BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKALAH I
FIBROLIPOMA RESIDIF PADA PIPI (LAPORAN KASUS)
Oleh Annas Ahmad Pembimbing dr. Haryasena, Sp.B (K) Onk
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011
1
FIBROLIPOMA RESIDIF PADA PIPI (LAPORAN KASUS) Annas Ahmad Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar ABSTRACT Residive fibrolipoma at the cheek is a rare case, Few of them are malignant, occuring at the all age but more frequent between 40-60 years. The tumor predilection is mostly at the subcutaneus espesially at the location of the adipose and fibrous connective tissue. We report a case of residive fibrolipoma at the left cheek of a woman 41 years old since 23 year ago. After excision, the tumor always grew and began to enlarge, tumor size was 12 x 6 cm, consistency was soft, edge not clear and no pain. As there was no malignancy and metastasis, a wide excision of the tumor at the cheek was done and the histopatologic result is Fibrolipoma and then the closure of the defect was done with a mucocutaneus flap from the trapezius muscle. Key words : Fibrolipoma, residive, mucocutaneus flap ABSTRAK Fibrolipoma residif pada pipi adalah kasus yang jarang ditemukan, umumnya bersifat jinak, dapat terjadi pada semua umur tetapi lebih banyak ditemukan pada usia 40-60 tahun, predileksi tumor paling sering di daerah subkutan terutama pada daerah yang banyak mengandung lemak dan jaringan ikat. Dilaporkan satu kasus, perempuan 41 tahun dengan benjolan pada pipi sebelah kiri selama 23 tahun, telah menjalani operasi eksisi tumor sebanyak 5 kali namun selalu tumbuh dan membesar, ukuran 12 x 6 cm, konsistensi padat lunak, batas tidak tegas dan tidak terasa nyeri. Tidak ditemukan adanya tanda keganasan dan metastase sehingga dilakukan eksisi luas pada pipi dengan hasil histopatologi suatu fibrolipoma dan dilanjutkan penutupan defect dengan flap mucocutaneus dari otot trapezius. Kata kunci : Fibrolipoma, residif, flap mucocutaneus PENDAHULUAN Fibrolipoma adalah tumor jaringan lunak yang bersifat jinak sebagai varian dari lipoma yang jarang ditemukan pada daerah wajah. Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir di makassar kami menemukan satu kasus yang berlokasi di pipi kiri, residif dan semakin membesar setelah eksisi, telah menjalani operasi sebanyak lima kali sejak tahun 1990 dari ukuran sebesar jerawat hingga terakhir seukuran bola tennis, sehingga sangat menarik untuk dilaporkan. Tujuan penulisan ini adalah melaporkan satu kasus fibrolipoma residif pada wajah karena merupakan kasus yang jarang ditemukan.
2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN Fibrolipoma adalah merupakan tumor jaringan lunak yang bersifat jinak berasal dari jaringan lemak yang dalam perkembangannya juga mengandung sel tumor dari jaringan ikat(1). Lipoma adalah tumor jinak jaringan lemak yang matang, yang merupakan jaringan mesenchym paling banyak pada orang dewasa sedangkan fibroma adalah tumor jinak jaringan ikat. Lipoma yang dalam pemeriksaan histopatologis ditemukan mengandung jaringan ikat, maka varian tumor tersebut disebut sebagai fibrolipoma(2). Secara umum, fibrolipoma sebagai salah satu varian lipoma berbentuk bulat atau oval dan dapat berbenjol-benjol atau lobuler bila berukuran besar karena adanya sekat-sekat jaringan ikat yang masuk ke dalam tumor. Konsistensi fibrolipoma umumnya lunak dan bergantung pada banyaknya jaringan ikat yang terlibat. Makin banyak mengandung jaringan ikat maka konsistensinya akan semakin padat. Tumor ini jarang berubah menjadi tumor ganas, lebih sering ditemukan pada wanita dan karena fibrolipoma mengandung lemak dan jaringan ikat, maka dapat muncul dimanapun dalam tubuh manusia yang mengandung kedua jaringan tersebut(3).
Biasanya varian lipoma tumbuh dibawah lapisan subkutan meskipun
dapat tumbuh ditempat lain dan berlokasi di kepala, wajah, leher, bahu, badan, punggung, atau lengan(4). ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI Varian lipoma dapat terjadi pada semua umur tetapi terjadi paling sering pada umur antara 40-60 tahun dan lebih banyak pada penderita obesitas. Lipoma jarang terjadi pada anak-anak dan sekitar 5% dari penderita lipoma mengidap multiple lipoma. Etiologi varian lipoma tidak diketahui secara pasti akan tetapi varian ini sering ditemukan pada penderita obesitas meskipun disebutkan bahwa kegemukan tidak menyebabkan terjadinya lipoma(4). Tidak selalu jika kita mempunyai orang tua yang mempunyai fibrolipoma, maka kita akan mempunyai fibrolipoma juga. Lipoma timbul tidak selalu karena faktor keturunan, meskipun bisa tampak seperti multipel lipomatosis herediter. Beberapa dokter percaya bahwa timbulnya varian lipoma biasanya dipicu dengan trauma kecil pada daerah yang bersangkutan (minor injury). Tidak ada korelasi
3
antara pertumbuhan lipoma dengan kelebihan berat badan (over weight) sehingga dengan demikian Kegemukan tidak menyebabkan terjadinya lipoma(5). GAMBARAN KLINIK Fibrolipoma berbentuk benjolan, konsistensinya lunak pada perabaan dan akan semakin padat sesuai banyaknya jaringan ikat yang terlibat. dapat digerakkan atau mobile dan tidak terasa nyeri. Pertumbuhannya sangat lambat dan jarang sekali menjadi ganas. Fibrolipoma kebanyakan berukuran kecil, namun dapat tumbuh hingga mencapai lebih dari diameter 6 cm(1). Sewaktu menghadapi suatu benjolan, ada empat hal yang harus dipecahkan. Yang pertama adalah menentukan apakah benjolan tersebut disebabkan oleh neoplasma. Bila ada kecurigaan kearah keganasan, harus dilakukan biopsi untuk pemeriksaan histopatologik yang merupakan pemeriksaan jaringan. Kadang dilakukan pemeriksaan sitologi untuk menentukan diagnosis berdasarkan sifat sel maupun
sifat
jaringan.
Dengan
pemeriksaan
histopatologik
dapat
dijawab
pertanyaan mengenai ada tidaknya keganasan, jenis keganasan, sifat dan tingkat keganasan. Yang kedua yang harus dipecahkan adalah apakah jenis dari tumor ganas atau jinak tersebut. Yang ketiga adalah menentukan prognosis berdasarkan tingkat keganasannya dan yang keempat yang perlu dijawab adalah luas penyebaran tumor. Ini dilakukan dengan penaksiran saksama dan teliti tentang besar tumor primer, luas pertumbuhan dan luas penyebaran(6). Evaluasi awal pada semua benjolan yang secara klinik dicurigai sebagai sebuah tumor harus dilakukan pemeriksaan yang teliti mencakup ukuran, kedalaman, mobilitas dan kekuatannya sehingga secara klinik dapat memberikan informasi dasar dan menjadi petunjuk awal untuk tindakan selanjutnya(7). Pada beberapa kasus disebutkan bahwa fibrolipoma sering mengalami rekurensi terutama pada kasus-kasus yang mendapatkan tindakan bedah yang tidak disertai dengan pengangkatan jaringan tumor secara bersih. Meskipun tingkat kejadian lipoma konvensional di daerah kepala dan leher relatif tinggi, fibrolipoma cukup langkah di daerah wajah dan rongga mulut terutama bibir. Untuk itu diperlukan pemeriksaan histologi untuk konfirmasi asal dan sifat sel tumor(8).
