Greenpeace Under Fire report, Bahasa version

Page 1

INDONESIA TERBAKAR:

DALAM KEPUNGAN API Krisis kebakaran Indonesia adalah ujian bagi komitmen korporasi terhadap perlindungan hutan

a


KERUSAKAN BERDASARKAN ANGKA Deforestasi masif: Sejak tahun 1990, seperempat hutan Indonesia telah hilang – 31 juta hektar,1 hampir seluas negara Jerman.2 Industri perkebunan adalah pemicu utamanya: Hampir 40 % dari deforestasi bruto antara tahun 2011 dan 2013 terjadi di wilayah konsesi kelapa sawit atau bubur kertas yang bisa di identifikasi.3 Berdasarkan analisa dari Center for International Forestry Research (CIFOR), deforestasi yang terjadi di luar konsesi yang telah diketahui (kurang lebih setengah dari luas total untuk periode 2011-2013) adalah wilayah yang ditujukan untuk pengembangan kelapa sawit, baik itu perkebunan inti-plasma maupun perkebunan industri.4 Kurangnya transparansi pemerintah: Ketidakpastian di seputar masalah konsesi terjadi di mana-mana, karena pemerintah menolak untuk menyediakan peta-peta terkini dalam format yang dapat dianalisis. Melemahkan transparansi dan reformasi industri perkebunan: Pejabat pemerintah terus berupaya melemahkan agenda perusahaan yang progresif dan nol deforestasi, termasuk memundurkan komitmen nol deforestasi dan memerintahkan perusahaan untuk tidak menerbitkan peta-peta konsesi mereka kepada publik.5 Orangutan: Orangutan di Indonesia telah kehilangan 4% hutan habitatnya hanya dalam waktu 2 tahun (2011-2013), hampir setengahnya di Kalimantan Barat. Setengah dari habitat mereka yang tersisa berada di dalam daerah konsesi.6 Deforestasi yang direncanakan Pemerintah dan visi pembangunan: Pemerintah telah mengidentifikasi ~15 juta hektar7 hutan yang tersedia untuk dibuka dan dibangun, terutama untuk sektor tanaman energi dan pertanian, dengan kelapa sawit sebagai prioritasnya. Jutaan hektar hutan dalam daerah konsesi kelapa sawit sedang terancam8 Kebakaran: Sekitar 20% dari titik api yang terdeteksi selama tahun 2015 (sampai 26 Oktober) berada dalam konsesi perkebunan kayu untuk bubur kertas dan 16% lainnya dalam konsesi kelapa sawit.9

1 2 3 4 5 6 7 8 9

FAO (2010), Kementerian Kehutanan (2014d) CIA (2015a) Analisis pemetaan Greenpeace Gaveau dan Salim (2013) Mis. Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Kehutanan (2015) Analisis pemetaan Greenpeace KLHK (2015a) p34 Analisis pemetaan Greenpeace Analisis pemetaan Greenpeace; lihat juga Greenpeace International (2015).

March 2014 1°30’30.49”N, 101°36’41.18”E ©Tambunan /Greenpeace

INDONESIA’S FORESTS: UNDER FIRE


DAFTAR ISI KERUSAKAN BERDASARKAN ANGKA SEKTOR PERKEBUNAN INDONESIA DALAM SOROTAN – SEKARANG ATAU TIDAK SAMA SEKALI UNTUK PERKEBUNAN YANG BERKELANJUTAN 2 MEMATAHKAN WARISAN KERUSAKAN DI INDONESIA 5 Apa upaya Presiden Jokowi untuk mengatasi krisis ini?

5

Moratorium hutan di Indonesia tidak mampu menangani deforestasi

6

Kebijakan pemerintah memperbesar kebakaran

7

Apakah kebijakan ‘Nol Deforestasi’ perusahaan saat ini sebenarnya melindungi hutan?

9

PENGEMBANGAN INDUSTRI PERKEBUNAN TERUS MEMICU KRISIS KEBAKARAN MENGATASI PEMBABATAN: HUTAN DALAM ANCAMAN EKSPANSI INDUSTRI

10 11

RSPO – DIPERLUKAN LEBIH BANYAK UPAYA UNTUK MEMUTUS RANTAI ANTARA MINYAK SAWIT DAN KERUSAKAN HUTAN 12 REVISI PETA-PETA MORATORIUM YANG MENIMBULKAN TANDA TANYA – KASUS TAMAN NASIONAL TANJUNG PUTING 14 BUMITAMA 15 Ikhtisar

15

Kebijakan ‘Nol Deforestasi’

15

Transparansi

15

Hubungan dagang

15

Revisi moratorium yang menimbulkan tanda tanya: bagaimana hal ini dilakukan

18

MENGAPA PEMBUKAAN HUTAN DAN PENGERINGAN LAHAN GAMBUT OLEH PERUSAHAAN YANG ‘BERKELANJUTAN’ MERUPAKAN MASALAH BESAR IOI: KEANGGOTAAN RSPO TIDAK MENGHENTIKAN KEBAKARAN

18

PT BSS

18

Ikhtisar

18

Hubungan dagang

18

Kebijakan ‘Nol Deforestasi’

18

Transparansi

18

Masalah seputar rantai pasok

18

PEMBUKAAN LAHAN DAN KEBAKARAN OLEH ANAK PERUSAHAAN PERKEBUNAN DAPAT MEMBAHAYAKAN SERTIFIKASI FSC-NYA ALAS KUSUMA GROUP

22 22

Ringkasan

22

Transparansi

22

Ikhtisar

22

Kebijakan ‘Nol Deforestasi

22

Masalah reputasi dengan Forest Stewardship Council

25

Hubungan dagang

25

SAATNYA BERTINDAK

27

Lima langkah untuk mengatasi penyebab mendasar deforestasi

27

Referensi

28

Akronim

28

Metodologi

28

Daftar Pustaka

29

1


SEKTOR PERKEBUNAN INDONESIA DALAM SOROTAN – SEKARANG ATAU TIDAK SAMA SEKALI UNTUK PERKEBUNAN YANG BERKELANJUTAN Krisis kebakaran di Indonesia, hasil dari penghancuran hutan dan lahan gambut secara besar-besaran, telah menempatkan industri perkebunan Indonesia dalam sorotan masyarakat global. Perusahaan konsumen dan pedagang global harus memperbaiki peran mereka dalam memicu bencana ini. Kebijakan nol deforestasi’ yang ada dan keanggotaan RSPO saja tidaklah cukup. Presiden Joko Widodo telah mengambil langkah politis yang seharusnya diambil sejak dulu yaitu memerintahkan penghentian pembukaan lebih lanjut di lahan gambut1 – sebuah langkah awal yang penting untuk mengembalikan warisan yang didorong oleh pengrusakan komoditas ini.Wakil presiden Jusuf Kalla, telah menyerukan pemulihan hutan dan lahan gambut secara penuh pada tahun 2020.2 Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Indonesia telah menyatakan bahwa kementeriannya tengah dalam proses penyusunan regulasi yang mengikat untuk memberi kekuatan hukum bagi kebijakan tersebut.3 Sektor perkebunan – dan pasar global yang mereka pasok – harus bertindak dengan cepat dan tegas untuk mendukung reformasi yang dicanangkan presiden ini dan menyepakati aksi industri perkebunan untuk memutar arah deforestasi, dan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas di sektor kehutanan. Apakah perusahaan akan menerima tantangan ini adalah sebuah ujian penting terhadap komitmen mereka untuk mengakhiri deforestasi dan memastikan bahwa komoditas yang mereka gunakan atau diperdagangkan, dihasilkan secara bertanggung jawab. 1.Pemerintah Indonesia (2015), KLHK (2015e) 2 Tempo.co (2015b), Bimantara (2015) 3 Saturi (2015)

20 September 2015 Peneliti Greenpeace mengambil koordinat GPS di dekat sisa-sisa kebakaran lahan gambut habitat orangutan yang baru-baru ini dibuka. Pembangunan skala industri berlangsung di suatu daerah di Kalimatan barat yang berada di bawah moratorium pemerintah terkait perizinan pembangunan baru di hutan primer atau lahan gambut. Tanpa adanya peta lahan untuk publik, adalah tidak mungkin untuk mengatakan siapa yang harus bertanggung jawab atas dampak pembangunan tersebut. ©Infansasti/Greenpeace Tas belanja penuh produk rumah tangga yang mengandung minyak sawit ©Wahyu/Greenpeace Bayi orangutan di Pusat Perawatan Orangutan milik Orangutan Foundation International dekat Taman Nasional Tanjung Puting. ©Infansasti/Greenpeace

2 INDONESIA TERBAKAR: DALAM KEPUNGAN API


FROM CLEARED AND BURNT RAINFOREST TO SUPERMARKET, THE TAINTED PALM OIL CHAIN-OF-CUSTODY IND ONE S I A

PT Kusuma Alam Sari

W E S T K A L IM A N TA N

PT Andalan PT Bumi Sukses Sawit Makmur Sejahtera

3


25 August 2006 Sisa-sisa hutan yang terbakar di lahan gambut yang telah dibuka dan dikeringkan untuk pembangunan perkebunan ŠDithajohn/Greenpeace

Tanaman kelapa sawit muda di lahan gambut. ŠSutton-Hibbert/Greenpeace

4 INDONESIA TERBAKAR: DALAM KEPUNGAN API


MEMATAHKAN WARISAN KERUSAKAN DI INDONESIA Permintaan global terhadap minyak sawit dan kertas telah memicu perluasan sektor perkebunan yang cepat di Indonesia. Selama dua puluh lima tahun terakhir, produksi minyak sawit Indonesia telah meningkat hampir enam kali lipat; 1 Kini Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia.2 Prestasi ini dicapai dengan mengorbankan lingkungan hidupnya. Menurut angka yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan, 31 juta hektar hutan hujan Indonesia telah hancur sejak tahun 19903 – daerah hampir seluas negara Jerman.4 Indonesia kini secara resmi telah melampaui Brasil sebagai negara dengan laju deforestasi tertinggi di dunia.5 Saat ini, hanya setengah dari lahan gambut Indonesia yang masih berhutan.6 Sejak bulan Juli, penghancuran ini menciptakan kondisi yang rentan dan memicu kebakaran hutan dan lahan gambut di seluruh Indonesia. Sejak September dan Oktober, emisi rumah kaca harian dari kebakaran hutan tersebut telah melampaui emisi harian di Amerika Serikat.7 Jutaan masyarakat di seluruh Asia Tenggara telah terkena dampak kebakaran dan asap yang ditimbulkannya. Diperkirakan sejumlah 500,000 orang di Indonesia menderita penyakit pernafasan yang akut,8 dan kerusakan senilai milyaran dolar telah menimpa ekonomi Indonesia dan kawasan sekitarnya.9 Asal muasal krisis kebakaran hari ini telah dimulai sejak lama – dan perusahaan global memikul sebagian besar tanggung jawab ini. Meskipun ada banyak bukti bahwa sektor perkebunan Indonesia terus diperluas sampai ke kawasan hutan dan lahan gambut, juga dengan adanya akibat yang sangat buruk bagi lingkungan maupun masyarakat setempat, perusahaan konsumen dan pedagang terus mengambil bahan baku minyak sawit dan kertas dari pemasok yang terkait deforestasi. Sementara itu, banyak perusahaan besar dunia telah berjanji untuk meninggalkan praktik deforestasi, tetapi tindakan yang mereka lakukan sampai saat ini masih belum mampu mematahkan rantai antara deforestasi dan perdagangan global, apalagi mengatasi kerusakan jangka panjang terhadap lingkungan hidup di Indonesia. Mereka juga belum dapat mengatasi masalah mendasar yang mengancam perlindungan hutan dan lahan gambut. Investigasi lapangan dan analisis pemetaan yang dilakukan Greenpeace10 telah mengungkapkan operasi pengrusakan yang dilakukan tiga kelompok usaha perkebunan besar yang beroperasi di Kalimantan. Dalam satu tahun terakhir, pemantauan Greenpeace telah mendokumentasikan perusahaan yang memasok ke pasar global, perusahaan yang menghancurkan hutan dan lahan gambut, walaupun telah ada komitmen keberlanjutan, dan menciptakan kondisi yang memicu terjadinya kebakaran terus menerus. Salah satu dari perusahaan terlibat langsung dalam akuisisi konsesi lahan gambut yang mencurigakan, setelah pemberlakuan moratorium hutan di tahun 2011. Ketiga perusahaan ini adalah anggota kelompok sertifikasi berkelanjutan terkemuka, antara lain the Forest Stewardship Council (FSC) dan the Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Greenpeace menyerukan kepada RSPO dan FSC untuk menyelidiki temuan-temuan ini dan mencabut sertifikasi serta keanggotaan perusahaan-perusahaan ini apabila mereka terbukti

telah merusak hutan dan lahan gambut atau berperan dalam mendorong krisis kebakaran ini. Greenpeace juga menyerukan kepada pemerintah untuk memastikan agar hutan dan lahan gambut yang terbakar dalam konsesi dipulihkan ke kondisi alaminya dan bukan dikonversi menjadi kawasan perkebunan, hal ini sesuai dengan Instruksi Menteri yang baru.11 Perusahaan-perusahaan ini terus memasok minyak sawit ke pasar global, meskipun ada bukti terkini yang menunjukkan berlangsungnya kerusakan hutan dan lahan gambut dalam konsesi-konsesi mereka. Hal ini menunjukkan bagaimana pedagang komoditi dan konsumen mereka telah gagal untuk menegakkan kebijakan ‘ nol deforestasi’ dengan benar. Greenpeace tengah menyerukan kepada perusahaan internasional agar bertindak dengan cepat dan tegas untuk menutup pasar bagi perusahaan yang pengoperasiannya merusak dengan cara memberlakukan larangan deforestasi di semua sektor industri. Perusahaan harus bekerja bersama-sama untuk memastikan bahwa sektor perkebunan membersihkan perilaku mereka dan melaksanakan reformasi yang dicanangkan pemerintah, sehingga krisis tahun ini tidak terulang lagi.

APA UPAYA PRESIDEN JOKOWI UNTUK MENGATASI KRISIS INI? Akhir Oktober 2015, Presiden Joko Widodo berjanji untuk mengatasi salah satu penyebab utama krisis ini dengan menginstruksikan penghentian pembangunan lebih lanjut di atas lahan gambut, termasuk di dalam konsesi yang ada.12 Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan kemudian menerbitkan surat edaran yang memerintahkan perusahaan untuk menutup kanalkanal pengeringan lahan gambut.13 Surat edaran

25 November 2014 Presiden Jokowi saat mengunjungi Riau setelah warga Sungai Tohor menyerukan aga¬r beliau melihat sendiri dampak kebakaran tahunan. © Rante/Greenpeace

5


tersebut juga memerintahkan agar kawasan lahan gambut yang terbakar tidak boleh dikonversi menjadi perkebunan, namun untuk direhabilitasi. Awal November, pemerintah menyelenggarakan Konferensi Gambut Internasional yang berlangsung selama dua hari, di mana Wakil Presiden Jusuf Kalla mengumumkan program lima tahun untuk memulihkan hutan dan lahan gambut.14Program ini akan mencakup pembentukan Badan Restorasi Lahan Gambut,15 yang didanai bersama oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana,16 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan dari donor internasional, termasuk US$2,9 juta yang dijanjikan ketika Presiden Obama dan Presiden Jokowi bertemu di Washington bulan Oktober 2015.17 Namun, tampaknya tidak semua kementerian sejalan dengan visi presiden mengenai perlindungan lahan gambut. Sepuluh hari setelah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memerintahkan agar lahan gambut yang terbakar di rehabilitasi dan bukan dikonversi, Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, menyampaikan kepada jurnalis bahwa dia berharap akan membuka 100,000 Ha lahan gambut baru setelah kebakaran berhasil dipadamkan. ‘Kami tengah meminta agar lahan gambut yang terbakar dikonversi menjadi perkebunan.’18 Larangan Presiden Jokowi atas ekspansi lebih lanjut di lahan gambut memiliki banyak potensi, tidak hanya untuk membantu mencegah krisis kebakaran di masa depan, namun juga untuk mengurangi dampak perubahan iklim di Indonesia. Namun, apakah langkah-langkah ini dapat sungguh-sungguh membantu melindungi hutan dan lahan gambut Indonesia, akan bergantung kepada kemampuan presiden untuk mengimplementasikan dan menegakkan keputusan tersebut di seluruh jajaran kementerian dan tingkat pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Keberhasilannya berarti mampu mengatasi kepentingan-kepentingan yang

1 July 2007 Pembukaan lahan dekat Taman Nasional Tesso Nilo. Taman nasional ini telah kehilangan sebagian besar hutannya dalam beberapa tahun terakhir, terutama karena kelapa sawit, dan banyak daerah yang telah terbakar berkali-kali. © Jufri/Greenpeace

6 INDONESIA TERBAKAR: DALAM KEPUNGAN API

mempengaruhi para menterinya dan mereka yang masih berpegang pada praktek atau usaha pengrusakan yang telah menjadi dasar dari bencana dan berdampak pada sebagian besar warga Indonesia. Ini hanya akan terjadi dengan dukungan dari perusahaan sektor perkebunan yang progresif dan para konsumen mereka.

MORATORIUM HUTAN DI INDONESIA TIDAK MAMPU MENANGANI DEFORESTASI Keputusan presiden bulan Oktober 2015 untuk melarang membangun apapun di atas lahan gambut bukanlah upaya pertama yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengatur sektor perkebunan. Moratorium penerbitan izin perkebunan baru di hutan primer atau lahan gambut diumumkan pada bulan Mei 2011.19 Sebuah peta – yang terus mengalami revisi – diterbitkan untuk , menunjukkan daerah-daerah yang dimandatkan untuk dilindungi di bawah moratorium tersebut.20 Pemerintah Indonesia berulang kali mengutip moratorium ini sebagai upaya utama pemerintah untuk mengatasi deforestasi. Namun, kebijakan ini diabaikan secara terang-terangan oleh banyak perusahaan dan pejabat pemerintah daerah. Analisis Greenpeace menunjukkan bahwa hampir seperlima deforestasi antara tahun 2011 dan 2013 terjadi di daerah yang ditempatkan di bawah moratorium. Peta moratorium versi terbaru21 mencakup 1,5 juta hektar hutan yang berada di bawah izin konsesi pembukaan lahan yang telah teridentifikasi.22 Bisa jadi konsesi-konsesi ini diterbitkan sebelum kebijakan moratorium diberlakukan, yang menunjukkan kurangnya transparansi dan komunikasi yang buruk dari berbagai tingkatan pemerintah, atau diterbitkan setelah kebijakan ini diberlakukan dan tetap diabaikan.


