6 minute read

Mahasiswa Melawan Berita Hoaks dan Narasi Berlebihan Tentang COVID-19

Mahasiswa Melawan Berita Hoaks dan Narasi Berlebihan Tentang Covid-19 Easter Christalenta Putri (Kedokteran Gigi 2019)

COVID-19 merupakan penyakit infeksi pada organ pernapasan yang sudah tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Tercatat per tanggal 24 Juli 2021 terdapat 3.127.826 pasien terkonfirmasi positif dengan berbagai kondisi (Covid19.org, 2021). Menurut Juditha (2020), sudah berbagai upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk menekan laju penularan virus ini seperti bekerja, belajar, beribadah di rumah, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), membatasi transportasi, pelarangan mudik, dan pembiasaan protokol kesehatan. Namun, pandemi belum juga dapat teratasi secara sempurna bahkan telah menimbulkan dampak yang besar pada berbagai aspek salah satunya adalah penggunaan media sosial. Penggunaan media sosial selama pandemi COVID-19 perlu menjadi perhatian bersama karena berdampak pada munculnya fenomena penyebaran berita hoaks dan narasi berlebihan mengenai COVID-19. Terlebih lagi, penggunaan media sosial akibat pandemi COVID-19 juga mengalami peningkatan sebesar 40% (Liputan6.com, 2020). Berdasarkan data Kementerian Kominfo per 18 April 2020, terdapat 554 isu hoaks terkait COVID-19 yang dipublikasikan melalui 1.209 platform digital. Platform digital yang dimaksud yaitu Facebook dengan 861 kasus, Twitter ditemukan 204 kasus, pada Instagram tercatat 4 kasus, dan Youtube sebanyak 4 kasus. Dari seluruh kasus berita hoaks yang tercatat, 893 kasus diantaranya sudah dilakukan proses take down (Kominfo, 2020). Walaupun banyak kasus yang sudah ditindaklanjuti, masih ditemukan berita hoaks yang bermunculan. Bahkan menurut Vosoughi, dkk (2018), informasi hoaks kesehatan cenderung lebih popular dikonsumsi masyarakat dan penyebarannya dapat dikatakan lebih luas dibandingkan informasi valid dari organisasi kesehatan. Sedangkan narasi berlebihan terkadang muncul dengan maksud memberikan informasi valid mengenai kematian, pekerja yang terkena PHK, dan lain sebagainya. Berita hoaks dan narasi yang berlebihan akan membawa dampak bagi berbagai pihak, salah satunya masyarakat. Dampak yang ditimbulkan seperti munculnya stigma negatif terhadap pemerintah, tenaga kesehatan, dan pasien terkonfirmasi. Stigma tersebut menimbulkan keresahan yang akan mengarah pada gangguan kesehatan mental masyarakat. Stigma negatif yang terbentuk pada pemerintah seperti anggapan bahwa pemerintah tidak sungguh-sungguh dalam menangani pandemi, membatasi kegiatan beribadah karena kepentingan pribadi/golongan, dan munculnya rasa tidak percaya terhadap upaya yang dilakukan pemerintah. Sedangkan stigma negatif masyarakat yang muncul terhadap tenaga

Advertisement

kesehatan diantaranya anggapan bahwa tenaga kesehatan memanfaatkan pandemi untuk mendapatkan keuntungan, kesalahan dalam penanganan pasien dengan memberikan banyak obat yang menyebabkan terjadi interaksi obat dan komplikasi, serta penolakan perawat di lingkungan tempat tinggal karena merawat pasien COVID-19 (Kominfo, 2020; Sumartiningtyas, 2021; Wijaya, 2021). Sementara, stigma buruk yang terbentuk terhadap pasien terkonfirmasi diantaranya perilaku mengucilkan etnis tertentu yang dianggap sebagai pembawa virus dan penolakan pemakaman jenazah pasien COVID-19 karena dianggap dapat menularkan (Novita dan Elon, 2021). Stigma negatif mengenai COVID-19 serta penanganannya timbul akibat sikap gegabah dan tidak bijaknya masyarakat dalam menerima informasi dari media sosial. Terlebih lagi berita hoaks dan narasi yang berlebihan seringkali memang sulit dibedakan dengan berita yang valid bagi orangorang yang kurang memiliki pengetahuan mengenai kesehatan. Semua pihak perlu berperan dalam menangani penyebaran berita hoaks dan narasi berita yang berlebihan mengenai COVID-19, khususnya mahasiswa dengan menerapkan nilai dan budaya yang sudah diajarkan. Hal ini dikarenakan selama perkuliahan, mahasiswa diberikan pemahaman bagaimana mencari, mengolah, dan juga menyampaikan informasi yang valid dengan cara yang tepat.

Terdapat berbagai bentuk peran mahasiswa dalam pemberantasan berita hoaks dan narasi berlebihan. Pertama, mahasiswa yang tergabung dalam suatu organisasi kampus maupun masyarakat seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dapat mengadakan suatu kompetisi pembuatan microblog atau video yang berisi informasi mengenai bagaimana sikap yang bijak dalam menerima informasi, cara membedakan berita hoaks dan berita valid serta menyampaikan informasi dengan tepat. Sasaran dari kompetisi ini adalah siswa SMP, SMA, dan mahasiswa. Dalam kompetisi tersebut, peserta diwajibkan mempublikasikan karyanya melalui media sosial masing-masing dan memberikan bukti kepada panitia. Kompetisi ini diharapkan secara tidak langsung mengajak pelajar untuk menggalakkan edukasi kepada masyarakat agar ketika menemukan berita hoaks dan narasi berlebihan dapat menyikapi secara bijak dan tepat. Kedua, mahasiswa dari berbagai jurusan dapat berperan aktif dalam mengedukasi masyarakat dengan menggunakan disiplin ilmu yang dikuasai dalam bentuk desain poster maupun video yang menarik seperti Tiktok. Sebagai contoh, mahasiswa jurusan kedokteran umum dan keperawatan dapat memberikan edukasi mengenai bagaimana cara virus berkembang biak, cara meningkatkan imunitas secara fisik, cara vaksin bekerja, dan meluruskan berita berita hoaks yang berkaitan seperti anggapan bahwa vaksin dapat membuat

seseorang 100% kebal terhadap COVID19. Mahasiswa jurusan ekonomi dan bisnis dapat membagikan informasi di media sosial mengenai tips berjualan melalui platform digital bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) seperti Shopee, Tokopedia, dan Gojek; mengadakan pelatihan mengenai promosi dan penjualan barang/jasa secara online; dan membantu mempromosikan barang/jasa yang dijual melalui media sosial. Sedangkan mahasiswa jurusan psikologi dapat memberikan edukasi berupa informasi mengenai tips mengatasi stres akibat bekerja atau belajar di rumah, cara mencegah kecemasan berlebih akibat terinfeksi COVID-19, atau bagaimana cara memberikan dukungan semangat yang tepat untuk pasien terkonfirmasi. Edukasi oleh mahasiswa dari berbagai jurusan diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat sehingga berita yang valid dapat mendominasi informasi yang ada di media sosial. Dengan demikian, masyarakat dapat dengan mudah memperoleh informasi yang benar. Ketiga, dalam rangka mengurangi efek negatif dari informasi dengan narasi berlebihan mengenai angka pasien terkonfirmasi maupun yang meninggal, mahasiswa dapat membangun lingkungan positif di media sosial dengan cara membentuk suatu komunitas aksi sosial di daerah masing-masing. Komunitas aksi sosial ini akan mengumpulkan dan membagikan informasi dalam rangka membantu menyelesaikan permasalahan yang merupakan dampak dari pandemi. Informasi tersebut dibagikan dalam bentuk poster, video, maupun tulisan melalui media sosial komunitas maupun masing-masing anggota. Informasi tersebut antara lain daftar pemasok oksigen beserta alamat dan nomor yang dapat dihubungi, bantuan dana bagi pekerja yang terkena PHK, beasiswa pendidikan, bantuan makanan dan vitamin bagi yang sedang menjalani isolasi mandiri, dan membantu pasien yang membutuhkan donor plasma dengan kriteria tertentu. Upaya mahasiswa tersebut diharapkan dapat mengalihkan berita yang dapat meningkatkan keresahan dengan informasi yang dapat membangkitkan optimisme dan semangat masyarakat. Mengingat dampak buruk yang diakibatkan oleh berita hoaks dan narasi yang berlebihan mengenai COVID-19, peran mahasiswa sangat diperlukan dalam mengurangi penyebarannya dalam bentuk langkah sederhana melalui media sosial. Dengan menurunnya jumlah berita hoaks dan narasi yang berlebihan maka stigma negatif yang sudah terbentuk akan berkurang seiring dengan membaiknya pemahaman masyarakat. Dengan demikian, penananganan pandemi COVID-19 akan berjalan lebih efektif.

Daftar Pustaka

Covid19.org., 2021, Peta Sebaran COVID-19, dilihat pada 24 Juli 2021, https://covid19.go.id/peta-sebaran-covid19. Juditha, C., 2020, Perilaku Masyarakat Terkait Penyebaran Hoaks Covid-19, Jurnal Pekommas, 5 (2) : 105 - 116. Kominfo, P., 2020, Penyebar Hoaks Covid-19 Diancam Sanksi Kurungan dan Denda Rp1 Miliar, Website Resmi Kementerian Komunikasi Dan Informatika RI, dilihat pada 24 Juli 2021, <https://www.kominfo.go.id/content/detail/25917/penyebar-hoakscovid-19-diancamsanksi-kurungan-dan-denda-rp1-miliar/0/berita_satker> . Kominfo, P., 2020., [DISINFORMASI] Dokter Jadikan Pademi Covid 19 Sebagai Lahan Mata Pencaharian., Website Resmi Kementerian Komunikasi Dan Informatika RI., dilihat pada 24 Juli 2021, <https://www.kominfo.go.id/content/detail/26946/disinformasi-dokterjadikanpademi-covid-19-sebagai-lahan-mata-pencaharian/0/laporan_isu_hoaks> . Liputan6.com., 2020, Media Sosial Jadi Teman Selama Ramadan di Tengah Pandemi Corona COVID-19, dilihat pada 24 Juli 2021, <https://www.liputan6.com/ramadan/read/4257616/media-sosial-jadi-temanselamaramadan-di-tengah-pandemi-corona-covid-19> . Novita, S., dan Elon, Y., 2021, Stigma Masyarakat terhadap Penderita Covid-19, Jurnal Kesehatan, 12(1): 25-33. Sumartiningtyas, H. K. N., 2021, Dr Lois Sebut Interaksi Obat Sebabkan Pasien Covid-19 Meninggal, Kompas.com, dilihat pada 24 Juli 2021, <https://www.kompas.com/sains/read/2021/07/11/183300123/dr-lois-sebutinteraksi-obatsebabkan-pasien-covid-19-meninggal-ini?page=all>. Vosoughi, S., Roy, D., & Aral, S., 2018, The Spread of True and False News Online, Science, 359 (6380): 1146–1151. Wijaya, P. C. M. S., 2021, Hak Untuk Bebas Dari Stigmatisasi dan Diskriminasi Terhadap Para Pasien, PDP, ODP, dan Tenaga Kesehatan Di Masa Pandemi COVID-19 Dalam Perspektif Hukum dan HAM, Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 3(1): 22-36.

This article is from: