CIMSA
Center for Indonesian Medical Students' Activities
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 – 2018
Arif Bima Al Birru Vice President for Internal Affairs CIMSA 2017-2018
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 – 2018
1
2
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 – 2018
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 – 2018
DAFTAR ISI BAB 1 - PENDAHULUAN
4
BAB 2 - ORGANIZATIONAL CULTURE SURVEY
10
BAB 3 - WORK ENGAGEMENT SURVEY
18
BAB 4 - WORKPLACE INCIVILITY SURVEY
26
SUMMARY HASIL SURVEY
32
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 – 2018
3
BAB 1
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi merupakan sekumpulan orang-orang yang disusun dalam kelompok-kelompok, yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Organisasi merupakan sebuah system yang terdiri dari unit-unit atau sub system yang saling bekerjasama untuk pencapaian tujuan bersama. Kompleksitas pada permasalahan organisasi telah menjadikan studi organisasi telah dipelajari dalam berbagai perspektif, salah satunya adalah perilaku organisasi. Center for Indonesian Medical Students’ Activities (CIMSA) merupakan organisasi pusat kegiatan mahasiswa kedokteran di Indonesia yang bersifat independen, inklusif, nasionalis, non profit dan non partisan. Sebagai organisasi kemahasiswaan yang berskala nasional, CIMSA memiliki kepentingan untuk melakukan monitoring terhadap berbagai aktivitas di dalam organisasi. Kegiatan ini dilakukan melalui survey perilaku organisasi.
Perilaku organisasi (organizational behaviour – OB) merupakan disiplin ilmu yang terdiri dari teori, metode, dan prinsip dari berbagai disiplin ilmu untuk belajar tentang persepsi, nilai, kemampuan belajar, dan persepsi individu, perilaku saat bekerja dalam kelompok dan dalam organisasi dan untuk menganalisis pengaruh lingkungan eksternal terhadap organisasi dan sumber daya manusia, misi, tujuan, dan strategi. Perilaku organisasi telah berkembang menjadi serangkaian konsep, model, dan teknik perilaku yang diterapkan. Kontributor utama untuk perilaku organisasi meliputi bidang psikologi, psikologi sosial, sosiologi, ilmu politik, dan antropologi telah berkontribusi pada pemahaman dan penggunaan OB dalam pengaturan organisasi. Mengingat luasnya kajian perilaku organisasi, survey ini hanya dilakukan pada tiga konsep utama yaitu budaya organisasi, keterikatan kerja (work engagement), dan perilaku tidak pantas di tempat kerja (workplace incivility). Survey perilaku organisasi kepada anggota CIMSA dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai budaya organisasi, keterikatan kerja, perilaku kelompok (perilaku tidak pantas / workplace incivility). Kegiatan survey ini dapat memberikan informasi kelemahan, mendorong aspirasi anggota organisasi, dan sebagai strategi untuk merumuskan kebijakan perbaikan di masa depan. Selain itu, survey ini merupakan bagian dari upaya untuk mengembangkan beberapa skala dan instrument penelitian yang berskala nasional.
4
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 – 2018
B. Maksud dan Tujuan Survey ini bertujuan untuk mendapatkan profil atau gambaran perilaku individu dalam CIMSA serta mengukur dampak terhadap kinerja individu, kelompok, dan organisasi secara keseluruhan. Hasil akhir survey ini untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh dan objektif tentang interaksi masing-masing individu dan pengaruhnya terhadap organisasi. Selain itu, hasil survey ini digunakan untuk mengontrol, memprediksikan, dan menjelaskan dinamika organisasi CIMSA. C. Sasaran 1. Mengembangkan skala di bidang perilaku organisasi, khususnya pada organisasi sosial / nirlaba; 2. Mendorong partisipasi dan menyerap aspirasi anggota CIMSA untuk memberikan sikap pada budaya organisasi, incivility, dan engagement; dan 3. Mendorong tumbuhnya inovasi untuk mengontrol, memprediksi, dan memberikan penjelasan yang dapat dijadikan dasar perbaikan organisasi CIMSA di masa depan. D. Pengertian Umum 1. Survey adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengambil informasi dari sebagain sampel untuk memberikan generalisasi pada populasi 2. Perilaku organisasi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang perilaku tingkat individu dan tingkat kelompok dalam suatu organisasi serta dampaknya terhadap kinerja (baik kinerja individual, kelompok, maupun organisasi). 3. Center for Indonesian Medical Students’ Activities (CIMSA) merupakan organisasi pusat kegiatan mahasiswa kedokteran di Indonesia yang bersifat independen, inklusif, nasionalis, non profit dan non partisan 4. Skala (Scale) merupakan sebuah pengukuran yang digunakan sehubungan dengan sikap atau konstruksi yang mana tidak ada respon yang benar, namun menuntut adanya alternatif dari yang disajikan. 5. Indeks Budaya Organisasi, Indeks Keterikatan Kerja (Work Engagement) dan Indeks Work Incivility adalah data dan informasi tentang tingkat kesetujuan responden yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif. SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 – 2018
6. Populasi adalah seluruh seluruh anggota CIMSA yang menjadi unit analisis Survey. 7. Sampel adalah sebagian anggota CIMSA yang memiliki karakteristik yang dapat merepresentasikan kondisi populasi secara keseluruhan. 8. Responden adalah unit analisis yang memberikan respon atas pernyataan yang diajukan pada kegiatan survey.
5
E. Prosedur dan Metode Umum 1. Tahapan Pengembangan Skala Tahap pertama dalam proses pengembangan skala dimulai dengan pembuatan item untuk menilai konstrak yang akan diukur. Pendekatan deduktif digunakan untuk mengembangkan skala ini. Pendekatan ini diawali dengan membuat definisi teoretis dari sebuah konstruk melalui kajian litelature untuk memperoleh model pengukuran relevan. Tahap kedua adalah melakukan pilot testing yang dilakukan pada 96 orang responden. Hasil pilot testing digunakan untuk memperoleh struktur konsep yang diukur. Tahap ketiga, mempersiapkan skala untuk dipergunakan target sampel.
Gambar 1.1. Prosedur Pengembangan Skala
2. Teknik Uji Untuk memperoleh skala yang memenuhi syarat psikometrik dilakukan serangkaian pengujian, yaitu reliabilitas dan validitas. Reliabilitas suatu test merujuk pada derajat stabilitas, konsistensi, daya prediksi, dan akurasi. Uji ini dilakukan untuk melihat seberapa skor-skor yang diperoleh seseorang itu akan menjadi sama jika orang itu diperiksa ulang dengan tes yang sama pada kesempatan berbeda. Pengujian reliabilitas dengan pendekatan konsistensi internal dilakukan dengan dua teknik, yaitu Cronbach Alpha dan korelasi item-total. Konsistensi internal : Cronbach Alpha Koefisien alpha dikembangkan oleh Cronbach (1951) sebagai ukuran umum dari konsistensi internal skala multi-item (atau juga sering digunakan untuk mengukur reliabilitas pada skala Likert). Alpha Cronbach adalah ukuran konsistensi internal, yaitu bagaimana keeratan hubungan satu set item adalah sebagai sebuah kesatuan konsep. Nilai Cronbach-Alpha berkisar antara 0 – 1, semakin mendekati 1 maka semakin menunjukkan tingkat konsisten skor. Namun, alpha yang tinggi tidak berarti bahwa alat ukur memenuhi unidimensional. Undimensional adalah kesatuan satu set item untuk mengukur variabel 2 σ k ∑ b latennya. Untuk menguji unidimensional, maka analisis r11 = 1 − Vt 2 faktor merupakan salah satu metode memeriksa dimensi. k − 1
Dimana: r11 k
6
= reliabilitas instrumen = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal = jumlah varian butir/item = varian total
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 – 2018
Angka cronbach alpha pada kisaran 0.70 adalah dapat diterima, di atas 0.80 baik (Sekaran, 2006). Sejalan dengan pendapat beberapa ahli seperti Nunnally (1994) yaitu : untuk Preliminary research direkomendasikan sebesar 0.70, untuk basic research 0.80 dan applied research sebesar 0.90 -0.95. Korelasi Item-Total (item-total correlation) Salah satu parameter fungsi pengukuran item yang sangat penting adalah statistic yang memperlihatkan kesesuaian antara fungsi item dengan fungsi tes secara keseluruhan yang dikenal dengan istilah konsistensi aitem-total. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis aitem dalam hal ini adalah memilih item-item yang fungsi ukurnya sesuai dengan fungsi ukur test seperti dikehendaki penyusunnya. Dengan kata lain adalah memilih aitem yang mengukur hal yang sama dengan apa yang diukur oleh tes secara keseluruhan. Pengujian keselarasan fungsi item dengan fungsi ukur tes dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap item dengan distribusi skor total tes itu sendiri. Prosedur ini akan menghasilkan koefisien korelasi item total (r it) yang juga dikenal dengan sebutan parameter daya beda item (item discrimination).