26 March 2013 6°49’03.6”S, 140°31’14.28”E Asap membumbung dari deretan kayu hasil pembukaan lahan yang terbakar di konsesi kelapa sawit PT Berkat Citra Abadi. PT Berkat, bagian dari Korindo Group, terletak di Kabupaten Merauke, Papua. © Rante/Greenpeace

KEBIJAKAN PEMERINTAH MEMPERBESAR KEBAKARAN Selain dilemahkan dengan serius, rencana presiden untuk perlindungan hutan dan lahan gambut juga dilemahkan oleh kebijakan, hukum dan peraturan oleh pemerintah, dan tindakan sebagian jajaran menterinya. Meskipun telah ada moratorium, hampir 15 juta hektar23 hutan masih digolongkan Kementerian LHK sebagai lahan yang cocok untuk dialih fungsikan menjadi perkebunan sebagian besar terletak di Kalimantan dan Papua (lihat kotak). Ada sekitar 10 juta hektar hutan yang tersisa dalam konsesi telah di alokasikan kepada perusahaan untuk dibuka.24 Hukum Indonesia serta regulasi sektor perkebunan Indonesia bertentangan dengan perlindungan hutan dan lahan gambut. Perhatian utama adalah pada UU Perkebunan tahun 2014, yang mewajibkan pemegang konsesi kelapa sawit untuk membuka dan mengembangkan seluruh lahan konsesi yang dapat ditanami dalam kurun waktu 6 tahun. Jika tidak dilakukan, pihak perusahaan akan terkena sanksi, termasuk denda dan pencabutan izin usaha mereka, dimana lahannya akan dikembalikan kepada negara dan kemungkinan diserahkan kepada pengembang lain.25

UU Perkebunan tahun 2014 tampaknya merupakan bagian dari sebuah serangan terkoordinasi dari berbagai kementerian terhadap upaya sektor perkebunan untuk meningkatkan standar sosial dan lingkungan dalam memproduksi minyak sawit. Para menteri menggambarkan upaya kalangan industri untuk mengakhiri deforestasi, dan khususnya tindakan para penandatangan ikrar minyak sawit berkelanjutan (IPOP), sebagai tindakan yang bertentangan dengan kepentingan nasional.26 Perusahaan perkebunan dan pedagang minyak sawit yang tergabung dalam IPOP telah berada dalam tekanan pemerintah untuk meninggalkan atau menunda pelaksanaan kebijakan ‘nol deforestasi’. Menurut laporan, beberapa perusahaan anggota IPOP telah diancam oleh pejabat setempat akan kehilangan hak-hak mereka atas kawasan hutan dalam konsesi mereka yang telah mereka sisihkan untuk dilindungi. ‘Jika Anda tidak suka, tidak masalah’, salah seorang juru bicara kementerian ekonomi dilaporkan mengatakan itu, ‘Ada perusahaan lain yang akan mengembangkannya, lanjutnya.’27

7


27 October 2015 Bibit pohon sawit yang baru ditanam di daerah yang habis terbakar baru-baru ini dekat Cagar Alam Orangutan Nyaru Menteng dan Taman Nasional Sebangau di Kalimantan Tengah. Š Rante/Greenpeace

18 September 2015 Otan, bayi orangutan yang diselamatkan dari konsesi kelapa sawit di Kubu Raya Š Nanda/Greenpeace

8 INDONESIA TERBAKAR: DALAM KEPUNGAN API


APAKAH KEBIJAKAN ‘NOL DEFORESTASI’ PERUSAHAAN SAAT INI SEBENARNYA MELINDUNGI HUTAN? Warisan sosial, ekonomi dan lingkungan sesungguhnya yang terkait dengan puluhan tahun deforestasi dan kerusakan lahan gambut baru, saat ini menjadi sangat nyata. Kebakaran dan kabut asap beracun yang menyesakkan Sumatra dan Kalimantan dalam bulan-bulan terakhir, dan munculnya kebakaran baru di Papua memberikan peringatan yang jelas tentang apa yang akan terjadi di masa depan jika penyebab mendasar kebakaran tersebut tidak segera ditangani. Meskipun pemerintah Indonesia harus menanggung sebagian besar kesalahan tersebut karena telah memperbesar krisis dalam kawasan hutannya, situasi tersebut tidak akan terjadi tanpa andil industri komoditas yang memicu sebagian besar kerusakan tersebut – khususnya korporasi multi nasional besar yang mendominasi sektor bubur kertas dan kertas serta sektor kelapa sawit, serta konsumen akhir mereka, dari para pedagang sampai dengan pabrik pembuat dan pengecer. Industri minyak sawit telah berada di garis terdepan deforestasi dalam tahun-tahun terakhir. Konsesi minyak sawit adalah pemicu deforestasi terbesar dalam kurun waktu antara tahun 2011 dan 2013, bertanggung jawab atas 20% dari total deforestasi bruto dalam periode tersebut.28 Hampir tiga perempat (74%, lebih dari setengah juta hektar29) deforestasi dalam periode tersebut, terjadi di dalam konsesi minyak sawit di Kalimantan. Meskipun pedagang komoditas dengan kebijakan nol deforestasi seperti Wilmar International telah memantau risiko di sekitar pabrikpabrik dalam rantai pasokannya, sampai setelah organisasi masyarakat sipil membuka kasus-kasus bermasalah kepada publik, barulah tindakan nyata diambil untuk menghentikan para pemasok bermasalah tersebut.30 Kelambatan ini membuat mereka dan konsumen mereka tidak terlindungi dari permasalahan deforestasi dan masalah-masalah sosial lingkungan lainnya yang terkait dengan produksi minyak sawit. Oleh karena itu, nyaris tidak ada bukti bahwa komitmen ‘nol deforestasi’ perusahaan telah menghasilkan efek nyata di lapangan. Di tahun 2014 sampai dengan 2015 (sampai 10 Juni) konsesi minyak sawit bertanggung jawab atas seperlima peringatan deforestasi FORMA (Forest Monitoring for Actions), sama dengan porsi mereka pada periode deforestasi antara tahun 2011 dan 2013.31 Data-data ini hanya mencakup peringatan dalam konsesi-konsesi yang telah dipetakan. Dengan tidak adanya peta resmi yang lengkap dan tersedia untuk publik, analisis ini tidak mungkin dapat memberikan gambaran yang utuh. Selain itu, pengembangan produksi minyak sawit secara ilegal merebak di mana-mana, dan merupakan salah satu penyebab utama deforestasi ilegal di beberapa daerah, dengan bukti-bukti di masa lalu yang menunjukkan bahwa buah sawit dari perkebunan ilegal berakhir di pabrik-pabrik perusahaan besar.32 Yang menjadi pusat krisis saat ini adalah kurangnya transparansi yang menyulitkan pedagang untuk memastikan apakah pemasoknya mengikuti kebijakan ‘tanpa deforestasi’. Budaya ketertutupan juga menghambat upaya masyarakat sipil untuk meminta tanggung jawab kalangan industri. Pemerintah menolak mengeluarkan peta-peta konsesi perkebunan dalam bentuk shapefile33 kepada publik, meskipun adanya komitmen pemerintah terhadap pemerintahan yang terbuka dan janji-janji untuk melanjutkan inisiatif Satu Peta.34 Greenpeace tengah menantang ketertutupan ini melalui perlindungan di bawah UU Keterbukaan Informasi.

Pada bulan November 2013, RSPO mengadopsi sebuah resolusi baru yang mensyaratkan seluruh anggotanya untuk menyediakan peta konsesi mereka bagi RSPO.35 Dua tahun kemudian, hanya sedikit anggota yang memenuhi persyaratan ini, dan RSPO akhirnya memutuskan untuk tidak menayangkan peta-peta tersebut di ranah publik. Ketertutupan tersebut juga didukung oleh surat36 yang dikirim oleh Kementerian Pertanian kepada pengusaha kelapa sawit Indonesia anggota RSPO, yang ditujukan untuk melarang perusahaan membuka informasi –meskipun peraturan terkait pendaftaran lahan yang dikutip oleh Kementan sebagai dasar untuk menuntut ketertutupan tersebut tidak memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut.37 Seperti yang diungkap dalam investigasi Greenpeace, perusahaan yang memasok pasar global masih terus menghancurkan hutan, mengeringkan lahan gambut, mengancam orangutan dan spesies terancam lainnya, dan menciptakan kondisi yang mudah menyulut kebakaran hutan dan lahan gambut serta krisis kabut asap yang ditimbulkannya. 1 1 990: 12,5 juta ton minyak sawit dan minyak inti sawit. 2014: 69,7 juta ton. US Department of Agriculture Foreign Agricultural Services. 2 USDA Foreign Agricultural Service (2015) 3 FAO (2010), Kemenhut (2014d) 4 CIA (2015) 5 Berdasarkan data tahun 2012 dan 2013 (yang terbaru yang tersedia). Margono dkk. (2014) dan KLHK (2014) vs angka resmi Brasil (sumber: INPE (2014)). 6 11,2 juta Ha dari 21,4 juta Ha. Sumber: Analisis pemetaan Greenpeace. 7 GFED (2015) dan Harris dkk. (2015) 8 Nugroho (2015) 9 Otto (2015), Chan (2015) 10 Analisis pemetaan dan investigasi lapangan dilakukan oleh Greenpeace International kecuali dinyatakan lain. 11 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2015a) 12 Mongabay Haze Beat (2015); juga lihat pemerintah Indonesia (2015), KLHK (2015) 13 Jacobson (2015) 14 Tempo.co (2015b) 15 Wiyanti (2015) 16 Saputri (2015) 17 Priatmojo dan Angelia (2015) 18 Laoli (2015) 19 Pemerintah Indonesia (2011) 20 Lihat http://webgis.dephut.go.id:8080/kemenhut/index.php/id/peta/pippib. 21 KLHK (2015b) 22 Analisis pemetaan Greenpeace, mencakup juga konsesi HTI, kelapa sawit dan pertambangan 23 KLHK (2015a) 24 Analisis pemetaan Greenpeace 25 Pemerintah Indonesia (2014) hal. 9 26 Lihat misalnya Jong (2015b). 27 Taylor (2015) 28 Analisis pemetaan Greenpeace 29 542.782 Ha. Sumber: Analisis pemetaan Greenpeace . 30 ‘Mengenai masalah pemasok kami namun yang berada di luar rantai pasok kami, misalnya kasus PT ANJ, kami akan terus mengandalkan stakeholder seperti organisasi masyarakat sipil dan media untuk memberitahu kami sehingga kami dapat mengambil tindakan yang diperlukan untuk menanganinya, apabila relevan. Jika stakeholder memiliki keluhan terhadap operasi Wilmar atau pemasok kami, silakan surati kami atau sampaikan lewat Prosedur pengaduan kami.’ Sumber: Butler (2015). 31 Analisis pemetaan Greenpeace . meliputi kewaspadaan pada lahan yang dipetakan sebagai hutan pada tahun 2013. 32 Gaveau dan Salim (2013) 33 Format shapefile adalah standar industri untuk analisis geospasial, dan format ini memungkinkan data-data seperti titik api, tutupan hutan dan perebutan penggunaan lahan untuk ditumpangsusunkan agar dapat memastikan perusahaan dan pemerintah dapat dimintai pertanggungjawabnya kepada publik. 34 Koswaraputra (2015) 35 Sumatran Orangutan Society (2013) 36 Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian (2015) 37 Pemerintah Indonesia (1997)

9


I PENGEMBANGAN INDUSTRI PERKEBUNAN TERUS MEMICU KRISIS KEBAKARAN

Video yang diambil oleh pesawat tanpa awak mengumpulkan bukti-bukti kebakaran yang menyala di sepanjang jalan akses perkebunan di mana pembangunan industri baru telah menggantikan lahan gambut yang menjadi habitat orangutan. Pembangunan skala industri berlangsung di bagian Kalimatan yang berada di bawah moratorium perizinan pembangunan baru di hutan primer atau lahan gambut. Tanpa adanya peta lahan untuk publik, adalah tidak mungkin untuk mengatakan siapa yang harus bertanggung jawab atas dampak pembangunan tersebut. © Greenpeace

Perusahaan perkebunan terus memicu deforestasi di Indonesia. Analisis pemetaan Greenpeace menunjukkan bahwa 1,8 juta ha hutan yang hilang - lebih dari setengah (54%) dari deforestasi bruto selama tahun 2011-13 – terjadi di lahan yang berada di dalam satu konsesi atau lebih:1 • Konsesi kelapa sawit: 20% • Konsesi perkebunan kayu untuk bubur kertas: 18% • Konsesi pertambangan batubara: 12% (perhatikan bahwa sebagian besar konsesi ini tumpang tindih dengan jenis konsesi lainnya) • Konsesi HPH: 9% Meskipun data deforestasi terkini dari pemerintah tidak tersedia, the Forest Monitoring for Action (FORMA) sebuah sistem peringatan hilangnya hutan yang dikembangkan the World Resources Institute2 memberikan sebuah penanda yang bermanfaat. Meskipun jumlah signal peringatan deforestasi FORMA dalam konsesi kayu pulp selama ini cukup stabil, jumlah signal peringatan dalam konsesi kelapa sawit telah meningkat setiap tahunnya sejak 2006 (kecuali tahun 2010), yaitu sekitar 3,000 di tahun tersebut menjadi lebih dari 8,000 di tahun 2014. Dari tahun 2010 sampai 2014, signal FORMA meningkat dua

10 INDONESIA TERBAKAR: DALAM KEPUNGAN API

kali lipat dan mencapai rekor tertinggi di daerah-daerah di luar konsesi yang telah teridentifikasi 3. Penelitian oleh CIFOR setelah kebakaran tahun 2013 mengindikasikan bahwa banyak deforestasi yang terjadi di luar konsesi yang teridentifikasi diakibatkan oleh pembukaan perkebunan kelapa sawit.4 Ada korelasi yang jelas antara deforestasi dan kebakaran hutan. Sekitar 20% dari titik api yang terdeteksi selama tahun 2015 (sampai 26 Oktober) berada dalam konsesi kayu untuk bubur kertas dan 16% lainnya dalam konsesi kelapa sawit.5 Walaupun angka-angka ini tidak menunjukkan pemegang konsesi sebagai penyulut kebakaran, angka tersebut menunjukkan bahwa pembukaan lahan dan pengeringan lahan gambut untuk industri perkebunan telah menciptakan kondisi kebakaran hutan yang tidak terkendali pada musim kemarau tahunan di Indonesia. 1 H ilangnya hutan secara bruto. Sumber: Analisis pemetaan Greenpeace. Menetapkan hilangnya hutan yang teramati ada jenis konsesi dipersulit dengan tumpang tindih berbagai jenis konsesi, sebagai contoh daerah yang sama mungkin dibebani izin konsesi HPH, pertambangan dan kelapa sawit. Tumpang tindih ini berarti bahwa luas total dalam konsesi lebih kecil dari luas total daerah gabungan berbagai jenis konsesi tersebut. 2 Hammer et al (2015) 3 Analisis pemetaan Greenpeace 4 Gaveau dan Salim (2013) 5 Analisis pemetaan Greenpeace; lihat juga Greenpeace International (2015).


MENGATASI PEMBABATAN: HUTAN DALAM ANCAMAN EKSPANSI INDUSTRI Moratorium Indonesia tidak memberi perlindungan terhadap lahan dalam konsesi perkebunan atau konsesi penebangan yang ada, tidak jugapada hutan sekunder – yaitu seluruh daerah hutan yang tersisa yang tidak digolongkan oleh pemerintah sebagai hutan primer yang masih asli.1 Kebijakan ini membuat areal hutan yang luas berada dalam kendali perusahaan perkebunan dan penebang hutan, dengan puluhan juta hektar yang terancam deforestasi.

penggunaan lahan lainnya3 (ini mencakup perhitungan ganda dari hutan dalam konsesi resmi yang ada) • Ancaman menengah: ~20 juta hektar dalam konsesi HPH atau daerah yang digolongkan sebagai ‘hutan produksi tetap’ (HP) atau ‘hutan produksi terbatas’ (HPT) dan terletak di luar daerah moratorium,4 kemungkinan besar akan dikonversi menjadi perkebunan kayu pulp, dibuka untuk pertambangan atau mengalami degradasi akibat praktik penebangan yang buruk. • Risiko yang tidak dapat dihitung: hutan atau lahan gambut yang berada dalam wilayah moratorium menghadapi risiko pembukaan untuk ekstraksi minyak atau gas, pembangunan pembangkit tenaga listrik atau tenaga panas bumi, atau produksi beras atau tebu5 (misalnya lewat proyek pangan dan energi Merauke6)

• Ancaman langsung: ~10 juta hektar hutan yang ada dalam konsesi diberi izin untuk dibuka untuk perkebunan kelapa sawit atau kayu pulp atau untuk pertambangan.2 • Ancaman tinggi: ~15 juta hektar hutan yang ada dalam ‘hutan produksi konversi’ (HPK) atau area untuk penggunaan lain (APL) kemungkinan besar akan dibuka untuk dijadikan perkebunan pertanian, seperti kelapa sawit, atau untuk

21 September 2015 1°52’44.19”S ,110°7’33.36”E Batang kayu yang membara di lahan gambut yang baru-baru ini dibuka dekat Ketapang, Kalimantan Barat. © Infansasti/Greenpeace

1 2 3 4 5 6

Austin et al (2012) Analisis pemetaan Greenpeace KLHK (2015a) p34 Analisis pemetaan Greenpeace Pemerintah Indonesia (2011) Anwar (2015)

