Edisi FIGUR 14 Maret 2021
ACTA DIURNA Opini
Netizen sebagai Pelaku Utama Cyberbullying
Liputan Khusus Penyebaran Hoax dan Hate Speech sebagai Kekeliruan Representasi Kebebasan Berpendapat
Laporan Utama Pelopori Pergerakan Melalui Dunia Digital
Salam Susunan Redaksi Redaksi Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga Acta Diurna Edisi Forum Inisiasi Gerakan Unik dan Radikal (FIGUR) 2021 ini dapat terselesaikan dengan baik.
Pada edisi kali ini, tim redaksi menyajikan informasi mengenai Forum Inisiasi Gerakan Unik dan Radikal (FIGUR) 2021 yang mengangkat tema “Pahami Dirimu, Kenali Mediummu”. FIGUR yang berlangsung dari tanggal 12 hingga 14 Maret 2021 ini merupakan rangkaian dari sosialisasi almamater formal Korps Mahasiswa Ilmu Komunikasi (Kosmik) Universitas Hasanuddin (Unhas).
Penanggung Jawab Ketua Umum Kosmik Reporter Zhafirah Permata Sari Latifahtul Khaerani Nurul Adha Muh. Irshanul Ichsan Editor Siti Sakinah Syamsir Fotografer KIFO Kosmik Layouter Rezky Dina
Akhir kata, segenap tim redaksi berharap Acta Diurna ini dapat memberikan pengetahuan dan informasi kepada pembaca. Kami memohon maaf apabila ada keasalahan maupun kekurangan. Semoga Acta Diurna ini terus diterbitkan dengan lebih baik untuk edisi berikutnya. Salam Biru Merah!, Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh 2
Opini
Netizen sebagai Pelaku Utama Cyberbullying Oleh: Zhafirah Permata Sari Foto: KIFO Kosmik
Ilustrasi merekam kasus bullying dan seseorang yang menyebarkannya.
Di era digital, masyarakat dapat menjadi produsen sekaligus konsumen media dalam satu waktu. Dalam artian, masyarakat mampu membuat suatu produk konten dan mengonsumsi produk konten lainnya atau informasi yang ada di medium digital. Jika berkaca pada era digitalisasi selama masa pandemi, masyarakat tidak hanya bertukar informasi melainkan juga berpendapat dan berkomentar. Pada dasarnya, setiap manusia memiliki hak digital yang terdiri dari hak untuk
3
mengakses informasi, hak atas kebebasan berekspresi, dan hak atas rasa aman. Namun, apakah kebebasan itu berarti tidak ada batasan? Sejak lahir manusia hidup diantara batasanbatasan, baik berupa hukum, peraturan, perintah, dan lain sebagainya. Kebebasan tidak bisa diartikan sebagai keleluasaan yang tidak ada batasnya, sebab jika tidak ada batasan ataupun aturan maka tatanan kehidupan tidak akan berjalan dengan baik (chaos). Sama halnya dengan berpendapat di
media sosial, etika bermedia merupakan salah satu bentuk batasan yang dibuat untuk menjaga hubungan yang baik antar manusia. Etika ini tidak semata-mata hanya untuk membatasi pendapat, karena etika bermedia juga meliputi konsep saring sebelum menyebarkan informasi. Pernyataan tersebut disepakati oleh Iwan Awaluddin Yusuf, S.IP, M.Si di dalam opininya yang termuat di p2rmedia.com, bahwasanya, di satu sisi media sosial ibarat pisau bermata dua karena kerap digunakan sebagai katarsis
bertindak negatif sampai menghujat Dr.Tirta secara aneka bentuk perbuatan beramai-ramai karena yang menjurus ke kriminalitas. suatu kesalahpahaman dari foto yang diunggah. Selama ini, sebagian Disusul dengan kasus-kasus besar masyarakat dunia lainnya, dimana sebagian maya yang dikenal dengan besar berasal dari berita nama “netizen” merasa hoaks yang disebarkan oleh bahwa internet adalah dunia pengguna media sosial yang tanpa batas dan media tidak bertanggung jawab. sosial menjadi wadah untuk mengekspresikan sesuatu Dari kasus-kasus dengan sebebas-bebasnya. yang ada, kita dapat melihat Menilik kembali fenomena bahwa jika kita mengartikan digital yang ada dikalangan kebebasan berpendapat netizen, dari beberapa kasus dengan tidak adanya yang ada membuktikan batasan, maka segala bentuk bahwa netizen merupakan pelaku utama cyberbullying. Cyberbullying yaitu perundungan dengan menggunakan teknologi digital. Cyberbullying merupakan tindak perilaku yang bertujuan untuk menakuti, memancing amarah, atau mempermalukan target bullying (unicef.org). Sebagai contoh, kasus cyberbullying pada salah satu Youtuber Indonesia, Younglex, yang diduga melakukan plagiarisme konsep MV (music video) pada salah satu music video Idol K-Pop. Kasus plagiarisme ini mendorong fans dari Idola K-Pop berbondong-bondong menghujat seluruh akun media sosial pribadi milik Younglex serta mengirimkan ujaran kebencian pada keluarganya termasuk anaknya. Merasa tidak dapat ditolerir, Younglex kemudian membawa aksi perundungan tersebut ke ranah hukum untuk ditindak lanjuti. Kasus lain yang juga sempat menduduki trending di twitter yaitu netizen yang
Ilustrasi kebebasan berekspresi yang disalahgunakan.
kejahatan dalam media akan terus hadir dan merampas hak digital seseorang. Kemajuan teknologi dan informasi harusnya dapat dimanfaatkan dengan baik oleh seluruh pihak untuk memberi pengaruh yang baik pula dalam sendisendi kehidupan. Hal yang perlu diingat adalah dalam kemajuan teknologi saat ini, jejak digital akan selalu ada dan berpengaruh pada kehidupan seseorang sehingga siapapun yang menggunakan jari-jemarinya untuk mengetik suatu
hal yang berujung pada tindak cyberbullying akan sangat berdampak baik di kehidupan media sosial maupun kehidupan nyatanya. Inilah alasan mengapa literasi media sangat penting bagi seluruh masyarakat. Seperti yang disampaikan oleh Vinny Mamonto selaku pemateri FIGUR 2021 di hari ketiga, bahwa sudah menjadi tugas mahasiswa Ilmu Komunikasi untuk memahami literasi media dan mengedukasi masyarakat, langkah awal yang bisa dilakukan adalah dimulai dari keluarga terdekat. Menurut pemateri, tema yang diangkat pada kegiatan FIGUR 2021, yaitu “Pahami Dirimu, Kenali Mediummu” diangkat karena banyak orang yang menyalahartikan media. Lebih jauh, media justru dapat digunakan sebagai medium inisiasi untuk perkenalan satu sama lain. Sebijaknya, kebebasan berekspresi diartikan sebagai kebebasan dalam menyampaikan ide apapun sesuai dengan normanorma, hak digital atau menyampaikan sesuatu berdasarkan fakta dan data. Dalam artian, kebebasan berekspresi dan kebebasan berpendapat bukan berarti kita bisa berbicara seenaknya, melakukan tindak cyberbullying atau melakukan pencemaran nama baik. Yang seringkali menjadi suatu kesalahan adalah ketika kita tidak menjadi diri sendiri di media sosial atau menjadi orang yang berbeda dari dunia nyata.
4
Voxpop
Bagaimana Tanggapan Anda Mengenai Pelaksanaan FIGUR Tahun Ini?
Muhamad Indra Irawan Warga Kosmik
Meyleni Sri Sukamdana Peserta FIGUR 2021
FIGUR kali ini berbeda dengan FIGUR sebelumsebelumnya karena dilakukan secara daring. Walaupun begitu, saya berharap tidak akan mengurangi esensi dari FIGUR itu sendiri.
Pelaksanaan FIGUR tahun ini sangat membuka wawasan karena pembawa materi yang sangat ahli di bidangnya dan games pada hari kedua sangat menyenangkan. Wildan A. Fauzy Panitia FIGUR 2021
Pelaksanaan FIGUR kali ini tentu berbeda dari FIGUR yang telah lalu dengan metode baru yakni melalui daring. Hal ini tentunya mengubah beberapa kebiasaan yang telah ada. Meski begitu, proses Muh. Syaqib wahyudi Budi Sulkifli penyelenggaran FIGUR kali Peserta FIGUR 2021 Pemateri FIGUR 2021 ini tetap berjalan dengan baik dan tidak dapat menghalangi FIGUR kali ini menurut saya Tanggapan saya FIGUR proses belajar bagi adikterbilang unik dan beranii tahun ini dimasa pandemi adik peserta FIGUR 2020. karena dengan menerapkan memang terasa sangat konsep online yang terbilang berbeda dengan tahunberbeda dengan tahuntahun sebelumnya, meskipun tahun sebelumnya. Dengan hanya bisa dilaksanakan adanya pandemi kegiatan secara daring, tetapi otomatis banyak yang semoga semangat sharing tertunda. Akan tetapi, hal itu keilmuannya tetap bisa tidak mengurangi semangat tersampaikan dengan baik. saya untuk berproses.. Sukses selalu buat para peserta FIGUR dan semua keluarga besar Kosmik Unhas.
5
Laporan Utama Pembuatan konten menggunakan kamera,
6
Pelopori Pergerakan Melalui Dunia Digital Oleh: Latifahtul Khaerani Foto: KIFO Kosmik Kalau ditanya mengenai peran mahasiswa, biasanya yang pertama kali terbesit adalah mahasiswa berperan sebagai agen perubahan (Agent of Change). Bagaimana tidak, sejak periode prakemerdekaan hingga 75 tahun Indonesia merdeka seperti sekarang, mahasiswa selalu mengambil andil dalam mempelopori pergerakan dan perubahan besar dalam sejarah bangsa Indonesia. Perjalanan politik bangsa tidak pernah lepas dari peran mahasiswa didalamnya. Mulai dari lahirnya Boedi Oetomo, peristiwa TRITURA, hingga peristiwa reformasi yang menggulingkan jabatan presiden Soeharto kala itu, kesemuanya melibatkan peran mahasiswa. Maka tak salah lagi jika istilah Agent of Change disematkan pada mahasiswa. Bentuk-bentuk pergerakan yang umumnya diketahui adalah dengan melakukan demonstrasi, turun ke jalan, menyuarakan aspirasi dan seringkali berdiplomasi dengan pihak yang dituju. Caracara ini memang terbukti ampuh dalam membuat suatu perubahan.
7
Di FIGUR kali ini mahasiswa baru diperkenalkan dengan materi yang masih berhubungan terkait pergerakan, tapi ada yang sedikit berbeda. Pergerakan kali ini menyesuaikan dengan perkembangan zaman dimana hadirnya digitalisasi dapat dijadikan sebagai alternatif baru dalam memulai suatu perubahan.
secara umum, bahwa pergerakan itu tidak melulu diaspirasikan di jalan saja dalam bentuk konvensional tapi kita bisa maksimalkan dengan penggunaan media yang kita miliki sekarang.”
Materi ini sekaligus menjadi materi terakhir dalam rangkaian FIGUR 2021. Fasilitator yang memaparkan mengenai Pergerakan dan Aktivisme “ B e r d a s a r k a n Digital yakni Vinny Mamonto pemahaman mahasiswa baru dengan judul Pergerakan saat form kuisioner disebar Sosial di Sosial Media. sebelum seremonial FIGUR terlaksana, masih banyak Dalam materinya, peserta yang menganggap fasilitator memaparkan pergerakan hanyalah bahwa jika dulu kita sebatas turun ke jalan. Maka mengenal media sosial dari itu FIGUR tahun ini hanya sebatas jejaring untuk menghadirkan materi berjudul menjalin pertemanan saja, Pergerakan dan Aktivisme maka saat ini media sosial Digital yang bertujuan untuk dapat digunakan sebagai menjabarkan perkembangan alat aktivisme modern pergerakan berbasis digital dan gerakan kampanye yang nantinya menjelaskan sosial. Sebab media sosial tentang perbedaan menyediakan ruangpergerakan kovensional ruang publik yang bisa dengan pergerakan mempertemukan banyak alternatif- berbasis digital.” orang. Tahap awal dalam tutur Al Ghifahri selaku memulai pergerakan di media koordinator divisi acara. sosial dimulai dengan mencari informasi dari sumber yang Ia menambahkan, “kami kredibel. Bentuk pergerakan berharap mahasiswa baru terkecil salah satunya dibekali dengan pemahaman dapat dilakukan dengan tentang suatu pergerakan merepost atau share hasil
penelitian/analisis dari para ahli terhadap suatu isu. Hal lain yang harus diperhatikan dalam membagikan informasi tersebut yaitu kita harus tau dan meyakini betul faktanya sehingga natinya dapat dipertanggung jawabkan.
dari gerakan konvensional karena ketidakbatasan yang dimilikinya, mampu menjangkau lebih banyak khalayak untuk bergerak secara bersama-sama. Jadi, parlemen jalanan, kemudian dipadukan dengan aktivisme digital ini, bagi saya mampu Fasilitator juga menghasilkan solidaritas menekankan bahwa, sosial yang lebih kuat meskipun kita menggunakan dan lebih progresif dalam media online sebagai alat mengawal suatu isu tertentu.” kampanye, tapi kita juga tetap butuh aksi nyata dalam Setelah pemaparan bentuk offline. Hal ini sejalan materi, peserta diberi waktu dengan pendapat Taufik istirahat selama satu jam lalu Syahrandi selaku Steering dilanjutkan dengan Bedah Committe yang menjelaskan Hasil Riset. Acara selanjutnya bahwa, “aktivisme digital yaitu Tudang Sipulung merupakan sebuah dan dirangkai dengan bentuk respon terhadap acara Penutupan. Dengan perubahan zaman yang selesainya acara Penutupan di kian terdigitalisasi. Sehingga hari ketiga, maka selesai pula orang-orang yang sadar rangkaian acara FIGUR 2021. akan sebuah pergerakan, bisa menjadikan ranah Adapun kesan digital sebagai sebuah dari para peserta setelah medium yang progresif melewati rangkaian acara untuk menyampaikan suatu FIGUR yang dilaksanakan gagasan atau campaign. selama tiga hari, seperti Tapi, saya tidak pernah yang disampaikan oleh Fera menganggap gerakan Safitri selaku peserta FIGUR berbasis digital ini menjadi 2021. “Kegiatan FIGUR ini lebih penting ketimbang sangat berkesan karena gerakan-gerakan yang materi-materi yang dibahas sifatnya parlemen jalanan. sangat dekat dengan Sebab kedua gerakan kehidupan sehari-hari. Selain ini tentu mempunyai itu, tidak membosankan kekuatannya masing- karena diselingi dengan masing. Gerakan berbasis games dan kakak moderator digital ini sebagai pelengkap serta fasilitator yang
keren.” tutur Fera Safitri. Adapun peserta lainnya berpendapat bahwa, “FIGUR ini bisa menambah wawasan dan dikemas secara menarik. Pematerinya juga keren-keren. Meskipun diadakan secara online tapi kegiatannya tetap seru dan asik. Harapan saya kedepannya semoga FIGUR selanjutnya bisa terlaksana secara langsung dan dapat menjadi wadah untuk menambah wawasan.” ujar Inaya Salsabila “FIGUR menjadi ruang yang memantik semangat adikadik dalam balajar di ruangruang yang lain. Apalagi, mereka memasuki dunia kampus dalam keadaan yang berbeda dari tahuntahun sebelumnya dengan keterbatasan untuk bertatap muka secara langsung. Maka dari itu, semoga FIGUR ini menjadi momentum belajar alternatif dan mengajarkan mereka untuk selalu fleksibel dalam menghadapi dinamika kehidupan yang memang penuh ketidakpastian. Selain itu, semoga FIGUR ini menjadi momentum silaturahmi warga Kosmik yang belakangan ini menjadi sulit ditemui akibat pandemi yang membuat kita menjadi terbatas.” tutup Taufik Syahrandi.
8
Liputan Khusus
Penyebaran Hoax dan Hate Speech sebagai Kekeliruan Representasi Kebebasan Berpendapat Oleh: Nurul Adha Foto: KIFO Kosmik
Bentuk ujaran kebencian oleh salah satu akun di media sosial.
K e b e b a s a n berpendapat telah lama diatur dalam perundang-undangan baik yang tertuang pada hukum internasional Pasal 29 Deklarasi Universal HakHak Asasi Manusia maupun Undang-undang Dasar 1945 pasal 28. Kebebasan mengeluarkan pendapat ini merupakan hak asasi manusia yang paling mendasar. Hak berpendapat mencakup kebebasan berpendapat secara lisan maupun tulisan. Sebelumnya kebebasan ini hanya terbatas melalui media massa seperti televisi, radio dan koran, ataupun melalui demonstrasi dan sebagainya. Namun saat ini, dengan berkembangnya teknologi dan makin maraknya media
9
sosial yang bermunculan di internet, maka ruang untuk berpendapat makin terbuka luas. Jumlah pengguna internet Indonesia terus tumbuh dari tahun ke tahun. Menurut survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) hingga kuartal II tahun 2020, jumlah pengguna internet Indonesia ada 196,7 juta orang atau 73,7 persen dari total populasi Indonesia 266,9 juta berdasarkan data BPS. Pesatnya media sosial mendorong adanya perubahan dalam pola identitas masyarakat siber dan pola pendistribusian informasi yang selama ini
telah terkotak-kotakkan dalam media tradisional. Pola identitas yang terjadi di media siber telah berubah dari anonimitas menjadi lebih personal. Pengguna didorong untuk memublikasikan konten yang sifatnya pribadi seperti data diri mulai dari tanggal lahir, gender, keyakinan, penyertaan foto diri dan seterusnya hingga penyediaan ruang untuk berinteraksi di jejaring tersebut. Netizen memperlakukan akun dalam sosial media sebagai ruang privat mereka. Pola pendistribusian informasi tidak lagi berlangsung secara pasif seperti yang selama ini terjadi pada media tradisional seperti koran, televisi, dan
Ilustrasi penyebar hoaks.
10
radio. Masyarakat dipandang sebagai konsumen dan media sebagai produsen dan distributor informasi. Dalam dunia siber, pengguna berperan aktif dalam produksi, distribusi dan melakukan pembahasan selayaknya media massa.
isu SARA yang mencapai 88,6%. Masyarakat banyak mendapatkan isu tersebut melalui media sosial sebanyak 92,4%, seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan sebagainya. Hal ini sangat signifikan bila dibandingkan melalui situs sebanyak 34,9%, televisi 8,7%, media cetak 5%, Pergeseran fungsi dan email 3,1%, dan radio 1,2%. peran tersebut, membuat para pengguna atau netizen Masifnya penyebaran memegang kontrol terhadap hoaks dan hate speech produksi dan distribusi pada di media sosial didasari informasi. Mereka dapat oleh kurang pengetahuan memilih informasi apa yang dan adanya kesamaan akan diperolehnya dan pemikiran dengan isi dari darimana sumber informasi informasi yang disebarkan. tersebut. Dengan adanya Menurut Laras Sekarasih, kebebasan ini, warga siber PhD, dosen Psikologi Media dapat membuat informasi dan dari Universitas Indonesia, mendistribusikan informasi penyebaran hoaks yang dianggapnya penting disebabkan kurangnya kepada semua khalayak. pengetahuan akan sumber situs informasi tersebut F e n o m e n a dan adanya konsep kebebasan pembuatan dan anonimitas yang terkandung pendistribusian informasi didalamnya. Kemudian, di dalam media sosial hoaks yang berisikan menyebabkan bebasnya kesamaan informasi dengan kontrol akan konten informasi opini maupun sikap yang yang tersebar di kalangan diambil akan lebih dipercaya netizen. Hal tersebut memicu oleh warga internet. Pada timbulnya berita palsu atau saat mereka mendapatkan sering disebut sebagai hoaks informasi yang disukai dan informasi yang berisikan maka pengecekan akan kebencian (hate speech). kebenaran informasi tersebut Data yang dikumpulkan oleh berkurang. Penetapan positif Kementerian Komunikasi dan (afirmasi) akan informasi Informatika menyebut ada tersebut yang mendorong sebanyak 800 ribu situs di mereka meneruskan hoaks Indonesia yang terindikasi itu ke pihak lain dengan sebagai penyebar berita palsu mudahnya (Respati, 2017). dan ujaran kebencian (hate Sebuah organisasi speech) (Pratama, 2016). kemasyarakatan yang fokus terhadap telekomunikasi Kasus penyebaran Indonesia mengadakan hoaks dan hate speech yang survei mengenai wabah terjadi banyak mengangkat hoaks nasional. Temuan yang isu sensitif bagi masyarakat. didapat antara lain beberapa Dua hal terbanyak yaitu isu alasan warga internet politik sebanyak 91,8% dan menyalurkan hoaks adalah
11
didapat dari orang yang dipercaya sebesar 47,10%, mengira bermanfaat 31,90%, mengira info tersebut benar 18%, dan ingin jadi pertama yang tahu sebanyak 3% (Mastel, 2017). Melihat siklus ini, penyebaran berita hoaks membentuk pola komunikasi di masyarakat siber yaitu 10 dari 90, yang berarti 10% warga internet membuat berita hoaks dan sebanyak 90% sisanya menyebarkan informasi tersebut secara sukarela melalui media sosial. Biasanya penyebaran berita palsu tersebut merupakan topik-topik yang sedang viral di media sosial dan kemudian dijadikan rujukan utama (Nursyamsi, 2017). Dengan adanya fenomena diatas, dapat disimpulkan bahwa para pengguna media sosial menggunakan teknologi internet tanpa memiliki sikap dan budaya kritis akan persoalan yang akan dihadapinya Dengan adanya regulasi yang dibuat pemerintah yang tertuang dalam UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), diharapkan hak kebebasan berpendapat bagi seluruh masyarakat dilindungi oleh pemerintah, namun masyarakat juga harus lebih bijak dan bertanggung jawab dalam menulis dan menyampaikan sesuatu di dunia maya. Dan di era digital, pemeritah juga melakukan upaya semaksimal mungkin untuk memutuskan mata rantai berita palsu melalui laporan yang ditulis pada Kemenkominfo.
Galeri Foto
Pemaparan hasil riset oleh salah satu peserta FIGUR 2021.
Peserta FIGUR 2021 sedang asyik bercengkrama.
Peserta FIGUR 2021 sedang menikmati santapan siang.
Suasana berlangsungnya FIGUR 2021 hari ketiga yang dipandu oleh MC.
Kegiatan tudang sipulung berlangsung secara daring dan luring.
Penampilan hiburan di tengah rangkaian acara FIGUR 2021.
12