Validitas Validitas mengacu pada aspek ketepatan dan kecermatan hasil pengukuran. Pengukuran sendiri dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak aspek (dalam arti kuantitatif) suatu aspek psikologis terdapat dalam diri seseorang, yang dinyatakan oleh skornya pada instrument pengukur yang bersangkutan. Dalam konteks Teori Skor-murni Klasik, Azwar (2012) lebih lanjut menjelaskan bahwa makna validitas dapat dinyatakan sebagai sejauhmana besaran skor-tampak X mampu mendekati besaran skor-murni T. Semakin skor-tampak mendekati skor-murni berarti semakin tinggi validitas dan sebaliknya sebaliknya, semakin rendah validitas hasil pengukuran berarti semakin besar perbedaan skor-tampak dari skor-murni. Teknik yang digunakan pada pengujian validitas adalalah validitas berdasarkan kriteria (criterion-related validity) dan validitas konsep (construct validity). Validitas Berdasarkan Kriteria (criterion- related validity) Validitas berdasarkan kriteria atau criterion-related validity merupakan sebuah ukuran validitas yang ditentukan dengan cara membandingkan skor-skor tes dengan kinerja tertentu pada sebuah ukuran luar. Ukuran luar ini seharusnya memiliki hubungan teoritis dengan variabel yang di ukur oleh tes itu. Misalnya, tes intelijensi mungkin berkorelasi dengan rata-rata nilai akademis, SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 – 2018
7
Validitas criteria (criterion-related validity) terpenuhi jika pengukuran membedakan individu menurut suatu criteria yang dharapkan diprediksi. Hal tersebut bisa dilakukan dengan menghasilkan validitas konkuren (concurrent validity) atau validitas predictive (predictive validity). Validitas konkuren dihasilkan jika skala membedakan individu yang diketahui berbeda, yaitu mereka harus menghasilkan skor yang berbeda pada instrument, sedangkan validitas predictive menunjukkan kemampuan instrument pengukuran untuk membedakan orang dengan referensi pada suatu criteria masa depan (Sekaran, 2006). Validitas Konsep (Construct Validity) Sebuah tes telah validitas konstruk jika menunjukkan hubungan antara nilai tes dan prediksi sifat teoritis. Groth-Marnat (2010) memberikan penjelasan bahwa “metode Contruct Validity dikembangkan sebagian untuk mengoreksi ketidak-adekuatan dan kesulitan yang dialami dengan pendekatan content dan pendekatan criterion. Bentuk-bentuk awal validitas isi terlalu banyak mengandalkan pada judgement subjektif, sementara validitas criterion terlalu restriktif dalam bekerja dengan ranah-ranah atau struktur konstrak-konstrak yang diukur. Validitas criterion memiliki kesulitan lain dalam arti bahwa sering kali tidak ada kesepakatan dalam menetapkan kritera luar yang adekuat�. Pendekatan dasar validitas konstrak adalah mengakses sejauh mana test yang dimaksud mengukur sebuah konstrak teoritis atau cirisifat. Asesmen ini melibatkan 3 langkah umum, yaitu : pertama, konstruktor tes harus melakukan analisis yang diteliti terhadap konsep. Kedua, mempertimbangkan bagaimana hubungan sifatciri itu dengan variabel lain. Ketiga, perancang tes perlu menguji dulu apakah hubungan-hubungan dihipotesiskan benar-benar ada (Foster & Cone, 1995, dikutip oleh Groth-Marnat, 2010).
8
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 – 2018
3. Tahapan Kegiatan Survey Tahapan dan prosedur pelaksanaan survey secara umum terdiri dari empat tahapan, yaitu : persiapan, pelaksanaan; pengolahan data, dan pelaporan Tabel 1.1. Jadwal dan Kegiatan Survey
No 1
2
3 4
Kegiatan Persiapan
Tanggal
Menyusun Kuesioner Melakukan Pre Test Melaporkan Hasil Pre Test Kuesioner Final Pelaksanaan
25 November – 3 Desember 2017 4 – 8 Desember 2017 16 Desember 2017 17 Desember 2017 18 Desember 2017 – 18 Januari 2018
Survey online Pengolahan Data Analisis Data Laporan Hasil Penyusunan Laporan
18 Januari – 25 Januari 2018 26 Januari – 10 Februari 2018
Penyerahan Final Laporan
13 Februari 2018
4. Analisis Angka Indeks Nilai Indeks dihitung dengan menggunakan “nilai rata-rata tertimbang” masingmasing unsur skala. Angka indeks dihitung secara sederhana dengan membagi skor rata-rata item/dimensi dengan skor maksimalnya. Misalnya, skor rata-rata diperoleh sebesar 4.10, maka dapat dihitung angka indeks sebagai berikut : Indeks = Skor Rata-rata / Skor Tertinggi x 100 Misalnya, Indeks = 4.10 / 5 x 100 = 81.93
Tabel 1.2. Interval Indeks
Nilai Persepsi 1 2 3 4
Nilai Interval Konversi 20 - 40 41 – 60 61 – 80 81 – 100
Indeks Sangat Rendah Rendah Tinggi Sangat Tinggi
5. Gambaran Umum Skala yang dikembangkan 1. Mengembangkan skala di bidang perilaku organisasi, khususnya pada organisasi sosial / nirlaba; 2. Mendorong partisipasi dan menyerap aspirasi anggota CIMSA untuk memberikan sikap pada budaya organisasi, incivility, dan engagement; dan 3. Mendorong tumbuhnya inovasi untuk mengontrol, memprediksi, dan memberikan penjelasan yang dapat dijadikan dasar perbaikan organisasi CIMSA di masa depan.
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 – 2018
9
BAB 2
ORGANIZATIONAL CULTURE SURVEY A. Pendahuluan Budaya organisasi merupakan isu penting dalam penelitian akademis dan praktik manajemen karena ini adalah faktor terpenting yang dapat membuat organisasi sukses atau gagal. Budaya mungkin menjadi salah satu kekuatan terkuat dan paling stabil dalam konteks organisasi (Schein, 2004). Hofstede (1991) mencatat dalam tulisannya bahwa penting untuk mengenali bahwa budaya nasional dan budaya organisasi berbeda sifatnya. Penelitiannya menunjukkan bahwa budaya nasional sebagian besar berasal dari konsistensi nilai, sementara budaya organisasi sebagian besar berasal dari konsistensi dalam praktik sehari-hari organisasi. Sebuah nilai budaya yang merupakan sebuah sistem bisa menjadi sebuah asumsi dasar sebuah organisasi untuk bergerak didalam meningkatkan sebuah kinerjanya yang salah satunya terbentuknya budaya yang kuat yang bisa mempengaruhi.
McKenna dan Beech berpendapat bahwa : budaya yang kuat mendasari aspek kunci pelaksaan fungsi organisasi dalam hal efisiensi, inovasi, kualitas serta mendukung reaksi yang tepat untuk membiasakan mereka terhadap kejadian-kejadian, karena etos yang berlaku mengakomodasikan ketahanan (McKenna, 2000: 19). Budaya organisasi dapat memiliki berbagai dampak terhadap kinerja dan tingkat motivasi. Sering kali, para anggota organisasi bekerja lebih keras untuk mencapai tujuan organisasi jika mereka menganggap dirinya sebagai bagian dari budaya organisasi. Budaya yang berbeda beroperasi di satu organisasi juga dapat mempengaruhi kinerja individu. Sebagai contoh, jika organisasi mempertahankan budaya terbuka dan kompetitif maka organisasi mungkin mengalami persaingan antar wilayah yang dapat meningkatkan kinerja atau produktivitas organisasi secara keseluruhan. Sebaliknya, budaya tertutup dan tidak memberikan kesempatan kepada anggota untuk berinovasi akan cenderung vakum dan tidak inovatif. Pentingnya memahami budaya organisasi yang berlaku di dalam organisasi merupakan latar belakang perlunya organisasi CIMSA mengidentifikasi nilainilai budaya yang dianggap sesuai dengan tujuan, visi, dan misi CIMSA sebagai organisasi nirlaba di bidang kesehatan.
10
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 – 2018
B. Definisi Konsep Budaya Organisasi Secara umum bagi definisi budaya organisasi adalah pengertian nilai-nilai bersama dan norma yang mendorong perilaku. Beberapa penulis juga memasukkan konsep kepercayaan bersama, perilaku harapan dan asumsi (Schein, 2004). Nilai organisasi bersama adalah bangunan yang paling banyak dikenal sebagai dasar budaya organisasi. Definisi budaya organisasi yang paling banyak digunakan disediakan oleh Schein (2004, hal 17) yang mengungkapkan bahwa budaya organisasi dapat dilihat sebagai: Pola asumsi dasar bersama yang dipelajari kelompok belajar memecahkan masalah eksternal, adaptasi dan integrasi internal yang dianggap tepat, oleh karena itu, untuk diajari kepada anggota baru sebagai cara yang benar untuk merasakan, berpikir, dan merasakan dalam kaitannya dengan masalah yang terjadi di dalam organisasi. Definisi ini memberi alasan mengapa budaya penting dalam keberhasilan operasi dan aktivitas organisasi. Dalam organisasi kesehatan sendiri, budaya dapat dicirikan beberapa asumsi, pertama organisasi dapat dilihat sebagai keseluruhan budaya, masing-masing keunikan tersendiri. Kedua, organisasi dapat dipahami sebagai memiliki jenis budaya tertentu yang ditandai oleh nilai, norma dan kepercayaan yang cenderung berjalan bersama. Ketiga, budaya dapat dipahami sebagai posisi relatif pada nilai, norma, kepercayaan dan asumsi, dan ini mungkin cenderung berkelompok dengan cara tertentu. Organisasi dapat mendukung nilai dan kepercayaan tertentu, atau tidak, dan dukungan ini dapat bervariasi dalam kekuatan di seluruh organisasi. Menurut Robbins (2013), ada tujuh karakteristik utama yang secara keseluruhan, mencakup isi dari budaya organisasi. Ketujuh karakteristik tersebut adalah : 1. Inovasi dan pengambalian risiko, yaitu sejauh mana para anggota organisasi didorong untuk inovatif dan mengambil risiko. 2. Perhatian ke rincian, yaitu sejauh mana para anggota organisasi diharapkan memperlihatkan presisi (kecermaatan) analisis dan perhatian kerincian.