4
GAMBARAN MAKROSKOPIS Secara makro, fibrolipoma sebagai varian lipoma adalah sebuah benjolan berisi jaringan lemak berwarna kuning dan mengandung minyak (4). Varian ini kebanyakan membentuk kapsul dan dapat muncul kapan saja, kadang-kadang bertumbuh dan ukurannya membesar(9). GAMBARAN MIKROSKOPIS Gambar 1. Gambaran Histologis Fibrolipoma dgn daya pembesaran tinggi (Pewarnaan HE, pembesaran 20 kali)
Tumor terdiri dari lobulus sel-sel lemak matang, tertanan dalam serat kolagen padat(4,8,9). DIAGNOSIS Fibrolipoma sebagai varian lipoma biasanya disadari ketika melihat dan merasakan adanya benjolan yang teraba lembut, berbentuk kubah di bawah kulit. Diagnosis varian lipoma dapat ditegakkan dengan pemeriksaan fisis, akan tetapi bila terjadi keraguan, maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan histologis melalui biopsi jarum halus(8). Diagnosis defenitive dari suatu tumor pada umumnya dengan pemeriksaan biopsi dari lesi tumor. Biopsi menentukan histologis tumor, grading hingga dapat membantu perencanaan terapi(10). Diagnosis pasti suatu fibrolipoma adalah adanya gambaran histologis berupa lobus-lobus tumor berisi jaringan lemak yang tertanam dalam serat kolagen padat(4,8,9).
5
Tumbuh lambat, lebih sering pada jaringan subkutan dengan gejala dan tanda berupa benjolan yang lunak, bentuk oval dan mobile adalah ciri dari suatu lipoma dan beberapa variannya(11). Tumor ganas jaringan lunak harus dijadikan diagnosis banding. Secara makroskopis tumor ganas biasanya berukuran besar, immobile, disertai perdarahan dan nekrosis serta terdapat invasi lokal pada jaringan lunak, saraf dan pembuluh darah. Sedangkan secara mikroskopis, tumor ganas jaringan lunak memberikan tanda adanya penemuan sel spindle malignant yang memberi gambaran herringbone pada fibrosarkoma(12). PENATALAKSANAAN Pengobatan dapat dilakukan dengan tindakan bedah dan tanpa bedah(13). Tindakan non eksisi dari varian lipoma, yang saat ini umum dilaksanakan adalah dengan injeksi steroid dan liposuction(5). Pada dasarnya fibrolipoma tidak perlu dilakukan tindakan apapun, kecuali berkembang menjadi nyeri dan mengganggu pergerakan. Biasanya seseorang menjalani operasi bedah untuk alasan kosmetik(5). Tindakan eksisi bedah dilakukan jika lesi ini memberikan gejala atau lesi tumbuh dan membesar. Lesi yang tidak tereksisi secara menyeluruh, harus dilakukan re-eksisi atau pada lesi yang luas, sebaiknya dilakukan biopsi insisi terlebih dahulu untuk konfirmasi histologis sebelum dilakukan eksisi komplit(11). Sekarang ini dikembangkan tehnik pembedahan dengan laser dioda. Penggunaan laser dioda untuk operasi pengangkatan lesi jinak pada beberapa kasus di mukosa mulut, tampaknya menjadi alternatif yang nyaman untuk operasi blade konvensional dan telah terbukti efektif untuk eksisi fibrolipoma pada bibir. Teknik ini bertujuan untuk menghindari penjahitan langsung di daerah estetika sebagai pertimbangan kosmetik setelah eksisi seperti pada daerah bibir. Yang perlu diingat adalah jika fibrolipoma yang ada tidak terangkat seluruhnya, maka masih ada kemungkinan untuk berkembang lagi di kemudian hari(8). REKONSTRUKSI Eksisi yang dalam dan luas pada suatu lesi tumor dapat menyebabkan hilangnya fungsi jaringan secara signifikan atau secara kosmetik sehingga
6
memerlukan tindakan bedah rekonstruksi untuk memperbaiki defek jaringan. Pada prinsipnya, suatu prosedur bedah selalu disertai dengan rencana rekonstruksi karena merupakan tujuan pembedahan yang paling penting(14). Konsep tentang flap menggambarkan pemindahan sejumlah volume tertentu jaringan dari suatu bagian tubuh (area donor) ke bagian tubuh lain (area resipien) dengan mempertahankan pedikel pembuluh darah yang menghidupinya tetap melekat di tempat asalnya. Pedikel adalah bagian flap dan jaringan sekitarnya yang membawa pembuluh darah yang menghidupi flap. Flap dari jaringan hidup itu bagaikan “lidah� yang dapat ditarik maju, digeser, diputar, digulung