REPUBLIKA
JUMAT, 2 SEPTEMBER 2011 / 3 SYAWAL 1432 H n 13
Diharapkan ada peningkatan ibadah.
Oleh Damanhuri Zuhri
A
lat ukur. Hal ini disampaikan oleh cendekiawan Muslim Nasaruddin Umar mengenai bulan Syawal. Ia mengatakan, Syawal dapat dijadikan sebagai pengukur apakah Ramadhan seseorang mabrur atau sebaliknya. Dan, mabrur tidaknya sebuah ibadah mahdah, ujar dia, teridentifikasi setelah pelaksanaannya, seperti ibadah haji. “Mabrur atau tidaknya haji kita diukur berdasarkan tingkat perubahan dan keistiqamahan,” katanya, Kamis (25/8). Jika seseorang dapat mengubah dirinya menjadi lebih baik dibandingkan sebelumnya dan konsisten dalam nilai-nilai luhur ibadah, tanda-tanda kemabruran ada pada dirinya. Meski, kepastian kemabruran itu hanya Allah SWT yang tahu. Menurut dia, bekal yang perlu dipertahankan Muslim pada bulan Syawal adalah kebiasaan untuk senantiasa berlaku sabar, ikhlas, tekun, menjaga keluhuran budi pekerti, kejernihan batin, kebersihan hati, dan kelurusan jalan pikiran. “Bekal ini penting karena itulah yang akan membentengi kita dari berbagai godaan agar kita tidak jebol,” jelasnya. Hal tersebut terkait dengan target puasa Ramadhan yang mestinya dipahami benar oleh setiap Muslim. Ia mengatakan, sesuai dengan petunjuk Nabi Muhammad SAW, contohlah akhlak Allah. Salah satu target berpuasa ialah memperoleh derajat ketakwaan kepada Allah yang bisa diprogram dan ditakar di dalam diri masing-masing. Ibarat panas setahun dihapuskan oleh hujan sehari. Setelah 11 bulan hidup di dalam suasana power struggle, penuh persaingan, over masculine, dan sesekali muncul konflik, maka pada bulan suci, Muslim berada di dalam bulan yang feminin, penuh kelembutan, dan kasih sayang. Jika di luar Ramadhan terasa Tuhan transenden, jauh dari kita, maka pada Ramadhan terasa Tuhan itu imanen, dekat sekali. Transendensi Tuhan terasa manakala seseorang terlalu dalam dicengkeram oleh logika dan pemikiran, seolah-olah semuanya harus dilogikakan. Sesuatu yang tidak masuk akal, tidak ada tempatnya di dalam diri. Akibatnya, pragmatisme menjadi pandangan hidup. Baik buruknya sesuatu diukur berdasarkan kepentingan
Menapaki Syawal
FOTO-FOTO: AP
dan selera biologis. Oleh karena itu, tentu hidup terasa melelahkan, kering, dan tak pernah tenang. Kedekatan Tuhan, jelas Nasaruddin, terasa ketika seseorang memberi sedikit ruang kepada batin guna merasakan kehangatan belaian kasih sayang Tuhan di dalam dirinya. “Puasa diharapkan mampu melembutkan jiwa dan meluruskan jalan pikiran kita,” tambahnya. Ia pun mengevaluasi apa yang terjadi pada Ramadhan lalu sebagai sebuah introspeksi. Menurut dia, ada dua fenomena sosial keagamaan yang muncul setiap bulan Ramadhan, yaitu syiar dan kesemarakan serta fenomena penghayatan dan pendalaman makna. Yang pertama melibatkan emosi jamaah untuk merayakan Ramadhan dan yang kedua lebih menekankan kesadaran dan kekhidmatan beribadah. Idealnya, kedua fenomena ini diintegrasikan jika menghendaki umat yang produktif. Sayangnya, umat Islam selama ini masih lebih banyak berorientasi pada kese-
marakan dan mengabaikan aspek penghayatan dan pendalaman makna. Hasilnya, masih terdapat jarak antara perilaku umat dengan esensi tujuan agama. Dengan kata lain, masih terdapat jarak antara umat dan ajaran agamanya yang melahirkan paradoks antara kesalehan individu dan sosial. Sering kali ditemukan amar makruf tidak berbanding lurus dengan nahi mungkar. Mereka beribadah sama rajinnya dengan melakukan maksiat dan pelanggaran lainnya. “Seolah tak ada hubungan antara shalat, puasa, haji, dan korupsi. Ketaatan beragamanya tak memproteksi dirinya dari kebatilan,” kata Nasaruddin. Malah ada fenomena, yang berkali-kali haji dan umrah berulang kali korupsi berjamaah. Pakar Alquran Muchlis M Hanafi menguraikan, Syawal terambil dari akar kata yang terdiri atas syin, waw, dan lam. Maknanya berkisar pada kata naik, meningkat, ringan. Dahulu, orang Arab menamakan bulan dengan keadaan atau
MENGUSUNG TEKAD
Oleh Indah Wulandari