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 – 2018
3. Orientasi hasil, yaitu sejauh mana manajemen memusatkan pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu. 4. Orientasi orang, yaitu sejauh mana keputusan manjemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang didalam organisasi tertentu. 5. Orientasi tim, yaitu sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar timtim, bukannya individuindividu. 6. Keagresifan, yaitu sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif bukannya santai-santai. 7. Kemantapan, yaitu sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo sebagai kontras dari pertumbuhan.
11
Beberapa ukuran yang umum dipergunakan untuk mengklasifikasi budaya organisasi dikembangkan oleh berbagai peneliti sebelumnya sebagai berikut : Tabel 2.1. Model pengukuran budaya organisasi
Skala Competing Values Framework Measures (CVF)
Denison Organizational Culture Scale (DOCS)
Hospitality Industry Culture Profile
Organizational Culture Profile (OCP)
Dimensi Dimensi bervariasi antara 4 dan 6. Dimensi yang digunakan meliputi karakter, kepemimpinan, perekat / kohesi, penekanan strategis, kriteria keberhasilan, penghargaan, iklim dan gaya manajemen. Setiap dimensi terdiri dari 4 pernyataan 4 dimensi sifat masing-masing terdiri dari 3 indeks dari 5 item: Keterlibatan (pemberdayaan, orientasi tim, pengembangan kemampuan), Konsistensi (nilai inti, kesepakatan, koordinasi dan integrasi), Kemampuan beradaptasi (menciptakan perubahan, fokus pelanggan, pembelajaran organisasi) dan Misi arah dan tujuan, tujuan dan sasaran, 9 dimensi (Inovasi; Orientasi hasil; Perhatian terhadap detail; Orientasi tim; Orientasi orang; Menilai etika dan kejujuran; Menghargai pelanggan; Pengembangan anggota organisasi; kompensasi yang adil), yang dianalisis dalam dua rangkaian yang berbeda dari 7 dimensi untuk penilaian budaya yang dirasakan dan pilihan Dimensi meliputi inovasi dan pengambilan risiko, perhatian terhadap detail, orientasi terhadap hasil atau hasil, agresivitas atau daya saing, dukungan, penekanan pada pertumbuhan dan penghargaan, orientasi tim yang kolaboratif dan ketegasan.
Peneliti Quinn and Rohrbaugh (1983)
Denison, dkk (1995)
Tepeci (2001)
O’reilly, dkk (1991)
Tabel 2.2. Blue Print Skala Budaya Organisasi CIMSA
Dimensi Social relationships Innovation Orientation Valuing ethics and honesty
No Item 1-4 5-8 9-12 13-16
Social Relationship
Orientation
Budaya Organisasi CIMSA
Innovation
Valuing Ethics and Honesty Gambar 2.1. Model Budaya Organisasi CIMSA (diolah)
12
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 – 2018
Tabel 2.3. Daftar Item Budaya Organisasi
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Pernyataan Organisasi Ini seperti keluarga besar. Orang-orang disini bebas untuk berbagi informasi Organisasi ini dijalankan secara terbuka. Setiap anggota berhak mempertanyakan berbagai kebijakan Organisasi ini memberikan perhatian kepada setiap membernya Pengurus organisasi memberikan perhatian kepada member yang berada dalam kesulitan Organisasi mendorong anggota untuk berani mengambil risiko Organisasi menjaring ide dari anggotanya Organisasi memberikan kebebasan anggotanya untuk menjalankan cara-cara baru Kegagalan dalam mengaplikasikan ide baru bukanlah masalah dalam organisasi ini Organisasi berorientasi pada proses, dibandingkan hasil Organisasi lebih mementingkan kualitas dibandingkan kuantitas Kerja tim lebih dihargai dibandingkan kerja individu Organisasi memiliki perhatian pada detail pekerjaan Anggota organisasi memegang prinsip kejujuran Ada aturan yang mengatur perilaku anggota Nilai-nilai organisasi disosialisasikan kepada anggota baru Keluhan anggota ditanggapi dengan cepat
Struktur Faktor
C. Hasil Ujicoba Ujicoba skala dilakukan pada 96 orang responden dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan temuan seluruh sampel. Teknik yang digunakan menggunakan pendekatan analisis faktor untuk memperoleh struktur skala dan internal konsistensi untuk menguji keandalan instrumen. Hasil ujicoba ditampilkan sebagai berikut : Tabel 2.4. Hasil Uji Validitas Faktor dan Reliabilitas Cronbach Alpha
Item sos1 sos2 sos3 sos4 inno1 inno2 inno3 inno4 orien1 orien2 orien3 orien4 val1 val2 val3 val4 KMO-MSA Sig Cronbach Alpha
Tahap 1: Ujicoba (n=96) .806 .680 .549 .701 .696 .672 .689 .709 .648 .739 .663 .786 .475 .742 .588 .621
Tahap 2: Seluruh Sampel (n=1959) .765 .784 .833 .821 .767 .834 .819 .742 .761 .741 .700 .782 .739 .603 .772 .749
.876 .000 .927
.963 .000 .952
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 – 2018
Nilai Kaiser-Meyer-Olkin MSA (KMO-MSA) sebesar 0,876 untuk sampel uji dan 0.963 sudah menunjukkan bahwa hasil yang baik (> 0.60). Dengan demikian, syarat analisis faktor pertama dapat dipenuhi sehingga dapat dilanjutkan untuk pengujian selanjutnya. Kedua, nilai sig Bartlett’s Test of Sphericity sebesar 0.000. Nilai ini menandakan bahwa faktor pembentuk variabel sudah baik. Nilai loading factor > 0.50 untuk seluruh item pada pengujian tahap 2 memperlihatkan bahwa seluruh item dinyatakan valid dalam mengukur konstraknya. Meski demikian, ada perbedaan mendasar dari hasil uji tahap 1 dengan tahap 2 yaitu pada pengujian tahap 2 dengan menggunakan sampel 1959 diketahui kontrak bersifat unidimensional. Artinya seluruh item membentuk 1 komponen sehingga dimensi dalam pengujian ini tidak dapat dijelaskan. 13
Validitas Diskriminan dan Konvergen Validitas konvergen terpenuhi jika skor yang diperoleh dengan dua instrument berbeda yang mengukur konsep yang sama menunjukkan korelasi yang tinggi. Validitas diskriminan terpenuhi jika berdasarkan teori, dua variabel diprediksi tidak berkorelasi, dan skor yang diperoleh dengan mengukurnya benar-benar secara empiris membuktikan hal tersebut. Terkait dengan validitas diskriminan dan konvergen, Groth-Marnat (2010) menjelaskan bahwa derajat sensitifivitas dan spesivititas yang ditunjukkan sebuah alat assessment dalam mengidentifikasi berbagai kategori yang berbeda. Sensitivitas mengacu pada persentase hal-hal yang benar-benar positif yang telah diidentifikasi dalam instrument, sedangkan spesifitas adalah persentase relative hal-hal yang benar-benar negative. Dengan kata lain, sebuah tes memiliki validitas konvergen jika memiliki korelasi yang tinggi dengan tes lain yang mengukur konstruk yang sama. Sebaliknya, validitas tes yang berbeda ditunjukkan melalui korelasi yang rendah dengan tes yang mengukur konstruk yang berbeda. Tabel 2.5. Validitas Konvergen dan Diskriminan
OC
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
ENG .714 .000 96
INC -.233 .022 96
POFIT .603 .000 96
TURN -.282 .005 96
Hasil uji korelasi memperlihatkan bahwa budaya organisasi berhubungan positif dengan work engagement (R = 0.714) dan Kecocokan individu organisasi (R = 0.603), memperlihatkan bahwa skala memiliki validitas konvergen yang baik. Validitas diskriminan dibuktikan dengan korelasi negative budaya organisasi dengan incivility (R = - 0.233) dan Turnover intention (R = -0.282). Seluruh korelasi signifikan di level 5%. Konsistensi Internal Pengujian konsistensi internal dengan teknik Cronbach Alpha menghasilkan nilai di atas 0.70 untuk ujicoba. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa skala budaya organisasi yang dipergunakan sudah memenuhi keandalan yang baik. D. Hasil Survey Respon Budaya Berdasarkan Jenis Kelamin
Gambar 2.2. Perbandingan Indeks Budaya organisasi berdasarkan Jenis Kelamin
Hasil analisis memperlihatkan bahwa nilai sig (2-tailed) 0.199 > 0.05 (alpha 5%) memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan pada respon laki-laki dan wanita pada data sampel. Dari nilai rata-rata terlihat bahwa wanita memberikan skor indeks sebesar 79.86 dan laki-laki sebesar 78.99 yang menunjukkan tidak adanya
14
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 – 2018
bias respon pada skala budaya organisasi yang dikembangkan. Hasil analisis deskriptif masing-masing item pernyataan yang diajukan pada skala budaya organisasi ditampilkan pada Tabel berikut : Tabel 2.7. Skor Rata-rata dan Indeks Per Item
Kode sos1 sos2 sos3 sos4 inno1 inno2 inno3 inno4 orien1 orien2 orien3 orien4 val1 val2 val3 val4
Mean Organisasi Ini seperti keluarga besar … Organisasi ini dijalankan secara terbuka. Setiap anggota …. Organisasi ini memberikan perhatian kepada setiap membernya Pengurus organisasi memberikan perhatian … Organisasi mendorong anggota untuk berani mengambil risiko Organisasi menjaring ide dari anggotanya Organisasi memberikan kebebasan anggotanya …. Kegagalan dalam mengaplikasikan ide baru bukanlah … Organisasi berorientasi pada proses, dibandingkan hasil Organisasi lebih mementingkan kualitas dibandingkan kuantitas Kerja tim lebih dihargai dibandingkan kerja individu Organisasi memiliki perhatian pada detail pekerjaan Anggota organisasi memegang prinsip kejujuran Ada aturan yang mengatur perilaku anggota Nilai-nilai organisasi disosialisasikan kepada anggota baru Keluhan anggota ditanggapi dengan cepat
Rata-Rata
4.10 4.10 4.00 3.96 3.92 4.10 4.01 3.78 3.85 3.90 4.01 4.01 4.25 3.85 4.10 3.76 3.98
Std. Deviation 0.84 0.84 0.89 0.91 0.83 0.82 0.83 0.87 0.89 0.88 0.86 0.80 0.81 0.91 0.82 0.92
Index 81.92 81.94 80.00 79.15 78.41 81.98 80.28 75.54 76.92 78.08 80.12 80.18 84.92 77.08 81.97 75.15 79.60
Keterangan: angka indeks adalah nilai mean / skor maksimal (5) x 100 Skor rerata untuk seluruh item adalah sebesar 3.98 dengan angka indeks sebesar 79.60 (3.98 / 5 x 100). Angka ini menunjukkan tingginya tingkat kesetujuan pada seluruh item budaya organisasi yang dikembangkan di CIMSA. Skor tertinggi dari dimensi nilai adalah nilai kejujuran (VAL 1) dengan indeks sebesar 84.92, dan orientasi pada detil merupakan item tertinggi pada dimensi orientasi dengan indeks sebesar 80.18. Pada dimensi social relationship, item keterbukaan (SOS 2) merupakan item yang direspon tertinggi oleh responden dengan indeks sebesar 81.94. Item mengenai organisasi menjaring ide dari anggota (INNO 2) merupakan item yang direspon paling tinggi pada dimensi inovasi dengan angka indeks sebesar 81.98.
Gambar 2.3. Indeks Per Dimensi Budaya organisasi (N = 1959)
Berdasarkan skor per dimensi, diketahui bahwa dimensi budaya terkuat di CIMSA adalah social relationship (80.75), kemudian valuing ethics and honesty (79.78), orientation (78.83), dan terendah adalah innovation (79.05).
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 – 2018
15
CIMSA ORGANIZATIONAL CULTURE INDEX
Gambar 2.3. CIMSA Organizational Culture Index
D. Hasil Survey Kesimpulan dari hasil analisis deskriptif dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Skala budaya organisasi yang dikembangkan terdiri dari 16 item pernyataan yang dikelompokkan menjadi empat dimensi meliputi social relationship, innovation, team orientation, dan valuing ethics and honesty. Hasil pengujian validitas dan reliabilitas memperlihatkan skala yang dikembangkan sudah memenuhi syarat psikometri sebagai alat ukur yang baik. 2. Tidak ditemukannya perbedaan respon antara laki-laki dan wanita. Hal ini memperlihatkan bahwa skala yang dikembangkan tidak memiliki bias gender. 3. Hasil survey memperlihatkan bahwa secara keseluruhan budaya organisasi yang dijalankan di CIMSA sudah berada dalam kategori baik (Indeks 79.60). 4. Dimensi social relationship sebagai unsur tertinggi, disusul valuing ethics and honesty, orientation, dan terendah adalah innovation. 5. Skala yang dikembangkan memberikan kontribusi penting dalam pengembangan skala budaya organisasi, khususnya pada organisasi nirlaba/social di Indonesia. 6. Skala budaya organisasi yang dominan di CIMSA yaitu social relationship dan ethics – honesty yang menjadi nilai dasar organisasi. Nilai lainnya adalah team orientation dan innovation merupakan dua unsure nilai budaya masih perlu mendapatkan perhatian untuk terus ditingkatkan.
16
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 – 2018
REFERENSI Attridge, M. (2009). Measuring and managing employee work engagement: A review of the research and business literature. Journal of Workplace Behavioral Health, 24(4), 383-398. Azwar, S. (2012). Reliabiltas dan Validitas. Edisi 4. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Huhtala, M., Tolvanen, A., Mauno, S., & Feldt, T. (2015). The associations between ethical organizational culture, burnout, and engagement: A multilevel study. Journal of Business and Psychology, 30(2), 399-414. Gary Growth – Marnat. (2010). Handbook of Psychological Assessment. Terj. Soetjipto, H.P & Soetjipto, S.M. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Jung, T, T Scott, HTO Davies, P Bower, D Whalley, R McNally, and R Mannion (2007), Instruments for the Exploration of Organisational Culture, Working Paper, Available at http://www. scothub.org/culture/instruments.html Nunnally, Jum & Bernstein, Ira (1994). Psychometric Theory New York: McGraw Hill Robbins, SP., Judge, T.A. (2013). Organizational Behavior. Ed. 15. NJ : Pearson Education. Sekaran, Uma, (2006). Metode Penelitian Bisnis. Jakarta : Salemba Empat.
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 – 2018
17
BAB 3
WORK ENGAGEMENT SURVEY A. Pendahuluan Bakker dan Schaufeli (2008) menyatakan ada kepentingan para peneliti dan akademisi untuk memusatkan perhatian pada perilaku organisasi positif (positive organizational behaviour - POB), POB sendiri disebut sebagai “studi dan penerapan manusia yang berorientasi kekuatan sumber daya positif dan kapasitas psikologis yang dapat diukur, dikembangkan, dan dikelola secara efektif untuk peningkatan kinerja di tempat kerja saat ini “(Luthans, 2002). Salah satu bentuk perilaku positif ini adalah keterikatan kerja (work engagement). Keterikatan anggota organisasi merupakan isu yang banyak menarik minat bagi para pemimpin dan manajer di berbagai organisasi di seluruh dunia. Konsep ini dikenali sebagai elemen vital yang mempengaruhi efektivitas organisasi, inovasi dan daya saing. Perhatian ini terbukti temuan survei Corporate Communication International mengenai
pendapat komunikator organisasi AS tentang praktik dan tren. Survei tersebut mengidentifikasi keterikatan anggota organisasi sebagai salah satu dari tiga tren teratas yang dihadapi organisasi (Goodman et al., 2009). Di Eropa, sebuah tinjauan yang disponsori oleh Pemerintah Inggris (MacLeod and Clarke, 2009) ditemukan keterikatan kerja anggota organisasi menjadi perhatian bagi pemimpin di bidang swasta, publik dan organisasi sektor sukarela (Welch, 2011). B. Definisi Konsep dan Pengukuran Istilah keterikatan kerja (work engagement) pertama kali diungkapkan oleh Kahn, (1990:695), yang memberikan definisi keterikatan sebagai “kemanfaatan anggota organisasi untuk peran kerja mereka”. Orang yang terikat dapat menggunakan berbagai tingkat fisik, kognitif, dan emosional diri dalam pertunjukan peran di tempat kerja. Mereka cenderung menggunakan kemampuan fisik, kognitif, dan emosional mereka sepenuhnya terutama ketika mereka menemukan pekerjaan mereka bermakna dan aman. Menurut Kahn, (1990), anggota organisasi yang terikat menempatkan banyak
18
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 – 2018
usaha ke dalam pekerjaan mereka. Model ini mengusulkan bahwa, agar individu untuk sepenuhnya terlibat dengan pekerjaan mereka, tiga kondisi psikologis harus dipenuhi dalam lingkungan kerja: kebermaknaan pekerja yaitu merasa bahwa tugastugas pekerjaan mereka yang berharga, keselamatan yaitu perasaan seolah-olah lingkungan kerja merupakan salah satu kepercayaan dan dukung, dan ketersediaan yaitu tenaga kerja yang memiliki fisik, emosional, dan psikologis sarana untuk terlibat dalam tugas-tugas pekerjaan mereka pada saat tertentu (Kahn, 1990). Terinspirasi oleh karya Kahn (1990), Rothbard, (2001 : 656) mendefinisikan keterikatan kerja sebagai kehadiran psikologis yang selanjutnya melibatkan dua komponen penting: perhatian dan penyerapan. Perhatian mengacu pada “ketersediaan kognitif dan jumlah waktu yang dihabiskan orang berpikir tentang peran” sementara penyerapan “... intensitas fokus seseorang pada peran.” Konsep yang diajukan oleh Schaufeli, dkk (2002) menunjukkan bahwa keterikatan tidak sesaat, melainkan, itu adalah “lebih gigih dan meresap sebagai satu kesatuan afektif-kognitif dan tidak terfokus pada setiap objek tertentu, kegiatan, individu, atau perilaku” (Schaufeli, dkk, 2002:74). Vigor digambarkan sebagai sangat energik, memiliki mental tangguh, dan tak kenal menyerah meski dihadapkan pada kesulitan saat bekerja. Individu bersedia untuk berinvestasi banyak energi dalam pekerjaan mereka dan sangat melanjutkan dalam menghadapi rintangan. Dedikasi ditandai dengan keterlibatan dalam pekerjaan dan mengalami rasa antusiasme, kebanggaan, inspirasi, dan tantangan (Schaufeli, Salanova et al, 2002:74). Akhirnya, penyerapan digambarkan sebagai “sepenuhnya terkonsentrasi, dan sangat asyik dalam pekerjaan seseorang, dimana waktu berlalu dengan cepat dan satu memiliki kesulitan dengan memisahkan diri dari pekerjaan” (Schaufeli, Salanova et al, 2002:75). Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keterikatan kerja merupakan sebuah kesatuan sikap dan perilaku anggota organisasi dalam memandang pekerjaan mereka yang ditandai semangat atau kegigihan (vigor), dedikasi dan penyerapan. Pada intinya, keterikatan pekerjaan menangkap bagaimana para pekerja mengalami pekerjaan mereka: sebagai merangsang dan energik dan sesuatu yang mereka benar-benar ingin mencurahkan waktu dan usaha (komponen kekuatan), sebagai mengejar signifikan dan bermakna (dedikasi), dan sebagai mengasyikkan dan sesuatu pada yang mereka sepenuhnya terkonsentrasi (penyerapan). Model Pengukuran Keterikatan Kerja Bakker dan Demerouti, (2008:209) mengutip pendapat Schaufeli et al., (2002); Schaufeli dan Bakker, (2004) mendefinisikan keterikatan kerja sebaga suatu hal positif, memenuhi (fulfilling), pekerjaan yang berhubungan dengan pikiran yang ditandai dengan kekokohan semangat, dedikasi, dan penyerapan. 1. Kekokohan (Vigor) ditandai oleh tingginya tingkat energi dan ketahanan mental saat bekerja. 2. Dedikasi mengacu pada keterikatan dalam pekerjaan seseorang dan merasa pekerjaan begitu penting, antusiasme pada tantangan, dan; 3. Penyerapan ditandai dengan sepenuhnya terkonsentrasi dan kegembiraan dalam pekerjaan seseorang, dimana waktu berlalu dengan cepat dan satu memiliki kesulitan dengan memisahkan diri dari pekerjaan (Schaufeli dan Bakker, 2004).