dan bahkan dibalik(15). Flap merupakan materi dasar dalam bedah plastik yang memungkinkan seorang spesialis bedah merekonstruksi bentuk dan fungsi jaringan atau organ pasien. Dimensi luas flap dapat dirancang dalam berbagai variasi ukuran tergantung kepada kebutuhan jaringan untuk menutup defek dan ketersediaan area donor yang dibatasi oleh kemampuan vaskularisasi pedikel flap(16). Selain itu, flap juga tidak harus merupakan jaringan kulit dan subkutis saja namun dapat meliputi jaringanjaringan lain seperti fasia, otot dan bahkan tulang(17). Kesalahan dalam penilaian, teknik dan komplikasi perawatan pasien pasca operasi flap musculocutaneus adalah penyebab kegagalan flap. Kesalahan teknik pemasangan flap akan menyebabkan pembentukan seroma dan hematoma, nekrosis kulit dangkal dan pada daerah penyambungan akan terjadi nekrosis sebagian dan akan menjadi seluruh daerah flap. Seroma dapat dikoreksi dengan penekanan yang ringan dan lembut sedangkan timbulnya kantong cairan dapat dikoreksi dengan aspirasi jarum atau dengan sistem drainase tertutup. Pemeriksaan flap intraoperatif sebagai penilaian optimalisasi sistem vaskularisasi dapat dilakukan dengan menilai adanya aliran darah kearah distal flap untuk menentukan kelangsungan hidup flap(18). Penilaian preoperatif atas kondisi pasien yang berhubungan dengan penyembuhan luka adalah kunci keberhasilan. Menilai status gizi, sistem vaskularisasi, infeksi dan faktor lain yang berpotensi menyebabkan nonhealing luka seperti riwayat radiasi, penggunaan tembakau, diabetes, penyakit jaringan ikat, penyakit pembuluh darah perifer dan obesitas harus dikoreksi sebelum melakukan tindakan operatif pemasangan flap(18).
7
LAPORAN KASUS Dilaporkan satu kasus, wanita usia 41 tahun dengan tumor pada pipi kiri selama 23 tahun, awalnya hanya sebesar jerawat dan tumbuh menjadi sebesar biji jagung, telah menjalani lima kali operasi eksisi sejak tahun 1990 hingga tahun 2005 akan tetapi benjolan justru semakin membesar setelah operasi dan tahun 2010 pasien datang ke Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar dengan benjolan pada pipi kiri sebesar bola tenis. Ukuran tumor 12 x 6 cm, konsistensi padat lunak, batas tidak tegas dan tidak nyeri tekan. Foto Skull dan Foto Thorax tidak ada tandatanda metastase, Laboratorium dalam batas normal. Diagnosis klinis Soft Tissue Tumor residif. Hasil pemeriksaan FNA kesan Fibrolipoma. Dilakukan wide eksisi dan flap mucocutaneus dari musculus trapezius, hasil pemeriksaan histopatologi Fibrolipoma dengan lymfoid reaktif hiperplasia. Follow-up hingga hari ke 18 pasca operasi, flap hidup dan tidak ada tanda-tanda disfungsi nervus facialis serta disfungsi otot-otot wajah. DISKUSI Fibrolipoma residif pada wajah adalah kasus yang jarang ditemukan. Pada pasien ini, benjolan mulai tumbuh hanya sebesar biji jagung dan justru semakin membesar setelah menjalani operasi. Setelah menjalani operasi kelima tahun 2005, benjolan semakin membesar sebesar bola tenis, warna kehitaman, terasa gatal. Pada pemeriksaan histologis, ditemukan gambaran hapusan aspirat terdiri dari sel lemak matur dan sel inti spindel jaringan ikat yang memberi kesan suatu fibrolipoma. Disimpulkan bahwa proses residivis tumor jinak ini disebabkan oleh beberapa kali eksisi yang tidak total mengangkat seluruh lapisan tumor yang terdiri dari jaringan lemak dan jaringan ikat yang tertanam dalam lapisan subkutan dan sebagian jaringan otot. Dengan demikian, maka rencana tindakan adalah eksisi luas dengan mengangkat lapisan subkutan sampai sebagian lapisan otot pada pipi sebelah kiri. Penutupan defek luas pada pipi kiri tersebut, dilakukan dengan flap mucocutaneus dari musculus trapezius yang menggunakan arteri transversum colli superficial sebagai pedikel flap dan nervus accesorius sebagai innervasi. Pada harihari awal pasca transfer, flap berpedikel tetap hidup dengan mengandalkan vaskularisasinya sendiri yang berasal dari basis dan pedikelnya. Bila flap ditransfer
