KAJIAN PSIKOLOGI ARSITEKTUR
KARAKTERISTIK STREET FURNITURE SETELAH PANDEMI COVID-19 Owen Sebastian (315170039) Fransiska Lasriama (315170041) Carolina Tedjapranata (315170059)
2020
Dosen PJMK : Theresia Budi Jayanti, S.T., M.Sc. Dosen Pembimbing : Margaretha Syandi, S.Ars., M.Ars.
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah Kajian yang berjudul ”Kajian Karakteristik Street Furniture Setelah Pandemi COVID-19” dengan baik dan tepat waktu. Penulisan Kajian ini dibuat sebagai syarat mata kuliah Kajian Psikologi Arsitektur dan juga mengetahui pengaruh pandemi COVID-19 terhadap perilaku masyarakat, khususnya di ruang terbuka publik. Sebagai seorang pemula dalam penyusunan kajian ini, penulis tidak mampu menyelesaikan kajian dalam waktu yang relatif singkat. Namun, dengan campur ta-ngan berbagai pihak akhirnya kajian ini pun bisa terselesaikan; untuk itu pada kesempatan ini apresiasi dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada: 1. Tuhan Yesus Kristus, sebab hanya dengan perantaraan-Nyalah kajian ini dapat terselesaikan. 2. Ibu Theresia Budi Jayanti sebagai dosen penanggung jawab mata kuliah Kajian Psikologi Arsitektur Universitas Tarumanagara yang telah memberikan materi dan arahan dalam penyusunan kajian ini. 3. Ibu Margaretha Syandi, S.Ars., M.Ars., sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dan memberikan arahan dalam penyusunan kajian ini. Dengan harapan semoga kajian ini dapat memberi manfaat bagi teman-teman yang membutuhkan. Penulis menyadari, bahwa kajian ini jauh dari sempurna, karena itu segala kritik dan saran demi perbaikan kajian ini sangat diharapkan. Jakarta, 22 September 2020 Penulis
Sumber: Linetoday
ABSTRAK Pandemi COVID-19 mengakibatkan pemerintah DKI Jakarta menetapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sehingga masyarakat harus mengurangi aktivitas di luar rumah. Sebagian besar masyarakat terpaksa melakukan semua kegiatan di dalam rumah. Namun, berada di rumah saja dapat berdampak pada mental health manusia karena merasa terkungkung berada di area yang sama selama berbulan-bulan. Oleh karena itu ketika fase new normal diterapkan, banyak masyarakat yang keluar rumah untuk beraktivitas di ruang terbuka, mengingat masih ada perasaan takut bila berada di tempat publik indoor. Kegiatan berolahraga atau menyalurkan hobi dapat dilakukan di tempat terbuka, khususnya di kawasan Dukuh Atas. Spot Budaya 2 Dukuh Atas merupakan wujud pembangunan ruang terbuka hijau sebagai “ruang ketiga”, ruang interaksi antar-masyarakat setelah rumah dan kantor. Sebagai ruang terbuka publik yang mengundang pengunjung, dibutuhkan guidelines pra-perancangan karakteristik street furniture yang dapat membatasi aktivitas dan pengunjung di Spot Budaya 2 Dukuh Atas tersebut sebagai respon untuk mengurangi penyebaran virus yang akan terjadi bila berinteraksi dengan banyak orang. Metode yang dilakukan adalah pemetaan perilaku secara langsung di Spot Budaya 2 Dukuh Atas dan dianalisis dengan metode arsitektural berupa denah, potongan dan gambar tiga dimensi, terkait dengan jarak, dimensi, partisi, layout, material, warna, sirkulasi, dan kapasitas. Kajian ini bertujuan agar sebelum merancang ruang publik di masa yang akan datang, perlu mempertimbangkan pandemi COVID-19 yang terjadi pada tahun 2020. Hasilnya berupa guidelines yang dapat digunakan dan diterapkan untuk mendesain ruang terbuka publik lainnya yang memiliki prototype dan indikator yang sama dengan Spot Budaya 2 Dukuh atas.
KONTEN 01 02 03
04 05
06
Sumber: Archdaily
KERANGKA PENELITIAN LATAR BELAKANG TABULASI KAJIAN TEORI COVID-19 Ruang Terbuka Publik Pemetaan Perilaku The Huss Index Pola Sirkulasi Personal Space Teritori (Territory) Tekstur Material Ergonomi Street Furniture METODE Spot Budaya 2 Dukuh Atas Kegiatan di Spot Budaya 2 Dukuh Atas Formulasi Guidelines Usulan Karakteristik Street Furniture Untuk Pra-perancangan Ruang Terbuka Publik Post COVID-19
Guidelines Karakteristik Street Furniture Perancangan Ruang Terbuka Publik Post COVID-19
1 IDENTIFIKASI
2BATASAN
MASALAH
MASALAH
Bagaimana menciptakan ruang publik yang dapat mengurangi atau membatasi aktivitas manusia saat Pandemi Covid-19 ?
Aktivitas, street furniture (tempat duduk, tempat sampah, signage, lighting, tanaman, railing yang dapat mengurangi penyebaran virus walaupun masyarakat beraktifitas di ruang publik.
3 VARIABEL
4HIPOTESIS
KERANGKA PENELITIAN
Variabel Bebas : Jarak, dimensi, kapasitas, material, partisi, layout, sirkulasi, bentuk, durasi, dan warna. Variabel Terikat : Karakteristik street furniture yang dapat mengurangi atau membatasi aktivitas manusia saat dan setelah pandemi COVID19.
Usulan karakteristik (berupa larangan atau tuntutan) sebagai pedoman merancang street furniture.
5 SURVEI
6ANALISIS Digitalisasi data baik video / diagram untuk analisis lebih lanjut.
8 PEMBUKTIAN & KESIMPULAN Pembuktian hasil hipotesis dan membuat kesimpulan.
MAKRO
Survei dilakukan secara langsung ke lapangan
7 HASIL ANALISIS Kriteria / pra-perancangan street furniture untuk ruang publik terbuka.
9USULAN KARAKTERISTIK Mengeluarkan pra-prancangan desain street furniture untuk ruang terbuka setelah pandemi.
MESO
INPUT
PROSES
OUTCOME
OUTPUT
- What : Ruang publik terbuka yang mengurangi/ membatasi kegiatan masyarakat di Spot Budaya 2 saat pandemi COVID-19. - How : Mengusulkan karakteristik street furniture yang mengurangi / membatasi aktivitas. - When : Pagi hari hingga malam. - Where : Spot Budaya 2 Dukuh Atas - Who : Responden profile analisis.
- Analytical thinking : menganaisis apa yang didapat di input untuk menghasilkan output.
- Membatasi aktivitas di ruang publik terbuka Spot Budaya 2 Dukuh Atas.
Rekomendasi karakteristik / pra-perancangan desain street furniture untuk ruang terbuka setelah pandemi COVID-19.
- Reaserch Method : observasi jarak jauh dan simulasi dengan digitalisasi.
- Membatasi jumlah pengunjung di public space melalui karakter desain street furniture di Spot Budaya 2 Dukuh Atas.
RESEARCH PROBLEMS
IMPACT FACTOR
DEVELOPMENT DOMAIN
Bagaimana karakteristik street furniture yang membedakan perilaku masyarakat setelah pandemi COVID-19 ?
- Virus - User - Protokol kesehatan - Jenis aktivitas
Usulan kriteria dan karakter street furniture.
ACTIVITES
IMPACT
Pengumpulan data: observasi melalui jarak jauh, digitalisasi, dan daring (dalam jaringan) Pengolahan data: Mapping, denah, potongan, 3D
- User - Interaksi antar pengunjung - Karakteristik street furniture (apa yang dapat membatasi interaksi)
MIKRO
LATAR BELAKANG
Tujuh bulan telah berlalu sejak pandemi COVID-19 pertama kali muncul di Indonesia. Sampai saat ini, tingkat penduduk yang terkena pandemi COVID-19 masih terus meningkat. Untuk pertama kalinya, Indonesia mengalami Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada tanggal 10-23 April 2020, dan dilanjutkan dengan fase new normal. Karena kasus pandemi COVID-19 yang terus meningkat, maka kegiatan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diaktifkan kembali pada tanggal 14 September 2020. Pandemi adalah penyakit yang menyebar secara global meliputi area geografis yang luas. Menurut WHO (2020), coronavirus adalah suatu kelompok virus yang dapat menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia. Beberapa jenis coronavirus diketahui menyebabkan infeksi saluran nafas pada manusia mulai dari batuk pilek hingga yang lebih serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Coronavirus jenis baru yang ditemukan menyebabkan penyakit COVID-19 [1]. COVID-19 dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan, mulai dari gejala yang ringan seperti flu, hingga infeksi paru-paru, seperti pneumonia. Tingginya jumlah penularan dan kematian setiap harinya telah memaksa semua manusia untuk menjaga jarak sehingga menghadirkan fenomena baru yaitu Work from Home (WFH) dan Learn from Home (LFH). Hadirnya fenomena baru ini di beberapa perkotaan karena pandemi COVID-19 sangat mempengaruhi kehidupan manusia baik saat beraktivitas pada ruang publik indoor ataupun outdoor. Membuat banyak orang beraktifitas dengan batas dinding tempat tinggal mereka se-
lama 24 jam setiap hari. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Soares dan Melo (2020) dalam penelitiannya yang berjudul Impact of Social Distancing on Mental Health During the COVID-19 pandemic: An Urgent Discussion, COVID-19 berdampak terhadap mental health manusia dikarenakan adanya pengisolasian diri di rumah [2]. Ruang publik kota adalah ruang yang dapat mewadahi kepentingan publik atau masyarakat umum, misalnya, melakukan komunikasi, pertemuan informal suatu komunitas, bermain, jalan-jalan, melepas lelah, melihat taman dan penghijauan, memperhatikan aktivitas masyarakat, makan, minum dan bisa juga adanya aktivitas pedagang kaki lima sebagai pelengkap ruang publik kota. Namun, saat ini hampir seluruh negara sedang merasakan dampak dari pandemi COVID-19, yang sangat mempengaruhi kehidupan manusia baik fisik maupun mental. Masyarakat berusaha tetap di dalam rumah karena takut dan agar tetap sehat secara biologis, tetapi belum tentu sehat secara mental. Oleh karena itu, masyarakat mulai memberanikan diri untuk beraktivitas di luar rumah agar mental health mereka tetap sehat. Protokol menjaga jarak juga tetap diterapkan oleh masyarakat dan tempat publik. Hal ini perlu disesuaikan dengan kenyamanan masyarakat dalam beraktivitas dengan penerapan protokol menjaga jarak. Ruang publik indoor yang tutup dikarenakan pandemi mengalihkan aktivitas masyarakat ke ruang terbuka publik, salah satunya Spot Budaya 2 Dukuh Atas yang merupakan tempat interaksi bagi seluruh masyarakat Jakarta. Spot Budaya 2 Dukuh Atas yang diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta pada tanggal 18 Agustus 2019 merupakan wujud pembangunan ruang terbuka hijau sebagai “ruang ketiga”, ruang interaksi antar-masyarakat setelah rumah dan kantor, tanpa memandang latar belakang sosial dan budaya [3]. Peran arsitek dalam menciptakan ruang yang sesuai dengan pola interaksi yang merespon terhadap pandemi guna membatasi aktivitas dan jumlah pengunjung di ruang terbuka publik diperlukan untuk men-
“ ??
Akankah ruang publik terbuka aman bagi masyarakat untuk beraktivitas selama atau setelah pandemi COVID-19?
“
“
terbuka publik. Berdasarkan hal tersebut, penulis mengangkat judul “Kajian Karakteristik Street Furniture Setelah Pandemi COVID-19” untuk penelitian ini.
“
gurangi penyebaran virus. Salah satunya yang dapat dikaji adalah karakteristik street furniture seperti apa yang dapat membatasi aktivitas dan jumlah pengunjung di ruang
Bagaimanakah arsitektur dapat berperan dalam membatasi masyarakat dalam penggunaan ruang publik kota ketika pandemi seperti COVID-19 terjadi?
!?
ISU
TUJUAN
Bagaimana karakteristik street furniture yang dapat mengurangi atau membatasi aktivitas manusia saat dan setelah pandemi COVID-19?
Membuat guidelines karakteristik street furniture yang dapat mengurangi atau membatasi aktivitas manusia saat dan setelah pandemi COVID-19.
TABULASI KAJIAN TEORI COVID-19
(WHO, 2020) Data mengenai COVID-19 (Pengertian, gejala, bentuk pencegahan)
Dampak COVID-19 terhadap Psikologi Manusia
Hubungan COVID-19 terhadap Ruang Publik
Impact of social distancing on mental health during the COVID-19 pandemic: An urgent discussion (Melo dan Soares, 2020)
Impact of social distancing on mental h The Impact of COVID-19 on Public Space: A Review of the Emerging Questions (Roses, Anguelovski, et.al., 2020)
COVID-19 dapat berdampak pada psikologis manusia dikarenakan adanya isolasi sosial yang dilakukan yang dapat meningkatkan ketakutan, gejala kecemasan, kesepian, dan suasana hati yang tertekan.
Post-Pandemic Cities-The Impact of COVID-19 on Cities and Urban Design (Eltarabily, Sara dan Elghezanwy, Dalia, 2020) Public Space or Safe Space – Remarks During the COVID-19 Pandemic (Jasiński, Artur, 2020) Urban Design and 3 kinds of Space-Related Epidemic Diseases (Yu Li, 2017) Public spaces, behavioral geography, and COVID-19 (Autumn C. James, 2020)
PUBLIC
(Stephen C
Definisi ruang p variasi tipe, da
Human Aspe Form: Toward ronment Appro Form and (Amos Rapo
Designing No Psychological P (Elsamahy, E
Pola Communi Settings untuk ang Terbuka Pu Taman Fatahi Jaka (Winata, Amiuza 201
Studi Pe Perilaku (Beha Pejalan (Hammam Rofiq 201
Pola Perilaku Terhadap Pem ang Terbuka P Kota Te (Effendi, Waan 20
C SPACE
BEHAVIOR MAPPING
Carr, 1992)
publik, manfaat, an karakternya
ect of Urban ds a Man Envioach to Urban d Design oport, 1982)
on-Stressed Public Spaces Eslam, 2018)
ity Behavioral k Penataan Ruublik Kawasan illah Kota Tua arta a, Sujudwijono, 15)
emetaan avior Mapping) n Kaki qi Agustapraja, 18)
u Masyarakat manfaatan RuPublik di Pusat Ternate ni, dan Sembel, 017)
Architects Data Second (International) Ergonomi (Ernst Neufert, 1980) Color and Light Warna (Mahnke, 1993) New coronavirus stable for hours on surfaces Material (NIH, 2020)
A practical guide to behavioral research: Tools and techniques (Sommer, R., & Sommer, B., 1980) The Hidden Dimension (Edward T Hall, 1966) Mengetahui dan menganalisa aktivitas dalam ruang publik terkait dengan pemanfaatan ruang (fix, semi-fix, dan nonfix).
STREET FURNITURE Street Furniture and Amenities: Designing the User-Oriented Urban Landscape (Gökçen Firdevs Yücel, 2013) Street Furniture as Boundary Elements in Urban Design (Burcu Özdemir, 2018) Perancangan Alternatif Sign System sebagai Informasi Lokasi Penjualan Di Pasar Legi Kota Gede (MS. Andrijanto, 2018) The IESNA Lighting Handbook, Ninth Edition (2000) Peran Pencahayaan Buatan dalam Membentuk Selling Point Tenant di Pusat Perbelanjaan. (Santoso Setiawan, 2012)
Perilaku Masyarakat (B.F Skinner, 1953) Teori Operant Conditioning Architecture of care in the urban public space: A philosophical inquiry in ‘Ethics of care’ to inform the nature of the urban public space (Newalkar, Rucha, Vivek, 2017) Evaluating Spatial Behavior in the Urban Public Space of Kadıköy Square (Haniye Razavivand Fard, 2014) Measuring Human Experiences of Public Spaces: A Methodology in the Making (Daly, Farahani, Hollingsbee, Ocampo, 2016)
COVID-19
Pandemi COVID-19 Menurut WHO (2020), COVID-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh jenis coronavirus yang baru ditemukan. Coronavirus adalah suatu kelompok virus yang dapat menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia. Beberapa jenis coronavirus diketahui menyebabkan infeksi saluran nafas pada manusia mulai dari batuk pilek hingga yang lebih serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Coronavirus jenis baru yang ditemukan menyebabkan penyakit COVID-19. Virus baru dan penyakit yang disebabkannya ini tidak dikenal sebelum mulainya wabah di Wuhan, Tiongkok, bulan Desember 2019. COVID-19 ini sekarang menjadi sebuah pandemi yang terjadi di banyak negara di seluruh dunia.
muncul secara bertahap. Beberapa orang menjadi terinfeksi tetapi hanya memiliki gejala ringan. Sebagian besar (sekitar 80%) orang yang terinfeksi berhasil pulih tanpa perlu perawatan khusus. Sekitar 1 dari 5 orang yang terinfeksi COVID-19 menderita sakit parah dan kesulitan bernapas. Orang-orang lanjut usia (lansia) dan orang-orang dengan kondisi medis penyerta seperti tekanan darah tinggi, gangguan jantung dan paru-paru, diabetes, atau kanker memiliki kemungkinan lebih besar mengalami sakit lebih serius. Namun, siapa pun dapat terinfeksi COVID-19 dan mengalami sakit yang serius. Orang dari segala usia yang mengalami demam dan/atau batuk disertai dengan kesulitan bernapas/sesak napas, nyeri/tekanan dada, atau kehilangan kemampuan berbicara atau bergerak harus segera mencari pertolongan medis. Jika memungkinkan, disarankan untuk menghubungi penyedia layanan kesehatan atau fasilitas kesehatan terlebih dahulu, sehingga pasien dapat diarahkan ke fasilitas kesehatan yang tepat.
COVID-19 di Indonesia
Menurut WHO, pertanggal 22 September 2020, Pemerintah Republik Indonesia telah mengonfirmasi total kasus yang ada di Indonesia sebanyak 252.923 orang, dengan jumlah kemarian sebanyak 9.837 orang dan 184.298 telah sembuh dari gejalanya. Sejak kasus COVID-19 ini semakin luas terjadi, khususnya di Jakarta, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan telah menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) Gejala COVID-19 Gejala-gejala COVID-19 yang sebanyak lima kali. Hal ini tentunya berpenpaling umum adalah demam, ba- garuh pada aktivitas masyarakat di luar rutuk kering, dan rasa lelah. Geja- mah, seperti pergi ke kantor, supermarket, la lainnya yang lebih jarang dan dan lainnya. mungkin dialami beberapa pasien meliputi rasa nyeri dan sakit, Bentuk Pencegahan Penularan hidung tersumbat, sakit kepala, COVID-19 konjungtivitis, sakit tenggorokan, Menurut website resmi WHO, berikut langdiare, kehilangan indera rasa atau kah-langkah yang dapat dilakukan untuk penciuman, ruam pada kulit, atau mengurangi risiko terinfeksi atau menyeperubahan warna jari tangan atau barkan COVID-19: kaki. Gejala-gejala yang diala- • Seringlah mencuci tangan dengan mi biasanya bersifat ringan dan air bersih mengalir dan sabun, atau cairan
antiseptik berbahan dasar alkohol. • Jaga jarak setidaknya 1 meter dengan orang lain. • Hindari pergi ke tempat-tempat ramai. • Hindari menyentuh mata, hidung, dan mulut. • Pastikan menjalankan etika batuk dan bersin dengan cara menutup mulut dan hidung dengan siku terlipat atau tisu saat batuk atau bersin, segera buang tisu bekas tersebut. • Tetaplah tinggal di rumah dan lakukan isolasi mandiri meskipun hanya memiliki gejala ringan seperti batuk, sakit kepala, dan demam ringan sampai sembuh. • Jika demam, batuk, dan kesulitan bernapas, segeralah cari pertolongan medis dan tetap memberitahukan kondisi terlebih dahulu. • Tetap ikuti informasi terbaru dari sumber terpercaya, seperti WHO, dinas kesehatan daerah, dan kementerian kesehatan.
gan lalu lintas pejalan kaki ini akan terjadi efek pengganda negatif pada banyak toko lokal, toko kopi dan pengecer, yang pada akhirnya akan mengancam mengubah lingkungan. Perilaku sosial masyarakat di depan umum juga bisa berubah.
Dampak COVID-19 terhadap Psikologis Manusia
Menurut riset yang dilakukan oleh Melo dan Soares (2020) dalam penelitiannya yang berjudul : “Impact of social distancing on mental health during the COVID-19 pandemic: An urgent discussion”, COVID-19 memberikan dampak terhadap psikologi manusia karena adanya isolasi sosial di rumah. Mereka percaya bahwa isolasi sosial mungkin akan meningkatkan ketakutan, gejala kecemasan, kesepian, dan suasana hati yang tertekan karena manusia adalah makhluk sosial yang butuh interaksi sosial dengan orang lain.
Dampak COVID-19 terhadap Ruang Publik
Menurut Siossian (2020), COVID-19 adalah menantang dua aktivitas yang membuat orang keluar ke kota di tempat pertama, ketika ide ruang publik lahir. COVID-19 kemungkinan akan menghasilkan penurunan dalam lalu lintas pejalan kaki yang terkait dengan aktivitas komersial, dan penguran-
Sumber: Morris Hospital
RUANG TERBUKA PUBLIK
Ruang Terbuka Publik
Ruang terbuka publik adalah simpul dan sarana komunikasi pengikat sosial untuk menciptakan interaksi antar kelompok masyarakat (Carr, 1992). Menurut Nazaruddin (1994), ruang publik terbuka melayani kebutuhan sosial masyarakat kota dan memberikan pengetahuan kepada pengunjungnya. Pemanfaatan ruang terbuka publik oleh masyarakat sebagai tempat untuk bersantai, bermain, berjalan-jalan, dan membaca. Stephen Carr (1992) melihat ruang terbuka publik sebagai milik bersama, empat masyarakat melakukan aktivitas fungsional dan ritualnya dalam suatu ikatan komunitas, baik kehidupan sehari-hari maupun dalam perayaan berkala yang telah ditetapkan sebagai sesuatu yang terbuka, tempat masyarakat melakukan aktivitas pribadi dan kelompok. Secara umum, tujuan ruang terbuka publik (Carr dkk., 1992) adalah: 1. Kesejahteraan Masyarakat Kesejahteraan masyarakat menjadi motivasi dasar dalam penciptaan dan pengembangan ruang terbuka publik yang menyediakan jalur untuk pergerakan, pusat komunikasi, dan tempat untuk merasa bebas dan santai. 2. Peningkatan Visual (Visual Enhancement) Keberadaan ruang publik di suatu kota akan meningkatkan kualitas visual kota tersebut menjadi lebih manusiawi, harmonis, dan indah. 3. Peningkatan Lingkungan (Environmental Enhancement) Penghijauan pada suatu ruang terbuka publik sebagai sebuah nilai estetika juga paru-paru kota yang memberikan udara segar di tengah-tengah polusi. 4. Pengembangan Ekonomi (Economic Development) Pengembangan ekonomi adalah tujuan yang umum dalam penciptaan dan pengembangan ruang terbuka publik. 5. Peningkatan Kesan (Image Enhancement) Merupakan tujuan yang tidak tertulis secara jelas dalam kerangka penciptaan suatu ruang terbuka publik namun selalu ingin dicapai.
Elemen Ruang Publik
Menurut Darmawan (2009) konsep lain dalam menilai kualitas ruang publik kota terdapat 8 elemen, yaitu: 1. Aktifitas dan Fungsi Campuran Aktifitas dan fungsi campuran mempengaruhi kecenderungan masyarakat dalam memilih ruang publik. Masyarakat kota dalam melakukan aktifitasnya lebih memilih tempat yang fasilitasnya memiliki fungsi campuran. Sehingga hampir diberbagai kota di dunia mendesain kotanya dengan konsep Mixed Use. 2. Ruang Publik dan Ruang Khusus Ruang publik dan Ruang khusus adalah ruang publik dengan pengertian yang luas memiliki arti penting masyarakat, sebagai area komunikasi, tempat kencan, tempat apresiasi dan rekreasi, area komersial, pedagang kaki lima, tempat demo mengemukakan pendapat dan sebagainya. Penyediaan ruang publik merupakan faktor penting untuk membuat ruang kota menjadi hidup (lively). Pengadaan ruang publik perkotaan sangat diperlukan untuk sarana kegiatan sosial, ekonomi, dan fungsi lingkungan. 3. Pergerakan dan Keramahan Pedestrian Pergerakan dan keramahan pedestrian merupakan faktor penting untuk mengantisipasi pergerakan orang dari satu fasilitas publik ketempat lainnya. Fasilitas ini dulunya diabaikan, sekarang sudah mulai diperhitungkan karena mengandung nilai kualitas lingkungan yang baik dan harus didesain sesuai citra kawasan. Keramahan pedestrian akan memberi kenyamanan bagi masyarakat dalam melakukan pergerakan. 4. Skala Manusia dan Kepadatan Skala manusia dan kepadatan akan mempengaruhi kualitas ruang publik. Suatu desain harus memikirkan skala manusia agar lebih manusiawi, keterlingkupan yang lebih erat, aksesoris kota yang lebih menarik, utilitas kota yang berfungsi dengan baik. Intinya semua aspek dirancang lebih manusiawi dan aksebilitas bagi penyandang cacat sekalipun. Kepadatan merupakan kondisi yang tidak seimbang antara fasilitas yang tersedia dan masyarakat yang menggunakan.
5. Struktur , Kejelasan dan Identitas Struktur, kejelasan, dan identitas memberi pemahaman dengan cepat kepada masyarakat akan keberadaan ruang publik. Sebelum memulai perencanaan secara integral, wajib mengenali struktur kawasan kota yang akan dirancang, daerah mana yang perlu dikembangkan, ruang terbuka mana yang bisa dipakai dan bagaimana mengatur aksebilitasnya. Hal ini untuk kejelasan manajemen transportasi kawasan terhadap kota. Identitas merupakan unsur penting yang dapat menarik perhatian dikawasan revitalisasi, karena orang akan mudah terkesan dan selalu ingat apa yang pernah dilihat. 6. Kerapian, Keamanan dan Kenyamanan Kerapian, keamanan dan kenyamanan merupakan elemen penting dalam peningkatan kualitas ruang publik. Kerapian yang menyangkut infrastruktur, bangunan, utilitas dan aksesoris kota sehingga banyak keluhan masyarakat karena merasa tidak nyaman, terganggu dan tidak aman. 7. Manajemen Kota Manajemen kota sangat diperlukan dalam menjaga dan meningkatkan kualitas ruang publik. Manajemen suatu kota sering tidak jelas siapa yang harus bertanggung jawab, siapa yang berperan menggerakkan masyarakat menyadari akan partisipasi terhadap pengelolaan kota. Peran stakeholder sangat penting dalam manajemen kota, karena beban ini tidak dapat sepenuhnya diberikan pada pemerintah kota karena berbagai keterbatasan. 8. Beragam Visual Menarik Beragam visual menarik yang ada dikawasan revitalisasi sangat diperlukan untuk menambah nilai pemandangan (vista) yang dapat meningkatkan daya tarik dan nilai estetika kawasan menjadi berkualitas. Supaya nilai kawasan tersebut leboh positif maka dalam perencanaan penataan kawasan harus memperhatikan potensi yang ada, dan menciptakan karakter yang berjati diri kawasan setempat.
Pemetaan Perilaku (Behavioral Map- membuat sketsa-sketsa dan catatan-catatan pada peta dasar. ping) Faktor perilaku dipandang berpengaruh dalam pola ruang. Dikatakan Sommer (1986), bahwa behavioral mapping digambarkan dalam bentuk sketsa atau diagram mengenai suatu area dimana manusia melakukan berbagai kegiatan. Tujuannya adalah untuk menggambarkan perilaku dalam peta, mengidentifikasikan jenis dan frekuensi perilaku, serta menunjukkan kaitan antara perilaku tersebut dengan wujud perancangan yang spesifik. Jenis-jenis perilaku yang biasa dipetakan antara lain meliputi: pola perjalanan (trip pattern), migrasi (migration), perilaku konsumtif (consumptive behavior), kegiatan rumah tangga (households activities), hubungan ketetanggaan (neighbouring), serta penggunaan fasilitas publik. Terdapat dua cara untuk melakukan pemetaan perilaku yakni: (1) place-centered mapping dan (2) person-centered mapping yang akan dijelaskan sebagai berikut: • Pemetaan berdasarkan tempat (place-centered mapping) Teknik ini digunakan untuk mengetahui bagaimana manusia atau sekelompok manusia memanfaatkan, menggunakan, atau mengakomodasikan perilakunya dalam suatu situasi waktu dan tempat tertentu. Peneliti menggunakan peta dasar dan harus akrab dengan situasi tempat atau area yang diamati. Peneliti mencatat perilaku dengan menggambarkan simbol-simbol pada peta dasar. • Pemetaan berdasarkan pelaku (person-centered mapping) Teknik ini menekankan pada pergerakan manusia pada suatu periode waktu tertentu. Teknik ini berkaitan dengan tidak hanya satu tempat atau lokasi akan tetapi dengan beberapa tempat atau lokasi. Apabila pada place-centered mapping peneliti berhadapan dengan banyak manusia, pada person-centered mapping peneliti berhadapan dengan seseorang yang khusus diamati. Tahap yang dilakukan adalah mengikuti pergerakan dan aktivitas yang dilakukan oleh orang atau sekelompok orang yang diamati. Pengamatan dilakukan dengan
Perilaku Masyarakat
Pengertian perilaku sehat menurut Soekidjo Notoatmojo (1997: 121) adalah suatu respon seseorang/organisme terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Menurut Skinner sebagaimana dikutip oleh Soekidjo Notoatmojo (2010: 21) perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap rangsangan dari luar (stimulus). Perilaku dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a. Perilaku tertutup (covert behaviour), perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum bisa diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk “unobservabel behavior” atau “covert behavior” apabila respons tersebut terjadi dalam diri sendiri, dan sulit diamati dari luar (orang lain) yang disebut dengan pengetahuan (knowledge) dan sikap (attitude). b. Perilaku Terbuka (overt behaviour), apabila respons tersebut dalam bentuk tindakan yang dapat diamati dari luar (orang lain) yang disebut praktek (practice) yang diamati orang lain dati luar atau “observabel behavior”. Perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skinner ini disebut teori ‘S-O-R” (Stimulus-Organisme-Respons). Berdasarkan batasan dari Skinner tersebut, maka dapat didefinisikan bahwa perilaku adalah kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka pemenuhan keinginan, kehendak, kebutuhan, nafsu, dan sebagainya. Kegiatan ini mencakup: a. Kegiatan kognitif: pengamatan, perhatian, berfikir yang disebut pengetahuan b. Kegiatan emosi: merasakan, menilai yang disebut sikap (afeksi)
The Hus Index
The Huss Index merupakan metode yang dikembangkan dengan tujuan untuk mengeskploasi pengalaman manusia di ruang publik. Metodologi yang bersifat eksperimental ini mengevaluasi persepsi multisensori ruang, dan menyelidiki bagaimana lingkungan fisik mempengaruhi status emosional dan tingkat kenyamanan pengguna. Metodologi memperhatikan beberapa point kriteria seperti: Sensing Space, Emotions System, Comfort in Space, and Diversity in Space. Kriteria Sensing Space memiliki arti Arsitektur adalah seni rekonsiliasi antara diri kita dan dunia, dan mediasi ini terjadi melalui indera. Bagaimana kita bisa menggambarkan “ruang jauh” dan “ruang dekat”, berdasarkan informasi yang kita dapat. Bagaimana ruang dekat (ruang haptik) adalah ketika kita dapat merasakan sentuhan dan ruang jauh (ruang lokomotor) adalah ruang yang membutuhkan perjalanan lebih jauh untuk mencapainya. Selanjutnya untuk kriteria Emotions System adalah bentuk ketakutan yang salah satunya dipacu oleh adanya stressor sebuah perkotaan. Maka dari itu, ada kebutuhan untuk mempelajari bagaimana orang merespon secara emosional terhadap rangsangan multisensori (sistem visual, sistem pendengaran, sistem rasa-bau, sistem orientasi dasar, dan sistem haptic) yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Kriteria lainnya adalah Comfort in Space, menurut Dillon (2005), kenyamanan psikologis dalam ruang perkotaan terkait dengan bagaimana desain ruang publik mempengaruhi tingkat inklusi atau eksklusi psikologis. Kaplan (1982) mengeksplorasi kemampuan lingkungan untuk membantu pemulihan kognitif dan menguraikan karakteristik spasial yang terlihat sebagai inklusif. Karakteristik ini menyeimbangkan koherensi yang berkaitan dengan tatanan spasial dan organisasi, kompleksitas ( jumlah dan keragaman elemen visual), keterbacaan (kemudahan orientasi dan pencarian jalan), dan misteri (saran untuk memiliki lebih banyak hal untuk dieksplorasi daripada apa yang pertama kali dirasakan).
Kriteria yang terakhir adalah Diversity in Space dimana mengenali bagaiman budaya masyarakat berinteraksi merupakan hal yang sangat penting. Karena mengetahui bagaimana masyarakat berinteraksi dapat mempengaruhi hasil kehadiran suatu ruang.
Pola Sirkulasi
Dalam buku T. White, pola sirkulasi dapat membentuk suatu ruang atau titik kumpul. Hal ini berikaitan dengan karakteristik street furniture yang ingin diteliti untuk menghindari perkumpulan orang.
Pola Sirkulasi Vertikal pada Tempat-tempat yang Unik Dalam Denah Sumber: Buku Site Analysis oleh Edward T. White (1984)
Sistem-sistem Pergerakan Sumber: Buku Site Analysis oleh Edward T. White (1984)
Tempat Masuk untuk Konsep Sirkulasi Sumber: Buku Site Analysis oleh Edward T. White (1984)
Personal Space
Menurut Fisher (dalam Sarwono, 1992), personal space merupakan batas atau konsep jarak yang tidak nampak disekeliling diri dan tidak boleh dilalui oleh orang lain. Konsep ini menimbulkan perilaku crowding, secara umum dikatakan situasi seseorang tidak mampu mempertahankan personal space-nya disebabkan karena jumlah personal yang tinggi. Menurut Hall (1963), ada 4 macam jarak personal space, yaitu: 1. Jarak intim (0 – 18 inci / 0 – 0,5 m), yaitu jarak untuk berhubungan seks, untuk saling merangkul antar kekasih, sahabat, atau anggota keluarga, atau untuk melakukan olahraga kontak fisik seperti gulat dan tinju. 2. Jarak personal (18 inci – 4 kaki / 0,5 – 1,3 m), yaitu jarak untuk percakapan antara dua sahabat atau antar orang yang sudah saling akrab. 3. Jarak sosial (4 – 12 kaki / 1,3 – 4 m), yaitu untuk berhubungan yang bersifat formal seperti bisnis, dan sebagainya. 4. Jarak publik (12 – 25 kaki / 4 – 8,3 m), yaitu untuk hubungan yang lebih formal lagi seperti penceramah atau aktor dengan hadirinnya.
Teritori (Territory)
Menurut Altman 1975 (dalam Haryadi, 2010) membagi teritori menjadi tiga kategori. Tiga kategori tersebut adalah: primary, secondary, serta public territory. 1. Teritori utama (primary) adalah suatu area yang dimiliki, digunakan serta eksklusif, disadari oleh orang lain, dikendalikan secara permanen, serta menjadi bagian utama dalam kehidupan sehari-hari penghuninya. 2. Teritori sekunder (secondary) adalah suatu area yang tidak terlalu digunakan secara eksklusif oleh seseorang atau sekelompok orang, mempunyai cakupan area yang cukup luas, dikendalikan secara berkala oleh kelompok yang menuntutnya. 3. Teritori publik (public territory) adalah suatu area yang dapat digunakan atau dimasuki oleh siapapun, tetapi ia harus mematuhi norma-norma serta aturan yang berlaku di area tersebut.
Teori Warna
Menurut Frank H. Mahnke, warna bukanlah bagian dari sebuah benda ruang, ataupun permukaan, warna adalah sensasi yang disebabkan oleh kualitas cahaya tertentu yang terlihat mata dan diinterpretasikan oleh otak. Menurut Jeanne Kopaoz, warna mengacu kepada semua sensasi visual, termasuk kosongnya warna putih dan gelapnya warna hitam, begitu juga intensitas dari merahnya lipstik dan kehalusan sebuah batu merah. Berikut pengertian warna: 1. Putih : Sederhana, ketepatan, lurus, rapi, dan bersih. 2. Hitam : Teguh, fokus, hampa, sedih, dan sepi. 3. Merah : Inspiratif, kuat, disiplin, menarik perhatian, dan cinta. 4. Kuning : Optimis, percaya diri, kewaspadaan, selalu siaga, dan positif. 5. Biru : Konsisten, konsentrasi, tidak ambisi, kepercayaan, dan kaku. 6. Hijau : Alami, rileksasi, ketenangan, kesejukan, dan meredam emosi. 7. Orange : Energik, sensual, menyenangkan, dan ceria. 8. Coklat : Natural, bersahabat, kelembutan, serius, dan dapat dipercaya. 9. Abu–abu: Cerdas, dewasa, profesional, aman, dan tenang. 10. Pink : Cinta kasih, feminim, damai, melindungi, harmonis, keindahan, dan manis. 11. Ungu : Misterius, penuh kejutan, penuh ide, menutup diri, ningkrat, ambisius, dan arogan. 12. Emas : Kejayaan, berkelas, berhasil, pantang menyerah, suka berfikir, dan unggul.
Tekstur Material
Menurut penelitian yang dilakukan oleh NIH (National Institutes of Health), penelitian baru menemukan bahwa virus penyebab penyakit coronavirus 2019 (COVID-19) stabil selama beberapa jam hingga berhari-hari di aerosol dan di permukaan. Para ilmuwan menemukan bahwa sindrom pernapas-
an akut parah coronavirus 2 (SARS-CoV-2) dapat dideteksi dalam aerosol hingga tiga jam, hingga empat jam pada tembaga, hing-
ga 24 jam pada karton dan hingga dua hingga tiga hari pada plastik dan stainless steel.
Sumber: Buku Data Arsitek, 1980
Ergonomi
Antropometri Istilah ergonomi berasal dari bahasa Yunani Menurut Nurmianto dalam Prasetyo (2011), yang terdiri dari dua kata, yaitu ergon yang bahwa antropometri adalah artinya kerja dan nomos yang artinya atur- suatu kumpulan data numerik yang beran atau hukum. Menurut Panero (2003), er- hubungan dengan karakteristik tubuh magonomi adalah teknologi perancangan ker- nusia dalam hal ukuran, bentuk, dan kekuaja yang didasarkan pada ilmu-ilmu biologi tan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain. manusia, anatomi, fisiologi, dan psikologi.
Sumber: Buku Data Arsitek, 1980
Sumber: Buku Dimensi manusia dan ruang interior: Buku panduan untuk standar - standar pedoman, 2003
STREET FURNITURE
Sumber: Buku Time-Saver Standards for Landscape Architecture, 1997
Menurut Y.T.O. (1992), street furniture merupakan elemen yang dirancang pada setiap lansekap atau ruang publik dengan cara memenuhi kebutuhan pengguna seperti kenyamanan, pengetahuan, kontrol sirkulasi, pelestarian, dan hiburan. Street furniture terdiri dari elemen buatan manusia dari pemandangan jalan yang terletak di trotoar, di alun-alun, atau di area pejalan kaki jenis lain. Menurut Cartwright (1982), elemen street furniture umumnya dikaitkan dengan fasilitas untuk pejalan kaki dan mungkin berdiri bebas atau diperbaiki. Termasuk bangku atau bentuk lain dari tempat duduk, bollard atau tiang, kios, drinking fountains, tanaman, halte bus, signage, tempat sampah, rak sepeda, meja permainan, perlengkapan penerangan, bilik telepon, dan papan pengumuman. Beberapa otoritas menunjukkan perbedaan antara street furniture dan street hardware. Kategori terakhir mengacu pada utilitas dan sistem mekanis yang terletak di dalam sebuah jalan. Di jalan dan termasuk hidran pemadam kebakaran, penutup lubang got, lampu lalu lintas, dan rambu-rambu,
tiang dan garis utilitas, dan meteran parkir.
Elemen Street Furniture
Street furniture mencakup elemen lansekap keras dari komponen ruang terbuka dan dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsi, jenis penggunaan, penempatan, dan gaya produksinya. Street furniture mencakup berbagai jenis furnitur seperti elemen tempat duduk, lantai, air mancur, kolam renang, bilik telepon, jam, area teduh, patung, halte, pembatas, tempat parkir sepeda, rambu lalu lintas, rambu orientasi dan informasi, taman bermain anak, tempat sampah, olahraga peralatan, dan toilet bergerak (Yaylali, 1998; 67-69). Street furniture dapat dikategorikan berdasarkan fitur-fiturnya seperti bentuk, warna, tekstur, bahan, fungsionalitas, dan penempatan. Fasilitas Tempat Duduk Fasilitas tempat duduk, seperti bangku, harus diintegrasikan di dalam ruang luar kota di mana pun orang menunggu, bertemu, atau bersosialisasi; Di lapangan umum, misalnya, kursi harus koheren dengan elemen lain, sehingga saat kursi tidak digunakan, kursi tidak menimbulkan rasa isolasi atau kekosongan. Mampu duduk dalam lanskap kota memberikan kesempatan untuk berhenti sejenak, dan juga sentuhan dan kon-
tak yang lebih intim dengan suatu tempat Lighting daripada saat berdiri atau berjalan. Menurut IESNA (2000), cahaya adalah pancaran energi dari sebuah partikel yang Tempat Sampah dapat merangsang retina manusia dan meDefinisi tempat sampah (Kementrian Peker- nimbulkan sensasi visual. Pencahayaan jaan Umum, 2013). Wadah sampah adalah terdapat di dalam konteks arsitektur baik tempat untuk menyimpan sampah sementa- itu interior maupun eksterior. Menurut Setira di sumber sampah. Sedangkan pewada- awan (2012), pencahayaan bukan berperan han sampah adalah kegiatan menampung sebagai pelengkap arsitektur, namun telah sampah sementara sebelum sampah di- menjadi bagian dari arsitektur itu sendiri. kumpulkan, dipindahkan, diangkut, diolah, Keberadaan pencahayaan dapat mempendan dilakukan pemrosesan akhir sampah di garuhi pengalaman ruang, estetika banTPA gunan, dan visualisasi ruang. Menurut IES, standar iluminasi pada area dengan kegiaSignage tan di ruang publik adalah 100-150-200 lux. Sistem papan tanda memainkan sejumlah peran penting: memberikan informasi dan Tempat Cuci Tangan petunjuk bagi orang-orang untuk menemu- Menurut WHO (2009), cuci tangan adalah kan jalan mereka di sekitar situs, membantu suatu prosedur/tindakan membersihkan menjaga citra dan koherensi situs, dan men- tangan dengan menggunakan sabun dan dorong pembelajaran. Selain itu, signage air yang mengalir atau Hand rub dengan dapat berupa floor graphic design, bagian antiseptik (berbasis alkohol). Sedangkan esensial dari environment graphic. Floor menurut James (2008), mencuci tangan graphic design merupakan rangkaian rep- merupakan teknik dasar yang paling pentresentasi visual dan simbolik grafik dari sig- ing dalam pencegahan dan pengontrolan nage, dengan bertujuan sebagai media in- infeksi, khususnya COVID-19, sehingga tamteraksi antara manusia dengan ruang publik bahan untuk tempat cuci tangan dibutuhkan (MS. Andrijanto, 2018, hlm. 225). di ruang terbuka publik.
Sumber: UNSW
METODE PENGUMPULAN DATA DATA PRIMER
DATA SEKUNDER
Observasi
Daring
Dokumentasi foto dan video
Youtube
Jurnal
E-book
Data bersifat kualitatif
POPULASI DAN VARIABEL Populasi:
Pengunjung Spot Budaya 2 Dukuh Atas: 30 orang
Variabel Bebas:
Jarak, dimensi, kapasitas, material, partisi, layout, sirkulasi, bentuk, durasi, dan warna.
Variabel Terikat:
Karakteristik street furniture yang dapat mengurangi atau membatasi aktivitas manusia saat dan setelah pandemi COVID-19.
PENGOLAHAN DATA
Pemetaan perilaku (place centered) dengan denah, potongan, dan perspektif tiga dimensi
SPOT BUDAYA 2 DUKUH A
ATAS
SPOT BUDAYA 2 DUKUH ATAS
Menurut hasil survey 19 September 2020, Spot Budaya 2 Dukuh Atas masih menjadi tempat yang diminati oleh masyarakat kota untuk melakukan berbagai kegiatan, terutama kegiatan bersosialisai. Kegiatan bersosialisasi dapat berupa; berolahraga bersama, duduk dan berbincang bersama, ataupun melakukan kegiatan swafoto bersama. Masyarakat melakukan kegiatan bersosialisasi hanya dalam kurun waktu 30 – 40 menit, dan didominasi oleh masyarakat yang sedang berolahraga namun membutuhkan tempat untuk beristirahat. Untuk area skatepark masih sangat kosong, dikarenakan kegiatan masyarakat yang bermain skateboard, biasa dilakukan pada malam hari.
SPOT BUDAYA 2 DUKUH ATAS
Survei kembali dilakukan pada tanggal 27 Oktober 2020 pukul 19.00 – 19.30, namun saat itu area Spot Budaya 2 Dukuh Atas baru saja mengalami hujan, sehingga pengunjung Spot Budaya 2 Dukuh Atas hanya beberapa orang saja yang dimana kegiatannya pun hanya foto di area viewing deck dan kemudian pulang. Dan rata – rata pengunjung adalah masyarakat kantoran. Selain itu, ada beberapa anak skateboard yang mulai
datang namun tidak langsung mulai bermain karena area skateboard pun basah karena hujan. Masyarakat yang datang untuk berswasfoto datang dengan kerumunan beberapa orang yang saling mengenal. Masyarakat yang datang juga sudah menggunakan masker. Namun, saat kegiatan berswasfoto masyarakat tidak menggunakan masker dalam jangka waktu
lebih dari 5 menit. Dalam waktu 5 menit pun, masyarakat melakukan aktivitas lain, yaitu saling mengobrol. Sehingga, dalam jangka waktu tersebut dengan kerumunan 5-7 orang bersamaan, dapat menimbulkan penyebaran COVID–19.
Kemudian dilakukan survei kembali 28 Oktober 2020 pukul 18.30 – 19.00, Beberapa masyarakat di Spot Budaya 2 Dukuh Atas lebih ramai pengunjung dibandingkan 27 Oktober 2020. Ada masyarakat yang mentaati protokol kesehatan, dan ada juga yang tidak mentaati, baik masyarakat yang beraktivitas berupa bermain skateboard maupun yang sekedar hanya menonton dan beristi-
rahat, serta masyarakat yang melakukan kegiatan swasfoto terutama di area viewing deck . Mereka yang melakukan aktivitas berkerumun seperti ini, ada yang menggunakan masker dan ada juga yang tidak. Begitu pula di area berbasis railing, masih banyak masyarakat yang bersandar dan memegang area railing. Yang dimana, hal ini dapat menyebabkan penyebaran Covid-19.
KEGIATAN DI SPOT BUDAYA 2 DUKUH ATAS
Pemetaan Perilaku Area Trotoar
AREA TROTOAR Keadaan trotoar di Spot Budaya 2 Dukuh Atas pada saat survei sangat mencemaskan. Lebarnya desain trotoar tentu sangat memberi kenyamanan bagi pejalan kaki atau pelari saat olahraga pagi, tapi pada malam hari telah di salah gunakan oleh pemain skateboard. Dengan lebar trotoar yang mencapai enam meter, sebagian besar telah berubah fungsi, sekitar empat meter digunakan untuk track skateboard. Hal ini mengakibatkan tersisa dua meter saja untuk pejalan kaki / pelari dari dua arah berlawanan. Padahal pada masa pandemi ini sangat diperlukan jaga jarak serta pemberlakuan arah jalan menjadi satu arah yang setidaknya memerlukan jarak sekitar 3,2 meter. Karakteristik street furniture yang dapat dilakukan untuk sirkulasi trotoar adalah dengan membuat peraturan / signage arah jalur pejalan kaki, sehingga meminimalisirkan jumlah orang yang berpapasan saling ber-
hadapan. Kemudian mengembalikan fungsi trotoar seperti semula, khusus pejalan kaki / pelari saja dengan cara mengecilkan lebar trotoar sehingga tidak mengundang pemain skateboard untuk menyalahgunakan trotoar. Dalam proses mengecilkan lebar trotoar dapat dengan membuat area hijau di tengah-tengah sepanjang trotoar, sekaligus sebagai pembatas / pemisah jalur yang berlawanan arah. Lebar area hijau sekurang-kurang nya dua meter dan jarak bebas dengan pejalan kaki sekitar 0,6 meter sesuai dengan jarak aman saat pandemi. Pemisahan dengan tanaman perdu / area hijau dapat diberlakukan juga untuk area duduk dan berjualan dengan interval kurang lebih dua meter antar tempat duduk dan pedagang.
Pukul 18.30 Bermain Skateboard Pengunjung Berjalan Kaki
Kebutuhan luas per orang: 4 m2
Perlu adanya pembatasan pengunjung untuk bermain skateboard di area skateboard sebesar 50%. Pembatasan durasi untuk bermain antar pemain skateboard sekitar 30 menit/sesi. Sumber: Neufert
Pukul 19.00 Bermain Skateboard Pengunjung Berjalan Kaki
Jarak pegunjung yang melewati area skateboard dengan pemain skateboard sekitar 60 cm dan kurang dari jarak standar yang ditetapkan pemerintah. 0,2 m
1,6 m
0,2 m
60 cm
2m
Pukul 19.00 Bermain Skateboard Pengunjung Berjalan Kaki
Usulan karateristik pra perancangan street furniture: Pemisahan zoning sirkulasi pengunjung yang tidak bermain skateboard dengan yang bermain skateboard. Perlu adanya pemisah zoning seperti tanaman agar tetap menjaga jarak sesuai pemerintah. Diameter tanaman: min. 1,6 meter. Pemisahan jalur antara entrance dan exit Lebar area sirkulasi pejalan kaki minimal untuk dua arah: 3.2 meter 0,2 m
1,6 m
0,2 m
2m
OUT IN
Pemisahan jalur sirkulasi untuk naik dan turun agar tidak crossing dan meciptakan jarak yang aman. Dapat dilakukan dengan sirkulasi memutar, sehingga tidak berkumpul di satu titik.
Pemetaan Perilaku Area Skateboard dan Parkir
AREA SKATEBOARD DAN PARKIR Pada tanggal 28 Oktober 2020, pukul 18.30, sekitar 30 pengunjung berada di Spot Budaya Dukuh Atas. Berbagai aktivitas dilakukan oleh pengunjung, seperti bermain skateboard dan duduk santai, serta mengobrol dengan orang yang dikenalnya. Entrance kawasan Spot Budaya 2 Dukuh Atas melalui area parkir motor, bila mengendarai kendaraan. Sementara itu, bila pengunjung berjalan kaki, dapat melewati trotoar di Jalan Sudirman. Melalui area parkir motor, pengunjung melewati area bermain skateboard terlebih dahulu untuk menuju trotoar di Jalan Sudirman. Tidak adanya sirkulasi khusus untuk pejalan kaki yang datang dan ingin menuju viewing deck mengakibatkan terjadinya crossing antara pemain skateboard dan juga pengunjung yang tidak bermain skateboard karena hanya berjarak 60 cm. Hal ini tentunya tidak aman, terutama di masa pandemi COVID-19. Karakteristik street furniture yang dapat dilakukan, khususnya untuk sirkulasi adalah dengan memberikan pembatas fisik seperti tanaman dengan diameter 1,6 meter di antara sirkulasi pengunjung yang berbeda arah. Pemisahan jalur antara entrance dan exit juga diperlukan, dapat dilakukan dengan sirkulasi memutar, sehingga tidak berkumpul di satu titik. Terdapat tiga orang di area bermain skateboard dengan satu orang sedang duduk di tempat duduk dengan kapasitas 15-20 orang. Sementara itu, sirkulasi untuk menuju trotoar di Jalan Sudirman dapat melewati ramp dan juga tangga. Dengan adanya ramp, dapat membantu pengunjung difabel untuk dapat mengakses Spot Budaya 2 Dukuh Atas. Akan tetapi, sirkulasi ini tidak dipisahkan untuk satu sirkulasi saja. Lebar ramp 1,2 meter dan lebar tangga 1,6 meter. Di saat pandemi ini, jaga jarak adalah yang terpenting. Jarak minimal yang harus dijaga adalah 2 meter. Karena itu, perlu adanya pemisahan antara sirkulasi naik dan juga turun. Pembatasan pengunjung sebesar 50% dari
total kapasitas pengunjung maksimal Spot Budaya 2 Dukuh Atas untuk bermain skateboard diperlukan untuk mengurangi penyebaran virus di keramaian, khususnya ruang terbuka. Durasi bermain juga perlu dibatasi, sesuai dengan aktivitas yang ada.
Pemetaan Perilaku Area Duduk
AREA DUDUK DAN VIEWING DECK Menurut hasil survei kelompok yang sudah dilakukan, area duduk dan area viewing adalah area yang melekat dengan area Spot Budaya 2 Dukuh Atas. Masyarakat yang datang ke area ini awalnya tidak mengalami pembatasan, mereka yang datang di masa COVID-19 ini datang dan menjaga jarak sebatas untuk mereka yang tidak saling mengenal. Bagi mereka yang saling mengenal, mereka tidak menciptakan sebuah jarak.
Begitu pula dengan area duduk dan area railing, mereka yang duduk hanya menjaga jarak jika mereka tidak saling kenal. Bagi mereka yang masih kenal, mereka akan memilih mengobrol tanpa menjaga jarak. Mereka yang sedang duduk pun melakukan kegiatannya ada yang menggunakan masker dan ada yang tidak menggunakan. Hal ini dapat menyebabkan penyebaran COVID-19 di area ruang terbuka publik.
Saat berada di viewing deck, masyarakat sering berlama-lama karena selain berfoto, masyarakat pun dapat menikmati panorama area kota Jakarta. Area nya akan semakin ramai saat weekday di area jam pulang kerja sampai dengan malam hari. Dan weekend di jam saat olahraga pagi dan malam hari.
Maka dari itu adanya usulan pra-rancangan desain untuk area ruang terbuka publik sangat dibutuhkan. Untuk area duduk, adanya penyusunan kembali pola bangku menjadi pola grid, dapat membantu area duduk lebih tertata dan lebih berjarak. Dalam susunan
AREA DUDUK DAN VIEWING DECK
Pemetaan Perilaku Area Viewing Deck
pola grid, bangku yang digunakan adalah bangku single user, dan diberikan interlocking yang sifatnya semi-permanent, sehingga area duduk benar-benar meminimalisir masyarakat yang duduk dan masyarakat yang berkomunikasi secara langsung.
tu yang diizinkan untuk melakukan kegiatan foto di area viewing deck. Area railing bagian area duduk digunakan untuk area mengantri ke area viewing deck dengan adanya aturan jarak aman,sesuai standarisasi protokol kesehatan. Area duduk, railing dan viewing deck memiliki keterkaitan ruUntuk area railing, karena kebiasaan mas- ang dan bisa menghasilkan usulan pra-ranyarakat yang suka melakukan aktivitas cangan desain yang menjadi satu kesatuan seperti menyentuh dan bersandar pada zoning yang saling melengkapi satu sama railing, saat ini area railing dibuat batasan / lain. boundary berupa pola lantai, dan nantinya akan ada hubungan dengan antrian menuju ke area viewing deck. Dan untuk area viewing deck, adanya pemisahan sirkulasi untuk naik dan turun menuju deck teratas dari Spot Budaya 2 Dukuh Atas, dan adanya pembatasan jumlah orang dan durasi wak-
TABEL FORMULASI GUIDELINES USULAN KARAKTERISTIK STREET FURNITURE UNTUK PRA-RANCANGAN RUANG TERBUKA PUBLIK POST COVID-19 FURNITURE
KARAKTERISTIK
SEBELUM COVID-19
SETELAH COVID-19
Tempat Duduk
Kapasitas
10-15 orang 3 orang
Single user
Zona: Area Duduk; Plaza
Dimensi
P: 23 meter (mengelilingi)
Penggunaan bangku single user dengan ukuran 50x50 cm2/bangku.
Material
Kayu
Kayu
Partisi
Tidak ada partisi
Penggunaan partisi dengan material acrylic sneeze.
Jarak
Tidak adanya jarak antar bangku.
2.00 m - 2.50 m /bangku.
Layout
Tidak adanya pola tertentu dalam penyusunan bangku.
Bangku disusun dengan pola grid.
Sirkulasi
Campur
Pemisahan jalur untuk in dan out area
Visualisasi Peletakkan Street Furniture setelah Pandemi COVID-19 Area Duduk
FURNITURE
Pedestrian ways Zona: Trotoar
SEBELUM COVID-19
SETELAH COVID-19
Lebar jalan
1,2-1,5 meter
3,2 meter dengan pembatas fisik berupa tanaman dengan diameter 1,6 meter
Sirkulasi
Campur
Setiap arah ada zonasinya sendiri
Tidak ada partisi
Tanaman perdu atau shrub untuk memisahkan zoning sirkulasi pejalan kaki
KARAKTERISTIK
Partisi Tanaman
Jenis
Zona: Area sirkulasi Skateboard dan trotoar, area duduk
Tinggi
Semak (tinggi maks. 1,5 m) 0,2 m - 1 m
Diameter
0,1 m - 0,3 m
1,5 m - 2 m
Layout
Hanya ada pada taman
Terletak sebagai perbatasan tempat duduk dan sirkulasi dua arah
Material
Papan nama Bahan : Alumunium / Metal
Panel komposit aluminium.
Warna
Biru, putih, dan beberapa himbauan.
Penggunaan warna - warna yang menarik perhatian seperti: Merah dan Kuning.
Signage Zona: Area duduk, plaza, trotoar
Perdu (tinggi maks. 6 m) 1,2 m - 1,8 m
Visualisasi Peletakkan Street Furniture setelah Pandemi COVID-19 Area Pedestrian Ways
FURNITURE
Floor Graphic Design Zona: Plaza; Trotoar
KARAKTERISTIK
SEBELUM COVID-19
SETELAH COVID-19
Bentuk
Kotak persegi panjang
Kotak persegi panjang
Material
-
- Stiker lantai decal, dengan bahan anti air. - cat aspal kaleng
-
Warna yang digunakan adalah warna yang dapat dilihat di siang / malam hari : Putih, Merah, Kuning
100-200 lux
100-200 lux
Tidak merata
Merata, sehingga tidak berkumpul di satu titik yang lebih terang
Letak/Posisi
Letaknya hanya di beberapa sudut dari area Spot Budaya 2 Dukuh Atas
Peletakan tempat sampah di area tempat duduk
Layout
Di beberapa titik yang ramai
Di dekat tempat duduk agar mudah diakses
Warna
Lighting Zona: Trotoar, plaza, skateboard, viewing deck Tempat Sampah Zona: Trotoar, plaza, skateboard, viewing deck, tempat duduk
Intensitas Cahaya
Visualisasi Peletakkan Street Furniture setelah Pandemi COVID-19 Titik Tempat Sampah dan Wastafel
FURNITURE
KARAKTERISTIK Radius
Pemisahan jenis sampah
SEBELUM COVID-19 Hanya berada di area sirkulasi vertikal (tangga) Adanya pemisahan antara sampah recyclable dengan other waste.
SETELAH COVID-19 5 m dari tempat duduk Adanya pemisahan sampah antara anorganik, organik, dan B3.
Tempat Cuci Tangan
Dimensi (PxL)
Tidak adanya area tempat cuci tangan.
Zona: Area Viewing Deck, Skateboard, area duduk
Tinggi
-
Jarak
-
Layout
Biru, putih, dan beberapa himbauan.
Jenis tanaman
Semak
Perdu
Jarak
Tidak ada
Interval 3 - 3,5 m
Dimensi
P=T=L=-
P = 0,8 m L = 0,8 m T = 0,6 m
Bak tanaman Zona: Area skateboard dan trotar, area duduk
Tempat cuci tangan: 60 cm x 50 cm Dewasa: 80-90 cm Anak-anak: 65-80 cm Jarak antar tempat cuci tangan 1,50 m - 2.00 m. Peletakan tempat cuci tangan di area zoning yang memiliki aktivitas.
Visualisasi Peletakkan Street Furniture setelah Pandemi COVID-19 Area Area Masuk dari Parkir Motor
FURNITURE
KARAKTERISTIK
SEBELUM COVID-19
SETELAH COVID-19
Railing
Material
stainless steel
1. Tembaga (Tidak menggunakan bahan kaca dan stainless steel) 2. Untuk mencegah adanya sentuhan di area railing, dapat digunakan pembatasan jarak menggunakan floor graphic design, dengan jarak dari railing ke area berdiri 1 m.
Zona: Area viewing deck
Program Jam / Durasi
Aktivitas
Tidak adanya pembatasan jam durasi.
1. Duduk 2. Berfoto di area viewing deck 3. Bermain di area skateboard
1. Area Bermain: area skateboard maksimal 30 menit/sesi). 2. Area Viewing Deck 1 2 menit/orang. 1. Duduk 2. Berfoto di area viewing deck 3. Bermain di area skateboard
Visualisasi Peletakkan Street Furniture setelah Pandemi COVID-19 Area Viewing Deck
Visualisasi 3D Area Duduk
Visualisasi 3D Area Skateboard
Visualisasi 3D Area Viewing Deck
Sumber: Archdaily
GUIDELINES PERANCANGAN RUANG TERBUKA PUBLIK POST COVID-19
Spot Budaya 2 Dukuh Atas masih ramai dikunjungi masyarakat, walaupun pandemi masih terjadi di Indonesia, khususnya di Jakarta. Berbagai macam aktivitas masih dilakukan, seperti bermain skateboard, bersantai, berswafoto, jogging, dan lainnya. Aspek-aspek yang harus diperhitungkan dan diperhatikan pada street furniture dalam merancang ruang terbuka publik ke depannya, seperti tempat duduk, tempat sampah, trotoar, tanaman, pot tanaman, signage, floor graphic design, lighting, tempat cuci tangan, dan additional tools, seperti program, aktivitas, dan pembatasan jam/ durasi untuk berkegiatan di area ruang terbuka publik, adalah: jarak minimal saat
duduk dan berdiri, pembatasan durasi aktvitas, ukuran, kapasitas, material yang digunakan, partisi/interlocking, pola sirkulasi, penggunaan warna, tekstur, dan bentuk. Berdasarkan hasil penelitian dari kajian ini, dihasilkan guidelines pra-perancangan karakteristik street furniture dalam mendesain ruang terbuka publik, khususnya di Spot Budaya 2 Dukuh Atas. Guidelines ini dapat digunakan dan diterapkan untuk ruang terbuka publik lainnya yang memiliki prototype dan indikator yang sama, sehingga sebelum merancang ruang publik di masa yang akan datang, harus mempertimbangkan pandemi COVID-19 yang terjadi di tahun 2020.
© Kajian Psikologi Arsitektur Universitas Tarumanagara 2020