REPUBLIKA
1432
SABTU 27 AGUSTUS 2011
17
Perhatikan Akad dalam Menukar Uang Fitria Andayani
Haram jika penyedia jasa sudah menyiapkan paket uang yang kurang dari nilai penukaran.
S
epanjang bulan Ramadhan dan menjelang Lebaran, kebutuhan uang pecahan meningkat tajam. Masyarakat yang mengantongi uang nominal Rp 100 ribu atau Rp 50 ribu atau, ditukar menjadi nominal Rp 10 ribu, Rp 5.000, Rp 2.000, atau Rp 1.000. Jasa penukaran uang pecahan pun marak. Bagi masyarakat yang tidak sempat menukar uang ke perbankan, jasa mereka menjadi pilihan mudah. Tapi, setiap penukaran dipotong dengan uang jasa. Bagaimana hukumnya menurut Islam? M Syafiq Nashan, ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kudus, Jawa Tengah, mengungkapkan, bisnis penukaran uang tidak selamanya diharamkan. Hukumnya harus disesuaikan dengan akad transaksinya. “Jika dalam akad transaksinya, penyedia jasa mengungkap secara langsung permintaan uang jasa atas jerih payahnya mengantre untuk menukar uang di bank, maka transaksinya dianggap sah (halal),” kata M Syafik, Jumat (26/8). Artinya, jelas dia, masyarakat yang membutuhkan uang pecahan menyerahkan uangnya sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Sedangkan besarnya jasa sebagai pengganti atas jerih payahnya mengantre untuk mendapatkan uang pecahan di bank, sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Biasanya, besarnya jasa tersebut masih bisa ditawar, terutama masyarakat yang melakukan tukar uang dalam jumlah besar. “Tapi, haram hukumnya jika
penyedia jasa tukar uang tersebut menyiapkan paket uang pecahan, misalnya, sebesar Rp 90 ribu, untuk dijual kepada masyarakat sebesar Rp 100 ribu,” ujar Syafik. Kelebihan dari penukaran tersebut, dianggap riba, karena transaksinya jelas-jelas jual beli uang. ‘’Dalam hukum Islam, penukaran uang itu harus setara nilainya, mengingat uang bukan komoditas melainkan alat tukar,’’ kata Syafik. Suwarto, salah satu penyedia jasa tukar uang di Jalan Sunan Kudus, menolak usahanya dikatakan haram. Apalagi, seragam kaus yang dikenakan maupun pamflet yang terpasang dikatakan sebagai jasa tukar uang. “Setiap bertransaksi, saya selalu meminta besarnya uang jasa untuk setiap paket uang yang hendak ditukar. Sedangkan paket uang yang disediakan juga tidak dikurangi,” ujar Suwarto. Uang jasa yang diminta, biasanya dibayarkan setelah konsumen menerima uang pecahan yang dibutuhkan sesuai dengan jumlah uang yang diserahkan. “Bahkan, mayoritas konsumen menawar besarnya uang jasa tersebut,” kata Suwarno. Menurut dia, akad transaksinya memang harus dipahami para penyedia jasa penukaran uang. Komunikasi dengan konsumen juga harus disesuaikan dengan kaidah yang benar, agar tidak dianggap haram. Pada awal Ramadhan, menurut Suwarno, jasa yang ditawarkan sebesar lima persen untuk setiap nominal yang dibutuhkan. “Kini, dinaikkan menjadi 10 persen, mengingat untuk mendapatkan uang pecahan nominal tertentu mulai kesulitan. Bahkan, stoknya di
● Seorang penjual jasa penukaran uang menawarkan pada pengguna jalan.
beberapa bank mulai habis,” ujarnya. Awalnya, transaksi penukaran uang tersebut setiap harinya berkisar antara Rp 500 ribu hingga Rp1 juta. “Kini, transaksinya naik hingga mencapai Rp 2 juta per hari,” uangkap Suwarno.
Rp 2-3 miliar per hari Sementara itu, sejak sekitar sepekan sebelum Lebaran, Bank Indonesia (BI) telah melayani penukaran uang kepada masyarakat hingga Rp 54,3 triliun. Posisi ini meningkat 30,3 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Deputi Direktur Pengedaran Uang BI Adnan Djuanda menyatakan, total uang yang telah ditukarkan mewakili 88,5 persen dari target penukaran uang tahun ini yang ditetapkan BI sebesar Rp 61,36 triliun. Padahal, pada tahun lalu jumlah uang yang ditukarkan masyarakat hanya Rp 41,7 triliun. “Kenaikan ini menunjukkan tingkat daya beli masyarakat yang semakin tinggi,” ujarnya, Kamis (25/8). Pada Lebaran ini penukaran uang dilakukan menggunakan pos keliling BI, kantor-kantor cabang BI, dan bekerja sama
AGUNG SURPIYANTO
dengan 12 bank. Kedua belas bank tersebut adalah BNI, BRI, Artha Graha, BCA, Danamon, DKI, BTN, Mandiri, UOB, BPD Jabar Banten, Sumut, dan BRI Syariah. “Uang yang ditukar Rp 2-3 miliar per hari,” katanya. BI juga menggandeng PT Kereta Api Indonesia dan PT Jasa Marga dalam kegiatan penukaran uang atau kas keliling. “Jadi, penukaran uang dilakukan di stasiun KA dan rest area di tol,” katanya. BI juga bekerja sama dengan TNI Angkatan Laut untuk memberikan layanan kas keliling di pulau-pulau terluar. ■ antara ed: asep nur zaman
Masjid Cheng Hoo Jadi Objek Wisata Ramadhan asjid Muhammad Cheng Hoo yang berarsitektur klenteng memang unik dan masuk dalam Museum Rekor Indonesia (MURI). Masjid yang terletak
M
tidak jauh dari Taman Makam Pahlawan Kusuma Bangsa, Surabaya, Jawa Timur, itu menjadi objek wisata Ramadhan selama bulan puasa 1432 Hijriah ini. “Ya, banyak wisatawan dari dalam
● Masjid Muhammad Cheng Hoo, Surabaya
ataupun luar negeri yang datang ke sini, termasuk selama Ramadhan,” kata Kepala Kantor Masjid Muhammad Cheng Hoo Surabaya, Ustaz H Hasan Basri, Jumat (26/8).
COECOES.COM
Muslim keturunan Cina asal Palembang itu menjelaskan, wisatawan yang datang umumnya merasa heran dengan adanya masjid yang berarsitektur klenteng. “Tapi, mereka akhirnya dapat mengerti setelah diberi penjelasan dan diberi buku. Apalagi, setelah mereka masuk ke dalam masjid, mereka baru yakin kalau itu benar-benar tempat shalat,” tutur Hasan Basri. Menurut dia, hampir setiap bulan selalu datang puluhan wisatawan asing ke masjid yang dikelola Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo Indonesia dan Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) itu. Mereka, antara lain, dari Singapura, Malaysia, Vietnam, Cina, Belanda, Prancis, Amerika, dan Australia. “Kalau wisatawan dari dalam negeri ya hampir setiap hari, bahkan jamaah masjid ini di musim Ramadhan tidak hanya datang dari Surabaya, tapi ada juga jamaah yang datang dari Sidoarjo, Mojokerto, dan Gresik,” ungkap Hasan Basri.
Banyaknya pengunjung menyebabkan kapasitas masjid sekitar 300-an jamaah itu dibuat membeludak sehingga takmir masjid selalu membentangkan karpet di halaman masjid, untuk menampung sekitar 1.500-2.000 jamaah yang shalat di Masjid Cheng Hoo. “Mereka datang sejak sore hingga shalat Tarawih, sedangkan untuk takjil hanya disediakan 600 bungkus makanan pada setiap hari berupa es dan kurma. Lalu, setelah shalat Maghrib berjamaah ada takjil sesi kedua berupa nasi dan lauk pauk,” ujar Hasan Basri. Secara terpisah, Manajer House of Sampoerna, Ina Silas, mengatakan Masjid Muhammad Cheng Hoo menjadi salah satu sasaran dalam “Ngabuburit Track” yang digelarnya pada 2-28 Agustus 2011. “Menunggu waktu berbuka puasa dapat diisi dengan kegiatan bermanfaat seperti menambah wawasan tentang masjid-masjid di Surabaya, di antaranya Masjid Cheng Hoo dan Masjid Kemayoran,” katanya. Didampingi Manajer Museum
“HoS” Rani Anggraini, ia menjelaskan, Masjid Muhammad Cheng Hoo menjadi sasaran wisata karena memiliki arsitektur unik dengan nuansa Tionghoa. “Rancangan awal masjid itu diilhami dari bentuk masjid Niu Jie di Beijing yang dibangun pada 996 Masehi, sehingga ada makna filosofi pada setiap bagian dari bangunannya,” kata Ina. Misalnya, di bagian atas bangunan utama berbentuk segi delapan (pat kwa) yang dalam bahasa Tionghoa berarti jaya dan keberuntungan. Ada juga makna sejarah untuk masjid itu terkait Laksamana Cheng Hoo, pelaut ulung dari negeri Tiongkok yang sempat singgah di Indonesia. “Sedangkan Masjid Kemayoran merupakan salah satu masjid tertua di Surabaya. Bahkan, menurut prasasti Jawa yang ada di area masjid, Masjid Kemayoran merupakan pemberian dari Pemerintah Hindia Belanda pada masa pemerintahan tahun 1772 - 1776 Masehi,” tutur Ina. ■ antara ed: asep nur zaman
1432 SABTU 27 AGUSTUS 2011
REPUBLIKA
Konsultasi Zakat
Faisal J Achmad
Puasa Bukanlah Penghalang Fernan Rahadi
Tekadnya, medali emas SEA Games untuk Indonesia.
B
agi Faisal J Achmad (29 tahun), menjadi penggawa timnas basket Indonesia selama enam tahun belum lengkap jika dilalui tanpa gelar tertinggi. Karena itulah, pada Ramadhan kali ini pria yang akrab dipanggil Isal itu berdoa kepada Allah supaya bisa mengeluarkan kemampuan maksimal di ajang SEA Games, November nanti. “Saya berharap tahun ini tim basket Indonesia meraih emas,” kata Isal, saat berbincang dengan Republika, Jumat (26/8). Motivasi Isal untuk menorehkan prestasi di SEA Games 2011 memang tengah membubung. Salah satunya karena ia adalah salah satu pemain senior pada skuat asuhan Rastafari Horongbala itu. Dalam enam tahun kariernya di timnas, prestasi tertinggi Isal adalah membantu Indonesia meraih medali perak pada SEA Games 2007 di Nakhon Ratchasima, Thailand. Saat itu, guard Satria Muda (SM) Britama tersebut turut merasakan pahitnya ditekuk timnas Filipina di partai final. Selain berharap emas SEA Games, Isal juga berharap bisa membela SM Britama saat tampil di ASEAN Basketball League (ABL) pada musim 2011/2012 nanti. Pada musim perdana ABL 2009/2010 lalu, lelaki yang mengidolakan pemain LA Lakers, Kobe Bryant, tersebut berhasil mengantarkan SM Britama menembus final. Sayang, di final mereka ditaklukkan klub Filipina, Philippine Patriots, 0-3. “Kalau bisa saya ingin main di dua liga,” ujar Isal. Sejak 2009, atau pada musim pertama pagelaran ABL, SM Britama memang membagi timnya menjadi dua roster, yakni para pemain untuk ABL dan para pemain untuk National Basketball League (NBL). Tahun lalu, Isal hanya masuk roster SM Britama untuk NBL . Demi mencapai dua target tersebut, Isal tetap pada komitmennya berlatih setiap hari, termasuk pada bulan Ramadhan. Try-out timnas di Filipina pada 15-24 Agustus lalu pun dilakoninya sepenuh hati meski harus menahan lapar dan haus. “Puasa tahun ini kurang optimal karena saya hanya bisa fokus pada awalawal Ramadhan saja,” ujar Isal. Di awal Ramadhan, pria asal Sumatra itu masih
