BULETIN BAWASLU RI Januari 2015

Page 1

EDISI 1, JANUARI 2015

BAWASLU BULETIN

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM

Dari Bawaslu Kita Selamatkan Pemilu Indonesia

Menunggu Perbaikan Regulasi Pilkada demi Kepala Daerah Pilihan Rakyat Pimpinan Bawaslu

Endang Wihdatiningtyas Dilantik Menjadi Anggota DKPP HAL: 27

Sekjen Bawaslu, Gunawan Suswantoro

Membangun Sekretariat yang Transparan dan Akuntabel

HAL: 12

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015

www.bawaslu.go.id


UM

BADAN

N

PE

Menanti Jawaban Pasti Pengaturan Pilkada

AS PEMIL AW IH A NG

UM

IK INDO

A S L U

I

N

E

B

BL

W

R

P

U

SI

A

RE

A

-

Buletin BAWASLU ini diterbitkan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum, sebagai wahana informasi kepada khalayak serta ajang komunikasi keluarga besar pengawas Pemilu di seluruh tanah air. Terbit satu bulan sekali.

Penerbit: Bawaslu RI Pengarah: Prof. Dr. Muhammad, S.IP., MSi, Nasrullah, SH., Endang Wihdatiningtyas, SH., Daniel Zuchron, Ir. Nelson Simanjuntak Penanggung Jawab: Gunawan Suswantoro, SH, M.Si Redaktur: Jajang Abdullah, S.Pd, M.Si, Tagor Fredy, SH, M.Si, Drs. Hengky Pramono, M.Si, Ferdinand ET Sirait, SH, MH, Pakerti Luhur, Ak, Nurmalawati Pulubuhu, S.IP, Raja Monang Silalahi, S.Sos, Hilton Tampubolon, SE, Redaktur Bahasa: Saparuddin, Ken Norton Pembuat Artikel: Falcao Silaban, Christina Kartikawati, Muhammad Zain, Ali Imron, Hendru Wijaya, Anastasia, Irwan; Design Grafis dan Layout: Christina Kartikawati, Muhammad Zain, Muhtar Sekretariat: Tim Sekretariat Bawaslu Alamat Redaksi: Jalan MH. Thamrin No. 14 Jakarta Pusat, 10350. Telp./Fax: (021) 3905889, 3907911. www.bawaslu.go.id

2

Awal tahun 2015, demokrasi di Indonesia terselamatkan. DPR akhirnya menerima Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dan mengesahkannya sebagai Undang-Undang. Pemerintah kemudian mencatatnya dalam lembaran negara sebagai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015. Meski demikian, pembongkaran dan perbaikan masih harus dilakukan pada banyak klausul UU tersebut. Misalnya, UU itu belum mengatur ketentuan pidana bagi praktik politik uang dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. Belum diatur juga, sanksi apa yang dapat ditanggung calon kepala daerah petahana yang menyalahgunakan jabatannya atau memobilisasi birokrasi. Hal lain yang juha harus dipastikan adalah siapa lembaga yang berwenang menangani sengketa hasil pemilihan gubernur, bupati dan walikota. Sebab, Mahkamah Konstitusi sudah membatalkan kewenangannya menangani sengketa pilkada.

Di sisi lain, MA yang oleh UU 1/2015 diberi mandat menangani sengketa telah menyatakan dengan tegas, enggan menerima mandat tersebut. Alasannya, masih banyak perkara menumpuk di MA. Pemerintah dan DPR masih membahasnya. Sesekali, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) diminta duduk bersama memberi masukan. Namun, pemegang kunci terakhir tetaplah parlemen, terutama Komisi II DPR. Bagaimana gerangan DPR dan pemerintah akan mengatur demokrasi di tingkat lokal? Hangatnya suasana demokrasi pasca Pemilu 2014 masih menyisakan harapan bagi masyarakat. Rakyat tentu berharap DPR dan pemerintah tidak mengkhianati lagi kepercayaan yang sudah diserahkan di bilik suara pada April dan Juli 2014 lalu. Semoga.

Salam Awas

DAFTAR ISI Dari Redaksi Laporan Utama Menunggu Perbaikan Regulasi Pilkada Demi Kepala Daerah Pilihan Rakyat Sorotan Pelaku Money Politics Diusulkan Dipidana 6 Tahun Penjara Menata Pengawasan, Meningkatkan Kualitas Pilkada Investigasi Pilkada Langsung VS Pilkada Tidak Langsung Briefing Sekjen Bawaslu, Gunawan Suswantoro: Membangun Sektretariat Jenderal yang Transparan dan Akuntabel

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015

2

3

6 9

11

12

Bawaslu Terkini Kesiapan Sekretariat Jendral Hadapi Pilkada 2015

10

Divisi Update Komnas HAM Sampaikan Hasil Evaluasi Pemilu 2014

18

Bawaslu Siap Jika Diberi Kewenangan Sengketa Pilkada

19

Sudut Pandang Peneliti LIPI Syamsudin Haris: Mengelola Pemilu Serentak

20

Profil Ketua MPR Zulkifli Hasan Dukung Pengawasan Pemilu secara Utuh

22

Ekspose Daerah

23

Galeri

28


Teka-Teki Perppu Terjawab

Menunggu Perbaikan Regulasi Pilkada demi Kepala Daerah Pilihan Rakyat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilu Gubernur, Bupati, dan Walikota melalui rapat paripurna DPR. Sebelumnya, Perppu yang dikeluarkan di masa pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II tersebut, sempat menjadi polemik dan membuat panas situasi politik di Indonesia.

D

ewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang (Perppu) No. 1 Tahun 2014

tentang Pemilu Gubernur, Bupati, dan Walikota melalui rapat paripurna DPR. Sebelumnya, Perppu yang dikeluarkan di masa pemerintahan Kabinet Indonesia

Bersatu Jilid II tersebut, sempat menjadi polemik dan membuat panas situasi politik di Indonesia. Paripurna DPR pada Selasa (20/1) yang dipimpin oleh Agus Hermanto megesahkan Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilu Gubernur, Bupati, dan Walikota. Sepuluh fraksi yang ada di DPR yakni, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Golkar, Fraksi Gerindra, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai NasDem, dan Fraksi Partai Hanura. Semua partai memberikan persetujuan namun semuanya memberikan syarat adanya perbaikan terhadap Perppu Pilkada. Sejak dikeluarkan pada Oktober 2014

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015

3


Sambungan: Menunggu Perbaikan .... silam, publik dibuat bertanya-tanya tentang nasib Perppu, apakah akan disetujui oleh DPR atau tidak. Pilihan DPR lewat paripurna menjadi kunci terakhir Pilkada langsung atau Pilkada tidak langsung (baca: lewat DPRD). Adapun rentan waktu antara dikeluarkannya Perppu hingga disetujui, berbagai pandangan politik muncul dan membuat nasib Perppu menjadi tidak jelas. Seperti yang kita tahu, dalam rancang-an UU Pilkada, beberapa fraksi seperti Partai Gerindra, Fraksi Golkar, Fraksi PKS, Fraksi PPP, dan Fraksi PAN mendukung perubahan mekanisme Pemilihan Kepala Daerah yang langsung oleh rakyat menjadi lewat DPRD. Sementara, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Hanura, dan Fraksi PKB menolak mengembalikan Pilkada lewat DPRD, sedangkan Fraksi Partai Demokrat juga menolak mengembalikan Pilkada lewat DPRD namun harus melalui 10 syarat perbaikan. Pada voting yang dilaksanakan pada rapat paripurna, suara terbanyak jatuh pada kubu yang mendukung Pilkada dikembalikan kepada DPRD. Atas kepu-

tusan tersebut, muncullah berbagai polemik. Penolakan terjadi dan dilakukan dengan berbagai macam bentuk untuk menolak keputusan DPR itu. Para pengamat politik pun terbelah ada yang mendukung namun tidak sedikit yang menolak keputusan DPR tersebut. Penyelenggara Pemilu menilai bahwa keputusan DPR tersebut merupakan suatu kemunduran dari sisi penyelenggaraan, karena semangat reformasi sesungguhnya adalah melibatkan rakyat secara langsung dalam pengambilan keputusan, termasuk dalam memilih calon pemimpinnya. Pilkada memang berbeda dari rezim Pemilu, yang mengharuskan Pemilu dipilih secara langsung oleh rakyat, namun bukan berarti Pilkada menjadi panggung politik bagi segelintir orang saja. Menurut Pimpinan Bawaslu Nasrullah, Pilkada tidak langsung memiliki potensi menghilangkan hak politik rakyat yang sebelumnya selalu diakomodir dalam setiap pagelaran Pemilu. Pada intinya, menurutnya, Pemilu itu harus bisa menempatkan rakyat secara manusiawi, yakni dengan melibatkannya langsung

dalam proses Pilkada, termasuk dalam pengawasannya. Sedangkan Pilkada tak langsung sama saja tidak menempatkan masyarakat pada harkat tertingginya, padahal nantinya kepala daerah yang terpilih diharapkan dapat bersentuhan dengan rakyat. Selain itu, jika terpilih nanti, dalam menjalankan tugasnya maka kepala daerah akan merasa kepentingannya sebagai pejabat daerah adalah untuk melayani anggota DPRD yang telah memilihnya, dan bukan rakyat. Rakyat yang seharusnya menjadi objek pembangunan dan perbaikan kesehjateraannya tetapi justru akan diabaikan. Itu sebabnya, diprediksi proses pembangunan akan terhambat, karena ada konflik kepentingan yang terjadi di dalamnya. Ia menambahkan Bawaslu optimis Perppu akan diterima oleh DPR. Sebab, jika DPR RI mengambil sebuah kebijakan menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota maka bisa terjadi terjadi kevakuman hukum karena undang-

www.bamburuncing.wordpress.com

4

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015


undang sudah saling membatalkan. “Dan atas penolakan Perppu tersebut maka kita tidak akan mengetahui pemilihan itu akan dilakukan oleh DPRD atau mungkin pemilihan langsung oleh rakyat,” kata Pimpinan Bawaslu RI Nasrullah. Dia menambahkan, satu-satunya jalan adalah dengan membuat undang-undang baru dan itu pun hanya akan bisa terlaksana di tahun 2015 atau 2016. “Sebenarnya, tidak ada alasan DPR RI menolak Perppu, karena dampaknya membuat kevakuman hukum,” singkatnya. Dikatakan, jika Perppu diterima, masih menjadi pertanyaan besar apakah Perppu akan diterima secara keseluruhan atau mungkin diterima secara bersyarat. Ia memprediksi, kemungkinan besar Perppu akan mengalami proses revisi-revisi sebelum disetujui oleh DPR RI. Meskipun begitu, Bawaslu RI tetap meminta kepada seluruh Bawaslu Provinsi seluruh Indonesia dan Panwaslu Kabupaten/Kota agar dapat melakukan komunikasi dengan jajaran pemerintahan daerah yang melaksanakan pemilihan Gubernur, Bupati atau Walikota di wilayah Provinsi atau Kabupaten/Kota masing-masing. Hal ini dimaksud untuk kepastian anggaran. Sisi Lemah pada Pilkada Sebelumnya Tidak dapat dipungkiri, bahwa banyak Kepala Daerah Gubernur, Bupati, dan Walikota terlibat dalam kasus-kasus korupsi dan tindakan penyalahgunaan wewenang (abuse of power). Entah kebetulan atau tidak kepala daerah tersebut merupakan hasil dari pelaksanaan Pilkada sejak 2005 silam. Walaupun belum ada studi khusus yang mengaitkan antara Pilkada dan perbuatan tindak pidana korupsi, namun bagi sebagian masyarakat sudah menyimpulkan bahwa ini merupakan kegagalan sistem dari Pilkada itu sendiri. Paham kegagalan sistemik Pilkada menilai bahwa korupsi disebabkan oleh jumlah biaya yang dikeluarkan selama pelaksanaan Pilkada. Sejak awal ingin mencalonkan diri hingga rekapitulasi hasil suara, calon kepala daerah sudah mengeluarkan kocek yang tidak sedikit. Untuk memenuhi kebutuhannya itu, tidak jarang calon kepala daerah menggandeng ‘sponsor’ dengan imbalan tertentu. Bukan rahasia lagi, jika sebagian calon kepala daerah harus mengeluarkan kocek untuk membeli ‘kendaraan’ partai politik. Kendaraan parpol yang dimaksud

adalah dukungan partai politik terhadap calon sebagai prasyarat untuk mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebagaimana ketentuan KPU, bahwa untuk menjadi calon kepala daerah maka harus diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol yang harus memenuhi perolehan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPRD atau 15% (lima belas persen) dari

Sebenarnya, tidak ada alasan DPR RI menolak Perppu, karena dampaknya membuat kevakuman hukum

Pimpinan Bawaslu RI

Nasrullah

akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan. Selain itu, dari berbagai pengalaman Pilkada, setiap calon kepala daerah harus membentuk tim sukses dengan biaya operasional yang tidak sedikit. Untuk tingkat Pilkada setingkat kabupaten/kota saja, tim sukses biasanya dibentuk hingga tingkat desa/kelurahan. Maka bisa dibayangkan, banyaknya biaya operasional tim sukses calon Gubernur dan Wakil Gubernur. Ini yang menambah jumlah biaya yang dikeluarkan oleh calon kepala daerah. Calon kepala daerah juga harus merogoh koceknya untuk biaya alat peraga kampanye. Berbeda dengan Pemilu Anggota Legislatif 2014, dimana ada pembatasan alat peraga, maka alat peraga pada kampanye Pilkada tak terbatas. Akibatnya, terjadi ‘perang’ alat peraga. Hampir setiap sudut desa/kampung, terdapat alat peraga, tak jarang pohon pun jadi sasaran paku-paku baliho calon kepala daerah. Cost politics kepala daerah tersebut belum lagi ditambah biaya untuk kegiatan yang tidak legal dan cenderung melanggar Undangn-Undang serta Peraturan, demi mendapatkan suara yang banyak. Praktik tersebut seperti politik uang (money politics) kepada pemilih, suap-menyuap penyelenggara pemilu untuk memanipulasi hasil perolehan suara, serta jual beli suara.

