9 minute read

ANALISIS ISU DALAM PELAKSANAAN TUGAS DAN FUNGSI

3.1. Identifikasi

dan Analisis Isu Aktual

Advertisement

1) Resiko hipotermia pada pasien geriatri yang menjalani pembiusan umum di Kamar Bedah RSCM Kirana

2) Kurang optimalnya pelayanan kepada pasien dengan BMHP yang tersedia di Kamar Bedah RSCM Kirana

3) Kurangnya pemahaman tentang tindakan anestesi pada pasien bedah mata di RSCM

Kirana

3.2 Keterkaitan Penyebab Isu dengan Kedudukan dan Peran PNS untuk Mendukung Terwujudnya SmartGovernance

Agar mampu menginternalisasi nilai – nilai dasar ASN dalam pelaksanaan tugas sebagai seorang ASN maka CPNS diwajibkan untuk melakukan habituasi berupa aktualisasi nilainilai dasar ASN dalam pelaksanaan kegiatan pemecahan isu terkait permasalahan di instansi kerja. Sebagai seorang asisten penata anestesi di Kamar Bedah RSCM Kirana ada beberapa isu permasalahan terkait penerapan pelaksanaan pelayanan yang seharusnya dapat terlaksana dengan baik diantaranya adalah sebagai berikut

1) Resiko hipotermia pada pasien geriatri yang menjalani pembiusan umum di Kamar Bedah RSCM Kirana

Hipotermia adalah komplikasi pascaanestesia yang sering ditemukan di ruang operasi dan ruang pemulihan, baik pada anestesia umum maupun regional. Hipotermia adalah suatu keadaan dengan temperature inti 1° C lebih rendah di bawah temperature rata-rata inti tubuh manusia pada keadaan istirahat dengan suhu lingkungan yang normal. Satu dari tiga pasien akan mengalami hipotermia selama operasi jika tidak dilakukan intervensi. Dengan suhu 36° C dipakai sebagai Batasan hipotermia maka didapatkan insiden hipotermia mencapai 70% dari populasi pasien yang menjalani pembiusan. Salah satu komplikasi yang sering dijumpai pada pasien geriatri adalah hipotermia perioperatif Hipotermia didefinisikan dengan temperatur suhu tubuh inti < 36° C. Penelitian di Cina menyebutkan bahwa insiden hipotermia intraoperatif mencapai 44.3% dari 3132 kasus pembedahan elektif yang menjalani anestesia umum Jumlah penduduk usia lanjut (lansia) di seluruh dunia meningkat dari tahun ke tahun. Berbagai perubahan fisik terkait proses menua menjadikan para lansia ini rentan terkena penyakit, tak terkecuali yang memerlukan pembedahan. Data RSCM pada rentang waktu Oktober 2016 - Januari 2017 menunjukkan terdapat 82 pasien usia 60-70 tahun yang menjalani berbagai jenis tindakan pembedahan. Pada rentang usia lebih tua, jumlah tersebut menurun drastis menjadi 24 kasus dan 5 kasus pada pasien usia 71-80 tahun dan usia >80 tahun.3 Data demografi ini menunjukkan adanya tantangan tambahan bagi tenaga medis, karena lebih dari 50% dari populasi ini pasti membutuhkan 1 atau 2 tindakan operasi selama hidupnya. Jumlah pasien yang mengalami hipotermia perioperatif mencapai 20-60%. Geriatri lebih rentan terhadap hipotermia karena perubahan anatomi dan fisiologi. Kejadian hipotermia telah dilaporkan menjadi penyebab kematian pada 13.970 penduduk di Amerika antara tahun 1979 hingga 1998 atau sekitar 700 kejadian tiap tahunnya. Hampir setengah kejadian terjadi pada usia lebih dari 65 tahun, dimana rasio antar laki-laki dan perempuan adalah 2.5:1.5 Penelitian tentang kejadian hipotermia pada pasien geriatri telah dilakukan di RSCM dengan metode studi kohort prospektif terhadap 110 subjek penelitian selama November 2018 - Januari 2019. Pada penelitian ini didapatkan proporsi kejadian hipotermia intraoperasi pada pasien geriatri adalah sebanyak 67,3% dengan median usia adalah 64 tahun dengan rentang 60 tahun hingga 83 tahun dengan 65,5% subjek adalah laki-laki. Pada penelitian ini didapatkan bahwa dalam 1 jam pertama didapatkan jumlah proporsi pasien geriatri yang mengalami hipotermia adalah sebanyak 57,2%. Sedangkan dalam 2 jam pertama didapatkan jumlah pasien geriatri yang mengalami hipotermia meningkat menjadi 59%.Kejadian hipotermia peripoeratif telah diteliti kembali oleh Sentosa di RSCM pada tahun 2021, dimana terdapat kejadian hipotermia intraoperatif sebanyak 44,7%. Berdasarkan penelitian yang lain oleh Melati dkk (2019) mengenai hubungan hipotermia intraoperatif pada pasien geriatri yang menjalani pembedahan dalam anestesia umum dengan lama rawat di rumah sakit, kekerapan kejadian infeksi luka operasi dan komplikasi kardiovaskular pascabedah pada 110 pasien di Instalasi Bedah Terpadu RSCM pada bulan November 2018 sampai Januari 2019 didapatkan kejadian hipotermia adalah 67.3% dengan 30% pasien menggunakan penghangat aktif. Kejadian hipotermia pascainduksi sebesar 60%, dalam satu jam pertama ditemukan 57,2% pasien mengalami hipotermia dan meningkat menjadi 59% pada jam kedua dan suhu cenderung semakin menurun seiring dengan memanjangnya durasi pembedahan. Pada studi prospektif observasional Harahap dkk, angka kejadian hipotermia pada geriatri di RS Hasan Sadikin Bandung bulan Oktober 2011-Maret 2012 adalah 87.6%. Hipotermia perioperatif sering terjadi pada geriatri akibat anestesia dan pembedahan, dimana terjadi peningkatan kehilangan panas dan menghambat mekanisme pembentukan panas tubuh. Konsekuensi klinis terjadinya hipotermia perioperatif adalah pasien tidak nyaman, shivering, disfungsi trombosit, koagulopati, peningkatan vasokonstriksi yang berhubungan dengan meningkatnya risiko infeksi pada luka, kejadian kardiak pascaoperasi lebih tinggi. Hipotermia juga mempengaruhi farmakokinetik dan memperpanjang waktu penyembuhan postoperatif serta lama perawatan. Intervensi diperlukan untuk mengurangi kejadian hipotermia pada geriatric . Proporsi subjek penelitian yang mengalami hipotermia berdasarkan pembedahan