11


RSPO – DIPERLUKAN LEBIH BANYAK UPAYA UNTUK MEMUTUS RANTAI ANTARA MINYAK SAWIT DAN KERUSAKAN HUTAN The Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dibentuk pada tahun 2004 untuk mempromosikan penggunaan minyak sawit lestari melalui standar-standar global yang kredibel dan pelibatan stakeholder. Organisasi ini adalah perkumpulan sukarela yang mencakup produsen, pabrik pembuat dan pedagang minyak sawit, penghasil barang-barang konsumen dan beberapa organisasi non-pemerintah (LSM), dan merupakan organisasi ‘keberlanjutan’ terbesar di sektor minyak sawit. Namun, meskipun menyandang kata ‘berkelanjutan’ pada namanya, organisasi ini mengalami kesulitan untuk memutus kaitan antara minyak sawit dan kerusakan hutan. Yang sangat penting, bahwa standar RSPO tidak melarang deforestasi untuk perkebunan atau pembukaan lahan gambut yang kaya karbon. Seperti yang terus diungkap dalam investigasiinvestigasi Greenpeace, anggota-anggota RSPO yang terkemuka terlibat dalam perusakan habitat orangutan dan harimau, termasuk mengalihfungsikan lahan gambut, dan bertanggung jawab atas bencana kebakaran hutan yang melanda di seluruh Indonesia tahun ini. Laporan ini mengaitkan anggota RSPO dengan pelanggaran moratorium hutan Indonesia, dengan deforestasi, kerusakan lahan gambut dan dengan kebakaran tersebut. Anggota-anggota RSPO memproduksi 40% minyak sawit global, namun sampai akhir tahun 2012, delapan tahun setelah pendiriannya, tidak sampai setengah dari minyak sawit yang dihasilkan para anggotanya (18% produksi global) merupakan minyak sawit yang disertifikasi oleh RSPO.1 Dari keempat pilihan rantai pasok yang didukung RSPO,2 yang paling terkenal (mencakup dua pertiga minyak sawit bersertifikat RSPO yang diperdagangkan di tahun 2013)3 adalah dalam skema GreenPalm ‘Book and Claim’ yang tidak memadai, di mana produsen bersertifikat RSPO menerima sertifikat untuk setiap ton minyak sawit bersertifikat yang mereka hasilkan dan menjual sertifikat-sertifikat ini dengan harga lebih tinggi kepada pengguna akhir minyak sawit seperti produsen makanan, yang kemudian mereka dapat mengklaim bahwa mereka mendukung ‘minyak sawit berkelanjutan’.4 Minyak sawit sesungguhnya yang ada dalam produk konsumen akhir dibeli di pasar terbuka, dan sangat mungkin berasal dari perkebunan – bersertifikat RSPO maupun tidak – yang terlibat dalam perusakan hutan. Pilihan populer berikutnya adalah apa yang dikenal sebagai ‘Mass Balance’. Di sini, jumlah minyak sawit bersertifikat yang diedarkan melalui rantai pasok tertentu dilacak, namun bukan fisik minyaknya: misalnya seorang pedagang yang membeli 100 ton minyak bersertifikat dapat mencampur minyak tersebut dengan minyak tidak bersertifikat lain dan menjual 100 ton minyak yang ‘bersertifikat;, meskipun itu bukan minyak yang sama. Hal ini lagi-lagi berarti bahwa pengguna akhir tidak mengetahui dari mana sesungguhnya asal minyak sawit yang ada dalam produk yang mereka beli. Untuk membeli minyak sawit bersertifikat sesungguhnya, pengguna akhir harus berdagang, baik lewat jalur rantai pasok

12 INDONESIA TERBAKAR: DALAM KEPUNGAN API

Laporan Greenpeace 2012

‘terpisah’ (‘Segregated’), di mana minyak bersertifikat yang mungkin berasal dari berbagai sumber disimpan dan dikirim secara terpisah dari minyak tidak bersertifikat, ataupun lewat jalur ‘Identity Preserved’ (IP), di mana disetiap pengiriman secara unik dapat dilacak sampai ke perkebunan asal kelapa sawitnya. Saat ini, penjualan lewat jalur-jalur tersebut masih belum banyak.5 Jadi, bahkan di antara anggota RSPO sendiri, minyak sawit ‘kotor’ masih lazim diperdagangkan. Standar RSPO tidak diterapkan dengan baik dan sistemnya kurang memadai. Standarstandarnya tidak ditegakkan dengan tegas dan tidak memberi konsumen minyak sawit suatu jaminan bahwa minyak yang mereka beli telah dihasilkan secara bertanggung jawab. Sejak akhir tahun 2013, sejumlah produsen, pedagang dan konsumen akhir minyak sawit mulai mengadopsi standar ‘tanpa deforestasi’ sukarela yang melampaui Prinsip dan Kriteria (P&C) RSPO. Sebaliknya, RSPO telah mengakui bahwa P&C mereka saat ini tidak dapat mencegah deforestasi dan telah mengusulkan serangkaian indikator baru, yang dikenal sebagai RSPO Next.6 Meskipun demikian, RSPO Next. bersifat sukarela dan tetap lemah dibandingkan dengan standar-standar verifikasi dan metodologi lainnya, terutama standar dan Palm Oil Innovation Group (POIG)7 dan High Carbon Stock Approach atau Pendekatan Stok Karbon Tinggi.8 Sampai RSPO menjadikan standar-standarnya sejalan dengan praktik terbaik industri, RSPO akan gagal melindungi hutan dan lahan gambut atau mencegah kebakaran di tempat-tempat seperti Indonesia. RSPO harus menyelidiki temuan-temuan terkait anggota-anggotanya yang diuraikan di bawah ini, dan dan mengambil tindakan tegas apabila diperlukan. RSPO juga harus mempublikasikan peta-peta konsesi anggota-anggotanya, sebagaimana disyaratkan oleh resolusi yang diadopsi pada konferensi RSPO tahun 2013.9 1 RSPO (2015a) 2 RSPO (2011) 3 RSPO (2014) Tabel 1, hal. 1. Penjualan CSPO: Segregated + Mass Balance = 1.551.017t, Book and Claim 2.962.256t. 4 GreenPalm (2015) 5 RSPO saat ini tidak melaporkan angka terpisah untuk volume penjualan IP atau penjualan terpisah (segregasi). Komunikasi personal dari berbagai stakeholder industri kepada Greenpeace di tahun 2013 melaporkan kurangnya perdagangan terpisah untuk banyak fraksi minyak sawit atau oleochemicals. Pasokan terpisah yang tersedia utamanya terdiri dari minyak sawit mentah. 6 RSPO (2015c) 7 Lihat http://poig.org/ 8 Lihat http://highcarbonstock.org/ 9 RSPO (2013b)


HOW RSPO CERTIFICATION WORKS Rainforest and Peatland

RSPO Certified plantations

Deforestation and forest fires, loss of orang-utan and tiger habitat to create palm oil plantations

RSPO Certified plantations

Mill

Mill

Mill Fresh fruit bunches also sold to mills from uncertified 3rd party plantations

10 tonnes

850 tonnes 150 tonnes

Refinery

Refinery

10 tonnes

50 tonnes

“SEGREGATED SUPPLY” system

“MASS BALANCE” system

Trader

Trader

10 tonnes certified oil sold as certified

50 tonnes mixed oil sold as certified Mass Balance

PRODUCT CLAIM: contains RSPO Certified Sustainable Palm Oil

PRODUCT CLAIM: supports the production of RSPO Certified Sustainable Palm Oil equivelant to 15%

950 tonnes

Trader 850 tonnes mixed oil uncertified

100 tonnes mixed oil uncertified

NO PRODUCT CLAIM

“BOOK and CLAIM” system

GreenPalm Anonymous online certificate trading platform End user buys 100 green certs

PRODUCT CLAIM: supports the production of RSPO Certified Sustainable Palm Oil

CAN THESE PRODUCTS BE GUARANTEED DEFORESTATION FREE? NO

NO

NO

NO

13


REVISI PETA-PETA MORATORIUM YANG MENIMBULKAN TANDA TANYA – KASUS TAMAN NASIONAL TANJUNG PUTING Kalimantan Tengah adalah provinsi percontohan REDD+ di Indonesia,1 yang menunjukkan upaya Indonesia untuk mengurangi deforestasi. Lebih dari 40% deforestasi bruto terjadi di Kalimantan Tengah dalam periode 2011-2013 teridentifikasi di konsesi kelapa sawit.2 Provinsi ini juga merupakan lokasi Taman Nasional Tanjung Puting yang terkenal di dunia internasional, yang merupakan rumah dari salah satu populasi terbesar orang utan yang tersisa.3 Meskipun statusnya dilindungi, Tanjung Puting berada dalam ancaman besar. Lebih dari satu dekade lalu, Environmental Investigation Agency (EIA) mendokumentasikan pembalakan liar dan perdagangan kayu ramin yang dilindungi dari jantung taman nasional tersebut.4 Ancaman saat ini adalah meliputi

penambangan dan penebangan liar5 serta konsesi kelapa sawit.6 Kasus alokasi konsesi kelapa sawit pasca pemberlakuan moratorium untuk Bumitama di lahan gambut yang berdekatan dengan Taman Nasional Tanjung Puting menunjukkan bahwa bahkan persyaratan kebutuhan yang paling dasar dari moratorium hutan – penghentian alokasi izin baru di hutan primer dan lahan gambut – telah diabaikan atau sengaja dilanggar oleh berbagai tingkatan pemerintahan.7 Revisi peta moratorium yang diterbitkan secara tidak teratur oleh Kementerian Kehutanan8 telah ‘mencuci’ pelanggaranpelanggaran ini – yaitu, peta direvisi untuk menghapus konsesi yang baru diterbitkan dari daerah yang ditandai sebagai kawasan yang berada di bawah moratorium.

31 October 2013 2°49’8.40”S, 111°46’44.40”E Monyet bekantan (Nasalis larvatus), yang juga dikenal sebagai monyet berhidung panjang, di Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah. Monyet ini terdaftar dalam Daftar Merah Spesies yang Terancam Punah IUCN. © Infansasti/Greenpeace 12 September 2013 Hutan di Taman Nasional Tanjung Puting. © Infansasti/Greenpeace

14 INDONESIA TERBAKAR: DALAM KEPUNGAN API


BUMITAMA

Perusahaan: Bumitama Agri Ltd (BAL) Kantor pusat: Singapura Tercatat di bursa: Singapore “SGX” Anggota RSPO: Ya, sejak 22 November 20139 Hubungan dengan pasar global: Ya Studi kasus perusahaan: PT Andalan Sukses Makmur (PT ASMR) Lokasi konsesi: Kalimantan Tengah Luas konsesi: 9.277 Ha

IKHTISAR Bumitama Agri Ltd adalah kelompok usaha yang berbasis di Singapura yang sejak tahun 2014 menguasai 153.000 Ha wilayah tanam, yang hampir seluruhnya terletak di Kalimantan.10 Kelompok usaha ini 31% sahamnya dimiliki oleh IOI, dimana IOI dan Bumitama memiliki perkebunan bersama di Kalimantan Barat, yaitu PT BSS (lihat di bawah) dan 51% sahamnya dimiliki keluarga Lim.11

KEBIJAKAN ‘NOL DEFORESTASI’ Tanggal 13 Agustus 2015, Bumitama meluncurkan kebijakan keberlanjutannya,12 yang mencakup komitmen terhadap pembukaan lahan tanpa deforestasi.(yang didasarkan pada Pendekatan HCS), tidak ada pengembangan di lahan gambut (gambut dengan kedalaman lebih dari 50cm) dan menghormati persetujuan bebas, didahulukan dan diinformasikan dengan masyarakat setempat.

TRANSPARANSI Bumitama tidak mempublikasikan pemasok pihak ketiganya, serta tidak mempublikasikan batas-batas konsesinya.

HUBUNGAN DAGANG Sampai tahun 2015 Bumitama memasok Wilmar International, dan Golden Agri Resources (GAR).13 Pada tahun 2011, periode terakhir yang datanya tersedia, Bumitama menjual 82% dari CPO-

nya kepada ke-2 perusahaan ini.14 Untuk tahun 2014, Bumitama melaporkan bahwa dua pelanggan terbesarnya menyumbang 86% dari pendapatan tahunannya.15

REVISI MORATORIUM YANG MENIMBULKAN TANDA TANYA: BAGAIMANA HAL INI DILAKUKAN Setelah penandatanganan Letter of Intent dengan pemerintah Norwegia pada tanggal 26 Mei 2010,16 presiden RI saat itu Yudhoyono menunjuk Kalimantan Tengah sebagai provinsi percontohan REDD+ Indonesia di bawah perjanjian kemitraan REDD+ dengan Norwegia pada Desember 2010. Provinsi ini secara tegas dipilih sebagai provinsi percontohan untuk penerapan REDD+ di Indonesia, terutama karena ancamanancaman terhadap keberadaan hutan dan lahan gambut di provinsi tersebut.17 Pada tanggal 20 Mei 2011 Presiden Yudhoyono secara resmi mengumumkan dua tahun moratorium terhadap pembangunan konsesi baru di lahan gambut dan hutan primer. 18 Hanya 11 hari setelah penerbitan Instruksi Presiden tentang moratorium tersebut, Kementerian Kehutanan menghapus beberapa daerah dari Taman Nasional Tanjung Puting lewat surat keputusan,19 mengeluarkan mereka dari Kawasan Hutan Negara, sehingga secara langsung melemahkan kebijakan moratorium tersebut. Pada bulan November 2012, konsesi PT Andalan Sukses Makmur (PT ASMR) milik Bumitama ini diberi persetujuan awal,20 ini sangat jelas melanggar moratorium karena sebagian daerah yang diberikan tersebut bertumpang tindih dengan peta moratorium pada saat itu (revisi III21). Konsesi tersebut mencakup 9.277 Ha yang tersebar di beberapa blok, beberapa di antaranya merupakan daerah yang dikeluarkan dari Taman Nasional melalui keputusan menteri sebagaimana disebutkan di atas. Langkah terakhir Kementerian Kehutanan dalam operasi pencucian ini diambil dalam revisi kelima dari peta moratorium yang dirilis pada bulan November 2013.22 Peta yang baru menghilangkan semua tumpang tindih kawasan moratorium dengan kawasan konsesi. Kasus ini menimbulkan pertanyaan mengenai dasar revisi yang dilakukan Kementerian Kehutanan pada peta moratorium,

15


Landsat 8 17 August 2015 and 5 November 2015 November Landsat shows clearance of HCS and land drainage adjacent to large burnt area.

16 INDONESIA TERBAKAR: DALAM KEPUNGAN API


terutama apakah pihak kementerian melakukan penyesuaian untuk kebutuhan usaha daripada menegakkan perlindungan hutan dan lahan gambut dengan membuat daerah-daerah tersebut terlarang untuk ekspansi baru. Menyusul skandal internasional, PT ASMR akhirnya menyatakan kesediaannya untuk mengembalikan sebagian dari daerah konsesinya kepada Taman Nasional Tanjung Puting.23 Namun, ini tidak menjawab pertanyaan seputar revisi-revisi lainnya terhadap peta-peta moratorium yang dilakukan ketika konsesi-konsesi tersebut diperoleh atau ketika terjadi pembangunan berikutnya di lahan gambut. Selama tahun 2013, Bumitama mulai mengembangkan konsesinya, termasuk membuka lahan dan membangun pembibitan dan perkebunan awal di dua lokasi.24 Laporan Nilai Konservasi Tinggi pada Mei 2013 mengidentifikasi konsesi tersebut sebagai daerah yang berisi habitat bagi beberapa spesies yang dilindungi dan terancam punah, termasuk mamalia yang berada dalam daftar IUCN atau CITES seperti orangutan, beruang madu dan monyet bekantan dan jenis pohon seperti ramin.25 Investigasi-investigasi lapangan ini, serta analisis pemetaan Greenpeace baru-baru ini mengungkapkan bahwa pembukaan hutan dan lahan gambut dalam konsesi tersebut telah terjadi sampai paruh kedua tahun 2015. Daerah yang dibuka bertumpang tindih dengan daerah yang diusulkan sebagai zona penyangga dalam draf penilaian HCV yang diajukan untuk konsultasi publik, tetapi diabaikan oleh Bumitama dalam Peta HCV akhir mereka. Daerah-daerah ini juga tumpang tindih dengan peta asli moratorium izin konsesi baru pemerintah tahun 2011 termasuk di lahan gambut.26 Pada tanggal 13 Agustus 2015, Bumitama meluncurkan kebijakan keberlanjutannya, yang melarang pembukaan hutan dan lahan gambut HCV dan HCS dari operasinya. Tanggal 14 Agustus 2015, RSPO menutup tinjauan satu tahun terhadap tuduhan LSM bahwa Bumitama terus membuka hutan gambut HCV.27 Sebagian besar pembukaan hutan gambut di daerah yang pada awalnya diidentifikasi memiliki HCV berlangsung setelah pertengahan Agustus 2015.28 Menurut peta-peta Kementerian Pertanian, daerah yang dibuka adalah lahan gambut dangkal (0,5-1 meter). Pengajuan prosedur penanaman baru Bumitama kepada RSPO menegaskan keberadaan hutan gambut dalam konsesinya, namun tidak dapat memberikan peta-peta atau angka-angka mengenai luasannya, juga tidak mencantumkannya dalam peta HCV akhirnya.29 Laporan Kemajuan Kuartal perusahaan untuk periode April-Juni 2015 memetakan lokasi ini sebagai daerah HCS, dan membenarkan bahwa ditemukan delapan sarang orangutan baru dalam daerah tersebut, yang menunjukkan nilainya selama ini sebagai habitat.30 Pada bulan September dan Oktober 2015, beberapa kebakaran melanda bagian tengah daerah konsesi, yang tampaknya menghancurkan sisa hutan terakhir di daerah ini, termasuk lokasi di mana sarang orangutan ditemukan. Pada pertengahan November 2015, Greenpeace memberitahu perusahaan terhadap temuan-temuannya terkait PT ASMR. Dalam pertemuan langsung tersebut, pihak perusahaan membenarkan terjadinya pembukaan daerah HCS, yang mereka klaim sebagai tanggapan terhadap tekanan dari masyarakat setempat. Perusahaan menyangkal pembukaan tersebut dilakukan di lahan gambut: mereka mengklaim bahwa survey gambut pemerintah yang dilakukan belum lama berselang tidak mengidentifikasi lahan gambut di daerah tersebut, yang menyebabkan daerah tersebut

dikeluarkan dari moratorium presiden. Pihak perusahaan, meskipun demikian, tidak mampu menunjukkan hasil survey tersebut atau menegaskan bahwa survey tersebut dilakukan sebelum terjadinya revisi pada peta-peta moratorium. Namun, perusahaan memberikan jaminan lisan bahwa seluruh daerah yang terbakar oleh kebakaran terakhir akan dipulihkan. Pada tanggal 18 November 2015, Bumitama mengirimkan pernyataan di bawah ini sebagai tanggapan atas temuan-temuan Greenpeace: Bumitama berkomitmen terhadap ‘nol deforestasi, tidak membuka lahan gambut, dan tidak akan lakukan eksploitasi’ dalam pengembangan lahan seperti yang dinyatakan dalam Kebijakan Keberlanjutannya yang diluncurkan tanggal 13 Agustus 2015. Berkaitan dengan keprihatinan Greenpeace akan potensi pembukaan di lahan gambut, HCV dan daerah penyangga yang memiliki spesies yang dilindungi dan terancam kepunahan, kami ingin menyatakan kembali posisi kami di atas dengan bukti-bukti yang jelas tidak adanya pelanggaran seperti yang disebutkan di atas. Meskipun demikian, Bumitama berterima kasih pada Greenpeace karena telah berbagi hal-hal untuk melakukan perbaikan dan akan berupaya meningkatkan transparansi pada stakeholder mereka.31 Kasus ini menimbulkan pertanyaan mengenai apa yang Bumitama perlu lakukan untuk menunjukkan bahwa mereka memenuhi kebijakan ‘nol deforestasi’ mereka. Selain itu, kasus ini menggambarkan bahwa perusahaan tidak bisa menerima komitmen pemasok begitu saja dan harus melakukan verifikasi oleh pihak ketiga yang independen. Perusahaan perkebunan dan pedagang harus mempublikasikan peta-peta konsesi mereka, termasuk hasil penilaian HCV, HCS dan lahan gambut. Pembeli harus secara aktif memantau rantai pasok mereka dan mengambil tindakan tegas terhadap pemasok yang merusak hutan dan lahan gambut. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31