18
Diasuh oleh Prof Dr M Amin Suma SH MA Jika ada pertanyaan seputar zakat, silahkan kirim pertanyaan Anda ke e-mail : zakat@republika.co.id
sering melakukan shalat Tarawih berjamaah. Akan tetapi, pada akhir-akhir bulan ia hanya bisa melakukan shalat Tarawih sendiri karena kesibukan berlatih. Meskipun demikian, Isal cukup antusias menjalani puasa tahun ini karena anak sulungnya, Nakeisha Shaquila Klarissa (4 tahun), sudah mulai bisa diajak beribadah bersama meskipun belum bisa menjalani puasa secara penuh. Sementara itu, anak keduanya, Carles Shaquille Al Fayes (1,5 tahun), sudah mulai bisa menirukan gerakan-gerakan shalat. Isal pun berdoa supaya rumah tangga yang dibangunnya bersama sang istri, Rosye Margareth (30 tahun), beserta dua buah hatinya bisa langgeng. “Saya harap kami tetap awet sampai kakek-nenek,” ujar Isal yang berharap bisa membeli rumah baru dalam waktu dekat. Isal selama ini dikenal sebagai pemain yang flamboyan, meskipun di luar lapangan ia mengaku sebagai pribadi yang simpel ● Faisal J Achmad dan tidak macam-macam. Karier basketnya dimulai saat ditawari bergabung oleh klub Pelita Jaya, 1999. Sempat bergabung dengan Kalila pada 2001, akhirnya ia berlabuh ke SM Britama sejak 2002. Tahun depan, kontrak Isal di SM Britama akan habis. Ia pun belum tahu, apakah akan memperpanjang kontrak dengan klub yang diasuh pelatih Fictor Roring tersebut atau tidak. Yang pasti, Isal akan terus bermain basket hingga kondisi fisiknya tidak memungkinkan. “Kalau diperpanjang ya terus (main), kalau tidak, ya cari klub lain,” kata Isal, yang berharap menutup karier basketnya dengan menjadi pelatih itu. Di akhir perbincangannya, alumnus S1 Manajemen Perbanas itu berpesan kepada pembaca Republika agar tetap bersemangat menjalani puasa hingga hari terakhir. “Jangan menganggap puasa sebagai halangan bagi segala aktivitas kita. Saya yakin puasa justru mendatangkan hikmah bagi siapa pun yang menjalankannya,” kata Isal. ■ ed: darmawan sepriyossa
Hukum Utang dalam Perubahan Nilai Uang Saya mempunyai utang kepada teman dalam bentuk mata uang poundsterling. Saya berniat membayar utang tersebut dalam bentuk dolar, karena saya mempunyai deposito dolar. Dolar yang saya bayar sesuai nilainya dengan mata uang poundsterling. Sebelum uang transfer saya diterima teman saya, ada perubahan nilai mata uang, dolar melemah. Bagaimana hukumnya terhadap utang saya tersebut? Wita, Surabaya Dalam hadist riwayat Imam Baihaqi dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW menyatakan bahwa hamba yang paling dicintai Allah adalah hamba yang jika membayar utang, maka membayar dengan cara yang terbaik (tidak ingin merugikan pemberi utang). Dalam kasus Anda, bayarlah dengan dolar yang nilainya sesuai dengan poundsterling yang Anda terima, walaupun pada saat tersebut Anda seolah-olah merugi karena nilai dolar melemah. ■
Hukum Profesi Pialang Saham Bagaimana hukum profesi broker maupun pialang saham dalam Islam? Zakat yang dikeluarkan berdasarkan kategori apa ? Tedi, Thamrin, Jakarta
YOGI ARDHI/REPUBLIKA
Pialang saham dalam istilah fikih disebut simsar. Ini diizinkan ajaran Islam, dengan catatan tidak ada unsur gharar (penipuan) dan tidak menjadi broker dari komoditas yang diharamkan. Jika profesi ini menghasilkan pendapatan (income) maka harus dikeluarkan zakatnya. Nisabnya dianalogikan pada pertanian, yaitu senilai 524 kg beras, dengan kadar zakatnya sebesar 2,5 persen atau lima persen. ■
Ngabuburit
‘Perang Bintang’ di Lapangan Gasibu
ANTARA
Oleh Ichsan Emrald ampir satu bulan Djarum Coklat Ngabuburit menggelar misi besar untuk menghibur masyarakat Jawa Barat dan Jakarta. Mereka menghadirkan musisi atau band legendaris, seperti Iwan Fals dan Gigi,
H
band ‘sejuta RBT’, Wali, hingga band idola masa kini seperti Armada. Cilegon pernah merasakan dahsyatnya band Gigi ketika membawakan genre religi berbalut rock. Di tempat lain, Wali menggetarkan Lapangan Upakarti, Kabupaten Bandung; sementara Armada mendarat di Lapangan Kerkov, membakar semangat mereka sebelum berbuka. Semuanya ditutup ketika Kota Jakarta, Depok, hingga Bekasi mendengarkan shalawat serta musikalisasi puisi Iwan Fals bersama Al Zastrouw. Selain itu, tim Djarum Coklat Ngabuburit dalam setiap pagelaran hiburan berbalut dakwah itu selalu menggelar bazar dan turnamen kuis. Begitu juga dengan kehadiran musisi lokal seperti Ega Robot Percussion. Cuma, baik OI, Para Wali, Pasukan Armada, dan Gigi Kita tak perlu khawatir. Pasalnya, tim Djarum akan mengumpulkan seluruh musisi ini layaknya ‘perang bintang’ di Lapangan Gasibu. Meski lapangan Gasibu —yang kemungkinan namanya berasal dari “gazeebo”— begitu luas, ketika Ngabuburit All Star digelar, niscaya akan ada puluhan ribu pengunjung memadati lapangan itu. Menurut Budhi Agoes Salim, marketing sales officer PT Djarum yang bertanggung jawab atas acara-acara Djarum Coklat di wilayah Jawa Barat, Ngabuburit All Star ialah rangkaian penutup tur Djarum Coklat Ngabuburit.
Menurut Budhi, selama Ramadhan, Djarum Coklat berusaha memberikan makna lebih kepada kaum Muslim yang mengerjakan ibadah puasa. Bukan sekadar diajak ikut menyanyi dan meloncat ria, pengunjung acara juga bisa mendengar tausiah dari para ustaz atau dai, lokal maupun nasional. “Sejak awal, kami ingin memberikan nilai, tak hanya menjual brand rokok, tapi juga berbagi dengan masyarakat. Kami sejak awal berharap lancar dan masyarakat juga menerima dengan baik,” ujar Budi kepada Republika, beberapa waktu lalu. Kemudian, melalui program Ngabuburit All Star, bisa dikatakan, seluruh tugas dan tanggung jawab akan dikumpulkan menjadi satu dalam program itu. Ia menyatakan, Djarum ingin memberikan penutup termanis bagi kaum Muslim dan pecinta musik. Selain itu, Penanggung Jawab National Program PT Djarum Sigit Diop Saputra menambahkan, kegiatan itu memang melibatkan seluruh artis yang selama ini biasanya berkonser terpisah di berbagai kota. Rencananya, Ngabuburit All Star akan dilakukan dari mulai sore hingga hampir tengah malam. Lebih tepatnya, program acara dimulai saat ngabuburit, kemudian berlanjut berbuka, shalat Maghrib, tarawih, berlanjut hingga konser yang berakhir pukul 11 malam. “Ini persembahan kami yang diharapkan tak terlupakan masyarakat,” kata Sigit. ■ ed: darmawan
REPUBLIKA
1432 H
SABTU 27 AGUSTUS 2011
20
Mutiara Hadis PADAT Ribuan warga memadati kawasan Pasar Raya Padang, Sumbar, Jumat (26/8). Beberapa hari menjelang Idul Fitri, sebagian besar warga memilih berburu barang-barang kebutuhan pokok serta pakaian untuk Lebaran.
Dari ‘Aisyah RA berkata, “Nabi SAW beriktikaf pada malam-malam sepuluh terakhir (21-30) Ramadhan sehingga meninggal dunia, kemudian dilanjutkan oleh istri-istrinya sepeninggalnya. (HR Bukhari no 728)
Iktikaf Kisah Orang Saleh Beriktikaf Syahruddin El-Fikri
IGGOY EL FITRA/ANTARA
Demi bulatnya tekad, Mumun menolak dijenguk suami dan anak-anak. A Syalabi Ihsan
D
i asrama putri itu, hanya tiga tenaga kerja wanita (TKW) lagi yang tersisa. Mumun binti Umar, Cucu Sumiati, dan Rasti binti Piat. Itu pun tengah berkemas untuk berangkat ke Bahrain, Jumat (26/8). Sementara yang lain ramai-ramai mudik, mereka justru meninggalkan kampung, menjauhi negara. Tiga perempuan itu tentu tidak akan menghabiskan Idul Fitri di kampung. Mereka berangkat ke timur tengah untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Banyak cerita ketika mereka harus minta izin keluarga untuk pergi bekerja. “Ca, Mama mau kerja,” ungkap Cucu Sumiati, bercerita tanpa sanggup menahan tangis. Cucu harus meninggalkan anak semata wayangnya, Julianti Khairunnisa (4 tahun) dan suaminya di Padalarang, Kabupaten Bandung. Saban Lebaran, ujar Cucu, mereka sebenarnya terbiasa berziarah ke makam orang tua. Selepas itu, keluarga akan
YANG PERGI
Saat Lebaran berkumpul bersama di Padalarang. Namun, Cucu harus pergi. Pekerjaan suami yang tidak jelas dan masa depan sang anak menjadi alasan ia ke luar negeri. “Nanti, gajinya buat usaha,” ujar dia. Kesedihan yang sama tampak pada paras Mumun binti Umar. Perempuan 30 tahun itu harus meninggalkan dua anak, Saifurrahman (6 tahun) dan Luslimirawati (8 tahun). Sebagaimana Cucu, ia pun mendapatkan kerja sebagai pembantu rumah tangga di Bahrain. Bedanya, Mumun punya penyesalan. Perempuan asal Sukabumi itu pergi ke Jakarta dua bulan lalu tanpa izin keluarga. Tergiur tawaran sponsor (pencari TKI di daerah), Mumun pun nekat. Ia pergi ke Jakarta, mengurus surat kesehatan, dan membuat paspor. “Dulu saya nggak boleh kerja. Nggak boleh ke mana-mana,” ujar dia. Justru setelah mendapat kepastian berangkat, Mumun sadar. Restu keluarga kini dianggapnya penting sebagai doa keselamatan. Walhasil, ia meminta
izin untuk pulang sebentar ke Desa Bencoy, Cireunghas, Kabupaten Sukabumi, menemui orang tua dan anak-anaknya. Melihat tekad Mumun, keluarganya luluh. Dua bulan di penampungan, Mumun tidak memperbolehkan sanak familinya menjenguk. “Justru berat kalau ada mereka,” ujar dia. Bahkan, hingga sehari menjelang keberangkatan, suami dan anak-anaknya ingin bertemu Mumun. Permintaan itu ia tolak demi tekad yang sudah bulat. Rasti bin Piat punya cerita lain. Suaminya meninggal setahun lalu karena darah tinggi. Rasti pun harus menanggung kebutuhan hidup dua anaknya, Nur Aina (16 tahun) dan Yustira (20 tahun). Ia sedih, tetapi Jumat, Rasti tetap berangkat. “Saya ingin menyekolahkan Nur Aina sampai kuliah,” kata dia tentang anaknya yang sudah duduk di bangku SMA itu. Untuk Yustira, ia ingin memberi modal putranya itu membuka bengkel di Karawang. Tekad ketiganya memang sebulat bola. Mereka bahkan tak gentar dengan peristiwa terpan-
cungnya TKW Ruyati binti Sapubi di Saudi. “Setiap orang punya takdir masing-masing,” kata Mumun. Rupanya ia yakin ditakdirkan menjadi buruh di negeri orang. Ketiganya mengaku belum banyak tahu kata-kata Arab. Mereka juga bukan orang yang sering pesiar ke luar negeri, tentu. Yang mereka punya hanya panduan nomor telepon Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) pengirim, PT Abdillah Putra Tamala, dan nomor telepon Kedubes Indonesia. “Disuruh menghubungi jika gaji telat atau menerima perlakuan buruk,” kata Rasti. Tapi, tak satu pun dari ketiganya mengaku tahu bagaimana cara menelepon. Bahkan, Rasti mengaku tidak membawa telepon sebagai alat komunikasi di Bahrain. Direktur Marketing PT Abdillah Putra Tamala, Irwan Rosadi, mengungkapkan, sejak pemerintah memberlakukan moratorium pengiriman TKI ke Arab Saudi, negara tujuan beralih ke Qatar, Bahrain, dan Uni Emirat Arab. ■ ed: darmawan sepriyossa
Berbuka di Bandara Chiang Mai Ledia Hanifa* ndangan Asian Forum for Parliamentarian on Population and Development untuk menghadiri pertemuan di Chiang Mai, Thailand, pada pertengahan Ramadhan sempat membuat saya ragu. Hanya yakin ada nuansa Ramadhan yang pasti berbeda membuat saya memutuskan menerima. Saat mendarat di Chiang Mai pukul 18.50, kami langsung disambut buka puasa. Rombongan Indonesia berbuka di area imigrasi yang kosong, tanpa kurma, apalagi kolak. Hanya sekotak jus buah dan beberapa macam roti jatah di pesawat. Sahur di negara orang juga menjadi pengalaman baru. Kardus makanan berukuran 30 cm x 30 cm dengan ketebalan 20 cm yang dikirimkan hotel membuat saya terkejut. Tak terbayang apa isi kardus sebesar itu. Ternyata, isinya kotakkotak plastik kecil berisi buah-buah potong, sayuran salad dan sausnya, sekotak jus buah, dan lima macam roti. Makanan sebanyak itu tak
U
dapat saya habiskan. Petang itu, selesai sesi hari pertama, saya bersama seorang kawan berjalan menuju masjid. Tidak jauh, hanya 10 menit. Menyenangkan, diselingi berbelanja makanan ringan dan jus untuk takjil di sebuah mini market. Masjid yang kami datangi bernama Hidayatul Islam Banhaw. Sebuah masjid besar berbentuk huruf L dengan kubah hijau tua. Lantai bawah tampaknya biasa dipergunakan untuk pertemuanpertemuan. Ditata dengan meletakkan sejumlah meja makan bundar yang dikelilingi 6–7 kursi. Di atas meja sudah tersedia nasi, semur daging dengan kentang, sop daging dengan kentang, rebusan daging sapi diiris tipis-tipis, dan ayam kukus—seperti ayam pop di warung Padang, tanpa saos. Ada juga soun goreng. Ada teko plastik berisi minuman dingin yang kekuningan. Selain mangkok, piring, sendok dan gelas, tidak tampak ada penganan. Hampir semua meja terisi penuh hingga yang hadir sekitar 150-an orang.
Ada yang datang bersama anakanak dan orang tua, ada remaja-remaja. Mereka menyimak ceramah yang disampaikan seorang ustaz dalam bahasa setempat. Yang dapat kami ikuti hanyalah bacaan ayat Alquran atau hadis. Karena kebingungan mencari tempat, kami bertanya pada seorang ibu. Alhamdulillah, ia dapat berbahasa Inggris sedikit. Makanan-makanan di meja itu disediakan cuma-cuma untuk jamaah dan kami dipersilakan untuk memilih tempat sendiri. Menjelang azan, ibu di sebelah kami membagikan sebutir kurma dan menuangkan air dari teko. Ia juga membuka bungkusan kolak pisang yang dibawanya. Ooo, ternyata setiap orang membawa penganan berbuka sendiri-sendiri. Setelah selesai shalat, barulah acara makan bersama dimulai. Mereka makan sambil berbincang. Saya perhatikan banyak keluarga yang membawa bekal sendirisendiri. Petang berikutnya, kami kembali berbuka di Bandara Chiang Mai untuk terbang menuju Bangkok.
Sangat tidak nyaman. Waktu boarding mepet dengan waktu berbuka puasa. Kami harus masuk ruang tunggu, tapi harus berdebat panjang dengan petugas keamanan. Mereka melarang kami membawa air minum untuk berbuka. Mereka bahkan berkeras agar kami meminumnya di hadapan mereka saat itu, padahal waktu Maghrib masih 15 menit lagi. Untunglah, akhirnya mereka menyerah. Minuman boleh dibawa, tetapi kami harus meminumnya di kursi-kursi tunggu dengan pengawasan mereka. Tak jadi masalah. Kami berkumpul sambil mengeluarkan makanan dan minuman untuk berbuka. Jadilah seperti piknik. Perjalanan itu mengingatkan saya bahwa meskipun Allah memberi kemudahan untuk musafir, manusia dapat mengukur kemampuannya sendiri. Pasalnya, perjalanan sekarang ini jauh lebih nyaman daripada saat masa Rasulullah SAW. ■ ed: darmawan sepriyossa
* Anggota Komisi IX DPR dari FPKS
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS al-Qadar [97]: 3). Karena itu, banyak ulama, ahli ibadah, dan orang-orang saleh, saling berlomba memperbanyak ibadah selama bulan Ramadhan, khususnya memasuki 10 hari terakhir Ramadhan. Mereka enggan untuk menyia-nyiakan kesempatan setahun sekali itu. Umar bin Khattab RA, memiliki cara tsendiri dalam upayanya meraih kemuliaan lailatul qadar. Ia shalat sepanjang malam hingga terdengar azan Subuh. Cara ini senantiasa dilakukan setiap Ramadhan, terlebih saat 10 hari terakhir. Hal yang sama juga dilakukan Usman bin Affan. Khalifah ketiga dari khulafaur rasyidin ini menghabiskan malam Ramadhan dengan shalat malam, lalu mengkhatamkan Alquran. Pun demikian halnya dengan Ali bin Abi Thalib RA. Menantu Rasulullah SAW ini senantiasa menyediakan waktu khusus untuk bermunajat kepada Allah, apalagi pada 10 malam terakhir Ramadhan. Sahabat lainnya pun tak mau kalah dalam memanfaatkan momentum kedatangan tamu istimewa yang bernama Ramadhan. Begitu juga dengan para imam mazhab. Imam Abu Hanifah, ketika memasuki 10 hari terakhir, beliau hanya tidur sebentar di siang hari. Pada malam harinya, dihabiskan untuk beribadah kepada Allah, baik dengan membaca Alquran, berzikir, dan tasbih. Saat membaca Alquran, Imam Abu Hanifah sering kali menangis karena tak kuasa membaca ayat-ayat yang menceritakan tentang azab Allah. Imam Syafii bahkan setiap Ramadhan sanggup mengkhatamkan Alquran sebanyak 60 kali. Sejak usia antara 7 dan 10 tahun, Imam Syafii sudah hafal Alquran. Tak heran, sehari-hari beliau banyak bersentuhan dengan Alquran. ■