JENIS

Ketersediaan Penghangat Di Kamar Bedah Rscm Tahun 2022

Dan jika merujuk secara keseluruhan terhadap ketersedian penghangat di RSCM, maka didapatkan bahwa masih sangat terbatasnya penghangat yang tersedia di RSCM sesuai dengan kebutuhan Bed Kamar Bedah. Secara khusus di ruangan kerja saya Kamar Bedah RSCM Kirana yang mempunyai mesin penghangat atau warmer ( yang tersedia hanya 2 alat dengan kebutuhan bed operasi 7 dan ruang pulih 4 bed ) maka perlu penanganan secara serius tentang hipotermia ini salah satunya dengan pemanfaatan aluminium foil atau biasa disebut survival thermal blanket untuk menjaga suhu tubuh pasien

2) Belum optimalnya pelayanan kepada pasien dengan BMHP yang tersedia di Kamar Bedah RSCM Kirana

Sebagai masyarakat awam yang mempercayakan dirinya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sudah seharusnya instansi Rumah Sakit memberikan pelayanan dengan kualitas terbaik, salah satunya dengan penggunaan BMHP yang baik. BMHP atau sering disebut Barang Medis Habis Pakai ini mempunyai berbagai jenis kualitas tergantung kebutuhan dan kesanggupan Rumah Sakit untuk menetapkan mana yang layak dipakai atau tidak. Saat ini RSCM memiliki banyak jenis BMHP dengan berbagai merk terutama yang ramah di kantong. Sebagai pemberi layanan kesehatan atau sebagai user tentulah kita harus menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan kita, memanfaatkan apa yang disediakan Rumah Sakit dengan maksimal. Skil dan

3) kemampuan untuk menggunakan dan mengoperasikan berbagai alat ini harus terus dilatih supaya pasien juga merasa aman. Sebagai contoh penggunaan IV Line Catheter untuk pemasangan infus. Dengan ketersediaan BMHP saat ini, kita dituntut untuk mampu memasang infus dengan tepat dan benar dengan memberikan rasa aman dan nyaman kepada pasien. pemahaman tentang tindakan anestesi pada pasien Bedah mata di RSCM Kirana

Tindakan anestesi umum merupakan prosedur pemberian obat bius untuk membuat pasien kehilangan kesadaran secara penuh selama prosedur medis dilakukan. Biasanya, anestesi umum diberikan saat pasien harus menjalani operasi-operasi besar yang berlangsung lama dan dapat memicu rasa sakit yang hebat, dan juga biasanya untuk pasien pasien pediatrik dan geriatri serta pasien yang tidak kooperatif. Sebelum melakukan tindakan anestesi diperlukan penjelasan yang jelas dan rinci tentang jenis tindakan dan efek samping dari pembiusan. Seringkali ditemukan bahwa pasien belum mengetahui secara jelas jenis tindakan yang akan diberikan dan juga efek samping yang akan terjadi setelah pembiusan. Sebagai pelayan publik sudah seharusnya kita bisa menyampaikan informasi dengan benar dan rinci sehingga pasien atau keluarga memahami dan juga merasa tenang dan lebih siap untuk menjalani operasi.

3.3. MEMILIH DAN MENAPIS ISU

Dalam penyusunan rancangan aktualisasi ini digunakan metode APKL untuk menetapkan prioritas masalah. Metode APKL merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menguji kelayakan suatu isu untuk dicarikan solusinya dalam kegiatan aktualisasi. Metode APKL ini menggunakan teknik skoring dalam penetapan prioritas isu

1) Aktual ( A )

Benar benar terjadi dan sedang hangat dibicarakan di masyarakat

2) Problematik ( P )

Isu yang memiliki dimensi masalah yang kompleks sehingga perlu dicarikan solusi segera

3) Kekhalayakan ( K )

Isu yang menyangkut hajat hidup orang banyak

4) Kelayakan ( L )

Isu yang masuk akal dan realistis serta relevan untuk dimunculkan inisiatif pemecahan masalah

KRITERIA PENILAIAN UNTUK INDIKATOR AKTUAL NILAI KRITERIA MAKNA KRITERIA

5 Sangat Aktual Benar benar terjadi dengan fakta dan data yang lengkap serta sedang hangat dibicarakan dalam masyarakat

4 Aktual Benar benar terjadi dengan fakta dan data yang kurang lengkap serta sedang hangat dibicarakan dalam masyarakat

3 Cukup Aktual Belum tentu terjadi namun sedang hangat dibicarakan dalam masyarakat

2 Kurang Aktual Belum tentu terjadi namun tidak sedang hangat dibicarakan dalam masyarakat

1 Tidak Aktual Tidak terjadi dan tidak dibicarakan di masyarakat

Berdasarkan penilaian kualitas isu dengan analisis APKL di atas dapat disimpulkan bahwa isu atau masalah yang memiliki pengaruh paling signifikan serta harus segera dicarikan solusinya adalah isu no 1 yaitu “resiko hipotermia pada pasien geriatri yang menjalani pembiusan umum di Kamar Bedah RSCM Kirana” dengan jumlah score 20.

