07-04-2015
Manado-Bitung Sasaran Proxy War AS-Cina Sejak 1998 Penulis : Hendrajit, Peneliti Geopolitik, Global Future Institute
Haluslah agar kau tak terlihat Misteriuslah agar kau tak teraba Maka kau akan kuasai nasib lawanmu... (Sun Tzu, Ahli Strategi Cina)
Dalam tulisan saya terdahulu, sempat mengingatkan perlunya mewaspadai kemungkinan Bitung, Sulawesi Utara, sebagai wilayah yang dijadikan target investasi Cina di Indonesia, dengan meminta diikutsertakan dalam skema Zona Ekonomi Khusus. Jika Indonesia setuju dengan permintaan Cina itu, berarti Indonesia telah membuka pintu lebar-lebar bagi para Taipan Pesisir Cina Selatan untuk melakukan invasi ekonomi ke beberapa wilayah yang punya nilai strategis secara geopolitik di Indonesia. Betapa tidak. Di Bitung, salah satu kota di Sulawesi Utara, Cina akan membangun kawasan perindustrian secara menyeluruh, berikut infrastrukturnya seperti pelabuhan dan bandara, dalam satu kompleks. Jika kita tidak berhasil mengetahui agenda-agenda tersembunyi Cina, maka bisa dipastikan akan menjadi bencana geopolitik bagi Indonesia. Sebab bisa-bisa, lapangan udara maupun pelabuhan-pelabuhan vital kita, secara Hankam akan sepenuhnya berada dalam kekuasaan negara asing. Apalagi Sulawesi Utara secara geostrategi, dipandang sebagai pintu masuk Indonesia ke kawasan Asia Pasifik. Terutama ke Filipina yang merupakan sekutu tradisional Amerika Serikat di kawasan Asia Tenggara. Namun masuknya investasi Cina ke Indonesia yang dipandu oleh Skema Kawasan Ekonomi Khusus, nampaknya jauh lebih berbahaya di balik rencana investasi besarbesaran Cina ke Indonesia. Namun, Cina nampaknya bukan satu-satunya yang diuntungkan dengan adanya skema Zona Ekonomi Khusus ini.
Kapet Menado-Bitung Sebagai Pintu Masuk AS ke Indonesia Timur Untuk memahami betapa rawannya Bitung-Menado sebagai sasaran Proxy War antara AS versus Cina di Indonesia, sudah terlihat sejak 1998, tak lama setelah pemerintahan Suharto tumbang, dan digantikan oleh Presiden BJ Habibie. Dengan dalih untuk mendorong kesejahteraan wilayah Sulawesi Utara, pemerintah pusat di bawah pimpinan BJ Habibie kemudian menetapkan kawasan tersebut sebagai