami kenaikan sebesar Rp 0,38 juta rupiah dari Rp 3,44 juta rupiah atau meningkat sebesar 11,04 % dari tahun sebelumnya. Begitu pula dengan PDRB atas dasar harga konstan yang mengalami kenaikan sebesar Rp 0,07 juta rupiah dari Rp 1,19 juta rupiah atau meningkat sebesar 5,88 % dari tahun sebelumnya. Berdasarkan analisis Outlook Energi Indonesia 2015oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, adanya skenario pertumbuhan ekonomi, diperkirakan terdapat kecenderungan peningkatan konsumsi energi. Hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi dapat menggambarkan peningkatan intensitas energi yang diperlukan untuk menghasilkan produktifitas ekonomi di Kecamatan Lembang. Apabila pertumbuhan ekonomi naik, maka konsumsi energi juga akan ikut naik.

Kenaikan pertumbuhan PDRB Kecamatan Lembang menjadi indikator naiknya intensitas energi karena kecenderungan naiknya permintaan energi untuk menggerakkan aktivitas-aktivitas setiap sektor, dimana energi digunakan sebagai sumberdaya bagi sektor-sektor tersebut. Apabila kita tinjau melalui Grafik Peningkatan Sektoral PDRB di Kecamatan Lembang, kita dapat melihat bahwa sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran mengalami pertumbuhan yang sangat sigifikan. Ini dapat diungkapkan dengan analisis perkembangan wilayah dimana Kecamatan Lembang sedang bergerak menuju daerah yang berbasis kepariwisataan. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebagai daya dukung pariwisata di wilayah ini, memiliki intensitas yang tinggi terhadap konsumsi energi. Begitu juga halnya dengan sektor Industri Pengolahan dan kemudian diikuti oleh sektor Pertanian, dan Jasa-jasa lainnya. Gambar 4.94 Grafik Peningkatan Sektoral PDRB Berlaku di Kecamatan Lembang

Sumber: Hasil Analisis Studio Proses A 2016


134 EKWILKOT //

Dengan demikian, adanya perubahan pertumbuhan PDRB berpengaruh pada peningkatan intensitas energi di Kecamatan Lembang. Semakin meningkat pertumbuhan PDRB dan pertumbuhan sectoral terhadap PDRB, maka intensitas energi di Kecamatan Lembang juga ikut meningkat. 4.1.4.2 Pengaruh Tingkat Pendapatan Masyarakat Terhadap Besarnya Biaya Konsumsi Energi Berdasarkan hasil pengolahan statistik berupa analisis regresi yang menghasilkan suatu analisis hubungan antara pendapatan masyarakat terhadap konsumsi energi di Kecamatan Lembang, diperoleh bahwa pendapatan masyarakat berbanding lurus terhadap besarnya biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi energi seperti listrik dan LPG. Hubungan yang terbentuk ini sesuai dengan teori dimana konsumsi dipengaruhi oleh pendapatan. Pendapatan masyarakat yang berbanding lurus dengan konsumsi energi listrik dan LPG dibuktikan oleh data Badan Pusat Statistik dan hasil observasi, dimana masyarakat Kecamatan Lembang secara keseluruhan sudah menggunakan listrik PLN dan LPG. Harga listrik dan LPG yang ditetapkan juga sudah memiliki standar, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan kedua jenis energi ini bergantung pada kemampuan keuangan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan energinya dan juga intensitas pemakaian energi. Hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Lembang menggambarkan bahwa semakin tinggi pendapatan masyarakat, maka semakin tinggi pula kemampuan keuangan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan energi dan intensitas pemakaian energi listrik dan LPG, sehingga semakin besar pula biaya yang dikeluarkan untuk mengkonsumsinya. Adapun pengaruh pendapatan terhadap konsumsi mempunyai hubungan yang erat, hal ini

sesuai dengan yang dikatakan Muana (2005:152) penghasilan seseorang merupakan faktor utama yang menentukan pola konsumsi. Untuk dapat mengkonsumsi, seseorang harus mempunyai pendapatan. Besar kecilnya pendapatan seseorang sangat menentukan tingkat konsumsinya. Hubungan konsumsi dengan tingkat pendapatan sebagaimana dijelaskan Maynard Keynes yaitu:

C = a + bY dimana: C = Pengeluaran untuk konsumsi a = Besarnya konsumsi pada saat pendapatan tidak ada (sama dengan nol) b = Besarnya tambah konsumsi yang disebabkan tambah pendapatan, disebut hasrat berkonsumsi marjinal Gambar 4.95 Grafik Rata-rata Pengeluaran Biaya Energi Per Bulan di Kecamatan Lembang

Sumber: Hasil Analisis Studio Proses A 2016

Grafik di atas menjelaskan rata-rata pengeluaran biaya energi per bulan di Kecamatan Lembang. Berdasarkan grafik di atas, kita dapat melihat bahwa BBM memiliki rata-rata pengeluaran biaya energi terbesar di Kecamatan Lembang yaitu sebesar Rp 181,092 ribu ,


135 EKWILKOT //

kemudian disusul oleh energi listrik sebesar Rp 134,68 ribu dan LPG sebesar Rp Rp 107,94 ribu. Sedangkan untuk air dan energi lainnya (kayu bakar, minyak tanah, dan lain-lain), rata-rata pengeluaran oleh masyarakat Kecamatan Lembang cukup rendah, yaitu hanya Rp 27,85 ribu untuk air dan Rp 7,25 ribu untuk energi lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran energi untuk BBM, listrik dan LPG disebabkan oleh tingginya standar harga dibandingkan dengan energi air dan energi lainnya. Namun, besarnya rata-rata pengeluaran energi BBM, listrik, dan LPG mengindikasikan cukup besarnya kecenderungan masyarakat di Kecamatan Lembang dalam mengkonsumsi energi-energi tersebut. Hubungan antara pendapatan masyarakat terhadap besarnya biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi energi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan air tidak dapat menghasilkan suatu pola hubungan. Tidak terbentuknya pola hubungan ini disebabkan oleh banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi terhadap BBM dan air.

Berdasarkan hasil penelitian di Kecamatan Lembang, tingkat pendapatan masyarakat bukan menjadi satu-satunya faktor terbesar yang mempengaruhi besarnya biaya yang dikeluarkan untuk mengkonsumsi BBM. Penelitian ini dibuktikan berdasarkan analisis dari penelitian sebelumnya oleh Yani Iriani paper Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen dalam Pemakaian Bahan Bakar Minyak. Hasil analisisnya menyatakan bahwa konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: jumlah kendaraan yang dimiliki, jenis kendaraan yang dimiliki, jenis bahan bakar, serta frekuensi penggunaan kendaraan. Ini menyebabkan hasil regresi memiliki standar deviasi yang tinggi sehingga analisis yang dihasilkan tidak dapat membentuk suatu pola hubungan. Apabila kita meninjau Peta 3.1. di bawah, besarnya biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi BBM juga sangat dipengaruhi oleh tingkat mobilitas dan jarak tempuh untuk memperoleh BBM tersebut.

Gambar 4.96 Peta Penggunaan BBM Berdasarkan Loksi Pembelian di Kecamatan Lembang

Sumber: Hasil Analisis Studio Proses A 2016


136 EKWILKOT //

Berdasarkan Peta 4.87 di atas, dapat dilihat bahwa dari enam belas kelurahan yang ada di Kecamatan Lembang, hanya terdapat tiga kelurahan yang tidak melakukan mobilitas keluar kelurahan untuk mengkonsumsi BBM. Dengan demikian, tingkat pendapatan masyarakat bukan menjadi satu-satunya faktor terbesar yang mempengaruhi besarnya biaya yang dikeluarkan untuk mengkonsumsi BBM, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya. Demikian juga terhadap air, dimana pendapatan masyarakat tidak menjadi satunya-satunya faktor yang berkontribusi besar dalam mempengaruhi besarnya konsumsi air. Hal ini dikarenakan dominasi masyarakat Lembang menggunakan air sumur atau air gunung sebagai sumber air dimana biaya yang dikeluarkan juga sangat bervariasi dan tidak adanya standar harga. Berdasarkan studi literatur Ditjen Cipta Karya PU, pemakaian air dipengaruhi oleh faktor internal antara lain persepsi, sosial ekonomi, sosial budaya dan ibadah. Sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh kondisi geografis dan fisiografis serta sarana dan prasarana seperti sumber air, PDAM, plambing dan saniter. Faktor-faktor ini juga menyebabkan tingginya standar deviasi sehingga analisis tidak dapat menghasilkan suatu pola hubungan. Sementara hubungan antara pendapatan masyarakat terhadap konsumsi energi lainnya (kayu bakar, minyak tanah, dll) saling tidak mempengaruhi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Lembang, dimana masyarakat yang menggunakan kayu bakar sebagai sumber energi tidak perlu mengeluarkan biaya untuk memperolehnya. Adapun penggunaan minyak tanah sudah tidak lagi ditemukan pada masyarakat Lembang. Teori permintaan memunculkan teori elastisitas permintaan. Menurut Callan (dalam Kusidyanto, 2007), terdapat tiga macam elastisitas permintaan, yaitu elastisitas harga sendiri (own price elasticity), elastisitas harga silang

(cross price elasticity) dan elastisitas pendapatan (income elasticity). Elastisitas harga sendiri menunjukkan perubahan permintaan akibat perubahan harga barang sendiri. Sedangkan elastisitas harga silang menunjukkan perubahan permintaan akibat perubahan harga barang lain. Adapun elastisitas pendapatan menunjukkan perubahan permintaan akibat perubahan pendapatan konsumen. Dalam penelitian ini kita menggunakan analisis elastisitas pendapatan. Kondisi perekonomian masyarakat yang meningkat di Kecamatan Lembang secara teori seharusnya menyebabkan adanya elastisitas permintaan terhadap energi. Akan tetapi, hasil temuan di lapangan tidak ditemukan adanya elastisitas terhadap konsumsi energi. Konsumsi energi oleh masyarakat didominasi oleh energi yang sudah tersedia dan digunakan secara umum, seperti penggunaan LPG, jenis bahan bakar minyak, listrik PLN, dan air sumur/gunung. Pendapatan masyarakat, baik pendapatan tinggi maupun rendah tidak menunjukkan adanya diversifikasi terhadap konsumsi energi. Berdasarkan analisis di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat pendapatan masyarakat tidak menjadi faktor terbesar dalam mempengaruhi besarnya biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi air dan BBM. Hal ini dikarenakan masih banyaknya faktor lain yang mempengaruhi, sehingga analisis pengaruhnya tidak dapat membentuk suatu pola hubungan. Sementara untuk konsumsi listrik dan LPG, tingkat pendapatan masyarakat dikatakan berpengaruh terhadap besarnya biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi kedua jenis energi tersebut. Hal ini dikarenakan masyarakat Kecamatan Lembang secara keseluruhan sudah menggunakan listrik PLN dan LPG yang sudah memiliki standar harga, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan kedua jenis energi ini bergantung pada kemampuan keuangan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan energinya dan juga intensitas pemakaian energi.


137 EKWILKOT //

Semakin tinggi pendapatan masyarakat, maka semakin tinggi pula kemampuan keuangan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan energi dan intensitas pemakaian energi listrik dan LPG, sehingga semakin besar pula biaya yang dikeluarkan untuk mengkonsumsinya. Dalam hal elastisitas energi, tidak ditemukan adanya elastisitas terhadap konsumsi energi.

$

Konsumsi energi oleh masyarakat didominasi oleh energi yang sudah tersedia dan digunakan secara umum, seperti penggunaan LPG, jenis bahan bakar minyak, listrik PLN, dan air sumur/gunung. Pendapatan masyarakat, baik pendapatan tinggi maupun rendah tidak menunjukkan adanya diversifikasi terhadap konsumsi energi.


FISLING//

KELEMPEM Pada Bagian ini Akan Dijelaskan Mengenai

STUDIO PROSES A


139 KELEMPEM //

4.1.5 ANALISIS ASPEK KELEMBAGAAN DAN PEMBIAYAAN 4.1.5.1 Teridentifikasinya peran Lembaga dalam penyediaan dan/atau Pengelolaan terkait Energi Hubungan antarlembaga penyedia dan/ atau pengelola energi di Kecamatan Lembang dianalisis melalui pemetaan hubungan antarlembaga penyedia dan/atau pengelola energi berdasarkan jenis energinya (air bersih, minyak dan gas, listrik, dan biogas), kapasitas tiap lembaga dan/ atau pengelola energi berdasarkan jenis energi dilihat dari sosialisasi dan peraturan/kebijakan energi, dan wilayah distribusi serta kapasitas produksi energi berdasarkan jenis energi di tiap lembaga penyedia dan/atau pengelola energi.

Hubungan kelembagaan penyedia dan/atau pengelola energi tersebut dibagi berdasarkan jenis energinya yaitu air bersih, minyak dan gas, listrik serta biogas, yang kemudian akan dianalisis lebih lanjut untuk mendapatkan bentuk koordinasinya. 1. Hubungan Kelembagaan Energi Air Hubungan antarlembaga energi penyedia dan/atau pengelola air bersih di Kecamatan Lembang dipetakan ke dalam stakeholder map untuk dapat melihat hubungan koordinasi antar stakeholder didalamnya, kemudian dianalisis lebih lanjut untuk menjelaskan bentuk hubungan koordinasi tersebut. Stakeholder map hubungan antarlembaga penyedia dan/atau pengelola air bersih di Kecamatan Lembang terdapat pada gambar 4.88.

4.1.5.1.1 Hubungan Kelembagaan Energi Hubungan kelembagaan penyedia dan/ atau pengelola energi di Kecamatan Lembang dianalisis melalui stakeholder mapping untuk dapat melihat hubungan koordinasi antar stakeholder didalamnya.

Gambar 4.97 Stakeholder Map Penyedia Dan Pengelola Air Bersih

AIR BAPPEDA 2

10

KLH

4

DINAS CIPTA KARYA DAN TATA RUANG

1 3

6

8 9

7

KABUPATEN BANDUNG 12 BARAT 11 KECAMATAN LEMBANG

PDAM

15

5

ESDM

DINAS BINA MARGA, SUMBER DAYA AIR DAN PERTAMBANGAN KBB 13

16

14 MASYARAKAT LEMBANG

BPAB

17

KETERANGAN HUB. KORDINASI PEMERINTAH BUMD SWASTA MASYARAKAT

Sumber: Hasil Analisis Studio Proses A 2016


140 KELEMPEM //

Keterangan:

1 2 3 4 5

1. KLH-KBB : Membuat Perda 2/2011 tentang pajak air tanah, Perda 13/2011 tentang pengelolaan air tanah, dan Perda 19/2012 tentang pengelolaan air permukaan 2. KLH-Bappeda: Membuat data luas wilayah badan air, luas kawasan lindung badan air di KBB. Bappeda-KLH: Membuat RTRW KBB 2009-2029 tentang SDA Air yang meliputi luas dan kawasan lindung 3. KLH-DBMSDAP: Membuat inventarisasi SDA meliputi danau/waduk/situ/embung. 4. KLH-PDAM: Mendata jumlah rumah tangga dan sumber air minum dari ledeng PDAM 5. KLH-Masyarakat: Sosialisasi tentang pentingnya konservasi air pada November 2012 Menurut Buku Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bandung Barat tahun 2013 6. Bappeda-PDAM: Membuat data mata air dari PDAM dalam RPJMD KBB 7. Bappeda-KBB: Membuat rencana pembangunan dan RTRW KBB (isu strategis: optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air secara terpadu) KBB-Bappeda: Sebagai lembaga pelaksana rencana 8. Bappeda-ESDM: Membuat rencana sumberdaya air di KBB berdasar Kepmen ESDM 9. Bappeda-DBMSDAP: Program pembangunan sumberdaya air yang dilaksanakan oleh DBMSDAP dalam RPJMD 10. Bappeda-DCKTR: Program pengembangan kinerja pengelolaan air minum dan limbah dalam RPJMD 11. KBB-Kec.Lembang: Kesesuaian visi dan misi daerah 12. Kec.Lembang-DCKTR: Realisasi program musrenbang dari SKPD DCKTR perihal air 13. Kec.Lembang-DBMSDAP: Realisasi program musrenbang dari SKPD DBMSDAP perihal air 14. Kec.Lembang-Masy.Lembang: Melaksanakan urusan pemerintahan, menjaga ketertiban dan ketentraman masyarakat terkait sumberdaya air.

15. PDAM-Masy.Lembang: Memenuhi kebutuhan sumberdaya air masyarakat Lembang (hanya 8%). Masyarakat sebagian besar mengambil langsung dari mata air. 16. KBB-PDAM: Pemerintah daerah KBB mengelola BUMD 17. Kec.Lembang-BPAB: Pendataan perusahaan swasta daerah Lembang 18. BPAB-Masy.Lembang: Menyediakan kebutuhan sumberdaya air masyarakat Lembang dari mata air Bagan di atas menghasilkan hubungan antarlembaga energi yang mengelola dan menyediakan energi di Kabupaten Bandung Barat. Bagan tersebut terdiri atas tiga bagian yaitu kelompok lembaga penyedia energi, BUMD berupa PDAM serta masyarakat. Ketiganya saling berkaitan dalam pengelolaan dan penyediaan energi di Kabupaten Bandung Barat. Masing-masing hubungan baik antarlembaga maupun antara lembaga-BUMD, BUMD-Masyarakat dan lembaga-masyarakat ataupun sebaliknya, akan dijelaskan lebih lanjut. Penjelasan pertama akan dimulai dari lembaga energi yaitu KLH (Kementerian Lingkungan Hidup) yang memiliki 5 hubungan kerjasama maupun sosialisasi. Keterangan nomor 1 adalah hubungan kerjasama antara KLH dan KBB (Kabupaten Bandung Barat). Hasil kerjasama antara KLH dan KBB yaitu membuat Perda 2/2011 tentang Pajak Tanah Air, Perda 13/2011 tentang Pengelolaan Air Tanah dan Perda 19/2012 tetang Pengeloaan Air Permukaan. Hasil berupa Perda terkait lingkungan hidup dan terletak di KBB sehingga bekerjasama dengan pemerintah KBB. Kerjasama selanjutnya ditunjukkan dengan hubungan nomor 2, yaitu antara KLH dengan BAPPEDA. Kerjasama antara keduanya adalah membuat data luas wilayah badan air dan luas kawasan lindung badan air di KBB. Selain itu, hubungan kerjasama BAPPEDA dengan KLH berupa membuat RTRW KBB 2009-2029 tentang


141 KELEMPEM //

SDA Air yang meliputi luas dan kawasan lindung. Jadi, hubungan antara keduanya berjalan dua arah yaitu antara KBB-BAPPEDA dan BAPPEDA-KBB. Hubungan nomor 3 menunjukkan adanya kerjasama antara KLH dengan DBMSDAP (Dinas Bina Marga, Sumber Daya Air dan Pertambangan KBB. Kerjasama antara kedau lembaga energi tersebut adalah membuat inventarisasi sumber daya alam yang meliputi danau/waduk/situ/embung. Inventarisasi dilaksanakan karena di KBB terdapat badan air yang telah disebutkan sebelumnya. Kemudian hubungan kerjasama KLH selanjutnya ditunjukkan dengan keterangan nomor 4, yaitu kerjasama dengan PDAM. Bentuk kerjasama yang dihasilkan adalah mendata jumlah rumah tangga dan sumber air minum dari ledeng PDAM. Hasil kerjasama tersebut dapat digunakan untuk melihat persebaran pelayanan PDAM yang ada di Kabupaten Bandung Barat. Keterangan nomor 5 menunjukkan hubungan terakhir KLH yaitu dengan Masyarakat, yaitu sosialisasi. Sosialisasi yang dilaksanakan oleh KLH pada bulan November 2012 berupa sosialisasi tentang pentingnya konservasi air. Sosialisasi langsung yang diberikan kepada masyarakat menjadi upaya KLH untuk mencerdaskan masyarakat tentang konservasi air. Penjelasan selanjutnya adalah lembaga pemerintah yaitu BAPPEDA (Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah) yang ada di Kabupaten Bandung Barat. Bentuk hubungan BAPPEDA berupa kerjasama dengan 6 stakeholder lainnya terkait dengan energi di Kabupaten Bandung Barat. Kelima stakeholder tersebut adalah KLH PDAM, KBB, ESDM, DBMSDAP serta DCKTR.

STUDIO PROSES A

Hubungan kerjasama antara BAPPEDA dengan KLH telah dijelaskan sebelumnya, yaitu membuat RTRW KBB 2009-2029 tentang SDA Air yang meliputi luas dan kawasan lindung. Hubungan kerjasama antara BAPPEDA dengan PDAM ditunjukkan dengan keterangan nomor 6. Bentuk kerjasama yang dihasilkan adalah membuat rincian data mata air yang didapatkan dari PDAM dalam RPJMD Kabupaten Bandung Barat. Selanjutnya adalah hubungan antara BAPPEDA dengan KBB ditunjukkan oleh keterangan nomor 7. BAPPEDA membuat rencana pembangunan dan RTRW Kabupaten Bandung Barat (isu strategis: optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air secara terpadu). Arah sebaliknya berupa kerjasama KBB-BAPPEDA yaitu BAPPEDA sebagai lembaga pelaksana rencana di Kabupaten Bandung Barat. Hubungan antara BAPPEDA dengan ESDM ditunjukkan oleh keterangan nomor 8. BAPPEDA membuat rencana sumber daya air di KBB berdasarkan Keputusan Menteri ESDM. Hubungan antara BAPPEDA dengan DBMSDAP ditunjukkan oleh keterangan nomor 9. Kerjasama ditunjukkan dalam RPJMD terdapat program pembangunan sumber daya air yang dilaksanakan oleh DBMSDAP. Sedangkan RPJMD merupakan produk yang dihasilkan oleh BAPPEDA, sehingga kerjasama keduanya berupa program pembangunan sumber daya air KBB. Selanjutnya, pada keterangan nomor 10 merupakan hubungan kerjasama yang dimiliki oleh BAPPEDA dan DCKTR (Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang) KBB. Bentuk hubungan yang dihasilkan adalah program pengembangan kinerja pengelolaan air minum dan limbah. Program tersebut tertera dalam RPJMD KBB, yang merupakan produk dari BAPPEDA KBB.


142 KELEMPEM //

Gambar 4.98 Kantor Kepala Desa Cibodas

Sumber: Hasil Survey Lapangan Studio Proses A 2016

Hubungan selanjutnya yaitu antara Kabupaten Bandung Barat (KBB) dengan Kecamatan Lembang, ditunjukkan oleh keterangan nomor 11. Antara keduanya harus memiliki kesesuaian visi dan misi daerah, tidak boleh ada hal yang bertentangan di dalamnya. Keterangan nomor 12 dan 13 merupakann kerjasama yang dilakukan antara Kecamatan Lembang dengan lembaga yaitu DCKTR (Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang) dengan DBMSDAP (Dinas Bina Marga, Sumber Daya Air dan Pertambangan) di Kabupaten Bandung Barat. Kerjasama yang dilakukan berupa realisasi program musrenbang (musyawarah perencanaan pembangunan). Kerjasama yang melibatkan Kecamatan Lembang dengan DCKTR adalah realisasi program musrenbang dari SKPD

(Satuan Kerja Perangkat Daerah) DKCTR perihal air. Kemudian, kerjasama yang melibatkan Kecamatan Lembang dengan DBMSDAP adalah realisasi program musrenbang dari SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) DBMSDAP perihal air. Keterangan nomor 14 menunjukkan adanya hubungan antara Kecamatan Lembang dengan Masyarakat Lembang. Hubungan keduanya adalah Kecamatan Lembang melaksanakan urusan pemerintahan, menjaga ketertiban dan ketentraman masyarakat terkait sumber daya air. Pada keterangan nomor 15 menunjukkan bahwa hubungan antara PDAM dengan Masyarakat Lembang adalah PDAM memenuhi sumber daya air masyarakat Kecamatan Lembang


143 KELEMPEM //

hanya sebesar 8% dari total masyarakat yang membutuhkan air bersih. Hal ini terjadi karena sebagian besar Masyarakat Lembang mengambil langsung dari mata air. Mata air yang ada di Lembang memang cukup banyak, sehingga masyarakat tidak perlu menggunakan air yang disalurkan dari PDAM. Masyarakat Lembang pun mengelola air bersih secara swadaya atau beberapa diantaranya menggunakan air dari perusahaan setempat. Hubungan antara Kabupaten Bandung Barat (KBB) dengan Perusahaan Air Minum adalah pemerintah KBB yang mengelola Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Dimana PDAM termasuk BUMD, sehingga Kabupaten Bandung Barat juga mengelola PDAM tersebut.

2. Hubungan Kelembagaan Energi Minyak dan Gas Hubungan antarlembaga energi penyedia dan/atau pengelola minyak dan gas di Kecamatan Lembang dipetakan ke dalam stakeholder map untuk dapat melihat hubungan koordinasi antar stakeholder didalamnya, kemudian dianalisis lebih lanjut untuk menjelaskan bentuk hubungan koordinasi tersebut. Stakeholder map hubungan antarlembaga penyedia dan/atau pengelola minyak dan gas di Kecamatan Lembang terdapat pada gambar 4.89.

Gambar 4.99 Stakeholder Map Penyedia Dan Pengelola Minyak Dan Gas

BAPPEDA 10 KLH

ESDM

14 DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN ASET DAERAH

3

KABUPATEN BANDUNG BARAT 5

2

KETERANGAN

KECAMATAN LEMBANG 9 PERTAMINA

7

6 8

HISWANA MIGAS

MASYARAKAT LEMBANG

Sumber: Hasil Analisis Studio Proses A 2016

HUB. KORDINASI PEMERINTAH BUMN SWASTA MASYARAKAT


144 KELEMPEM //

Keterangan: 1. KLH-Bappeda: Mendata konsumsi bahan bakar minyak (BBM) dan bahan bakar untuk keperluan rumah tangga di KBB berdasarkan basis data pembangunan KBB 2. Bappeda-Pertamina: Penyesuaian NJOP untuk wajib pajak khusus dalam RPJMD KBB 3. Bappeda-KBB: Menyusun struktur APBD 20132018 dengan memperkirakan faktor ekonomi makro salah satunya bahan bakar minyak (BBM) 4. Bappeda-DPPKAD: Menyusun rasio kontribusi jenis bagi hasil pajak dan bukan pajak dari pertambangan minyak bumi dan gas bumi dalam RPJMD KBB 5. KBB - Kec. Lembang : Kesesuaian visi dan misi daerah 6. Pertamina-Hiswana Migas: Hiswana migas merupakan anak perusahaan PT.Pertamina 7. Pertamina-Masy.Lembang: Memenuhi kebutuhan minyak dan gas masyarakat Lembang 8. Hiswana Migas-Masy.Lembang: Memenuhi kebutuhan minyak dan gas masyarakat Lembang 9. Kec.Lembang-Masy.Lembang: Melaksanakan urusan pemerintahan,menjaga ketertiban dan ketentraman masyarakat serta pemenuhan kebutuhan minyak dan gas bumi. 10. ESDM-Bappeda: Rencana tentang dana bagi hasil minyak dan gas 11. ESDM-Pertamina: Terdapat bagian dari Kementerian ESDM terkait minyak dan gas. Pada bagan di atas menunjukkan hubungan antara stakeholder yang mengelola dan menyediakan energi berupa minyak dan gas. Diantaranya ada 4 pengelompokan, yaitu lembaga pemerintah, BUMN (Badan Usaha Milik Negara), masyarakat serta lembaga swasta (mitra BUMN). BUMN yang dimaksud adalah Pertamina, dan lembaga swasta adalah Hiswana Migas (Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas) yang merupakan mitra kerja Pertamina yang terdiri dari himpunan agen-agen maupun rekanan Pertamina.

Dari gambar di atas, dapat diketahui bahwa hubungan antara stakeholder satu dengan lainnya ditunjukkan dengan jelas. Keterangan pada nomor 1 menjelaskan adanya hubungan antara Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dengan BAPPEDA. Hubungan kedua lembaga tersebut berupa pendataan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) dan bahan bakar untuk keperluan rumah tangga di KBB berdasarkan basis data pembangunan KBB yang dimiliki oleh BAPPEDA. Data ini dapat digunakan untuk mendapatkan status lingkungan hidup daerah dilihat dari pencemaran udara dari emisi BBM tersebut. BAPPEDA memiliki hubungan dengan Pertamina secara langsung yang ditunjukkan oleh keterangan nomor 2. Hubungan tersebut berupa penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) untuk wajib pajak khusus dalam RPJMD KBB. Kemudian, keterangan nomor 3 menunjukkan adanya hubungan antara BAPPEDA dengan Kabupaten Bandung Barat (KBB). Bentuk hubungannya berupa menyusun struktur APBD 2013-2018 dengan memperkirakan faktor ekonomi makro salah satunya adalah bahan bakar minyak (BBM). Hubungan selanjutnya ditunjukkan oleh keterangan nomor 4, yaitu hubungan antara BAPPEDA dengan Dinas Pendapatan dan Pengelolaah Aset Daerha (DPPKAD). Bentuk hubungannya berupa menyusun rasio kontribusi jenis bagi hasil pajak dan bukan pajak dari pertambangan minyak bumi dan gas bumi dalam RPJMD KBB. Dengan demikian, akan diketahui pendapatan yang diperoleh dari kontribusi jenis bagi hasil pajak dan bukan pajak. Hubungan antara KBB dengan Kecamatan Lembang berupa kesesuaian visi dan misi daerah agar tidak terjadi pertentangan dan perbedaan. Sedangkan, hubungan antara Kecamatan Lembang dengan Masyarakat Lembang sendiri adalah melaksanakan urusan pemerintahan, menjaga ketertiban dan ketentraman masyarakat serta pemenuhan kebutuhan minyak dan gas bumi di Lembang.


145 KELEMPEM //

Sehingga dari pemerintah dari Kabupaten Bandung Barat (KBB) maupun Kecamatan Lembang berperan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya masing-masing demi kesejahteraan masyarakat. Selanjutnya adalah hubungan antara BUMN yaitu Pertamina dengan Hiswana Migas. Hiswana migas merupakan anak perusahaan PT. Pertamina yang terdiri dari himpunan wiraswasta atau agen-agen minyak dan gas LPG. Hiswana Migas membantu proses distribusi BBM dengan aman dan lancar Pertamina terus menerus membina Hiswana Migas untuk mencapai keadaan tersebut. Kemudian, Pertamina juga memiliki hubungan dengan Masyarakat Lembang dalam memenuhi kebutuhan minyak dan gas untuk konsumsi sehari-hari. Hubungan yang sama juga dimiliki oleh Hiswana Migas dan Masyarakat Lembang yaitu memenuhi kebutuhan minyak dan gas dengan distribusi yang baik melalui agen-agen di Lembang.

Maka dari itu, kedua stakeholder ini memiliki peran penting untuk menunjang ketersediaan minyak dan gas. Hubungan kerjasama keduanya terjalin dengan baik dan bertimbal balik. Pihak ESDM dan BAPPEDA memiliki hubungan berupa rencana mengenai dana bagi hasil yang diperoleh dari minyak dan gas, untuk kepentingan pembangunan nasional dan daerah. Kemudian, ESDM dan Pertamina memiliki hubungan berupa adanya bagian dari Kementerian ESDM yang mengurus minyak dan gas. Sehingga Pertamina berhubungan langsung dengan bidang yang ada di Kementerian ESDM tersebut. 4. Hubungan Kelembagaan Energi Listrik Hubungan antarlembaga energi penyedia dan/atau pengelola listrik di Kecamatan Lembang dipetakan ke dalam stakeholder map untuk dapat melihat hubungan koordinasi antar stakeholder didalamnya, kemudian dianalisis lebih lanjut untuk menjelaskan bentuk hubungan koordinasi tersebut. Stakeholder map hubungan antarlembaga penyedia dan/atau pengelola listrik di Kecamatan Lembang terdapat pada gambar 4.90.

Gambar 4.100 Stakeholder Map Penyedia Dan Pengelola Listrik

BAPPEDA 2 ESDM

3

1

4 5

PLN 9 PT. INDONESIA POWER

DINAS BINA MARGA, SUMBER DAYA AIR DAN PERTAMBANGAN KBB

KABUPATEN BANDUNG BARAT 6 KECAMATAN LEMBANG 8

KETERANGAN HUB. KORDINASI PEMERINTAH BUMN MASYARAKAT

7

MASYARAKAT LEMBANG

Sumber: Hasil Analisis Studio Proses A 2016


146 KELEMPEM //

Gambar 4.101 Kantor PLN di Kecamatan Lembang

Sumber: Hasil Survey Lapangan Studio Proses A 2016

Keterangan: 1. Bappeda-KBB: Menyusun struktur APBD 20132018 dengan memperkirakan faktor ekonomi makro salah satunya kenaikan tarif dasar listrik (TDL) 2. Bappeda-DBMSDAP: Membuat program pembangunan pembinaan dan pengembangan bidang ketenagalistrikan 3. Bappeda-PLN: Rencana terkait pajak dari penerangan jalan umum oleh PLN 4. ESDM-PLN: Peraturan Menteri ESDM tentang tenaga listrik oleh PT PLN seperti Permen ESDM 19/2003 5. PLN-KBB: Pajak PJU sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) 6. KBB-Kec.Lembang: Kesesuaian visi dan misi daerah 7. Kec.Lembang-Masy.Lembang: Melaksanakan urusan pemerintahan,menjaga ketertiban dan ketentraman masyarakat serta pemenuhan kebutuhan listrik.

8. PLN-Masy.Lembang: Memenuhi kebutuhan listrik masyarakat Lembang Gambar di atas menunjukkan hubungan antara stakeholder-stakeholder penyedia dan pengelola listrik di Kabupaten Bandung Barat. Dalam hal ini BUMN yang berperan adalah Perusahaan Listrik Negara (PLN). PLN berperan dalam penyediaan dan pengelolaan listrik untuk digunakan masyarakat Kecamatan Lembang. Berikut adalah bentuk-bentuk hubungan yang dimiliki stakeholder penyedia dan pengelola listrik untuk masyarakat. Keterangan yang ditunjukkan nomor 1 merupakan hubungan yang dimiliki oleh BAPPEDA dan KBB. Hubungan tersebut berupa penyusunan struktur APBD 2013-2018 KBB dengan memperkirakan faktor ekonomi makro salah satunya kenaikan tarif dasar listrik (TDL).


147 KELEMPEM //

Tariff dasar listrik ini memiliki pengaruh terhadap besarnya subsidi pemerintah, sehingga keadaan fiskal juga akan ikut terpengaruh.

dari Pembangkit Listrik Berbasis Sampah Kota. Kementerian ESDM mengatur ketenagalistrikan yang dikelola oleh PLN.

Kemudian, keterangan nomor 2 menunjukkan hubungan antara BAPPEDA dan Dinas Bina Marga, Sumber Daya Air dan Pertambangan (DBMSDAP) KBB. Hubungan keduanya adalah membuat program pembinaan dan pengembangan bidang ketenagalistrikan. Sehingga kualitas ketenagalistrikan semakin baik dengan program tersebut.

Seperti hubungan sebelum-sebelumnya, antara Kabupaten Bandung Barat dan Kecamatan Lembang adalah menyesuaikan visi dan misi daerah. Sedangkan hubungan antara Kecamatan Lembang dan Masyarakat Lembang yaitu melaksanakan urusan pemerintahan, menjaga ketertiban dan ketentraman masyarakat serta pemenuhan kebutuhan listrik. Dan PLN beperan untuk memenuhi kebutuhan listrik Masyarakat Lembang.

Sedangkan, hubungan antara BAPPEDA dan PLN sendiri adalah rencana yang dikeluarkan oleh BAPPEDA terkait pajak dari penerangan jalan umum oleh PLN. Selain itu, pajak yang harus dikeluarkan dari Penerangan Jalan Umum dijadikan sebagai Pendapatan Asli Daerah(PAD) di KBB. Hal tersebut merupakan hubungan antara PLN dengan KBB sendiri.

5. Hubungan Kelembagaan Energi Biogas Hubungan antarlembaga energi penyedia dan/atau pengelola biogas di Kecamatan Lembang dipetakan ke dalam stakeholder map untuk dapat melihat hubungan koordinasi antar stakeholder didalamnya, kemudian dianalisis lebih lanjut untuk menjelaskan bentuk hubungan koordinasi tersebut. Stakeholder map hubungan antarlembaga penyedia dan/atau pengelola biogas di Kecamatan Lembang terdapat pada gambar 4.91.

Hubungan selanjutnya antara ESDM dengan PLN adalah mengenai Peraturan Menteri ESDM tentang tenaga listik oleh PT. PLN seperti Peraturan Menteri ESDM 19/2003 tentang Pembelian Tenaga Listrik oleh PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) Gambar 4.102 Stakeholder Map Penyedia Dan Pengelola Biogas

1

BAPPEDA

ESDM

2

3

KABUPATEN BANDUNG BARAT

KETERANGAN HUB. KORDINASI PEMERINTAH BUMN MASYARAKAT

4 KECAMATAN LEMBANG 5 KPSBU 8

6

RUMAH BIRU

CV. ENERGI PERSADA

9

MASYARAKAT LEMBANG

7

Sumber: Hasil Analisis Studio Proses A 2016


148 KELEMPEM //

Keterangan: 1. Bappeda-ESDM: Menyusun rencana pengelolaan sumber daya terbarukan dalam pemenuhan kebutuhan energi 2. ESDM-KPSBU: Kerjasama memberikan subsidi untuk pengembangan anggota koperasi 3. ESDM-CV.Energi Persada: Kerjasama memberikan subsidi untuk penyediaan fasilitas biogas berupa reaktor 4. KBB-Kec.Lembang: Kesesuaian visi dan misi daerah 5. Kec.Lembang-Masy.Lembang: Melaksanakan urusan pemerintahan,menjaga ketertiban dan ketentraman masyarakat 6. KPSBU-CV.Energi Persada: mitra kerja, CV.Energi Persada menyediakan fasilitas reaktor biogas untuk anggota koperasi peternak sapi di Kecamatan Lembang 7. CV.Energi Persada-Rumah Biru: merupakan mitra kerja 8. KPSBU-Rumah Biru: merupakan mitra kerja 9. CV.Energi Persada-Masy.Lembang: Menyediakan kebutuhan reaktor biogas (1000 buah) di Kec.Lembang

STUDIO PROSES A Pengelolaan Biogas di KBB masih tergolong sedikit, namun perkembangan pemanfaatannya cukup tinggi. Hal ini didukung oleh pihak-pihak yang membantu mempermudah pemanfaatan biogas itu sendiri. Pihak-pihak yang dimaksud adalah lembaga pemerintah, lembaga swasta serta masyarakat Lembang. Pihak swasta sangat membantu program-program pemerintah dalam pemanfaatan biogas di Lembang Hubungan pertama ditunjukkan oleh BAPPEDA dengan ESDM, yaitu berupa hubungan

kejasama dalam menyusun rencana pengelolaan sumber daya terbarukan dalam pemenuhan kebutuhan energi. Biogas termasuk sumber daya terbarukan yang sebenarnya dapat menjadi alternatif selain gas LPG dalam menunjang kebutuhan masyarakat. Sehingga Kementerian ESDM dan BAPPEDA telah menyusun rencana pengembangan energi terbarukan tersebut termasuk biogas di Kecamatan Lembang. Kemudian, antara ESDM dengan Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) memiliki hubungan kerjasama yang baik terkait pengembangan biogas. Kerjasama tersebut adalah memberikan subsidi untuk pengembangan anggota koperasi. Subsidi tersebut membantu anggota koperasi untuk memiliki instalasi biogas, seperti membayar cicilan dan lain-lain. Hubungan antara ESDM dengan CV. Energi Persada adalah kerjasama dengan memberikan subsidi untuk penyediaan fasilitas biogas berupa reaktor. Karena CV. Energi Persada memproduksi alat-alat biogas serta sudah memasang kurang lebih 1000 reaktor di Lembang. Hubungan antara KBB dengan Kecamatan Lembang adalah penyesuaian visi dan misi dalam menjalankan fungsi pemerintahan. Sedangkan, Kecamatan Lembang berkewajiban melaksanakan urusan pemerintahan, menjaga ketertiban dan ketentraman Masyarakat Lembang sesuai fungsi pemerintahannya. Kerjasama yang dijalin antara KPSBU dengan CV. Energi Persada adalah keduanya merupakan mitra kerja dalam bidang biogas dan pelaksanaan pengembangannya di Lembang. Kemudian, CV. Energi Persada menyediakan fasilitas reaktor biogas untuk anggota KPSBU. Keduanya sudah lama bekerjasama (sebagai mitra kerja) dalam pengembangan biogas bersama dengan pemerintah. CV. Energi Persada dan KPSBU masing-masing juga memiliki mitra kerja yang sama yaitu Rumah Biru.


149 KELEMPEM //

Peran CV. Energi Persada terhadap Masyarakat Lembang adalah menyediakan reaktor biogas. Selama ini, perusahaan swasta tersebut sudah berhasil membangun sekitar 1000 reaktor biogas di Kecamatan Lembang.

Tabel 4.20 Daftar Sosialisasi oleh Lembaga Penghasil dan/atau Pengelola Energi INSTANSI

Tabel 4.19 Daftar Bentuk Sosialisasi Energi Di Kecamatan Lembang Lembaga Pelaksana Kementerian Sosialisasi tentang Pentingnya Lingkungan Hidup Konservasi Air Bersih (KLH)

No.B 1.

2.

entuk Sosialisasi

Pembinaan dan Penyuluhan dalam Distribusi Minyak dan Gas

PertaminaH

Sasaran

Waktu Pelaksanaan

Masyarakat Kecamatan Lembang

November 2012

iswana Migas

Sosialisasi Instansi Terkait Kapasitas Lembaga Energi Sosialisasi PDAM masih kurang baik karena sebagian masyarakat tidak mendapat PDAMsehingga tidak mengetahui sosialisasi program yang akan dilaksanakan oleh PDAM 1. Sosialisasi kuota LPG 3 Kilogram

Pertamina

Hiswana Migas3

2. Sosialisasi kenaikan harga LPG 12 Kilogram . Sosialisasi HET (Harga Eceran Tinggi)

-

Sumber: Hasil Survey Wawancara Studio Proses A 2016

4.1.5.1.2 Kapasitas Lembaga Energi Setiap lembaga memiliki kapasitas masing-masing dalam upaya memenuhi kebutuhan energi masyarakat Lembang. Kapasitas lembaga energi tersebut diukur melalui program sosialisasi dan peraturan-peraturan terkait energi yang dibuat oleh lembaga di Kecamatan Lembang karena merupakan realisasi yang berdampak langsung ke masyarakat. Program sosialisasi energi dilaksanakan oleh lembaga Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral kepada masyarakat Lembang. Sosialisasi tersebut berupa sosialisasi umum terkait pengelolaan energi. Program sosialisasi energi juga dilaksanakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup kepada masyarakat Lembang yang berupa sosialisasi konservasi energi.

1. Sosialisasi pembangunan PLTA Cisokan 2. Sosialisasi sistem pembayaran PLN

3. Sosialisasi penghematan listrik 4. Sosialisasi Sarling Elang terkait layanan listrik

Sumber: Hasil Survey Wawancara Studio Proses A 2016

Berdasarkan penjabaran tabel di atas, dapat dilihat bahwa instansi PDAM masih kurang baik, terbukti dari terjadinya salah satu penolakan warga di Kecamatan Ngamprah terkait pemasangan pipa karena lemahnya sosialisasi yang seharusnya dilakukan oleh pihak PDAM secara langsung kepada masyarakat. Meskipun hal tersebut tidak terjadi di Kecamatan Lembang. PDAM tetap dinilai oleh masyarakat memiliki nilai sosialisasi yang kurang baik. Dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat Lembang, tentunya kita perlu memperhatikan peraturan – peraturan lembaga penyedia dan/atau pengelola energi terdapat dalam masing – masing instansi, dan semua peraturan tersebut mengacu pada peraturan terkait energi yang terdapat dalam : - UU RI No. 30 Tahun 2007 tentang Energi - Perpres No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional - Permen ESDM No. 19 Tahun 2013 tentang Pembelian Listrik - PP RI No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN


150 KELEMPEM //

4.1.5.1.3 Distribusi Energi Tiap Lembaga Energi Peran dari tiap lembaga penyedia dan/ atau pengelola energi juga diukur dengan wilayah distribusi serta kapasitas produksi energi dari setiap lembaga di Kecamatan Lembang. Wilayah distribusi dan kapasitas produksi energi dari setiap lembaga penyedia dan/atau pengelola energi di Kecamatan Lembang dibedakan berdasarkan jenis energinya yaitu air, minyak dan gas, listrik, dan biogas. 1. Wilayah Distribusi dan Kapasitas Produksi Air oleh PDAM Berdasarkan visi dan misi PDAM maka telah dilakukan beberapa perwujudan dari misi tersebut diantaranya menyediakan air hasil pengolahan yang sebenarnya langsung dapat diminum, membuat tarif yang terjangkau, melakukan pengolahan yang dilakukan secara full automatic sehingga memberikan rasa aman untuk konsumen. Sehingga tidak heran cakupan wilayah langganan PDAM di Jawa Barat cukup luas diantaranya Kabupaten Puwakarta, Kabupaten Subang, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Garut, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kota Bandung dan Kabupaten Bandung Barat (Sumber : http://www.tirtaraharja.co.id/profil/detail/peta-wilayah-langganan) . Kapasitas produksi yang disediakan PDAM per bulannya sebesar 880 L/s yang kemudian didistribusikan sebesar 855 L/s dan rata-rata terjual atau dikonsumsi masyarakat sebesar 567 L/s (debit).

Sedangkan kabupaten Bandung Barat sebagai wilayah studi studio proses kami telah memiliki 7 titik pelayanan air minum PT.PDAM yaitu : Cikole Gede, Pasir Lipis, Cisarua, Padalarang, Cibulakan, Cipulus, Cicilin. Titik-titik pelayanan ini dapat menunjukkan delineasi wilayah distribusi Energi berupa Air Minum oleh PT.PDAM yang telah melayani beberapa Wilayah di KBB. Namun Kecamatan Lembang menjadi fokus utama penelitian ini, maka berikut Wilayah distribusi air oleh PDAM di Kecamatan Lembang meliputi kelurahan: - Pagerwangi - Wangunsari - Jayagiri - Langensari - Lembang - Wangunharja - Mekarwangi - Gudang Kahuripan - Cikahuripan - Suntenjaya - Cibodas Kesebelas kelurahan tersebut sebagian besar telah mengkonsumsi air dari PDAM untuk kebutuhan sehari-hari, namun masih ada beberapa kelurahan lainnya di Kecamatan Lembang selain yang disebutkan diatas penduduknya tidak mengkonsumsi air dari PDAM kebanyakan masyarakat Lembang mengkonsumsi air untuk kebutuhan sehari-hari dari sumber air sumur, air gunung dsb. Berikut peta distribusi air oleh PDAM di Kecamatan Lembang :

Tabel 4.21 Kapasitas Produksi, Distribusi dan Rata-Rata Penjualan Air oleh PDAM

Kapasitas Produksi

880 L/s

Distribusi Rata-rata Terjual

855 L/s 567 L/s

Sumber: Hasil Survey Wawancara Studio Proses A 2016

STUDIO PROSES A


151 KELEMPEM //

Gambar 4.103 Peta Persebaran Distribusi Pelayanan PDAM di Kecamatan Lembang

Sumber: Hasil Survey Lapangan Studio Proses A 2016

Dari peta distribusi pelayanan PDAM di Kecamatan Lembang tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Kecamatan Lembang telah terlayani oleh PDAM dan menunjukkan pula besarnya konsumsi masyarakat Lembang terhadap air minum. Hal ini tentunya menggambarkan ketergantungan masyarakat pada energi air bersih sangat tinggi disebabkan air minum yang diolah dengan teknologi canggih menjamin keamanan dan kesehatan masyarakat sehingga sebagian masyarakat percaya dan bergantung pada energi tersebut. 2.Wilayah Distribusi dan Kapasitas Produksi Minyak oleh PT.Pertamina Di Jawa Barat khususnya di Lembang hanya ada cabang distribusi pelayanan saja

seperti SPBU, tidak ada pabrik pengolahan maupun penyediaanya secara langsng. Sedangkan di Kecamatan Lembang hanya ada 2 SPBU sebgai pusat pelayanan masyarakat Lembang yaitu SPBU di Jl. Raya Lembang dan SPBU di Jl.Tangkuban Perahu yang cadangan pusatnya berada di Ujung Berung. Kedua SPBU ini telah melayani hampir seluruh masyarakat Kecamatan Lembang untuk memenuhi kebutuhan akan Bahan Bakar Minyak, meskipun ada beberapa penduduk yang kami temukan tidak memakai BBM karena tidak memiliki kendaraan bermotor saat observasi lapangan di wilayah studi. Berikut peta beberapa keluarahan di Kecamatan Lembang yang beberapa penduduknya tidak memakai BBM oleh PT.Pertamina (Kelurahan Wangunsari, Cibogo, Sukajaya, Lembang, Suntenjaya dan Jayagiri:


152 KELEMPEM //

Gambar 4.104 Peta Persebaran Masyarakat di Beberapa Kelurahan Yang Tidak Memakai BBM PT.Pertamina

Sumber: Hasil Survey Lapangan Studio Proses A 2016

Minyak bumi yang dikonsumsi masyarakat sama dengan stok pendistribusian yang disediakan setiap harinya oleh SPBU Lembang yang selalu habis baik hari kerjamaupun hari libur. Energi yang didistribusi oleh SPBU Lembang berdasarkan jenisnya yaitu sebagai berikut : Tabel 4.22 Kapasitas Produksi PT.Pertamina Jenis K

apasitas Produksi

Premium

20000 liter/hari

Pertamax

3000-4000 liter/hari

Pertalite

2500 liter/hari

Solar

5000 liter/hari

Dex

100000 liter/hari

Sumber: Hasil Survey Wawancara Studio Proses A 2016

Di wilayah Observasi yaitu SPBU di Jl.Raya Lembang didapat keterangan bahwa saat hari libur SPBU Lembang sering kehabisan stok karna harus menunggu waktu distribusi selanjutnya yang sudah dijadwalkan dari pusat distribusi di Ujung Berung, namun SPBU Lembang menjamin stok pasti ada dan tidak akan kosong. Dari hasil wawancara diatas (Data Primer Hasil Wawancara PT.PDAM Tirtaraharja oleh Penulis) dapat disimpulkan bahwa masyarakat Lembang cukup konsumtif dalam penggunaan bahan bakar baik jenis premium, pertamax, pertalite, solar maupun dex.


153 KELEMPEM //

Mengingat kecanggihan teknologi transportasi yang memudahkan masyarakat untuk commuting atau kegiatan seseorang yang bepergian ke suatu kota untuk bekerja dan kembali ke kota tempat tinggalnya setiap hari, biasanya dari tempat tinggal yang cukup jauh dari tempat bekerja, yang akhirnya menyebabkan kebutuhan akan BBM pun semakin meningkat dan menjadi kebutuhan semi primer. Sehingga ketergantungan masyarakat terhadap energi tak terbaharukan ini pun tinggi. 3. Wilayah Distribusi dan Kapasitas Produksi LPG oleh Hiswana Migas dan PT.Pertamina Dari data sekunder Hiswana Migas yang bekerjasama dengan PT.Pertamina berupa data Rekap Alokasi Tabung Tahun 2016 Wilayah Pemasaran Kabupaten Bandung Barat, distribusi gas LPG di KBB telah tersebar merata yaitu 26 PT/Koperasi yang ada di KBB. Pada bulan Januari produksi

LPG sebesar 908.080 unit (sumber : data sekunder dari Hiswana Migas) dan pada bulan Februari sebesar 928.720 unit di KBB. Namun belum ada pendataan jumlah unit tabung yang disediakan dan didistribusikan di kec.Lembang secara khusus. Berdasarkan hasil temuan observasi lapangan dari data kuesioner wilayah distribusi LPG oleh Pertamina dan Hiswana Migas di Kecamatan Lembang telah mencakup semua (berdasarkan data kuisioner) kelurahan di Kecamatan Lembang. Namun terdapat beberapa penduduk di beberapa kelurahan yang tidak menggunakan LPG yaitu di kelurahan: - Pagerwangi - Wangunsari - Suntenjaya - Mekarwangi

- Cikidang - Cibogo - Wangunharja

Gambar 4.105 Peta Persebaran penduduk beberapa Kelurahan yang Tidak Memakai LPG

Sumber: Hasil Survey Lapangan Studio Proses A 2016


154 KELEMPEM //

4. Wilayah Distribusi dan Kapasitas Produksi Listrik oleh PLN Wilayah distribusi listrik oleh PLN di Kecamatan Lembang sudah menjangkau semua wilayah (berdasarkan data kuisioner) kelurahan di Kecamatan Lembang. Namun untuk data jumlah watt yang disalurkan di Kecamatan Lembang tidak didapatkan.

Hal ini berimplikasi di Kecamatan Lembang belum banyak yang memakai biogas karena jumlah kotoran sapi yang digunakan untuk membuat biogas cukup besar biayanya pun mahal namun hanya sekali pembiayaan di awal. Namun ada beberapa penduduk yang sudah memakainya yang kebanyakan adalah seorang peternak sapi di beberapa kelurahan, yaitu:

5. Wilayah Distribusi dan Kapasitas Produksi Biogas Kapasitas produksi biogas ditentukan oleh pemiliknya sendiri. Mengingat bahan dasar dari biogas adalah kotoran sapi, maka jarang penduduk yang memakai biogas dikarenakan tidak memiliki hewan ternak sendiri.

- Cibogo - Cikidang - Cikole - Cikahuripan - Pagerwangi

- Wangunsari - Langensari - Jayagiri - Wangunharja

Gambar 4.106 Peta Distribusi Beberapa Masyarakat di Beberapa Kelurahan yang Sudah Memakai Biogas

Sumber: Hasil Survey Lapangan Studio Proses A 2016


155 KELEMPEM //

4.1.5.2 Teridentifikasinya pembiayaan lembaga dalam memproduksi energi Pembiayaan dari lembaga penyedia dan/ atau pengelola energi di Kecamatan Lembang dalam memproduksi energi dianalisis melalui dana tiap lembaga energi, struktur anggaran yang meliputi alokasi pembiayaan Kabupaten Bandung Barat dan alokasi pembiayaan Kecamatan Lembang, kesesuaian antara prioritas pembangunan daerah dalam rencana dengan alokasi pembiayaan, dan potensi pendapatan pemerintah.

4.1.5.2.1 Dana Tiap Lembaga Energi Untuk menganalisis sumber dana dari tiap lembaga penghasil dan/atau pengelola energi di Kecamatan Lembang, maka dibutuhkan bagan aliran dana di setiap lembaga yang utamanya merupakan sumber dana dari anggaran pemerintah. Anggaran pemerintah tersebut meliputi pemerintah pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN), pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi dan pemerintah Kabupaten Bandung Barat melalui APBD Kabupaten.

Gambar 4.107 Cash Flow Lembaga Penghasil dan/atau Pengelola Energi di Kecamatan Lembang NASIONALJ

AWA BARAT

KABUPATEN BANDUNG BARAT

APBN

APBD PROVINSI

APBD KABUPATEN

PENDAPATAN

PAD

DANA PENGEMBANGAN

LAINYA

SKPD PELAKSANA

DCKTRD

BMSDAP

BELANJA

LANSUNG

TIDAK LANGSUNG

BUMN/BUMD

PLN

PT. INDONESIA POWER

PEMBIAYAAN

PENGELUARAN

PENERIMAAN

KEC. LEMBANG

PDAM

Sumber: Hasil Analisis Studio Proses A 2016


156 KELEMPEM //

Berdasarkan gambar 4.96, dapat dijelaskan bahwa PT.PLN, PDAM, dan PT.Indonesian Power mendapatkan dana dari alokasi anggaran pemerintah. Selain itu juga terdapat anggaran dana untuk energi yang langsung dialokasikan ke Kecamatan Lembang, dan ke SKPD Pelaksana seperti Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang serta Dinas Bina Marga, Sumber Daya Air, dan Pertambangan. 4.1.5.2.2 Struktur Anggaran Energi Struktur anggaran untuk energi Kecamatan Lembang dianalisis melalui alokasi pembiayaan energi untuk Kabupaten Bandung Barat dan Kecamatan Lembang. Analisis ini dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dari dokumen Kabupaten Bandung Barat dan Kecamatan Lembang. A. Alokasi Pembiayaan Kabupaten Bandung Barat Alokasi pembiayaan untuk energi dianalisis berdasarkan dokumen RTRW 2009-2029, RPJP 2007-2025, RPJMD 2013-2018, LPPD 2015, dan dokumen anggaran instansi Dinas Bina Marga, Sumber Daya Air, Pertambangan (DBMSDAP) dan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) Kabupaten Bandung Barat. 1. Dokumen RTRW Kabupaten Bandung Barat 2009-2029 Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2012 mengenai RTRW Kabupaten Bandung Barat, pembiayaan yang menyangkut energi diantaranya adalah pengembangan alternatif pembiayaan dalam pengembangan sistem air minum dan program pengembangan sistem jaringan prasarana energi dan listrik. Pengembangan sistem air minum ini meliputi pembangunan perpipaan SPAM (Sistem Penyediaan Air Minum) untuk melayani daerah yang belum terlayani, peningkatan kapasitas produksi PDAM dan menurunkan kehilangan air, perbaikan dan rehabilitasi sistem transmisi dan distribusi, peningkatan peran serta

masyarakat dan swasta dalam penyelenggaraan pengembangan air minum, serta peningkatan kapasitas pengelola. Secara lebih rinci, rencana pengembangan sistem prasarana air bersih dapat dilihat pada tabel 4.23. Pengembangan sistem prasarana air bersih yang dilakukan di Kecamatan Lembang di antaranya adalah pengembangan sistem penyediaan air bersih dan pembangunan embung (cekungan penampung/retention basin). Dana untuk program tersebut cukup besar, yaitu 20 miliar untuk pengembangan sistem penyediaan air bersih yang juga dilakukan di Cisarua, Ngamprah, dan Padalarang serta 2 miliar untuk pembangunan embung yang hanya dilakukan di Kecamatan Lembang. Sumber dana untuk kedua program tersebut berasal dari APBN, APBD Provinsi, dan APBD Kabupaten. Pengembangan sistem penyediaan air bersih direncanakan untuk dilaksanakan mulai tahun 2013 hingga antara tahun 2019-2023. Instansi yang melaksanakan pengembangan ini adalah Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) bersama dengan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Sementara itu, pembangunan embung direncanakan untuk dilaksanakan mulai 20142018 hingga 2019-2023 oleh Dinas Bina Marga dan Pengairan.


157 KELEMPEM //

Tabel 4.23 Tabel Rencana Pengembangan Sistem Prasarana Air Bersih

No.

Program Utama

Lokasi

1

Pengembang an sistem penyediaan air bersih

Lembang, Cisarua, Ngamprah, Padalarang

Pembanguna n embung

Lembang2

2

Besaran Rp. X 1000

Sumber Dana

Instansi

APBN, APBD

20.000.000 20,000,000 Prov, dan APBD

DCKTR dan PDAM

Kab.

PJM-1 x1-x5 2009

2010 2011

2012

2013 XX X

APBN, APBD

Dinas Bina Marga dan 2.000.000 ,000,000 Prov, dan APBD Pengairan

Kab.

3

Kecamatan Pemeliharaan yang Waduk memanfaatka Saguling n Waduk Saguling

4.000.000 4,000,000

4

Pemeliharaan Waduk Cirata

2.000.000 ,000,000

Cipendeuy2

APBN

DBMP, PDAM, PT Indonesian Power

APBN

DBMP, PDAM dan BPWC (Badan Pengelola Waduk Cirata)

XX X

PJM-2 x6- PJM -3 PJM-4 x16x10 x11-x15 x20

X

X

X

XX X

X

X

XX

X

X

X

X

XX

Sumber: RTRW Kabupaten Bandung Barat, 2009-2029 Di samping rencana pengembangan sistem prasarana air bersih, terdapat pula rencana pengembangan sistem prasarana energi dan listrik. Secara lebih rinci, rencana tersebut dapat dilihat pada tabel 4.23. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa pengembangan sistem prasarana energi yang direncanakan dilakukan di Kecamatan Lembang di antaranya adalah pemanfaatan dan optimalisasi PLTA Saguling, penyediaan sambungan baru, pembangunan jaringan pemancar listrik, dan pengembangan rencana PLTP Tangkubanparahu. Dana untuk pemanfaatan dan optimalisasi PLTA Saguling, penyediaan sambungan baru, dan pembangunan jaringan pemancar listrik berasal dari APBN, APBD Provinsi, dan APBD Kabupaten. Sementara dana untuk PLTP Tangkubanparahu berasal hanya dari APBN. Pemanfataan dan optimalisasi PLTA Saguling dilakukan di seluruh kecamatan termasuk Lembang dan memiliki anggaran sebesar 2 miliar. Instansi yang melaksanakan program ini adalah Dinas Bina Marga dan Pengairan, PT PLN, dan PT Indonesian Power. Program ini direncanakan untuk dilaksanakan mulai tahun 2013 hingga 20242029.

Penyediaan sambungan baru dan pembangunan jaringan pemancar listrik dilaksanakan di desa-desa yang belum teraliri listrik dan wilayah yang belum teraliri listrik. Di Kecamatan Lembang sendiri, masih ada KK yang belum teraliri listrik sehingga menjadi salah satu lokasi penyelenggaraan program ini. Dana yang diberikan untuk kedua program tersebut adalah 7 miliar dan 10 miliar. Kedua program ini direncanakan dilaksanakan oleh Dinas Bina Marga dan Pengairan dan PT PLN mulai tahun 2013 hingga 2024-2029. Pengembangan rencana Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) Tangkuban Perahu dilaksanakan di Tangkubanparahu Lembang dengan alokasi dana sebesar 10 miliar rupiah. Program ini direncanakan untuk dilakukan oleh Dinas Bina Marga dan Pengairan beserta dengan PT PLN pada tahun 2014-2018 hingga 2019-2023.

STUDIO PROSES A


158 KELEMPEM //

Tabel 4.24 Rencana Pengembangan Sistem Prasarana Listrik atau Energi No

Program Utama

1

Pemanfataan dan optimalisasi PLTA Saguling

2

Penyediaan sambungan baru

PJM-1 x1-x5

PJM-2 x6x10

PJM -3 PJM-4 x16x20 x11-x15

Besaran Rp. X 1000

Sumber Dana

Instansi

Seluruh Kecamatan

2,000,000

APBN, APBD Prov, dan APBD Kab.

Dinas Bina Marga dan Pengairan PT PLN dan PT Indonesian Power

XX X

X

XXX

X

Desa-desa yang belum teraliri listrik

7,000,000

APBN, APBD Prov, dan DBMP, PT PLN APBD Kab.

