MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.315/MENHUT-II/2004 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) PADA HUTAN ALAM KEPADA PT. ACRISINDO UTAMA ATAS AREAL HUTAN PRODUKSI SELUAS ± 40.570 (EMPAT PULUH RIBU LIMA RATUS TUJUH PULUH) HEKTAR DI PROVINSI GORONTALO MENTERI KEHUTANAN, Membaca : 1. Surat Direktur Utama PT. Acrisindo Utama Nomor 99.AU.SP.12.99 tanggal 16 Desember 1999 perihal Permohonan Hak Pengusahaan Hutan; 2. Akta Nomor 5 tanggal 4 Januari 1996 tentang Perseroan Terbatas PT. Acrisindo Utama yang dibuat dihadapan Soekaimi, SH Notaris di Jakarta, yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Akta Nomor 19 tanggal 4 Juni 1999 oleh Notaris yang sama, dan telah disahkan oleh Menteri Kehakiman berdasarkan Keputusan Nomor C2-13.594 HT.01.01.Th.97 tanggal 29 Desember 1997. Menimbang: a. bahwa hutan produksi sebagai sumber daya alam yang mempunyai potensi ekonomi, perlu dimanfaatkan secara optimal dan lestari bagi kepentingan pembangunan ekonomi nasional; b.bahwa dalam rangka pemanfaatan sumber daya alam hutan produksi tersebut huruf a, kepada PT. Acrisindo Utama telah diberikan pencadangan areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (d/h Pencadangan Hak Pengusahaan Hutan) pada hutan alam atas areal hutan produksi seluas ± 35.000 (tiga puluh lima ribu) hektar yang terletak di Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo sesuai surat Menteri Kehutanan Nomor 26/Menhhut-VI/2001 tanggal 12 Januari 2001; c. bahwa berdasarkan hasil telaahan Badan Planologi Kehutanan sesuai surat Nomor 228/VII-KP/RHS/2003 tanggal 18 Nopember 2003 dan Nomor 230/VII-INV/RHS/2003 tanggal 18 Nopember 2003, luas areal hutan tersebut huruf b, yang layak diusahakan adalah seluas ± 40.570 (empat puluh ribu lima ratus tujuh puluh) hektar; d.bahwa berdasarkan penilaian Departemen Kehutanan melalui Lembaga Penilai Independen (LPI) areal hutan tersebut huruf c, telah memenuhi syarat untuk dikelola sebagai unit manajemen pemanfaatan hutan secara lestari; e.bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, PT. Acrisindo Utama telah memenuhi semua persyaratan yang ditentukan untuk mendapatkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam; f. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, dipandang perlu menetapkan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada Hutan Alam kepada PT. Acrisindo Utama atas Areal Hutan Produksi Seluas ± 40.570 (Empat Puluh Ribu Lima Ratus Tujuh Puluh) Hektar yang terletak di Provinsi Gorontalo. Mengingat: 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria; 2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 jo Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri; 3. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang;
2 4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; 5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah; 6. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah; 7. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; 8. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan; 10.Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan; 11.Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 1998 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak; 12.Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1998 tentang Provisi Sumber Daya Hutan; 13.Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan; 14.Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom; 15.Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan; 16.Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2002 tentang Dana Reboisasi; 17.Keputusan Presiden Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen; 18.Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong; 19.Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 602/Kpts-II/1998 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan Pembangunan Kehutanan dan Perkebunan; 20.Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 123/Kpts-II/2001 jo. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 410/Kpts-II/2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan; 21.Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 4795/Kpts-II/2002 tentang Kriteria dan Indikator Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari pada Unit Pengelolaan; 22.Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 208/Kpts-II/2003 tentang Tata Cara Penilaian Kinerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam di Unit Manajemen dalam rangka Pengelolaan Hutan secara Lestari; 23.Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 8171/Kpts-II/2002 tentang Kriteria Potensi Hutan Alam pada Hutan Produksi yang Dapat Diberikan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada Hutan Alam; 24.Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 16/Kpts-II/2003 jis. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 280/Kpts-II/2003 dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.61/Menhut-II/2004 tentang Rencana Kerja, Rencana Kerja Lima Tahun, Rencana Kerja Tahunan dan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam; 25.Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 33/Kpts-II/2003 jis. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.44/Menhut-II/2004 dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.58/MenhutII/2004 tentang Tata Cara Penyelesaian Hak Pengusahaan Hutan Alam atau Hak Pengusahaan Tanaman yang Telah Mendapat Persetujuan Prinsip Berdasarkan Permohonan; 26.Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 124/Kpts-II/2003 jo. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 445/Kpts-II/2003 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Pengenaan, Pemungutan, Pembayaran dan Penyetoran PSDH; 27.Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 126/Kpts-II/2003 jo. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 334/Kpts-II/2003 tentang Penatausahaan Hasil Hutan; 28.Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 128/Kpts-II/2003 jo. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 446/Kpts-II/2003 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Pengenaan, Pemungutan, Pembayaran dan Penyetoran Dana Reboisasi; 29.Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 292/Kpts-II/2003 tentang Penyelenggaraan Kerjasama Pemegang Izin Usaha Hasil Hutan Kayu di Hutan Produksi dengan Koperasi; 30.Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 428/Kpts-II/2003 tentang Izin Peralatan untuk Kegiatan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada Hutan Alam dan atau pada Hutan Tanaman atau Kegiatan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK);
3 31.Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.149/Menhut-II/2004 tentang Tata Cara Pengenaan, Penagihan, dan Pembayaran Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan pada Hutan Produksi. Memperhatikan:Rekomendasi Gubernur Sulawesi Utara sesuai surat No. 522/04/1794 tanggal 14 Desember 1999. MEMUTUSKAN: Menetapkan : KESATU
: Memberikan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada hutan alam kepada PT. Acrisindo Utama atas areal hutan seluas Âą 40.570 (empat puluh ribu lima ratus tujuh puluh) hektar yang terletak di Kelompok Hutan Sungai Randangan - Sungai Paguyaman, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo, sebagaimana terlukis pada peta areal kerja terlampir.
KEDUA
: Luas dan letak definitif areal kerja IUPHHK pada hutan alam tersebut pada Amar KESATU ditetapkan oleh Departemen Kehutanan setelah dilaksanakan penataan batas di lapangan.
KETIGA
: PT. Acrisindo Utama sebagai pemegang IUPHHK pada hutan alam berhak : 1. Melakukan kegiatan sesuai dengan izin yang tertuang dalam Keputusan ini, dan berhak memperoleh manfaat dari hasil usahanya. 2. Diberikan jatah produksi hasil hutan kayu tahunan : a. Etat luas maksimum .....702 hektar/tahun. b.Etat volume .....46.366 m3/tahun. maksimum (JPT)
KEEMPAT
: PT. Acrisindo Utama sebagai pemegang IUPHHK pada hutan alam harus memenuhi kewajiban sebagai berikut: 1. Membuat dan menyerahkan Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK) pada hutan alam untuk seluruh areal kerja selama jangka waktu berlakunya izin selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak izin diberikan; 2. Membuat dan menyerahkan Rencana Kerja Lima Tahun Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKL UPHHK) pada hutan alam 3 (tiga) bulan sejak RKUPHHK disahkan; 3. Membuat dan menyerahkan Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKT-UPHHK) pada hutan alam sesuai dengan pedoman yang ditetapkan, selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum RKT tahun berjalan; 4. Melakukan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) sesuai lokasi dan jenis tanaman yang dikembangkan; 5. Melakukan penatausahaan hasil hutan sesuai ketentuan yang berlaku; 6. Melakukan penatausahaan keuangan kegiatan usahanya sesuai standar akuntansi kehutanan yang berlaku (PSAK 32); 7. Menyediakan dan memasok bahan baku kayu kepada industri primer hasil hutan; 8. Melakukan kegiatan secara nyata dan bersungguh-sungguh dalam waktu 180 (seratus delapan puluh) hari sejak diberikan izin ini; 9. Menggunakan peralatan kerja yang jumlah dan atau jenisnya sesuai dengan izin; 10.Melakukan pengukuran dan pengujian hasil hutan kayu sesuai ketentuan yang berlaku; 11.Melakukan kerjasama dengan Koperasi masyarakat setempat paling lambat 1 (satu) tahun setelah diterimanya izin. Kerjasama dapat berupa penyertaan saham dan atau kerjasama dalam usaha pada segmen kegiatan usaha pemanfaatan hasil hutan Kayu pada hutan alam; 12.Melaksanakan kegiatan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam dengan kemampuan sendiri, meliputi kegiatan-kegiatan pemanenan atau penebangan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan kayu sesuai Rencana Kerja (RK), Rencana Kerja Lima Tahunan (RKL) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) IUPHHK pada hutan alam yang disahkan, serta mematuhi peraturan
4 perundang-undangan yang berlaku;
13.Melaksanakan penataan batas areal kerja paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diberikan IUPHHK pada hutan alam dan diselesaikan dalam waktu 3 (tiga) tahun dan selanjutnya ditetapkan areal kerjanya; 14.Melaksanakan permudaan secara alami atau buatan dan pemeliharaan hutan; 15.Membuat dan menyampaikan laporan sesuai ketentuan yang berlaku; 16.Melaksanakan perlindungan hutan di areal kerjanya dari gangguan keamanan; 17.Membayar Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR) atas hasil hutan kayu; 18.Mempekerjakan tenaga profesional di bidang kehutanan, dan tenaga lain yang memenuhi persyaratan sesuai ketentuan yang berlaku; 19.Membantu pengembangan sosial budaya dan ekonomi (kesejahteraan) masyarakat yang berada di dalam atau di sekitar areal kerjanya; 20.Memperlancar petugas yang mengadakan bimbingan, pengawasan dan penelitian; 21.Mematuhi dan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam lampiran keputusan ini dan peraturan perundangan yang berlaku. KELIMA
: 1. IUPHHK pada hutan alam ini tidak dapat dipindahtangankan kepada pihak lain tanpa persetujuan Menteri Kehutanan. 2. Pemegang IUPHHK pada hutan alam dilarang mengontrakkan atau menyerahkan seluruh kegiatan usahanya kepada pihak lain tanpa persetujuan tertulis dari Menteri Kehutanan.
KEENAM
: 1. IUPHHK pada hutan alam tidak merupakan hak kepemilikan atas kawasan hutan. 2. Areal hutan yang dibebani IUPHHK pada hutan alam ini, tidak dapat dijadikan jaminan atau dijaminkan kepada pihak lain.