Diagram Fishbone Surroundings People System

SUHU KAMAR OPERASI TERLALU DINGIN

KONDISI & METABOLISME TUBUH YANG BERBEDA

STANDAR SUHU KAMAR OPERASI TIDAK BISA DIUBAH MENDADAK

KETERBATASAN MESIN PENGHANGAT

MESIN PENDINGIN KURANG BERFUNGSI DENGAN BAIK

HIPOTERMIA DI KAMAR BEDAH RSCM KIRANA

KURANG PENGETAHUAN TENTANG HIPOTERMIA

KETIDAKMAMPUAN IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PASIEN

HARGA ALAT MAHAL

KETERBATASAN MESIN PENGHANGAT KETERBATASAN

SELIMUT TEBAL

Skills Price Suppliers

3.4. Alternatif Pemecahan Masalah sebagai Gagasan Kreatif

Penulis menentukan ide gagasan yang terpilih untuk menyelesaikan isu yaitu Pengurangan resiko hipotermia pada pasien geriatri yang menjalani pembiusan umum dengan menggunakan aluminium foil di kamar bedah

RSCM Kirana. Gagasan pemecahan isu yang dibuat oleh penulis pada aktualisasi ini berdasarkan dengan Tusi jabatan Asisten Penata Anestesi yaitu melakukan monitoring tanda vital selama tindakan anestesi ( tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi nafas, saturasi oksigen dan suhu ) . Kegiatan dari gagasan yang dilakukan sesuai dengan aktualisasi nilai-nilai dasar ASN BERAKHLAK), dan menunjang visi misi RSCM, serta penguatan nilai organisasi tempat unit bekerja

No Kegiatan Sumber

1 Penyusunan rencana kegiatan tentang perizinan rancangan aktualisasi pemakaian aluminium foil kepada pasien geriatri dengan pembiusan umum di Kamar Bedah RSCM Kirana

2 Pembuatan tata cara penggunaan dan pengaplikasian aluminium foil kepada pasien geriatri dengan pembiusan umum di Kamar Bedah RSCM Kirana

3 Sosialisasi kepada rekan sejawat tentang pemakaian aluminium foil pada pasien geriatri dengan pembiusan umum di Kamar Bedah RSCM Kirana

4 Penerapan pemakaian aluminium foil kepada pasien geriatri dengan pembiusan umum di Kamar Bedah RSCM Kirana

5 Evaluasi hasil pemakaian aluminium foil pada pasien geriatri dengan pembiusan umum di Kamar Bedah RSCM Kirana

Tusi Jabatan

Inovasi

Tusi Jabatan

Tusi Jabatan

Inovasi

Tusi Jabatan

Tusi Jabatan

Ide gagasan ini merupakan pengamalan dari agenda 3 terkait peran dan kedudukan ASN yaitu manajemen ASN dan juga pelayanan publik.

Penggunaan Aluminium Foil ini merupakan alternatif yang bisa dipakai saat ini untk mengurangi atau mencegah terjadinya hipotermia pada pasien di Kamar Bedah RSCM

Kirana khusunya pasien geriatri dengan pembiusan umum. Dengan adanya gagasan penggunaan Aluminium Foil ini merupakan gagasan untuk meningkatkan pelayanan publik dimana hal ini merupakan tugas profesi sebagai ASN yang dibutuhkan oleh penata anestesi dalam memberikan pelayanan prima salah satunya mencegah terjadinya hipotermia pada pasien geriatri.

Draft Instruksi kerja (IK) merupakan turunan dari SOP yang merupakan sekumpulan langkah dan panduan urutan kerja dalam menggunakan aluminium foil dalam pencegahan hipotermia. Dengan adanya IK ini penggunaan aluminium foil ini mempunyai prosedur dasar dalam menjalankan kebijakan yang ditetapkan dan penjamin mutu pelayanan publik yang profesional terkait pelayanan yang diberikan oleh penata anestesi sebagai pemberi layanan publik.

1) ALUMINIUM FOIL ( SURVIVAL THERMAL BLANKET )

Banyak studi menunjukkan bahwa penggunaan forced air warmer mengurangi risiko hipotermia perioperatif. Forced air warmer merupakan penghangat aktif yang terdiri dari blower dan perforated air blanket sekali pakai. Namun perforated air blanket tidak selalu tersedia dan harga relatif mahal untuk penggunaan selama beberapa jam operasi sehingga seringkali blower digunakan dengan kain draping sebagai pengganti perforated air blanket untuk menghantarkan panas dari blower.

