Edisi
26 ISSN: 0135-0776 Laporan Utama
Liputan Khusus
Opini
Lifestyle
Event
Pendidikan di Tengah Geliat Dunia Digital
Polemik Di Balik Pembentukan BEM Universitas
When 101 is Calling
Living Not Phubbing
Commfair is The Media
SALAM REDAKSI
Penanggung Jawab Azwar Asnan
Zulfah Raihani Achmad, Pemimpin Redaksi
Pemimpin Redaksi Zulfah Raihani Achmad
Assalamualaikum Wr. Wb.
Redaktur Pelaksana Fadil Ihsan
Segala Puji bagi Allah, Sang pemilik alam raya atas segala nikmatNya.
Menulis adalah keberanian, begitu kata Prmoedya Ananta Toer. Menulis telah mengajarkan kami menjadi insan-insan yang berani di tengah kegelisahan yang menyelimuti, menjadi senjata untuk berani melawan semua keterbatasan dan ketakutan, menunjukkan kami jalan bahwa proses belajar tidak pernah berhenti, dan menulis adalah perihal ketekunan. Proses yang dilalui adalah sebuah perjalanan menemukan jati diri. Bukan hal mudah, karena menulis dan kerja-kerja jurnalistik selalu membenturkan kita pada tantangan-tantangan yang tidak pernah bisa ditebak. Meski begitu, keberanian telah mengantarkan kami untuk melakukan hal-hal baik. Melalui kesempatan ini, Majalah Baruga hadir menyapa pembaca dengan melihat fenomena digital yang memengaruhi seluruh kehidupan. Kami melihat "digitalisasi" sebagai proses yang disebabkan oleh perubahan teknologi turut memberikan sumbangsih besar dalam masyarakat. Namun digitalisasi tidak hanya berkaitan dengan pemanfaatan teknologi dan data-data yang telah ada. Lebih dari itu, digitalisasi memungkinkan perubahan-perubahan yang lebih besar dalam tatanan organisasi bahkan sosial. Hadirnya berbagai platform atau produk digital menjadi bukti revolusi teknologi. Perubahan terjadi dengan sangat cepat tanpa mengenal waktu, sehingga adaptasi perlu dilakukan dengan segera. Bagi kita yang tidak mampu bertarung dengan perubahan, maka ketertinggalanlah yang akan menghampiri. Di bidang pendidikan, kehadiran teknologi memberi sumbangsih yang sangat besar. Mulai dari akses informasi yang lebih mudah dan cepat hingga pembelajaran yang lebih interaktif dan inovatif. Learning Management System misalnya, hadir sebagai sebuah produk digital dalam bidang pendidikan dengan harapan mampu mendorong terwujudnya pendidikan yang lebih maju. Namun lagi-lagi berbagai kendala selalu menjadi bagian dari ruh cita-cita. Terlepas dari apapun masalahnya, hal yang perlu diingat bahwa teknologi adalah "alat" yang juga dikendalikan manusia. Hal ini pula yang membawa Majalah Baruga edisi 26 melihat lebih jauh bagaimana produk digital hadir dalam bidang pendidikan. Tidak hanya di bidang pendidikan, tentunya sektor kehdupan lain juga turut dipengaruhi, dan tersaji di liputan-liputan yang lain. Tidak hanya sampai di situ, kami juga mengajak pembaca untuk melihat polemik pembentukan BEM Universitas di Unhas, serta artikel lain yang menarik untuk disimak. Akhir kata, terima kasih kami ucapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu dan mendukung Majalah Baruga. Terima kasih sedalam-dalamnya kepada seluruh warga Kosmik yang senantiasa memberikan saran dan kritik untuk membangun semangat belajar kepada tim redaksi. Semoga upaya menjadi lebih baik senantiasa mewarnai setiap gerak kita. Selamat membaca. Salam Biru Merah.
Linda Rudi Salam Firda Agustina Nurul Hidayah Redaktur Foto Cakra Ajie Wirabuana Fotografer
Sekretaris Redaksi Kifo Kosmik Muh.Amin Faturahman Editor Nurul Izzah Mirayanti Koordinator Liputan Megita Anastasia Reporter Amalia Fildzah A. Dirga Luthfi Andy Marko Wilda Yanti Salam Irfan Ashar Pratama Rastina Oktavia Febby Ardiatri P. Revy Yapari Renaldi Pratama Nabilah Savitri Muhammad Rifky Laksmi Nurul Suci Taufik Syahrandi Aisyah Nur Intan Sari Theresia Gabriela R. Jabal Rachmat H. Lestari Rahmadani Rezky Nur Amalia Chaeriyah Rafidah Andi Feninda Amalia
Desainer Grafis Gradient Kosmik Tata Letak Kurniawan Kulau Yahya Al-Kautsar Ilustrator Rachmat Hidayat Kurniawan Kulau M. Ridho Arjuna
Manager Iklan Afifah Fayyadhah Pembantu Umum Seluruh Warga Kosmik
Penerbit
Desain Sampul Rachmat Hidayat Alamat Redaksi Pusat Lembaga Kemahasiswaan FISIP Unhas Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 10 E-mail barugakosmikuh@gmail.com
3 BARUGA | Edisi 26 Tahun 2018
Baruga Content
Ilustrasi oleh Rachmat Hidayat
05-09
Laporan Utama Pendidikan di Tengah Geliat Dunia Digital
10-13
Liputan Khusus Polemik Di Balik Pembentukan BEM Universitas
14-15
Wawancara Khusus Berawal Dari Masalah Tuntas dengan Start Up
16-17
Wawancara Khusus MallSampah.com, Solusi Masalah Sampah Perkotaan
18-19
Opini When 101 is Calling
20-21
Opini Era Digital, Era Pintar
22-23
Lifestyle Living Not Phubbing!
4
| Edisi 26 Tahun 2018
25
Budaya Massureq La Galigo, Melantunkan Sejarah, Meniti Budaya yang Menghilang
26-27
Budaya Harapan Manis Di Hari Imlek
28-29
Lingkungan Sampah Tanggung Jawab Siapa?
30-31
Komunitas Berlayar Berbagi Ilmu
32-33
Photo Story Menenun Wujud Kesabaran dan Keuletan
34
Tokoh Inovasi Untuk Pendidikan Indonesia
36-38 39-41
Destinasi Mengenal Mandar : Surga Ribuan Budaya
44-45
Musik Musik , Keindahan Untuk Jiwa
46-47
Resensi Film Bertualang Mencari Kebahagiaan
48
Resensi Buku Simple Miracle : Doa dan Arwah
49
Technoside Digital Solution : Bermain Cerdas dalam Era Kata Kunci
50-51 52-53 54-55
Komik Puisi Kaleidoskop
Event Commfair is The Media
5 BARUGA | Edisi 26 Tahun 2018
Laporan Utama
PENDIDIKAN DI TENGAH GELIAT DUNIA DIGITAL Oleh : Nurul Izzah, Dirga Luthfi, Andy Marko, Wilda Yanti Salam, Amalia Fildzah Adani Ilustrasi : Rachmat Hidayat Saat ini kita berada pada era ketika masyarakat menggeser aktivitas-aktivitas mereka yang awalnya dilakukan di dunia nyata, lalu dialihkan ke dunia maya. Sebagai bentuk transformasi digital, fenomena ini disebut pula sebagai disruption (disrupsi). Fenomena ini menimbulkan banyak hal yang sulit untuk diprediksi seperti pada periode-periode sebelumnya. Selain itu, disrupsi pun memiliki perubahan yang berlangsung sangat cepat, dengan mengacak-acak pola tatanan lama untuk menciptakan tatanan baru. Disrupsi menginisiasi lahirnya model baru dengan strategi yang lebih inovatif. Sebagian pihak mengatakan bahwa perubahan ini adalah sebuah ancaman, namun tak sedikit pula yang memanfaatkannya sebagai sebuah peluang. Cakupan perubahannya pun sangat luas, mulai dari dunia bisnis, perbankan, transportasi, sosial masyarakat, hingga pendidikan. Era ini akan menghadapkan kita pada dua pilihan, berubah atau punah. Maka tidak diragukan lagi, disrupsi mendorong setiap sektor untuk melakukan digitalisasi. Pemerintah Indonesia pun tidak tinggal diam, dengan menunjukkan komitmen bergerak cepat melalui perangkat strategi dan regulasi. Dimulai dengan ditandatanganinya Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Roadmap e-Commerce) Tahun 2017-2019 pada Juli 2017 oleh Presiden Joko Widodo. Sejak saat itu, beragam inovasi aplikasi teknologi pun mulai bermunculan. Apalagi seiring dengan strategi pemerintah untuk mengejar target 1.000 startup digital di Indonesia melalui Gerakan Nasional 1.000 Startup Digital yang bertujuan untuk mewujudkan Indonesia sebagai The Digital Energy of Asia. 6
| Edisi 26 Tahun 2018
“
"Penerapan teknologi informasi dan komunikasi khususnya dalam pengembangan pendidikan nasional diharapkan akan bisa menyelesaikan masalah ketidakmerataan pendidikan di bangsa ini"
Untuk mencapai cita-cita bersama itu, bukanlah hal yang tidak mungkin digapai oleh Indonesia. Apalagi, hingga 31 Desember 2017, Internet World Stats mencatat estimasi jumlah penduduk Indonesia mencapai 266 juta jiwa dengan pengguna internet mencapai 143 juta jiwa. Angka ini menempatkan Indonesia pada urutan ke-5 sebagai negara dengan jumlah pengguna internet terbesar di dunia setelah China, India, Amerika Serikat dan Brazil. Banyak yang meyakini bahwa digitalisasi merupakan sarana efektif untuk perubahan yang teramat besar di bidang kehidupan seperti perdagangan, transportasi, pemerintahan hingga dunia pendidikan. Sementara bagi Indonesia, adanya digitalisasi pendidikan dapat membantu mengembangkan ilmu pengetahuan di daerah terpencil, pulau-pulau terluar, dan perbatasan. Kemajuan teknologi informasi ini memungkinkan pengajaran yang tak terkendala ruang dan waktu. Menurut Dr. Nurhikmah H. Arsal S.Pd., M.Si., Dosen Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Makassar (UNM), fenomena yang terjadi sekarang ini, sudah diprediksi dari beberapa tahun sebelumnya, bahwa dunia akan lebih terbuka dan mengarah ke digital. Hal itu terjadi karena teknologi informasi dan komunikasi semakin berkembang dan akan selalu ada perubahan-perubahan yang berkaitan dengan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) tersebut. Imbasnya pun akan langsung terasa pada dunia pendidikan. Digitalisasi Pendidikan Masalah dunia pendidikan di Indonesia
sekarang ini masih cukup pelik untuk bisa dituntaskan satu per satu. Dimulai dari tidak meratanya ketersediaan fasilitas sekolah yang bisa dijangkau oleh anakanak Indonesia hingga persebaran guruguru di seluruh wilayah Indonesia. Maka penerapan teknologi informasi dan komunikasi khususnya dalam pengembangan pendidikan nasional diharapkan akan bisa menyelesaikan masalah ketidakmerataan pendidikan di bangsa ini. Apalagi dengan banyaknya pengguna aktif dari media internet akan menjadi modal utama dalam penyelesaian masalah pendidikan tersebut. Dalam mengejar ketertinggalan itu, telah banyak inovasi yang bermunculan untuk menyelesaikannya. Salah satu inovasi digital pada dunia pendidikan adalah MOOC, singkatan dari Massive Open Online Course. MOOC adalah inovasi pembelajaran daring yang dirancang terbuka, dapat saling berbagi, dan saling terhubung satu sama lain. Prinsip ini menandai dimulainya demokratisasi pengetahuan yang menciptakan kesempatan bagi kita untuk memanfaatkan dunia teknologi dengan produktif. Sementara di Indonesia sudah banyak pula inovasi-inovasi dalam dunia pendidikan. Mulai dari aplikasi bernama Ruang Belajar, wahana para siswa di seluruh Indonesia bisa mengakses materi pelajaran dengan menonton video ataupun animasi pembelajaran dan materi-materi ajar lainnya secara gratis. Kemudian SIAP online, layanan sistem informasi & aplikasi pendidikan daring yang menghubungkan orangtua, siswa, guru, sekolah, dinas daerah, dan pemerintah pusat secara
Laporan Utama
terpadu dan akuntabel. Hingga Qbaca, aplikasi buku dan perpustakaan digital yang memungkinkan kita membawa semua buku kesayangan berapapun jumlahnya, membaca di mana saja dan kapan saja. Tetap dalam kenyamanan dan keakraban membaca buku, dan masih banyak lagi inovasi-inovasi yang akan terus berkembang. Pesatnya penggunaan teknologi di dalam dunia pendidikan ini sepertinya akan membuat kegiatan belajarmengajar berubah total, dari pendidikan konvensional (tatap muka) ke arah pendidikan yang lebih terbuka. Hal itu tercermin pada perubahan model pembelajaran yakni makin tumbuhnya pendidikan jarak jauh (distance learning). Pengajar dan peserta didik tidak perlu berada di tempat yang sama, dan semakin banyaknya pilihan sumber belajar yang tersedia seperti buku elektronik (e-book), mudahnya mengakses aplikasi digital seperti e-library, e-forum, e-journal dan sebagainya. Dengan masuknya pengaruh globalisasi tersebut, pendidikan masa mendatang akan lebih bersifat kompetitif, multidisipliner, serta lebih produktif.
“
...tenaga pendidik maupun tenaga kependidikan harus bisa punya kompetensi dalam memanfaatkan digitalisasi pendidikan.
“Munculnya fenomena ini pasti memiliki dampak positifnya dan negatif. Dampak negatif itu bisa timbul apabila kita tidak menggunakannya secara bijak. Tetapi kalau kita bijak dalam menggunakannya, hal itu bisa diminimalisir. Sementara, dampak positifnya sangat banyak, kita bisa belajar kapan dan di mana saja. Itu bisa menghemat waktu, tenaga, dan biaya karena kita dengan mudah dan cepat bisa menerima informasi. Di mana saja kita bisa mencarinya tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Kalau kita tidak mengikuti, ya kita akan ketinggalan,” tutur Dr. Nurhikmah H. Arsal S.Pd., M.Si. Namun, adanya revolusi pembelajaran yang akan terus berkembang dari waktu ke waktu akan menimbulkan sebuah pertanyaan bahwa masih relevan kah kehadiran pengajar di ruang-ruang kelas?
Karena pada era ini, fungsi pengajar sudah jauh berbeda jika dibandingkan dengan pengajar pada masa lalu. Dr. Nurhikmah H. Arsal S.Pd., M.Si menambahkan, semua tenaga pendidik itu, baik tenaga pendidik maupun tenaga kependidikan harus bisa punya kompetensi dalam memanfaatkan digitalisasi pendidikan. Namun bukan berarti dengan adanya digitalisasi, kontak langsung di ruang-rung kelas bisa dikesampingkan. Tetap harus ada kontak sosial dengan peserta didik secara langsung. Porsinya pun harus tetap dijaga, bukan berarti dengan adanya digitalisasi, pembelajaran tatap muka dihilangkan, tetapi itu bisa menjadi suplemen atau pelengkap dalam pembelajaran. “Saya sendiri mengombinasikan antara pembelajaran tatap muka dengan online learning. Jadi saya tetap bertemu dengan mahasiswa dan saling menyepakati seberapa banyak peserta didik menginginkan pertemuan tatap muka dan seberapa banyak kita berkomunikasi secara online,” jelasnya. Hal serupa juga diungkapkan oleh Andi Subhan Amir, S.Sos, M.Si, dosen Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin. Ia menjelaskan bahwa pertemuan langsung di kelas tidak bisa digantikan dengan pertemuan melalui e-learning secara penuh. “Bagi saya lebih efektif pertemuan langsung di kelas dibandingkan menggunakan e-learning. Namun penggunaan keduanya tetap harus dikombinasikan,” jelasnya. Lain halnya dengan Sitti Murniati Muhtar, S. Sos., S.H., M.Ikom., dosen Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin ini juga mengatakan bahwa jika beberapa tahun ke depan, pertermuan langsung di kelas akan digantikan dengan pertemuan online, dia akan sangat setuju. “Saya senang jika pertemuan langsung di kelas dapat digantikan dengan pertemuan melalui e-learning karena cara mengajarnya lebih gampang dan terfokus, kita bisa mengajar dan berdiskusi sambil melakukan pekerjaan lain. Mahasiswa juga akan belajar etika berbicara di internet. Namun itu bisa dilaksanakan jika sistemnya sudah baik dan masalah pada jaringan sudah minim, karena untuk kondisi sekarang, pertemuan langsung belum bisa digantikan
sepenuhnya oleh e-learning,” jelasnya.
Electronic Learning dan Learning Management System (LMS) Saat ini, penting bagi pengajar untuk mulai mengubah cara mereka mengajar, dengan meninggalkan cara-cara lamanya serta bisa menerima hal-hal baru dengan lebih cepat. Hadirnya teknologi digital dapat membantu pengajar untuk mengajar dengan lebih cepat dan lebih efektif. Metode pembelajaran yang monoton pun akan menjadi pelajaran yang multistimulan sehingga lebih menyenangkan dan menarik. Model pembelajaran seperti ini merupakan wadah belajar yang salah satu manfaatnya adalah pembelajaran jarak jauh, yaitu pembelajaran ketika dosen tidak perlu kemana-mana, tapi ia bisa mengajar di mana-mana. Hal itulah yang dikembangkan di e-learning. Manfaat lain dari e-learning adalah pendidikan terbuka atau sharing resource bersama antar lembaga pendidikan. Diharapkan dengan adanya e-learning, para ahli yang ada di setiap Perguruan Tinggi (PT) bisa menyalurkan ilmunya lewat e-learning, sehingga pembelajaran dari Sabang hingga Merauke bisa merata. Namun, siapkah para pengajar untuk menghadapi perubahan peran ini? Dr. Nurhikmah H. Arsal S.Pd., M.Si. kembali berkomentar, menurutnya, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) khususnya pengajar, tergantung dari kondisi pengajarnya. Jika pengajar tersebut masih tergolong muda dan senang dengan IT, itu akan sangat membantu. Namun tak bisa dipungkiri bahwa ada juga kelompok yang memang tidak mau menggunakan teknologi informasi dengan berbagai alasan, misalnya karena sudah mau pensiun, ataupun merasa rumit dengan sistem baru tersebut. Di Makassar, penerapan e-learning sudah banyak digunakan, termasuk di perguruan tinggi negeri maupun swasta. Salah satunya di Universitas Hasanuddin (Unhas). Sebagai kampus yang bercita-cita menjadi World Class University, kampus ini telah menerapkan sistem pembelajaran yang diharapkan dapat memudahkan dosen dan mahasiswanya. Sistem tersebut 7 BARUGA | Edisi 26 Tahun 2018
Laporan Utama
“ “Masih banyak dosen yang belum menggunakannya secara maksimal, mungkin karena tidak siap untuk keluar dari zona nyaman yang selama ini mereka gunakan"
bernama Learning Management System (LMS) yang telah hadir sejak 2009. Pada tahun 2011, terdapat 86 perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki e-learning serupa dengan nama yang berbeda-beda dan akan diseleksi untuk dijadikan contoh model pembelajaran jarak jauh. Dari seleksi tersebut, terpilihlah 10 PT, termasuk Unhas yang memiliki e-learning yang dianggap layak untuk dijadikan model pembelajaran jarak jauh. Perkembangan LMS sejak 2009 hingga 2018 sudah bisa terlihat, dimulai dari tampilan LMS yang sudah lebih bagus, kapasitas penggunaan data meningkat, kemampuan penggunaan dalam jumlah besar, hingga dosen dan mahasiswa yang sudah lebih familiar dengan LMS. Namun di tengah perkembangan itu, masih banyak hal-hal yang perlu dimaksimalkan lagi. Mulai dari sarana dan prasarana, hingga pengajar. Di Unhas penerapan e-learning secara maksimal hanya diterapkan di Fakultas Hukum dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, fakultas-fakultas lain masih dalam proses menyiapkan diri dengan memenuhi sarana dan menyiapkan tenaga pengajar yang sudah mahir untuk menerapkannya. Tapi di sisi lain, masih banyak pengajar yang tidak bisa menerima kehadiran e-learning ini, padahal kampus telah menyiapkan pelatihan khusus bagi dosen dan staf untuk dapat memaksimalkan e-learning. Andi Subhan Amir, S.Sos., M.Si., selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi Unhas mengatakan bahwa pelatihan untuk menggunakan LMS sudah ada sejak 2009 dan rutin diadakan setiap tahunnya oleh Lembaga Kajian dan Pengembangan Pendidikan (LKPP) untuk para dosen. Terdapat banyak level untuk pelatihan ini, ada level Program Studi, ada pula level Fakultas. Untuk level Program Studi, biasanya pihak Program Studi (Prodi) 8
| Edisi 26 Tahun 2018
mengundang pemateri untuk didatangkan di Prodi untuk mengajar menggunakan LMS bagi para dosen. Sementara untuk level fakultas, setiap fakultas akan diberikan undangan mengikuti pelatihan untuk mengutus perwakilannya mengikuti pelatihan. Untuk dosen yang diutus pun, akan digilir tiap tahunnya. Namun setelah dosen diberikan pelatihan dalam menggunakan LMS, dosen masih diberi kebebasan memilih untuk beralih menggunakan LMS atau tetap pada cara pengajaran yang lama. Bagi dosen yang memilih untuk menggunakan LMS, ada poin tersendiri yang nantinya akan berguna untuk kenaikan pangkat, namun tidak ada sanksi khusus bagi dosen yang tetap memilih cara lama dalam mengajar. Dr. Yusring Sanusi Baso. S.S.,M.App. Ling, selaku Kepala Divisi E-Learning Universitas Hasanuddin mengatakan, memang perlu niat yang besar untuk beralih dan mengubah kebiasaan lama. Apalagi untuk mulai menggunaan LMS, dosen memang akan kewalahan karena mereka harus memasukkan semua bahan kuliah ke dalam sistem. Namun, itu hanya terjadi pada semester awal saja, untuk semester selanjutnya dosen hanya perlu memperbaharui dan mengevaluasi proses pembelajaran. “Masih banyak dosen yang belum menggunakannya secara maksimal, mungkin karena tidak siap untuk keluar dari zona nyaman yang selama ini mereka gunakan. Saya rasa itu adalah hal terberat untuk beralih ke sistem e-learning,” ungkapnya Dosen Sastra Arab ini. Hal serupa juga diungkapkan oleh salah seorang dosen yang tidak ingin disebut namanya, bahwa ia tidak pernah mengikuti pelatihan dan tidak menggunakan LMS. “Pernah ada panggilan mengikuti pelatihan, tapi saya tidak ikut. Sampai
sekarang juga saya lebih senang mengajar dengan metode lama, karena menurut saya itu jauh lebih efektif,” jelasnya. Di sisi lain, Andi Subhan Amir, S.Sos., M.Si., menambahkan, kurang maksimalnya LMS digunakan karena hingga saat ini LMS masih memiliki keterbatasan. Misalnya kemampuan untuk menyimpan data dalam jumlah besar, kemampuan sistem jika banyak pengguna yang online pada saat bersamaan, dan masih banyak lagi. Hal itu yang membuat LMS belum dimaksimalkan sepenuhnya. “Beberapa tahun yang lalu saya sangat semangat dalam mengaplikasikan LMS ini, namun satu tahun belakangan, frekuensinya sedikit berkurang. Terkadang jika saya sudah menetapkan waktu untuk diskusi online di LMS, tidak semua mahasiswa dapat mengakses LMS tersebut, padahal saya sudah penuh semangat. Hal itulah yang menurunkan frekuensi saya dalam menggunakan LMS, karena saya pun tidak bisa memaksa mahasiswa yang tidak dapat akses karena faktor jaringan di kampus yang kurang bagus jika diakses dalam waktu bersamaan. Untuk sekarang ini saya lebih menggunakan tatap muka langsung dan sesekali lewat LMS,” jelasnya. Sestilawati Ridha, mahasiswi Prodi Psikologi Universitas Hasanuddin mengungkapkan bahwa sistem LMS masih perlu ditingkatkan lagi, menurutnya terlalu banyak embel-embel yang membingungkan penggunanya ketika mengakses LMS. Selain itu, mahasiswi angkatan 2014 ini juga menambahkan bahwa sebaiknya semua dosen menggunakan LMS, karena para mahasiswa bisa mengulang materi pembelajaran di kelas yang ditawarkan melalui LMS. Lain halnya dengan Nurul Hidayah Rahim, mahasiswi Prodi Ilmu Komputer
Laporan Utama
ini mengatakan bahwa ia senang menggunakan LMS terutama untuk kumpul tugas. “Meski belum semua dosen menggunakan LMS, tapi ketika ada dosen yang menggunakan saya senang sekali. Apalagi untuk kumpul tugas, karena jika kita lupa, tugasnya bisa dicek ulang. Selain itu pemahaman akan tugas semuanya sama, karena sumbernya hanya satu, terkadang kalau tugas yang diumumkan di kelas, banyak yang salah penangkapan,” jelas mahasiswi angkatan 2014 ini. Sementara itudi STMIK Dipanegara, salah satu kampus di Makaasar ini juga menerapkan sistem e-learning. E-learning dapat dimanfaatkan untuk pengumpulan tugas, tetapi sistem ini belum digunakan secara menyeluruh. Mahasiswa hanya diarahkan untuk mengambil materi secara langsung. Sebab lainnya ialah dosen belum menggunakan secara sepenuhnya karena prosesnya masih berkaitan dengan finansial (gaji dosen). Jika full e-learning, kehadiran dosen susah untuk direkapitulasi dan dikhawatirkan seorang dosen tidak masuk ke kelas dan hanya memberikan arahan untuk membuka materi melalui e-learning. Maka harapannya, pada era teknologi ini, fasilitas yang telah dibangun di dunia pendidikan dapat lebih dimaksimalkan lagi. Apalagi dengan berkembangnya model belajar jarak jauh (Distance Learning), mudahnya menyelenggarakan pendidikan terbuka, sharing resource bersama antar lembaga pendidikan, perpustakaan dan instrumen pendidikan lainnya (guru, dosen, laboratorium) berubah fungsi menjadi sumber informasi daripada sekadar rak buku. Hal ini tentu akan menjadi sebuah peluang dan cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan sekaligus tantangan bagi dunia pendidikan di Indonesia.