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 – 2018
19
Dapat disimpulkan bahwa vigor ditandai oleh tingginya tingkat energi dan ketahanan mental saat bekerja, kemauan untuk menginvestasikan usaha dalam pekerjaan seseorang, dan ketekunan bahkan dalam menghadapi kesulitan. Dedikasi mengacu pada yang keterlibatatan total dalam pekerjaan seseorang dan mengalami rasa penting, inspirasi, antusiasme, kebanggaan, dan tantangan. penyerapan ditandai dengan sepenuhnya terkonsentrasi dan dengan senang hati dalam pekerjaan seseorang, dimana waktu berlalu dengan cepat dan satu memiliki kesulitan dengan memisahkan diri dari pekerjaan. Tabel 3.1. Blue Print Skala Keterikatan Kerja CIMSA
Dimensi Vigor Dedication Absorption
Item 1-4 5-8 9-12 Tabel 3.2. Pernyataan Skala Keterikatan Kerja
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pernyataan Saya merasa bersemangat setiap menuju kantor CIMSA Saya enggan untuk tidak menghadiri pertemuan CIMSA meskipun sedang sakit Saya memikirkan tugas dari CIMSA meskipun sedang ada di rumah Saya menerima pekerjaan yang terkadang diluar kemampuan saya untuk mengerjakannya Saya merasa belum banyak memberikan kontribusi kepada CIMSA Saya terlibat aktif dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh CIMSA Saya bangga memperkenalkan diri sebagai anggota CIMSA Saya merasa rugi keluar dari CIMSA Waktu terasa cepat berlalu ketika saya berada di CIMSA Saya sering melupakan janji pribadi ketika sedang dalam kegiatan CIMSA Saya merasa senang terlibat dalam kegiatan CIMSA Saya merasa betah berlama-lama dengan anggota CIMSA lainnya
Vigor
Absroption
Dedication
Gambar 3.1. Engagement Model (diadaptasi dari Schaufeli dan Bakker, 2004)
20
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 – 2018
C. Hasil Ujicoba Ujicoba skala dilakukan pada 96 orang responden. Teknik yang digunakan menggunakan pendekatan analisis faktor untuk memperoleh struktur skala dan internal konsistensi untuk menguji keandalan instrumen. Hasil ujicoba ditampilkan sebagai berikut : Tabel 3.3. Hasil Uji Validitas Faktor dan Reliabilitas Cronbach Alpha
Kode
Pernyataan
Loading Ujicoba
Keseluruhan
vig1
Saya merasa bersemangat setiap menuju kantor CIMSA
0.678
0.633
vig2
Saya enggan untuk tidak menghadiri pertemuan CIMSA .. Saya memikirkan tugas dari CIMSA meskipun sedang ada di rumah
0.564
0.543
0.597
0.526
Saya menerima pekerjaan yang terkadang diluar kemampuan …. Saya merasa belum banyak memberikan kontribusi kepada CIMSA Saya terlibat aktif dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh CIMSA
0.703
0.745
0.699
0.745
0.631
0.931
ded3
Saya bangga memperkenalkan diri sebagai anggota CIMSA
0.727
0.565
ded4
Saya merasa rugi keluar dari CIMSA
0.599
0.821
abs1
Waktu terasa cepat berlalu ketika saya berada di CIMSA
0.729
0.700
abs2
Saya sering melupakan janji pribadi ketika sedang …
0.778
0.711
abs3
Saya merasa senang terlibat dalam kegiatan CIMSA
0.757
0.846
abs4
Saya merasa betah berlama-lama dengan anggota CIMSA lainnya
0.758
0.835
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy.
0.876
0.887
Sig.
0.000
0.000
Cronbach Alpha
0.790
0.883
vig3 vig4 ded1 ded2
Struktur Faktor Nilai Kaiser-Meyer-Olkin MSA (KMO-MSA) sebesar 0,876 untuk sampel uji dan 0.887 sudah menunjukkan model pengukuran sudah memenuhji syarat awal analisis faktor (> 0.60). Kedua, nilai sig Bartlett’s Test of Sphericity sebesar 0.000. Nilai ini menandakan bahwa faktor pembentuk variabel sudah baik. Nilai loading factor > 0.50 untuk seluruh item pada pengujian tahap 2 memperlihatkan bahwa seluruh item dinyatakan valid dalam mengukur konstraknya. Validitas Diskriminan dan Konvergen Validitas konvergen terpenuhi jika skor yang diperoleh dengan dua instrument berbeda yang mengukur konsep yang sama menunjukkan korelasi yang tinggi. Validitas diskriminan terpenuhi jika berdasarkan teori, dua variabel diprediksi tidak berkorelasi, dan skor yang diperoleh dengan mengukurnya benar-benar secara empiris membuktikan hal tersebut. Terkait dengan validitas diskriminan dan konvergen, Groth-Marnat (2010) menjelaskan bahwa derajat sensitifivitas dan spesivititas yang ditunjukkan sebuah alat assessment dalam mengidentifikasi berbagai kategori yang berbeda. Sensitivitas mengacu pada persentase hal-hal yang benar-benar positif yang telah diidentifikasi dalam instrument, sedangkan spesifitas adalah persentase relative hal-hal yang benar-benar negative. Dengan kata lain, sebuah tes memiliki validitas konvergen jika memiliki korelasi yang tinggi dengan tes lain yang mengukur konstruk yang sama. Sebaliknya, validitas tes yang berbeda ditunjukkan melalui korelasi yang rendah dengan tes yang mengukur konstruk yang berbeda
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 – 2018
21
Tabel 3.4. Validitas Konvergen dan Diskriminan
Pearson Correlation ENG
Sig. (2-tailed) N
CULT URE .714
INCIV ILITY -.120
P-O FIT .751
.000
.242
.000
.001
96
96
96
96
TURN -.349
Hasil uji korelasi memperlihatkan bahwa work engagement berhubungan positif dengan budaya organisasi (R = 0.714) dan Kecocokan individu organisasi (R = 0.751), memperlihatkan bahwa skala memiliki validitas konvergen yang baik. Validitas diskriminan dibuktikan dengan korelasi negative engagement dengan incivility (R = - 0.120) dan Turnover intention (R = -0.349). Kecuali korelasi engagement dengan incivility, tiga korelasi lainnya signifikan di level 5%. Konsistensi Internal Pengujian konsistensi internal dengan teknik Cronbach Alpha menghasilkan nilai di atas 0.70 untuk kedua tahapan uji. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa skala work engagament yang dipergunakan sudah memenuhi keandalan yang baik. D. Hasil Survey Work Engagement dan Karakteristik Responden Hasil analisis memperlihatkan bahwa nilai sig (2-tailed) 0.281 > 0.05 (alpha 5%) memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan pada respon laki-laki dan wanita pada data sampel. Dari nilai rata-rata terlihat bahwa wanita memberikan skor indeks sebesar 72.44 dan laki-laki sebesar 71.85 yang menunjukkan tidak adanya perbedaan pada skala work engagement berdasarkan jenis kelamin.