KETUJUH
: 1. Apabila di dalam areal IUPHHK pada hutan alam terdapat lahan yang telah menjadi tanah milik, perkampungan, tegalan, persawahan atau telah diduduki dan digarap oleh pihak ketiga, maka lahan tersebut dikeluarkan dari areal kerja izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam. 2. Apabila lahan tersebut pada butir 1 (satu) dikehendaki untuk dijadikan areal IUPHHK pada hutan alam, maka penyelesaiannya dilakukan oleh PT. Acrisindo Utama dengan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundanganundangan yang berlaku.
KEDELAPAN : 1. Minimal setiap 3 (tiga) tahun IUPHHK pada hutan alam ini diadakan penilaian untuk mengetahui kemampuan pengelolaannya sesuai ketentuan yang berlaku. 2. Pemegang IUPHHK pada hutan alam dalam Keputusan ini akan dikenakan sanksi apabila melanggar ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. KESEMBILAN: PT. Acrisindo Utama harus melunasi kewajiban membayar Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPHH) yang terutang sesuai dengaan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum Keputusan ini diserahkan oleh Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan. KESEPULUH : Dalam hal PT. Acrisindo Utama tidak dapat melunasi kewajiban pembayaran IIUPH yang terhutang sebagaimana dimaksud pada diktum KESEMBILAN sampai dengan batas waktu yang ditentukan, maka IUPHHK pada hutan alam ini tidak diserahkan dan ditarik kembali. KESEBELAS : Keputusan ini dan lampiran-lampirannya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
5 KESEBELAS : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan untuk jangka waktu 45 (empat puluh lima) tahun, kecuali apabila diserahkan kembali oleh pemegang izin atau dicabut oleh Menteri Kehutanan. Ditetapkan di : J A K A R T A Pada tanggal : 25 Agustus 2004 MENTERI KEHUTANAN, ttd. MUHAMMAD PRAKOSA Salinan Keputusan ini disampaikan Kepada Yth. : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; Menteri Dalam Negeri; Menteri Keuangan; Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi; Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral; Kepala Badan Pertanahan Nasional; Para Pejabat Eselon I lingkup Departemen Kehutanan; Gubernur Gorontalo; Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Gorontalo; Bupati Boalemo; Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Boalemo; Direktur Utama PT. ACRISINDO UTAMA. Lampiran keputusan pada halaman berikut
LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : SK.315/Menhut-II/2004 Tanggal : 25 Agustus 2004 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM PT. ACRISINDO UTAMA KETENTUAN I.
TUJUAN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM Usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam bertujuan meningkatkan potensi dan produktifitas sumber daya hutan, serta kepentingan masyarakat, pembangunan industri dan eksport. Untuk mencapai tujuan tersebut maka “PEMEGANG IZIN” usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang meliputi penebangan kayu, permudaan dan pemeliharaan hutan, perlindungan/ pengamanan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan sesuai dengan RKUPHHK menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku serta berdasarkan asas manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan.
KETENTUAN II. PELAKSANAAN PT. ACRISINDO UTAMA sebagai pemegang IUPHHK pada hutan alam yang untuk selanjutnya disebut sebagai “PEMEGANG IZIN”, melaksanakan kegiatan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam pada areal kerja yang telah ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan uraian sebagai berikut : A. PERENCANAAN PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU 1. Inventarisasi Hutan “PEMEGANG IZIN” diwajibkan untuk melaksanakan inventarisasi hutan untuk memperoleh data/ informasi yang akurat, terpercaya dan terbaru mengenai keadaan fisik daerah, flora dan fauna dari seluruh areal kerja IUPHHK pada hutan alam dengan berpedoman kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Penataan Hutan a. “PEMEGANG IZIN” harus membentuk dan memanfaatkan seluruh areal kerjanya seluas ± 40.570 (empat puluh ribu lima ratus tujuh puluh) hektar sebagai satu atau beberapa Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) atau bagian dari suatu KPHP yang akan ditetapkan lebih lanjut. b. “PEMEGANG IZIN” harus melaksanakan tata batas dan pengukuran serta pemetaan terhadap seluruh areal kerjanya paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya izin dan diselesaikan dalam waktu 3 (tiga) tahun dan selanjutnya ditetapkan areal kerjanya. c.
“PEMEGANG IZIN” harus melaksanakan pembagian areal kerjanya menjadi blok-blok, dan petak-petak kerja permanen usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam dengan tanda-tanda batas yang jelas dan permanen yang dapat berupa batas-batas alam atau batas-batas buatan serta pembukaan wilayah hutan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
d. “PEMEGANG IZIN” harus bertanggung jawab untuk menyelesaikan segala akibat yang timbul dari pelaksanaan kegiatan yang dilakukannya atas tanah milik perseorangan atau tanah yang dibebani hak lain. 3. Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK) pada Hutan Alam a. “PEMEGANG IZIN” harus melakukan usaha pemanfaatan hutan pada areal kerjanya sedemikian rupa sehingga setiap tahun selalu ada kegiatan pembinaan, pemeliharaan, perlindungan/ pengamanan hutan dan kegiatan usaha pemanfaatan hutan lainnya secara terus menerus setiap tahun selama jangka izin pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam berlaku. b. “PEMEGANG IZIN” harus melaksanakan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam berdasarkan RKUPHHK pada hutan alam yang dinilai, disetujui, dan disyahkan oleh Departemen Kehutanan yang meliputi seluruh jangka waktu berlakunya izin, RKL dan RKT Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (UPHHK) pada hutan alam. c.
