EVALUASI KASUS BATU SALURAN KEMIH DI RSWS PERIODE 2006-2010

Page 1

BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKALAH III

EVALUASI KASUS BATU SALURAN KEMIH RS. WAHIDIN SUDIROHUSODO PERIODE 2006 – 2010

(EVALUASI KASUS)

Oleh Agus AS. Partang Pembimbing dr. M. Asykar Palinrungi, Sp.U

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011

1


I.

PENDAHULUAN

Batu saluran kemih (BSK) adalah penyakit terbanyak ke tiga pada sistem traktus urinarius setelah penyakit infeksi saluran kemih dan prostat.1 Batu saluran kemih [BSK] atau urolithiasis merupakan keadaan patologis yang sering dipermasalahkan baik dari segi kejadian [insidens], etiologi, patogenesis maupun dari segi pengobatan. Kejadian [insidens], maupun komposisi batu penderita BSK ini tidak sama diberbagai belahan bumi, bervariasi menurut suku bangsa dan geografi, selain itu setiap peneliti mengemukakan angka yang berbeda-beda. Walaupun demikian, untuk komposisi batu diperoleh kesan bahwa batu kalsium oksalat merupakan jenis batu yang paling banyak dijumpai.2 Amerika serikat melaporkan 5-10% dari penduduknya dalam hidupnya pernah menderita batu saluran kemih,sedangkan insiden pasien batu ginjal berkisar 0.1-0.3% per tahun atau sekitar 240.000 sampai 720.000 pasien per tahun. Angka yang didapat di Amerika Serikat hampir sama dengan angka di Eropa. Sebagai contoh,di Swedia dilaporkan 5-10% penduduknya dalam hidupnya pernah menderita batu saluran kemih, angka untuk laki-laki 10-20% sedangkan untuk wanita 3-5%. Insiden penyakit ini 0.14% dari seluruh penduduk per tahun.3 Pembentukan batu saluran kemih ditemukan sekitar 5-10% pada populasi di Eropa dan Amerika bagian Utara. Frekuensi yang cukup tinggi telah dilaporkan pada beberapa tempat di dunia dan hanya ada beberapa tempat yang secara geografi ditemukan penyakit batu saluran kemih yang jarang terjadi, seperti Greenland dan sebagian kecil daerah di Jepang.4 Di Indonesia, penderita BSK masih banyak, tetapi data lengkap kejadian penyakit ini masih belum banyak dilaporkan. Menurut beberapa hasil penelitian yang dikutip dari kepustakaan2 2


dijelaskan bahwa Hardjoeno dkk di Makassar [1977-1979] menemukan 297, Rahardjo dkk [1979-1980] 245 penderita BSK, Puji Rahardjo dari RSUP Dr.Cipto Mangunkusumo menyatakan penyakit BSK yang diderita penduduk Indonesia sekitar 0,5%, bahkan di RS PGI Cikini menemukan sekitar 530 orang penderita BSK pertahun, Rusfan dkk [Makassar, 1997-1998] melaporkan adanya 50 kasus dan Ratu G2 dari RS Dr. Wahidin Sudirohusodo [Makassar 20022004] melaporkan 199 kasus. Hutagalung S3 melaporkan hasil penelitian periode 8 Januari – 16 Oktober 1998 di klinik batu RSUPN-CM terdapat 156 kasus. Dewa Ayu5 pada RSUP Sanglah Denpasar tahun 2007 melaporkan 113 kasus. Sampai saat ini Indonesia belum memiliki angka penyakit batu saluran kemih namun bila angka insiden diproyeksikan untuk penduduk Indonesia yang jumlahnya sekitar 210 juta, maka tiap tahun akan didapat pasien baru batu saluran kemih sekitar 294.000 kasus. Morbiditas yang diakibatkan batu saluran kemih bisa ditandai dengan rasa sakit yang ringan sampai berat, dan juga komplikasi terjadinya urosepsis dan gagal ginjal, yang dapat menimbulkan mortalitas. Angka kekambuhan batu setelah pengobatan dan kenaikan faktor resiko kekambuhan yang perlu diperhatikan. Berdasarkan literatur angka kekambuhan dalam satu tahun 15-17%, dalam empat tahun 50% dan dalam 10 tahun sekitar 75%. Kenaikan faktor resiko kekambuhan yang ditandai dengan kadar sitraturia yang rendah, rasio kadar kalsium sitrat dan rasio kalsium natrium dalam urine yang meningkat. Apabila terdapat kasus batu kambuh, hal ini akan menaikkan angka morbiditas dan mortalitas sehingga diperlukan biaya yang cukup besar.3 Prevalensi penyakit batu ginjal di perkirakan antara 1%-5%, dengan kemungkinan menderita batu bervariasi tergantung pada umur,jenis kelamin,ras dan letak geografi. Penyakit batu lebih

3


sering terjadi pada laki-laki daripada wanita. Dikatakan bahwa batu saluran kemih pada laki-laki 3-4 kali lebih banyak daripada wanita. Batu relatif lebih jarang terjadi sebelum umur 20 tahun tetapi puncak insidens pada dekade empat dan ke ke lima.6,7

4


II.

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan zaman Mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukan batu pada kandung kemih seorang mumi. Urolitiasis merupakan penyakit yang salah satu dari gejalanya adalah pembentukan batu di dalam saluran kemih.8,9 ETIOLOGI Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.8 Faktor intrinsik itu antara lain adalah: 1. Hereditair (keturunan): penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya. Studi epidemiologi telah menunjukkan komponen kekeluargaan dengan kejadian penyakit batu yang independen dari faktor makanan dan lingkungan. Hal ini terlihat bahwa resiko relatif pembentukan batu pada pria dengan riwayat keluarga positif 2,57 dibandingkan dengan orang-orang dengan riwayat negatif.

5


2. Umur: penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30 – 50 tahun. Dalam suatu penelitian dijelaskan bahwa kejadian batu pada pria meningkat secara signifikan setelah usia 35 tahun, terutama antara usia 50 – 70 tahun. 3. Jenis kelamin: jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan. Testosteron mungkin penyebab meningkatnya produksi oksalat dalam hepar sebagai predisposisi batu kalsium oksalat, dan perempuan mempunyai konsentrasi citrat urine yang tinggi sehingga menghambat pembentukan batu kalsium oksalat. Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah: 1. Geografi: Banyak studi epidemiologik telah mencatat variasi geografis dalam prevalensi penyakit batu. Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih. 2. Iklim dan temperatur: Telah dipastikan bahwa variabilitas kejadian penyakit batu saluran kemih dimungkinkan karena variasi dalam paparan sinar matahari dan iklim, bukti yang paling menarik pada saat ini bahwa paparan sinar matahari dan suhu memainkan peran penting dalam variabilitas geografis penyakit batu. Hal ini diyakini bahwa orang yang hidup di iklim hangat memiliki prevalensi yang lebih tinggi dari penyakit batu sebagai sekunder dari dehidrasi. Selain itu, orang yang tinggal di daerah