yu Andini Ibrahim telah memutuskan langkah apa yang dilakukannya pada Syawal ini. Masa pembuka dalam menapaki bulan-bulan selanjutnya setelah Ramadhan usai. Mungkin sederhana, tapi inilah keputusan yang menurutnya sangat penting. Ia hanya ingin ibadahnya meningkat. Ia mengaku, akan sangat menyayangkan jika grafik ibadah pada Syawal tak beranjak dari bulan-bulan sebelumnya. “Saya berprinsip, setiap harinya, harus berbuat lebih baik dalam menjalankan ibadah,” kata calon apoteker ini, pekan lalu. Selain ibadah wajib, kebiasan-kebiasaan positif lain yang sudah lekat padanya akan ia lestarikan. Misalnya, ia lebih banyak beramal kepada kaum dhuafa serta menahan emosi yang kerap bergejolak. Jika dilakukan dalam keseharian, ujar Andin, panggilan Ayu Andini Ibrahim, itu menjelma sebagai kebiasaan. Cita-cita lain yang hendak diterapkan pada Syawal ini adalah mengaji Alquran. Ia berharap, lebih banyak mengaji kitab sucinya itu. Ia mampu menggerakkan hatinya untuk bertadarus setelah shalat tarawih pada Ramadhan dan ia menilai sangat bagus diteruskan setelah setiap shalat fardhu. Gairah mengisi Syawal bukan hanya monopoli Andin. Dorongan yang kuat mengisi hati Anik Fadhilla, seorang pegawai swasta di Surabaya, Jawa Timur.
A
Ia kemungkinan akan fokus pada Alquran. Membaca Alquran hingga khatam adalah salah satu wujud tekadnya itu. Baginya, Syawal adalah masa yang baik mengawali perbaikan dan introspeksi diri. “Saya ingin menjadi manusia baru.” Ia berusaha memasukkan dirinya ke dalam kategori Muslimah ideal. Dalam pandangannya, itu ditandai dengan tingkah yang lebih baik dibandingkan waktu-waktu sebelumnya. Lebih dulu, ia mendata hal apa saja yang cenderung melahirkan mudarat baginya. Hal-hal itu akan dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali. Manajemen waktu ia tekankan pula, terutama bagaimana mengatur dengan baik waktu untuk beribadah dan aktivitas lainnya, termasuk bekerja. “Di sela jam kerja, saya akan menyempatkan untuk mengaji,” ungkap Anik. Sementara itu, Aan Suhendra, pemilik biro perjalanan, menetapkan prioritas lain dalam mengisi Syawal tahun ini. Dia mau mengganti waktu yang banyak tersita untuk melayani pemakai jasa biro perjalanannya selama ini dengan memperdalam agama. Ia merasa sangat sayang bila tak melakukannya, apalagi melalui biro perjalanannya, ia sering mengantarkan pelanggannya menjejak Tanah Suci, khususnya menunaikan umrah saat Ramadhan. Meski secara ritual dia melakoni pula ibadah umrah ini, ia anggap sangat perlu mengkaji lebih mendalam makna ibadah tersebut. Hal praktis yang lebih dulu
adalah mempraktikkan kebaikan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Bukan melulu pada ibadah, melainkan juga hubungan dengan orang lain dalam masyarakat. Ia mengaku, Ramadhan yang baru saja terlampau membekas di dalam hatinya. Ia terus membatin agar memberikan yang terbaik kepada Allah dengan jalan beribadah secara total kepada-Nya. Tak heran bila ia tak sebatas menjalankan ibadah wajib, lebih jauh, ia membiasakan mempraktikkan ibadah sunah. Ini, kata Aan, menyempurnakan ibadah wajib. Perspektif lain dimiliki Adistya Riska. Karena itu, ia mengusung cara lain dalam mengawali Syawal. Karyawati swasta bidang layanan kesehatan ini mengambil hikmah dari kebersamaan antaranggota keluarganya kala Ramadhan. “Kesempatan beribadah bersama orang tua dan saudara menjadi perekat rasa kekeluargaan di antara kami,” jelas dia. Bahkan, momen Ramadhan biasanya ia manfaatkan guna meraih pahala dengan membahagiakan sesama, khususnya orang-orang terdekatnya. Dia meyakini, hal semacam itu membuka keberkahan untuk kehidupannya. Tak lupa, ia juga menggunakan Syawal sebagai pembuka kesempatan untuk saling memaafkan dan ber tobat. Lantaran, ia menilai dirinya masih belum mampu memberikan yang terbaik sebagai hamba Allah dan anak dari orang tuanya. n ed: ferry kisihandi