Gambar 3.2. Indeks Engagement CIMSA: Laki-laki dan Wanita
Gambar 3.3. Indeks Engagement CIMSA: Masa Keanggotaan
22
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 – 2018
Tingkat engagement berdasarkan masa keanggotaan memperlihatkan responden yang sudah menjadi anggoata CIMSA lebih dari dua tahun memiliki indeks engagement tertinggi sebesar 74.53, sedangkan anggota yang kurang dari satu tahun berada pada posisi dua dengan indeks sebesar 73.15. Tingkat engagement terendah berada pada kelompok responden yang memiliki masa keanggotaan 1 – 2 tahun. Hasil analysis of variance (ANOVA) untuk menguji perbedaan rata-rata pada lebih dari dua kelompok menunjukkan nilai sig sebesar 0.000 (< 0.05) sehingga disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan tingkat engagement berdasarkan masa keanggotaan. Kondisi ini memperlihatkan bahwa tingkat engagement tertinggi berada pada kelompok masa keanggotaan di atas 2 tahun dan kurang dari 1 tahun. Hasil analisis deskriptif pada masing-masing item pernyataan dijelaskan pada Tabel berikut: Kode
vig1 vig2 vig3 vig4 ded1 ded2 ded3 ded4 abs1 abs2 abs3 abs4
Mean
Saya merasa bersemangat setiap menuju kantor CIMSA Saya enggan untuk tidak menghadiri pertemuan CIMSA .. Saya memikirkan tugas dari CIMSA meskipun sedang ada di rumah Saya menerima pekerjaan yang terkadang diluar kemampuan …. Saya merasa belum banyak memberikan kontribusi kepada CIMSA Saya terlibat aktif dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh CIMSA Saya bangga memperkenalkan diri sebagai anggota CIMSA Saya merasa rugi keluar dari CIMSA Waktu terasa cepat berlalu ketika saya berada di CIMSA Saya sering melupakan janji pribadi ketika sedang … Saya merasa senang terlibat dalam kegiatan CIMSA Saya merasa betah berlama-lama dengan anggota CIMSA lainnya Rata-Rata
Std. Deviation
Index
3.61 3.14
.86 .91
72.26 62.80
3.57
.93
71.41
3.15
1.00
63.04
3.41
.99
68.12
3.57
.86
71.40
4.32 4.01 3.76 2.81 4.12
.78 1.04 .88 1.00 .77
86.34 80.10 75.29 56.10 82.42
3.89
.86
77.87
3.61
72.26
Tabel 3.6. Skor Rata-rata dan Indeks Per Item
Gambar 3.4. Indeks Engagement Per Dimensi (N = 1959)
Indeks tertinggi dari tiga dimensi engagement adalah dedikasi (76.49), kemudian penyerapan (72.92) dan terakhir vigor/kekokohan semangat (67.38).
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 – 2018
23
Gambar 3.4. CIMSA Engagement Index
Hasil survey menunjukkan index rata-rata untuk keseluruhan pernyataan work engagement adalah sebesar 72.26. Skor tertinggi berada pada item kebanggaan sebagai anggota CIMSA (Ded_3), dan terendah pada item â&#x20AC;&#x153;menerima pekerjaan di luar kemampuanâ&#x20AC;? sebesar 63.04. E. Kesimpulan Kesimpulan dari hasil analisis deskriptif dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Skala work engagement yang dikembangkan terdiri dari 12 item pernyataan yang dikelompokkan menjadi tiga dimensi meliputi vigor, dedication, dan absorption. Hasil pengujian validitas dan reliabilitas memperlihatkan skala yang dikembangkan sudah memenuhi syarat psikometri sebagai alat ukur yang baik. 2. Tidak ditemukannya perbedaan respon antara laki-laki dan wanita. Hal ini memperlihatkan bahwa skala yang dikembangkan tidak memiliki bias gender. 3. Hasil survey memperlihatkan bahwa secara keseluruhan budaya organisasi yang dijalankan di CIMSA sudah berada dalam kategori baik (Indeks 72.26). 4. Dimensi dedication merupakan dimensi terkuat dibandingkan dua dimensi lainnya. Dedikasi menggambarkan keterlibatan dalam pekerjaan dan mengalami rasa antusiasme, kebanggaan, inspirasi, dan tantangan. 5. Dimensi vigor (kekokohan) merupakan dimensi terendah dibandingkan dimensi lainnya. Dimensi ini menggambarkan energi dan semangat, dan tak kenal menyerah meskipun dihadapkan pada kesulitan. Rendahnya dimensi ini perlu mendapatkan perhatian mengingat pekerjaan yang dilakukan oleh CIMSA merupakan pekerjaan sosial yang membutuhkan semangat pantang menyerah pada anggotanya dalam menjalankan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab. 6. Skala yang dikembangkan memberikan kontribusi penting dalam pengembangan skala work engagement, khususnya pada organisasi nirlaba/social di Indonesia. 7. Skala work engagement yang dominan di CIMSA yaitu dedikasi yang menjadi komponen utama keterikatan kerja anggota organisasi. Dimensi lainnya penyerapan (absorption) dan kekokohan (vigor) masih perlu ditingkatkan.
24
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 â&#x20AC;&#x201C; 2018
REFERENSI Bakker, A.B., Demerouti, E. (2007), “The job demands-resources model: state of the art”, Journal of Managerial Psychology, Vol. 22 No.3, pp.309-28 Bakker, Arnold B. & Evangelia Demerouti. (2008). “Towards a model of work engagement”, Career Development International, Vol. 13 Iss: 3, pp.209 – 223 Goodman, M.B., Genst, C., Cayo, D. and Ng, S.Y. (2009), CCI Corporate Communication Practices and Trends Study 2009, Corporate Communication International, New York, NY. Kahn, W.A. (1990), “Psychological conditions of personal engagement and disengagement at work”, Academy of Management Journal, Vol. 33 No. 4, pp. 692 - 724 . Luthans, F. (2002), “Positive organizational behavior: developing and managing psychological strengths”, Academy of Management Executive, Vol. 16, pp. 57-72. MacLeod, D. and Clarke, N. (2009), The MacLeod Review – Engaging for Success: EnhancingPerformance though Employee Engagement, Department for Business Innovation and Skills, London, Crown Copyright. Rothbard, Nancy P. (2001). Enriching or depleting? The dynamics of engagement in work and family roles. Administrative Science Quarterly, 46: 655-684 Schaufeli, W.B., Salanova, M., Roma, V.G. and Bakker, A.B. (2002), “ The measurement of engagement and burnout: a two sample confirmatory factor analytic approach “, Journal of Happiness Studies, Vol. 3 No. 1, pp. 71 - 92 . Schaufeli, W.B. and Bakker, A.B. (2004), “Job demands, job resources and their relationship with burnout and engagement: a multisample study”, Journal of Organizational Behaviour, Vol. 25, pp. 293-315. Schaufeli, W.B., Bakker, A.B. and Salanova, M. (2006a), “The measurement of work engagement with a short questionnaire”, Educational and Psychological Measurement, Vol. 66, pp. 701-16. Schaufeli,W.B., Taris, T.W. and Bakker, A.B. (2006b), “Dr Jekyll and Mr Hyde: on the differences between work engagement and workaholism”, in Burke, R.J. (Ed.), Research Companion to Working Time and Work Addiction, Edward Elgar, Northampton. Schaufeli, W.B., Salanova, M., Gonzalez-Roma, V. and Bakker, A.B. (2002), “The measurement of burnout and engagement: a confirmatory factor analytic approach”, Journal of Happiness Studies, Vol. 3, pp. 71-92. Welch, M. (2011). The evolution of the employee engagement concept: communication implications, Corporate Communications: An International Journal, Vol. 16 Iss: 4, pp.328 – 346.
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 – 2018
25
BAB 4
WORKPLACE INCIVILITY SURVEY A. Pendahuluan Incivility merupakan salah satu bentuk perilaku menyimpang (deviant behavior). Workplace incivility dapat diartikan sebagai perilaku dengan intensitas rendah yang tidak memiliki maksud yang jelas untuk menyakiti, namun tetap melanggar norma sosial dan menyakiti perasaan orang yang ditargetkan (Andersson & Pearson, 1999:p.457). Incivility dapat diartikan sebagai ketidaksopanan. Bentuk dari perilaku ini dapat terselubung (covert) seperti pandangan yang merendahkan dan sinis, bertanya kemudian tidak mengindahkan jawabannya, dan lainnya. Sedangkan yang bersifat terbuka (overt) seperti berkata kasar, mengejek, menjatuhkan kredibilitas rekan di tempat umum, gossip, dan berbagai perilaku lainnya yang umum dilakukan baik oleh sesame rekan kerja atau dari atasan ke bawahan. Karena memiliki intensitas rendah, tanpa disadari perilaku incivil ini terus berkembang di organisasi modern dan
semakin mengkhawatirkan. Pearson dan Porath, merupakan dua peneliti yang secara intensif melakukan kajian mengenai workplace incivility. Di tahun 2009, Pearson dan Porath melaporkan bahwa 96% anggota organisasi yang disurvey mengalami incivility di tempat kerja, dan 99% menyatakan pernah menjadi saksi atas peristiwa ini. Pada tahun 2011, hasil survey mereka menyebutkan 98% anggota organisasi mengalami perilaku tidak sopan, dan setengah dari responden mengatakan bahwa mereka diperlakukan dengan kasar setidaknya sekali seminggu. Lewis dan Malecka di tahun yang sama melaporkan bahwa hampir 85% responden yang merupakan perawat pernah mengalami perilaku incivil dalam 12 bulan terakhir. Sebelumnya, dalam penelitian terhadap lebih dari 1000 pekerja layanan sipil A.S., Cortina, Magley, Williams, dan Langhout (2001) menemukan bahwa lebih dari 70% sampel mengalami perilaku tidak pantas ini. Tidak cuma di negara maju seperti Amerika, perilaku seperti ini juga dapat dengan mudah kita temui dalam ranah publik di Indonesia. Perilaku incivil di tempat kerja seperti berkurangnya penghargaan kepada sesama rekan (misalnya tidak
26
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 â&#x20AC;&#x201C; 2018
mengucapkan terimakasih atas bantuan sederhana yang diberikan), atau meminta tolong dengan kata-kata sopan kepada rekan dan bawahan. Krisis incivility telah dikaitkan dengan sebuah benturan budaya, dimana orang-orang dengan latar belakang budaya yang berbeda bertemu dalam satu komunitas atau organisasi. Dampak Incivility Lingkungan kerja yang buruk dan tidak beradab berkontribusi penurunan semangat, produktivitas, peningkatan absensi dan turnover yang lebih besar di tenaga kesehatan (Guidroz et al., 2010; Lewis & Malecha, 2011; Pfaff dkk., 2014). Dalam sebuah penelitian, tenaga kesehatan yang mengundurkan diri dari praktik disebabkan kurangnya dukungan sebaya sebagai faktor utama dalam keputusan mereka untuk pergi (MacKusick & Minick, 2010). Perilaku yang tidak bersahabat dan tidak mendukung mungkin lebih besar berdampak pada tenaga kesehatan, yang memiliki ketergantungan pada bantuan rekan kerja (MacKusick & Minick, 2010), akhirnya berkontribusi pada kelelahan emosional / burnout (Laschinger et al., 2009). Tabel 4.1. Bentuk Incivility
Subtle/covert (terselubung) •
Meminta
masukan
Overt (terbuka)
dan
kemudian
•
Mengabaikan pekerja dengan komentar,
mengabaikannya
isyarat atau perilaku yang tidak layak
Tidak menghargai kontribusi orang
(perilaku
lain dalam team
karakteristik seperti ras, agama, jenis
•
Memberi seseorang "tatapan kotor"
kelamin, dan lain-lain. Hal ini dianggap
•
Mengganggu orang lain
sebagai diskriminasi di tempat kerja.
•
Tidak
•
mendengarkan
samping
selama
percakapan
/ •
pertemuan
presentasi bisnis formal •
Berbicara
tentang
seseorang
di
belakang (Gosip) •
Berbicara dengan nada merendahkan
•
Tidak
mengajak
rekan
•
dalam
Memberi teguran di depan publik
•
Menghina orang lain
•
Membuat tuduhan tentang kompetensi profesional
•
Mengabaikan keputusan tanpa memberi alasan
Membuka atau memeriksa PC/Laci Mengirim
Mengganggu pertemuan Mendiamkan
•
rekan kerja / bawahan tanpa ijin •
berdasarkan
•
pertemuan penting •
permusuhan)
catatan
jahat
Meruntuhkan kredibilitas di depan orang lain
dan
•
Dan lainnya
merendahkan (surat kebencian) •
Dan lainnya
Sumber : Diolah Tabel 4.2. Blue Print Pengukuran Incivility
Dimensi Personal invasion Excluded behavior Gossip Hostility
Item 1,9 2,5,8 3,10 4,6,7
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 – 2018
27
Tabel 4.3. Daftar Pernyataan Skala Incivility
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pernyataan Peralatan pribadi anda (seperti tas, dan lainnya) dibuka tanpa ijin anda terlebih dahulu Informasi penting terkait pekerjaan anda ditahan dengan sengaja Mendapatkan gossip negative tentang diri anda Dijatuhkan atau dipermalukan di depan orang banyak Pendapat anda tidak ditanggapi secara serius Mendapatkan perkataan kasar Mendapatkan sebutan atau panggilan yang tidak pantas Anda tidak diikutkan dalam diskusi kelompok Hasil kerja anda diragukan Melihat rekan berbicara negative tentang orang lain
B. Hasil Uji coba Ujicoba skala dilakukan pada 96 orang responden dan kemudian dibandingkan dengan sampel secara keseluhan. Teknik yang digunakan menggunakan pendekatan analisis faktor untuk memperoleh struktur skala dan internal konsistensi untuk menguji keandalan instrumen. Hasil ujicoba ditampilkan sebagai berikut Tabel 4.4. Hasil Uji Validitas Faktor dan Reliabilitas Cronbach Alpha
Loading Kode
Pernyataan Ujicoba
Keseluruhan
per1
Peralatan pribadi anda dibuka tanpa ijin
0.875
0.692
ex1
Informasi penting terkait pekerjaan anda ditahan...
0.750
0.712
gos1
Mendapatkan gossip negative tentang diri anda
0.573
0.801
hos1
Dijatuhkan atau dipermalukan di depan orang banyak
0.604
0.838
ex2
Pendapat anda tidak ditanggapi secara serius
0.538
0.799
hos2
Mendapatkan perkataan kasar
0.797
0.805
hos3
Mendapatkan panggilan yang tidak pantas
0.908
0.786
ex3
Anda tidak diikutkan dalam diskusi kelompok
0.868
0.762
per2
Hasil kerja anda diragukan
0.592
0.771
gos2
Melihat rekan berbicara negative tentang orang lain
0.758
0.677
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Sig.
.845
.917
.000
.000
Cronbach Alpha
0.882
0.916
Struktur Faktor Nilai Kaiser-Meyer-Olkin MSA (KMO-MSA) sebesar 0,845 untuk sampel uji dan 0.917 untuk keseluruhan sampel sudah menunjukkan model pengukuran sudah memenuhji syarat awal analisis faktor (> 0.60). Kedua, nilai sig Bartlettâ&#x20AC;&#x2122;s Test of Sphericity sebesar 0.000. Nilai ini menandakan bahwa faktor pembentuk variabel sudah baik. Nilai loading factor > 0.50 untuk seluruh item pada pengujian tahap 2 memperlihatkan bahwa seluruh item dinyatakan valid dalam mengukur konstraknya. Validitas Diskriminan dan Konvergen Validitas konvergen terpenuhi jika skor yang diperoleh dengan dua instrument berbeda yang mengukur konsep yang sama menunjukkan korelasi yang tinggi. Validitas diskriminan terpenuhi jika berdasarkan teori, dua variabel diprediksi tidak berkorelasi, dan skor yang diperoleh dengan mengukurnya benar-benar secara empiris membuktikan hal tersebut. Terkait dengan validitas diskriminan dan konvergen, Groth-Marnat (2010) menjelaskan bahwa derajat sensitifivitas dan spesivititas yang ditunjukkan sebuah alat assessment dalam mengidentifikasi berbagai kategori yang berbeda. Sensitivitas 28
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 â&#x20AC;&#x201C; 2018
mengacu pada persentase hal-hal yang benar-benar positif yang telah diidentifikasi dalam instrument, sedangkan spesifitas adalah persentase relative hal-hal yang benar-benar negative. Dengan kata lain, sebuah tes memiliki validitas konvergen jika memiliki korelasi yang tinggi dengan tes lain yang mengukur konstruk yang sama. Sebaliknya, validitas tes yang berbeda ditunjukkan melalui korelasi yang rendah dengan tes yang mengukur konstruk yang berbeda Tabel 4.5. Validitas Konvergen dan Diskriminan
INCIVILITY
ENGAGEMENT
TURNOVER
Pearson Correlation
-.120
.507**
Sig. (2-tailed)
.242
.000
96
96
N
Hasil uji korelasi memperlihatkan bahwa work engagement berhubungan positif dengan turnover intention (R = 0.507) memperlihatkan bahwa skala memiliki validitas konvergen yang baik. Validitas diskriminan dibuktikan dengan korelasi negative incivility dengan engagement (R = - 0.120). Konsistensi Internal Pengujian konsistensi internal dengan teknik Cronbach Alpha menghasilkan nilai di atas 0.70 untuk kedua tahapan uji. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa skala work incivility yang dipergunakan sudah memenuhi keandalan yang baik. C. Hasil Survey Incivility dan Karakteristik Responden
Gambar 4.1. Indeks Incivility CIMSA: Laki-laki dan Wanita
Hasil analisis memperlihatkan bahwa nilai sig (2-tailed) 0.000 < 0.05 (alpha 5%) memperlihatkan bahwa ada perbedaan signifikan pada respon laki-laki dan wanita pada data sampel. Dari nilai rata-rata terlihat bahwa wanita memberikan skor indeks sebesar 28.35 dan laki-laki sebesar 33.13 yang menunjukkan incivility lebih sering diterima oleh responden laki-laki dibandingkan wanita.