“
Pendidikan saat ini sudah menuju pada proses yang disebut paperless model.
Portal Akademik Universitas Pada era digital, kehidupan manusia diwarnai dengan berbagai kemudahan, dan secara tidak langsung mendorong pendidikan konvensional untuk segera melakukan inovasi mulai dari inovasi pembelajaran, hingga mengubah proses administrasi yang manual. Menggunakan sistem tradisional dalam proses pengelolaan lembaga pendidikan sepertinya mulai tidak efektif. Sistem konvensional ini seharusnya sudah ditinggalkan sejak ditemukannya media komunikasi internet dan multimedia. Pendidikan saat ini sudah menuju proses yang disebut paperless model. Portal Akademik Mahasiswa pada setiap universitas pun hadir untuk menyambut perubahan itu. Namun ternyata, meski sudah memasuki era digital, masih banyak universitas yang belum sepenuhnya menggunakan sistem digital untuk proses administrasi. Di STMIK Dipanegara contohnya, kampus ini memiliki website yang menggunakan sistem satu arah, dimana hanya menampilkan data view tapi prosesnya diolah dari sistem jaringan lokal (main server). Proses satu arah ini dipertimbangkan karena proses dua arah memiliki output terbatas sedangkan pengelolaan akademik memiliki banyak output yang dibutuhkan. Salah satu output dari sistem adalah ijazah, jadi tanpa tulis tangan, semua informasi dapat dilihat melalui website resmi. “Sebenarnya alasan mengapa belum online sepenuhnya adalah karena kami fikir masih ada yang susah dalam menjangkau jaringan internet. Pada pendaftaran mahasiswa baru contohnya, pihak kampus menyediakan pendaftaran mahasiswa baru secara online, tetapi masih ada juga yang mendaftar secara langsung dengan datang ke kampus,” jelas Drs. I Wayan Simpen M.MSI, selaku dosen Program Studi Teknik Informatika dan pengelola website STMIK Dipanegara.
Sementara untuk pengisian Kartu Rencana Studi (KRS), mengisi KRS online dianggap akan merepotkan mahasiswa. Terkecuali untuk mahasiswa yang mengulang dan harus mengisi satu per satu mata kuliah yang diulang telah disiapkan oleh sistem. Pengelolaan KRS secara online oleh mahasiswa dikatakan sukar karena masih banyak yang perlu diatur. Selain itu, pihak kampus juga merasa tidak masalah dengan pengisian KRS saat ini yang dilakukan oleh mahasiswanya dan memudahkan pihak akademik. “Kedepan jika semua sudah online, di manapun mahasiswa bisa langsung menginput KRS dan diberikan akses seluasnya, tetapi kita dari pihak kampus memikirkan bahwa sistem yang digunakan oleh pihak kampus sudah bekerja dengan baik sehingga tidak perlu untuk mengisi KRS secara online oleh mahasiswa,” tegas Drs. I Wayan Simpen M.MSI. Sementara Muhammad Rijal Pardi, mahasiswa Teknik Informatika STMIK Dipanegara merasa bahwa mungkin saja pihak kampus belum mampu untuk menggunakan sistem online. “Seharusnya pihak kampus mampu membuat KRS dengan pengisian secara online, apalagi kampus ini merupakan kampus IT di Makassar,” ungkapnya. Proses pengelolaan dan inovasi pada lembaga pendidikan diharapkan akan menciptakan generasi baru yang cerdas sehingga menciptakan manusia Indonesia yang berkompetensi dan siap bersaing dengan dunia luar. Sehingga digitalisasi pendidikan tidak disalah artikan hanya sekadar penghematan kertas dan efesiensi di dunia pendidikan tapi lebih membangun wujud pribadi yang lebih berkarakter. Menyiapkan diri untuk menerima tantangan merupakan kesempatan untuk mewujudkan Indonesia yang lebih dan di segani di dunia. Namun tetap saja, hal ini membutuhkan semua elemen masyarakat dalam mewujudkannya, terutama pihak pihak terkait pemangku kebijakan agar ini segera bisa dilaksanakan.
9 BARUGA | Edisi 26 Tahun 2018
Liputan Khusus
POLEMIK DI BALIK PEMBENTUKAN BEM UNIVERSITAS Oleh Foto
U
: Mirayanti, Irfan Ashar, Ian Fauzan, Febby Ardiatri, Rastina Oktavia : Cakra Ajie Wirabuana
niversitas Hasanuddin (Unhas) secara resmi menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) ke- 11 di Indonesia pada 16 Januari 2017. Setelah resmi, Unhas pun didorong agar bisa masuk sebagai perguruan tinggi kelas dunia. Olehnya itu, ada hal yang harus dipertanggungjawabkan oleh seluruh civitas akademika. Sebagai Kampus PTNBH, Unhas secara sah mendapatkan dua hak otonomi di bidang akademik dan non akademik sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang perguruan tinggi. Sebagai satu-satunya kampus yang berbadan hukum di kawasan Indonesia Timur, banyak perubahan-perubahan yang telah terjadi. Baik dari sistem penyelengaraannya maupun birokrasi. Dalam kampus PTNBH, Majelis Wali Amanat (MWA) adalah unsur penting yang saat ini mengisi salah satu posisi di birokrat. Saat ditemui oleh tim Majalah Baruga, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Unhas, Dr. Ir. Abd. Rasyid Jalil, M.Si menjelaskan mengenai tugas dari terbentuknya MWA dalam sebuah kampus berbadan hukum. Pada dasarnya, MWA adalah alat kontrol non akademik, kontrol organisasi-organisasi 10
| Edisi 26 Tahun 2018
universitas, serta berperan untuk mengingatkan lembaga-lembaga birokrat mengenai kepentingan universitas. “Salah satu tugas yang paling penting adalah mengingatkan rektor, melaksanakan fungsi manajemen, dan sebagainnya. Perlu ditekankan bahwa siapapun yang tergabung dalam MWA, baik itu dosen, profesor, ataupun mahasiswa tentu memiliki tugas yang sama,� terang Abd. Rasyid Jalil yang akrab disapa Pak Cido ini. Sekretaris MWA Prof. Dr. A Pangerang Moenta, SH., MH., DFM dalam pemberitaan Koran Identitas edisi April 2017 telah menjelaskan secara rinci mengenai MWA dalam Kampus PTNBH. Ia memaparkan bahwa anggota MWA berjumlah 19 orang yang terdiri dari Menteri, Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan, Rektor, Ketua SA, wakil dari masyarakat (3), wakil dari dosen (8), wakil dari tenaga kependidikan (2), Ketua Ikatan Alumni Unhas sebagai wakil alumni, dan ketua senat Mahasiswa Unhas atau perwakilan mahasiswa Unhas. Dalam kesempatan itu juga, beliau mengutarakan pendapatnya mengenai wakil mahasiswa dalam MWA. Menurutnya, mahasiswa
Liputan Khusus
yang terlibat dalam MWA nantinya tentu akan dilibatkan dalam perencanaan bahkan sampai pada tahap pengambilan kebijakan. Beliau beranggapan bahwa selama ini mahasiswa bergerak menginginkan perubahan kebijakan dengan aksi massa, tanpa ikut atau tergabung dalam penentuan kebijakan. MWA hadir untuk menjadi jembatan keleluasaan untuk mengutak-atik dunia akademik. Posisi BEM-U dalam MWA Satu kursi kosong yang dimaksud sebagai perwakilan mahasiswa dikenal dengan istilah Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEM-U). Bagi Sekretaris MWA, BEM-U bisa memberikan jalur bagi mahasiswa agar terlibat langsung dalam hal perencanaan, kepegawaian, dan pengambilan kebijakan di Unhas. Sehingga, secara langsung, mahasiswa terlibat dalam setiap kebijakan kampus yang diberlakukan. Namun, sampai saat ini kursi yang disediakan oleh MWA bagi perwakilan mahasiswa belum terisi. Belum ada yang mampu merepresentasikan Unhas saat ini. Kursi itu bak sebuah rubik yang belum bisa dimengerti dan dipecahkan. Keberadaan BEM-U hingga saat ini masih hanya sebatas wacana. Perbedaan visi dan misi antar kelompok menjadi kendala terbesar, sehingga satu kursi kosong menjadi konsep yang belum tuntas. Satu sisi berkata A sementara sisi yang lain berkata B, satu sisi menerima sementara sisi yang lain menolak sehingga cenderung memiliki pemaknaan yang berbeda. Selalu ada pro dan kontra. BEM-U bisa pula diibaratkan seperti perumpamaan hadirnya manusia. Setiap manusia adalah makhluk yang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tentu saja, akan tetap ada yang suka dan tidak suka dengannya. Seperti itu pula dengan kehadiran BEM-U yang sampai saat ini hanya sebatas angin yang tak bisa di genggam. Rekam Jejak BEM-U Ini bukan pertama kalinya isu BEM-U ada di Unhas. Sejarah menyimpan jejak bahwa BEM-U pernah terjadi di “Kampus Merah” ini. Perjalanan panjang mencatat bahwa sejak tahun 1975, proses terbentuknya telah dibahas. Mulai dari bentuk Dewan Mahasiswa (Dema), perubahan Majelis Mahasiswa (MM) menjadi Majelis Tinggi Mahasiswa (MTM), proses pembentukan Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM), dan terbentuknya Senat Mahasiswa Unhas (SMUH) pada tahun 1991 yang berhasil menyatukan seluruh mahasiswa Unhas. Era reformasi tahun 1998 menjadi awal terbentuknya BEM ketika terbit pedoman umum organisasi kemahasiswaan. Lembaga mahasiswa mengalami beberapa perubahan termasuk pergantian nama dari Senat Mahasiswa (Sema) menjadi BEM. Namun, pada tahun 2000, tepatnya pada tanggal 5-7 Juli saat itu, pemilu raya dimenangkan oleh Heryanto dan menjadi sebuah akhir dari vakumnya BEM Universitas. Pada tahun 2005 dibentuk pula Badan pekerja yang merupakan badan perumus yang meramu dan meracik segala prasyarat terbentuknya sebuah lembaga, yang berasal dari perwakilan setiap fakultas. Pergolakan mahasiswa terkait hal ini kembali terjadi pada tahun 2013. Beberapa perwakilan Lembaga Mahasiswa (Lema) Unhas mengadakan kongres di Bengo-bengo dengan membahas
keberlangsungan lembaga mahasiswa yang saat ini dikenal sebagai BEM Universitas. Dalam kongres tersebut, banyak perdebatan-perdebatan atau ketidaksetujuan dalam pembentukannya. Beberapa fakultas menolak hadirnya BEM-U seperti perwakilan lembaga mahasiswa tingkat fakultas yakni Senat Kelautan dan Perikanan, BEM FMIPA, BEM Sastra dan Senat Ekonomi. Sementara yang setuju akan hal ini adalah perwakilan dari lembaga mahasiswa tingkat Fakultas Hukum, Farmasi, Kedokteran, Kedokteran Gigi, Pertanian, dan Teknik. Pro Kontra Pembentukan BEM-U Ketua BEM Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Periode 2017-2018, M. Chaerul saat ditemui membenarkan bahwa pertemuan tersebut pernah dilakukan di Bengobengo. Walaupun terjadi penolakan dari beberapa fakultas saat itu, namun tetap menghasilkan draft sementara hasil perundingan yang sampai saat ini tidak terdengar lagi. “Ketika kembali ke Unhas, draft tersebut seolah menghilang tanpa ada yang menindaklanjuti,” terangnya. Bagi M. Chaerul, ia tidak mempermasalahkan jika BEM-U terbentuk, asalkan setiap orang mampu menjalankan kesepakatan yang telah dibentuk. Kesepakatan tersebut tentu tidak akan lepas dari perdebatanperdebatan dari setiap BEM Fakultas yang ada di Unhas, karena 14 Fakultas yang ada di Unhas tentunya memiliki disiplin yang berbeda, baik itu dari segi ilmunya, budaya, maupun dasar ideologi yang digunakan. Lain fakultas, lain pula pandangannya. Fakultas Hukum, secara tegas menyatakan kesetujuannya jika BEM-U terbentuk. Mereka bahkan memberikan landasan hukum sebagai dasar keyakinan mereka akan konsep BEM-U yang ditawarkan oleh pihak birokrat. Didi Muslim Sekutu selaku Ketua BEM Fakultas Hukum menjelaskan bahwa penerimaan mereka terhadap konsep BEM-U sesuai dengan landasan hukum UU No. 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi. “Kami selalu berpaku pada dasar hukum. Ketika kita berbicara soal dasar pelaksanaan perguruan tinggi, maka yang akan menjadi rujukan adalah UU No. 12 tahun 2012 mengenai pendidikan tinggi. Ketika kita melihat dengan jeli UU tersebut, maka terdapat sebuah amanat bahwa setiap organisasi kemahasiswaan diserahkan dan dibentuk dalam peraturan rektor. Tapi, peraturan rektor ini yang belum ada di Unhas, tidak seperti perguruan tinggi yang ada di UGM, UNDIP, dan UNAIR yang telah memiliki peraturan rektor tentang perguruan tinggi yang berhubungan dengan organisasi kemahasiswaan. Peraturan inilah yang tidak dimiliki oleh Unhas, sehingga terjadi beberapa ketidakjelasan akan peraturan kemahasiswaan yang ada di kampus,” jelasnya. Setali tiga uang dengan Fakultas Hukum, Fakultas Teknik dalam hal ini Hafiz Alimah, selaku Ketua Senat Fakultas Teknik juga mendeklarasikan penerimaan terhadap konsep BEM-U yang ditawarkan birokrat. Alasan penerimaan ini adalah bentuk pergerakan kolektif yang akan terwadahi jika BEM-U itu ada. Menurutnya, perlu dibentuk sebuah wadah yang dapat menampung seluruh aspirasi mahasiswa Unhas. Upaya yang dilakukan oleh Fakultas Teknik dalam hal 11 BARUGA | Edisi 26 Tahun 2018
Liputan Khusus
mendukung dibentuknya BEM-U telah dilakukan sejak periode kepengurusan tahun 2010 yang me-memoorandumkan upaya pembentukan BEM-U dan terus dievaluasi di setiap musyawarah yang dilakukan oleh mahasiswa teknik. Dalam kehidupan, selalu ada hal yang berdampingan. Jika hidup harus bersanding dengan mati, jika lapar harus bersanding dengan kenyang, jika susah harus bersanding dengan senang, maka penerimaan tentu dan pasti akan bersanding dengan penolakan. Ketika lembaga mahasiswa tingkat Fakultas Teknik dan Hukum menjadi interpretasi dari beberapa fakultas lainnya yang menerima pembentukan konsep BEM-U, maka BEM FISIP menjadi salah satu dari fakultas lain yang menolak akan konsep BEM-U yang ada. Sebenarnya, seperti pembahasan di awal, BEM FISIP tidak mempermasalahkan jika BEM-U itu ada. Namun, jalan menuju BEM-U yang selalu mengalami problematika yang tak berujung membuat BEM FISIP merasa bahwa memang banyak pihak yang masih mempertimbangkan adanya BEM-U. Perdebatan di sana sini tak bisa dielakkan karena adanya perbedaan disiplin ilmu, baik itu dari segi ideologinya, ataupun budaya setiap fakultas. Menurut pandangan M. Chaerul, kursi yang disediakan MWA bagi perwakilan mahasiswa sebenarnya tak memiliki peran dalam pengambilan kebijakan kampus. Ia memandang bahwa peran serta MWA dalam kampus tidak terlalu besar. Prosedural dari MWA hanya memilih rektor dan menolak rancangan kebijakan Rektor Unhas, tetapi tidak memiliki hak ikut campur dalam penerapan serta pelaksanaan kebijakan di Unhas. Hal ini tentu bertolak belakang dari apa yang disampaikan oleh Sekretaris MWA yang dikutip dari Koran Identitas saat membahas mengenai pembentukan BEM-U. Selain itu, M. Chaerul merasa bahwa idealnya, BEM-U yang merupakan hubungan dari PTNBH yang baru di terima Unhas masih dipertanyakan oleh BEM FISIP, sebab di ranah PTNBH saja ada beberapa kebijakan yang masih dipertanyakan seperti transparansi Uang Kuliah Tunggal (UKT), ataupun isu UKT jalur-non subsidi yang setiap tahun terus naik. Di sisi lain, Anshar yang merupakan Ketua BEM Unhas tahun 2007 memandang jika pembentukan BEM-U hanya didasari oleh pemenuhan kuota di MWA, maka itu adalah cara berpikir yang sangat sempit, harusnya hal tersebut diarahkan sebagai wadah untuk menjawab persoalan-persoalan mahasiswa zaman sekarang, bukan hanya fokus pada hal politis seperti pemilihan rektor. “Makanya BEM-U harus tumbuh dari bawah, bukan top down ala birokrat agar tidak terjebak pada hal-hal politis,” tegas alumnus FISIP ini. Ia juga menambahkan, lembaga mahasiswa harus dirancang oleh mahasiswa hari ini dan disesuaikan dengan persoalan yang dihadapi. Salah satu syarat agar hal tersebut bisa tercapai ialah dengan menanggalkan rasa trauma yang terjadi di masa lalu agar kita tidak terjebak pada hal tersebut. Tendensi antar fakultas yang ada di Unhas tentunya tidak bisa dinafikkan dalam pembentukan BEM tingkat universitas. Namun sangatlah sempit pikiran kita jika terjebak pada hal tersebut padahal ada hal yang lebih mendesak untuk segera diselesaikan. Dibutuhkan kebijaksanaan semua mahasiswa khususnya para petinggi lembaga -lembaga dalam memandang hal ini. “Tinggalkan semua kecurigaan antara kita,” pesannya. 12
| Edisi 26 Tahun 2018
“
"BEM-U harus tumbuh dari bawah, bukan top down ala birokrat agar tidak terjebak pada hal-hal politis,"
Bentuk BEM-U dan Komite Mahasiswa Dalam kesempatan wawancara dengan tim majalah Baruga, M. Chaerul menjelaskan pula mengenai bentuk baru dalam model persatuan mahasiswa fakultas dengan adanya Komite Mahasiswa yang ditawarkan. Sistem ini akan mempunyai presiden mahasiswa dan wakil presiden mahasiswa yang dibantu oleh tim kerja yang berasal dari setiap ketua BEM Fakultas yang ada di Unhas dan mempunyai draft kerjanya masing-masing dalam pergerakan mahasiswa. Pada dasarnya, Komite Mahasiswa adalah upaya yang dilakukan oleh BEM Fakultas untuk membentuk suatu gerakan mahasiswa. Perlu diingat bahwa Komite Mahasiswa menghasilkan keputusan bahwa setiap BEM atau Senat Fakultas mendelegasikan minimal dua orang dalam Komite Nasional, kemudian delegasi tersebut bertugas untuk menyusun rencana strategis gerakan di Universitas Hasanudddin. Anggota konsolidasi adalah mahasiswa Unhas. Dalam Komite Nasional, BEM atau senat memiliki hak dalam pengambilan keputusan, sementara himpunan atau Lembaga Mahasiswa lainnya memiliki hak dalam berpendapat. Beberapa keputusan di atas merupakan hasil dari adanya Komite Mahasiswa yang dilakukan sekitar bulan september 2017 lalu sebagai bentuk upaya aliansi Unhas Bersatu menyikapi BEM-U yang ditawarkan kala itu. Sementara itu, pihak birokrat menekankan bahwa BEM-U ditawarkan kepada mahasiswa untuk menjadi wadah mempersiapkan pemimpin-pemimpin muda bukan hanya berskala regional tetapi berskala nasional. Pihak birokrasi juga sudah melakukan upaya mediasi dan menghadirkan alumni-alumni untuk membantu terbentuknya BEM-U, bahkan telah difasilitasi dengan pengadaan sekretariat untuk tim pembentuk BEM-U. “Saya tidak tahu penyakit apa yang tengah menggorogoti bangsa ini khususnya mahasiswa Unhas. Mengapa masih banyak keragu-raguan dan tidak melakukan gebrakan baru? Harus ada keberanian!” kata Pak Cido. Ia pun kembali menegaskan, konsep BEM-U yang ditawarkan tidak memiliki unsur paksaan, semua itu merupakan sebuah pilihan, ada atau tidaknya bukanlah sebuah persoalan yang besar. “Tidak atau ada itu bukan persoalan, yang saya bilang bahwa itu adalah hak, jadi tidak menggugurkan. Kalau tidak mau ya sudah,” lanjutnya. Saat BEM-U tak bisa terealisasi dalam Kampus Unhas yang kini berstatus PTNBH, pihak birokrat kampus kemudian memberikan tawaran mengenai peraturan organisasi mahasiswa yang sudah dibuat berdasarkan kerja sama dengan BEM-BEM yang ada. Hal itu tentu masih perlu untuk dipertanyakan, apakah peraturan organisasi itu mampu memberikan interpretasi yang diharapkan ataukah hanya akan menambah polemik persoalan yang menjadi pemikiran baru bagi pihak birokrat dan mahasiswa. Pendapat Alumnus Tentang BEM-U Polekmik dari pembentukan BEM tingkat Universitas Hasanuddin
Liputan Khusus
Suasana Penerimaan dan Pembinaan Kesadaran Bela Negara (P2KBN) mahasiswa baru 2017 di Baruga A.P. Pettarani Unhas
juga mendapat perhatian khusus dari Mulawarman, seorang Alumnus Fakultas Ekonomi Unhas. Dikutip dari Koran Tribun Timur edisi 15 Maret 2017, wartawan senior itu mengungkapkan keprihatinan atas kevakuman lembaga mahasiswa tingkat universitas. Ia merasa bahwa badan kampus Unhas sudah tak utuh lagi dan ada yang hilang. Menurutnya, Unhas seperti orang yang cacat karena sejak delapan tahun terakhir tak lagi memiliki BEM. Bagi Mulawarman, mahasiswa itu moral force, berarti di sana sudah tidak ada moralnya. Ada ruang kosong di Unhas saat ini dengan tidak adanya BEM. Saat ini hanya Unhas yang tak punya BEM. UI, UGM, dan universitas terkemuka lainnya ada, artinya BEM itu penting. Dia bagian dari unsur universitas yang penting. Hal itu disampaikannya dalam sesi diskusi buku Prof. Dr. Arsunan Arsin, Mengalir Melintasi Zaman Menebar Ide dan Gagasan Tanpa Batas. Buku yang berisi masa terindah perjuangan mahasiswa.
“
“Persoalan mahasiswa bukan cuma persoalan internal, bukan cuma persoalan Unhas, tapi ada persoalan kebangsaan bahkan global."
Dalam kesempatan lain bertemu Prof. Dr. Arsunan Arsin, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas ini menerangkan, telah terjadi degradasi dalam hal pengawalan isu. Mahasiswa sudah tidak lagi mengawal isu-isu nasional dan global. Ia juga mengkritik kondisi lembaga mahasiswa yang cenderung sudah tidak solid bahkan melihat adanya unsur kepentingan dari pihak tertentu. Hal ini disebabkan karena tidak adanya organ yang mewadahi seluruh mahasiswa yang ada di Unhas. “BEM universitas merupakan wadah silaturahmi sesama mahasiswa Unhas dan berfungsi untuk membina regenerasi dan kaderisasi. Saya berharap mahasiswa tetap menggunakan benang merah, bahwa mahasiswa sejak dulu selalu memihak kepada masyarakat yang diperlakukan tidak adil, selalu
memihak pada orang-orang yang tertindas, dan selalu punya mimpi ingin melihat bangsa ini lebih baik,” jelasnya. Salah satu pencetus UKM Korpala Unhas ini juga menilai bahwa saling curiga antara sesama mahasiswa adalah hal yang wajar dan tidak bisa dinafikkan, namun kecurigaan tersebut menjadi tugas dari seorang pemimpin untuk mengakumulasi semua perbedaan menjadi suatu hal yang ideal, dan di sana pulalah letak peran seorang pemimpin. Hal senada disampaikan pula oleh Anshar. Ia berpandangan bahwa saat ini Unhas berjalan tanpa BEM-U seperti baik-baik saja, seakan-akan tidak ada masalah. Padahal dalam pergerakan dan pengawalan isu, Unhas saat ini membutuhkan sosok yang dapat merepresentasikan gagasannya. “Persoalan mahasiswa bukan cuma persoalan internal, bukan cuma persoalan Unhas, tapi ada persoalan kebangsaan bahkan global. Namun sangat banyak isuisu nasional hingga global yang luput dari pengawalan mahasiswa Unhas. Untuk menjawab hal tersebut dibutuhkan satu orang representasi mahasiswa untuk menunjukkan hasil kajian yang telah dilakukan oleh mahasiswa kampus merah. Pengawalan isuisu tersebut hanya dapat dilakukan jika mahasiswa Unhas dapat bergerak secara militan, konverhensif, dan masif. Kiranya gagasan tersebut bisa menjadi bahan refleksi untuk para civitas akademik yang ada di Unhas.” Ada apa dengan BEM-U? Pertanyaan yang belum terjawab hingga detik ini. Setumpuk pendapat menggema di kampus Unhas. BEM-U menjadi sebuah objek yang menarik untuk diperbincangkan. Pro dan kontra akan menemui jalan pemikiran yang sama ketika tujuan utama yang ingin dicapai adalah sama. Pada akhirnya, perbedaan adalah sebuah keniscayaan, dan persamaan adalah sebuah kelapangan. Kelapangan hati menerima perbedaan adalah bentuk tertinggi dari kedewasaan pemikiran untuk satu tujuan mulia. 13 BARUGA | Edisi 26 Tahun 2018
Wawancara Khusus
NAMA Sudirman Jusman TEMPAT DAN TANGGAL LAHIR Bulukumba, 24 November 1992 PENDIDIKAN Teknik Informatika UIN Alauddin Makassar PEKERJAAN Program Manager Gerakan Nasional 1000 Startup Digital
BERAWAL DARI MASALAH, TUNTAS DENGAN START UP Oleh Foto
T
: Nabilah Savitri, Muhammad Rifky : Cakra Ajie Wirabuana
eknologi berkembang sangat pesat dan telah banyak membantu pekerjaan manusia. Hal-hal yang dahulu susah untuk dilakukan, dengan bantuan teknologi segala jenis pekerjaan akan jauh lebih mudah. Teknologi mampu merubah sesuatu, mulai dari konsep hingga bentuk. Hadir pula bentuk digital, salah satu ragam bentuk teknologi yang merambah ke semua aspek dan lini kehidupan dan menjadikannya semakin mudah. Akibatnya, proses pertukaran ide, gagasan bahkan produk informasi hingga lifestyle. Prosesnya membuat manusia lebih kreatif, mampu menjawab tantangan dan permasalahan sosial, hingga mampu menghasilkan nilai ekonomis.
Kemudahan yang diberikan oleh teknologi membuat Sudirman Jusman, alumnus Fakultas Teknik angkatan 2011 Universitas Islam Negeri Makassar, ingin membantu masyarakat di semua kalangan melalui format yang digital. Lelaki yang kerap disapa Dirman ini adalah Program Manager 1000 Start Up Kota Makassar. Baginya, mendapatkan kata "terima kasih� karena telah membuat impact atau bermanfaat terhadap orang lain ialah hal yang tidak dapat dibayar dengan uang. Ia sangat berharap kepada generasi muda Makassar agar dapat membantu dan bermanfaat untuk masyarakat, salah satu caranya ialah dengan ber-Start Up. Banyak orang yang salah mengartikan start up. Start up adalah sebuah perusahaan rintisan yang merujuk pada semua perusahaan yang belum lama beroperasi. Sedangkan menurut Dirman, 14
| Edisi 26 Tahun 2018
Start up adalah solusi dari sebuah masalah karena start up berawal dari masalah, hal-hal yang dinamakan start up tidak melulu harus sebuah aplikasi, melainkan sesuatu yang mempunyai banyak manfaat terhadap masyarakat. Lalu, bagaimana Sudirman Jusman memandang digitalisasi seiring dengan perkembangan Start up? Mari kita simak di wawancara khusus ini. Bagaimana produk digital memengaruhi semua lini kehidupan? Digitalisasi memengaruhi kehidupan karena saat ini adalah eranya, kita sudah berada di era digital yang di mana generasi kita memiliki kebutuhan yang berbeda dengan generasi kemarin. Ditambah lagi, infrastruktur yang sangat memadai secara global, sudah ada tower di mana-mana yang berarti tingkat kecepatan dalam memakai internet menjadi jauh lebih baik Bagaimana program digitalisasi menjawab masalah dan kebutuhan masyarakat? Hal yang terpenting adalah komunikasi. Ketika komunikasi sudah berjalan dengan baik, pemain digital akan paham bagaimana menemukan masalah dan teknologi akan mengambil peran dalam proses penyelesaian masalah tersebut, serta membantu memenuhi kebutuhan masyarakat.
Wawancara Khusus
Bagaimana program digitalisasi nasional dan start up memengruhi kehidupan masyarakat? Nah, yang menjadi visi kita di 1000 start up adalah para pemain digital membuat sesuatu yang bermanfaat ke orangorang non-digital. Contoh paling dekat adalah GO-JEK. Dulu tukang ojek pangkalan mungkin cuma bisa membawa sekitar 5 orang penumpang sehari semalam, dengan adanya GO-JEK mereka bisa mendapatkan penumpang yang jauh lebih banyak. Contoh lainnya, warung-warung kecil yang mungkin dulunya sepi pelanggan sekarang bisa saja sudah semakin ramai dengan adanya GO-FOOD, ditambah lagi sekarang sudah bisa membuat makanan yang “Home Production� tanpa benar-benar ada tempat makannya. Sangat cocok bagi orang-orang yang mungkin belum punya modal untuk membuat tempat makan. Itulah fokus dari Gerakan 1000 Start Up agar hal yang kita buat berdampak luas ke masyarakat, karena digitalisasi dalam bentuk start up itu fokus dalam kecanggihan bukan malah sok canggih. Bukan tentang seberapa canggih aplikasi tapi tentang seberapa besar dampak dari solusi masalah yang kita hadapi. Langkah apa saja yang perlu ditempuh untuk membangun start up? Saat ini kita masih berada di tahap pertumbuhan start up. Langkah yang paling penting dalam membangun start up adalah memperbaiki cara pandang (mindset) dan mental bahwa start up adalah produk yang mampu menyelesaikan masalah. Start up mampu memberi dampak positif atau kebermanfaatan yang luas. Untuk membuat start up memang tidak mudah, karena start up memakai konsep bisnis. Ibaratnya seperti otak, hati, dan kaki. Otak itu ketika kita sudah memperbaiki cara pandang, hati ketika kita sudah mempunyai niat yang kuat untuk membuat impact yang besar dalam masyarakat, dan kaki adalah action kita dalam membuat start up. Bagaimana output produk digital yang ideal? Simple saja, kalau dari sisi pengguna adalah produk tersebut terpakai dan bermanfaat. Itulah produk yang ideal, tapi kalau dari sisi produsen produk yang ideal adalah produk yang berbayar. Nah, salah satu produk digital adalah start up.
Start up memegang peran dalam perkembangan program digitalisasi di Indonesia, bagaimana Anda memandang perkembangan start up di Indonesia? Menarik dan bertumbuh dengan pesat. Hanya saja dari segi kualitas masih kurang. Walaupun kualitas masih kurang, tetapi sudah mulai banyak stakeholder yang mengambil peran di ranah start up ini. Misalnya media, pemerintah, dan para entrepreneur juga mahasiswa pun sudah mulai tahu banyak tentang program start up di Indonesia, seperti kompetisi start up, dan seminar. Selain itu stakeholder yang berperan di dalam start up sudah mulai aware untuk membantu sehingga pertumbuhan start up sendiri kian pesat. Nah, ditahun 2018 ini start up fokus di 5 sektor yaitu pertanian, kesehatan, transportasi akomodasi, travel
dan pariwisata. Tapi sayangnya, mental orang indonesia belum terstandarisasi dalam hal seperti ini. Bagaimana peran pemerintah dalam program digitalisasi nasional dan pengembangan start up? Pemerintah pusat sudah melakukan banyak hal baik. Mereka juga sudah cepat merespon permasalahan start up di Indonesia. Saat ini ada Gerakan 1000 Start Up yang diinisiasi langsung oleh pemerintah Republik Indonesia. Misinya adalah untuk melahirkan start up sebagai pemain global untuk mempersiapkan Indonesia sebagai sumber energi Asia di tahun 2020. Dalam penerapannya di berbagai daerah, semuanya juga bergantung dengan pemerintah daerah karena saat ini melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika di pusat, segalanya dilakukan secara satu komando. Bagaimana Anda menginspirasi dan membina orang lain untuk lebih tertarik dalam dunia start up digital? Sebenarnya cara saya bukan menginspirasi, tapi lebih ke mengajarkan agar kita semua bisa berkontribusi bersamasama. Jika semakin banyak yang berkontribusi maka semakin banyak pula yang berkolaborasi. Misalnya dengan berkolabrasi dengan rekan-rekan media, baik media komunitas maupun dalam lingkup kampus seperti himpunan dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Dengan kolaborasi tersebut maka misi yang saya bawa juga akan terpapar ke teman-teman, bahkan bisa menjangkau orang yang lebih banyak. Ibaratnya seperti virus, tersebar di mana-mana. Jika kita berkolaborasi sudah pasti pula akan ada yang terinspirasi. Apa harapan Anda mengenai pengembangan start up di Sulawesi Selatan, khususnya di Kota Makassar? Harapan saya saat ini dengan banyaknya anak-anak muda yang potensial, inovatif, kreatif, dan solutif bisa terpapar oleh virus start up. Potensi orang-orang Makassar sangat besar, hanya saja mereka kurang panggung, kurang showcase. Saya berharap, melalui kolaborasi teman-teman bisa memahami konsep start up dengan baik, bahwa start up adalah solving problem, bukan hanya sekadar aplikasi, tetapi start up adalah solusi dari segala masalah yang ada. 15 BARUGA | Edisi 26 Tahun 2018
Wawancara Khusus
MALLSAMPAH.COM, SOLUSI EFEKTIF MENGATASI MASALAH SAMPAH PERKOTAAN Oleh Foto
S
: Renaldi Pratama, Eka Wahyuni : MallSampah.com
ampah adalah salah satu penyebab kerusakan lingkungan yang ada di bumi. Dilansir dari situs hijauku. com, produksi sampah di perkotaan terus naik dan akan mencapai 2,2 miliar ton per tahun pada 2025. Tetapi, bagaimana jika sampah yang menjadi penyebab kerusakan lingkungan ini bisa menghasilkan keuntungan? Bagaimana caranya? Saat ini telah hadir sebuah situs yang bernama MallSampah.com dan merupakan perusahaan Persero Terbatas (PT) yang bergerak di bidang industri digital. Situs MallSampah ini berdiri sejak tahun 2015 tepatnya pada tanggal 16 Oktober.
Project ini berawal dari dua mahasiswa Universitas Muslim Indonesia Makassar yang berniat memberi solusi bagi permasalahan sampah dan daur ulang 16
| Edisi 26 Tahun 2018
di Indonesia. Mereka juga memiliki visi meningkatkan martabat serta kesejahteraan hidup pengepul dan pemulung di Tanah Air tercinta ini. Mungkin terdengar sedikit aneh ketika mendengar kata MallSampah, tetapi Mall ini bukanlah Mall seperti yang biasa kita kunjungi di perkotaan untuk berbelanja. MallSampah adalah layanan pengelola sampah daring untuk rumah dan kantor. MallSampah mampu memberikan keuntungan karena di situs ini setiap orang bisa menjual dan mengelola sampahnya secara cepat, mudah, dan gratis. Di situs MallSampah, sampah akan didaur ulang kembali menjadi produk baru atau barang yang dapat digunakan. Cara ini bisa membantu siapa saja menghasilkan uang tambahan setiap hari sekaligus memberi kontribusi bagi lingkungan dan masyarakat.
Situs ini menghubungkan para pengepul yang terpercaya serta berpengalaman dalam bidang ini bertahun-tahun. Situs ini secara tidak langsung juga membantu para pengepul untuk terhubung dengan pekerjaan mereka secara mudah. Setelah sampah didaur ulang dan menjadi produk ramah lingkungan, MallSampah akan menghubungkan pembeli dan produsen-produsen dari seluruh Indonesia. Hal ini bisa menjadi wadah untuk pertumbuhan Eco-Product di Indonesia. Lalu, bagaimana tim Mallsampah.com menjalankan aktivitasnya selama ini untuk membantu menyelesaikan permasalahan sampah di perkotaan? Simak selengkapnya dalam wawancara dengan Adi Saifullah, CEO MallSampah.com
Wawancara Khusus Dari mana ide untuk membuat situs MallSampah? Ide itu muncul dari persoalan sampah di kos-kosan saya. Saat itu truk sampah masih jarang masuk di wilayah kami. Jadi masyarakat setempat juga membuang sampah di sekitar lingkungan. Bagaimana menggunakan fitur-fitir di situs ini? Bagaimana Feedback yang diberikan oleh pengunjung situs MallSampah sejak situs ini didirikan? Awalnya para pengepul tidak mengerti saat dipernekalkan. Admin atau tim pembentuk MallSampah kemudian datang menemui para pengepul ke rumah mereka dan memasukkan data para pengepul sebagai mitra mereka. Setelah sekitar 6 bulan bergabung dalam MallSampah ini, akhirnya mereka tahu manfaat dari situs ini. Mereka bisa menghemat uang dan bahan bakar untuk mencari sampah. Penghasilan mereka pun meningkat 2 kali lipat Untuk pengguna, mereka bisa menghasilkan uang dari sampah mereka dengan layanan penjemputan gratis. Sedangkan di bank sampah, mereka harus menunggu berbulan-bulan untuk mencairkan uang dari sampah mereka. Mereka juga bisa berkontribusi untuk kesejahteraan pengepul. Untuk pembayaran sendiri, sampah dihitung perkilo berdasarkan jenis sampah. Hampir sama seperti ojek online, saat kita memesan saat itu juga pengepul datang untuk mengambil sampah kita, setiap jenis sampah sudah di beri harga berdasarkan jenisnya. Apa perbedaan mendasar antara pengepul sampah dan pemulung? Perbedaan pengepul dan pemulung, pengepul adalah orang yang mengambil sampah dan membayar. Sedangkan pemulung mereka mengambil sampah secara gratis. Bagi para admin MallSampah, hal itu tidak manusiawi tetapi karena ada hal tertentu akhirnya para pemulung melakukan itu. Sehingga dengan hadirnya MallSampah pemulung tidak perlu
Pengepul sampah yang merupakan Mitra MallSampah.
mencari sampah ke TPA, mereka bisa terhubung langsung kepada masyarakat yang ingin memberikan donasi. Perbedaan, jika kita ingin menjual maka para pengepul yang akan datang. Sedangkan jika kita ingin berdonasi maka para pemulung lah yang datang. Bagaimana cara tim MallSampah mempromosikan situs MallSampah agar menarik minat masyarakat dalam memanfaatkan situs ini? Kami mempromosikan situs ini dengan berbagi informasi kepada temanteman komunitas tentang Mallsampah ini sehinggga para komunitas bisa menginfokan kepada masyarakat tentang hal ini. Kami juga hadir dalam berbagai seminar dan melakukan diskusi dengan rekan-rekan pemuda lainnya.
keuntungannya dari masyarakat yang menggunakan situs ini. Bahkan mereka bisa meraup untung 2 kali lipat. Bagaimana perkembangan dari Mall Sampah ini? Adakah Rencana untuk merealisasikannya dalam bentuk Aplikasi? Kami akan meluncurkan aplikasi MallSampah bulan Mei tahun ini. Kalau sekarang pengguna masih bisa memilih pengepul yang mereka inginkan, sedangkan nantinya aplikasi secara otomatis akan memilih pengepul atau pemulung yang dekat dengan pengguna MallSampah.
Apa saja keuntungan yang diperoleh tim MallSampah dalam menjalankan situs ini? Kami belum mengambil keuntungan pribadi sejak mendirikan situs ini. Untuk pengembangannya pun kami masih mengandalkan investor. Saat ini kami masih terus mengembangkan situs ini. Saat ini sudah ada sekitar 25 transaksi setiap hari dan sekitar 1.500 transaksi per bulan dari 100 pengepul yang bergabung. Kami pun tidak memberlakukan sistem bagi hasil. Para pengepul murni mengusahakan
Herman, salah satu pengepul MallSampah.com
17 BARUGA | Edisi 26 Tahun 2018
Opini
WHEN 101 IS CALLING... Oleh : Wahyu Al Mardhani Ilustrasi : Rachmat Hidayat
“
"Realitas teknologi melahirkan akselerator sebagai pendorong atas perkembangan berbagai teknologi sebagai pemenuhan kebutuhan sosial yang muncul akibat hubungan timbal balik antara masyarakat dan teknologi, Supervening Social Necessities” – Winston. Ketika kita mengunggah via Instagram, Twitter atau Facebook, kita menjadi subjek yang disematkan pada terma “101”. Ini adalah perwalian dari abad ke-21. Bahasa digital yang berbasis 0 dan 1 terakumulasi menjadi serangkaian bit untuk mengodekan informasi dan mengolahnya secara matematis. Angka-angka tersebut digunakan untuk memudahkan alur instruksi antar mesin dengan komponen di dalamnya, untuk membentuk “kata-kata” yang disebut bytes, sehingga bisa dibaca dengan mudah oleh komputer dan menjadi sebuah kelas bahasa baru sebagai agen perubahan yang kuat, setelah bahasa ekspresif, lisan, dan tulis. Revolusi Teknologi Digital Teknologi hadir sebagai manifestasi dari pemenuhan kebutuhankebutuhan manusia. Secara historis, penemuan telegraf listrik mendorong terjadinya transformasi dan ekspansi besar dalam peradaban manusia. Sebagai contoh, Perang Dingin antara Amerika (Blok Barat) dan Rusia (Blok Timur) terjadi dalam berbagai bidang, tak terkecuali pada pengembangan teknologi. Kecemasan Amerika Serikat terhadap serangan udara tibatiba oleh Rusia, mendorong untuk mengembangkan jaringan komputer pada tahun 1950-an. Pada awalnya, transmisi kode yang bergantung pada urutan-urutan eksak satu dan nol menjumpai masalah dalam hal akselerasi, sehingga insinyur-insinyur di AT&T 18
| Edisi 26 Tahun 2018
berhasil mengembangkan modem (modulator/demodulator) untuk menyelesaikan masalah tersebut dalam menerjemahkan bahasa digital menjadi sinyal-sinyal elektromagnetik seperti yang diterapkan pada radio dan televisi agar cepat diterima oleh komputer lain. Namun untuk menanggulangi kehilangan dan kerusakan data, Departemen Pertahanan AS pada tahun 1969 membuat inovasi besar melalui proyek militer Advanced Research Project Agency Network (Arpanet). Alhasil, intruksi “otak” komputer dengan skema verifikasi matematis melahirkan internet sebagai jalan raya atas data dan arus informasi secara cepat dan berdaya jangkau luas. Lalu, internet diperkenalkan secara umum pada bulan Oktober 1972, dan mulai digunakan untuk keperluan non-militer. Kemakbulan internet memicu Tim Berners Lee dalam melahirkan sebuah ide dengan konsep hiperteks, yaitu paradigma
Opini antar muka dalam komputer, dengan menciptakan world wide web (www) sebagai kendaraan untuk melaju di atas jalan rayanya– internet. Meskipun diluncurkan pertama kali pada 6 Agustus 1991 dengan mengalamatkan situs tersebut ke kantornya sendiri, namun Lee tidak mematenkannya sehingga dapat digunakan secara bebas sampai hari ini.
