Majalah Bhinneka #008: Kekayaan Alam Indonesia

Page 1

bhinneka karena Indonesia tidak tunggal ika edisi 7 Juli 2011

Kekayaan Alam Indonesia


Edisi 7 Juli 2011 . KEKAYAAN ALAM INDONESIA

supported by

Pemimpin Redaksi Soe Tjen Marching Desain & Layout C2O Fotografer Sebastian Kisworo Erlin G. Fotografi sampul Sebastian Kisworo (http://1x.com/artist/KISWORO) Produksi Phebe Anggraeni Sekretaris & Bendahara Dian Puspita Sari

Alamat Redaksi Jl. Monginsidi no. 5 Surabaya 60264 Telp : 031-70964268 Email: majalahbhinneka@yahoo.com Ikuti di: Facebook.com /lembaga.bhinneka /majalah.bhinneka dukung kami? Lembaga Bhinneka Bank BRI cabang Kapas Krampung A/N 0394-01-000814-53-3

Tolong bila selesai membaca, majalah ini diberikan atau dipinjamkan kepada teman atau siapa saja yang tertarik.


Edisi 7 Juli 2011 . KEKAYAAN ALAM INDONESIA

02 Dari Pemred: Indonesia – Masihkan Kaya? 04 Sajian Pembuka: Perayaan Keberagaman Bhinneka SAJIAN UTAMA 09 Kekayaan Alam Penyebab Derita Rakyat? oleh Firdaus Cahyadi 13 Kreatifitas: Kekayaan bagi Rakyat dan Ancaman bagi Penguasa oleh Agus Syarifudin 17 Serbuan Badai Kebisingan: Penjajah Baru Kita oleh Slamet A. Sjukur 24 Hubungan Manusia dengan Tuhan oleh Rangga L. Tobing 27 Gunung Berapi: Dahsyatnya Ancaman dan Berkahnya oleh Ian Nicholls 33 Kekayaan Alam Indonesia: Sebuah Kutukan? oleh Marcel Hizkia Sutanto 41 Beberapa Kesalahpahaman dalam Wacana Interkultural oleh Dieter Mack 47 Bangsa Kita: Masih Dijajah? oleh Arif Saifudin Yudistira 52 Resensi Buku - Perbanditan: Sebuah Perlawanan Rakyat Jelata oleh Sidik Nugroho 55 Apa Kata Mereka: Kekayaan Alam Indonesia SAJIAN PENUTUP 58 Potret: Kekayaan Indonesia 62 Cerpen: Harta Kampung oleh Emur Paembonan Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 1


Dari Pemred

Indonesia, Masihkah Kaya?

Foto: Erlin G.

Oleh Soe Tjen Marching

Bila kita hidup dalam keluarga dan masyarakat dengan suatu budaya, kepercayaan, cara makan dan berpakaian tersendiri, biasanya kita juga akan mengikuti atau paling tidak terpengaruh oleh segala kebudayaan tersebut. Alam, cara kita dibesarkan, pola berpikir bahkan kepercayaan kita akan dipengaruhi oleh lingkungan kita. Ribuan pulau, etnis dan budaya di Indonesia telah menumbuhkan manusia-manusia yang ragamnya luar biasa. Dari cara berpakaian hingga sistem kepercayaan yang berbeda. Papua, yang lelaki dan perempuannya bertelanjang dada. Bali, yang kebanyakan masyarakatnya mempercayai berbagai dewa-dewi. Lalu, Makassar, yang pendeta agama adatnya adalah waria.

2 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


Indonesia: Masihkah kaya?

Lalu, apa yang akan kita lakukan dengan keberagaman ini? Mencelanya atau menerima sebagai perbedaan? Tidak dapat disangkal berbagai kelompok telah menyerang yang lain hanya karena perbedaan. Tapi, sejauh mana kita bisa menerima perbedaan itu? Bila kelompok lain tidak mengganggu kita, sejauh mana kita bisa menerima perbedaan ini? Sebagai bangsa, yang menurut beberapa buku pelajaran sekolah dan pariwisata, mempunyai keramahan dan toleransi tinggi, apakah memang benar orang Indonesia bisa menerima segala bentuk perbedaan yang ada di dalam etnis dan adat kita? Tentu kekayaan seperti ini tidak selalu menjadi “modal yang menguntungkan� bagi masyarakatnya. Sistem devide et impera (mengadu domba) berhasil diterapkan karenanya. Sistem yang kemudian dilanjutkan pada jaman Soeharto, dan masih bisa ditemukan sampai sekarang. Pada perpecahan antar kelompok, pada penyerangan beberapa bentuk kepercayaan. Padahal, terkadang mereka hanya ingin berkumpul dan berdiskusi. Tidakkah mereka bisa punya hak yang sama dengan yang lain, tanpa diganggu? Selain etnis dan budaya, Indonesia juga mengandung sumber daya alam yang luar biasa. Inilah segala hal yang perlu diolah, digali dan dikerjakan supaya semua kekayaan ini tidak sia-sia. Yang masih saja dikuasai oleh perusahaan-perusahaan asing. Sejak Soeharto berkuasa, pintu untuk perusahaan asing telah terbuka lebar. Seorang teman yang kebetulan sedang meneliti tentang pembagian hasil kekayaan alam Indonesia dengan luar negeri yang telah dibuat oleh Soeharto mengatakan bahwa Presiden tersebut membiarkan pihak asing mengeduk 90% atau lebih dari hasilnya. Sedang yang 10% kebanyakan masuk ke kas para pejabat, kroni Soeharto. Dan perjanjian ini berlaku untuk 100 tahun. Rakyat Indonesia kini dan di masa mendatang, masih dimiskinkan oleh sang Presiden yang telah wafat di kasur empuk. Dalam majalah Bhinneka edisi ini, para penulis mengajak kita untuk mengagumi kekayaan Indonesia, menyelami sistem apa saja yang telah merugikan rakyat, juga memikirkan bagaimana agar kekayaan ini bisa digunakan untuk kepentingan rakyat seluas-luasnya.

Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 3


sajian pembuka

Perayaan Keberagaman Bhinneka: Serentak di 14 Kota di Indonesia plus Vancouver, Canada

Oleh Soe Tjen Marching

Ide ini bermula dari diskusi Pluralis Lembaga Bhinneka yang bisa ditemukan di Facebook, dan terbuka untuk siapa saja yang ingin berdiskusi dengan kritis. BERGABUNG DI: facebook.com/lembaga.bhinneka

| majalahbhinneka@groups.facebook.com

4 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


perayaan keberagaman

Diskusi Pluralis ini dibuat pada akhir Januari 2011. Untuk apa? Diskusi-diskusi seperti ini sudah banyak di internet. Aku ingin ada diskusi yang cukup bebas, pendapat apa pun bisa masuk dan menjadi bahan diskusi. Tapi, tentu saja ini bukan berarti mereka bisa berbuat seenaknya. Kebebasan tidak bisa diartikan sebebasbebasnya, lalu digunakan untuk bebas menindas yang lain Kebebasan yang sudah menginjak-injak dan merampas kebebasan orang lain, ini sudah bukan kebebasan tapi kebablasan. Kebebasan harus bisa dinikmati bersama, bukan lalu dipakai untuk memonopoli hak itu. Terkadang, inilah yang membuat rancu ketika kita bicara kebebasan. Karena banyak orang mengartikan kebebasan dengan perbuatan seenak-udelnya sendiri. Dan membuka kesempatan bagi para pengacau. Sedangkan, peraturan yang kolot dianggap bisa mendisiplin orang dan membuat semuanya teratur. Inilah kecemasan a la Orde Baru, yang masih menyala hingga kini. Dian yang tak kunjung padam. Menyulut kekuatiran rakyat untuk berpikir mandiri, untuk mempertanyakan dan mencari, daripada sekedar menerima dan dicekoki. Dan mereka-mereka inilah yang demen dengan celetukan: “Diatur kok tidak mau?�. Dalam diskusi Pluralis lembaga Bhinneka, tidak ada yang luput dari kritik. Karena

Pura Hindu di desa Balun - Lamongan, tampak di belakang adalah sebuah mesjid. Dan persis di seberang mesjid ini, ada Gereja. Di Lamongan, kami mengunjungi desa Balun, yang mempunyai penduduk Kristen, Islam dan Hindu. Bahkan satu keluarga bisa mempunyai anggota dengan berbagai agama dan kepercayaan tanpa masalah.

suatu hal yang luput dari kritik itu yang nantinya akan menjadi sumber penyakit politik. Ingat, betapa kebalnya Suharto dari kritik? Sesuatu yang kebal dari kritik akan dengan mudah memperalat dan menindas, seringkali tanpa disadari. Karena dengan mudah, mereka akan mendominasi dan membuat masyarakat percaya begitu saja, dan mematuhi apa yang diinginkan mereka. Tapi, tentu saja, yang sedang berkuasa itu nantinya jatuh juga. Terkadang pada waktu yang tak ternyana. Siapa yang menduga

Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 5


sajian pembuka

Hitler akan jatuh? Padahal, ia begitu kuat dan kekuasaan serta kekejiannya sudah meraja-lela. Siapa juga yang mengira Kerajaan Roma dan Babilonia akan ambruk? Segala kekuasaan yang merajalela dan keblinger, rasanya pasti akan jatuh. Inilah kekuatan internet dalam menghadapi penguasa. Siapa saja, dari negara manapun, bisa berhubungan dengan cepat, mudah dan murah. Dan Facebook mempunyai tempat tersendiri, yang spesial, bagiku. Inilah tempat di mana kita bisa memberi komentar singkat. Kamu bisa menulis apa saja, asal tidak lebih dari 420 karakter dan akan terbaca oleh teman-teman lain yang sedang online. Tentu saja, kita bisa pamer, memaki, mengeluh, apa saja. Kita bisa menggunakannya juga untuk hal lain. Misalnya, untuk mengritik penguasa yang sudah terlalu nyaman dengan kepongahannya. Dan yang kumaksud dengan penguasa itu bisa siapa saja atau apa saja yang sudah semena-mena dan yang sudah merugikan rakyatnya.

Pertemuan Bhinneka di Makassar – berlangsung tiga hari, atas kerja keras Ino dan Halilintar Lathief.

Tapi, diskusi pluralis Bhinneka sifatnya juga cukup santai. Kita tidak sedang mengritik dengan ngotot. Lebih tepatnya, kita sedang mengitik-itik penguasa. Humor, diskusi bercampur jadi satu dengan curhat dan celetukan para anggotanya. Selama beberapa minggu, seringkali berlangsung cukup akrab juga, walaupun debat bisa cukup sengit. Apa itu pluralisme? Banyak yang berbeda interpretasinya, tentu saja. Menurut beberapa anggota diskusi Bhinneka inilah arti pluralisme: Ping Setiadi: Pluralisme menganggap bahwa hanya mengakui satu-satunya keyakinan yang terbenar dapat menimbulkan perpecahan, perselisihan, dan pertikaian. Hal ini akan menyakiti kehidupan manusia. Bayangkan kalo semua orang seluruh dunia cuma satu suku saja, cuma punya satu budaya saja, padahal demografi tiap daerah itu berbeda-beda. Misalnya, Islam dan agama yahudi lahir di kutub utara, tidak mungkin mengharamkan minum alkohol. Pluralisme mengakui bahwa perbedaan itu ada dan indah adanya.

Pertemuan Bhinneka di Makassar – berlangsung tiga hari, atas kerja keras Ino dan Halilintar Lathief.

6 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


perayaan keberagaman

Pertemuan dan diskusi Bhinneka di Bandung

Silvayanti Silva: Agama bermacam-macam dan tidak bisa dicampur aduk, tapi tetap saling menghargai perbedaan. Krishna Chang: Konsep pluralisme identik dengan satu konsep dalam bahasa sanskrit yang berbunyyi: sarva dharma samanatva. artinya, menghormati agama lain, sebagaimana kita menghormati agama kita sendiri.

kopi, karena selama ini para anggota hanya berkomunikasi lewat internet. Saran ini disambut baik oleh berbagai anggota, bahkan akhirnya ketika kuusulkan untuk mengadakan kopdar di beberapa kota pada bulan Mei. Karena inilah bulan perayaan para buruh, bulan di mana perayaan kebangkitan bangsa, serta hari internasional logika dan berpikir.

Sedangkan pluralisme bagi saya, adalah terus menerus mempertanyakan ide yang ada, baik ide kita ataupun ide orang lain dengan tujuan menguji dan mengejar ide itu sendiri. Jadi, apa pun agama, kepercayaan atau latar belakang itu, tidak seharusnya jadi masalah dan tidak ada yang luput dari kritik. Karena kesungguhan pencarian itu hanya bisa dicapai dengan mempertanyakan dan mencari, bukan mempercayai dan berhenti.

Koordinator dipilih dengan sukarela dari berbagai kota. Dalam waktu kurang dari 3 minggu, sudah ada 22 koordinator dari berbagai kota terkumpul. Lalu, yang mengejutkan, Agus Budiwan dari Vancouver, menyatakan kesediaan sebagai koordinator juga. Tapi, setelah itu, beberapa tidak bisa terlaksana karena berbagai alasan (koordinator yang ada halangan, anggota yang tidak bisa hadir dan lain-lain). Namun, masih saja bisa berlangsung di 14 kota, yaitu:

Lalu, pada akhir bulan Maret, saat aku masih di rumah sakit, salah seorang anggota, Jagad Pujiono nyeletuk: “Kapan diadakan kopdar (kopi darat) atau artinya bertemu muka sambil minum teh dan

1. Aceh dengan koordinator Taufik Riswan 2. Bandung dengan koordinator Febri Qorina 3. Batam dengan koordinator Jhon

Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 7


sajian pembuka

Foto: Erlin G.

Pertemuan Bhinneka di Lamongan bersama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia.

Pertemuan Bhinneka di Jakarta

Kennedy 4. Jakarta dengan koordinator Shinta Miranda 5. Jombang dengan koordinator Aan Anshori 6. Lamongan dengan koordinator Bahrul Ulum dan Gerakan Mahasiswa Islam Indonesia 7. Makassar dengan koordinator Ino 8. Manado dengan koordinator Janno P. Rompas 9. Surabaya dengan koordinator Soe Tjen Marching dan Dian Puspita Sari 10. Semarang dengan koordinator Mata Kita 11. Solo dengan koordinator Joe 12. Tuban dengan koordinator Lie Kwan Yeng 13. Yogya dengan koordinator Vay Haikal 14. Vancouver – Canada dengan koordinator Agus Budiwan

Pergerakan Mahasiswa Islam, organisasi N.U., beberapa pendeta, ulama Muslim, pastor, penulis, mahasiswa dan lain-lain. Dengan kata lain: Tidak masalah siapapun yang datang. Agama, kepercayaan, orientasi seksual, ataupun model yang datang tidak akan jadi masalah. Yang penting adalah kebersamaan dan menghargai keberagaman. Spesies boleh beda, tapi kalau masih bisa saling menghormati, kenapa tidak? Bukankah yang parah adalah orang-orang yang mengusik orang lain dengan alasan bahwa orang itu berbeda? Terkadang, orang yang tidak mengusik mereka, tetap saja diganggu karena si penyerang ini merasa benar sendiri. Kenapa manusia harus diserang dan dimusuhi hanya karena berbeda? Mengapa perbedaan terkadang begitu menakutkan manusia? Sehingga terkadang membuat mereka kejam tanpa alasan. Dalam pertemuan Bhinneka ini, perbedaan bukan masalah. Justru kita sedang berdiskusi dan memikirkan bagaimana perbedaan kita bisa dihargai.

Inilah gado-gado. Yang kaya akan warna dan rupa. Berbagai macam kelompok campur aduk di dalam pertemuan ini: Ada

8 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


MENU UTAMA

Kekayaan Alam Penyebab Derita Rakyat Oleh Firdaus cahyadi

Foto: Friends of the Earth Europe

Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 9


Menu utama

Menurut catatan Walhi Jawa Timur, Propinsi Jawa Timur, menopang 40% migas nasional dengan 28 Blok Migas dalam tahap eksplorasi. Salah satunya adalah Blok Brantas, yang memiliki 49 sumur yang tersebar di 3 Kabupaten Jawa Timur (Sidoarjo 43 sumur, 4 sumur di Mojokerto dan 2 sumur di Pasuruan). Ironisnya, penderitaan rakyat karena pertambangan migas justru terjadi di Jawa Timur, tepatnya di Porong, Sidoarjo. Tahun 2006 adalah tahun yang tidak bisa dilupakan oleh warga Porong, Sidoarjo. Pada bulan Mei 2006 itulah awal munculnya semburan lumpur Lapindo yang menenggelamkan rumah, tanah dan masa depan warga Porong. Tahun 2011 ini, usia semburan lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur mendekati 5 tahun. Namun persoalan lumpur Lapindo tak kunjung usai. Berbagai kejadian di Porong akhir-akhir ini justru menunjukan makin runyamnya persoalan yang diakibatkan oleh lumpur Lapindo itu. 10 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


kekayaan alam

Akibat Lapindo masih berlanjut. Tapi media massa seakan telah melupakan, dan cenderung menyorot berita-berita sensasional seperti Ariel-Luna atau gosip seputar selebritis lainnya, seperti Anang dan Krisdayanti, yang sebenarnya tidak menyangkut nasib masyarakat banyak.

Porong, Sidoarjo juga bertambah dengan adanya kemungkinan jebolnya tanggul penahan lumpur Lapindo. Jebolnya tanggul ini bisa terjadi kapan saja. Artinya, setiap saat warga Porong, Sidoarjo harus selalu bersiap-siap meninggalkan rumahnya untuk menjadi pengungsi.

Sedangkan musibah Lapindo jelas-jelas mengancam nyawa rakyat di sekitarnya. Menjelang lebaran Idul Fitri tahun 2010 lalu, dua orang warga Porong harus dirawat di Rumah Sakit karena sekujur tubuhnya terbakar. Kedua orang itu adalah Purwaningsih dan Dedy Purbianto. Menjelang lebaran tahun 2010 lalu, semburan gas liar yang mengandung metan melukai tubuh mereka.

Kejadian jebolnya tanggul penahan lumpur Lapindo pada 23 Desember 2010 lalu sempat membuat persawahan dan rumah warga terendam. Begitu tanggul jebol, air di dalam kolam lumpur langsung mengalir deras menerjang pesawahan dan rumah warga. Wilayah yang terkena terjangan lumpur mencakup dusun Pologunting, desa Gelagaharum dan desa Sentul. Warga pun panik. Mereka spontan mengevakuasi perabotan mereka.

Celakanya semburan gas liar itu kini menyebar hampir di seluruh wilayah Porong, Sidoarjo. Semburan lumpur Lapindo pada Mei 2006 silam telah membuat Porong, Sidoarjo menjadi kawasan yang berbahaya bagi kehidupan manusia, bahkan juga makhluk hidup lainnya. Selain menyebabkan semburan gas metan yang muncul secara liar dan mudah terbakar di rumah-rumah penduduk, lumpur Lapindo juga menyebabkan turunnya tanah di wilayah itu. Penurunan tanah kini telah membahayakan konstruksi bangunan. Rumah yang tidak tenggelam pun kini terancam roboh secara perlahan. Ancaman terhadap keselamatan warga

Ancaman terhadap kehidupan bukan hanya berhenti di situ. Tanpa harus menggunakan alat pemantau kualitas udara pun dengan mudah kita dapat memastikan bahwa di Porong telah terjadi polusi udara yang begitu parah. Bau busuk yang menyengat di kawasan itu sejak munculnya semburan lumpur Lapindo adalah salah satu indikasinya. Belum lagi polusi udara yang diakibatkan oleh emisi kendaraan bermotor yang terjebak kemacetan setiap melintas di jalan raya Porong. Kini, bukan hanya warga Porong yang dipaksa menghirup udara beracun setiap harinya, namun juga setiap orang yang melintas di kawasan itu.

Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 11


Menu utama

Air tanah, yang sebelum terjadi semburan lumpur, dapat digunakan untuk mencuci, mandi dan memasak kini juga telah tercemar. Penyakit gatal-gatal adalah sesuatu yang biasa dialami oleh warga Porong, jika mereka tetap memaksakan diri menggunakan air tanah untuk mandi sehari-hari. Akibat krisis air bersih di Porong, kini warga harus harus mengeluarkan uang tambahan untuk mendapatkan air bersih. Rata-rata warga Porong harus menyisihkan uang Rp.2.000/hari untuk membeli air bersih yang hanya digunakan untuk air minum dan memasak. Uang yang kecil bagi pemilik proyek Lapindo yang dari golongan elit begitu juga untuk petinggi Republik ini, namun uang sebesar itu sangat berarti bagi warga di Porong, Sidoarjo. Selain berdampak buruk secara ekologi dan kesehatan, lumpur Lapindo juga berdampak secara sosial bagi warga Porong: Kini sebagian dari mereka terpaksa harus putus sekolah. Menyusutnya jumlah siswa dan guru di SDN Kedungbendo III dapat dijadikan contoh dalam hal ini. Siswa SDN Kedungbendo III misalnya, sebelum muncul semburan lumpur Lapindo berjumlah 553 orang. Namun kini hanya tersisa 30 orang. Dan lebih parah lagi, dari 15 orang tenaga pendidik, kini hanya ada 3 orang.

pemerintah seperti membiarkan semua itu terjadi. Yang menjadi fokus pemerintah hanya persoalan jual beli asset fisik, berupa rumah dan tanah. Seakan-akan jika persoalan itu dapat diselesaikan maka persoalan lumpur Lapindo dianggap selesai. Dampak buruk lumpur Lapindo lainnya yang justru mengancam keberlanjutan kehidupan tidak dianggap penting. Pemerintah tetap pada keyakinan untuk mengikuti seruan iklan Lapindo bahwa semburan lumpur di Sidoarjo adalah bencana alam. Padahal, hasil laporan BPK, dokuman rahasia Medco dan juga mayoritas pendapat pakar pemboran internasional menyatakan bahwa semburan lumpur akibat pemboran. Jika pola penanganan kasus Lapindo seperti tersebut di atas terus dilanjutkan di tahun 2011 ini, maka dapat dipastikan Sidoarjo benar-benar hancur, baik secara ekologi maupun sosial. Warga Sidoarjo bukan sekedar angka dalam statistik kependudukan, yang baru diperhatikan menjelang pemilu. Saat ini mereka butuh perhatian dan pembelaan dari pemerintah secara nyata.

Firdaus Cahyadi: Knowledge Sharing Officer for Sustainable Development, OneWorld-Indonesia

Meskipun sudah banyak korban, 12 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


Menu utama

Kreatifitas: Kekayaan bagi Rakyat dan Ancaman bagi Penguasa

Foto: Erlin G. Oleh Firdaus cahyadi

Kreatifitas adalah merupakan suatu proses berpikir yang terdiri dari berpikir kritis, elaborasi, kolaborasi, adaptasi, dan kemurnian untuk menciptakan hasil karya baru ataupun modifikasi dari barang yang telah ada. Setiap manusia memiliki potensi kreatifitas ini, hanya saja kadar pemakaian tiap individu berbedabeda. Oleh karena itu semakin dilatih, semakin digunakan, maka semakin tinggi produk kreatifitas yang dihasilkan. Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 13


Menu utama

Sering kali proses kreatif ini terwujud atas tuntutan lingkungan. Ini merupakan suatu proses akibat adanya tekanan dari lingkungan dengan daya dukung yang rendah. Namun di sisi lain, tingkat pemenuhan kebutuhan sangatlah tinggi atau sulit. Tuntutan kebutuhan baik itu kebutuhan dasar ataupun kebutuhan pelengkap, namun karena daya dukung lingkungan yang rendah, memaksa manusia untuk memenuhinya dengan berbagai cara. Tak heran jika banyak janda berputra atau putri bekerja apa saja bahkan pekerjaan yang dianggap oleh masyarakatnya hanya untuk lelaki sekalipun. Namun tak sedikit juga yang nekat dan gelap mata melakukan tindakan kriminal. Ini adalah perwujudan sebuah perilaku kreatif, terlepas bernilai positif ataupun negatif.

Kreatifitas: Ancaman yang Menggelorakan Mari kita telaah wilayah Indonesia atau Nusantara. Hampir semua wilayah Indonesia ini memiliki potensi bencana yang besar. Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, Maluku, Nusa Tenggara, hingga Papua memiliki kemungkinan yang sama terjadinya bencana alam. Meski dari kualitas dan kuantitas berbeda, namun probabilitas munculnya bencana di setiap pulau-pulau besar ini adalah sama. Oleh karena itu, Indonesia adalah sumber manusia-manusia kreatif. Bagaimana tidak, hampir seluruh wilayah di Indonesia, meski

kaya akan sumber daya alam namun rawan akan bencana. Sejarah membuktikan, setiap pulau besar di Nusantara memiliki potensi bencana alam yang sangat tinggi. Mulai dari banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, tsunami, badai, gelombang pasang, gempa bumi, hingga gunung meletus. Namun justru karena bencana ini, manusia berusaha dan menjadi kreatif dengan menciptakan teknologi yang murah namun aplikatif dalam mengantisipasi bencana. Misalnya, rumah tahan gempa dari Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur; rumah panggung masyarakat Kalimantan, Sumatera, yang anti banjir; rumah panggung tahan gempa dari suku Sunda, Jawa Barat; obat-obat herbal tradisional dari tetumbuhan sekitar, dan masih banyak produk warisan budaya bangsa yang mulai ditinggalkan generasi muda dengan alasan modernisasi dan gak gaul.

Kreatifitas: Antara Lelaki dan Perempuan? Kreatifitas seringkali melibatkan kemampuan mengubah suatu hal menjadi yang lain, mempertanyakan yang baku dan mengubah cara berpikir yang tidak biasa. Karena itu, terkadang kreatifitas tidak diterima begitu saja oleh masyarakat. Posisi antara lelaki dan perempuan dalam sejarah kreatif Indoneseia telah dimaknai

14 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


kreatifitas

dengan lebih bijak. Sebut saja kisah Arjuna dan Srikandi dalam Mahabarata. Arjuna adalah potret lelaki androgini: Lelaki yang keperempuan-perempuanan. Sedangkan Srikandi adalah perempuan yang memiliki sisi maskulinitas tinggi. Bahkan beberapa versi menyebutkan bahwa Srikandi adalah penjelmaan dari seorang lelaki (transeksual). Ini membuktikan bahwa gender dan seksualitas lebih diakomodir dalam masyarakat, budaya, dan sejarah Jawa sehingga muncul produk kreatif, misalnya sendratari dan sandiwara kolosal. Srikandi dan Arjuna menjadi tokoh yang menarik dan terus dibahas. Namun, hal ini seakan ditutupi dalam masa Orde Baru. Sosok Srikandi diubah menjadi perempuan yang berjuang di medan perang karena pengabdian terhadap Negara sekaligus suaminya. Dan memang pemerintah Orde Baru telah memanipulasi banyak hal demi kepentingan mereka sendiri. Berbagai sejarah kreatif Nusantara yang dianggap “membangkang� dari moralitas yang dibentuk Orde Baru, dibungkam. Berbagai buku dilarang. Kreatifitas disisihkan oleh moralitas sempit. Dewa-dewi di Nusantara yang tidak mengacu pada dualisme gender, seakan dilupakan dan bila perlu dilenyapkan dari ingatan. Salah satu contoh adalah Ardhanarishvara, yang merupakan persatuan antara perempuan dan lelaki, yaitu Dewi Parwati dan Dewa Syiwa.

Patungnya masih bisa ditemukan antara lain di Bali dan di Museum Trowulan (Mojokerto). Patung ini menggambarkan bagaimana sang Dewi mempunyai dua tubuh (lelaki dan perempuan). Begitu juga Wisnu yang menjelma menjadi perempuan, bernama Dewi Mohini. Tapi, dalam bukubuku pelajaran sekolah, Wisnu hanya digambarkan sebagai lelaki, sebagai dewa, tidak pernah dewi.

Kreatifitas: Menguntungkan atau Merampok? Robert Stenberg dalam kajian psikologi kreatif di artikelnya, “Creativity as a Habit�, mengungkapkan bahwa ciri perilaku manusia kreatif adalah melihat suatu masalah, namun bagi orang lain bukan masalah, mengambil resiko dimana orang lain tidak berani melakukannya, memilki keberanian menantang kerumunan orang dan berdiri pada pendiriannya, serta mencari penyelesaian masalah dan tantangan yang diberikan oleh orang lain diantara berbagai jawaban permasalahan. Lebih lanjut Stenberg mengungkapkan bahwa kreatifitas sangat penting karena dunia berubah dengan kecepatan yang begitu pesat dari jaman-jaman sebelumnya. Dan manusia membutuhkan cara mengatasi perubahan jaman ini secara konstan dari situasi-situasi dan tugastugas baru. Belajar pada masa ini harus merupakan pembelajaran sepanjang hidup,

Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 15


Menu utama

dan masyarakat secara tetap butuh untuk berpikir tentang hal-hal baru. Masalah yang kita sering hadapi, meski di dalam keluarga, komunitas, atau negara adalah baru dan sulit. Kita butuh untuk berpikir secara kreatif dan “berbeda� untuk menyelesaikan masalah-masalah ini. Teknologi, kebiasaan social, dan alat-alat yang tersedia oleh kita dalam kehidupan sehari-hari digantikan hamper secara cepat sebagaimana mereka diperkenalkan. Kita butuh untuk berpikir secara kreatif untuk mengalahkan, dan pada saat yang sama bahkan untuk bertahan dalam hidup. Kreatifitas sebenarnya bisa dilatih dari kecil. Namun, pemerintah dengan segala ideologinya di Indonesia seringkali lebih suka mengarahkan kreatifitas anak-anak untuk tujuan tertentu. Bahkan pemerintah juga seringkali menghambat kreatifitas anak-anak, supaya mereka tidak lagi bertanya dan berpikir kritis. Tentu saja, hal ini adalah bentuk kekreatifan tersendiri dari pemerintah kita. Namun kekreatifan seperti ini amat merugikan rakyatnya. Korupsi tentu juga merupakan bentuk kreatifitas sendiri. Karena itu yang perlu dikembangkan adalah kekreatifan yang kritis terhadap penguasa dan yang tidak merugikan kepentingan umum.

Indonesia kekreatifan yang menguntungkan pemerintah, pejabat tinggi dan kelas elitlah yang didorong. Bukannya kekreatifan bagi kepentingan umum, yang biasanya mempertanyakan kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak adil. Kreatifitas memang bisa menakutkan bagi penguasa karena dengan begitu, rakyat bisa lebih mandiri dalam mengatasi masalah mereka, dan tidak lagi tunduk pada manipulasi penguasa. Karena itulah, para seniman sering dimusuhi oleh penguasa yang otoriter. Dengan merujuk pada moralitas sempit saja, para penguasa seringkali berhasil mengalihkan perhatian rakyat dari kebobrokan penguasa, sekaligus membungkam kreatifitas mereka. Kreatifitas yang diperlukan rakyat Indonesia adalah kreatifitas yang tidak merampok dan memanipulasi mereka. Kreatifitas yang bisa mendukung kemanusiaan. Rakyat Nusantara sudah mempunyai jejak kreatifitas yang luar biasa. Bila pemerintah enggan memupuknya, mungkin kita sendiri bisa memulainya.

Kreatifitas: Untuk Rakyat Yang menjadi masalah saat ini: Di

16 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


badai kebisingan

Serbuan Badai Kebisingan: Penjajah Baru Kita Oleh Slamet Abdul Sjukur

Suasana diskusi Kebisingan sebagai Polusi yang Merajalela, bersama Slamet Abdul Sjukur di Perpustakaan C2O, diprakarsai oleh Masyarakat Bebas Bising, 26 Maret 2011. Foto koleksi Perpustakaan C2O.

Dulu: Kebisingan hanya terjadi di pabrik, bengkel, stasiun kereta-api dan beberapa tempat tertentu saja. Dan menurut penelitian Institut Max Planck di Jerman, orang-orang yang bekerja di tempat bising mengalami penderitaan biologis dan gangguan kejiwaan yang sangat meresahkan. Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 17


Menu utama

Sekarang: Kebisingan mengepung kita di mana-mana, di jalan raya, di mal bahkan di rumah dengan berbagai alat rumah tangga: blender, penyedot debu, TV, pengeras suara dan lain-lain. Kolonialisme baru semakin semenamena menjajah kita dan kita masih saja tidak menyadari akan ancamannya yang jauh lebih ganas dari penjajah yang dulu. “Kolonialisme baru� ini mengintai seluruh sendi kehidupan kita, bukan hanya ancaman bagi telinga saja. Di New York, 30% penduduknya mengidap psikopat, penyebab utamanya: stress karena kebisingan yang tidak lagi disadari. Di Indonesia pun gejalanya sudah menyelinap tanpa ada yang mencurigai penyebabnya: Orang semakin mudah tersinggung dan mudah marah bahkan melakukan tindak kekerasan. Tapi, di negeri kita, berbagai informasi yang sangat dibutuhkan masyarakat, seringkali tidak tersedia. Maka sejak awal tahun 2011 sekarang ini, sebuah komunitas kecil mendirikan sendiri Masyarakat BebasBising yang berupaya mengampanyekan kesadaran tentang: 1. Telinga sebagai karunia illahi, yang wajib dilindungi dari kebisingan yang semena-mena. 2. Dampak kerusakan pendengaran. 3. Kebisingan dan kemajuan teknologi sekaligus kebodohannya.

Orang mengira telinga itu hanya untuk mendengar. Pandangan ini sudah lama ketinggalan jaman. Memang secara otomatis telinga itu menangkap sendiri bunyi apa saja, tidak perlu menunggu diperintah, Tapi mendengarkan lebih dari sekadar mendengar. Dia melibatkan antara lain niat, konsentrasi kecerdasan (untuk mengerti yang didengar), daya ingat (buat apa mengerti kalau terus lupa ?) dan kemampuan merasakan (bayangkan anda hidup tanpa bisa merasa!). Berbagai fungsi saraf sebenarnya terkait satu sama lain dan “saling mengaktifkan� di dalam otak. Kerusakan Pendengaran: Tidak hanya menyebabkan orang sampai tuli, yang artinya terasing dari berbagai bunyi yang justru menghidupkan suasana di sekitarnya. Lebih dari itu, melumpuhkan konsentrasinya, kecerdasannya, daya ingatnya, keseimbangannya terhadap gravitasi (vertigo), bahkan keseimbangan jiwanya. Secara alami, semakin bertambahnya usia menyebabkan semakin menurunnya kualitas pendengaran. Penyebab lainnya:penyakit, kecelakaan (termasuk kebisingan). Sekarang ini di Amerika terdapat 5,2 juta anak-anak berusia 6 tahun sampai 19 tahun, yang disebut generasi iPod, yang sudah menderita presbikusis, yaitu ketulian yang biasanya diderita oleh orang tua berusia 60-70 tahun. Sebabnya tidak lain karena iPod, walkman dan berbagai peralatan audio lain yang

18 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


badai kebisingan

dibunyikan lebih keras dari kemampuan telinga untuk menerimanya. Kebisingan: Tidak ada hubungannya dengan selera (masalah suka dan tidak suka). Kebisingan menyangkut kemampuan telinga menampung volume/kekuatan bunyi (lihat Lampiran I dan II di bawah). Kebisingan sebagai polusi sebenarnya sangat mudah dikenali. Kalau kita sampai terpaksa harus bercakap-cakap dengan suara keras agar bisa saling didengar dan dimengerti, ini pertanda ada kebisingan. Ini selalu kita alami di di jalan-raya, di stasiun ketika ada kereta-api masuk atau waktu ada pengumuman lewat pengeras-suara, di dalam mal dan bahkan sering di dalam rumah kita sendiri. Sumber kebisingan bisa dari sarana transportasi (darat, laut dan udara), mesinmesin (di dalam pabrik, pengeboran jalan, pembangunan gedung dan jembatan) seringkali juga dari pengeras-suara (di stasiun, bandara udara,mal dan rumah ibadah). Akibat Kebisingan: sulit mendengarkan suara lain, sulit berkonsentrasi, jantung berdebar, tekanan darah naik, emosi mudah meledak, pernafasan dan pencernaan pun menjadi kacau-balau. Fungsi jaringan-saraf dan kejiwaan kita terancam seluruhnya, bukan hanya telinga kita saja. Dengan sangat manja kita tidak menyadari bahwa tubuh kita itu merupakan paket yang

berisi trilyunan sel yang hidup. Sel-sel itu beserta jaringan-saraf yang menggerakkan tubuh dan perasaan kita, tidak pernah berhenti bekerja selama kita hidup. Kalau persendian, penglihatan dan mulut bisa istirahat ketika kita tidur, pernafasan dan pendengaran senantiasa tetap waspada menjaga kita. Untuk menyelamatkan diri dari ancaman akibat kebisingan, kita harus cepat merubah pemahaman kita tentang telinga. Sebagai sarana yang dapat mendengar, secara otomatis telinga adalah: 1. ‘Satpam’ yang menjaga tubuh (setiap bunyi yang mencurigakan merupakan isyarat adanya bahaya). 2. Pemasok energi otak (supaya berfungsi normal, otak membutuhkan 3 juta rangsangan per detik selama sedikitnya 4 ½ jam setiap hari; lebih dari separuhnya diterima dari telinga, sisanya dari 4 indra yang lain). 3. Mengatur keseimbangan badan kita terhadap gravitasi (berbeda dari binatang melata atau yang ditopang dengan 4 kaki, kita hanya berdiri dengan 2 kaki, karena itu ada masalah bagaimana tidak jatuh atau terhuyung. Ini diatasi oleh 3 semi-lingkaran yang terdapat di telinga bagian tengah). 4. Pengatur suhu badan dan emosi (telinga anda akan merah kalau anda dihina).

Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 19


Menu utama

Sebagai sarana yang dapat mendengarkan dengan aktif, telinga juga berhubungan erat dengan niat/konsentrasi, kecerdasan, dayaingat, emosi, pernafasan dan metabolisme. Kalau keberadaan kebisingan/polusi sangat mudah diketahui, sebaliknya akibat kebisingan tidak cepat disadari, persis seperti kanker. Orang tidak mendadak tuli, dia masih dapat mendengar tapi sulit mengerti, karena itu biasanya minta pada mitra bicaranya untuk mengulangi apa yang dia katakan. Ini baru salah satu gejala menurunnya kualitas pendengaran. Dan perlahan-lahan disusul dengan penderitaan yang lebih mengerikan (menjadi manusia zombi), dan tidak ada lagi kemungkinan untuk dipulihkan kembali, kalau sudah terlambat penanganannya (seperti kanker).

kesombongan yang bodoh. Akibat dari ulah manusia yang cerdas tapi rakus dan bodoh, maka bumi memanas dengan segala akibatnya yang sudah mulai kita rasakan di mana-mana, seperti tsunami, badai petir, dan gempa. Kiranya masih ada harapan untuk mencegahnya agar tidak berlarutlarut. Untuk itu perlu kemauan baja untuk menghentikan penjajahan yang dikemudikan oleh berbagai bentuk kebodohan yang mengatas-namakan kemajuan maupun kebenaran atau kepercayaan.

Kebisingan tidak terpisahkan dari seluruh masalah polusi. Polusi merupakan penyelewengan hasil kemajuan teknologi, karena rakus yang tidak tahu batas dan

Lampiran-I Volume Bunyi dan Kemampuan Telinga Menerimanya: 0 dB ambang pendengaran manusia 10 dB bunyi pernafasan normal 20 dB gemerisik dedaunan dibelai angin 30 dB gaung di ruang kosong 40 dB kesunyian kampung (dulu) di malam hari

50 dB restoran yang relatif tenang 60 dB suara percakapan dua orang 70 dB bunyi lalu-lintas 80 dB bunyi truk lewat / penghisap debu 90 dB bunyi mengebor jalan 100 dB bunyi kereta-api masuk stasiun - telinga hanya kuat bertahan selama 15 menit (bayangkan bagaimana dengan kuli dan pegawai stasiun yang dijajah bunyi keras ini setiap hari)

20 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


badai kebisingan

120 dB bunyi pesawat tinggal landas / musik rock 130 dB bunyi tembakan senapan bagi penembaknya sendiri 140 dB bunyi pesawat jet tinggal landas 175 dB bunyi peluncuran roket angkasaluar 185 dB ledakan yang merobek membran telinga 200 dB ledakan yang mematikan

Ketinggian Bunyi: Wilayah ketinggian nada yang dapat ditangkap oleh pendengaran kita terbatas antara 20 – 20.000 hertz (bunyi piano 30-4.100 hertz). Dan ketinggian ini mempunyai pengaruh yang berbeda, bahkan secara psikologis.

Pengaruhnya: •

Sampai dengan 125 hertz dengan ritme cepat membuat kita gugup dan sulit berkonsentrasi.

750 – 3.000 hertz berhubungan dengan emosi, jantung, pernafasan dan paruparu.

3.000 – 8.000 sebagai rangsangan otak yang memberi energi, memudahkan konsentrasi dan memperkuat daya ingat.

Bunyi yang di luar 20 – 20.000 hertz dinamakan bunyi infra dan bunyi ultra.

Bunyi Infra: Bunyi ini di bawah 20 hertz (di luar jangkauan telinga manusia). Walaupun tidak tertangkap oleh pendengaran, kulit dan perut seringkali dapat merasakannya – terkadang bisa membuat bulu kuduk berdiri. Bunyi ini juga bisa memberi kesan adanya hal-hal supernatural yang terjadi. Beberapa film horor memakai efek bunyi ini. Seringkali, bunyi ini terjadi mendahului gempa. Karena itu, sebelum gempa, binatang-binatang yang lebih peka pendengarannya dari kita sudah bingung terlebih dulu. Bunyi Ultra: Bunyi ini di atas 20.000 hertz dan juga tidak tertangkap pendengaran manusia tapi dengan kekuatan tertentu dapat merusak sel-sel dan jaringannya. Pendengaran yang memberi rangsangan paling banyak pada otak, dibanding dengan indera yang lain merupakan sumber energi yang diperlukan tubuh seperti halnya energi dari makanan dan oksigen yang kita hirup.

Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 21


Menu utama

Lampiran-II

baik, sehingga suara yang terdengar tidak mengganggu karena suara yang gemerisik akibat speaker yang sudah tidak lagi prima kondisinya.

Lampiran-III Ketentuan Dewan Masjid Indonesia Untuk merefleksikan kondisi yang terjadi dan saat ini berkembang, mari kita lihat kembali aturan yang dibuat oleh Dewan Masjid Indonesia. Dalam hal ketenangan beribadah, serta ada beberapa masukan tambahan yang memungkinkan untuk dapat diimplementasikan demi ketenangan dan kenyamanan. Antara lain: Speaker dengan volume yang berlebihan: •

Pengeras suara/speaker: dalam keadaan

•

Speaker dalam dan luar harus dipisahkan.

•

Pada dasarnya suara yang memakai speaker luar hanyalah adzan sebagai tanda telah tiba waktu shalat. Ketika shalat dan doa untuk kepentingan jemaah, suaranya tidak perlu dikeluarkan melalui speaker luar, cukup dengan speaker dalam, dan suara direndahkan, ibadah akan menjadi

22 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


badai kebisingan

lebih kusyu. •

Penggunaan pengeras suara pada saat sebelum waktu subuh paling awal 15 menit, dengan menggunakan pengeras suara luar saja, agar yang sedang beribadah didalam masjid tidak terganggu.

Aktivitas jumat, seperti pengumuman, doa dan khotbah sebaiknya menggunakan speaker dalam.

Speaker masjid bisa dipakai sebagai pusat informasi jemaah untuk pengumuman kematian, musibah dan bencana serta semua aktivitas demi kemaslahatan jemaah.

Hal ini akan lebih baik jika speaker dan soundsystem yang dipergunakan untuk menyerukan waktu shalat diperhatikan. Karena orang akan lebih tersentuh saat menyerukan nama Tuhan dilantunkan dengan suara indah yang bisa diresapi. Nada suara adzan dibuat seindah mungkin, kemudian para Muadzin diberikan latihan khusus agar mereka bisa melantunkan adzan dengan indah.

yang keluar dari pengeras suara masjid/ mushala. Dalam surat Al A’raf ayat 55 Allah SWT berfirman: “berdo’alah kepada Tuhanmu dengan berendah hati dan suara lembut. SesungguhnyaAllah tidak suka kepada orang yang melampaui batas” Jangankan berzikir dan berdo’a, dalam melakukan takbirpun Nabi Muhammad SAW melarang kita bersuara keras. Hal itu dapat dilihat dalam hadis yang diriwayatkan Muttafaq Alaih: “Kami berangkat bersama Rasulullah SAW, maka tatkala kami telah dekat Madinah, bertakbirlah Nabi dan yang lain ikut bertakbir dengan mengeraskan suara. Maka berkata Rasulullah SAW: “ Hai manusia, sesungguhnya Dzat yang kamu seru itu tidak tuli dan tidak jauh, sesungguhnya Tuhan yang kamu seru itu sangat dekat”

Slamet A. Sjukur: Komponis dan penggagas Masyarakat Bebas-Bising

Petunjuk dari Al-Qur’an dan Hadis: Dalam Al Qur’an telah ada petunjuk dan larangan bersuara keras dalam berdo’a. Sebagaimana sering kita dengar dari suara Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 23


Hubungan Manusia dengan Tuhan Oleh Rangga L. Tobing

Nenek moyang kita menatap hasil kerajinan tangan yang barusan mereka buat, sebagian berupa alat-alat berburu. Alat-alat yang mereka gunakan untuk memburu makanan, dari sejumlah hewan besar dan liar. Mereka mulai berpikir tentang alat-alat itu: “Jika mereka yang membuat alat-alat itu siapa yang membuat mereka?”, “Siapa yang membuat dunia ini?” , “Bagaimana semua ini bisa ada?”. Kemudian mereka melihat binatang buruan yang mereka bunuh, mereka sadar suatu saat mereka juga akan mati seperti binatang itu, atau seperti teman-teman mereka yang telah mati, akibat pertempuran, penyakit, dimangsa hewan besar, dan bencana alam. Lantas ke mana mereka akan pergi setelah kematian? Inilah awal mulanya mereka membayangkan sosok Tuhan. Ketidaktahuan mereka terhadap seluk-beluk

misteri semesta raya dan ketakutan akan kematian menjadi motivasi utama mereka mempercayai Tuhan. Tuhan tidak hanya menjamin keselamatan mereka dalam mengarungi hidup di dunia ini, melainkan juga kehidupan setelah mati. Tuhan yang awalnya mereka ciptakan akibat rasa takjub terhadap misteri alam yang luas dan ketakutan akan kematian, lambat laun menjadi narkotik yang membuat mereka terdelusi hingga mereka tidak lagi bisa didebat dengan kemungkinan bahwa Tuhan bisa jadi tidak ada. Menurut Teori Hocket-Ascher, dulu sebelum nenek moyang kita mengenal sistem komunikasi terbuka (closed system), nenek moyang kita hanya dapat berpikir dan membicarakan tentang hal-hal yang ada di depan pandangan mereka saja. Call yang

24 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


hubungan manusia

mereka bunyikan untuk menandakan makanan, karena memang ada makanan di hadapan mereka. Bunyi call menandakan bahaya karena memang ada musuh yang mengancam di depan mereka. Nenek moyang kita yang belum dapat berpikir dan membicarakan sesuatu tentang masa lalu, masa depan, terlebih lagi Tuhan maupun keindahan tubuh bidadari surga. Membutuhkan waktu yang lama bagi nenek moyang kita untuk melakukan perpindahan dari sistem call tertutup (closed system) ke sistem call terbuka. Setelah nenek moyang kita memiliki sistem call terbuka yang mengandung ciri pemindahan, mereka baru dapat berbicara mengenai sesuatu hal yang letaknya jauh dari pandangan mereka, berpikir, berimajinasi, serta pengharapan-pengharapan di masa lalu maupun di masa yang akan datang. Setelah masa inilah, nenek moyang kita dapat menciptakan sosok Tuhan sesembahan mereka. Generasi pendahulu kita tidak sepenuhnya dapat mempercayai Tuhan sebagai sesuatu yang benarbenar berbeda. Mereka menciptakan Tuhan sesuai dengan pengalaman dan keinginan mereka. Dalam kehidupan, mereka pernah mengalami rasa benci, cemburu, marah, cinta dan kasih

sayang. Mereka pun menerakan sifat ini kepada sosok Tuhan. Tuhan ini juga dapat marah, cemburu, membenci, mencintai dan mengasihi. Tuhan yang bersifat personal ini nantinya akan menjadi mesin perang pembunuh jutaan nyawa manusia, setelah dipolitisisasi oleh pemimpin yang rakus dan haus akan tanah kekuasaan. Tidak begitu jelas kapan persisnya nenek moyang kita menciptakan sosok Tuhan itu setelah sistem komunikasi terbuka mereka dapatkan. Walaupun jejak sembahan tertua yang dilakukan oleh manusia sudah ada sejak 70.000 tahun silam di Afrika, namun ritual penguburan jenazah telah ada sejak 130.000 tahun yang lalu, jauh sebelumnya penyembahan dilakukan oleh manusia. Generasi-generasi sesudah mereka, temasuk kita akan mewarisi kecerdasan bahasa yang disebut oleh Chomsky bersifat pembawaan (innate). Sehingga sistem bahasa yang kita peroleh sejak lahir telah memiliki bakat untuk berpikir dualistik. Seorang bayi secara alamiah pun telah memiliki pola berpikir dualistik teologis. Mereka cenderung akan berpikir bahwa segala sesuatu pasti memiliki tujuan, seperti nenek moyang kita yang menciptakan tombak dengan tujuan melumpuhkan binatang buruan dari jarak jauh. Pola

Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 25


Menu utama

berpikir seperti ini membuat anakanak lebih mudah menerima konsep ketuhanan dan tujuan penciptaan yang ditawarkan dalam agama-agama. Pewarisan ide-ide tentang agama dan ketuhanan ini juga mengalir dalam arus analog budaya, yang disebut gen meme oleh Dawkins. Arus gen meme agama diwariskan oleh cerita-cerita dari para orang tua dan tulisan di dalam kitab suci mereka. Di dalam lingkungan yang paling rasional sekali pun meme keimanan ini akan berusaha mempertahankan keberlangsungan eksistensinya, meme keimanan cenderung akan menolak segala pertimbangan kritis terhadapnya. Mereka akan mencari berbagai macam alasan untuk membenarkan keimanan mereka, bila menemukan fakta-fakta ilmiah membuktikan sebaliknya. Ada semacam ketakutan yang tertanam pada mereka, jika mereka berani meninggalkan keimanan mereka. Salah satunya adalah takut dengan ancaman dari Tuhan mereka yang pencemburu. Kendati pun maha fisikawan Hawking telah menyingkirkan sosok Tuhan personal ini dari penciptaan jagat raya. Sehingga tidak ada lagi ruang untuk bertanya, “Siapa yang menciptakan semesta alam ini?”. Namun, dengan berbagai macam alasan sebagian dari mereka akan tetap menghadirkan

bayangan Tuhan dalam kehidupan mereka. Narkotik itu tidak dapat mereka singkirkan. Rasa takut menghadapi ketidakpastian akan kematian adalah sembahan mereka yang sebenarnya.

Referensi: Chomsky, Noam. 1957. Syntactic Structures. Mouton & Co. Dawkins, Richard. 1978. The Selfish Gene. London: Granada Publishing. Dawkins, Richard. 2006. The God delusion. New York: Houghton Mifflin. Dennett, Daniel. C. 2006. Breaking the Spell: Religion as A Natural Phenomenon. London: Allen Lane. Hawking, Stephen. 2010. The Grand Design. New York: Bantam Books. Hocket, Charles & Robert, Ascher. “The Human Revolution”, Current Anthropology, vol. 5 No. 3, June 1954. World’s oldest religion discovered in Botswana http://www.afrol.com/ articles/23093 How evolution found God http:// www.newscientist.com/article/ mg18925361.100-belief-special-howevolution-found-god.html

26 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


gunung berapi

Gunung Berapi: Dahsyatnya Ancaman dan Berkahnya Oleh Ian Nicholls

Kengerian Gunung Berapi Gunung berapi di Indonesia dikabarkan telah menyebabkan ledakan yang paling fatal dan kerusakan yang luar biasa dari seluruh dunia. Indonesia yang terdiri dari lebih 13.000 pulau, sebagian besar mempunyai 1 atau 2 gunung berapi. Negara ini telah tercatat mempunyai paling banyak gunung berapi yang masih aktif di dunnia (semuanya ada 76). Sebagian besar dari gunung berapi yang aktif di Indonesia berada di sekitar 3000 km di palung Sunda, yang merentang melalui Jawa, Bali dan Nusa Tenggara sampai Timor.

Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 27


Menu utama

Hampir semua dari gunung berapi ini adalah akibat dari proses yang dinamakan “subduction�, yaitu piringan atau lempeng bumi yang bisa sekitar 100 km tebalnya, menukik ke bawah interior bumi dan mengalami dehidrasi, dan kemungkinan diikuti dengan pelelehan. Cairan yang penuh air dan magma bila tercampur dengan lempengan, akan mengakibatkan proses meleleh yang cukup luas dan besar. Juga lempengan semi cair yang dahsyat panasnya (>1300oC), yang membumbung dari kedalaman 100-250 km, dan kemudian meletus di palung gunung berapi.

Gerakan membumbung dan menyusupnya lempengan-lempengan bumi ini juga mengakibatkan gempa, yang kedalamannya bisa mencapai 600 km. Gempa yang menimpa Yogya pada tahun 2006 adalah salah satunya. Gunung berapi di Indonesia telah bertanggung jawab atas beberapa kerusakan terbesar di dalam sejarah. Sebuah catatan dari Tiongkok menyebut bahwa ledakan Krakatau pada abad ke-3, diikuti oleh 17 ledakan gunung Kelud dan Krakatau pada abad ke-15. 28 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


gunung berapi

Sedangkan tulisan dari beberapa peneliti Eropa dimulai dengan letusan Sangean Api pada awal abad ke-16 di Kepulauan Nusa Tenggara dan gunung api Wetar di Kepulauan Banda. Gunung Kelud sudah meletus lebih 30 kali sejak 1000 AD, sedangkan Merapi adalah gunung berapi yang paling aktif di bumi, tercatat sudah meletus lebih dari 80 kali.

Ledakan gunung Tambora di Sumbawa pada tahun 1815 adalah yang terbesar yang pernah dicatat di dunia, yang mengakibatkan 160 km3 materi volcano dan menewaskan lebih dari 70.000 jiwa. Ledakan ini juga mampu mengubah iklim, yang dikenal dengan “volcanic winter” atau “musim dingin volkano”, sehingga tahun 1816 dikenal sebagai tahun tanpa musim panas karena dampaknya pada cuaca di Amerika Utara dan Eropa. Bahkan begitu dahsyatnya dampak ledakan ini sehingga pada tahun berikutnya (1817), di bagian Timur Swiss, masih tidak ada musim panas, dan pada bulan di mana musim panas seharusnya berlangsung, malah ditemukan lapisan es di Gletser Giétro. Hal ini diakibatkan oleh serpihan-serpihan materi volkano di stratosphere dan juga berkurangnya transmisi sinar matahari dengan drastis. Ledakan gunung Krakatau yang juga disebabkan oleh air laut pada tahun 1883, telah membunuh 36.000 manusia, sebagian besar karena tsunami dan juga karena tenggelamnya pulau di sana. Kebanyakan dari bahaya gunung berapi ini disebabkan bukan oleh lavanya, tapi oleh bertubi-tubi materi yang bergerak cepat. Materi ini bisa sangat kering dan panas, membentuk pyroclastic flows (wedhus gembel) karena tumbangnya kubah lava dari puncak dan mengalirnya serpihan dan bahan-bahan lain melalui lembah dan sungai ke daerah sekitar (ini hal yang umum terjadi pada Gunung Merapi). Tapi, bisa juga lahar yang keluar Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 29


Menu utama

itu dingin dan basah, karena terpengaruh oleh hujan. Inilah yang terjadi pada Gunung Agung, Bali, yang meletus pada 1963 dan mengeluarkan lahar dingin.

Berkah sang Gunung Walaupun gunung berapi di Indonesia bisa begitu mengerikan dan berbahaya, gununggunung ini jugalah yang membentuk keindahan luar biasa. Gunung berapi yang menyebabkan terbentuknya Danau Toba di Sumatra seringkali dianggap sebagai “supervolcano” atau “gunung api super”, yang mengeduk kawah raksasa setelah ledakan bertubitubi – yang terakhir sekitar 74.000 tahun yang lalu – yang sempat menutupi wilayah itu dengan lapisan debu dan serpihan yang tebal.

Danau Toba, Sumatra Gunung berapi muda, seringkali berbentuk contong yang hampir simetris. Ketika saya terbang dari Jakarta ke Denpasar pada pagi hari, saya bisa melihat gunung-gunung yang bentuknya hampir sempurna ini. Saat itu pula, puncak gunung Merapi/Merbabu dan Sumbing/Sundoro, menyeruak dari lapisan awan. Gunung berapi ini, seperti pada hampir semua system gunung berapi di palung pulau di dunia, dikenal dengan stratovolcano, karena terdiri dari beberapa lapisan lava dan fragmen-fragmen vulkanik yang mengeras. Fragmenfragmen vulkanik ini biasanya cukup dominan di sekitar kawah puncak, yang berarti tikungan tertinggi dari gunung berapi berada dekat dengan sudut berkumpulnya materi 30 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


gunung berapi

Bentuk simetri yang hampir sempurna: Gunung Sundoro. Foto: Gunung Sundoro pada pagi dan sore hari.

Gunung Sumbing dengan puncak yang terpapras erosi.

Gunung Slamet –“ tua” (lebih kecil, di depan) dan “anaknya” ( lebih tinggi, di kiri belakang)

keras ini (~35o). Karena itu pula, gunung berapi bisa sangat menukik. Terkadang, beberapa gunung berapi punya 2 contong, yang lebih muda menandingi yang tua (yang sudah terkena erosi). Gunung Slamet di Jawa Barat, terdiri dari penggabungan gunung tua dengan anaknya. Diperkirakan, gunung Slamet ini adalah gunung yang berdiameter terbesar di Jawa (>50 km). Walaupun gunung berapi bisa cukup besar diameternya (sekitar 20-40 km) dan >2 km tingginya dari dasar, gunung ini termasuk kecil bila dibandingkan gunung api bawah laut seperti yang ada di Hawaii. Diameter gunung laut di Hawaii ini mencapai 150 km dan menjulang lebih dari 3 km dari dasar laut. Selain keindahan dari gunung berapi, suburnya tanah Indonesia juga merupakan berkah dari adanya gunung ini. Bahkan mungkin Indonesia mempunyai tanah yang paling subur Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 31


Menu utama

di dunia.

Hubungan Spesial: Saya dan Gunung Berapi di Indonesia Pengalaman saya dengan gunung berapi di Indonesia dimulai pada tahun 1971. Saat itu, saya meneliti bersama dengan ahli geologi dari Amerika yang sedang berkunjung ke VSI (The Volcanological Survey of Indonesia) di Bandung, dan juga beberapa akademik dari Universitas Padjadjaran, Yogya. Dengan beberapa teman dari Padjadjaran, saya mendaki Gunung Sundoro, yang saat itu mengepulkan asap cukup banyak. Kami juga mempunyai pemandu saat itu. Mendaki selama 5 jam dari ketinggian 1300 meter menuju puncak yang hampir 3000 meter bukanlah apa-apa bagi si pemandu. Para pendaki dari Padjadjaran harus bersusah payah dan bahkan mulai terbatuk-batuk pada awal pendakian, sedangkan saya masih amat bersemangat. Tapi, semakin tinggi kami mendaki, saya mulai terengahengah, sedangkan teman-teman saya dari Padjadjaran justru kelihatan lebih bugar. Setelah 7 jam mendaki, saya hanya bisa mengumpulkan 4 buah sampel untuk bahan penelitian saya. Setelah pengalaman ini, saya memutuskan untuk mendapat sampel dari lembah, bagian yang lebih rendah dari gunung berapi ini. Perjalanan saya kedua di Indonesia ditemani oleh 2 mahasiswa S3 saya dari ANU (The Australian National University). Kami dibantu juga oleh para staff VSI yang mendapatkan mobil jeep Gaz beserta supir dan kernet. Tugas utama sang kernet adalah menyiduk air dari sungai untuk menjaga supaya mesin tetap dingin. Kami berhasil mendapatkan sampel dari 15 gunung berapi di Jawa Barat dan Tengah. Perjalanan terakhir saya ke Jawa adalah tahun 1986, dengan dua orang murid S3 saya dari Monash University. Dari ketiga perjalanan ini, penduduk lokal amatlah membantu dalam memberi informasi kepada kami. Sebelum pendakian ke gunung, kami selalu meminta ijin kepala desa untuk melakukan pendakian dan pengambilan sampel. Mereka selalu menyetujui sambil memberi teh panas yang nikmat! Gunung berapi memang bisa begitu mengerikan. Namun, kengerian ini juga bisa membawa berkah. Dan gunung-gunung inilah yang membuat saya mengunjungi dan melakukan perjalanan beberapa kali ke Indonesia.

Ian Nicholls, dosen senior di bidang Geologi di Monash University – Australia. 32 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


sebuah kutukan?

Kekayaan Alam Indonesia: Sebuah Kutukan?

Foto: Erlin G.

Oleh Marcel Hizkia Susanto

Beberapa negara yang kaya akan Sumber Daya Alam seringkali rakyatnya menderita kemiskinan. Contohnya adalah Negara-negara Afrika yang kaya akan berlian, emas dan uranium. Mengapa hal ini terjadi? Apakah kekayaan alam sebuah kutukan? Namun, Australia, Norwegia dan Amerika Serikat yang mempunyai kekayaan alam, tidak terjebak dalam “kutukan� ini. Rakyatnya tergolong cukup makmur. Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 33


Menu utama

Foto: Erlin G.

Artikel ini akan menguak beberapa hal yang menyebabkan kekayaan alam suatu Negara menjadi kutukan bagi rakyatnya. Kita selalu mendengar bahwa Indonesia memiliki kekayaan alam tak ternilai, dan ini adalah sebuah berkat. Tapi betulkah hal ini? Lalu, mengapa banyak sekali rakyat Indonesia masih dalam taraf kemiskinan? Contoh lain adalah negara-negara Afrika yang kaya akan berlian, emas, minyak, uranium, tapi sampai sekarang rakyatnya masih kelaparan. Sementara Singapura dan Jepang yang tidak memiliki kekayaan alam sama sekali, jauh lebih makmur daripada negara-negara Afrika.

Beberapa ilmu ekonomi memiliki wacana yang disebut “Resource curse� atau kutukan kekayaan alam. Namun, Norwegia, Botswana, Australia, dan Amerika Serikat memiliki kekayaan alam yang cukup berlimpah, tapi tak terjebak dalam kemiskinan seperti kebanyakan negaranegara Afrika. Jadi, kekayaan alam memang bisa menjadi kutukan tetapi menjadi berkat bagi negara pemiliknya. Paul Collier di bukunya, The Plundered Planet, merumuskan hal yang sering terlupakan tentang hubungan kekayaan alam dengan kemakmuran:

34 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


sebuah kutukan?

Kekayaan alam + Teknologi + Regulasi = Kemakmuran Ini adalah apa yang terjadi di Norwegia, Botswana, Australia, Amerika Serikat, dan negara-negara lain yang berhasil memanfaatkan kekayaan alam mereka. Namun yang terjadi di Indonesia dan banyak negara berkembang & miskin adalah:

Kekayaan alam + Teknologi – Regulasi = Penjarahan Hal ini tentu saja menimbulkan reaksi keras dari para pencinta lingkungan. Banyak pencinta lingkungan berpendapat, teknologi dari jaman setelah revolusi industri merusak lingkungan, jadi kuncinya adalah kembali ke alam. Setiap orang menanam sayurannya masing-masing, dan barang tambang ditambang secara tradisional. Mereka ini tentu saja ingin pemerintah menerapkan peraturan yang memastikan berakhirnya pertanian modern yg sarat dg “Zat/hal non organik,” dan pertambangan skala besar. Mereka tak sadar bahwa hal ini sama saja dengan:

Kekayaan alam – Teknologi + Regulasi = Kelaparan & Kemiskinan Masyarakat pedesaan, semiskin apapun, bisa menanam sayuran dan buah-buahannya di tanah mereka, bahkan beternak untuk konsumsi keluarga mereka sendiri Namun, masyarakat miskin yang tinggal di kota, tak akan bisa melakukan hal ini. Mereka butuh makanan murah, surplus dari daerah pertanian dan peternakan. Berakhirnya pertambangan skala besar juga akan mengakibatkan berkurangnya pasokan barang tambang untuk industri, dan naiknya harga barang-barang produksi industri. Sekali lagi, masyarakat miskin di kotalah yang paling merasakan dampak negatifnya. Agar semua lapisan masyarakat bisa menikmati kekayaan alam, kita tak bisa memilih antara teknologi atau regulasi. Kita membutuhkan keduanya. “Resource Curse” bisa dihindari dengan banyak cara, bukan hanya dengan tidak mengexploitasi kekayaan alam kita. Salah satu masalah pembagian kekayaan alam adalah korupsi pemerintah yang bersangkutan. Perusahaan pertambangan (yang biasanya dari pihak asing) bisa bekerja sama dan membagi keuntungan dengan beberapa gelintir pejabat, sehingga perusahaan bisa mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya. Sedangkan rakyat di mana kekayaan alam itu berada, mendapat bagian yang amat minim, terkadang bahkan tidak mendapat

Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 35


Menu utama

apapun. Contohnya adalah Papua Barat yang mempunyai tambang emas terbesar di dunia tapi rakyatnya tetap miskin.

