Rekam Jejak Bahasan Isu Kabinet "Senurani" KM ITB 2018/2019

KELUARGA MAHASISWA ITB

Resonansi REKAM JEJAK BAHASAN ISU KABINET ‘SENURANI’ KM ITB 2018/2019

Keluarga Mahasiswa ITB

Resonansi

REKAM JEJAK BAHASAN ISU KABINET ‘SENURANI’ KM ITB 2018/2019

i

ii

PRAKATA resonansi/re¡so¡nan¡si/ /rÊsonansi/ n 1 dengungan (gema, getaran) suara; 2 Fis peristiwa turut bergetarnya suatu benda karena pengaruh getaran gelombang elektromagnetik luar

Gamblang sekali kita rasakan pemberitaan tentang perkembangan Indonesia yang semakin dekat dengan kesejahteraan. Melalui indicator-indikator tertentu, kita menemukan jumlah pengangguran kita yang semakin berkurang, hak berpendapat semakin dihargai, semakin banyak orang menempuh pendidikan, kondisi pemberantasan korupsi yang membaik (merayap), pangan yang selalu tersedia, dan bahan bakar yang selalu terjangkau.

Dibalik gemilang itu semua, sadarkah kita bahwa pemberitaan2 tersebut baru menyentuh permukaan saja. Tahukah kita dibalik angka pengangguran yang terus menurun, terdapat buruh pabrik yang harus meregang nyama untuk bekerja di pabrik. Atau peka kah kita untuk mengetahui bahwa nasi yang tersedia di meja makan bukan dari bumi Indonesia. Bahkan, ketika kita menggunakan bensin yang berasal dari potongan subsidi untuk pendidikan. Kita sedang tidak baik-baik saja, di saat diskusi dilarang, ormas sewenang-wenang, buku disita, kritis dibungkam, pertunjukan seni dilarang, berkesenian diancam, dan petani dipenjarakan.

Kalimat tersebut tentu hanya akan menjadi tantrum belaka tanpa adanya fakta berbicara.

Di dalam Resonansi ini, kami akan memberikan kumpulan kajian yang kami lakukan selama tahun 2018. Berdasarkan pengamatan, diskusi, dan turun aksi bersama-sama. Gagasan dan hasil analisis kami diharapkan dapat menjadi wacana alternative untuk membendung hegemoni pemberitaan bahwa Indonesia semakin baik (mungkin di satu aspek) yang bukan berarti kita mengalihkan muka dari kekurangan.

Resonansi berarti bergetar, ataupun merambat. Ide adalah virus paling mematikan yang dapat mengonsumsi alam pikiran kita. Ide yang ada di dalam Resonnansi melalui fakta dan analisis ini kami harapkan dapat menjadi virus yang menyembuhkan cara pandang siapapun yang membacanya, dan merambat kepada setiap orang, perlahan tapi pasti.

Kemenkoan Sospol KM ITB 2018/2019

iii

DAFTAR ISI

PRAKATA...................................................................................................................................... iii DAFTAR ISI ................................................................................................................................... iv DAFTAR TABEL .............................................................................................................................. v DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................................ vi 1. Perjuangan Menggapai Hak-Hak Buruh..................................................................................... 1 2. Supremasi Hukum dalam Penegakan HAM ............................................................................... 6 3. Semangat Reformasi dalam Memberantas KKN...................................................................... 11 4. Kebebasan Akademik .............................................................................................................. 17 5. Pencideraan Demokrasi (MD3) Berpendapat Terhadap Pemerintah....................................... 21 6. Semangat Setengah Hati Memberantas Korupsi dalam Kasus PKPU ....................................... 24 7. Keterlibatan Militer Dalam Kehidupan Masyarkat Sipil. ......................................................... 27 8. Refleksi Pendidikan Tinggi dan Pendidikan Dasar Indonesia ................................................... 33 9. Otonomi Daerah, Apa yang Masih Kurang? ............................................................................ 42 10. Kedaulatan Pangan Indonesia ............................................................................................... 46 11. Ketahanan Energi Indonesia.................................................................................................. 51

iv

DAFTAR TABEL Tabel 3. 1 Perkembangan Skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tahun 2014-2017...................... 12 Tabel 4. 1 Penjelasan Peraturan yang Mengatur Perlindungan Terhadap SaksI............................... 17 Tabel 4. 2 Penjelasan Definisi Berdasarkan UU No. 12 tahun 2012................................................... 19 Tabel 6. 1 Pasal Peratuan Pemilu yang Berpolemik........................................................................... 24 Tabel 8. 1 Perbandingan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dengan Pengangguran Terbuka... 35 Tabel 8. 2 Hidden Grant and Repayment Ratios, Selected Countries................................................ 36 Tabel 8. 3 Perbandingan rata-rata gaji dan pendidikan tertinggi...................................................... 36 Tabel 10. 1 Laju Konversi Lahan 2000-2015 di Sembilan Provinsi Sentra Produksi Padi................... 49 Tabel 10. 2 Persentasi Hasil Penyusutan Produksi Panen di Indonesia tahun 2014..........................50

v

DAFTAR GAMBAR Gambar 2. 1 Status pekerjaan korban kekerasan dan ancaman kekerasan kategori individu periode November 2017 - Juli 2018 (Sumber: ELSAM, 2018)..............................................................................7 Gambar 2. 2 Kategori kasus pelanggaran terhadap pembela HAM atas Lingkungan periode November 2017 - Juli 2018 (Sumber: ELSAM, 2018)...............................................................................................8 Gambar 3. 1 Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Profesi Tahun 2010-2018........................................13 Gambar 3. 2 Keterkaitan Aktor dan Peran Media.................................................................................16 Gambar 8. 1 Belanja APBN 2017 (Source: Kementrian Keuangan).......................................................38 Gambar 8. 2 Anggaran Pendidikan dari Tahun ke Tahun (Source: Kementrian Keuangan...................38 Gambar 8. 3 Persentase Anggaran Pendidikan dalam APBD (Source : Biro PKLN 2016)......................39 Gambar 8. 4 Peran Guru dalam Keberhasilan Siswa.............................................................................39 Gambar 8. 5 Nilai Rerata Pedagogik dan Profesional dalam UKG (Sumber: Dirjen GTK Kemendikbud, 2017).....................................................................................................................................................40 Gambar 8. 6 Hasil UKG (Sumber: Dirjen GTK Kemendikbud, 2017)......................................................40 Gambar 9. 1 Perkembangan Komposisi Total Pendapatan Daerah untuk Seluruh Kabupaten/ Kota di Indonesi 1996-2008..............................................................................................................................43 Gambar 9. 2 Perkembangan Komponen Dana Perimbangan Seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia 2001-2009.............................................................................................................................................44 Gambar 9. 3 Koefisien Gini (angka) dan Tingkat Kemiskinan Nasional (persen) 1980-2014 44 Gambar 9. 4 Pembagian Populasi Berdasarkan Kelas (persen) 2002-2014..........................................45 Gambar 10. 1 Perkembangan Volume Ekspor Impor Beras di Indonesia 1983-2016 (ton)..................46 Gambar 10. 2 Perkembangan Nilai Ekspor di Indonesia 1983-2013 (000 US$)....................................46 Gambar 10. 3 Peta Persebaran Sawah Produktivitas Tinggi dan Rendah tahun 2015..........................48 Gambar 10. 4 Peta Persebaran Alih Fungsi Lahan Tinggi dan Rendah tahun 2015..............................48 Gambar 11. 1 Tingkat Produksi dan Konsumsi Energi Minyak Nasional Indonesia tahun 2000-2014..54 Gambar 11. 2 Skema Perbandingan KBH Konvensional dan KBH Gross Split.......................................55 Gambar 11. 3 Subsidi BBM dan Listrik tahun 2013-2018.....................................................................56

vi

1. Perjuangan Menggapai Hak-Hak Buruh …

Buruh tani mahasiswa rakyat miskin kota Bersatu padu rebut demokrasi gegap gempita dalam satu suara demi tugas suci yang mulia …

Indonesia merupakan negara yang berdiri dengan landasan UUD 1945. Di dalamnya, negara memiliki tujuan pembangunan ekonomi berupa mewujudkan keadilan sosial, kemakmuran, dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Penjaminan kesejahteraan oleh negara diatur dalam pasal 27 ayat 2 yang mengatur hak pekerja dengan bunyi “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Pekerja yang dimaksud adalah seluruh pekerja termasuk buruh yang seringkali mendapatkan perlakuan berbeda dalam kelas pekerja. Padahal, dalam UU No. 2 tahun 2004, diatur bahwa buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Definisi tersebut mengantarkan kita ke suatu kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan antara pekerja kantoran biasa dan buruh, semua sama-sama pekerja yang saling membutuhkan jaminan atas kebutuhan sosial, kepastian hak, dan jaminan keselamatan. Dapat dipahami bahwa pekerja merupakan salah satu modal yang termasuk sebagai faktor produksi yang dapat menjadi penggerak pembangunan. Namun, sayangnya terdapat tren pembangunan yang tidak menyejahterakan pekerja sebagai bagian masyarakat dan cenderung berpihak pada ekonomi pasar sehingga siapa yang kuat akan mampu mengakses sumber ekonomi produktif. Akan tetapi, rakyat lebih dianggap sebagai objek pembangunan saja yang berkonsekuensi pada kemiskinan dan ketimpangan sosial yang muncul akibat proses pembangunan tersebut1. Tren pembangunan yang tidak berpihak pada kesejahteraan rakyat tersebut tercermin pada gini rasio Indonesia yang berada pada kondisi siaga yang telah mencapai 0,391 pada September 2017. Hal ini menandakan bahwa Indonesia membutuhkan reformasi sistem perekonomian untuk dibenahi (Brojonegoro Bambang, 2017) 2.

Pada tahun 2030, Indonesia digadang-gadang akan mengalami keajaiban perekonomian dan akan mencapai puncak kejayaan perekonomiannya3. Namun, di balik kebanggaan atas perekonomian Indonesia yang saat ini berada di atas 5%, terdapat duka bagi para pekerja yang hanya dianggap sebagai modal ekonomi dengan sedikit penjaminan kehidupan yang baik. Negara Indonesia bukanlah negara yang berorientasi pada pengumpulan kapital, tetapi sebaliknya secara konstitusional dengan jelas negara memiliki peran untuk memberdayakan kelompok masyarakat miskin dan bahkan memberikan pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum bagi rakyatnya4. Begitu pula hak bagi para pekerja Indonesia yang menjadi tanggung jawab negara dalam memastikan kesejahteraannya.

1

N. Nunung dan S. Hendri, “Kesenjangan Ekonomi Sosial dan Kemiskinan. Ekonomi,” Konstitusi : Haluan Baru Kebangkitan Ekonomi Indonesia, Jakarta : Soegeng Sarjadi Syndicate, pp.283-284, 2009.

2 S. Sakina, “Ketika Ekonomi Tumbuh Tinggi, Ada Tendensi Rasio Gini Meninggi,” 12 Desember, 2017, Tersedia: https://ekonomi.kompas.com/read/2017/12/12/191742326/ketika-ekonomi-tumbuh-tinggi-ada-tendensirasio-gini-meningkat 3 Mc Kinsey & Company, “The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia’s Potential,” 2012, Tersedia: https://www.mckinsey.com/~/media/mckinsey/global%20themes/asia%20pacific/the%20archipelago%20econo my/mgi_unleashing_indonesia_potential_executive_summary.ashx 4 Pasal 34 Ayat 1-3 Undang-Undang Dasar 1945

1

Masih rendahnya penjaminan hak pekerja International Trade Union Confederation (ITUC) Global Rights Index yang dilansir ITUC menggambarkan negara-negara terburuk di dunia bagi pekerja dengan memberi peringkat 139 negara dalam skala mulai 1—5 berdasarkan tingkat penghormatan terhadap hak-hak pekerja. Hak-hak pekerja tidak ada di negara-negara dengan nilai 5 dan pelanggaran terjadi secara tidak teratur di negara-negara yang mendapat nilai 1. Dalam penilainnya, nilai indeks Indonesia berada di bawah Singapura dan Thailand. Pada 2014 dan 2015, Indonesia memperoleh nilai 4, artinya ada pelanggaran hak pekerja yang dilakukan secara sistematis.

Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah dan/atau perusahaan terlibat dalam pelanggaran serius untuk menjamin dan memastikan hak dasar pekerja.

Untuk merefleksikan kembali, berikut merupakan beberapa konflik ketenagakerjaan di Indonesia: Tabel 0.2 Contoh kasus ketenagakerjaan dari tahun 2015-20176 Tahun

PT. Coca Cola

2015

2014 3 4 4 5 4 5 5 5 5

2015 3 4 4 5 4 5 5 5 5

2016 3 4 3 4 5 5 5 5 5

2017 3 4 5 4 5 5 5 5 5

Keterangan : 1 : Irregular violations of rights 2. : Repeated violations of rights 3 : Regular violations of rights 4 : Systemic violations of rights 5 : No guarantee of rights

Dalam catatan akhir tahun yang dirilis oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, selama lima tahun terakhir semenjak tahun 2013-2017 terdapat total 6.212 pengaduan. Itu pun baru pengaduan kasus pelanggaran hak pekerja yang ada di Jakarta, belum yang terjadi di seluruh Indonesia.

5

Internasional Trade Union Confederation, “The 2017 ITUC Global Rights Index: The World’s Countries for Workers”, 2017, Tersedia: https://www.ituccsi.org/IMG/pdf/survey_ra_2017_eng-1.pdf 6 Ibid,.

PT. Metlindo Erasakti

Lion Air 2016 American Phillips Seafood Company PT Alpen Food Industry (Es Krim AICE)

Tabel 0.1 Global Rights Index di ASEAN5 Negara Singapura Thailand Myanmar Malaysia Indonesia Filipina Kamboja Laos Vietnam

Perusahaan

2017

Champ Resto Indonesia PT. Orson Indonesia

Kasus 103 buruh kontrak di-PHK sepihak Pembangunan serikat buruh Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) 22 buruh, 1 mahasiswa, 2 pekerja ditangkap dan jadi tersangka pada aksi damai terhadap PP No. 78/2015 SP-APLG dilaporkan pencemaran nama baik 310 KUHP. Jumlah anggota berkurang yang mulainya berjumlah ratusan hingga tersisa 18 orang.

Menciptakan serikat pekerja palsu untuk menghalangi buruh berserikat dan memecat 205 buruh secara sepihak Pelanggaran terhadap kondisi kerja buruh dan minimnya jaminan kesehatan.

83 buruh di PHK karena menuntut hak atas asuransi kesehatan 14 buruh di PHK sepihak (13 alasan untuk efisiensi & 1 dengan alasan pelanggaran ketentuan perusahaan)

Keamanan, Kesehatan, dan Keselamatan Kerja (K3) Penjaminan K3 merupakan hal penting untuk diberikan oleh penyelenggara usaha karena hal ini berkaitan langsung dengan keselamatan jiwa dari pekerja. Terdapat indikasi bahwa perusahaan cenderung lepas tangan terhadap pekerja yang mengalami kecelakaan, seperti kasus kondisi kerja buruh pabrikan es krim pada Desember lalu7. Sebenarnya jaminan keselamatan pekerja sudah diatur dalam UU No. 13 tahun 2003, pada pasal 87 ayat 1 berbunyi bahwa setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan

7

W. Dieqy, “Kondisi Kerja Buruh Aice Tak Semanis Iklan ‘Have an Aice Day’,” 4 Desember, 2017, Tersedia: https://tirto.id/kondisi-kerja-buruhaice-tak-semanis-iklan-039have-an-aice-day039cA7f

2

dan kesejatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.

Kondisi lemahnya penjaminan K3 masih ditunjukkan dengan UU No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang masih berlaku dan belum adanya revisi. Peraturan mengenai sanksi pelanggaran masih belum menjamin mengenai pelibatan penyelenggara kerja dalam penjaminan K3, termasuk di dalamnya mengenai hukuman maksimum pelanggar UU No. 1 tahun 1970 yang hanya berupa dengan Rp100.000,00 atau kurungan tiga bulan penjara8 yang tidak dijelaskan secara jelas dalam mengikutsertakan perusahaan.

Pelanggaran terhadap undang-undang ini ditunjukkan dengan adanya perusahaan mengeluarkan kontrak yang menjadikan kecelakaan sebagai human error sehingga kondisinya tidak perlu dijamin oleh perusahaan.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, Hadi Subhan berpendapat munculnya kasus K3 selama ini merupakan masalah akut di bidang ketenagakerjaan karena petugas pengawas tidak berfungsi.

Peran pengawas harusnya preventif, untuk mencegah terjadinya masalah K3. Praktiknya, fungsi pengawas saat ini lebih ke arah reaktif, padahal ini ranah pengadilan dalam rangka perlindungan hukum represif. Jadi, kasuskasus kecelakaan kerja tak bisa sepenuhnya dibebankan kepada perusahaan atau direksinya, tetapi juga menunjukkan kurang berfungsinya pengawas ketenagakerjaan9.

Sehingga fungsi pengawasan dari pemerintah kepada perusahaan harus diintensifkan lagi.

banyak perusahaan yang belum menerapkan hak pada pekerja wanita. Jaminan hak khusus kepada perempuan telah tertulis didalam UU No.13 tahun 2003 pasal 82 mengatur hak cuti hamil dan melahirkan bagi perempuan.

Pekerja perempuan berhak atas istirahat selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) 84 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 10 tenaga kerja atau membayar upah paling sedikit Rp1.000.000,00/bulan wajib mengikut sertakan karyawannya dalam program Jamsostek (BPJS Ketenagakerjaan). Salah satu program BPJS Ketenagakerjaan adalah jaminan pemeliharaan kesehatan yang mencakup pemeriksaan dan biaya persalinan. Serta peraturan lembur, pemutusan kerja hingga cuti menstruasi yang semuanya telah diatur dalam undang-undang, tetapi ketika di lapangan terjadi kondisi yang tidak sesuai.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA) menyebut masih banyak pelanggaran hak pekerja perempuan.

Belum adanya perlakuan khusus terhadap pekerja perempuan yang sedang mengandung ditunjukkan dengan tidak adanya perbedaan antara beban jam kerja antar buruh hamil dan tidak hamil, pekerja dipaksa harus memenuhi target dari perusahaan. Selain jam kerja, pekerja perempuan juga masih harus bekerja tanpa adanya fasilitas penunjang untuk memastikan kesehatan janin10.

Tenaga Kerja Perempuan Permasalahan lainnya datang dari ranah gender yang memang tak bisa dipungkiri masih

Tenaga Kerja Asing Indonesia Perpres No. 20 tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) memicu beragam asumsi, salah satunya adalah

8

10

Pasal 15 Ayat 2 UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja 9 A. Achmad, “Akademisi: Perusahaan Bertanggung Jawab Atas Terjadinya Kecelakaan Kerja,� 3 November, 2017, Tersedia: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt59fb eab3be02f/akademisi--perusahaan-bertanggungjawab-atasterjadinya-kecelakaan-kerja

Ady. “Pekerja Hamil Belum Dapat Perlakuan Khusus: Cuti Keguguran Belum Sepenuhnya Diberikan,� 16 Desember, 2015, Tersedia: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5671 6428ba4fd/pekerja-hamil-belum-dapat-perlakuankhusus

3

anggapan bahwa peraturan ini akan banyak menggusur tenaga kerja lokal, namun sebelum melangkah lebih lanjut lagi terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan.

Pertama, berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja, mayoritas TKA yang bekerja di Indonesia adalah tenaga profesional yang memiliki keahlian tertentu. Untuk mayoritas pekerja yang ada di Indonesia mayoritas tidak memiliki kualifikasi pekerja terampil. Jika pekerja profesional Malaysia dengan Indonesia dibandingkan, maka pekerja profesional Malaysia mencapai 20% dari keseluruhan total tenaga kerja domestik. Sementara, Indonesia hanya 5% dari seluruh pekerja produktif domestik11. Hal ini dapat menjadi ancaman bagi tenaga kerja asli apabila tidak ada peningkatan kapasitas kualifikasi pekerja terampil.

Kedua, dari segi konstitusional Perpres ini kontradiktif dengan UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Diantaranya adalah pasal 17 yang mengatur penerbitan visa terbatas (vitas) dan izin terbatas (itas) yang memudahkan TKA untuk menetap terlebih dahulu baru menyelesaikan tahapan perizinan yang telah ditetapkan dan berpotensi diperkerjakan oleh perseorangan yang langsung bertentangan terhadap pasal 42 ayat (2) UU No. 13 tahun 2013 yang melarang perseorangan memperkerjan TKA. Perpres ini juga menghapuskan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) yang dapat mempersulit pengawasan TKA. Hal ini juga dibuktikan dari laporan Ombudsman Republik Indonesia bahwa terdapat TKA yang masih aktif bekerja walaupun IMTA telah habis dan tidak diperpanjang, TKA yang dimaksud adalah TKA yang bekerja sebagai buruh kasar dan yang 11

A. Dedy, “Jumlah Tenaga Kerja Profesional di RI Kalah dengan Malaysia,� 27 Februari, 2016, Tersedia: https://economy.okezone.com/read/2016/02/27/ 320/1322907/jumlah-tenaga-kerja-profesional-diri-kalah-dengan-malaysia#lastread 12 www.ombudsman.go.id/news/r/ombudsmanlemahnya-pengawasan-tka-oleh-tim-pengawasanorang-asing-tim-pora

telah menjadi WNI namun tidak memiliki izin kerja12.

Anggapan bahwa Perpres ini tetap mengusahakan kehadiran tenaga kerja Indonesia masih menimbulkan makna yang sangat beragam. Walaupun dalam pasal 4 ayat 1 perusahaan wajib mengutamakan tenaga kerja Indonesia pada semua jenis jabatan yang tersedia, masih belum terdapat pengukuran yang jelas sehingga berpotensi menimbulkan konflik alokasi tenaga kerja.

Pekerja Magang Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 36 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemagangan Di Dalam Negeri menjelaskan bahwa definisi dari pemagangan adalah sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja yang lebih berpengalaman dalam proses produksi barang /atau jasa di perusahaan dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu. Program pemagangan dilakukan dengan pemberian teori sebanyak 25% dan praktik sebanyak 75%13 dengan batasan waktu magang selama 1 tahun semenjak perjanjian14.

Pekerja magang tentunya berbeda dengan pekerja tetap, terutama dalam hal pengupahan karena tidak harus mengacu pada upah minimum provinsi ataupun kabupaten.

Upah yang diterima oleh peserta magang ditentukan berdasarkan perjanjian pemagangan yang berbentuk uang saku. Latar belakang diterbikannya peraturan ini ditujukannya untuk meningkatkan partisipasi angkatan kerja untuk dapat memperoleh pekerjaan di perusahaan tertentu15. Hal ini 13

Pasal 6 Ayat 6 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 36 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri 14 Pasal 6 Ayat 7 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 36 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri 15 K. Mawa dan S. Arbi, “Hanif Dhakiri: Yang Berpikir Soal Pemagangan Begini-Begitu, itu Katrok!,� 1 Mei,

4

dapat menjadi celah bagi para pengusaha untuk mendapatkan keuntungan target produksi tanpa memperhatikan kondisi pekerja. Peraturan ini juga mengatur bahwa perusahaan dapat menerima peserta pemagangan sampai 30%16 dari jumlah karyawan, sehingga kian dapat melanggengkan praktik tenaga kerja untuk produksi tanpa jaminan upah yang pasti.

Upah pekerja yang berupa uang saku dapat melegalkan pengusaha untuk memperkerjakan tenaga magang di bawah Upah Minimum Kabupaten/Kota dan Upah Minimum Regional. Jika tujuan dari pemagangan adalah untuk memperoleh kompetensi semata maka sebaiknya terdapat perbedaan beban kerja bagi pemagang, namun terdapat beberapa kasus yang terjadi adalah sebaliknya. Tidak hanya itu, tanggung jawab keberadaan pemagang juga tidak terdefinisikan dengan terlibatnya Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) sebagai penyelenggara pelatihan kerja. Ketiadaan penanggung jawab yang pasti antara perusahan dan LPK dapat membuat kedua belah pihak saling lempar tanggung jawab jika terjadi pelanggaran terhadap pemagang. Praktik pemagangan seperti ini berindikasi mengeksplotasi para pekerja sebagai pemenuh target produksi padahal sudah seharusnya pemagangan bertujuan untuk meningkatkan keterampilan .

2017, Tersedia: https://tirto.id/yang-berpikir-soalpemagangan-begini-begitu-itu-katrok-cnNk 16 Pasal 3 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 36 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri

antara pencari keterampilan dengan penyedia keterampilan, bukannya relasi antara pemberi kerja dan pencari kerja17.

Penutup Haluan kebijakan pemerintah yang lebih menekankan kepada sistem padat karya dapat sangat berpotensi membahayakan kualitas tenaga kerja di Indonesia. Padat karya dalam hal ini berarti memberlakukan sistem kerja dimana warga produktif yang menganggur akan dimaksimalkan dan bersedia menerima upah rendah. Dalih untuk menekan pengangguran menjadi justifikasi untuk memberlakukan pekerja tidak sesuai dengan sebagai mana mestinya. Jika arahan pengembangan tenaga kerja diberlakukan seperti ini, maka kita akan kembali lagi ke rezim Soeharto yang berorientasi pada pengintensifan sistem kerja paksa dimana orang yang menganggur dipaksa bekerja untuk melayani kepentingan monopoli asing tanpa upah yang layak18.

Selama pemerintah masih belum mengutamakan rakyat dalam pembangunannya, maka perjuangan setiap elemen masyarakat tidak akan pernah berakhir untuk terus mewujudkan amanat UUD 1945 yang menempatkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi rakyatnya

17

Pedoman Untuk Pengusaha, Program Pemagangan di Indonesia, Organisasi Perburuhan Internasional, 2015 18 Indonesia’s Economy Further Deteriorites, Indonesia Tribune (Volume 3-6 edisi 1969)

5

2. Supremasi Hukum dalam Penegakan HAM Secara harfiah supremasi hukum berarti kekuasaan tertinggi (oppergezag, supreme power) dari hukum. Penempatan hukum sebagai kekuasaan tertinggi dalam masyarakat ditetapkan dengan tujuan untuk melindungi hak-hak warga negara yang bersangkutan. Supremasi hukum ditetapkan untuk menanggulangi kekuasaan sewenang-wenangan penguasa, misalnya kekuasaan raja19.

Supremasi hukum merupakan prasyarat mutlak bagi penyelenggaraan kehidupan kenegaraan berdasarkan kedaulatan rakyat. Supremasi hukum berarti adanya jaminan konstitusional bahwa pelaksanaan dan penegakan hukum dalam proses politik yang dijalankan oleh kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif, akan selalu bertumpu pada kewenangan yang ditentukan oleh hukum20.

Dalam konsep supremasi hukum, yang menjadi ciri tegaknya supremasi hukum diantaranya pemerintah dalam menjalankan kekuasaannya harus selalu dilandasi hukum dan peraturan perundang-undangan. Meskipun pemerintah, dalam hal ini Presiden dan DPR, memiliki hak untuk membuat suatu produk hukum untuk dijadikan landasan pengambilan keputusan, namun yang perlu diingat hukum tertinggi adalah konstitusi. Dalam artian, segala bentuk hukum yang dibentuk pemerintah harus tetap menganut nilai-nilai yang tercantum dalam konstitusi. Salah satu bentuk keselarasan hukum yang mendasari pemerintah menjalankan kekuasaan dengan konstitusi ditunjukkan dengan adanya jaminan perlindungan terhadap hak-hak dasar atau Hak Asasi Manusia (HAM) yang tercantum dalam UUD 1945, diantaranya: 1. Hak atas kemerdekaan untuk segala bangsa (Pembukaan Alinea I).

2. Hak atas kemanusiaan yang adil dan beradab (Pembukaan Alinea IV).

3. Persamaan kedudukan setiap warga negara di dalam hukum dan pemerintahan, dengan tidak ada kecuali (Pasal 27 ayat (1)).

4. Persamaan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 27 ayat (2)).

5. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pikiran (Pasal 28).

6. Kemerdekaan untuk memelik agama dan beribadat (Pasal 29).

7. Hak memperoleh pengajaran (Pasal 31).

Hal lain yang menjadi ciri tegaknya supremasi hukum di Indonesia adalah adanya pembagian kekuasaan negara secara jelas, adil, dan konsisten, serta perlindungan hukum badan-badan peradilan terhadap tindak pemerintahan. Pembagian kekuasaan negara dilakukan untuk membatasi kekuasaan.

Menurut Montesquieu, tegaknya suatu negara demokrasi memerlukan pemisahan kekuasaan negara ke dalam organ-organ eksekutif, legislatif dan yudikatif. Kekuasaan eksekutif bertugas melaksanakan undang-undang, kekuasaan legislatif bertugas membuat undang-undang, serta kekuasaan yudikatif bertugas mengadili terhadap pelanggaran atas pelaksanaan undang-undang tersebut21. Perlindungan hukum badan-badan peradilan terhadap tindak pemerintah bertujuan untuk melindungi organ penegak hukum terpengaruh oleh kekuasaan pemerintah dalam memutuskan suatu perkara.

19

D. Khumarga, “Menuju Cita Supremasi Hukum”, Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol II No 3, 2003, hlm 2 20 Abdul Gani, dalam Padmo Wahjono, “Masalah Ketatanegaraan Indonesia Dewasa lni”, (Ghaiia Indonesia, 1985), hlm.157 21 Bambang Sugiono dan Ahmad Husni M.D., “Supremasi Hukum dan Demokrasi”, Jurnal Hukum No 14 Vol 7, 2000, hlm 74

6

Kondisi Penegakan HAM di Indonesia

Kondisi Penegakan HAM di Indonesia Saat Ini

Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) telah lama menjadi luka bagi bangsa Indonesia.

Angin segar sempat berhembus di awal kepemimpinan Presiden Joko Widodo menjanjikan penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Perhatian khusus akan HAM yang dijanjikan Jokowi-Kalla dituangkan pada dokumen visi dan misi, program prioritas calon Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014, Rencana Aksi HAM Pemerintah 2015-2019, komitmen pemenuhan rekomendasi Universal Periodic Review tahun 2017, dan komitmen HAM lainnya yang disampaikan secara terbuka oleh Presiden.

Pada tahun 2018 ELSAM merilis Laporan Situasi Pembela HAM atas Lingkungan Periode November 2017 – Juli 201824. Tercatat 36 kasus kekerasan dan ancaman kekerasan terhadap pembela HAM atas Lingkungan terjadi di Indonesia dengan jumlah tindakan sebanyak 55. Selama periode ini, ELSAM menemukan bahwa luasan dampak, jumlah korban, dan ragam pelanggaran HAM terhadap pembela HAM atas lingkungan terjadi dalam jumlah yang signifikan,

Semangat penegakan HAM kembali dipertanyakan ketika Wiranto ditunjuk sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam). Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menilai pemilihan Wiranto sebagai Menko Polhukam menjadi sinyal kuat untuk meredam upayaupaya pengungkapan serta penuntasan kasuskasus pelanggaran HAM di Indonesia22.

Beberapa alasan diantaranya karena asumsi keterlibatan Wiranto ditunjuk sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam). Wiranto sendiri sering dikaitkan terlibat dalam peristiwa kerusuhan seperti Tragedi Trisakti, peristiwa Semanggi I dan II, penculikan dan penghilangan aktivis pro-demokrasi medio 1997-1998, dan gejolak pasca Referendum Timor Timur saat masih menjabat sebagai Panglima ABRI kala itu.

Laporan ELSAM mencatat 254 korban kekerasan dan ancaman kekerasan yang terdiri dari individu, keluarga, masyarakat adat, dan kelompok masyarakat. Korban individu yang jumlahnya 175 orang dipetakan berdasarkan pekerjaan. Hasilnya sebanyak 48 orang korban adalah petani lalu disusul mahasiswa yang berjumlah 15 orang. Jumlah terbesar dari klasifikasi ini adalah korban yang tak teridentifikasi jenis pekerjaannya yaitu sebanyak 91 orang.

ELSAM lantas mengelompokkan sisa ini ke identitas kelompok, usia, dan kondisi fisik dan didapatkan jumlah terbanyak adalah anggota masyarakat adat terdiri dari 58 orang.

Gambar 2. 1 Status pekerjaan korban kekerasan dan ancaman kekerasan kategori individu periode November 2017 - Juli 2018 (Sumber: ELSAM, 2018)

KontraS mencatat selama kepemimpinan Presiden Joko Widodo 4 tahun terakhir ini, dari 17 program prioritas HAM, 11 dari komitmen HAM dipenuhi sebagian, dan 6 komitmen gagal dipenuhi23. Lantas bagaimanakah kondisi penegakan HAM di Indonesia ?

22

Lembaga Bantuan Hukum Jakarta. 5 Alasan Menolak Wiranto Menjadi Menko Polhukam.

Bantuanhukum.or.id.

29 Oktober 2018. https://www.bantuanhukum.or.id/web/5-alasanmenolak-wiranto-menjadi-menko-polhukam/ 23 Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan. Catatan Evaluasi 4 Tahun Kinerja Pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla Kabinet Indonesia Kerja. Kontras.org. 29 Oktober 2018.

https://www.kontras.org/buku/20181020_buku_C atatan_Evaluasi_4_Tahun_Pemerintahan_Joko_Wid odo_-_Jusuf_Kalla_5bcaa6bc4141b.pdf 24 Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat. (2018).

Di Bawah Bayang-Bayang Kekerasan Negara dan Perusahaan : Laporan Situasi Pembela Hak Asasi Manusia atas Lingkungan Periode November 2017Juli 2018. Jakarta : ELSAM

7

ELSAM membagi kasus pelanggaran terhadap Pembela HAM atas Lingkungan periode November 2017 - Juli 2018 menjadi lima kategori: agraria, pertambangan, infrastruktur, pariwisata, dan pencemaran lingkungan. Dari seluruh kasus yang terjadi pada periode ini, 20 kasus di antaranya adalah kasus agraria, yang mencakup kasus yang awal mula perkaranya diawali kasus tanah. Sengketa New Yogyakarta International Airport (NYIA) menjadi konflik yang menyumbang korban terbanyak dengan jumlah 30 orang dari 65 unit kepala keluarga dengan mayoritasnya adalah petani.

Gambar 2. 2 Kategori kasus pelanggaran terhadap pembela HAM atas Lingkungan periode November 2017 - Juli 2018 (Sumber: ELSAM, 2018)

Seperti disebutkan sebelumnya, dari 55 tindak kekerasan dan ancaman kekerasan terhadap pembela HAM atas lingkungan, ELSAM menemukan enam jenis tindak kekerasan yang dilakukan oleh pelaku: intimidasi, serangan fisik, perampasan lahan, penangkapan, dan pembunuhan. Pembunuhan yang terjadi dua kali dalam periode kajian, salah satunya adalah kematian Poro Duka, seorang warga Desa Patiala Bawa, Lamboya, Kabupaten Sumba Barat. Tanah adat di kampung halamannya diklaim oleh sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pariwisata, PT Sutra Marosi Kharisma. Bentrok antara warga dan polisi tak terelakkan, tembakan meletus ke udara, peluru panas menembus tubuh Poro Duka dan meregang nyawanya.

Polisi menjadi satu dari sepuluh pelaku tindak kekerasan dan ancaman kekerasan terhadap pembela HAM atas lingkungan dan sebagai pelaku yang paling sering terlibat dalam 25

Kresna, Mawa. Konflik Agraria di Pulau Sumba : Peluru Polisi di Dada Poro Duka. Tirto.id. 29

pelanggaran demikian dengan keterlibatan dalam 25 kasus dari total 36 25. Satpol PP dan TNI berada di posisi berikutnya dengan masing-masing keterlibatan dalam 4 kasus.

Berdasarkan hasil ini juga diketahui bahwa 88% dari pelanggar adalah aktor negara.

Kasus pelanggaran HAM yang menyangkut bidang lingkungan seperti dibahas di atas tak bisa lepas dari rencana pembangunan infrastruktur yang dikedepankan oleh pemerintahan Jokowi - Kalla. Strategi pembangunan ini kerap kali tak terhindarkan dari konflik lahan dengan warga yang menghidupinya.

Masalahnya tren pembangunan ini sering tak memperhatikan hak rakyat sebagai penduduk asli lahan sehingga konflik pemerintah-warga atau swasta-warga sehingga kejadian seperti intimidasi, tindak kekerasan, penggusuran lahan, hingga pembunuhan warga dapat terjadi.

Berdasarkan temuan ini kita dapat melihat pemerintah mengabaikan hak asasi manusia rakyatnya yang berada di titik konflik.

Pelanggaran terhadap integritas personal dengan berbagai modus seperti pemukulan, penembakan, hingga penembakan melanggar Pasal 4 Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Kriminalisasi warga pembela HAM atas lingkungan yang melanggar hak atas kebebasan; penggusuran paksa yang melanggar hak untuk berpindah, hak untuk bertempat tinggal; warga pembela HAM atas lingkungan yang terbunuh dilanggar hak hidupnya; kekerasan dan ancaman pada masyarakat adat yang mengancam keberlangsungan hidup masyarakat adat itu sendiri; dan terganggunya hak perempuan dan anak merupakan beberapa hak asasi manusia yang terlanggar. Temuan ini membawa kita pada temuan bahwa negara tidak hanya melakukan pembiaran atas pelanggaran HAM tapi mungkin juga menjadi aktor yang melakukannya.

Oktober 2018. https://tirto.id/konflik-agraria-dipulau-sumba-peluru-polisi-di-dada-poro-duka-cJ3m

8

Belum Usainya Pengungkapan Kasus HAM Masa Lalu Upaya penegakan HAM hingga saat ini juga masih terkendala akan kasus-kasus masa lalu yang belum terselesaikan. Setara Institute mencatat setidaknya terdapat 8 kasus pelanggaran HAM berat yang macet di Kejaksaan Agung dan Komnas HAM, diantaranya adalah kasus peristiwa pembunuhan massal 1965, peristiwa Talangsari-Lampung-1989, tragedy penembakan mahasiswa Trisakti (19980, tragedi semanggi 1 (1998), tragedy semanggi II 1999, kasus Wasior dan Wamena (2001 dan 2003), kerusuhan Mei (1998), dan penembakan misterius “Petrus� (1982-1985).

Salah satu kasus pelanggaran HAM yang dapat dibahas lebih lanjut adalah kasus pembunuhan Munir. Munir Said Thalib merupakan salah satu aktivis yang giat untuk memperjuangkan kebebasan sipil politik masyarakat Indonesia.

Pembunuhan penggiat HAM, Munir Said Thalib, di tahun 2004 dalam penerbangannya menuju Belanda menjadi salah satu kasus pelanggaran HAM yang paling gencar dibicarakan di ruang publik. Dalam tubuh Munir ditemukan racun arsenik yang efektif memutus nafas Munir. Penyidikan oleh Kepolisian Republik Indonesia dilakukan dan dua tersangka pembunuhan ditetapkan: Pollycarpus Budihari Priyanto sebagai pilot pesawat yang ditumpangi Munir dan memberi minuman beracun pada Munir; dan Muchdi Prawiro Pranjono (Muchdi Pr) sebagai Deputi V BIN/Penggalangan pada 2001-200526. Yang terakhir dianggap sebagai dalang pembunuhan Munir karena keterlibatan Munir dalam membongkar kasus penculikan pro-demokrasi 1998. Keduanya menerima hukuman yang berbeda. Pollycarpus divonis 14 tahun penjara, meskipun hanya menjalani total delapan tahun 26

Kuwado. Fabian. Kabareskrim : Membuktikan Auktor Intelektualis Pembunuhan Munir Tidak Mudah. nasional.kompas.com. 29 Oktober 2018. https://nasional.kompas.com/read/2018/09/05/0 5315871/kabareskrim-membuktikan-auktorintelektualis-pembunuh-munir-tidak-mudah 27 Briantika, Adi. Kabareskrim Sebut Penydiikan Kasus Munir Dilanjutkan Jika Ada Novum. Tirto.id.

29 Oktober 2018. https://tirto.id/kabareskrimsebut-penyidikan-kasus-munir-dilanjutkan-jikaada-novum-cXBL

hukuman dan bebas pada 29 Agustus 2018.

Sementara Muchdi Pr baru diperiksa pada September 2008 dan dibebaskan pada tahun yang sama karena dianggap tidak terlibat pada kasus tersebut.

Tim Pencari Fakta (TPF) Kasus Meninggalnya Munir dibentuk oleh Susilo Bambang Yudhoyono selaku presiden pada 23 November 2004 melalui Perpres No. 111 Tahun 2004. Tim ini mulai bekerja pada Januari 2005 dan melaporkan temuannya di Juni 2005 kepada Presiden SBY yang disaksikan para menteri27.

Baru di tahun 2016, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menuntut pemerintah untuk membuka ke publik hasil penyelidikan TPF Munir setelah memenangkan sidang sengketa informasi di Komisi Informasi Pusat (KIP) dengan hasil sidang menyatakan dokumen tersebut boleh diakses publik. Jawaban yang mengejutkan keluar dari mulut pemerintah melalui Sekretariat Negara dan Sekretaris Kabinet yang mengakut tak memiliki dokumen tersebut.

Presiden kemudian memerintahkan Kejaksaan Agung dan Kepolisian RI untuk mencari keberadaan dokumen TPF tersebut28.

Hingga dua tahun berlalu belum ada kejelasan dimana keberadaan hasil penyelidikan TPF Munir. Pemerintah malah saling lempar bola panas dengan pemerintah sebelumnya dan sama-sama mengaku tak memiliki dokumen terkait. Padahal menurut pengakuan beberapa anggota TPF, seperti Usman Hamid dan Hendardi29, temuan mereka menyebut sejumlah nama baru yang bisa dijadikan petunjuk untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut. Situasi seperti ini juga menghasilkan preseden buruk bagi pemerintah Jokowi-Kalla yang menjadikan HAM, termasuk penyelidikan kasus pelanggaran HAM masa lalu, sebagai 28

Agung, Bintoro. Jokowi Ditagih Tepati Janji Ungkap Dokumen TPF Munir. Tirto.id 29 Oktober 2018. https://www.cnnindonesia.com/nasional/2018082 9171517-20-325924/jokowi-ditagih-tepati-janjiungkap-dokumen-tpf-munir 29 LBH Jakarta. Kesaksian Usman Hamid dan Hendardi Terkait Laporan TPF Munir.

Bantuanhukum.or.id.

29 Oktober 2018. https://www.bantuanhukum.or.id/web/kesaksianusman-hamid-dan-hendardi-terkait-tpf-munir/

9

salah satu poin unggulannya. Bahkan untuk ukuran kasus sebesar pembunuhan Munir, pemerintah tak mau membuka temuan TPF Munir yang semestinya terbuka bagi publik.

Beruntunglah orang-orang yang masih dihinggapi harapan bahwa pemerintah akan menuntaskan kasus ini.

1 Tahun Stagnansi Kasus Novel Baswedan Sudah satu tahun semenjak peristiwa penyiraman air keras dilakukan terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan. Novel Baswedan adalah Kepala Satuan Tugas yang menangani perkara besar yang ditangani KPK. Salah satu kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) juga turut ditangani. Novel mengalami peristiwa penyiraman air keras oleh oknum tak dikenal pada tanggal 11 April 2017. Ketua Tim Investigasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk kasus Novel mengatakan hasil pemeriksaan sementara timnya menyimplukan penyerangan terhadap Novel, diawali dengan pengintaian secara terstruktur30.

Sudah lebih dari satu tahun kasus ini bergulir tanpa kepastian, stagnansi penyidikan kasus ini menandakan diperlukannya langkah-langkah baru untuk meningkatkan kinerja Polri. Ketua Majelis Permusyawaratan, Zulkifli Hasan31 menyayangkan kasus Novel yang hingga kini belum tuntas. Zulfikfli mengungkapkan bahwa pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dapat menjadi jalan terbaik dalam menyelesaikan kasus ini. Penyelesaian kasus Novel ini pada akhirnya tidak hanya bertujuan untuk menangkap pelakunya saja, tetapi juga menjadi langkah untuk menegakan kondisi HAM di Indonesia.

30

Tim TEMPO. Novel Basedan Diserang Secara Sitematis, Indikasinya. Tempo.co. 30 Oktober 2018. https://nasional.tempo.co/read/896646/novelbaswedan-diserang-secara-sistematisindikasinya/full&view=ok 31 Erdianto, Kristian. Kalau Polri Tak Bisa, Ya Harus Bentuk TGPF Kasus Nove. Kompas.com. 30 Oktober 2018.

Upaya yang Dilakukan dalam Menegakan HAM Salah satu tugas Menkopolhukam untuk mengupayakan menyelesaikan kasus HAM. Menkopolhukam dengan leluasa bisa berkoordinasi dengan LPNK terkait seperti BIN, BSSN, dan BKL RI. Di dalamnya juga telah berfungsi deputi khusus yang menangani pemajuan dan perlindungan HAM. Tetapi setelah menjabat pada tanggal 27 Juli 2016 hingga saat ini, prioritas utama dalam penanganan HAM yang diamanahkan melalui nawacita harusnya tidak berhenti pada pembentukan kemenkoan, tetapi lebih dari itu, berupa pemberian terang terkait kasus HAM yang ada di Indonesia.

Dalam nawacita (ii) halaman 30, terdapat janji untuk menyelesaikan secara berkeadilan kasus pelanggalaran HAM dimasa lalu yang sampai saat ini masih menjadi beban sosial politik bagi bangsa Indonesia seperti Kerusuhan Mei, Trisakti-Semanggi 1 dan 2, Penghilangan Paksa, Talang Sari-Lampung, Tanjung Priok, dan Tragedi 1965. Memang, pemerintah melalui Menkopolhukam telah mendorong penyelesaian rekonsiliasi melalui pembentukan dewan kerukunan nasional. Tapi hal ini direduksi dengan Rencana Aksi No. 45 dalam RAN HAM, sehingga berbunyi: Optimasi koordinasi Penanganan HAM berat masa lalu32 dengan parameter “Meningkatnya koordinasi dalam upaya penanganan dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu” serta “Terlaksananya koordinasi upaya penanganan dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu”.

TGPFhttps://nasional.kompas.com/read/2018/02/ 22/20044411/kalau-polri-tak-bisa-ya-harus-bentuktgpf-kasus-novel 32

http://kontras.org/buku/20181019_buku_Catatan_ Evaluasi_Kinerja_4_Tahun_Pemerintahan_Joko_Wi dodo_-_Jusuf_Kalla_5bc9bbf5dc5fb.pdf

10

3. Semangat Reformasi dalam Memberantas KKN Reformasi pada tahun 1998 melahirkan 6 tuntutan rakyat kepada pemerintah, salah satu dari enam tuntutan itu adalah pemberantasan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme). Rakyat menuntut pemberantasan KKN karena praktik korupsi yang dilakukan pada masa itu sudah melewati batas normatif ataupun administratif. Praktik korupsi yang dilakukan oleh oknum pejabat pemerintah juga menjadi salah satu faktor yang turut menumbuhkan rasa ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah. Peristiwa reformasi menuntut Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia untuk menetapkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara agar selaras dengan tujuan utama negara, serta memenuhi tuntutan reformasi. Berikut adalah kutipan dari TAP MPR NO X/MPR/1998 bab 2 tentang kondisi politik yang melatarbelakangi peristiwa reformasi, “Tatanan kehidupan politik yang dibangun selama tiga puluh dua tahun telah menghasilkan stabilitas politik dan keamanan. Namun demikian, pengaruh budaya masyarakat yang sangat kental corak paternalistik dan kultur neofeodalistiknya mengakibatkan proses partisipasi dan budaya politik dalam sistem politik nasional tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Kekuasaan eksekutif yang terpusat dan tertutup di bawah lembaga kepresidenan mengakibatkan krisis struktural dan sistemik sehingga tidak mendukung berkembangnya fungsi berbagai lembaga kenegaraan, politik, dan sosial secara proporsional dan optimal. Terjadinya praktek-prakter korupsi, kolusi dan nepotisme di masa lalu adalah salah satu akibat dari keterpusatan dan ketertutupan kekuasaan” Disebutkan juga pada TAP MPR NO X/MPR/1998 bab 3 tentang tujuan reformasi pembangunan pada poin pertama, yaitu untuk mengatasi krisis ekonomi dalam waktu sesingkat-singkatnya, terutama untuk menghasilkan stabilitas moneter yang tanggap terhadap pengaruh global dan pemulihan aktivitas usaha nasional.

Dalam mengatasi krisis tersebut, upaya yang akan dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasinya dalam aspek ekonomi adalah meningkatkan keterbukaan pengelolaan perusahaan untuk menghilangkan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta praktek ekonomi lainnya yang dapat merugikan rakyat. Sedangkan upaya pemerintah untuk mengatasi krisis di bidang politik adalah menumbuhkan pemerintah yang bersih sebagai pelayan masyarakat yang dan bertindak berdasarkan undang undang dalam rangka lebih meningkatkan kredibilitas pemerintahan di mata rakyat.

Untuk merealisasikan upaya pemberantasan KKN di Indonesia terdapat beberapa metode. Alexander Arifianto dalam “Corruption in Indonesia: Causes, history, impacts, and possible cures” menyebutkan bahwa dibutuhkan sebuah badan kehakiman independen yang tugas utamanya adalah untuk mengawasi dan memberantas praktik korupsi sebagai sebuah extraordinary crime dalam berbagai macam dimensi.

Dengan dasar itulah pascareformasi dibentuk Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. UU No.31 tahun 1999 yang memberkan amanat, melalui pasal 43, untuk membentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang memiliki wewenang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Pada langkah selanjutnya dibuat Rancangan Undang-Undang yang mengatur pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 33. Dalam proses pembuatan undangundang, dibuatlah tim yang mempelajari organisasi-organisasi yang bertugas khusus untuk pemberantasan korupsi di beberapa negara agar menjadi masukan dalam RUU KPK. Kemudian terbentuklah Undang-Undang No. 30 tahun 2002 tentang KPK.

33

Mudzakkir. " LAPORAN AKHIR TIM KOMPENDIUM HUKUM TENTANG LEMBAGA PEMBERANTASAN KORUPSI". RI, KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM

11

Dibentuknya komisi ini dianggap sebagai salah satu perwujudan upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan pemulihan kredibilitas pemerintah di mata rakyat. Komisi ini menganut asas independen secara wewenang dan dalam skala lembaganya. Komisi yang bersifat independen ini pun dituntut untuk terbuka secara umum perihal keberjalanan komisi tersebut, hal ini dapat dilihat dari diterbitkannya laporan tahunan yang dapat dilihat di laman web komisi tersebut. Asas keterbukaan ini juga diterapkan di berbagai lembaga pemerintah dengan metode yang sama.

Kondisi Kasus Penanganan Korupsi di Indonesia Tugas untuk memberantas korupsi sejatinya memang bukan hanya tugas dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semata.

Pimpinan KPK Laode M Syarif mengatakan bahwa pemberantasan korupsi akan sulit dicapai tanpa dukungan pihak lain34. Dukungan yang dapat diberikan salah satunya dapat berasal dari pihak Kementrian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan. Dalam melaksanakan tugasnya Kemenko Polhukam memiliki fungsi koordinasi dan sinkornisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakaan Kementrian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang politik, hukum, dan keamanan yang diatur dalam Perpres No. 43 Tahun 2015 tentang Kementrian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.

Kemenkoan ini berperan untuk mengoordinasikan Kejaksaan Agung dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang terkait erat dalam penanganan kasus korupsi di Indonesia.

Kondisi Penegakan Kasus Korupsi di Indonesia Saat Ini Indeks Persepsi Korupsi (IPK) merupakan indikator yang digunakan dalam mengukur tingkat korupsi di suatu negara. Faktor-faktor yang memengaruhi IPK diantaranya adalah kepastian hukum, pelayanan pubik, kemudahan berbisnis serta sepak terjang elit politik dalam sebuah negara. Saat ini IPK Indonesia pada tahun 2017 memperoleh skor 37, dengan peringkat 96 dari 180 negara di Indonesia. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia

masih terbilang jauh dari target untuk mencapai skor 50 pada tahun 2019 berdasarkan rujukan Strategi Nasional PPK. Target 50 ini diharapkan dapat membawa Indonesia pada level tengah di antara negaranegara Indonesia, namun melihat perkembangan penegakan korupsi yang lamban, capaian tersebut paling tidak dapat diraih 10 tahun mendatang35. Berikut adalah trend perkembangan IPK Indonesia 4 tahun terakhir36 yang masih belum mengalami perkembangan progresif Tabel 3. 1 Perkembangan Skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tahun 2014-2017

Tahun

Skor

2014

34

2015

36

2016

37

2017

37

Selain dengan menggunakan IPK, terdapat indikator lain dalam mengukur sejauh mana budaya zero tolerance terhadap perilaku korupsi yang ada dalam setiap individu dengan menggunakan Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK). Penentuan nilai IPAK ditentukan berdasarkan penilaian masyarakat terhadap kebiasan korupsi, dan pengalaman langung pada 10 jenis pelayanan publik yang menyangkut penyuapan, pemerasan, dan nepotisme.. IPAK didapat dari hasil survey yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS).

Penghimpunan data dilakukan melalui Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK) di 33 Provinsi dengan jumlah sampel keseluruhan 10.000

34

Humas KPK. Indeks Persepsi Korupsi 2017, Skor Indonesia di Angka 37. Kpk.go.id. 29 Oktober 2018. https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-kpk/229-indeks-persepsi-korupsi-2017-skor-indonesia-di-angka-37 35 Nainggolan, Bestian.

Membaca Lebih Dalam Indeks Persepsi Korupsi.

Kompas.id. https://kompas.id/baca/riset/2018/03/05/membaca-lebih-dalam-indeks-persepsi-korupsi/ 36 Deputi Bidkor Hukum dan HAM (2017). Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2017. Kementrian Koordinasi Bidang Politik, Hukum, dan HAM

12

rumah tangga. IPAK Indonesia pada tahun 2017 sebesar 3.7, nilai ini tergolong dalam kategori “Anti Korupsi�37. Hasil ini tentunya menjadi pertanyaan, apakah memang benar individu di Indonesia saat ini memang sudah memiliki kecenderungan perilaku anti korupsi.

Jika kita berkaca dari kasus-kasus yang merebak akhir-akhir ini, dapat dikatakan kondisi Pemerintahan Indonesia yang bebas dari korupsi masih tidak progresif. Masih jelas di ingatan kita pada bulan September 2018 silam, sebanyak 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang, Jawa Timur, berstatus tersangka suap.

Ke-41 tersangka ini ditetapkan dalam kasus dugaan suap pembahasan APBD-P Pemkot

Malang Tahun Anggaran 201538. Pada bulan Agustus 2018, KPK juga menetapkan status tersangka kepada 38 anggota DPRD Sumatera Utara dalam kasus dugaan suap persetujuan laporan pertanggungjawabam Pemprov Sumatera Utara Tahun Anggaran 2012-201439.

Tidak hanya kondisi anggota legislatif yang memperihatinkan, hal serupa juga terjadi kepada pemimpin daerah dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota. Hingga 30 Juni 2018 setidaknya KPK telah menetapkan 16 walikota/bupati/wakil dan 1 gubernur sebagai tersangka. Berikut adalah perkembangan tindak pidana korupsi berdasarkan profesi hingga 30 Juni 2018 :

Gambar 3. 1 Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Profesi Tahun 2010-201840 70

61

60 50

43

40 30 20 10

27

28

24

12 8 42

1

15 10 5 3

16 16 8 00

31

8 7 0

342

16 12 9 9 3 2

19

28

23

20

18 7

13

109 433

21

16 15

01

01

0 2010

2011

2012

2013

2016

Swasta

Eselon I/II/III

Wali Kota/Bupati/Wakil

Kepala Lembaga/Kementrian

Gubernur

Hingga saat ini masih terdapat beberapa kasus korupsi berskala besar yang masih belum tertuntaskan dari sekian banyaknya kasus korupsi yang belum tuntas. Beberapa kasus ini melibatkan tokoh-tokoh politik tertentu yang mungkin juga menjadi penyebab masih terhambatnya penegakan kasus korupsi yang

ibid Rachman, Dylan. Kasus DPRD Kota Malang, Korupssi Massal yang Menghawatirakn.

Nasional.kompas.com.

29 Oktober 2018. https://nasional.kompas.com/read/2018/09/04/0 8512451/kasus-dprd-kota-malang-korupsi-massalyang-mengkhawatirkan 39 Gabrillin, Abba. KPK Tahan Tiga Anggota DPRD Sumatera Utara. Nasional.kompas.com. 29 Oktober 38

2015

Anggota DPR dan DPRD

Kasus Korupsi Masa Lalu yang Belum Tuntas

37

2014

2017

2018

merugikan keuangan negara dengan nilai besar : Kasus Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI) Pada akhir era orba, banyak perbankan kolaps yang perlu diberikan BLBI, tercatat total dana talangan yang dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebesar Rp151,93 Triliun . Menurut temuan BPK, terjadi beberapa penyimpangan pemberian BLBI, BPK 2018. https://nasional.kompas.com/read/2018/08/24/1 9211541/kpk-tahan-tiga-anggota-dprd-sumaterautara 40 AGE. Kesadaran Moral Dirusak. Kompas.id. 30 Oktober 2018. https://kompas.id/baca/polhuk/2018/10/27/kesa daran-moral-dirusak-2/

13

menyimpulkan, dalam pemberian dana talangan valas kepada perbankan nasional ternyata BI, 1.

Tidak melakukan prosedur verifikasi dan konfirmasi yang memadai sebelum melaksanakan pembayaran valas.

2.

Melakukan pengikatan jaminan yang tidak sepenuhnya dapat menjamin pengembalian dana talangan valas dari bank debitur dalam negeri yang mendapat pinjaman dana talangan valas.

3.

Melakukan pembayaran menyalahi ketentuan.

yang

4.

Tidak menciptakan prosedur pengendalian terhadap penggunaan dana talangan valas oleh bank debitur dalam negeri dan pengembalian valas dari kreditur luar negeri.

Per tahun 201441, pengembalian hutang dari penerima BLBI baru sebesar 4.25% atau 6 triliun dari nilai total yang dikeluarkan BPPN. Berikut kutipan dari laporan Danang Widiyoko, ICW, tentang penegakan hukum kasus BLBI, “Dari beberapa kasus yang ditangani, penanganan Perkara korupsi Dana BLBI yang dilakukan oleh pihak keaksaan tidak menunjukkan kemajuan yang sangat signifikan dari tahun ke tahun. Hingga awal tahun 2004, dari 58 perkara dana BLBI, baru 16 perkara yang telah diproses di pengadilan, 13 perkara masih dalam proses penyidikan, 27 perkara masih dalam proses penyelidikan, dan 2 perkara telah di SP3.

Salah satu yang sudah ditemukan penyelewengannya adalah Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim. Bank Indonesia mengucurkan dana BLBI sebesar Rp27.4 triliun kepada BDNI. Uang sebesar ini dibayarkan dengan aset-aset BDNI sehingga menyisakan utang sebesar Rp4.8 triliun. Selanjutnya, Rp1.1 triliun ditagih kepada para petani tambak yang merupakan debitur BDNI. Sisa yang sebesar Rp3.7 triliun belum dibayarkan oleh Sjamsul Nursalim kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Tetapi, pada April 2004 justru kepala BPPN saat itu, Syafruddin mengeluarkan Surat Keterangan Lunas. Pada tahun 2008, kejaksaan agung menyelidiki Sjamsul yang diduga menyelewengkan dana BLBI, namun di tahun yang sama penyelidikan tersebut dihentikan. KPK sendiri mulai menyelidiki kasus ini semenjak 2014 dibawah pimpinan Abraham Samad. Kasus ini kemudian mengendap sejak Abraham Samad diturunkan dari pimpinan KPK sampai tahun ini yang dibuka kembali. Sejatinya kasus dengan kerugian negara terbesar (Rp140 triliun) ini tetap menjadi perhatian utama demi ditegakkannya hukum bagi ‘pengemplang’ dana BLBI. Kasus Century

Belum tuntasnya penanganan kasus BLBI ini juga diperburuk dengan banyaknya para pelaku yang melarikan diri ke luar negeri, baik ketika dalam status tersangka maupun terdakwa. Hingga saat ini sudah ada 10 orang yang terlibat kasus korupsi dana BLBI yang berhasil kabur keluar negeri ketika proses hukumnya masih berjalan bahkan beberapa diantaranya telah dijatuhi vonis penjara oleh pengadilan.

Polemik kasus Bank Century dimulai ketika bank tersebut mengalami masalah likuiditas yang serius pada akhir Oktober 2008. Pasca muncul masalah tersebut, Bank Indonesia menempatkan Bank Century dalam status “dalam pengawasan khusus”. Kemudian ditemukan bahwa kecukupan modal perbankan ini minus hingga 3.52%. Diputuskan guna menambah kebutuhan modal dengan menaikkan kecukupan modal menjadi 8%, dibutuhkan dana Rp632 miliar. Status perbankan ini kemudian diputuskan bahwa apabila ditutup maka akan berdampak buruk secara sistemik. Maka, diputuskan untuk memberikan dana kecukupan modal sampai Rp2,776 triliun42. Bantuan modal ini dikucukan kembali sampai keempat kalinya masing-

41

42

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.

Pendapat BPK. Bpk.go.id 28 Oktober 2018. http://www.bpk.go.id/assets/files/otherpub/2015 /otherpub__2015_1435739026.pdf

TEMPO.CO. Kronologi Aliran Rp 6,7 Triliun ke Bank Century. Nasional.tempo.co. 28 Oktober 2018.

14

masing sebesar Rp2,201 triliun, Rp1,550 triliun, dan Rp630 miliar. Total dana yang dikucurkan mencapai Rp 6,762 triliun. Kasus ini kemudian masuk kedalam radar KPK dengan meminta BPK untuk melakukan audit terhadap Bank Century pada Juli 2009. Hasil Audit Investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diserahkan ke DPR RI (20 November 2009), jelas menyebutkan bahwa ada upaya kejahatan yang sistemik dalam Bailout Century senilai Rp. 6,7 Triliun. Setidaknya tergambar dengan jelas 3 bagian indikasi pidana yaitu; dugaan Korupsi, dugaan pencucian uang dan dugaan kejahatan perbankan. Berikut kutipan dari jurnal Koalisi Penuntut Penyelesaian Kejahatan Ekonomi yang merincikan hasil audit investigative oleh BPK. Pada tahun 2014 lalu, KPK menyatakan kerugian akibat Bailout Century mencapai Rp. 689 Miliar dalam proses Penetapan Bank Century sebagai Bank gagal berdampak sistemik sebesar Rp. 6,782 triliun. Selain itu, vonis Pengadilan Tipikor Jakarta dan dikuatkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta pusat menyatakan bahwa Budi Mulya (mantan Deputi Bank Indonesia) dihukum 10 tahun penjara. Budi Mulya didakwa turut bersamasama dengan Mantan Gubernur BI Boediono, Mantan Deputi Bank Indonesia, Miranda S Goeltom, mantan deputi bidang 6 Bank Indonesia, Siti Fadjriah mantan gubernur bidang 7 BI Budi Rochadi, mantan Pemilik Bank Century, Robert Tantular dan Harmanus H Muslim secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi dalam kaitan pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada Bank Century. Hingga saat ini, justru pada masa akhir era SBY, Bank Mutiara (Century) di Bailout lagi senilai Rp. 1,5 T.43 Kasus ini tetap berlanjut sampai kepemimpinan KPK pada tahun 2015.44 Hingga kini kasus Bank Century yang merugikan negara sebesar Rp6,762 triliun45 masih belum https://nasional.tempo.co/read/208353/kronologi -aliran-rp-67-triliun-ke-bank-century 43 Sucipto, Y. (2015). Selesaikan Kejahatan Ekonomi Masa Lalu Yang Memiskinkan Tujuh Turunan : BLBI da Century. Jakarta : Koalisi Penuntut Penyelesaian Kejahatan Ekonomi (KPPKE) 44 BBC. Kilas balik kasus Bank Century. Bbc.com. 28 Oktober 2018.

menunjukkan titik terang.

Kasus KTP Elektronik Kartu Tanda Penduduk sesuai Nomor Induk Kependudukan (NIK) nasional berbasis elektronik (KTP-EL / KTP-el) adalah proyek pemerintah (Kementerian Dalam Negeri) sebesar Rp5.9 triliun yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk Baru). KTP Elektronik adalah dokumen kependudukan yang memuat sistem keamanan/pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi dalam sebuah basis database kependudukan nasional. Nomor NIK yang ada di KTP-el nantinya akan dijadikan dasar dalam penerbitan Paspor, Surat Izin Mengemudi (SIM), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Polis Asuransi, Sertifikat atas Hak Tanah dan penerbitan dokumen identitas lainnya seperti yang dicantumkan pada pasal 13 UU No. 23 Tahun 2006 tentang Adminduk, Kasus KTP-el dimulai saat terpidana kasus wisma atlet Hambalang, Muhammad Nazaruddin, melaporkan 11 kasus yang ada di DPR kepada KPK. Salah satu dari 11 kasus itu adalah proyek KTP-el. Nazaruddin juga membeberkan kepada media saat itu siapa saja orang-orang penting yang terlibat pada kasus tersebut. Total kerugian negara yang muncul akibat proyek KTP-el sejumlah Rp 2,3 triliun atau 39% dari total nilai proyek Rp 5,9 triliun.

Persidangan terus berlanjut walaupun ada peristiwa penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Proses persidangan terus berlanjut hingga sekarang. Ditengah proses persidangan itu, pada Juli 2017, KPK menetapkan Setya Novanto, sebagai tersangka dalam kasus korupsi KTP-el. Setya Novanto diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan. http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/20 14/07/140716_bankcentury_101 45 BPK RI. Auditor BPK RI Berikan Keterangan Ahli Tentang Kasus Bank Century. Bpk.go.id. 28 Oktober 2018. http://www.bpk.go.id/news/auditor-bpk-riberikan-keterangan-ahli-tentang-kasus-bankcentury

15

Setya Novanto diduga ikut mengakibatkan kerugian negara Setelah KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka.

Tantangan Pemberantasan Korupsi di Indonesia Salah satu tantangan pemberantasan korupsi di Indonesia tidak hanya berasal dari dalam, tetapi juga dari luar negeri. Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh IMF bulang Agustus 2018 silam, dengan judul The Measurement and Macro-Relevance of Corruption : A Big Data Approach 46. IMF menawakan pendekatan baru dalam mengukur keberhasilan penanganan korupsi di suatu negara dengan menggunakan big data.

Pendekatan ini menggunakan aliran informasi/pemberitaan mengenai korupsi (News Flow Indices of Corruption/NIC) dan tentang pemberitaan anti korupsi (Anti-NIC).

Pendekatan ini dianggap dapat mengatasi permasalah pengambilan informasi yang sebelumnya terbatas pada pengambilan sampel survey yang bisa saja bias. Ketika terdapat semangat anti-korupsi di suatu negara maka aka nada semakin banyak berita yang meliputnya sehingga dapat memberikan gambaran secara makro.

Pendekatan ini bukannya tanpa kekurangan, di dalam laporannya, IMF menyatakan bahwa metode baru ini sulit diterapkan di sebuah negara yang tidak memiliki kebebasan pers.

Keterbatasan tersebut akan membatasi peliputan media akan kasus-kasus korupsi sehingga mengakibatkan indikator NIC tidak

46

International Monetary Fund. (2018). The Measurement and Macro-Relevance of Corruption : A Big Data Approach. IMF. 47 RSF. President’s Broken Promises. Rsf.org. 29 Oktober 2018. https://rsf.org/en/Indonesia.

efektif. Jika berkaca pada kondisi di dalam negeri, berdasarkan laporan yang dirilis Reporters Without Borders47, skor Indeks Kebebasan Pers Indonesia sebesar 39.68.

Perihal kebebasan pers, Indonesia menempati posisi 124 dari 180 negara, tak lebih baik dari Timor Leste yang berada di peringkat 95. Selain itu, framing48 media massa juga dapat menimbulkan ancaman dalam pemberantasan korupsi seperti dijelaskan dalam diagram berikut : Gambar 3. 2 Keterkaitan Aktor dan Peran Media

Pelaksanaan penegakan hukum dapat terhambat dikarenakan adanya kekuasaan kolektif di luar hukum itu sendiri. Ketika suatu pihak telah memiliki akses untuk memobilisasi massa dan memiliki media massa, maka dapat menyebabkan penanganan korupsi terhambat.

48

Situngkir, H., & Maulana, A. (2013). Dynamics of the Corruption Eradicariton in Indonesia. Bandung: Munich Personal RePEc Archieve.

16

4. Kebebasan Akademik Kebebasan akademik mengalami tantangan dalam mempertahankan otonominya. Kasus pengajuan gugatan terhadap saksi ahli sebagai akademisi dan perlibatan polisi dalam ranah akademik menjadi salah satu contoh kasus penyebab. Kasus gugatan terhadap saksi ahli terjadi ketika PT Jatim Jaya Perkasa (JJP) melakukan gugatan terhadap Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Bambang Hero Saharjo sebesar Rp. 510 milliar pada tanggal 17 September 2018. Alasan dibalik dituntutnya akademisi ini dikarenakan keterangan yang diberiikan sebagai ahli yang diberikan di dalam persidangan. Gugatan ini dianggap aneh karena Bambang yang sudah memberi kesaksian sesuai prosedur dan didasari oleh bukti-bukti ilmiah49. Kedua, kasus akademisi yang mendapatkan tekanan dari pihak luar tidak hanya terjadi dalam ranah pemberian keterangan sebagai saksi, tetapi juga terjadi dalam pencerdasan mengenai kajian ilmiah kepada publik. Pada tanggal 8 April 2018 silam Kepolisian Daerah Banten sempat akan memanggil peneliti tsunami dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Widjo Kongko untuk meminta klarifikasi atas kajiannya tentang potensi tsunami di selatan Jawa Barat. Panggilan ini dianggap kontroversial mengingat kajian yang dipaparkan dalam lingkup forum ilmiah dan bukan ranah polisi untuk mengintervensi.

Kasus Ketika Akademisi Terancam Sebagai Saksi Ahli Perkara kasus kerusakan lingkungan oleh PT JJP sebenarnya telah diputuskan oleh Mahkamah Agung (MA) bahwa PT Jatim Jaya Perkasa (JJP) bersalah dalam kasus itu. Majelis Hakim MA mewajibkan perusahaan perkebunan sawit itu untuk membayar denda dan pemulihan lingkungan sebesar Rp. 491 miliar dalam putusan kasasi perkara perdata pada 28 Juni 2018. Dua setengah bulan setengah bulan setelah perkara itu inkracht, PT JPP mengajukan gugatan ke PN Cibinong dan menuntut membayar ganti rugi sebesar Rp 510 miliar pada tanggal 17 September 2018. Upaya gugatan ini berindikasi intimidasi mengingat rekam jejak Profesor Bambang yang sudah menjadi saksi ahli sidang kasus perusakan lingkungan sebanyak 24 sidang perkara. Berita terakhir mengabarkan bahwa PT JPP mencabut gugatannya sementara untuk melengkapi berkas gugatan yang akan segera diajukan kembali50.

Tidak hanya Profesor Bambang yang mengalami gugatan karena keterangannya sebagai akademisi, Basuki Wasis sebagai dosen pada Fakultas Kehutanan IPB juga digugat oleh

mantan Gubernur Sulawesi Tenggara dalam kasus korupsi izin pertambangan Nur Alam51.

Dalam perkara Nur Alam, KPK sebagai penggugat memasukan unsur lingkungan dalam hitungan kerugian negara dari sebuah kasus korupsi dan menyimpulkan kerugian negara yang mencapai Rp 4.3 triliun dengan bantuan kalkulasi kerugian oleh Basuki Wasis sebagai akademisi. Namun Mantan Gubernur Sulawesi Tenggara ini menuntut Basuki balik dengan menuntut ganti rugi sebesar Rp 3.14 triliun. Sidang perkara ini sedang berjalanan di PN Cibinong dan memasuki tahapan pembacaan Putusan Sela pada 24 Oktober 2018 mendatang.

Perlindungan Terhadap Saksi Ahli Perlindungan terhadap saksi sebenarnya sudah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan terkait sebagai berikut : Tabel 4. 1 Penjelasan Peraturan yang Mengatur Perlindungan Terhadap Saksi Peraturan Undangan

Perundang-

UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan

Penjelasan

pasal 76 ayat (1) “setiap orang yang menjadi saksi, pelapor, dan informan

49

Idham, Addi. Kasus Profesor IPB : Dari Ahli Sidang Berujung Gugatan Rp 510 Miliar. Tirto.id. 22 Oktober 2018. https://tirto.id/kasus-profesor-ipb-dari-ahli-sidang-berujung-gugatan-rp510-miliar-c6px 50 Fauzy, Naufal. Gugatan Tehadap Guru Besar IPB Prof Bambang Hero Dicabut, Ini Penjelasan PT. JJP. Tribunnewsbogor.com. 21 Oktober 2018. http://bogor.tribunnews.com/2018/10/17/gugatan-terhadap-gurubesar-ipb-prof-bambang-hero-dicabut-ini-penjelasan-pt-jjp 51 Rachman, Dylan. Saksi Ahli dari IPB di Sidang Nur Alam Digugat, KPK-LPSK Beri Pendampingan Hukum.

Kompas.com. 30 Oktober 2018. https://nasional.kompas.com/read/2018/04/17/16230801/saksi-ahli-dari-ipbdi-sidang-nur-alam-digugat-kpk-lpsk-beri-pendampingan

17

Peraturan Undangan

Perundang-

Pemberantasan Perusakan Hutan pada

Penjelasan

dalam upaya pencegahan dan pemberatansan pembalakan liar, wajib diberi perlindungan hukum khusus oleh Pemerintah” pasal 78 ayat (1) “Pelapor dan informan tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas laporan dan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya”

UU No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU 13/2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

pasal 10 ayat (1)

UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN

Pasal 9 ayat (1) poin d yang ke-2

UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindunga dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pasal 66

“saksi, korban, saksi pelaku, dan/atau pelapor tidk dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan itikad baik”.

“hak memperoleh perlindungan hukum dalam hal diminta hadir dalam proses Penyelidikan, penyidikan, dan disidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi, atau saksi ahli, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

“Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, tidak dapat dituntut secara pidana, maupun digugat secara perdata”.

Hukum Lingkungan Indonesia (ICEL) mengungkapkan bahwa idealnya antisipasi gugatan terhadap pembela lingkungan (Strategic Lawsuit Against Public Participation/SLAPP) diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata, namun masih dinilai sulit untuk merevisi kedua kitab tersebut52. Sehingga hal yang dapat dilakukan adalah dengan menerbitkan insrtumen di setiap instansi terkait, dalam hal ini polri dan kejaksaan agung. Selain itu langkah yang dapat dilakukan dengan memastikan KLHK menjalankan fungsi penegakan hukum terpadu yang tercantum dalam UU No. 32 Tahun 2009 Pasal 95 ayat (1).

Penegakan terpadu ini melibatkan penyidik pegawai negeri sipil, kepolisian, dan kejaksaan di bawah koordinasi Menteri. Melalui amanat ini diharapkan KLHK bisa memberikan perspektif bahwa masyarakat ataupun saksi ahli memperjuangkan hak atas lingkungan yang baik dan sehat, sehingga tidak perlu lagi terjadi kesalah pahaman dalam melindungi saksi ahli dalam persidangan. Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyatakan gugatan terjadap Profesor Bambang Hero Saharjo merupakan langkah penghinaan terhadap akal sehat, dan menyayangkan tidak adanya peraturan yang melarang gugatan terhadap ahli dalam perdata dan pidana53.

Kasus Ketika Kajian Akademis Diintervensi Pihak Kepolisian.

Peraturan perundang-undang tersebut menunjukkan sudah adanya ketentuan untuk melindungi saksi dalam memperjuangkan keadilan lingkungan dan upaya pemberantasan korupsi.

Raynaldo G Sembiring, Deputi Direktur Lembaga Kajian

Pada tanggal 3 April 2018 Widjo Kongko sebagai peneliti perihal kebencanaan memaparkan materi mengenai potensi ketinggian tsunami di sejumlah daerah pada diskusi di Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Kajian dari pemodelan komputer memberikan skenario gempa dari yang terkecil sampai yang terburuk berupa potensi tsunami hingga mencapai 57 meter di Pandeglang, Banten. Kajian tersebut memicu kepanikan di masyarakat setelah media

52

53

ICH. Penegak Hukum agar Cegah Kriminalisasi.

Epaper.kompas.id.

28 Oktober 2018. https://epaper.kompas.id/baca/kompaspagi/2018 1027#page/14

Nathaniel, Felix. Gugatan Perusahaan Sawit Kepada Ahli Bikin Akademisi Takut Bersaksi.

Tirto.id.

22 Oktober 2018. https://tirto.id/gugatan-perusahaan-sawitkepada-ahli-bikin-akademisi-takut-bersaksi-c6tg

18

menyampaikan temuan tersebut dengan mengangapnya seolah-olah sebagai prediksi.

Sehingga memicu pihak kepolisian untuk memanggil akademisi ini untuk dimintai keterangan.

Pemanggilan ini dianggap mengancam kebebasan mimbar akademik karena hasil riset yang didukung data-data yang akurat bukanlah wewenang polisi untuk mengadilinya, jikapun terdapat cara penyampaian yang salah terdapat sidang kode etik peneliti bukannya di kantor polisi. Lebih lanjut pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Aji, berpendapat kajian ilmiah secara akademik, terlebih yang dikemukakan dalam ranah ilmiah tidak memuat unsur fisik (actus reus) dan mental (mens rea) yang menjadi persyaratan pemidanaan54. Pada akhirnya Polda Banten batal meminta klarifikasi kepada peneliti tsunami Widjo Kongko pada tanggal 10 April 2018 silam.

Kebebasan Akademis Sebagai Hak Asasi Manusia Untuk Berpendapat Kebebasan untuk menyatakan gagasan, pikiran, dan ide merupakan salah satu hak-hak azasi manusia (HAM) yang sudah disepakati bersama secara internasional melalui Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik semenjak tahun 1966 silam. Pada pasal 19 dan 20 dijelaskan bahwa setiap orang berhak untuk berpendapat tanpa campur tangan dengan tanggung jawab khusus. Pengakuan akan kebebasan akademik juga tercantum dalam Deklarasi Lima. Dikatakan bahwa perguruan tinggi memiliki kewajiban untuk mengupayakan pemenuhan hak-hak masyarakat yang meliputi hak ekonomi, hak sosial, hak budaya, hak sipil dan politik. Upaya penyelenggaran pendidikan yang mencerdaskan oleh sivitas akademika tersebut turut memegang andil besar dalam membawa pengaruh positif dalam terjadinya proses demokratisasi dalam masyarakat55. Kebebasan akademik tersebut memiliki hak untuk memenuhi fungsinya tanpa diskriminasi dalam hal apapun tanpa kekhawatiran terhadap 54

DD04. Kebebasan Akademik Bukan Otoritas Penegak Hukum. Kompas. Id. 19 Oktober 2018. https://kompas.id/baca/utama/2018/04/09/kebe basan-akademik-bukan-otoritas-penegak-hukum/

campur tangan atau represi dari negara ataupun pihak lain.

Di Indonesia, hak-hak ini dijelaskan secara gambling pada UUD 1945 pasal 28E ayat (3) yang menyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat�. Hal serupa dijelaskan kembali di dalam salah satu pasal dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM pasal 23 ayat (2) yang menyatakan setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum dan keutuhan bangsa. Kebebasan berpendapat dalam konteks akademik diatur secara rinci dalam UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Dalam pasal 8 ayat (1) undang-undang ini dinyatakan bahwa penyelenggaraan Pendidikan dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi berlaku kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan. Berikut adalah penjelasan ketiga konsep tersebut yang tertuang dalam pasal 9 : Tabel 4. 2 Penjelasan Definisi Berdasarkan UU No. 12 tahun 2012 Konsep

Penjelasan

Kebebasan Akademik

Kebebasan Sivitas Akademika dalam Pendidikan Tinggi untuk mendalami dan mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi secara bertanggung jawab melalui pelaksanaan Tridharma.

Kebebasan Mimbar Akademik

Wewenang professor dan/atau Dosen yang memiliki otoritas dan wibawa ilmiah untuk menyatakan secara terbuka dan bertanggung jawab mengenai sesuatu yang berkenaan dengan rumpun ilmu dan cabang ilmunya.

55

Mulaidi, 2002, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponogoro, hal x.

19

Konsep

Penjelasan

Otonomi Keilmuan

Otonomi Sivitas Akademika pada suatu cabang Ilmu Pengetahuan dan/atau Teknologi dalam menemukan, mengembangkan, mengungkapkan, dan/atau mempertahankan kebenaran ilmiah menurut kaidah, metode keilmuan, dan budaya akademik.

Pada bagian penjelasan dijelaskan lagi mengenai pasal 8 ayat (1) bahwa “kebebasan akademik� yang dimaksud adalah sesuatu yang bersifat ilmiah atau teori yang dikembangkan dalam Pendidikan Tinggi dan terbebas dari pengaruh politik praktis. Setiap produk penelitian yang dihasilkan Sivitas Akademika memiliki otonomi keilmuan dengan kaidah dan metodenya sendiri, jika terjadi ketidaksesuaian pun dipertanggungjawabkan melalui budaya akademik.

Tantangan Bagi Kebebasan Akademik Kebebasan akademik dapat menjadi instrumen yang sangat penting dalam kritik sosial.

Terdapat sebuah pandangan bahwa kemajuan

56

Mahfud, M. (1997). Perspektif Politik dan Hukum Tentang Kebebasan Akademik dan Kritik Sosial.

UNISIA No. 32/XVII/IV/1997, 33-43

ilmu pengetahuan dipakai sebagai landasan suatu kritik sosial, karena faktor yang tak terkontrol menjadi semakin berkurang dan faktor rasional yang terkontrol menjadi semakin meningkat sehingga bobot suatu kritik sosial semakin terjamin karena akurasinya (Mannheim, 1960 dalam Mahfud MD, 1997) 56.

Dijelaskan lebih lanjut oleh Astrid Susanto57 bahwa peningkatan unsur rasional melalui kebebasan akademik akan meningkatkan bobot kritik sosial itu sehingga lebih mungkin diterima oleh masyarakat sebab gejala sosial yang dikritik dengan akal sehat itu akan lebih mudah pula diterima oleh akal sehat. Kasus akademisi yang digugat sebagai saksi dan kajian ilmiah yang harus dipertanyakan oleh pihak kepolisian masih menunjukkan tantangan kebebasan akademik yang otonom.

Pemerintah memiliki peranan penting dalam memastikan bahwa kebebasan akademik benar-benar dilindungi untuk memastikan keberjalanan negara Indonesia yang tidak kembali terjebak ke dalam kesalahan era orde baru, terlebih lagi bertentangan dengan konstitusi Negara Indonesia.

57

Ibid.

20

5. Pencideraan Demokrasi (MD3) Berpendapat Terhadap Pemerintah Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasar pada kedaulatan rakyat 58. Sebagai negara demokrasi, hal ini berarti bahwa kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat dan dijalankan dari, oleh, dan untuk rakyat itu sendiri. Demokrasi memberi kesempatan bagi segenap entitas bangsa dan negara untuk turut serta mengisi ruang-ruang demokrasi dengan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat sebagaimana dijamin dalam Pasal 28E UUD 1945 59.

Dengan demokrasi keterwakilan, kedaulatan rakyat terepresentasi melalui lembaga negara baik itu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Oleh karena itu, merupakan sebuah keniscayaan bahwa lembaga negara harus dapat melaksanakan mandat rakyat dengan sebaik-baiknya. Hal ini dapat ditunjukan dengan segala kebijakan yang diambil berpihak kepada rakyat dengan tetap menjamin ruang demokrasi itu sendiri. Bahwa untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum, negara berkewajiban melaksanakan pembangunan hukum nasional yang dilakukan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang menjamin pelindungan hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 194560.

PembungkaMD3mokrasi: Amanat Reformasi dan Dagelan Hari Ini Reformasi merupakan titik terang bagi era baru demokrasi Indonesia. Dalam hampir 20 tahun keberjalanan reformasi, tentu kita harus merefleksikan kembali, apakah kondisi Indonesia hari ini sudah sampai pada yang diamanatkan reformasi dulu, apakah masyarakat sudah sampai pada kesejahteraan sosial yang dicita-citakan.

Belum lama berjalan, tahun 2018 yang kerap kali disebut sebagai bagian dari tahun politik sudah menyajikan gambaran upaya-upaya yang tidak sejalan dengan amanat rakyat dalam menjunjung tinggi nilai demokrasi.

Dimulai dengan RKUHP yang terkesan terburuburu padahal banyak pakar yang menilai bahwa berbagai muatan yang ada didalamnya banyak yang bermasalah61. Sejatinya KUHP sendiri memang perlu untuk dilakukan perubahan, mengingat banyak pasal yang tidak relevan lagi, seperti bentuk-bentuk tindak pidana. Meskipun demikian, tentu sikap

terburu-buru tersebut tidak dapat dibenarkan karena ujungnya adalah masyarakat sendiri yang akan dirugikan.

Belum cukup sampai disana, secara tiba-tiba DPR RI, pada tanggal 12 Februari 2018, mengesahkan Revisi UU MD3 disaat perhatian masyarakat sedang terfokus dalam polemik RKUHP62. Hal ini pun tidak luput dari pro kontra di tengah masyarakat. Karena lagi-lagi beberapa muatan didalamnya jelas bermasalah. Berbagai elemen terang menolak bahkan ada yang menuntut uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan, dengan semakin dekatnya konstelasi politik dengan pesta demokrasi baik Pilkada maupun Pilpres, bukan tidak mungkin berbagai peraturan siluman dapat tiba-tiba disahkan pula.

Pokok Masalah UU MD3 Dalam RKUHP terdapat pasal yang dinilai bermasalah dan mengancam hak-hak sipil warga negara Indonesia serta sarat akan upaya kriminalisasi privasi. Diantara pasal yang

58

UUD RI 1945 Bab I Bentuk dan Kadulatan Pasal 1 Ibid. Bab X Hak Asasi Manusia Pasal 28E Ayat 3 s 60 UU RI No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 61 Estu Suryowati, “RKUHP Tak Perlu Buru-buru Disahkan Jika Hanya Mengejar "Legacy"�, https://nasional.kompas.com/read/2018/02/09/22030171/rkuhp-tak-perlu-buru-buru-disahkan-jika-hanyamengejar-legac 62 Rizky Andwika, “Usai 30 hari sejak disahkan, Jokowi ambil sikap soal UU MD3�, https://www.merdeka.com/politik/usai-30-hari-sejak-disahkan-jokowi-ambil-sikap-soal-uu-md3.html 59

21

bermasalah tersebut, antara lain pasal 2 ayat (1) dan (2), Pasal 206 ayat (1), Pasal 305 poin c dan d, Pasal 263 ayat 1, Pasal 484 ayat (1) huruf (e), Pasal 457, Pasal 458 ayat (1) dan (2), Pasal 484 ayat (2), dan Pasal 681 (1) dan (2).

Pasal 263 ayat (1) berbunyi, “Setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.”63 Pasal ini merupakan salah satu pasal yang paling kontroversial yang secara historis disebut lesse majeste ini, dihidupkan kembali setelah sebelumnya dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 tidak mempunyai kekuatan mengikat lagi. Hal ini jelas akan mengancam penghormatan dan perlindungan hak – hak dan kebebasan berekspresi dari warga negara serta pembangkangan terhadap konstitusi64.

Secara garis besar pasal kontroversial lainnya yang dapat mengancam hak-hak sipil warga negara Indonesia serta sarat akan upaya kriminalisasi privasi. Untuk pasal lain, secara lebih rinci dijelaskan dalam lampiran dibawah.

Dalam Revisi UU MD3 beberapa pasal telah menuai banyak kritik dan sorotan publik karena seakan-akan DPR layaknya superbody dan kebebasan berpendapat rakyat yang diakomodasi dalam Pasal 28E ayat (3) mulai direnggut. Beberapa pasal yang kontroversial tersebut, antara lain Pasal 73 ayat (3), Pasal 122 huruf (k), dan Pasal 245 ayat (1).

Pasal 73 ayat (3) berbunyi, “Dalam hal setiap orang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak hadir setelah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang patut dan sah, DPR berhak melakukan panggilan paksa dengan menggunaakan Kepolisian Negara Republik Indonesia.”65

63

Institute Criminal Justice Reform, “Catatan dan Kritik Aliansi Nasional Reformasi KUHP terhadap R KUHP Hasil Pembahasan Timus dan Timsin”, http://icjr.or.id/catatan-dan-kritik-aliansinasional-reformasi-kuhp-terhadap-r-kuhp-hasilpemb ahasan-timus-dan-timsin/ 64 Ibid.

Dengan hadirnya revisi pada pasal ini, DPR dinilai dapat memanfaatkan wewenang yang terkait dengan menggunakan Polri sebagai alat untuk ‘menyeret’ pihak terkait. Dari situlah kemudian kewenangan dan kekuasaan yang mereka miliki bisa berbuat apa saja. Seakanakan DPR tidak hanya sebatas lembaga legislatif saja tapi lembaga hukum yang dapat memanggil paksa pihak terkait. Dengan revisi ini pula, masyarakat sangat dirugikan lantaran dapat dikriminalisasi terhadap kepentingan politik tertentu dan hal tersebut sangat jelas dapat menggerogoti demokrasi rakyat. Selain itu, akan mengancam asas netralitas yang ada pada Polri karena dapat menjadi alat bagi parlemen.

Pasal 122 huruf (k) berbunyi, “Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.”66 Penggunaan frasa “merendahkan kehormatan DPR” ini sudah dipastikan syarat akan multitafsir dengan tingkat kelonggaran hukum yang tinggi.

Hal ini menunjukan kecenderungan antikritik dan memaksa masyarakat untuk selalu patuh. Kemudian berkemungkinan juga menjadi alat oleh parlemen untuk sewenang-wenang agar sejalan dengan tujuannya.

Pasal 245 ayat (1) berbunyi, “Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).”67 Di dalam pasal tersebut, DPR memiliki imunitas atau perlindungan yang lebih tinggi karena melalui proses pertimbangan MKD terlebih dahulu. Perlindungan yang diberikan ini bertentangan dengan konsep equality before 65

DPR RI, “Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor ... Tahun ... Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD”, bit.ly/draftrevisimd3 66 Ibid.

67 Ibid.

22

the law atau kesetaraan di hadapan hukum.

Dengan adanya pasal tersebut, lembaga legislatif ini memiliki pengecualian tertentu dalam penegakan hukum. Hal ini tentunya akan mengundang sebuah pemikiran bahwa meskipun pertimbangan yang diberikan MKD tidak mengikat, tapi pertimbangan tersebut memiliki legitimasi moral dalam memberikan pandangan terhadap pemanggilan yang dilakukan.

Revisi UU MD3 sendiri disahkan oleh DPR pada tanggal 12. Sesuai dengan amanat pasal 20 ayat 5 UUD 194568, bahwasanya apabila dalam 30 hari semenjak disetujuinya rancangan undang-undang yang tersebut tidak disahkan oleh Presiden, maka rancangan undangundang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.

68

UUD RI 1945 Bab VII Dewan Perwakilan Rakyat Pasal 20 ayat 5

23

6. Semangat Setengah Hati Memberantas Korupsi dalam Kasus PKPU Pada 13 September 2018 MA memutuskan untuk mengabulkan uji materi dalam rangka membatalkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD Provinsi dan Kota. Sebelum peraturan tersebut resmi diundangkan dan masuk dalam berita negara, terdapat rentetan perdebatan mengenai substansi pengaturan PKPU tersebut. Terdapat substansi yang dianggap bertentangan dengan UU Pemilu 2017, berada pada pasalnya yang ke 7 ayat (1) huruf h yang mengatur bahwa syarat bakal calon anggota legislatif salah satunya yakni bukan mantan terpidana korupsi. Ajuan draft PKPU tersebut kemudian mengalami sedikit perubahan khususnya terkait susbtansi larangan mantan terpidana korupsi yang tadinya diatur dalam Pasal 7 ayat (1), akhirnya direvisi menjadi Pasal 4 ayat (3). Bermakna bahwa larangan mantan narapidana korupsi yang sebelumnya dibebankan kepada calon anggota legislatif itu sendiri menjadi bagian dari proses seleksi bakal calon anggota legislatif dalam mekanisme partai yang bersangkutan.

Ketidak sesuaian PKPU dengan UU No. 7 Tahun 2017 berada pada pasal 240 ayat (1) huruf g bahwa “Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah Warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan : g. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan narapidana".

Latar belakang argumentasi bahwa mantan narapidana korupsi pada akhirnya tetap diperbolehkan maju dilatar belakangi oleh putusan MK sebelumnya dalam Putusan MK No. 4 Tahun 2009. Dalam Putusan MK No. 4/PUU-VII/2009 telah memberi ruang kepada mantan narapidana untuk melakukan proses adaptasi dengan masyarakat sekurang-kurangnya lima tahun setelah narapidana menjalani masa hukumannya sebagai pembuktian dari mantan narapidana tersebut telah berkelakuan baik dan tidak mengulangi perbuatan pidana. Sehingga disimpulkan bahwa seseorang yang telah menjalani hukuman dan keluar dari penjara pada dasarnya orang yang telah menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulangi lagi perbuatannya sehingga tidak tepat jika diberikan hukuman lagi oleh UU No. 8 Tahun 2015 dalam Pasal 7 huruf g.

Polemik Substansi PKPU No. 20 Tahun 2018

Pasal 7 ayat (1) huruf g

PKPU No. 20 Tahun 2018 sebagai peraturan di bawah undang-undang yang lebih teknis kemudian mengatur syarat pencalonan anggota legislatif.

berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap”

Tabel 6. 1 Pasal Peratuan Pemilu yang Berpolemik Pasal 7 ayat (1) huruf g

Pasal 4 ayat (3)

“Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah Warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan : g. Tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih

“Dalam seleksi bakal calon yang dilakukan secara demokratis dan terbuka, Partai Politik tidak menyertakan mantan terpidana banda narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi”

Pasal 4 ayat (3)

Kedua bunyi pasal tersebut berbeda dengan nilai yang terdapat dalam norma pengaturan Pasal 240 ayat (2) huruf g UU Pemilu, yang secara norma hukum memberikan pengecualian terhadap para narapidana yang tetap mendaftarkan diri sebagai calon legislatif namun dengan syarat “secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan narapidana”. Hal ini menyebabkan ketidakidealan peraturan yang semestinya tidak sesuai dengan peraturan diatasnya sesuai dengan asas hukum Lex superiori derogat inferiori. Menurut Van Wijk/Konijenbelt, atribusi kewenangan PKPU merupakan pemberian kewenangan yang diberikan oleh grondwet (Undang24

Undang Dasar) atau wet (Undang-Undang) kepada suatu lembaga pemerintah/negara.

PKPU dalam hal ini merupakan perpanjangan dari UU No. 7 Tahun 2017 Pasal 257, bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman teknis pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota diatur dalam Peraturan KPU”. Namun, sebagai peraturan yang lebih lanjut dan teknis sepatutnya pengaturannya tidak bertentangan secara norma hukum.

Pencabutan Hak Politiik Seumur Hidup Pencabutan hak politik yang ditentukan PKPU tersebut juga berpotensi menghilangkan hak politik yang dimiliki oleh setiap warga negara.

Kepala Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama Kemenkumham, Ajub Suratman menyatakan bahwa PKPU yang mengatur larangan mantan narapidana koruptor menjadi calon anggota legislatif tersebut bertentangan dengan konstitusi yang mengatur hak asasi untuk dipilih dan memilih69. Pencabutan hak politik tersebut hanya dapat dilakukan melalui Undang-Undang atau melalui putusan pengadilan yang sejalan dengan asas hukum Res Judicata Pro Veritate Habetur. Hal ini juga didukung dalam Pasal 10 huruf (b) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang memuat pencabutan hak tertentu sebagai pidana tambahan. Selain itu, UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada pasal 18 ayat (1) huruf d juga memuat pencabutan hak tertentu sebagai pidana tambahan. Irman Gusman dan Luthfi Hasan Ishaaq merupakan contoh anggota legislatif yang dicabut hak politiknya, namun pencabutan hak tersebut berlaku maksimal lima tahun setelah terpidana menjalani pidananya. Tidak seperti PKPU yang menetapkan peraturan untuk pencabutan hak yang berlangsung seumur hidup.

Semangat Anti Korupsi Setengah Hati Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang bermuatan antikorupsi merupakan 69

Biro Humas, Hukum dan Kerjasama. Kewenangan KPU Pada Aturan Teknis, Bukan Norma Hukum Substansi Pemilu. Kemenkumham.go.id. 30 Oktober 2018. https://www.kemenkumham.go.id/publikasi/siara

sesuatu pembeda yang baik dengan semangat etik antikorupsi. PKPU merupakansebuah penanda bahwa etika adalah fondasi dari hukum itu sendiri. Anggota legislatif pada hakikatnya juga merupakan anggota perwakilan rakyat yang dipilih langsung layaknya seperti presiden. Namun terdapat keanehan penyusunan UU Pemilu dengan adanya Pasal 169 Huruf d yang mencantumkan ketentuan bagi calon presiden “tidak pernah mengkhianati negara serta tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya”. Ketentuan tersebut jelas mengatakan bahwa khusus bagi calon presiden tidaklah boleh sama sekali dari mantan terpidana korupsi, sedangkan bagi yang lain boleh. Sedangkan, kita sama-sama tahu bahwa sistem pemerintahan presidensial menempatkan presiden dan parlemen (DPR dan DPD) adalah pemilik kedaulatan rakyat yang secara langsung diserahaln oleh rakyat melalui pemilhan umum.

Partai Politik Yang Jarang Bercermin Mengenai Kondisinya Semangat PKPU untuk menghadirkan calon anggota legislatif yang bersih tentunya tidak muncul tanpa alasan. Hingga saati ini kinerja partai politik berada dalam status yang mengkhawatirkan. Baru-baru ini dikabarkan 41 dari 45 anggota DPRD Malang ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Tidak hanya di Malang, 38 anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara merupakan tersangka korupsi. Hal serupa juga terjadi kepada 44 anggota DPRD Provinsi Papua.

Dengan kondisi partai politik yang digerogoti oleh kasus korupsi ini masih terdapat beberapa parpol yang menolak ajuan KPU dalam melarang mantan narapidana untuk maju nyaleg dengan beberapa alasan tertentu.

Padahal setiap parpol sudah menandatangai pakta integritas yang disodorkan oleh Bawaslu untuk tidak mencalonkan anggota yang berstatus mantan narapidana korupsi.

Walaupun pakta integritas70 ini tidak memiliki n-pers/siaran-pers-kewenangan-kpu-pada-aturanteknis-bukan-norma-hukum-subtansi-pemilu 70 Rumah Pemilu. Pakta Integritas dan Komitmen Parpol. Rumahpemilu.org. 30 Oktober 2018.

25

kekuatan hukum, pakta ini lah yang menjadi pegangan bagi publik untuk melihat integritas yang dimiliki oleh parpol. Namun, masih ada saja parpol yang melakukan standar ganda, dengan menanda tangani pakta tersebut namun masih saja mengajukan calon anggota legislatif bermasalah dengan justifikasi mengikuti Undang-Undang Pemilu71.

Polemik perundang-undangan yang dijelaskan di atas sebenarnya dapat diselesaikan dengan baik jika partai politik memiliki intensi yang baik dalam mengusung pemilu yang berintegritas dengan tidak mengajukan calon anggota legislatif yang memiliki sejarah korupsi. Namun nyatanya keinginan partai politik lebih tinggi dibandingkan keinginan masyarakat yang bercita-cita akan pemilu yang bersih.

Pada akhirnya putusan MA ini merupakan kewenangan MA yang harus dihormati.

Putusan tersebut mengubah status bakal caleg napi korupsi yang tadinya tidak memenuhi syarat (TMS) menjadi memenuhi syarat (MS).

https://rumahpemilu.org/pakta-integritas-dankomitmen-parpol/ 71 Carina, Taufik. Taufik Nilai Partai Dipaksa Tanda Tangani Pakta Integritas Calonkan Mantan Koruptor. Kompas.com. 30 Oktober 2018. https://megapolitan.kompas.com/read/2018/09/1 2/21104061/taufik-nilai-partai-dipaksa-tandatangani-pakta-integritas-tak-calonkan

Berdasarkan data yang dikeluarkan KPU setidaknya terdapat 38 mantan narapidana korupsi yang menjadi daftar calon tetap (DCT) dari caleg anggota DPRD 72 provinsi/kabupaten/kota .

Masuknya DCT narapidana korupsi ini bukan berarti mereka akan terpilih lagi. Sebaliknya pilihan ini dikembalikan kepada masyarakat untuk memilih calon anggota legislatif yang sesuai dengan preferensinya masing-masing untuk mewujudkan negara yang bersih dari korupsi. Dalam waktu dekat, pekerjaan tambahan pertama bertumpu pada KPU untuk memastikan bahwa masyarakat benar-benar tersosialisasikan dengan baik mengenai keikutsertaan mantan narapidana korupsi dalam pemilu legislatif 2019 dengan berbagai metode-metode yang bisa diterapkan secara nyata. Secara jangka panjang, pemerintah perlu meredefinisi secara pasti dan jelas posisi mantan anggota legislatif yang memiliki sekarah korupsi mengingat kasus korupsi di Indonesia yang masih tetap saja terjadi secara masif.

72

Defianti, Ika. KPU Tetapkan 38 Eks Narapidana Korupsi Masuk DCT di Pemilu 2019. Liputan6.com.

30 Oktober 2018. https://www.liputan6.com/pileg/read/3648868/k pu-tetapkan-38-eks-narapidana-korupsi-masuk-dctdi-pemilu-2019

26

7. Keterlibatan Militer Dalam Kehidupan Masyarkat Sipil.

Saat Revolusi Nasional Indonesia 1945—1949, militer Indonesia telah memegang kekuasaan Yang besar. Dalam The Post-Revolutionary Transformation of The Indonesian Army¸ Ruth McVey mengatakan bahwa dalam mata pemimpin militer Indonesia saat itu, militer terlahir dari perlawanan terhadap Belanda ketika para politikus saling berselisih tentang bagaimana menjalankan negara yang baru lahir ini.73 Walau tidak memiliki suatu tujuan politik, militer Indonesia saat itu—setidaknya dalam pemikiran pimpinannya—memiliki ide yang koheren tentang seharusnya Indonesia berjalan.

Lebih lanjut, David Jenkins dalam The Evolution of Indonesian Army Doctrinal Thinking: The Concept of Dwifungsi menjelaskan bahwa salah satu sentimen kuat yang dipegang oleh militer adalah bahwa Tentara Nasional Indonesia dibentuk oleh rakyat, bukan politikus-politikus.74 Revolusi Nasional Indonesia telah setidaknya melahirkan generasi militer yang melek-politik. Pada tahun 1949—1957, masa yang berhimpit dengan masa demokrasi parlementer, militer memiliki peran politik yang sedikit dalam pemerintahan karena milter terpecah belah dan tidak memiliki tujuan politis yang jelas. Sampai 1957, militer berada dalam posisi defensif dalam politiknya.75 Peristiwa 17 Oktober 1952 merupakan titik penting dimana militer Indonesia saat itu memprotes campur tangan parlemen, Dewan Perwakilan Rakyat Sementara, yang terlalu jauh tentang masalah internal Angkatan Perang Republik Indonesia76 dan mendesak Sukarno untuk membubarkan parlemen. Usaha politis ini gagal dan membuat A. H. Nasution turun dari jabatannya sebagai Kepala Staf Angkatan Darat saat itu.

Dengan ketidakpuasan masyarakat secara umum terhadap kinerja kabinet, yang karena volatilitasnya setidaknya berubah sebanyak tujuh kali dalam waktu 1949—1959, Sukarno dengan konsepsinya pada tanggal 21 Februari 1957 membabarkan rencananya untuk mengganti sistem demokrasi parlementer ke suatu sistem yang disebutnya sebagai Demokrasi Terpimpin. Ketika darurat militer dideklarasikan pada pertengahan Maret 1957 sebagai respons pemberontakan-pemberontakan regional, kekuasaan pimpinan militer meningkat drastis. Hampir di seluruh tempat kecuali di Ibukota pemimpin militer memiliki kuasa yang besar terhadap pemerintahan dan melakukan praktik-praktik politik praktis.

Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia pada 15 Februari 1957 merupakan respons ketidakpuasan daerah terhadap pusat dan respons oportunis terhadap kekuasaan militer daerah yang sedang dimiliki dari darurat militer. Menurut Jenkins, pemberontakan ini memberikan kesan penting bahwa militer adalah pelindung bangsa dan menghilangkan kelompok-kelompok “radikal” dari anggotanya. Nasution adalah salah satu yang mendapat keuntungan banyak dari kejadian ini dengan hilangnya oposisi utamanya dari militer saat itu.

Pada waktu yang bersamaan, Nasution menyusun konsepsi militer yang akan memberikan kesemapatan bagi militer untuk turut ikut dalam pemerintahan. Pada 11 November 1958, Nasution memberikan konsepsi Jalan Tengah yang memberikan justifikasi bagi militer dalam politik dalam pidatonya: memberikan cukup saluran pada tentara kita bukan sebagai organisasi, tetapi sebagai peroranganperorangan yang menjadi eksponen daripada organisasi kita, (untuk) turut serta menentukan, kebijaksanaan negara kita pada tingkat-tingkat yang tinggi Pada 5 Juli 1959, Sukarno—didorong Nasution, situasi-situasi yang telah dibahas, serta kegagalan Dewan Konstituante—mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang mengembalikan konstitusi ke UUD 1945. Dengan kembalinya Indonesia ke sistem presidensial, Sukarno berada dalam puncak 73

McVey, R. (1971). The post-revolutionary transformation of the Indonesian army. Indonesia, (11), 131-176.

Jenkins, D. (1983). The Evolution of Indonesian Army Doctrinal Thinking: The Concept of" Dwifungsi". Southeast Asian Journal of Social Science, 15-30.

75 Lev, D. S. (1963). The political role of the army in Indonesia. Pacific Affairs, 349-364.

76 http://www.sejarahtni.mil.id/index.php?cid=1973&page=6 74

27

kekuasannya77 dan berusaha menyeimbangkan kekuatan militer dan Partai Komunis Indonesia78— satu-satunya kompetitor terbesar militer. Proposal PKI untuk Nasakomisasi militer dan pembentukan angkatan kelima yang bterdiri dari buruh tani tidak disambut dengan baik oleh elite militer saat itu.

Retorika-retorika PKI menjelang pemberontakan Gerakan 30 September menunjukkan tendensitendensinya untuk konfrontasi dengan militer.

Setelah percobaan kudeta PKI, justifikasi militer untuk menangkap dan memenjarai segala yang terlibat G30S atau PKI dianggap sah oleh umum. Sukarno, yang dicurigai oleh pimpinen militer terlibat dalam pemberontakan dan pembunuhan jenderal, kehilangan dukungan PKI dan militer sampai kejatuhannya pada Maret 1967. Militer saat itu dengan cepat berkonsolidasi ntuk mengukuhkan posisinya dalam peta politik Indonesia. TAP MPRS bernomor XXIV/MPRS/1966 mengamini posisi ABRI sebagai kekuatan militer dan kekuatan sosio-politik79: Kekaryaan80 Anggota ABRI sebagai warga negara dan insan Revolusi Pancasila untuk mengabdikan dirinya dalam segala bidang pembina AMPERA dan ketahanan Revolusi harus diakui dan dijamin kelangsungannya Rezim Orde Baru yang dipimpin Suharto kemudian melanjutkan kekuasan efektif militer ini terhadap urusa-urusan sipil hingga Reformasi 1998.

RUU Antiterorisme UU No. 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme adalah landasan aparat penegak hukm selama ini dalam upaya memberantas terorisme.

Undang-undang ini dianggap problematis karena “menghambat” aparat dalam upayanya. UU Terorisme kurang memadai dan belum menjangkau perkembangan mutakhir strategi dan modus serangan terorisme kontemporer. Revisi UU Antiterorisme, singkatnya, ditujukan untuk memperluas peran Kepolisian RI, BIN, serta aparat terkait dan memasukkan TNI dalam usahanya.

Diskursus publik mengenai revisi UU No. 15 Tahun 2003 telah ada sejak lama. Pada 18 April 2016, sekitar dua tahun yang lalu, Panitia Khusus RUU Terorisme dilantik untuk melaksanakan tugasnya. Akan tetapi, setelah peristiwa pengeboman di Surabaya dan Sidoarjo pada 13 dan 14 Mei 2018, iklim pembicaraan di masyarakat menunjukkan

keinginan umum untuk segera meloloskan RUU ini.

Kekhawatiran utama dalam diskursus ini adalah overreach militer dalam urusan-urusan sipil—sebuah trauma masa lalu—dan dampak pelanggaran HAM yang mungkin ditimbulkan.

Setara Institute 81mencatat sebelas hal penting yang menjadi fokusnya dalam draf RUU ini tertanggal 29 Januari 2016: (1) Perluasan definisi ancaman kekerasan, (2) Perluasan bentuk-bentuk tindak pidana terorisme, (3) Potensi keterlibatan anak-anak, (4) Panjang masa penahanan terduga, (5) Penambahan kewenangan penelitian berkas perkara tindak pidana terorisme pada Kejaksaan, (6) Pelaksanaan penyadapan lewat izin Kemenkominfo, bukan Pengadilan Negeri, (7) Prosedur tempat penahanan terduga, (8) Pengaburan kewenangan penanganan tindak pidanan karena penyejajaran TNI-Polri, (9) Oenambahan wewenang interogasi oleh BIN, (10) Tidak adanya mekanisme yang akuntabel untuk pertanggungjawaban kinerja Polri, dan (11) Tidak adanya perhatian terhadap penanganan korban tindak pidana terorisme

77

Starner, F. L. (1964). The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia.

Feith, H. (1964). President Soekarno, the army and the communists: the triangle changes shape. Asian Survey, 969-980.

79 Notosusanto, N. (1970). The dual function of the Indonesian Armed Forces, especially since 1966. Dept. of Defence & Security, Centre for Armed Forces History.

80 Jenkins menyebutkan bahwa istilah dwifungsi dan kekaryaan digunakan secara bebas. Lihat juga Sundhaussen, U. (1982). The road to power: Indonesian military politics, 1945-1967. Oxford University Press.

81 http://setara-institute.org/catatan-kritis-atas-revisi-uu-no-15-tahun-2003-tentang-terorisme/ 78

28

dan/atau korban salah tangkap terduga terorisme.

Komisi untuk Orang Hilang dan Koraban Tindak Kekerasan (KontraS) memberikan 82 pendapatnya tentang pasal-pasal yang dianggap KontraS bermasalah pada draf RUU. KontraS memberikan potensi-potensi pelanggaran HAM yang mungkin terjadi karena pasal-pasal tertentu dan kontradiksinya terhadap kerangka hukum yang sudah ada.

Protes KontraS pada dasarnya menggarisbawahi kemungkinan pelanggaran HAM: (1) Tidak adanya indikator jelas mengenai “keras atau ekstrem” dalam Pasal 1 ayat (8) draf, (2) Hukum pidana mati, (3) Pencabutan paspor dan pelanggarannya terhadap hak kewarganegaraan, (4) Multitafsir terhadap kategori tindakan anarkisme atau merugikan kelompok tertentu di Pasal 13A, (5) Potensi penyiksaan, penyalahgunaan wewenang, dan pengabaian hak tahanan selama proses penahanan, (6) Penyadapan tanpa pengaturan yang jelas, (7) Potensi penyalahgunaan “Deradikalisasi” sebagai bentuk penyekapan, dan (8) Keterlibatan TNI dalam urusan-urusan operasi militer selain perang (OMSP).

Dalam konteks dwifungsi ABRI, tentunya kita tidak ingin mengkhianati amanat yang telah diberikan reformasi. Mandat TAP MPR No. VI/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia serta TAP MPR No. VII/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kulminasi pencabutan dwifungsi ABRI dalam Enam Tuntutan Reformasi harus selalu dijaga.

Revisi undang-undang ini mungkin dapat memperparah ruang abu-abu antara kewenangan TNI dan Polri dalam urursanurusan sipil. KontraS menyatakan juga dalam kritiknya bahwa sampai hari ini di Indonesia belum dikenal peraturan mengenai tugas perbantuan TNI kepada fungsi kepolisian dan bahwa tugas perbantuan TNI kepada 82

https://www.kontras.org/data/Pasal%20bermasa lah%20RUU%20Antiteror.pdf 83 https://tirto.id/panglima-tni-tak-minta-peranbahas-ruu-antiterorisme-di-dpr-cp14

kepolisian harus diatur secara jelas. Untuk benar-benar menjernihkan batas antara TNI dan Polri, KontraS memandang penting untuk segera memprioritaskan amandemen HAM dalam UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang sering digunakakan prajurit TNI di lapangan sebagai dalih dalam pelanggaran HAM. Walau tidak terlalu terlihat, pengawalan terhadap isu-isu perluasan kewenangan militer dan pelanggaran HAM selalu dilakukan oleh LSM dan organisasi nonprofit terkait.

Setelah tragedi Surabaya dan Mako Brimob, suara-suara vokal mengenai RUU Antiterorisme ini muncul. Pemerintah dianggap lengah dan luput terhadap tindak terorisme ini. Diskursus publik bergeser dari isu perluasan kewenangan militer dan pelanggaran HAM ke isu inefektivitas aparat dalam mencegah tindakan terorisme. Opini umum yang terbentuk sebagai respons tragedi tersebut adalah perlunya perluasan kewenangan Polri, TNI, dan lembaga-lembaga terkait agar tragedi tersebut tidak terulang kembali.

Pernyataan-pernyataan pimpinan TNI, misalnya, berubah dari pernyataan Panglima TNI saat itu, Gatot Nurmantyo, bahwa TNI tak minta peran bahas RUU Antiterorisme di DPR83 ke pernyataan tendensius bahwa RUU akan segera diterbitkan oleh Panglima TNI Hadi Tjahjanto bahwa pelibatan tentara menunggu terbitnya RUU Antiterorisme84. Hal yang sama juga terlihat pada elite-elite politik Indonesia.

Presiden RI Joko Widodo mengatakan “Kami juga meminta DPR dan Kementerian terkait yang berhubungan dengan revisi undangundang tindak pidana terorisme yang sudah kami ajukan pada Februasi 2016 lalu, untuk segera diselesaikan secepatnya”, mendorong DPR85 agar menyelesaikan RUU Antiterorisme.

Joko Widodo selanjutnya akan menerbitkan perppu bila revisi di DPR belum selesai. Wakil Ketua DPR Fadli Zon menunjukkan dukungan publiknya terhadap RUU ini dengan 84

https://tirto.id/panglima-tni-pelibatan-tentaramenunggu-terbitnya-ruu-antiteror-cKpZ 85 https://www.cnnindonesia.com/nasional/201805 14102539-20-297956/jokowi-desak-dpr-segeraselesaikan-ruu-anti-terorisme

29

menuding86 pemerintah yang meminta penundaan satu bulan untuk pengesahan revisi UU antiterorisme dan menyatakan bahwa sebenarnya DPR sudah mau mengesahkan Revisi Undang-undang (RUU) Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pada masa sidang yang lalu.

Perpindahan topik utama diskusi ini dapat menjadi berbahaya jika kita bergesa-gesa dan tidak berhati-hati. Trauma lama dwifungsi ABRI mungkin terulang kembali dengan perluasan kekuatan militer dalam urusanurusan sipil. Kepala dingin dan rasionalitas harus selalu dijunjung untuk menilai dampakdampak yang mungkin diakibatkan oleh revisi undang-undang ini.

Berikut adalah hasil kajian yang dilakukan oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) mengenai potensi pasalpasal yang bermasalah pada naskah RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme No.15/2000 Nota Kesepahaman TNI-Polri Salah satu usaha TNI untuk kembali masuk kedalam urusan sipil adalah dengan penandatanganan nota kesepahaman antara TNI dengan pemerintahan. Imparsial mencatat setidaknya ada 30 nota kesepahaman yang telah diteken oleh TNI dengan kementerian, lembaga, dan perusahaan negara.87 Nota kesepahaman yang paling mengancam supremasi sipil adalah nota kesepahaman antara TNI dengan Polri yang ditandatangani 28 Januari kemarin.88 Nota kesepahaman tersebut memberikan TNI tugas perbantuan kepada Polri dalam menghadapi unjuk rasa maupun mogok kerja, kerusuhan massa, konflik sosial, mengamankan kegiatan masyarakat dan/atau pemerintah di dalam negeri yang mempunyai kerawanan dan situasi lain dimana Polri memerlukan bantuan TNI sesuai perundang-undangan.

86

https://katadata.co.id/berita/2018/05/14/fadlizon-tolak-perppu-dan-siap-sahkan-ruuantiterorisme 87 https://nasional.tempo.co/read/1058572/dprtinjau-ulang-semua-nota-kesepahaman-tni

Nota kesepahaman ini berpotensi melanggar pasal 7 ayat 3 Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, dimana syarat tugas perbantuan TNI kepada Polri haruslah berdasarkan keputusan politik. Pasal 3 ayat 1 UU TNI menyebutkan bahwa “kewenangan dan tanggung jawab pengerahan kekuatan TNI berada pada Presiden� yang kemudian diatur lebih lanjut pada ayat 17 dan 18 UU TNI yang berbunyi “dalam hal pengerahan kekuatan TNI, Presiden harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat kecuali dalam keadaan memaksa untuk menghadapi acaman militer dan/atau ancaman bersenjata, Presiden dapat langsung mengerahkan kekuatan TNI�. Tentunya penandatanganan nota kesepahaman ini melangkahi peraturan undang-undang karena tidak didasari pada persetujuan presiden. Nota kesepahaman ini juga berpotensi melanggar semangat reformasi yang tertuang pada Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 Tahun 2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang memisahkan TNI dan Polri agar tidak ada tumpang tindih dan kerancuan antara TNI yang bertugas sebagai kekuatan pertahanan negara dan Polri yang bertugas sebagai kekuatan keamanan dan ketertiban masyarakat. Jangan sampai pemisahan ini hanya terhenti pada nama lembaga saja, tapi batas kewenangannya mejadi abu-abu dan pudar.

TNI (Kembali Masuk) Desa Selain dalam bidang keamanan dan ketertiban masyarakat, TNI juga berusaha untuk kembali memasuki desa-desa dan kehidupan sipil.

Tahun 2017, Kementrian Pertanian bekerjasama dengan TNI untuk mempercepat swasembada pangan.89 Strategi yang dilakukan adalah untuk mengajak TNI membantu petani, mendorong masa panen menjadi 2-3 kali setahun dan memberikan bantuan alat bagi para petani. Kerjasama ini juga mengabaikan daya dukung sipil yaitu petani. Petani dibantu 88

https://tirto.id/mou-tni-polri-soal-kamtibmasmembikin-tni-seperti-di-era-orba-cEdn 89 https://tirto.id/pemerintahan-jokowi-jalankanprogram-mirip-abri-masuk-desa-ckpr

30

dalam proses penanaman padi, namun ketika terancam gagal, kerugian harus ditanggung petani. Target panen 3 kali setahun membuat lahan menjadi tidak subur.

Selain kerjasama antara TNI dan kementrian, TNI juga berpengaruh pada level pemerintahan yang lebih rendah. Gubernur Sumatera Barat pada tahun 2017 menginstruksikan agar setiap petani menanami kembali lahannya 15 hari setelah panen, dan jika 30 hari tidak ditanami kembali, maka diusahakan pengelolaannya diambil alih oleh Koramil bersama UPT Pertanian Kecamatan setempat. Hal ini tentunya diprotes oleh petani setempat. Instruksi ini memberikan ancaman bagi para petani terhadap status kepemilikan tanah mereka, dan merenggut kebebasan para petani dalam menentukan fungsi lahan yang ia miliki.

TNI kini juga semakin gencar hadir mengawasi proyek-proyek pembangunan pemerintah.

Pembangunan tower Sutet PLN di Kota Pekanbaru diwarnai keluhan masyarakat akan minimnya sosialisasi proyek dan ganti rugi lahan yang dilakukan masyarakat. Mereka juga merasa resah atas keberadaan puluhan personil TNI yang hadir dalam mengamankan proyek tersebut.90 Ketika TNI ikut mengamankan keberjalanan proyek pemerintah, jangan sampai ada kesan intimidasi yang dirasakan oleh warga. Hal ini bisa megancam kebebasan berpendapat warga setempat untuk menyuarakan keberatannya Contoh kasus lain adalah proyek pembangunan jalan lingkar Kota Padang di Kelurahan Bungus Timur Kecamatan Bungus Telek Kabung, Kota Padang.91 Proyek ini adalah proyek kerjasama antara Pemkot Padang dengan Kodim 0312 Padang melalui program TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD).

Pemerintah kota dan militer dianggap tidak menyosialkan program ini kepada warga setempat dan juga tidak melakukan ganti rugi

90

http://m.halloriau.com/read-97217-2017-10-10warga-keluhkan-pembangunan-tower-sutet-plngaruda-sakti--pasir-putih-mulai-ganti-rugi-hinggahadirnya-tni.html#sthash.wVkMrbrj.dpbs

terhadap lahan dan tanaman warga yang terdampak proyek ini.

Prof. Dr. Afrizal, M.A, pakar antropologi dari Universitas Andalas berpendapat bahwa terkesan ada rekayasa dalam proses penyerahan lahan jalan lingkar tersebut sebab tingkat partisipasi masyarakat yang dilibatkan dalam proses penyerahan tanah tersebut hanya sebatas mengiring persetujuan yang sebenarnya persetujuan tersebut melanggar ketentuan aturan adat masyarakat itu sendiri dan hal tersebut merupakan partisipasi yang curang. Kekuatan militer jangan sampai digunakan untuk menggiring warga untuk setuju dengan proyek pemeintah, apalagi digunakan untuk menekan warga agar setuju dengan program-program pemerintah.

Keberadaan TNI di desa ini mirip dengan program ABRI Masuk Desa dari zaman orde baru. Program ini dimulai pada tahun 1980, dan dalam perkembangannya, program ini lebih berfokus kepada pengawasan teritorial untuk mendukung stabilitas bangunan politik Orde Baru di desa-desa.92 Kasus-kasus yang melibatkan TMMD ini bisa menjadi preseden yang buruk. Jangan sampai pemerintah dan militer hanya melihat warga desa khususnya petani sebagai objek dari program-prorgram pemerintah.

Berbagai Macam Kasus Represifitas oleh Aparat Militer di Indonesia Militer merupakan kelompok atau organisasi kekerasan fisik pemegang senjata yang sah untuk mengamankan negara dari ancaman luar negeri maupun dalam negeri. Militer juga merupakan alat negara untuk menjunjung tinggi supremasi sipil. Di Indonesia, militer terdiri dari TNI dan Polri yang keduanya memiliki tanggungjawab masing – masing untuk keamanan negara. Namun, dengan tanggungjawab yang diemban, saat ini banyak terjadi tindakan – tindakan represifitas dan bahkan mengancam keamanan sipil. Apalagi semenjak terdapat Nota Kesepahaman TNI dan 91

http://www.mongabay.co.id/2015/02/03/masya rakat-bungus-menggugat-pembangunan-jalanlingkar-padang/ 92 https://tirto.id/pemerintahan-jokowi-jalankanprogram-mirip-abri-masuk-desa-ckpr

31

Polri ini diberlakukan semakin membungkam kebebasan berdemokrasi dan supremasi sipil, khususnya petani, nelayan, bahkan mahasiswa. Berikut adalah beberapa kasus tindakan represifitas yang terjadi oleh Militer: 1.

Represifitas Aparat Kepolisian: Sweeping di Kampus ISBI Bandung Selasa tengah malam (Selasa, 25 September 2018) telah terjadi kericuhan di sekitar kampus ISBI Bandung yang disebabkan tindakan sweeping oleh lima anggota polisi muda tanpa seragam. Selidik demi selidik, pangkal masalah sweeping tersebut merupakan dampak dari peringatan Hari Tani Nasional 2018 di Asia Afrika Bandung.

Anggota polisi muda tanpa seragam tersebut menilai ada beberapa peserta aksi saat Hari Tani Nasional yang telah melakukan penghinaan terhadap institusi kepolisian saat melakukan aksi teatrikal dan orasi. Mereka berniat menemui mahasiswa terkait untuk meminta maaf kepada mereka terkait ujaran penghinaan saat aksi Hari Tani tersebut.

Tanpa dilengkapi surat tugas dan sambil membawa senjata api, para polisi muda tanpa seragam melakukan sweeping di ISBI.93 2.

Warga STKGB, Korban Tindakan Represifitas Aparat Kepolisian di Lampung Penangkapan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap beberapa orang warga anggota Serikat Tani Korban Gusuran BNIL (STKGB) tidak bisa dibenarkan. Tindakan ini cenderung berat sebelah karna justru menangkap warga yang sebenanrnya menjadi korban dalam persitiwa tersebut. Warga hanya korban provokasi yang dilakukan oleh Pam Swakarsa yang dibantu oleh sejumlah preman.

Aksi penyerangan yang dilakukan oleh warga STKGB adalah bentuk tindakan mempertahankan diri dari tindakan sepihak

93

Haq, Syawahidul. Represifitas Aparat Kepolisian : Sweeping di Kampus ISBI. Metaruang.com. 30 Oktober 2018. http://metaruang.com/represifitasaparat-kepolisian-sweeping-di-kampus-isbi/

yang dilakukan oleh Pam Swakarsa yang dibantu oleh preman tersebut.

Pendudukan yang dilakukan oleh warga di atas perkebunan PT. BNIL merupakan bentuk kekecewaan terhadap pemerintah setempat yang tak kunjung menyelesaikan sengketa lahan anatara warga dengan swasta hingga sepuluh tahun lamanya. Warga hanya menjadi korban dalam peristiwa ini. oleh sebab itu, tindakan yang dilakukan aparat keamanan yang menangkap tujuh orang warga STKGB adalah sebuah tindakan yang menceminkan keegoisan dari aparat Negara tanpa mau melihat terlebih dahulu persoalan dasar dari konflik tersebut.94 3.

Represifitas Aparat Terhadap Wartawan: Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Indonesia menyebut pelaku kekerasan terhadap jurnalis di tahun 2018 adalah aparat kepolisian.

Sumber ancaman terhadap kebebasan pers lainnya adalah intimidasi ormas dan pemilik media. Tingkat kekerasan terhadap jurnalis yang dikumpulkan oleh Bidang Advokasi AJI dari Mei 2017 hingga Mei 2018, dalam rangka Hari Kebebasan Pers Sedunia. Sedangkan jumlah total kasus itu mencapai 75 kasus kekerasan. Sebanyak 24 kasus diantaranya berupa kekerasan fisik. Sementara sisanya merupakan kasus pengusiran. Kekerasan yang dilakukan pun beragam mulai dari penyeretan, pemukulan, baik dengan tangan maupun dengan benda tajam atau tumpul, hingga pengeroyokan oleh oknum. Kasus kekerasan kedua terbanyak adalah pengusiran.

Pengusiran dilakukan baik oleh aparatur negara ataupun anggota security atau satpam.

Selain kasus kekerasan oleh aparat, tindak kekerasan terhadap jurnalis dilakukan oleh beberapa ormas. Kasus terkait berupa intimidasi berupa mobilisasi massa dan lain sebagainya.

94

http://kpa.or.id/media/baca/Peristiwa/199 Diakses pada Senin, 28 Oktober 2018 pukul 16.00 WIB

32

8. Refleksi Pendidikan Tinggi dan Pendidikan Dasar Indonesia Reformasi 1998, adalah sebuah momen bersejarah bagi seluruh rakyat Indonesia. Setelah dikuasai oleh rezim otoriter Orde Baru selama lebih dari tiga dekade, pada momen ini Indonesia memulai langkah pertamanya dalam memasuki periode demokrasi dengan perpolitikan yang merdeka dan liberal. Reformasi 1998 tentu tidak bisa dilepaskan dari pergerakan mahasiswa. Mahasiswa sebagai motor penggerak reformasi yang menggulingkan pemerintahan Orde baru adalah fakta yang sudah umum diketahui di Indonesia.

Dengan ini, sejarah telah membuktikan bahwa mahasiswa sebagai buah dari pendidikan dapat membawa atau memantik perubahan-perubahan besar bagi negara Indonesia sendiri. Oleh karena itu, di momen 20 tahun reformasi ini, sudah sepantasnya kita menengok kembali kabar sistem Pendidikan yang mencetak calon-calon pemberi perubahan tersebut. Berdasarkan hal tersebut, Kemenkoan Sosial Politik KM ITB 2018 mengompilasi berbagai kajian mengenai pendidikan dari BEM KM UGM, BEM KM UNY, BEM UNSOED, dan Kabinet KM ITB sendiri untuk membuat sebuah catatan refleksi sistem pendidikan yang ditinjau berdasarkan kondisi penyelengaraan pendidikan tinggi serta pendidikan dasar dan menegah.

Untuk Pendidikan tinggi, topik yang menjadi sorotan adalah mengenai student loan yang yang menimbulkan polemik akan keberadaan negara dalam menjamin Pendidikan terjangkau bagi masyarakat. Hal ini dikarenakan penerapan student loan sendiri yang jika dianalisis dampaknya dapat berpengaruh besar untuk Indonesia itu sendiri dan butuh persiapan dan kerja sama yang cukup matang oleh para penyelenggaranya. Sementara itu, untuk pendidikan dasar dan menengah, topik yang menjadi sorotan ada tiga, yakni : 20% Anggaran untuk Pendidikan, Kondisi Guru Saat ini, dan UU wajib belajar 12 tahun.

Pendidikan Tinggi Student Loan dalam Perspektif Hukum Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Alinea ke-4 tercantum kewajiban-kewajiban Pemerintah Negara Indonesia yang salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

Berdasarkan Pasal 31 UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia ayat 1 berbunyi ‘Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan�.

Selain itu, dalam Pasal 28C UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia ayat 1 berbunyi �Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia�. Dari hal tersebut, jelas bahwa pemerintah memiliki kewajiban terhadap rakyatnya untuk menyediakan pendidikan yang baik dan layak sehingga mampu meningkatkan kualitas hidup manusia.

Berdasarkan Kemenristekdikti, perguran tinggi memiliki tanggung jawab sosial pendidikan tinggi yang salah satunya universitas baik negeri maupun swasta tidak sungkan menerima mahasiswa yang berasal dari keluarga kurang mampu. Apalagi pemerintah telah mewajibkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 66 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan yang mewajibkan semua perguruan tinggi negeri waib menerima 20% mahasiswa tidak mampu dari total mahasiswa yang diterimanya.

Kewajiban pemerintah dan perguruan tinggi yang telah disebutkan diatas kemudian juga ditegaskan dalam Undang-undang No. 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi Pasal 76 ayat (1) yang menekankan bahwasannya pemerintah pusat dan daerah, serta perguruan tinggi berkewajiban memenuhi hak mahasiswa kurang mampu secara ekonomi. Apabila pemenuhan hak tersebut dialihkan kepada selain dari pihak-pihak yang disebutkan dengan tegas oleh undang-undang (misal bank), maka sudah sangat jelas terjadi 33

pengingkaran terhadap kewajiban, baik oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah maupun Perguruan Tinggi.

Selanjutnya, pada undang – undang dan pasal yang sama ayat 2, diberikan beberapa bentuk pilihan metode pemenuhan hak masyarakat atas pendidikan oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab. Pilihan metode yang dimaksud adalah berupa beasiswa kepada mahasiswa berprestasi, bantuan atau membebaskan biaya pendidikan, pinjaman dana tanpa bunga yang wajib dilunasi setelah lulus dan/atau memperoleh pekerjaan. Hal tersebut memperlihatkan bahwa sebenarnya Undang-Undang ini tidak menutup kesempatan bagi pemerintah untuk melakukan pinjaman dana kepada peserta didik. Namun, pada frasa selanjutnya terdapat syarat yang harus dipenuhi dalam mekanisme peminjaman dana tersebut, yakni tanpa bunga dan wajib dilunasi setelah lulus dan/atau memperoleh pekerjaan. Pada akhirnya, penerapan student loan bermasalah dengan poin “tanpa bunga� pada syarat tersebut karena sistem pendanaan yang diberikan kepada bank.

Usaha Pemerintah Menurunkan Suku Bunga Hingga 0% Untuk mengatasi permasalahan frasa “tanpa bunga� seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pemerintah mengaku masih mengkaji rencana mekanisme student loan agar bunga yang diberikan dalam setiap peminjaman yang masih berada dalam kisaran 6 % bisa menjadi 0 %. Sementara itu, Wakil Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Sulaiman Arif Arianto menyatakan bahwa penerapan bunga 0 % pada kredit Pendidikan adalah hal yang tidak mungkin. Menurutnya, program kredit pendidikan saat ini berbeda dengan KMI dahulu yang sumber dananya yang berasal murni dari cadangan negara sementara untuk kredit pendidikan berasal dari dana pihak ketiga bank. Sementara itu, menurut Direktur Penelitian Centre of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal, bunga untuk student loan memang idealnya 0% tanpa agunan, namun untuk meminimalkan risiko kredit (pembahasan lebih lanjut berada di pembahasan implikasi

penerapan student loan) perlu ada sistem penjaminan yang tepat dari pemerintah, serta sistem seleksi dan monitoring yang memadai bagi para penerima kredit. Dengan demikian, pemerintah perlu juga mengalokasikan anggaran untuk sistem penjaminan kredit pendidikan.

Student Loan dalam Perspektif Ekonomi dan Kesiapan Indonesia Penerapan Student Loan dapat menimbulkan berbagai dampak positif dan negatif jika ditinjau dari sudut pandang ekonomi. Salah satu dampak positif adalah peningkatan kualitas SDM masyarakat Indonesia. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dikeluarkan oleh University of Pensylvania yang menyatakan bahwa pemberlakuan kredit pendidikan di negara berkembang dapat membantu meningkatkan kualitas SDM melalui peningkatan tingkat partisipasi pendidikan tinggi. Selain itu, Presiden Jokowi juga menargetkan dengan adanya kebijakan student loan ini masyarakat Indonesia mampu menggeser aktivitas kreditnya dari konsumtif untuk keperluan produktif seperti pendidikan.

Namun, penerapan student loan juga memiliki risiko yang nilainya, menurut Direktur Penelitian Centre of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal, bergantung pada sejumlah faktor, terutama kepastian peminjam student loan mendapatkan pekerjaan setelah lulus yang memengaruhi kemampuan peminjam dalam pengembalian dana. Untuk itu, adanya program kredit pendidikan perlu dibarengi dengan evaluasi kurikulum pendidikan tinggi sehingga para lulusan perguruan tinggi benarbenar siap kerja setelah lulus dan memiliki keahlian yang dibutuhkan dunia kerja.

Berdasarkan hal tersebut, kita perlu memperhatikan jumlah pengangguran terbuka yang masih tinggi. Berikut adalah data yang terdapat di BPS terkait tingkat pengangguran berdasarkan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan pada tiga tahun terakhir.

34

Tabel 8. 1 Perbandingan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dengan Pengangguran Terbuka

Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan + Total

Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (Orang)

2015

2016

2017

Tidak/belum pernah sekolah

55554

59346

62984

Tidak/belum tamat SD

371542

384069

404435

SD

1004961

1035731

904561

SLTP

1373919

1294483

1274417

SLTA Umum/SMU

2280029

1950626

1910829

SLTA Kejuruan/SMK

1569690

1520549

1621402

Akademi/Diploma

251541

219736

242937

Universitas

653586

567235

618758

Total

7560822

7031775

7040323

Jika dilihat berdasarkan data BPS diatas, tingkat pengangguran dalam tiga tahun terakhir terbilang tinggi. Terutama pada data terakhir pada tahun 2017 untuk lulusan diploma tingkat pengangguran mencapai 3.4507% dari total jumlah pengangguran.

Sedangkan untuk lulusan universitas, tingkat pengangguran bulan mencapai 8.7888%.

Angka pengangguran baik untuk lulusan diploma ataupun universitas terbilang tinggi.

Jika skema student loan tetap dilakukan dalam kondisi pengangguran sarjana/diploma yang masih tinggi, maka kemungkinan ketidaksanggupan membayar peminjam sebagai peminjam akan sangat tinggi yang pada akhirnya menyebabkan kegagalan bayar

kredit dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Kemudian, hal yang perlu diwaspadai selanjutnya adalah permasalahan biaya kuliah.

Tujuan diadakannya student loan ini adalah agar mahasiswa yang kesulitan dalam permasalahan biaya kuliah dapat menyelesaikan pendidikan tinggi. Namun berdasarkan hipotesis milik Melo dan Zarruk dari University of Pennsylvania, kebijakan student loan dapat memengaruhi penetapan biaya kuliah dalam arah yang kurang mendukung tujuan tersebut di waktu yang akan datang (kenaikan biaya kuliah). Hipotesis tersebut mengatakan bahwa pola awal dari kredit pendidikan adalah permintaan (demand) yang semakin tinggi terhadap pendidikan tinggi. Pola kedua adalah biaya kuliah yang secara perlahan naik mengikuti permintaan. Pola terakhir adalah munculnya institusi-institusi pendidikan baru yang lebih banyak dengan pola yang sama.

Selain itu, riset Albrecht dan Ziderman pada tahun 1991 terkait review program pendidikan di 24 negara, baik di negara maju dan berkembang juga perlu menjadi bahan pertimbangan dalam kebijakan penerapan student loan. Berdasarkan hasil risetnya, negara maju pada umumnya mampu mendapatkan keuntungan dari selisih bunga pinjaman pemerintah ke pasar keuangan dengan beban bunga kepada mahasiswa sebagai biaya operasional karena biaya modal yang terbilang rendah namun biaya manusia terbilang tinggi. Sedangkan untuk negara berkembang justru sebaliknya dimana pada umumnya belum memiliki sistem administrasi pajak yang baik, kependudukan dan penegakan hukum yang kurang memadai, mahalnya biaya modal namun biaya manusia yang murah, yang mengakibatkan tingkat gagal bayar atas utang pendidikan terbilang tinggi.

Penelitian lain terkait student loan yang tidak cocok untuk negara berkembang salah satunya data yang ditunjukkan oleh Chapman dan Lounkaew menunjukkan perbandingan tingkat gagal bayar 4 negara yaitu: Amerika Serikat, Kanada, Thailand, dan Malaysia, yang menunjukkan persentase 14,7%, 13%, 53% dan 49%. Mereka menyatakan perbedaan yang 35

tinggi pada gagal bayar antara negara maju dan berkembang terletak pada rendahnya pendapatan manusia dan sistem administrasi yang buruk.

Repayment Ratio dan Skema Perhitungan Berdasarkan working paper yang berjudul “Student loans repayment and recovery: international comparisons� milik Adrian Ziderman dan Hua Shen yang dilakukan tahun 2008 repayment ratio Indonesia pada tahun tersebut sebesar 27.56% yang artinya mahasiswa yang mampu melunaskan hutang pendidikannya hanya sebesar 27.56% dari total nominal hutang yang mampu dibayar kembali ke peminjam. Sedangkan untuk sisanya atau sekitar 72.44% menjadi beban keuangan negara karena peminjam tidak mampu melunaskan sisa hutangnya.

Tabel 8. 2 Hidden Grant and Repayment Ratios, Selected Countries

Jika dilakukan asumsi uang kuliah yang dibutuhkan sekitar 8 juta rupiah persemester, dikalikan 8 semester maka kurang lebih dibutuhkan pinjaman sekitar 64 juta rupiah.

Pinjaman tersebut belum termasuk kebutuhan makan, transportasi, tempat tinggal, dan lainlain. Saat ini, Bank BTN telah melakukan peluncuran dana kredit untuk memenuhi kebutuhan pendidikan hingga 200 juta rupiah dengan bunga 6.5% flat selama lima tahun. Jika diasumsikan peminjam melakukan kredit pendidikan bunga bank dilakukan di Bank BTN maka, contoh perhitunganya: Pokok pinjaman: Rp. 64.000.000 Bunga pertahun/perlima tahun: 1.3%/6.5% Tenor Pinjaman: 60 bulan Bunga perlima tahun: 6.5% X Rp. 64.000.000 = Rp. 4.160.000 Total

pengembalian: Rp. 68.160.000 Angsuran Perbulan; Rp. 68.160.000/60 = RP. 1.136.000 Dari skema perhitungan diatas, angsuran perbulan yang harus dibayarkan peminjam terhitung Rp. 1.136.000. Berdasarkan data dari BPS pada tahun 2016 terkait rata-rata upah pegawai yang bekerja sebagai tenaga profesional, teknisi, dan sejenisnya adalah sebagai berikut: Tabel 8. 3 Perbandingan rata-rata gaji dan pendidikan tertinggi

Pendidikan Tertinggi - UB

Rata-rata Upah/Gaji Bersih Sebulan Buruh/Karyawan/Pegawai Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Pekerjaan Utama (Rupiah) Tenaga Profesional, Teknisi dan yang Sejenis 2016 Februari

Agustus

Tidak/belum pernah sekolah

-

Rp400,000

Tidak/belum tamat SD

Rp610,876

Rp2,052,972

Sekolah Dasar

Rp1,466,192

Rp1,394,592

Sekolah Menengah Pertama

Rp1,367,792

Rp1,421,082

Sekolah Menengah Atas (Umum)

Rp1,635,401

Rp1,698,891

Sekolah Menengah Atas (Kejuruan)

Rp2,184,118

Rp2,629,860

Diploma I/II/III/Akademi

Rp2,641,067

Rp2,945,882

Universitas

Rp3,299,446

Rp3,652,015

Rata-Rata

Rp2,847,016

Rp3,199,062

Jika dilihat dari data BPS, untuk lulusan diploma dan universitas dengan masingmasing gaji rata-rata pada bulan Agustus 2016 sebesar Rp.2.945.882 dan Rp.3.652.015, dengan kewajibannya untuk membayar angsuran sebesar Rp. 1.136.000, maka sisa uang yang dimiliki setelah membayar pinjaman sebesar Rp. 1.809.882 untuk lulusan diploma dan Rp. 2.516.015 untuk lulusan universitas.

Asumsikan dengan sisa uang tersebut dipakai untuk memenuhi kebutuhan hidup perbulan di 36

daerah perkotaan contohnya saja di DKI Jakarta berdasarkan hasil survey oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tentang standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sepanjang tahun 2017 sebesar Rp.3.149.631.

Jika dihitung dengan sisa uang yang masih ada setelah membayar kredit pendidikan maka untuk memenuhi kebutuhan hidup layak di Jakarta saja sudah tidak cukup, tentunya kebutuhan biaya hidup layak di kota besar lain khususnya wilayah JABODETABEK tidak akan berbeda jauh dengan Jakarta.

Di sisi lain, apabila peminjam memiliki kemampuan secara finansial untuk melunasi utangnya, ini tidak semerta-merta menjadi sebuah kabar baik. Secara tidak langsung, penghasilan peminjam yang lulus kuliah sebagian besar akan digunakan untuk melunasi utang-utang mereka, sehingga tingkat konsumsi rumah tangga keluarga (C) akan menurun. Hal ini menyebabkan, tingkat pendapatan domestik bruto (Y) yang menjadi indikator utama pertumbuhan ekonomi pun akan menurun pula, ceteris paribus.

Jika angsuran kredit pendidikan tidak mempengaruhi konsumsi, hal tersebut akan mempengaruhi komponen pendukung rumah tangga lainnya, yaitu tabungan (S). Jika kemampuan menabung masyarakat menurun, uang yang tersedia untuk investasi akan berkurang (persamaan ekonomi dimana Saving = Investment, dengan asumsi current account konstan). Berkurangnya investasi juga akan memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Pernah dicoba tetapi gagal Student loan sendiri sebenarnya pernah diberlakukan oleh perbankan di Indonesia dahulu. Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir menceritakan pengalamannya dahulu yang sempat menikmati student loan di Indonesia.

Saat menjadi mahasiswa tahun 1985, ia menggunakan kredit mahasiswa Inoensia dari Bank Negara Indonesia (BNI) untuk membantu membiayai pendidikan tingkat akhirnya. Pada saat itu, Ia mengatakan tidak ada bunga saat pelunasannya, kredit harus dilunasi setelah bekerja selama dua hingga tiga tahun, namun pada akhirnya program student loan ini

terhenti karena banyak mahasiswa yang tidak mampu membayar pinjaman. Skema yang dilakukan saat itu, apabila mahasiswa tidak mampu membayar kredit pinjaman maka ijazahnya akan ditahan. Kenyataannya pada waktu itu, skema penahanan ijazah ini tidak efektif karena pada saat itu ijazah asli tidak terlalu diperlukan selama mahasiswa memiliki fotokopi ijazah dengan legalisir yang sah.

Jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti, Thailand dan Malaysia yang memiliki sistem administrasi dengan tingkat GDP yang lebih tinggi dari Indonesia, memiliki bunga modal yang lebih rendah dan pendapatan manusia yang kebih tinggi memiliki rasio gagal bayar 53% dan 49%. Maka jika hal ini diterapkan di Indonesia, akan ada kemungkinan rasio gagal bayar yang timbul melebihi rasio gagal bayar Malaysia dan Thailand sehingga pemerintah harus bersiap untuk mengeluarkan dana yang sangat besar dikemudian hari untuk menalangi rasio gagal bayar ini. Sehingga dapat disimpulan bahwa, dalam jangka pendek sistem student loan akan meringankan beban untuk APBN namun untuk jangka panjang akan memberatkan APBN.

Pendidikan Dasar dan Menengah Anggaran Pendidikan 20% melalui Belanja Pemerintah Pusat Alokasi anggaran pendidikan pada Pemerintah Pusat digunakan antara lain untuk penyediaan beasiswa untuk siswa/mahasiswa kurang mampu, rehabilitasi ruang kelas, pembangunan unit sekolah baru dan ruang kelas baru, serta pembangunan prasarana pendukung dan pemberian tunjangan profesi guru.

Anggaran ini dipakai oleh kementrian/lembaga (K/L) menjalankan program-program pendidikan.

Alokasi Anggaran Pendidikan dan Pembagian Kewenangan Anggaran pendidikan dalam APBN ini sudah diatur dalam konstitusi kita, yakni pada pasal 31 ayat 4 UUD 1945 dan kemudian dipertegas lagi pada pasal 49 ayat 1 UU 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas serta diperjelas lagi dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 24/PUU-V/2007, yakni dana pendidikan (sudah 37

termasuk gaji guru) selain biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)", (Depkeu, 2008:1).

Gambar 8. 2 Anggaran Pendidikan dari Tahun ke Tahun (Source: Kementrian Keuangan

Selain memerhatikan landasan-landasan konstitusi dan yuridis yang sudah dijabarkan di atas, perlu juga diperhatikan peraturanperaturan yang lainnya.

Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang pendanaan pendidikan mengatur pembagian tanggung jawab pendanaan pendidikan untuk jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi antara pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat termasuk satuan pendidikan.

Realisasi Anggaran untuk Pendidikan dalam APBN Untuk APBN tahun 2017, secara khusus diatur di dalam pasal 21 ayat 1 UU nomor 18 tahun 2016 tentang APBN tahun 2017, yaitu bahwa anggaran Pendidikan direncanakan sebesar Rp. 416.090.233.749.000,00. Anggaran ini bernilai sebesar 20% dari APBN sebesar Rp2.080.451.168.747.000,00 sesuai dengan poin yang ditegaskan oleh ayat kedua di UU dan pasal yang sama.

Gambar 8. 1 Belanja APBN 2017 (Source: Kementrian Keuangan)

Dari data terkait APBN 2017 dalam gambar 1, 2, dan 3 di atas, terlihat jelas bahwa pemerintah mempertahankan anggaran pendidikan nasional sebesar 20% dari total belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017. Total belanja untuk sektor pendidikan pada 2017, yaitu Rp 416,1 triliun (meningkat Rp 2 triliun dibandingkan pada RAPBN 2017, yaitu Rp 414,1 triliun). Sumber anggaran pendidikan terbesar dari transfer ke daerah dan dana desa mencapai Rp 268,2 triliun.

Berdasarkan data di atas, anggaran pendidikan yang dialokasikan negara sudah terbilang cukup baik dan memenuhi amanat konstitusi (pasal 31 ayat 4 UUD 1945). Tetapi perlu diingat juga, bahwa anggaran tersebut sudah termasuk gaji guru.

Realisasi Anggaran untuk Pendidikan dalam APBD Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya juga, bahwa pemerintah daerah mendapat alokasi dana dari negara melalui pos anggaran belanja transfer ke daerah (DAK, DAU, dll) dan dana desa. Namun, 20% dana yang harus dianggarkan oleh pemerintah daerah harus dihitung tanpa memasukkan penggunaan dana dari pemerintah pusat.

Pada kenyataannya baru Pemprov DKI Jakarta yang telah menjalankan amanat konstitusi secara baik. Untuk keterangan lebih lengkapnya bisa dilihat dari grafik berikut.

38

Gambar 8. 3 Persentase Anggaran Pendidikan dalam APBD (Source : Biro PKLN 2016)

daerah dengan mengalokasikan anggaran pendidikan yang cukup dari APBD masingmasing, maka sangat sulit mencapai tujuan yang telah dicanangkan yaitu Wajib Belajar 12 tahun.

Selain itu, angggaran dari pemerintah pusat yang sangat terbatas hanya cukup untuk 19,7 juta siswa dari jenjang SD/MI sederajat sampai dengan SMA/MA sederajat (sumber:APBN 2017). Hal ini menambah urgensi dari kerja sama pemerintah daerah dalam mendukung program ini dengan mengalokasikan anggaran pendidikan yang cukup (minimal 20% sesuai amanat undang-undang).

Kualitas Guru saat Ini

Analisis Dampak Anggaran Pendidikan terhadap Wacana Wajib Belajar 12 Tahun Dari pemaparan pada bagian-bagian sebelumnya, dapat dikatakan, bahwa sampai saat ini pemerintah pusat telah berkomitmen untuk menjalankan amanat konstitusi. Namun kenyataan yang terjadi pada pemerintah pusat ini sungguh sangat jauh berbeda dengan yang ada di pemerintah daerah.

Apabila kondisi ini tidak segera diatasi, maka tentunya akan menghadirkan masalah yang makin kompleks, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung pastinya, banyak agenda pembangunan pendidikan di daerah yang akan terbengkalai. Secara tidak langsung hal ini akan mempengaruhi pemerataan standar kuantitas mapun kualitas pendidikan antar daerah. Hal ini bisa saja mengantarkan bangsa ini ke dalam suatu kondisi ketimpangan atau kesenjangan yang amat terasa.

Di lain sisi, jika anggaran pendidikan ini dibiarkan dalam kondisi seperti ini, maka wacana Wajib Belajar 12 tahun (Wajar 12 tahun) tidak akan terwujud. Memang saat ini, pemerintah pusat melalui Kartu Indonesia Pintar KIP) yang merupakan salah satu produk dari Program Indonesia Pintar (PIP) telah berusaha untuk menjamin peningkatan akses dan layanan pendidikan bagi anak usia 6 sampai 21 tahun. Namun, jika hanya mengandalkan program tersebut tanpa didukung secara optimal oleh pemerintah

“Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah�. Itulah definisi guru di dalam UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Berdasarkan penelitian Professor John Hattie (2011) dalam Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (2017), keberhasilan seoarang siswa ditentukan oleh beberapa komponen dengan besaran prosentas masing-masing, yaitu: siswa (49%), guru (30%), orangtua (7%), teman (7%), sekolah (7%).

Gambar 8. 4 Peran Guru dalam Keberhasilan Siswa Siswa 49%

Peers

Guru 30,0% Parents

Orangtua 7% Teman 7% Sekolah 7% School

Teachers

Students

Sumber: Professor John Hattie (2011) dalam Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (2017)

Dalam UU no.14 tahun 2005 Pasal 10 disebutkan bahwa guru harus memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Untuk dapat 39

mengukur kualitas guru, pemerintah telah menyediakan UKG (Ujian Kompetensi Guru).

Sayangnya, hasil Ujian Kompetensi Guru (UKG) terakhir, menunjukkan nilai rata-rata hanya 56,69 yang masih berada dibawah standar yang diharapkan yaitu 70 (sumber : Ditjen GTK Kemendikbud).

Gambar 8. 5 Nilai Rerata Pedagogik dan Profesional dalam UKG (Sumber: Dirjen GTK Kemendikbud, 2017)

Kesejahteraan Guru Dalam realitas kehidupan kita sehari-hari, kita sering menjumpai kalangan guru yang mengalami kesulitan dalam hal ekonomi, terutama guru honorer sekolah swasta bermodal kecil. Hal ini karena pada umumnya guru honorer digaji di bawah upah minimum regional (UMR).

Gaji guru honorer sendiri saat ini hanya berasal dari pihak sekolah yang mempekerjakan.

Biasanya, pihak sekolah menggaji guru honorer menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dibatasi maksimal 20 % dari dana tersebut. Selain dari dana BOS, ada beberapa pemerintah daerah yang sengaja menganggarkan dana Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerahnya (APBD) khusus untuk guru honorer. Namun, hal ini belum banyak terjadi karena pengangkatan guru honorer tidak dilakukan oleh dinas, melainkan oleh pihak sekolah sendiri, sehingga dikhawatirkan pemenuhan syarat guru oleh guru-guru honorer itu belum terkontrol dengan baik.

Berdasarkan hasil dialog dengan beberapa guru honorer, pihak sekolah, pihak dinas pendidikan kota, maupun dinas pendidikan provinsi. kebijakan moratorium PNS guru hingga tahun 2019 nanti pun menjadi salah satu hal yang memengaruhi tingkat kesejahteraan guru juga.

Moratorium PNS Guru

Gambar 8. 6 Hasil UKG (Sumber: Dirjen GTK Kemendikbud, 2017)

UKG Maks Min Rata Stdev N

100,00 10,00 56,69 12,67 2.699.516

Dari data di atas, kita juga bisa mengetahui terkait persebaran kualitas guru di Indonesia yang tidak merata. Guru yang berkualitas menurut versi hasil UKG di atas cenderung menumpuk pada provinsi-provinsi yang terbilang maju dan berada di wilayah yang dekat dengan pusat pemerintahan.

Moratorium penerimaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) guru berarti penyamaan jumlah PNS guru baru yang diterima dengan jumlah PNS guru yang pensiun alias zero growth. Hal ini dilakukan karena pemerintah berpendapat bahwa jumlah guru berstatus PNS sudah mencukupi. Namun, menurut catatan PGRI, perhitungan yang dilakukan pemerintah sudah ikut menyertakan pegawai guru honorer dalam daftar ketersediaan guru. Selain itu, keengganan pemerintah daerah mengangkat guru honorer juga disebabkan oleh tidak tersedianya data yang kuat milik pemerintah itu sendiri. Hal ini menyebabkan guru-guru honorer harus menutupi kekurangan jumlah guru PNS tersebut, padahal status

40

kepegawaian mereka tidak jelas dan honornya tidak mencukupi.

Wajib Belajar 12 Tahun Pengertian wajib belajar tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat (18),yaitu “Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh Warga Negara Indonesia atas tanggungjawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah�.

Saat ini, UU yang menjadi landasan program Wajib Belajar adalah UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 34 ayat (2) yaitu “Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya�.

Seperti yang kita ketahui bahwa pendidikan dasar adalah sekolah tingkat SD/MI sederajat sampai dengan SMP/MTs sederajat. Dari UU tersebut, maka dibuat Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 47 tahun 2008 tentang Wajib

Belajar. Intisari dari PP tersebut adalah Pemerintah menjamin warga Negara untuk mendapatkan hak pendidikan dari tingkat SD/MI sederajat sampai dengan SMP/MTs sederajat, atau bisa dikenal dengan program Wajib Belajar 9 Tahun.

Upaya pemerintahan Jokowi-JK untuk meningkatkan partisipasi sekolah yaitu dengan Program Indonesia Pintar (PIP), yang salah satu produknya adalah Kartu Indonesia Pintar (KIP).

PIP bertujuan untuk meningkatkan akses bagi anak usia 6 sampai 21 tahun untuk mendapatkan layanan pendidikan sampai tamat satuan pendidikan menengah dengan meringankan biaya personal pendidikan.

Pelaksanaan program ini diharapkan bisa mencegah peserta didik dari kemungkinan putus sekolah serta bagi yang sudah putus sekolah bisa kembali mendapatkan layanan pendidikan melalui pendidikan non formal seperti Kejar Paket, Balai Latihan Kerja, Lembaga Kursus dan Pelatihan, atau lembaga non formal lainnya. Jadi sasaran PIP adalah masyarakat yang tidak mampu.

.

41

9. Otonomi Daerah, Apa yang Masih Kurang?

Salah satu produk paling kentara yang menandakan transformasi Era Orde Baru menjadi Era Reformasi adalah dengan dikeluarkannya UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Dengan dikeluarkannya dua produk hukum tersebut, Indonesia memasuki era baru di mana seluruh elemen masyarakatnya dituntut untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan dalam keadaan yang tidak kondusif: timbulnya aksi separatisme dan tingkat kemiskinan yang tinggi paska krisis moneter. Hal tersebut belum termasuk tantangan geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang luas dan kondisi sosial-ekonomi juga kebudayaan yang beragam. Sehingga, bisa dikatakan otonomi daerah merupakan rencana yang terlampau ambisius sebagai upaya kestabilan politik di daerah-daerah. Setelah lebih dari 17 tahun otonomi daerah diimplementasikan, telah banyak upaya tarik ulur otonomi daerah. Pertanyaan dari setiap kebijakan baru dikeluarkan selalu sama: masih perlukah kita meneruskan sistem ini?

Upaya Penyebaran Kekuasaan atau Pingpong Kewenangan Secara fundamental otonomi yang berasal dari kata autonomy oleh Aristoteles diartikan sebagai self-sufficient (memenuhi kebutuhan sendiri) dan memiliki prasyarat memiliki greatsouled man dan tidak memiliki ketergantungan pada pengaruh eksternal. Tapi dalam praktiknya, tentu setiap hal-hal yang dipilih ‘dipengaruhi oleh kondisi eksternal’. Maka artian yang lebih luas dan dapat dipergunakan adalah otonomi sebagai self-rule atau memiliki otoritas untuk menentukan pilihan sendiri sehingga ia mampu menggali potensi dan membuat keputusan paling bermanfaat (May, 1994). Definisi inilah yang kemudian digunakan dalam merumuskan kondisi ideal otonomi daerah. Seharusnya, untuk mencapai kondisi utopis tersebut, tentu perlu perencanaan mendetail dan sistematis. Tapi sayangnya, hingga tahun 2002 bahkan belum ada pendefinisian dan pembagian tugas pokok dan fungsi yang jelas antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat (Firman, 2003). Tidak ada masa transisi dari pemerintahan sentralistik menjadi pemerintahan desentralistik dengan suatu checkpoint dimana pemerintah daerah mampu mencapai prekondisi desentralistik.

Kini, kebijakan legal dalam mengatur pemerintahan daerah telah berganti dua kali setelah pertama kali diimplementasikan lewat 95

A, Dimas. (2015, April). Jakarta vs Bekasi, begini kisruh sampah Bantargang dari masa ke masa, detik.com.

Retrieved 5 17, 2018 from

UU 22/1999. Pertama dengan UU 32/2004 dan kini UU 23/2014. Perubahan dari Era Suharto ke Era Reformasi adalah pembagian kewenangan pusat dan daerah. Daerah diberikan kewenangan lebih untuk mengelola daerahnya. Sehingga fungsi pemerintah dalam memberikan pelayanan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat diatasi lebih efektif dan efisien. Dalam kenyataannya, antar pemerintah daerah tidak memiliki kehendak untuk melakukan kerjasama untuk kepentingan publik. Misalnya permasalahan sampah yang melanda Jakarta dan Bekasi terkait TPA Bantargebang95.

Beberapa kabupaten di Jawa menolak untuk bekerjasama dengan daerah sekitarnya untuk menyediakan supply air bersih yang lebih efektif dan efisien, dengan meminta biaya yang sangat besar dimana konsumen terkonsentrasi. Demikian pula untuk masalah limbah dan penanggulangan banjir. Dalam kasus-kasus yang melibatkan antar kota/kabupaten, seharusnya provinsi mengambil alih. Tetapi kini kewenangan tersebut menjadi semakin lemah dan tidak terlalu dihiraukan.

Anggaran Daerah Tidak Efisien, Rakyat Merugi Terdapat tiga jenis otonomi daerah. Otonomi dalam hal politik (melalui pilkada); dalam hal administrasi (perluasan kewenangan, pengelolaan PNS daerah, dan pemekaran wilayah); juga dalam hal fiskal (adanya alokasi https://news.detik.com/berita/3060998/jakartavs-bekasi-begini-kisruh-sampah-bantargebang-darimasa-ke-masa

42

daerah dan peningkatan kewenangan daerah dalam memungut pajak/ local taxing power).

Dalam hal fiskal, dengan diberlakukannya UU 25/1999 terjadi perubahan mendasar atas pola hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dengan dialokasikannya dana perimbangan untuk setiap daerah dan dana otonomi khusus untuk beberapa daerah.

Pelaksanaan Utama dalam pelimpahan kewenangan adalah money follow function.

Sehingga, penyelenggaraan urusan pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi di danai melalui APBD dan penyelenggaraan urusan pemerintah pusat dalam rangka dekonsentrasi dan/ atau tugas pembantuan (Dekon/TP) didanai melalui APBN. Pada tahun 2015, World Bank bekerja sama dengan Kementerian Keuangan melakukan evaluasi terhadap efisiensi keuangan. Hasilnya disebutkan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU) yang diberikan kepada daerah secara riil tidak digunakan sepenuhnya untuk pembiayaan pelayanan publik di daerah. Hal ini terjadi karena sebagian besar DAU digunakan untuk mendanai belanja pegawai sehingga peranan dari DAU dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat berkurang. Pun ketika belanja pegawai dikurangi, tidak mempunyai pangaruh signifikan terhadap indikator pelayanan publik.

Padahal, DAU merupakan dana terbesar yang diberikan kepada daerah (Gambar 2). Terdapat pula masalah perspektif dalam mengalokasikan DAU. Pemerintah pusat menganggap DAU sebagai mekanisme untuk balancing interregional revenue. Sehingga seharusnya DAU dilihat sebagai bagian dari equalisation grant bersamaan dengan pendapatan SDA dan pembagian bahak, sedangkan daerah melihat DAU sebagai sumber pendapatan yang jumlahnya harus seminimalnya sama dengan tahun sebelumnya, terlepas dari sumber lain.

daerah kurang tepat dalam memprioritaskan pelayanan publik. Tapi Dekon/TP per kapita yang memiliki pengaruh signifikan terhadap PDRB. Seperti yang telah disebutkan, dana ini merupakan dana yang berasal dari APBN untuk menyelenggarakan proyek nasional. Tapi berdasarkan perhitungan dari laporan ini, meskipun Dekon/TP menyumbang paa pertumbuhan ekonomi, dana ini sekaligus memperburuk ketimpangan.

Jenis dana yang secara konsisten memberikan beberapa pelayanan publik adalah Dana Alokasi Khusus (DAK), yang dimungkinkan karena peruntukannya yang earmarked. Jika dilihat (Gambar 1) daerah masih sangat bergantung pada dana transfer daerah. Hanya 14% pendapatan daerah berasal dari PAD dan pendapatan lainnya. Berdasarkan premispremis di atas, dapat disimpulkan bahwa pemerintah daerah belum cukup mampu untuk mengelola keuangan daerah dan melakukan pelayanan publik, bahkan dalam taraf minimal.

Gambar 9. 1 Perkembangan Komposisi Total Pendapatan Daerah untuk Seluruh Kabupaten/ Kota di Indonesi 1996-200896

Di luar DAU, terdapat dana Dekon/TAPI. Dana ini juga tidak mempunyai hubungan positif terhadap pelayanan dasar karena pemerintah 96

Sumber dari SIKD, Kementerian Keuangan. Nilai merupakan nilai riil, 2007=100. Nilai 2008 merupakan nilai anggaran.

43

Gambar 9. 2 Perkembangan Komponen Dana Perimbangan Seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia 2001-200997

Jika dilihat dari fakta-fakta di atas, daerah perlu mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sampai seminimalnya menutupi pengeluaran untuk belanja pegawai. Menurut UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah, PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan (Laba Badan Usaha Milik Daerah) dan pendapatan lain-lain yang sah. Pemerintah daerah perlu untuk menyadari pentingnya pengelolaan pendapatan daerah, kemudian memastikan mekanisme pemungutan pendapatan daerah, pengarsipan dan evaluasi yang terus dilakukan agar pemerintah daerah terus mengurangi ketergantungan terhadap transfer daerah. Tetapi, meskipun PAD harus dioptimalkan, tidak dibenarkan pemerintah daerah untuk melakukan tindakan diluar prosedur. Seperti melegalkan investasi seperti pembangunan dengan dampak tinggi terhadap sosial lingkungan seperti apartemen, mall, dan pabrik. Banyak kasus pembangunan dimana pemerintah daerah telah melegalkan (memberikan izin) padahal belum melalui uji kelayakan yang ada demi mendapatkan PAD yang lebih tinggi. Padahal, dampak lingkungan dan sosial jauh lebih besar bila diperhitungkan lebih cermat.

hanya akan menunggu waktu. Tapi waktu yang ditunggu itu tidak kunjung datang. Telah banyak lembaga atau publikasi yang menyatakan ketimpangan Indonesia telah mencapai tingkat tertinggi. Pada tahun 2002, 10% warga terkaya Indonesia mengonsumsi sama banyaknya dengan total 42% warga termiskin dan meningkat pada tahun 2014 menjadi 54% warga termiskin. Dari (Gambar 3) dapat dilihat bahwa meskipun jumlah masyarakat miskin cenderung berkurang.

Namun laju penurunan kemiskinan terus melambat (Gambar 4). Kelas konsumen sebanyak 18% (45 juta) memang menikmati kualitas kehidupan lebih baik, tapi ia meninggalkan 205 juta tertinggal di belakang.

Perubahan pola dalam tata kelola pemerintah daerah ternyata hanya mengubah pola disparitas secara spasial. Sebelum krisis ekonomi, karakteristik ketimpangan di Indonesia adalah antara Pulau Jawa dan pulau luar Jawa. Dimana industri, termasuk investasi pemerintah dan pembangunan infrastruktur terkonsentrasi di Pulau Jawa. Saat ini, mengubah pola disparitas antara Jakarta dan provinsi yang kaya akan sumber daya alam, dengan daerah lain. Jika dimasa lalu disparitas mencerminkan bias dalam praktik spasial kementerian pusat, saat ini diperparah dengan pemerintah daerah yang lebih menyukai bias belanja pemerintahan untuk keuntungan mereka sendiri tanpa mempertimbangkan implikasi spasial yang lebih luas. Sehingga, sulit untuk mendorong kerja sama antar kabupaten/kota maupun provinsi untuk kebaikan bersama antar daerah.

Gambar 9. 3 Koefisien Gini (angka) dan Tingkat Kemiskinan Nasional (persen) 1980-201498

Otonomi Daerah dan Disparitas Daerah Harapan terbesar dalam otonomi daerah adalah melakukan pemerataan ekonomi di Indonesia. Banyak yang mengatakan impian 97

Sumber dari SIKD, Kementerian Keuangan. Nilai merupakan nilai riil, 2007=100 dan proporsi DBH merupakan proporsi total DBH. 98 Sumber dari BPS, Susenas, dan kalkulasi Bank Dunia. Catatan: Rasio Gini konsumsi nasional. Garis

kemiskinan nasional diubah pada tahun 1998, dan angka tahun 1996 dihitung menggunakan metode baru sekaligus lama.

44

Gambar 9. 4 Pembagian Populasi Berdasarkan Kelas (persen) 2002-201499

Masih Perlukah Kita Terus Menerapkan Otonomi Daerah?

Otonomi daerah memang telah meningkatkan kesadaran para pemangku kepentingan ditingkat daerah untuk mau dan dituntut untuk mampu melihat persoalan daerah masingmasing. Terdapat optimisme bahwa otonomi daerah mampu menyelesaikan permasalahan mikro dan meningkatkan derajat hidup mayarakat. Tetapi setelah 17 tahun dilaksanakan, agregat kinerja pemerintah daerah menimbulkan raport buruk: banyaknya kasus korupsi di tingkat daerah, pemerintah

99

Sumber Susenas dan kalkulasi Bank Dunia. Orang miskin berada di bawah garis kemiskinan nasional sekitar Rp 300.000 per orang per bulan. Orang yang rentan punya kemungkinan lebih dari 10% untuk menjadi miskin di tahun berikutnya dan berada di bawah 1,5 kali garis kemiskinan. Kelas konsumen mapan secara ekonomi, dengan kemungkinan kurang dari 10 persen untuk menjadi miskin atau

daerah yang melakukan penyelewengan wewenang, buruknya pengelolaan fiskal, dan rendahnya pelayanan publik.

Ketika pemerintah menggelontorkan uang Dekon/TP pun ternyata menimbulkan ketimpangan ekonomi di masyarakat. Sehingga sistem sentralistik bukan pula jawaban langsung atas permasalahan ini. Pada masa ini, telah dikeluarkannya UU Desa yang menarik partisipasi publik yang lebih masif dalam skala lingkungan.

1.

Dalam tujuan daerah untuk mensejahterakan masyarakat, otonomi daerah perlu memperbaiki sistem dan pembagian kewenangan yang jelas antara pemerintah pusat dan daerah (provinsi, kabupaten/kota, dan desa).

2.

Mengoptimalkan sumber pendapatan selain transfer dari nasional.

rentan pada tahun berikutnya, dan mengonsumsi lebih dari Rp 1 juta per orang per bulan. Kelas konsumen yang berkembang aman dari kemiskinan tapi tidak dari kerentanan, dan berada di antara garis kerentanan dan kemapanan ekonomi. Lihat laporan Bank Dunia (2015a) untuk detail lebih lanjut.

45

10. Kedaulatan Pangan Indonesia Kedaulatan pangan (food sovereignity) diartikan sebagai “pemenuhan ha katas pangan yang berkualitas gizi baik dan sesuai secara budaya, diproduksi dengan sistem pertanian berkelanjutan dan ramah lingkunan” (Henry Saragih, 2011). Kedaulatan pangan juga diartikan sebagai “hak setiap bangsa dan setiap rakyat untuk memproduksi pangan secara mandiri dan hal untuk menetapakan sistem pertanian, peternakan, dan perikanan tanpa adanya sub ordinasi dan kekuatan pasar internasional” (SPI, 2013) Definisi di atas menghantarkan kita kepada suatu kondisi ideal yang paling mendasar untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Pangan memiliki peranan yang strategis karena dapat memengaruhi kondisi sosial, ekonomi, dan politik suatu negara. Beberapa negara di Afrika mengalami konflik berkepanjangan karena kurangnya pasokan pangan dan menghasilkan krisis berkepanjangan100.

Organisasi Pangan dan Agrikultur PBB menjelaskan bahwa kelaparan dan kemiskinan lebih banyak memberi krisis di dunia jika dibandingkan dengan bencana alam. Negara memiliki peran utama dalam memastikan pangan yang berkelanjutan.

Dalam UUD 1945 melalui pasal 33 ayat 3 berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Perintah landasan negara ini mewajibkan negara mengupayakan terpenuhinya kebutuhan pangan bagi penduduk. Penjelasan mengenai ketahanan pangan dijelaskan lebih lanjut dalam UU 41 tahun 2009 bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Lantas bagaimana kondisi pangan di Indonesia, apakah semenjak terjadinya reformasi 20 tahun lalu Indonesia sudah menjadi negara yang berdaulat pangan atau sebaliknya? Berikut beberapa poin yang bisa disorot dari kondisi perpanganan Indonesia dari mulai reformasi hingga saat ini.

Impor Pangan, Kapan Bisa Swasembada?

Selama kurun waktu 1983-2016 pola perkembangan ekspor impor beras di Indonesia berfluktuasi cukup tajam dengan volume impor cenderung lebih tinggi daripada volume ekspornya. Hal ini dapat dilihat dari neraca perdagangan beras di Indonesia yang cenderung negatif. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 1 dan Gambar 2. Semenjak tahun 2006 Indonesia masih belum dapat bangkit dari ketergantungan akan impor pangan dan menunjukkan gejala fluktuatif dengan impor selalu tinggi.

Gambar 10. 1 Perkembangan Volume Ekspor Impor Beras di Indonesia 1983-2016 (ton)

Gambar 10. 2 Perkembangan Nilai Ekspor di Indonesia 1983-2013 (000 US$)

100

https://www.cnnindonesia.com/internasional/20140911101533-106-3025/kekurangan-pangan-bisasebabkan-konflik

46

Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Keuangan (BPK)101 pada tahun 2017 menyatakan bahwa ada kesalahan dalam pengelolaan impor ekspor pangan oleh pemerintah itu sendiri yang berfokus pada Kementrian Perdagangan. Bahwa dalam memutuskan impor pangan tidak melalui rekomendasi dari Kementrian Pertanian yang berakibat pada meruginya para petani dan pangan lokal102.

Data Pangan Tidak Sinkron Pemerintah dan Bulog sering kali mengalami perbedaan pendapat terkait impor pangan.

Pemicunya adalah perbedaan data yang dimiliki pemerintah dan Bulog terkait impor pangan. Pemicunya adalah perbedaan data yang dimiliki menyebabkan timbulnya estimasi berlebih akan kebutuhan pangan yang tidak sesai dengan kebutuhan pangan sebenarnya terutama beras.

Untuk estimasi produksi pada sendiri dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementrian Pertanian. Angka produksi adalah perkalian data produktivitas (ton/hectare) dengan luas panen (hectare). Data produktivitas adalah aproksimasi sampel lahan petani 2.5 meter x 2.5 meter (ubinan) yang dilakukan pe petugas lapangan BPD dengan cabang dinas pertanian tanaman pangan.

Namun kenyatannya data luas panen ini tidak diukur secara langsung tetapi dengan metode kira-kira sejauh mata memandang (eye estimate). Guru Besar Teknologi Pertanian UGM, Sigit Supadmo menyatakan bahwa tidak kunjung jelasnya sistem pendataan produksi pertanian di Indonesia dapat disebabkan oleh kepentingan politik yang mempermainkan data produki pertanian103 Peran Bulog Belum Optimal Sejak IMF (International Monetary Fund), status Bulog diubah dari LKND (Lembaga Kementerian Non-Departemen) menjadi BUMN dengan status badan hukum Perum (Perusahaan Umum). IMF juga meminta 101

https://indonesiana.tempo.co/read/126080/201 8/04/21/rmaulanasidik55/indonesia-negeriagraris-yang-masih-impor-pangan 102 https://bisnis.tempo.co/read/666819/pengamat -impor-beras-rugikan-petani-dan-ekonomi-nasional

pemerintah memangkas fungsi Bulog yang memiliki peran penuh pada pengaturan harga pangan agar dilepas sesuai dengan mekanisme pasar. Pada saat itu, IMF juga meminta Bulog tidak mengatur pangan Lainnya seperti gandum, jagung dan kedelai. Mulai saat itu, Bulog (atas permintaan IMF) dilarang mengendalikan harga pangan, kecuali beras.

Peran Bulog yang berkurang karena intervensi Dana Moneter Internasional (IMF) sebagai bagian dari persyaratan pengucuran utang untuk mengatasi krisis keuangan pada tahun 1998.

Mulai saat itu juga, pemerintah melepas kontrol stok maupun harga sejumlah produk pangan strategis, seperti daging, jagung, kedelai, susu, bawang merah, hortikultura, dll.

Proteksi pemerintah terhadap masuknya bahan-bahan pangan ini dari negara lain (impor) juga semakin berkurang.

Oleh sebab itu, pemerintah perlu merevitalisasi peran Bulog yang saat ini terbatas sebagai katalisator harga pangan serta kebijakan ekspor dan impor. Jika peran Bulog tidak diubah akibatnya Indonesia sulit mewujudkan industrialisasi di sektor pertanian. Padahal, kebergantungan sebagian masyarakat pada pangan terutama beras sangat tinggi. Pemosisian Bulog yang belum pasti untuk berbisnis atau sebagai public service dinilai menjadi salah satu akar permasalahan mengapa pengendalian harga beras belum optimal.

Involusi Pertanian (Semakin menyusutnya orang yang ingin menjadi petani) Pada tahun 1963, tokoh antropolog dunia, Cliffor Geertz mengungkapkan temuannya tentang involusi atau kemunduran pertanian di Indonesia. Involusi itu bercerita tentang kiang tak seimbangnya antara luas lahan pertanian dengan jumlah petani yang mengerjakan.

Pusat Data dan Sistem Indormasi PertanianKementrian Pertanian104 menyatakan bahwa menurunnya jumlah penduduk yang ingin 103

http://www.koran-jakarta.com/data-lemah-pertanian-indonesia-terus-mundur/ 104 http://pusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcp uk/gambar/file/Analisis_Penduduk_dan_Kemiskina n_2013.pdf

47

Bertani diakibatkan oleh pekerjaan Bertani yang tidak dapat mensejahterakan kehidupan sehingga beralih ke sektor lainnya105.

Berdasarkan data yang dirilis oleh BPS dalam Sensus Pertanian 2013 didapatkan bahwa dari 26.14 juta rumah tangga pertanian sebagian besar hidup di bawah garis kemiskinan.

Pendapatan yang tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari ini menyebabkan banyak petani yang beralih profesi ke sektor perdagangan, kuli bangunan, ataupun buruh migran yang memiliki pendapatan jangka pendek yang mencukupi106. Jika buruh memiliki upah minimum yang dapat menjamin pendapatannya, berbeda dengan petani yang sangat harus menggantungkan hidupnya terhadap produksi hasil tani.

Gambar 10. 3 Peta Persebaran Sawah Produktivitas Tinggi dan Rendah tahun 2015

Gambar 10. 4 Peta Persebaran Alih Fungsi Lahan Tinggi dan Rendah tahun 2015

Terdapat kecenderungan bahwa sektor pertanian dan sektor industry jasa saling terpisah, sektor industry dan jasa yang diharapkan dapat memberikan daya tarik ke pertanian tidak terjadi107. Sektor jasa dan industri padat modal tumbuh menjulang tapi tak tersambung dengan sektor pertanian.

Sektor industri dan jasa itu tumbuh ditopang oleh input impor sehingga tidak dapat menyeret kemajuan di sektor tradisional.

Alih Fungsi Lahan Pertanian Secara BesarBesaran Pada tahun 2015 berdasarkan data BPS didapatkan bahwa Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah merupakan provinsi dengan produksi padi terbesar. Secara proporsional pada tahun 2015 Pulau Jawa memberikan sumbangsih 50.1% produksi beras nasional. Ini menunjukkan produksi padi yang masih belum menyebar secara menyeluruh di kepulauan di Indonesia. Hal ini menjadi masalah besar dikarenakan banyaknya pembangunan yang terjadi di Pulau Jawa. Berikut adalah peta persebaran lahan sawah dengan produktivitas tinggi dan lahan dengan alih fungsi tinggi :

105

https://www.merdeka.com/uang/upah-rendahburuh-tani-banyak-beralih-jadi-buruhbangunan.html 106 Faisal, H. N. (2014). Pengaruh Latar Belakang Petani Beralih Profesi Mata Pencaharian Menjadi

Kedua gambar di atas menunjukkan bahwa lahan yang memiliki potensi produktivitas tinggi sebagai kawasan pertanian mengalami proses alih fungsi lahan yang tinggi. Hal ini tidak hanya terjadi di Pulau Jawa tetapi juga terjadi di seluruh Indonesia, alih fungsi lahan menjadi lahan non-pertanian hingga tahun 2015 mencapai 156.198 hektar (itupun baru provinsi sampel yang teridentifikasi) melalui table berikut :

Buruh Migran (TKI/TKW). Universitas Tulungagung Bonorowo, Vol 1 No. 2. 35-43 107 http://www.transformasi.org/id/pusatkajian/berita/umum/114-agrikultura/353melawan-involusi-pertanian

48

Tabel 10. 1 Laju Konversi Lahan 2000-2015 di Sembilan Provinsi Sentra Produksi Padi

Pemerintah sebenarnya telah melakukan beberapa langkah untuk memastikan keberlanjutan lahan pertanian dengan mengeluarkan UU No. 41 Tahun 2009 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Berdasarkan buku Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B yang dikeluarkan oleh Kementrian Bappenas dijabarkan bahwa masih terdapat hambatan dalam pengembangan, pemanfatan, dan pembinaan sampai dengan sanksi yang belum diterpakan dengan baik sehingga alih fungsi lahan masih belum terkendali dengan sebagai mana mestinya.

Diversifikasi Pangan Beras merupakan makanan pokok yang umumnya dikonsumsi dalam bentuk bulir yang tidak begitu banyak mengalami proses.

Memroses beras menjadi barang bernilai tambah dapat mengurangi pasokan beras yang umumnya banyak diinginkan dalam bentuk bulir. Oleh karena itu, salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi beras di hilir adalah dengan memanfaatkan limbah dari beras.

Beras merupakan komoditas yang umumnya dikonsumsi secara langsung oleh masyarakat dalam bentuk nasi. Oleh karena itu, pemanfaatan beras sebagai bahan baku untuk pembuatan produk pangan lain seperti roti, mie, dan tepung justru akan menambah permintaan beras. Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman, Rifa Naufalin menyatakan bahwa dalam 10-15 tahun mendatang Indonesia diperkirakan akan mengalami kerawanan pangan jika konsumsi masyarakat hanya bergantung pada beras.

Dalam UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan telah ditegaskan bahwa yang dimaksud

dengan penganekaragaman pangan adalah upaya peningkatan ketersediaan dan konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan berbasis pada potensi sumber daya lokal.

Ketersediaan dan konsumsi pangan yang beragam menggambarkan bahwa pangan yang tersedia bukan hanya beras, tapi juga komoditas pangan lain seperti jagung, ubi kayu maupun pangan lokal lainnya.

Salah satu ukuran kuantitatif yang menunjukkan tingkat kemantapan ketahanan pangan adalah Food Security Ratio (FSR) yang merupakan perbandingan antara cadangan pangan domestik terhadap tingkat pengunaan domestik. FSR minimal yang diperlukan untuk mencapai status baik adalag 20% (setara kebutuhan pangan 10 minggu). Jika FSR ini terfokus pada salah satu jenis pangan yaitu beras maka saat ini Indoneia baru mencapai 4,38%. Oleh sebab itu, untuk mencapai FSR 20% akan sangat realistis untuk mendorong diversifikasi berbasis pangan lokal. Namun saat ini terdapat kecenderungan pergeseran konsumsi pangan lokal.

Sedikitnya terdapatnya dua kesalahan dengan bergesernya pangan pokok lokal, yaitu rendahnya perhatian terhadap pengembangan pangan lokal, tingginya ketergantungan terhadap bahan pangan impor.

Untuk mencapai kemandirian pangan, diperlukan strategi pemenuhan kebutuhan pangan yang beragam yang bahan bakunya berasal dari dalam negeri, baik sebagai bahan diversifikasi pangan yang paling mendasar, maupun sebagai bahan baku usaha pengolahan. Menurut Elizabeth (2007) dalam pencapaian diversifikasi dan kemandirian pangan, diperlukan pula perangkat kebijakan yang memadai, teknologi dan informasi yang dibutuhkan, dan difungsikannya lembaga pendukung lainnya seperti penyuluhan dan pemasaran.

Sebenarnya pemerintah sudah melaukan upaya-upaya khusus untuk menanggapi ketahanan pangan ini. Selain dilahirkan Dewan Ketahanan Pangan melalui Peraturan Presiden No. 83 Tahun 2006, Pemerintah pun telah menerbitkan Peraturan Prediden No. 22 Tahun 2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Pangan Berbasis Sumber 49

Daya Lokal. Namun komitmen ini perlu kita pertanyakan kembali sudah sejauh apa pengimplementasiannya, terutama sudah hampir 10 tahun peraturan tersebut diberlakukan dengan masih tingginya impor beras untuk konsumsi di Indonesia.

Tabel 10. 2 Persentasi Hasil Penyusutan Produksi Panen di Indonesia tahun 2014

Penyusutan Produksi Pasca Panen Masih Tinggi Permasalahan terpenuhinya kebutuhan hasil pertanian tidak hanya berkisar kepada hasil produksi saja, tetapi juga pengolahan pasca panen. Kehilangan hasil produksi pertanian bisa hilang dalam beberapa tahapn, mulai dari proses panen, pengeringan, penyimpanan, hingga penggilingan. Jika tidak disertai dengan teknologi yang baik maka hasil produksi dapat terbuang dengan sia-sia. Perlu diketahui bahwa kehilangan produksi panen beras dapat mencapai 11%-13%, angka tersebut merupakan proporsi yang cukup besar. Berikut merupakan hasil penyusutan yang terjadi pada setiap tahapan :

Dapat dilihat bahwa kondisi pengolahan hasil tani yang kurang baik terjadi mulai dari masa panen hingga kepada pengangkutan. Jika hal ini diantisipasi dengan baik, maka dapat memberikan jumlah produksi yang lebih tinggi juga.

50

11. Ketahanan Energi Indonesia Tak terasa momentum reformasi telah bergulir 20 tahun, namun, perubahan drastis apa yang bisa dirasakan pada negeri ini dalam kacamata energi dengan sudut pandang seorang pembelajar mahasiswa ? Energi merupakan elemen penting dalam keberlanjutan dan kemandirian suatu bangsa.

Terutama energi fosil yang terdiri dari minyak dan gas bumi (migas) yang masih menjadi mayoritas pasokan energi di Indonesia.

Hingga tahun 2018 tepatnya momen 20 tahun reformasi ini, Indonesia masih belum mandiri dalam bidang energi. Ketergantungan impor masih mendominasi dunia migas Indonesia. Walaupun memang dengan penerapan impor ini, konsumsi migas Indonesia akan lebih aman dalam keberjalanannya.

Namun, tak elok dipandang juga, ketika migas nasional masih saja bergantung pada negara lain, kapan lagi kita akan mencoba menjadi negara berdikari energi.

Arah Kebijakan Energi Nasional Melihat dari sudut pandang arah Kebijakan Energi Nasional, Pemerintah sebenarnya telah mengundangkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional yang bertujuan untuk menjamin keamanan pasokan energi dalam negeri. Beberapa sasaran kebijakan yang secara rinci diatur dalam Perpres tersebut adalah pada tahun 2025 terwujudnya elastisitas energi di bawah 1 dan pengurangan porsi BBM dalam komposisi energi primer hingga 20% dan optimalisasi bahan bakar batubara dan gas masing-masing lebih dari 33% dan 30%, serta sisanya dengan menumbuhkan sumber energi baru terbarukan (EBT). Untuk mencapai sasaran tersebut, terdapat dua kebijakan, yaitu (i) kebijakan utama yang mengatur penyediaan, pemanfaatan, kebijakan harga dan konservasi alam; dan (ii) kebijakan pendukung, yang mengarah kepada pengembangan infrastruktur, kemitraan pemerintah dan swasta, serta pemberdayaan masyarakat.

Bila dilihat lebih lanjut, arah kebijakan energi nasional yang tertuang dalam Perpres No. 5/2006 adalah untuk mengoptimalkan penggunaan energi primer yang memiliki cadangan potensial dan menurunkan ketergantungan terhadap BBM.108 Dengan kecenderungan menipisnya cadangan minyak bumi dan menurunnya produksi minyak mentah, kondisi ketahanan energi minyak

semakin rentan. Kerentanan atas produksi minyak juga terlihat dari terbatasnya kapasitas kilang minyak domestik dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri. Komposisi BBM dalam bauran energi nasional stabil sangat tinggi, mencapai 50%-60% sepanjang tahun 2000 hingga 2005. Dengan dikeluarkannya kebijakan energi nasional dalam Perpres No. 5/2006 tersebut, diharapkan Pemerintah dapat menyusun langkah-langkah strategis dan teknis untuk mengurangi porsi BBM dalam komposisi energy mix secara bertahap. Apabila kebijakan tersebut berjalan dengan baik, publik akan merasakan dampaknya berupa pengurangan ketergantungan terhadap minyak.

Sepanjang kurun waktu 2006 hingga 2010, komposisi minyak sedikit menurun dari 51,3% menjadi 47,1% atau turun sekitar 1% per tahun. Namun tren penurunan porsi minyak tersebut hanya bersifat sementara dan kembali meningkat di tahun 2011 menjadi 47,7% dari energy mix nasional. Kondisi ini mengindikasikan langkah-langkah yang ditempuh oleh Pemerintah tidak berjalan efektif dan meningkatnya risiko ketahanan energi. Di tengah tingginya harga minyak dunia dan fluktuasi nilai tukar rupiah yang cenderung meningkat, penyediaan energi nasional melalui BBM jelas beresiko. Risiko yang paling utama adalah kelangkaan BBM di tengah masyarakat akibat kuota dan nilai subsidi BBM dalam APBN telah terlampaui. EBT Gas

108

International Energy Agency. Energy security. http://www.iea.org/topics/energysecurity/

51

Batubara Minyak Salah satu target Perpres No. 5/2006 yang juga belum terlihat implementasinya adalah penyesuaian harga BBM menuju tingkat keekonomiannya. Dapat dikatakan bahwa kebijakan harga premium dan solar hanya bersifat responsif, yaitu disesuaikan ketika realisasi subsidi minyak jauh melampaui alokasi di APBN. Pemerintah diharapkan dapat menerbitkan beberapa aturan untuk memanfaatkan sumber energi yang cadangannya lebih besar daripada minyak yang dapat meredam ketergantungan terhadap BBM. Untuk itu, optimalisasi penggunaan energi primer yang cadangannya relatif masih besar seperti bahan bakar gas dan batubara diharapkan dapat mengurangi ketergantungan impor BBM sekaligus menurunkan biaya konsumsi energi dan meringankan belanja negara untuk subsidi energi.

Batubara merupakan sumber energi yang cadangannya relatif cukup besar. Berdasarkan data Kementerian ESDM, cadangan batubara diperkirakan sekitar 21 milyar ton, sementara produksinya mencapai 353 ribu ton sepanjang tahun 2011. Kurang lebih 77% produksi batubara tersebut diekspor ke luar negeri.

Berdasarkan data tersebut, potensi batubara cukup besar untuk ditingkatkan dalam bauran energi nasional mengingat perbandingan antara cadangan dengan produksi batubara mencapai puluhan ribu kali lipat. Selain batubara, gas juga merupakan energi yang memiliki cadangan yang potensial untuk dikembangkan. Total cadangan gas alam yang dimiliki Indonesia mencapai 150,7 TCF, sedangkan produksi di tahun 2012 sebanyak 3,1 juta MMSCF dan sekitar 43% produksi gas alam tersebut diekspor ke luar negeri.

Pemerintah juga telah memberikan perhatian terhadap energi terbarukan sebagai sumber energi alternatif dalam Perpres No. 5/2006.

Komposisi panas bumi dalam bauran energi nasional ditargetkan meningkat hingga mencapai 17% pada tahun 2025 begitu juga dengan energi terbarukan lainnya seperti biomasa, nuklir, tenaga surya dan tenaga angin. Optimalisasi energi terbarukan dianggap langkah strategis karena setidaknya ada dua argumen utama. Pertama, dari sisi

sumber daya, potensi panas bumi Indonesia cukup besar yaitu mencapai 29.038 GWe dan yang dikembangkan baru sebesar 1.226 WW, sehingga masih ada potensi yang cukup besar untuk pengembangan energi panas bumi untuk kelistrikan nasional. Sedangkan potensi tenaga air diperkirakan sekitar 75.000 MW dengan kapasitas PLTA terpasang 5.711 MW. Selain itu, masih banyak potensi EBT yang lain, seperti: tenaga angin (bayu), bioenergi, dan tenaga surya. Kedua, energi terbarukan memiliki karakteristik khusus yang tidak dimiliki oleh energi fosil, yaitu dapat dihasilkan secara alamiah secara terus menerus sehingga risiko akan hilangnya sumber energi sangatlah kecil dan time frame untuk pengembangannya bisa tak terbatas. Implementasi Kebijakan Berdasarkan data Kementerian ESDM, selama ini bauran energi nasional memang didominasi oleh penggunaan BBM sebagai sumber energi primer utama.

Pengelolaan Dari Hulu Ke Hilir Migas Nasional Momentum 20 tahun reformasi, dapat menjadi titik tolak sekaligus refleksi Indonesia dalam bidang energi. Dilihat dari kacamata energi, dalam rentang 20 tahun kebelakang, timbul banyak catatan baru mengenai keberlanjutan dunia migas nasional. Mulai dari terbitnya UU Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang mana sekarang menjadi kontroversi mengenai eksistensinya karena dianggap tidak sesuai dengan amanat UUD 1945 sehingga dilakukan revisi yang diusulkan di tahun 2012, Berubahnya Indonesia menjadi negara net importer minyak sejak tahun 2004, dan adanya aturan bagi hasil baru dalam migas nasional yaitu Gross Split yang menggantikan PSC. Sedangkan untuk bagian hilir bisa direfleksi mengenai gonjangganjing nya harga BBM. Kesimpulan kasar yang bisa diambil adalah menurunnya ketahanan energi nasional terutama bagian hulu terbukti Indonesia belum bisa memenuhi kebutuhan energi nasional secara mandiri dan kurang komitmennya pemerintah dalam kebijkan bagian hilir migas seperti penentuan harga BBM. Berikut digolongkan catatan-catatan penting dan disisipkan pernyataan sikap dari 52

mahasiswa dalam 20 tahun reformasi bangsa Indonesia dalam bidang hulu dan hilir migas :

A.Hulu Migas Nasional 1.

Dikeluarkannya UU Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) resmi dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa, 13 November 2012. Pembubaran tersebut dikarenakan fungsi dari BP Migas dalam UU No. 22 tahun 2001 dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak memiliki hukum yang mengikat. Demi mengatasi kevakuman posisi BP Migas, maka pemerintah membentuk Satuan Kerja Sementara Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SK Migas) melalui Perpres No. 95 tahun 2012. Seiring berjalan waktu, terbentuklah regulasi baru melalui Perpres No. 9 tahun 2013 sebagai langkah untuk “pemantapan� peraturan sebelumnya yaitu adanya Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

Dengan alih-alih kurang sesuainya beberapa poin di UU Nomor 22 tahun 2001 ini dengan amanat di UUD 1945, telah menjadi alasan utama pemerintah untuk melakukan revisi UU ini. Dasar dalam melakukan revisi ini tidak lain adalah Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 mengenai cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara. Ditambah dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 mengenai Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Sama seperti rancangan revisi UU Migas ini yang banyak mengalami permasalahan dan kontroversi dari awal pengusulan hingga memasuki tahun-tahun politik ini. Kini, RUU Migas telah sampai di tahap harmonisasi di Badan Legislasi DPR, namun, banyak hambatan yang terjadi seperti perbedaan definisi BUK dari Komisi VI DPR dan Komisi VII DPR. Hal ini membuat ketidaksepahaman yang berlarutlarut. Padahal perjalanan RUU Migas ini masih harus menempuh waktu yang panjang. Bisa

dikatakan seperti itu karena bila harmonisasi telah selesai, maka Baleg akan mengirim ke Rapat Paripurna untuk menetapkan RUU Migas tersebut sebagai RUU Inisiatif DPR. Setelah itu, barulah RUU Migas dibahas bersama antara DPR dan pemerintah.

Dalam draft RUU Migas yang diusulkan ke Baleg terdapat beberapa poin utama yang bisa menjadi sorotan khalayak dan sangat menentukan nasib perminyakan Indonesia mulai dari stakeholder terkait dan dana tabungan migas. Berikut adalah poin-poin utama dalam draft RUU Migas untuk menggantikan UU Nomor 22 Tahun 2001 : 1.

Pengaturan Badan Pengusahaan Migas

Hal yang diatur terkait badan ini adalah bentuk badan, kelembagaan atau struktur organisasi, tugas dan wewenang Badan Pengusahaan Migas 2.

Pengaturan penetapan pengelolaan wilayah kerja

dan

Hal ini mencakup pihak yang menyiapkan, menetapkan, dan menawarkan Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) 3.

Pengaturan penawaran Wilayah Kerja (WK) baru dan perpanjangan WK lama (privilege) kepada PT. Pertamina Jika RUU Migas ini disetujui, maka PT. Pertamina akan memperoleh hak atau Participating Interest (PI) sebesar 15%, tentu akan sangat menunjang penambahan insentif kepada PT. Pertamina sebagai National Oil Company (NOC) 4.

Pengaturan skema bagi hasil, pendapatan negara, cost recovery, PI sebesar 10% ke Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dari daerah penghasil migas, porsi alokasi migas kebutuhan dalam negeri ≼ 25% 5.

Pengaturan mengenai Ketentuan Isi Kontrak Kerja Sama (KKS) Hal ini mencakup pengaturan jangka waktu kontrak, jangka waktu perpanjangan dan lain sebagainya 6.

Pengaturan pembinaan dan pengawasan sektor Migas (Hulu dan Hilir) 53

Pengaturan ini terkait sistem atau mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh lembaga pengawas dimana sekarang dipegang oleh SKK Migas 7.

Pengaturan petroleum fund (Dana Migas) Belum selesainya revisi UU Migas membuat skema petroleum fund tak ada payung hukum yang mengikat dan belum terealisasi di Indonesia Dalam melakukan revisi ini, dari DPR juga mempunyai tujuan utama. Pertama, untuk mewujudkan jaminan atas penyelenggaraan kegiatan usaha di bidang minyak dan gas bumi yang berpedoman pada prinsip efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaannya. Kedua, mewujudkan tata kelola Migas yang baik di hulu maupun di hilir. Sayangnya, tujuan diatas masih belum jelas terealisasi atau tidak, molornya pembahasan revisi UU Migas menyebabkan ketidakjelasan revisi UU Migas.

Penyebabnya tidak lain adalah adanya tarik ulur antara pemerintah dan DPR, lebih khusus lagi terkait status SKK Migas. Berdasarkan kajian dari Tim Reformasi Tata Kelola Migas terdapat tiga bentuk badan pelaksana kegiatan hulu migas yang dianggap sejalan dengan pertimbangan hukum MK pada putusan perkara No.36/PUU-X/2012, yaitu : Kementrian ESDM, Pertamina sebagai BUMN Migas, dan BUMN Khusus.

Ketahanan energi yang mulai rapuh ini, dikabarkan terjadi karena ketidakseimbangan antara laju ketersediaan energi dan kebutuhan. Dalam beberapa tahun terkahir, produksi minyak bumi semakin menurun, sementara di lain sisi kebutuhan energi nasional terus meningkat. Setiap tahunnya terjadi peningkatan konsumsi energi nasional sekitar 8 %. Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), produksi minyak nasional pada tahun 2016 sebesar 832 ribu barel per hari (BOEPD), sementara itu, kebutuhan minyak nasional adalah 1,6 juta barel per hari.

Target-target produksi minyak yang ditetapkan oleh pemerintah setiap awal tahun, ternyata tidak tercapai untuk beberapa tahun berturutturut karena sebagian besar produksi minyak berasal dari sumur-sumur yang telah menua.

Hal ini mengindikasikan bahwa ada keterbatasan pengembangan dalam produksi minyak nasional yang berakibat keharusan impor minyak demi memenuhi konsumsi minyak nasional.

Gambar 11. 1 Tingkat Produksi dan Konsumsi Energi Minyak Nasional Indonesia tahun 20002014

2.

Mulai Rapuhnya Ketahanan Energi Nasional Ditinjau dari kacamata hulu migas nasional, Indonesia masih sangat bergantung pada negara lain dalam pemenuhan konsumsi minyak nasional terhitung sejak 6 tahun selepas reformasi. Berdasarkan data yang dirilis oleh Dewan Energi Dunia, Indonesia berada pada peringkat ke-69 dari 129 negara pada tahun 2014 mengenai ketahanan energi.

Ketahanan energi meliputi tiga aspek yaitu ketersediaan sumber energi, keterjangkauan pasokan energi, dan kelanjutan pengembangan energi baru terbarukan.

Sumber : BP Statistical Review

Dilihat dari grafik produksi dan konsumsi minyak nasional, Indonesia telah menjadi negara net importir minyak pada tahun 2004 hingga saat ini. Hal ini menyebabkan Indonesia harus menggantikan keanggotaan jangka panjangnya di Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) dari 1962 hingga 2008. Namun, pada Desember 2015 lalu, Indonesia telah kembali bergabung dengan OPEC.

54

3.

Adanya peraturan bagi hasil baru yaitu Kontrak Bagi Hasil Gross Split yang menggantikan Production Sharing Contract (PSC) Overview Production Sharing Contract dan Gross Split Skema Production Sharing Contract (PSC), suatu kontrak bagi hasil dalam usaha hulu minyak dan gas bumi (migas) dengan mekanisme pengembalian biaya operasi atau cost recovery yang ditanggung oleh pemerintah, merupakan skema yang digagas oleh Ibnu Sutowo dan telah lama digunakan di Indonesia dalam beberapa generasi. Hal yang menjadi sorotan ketika menggunakan skema PSC yaitu adanya cost recovery dari pemerintah mulai dari pembukaan Wilayah Kerja Pertambangan (WKP), eksplorasi hingga mencapai tahap produksi yang ekonomis, dengan pembagian 85 % contractor take dan 15 % government take.

Gambar 11. 2 Skema Perbandingan KBH Konvensional dan KBH Gross Split

tentang kontrak Bagi Hasil Gross Split dengan menggunakan mekanisme bagi hasil awal (base split) yang dapat disesuaikan dengan variable split dan progressive split.

Komponen variabel yang dimaksud adalah status wilayah kerja, lokasi lapangan, kedalaman reservoir, ketersediaan infrastruktur, jenis reservoir, kandungan CO2, kandungan H2S, API minyak bumi, Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN), dan tahapan produksi. Kontrak Bagi Hasil Gross Split paling sedikit memuat persyaratan yaitu kepemilikan sumber daya alam tetap ditangan pemerintah sampai pada titik penyerahan, pengendalian manajemen operasi berada pada SKK Migas, modal dan resiko seluruhnya ditanggung oleh kontraktor.

Pada awal terbitnya peraturan Gross Split, Menteri ESDM menginginkan perlahan semua WKP mengganti skema produksi migas menjadi gross split, begitu pula untuk lapangan baru. Namun, setelah bergulir 6 bulan kedepan, dinilai pemerintah dalam hal ini kementrian ESDM masih terburu-buru dan kurang matang dalam menyusun aturan gross split sehingga dalam evaluasinya banyak kontraktor yang belum berani beralih kontraknya menjadi gross split terkait masih mentahnya aturan gross split. Sempat dibicarakan juga adanya indikasi politik yang menyangkut Menteri ESDM, yaitu dugaan tidak mau berurusan langsung dengan DPR karena ketika cost recovery dilakukan, pihaknya harus berurusan dengan DPR terkait APBN untuk menanggung cost recovery.

Sumber : Kementrian ESDM 2017

Revisi Skema Gross Split dan Dampaknya terhadap Iklim Investasi

Namun, di awal tahun 2017 silang, telah terjadi perubahan peraturan kontrak bagi hasil migas di Indonesia. Diawali dengan pergantian Mentri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, yang mengganti skema PSC menjadi skema kontrak Bagi Hasil Gross Split. Gross Split merupakan skema kontrak bagi hasil pengganti PSC dengan meniadakan mekanisme pengembalian biaya operasi atau cost recovery. Gross Split diterbitkan pada 13 Januari 2017, dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah no 8 tahun 2017

Dengan adanya masukan dan evaluasi dari berbagai pihak dan kontraktor, akhirnya pemerintah didesak harus melakukan revisi skema gross split, sehingga pada awal September 2017 lalu, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri no 52 tahun 2017 tentang revisi skema Bagi Hasil Gross Split. Dalam pelaksanaannya, telah ditetapkan besaran bagi hasil awal ( base split ) dengan rincian, untuk minyak bumi 57 % bagian negara dan 43 % bagian kontraktor, untuk gas 52 % bagian negara dan 48 % bagian kontraktor.

55

Sedangkan variable split antara lain status wilayah kerja, lokasi lapangan, kedalaman reservoir, ketersediaan infrastruktur dan kandungan CO2. Sementara progressive split merupakan harga minyak bumi dan kumulatif produksi migas.

Untuk komponen variable, pemerintah mengubah beberapa ketentuan. Pertama, untuk Plan of Development (POD) kedua mendapatkan split 3%. Kedua, apabila wilayah kerja termasuk new frontier di darat akan memperoleh tambahan 4%, sedangkan di laut lepas 2%. Ketiga, adanya tambahan split 1% pada wilayah kerja yang mengandung H2S sebesar 100-1000 ppm dan terus meningkat sesuai kandungan yang ada. Keempat, Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) wajib dipenuhi oleh kontraktor. Kelima, tambahan split pada tahap produksi, secondary recovery menjadi 6%, tahap tersier menjadi 10%.

Keberjalanan Evaluasi Kontrak Bagi Hasil Gross Split Hingga kini, revisi skema gross split memang belum bisa sepenuhnya terevaluasi, namun pemerintah telah membuat simulasi aturan gross split ini jika diterapkan di beberapa WKP, seperti Natuna, jika wilayah ini diterapkan dengan skema gross split, maka akan dihasilkan final take untuk pemerintah sebesar 10 % dan contractor take sebesar 90 %, lain halnya jika diterapkan untuk lapangan Coal Bed Methane (CBM), akan dihasilkan final take, untuk pemerintah sebesar 1 % dan contractor take 99 % terkait Rate of Return (ROR) dari CBM yang lama dan kecilnya laju alir gas. Di sisi lain, diterapkan di Indonesia, revisi gross split telah menarik beberapa investor migas untuk menanamkan modalnya, ditambah lagi dengan harga minyak yang mulai berangsur naik menuju angka US $ 60-70 per barel.

Pemerintah hingga kini, belum bisa melaporkan evaluasi penuh terkait penerapan skema revisi gross split.

109

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5466

B. Hilir Migas Nasional 1.

Ketidakkonsistenan Pemerintah dalam Penentuan dan Penyesuaian Harga BBM Nasional terkait Subsidi Energi Dalam memenuhi kebutuhan dasar energi, pemerintah memiliki kewajiban untuk menjalankan amanat UUD 1945 yang tertuang di dalam pasalnya yang 33 bahwa kekayaan alam yang dikuasai negara dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Subsidi menjadi salah satu cara pemerintah untuk membantu masyarakat yang kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar yang berada di bawah garis kemiskinan, dengan harapan subsidi menjadi cara untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera109.

Pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Jokowidodo telah melakukan pemotongan subsidi, semenjak awal pemerintahan pada November 2014. Telah dilakukan subsidi BBM sebesar 31 % untuk premium dan 36% untuk solar. Pemotongan subsidi ini disertai dengan pemotongan subsidi listrik dengan trend sebagai berikut : Gambar 11. 3 Subsidi BBM dan Listrik tahun 2013-2018 300 250 200 150 100 50 0 2013

2014 BBM

2015

2016

2017

Listrik

Sumber : https://www.indonesiainvestments.com/id/keuangan/angka-ekonomimakro/inflasi-di-indonesia/item254

Salah satu alasan yang menjadi penyebab kenaikan harga BBM didasarkan pada menurunnya alokasi anggaran pemerintah dalam mensubsidi energi seperti yang sudah dijelaskan pada grafik 1. Dalam lingkup transaksi internasional BBM hal ini disebabkan 155b68509/memberi-subsidi-bbm-secara-umumlanggar-uu

56

oleh semakin tergantungnya Indonesia terhadap impor BBM sebagai konsekuensi logis perubahan posisi Indonesia menjadi net importir BBM sejak tahun 2003, keterbatasan ruang fiskal pemerintah untuk mendanai program program pembangunan yang langsung menyentuh kebutuhan golongan ekonomi lemah sebagai akibat dari besarnya mandatory spending dalam postur APBN, semakin membesarnya porsi belanja subsidi BBM terhadap total non-mandatory spending serta berbagai data dan informasi menunjukkan bahwa implementasi subsidi BBM jauh dari sasaran kebijakan yang ingin diharapkan110.

Realisasi dalam menerapkan subsidi BBM yang begitu besar dari APBN menjadi sulit. Hal ini dipengaruhi oleh seberapa besar kemampuan pemerintah dalam mengendalikan distribusi serta kekuatan akan mata uang negara. Faktor eksternalitas yang sering merusak kestabilan pasar ialah harga minyak dunia. Berdasarkan trend yang terjadi, bahwa peningkatan akan subsidi ini berbanding terbalik dengan penerimaan melalui sektor minyak bumi111.

Subsidi energi dalam APBN 2018 ditetapkan sebesar Rp 94,53 triliun. Subsidi energi terdiri atas subsidi BBM sebesar Rp 46,9 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp 47,7 triliun112.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pergerakan harga minyak memang memberikan dampak baik pada sisi penerimaan. "Namun, ada pengaruh terhadap harga keekonomian dari solar bersubsidi dan listrik," kata Sri dalam jumpa pers realisasi APBN 2018 di Jakarta. Kebijakan mitigasi tersebut, antara lain, dengan menjaga daya beli masyarakat dengan tidak menaikkan harga jual barang bersubsidi kepada masyarakat yang ditargetkan. Salah satunya Pemerintah akan menaikkan alokasi subsidi bagi minyak solar, yang sebelumnya sebesar Rp 500 per

liter menjadi Rp 1.000 per liter untuk 16,32 juta kiloliter.

Uniknya di tahun politik ini, pemerintah mengambil kebijakan menaikkan harga BBM, kendati terkesan ‘diam-diam’. Diketahui, PT Pertamina (Persero) menaikkan harga BBM jenis Pertalite. Sebelumnya harga Solar juga naik sebesar Rp1.000 per liter. Namun untuk per hari ini Sabtu, (24/3/2018) ini, harga Pertalite naik Rp 200 per liter per. Kenaikan harga Pertalite bukan berarti harga di seluruh Indonesia sama. Perbedaan itu karena besaran Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor/PBBKB di masing-masing daerah tidak sama113.

Berdasarkan amanat UU No. 22 tahun 2001 Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi/BPH Migas yang memiliki peran untuk mengatur dan mengawasi penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi pada Kegiatan Usaha Hilir telah mengingatkan Badan Usaha, dalam hal ini Pertamina agar SPBU milik PT Pertamina (Persero) tidak mengurangi penjualan BBM Jenis premium114. Terutama setelah terjadi kasus kelangkaan di beberapa daerah seperti Riau dan Lampung7 .Tidak hanya daerah di luar Jawa, Madura dan, Bali saja yang mengalami kelangkaan. Berdasarkan pernyataan Wakil Menteri ESDM Archandra Tahar mengungkapkan bahwa di beberapa daerah di wilayah Jamali terjadi kekurangan stok bensin premium115.

Untuk menanggulangi hal tersebut pemerintah akan melakukan revisi Peraturan Presiden No.191 tahun 2014 yang akan mewajibkan distribusi premium di seluruh Indonesia. Selain itu, revisi ini yang akan disusul dengan peraturan Menteri rencananya akan mengatur kenaikan harga BBM non subsidi yang sebelumnya konsultasi menjadi persetujuan oleh pemerintah6.

110

113

111

114

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN Penerimaan negara sektor minyak bumi adalah penerimaan negara yang bersumber dari PPh minyak bumi dan Penerimaan Negara Bukan Pajak SDA Minyak Bumi 112 http://republika.co.id/berita/ekonomi/keuanga n/18/03/13/p5iaoc440-lonjakan-harga-minyaknaikkan-harga-bbm-atau-tambah-subsidi-part1

http://www.siagaindonesia.com

http://ekbis.rmol.co/read/2018/04/10/334675/PT -Pertamina-Wajib-Jual-BBM-Premium-Di-Jamali115 http://nasional.republika.co.id/berita/nasional /daerah/18/03/05/p54g51283-mahasiswa-proteskelangkaan-bbm-di-riau

57

Penurunan hingga penghapusan pasokan premium sebagai BBM subsidi merupakan salah satu cara pemerintah untuk tidak membenani anggaran negara yang semakin memberatkan, pada tahun 2017 Pertamina mengalami kerugian hingga Rp. 12 triliun116.

Langkah ini juga akan menghilangkan efek timbal yang berbahaya bagi lingkungan yang dihasilkan oleh premium. Pengurangan pasokan premium ditunjukkan dengan proyek modernisasi empat kilang lama Pertamina melalui program Refining Development Masterplant Program (RDP)117. Premium akan dihapus dari pasaran jika RDMP kilang-kilang selesai yang mungkin akan terjadi pada tahun 2021118. Saat ini pemerintah menjamin tidak akan ada kenaikan harga BBM untuk solar dan premium hingga tahun 2019 merupakan langkah singkat untuk menjamin laju inflasi agar tetap terkendali.

Sejak diberlakukannya Perpres No. 5/2006 tercatat harga eceran premium dan solar telah beberapa kali mengalami perubahan. Premium dan solar yang mendapat subsidi Pemerintah memberikan dorongan untuk konsumsi lebih dari yang dibutuhkan. Semakin besar selisih antara harga keekonomian dan harga eceran, semakin besar insentif untuk mengkonsumsi BBM bersubsidi. Tidak heran target penurunan porsi minyak dalam bauran energi nasional tidak sesuai dengan yang diharapkan karena tidak ada insentif ekonomi bagi konsumen kendaraan bermotor untuk mengurangi penggunaan BBM. Perkembangan Konsumsi Premium tidak hanya memberatkan anggaran negara terkait membengkaknya subsidi energi, juga terlihat meningkatnya risiko BBM impor yang semakin besar tidak hanya berasal dari fluktuasi harga minyak tetapi juga dari fluktuasi nilai tukar.

Premium memberikan kontribusi dominan dalam keseluruhan subsidi BBM. Besaran subsidi BBM dalam APBN termasuk subsidi listrrik yang juga sangat erat terkait dengan

penggunaan BBM dalam pembangkitan listrik telah mencapai nilai yang sangat besar. Secara total, subsidi energi (BBM dan listrik) telah mencapai nilai Rp300 triliun pada tahun 2012, merupakan hal yang sangat merugikan negara dikarenakan alokasi yang tidak tepat guna.

Dilain sisi, pemerintah dianggap mengambil langkah populis yang jelas-jelas merugikan negara melalui BUMN karena memutuskan untuk tidak menaikan harga BBM. Di tengah gejolak harga BBM yang terus naik, dengan mempertahankan harga tetap tidak berubah selama dua tahun terakhir, pemerintah pun telah melanggar peraturan yang di buat sendiri. Pemerintah telah melanggar ketentuan dalam peraturan dibuat sendiri pada Perpres Nomor 191/2014 bahwa harga BBM dievaluasi setiap bulan sesuai perubahan harga minyak dunia dan kurs.

Karena itu, nyata bahwa kebijakan populis tersebut, pemerintah telah melanggar undangundang dan peraturan yang berlaku serta merugikan keuangan BUMN. Faktanya, sepanjang 2017 Pertamina telah merugi sekitar Rp24 triliun akibat dipaksa menjual BBM premium dan solar jauh di bawah harga keekonomian.

Nilai ini berpotensi untuk terus meningkat jika tidak ada perubahan dalam mekanisme harga BBM bersubsidi dan skema perhitungan subsidi baik BBM dan listrik PLN sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 111/PMK.02/2007. Lambannya penyesuaian harga BBM ke tingkat keekonomiannya juga menimbulkan dampak negatif terhadap upaya diversifikasi energi.

Pelaku usaha tidak memiliki rasionalitas dan motif ekonomi dalam mendukung diversifikasi energi nasional jika harga BBM masih didistorsi oleh Pemerintah.

116

118

https://katadata.co.id/berita/2016/02/19/limatahun-lagi-Pertamina-akan-hapus-premium 117 https://industri.kontan.co.id/news/produksikilang-pertamina-minimal-jenis-pertamax

https://katadata.co.id/berita/2016/02/19/limatahun-lagi-Pertamina-akan-hapus-premium).

58

2.

Rendahnya nilai Petroleum Reserve Indonesia

Operational

Ketidakseimbangan antara pasokan energi dan konsumsi energi di sektor migas mengakibatkan Indonesia harus mengimpor minyak baik dalam bentuk crude oil maupun oil product. Mengingat pentingnya pendapatan fiskal dan moneter negara dari sektor migas yaitu peringkat kedua setelah pajak, perlu adanya suatu terobosan dalam pemenuhan pasokan energi khususnya BBM dengan pengoptimalan cadangan minyak operasional.

Operational Petroleum Reserve (OPR) merupakan sebuah strategi untuk menjaga keberlanjutan pasokan energi dan mengelola nilai tukar dari tekanan kebutuhan devisa impor melalui cadangan operasional.

Cadangan terbagi menjadi dua yaitu cadangan strategis dan operasional.

Cadangan operasional dinilai cocok untuk dioptimlakan di Indonesia untuk saat ini, karena cadangan operasional dapat ditampung dalam bentuk BBM di kilang yang siap didistribusikan ke masyarakat. Keberadaan OPR tidak hanya untuk menjaga kebutuhan energi di Indonesia, melainkan juga untuk memberikan dampak positif bagi aspek fiskal dan moneter yang menyangkut perekonomian di Indonesia.

Namun, realitanya angka OPR di Indonesia selama 20 tahun kebelakang hanya menyentuh 18-20 hari. Itu artinya dalam keadaan genting ataupun perang, Indonesia hanya bisa bertahan dalam rentang 18-20 hari dalam terpenuhinya bahan bakar siap pakai. Padahal standar suatu negara mempunyai OPR adalah 90 hari. Ditambah lagi dengan kebutuhan minyak nasional berjumlah 1,6 juta barel per hari pada tahun 2016, sedangkan produksi minyak nasional hanya 820 – 830 ribu barel per hari pada tahun 2016.

Ketertimpangan produksi dan konsumsi minyak nasional, telah mengharuskan Indonesia harus melakukan impor.

Berdasarkan data Outlook Energi Nasional 2016, konsumsi terbesar BBM di Indonesia pada tahun 2015 adalah di sektor transportasi yang mencapai 70 %, kurangnya tempat pengilangan (refinery) di Indonesia membuat Indonesia kurang optimal dalam melakukan

pengolahan crude oil menjadi oil product seperti BBM. Investasi pembangunan storage refinery diperlukan untuk menjaga kestabilan pasokan BBM secara menyeluruh di Indonesia dalam jangka panjang. Opsi ini bisa menjadi suatu terobosan dalam penghematan anggaran negara karena berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia menghabiskan uang untuk mengimpor BBM rata-rata US$ 150 juta per hari.

Dengan beban pertambahan jumlah penduduk Indonesia, maka akan berdampak pula pada sektor konsumsi energi nasional. Di sisi lain, untuk meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB), bisa dioptimalkan melalui semua unit ekonomi khususnya hilir oil and gas sebagai penyumbang ekonomi terbesar setelah pajak yaitu Rp. 202,47 triliun pada tahun 2016 (Data Renstra Migas 2015-2019), dengan cara upgrading storage refinery. Penerapan Operational Petroleum Reserve dapat meningkatkan cadangan BBM siap pakai yang dapat ditampung di kilang, tangki timbun dan SPBU. Tantangan Energi di Masa Depan Dimasa yang akan datang terdapat beberapa tantangan yang perlu diantisipasi oleh Pemerintah Dalam melaksanakan amanat Perpres No. 5/2006 terdapat. Pertama, Pemerintah harus mengantisipasi tingginya permintaan energi nasional. Berdasarkan estimasi World Energy Outlook (2013), konsumsi energi Indonesia diperkirakan tumbuh sekitar 2,5% per tahun dari tahun 2011 hingga 2035. Konsumsi energi diperkirakan melonjak hampir dua kali lipat dalam rentang waktu tersebut dari 196 juta ton setara minyak (Mtoe) menjadi 358 Mtoe. Dalam proyeksi tersebut, diperkirakan bauran energi belum mencapai target yang sudah dicanangkan oleh Pemerintah. Konsumsi BBM masih menguasai 30% energy mix disusul oleh batubara sebanyak 28%. Proyeksi ini menjadi cambukan bagi Pemerintah bahwa target penurunan BBM dan optimalisasi batubara yang disusun dalam Perpres No. 5/2006 belum dapat diyakini keberhasilannya. Kedua, terkait dengan optimalisasi batubara, meskipun Pemerintah sudah melaksanakan Fast Track Project (FTP) Tahap 1 dan sedang membangun 59

FTP Tahap 2, tingkat kehandalan pembangkit listrik berbahan bakar batubara tersebut perlu diuji lebih lanjut mengingat masih rendahnya capacity factor119 pembangkit FTP Tahap 1.

Akibatnya konversi energi dari pembangkit listrik tenaga diesel yang lebih mahal kepada batubara menjadi tidak tercapai. Tantangan lainnya adalah mengurangi ekspor batubara.

Meskipun kebutuhan dalam negeri saat ini sangat jauh dari produksi tambang batubara, Pemerintah harus menyadari bahwa batubara bukan merupakan energi yang terbarukan, sehingga eksploitasi berlebihan atas cadangan tambang batubara akan meningkatkan opportunity cost120 terhadap penggunaan batubara di masa yang akan datang.

Adapun menyangkut bahan bakar gas, kendala utama adalah kurang tersedianya infrastruktur distribusi/pengangkutan. Pemerintah perlu menetapkan kebijakan pipanisasi gas yang menghubungkan ladang gas dan sentra industri nasional. Selama ini pembangunan pipa gas selalu berorientasi pada ekspor dan kurang memperhatikan kawasan industri, terutama yang berlokasi di dekat wilayah eksplorasi gas alam. Salah satu contohnya ialah kasus kekurangan gas yang terjadi pada pembangkit listrik gas di Belawan. Kurangnya pasokan harusnya tidak terjadi apabila dari dulu Pemerintah telah menetapkan rencana dan strategi untuk menyambungkan pipa dari lapangan gas Arun di Aceh ke pembangkit tersebut.

Selain pipanisasi, kebijakan pengangkutan gas juga harus mencakup pembangunan kilang gas alam cair dan terminal regasifikasi yang berdekatan dengan pusat industri dan pembangkit listrik. Misalnya pembangunan terminal regasifikasi terapung (FRSU) di Jawa Barat dapat dikatakan terlambat dalam merespon kebutuhan pembangkit listrik PT PLN. Padahal biaya input gas jauh lebih murah dibandingkan bahan bakar lainnya. Hanya tenaga air yang biaya inputnya bisa mengalahkan gas. Kurangnya infrastruktur pengangkutan gas tersebut 119

Capacity factor mengukur perbandingan antara energi yang dihasilkan dengan kapasitas pembangkit. Semakin rendah tingkat capacity factor semakin kecil energi yang dihasilkan dari yang seharusnya

menyebabkan hilangnya kesempatan memanfaatkan energi yang berbiaya rendah.

Dilain sisi tentunya dalam mengimplementasikan segala amanat tentang ketahanan energi diperlukannya kebijaksanaan dari pemerintah dalam mengambil langkah secara strategis dan taktis yang substansial dalam pemecahan permasalahan energi Indonesia, mengingat masih banyak kebijakan kontroversial yang dianggap tidak sejalan salah satunya baru-baru ini Permen ESDM 23/2018. yang dianggap merendahkan Pertamina sehingga dihalangi mengelola Blok Mahakam dengan alasan ketidakmampuan SDM, manajemen dan teknologi, atau produksi migas akan turun, investor asing akan lari. Kebijakan ini berpotensi pula potensi terjadinya kasus bagibagi saham kepada perusahaan siluman secara gratis atau membayar secara “damai�, jauh di bawah nilai yang seharusnya, seperti pada kasus WMO, sangat besar. Apalagi, jika oknumoknum penguasa pengidap moral hazard mendapat kesempatan mengambil 121 keputusan.

Pemerintah juga harus menyelesaikan permasalahan yang menghalangi eksploitasi energi terbarukan. Beberapa permasalahan tersebut mencakup perijinan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi yang dianggap dapat merusak lingkungan terutama wilayah hutan.

Insentif Pemerintah kepada pelaku usaha dalam menurunkan tingkat ketidakpastian keberhasilan eksplorasi panas bumi dan kompensasi besarnya biaya investasi dan alat penyimpanan energi untuk tenaga angin dan tenaga surya juga menjadi area kebijakan yang perlu diatur oleh Pemerintah dalam pengembangan energi terbarukan. Beberapa fakta tersebut di atas mengindikasikan bahwa Indonesia telah memiliki rencana yang baik untuk menjaga ketahanan energi sebagaimana telah dinyatakan dalam bentuk roadmap bauran energi nasional sejak 2006, namun 120

Opportunity cost mencerminkan selisih biaya antara energi untuk menggantikan batubara di masa yang akan datang.

121 http://www.industry.co.id/read/33084/iressmenilai-alasan-pada-konsiderans-permen-esdmno232018-tidak-relevan

60

demikian progres selama periode tahun 20062017 menunjukkan bahwa progresnya belum menggembirakan. Sementara pada periode yang sama tekanan risiko ketahanan energi sebagai akibat terlalu menggantungkan pada sumber daya energi BBM mengalami peningkatan. Ini menjadi lampu kuning bagi pembangunan sektor keenergian nasional.

Sebagai tahap awal perlu segera direformulasi

pola subsidi BBM (termasuk listrik) yang ada; bukan hanya untuk mengurasi eksposur risiko subsidi BBM namun juga untuk membuka jalan (necessary condition) penciptaan lingkungan yang kompetitif bagi pengembangan sumber energi baru-terbarukan. Menunda setiap langkah kritis ini hanya akan mengakumulasikan risiko atas ketahanan energi Indonesia di masa yang akan datang.

61

KABINET ‘SENURANI’ KM ITB 2018/2019