UKP4 (2010) 85.000 Ha. Sumber: Analisis pemetaan Greenpeace. Ancrenaz et al (2008) EIA/Telapak (1999) UNESCO (2015) InfiniteEARTH (2011) Menurut PT ASMR (2013), izin pertama untuk konsesi ini (izin lokasi) diberikan bulan November 2012. http://webgis.dephut.go.id:8080/kemenhut/index.php/id/peta/pippib Bumitama Agri Ltd (2013b) Bumitama Agri Ltd (2015a) p10 Bumitama Agri Ltd (2015a) p152 Bumitama Agri Ltd (2015b) Lihat http://www.goldenagri.com.sg/sustainable_dashboard.php and http://www.wilmar-international.com/sustainability/dashboard/ (login required). Bumitama Agri Ltd (2012) Bumitama Agri Ltd (2015a) p144 Pemerintah Norwegia dan Pemerintah Indonesia (2010) UKP4 (2010) Pemerintah Indonesia (2011) Kementerian Kehutanan (2011a) Kabupaten Kotawaringin Barat (2012). dan Bumitama Agri Ltd. (2014b) Kementerian Kehutanan (2012d) Kementerian Kehutanan (2013e) PT ASMR (2013). Salinan pernyataan yang didapat Greenpeace. Desa Sekonyer dan Teluk Pulai. Bumitama Agri Ltd (2013a) Rondonuwu (2011) RSPO (2015b) Analisis pemetaan Greenpeace Bumitama Agri Ltd (2014b) Peta tersebut mengidentifikasi lokasi itu sebagai ‘BT’, yang merupakan kategori HCS untuk ‘lahan semak belukar lama’. Sumber: Bumitama Gunajaya Agro (2015) Email dari Bremen Yong, Bumitama, ke Greenpeace, 18 November 2015.

17


MENGAPA PEMBUKAAN HUTAN DAN PENGERINGAN LAHAN GAMBUT OLEH PERUSAHAAN YANG ‘BERKELANJUTAN’ MERUPAKAN MASALAH BESAR

7 March 2014 2°48’55.92”S, 111°00’10.20”E Burung Rangkong di PT BSS. © Rante/Greenpeace

IOI: KEANGGOTAAN RSPO TIDAK MENGHENTIKAN KEBAKARAN

PT BSS Perusahaan: IOI Group (IOI Corporation Berhad) Kantor pusat: Malaysia Tercatat di bursa: Malaysian Stock Exchange1 Anggota RSPO: Ya Hubungan dengan pasar global: Ya Studi kasus perusahaan: PT. Bumi Sawit Sejahtera (PT BBS) Lokasi konsesi: Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat

IKHTISAR IOI Group adalah suatu konglomerasi Malaysia dengan berbagai divisi usaha namun memiliki fokus pada usaha kelapa sawit terpadunya.2 PT Bumi Sawit Sejahtera (PT BSS) merupakan perusahaan bersama antara IOI (67%) dan Bumitama (28%).3 Konsesi kelapa sawit mereka seluas 10,067 Ha.4

HUBUNGAN DAGANG Pelanggan IOI adalah termasuk raksasa makanan seperti Mondelez,5 Mars,6 The Hershey Company7 dan Unilever.8

KEBIJAKAN ‘NOL DEFORESTASI’ IOI memiliki kebijakan untuk pengembangan baru yang mencakup perlindungan terhadap lahan gambut.9 Komitmen IOI ini termasuk melakukan penilaian HCV maupun HCS untuk memastikan daerah-daerah tersebut teridentifikasi dan terlindungi.10 Pada bulan Agustus 2014, IOI menginformasikan kepada Greenpeace bahwa mereka tidak akan membuka hutan HCS dan lahan gambut di konsesi PT BSS miliknya.11

18 INDONESIA TERBAKAR: DALAM KEPUNGAN API

IOI adalah penandatangan Manifesto Minyak Sawit Berkelanjutan Januari 2014, yang mencakup komitmen untuk ‘Perlindungan lahan gambut berapapun kedalamannya dalam pengembangan baru’ dan ‘Nol deforestasi melalui konservasi hutan Stok Karbon TInggi (HCS).’12 IOI Group telah gagal untuk mengumumkan kebijakan publik untuk melindungi hutan dan lahan gambut di seluruh konsesi dalam rantai pasokannya, termasuk pemasok pihak ketiga dan perusahaan bersamanya.

TRANSPARANSI IOI tidak mempublikasikan pemasok bahan baku oleh pihak ketiganya,13 juga tidak mempublikaskan batas-batas konsesinya.

MASALAH SEPUTAR RANTAI PASOK Meskipun perusahaan memiliki kebijakan ‘Nol Deforestasi’, analisis pemetaan dan investigasi lapangan di salah satu konsesi IOI di Kalimantan Barat (PT BSS) mengungkapkan terjadinya deforestasi dan pengembangan lahan gambut baru yang signifikan. Daerah yang luas di dalam konsesinya, serta lanskap lahan gambut di sekitarnya, berulang kali terbakar. Pada awal 2014, Greenpeace pertama kali menyuarakan keprihatinannya kepada perusahaan. Kasus ini kini menjadi subyek pengaduan yang tengah diajukan LSM Belanda AidEnvironment kepada RSPO di bulan Maret 2015.14 Berdasarkan laporan Nilai Konservasi Tinggi (HCV) perusahaan pada tahun 2014,15 lebih dari 90% daerah konsesi masih ditutupi oleh hutan saat disurvei, meskipun sebagian besar telah terdegradasi. Laporan ini menemukan bahwa hutan-hutan ini menjadi rumah bagi spesies yang terancam punah termasuk orangutan,16 monyet bekantan17 dan siamang Borneo Muller.18 Daerah ini juga memiliki lahan gambut yang luas, termasuk lebih dari 700 Ha lahan gambut dengan kedalaman lebih dari 3 meter. Investigasi Greenpeace pada awal tahun 2014 mendokumentasikan pembukaan hutan dan pengembangan lahan


22 February 2014 2°48’55.92”S, 110°48’21.24”E Api menyala di samping kanal yang mengalir ke luar batas konsesi PT BSS. ©AidEnvironment

Pembukaan lahan dan pembakaran hutan yang berpusat di daerah barat PT BSS antara tanggal 20 Agustus dan 18 November 2014. Kemudian antara tanggal 17 Agustus dan 5 November 2015, di daerah yang sama dan yang berada di sebelah barat menunjukkan tanda-tanda kebakaran.

19


7 March 2014 2°50’32.40”S, 110°54’44.39”E Pembukaan hutan baru-baru ini di PT BSS. ©Rante/Greenpeace

18 November 2014

·

22 Februrary 2015

· 20 INDONESIA TERBAKAR: DALAM KEPUNGAN API


gambut baru di konsesi tersebut.19 Citra Landsat menunjukkan adanya pembukaan hutan dan pengembangan lahan gambut yang ekstensif pada tahun 2013 dan awal 2014. Ini menunjukkan bahwa kegiatan tersebut dimulai sebelum perusahaan menyelesaikan Prosedur Penanaman Baru RSPO (27 Februari 2014). Pembukaan lahan ini berlanjut meskipun perusahaan telah menyatakan komitmennya di awal tahun 2014 untuk ‘tidak melakukan deforestasi dan untuk ‘melindungi lahan gambut dalam pengembangan baru’20 dan berjanji bahwa ‘tidak ada pembangunan di daerah yang telah digolongkan sebagai hutan Stok Karbon Tinggi (“HCS”), lahan gambut terlepas berapapun kedalamannya dan wilayah yang memiliki Nilai Konservasi Tinggi (“HCV”), yang ditunjukkan oleh berbagai penilaian.21 Pembangunan menyeluruh konsesi ini dan terus berlanjutnya pengeringan lahan gambut mengakibatkan kerusakan di berbagai wilayah yang teridentifikasi sebagai HCV dan HCS, baik akibat pembukaan lahan perkebunan maupun kebakaran. 2014: Pembukaan daerah yang kemudian diidentifikasi oleh konsultan IOI sebagai lahan gambut HCS.22 2015: Pembukaan hutan di daerah yang awalnya diidentifikasi sebagai HCS, namun dihapus dari peta HCV akhir. Konsultan IOI untuk penilaian HCV dan HCS memetakan daerah yang dibuka sebagai pecahan dari daerah HCS. Di bagian konsesi lainnya, pecahan-pecahan seperti itu tercantum dalam peta akhir daerah lindung. Namun, di bagian barat konsesi, sebagian besar pecahanpecahan ini tidak tercantum.23 2014/2015: Kebakaran yang luas24 membumihanguskan banyak wilayah konsesi, termasuk wilayah yang dialokasikan sebagai wilayah lindung oleh penilaian HCV/HCS perusahaan sendiri. 2015: PT BBS merupakan salah satu perusahaan yang menghadapi sanksi dari pemerintah karena kebakaran yang terjadi di dalam konsesinya.25 Pertengahan November 2015, Greenpeace International memberitahu perusahaan akan temuan-temuannya yang berkaitan dengan PT. BBS. Pihak perusahaan tidak memberikan banyak tanggapan terhadap pernyataan Greenpeace, kecuali mengklaim bahwa mereka telah memulihkan daerah-daerah yang dibuka ‘secara tidak disengaja’. Kasus ini menunjukkan perlunya pihak produsen untuk menyediakan data konsesi yang lengkap, dan transparan terhadap metodologi yang mereka gunakan ketika menggambar peta-peta HCS dan HCV. Juga, perusahaan harus mendapatkan verifikasi pihak ketiga yang independen. Hal tersebut juga menunjukkan dampak jangka panjang deforestasi dan pengeringan lahan gambut, yang membuat lahan lebih rentan terhadap kebakaran, bahkan setelah pembukaan dihentikan. Oleh karena itu, restorasi merupakan bagian penting dari komitmen perusahaan terhadap perlindungan hutan dan pencegahan kebakaran.

1 IOI Group (2015b) 2 IOI Group (2015a) 3 IOI Group (2013) p262, Bumitama Agri Ltd (2014a) p98 4 IOI Group (2014a) 5 IOI Group (2015e) p18 6 IOI Loders Croklaan (2015) 7 The Hershey Company (2014) 8 IOI Loders Croklaan (2014) 9 IOI Group (2014b) 10 IOI Group (2015c) 11 Definisi HCS milik perusahaan sendiri berdasarkan biomassa atas tanah > 40tC/Ha. Sumber: IOI (2014b). 12 Lihat http://www.carbonstockstudy.com/the-manifesto/about and IOI Group (2015d). 13 Anak perusahaan IOI, yaitu IOI Loders Croklaan memberikan sebuah daftar pemasok (http://europe.ioiloders.com/customer/register), namun IOI sebagai kelompok usaha tidak. 14 Wakker (2015) 15 IOI Group (2014a) 16 Singleton et al (2008) dan Ancrenaz et al (2008) 17 Meijaard et al (2008) 18 Geissmann dan Nijman (2008) 19 Analisis pemetaan Greenpeace 20 IOI Group (2015d) 21 IOI Group (2015c) 22 IOI (2014b), peta yang menyertai surat 23 AidEnvironment (2015a) 24 NASA (2015) 25 Sarwanto (2015)

21


PEMBUKAAN LAHAN DAN KEBAKARAN OLEH ANAK PERUSAHAAN PERKEBUNAN DAPAT MEMBAHAYAKAN SERTIFIKASI FSC-NYA KONSESI PENEBANGAN

Perusahaan: Alas Kusuma Group Kantor pusat: Jakarta Tercatat di bursa: Tidak Anggota RSPO: Tidak, namun perusahaan-perusahaan terkait dalam kelompok usaha ini memegang sertifikat Forest Stewardship Council (FSC), yang mewajibkan perusahaan untuk mematuhi Policy of Association FSC di seluruh operasinya Hubungan dengan pasar global: Ya Studi kasus perusahaan: PT Kusuma Alam Sari (KAS) Lokasi konsesi: Kubu Raya, Kalimantan Barat

Sampai tahun 2009, penguasaan lahan perusahaan ini mencakup 750.000 Ha HPH di Kalimantan.6 Ini termasuk, sedikitnya empat perusahaan Alas Kusuma memiliki sertifikat FSC: • PT Sari Bumi Kusuma (SBK)7 di Kalimantan Tengah yang memegang sertifikasi pengelolaan hutan FSC serta sertifikasi lacak-balak.8 Menurut WWF, sampai dengan tahun 2009, PT SBK berhasil mengelola 208.300 Ha di dua blok.9 • Suka Jaya Makmur (SJM)10 di Kalimantan Barat yang memegang sertifikasi pengelolaan hutan FSC (~170.000 Ha11) serta sertifikasi lacak-balak.12 • PT Wanasokan Hasilindo, di Kalimantan Barat, yang memegang sertifikasi pengendalian kayu atau Controlled Wood (CW) FSC (49.000 Ha)13 • PT Harjohn Timber14 di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, yang memegang sertifikasi lacak-balak FSC.15

KONSESI PERKEBUNAN:

Kelompok perusahaan ini tidak memberikan informasi yang siap diakses mengenai struktur atau operasi kelompok.

Dalam operasi kayu untuk bubur kertas, tiga konsesi perkebunan (HTI) di Kalimantan Barat telah teridentifikasi terkait dengan kelompok usaha Alas Kusuma: • PT Mayawana Persada, yang meliputi 136.710 Ha16 (sekitar setengah wilayahnya terletak di lahan gambut) • PT Wana Lestari Suba (PT WSL), yang meliputi 40.040 Ha,17 (sebagian besar lahan gambut) • PT Mayangkara Tanaman Industri (PT MTI), yang mencakup 74.870 Ha (sebagian besar lahan gambut) dan 29.755 Ha di dua blok.18 Baik PT WSL maupun PT MTI adalah perusahaan bersama (50/50) antara Alas Kusuma (lewat SBK) dan Sumitomo Forestry:19 Meskipun Alas Kusuma telah berencana untuk mengembangkan konsesi PT Mayawana Persada, setelah penilaian HCV yang dilakukan tahun 2014,20 Pada 8 Agustus 2015, perusahaan tidak tampak melakukan pembangunan apapun. Menyusul intervensi Greenpeace dengan FSC dan International Finance Corporation (IFC) Bank Dunia, di bulan Januari 2014, Sumitomo memutuskan untuk menghentikan seluruh pembukaan lahan dan pengembangan lahan gambut dalam operasi bersamanya dengan Alas Kusuma.21

IKHTISAR

KONSESI KELAPA SAWIT:

Alas Kusuma Group mulai beroperasi tahun 1962 sebagai sebuah perusahaan penebangan,2 menggambarkan dirinya sebagai ‘salah satu kelompok usaha industri kehutanan terkemuka di Indonesia’.3 Perusahaan ini memegang izin penebangan (HPH),4 bubur kayu (HTI)5 dan perkebunan kelapa sawit.

Dalam operasi kelapa sawit, dua konsesi di Kalimantan Barat telah teridentifikasi terkait dengan kelompok usaha Alas Kusuma, keduanya memiliki lahan gambut yang luas: 22 • PT Kusuma Sari Alam (KAS), mencakup 5,110 Ha23 • PT Sawit Jaya Makmur (SJM), mencakup 10.275 Ha24

RINGKASAN Analisis citra satelit dan investigasi lapangan yang dilakukan Greenpeace mengungkapkan bahwa pembukaan lahan dimulai pada tahun 2011, yang mengakibatkan hilangnya hutan seluas 5.300 Ha1 di PT KAS pada bulan September 2015, yang banyak di antaranya terletak di lahan gambut yang dalam. Daerah ini dipetakan sebagai habitat orang utan. Kebakaran di bulan Juli 2015 yang bermula dari dalam konsesi PT KAS telah membakar lebih dari 1000 hektar lahan gambut dalam yang baru dibuka. Investigasi Greenpeace pada bulan Agustus dan September 2015 mendokumentasikan pembersihan lahan oleh excavator dan persiapan lahan di daerah yang baru terbakar.

TRANSPARANSI

22 INDONESIA TERBAKAR: DALAM KEPUNGAN API


27 August 2015 0°7’15.70’’S, 109°51’28.41”E Investigasi Greenpeace mendokumentasikan terus berlanjutnya pembukaan lahan gambut dalam di dekat daerah yang terbakar di PT KAS © Greenpeace 18 September 2015 0°7’21.48”S, 109°52’20.68”E Excavator yang digunakan dalam penyiapan lahan di daerah gambut dalam di PT KAS yang baru-baru ini terbakar © Greenpeace 18 September 2015 0°7’9.14”S, 109°52’20.38”E Tiang bertuliskan ‘pancang tanam – penanaman bibit – di daerah gambut dalam di PT KAS yang baru-baru ini terbakar © Greenpeace 18 September 2015 0°8’27.84’’S, 109°51’0.70”E Excavator tengah menumpuk kayu yang baru ditebang untuk dikumpulkan © Greenpeace

23


Citra Landsat dari bulan Juli 2015 jelas menunjukkan kebakaran aktif yang terjadi di sepanjang sisi lahan gambut yang baru-baru ini dibuka dan dikeringkan.