Prototipe Fanatisme Modern Perkembangan bahasa digital dan realisasi internet menimbulkan efek transformasi yang besar terhadap umat manusia. Aktualisasi dari bahasa digital rupanya banyak memengaruhi interaksi antar manusia di seluruh dunia. Interaksi tersebut dibangun dalam suatu ruang maya yang disebut cyberspace. Istilah cyberspace pertama kali digunakan oleh William Gibson dalam novel fiksi sainsnya Neuromancer pada tahun 1984. Kemudian, Derrick de Kerckhove memandang interaksi manusia di ruang maya sebagai integrasi tiga nilai; yaitu Dalam: kekuatan komputer dengan sistem matematis secara cepat; Luar: standarisasi teknologi dalam menghubungkan komputer-komputer dalam sebuah jaringan; Interaktif: interaktivitas bionik antara manusia dengan mesin menjadi realitas virtual. Mesin realitas virtual yang terhubung dengan jaringan global memberikan keleluasan dan kapasitas tiap individu untuk berbagi pemikiran dan emosi pada tempat dan waktu secara langsung. Sedangkan, hipotesis yang dipaparkan James Benigner mengenai masyarakat informasi, dapat dipahami bahwa lahirnya masyarakat informasi dengan mengandalkan teknologi dipengaruhi oleh pembangunan jalan kereta api pertama di dunia. “Kecepatan” menjadi parameter sentral dalam memenuhi kebutuhankebutuhan manusia lainnya. Upaya-upaya dalam pemenuhan kebutuhan manusia menyebabkan terciptanya serangkaian inovasi untuk menyeimbangkan transformasi masyarakat dasar, dari masyarakat industrial ke masyarkat informasi. Skenario Abad Kedua Puluh Satu Seorang filsuf dan penulis Henry David Thoreau berpandangan bahwa penemuan-penemuan teknologi hanyalah akan menjadi mainan yang mengasyikkan, untuk mengalihkan perhatian pada masalah-masalah yang penting. Penemuan-penemuan tersebut menjadi sarana yang berguna untuk tujuan yang tidak berguna. Manusia bergegas meninggalkan telegraf listrik dari Maine dan Texas dan menggunakan bentuk komunikasi baru, tetapi Maine dan Texas bisa jadi tidak memiliki hal-hal yang penting untuk diketahui. Salah satu professor eksentrik dari Universitas Toronto, Marshall McLuhan menjadi ilmuwan sosial pertama yang mampu meninjau dengan jelas keberartian kultural akibat dari perkembangan tekonologi dan fanatisme kehidupan modern. Perspektif kontroversialnya yang berkaitan dengan transfromasi media komunikasi sebagai akibat dari perkembangan teknologi dijewantahkan melalui teori Perkampungan Global. Dalam teori tersebut dijelaskan gambar-gambar mozaik dari televisi sebagai antitesis terhadap zaman tipografik dan media cetak perlahan menjauhkan manusia dari dunia dan dari sesamanya, sementara media elektronik membuat kita merekonstruksi makna-makna
sosial secara imajinatif. Ketika informasi disematkan oleh “akselerator”, maka dunia, tren dan desas-desus perlahan menjadi kebenaran di realitas sosial. Skenario pada abad ke-21 mengisyaratkan bahwa batas-batas antara dunia nyata dengan dunia virtual menjadi kabur. Bagaimana tidak? Setiap terobosan baru selalu diikuti oleh spekulasi liar dan gembar-gembor kedinian yang menyatakan lahirnya era baru atau sebuah revolusi. Parahnya lagi, ketika kepiawaian para kapitalis dalam melihat pola-pola ketakjuban masyarakat terhadap inovasi baru yang belum pasti adanya, sekadar untuk melayangkan halhal imajinatif demi meraup keuntungan atas reaksi masyarakat. Sehingga, “Meikarta City” yang dikenalkan sebagai kota masa depan hanya akan menjadi “barang-barang bualan”. Manifestasi teknologi selanjutnya, bentuk-bentuk cyber interpersonal telah menjadi bagian padu dari kehidupan seharihari. Implikasi yang ditimbulkan selalu menjadi perdebatan yang tiada henti. Dari segala implikasinya, masyarakat dengan lokus teknologi seakan-akan tidak bisa difinalkan dengan logika oposisi biner layaknya sistem bahasa digital, 0 dan 1 atau hitam dan putih, ataupun benar dan salah. Visi masa depan yang telah direncanakan oleh para ilmuwan menjadi enigma tersendiri untuk hari ini. Pemutaran film holografik komersial di tiap rumah dan kemampuan kulkas dalam memesan barang yang telah habis dari toko seberang, bisa jadi akan menjadi kenyataan nantinya. “Rumah Pintar” yang digadang oleh Bill Gates bisa jadi membuat tamu yang baru saja membuka pintu, akan merasa sangat bahagia sebab sensor yang ditempatkan pada pintu mampu mendeteksi hormon tubuh dalam menentukan selera musik. Untuk berimajinasi demikian, tidak akan ada habisnya. Namun, prediksi masa depan yang serupa telah diproyeksikan melalui filmfilm science-fiction, Star Trek dan kawan-kawannya. Kendali Masa Depan sebagai enigma. Bagi sebagian orang, hal-hal seperti ini adalah barang lumrah dalam memenuhi kebutuhan manusia akan dunia yang ideal. Namun dalam pemikiran Clifford Stoll, seorang astronom dan penulis Silicon Snake Oil, barang-barang teknologi dan kemunculan internet hanya sebuah jalinan yang kosong. Kedatangan internet yang dilambai meriah, justru menyimbolkan kekuasaan dibaliknya. Menyerahkan begitu saja waktu kita di bumi menjadi pengganti yang tidak setimpal. Realitas virtual hanya menjadikan frustasi bertempat tinggal dan aspek penting seperti interaksi antar manusia justru dilecehkan terus menerus. Realisasai media-media baru yang bersifat teknologi, berkarakter digital, dan berbasis internet bukan menjadi sebuah hal yang demokratis dalam mempersatukan dunia untuk menyalurkan upaya-upaya demi menemukan solusi bagi pelbagai problema. Namun, dibalik inovasi besar tersebut, selalu ada interplay yang tidak segera disadari. Apapun itu, but when "101" is calling, do you wanna answer or reject it?
19 BARUGA | Edisi 26 Tahun 2018
Opini
BERSIKAP MODERAT DI MEDIA SOSIAL Oleh : Muhammad Rizki S. Ali Ilustrasi : Rachmat Hidayat
M
engenali digital alangkah lebih bijak jika mengetahui bahwa digital merupakan perpanjangan dari indra atau tubuh manusia. Digital seperti halnya tongkat bambu yang digunakan untuk memetik buah tanpa harus mengeluarkan tenaga lebih. Digital sendiri merupakan produk modernisme yang selalu menuntut kebaruan. Hakikatnya secara mendasar adalah kemudahan hidup manusia. Era digital dan para pelaku penggagasnya, tentu mengupayakan untuk mempermudah kehidupan manusia. Di satu sisi, sudah barang tentu digital kemudian dijadikan komoditas untuk tujuan konsumtif. Digitalisasi teknologi komunikasi, yang mengalami perbaikan dan pembaruan, berguna memberikan kenyamanan terhadap penggunanya. Era digital sangat erat hubungannya dengan teknologi komunikasi, bahkan telah mengambil peran yang penting. Contohnya saja layanan jasa berbasis dalam jaringan (daring) tak luput menarik perhatian yang cukup menyenangkan hati, mulai dari transportasi hingga tutorial masa. Beragamnya layanan jasa berbasis daring ini lantas mempermudah penggunanya di dalam kesehariannya, istilah populernya yaitu life hack. Dibantu oleh aplikasi mesin pencari, akan ada banyak sekali pendapat yang mampu menjelaskan kemampuan media daring, media sosial, dan layanan jasa hari ini. Hanya dengan mengetik pada mesin pencari di layar gawai, ditambah lagi dengan koneksi internet yang mumpuni, hampir bisa dipastikan sangat banyak teks yang menjelaskan media daring, media sosial, dan layanan jasa daring. Semuanya berbaris rapi di laman pencarian, mulai dari penggunaan hingga dampak yang kemudian ditimbulkan. Pemutakhiran teknologi informasi, seakan tidak memiliki tombol yang bisa serta-merta menghentikannya. Penggagas layanan baik media daring, media sosial, hingga layanan jasa seakan berlomba membuat teknologi yang bisa memanjakan penggunanya. 20
| Edisi 26 Tahun 2018
Tentu saja, jika ditelisik, ada yang melihat pembaruan tersebut menambah semangat konsumerisme menjadi semakin kuat. Tapi, perlu disadari juga bahwa pembaruan teknologi komunikasi merupakan langkah untuk merevisi kehidupan manusia yang dituntut untuk serba cepat dengan tenaga yang minim. Misalnya saja pencarian informasi berita, status "si dia" di beranda media sosial, hingga pengendara kendaraan umum daring yang menunggu pesanan. Sepertinya gawai bukan lagi penanda kelas sosial, tetapi mendekatkan yang jauh sekaligus menjadi medium komunikasi dengan kecepatan informasi yang tak lagi dalam long distance relationship. Munculnya influencer di Instagram maupun YouTuber, juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Siapa yang tak mengenal Awkarin, Younglex, Den Dimas, skinnyindonesia24, dan lainlain. Mereka merupakan pembuat konten yang beberapa tahun belakangan perlu mendapatkan perhatian khusus. Yah, jika hal negatif yang mau dicari, tulisan ini bukanlah untuk hal itu. Secara pribadi memang tidak suka dengan beberapa dari mereka yang menggunakan kata kotor atau bernada makian. Namun tidak adil juga melihat bahwa yang mereka lakukan belakangan ini juga bersifat merusak. Awkarin tidak bisa dipungkiri, memberikan kontribusi kepada perancang busana lokal mendapatkan perhatian yang banyak, Younglex dengan Yogs Store, Den Dimas dengan informasi seputar otomotif dalam review-reviewnya, skinnyindonesia24 yang tak tanggung-tanggung memberikan beasiswa kepada followers maupun subcriber-nya. Terlepas dari kehidupan atau masalah pribadi mereka, tak perlu dijadikan bahan konsumsi. Paling penting dari kemunculan start up dan pembuat konten adalah semangat bekerja keras, membuka lapangan pekerjaan, dan output dari pembacaan zaman yang berhasil mereka lakukan. Mereka dianggap menghibur karena seperti itulah hasil pembacaan yang telah mereka lakukan. Jangan lupa Tsamara Amani yang menjadi simbol anak muda, mewakili semangat generasi milenial yang melek politik. Terlepas dari latar belakang sebagai elite partai politik, dia dan semangatnya tercermin dalam
Opini
akun atau unggahan tentang dirinya dalam setiap kesempatan. Awkarin hingga Tsamara Amani memberikan influence di konten dan semangat di bidangnya masing-masing. Sedangkan efek negatif yang terbaca dari mereka adalah kemerdekaan berpikir orang-orang yang membaca tentang mereka. Kemunculan start up atau perusahaan rintisan adalah angin segar yang kini tengah bermunculan dengan layanannya, mulai dari segmen kuliner, transportasi, perpesanan atau komunikasi, properti, jual beli barang, hingga portal berita. Startup lantas memberikan tampilan dan pelayanan yang menarik serta akses yang sangat mudah. Berkenaan dengan perkembangan era digital, kini membuat aspirasi tak sulit pula disampaikan. Perubahan sosial hadir pasca perihal isu kemanusiaan dan politik terbaca oleh mereka yang mempunyai kesamaan pemikiran. Era digital dengan aktivitas daring melahirkan aliran-aliran pemikirannya yang juga memiliki pengikutnya masing-masing. Namun, mereka terkadang bentrok terkadang pula selaras dalam beberapa sudut pandang. Sekali lagi perbedaan itu juga lahir dari berbedanya informasi yang diterima dan dicerna. Aktivitas daring di era digital butuh dipoles dengan tanggung jawab sosial, mendekatkan manusia dengan masalah sosial yang ada. Tanggung jawab besar ada pada setiap teks yang diunggah. Kurangnya memberikan kesempatan diri sendiri untuk mencari asupan informasi dengan sudut pandang yang berbeda, secara tidak langsung memiskinkan perspektif dalam menelaah masalah. Teks butuh perlakuan khusus. Sehingga, efek dari pembacaan teks bergantung dari kepentingan apa yang dibawa. Teks menjadikan kepalsuan itu benar dan teks menjadi jembatan manusia dengan pandangan dunia. Era digital menandakan masyarakat kini hidup dalam dunia yang semakin luas. Dunia yang aspirasi tak lagi terikat oleh dimensi ruang dan waktu. Aspirasi kini dapat menyentuh dan menggerakkan banyak orang. Aspirasi di era digital bukan lagi milik yang berkuasa baik secara modal maupun akses. Masyarakat di era digital punya pemikiran tersendiri yang kemudian mematrakan aspirasi di lini masa media sosialnya. Ada hal lain yang penting, aksi sosial masyarakat digital tak perlu lagi diragukan keaktifannya. Beragam reaksi akan selalu hadir beriringan dengan konten postingan yang membentuknya. Paparan informasi hadir hampir setiap
detiknya dengan kemasan yang jauh lebih menarik perhatian. Teks dan kepentingan juga tidak bisa dipisahkan. Akan selalu ada maksud di balik setiap teks. Pemaknaan kemudian bergantung pada siapa teks itu dibaca dan hubungan pembaca dengan teks yang dia baca. Netizen, bagi saya selalu punya gagasan nyentrik dalam berkomentar, terkadang ada dianggap lucu terkadang pula ada dianggap sangat kritis dalam memperbaiki struktur logika suatu unggahan. Media sosial sebagai lokusnya adalah alat atau perpanjangan indra. Dunia dalam genggaman lebih tepat untuk menggambarkan akses yang ada di dalam gawai. Mengarahkan alat tersebut, tergantung pada diri manusia penggunanya. Lini masa selalu memaparkan apa yang ditulis, apa yang dibagi, dan apa yang disuka. Semua bergantung berapa jumlah teman yang aktif melakukan ketiga hal tersebut. Menjadi sangat sulit untuk mencari seseorang yang memiliki satu akun media sosial, mayoritas memiliki lebih dari satu. Beragam jenis media sosial memberikan dampak meningkatnya asupan informasi dalam bentuk unggahan yang dibaca. Peningkatan tersebut tentu saja baik dalam memberikan perspektif baru dalam membaca informasi. Namun, apa jadinya jika informasi yang datang tidak mampu dikelola? Aspirasi, gagasan, argumen, pendapat, hingga kritik lahir dan menghiasi beranda jejaring sosial hingga aplikasi perpesanan. Entah karena masalah pribadi atau sosial, beragam argumen kemudian muncul dalam setiap teks berupa status hingga cuitan. Ditambah lagi, foto, dan video yang kini bisa hadir dalam satu bingkai yang sama. Yah saya rasa digitalisasi telah menggabungkan teknologi yang dulunya terpisah menjadi satu dalam bingkai tampilan yang sama. Era digital adalah kesempatan besar dalam perubahan ke arah yang lebih baik. Semua serba mudah, mulai dari informasi sampai pelayanan jasa. Melihat dari sudut pandang yang optimis dan menjadi pembeda antara yang baik dan buruk, era digital akan menjadi zaman jika toleransi dan menghargai satu sama lain tetap ada. Memberikan kesempatan gagasan dan produktivitas menuju ke arah yang lebih baik juga penting. Mendahulukan memposting informasi menyangkut keilmuan ketimbang kode-kode perasaan ke "si dia" juga penting. Era digital lantas membantu kita dalam menemukan sudut pandang baru yang membantu kita agar tidak terjebak dalam kegalauan (sulit keluar dalam pilihan). 21 BARUGA | Edisi 26 Tahun 2018
Lifestyle
LIVING NOT PHUBBING! Oleh: Theresia Gabriela, Aisyah Nur Intansari “Teknologi bukanlah tentang alat – alat canggih dan berharga mahal yang konon mampu mengerjakan segala sesuatu secara efisien dan efektif. Kita sering lupa, secanggih – canggihnya alat tetap saja penentu alat itu berguna atau tidak, bergantung pada manusianya” – Emha Ainun Nadjib Tidak dapat dipungkiri, kecanggihan teknologi membawa banyak perubahan dan manfaat. Teknologi komunikasi yang berperan penting dan sangat dibutuhkan saat ini adalah gawai atau dalam bahasa inggris disebut gadget. Kehadiran gawai membawa banyak manfaat dan perubahan bagi manusia. Kemudahan dalam melakukan hubungan sosial berupa interaksi secara global adalah salah satunya. Saat ini, jarak bukan lagi penghalang yang luar biasa jika ingin berkomunikasi. Cukup dengan memiliki gadget dan konektivitas internet. Semua kegiatan dapat dilakukan mulai dari berkomunikasi secara lisan maupun tulisan, melakukan aktivitas jual beli, membaca buku, kuliah online, bermain game, dan lain sebagainya. Berbagai kebutuhan yang muncul dari masyarakat modern saat ini membuat teknologi terus menerus mengalami pembaruan. Gawai yang paling banyak dimilki semua orang adalah smartphone. Lembaga riset digital marketing Emarketer memperkirakan pada 2018 jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang. Dengan jumlah sebesar itu, Indonesia akan menjadi negara dengan pengguna aktif smartphone terbesar keempat di dunia setelah Cina, India dan Amerika. Namun, segala kemudahan yang diberikan membuat pengguna mengalami perubahan sikap hingga pola perilaku dalam menjalani kehidupan sosial. Saat ini, di manapun dan dalam keadaan bagaimanapun manusia tidak bisa terlepas dari smartphone. Perasaan cemas yang berlebihan akan mucul ketika jauh dari smartphone. Sehingga, tidak jarang ada yang membawa smartphone yang dimilikinya ke dalam kamar mandi. Apakah anda salah satunya? Nah, gejala seperti itu disebut no mobile phone phobia atau nomophobia. Istilah nomophobia pertama kali diperkenalkan pada sebuah kajian riset yang dilakukan oleh Post Office United Kingdom pada 2008 dengan tujuan untuk menyelidiki kecemasan – kecemasan yang diderita oleh pengguna ponsel. Riset ini melibatkan 2.100 responden dengan hasil 53% responden menderita nomophobia. Riset lain yang dilakukan oleh SecurEnvoy yang merupakan sebuah perusahaan keamanan di Inggris pada tahun 2012 yang melibatkan 1000 responden mengahasilkan 66% responden menderita nomophobia.
22
| Edisi 26 Tahun 2018
Di era ini, kita dengan mudahnya menemukan seseorang memainkan smartphone tanpa memperdulikan lawan bicara ataupun lingkungan sekitarnya. Fenomena seperti ini banyak ditemui di banyak tempat. Baik itu di taman, di rumah, di warung, di angkutan umum ataupun di tempat – tempat lainnya. Berbicara dengan orang lain tanpa memainkan smartphone sepertinya menjadi hal yang sulit untuk ditinggalkan. Ketika seseorang memiliki ketergantuangan terhadap smartphonenya, indikasi menjadi phubber akan semakin besar. Phubber adalah sebutan untuk pelaku phubbing. Phubbing merupakan singkatan dari phone snubbing atau perilaku mengabaikan atau mengacuhkan lawan bicara karena sibuk dengan smartphone yang dimilikinya. Istilah phubbing pertama kali dirumuskan oleh para ahli sejarah, ahli fonetik, beberapa pemenang debat, beberapa penulis dan penyair di Universitas Sydney pada mei 2012. Mereka berkumpul untuk mencari kata yang tepat untuk menggambarkan perilaku mengabaikan yang disebabkan oleh smartpone tersebut. Setelah pencarian dan perdebatan yang cukup panjang, ditemukanlah kata phubbing. Kemudian, kampanye untuk menghentikan phubbing digencarkan oleh agensi periklanan McCann pada 2012 dan diramaikan di seluruh dunia. Setelah itu, istilah tersebut resmi didaftarkan dalam kamus Macquarie. Saat ini, sangat mudah bukan menemukan angkutan umum yang penuh penumpang namun tak ada interaksi dan komunikasi di dalamnya? Hening. Hal ini seakan menjadi sesuatu yang lumrah untuk dilakukan. Padahal sebenarnya, melakukan phubbing akan berdampak negatif. Entah untuk diri pelaku phubbing maupun lingkungannya. Kurangnya respon atau tanggapan dalam berkomunikasi akan membuat renggangnya hubungan antara si A dan pelaku phubbing. pelaku phubbing pun secara perlahan menutup diri untuk lingkungannya. ”Sebenarnya phubbing itu agak memprihatinkan, jika ditinjau dari segi kehidupann bermasyarakat, karena phubbing menciptakan jarak antar satu orang dengan orang lain. Terkadang, ketika berada di suatu
Lifestyle
lingkungan yang dipenuhi orang asing, kita membutuhkan pengalih perhatian. Phubbing pun menjadi hal yang negatif. Tindakan tersebut tidak sopan apalagi jika hal itu dilakukan di saat orang lain sedang melakukan pembicaraan,” jelas Andi Asniar, mahasiswi sastra Inggris Universitas Hasanuddin. Dengan hadirnya segala kecanggihan yang diberikan oleh smartphone dan penggunanya tergiur, maka saat itulah pengguna akan dicetak sebagai orang – orang yang anti sosial. Karena sebenarnya ketika kita membuka smartphone saat itulah kita menutup interaksi yang seharusnya berjalan secara normal. Menurut Julie Hart, pakar hubungan sosial dari The Hart Centre, Australia, ada tiga faktor hubungan sosial menjadi tumpul karena phubbing. Pertama adalah akses
informasi, kemampuan mendengar dan membuka diri akan informasi dari lawan bicara. Kedua adalah respon, yaitu usaha untuk memahami apa yang disampaikan lawan bicara dan mengerti maksud yang disampaikan. Ketiga adalah keterlibatan, yakni saat dua aktor tersebut diabaikan, seseorang tidak akan terlibat dari wacana yang dilontarkan dan hanya mengiyakan saja. Lawan bicara pun akan tersinggung dan malas untuk berbicara lagi. Menurut Nurul Ichsani, S.sos., M.Ikom. selaku dosen Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin, banyak solusi phubbing yang dapat dilakukan “memang benar kembali pada individunya sendiri terhadap penggunaan teknologi tersebut, namun banyak hal yang dapat dilakukan. Di antaranya adanya program literasi atau penyadaran terhadap penggunaan gadget
tersebut dalam bentuk kampanye hidup dengan menempelkan poster-poster di berbagai tempat. Kedua, acara seminar atau program sosialisasi terhadap pengaruh gadget terhadap masyarakat. Khususnya anak – anak sekolah dan kampus. Terakhir dapat membuat konten dalam sosial media tentang kampanye phubbing itu sendiri,” tutupnya. Jika Anda termasuk sebagai penderita nomophobia ataupun phubber, cobalah untuk mengalihkan perhatian dari smartphone Anda. Matikan layarnya dan kembali hidupkan lingkungan sekitarmu, ketika Anda terlalu sibuk untuk melihat smartphone, berbagai kesempatan akan terlewatkan. Jangan sampai menjadi orang – orang yang diperbudak oleh teknologi juga jangan sampai smartphone membuat kita menjadi bodoh.