Banyaknya biaya-biaya yang dikeluarkan tersebut yang menjadi faktor utama yang disebut-sebut mengakibatkan kepala daerah berlomba-lomba melakukan korupsi. Biaya mahal yang dikeluarkan selama Pilkada, mau tak mau harus dikembalikan. Jika hanya mengandalkan pendapatan sebagai kepala daerah, maka tidak akan tercukupi. Maka korupsi menjadi hal yang paling mungkin dilakukan. Namun, di balik pandangan tersebut ada sebagian pihak yang berpandangan positif jika Pilkada bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan banyak kepala daerah yang melakukan korupsi. Penilaian tersebut bahwa, tidak ada korelasi antara sistem Pilkada dengan tindak pidana korupsi, karena tidak sedikit juga kepala daerah yang berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik. Banyaknya tindak pidana korupsi di daerah dinilai diakibatkan adanya celah-celah dalam sistem pemerintahan daerah yang memberikan ruang bagi kepala daerah untuk melakukan korupsi. Sementara yang lain menilai akhlak serta mental kepala daerah yang terlibat kasus korupsi lah yang tidak baik. Perbaikan Substansi Pilkada Wajib Dilakukan Namun untuk kebaikan pelaksanaan Pilkada ke depan, maka perbaikan wajib dilakukan demi membuat perubahan dan mengantisipasi banyaknya kelemahankelemahan yang terjadi dalam Pilkada sebelumnya. Jika memang ada korelasi antara Pilkada dan korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah, maka sistem Pilkada yang membutuhkan efisiensi dan efektivitas. Untuk itu yang pertama dan penting untuk segera dilaksanakan adalah instrumen hukum pilkada sebagai landasan bagi penyelenggara Pemilu dalam merumuskan kebijakan-kebijakan yang diambil untuk penyelenggaraan Pilkada. Dasar hukum ini juga penting sebagai bentuk kepastian hukum di tengah ketidak jelasan nasib pilkada yang ideal. Pemerintah dan DPR juga harus segera menelusur satu-persatu permasalahan yang diungkapkan oleh Penyelenggara Pemilu melalui advokasi-advokasi yang sudah dilakukan oleh KPU dan Bawaslu, setidaknya, dari pengalaman-pengalaman Penyelenggara PEmilu tersebut, akaan muncul terobosan-terobosan yang baik alam penyelenggaraan Pemilu ke depan terutama PIlkada.[FS]

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015

5


Pelaku ‘Money Politic’ Diusulkan Dipidana Enam Tahun Penjara

INDEPNEWS,COM

Bawaslu Revisi 34 Pasal dan Ayat. BADAN PENGAWAS PEMILU tidak ingin main-main dalam menyempurnakan aturan main pemilu kepala daerah (pemilukada). Hal ini dibuktikan dengan usulan sejumlah pasal baru terkait sanksi pidana untuk menjerat pelaku politik uang atau money politic dalam pemilukada mulai tahun 2015. Pelaku money politic nantinya bakal dijerat pidana paling lama 72 bulan (6 tahun) penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliyar. Usulan Bawaslu tersebut menyusul persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia terhadap Peraturan Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (20/1). Dalam pasal tindak pidana money politic Bawaslu mengusulkan; “setiap orang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada Warga Negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih, tidak menggunakan hak pilih; atau menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah dipidana dengan pidana penjara paling lama 72 bulan dan denda paling banyak Rp 1 miliyar.” Bawaslu juga mengusulkan pengenaan sanksi pidana dalam hal jual beli dukungan partai politik terhadap calon kepala dae-

6

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015

rah. Pelaku dapat dikenakan sanksi pidana 72 bulan penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar. Terhadap penyelenggara pemilihan atau perusahaan pencetak surat suara juga dikenakan sanksi pidana serupa apabila mencetak surat suara melebihi ketentuan. Sejumlah usulan revisi Perpu Nomor 1 tahun 2014 dari Bawaslu disampaikan dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi II DPR RI, hari Kamis (22/1). Perpu Nomor 1 tahun 2014 yang telah disusun pemerintah itu, setidaknya memuat 206 pasal dan 616 ayat. “Akan ada pembicaraan serius antara DPR, Pemerintah, dan pasti akan diundang juga KPU dan Bawaslu. Ini menjadi pintu masuk bagi kita untuk memberikan masukan bagi perbaikan Perpu,” kata Ketua Bawaslu Muhammad. Bawaslu berkepentingan memberi usulan revisi undang-undang pemilukada sebab sejumlah pasal dalam undang-undang tersebut belum mengatur kewenangan Bawaslu pusat, hanya mengatur Bawaslu provinsi dan panwaslu kabupaten/kota hingga panwascam. Padahal kata Muhammad, Bawaslu pusat satu kesatuan dengan jajaran di bawahnya hingga tingkat PPL. Sebelumnya, pemerintah melalui Kementrian Dalam Negeri belum melibatkan KPU dan Bawaslu dalam proses pembuatan


Perpu Nomor 1 tahun 2014. Hal ini menimbulkan kesenjangan kepentingan antara pemerintah dengan KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu/kada. “Saya ingin menegaskan bahwa tanggungjawab pengawasan pemilu menjadi tanggung jawab bersama Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwas Kabupaten/Kota,” ujar Muhammad saat penyusunan usulan revisi undang-undang pemilukada di Kantor Bawaslu. Sementara itu Pimpinan Bawaslu Nelson Simanjuntak berpendapat, dalam revisi undang-undang pemilukada perlu ditambahkan sejumlah pasal pidana dengan batasan waktu pengenaan sanksi pidana, sehingga lebih konkrit. Selain itu, sejumlah kata atau kalimat yang dapat menimbulkan multi tafsir dan diskriminasi perlu direvisi. “Perlu ditambahkan ketentuan mengenai sanksi pidana bagi calon yang tidak memberikan laporan dana kampanye setelah pemilihan selesai,” ujar Nelson dalam pembahasan usulan revisi undang-undang pemilukada. Penyempurnaan undang-undang pemilukada kata Nelson, bertujuan untuk memberikan kepastian hukum yang lebih baik. Sehingga baik penyelenggara pemilu maupun peserta pemilu termasuk masyarakat pemilih dapat terdidik dengan nilai-nilai demokrasi yang mengedepankan kepentingan bangsa yang lebih luas. Jangan sampai tatanan demokrasi dibangun dengan politik uang dan politik transaksional. REVISI 34 PASAL Ketua Bawaslu Muhammad dalam RDP dengan Komisi II DPR RI, Kamis (22/1) menegaskan kesiapan Bawaslu bila diberikan wewenang untuk menyelesaikan sengketa pemilukada. Kewenangan ini perlu diatur lebih lanjut dalam undang-undang pemilihan kepala daerah. “Insyaallah Bawaslu siap bila diberikan kewenangan menyelesaikan sengketa pemilu,” ujar Muhammad dalam RDP di Komisi II Mahkamah Konstitusi saat ini tidak ingin lagi menangani

sengketa hasil pemilu. Bahkan MK dan Mahkamah Agung dalam empat bulan terakhir mewacanakan membentuk lembaga baru yang khusus menangani sengketa hasil pemilu. Terhadap wacana ini, Muhammad berpendapat, daripada membentuk lembaga negara yang baru justru lebih baik memberdayakan Bawaslu. Kendati belum sempurna, jajaran Bawaslu setidaknya sudah berpengalaman dalam menyelesaikan sengketa proses pemilu tahun 2014. Pengalaman menyelesaikan sengketa proses ini, sebagian diadopsi oleh MK untuk menyelesaikan sengketa hasil pemilu tahun 2014. Sementara itu, Sekjend Bawaslu Gunawan Suswantoro menyambut baik, Komisi II DPR RI yang memberikan sinyal positif terhadap penambahan kewenangan Bawaslu. Selain sebagai pengawas pemilu, Bawaslu dimungkinkan menyelesaikan sengketa hasil pemilukada. Karenanya, jajaran Bawaslu diminta mempersiapkan diri terutama kesiapan sumber daya manusia untuk menerima kewenangan baru tersebut. Dikatakan Gunawan, DPR RI telah memberikan tenggat waktu menyelesaikan revisi Perpu Nomor 1 dan Nomor 2 tahun 2014 tentang pemilihan kepala daerah dan pemerintahan daerah pada tanggal 18 Febuari 2014 mendatang. Setidaknya ada dua keputusan penting yang akan diambil DPR bersama stakeholder yakni apakah kewenangan sengketa hasil pemilukada diberikan kepada Bawaslu, dan apakah pemilukada di 204 provinsi, kabupaten/kota akan diselenggarakan tahun 2015 atau tahun 2016. “Kita tunggu saja keputusan DPR dan pemerintah,” kata Gunawan saat memberikan pengarahan kepada jajaran pejabat dan staff Sekretariat Jenderal Bawaslu. Kewenangan penyelesaian sengketa hasil pemilukada di Bawaslu, telah menjadi bagian dari usulan revisi Perpu Nomor 1 tahun 2014 yang diserahkan Bawaslu ke DPR RI seusai RDP dengan Komisi II pada hari Kamis (22/1). Secara keseluruhan Bawaslu mengajukan revisi pada lebih dari 34 pasal dan ayat baik berupa penambahan pasal dan ayat baru, penghapusan maupun pengurangan. (RS)

Political Quotes

“Elections determine who is in power, but they do not determine how power is used”

“Pemilihan menentukan siapa yang berkuasa, tetapi mereka tidak menentukan bagaimana kekuasaan digunakan” - Paul Collier, The Bottom Billion: Why the Poorest Countries Are Failing and What Can Be Done About It

“Democracy cannot succeed unless those who express their choice are prepared to choose wisely. The real safeguard of democracy, therefore, is education”

“Demokrasi tidak bisa berhasil kecuali orangorang yang mengekspresikan pilihan mereka siap untuk memilih dengan bijak. Penjaga sesungguhnya atas demokrasi adalah pendidikan” - Franklin D. Roosevelt BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015

7


Filtrasi Calon Kepala Daerah

Harus Dimulai dari Rekening Pribadi Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota) menjadi posisi yang dianggap cukup ‘seksi’ dalam rezim eksekutif di tingkat daerah, apalagi di daerah-daerah yang merupakan lumbung sumber daya alam bumi dan sumber daya lainnya. Walaupun tidak melulu soal kekuasaan dan harta, namun tidak ada salahnya jika sejak awal Pemilihan Kepala Daerah harus disaring secara baik, demi mendapatkan kepala daerah yang amanah dan sesuai harapan. Sejak kontestasi Pemilu Kada secara langsung yang dimulai pada 2005 silam, sangat banyak kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan kepala daerah. Akibatnya, banyak orang yang berpikir bahwa jabatan kepala daerah sangat rawan untuk disalahgunakan untuk memperkaya diri sendiri. Dampak yang lebih buruk, instrumen Pemilu sebagai alat yang menghasilkan kepala daerah mulai dipertanyakan, bahkan dianggap gagal sehingga perlu diubah. Hal tersebutlah yang melatarbelakangi munculnya wacana mengembalikan Pemilu Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang dilaksanakan pada era orde baru. Wacana tersebut bahkan menguat di dalam UndangUndang Pemilu Kepala Daerah yang dirancang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Berbagai alasan muncul, diantaranya biaya Pemilu Kada yang mahal, praktik politik uang yang masif hingga kecurangan yang sistematis. Namun, seiring dengan menguatnya wacana mengembalikan Pemilu Kada ke DPRD maka pihak-pihak yang menginginkan Pemilu Kada tetap dilaksanakan secara langsung juga semakin menguat. Pihak-pihak ini tidak menafikan bahwa memang terdapat sejumlah masalah dalam Pemilu Kada, namun bukan menjadi alasan yang cukup kuat untuk mengembalikannya pada pola-pola yang menurut mereka tidak demokratis. Pada dasarnya mereka menilai bahwa, Pemilu Kada langsung harus dipertahankan namun harus ada beberapa perbaikan. Salah satunya adalah semakin mengetatkan perputaran uang yang menjadi sumber utama dari korupsi itu sendiri. Filtrasi sejak awal para calon Kepala Dae-

8

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015

rah harus dilaksanakan secara baik dengan instrumen yang tepat, sehingga calon-calon yang muncul pun merupakan calon yang sudah layak untuk dipilih. Selama ini sorotan wajib dialamatkan kepada calon-calon yang dianggap berpotensi melakukan penyalahgunaan anggaran di kemudian hari. Oleh sebab itu, kekayaan para calon harus menjadi sorotan utama. Jangan sampai, calon yang bertarung memiliki rekam jejak yang buruk dalam hal keuangan dan transaksi bermasalah. Jika seorang calon merupakan penyelenggara negara, maka dapat dengan mudah dilacak oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Namun, jika tidak maka akan jauh lebih sulit meskipun bisa dilakukan. Menurut Pimpinan Bawaslu Nasrullah, transparansi sejak awal Pemilu Kada digulirkan sangat penting untuk melahirkan pemimpin yang bersih dan jujur. Selama ini, ketertutupan calon pemimpin dianggap telah ‘menjebak’ pemilih, sehingga banyak yang kepala daerah yang terpilih hanya bagus dalam kemasan namun ternyata busuk di dalamnya. “Ini merupakan gagasan yang cukup bagus untuk melahirkan pemimpin yang bersih dan jujur. Jadi kita harus dorong gagasan tersebut,” ujar Nasrullah. Bahkan menurutnya, transparansi calon kepala daerah tidak boleh tanggung-tanggung. Jika diperlukan maka, rekening isteri, anak, dan kerabat juga dilampirkan sebagai prasyarat. Dengan begitu, maka penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu) yang bekerja sama dengan PPATK dapat memberikan penilaian terhadap prasyarat tersebut. Konsekuensinya, maka setiap calon yang dianggap memiliki transaksi yang tidak wajar apalagi diduga merupakan hasil perbuatan tindak pidana korupsi, maka penyelenggara pemilu harus berani menggugurkannya sebagai calon kepala daerah. Terlepas dari semua itu, keberanian seorang calon kepala daerah untuk menyerahkan rekening pribadinya ditungggu oleh semua pihak. Jika pada dasarnya seorang calon kepala daerah memiliki keinginan untuk transparan, maka tanpa ada aturan atau regulasi tentang rekening pribadi, maka keberanian tersebut akan dilakukan sepenuh hati. Sebagai bukti, ia merupakan calon kepala daerah yang jujur dan bersih. [FS]


Menata Pengawasan, Meningkatkan Kualitas Pilkada

Sejarah kepemiluan Indonesia akan mencatat peristiwa baru, 2015 ini. Sebanyak 204 daerah akan menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada) yang pemungutan suaranya dilakukan secara serentak. Tidak bisa tidak, mata dan telinga pengawas dituntut semakin jeli menangkap sinyal demi mencegah dan menindak pelanggaran pemilu. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI pun sudah menetapkan langkahnya untuk menata kembali sistem pengawasan terhadap penyelenggaraan pilkada. Beberapa program dan kebijakan yang telah dijalankan pada penyelenggaraan Pemilu Anggota Legislatif (Pileg) dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014 disempurnakan. “Yang pasti, kalau terkait persiapan, hal pertama yang kami siapkan adalah menyangkut regulasi,” ujar Anggota Bawaslu Nasrullah. Nasrullah mengatakan beberapa Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) telah selesai dibahas pada forum pleno Bawaslu. Di antaranya adalah, Perbawaslu tentang Pengawasan Pemutakhiran Daftar Pemilih, Pengawasan Pencalonan, Pengawasan Kampanye, Pengawasan Dana Kampanye dan Pembentukan Panitia Pengawas Tingkat Kabupaten/Kota. Namun, regulasi tersebut belum diundangkan lantaran belum dikonsultasikan dengan pemerintah dan DPR. “Tapi di pleno Bawaslu sudah clear,” kata Nasrullah. Yang tidak kalah penting adalah pemenuhan struktur organisasi pengawas terutama panitia pengawas di tingkat kabupaten/kota. Dia mengatakan, panwas sudah terbentuk di hampir semua daerah yang akan menyelenggarakan pilkada.

Selain memenuhi struktur organisasinya, Bawaslu tentu harus memperbarui kemampuan pengawasan satuan kerjanya di tingkat daerah. Karenanya, Nasrullah mengatakan, Bawaslu akan memperdalam pengetahuan Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota terkait pengawasan di lapangan dan penanganan pelanggaran. Hal itu akan dituangkan dalam rapat kerja nasional pengawas pemilu. Selain itu, Bawaslu juga melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah yang akan menyelenggarakan pilkada. Koordinasi tersebut dilakukan melalui Bawaslu Provinsi. Koordinasi penting dilakukan agar pemda serius dalam membantu dan memfasilitasi penyelenggara pemilu sesuai dengan porsi pemerintah. Misanya, kata Nasrullah, terkait anggaran, sumber daya manusia, sarana/pra-sarana dan kegiatan yang tidak tertangani baik oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun oleh Bawaslu setempat seperti sosialisasi penyelenggaraan pemilu. Pemantapan Pengawasan Partisipatif Nasrullah mengatakan, dalam penyelenggaraan pilkada ini, Bawaslu akan semakin memantapkan metode pengawasan partisipatif dengan melibatkan masyarakat secara maksimal untuk ikut mengawasi perhelatan demokrasi. Metode ini sudah mulai dicanangkan sejak Pileg dan Pilpres 2014 lalu. Kali ini, Bawaslu akan lebih banyak menggandeng pihak perguruan tinggi. Mahasiswa akan lebih banyak dilibatkan untuk mengawasi pesta rakyat di setiap tahapannya. Selain mahasiswa, Bawaslu juga akan menggandeng organisasi kemasyarakatan (ormas), media massa, tokoh

masyarakat dan tokoh agama. Pelibatan itu bukan hanya dalam tataran diskusi saja namun juga pembagian beban kerja agar kelompok masyarakat ikut mengawasi bahkan menginvestigasi misalnya penggunaan dana kampanye. Nasrullah mengatakan, Bawaslu memang ingin focus pada pengawasan terhadap dana kampanye. Menurut dia, selama ini, banyak laporan dana kampanye yang ternyata tidak sesuai dengan penggunaannya. Bahkan, kata dia, ada kampanye yang dilakukan dengan dibiayai dana bantuan sosial (bansos) dan hibah. “Dikhawatirkan nanti jangan-jangan ada penyalahhgunaan oleh pemda yang digunakan untuk membiayai salah satu kandidat. Apalagi kalau diikuti petahana,” kata Nasrullah. Ia menuturkan, untuk dapat mengawasi dana kampanye secara optimal, salah satu cara adalah dengan menggandeng kelompok masyarakat atau komunitas yang memang fokus pada isu pemilu dan demokrasi. Kelompok masyarakat itulah yang akan diajak melakukan investigasi dengan melakukan penelusuran langsung ke lapangan demi membandingkan penggunaan dana kampanye dengan yang dilaporkan kepada akuntan publik melalui KPU. Sedangkan lembaga Negara yang digandeng untuk mengawasi dana kampanye adalah Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Nasrullah mengatakan, semua langkah yang ditempuh pihaknya itu diharapkan mampu menekan pelanggaran pilkada. Dengan demikian, hak warga Negara untuk mendapat kepala daerah dengan demokratis, jujur dan adil dapat ditegakkan. (dey)

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015

9


Kesiapan Sekretariat Jenderal

Hadapi Pilkada 2015

P

emilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang direncanakan akan dilaksanakan pada tahun 2015 menjadi salah satu satu isu yang dicermati dalam perkembangan demokrasi di Indonesia. Sekretariat Jenderal Bawaslu sebagai supporting unit Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga melaksanakan pembenahan di dalamnya. Jalan untuk mempersiapkan Sekretariat Jenderal Bawaslu merupakan upaya wajib yang dilakukan juga dalam rangka mempersiapkan perangkat-perangkat pengawas pemilu di daerah yang akan bekerja melaksanakan pengawasan di daerahnya masing-masing. Pasca DPR menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perrpu) menjadi Undang-Undang tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, maka otomatis persiapan yang sejauh ini dilaksanakan oleh Bawaslu dalam perekrutan Pengawas Pemilu tidak menjadi sia-sia. Perangkat-perangkat tersebut sudah siap digunakan untuk menyukseskan Pilkada yang rencananya digelar serentak tersebut. Menurut Sekretaris Jenderal Bawaslu Gunawan Suswantoro, walaupun masih akan dilakukan revisi, ia menangkap revisi ini hanya bersifat teknis yaitu tentang pengurangan tahapan saja, dengan memperpendek tahapan Pilkada. Kemungkinan besar proses Pilkada akan lebih lama dari biasa ketika uji publik harus dilakukan terlebih dahulu, sehingga rentang waktunya akan bertambah.

10

Dalam Perppu tersebut rencana keserantakan Pelaksanaan Pemilu dan Pilkada berada di tahun 2015, 2018, dan tahun 2020. Namun, ada pandangan yang mendorong pilkada dilaksanakan pada 2016 dan 2017 dengan harapan karena di 2018 itu sudah masuk persiapan tahapan pemilu nasional secara serentak yaitu Pileg dan Pilpres tahun 2019, berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi. Dari segi anggaran, menurut Magister Ilmu Politik Universitas Indonesia tersebut, Bawaslu memang jauh sekali menurun dibanding anggaran di tahun 2014. Hal ini disebabkan pada tahun 2014 merupakan Pemilu Nasional (Pileg dan Pilpres), yang pembiayaan anggaran Bawaslu digunakan untuk membiayai sampai ke tingkat PPL. “Sedangkan di tahun 2015 anggaran tersebut hanya diperuntukkan Bawaslu Pusat dan Bawaslu Propinsi, dengan 35 Satker, yaitu 1 Satker Pusat (Bawaslu RI), 33 Satker Provinsi plus Kalimantan Utara,” tuturnya. Namun dari segi pengelolaan, anggaran sebesar 257 milyar rupiah sudah dipersiapkan dan didistribusikan ke seluruh Bawaslu Provinsi. Dengan anggaran tersebut, maka anggaran Bawaslu Provinsi akan digunakan untuk melakukan kegiatan-kegiatan dalam rangka melakukan Pendidikan Politik khususnya pengawasan pemilu partisipatif. “Setjen Bawaslu RI masih bersyukur karena dengan angggaran yang ada tersebut Bawaslu RI beserta 34 Satkernya di Provinsi

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015

tidak hanya untuk melakukan kegiatan rutin tapi sekaligus melakukan pembinaan politik rakyat dalam konteks pendidikan pengawasan partisipatif,” tambah Gunawan. Sementara itu, dalam rangka perbaikan sumber daya manusia (SDM) internal Bawaslu RI dan Bawaslu Provinsi, pada tahun 2015 akan hadir sekitar 193 calon pegawai negeri sipil (CPNS) baru yang akan menunjang tugas-tugas Kesekretariatan Jenderal Bawaslu. Namun, angka tersebut ternyata akan berkurang sekitar 35 orang, karena adanya beberapa formasi yang kosong. Kekosongan tersebut juga terjadi pada kementerian dan lembaga lain seperti, Kementerian Keuangan dan Badan Narkotika Nasional. Namun, kehadiran CPNS tersebut juga seiring dengan evaluasi yang dilakukan terhadap pegawai Setjen Bawaslu sebelumnya. Menurut Gunawan, ia melaksanakan hal itu karena tuntutan agar sebuah lembaga bekerja secara efektif dan efisien. Dengan tenaga kerja yang cukup, diharapkan semua pekerjaan dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. “Kita ingin bekerja layaknya perusahaan-perusahaan swasta, dimana ada analisis beban kerja terhadap masingmasing pegawai. Sehingga pekerjaan diselesaikan dengan efisien. Saya lebih senang jika lebih sedikit pegawai namun pekerjaan yang ada diselesaikan dengan baik,” pungkas Sekjen. [Penulis : Nurmalawati Pulubuhu/ Falcao Silaban]


Pilkada Langsung S V Pilkada Lewat DPRD Konstalasi politik yang panas pada pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014 belum juga menurun. Pasca pelantikan DPR dan Presiden serta Wakil Presiden, menguatlah wacana tentang Pemilu Kada yang ingin dikembalikan ke DPRD. Seperti halnya Pilpres, ada dua kubu yang muncul. Kubu yang menolak wacana Pemilu Kada lewat DPRD dan sebaliknya Pemilu Kada lewat DPRD, adalah dua kubu yang sama saat bertarung pada Pilpres 2014 lalu. Ada banyak hal yang melatarbelakangi munculnya wacana tersebut, terlepas dari adanya unsur politik atau tidak. Salah satunya adalah biaya politik pemilu kada yang mahal. Wacana mengembalikan Pemilu Kada ke DPRD telah mengungkapkan sisi kelam dari banyaknya kecurangan yang terjadi pada Pemilu Kada langsung oleh rakyat. Pemerintah memang sudah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Pada intinya, dalam hal ini pemerintah tidak setuju terhadap adanya perubahan Pemilu Kada ke Pemilu tidak langsung, karena merupakan suatu kemunduran. Namun, pemerintah menggarisbawahi bahwa perbaikan wajib dilakukan, terutama untuk menekan ekses-ekses negatif yang muncul pada pemilu-pemilu sebelumnya. Dari sekian banyak kelemahan dan kekurangan dalam Pilkada langsung maupun tidak langsung, tidak ada satupun ukuran yang dapat menjelaskan bahwa kerugian dari salah satu sistem tersebut lebih besar ataupun sebaliknya. Namun, perbandingan tetap saja dapat dilakukan tergantung perspektif dalam memandang Pilkada sebagai sebuah cara yang paling demokratis dan tentunya yang paling penting menghasilkan pemimpin yang berkualitas. Dari segi pembiayaan, Pilkada yang dilaksanakan selama ini (Pilkada langsung ,-Red) membutuhkan biaya yang cukup besar. Pemerintah dalam hal ini Pemerintah Daerah (Pemda) mengucurkan anggaran yang tidak sedikit mulai dari pembiayaan penyelenggara pemilu hingga sosialisasi kepada masyarakat. Tidak sedikit juga anggaran yang dikeluarkan untuk pengadaan logistik seperti surat suara, kotak suara, dan perlengkapan pemungutan suara yang lainnya. Biaya yang cukup besar juga dikeluarkan oleh calon kepala daerah dalam hal meraih simpati pemilih. Dengan membungkusnya sebagai bentuk sosialisasi visi dan misi, maka rupiah yang dikeluarkan pun jumlahnya cukup fantastis. Jumlah itu, diperkirakan akan jauh lebih besar untuk membiayai tim sukses, operasional, dan sebagainya. Sementara itu, Pilkada tidak langsung atau lewat DPRD, diyakini akan menekan cost yang cukup banyak. Dalam hal

budgeting pemerintah tidak mengeluarkan biaya sebesar Pilkada langsung. Sistem ini memberikan mandat kepada anggota DPRD untuk memilih pasangan calon kepala daerah dan bukan rakyat secara langsung. Dengan kondisi seperti itu, maka otomatis biaya (cost) yang dikeluarkan juga akan lebih sedikit. Seperti contoh, dalam hal logistik, maka surat suara yang diperlukan hanya sebanyak anggota DPRD saja. Begitu juga dengan anggaran yang dikeluarkan untuk penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu) yang otomatis juga akan berkurang, dikarenakan banyak tahapan yang pada Pilkada langsung tidak dilaksanakan pada Pilkada tidak langsung. Misalnya, pada pemutakhiran daftar pemilih. Selain itu, biaya untuk sosialisasi juga akan jauh lebih kecil pada Pilkada tak langsung, karena hanya dilakukan pada lingkup DPRD saja. Di lain hal, praktik kecurangan pada Pilkada tidak langsung secara kuantitas tidak akan sebanyak pada Pilkada langsung. Pada Pilkada langsung tak jarang kita melihat banyak sekali praktik kecurangan yang terjadi seperti money politics, penggelembungan dan manipulasi perolehan suara, pemilih ganda, dan sebagainya. Pada Pilkada tidak langsung praktik-praktik kecurangan tersebut secara kasat mata tidak akan banyak terjadi, walaupun memungkinkan jumlahnya tidak akan sebanyak pada Pilkada langsung. Namun secara kualitas, praktik kecurangan tersembunyi sangat besar kemungkinannya pada Pilkada tidak langsung. Kecurangan yang dilakukan secara terselubung dengan dibungkus oleh lobi-lobi politik. Jual beli dan tawar menawar kepentingan, kekuasaan, dan uang bak pasar sangat mungkin dilakukan oleh calon kepala daerah dengan anggota DPRD. Perbandingan lain antara Pilkada Langsung dan Tak Langsung dari sisi penyelenggara Pemilu yakni, minimnya peran KPU dan Bawaslu serta jajarannya yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri tersebut. Pada Pilkada langsung, fungsi KPU sebagai pelaksana teknis dan Bawaslu sebagai pengawas dilaksanakan sepenuhnya secara mandiri. Bisa dipastikan Pengawasan dalam Pilkada tidak langsung akan diamputasi. Selain itu, pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat sipil juga akan terbatas. Artinya, pengawasan dan penindakan yang terlembaga dalam kewenangan Bawaslu serta pengawasan oleh masyarakat sipil yang selama ini dilakukan dalam Pilkada langsung menjadi hal yang nisbi dalam Pilkada tak langsung. Dalam menghasilkan calon kepala daerah, maka Pilkada tak langsung belum tentu sesuai dengan Pilkada apabila dilaksanakan secara langsung. Salah satu kelemahan sistem perwakilan adalah tidak diperhitungkannya suara-suara minoritas, sehingga suara tersebut tidak bernilai. Namun, Pilkada tak langsung pun bisa menghasilkan kepala daerah yang belum tentu sesuai dengan suara mayoritas rakyat, yang pada akhirnya bisa menyebabkan deligitimasi kehendak rakyat namun legal secara hukum dan regulasi. [FS] BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015

11


Briefing

Membangun Sekretariat Jenderal yang Transparan dan Akuntabel Oleh

Gunawan Suswantoro (Sekretaris Jenderal)

Strukturisasi Kesekretariatan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang setingkat eselon II menjadi Sekretariat Jenderal (setingkat eselon I) baru dilaksanakan selama kurang lebih 2 (dua) tahun. Namun, usia yang masih muda itu tidak lantas membuat Bawaslu harus beradaptasi lama untuk menjadi sebuah lembaga yang dapat berinovasi dan bermanuver.

T

untutan tersebut bukan tanpa sebab. Ekspetasi masyarakat terhadap lembaga yang dibentuk pada 2008 silam itu sangat besar, terutama untuk menciptakan Pemilu yang Luber dan Jurdil. Sebab selama ini, banyak kecurangan yang terjadi selama pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia. Keadaan demikian menuntut Bawaslu untuk segera ‘berlari kencang’ karena sejak dibentuk, Bawaslu sudah dihadapkan pada Pemilu nasional 2009 dan ratusan Pilkada di tahun 2010. Strategi pengawasan dan langkah penanganan pelanggaran dalam Pemilu dibebankan pada sebuah lembaga baru, memang bukan pekerjaan yang mudah. Kini, setelah 6 (enam) tahun berlalu, visi dan misi yang dimiliki oleh Bawaslu,

12

sedikit demi sedikit mulai terwujud satu persatu. Walaupun terkesan belum maksimal, namun kinerja yang telah dilakukan oleh Bawaslu dalam 2 (dua) periode pimpinan sudah menghasilkan sebuah grand design bentuk Pengawasan Pemilu ke depan. Dalam mendukung pencapaian tersebut, fungsi-fungsi sekretariat sangatlah penting, karena tanpanya maka mustahil pengawasan pemilu akan sukses. Namun peran sekretariat juga tidak akan berjalan tanpa arahan serta kebijakan dari Pimpinan Bawaslu, dalam

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015

hal ini terkait desain pengawasan pemilu yang akan dilakukan. Oleh karena itu, antara Sekretariat dan Pimpinan Bawaslu bisa dikatakan sebagai hubungan yang saling membutuhkan dan menguntungkan (simbiosis mutualisme). Sebagai penyelenggara Pemilu maka jika


Briefing salah satunya memiliki kekurangan maka akan terjadi ketimpangan dan mempengaruhi kinerja secara keseluruhan. Asas-asas yakni mandiri, jujur, adil. kepastian hukum, tertib, kepentingan, umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas adalah dasar bagi penyelenggara untuk bertindak dan bersikap serta mengambil kebijakan. Begitu pun juga dengan sekretariat juga wajib menjunjung tinggi dan melaksanakan kewajiban tersebut. Sorotan kali ini adalah tentang keterbukaan dan akuntabilitas penyelenggara Pemilu. Sejak reformasi birokrasi dikumandangkan, dua asas tersebut selalu menjadi sorotan dan indikator penilaian terhadap sebuah lembaga/institusi dalam menjalankan kinerjanya. Namun pada dasarnya, keterbukaan dan akuntabilitas menjadi salah satu instrumen penting yang harus dilaksanakan oleh lembaga yang merupakan badan publik dan dibiayai oleh keuangan negara. Keterbukaan dan akuntabilitas juga jadi ukuran bagi masyarakat untuk memberikan trust (kepercayaan). Ini bukan hal baru, dan telah dilakukan sejak lama oleh perusahaan-perusahan berorientasi profit untuk meningkatkan keuntungannnya. Kendati bukan lembaga dengan tujuan semacam itu, namun penyelenggara Pemilu tetap diwajibkan untuk menjunjung tinggi asas tersebut sebagai usaha dalam memberikan masyarakat kepercayaan terha-

dap proses dan hasil pelaksanaan Pemilu. Asas keterbukaan dimulai dari kebutuhan sosialisasi sebuah lembaga kepada masyarakat untuk mengenalkan serta memperoleh feedback tentang kebijakan apa yang akan diambil oleh Bawaslu dalam strategi Pengawasan Pemilu ke depan. Bermula dari sana, maka kebutuhan dan keingintahuan masyarakat akan muncul, dan menjadi kewajiban bagi lembaga publik untuk memenuhi keingintahuan tersebut. Pemilu itu sendiri merupakan kegiatan yang melibatkan masyarakat dan publik sebagai pemangku kepentingan utama dan terbesar. Karena faktor itu juga, maka penyelenggara pemilu harus mempertanggung jawabkan hasil kinerjanya kepada masyarakat. Pengawasan dari masyarakat menjadi unsur ‘check and balances’ yang baik untuk meningkatkan kinerja sebuah lembaga. Untuk itu, Bawaslu dan jajarannya harus siap untuk bersikap terbuka tentang kinerja yang telah dilakukan. Urusan maksimal atau tidak hasil kinerja tersebut, maka biarkan publik yang menilai, namun yang terpenting bagaimana mengemas agar informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat dapat tersedia dengan, terkecuali informasi yang dikecualikan menurut peraturan dan undang-undang. Sedangkan asas akuntabilitas dimulai dari kinerja yang dilakukan sesuai dengan standar prosedur operasional (SOP) yang sudah ditetapkan sejak awal. Setiap langkah dan strategi yang diambil harus sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku, yang dirumuskan dalam SOP. Oleh karena itu, SOP menjadi pedoman teknis bagi penyelenggara pemilu dalam mengambil

langkah dan kebijakan. Dengan begitu, maka diharapkan apa yang sudah dilakukan tidak melenceng dan serta dapat dipertanggung jawabkan. Begitu juga ketika muncul pertanyaan publik tentang suatu kebijakan yang diambil, maka dengan serta merta proses pertanggung jawaban tersebut dapat diberikan sebagai bukti bahwa langkah dan tindakan yang diambil merupakan cara yang paling bisa dipertanggung jawabkan (akuntabel). Mencegah Korupsi Paradigma Good Governance sudah muncul sejak lama. Namun, mengapa sulit diterapkan? Apakah dikarenakan budaya di Indonesia, maka good governance sulit terealisasi? Pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul sebagai ekses perilakuperilaku korupsi yang kerap menjerat pejabat publik atau aparatur negara. Prinsip akuntabel dan keterbukaan memang didesain untuk menekan perilaku koruptif yang terjadi. Ini bukan masalah budaya, karena pada dasarnya budaya Indonesia merupakan budaya timur yang diakui sangat baik. Perilaku koruptif adalah masalah sistem yang harus sejak awal ditekan dengan prinsipprinsip terbuka, transparan, dan dapat dipertanggung jawabkan. Jika asas ini diadopsi dalam penyelenggaraan Pemilu, maka trust (kepercayaan) masyarakat yang sebelumnya hilang diyakini akan berbalik menjadi sebuah dukungan. Begitu juga dengan pemimpin-pemimpin yang dihasilkan akan memulai pekerjaannya dengan prinsip transparan dan akuntabel, karena ia dihasilkan dari proses Pemilu yang transparan dan akuntabel pula. Hasil akhirnya, adalah perilaku korupsi tercegah dan good governance terwujud. n

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015

13


Opini

Keterbukaan Informasi sebagai Salah Satu Indikator Demokrasi Oleh: Deytri R. Aritonang*

P

Pada masa Pemilu 2014 lalu, tepatnya 3 Juli 2014 silam, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dilaporkan ke Komisi Informasi Pusat (KIP) oleh Tim Aliansi Advokasi Merah Putih. Pelaporan dilakukan terkait permintaan data atau informasi hasil laporan dugaan pelanggaran pemilu. Atas laporan kepada KIP itu, Tim Aliansi Advokasi Merah Putih kemudian mengajukan sengketa informasi.

ada masa Pemilu 2014 lalu, tepatnya 3 Juli 2014 silam, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dilaporkan ke Komisi Informasi Pusat (KIP) oleh Tim Aliansi Advokasi Merah Putih. Pelaporan dilakukan terkait permintaan data atau informasi hasil laporan dugaan pelanggaran pemilu. Atas laporan kepada KIP itu, Tim Aliansi Advokasi Merah Putih kemudian mengajukan sengketa informasi. Pada akhirnya, meski butuh waktu, Bawaslu bersedia memberikan informasi yang diminta. Kesediaan itu merupakan hasil kesepakatan yang didapat dari mediasi yang dilakukan KIP untuk menengahi Bawaslu dengan Tim Aliansi Advokasi Merah Putih. Sebagai badan publik, Bawaslu memang berkewajiban menyampaikan semua informasi publik, kecuali informasi yang dikecualikan. Di sisi lain, masyarakat memiliki hak untuk melihat dan mengetahui informasi publik. Kewajiban badan publik dan hak masyarakat atau pengguna informasi publik itulah yang menjadi medium pengawasan publik. Pada era demokrasi pasca-reformasi, pengawasan publik memang salah satu kendali tetap berjalannya demokrasi. Pengawasan masyarakat pada badan publik memastikan demokrasi tetap berada pada jalurnya seperti yang diamanatkan konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Pengawasan rakyat terhadap badan-badan publik merupakan latar belakang yang menentukan kelahiran Undang-Undang (UU) Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

14

Dahulu, demokrasi di Indonesia bergulir tanpa transparansi. Pada satu sisi, kebebasan berserikat dan menyampaikan pendapat mendapatkan penekanan baru untuk diwujudkan di antara praktik demokrasi. Sayangnya, di sisi lain, ketertutupan masih membayangi sektor publik. Tak luput, demokrasi di Indonesia berjalan tanpa kejujuran. Demokrasi , pun dilumuri ketidakpercayaan publik pada negara dan penyelenggara negara. Tetapi UU KIP memberi hak untuk mengakses informasi pada badan-badan publik. Dengan UU KIP ini pula tak dapat lagi badan publik mempertahankan rezim ketertutupan, apa pun alasan yang diajukannya. Keterbukaan informasi diharapkan menjadi spirit demokratisasi yang menawarkan kebebasan sekaligus tanggung jawab secara bersamaan; baik badan publik maupun publik itu sendiri. Di satu sisi, keterbukaan informasi, harus mendorong akses bagi publik terhadap informasi secara luas. Adapun di sisi lain, kebebasan informasi juga sekaligus membantu memberikan pilihan langkah yang jelas bagi penyelenggara Negara dalam mengambil suatu kebijakan strategis. Pada penyelenggaraan Pemilu 2014

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015

lalu, Komisi Pemilihan Umum (KPU), melakukan terobosan. Untuk pertama kalinya dalam sejarah pemilu di Indonesia, formulir C1 yang merupakan hasil penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS) dipublikasikan melalui situs resmi KPU. Setiap kelompok penyelenggara pemungutan suara berkewajiban memindai formulur C1 di KPU kabupaten/ kota setempat. Hasil pindaian itulah yang diunggah agar dapat diakses masyarakat di seluruh Indonesia. Langkah itu terbukti membuka akses bagi pemilih untuk mengontrol alur suaranya. Terbukti, ketika ada keganjilan dalam sebuah formulir, protes dan kritik pun disampaikan. Bukan hanya lewat media sosial, namun juga bergulir di media massa mainstream. Dengan demikian, demokrasi berjalan dengan jujur tanpa ada lagi tipu-tipu. Hal yang sama juga dapat dilakukan Bawaslu, sebagai penyelenggara pemilu yang tugas pokoknya adalah mengawasi penyelenggaraan pemilu. UU Nomor 8 Tahun 2012 memberi wewenang bagi Bawaslu untuk menangani sengketa proses Pemilu. Kejujuran Bawaslu untuk membuka setiap proses sengketa memastikan bahwa setiap pihak dalam sengketa mendapatkan haknya dan menjalankan kewajibannya. Kejujuran demikianlah yang harus dijunjung demi keberlangsungan demokrasi yang bukan hanya topeng dan kosmetik.

*Tim Asistensi Bawaslu


Opini

Pilkada Serentak 2015/2016 Berkaca dari Keberhasilan Pileg dan Pilpres 2014

P

ilkada merupakan pesta demokrasi yang dirayakan oleh sebagian provinsi maupun daerah yang akan memilih calon Pemimpinnya secara langsung, baik itu memilih Gubernur, Walikota maupun Bupati. Pilkada nanti sepertinya akan berbeda dengan Pilkada sebelumnya, yaitu dilaksanakan secara serentak disetiap wilayah Indonesia, namun hanya dibeberapa wilayah saja, yang menurut data 204 Kabupaten Kota dan Provinsi yang akan melakukannya. Pilkada sebelumnya dilakukan berbeda-beda ditiap provinsi atau kabupaten/ kota baik waktu dan proses perjalanannya, namun Pilkada kedepan akan dilakukan serentak dengan waktu dan tahapan yang sama yang akan dilakukan, karena model pelaksanaannya akan sama seperti Pemilu 2014, yaitu serentak diseluruh wilayah Indonesia. Dalam Pilkada serentak ini akan ada kinerja yang ekstra oleh penyelenggara, artinya penyelenggara akan melakukan tahapan-tahapan dari mulai pendaftaran peserta sampai dengan hari pencoblosan. Terutama Penyelenggara Pusat yang akan melakukan supervisi dan membantu Penyelenggara di Daerah yang meningkat volume perkerjaannya karena akan langsung secara serentak. Pada Pilkada nanti harus ada peran dari penyelenggara baik itu KPU maupun Bawaslu daerah dengan waktu yang singkat jika memang pilkada dilaksanakan pada tahun 2015. Untuk itu sebaiknya penyelenggara dan peserta Pilkada harus bisa berkaca pada pemilu 2014 yang menurut saya bisa dikatakan berjalan dengan baik dan lancar tanpa ada kendala-kendala yang cukup besar seperti terjadinya kerusuhan besar, dan ternyata Pemilu 2014 yang dimulai dari Legislatif sampai Pemilu Presiden dan Wakil Presiden berlangsung dengan aman, yakni mulai dari pencoblosan, sampai penghitungan suara serta sampai pelantikanpun bisa berjalan dengan aman, meskipun ada kendala-kendala kecil tetapi bisa diamankan dan bisa dijadikan pelajaran kedepan terutama pada Pilkada yang akan diselenggarakan secara serentak. Semua rakyat Indonesia pada dasarnya sudah lebih cerdas sehingga diharapkan bisa menahan ego masing-masing jika Peserta yang dijagokan akan kalah

Oleh: Bambang Sungkowo* dalam pesta Pemilu Kepala daerah nanti dengan tetap menjaga stabilitas keamanan dan kepentingan bersama. Setelah perayaan Demokrasi Pemilu di seluruh wilayah RI atau jelasnya Pemilu Legislatif dan Pemilihan Berbicara soal Pemilu, maka kita harus semestinya memperhatikan beberapa aspek yang harus diprioritaskan, seperti persoalan DPT (Daftar Pemilih Tetap) yang seringkali menjadi pemicu perselisihan sehingga menguntungkan salah satu pihak, penggunaan uang, Bawaslu harus bisa mencermati dengan baik input dan output keuangan para kandidat, sehingga diharapkan Bawaslu bukan hanya menjadi pelapor jumlah melainkan juga bisa menindak jika ada kecurigaan dan keganjilan dari arus keuangan, waspadai manipulasi saat penghitungan dan penetapan hasil suara karena suara merupakan amanah rakyat yang dititipkan kepada KPU sehingga tidak disalahgunakan oleh oknum tertentu sehingga akan menjadi cacat jika ada hasil yang berbeda meskipun hitungan persen yang sedikit. Sudah seharusnya KPU dan Bawaslu berfokus pada hal tersebut sehingga dalam pelaksanaan pilkada serentak nanti tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang terjadi pada pemilu 2014 sehingga kita berkaca agar lebih baik lagi. Indikator Pemilu 2014 bisa dikatakan berhasil dilakukan dengan baik dan berlangsung aman tanpa adanya gangguan stabilitas keamanan yang cukup parah, yang sebelumnya bermunculan isu politik bahwa akan ada kerusuhan massa yang sangat besar dinegeri ini, namun kenyataannya di Indonesia Pemilu yang dilaksanakan 9 April dan 9 Juli 2014 berjalan dengan baik sesuai tahapan yang dijadwalkan oleh KPU dan diawasi oleh Bawaslu. Setiap tahapan bisa berjalan dengan lancar meski ada riak- riak kecil yang memprotes hasil pemilu tersebut, bisa kita lihat mulai dari pendaftaran peserta pemilu seperti Parpol, calon legislatif dan calon presiden dan wakil presiden bisa berlangsung aman, tanpa ada gangguan keamanan yang signifikan, semua itu tidak lebih dan tidak kurang dari peran KPU, Bawaslu dan masyarakat pada umumnya. Dengan berkaca pada Pemilu 2014,

maka kita juga harus banyak memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa demokrasi bukan hanya sebatas pemilu, karena pemilu hanya terbatas pada aktivitas pencoblosan dan memasukan kertas suara ke kotak suara, padahal yang harus kita pahami adalah demokrasi itu bisa mengantarkan kita kepada kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat. Yang harus kita benahi adalah pemahaman masyarakat tentang esensi demokrasi itu sendiri yakni betapa pentingnya pesta demokrasi (Pemilu) yang langsung dilaksanakan dengan masyarakat memilih wakilnya dan pemimpinnya di negeri ini, sehingga tidak lagi memilih kucing dalam karung. Masyarakat akan paham dengan visi misi dari calon yang kan dipilihnya menjadi wakil dan pemimpin dengan kriteria yang mereka harapkan tanpa adanya kepentingan politik uang, sehingga mereka bisa benarbenar bisa mandiri dalam melakukan pilihan. Masyarakat pun diharapkan akan memahami dari kemandirian ini akan melahirkan pemimpin dan wakil rakyatnya yang sesuai dan bisa bekerja dengan baik untuk mencerdaskan dan mensejahterakan rakyatnya. Menggunakan hak pilih dalam Pemilu akan sangat berarti karena satu suara akan menentukan nasib bangsa kedepan, sehingga masyarakat tidak akan menggunakan hak pilihnya sembarangan dan terintervensi pada pihak tertentu. Pentingnya kita berkaca kepada Pemilu 2014, dimana masih banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh peserta pemilu dan juga keterlibatan masyarakat yang tidak memahami pentingnya pemilu bersih dan berintegritas, tetapi mereka hanya mementingkan politik uang saja, dengan kata lain siapa yang memberikan uang akan kita pilih’ itu juga sering dijumpai, atau adanya pemberian uang kampanye dan juga Sembako disaat-saat pemilu akan dimulai. Harapan kita semua Pilkada baik Bupati dan walikota bahkan Gubernur nanti bisa lebih baik lagi, dengan pemahaman masyarakat yang tinggi tentang Pemilu. * Staf Bagian Humas dan Kerjsama Antar Lembaga Setjen Bawaslu RI

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015

15


Divisi Oganisasi dan Sumber Daya Manusia

Diklat Pra Jabatan CPNS/CPASN Angkatan I Bawaslu RI

Sebanyak 26 orang Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) atau Calon Pegawai Aparatur Sipil Negara (CPASN) Golongan III Badan Pengawas Pemilihan Umum RI dan 3 orang CPNS dari Kementerian Dalam Negeri mengikuti Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Prajabatan di Balai Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Dalam Negeri, kampus Kemang Bogor. Diklat Prajabatan tersebut dilaksanakan pada tanggal 20 November sampai dengan 27 Desember 2014.

S

ebanyak 26 orang Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) atau Calon Pegawai Aparatur Sipil Negara (CPASN) Golongan III Badan Pengawas Pemilihan Umum RI dan 3 orang CPNS dari Kementerian Dalam Negeri mengikuti Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Prajabatan di Balai Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Dalam Negeri, kampus Kemang Bogor. Diklat Prajabatan tersebut dilaksanakan pada tanggal 20 November sampai dengan 27 Desember 2014. Diklat prajabatan adalah syarat bagi CPNS/CPASN untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dalam Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2000 tentang pendidikan dan pelatihan jabatan Pegawai Negeri Sipil, antara lain ditetapkan jenis-jenis Diklat PNS. Salah

16

satu jenis Diklat adalah Diklat prajabatan (golongan I, II atau III) yang merupakan syarat pengangkatan CPNS untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) sesuai golongan tersebut di atas. Penyelenggaraan Diklat Prajabatan CPNS Bawaslu RI ini menggunakan pola baru. Diklat pola baru dimaksudkan untuk mewujudkan Pegawai Aparat Sipil Negara (ASN) yang profesional, sekaligus merupakan implementasi dari penyelenggaraan Diklat berbasis kompetensi sesuai Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) RI nomor 38 dan 39 tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Prajabatan Golongan I dan II dan golongan III. Prajabatan pola baru juga diperlukan untuk membekali Pegawai ASN dengan kompetensi yang diperlukan saat memasuki ranah birokra-

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015

si. Upaya pengembangan kompetensi Pegawai ASN tersebut luas cakupannya yaitu mulai dari segi kemampuan, pengetahuan, sampai sikap dan perilaku yang sesuai dengan tuntutan tugas dan jabatan yang diembannya. Peningkatan kompetensi tidak terlepas dari adanya perubahan pola pikir (mindset). Oleh sebab itu penyelenggaraan Diklat Prajabatan pola baru didesain untuk tidak sekedar merupakan ajang transfer of knowledge tetapi diharapkan juga berfungsi sebagai sarana untuk transfer of attitude dan transfer of value. Untuk memperkuat fungsi tersebut, maka dalam kurikulum Diklat Prajabatan terdapat mata Diklat Etika Publik sebagai upaya agar Calon Pegawai ASN peserta Diklat Prajabatan memiliki kesadaran untuk melakukan perubahan


Divisi Oganisasi dan Sumber Daya Manusia tingkah laku. Dalam transformasi birokrasi yang sedang berlaku saat ini di Indonesia, yang diubah tidak hanya struktur dan fungsinya tetapi juga perilaku aparaturnya. Transformasi birokrasi adalah perubahan perilaku birokrat, yang memberikan kesadaran baru, bahwa pemerintah dibentuk tidak untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani rakyat. Saat ini pelayanan kepada masyarakat (public services) sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-undang (UU) 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik masih belum optimal. Mental Pegawai ASN masih belum kuat, etika dan moralitas masih rendah (ditandai dengan masih maraknya korupsi, kolusi dan nepotisme) serta kualitas SDM aparatur yang belum memadai dan belum mencapai standar profesional. Pegawai ASN masih belum memahami, menginternalisasi dan mengaktualisasi nilai-nilai dasar Profesi. Dan disadari bahwa momentum paling tepat untuk mentrasfer pengetahuan, nilai dan sikap hidup tersebut adalah saat mereka masih berstatus CPNS/CPASN, dan baru memasuki lingkungan birokrasi. Mempertimbangkan strategisnya hal itu, maka Diklat Prajabatan merupakan saat yang tepat untuk mengubah pola pikir CPASN sehingga sesuai dan mampu mengaktualisasikan nilai dasar profesi ketika memasuki bangunan birokrasi yang sudah berubah paradigmanya. Melalui serangkaian pembelajaran yang dilakukan, diharapkan para calon birokrat ini akan memiliki wawasan kebangsaan, memiliki etika dan budaya kerja yang baik, seluruh kegiatannya dapat dipertanggungjawabkan, memiliki komitmen terhadap mutu dan bebas korupsi serta menyadari pentingnya memberikan pelayanan prima. Tahapan Aktualisasi Nilai-Nilai Dasar Profesi Pegawai ASN Peserta dituntut untuk dapat mengaktualisasikan kompetensinya ditempat tugas atau ditempat magang dengan bimbingan mentor dan coach. Nilai-nilai dasar profesi pegawai ASN telah dituangkan dalam pasal 3 UU 5/2014 tentang ASN, dimana disebutkan bahwa ASN sebagai profesi berlandaskan pada prinsip Nilai dasar, Kode Etik dan Perilaku, Komitmen, Integritas Moral dan Tanggung Jawab Pelayanan Publik.

ASN perlu memiliki kompetensi sesuai bidang tugasnya, mempunyai kualifikasi akademik yang diperlukan jabatannya, serta adanya jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan professionalitas jabatan. Untuk membangun kompetensi jabatan secara terstruktur, maka kurikulum Diklat Prajabatan Pola baru didesain untuk dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu: Tahap I Internalisasi Nilai-nilai Dasar Profesi Tahap pembelajaran ini dilaksanakan selama 12 hari bagi CPASN (CPNS) Golongan II dan 17 hari bagi CPASN Golongan III. Dalam tahap ini peserta dibekali dengan nilai-nilai dasar yang dibutuhkan dalam menjalankan tugas jabatan Profesi PNS secara profesional sebagai pelayan masyarakat. Nilai-nilai dasar tersebut meliputi: Akuntabilitas, Nasionalisme, Etika, Komitmen Mutu, dan Anti Korupsi, yang diakronimkan menjadi ANEKA. Selain itu peserta juga dibekali dengan ceramah tentang kesehatan mental. Untuk mengukur sejauh tingkat pemahaman peserta dan internalisasi Nilai ANEKA tersebut dilakukan evaluasi pemahaman sebagai bagian dari Tahap I. Di bagian akhir dari tahap pembelajaran, peserta dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk membuat rancangan aktualisasi serta mulai melakukan pembimbingan aktualisasi. Tahap II Aktualisasi Nilai Dasar Profesi Dalam tahap II ini, peserta dituntut untuk dapat mengaktualisasikan kompetensinya di tempat tugas atau di tempat magang dengan bimbingan mentor dan coach. Tahap II dilaksanakan selama 14 hari untuk CPASN Golongan I dan II dan 13 hari untuk CPASN Golongan III, untuk memberikan kesempatan pada peserta mengaktualisasikan nilai-nilai dasar profesi pegawai ASN. Tahap ini strategis fungsinya dalam menetapkan hasil belajar pada peserta, karena dalam tahap inilah peserta berkesempatan untuk memperoleh pengalaman nyata tentang penerapan nilai dasar ANEKA dalam bentuk Sikap dan Perilaku dan Disiplin, dalam Kedudukan dan perannya sebagai anggota ASN dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Peserta diwajibkan mengidentifikasi, menganalisis

dan mengumpulkan bukti nyata penerapan nilai ANEKA dari seluruh tindakan, sikap dan perilakunya pada saat menjalankan kegiatannya di tempat bertugas/ magang sesuai dengan Rancangan Aktualisasi yang telah disusunnya dengan bantuan mentor dan coach di Tahap I. Di tahap ini, kompetensi akan diasah sehingga hasil pembelajaran tidak saja hanya berupa pemahaman yang abstrak tentang Nilai Dasar Profesi namun lebih jauh lagi, telah menjadi terbentuk secara nyata dalam keterampilan dan sikap perilaku, yang akan diperlukan CPASN saat benar-benar menjalankan perannya di tempat tugasnya. Tahap III Seminar Aktualisasi Nilai Dasar Profesi Tahap III ini dilaksanakan dalam bentuk Seminar selama 1 (satu) hari untuk memfasilitasi peserta mempresentasikan aktualisasi nilai-nilai dasar profesi pegawai ASN yang telah dijalani selama tahap II - Aktualisasi. Kehadiran Tim Penguji, Coach dan Mentor adalah syarat mutlak dalam penentuan kelulusan peserta, sebagai evaluator atas tahapan proses yang dilalui peserta dalam tahap aktualisasinya. Dengan mencapai kompetensi yang telah ditetapkan, maka dari adanya DIKLAT Prajabatan Pola Baru ini diharapkan lahir calon pemimpin hebat dan Aparatur Sipil Negara yang kompeten serta siap dan mampu mengaktualisasikan nilai-nilai dasar profesi ASN di tempat tugas. Kualifikasi kelulusan peserta Diklat ditetapkan sebagai berikut: • Sangat Memuaskan (skor >90,0 – 100); • Memuaskan (skor >80,0 – 90,0); • Cukup memuaskan (skor >70,0 – 80,0); • Kurang memuaskan (skor>60,0 – 70,0); • Tidak Memuaskan (skor ≤60) Peserta Diklat yang memperoleh kualifikasi Tidak Memuaskan atau jumlah ketidakhadiran peserta melebihi 3 sesi atau 9 jam pelajaran atau satu hari secara kumulatif, dinyatakan Tidak Lulus. Sedangkan peserta Diklat yang memperoleh kualifikasi Kurang Memuaskan dinyatakan Ditunda kelulusannya dan peserta Diklat dimaksud wajib mengikuti pembelajaran remedial. (AI. AP, AS)

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015

17


Divisi Sosialisasi, Humas dan Antar Lembaga

Komnas HAM Sampaikan Hasil Evaluasi Pemilu 2014 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melakukan kunjungan diskusi ke Bawaslu RI (15/01). Kunjungan tersebut diterima langsung oleh pimpinan Bawaslu RI, Nasrullah dan beberapa pejabat struktural Sekretariat Jenderal Bawaslu.

Komisioner Komnas HAM, Manajer Nasution menyatakan bahwa maksud dari kunjungan tersebut dalam rangka koor-

dinasi persiapan pemantauan Pemilihan Kepala Daerah dan penyampaian hasil Pemilu 2014. Dia mengatakan bahwa ada beberapa catatan terkait hasil Pemilu 2014 lalu. Diantaranya bagaimana peran Komnas HAM dalam pengawasan Pemilu. Hal ini karena banyaknya pertanyaan dari masyarakat tentang peran tersebut. Sosialisasi kepada kelompok diffable juga menjadi catatan tersendiri bagi Komnas HAM. Di mana tidak ada kebijakan nasional Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Pilpres 2014. Hal ini disebabkan tidak tersedianya alokasi anggaran untuk sosialisasi. Dia juga menyatakan mengenai Ketersediaan logistik Pemilu, di mana pada Pemilu Legislatif 2014 kertas suara yang menggunakan huruf Braille masih terbatas pada surat suara Pemilu untuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD). “Logistik Pemilu harus ramah kepada kelompok rentan!� tandasnya. Kemudian soal regulasi, Komnas HAM menilai negara masih memperlakukan warga negara khususnya kelompok diffable dengan menggunakan mindset manusia normal atau sempurna. Padahal mereka membutuhkan perlakuan khusus

Pertemuan Bawaslu dengan Komnas Hak Azazi Manusia.

18

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015

dalam menunaikan hak politiknya, imbuhnya. Dalam kondisi ini, Komnas HAM ingin mendorong melalui regulasi agar negara hadir dan berpihak untuk membantu keterbatasan kepada masyarakat (kelompok diffable) yang sesungguhnya ingin menunaikan hak politiknya. Menanggapi catatan-catatan tersebut, Nasrullah menyatakan bahwa prinsipprinsip tentang hak warga negara harus lebih didepankan. Hal itu yang berusaha didorong oleh Bawaslu kepada KPU. Oleh karena itu Bawaslu akan mendesign gugus tugas khusus antara Bawaslu, KPU bersama Komnas HAM, KPAI, Komnas Perempuan dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terkait jaminan terpenuhinya hak-hak politik warga negara. Misalnya hak memilih dan dipilih, terpenuhinya sarana, prasarana, aksesibilitas dan lainnya. Dalam kesempatan tersebut Komnas HAM juga menyerahkan dokumen catatan hasil evaluasi Pemilu 2014 kepada Bawaslu RI. Di akhir diskusi Nasrullah berharap untuk lebih memantapkan kerjasama dan semakin baik ke depannya dalam pengawasan Pemilu secara bersama-sama demi bangsa dan rakyat Indonesia. [AI]


Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran

Bawaslu Siap Jika Diberi Kewenangan

Selesaikan Sengketa Pilkada

Komisi II DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu RI di ruang Rapat Komisi II DPR RI, Kamis (22/01). Rapat konsultasi tersebut membahas persiapan dan kesiapan rencana Pilkada serentak tahun 2015 dan masukan terkait dengan RUU tentang Perppu Nomor 1 tahun 2014 dan Nomor 2 tahun 2014. Dalam kesempatan tersebut Bawaslu menyampaikan masukan dan laporan akhir hasil pengawasan Pemilu Legislatif dan Pilpres Tahun 2014 kepada Komisi II DPR RI. Ketua Bawaslu RI Muhammad juga menyatakan kesiapan lembaganya dalam mengawasi Pilkada serentak yang akan digelar akhir tahun ini. Diakhir penyampaian laporan, Muhammad di hadapan pimpinan dan anggota komisi II menyampaikan pendapat terkait wacana yang terjadi baik di Mahkamah Agung (MA) maupun Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membentuk lembaga baru dalam rangka penyelesaian sengketa hasil Pilkada. Dia berpendapat dari pada negara mengeluarkan anggaran lagi untuk membentuk lembaga dan menyusun personel baru, “dengan ucapan Bismillah dan tekad karena Allah, Bawaslu menyatakan siap jika kewenangan itu diberikan kepada Bawaslu� tegasnya diikuti tepuk tangan para

peserta rapat. Pendapat itu dengan pertimbangan karena Bawaslu telah mempunyai pengalaman yang cukup sukses dalam menyelesaikan sengketa hasil Pileg dan Pilpres tahun 2014. Hal itu telah banyak diadopsi oleh MK dalam menyelesaikan sengketa hasil Pemilu dan menjadi cikal bakal keputusan MK. Rapat dipimpin dan dibuka oleh Ketua Komisi II DPR Rambe Kamaruzzaman. Dalam rapat tersebut dihasilkan beberapa kesimpulan yang dibacakan oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Riza Patria. Berikut kesimpulan Rapat Kerja Komisi II DPR RI dengan KPU RI dan Bawaslu RI: 1. Komisi II DPR RI dapat memahami Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (RPKPU) yang disampaikan KPU RI, namun demikian khusus mengenai PKPU tentang tahapan, program dan jadwal pelaksanaan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, Komisi II DPR RI meminta KPU RI agar menyederhanakan atau memperpendek tahapan agar jadwal pelaksanaan Pilkada tidak terlalu lama seiring dengan revisi UU tentang Penetapan Perppu nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota menjadi Undang-undang yang akan ditetapkan paling lama pada masa persidangan DPR RI tahun sidang 20142015 tanggal 18 Februari. 2. Komisi II

DPR RI meminta KPU RI dan Bawaslu RI agar tidak membuat PKPU dan Peraturan Bawaslu terkait substansi UU Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 yang masih akan direvisi Komisi II DPR RI, dan meminta agar menunggu sampai ada penetapan terhadap revisi UU tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014. 3. Komisi II menerima Masukan dari KPU RI dan Bawaslu RI terhadap perbaikan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 yang sudah menjadi Undang-undang. Masukan tersebut akan dijadikan sebagai masukan dalam pembahasan revisi UU tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 menjadi Undangundang. 4. Komisi II DPR RI mendorong agar KPU RI dan Bawaslu RI dapat menjadi lembaga yang lebih kuat dalam menjalankan kewenangannya seperti terhadap Bawaslu RI dalam penyelesaian proses terjadinya sengketa. 5. Komisi II DPR RI mendukung usulan KPU RI dan Bawaslu RI untuk meningkatkan anggaran dalam APBNP sesuai kebutuhan yang penting dengan prinsip efektif dan efisien, serta transparan dan akuntabel yang dapat dipertanggungjawabkan. Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR RI dihadiri oleh seluruh komisioner KPU RI, Sekjen KPU, komisioner Bawaslu RI dan Sekjen Bawaslu beserta jajarannya. [AI]

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015

19


Mantan Anggota Bawaslu RI, Wirdyaningsih

Jalan Tengah Menyelesaikan Sengketa Pemilu

Dosen Hukum Universitas Indonesia (UI) Wirdyaningsih mengatakan salah satu cara yang paling tepat dalam menyelesaikan sengketa pemilu adalah dengan cara mengambil jalan tengah (win-win solution) dalam perseteruan antara kedua belah pihak pada penyelesaian sengketa pemilu. “Win-win solution adalah cara antara kedua belah pihak dalam meyelesaikan sengketa. Di satu sisi apabila mencapai kesepakatan, cara ini adalah solusi bersama dalam penyelesaian sengketa pemilu,” ujar wanita yang akrab disapa Nunung pada saat memaparkan materi Peran dan Fungsi Lembaga Pengawas Pemilu dalam Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Dalam Rapat Koordinasi Penyelesaian Sengketa Pemilu di Gedung Zamhir Islamie Kampus IPDN, Jakarta (22/12). Mantan Anggota Bawaslu Periode 2008–2012 tersebut mengungkapkan, permasalahan penyelesaian sengketa Pemilu yang kerap dilakukan kedua belah pihak dalam penyelesaian sengketa salah satunya adalah tidak adanya kedekatan antara penyelenggara pemilu, pengawas pemilu dengan peserta pemilu. Akibatnya kedua belah pihak sering dihadapkan oleh permasalahan jalan buntu. “Keputusan Penyelesaian sengketa harus win win solution, tanpa adanya pihak yang merasa kalah, semua diuntungkan,” ujarnya. Wirdyaningsih menuturkan, beberapa syarat penyelesaian sengketa yang lebih tepat sasaran dalam penyelesaian sengketa adalah menciptakan penyelenggara pemilu yang berkualitas. Sebab lembaga penegak hukum yang kuat dan berintegritas bisa dilihat dengan adanya peraturan yang jelas, tegas dan menjamin demokrasi serta prosedur penyelesaian sengketa yang sederhana. “Syarat tersebut menjamin agar penyelesaian sengketa dapat terselesaikan yang lebih efektif dan efisien,” pungkasnya. [HW]

20

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015

Peneliti LIPI, Syamsuddin Haris

Mengelola Pemilu Serentak

Peneliti politik senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris mengatakan, persoalan kontemporer Indonesia tak hanya berkaitan dengan pilihan politik atas sistem presidensial yang dikombinasikan dengan sistem multipartai. Melainkan juga karena ketidaksungguhan elite politik dalam melembagakannya, sehingga muncul jarak antara obsesi presidensialisme di satu pihak, dan praktiknya yang cenderung bersifat parlementer di pihak lain. Menurutnya perlu dilakukan penyempurnaan presidensialisme melalui peninjauan kembali format sistem perwakilan, skema penyelenggaraan dan sistem pemilu, serta system kepartaian. Dalam konteks pemilu, penataan tak hanya terkait urgensi perubahan sistem pemilu. Melainkan juga penataan skema penyelenggaraannya ke arah pemilu secara simultan antara pemilu legislatif dan pemilu presiden. “Penataan tersebut mengarah pada dua skema pemilu, yakni pemilu nasional serentak untuk memilih Presiden/Wapres, DPR dan DPD. Dan pemilu lokal/daerah serentak untuk memilih anggota DPRD dan kepala-kepala daerah, baik kabupaten/kota maupun provinsi,” ujar Syamsuddin saat memapartkan hasil penelitian politik LIPI, 9 Februari 2015. Melalui keserentakan pemilu nasional yang terpisah dari pemilu lokal diharapkan tidak hanya tercapai tujuan efisiensi anggaran dan waktu, tetapi juga dapat diwujudkan beberapa perubahan sekaligus. Merujuk pada tatakelola kepemiluan, lanjut Syamsuddin, maka diperlukan tersedianya undang-undang kepemiluan,penyelenggara pemilu, penyelenggaraan dan penyelesaian sengketa pemilu. Tersedianya Undang-Undang Pemilu Serentak. Untuk menyelenggarakan pemilu serentak, tak pelak lagi diperlukan Undang-undang yang akan menjadi dasar setiap pelaksanaan tahapan pemilu serentak ini. Undang-undang pemilu baik pemilu untuk memilih DPR, DPD dan DPRD dan pemilu presiden dan wakil presiden dapat menjadi modal dasar dibuatnya undang-undang Pemilu serentak.Penyesuaian yang paling mendesak adalah dalam hal penyelenggaraan tahapannya. “Kebutuhan akan adanya undang-undang pemilu ini seharusnya sedini mungkin dapat diatasi,” kata dia. Tidak seperti penyelenggaraan pemilu 2009 di mana waktu disahkannya undang-undang dengan masa berlangsungnya tahapan sangat singkat. Sehingga penyelenggara tidak mempunyai waktu yang cukup untuk melakukan persiapan penyelenggaraan tahapan yaitu misalnya dalam hal penyiapan peraturan, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis. Dengan mengambil asumsi bahwa penyelenggaraan Pemilu serentak akan dilaksanakan pada bulan Juni atau awal Juli 2019, kata Syamsuddin, maka disarankan agar UU Pemilu Serentak dapat disahkan minimal 2 tahun sebelum penyelenggaran pemilu serentak yaitu maksimal pada bulan Juni 2017. Dengan demikian, apabila undang-undang Pemilu serentak ini sudah tersedia pada awal atau maksimal pertengahan tahun 2017, penyelenggara pemilu dapat mempunyai cukup waktu untuk persiapan penyelenggaraannya. Syamsuddin Haris [IS]


Pimpinan Bawaslu RI, Nasrullah

Penyerahan Rekening Pribadi sebagai Syarat Pencalonan

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mengapresiasi usulan sejumlah pihak agar para calon kepala daerah wajib menyerahkan rekening pribadinya kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai salah satu syarat pencalonan. Gagasan ini merupakan upaya untuk menciptakan transparansi guna melahirkan pemimpin yang bersih dan jujur. “Ini gagasan yang sangat baik, kita sangat mendukung supaya ke depan pemilu kita melahirkan pemimpin yang bersih,” kata Komisioner Bawaslu RI Nasrullah di Jakarta, Selasa (6/1). Dalam pelaksanaan pemilu unsur transparansi setiap kandidat merupakan keharusan. Kesadaran melahirkan pemimpin yang bersih melalui proses

pemilu harus menjadi tanggung jawab bersama penyelenggara dan peserta pemilu. “Jadi, tidak hanya calon kepala daerahnya saja yang menyerahkan rekening pribadinya, tetapi juga rekening istrinya, bahkan rekening anaknya juga harus diserahkan. Ide ini sangat baik dan perlu kita dorong,” ujar Nasrullah. Dia berharap, KPU selaku pembuat kebijakan memberi payung hukum terhadap gagasan tersebut agar setiap peserta yang hendak maju sebagai calon kepala daerah mengetahuinya. “Kita dorong KPU agar memasukan gagasan ini dalam PKPU sebaai salah satu syarat pencalonan kepala daerah meski tidak diatur dalam Perppu,” katanya. [HN]

Pimpinan Bawaslu RI, Nasrullah

Pimpinan Bawaslu RI, Nelson Simanjuntak

Sistem Proporsional Terbuka Untungkan Calon Populer Sistem proporsional terbuka yang dinilai mampu memperkuat sistem demokrasi di berbagai aspek, pada kenyataanya adalah sebaliknya. Sistem tersebut justru menghambat penguatan sistem demokrasi itu sendiri. Yang diuntungkan adalah calon yang memiliki popularitas yang tinggi. Hal tersebut diungkapkan oleh Pimpinan Bawaslu Nelson Simanjuntak dalam pertemuanya dengan Internasional Foudation for Electoral System (IFES), pada saat audiensi terkait persoalan sistem proporsional terbuka yang diterapkan pada Pemilu tahun 2014, Selasa (20/1). Nelson menilai, apabila diberlakukannya sistem pemilu proposional terbuka dari beberapa aspeknya justru dalam implementasi sistem ini akan menghambat penguatan demokrasi Indonesia. Menurutnya sistem proporsional terbuka, akan berdampak hanya orang-orang yang cukup dikenal masyarakat atau dikenal konsituennya yang akan terpilih, bukan dari representasi calon yang diusung partai politik. “Didalam partai politik tidak secara langsung ditentukan siapa calon yang diusung oleh di internal partai politiknya, ini tergantung seberapa besar kepentingan di internal partainya. Oleh karena itu, yang diuntungkan hanyalah orang yang mempunyai tingkat populari-

tas di masyarakat,” ujarnya Menurut Nel- nyelesaian pidana pemilu masih berbeda son apabila sistem proporsional terbuka frame hukum, ditambah dengan durasi akan terus dilakukan akan menghambat waktu yang sedikit,” ujarnya. penguatan demokrasi dan menjadikan Menurut Nelson, ada 6 solusi terbaik partai politik hanya sebagai alat bagi ca- untuk persoalan pemilu adalah pertama, leg. Maka, faktor pencitraan dan popu- diperjelasnya undang-undang yang tidak laritas dari setiap caleg akan sangat me- mengakibatkan multitafsir. Kedua diberinonjol pada sistem ini. “Maraknya para kannya batas waktu yang proporsional artis yang maju sebagai calon legislatif dalam melakukan penyelesaian pidana hanya untuk pencitraan seorang tokoh di pemilu. Ketiga, adanya peraturan yang berbagai media massa,” ujarnya jelas tentang pembelanjaan dana kamPersoalan lain yang diungkapkan panye. Keempat proses rekrutmen kader adalah menjawab pertanyaan oleh Chief politik tidak memanfataatkan popularitas Of Party IFES asal Ukraine David En- belaka. Kelima, kerangka hukum peminis ketika menanyakan persoalan Pidana lu. Keenam, penyelenggara pemilu yang Pemilu yang ditangani oleh Bawaslu harus professional dan pemilih yang cerketika pemilu Legislatif dan Presiden di das. [HW] tahun 2014. Nelson mengungkapkan banyak dari beberapa pelanggaran kampanye masih bersifat kompleks. Permasalahanya, belum adanya ketegasan hukum didalam menangani pidana pemilu yang melibatkan unsur Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan Agung. Hal ini disebabkan, pada waktu melakukan penyelesaian pidana pemilu yang diserahkan ke kepolisian masih belum ada ketegasan hukum. “Undang-Undang pemilu yang belum jelas, akibatnya bePimpinan Bawaslu RI, Nelson Simanjuntak berapa pihak dalam melakukan peBULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015

21


Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan

Dukung Pengawasan Pemilu secara Utuh Pengawas Pemilu memiliki peran penting dalam rangka memastikan pelaksanaan Pemilu berlangsung dengan baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam menjalankan tugasnya, pengawas pemilu hingga tingkat terkecil yakni Pengawas Pemilu Lapangan (PPL), melaksanakan arahan dan kebijakan Pengawasan Pemilu yang berasal dari tingkat pusat. harianterbit.com