6


dengan paparan sinar matahari lebih besar cenderung memiliki sintesis vitamin D sehingga secara sekunder terjadi peningkatan hipercalciuria absortif. 3. Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih. 4. Diet: Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih. Diet telah lama diduga mempengaruhi timbulnya penyakit batu. Faktor makanan tertentu yang telah terbukti memiliki peran dalam penyakit batu termasuk protein hewani, kalsium tambahan, natrium, oksalat dan jus buah. Asupan protein hewani yang berlebihan telah terbukti menyebabkan peningkatan ekskresi kalsium, oksalat dan asam urat serta penurunan sitrat urine. 5. Pekerjaan: Mirip dengan lokasi geografis, pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi resiko mereka untuk nefrolitiasis, seperti melakukan pekerjaan dengan lingkungan kerja yang hangat. Sebuah studi tahun 1993, insinyur yang bekerja di lingkungan panas didapatkan prevalensi 8,5% dibandingkan dengan kontrol suhu normal dengan prevalensi 2,4%. Penyakit ini juga sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life. 6,8,10 TEORI PEMBENTUKAN BATU Meskipun patogenesis pembentukan batu saluran kemih tidak diketahui pasti, banyak percaya bahwa hal ini berhubungan dengan pembentukan kristal, khususnya pada tahap awal. Kristal dalam urine sebagai hasil dari nukleasi. Teori Nukleasi menyatakan bahwa Batu Urine

7


berasal dari kristal atau benda asing yang terdapat dalam urine supersaturasi. Ada dua tipe nukleasi yaitu homogen dan heterogen. Banyak tahap yang terlibat pada pembentukan kristal, antara lain nukleasi, aggregasi, pertumbuhan (Growth), retensi, termasuk nukleasi heterogen (Epitaxy).1,11 Teori Nukleasi Kristal di dalam urine berasal dari proses nukleasi, dimana tahap awal dari transformasi kandungan terlarut urine dari cair ( liquid ) ke fase padat (solid) pada larutan supersaturasi. Pada saat konsentrasi product dari ion komponen batu lebih besar dari kelarutan, ion mulai berkelompok bersama-sama membentuk struktur kristal non solubel ( tidak terlarut ) secara dini. Struktur kelompok kristal ini tidak saling berhubungan dan tidak kompak. Secara bertahap struktur ini kemudian terorganisasi dan akhirnya terbentuk struktur kristal yang terpola seperti kisi-kisi.11 Seperti telah diketahui bahwa ada dua tipe nukleasi yaitu homogen dan heterogen. Nukleasi homogen yaitu saat proses kristalisasi terjadi secara spontan pada larutan murni. Sementara nukleasi heterogen secara umum terjadi pada level dibawah suposaturasi yang telah diinduksi oleh proses nukleasi homogen sedangkan proses nukleasi heterogen tidak dapat di mengerti dengan jelas.11 Nukleus kristal akan terlihat satu sama lain membentuk partikel yang lebih besar proses ini disebut agregasi atau agglomerasi, menurut Randalph dan Drach agregasi di defenisikan sebagai dua atau lebih group partikel yang berikatan secara bersama dengan kekuatan

8


intermolekular yang sangat kuat sehingga tidak dapat dipisahkan. Agregasi kristal sepertinya memainkan peran penting dalam pembentukan batu saluran kemih.11 Epitaxy Pada lapisan berbeda mempunyai komponen yang berbeda tetapi tiap lapisan adalah homogen komposisi kristalnya, meskipun mekanisme pertumbuhan pada multikomponen batu belum jelas dimengerti, epitaxy dipercaya memegang peran penting.11 Selama proses pembentukan batu multikomponen, molekul-molekul pada permukaan satu lapisan kristal mengikat molekul-molekul dari komponen berbeda, dan pertumbuhan komponen baru dapat tergabung dan di promosikan. Secara umum epitaxy dapat dikategorikan sebagai tipe spesial dari nukleasi heterogen. Epitaxy digambarkan sebagai proses pertumbuhan dari satu komponen kristal diatas lapisan kristal lain dimana dimensinya serupa.11 Matriks Pada batu ginjal terdiri dari komponen kristal dan non kristal. Beberapa komponen nonkristal disebut komponen matriks batu urine dengan variasi tipe batu, terdiri dari protein predominan dengan sejumlah kecil Hoxose dan Hexosamine. Umumnya tipe batunya disebut Matriks kalkulus. Hal ini mungkin dihubungkan dengan riwayat operasi ginjal, infeksi kronik saluran kemih dan sifatnya berbentuk gelatin.1,6 Matriks terdiri dari komponen non-kristal menyerupai protein. Persentasi matris bervariasi pada batu. Pada beberapa kasus, analisis kimia batu matris didapatkan komposisi sekitar 65 % hexosamine dan 10 % kandungan air. Banyak komponen lain yang telah di temukan 9


pada matriks disebut sebagai matriks substansi A, protein dengan kandungan terbesar Ȣ carboxyglutamic acid, nefrocalsin, Tamm- Harsfall qlicoprotein, renal litostatin, albumin, glicosaminoglicans dan karbohidrat bebas, serta mukoprotein. Komponen matriks ini memiliki cara unik dalam proses pembentukan batu. 6 Proses batu ginjal matriks ini merupakan manifestasi kalsifikasi patologik, dimana memiliki kemiripan dalam proses pembentukan tulang. Pada proses pembentukan tulang dimana osteoblast menghasilkan matriks organik ekstraseluler yang mirip dengan matriks subtansi A yang terbentuk dalam sistem pelviokalices ginjal. Dimana telah ditemukan bahwa Osteopontin dan Calprotectin memegang peranan penting dalam pembentukan struktur matriks. Awalnya matriks ini kekurangan deposit mineral, kemudian deposit garam-garam mineral inorganik mulai memasuki seluruh matriks. Deposit ini bertambah jumlah dan ukuran, kemudian mulai bergabung dan menyatu membentuk gelatin yang dapat mengisi ruangan sistem pelviokalises. Dengan adanya pengaruh promotor dan inhibitor dalam urine kemudian air yang terkandung dalam gelatin berpindah secara progresif sampai mengeras membentuk batu mineral komplit yang sesuai dengan bentuk cetakan kaliks dan pelvis ginjal yang disebut batu staghorn.11 Promotors dan Inhibitors Penghambat pembentukan batu saluran kemih seperti citrate, magnesium, dan sulfat juga telah diidentifikasi. Protein predominan dan makromolekul seperti glikosaminoglikans, pyrofosfat, dan uropontin.1

10


Inhibitors sebagai elemen kunci dalam proses penghambatan pada tahap kalkulogenesis. Urolitiasis tidak akan berkembang jika satu tahap dihambat. Sejumlah molekul telah diidentifikasi sebagai penghambat kristalisasi yang dikenal sebagai inhibitors, citrat dan magnesium. Citrat adalah penghambat batu kalsium. Ekskresi citrat urine sangat tergantung pada status asam- basa sel-sel tubulus ginjal. Dalam keadaan asidosis, sekitar 95% citrat difiltrasi untuk dijadikan cadangan energi ke dalam siklus Krebs. Magnesium masih dalam perdebatan bahwa apakah berguna dalam pencegahan batu. Magnesium dihubungkan secara tidak langsung pada kemampuan meningkatkan level citrat urine dan menurunkan konsentrasi ion oksalat serta supersaturasi kalsium oksalat.6,11 Polianion, terdiri dari Glycosaminoglicans, acid mukopolysaccharida dan RNA telah ditemukan sebagai penghambat nukleasi kristal dan pertumbuhan. Ada dua glikoprotin urine, nefrokalsin dan Tamm-Horsfall glikoprotein juga poten dalam menghambat aggregasi kristal kalsium oksalat monohidrat. Osteopontin (uropontin) adalah gikoprotein ditemukan dalam matriks tulang dan sel epitelial ginjal pada loop of Henle bagian ascending dan tubulus distal, diketahui menghambat nukleasi, pertumbuhan, dan aggregasi kalsium oksalat. Terakhir ditemukan inter Îą-tripsin yang menghambat kristalisasi, aggregasi, dan pertumbuhan kalsium oksalat.6