24 INDONESIA TERBAKAR: DALAM KEPUNGAN API


KEBIJAKAN ‘NOL DEFORESTASI’ Alas Kusuma menggambarkan dirinya sebagai salah satu pengelola kehutanan Indonesia yang paling sadar lingkungan, mereka terlibat dalam kegiatan penanaman hutan kembali di lahan hutan alam yang telah ditebang.’25

MASALAH REPUTASI DENGAN FOREST STEWARDSHIP COUNCIL Forest Stewardship Council (FSC) berupaya melindungi reputasinya melalui Policy of Association yang menentukan kegiatan-kegiatan kehutanan anggota dan pemegang sertifikatnya yang menurut FSC melanggar aturan.26 Kegiatankegiatan tersebut mencakup deforestasi, pembalakan liar, perusakan nilai-nilai konservasi tinggi (HCV) serta pelanggaran hak-hak adat dan hak asasi manusia. Beberapa perusahaan dalam kelompok usaha Alas Kusuma saat ini adalah pemegang lisensi FSC. Sertifikasi ini mencakup sertifikasi lacak-balak dan pengelolaan hutan, yang meliputi 257.000 Ha.27 Di bawah ketentuan Policy of Association-nya,28 pembukaan lahan hutan lebih dari 10.000 Ha (atau 10% dari kawasan hutan) atau alih fungsi Hutan Bernilai Konservasi Tinggi (HCVF; HCV Toolkit Indonesia mendefinisikan lahan gambut dalam sebagai daerah HCV) oleh anak perusahaan kelompok usaha Alas Kusuma manapun29 dalam lima tahun terakhir bisa mengarah pada pencabutan seluruh sertifikat FSC-nya, jika ada pengaduan kepada FSC. Policy of Association saat ini tengah memasuki tahap revisi akhir untuk memperkuat definisi dan pembatasan pembukaan lahan oleh perusahaan terkait.30 Namun, pembukaan yang ekstensif oleh PT KAS, termasuk di lahan gambut dalam, jelas melanggar maksud dari Policy of Association saat ini. Dua perusahaan Indonesia, yang sebelumnya telah terlibat dalam deforestasi yang ekstensif, yaitu Asia Pulp & Paper (APP)31 dan Asia Pacific Resources International Ltd (APRIL), 32 dikeluarkan oleh FSC menyusul pengaduan yang diajukan oleh Greenpeace dan LSM lainnya. Kedua perusahaan tersebut kini berusaha untuk kembali bekerja sama dengan FSC melalui tindakan perbaikan atas ketidakpatuhan mereka terhadap Policy of Association: yang mencakup penyelesaian masalah pembukaan di masa lalu. Tindakan perbaikan ini akan mencakup restorasi hutan.

HUBUNGAN DAGANG Staf PT KAS memberitahu investigator dari Greenpeace yang menyamar pada tahun 2015, bahwa tandan buah segar (TBS) dari konsesi tersebut dipasok ke PT Surya Borneo Indah (PT SBI), sebuah perusahaan perkebunan lain yang memiliki beberapa konsesi di sebelah timur PT KAS. PT SBI sendiri telah dipastikan adalah pemasok Wilmar.33 Pada pertengahan November 2015, Greenpeace International memberitahu perusahaan mengenai temuan-temuannya yang berkaitan dengan PT KAS. Komunikasi personal dengan staf mereka, tidak membantah temuan-temuan investigasi. Perwakilan perusahaan berjanji untuk memastikan adanya tanggapan resmi, namun sampai laporan ini dipublikasikan, belum ada tanggapan dari mereka. .

Di bawah ketentuan Policy of Association FSC, dokumentasi pembukaan i lahan gambut dan hutan HCV di PT KAS akan membawa ancaman serius terhadap operasi kelompok usaha Alas Kusuma yang bersertifikasi FSC. FSC perlu menyelidiki masalah kepatuhan ini dengan cermat dan menyeluruh serta menuntut transparansi dari pihak Alas Kusuma terkait struktur korporasi, peta-peta konsesi dan survey HCV/HCS dan juga struktur operasionalnya. Hal ini menegaskan kembali perlunya pihak pembeli untuk meminta peta-peta dari para pemasoknya dan menggunakan informasi tersebut untuk memantau dan menegakkan kebijakan mereka.

1 S ekitar 430 Ha dari deforestasi ini berada di dalam daerah yang tampaknya berada di bawah pengelolaan konsesi minyak sawit tetangga. 2 sfc.jp/english/pdf/20091029.pdf 3 Sumitomo (2009) 4 Lihat http://www.saribumikusuma.net/. 5 HCVRN Technical Panel (2014) 6 Sumitomo (2009) 7 Certificate Code: RA-FM/COC-002645; FSC License Code: FSC-C021870 Certificate Code: RA-COC-001617; FSC License Code: FSC-C001956 Certificate Code: CU-CW/FM-819681; FSC License Code: FSC-C114781 8 FSC (2012a, 2012b, 2013b) 9 S. Seruyan dengan 147.600 Ha dan S. Delang dengan 60.700 Ha. Sumber: WWFIndonesia (2009). 10 /info.fsc.org/details. php?id=a0240000005vtjMAAQ&type=certificate&return=certificate. php dan http://info.fsc.org/details. php?id=a0240000006w3BCAAY&type=certificate&return=certificate.php 11 IDH (2011) 12 FSC (2010, 2011b) 13 http://www.wanasokan.com, FSC (2013a) 14 WWF-Indonesia (2009) 15 FSC (2012c) 16 HCVRN Technical Panel (2014) 17 PT Ayamaru Sertifikasi (2013b) 18 PT Ayamaru Sertifikasi (2013a) 19 Sumitomo (2009) 20 Hatfield Consultants (2014) 21 Komunikasi personal dengan Sumitomo, Desember 2013–Januari 2014 22 Kusuma Alam Sari dan Sawit Jaya Makmur, misalnya berbagai alamat yang sama dengan perusahaan Alas Kusuma yang bersertifikasi FSC Sari Bumi Kusuma (JI. Adisucipto Km 5,3 Kubu Raya, Kalimantan Barat). Selain itu, 4 dari 5 komisioner dan direktur PT KAS dan PT SBK adalah orang yang sama (lihat misalnya PT Ayamaru Sertifikasi (2015) dan PT Ayamaru Sertifikasi (2014)). PT Harjohn Timber, adalah salah satu perusahaan bersertifikasi FSC dan merupakan anak perusahaan dari kelompok usaha Alas Kusuma, memiliki 49,75% saham PT KAS (sumber: Akte Perusahaan No. 310, 24 Juni 2011, yang didapat dari Register Perusahaan di Indonesia pada bulan August 2015). 23 Kementerian Pertanian (2014). Meskipun izin usaha perkebunan diberikan atas lahan seluas 5.110 Ha, peta-peta yang tersedia dari Badan Pertanahan Nasional Kalimantan Barat menunjukkan luasan yang jauh lebih besar (~16.000 Ha). 24 Kementerian Pertanian (2014) 25 Sumitomo (2009) hal. 5 26 FSC (2011a) 27 Control Union (2014) 28 FSC (2011a) 29 Oleh FSC, PIA didefinisikan sebagai ‘Situasi di mana organisasi atau individu terkait, yang memiliki kepemilikan minimum atau hak veto sebesar 51%, terlibat sebagai perusahaan induk atau sister company, anak perusahaan, pemegang saham atau Dewan Direktur adalah suatu perusahaan yang terlibat langsung dalam aktivitas yang tidak dapat diterima. 30 FSC (2015b) 31 FSC (2015a) 32 FSC (2013c) 33 PT Wilmar Cahaya Indonesia (2014) hal.25; lihat juga Wilmar (2015)

25


24 Octover 2015 Anak-anak tengah bermain di tengah kabut tebal akibat kebakaran hutan di Kalimantan Tengah. Polusi akibat kebakaran ini mengancam kesehatan jutaan orang di kawasan tersebut. Š Rante/Greenpeace 27 November 2014 Presiden Indonesia Joko Widodo bergabung dengan warga membendung kanal pengeringan di Riau. Š Rante/Greenpeace

26 INDONESIA TERBAKAR: DALAM KEPUNGAN API


16 June 2010 Greenpeace, bersama LSM lokal Jikalahari dan Forum Masyarakat Penyelamat Semenanjung Kampar (FMPKS) dan masyarakat setempat, membangun persemaian tanaman dan pohon asli untuk memulihkan hutan gambut yang kaya karbon di Semenanjung Kampar yang rentan terhadap deforestasi oleh perusahaan pembuka hutan. © Lembang/Greenpeace

SAATNYA BERTINDAK

LIMA LANGKAH UNTUK MENGATASI PENYEBAB MENDASAR DEFORESTASI

Kebakaran yang melanda di seluruh Indonesia adalah seruan untuk mawas diri. Ini tidak boleh dibiarkan. Pemerintah dan perusahaan harus bekerja sama untuk menemukan solusi yang langgeng . Selagi pemimpin dunia berkumpul di Paris untuk membahas masa depan iklim dunia, Presiden Jokowi memiliki kesempatan membawa sebuah visi baru untuk perlindungan hutan. Konferensi Iklim Paris 2015, COP 21, juga merupakan kesempatan bagi perusahaan multinasional untuk mengatasi penghancuran hutan terus menerus oleh industri pertanian dalam rangka memasok pasar global. Jika ditegakkan dengan benar, kebijakan Presiden Jokowi untuk mengakhiri pembangunan lebih lanjut pada lahan gambut dapat mulai menurunkan laju deforestasi dan menyelesaikan masalah kabut asap kronis di Indonesia. Namun, masih banyak lagi yang harus dilakukan untuk memperbaiki kerusakan ini yang diakibatkan oleh ekspansi perkebunan di Indonesia. Prioritas yang perlu dilakukan saat ini adalah perlunya meluaskan larangan ekspansi di lahan gambut yang mencakup semua kawasan hutan, dan memastikan kebijakan tersebut memiliki kekuatan hukum. Presiden juga harus mewujudkan inisiatif Satu Peta dan mandatnya untuk memperluas peluang-peluang pembangunan bagi masyarakat yang tidak hanya menggantungkan hidupnya pada pembukaan hutan. Setiap upaya untuk mengurangi risiko kebakaran hutan atau mengurangi dampak deforestasi dan perusakan lahan gambut tidak dapat berhasil tanpa dukungan dari sektor swasta. Deforestasi dan kebakaran hutan kini merupakan masalah endemik yang hanya dapat diselesaikan perusahaan lewat aksi korporasi bersama. Para pedagang dan konsumen komoditas Indonesia harus mengambil langkah-langkah nyata untuk memantau para pemasok mereka, dan mengeluarkan setiap perusahaan yang terus merusak hutan dan lahan gambut dari pasar. Dengan memikirkan jangka yang lebih panjang, perusahaan harus bekerja sama berdasarkan visi bersama untuk pemulihan hutan dan praktik pengelolaan lahan gambut terbaik, dan pada langkah-langkah khusus untuk mendukung petani kecil dan menciptakan insentif bagi konservasi hutan.

Perusahaan dan pemerintah perlu bekerja sama untuk mengimplementasikan inisiatif Presiden Jokowi baru-baru ini dan meningkatkan upaya untuk memastikan kesehatan jangka panjang dan perlindungan hutan Indonesia. Hal ini dapat dimulai dengan lima langkah sederhana: • H entikan perusakan: Larang semua pengrusakan hutan dan pengembangan lahan gambut di Indonesia dan bekerja bersama dengan para pemangku kepentingan lain untuk menegakkan larangan ini. • Pastikan adanya transparansi dan akuntabilitas: Peta penguasaan lahan dan tutupan hutan harus diterbitkan untuk mendukung inisiatif ‘Satu Peta’. Perusahaan dan pemerintah harus memastikan bahwa produsen tersebut dipantau dengan baik • Bersihkan perdagangan: Perusahaan yang terus menciptakan kondisi yang dapat menyulut kebakaran dan kabut asap dengan mengeringkan lahan gambut dan merusak hutan harus dikenakan sanksi dan dikeluarkan dari pasar • Bereskan kerusakan yang terjadi: Hutan manapun yang hilang akibat kebakaran harus dipulihkan. Upaya restorasi lebih lanjut harus dikonsentrasikan pada kawasan hutan dan lahan gambut yang rentan dan telah menanggung akibat kebakaran. • Memulai solusi: Harus ada insentif dan manfaat bagi masyarakat untuk mengembangkan mata pencaharian yang mendukung pelestarian hutan. Ini termasuk pengakuan terhadap hak atas tanah adat, mekanisme hukum untuk pelestarian hutan, skema Pembayaran untuk Jasa Lingkungan (PES), peningkatan hasil panen dalam wilayah perkebunan yang ada dan dukungan pembentukan skema koperasi

27


4 May 2013 0°12’01.76”S, 101°55’22.20”E Sungai yang mengalir melintasi hutan hujan di Taman Nasional Tesso Nilo. Taman nasional ini tengah mengalami kerusakan karena pembukaan hutan ilegal dan ekspansi perkebunan kelapa sawit di dalam taman nasional. © Jufri/Greenpeace

REFERENSI AKRONIM APL – Areal Penggunaan Lain APRIL – Asia-Pacific Resources International Limited APP – Asia Pulp & Paper BAPPENAS – Badan Perencanaan Pembangunan Nasional CDP – Carbon Disclosure Project CFG – Consumer Goods Forum CIFOR – Center for International Forestry Research CO2 – karbon dioksida. Untuk keperluan penghitungan, 1 ton karbon (C) dikonversi menjadi 3,67 ton karbondioksida (CO2). CPO – Minyak sawit mentah (crude palm oil) CPOPC – Council of Palm Oil Producer Countries EU – European Union FHS – Titik kebakaran (fire hotspot) FLEGT – Forest Law Enforcement Governance and Trade FOLU – Kehutanan dan Penggunaan Lahan lainnya (Forestry and other land use) FORMA – Forest Monitoring for Action FPIC – Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan (Free, Prior and Informed Consent) FREL – Tingkat Acuan Emisi Karbon Hutan (Forest Reference Emission Level) FWI – Forest Watch Indonesia GAR – Golden Agri-Resources GRK – gas rumah kaca Gt – gigaton ha – hektar HCS – Stok Karbon Tinggi (High Carbon Stock) HCV – Hutan dengan Nilai Konservasi Tinggi (High Conservation Value)

28 INDONESIA TERBAKAR: DALAM KEPUNGAN API

HP – Hutan Produksi Tetap HPH – Hak Pengusahaan Hutan HPK – Hutan Produksi Konversi HPT – Hutan Produksi Terbatas HTI – Hutan Tanaman Industri INDC – Kontribusi Penurunan Emisi Karbon yang Diniatkan (Intended Nationally Determined Contribution) IPCC – Intergovernmental Panel on Climate Change IPOP – Indonesia Palm Oil Pledge IUCN – International Union for Conservation of Nature JPIK – Jaringan Pemantau Independen Kehutanan KIP – Komisi Informasi Pusat KPK – Komisi Pemberantasan Korupsi Kementan – Kementerian Pertanian, Indonesia KLHK – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indonesia Kemenhut – Kementerian Kehutanan, Indonesia Mt – megaton MtCO2e – megaton emisi karbon dioksida ekuivalen LSM– lembaga swadaya masyarakat REDD+ – Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (Reducing emissions from deforestation and forest degradation) RSPO – Roundtable on Sustainable Palm Oil SVLK – Sistem Verifikasi Legalitas Kayu t – ton μg/m3 – microgram per meter kubik UN – Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations) UNFCCC – United Nations Framework Convention on Climate Control VPA – Kesepakatan Kemitraan Sukarela (Voluntary Partnership Agreement)


METODOLOGI Analisis pemetaan dan investigasi lapangan dilakukan oleh Greenpeace International kecuali dinyatakan lain.

DEFORESTASI Angka-angka deforestasi yang disajikan dalam analisis pemetaan Greenpeace berkaitan dengan deforestasi bruto hutan primer dan hutan sekunder seperti yang teridentifikasi di dalam peta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (dulu Kementerian Kehutanan) (lihat sumber pemetaan). Deforestasi bersih – yang dikutip dalam beberapa sumber – menyatakan perubahan absolut tutupan hutan. Angka ini adalah jumlah hilangnya hutan (forest loss) dan kembalinya hutan (forest gains): yaitu hasil pengurangan luas hutan yang terdeforestasi di suatu periode tertentu dengan luas hutan yang tumbuh kembali di periode yang sama. Angka ini mengaburkan luas total sesungguhnya dari hilangnya hutan primer dan hutan sekunder. Hutan yang tumbuh kembali biasanya memiliki nilai ekologis yang lebih rendah, dan mungkin pertumbuhannya terhenti akibat berkurangnya kesuburan tanah atau mungkin butuh waktu berabad-abad untuk kembali menyamai hutan primer dalam hal keanekaragaman hayati. Deforestasi bruto adalah hilangnya hutan alam secara absolut. Angka ini menunjukkan luas hutan alam yang dibuka di suatu periode tertentu. Deforestasi bruto TIDAK sama dengan perubahan pada tutupan hutan (lihat deforestasi bersih).

KONSESI Tumpang tindih antara berbagai jenis konsesi mencakup total 7,20 juta Ha. Dari jumlah ini, 70%-nya akibat tumpang tindih konsesi pertambangan dengan jenis konsesi lain dan 22% lainnya akibat tumpang tindih konsesi kelapa sawit dan kayu untuk bubur kertas (HTI) dan konsesi kayu (HPH). Persentase tumpang tindih antara HPH dan konsesi kayu untuk bubur kertas adalah paling rendah, mungkin karena kedua perizinan ini dikeluarkan oleh kementerian yang sama (yang berarti terdapat koordinasi yang lebih baik). Untuk keperluan analisis, daerah yang tumpang tindih dihitung sekali dalam perhitungan luas total daerah namun dimasukkan dalam total sektor masing-masing konsesi: misalnya suatu daerah yang di atasnya terdapat konsesi kelapa sawit, kayu untuk bubur kertas dan pertambangan akan disertakan dalam setiap total tiga sektor namun hanya dihitung sekali untuk angka ‘seluruh konsesi;. Peta perkebunan agrikultur yang tersedia (yang sebagian besar adalah kelapa sawit, juga mencakup karet dan kelapa) tidak menggambarkan kondisi terkini, dan karenanya mungkin tidak akurat atau tidak lengkap. Data kepemilikan terakhir untuk seluruh sektor yang ada saat ini tidak lengkap. Dalam laporan ini, konsesi ‘yang teridentifikasi’ menunjukkan konsesi yang ada pada petapeta yang digunakan. Peta-peta yang ada mencakup konsesi kayu untuk bubur kertas yang perizinannya belum diterbitkan pada saat pemetaan dilakukan. Daerah-daerah ini tidak dimasukkan dalam angka yang menunjukkan sejarah deforestasi di dalam konsesi, namun disertakan dalam angka yang menunjukkan kawasan hutan yang terancam di dalam konsesi. Daerah ini telah dikeluarkan dari angka yang menunjukkan sejarah deforestasi di konsesi tapi termasuk dalam angka yang

menunjukkan kawasan hutan berisiko di dalam konsesi . Data konsesi pertambangan batubara hanya mencakup Kalimantan dan Sumatera saja. Data pemegang konsesi dan kepemilikan oleh kelompok/afiliasi didasarkan pada penelitian Greenpeace. Data-data ini sama sekali tidak lengkap, jadi angka-angka ini harus dimaknai sebagai angka minimum. ‘Afiliasi’ merujuk pada perusahaan yang merupakan bagian dari suatu kelompok usaha, termasuk anak perusahaan yang sebagian dimiliki sebagian. Karena terbatasnya ketersediaan data tentang konsesi awal, angka-angka untuk ‘hilangnya hutan di dalam konsesi untuk periode 1990-2013’ merujuk pada hilangnya hutan pada periode tersebut di daerah-daerah yang saat ini berada di bawah konsesi, meskipun sebagian hilangnya hutan tersebut mungkin terjadi sebelum konsesi diberikan.

PROVINSI Provinsi didasarkan pada batas-batas saat ini untuk memberikan konsistensi luasan daerah dari waktu ke waktu.. Referensi untuk Sumatra hanya mencakup delapan provinsi utama saja.

GAMBUT Peta lahan gambut dari the Wetlands International yang digunakan dalam laporan ini, menunjukkan sekitar 21,4 juta Ha lahan gambut, berbeda dengan dengan peta yang digunakan untuk moratorium pemerintah dan konsep dokumen REDD+,FREL (Kementerian Pertanian, 2011), menunjukkan luas yang lebih kecil. Diskusi tentang manfaat relatif dari peta-peta ini, dapat dilihat di BAPPENAS dkk. (2013) menunjukkan akurasi yang lebih tinggi dari peta the Wetlands International dan perlunya pemetaan lahan gambut yang lebih baik.

TITIK API Data tentang titik api diperoleh t dari NASA Fire Information for Resource Management System (FIRMS) (Informasi Kebakaran untuk Sistem Pengelolaan Sumber Daya NASA) dan mencakup periode dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 26 Oktober 2015.

PERINGATAN FORMA Data FORMA menunjukkan jumlah daerah yang memiliki probabilitas hilangnya tutupan hutan saat ini lebih dari 50%. Peringatan ini bukanlah pengukuran deforestasi berdasarkan daerah. Sensitivitas pendeteksian dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti tutupan awan dan banjir. Untuk penjelasan lengkap tentang karakteristik data-data ini silakan kunjungi http://data.globalforestwatch.org/ datasets/550bd7fc2c5d45418e5e515ce170da22_3. Untuk menghilangkan ‘/peringatan palsu’ (false positive) dari data FORMA (deforestasi yang terlihat di kawasan bukan hutan), kami membatasi data aslinya hanya pada bagian yang tumpang tindih dengan tutupan hutan tahun 2013 sesuai peta Kementerian Kehutanan (Kementerian Kehutanan (2014a)). Angka tahun 2015 merupakan perkiraan berdasarkan data dari tanggal 1 Januari sampai 10 Juni.

29


HABITAT Peta-peta tutupan hutan paling awal yang digunakan dalam analisis ini, adalah peta tahun 1990, dan survei habitat harimau dan orangutan yang dilakukan di tahun 2000-an. Ini berarti bahwa perkiraan angka hilangnya habitat untuk periode 19902011 mungkin terlalu rendah, karena sebagian hutan yang menjadi habitat harimau atau orangutan di tahun 1990 sudah hancur pada saat survei dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA SUMBER-SUMBER PETA YANG DIGUNAKAN: LAHAN GAMBUT Wahyunto et al (2003, 2004, 2006)

TUTUPAN LAHAN/HUTAN Tutupan lahan 2013: Kementerian Kehutanan (2014a) Tutupan Lahan 2011: Kementerian Kehutanan (2013c)

MORATORIUM IMM8: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2015b)

KONSESI Konsesi HPH dan HTI 2014: Kementerian Kehutanan (2014e) Konsesi pertambangan batubara 2009: APBI-ICMA (2009) Konsesi kelapa sawit 2015: Analisis pemetaan Greenpeace didasarkan pada peta perkebunan agrikultur yang disediakan Badan Perencanaan Kementerian Kehutanan, yang diunduh tanggal 29 Juli 2010 (appgis.dephut.go.id/appgis/kml.aspx), dilengkapi dan diperbarui oleh Greenpeace di Riau dan Kalimantan dengan data-data yang dikumpulkan dari BAPPEDA provinsi dan berbagai perusahaan perkebunan. Titik api: NASA (2015) Peringatan FORMA: Hammer et al (2013)

HABITAT Habitat orangutan: Wich et al (2008) Habitat harimau: WWF dan SaveSumatra.org (tanpa keterangan tahun)

SUMBER-SUMBER LAIN Aadrean A, Kanchanasaka B, Heng S, et al (2014) Lutra sumatrana. The IUCN Red List of Threatened Species 2015. http://www.iucnredlist.org/details/12421/0 Agus F, Santosa I, Dewi S, et al (2014) Pedoman teknis penghitungan baseline

30 INDONESIA TERBAKAR: DALAM KEPUNGAN API

emisi dan serapan gas rumah kaca sektor berbasis lahan / Technical guidelines calculation of baseline emissions and greenhouse gas absorption land-based sector. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional / National Development Planning Agency. http://www.redd-indonesia.org/index.php/publikasi/daftarpublikasi/12849-pedoman-teknis-penghitungan-baseline-emisi-dan-serapan-gasrumah-kaca-sektor-berbasis-lahan AidEnvironment (2015a) Response to the IOI Group-Aksenta verification of Aidenvironment’s RSPO complaint, 25 June 2015 AidEnvironment (2015b) Take responsibility: IOI Corp’s role in the Southease Asian haze disaster. https://www.dropbox.com/sh/xegcwvwmupl3r1o/AABXEqFRkYUQ6TJJ53qFi0Qa/Y.%202015%20Oct%206%20-%20IOI’s%20role%20in%20the%20 haze%20disaster/2015%20Oct%206%20-%20IOI’s%20role%20in%20the%20 haze%20disaster%20.pdf?dl=0 Ancrenaz M, Marshall A, Goossens B, et al (2008) Pongo pygmaeus. The IUCN Red List of Threatened Species 2008. http://www.iucnredlist.org/details/17975/0 Andayani N, Brockelman W, Geissmann T, et al (2008) Hylobates moloch. The IUCN Red List of Threatened Species 2008. http://www.iucnredlist.org/details/10550/0 Anwar A (2015) Jokowi Tetapkan Merauke Lumbung Padi Nasional. Bisnis.com. http://kabar24.bisnis.com/read/20150511/15/431870/jokowi-tetapkan-meraukelumbung-padi-nasional APBI-ICMA (2009) Coal map Kalimantan and Sumatra, June 2009 APP (2013) APP’s forest conservation policy. https://www.asiapulppaper.com/sites/ default/files/app_forest_conservation_policy_final_english.pdf APP (2015) Asia Pulp & Paper commits to the first-ever retirement of commercial plantations on tropical peatland to cut carbon emissions. http://www.asiapulppaper. com/news-media/press-releases/asia-pulp-paper-commits-first-ever-retirementcommercial-plantations-tropical-peatland-cut-carbon-emissions APRIL (2015) APRIL Group’s sustainable forest management policy 2.0. http://www. aprilasia.com/images/pdf_files/april-sfmp2-3-june-2015.pdf Austin K, Stolle F, Sheppard S (2012) Indonesia’s moratorium on new forest concessions: Key findings and next steps. World Resources Institute, Washington, DC. http://www.wri.org/publication/indonesias-moratorium-new-forest-concessions BAPPENAS (2014) Rencana pembangunan jangka menengah nasional 2015-2019 / National medium term development plan 2015-2019. http://www.bpkp.go.id/public/ upload/unit/sesma/files/Buku%20II%20RPJMN%202015-2019.pdf BAPPENAS, Ditjen Sumber Daya Air (Directorate of Water Resources), Partners for Water Programme (2013) Quick Assessment and Nationwide Screening (QANS) of peat and lowland resources and action planning for the implementation of a national lowland strategy. Peatland maps for Indonesia, Report on QANS Component 4, February 2013. https://www.deltares.nl/app/uploads/2015/03/QANS-Peatmapping-report-final-with-cover.pdf Beo Da Costa A (2015) New palm oil council would drop no deforestation pledge Indonesia. Reuters. http://www.reuters.com/article/2015/10/14/indonesia-palmipop-idUSL3N12E22820151014 Bimantara JG (2015) Pemerintah kumpulkan ahli internasional bahas gambut. http://print.kompas.com/baca/2015/11/14/Pemerintah-Kumpulkan-AhliInternasional-Bahas-Gamb BPS (2014) Statistik kelapa sawit Indonesia 2013 / Indonesian oil palm statistics 2013. Badan Pusat Statistik / Statistics Indonesia. http://bps.go.id/index.php/ publikasi/340 BPS (2015) Statistik kelapa sawit Indonesia 2014 / Indonesian oil palm statistics 2014. Badan Pusat Statistik / Statistics Indonesia. http://www.bps.go.id/index.php/ publikasi/1047 Bregman T, Mitchell A, Lachaux C, et al (2015) Achieving zero (net) deforestation commitments: What it means and how to get there. Global Canopy Programme, Oxford. http://www.globalcanopy.org/sites/default/files/AchievingZeroNetDeforestation. pdf Bumitama Agri Ltd (2012) Prospectus dated 3 April 2012. http://ir.bumitama-agri. com/annuals.cfm Bumitama Agri Ltd (2013a) Summary report of EIA, SIA and HCV assessments - PT Andalan Sukses Makmur. RSPO. http://www.rspo.org/file/Summary%20Report%20 of%20SEIA%20and%20HCV%20Assessments%20PT%20ASMR.pdf Bumitama Agri Ltd (2013b) PT Andalan Sukses Makmur (PT ASMR) clarifies on Greenpeace report on 22 November 2013. http://bit.ly/1MMIGry Bumitama Agri Ltd (2014) 2013 annual report. http://ir.bumitama-agri.com/ annuals.cfm Bumitama Agri Ltd (2015a) 2014 annual report. http://ir.bumitama-agri.com/ annuals.cfm Bumitama Agri Ltd (2015b) Sustainability policy 13 August 2015. http://bit.ly/1lrj89j Butler R (2012) Forestry Minister: Indonesia should extend forest moratorium. Mongabay. http://news.mongabay.com/2012/11/forestry-minister-indonesiashould-extend-forest-moratorium/


Butler R (2015) New Guinea rainforest being leveled for palm oil, revealing gaps in zero deforestation pacts. Mongabay Environmental News. http://news.mongabay. com/2015/02/new-guinea-rainforest-being-leveled-for-palm-oil-revealing-gapsin-zero-deforestation-pacts/ Cao M, Woodward I (1998) Net primary and ecosystem production and carbon stocks of terrestrial ecosystems and their response to climate change. Global Change Biology 4:185 – 198. doi: 10.1046/j.1365-2486.1998.00125.x Cargill (2014) Cargill policy on sustainable palm oil. http://www.cargill.com/wcm/ groups/public/@ccom/documents/document/palm_oil_policy_statement.pdf Carlson KM, Goodman LK, May-Tobin CC (2015) Modeling relationships between water table depth and peat soil carbon loss in Southeast Asian plantations. Environmental Research Letters 10:074006. doi: 10.1088/1748-9326/10/7/074006

PT Suka Jaya Makmur. http://info.fsc.org/details. php?id=a0240000006w3BCAAY&type=certificate&return=certificate.php FSC (2012a) Forest Stewardship Council Certificate - PT Sari Bumi Kusuma. http://info.fsc.org/details. php?id=a0240000005sVxLAAU&type=certificate&return=certificate.php#result FSC (2012b) Forest Stewardship Council Certificate - PT Sari Bumi Kusuma. http://info.fsc.org/details. php?id=a0240000005sQm9AAE&type=certificate&return=certificate.php#result FSC (2012c) Forest Stewardship Council Certificate - PT Harjohn Timber. http://info. fsc.org/details.php?id=a0240000005sV7wAAE&type=certificate&return=certificate. php

CDP (2014) Deforestation-free supply chains: From commitments to action. https:// www.cdp.net/CDPResults/CDP-global-forests-report-2014.pdf

FSC (2013a) Forest Stewardship Council Certificate - PT Wanasokan Hasilindo. http://info.fsc.org/details. php?id=a024000000BR5ChAAL&type=certificate&return=certificate.php

CGF (2010) Deforestation resolution. Consumer Goods Forum. http://www. theconsumergoodsforum.com/sustainability-strategic-focus/sustainabilityresolutions/deforestation-resolution

FSC (2013b) Forest Stewardship Council Certificate - PT Sari Bumi Kusuma. http://info.fsc.org/details. php?id=a024000000DXK0CAAX&type=certificate&return=certificate.php#result

CGF (2015) Corporate brochure. Consumer Goods Forum. http://www. theconsumergoodsforum.com/files/Publications/Corporate-Brochure-CGF-280915. pdf

FSC (2013c) FSC ends association with the APRIL Group. Forest Stewardship Council. https://ic.fsc.org:443/newsroom.9.454.htm

Chan F (2015) $47b? Indonesia counts costs of haze. The Straits Times. http://www. straitstimes.com/asia/47b-indonesia-counts-costs-of-haze CIA (2015a) Country comparison: Area. US Central Intelligence Agency World Factbook. https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/ rankorder/2147rank.html CIA (2015b) World. US Central Intelligence Agency World Factbook. https://www.cia. gov/library/publications/the-world-factbook/geos/xx.html CIFOR (2014) Major atmospheric emissions from peat fires in Southeast Asia during non-drought years: evidence from the 2013 Sumatran fires. Center for International Forestry Research. http://www.cifor.org/map/fire/ Control Union (2014) Surveillance report 2014, PT Suka Jaya Makmur Deltares (2015) Drained peatlands in Sarawak, Malaysia will be increasingly flooded due to subsidence. https://www.deltares.nl/en/news/drained-peatlands-insarawak-malaysia-will-be-increasingly-flooded-due-to-subsidence DeWitt S, Reytar K, Anderson J, et al (2014) Restoration pledges in NY Declaration on Forests: Where are the opportunities? World Resources Institute. http://www. wri.org/blog/2014/10/restoration-pledges-ny-declaration-forests-where-areopportunities Directorate General of Plantation, Ministry of Agriculture (2015) Letter No. 120/ HM.230/02/2015 to the Indonesian Growers Caucus of the RSPO on provision of Indonesian plantation maps to the RSPO and NGOs

FSC (2015a) Status of the FSC disassociation from APP. Forest Stewardship Council. https://ic.fsc.org:443/asia-pulp-paper-group-app.745.htm FSC (2015b) FSC policy for association revision: Meeting no. 3 summary and next steps. Forest Stewardship Council. https://ic.fsc.org/preview.fsc-policy-forassociation-revision-meeting-no-3-summary-and-next-steps.a-5145.pdf GAR (2011) Forest conservation policy. Golden Agri-Resources. http://www. goldenagri.com.sg/pdfs/sustain_policies/1._GAR_Forest_Conservation_Policy_-_ updated_links_10_Jan_2014.pdf Gaveau D, Salim MA (2013) Research: Nearly a quarter of June fires in Indonesia occurred in industrial plantations. CIFOR Forests News Blog. http://blog.cifor. org/18218/research-nearly-a-quarter-of-june-fires-in-indonesia-occurred-inindustrial-plantations?fnl=en Geissmann T, Nijman V (2008) Hylobates muelleri. The IUCN Red List of Threatened Species 2008. http://www.iucnredlist.org/details/10551/0 GFED (2015) Updates. Global Fire Emissions Database. http://www.globalfiredata. org/updates.html GFW (2015) NASA active fires. NASA FIRMS. Accessed through Global Forest Watch on 13 Nov 2015. http://www.globalforestwatch.org/ Gibbs HK, Rausch L, Munger J, et al (2015) Brazil’s soy moratorium. Science 347:377– 378. doi: 10.1126/science.aaa0181 Global Forest Watch (2015) GFW Fires Analyses. http://fires.globalforestwatch.org/ app/js/views/report/report.html

Directorate of Research and Development (2013) Integritas sektor publik Indonesia tahun 2012 / Public sector integrity in Indonesia in 2012. http://acch.kpk.go.id/ documents/10157/27925/Buku-Survei-Integritas-KPK-2012.pdf

Government of Indonesia (1997) Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah / Government Regulation no 24 of 1997 on land registration

District Kotawaringin Barat (2012) Location permit for oil palm development (“izin lokasi”) to PT Andalan Sukses Makrmur, 590/105/Pem-XI/2012, District Head of Kotawaringin Barat, dated 19 November 2012

Government of Indonesia (2011) Instruction of the President of the Republic of Indonesia No. 10 of 2011 about suspension of granting of new licenses and improvement of governance of natural primary forest and peat land. English translation available on the Forest Climate Center website. http://bit.ly/1Nmr4iD

DNPI, Government of Central Kalimantan (2010) Creating low carbon prosperity in Central Kalimantan - DRAFT. http://forestclimatecenter.org/redd/2010-02-09%20 Creating%20Low%20Carbon%20Prosperity%20in%20Central%20Kalimantan%20 -%20DRAFT(by%20DNPI%20&%20Govt%20of%20Central%20Kalimantan).pdf EDGAR (2015) Emission Database for Global Academic Research. European Commission Joint Research Centre and the Netherlands Environmental Assessment Agency. http://edgar.jrc.ec.europa.eu/index.php EIA/Telepak (1999) The final cut: Illegal logging in Indonesia’s orangutan parks. http://www.telapak.org/wp-content/uploads/2013/09/The-Final-Cut.pdf FAO (2010) Global Forest Resources Assessment 2010. Food and Agriculture Organization of the United Nations. http://www.fao.org/forestry/fra/fra2010/en/ FAO (2015) Global Forest Resources Assessment 2015. Food and Agriculture Organization of the United Nations. http://www.fao.org/3/a-i4793e.pdf FAO, Wetlands International (2012) Peatlands: Guidance for climate change mitigation through conservation, rehabilitation and sustainable use, 2nd ed. Food and Agriculture Organization of the United Nations and Wetlands International. http://www.fao.org/3/a-an762e.pdf FSC (2010) Forest Stewardship Council Certificate PT Suka Jaya Makmur. http://info.fsc.org/details. php?id=a0240000005vtjMAAQ&type=certificate&return=certificate.php FSC (2011a) Policy for the association of organizations with FSC. Forest Stewardship Council. https://ic.fsc.org/preview.fsc-pol-01-004-v2-0-policy-for-the-associationof-organizations-with-fsc.a-1127.pdf FSC (2011b) Forest Stewardship Council Certificate -

Government of Indonesia (2014) Law of the Republic of Indonesia No. 39 of 2014 on Plantations / Undang-undang Republik Indonesia nomor 39 tahun 2014 tentang perkebunan. http://www.indolaw.org/UU/Law%20No.%2039%20of%202014%20 on%20Plantations.pdf Government of Indonesia (2015) Instruksi Presiden Republik Indonesia nomor 11 tahun 2015 tentang peningkatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan / Instruction of the President of the Republic of Indonesia No. 11 of 2015 about improvement of land and forest fire control Government of Norway, Government of Indonesia (2010) Letter of intent between the Government of the Kingdom of Norway and the Government of the Republic of Indonesia on “Cooperation on reducing greenhouse gas emissions from deforestation and forest degradation.” https://www.regjeringen.no/globalassets/ upload/smk/vedlegg/2010/indonesia_avtale.pdf Grace J, Mitchard E, Gloor E (2014) Perturbations in the carbon budget of the tropics. Global Change Biology 20:3238–3255. doi: 10.1111/gcb.12600 GreenPalm (2015) The Book and Claim supply chain model. http://greenpalm.org/ about-greenpalm/why-greenpalm-makes-a-difference/book-and-claim-supplychain-model Greenpeace International (2012a) Good oil: A solution to destructive industrialscale oil palm plantations. Forest Solutions Indonesia. http://www.greenpeace.org/ international/Global/international/code/2012/Forest_Solutions_2/index11.html Greenpeace International (2012b) The Indonesia - Norway Agreement to reduce greenhouse gas emissions from deforestation and forest degradation. Greenpeace Assesment of Progress, November 2012. http://www.greenpeace.org/seasia/id/

31


PageFiles/469161/Full%20Report.pdf Greenpeace International (2013) Licence to kill: How deforestation for palm oil is driving Sumatran tigers toward extinction. Greenpeace International. http:// www.greenpeace.org/international/en/publications/Campaign-reports/ForestsReports/Licence-to-kill/ Greenpeace International (2015) Greenpeace calls on Indonesia’s plantation industry to adopt Fire Action Plan. Greenpeace International. http://www. greenpeace.org/international/en/press/releases/Greenpeace-calls-onIndonesias-plantation-industry-to-adopt-Fire-Action-Plan/ Hadinaryanto SE (2014a) Special report: Palm oil, politics, and land use in Indonesian Borneo (Part I). Mongabay Environmental News. http://news.mongabay. com/2014/04/special-report-palm-oil-politics-and-land-use-in-indonesianborneo-part-i/ Hadinaryanto SE (2014b) Special report: Palm oil, politics, and land use in Sumatra (Part II). Mongabay Environmental News. http://news.mongabay.com/2014/04/ special-report-palm-oil-politics-and-land-use-in-sumatra-part-ii/ Hammer D, Kraft R, Wheeler D (2015) FORMA alerts. World Resources Institute and Center for Global Development. http://data.globalforestwatch.org/ datasets/550bd7fc2c5d45418e5e515ce170da22_3 Harris N, Brown S, Hagen SC, et al (2012) Progress toward a consensus on carbon emissions from tropical deforestation. Policy Brief. Winrock International, WHOI & Meridian Institute. http://www.forestemissions.org/~/media/Files/Projects/ Carbon%20Emissions/CarbonEmissions_Policy%20Brief.pdf Harris N, Minnemeyer S, Stolle F, Payne OA (2015) Indonesia’s fire outbreaks producing more daily emissions than entire US economy. World Resources Institute. http://www.wri.org/blog/2015/10/indonesia%E2%80%99s-fire-outbreaksproducing-more-daily-emissions-entire-us-economy Hatfield Consultants (2014) Hatfield conducting High Conservation Value (HCV) assessments within a forest plantation area of PT Mayawana Persada, in West Kalimantan, Indonesia. http://www.hatfieldgroup.com/news/news-releases/ hatfield-conducting-high-conservation-value-hcv-assessments-within-a-forestplantation-area-of-pt-mayawana-persada-in-west-kalimantan-indonesia/ HCVRN Technical Panel (2014) TP peer review: HCV assessment of PT. Mayawana Persada, September 2014. https://www.hcvnetwork.org/resources/peer-review-ptmayawana-persada-sept-2014

IOI Corporation Berhad on the oil palm plantation operations at PT Bumi Sawit Sejahtera, Kendawangan District, Ketapang Regency, West Kalimantan, Indonesia. http://www.ioigroup.com/content/NEWS/PDF/IOI_Ketapang_PT_BSS_Verification_ report_July2015.pdf IOI (2014a) Letter of Dato’ Lee Yeow Chor, CEO of IOI Corporation Berhad, to Bustar Maita, Greenpeace Southeast Asia, 7 May 2014: IOI Corporation Berhad (IOI) ’s response to Greenpeace report. Copy held by Greenpeace IOI (2014b) Letter of Dato’ Lee Yeow Chor, CEO of IOI Corporation Berhad, to Bustar Maitar, Greenpeace Southeast Asia, 26 August 2014. Copy held by Greenpeace IOI Group (2013) Expanding our reach: Annual report 2013. http://www.ioigroup. com/Content/IR/PDF/AnnualReport/Corp/2013_AR.pdf IOI Group (2014a) RSPO summary report of SEIA and HCV assessments – PT Bumi Sawit Sejahtera. http://www.rspo.org/file/RSPO-Summary%20Report%20of%20 HCV-SIA%20Assessments_PT%20BSS.pdf IOI Group (2014b) Sustainability policy statement. http://www.ioigroup.com/ Content/S/PDF/IOI%20Sustainability%20Policy%20Statement.pdf IOI Group (2015a) About us. http://www.ioigroup.com/Content/CI/Corp_About IOI Group (2015b) Group structure. http://www.ioigroup.com/Content/CI/Corp_ Structure IOI Group (2015c) Sustainable agricultural practices. http://www.ioigroup.com/ Content/S/S_Agricultural IOI Group (2015d) Sustainable Palm Oil Manifesto. http://www.ioigroup.com/ content/S/S_PalmOil IPCC (2013) Climate change 2013: The physical science basis, Contribution of Working Group I to the IPCC 5th Assessment Report. Intergovernmental Panel on Climate Change. http://www.climatechange2013.org/report/ IPCC (2014) AR5 WG3 Technical Summary. http://www.ipcc.ch/pdf/assessmentreport/ar5/wg3/ipcc_wg3_ar5_technical-summary.pdf IUCN (2008) Analysis of data. International Union for Conservation of Nature. http://www.iucnredlist.org/initiatives/mammals/analysis/ IUCN (2015) Geographic patterns. International Union for Conservation of Nature. http://www.iucnredlist.org/initiatives/mammals/analysis/geographicpatterns#endemism

Hooijer A, Page S, Jauhiainen J, et al (2012a) Subsidence and carbon loss in drained tropical peatlands. Biogeosciences 9:1053–1071. doi: 10.5194/bg-9-1053-2012

Jacobson P (2015) Jokowi turning over a new leaf for Indonesia on haze but details still foggy. Mongabay Environmental News. http://news.mongabay.com/2015/11/ jokowi-turning-over-a-new-leaf-for-indonesia-on-haze-but-details-still-foggy/

Hooijer A, Triadi B, Karyanto O, et al (2012b) The impact of subsidence: Can peatland drainage be sustainable in the long term? http://www.slideshare.net/ WetlandsInternational/the-impact-of-subsidence-can-peatland-drainage-besustainable-in-the-long-term

Johnston FH, Henderson SB, Chen Y, et al (2012) Estimated global mortality attributable to smoke from landscape fires. Environmental Health Perspectives 120:695–701. doi: 10.1289/ehp.1104422

Hooijer A, Vernimmen R, Visser M, Mawdsley N (2015) Flooding projections from elevation and subsidence models for oil palm plantations in the Rajang Delta peatlands, Sarawak, Malaysia. Deltares report 1207384. https://www.deltares. nl/app/uploads/2015/06/Rajang-Delta-Peatland-Subsidence-FloodingDeltares-2015.pdf Hosonuma N, Herold M, De Sy V, et al (2012) An assessment of deforestation and forest degradation drivers in developing countries. Environmental Research Letters 7:044009. doi: 10.1088/1748-9326/7/4/044009 Houghton RA (2013) The emissions of carbon from deforestation and degradation in the tropics: Past trends and future potential. Carbon Management 4:539–546. doi: 10.4155/cmt.13.41 IDH (2011) A big leap for responsible forest management in Borneo. http://www. idhsustainabletrade.com/news/a-big-leap-for-responsible-forest-managementin-borneo IFC (2013) Diagnostic study on Indonesian oil palm smallholders: Developing a better understanding of their performance and potential. International Finance Corporation, World Bank Group. http://www.rspo.org/file/Diagnostic_Study_on_ Indonesian_Palm_Oil_Smallholders.pdf ILO (2008) The 1945 Constitution of the Republic of Indonesia - unofficial translation. International Labour Organization. https://www.duo.uio.no/ handle/10852/21795 InfiniteEARTH (2011) The Rimba Raya biodiversity reserve project - REDD: Avoided (planned) deforestation in Central Kalimantan (Borneo) Indonesia project design document (PDD). https://s3.amazonaws.com/CCBA/Projects/Rimba_Raya_Project/ CCBA_PDD_2011_05.15_Final%5B1%5D.pdf INPE (2014) INPE-EM: Land cover changes greenhouse gases (GHG) emission estimate. National Institute for Space Research (INPE). http://inpe-em.ccst.inpe.br/ conteudo_en/index.html International Peatland Society (2015) What is peat? http://www.peatsociety.org/ peatlands-and-peat/what-peat Intertek (2015) Independent verification / assessment report on complaints against

32 INDONESIA TERBAKAR: DALAM KEPUNGAN API

Jong HN (2015a) Deal to allow RI timber to enter EU at risk. The Jakarta Post. http:// www.thejakartapost.com/news/2015/06/27/deal-allow-ri-timber-enter-eu-risk. html Jong HN (2015b) Govt opposes zero-deforestation pledge by palm oil firms. The Jakarta Post. http://www.thejakartapost.com/news/2015/08/29/govt-opposeszero-deforestation-pledge-palm-oil-firms.html Keenan RJ, Reams GA, Achard F, et al (2015) Dynamics of global forest area: Results from the FAO Global Forest Resources Assessment 2015. Forest Ecology and Management 352:9–20. doi: 10.1016/j.foreco.2015.06.014 Koswaraputra D (2015) Jokowi calls for peatland moratorium after 10 killed by haze. http://www.thejakartapost.com/news/2015/10/23/jokowi-calls-peatlandmoratorium-after-10-killed-haze.html Lang C (2015) Indonesia: President Jokowi extends the moratorium and announces a 4.6 million hectare land grab. REDD-Monitor. http://www.redd-monitor. org/2015/05/20/indonesia-president-jokowi-extends-the-moratorium-andannounces-a-4-6-million-hectare-land-grab/ Laoli N (2015) Kemtan: Lahan gambut terbakar untuk pertanian. Kontan.co.id. http://industri.kontan.co.id/news/kemtan-lahan-gambut-terbakar-untukpertanian Leary T, Seri L, Wright D, et al (2010) Dendrolagus mbaiso. The IUCN Red List of Threatened Species 2010. http://www.iucnredlist.org/details/6437/0 Leary T, Wright D, Hamilton S, et al (2008) Dendrolagus pulcherrimus. The IUCN Red List of Threatened Species 2008. http://www.iucnredlist.org/details/136696/0 Linkie M, Wibisono HT, Martyr DJ, Sunarto S (2008) Panthera tigris ssp. sumatrae. The IUCN Red List of Threatened Species 2008. http://www.iucnredlist.org/ details/15966/0 Margono BA, Potapov PV, Turubanova S, et al (2014) Primary forest cover loss in Indonesia over 2000–2012. Nature Climate Change. doi: 10.1038/nclimate2277 McDonald’s (2015) McDonald’s Corporation commitment on deforestation. http:// www.aboutmcdonalds.com/content/dam/AboutMcDonalds/2.0/pdfs/Commitment_ on_Deforestation.pdf Meijaard E (2015) Rising seas, sinking peat to swamp Malaysian and Indonesian


palm oil. Mongabay Environmental News. http://news.mongabay.com/2015/06/ rising-seas-sinking-peat-to-swamp-malaysian-and-indonesian-palm-oil/ Meijaard E, Nijman V, Supriatna J (2008) Nasalis larvatus. The IUCN Red List of Threatened Species 2008. http://www.iucnredlist.org/details/14352/0 Millennium Ecosystem Assessment (2005) Ecosystems and human well-being: Biodiversity synthesis. World Resources Institute, Washington, DC. http://www. millenniumassessment.org/documents/document.354.aspx.pdf Ministry of Agriculture (2011) Peta lahan gambut Indonesia edisi Desember 2011 / Map of Indonesia’s peatland, December 2011 edition. http://bbsdlp.litbang. pertanian.go.id/index.php?option=com_phocadownload&view=category&id=32:petalahan-gambut-indonesia&Itemid=18 Ministry of Agriculture (2013) Regulation No. 98/Permentan/OT.140/9/2013 on the guidelines for licensing of plantation businesses Ministry of Environment and Forestry (2014) Deforestasi Indonesia tahun 2012-2013 / Deforestation in Indonesia in 2012-2013 Ministry of Environment and Forestry (2015a) National forest reference emission level for deforestation and forest degradation: In the context of decision 1/CP.16 para 70 UNFCCC Ministry of Environment and Forestry (2015b) Peta indikatif penundaan pemberian izin baru revisi VIII / Moratorium map on new concessions, 8th revision. http:// webgis.dephut.go.id:8080/kemenhut/index.php/id/peta/pippib Ministry of Environment and Forestry (2015c) Intended nationally determined contribution - Republic of Indonesia. Consolidated Draft 2.0 - Aug 26, 2015 Ministry of Environment and Forestry (2015d) Intended nationally determined contribution - Republic of Indonesia. http://www4.unfccc.int/submissions/INDC/ Published%20Documents/Indonesia/1/INDC_REPUBLIC%20OF%20INDONESIA.pdf Ministry of Environment and Forestry (2015e) S. 494/MENLHK-PHPL/2015, Ban on opening of peat land Ministry of Environment and Forestry (2015f) S. 661/Menlhk-Setjen/Rokum/2015, Instructions for peat management Ministry of Forestry (2007) Conservation strategy and action plan for the Sumatran tiger (Panthera tigris sumatrae): Indonesia 2007 - 2017. http://globaltigerinitiative. org/site/wp-content/uploads/2013/04/Indonesia.pdf

Ministry of Forestry (2014e) Peta indikatif arahan pemanfaatan hutan pada kawasan hutan produksi yang tidak dibebani Izin untuk usaha pemanfaatan hasil hutan kayu / Industrial forestry concession map, indicating areas for future development, 2014. Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi / Research, Development and Innovation Agency. http://www.forda-mof.org/index.php/berita/ post/1913 Mongabay Haze Beat (2015) Jokowi pledges Indonesia peatland “revitalization” to stop the burning. Mongabay Environmental News. http://news.mongabay. com/2015/10/jokowi-pledges-greater-indonesia-peatland-revitalization-no-legalbreakthrough-yet/ Murdiyarso D, Adiningsih ES (2006) Climate anomalies, Indonesian vegetation fires and terrestrial carbon emissions. Mitigation and Adaptation Strategies for Global Change 12:101–112. doi: 10.1007/s11027-006-9047-4 Murdiyarso D, Dewi S, Lawrence D, Seymour F (2011) Indonesia’s forest moratorium: Challenges and opportunities. http://www.forestday.org/fileadmin/downloads/ norad2011/CS-Workshop.pdf NASA (2015) Fire Information for Resource Management System (FIRMS). https:// earthdata.nasa.gov/earth-observation-data/near-real-time/firms Nestlé (2012) Responsible sourcing guidelines: Framework for forest-based materials, updated version October 29th 2012. http://www.nestle.com/asset-library/ Documents/Media/Statements/2012-October/Nestl%C3%A9%20Responsible%20 Sourcing%20Guidelines%20for%20Forest-based%20Materials%20October%202012. pdf Nijman V, Richardson M, Geissmann T (2008) Hylobates albibarbis. The IUCN Red List of Threatened Species 2008. http://www.iucnredlist.org/details/39879/0 Nugroho SP (2015) 10 tewas, 503 ribu jiwa ISPA, dan 43 juta jiwa terpapar asap. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. http://www.bnpb.go.id/ berita/2678/10-tewas-503-ribu-jiwa-ispa-dan-43-juta-jiwa-terpapar-asap Open Government Partnership (2011) Open Government Declaration. http://www. opengovpartnership.org/about/open-government-declaration Otto B (2015) Smoky haze costing Southeast Asia billions of dollars. The Wall Street Journal. http://www.wsj.com/articles/smoky-haze-envelops-southeastasia-1444389741

Ministry of Forestry (2010) Statistik kehutanan Indonesia tahun 2008 / Forestry statistics Indonesia 2008. http://www.dephut.go.id/index.php/news/details/6496

Page SE, Siegert F, Rieley JO, et al (2002) The amount of carbon released from peat and forest fires in Indonesia during 1997. Nature 420:61–65. doi: 10.1038/ nature01131

Ministry of Forestry (2011a) Ministerial Decree no. SK.292/Menhut-II/2011 31 May 2011. http://www.dephut.go.id/uploads/files/Kalimantan%20Tengah_SK%20 292%20Thn%202011.pdf

Page S, Rieley J, Banks CJ (2011) Global and regional importance of the tropical peatland carbon pool. Global Change Biology 17:798 – 818. doi: 10.1111/j.13652486.2010.02279.x

Ministry of Forestry (2011b) Statistik kehutanan Indonesia tahun 2009 / Forestry statistics Indonesia 2009. http://www.dephut.go.id/index.php/news/details/8078

Pan Y, Birdsey RA, Fang J, et al (2011) A large and persistent carbon sink in the world’s forests. Science 333:988–993. doi: 10.1126/science.1201609

Ministry of Forestry (2012a) Statistik kehutanan Indonesia tahun 2010 / Forestry statistics Indonesia 2010. http://www.dephut.go.id/index.php/news/details/8781

Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat (2013) Notulen rapat 26 November 2013

Ministry of Forestry (2012b) Ministerial Decree no. SK.2771/Menhut-VII/ IPSDH/2012. http://appgis.dephut.go.id/appgis/moratorium3/SKPipibRev2.pdf Ministry of Forestry (2012c) Statistik kehutanan Indonesia tahun 2011 / Forestry statistics Indonesia 2011. http://www.dephut.go.id/index.php/news/details/9022 Ministry of Forestry (2012d) Menhut menetapkan hasil revisi III atas peta indikatif penundaan pemberian izin baru. Online news release. http://www.forda-mof.org/ index.php/berita/post/1175 Ministry of Forestry (2013a) Buku basis data spasial kehutanan 2013 / Forest spatial database book 2013. http://bit.ly/20GQLnH Ministry of Forestry (2013b) Ministerial Decree no. SK.24/IV-SET/2013 Ministry of Forestry (2013c) Peta penutupan lahan Indonesia tahun 2011 / Landcover map 2011. Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan / Directorate General of Forest Planning. Provided by the Ministry to Greenpeace Southeast Asia in April 2013. http://appgis.dephut.go.id/appgis/petapl2011.html Ministry of Forestry (2013d) Ministerial Decree no. SK.2796/Menhut-VII/ IPSDH/2013. http://appgis.dephut.go.id/appgis/moratorium_rev4/SK%202796_ Menhut_VII_IPSDH_2013.pdf Ministry of Forestry (2013e) Menteri Kehutanan menetapkan hasil revisi V atas peta indikatif penundaan izin baru. Online news release. http://www.dephut.net/index. php/news/details/9406 Ministry of Forestry (2014a) Penutupan lahan 2013 / Landcover 2013. WebGis service, accessed September 2015. http://webgis.dephut.go.id/ArcGIS/rest/ services/Penutupan_Lahan_2013/MapServer Ministry of Forestry (2014b) Statistik kehutanan Indonesia tahun 2012 / Forestry statistics Indonesia 2012. http://www.dephut.go.id/index.php/news/details/9545 Ministry of Forestry (2014c) Statistik Kementerian Kehutanan tahun 2013 / Ministry of Forestry statistics 2013 Ministry of Forestry (2014d) Rekalkulasi penutupan lahan Indonesia tahun 2013 / Recalculation of landcover Indonesia 2013

Polman P (2015) The forest path to an ambitious climate deal. The Huffington Post. http://www.huffingtonpost.com/paul-polman/the-forest-path-to-anamb_b_7964208.html Priatmojo D, Angelia M (2015) Pemerintah akan bentuk Badan Restorasi Gambut. VIVA.co.id. http://nasional.news.viva.co.id/news/read/698912-pemerintah-akanbentuk-badan-restorasi-gambut PT ASMR (2013) Surat pernyataan 28 November 2013 PT Ayamaru Sertifikasi (2013a) PT. Mayangkara Tanaman Industri - Pengumuman hasil pelaksanaan verifikasi legalitas kayu / Announcement of the results of timber legality verification. https://ayamarucertification.wordpress.com/ pengumuman/3hasil-pelaksanaan-audit-lapangan/hasil-vlk/pt-mayangkaratanaman-industri/ PT Ayamaru Sertifikasi (2013b) PT. Wana Subur Lestari - Pengumuman hasil pelaksanaan audit verifikasi legalitas kayu / Announcement of the results of the audit of timber legality verification. https://ayamarucertification.wordpress.com/ pengumuman/3hasil-pelaksanaan-audit-lapangan/hasil-vlk/pt-wana-suburlestari/ PT Wilmar Cahaya Indonesia (2014) Catatan atas laporan keuangan untuk periode enam bulan yang barkhir pada tanggal 30 juni 2014. http://www.idx.co.id/ Portals/0/StaticData/NewsAndAnnouncement/ANNOUNCEMENTSTOCK/From_ EREP/201408/c85302d1c0_25a877d9d1.pdf Rachman NF (2012) Why systemic agrarian conflicts are continuing to break out across the land. http://www.downtoearth-indonesia.org/story/why-systemicagrarian-conflicts-are-continuing-break-out-across-land Reuters (2015) Indonesia loses up to $9b from timber clearing: KPK. Jakarta Globe. http://jakartaglobe.beritasatu.com/news/indonesia-loses-9b-timber-clearingkpk/ Rondonuwu O (2011) Indonesia finally signs forest clearing moratorium. Reuters. http://www.reuters.com/article/2011/05/19/indonesia-environment-moratoriumidUSJKB00452920110519

33


RSPO (2011) RSPO supply chain systems overview. http://www.rspo.org/files/docs/ rspo_fact_sheets_systems.pdf RSPO (2013) Letter of Ravin Krishnan, RSPO Secretariat Complaints Coordinator, to Michael Raben, Bumitama Agri Ltd, 10 October 2013. http://www.rspo.org/file/ Letter_PT_Andalan_Sukses_Makmur.pdf RSPO (2014) RSPO trademark introduction - August market performance. http:// www.rspo.org/file/RSPO_MarketPerformance-August14.pdf RSPO (2015a) How RSPO certification works. Roundtable on Sustainable Palm Oil - Certification. Viewed 16 November 2015. http://www.rspo.org/certification/howrspo-certification-works RSPO (2015b) Letter of Amalia Falah Alam, RSPO Indonesia Complaint Coordinator, to Sian Choo Lim, PT BGA, 14 August 2014 RSPO (2015c) RSPO Next: Taking the Principles & Criteria to the next level. Roundtable on Sustainable Palm Oil News & Events. http://www.rspo.org/news-andevents/news/rspo-next-taking-the-principles-and-criteria-to-the-next-level RSPO INA-NIWG (2008) National interpretation of RSPO principles and criteria for sustainable palm oil production: Republic of Indonesia, May 2008. http://www.rspo. org/sites/default/files/NI_INANIWG_Final_English_May2008_ver01.pdf Saputri DS (2015) Atasi kebakaran hutan, pemerintah bentuk Badan Restorasi Gambut. Republika Online. http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/ umum/15/11/13/nxqo5q354-atasi-kebakaran-hutan-pemerintah-bentuk-badanrestorasi-gambut Sarwanto A (2015) Pemerintah cabut dua izin perusahaan terkait kebakaran hutan. CNN Indonesia. http://www.cnnindonesia.com/ nasional/20151019170657-20-85862/pemerintah-cabut-dua-izin-perusahaanterkait-kebakaran-hutan/ Saturi S (2015) Nekat beri Izin dan buka lahan fambut bakal Kena sanksi. Mongabay. http://www.mongabay.co.id/2015/11/12/nekat-beri-izin-dan-bukalahan-gambut-bakal-kena-sanksi/ Sekretariat RAN-GRK (2015) Hasil kaji ulang dan penyusunan INDC / Results of review and preparation INDC. http://ranradgrk.bappenas.go.id/rangrk/ component/content/article/92-bahasa/informasi-sektoral/193-hasil-indc Shadbolt P (2013) Singapore chokes on haze as Sumatran forest fires rage. CNN. http://www.cnn.com/2013/06/19/world/asia/singapore-haze/index.html Shah V (2015) Walking the talk on zero deforestation. Eco-Business. http://www. eco-business.com/news/walking-the-talk-on-zero-deforestation/ Singleton I, Wich SA, Griffiths S (2008) Pongo abelii. The IUCN Red List of Threatened Species 2008. http://www.iucnredlist.org/details/39780/0 Sumatran Orangutan Society (2013) Resolution 6g: Transparency in plantation concession boundaries. RSPO.org. http://www.rspo.org/file/resolutions/GA10Resolution6g.pdf Sumitomo (2009) Large-scale commercial forest plantation project slated in Indonesia - Joint-venture formed with work to start on 40,000 ha tract and eventually expand to 280,000 ha. Sumitomo Forestry Co Ltd. http://sfc.jp/english/ pdf/20091029.pdf Tacconi L, Moore PF, Kaimowitz D (2006) Fires in tropical forests – what is really the problem? Lessons from Indonesia. Mitigation and Adaptation Strategies for Global Change 12:55–66. doi: 10.1007/s11027-006-9040-y Taylor M (2015) Big palm oil’s pledge to preserve forests vexes Indonesia. Reuters. http://www.reuters.com/article/2015/10/07/us-indonesia-forests-insightidUSKCN0S02SX20151007 Tempo.co (2015a) Peatland restoration prevents forest fires, says Jusuf Kalla. http://en.tempo.co/read/news/2015/11/01/055714941/Peatland-RestorationPrevents-Forest-Fires-says-Jusuf-Kalla Tempo.co (2015b) VP Kalla: Restore Indonesia’s peatlands in 5 years. http:// en.tempo.co/read/news/2015/11/13/055718499/VP-Kalla-Restore-IndonesiasPeatlands-in-5-Years The Economist (2014) Indonesia launches universal healthcare. http://www. eiu.com/industry/article/1071418091/indonesia-launches-universalhealthcare/2014-01-13 The Jakarta Globe (2015a) Indonesia’s CPO production to fall by up to 30 percent due to El Nino, haze. http://jakartaglobe.beritasatu.com/business/indonesias-cpoproduction-fall-30-percent-due-el-nino-haze/ The Jakarta Globe (2015b) Sustainability pledge proves an obstacle for government hungry for more palm oil. http://jakartaglobe.beritasatu.com/news/sustainabilitypledge-proves-obstacle-government-hungry-palm-oil/ The Jakarta Post (2015a) Governors vow to reduce deforestation. http://www. thejakartapost.com/news/2015/07/30/governors-vow-reduce-deforestation.html The Jakarta Post (2015b) Government predicts rise in C02 emissions by 2020. http:// www.thejakartapost.com/news/2015/09/19/government-predicts-rise-c02emissions-2020.html The Jakarta Post (2015c) Editorial: Bold move in palm oil. http://www.thejakartapost.

34 INDONESIA TERBAKAR: DALAM KEPUNGAN API

com/news/2015/10/12/editorial-bold-move-palm-oil.html The Prince’s Charities International Sustainability Unit (2015) Tropical forests: A review. http://www.pcfisu.org/wp-content/uploads/2015/04/Princes-CharitiesInternational-Sustainability-Unit-Tropical-Forests-A-Review.pdf The REDD Desk (2013) Financing - Indonesia. http://theredddesk.org/countries/ indonesia/financing The World Bank (2001) Indonesia: Environment and natural resource management in a time of transition. http://documents.worldbank.org/curated/ en/2001/02/1615090/indonesia-environment-natural-resource-managementtime-transition UKP4 (2010) Indonesia selects Central Kalimantan as REDD+ pilot province. http:// www.orangutan.org.uk/current-news/news-archive/243-indonesia-selects-centralkalimantan-as-redd-pilot-province UN (2014) Forests: Action statements and action plans. Climate Summit 2014. http:// www.un.org/climatechange/summit/wp-content/uploads/sites/2/2014/07/NewYork-Declaration-on-Forest-%E2%80%93-Action-Statement-and-Action-Plan.pdf UNEP (United Nations Environment Programme), Liverpool John Moores University, GRASP (2015) The future of the Bornean orang-utan: Impacts of change in land-cover and climate. http://issuu.com/ungrasp/docs/unep_ou_ eng_20150629.1.compressed UNESCO (2015) Tanjung Puting. UNESCO Ecological Sciences for Sustainable Development. http://www.unesco.org/new/en/natural-sciences/environment/ ecological-sciences/biosphere-reserves/asia-and-the-pacific/indonesia/tanjungputing/ Unilever (2013) Sustainable palm oil sourcing policy, November 2013. http://www. unilever.it/Images/Unilever_Sustainable_Palm_Oil_Sourcing_Policy_Nov_2013_ tcm69-403155.pdf United Nations Sustainable Development Knowledge Platform (2015) Transforming our world: The 2030 Agenda for Sustainable Development. https:// sustainabledevelopment.un.org/post2015/transformingourworld USDA Foreign Agricultural Service (2015) Table 11: Palm oil: World supply and distribution. http://apps.fas.usda.gov/psdonline/ psdReport.aspx? hidReportRetrievalName=Table+11%3a+Palm+ Oil%3a+World+Supply+and+Distribution&hidReport RetrievalID=710&hidReportRetrievalTemplateID=8 Wahyunto BH, Bekti H, Widiastuti F (2006) Peta-peta sebaran lahan gambut, luas dan kandungan karbon di Papua / Maps of peatland distribution, area and carbon content in Papua, 2000 - 2001. Wetlands International – Indonesia Programme & Wildlife Habitat Canada (WHC). http://wetlands.or.id/PDF/buku/Atlas%20 Sebaran%20Gambut%20Papua.pdf Wahyunto S, Ritung S, Subagjo H (2003) Peta luas sebaran lahan gambut dan kandungan karbon di pulau Sumatera / Maps of area of peatland distribution and carbon content in Sumatra, 1990–2002. Wetlands International - Indonesia Programme & Wildlife Habitat Canada (WHC) Wahyunto S, Ritung S, Subagjo H (2004) Maps of area of peatland distribution and carbon content in Kalimantan, 2000 – 2002. Wetlands International - Indonesia Programme & Wildlife Habitat Canada (WHC) Wakker E (2015) Submission of complaint, submitted to the RSPO 30 March 2015 Wetlands International (2014) Subsidence of peat soils. http://www.wetlands.org/ OurWork/ClimateMitigation/Subsidenceofpeatsoils/tabid/3737/Default.aspx WHO (2006) WHO air quality guidelines for particulate matter, ozone, nitrogen dioxide and sulfur dioxide. World Health Organization. http://apps.who.int/iris/ bitstream/10665/69477/1/WHO_SDE_PHE_OEH_06.02_eng.pdf Wibisono HT, Pusparini W (2010) Sumatran tiger (Panthera tigris sumatrae): A review of conservation status. Integrative Zoology 5:313–323. doi: 10.1111/j.17494877.2010.00219.x Wich SA, Meijaard E, Marshall AJ, et al (2008) Distribution and conservation status of the orang-utan (Pongo spp.) on Borneo and Sumatra: How many remain? Oryx 42:329–339. doi: 10.1017/S003060530800197X Wich S, Riswan, Jenson J, et al (2011) Orangutans and the economics of sustainable forest management in Sumatra. UNEP/GRASP/Pan Eco/YEL/ICRAF/GRID-Arendal. http://www.un-grasp.org/videos-resources/publications/ Wikipedia (2015) Maine. Wikipedia, the free encyclopedia. https://en.wikipedia. org/w/index.php?title=Maine&oldid=687157820 Wilmar (2013) No deforestation, no peat, no exploitation policy. http://www.wilmarinternational.com/wp-content/uploads/2012/11/No-Deforestation-No-Peat-NoExploitation-Policy.pdf Wiyanti S (2015) Atasi efek kebakaran hutan, pemerintah bentuk Badan Restorasi Gambut. merdeka.com. http://www.merdeka.com/uang/atasi-efek-kebakaranhutan-pemerintah-bentuk-badan-restorasi-gambut.html World Resources Institute (2012) CAIT: WRI’s climate data explorer. http://cait2.wri. org/historical/?undefined


10 September 2013 2°49’46.23”S, 111°48’05.42”E Seekor laba-laba di Taman Nasional Tanjung Puting. © Infansasti/Greenpeace

World Resources Institute (2015) Indonesia’s tree cover loss slows substantially after previous highs. http://www.wri.org/news/2015/04/releaseindonesia%E2%80%99s-tree-cover-loss-slows-substantially-after-previous-highs WWF-Indonesia (2009a) PT. Sari Bumi Kusuma. http://www.wwf.or.id/?9320/PTSari-Bumi-Kusuma WWF-Indonesia (2009b) PT. Sari Bumi Kusuma & Harjohn Timber. http://www.wwf. or.id/program/inisiatif/gftnindonesia/profil_perusahaan/?10560/pt-sari-bumikusuma--harjohn-timber WWF-Indonesia (2010) Sumatra’s forests, their wildlife and the climate: Windows in time: 1985, 1990, 2000 and 2009. https://www.worldwildlife.org/publications/

sumatra-s-forests-their-wildlife-and-the-climate WWF-Indonesia (2013) Palming off a national park: Tracking illegal oil palm fruit in Riau, Sumatra. http://www.worldwildlife.org/publications/palming-off-a-nationalpark-tracking-illegal-oil-palm-fruit-in-riau-sumatra WWF, SaveSumatra.org (undated) Sumatra important ecosystem with tiger distribution map, downloaded May 2010 Yudhoyono SB (2009) Intervention on climate change at the G-20 Leaders Summit. http://forestclimatecenter.org/files/2009-09-25%20Intervention%20by%20 President%20SBY%20on%20Climate%20Change%20at%20the%20G-20%20 Leaders%20Summit.pdf

35


Catatan: Maksud dan tujuan dibuatnya laporan ini adalah untuk kepentingan pelestarian lingkungan dan kepentingan umum. Laporan ini adalah versi terjemahan dari laporan asli yang ditulis dalam bahasa Inggris. Apabila terjadi ketidaksesuaian, silahkan merujuk pada laporan asli dalam bahasa Inggris.

November 2015 Diterbitkan oleh Greenpeace International Ottho Heldringstraat 5 1066 AZ Amsterdam The Netherlands enquiries@greenpeace.org www.greenpeace.org/underfire 36 INDONESIA TERBAKAR: DALAM KEPUNGAN API


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.