Pertambangan: Untuk Kantong Pejabat atau Rakyat? Kontrak pertambangan selain dibayar dengan uang, juga bisa dengan membangun infrastruktur. Pembangunan infrastruktur memiliki beberapa keuntungan dibandingkan pemberian uang kepada pemerintah lokal. Salah satunya sisi positifnya: Pembangunan infrastruktur bisa menjamin bahwa pembayaran atas kekayaan alam tersebut digunakan untuk kepentingan Jelas, transparansi adalah musuh korupsi. Indonesia sudah melakukan langkah awal untuk meningkatkan transparansi: dengan melamar untuk menjadi peserta “Extractive Industries Transparency Initiative� atau EITI, sebuah piagam internasional yang bertujuan untuk menerapkan standard internasional dalam transparansi bisnis pertambangan. Salah satu prinsip EITI adalah mengusahakan bahwa sebagian besar kekayaan alam suatu Negara diupayakan untuk pembangunan dan pemberantasan kemiskinan di Negara tersebut. Komitmen terhadap EITI adalah langkah awal untuk meningkatkan transparansi, bukan tujuan akhir. Korupsi bukan satu-satunya masalah dalam industri pertambangan. Ketidak seimbangan informasi adalah masalah akut lainnya.

Perusahaan pertambangan global memiliki ahli geologi terbaik, akuntan terbaik, ahli hukum terbaik, jadi ketika mereka merundingkan kontrak dengan pemerintah lokal, mereka tahu banyak, sementara pemerintah lokal tahu jauh lebih sedikit. Akibatnya, biarpun pemerintah lokal tidak korup, kontrak yang dibuat akan tetap saja tidak adil, jauh lebih menguntungkan pihak perusahaan. Satu teknik untuk meminimalisir hal ini adalah dengan melelang hak untuk menambang yang bersangkutan. Dengan lelang, perusahaan – perusahaan pertambangan akan bersaing satu sama lain untuk memberikan harga terbaik, sehingga kekurangan informasi pihak pemerintah/ pelelang bisa diminimalisir. Namun, lelang saja tidak cukup, sebab harga komoditas apapun selalu fluktuatif, kadang naik, kadang turun. Harga yg adil saat lelang berlangsung bisa jadi sangat tak adil ketika harga komoditas yang bersangkutan naik atau turun drastis. Sebelum lelang dilakukan, kontrak harus jelas, hal-hal yang hendak dilelang harus jelas, sehingga fluktuasi harga tidak merugikan pihak perusahaan maupun pihak negara. Namun, menebak fluktuasi harga komoditas adalah sebuah kemustahilan. Apakah ada metode untuk membatasi kerugian kedua belah pihak akibat fluktuasi yang sudah pasti ini? Mungkin jawaban untuk hal ini bisa kita temukan di Afrika.

36 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


sebuah kutukan?

Trend investasi perusahaan pertambangan Cina di Afrika menunjukkan bahwa kontrak pertambangan tidak melulu mengenai uang. Perusahaan-perusahaan Cina setuju untuk membayar hak pertambangan dengan pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur memiliki beberapa keuntungan dibandingkan pemberian uang kepada pemerintah lokal: 1. Pembangunan Infrastruktur tak bisa dialihkan atau diperebutkan. Seandainya pemerintah menerima 100 milyard dolar, besar sekali kemungkinan uang tersebut akan menjadi rebutan para pejabat dari berbagai departemen. Jadi, pembangunan infrastruktur bisa menjamin bahwa pembayaran atas kekayaan alam tersebut digunakan

untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk hal lain. 2. Pembangunan infrastruktur juga menjamin, kalaupun pembangunan tersebut dikorupsi, masih ada yang diterima oleh rakyat jelata (misalnya: jalanan, sekolahan, rumah sakit, perpustakaan, dan lain-lain). Seandainya pembayaran dilakukan dalam bentuk uang, korupsi bisa membuat tidak sepeserpun uang pembayaran sampai ke tangan rakyat. 3. Nilai infrastruktur biasanya melebihi nilai nominal. Misalnya, jalan tol yang dibangun dengan menghabiskan uang 100 milyard, bernilai lebih dari 100 milyard karena jalan tol tersebut menjamin terhubungnya kota-kota

Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 37


Menu utama

yang dilalui, sehingga membuat ekonomi kota-kota itu hidup. Namun, perjanjian antara negara Afrika dengan perusahaan pertambangan Cina dikritik karena semua negosiasi dilakukan di balik pintu, sementara penilaian nilai proyek, pengawasan pembangunan, dan pemeriksaan hasil pembangunan semuanya dilakukan oleh pihak perusahaan, sehingga kemungkinan pihak perusahaan mencurangi pihak pemerintah terbuka amat lebar. Di sinilah pentingnya lelang. Bila hak untuk menambang diperebutkan oleh konsorsium-konsorsium yang berbeda dalam bentuk lelang, akan ada kompetisi, perbandingan, dan kemungkinan pihak perusahaan mencurangi pemerintah akan jauh lebih rendah. Proses pembangunan itu sendiri harus terus menerus diawasi untuk meminimalisasi penyelewengan oleh pihak manapun. Idealnya, pengawasan juga dilakukan oleh LSM lokal, LSM internasional, dan oleh lembagalembaga dan orang-orang yang memiliki kemampuan untuk melakukan pengawasan di semua bidang. Ini bukan satu-satunya cara untuk menjamin lebih tercapainya kesejahteraan rakyat via kekayaan alam. Masih ada setidaknya satu cara lagi. Cara tersebut sebenarnya cara lama: nasionalisasi.

Nasionalisasi?

Reaksi pertama dari para ekonom “kanan� tentu saja adalah kecaman: “Negara tidak akan bisa mengolahnya dengan efisien!�. Mereka tentu saja menunjuk fakta bahwa, negara-negara berkembang yang sarat korupsi lebih tak mungkin lagi mengolah kekayaan alam dengan efisien. Ada satu negara yang membuktikan betapa salahnya ucapan mereka: Malaysia. Ketika Malaysia membuka perusahaan minyak nasional mereka, Petronas, Malaysia adalah negara yang ekonominya amat bergantung pada sektor pertambangan. Sekarang, Petronas sudah menjadi perusahaan minyak internasional, dan sektor manufaktur mendominasi ekonomi Malaysia. Bandingkan dengan Pertamina di Indonesia, satu-satunya perusahaan minyak yang bangkrut saat booming minyak terjadi. Bedanya jelas sekali: keuntungan Petronas dimasukkan ke kas negara oleh manajer yang lebih jujur, sementara keuntungan Pertamina dimasukkan ke kas pribadi oleh koruptor. Untuk meminimalisasi korupsi seperti di masa lalu, transparansi harus ditingkatkan. Sekali lagi kita kembali ke masalah korupsi. Selama korupsi masih merajalela, jangan harap nasionalisasi kekayaan alam akan memakmurkan rakyat.

Penyakit Belanda Yang mengherankan, di Belanda, yang tingkat korupsinya relatif amat rendah,

38 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


sebuah kutukan?

beberapa tahun setelah ditemukan gas bumi di dasar laut, ekonomi mereka menjadi lesu. Ada apa gerangan? Kita kembali ke “Resource Curse.” Salah satu dampak negatif yang bisa terjadi pada negara pemilik sumber daya alam adalah “Penyakit Belanda” atau “Dutch Disease”. Dinamakan demikian karena hal ini pertama kali terjadi di negeri Belanda saat mereka menemukan cadangan gas bumi di dasar laut mereka pada tahun 1960an. Setelah mereka mengeksploitasi cadangan gas bumi tersebut, ekonomi mereka malah jadi lesu. Lebih anehnya lagi, tingkat korupsi Belanda relatif amat rendah dibanding negara berkembang. Ada apa gerangan? Jawabannya ada di nilai mata uang Belanda saat itu: Gulden. Ketika negeri Belanda menerima devisa dari penjualan gas bumi, mereka menukarkannya ke Gulden untuk membiayai pembangunan negara mereka. Sesuai hukum permintaanpenawaran, nilai mata uang Gulden melonjak, membuat semua barang “Made in Netherland” lebih mahal dari sebelumnya, sehingga kenaikan pemasukan di sektor pertambangan dibarengi dengan penurunan pemasukan dari sektor manufaktur. Sektor pertambangan tidak menyerap tenaga kerja sebanyak sektor manufaktur, jadi secara keseluruhan, ekonomi negeri Belanda malah turun setelah mereka mengekspor kekayaan alam mereka. Solusi untuk Belanda jelas: devisa dari

penjualan kekayaan alam TIDAK BOLEH diboroskan untuk membiayai pembangunan berjangka dalam negeri. Uang tersebut seharusnya dipakai untuk membiayai impor, selebihnya ditabung. Untuk membiayai pembangunan di dalam negeri, Belanda harus mengandalkan pemasukan dalam negerinya, misalnya via pajak. Norwegia bertindak berbeda dari Belanda. Ketika Norwegia mengeksploitasi cadangan minyak bumi di dasar lautnya, devisa yang dihasilkan oleh penjualan minyak tersebut diinvestasikan di pasar uang internasional. Selain Penyakit Belanda, pemerintah yg jujur bisa melakukan blunder lainnya: pemerintah melakukan pemborosan terhadap uang negara karena menghitung pemasukan di masa depan sebagai pemasukan di saat ini. Masalahnya adalah, harga komoditas yang bersangkutan bisa kolaps, ongkos extraksi bisa melonjak, atau cadangan kekayaan tersebut juga bisa saja habis lebih cepat karena kesalahan perhitungan awal. Sekali lagi, skenario menabungkan hasil penjualan devisa di luar negeri menjamin tidak terjadinya pemborosan devisa. Namun, solusi yang diterapkan Norwegia bukanlah solusi terbaik untuk negara yang belum kaya. Pemasukan pajak di negara berkembang seringkali cuma cukup untuk membiayai perawatan, tak cukup untuk membiayai pembangunan, mau tak mau pemerintah membutuhkan pemasukan

Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 39


Menu utama

ekstra. Sektor manufaktur di negara tidak kaya biasanya terhambat dua hal: kurangnya sumber daya manusia dan minimnya infrastruktur. Untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia, pendidikan adalah kuncinya. Devisa bisa digunakan untuk mengimport tenaga pengajar dan pelatih yang dibutuhkan untuk menciptakan SDM lokal yang kompeten. Sumber daya yang seakan melimpah bisa menyebabkan keinginan untuk menghamburkan devisa. Padahal, sebaiknya hal ini digunakan untuk memperbaiki infrastruktur jangka panjang.

Resep Paling Jitu? Resep yang paling jitu mungkin belum ada, tapi beberapa hal yang bisa mengupayakan daya guna kekayaan alam secara maksimal untuk rakyat: 1. Komitmen pemerintah Indonesia terhadap EITI harus benar-benar direalisasikan dengan menjadikan Indonesia peserta EITI.

ke banyak konsorsium melalui metode lelang. 4. Realisasi proyek infrastruktur itu harus diawasi dengan seksama oleh berbagai organisasi yang memiliki kemampuan untuk meminimalisasi penyelewengan. 5. Devisa yang akan didapat akan menguatkan mata uang Rupiah. Penguatan tersebut harus diwaspadai dan dikendalikan agar tak membuat industri manufaktur Indonesia terlalu mahal di dunia internasional. Paling tidak, inilah yang harus diupayakan oleh pemerintah Indonesia saat ini, supaya kekayaan alam tidak menjadi kutukan bagi rakyatnya sendiri.

Marcel Hizkia Sutanto: Saat ini sedang menyelesaikan studi Master Kajian Asia Tenggara di Universitas Passau, Jerman

2. Komitmen terhadap EITI adalah langkah awal untuk transparansi dan pembasmian korupsi, bukan tujuan akhir. 3. Pemerintah sebaiknya meminta pembayaran dari perusahaan pertambangan dalam bentuk proyek infrastruktur, yang akan ditenderkan 40 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


kajian musik

Beberapa Kesalahpahaman dalam Wacana Interkultural Sebuah Kajian Musik Oleh Dieter Mack

*Artikel yang dimuat di sini adalah ringkasan dari catatan program dari Donaueschinger Musiktage 2008. Diterjemahkan oleh Soe Tjen Marching. Persilangan dan percampuran antar-budaya telah terjadi hampir sama tuanya dengan adanya manusia di bumi. Konfrontasi antar-budaya juga telah menjadi bagian dari perkembangan ini, baik secara positif maupun negatif. Dilihat dari sini, kurangnya diskusi tentang percampuran budaya pada tahun 1950 dan 1960an di Eropa tentunya harus dibahas. Perang dingin pasti mempengaruhi jaringan dan hubungan budaya.

Situasi di Jerman (Negara saya berasal), bahkan lebih parah, karena alasan yang berbeda. Kekejaman dan ras-diskriminasi dari Nazi telah meninggalkan beban tersendiri bagi seniman Jerman. “Rasa bersalah” ini seolah tidak memperbolehkan mereka untuk menjajagi budaya lain. Lebih-lebih lagi, pada tahun 1950an dan 1960an, pengaruh dari filsuf Theodor W. Adorno begitu besarnya sehingga para seniman tidak ingin mencoba untuk “keluar” – ke arah interkultural. Bahkan

Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 41


Menu utama

mungkin “rasa bersalah” ini juga yang menyebabkan musikolog dan ahli pedagogi musik Gertrud Meyer-Denkmann pernah berpendapat bahwa keterlibatan saya dengan budaya Indonesia sebagai kejahatan budaya. Dan hal ini dinyatakannya pada tahun 2004! Tidak penting apakah yang saya lakukan itu berdampak positif atau negatif – keterlibatan saya sudah cukup untuk membuatnya mengambil kesimpulan demikian! Memang, masih banyak stigma dan halangan dalam hal ini. Hubungan interkultural masih mempunyai “sisi gelap”, tapi sekarang, kita seharusnya bisa membahas topik ini dengan kacamata yang lebih netral. Namun, mendekati berbagai budaya dalam konteks global menyiratkan perbedaan yang luar biasa, dan sungguh sukar untuk mendapat pandangan yang

umum. Jepang, Korea dan Tiongkok telah mengadaptasi musik Barat dengan begitu dalam dan begitu kuat, bahkan (kecuali di Tiongkok), kebudayaan musik tradisional mereka hampir terancam hilang. Menariknya, seniman kontemporerlah yang telah setapak demi setapak, membangkitkan kembali warisan dan akar musik mereka ini. Situasi di Indonesia lain lagi, dalam hubungan interkultural ini. Ada sekitar 350 kelompok etnis hidup di Indonesia, masingmasing dengan kebudayaan musiknya yang unik. Karena itulah, perkembangan musik etnik di Indonesia bisa sangat berbeda satu dari lainnya. Namun, musik di Indonesia saat ini hampir tidak bisa dipisahkan dari dikotomi politik. Bersamaan dengan terbentuknya suatu Negara-bangsa pada awal pertengahan abad ke-20 ini, terdapat dua kelompok yang cukup bertentangan: •

Pada satu sisi, ada kelompok nasionalis yang mencoba mempromosikan budaya dan aspirasi lokal sebagai landasan identitas bangsa baru ini.

Pada sisi lain, ada kelompok radikal modern, yang percaya pada kebijakan yang berafiliasi Barat, baik dalam bidang budaya maupun ilmu pengetahuan dan hidup sehari-hari. Alasan utama mereka: Hanya dengan

Relief kelompok musisi di candi Borobudur

42 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


kajian musik

demikian, Indonesia bisa meninggalkan status mereka sebagai Negara ketiga1 . Harus diketahui bahwa masing-masing “anggota” dari kedua kelompok ini tidak mempunyai pendapat seragam. Bahkan mereka juga terpecah lagi, terutama dalam kelompok sekuler dan agamis yang cukup fanatik (terutama Kristen). Sampai sekarang, masih mengherankan, bahwa di Negara yang mayoritasnya Islam, hampir semua sektor pendidikan musiknya ditangani oleh orang-orang Kristen, yang karena beberapa alasan, lebih tertarik pada musik Gereja dan klasik tradisional Barat. Pada awal 1950an, dikotomi yang disebut di atas menemukan suatu penyelesaian (yang khas Indonesia), yaitu: Dua Universitas Musik didirikan. Inilah akademi musik yang pertama kalinya di Indonesia: satu di Surakarta untuk gamelan, dan yang lain di Yogya untuk musik Barat. Karena sistem sekolah umum dibangun kebanyakan oleh pemerintah kolonial Belanda sejak akhir abad ke-19, Indonesia terus menggunakan garis besar kurikulum yang sudah ditentukan oleh Belanda, yaitu: musik Barat tonal yang “primitif ”. Sebaliknya, ada gerakan “Taman Siswa” yang terkenal sejak 1920an, yang dipelopori oleh seorang pendidik sekaligus seniman Ki Hajar Dewantara. Beliau menyukai

1 Secara pribadi, saya sama sekali tidak menyetujui dengan konotasi ini.

aspirasi budaya lokal dalam konsep pendidikan. Payahnya, beliau tidak pernah bisa memasukkan prinsip-prinsip ini ke sistem pendidikan Indonesia secara keseluruhan. Ini karena alasan sepele yang sangat penting: Karena dianggap terlalu berorientasi Jawa-sentris dan bertentangan dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, walaupun setelah itu “tunggal ikanya” selalu menjadi kebijakan utama (mungkin tidak begitu waktu jaman Soekarno tapi lebih pada jaman Suharto – lihat saja, kebijakannya tentang transmigrasi yang amburadul). Hingga sekarang, pendidikan musik di sekolah umum, kebanyakan masih lebih berdasarkan teori musik Barat, atau apa saja yang dianggap oleh para pengajarnya sebagai teori musik Barat! Walau begitu, beberapa kegiatan aktifis musik Nusantara, termasuk saya, sejak 1992 telah cukup berhasil. Tujuan kami (saat itu, dan hingga kini) adalah mengubah pendidikan musik di sekolah-sekolah umum untuk mengarah pada warisan budaya etnik-etnik Indonesia sendiri. Tapi Negara ini sangat kompleks, untuk memperbolehkan penyelesaian yang cepat, apalagi bila masih ada otoritasotoritas kaku yang bercokol di dalam sistem tersebut. Bersamaan dengan ini, ada beberapa akademi seni (dan beberapa sekolah menengah kejuruan Seni) tumbuh di berbagai penjuru untuk meningkatkan pendidikan akademik dalam bidang musik tradisional.

Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 43


Menu utama

beberapa alasan tersisihkannya pendidikan musik terutama di sekolah-sekolah umum di Indonesia:

Kelompok-kelompok gamelan di luar Indonesia terus bertambah

Namun, generasi muda Indonesia masih tumbuh dengan pengetahuan musik Barat yang tidak luas. Pada saat yang bersamaan, seniman muda berbakat juga bermunculan di institusi-institusi seni, tapi mereka tidak punya penonton, karena para calon penonton ini mengalami pendidikan yang berbeda. Lebih-lebih lagi dengan pengaruh media dan juga membanjirnya musik pop Barat serta lokal. Karena itulah, kesenian adat dan kontemporer semakin terkucilkan dan lebih bisa diterima di dunia Barat, daripada di Negara mereka sendiri. Coba perhatikan, bagaimana rekaman ofisial beberapa musik adat Indonesia dipublikasi di Barat, dan hanya sedikit sekali sampai ke Indonesia kembali. Karenanya, kelompok-kelompok gamelan di luar Indonesia terus bertambah, begitu juga pegiat seni musik adat, tradisional dan kontemporer. Sekarang, saya ringkas sedikit tentang

1. Sebagai Negara-bangsa yang beragam budayanya, Indonesia dengan gigih dan sedikit putus-asa mencari sesuatu yang “nasional�, sesuatu yang menyatukan di atas semua keberagaman, di saat mendirikan suatu bangsa pada tahun 1945. Masalah bahasa bisa dipecahkan dengan lebih mudah, yaitu Indonesia yang berasal dari Melayu. Tapi dengan musik, pilihan apa pun dari musik tradisi atau adat akan bisa menjadi pemicu protes dari kelompok etnis yang lain. Karena keberagaman saat itu lebih merupakan slogan, daripada kebijakan nyata, hanyalah “import� dari musik Barat yang dianggap menjadi penyelesaiannya. 2. Keputusan untuk mengambil musik Barat yang tonal, didukung oleh kenyataan bahwa selama pergerakan kemerdekaan, beberapa tokoh nasionalis yang mengenyam pendidikan di Belanda, menciptakan 25-30 lagulagu nasional dalam musik tonal Barat. Lagu-lagu ini wajib dipelajari sejak masuk sekolah, walaupun kualitasnya cukup buruk dan wilayah tinggi-rendah nadanya juga tidak sesuai. 3. Sistem pendidikan telah lama sangat dikuasai oleh orang-orang Kristen yang dididik di Belanda selama masa-masa

44 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


kajian musik

Gamelan Jawa dimainkan di Kuala Lumpur, Malaysia.

pertumbuhan awalnya. 4. Agar tidak dianggap sebagai dunia ketiga, budaya barat harus diadaptasi untuk menciptakan bintang yang mengglobal seperti Michael Jackson. Sebuah artikel yang ditulis oleh Fajar Budiman, berjudul “Sejumlah Kendala Menghadang Pembangunan Musik Indonesia� (Suara Pembaruan, 23 Mei 1993) menyatakan bahwa Indonesia harus meniru Amerika Serikat yang punya bermacam bintang, seperti Michael Jackson, New Kids on the Block atau Guns N’ Roses. Menurut Fajar Budiman, kalau Indonesia punya industri musik seperti itu, bisa memberi dukungan dana kepada seni tradisional.

Tapi, keputusan-keputusan di atas mendatangkan dampak yang cukup luar biasa. Berhubungan dengan ini, saya akan membahas tentang perbedaan tradisi lisan dan tulisan dari budaya musik Indonesia dan Barat:

Budaya Lisan vs Tulisan Musik adat di Indonesia keseluruhannya diwariskan secara lisan. Improvisasi tidaklah begitu penting, kecuali untuk beberapa teknik variasi, tapi juga berdasarkan aturan-aturan ketat dalam beberapa bentuknya, misalnya, di Jawa Barat. Perjalanan lisan dari bentuk-bentuk seni

Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 45


Menu utama

yang fungsional mencerminkan kesadaran akan kesamaan, yang berarti: ada hal yang sama, yang selalu seperti itu sebelumnya. Tradisi dirasakan sebagai suatu fungsi dan kaedah-kaedah yang tetap. Perubahan apa pun bisa dianggap sebagai ancaman bagi tradisi itu, dan juga bagi stabilitas masyarakatnya. Kalaupun masyarakat sadar akan adanya variasi, hal ini lebih dianggap sebagai pengejawantahan pribadi akan hal yang sama. Dengan demikian, sejarah atau yang lebih tepat, perkembangan sejarah yang dinamik hampir tidak dikenal pada budaya seperti itu, walaupun perubahan sangatlah nyata di dalamnya. Mungkin saya bisa menggambarkan sedikit pengalaman pribadi: Ketika saya belajar sebuah lantunan gamelan “Galang Kangin” dari guru saya, dia, seperti biasanya, menyatakan bahwa dia akan mengajarkan “satu-satunya” versi yang benar yang dia pelajari dari ayahnya, yang mempelajari dari kakeknya, dan seterusnya. Suatu saat, secara kebetulan saya memperdengarkan dia sebuah versi “Galang Kangin”, yang direkam pada 1928. Versi ini cukup berbeda dari yang diajarkan oleh guru saya karena perubahan dari berbagai tahap pewarisan oral. Tapi guru saya menekankan bahwa pemain gamelan yang kami dengar itu bermain buruk, melakukan banyak kesalahan, dan lain-lain. Adanya perubahan dan perkembangan yang tak terhindarkan karena perjalanan lisan ini

tidak dapat diterimanya. Bagi guru saya, tradisi adalah sesuatu yang tak berubah. Dilihat dari pandangan ini, konfrontasi dengan seni musik Barat cukup fatal, karena pengertian mereka akan perkembangan sejarah, terutama karena naskah tertulis yang menjadi landasan dari budaya Barat. Tidak mengherankan bagi orang Indonesia, bahasa musik Beethoven tidaklah berbeda dari Stockhausen. Bahkan, musik kontemporer di Indonesia masih jarang dilihat sebagai sebuah bentuk seni, ataupun sebagai mata-tombak dari perkembangan budaya musik. Namun ada fenomena menarik: dalam 1015 tahun terakhir terutama di Bali, beberapa komponis mulai mempunyai kesadaran yang berbeda. Ini karena tersedianya rekaman musik Bali sejak tahun 1960an. Bahkan, rekaman dalam musik ini mulai mengambil alih fungsi naskah musik dan menjadi dokumen sejarah. Tapi, secara umum, perbedaan antara tradisi lisan di Indonesia, dan tulisan di dunia musik Barat telah membawa dampak yang besar dalam pengertian budaya musik dan dalam hubungan interkultural ini. Dieter Mack, komponis dan Professor bidang komposisi di University of Music Lübeck – Jerman.

46 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


masih dijajah?

Bangsa Kita: Masih Dijajah?

Foto: Erlin G.

Oleh Arif Saifudin Yudistira

�Kemerdekaan berarti mengakhiri untuk selamalamanya penghisapan bangsa oleh bangsa yang tak langsung maupun yang langsung�, Begitu seru Sukarno. Namun, berpuluh tahun setelah Indonesia meraih kemerdekaannya, hutang bangsa ini membengkak, SDM kita masih dikuasai oleh elit, para pejabat dan perusahaan luar negeri. Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 47


Menu utama

Kedaulatan ekonomi negeri ini sepertinya sudah hilang sebab negeri ini sudah dihabisi dari berbagai aspek. Posisi Indonesia secara geografis sedari dulu sudah menempati percaturan penting dalam posisi ekonomi-politik dunia. Indonesia menjadi sasaran bagi Negara-negara besar dunia untuk dijadikan daerah pasar yang empuk. Kekayaan alam Indonesia yang begitu luar biasa juga membuat para negeri kapital tertarik untuk menikmati apa yang ada di “bumi emas” ini. Tak heran, Tan Malaka menyatakan: “Tidak ada Negara yang letaknya lebih berbahagia dari letak Indonesia”. Dalam ingatan kita masih segar ketika presiden Bush datang ke Indonesia. Sikap inferior muncul pula di negeri kita. SBY merasa perlu membuat lapangan helikopter di Bogor hanya untuk menyambut Presiden Bush. Meskipun kita tahu kedatangan bush tidak lain adalah demi memperlancar kepentingannya melancarkan kolonialisasi di Indonesia secara halus. Perjuangan melawan penjajah tidak saja dari luar, tetapi juga dari dalam. Meminjam istilah yang dipakai Sukarno: ”Kemerdekaan berarti mengakhiri untuk selama-lamanya penghisapan bangsa oleh bangsa yang tak langsung maupun yang langsung”. Oleh karena itu, bagian dari perjuangan kemerdekaan yang sepertinya masih relevan sampai sekarang adalah mengakhiri penghisapan ekonomi. Lebih lanjut lagi

Sukarno berbicara tentang cita-cita nasional kita setelah merdeka: ”Cita–cita kita dengan keadilan sosial ialah satu masyarakat yang adil dan makmur dengan menggunakan alat-alat industri, dengan alat-alat tehnologi modern. Asal tidak dikuasai sistem kapitalisme”.

Perjalanan Kita: Tetap sebagai Bangsa Terjajah? Dulu, kita dijajah oleh Belanda, sekarang kita dijajah oleh para elit dan pejabat tinggi kita sendiri. Sumber Daya Alam kita digadaikan oleh mereka. Perang melawan kapitalisme sudah berawal sejak berabad yang lalu ketika VOC [Vereenigde Oost-Indische Compagnie/ Kompeni dagang India Timur, 1602-1799] tampil sebagai kekuatan monopoli dagang atas beberapa hasil bumi nusantara. Setelah VOC bangkrut, pada 1799, kekuasaannya pada 1800 diserahkan pada pemerintah Belanda. Sampai pada 1910 pemerintah Belanda telah meluaskan kekuasaannya atas hampir seluruh nusantara. Sukarno menggambarkan kekejaman VOC ini dalam pembelaannya di depan pengadilan kolonial Bandung: “Kita mengetahui, bagaimana untuk menjaga monopoli di kepulauan Maluku itu, kerajaan Makassar ditaklukkan: Perdagangannya dipadamkan, sehingga penduduk Makassar itu ratusan, bahkan ribuan yang kehilangan mata pencaharian dan terpaksa menjadi bajak laut yang

48 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


masih dijajah?

merampok kemana-mana. Kita mengetahui, bagaimana di tanah Jawa dengan politik devide et impera yakni dengan poltitik ‘memecah belah’ seperti dikatakan Prof. Veth atau Clive Day atau Raffles, kerajaankerajaannya satu persatu diperhamba, ekonomi rakyat oleh sistem monopoli, contingenten dan leverantien, sama sekali disempitkan, ya sama sekali didesak dan dipadamkan”. Pada masa setelah kemerdekaan, Sukarno dengan gigih memperjuangkan kedaulatan ekonomi kita dari penghisapan asing. Proposal hutang luar negeri sudah diajukan sejak tahun 1947. Yang mencengangkan adalah, kemerdekaan Indonesia harus dibayar dengan pengakuan hutang Indonesia kepada negeri Hindia Belanda. Sehingga pada tahun 1950, pemerintah memiliki dua hutang luar negeri pertama warisan Hindia Belanda sebanyak US $ 4,3 miliar dan hutang baru US $ 3,8 miliar. Setelah itu, hutang luar negeri baru terus mengalir. Dalam periode 1951-1956, hutang luar negeri yang dibuat pemerintah masing-masing berjumlah: Rp 4,5 miliar, Rp 5,3 miliar, Rp 5,2 miliar, Rp 5,2 miliar, Rp 5 miliar, dan Rp 2,9 miliar. Kemudian, kondisi politik yang mempengaruhi ekonomi Indonesia pada waktu itu adalah peristiwa konfrontasi Indonesia dengan Malaysia pada tahun 1964, yang kemudian Sukarno menasionalisasi perusahaanperusahaan Inggris, ini adalah proses

nasionalisasi kedua setelah perusahaanperusahaan Belanda dinasionalisasi tahun 1956. Bahkan sampai saat ini hutang Indonesia yang harus dibayar dan total bunga yang harus dilunasi adalah sebesar Rp 482 trilliun. Campur tangan Amerika ke dalam politik Indonesia mengakibatkan kemarahan Sukarno, dan muncratlah kata-kata yang cukup terkenal ini: ”Go to hell with your aid”. Pada tanggal 14 februari 1966 ia juga mengeluarkan undang-undang nomer 1 tahun 1966 tentang penarikan diri Indonesia dari keanggotaan IMF dan Bank Internasional. Karena Sukarno menganggap PBB kongkalikong dengan negara imperialis untuk menjajah negara berkembang, ia juga memutuskan untuk mengeluarkan Indonesia dari keanggotaan. Perlawanan ini harus dibayar mahal oleh Sukarno dengan menghilangnya bantuan dari Amerika dan beberapa Negara lain. Seiring memuncaknya krisis ekonomi-politik pada waktu itu, tanggal 11 maret 1966 pemerintahan Sukarno secara sistematis mendapatkan tekanan untuk menyerah kepada Suharto. Dengan bercokolnya rezim Suharto atau Orde Baru, Indonesia mulai tergantung pada pihak asing. Pada tanggal 10 januari 1967, Sukarno juga dipaksa oleh Suharto untuk menandatangani undang-undang penanaman modal asing. Sejak saat itulah,

Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 49


Menu utama

asing mulai menancapkan modalnya untuk Indonesia, termasuk pada peminjaman hutang. Sampai pada tahun 1970, telah banyak sekali rentetan pertemuan antara Indonesia dan kreditornya. Pada bulan juli 1969, Herman J. Abs sudah berkomentar terhadap laporan perkiraan hutang luar negeri Indonesia: ”Meskipun menggunakan asumsi yang sangat optimis tentang neraca pembayaran dan perkembangan anggaran Indonesia, dan ditambah dengan asumsi bantuan luar negeri yang besar dan berkelanjutan, saya tidak bisa tidak untuk tidak setuju dengan kesimpulan IMF dan international Bank for Reconstruction and Development bahwa pembayaran dengan skala sebesar ini sampai beberapa tahun mendatang pun tetap di luar jangkauan kapasitas keuangan Indonesia.” Ini diperburuk oleh Suharto, yang menggunakan pola kepemimpinan tangan besi dengan menancapkan pengaruhnya di segala bidang, salah satunya ekonomi dengan cara merangkul dan memperkaya kerabat, kolega serta keluarganya. “Obral” SDM Indonesia ke pihak asing pun berlangsung pada masa Orde Baru, dengan mayoritas keuntungan masuk ke kas pribadi Suharto dan kroni-kroninya. Pramoedya Ananta Toer pernah mengatakan: “Selama beratus-ratus tahun lamanya negeri ini dijajah oleh bangsa Barat, negeri ini dihisap, dirampas kekayaan alamnya, negeri yang begitu kaya, disulap menjadi negeri

pengemis karena tidak adanya karakter pada kaum elit”. Pemikiran seperti ini adalah salah satu alasan yang membuat Pram menjadi “musuh” Suharto. Namun, cita-cita reformasi sepertinya belum berhasil sampai sekarang. Pada pemerintahannya, Megawati menggolkan privatisasi BUMN ke pihak asing, termasuk penjualan gas alam cair (LNG) Tangguh di Papua kepada Cina. Tidak hanya itu, pada masa pemerintahan SBY, saat Kabinet Indonesia Bersatu berkuasa, 2004-2009, terjadi peningkatan hutang yang luar biasa. Sedangkan dari sisi regulasi banyak produk hukum yang pro neo liberalisme seperti UU penanaman modal, UU MINERBA dan UU penanaman modal yang menghapus proteksionisme sama sekali.