11


KARAKTERISTIK BATU SALURAN KEMIH 1. Batu Kalsium Komponen yg paling sering pada batu saluran kemih adalah kalsium, merupakan unsur pokok dominan sekitar 75%. Kalsium oxalat membentuk sekitar 60% dari semua batu, campuran kalsium oxalat dan hidroxiapatik 20% dan batu brushit 2%.6 Kalsifikasi dapat terjadi pada sistem kaliks membentuk batu ginjal. Sekitar 80-85% pada semua batu saluran kemih adalah kalkareus. Batu kalsium pada ginjal paling sering disebabkan oleh peningkatan kalsium urine, peningkatan asam urat urine, peningkatan oxalat urine, atau penurunan level citrat urine.1 Hiperkalsiuri adalah kelainan yang paling sering ditemukan sebagai pembentuk batu kalsium. Kriteria hiperkalsiuri bervariasi, tetapi klasifikasi hiperkalsiuri berdasarkan Strictest adalah kadar kalsium urine lebih dari 200 mg/hari setelah pemberian diet 400 mg kalsium, 100 mg Sodium selama 1 minggu (Menon,1986). Park dan Coe (1986) mendefinisikan hiperkalsiuri sebagai kadar kalsium yang diekskresikan lebih dari 4 mg/kg/hari atau lebih dari 7 mmol/hari pada pria atau 6 mmol/hari pada wanita.6 Patofisiologi terjadinya batu kalsium;1,12 a. Hiperkalsiuri Absorptif; Intake kalsium normal rata-rata 900-1000 mg/hari. Sepertiganya diabsorbsi pada usus halus, sekitar 150-200 mg diekskresikan melalui urine. Kalsium paling banyak dikeluarkan lewat feces. Hiperkalsiuri absorptif akibat sekunder dari meningkatnya absorbsi kalsium pada usus halus, khususnya pada jejenum. Hiperkalsiuri 12


absorptif dibagi ke dalam 3 subtipe; Tipe I, absorbsi yang tidak tergantung pada diet dan mewakili 15% dari semua kasus batu. Tipe II, absorbsi yang tergantung diet dan paling sering mengakibatkan batu saluran kemih, intake kalsium dibatasi pada 400-600 mg/hari. Tipe III, sebagai sekunder dari kebocoran fosfat ginjal. b. Hiperkalsiuri Resorptif; Sekitar setengah dari pasien batu ginjal menderita hiperparatiroid primer. Mewakili sekitar kurang dari 5-10% dari semua kejadian batu saluran kemih. Pasien dengan batu kalsium fosfat, wanita dengan batu kalsium rekurens, dan nefrokalsinosis bersama dengan nefrolitiasis dicurigai menderita hiperparatiroid. Hiperkalsemia adalah tanda paling konsisten pada hiperparatiroid. c. Renal Hiperkalsiuri; Hiperkalsiuri ginjal sebagai akibat dari kelainan tubulus ginjal intrinsik pada ekskresi kalsium. d. Hiperurikosuri Kalsium; Hiperurikosuri kalsium terjadi akibat intake diet purin yang berlebihan atau meningkatnya produksi endogen asam urat. Kedua keadaan ini meningkatkan monosodium urat urine. Peningkatan level asam urat urine ( >600 mg/24 jam pada wanita dan >750 mg/24 jam pada pria ) dan pH urine yang menetap >5.5, membantu pembentukan batu. e. Hiperoksalouri Kalsium; Merupakan akibat sekunder dari peningkatan level oksalat (> 40 mg/24 jam). Paling sering ditemukan pada pasien dengan Inflamatory bowel disease dan keadaan diare kronik yang menyebabkan dehidrasi berat. Penyebab hiperoksalouri termasuk kelainan pada biosintesis pathway (primary hiperoxaluria), keadaan

13


malabsorpsi intestinal (Enteric hiperoxaluria), dan intake diet yang berlebihan atau level substrat yang tinggi, vitamin C (dietary hiperoxaluria) f. Hipocitraturi kalsium; Citrat merupakan penghambat yang penting pada pembentukan batu saluran kemih. Meningkatnya kebutuhan metabolik dalam mitokondria pada sel ginjal menurunkan ekskresi citrat. Juga termasuk beberapa kondisi seperti asidosis metabolik intrasel, hipokalemia, puasa, hipomagnesemia. Citrat juga mungkin dikonsumsi oleh bakteri dalam urine pada saat terjadi infeksi traktus urinarius. Hipocitraturi ( <320 mg/24 jam ) umumnya dihubungkan dengan asidosis tubulus ginjal bagian distal.

2. Batu Struvit Batu struvit terdiri dari campuran magnesium, amonium, dan fosfat (MAP) dan sekitar 5-15 % dari seluruh batu saluran kemih. Ditemukan paling sering pada wanita dibanding pria dengan ratio 2:1 dan cepat berulang. Sering ditemukan sebagai batu staghorn ginjal dan jarang sebagai batu ureter kecuali riwayat setelah intervensi bedah. Batu struvit adalah batu infeksi dihubungkan dengan organisme pemecah urea, antara lain Proteus, Pseudomonas, Providensia, Klebsiella, Stapilokokkus, dan Mycoplasma. Konsentrasi amonium yang tinggi sebagai hasil pemecahan urea menyebabkan pH urine menjadi alkalis. Hanya pH diatas 7,19 batu struvit dapat terbentuk.1,6,12

14


3. Batu Asam Urat Batu ini kurang dari 5% seluruh batu ginjal. Insidens dari batu asam urat tinggi pada penderita gout, dan pada penyakit overproduksi dari purin seperti penyakit myeloproliferatif, atau berat badan yang cepat menurun, dan keganasan dengan obat sitotoksik. Pada penyakit diare kronik dan intake purine yang berlebihan dapat menyebabkan batu asam urat, melalui kehilangan bikarbonat yang akan menurunkan pH atau melalui berkurangnya produksi urin. Pengobatan dengan memelihara volume urin hingga 2 L/hari, pH urine lebih dari 6, pengurangan diet purin dan pemberian allupurinol membantu mengurangi ekskresi asam urat. Ada tiga faktor utama pembentukan batu asam urat adalah pH yang rendah, volume urine yang sedikit, dan hiperurikosuri ( level > 1000 mg/hari ).1,6,12 4. Batu Sistin Batu sistin adalah akibat sekunder dari metabolik asam amino dibasik yang mengalami kelainan pada absobsi mukosa intestinal dan tubulus ginjal, antara lain sistin, ornitin, lisin, dan arginin. Kelainan genetik autosomal resesif yang dihubungkan dengan sistinuri telah diidentifikasi pada kromosom 2p.16 dan yang terbaru pada 19q13.1. Tidak diketahui adanya penghambat batu sistin, pembentukan batu sistin sangat tergantung pada ekskresi sistin yang berlebihan. Batu sistin hanya manifestasi klinik dari kelainan ini.1,6 5. Batu Xantin Batu xantin merupakan akibat sekunder dari defisiensi xantin oksidase secara kongenital. Enzim ini normalnya sebagai oksidasi katabolik hipoxantin menjadi xantin dan dari xantin

15


menjadi asam urat. Penggunaan Allopurinol pada pengobatan hiperurikosuri dan batu asam urat dapat menyebabkan batu xantin.1,6,12 6. Batu Indinavir Indinavir sulfat merupakan penghambat protease yang efektif meningkatkan jumlah sel CD4+ dan menurunkan titer HIV-RNA pada pasien yang terinfeksi AIDS. Batu indinavir bersifat radiolusen.1,6 Pada kepustakaan lain diperlihatkan morfologi batu dan componen pembentuk batu dari kristal campuran seperti kalsium oksalat, apatit dan brushit, pada tabel berikut,13

Dikutip dari kepustakaan 13

16


LOKASI BATU SALURAN KEMIH Berdasarkan letak batu pada saluran kemih maka dapat dibagi dalam beberapa jenis yaitu: A. Batu Ginjal Batu ginjal ditemukan sekitar 5-15% pada populasi, dengan resiko menderita 8-10% dalam periode hidup. Dua kali lebih sering pada pria dibanding wanita. Umur resiko menderita batu ginjal sekitar 35-55 tahun. Sekali menderita batu ginjal, kemungkinan rekurens periode sampai 7 tahun sekitar 50%. Karakteristik dari batu ginjal berdasarkan ukuran batu, jumlah, lokasi, komposisi batu, anatomi dari ginjal, dan faktor klinik merupakan hal yang perlu dipertimbangkan ketika melakukan seleksi pendekatan terapi pada batu ginjal.14,15 Batu ginjal simpel adalah batu diameter < 2cm dan pada anatomi ginjal normal. Batu ini paling sering di temukan 80-85% dan berhasil diobati dengan ESWR. Batu dapat berlokasi tergantung pada bagian sistem koligentes atau memberikan sumbatan, komposisi batu terbentuk dari kalsium oksalat, brushit atau sistin. Batu ginjal kompleks termasuk batu dengan ukuran >2 cm, seperti batu staghorn, batu terjadi pada ginjal dengan anatomi abnormal, batu tahan terhadap fragmentasi. Perkutaneus nefrolithothomi adalah terapi pilihan pada banyak kasus batu ginjal kompleks.15 B. Batu ureter Batu ureter paling sering di temukan dengan gejala kolik ginjal akut. Kemungkinan pasase spontan terjadi pada ukuran batu yang kecil. Sebuah penelitian meta-analisis extensive menemukan bahwa batu ureter paling banyak berukuran <5 mm pada diameternya sehingga 17


dapat lewat secara spontan. Pasase spontan biasanya terjadi setelah 4 minggu dari gejala awal. Jika batu tidak dapat lewat setelah 4 minggu, diindikasikan untuk intervensi, resiko komplikasi seperti striktur ureter dan kerusakan ginjal lebih meningkat.15 Batu ureter pada umumnya adalah batu yang terbentuk di dalam sistem kaliks ginjal, yang turun ke ureter. Terdapat tiga penyempitan sepanjang ureter yang biasanya menjadi tempat berhentinya batu yang turun dari kaliks yaitu ureteropelvic junction (UPJ), persilangan ureter dengan vasa iliaka, dan muara ureter di dinding buli. Komposisi batu ureter sama dengan komposisi batu saluran kencing pada umumnya yaitu sebagian besar terdiri dari garam kalsium, seperti kalsium oksalat monohidrat dan kalsium oksalat dihidrat. Sedang sebagian kecil terdiri dari batu asam urat, batu struvit dan batu sistin. Beberapa faktor yang mempengaruhi penanganan batu ureter antara lain letak batu, ukuran batu, adanya komplikasi ( obstruksi, infeksi, gangguan fungsi ginjal ) dan komposisi batu. Hal ini yang akan menentukan macam penanganan yang diputuskan. Misalnya cukup di lakukan observasi, menunggu batu keluar spontan, atau melakukan intervensi aktif.16 Untuk tujuan pemilihan terapi, batu ureter di bagi kedalam dua kategori berdasarkan lokasi batu yaitu proximal dan distal sebagai batas pertemuan antara ureter dan pembuluh darah iliaka. Batu ureter proximal dapat diterapi dengan pilihan beberapa endorologi. Pada tahun 1997, the american urological association ureteral stones clinical guidelines panel merekomendasikan shock wave lithotripsy sebagai terapi pilihan pada batu ukuran <1 cm di proximal ureter, dengan stone-free rates di atas 85%. Perkutaneus nefrolithothomi dilakukan pada batu >2 cm atau pada batu ureter proximal yang melekat. Batu ureter distal lebih tinggi

18


kemungkinannya untuk terjadi pasase spontan, intervensi dengan ureteroskopi atau shock wave lithotripsy paling baik dilakukan pada batu ureter simtomatik ukuran <1 cm.15 C. Batu kandung kemih Kasus batu kandung kemih pada orang dewasa di negara barat sekitar 5% dan terutama diderita oleh pria, sedangkan pada anak-anak insidensinya sekitar 2-3%. Beberapa faktor risiko terjadinya batu kandung kemih, obstruksi infravesika, neurogenic bladder, infeksi saluran kemih (urea-splitting bacteria), adanya benda asing, divertikel kandung kemih. Di Indonesia diperkirakan insidensinya lebih tinggi dikarenakan adanya beberapa daerah yang termasuk daerah stone belt dan masih banyaknya kasus batu endemik yang disebabkan diet rendah protein, tinggi karbohidrat dan dehidrasi kronik. Pada umumnya komposisi batu kandung kemih terdiri dari batu infeksi (struvit), ammonium asam urat dan kalsium oksalat. Batu kandung kemih sering ditemukan secara tidak sengaja pada penderita dengan gejala obstruktif dan iriatif saat berkemih. Tidak jarang penderita datang dengan keluhan disuria, nyeri suprapubik, hematuria.16 D. Batu uretra Pada umumnya batu uretra berasal dari batu kandung kemih yang turun ke uretra. Sangat jarang batu uretra primer kecuali pada keadaan statis urine yang kronis dan infeksi seperti pada striktur uretra atau divertikel uretra. Insidensi terjadinya batu uretra hanya 1% dari keseluruhan kasus batu saluran kemih. Komposisi batu uretra tidak berbeda dengan batu kandung kemih. Dua pertiga batu uretra terletak di uretra posterior dan sisanya uretra anterior. Keluhan bervariasi dari tidak bergejala, disuria, aliran mengecil atau retensi urine.16 19


DIAGNOSIS Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis, penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologis, laboratorium, dan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstruksi jalan kemih, infeksi dan gangguan faal ginjal. GEJALA DAN TANDA KLINIK Nyeri dirasakan dalam bentuk kolik ginjal atau nonkolik ginjal yang berasal dari ginjal. Kolik ginjal biasanya disebabkan oleh obstruksi dan regangan pada sistem pelviokalises dan nonkolik ginjal dirasakan akibat peregangan pada kapsul ginjal akibat mekanisme lokal seperti inflamasi dan edema. Nyeri kolik juga dirasakan akibat spasme otot polos ureter karena gerakan peristaltiknya terhambat oleh batu. Berat nyeri dan lokasi batu bervariasi pada tiap pasien tergantung pada ukuran batu, lokasi batu, derajat obstruksi, akut obstruksi, dan variasi anatomi individu.1,8,10 Nyeri proksimal ureter sangat berat dan intermiten dan dirasakan pada daerah sudut costovertebra atau nyeri flank. Nyeri distal ureter menjalar ke inguinal dan testis pada pria atau labia mayor pada wanita melalui nervus genitofemoral cabang ilioinguinal dan cabang genital. Nyeri pada kandung kemih dirasakan pada suprasimfisis terjadi akibat overdistensi buli. Nyeri berat pada batu uretra dirasakan pada ujung penis.1,8

20


Hematuri adalah didapatkannya darah atau sel darah merah dalam urine. Porsi hematuri yang keluar perlu diperhatikan apakah terjadi saat awal miksi (inisial), seluruh proses miksi (total), atau akhir miksi (terminal) untuk memperkirakan asal perdarahan.8 Gangguan miksi merupakan keluhan yang dirasakan pasien pada saat miksi meliputi keluhan iritasi, obstruksi, inkontinensia dan enuresis. Keluhan iritasi meliputi urgensi, polakisuri, nokturi, dan disuri, sedangkan keluhan obstruksi meliputi hesitansi, harus mengejan saat miksi, pancaran urine melemah dan bercabang.8 Infeksi umumnya dihubungkan dengan mikroorganisme seperti proteus, pseudomonas, providensia, klebsiella, dan stapilokokkus. Batu struvit identik dengan batu infeksi, ditemukan dengan komplikasi infeksi seperti pyonefrosis, perinefrik abses, septikemia.1,10 Demam jika dihubungkan dengan batu saluran kemih secara relatif dalam keadaan emergensi, dapat merupakan tanda klinis dari sepsis jika disertai hipotensi, takikardi, dan vasodilatasi kutaneus.1 Mual dan muntah sering terjadi pada pasien dengan obstruksi traktus urinarius proksimal. Hal ini terjadi sebagai respons viseral dari obstruksi traktus urinarius yang disebut uro-intestinal refleks/reno-intestinal refleks.1 Pemeriksaan fisik yang cermat penting sebagai komponen evaluasi pada pasien curiga menderita batu saluran kemih. Pasien yang menderita kolik akut khas dengan nyeri berat, intermitten, dan seringkali bergerak terus menerus dengan posisi yang tidak biasa untuk mengurangi nyeri. Sudut kostovertebral teraba nyeri tekan, mungkin teraba massa abdominal

21


pada pemeriksaan bimanual akibat obstruksi kronik sehingga terjadi hidronefrosis. Dapat terlihat penonjolan suprapubik dan teraba buli karena retensi urine pada batu kandung kemih. Kadang ditemukan batu pada palpasi supra pubik dan uretra jika berlokasi di anterior uretra.1,8 LABORATORIUM Pemeriksaan laboratorim penting dalam menentukan diagnosa, penatalaksanaan dan prognosa pasien. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain darah rutin, faal ginjal, fungsi hepar, faal pembekuan dan elektrolit. Dilakukan juga pemeriksaan urinalisis, kultur urine, dan analisa batu saluran kemih.8,16 PENCITRAAN / RADIOLOGI ULTRASOUND Pemeriksaan ultrasonografi sifatnya non-invasif, sangat baik untuk menilai gambaran ginjal dan kandung kemih, detail anatomi pada ureter kurang baik bahkan tidak ada gambaran pada bagian distal ureter. Gambaran acoustic shadow terlihat pada batu ginjal dan kandung kemih.17 FOTO POLOS ABDOMEN Dikenal juga sebagai KUB X-ray(kidney,ureter,bladder) atau BNO foto. Foto ini dapat mendeteksi batu dan menilai ukuran serta lokasi batu pada ginjal, ureter, dan kandung kemih. Batu yang mengandung kalsium terlihat radioopaque, sistin yang mengandung sulfur terlihat radiolusen, terutama batu asam urat.8,17

22


Gambar 1. Batu Staghorn ginjal kanan

Gambar 2. Acustic Shadow batu ginjal

Dikutip dari kepustakaan 17

Dikutip dari kepustakaan 17

UROGRAFI INTRAVENA Juga dikenal sebagai IVP (intravena pielografi). Sebuah foto kontrol diambil sebelum kontras diberikan, kontras intravaskuler disarankan untuk diambil sebagai serial foto pada ginjal, ureter, dan kandung kemih selama 30 menit. IVP dapat mendokumentasikan secara simultan adanya kalsifikasi batu dan anatomi saluran urine.8,17 PIELOGRAFI RETROGRADE DAN ANTEGRADE Pemeriksaan ini juga dikenal dengan retrograde ureterografi, kontras dimasukkan dengan menggunakan kateter ureter yang dimasukkan dengan memakai sistoskopi. Pada pemeriksaan dengan antegrade dilakukan dengan memasukkan kontras melalui jarum punksi sampai kaliks dengan bantuan penuntun USG atau C-arm (X-Ray).1,17

23


COMPUTED TOMOGRAFI SCAN Terdiri dari CT scan kontras dan tanpa kontras. Metode ini sangat akurat dalam mendiagnosis batu saluran kemih dan mendefinisikan anatomi saluran kemih.17 PENATALAKSANAAN TERAPI BATU GINJAL Indikasi untuk melakukan tindakan aktif ditentukan berdasarkan ukuran, letak dan bentuk dari batu. Kemungkinan batu dapat keluar spontan juga merupakan bahan pertimbangan. Batu berukuran kurang dari 5 mm terutama bila disertai nyeri yang persisten meski dengan pemberian medikasi yang adekuat, obstruksi yang persisten dengan risiko kerusakan ginjal, adanya infeksi traktus urinarius, risiko pionefrosis atau urosepsis dan obstruksi bilateral.16 Untuk praktisnya, pedoman penatalaksanaan batu ginjal ini diuraikan sebagai berikut:16 a. Penatalaksanaan untuk batu ginjal nonstaghorn 1. Ukuran batu <20 mm, yaitu: - Extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL) - Percutaneus nephhrolithotomy (PNL) untuk kaliks inferior ukuran 10-20 mm - Operasi terbuka - Kemolisis oral 24


2.

Ukuran batu >20 mm, yaitu: Beberapa modalitas terapi dapat digunakan untuk penatalaksanaan batu ginjal >20 mm, yaitu: -

PNL atau ESWL (dengan atau tanpa pemasangan DJ stent)

-

Operasi terbuka

b. Penatalaksanaan untuk batu cetak ginjal stgahorn Modalitas terapi untuk batu ginjal adalah: 1. PNL (dengan atau tanpa kombinasi ESWL) 2. Operasi terbuka (dengan atau tanpa kombinasi ESWL) Pada pasien yang tidak memenuhi kriteria tersebut, pilihan terapi ditentukan berdasarkan pertimbangan individual. c. Penatalaksanaan batu ginjal pada anak Pedoman penatalaksanaannya adalah monoterapi, PNL, atau operasi terbuka dapat merupakan pilihan terapi untuk pasien anak-anak.

25


BATU URETER Terapi konservatif Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter < 5 mm. Seperti disebutkan sebelumnya, batu ureter 5 < mm bisa keluar spontan. Karena itu dimungkinkan untuk pilihan terapi konservatif berupa : 1. Minum sehingga diuresis 2 liter/hari 2. ι – blocker 3. NSAID Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu.16 Pedoman pilihan terapi 1. Untuk batu < 1 cm di ureter proksimal, pilihan terapi; SWL, URS+litotripsi, ureterolitotomi 2. Untuk batu > 1 cm di ureter proksimal, terapi dengan ureterolitotomi, SWL, PNL, URS+litotripsi 3. Untuk batu < 1 cm di ureter distal pilihan terapi;SWL, URS+litotripsi, ureterolitotomi 4. Untuk batu > 1 cm di ureter distal terapi dengan URS+litotripsi, ureterolitotomi, SWL

26


BATU KANDUNG KEMIH Pedoman plihan terapi : Dari sekian banyak pilihan untuk terapi batu kandung kemih yang dikerjakan oleh para ahli di luar negeri maka di Indonesia hanya beberapa tindakan saja yang bisa dikerjakan, dengan alasan masalah ketersediaan alat dan sumber daya manusia. Penggunaan istilah ‘standar’, ‘rekomendasi’ dan ‘opsional’ digunakan berdasarkan flexibilitas yang akan digunakan sebagai kebijakan dalampenanganan penderita.16 Pedoman untuk batu ukuran dari 20 mm yaitu: 1. Litotripsi endoskopik 2. Operasi terbuka Pedoman untuk batu ukuran lebih dari 20 mm yaitu: 1. Operasi terbuka 2. Litotripsi endoskopik Pedoman untuk batu buli-buli pada anak 1. Opersai terbuka 2. Litotripsi endoskopi

27


BATU URETRA Pedoman untuk batu uretra posterior, push-back, lalu diterapi seperti batu kandung kemih. Pedoman untuk batu uretra anterior : 1. Lubrikasi anteroir 2. Push-back, lalu diterapi seperti batu kandung kemih 3. Uretrotomi terbuka Pedoman untuk batu di fossa navikularis/meatus eksterna. Uretrotomi terbuka/meatotomi. 16

28


III.

METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif terhadap kasus batu saluran kemih (BSK) di RS. Wahidin Sudirohusodo 2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di RS. Wahidin Sudirohusodo Makassar dengan mengumpulkan data penderita batu saluran kemih (BSK) mulai 1 Januari 2006 sampai 31 Desember 2010 3. Populasi Penelitian Populasi penelitian adalah semua penderita yang didiagnosa menderita batu saluran kemih (BSK) dan dilakukan penanganan baik konservatif maupun pembedahan dan endourologi 4. Bahan dan Cara Penelitian -

Data penderita batu saluran kemih (BSK) mulai Januari 2006 sampai Desember 2010 dikumpulkan berdasarkan status pasien di rekam medik pasien, laboratorium patologi klinik dan daftar pasien pada ruang tindakan khusus Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL).

-

Data yang telah dikumpul kemudian diolah, dilakukan deskripsi data dalam bentuk narasi, tabel dan gambar (diagram). 29


IV.

HASIL PENELITIAN

Selama periode penelitian 1 Januari 2006 hingga 31 Desember 2010 didapatkan 549 kasus batu saluran kemih (BSK). Data dikelompokkan menurut umur, jenis kelamin, lokasi batu, jenis tindakan, komposisi batu, dan jenis kuman/bakteri. Tabel 1. Distribusi Jumlah Kasus BSK Berdasarkan Tahun Tahun Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Total

Frekuensi 170 103 97 69 110 549

Persentase (%) 31.0 19.0

18.0 12.0 20.0 100

Dari data tabel 1 diperlihatkan distribusi BSK berdasarkan jumlah pasien pertahun yaitu tahun 2006 sebanyak 170 kasus (31 %), tahun 2007 sebanyak 103 kasus (19 %), tahun 2008 ditemukan 97 kasus (18 %), tahun 2009 sebanyak 69 kasus (12 %), dan pada tahun 2010 didapatkan 110 kasus (20 %) dari total 549 kasus dalam kurun waktu 5 tahun. Tabel 2. Distribusi Jumlah Kasus BSK Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total

Frekuensi 386 163 549

Persentase (%) 70.0 30.0 100

Dari data tabel 2 diketahui distribusi jumlah kasus BSK berdasarkan jenis kelamin dengan jumlah total 549 pasien, didapatkan bahwa pasien jenis kelamin laki-laki sebanyak 386 orang (70 %) dan perempuan sebanyak 163 orang (30 %). 30


Tabel 3. Distribusi Jumlah Kasus BSK Berdasarkan Umur Umur (Tahun) 0 - 10 11 - 20. 21 - 30 31 - 40 41 - 50 51 - 60 61 ≥ TOTAL

Frekuensi 9 13 34 122 172 111 88 549

Persentase (%) 2 3 6 22 31 20 16 100

Dari data tabel 3 diketahui distribusi jumlah kasus BSK berdasarkan kelompok umur dengan jumlah total pasien 549 orang, didapatkan bahwa kelompok umur 0 – 10 tahun sebanyak 9 orang (2.0 %), umur 11 – 20 tahun sebanyak 13 orang (3.0 %), umur 21 – 30 tahun sebanyak 34 orang (6.0 %), umur 31 – 40 tahun sebanyak 122 orang (22.0 %), umur 41 – 50 tahun sebanyak 172 orang (31%), umur 51 – 60 tahun sebanyak 111 orang (20%) dan umur di atas atau sama dengan 61 tahun sebanyak 88 orang (16.0 %).

Tabel 4. Distribusi Jumlah Kasus BSK berdasarkan Lokasi Batu Lokasi Batu

Frekuensi

Persentase (%)

Batu Ginjal Batu Ureter Batu Kandung Kemih Batu Uretra Total

358 131 87 3 579

62.0 22.5 15.0 0.5 100

31


Dari data tabel 4 diketahui distribusi jumlah kasus BSK berdasarkan lokasi anatomi batu dengan total 579 kasus, didapatkan bahwa batu ginjal sebanyak 358 kasus (62.0 %), batu ureter sebanyak 131 kasus (22.5 %), batu kandung kemih sebanyak 87 kasus (15.0 %), dan batu uretra sebanyak 3 kasus (0,5 %).

Tabel 5. Distribusi Penatalaksanaan Tindakan Terhadap Kasus BSK Tindakan Pielolitotomi ESWL URS+Dj.Steint Ureterolitotomi Vesikolitotomi EKL / Litotripsi Uretrolitotomi Konservatif Total

Frekuensi 96 200 139 13 44 84 3 29 608

Persentase (%) 16.0 33.0 23.0 2.0 7.0 14.0 0.5 4.5 100

Dari data tabel 5 diketahui distribusi prosedur penatalaksanaan pada kasus BSK dengan total tindakan 608 tindakan, didapatkan bahwa prosedur pielolitotomi sebanyak 96 tindakan (16.0 %), prosedur ESWL sebanyak 200 tindakan (33.0 %), prosedur URS + Dj.Steint sebanyak 139 tindakan (23.0 %), prosedur ureterolitotomi sebanyak 13 tindakan (2.0 %), prosedur vesikolitotomi sebanyak 44 tindakan (7,0 %), prosedur EKL / Litotripsi sebanyak 84 tindakan (14.0 %), prosedur uretrolitotomi sebanyak 3 tindakan (0,5 %), dan terapi konservatif sebanyak 29 kasus (4.5 %).

32


Tabel 6. Distribusi Komposisi Jenis Batu BSK Menurut Analisa Batu Jenis Batu Kalsium Oksalat Brushit Apatit Struvit Asam Urat Sistin Total Sampel

Frekuensi 117 43 17 8 39 16 128

Persentase (%) 91.0 34.0 13.0 6.0 31.0 13.0

Dari data tabel 6 diketahui distribusi komposisi jenis batu menurut analisa batu setelah prosedur tindakan dengan total pemeriksaan analisa terhadap batu sebanyak 128 sampel, didapatkan bahwa batu kalsium oksalat sebanyak 117 sampel (91.0 %), batu brushit sebanyak 43 sampel (34.0 %), batu apatit sebanyak 17 sampel (13.0 %), batu struvit sebanyak 8 sampel (6.0 %), batu asam urat sebanyak 39 sampel (31.0 %), dan batu sistin sebanyak 16 sampel (13.0%). Tabel 7. Distribusi Bakteri BSK Menurut Kultur Urine Kuman / Bakteri Produksi Urease Stapilokokkus sp. Proteus sp. Klebsiella sp. Pseudomonas Tidak Poduksi Urease Escherichia coli Asinobakter sp. Kompilobakter Alkalies fekalis Enterobakter Providensia Total Sampel

Frekuensi

Persentase (%)

14 2 10 6

20 3 14 9

26 3 1 3 5

37 4 1 4 7

1

1

71

100

33


Dari data tabel 7 diketahui distribusi kuman atau bakteri yang ditemukan melalui pemeriksaan kultur urine pada pasien BSK dengan total 71 pasien. Didapatkan ada kelompok kuman yang dapat memproduksi urea antara lain stafilokokkus sp sebanyak 14 kasus (20.0 %), proteus sp sebanyak 2 kasus (3.0 %), klebsiella sp sebanyak 10 kasus (14%), pseudomonas sebanyak 6 kasus (9.0 %), sedangkan kuman patogen lainnya yaitu Escherchia coli sebanyak 26 kasus (37 %), asinobakter sp sebanyak 3 kasus (4.0 %), kompilobakter sebanyak 1 kasus (1.0 %), alkalies fekalis sebanyak 3 kasus (4.0 %), dan enterobakter sebanyak 5 kasus (7.0 %), providensia sebanyak 1 kasus (1.0 %).

34


V.

DISKUSI

Dalam penelitian retrospektif ini didapatkan total kasus BSK sebanyak 549 pasien selama periode 1 Januari 2006 hingga 31 Desember 2010. Jika dibandingkan dengan beberapa penelitian sebelumnya di Makassar didapatkan gambaran adanya kecenderungan peningkatan jumlah kasus BSK, seperti terlihat pada tabel 8. Banyak penelitian tentang BSK yang dilaksanakan di Indonesia namun belum ada data tentang tingkat insidens BSK secara nasional. Tabel 8. Angka kejadian BSK dari beberapa penelitian di Makassar Pengarang Hardjono, dkk Datuk R Rusfan, Hardjono Ratu G, A.Baji Penulis

Waktu 1977-1979 1987-1992 1997-1998 2002-2004 2006-2010

Kasus 269 122 50 199 549

Rasio L : P 5.0 : 1 1.5 : 1 4.6 : 1 3.9 : 1 2.3 : 1

Dikutip dari kepustakaan 2

Pada kepustakaan diterangkan prevalensi jenis kelamin laki-laki lebih sering menderita BSK dibanding perempuan. Rasio insiden pada laki-laki dengan perempuan antara rasio 1,8 : 1 sampai rasio 3,8 – 1.18 Hal ini terlihat pada tabel 2 (diagram 1), jumlah kasus BSK pada laki-laki sebanyak 386 kasus dan perempuan 163 kasus dengan rasio 2,3 : 1.

35


Diagram 1 Perempuan 30%

Laki-laki 70%

Dari penelitian ini didapatkan gambaran frekuensi kasus pada kelompok umur 0 – 20 tahun sebanyak 22 kasus atau sekitar 5%, pada kelompok antara 31 tahun sampai 60 tahun, merupakan kelompok umur yang rentan menderita BSK dengan jumlah kasus 405 pasien dari total 549 kasus atau sekitar 73% (diagram 2). Hiatt dkk, menyatakan bahwa kejadian batu relatif jarang pada umur sebelum 20 tahun, dan puncak insiden pada umur 40 – 60 tahun.6

Diagram 2 0 - 10 11 - 20. 2% 3% 21 - 30 61 ≼ 6% 16% 31 - 40 22%

51 - 60 20% 41 - 50 31%

Pada tabel 4 (diagram 3) didapatkan gambaran distribusi kasus BSK berdasarkan lokasi anatomi batu terbanyak didapatkan kasus batu ginjal sekitar 62 % dari 579 kasus batu dengan total pasien 549 orang. Hal ini disebabkan adanya beberapa pasien menderita lebih dari satu 36


penyakit batu berdasarkan lokasi batu. Batu ginjal dan batu ureter sebagai kelompok batu saluran kemih bagian atas dengan frekuensi 489 kasus atau sekitar 84,5 % dari total BSK. Memon dkk (2003-2007) melaporkan 257 kasus BSK dan didapatkan batu ginjal 116 kasus (45 %).19 Sementara Qaader dkk (2006) mendapatkan prevalensi BSK pada saluran kemih bagian atas sebanyak 84,6 % dari total 184 kasus.20

Diagram Batu 3 Batu Kandung Kemih 15% Batu Ureter 23%

Uretra 0%

Batu Ginjal 62%

Pada tabel 5 (diagram 4) yang memperlihatkan pola distribusi tindakan terhadap kasus BSK, hal ini sesuai dengan modalitas terapi yang dimiliki pada fasilitas RS. Wahidin Sudirohusodo. Tindakan ESWL terbanyak dilakukan sebanyak 200 kasus (33 %). Prosedur ESWL merupakan tindakan dimana batu ginjal dan ureter dihancurkan menjadi fragmen-fragmen kecil dengan menggunakan gelombang kejut. Fragmen ini dapat keluar spontan, sehingga terapi noninvasif ini membuat pasien terbebas dari batu tanpa pembedahan ataupun endoskopi. 1 Namun dari data terlihat bahwa tindakan invasif masih cukup tinggi, hal ini kemungkinan disebabkan tingkat keparahan penyakit BSK pada saat terdiagnosa pertama kali.

37


Diagram 4 Uretrolitoto mi Konservatif 0% 5% Pielolitotom EKL / i Litotripsi 16% Vesikolitoto 14% mi 7% Ureterolitot omi 2% URS+Dj.Stei

ESWL 33%

nt 23%

Dari tabel berikut diperlihatkan data distribusi komposisi batu yang membentuk BSK menurut analisa batu setelah terapi didapatkan gambaran bahwa kalsium oksalat masih dominan menyebabkan BSK yaitu sebanyak 117 kasus atau 91 %. Pada penelitian lainnya yang dilakukan Dewa dkk (2007) di RS. Sanglah Denpasar mendapatkan gambaran distribusi dengan kalsium oksalat yang dominan yaitu 100 % membentuk batu saluran kemih.5 Dan pada penelitian di Makassar oleh Baji dkk (2004) mendapatkan kalsium oksalat sekitar 87,4 % dari total komponen pembentuk batu.2 Tabel 9. Komposisi batu dan Persentase Komposisi Batu Persentase (%) Calcium-Containing Stones Calcium oxalate

60

Hydroxyapatite

20

Brushite

2

Non–Calcium-Containing Stones Uric acid

7

Struvite

7 38


Komposisi Batu

Persentase (%)

Cystine

1–3

Triamterene

<1

Silica

<1

2,8-Dihyroxyadenine <1 Dikutip dari Kepustakaan 6 Dikepustakaan didapatkan gambaran bahwa kalsium oksalat membentuk sekitar 60 % dari semua batu saluran kemih, 20 % hidroksiapatit dan 2 % brushit.6

140 120 100 80 Frekuensi

60

Persentase (%)

40 20 0 Kalsium Brushit Apatit Struvit Oksalat

Asam Urat

Sistin

Dari data tabel 7 didapatkan gambaran bahwa E.coli sebanyak 26 kasus (37 %) masih dominan dalam memberikan kontribusi infeksi saluran kemih pada total 71 sampel kultur. Kelompok kuman/bakteri penghasil urea juga terlihat memberikan kontribusi dalam distribusi bakteri yang diisolasi pada kultur urine, dan terbanyak pada kelompok ini adalah stafilokokkus.

39


VI.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa selama 5 tahun (Januari 2006 – Desember 2010) ditemukan sebanyak 549 kasus BSK di RS. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Penderita BSK jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan dengan rasio 2,3 : 1. Kasus BSK lebih banyak pada kelompok umur 41 – 50 tahun yaitu 172 kasus, ditemukan batu ginjal yang dominan sebanyak 358 kasus, dan prosedur tindakan ESWL terbanyak dilakukan sebanyak 200 kasus. Komposisi batu terbanyak yaitu kalsium oksalat (117), kemudian brushit (43), asam urat (39). Ditemukan kuman E.Coli terbanyak yaitu 26 sampel pada tes kultur urine penderita BSK. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menilai hubungan antar variabel sehingga didapatkan hasil analisa statistik tentang gambaran pola distribusi BSK.

40


DAFTAR PUSTAKA 1. Stoller ML.Urinary Stone Disease. In: Tanagho EA, McAninch JW. Smith’s General Urology. 17th ed. New York: Mc Grow Hill Medical Companies; 2008. p. 246-76 2. Ratu G, Badji A, Hardjoeno. Profil Analisis Batu Saluran Kemih Di Laboratorium Patologi Klinik. Dalam: Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory. Vol 12. 2006. hal. 114-7 3. Hutagalung S, Rahardjo D. Bakteriuria pasca Extracrporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) di RSUPN Cipto Mangunkusumo. JURI Jurnal. Vol.10. Jakarta: 2003. hal.8-13 4. Tiselius G. Epidemiology and Medical Management of Stone Disease. In: BJU International. Sweden: 2003. P. 758-67 5. Dewa Ayu D, Subawa A. Profil Analisis Batu Saluran Kencing Di Instalasi Laboratorium Klinik RSUP Sanglah Denpasar. JURI Journal. Vol 10. Jakarta: 2003. hal. 205-9 6. Pearle MS, Lotan Y. Urinary Lithiasis and Endourology. In: Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA, editors. Campbell-Walsh Urology. 9th ed. Philadelphia: WB Saunders Company; 2007 7. Lina N, Hadisaputro S, Muslim R. Faktor-Faktor Resiko Kejadian Batu Saluran Kemih pada Laki-Laki (Studi Kasus di RS Dr.Karyadi, RS Roemani dan RSI Sultan Agung Semarang). JURI Journal. Jakarta: 2007. hal. 1-9

41


8. Purnomo B. Batu Saluran Kemih. Dalam: Dasar-dasar Urologi. Edisi ke-2. Jakarta : CV. Infomedika; 2008. hal. 57-68 9. Widjoseno, Puruhito, Rahardjo D, Malawat HR, Santoso A, Yuwana, dkk. Saluran Kemih dan Alat Kelamin Lelaki. Dalam: Sjamsuhidajat R, Jong W, editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004. hal.733-807 10. John R, Simon B, Suzanne B. Stone Disease. In: Oxford Handbook of Urology. 1st ed. Oxford University Press; 2006. p. 350-400 11. Chung HJ, Abraham HM, Meng MV, Stoller ML. Theories of Stone Formation. In: Stoller ML, Meng MV, editor. Urinary Stone Disease. Totowa NJ: Humana Press inc.; 2007. p. 55-68 12. Lieske JC, Segura JW. Evaluation and Medical Management of Kidney Stones. In: Potts JM, editor. Essential Urology. Totowa NJ: Humana Press Inc.; 2004 13. Mandel I, Mandel N. Structure and Compositional Analysis of Kidney Stone. In: Urinary Stone Disease. Stoller ML, Meng MV, editor. Totowa NJ: Humana Press inc.; 2007. p. 6981 14. Parmar MS. Kidney Stones, Clinical Review. BMJ Journal. 2004;328:1420-4 15. Miller NL. Management of Kidney Stones, Clinical Review. BMJ Journal. 2007;334:468472

42


16. Taher A. Guidelines Penatalaksanaan Penyakit Batu Saluran Kemih 2007. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Jakarta; 2007. hal. 1-44 17. John R, Simon B, Suzanne B. Urological Investigation. In: Oxford Handbook of Urology. 1st ed. Oxford University Press; 2006. p. 40-66 18. Dallera JE, Chandhoke PS. Epidemiology and Incidence of Stone Disease. In: Stoller ML, Meng MV, editor. Urinary Stone Disease. Totowa NJ: Humana Press inc.; 2007. p. 27-34 19. Memon JM, Athar M, Akhund AA. Clinical Pattern of Urinary Stone Disease in Our Setting. Annals Journal. 15th Vol. Nawabshah: 2009. p.17-20 20. Qaader DS, Yousif SY, Mahdi LK. Prevalence and Etiology of Urinary Stones in Hospitaized Patients in Baghdag. Eastern Mediterranean Health Journal. 12th Vol. Baghdag: 2006. p.853-7

43


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.