8
dengan baik, maka setelah 10 hingga 21 hari (paling optimal 18 hari) kemampuan flap untuk hidup tidak lagi tergantung kepada basis dan pedikelnya. Flap sudah mampu hidup sekalipun hubungan dengan basis dan pedikelnya diputuskan kerana perlekatannya dengan jaringan resipien melalui semua sisi-sisi lain flap diluar basisnya telah dapat mengambil alih fungsi pedikel. Proses rekanalisasi antara struktur pleksus pembuluh-pembuluh darah dalam tepi dermis dan subdermis flap dengan struktur padanannya dalam jaringan resipien (proses inoskulasi) serta proses neovaskularisasi melalui pembentukan jaringan pembuluh-pembuluh darah baru dari resipien ke dalam flap membuat flap hidup tanpa ketergantungan lagi pada pedikel asalnya. Pada waktu antara 10-21 hari inilah basis dan pedikel flap dapat dipotong. Vaskularisasi dan Innervasi
Gambar 2 : Arteri transversum colli Superfisialis
Gambar 3 : Nervus Accessorius
Arteri transversum colli superficialis sebagai pedikel yang digunakan pada flap mucocutaneus ini adalah cabang dari arteri tyrocervicalis yang merupakan anak cabang dari arteri subklavia. Arteri tyrocervicalis ini meiliki dua cabang yaitu arteri transversum colli superfisialis atau arteri transversum cervicalis dan arteri transversum colli profunda atau arteri suprascapula. Saraf aksesorius adalah saraf kranial yang keluar dari tengkorak melalui foramen jugularis, menembus otot sternocleidomastoideus dan berakhir pada otot trapezius dimana saraf tersebut bekerja motorik untuk kedua otot ini yang berfungsi sebagai otot pergerakan dan penyangga bahu serta leher.
9
Komplikasi Pasca Operasi Pasca operasi pada kasus ini, dapat diprediksi beberapa kemungkinan yang bisa terjadi pada diri pasien meskipun tindakan flap yang dilakukan berhasil tumbuh dengan baik hingga masa pemantauan selama 10-21 hari. Eksisi luas yang dilakukan dari pipi regio buccalis hingga ke area supraorbita dengan ketebalan hingga mencapai otot, maka diprediksi dapat terjadi adanya disfungsi nervus facialis yang menginnervasi area wajah tersebut. Kelainan yang dapat terjadi adalah adanya gangguan penutupan mata yang tidak total pada saat pasien menutup mata sehingga dapat berdampak sekunder pada terjadinya keratitis. Pada bagian mata, sebagai dampak pada peyambungan flap yang mengalami regangan, maka terjadi kelainan berupa ektropion pada palpebra inferior yang
juga akan berdampak
sekunder pada timbulnya keratitis dan dampak kosmetik. Kelainan lain yang dapat diprediksi adalah timbulnya kelumpuhan otot-otot buccalis dan orbicularis oris yang secara klinis dapat terlihat dengan mulut mencong kearah kanan atau kekiri. Pada pemantuan hingga hari ke 18 pasca operasi, pasien ini tidak ditemukan adanya tanda-tanda disfungsi nervus fasialis, kecuali terjadinya ektropion pada palpebra inferior lateralis akibat regangan antara kulit resipien dan flap yang menyebabkan mata pasien tidak dapat menutup dengan sempurna hinggga dapat memicu terjadinya keratitis. Komplikasi pasca operasi ini dapat dikoreksi seiring dengan perkembangan pertumbuhan flap yang dilakukan dengan release palpebra melalui tindakan V to Y eksisi, agar palpebra inferior mengendor dan dapat menutup sempurna. RINGKASAN Telah kami laporkan satu kasus fibrolipoma residif pada pipi kiri yang bertumbuh semakin besar setelah menjalani 5 kali operasi eksisi. Pada kasus ini kami lakukan wide eksisi dengan pertimbangan ukuran tumor yang semakin melebar dan kekambuhan tumor disebabkan oleh eksisi yang incomplit. Defek jaringan pasca eksisi selanjutnya ditutup dengan flap mucocutaneus dari musculus trapezius dengan pedikel pembuluh darah dari arteri transversalis colli superfisialis yang merupakan cabang dari arteri tyrocervicalis dan prenervasi nervus accesorius (N.XI). Follow-up hari 18 pasca operasi, flap hidup dan tidak ada disfungsi nervus fasialis serta disfungsi otot-otot wajah.
10
DAFTAR PUSTAKA 1.
Nat pernick MD, Fibrolipoma in: Soft Tissue Tumor (serial online) 2009 Jun (cited 2011 March 3); 1 : (3 Screens). Available from: URL:http://www.pathologioutlines.com
2.
Oswari E. Lipoma in: Tumor dan Kelainan Bawaan. 4th.ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001.p.234
3.
Sukarja GD. Klinik Tumor In: Onkologi Klinik. 1st.ed. Surabaya: Airlangga Press; 2000.p.140-141,
4.
Christopher DM, Krishnan U,Fredrik M, editor. Soft Tissue Tumour In: Pathology and Genetics Of Tumours Of Soft Tissue and Bone. Lyon: IARC; 2002.p.20
5.
Lipoma In: Soft Tissue Tumor (serial online) 2010 (cited 2011 March 3). 1-2: (13 Screens) available from: URL:http//www.Scribd.com
6.
Syamsuhidayat R, Wim De Jong. Neoplasia in: Buku Ajar Ilmu Bedah. 2nd.ed. Jakarta: EGC; 2005. p.141-142:145
7.
Fritz C, Eilber, Frederick. Surgical management of soft tissue in: American society of Clinical Oncology Educational Book. American Society Of Clinical Oncology: Alexandria; 2005 p.940
8.
Saverio C, Fibrolipoma Of The Lip Treated By Dioda Laser Surgery: A Case Report. 2008 Sept 12; 2:5. Available from: URL:http//www.jmedicalcasereports.com
9.
Scoot L, Hansen, Stephen J, Mathes, editor. Soft Tissue Tumor In: Manual Of Surgery. 8th.ed. New York: Mc Graw Hill Company; 2006.p.333.
10. Funda M, Berstain, Raphael EP, editor. Cancer Diagnosis In: Manual Of Surgery 8th.ed. New York: Mc Graw Hill Company; 2006.p.200. 11. Gerard M. Lipoma In: Current Essentials Of Surgery. New York: Lange Medical Book; 2005.p.418. 12. Anthony JN, Peter JH. Soft tissue Sarcoma In: Clinical oncology Basic Principles and practise. 3rd.ed. London: Arnold; 1993.p.186 13. Philip R, Sandra, Raman Q. Principles of surgical oncology in: Clinical Oncology. 7th.ed. London: WB Saunders Company; 1993.p.45-46 14. Jhon YS, Farrest SR, Eser Y, editor. Skin Flap In: Manual Of Surgery. 8 th.ed. New York. McGraw Hill; 2006.p.1171
11
15. Theddus OH. Musculocutaneus Flap In: Flap; Penuntun Dasar Ilmu Bedah Plastik. 1st.ed. Jakarta: Sagung Seto; 2010.p.28:116 16. Gentur S. Flap Musculocutaneus In: Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi. 1st.ed. Jakarta: Yayasan Khasanah Kebajikan; 2007.p.30-31:40. 17. Swartz, Shires, Spencer, Bedah Plastik dan Rekontsruksi In: Intisari PrinsipPrinsip Ilmu Bedah. 6th.ed. Jakarta: EGC;1995.p.686. 18. Perry HL. Musculocutaneus Flap In: Flap, Muscle and Musculocutaneus Flap (serial online) 2008 august 21 (cited 2011 March 3). Available from: URL:http//www.emedicine.medscape.com
12