“PEMEGANG IZIN” wajib menyusun RKUPHHK pada hutan alam selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah izin diberikan, berdasarkan hasil penafsiran potret udara/ citra landsat, dan atau dari informasi penunjang lainnya, serta menyerahkannya kepada Departemen Kehutanan untuk dinilai, disetujui, dan disyahkan. Penyusunan dan penyerahan RKUPHHK pada hutan alam tersebut dilaksanakan sesuai pedoman yang ditetapkan oleh Departemen Kehutanan.
d. Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada hutan alam tersebut di atas secara keseluruhan merupakan satu kesatuan rencana yang saling kait mengkait dan menentukan serta disusun sesuai dengan pedoman penyusunan RKUPHHK pada hutan alam yang berlaku. RKUPHHK pada hutan alam yang telah dinilai, disetujui, dan disahkan dapat direvisi dengan izin Departemen Kehutanan. B. ORGANISASI PERUSAHAAN 1. “PEMEGANG IZIN” diwajibkan menyusun Perusahaan sesuai ketentuan yang berlaku.
Struktur
Organisasi
2. Dalam waktu selama-lamanya 2 (dua) tahun sejak izin ini diterbitkan, harus sudah ada tenaga teknis kehutanan yang duduk sebagai salah satu Direksi dan atau Komisaris pada perusahaan. C. ADMINISTRASI DAN TATA LAKSANA USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU 1. Pungutan / Iuran “PEMEGANG IZIN” wajib membayar Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (d/h IHPH), Dana Reboisasi, Provisi Sumber Daya Hutan, serta iuran-iuran lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan yang berlaku. 2. Pelaporan
“PEMEGANG IZIN” harus membuat laporan kegiatan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. 3. “PEMEGANG IZIN” wajib memberikan semua data dan bantuan kepada petugas-petugas kehutanan atau pejabat-pejabat yang berwenang yang melaksanakan pemeriksaan. KETENTUAN III. KEWAJIBAN POKOK A. PEMANFAATAN KAYU 1. Sistem Silvikultur a. “PEMEGANG IZIN” harus melaksanakan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) pada areal hutan seluas ± 40.570 (empat puluh ribu lima ratus tujuh pulu h) hektar yang terletak di Kelompok Hutan Sungai Randangan – Sungai Paguyaman, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo dengan benar dan bersungguh-sungguh, dan dengan berpedoman pada peraturan perundangan yang berlaku. “PEMEGANG IZIN” diwajibkan untuk merehabilitasi/ melaksanakan penanaman hutan pada areal bekas penebangan atau pada areal tidak berhutan/ tidak produktif/ semak belukar/ tanah kosong melalui Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK) pada hutan alam yang telah disahkan Departemen Kehutanan. b. Untuk tercapainya kelestarian hutan “PEMEGANG diberikan Jatah Produksi Tahunan dengan kisaran :
IZIN”
- Etat luas maksimum = 702 hektar/tahun. - Etat volume maksimum (JPT) = 46.366 m3/tahun. - Etat jumlah batang maksimum = 15.775 batang/tahun. yang selanjutnya dapat ditetapkan sesuai RKUPHHK pada hutan alam yang didasarkan pada inventarisasi tegakan, potret udara atau citra satelit dan disyahkan oleh pejabat yang berwenang. c.
“PEMEGANG IZIN” harus mempergunakan cara-cara penebangan kayu dan atau mengangkut hasil hutan lainnya yang sesuai dengan keadaan wilayah kerjanya dengan tidak meninggalkan azas kelestarian hutan dan keseimbangan lingkungan.
d. Semua kegiatan pemanfaatan dan penebangan kayu harus dilaksanakan dengan cara yang tidak mengakibatkan adanya pemborosan dan kerugian-kerugian sumber daya alam. e. “PEMEGANG IZIN” tidak dibenarkan menebang jenis kayu yang dilindungi tanpa ijin khusus yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan. f.
“PEMEGANG IZIN” tidak dibenarkan menebang melampaui jatah tebang yang telah ditetapkan dalam Rencana Kerja Tahunan.
g. “PEMEGANG IZIN” dilarang melaksanakan penebangan hutan di luar areal yang telah ditetapkan di dalam Rencana Kerja Tahunan yang telah disahkan. h. “PEMEGANG IZIN” dilarang menebang di luar areal kerja izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam.
i.
Hak pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu dari penduduk yang diterbitkan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku atau hak adat setempat tetap berlaku dan wajib diindahkan oleh “PEMEGANG IZIN”.
2. Jaringan Jalan “PEMEGANG IZIN” harus membangun dan memelihara jaringan jalan di dalam areal kerjanya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku tentang pembuatan jalan angkutan hasil hutan serta sesuai dengan Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada hutan alam yang telah disahkan. Jaringan jalan angkutan hasil hutan dalam areal kerja dibuat dengan ketentuan : a. Jaringan jalan utama sejauh mungkin disesuaikan dengan rencana pembangunan jalan umum yang dilakukan oleh Pemerintah. b. Pada daerah yang berawa, “PEMEGANG IZIN” dibenarkan membangun jalan rel sebagai jaringan jalan utamanya. c.