Muhammad Yunus dan Muhammad Hatta Di Bangladesh, ada Muhammad Yunus yang memikirkan ekonomi rakyat kecil. Dulu, Indonesia sempat punya Bung Hatta dengan konsep koperasinya. Tapi, kini? Bukan kemiskinan yang dimusuhi, tapi rakyat miskin yang dibuat susah! Di Balangladesh, Muhammad Yunus dengan berani memerangi kapitalisme dengan memberi kesempatan usaha dan memberi kepercayaan kepada rakyat miskin.

50 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


masih dijajah?

Grameen Bank mempunyai 28.000 anggota pada tahun 1982.

Bagi Muhammad Yunus, kemiskinan adalah musuh peradaban, bukan orang miskin. Mereka justru harus diberi kesempatan. Yunus mendirikan Grameen Bank. Bila Bank-bank lain umumnya tidak sudi memberi pinjaman dengan bunga yang cukup kecil kepada orang yang dianggap miskin, Grameen Bank berani memberi pinjaman ini. Sebagai jaminan, Grameen Bank mempunyai sistem �grup solidaritas�, yaitu beberapa orang mengajukan pinjaman dan saling memberi jaminan bahwa mereka bisa membayar kembali hutang tersebut. Grup ini juga saling mendukung usaha serta ekonomi satu sama lainnya. Dengan demikian, rakyat �miskin� ini bisa mandiri dan memajukan ekonomi mereka dengan usaha sendiri. Dirintis sejak tahun 1976,

Di Indonesia, kita sempat mempunyai Muhammad Hatta, yang mencoba memperbaiki ekonomi rakyat kecil dengan koperasi, yang pada prinsipnya memperbaiki kelompok ekonomi lemah. Tujuan koperasi bukanlah mencari laba yang sebesar-besarnya, melainkan melayani kebutuhan bersama dan wadah partisipasi pelaku ekonomi skala kecil. Dalam koperasi, perekonomian disusun sebagai usaha bersama dengan asas kekeluargaan. Para anggotanya saling bekerja sama untuk memajukan ekonomi mereka. Koperasi bukan sekedar pemberian kredit semata, tetapi juga pendampingan dan pembinaan berkelanjutan bagi anggota koperasi tersebut. Tapi saat ini, di negeri kita, prinsip koperasi bung Hatta seakan dilupakan. Justru orang miskin sering dimusuhi oleh pemerintah. Rumah mereka digusur, pekerjaan mereka seringkali diganggu (contohnya, anak-anak asongan yang sempat dilarang pada masa Orde Baru). Kesempatan bagi mereka masih sempit. Ekonomi rakyat masih dijajah oleh para pejabat tinggi, kaum elit dan perusahaan asing. Arif Saifudin Yudistira: Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta, bergiat di Kawahinstitute Indonesia

Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 51


ulasan buku

Perbanditan: Sebuah Perlawanan Rakyat Jelata Ulasan buku Oleh Sidik Nugroho

Sejarah perjuangan suatu bangsa tak pernah lepas dari peran berbagai lapisan masyarakat, walau pada kenyataannya hanya beberapa gelintir nama besar saja yang diabadikan sebagai pahlawan dan dikenang dalam rentang waktu yang panjang. Kiprah para bandit: Orang-orang yang identik dengan julukan “preman� di masa kini dan yang jauh dari gelar pahlawan. Namun, di buku ini, kehidupan beberapa bandit ditelisik dengan lebih mendalam. Penulisnya, Suhartono, memulai bahasan tentang bandit ini dengan memberikan pemaparan yang cukup panjang atas kondisi sosial-ekonomi-agraris masyarakat Jawa pada saat itu.

Judul Buku: Jawa, Bandit-bandit Pedesaan, Studi Historis 1850-1942 Penulis: Suhartono W. Pranoto Penerbit: Graha Ilmu Cetakan: Pertama, 2010 Tebal: 208 halaman

Hal ini dimulai saat jiwa kapitalis mulai mewabah di negara-negara Eropa. Dalam mencari keuntungan yang sebesarbesarnya dari negeri-negeri jajahan, mereka mengubah jenis tumbuhan yang ditanam. Commercial corps seperti indigo, kopi, tebu, juga tembakau digalakkan, menggantikan traditional corps seperti padi dan palawija, karena tanaman-tanaman demikianlah yang

52 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


Perbanditan

laris di perdagangan internasional. Salah satu sebab diambilnya langkah itu karena Belanda tengah mengalami kemerosotan keuangan akibat tekanan yang ditimbulkan oleh perlawanan Pangeran Diponegoro (1825-1830). Hal ini membuat pemerintah kolonial mengadakan sistem tanam paksa mulai 1830. Selama empat puluh tahun berikutnya (hingga 1870) -- sistem yang sama sekali tidak menganggarkan dana dan hanya mengeksplotasi tenaga petani ini -mendatangkan keuntungan sebesar 800 juta gulden untuk Belanda. Sistem liberal (1870-1900) dan sistem politik etis (1900-1942) yang kemudian diberlakukan sebagai sistem-sistem pengganti tanam paksa juga tidak banyak membawa perubahan bagi kesejahteraan petani. Eksploitasi tenaga petani lewat kerja rodi dan cara-cara penguasaan lahan yang ditetapkan pemerintah kolonial tetap meresahkan rakyat. Akibatnya, perlawanan demi perlawanan dalam berbagai bentuk terus bergejolak.

Bandit: Robin Hood a la Jawa? Studi historis perbanditan di kalangan petani yang dibuat oleh Suhartono ini sedikit-banyak dipengaruhi oleh seorang tokoh yang mendedikasikan dirinya dengan topik perbanditan. Ia adalah E.J. Hobsbawm, sejarawan Inggris yang telah

melahirkan karya Primitive Rebels (1959), Bandit (1972), dan Social Banditry (1974). Di Indonesia juga ada Sartono Kartodirdjo yang melahirkan karya fenomenal Pemberontakan Petani Banten 1888. Bahasan dominan dalam buku Suhartono mengarah pada kondisi sosial-ekonomiagraris masyarakat di Jawa pada saat itu. Ia menguraikan panjang-lebar perkembangan status dan peralihan kepemilikan sebuah tanah sebelum dan sesudah kedatangan pemerintah kolonial di tanah air pada tiga bab awal buku ini. Suhartono juga menguraikan beberapa istilah yang digunakan dalam kepemilikan tanah; salah satunya adalah apanage, istilah di masa lalu yang mirip dengan bengkok di masa kini, tanah yang dihibahkan kepada seorang kepala desa. Satu hal lain yang menarik di sini adalah julukan yang kerap diberikan ke kepala desa saat itu, yaitu uler endhas loro, atau ular kepala dua. Saat itu kedudukan kepala desa sangat sulit, harus bisa menjadi mediator di antara petani dan pemerintah kolonial. Oleh karena itu mereka harus pintar membawa diri agar bebas dari tuduhan bersekongkol dengan pihak bandit maupun pemerintah kolonial. Tekanan yang diberikan pemerintah kolonial akibat penerapan sistem pertanian yang menyengsarakan rakyat itu pada akhirnya melahirkan bandit-bandit pemberontak. Beberapa nama bandit yang

Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 53


ulasan Buku

disebut dalam buku ini ialah Saniin Gede dari Banten, Jodongso dari Surakarta, dan Singabarong dari Sragen. Bahkan ada bandit yang dianggap suci dan memiliki kekuatan supranatural, salah satunya dikenal dengan nama Mas Jakaria. Mas Jakaria pernah menyatakan bahwa roh bapak dan leluhurnya yang sudah mati -bapaknya dan kakeknya dulu juga bandit -membantu perlawanan para bandit terhadap pemerintah kolonial. Memang, para bandit ini sepertinya tak memiliki pengaruh besar dan dikenang sekian lama. Namun, kehadiran mereka bisa amat heroik dan bahkan mengundang tindakan kultus-individu.

Tentang Bandit: Buku yang Langka. Secara keseluruhan buku ini menarik untuk diikuti karena di dalamnya dikisahkan perlawanan wong chilik atau rakyat jelata yang kerapkali luput dari perhatian di masa kini. Hanya saja, buku ini perlu banyak perombakan dari segi tata-bahasa. Sebagai buku yang dikembangkan dari sebuah desertasi, masih banyak kata dan kalimat yang terkesan terlalu akademis. Selain itu, beberapa kesalahan cetak juga masih terjadi di sana-sini.

akhir (bab keempat dan kelima) yang benar-benar menguraikan peran dan kiprah bandit yang menggelar perlawanan bagi pemerintah Belanda. Para bandit ini beraksi di berbagai wilayah Jawa dengan melakukan pembakaran lahan pertanian, pencurian hewan, atau perampokan hasil pertanian. Selain lahan pertanian atau ternak, para bandit ini juga menyasarkan serangan dan pengacauan pada gedung dan bangunan seperti saluran irigasi, gudang, atau barak milik pemerintah kolonial. Mereka lebih sering beraksi pada malam hari. Para bandit ini juga kerap menyerang orang-orang yang berkaitan dengan penerapan sistem eksploitasi tanah yang menyengsarakan rakyat. Mereka tak jarang menyerang tuan tanah, penyewa tanah, rentenir, petinggi, dan para petani serta pedagang kaya. Perlawanan para bandit di masa lalu tak terorganisasi dengan baik, kerap muncul sebagai “letupan kecil�: sesaat ada dan kemudian lenyap. Namun, di kemudian hari, peran mereka turut menyulut lahirnya beberapa (bentuk) perlawanan lain yang lebih terorganisir, mapan, dan koordinatif, dan sebagian berlanjut hingga bangsa Indonesia meraih kemerdekaannya.

Sidik Nugroho: Alumnus Jurusan Sejarah Universitas Negeri Malang.

Dalam lima bab buku ini, hanya dua bab 54 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


Apa kata mereka?

Apa Kata Mereka? Indonesia mempunyai kekayaan alam, historis, budaya yang luar biasa. Kita marah-marah waktu Malaysia dicurigai “mencuri� kekayaan kita. Namun, apa yang sudah dilakukan pemerintah kita? Dan apa yang harus kita lakukan sebagai rakyat biasa dalam hal ini? Mayong S. Laksono, wartawan Berbicara tentang kekayaan (alam, budaya, sejarah, pengetahuan), rasanya jadi lucu karena kita harus membagi dua hal yang mestinya menyatu: negara dan bangsa. Kita ini negara kaya, tapi bangsanya miskin. Ya, negara ini kaya (raya). Sumberdaya alam, sebutlah segala hal yang menjadi komoditas amat penting di dunia, kita punya. Minyak, gas, emas, intan, batubara, bijih besi, timah, dan banyak lagi. Kata para ahli, hanya uranium yang kita tidak punya (tapi itu pun saya tidak yakin, siapa tahu suatu saat ditemukan). Tapi, kenapa bangsa ini tetap miskin? Kenapa Indeks Pembangunan Manusia kita berada di posisi ke-108 dari 169 negara (2010)? Kenapa pula negara kita yang sebenarnya kaya ini menjadi yang terkorup di antara 16 negara Asia Pasifik (Political & Economic Risk Consultancy, 2010)? Negara ini memang kaya. Tapi bangsa ini belakangan menunjukkan tanda-tanda kemiskinan. Miskin ketulusan, miskin kepemimpinan, miskin semangat juang atas terjadinya kekerasan terhadap minoritas, bahkan miskin penghargaan kepada keindonesiaan itu sendiri. Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 55


Apa kata mereka?

Kesenian tradisional dan kepercayaan adat seringkali tidak dipelajari, bahkan dilupakan. Kita menjadi silau terhadap bangsa lain, sementara kita tersendat-sendat, bahkan dalam beberapa hal, mundur. Memang kita tidak perlu lantas kembali ke belakang. Yang diperlukan adalah tumbuh dan berjalannya sikap antitetis terhadap segala kemiskinan di atas. Dan itu bukanlah kemustahilan.

Shinta Miranda, penulis dan aktifis Ironis bila melihat kondisi saat ini di mana masih ada sekelompok orang, yaitu pengusaha di sektor kehutanan, terutama perkebunan besar, hutan tanaman industri dan industri perkayuan, yang dimanjakan dengan tidak adanya kewajiban studi kelayakan. Yang lebih parah, masih adanya pemberian pinjaman tanpa bunga, pinjaman dengan bunga rendah serta penyertaan modal pemerintah, bahkan ketika perusahaan mereka hampir bangkrut pun, masih diberikan infus dana segar agar bisa tetap bertahan hidup, dengan alasan demi pekerja yang senyatanya hingga saat ini juga masih belum diberi upah layak. Sementara dalam proses awalnya, pengusaha tersebut seringkali melakukan kekuatan militer untuk melalukan penggusuran bahkan disertai penganiayaan terhadap rakyat yang telah hidup dan menggantungkan hidupnya pada sumberdaya alam di sekitar mereka. Para pemain di pentas politik maupun para pejabat yang berkuasa, selalu mengarah pada kepentingan pribadi maupun kelompok. Kawasan konsesi pertambangan, hutan dan perkebunan telah dikuasai pengusaha asing. Rakyat Indonesia tinggal tunggu bom waktu bencana meledak bila tidak diberikan penyuluhan yang signifikan tentang arti kekayaan alam yang semestinya dilestarikan bangsa sendiri.

56 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


Apa kata mereka?

Donny Anggoro, penulis dan pegiat seni Bakat-bakat potensial yang ada di Indonesia, misalnya dalam seni komik, musik, animasi, ilmu pengetahuan cenderung terpinggirkan dengan alasan: “tidak terjual”. Jangan salahkan jika mereka kemudian hijrah ke luar negeri. Di negeri baru ini, beberapa dari mereka ada yang dibayar cukup murah, tapi masih lebih baik daripada di Indonesia yang tidak memperhatikan nasib mereka sama sekali. Sepertinya dari dulu pemerintah kita memang tidak serius mengurusi kekayaan negeri sendiri. Memang pelbagai proyek kesenian tetap berjalan. Tapi kebanyakan kalau ada tak dapat dipungkiri bisa digerakkan setelah berkolaborasi dengan pusat kebudayaan asing. Peran pemerintah memang ada tapi biasanya sangat kecil lantaran persoalan kebudayaan kurang dianggap penting. Sepertinya kita kena “tulah” ketika Malaysia mengklaim beberapa “harta karun” kebudayaan Indonesia. Pentas kesenian begitu ramai dengan aktivitas pusat kebudayaan dari luar negeri. Tapi bagaimana dengan Indonesia? Apakah kita punya pusat kebudayaan di luar negeri? Kebudayaan Indonesia malah digiatkan oleh Prof. Yung Koh Yung Hun, seorang berkebangsaan Korea yang juga menggerakkan pusat budaya Indonesia di Korea. Lewis W. Spitz seorang profesor sejarah dari Universitas Stanford mengingatkan bahwa seperti perkembangan semua umat manusia lainnya, sejarah memerlukan penglihatan ke depan dan kajian akan pandangan masa silam. Sejarah adalah sekarang.

Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 57


Potret

Potret: Kekayaan Indonesia Oleh SEBASTIAN KISWORO

Kita menyebut emas, minyak, tembaga sebagai kekayaan Indonesia, namun manusianya adalah kekayaan negeri ini yang paling luar biasa. Mereka seringkali bisa memanfaatkan apa saja, bahkan dari reruntuhan, untuk mata pencaharian, untuk hidup, untuk bahagia. Setelah Merapi Meletus . . .

Bermil-mil jauhnya . . .

58 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


kekayaan indonesia

Lereng tak lagi diperbolehkan untuk dihuni untuk menurunkan resiko jatuhnya korban jika terjadi letusan lagi di kemudian hari. Penduduk dusun yang dulu tinggal di lereng merapi, kini ditampung di tempat penampungan yang letaknya lebih dari 5km dari pusat erupsi.

Yang tak putus asa...

Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 59


Potret

Yang perkasa . . .

60 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


kekayaan Indonesia

Yang mencoba bahagia... Entah karena mereka dan nenek moyang mereka sudah sekian lama menempati dusun di lereng Merapi, hingga saat ini mereka seperti belum bisa melupakan kehidupan itu. Walaupun lereng sudah tidak bisa ditanami karena tebalnya debu erupsi. Ternak pun tidak bisa diberi makan karena rumput belum tumbuh.

Fotografer: Sebastian Kisworo. IT Manager di sebuah perusahaan agrochemical (Kimia pertanian). Ingin mengangkat tema kehidupan masyarakat marginal melalui fotografi. Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 61


Cerpen

Harta Kampung Oleh Emur Paembonan

Foto: Sebastian Kisworo

Bunyi timpuk batu berkumandang di mana-mana. Legar kemarahan membahana di setiap sudut. Berlari terbirit-birit di gang sempit. Terjatuh-jatuh hingga lecet. Bersembunyi saling berhimpit dari gempuran tak terkira. Menunggu, sampai amuk massa teredam. 62 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


harta kampung

Lingkar sang surya tak tampak sudah. Mengampas corak kemerah-merahan menyepuh keluk langit. Seiring langkah anak-anak itu keluar dari tempat persembunyian. Keadaan telah aman. Bersijengkat dari balik dinding pertahanan. Segelintir menggisar mata, menepis debu yang mungkin masuk.

Menghindari duri yang bisa melukai tangan kekarnya.

Pulang ke rumah, sebelum kepergok orang besar. Walau tidak, mereka tahu, tugas tambahan telah menanti. Semua ditabalkan bagai tradisi yang mesti dilestarikan.

Ia masih kesal pada Marto. Dua orang sekelas itu baru saja berkelahi. Entah yang keberapa. Gara-gara Marto tidak mau meminjamkan parangnya. Padahal jika ulangan di sekolah Sandi sering menyontekkan jawabannya pada Marto. Sementara Marto kesal karena mohonnya tak pernah didengar Sandi. “Kan sudah layu.� kata Sandi. “Tapi belum kering.� balas Marto

*** Hari itu, seperti biasa mereka kembali melakukan kewajiban. Leler keringat pelan menganak. Bayang dibentuk mentari terik. Marto bawa parang, Paulus tenteng sapu lidi, Ahmad manggul skop, Wayan mengerek lori-lori, Cung Li dengan mesin pemotong rumputnya dan lain-lain kecuali Sandi yang bertangan hampa. Yang perempuan mendapat tugas memungut botol plastik bekas dan serakan sampah anorganik lainnya. Sedang lelaki, selain mencabut rumput dan merangkap tugas perempuan, memungut pula batu-batu bekas kericuhan kemarin. Memindahkan ke lori-lori lantas memuntahkannya ke pinggir sungai. Tanpa diperintah lagi, mereka langsung mulai membersihkan lapangan. Sandi yang tak membawa alat paling berhati-hati.

Dengan cekatan, mereka memangkas rumput-rumput. Tak ada yang asal cabut. Apalagi setelah Sandi mendapat jatah push-up sepuluh kali tangan dikepal sebab mencabut sembarangan.

Hasilnya, pipi kena tampar Pak Guru. Dijemur sepanjang jam sekolah. Sesekali disuruh lari keliling lapangan, lalu istirahat, lari lagi, istirahat, begitu seterusnya sampai jam sekolah usai. Anak-anak lain yang menonton dihardik guru dengan lemparan sandal jepit. *** Yang bawa ponsel pun kena sanksi. Seperti Ralti yang kedapatan bersms. Dia dihukum menyapu seorang diri saat semua temannya sudah diperbolehkan pulang. Dan karena semua murid rumahnya pada dekat dengan sekolah, maka semua dilarang bawa ponsel. Lagipula kejadian kehilangan ponsel saat

Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 63


Cerpen

semua orang konsentrasi di lapangan sering terjadi. Toh, guru-gurunya sering jalan bareng muridnya, pergi-pulang.

hingga lapangan. Dan seperti tugas di lapangan, tak boleh asal cabut. Kecuali tanaman pengganggu, cabut sampai akar.

Sesuatu yang amat disukai Sandi cs. Karena guru-guru itu sering traktir mereka santap rendang di warung Pak RT sebelum tiba di rumah. Sedang di sekolah, sesekali mentraktir Sandi cs menikmati buah matoa jualan Yunda, murid termanis di sekolah, anak seorang janda kaya.

Disiram setiap hari. Membuat anak-anak itu diwajibkan pula membawa ember dan mengambil air dari sungai samping lapangan. Untung-untung jika sungai lagi jernih. Andai tidak, anak-anak itu harus meminta air Pak Akcir, pemilik bak penampung yang rumahnya paling besar dekat lapangan. Wajib dilakukan dengan senyum menawan. Seember air dihargai Rp.1000,- “Air PAM mahal, suka macet, sumur bor sering kotor.” alasan Pak Akcir.

Guru-guru yang jualan jalang kote’ juga wedang jahe di sekolah. Guru-guru yang suka nonton film Mandarin. Guru-guru yang cari uang tambahan lewat les sore di rumahnya. Meski saat Sandi cs bertandang ke rumah guru mereka itu untuk les biasanya beliau belum bangun, kata istrinya: “Masih tidur, pulang sekolah langsung nonton film India.” Sambil mengisi waktu luang mereka ‘bermain Pancasila Lima Dasar’. Sementara yang perempuan kebanyakan main bengklang. Tentu ini kesempatan bagi sang istri berdagang amplang. Alunan musik kitaro dari VCD Player sebagai pertanda kegiatan harus segera dihentikan. Sang guru telah bangun, siap mengeles. *** Bukan cuma lapangan sepakbola itu wilayah kerja mereka tapi juga daerah sekitar. Ceceran sampah wajib digusur. Banyak tumbuhan-tumbuhan liar yang merambat

Harap saja hujan sering turun asal jangan kelebihan, mari siap membendung banjir. Seperti musim hujan lalu, Sandi cs terpaksa tidak sekolah seminggu lebih. Sisanya, lepas sepatu dari rumah. Lapangan becek, jalan rusak, kampung retak. Sandi cs semakin banyak saja tugasnya. *** Waktu pembersihan lapangan tak teragenda jelas. Semua bisa berubah sesuai dengan keperluan kondisi. Seperti saat anak Pak RT menikah, anak-anak seRT tak ketinggalan sumbang tenaga. Sama halnya ketika roster sekolah masih berlangsung dan seorang caleg mendadak berkunjung. Semua mesti siap. Atau sesaat sebelum upacara bendera dilaksanakan, murid-murid wajib mendeteksi lapangan.

64 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


Harta kampung

Maka terciptalah acara senggang di masa sore serba tak pasti. Mewanti-wanti sebelum main, ada tugas atau tidak. Sandi dan teman sebayanya sering kesal dengan para pemuda kampung mereka. Tahunya hanya main, tak pernah merawat. Anak-anak kecil itu laksana boneka perahan yang harus siap dijajah terus. Mungkin bila kelak mereka punya bawahan barulah bisa terlepas dari kediktatoran muda-muda kampung mereka. Yang berani melawan cuma Marto, sebab kakak Marto bagian dari diktator itu. Namun tetap saja ia tak berdaya. Kadang ketika mereka sedang asyik bersepakbola atau layangan, anak-anak muda seenaknya langsung mengusir kala ingin mengambil jatah. Apalagi kalau ingin taruhan dengan warga kampung lain. Paling saat berkemah bareng guru barulah para pemuda itu tak berani mengganggu. Atau waktu pertandingan bulutangkis seRT digelar. Bukannya anak-anak kecil itu pasrah, tapi untuk bermain di lapangan lain cukup jauh, jalan kaki pula. Melewati pilar-pilar beton yang kian getir merungkup kampung. Bangunan-bangunan menjulang yang sering mereka lewati saat lari-lari pagi di waktu libur atau disuruh orang tua belanja ke pasar di kelurahan sebelah.

Meski demikian, mereka tetap suka jadi suporter tuan rumah. Sesekali beratraksi Mexican Wave. Mereka pun harus selalu siap dengan batu dan batang kayu untuk menanti kerusuhan. Pak RT yang tahu lantas membubarkan, “Kalau mau main judi bukan di sini tempatnya, cari tempat lain!� gertaknya. Anak-anak yang tak menonton lebih suka di rumah saja. BerPlay Station atau utakatik Facebook di warnet milik Pak RT. *** Memang, lapangan sepakbola itu taklah bertribun namun setidaknya ukurannya memenuhi standar internasional. Mereka tak perlu memikirkan matrela tropis yang sering guru olahraga mereka ajarkan. Yang penting, lapangan itu bisa terawat dengan baik untuk praktik pelajaran olahraga. Sebab sekolah tak punya lapangan pribadi. Terlebih jadwalnya harus disesuaikan dengan sekolah lain yang berdampingan senasib rupa. Lapangan yang juga dipakai main ‘Bom’, gobak sodor, enggrang, main cengkeh, kelereng, berkelahi-pasti. Ingin rasanya tujuh belasan terus. Merebut hadiah di batang pinang. Tapi hari-hari belakangan ini, anak-anak tak bisa bermain. Penduduk kampung mendadak kumpul tiap hari di lapangan itu. Plus sekelompok mahasiswa serta beberapa

Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 65


Cerpen

orang yang pernah tampil di televisi diskusi tentang birokrasi, hak asasi, diskriminasi, regenerasi, demokrasi, globalisasi dan asi-asi lainnya. Tenda-tenda kecil pun bermunculan. Kala malam menghias kampung, Sandi cs kembali mendapat tugas tambahan. Disuruh mengintip di ujung gang-gang. Membantu warga memasang spanduk. Menyusun batang-batang pohon di garda depan. Membagi-bagikan makanan dan minuman ke semua penghuni lapangan. Akhirnya, sekolah Sandi diliburkan. Hari itu akan ada eksekusi lapangan sepakbola. Banyak Ibu pegang pentungan, bambu runcing dan balok. Sedang pemudanya sebagian memegang parang dan batu.

menampik petugas. *** Hari ini, Sandi cs masih sedang bercongklang sembari menunggu sang guru masuk kelas. Mereka belum tahu kapan guru mereka dibebaskan dari sel. Mereka pun belum tahu kapan lagi bisa menyisir lapangan sebab kini telah dipatok lembaranlembaran seng. Katanya, tahun depan akan berubah jadi mal.

***

Mobil petugas masuk. Pasukan berseragam berjalan ke arah lapangan. Langkah mereka sempat terhenti di sebuah mulut gang. Memerhatikan tulisan yang tertera di sebuah spanduk.Ibu-ibu maju menghadang. Teriakan-teriakan membuncah. Suasana semakin panas dalam sengat mentari siang. Tak tahu bagaimana awalnya, bentrok pun tak bisa dielak. Orang-orang banyak terluka. Sandi, Paulus, Wayan, Cung Li, Marto, Ahmad, Yunda, Ralti dan teman lainnya turut mengamuk mempertahankan harta mereka walau tangis tetap tak berguna. Jiwa mereka meringis menatap penghuni kampung digiring aparat. Tak kuasa

66 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


harta kampung

Catatan: •

Buah matoa: Buah khas Papua.

Jalang kote’ : Penganan khas Sulawesi Selatan, bentuknya seperti pastel, terbuat dari tepung terigu yang digoreng dan diisi bermacam sayuran, seperti wortel, toge dan kentang, kadang juga disertai telur rebus. Dimakan dengan lombok cair.

Wedang Jahe : Minuman khas Jawa berbahan dasar jahe.

Bengklang : Bola karet dan biji. Kadang juga disebut bekel.

Amplang : Makanan khas Kalimantan Timur seperti kerupuk, berbahan ikan segar.

Main ‘Bom’ : Permainan rakyat, dimana dua tim berjuang untuk mempertahankan markasnya (bisa berupa batu, batang pohon, tiang listrik dan lain-lain). Di beberapa daerah biasa disebut main benteng.

Gobak Sodor : Permainan melewati garis berbentuk segiempat seperti lapangan bulutangkis. Kelompok yang mendapat giliran melewati garis dianggap kalah jika disentuh kelompok penjaga garis. Ada juga daerah yang menyebutnya main asin.

Enggrang : Permainan tradisional dengan memakai dua batang bambu yang lebih tinggi dari ukuran manusia dan dibuatkan pijakan kaki untuk dipakai berlomba. Ma’longgak nama lainnya di beberapa daerah.

Main cengkeh : Permainan membuang sekerat kayu yang sudah disusun miring di tanah untuk memudahkan peserta menjentikkannya ke sawang lantas memukulnya sejauh mungkin.

Congklang : Permainan memasukkan biji ke dalam lubang papan.

Emur Paembonan, lahir di Parepare, Sulawesi Selatan. Cerpennya antara lain pernah dimuat di Jurnal Nasional, Fajar dan Seputar Indonesia.

Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia < BHINNEKA | 67


tentang kami

Lembaga Bhinneka

Kopdar di sekretariat Bhinneka, Jl. Monginsidi no. 5 Surabaya

Didirikan di tahun 2010 di Surabaya, Lembaga Bhinneka mengusung isu keanekaragaman tradisi, budaya, agama dan hak asasi manusia di Indonesia. Lembaga Bhinneka berupaya mengembangkan studi dan riset mendalam tentang keberagaman dalam tataran akademis sekaligus menjembataninya ke dalam ranah publik dan praktis. Lembaga Bhinneka tidak berafiliasi pada kelompok agama, ideologi, partai ataupun etnis tertentu. Pengembangan wacana kebhinnekaan dan keanekaragaman diupayakan antara lain melalui penerbitan majalah dan diskusi terbuka. Alamat Jl. Monginsidi no. 5 Surabaya 60264 Telp : 031-70964268 Email : majalahbhinneka@yahoo.com Web : facebook.com/lembaga.bhinneka Donasi Lembaga Bhinneka Bank BRI cabang Kapas Krampung A/N 0394-01-000814-53-3

68 | BHINNEKA > Edisi 7 Juli 2011 Kekayaan Alam Indonesia


Pemberitahuan

Perubahan harga Majalah Bhinneka

Dengan sangat menyesal, kami tidak bisa lagi membagikan majalah Bhinneka dengan cuma-cuma, karena dana kami yang semakin menipis. Karena isi majalah Bhinneka yang cukup kritis, berbobot dan tidak komersiil, kami juga jarang dilirik oleh pemasang iklan, yang biasanya lebih menyukai majalah yang populer dengan isi ringan. Karena itulah, majalah Bhinneka juga membutuhkan bantuan pembaca untuk melanjutkan hidupnya. Bila ada para pembaca yang ingin memasang iklan atau tahu seseorang yang ingin memasang iklan, tolong menghubungi kami di majalahbhinneka@yahoo.com atau Dian Puspita Sari <dianpuspitasari.150982@ gmail.com>. Silakan juga bergabung di Facebook kami: http://www.facebook.com/lembaga. bhinneka

Terima kasih sebelumnya.

Soe Tjen Marching Pemimpin Redaksi


Distribusi Majalah Bhinneka

Sekretariat Bhinneka Jl. Monginsidi 5 Surabaya Telp : 031-70964268 Jam buka: dengan perjanjian C2O Library Jl. Dr Cipto 20 Surabaya Telp. 031-77 5252 16 / 081515208027 Jam buka: Senin, Rabu-Jumat 10.00 - 19.00 Sabtu-Minggu 11.00 - 21.00 Selasa tutup Sekolah TK, SD, SMP Mandala Jl. Putro Agung II no.6 Surabaya Jam buka: Senin – Sabtu 7.00 – 13.00 Telp. 031-3765926 TB Petra Togamas Jl. Pucang Anom Timur no. 5 Surabaya

Pesan Online Surabaya Dian Puspita Sari Email: dianpuspitasari.150982@gmail.com Telp. 081357676597 Jakarta Hendri Yulius Email: dri_julius@yahoo.co.id Telp. 0878 8707 8701 Bandung Febri Qorina Telp: 081912001995 (022) 91937111


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.