peristiwa yang terjadi saat itu, seperti Ramadhan yang datang saat panas terik. Dalam situasi panas, unta tidak menghasilkan susu. Itulah saat Syawal. Menurut pakar bahasa, al-Farra, dinamakan demikian karena saat itu unta sering mengangkat ekornya akibat panas. Dulu, masyarakat Arab menganggapnya sebagai bulan yang tidak baik untuk menikah sebab perempuan tidak akan mau digauli oleh suaminya seperti yang dilakukan unta dengan mengangkat ekornya. Pandangan ini dibatalkan oleh Islam sebab semua hari itu baik. Rasulullah menikahi Aisyah di bulan Syawal dan ternyata beliau menjadi istri yang sangat istimewa bagi Rasul. Apa pun sebab penamaan Syawal, yang jelas setelah melewati bulan Ramadhan dengan segala aktivitas ibadah di dalamnya diharapkan ada peningkatan dalam amal ibadah. “Pembiasaan pada Ramadhan semoga dapat membuat kita ringan beramal kebajikan di kemudian hari.” Latihan fisik dan olah jiwa selama
bulan Ramadhan dengan melakukan pelbagai amal ibadah, ujar Muchlis, menjadi bekal dalam memasuki masa-masa berikutnya. Agar perilaku terpuji tetap terjaga dan bahkan meningkat, diperlukan istiqamah. “Salah satu pertanda amal ibadah kita diterima Allah yaitu munculnya dorongan dalam jiwa untuk terus melakukannya.” Dengan demikian, jangan hanya pada bulan Ramadhan berlaku baik dan rajin beribadah. Sifat pemaaf, sabar, dermawan, dan sifat-sifat terpuji lainnya yang dibiasakan pada bulan Ramadhan hendaknya dipertahankan. Dan, agar terasa ringan dalam melakukan itu semua diperlukan keikhlasan. Setia menjalankan perintah agama itu berat, tetapi dengan keikhlasan akan terasa ringan. Muchlis menuturkan, salah satu bentuk istiqamah dalam meneladani sunah Rasulullah pada bulan Syawal yaitu berpuasa enam hari, yang dalam hadis riwayat Muslim disebut bernilai seperti puasa selama setahun. n ed: ferry kisihandi
REPUBLIKA
tuntunan
JUMAT, 2 SEPTEMBER 2011
Memberi Nasihat
AGUNG SUPRIYANTO
Nabi melakukannya dengan sejumlah cara dan mempertimbangkan situasi serta kondisi.
Oleh Ferry Kisihandi
S
eseorang datang menghadap Nabi Muhammad SAW. Ia mengadukan sesuatu yang membuatnya kesal dan terhina. Sang majikan, Abu Dzar, telah memanggilnya dengan sapaan “Hai yang beribukan perempuan berkulit hitam.” Karena sebutan ini, ia bergegas menemui Muhammad dan ingin keberatannya itu didengar, meski dia hanya seorang pembantu atau budak. Tak lama berselang, Abu Dzar ditegur dan dinasihati. Muhammad menegaskan kepada sahabatnya itu bahwa apa yang
dilakukannya termasuk akhlak jahiliah. Seorang pembantu adalah saudara yang dijadikan Allah di bawah kekuasaannya. Hendaklah dia diberi makanan seperti yang Abu Dzar makan dan demikian pula dengan pakaiannya. Jangan pernah, ujar Muhammad, mempekerjakan mereka di luar kemampuannya. Justru, bantulah mereka jika pekerjaan itu berat. Abu Dzar menyadari kekeliruannya dan menyampaikan terima kasih kepada Muhammad atas nasihatnya itu. Lebih jauh, dia juga menjalankan kandungan nasihat yang disampaikan kepadanya. Pada suatu hari, terlihat di hadapan orang banyak Abu Dzar mengenakan pakaian yang sama bagusnya dengan milik
pembantunya. Sopian Muhammad dalam bukunya, Manajemen Cinta Sang Nabi, menceritakan kemampuan Rasulullah membuat Abu Dzar menuruti nasihatnya karena begitu dipercayainya sosok beliau oleh Abu Dzar. Kepercayaan ini buah dari perilaku terpuji Nabi Muhammad di tengah masyarakatnya sehingga menjadi teladan bagi para sahabatnya. Bahkan, dia menyatakan siap membantu memecahkan persoalan yang dihadapi sahabatnya. “Bertanyalah kepadaku. Tidaklah kalian bertanya padaku melainkan akan aku jelaskan jawabannya kepada kalian,’’ kata Muhammad dalam hadis riwayat Bukhari. Suami Khadijah ini menambahkan, ia adalah seorang nabi dan pemberi nasihat. Berlaku layaknya saudara kandung dan seorang ayah yang memberikan kasih sayang kepada anaknya. Beliau bukan hanya tempat bertanya, melainkan juga meluruskan kekeliruan yang dilakukan umatnya dan para sahabatnya, seperti yang dia lakukan pada Abu Dzar. Dalam buku Rasulullah Manusia Tanpa Cela disebutkan, Rasul memberikan nasihat dan teguran dengan beragam cara serta melihat situasi dan kondisi mereka yang diberi teguran. Terkadang, dilakukan dengan isyarat dan suatu saat dengan memalingkan wajah. Bila keadaan memaksa, Beliau memutuskan hubungan untuk sementara waktu atau menampakkan ketidaksukaan pada wajahnya. Nabi pernah menegur Muadz bin Jabal dengan keras. Ini terkait dengan sikap Muadz yang mengimami shalat dengan bacaan yang terlalu panjang hingga ada jamaah yang memutuskan menghentikan shalatnya dan keluar meninggalkan tempat shalat. Ia tak betah mengikuti shalat yang berlangsung terlalu lama. Muadz akhirnya mengetahui ada makmun yang meninggalkan shalat yang diimaminya. “Dia seorang munafik,’’ seru Muadz. Si makmun mendengar pernyataan Muadz dan segera menyampaikan hal ini kepada Rasulullah. Muadz ditegur, “Apakah engkau akan menimbulkan
fitnah?’’ Teguran tersebut diulangnya sebanyak tiga kali. Memboikot adalah cara lain Muhammad menegur sahabatnya. Ini misalnya dilakukan terhadap tiga orang sahabat yang tak ikut dalam Perang Tabuk tanpa uzur dan alasan apa pun. Ketiganya adalah Ka’ab bin Malik, Hilal bin Umayyah, dan Maraarah bin Rabi. Dia tak mengajak mereka bicara dan memperlihatkan sikap acuh. Sahabat lainnya diperintahkan bersikap sama. Tiga sahabat itu merasakan batinnya tersiksa akibat pemboikotan itu. Allah SWT menggambarkan betapa gelisah dan dukanya hati mereka. Bumi yang luas mereka rasakan menjadi sangat sempit. Tak ada kejelasan sebelum Allah memberikan ampunan kepada mereka. Ka’ab, salah satu dari tiga orang itu, mengungkapkan perasaan selama masa boikot. “Sampai-sampai dinding yang ada di sekitarku bagaikan ikut berubah sikap kepadaku, aku tidak melihatnya sebagai hal yang biasa,’’ kata Ka’ab. Dengan tujuan menanamkan pendidikan mengenai kebaikan sejak dini, Rasulullah pun menyampaikan teguran. Salah satunya kepada mereka yang berbuat curang dan berkhianat. Abdullah bin Busr ash-Shahabiy menuturkan pengalamannya mengenai hal ini. Ia pernah diutus ibunya ke rumah Rasulullah untuk memberikan setandan anggur. Sebelum sampai ke tempat tujuan, ia mengaku memakan sebagian anggur itu. Saat tiba di tempat Rasulullah, beliau tahu bahwa Abdullah telah berbuat curang dan ia menjewer telinga Abdullah sambil berkata, “Wahai si curang.’’ Ini merupakan pelajaran untuk mengingatkan agar Abdullah tak berbuat curang terhadap amanat yang diembannya. Hal ini bertujuan agar bila kelak mereka dewasa, mereka tak menjalankan keburukan dengan mengkhianati amanatamanat yang dipercayakan kepada mereka. Bila itu dibiarkan begitu saja, mereka akan terus tumbuh dengan membawa ketidakjujuran. n
fatwa
Menghibahkan Harta Oleh Ferry Kisihandi ada suatu kesempatan, Anas menyampaikan ucapan Rasulullah. “Seandainya aku diberi hadiah sepotong kaki binatang, tentu akan menerimanya.” Beliau menambahkan, jika ada undangan makan dengan lauk kaki binatang, akan dipenuhinya undangan itu. Muslim dianjurkan pula untuk saling memberi hadiah. Ada hikmah di balik itu, muncul rasa mencintai satu sama lain. Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah mengatakan, memberikan hadiah, sedekah, dan apa yang disebut ibraa atau penghibahan utang kepada orang yang berutang adalah bagian dari makna umum hibah. Secara khusus, hibah berarti akad pemberian harta milik seseorang kepada orang lain pada saat masih hidup tanpa adanya imbalan. Hibah dimiliki setelah terjadinya akad. Allah SWT mensyariatkan hibah sebagai sarana penjinakkan hati dan meneguhkan kecintaan antara sesama manusia. Rasulullah menganjurkan hal yang sama. “Saling memberi hadiahlah, maka kalian akan saling mencintai.” Setelah menerima hadiah, biasanya beliau membalas hadiah kepada yang memberinya. Ini menjadi teladan bagi sahabat-sahabatnya. Tak heran, untuk menggapai tujuan utama hibah, yaitu terpeliharanya persahabatan dan persaudaraan, Muhammad menerima hibah, misalnya, dalam bentuk hadiah, meski mungkin apa yang diterima itu adalah barang kurang berharga. Dengan landasan ini, para ulama bersepakat makruh bagi seseorang yang menolak hadiah tanpa ada halangan yang bersifat syara. Abu Hurairah mengungkapkan, membeberkan apa yang disampaikan Rasul agar setiap Muslim memberi hadiah pada satu sama lainnya. Ini dapat menghilangkan rasa benci di dalam dada. “Janganlah tetangga perempuan meremehkan hadiah dari tetangganya.” Dalam rekaman sejarah, beliau pernah menerima hadiah dari orang kafir, di antaranya dari Kisra dan Muqaukis. Sebaliknya, ia pun memberi hadiah. Ada sebuah hadis yang diriwayatkan Ahmad, Tirmidzi, dan Abu Dawud menceritakan mengenai Iyadh yang memberikan