Put your smartphone, stop phubbing and
Dari Kita Untuk Solusi Phubbing
“Pembahasan mengenai phubbing memang sedang marak saat ini. Wajar saja karena hampir setiap individu dari semua kalangan saat ini telah memiliki benda yang disebut smartphone. Jadi phubbing ini merupakan tingkah laku ketika seseorang menjalin komunikasi dengan orang lain via smartphone dan di saat bersamaan ada lawan bicara yang tengah berada di sekitarnya. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa banyak halhal penting dibahas melalui smartphone, sehingga tidak bisa diabaikan. Namun, kita juga perlu membatasi. Khususnya dalam momen-momen tertentu. Seperti saat tengah makan bersama keluarga, seyogyanya kita membangun interaksi langsung pada saat tersebut. Atau pada saat mendengar pelajaran di kelas. Ketika guru atau dosen mengajar lantas kita sibuk berkomunikasi dengan orang di luar sana, maka akan membuat kita tidak menangkap materi yang disampaikan, kehadiran kita di kelas menjadi sia-sia. Kita tidak bisa mengontrol smartphone atau gadget kita, yang bisa kita manage adalah diri kita sendiri. Sebab atensi manusia tidak bisa terbagi menjadi dua pada waktu yang bersamaan. Siti Khadijah Kitta Ketua Komunitas Satu Atap, Mahasiwi Psikologi 2014, Universitas Hasanuddin,
Phubbing pun menjadi hal negatif, karena menurut saya tindakan tersebut tidak sopan apalagi jika hal itu dilakukan di saat orang yang sedang melakukan pembicaraan. Untuk solusi, ke depannya saya ingin mencoba untuk membangun suasana yang lebih meyenangkan ketika sedang berkumpul dengan teman sehingga tidak ada lagi yang namanya fokus dengan gadget. Juga,mungkin juga si pelaku harus mencoba lebih berbaur dengan temannya dan mencoba untuk meminimalisir perhatian hanya pada smartphone. Andi Asniar Jurusan Sastra Inggris 2015, Universitas Hasanuddin 23 BARUGA | Edisi 26 Tahun 2018
24
| Edisi 26 Tahun 2018
Budaya
merupakan mitos yang ada di Sulawesi Selatan. Meski begitu, sebagai sebuah epos panjang dan diyakini secara sakral, masyarakat mengabadikannya dengan cara melakukan pembacaan pada pesta adat atau yang dikenal dengan massureq.
Massureq atau pembacaan sureq (ceritacerita) yang biasanya bersumber dari kitab La Galigo, sehingga seni ini biasa juga disebut manggaligo yang berarti pembaca cerita Galigo. Dalam tradisi Massureq, orang yang membacanya disebut dengan istilah passureq. Pembacaan cerita tersebut dilakukan dengan irama yang khas sehingga disebut juga sebagai sastra lisan masselleang. Di hampir seluruh wilayah tanah Bugis, massureq dilakukan sebagai sebuah tradisi, salah satunya di Wajo. Di tanah Wajo, tradisi Massureq ijalankan dalam beberapa ritual adat seperti mappenre’ bola, maccera’ ana’, dan mappaliu bine. Pada tahun awal tahun 2000, passureq di Kabupaten Wajo ada 4 orang. Pada tahun 2010, passureq yang tersisa adalah 2 orang. Salah satunya adalah Indo Masse’ yang tinggal di kecamatan Maniangpajo, kabupaten Wajo.
MASSUREQ LA GALIGO, MELANTUNKAN SEJARAH, MENITI BUDAYA YANG MENGHILANG
J
Oleh Foto
: Jabal Rachmat Hidayatullah : beb-men.blogspot.co.id
auh sebelum Islam masuk dan menyebar di tanah Bugis, masyarakat Bugis percaya bahwa terdapat negeri Bugis tertua yang bernama Luwu’. Di negeri tersebut terdapat Dunia Atas (Boting Langi’), Dunia Bawah (Buri’ Liu’) dan Dunia Tengah (Alé Kawa’). Kemudian terdapat dua dewa, yang di langit dan dewa yang ada di laut. Mereka kawin dan akhirnya melahirkan manusia pertama yang tinggal di alam tengah (Luwu’) dan beranak pinak. Setiap dari
mereka memiliki cerita masing-masing, yang kemudian termaktub dalam kisah La Galigo. Hal itu pula yang menyebabkan cerita La Galigo dikenal sangat panjang. Penggambaran tiap cerita begitu detail, mulai dari cerita kelahiran hingga wafat. Terdapat banyak kisah dalam kitab La Galigo yang tentunya memiliki makna dan menceritakan masing - masing tokoh pada zaman tersebut. Akan tetapi, tidak sedikit orang beranggapan bahwa hal tersebut
Kini, tradisi Massureq sudah hampir hilang. Di samping sudah sangat jarang dipertunjukkan, juga karena para pelakunya sudah tua dan tidak memiliki generasi pelanjut tradisi ini. Padahal seni budaya ini dinilai memiliki pengaruh yang kuat. Massureq dipercaya sebagai hasil dari salah satu ritual kepercayaan pertama masyarakat suku Bugis. Seiring berjalannya waktu, dalam pusaran modernisasi, kesenian ini mulai menghilang. Hanya beberapa orang yang tahu melantunkanya, bahkan hanya orang-orang yang sudah menginjak usia lanjut. Anak muda yang cenderung berorientasi pada teknologi menjadi tidak acuh terhadap kepada budaya yang kini dianggap telah usang. Sebagian besar dari mereka sudah tidak mengenal bahkan tidak tahu apa itu Massureq. Hal ini seyogyanya menjadi cambuk bagi generasi muda untuk mempelajari lebih lanjut sejarah dari masing-masing daerah dan mengambil pelajaran - pelajaran penting yang tentunya tidak menyimpang dari ajaran agama masing-masing. 25 BARUGA | Edisi 26 Tahun 2018
Budaya
HARAPAN MANIS DI HARI IMLEK Oleh Foto
: Linda, Rudi Salam : Dokumen pribadi
D
alam penanggalan Lunar, tahun ini Imlek jatuh pada dua hari setelah hari valentine yaitu pada 16 Februari 2018. Tahun ini disebut juga dengan tahun anjing tanah dalam zodiak Cina. Antusias menjelang Imlek ditandai dengan nuansa merah, seperti baju bercorak merah yang mendominasi tempat 26
| Edisi 26 Tahun 2018
perbelanjaan di mall, diputarnya lagu-lagu berbahasa mandarin, serta lampion yang menghiasi Klenteng dan pusat China Town. Imlek merupakan perayaan tahun baru masyarakat keturunan Tionghoa. Perayaan Tahun Baru Cina ini berlangsung
selama 15 hari, mulai dari malam “Chuxi� yang berarti malam pergantian tahun dan berakhir pada perayaan Cap Go Meh. Beberapa tradisi yang secara turun temurun dilaksanakan oleh masyarakat Tionghoa sebelum memasuki puncak perayaan Imlek adalah membersihkan dan mendekorasi rumah dengan pernak-pernik
Budaya
berwarna merah. Ini merupakan tradisi yang umum dan wajib dilakukan oleh orang yang merayakan. Tradisi ini dipercaya akan membersihkan segala keburukan yang ada. Sedangkan pantangannya adalah dilarang menyapu pada perayaaan Imlek sebab akan membuang keberuntungan. Rutinitas wajib lainnya adalah makan bersama keluarga besar di malam Chuxi, hal ini dilaksanakan dengan tujuan mempererat kebersamaan antar sanak saudara. Di samping tradisi di atas, ada satu tradisi yang belum lazim dikenal oleh masyarakat luas, yaitu tradisi memasang tebu di belakang pintu rumah orang yang melaksanakan Imlek. Tradisi pemasangan tebu di belakang pintu ini pada mulanya hanya dilaksanakan oleh salah satu suku di Tiongkok yakni Suku Hokkian. Terdapat cerita di balik tradisi ini yaitu ketika Tiongkok diserang oleh Jepang. Pada saat itu, penduduk Tiongkok beramairamai lari bersembunyi ketika mengetahui Jepang telah memasuki daerah mereka. Tempat persembunyiannya yaitu hutan tebu dan alhasil keberadaan mereka tidak diketahui oleh tentara Jepang sehingga mereka berhasil menghindari kematian dan dapat berkumpul kembali bersama keluarga mereka masing-masing. Sejak saat itulah tebu dipercaya sebagai salah satu tanaman pembawa keberuntungan. Tebu merupakan tanaman yang ditanam sebagai bahan baku gula. Sama dengan tebu yang rasanya manis, tebu dipasang dengan harapan satu tahun ke depan semua yang masuk ke dalam rumah adalah yang manis-manis. Manis yang dimaksud adalah kejadian-kejadian baik yang diharapkan terjadi dalam rumah mereka. Tebu dipasang H-1 sebelum Imlek, sebab di hari Imlek tidak boleh lagi ada kegiatan dekor dan bersih-bersih. Di Makassar, pemasangan dilakukan pada siang hari. Tebu yang dipasang pun bukan sembarang tebu. Syarat yang paling umum ialah panjangnya. Masyarakat yang melaksanakan jauh-jauh hari memesan tebu sehingga menjelang Imlek harga tebu terbilang mahal. Sebelum tebu dibeli, tanaman yang termasuk dalam jenis rumput-rumputan itu diukur menggunakan meteran “Feng Shui”. Di meteran tersebut sudah tertulis tujuan serta makna di setiap meter panjang tebu.
Tebu diletakkan di belakang pintu rumah untuk membawa keberuntungan
Tapi, umumnya bagi orang keturunan Tionghoa di Makassar, mereka mencari tebu yang panjangnya 1,8 meter serta mereka memilih tebu yang warnanya hijau segar. Saat tiba waktu pelepasan, masing-masing keluarga punya cara yang berbeda. Ada yang melepasnya seminggu setelah Imlek, ada juga yang melepas tanaman yang manis itu setelah Cap Go Meh atau 15 hari setelah hari Imlek. Umumnya masyarakat yang melaksanakan tradisi ini akan melepas tebu saat sembahyang meja tinggi atau “Pakkado Tinggi” yang jatuh pada seminggu setelah imlek. Pakkado tinggi dilaksanakan dengan mendirikan meja tinggi menghadap langit sebagai ucapan rasa syukur dan berjanji untuk hidup lebih baik kepada sesama serta memohon keberuntungan selama satu tahun ke depan. Pakkado tinggi ini dilakukan saat tengah malam, dan dimulai dengan membakar lilin dan dupa dari orang tertua dalam suatu rumah hingga yang paling muda. Setelah sembayang selesai dilaksanakan, taman bahan baku gula tersebut dipotong-potong dan dibakar hingga jadi abu.
Meski tradisi ini terbilang mudah, namun keturunan Tionghoa yang ada di Makassar tidak sepenuhnya melaksanakan tradisi ini. Misalnya, Herlina Hendarto memilih tidak lagi melaksanakan tradisi ini karena menganggap cukup menyusahkan. Baginya selama kita sendiri mau berusaha, rajin cari rejeki, dan mau melakukan yang terbaik buat masa depan, ia percaya hal-hal manis akan datang dengan sendirinya baik dengan atau tanpa tebu di belakang pintu menjelang hari imlek. “Tradisi ini dapat dilaksanakan oleh semua orang. Biasanya dari pengamatan saya, orang yang tidak melaksanakan adalah orang yang berpikir bahwa tradisi ini berkaitan dengan satu agama tertentu, misalnya agama Buddha, sehingga orang yang bukan beragama Buddha merasa tidak perlu melaksanakan tradisi ini. Tapi yang namanya tradisi ya tidak terkait dengan suatu agama tertentu. Tradisi ini bebas dilaksanakan oleh siapa saja,” ujar Joe Yuen selaku Aktivis Pemuda Buddhis Buddha Sasana Vihara Istana Naga Sakti Xian Ma
27 BARUGA | Edisi 26 Tahun 2018
Lingkungan
SAMPAH TANGGUNG JAWAB SIAPA? Oleh Foto
S
: Laksmi Nurul Suci, Taufik Syahrandi : Alhamdani Pratama
esuatu yang tidak memiliki nilai guna disebut sampah. Sehingga sampah didefinisikan oleh manusia menurut derajat keterpakaiannya. Dalam proses-proses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada hanya produkproduk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut berlangsung. Akan tetapi karena dalam kehidupan manusia didefinisikan konsep lingkungan maka sampah dapat dibagi menurut jenis-jenisnya. Sementara di dalam UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, disebutkan sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia atau proses alam yang berbentuk padat atau semi padat berupa zat organik atau organik bersifat dapat terurai atau tidak dapat terurai yang dianggap sudah tidak berguna lagi dan dibuang kelingkungan. Sampah merupakan masalah klasik bagi manusia yang tak kunjung selesai. Tingginya kepadatan penduduk menjadikan jumlah konsumsi masyarakat meningkat berbanding terbalik dengan ketersediaan lahan untuk sisa konsumsi. Sampah masyarakat perkotaan kebanyakan memiliki karakteristik tidak mudah terurai terutama plastik. Kantong plastik terurai selama lebih dari 20 tahun di dalam tanah. Apabila plastik itu berada di air maka proses penguraiannya akan lebih lama lagi. Indonesia sendiri berada pada posisi kedua terbesar penyumbang sampah plastik ke laut setelah Tiongkok berdasarkan hasil riset Jenna R Jambeck dan kawan-kawan dilansir dari laman nationalgeographic.co.id. Tak hanya di pusat-pusat keremaian seperti pasar dan pemukiman warga, permasalahan sampah juga merambah 28
| Edisi 26 Tahun 2018
masuk ke dalam kampus-kampus, tak terkecuali Unhas yang notabene bekerjasama dengan salah satu vendor cleaning service. Beberapa bagian-bagian tertentu masih dapat dijumpai banyak sampah berserakan. Bagian-bagian ini biasanya berupa tempattempat yang tidak dijangkau oleh para pekerja cleaning service. Mereka biasanya bekerja pada tempat-tempat yang memang telah ditentukan oleh pihak kampus ataupun vendor seperti kelas, koridor, lobi dan halaman. Di FISIP, terdapat tiga pekerja cleaning service yang bertugas sesuai pembagian kerja masing-masing menurut penuturan Ruqiyah (41) salah satu di antara tiga yang bertugas di sana. Dua orang mendapat bagian lapangan dan koridor bagian bawah, satu orang lagi bertugas membersihkan koridor bagian atas. Bagianbagian tersebut termasuk di dalamnya selokan, ruang kelas, belakang kelas dan WC. Jam kerja biasanya diawali pada pukul tujuh pagi dan akan berakhir sekitar pukul empat sore. Kendati demikian, Ruqiyah yang telah bekerja sebagai cleaning service selama lima tahun mengaku kerap datang lebih awal dari waktu yang telah ditentukan. Hal ini dilakukan lantaran ia merasa senang ketika menyelesaikan pekerjaannya lebih awal. Setelah itu waktu luang biasanya mereka isi dengan menyenderkan badan sembari menikmati teh dan bercengkrama satu sama lain. Dari pihak fakultas, sejak dua tahun yang lalu telah diprogramkan yang namanya Sospol Cinta Bersih (SCB), turunan dari program universitas yaitu Mahasiswa Cinta Bersih (MCB) sebagai upaya
Lingkungan
peningkatan kebersihan di area kampus dan fakultas. Pihak kampus tiap tahunnya melakukan penilaian terutama pada himpunan atau sekretariat UKM, tidak hanya berorientasi pada aspek kebersihan tapi berawal dari tata pengelolaan administrasi, kesektariatan, keindahan, kenyamanan dan keamanan. Program ini diharapkan dapat menjadikan Sospol sebagi role model di Unhas dimulai dari hal-hal kecil seperti buang sampah pada tempatnya. Upaya yang dilakukan menurut Dr. Rahmat Muhammad, S.Sos., M,Si selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Fisip Unhas adalah menciptakan sikap dan mental untuk tidak membuang sampah sembarangan kepada seluruh civitas akademik. Mahasiswa menjadi sasaran utama karena jumlahnya yang besar. Mahasiswa terus diedukasi untuk memahami bahwa bersih itu penting dan tidak lagi berpandangan bahwa tugas membersihkan sampah adalah kerja orang tertentu yakni cleaning service. Disambangi di salah satu sisi koridor kampus Unhas, Akbar selaku Ketua UKM PA menuturkan bahwa permasalahan
sampah di lingkup kampus ada pada tiaptiap individu yang kurang peduli terhadap keadaan sekitar. Yang disayangkan pribadipribadi ini adalah mereka yang berstatus sebagai mahasiswa. Seharusnya tidak seperti itu apabila mengacu pada konsep ideal. Tanggung jawab menjaga lingkungan adalah tanggung jawab manusia. Bukan Kompas, bukan kampus, hakikatnya adalah tanggung jawab manusia. Kompas atau organasasi pecinta alam lainnya bukan hadir sebagai pemerhati lingkungan melainkan menjadi satu bukti keberadaan manusia lupa akan lingkungannya. Pria berambut gondrong ini menceritakan kejadian di mana ia pernah menegur salah seorang temannya yang beranggapan bahwa adanya jasa cleaning service menggugurkan kewajiban mahasiswa dalam menjaga lingkungan kampus dari sampah. Pernyataan tersebut dianggap sangat industrialisasi karena menghendaki manusia bekerja seperti mesin. Saya bekerja yang ini, seorang lain kerja yang itu. Jika diibaratkan sistem kerja mesin, tidak ada relasi antara gir dengan komponenkomponen lain yang tidak bersentuhan langsung dengan dia, semua bekerja sesuai fungsinya masing-masing. Hal ini
dapat berindikasi pada masih buruknya mentalitas mahasiswa dalam menyikapi sampah disekitarnya. Hal tersebut dirasanya merupakan perlakuan yang kurang sesuai terutama kepada mahasiswa yang sering melakukan kajian sosialis. Mereka selalu menuntut hukum bersama dan menghendaki adanya sosialisme tapi tidak saling menjaga. Titik tolak filsafat Karl Marx adalah manusia itu makhluk yang bekerja. Dari bekerja menjadi bersesama kemudian tercipta relasi saudara dan muncullah nilai-nilai. Sehingga anggapan menjaga kebersihan adalah tugas cleaning service adalah wujud bahwa kita masih memikirkan diri sendiri dan belum siap hidup bersesama. Secara psikoanalisis berakar pada kepribadian individu. Jadi sebelum berbicara masalah sosial, perlu untuk memahami terlebih dahulu kepribadiankepribadian karena semua berawal dari individu. Apabila ingin menyelesaikan permasalahan bersama, harus diawali pada akarnya. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mempengaruhi orangorang di sekitar kita. Hilangnya rasa tanggung jawab terjadi ketika kita tidak mengenal diri kita sebagai manusia. Jadi solusinya adalah kenali diri kita sebagai manusia dan penciptaannya. Salah satu contoh metode yang mendekatkan pada kesadaran manusia salah satunya adalah agama. Harapannya kedepan bagaimana semua tataran mengalami revitalisasi baik tataran aktor, struktur dan sistem. Melihat paradigma pembangunan Indonesia selalu berawal dari infrastruktur sedang suprastruktur dan strukturnya belum mapan, alhasil tujuannya tidak tercapai. Infrastruktur yang telah ada ujungujungnya mengalami kerusakan. Jalan rusak, lampu merah rusak, tempat sampah rusak dan sebagainya. Ketiganya harus mengalami perbaikian, suprastruktur atau sistem baik, struktur atau orangorang menjalankannya baik serta infrastrukturnya baik. “Sanksi itu bagian dari sistem, semakin sedikit aturannya, semakin berkualitas manusianya� tandasnya.
Sampah yang bertebaran di lingkungan FISIP Unhas
29 BARUGA | Edisi 26 Tahun 2018
Komunitas
BERLAYAR BERBAGI ILMU Oleh Foto
“
R
: Megita Anastasia, Revy Yapari : Dokumentasi pribadi
"Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan” adalah bunyi Pasal 31 ayat (1) UndangUndang Dasar 1945. Begitulah seharusnya yang terjadi, setiap warga Indonesia berhak mendapatkan pendidikan bagaimanapun keadaannya."
ealitanya banyak anak-anak yang belum mendapatkan pendidikan secara maksimal. Banyak anak di Indonesia harus berusaha lebih keras jika ingin mendapatkan pendidikan yang layak, seperti berjalan puluhan kilometer, menyeberangi pulau, bahkan mempertaruhkan nyawanya melewati jembatan yang sudah rusak hanya untuk mendapatkan pendidikan. Itu adalah sebagian kecil anak-anak yang masih punya semangat untuk mendapatkan haknya. Masih banyak anakanak di luar sana yang sama sekali belum tersentuh pendidikan, atau bahkan, mungkin mereka tidak tahu bahwa mendapatkan pendidkan adalah haknya, jadi mereka lebih memilih bekerja membantu orang tua mereka. Kalau sudah begini siapa yang salah? Pemerintah sudah berusaha untuk memperbaiki masalah yang ada, namun banyak juga kendala yang tidak bisa diselesaikan secara cepat, melainkan butuh waktu dan dilakukan secara bertahap. Benar yang dikatakan Wiji Thukul, “Kamu calon konglomerat ya, Kamu harus rajin belajar dan membaca, jangan ditelan sendiri. Berbagilah dengan teman-teman yang tak mendapat pendidikan.” Inilah saatnya bagi kita, pemuda-pemudi Indonesia, yang sudah mendapatkan haknya terlebih dahulu berinisiatif untuk membagikan ilmu yang telah didapat. 30
| Edisi 26 Tahun 2018
Benar juga yang dikatakan Anies Baswedan, “Mendidik adalah tanggung jawab setiap orang terdidik. Berarti juga, anak-anak yang tidak terdidik di Republik ini adalah "dosa" setiap orang terdidik yang dimiliki di Republik ini. Anak-anak nusantara tidak berbeda, mereka semua berpotensi. Mereka hanya dibedakan oleh keadaan.”. Semua anak Nusantara berpotensi hanya keadaanlah yang membedakan, “berdosalah” kita sebagai orang terdidik jika tidak berbagi apa yang sudah kita dapatkan. Inilah mungkin yang menjadi latar belakang berdirinya The Floating School atau Sekolah Terapung. Rahmat HM (Koordinator), Nur Almarwah Asrul (Sekretaris), dan Rahmiana Rahman (Bendahara). Mereka adalah 3 orang penggagas berdirinya The Floating School. Bertemu pada 28 November 2016, rencana sekadar untuk makan malam dan berbagi pengalaman selama mengikuti program YSEALI (Young South East Asian Leaders Initiative), 3 orang yang memiliki minat yang sama dalam pendidikan dan kepemudaan ini pun berujung pada kesepakatan untuk membuat sekolah. Dengan mengggunkan kemudahan yang ada saat ini mereka mulai bergerak, melalui media daring mereka mulai melakukan riset. Terpilihlah 3 kabupaten terendah dalam bidang pendidikan di Sulawesi Selatan, yaitu Jeneponto, Pangkep, dan Luwu Timur. Akan tetapi, karena penggagas hanya memiliki akses ke Kabupaten Pangkep, akhirnya Pangkeplah yang menjadi pilihan. Menurut hasil riset, Pangkep merupakan kabupaten kepulauan dengan jumlah 117 pulau dan 80 pulau berpenghuni. Didapatkan bahwa sekitar 80-90 % anak di Pangkep mendapatkan pendidikan di tingkat SD, 60-70% yang melanjutkan ke tingkat SMP, dan
Komunitas
Proses belajar mengajar di atas dermaga
sekitar 40% anak yang melanjutkan ke tingkat SMA. Pun, anakanak yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi hanya dapat dihitung dengan jari. Jadi, para penggagas menyimpulkan, bahwa faktor utama rendahnya pendidikan di Pangkep adalah kurangnya akses transportasi dan sumber daya manusia dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, akhirnya penggagas The Floating School bersepakat membuat sekolah non-formal. Sekolah dengan kapal semi tradisional yang menyediakan buku-buku, alat tulis, materi belajar, dan fasilitator yang akan berlayar ke puluapulau di Kabupaten Pangkep untuk memberikan workshop dalam beberapa bidang (menulis, komputer, menari, musik, menggambar, prakarya, dan fotografi). The Floating School menyasar remaja dan pemuda di pulau-pulau kecil. Menurut Nunu, usia tersebut adalah masa anak-anak mulai mengeksplor hal-hal baru dan butuh penghargaan dari orang di sekitarnya. “Ketika mereka tidak punya wadah untuk menunjukkan dirinya, bisa jadi energi dan emosinya tersalurkan ke arah negatif. Di sinilah, the Floating School hadir untuk mewadahi mereka,� tutur Nunu. Sejak awal terbentuk, penggagas sudah memanfaatkan media daring untuk memperkenalkan The Floating School. Membuat akun Instagram, Twitter, Facebook, dan juga Website. Media daring yang dibuat dimanfaatkan untuk mencari fasilitator untuk setiap kelas yang diadakan. Fasilitator yang sudah mendaftar akan diseleksi kembali oleh tim formatur hingga akhirnya dapat bergabung dengan tim The Floating School. Tidak hanya mencari fasilitator, melalui media online pula, The Floating School memberikan kesempatan bagi para relawan yang ingin bergabung, dan jika terpilih, relawan akan berlayar dalam satu pekan, sedangkan fasilitator akan diterima secara tetap.
The Floating School melakukan penggalangan dana dalam rangka membuat kapal sendiri. Jadi, kitabisa.com adalah salah satu situs yang menyediakan jasa penggalangan secara online untuk berbagai bentuk penggalangan dana yang tidak melanggar hukum Indonesia. Di situs tersebut, the Floating School hanya perlu membuat akun, dan mencantumkan secara jelas latar belakang pencarian dana, serta melakukan perjanjian untuk bertanggung jawab atas kampanye penggalangan dana yang telah dilakukan. Pengalangan dana (crowdfunding) yang dilakukan selama 1-2 bulan di kitabisa.com ini berhasil mengumpulkan uang sebanyak 60-90 juta. Selain sukarelawan menyumbangkan uangnya, para relawan juga membantu The Floating School, dengan membagikan link penggalangan dana ke sosial media masing-masing sehingga didapatkan dana sebesar itu. Hingga kini The Floating School telah menyelesaikan masa sekolah pertamanya selama 6 bulan di 3 pulau di Pangkep yaitu Pulau Saugi, Pulau Satando, dan Pulau Sapuli. Kini anak-anak mempunyai keahlian di bidangnya masing-masing. Karya-karya mereka pun telah ditampilkan dalam Pameran Sekolah Terapung di Alun-Alun Kota Pangkep pada 27 Agustus 2017. Saat ini, sembari menunggu kapal selesai dibuat, The Floating School sedang mempersiapkan diri untuk berlayar kembali dan berbagi bersama pemuda pemudi di pulau ke-empat.
Media sosial juga membantu mempromosikan The Floating School sehingga banyak donatur yang ingin memberikan sumbangan baik berupa uang, buku, maupun barang-barang yang akan digunakan dalam proses belajar mengajar. Sampai akhir 2017 The Floating School masih menyewa kapal untuk berlayar dan berbagi pengetahuan ke pulau-pulau yang ada di Pangkep. Hingga pada akhirnya melalui Kitabisa.com,
Proses belajar mengajar di atas perahu
31 BARUGA | Edisi 26 Tahun 2018
Photo Story
MENENUN, WUJUD KESABARAN DAN KEULETAN Oleh : Andi Feninda Amalia Foto : Eka Wahyuni
“Di sini mi markasnya semua penenun,� ucapnya sembari mendorong pelbagai alat di depannya satu persatu. Beralas papan bambu, beliau duduk menenun seutas kain dengan jemarinya yang piawai menarik, mendorong, hingga mengulur. Namanya Baya. Beliau merupakan salah satu penenun di Desa Bala, Kecamatan Balanipa, Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Di sana, tiap-tiap rumah mempunyai tempat khusus untuk melakukan aktivitas menenun sebagai rutinitas setelah selesai melakukan pekerjaan rumah. Di Mandar, menenun dikenal dengan manette’ dan dikerjakan oleh perempuan. Menenun di tanah Mandar adalah salah satu warisan budaya yang mencerminkan wanita yang sabar dan ulet dalam bekerja. 32
| Edisi 26 Tahun 2018
Perempuan-perempuan di Desa Bala sudah diajar menenun sejak menginjak sekolah dasar (SD). Namun, berbeda dengan Baya, ia baru belajar kala ia berusia 24 tahun. Proses menenun biasanya memakan waktu 7 hingga 16 hari, tetapi bisa juga hingga sebulan dengan panjang 4 meter dan lebar 6 meter tiap kain. Untuk menjadikannya sebuah sarung, diperlukan 4 kain untuk ditenun. Alat-alat yang digunakan pun masing-masing memiliki nama. Sembari menenun, Baya menjelaskan tiap-tiap alat yang beliau gunakan. Mulai dari pessa, yaitu papan yang dipakai untuk memutar kain yang sudah jadi. Lalu ada panette’ untuk merapatkan kain yang
ditenun, dan awerang. Ada juga hora (pipa untuk menarik benang), peppe’ malingan, talutang (tempat duduk), dan suru’. Dalam menenun, banyak motif yang biasa digunakan. Mulai dari motif bunga lopi, bunga jendela, sampai pada motif perahu Sandeq yang merupakan perahu khas mandar. Baya sendiri sering mendapat pesanan menenun sarung dengan motif bunga perahu Sandeq dan motif garis-garis. Walau merupakan rutinitas, sebenarnya banyak hal-hal terpendam di benak para penenun. Misalnya ketika harga Di kemudian hari, Baya berharap alat-alat yang digunakan untuk menenun bisa berkembang, sehingga dapat lebih membantu dan tetap terjaga kelestariannya. 33 BARUGA | Edisi 26 Tahun 2018
Tokoh
NAMA Abdul Salam PENDIDIKAN Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin Communication Management University of Technology Sydney, Australia PEKERJAAN CEO dan Founder PT. CoBIG Indonesia
INOVASI UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA Oleh Foto
D
: Firda Agustina, Nurul Hidayah : Dokumentasi Pribadi
ewasa ini, pemanfaatan media digital marak diperbincangkan di kalangan pelopor perubahan. Segala sesuatu yang bersifat analog atau manual telah mengalami proses pembaruan seiring berjalannya waktu sehingga memudahkan segala kegiatan yang dilakukan manusia. Semua kemudahan tersebut dikemas lebih apik dengan memungkinkan kita mengaksesnya melalui ponsel pintar atau yang akrab disebut gawai. Era digital tentunya menjadi kesempatan sekaligus tantangan bukan hanya bagi pelopor perubahan, tetapi juga kepada masyarakat luas, serta menimbulkan pengaruh dan dampak terhadap berbagai bidang kehidupan kita, salah satunya pendidikan. Pertanyaan yang muncul kemudian ialah bagaimana dampak digitalisasi media terhadap pendidikan, apakah dengan kecanggihan media digital kali ini dapat menjadi sesuatu yang meningkatkan taraf pendidikan dan kualitas pendidikan? Abdul Salam seorang pria kelahiran 36 tahun silam adalah alumni Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial 34
| Edisi 26 Tahun 2018
Dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin angkatan tahun 2007. Sebelum mendaftar di bangku perkuliahan Abdul Salam sempat beberapa tahun menganggur dan sempat beberapa kali memperbaharui ijazah SMA-nya dan barulah di tahun ke tujuhnya ia mendaftar di Departemen Ilmu Komunikasi Unhas. Ia kemudian menjawab masalah dan tantangan digital media dengan menciptakan inovasi di bidang pendidikan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi. Ia mendirikan CoBelajar yang merupakan bagian dari CoBig Indonesia. Setelah menyelesaikan studi masternya di University of Technology Sidney, Australia, ia kemudian diterima bekerja di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), namun karena merasa tidak sesuai dengan sistem yang ada, akhirnya memutuskan untuk keluar. Setelah keluar dari Kemendikbud, Abdul Salam kemudian mulai merintis Cobejar pada juli 2017 yang sebelumnya sukses dengan Cokerja. Lelaki asal Kupang ini mengatakan, munculnya ide untuk melakukan inovasi ini bermula pada ketidakpercayaannya
pada sistem pendidikan yang ada di Indonesia. Ketika ia melihat masalah pendidikan yang ada di lingkungan sekitar. Ketika orang tua cenderung tidak tahu seberapa jauh perkembangan anak-anaknya di sekolah, kebanyakan dari mereka hanya melihat kuantitas bukan kuliatas dari anak-anak mereka. Contohnya saja anak-anak dianggap cerdas ketika mendapatkan nilai yang tinggi atau peringkat satu di kelas tetapi terkadang orangtua lupa bahwa nilai-nilai moral seperti membantu guru dan berperilaku baik terhadap orang lain juga menjadi nilai tambah bagi anak-anak. Di sinilah aplikasi CoBelajar menjadi wadah bagi guru dan orang tua untuk saling berinteraksi melihat sejauh mana perkembangan anak-anaknya di sekolah. Di luar sana mungkin ada banyak aplikasi seperti CoBelajar dan Cokerja, tapi yang menggunakan Human Centrick bisa dikatakan sebagai sebuah inovasi baru karena belum banyak orang menggunakan sistem ini.
Human Centered Design (HCD) adalah sebuah pendekatan untuk mendesain produk yang berfokus pada manusia atau pengguna. Dalam HCD, desainer merancang sebuah produk atau service sesuai dengan kebutuhan, kebiasaan, dan kapabilitas manusia. Dalam HCD dimulai dengan memahami orang-orang terlebih dahulu dan mengetahui apa kebutuhannya. Untuk dapat memahami orang atau pengguna bisa dilakukan observasi terlebih dahulu. Dalam pendekatan HCD dilakukan literasiliterasi agar dapat mencapai apa yang dibutuhkan oleh pengguna. Dengan HDC seseorang dengan mudah mengetahui apa yang ia butuhkan tanpa harus bersusah payah membuka satu persatu pilihan yang begitu banyak, cukup dengan sekali klik semuanya akan muncul sesuai dengan apa yang diinginkan. Kita sebagai manusia harus lebih mampu memanfaatkan waktu dengan mengembangkan teknologi dan selalu berinovasi, jangan biarkan waktu terbuang sia-sia. Sebab waktu ibarat roda sepeda, ia akan terus berjalan, jika kita tak mampu menyesuikan diri maka kita akan ditinggalkan oleh waktu dan menjadi terbelakang.
Iklan
35 BARUGA | Edisi 26 Tahun 2018
Destinasi
MENGENAL MANDAR: SURGA RIBUAN BUDAYA Teks dan Foto Oleh: Andi Feninda Amalia
S
epanjang perjalanan, saya hanya tahu melafalkan Al-Fatihah berkali-kali. “Hati-hati kalau sudah sampai di sana, baca ayat kursi dan Al-Fatihah,” kata ibu melalui messengernya. Serupa tapi tak sama, seorang teman mengingatkan “hati-hati nah, masih kuat baca-bacanya di sana.” Hal yang membuat saya tak henti melafal doa. Benar saja, empat hari tinggal di tanah yang indah itu, saya justru dibuat bahagia, betah, sampai tak ingin cepat pulang. 36
| Edisi 26 Tahun 2018
Mandar namanya. Bukan, bukan nama orang—melainkan sebuah kota di provinsi Sulawesi Barat dengan luas kurang lebih 2.000.000 km2 dan 400.000 jumlah penduduk. Kota ini menyimpan beragam tradisi dan budaya yang terus terjaga hingga saat ini. Tanah ini lebih akrab disapa Polewali Mandar (Polman), yang sebelumnya dikenal dengan Polewali Mamasa (Polmas) sebelum kabupaten Mamasa resmi berdiri sendiri.
Destinasi Yap! Beberapa saat lagi, tradisi Sayyang Pattu’du akan digelar di Kecamatan Pambusuang, salah satu dari beberapa kecamatan di kota Mandar. Sayyang Pattu’du merupakan salah satu tradisi turun-temurun yang sangat dijaga dan sarat makna. Sebab, tradisi ini merupakan acara terbesar sebagai perayaan Hari Maulid Rasulullah SAW.
Proses menenun oleh ibu Rosida
Berangkat dari kota Makassar, Sulawesi Selatan, perjalanan ditempuh selama kurang lebih tujuh jam lamanya. Namun jangan khawatir, kota ini berada di antara gunung dan laut sehingga rasa lelah selama perjalanan akan terbayar tuntas. Setelah sampai dan makan malam, kami mendatangi acara Makacaping. Tradisi ini merupakan salah satu cara mengungkap rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Esa. Di sebuah panggung kecil, ada seorang pemain kacaping (alat musik khas Mandar) yang biasanya sudah berusia lanjut, dan sembari bermain, mereka akan melantunkan doa-doa kepada perempuanperempuan yang duduk di sampingnya. Para perempuan anggun tersebut menggunakan pakaian adat khas Mandar dan duduk melontar senyum ke segala penjuru. Mereka harus tetap duduk sembari kacaping dan lantunan doa dikumandangkan. Selain menjadi ajang rasa syukur, makacaping juga menjadi tontonan yang paling digemari masyarakat Mandar. Sebab, jikalau seorang lelaki menyukai salah seorang dari perempuan-perempuan tersebut, mereka akan maju dan menaruh uangnya di sebuah nampan tepat di depannya. Selama acara itu berlangsung, saya tak henti mendengar bagaimana hebohnya masyarakat ketika beberapa
lelaki dengan percaya dirinya maju dan memberikan sebuah amplop kecil kepada perempuan-perempuan tersebut. Tak hanya orang tua, bahkan anak-anak ramai memberi uang koin dengan bahagia. Acara tersebut tak kenal halau. Walau sempat gerimis, prosesi makacaping tetap dilanjutkan di sebuah rumah sampai doadoa tersebut selesai dipanjatkan. Antusias masyarakat pun tak kalah darinya. Malam melarut, pagi menjemput. Tepat pukul sepuluh pagi, sayup-sayup sudah terdengar, anak-anak melafalkan ayat-ayat Al-Qur’an. Kuda-kuda pun satu persatu mulai datang dan disiapkan sebagaimana mestinya.
Dalam bahasa Mandar, Sayyang berarti kuda dan pattu’du’—mattu’du berarti menari. Jadi, Sayyang Pattu’du merupakan acara kuda menari yang ditunggangi oleh anak-anak sebagai persembahan dari orang tua mereka karena telah khatam (tamat) membaca Al-Qur’an. Walau banyak percaya kuda itu menari karena ‘bacabaca’ dan dianggap sebagai suatu yang mistis, sebenarnya mereka sudah dilatih selama bertahun-tahun agar terbiasa ketika mendengarkan bunyi rebana; mereka langsung menggoyangkan kepalanya layaknya menari. Bagi anak laki-laki, mereka akan menggunakan baju kokoh yang menjuntai hingga ke dasar kaki, diikuti dengan sorban di kepala dan kacamata hitam bak artis terkenal di masanya. Sedangkan para perempuan, mereka akan dirias sebaik mungkin serta dibalut pattuduq tomaine, yang merupakan baju adat khas Mandar. Nah, dalam tradisi Sayyang Pattu’du tersebut, anak perempuan akan didampingi oleh seorang yang mereka pilih sebagai ‘pemanis’ yang akan duduk di depan bersama mereka. Menariknya, perempuan-perempuan yang dipilih ini harus terus tersenyum, sekuat apapun kuda akan menari dan berjingkrak mengayunayun kepalanya. Tidak sampai disitu,
Kedua wanita menaiki kuda sebelum diarak keliling desa
37 BARUGA | Edisi 26 Tahun 2018
Destinasi layaknya tradisi Makacaping, bila seorang laki-laki jatuh hati pada perempuan yang duduk di depan sana, mereka akan melontarkan pantun berisi puji-pujian kepada sang perempuan, yang disebut kalinda’da. “Iya, pantun itu berbahasa Mandar dan biasanya terdengar banyak macam. Dahulu para lelaki bahkan sering adu pantun demi memikat hati mereka,” tutur Rani, yang merupakan salah satu warga Mandar; tepatnya di kampung Pambusuang, Kecamatan Balanipa. Kami mendatangi beberapa rumah, dan dari banyaknya itu tiap-tiap mereka saling bersiap dan berias untuk sayyang pattu’du. Setelah syukuran kecil-kecilan, kami disuguhi pelbagai macam makanan khas Mandar setiap berkunjung, salah satunya sambusa, gorengan yang dibalut kulit lumpia berisi bihun dan ikan—makanan favorit saya selama di sana, harus dicoba guys! Entah nikmat Tuhan yang mana lagi yang kamu dustakan; terlampau baik orang-orang di sana, mereka tak akan mengizinkan kami beranjak dari rumahnya sebelum mencicipi makanan mereka. Saya bahkan sempat diancam bersama temanteman, “Jangan pulang dulu kalau belum makan, nda ada nanti itu jodohmu,” tutur seorang ibu kala saya mendatangi rumahnya untuk mengambil beberapa gambar. Tepat pukul 12 ba’da Dhuhur, gema musik drum, gong, sampai pianika mulai menggema di telinga saya. Iring-iringan rebana mulai terdengar, yang berarti beberapa saat lagi acara sayyang pattu’du akan dimulai. Bahkan sebelum mulai pun, beberapa kuda yang disiapkan ditengah pasar sudah mulai menari kala dentuman rebana terdengar. Tak hanya kuda, anakanak sampai beberapa orang tua pun ikut berjoget bersama penggiring dalam suka cita. Sewaktu ke sewaktu, beberapa anak mulai keluar dan menunggangi kuda diikuti sanak keluarga maupun tim rebana. Mereka akan berjejer dan diarak sampai jalan raya dan mengitari satu kecamatan. Sebab sayyang pattu’du itu, alur transportasi sempat macet hingga setengah jam. Acara ini pun tidak hanya menggiring satu-dua, melainkan lima puluh kuda. Menarik, bukan? Acara tersebut berlangsung ramai. Warga berbondong-bondong keluar rumah untuk menonton ‘konvoi’ 38
| Edisi 26 Tahun 2018
Prosesi Sayyang Pattu’duq yang diiringi kelompok rebana
tradisional itu. Beberapa dari mereka juga ada yang mengikuti iringan kuda tersebut, berjoget ria, menjadikan kebahagiaan yang ditebar oleh sayyang pattu’du tidak sebatas anak yang sudah khatam Al-Qur’an dan keluarga saja, melainkan seluruh insan yang melihatnya, termasuk saya. Selain menyaksikan sayyang pattu’du, kami juga mengunjungi pantai Palippis dengan pasir putih dan dentuman ombaknya yang cantik serta salah satu museum dan perpustakaan nasional yang sudah berlayar hingga ke berbagai penjuru, yaitu Nusa Pustaka. Di sana, ragam buku tersusun rapi dan perahu Sandeq yang telah berlayar megah berdiri di depan pintu. Menurut Dahri Dahlan yang merupakan dosen Universitas Mulawarman sekaligus pengelola perpustakaan tersebut, setiap bulannya buku-buku gratis selalu berdatangan— baik dari kalangan pemerintah maupun perorangan demi mengembangkan minat baca masyarakat di sana. Esoknya, tepatnya di desa Balanipa, kami mengunjungi markas para penenun sutera. Di Mandar, kegiatan menenun dikenal dengan manette’. Saya mengunjungi Rosida dan Diana, penenun di desa itu. Mereka saling berbagi pekerjaan, Diana memintal benang (sumau’) sedangkan Rosida yang menenun. Sembari menenun kain merah, Rosida menjelaskan kepada kami pelbagai nama dari alat penenun yang ia gunakan. Dimulai dari talutang (tempat duduk), pamalu’ (papan benang), suru’, panette’, peppe’ malingan, serta hora (pipa untuk menarik benang yang dahulunya menggunakan bambu). “Sejak SD kami sudah diajar
untuk menenun, sudah belajar, beda dengan anak-anak sekarang sudah malas turun ke bawah untuk membantu,” terang Rosida bercerita. Rosida melanjutkan, banyak motif yang biasanya dipakai untuk tenunan yang dibuat. Dengan panjang 4 meter dan lebar 60 meter, tiap-tiap kain akan ditenun dengan kurun waktu seminggu hingga sebulan lamanya. “Biasanya untuk pinggiran pakai motif bunga jendela. Kalau yang banyak peminatnya itu motif bunga lopi dan motif sandeq (perahu khas mandar). Di Mandar sendiri paling banyak yang suka motif sandeq,” lanjutnya. Usai bercerita sembari melihat penenun melakukan rutinitasnya tiap usai melaksanakan pekerjaan rumah, di sore hari kami berkunjung ke Dato’ Beach. Nuansa alam dengan bau khas pantai yang begitu menyengat menyegarkan pikiran kami; seakan-akan menemukan surga lain di tanah Mandar. Menjadi destinasi terakhir sebelum kembali ke rumah, bagi saya Mandar adalah tanah budaya yang terbaik dari segala yang baik. Semoga surga itu terus terjaga, abadi budayanya, dan tetap setia dengan kerendahan hati warga-warganya. Tak seperti yang dipikirkan ibu dan teman saya sebelumnya—mungkin saya harus memberitahu mereka, bahwa mengutip perkataan Dahri Dahlan; Orang Mandar itu, bahkan jika mereka harus mengeluarkan isi perutnya sebagai rasa kasih dan cinta, akan mereka berikan. Terimakasih Mandar! dicintai dan mencintai!
Semoga
selalu
Event
COMMFAIR IS THE MEDIA Oleh Foto
K
: Chaeriyah Rafidah, Fadil Ihsan, M. Amin Fathurrahman : KIFO Kosmik
ontraksi dunia yang disebabkan transfomasi media komunikasi, serta akibatnya terhadap peradaban manusia hari ini, merupakan lahan analisis yang akan sangat menarik untuk digarap. Sebab, kini segalanya semakin dekat dengan kepentingan hidup kita sehari-hari. Maka dari itu, Korps Mahasiswa Ilmu Komunikasi (Kosmik) FISIP Unhas merasa bertanggung jawab untuk mengawal isu dan wacana tentang keilmuan komunikasi yang hadir hari ini sebagai studi kajian komunikasi kontemporer.
Sebagai bagian dari masyarakat, maka dianggap penting untuk melakukan literasi atas fenomena-fenomena yang terkait dengan media hari ini kepada masyarakat secara umum dan mahasiswa komunikasi secara khusus, sebagai wujud pengaktualan Tri Dharma perguruan tinggi. Oleh karena itu hadirlah Communication Fair (Commfair) 2018. “Media Matters, Media Manners” menjadi tema yang dihadirkan karena melihat tingkah laku media dengan masalah-masalahnya yang sering kali terjadi tidak sesuai dengan tujuan mencerdaskan bangsa.
Hari itu, Senin 5 Maret 2018, merupakan awal dari pelaksanaan Commfair 2018. Baruga A.P. Pettarani dihiasi dengan booth berwarna-warni. Sekumpulan mahasiswa juga tampak menggunakan jas merah, dihiasi senyum indah di wajahnya. Alunan nada indah seruling berpadu dengan petikan kecapi. Dentuman lembut dari gendang khas suku bugis menjamah setiap pasang telinga di gedung itu. Gadis berbaju kuning mulai menggoyangkan tubuhnya mengikuti alunan alat musik. Sesekali mereka beradu pandang dengan setiap mata yang menatapnya. Tari Paduppa, begitulah disebutnya membuka kegiatan Commfair tahun ini. Runi Virnita Mamonto mengawali kegiatan Commfair dengan menjadi moderator dalam diskusi panel “Politainment: Epos Baru Dalam Media” sebagai rangkaian dari Commfair 2018. Satu per satu narasumber dan penanggap dipanggil dan dipersilakan menduduki tempat yang disediakan. Suara langkah kaki, senyum arif di wajahnya, dan riuh tepuk tangan menghiasi tiap yang menaiki tangga ke atas panggung. Sesi diskusi panel ini menghadirkan 4 narasumber yakni Prof. Dr. Judhariksawan, S.H., M.H.,
Dr, Dadang Rahmat, S.Sos., S.h, M.Si., Dr. H. Moeh Iqbal Sultan, M. Si., dan Yovantra Arief, dan 3 penanggap yakni Endang Sari, S. IP., M. Si., Upi Asmaradhana, Maya Oktharia. Bagi Dr. Dadang Rahmat, politik dapat kita lakukan hanya dengan gawai di tangan. Sejatinya, suatu sistem pembagian kekuasaan atau yang kita sebut politik memang bermula dari sebuah komunikasi. Menurutnya pula media massa telah membuka peluang yang amat besar bagi politisi untuk unjuk gigi. “Siapa saja bisa, yang penting pesannya terkait politik,” jelas Ketua Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia ini. Pemaparan yang cukup membuat otak bekerja lebih keras dari biasanya. Namun suasana ini disederhanakan oleh Dr. Iqbal Sultan, M.Si selaku pembicara kedua. Beliau menyatakan bahwa politainment sendiri hadir dengan tujuannya sendiri. Ia hadir untuk mencitrakan bahwa politik tidak sekaku paradigma lamanya. Namun, politik juga bisa fleksibel mengikuti zamannya. Misalnya kemunculan pemberitaan terkait Presiden Joko Widodo yang tengah melakukan latihan tinju, meluluh 39 BARUGA | Edisi 26 Tahun 2018
Event
lantahkan paradigma bahwa politik itu kaku. Video tersebut menyimbolkan bahwa Presiden Jokowi telah siap untuk bertarung lagi pada Pilpres 2019 mendatang. Bahasa non verbal juga dengan baik menyampaikan pesan dari sang komunikator, dalam hal ini politikus, kepada masyarakatnya yang berlaku sebagai komunikan. Hingga suatu ketika, terbesit pemikiran “Bagaimana dengan media saat ini yang mulai berpihak? Bagaimana apabila pemberitaan politikus yang bersifat entertaining lantas malah menjatuhkan nama baik politikus tersebut?" Keresahan tersebut disiasati oleh Prof. Dr. Judhariksawan dengan mengungkapkan bahwa hukum akan mengikuti perjalanan media. Hukum ada karena muncul suatu permasalahan di masyarakat. Selama hal tersebut (politainment) dianggap bukanlah suatu masalah oleh masyarakat luas, maka hal tersebut belum dapat dibuatkan regulasi. Alot namun menarik, diksi tersebut amat menggambarkan suasana diskusi panel di pagi itu. Diskusi ini menyimpulkan bahwa politainment memanglah suatu tren kekinian pada industri media saat ini. Namun bukan berarti para pelaku media akan terus hanyut terbawa arus di dalamnya. Terlebih fenomena ini perlu dihadapi dengan bijak. Para pelaku harus tetap bijak terhadapa tiap pemberitaan yang tampil di layar kaca tanah air. Berselang satu jam, Baruga mulai kembali dipadati oleh para peserta Talkshow: Digital Solutions. Sejenak, kita pasti memikirkan tujuan diadakannya gelar wicara ini. Narasumber yang dihadirkan pun beragam, yakni Arief Rahmat (CEO Kopitani), Adi Saifullah Putra (CEO MallSampah), Gerald Bastian (C0-Founder KokBisa?), dan Venny Johan (Regional Marketing Manager for GO-JEK Sulawesi dan Kalimantan). Inspiratif, begitulah setiap alur cerita yang disampaikan oleh para narasumber. Sepintas dilihat, mereka berusia tidak lebih dari 35 tahun. Tiap dari mereka memiliki kisahnya masing masing. Berlatar 40
| Edisi 26 Tahun 2018
Salah satu peserta Anchor Competition sedang menunjukkan kemampuannya dalam membacakan berita
fenomena aneh dan tidak wajar yang terjadi di sekitar mereka. Namun, satu hal yang pasti, mereka dapat memecahkan masalah tersebut dengan bijak. Kita yang dikatakan generasi millennial sudah difasilitasi dengan berbagai wahana (platform) untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Tugas kita kemudian adalah mengidentifikasi dengan baik masalah tersebut. Gelar wicara ini sejatinya menjelaskan bahwa kaum muda bukan hanya sekadar agen perubahan. Suatu perjalanan karir tentunya tidak melulu berjalan mulus. Ibarat sebuah alur cerita, semua pasti ada pendahuluan, klimaksnya, dan anti klimaks. Begitu pula yang dirasakan tiap narasumber. Venny Johan mengungkapkan “The struggle is real, but don’t give up”. Kita tidak boleh menyerah karena yakin ada hal baik dan menarik yang akan menyambut kita setelah masa “struggle” itu. Kalimat tersebut menjadi akhir dari rangkaian kegiatan hari pertama ini. Pesan yang sangat berkesan. Hari kedua, Anchor Competition yang menjadi salah satu rangkaian Commfair digelar di Aula Mini
Prof. Syukur Abdullah. Sementara itu, di Aula Prof. Mattulada, Talkshow: Witness by Picture digelar dengan menghadirkan Adek Berry dan Yusuf Ahmad selaku pembicara dalam sesi gelar wicara dengan pembahasan fotografi jurnalistik hari ini. Adek Berry merupakan salah seorang Fotografer Agent France Press (AFP) dan Yusuf Ahmad adalah salah seorang Fotografer Reuters. Seketika pikiran mulai melayang membayangkan hebatnya hasil foto mereka. Foto yang diambil tidak sekadar foto belaka. Namun, tiap detail kecil bagiannya, memiliki makna tersendiri untuk disampaikan. Yusuf Ahmad berbagi kisahnya sebagai seorang fotografer dokumenter. Dia ingin membuat siapa saja yang melihat fotonya dapat merasakan hal yang sama dengan objek yang difotonya. Untuk menciptakan suasana tersebut tentu tidak mudah, maka dia mengungkapkan, “Kita harus buktikan kita bisa motret, belajar, belajar terus belajar, sampai kita naik kelas.” Beda kisah dengan Adek Berry yang pernah terjun langsung ke perang di Afganistan. Beliau berbagi pengalaman menjadi fotografer adalah sebuah pekerjaan yang menantang. Dalam situasi
Event
perang sangat sulit untuk memosisikan diri. Salah sedikit, peluru sudah bisa melubangi tubuh Kita, bahkan menerobos masuk ke organ vital kita. Namun, beliau menerangkan jangan takut akan hal itu. Hadapi agar situasi di sana dapat dicatat oleh sejarah lewat foto-foto kita. Gelar wicara ini menyampaikan bahwa dalam fotografi kita perlu menumbuhkan rasa simpati kita sehingga foto yang dihasilkan menjadi lebih berkualitas. Perasaan murni yang disampaikan oleh objek, kemudian ditangkap oleh lensa sang fotografer, lalu tersampaikan kepada siapa saja yang melihatnya. Kegiatan selanjutnya yaitu Anchor Competition yang berlangsung sejak pukul 09.00 WITA diikuti oleh 53 peserta. Peserta berasal dari kalangan mahasiswa dan pelajar Sekolah Menengah Atas. Proses lomba berjalan lancar, satu persatu peserta dipanggil kemudian membacakan dua berita. Menarik untuk diperhatikan, bahwa sesering apapun kita tampil, demam panggung akan turut hadir. David Rizal, salah satu juri kemudian menyarankan “Cobalah untuk percaya diri dan berani!” Pada akhirnya, terpilih tiga terbaik dari tiap kategori. Arini Nur Annisa, Adhe Caesaryo, dan Karmila Setyawati untuk kategori mahasiswa, serta Nur Arisyah Syafanu, Ewako Fatahillah, dan Ikhsan untuk kategori SMA. Keenam peserta terbaik ini berkesampatan untuk mengikuti private coaching dan sharing session bersama para juri.
Yusuf Ahmad dan Adek Berry menjadi pembicara dalam Talkshow Photography "Witness by Pictures"
Perjalanan berlanjut dengan hadirnya film screening siang itu. Kegiatan ini memutarkan film dengan tema “Focus on Kamila Andini”. Sendiri Diana Sendiri (2015), The Mirror Never Lies (2011), dan Memoria (2016) adalah serangkaian film yang diputarkan. Tiap film memilki kisahnya masing-masing. Kamila berusaha menyampaikan apa yang menjadi momok atau isu yang penting namun terlupakan di masyarakat. Misalnya melalui film Sendiri Diana
Sendiri, Kamila menunjukkan bahwa wanita adalah ciptaan Tuhan yang menjadi pokok dari kehidupan di muka bumi. Wanita hadir untuk menyeimbangkan siklus kehidupan. Mereka juga bukanlah makhluk lemah sebagaimana stereotip yang berkembang. Terdapat pula Essay Competition yang menganugerahkan kepada Reskia Ekasari, Annisa Muslimah, dan Luthfiah sebagai peserta terbaik. Seluruh rangkaian acara Commfair diakhiri dengan Pappaseng. Acara yang merupakan puncak kegiatan sekaligus malam ramah tamah ini dimulai pada pukul 21.00 WITA.
Ruang Baca tampil dalam Malam Pappaseng
Acara dimulai dengan sambutan ketua panitia, Sakti Ibrahim. Dia mengutarakan rasa syukur yang dalam atas terlaksananya kegiatan yang berlangsung selama dua hari ini. Sambutan oleh Ketua Umum Korps Mahasiswa Ilmu Komunikasi (Kosmik) menjadi tanda akhir dari seluruh rangkaian acara Commfair. .2018. Persembahan dari warga Kosmik pun dilakukan sebagai bentuk rasa syukur atas berjalannya kegiatan ini. 41 BARUGA | Edisi 26 Tahun 2018
Foto
42
| Edisi 26 Tahun 2018
Tukang parkir, pagi hari di bulan Ramadhan Sengkang, 2017 Cakra Ajie Wirabuana 43 BARUGA | Edisi 26 Tahun 2018
Musik
MUSIK, KEINDAHAN UNTUK JIWA Oleh : Lestari Rahmadani, Resky Nur Amalia Ilustrasi : M. Ridho Arjuna
E
ksistensi musik tidak hanya dipandang sebagai media hiburan belaka. Buktinya, melalui perspektif kajian sosial, konsentrasi demikian sering disebut semiologi musikal atau fungsi musik sebagai sebuah karya seni dalam masyarakat. Tidak dapat dipungkiri, musik erat kaitannya dengan kehidupan kita. Sadar atau tidak, musik memengaruhi manusia dan tingkahnya. Seperti saat berbelanja di swalayan, music yang diputarkan memiliki maksud tersendiri, ritmenya lebih bersemangat agar pengunjung dapat cepat memilih barang di swalayan. Adapun di cafe, music yang disajikan memiliki ritme lebih lamban dan teduh agar pengunjung lebih betah belamalama. Ternyata hal ini menunjukkan bahwa musik dapat memengaruhi manusia. Hal ini dipelajari dalam ilmu psikologi musik. Orang mendengarkan music memiliki berbagai tujuan. Istiana Tajuddin, salah satu dosen Psikologi Unhas menjelaskan bahwa
44
| Edisi 26 Tahun 2018
ada beberapa tujuan orang mendengar kan musik, yaitu ; untuk meregulasi suasana hati, media relaksasi, dan sebagai ekspresi sosial. Musik yang didengarkan dapat mempengaruhi suasana hati kita atau sebaliknya, kita memilih musik yang ingin didengarkan berdasarkan suasana hati. Chelsea, seorang mahasiswa Politeknik Negeri Ujung Pandang Jurusan Teknik Elektro, yang setiap hari mendengarkan musik berpendapat bahwa musik membantu dalam mendorong dirinya ke dalam keadaan mood apapun yang ia rasakan, terlebih lagi jika lirik yang terdapat pada lagu yang ia dengar sangat sesuai dengan realitas kehidupannya. “Rasanya seperti menjadi soundtrack dalam film hidup," ujar perempuan berusia 19 tahun itu. “Saya senang dengan semua genre musik, asalkan music tersebut terdengar catchy bagi saya dan memiliki lirik lagu yang baik pula," tambahnya lagi. Lirik lagu juga memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap sebuah lagu. Emosional manusia lebih mudah tersentuh dengan kata-kata. Lagu tercipta dari suatu kisah, realitas yang ada, atau
Musik pengalaman pribadi sang penciptanya. Sehingga hal itu yang membuat lagu dapat membangun emosional para pendengarnya, tentunya melalui makna dari lagu tersebut. Setiap orang juga mempunyai pandangan yang berbeda tentang sebuah lagu. Persepsi yang berbeda menghasilkan pemaknaan yang berbeda pula. Pendengar bisa menyadari perasaannya, memisahkan diri dengan dunia luar, menjadikan musik sebagai pelarian, mengurangi perasaan khawatir, dan masih banyak lagi. Hal ini tentu memberi pengaruh terhadap keadaan mosional manusia. Salah satu tujuan mendengarkan musik adalah untuk media relaksasi. Rileks merupakan suatu keadaan saat jiwa merasa tenang. Suara yang ditimbulkan dari musik mampu menyampaikan gelombang tertentu di otak dan memberi reaksi pada manusia. Musik yang beritme lamban membawa pendengarnya merasa tenang. Dalam keadaan rileks, manusia mudah untuk lebih fokus dalam mengerjakan sesuatu. Jenis musik yang diciptakan oleh Mozart dan Beethoven misalnya, cocok didengarkan sebagai media rileksasi. Selain musik yang berritme pelan, suara-suara alam juga digunakan sebagai media rileksasi, seperti suara deburan ombak, tiupan angina, kicauan burung, dan lain sebagainya. Musik juga berguna sebagai ekspresi sosial. Musik digunakan sebagai medium untuk menyatakan maksud, gagasan,perasaan tentang fenomena-fenomena yang terjadi di lingkungan kita. Melalui lirik lagu kita dapat mengekspresikan tentang suatu hal yang dilihat atau didengar oleh seseorang atau yang dialami oleh penulis lirik tersebut. Dengan melakukan permainan kata serta bahasa untuk menciptakan daya tarik, notasi musik, melodi, lirik juga digunakan untuk memperkuat lagu. Banyak pemusik yang menuangkan keresahan-keresahannya dengan fenomena sosial saat ini dan mengkritisi dengan lirik-lirik yang pintar seperti halnya Iwan Fals, Slank, dan band-band indie yang sedang marak berkarya. Selain dari pada itu, musik juga bisa digunakan untuk media pendekatan dengan lingkugan karena musik merangsang pikiran, meningkatkan aspek kognitif dan juga membangun kecerdasan emosional sehingga seseorang bisa mempunyai rasa empati yang tinggi. Reivansyahputra (23), pemusik asal Aceh, turut membenarkan hal ini dari realitas yang ia hadapi. Menurunya musik bukan hanya soal rasa dan lirik tapi juga musik tapi juga tentang etika. "Di musik kita harus tahu cara menghargai orang, mendengar karya-karya dari berbagai musisi. Tentunya tidak semua terdengar enak di telinga kita. Tapi itulah musik, karena musik itu bersifat universal kan." Musik akan selalu dinikmati banyak orang karena musik merupakan bentuk dari seni yang alunan serta liriknya dibuat sangat dekat dengan realitas. Selain disajikan langsung, salah satu media yang tidak luput menggunakan musik adalah film. Film dapat dinikmati khalayak, sama halnya dengan musik yang dapat dinikmati semua orang. Salah satu sutradara film, Edgar Wright membuat suatu film yang berkisah tentang seorang pemuda yang gemar mendengarkan lagu setiap saat, bahkan pada saat ia bekerja sebagai sopir yang bertugas
untuk membawa penjahat dengan aman tanpa tertangkap polisi. Sutradara berkebangsaan Britania Raya ini berhasil membawa realitas tentang musik di tengah kehidupan sehari-hari dengan apik. Ia dapat menyelaraskan musik dengan adegan di film Baby Driver, salah satu fim yang ia sutradarai. Di awal film ini, diperlihatkan scene sang tokoh utama, Baby, pergi membeli kopi untuk rekan kerjanya sambil mendengarkan musik dan melakukan lipsync, ia melakukannya sambil berjoget sesuai ritme lagu yang ia dengarkan. Saat bekerja sebaga sopir, Baby selalu mendengarkan musik yang berritme cepat agar ia dapat mengemudi dengan kecepatan penuh dan berhasil lari kejaran polisi. Lagu-lagu yang digunakan dalam film ini disulap sempurna sesuai dengan adegannya. Selain itu, di film ini juga digambarkan bahwa Baby menjadikan musik sebagai sweet escape dan mengobati trauma masa kecilnya. Baby yang sebenarnya enggan melakukan pekerjaan haram ini, tapi karena tuntutan membayar utang ia harus melakukannya dan musik lah yang bisa membuat Baby tenggelam akan rasa bersalahnya terhadap pekerjaan yang ia lakukan. Baby telah gemar mendengarkan musik sejak ia masih kecil, dan ia mengalami kecelakaan yang membuat ia kehilangan kedua orang tuanya, kejadian ini membuatnya trauma. Tidak hanya kehilangan kedua orang tuanya, sejak kecelakaan itu, Baby memiliki sedikit gangguan pada telinganya, yaitu telinganya sering berdengung sendiri, nah dengan mendengarkan musik, dengungan tersebut mulai berkurang. Selain mendengarkan musik, Baby juga gemar merekam pembicaraan atau suara di sekitarnya lalu ia meraciknya menjadi sebuah musik dan menyimpannya di tape untuk dikoleksi. Hal ini menunjukkan bahwa musik juga sebagai bentuk ekspresi diri Baby yang ia tuangkan dalam mixtape. Banyak pula yang berpendapat bahwa musik dikatakan sebagai bahasa universal karena musik dapat dipersepsi dengan cara yang berbeda dan tanpa sekat. Musik juga banyak digunakan sebagai media sosialisasi untuk hal-hal yang dianggap penting untuk meningkatkan kesadaran sosial melalui pesan pesan yang ingin disampaikan melalui lirik dari suatu lagu. Walaupun misalnya bahasa yang digunakan dalam lirik lagu bukan Bahasa yang dimengerti pendengarnya, tapi melalui alunan musiknya, suasana dari musik tersebut tetap bisa sampai pada pendengarnya. Begitu dekatnya musik dengan kehidupan manusia dan perannya dalam mempengaruhi kehidupan. Dengan musik pula kita dapat mengetahui identitas orang lain melalui jenis musik yang ia dengarkan. Contohnya saja, jika kita mendengar nama “Rhoma Irama�, hal pertama yang muncul di kepala kita adalah “Dangdut�. Dosen psikologi Unhas yang akrab di sapa Ibu Isti, menambahkan bahwa lagu atau musik merupakan bagian dari seni, hal-hal tentang seni bekerja di otak sebelah kanan, dan otak kanan erat hubungannya dengan emosi dan perasaan. Olehnya itu, orang yang sering mendengarkan musik cenderung lebih paham tentang keadaan sekitarnya atau lebih peka. Jadi apakah anda termasuk orang yang memiliki kepekaan yang tinggi? Sudahkah Anda mendengarkan musik hari ini?
45 BARUGA | Edisi 26 Tahun 2018
Resensi Film
BERTUALANG MENCARI KEBAHAGIAAN Oleh : Nurul Muthia Amin
F
ilm ini merupakan adaptasi dari cerita pendek James Thurber yang dirilis pada tahun 1939 dan kemudian diadopsi menjadi film di tahun 1947 oleh sutradara Norman Z. McLeod. Film ini kembali dibuat oleh Ben Stiller di tahun 2013.
Dalam ceritanya, Walter Mitty (Ben Stiller) adalah seorang manajer Negative Assets untuk majalah Life, hidupnya monoton dan penuh tekanan baik dari keluarga maupun dari pekerjaannya. Selama 16 tahun bekerja memilah foto-foto ‘petualangan’ dari fotografer legendaris terkenal yaitu Sean O’Connel (Sean Perry), membuatnya sering berkhayal melakukan petualangan ekstrim dan tidak dapat ia lakukan di dunianya yang monoton. Hingga ia bertemu dengan wanita yang mencuri hatinya Cheryl Melhoff (Kristen Wiig) seorang rekan kerja, dan ancaman penutupan majalah tempat ia bekerja memaksanya harus bangun dari lamunan dan memulai petualangan di dunia nyata. Rencana penutupan majalah Life cetak yang akan bertransformasi ke majalah online mengharuskan majalah itu membuat edisi cetak terakhir dan akan menggunakan foto terbaik dari Sean untuk menjadi sampul majalah tersebut. Namun Negative 25 yang merupakan foto terbaik dari Sean yang dikirimkan kepada Walter hilang. Hal itu kemudian mengharuskan Walter mencari Sean untuk meenanyakan keberadaan foto itu. Kabar terakhir mengatakan bahwa Sean sedang berada di Greenland dan Walter harus benarbenar memulai petualangannya mencari Sean mulai dari naik helicopter dengan pilot yang mabuk, berenang bersama hiu, melewati erupsi gunung berapi hingga mendaki gunung Himalaya. Kisah 46
Walter
sangat
dekat
dengan
| Edisi 26 Tahun 2018
kehidupan kita sehari-hari, sebagian besar dari kita pernah mengalaminya, terdiam dengan impian besar yang memiliki resiko yang sama besar. Kita juga dihadapkan pada dua pilihan yaitu untuk mewujudkan impian besar tersebut dan menanggung resikonya atau tetap terdiam dan terus bermimpi tanpa pernah bangun dan mewujudkannya. Kedekatan personal antara Walter dan penontonnya dalam film ini berhasil menumbuhkan simpati penonton dan pada akhirnya kedekatan personal itu juga yang membuat film ini membekas di benak penonton. Film ini pun banyak menginspirasi penontonnya untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang terlihat terlalu besar itu. Kedekatan yang ditampilkan pada film ini tak lepas dari arahan sutradara Ben Stiller sebagai seorang sutradara yang tumbuh dari karakter komedian yang erat dengan unsur slapstick seperti di film-filmnya terdahulu yaitu, Night at the Museum 1, Night at the Museum 2, Zoolander dan lain-lain. Ben dapat mengarahkan film ini dengan serius tapi tidak membosankan.
Unsur komedi dalam film ini juga ada, tapi porsinya lebih sedikit dan disesuaikan dengan kebutuhan cerita. Aksi dramatis yang memperkuat sisi petualangan dari film ini menjadikannya lebih seru untuk dinonton. Aksi-aksi penuh adrenalin rata di sepanjang film ini, baik di awal maupun di akhir. Bedanya, jika di awal semua aksi ekstrimnya berada dalam lamunan Walter, sedangkan di bagian film semua yang terjadi adalah petualangannya yang nyata. Ben Stiller membuat penonton berpikir dan bertanya-tanya apakah kejadiankejadian yang dialami oleh Walter adalah khayalan atau kenyataan. Tidak hanya jalan cerita yang menarik dan tidak membosankan yang menjadi keunikan film ini, tetapi gambar yang disuguhkan dalam film ini oleh sinematografer, Stuart Dryburgh juga memanjakan mata karena banyak menampilkan gambar wide shot pemandangan negara yang dikunjungi Walter, seperti keindahan Greenland, Islandia dan pegunungan Himalaya.
Sumber gambar : http://mediator1.upmedia.
Anti-Klimaks dari film ini adalah saat Walter menemukan Sean di pegunungan Himalaya dan menanyakan keberadaan Negative 25. Sean mengatakan Negative tersebut ada di dalam dompet yang ia kirimkan bersamaan dengan roll Negative itu kepada Walter, sayangnya Walter sudah membuang dompet tersebut. Pada saat yang sama Sean sedang berburu foto macan salju yang sangat jarang muncul. Ketika macan salju itu muncul Walter bertanya kenapa Sean tidak memotrenya, kemudian Sean berkata “sometimes I don’t. if I like a moment, for me, personally, I don’t like to have the
distraction of the camera. I just want to stay in it.” Dialog ini ingin menyampaikan pada kita tentang menikmati dan hidup dalam kebahagiaan itu lebih penting, karena terkadang kita kurang menikmati momen membahagiakan dalam hidup kita karena terdistraksi oleh hal lain. Kita seharusnya turut berbahagia merayakan momen bahagia bersama teman-teman kita, atau bahkan menikmati momen bahagia untuk diri sendiri. Namun karena gangguan dan addictive kita terhadap gawai yang kita miliki, kita selalu ingin membagikan momen
Judul Genre Sutradara Skenario Produser Pemain Produksi Tanggal Rilis Durasi
kebahagiaan itu dengan orang-orang yang jauh melalui sosial media yang kita miliki, tetapi kita lupa dengan siapa yang sedang berada di dekat kita. Film ini wajib untuk ditonton oleh semua kalangan yang mencari arti kebahagiaan, karena terkadang apa yang kita cari sebenarnya berada tepat di depan kita, hanya saja kita tidak menyadarinya, sehingga membuat kita terus mencari dan sampai pada bagian terpenting yaitu proses mencari kebahagiaan itu sendiri.
: Secret Life of Walter Mitty : Drama, Fantasy, Adventure, Comedy : Ben Stiller : Steve Conrad : Samuel Goldwyn Jr., Jogn Goldwyn, Stuart Conrfield, Ben Stiller : Ben Stiller, Kristen Wiig, Shirley MacLaine, Adam Scott, Kathryn Hahn, Sean Penn : Samuel Goldwyn Films, Red Hour Films, New Line Cinema : 5 oktober 2013 (New York Film Festival), 25 Desember 2013 (Amerika Serikat) : 114 menit 47 BARUGA | Edisi 26 Tahun 2018
Resensi Buku
SIMPLE MIRACLES, DOA DAN ARWAH Oleh : Ummi Kartika
“Ibu mengajari aku ragu akan Hantu, tapi beriman kepada Tuhan. Ia mengajari aku mekanisme iman tentang Tuhan, tetapi skeptis perkara Hantu. Kenapa ia tidak adil pada Tuhan dan Hantu? “
S
imple Miracles adalah kisah nyata dari Ayu Utami, penulis dalam buku ini. Ia berkisah tentang pilihan antara meragukan atau memercayai hal yang tidak mampu dijelaskan dengan nalar dan dibuktikan dengan logika. Kepercayaan dan keraguan inilah yang kemudian disebut mekanisme iman dan skeptisisme. Mekanisme iman terjadi jika kita percaya meskipun apa yang kita percaya itu tidak kelihatan, tidak bisa dibuktikan dan tidak mampu diprediksi. Mekanisme skeptis terjadi saat kita menuntut bukti, baik material ataupun objektif untuk bisa kita percaya. Ayu berusaha memberikan kesadaran kepada pembacanya terkait dua hal ini untuk bersikap bijak dalam menentukan pilihan, antara percaya ataupun meragukan hal yang kita temui. Buku ini terbagi atas tiga bagian besar, yaitu Hantu, Tahun, dan Tuhan. Pada bagian hantu, Ayu menjelaskan bagaimana sosok hantu hadir dalam kehidupannya melalui cerita-cerita orang dewasa ketika ia masih kecil. Kakak dan bibinya melahirkan hantu-hantu itu melalui berbagai cerita, meski mereka tidak mengalaminya. Ceritacerita yang kemudian memaksa Ayu untuk bisa percaya akan keberadaan hantu dalam kehidupan manusia. Bagian ini akan menyadarkan kita bahwa hantu memang terlahir melalui cerita yang berkembang dan terekam dalam pemikiran kita. Pemikiran itu akan membentuk tingkah laku dan keyakinan yang kadang kala melahirkan hantu karena kita memikirkannya. 48
| Edisi 26 Tahun 2018
Berbeda dengan kakak dan bibinya, orang tua Ayu bersikap bahwa hantu tidak relevan dalam kehidupan manusia dan tidak mampu dinalar dengan logika. Katanya, hantu tidak ada jika kita tidak memikirkannya. Anehnya, mereka mengajari Ayu ragu akan hantu tetapi percaya perihal Tuhan. Ia mengajari mekanisme iman tentang Tuhan, tetapi skeptis atau ragu perihal Hantu. Hal itu membuat Ayu merasa orang tuanya tidak adil antara Tuhan dan Hantu. Pertanyaan-pertanyaan dan upaya menemukan jawaban oleh Ayu Utami membawa sebuah kesadaran dalam beberapa periode tertentu. Dimulai dengan periode religiusitas yang masih percaya kepada Tuhan, hingga ke periode sekularisme yang mulai meragukan dan bahkan meninggalkan kepercayaan terhadap Tuhan. Bagian kedua yaitu Tahun, membawa Ayu pada periode pasca-sekularisme. Ia kembali percaya akan keberadaan Tuhan namun diiringi dengan nalar kritis. Ia mengistilahkannya dengan “Spiritualisme Kritis�, yaitu penghargaan terhadap yang spiritual tanpa mengkhianati nalar kritis. Pada bagian ini, Ayu berusaha memberikan pemahaman kepada pembaca, bahwa agama tidak bisa menjadi alasan untuk tidak bersikap kritis. Kita harus terbuka, menerima, mengakui, serta menguji sesuatu yang tidak kita ketahui sebelumnya untuk memperoleh pembenaran. Bagian terakhir adalah Tuhan. Pada bagian ini, terlihat jelas klimaks dari cerita yang disajikan. Spiritualisme kritis mengantarkan Ayu Utami pada pengalaman-pengalaman tak terduga yang terjadi dalam rumahnya sendiri. Ayu utami bahkan mengalami hal-hal yang selama ini hanya didapat dari cerita di masa kecilnya. Sikap kritisnya membawa ia pada sebuah pemikiran yang membentuk keyakinan dan keyakinan itu membawanya pada
Judul Buku Penulis Penerbit Jumlah Halaman Tahun Terbit Harga
: Simple Miracle : Ayu Utami : KPG Gramedia : 177 Halaman : 2014 : Rp. 42.500,-
sebuah pengalaman. Pengalaman langsung bersama arwah kedua orang tuanya yang telah wafat beberapa bulan yang lalu. Simple Miracles merupakan buku pertama seri spiritualisme kritis yang ditulis oleh Ayu Utami. Buku ini sekaligus ditulis untuk mengenang 100 hari wafatnya ibunda Ayu Utami yang berhasil memberikan pemahaman kepada kita tentang pentingnya bersikap kritis pada dunia spiritual. Keterbukaan kita pada dunia spirit dan arwah memang beresiko. Kita bisa diombang-ambingkan dan dimanipulasi, sebab kita berhadapan dengan yang tidak bisa diverifikasi. Karenanya, sebagian orang memilih menutup diri dengan tidak percaya. Sayangnya, sikap menutup diri akan memutus akses kita pada sumber-sumber yang tak terduga, spiritualisma maupun kreativitas. Memahami dan memaknai buku ini memang cenderung sulit. Banyak pesan tersirat yang harus kita pahami, sehingga tidak cukup hanya membacanya satu atau dua kali. Namun, ketika kita mampu memahaminya dengan baik, maka kita akan sepakat bahwa spiritualisme tidak bisa kita percayai begitu saja dan tidak pula kita ragukan keberadaannya. Buku ini membimbing pembaca bagaimana cara menafsirkan dan mengkritisi pengalaman yang terkadang sulit dijelaskan dengan nalar dan dibuktikan dengan logika. Tidak lupa, pada bagian akhir buku ini, Ayu Utami memberikan tips untuk bisa bersikap terbuka sambil mengurangi resiko diperdaya oleh cerita-cerita yang bersifat gaib. Tips tersebut berupa pertanyaan kritis seperti, reputasi si penyampai informasi, konsistensi logis atau kecocokan informasi dengan fakta, serta kemungkinan adanya pihak yang mengambil keuntungan dari informasi yang disampaikan.
Technoside
DIGITAL SOLUTION, BERMAIN CERDAS DALAM ERA KATA KUNCI Oleh : Muh. Fikal Nasir Ilustrasi : Kurniawan Kulau
E
ra digital semakin lincah memperbarui body dan brain pada dirinya agar disukai banyak orang. Semakin tahun, seiring dengan perkembangannya, bertambah semakin gencar pula serangan penyadapan terhadap account serta datadata milik orang lain. Tidak peduli sebera ketat keamanan digital yang anda gunakan, selalu ada jalan pintas untuk menyadapnya. Entah itu dari luar, tapi bisa jadi disediakan oleh sistem keamanan itu sendiri. Sambungan jaringan internet sangat memungkinkan adanya pencurian data dari satu komputer ke komputer lainnya. Penyadapan account bukanlah hal yang baru dibicarakan, hanya saja masyarakat luas terlalu sering membiarkan dan merasa tidak penting untuk mencari siapa pelaku sebuah pencurian akun. Adanya tragedi keamanan di Equifax dan Yahoo akhirnya membawa perhatian dunia pada keamanan digital. Hingga setelah kejadian tersebut para ahli telah mendedikasikan upaya mereka untuk memperingatkan dunia tentang ancaman online dari keamanan digital yang buruk. Aliansi Keamanan Cyber Nasional, membantu menciptakan kampanye kesadaran keamanan digital pada tahun 2004, hanya saja belum ada yang lebih efektif daripada kampanye di tahun 2017. Sayangnya, meskipun telah dikampanyekan tetap saja masih banyak pengguna digital yang tidak terlalu mementingkan keamana akun mereka. Hingga pada akhirnya hacker di seluruh dunia meresa terus merdeka. Para hacker adalah parasit aktif yang sangat lincah dan gesit. Mereka tak pernah ingin melewatkan satu kesempatan untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Mereka cerdas dan sangat pandai bersembunyi. Saya seperti ingin menindis para hacker bak kutu kepala yang sangat menggangu. Lalu pertanyaanya, mengapa pengguna digital tidak mengamankan akun mereka? Apakah karena masyarakat merasa akun mereka tidak penting? Atau mereka sama sekali tidak mengerti mengenai keamanan digital? Seringkali akun Facebook digunakan oleh orang lain yang tidak dikenal oleh pemilik akun. Meskipun digunakan untuk hal yang positif tetap saja ini adalah salah satu kasus kecil dalam pencurian data. Selain itu ada juga banyak orang yang kehilangan akun email mereka. Sebagian besar yang saya temui biasanya akan membuat email baru tanpa peduli dengan email lama yang tidak bisa mereka gunakan kembali. Padahal akun tersebut telah dicuri, hanya saja pemiliknya melakukan pembiaran yang sangat tidak baik untuk terus dibudayakan. Kita generasi zaman now meskinya menjadi generasi yang cerdas dalam berdigital.
Berbicara tentang keamanan bisa menjadi sesutau yang rumit dan percakapan ini biasanya reaktif, tidak proaktif. Anda mungkin pernah mendengar tentang kerentanan Apache Struts hanya setelah Equifax gagal memperbarui tambalan, atau tentang penggunaan EternalBlue hanya setelah serangan WannaCry mengunci lebih dari 200.000 komputer di seluruh dunia. Tentang keamanan digital itu sendiri, masih banyak yang beranggapan bahwa isu keamanan digital ini semata hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang memiliki keahlian di bidang Informasi dan Teknologi (IT). Padahal tiap orang memiliki kebutuhan dan solusi keamanan yang berbeda, ada beberapa langkah sederhana yang dapat dilakukan untuk mencegah datadata kita tidak disalahgunakan. Tentu, perlu diingat juga bahwa tidak ada sistem yang tidak dapat dibobol. Praktik yang pertama adalah memeriksa data pribadi kita yang tersebar di internet. Kita dapat memasukkan kata kunci nama kita sendiri di Google, atau web lainnya seperti pipl.com, peekyou. com, WHOIS, dan lain-lain. Hal ini bertujuan untuk melihat bagaimana persebaran data kita di internet; apabila data kita tersebar dalam jumlah banyak maka semakin mudah profil kita dibangun ketika kita ditarget, dan semakin besar kemungkinan data tersebut untuk disalahgunakan, untuk manipulasi psikologis misalnya. Berikutnya kita dapat memeriksa setelan privasi dan keamanan perangkat yang sering digunakan, seperti Facebook, Google, iPhone, atau Android. Upaya perlindungan selanjutnya adalah meng-install anti-virus untuk menangkis malware pada umumnya. Tentu, anti-virus bukan jaminan. Kaspersky, misalnya, malah didapati terlibat dalam skandal proses mata-mata Rusia untuk pemilu di Amerika. Namun untuk kebutuhan sehari-hari, anti-virus cukup berguna. Pastikan bahwa anti-virus yang digunakan selalu diperbarui. Selain anti-virus, pastikan juga untuk memperbarui software atau OS yang digunakan. Terakhir, kita dapat menggunakan fitur enkripsi untuk melindungi data-data sensitif yang rentan untuk diserang atau dicuri. 49 BARUGA | Edisi 26 Tahun 2018
Komik
Pencari Kebahagiaan Rachmat Hidayat
50
| Edisi 26 Tahun 2018
Komik
Turn Of The Light Rachmat Hidayat
51 BARUGA | Edisi 26 Tahun 2018
Puisi
Nyawa Kelam Anak Bangsa Oleh Remetha Ramadanti
Sungguh terasa hambar Jua terasa nanar Jikalau aksi yang abu-abu itu Kembali rasuki hidup yang sensasi Menambah ketar ketir nelangsa hidup Aksi paksa berkesan Lupa akan adanya sangsi Meski direnungkan Tak akan terasa dinamis Hal bodoh yang mistis Dicap sebagai eksotis Mungkin tak ada skeptis dalam hati nurani Saudara jadikan tombak kejayaan Roda kehidupan berputar ke belakang Kembali jelajahi jahiliyah Rasa kemanusiaan dapat terbayar Dekap kebersamaan bukan hanya merenggang Namun hilang ditelan masa Angin keadilan terbang menjauh Hawa keegoisan semerbak bertiup Saudara sedarah sesak menghirup Sebab tak lain dicekik udara Matahari keadilan terbenam Dia enggan terbit lagi Bulan kesengsaraan bersinar Dia lelah dan muram
52
| Edisi 26 Tahun 2018
Anak agung hadapi cobaan Kaki tak teralaskan Tubuh tak terbalut nyaman Perut pun tak terisi makanan Sedang anak maya tergerup ke dalam arus Realita kehidupan enggan menoleh ke tanah Tanpa terbersit dalam curiga Diri mengendap mencuri jaya masa depan Merah putih coba selidiki Walau titah segan menghirau Mencoba bersama diri sendiri Demi Indonesia penuh jaya Harapan negeri sedikit tersandung Anak bangsa terlelap tak hendak bangun Hingga status sosial berjaya Kubur pribadi kebersamaan negeri Runtuh pula ideologi diri Negara sejenak menderu Terdiam menahan haru Nyawa kelam anak bangsa teresap Sakit hati tertancap nadir sejauh negeri Hingga bangsa menangis tanpa henti
Puisi
Perhatian Purnama Oleh: Adelia Sufri
Perhatian purnama Perempuan-perempuan berdaulat atasmu Maka taatilah kesah siapa yang lagi merebus cemburu Sampai mendidih, atau Galau gelisah menunggu Meneguk rindu Belah bundar tubuhmu Menjadi keeping bayang-bayang Untuk masing-masing perempuan Agar dibawa ke kamar tidur Tiduri amukan sakit hati Atau isi ranjang dingin Bekas kekasih Dari langit-langit Januari Kepada aku di langit masa lalu Tampakkan tubuhmu dan bujuklah waktu Supaya dimatikan detak air mataku Yang jalan setiap waktu Atau bawalah aku ke lingkaran detik Ciptakan jam milikku Tanpa rupa kasih yang menaut hati Di jari manis perempuan lain Perhatian purnama Perempuan-perempuan berdaulat atasmu Maka taatilah aku Jangan jadi sabit sampai lelap Lukaku Jadilah utuh di depan hati tak utuh
53 BARUGA | Edisi 26 Tahun 2018
KALEIDO
FIGUR 2017, dilaksanakan di BRI Corporate University pada 27-29 Oktober 2017
Pelantikan Pengurus Kosmik Periode 20172018 pada 13 April 2017 di Ruang B Kema FISIP Unhas
Rapat Kerja Kosmik dilaksanakan pada 6-7 Mei 2017 di Vila Datu Bua, Galesong
P2KBN dilaksanakan pada 14-16 Agustus 2017 Lapangan Fisip Unhas
Basic Journalism Class dilaksanakan di Aula Ramsis pada 15-18 Mei 2017
Pelatihan Menulis Liputan dan Peristiwa (Timelines) dilaksanakan di Asrama Pelajar Balikpapan pada 22-24 Mei 2017
Basic Course of Photography (BCOP) dilaksanakan pada 15-17 Juni 2017 di PPS B1 FISIP Unhas
54
| Edisi 26 Tahun 2018
OSKOP Indie Movie Class (IMC) dilaksanakan pada 4-7 Agustus 2017 di Ruang B Kema FISIP Unhas
Buka Puasa Bersama dilaksanakan pada 14 Juni 2017 di koridor FIS IV Lantai 2
Ulang Tahun Kosmik ke-29 di Pelataran FIS IV pada 19 Juli 2017.
Nuansa Unik dan Radikal (Nurani) dilaksanakan di Bissoloro, Gowa pada 24-26 November 2017
Pengukuhan Nurani dilaksanakan pada 26 November 2017 di Bissoloro, Gowa
Malam Benang Merah dilaksanakan di Pelataran Baruga Unhas pada 15 November 2017
Launching Buku “Di Luar Jam Kuliah” dan Diskusi “Buku dan Ruang Literasi” dilaksanakan di Aula Mini Prof. Syukur Abdullah pada 3 Februari 2018
Liga Biru Merah dilaksanakan di Lapangan Asrama Mahasiswa Unhas pada 14-15 Desember 2017
Ekoliterasi dilaksanakan di Desa Lembanna pada 9-12 Desember 2017
Broadcasting Tour dilaksanakan pada tanggal 18 Desember 2017
Diskusi panel “Politainment : Epos Baru dalam Media” pada 5 Maret 2018 dalam rangkaian Communication Fair
Pameran dan Screening Film KIFO pada 24 Maret 2018 di Pijakan Cafe 55 BARUGA | Edisi 26 Tahun 2018
KOSMIK.ORG