XX X

X

XXX

X

3

Membangun Wilayah yang jaringan belum teraliri pemancar listrik listrik

10,000,000

APBN, APBD Prov, dan APBD Kab.

X XX

X

XXX

4

Pembanguna n sistem jaringan kabel listrik bawah tanah

40,000,000

APBN, APBD Prov, dan DBMP, PT PLN APBD Kab.

XX X

X

5

Pengembang an rencana PLTA di Rongga (Cisokan)

100,000,000

APBN

Dinas Bina Marga dan Pengairan dan PT PLN, PT Indonesian Power

XX X

X

6

Pengembang an rencana Pembangkit Tangkubanpa Listrik Tenaga rahu 100,000,000 Panasbumi Kecamatan (PLTP) Lembang Tangkubanpa rahu

APBN

DBMP, PT PLN

Lokasi

Pusat kota

Rongga

2009

Dinas Bina Marga dan Pengairan dan PT PLN

2010

2011

2012

2013

XXX

X

X

Sumber: RTRW Kabupaten Bandung Barat, 2009-2029 Di dalam Muatan Teknis RTRW disebutkan pula mengenai pembiayaan pembangunan. Pembiayaan pembangunan ini mengacu kepada UU nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Berdasarkan undang-undang tersebut, pembiayaan pembangunan untuk pelaksanaan program pemanfaatan ruang berasal dari sumber penerimaan daerah berupa PAD, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. PAD terbagi menjadi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Dana perimbangan terbagi menjadi dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi umum. Selain itu, disebutkan pula jenis belanja yang mungkin digunakan dalam pembiayaan, strategi pembiayaan, kebijakan pembiayaan, dan arahan pengembangan investasi. 2. Dokumen RPJP Kabupaten Bandung Barat Dalam dokumen RPJP Kabupaten Bandung Barat Tahun 2007-2025, pembiayaan energi di Kabupaten Bandung Barat tidak disebutkan dan dijelaskan. Penjelasan hanya terbatas pada program-program yang menyangkut energi, tetapi pembiayaan dan dana alokasi tidak disebutkan.


159 KELEMPEM //

Gambar 4.108 Hubungan Keterkaitan antara RPJMD dengan Dokumen Perencanaan dan Penganggaran Lainnya PedomanP

PedomanD

RPJP NASIONAL DiacuD

RPJM NASIONAL

RKA - KL

RINCIAN APBN

RAPBN

APBN

iacu Dijabarkan

iperhatikanD PedomanD

edoman

Pedoman

RKP

iseraskan melalui MUSRENBANG

RPJM DAERAH

ijabarkan

RENSTRA SKPD

Pedoman

RKP DAERAH

Pedoman

RENJA SKPD

Pedoman

RAPBD

APBD

RKA SKPD

RINCIAN APBD

PEMERINTAH DAERAH

RPJP DAERAH

Pedoman

RENJA KL

PEMERINTAH PUSAT

RENSTRA KL

Sumber: RPJMD Kabupaten Bandung Barat, 2013-2018 RPJMD Kabupaten Bandung Barat tidak berdiri sendiri, dokumen ini memiliki keterkaitan dengan dokumen lainnya. Penyusunan RPJMD berpedoman pada RPJPD yang nantinya hasil RPJMD akan dijadikan sebagai pedoman penyusunan Renstra SKPD. Dari segi pembiayaan, RPJMD dijabarkan dalam RKP (Rencana Kerja Pemerintah) Daerah yang mana RKPD tersebut akan digunakan sebagai pedoman dalam pembentukan RAPB (Rencana Anggaran Pendapatan Belanja dan Daerah). RAPBD tersebut kemudian akan mengalami proses untuk menjadi APBD dan kemudian rincian APBD. Selain itu, RPJMD juga menjadi pedoman dalam penyusunan Renstra SKPD (Rencana Strategis SKPD). Renstra SKPD ini kemudian akan dijadikan pedoman RKA SKPD yang akan dijadikan pertimbangan dalam pembuatan rincian APBD.

STUDIO PROSES A

Gambar 4.109 Kerangka Hubungan antara Kebijakan Keuangan Daerah/APBD dengan RKPD dan Visi, Misi, Strategi RPJMD

RPJMD Visi, Misi, Strategi RKPD 1

RKPD 2

RKPD 3

RKPD 4

RKPD 5

Kebijakan keuangan Daerah / APBD Sumber: RPJMD Kabupaten Bandung Barat, 2013-2018 APBD juga memiliki hubungan dengan RPJMD sebagai komitmen politik penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk mendanai strategi pembangunan pada satuan program dan kegiatan selama 5 tahun. Secara umum, hubungan antara kebijakan keuangan daerah seperti APBD berhubungan dengan RPJMD melalui RKPD.


160 KELEMPEM //

RPJMD juga memiliki hubungan dengan APBD melalui program dan kegiatan yang menjadi satuan analisis terkecil untuk kebijakan pendapatan, belanja, dan pembiayaan sehingga seluruh kegiatan belanja dapat tertutupi oleh pendapatan dan pembiayaan. Gambar 4.110 Hubungan antara Proses Perencanaan Kegiatan dengan Keuangan ARAH KEBIJAKAN Program/ Kegiatan

P1

P5

PEMBIAYAAN

P4

BELANJA

Strategi

Misi

Visi

P3

PENDATAAN

P2

Dalam RPJMD sendiri, program pemerintah yang berkaitan dengan energi memiliki kesesuaian dengan misi 4 Kabupaten Bandung Barat, yaitu memantapkan pengelolaan prasarana dan sarana, sumber daya alam dan lingkungan hidup melalui pembangunan berkelanjutan. Program-program tersebut adalah program pengembangan kinerja pengelolaan air minum dan air limbah yang dilaksanakan oleh Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, pembinaan dan pengawasan bidang pertambangan dan pembinaan dan pengawasan bidang ketenagalistrikan yang dilaksanakan oleh Dinas Bina Marga, Sumber Daya Air, dan Pertambangan. Pagu indikatif atau patokan batas maksimal anggaran yang diberikan masing-masing SKPD untuk program-program tersebut dapat dilihat pada tabel 4.25.

P..

Sumber: RPJMD Kabupaten Bandung Barat, 2013-2018

Tabel 4.25 Pagu Indikatif Anggaran tiap SKPD No.

1

2

3

Urusan Pemerintahan Daerah/SKPD/Program Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum dan Air Limbah (DCKTR) Program Pembinaan dan Pengawasan Bidang Pertambangan (DBMSDAP) Program Pembinaan dan Pengembangan Bidang Ketenagalistrikan (DBMSDAP)

Pagu Indikatif Anggaran (Rp. Juta) 2014

2015

20162

0172

018

424.358.606

416.147.820

519.092.898

496.190.579

269.724.265

68.141.747

73.008.389

285.739.210

136.880.160

143.852.942

3.066.378.630

3.285.377.527

4.857.566.572

6.159.607.191

6.473.382.369

Sumber: RPJMD Kabupaten Bandung Barat, 2013-2018


161 KELEMPEM //

Berdasarkan tabel 4.25, dapat dilihat bahwa pagu indikatif yang dialokasikan untuk setiap program yang berhubungan dengan bidang energi cenderung naik turun. Pagu indikatif anggaran untuk Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum dan Air Limbah memiliki nilai yang cenderung tinggi di antara program lainnya, yaitu sekitar 269-519 juta Rupiah. Program Pembinaan dan Pengawasan Bidang Pertambangan memiliki pagu indikatif yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan program lainnya, yaitu hanya sebesar 68-285 juta rupiah. Sementara itu, Program Pembinaan dan Pengembangan Bidang Ketenagalistrikan memiliki alokasi anggaran pagu indikatif yang paling besar bila dibandingkan dengan kedua program lainnya, yaitu sebesar 3-6,4 miliar Rupiah. Di samping pagu indikatif anggaran yang dialokasikan untuk program-program tertentu, di dalam RPJMD, disebutkan pula besar pendanaan kecamatan. Kecamatan Lembang mendapatkan alokasi anggaran yang cenderung bertambah dari tahun 2014 hingga 2018. Anggaran tersebut berjumlah 1,7 miliar Rupiah hingga 2,4 miliar Rupiah dari tahun 2014 hingga 2018. Jumlah ini relatif besar bila dibandingkan dengan kecamatan lain. Namun, rincian program penggunaan anggaran tersebut di Kecamatan Lembang tidak disebutkan dalam RPJMD tersebut. Dari segi Pendapatan Asli Daerah, lembaga energi juga memiliki andil dalam kenaikan PAD setiap tahun. Lembaga tersebut di antaranya adalah PT Indonesia Power dan Pertamina yang mengalami penyesuaian NJOP untuk Wajib Pajak Khusus. 4. Dokumen RDTR Lembang Dalam RDTR Kecamatan Lembang tahun 2016-2035, pembiayaan dari Kecamatan Lembang tidak disebutkan secara rinci. 5. LPPD Kabupaten Bandung Barat 2015 LPPD merupakan singkatan dari Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 3 tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat, LPPD memiliki pengertian berupa laporan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah selama 1 (satu) tahun anggaran berdasarkan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) yang disampaikan oleh kepala daerah kepada Pemerintah. Ruang lingkup dari LPPD ini mencakup urusan desentralisasi, tugas pembantuan, dan tugas umum pemerintahan (Pasal 2 PP RI No. 3 tahun 2007). Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU nomor 33 tahun 2004) dan urusan desentralisasi ini meliputi urusan wajib serta urusan pilihan. Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan/atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan (UU nomor 33 tahun 2004) . Sementara itu, tugas umum pemerintahan meliputi kerjasama antardaerah, kerjasama daerah dengan pihak ketiga, koordinasi dengan instansi vertikal di daerah, pembinaan batas wilayah, pencegahan dan penanggulangan bencana, pengelolaan kawasan khusus yang menjadi kewenangan daerah, penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum, serta tugas umum pemerintah lainnya yang dilaksanakan oleh daerah (PP nomor 3 tahun 2007). Urusan wajib dan urusan pilihan yang merupakan bagian dari urusan desentralisasi merupakan urusan pemerintahan konkuren. Urusan pemerintahan tersebut dibagi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Urusan pemerintahan wajib terdiri atas urusan pemerintahan yang berkaitan dan tidak berkaitan dengan pelayanan dasar (UU nomor 23 tahun 2014).


162 KELEMPEM //

Energi dan sumber daya mineral merupakan bagian dari urusan pilihan (UU nomor 23 tahun 2014 dan PP nomor 3 tahun 2007). Penyelenggaraan dari urusan ini dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi. Kewenangan Pemerintah Pusat dalam bidang ini adalah melakukan pengelolaan minyak dan gas bumi sedangkan kewenangan Pemerintah Daerah kabupaten/kota adalah dalam pemanfaatan langsung panas bumi. Hal ini seperti yang disebutkan dalam UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Pada tahun 2015, berdasarkan LPPD, Kabupaten Bandung Barat memiliki 25 urusan wajib yang sesuai dengan urusan wajib yang disebutkan dalam PP nomor 3 tahun 2007. Urusan wajib yang tidak tertera pada LPPD ini hanya urusan statistik. Secara lebih rinci, total belanja, realisasi belanja, dan nama SKPD pelaksana dari urusan wajib tersebut dapat dilihat pada tabel di 4.26.

Tabel 4.26 Tabel Total Belanja, Realisasi Belanja, dan Nama SKPD Pelaksana dari Urusan Wajib No Urusan Wajib

Total Belanja

Realisasi Belanja

%

1 Pendidikan

944,090,119,220.00

851,283,677,814.00

90.17

2 Kesehatan

247,605,161,467.00

177,527,037,173.00

71.70

3 Lingkungan Hidup

23,066,712,708.00

22,491,851,989.00

97.51

4 Pekerjaan Umum

192,007,828,509.00

134,933,449,018.00

70.27

5 Penataan Ruang 6 Perencanaan Pembangunan 7 Perumahan

2,216,650,150.00 10,872,473,166.00

2,181,730,450.00 98.42 10,396,201,944.00 95.62

Nama SKPD Pelaksana - Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga - Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah - Dinas Kesehatan - Kantor Lingkungan Hidup - Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang - Kecamatan -Dinas Bina Marga dan Pengairan - Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang - Kecamatan - Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang - Badan Perencanaan Pembangunan Daerah - Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang - Badan Penanggulangan Bencana Daerah - Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga - Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI - Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu

174,643,919,655.00

156,128,178,554.00

89.40

19,469,283,800.00

17,542,079,966.00

90.10

9 Penanaman Modal

6,361,249,964.00

6,110,686,082.00

96.06

10 Koperasi dan Usaha Kecil dan M

3,090,988,588.00

2,549,165,647.00

82.47 - Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan KUMKM 90.07 - Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

8 Kepemudaan dan Olahraga

11 Kependudukan dan Capil 12 Sosial 13 Ketahanan Pangan 14 Pemberdayaan Perempuan dan P 15 KB dan Keluarga Sejahtera 16 Perhubungan 17 Komunikasi dan Informatika 18 Kesbangpol Dalam Negeri

Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, 19 Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian

9,484,191,307.00

8,542,143,010.00

10,272,445,827.00

9,948,305,167.00

96.84 - Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi

3,396,853,887.00

3,310,114,627.00

97.45 - Kantor Ketahanan Pangan

11,143,383,546.00

10,926,784,040.00

98.06 - Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana

6,407,627,150.00

6,372,923,350.00

99.46 - Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana

17,506,677,997.00

16,961,669,419.00

4,720,957,200.00 21,417,991,968.00

522,241,435,722.29

20 Pemberdayaan Masyarakat dan

9,045,185,543.00

21 Ketenagakerjaan 22 Pertanahan

6,418,024,382.00 253,986,950.00

96.89 - Dinas Perhubungan - Dinas Perhubungan 4,661,406,600.00 98.74 - Sekretariat Daerah - Satuan Polisi Pamong Praja 20,756,538,406.00 96.91 - Kantor Kesbangpol - Badan Penanggulangan Bencana Daerah - Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang - Sekretariat Daerah - Sekretariat DPRD - Inspektorat 489,642,166,249.00 93.76 - Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Daerah - Badan Kepegawaian Daerah - Badan Penanggulangan Bencana Daerah - Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI - Kecamatan - Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa 8,767,324,983.00 96.93 - Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang - Kecamatan 6,082,802,400.00 94.78 - Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi 253,986,950.00 100.00 - Sekretariat Daerah - Dinas Kebudayaan dan Pariwisata


18 Kesbangpol Dalam Negeri

Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, KELEMPEM // Keuangan 19 Administrasi Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian

21,417,991,968.00

20,756,538,406.00

522,241,435,722.29

489,642,166,249.00

20 Pemberdayaan Masyarakat dan

9,045,185,543.00

21 Ketenagakerjaan 22 Pertanahan

6,418,024,382.00 253,986,950.00

23 Kebudayaan

6,780,490,177.00

163

96.91 - Kantor Kesbangpol - Badan Penanggulangan Bencana Daerah - Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang - Sekretariat Daerah - Sekretariat DPRD - Inspektorat 93.76 - Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Daerah

- Badan Kepegawaian Daerah - Badan Penanggulangan Bencana Daerah - Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI - Kecamatan - Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa 8,767,324,983.00 96.93 - Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang - Kecamatan 6,082,802,400.00 94.78 - Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi 253,986,950.00 100.00 - Sekretariat Daerah - Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 6,563,628,657.00 96.80 - Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa

24 Kearsipan 476,531,900.00 457,077,900.00 95.92 - Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah 25 Perpustakaan 2,424,216,005.00 2,291,669,929.00 94.53 - Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Total Belanja Urusan Wajib 2,256,401,002,288.29 1,977,668,133,824.00 87.65

Sumber : LPPD Kabupaten Bandung Barat, 2015 Urusan pilihan yang tertera di LPPD Kabupaten Bandung Barat 2015, juga sesuai dengan PP nomor 3 tahun 2007. Secara lebih rinci, total belanja, realisasi belanja, dan nama SKPD pelaksana dari setiap urusan dapat dilihat pada tabel 4.27. Tabel 4.27 Tabel Total Belanja, Realisasi Belanja, dan Nama SKPD Pelaksana dari Urusan Pilihan No 1K 2

Urusan Pilihan

Total Belanja

elautan dan Perikanan3

,907,613,800.0 03

Pertanian

60,427,256,189.0 0

Realisasi Belanja ,313,029,050.0 08 57,425,794,431.0 0

%N

ama SKPD Pelaksana

4.78

- Dinas Peternakan dan Perikanan

95.03

- Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan

3K

ehutanan

3,907,613,800.0 03

,313,029,050.0 08

4.78

- Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan

4E

nergi dan Sumber Daya Mineral

5,982,926,950.0 05

,692,475,250.0 09

5.15

- Dinas Bina Marga, Sumber Daya Air, dan Pertambangan

5P

ariwisata3

,060,484,500.0 02

,883,802,356.0 09

4.23

- Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

6I

ndustri1

7P

erdagangan

8K

etransmigrasian

3,693,855,496.0 01

3,189,374,129.0 09

6.32

- Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan KUMKM

16,080,012,540.0 01

4,006,634,577.0 08

7.11

-- Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan KUMKM

304,680,000.0 09

5.71

- Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi

318,321,000.00

Total Belanja Urusan Pilihan 106,354,158,389.0 09 Total Belanja Urusan Wajib dan Piliha 2,362,755,160,677.2 92

9,689,800,417.0 09 3.73 ,077,357,934,241.00 87,92

Sumber : LPPD Kabupaten Bandung Barat, 2015

STUDIO PROSES A


164 KELEMPEM //

Berdasarkan tabel 4.27, dapat dilihat bahwa sektor energi dan sumber daya mineral merupakan urusan pilihan sesuai dengan PP nomor 3 tahun 2007 dan dilaksanakan oleh SKPD Dinas Bina marga, Sumber Daya Air, dan Pertambangan. Sektor ini menduduki alokasi keempat terbanyak dari delapan alokasi pembiayaan untuk urusan pilihan. Total belanja yang dialokasikan untuk kebutuhan energi dan sumber daya mineral adalah 5.982.926.950 rupiah dan total realisasi belanja adalah 95,15% atau sejumlah 5.692.475.250. Nilai total belanja tersebut memiliki persentase sekitar 5,63% dari seluruh alokasi urusan pilihan dan 0,25% dari seluruh alokasi belanja urusan pilihan dan urusan wajib. Jumlah alokasi ini tentunya tidak terlalu banyak bila dibandingkan sektor-sektorpemerintah yang lain. Alokasi pembiayaan ini pun juga masih dapat dimaksimalkan sehingga didapatkan total realisasi belanja sebesar 100%.

Dari data yang didapat ini, terdapat beberapa kemungkinan, yakni dalam penyelenggaraan urusan wajib dan urusan pilihan, dana tidak hanya bersumber dari APBD kabupaten. Selain itu, ada pula kemungkinan dana seutuhnya berasal dari APBD kabupaten sehingga realisasi dari anggaran belanja hanya sebesar 2,077 triliun rupiah yang mana jumlah ini lebih kecil dari jumlah belanja APBD. Kemungkinan lainnya adalah adanya perubahan APBD saat keberjalanan sehingga alokasi anggaran belanja di atas 2,363 triliun rupiah, meskipun pada akhirnya realisasi tidak mencapai angka tersebut. Selain urusan wajib dan urusan pilihan, terdapat pula tugas pembantuan. Tabel 4.28 menunjukkan tugas pembantuan yang dilakukan oleh Kabupaten Bandung Barat. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa program-program tugas pembantuan dari kabupaten ini, tidak ada yang berhubungan langsung dengan sektor energi sehingga pembiayaan mengenai sektor energi tidak ada yang berasal dari alokasi pembiayaan tugas pembantuan.

Secara umum, total belanja urusan wajib dan pilihan Kabupaten Bandung Barat adalah sebesar 2,363 triliun rupiah. Jumlah ini lebih besar dari jumlah belanja APBD Kabupaten Bandung Barat pada tahun yang sama, yaitu sebesar 2,144 triliun rupiah.

Tabel 4.28 Tugas Pembantuan Kabupaten Bandung Barat NO

PROGRAM

SUMBER BIAYA

ALOKASI RP.

CAPAIAN PROGRAM

SKPD PELAKSANA

1

Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Pangan; Program Peningkatan Produksi Produktivitas Holtikultura Ramah Lingkungan

APBN

11.819.265.000

94,97%

Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan

2

Program Pemenuhan Pangan Asal Ternak dan Agribisnis Peternakan Rakyat

APBN

6.742.600.000

86,20%

Dinas Peternakan dan Perikanan

3P

rogram Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan AnakA

.018.363.000

100%

Dinas Kesehatan

3.260.000.000

100%

Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang

4

Program Pembinaan dan Pengembangan Infrastruktur Permukiman

PBN4

APBN

Sumber : LPPD Kabupaten Bandung Barat, 2015


165 KELEMPEM //

Di samping itu, berdasarkan LPPD Kabupaten Bandung Barat tahun 2015, tugas umum pemerintahan terbagi menjadi kerjasama antardaerah, kerjasama daerah dengan pihak ketiga, koordinasi dengan instansi vertikal di daerah, pembinaan batas wilayah, pencegahan dan penanggulangan bencana, dan penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum. Berdasarkan dokumen ini, tugas umum pemerintahan yang berhubungan dengan energi secara langsung hanyalah terdapat pada kerjasama antaradaerah, yaitu kesepakatan kerjasama regional pengembangan sistem penyediaan air minum. Kerjasama ini dilakukan dengan pemerintah Kota Cimahi dan tertera pada Kesepakatan Bersama Antara Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dan Pemerintah Kota Cimahi Nomor 690/MoU.1-DCKTR/2015 tanggal 10 Maret 2015. 6. Dana SKPD Terkait Seperti yang disebutkan dalam RTRW Kabupaten Bandung Barat 2009-2029 dan LPPD Ka bupaten Bandung Barat tahun 2015, instansi yang terkait dengan penyelenggaraan energi di

kabupaten ini adalah Dinas Bina Marga, Sumber Daya Air, dan Pertambangan serta Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang. Secara lebih rinci, berikut adalah analisis mengenai rencana alokasi anggaran kedua dinas tersebut dan realisasi dari penggunaan anggaran. a. Dinas Bina Marga, Sumber Daya Air, dan Pertambangan Dinas Bina Marga Sumber Daya Air, dan Pertambangan (DBMSDAP) merupakan salah satu dinas yang bertugas menyelenggarakan energi di Kabupaten Bandung Barat. Tabel 4.28 menunjukkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) dari SKPD Dinas Bina Marga, Sumber Daya Air, dan Pertambangan Kabupaten Bandung Barat tahun 2015. Pada tabel tersebut, dapat dilihat bahwa jumlah total belanja untuk SKPD ini adalah sebesar Rp181.367.091.714,00 atau sekitar 181 miliar Rupiah. Apabila dibandingkan dengan jumlah total belanja yang berada di tabel 4.29 sebesar Rp161.583.985.613, terdapat perbedaan yang cukup besar.

Tabel 4.29 DPA SKPD DBMSDAP KBB 2015

Sumber: DPA SKPD DBMSDAP Kabupaten Bandung Barat, 2015


166 KELEMPEM //

Tabel 4.29 menunjukkan realisasi penyerapan anggaran dari dinas ini. Jumlah total seluruh anggaran yang digunakan untuk belanja berdasarkan tabel tersebut adalah Rp161.583.985.613. Nilai ini berbeda sekitar 20 miliar Rupiah dengan jumlah belanja berdasarkan DPA SKPD. Hal tersebut mengindikasikan adanya perubahan program dan anggaran tertentu antara anggaran dari DPA SKPD dan anggaran dari laporan realisasi penyerapan anggaran. Realisasi anggaran dari dinas ini sendiri tidak mencapai 100% untuk keseluruhan anggaran. Hanya 78,61% yang terealisasikan. Namun realisasi program seluruhnya mencapai 100% sehingga dapat dikatakan terjadi surplus anggaran karena realisasi program 100% tetapi realisasi anggaran belum mencapai 100%. Realisasi anggaran dari dinas ini yang belum mencapai 100% tidak secara langsung dijelaskan alasannya dalam dokumen yang dipublikasikan.

Namun, realisasi anggaran yang tidak sepenuhnya ini dapat disebabkan oleh konsep program awal yang mengalami perubahan dengan program yang akhirnya dilaksanakan sehingga anggaran yang dibutuhkan berkurang. Selain itu, bisa juga disebabkan oleh pengalokasian anggaran yang ditentukan tidak sesuai dengan harga yang sedang berlaku di masyarakat. Tentunya realisasi ini masih dapat ditingkatkan hingga realisasi program dan realisasi anggaran seluruhnya mencapai 100%. Apabila dilakukan perincian, terdapat beberapa program dari Dinas Bina Marga, Sumber Daya Air, dan Pertambangan yang berhubungan langsung dengan bidang energi. Rincian program tersebut beserta anggaran, realisasi, dan ketercapaiannya pada tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 4.30.

Tabel 4.30 Realisasi Penyerapan Anggaran Tahun 2015 No. P 1

Sasaran Stategis Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau dan Sumber Daya Air Lainnya Terlaksananya pemeliharaan dan rehabilitasi embung dan bangunan penampung air lainnya

Anggaran

Realisasi

%

Target

Realisasi

%

844.816.000

835.462.000

98,89

632.170.000

624.563.000

98,8

2 buah embung

2 buah embung

100

1 dokumen, 37 unit papan peringatan pencemaran air dan pembuang sampah

1 dokumen, 37 unit papan peringatan pencemaran air dan

100

2

Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sungai, danau, dan sumber daya air lainnya

212.646.000

210.899.000

99,18

R

Peningkatan Pembinaan dan Pengawasan Bidang Pertambangan

276.135.850

164.649.650

59,63

1

Terlaksananya monitoring dan pengendalian kegiatan penambangan bahan galian C

150.590.000

94.810.500

62,96

1 kali penertiban usaha tambang tanpa izin

100

2

Terlaksananya koordinasi dan penataan tentang hasil produksi di bidang pertambangan

1 kali penertiban usaha tambang tanpa izin

69.038.350

37.464.700

54,27

1 kegiatan sosialisasi

1 kegiatan sosialisasi

100

1 kegiatan pengadaan 1 kegiatan pengadaan dan dan pemasangan pemasangan papan larangan papan larangan penambangan liar penambangan liar

100

3

Terlaksananya pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan penambangan bahan galian C

T

56.507.500

32.374.450

57,28

Peningkatan Pembinaan dan Pengembangan Bidang Ketenagalistrikan

5.110.654.700

4.978.390.200

97,41

1

Terlaksananya koordinasi pengembangan ketenagalistrikan

4.973.754.700

4.872.510.200

97,96

2

Terselenggaranya sosialisasi regulasi mengenai kegiatan ketenagalistrikan

136.900.000

105.880.000

77,34

2.072 KK

2.072 KK

100

3 kali kegiatan sosialisasi

3 kali kegiatan sosialisasi

100

Sumber : Realisasi Penyerapan Anggaran DBMSDAP Kabupaten Bandung Barat, 2015


167 KELEMPEM //

Berdasarkan tabel 4.30, bila dilihat dari besar realisasi anggaran, tidak ada program terkait bidang energi yang memiliki ketercapaian 100%. Semua program memiliki ketercapaian di bawah 100%, bahkan ada yang hanya mencapai nilai ketercapaian sebesar 54,27%. Namun apabila dilihat dari realisasi target setiap program, semua realisasi program telah sesuai dengan target sehingga memiliki tingkat realisasi program sebesar 100%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa jumlah alokasi anggaran lebih besar daripada anggaran yang seharusnya, yang mana meskipun realisasi anggaran jauh dari 100% tetapi realisasi target kegiatan mencapai 100%. Dalam pelaksanaan program, terdapat kemungkinan bahwa dinas ini melakukan penghematan anggaran atau anggaran yang diberikan memang terlalu berlebih. Selain itu, ada kemungkinan pula bahwa target yang tercapai tersebut hanya dari segi kuantitatif, namun belum dari segi kualitatif. Pembiayaan terbesar di bidang energi untuk dinas ini adalah untuk koordinasi pengembangan ketenagalistrikan yang mencapai 4,9 miliar Rupiah. Tingkat realisasi dari anggaran untuk program ini adalah 97,96% dan tingkat realisasi dari target untuk program ini adalah 100%. Sementara itu, pembiayaan terendah di bidang energi adalah terlaksananya pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan penambangan bahan galian C, yaitu sekitar 56 juta Rupiah. Realisasi anggaran dari program ini hanya sebesar 57,28% dengan target terlaksananya satu kegiatan pengadaan dan pemasangan papan larangan penambangan liar. Dalam realisasinya, program ini terlaksana 100% dimana satu kegiatan pengadaan dan pemasangan papan larangan penambangan liar berhasil dilakukan. Realisasi anggaran yang kebanyakan tidak mencapai 100% ini dapat disebabkan oleh berbagai hal, di antaranya oleh konsep program awal yang berbeda dengan program yang akhirnya dilaksanakan sehingga anggaran yang dibutuhkan berkurang dan pengalokasian anggaran yang tidak sesuai dengan harga yang sedang berlaku di masyarakat.

Realisasi anggaran yang tidak mencapai 100% ini dapat berpengaruh terhadap pengurangan alokasi anggaran di tahun selanjutnya yang berkurang, pengubahan dalam perincian konsep program, serta pengawasaan pelaksanaan program yang ditingkatkan. b. Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Di samping Dinas Bina Marga, Sumber Daya Air, dan Pertambangan terdapat juga Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) yang bertugas untuk melaksanakan penyelenggaraan energi di Kabupaten Bandung Barat. Tabel 4.33 menunjukkan jumlah pendapatan dan belanja dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang pada tahun anggaran 2015. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa jumlah belanja dari dinas ini adalah sebesar 151,077 miliar rupiah. Namun berdasarkan Laporan Akuntabilitas Kinerja DCKTR pada tahun 2015, jumlah pagu indikatif belanja dari dinas ini adalah sebesar Rp 224.411.857.805,- dengan Belanja Tidak Langsung sebesar Rp 8.739.213.091,- dan Belanja Langsung sebesar Rp 215.672.644.714,-. Perbedaan jumlah anggaran belanja terjadi pada kedua dokumen tersebut. Dalam dokumen Laporan Akuntabilitas Kinerja memang tertera bahwa jumlah belanja tersebut merupakan jumlah belanja setelah dilakukan perubahan dari dokumen awal. Namun, dokumen yang menjadi acuan alokasi belanja tidak dipublikasikan secara umum, salah satunya melalui web pemerintah Kabupaten Bandung Barat.


168 KELEMPEM //

Tabel 4.31 Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD DCKTR KBB 2015

Sumber : DPA SKPD DCKTR Kabupaten Bandung Barat, 2015 Berdasarkan Laporan Akuntabilitas Kinerja Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang didapatkan bahwa realisasi penggunaan belanja tidak mencapai 100% hanya sebesar 81,44%. Capaian realisasi tertinggi adalah melalui belanja tidak langsung sebesar 95,03%. Capaian realisasi terendah tentunya adalah melalui belanja langsung yang hanya sebesar 81,44%. Dari sejumlah program yang dilaksanakan oleh Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, terdapat beberapa program terkait energi, yang Tabel 4.32 Realisasi Penggunaan Belanja DCKTR No.J enis Belanja BelanjaT ak Langsung Belanja 2. Langsung Jumlah

1.

Pagu (Rp)R

ealisasi (Rp)

menggunakan pula dana alokasi belanja tersebut. Kegiatan tersebut adalah: A. Kegiatan penyediaan jasa komunikasi, sumber daya air, dan listrik administrasi perkantoran Kinerja kegiatan yang ditargetkan sebanyak 100 % dan yang terealisasikan sebesar 92,74 % atau tingkat capaian kinerja kegiatan sebesar 92,74 %. Tabel 4.33 Dana Alokasi Belanja KegiatanPenyediaan Jasa Komunikasi, Sumber Daya Air, dan Listrik Administrasi Perkantoran Indikator KinerjaS

Tingkat Capaian (%)

8.739.213.091

8.304.607.276

95,03

215.672.644.714

174.456.121.880

80,89

224.411.857.805

182.760.729.156

81,44

Sumber : Laporan Akuntabilitas Kinerja DCKTR Kabupaten Bandung Barat, 2015

∞Input/masukan : Dana Output/keluaran : Terlaksananya pembayaran jasa Telekomunikasi Outcomes/hasil : Tersedianya jaringan telepon yang memadai

atuanR

encana

Realisasi%

Rupiah

6.000.000

5.564.2279

Unit

44

Bulan1

2

2,74 100

12

100

Sumber : Laporan Akuntabilitas Kinerja DCKTR Kabupaten Bandung Barat, 2015


169 KELEMPEM //

B. Kegiatan Penyediaan Komponen Instalasi Listrik/Penerangan Bangunan Kantor Administrasi Kantor Kinerja kegiatan yang ditargetkan sebanyak 100 % dan terealisasi 74,37 % atau tingkat capaian kinerja kegiatan sebesar 74,37 %. Tabel 4.34 Dana Alokasi Belanja Kegiatan Penyediaan Komponen Instalasi Listrik/Penerangan Bangunan Kantor Administrasi Kantor Indikator KinerjaS

atuanR

encana

Realisasi%

∞ Input/masukan : Dana

Rupiah

4.574.800

3.402.240

74,37

Output/keluaran : Terlaksananya belanja alatalat listrik

Jenis1

0

10

100

Outcomes/hasil : Tersedianya barang instalsi lintrik untuk bangunan kantor

Bulan1

21

21

00

Sumber : Laporan Akuntabilitas Kinerja DCKTR Kabupaten Bandung Barat, 2015 C. Kegiatan Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi Dasar Terutama Bagi Masyarakat Miskin Program Lingkungan Sehat Perumahan Kinerja kegiatan yang ditargetkan sebanyak 100 % dan yang terealisasikan sebesar 98.04% atau tingkat capaian kinerja kegiatan sebesar 88,24%. Tabel 4.35 Dana Alokasi Belanja Kegiatan Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi Dasar Terutama Bagi Masyarakat Miskin Program Lingkungan Sehat Perumahan Indikator KinerjaS Input/masukan : Dana

atuanR encana Rupiah 3.747.651.0003

Output/keluaran : Terlaksananya Pembangunan Sarana dan Prasarana Air Bersih di 8 Kecamatan dan Dokumen1 tersedianya Dokumen FS/DED Air Bersih di 5 Wilayah Pelayanan (Perkotaan dan Pedesaan) Outcomes/hasil : Meningkatnya Cakupan Pelayanan Air Bersih/Air Minum Pedesaan

%1

11

00

Realisasi% .307.108.400

88,24

11

00

1001

00

Sumber : Laporan Akuntabilitas Kinerja DCKTR Kabupaten Bandung Barat, 2015

D. Kegiatan Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi Dasar Terutama Bagi Masyarakat Miskin (DAK) Kinerja kegiatan yang ditargetkan sebanyak 100 % dan yang terealisasikan sebesar 60,21% atau tingkat capaian kinerja kegiatan sebesar 60,21%. Tabel 4.36 Dana Alokasi Belanja Kegiatan Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi Dasar Terutama Bagi Masyarakat Miskin (DAK) Indikator KinerjaS Input/masukan : Dana

atuanR Rupiah

encana 4.037.638.400

Output/keluaran : Terlaksananya pembangunan SPAM Perdesaan

Lokasi Desa7

Outcomes/hasil : Tersedianya air minum yang bersih dan layak minum bagi masyarakat

%

100

Realisasi% 2.431.218.000

60,21

7

100

100

100

Sumber : Laporan Akuntabilitas Kinerja DCKTR Kabupaten Bandung Barat, 2015 E. Kegiatan Penyedian Prasarana dan Sarana Air Minum Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum dan Air Limbah Kinerja kegiatan yang ditargetkan sebanyak 100 % dan yang terealisasikan sebesar 96,08% atau tingkat capaian kinerja kegiatan sebesar 96,08%. Tabel 4.37 Dana Alokasi Belanja Kegiatan Penyediaan Prasarana dan Sarana Air Minum Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum dan Air Limbah Indikator KinerjaS Input/masukan : Dana

R

atuanR encana Realisasi% upiah 209.812.800 201.596.933 96,08

Output/keluaran :Terlaksananya pelatihan penerima Pansimas (BP SPAM KBB)

Desa

101

01

00

Outcomes/hasil : Terbentuknya kepengurusan SPAM di Desa

%1

00

100

100

Sumber : Laporan Akuntabilitas Kinerja DCKTR Kabupaten Bandung Barat, 2015


170 KELEMPEM //

Dari seluruh program yang berhubungan dengan energi tersebut, seperti halnya Dinas Bina Marga, Sumber Daya Air, dan Pertambangan, realisasi anggaran program tidak ada yang mencapai 100%. Realisasi tertinggi adalah Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum dan Air Limbah dengan besar realisasi sebesar 96,08%. Realisasi terendah adalah Program Kegiatan Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi Dasar Terutama Bagi Masyarakat Miskin, yaitu sebesar 60,21%. Namun meskipun realisasi anggaran program tidak ada yang mencapai 100%, realisasi target program seluruhnya mencapai 100%. Hal ini mungkin disebabkan oleh kegiatan menghemat anggaran dari SKPD, jumlah anggaran yang terlalu besar, atau realisasi target program yang hanya dilihat dari segi kuantitatif namun belum kualitatif. Secara lebih lanjut, data mengenai alasan tidak mencapai 100% nya realisasi anggaran tidak berhasil didapatakan. Anggaran program terkait energi terbesar sendiri adalah untuk program Kegiatan Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi Dasar Terutama Bagi Masyarakat Miskin (DAK) sebesar 4 miliar Rupiah. Sementara itu, realisasi terbesar adalah untuk program Kegiatan Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi Dasar Terutama Bagi Masyarakat Miskin Program Lingkungan Sehat Perumahan yakni sebesar 3,3 miliar Rupiah. 4.1.5.2.3 Alokasi Pembiayaan Kecamatan Lembang Alokasi energi untuk Kecamatan Lembang tidak hanya berasal dari Kabupaten Bandung Barat, tetapi juga dari Kecamatan Lembang sendiri. Tabel 4.40 menunjukkan kegiatan yang dilakukan pada Kecamatan Lembang tahun 2014 berdasarkan program Musrenbang Kecamatan tahun 2013. Kegiatan yang dilakukan di Kecamatan Lembang yang berhubungan dengan energi hanya lah sebuah kegiatan berupa pipanisasi saluran air yang dilakukan di Desa Suntenjaya oleh DCKTR. Pembiayaan yang dikeluarkan hanya 160 mliar Rupiah. Hal ini menunjukkan Kecamatan Lembang hanya sedikit melakukan kegiatan yang berhubungan langsung dengan energi pada tahun tersebut.

Tabel 4.38 Realisasi Program Melalui Musrenbang Kecamatan Tahun 2013, Kecamatan Lembang Tahun 2014 Kegiatan Sasaran Kegiatan Pipanisasi saluran air Pembangunan minum di RW 05, 06, Jaringan air 07, 08, 10, 12, 13, 14 minum dan 16

VolB

iaya

Lokasi

SKPD

1 paket1

60,000,000

Desa Suntenjaya

DCKTR

Sumber: Profil Kecamatan Lembang, 2015 Begitu juga dengan skala prioritas kegiatan tahun 2017 yang ditunjukkan dalam tabel 4.40, hanya ada 2 kegiatan yang memilliki kaitan dengan energi. Kegiatan tersebut pun berupa pemasangan penerangan jalan yang tidak terlalu signifikan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kegiatan terkait energi yang dilaksanakan langsung oleh Kecamatan Lembang hanya sedikit dan tidak mencakup seluruh energi. Tabel 4.39 Daftar Skala Kegiatan Prioritas Kegiatan Tahun 2017 DBMSDAP Kabupaten Bandung Barat-Kecamatan Lembang Urusan/Bidang Urusan Pemerintahan Daerah dan Program Kegiatan

Indikator Target Kebutuhan Kinerja Capaian Dana/Pagu Program Kinerja Indikatif Kegiatan

Pemasangan Penerangan Jalan

Penerangan Jl. 15 titik Maribaya

52,500,000

52,500,000

Penerangan Pemasangan Jalan 12 titik Penerangan Jalan Tangkuban Perahu

42,000,000

42,000,000

APBD

Desa

SKPD

Ket.

Kayuambon/ Binamarga Langensari

Cibogo

Binamarga

Sumber: Profil Kecamatan Lembang, 2015 A. Kesesuaian Antara Prioritas Pembangunan Daerah dalam Rencana dengan Alokasi Pembiayaan Kesesuaian antara pembangunan yang dicapai dengan alokasi biaya pemerintah kami melihatnya dengan membandingkan antara dokumen RPJMD dan APBD. 1. RPJMD Pada dokumen RPJMD terdapat isu-isu strategis yang dianalisis untuk melihat prioritas pembangunan daerah. Pada perumusan isu-isu strategis,


171 KELEMPEM //

permasalahan-permasalahan pembangunan apa saja yang menjadi agenda utama rencana pembangunan daerah dalam lima tahun kedepan. Salah satu bidang yang dibahas adalah bidang Energi dan Sumber Daya Mineral.

Tabel 4.40 Pencapaian Indikator Kinerja Bidang ESDM Energi dan Sumber Daya Mineral No. 3.1.

Gambar 4.111 Isu dan Permasalahan Pembangunan dalan RPJMD Kabupaten Bandung Barat 3.2.

Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Permasalahan utama adalah: 1. Pemanfaatan Sumber Daya Hutan; 2. Antisipasi terhadap ketersediaan energi melalui gerakan hemat energi belum berjalan efektif; 3. Sumberdaya mineral dan pengelolaan pertambangan yang ramah lingkungan belum dimanfaatkan secara maksimal. Sumber : RPJMD KABUPATEN BANDUNG BARAT 2013-2018 Berdasarkan kutipan RPJMD diatas terdapat 3 permasalahan utama. Dari ketiga permasalahan tersebut yang langsung berkaitan dengan masyarakat adalah poin nomor 2. Maka perlu adanya rencana pembangunan yang menyelesaikan permasalahan mengenai ketersediaan energi berupa sosialiasi mengenai gerakan hemat energi yang dimaksudkan untuk ketersediaan energi. Pada dokumen RPJMD sendiri terdapat indikator kinerja daerah yang sudah ditetapkan. Indikator kinerja daerah ditetapkan dengan tujuan memberikan gambaran tentang ukuran keberhasilan penyelenggaraan pemerintah daerah, khususnya dalam memenuhi kinerja pada aspek kesejahteraan, layanan, dan daya saing. Pencapaian indikator kinerja yang telah ditetapkan merupakan keberhasilan dari tujuan sasaran pembangunan daerah periode 2013-2018 yang telah direncanakan.

Tahun

Bidang Urusan/Indikator 2013 Luas Pertambangan tanpa ijin 3.57 yang ditertibkan (Ha) Total Luas penambangan 60 tanpa ijin (Ha)

2014

2015

2016

77

2017

2018

2018

77

7

54

47

40

33

26

26

Persentase luas penambangan liar yang ditertibkan (%)

61,1

71,387

5,09

78,8

82,51

100

100

Kontribusi sektor pertambangan dan penggalian terhadap PDRB (%)

0,39

0,39

0,39

0,39

0,39

0,39

0,39

Sumber : RPJMD Kabupaten Bandung Barat 2013-2018 Dapat dilihat pada indikator kinerja bidang ESDM semuanya berkaitan dengan pertambangan. Urusan mengenai pemanfaatan kehutanan dan antisipasi ketersediaan energi tidak tercantum didalamnya. Jadi pembiayaan selanjutnya yang akan dianalisis lewat APBD hanya mengenai urusan pertambangan. 2. APBD Pada APBD terdaftar tentang pembiayaan penyelenggaraan urusan pemerintahan. Terdapat urusan yang bersifat wajib dan pilihan. Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral berada pada kategori urusan pilihan. Energi dan Sumber daya mineral memiliki total belanja Rp 5.982.926.950,- dengan realisasi belanja Rp 5.692.475.250,- yang dilaksanakan oleh SKPD DBMSDAP. Total belanja urusan pilihan Rp 106.305.158.139,- dengan realisasi belanja Rp 99.689.800.417,-. Total belanja urusan wajib dan pilihan Rp 2.362.755.160.677,- dengan realisasi Rp 2.077.357.934.241,-. Ini berarti jumlah anggaran belanja pemerintah untuk bidang energi dan sumber daya mineral 0.00225% dari total seluruh anggaran dan 0.0563% dari total urusan belanja pemerintah.


172 KELEMPEM //

Disamping persentasenya yang kecil masih juga terdapat perbedaan antara pembangunan dalam rencana pembangunan di Kabupaten Bandung Barat khususnya Kecamatan Lembang dengan alokasi biaya yang diberi dengan total belanja Rp 5.982.926.950,- dan realisasi belanja Rp 5.692.475.250,- yang dilaksanakan oleh SKPD DBMSDAP. 4.1.5.2.4 Potensi Pendapatan Pemerintah Pelaksanaan APBD di Kabupaten Bandung Barat telah diawali dari tahun 2008. Pada bidang pendapatan dalam pelaksanaan APBD, pengukuran kinerja pendapatan APBD dilaksanakan dengan mengukur sumber pendapatan. Struktur pendapatan Kabupaten Bandung Barat terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah. Gambar 4.112 Grafik Potensi Pendapatan Daerah Kabupaten Bandung Barat Pendapatan Daerah Kabupaten Bandung Barat Tahun 2008 - 2012 ( Milyar Rupiah ) 1423,861 1278,984 864,827 1024,454 705,364

2008

2009

2010

2011

2012

Sumber:RPJMD Kabupaten Bandung Barat 2009-2029 Pendapatan Daerah Kabupaten Bandung Barat selama kurun waktu 2008-2012 meningkat setiap tahunnya. Dalam kurun waktu 5 tahun tersebut, peningkatan pendapatan daerah setiap tahunnya kurang lebih senilai 200 Milyar Rupiah dengan rincian pendapatan asli daerah selalu meningkat setiap tahunnya senilai kurang lebih 100 Milyar rupiah dari 2008 ke 2012 dan retribusi daerah meningkat sekitar 4 Milyar rupiah.

Dengan pendapatan tersebut dan ditambah dana perimbangan yang merupakan dana APBN untuk mendanai kebutuhan daerah berserta dana lainnya, maka jika ditotalkan sebesar kurang lebih 1.4 Triliyun Rupiah pada tahun 2012. Dalam LPPD Tahun 2015, realisasi belanja Pemerintahan Kabupaten Bandung Barat untuk pembangunan dan penataan ruang dalam urusan wajibnya sekitar 12.5 Milyar Rupiah dan untuk pekerjaan umum sekitar 192 Milyar Rupiah. Sedangkan realisasi belanja dalam urusan pilihan untuk energi dan sumber daya mineral sekitar 5.6 Milyar Rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa pemasukkan untuk anggaran belanja Pemerintah Kabupaten Bandung Barat sangat dibantu oleh dana perimbangan daripada pendapatan daerah. Berdasarkan tabel 4.41, Penghasilan Asli Daerah Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2014 sebesar 25.472.414.000 Rupiah. Nilai tersebut membuat Kabupaten Bandung Barat berada pada peringkat 14 dari 26 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat dalam realisasi pendapatan asli daerah tahun 2014. Jika dibandingkan dengan kabupaten disekitarnya yaitu Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Bandung, maka Pendapatan Asli Daerah tersebut tidak berbeda jauh dengan Kab. Sumedang dan hanya setengah nilai dari Kab. Bandung.


173 KELEMPEM //

Tabel 4.41 Tabel Realisasi PAD Pemerintah Jawa Barat 2012-2014 (Ribu Rupiah)

No

Kabupaten/Kota

1K 2K 3K 4K 5K 6K 7K 8K 9K 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

K ab. Bogor K ab. Sukabumi K ab. Cianjur K ab. Bandung K ab. Garut K ab. Tasikmalaya K ab. Ciamis K ab. Kuningan K ab. Cirebon

Kab. Majalengka Kab. Sumedang Kab. Indramayu Kab. Subang Kab. Purwakarta Kab. Karawang Kab. Bekasi Kab. Bandung Barat Bogor Sukabumi Bandung Cirebon Bekasi Depok Cimahi Tasikmalaya Banjar

Pendapatan Asli Daerah 2012 2013 2014 1068548454 1261034564 1363996369 185190546 273452383 355346307 215802560 266100617 279096823 366316690 507243684 512622962 184269765 240631630 255101696 60970811 70474192 87499844 87711885 117475935 138809504 97605696 112517243 142809857 229992688 250848893 368111750 103740972 142505677 154484314 161995577 189612072 212894543 164671615 174713400 241321575 120972035 144513483 150997506 151567978 173764160 407987714 658597371 660841120 796772404 801852906 1154525309 1124165441 136291257 187170467 251472414 252280722 43368420 413249213 148387666 174959121 201242474 1005583425 1442775239 1762952227 149489858 206019070 224468022 730735134 969741298 1042728151 474705361 581207571 588606351 144540602 191599457 182394096 153027660 172877461 173254830 54684691 70625136 63864729

Sumber: Jawa Barat dalam Angka, 2015


174 ANALISIS SWOT //

4.2 ANALISIS SWOT

(Strength, Weakness, Opportunities, Threats) No.

1

2

3

4

Strength (S)

Weakness (W)

Kurang optimal Potensi aparatur, perangkat desa, dan jajaran pengetahuan aparatur keamanan, ketentraman yang tertib dan dalam memahami handal program dan kegiatan

Pelaksanaan tupoksi yang terencana, terevaluasi dan terlaporkan

Terhambatnya penyelenggaraan sistem pelaksanaan tugas yang tidak didukung dengan jadwal pembinaan, pengawasan, dan evaluasi

Opportunities (O)

Threats (T)

Rendahnya kemampuan Mengusulkan keikutsertaan aparatur dalam penyusunan bagi pelatihan aparatur dan produk peraturan, keputusan, petugas Kec.Lembang dan perencanaan dalam tingkat desa

Terbukanya sistem penganggaran dari APBD untuk memenuhi kebutuhan dan penyelenggaran program kegiatan

Kurang sesuai anggaran pembiayaan energi dengan realisasinya

Terdapat rencana tata ruang wilayah terkait energi dalam RTRW KBB 2009-2029

Konsumsi energi air dan BBM tidak dapat diproyeksikan Kurangnya Tersusunnya rencana proker secara signifikan di masa transparansi data dari unsur unit kerja mendatang melalui pendekata mengenai pembiayaan Kecamatan Lembang nekonomi mikro (pendapatan di semua instansi masyarakat).

Terdapat rencana pengelolaan sumberdaya terbarukan dalam pemenuhan kebutuhan energi

Membuat, menyusun, menganalisis, mendata serta Data mengenai energi membentuk sistem, SDA, dan di KBB tidak tersusun kepariwisataan, sarpras dan sistem penyelenggaraan dengan baik pemerintah di setiap unit kegiatan

Pertumbuhan sektor-sektor yang semakin tinggi mengindikasikan semakin tingginya permintaan akan energi.

5

Konsumsi energi yang tidak optimal akan meningkatkan Pemanfaatan energi Koordinasi antarlembaga ketidakefisienan energi di masa Terdapat rencana SDA berdasarkan kepmen biogas kurang optimal energi sudah terjalin dengan mendatang dan akan ESDM di Kec.Lembang cukup baik mempengaruhi perekonomian wilayah Kecamatan Lembang.

6

Pelaksanaan gerakan hemat energi pada Terdapat program pembangunan sumberdaya RPJMD di air dalam RPJMD Kec.Lembang belum berjalan efektif

7

8

Terdapat program pengembangan kinerja pengelolaan

Terdapat program sosialiasi Kedua SPBU tersebut dari lembaga-lembaga energi terhubung dengan jalan arteri

Konsumsi masyarakat terhadap energi air dan Kapasitas produksi air, listrik, BBM tidak dapat minyak dan gas cukup besar diidentifikasi melalui dari instansi penyedia energi pendekatan pendapatan tersebut masyarakat.

Banyak sarana yang berupa warung penjual LPG

Hasil analisis Produksi biogas dari lembaga Differential Shift Sudah banyak sarana KPSBU dan CV.Energi bertanda negatif prasarana yang memudahkan Wilayah distribusi air, listrik, minyak dan gas Persada di Kec.Lembang (sektor Pertambangan dalam pembayaran listrik, tersebar di seluruh Kec.Lembang sudah dikembangkan yaitu dan Penggalian) contoh: ATM, counter khusus, 1000 reaktor dengan 5000 memiliki pertumbuhan minimarket peternak sapi yang rendah.


175 ANALISIS SWOT //

8

9

10

11

11

12

Hasil analisis Produksi biogas dari lembaga Differential Shift Sudah banyak sarana KPSBU dan CV.Energi bertanda negatif prasarana yang memudahkan Wilayah distribusi air, listrik, minyak dan gas Persada di Kec.Lembang (sektor Pertambangan dalam pembayaran listrik, tersebar di seluruh Kec.Lembang sudah dikembangkan yaitu dan Penggalian) contoh: ATM, counter khusus, 1000 reaktor dengan 5000 memiliki pertumbuhan minimarket peternak sapi yang rendah.

Terdapat peraturan tentang energi

Kecamatan Lembang belum dapat menjadi Pembiayaan energi dalam wilayah yang alokasi anggaran menduduki memberikan kontribusi peringkat keempat dalam terbesar terhadap tabel urusan pilihan PDRB Kabupaten Bandung Barat.

SPBU tidak menjangkau kebutuhan seluruh masyarakat Terdapat rencana Program pengembangan sistem prasarana air Kecamatan Lembang pengembangan sistem bersih dengan dana 20 miliar dari APBN, dan kualitas jalan ke prasarana energi dengan APBD Provinsi dan APBD Kabupaten. sarana dan prasarana alokasi dana total 17 miliar pengisian BBM kurang baik

Rata-rata penggunaan energi BBM per bulan masyarakat lebih besar dari kapasitas yang Konsumsi masyarakat terhadap listrik dan disediakan sarana LPG dapat diidentifikasi melalui pendekatan prasarana pengisian pendapatan masyarakat. BBM dan letak pemasok jauh, yaitu di Ujung Berung

Hasil Analisis Differential Shift bertanda positif menunjukkan bahwa sektor-sektor memiliki pertumbuhan cukup tinggi.

Pertumbuhan PDRB Kecamatan Lembang menjadi indicator meningkatnya konsumsi energi di wilayah ini. Peningkatan konsumsi energi ini menjadi salah satu sumberdaya yang dapat meningkatkan perekonomian wilayah secara terintegritas.

Banyak pihak yang mampu mengelola air sendiri

Adanya kelemahan geografis yang membuat ketergantungan pada PDAM, sehingga bisa terintegritas dan terkontrol dengan baik

Akan sulit menginterferensi masyarakat di suatu lokasi tertentu untuk beralih menggunakan sumber energi lain selain BBM (misal energi Terdapat program kegiatan matahari/ sumber energi pengembangan listrik yaitu pengganti BBM lainnya) penerangan jalan dalam karena penggunaan BBM prioritas kegiatan tidak dipengaruhi oleh tempat DBMSDAP di Kec.Lembang konsumennya berada, bahkan tahun 2017 di lokasi yang supply BBM nya sangat rendah pun masyarakat masih tetap menjadikan BBM sebagai sumber energi utama

Kondisi pendapatan Rata-rata penggunaan masyarakat Kecamatan LPG per bulan oleh Lembang dapat digunakan masyarakat lebih besar untuk melakukan proyeksi dari kapasitas yang terhadap konsumsi energi disediakan HISWANA listrikdan LPG di tahun-tahun MIGAS berikutnya.

Sulitnya pengolahan biogas bagi masyarakat

Sebagian besar mekanisme penyediaan air bersih yang ada Terdapat banyak di Kecamatan Lembang telah pohon rimbun tinggi Hasil analisis Shift Share dikuasai oleh masyarakat sehingga gardu listrik bertanda negatif, yaitu sektor setempat (BPAB), maka akan kerap mengalami sulit bagi pemerintah untuk pertambangan/penggalian gangguan menjadikan PDAM sebagai badan utama penyedia air bersih di Kecamatan Lembang


176 ANALISIS SWOT //

No.

Stregth (S)

Weakness (W)

Opportunities (O)

Threars (T)

13

Kesulitan untuk membangun Konsumsi energi secara Instalasi biogas hanya instalasi biogas untuk kawasan Terdapat dua SPBU di optimal akan berpotensi bisa digunakan oleh yang tidak ada peternaknya dan Kecamatan Lembang semakin meningkatkan terbatasnya masyarakat yang penduduk yang memiliki dengan kualitas yang baik perekonomian wilayah bisa dan mau menggunakan ternak sapi Kecamatan Lembang biogas sebagai sumber energi

14

Ketersediaan lahan yang Jarak sarana penyedia Beberapa sungai di daerah masih berpeluang untuk Banyak sarana dan LPG dekat ke masyarakat perkotaan dan sungai-sungai dilakukan pembangunan prasarana penyedia dan dan tidak ada kelangkaan yang melintasi pemukiman dan berada pada lokasi pengisian energi BBM LPG yang berarti di zona industri dalam kondisi dengan IKG yang tinggi informal (eceran) Kecamatan Masyarakat tercemar sedang dan berat hingga sangat tinggi

15

16

17

Pemakaian listrik di Kecamatan Lembang sudah menyeluruh dan semua masyarakat memakai listrik dan menggunakan fasilitas yang disediakan dari PLN, sehingga lebih mudah dikontrol

Tidak meratanya penyedia BBM di Kecamatan Lembang padahal kebutuhan masyarakat akan BBM tinggi

Masih banyak masyarakat Kecamatan Lembang yang menggunakan SPBU di luar kecamatan

Jarak sarana penyedia air Ada supply chain dekat ke masyarakat Tidak terdapat data panjang dalam Kecamatan Lembang. mengenai penyakit yang pendistribusian LPG dari Untuk kuliatas air sudah HISWANA MIGAS diderita masyarakat baik, diindikasikan Lembang, hanya ada hingga sampai ke tangan dengan air tidak pernah masyarakat Kecamatan KBB mati Lembang

Segala bentuk pembangunan yang di lakukan di Kecamatan Lembang sesuai dengan Daya Dukung Lingkungan Kecamatan Lembang

Sering terjadi kelangkaan LPG dikarenakan adanya kelompok masyarakat yang menimbun LPG tersebut

∞

∞

Harga BBM dan LPG semakin mahal

Kelangkaan energi tertentu seperti LPG

Masih adanya peluang ketersediaan lahan yang dapat digunakan sebagai lokasi pengembangan sumber energi baru atau lokasi penyedia energi yang sudah ada, diantaranya adalah Kelurahan Cikahuripan, Pembangunan IPAL Cikidang, Mekarwangi, Adanya kemungkinan hanya pada industri saja, Suntenjaya, pemborosan penggunaan energi tidak pada peternakan Wangunharja, dan (BBM) ada kegiatan kerja dan pertanian Wangunsari dengan luas lahan yang dapat digunakan berdasarkan KWT (Koefisien Wilayah Terbangun) masing-masing sebesar 9,5 Ha, 8,18 Ha, 19,62 Ha, 164 Ha, 31,95 Ha, 2,96 Ha


177 ANALISIS SWOT //

18

19

20

21

Penggunaan energi BBM masyarakat Lembang Pembangunan fasilitas tidak dipengaruhi kondisi penyedia BBM akan geografis lokasi sumber PDAM bukan merupakan berfungsi optimal badan utama penyedia air BBM dan langkanya Semakin tinggi pendapatan nantinya karena bersih bagi masyarakat ketersediaan BBM di semakin tinggi konsumsi energi permintaan masyarakat Lembang suatu wilayah tidak Lembang akan BBM mempengaruhi daya beli tinggi masyarakat terhadap BBM tersebut Kabupaten Bandung Barat telah memiliki Adanya pengawasan Perda Kabupaten dinas LH dan Bandung Barat Nomor 5 penghargaan lingkungan tahun 2012 tentang Dibutuhkan lahan yang terhadap perusahaanPengelolaan Lingkungan luas untuk peternak sapi perusahaan Hidup Daerah dan Perbup sebagai bahan dari biogas Kabupaten Bandung Barat Nomor 1 tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peri ni an Dan adanya program Pembuangan Air Limbah pelatihan operator IPAL sejak 2015

Kualitas udara Kecamatan Lembang berdasarkan kandungannya lebih banyak yang dibawah standar baku sehingga masih berada pada kondisi aman

Kualitas Air Sungai Cikapundung Hulu tercemar ringan, hanya karena kotoran sapi

∞ Semakin tinggi pendapatan maka semakin tinggi Terdapat banyak sumber pengeluaran untuk energi mata air yang mudah dijangkau oleh Dapat terjadi kebocoran masyarakat Kecamatan gas dari instalasi dan ∞Masyarakat Lembang terlihat dari menyebabkan polusi berketergantungan tinggi kemampuannya udara bila berkelanjutan dengan energi tidak mengelola sumber mata terbaharukan yang suatu saat air sendiri (BPAD) dapat habis Pada dokumen, yang dibahas hanya 8 Desa (Gudang Kahuripan, Jaya giri, Lembang, Kayuambon, Pagerwangi, Cibogo, Langensari, dan Cibodas), sedangkan sisanya tidak dijelaskan

Pengembangan biogas dapat dilakukan di desa manapun, karena penggunaan biogas tidak dipengaruhi oleh kondisi geografis yang ada

∞ Keterjangkauan LPG dari segi biaya masih sulit

22

Tidak ada dampak lingkungan pada penggunaan listrik dan gas alam

Dokumen sebagai instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan ∞ Hanya masyarakat hidup dan KLHS dibuat berbasis AMDAL yang memiliki sapi yang sehingga KLHS dapat dapat memanfaatkan melengkapi kekurangan bioenergi AMDAL Pemakaian energi alternatif ramah lingkungan (biogas) belum merata

∞ 23

Sumber air bersih yang digunakan warga tidak dipengaruhi oleh kondisi

Kurangnya ketertarikan masyarakat Kecamatan Lembang terhadap bioenergi

Terdapat bioenergi yang sudah dimanfaatkan dibeberapa desa


178 ANALISIS SWOT //

No.

Stregth (S)

Weakness (W) Pemakaian energi alternatif ramah lingkungan (biogas) belum merata

Opportunities (O)

∞ 23

2

Sumber air bersih yang digunakan arga tidak dipengaruhi oleh kondisi geografis yang ada

Kurangnya suplai LPG

erdapat bioenergi yang sudah dimanfaatkan dibeberapa desa

Sebagian besar masyarakat sangat Penggunaan biogas Hanya data kegiatan di terbuka pada hadirnya berdasarkan sumber luar kerja (penggunaan energi alternatif (biogas), dayanya, tidak BBM saja yang dianalisis sehingga kesempatan untuk melakukan terpengaruh oleh kondisi hubungannya dengan jumlah penduduk) pemerataan penggunaan geografis energi menjadi lebih besar. Penggunaan energi listrik dan LPG berbanding lurus dengan tingkat pendapatan ∞

25

2

27

Potensi sumberdaya air untuk Kecamatan Lembang secara umum cukup baik dan dapat memenuhi kebutuhan penduduk

Alokasi penggunaan energi masyarakat Kecamatan Lembang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lain yang lebih produktif, ∞ 12,17%masyarakat contohnya menuju bermata pencaharian tempat kerja, bahan sebagai buruh yang bakar untuk traktor dan memiliki pendapatan lain lain rendah

∞ Pendapatan masyarakat bukan Pola penggunaan lahan di menjadi faktor utama ilayah Ka asan penggunaan energi Perkotaan Lembang pada dasarnya beragam diantaranya hutan rimba, Belum adanya sosialisasi hutan rakyat, sa ah, dari pemerintah terkait ∞ Peternak merupakan mata pencaharian ke-3 perkebunan, lading, bioenergi terbanyak pemukiman, olahraga, memungkinkan dan lain-lain sehingga penggunaan energi dapat memenuhi biogas di kalangan kebutuhan masyarakatnya peternak Secara keseluruhan sungai di Kabupaten Bandung Barat dalam kondisi tidak tercemar atau tercemar ringan

Adanya sosialisasi dari Masyarakat tidak tertarik pemerintah yang bersifat untuk menggunakan persuasive terkait bioenergi bioenergi Pemerintah dapat menyebarluaskan informasi terkait bioenergi melalui sosialisasi instansi dan media terdekat ∞

Ketercukupan energi listrik dan BBM dari

Threars (T)


kebutuhan masyarakatnya

Secara keseluruhan sungai di Kabupaten ANALISIS27SWOTBandung // Barat dalam kondisi tidak tercemar atau tercemar ringan

179

biogas di kalangan peternak

Adanya sosialisasi dari Masyarakat tidak tertarik pemerintah yang bersifat untuk menggunakan persuasive terkait bioenergi bioenergi Pemerintah dapat menyebarluaskan informasi terkait bioenergi melalui sosialisasi instansi dan media terdekat masyarakat ∞

Ketercukupan energi listrik dan BBM dari jumlah energi yang dibutuhkan sudah sangat baik

Masyarakat sudah menggunakan berbagai jenis energi, seperti listrik, air, gas LPG, BBM, biogas, dan kayu bakar. Hubungan antar tetangga cukup erat sehingga pencerdasan mengenai penggunaan energi, terutama energi alternatif seperti biogas dapat lebih mudah ∞ Jumlah anggota keluarga tidak terlalu berpengaruh terhadap preferensi penggunaan energi masyarakat Kecamatan Lembang

Masyarakat ∞ Lembang jarang melakukan kegiatan diluar kerja (mengantar anak ke sekolah, rekreasi, membeli bahan pangan, membeli sandang, dan berobat/mengecek kesehatan) ∞ Penggunaan energi air dan BBM tidak dipengaruhi oleh pendapatan masyarakat ∞ 13,21% masyarakat Kecamatan Lembang bermata pencaharian pada sector dagang dan jasa yang berpenghasilan tinggi Banyaknya masyarakat

∞ Kampung bioenergi dapat dikembangkan menjadi “kelurahan” bioenergi


180 ∞ Masyarakat Lembang jarang melakukan kegiatan ANALISIS SWOTdiluar // kerja (mengantar anak ke sekolah, rekreasi, membeli bahan pangan, membeli sandang, dan berobat/mengecek kesehatan)

No.

23

Stregth (S)

∞ Penggunaan energi air dan BBMyang tidak Sumber air bersih dipengaruhi oleh digunakan arga tidak pendapatan oleh masyarakat dipengaruhi kondisi geografis yang ada ∞ 13,21% masyarakat Kecamatan Lembang bermata pencaharian pada sector dagang dan jasa yang berpenghasilan tinggi Penggunaan biogas

2

25

2

27

Weakness (W) Pemakaian energi alternatif ramah lingkungan (biogas) belum merata

Opportunities (O)

Kurangnya suplai LPG

erdapat bioenergi yang sudah dimanfaatkan dibeberapa desa

Sebagian besar masyarakat sangat Hanya data kegiatan di terbuka pada hadirnya berdasarkan sumber luar kerja (penggunaan energi alternatif (biogas), Banyaknya masyarakat dayanya, tidak BBM saja yang dianalisis sehingga kesempatan Kecamatanoleh Lembang terpengaruh kondisi hubungannya dengan untuk melakukan yang memiliki geografis jumlah penduduk) pemerataan penggunaan pengetahuan terhadap energi menjadi lebih bioenergi besar. ∞ Menurut Kabupaten Bandung Barat dalam angka 2015, angka produktifitas tertinggi Potensi sumberdaya air adalah Kecamatan untuk Kecamatan Lembang Lembang secara umum

Penggunaan energi listrik dan LPG berbanding lurus dengan tingkat pendapatan ∞

Alokasi penggunaan energi masyarakat Kecamatan Lembang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lain yang cukup baik dan dapat lebih produktif, ∞ 12,17%masyarakat memenuhi kebutuhan contohnya menuju bermata pencaharian UMR Kabupaten ∞ penduduk tempat kerja, bahan sebagai buruh yang Bandung Barat sebesar bakar untuk traktor dan memiliki pendapatan 2280175 dan rata-rata lain lain rendah tertinggi pendapatan masyarakat Kecamatan Lembang adalah 1-3 juta, ∞ Pendapatan sehingga ekonomi masyarakat bukan Pola penggunaan lahan di masyarakat dapat dinilai menjadi faktor utama ilayah Ka asan baik Pengetahuan penggunaan energi Perkotaan Lembang pada masyarakat terhadap dasarnya bioenergiberagam tinggi diantaranya hutan rimba, Belum adanya sosialisasi dari pemerintah terkait ∞ Peternak merupakan hutan rakyat, sa ah, mata pencaharian ke-3 bioenergi perkebunan, lading, terbanyak pemukiman, olahraga, memungkinkan dan lain-lain sehingga penggunaan energi dapat memenuhi biogas di kalangan kebutuhan masyarakatnya peternak Secara keseluruhan sungai di Kabupaten Bandung Barat dalam kondisi tidak tercemar atau tercemar ringan

STUDIO PROSES A

Adanya sosialisasi dari Masyarakat tidak tertarik pemerintah yang bersifat untuk menggunakan persuasive terkait bioenergi bioenergi Pemerintah dapat menyebarluaskan informasi terkait bioenergi melalui sosialisasi instansi dan ∞

Ketercukupan energi

Threars (T)



05

BAB V

SIMPULAN

Sumber : Survey lapangan Studio Proses A 2016

AKAN DIJELASKAN KESIMPULAN REKOMENDASI

Pada bagian ini akan dijelaskan kesimpulan dari studio ini. dengan diawali oleh penjelasan kesimpulan dari setiap aspek sehingga dapat dilihat lebih luas. Dari kesimpulan aspek-aspek yang ada nantinya akan di tarik kesimpulan besar yang menjadi kesimpulan umum dari studio ini.

Selain kesimpulan, pada bab ini juga akan di sampaikan terkait rekomendasi yang bisa diberikan oleh studio ini mengenai topik penelitian yang diambil. Rekomendasi pun di berikan dengan rinci sehingga tidak hanya pemerintah saja yang dapat bertindak namun pihak masyarakat dan swasta juga dapat bertindak guna menanggapi isu yang menjadi bahan penelitian.

Studio Proses A


183 KESIMPULAN //

BAB V SIMPULAN

5.1 KESIMPULAN 5.1.1 KESIMPULAN ASPEK Gambar 5.1 Lahan Perkebunan di Desa Langensari

Sumber: Hasil Survey Lapangan Studio Proses A 2016

5.1.1.1 ASPEK FISIK DAN LINGKUNGAN Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan energi di Kecamatan Lembang cenderung telah efisien dan mempertimbangkan dampak yang mungkin ditimbulkan jangka panjang. Selain itu, setelah membahas konsumsi energi, kualitas sumber energi, dan limbah yang dihasilkan oleh setiap energi yang terdapat di Kecamatan Lembang, dapat disimpulkan bahwa

terdapat korelasi positif antara penggunaan dan pengolahan energi dengan dampak lingkungan yang dihasilkan oleh energi tersebut. Sebagai kawasan yang sedang mengalami proses pengkotaan, secara umum,pembangunan di Kecamatan Lembang masih di batas normal atau masih di batas daya dukung lingkungannya


184 KESIMPULAN //

karena ada beberapa desa yang masih layak dilakukan pembangunan dengan persentase KWT maksimal < persentase KWT terbangun. Selain itu dalam mengkonsumsi energi, kondisi geografis tidak mempengaruhi preferensi masyarakat dalam menggunakan energi. Karena tidak ada persebaran penggunaan energi yang mengindikasikan adanya korelasi antara penggunaan energi dan kondisi geografis. 5.1.1.2 ASPEK SOSIAL PENDUDUK Masyarakat di Kecamatan Lembang menggunakan enam jenis energi yaitu energi listrik, air, LPG, BBM,

biogas, dan kayu bakar dengan energi listrik dan air yang menjadi kebutuhan mutlak setiap keluarga di Kecamatan Lembang. Kemudian energi listrik, LPG dan BBM merupakan kebutuhan energi utama bagi masyarakat di Kecamatan Lembang yang masih sering bermasalah dalam keterjangkauan dan tingkat kualitasnya. Konsumsi Energi di Kecamatan Lembang cukup tinggi dan berpotensi mengalami peningkatan akibat pengaruh dari faktor ketenagakerjaan (pendapatan) dan peningkatan jumlah penduduk.

Gambar 5.2 Anak - Anak SD yang Sedang Istirahat dan Bermain

Sumber: Hasil Survey Lapangan Studio Proses A 2016


185 KESIMPULAN //

Gambar 5.3 Instalasi Listrik di Dekat Pasar Lembang

Sumber: Hasil Survey Lapangan Studio Proses A 2016

5.1.1.3 ASPEK SARANA PRASARANA Aksesibilitas masyarakat dalam menjangkau sarana dan prasarana penyedia, pendistribusi, dan penghasil energi di Kecamatan Lembang sudah baik namum belum maksimal sehingga adanya penggunaan energi yang berasal dari sarana dan prasarana informal. Aktivitas konsumsi energi masyarakat Kecamatan Lembang telah di mudahi namun energi yang dipakai tidak terkelola dengan baik sehingga pemanfaatannya tidak efisien.

Kapasitas yang disediakan, didistribusikan, atau dihasilkan sarana dan prasarana formal belum dapat mencukupi kebutuhan energi masyarakat Kecamatan Lembang baik itu energi BBM, LPG, listrik, air bersih, ataupun biogas. Kebutuhan masyarakat akan energi tersebut lebih besar dibandingkan dengan ketersediaan energi pada setiap sarana dan prasarana formal yang ada. Hal ini yang mengakibatkan banyak sarana dan prasarana informal yang bermunculan dan menggeser posisi sarana dan prasarana formal yang telah ada.


186 KESIMPULAN //

Gambar 5.4 Pedagang Cilok di Desa Cikidang

Sumber: Hasil Survey Lapangan Studio Proses A 2016

5.1.1.4 ASPEK EKONOMI WILAYAH Preferensi masyarakat Kecamatan Lembang dalam mengkonsumsi energi juga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi regional Kecamatan Lembang. Kondisi ekonomi regional ini ditinjau dari pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang secara teori menyatakan bahwa skenario peningkatan PDRB mengindikasikan adanya kecenderungan peningkatan konsumsi energi. Hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi dapat menggambarkan peningkatan intensitas energi yang diperlukan untuk menghasilkan produktifitas ekonomi di Kecamatan Lembang. Apabila pertumbuhan ekonomi naik, maka konsumsi energi juga akan ikut naik. Peningkatan

pertumbuhan PDRB merupakan analisis ekonomi secara makro yang menggambarkan bagaimana preferensi konsumsi energi secara keseluruhan di Kecamatan Lembang. Apabila ditinjau dari kondisi ekonomi secara mikro, pengaruh tingkat pendapatan masyarakat Kecamatan Lembang terhadap besarnya biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi energi menghasilkan suatu pola hubungan yang beragam. Pengaruh tingkat pendapatan masyarakat terhadap besarnya biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi energi listrik dan LPG berbanding lurus, sedangkan pengaruh tingkat pendapatan masyarakat terhadap besarnya biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi energi air dan BBM tidak menghasilkan suatu pola hubungan.


187 KESIMPULAN //

Hal ini disebabkan tingkat pendapatan tidak menjadi faktor terbesar yang dapat mempengaruhinya. Adapun pengaruh tingkat pendapatan masyarakat terhadap besarnya biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi energi lainnya seperti kayu bakar, minyak tanah, dan lain-lain tidak memiliki pengaruh. Ditinjau dari besarnya biaya yang dikeluarkan untuk mengkonsumsi energi, diperoleh bahwa konsumsi terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) di wilayah ini lebih tinggi dibandingkan dengan energi lainnya. Dengan demikian, preferensi masyarakat Kecamatan Lembang dalam mengkonsumsi energi dipengaruhi oleh kondisi perekonomian regional wilayah. Sedangkan preferensi masyarakat yang ditinjau berdasarkan tingkat pendapatan, menghasilkan pola hubungan yang bervariasi.

Kapasitas energi yang dihasilkan juga cukup besar dari setiap lembaga. Sedangkan distribusi Energi di KBB sudah cukup baik di beberapa sumber energi seperti Listrik oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN), Liquefied Petroleum Gas (LPG) dan Bahan Bakar Minyak (BBM) oleh PT.Pertamina yang bekerjasama dengan Hiswana Migas, dan air oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Namun masih ada beberapa penduduk yang tidak menggunakan air yang bersumber dari PDAM karena menggantinya dengan, ada beberapa penduduk yang tidak memakai BBM karena tidak memiliki kendaraan bermotor, dan ada beberapa penduduk yang tidak memakai LPG karena menggantinya dengan kayu bakar ataupun biogas. Sehingga dapat disimpulkan distribusi energi di KBB sudah cukup baik secara umum.

Secara keseluruhan, pemanfaatan energi sebagai salah satu sumberdaya yang mendukung aktivitas sektor-sektor di Kecamatan Lembang ditujukan untuk mendukung ekonomi masyarakat yang terintegrasi dan menunjang kemajuan sektor-sektor tersebut.

Dari segi pembiayaan energi, pembiayaan berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN), Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi, dan APBD Kabupaten Bandung Barat. Instansi pelaksana anggaran terdiri dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)yang meliputi Dinas Bina Marga, Sumber Daya Air, dan Pertambangan (DBMSDAP) dan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR), dan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMN/ BUMD) yang meliputi PLN, PT Indonesia Power, dan PDAM. Alokasi anggaran energi menempati urutan keempat dari delapan urusan pilihan Kabupaten Bandung Barat. Anggaran energi ini tidak terlalu berpengaruh pada penghambatan penggunaan dan gangguan pembiayaan energi di Kecamatan Lembang karena alokasi anggaran tersebut belum direalisasikan sepenuhnya namun tidak terdapat permasalahan dalam penyediaan energi.

5.1.1.5 ASPEK KELEMBAGAAN DAN PEMBIAYAAN Lembaga pengelola dan/atau penyedia energi sudah terdapat di Kecamatan Lembang, namun hubungan antarlembaga energi tersebut masih belum terjalin secara optimal, terutama lembaga pemerintah karena kurangnya koordinasi antarlembaga pemerintah yang terbukti dari kurangnya koordinasi dalam hal pendataan data kelembagaan dan transparansi data pembiayaan. Sedangkan, hubungan antarlembaga pemerintah dengan non-pemerintah sudah cukup baik dengan adanya kerjasama dalam penyediaan energi serta sosialisasi kepada masyarakat. Hubungan antarlembaga nonpemerintah sudah baik dengan terjalinnya mitra kerja dan lembaga nonpemerintah memberikan dampak langsung yang paling besar kepada masyarakat Lembang. Setiap lembaga penyedia dan atau pengelola energi sudah memiliki data mengenai energi yang terperinci.

Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD DBMSDAP memiliki jumlah belanja yang berbeda dengan Realisasi Penyerapan anggaran. DPA SKPD DCKTR pun memiliki jumlah belanja yang berbeda dengan Laporan Akuntabilitas dinas ini. Hal ini mengindikasikan adanya perubahan penyesuaian anggaran di tengah tahun pada kedua dinas tersebut.


188 KESIMPULAN //

Gambar 5.5 Petugas Kantor Desa Cikidang

Sumber: Hasil Survey Lapangan Studio Proses A 2016

Namun terdapat perbedaan antara pembangunan dalam rencana pembangunan di Kabupaten Bandung Barat khususnya Kecamatan Lembang dengan alokasi biaya. DPA SKPD DBMSDAP memiliki jumlah belanja yang berbeda dengan realisasi penyerapan anggaran. DPA SKPD DCKTR pun memiliki jumlah belanja yang berbeda dengan laporan akuntabilitas dinas ini. Hal ini mengindikasikan adanya perubahan penyesuaian anggaran di tengah tahun pada kedua dinas tersebut. Realisasi dari alokasi anggaran energi belum mencapai 100% sehingga harus ditingkatkan untuk mencapai tingkat optimal dalam pembiayaan energi, namun realisasi tersebut dikategorikan cukup baik dengan nilai sebesar 95.15%.

KBB memiliki berbagai potensi pendapatan dari pemerintah untuk energi yang telah dikembangkan dengan baik setiap tahun, terbukti dari meningkatnya pendapatan daerah KBB maupun Kecamatan Lembang setiap tahun. Pendapatan asli daerah (PAD) selalu meningkat setiap tahunnya dalam rentang waktu tahun 2008-2012. Pendapatan tertinggi didapat dari pendapat pajak, sehingga pendapatan pemerintah memiliki potensi untuk pengembangan energi di Kecamatan Lembang. Kelembagaan dan Pembiayaan terkait energi Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung


189 KESIMPULAN //

Barat masih belum optimal dan dapat ditingkatkan. Hal ini diukur dari hubungan antarlembaga energi yang sudah terbentuk namun belum berjalan optimal yang terbukti dari kurangnya koordinasi antarlembaga tersebut dalam hal pendataan dan transparansi, kapasitas lembaga dalam program sosialisasi dan peraturan energi sudah terbentuk di tiap lembaga penyedia dan/atau pengelola energi, distribusi energi dari tiap lembaga penyedia energi yang sudah tersebar di seluruh Kecamatan Lembang dengan kapasitas produksi energi yang cukup besar dalam setiap jenis energi (air bersih, minyak dan gas, listrik, biogas), sumber pembiayaan dan struktur pembiayaan yang sudah terpetakan dengan jelas, namun alokasi anggaran yang diberikan dari APBN/APBD tersebut belum direalisasikan sepenuhnya, dan Kecamatan Lembang juga memiliki potensi pendapatan dari pemerintah dengan meningkatnya PAD setiap tahun yang didapatkan tertinggi dari pajak. 5.1.2 KESIMPULAN STUDIO Berdasarkan hasil analisis tiap aspek didapat kesimpulannya, terdapat penggunaan energi tak terbarukan yang tinggi akibat adanya peningkatan konsumsi masyarakat di Kecamatan Lembang yang dipengaruhi oleh bertambahnya

jumlah penduduk penduduk dan peningkatan ketenagakerjaan dalam hal pendapatan. Berdasarkan perekonomian daerah, terjadi perekonomian regional Kecamatan Lembang yang berpengaruh terhadap peningkatan konsumsi masyarakat. Namun ketersediaan dan distribusi tidak mencukupi kebutuhan dan energi baru terbarukan masih belum dikembangkan. Sehingga memunculkan sarana prasarana penyedia energi yang bersifat informal yang mengindikasikan pengelolaan energi yang belum efisien akibat rantai supply yang panjang. Padahal banyak potensi lokasi untuk pengembangan energi baru terbarukan. Pengembangan tersebut juga didukung dengan peningkatan perekonomian regional Kecamatan Lembang yang cukup tinggi sehingga memungkinkan pengalokasian dana untuk pengembangan energi tersebut. Mengenai tata kelola energi, dilihat dari kelembagaan energi masih belum optimal karena antar lembaga atau stakeholder kerjasamanya belum terkoordinasi dengan baik. Dari segi pembiayaannya juga kurang optimal karena aliran dananya tidak sepenuhnya teraliri ke program-program pemerintah mengenai energi yang mengakibatkan rendahnya pengelolaan energi di Kecamatan Lembang.


190 REKOMENDASAI //

5.2 REKOMENDASI 5.2.1 REKOMENDASI ASPEK

untuk itu perlu diadakan sosialisasi kepada masyarakat terkait penggunaan energi serta dampakdampak yang ditimbulkan dari penggunaan energi tersebut. Dalam hal mempertahankan kondisi fisik dan lingkungan di Kecamatan Lembang agar senantiasa tetap layak huni diperlukan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat serta pihak-pihak swasta sebagai pengembang di Kecamatan Lembang akan pentingnya menjadikan lingkungan sebagai pertimbangan dalam bertindak dan berperilaku.

GPS

5.2.1.1 ASPEK FISIK LINGKUNGAN Dalam melakukan upaya penggunakan energi yang efektif dan efisien, efisien dalam aspek fisik dan lingkunan diartikan sebagai penggunaan energi yang ramah lingkungan, dilihat dari seberapa besar penggunaan energi tersebut memberikan dampak bagi lingkungan (limbah). Sebagai daerah dengan pengguna BBM yang cukup tinggi pemerintah seharusnya sudah mulai mengantisipasi dampak yang mungkin timbul akibat emisi yang dikeluarkan dari penggunaan BBM tersebut. Pemerintah dapat berupaya mengurangi intensitas penggunaan bahan bakar terutama pada kendaraan dengan cara menerapkan kebijakan terkait penggunaan kendaraan, misalnya program three in one atau penyediaan sarana transportasi umum yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Terlebih lagi saat ini Kecamatan Lembang merupakan salah satu kecamatan dengan intensitas kunjungan wisata yang sangat tinggi. Pemerintah juga perlu memperhatikan limbah-limbah dari penggunaan energi lain seperti biogas, listrik, dan air. Seperti menerapkan kebijakan terkait penggunaan air, kawasan resapan air yang dapat di ekspoitasi secara bebas, atau kebijakan terkait IPAL dari sektor-sektor lain seperti peternakan atau industri terhadap ketersediaan sumber air bersih (DAS).Masyarakat juga sudah semestinya paham akan pentingnya penggunaan energi yang efisien dan tentunya ramah terhadap lingkungan,

5.2.1.2 ASPEK SOSIAL PENDUDUK 5.2.1.2.1 Untuk Pemerintah (1) Pendistribusian energi-energi utama yang bermasalah keterjangkauan dan tingkat kualitasnya, perlu diberikan kejelasan oleh intansi-instansi juga pemangku kepentingan terkait supaya peruntukkannya jelas dan tidak terjadi sulitnya pemenuhan kebutuhan energi di Kecamatan Lembang di masa yang akan datang. (2) Menggencarkan sosialisasi LPG pada tiap kelurahan, khususnya kelurahan yang hanya sebagian masyarakatnya yang menggunakan LPG, seperti di Desa Pagerwangi, karena masih ada masyarakat yang belum tercerdaskan sehingga mereka takut menggunakan LPG. (3) Pemerintah juga perlu melakukan intervensi dan strategi-strategi lain agar energi alternatif terutama biogas dapat dirasakan oleh masyarakat di Kecamatan Lembang secara luas sehingga tidak


191 REKOMENDASI //

hanya masyarakat yang mempunyai peternakan atau berpenghasilan tinggi yang dapat mengonsumsinya.

(2) Setiap individu berusaha menghemat penggunaan energi.

(4) Karena pemanfaatan bioenergi di Kecamatan Lembang belum maksimal, (mayoritas masyarakat belum memahami cara memanfaatkan kotoran ternak). Untuk itu pemerintah perlu mengadakan sosialisasi mengenai pemanfaatan kotoran ternak untuk dijadikan bioenergi. Misal, setiap periode pemerintahan (5 tahun) perlu diadakan setidaknya satu program kerja yang terkait bioenergi. Program kerja tersebut dapat berupa sosialisasi, pengadaan koperasi untuk instalasi bioenergi, dan sebagainya. 5.2.1.2.2 Untuk Perencana (1) Dalam penelitian mengenai preferensi konsumsi energi, seorang perencana sebaiknya melakukan survei secara detail untuk mengetahui gambaran umum terhadap penggunaan energi masyarakat, karena akan mempermudah dalam proses analisis yang dilakukan. Selain untuk mempermudah analisis yang dilakukan, proses survei yang mendalam dapat membantu pemerintah dalam merumuskan tindakan-tindakan atau program yang berkaitan dengan konsumsi energi masyarakat.

5.2.1.3 ASPEK SARANA PRASARANA 5.2.1.3.1 Untuk pemerintah 1. Adanya penambahan SPBU (sarana prasarana formal penyedia energi BBM) oleh pemerintah dan pihak terkait, seperti investor dan/atau pihak Pertamina 2. Pemerintah seharusnya membuat sistem pengawasan dalam penyaluran energi BBM 3. Adanya perbaikan kualitas jalan arteri oleh pemerintah

(2) Setelah melakukan survei, seorang perencana juga harus menyebarkan hasil analisis yang telah dilakukan. Misal, seorang perencana seharusnya memberitahu mengenai macam-macam energi berserta kelebihan dan kekurangan masing-masing energi yang ada. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan atau informasi masyarakat terhadap energi dan juga dapat membantu pemerintah dalam menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan energi.

4. Karena sudah banyak desa/kelurahan yang mampu mengelola air sendiri maka sebaiknya desa/kelurahan tersebut dijadikan sebagai desa mandiri

5.2.1.2.3 Untuk masyarakat

2. Adanya penambahan SPBU (sarana prasarana formal penyedia energi BBM) oleh pemerintah dan pihak terkait, seperti investor dan/atau pihak Pertamina

(1) Sebaiknya setiap individu lebih terbuka terhadap informasi mengenai energi baru yang disosialisasikan oleh pemerintah.

5.2.1.3.2 Untuk lembaga terkait 1. Adanya penambahan kapasitas energi BBM pada sarana prasana formal penyedia energi BBM oleh lembaga Pertamina


192 REKOMENDASAI //

4. Adanya alokasi penempatan gardu PLN agar tidak terganggu dengan adanya pohon-pohon yang tinggi dan rimbun 5. PLN sebaiknya meningkatkan kualitas sarana dan prasarana yang sudah tersedia dan membantu dalam penyediaan dan pembayaran listrik di Kecamatan Lembang 6. PDAM sebaiknya mengekspansi kemampuannya dalam mengelola air dan menjangkau seluruh masyarakat agar dapat terkontrol semua 5.2.1.3.3 Untuk semua kalangan 1. Semua kalangan (pemerintah, swasta, masyarakat, dan lain-lain) seharusnya memertahankan dan menjaga kualitas sarana SPBU

mengenai pertumbuhan ekonomi Kecamatan Lembang juga dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan kebutuhan dan penyediaan energi jangka panjang di wilayah ini. Kecamatan Lembang yang diketahui sebagai wilayah transisi desa-kota sangat terkait dengan adanya transisi masyarakat terhadap perubahan sosial, lingkungan, teknologi, dan ekonomi masyarakat ataupun ekonomi wilayah. Kondisi perekonomian Kecamatan Lembang yang semakin meningkat mengindikasikan adanya peningkatan terhadap konsumsi energi. Ini menuntut perlu adanya efisiensi pemakaian energi agar pemanfaatan energi untuk menunjang aktivitas sektor-sektor di wilayah ini dapat meningkat secara berkelanjutan.

2. Semua kalangan (pemerintah, swasta, masyarakat, dan lain-lain) seharusnya memertahankan dan menjaga kualitas sarana warung penyedia LPG

$ 5.2.1.4 ASPEK EKONOMI WILAYAH Berbagai permasalahan energi saat ini dan yang mungkin muncul di masa depan memerlukan solusi yang tepat dengan pendekatan yang komperehensif. Perencanaan konsumsi energi urban berbasis ekonomi wilayah perlu terus dilanjutkan guna merealisasikan penerapan kebijakan terhadap konsumsi energi di Kecamatan Lembang. Analisis

5.2.1.5 ASPEK KELEMBAGAAN DAN PEMBIAYAAN Aspek kelembagaan dan pembiayaan energi di Kecamatan Lembang memiliki kelebihan dan kekurangan serta peluang dan ancaman terkait energi yang telah dibahas pada bab sebelumnya. Dari kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman tersebut, rekomendasi yang dapat diberikan terkait aspek kelembagaan dan pembiayaan di Kecamatan Lembang, yaitu: 1. Pengikutsertaan aparatur, perangkat desa, dan jajaran keamanan, ketentraman yang tertib dan handal dalam pelatihan aparatur dan petugas Kec.Lembang


193 REKOMENDASI //

2. Penyusunan rencana program kerja dari unsur unit kerja Kecamatan Lembang dengan potensi aparatur, perangkat desa, dan jajaran keamanan, ketentraman yang tertib dan handal sehingga rencana program kerja dapat tersusun dengan baik

10. Pengoptimalan implementasi program-program dan peraturan energi di Kecamatan Lembang yang didukung oleh terdistribusinya air, listrik, minyak dan gas di seluruh Kec.Lembang dan besarnya kapasitas produksi air, listrik, minyak dan gas cukup besar dari instansi penyedia energi

3. Pembentukan sistem, SDA, dan kepariwisataan, sarana prasarana dan sistem penyelenggaraan pemerintah di setiap unit kegiatan yang baik dengan bantuan dari aparatur perangkat desa, dan jajaran keamanan, ketentraman yang tertib dan handal

11. Pemerataan potensi aparatur dalam penyusunan produk peraturan, keputusan, dan perencanaan hingga ke tingkat desa sehingga pelaksanaan tupoksi, rencana tata ruang wilayah terkait energi dan rencana pengelolaan sumberdaya terbarukan dalam pemenuhan energi dapat terencana, terevaluasi dan terlaporkan dengan baik

4. Peningkatan koordinasi antarlembaga energi agar menjadi lebih baik dengan aparatur, perangkat desa, dan jajaran keamanan, ketentraman yang tertib dan handal 5. Peningkatan koordinasi antarlembaga energi sehingga pelaksanaan tupoksi menjadi terencana, terevaluasi dan terlaporkan dengan baik 6. Pengoptimalan pemenuhan kebutuhan dan penyelenggaraan program terkait energi dalam rencana tata ruang wilayah terkait energi dalam RTRW KBB 2009-2029 dengan terbukanya sistem penganggaran dari APBD 7. Pengoptimalan implementasi rencana tata ruang wilayah terkait energi dalam RTRW KBB 20092029 di Kecamatan Lembang dengan adanya koordinasi antarlembaga energi yang sudah terjalin cukup baik 8. Penyusunan rencana program kerja dari unsur unit kerja Kecamatan Lembang berdasarkan rencana pengelolaan sumberdaya terbarukan dalam pemenuhan kebutuhan energi dan rencana SDA berdasarkan kepmen ESDM 9. Pemanfaatan program sosialiasi dari lembaga-lembaga energi untuk mensosialisasikan program pembangunan sumberdaya air dalam RPJMD, program pengembangan kinerja pengelolaan dan program pengembangan sistem prasarana air bersih

12. Pengoptimalan realisasi anggaran pembiayaan energi sesuai dengan rencana tata ruang wilayah terkait energi, rencana pengelolaan sumberdaya terbarukan dalam pemenuhan kebutuhan energi, rencana SDA berdasarkan kepmen ESDM, program pembangunan sumberdaya air dalam RPJMD, program pengembangan kinerja pengelolaan energi, dan program pengembangan sistem prasarana air bersih yang mendapat dana 20 miliar dari APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten 13. Pengoptimalan pengetahuan aparatur dalam memahami program dan kegiatan dengan ikutserta dalam pelatihan aparatur dan petugas Kec. Lembang 14. Penyusunan rencana program kerja dari unsur unit kerja Kecamatan Lembang dengan jadwal pembinaan, pengawasan, dan evaluasi secara optimal sehingga tidak terjadi keterhambatan dalam penyelenggaraan sistem pelaksanaan tugas 15. Pembentukan sistem, SDA, kepariwisataan, sarana prasarana dan penyelenggaraan pemerintah di setiap unit kegiatan dengan baik sehingga penyelenggaraan sistem pelaksanaan tugas dapat berjalan optimal


194 REKOMENDASAI //

16. Peningkatan transparansi data mengenai pembiayaan di semua instansi karena telah terbukanya sistem penganggaran dari APBD untuk memenuhi kebutuhan dan penyelenggaran program kegiatan 17. Pengoptimalan pengelolaan energi di Kecamatan Lembang dengan transparansi data mengenai pembiayaan di semua instansi karena pembiayaan energi dalam alokasi anggaran menduduki peringkat keempat dalam tabel urusan pilihan 18. Pemanfaatan program sosialiasi dari lembaga-lembaga energi untuk mensosialisasikan pelaksanaan gerakan hemat energi di Kec.Lembang sesuai RPJMD 19. Peningkatan kemampuan aparatur dalam penyusunan produk peraturan, keputusan, dan perencanaan hingga ke tingkat desa sehingga terbentuk optimalisasi pengetahuan aparatur dalam memahami program dan kegiatan 20. Peningkatan transparansi data mengenai pembiayaan di semua instansi Kecamatan Lembang untuk meningkatkan kesesuaian realisasi dengan anggaran pembiayaan energi 21. Peningkatan kemampuan aparatur dalam penyusunan produk peraturan, keputusan, dan perencanaan hingga ke tingkat desa sehingga data mengenai energi di KBB tersusun dengan baik 22. Peningkatan efektifitas pelaksanaan gerakan hemat energi sesuai RPJMD di Kec.Lembang dengan realisasi anggaran program yang sesuai dengan anggaran pembiayaannya Rekomendasi tersebut dapat menjadi input dalam penyusunan rencana, kebijakan, dan peraturan sebagai bahan evaluasi untuk merencanakan di masa yang akan datang.

Stakeholder yang menjadi sasaran dalam rekomendasi tersebut meliputi aparat pemerintah dari tingkat kabupaten, hingga tingkat desa. Rekomendasi terkait rencana dapat diimplementasikan setelah tahun 2018 karena menyesuaikan dengan rencana pembangunan jangka menengah daerah tahun 2013-2018. Rekomendasi ini dapat diimplementasikan di seluruh Kecamatan Lembang karena dapat melibatkan masyarakat Lembang dalam pengimplementasian rekomendasi tersebut, namun rekomendasi ini juga memiliki batasan karena berdasarkan data di Kabupaten Bandung Barat yang cukup luas untuk diaplikasikan secara khusus di Kecamatan Lembang. Dengan implementasi dari rekomendasi pada isi tabel 3.2 tersebut diharapkan pengelolaan energi di Kecamatan Lembang dari segi kelembagaan dan pembiayaan dapat dilaksanakan dengan optimal. 5.2.2 REKOMENDASI STUDIO Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka penulis memberikan rekomendasi untuk meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari. Adapun rekomendasi sebagai berikut : 1. Perlu adanya pemanfaatan lahan yang berpotensi untuk pengembangan energi baru tebarukan. 2. Meningkatkan koordinasi dan peran lembaga dalam upaya peningkatan penyediaan dan pengelolaan energi di Kecamatan Lembang 3. Melalukan pengembangan energi baru terbarukan dengan mengalokasikan pendapatan regional untuk pembangunan fasilitas di lokasi yang berpotensi pengembangan energi baru terbarukan


195 DAFTAR PUSTAKA //

DAFTAR PUSTAKA Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung Barat 2009-2029 Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kabupaten Bandung Barat 2007-2025 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bandung Barat 2013-2018 Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Lembang 2016-2035 Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa (LPPD) Kabupaten Bandung Barat 2015 Dokumen Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 Kantor Kecamatan Lembang. 2015. Kecamatan Lembang Dalam Angka 2015. Lembang: Kantor Kecamatan. Kantor Kecamatan Lembang. 2015. Kecamatan Lembang Dalam Angka 2014. Lembang: Kantor Kecamatan. Kantor Kecamatan Lembang. 2015. Kecamatan Lembang Dalam Angka 2013. Lembang: Kantor Kecamatan. Kantor Kecamatan Lembang. 2015. Kecamatan Lembang Dalam Angka 2012. Lembang: Kantor Kecamatan. Kantor Kecamatan Lembang. 2015. Kecamatan Lembang Dalam Angka 2011. Lembang: Kantor Kecamatan. Kantor Kecamatan Lembang. 2015. Kecamatan Lembang Dalam Angka 2010. Lembang: Kantor Kecamatan. Badan Pemerintahan Daerah. 2015. Kabupaten Bandung Barat Dalam Angka. 2015. Bandung Barat: Badan Pemerintah Daerah. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung Barat. 2015. Data Makro Sosial Kabupaten Bandung Barat. Bandung Barat: Badan Pemerintah Daerah. Kantor Lingkungan HidupKabupaten Bandung Barat . 2015. Daya Dukung Lingkungan dan Daya Tampung lingkungan Kabupaten Bandung Barat. Bandung Barat: KLH Bandung Barat Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung Barat . 2015.Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bandung Barat. Bandung Barat: KLH Bandung Barat


196 DAFTAR PUSTAKA //

Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung Barat . 2015. Kajian Lingkungan Hidup Strategis Daerah Kabupaten Bandung Barat. Bandung Barat: KLH Bandung Barat Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah . 2015. Indeks kesulitan Geografis Kecamatan Lembang. Kecamatan Lembang: BAPPEDA JABAR Badan Pusat Statistik. 2015. Kabupaten Bandung Barat Dalam Angka 2015. Bandung Barat: Publikasi BPS Kabupaten Bandung Barat Badan Pusat Statistik. 2015. Kecamatan Lembang Dalam Angka 2015. Lembang: Publikasi BPS Kabupaten Bandung Barat Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). 2015. Outlook Energi Indonesia 2015. Jakarta: Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Energi (PTPSE) Badan Pengkajian dan PenerapanTeknologi (BPPT). 2010. Indikator Ekonomi Energi. Jakarta: Pusat knologi Pengembangan Sumber Daya Energi (PTPSE)

Te-

____________________ 2015. Data MakroEkonomiKabupaten Bandung Barat Tahun 2015. Bandung: Pusat Data dan Analiiss Pembangunan Badan Pemerintah Daerah. 2012. Lampiran Perda Kabupaten Bandung Barat Nomor 3 Tahun 2012. Bandung Barat: Badan Pemerintah Daerah (Diakses melalui http://www.jdih.setjen.kemendagri.go.id/files/ KAB_BANDUNG%20BARAT_3_2012.pdf ) Dinas Binamarga, Sumber Saya Air,dan Pertambangan. 2012. Peraturan Bupati Bandung Barat Nomor 54 Tahun 2012. Bandung Barat: DMBSDAP (Diakses melalui http://bandung baratkab.info/dbmsdap/pages/ organisasi) Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa. 2012. Struktur Organisasi Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten Bandung Barat. Bandung Barat: BPMPD (Diakses melalui http://bpmpd.bandungbaratkab.go.id/ Site/Profil Struktur/434). Hiswana Migas. 2015. Sejarah Hiswana Migas. Bandung: Hiswana Migas (Diakses melalui http://hiswanamigas.com/about.php?id=sejarah). Perusahaan Daerah Air Minum. 2016. Peta Wilayah Langganan, (Diakses pada (http://www.tirtaraharja. co.id/profil/detail/peta-wilayah-langganan). Data Primer Penulis. 2016. Kapasitas Produksi Distribusi dan Rata-Rata Penjualan Air. (Dapat diakses pada https://drive.google.com/folderview?id=0B7Z0SSGPtXsKbU1POEQ2b GVBQms&usp=sharing) Data Primer Penulis. Distribusi Konsumsi Air PDAM Masyarakat Lembang. (Dapat diakses pada https:// drive.google.com/folderview?id=0B7Z0SSGPtXsKbU1POEQ2bGVBQms&usp=sharing


197 DAFTAR PUSTAKA //

Data Primer Penulis. 2016. Kapasitas Produksi PT Pertamina. Dapat diakses pada (https://drive.google. com/folderview?id=0B7Z0SSGPtXsKbU1POEQ2bGVBQms&usp=sharing) Data Primer Penulis. 2016. PT. Pertamina dalam penyediaan produksi BBM dan LPG (Dapat diakses pada http://www.pertamina.com/our-business/) Data Primer Penulis. 2016. Distribusi Konsumsi BBM dan LPG PT Pertamina dan Hiswana Migas di Kecamatan Lembang (Dapat diakses pada https://drive.google.com/folderview?id=0B7Z0SSGPtXsKbU1POEQ2bGVBQms&usp=sharing) Data Primer Penulis. 2016. Distribusi Konsumsi Biogas Masyarakat Lembang (Dapat diakses pada https:// drive.google.com/folderview?id=0B7Z0SSGPtXsKbU1POEQ2bGVBQms &usp=sharing) http://esdm.go.id/berita/56-artikel/3724-pltmh-gunung-halu-terangi-warga-di-perbukitan-bandung-barat.html http://www.migas.esdm.go.id/public/images/uploads/posts/icp-desember-2015.pdf http://www.migas.esdm.go.id/post/category/publikasi/informasiberkala/hargaminyakmentah http://www.migas.esdm.go.id/public/images/uploads/posts/daftar-kkks-eksplorasi.pdf http://www.migas.esdm.go.id/public/images/uploads/posts/daftar-kkks-produksi.pdf http://www.migas.esdm.go.id/public/images/uploads/posts/daftar-kkks-cbm.pdf http://www.bandungbaratkab.go.id/content/badan-perencanaan-pembangunan-daerah http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20344/4/Chapter%20II.pdf http://azissyahban2005.blogspot.co.id/2012/12/aksesibilitas-dan-mobilitas-transportasi.html http://perencanaankota.blogspot.co.id/2013/10/tingkat-pelayanan-jalan-dan-kapasitas.html


STUDIO PROSES A


LAMPIRAN



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.