P
hadiah kepada Rasulullah. Waktu itu, Rasul bertanya kepadanya apakah ia telah masuk Islam. Iyadh menjawab belum. Setelah mendengar jawaban itu, Rasul menyatakan, dia dilarang menerima hadiah dari Iyadh yang musyrik. Merespons hadis ini, al-Khattabi menjelaskan, hadis itu telah dimansukh sebab Nabi Muhammad pernah menerima begitu banyak hadiah dari orang-orang musyrik. Menurut Asy-Syaukani, Bukhari menuliskan di dalam kitab sahihnya pada bab menerima hadiah dari orang musyrik, sebuah hadis yang membolehkan menerima hadiah dari penyembah berhala. Ustaz Aam Amiruddin dalam buku Bedah Masalah Kontemporer mengatakan, seorang Muslim boleh menerima hadiah dari non-Muslim. Syaratnya, selama hadiah tersebut tidak berkaitan dengan peribadatan mereka. Begitu juga, kata dia, Muslim boleh memberikan hadiah kepada mereka. Ia mengutip pernyataan Ali bin Abu Thalib. “Kaisar juga pernah memberi hadiah kepada Nabi, lalu beliau menerimanya. Demikian pula para raja memberi hadiah, lalu beliau menerimanya pula.” Aam mengatakan, kalau hadiah tersebut berkaitan dengan peribadatan, misalnya Natalan, haram untuk menerimanya. Bagi dia, dalam urusan duniawi, Muslim perlu bersikap hormat, santun, dan jujur kepada siapa pun, baik Muslim maupun non-Muslim. Disunahkan, tambah Sayyid Sabiq, membalas suatu hadiah walaupun hadiah itu berasal dari orang yang lebih tinggi kedudukannya. Rasulullah biasanya memberikan yang lebih baik, maksudnya agar tak ada seorang pun yang mengutangkan kebajikan kepadanya. Bila ada seseorang diberi hadiah dan disyaratkan untuk membalasnya, ia wajib membalas hadiah itu. Mayoritas ulama, jelas Sabiq, sepakat membolehkan seseorang yang memutuskan menghibahkan seluruh hartanya kepada orang lain. Namun, Muhammad bin Hasan dan sebagian kalangan Hanafi menegaskan, tidak sah menghibahkan semua harta meskipun hibah tersebut dengan tujuan kebaikan. Mereka menganggap, orang yang berbuat demikian adalah orang bodoh yang wajib dibatasi tindakannya. n
14
pustaka syafi’i 4 x 270
REPUBLIKA
komunitas
JUMAT, 2 SEPTEMBER 2011
Santriwati Gontor Ikut Jambore Internasional
Muhammadiyah Berikan Bantuan untuk Somalia ragedi kelaparan yang terjadi di Somalia melahirkan keprihatinan dan solidaritas kemanusiaan dari seluruh dunia. Muhammadiyah sebagai organisasi sosial keagamaan turut berpartisipasi meringankan beban saudarasaudara di Somalia yang kini masih harus berkutat dengan bencana kemanusiaan itu. “Kami turut merasakan penderitaan rakyat Somalia. Semoga musibah dan cobaan yang menimpa mereka bisa segera berakhir,” kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin saat menyerahkan bantuan melalui LAZIS Muhammadiyah (LAZISMU) sebesar Rp 100 juta di Gedung Dewan Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (26/8) pekan lalu. Mudah-mudahan ini baru sebuah awal bantuan untuk mereka yang ada di Somalia. Selanjutnya, kata Din, Muhammadiyah akan
T
membuka posko dan rekening bantuan untuk Somalia atas nama lembaga amil zakat yang dimiliki Muhamadiyah. Pimpinan wilayah dan daerah Muhammadiyah di seluruh Indonesia ia kerahkan pula untuk menggalang dana bantuan. Bagi Din, apa yang Muhammadiyah lakukan melalui lembaga amil zakatnya dan pimpinan Muhammadiyah itu adalah sebuah bentuk solidaritas. Duta Besar Somalia untuk Indonesia Mohamud Olow Barow memberikan apresiasi atas bantuan tersebut. Ia berterima kasih sebab Muhamamdiyah mempunyai perhatian terhadap penderitaan rakyat Somalia. “Insya Allah bantuan ini akan disampaikan ke Somalia dan berguna untuk meringankan beban penderitaan yang sedang menimpa kami,” kata Barow.
15
Oleh Damanhuri Zuhri ebanyak 38 ribu anggota pramuka dari 150 negara mengikuti Jambore Internasional ke-22 di Swedia. Indonesia juga mengirimkan kontingennya dan santri Pondok Pesantren Modern Gontor menjadi bagian di dalamnya. Jambore yang berlangsung pada 27 Juli hingga 15 Agustus 2011 itu bertema Meetings, Nature, and Solidarity. Jambore menyatukan peserta dengan budaya, agama, suku, dan negara berbeda dalam satu persaudaraan dan solidaritas. Indicahya Angraeni, pembimbing kontingen Gontor Putri, dalam keterangannya Kamis (25/8), mengatakan Indonesia mengirimkan 191 orang. Mereka berasal dari berbagai kota, salah satunya Jawa Timur dengan 19 santri Gontor. Indicahya menyebutkan, kontingen Gontor dilepas pimpinan Pondok Gontor pada 19 Juli 2011. Waktu itu, peserta diminta dapat melakukan syiar Islam dalam setiap kegiatan. Setelah beberapa hari mendapat pembekalan di Cibubur, Jakarta Timur, akhirnya kontingen Indonesia dilepas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara pada 22 Juli 2011.
S
n kiriman muhammadiyah ed: ferry kisihandi
DOK MUHAMMADIYAH
FOTO-FOTO: DOK GONTOR
Setelah melewati perjalanan selama 16 jam, kontingen tiba di lokasi perkemahan. Kegiatan Jambore silih berganti dilalui. Salah satunya adalah Indonesia Day. Pada momen ini, kontingen Gontor Putri menampilkan Tari Tongkat yang menjadi pembuka. “Mereka mendapatkan sambutan hangat,” kata Indicahya. Mereka juga mengalami pengalaman berpuasa di negeri orang. Indicahya mengatakan, siangnya lebih panjang dibandingkan di Indonesia, yaitu 17 jam. Malamnya sangat pendek. Kontingen lain mengetahui kontingen Indonesia ada yang berpuasa dan sangat menghormati. “Mereka pun tertarik menanyakan tentang Islam,” ungkapnya. Menurut Indicahya, mereka bertanya mengenai penampilan
anggota kontingen yang mengenakan jilbab, dengan penampilan serba tertutup. Pertanyaan itu direspons dengan baik. Ia menyatakan, kontingen Gontor Putri mencoba menerangkan hal itu sesuai dengan ajaran yang selama ini pelajari dan yakini. Kegembiraan mereka rasakan ketika berbuka setelah menahan lapar dan dahaga puluhan jam. Tak lupa, mereka shalat Tarawih yang dilakukan di masjid darurat meski harus menahan cuaca yang sangat dingin dan rasa kantuk. Tarawih mulai pukul 23.30 hingga 01.00 waktu setempat. Di masjid, mereka bertemu Muslimah dari negara lainnya, seperti Mesir, Aljazair, Pakistan, dan Lebanon. “Ada 51 orang yang berjilbab, termasuk kami dari Gontor,” katanya. n ed: ferry kisihandi
Undip Selenggarakan Talkshow Islam untuk Indonesia Oleh Indah Wulandari slam sebagai rahmatan lil alamin dipilih untuk tema talkhsow Islam untuk Indonesia yang diselenggarakan Takmir Masjid Universitas Diponegoro (Undip), Semarang. Kegiatan ini diselenggarakan pada paruh sepuluh hari terakhir Ramadhan lalu. Latar belakang adanya acara ini untuk merespons isu terorisme atas nama Islam yang marak diberitakan di berbagai media. Pihak takmir yang bekerja sama dengan Rohis Insani Undip merasa bertanggung jawab agar paham itu tak menyentuh pemuda-pemuda di Semarang. Dua pembicara dihadir-
I
kan, yaitu Ustaz Muhammad Jazir, takmir Masjid Jogokaryan, Yogyakarta, dan Noor Huda Islamil, pengamat terorisme. Talkshow dibuka dengan uraian mengenai sejarah peradaban Islam. Di sisi lain, tidak bisa dipungkiri bahwa perjuangan pergolakan melawan penjajah pun di inisiasi para ulama dan pejuang Islam yang muncul melalui masjid-masjid. Maka, lahirlah tokoh-tokoh penggerak seperti HOS Cokroaminoto, yang dianggap guru bagi para pejuang dari semua gerakan. Intinya, Muslim berperan dalam perjuangan bangsa. Ustaz Jazir dalam pembicaraannya menitikberatkan pada revitalisasi
peran masjid untuk melanjutkan perjuangan para tokoh Islam dan solusi bangsa. “Masjid merupakan basis perjuangan baik pada zaman Rasulullah maupun sejarah Indonesia,” katanya. Sekarang masjid pun bisa menawarkan solusi bagi perbaikan bangsa karena dari masjid lahir pemimpin-pemimpin yang siap memimpin dunia. Jika Ustaz Jazir fokus pada fungsi masjid, Noor Huda Ismail lebih menitikberatkan pada citra Islam sebagai rahmatan lil alamin yang kini memudar karena mengalami berbagai macam perang pemikiran dan isu teroris. Menurut dia, teroris menjadi sangat lekat dalam wajah Islam
seakan keduanya adalah dua hal yang tak terpisahkan. “Padahal, Islam dan terorisme merupakan hal yang jauh berbeda,” kata Noor Huda. Ketua Rohis Insani Undip, Dwi Putro Utomo Utsman, mengatakan dengan talkshow ini diharapkan dapat mencegah generasi muda dari paham yang salah dan ke depan terjalin komunikasi yang baik antar-Muslim dalam agenda perbaikan bangsa. “Kami juga ingin bangsa Indonesia yang mayoritas warganya beragama Islam benar-benar dapat mengaktualisasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Dwi Putro. n ed: ferry kisihandi
DOK UNDIP
silaturahim Majelis Taklim XL
Berharap Ridha Allah Oleh Indah Wulandari ajelis Taklim PT Excelcomindo Pratama Tbk (MT XL) memegang sebuah misi. Menurut Redi Rindayadi Ahmad, ketua majelis taklim, misi tersebut adalah mengantar karyawan dan keluarga untuk selalu dalam ridha Allah SWT dan masuk surga. Majelis ini mewadahi ribuan karyawan Muslim perusahaan provider seluler ini. Majelis ini telah berjalan sejak berdirinya per usahaan pada 1996. Secara lembaga, peresmiannya dilakukan pada 1 Ramadhan 1429 H (1 September 2008). “Rintisannya dimulai dari kegiatan shalat berjamaah,” katanya di Jakarta belum lama ini. Shalat ditunaikan di ruangan berukuran 2x2 meter gedung GKBI, lantai 23, dan ruang shalat di lantai 2 Pancamarga. Kegiatan ini terus bergulir sehingga terbentuk sebuah mushala yang ada di Graha XL, Mega Kuningan. “Itu mewujud berawal dari upaya mencari tempat shalat bersama sekitar 1998,” ungkap salah satu perintis majelis taklim, Anwar Faruk. Ia melakukannya dengan sejumlah rekan, seperti Imam Rohadi, Khusnun, Horas, dan Iwan Supriyadi. Mereka menemui pengelola gedung Graha XL untuk meminta mushala yang layak. Pasalnya, makin lama karyawan semakin banyak. Maka itu, lahirlah Mushala As Salaam yang kini telah menjadi Masjid As Salaam di lantai 2 Graha XL. Setelah
M SINTA, IDEN, INA
RATNA, MARIANI
tempat ibadah ada, mereka mulai membuat struktur organisasi pada 2008 dan mencari kader. Seiring waktu, jelas Redi, muncul ide-ide segar pengurus. Mulai dari pengumpulan zakat karyawan se-Indonesia. Mobil klinik kesehatan keliling juga mereka sediakan cuma-cuma untuk masyarakat. Kala itu, ungkap dia, ada transformasi digital antarregion yang dimanfaatkan untuk pengiriman pesan pendek (SMS) berisi hadis yang berlangsung setiap hari. Ia berharap pesan pendek itu dapat menjadi pelajaran atau tausiah harian bagi mereka yang tak bisa rutin datang mengikuti pengajian. Sekarang, kegiatan majelis taklim terbilang padat. Setiap hari ada kajian tafsir sedangkan kajian bahasa Arab digelar setiap Selasa. Kajian tematik disuguhkan juga bagi jamaah, misalnya, akidah, sejarah Islam, tarikh, fikih, dan kajian Muslimah saban Jumat. Salah satu anggota majelis taklim, Retno Wulan, mengaku terbantu dengan keberadaan kajian ini. Selain bisa mendapatkan ilmu setiap hari via seluler, dia tak kesulitan menyalurkan zakat serta mencari tempat bertanya tentang agama. “Saya bisa menyalurkan langsung zakat dan memperoleh ilmu agama di tengah suasana kekeluargaan di kantor,” katanya. n ed: ferry kisihandi
ELLY, FITRI
FITRI, RUBY FOTO-FOTO: INDAH WULANDARI/REPUBLIKA
REPUBLIKA
JUMAT, 2 SEPTEMBER 2011 / 3 SYAWAL 1432 H n 16
Oleh Indah Wulandari
Biodata Maryana Yunus Palembang, 31 Agustus 1967 Yunus Umar Siti Zaleha Ifdal Lukman M Rasyad (14) Abdurrahman (12) M Khairi (10) Pendidikan : S1 Jurusan Sosial Ekonomi IPB Nama Lahir Ayah Ibu Suami Anak
: : : : : :
Maryana Yunus
Mengampanyekan Ekonomi Syariah Aktivitas ini dianggapnya sebagai jihad. AGUNG SUPRIYANTO
S
istem perbankan syariah menawan hati Maryana Yunus. Itu sudah dialaminya bertahun-tahun lalu dan saat ini ia memasyarakatkan gerakan cinta perekonomian syariah. Apalagi, ia menduduki posisi strategis untuk menjalankan keinginannya tersebut, yaitu Product Development Department Head PT BRI Syariah. Ia mengungkapkan, dunia perbankan tidak asing baginya. Setelah menuntaskan studinya di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada pertengahan 1991, ia sempat mengeyam sejumlah pekerjaan mulai dari asisten dosen, staf bank perkreditan rakyat, hingga staf di sebuah toko buku terkemuka. Lalu, ia bekerja di sebuah bank umum swasta. Setelah 1,5 tahun bekerja di sana, ia memutuskan pindah ke Bank Muamalat. “Saya tertarik karena ayah saya menjadi salah satu pendirinya sekaligus ingin belajar tentang perbankan syariah,� katanya di Jakarta, belum lama ini. Menurut dia, dunia perbankan sudah begitu akrab bagi keluarganya. Saudara kandungnya pun berkecimpung di perbankan. Pada akhirnya, Maryana berlabuh di BRI Syariah. Ia mengatakan sisi menarik sistem bank syariah terletak pada varian produk yang lebih beragam. Dengan posisinya sekarang di BRI Syariah, ia tertantang untuk membangun produk-produk syariah bagi masyarakat. Maka itu, ia terus menyosialisasikan keunggulan perbankan syariah daripada konvensional. Kalau masyarakat sudah mengetahui keunggulan sistem syariah, mudah bagi mereka memilih produk-produk perbankan syariah. Meski begitu, ia mengaku pemikiran publik masih berkutat pada besaran dan raihan bunga bank. Perempuan kelahiran 31 Agustus 1967 itu menyiasatinya. Tim customer service ia pinta dengan sabar menjelaskan konsep bagi hasil. Iming-iming bunga tinggi produk konvensional kepada nasabah diimbangi tawaran keamanan penyimpanan dana di bank syariah. Dalam setiap kesempatan, baik presentasi maupun seminar, ia menjelaskan ke-
untungan sistem syariah. “Ini bentuk jihad saya untuk meyakinkan masyarakat pindah dari bank konvensional ke bank syariah,� katanya menegaskan. Pendidikan terhadap masyarakat mengenai perbankan syariah, ujar dia, perlu ditingkatkan agar mereka terhindar dari kerugian. Tekad Maryana ini didukung ide-ide brilian darinya agar konsep syariah bisa masuk ke semua bidang kehidupan dan pemenuhan segala kebutuhan. Mulai dari modal kerja, gadai, sewa, dan kredit perumahan. Dorongan kuat selalu ada dalam diri Maryana untuk kembali pada praktik perekonomian di zaman Rasulullah, salah satunya penggunaan emas sebagai alat tukar karena nilainya stabil dan terjamin keamanannya. Maryana mengadopsinya dalam konsep gadai emas. Ia mengatakan, keadilan dapat dirasakan oleh kedua belah yang bertransaksi. Kegiatannya selama ini di perbankan syariah memberikan kepuasan bagi Maryana karena telah melanjutkan ide rintisan sang ayah yang menginisiasi bank syariah. Sedikit demi sedikit ilmunya juga ditularkan pada anaknya. Hasilnya, mereka telah mengerti konsep jual beli dan bagi hasil. Di kala senggang, ia mengampanyekan ekonomi syariah kepada ibu-ibu arisan di lingkungannya. Tak berhenti di situ, jaringan komunitas sekolah dan kuliah juga dijajakinya. Istri Ifdal Lukman ini mengaku tak akan berpuas diri dengan apa yang telah dicapai dan dilakukannya. Ia mendisiplinkan diri agar selalu menambah ilmu. Ia beralasan, pengembangan produk perbankan syariah yang menjadi tanggung jawabnya, membutuhkan cara-cara inovatif. Maryana mengatakan, bekal ilmu dapat membuatnya siap menghadapi persaingan dengan produk bank syariah lainnya dan menemukan celah baru agar produk bank tempatnya bekerja digemari banyak kalangan. Kesibukannya beraktivitas tak membuatnya lupa tentang ibadahnya. Selama Ramadhan lalu, misalnya, intensitas ibadahnya meningkat. Dia bukan hanya menahan lapar dan dahaga. Ia bersyukur dapat menjalankan kewajibannya sebagai seorang Muslimah. Ia memanfaatkan waktu yang dimilikinya untuk beribadah. n ed: ferry kisihandi