Gambar 3.3. Indeks Incivility CIMSA: Masa Keanggotaan
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 â&#x20AC;&#x201C; 2018
29
Tingkat incivility berdasarkan masa keanggotaan memperlihatkan responden yang sudah menjadi anggota CIMSA lebih dari dua tahun memiliki indeks incivility tertinggi sebesar 33.01, selanjutnya pada anggota 1 – 2 tahun sebesar 31.08 dan terendah adalah anggota yang kurang dari 1 tahun (26.86). Berdasarkan data ini dapat dilihat bahwa semakin tinggi masa keanggotaan, responden semakin sering memperoleh perilaku incivility di dalam organisasi. Hasil analysis of variance (ANOVA) untuk menguji perbedaan rata-rata pada lebih dari dua kelompok menunjukkan nilai sig sebesar 0.000 (< 0.05) sehingga disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan tingkat incivilty berdasarkan masa keanggotaan. Tabel 4.6. Skor Rata-rata dan Indeks Per Item
Kode
Pernyataan
per1 ex1 gos1 hos1 ex2 hos2 hos3 ex3 per2 gos2
Peralatan pribadi anda dibuka tanpa ijin Informasi penting terkait pekerjaan anda ditahan... Mendapatkan gossip negative tentang diri anda Dijatuhkan atau dipermalukan di depan … Pendapat anda tidak ditanggapi secara serius Mendapatkan perkataan kasar Mendapatkan panggilan yang tidak pantas Anda tidak diikutkan dalam diskusi kelompok Hasil kerja anda diragukan Melihat rekan berbicara negative tentang orang lain
Mean
Rata-rata
1.36 1.44 1.55 1.36 1.71 1.33 1.25 1.40 1.59 1.88 1.49
Std. Index Deviation 0.76 27.19 0.81 28.82 0.90 31.01 0.75 27.28 0.95 34.24 0.72 26.62 0.66 25.03 0.77 28.10 0.89 31.88 1.07 37.54 29.77
Secara umum, workplace incivility index di CIMSA relative rendah (29.77), dengan item tertinggi berada pada item mengenai “melihat rekan kerja berbicara negative” dengan index sebesar 37.54. Sedangkan item yang direspon paling rendah adalah item mengenai “mendapatkan panggilan yang tidak pantas” dengan angka indeks sebesar 25.03
Gambar 3.4. Indeks CIMSA workplace incivility berdasarkan dimensi
CIMSA WORKPLACE INCIVILITY INDEX
30
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 – 2018
D. Kesimpulan Hasil survey dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Skala workplace incivility yang dikembangkan terdiri dari 10 item pernyataan dan sudah memenuhi syarat psikometri dalam hal validitas dan reliabilitas. 2. Tingkat incivility yang terjadi di CIMSA berada dalam kategori rendah (indeks = 29.77). Kondisi ini harus dapat terus dipertahankan untuk mengurangi dampak incivility pada niat keluar dari organisasi. 3. Temuan menarik dari survey ini adalah laki-laki melaporkan incivility lebih tinggi dibandingkan responden wanita. 4. Monitoring atas workplace incivility harus terus dilakukan untuk memastikan iklim organisasi yang menjunjung tinggi rasa kebersamaan dan nilai-nilai budaya timur yang mengedepankan norma-norma kesopanan, baik dalam berbicara maupun berperilaku dalam organisasi. REFERENSI Andersson, L. M., & Pearson, C. M. (1999). Tit for tat? The spiraling effect of incivility in the workplace. Academy of Management Review, 24, 452-471 Caza, B. B., & Cortina, L. M. (2007). From insult to injury: Explaining the impact of incivility. Basic and Applied Social Psychology, 29, 335â&#x20AC;?350 Cortina, L. M., Magley, V. J., Williams, J. H., & Langhout, R. D. (2001). Incivility in the workplace: incidence and impact. Journal of occupational health psychology, 6(1), 64-80. Cortina, L. M., & Magley, V. J. (2009). Patterns and profiles of response to incivility in the workplace. Journal of occupational health psychology, 14(3), 272. Guidroz, A.M., Burnfield-Geimer, J.L., Clark, O., Schwetschenau, H.M., & Jex, S.M. (2010). The nursing incivility scale: Development and validation of an occupationspecific measure. Journal of Nursing Measurement, 18, 176-200 Laschinger, H.K., Finegan, J., & Wilk, P. (2009). New graduate burnout: The impact of professional practice environment, workplace civility, and empowerment. Nursing Economic$, 27, 377-383. Laschinger, H.K., Wong, C.A., Cummings, G.G., & Grau, A.L. (2014). Resonant leadership and workplace empowerment: The value of positive organizational cultures in reducing workplace in civility. Nursing Economic$, 32, 5-15. Lewis, P.S., & Malecha, A. (2011). The impact of workplace incivility on the work environment, manager skills, and productivity. Journal of Nursing Administration, 41, 41-47 Martin, R. J., & Hine, D. W. (2005). Development and validation of the uncivil workplace behavior questionnaire. Journal of occupational health psychology, 10(4), 477. MacKusick, C.I., & Minick, P. (2010). Why are nurses leaving? Findings from an initial qualitative study on nursing attrition. Medsurg Nursing, 19, 335-340 Pfaff, K., Baxter, P., Jack, S., & Ploeg, J. (2014). An integrative review of the factors influencing new graduate nurse engagement in interprofessional collaboration. Journal of Advanced Nursing, 70, 4-20 Pearson, C. M., & Porath, C. L. (2009). The cost of bad behavior: How incivility is damaging your business and what to do about it. New York, NY: Penguin Roberts, S. J., Scherer, L. L., & Bowyer, C. J. (2011). Job stress and incivility: What role does psychological capital play?. Journal of Leadership & Organizational Studies, 18(4), 449-458. SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 â&#x20AC;&#x201C; 2018
31
BAB 4
SUMMARY HASIL SURVEY
Total Sampel: 1959
32
Online Survey
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 â&#x20AC;&#x201C; 2018
CIMSA OVERALL INDEX GENDER
GROUP STATISTICS code_gender BUDAYA ENGAGEMENT INCIVILITY TURNOVER FIT
Wanita Laki-Laki Wanita Laki-Laki Wanita Laki-Laki Wanita Laki-Laki Wanita Laki-Laki
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 â&#x20AC;&#x201C; 2018
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
1376
79.8601
12.66261
.34136
583
78.9944
14.03253
.58117
1376
72.4371
10.75045
.28981
583
71.8526
11.06783
.45838
1376
28.3459
11.35232
.30604
583
33.1321
14.75043
.61090
1376
43.7645
16.37958
.44156
583
47.9657
17.72563
.73412
1376
76.1715
14.49683
.39081
583
75.8971
15.64786
.64807
33
CIMSA OVERALL INDEX MASA KEANGGOTAAN
N
BUDAYA
747
82.2875
12.23679
1 - 2 tahun
911
77.6688
12.86756
Lebih dari 2 tahun
301
78.7915
14.60730
1959
79.6025
13.08766
Fixed Effects Random Effects
Model
747
73.1749
9.49790
1 - 2 tahun
911
70.7887
11.00591
Lebih dari 2 tahun
301
74.4630
12.74910
1959
72.2632
10.84633
Fixed Effects Random Effects
Model
747
26.8621
10.74022
1 - 2 tahun
911
31.0845
12.90917
Lebih dari 2 tahun
301
33.0100
14.65844
1959
29.7703
12.64775
Fixed Effects Random Effects
Model
747
77.9438
13.73093
1 - 2 tahun
911
73.6465
14.86918
Lebih dari 2 tahun
301
78.8837
16.25884
1959
76.0898
14.84520
Fixed Effects Random Effects
Model
14.67349
Kurang dari 1 Th
747
43.2236
15.93879
1 - 2 tahun
911
46.3491
17.03303
Lebih dari 2 tahun
301
45.4219
18.38400
1959
45.0148
16.89647
Total
Model
34
12.42899
Kurang dari 1 Th
Total
TURNOVER
10.75586
Kurang dari 1 Th
Total
FIT
12.91766
Kurang dari 1 Th
Total
INCIVILITY
Std. Deviation
Kurang dari 1 Th
Total
ENGAGEMENT
Mean
Fixed Effects Random Effects
16.84347
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 â&#x20AC;&#x201C; 2018
CIMSA ORGANIZATIONAL CULTURE
Dimensi Social relationships Innovation Orientation Valuing ethics and honesty
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 â&#x20AC;&#x201C; 2018
Rata-Rata 4.04 3.95 3.94 3.99
Indeks 80.75 79.05 78.83 79.78
35
CIMSA ORGANIZATIONAL CULTURE INDEX
36
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 â&#x20AC;&#x201C; 2018
CIMSA WORK ENGAGEMENT
67,38
72,92
Vigor Dedication Absorptin
76,49
Indeks Engagement CIMSA: Laki-laki dan Wanita
Indeks Engagement CIMSA: Masa Keanggotaan
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 â&#x20AC;&#x201C; 2018
37
CIMSA ENGAGEMENT INDEX
CIMSA WORKPLACE INCIVILITY INDEX
Indeks CIMSA workplace incivility berdasarkan dimensi
38
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 â&#x20AC;&#x201C; 2018
Incivility Berdasarkan Jenis Kelamin
Indeks Incivility CIMSA: Masa Keanggotaan
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 â&#x20AC;&#x201C; 2018
39
SURVEY PERILAKU ORGANISASI CIMSA INDONESIA 2017 â&#x20AC;&#x201C; 2018