Kain bukan merupakan media penghantar panas yang baik, sehingga kejadian hipotermia pascaoperasi cukup tinggi, yaitu sebanyak 26-28%.

Selimut aluminium Foil atau sering disebut survival thermal blanket merupakan selimut berbahan dasar aluminium foil mylar, juga dari campuran bahan poliester atau jenis aluminium lainnya dan lembaran plastik tak berpori dan berlapis aluminium foil. Bahan ini yang bekerja dengan memantulkan panas radiasi yang seringkali digunakan oleh pendaki gunung sebagai selimut emergensi pada suhu yang dingin. Bahan ini dapat mengurung panas seseorang yang berlindung di dalamnya sehingga tetap hangat pada cuaca dingin. Survival thermal blanket juga bersifat waterproof dan windproof dengan bentuk yang sangat tipis dan mudah dibawa-bawa. Meskipun tipis, kemampuannya dalam menahan panas cukup bagus. Ditambah lagi, produk ini biasanya dijual dengan harga terjangkau. Pada tahun 1960, survival thermal blanket sangat populer digunakan untuk manajemen pasien hipotermia. permukaan metal digunakan untuk merefleksikan kehilangan panas akibat radiasi yang merefleksikan gelombang elektromagnetik sehingga dapat menahan panas tubuh hingga 80%. Karena radiasi merupakan mekanisme utama kehilangan panas, penggunaan survival thermal blanket dapat meminimalisir kehilangan panas dan menurunkan shivering pascaoperasi. Survival thermal blanket merupakan selimut dengan karakteristik permukaan perak atau emas pada salah satu sisinya yang merupakan proteksi hipotermia yang digunakan oleh pelayanan medis emergensi dan olahragawan di aktivitas lapangan. Buggy dkk melakukan penelitian pada 86 pasien yang menjalani operasi dengan pembiusan umum dan didapatkan penggunaan preemptif survival thermal blanketmenurukan angka shiveringpascaoperasiDengan harga yang jauh lebih murah, diharapkan penggantian warmer dengan survival thermal blanket atau aluminium foil pada pasien yang menjalani operasi dapat menjadi alternatif untuk mencegah kehilangan panas tubuh dan mempertahankan pasien pada suhu normotermia. Ada juga yang menyebut emergency blanket dengan nama survival blanket atau rescue blanket.

Berikut adalah bahan-bahan yang umum digunakan pada survival thermal blanket.

Polyester: Polyester merupakan istilah umum untuk kain yang dibuat menggunakan benang atau serat polyester. Serat atau kain polyester dibuat dari senyawa kimia, ethylene glycol, dan asam tereftalat. Bahan ini sering dikombinasikan dengan polyethylene terephathalate (PET) yang berasal dari minyak bumi (petroleum). Jenis bahan ini cocok digunakan untuk pelapis antipanas pada emergency blanket.

Thermal/aluminium: Emergency blanket dengan bahan thermal atau aluminium biasa disebut juga sebagai selimut panas. Thermal blanket merupakan selimut tipis yang terbuat dari lembaran plastik tak berpori dan berlapis aluminium foil. Bahan ini dapat mengurung panas seseorang yang berlindung di dalamnya sehingga tetap hangat pada cuaca dingin.

Bahan bulu/wol: Bahan ini terkenal sangat hangat dan ringan, cocok untuk dijadikan lapisan dalam pada sleeping bag. Bahan ini juga memiliki insulasi yang baik dan dapat mengisolasi panas tubuh Anda agar tidak kedinginan. Harganya sedikit lebih mahal dibandingkan bahan lainnya, tetapi desain dan ukurannya juga lebih beragam.

Mylar/polyethylene: Bahan ini pertama muncul tahun 1964 dan dikembangkan oleh NASA. Saat itu, bahan ini menjadi bahan dari selimut luar angkasa atau disebut juga selimut mylar. Bahan ini terlihat seperti kertas timah yang dapat membuat tubuh Anda tetap hangat. Emergency blanket dari bahan ini termasuk yang paling populer dan banyak digunakan karena efisien dan mudah dibawa.

This article is from: