Isola Pos Edisi 49

Page 1


DARI REDAKSI

Politik Partisipan Mahasiswa UPI

S

ebuah kutipan berbunyi, “Saya ingin melihat mahasiswa-mahasiswa, jika sekiranya ia mengambil keputusan yang mempunyai arti politis, walau bagaimana kecilnya, selalu didasarkan atas prinsip-prinsip yang dewasa. Mereka yang berani menyatakan benar sebagai kebenaran, dan salah sebagai kesalahan. Dan tidak menerapkan kebenaran atas dasar agama, ormas, atau golongan apapun.” Kutipan dari Soe Hok Gie tersebut seakan mengajak kita merenungkan kembali eksistensi mahasiswa dalam mengambil langkah-langkah politik. Walaupun kecil, tapi langkah itu harus diambil untuk merebut kembali legitimasi mahasiswa sebagai agen yang memperjuangkan perubahan dengan tetap memegang asas kebenaran. Peran politik mahasiswa kini semakin tenggelam oleh tekanan dan bungkaman yang berkedok kegiatan akademik. Daya peran mahasiswa semakin dibatasi dengan mengikis sedikit demi sedikit legitimasinya dalam kehidupan kampus. Perpolitikan kadang sulit dipastikan tapi mudah ditebak. Apa yang terlihat bisa tak sesuai dengan yang sebenarnya terjadi. Namun, bagaimanapun rumit dan rapih tersembunyinya perpolitikan, jika ada busuknya akan tercium juga. Lalu, apa jadinya jika kebusukannya mencemari dunia pendidikan? Jawabannya pendidikan jadi ikut busuk. Dampaknya akan merusak nilainilai pendidikan. Di kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) sedang

hangat dengan iklim politik. Momen pemilihan rektor UPI menjadi sorotan utama yang harus diperhitungkan mahasiswa, walaupun mahasiswa tidak dilibatkan secara langsung dalam penentuan nasib UPI di lima tahun ke depan. Namun, langkah dan partisipasi politik harus tetap diambil untuk membuktikan kembali peran mahasiswa di kampus ini. Dalam momentum Pemilihan Rektor UPI yang tak lama lagi, Isola Pos kali ini menyajikan isu–isu segar mengenai peta perpolitikan dari para kandidat calon pemimpin di kampus yang katanya masih mempertahankan jargon pendidikannya ini. Untuk itu, Isola Pos menerbitkan edisi pencalonan rektor UPI. Dengan waktu dan tempat yang terbatas di kampus, kami harus berdiskusi dan bekerja di luar kampus hingga tengah malam. Namun, dengan kondisi demikian, kami tak akan menyerah untuk terus menyuarakan kebenaran. Mudah-mudahan dengan terbitnya Isola Pos edisi 49 ini, akan menjadi salah satu pendidikan politik bagi mahasiswa. Kami teringat akan sajak karya Wiji Thukul dengan Judul Peringatan yang isinya : Apabila usul ditolak tanpa ditimbang, Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan, Dituduh subversi dan mengganggu keamanan, maka Hanya Satu Kata: Lawan! Akhir kalimat, kami ucapkan selamat membaca.

UPM UPI 2009-2010 KETUA UMUM: RUDINI SEKRETARIS: NURJAMAN BENDAHARA: SOFIA PAMELA BIDANG ORGANISASI DAN PENDIDIKAN: NURJAMAN BIDANG INVENTARIS DATA, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN: SOFIA PAMELA

MEI 2010 ISOLA POS

Pemimpin Umum Rudini Pemimpin Redaksi Sofia Pamela Staf Redaksi/Reporter Nurjaman Isman R Yusron Siti Haryanti Rivan Arifiyansyah Setter/Layouter Isman R Yusron Fotografer Nurjaman Kontributor Sandi Nurdiansyah dan Panji Arafat Pemimpin Perusahaan Siti Haryanti Iklan dan Pemasaran Siti Haryanti Produksi Isman R Yusron Kulit Muka Apip Penerbit Unit Pers Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Pelindung Rektor Universitas Pendidikan Indonesia Pembina Pembantu Rektor Universitas Pendidikan Indonesia Penasihat Zakarias Sukarya Soeteja, S.Pd.,M.Sn., Drs. Tugas Suprianto, Dwi Joko Widiyan­to, S.Pd. Alamat Redaksi Sekretariat UPM UPI, Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) UPI Ruang 02 Jl. Dr. Setiabudhi No.229 Bandung 40154. Tel.: 022-2013163 ext 3207 Fax. 0222103651 E-mail: isolapos@gmail.com Website: http://isolapos.com Redaksi menerima opini, esai sastra, cerita pendek serta feature tentang riset/ hasil riset. Dikirim via e-mail: isolapos@ gmail.com dengan identitas lengkap. Redaksi berhak menyunting naskah tanpa mengubah substansi.


SKETSA

SURAT PEMBACA

Kemana Saja Duit Praktikum Mengalir? Berawal dari sebuah wacana klasik tentang kasus yang semula dianggap sepele, tapi ternyata butuh perhatian yang serius. Yaitu tentang masalah keuangan yang ada di UPI, salah satunya dana praktikum mahasiswa. Sebagian mahasiswa merasakan adanya ketidaksesuaian dalam alokasinya. Masalah uang tentu saja sangat sensitif, karena mungkin larinya ke perut. Jika manusia belum makan, maka mengakibatkan sulit berfikir dan efek lainnya memancing emosi. Inilah realita yang kurang nampak dipermukaan, tapi sebenarnya membayangi setiap mahasiswa. Melalui pengamatan yang dilakukan walaupun tidak secara mendalam, timbul pertanyaan yang entah kemana dapat menemukan jawabannya. Apakah uang praktikum itu digunakan untuk kegiatan praktikum mahasiswa? Lalu bagaimana perhitungannya dari hak dan kewajiban

mahasiswa tentang dana praktikum? Rencana Kerja Anggaran Tahunan (RKAT) UPI mengatur tentang keuangan yang ada di kampus. Namun, pada praktiknya, dari total 100% uang praktikum ini akan ada pemotongan untuk tingkat universitas yakni dana bergilir sebesar 10%. Setelah itu di tingkat fakultas 10% dan sisanya 80% dikelola sepenuhnya langsung oleh tingkat jurusan. Namun, kontrol seperti apa yang dilakukan para pemangku jabatan, melihat kecenderungan yang dirasakan mahasiswa atas ketidaksesuaian saat dikelola langsung di tingkat jurusan? Terlebih jurusan-jurusan yang didominasi praktikum. Mesti benar-benar dipahami bahwa tidak sedikit dari mahasiswa UPI yang berasal dari kaum menengah kebawah. Menjadi sangat berat jika harus membayar dana–dana yang mesti dipungut dari mahasiswa. Realitas di lapangan, yang terjadi dialami teman saya yang harus kesana kemari mencari makan, ditengah kondisi mesti melunasi SPP. Uangnya habis untuk keperluan praktik mata kuliah. Padahal

orang tuanya hanya buruh serabutan. Ironis memang jika melihat peran Negara adalah bertanggung jawab atas pendidikan warganya. Sebagai mahasiswa yang selalu berpemikiran positif semoga ada penjelasan yang dapat dipahami oleh mahasiswa. Semoga kasus ini hanya misscommunication saja. Namun, alangkah lebih baik jika semua lembaga dapat transparan dalam pembiayaan dan meningkatkan pengawasan. Achmad Jumaidi Ketua Himpunan Mahasiswa Seni Rupa UPI (Himasra)

POJOK ISOLA “Makanya saya ingin, benalu-benalu yang suka nempel itu dibuang, dising­ kirkan. Sunaryo itu orang lurus,â€? ujar salah seorang dosen Bahasa Jerman UPI, Aziz Mahfudin. Wah, kok di kampus yang menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan, banyak juga benalunya.

MEI 2010 ISOLA POS


EDITORIAL

Mesti Ada Pilihan yang Tepat

P

emilihan rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) priode 2010-2015 sedang berlangsung. Terdapat sebelas pendaftar yang sudah menjadi bakal calon. Tujuh orang dari dalam UPI dan empat orang dari luar UPI. Berdasarkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) UPI, bakal calon rektor itu akan ditetapkan menjadi 3-5 orang calon rektor. Pemilihannya dilakukan oleh suara Senat Akademik (SA) UPI. Sementara dari penetapan menjadi rektor diperoleh melalui pengumpulan suara dari Majelis Wali Amanat (MWA) UPI. SA UPI itu terdiri dari rektor, pembantu rektor, dekan tiap fakultas, perwakilan guru besar tiap fakultas, dan direktur akademik. Perolehan suara dari SA dan MWA begitu penting dalam pemilihan rektor UPI. Di tangan keduanyalah siapa yang berhak maju menjadi orang nomor satu di UPI ini. Tentunya kertas kerja yang dibuat oleh para bakal calon rektorlah yang menjadi penilaian. Sebab di situ tertuang ide-ide atau program yang ditawarkan oleh bakal calon. Namun, apakah dengan program saja cukup? Untuk menjadi pemimpin, selain program tentunya mesti ada dukungan. Dukungan itu ada yang diperoleh dengan cara-cara yang anggun, ada pula yang didapat karena sebuah “kesepakatan”. “Kesepakatan” inilah yang dapat terjadi antara bakal calon rektor UPI dengan para anggota yang akan memberi suara saat pemilihan. Yaitu SA, lalu MWA. Tidak dapat dipungkiri, faktor kedekatan bakal calon dapat mempengaruhi keduanya saat memberi suara. Bukan tidak mungkin, suara keduanya dapat diperoleh dari kesepakatan-kesepakatan sebelumnya. Dapat muncul golongan-golongan dukungan hingga ‘tim sukses’. Sunaryo Kartadinata, rektor UPI yang masih menjabat dan kini ikut pemilihan kembali, mempunyai peluang besar untuk menyiapkan pemilihan ini jauh-jauh hari. Sebagai rektor, dia bisa mengatur anggota SA ex-officio, tidak secara langsung tentunya tapi lewat penentuan anggota SA dari tiap unsur. Karena Sunaryo dapat memutuskan direktur, juga mengesahkan dekan terpilih. Pada pemilihan rektor ini terdapat hal yang mesti dikritisi. Yakni pemilihan ketua panitia pemilihan rektor. Dadang Sunendar yang menjabat Direktur Akademik, juga anggota SA yang akan memberi suara dalam pemilihan calon rektor, diberi tugas oleh MWA untuk menjadi ketua panitia. Di MWA ada Abin Syamsudin, senior Sunaryo di jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. Dulu Abin masuk MWA dari unsur SA, tapi sekarang dari unsur masyarakat. Entah lah, mungkin karena Abin sudah pensiun. Begitupun dengan Dadang, tentunya akan lebih baik jika tanggung jawab ketua panitia itu dialihkan kepada orang diluar SA. Supaya tidak terjadi benturan kepentingan. Tiga pembantu rektor yang punya jasa besar kepada Sunaryo juga ikut mendaftar. Ketiga orang ini disinyalir sebagai pemecah suara di SA, supaya lawannya Sunaryo tak dapat suara, tapi satu pembantu rektor belum tampak, apakah serius untuk menjadi rektor atau ingin menjadi rival Sunaryo. Selain itu, terdapat bakal calon yang sekarang menjabat Direktur Jenderal Pendidikan Islam di Kementerian Agama, yakni Mohammad Ali. Ia ikut pemilihan karena katanya banyak dosen di lingkungan UPI yang memintanya. Alasan para dosen itu, UPI mesti terdapat perubahan, mesti ada tero-

MEI 2010 ISOLA POS

bosan, bahkan katanya terdapat penyimpangan di kampus UPI. Itulah yang membuat Ali dipercaya oleh beberapa dosen untuk “menggantikan” Sunaryo. Tapi itu tak menjamin, sebab setiap calon pemimpin pasti punya misi seperti itu. Tentunya civitas akademika UPI tak perlu berperasangka jelek kepada Sunaryo. Begitupun terhadap Ali, civitas akademika jangan sampai berharap pada satu orang ini. Pada penetapan calon rektor oleh SA, tentu yang diharapkan adalah mereka dapat memilih para bakal calon dengan objektif, dengan kemampuan nalar dan intelektualnya, dengan hati nuraninya, bukan dengan tawaran atau balas budi. Siapa yang terbaik diantara bakal calon yang ada. Sebab nasib UPI lima tahun selanjutnya berada pada rektor terpilih periode 2010-2015. Seluruh civitas akademika tentunya hanya bisa menye­ rahkan kepada anggota SA untuk menentukan, siapa tiga sampai lima orang yang layak menjadi calon rektor. Tidak boleh ada jegal-jegalan, tidak boleh memilihnya berdasarkan “kesukaan”. Di sinilah kita mesti menganalisa anggota SA yang bisa bersikap objektif terhadap para balon. Bahkan ada masukan dari luar lingkaran SA, seharusnya pemilihan anggota SA ex-officio tidak dilakukan dengan fit and proper test, tapi pemilihan langsung oleh dosen atau mahasiswa. Salah satu yang sering disebut adalah pemilihan dekan. Tujuannya supaya lebih demokratis karena yang menentukan dekan bukan rektor, tapi dosen atau mahasiswa di fakultas ma­singmasing. Yang mesti diganti dulu katanya AD/ART UPI karena di sanalah rujukannya. Satu hal lagi mengenai public hearing. Setelah hasil rapat panitia beberapa hari lalu, public hearing dilakukan di dua tempat pada waktu yang bersamaan. Artinya public hearing akan terbagi menjadi dua. Satu di Balai Pertemuan Umum, yang satu lagi di Auditorium JICA. Ternyata hal ini juga menuai kritik di internal panitia pemilihan rektor, terutama anggota yang tidak suka dengan rekayasa pemilihan rektor. Alasan panitia adalah untuk efisiensi waktu. Padahal waktu dalam jadwal dijatah empat hari, jumlah balon ada 11. Jika dilakukan selama empat hari, apakah tidak memiliki waktu yang cukup? Ini bukan masalah efisien, bahkan jika mau efisien tidak mesti di dua tempat dalam waktu bersamaan. Civitas akademika nantinya mesti memilih, mau mendatangi forum terbuka yang mana. Dampaknya, civitas akademika tidak bisa mengikuti pemaparan kertas kerja dari semua balon. Terlihat, panitia seolah menganggap public hearing bukan hal yang penting bagi civitas akademika. Mungkin bagi mereka, yang penting balon unggulannya menang walaupun dengan cara yang tak elok. Kemudian pada tahap selanjutnya, yakni pemilihan calon rektor menjadi rektor oleh anggota MWA. Dalam AD/ ART UPI disebutkan bahwa syarat anggota MWA itu harus non partisipan. Namun yang sekarang menjadi anggota MWA diantaranya ada Jusuf Kalla, Ginandjar Kartasasmita, Dada Rosada, Popong Otje Djundjunan, dan Ahmad Heryawan yang berasal dari partai politik. Cukup jelas pengangkatan anggota MWA sudah bertentangan dengan peraturan UPI.


INFO IKLAN

DIREKTUR PEMBINAAN KEMAHASISWAAN Mahasiswa Berprestasi (Mapres) Universitas Pendidikan Indonesia 2010 Renny Oktaria, Devani Ratna Putri, Risca Andriani, Selvi Angreyni, Yayu Wandira Suherman, Yenyen Heryati Kosasih, Windy A.M, Irmelina Fitri Anisa, Zulia Rachim, Rikka Agusliani, Titis Indria, Nuniek Chaeunissa, Nita Anriyani

Tim Bola Volli Pu- Juara 2 tri pada kejuaraan Kompetisi Atmajaya Jakarta

Abdul Satibi, Asep S., M Syathori, Dea Gardea, Finanda, Syahrul Akbar,Teguh Adhi Santoso, Yudi Fika L., Gaga Y., Febry Nurpratama, Erik Faisal, Nana Setiana, Carlingga, Kurnia, Dedi Setiawan

Tim Bola Volli Putra Juara 1 pada kejuaraan Kompetisi atmajaya Jakarta

UKM HOKI Putri

UKM HOKI Putra

Kejuaraan Hoki Ruan- Juara 1 dan Juara gan Antar Perguruan Umum Tinggi Se-Indonesia Piala Bergilir Menegpora RI V 2010 GSG Kampus B Universitas Negeri Jakarta Tgl. 27 April-6 Mei 2010 Kejuaraan Hoki Ruan- Juara 2 gan Antar Perguruan Tinggi Se-Indonesia Piala Bergilir Menegpora RI V 2010 GSG Kampus B Universitas Negeri Jakarta Tgl. 27 April-6 Mei 2010

Poto Bareng Dir. Kemahasiswaan dan seorang mahasiswa Juara Mapres (kedua dari kiri).

Penyerahan Trophi UKM HOKI

NO

Nama

Judul Karya Tulis

Peringkat

1

Alifah Indalika MR

SOFTWARE ALINES UNTUK MENGEFEKTIFKAN PENYUSUNAN DESAIN PEMBELAJARAN TAMAN KANAK-KANAK

I

2

Suprayogi

EKSIBISI PARIWISATA TERPADU SEBAGAI UPAYA MEMAJUKAN PARIWISATA DAN MELESTARIKAN KEBUDAYAAN DI TINGKAT KABUPATEN KOTA

II

3

Indah Budi Utari

PEMANFAATAN BAKTERI ASAM LAKTAT ASAL RUMEN DOMBA GARUT (Ovies aries) SEBAGAI AGEN BIOPRESERVASI

III

4

Derlan Andirusman

MENGUAK KONTRADIKSI ORGANISASI MAHASISWA : ANTARA AKSI DAN PERSEPSI

IV

5

Yunita

DAMPAK FACEBOOK TERHADAP PERGAULAN REMAJA KOTA BANDUNG DAN SOLUSINYA DALAM PENDIDIKAN

V

6

Dewi Frihartini

PENANGANAN MASALAH BANJIR MELALUI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN SOSIAL

VI

7

Ahmad Yani

OLAH RAGA SEBAGAI ANTI AGING (KAJIAN TEORITIS OLAH RAGA SEBAGAI ACTION THERAPY TERHADAP PENUAAN DINI)

VII

8

Intan Krisna Putri

PENGOLAHAN NATA DE SOYA DARI LIMBAH TAHU CAIR MENJADI ANEKA PUDING UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PENGUSAHA TAHU

VIII

9

Teti Sunarti

PENDIDIKAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN PERMASALAHAN DAN KONSEPTUALISASINYA DI TINGKAT SEKOLAH DASAR

IX

Suci


OPINI

Bahasa Nasional (belum) Milik Kita Bersama Oleh Autumn Windy Alwasilah, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris UPI 2008

A

rus globalisasi dan modernisasi saat ini menyebar dengan cepat. Keberadaannya memberikan dampak positif dan negatif. Menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Membawa keuntungan dan kerugian. Di satu sisi globalisasi dan modernisasi memberikan peningkatan kualitas hidup masyarakat, mempermudah pendapatan informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, menumbuhkan dinamika yang terbuka dan tanggap terhadap unsur-unsur pembaharuan, tapi di sisi lain, dua hal tersebut merusak budaya nasional dengan 3F yaitu Food, Fashion, dan Fun dari budaya asing. Globalisasi dan modernisasi memudahkan masuknya pengaruh budaya asing ke suatu bangsa, termasuk pengaruh kepada bahasa yang ada, khususnya di Indonesia. Masyarakat merasa lebih tinggi derajatnya saat menggunakan bahasa asing dalam komunikasinya sehari-hari. Fakta yang terjadi saat ini adalah masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan untuk tidak berbahasa dengan baik. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Pertama, pengaruh masuknya bahasa asing yang tidak terkontrol; Kedua, kurangnya kesadaran dan kepedulian generasi muda terhadap pentingnya bahasa nasional; Ketiga, banyak masyarakat yang kurang berpendidikan. Berarti pihak berwenang dalam hal ini gagal membangun kebijakan bahasa yang mengatur bahasa pertama, bahasa kedua, atau bahasa asing. Padahal saat ini kita hidup di dunia multikultural dan multibahasa. Bahasa menjadi media dalam interaksi sosial yang akan berlanjut saling mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki suatu gagasan. Ralph Linton berkata bahwa, hal paling penting dalam memperlambangkan budaya sampai mencapai tarafnya saat ini adalah bahasa. Kemahiran masyarakat berbahasa nasional yang baik akan menjadi aset dalam pemertahanan kedaulatan suatu bahasa nasional, yang akan berpengaruh dalam ketahanan budaya menghadang pengaruh negatif arus globalisasi dan modernisasi. Jika hal negatif tersebut dibiarkan terlalu lama, maka dampaknya cepat atau lambat akan merugikan kita. Bahasa nasional kita akan punah. Kita akan kehilangan jati diri kita. Kedaulatan bahasa nasional kita akan dipertanyakan. Apakah kekuasaan tertinggi keba-

MEI 2010 ISOLA POS

hasaan ada pada bahasa nasional kita? Bukti apabila kita telah menegakkan kedaulatan bahasa nasional adalah kita sudah tidak lagi dikalahkan bahasa asing dalam bahasa yang kita gunakan sehari-hari. Seperti dalam pergaulan, rapat, pidato dan sebagainya. Untuk mengalahkan pengaruh negatif prajurit-prajurit bahasa asing, maka mulai saat ini mari kita bahu-membahu menghimpun kekuatan prajurit bahasa nasional untuk menegakkan kedaulatan bahasa nasional. Ada beberapa hal yang termasuk ke dalam pengupayaan menegakan bahasa nasional. Pertama, bahasa tulis. Selama keadaannya masih utuh, tulisan seseorang akan dapat dibaca oleh orang lain kapanpun dan dimanapun. Berbeda dengan bahasa yang diucapkan secara lisan, bahasa tulisan tidak akan mudah punah. Untuk menjaga kelestarian bahasa harus ada bahasa tulisan, karena bahasa lisan tidak hanya mudah punah tapi juga akan mudah dilupakan. Ilmu bahasa diperlukan untuk keterampilan hidup. Alwasilah (2006) berpendapat, “Membangun budaya adalah membangun pendidikan. Dan ruh pendidikan adalah baca-tulis.� Kedua, kata-kata istilah dalam bahasa Indonesia didominasi oleh serapan dari bahasa asing. Penggunaan bahasa asing yang sudah di-Indonesia-kan mulai dikenal khalayak ramai. Hal ini menjadi peluang untuk menegakkan kembali kedaulatan bahasa nasional. Manfaatkan kerja keras Pusat Bahasa, jika tidak, penggunaan bahasa nasional akan semakin ditinggalkan, tidak bernilai, dan pada akhirnya akan hilang. Ketiga, kebanggaan dalam memiliki bahasa nasional sudah sepatutnya tertanam dalam relung jiwa kita. Dikarenakan bahasa nasional adalah salah satu alat pemersatu bangsa, dan bangsa Indonesia memperoleh kemerdekaannya juga dengan jasa bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia. Penduduk asli Amerika hampir kehilangan bahasa nasionalnya yaitu bahasa Indian karena tidak dapat mempertahankannya. Bahasa Aborigin di Australia terancam punah juga karena bangsanya tidak dapat mempertahankan kedaulatannya dengan baik. Jangan sampai hal tersebut menerpa bahasa nasional kita. Keempat, Pemimpin, dalam konteks ini adalah pemimpin negara yaitu Presiden, memiliki tanggung jawab penuh sebagai

suri tauladan yang baik. Beliau lah yang sering tampil di muka publik, pemimpin atas sejumlah jiwa, orang nomor satu dalam sebuah negara, wajib baginya untuk menjadi panutan. Terkait dengan rancangan Undang-Undang Kebahasaan, Presiden diwajiban menggunakan bahasa Indonesia dalam acara kenegaraan. Kelima, menurut teori behavioristik, seorang individu akan dibentuk oleh lingkungan hidupnya, yaitu tempat tinggal. Untuk membangun individu yang mampu memperkokoh kedaulatan bahasa nasional, maka kita harus membelajarkan anak berbahasa nasional yang baik. Lingkungan kedua bagi anak-anak dalam berkomunikasi satu sama lain adalah sekolah. Guru adalah orang tua murid di sekolah. Guru dalam konteks ini khususnya guru bahasa Indonesia, memiliki tanggung jawab penuh untuk mengajarkan keterampilan berbahasa kepada anak didiknya, agar tidak ada lagi kegoyahan daulat bahasa nasional, seperti yang terjadi saat ini. Apalagi saat ini guru-guru bahasa dan sastra dilatih, dibina, dan ditingkatkan kualifikasinya. Keenam, prestasi Pusat Bahasa saat ini sudah banyak terlihat. Terbitnya Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi keempat menjadi bukti kinerja Pusat Bahasa selama ini. Adanya kegiatan Pemilihan Duta Bahasa juga akan membantu merealisasikan citacita bersama, yaitu menegakkan kembali kedaulatan bahasa nasional. Tidak ada larangan bagi kita untuk menggunakan bahasa asing atau bahasa daerah, bahkan itu diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, tapi gunakanlah dalam konteks yang tepat. Gunakan bahasa-bahasa tersebut apabila dibutuhkan, dan dalam bahasa yang baik yaitu sesuai dengan situasi. Kecintaan terhadap bahasa nasional harus dijadikan nomor wahid, tanpa menyepelekan bahasa daerah atau asing. Untuk itu, saat ini pihak yang berwenang memiliki tanggung jawab baru untuk merancang dan membentuk ulang struktur pembelajaran bahasa nasional dalam suatu bangsa agar lebih bergengsi, bermartabat, dan berjati diri bangsa. Hal ini harus difokuskan pada kemahiran menggunakan bahasa yang benar, jelas, efektif, dan sesuai dengan fungsi bahasa Indonesia sebagai alat ekspresi diri, alat komunikasi, alat integrasi, dan alat adaptasi serta kontrol sosial.


OPINI

Mimpi Indah Universitas Oleh Dadang S. Anshori, Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UPI

E

nam tahun lalu, ketika universitas ini berubah bentuk dari PTN menjadi PT BHMN perdebatan kecil sempat terjadi. Perdebatan itu berfokus pada perubahan lebih baik di universitas ini. Banyak mimpi yang dilahirkan civitas akademika. Ada juga suara-suara kritis. Namun, suara-suara minor itu lenyap ditelan hegemoni kekuasaan. Kehendak yang hegemonik dan dominatif menguasai seluruh wacana perubahan waktu itu dan akhirnya kita berubah seperti yang kita rasakan hari ini. Kita sudah berubah! Diskusi kita ini hanyalah sebuah renungan dangkal dan sederhana. Mari kita mulai dari pertanyaan: apa yang diha­ r­ap­kan dari sebuah perubahan universitas ini? Tentu saja mimpi indah masa depan. Kita memimpikan universitas ini menjadi rumah megah tempat transaksi intelektual, lahirnya produktivitas pemikiran ilmiah, dan mencairnya segala bentuk kepentingan sempit. Mimpi indah itu adalah terwujudnya sebuah universitas yang menjamin “kehidupan” para penghuninya untuk hidup aman, nyaman, dan bersepaham atas perbedaan-perbedaan kecil yang ada. Mimpi indah itu adalah kondisi universitas yang dibangun atas equality dan kesejahteraan bersama para penghu­ ninya, dibangun atas kesadaran kolektif. Mimpi indah itu ditandai dengan sikap terbuka, transparan, akuntabel, dan tentu saja siap menerima dan memberi saran (kritik). Mimpi indah itu tentu saja adalah universitas yang dijalankan atas roda profesionalisme, bukan atas dasar kesukuan, etnisitas, ras tertentu, kelompok tertentu, dan kepentingan-kepentingan kerdil. Masihkah hari ini kita layak bermimpi indah tersebut? Tentu saja, bahkan harus. Walaupun mungkin ada saudara kita di universitas ini yang sudah tidak punya lagi mimpi. Mungkin karena kecewa mimpinya tak berwujud atau merasa sudah tidak layak lagi bermimpi. Maklum di masya­rakat akademik pun banyak yang berpaham bahwa yang layak bermimpi adalah para penguasa, sekalipun ada juga penguasa yang tidak pernah bermimpi. Mungkin bermimpi tentang kesejahteraan bawahannya, bermimpi tentang transparansi dalam menggunakan anggaran, atau bermimpi tentang janji-janjinya waktu kampanye! Faktanya tanpa mimpi pun hidup tetap dijalani. Universitas berjalan karena

kesadaran para civitas akademika untuk melakukan kegiatan rutinitasnya. Harus mengajar, harus tanda tangan kehadiran, harus “cap jempol”, harus rapat, harus mendisposisikan surat, harus membim­ bing mahasiswa dan tentu semua rutinitas yang kita maknai berbeda-beda. Universitas yang baik bukan hanya dibangun oleh sumber daya manusia yang berkemampuan manajemen modern, tapi juga oleh kejujuran intelektual dan kei­h­ lasan spiritual. Kejujuran intelektual dan keihlasan spiritual akan mengantarkan setiap orang bekerja untuk tujuan kebenaran, tujuan kesejahteraan, dan tujuan kemaslahatan umat manusia. Intelektual dan spiritual akan ditempatkan di atas segala kepentingan kerdil sesaat. Intelektual dan spiritual yang tidak diabdikan untuk sebuah kekuasaan manipulatif. Intelektual dan spiritual yang mampu menegasikan semua bentuk pen­ yimpangan yang tampak di depan mata. Manajemen modern masih memungkinkan terjadinya tindakan-tindakan manipulatif, namun kejujuran intelektual dan keikhlasan spiritual menempatkan pelakunya tidak menjadi “ilmuwan organik” (miminjam istilah Syariati). Ilmuwan yang diintruksi dan menjadi operator kekuasaan manipulatif. Universitas menjadi rahim yang melahirkan cerdik-cendekia yang mencerdaskan dirinya dan mencerahkan manusia sekitarnya, menjadi solusi bagi dirinya dan menggenapkan keberadaan orang lain. Namun, tentu saja sistem yang baik harus ditegakkan bersamaan dengan hadirnya SDM yang mumpuni di bidang­ nya. Universitas harus berjalan di atas sendi-sendi manajemen dan bergerak ke arah pengabdian kemanusiaan yang utuh. Universitas tentu saja ladang berbagi kebajikan lewat ilmu pengetahuan. Ilmu alat untuk menunjukkan dan menerangi, sementara tausiyah adalah tekniknya. Penjaminan mutu (quality assurance) harus diberikan karena universitas mengabdi kepada masyarakat. Dalam hal ini UU BHP yang dibatalkan memberi sinyal yang baik melalui pasal 48 ayat (3), (4), (5) tentang akuntabilitas akademik dan nonakademik. Akuntabilitas akademik meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian, sementara nonakademik meliputi manajemen dan laporan keuangan. Dalam

akuntabilitas laporan keuangan disebutkan pada pasal 51 ayat (3) bahwa laporan ke­ uangan tahunan badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, harus diumumkan kepada publik melalui surat kabar berbahasa Indonesia yang beredar secara nasional dan papan pengumuman. Demikian pula disebutkan pada pasal 52 ayat (2) bahwa laporan keuangan tahunan badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi diaudit oleh akuntan publik. Mimpi indah transparansi dan akuntabilitas dalam BHP mungkin harus dilupakan. Bahkan otonomi luas yang ada di rahim PT BHMN akan segera dikembalikan karena tidak lagi memiliki payung hukum. Mungkin dalam dua tahun ke depan kita akan kembali ke PTN biasa, yang keberadaannya diatur banyak oleh kementrian pendidikan di Jakarta. Namun menjadi PTN biasa, tidak banyak melahirkan harapan dan mimpi sebagaimana PT BHMN, padahal mimpi itu belum juga berwujud. Memang kita tidak boleh mempertaruhkan “nasib” kita di tangan siapa pun, karena “nasib” itu ada dalam genggaman Sang Pemilik Hidup. Di alam yang serba “jaminan mutu”, apakah masa depan para pekerja kampus ini juga memperoleh jaminan hidup lebih baik? Hampir bisa dipastikan naif kita mendis­kusikan hal ini mengingat sudah sangat terlalu lama kita berprinsip: ta­ nyakan apa yang kamu bisa berikan untuk bangsa ini, jangan bertanya apa yang diberikan bangsa ini untukmu! Kalau universitas ini termasuk ke dalam universitas kelas dunia (world class university) atau universitas berbasis riset, apakah semua itu hanya untuk orang lain, sementara kita tidak merasa sebagai bagian dari ilmuwan dunia dan ilmuan yang berbasis riset. Ada falsafah hidup orang Sunda yang agak tepat untuk mengakhiri diskusi kita ini: alus kudu cek batur, senang kudu cek sorangan. Seringkali kita mematutmatutkan diri dengan selera orang lain (lembaga lain) karena berharap pujian, sementara kondisi di dalam tidak seindah yang dilihat orang lain. Seringkali kita tidak menikmati semua gelar yang diberikan orang atau pihak lain karena memang kita hanya berkamuflase untuk gelar tersebut. Saatnya kita membaca kondisi sebenarnya diri kita agar kita layak untuk bermimpi!

MEI 2010 ISOLA POS


BINCANG

Payung Hukum bagi Perguruan Tinggi

S

etelah pencabutan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) akhir Maret lalu, semua masyarakat yang peduli pendidikan merasa bersyukur. Tapi ternyata tidak sampai di situ, pemerintah saat ini berusaha membuat UU pengganti BHP. Intinya, prinsip UU pengganti BHP itu sama. Bukan bentuk BHP yang menjadi tujuan UU itu, tapi otonomi sebuah Perguruan Tinggi (PT). Tak pelak jika Institut Pertanian Bogor menginginkan supaya pemerintah membentuk UU otonomi PT. Itu sebenarnya menjadi tujuan pemerintah yang diikuti oleh setiap PT Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang ada, salah satunya Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Lalu, setelah pencabutan tersebut, bagaimanakah implikasinya terhadap PT BHMN, dan apa yang akan dilakukan supaya otonomi PT tetap diperoleh? Kesempatan kali ini, Sofia Pamela dari Isola Pos dapat menemui salah seorang dosen hukum Universitas Parahyangan yang telah menganalisis putusan MK terhadap UU BHP, Prof. Dr. Asep Warlan Yusuf, M.H. Berikut petikan wawancaranya. Kenapa PTN mesti membentuk diri menjadi BHMN? Pada dasarnya, BHMN didasarkan pada prinsip-prinsip otonomi supaya bisa mengatur rumah tangganya sendiri. Utamanya dalam hal akademik. Sehingga misalnya, tidak perlu ada intervensi dari pemerintah terkait kurikulum atau urusan mata kuliah. Yang penting PT itu harus bisa terakses oleh semua lapisan masyarakat dan tidak ada diskriminasi. Kualitas perguruan tinggi negeri juga mesti terjamin. Lantas, PTN itu badan hukumnya apa? Selama prinsip-prinsipnya bisa terakses masyarakat, kualitas terjamin dan otonomi kampus, apapun namanya bisa dibenarkan. Tidak terpatok BHMN. Namun perlu wadah yang bisa independen, maka subjek hukumnya BHMN. Semen-

MEI 2010 ISOLA POS

SOFIA/ISOLA POS

tara pemerintah setidaknya mesti melaksanakan dua hal, yaitu memastikan ketersediaan anggaran dan membuat standar yang sifatnya merata bagi pelaksanaan PT. Walaupun bentuknya PT BHMN, pemerintah tetap mesti bertanggung jawab terhadap anggaran. UU BHP telah dibatalkan oleh MK, bagaimana dengan status tujuh PTN yang masih me足nerapkan BHMN, bukankah BHMN itu dipersiapkan untuk menjadi BHP? Karena pa足yung hukumnya lemah, maka nasib PT BHMN itu sekarang menggantung. Seolah-olah maju kena, mundur kena. BHMN sebenarnya nama umum. Itu belum sesuai arahannya jika diterapkan untuk pendidikan. Supaya substansinya terjaga, dibentuk BHP. Namun, UU BHP yang kemarin dicabut oleh MK memang benar, sebab terdapat pasal dalam UU tersebut yang tidak melihat eksistensi yayasan atau lembaga pendidikan lain足nya. Jadi UU BHP tidak sesuai lagi dengan substansinya. Bukankah sekarang pemerintah dan tujuh PT BHMN sedang merancang untuk membuat peraturan pengganti UU (Perpu), lalu bagaimana dengan PP N0 71 tahun 1999 tentang BHMN? Pemerintah akan mengeluarkan Perpu sekadar mengisi UU BHP yang di dalamnya terdapat BHMN itu. Perpu yang dikeluarkan oleh presiden, sementara PP

No. 71 tahun 1999 mesti menyesuaikan. Artinya, jika sudah ada Perpu sebagai pengganti UU BHP, PP No 71 tahun 1999 tidak berlaku lagi. Juga akan dibuat kerangka BHP versi baru. Sebab yang sebelumnya itu ternyata isinya banyak yang menyimpang. Orientasinya yaitu pelayanan kampus dan sumber dana dari pemerintah. Ada jaminan pendanaan dari pemerintah dan jaminan standar. Masyarakat hanya membantu, selebihnya adalah kreativitas pengelola PT. Kreativitas itu diutamakan dengan pengembangan riset. Akan tetapi, jika ada penyelewengan, ya, mesti ditindak tegas. Itu jelas-jelas korupsi namanya. Jika PT BMHN kembali ke PTN, bagaiman dampaknya terhadap tunjangan dan jabatan-jabatan seperti direktur-direktur yang berada di PT BHMN itu?


BINCANG Mengenai tunjangan jabatan yang mengalami kenaikan setelah berganti menjadi PT BHMN, itu sudah menjadi internal PT. Pemerintah telah mengaturnya di UU No 17 tahun 2004 tentang keuangan negara dan UU No 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara. Diawasi pengelolaan itu oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kemandirian dalam PT BHMN itu penerapan utamanya dalam manajemen akademik dan keuangan. Dalam hal keuangan yang separuhnya PT itu mesti cari dana sendiri lewat usaha dan mahasiswa, apakah hal ini menjadikan PT BHMN itu seperti swasta? Pemerintah menjamin ada anggarannya dan kualitas. Salah satu sumbernya itu pemerintah. Asal jangan dari mahasiswa. Sumber dana lain income generator. Misalnya penelitian industri, bisa sampai miliaran. Karena perguruan tinggi itu berbasis riset. Diatur juga sumber pendanaannya, yaitu APBN yang memadai 20%, sumber lain yang sah yang tidak mengikat, dan prinsip tidak diskriminatif terhadap mahasiswa. Kementerian Pendidikan Nasional itu seharusnya menjadikan otonomi kampus berkarakter lembaga pendidikan, bukan berkarakter bisnis. Sehingga kualitas

PT bisa bersaing karena pendanaannya dijamin Negara. Jika sebuah PT BHMN belum bisa mandiri dalam pengelolaan keuangan. Misalnya pemasukan dana, sehingga mesti dipungut dari mahasiswa, adakah hukumnya yang mengatur tentang sumber-sumber pemasukan itu? Keuangan dari pemerintah itu ada standarnya. Ada standar pengelolaan keuangan Negara. Ada aturan juga mengenai pelaporan. Ada UU Pengelolaan keuangan Negara dan UU tentang perbendaharaan Negara.

Jika dipungut dari mahasiswa, maka melanggar UU. Tidak boleh ada motif profit. Tapi PT itu mesti menjual hasil penelitian. Tidak bisa menjadikan PT sebagai lembaga motif profit dari mahasiswa. Mahasiswa bukan sumber pendanaan utama. Negara ini butuh calon guru, dokter, insinyur dan para ahli. Negara yang butuh, bukan semata cari pekerjaan. Jadi mestinya tidak perlu ragu pemerintah bertanggung jawab terhadap anggaran. Sebab, Negaralah yang butuh sumber daya manusia.

Prof. Dr. ASEP WARLAN YUSUF, MH Tempat dan Tanggal Lahir Bandung, 9 Juli 1960 Alamat Jl. Salendro Timur VII No. 10 Pekerjaan Dosen pada Fakultas Hukum Unpar Bandung Riwayat Pendidikan S1 Sarjana Hukum Universitas Katolik Parahyangan, 1984. S2 Magister Hukum, Universitas Padjadjaran, 1990. S3 Doktor Ilmu Hukum, Universitas Indonesia, lulus 2002. Training on Environmental Law and Enforcement, AUS-Aid - MA - ICEL, 2000. Kegiatan Lain Peneliti Senior pada Indonesia Center for Environmental Law, (ICEL), Jakarta; Tim Ahli/Konsultan Hukum bidang Pembentukan Peraturan Daerah, Kelembagaan, dan Kerja sama Daerah pada Pemerintah Propinsi Jawa Barat; Fasilitator dan Narasumber pada Workshop Peningkatan Kapasitas Fungsi dan Peran DPR se Indonesia- Komisi Pemberantas Korupsi (KPK); Anggota Komite Perencana Bappeda Jabar.

IKLAN

MEI 2010 ISOLA POS


KAMPUS

Bayangan Fulus Rp 12.500

NURJAMAN/ISOLA POS

Oleh : Siti Haryanti Walaupun program kesehatan belum ditetapkan, universitas sudah mulai menarik biaya kesehatan yang baru. Padahal sisa duit kesehatan lamapun belum jelas pemanfaatannya.

P

embahasan program Poliklinik yang sebelumnya sempat tertunda, kini dibahas kembali. Pembantu Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Chaedar Alwasilah mengundang para dokter yang ada di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan semua Pembantu Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan. Undangan tersebut merupakan pembahasan program Poliklinik UPI yang diselenggarakan pada 12 April 2010. Rapat tersebut merupakan rapat pertama setelah percobaan pembunuhan 25 Februari 2010 yang dialami sang penggagas program itu, Ambar Sulianti. Untuk rapat tersebut, ternyata nama Ambar tak tercantum dalam daftar undangan. “Program itu kan program saya, seharusnya saya diundang,” ucap Ambar. Ambar mengakui, ia telah aktif bertugas di UPI sejak 1 April 2010. Karena Ambar tak diajak rapat, maka surat tugas bernomor 2622/H.40/KM/2010 yang ditandatangani Pembantu Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan UPI, tidak memasukan nama Ambar dalam surat tugas itu. Selain sebagai penggagas, Ambar juga memegang tanggung jawab di Poliklinik sebagai manager. Meskipun belum ada Surat Keputusan (SK) Rektor dan rancangan program pelayanan kesehatan, pengelolaan, serta alokasi dana kesehatan itu masih dalam proses pembahasan, UPI telah mencantumkan biaya kesehatan Rp 100 ribu pada

10 MEI 2010 ISOLA POS

rincian biaya masuk mahasiswa tahun ajaran 2010/2011. Chaedar mengatakan, belum adanya SK Rektor merupakan masalah operasional, yang penting pemanfaatan uang tersebut kembali ke mahasiswa. “SK Rektor UPI untuk biaya layanan kesehatan memang belum ada, tapi pak rektor sudah tahu mengenai besaran biaya itu,” ujarnya. Mengenai tidak tertulisnya nama Ambar pada daftar undangan, kata Chaedar, sebenarnya Ambar telah diundang berkali-kali tapi tidak memenuhinya. Selain itu Chaedar tak tahu kalau Ambar sudah aktif bertugas lagi di UPI. “Emang dia sudah masuk gitu?,” tanya Chaedar dengan nada heran. Hal itu karena, Ambar sebelumnya mengirim surat pada Chaedar, yang menyatakan bahwa dia tidak masuk kerja. Alasannya karena rektor belum memberikan jaminan keamanan kepadanya. Namun hal itu dibantah Rektor UPI, Sunaryo Kartadinata. “Kita sudah berikan perhatian kepadanya, bahkan saya meminta kepada pembantu rektor untuk menjenguknya,” ucap Sunaryo. Sampai Mei 2010, program kesehatan itu belum rampung. Salah seorang dokter UPI, Setyo Wahyu Wibowo mengatakan, sebelum mahasiswa tahun ajaran 2010/2011 bisa melangsungkan aktivitas perkuliahan, program itu bisa berjalan. ***

Ambar menuturkan, dalam rapat 1 Februari 2010 belum ada keputusan mengenai besaran biaya yang harus dibayar mahasiswa. 25 Februari 2010, rencananya Ambar akan memaparkan 10 program layanan kesehatan dan besaran biaya yang mesti dibayar mahasiswa. Tapi sebelum rapat dimulai, Ambar mengalami percobaan pembunuhan di parkiran UC. “Saya tidak tahu kenapa biaya itu sudah diumumkan, tapi yang jelas sebelumnya saya mengusulkan biaya sebesar 120 ribu, tapi kata pak rektor itu terlalu besar,” kata Ambar. 30 April 2010, digelar workshop di Isola Resort, dalam workshop ini Ambar hadir sebagai salah seorang pemateri. Hadirnya Ambar, setelah ia menerima surat tugas yang kedua dengan nomor dan tanggal surat yang sama, nama Ambar tercantum di surat tugas itu sebagai penanggung jawab. Ambar mempertanyakan posisinya sebagai penanggung jawab, bukan ketua pelaksana. Sehingga Ambar tidak bisa turun tangan dalam merancang program pelayanan kesehatan mahasiswa. “Nampaknya ada pembelokan gagasan,” kata Ambar. Dalam workshop tersebut, lanjut Ambar muncul ide-ide baru seperti regulasi pendirian Rumah Sakit (RS), sebagian dana akan digunakan untuk memberdayakan fitness center. Selain itu ada usulan pengelolaan dana kesehatan yang akan dikelola Direkorat


KAMPUS NURJAMAN/ISOLA POS

Kerjasama dan Usaha (DKU) itu yang tidak dilakukan atau membuat satu badan oleh Poliklinik. usaha di bawah DKU. “Saya Bukan hanya Ambar, itu maunya, dana itu dikelola orang sekaliber Chaedar Poliklinik,” tegas Ambar. yang bertanggung jawab Ditanya mengenai seterhadap kemahasiswaan jauh mana peran pembim­ tidak tahu, digunakan unbing, Direktur Pembinaan tuk apa Rp 156 juta lebih Kemahasiswaan, Cecep Daritu. “Kalau sudah mengenai mawan dan Direktur DKU rincian kayak gitu saya Ridwan Elhariri dalam me­ kurang tahu, tanya saja rancang program la­yanan keke pak Sopandi dia yang sehatan. Ambar mengatakan, lebih tahu” ucap Chaedar nampaknya mereka sangat saat Isola Pos tanyakan. berperan dalam menggi­­ring Saat ditanyakan kepada program ini. Tapi hal ini Sopandi, dia juga tidak langsung dibantah Cecep, mengetahui penggunaan ”Tidak ada intervensi dari sisa duit sebesar itu. Mekami, semua diserahkan nurut Sopandi, duit kesekepada tim dokter dan pada hatan Rp 12.500 itu ditaintinya kami mendukung rik hanya tahun pertama apapun yang terbaik untuk Poliklinik UPI yang terletak di dalam kampus. Rencananya gedung ini akan dijadikan Rumah Sakit UPI, masuk saja. “Setelah tahun pemberdayaan poliklinik,” saat ini sedang digodok regulasinya. kedua, tidak bayar,” ucap ujar Cecep yang namanya Sopandi. tercantum dalam surat tugas itu sebagai Padahal sudah jelas, rektor tiap tahun hanya dikenai biaya pendaftaran Rp 5 pembimbing bersama Ridwan. mengeluarkan SK tersebut. Contohnya ribu karena telah disubsidi. Selain itu Berbeda dengan pernyataan Cecep, SK tahun 2009, disana jelas tercantum mahasiswa juga mendapat subsidi obat Chaedar mengatakan semua pihak yang untuk mahasiswa 2009, 2008, 2007 dan 25% dari harga obat, dan potongan biaya datang dalam workshop terlibat dalam angkatan sebelumnya. Bagian keuangan pemeriksaan Rp 7 ribu. merancang program ini. Cecep hadir juga membenarkan bahwa, penarikan Menurut Bendahara Harian Polidalam workhsop itu, tapi Ridwan absen, biaya kesehatan itu dilakukan tiap tahun klinik UPI, Elly Rosmalia, pada akhir dia diwakili oleh Ketua Divisi Pengemuntuk semua angkatan. bulan Poliklinik merekap jumlah pasien bangan Usaha, Jajang W. Mahri. Adapun dana dari Rp 7.500 tiap mahayang berobat dan jumlah subsidi yang Menanggapi rencana UPI yang akan siswa yang dialokasikan untuk bantuan diberikan. Kemudian mengajukan rekamendirikan RS di lahan yang sekarang kesehatan dan santunan kematian, dari pitulasi tersebut pada bagian keuangan. dijadikan Poliklinik, salah seorang guru rekapitulasi tahun 2009, telah mengSetelah itu bagian keuangan akan mebesar jurusan Pendidikan Teknik Arsitekhabiskan Rp 145,3 juta. Duit yang masuk ngalirkan dana sebesar yang diajukan tur, Maman Hilman mengatakan, bidang untuk biaya pengobatan dan santunan oleh Poliklinik. “Saya tidak pernah memkesehatan mempunyai sifat-sifat khusus, kematian 2009/2010 Rp 272,2 juta. Jika persoalkan masalah uang dari mahasiswa jadi tidak bisa digabungkan dengan pusat dihitung, berarti terdapat sisa Rp 126,8 berapa, yang penting Poliklinik dapat pendidikan. “Dari segi tata ruang tidak juta. Menurut Sopandi, sisa dari uang melayani mahasiswa dengan baik,” kata cocok jika didirikan rumah sakit disitu,” tersebut pada tahun 2006 dan sebelumnya Elly. Elly melanjutkan, dengan sistem kata Maman. dikembalikan kepada mahasiswa dalam seperti ini dan biaya yang ada selama ini Selain hal tersebut, lanjut Maman, RS bentuk beasiswa dan bantuan untuk macukup untuk operasional Poliklinik. harus tenang dan bebas dari keramaian. hasiswa yang tidak mampu membayar Berdasarkan rekapitulasi tahun 2009, RS akan menimbulkan kegaduhan de­ SPP. “Tapi tahun 2008 dan 2009 mah sisa pemakaian dana kesehatan untuk mahangan bunyi sirine Ambulans dan kegiatan uang itu tidak dikembalikan pada mahasiswa di Poliklinik UPI Bumi Siliwangi RS lainnya, hal itu akan mengganggu siswa,” kata Sopandi. Hal tersebut, lanjut Rp 25,2 juta. Sedangkan kampus daerah, perkuliahan. “Kalaupun mau mendirikan Sopandi dikarenakan, bagian keuangan menurut Staf Bagian Keuangan, Cucu RS harusnya jangan di tengah kampus,” tidak memberikan data pembayaran taSupriyadi, sejauh ini belum ada pengajuan kata Maman. Menurut Maman, Mestinya hun 2008 dan 2009. dana untuk subsidi obat-obatan. Jumlah UPI melibatkan jurusan Teknik Arsitektur Staf bidang keuangan UPI, Cucu mahasiswa yang tercatat melakukan dalam merancang master plan UPI dan Supriyadi membantah hal tersebut. Cucu registrasi tahun ajaran 2009/2010 sebarencana pembangunan seperti ini. “UPI mengatakan pada prinsipnya bagian nyak 36.297 mahasiswa. Berarti duit yang kan memiliki SDM yang memadai kenapa keuangan hanya mencairkan dana jika masuk untuk Poliklinik Rp 181,4 juta. tidak dimanfaatkan,” sambung Maman. ada perintah dari pimpinan. Karena tahun Terdapat sisa Rp 156 juta lebih. Satu per*** 2008 dan 2009 tidak ada pengajuan untuk tanyaan muncul, kemana sisa duit itu? Tiap tahun mahasiswa membayar memberi beasiswa dari biaya pengobaAmbar tidak tahu pasti mengenai duit dana kesehatan Rp 12.500. Duit tersebut tan dan santunan kematian, jadi bagian yang selama ini dibayar mahasiswa tiap dialokasikan untuk pembelian obat-obakeuangan tidak mencairkan dana tersetahun itu. Ambar juga pernah bercerita tan di poliklinik Rp 5 ribu, yang Rp 7.500 but. “Apa yang mau dicairkan kalau tidak ke detikbandung.com, bahwa dia tidak digunakan untuk santunan meninggal ada pengajuan?,” tanya Cucu. Pertanyaan mengetahui mengenai duit itu. Apalagi dan bantuan pengobatan mahasiswa. keduapun muncul, kemana sisa duit itu? sisanya. Sebenarnya salah satu gagasan Biaya pendaftaran pertama untuk berobat Ambar supaya ada pemberdayaan Polidi Poliklinik Rp 10 ribu, tapi mahasiswa klinik karena masalah pengelolaan duit

MEI 2010 ISOLA POS

11


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI

INFO IKLAN


LAPORAN UTAMA

ADU KUAT S

panduk itu terpampang di beberapa titik sepanjang jalan kompleks UPI, dalam pemberi-taan di media massa pun ikut me足nyumbang keterbukaan. Hal ini terlihat jelas, genderang pertarungan ajang pemilihan rektor UPI dibuka. Bulan Juni 2010 merupakan penentuan tiga sampai lima calon rektor yang diseleksi Senat Akademik (SA), dan penentuan siapa rektor UPI periode 20102015 yang dipilih Majelis Wali Amanat (MWA). Tersebutkan ada 11 bakal calon (balon). Nama-nama tersebut yaitu Chaedar Alwasilah yang kini masih menjabat Pembantu Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan UPI, Franz Astani dari President University, Furqon yang kini menjabat Direktur Pascasarjana UPI. Sunatra dari ARS International, dan Yoyon Bahtiar Irianto seorang dosen Administrasi Pendidikan UPI. Selanjutnya, Ishak Abdulhak yang masih memegang jabatan Pembantu Rektor Bidang Keuangan dan Sumber Daya UPI, M.A.S. Imam Chourmain dari Universitas Negeri Jakarta, Mohammad Ali yang kini duduk sebagai Direktur Jenderal Pendidikan Islam Departemen Aga足 ma, juga mengajar di Pascasarjana UPI, Muhammad Qudrat Nugraha dari Binus University. Selain Ishak dan Chaedar yang masih menjabat pembantu rektor, Rusli Lutan juga ditetapkan sebagai balon rektor UPI. Rusli merupakan Pembantu Rektor Bidang TIK, Kerjasama dan Usaha UPI. 11 balon itu akan diseleksi oleh Senat Akademik pada 1-5 Juni 2010. SA menentukan tiga sampai lima orang itu untuk menjadi calon rektor. Jika yang ditentukan itu lima calon, maka MWA nantinya akan memilih tiga calon. Dari tiga calon itulah akan memperebutkan suara dari anggota MWA, jumlah suara MWA sebanyak 27. Menteri Pendidikan Nasional punya 35% suara. Jika dihitung, berarti suara Mendiknas ada sembilan

suara. 18 anggota MWA lainnya hanya punya satu suara saja. Diprediksi, yang memiliki kekuatan untuk menjabat posisi rektor UPI yaitu Sunaryo (Incumbent) dan Ali. Ali disebut-sebut menjadi rival terberat Sunaryo. Jika kedua orang itu menjadi calon rektor, maka siapakah yang dapat memperoleh suara Mendiknas? Atau siapakah yang bisa memperoleh suara terbanyak walaupun tidak dapat suara dari Mendiknas? Pertengahan Juni 2010 lah yang bisa memastikan.

MEI 2010 ISOLA POS

13


LAPORAN UTAMA

Memperkuat sedari Dulu

DOK.PRIBADI

Oleh Isman R. Yusron

B

agai wajan di atas tungku api, mungkin hal itulah yang dapat menggambarkan situasi kampus Bumi Siliwangi yang kini ramai karena dekat dengan momen penting. Yakni pemilihan rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) untuk memperebutkan kursi nomor satu di UPI, rektor UPI periode 2010-2015. Berbagai desas-desus terdengar mengenai bakal calon rektor dan ramai dibicarakan tentang siapa yang akan memimpin kampus yang masih mempertahankan jargon pendidikannya ini, dengan motto Leading and Outstanding. Salah satu isu yang berkembang yaitu mengenai kekuatan politik Sunaryo Kartadinata dalam pencalonannya kembali untuk menjadi rektor UPI. Menurut Iik Nurpaik yang mengajar di jurusan Administrasi Pendidikan UPI, incumbent (yang sedang memegang jabatan, Sunaryo) masih memiliki power di UPI. Dengan hal tersebut, kata Iik, memungkinkan incumbent untuk menentukan siapa saja anggota Senat Akademik (SA) serta Majelis Wali Amanat (MWA). MWA lah yang menentukan siapa yang berhak menjadi rektor. “Itu wajar, saya kira siapa saja yang incumbent pasti melakukan hal itu,” kata Iik. Yayat Achdiat yang kini menjabat Ketua Prodi Manajemen Bisnis di Sekolah Pascasarjana UPI, menilai keadaan ini sungguh tidak fair. “Jika mau fair, seharusnya Sunaryo kembali dulu menjadi orang yang biasa, sejajar dengan yang lain,

14 MEI 2010 ISOLA POS

lalu jabatan rektor dipegang dulu oleh pejabat sementara, itu kan lebih fair,” ujar Yayat. Suyitno yang kini sebagai Ketua Prodi PGSD senada dengan pernyataan Yayat. “Dari segi dukungan, incumbent itu masih banyak yang mendukung, di SA juga banyak yang mendukung beliau,” ujar Suyitno. “Rektor itu kan jabatan politis, ya mungkin saja ada yang seperti itu,” sambungnya. Seperti halnya Suyitno, Ahman sebagai orang nomor satu di Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UPI membenarkan hal tersebut. “Memang dari segi dukungan terhadap Sunaryo selama ini cukup kuat,” ujar Ahman. Tentu semua bakal calon, kata Ahman, memiliki kekuatan juga. “Semua memiliki peluang yang sama untuk naik menjadi rektor UPI,” tambah Ahman. Dari komposisi SA, terlihat banyak anggota yang memiliki jabatan di UPI, hal itu memunculkan asumsi bahwa ada setting-an di tingkat SA. ”Semua anggota senat punya jabatan, apakah mereka berani tidak loyal kepada Sunaryo?” kata salah satu dosen di Jurusan Bahasa Indonesia, Dadang Anshori. Namun hal tersebut segera dibantah oleh Asep Kadarohman, Dekan Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FPMIPA), yang secara otomatis menjadi anggota SA. Dia menyatakan bahwa hal tersebut bukan karena ada setting-an, tapi dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga-nya para dekan menjadi perwakilan di SA. “Yang naik menjadi dekan meskipun ditetapkan oleh rektor, tapi melalui fit and proper test terlebih dahulu,” ujar Asep Menurut seorang mantan Pembantu Dekan I Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS), Aim Abdulkarim, supaya tidak terlihat setting-an seperti itu, lebih baik AD/ART diubah. “Di dalamnya diatur cara pemilihan pimpinan UPI, salah satunya pemilihan dekan, lebih baik dipilih langsung oleh civitas akademika di lingkungan fakultas masing-masing,” kata Aim. Hal ini supaya, kata Aim, tampak demokratis. Menurut Aim, secara otomatis, dekan terpilih itu merasa berhutang budi kepada rektor dan di SA dia condong ke incumbent. Salah seorang dosen di jurusan Ad-

ministrasi Pendidikan UPI, Diding Nurdin juga sependapat dengan Aim. “Selain itu, supaya mudah menagih janjinya,” ujarnya. Diding menilai, bisa diprediksi, semua anggota SA yang punya jabatan di UPI pasti memilih Sunaryo. Namun hal itu dibantah Ahman. “Jabatan-jabatan itu kan nggak sembarangan, terbentuk karena ada fit and proper test dan prestasi,” ujar Ahman. Diapun menanggapi hal tersebut tidak bisa disebut setting-an ataupun balas budi, “Jadi saya tidak sependapat kalau dibilang seperti itu karena ada prosedur yang jelas,” kata dekan FIP UPI ini. Idrus Affandi sebagai anggota SA exofficio dari Dekan FPIPS juga menampik penilaian Diding. “Ah, terserah saya, saya yang berhak memilih calon,” ucapnya. Padahal Idrus dianggap orang dekat Sunaryo. Salah satu yang mengatakan itu adalah Aziz Mahfudin, seorang dosen di Sekolah Pascasarjana UPI. “Dulu nama Idrus akan dijadikan pemecah suara di SA untuk kemenangan Sunaryo, tapi Idrus lemah sehingga tidak dipakai,” kata Aziz. Pemecah suara yang dimaksud Aziz, adalah Idrus akan dijadikan bakal calon sebagai pemecah suara supaya lawan kuat Sunaryo tidak lolos seleksi SA. Aim percaya terhadap indepedensi anggota SA. “Karena di UPI bukan permainan politik, anggota SA itu orang intelektual semua, yang bisa menggunakan nalar dan hati nuraninya untuk menentukan calon yang terbaik,” ujar Aim. Dengan demikian, kata Aim, jangan sampai anggota SA terkooptasi oleh salah satu bakal calon. Dalam penentuan rektor mendatang, salah satu yang akan menentukan siapa rektor selanjutnya adalah MWA. Dari komposisi MWA UPI yang diajukan SA, tersiar kabar bahwa nama-nama dari unsur masyarakat itu disodorkan Sunaryo. Di sinilah Sunaryo mulai tampak memperkuat dukungan suara dari anggota MWA. Beberapa anggota MWA juga memiliki latar belakang dari salah satu partai politik. Di sana ada Jusuf Kalla, Ginandjar Kartasasmita, Dada Rosada, Ahmad Heriyawan, dan Popong Otje Djundjunan. Menanggapi hal tersebut, Idrus menyatakan, “Kampus ini bukan arena partai politik, tapi merupakan arena akademik, maka dalam kehidupan kampus menjunjung etika akademis jangan menjunjung politik praktis,” kata Idrus. Ketua Panitia Pemilihan Rektor UPI yang sekaligus sebagai anggota SA, Dadang Sunendar mengatakan kepada Isola Pos, ”Biar saja mereka bilang apa, ini kan lingkungan akademik bukan ajang perpolitikan, jadi dunia akademis jangan dipolitisir lah.”


LAPORAN UTAMA

Bermain “Kartu” di Saat Kritis

DOK.PRIBADI

Oleh Rudini

S

udah biasa, rumah itu sering didatangi tamu. Tujuan dan kepentingannya bermacam-macam. Kedatangan tamu kali ini ke rumah itu cukup mengejutkan tuan rumah, meminta kepada tuan rumah supaya maju dalam pencalonan rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Tuan rumah itu adalah Mohammad Ali, mantan dekan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UPI. Ali saat ini menjabat Direktur Jenderal Pendidikan Islam di Kementerian Agama sejak 2007. Ali tak meng-iya-kan permintaan tamu itu, dia hanya bisa menjawab “Saya ini bukan orang yang tak punya jabatan,” ucap Ali. Tamu yang lain terus bergantian mendatangi kediamannya di jalan Batununggal Indah, Bandung. ”Hampir tiap sabtu itu selalu ada yang datang ke rumah saya, mereka meminta saya ikut dalam pencalonan rektor UPI,” kata Ali. 10 April 2010, Ali mengundang beberapa dosen UPI untuk makan siang di salah satu rumah makan di daerah Cihampelas, Bandung. Hal ini sudah biasa bagi Ali mentraktir beberapa dosen UPI itu. Seorang dosen sudah membawakan formulir pendaftaran untuk Ali, di sanalah Ali menyatakan kesiapannya maju dalam pencalonan rektor UPI periode 2010-2015. “Kenapa saat itu saya mengatakan OK, karena seolah-seolah teman-teman ini meminta bantuan. Mereka minta tolong kepada saya supaya memperbaiki kondisi UPI yang sudah berada dalam kondisi yang sangat kritis,” ujar Ali. Sebelum Ali menyatakan kesiapannya, sudah tersebar wacana bahwa Ali akan

mencalonkan. “Jabatan saya sekarang ini lebih tinggi dari rektor. Bayangkan saja, saya kalau rapat memimpin 59 rektor,” kata Ali. 59 rektor itu adalah para rektor yang berada di bawah Kementerian Agama seperti Universitas Islam Negeri dan Institut Agama Islam Negeri. “Jika dibandingkan memimpin UPI (menjadi rektor-red) ini kan jauh,” tuturnya. Melihat jabatan yang Ali pegang saat ini, Ali pun menjadi satu-satunya orang yang diperhitungkan incumbent, rektor Sunaryo Kartadinata yang sudah lama mempersiapkan dirinya untuk naik ke arena pemilihan rektor. “Ingat, lawan saya ini incumbent, yang punya otoritas dan menguasai sumber daya yang sebenarnya bukan miliknya,” kata Ali. Sumber daya yang dimaksud Ali adalah uang dan dukungan para anggota Senat Akademik (SA). SA-lah nanti yang menentukan tiga sampai lima orang yang bisa menjadi calon rektor. Anggota SA terdiri dari unsur exofficio atau unsur dari beberapa jabatan yang dipegang, sehingga secara oto matis menjadi anggota SA. Seperti rektor, para pembantu rektor, dekan, direktur akademik, kepala perpustakaan UPI, dan beberapa kepala lembaga UPI lainnya. Yang kedua dari unsur bukan ex-officio yang diambil dari dosen guru besar dan bukan guru besar, masing-masing dua orang tiap fakultas. Anggota SA bukan ex-officio dipilih oleh dosen di tiap fakultas dan direkomendasikan oleh dekan dari tiap fakultas tersebut. Anggota SA yang bukan ex-officio ada

yang punya jabatan dan juga ada yang tidak memegang jabatan. Menurut Diding, yang punya jabatan inilah kemungkinan yang sulit berada di garis independen. “Apalagi unsur ex-officio, bisa dilihat siapa-siapa yang tampak loyal sama pak Sunaryo,” ujar salah seorang pendukung Ali dari jurusan Administrasi Pendidikan, Diding Nurdin. Keberpihakan anggota SA bukan rahasia lagi bagi civitas akademika. Apalagi, kata seorang dosen Bahasa Jerman, Aziz Mahfudin, ketua SA berasal dari orang yang mendukung Sunaryo sejak lima tahun lalu, yaitu Endang Soemantri. Ali pun berkomentar, “Silahkan dia (Sunaryo) saja main rekayasa, saya tidak akan seperti itu.” Bukan hanya Aziz saja yang mengatakan seperti itu, seorang dosen Seni Rupa, Ayat Suryatna juga senada. Sunaryo dianggap telah menempatkan orang-orang terdekatnya di jajaran SA Bagi Iik Nurpaik yang kini mengajar di jurusan Administrasi Pendidikan, hal itu sudah biasa dalam dunia politik, termasuk politik di kampus. “Saya pikir semua incumbent juga pasti akan melakukan seperti itu,” ucapnya. Ali menyindir pencalonan Sunaryo yang kedua kalinya ini, “Lihat di universitas lain, cuma satu periode,” ujarnya. Tapi hal itu, lanjut Ali, menjadi hak Sunaryo untuk maju dalam pencalonan rektor kali ini. Iik berkomentar, “Semua civitas akademika punya kesempatan untuk menjadi rektor, asal memenuhi persyaratan.” Yang menjadi kendala bagi Ali, kata salah seorang dosen Pendidikan Seni Rupa UPI, Dadang Sulaiman adalah, apakah Ali bisa lolos menjadi calon rektor. “Jika Ali lolos dari seleksi SA, itu rintangan bagi Sunaryo,” kata Dadang Sulaiman. Hal ini, karena Ali punya akses ke Menteri Pendidikan Nasional. Sang menteri merupakan salah satu unsur yang secara otomatis menjadi anggota Majelis Wali Amanat (MWA), suaranya tak tanggung-tangung, 35% dari 27 suara. Lalu, bagaimana langkah Ali supaya bisa melewati seleksi SA terlebih dahulu? “Berjuang saja, saya ini orang jujur, saya akan bermain secara elegan,” ucap Ali.

MEI 2010 ISOLA POS

15


LAPORAN UTAMA gota SA akan mendukung Sunaryo. “Ada beberapa anggota SA yang masih bisa independen, terutama dari FPMIPA (Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam-red),” terangnya. Diding juga saat ini sedang mendekati anggota SA dari FIP karena Ali berasal dari FIP. Sedangkan FPMIPA, kata Diding akan didekati oleh Nahadi yang mengajar di jurusan Kimia. Tapi Nahadi sendiri mengaku pandangannya netral dalam melihat seleksi calon rektor dan pemilihan rektor. Padahal Nahadi sering datang dalam pertemuan pendukung Ali jika dia diundang. “Ya kalau diundang saya mesti datang, masa tidak datang,” ucap Nahadi.

DOK.PRIBADI

*** 1 Juni 2010 merupakan penentuan bagi bakal calon rektor, salah satunya Ali. 42 anggota SA punya wewenang menentukan orang yang berhak dipilih anggota MWA. Disinilah kekuatan politik yang mesti dibangun Ali. Sudah banyak dosen yang memberikan dukungan kepada Ali, salah satunya mantan Pembantu Dekan Bidang Akademik di Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Aim Abdulkarim. Aim disebut-sebut sebagai orang terdekat Ali dan memberikan dukungan penuh kepada Ali. Tentunya usaha yang mesti dilakukan para pendukung Ali adalah, mendekati para anggota SA.

Mohammad Ali diiringi oleh para pendukungnya setelah deklarasi pencalonan rektor UPI.

Namun, Aim tidak mau banyak berkomentar mengenai cara yang akan dilakukan para pendukung Ali. Aim hanya mengatakan, “Kami dan pak Ali melakukan dialog dengan para anggota SA supaya ide-ide pak Ali didengar anggota SA.” Nanti juga, lanjut Aim, ada Public Hearing. “Di sanalah nanti akan ketahuan, siapa kandidat yang paling unggul,” kata Aim. Diding mengatakan, para pendukung Ali akan berusaha meyakinkan anggota SA bahwa Ali memiliki integritas dan kapabilitas untuk memimpin UPI. “Pak Ali punya track record yang bagus saat memimpin FIP dan Lembaga Penelitian UPI,” jelas Diding. Menurut Diding, tidak semua ang-

16 MEI 2010 ISOLA POS

Nahadi hanya bisa berharap, semua anggota SA bisa menilai para balon secara objektif dan posisinya independen. “Mereka-mereka (anggota SA) itu kan orang intelektual, mereka bisa memilih tanpa terkooptasi,” ujarnya. *** Saat Isola Pos bertanya kepada Ali, apakah dirinya akan melakukan tawaran kepada para anggota SA. Ali dengan tegas menjawab, “Itu kan politik uang, mau pake proyek atau jabatan sama saja, silahkan saja yang lain, tapi pertanggungjawabannya di akhirat.” Tapi ada satu obrolan santai dari beberapa dosen saat membicarakan pencalonan Ali, mengenai kartu truf yang akan dikeluarkan pendukung Ali.

Kartu truf tersebut berkenaan dengan penyelewengan duit UPI yang dilakukan oleh salah seorang terdekat Sunaryo. Orang terdekat itu punya jasa besar kepada Sunaryo saat pemilihan rektor lima tahun lalu, sehingga sampai saat ini pengaruhnya kepada Sunaryo cukup besar. Jika kartu truf itu keluar, maka beberapa anggota SA pun akan kena. Hal itu juga pernah didengar oleh Dadang Sulaiman dan Nahadi. Menurut Nahadi, jangan sampai kartu truf itu hanya dijadikan alat politik. “Jika waktunya dikeluarkan, keluarkan saja, jangan hanya untuk mejatuhkan Sunaryo dan mengangkat Ali,” tuturnya. Ta p i A i m t i d a k mengetahui mengenai data-data penyelewengan duit itu. Dadang Sulaiman mengatakan, Ko m i s i Pe m b e r a n tasan Korupsi (KPK) bisa turun jika data itu dibuka ke publik oleh si pemegang, nama UPI pun akan tercoreng. Pemegang data yang bisa dijadikan kartu truf dalam pemilihan rektor itu adalah seorang ketua Program Studi Manajemen Bisnis di Sekolah Pascasarjana UPI, Yayat Achdiat. Ya y a t m e n c e ritakan, Ali pernah meminta data itu. “Saya tidak mau kalau hanya untuk menjatuhkan lawan, saya akan keluarkan jika UPI sudah terancam,” kata Dadang. Bukan hanya Ali, bakal calon dari luar UPI pun pernah memintanya. M e n u r u t Ya y a t , orang yang pertama akan kena adalah Sunaryo dan akan merembet ke yang lainnya. Padahal kata Yayat, Sunaryo tidak tahu mengenai penyelewengan duit itu. “Pak Sunaryo itu orang baik, dia hanya dimanfaatkan saja,” ujarnya. Makanya, lanjut Yayat, dirinya berusaha mengingatkan Endang supaya SA bersikap independen. Walaupun Ali tak mendapatkan data itu, dia sudah mengumpulkan beberapa poin kesalahan Sunaryo untuk menyerangnya di Public Hearing yang akan digelar pada 24-27 Mei 2010. Apakah Yayat sekarang berada di pihak Ali? “Posisi saya tidak berada pada siapapun, dan saya tidak akan menggunakan data ini untuk kepentingan politik,” jelas Yayat.


LAPORAN UTAMA

Orang Dalam Lebih Paham Oleh Nurjaman

D

engan menenteng sekotak makanan ditangannya, laki-laki berbaju putih itu akhirnya tiba di ruangan Pembantu Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan. Ruang kantornya penuh dengan buku dan arsip. Laki-laki itu baru saja menghadiri rapat persiapan ujian masuk yang akan dilaksanakan dua hari kemudian. Dia adalah Chaedar Alwasilah, salah seorang bakal calon (balon) rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) 20102015. Chaedar pun menjelaskan perihal mendaftarnya pada pencalonan rektor tahun ini. “Keinginan itu (mendaftar) muncul ketika waktu pendaftaran, banyak pendaftar yang menurut hemat saya, kurang mengenal UPI,” ujarnya. Pendaftar yang diceritakan Chaedar adalah pendaftar dari luar UPI. Dengan pengalamannya berkiprah di UPI selama kurang lebih 35 tahun, dia merasa lebih paham dari mereka yang dari luar UPI. “Rasanya saya punya tanggung jawab moral untuk mendaftarkan diri jadi rektor UPI,“ ungkapnya. Diapun telah mempersiapkan kertas kerja dengan misi utama menjadikan UPI sebagai taman pendidikan multikultural. Chaedar menyatakan bahwa dia didukung oleh beberapa temannya. “Saya tidak boleh menyebutkan namanya,” ujarnya. Sampai saat ini, dia mengaku belum menggalang dukungan ke fakultasfakultas lain. “Belum saatnya sekarang mah,” tambahnya. Chaedar beranggapan, saat ini menggalang dukungan ke fakultas-fakultas belum perlu. “Nanti kalau sudah menjadi tiga, baru (bergerak),” ujarnya. Yang dimaksud Chaedar menjadi tiga itu adalah jika sudah ditetapkan menjadi calon rektor hasil seleksi Senat Akademik (SA). Hal ini karena, setiap bakal calon akan diseleksi dulu di SA minimal tiga, maksimal lima. Lalu beranjak lagi, seleksi dilakukan oleh Majelis Wali Amanat (MWA) sebanyak dua, maksimal tiga. Menurut Chaedar, sulit sekali untuk memperkirakan siapa yang akan lolos jadi calon rektor karena dari 11 yang mendaftar itu, nantinya akan mengerucut jadi tiga atau lima. “Nanti kalau sudah tiga, baru jelas persaingannya,“ kata Chaedar. Chaedar berharap dirinya dapat lolos di SA. Karena menurutnya yang paling sulit itu adalah di MWA. Jumlah anggota

DOK.UPI

Chaedar Alwasilah (paling kanan) ikut mencalonkan dalam Pemilihan Rektor UPI.

MWA dari unsur masyarakat berjumlah 10. “Saya hanya kenal beberapa saja,” ujarnya. Bagi Rusli Lutan, salah seorang balon yang berasal dari Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (FPOK), mencari dukungan dalam konteks pemilihan rektor itu tak perlu. Baginya yang perlu itu adalah membangun kepercayaan. “Kita kan akademisi, saya polos-polos saja,” ujarnya sembari tertawa. Selain itu, kata Rusli, mesti diperhatikan pula kekuatan itu dari segi pengalaman dan akademik. Dekan FPOK UPI, Yudha M. Saputra, mengaku pernah dikumpulkan di Sekolah Pascasarjana. Disana, kata Yudha, Rusli menyatakan meminta dukungan teman teman dosen FPOK untuk mendukungnya. “Kita pun akan men-support-nya,” ujarnya. “Karena bagaimana pun beliau dari kita (FPOK-red) juga dan sudah tentu akan menyampaikan aspirasi dari kita juga,” sambungnya. Mengenai keinginan awal, Yudha menceritakan bahwa Rusli-lah yang berinisiatif duluan. “Lalu baru bilang ke kita,” ungkapnya. Tak beda jauh dengan Rusli, Ishak

Abdulhak, balon yang lain, menyatakan bahwa dirinya tidak pernah mencari dukungan siapa pun, bagi dia kalau memang sudah ditakdirkan jadi, ya jadi. “Kan sudah ada yang menentukan (Tuhan-red),” ujarnya. Sebelumnya pernah tersiar kabar bahwa Ishak mulai mendekati Menteri Pendidikan Nasional lewat tokoh-tokoh Nahdhatul Ulama (NU). Akan tetapi, Ishak membantah hal itu. “Saya tak pernah mencari dukungan menteri atau siapapun, karena kita di lingkungan akademik, jadi beda kulturnya,” tutur Ishak. “Tak perlu ada suksesi, seperti partai-partai politik saja,” tambah Ishak yang masih menjabat Pembantu Rektor Bidang Keuangan dan Sumber Daya UPI ini. Menurut Ayi Olim yang menjabat ketua jurusan Pendidikan Luar Sekolah UPI, Ishak memang tipikal orang yang tidak suka menonjol-nonjolkan diri. “Dalam beberapa hal beliau (Ishak) itu low profile,” ungkapnya. Berbeda dengan Ishak, Yoyon Bahtiar Irianto, balon dari jurusan Administrasi Pendidikkan UPI, justru tidak mengharapkan menang. Dia hanya menginginkan

MEI 2010 ISOLA POS

17


LAPORAN UTAMA Kertas kerja yang ia susun dapat didengar SA. Dia juga tidak mencari dukungan. “Saya ingin pikiran saya dicuri,” ujar Yoyon. Diapun mengaku, dirinya didukung Astim Riyanto dan teman-temannya di jurusan. “Tapi saya mah cuma ingin meramaikan pemilihan rektor saja,” ujarnya sembari tertawa kecil. Dia juga mengaku didorong oleh salah seorang anggota SA, Yudha. Tapi ternyata Yudha tak serius. “Saya mah cuma becanda waktu ngobrol sama dia (Yoyon-red),” ungkapnya. Tidak jauh berbeda dengan balon lainnya, Furqon juga tidak mencari dukungan. Dia pun tidak berpikir tentang peluangnya lolos menjadi rektor, karena pemilihan itu ada di SA dan MWA, jadi dia hanya mempersiapkan kertas kerja yang mungkn akan menarik banyak orang. “Mudah-mudahan dengan cara seperti itu orang-orang akan yakin dan mendukung saya,” ungkap Direktur Sekolah Pascasarjana ini. Furqon pun mengaku, dirinya didorong oleh rekan-rekannya di FIP dan di Sekolah Pascasarjana. “Mungkin semua juga pasti ada yang mendorong karena kalau gak ada yang mendorong, rasanya gak enak juga,” tutur Furqon. *** Salah seorang dosen di Sekolah Pascasarjana, Aziz Mahfudin memandang, bahwa balon yang disebutkan di atas kecual Ishak dan Yoyon hanya dijadikan pemecah suara dalam seleksi SA. Tujuannya supaya incumbent (Rektor Sunaryo Kartadinata) dapat menjegal balon yang lebih kuat darinya, sehingga lawan kuat Sunaryo tak lolos menjadi calon rektor. “Calon yang kuat itu ternyata Mohammad Ali,” kata Aziz. Menurut Aziz, tadinya yang akan dijadikan pendamping Sunaryo dalam memecah suara di SA itu adalah Idrus Affandi dan Mukhidin. Idrus adalah dekan Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Ilmu Sosial, sedangkan Mukhidin adalah Dekan Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan. “Tapi mereka berdua lemah, dan akan dianggap bodoh kalau dijadikan pemecah,” ujar Aziz. Menurut seorang dosen jurusan Pendidikan Seni Rupa UPI, Dadang Sulaeman, di UPI ada dua kubu besar, grup Fakry Gaffar yang menitiskan kepada Ali, Aim dan kawan-kawan. Kubu kedua yaitu Sunaryo dan kawan-kawan, titisan dari Endang Soemantri, ketua SA sebelumnya dan sekarang. Salah seorang dosen di jurusan Administrasi Pendidikan, Diding Nurdin memandang Furqon termasuk lingkaran Sunaryo. Termasuk Chaedar juga, dipandang Aziz, orang yang setia kepada Sunaryo. “Pak Chaedar mah sudah jelas,”

18 MEI 2010 ISOLA POS

FPOK.UPI.EDU

Rusli Lutan (paling kiri) saat di Bangkok, Thailand.

tutur Aziz. Dadang pun memberikan kemungkinan, Chaedar bisa mencungkil dua suara dari Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni saja. Chaedar berasal dari FPBS UPI. “Gak mungkin suara SA ke Sunaryo semua, masa dari fakultas sendiri tak didukung,” ungkapnya. Dadang juga mengatakan, Ishak pasti berat dengan pesaing yang ada di FIP. “Di sana ada Furqon, Ali dan Sunaryo,” tuturnya. sedangkan Yoyon tak masuk hitungan walaupun dia dari FIP. “Yoyon mah gak dihitung,” katanya. Mengenai majunya para pembantu rektor, Dadang juga senada dengan Aziz, mereka hanya pemecah suara di SA. “Jika incumbent naik tanpa Ali, yang naik itu Sunaryo, Chaedar, Ishak atau Furqon, itu menunjukan ketakutan mereka terhadap Ali,” jelas Dadang. Kemungkinan wacana mendelagasikan Furqon, dekat dengan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi, Fasli Djalal, hal itu masih belum bisa dipastikan. Sebelum pendaftaran balon ditutup, Ishak dan Chaedar tidak berniat ikut. Aziz juga mempertanyakan motif Rusli. “Pak rusli juga apa kepentingannya,” ucap Aziz. Dengan demikian, kata Aziz orang bisa membaca kepentingannya, jadi rektor atau pendamping supaya pecah. “Nanti SA itu akan memberikan suaranya kepada tiga orang itu, ada kemungkinan SA akan menjegal Ali,” tutur Aziz. Ishak meminta supaya tidak ada su’udzon. “Dilihatnya dari tanggung jawab dan niat untuk memimpin,“ ujarnya. Chaedar juga menaggapi pandangan tersebut, baginya hal itu dianggap wajarwajar saja. Baginya, ini merupakan feno-

mena menjelang pemilihan. “Silahkan saja, mau menterjemahkan seperti apa,” ujar Chaedar. “Tampaknya pak Sunaryo demokratis, tak pernah menghalangi siapa pun untuk menjadi pesaingnya. Marilah maju semuanya, nanti biarlah publik yang memilih siapa yang terbaik untuk memimpin lembaga ini,” tuturnya. Ada kabar berkaitan dengan pemecahan suara untuk menjegal Ali, Chaedar dan Rusli ikut dalam pemilihan ini sebagai tanda terima kasih kepada Sunaryo yang telah memberikan posisi sebagai pembantu rektor. Ishak justru sebaliknya, hal ini langsung ditanggapi Ishak, “Tidak ada niat untuk menjadi rival pak Sunaryo,” terangnya. Bagi Rusli, dia maju hanya untuk mengawal universitas saja. “Bukan mengawal rektor (Sunaryo-red) yang sekarang,” ujarnya diiringi dengan tawa khasnya. Furqon mengakui dirinya dekat dengan Sunaryo. Tapi dia juga mengaku dekat dengan Ali. Ali pernah sekamar dengan Furqon saat kuliah di Amerika. “Ya, memang kalau di UPI itu sahabat semua,” ucapnya tertawa kecil. *** Ali merasa, mekanisme one man three vote yang diberikan SA kepada balon nantinya memiliki tujuan untuk menjegal dirinya. Ketiga suaranya dianggap akan diberikan kepada Sunaryo dan ketiga balon itu. Ternyata bukan hanya balon rektor Ali yang punya pandangan seperti itu, Aziz juga sama. Ketika ditanyai mengenai mekanisme pemilihan rektor di SA, Astim Riyanto salah satu anggota SA menyatakan, bahwa kemungkinan mekanisme penjaringan rektor di SA adalah one man three vote, “Kan di SA itu menjaring tiga orang calon untuk masuk ke MWA, nah jadi biar nggak ngambai (terlalu lama–red) ya one man three vote,” ujar Astim. Namun, lanjut Astim, keputusan untuk mekanisme pemilihan di SA tersebut belum diputuskan, “Lihat nanti, nanti akan diputuskan pada saat rapat senat.” Selain itu, ketika ditanyai mengenai one man three vote yang berkemungkinan untuk menjegal, seperti yang dituduhkan Ali, Astim hanya tertawa ringan dan tidak menjawab itu.


LAPORAN UTAMA

Tak Kenal Bisa Tak Menang Oleh Sofia Pamela SITI/ISOLA POS

Jumpa pers penetapan 11 bakal calon rektor UPI, di gedung Unversity Center UPI, 12 Mei 2010.

S

ore itu salah seorang bakal calon (balon) rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) memasuki ruang sekretariat panitia pemilihan rektor UPI 2010-2015 di gedung University Center (UC) UPI. Imam Chourmain, seorang profesor dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu sedang menyerahkan berkasberkas yang dibutuhkan sebagai syarat ikut pemilihan. Ia datang sendiri ke sekretariat panitia dari Jakarta sehabis mengajar. Imam mengaku tergerak mendaftarkan diri saat membaca harian Kompas 25 Maret 2010. Sebagai salah satu balon rektor yang pernah menempuh pendidikannya di kampus UPI tahun 1963, Imam menganggap momen pemilihan ini sebagai sebuah kesempatan bagi dirinya yang telah menginjak usianya di 74 tahun ini. Imam menyebutkan, dirinya mengenal secara pribadi beberapa dosen di UPI terutama di Sekolah Pascasarjana. Tapi itu sebatas teman biasa. Imam tidak membangun ‘kekuatan politik’, selain hanya akan memaparkan isi kertas kerjanya nanti di hadapan Senat Akademik (SA) UPI. Imam tidak memikirkan mengenai ‘dukungandukungan’ suara yang memungkinkan ia bisa lolos menjadi calon rektor dari balon yang akan dipilih oleh SA pada 1- 5 Juni 2010. “Nothing to loose saja,” ujar Imam dengan santai.

Balon rektor dari luar UPI lainnya seperti Qudrat Nugraha dan Franz Astani mengaku tidak mengenal anggota-anggota SA. Alih-alih membangun kekuatan untuk menggolkan tujuan menjadi pemimpin di UPI. Qudrat menjelaskan, jika itu dilakukan oleh balon rektor, maka akan menimbulkan beban psikologis. Franz, salah satu balon berprofesi notaris yang berkantor di daerah Jakarta Selatan ini, justru mengaku belum paham mengenai UPI ataupun mengenal orangorang di dalamnya. “Saya baru membaca UPI, lewat buku ini,” ungkapnya seraya menunjukkan sebuah buku tentang UPI. Franz justru mengabarkan, bahwa ia lebih luas jaringan di luar dari pada di dalam UPI sendiri. “Saya kenal dengan Muhammad Nuh, Menteri Pendidikan yang menjadi anggota Majelis Wali Amanat (MWA) UPI sekarang,” ujarnya kepada Isola Pos saat ditemui di kantornya. *** “Sekarang ini era Men to Men Competition,” tegas Qudrat saat diwawancarai Isola Pos via telepon genggam. Ini menurutnya, berlaku pula pada pemilihan rektor UPI yang akan berlangsung. Qudrat berharap agar pemilihan ini ‘bersih’. “Itu seandainya UPI mau maju,” lanjutnya. Serupa dengan Qudrat, Franz juga menuturkan, para bakal calon supaya datang dengan konsep dan pemikiran.

Selanjutnya, dalam mengisi jabatan struktural, rektor terpilih nantinya mesti mengetahui dan mengenal orang-orang yang akan mengisinya. Untuk menentukan itu, Qudrat menyebutkan tentu saja yang akan mengisinya dari dalam UPI. Namun, ia tidak menyebutkan nama. Hanya mereka yang punya hubungan baik dengan berbagai kalangan saja, lanjutnya, jika tidak siapsiap saja dipinggirkan. Berbeda dengan Franz yang berujar, ”Jika terpilih, saya akan menempatkan orang-orang dalam jabatan itu dari luar UPI, yakni kalangan profesional.” Sedangkan Imam rupanya belum memikirkan orang-orang yang akan bekerja dengannya nanti seandainya jadi rektor UPI. “Lakukan yang terbaik dan bersiap yang terburuk saja dulu,” singkatnya. Satu-satunya balon rektor dari luar UPI yang mengaku mendapat dukungan orang dalam UPI adalah Sunatra. Sunatra sudah memperoleh dukungan secara pribadi dari orang-orang di dalam UPI. Sunatra juga sudah melakukan sosialisasi ke anggota SA dan Majelis Wali Amanat (MWA). Membuat leaflet untuk dibagikan juga dilakukannya sebagai bentuk sosialisasi. Selama ini ia mengatakan sudah berkonsultasi dengan Jusuf Kalla, Popong Otje Djundjunan dan Ginandjar Kartasasmita. “Ya sebatas konsultasi dan sosialisasi program yang saya buat lah,” tuturnya. Hal itu juga diakui oleh salah seorang ketua program studi di Sekolah Pascasarjana UPI, Yayat Achdiat. Menurut Yayat, Sunatra dikenal oleh menteri yang punya suara 35% itu di MWA. Artinya, Sunatra punya peluang memperoleh suara menteri. Itupun kalau Sunatra menjadi calon rektor. Jika tidak, kata Yayat, suara menteri kemungkinan akan diberikan ke seorang calon dari dalam UPI yang sedang menjabat sebagai Direktur Jenderal Pendidikan Islam di Kementerian Agama, Mohammad Ali. Sunatra menuturkan, dengan berkonsultasi dan mendapat masukan dari berbagai pihak, ia semakin percaya diri untuk turut memajukan kampus UPI. Selain itu, ia juga mengaku sudah bertemu dengan wakil menteri itu.

MEI 2010 ISOLA POS

19


LAPORAN UTAMA

Mendengar, tapi Biarkan Saja

DOK.UPI

Oleh Isman R. Yusron

Rektor UPI Sunaryo (depan dari kanan), ketika menghadiri Kuliah Umum Edupreneur, di Auditorium JICA FPMIPA UPI.

A

da sebuah selintingan yang sudah tersebar luas di kalangan civitas akademika Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Apalagi selintingan itu mulai terdengar kembali di saat-saat momen pemilihan Rektor UPI periode 2010-2015. Bulan Juni 2010 ini, pemilihan rektor akan digelar. Rektor UPI 20102015, Sunaryo Kartadinata kembali mencalonkan dalam pemilihan rektor kali ini. Selintingan tadi ternyata ditujukan kepada Sunaryo. Dari beberapa pandangan dari dosen UPI, berkembang selintingan bahwa Sunaryo telah membabat habis golongan atau orang-orang terdekat dari pemimpin UPI dua periode sebelumnya, yaitu Fakry Gaffar. Orang-orang Fakry kala itu katanya digantikan oleh orang-orang di lingkaran Sunaryo pada jabatan-jabatan struktural UPI. Salah satu yang mengatakan hal itu adalah Aziz Mahfudin, salah seorang dosen di Pascasarjana UPI. “Ketika pemilihan anggota senat, kelihatan sekali. Kelompok yang berbau lama disingkirkan,” ujar Aziz. Diapun menilai jika hal tersebut terus dipelihara, maka akan membahayakan kelangsungan UPI, dia melihat ini merupakan suatu pembabatan. “Kelompok Fakry dibabat habis, tak diberikan jabatan,” tambah Aziz.

20 MEI 2010 ISOLA POS

Salah seorang dosen di jurusan Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UPI, Diding Nurdin mengatakan, anggota SA dan MWA punya kedekatan dengan Sunaryo. ”Terbukti pak Abin Syamsudin di MWA, dia sudah pensiun, tapi dia terpilih jadi MWA dari unsur masyarakat.” Sebelumnya Abin di MWA dari unsur SA. Dari kenyataan seperti itu, Diding menilai bahwa rektor sekarang sudah menempatkan orang untuk mendukungnya. Diding juga mensinyalir bahwa terdapat politik golongan yang terbangun di jabatan strategis yang memudahkan Sunaryo untuk terpilih kembali menjadi Rektor UPI, “Incumbent punya kekuatan lebih tentunya, dia memliki sumber daya seperti dekan yang diangkat olehnya, secara tidak langsung, dekan yang jadi anggota SA itu pasti memilih Sunaryo karena baru satu periode,” ujar Diding. Dalam gonjang-ganjing seperti itu, dekan FIP UPI, Ahman angkat bicara “Dalam setiap pembentukan jabatan itu kan ada fit and proper test-nya, tidak asal terbentuk,” kata Ahman. Lalu Ahman menyatakan bahwa dirinya pun sejak dulu punya jabatan di Lembaga Penelitian UPI, jadi bukan karena dipilih rektor. “Pak Sunaryo itu tidak pernah menjanjikan jabatan, hanya menjanjikan program

pengembangan,” tegas Ahman. Satu suara dengan Ahman, Dadang Sunendar pun mengatakan bahwa segala sesuatu yang dituduhkan kepada rektor harus jelas ukurannya. “Setiap orang mempunyai pandangan masing-masing, tapi tuduhan itu ukurannya apa?” kata ketua Pemilihan Rektor UPI ini juga sebagai anggota SA, Dadang Sunendar. Menanggapi hal itu, Dekan Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Asep Kadarohman mengatakan apa yang disampaikan mengenai hal itu harus berbasis pada data dan fakta. ”Kita disini kan perguruan tinggi, cirinya adalah kajian akademiknya sangat tinggi, ya pasti rasionya lebih bijak,” tegas Asep. Dia pun menilai bahwa selama ini kepemimpinan berjalan wajarwajar saja. Bagi Aziz, membentuk golongan di kampus akan berpengaruh terhadap kinerja pimpinan. Aziz memberikan contoh umum, para dekan yang diputuskan Sunaryo tidak banyak melakukan terobosan. “Mereka (para dekan-red) itu hanya menjalankan rutinitas saja,” ujar Aziz. Aziz menilai, Sunaryo tidak mempunyai pendirian yang tegas, banyak terpengaruh dari luar dirinya. Aziz pun melanjutkan, orang yang suka mempengaruhi Sunaryo adalah orang yang pernah berjasa kepadanya pada pemilihan rektor lima tahun lalu dan dari seniornya. “Makanya saya ingin, benalu-benalu yang suka nempel itu dibuang, disingkirkan. Sunaryo itu orang lurus,” ujar Aziz. Diding juga berpendapat sama. “Saya lihat, pimpinan UPI sekarang hanya boneka saja,” ujar Diding. Yayat Achdiat, yang memegang jabatan ketua program studi Manajemen Bisnis di Sekolah Pascasarjana UPI mengatakan, Sunaryo terlalu banyak diintervensi dari luar. “Kasihan pak rektor, saya lihat dia itu telah salah mengambil orang yang dekat dengannya, bisa jadi malah akan berbahaya bagi rektor sendiri,” ucap Yayat. “Jika jabatan rektor kembali di raihnya, saya berharap dia dapat mengangkat orang-orang yang qualified professional,” sambungnya. Mendengar hal tersebut, Sunaryo menanggapi, “Secara tidak langsung saya pernah dengar itu, tapi ini kan lingkungan akademik, tidak baik ada persepsi seperti itu,” ujar Sunaryo. “Setiap orang punya persepsi berbeda, dan silahkan orang menafsirkannya,” sambungnya.


LAPORAN UTAMA

“Titisan” Fakry Turun Gunung Oleh Rudini

C

ivitas akademika Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) diantaranya mahasiswa, dosen dan karyawan berkumpul di halaman gedung Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UPI. Mereka semua ingin melihat salah seorang yang akan menjadi bakal calon mendeklarasikan dirinya dalam pemilihan rektor UPI untuk periode 2010-2015. “Prof. Dr. H. Mohammad Ali, MPd. For Much Better UPI”, begitu tulisan menempel pada spanduk tepat di atas kepala sang bakal calon, Mohammad Ali. Ali merupakan satu-satunya bakal calon yang melakukan deklarasi pada 15 April 2010. Hadir juga dalam deklarasi itu, Pembantu Dekan II Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS) Syamsul Hadi Senen, mantan Pembantu Dekan I FPIPS Aim Abdulkarim, dan tentunya ketua jurusan dan dosen dari kurikulum teknologi, dimana Ali dibesarkan di jurusan itu. “Pak Ali mengadakan deklarasi ini karena beliau meminta doa restunya kepada seluruh civitas akademika UPI,” ucap seorang dosen kurtek UPI, Didi Supriadie, yang membuka deklarasi itu. Pernyataan-pernyataan Ali dalam deklarasi itu kebanyakan berbicara mengenai “kronisme” yang dianggap sudah mendarah daging selama ini. “Saya ingin menjadi rektor UPI. Bukan rektor dari sebagian kelompok atau rektor sebagian fakultas atau rektor sebagian jurusan tapi rektor untuk UPI,” tegas Ali dalam deklarasinya di hadapan civitas akademika itu. Inilah komitmen Ali, tidak akan ada lagi istilah koncoisme, kronisme atau primordialisme. Yaitu memberikan jabatan di universitas kepada dosen terdekatnya, tapi mengangkat dosen-dosen pada jabatan tertentu yang sesuai dengan kompetensinya. Ternyata pernyataan Ali dalam deklarasi itu merupakan kritik sekaligus serangan bagi rektor UPI saat ini, Sunaryo Kartadinata. Menurut salah seorang dosen Bahasa Jerman, Aziz Mahfudin, istilah kronisme semasa kepemimpinan Sunaryo bukan hanya sekedar gosip belaka, tapi realitasnya seperti itu. “Pak Chaedar (Alwasilah) juga pernah menyatakan se-

perti itu kepada saya,” ucap Aziz. Chaedar merupakan pembantu rektor di bawah kepemimpinan Sunaryo. Ali berjanji, jika dirinya terpilih menjadi rektor UPI, dia akan merangkul seluruh komponen yang ada di UPI. Ali menegaskan, dirinya siap ditegur jika isi deklarasi itu hanya omong kosong belaka. Ali disebut-sebut sebagai kelompok Fakry Gaffar karena saat UPI di bawah kepemimpinan Fakry, Ali dekat dengannya. Kedekatan Ali bisa dilihat dari jabatan yang dia pegang saat itu, salah satunya Ketua Lembaga Penelitian (LP) UPI periode 2000-2004. Setelah habis masa jabatan di LP, dia menjadi dekan FIP UPI untuk periode 2004-2008. Tapi jabatan itu mesti ditanggalkan karena dia memperoleh jabatan baru di Kementerian Agama sebagai Direktur Jenderal Pendidikan Islam pada akhir 2007. Menurut Aim, selama Ali di LP dia bisa merangkul semua komponen yang ada karena yang dia utamakan bukan kedekatan, tapi kemampuan. Diding Nurdin yang mengajar di Jurusan Administrasi Pendidikan (Adpend) juga sependapat dengan Aim. “Saya yakin, Ali tidak akan mengangkat orang-orang yang terdekatnya saja, kalau dia mengangkat orang terdekatnya, itu karena kompetensi yang dimiliki orang tersebut, saya merasakan itu ketika saya terlibat di LP,” ujar Diding. Aziz mengatakan, ketika Fakry Gaffar digantikan oleh Sunaryo pada 2005, banyak orang-orang terdekat Fakry tidak gunakan lagi pada jabatan yang ada di UPI. “Kalau bahasa kasarnya dibabat habis,” ucapnya. Pernyataan Aziz tidak hanya dari ucapannya, tapi tulisan-tulisan yang dia sebarkan di lingkungan UPI. “Bukan hanya saya saja punya persepsi seperti itu, dan itu bukan rahasia lagi,” ucap Aziz. Seorang dosen Pendidikan Bahasa Indonesia, Dadang Anshori juga berpandangan sama. Tapi hal ini dibantah Sunaryo. “Tidak pantas bahasa itu digunakan dalam lingkungan akademik,

jabatan-jabatan yang diberikan itu kan melalui prosedur,” kata Sunaryo. Seorang dosen Seni Rupa UPI, Dadang Sulaiman mengatakan, ada kekhawatiran Ali memperoleh “titisan” dari Fakry. “Artinya, jika Ali naik, apa yang dilakukan Sunaryo akan dibalas oleh Ali,” ujarnya. Bagi Diding, hal itu tidak akan terjadi karena Ali bisa menjaga komitmennya. Aziz mengatakan, istilah pengelompokan seperti itu bukan hanya zaman Sunaryo, tapi sejak zaman Fakry. “Hanya saja zaman pak Fakry tidak tampak sekali,” ujar Aziz. Menurut seorang dosen Adpend, Iik Nurpaik, hal seperti itu merupakan realitas yang wajar, tapi secara normatif tidak boleh dilakukan. *** Jika Ali lolos seleksi SA, Ali yakin suara Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) 35% itu bisa didapatkan. Menurut Diding, keyakinan ini bisa dilihat dari latar belakang Ali, yaitu Ali dibesarkan dari keluarga Nahdlatul Ulama (NU), sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia. “Orang NU itu sangat solid,” ucap Diding. Mendiknas yang saat ini dijabat oleh Mohammad Nuh berasal dari NU. Selain itu, Ali dianggap punya akses langsung ke Mendiknas. Menurut ketua program studi Manajemen Bisnis di Pascasarjana UPI, Yayat Achdiat, Ali saat ini digonjang-ganjing oleh para rektor yang berada di bawah Kementerian Agama. “Para rektor itu menginginkan Dirjen Pendidikan Islam dari UIN (Universitas Islam Negeri-red), bukan dari luar UIN,” kata Yayat. Dengan demikian, kata Yayat, Menteri Agama mendukung penuh pencalonan Ali. Menurut salah seorang bakal calon rektor UPI, Yoyon Irianto Bahtiar, Ali belum tentu memperoleh suara dari Menteri. “Pak Ali hanya merasa dekat saja,” ucap Yoyon. Menurut Iik, kemenangan Sunaryo tidak bisa diprediksi kalau melihat jumlah dukungan dari anggota Majelis Wali Amanat (MWA), begitu juga kemenangan Ali. “Semua kandidat punya peluang untuk menang, termasuk pak Ali,” kata Iik. Kemenangan tak terduga bisa ditengok lima tahun lalu, saat Sunaryo bersaing dengan Said Hamid Hasan. “Pak Hamid kan sebenarnya lanjutan dari pak Fakry, pak Fakry sudah menempatkan anggota MWA untuk mendukungnya,” terang Iik. Civitas akademika saat itu sudah memastikan, Said Hamid lah pemenangnya, tapi perkiraan ternyata berbohong.

MEI 2010 ISOLA POS

21


LAPORAN UTAMA DOK.UPI

Lanjutkan dan Perbaiki

Sunaryo Kartadinata berjabat tangan dengan Jusuf Kalla, ketika menghadiri Kuliah Umum Edupreneur, di Auditorium JICA FPMIPA UPI.

Oleh Isman R. Yusron Sunaryo merasa pekerjaan yang selama ini berjalan belum diselesaikan, sehingga dia mesti melanjutkannya. Tapi ada cacatan dari kebijakannya yang menjadi sorotan.

R

iuh ramai di gedung University Center Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), terlihat beberapa orang mondar-mandir sibuk di lobi gedung megah itu. Di lantai pertama di ruang sekretariat pemilihan Rektor UPI terlihat beberapa panitia sibuk membereskan berkas-berkas pendaftar calon rektor yang akan bertarung di ajang pemilihan untuk menjadi nomor satu di kampus berlabelkan pendidikan ini. Terdengar sebuah kabar bahwa seseorang akan mencalonkan diri dan siap bertarung dalam pemilihan Rektor UPI. Dia adalah sosok yang tak asing lagi di telinga mahasiswa UPI, Sunaryo Kartadinata. Rektor UPI periode 2005-2010, yang sebentar lagi akan habis masa jabatannya. Dalam pemilihan rektor untuk periode 2010-2015, dia akan maju dalam pemilihan Rektor UPI. “Ya, beliau mencalonkan kembali, dan memang hak setiap orang untuk mencalonkan diri dalam pemilihan Rektor UPI, asal kualifikasi akademiknya memadai,” ujar Ketua Panitia Pemilihan Rektor UPI 2010-2015, Dadang Sunendar. Dengan pencalonan tersebut, berarti Sunaryo siap menjabat Rektor UPI untuk kedua kalinya. Dengan pencalonannya tersebut, muncul penilaian dari beberapa dosen UPI yang memiliki jabatan struktural. Salah satu pendapat dilontarkan dari Ahman, seorang Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UPI, juga otomatis anggota ex-officio Senat Akademik UPI. “Saya memberikan support positif dengan pencalonan kembali beliau, karena selama ini kinerja beliau menjadi rektor sangat bagus,” ujar Ahman sembari melemparkan senyumnya. Selain itu, dia juga menyambut positif akan pencalonan tokoh-tokoh yang berada di fakultasnya untuk meramaikan bursa pemilihan Rektor UPI. Pendapat lain muncul dari Ketua Program Studi PGSD FIP UPI, Suyitno.

22 MEI 2010 ISOLA POS

Dia menilai pencalonan Sunaryo dalam pemilihan rektor tersebut sangatlah wajar. “Dengan pencalonan kembali pak rektor ini, ya harus didukung oleh semua pihak, beliau ini orang yang cerdas,” kata Suyitno. “Tapi siapapun yang jadi rektor yang penting punya kapasitas,” tambahnya. Selama kepemimpinan Sunaryo, banyak terlihat perubahan dalam struktur kepemimpinan, banyak orang berpendapat bahwa dalam struktur kepemimpinan universitas terlalu gemuk diatas dan ramping di bawah. Salah seorang yang berpandangan seperti itu adalah Djohar Permana, yang kini menjabat sebagai Pembantu Dekan Bidang Keuangan dan Sumber Daya FIP UPI. Ketua Prodi Manajemen Bisnis di Sekolah Pascasarjana UPI, Yayat Achdiat menilai, ada kelebihan dan kekurangan dalam kepemimpinan Sunaryo. Salah satunya kata Yayat, Sunaryo itu cukup akomodatif dalam merangkul orang-orang yang terdekatnya untuk memegang jabatan strategis di UPI. “Namun, orang yang bertentangan dengan beliau sulit masuk,” ujarnya sambil tertawa. Selama kepemimpinan Sunaryo, masih ada program-program yang belum diselesaikan, dan itu menjadi utang baginya. “Bisa dikatakan, saya ini melanjutkan program dan juga memperbaiki yang kurang,” ucap Sunaryo. Aminudin Aziz, yang menjabat Direktur Direktorat Rencana dan Pengembangan UPI berujar, “Mungkin itu pula yang menjadi penggerak untuk dia mencalonkan kembali menjadi Rektor UPI di periode selanjutnya.” Dia juga menilai bahwa kepemimpinan Sunaryo selama ini sudah sangat baik. “Menurut penilaian MWA (Majelis Wali Amanat-red) dalam sidang pleno akhir tahun lalu, kinerjanya sudah sangat baik,” tambahnya. Beberapa poin disampaikan Aminudin yang menjadi suatu catatan penting jika Su-

naryo kembali terpilih. Aminudin menilai, dari segi pengembangan Sumber Daya Manusia, penataan sistem akademik, dan optimalisasi aset dan fasilitas yang ada di UPI, selama ini belum teroptimalkan dengan baik. “Hal ini perlu menjadi perhatian, sehingga nantinya tidak ada lagi kesan belum ternikmati,” tegasnya. Hampir senada dengan Aminudin, Yayat pun punya pandangan. Dia mengatakan, dari segi kebijakan Sunaryo, khususnya kebijakan mengenai aset, Sunaryo kurang ada kontrol terhadap hal itu. “Contohnya pada keluarnya keputusan penyerahan aset kepada badan usaha, itu membahayakan dirinya sendiri,” ungkap Yayat. Yayat juga berharap, jika incumbent (yang sedang memegang jabatan) terpilih kembali, mesti berani mengambil keputusan. Yayat menilai, ada ketidaktegasan dalam pengambilan keputusan. Sunaryo, tambah Yayat, harus lebih independen dalam kebijakan. “Jangan sampai terpengaruh oleh orang terdekat,” kritik Yayat untuk Sunaryo. Kritikan untuk Sunaryo itu, dibela Ahman. “Incumbent bukannya lemah dalam mengambil keputusan, tapi dia itu punya pertimbangan yang matang dalam mengambil kebijakan.” Profil Sunaryo, sambung Ahman, orang yang hati-hati. “Segala keputusan berdasarkan hukum yang ada,” ujar Ahman. Menurut Ahman, bukan persoalan tegas atau tidak tegas, tapi Sunaryo melihat koridor hukum dan aturan yang ada. Salah satu keberanian Sunaryo yang dinilai Ahman adalah penerapan sistem keuangan desentralisasi. “Di sisi kesejahteraan karyawan dan dosen juga ada,” tuturnya. Di lain pihak, Yayat tidak sependapat dengan Ahman. Dia menilai kesejahteraan dosen bukan jasa dari Rektor Sunaryo, tapi pemerintahlah yang mengeluarkan kebijakan itu. “Kesejahteraan dosen, itu bukan kebijakan rektor tapi itu kebijakan pemerintah. Tidak bisa di klaim itu adalah kebijakan rektor (Sunaryo-red),” kata yayat. Penilaian positif Ahman terhadap Sunar­ yo, menurut salah seorang dosen di Sekolah Pascasarjana UPI, Aziz Mahfudin karena Ahman merupakan tim sukses utama Sunaryo dalam pemilihan rektor kali ini.


LAPORAN UTAMA

World Class University tapi Accessible DOK.DEPAG.ORG

Salahsatu bakal calon rektor UPI, Mohammad Ali

P

elopor dan Unggul, suatu kata yang telah banyak dihapal oleh civitas akademika Universits Pendidikan Indonesia (UPI), suatu kata yang dijadikan visi kampus bercirikan pendidikan ini. Tapi pimpinan UPI selalu menyebutnya dengan Leading and Outstanding. Bagi Mohammad Ali, kata itu hanya fantasi. “Tidak jelas implementasinya,” begitulah pandangan Ali. Ali bukannya ingin menghilangkan atau mengganti visi itu, tapi melihat realitas saat ini, langkah-langkah yang dilakukan pimpinan UPI tidak relevan dengan visi tersebut. Ali katanya datang untuk tujuan itu, merealisasikan visi UPI supaya universitas ini berkapasitas World Class University tapi Accessible. Ali mencalonkan dirinya untuk bertarung dalam pemilihan rektor periode 2010-2015. Hal itu pula yang dikatakan Ali saat deklarasinya di halaman gedung Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UPI, pada 15 April 2010. Padahal Ali saat ini masih menjabat Direktur Jendral Pendidikan Islam di Kementerian Agama. Berikut petikan wawancana Rudini dari Isola Pos dengan Prof. Dr. Mohammad Ali, MPd, di sela-sela jam santainya. Apa yang membuat diri Bapak terge­ rak untuk mencalonkan dalam pemi­ lihan rektor UPI? Beberapa bulan lalu, saya diminta oleh grassroot UPI. Mereka datang menemui saya, menceritakan kondisi UPI sekarang. Dengan berbagai informasi yang saya terima, kampus kita ini ternyata dalam keadaan yang sangat kritis. Ibarat kapal, UPI dalam SOS, Save Our Ship. Orang-

orang yang datang meminta saya supaya mencalonkan untuk menjadi rektor UPI. Saya ini kan bukan jobless (tidak punya pekerjaan-red), masih punya tanggung jawab besar dibandingkan dengan seorang rektor. Kemudian saya tanya kepada orang-orang yang menemui saya itu, “Anda tidak punya kepentingan apa-apa kan meminta saya mencalonkan?” Mereka menjawab tidak. Saya pun menerimanya. Mungkin anda bertanya, apa visi saya? Yaitu ingin menjadikan UPI berkapasitas world class university, tapi accessible. Artinya bisa diakses oleh siapa saja tanpa melihat kondisi ekonomi. Jadi kalau ada calon mahasiswa pintar dan memenuhi syarat akademik, dan dibukitikan dengan surat tidak mampu, kita welcome. Dan kita juga tetap membuka kepada orang-orang mampu membayar seperti biasa. Cara seperti apa yang bapak gunakan untuk menjadikan UPI berkapasitas world class university? Tentunya harus melakukan perubahan dengan program-program yang ada. Lihat kertas kerja saya (sambil memperlihatkan sampul kertas kerja dengan judul “Perubahan UPI di Abad 21”-red). Program saya cuma perubahan. Perubahan seperti apa? Secara garis besar, ada tiga dimensi perubahan di sini. Pertama, aksesibilitas. Kita buat skema penerimaan mahasiswa baru bagi mahasiswa miskin. Mahasiswa internasional kita buka, kita tawarkan yang baik ke dunia internasional. Tentunya harus ada caranya. Kita subsidi silang, kita juga berdagang dengan menarik mahasiswa internasional. Kedua, meningkatkan kualitas. Sekarang ini UPI indikatornya masih jauh dari perguruan tinggi berkualitas. Contohnya, berapa banyak mahasiswa dan dosen UPI yang mempublikasikan karya ilmiah pada jurnal-jurnal internasional. Bukan karena tidak mampu, secara sistem lembaga ini tidak memfasilitasi. Dari segi penelitian pun begitu, kalaupun ada masih sangat terbatas Kita dorong, kita beri insentif, supaya penelitian yang dilakukan para dosen bisa terbit di jurnal-jurnal internasional. Kalau

tidak begitu, tidak akan mungkin bisa. Alhamdulilah kalau saya sendiri sih, nggak di dorong pun saya menerbitkan sejumlah artikel sendiri di jurnal internasional. Yang ketiga, tata kelola. Tata kelola UPI sekarang tumpang tindih. Ada orang yang jabatannya direktur apa, tapi dia mengambil tunjangannya dari kepala biro. Itu kan gak benar, kalau itu diungkap kan masuk dalam penyelewengan dana APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-red). Itu suatu kekeliruan, dari segi akuntabilitas itu salah. Kalau BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) masuk, itu pasti kena. Harus ditata kembali oleh orang yang mengerti. Terus transparansi, asuransi kesehatan saja, mahasiswa tahu tidak bahwa dia itu dipungut. Itu diantara yang akan dirubah. Supaya UPI lebih baik, bukan tujuan apa-apa. Jadi harus oleh orang yang mengerti, bukan berdasarkan bisikanbisikan. Bagaimana dengan aksesibilitas yang bapak katakan tadi? Itu yang harus dipecahkan. Saya tahu UPI ini anggarannya besar, duitnya banyak asal dikelola secara transparan, akuntabel dan jujur. Nah, ini yang paling penting. Berarti tidak akan ada lagi istilah penangguhan seperti tahun-tahun lalu? Itu kan Pembantu Rektor (PR) dia (rektor 2005-2010-red), PR saya tidak akan seperti itu. Saya akan instruksikan, anda harus menerima, kalau tidak mundur dari PR. Kalau ada yang dipersulit, lapor ke rektornya. Saya akan panggil PR-nya. Saya katakan UPI ini anggarannya banyak, asal transparan. Akan diambil dari mana anggaran untuk itu? ...(tertawa dulu), Gak akan bangkrut UPI itu kalau menerima mahasiswa tak mampu. Kalaupun kurang, saya akan berjuang di DPR, saya sudah biasa kok di DPR. Jika pimpinan UPI jujur dan transparan, UPI bisa menyelesaikan ratusan mahasiswa yang tak mampu, bisa dibebaskan bayarannya. Kalau janji bapak tidak ditepati? Langsung tegur saya.

MEI 2010 ISOLA POS

23


LAPORAN UTAMA

Membawa Tujuan Bersama

SITI/ISOLA POS

Oleh Nurjaman merlukan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki pengetahuan memadai. “Ihwal kebhinekaan budaya Indonesia untuk membantu menyelesaikan persoalan pendidikan.” Begitulah tulis chaedar dalam kertas kerjanya. Bagi Yoyon Bahtiar Irianto, pendaftar dari Fakultas Ilmu Pendidikan UPI, universitas ini harus kembali pada jati dirinya, yaitu universitas yang menjunjung pendidikan. Yoyon ingin mengembalikan jati diri yang sebenarnya. Dia juga ingin merubah sistem dan manajemen agar lebih jelas dan bertitik tolak pada nilai pendidikan. Menurut Yoyon, jika UPI ingin menjadi Leading and OutstandTampak mahasiswa melintasi sebuah spanduk pemilihan rektor UPI 2010-2015. ing, maka UPI harus membenahi masalahmasalah yang ada di dalamnya. Permaanitia Pemilihan Rektor Universitas salahan kemahasiswaan misalnya, UPI Pendidikan Indonesia (UPI) telah seharusnya memfasilitasi kemahasiswaan menyelesaikan agenda keduanya, dalam berkegiatan selama 24 jam. “Di uniyaitu penyerahan kertas kerja pendaftar versitas lain kegiatan mahasiswa masih bakal calon (balon) rektor. Terkumpul 11 bisa 24 jam,” ujarnya. “Selain itu, dosen pendaftar, empat dari luar UPI dan tujuh pun harus difasilitasi untuk mengmbangdari dalam UPI. Agenda selanjutnya kan penelitiannya,“ tambahnya. adalah public hearing yang akan digelar Sering kali, kata Yoyon, mahasiswa pada 24-27 April 2010. dan dosen tidak dilibatkan dalam peChaedar Alwasilah, salah seorang ngambilan kebijakan, mereka seolah balon, punya visi yang membuat dia tereleminasi. “Jika tidak ditunjang oleh tergerak ikut daftar, yaitu menjadikan civitas akademika khususnya mahasiswa UPI sebagai universitas Pelopor dan Ungdan dosen, UPI malah jadi standing out gul. Sebuah visi yang masih dipegang karena missleading,” tuturnya. universitas berlabelkan pendidikan ini. Selain permasalahan di atas, Yoyon Visi tersebut dia jabarkan dalam bebejuga menjelaskan beberapa kelemahan rapa misi diantaranya, menjadikan UPI UPI saat ini. Kelemahan itu antara lain, besebagai rujukan dalam pengembangan lum memiliki bangunan struktur kurikupendidikan guru. lum berbasis keilmuan yang terinteKedua sebagai pelopor dalam revigrasi, lemahnya sistem manajemen SDM, talisasi keunggulan lokal, dan sebagai lemahnya sistem manajemen aset, sarana taman pendidikan multikultural. “Intinya dan prasana, kurang transparan dalam misi utama saya menjadikan kampus ini manajemen pembiyaan. Terakhir, lanjut sebagai taman pendidikan multikultural,” Yoyon, merosotnya citra lembaga karena ujar Chaedar yang sebentar lagi akan melemahnya manajemen kemitraan. ngakhiri jabatan Pembantu Rektor Bidang Rusli Lutan, bakal calon lain punya Akademik dan Kemahasiswaan. program yang berbeda dengan Chaedar Artinya, lanjut Chaedar, UPI me-

P

24 MEI 2010 ISOLA POS

dan Yoyon. Dia ingin mengajak untuk kembali pada misi utama UPI, yaitu menyiapkan guru yang berkualitas. “Guru berkualitas adalah guru yang berprestasi,” ujar Rusli yang masih menjabat Pembantu Rektor Bidang TIK, Kerjasama dan Usaha UPI ini. Rusli mengandaikan, jika universitas ini ingin diakui secara internasional, maka ada tiga syarat utama. Pertama, sarana dan prasarana harus berkualitas tinggi, tenaga akademik kaliber internasional, dan gaji yang memadai. UPI, kata Rusli harus tampil dalam rangka membangun pendidikan nasional. “Berarti risetnya harus kuat, dalam teaching, dalam learning menyangkut dalam konteks pendidikan,” ujarnya. Lain Rusli, lain juga Furqon, bagi pendaftar yang kini menjabat Direktur Sekolah Pascasarjana UPI ini, UPI harus melakukan perubahan-perubahan. Tapi yang lebih dia tekankan adalah bagaimana UPI dapat memperoleh rekognisi internasional. “Jadi UPI harus membangun kultur akademik dan budaya kerja yang sejajar dengan universitas-universitas yang lebih maju,” katanya. Baginya, budaya kerja itu harus lebih korporat. Dalam programnya itu, Furqon katanya ingin mengembangkan kekuatan-kekuatan lokal. Mengenai kemungkinan kesamaan visinya dengan calon lain, dia hanya berujar, “Wajar saja kalau ada kesamaan karena kita sering diskusi dan sharing, baik dalam rapat pimpinan atau rapat biasa.” Namun bakal calon yang masih menjabat Pembantu Rektor Bidang Keuangan dan Sumber Daya UPI, Ishak Abdulhak, enggan menerangkan semua program yang ia usung. “Nanti kan ada public hearing, kalau diungkapkan sekarang mah teu rame (tidak akan ramai-red),” ujarnya. Ishak hanya mengatakan, secara mendasar dia akan membuka kondisikondisi yang dimungkinkan untuk dilakukan selama lima tahun. “Jabatan rektor kan hanya lima tahun,” ucapnya. Ishak melanjutkan, dirinya akan mengevaluasi hal-hal yang telah UPI lakukan selama lima tahun ke belakang. “Dengan adanya kelanjutan, menjadi modal untuk lima tahun ke depan,” ungkapnya. Diapun mengakui, bahwa dia tak memiliki pandangan-pandangan besar karena khawatir orang lain sulit untuk mengikuti. “Saya tidak ingin ngawangngawang,” tuturnya.


LAPORAN UTAMA

Serba-Serbi Perubahan Oleh Sofia Pamela

P

gagasan untuk UPI dalam kertas kerjanya yaitu: Market Orientation, Green Campus, Advanced Technology and Transportation. Ketiganya didukung oleh sikapnya yang setuju dengan kemandirian seperti UPI BHMN saat ini. UPI, menurut Franz, mesti melihat pasar yang dibutuhkan masyarakat. Ia juga mengatakan bahwa stakeholder tidak boleh SOFIA/ISOLA POS d i k e s a m p ingkan. Stakeholder

mengatakan, ”Jadi di UPI ini ada budaya kalau orang di luar UPI sedikit diragukan, tetapi saya yakin tetap maju dan siap menang serta siap kalah.” Sebagai orang yang pernah menjadi mahasiswa UPI, Sunatra merasa bertanggungjawab terhadap kampusnya. Sunatra menerangkan, supaya UPIBHMN dibentuk sebagai Innovation University, yang menurut pandangannya setingkat lebih baik dari Research University. Sunatra menambahkan, pimpinan UPI BHMN tidak bisa hanya mengurus akademik. Oleh karena itu, dalam salah satu gagasan yang DOK.PRIBADI diutarakannya, Sunatra membahas bagaimana perguruan tinggi itu dapat bekerja sama dengan dunia usaha dan juga

Franz Astani

UPI itu, sambungnya, adalah mahasiswa, dosen, karyawan, masyarakat, pemerintah dan lingkungan. M. Qudrat Nugeraha Reformasi birokrasi dan perampingan struktur jabatan, ditawarkan oleh Imam. Ia juga pemermenjelaskan mengenai peranan mahasiintah. Sunatra wa. ”Pendekatan terhadap mahasiswa itu andragogi, berarti sudah dewasa, bukan Selain gagasan yang tertuang dalam pedagogik,” jelasnya saat ditemui di ruang kertas kerja sebagai syarat pendaftaran sekretriat panitia pemilihan rektor UPI. pemilihan rektor, apakah itu saja cukup Imam juga ingin agar UPI tetap berada di untuk meng-gol-kan tujuan masing-masjalurnya sebagai kampus keguruan. Janging balon dari luar UPI? Seperti dituturan sampai, Imam berharap, seperti nasib kan dekan FPOK UPI, Yudha M. Saputra, UNJ yang sudah keluar jauh dari arahan balon rektor dari luar UPI itu umumnya kampus pendidikannya sebagaimana tidak mengenal UPI. Dengan demikian, mulanya adalah IKIP Jakarta. Misalnya, dari kalangan UPI sendiri banyak yang tutur Imam, terbukti, dari program studi meragukan mereka. “Bisa juga yang dari non-keguruan atau kependidikan yang luar itu menjadi rektor, tapi kemungkinansudah banyak dibuka di UNJ. nya sedikit,” ujarnya. Salah satu bakal calon rektor yang kini menjabat Direktur Pascasarjana Universitas ARS Internasional, Sunatra

MEI 2010 ISOLA POS

25

DOK.PRIBADI

emilihan rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) periode 2010-2015 ini tidak hanya diramaikan oleh nama-nama dari dalam UPI. Seperti dosen, para Pembantu Rektor, ataupun Rektor yang sedang menjabat sekarang. Dari sebelas nama bakal calon (balon) rektor, terdapat empat orang dari luar UPI. Mereka adalah Imam Chourmain dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Qudrat Nugraha dari Bina Nusantara University, Sunatra dari Universitas ARS Internasional, dan Franz Astani dari President University. Beragam konsep untuk UPI lima tahun kedepan telah tertuang dalam kertas kerja balon rektor dari luar UPI. Tentunya, inilah yang akan menjadi penilaian Senat Akademik (SA) untuk menentukan nama-nama yang lolos dari bakal calon menjadi calon. Kemudian dari calon menjadi rektor yang muncul hasil dari perolehan suara di MWA nantinya. Keempat bakal calon yang berasal dari luar UPI itu menyebutkan, komoditas yang dibawa dalam pemilihan rektor ini adalah melakukan perubahan. Namun, perubahan seperti apakah yang menjadi daya tawar mereka terhadap UPI supaya Senat Akademik (SA) dapat memberi penilaian dan suara kepada mereka? Ataupun Majelis Wali Amanat (MWA), jika mereka menjadi calon rektor yang dipilih SA. Qudrat menyebutkan, ia ingin membawa perubahan dan harapan terutama untuk mahasiswa. “Mahasiswa itu adalah subjek bukan objek,” katanya. Sebagai orang luar, ia juga ingin mengembalikan kejayaan UPI di era 60-70-an. Kala itu orang tuanya adalah Dewan Penyantun di UPI. Sehingga secara emosional, Qudrat, dosen Entrepreneurship Bina Nusantara University ini ingin memberi kontribusi bagi UPI. Prinsip tim yang nanti akan diterapkan, lanjut Qudrat, bukan prinsip birokrasi. Lain lagi dengan Franz, perubahan yang dimaksud adalah perubahan paradigma. Franz mencontohkan, UPI mesti punya citra yang baik di masyarakat. Jika terpilih, ia akan menambahkan Direktorat Pemasaran dan Direktorat Investasi dalam struktural jabatannya. Ia memberikan tiga


INFO IKLAN

Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata, M.Pd Ibadah dan Kemaslahatan H irup cageur, bageur, bener, singer, tur pinter barangkali falsafah hidup itulah yang dipegang teguh oleh Sunaryo Kartadinata. “Falsafah itu sangat luar biasa. Sebagai urang Sunda, saya memahami dimensi pandangan hidup itu yang mengajarkan etika, logika, kejujuran, kerja keras, dan estetika di dalam kehidupan”, ujarnya membuka pembicaraan. Dilahirkan pada 21 Maret 1950 dari pasangan H. Sukarta (Alm.) dan Hj. Surliah, di Desa Talagasari, Kawali, Kabupaten Ciamis, Sunaryo dibesarkan di tengah kehidupan keluarga petani yang serba pas-pasan. “Seperti halnya anak-anak petani yang lain, sejak kecil saya terbiasa membantu Bapak di sawah sambil menggembalakan kambing yang hanya beberapa ekor saja,” katanya menerawang. Tempaan hidup yang serba paspasan itulah yang ternyata menempa Sunaryo menjadi pribadi tangguh dan tak gampang menyerah di kemudian hari. Setelah menamatkan SD pada tahun 1963, Sunaryo langsung melanjutkan pendidikan di SMPN Kawali. “Jarak dari rumah ke SMPN Kawali sekitar 5 KM. Dan saya harus berjalan kaki tanpa alas kaki untuk menempuh jarak itu. Baru kalau sudah sampai sekolah, saya pakai sepatu. Itu saya lakukan agar sepatu yang hanya satu-satunya tidak cepat rusak,” ungkapnya bercerita. Dorongan yang kuat untuk menjadi guru mengantarkannya untuk memilih SPGN Ciamis sebagai tempat mengenyam pendidikan selanjutnya. Tahun 1970, Sunaryo diterima sebagai mahasiswa IKIP Bandung. Dalam waktu 3 tahun, Sunaryo berhasil menggondol gelar sarjana muda pada bidang Bimbingan dan Konseling. Bakat dan kecerdasannya yang gemilang dengan sangat mudah tercium oleh dosen-dosennya. Maka, pada tahun 1973, selepas meraih gelar sarjana muda, Sunaryo diangkat sebagai asisten dosen di almamaternya, sambil meneruskan kuliah untuk meraih gelar sarjana. Pada 11 Juli 1975 adalah hari yang bersejarah dalam kehidupan Sunaryo. Sejak saat itu, Sunaryo resmi menjadi suami dari Dra. Hj. Euis Misyeti, teman sekelas pada saat kuliah dulu. Dari

perkawinannya itu, Sunaryo dikarunai satu orang putri dan dua orang putra, dan kini telah dikaruniai lima orang cucu. Karier akademik Sunaryo benar-benar gemilang, pada tahun 1983, Sunaryo berhasil meraih gelar master dalam bidang Bimbingan dan Konseling dengan predikat Cumlaude. Begitupun dengan gelar Doktor yang diraihnya pada 1988,

Sunaryo meraihnya de-ngan predikat Cumlaude. Kesempatan menimba ilmu di luar negeri pun pernah dirasakan Sunaryo. Pada tahun 1986, Sunaryo harus rela meninggalkan istrinya yang saat itu tengah mengandung putra bungsunya. Selama 6 Bulan, Sunaryo harus mengambil beberapa SKS di State University of New York at Albany dalam rangka


INFO IKLAN

menyelesaikan kuliah S-3-nya. Pengalaman belajar di luar negeri memberikan wawasan dan cara pandang Sunaryo mengenai pembangunan dan pengembangan pendidikan modern. Karier sebagai birokrat kampus dimulainya pada tahun 1980. Saat itu jabatan pertama yang dipegang Sunaryo adalah Sekretaris Jurusan PPB. Kemudian, pada 1988 - 1995 Sunaryo mendapat amanah sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Pendidikan, dan di penghujung jabatannya sebagai PD I sempat memimpin Prodi Bimbingan dan Konseling di Sekolah Pascasarjana. Jabatan Guru Besar diraih Sunaryo pada Agustus 1996 dengan pidato pengukuhan “Kerangka Kerja Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan: pendekatan ekologis sebagai suatu alternatif”. Sejak tahun 1996-2005, Sunaryo mendapat amanah sebagai Pembantu Rektor II IKIP Bandung, yang pada saat masa jabatannya terjadi perubahan IKIP Bandung menjadi Universitas Pendidikan Indonesia, mendampingi Prof. Dr. Mohammad Fakry Gaffar, M.Ed. sebagai rektornya. Amanah yang diemban Sunaryo semakin besar, karena pada pertengahan tahun 2005, melalui sidang MWA UPI, Sunaryo berhasil terpilih sebagai Rektor UPI periode 2005-2010. Dan Sunaryo mencatatkan diri sebagai Rektor UPI pertama yang dipilih langsung oleh MWA. Tantangan yang dihadapi Sunaryo pada saat itu tidaklah mudah. UPI pada saat itu tengah mengalami transisi status dari PTN biasa menjadi PT BHMN, seiring diterbitkannya PP No. 6 Tahun 2004 Tentang Status UPI sebagai PT BHMN.

Sunaryo mendapatkan tantangan untuk mengawal UPI dengan status barunya itu. Hasilnya luar biasa. Pada masa kepemimpinannya, beberapa prestasi gemilang ditorehkan UPI. Pembenahan struktur keorganisasian UPI untuk mencapai cita-cita perubahan status UPI sebagai PT BHMN berhasil dilakukannya. Dan pada saat ini UPI telah memperoleh otonomi akademik secara penuh, sehingga pembukaan/penutupan fakultas, jurusan, dan prodi tidak perlu lagi didasarkan kepada ijin Ditjen Dikti. Namun perubahan itu bukanlah tujuan akhir. “Pembenahan itu hanya sarana, management tool, agar tata kelola universitas ini berjalan dinamis, responsif, dan akuntabel,” ungkapnya. Salah satu hal penting yang berhasil ditorehkan pada masa kepemimpinan Sunaryo adalah dicapainya derajat Wajar Tanpa Pengecualian atas Pengelolaan Keuangan di UPI. Audit ini dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik yang independen. Hasil audit ini jelas menggambarkan tingkat keamanan dan kesehatan pengelolaan keuangan di UPI yang sangat baik. “Laporan hasil audit ini penting untuk meyakinkan publik dan berbagai stakeholder yang akan bekerja sama dengan UPI, baik dalam maupun luar negeri” ungkapnya. Tradisi audit ini akan terus dilakukan untuk menjaga universitas ini sebagai universitas yang kredibel, sehingga kepercayaan pihak manapun terhadap UPI selalu tinggi. Aktivitas organisasi yang diikuti Sunaryo sangatlah tinggi. Saat ini beberapa organisasi besar dan penting ia pimpin dalam kapasitasnya sebagai

Ketua Umum, di antaranya adalah Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia, Forum PAUD Prov. Jabar, dan juga Asosiasi LPTK Indonesia, dan sebelumnya Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia, Reseacrh Fellow dengan University of Tsukuba Jepang. Bahkan, sampai saat ini, Sunaryo pun masih tercatat aktif sebagai ketua komite SMAN 4 Bandung. Di samping itu, beberapa jabatan juga diemban Sunaryo dengan posisi yang berbeda. Di antaranya sebagai Dewan Pakar pada ICMI Korwil Jabar, Dewan Kehormatan pada KONI Jabar, dan juga sebagai Dewan Pangaping pada Paguyuban Pasundan. Aktivitas Sunaryo di berbagai organisasi bukanlah tanpa alasan. Keikutsertaannya dalam berorganisasi pun dilakukan Sunaryo pada saat mahasiswa dulu, baik pada tingkat jurusan, fakultas, dan universitas. Menurutnya melalui organisasi, dia berupaya untuk berjuang mengenai berbagai persoalan kemasyarakatan, terutama yang berkaitan dengan pendidikan. Keterlibatan Sunaryo sebagai Ketua Majelis Eksekutif pada Asosiasi LPTK misalnya, memberikan peluang baginya untuk berjuang menyelamatkan eksistensi LPTK yang jika ditelaah dengan seksama keberadaannya tengah terancam. Concern Sunaryo dalam menyelematkan pendidikan guru yang berkarakter dan berkualitas pun tak bisa diragukan. Berbagai inisiasi penting untuk menyelamatkan pendidikan guru di Indonesia telah ditorehkan kakek lima orang cucu ini. Namun yang paling penting dicatat adalah bahwa di tengah kesibukannya itu, Sunaryo masih berusaha untuk rajin mengajar, baik di program sarjana, maupun di program doktor. Bagi Sunaryo mengajar adalah segala-galanya. “Tugas utama saya adalah mengajar, tugas sebagai rektor adalah tugas tambahan. Jadi, sekalipun sibuk, saya akan selalu berusaha untuk mengajar dan mempersiapkan bahan ajar dengan menulis beberapa materi yang memang saya anggap penting untuk disampaikan”, katanya. Bahkan, menurut pengakuan stafnya, Sunaryo sering pulang malam hari dari kantor hanya untuk menuntaskan pekerjaan atau membimbing mahasiswanya yang menulis tugas akhir, terutama mahasiswa yang menulis disertasi. “Kesibukan dan jabatan itu semua saya lakukan dalam kerangka ibadah kepada Allah SWT, saya hanya berusaha menjalankan tanggung jawab itu untuk kemaslahatan saja,” ujarnya mengakhiri.


KOLOM

Tak Hanya Berbisik di Belakang Oleh Rivan Arifiansyah

K

egiatan Latihan Kepemimpinan Mahasiswa (LKM) yang dilaksanakan oleh Direktorat Pembinaan Kemahasiswaan (Dirmawa) UPI beberapa minggu lalu rupanya menjadi bisik-bisik di kalangan organisasi mahasiswa (ormawa), terutama para himpunan mahasiswa jurusan/program studi (HMJ/HMP) UPI dan Badan Eksekutif Mahasiswa UPI. Para aktivis ini merasa kegiatan tersebut seharusnya dilaksanakan oleh BEM UPI. Jadi, menurut mereka Dirmawa terlalu jauh mengadakan kegiatan yang seharusnya hanya diadakan oleh ormawa. Walaupun demikian, banyak juga yang ikut LKM itu. Dilihat dari kebutuhan tentang kepemimpinan mahasiswa dalam suatu organisasi, memang suatu kebutuhan yang mendesak. Artinya, ditengah kegiatan akademik yang padat, kegiatan kemahasiswaan yang semakin pendek, kegiatan LKM ini menjadi salah satu sarana yang lumayan efektif. Hal ini karena, dengan adanya kepemimpinan yang jelas dan mempunyai visi untuk kegiatan kemahasiswaan menjadikan kegiatan kemahsiswaan lebih progresif. Akan tetapi, bila kita lihat tentang kegiatan LKM yang diadakan oleh Dirmawa tersebut, apakah Dirmawa terlalu mencampuri kegiatan kemahasiwaan? Ataukah BEM Rema justru tidak bisa melaksanakan kegiatan tentang kepemimpinan yang memadai sesuai dengan kebutuhan? Oke, mari kita bahas pertanyaan yang pertama. Melihat dari fungsinya, Dirmawa merupakan lembaga yang difokuskan oleh universitas untuk mengkoordinasi kegiatan kemahasiswaan di lingkungan kampus. Dengan adanya Dirmawa ini, setiap kegiatan ormawa menjadi lebih terkoordinasi, baik secara adminstratif maupun secara teknis. Yang menjadi masalah, Dirmawa mengadakan kegiatan yang sama dengan ormawa lainnya, seharusnya tidak dilakukan. Tak elok rasanya bila sebuah lembaga di bawah payung universitas mengadakan kegiatan yang sama persis dengan kegiatan ormawa. Ini bukan soal “siapa saja boleh mengadakan�, tapi LKM itu sudah menjadi bagian kaderisasi BEM. Dulu juga Direktorat ini pernah mengadakan pelatihan jurnalistik. Bukan tidak boleh mengadakan pelatihan jurnalistik, tapi melihat urgensi dan kebutuhannya, apa yang diinginkan direktorat tersebut?

28 MEI 2010 ISOLA POS

Apakah di kalangan mahasiswa tidak ada lagi organ yang bisa memfasilitasi bidang jurnalistik? Kenapa tidak mengadakan latihan “Cara menembus artikel di media massa�. Hal ini bisa menjadi boomerang tersendiri bagi Dirmawa. Bukannya pujian yang didapat, tetapi rasa curiga dari mahasiswa. Selain itu kesalahan ini juga akan berakibat pada menumpuknya pekerjaan

direktorat kemahasiswaan, sehingga bisa menyebabkan kurang fokus terhadap pekerjaan utama. Koordinasi yang dilakukan Dirmawa juga tidak langsung dengan himpunan mahasiswa jurusan (HMJ) /himpunan mahasiswa prodi (HMP), tapi minta bantuan ke fakultas atau jurusan masing-masing. Tak aneh jika ada mahasiswa yang beranggapan, Dirmawa ingin menempatkan posisi HMJ/HMP di bawah jurusan/prodi. Bisa kehilangan jati diri aktivis mahasiswa jika seperti ini. Mana bisa aktivis mahasiswa menjadi gerakan moral jika hal tersebut terjadi. Apalagi menjadi penerus Soe Hok Gie. Mungkin daya kritis pun akan terkikis sampai menipis. Hal ini bisa dilihat dari agenda LKM itu, ada lokakarya segala. Tapi sayang, lokakarya ternyata batal. Entahlah, apa yang membuat batal itu. Yang pasti ada tekanan, baik dari HMJ/HMP sendiri atau terkanan internal Dirmawanya. Hal itu bisa saja salah, namun anggapan atau kecurigaan seperti itu akan sering muncul bila Dirmawa mengadakan kegiatan yang sejenis. Selanjutnya, untuk pertanyaan kedua, apakah BEM UPI tidak bisa melaksanakan kegiatan tentang kepemimpinan yang memadai? Sepertinya pertanyaan berikutnya perlu untuk dimunculkan, apakah BEM bisa memaksimalkan peran advokasi bagi ormawa yang belum sepenuhnya mencairkan dana IUK? Atau,

apakah gunanya kegiatan pengkajian isu kampus atau luar kampus bila pengkajiannya tidak dirasakan langsung oleh mahasiswa? Jawaban dari pertanyaan itu pasti berbeda bagi tiap orang. Namun, kita bisa sedikit mengambil contoh kasus sebagai gambaran, salah satu organ penalaran kampus pernah mengajak BEM untuk untuk memperingati hari pendidikan nasional pada awal Mei 2010, tapi BEM tak menanggapinya. Begitupun BEM tidak mau tanggap terhadap momen yang begitu penting di rumah sendiri, pemilihan rektor 2010-2015. Memang BEM mengadakan diskusi publik, tapi mereka tidak membangun isu tersebut dari dasar. Sepertinya BEM asik dengan diri sendiri. Selain itu konon katanya, BEM akan membentuk divisi atau departemen yang mengurusi kewirausahaan. Ups, gak salah tuh? Bukankah masalah kewirasusahaan sudah ada UKM yang mengakomodasinya? Jangan sampai BEM kehilangan jati diri sesungguhnya, apalagi sampai kehilangan kegagahannya. Kalau BEM tidak segera berbenah, maka bisa dipastikan semua kegiatan, kinerjanya hanya menghabiskan waktu, tenaga, dan juga fulus. Bukankah itu melakukan hal yang sia-sia? Penjelasan di atas kiranya bisa dijadikan diskusi dan kajian lebih mendalam. Sehingga persinggungan ini tidak terjadi di kemudian hari. Ini menjadi penting bila ormawa misalnya ingin mempunyai daya tawar dan kewibawaan sebagai lembaga mahasiswa yang bersifat universiter. Selain itu juga, Dirmawa menjadi lebih fokus dan menghasilkan kinerja yang sangat elok bila tidak terlalu jauh melaksanakan program yang sama persis dengan kegiatan ormawa. Sekarang, bagaimana supaya tidak ada persinggungan yang berujung bisikbisik tersebut? Adakanlah diskusi menyeluruh mana yang menjadi otoritas ormawa dan mana yang menjadi otoritas Dirmawa. Dengan adanya diskusi tersebut, setidaknya masing-masing pihak tahu apa patokan yang jelas supaya hal ini tidak terjadi di kemudian hari. Tabik!


PEMBANTU REKTOR BIDANG KEUANGAN DAN SUMBER DAYA

Penataan Lahan Kampus Bumi Siliwangi

P

engadilan Negeri Bandung telah memutuskan perkara perumahan dinas di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), pada 22 April 2010. Dengan diputuskannya perkara gugatan antara penghuni perumahan dinas dengan pihak UPI, maka persoalan itu sudah final. Pihak UPI juga telah mengeluarkan surat pemberitahuan bernomor 133/H40.11/ TU/2010, tertanggal 28 April 2010. Surat itu juga telah dimuat di harian Pikiran Rakyat. UPI melakukan ini tentunya menggunakan hukum yang berlaku, hukum acuannya berdasarkan ketetapan Majelis Wali Amanat (MWA) UPI No. 002/TAP/MWA UPI/2008 tentang Site Plan Main Campus Planning UPI. Dalam ketetapan MWA UPI itu, sudah jelas perencanaan penataan wilayah yang ada di kampus UPI Bumi Siliwangi. Misalkan dengan keterbatasan lahan, maka kehadiran perumahan UPI tidak memungkin lagi. Sesuai dengan ketentuan peraturan pemerintah no 76 Tahun 2008, dikatakan bahwa surat izin penghuni berakhir masa berlakunya jika pensiun atau meninggal dunia. Peraturan itu juga telah menghapuskan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.0124/M/1975. Keputusan itu mengatur perumahan dinas di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Anggaran Rumah Tangga UPI yang sudah ditetapkan MWA UPI bernomor 001/TAP/MWA UPI/2009, pasal 107 juga diatur mengenai perumahan yang ada di lingkungan UPI, seperti yang sudah tertulis dalam poin dua, “Universitas tidak menyediakan rumah dinas, baik di kampus

induk maupun kampus daerah.� Lahan yang ada di UPI termasuk lahan yang berada di lingkungan perumahan dinas, akan dibagi dalam beberapa zona-zona sesuai dengan site plan yang ada, yaitu: 1. Zona utama, yang meliputi wilayah yang terdiri dari bangunan-bangunan fasilitas akademik dan penunjangnya. 2. Zona pendukung, wilayah yang terdiri dari bangunan gedung arsip, asrama, pol kendaraan dan lainnya. 3. Zona umum, wilayah yang terdiri dari bangunan fasilitas bisnis, bank perparkiran dan lainnya. 4. Zona hijau, wilayah yang terdiri dari kebun botani, tanaman dan lainnya. 5. Zona cagar alam, wilayah yang terdiri dari bangunan bumi siliwangi Isola, bangunan muka, kolam hias dan pertamanan. Karena keterbatasan lahan UPI sekitar 37,2241 Ha, juga kondisi kontur berada pada medium-curam yang sulit dikembangkan, untuk merealisasikannya maka UPI perlu melakukan penghapusan beberapa bangunan, diantaranya: - Perumahan dosen dan karyawan (kecuali rumah jabatan rektor). - Gedung Pentagon. - Pool kendaraan. - Gedung BNI 46. - Gedung Olah Raga lama.

INFO IKLAN


RESENSI

Kenangan Buat Don Mafia Berkeley Oleh Rivan Arifiansyah

B

ulan Oktober 1970, majalah Ramparts yang ditulis oleh David Ransom menerbitkan sebuah artikel mengenai hiruk pikuk perpolitikan dan keadaan masyarakat Indonesia tahun 1960-an. Dari tulisan tersebut munculah istilah Mafia Berkeley. Bila Mafia Berkeley diidentikan dengan organisasi kriminal dengan struktur dan kode etik tertentu seperti novel The Godfather karya Mario Puzo, mungkin tidak terlalu tepat. Tetapi Mafia Berkeley ini sebuah kelompok teknokrat yang diikat oleh kesamaan visi, komitmen, kedekatan, dan kepercayaan. Kelompok inilah yang menjadi penggagas dan otak pembangunan Indonesia pada masa Orde Baru. Kata mafia Berkeley ini merujuk kepada sekelompok akademis lulusan Universitas California di Berkeley yang dibiayai oleh Ford Fondation. Di Berkeley, lebih spesifik mereka menekuni cabang ekonomi pembangunan. Dari sejumlah ekonom yang ada di kelompok ini, nama Widjojo Nitisastro yang dianggap sebagai “Sang Don� dari Mafia Berkeley. Pertengahan tahun 1960-an, ekonomi Indonesia sudah kehilangan dayanya dan sedang menuju kehancuran. Pangan berkurang, inflasi hampir 600 persen, devisa kosong, kemiskinan ada di mana-mana. Pada saat inilah Widjojo dan kelompoknya memainkan peranan yang cukup besar. Mereka berhasil meyakinkan Soeharto bahwa perekonomian warisan pemerintah Soekarno hanya dapat diperbaiki dengan menghormati hukum-hukum ekonomi, menyehatkan peran mekanisme pasar, dan membuka pintu bagi perkembangan dunia. Seluruh ide dan gagasan dari Widjojo

30 MEI 2010 ISOLA POS

BELBOOK.COM

Judul : Tetang Widjojo Nitisastro (Esai dari 27 Negara) Editor : Moh. Arsjad Anwar, Aris Ananta dan Ari Kuncoro Penerbit : Penerbit Buku Kompas Terbit : Januari, 2010 (dalam edisi Bahasa Indonesia) Tebal : xviii + 428 hlm

dan kelompoknya ini dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, maka hasilnya pada akhir 1960-an inflasi dapat dikendalikan, penanaman modal asing dan dalam negeri melonjak, kredibilitas bank-bank negara pulih, dan produksi secara keseluruhan meningkat. Dalam perkembangannya setiap kebijakan mereka tidaklah berjalan mulus. Pada awal 1973, kritik terhadap mereka mulai bermunculan, yang mencapai puncaknya pada peristiwa Malapetaka 15 Januari atau sering dipopulerkan dengan nama Malari, 1974. Kaum cendikiawan s e p e r- t i M o h a m m a d Hatta, Sarbini Sumawinata, Soedjatmoko, dan Mochtar Lubis serta aktifis mahasiswa berhasil meyakinkan masyarakat bahwa berbagai program yang dijalankan oleh Widjojo Nitisastro telah membawa Indonesia masuk terlalu jauh ke dalam liberalisme ekonomi. Program-program tersebut, kata para pengkritiknya, semakin memperlebar jurang sosial ekonomi serta menyebabkan Indonesia didominasi pihak asing. Oleh karena itu mereka mencoba meyakinkan pemerintah maupun rakyat bahwa strategi kelompok Widjojo harus diganti dengan strategi yang lebih meningkatkan kepentingan bisnis kaun pribumi, pemerataan pendapatan, dan melindungi pasar dalam negeri. Awal tahun 1990-an banyak orang mengkritik lagi beberapa kebijakan kelompok Widjojo ini. Hal ini disebabkan oleh beberapa paket kebijakan pada akhir tahun 1980-an yang bersifat pro-pasar bebas sehingga memunculkan konglomerat-konglomerat baru yang berasal dari keturunan Tionghoa. Para pengkritik pada periode ini adalah para pengusaha pribumi. *** Widjojo lahir pada 23 September 1972. Setelah lulus kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI) tahun 1955, Widjojo melanjutkan pendidikan ekonomi dan demografi di Universitas California, Berkeley pada September 1957 hingga Maret 1961. Memperoleh gelar Ph.D disana. Dia menjadi guru besar di Fakultas Ekonomi UI di usia 34 tahun. Selama peri-

ode 1964-1968 menjadi dekan FE UI. Widjojo menulis sebuah buku, yang menjadi salah satu buku yang amat populer di kalangan mahasiswa ekonomi pada tahun 1950-an. Buku itu berjudul Soal Penduduk dan Pembangunan Indonesia. Ketika Mafia Berkeley sedang memerankan kebijakan yang cukup besar, Widjojo menempati posisi yang cukup strategis dalam pemerintahan Soeharto. Ketua Bappenas (1967-1971), Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (1971-1973), Menko Ekuin merangkap Ketua Bappenas (1973-1978 dan 1978- 1983), Penasehat Ekonomi Presiden (1993-1997) Dengan melihat peran dan jabatannya dalam sejarah kekuasaan Orde Baru, Widjojo Nitisastro tak bisa dipisahkan dari pembangunan ekonomi Indonesia periode 1966-1997. Dialah arsitek ekonomi atau pemikir ekonomi orde baru. Namun, seperti pernah ditulis oleh Chatib Basri, Direktur Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM)FEUI. Widjojo bukan aktor di atas panggung dengan lampu sorot dan tepuk tangan penonton, Widjojo bukanlah ilustrasi yang baik tentang kekuatan kata dan retorika. Ia tak mengentak. Ia lebih banyak diam dan bekerja. Buku ini yang berjudul Esai dari 27 Negara tentang Widjojo Nitisastro, penghargaan dari Para Tokoh ini merupakan merupakan penghormatan terhadap Prof. Widjojo Nitisastro yang ditulis oleh 71 sahabat dari 27 negara, mulai dari tokohtokoh seperti Manmohan Singh (Perdana Menteri India), Noburu Takshita (mantan Perdana Mentri Jepang),Goh Chok Tong (Mantan Perdana Menteri Singapura) sampai nama besar dalam dunia akademik seperti Lawrence Summers (mantan Presiden Universitas Harvard), U Tun Thin (Profesor Ekonomi Universitas Yangoom), dan banyak yang lainnya. Namun, buku yang diedit Mohamad Arsjad Anwar, Aris Ananta, dan Ari Kuncoro ini tidak bercerita tentang pemikiran Widjojo secara utuh. Hanya berisi pesan dan kesan dari para sahabat dan kerabat yang pernah bekerjasama dengannya. Akan tetapi perlu dicatat, bahwa secara umum berbagai tulisan dari buku ini menggambarkan keadaan ekonomi Indonesia beserta lika-likunya dengan perspektif orang luar negeri, walaupun tentunya yang positif saja mengenai berbagai kebijakan Widjojo dan kelompoknya.




Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.