“PEMEGANG IZIN” wajib tetap memelihara bekas jalan angkutan kayu dalam hal ini jalan utama dan jalan cabang dengan tujuan untuk dipertahankan sebagai jalan pengawasan dan pemeliharaan hutan.
d. “PEMEGANG IZIN” wajib mengatur penggunaan dan pemanfaatan semua jalan besar atau kecil dan jalan pengangkutan lainnya baik untuk keperluan sendiri, pihak lain, maupun masyarakat disekitarnya dengan sebaik-baiknya, dengan tetap memperhatikan perlindungan dan pengamanan areal kerjanya terutama dari pencurian, perambahan hutan dan peladang berpindah. 3. Peralatan Logging a. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan di areal kerjanya, “PEMEGANG IZIN” diwajibkan untuk memperoleh izin pemasukan dan penggunaan peralatan serta izin perpanjangan penggunaan peralatan dari Pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. b. Setiap pemindahan peralatan yang digunakan ke tempat lain di luar areal kerjanya perlu mendapatkan persetujuan dari Pejabat yang berwenang sesuai ketentuan yang berlaku. c.
Setiap peralatan yang tidak dipergunakan lagi dan atau direncanakan untuk dapat dihapuskan agar dibuat berita acara sebagai penghapusan peralatan.
d. “PEMEGANG IZIN” wajib melaporkan peralatan yang dipergunakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4. Penanaman Modal a. Untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya dalam kegiatan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam, “PEMEGANG IZIN” akan menanamkan modalnya sebesar US$
54,606,000 (lima puluh empat juta enam ratus enam ribu US dollar). b. Perubahan penanaman modal dilaksanakan sesuai dengan persetujuan Pemerintah. c.
“PEMEGANG IZIN” wajib menyampaikan laporan Keuangan mengacu pada Pedoman Standart Akuntansi Keuangan No. 32 kepada Departemen Kehutanan selambat-lambatnya pada akhir semester pertama tahun berikutnya.
B. PENGOLAHAN 1. Untuk kepentingan industri pengolahan kayu secara nasional, “PEMEGANG IZIN” wajib meningkatkan efisiensi, efektifitas dan produk tifitas industri pengolahan kayu yang telah dimiliki, mengembangkan industri hilir dengan orientasi eksport dan membantu keperluan bahan baku, dan pengembangan industri pengolahan kayu lainnya, serta berperan sebagai Bapak angkat bagi industri pendukung/ terkait. 2. “PEMEGANG IZIN” wajib meningkatkan kemampuan rekayasa, rancang bangun, dan pengembangan perangkat lunak lainnya bagi peningkatan dan pengembangan industri pengolahan kayu. C. PEMASARAN 1. “PEMEGANG IZIN” diwajibkan memberikan informasi tentang data pemasaran setiap saat diperlukan Pemerintah. 2. “PEMEGANG IZIN” harus selalu meningkatkan pemasaran baik untuk dalam negeri maupun luar mengembangkan konsep, strategi dan perencanaan harus berusaha memenuhi kebutuhan dalam negeri harga yang wajar.
pengembangan negeri dengan pemasaran dan dengan tingkat
3. “PEMEGANG IZIN” harus mendukung kebijaksanaan Pemerintah dalam pemasaran hasil hutan. 4. “PEMEGANG IZIN” harus mempekerjakan tenaga grader dan scaler secukupnya sebanding dengan volume hasil hutan yang dihasilkan. 5. “PEMEGANG IZIN” harus mentaati peraturan perundangan tentang peredaran hasil hutan yang diatur dalam Penatausahaan Hasil Hutan. 6. “PEMEGANG IZIN” sejauh mungkin harus memiliki perwakilan di pusat-pusat pemasaran hasil hutan dan membantu Pemerintah dalam analisa perencanaan dan pelaksanaan pemasaran dalam rangka memantapkan pasaran hasil hutan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. D. PERMUDAAN DAN PEMELIHARAAN HUTAN Berdasarkan komposisi jenis dan struktur tegakan hutan pada areal berhutan yang diusahakan dengan sistem silvikultur yang sesuai untuk mempertahankan dan meningkatkan kelestarian hasil, “PEMEGANG IZIN” harus melaksanakan :
1. Pengamanan tegakan tinggal dalam melaksanakan penebangan, penyaradan dan pengangkutan agar kerusakan tegakan yang ditinggal dan erosi sejauh mungkin dapat dihindarkan, yaitu dengan cara : a. Penandaan/ penomeran pohon-pohon yang akan ditebang dan yang ditinggalkan sebagai pohon inti atau pohon induk. b. Penebangan dilaksanakan hanya pada petak yang potensinya memenuhi ketentuan, serta pada pohon berdiameter minimal 60 (enam puluh) cm di hutan produksi terbatas dengan arah rebah yang tepat. c.
Penebangan pada sekitar daerah-daerah perlindungan dan sekitar daerah-daerah yang dinyatakan mempunyai nilai estetika atau ilmiah yang tinggi harus dibuat jalur penyangga sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d. Tempat pengumpulan kayu dan jalan sarad dibuat sebaikbaiknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2. “PEMEGANG IZIN” wajib melaksanakan meningkatkan nilai hutan, melalui :
upaya-upaya
untuk
a. Melaksanakan penanaman, perkayaan, permudaan dan pemeliharaan hutan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dan sesuai dengan Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada hutan alam yang telah dinilai, disetujui dan disahkan. b. Membuat tanaman pada lahan yang tidak produktif dan pada tanah-tanah kosong terutama pada daerah-daerah rawan dan yang berbatasan dengan lahan penduduk disekitarnya. c.
“PEMEGANG IZIN” harus melaksanakan rehabilitasi areal tidak produktif/ tanah kosong minimal 300 ha/tahun dan sudah dapat diselesaikan dalam waktu 10 tahun.
3. “PEMEGANG IZIN” wajib membuat permanent plot untuk mengukur pertumbuhan/ riap tegakan hutan minimal 100 Ha/RKL dan mengukur debet air serta mutu air sungai akibat dampak erosi. 4. “PEMEGANG IZIN” wajib membuat kebun bibit seluas 100 ha/RKL disesuaikan dengan tanaman unggulan/andalan setempat, serta perlu mengadakan kebun pangkas. 5. “PEMEGANG IZIN” wajib menyediakan areal seluas 300 ha yang digunakan untuk menjaga dan melindungi plasma nutfah. 6. “PEMEGANG IZIN” wajib menanamkan modalnya dan menyisihkan sebagian dari keuntungannya untuk pembinaan, rehabilitasi dan pembangunan hutan baik di bekas areal tebangan TPTI maupun di kawasan tidak produktif untuk tanaman. E. PENELITIAN Dalam rangka pengembangan serta peningkatan pengusahaan perlu didukung oleh berbagai penelitian. Oleh karenanya “PEMEGANG IZIN” wajib :
1. Melaksanakan penelitian yang berkaitan dengan pelestarian alam, produktivitas produksi hasil hutan dan lain-lain yang berkaitan dengan usaha pemanfaatan hutannya. 2. Mendukung penelitian yang dilakukan oleh pihak lain dalam rangka peningkatan usaha pemanfaatan hutan. F. PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN HUTAN 1. Kebakaran Hutan Untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan, “PEMEGANG IZIN” wajib : a. Menyediakan sarana dan prasarana (biaya, tenaga-tenaga satpam, peralatan, menara pengawas, ilaran api) pencegahan kebakaran hutan pemadam kebakaran dalam jumlah yang memadai sesuai dengan luas dan keadaan areal kerjanya. b. Ikut aktif melaksanakan pencegahan dan penanggulangan kebakaran di dalam areal kerjanya dan di sekitarnya antara lain dengan mengamankan semua kegiatan eksploitasinya yang dapat menimbulkan bahaya kebakaran serta mengamankan penyimpanan bahan-bahan yang mudah terbakar. c.
Segera melaporkan pada instansi kehutanan setiap terjadinya kebakaran di areal kerjanya.
2. Perambahan hutan a. “PEMEGANG IZIN” harus mencegah, menghindarkan dan menanggulangi terjadinya tindak pelanggaran oleh pihak lain yang menyebabkan kerusakan hutan dalam areal kerjanya, antara lain mencegah adanya perladangan berpindah dan penebangan liar. b. Apabila terjadi perambahan hutan dan atau tebangan liar oleh pihak ke 3 (tiga) atau pihak lain, maka “PEMEGANG IZIN” bertanggung jawab dan segera melaporkan kepada pihak yang berwajib. c.
Untuk melaksanakan perlindungan hutan, perusahaan diwajibkan membentuk Satuan Pengamanan (Satpam) dengan kwalifikasi terdidik dan jumlah yang memadai.
3. Perlindungan terhadap tumbuh-tumbuhan a. “PEMEGANG IZIN” tidak dibenarkan menebang pohon-pohon dan memungut tumbuh-tumbuhan lain yang ditetapkan sebagai jenis yang dilindungi sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. b. “PEMEGANG IZIN” tidak boleh melakukan penebangan dengan radius atau jarak sampai dengan 500 m dari tepi waduk atau danau; 200 m dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa; 100 m dari kiri kanan tepi sungai; 50 m kiri kanan tepi anak sungai; 2 kali kedalaman jurang dari tepi jurang; 130 kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai, kecuali atas izin Menteri Kehutanan dengan memperhatikan kepentingan masyarakat.
c.
“PEMEGANG IZIN” harus aktif dalam pengembangan dan perlindungan sumber daya alam, dan harus mencegah terjadinya dampak negatif dan meningkatkan dampak positif dari kegiatan yang dilaksanakan dengan memperhatikan hasilhasil Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang telah disusun dan telah disetujui Komisi Pusat AMDAL Departemen Kehutanan/ Daerah.
d. “PEMEGANG IZIN” segera melaporkan setiap terjadinya kerusakan dan gangguan hama penyakit terhadap hutan dan hasil hutan di areal kerjanya. 4. Perlindungan terhadap satwa liar a. “PEMEGANG IZIN” tidak dibenarkan melakukan perburuan baik atas satwa-satwa liar dan atau satwa yang dilindungi yang terdapat di areal kerjanya tanpa ijin. b. “PEMEGANG IZIN” harus mencegah terjadinya perburuan liar di areal kerjanya. c.
Untuk menjamin dan memelihara terselenggaranya perlindungan terhadap satwa liar, usaha pemanfaatan hutan dilaksanakan sedemikian rupa sesuai peraturan perundangan yang berlaku sehingga tidak terdapat satwa liar yang terjebak di dalam areal yang diusahakan.
5. Perlindungan terhadap obyek-obyek yang bernilai ilmiah dan budaya a. “PEMEGANG IZIN” harus mencegah atas terjadinya kerusakankerusakan terhadap obyek-obyek yang bernilai ilmiah dan budaya. b. Pemegang harus segera melaporkan bila menemukan tempattempat yang bernilai ilmiah dan budaya. c.
Dalam hal areal kerja izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam berbatasan dengan hutan lindung dan/atau hutan konservasi, maka untuk menjamin dan memelihara terselenggaranya kelestarian hutan lindung, dan hutan konservasi tersebut, “PEMEGANG IZIN” wajib menyediakan daerah penyangga yang berbatasan dengan kawasan tersebut, lebar daerah penyangga sbb : 1. 1.000 (seribu) meter dari batas luar hutan lindung dan/atau hutan konservasi yang belum ditata batas. 2. 500 (lima ratus) meter dari batas luar hutan lindung dan/atau hutan konservasi yang sudah ditata batas. Kegiatan yang diperbolehkan pada daerah penyangga tersebut hanya pembuatan jalan sarad.
Ketentuan IV.
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEKITAR HUTAN A. PEMBANGUNAN MASYARAKAT 1. Fasilitas pembangunan masyarakat, “PEMEGANG IZIN” harus membantu Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan masyarakat di dalam dan di sekitar areal kerjanya seperti :
a. Pengadaan tempat-tempat ibadah b. Pengadaan fasilitas-fasilitas pendidikan c. Pengadaan fasilitas-fasilitas kesehatan 2. “PEMEGANG IZIN” diwajibkan melaksanakan pembinaan minimal 1 (satu) desa yang ada di dalam/ sekitar areal kerja. 3. “PEMEGANG IZIN” diwajibkan membina dan mengembangkan Koperasi Karyawan dan/atau KUD dan atau Koperasi Primer lainnya yang ada di dalam/ di sekitar areal kerjanya. 4. “PEMEGANG IZIN” wajib melakukan kerjasama dengan koperasi masyarakat setempat paling lambat 1 (satu) tahun setelah diterimanya izin. Bentuk kerjasama dapat berupa penyertaan saham dan atau kerjasama usaha pada segmen kegiatan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam. B. AKSES UNTUK PEMUNGUTAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU DAN KAYU “PEMEGANG IZIN” memberi kesempatan kepada masyarakat sekitar hutan untuk melakukan pemungutan hasil hutan bukan kayu dan kayu baik secara perorangan maupun koperasi sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. C. HAK ADAT “PEMEGANG IZIN” wajib memberikan ijin kepada masyarakat hukum adat/ masyarakat tradisional dan anggotanya yang berada di dalam areal kerjanya untuk memungut, mengambil, mengumpulkan, mengangkut dan menjual hasil hutan ikutan seperti : Rotan, Sagu, Madu, Damar, Buah-buahan, Getah-getahan, Rumput-rumputan, Bambu, Kulit kayu dan lain sebagainya sepanjang hasil hutan tersebut untuk memenuhi/ menunjang kehidupan sehari-hari. Ketentuan V.
KETENAGAKERJAAN A. PENGGUNAAN TENAGA KERJA “PEMEGANG IZIN” harus menggunakan tenaga kerja Indonesia yang terlatih, terampil dan ahli dalam jumlah yang cukup untuk semua bidang dan jenis pekerjaan dan jasa yang diperlukan. Untuk tenaga ahli kehutanan, minimal memperkerjakan tenaga-tenaga sarjana kehutanan bidang perencanaan dan penataan hutan, bidang pengelolaan hutan dan tenaga-tenaga ahli pengukuran dan pengujian kayu. “PEMEGANG IZIN” diwajibkan untuk mengajukan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Tahunan kepada Departemen Kehutanan. B. PROGRAM PENDIDIKAN DAN LATIHAN TENAGA KERJA “PEMEGANG IZIN” harus melaksanakan pendidikan dan latihan bagi sebanyak-banyaknya tenaga kerja Indonesia untuk membina meningkatkan dan mengembangkan ketrampilan dan keahliannya, dan disamping itu “PEMEGANG IZIN” diwajibkan mengikutsertakan tenaga kerja pada setiap pendidikan dan latihan yang dilakukan oleh Pemerintah sepanjang menyangkut bidang kegiatannya. C. PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Pada setiap terjadinya pemutusan hubungan kerja karyawan harus diperlakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. D. KESEJAHTERAAN, KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA 1. Fasilitas Pengobatan, Pemegang Izin : a. Harus mendirikan klinik dengan kapasitas minimum 6 (enam) tempat tidur lengkap dengan tenaga medis yang cukup dan bekerja penuh untuk “PEMEGANG IZIN”. b. Harus menyediakan pelayanan pengobatan kepada seluruh karyawannya dan anak istrinya. c.
Memberikan kemudahan bagi anggota masyarakat setempat dapat turut menggunakan fasilitas klinik tersebut dengan biaya seringan mungkin.
d. Harus menyediakan pos-pos pertolongan pertama pada tempattempat yang diperlukan. 2. Tempat Tinggal Karyawan dan Kegiatan Logging Dalam pelaksanaan pembangunan Base Camp, “PEMEGANG IZIN” harus memenuhi ketentuan-ketentuan : a. Pembangunan rumah/ barak untuk karyawan harus memenuhi kelayakan ruang tempat yang sehat. b. Penggunaan lahan hutan untuk pembangunan Base Camp harus sesuai dengan kebutuhan. c.
Ketentuan VI.
Pembangunan Base Camp di areal izin pemanfaatan hasil hutan kayu perusahaan lain atau tanah milik orang lain, harus ada persetujuan tertulis dari yang bersangkutan atau pemilik tanah.
LAIN-LAIN A. PERUBAHAN LUAS AREAL KERJA Perubahan luas areal kerja dimungkinkan dan pelaksanaannya disesuaikan dengan perundang-undangan yang berlaku. B. HAK-HAK LAIN “PEMEGANG IZIN” tidak mempunyai hak-hak lain selain apa yang tercantum di dalam Keputusan izin pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam dan kelengkapannya. Hak-hak lain yang dimaksud adalah meliputi hak pengolahan atas tanah hutan, hak-hak atas mineral, minyak bumi, gas alam, bahan-bahan kimia, batu-batu mulia atau setengah mulia, dan sumber-sumber alam lainnya. C. OBYEK BERNILAI SEARAH DAN ATAU ILMIAH “PEMEGANG IZIN” diwajibkan melakukan langkah-langkah yang perlu untuk melindungi obyek-obyek bernilai sejarah dan atau ilmiah dari kerusakan-kerusakan dan harus segera melaporkan adanya kerusakan dan adanya penemuan baru kepada pemerintah.
D. FORCE MAJEUR Apabila terjadi hal-hal di luar kemampuan “PEMEGANG IZIN” (Bencana Alam, Kerusuhan dll), maka semua akibat yang ditimbulkan oleh kejadian yang dimaksud bukan merupakan tanggung jawab “PEMEGANG IZIN”, termasuk tidak terlaksananya kewajiban “PEMEGANG IZIN”. Ketentuan VII. PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PEMERINTAH A. Pemerintah melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pelaksanaan semua kegiatan usaha pemanfaatan hutan baik mengenai pelaksanaan fisik pemanfaatan hutan maupun semua administrasi/ pembukuan dan surat menyurat mengenai pengelolaan PERUSAHAAN. B. “PEMEGANG IZIN” berkewajiban membantu sarana dan prasarana yang diperlukan oleh aparat Departemen Kehutanan yang ditugasi mengadakan pengawasan dan pembinaan di areal kerja perusahaan. C. Dari hasil pengawasan dan pembinaan tersebut, maka kepada “PEMEGANG IZIN” dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. Ketentuan VIII. PELANGGARAN/ SANKSI A. Pengertian Pelanggaran Tidak melaksanakan, tidak mentaati dan atau tidak memenuhi persyaratan/ kewajiban sebagaimana tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan atau Keputusan IUPHHK pada hutan alam beserta dokumen kelengkapannya. B. Pengenaan Sanksi Pelanggaran seperti tersebut pada butir A akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan IX.
KONSEKWENSI TERHADAP PENCABUTAN DAN/ATAU PENYERAHAN KEMBALI IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM A. Kewajiban “PEMEGANG IZIN” setelah Terjadinya Pencabutan Dalam hal dicabutnya izin ini, kepada “PEMEGANG IZIN” tetap dibebankan kewajiban-kewajiban yang tercantum dalam pasal 49 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002. B. Hak milik “PEMEGANG IZIN” setelah habisnya jangka waktu izin, penyerahan kembali atau dicabutnya izin, maka : 1. “PEMEGANG IZIN” harus menyerahkan dalam keadaan baik semua benda tidak bergerak seperti base camp, gedung, jalan, jembatan, gudang, pelabuhan udara, pelabuhan sungai dan laut, dok dan lainlain yang telah dibangun oleh “PEMEGANG IZIN” kepada Pemerintah tanpa adanya ganti rugi dari Pemerintah. 2. Barang-barang persediaan yang berada di dalam gudang dan bendabenda bergerak yang dipergunakan “PEMEGANG IZIN” sehubungan dengan kegiatan usaha pemanfaatan hutan, tetap menjadi milik “PEMEGANG IZIN”. 3. Jika izin pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam ini berakhir karena habis waktunya atau karena diserahkan kembali oleh
“PEMEGANG IZIN” atau karena dicabut oleh Menteri Kehutanan maka : 3.1. Segala hak yang dimiliki “PEMEGANG IZIN” berakhir. 3.2. Areal hutan yang dibebani izin kembali dan sepenuhnya dikuasai Negara. 3.3. “PEMEGANG IZIN” diwajibkan menyerahkan semua klise dan bahan-bahan serta peta, gambar-gambar ukuran tanah dan sebagainya kepada Departemen Kehutanan dengan tidak menerima ganti rugi. 3.4. “PEMEGANG IZIN” tetap dibebani/ wajib menyelesaikan semua kewajiban-kewajiban yang tercantum dalam Keputusan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam beserta lampirannya yang belum terpenuhi. 4. Dalam hal “PEMEGANG IZIN” akan menyerahkan kembali izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam sebelum habis masa berlakunya, maka “PEMEGANG IZIN” sebelumnya harus sudah menyelesaikan dan memenuhi semua kewajiban-kewajiban teknis dan finansial sebagaimana tercantum dalam izin ini. MENTERI KEHUTANAN, ttd. MUHAMMAD PRAKOSA