Nama : Dr.(HC). H. Zulkifli Hasan, S.E., M.M. Tempat, Tanggal Lahir : Lampung, 17 Mei 1962 Jabatan : Ketua MPR RI (2014-saat ini) Pengalaman Pekerjaan : • Menteri Kehutanan Republik Indonesia (2009-2014) • Anggota DPR RI (2004-2009) • Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (2005-2010) Pengalaman Pendidikan : • Fakultas Ekonomi Universitas Krisnadwipayana • Sekolah Tinggi Manajemen PPM

22

Peran penting ini tidak bisa dikesa- kannya. mpingkan dalam proses pembangunan Mendukung upaya penguatan lembaga demokrasi di Indonesia. Sebagai bentuk pengawas pemilu berarti ikut juga memsemangat reformasi maka perlu ada sebuah bangun perkembangan demokrasi di Inlembaga yang memastikan check and ba- donesia. Penguatan terhadap lembaga ini lances sebagai bentuk mutlak dilakukan demi Dinamika politik yang kemajuan demokrasi di legitimasi proses pemilu. Indonesia. terjadi pada bangsa ini Namun, yang lebih Di lain hal, politisi harus ditanggapi secara penting daripada itu, Partai Amanat Nasional dingin tanpa mudah menurut Ketua Majelis (PAN) itu juga mengaterprovokasi oleh isu-isu presiasi penyelenggara Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulki- perpecahan, karena pada pemilu yang sukses mefli Hasan bahwa nyelenggarakan Pemilu dasarnya dinamika poliPengawasan Pemilu tik sama-sama bertujuan dengan damai tanpa ada merupakan instrumen baik, demi kelangsungan konflik yang berarti. penting dalam rangka Sekalipun ada, maka memastikan Pemilu demokrasi yang lebih baik jumlahnya sangat kedi Indonesia. yang langsung, umum, cil dan dinamika tersebebas, rahasia, jujur but hanya merupakan dan adil. Menurutnya, bumbu-bumbu dalam penguatan terhadap lembaga ini, sangat perkembangan demokrasi Indonesia. diperlukan dan tidak setengah-setengah. “Walaupun masih ada kekurangan, Ia kerap mendengar munculnya stigma tetapi secara umum kita telah berhasil meterhadap Bawaslu yang dianggap macan nyelenggarakan Pemilu dengan sukses. ompong karena keterbatasan kewenan- Ini berkat kerja keras kita semua termasuk ganannya terhadap pelanggaran Pemilu. penyelenggara pemilu di dalamnya,” tutur Bawaslu dianggap tidak mampu berbuat Zulkifli. apa-apa, walaupun ada pelanggaran yang Ke depan, ia berharap dinamika politik terjadi di depan mata. yang terjadi pada bangsa ini harus ditangPandangan itu, menurutnya, tidak akan gapi secara dingin tanpa mudah terprovoterjadi jika saja Bawaslu diberikan ke- kasi oleh isu-isu perpecahan, karena pada wenangan yang lebih kuat. Untuk itu, ia dasarnya dinamika politik sama-sama bermendukung jika ada penguatan terhadap tujuan baik, demi kelangsungan demokrasi lembaga ini, dan berupaya merealisasi- yang lebih baik di Indonesia. [FS]

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015


HUMAS

Jatim Laksanakan Tes Tulis Calon Panwas di Tiga Zona

Bawaslu Provinsi Jawa Timur mengadakan tes tulis calon anggota Panitia Pengawas Pemilihan Bupati/Walikota untuk wilayah Jatim. Pelaksanaan tes tersebut dibagi dalam 3 (tiga) zona, diantaranya Zona I untuk kota Surabaya, kota Pasuruan, kabupaten Sidoarjo, kabupaten Gresik, kabupaten Mojokerto, kabupaten Lamongan dan kabupaten Sumenep.

Tes tulis dilaksanakan di Gedung Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga (kampus B) Surabaya. Zona II untuk kabupaten Kediri, kabupaten Ponorogo, kabupaten Malang, kabupaten Ngawi, kabupaten Trenggalek, dan kota Blitar. Tes dilaksanakan di Aula Sport Center STAIN Kediri. Sedangkan zona III untuk kabupaten Jember, kabupaten Situbondo, dan kabupaten Banyuwangi, tes dilaksanakan di Aula Fakultas Hukum Universitas Jember. Tes tulis dilaksanakan secara serentak pada tanggal 11 Januari 2015 di tiga zona tersebut. Untuk zona I, tes tulis diikuti oleh 108 orang dari 111 peserta terdaftar. Zona II diikuti oleh 72 orang dan zona III sebanyak 43 orang peserta. Pelaksanaan tes tulis di Kota Surabaya dihadiri oleh pimpinan Bawaslu RI, Endang Wihdaningtyas, anggota Bawaslu Provinsi Jatim, Andreas Pardede, dan anggota Tim Seleksi Panwas. Dalam

sambutannya, Endang Wihdaningtyas selaku koordinator Divisi SDM Organisasi dan Data Informasi memberikan apresiasi kepada tim seleksi dan juga antusiasme peserta untuk mendaftarkan diri sebagai calon anggota Panwas pemilihan kepala daerah. Dia berharap agar peserta mengerjakan soal dengan jujur dan mandiri sesuai dengan kemampuan masingmasing. Bawaslu Jatim juga menghimbau masyarakat agar dapat memberikan tanggapan terkait keterpenuhan syarat, integritas dan kecakapan bakal calon terhadap nama-nama yang telah diumumkan oleh tim seleksi. Tanggapan bisa melalui faximile, email atau datang langsung ke sekretariat tim seleksi. Di akhir pelaksanaan tes, dilakukan pemusnahan seluruh lembar soal dengan cara dibakar. Hal ini dilakukan supaya naskah soal tidak beredar atau bocor ke daerah lain yang belum melaksanakan tes tulis. [AI]

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015

23


Jelang Pilkada 2015, Bawaslu Jateng Bahas Anggaran dengan Bupati

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jawa Tengah melakukan Audiensi dengan Bupati Semarang guna mematangkan persiapan Pemilihan Bupati Semarang yang direncanakan akan diselenggarakan bulan Desember 2015 akan datang.

Bawaslu Jateng

“Sejauh ini jika melihat dinamika politik di Senayan, kami sangat optimis Peraturan Pemerintah Penganti UndangUndang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota akan segera disahkan menjadi Undang-Undang” ujarnya pada saat andiensi di Kantor Bupati Jawa Tengah. Abhan menuturkan bahwa pihaknya sejauh ini jika melihat dinamika politik di Senayan, kami sangat optimis Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota akan segera disahkan menjadi UndangUndang. Oleh karena itu, Abhan menegaskan bahwa Perppu Nomor 1 Tahun 2014 jika dibandingkan dengan UU No.32 Tahun 2004 Jo UU Nomor 12 Tahun 2008 memiliki perbedaan yang signifikan terhadap penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah. Setidaknya ada 2 (dua) hal yang membedakan secara signifikan antara Perppu Nomor 1 Tahun 2014 dengan UU No.32 Tahun 2004 Jo UU Nomor 12 Tahun 2008.

24

Pertama, tahapan penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2014 jauh lebih lama dari UU No.32 Tahun 2004 Jo UU Nomor 12 Tahun 2008. Dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2014, tahapan penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah menghabiskan waktu maksimal 12 (duabelas) bulan atau paling minimal 9 (Sembilan) bulan, sedangkan dalam UU No.32 Tahun 2004 Jo UU Nomor 12 Tahun 2008 masa tahapan penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah paling maksimal 8 (delapan) bulan. Kedua, terkait konstruksi kelembagaan Panwas Pemilihan Kepala Daerah, dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2014 disebutkan adanya Panwas TPS disetiap TPS, sedangkan dalam UU No.32 Tahun 2004 Jo UU Nomor 12 Tahun 2008 hanya terbatas jumlahnya dan itupun hanya di tingkat kelurahan/desa. “Tentu hal ini, berimplikasi juga terhadap kebutuhan anggaran yang akan disediakan Pemkab Semarang untuk jajaran Panwaslu Kabupaten Semarang. Bahwa kebutuhan anggaran untuk Panwaslu Kabupaten Semarang pada Pemilihan Bupati Semarang nanti sesuai dengan ekspektasi dan kebutuhan Panwaslu Kabupaten Semarang, “ujarnya Sementara itu, Bupati Semarang H. Mundjirin antusias nenanyakan terkait persiapan secara teknis pelaksanaan Pemilihan Bupati/ Walikota yang diselenggarakn secara serentak serta mekanisme Uji Publik dalam Perppu Nomor 1 Tahun

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015

2014. Menjawab pertanyaan yang dilontarkan Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Tengah Abhan menginformasikan bahwa di Provinsi Jawa Tengah akan diselenggarakan Pemilihan Bupati dan Walikota serentak di 16 Kabupaten/Kota. “Dan dari informasi yang kami dapatkan dari Komisi Pemilihan Umum kemungkinan besar Pemilihan Kepala Daerah Serentak akan diselenggarakan pada tanggal 16 Desember 2015. Sementara terkait mekanisme Uji Publik dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2014, partai politik diperbolehkan mengajukan lebih dari 1 (satu) bakal calon untuk dilakukan Uji Publik,”ujarnya Abhan mengatakan, terkait penjelasan tentang mekanisme Uji Publik dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2014, Pihaknya sudah berkoordinasi dengan divisi Pengawasan dan Hubungan Antar Lembaga bahwa terkait Perppu Nomor 1 Tahun 2014 masih harus dilakukan pembahasan lebih lanjut secara teknis dalam peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Komisi Pemilihan Umum. Selain itu, dalam audiensi tersebut, Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Tengah Abhan menyampaikan terimakasih kepada Bupati Semarang atas fasilitas SDM PNS yang ditugaskan di Panwaslu Kabupaten Semarang pada Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 yang lalu. (Bawaslu Jateng/ Hendru)


Anekdot

Cerimor

(Cerita Humor) Cara Mengganti Kepala Negara

Mendirikan Sekolah Korupsi Indonesia

Jumlah politikus yang sering berbohong

Orang Amerika dengan sombongnya berkata: “Kami pagi hari memberi suara, sore harinya sudah tahu siapa yang menjadi presiden kami.”

Mr. Korup berencana menyiapkan sebuah sekolah tinggi yang berbasis pada disiplin ilmu korupsi. Kampusnya akan didirikan di seluruh Indonesia. Dan program studi yang disepakati adalah Program Studi Teknik Korupsi (S1). Gelar yang didapatkan adalah Sarjana Korupsi S. Krop (Sekrop)

Sebuah bis penuh dengan para politikus, keluar dari jalan dan menabrak sebuah pohon besar di ladang petani tua. Setelah menyelidiki apa yang terjadi, petani tua itu menggali sebuah lubang dan mengubur mayat politikus-politikus itu. Beberapa hari kemudian, seorang sherif lokal lewat dan bertanya kepada petani tua itu, “Apakah mereka semua mati?” Petani tua itu menjawab, “Begini : beberapa dari mereka berkata, bahwa mereka belum mati. Tapi Anda ‘kan tahu betapa seringnya politikus itu berbohong.”

Orang Cina dengan sikap dingin berkata: “Aduh, kalian ini bodoh engga? Kami hari ini memberi suara, tahun yang lalu kami sudah tahu siapa presiden kami.” Dengan sikap meremehkan, orang Korea Utara berkata kepada orang Amerika dan orang Cina: “Kami tak usah memberi suara, sejak kecil sudah tahu pemimpin kita siapa.” Dengan sikap apatis, orang Jepang berkata: “Kami selalu memberi suara, tetapi kami tidak pernah mengetahui siapa nanti yang akan menjadi Perdana Menteri.” Orang Rusia dengan tersenyum dingin berkata: “Di negeri kami, bila sudah capek jadi presiden terpilih bisa diganti menjadi Perdana Menteri, dan sebaliknya bila sudah capek jadi Perdana Menteri juga bisa diganti menjadi presiden terpilih.” Setelah memandang mereka masingmasing dengan sikap ragu-ragu, orang Kuba menanya dengan suara lembut: “Bang, seorang pemimpin apa masih bisa diganti?” Orang Irak menjawab dengan lantang: “Sudah tentu bisa, kenapa tidak! Kalau bukan diri kita yang menggantinya, orang Amerikalah nanti yang akan menunjuk dan mengganti untuk kita.” Sumber: http://www.ketawa. com/2013/06/8990-cara-mengganti-kepala-negara.html#ixzz3RPNrD9DP

Berikut mata kuliah keahlian yang diajarkan pada Program Studi Teknik Korupsi: 1. Pengantar Ilmu Korupsi 2 SKS 2. Pengantar Budaya Korupsi 2 SKS 3. Perekonomian Indonesia 2 SKS 4. Korupsi Dasar I 8 SKS 5. Matematika Korupsi 4 SKS 6. Hukum Dagang dan Perdata 3 SKS 7. Sistem Korupsi 4 SKS 8. Sejarah Korupsi 2 SKS 9. Korupsi Dasar II 4 SKS 10. Manajemen Korupsi 2 SKS 11. Perilaku Organisasi 2 SKS 12. Studi Kelayakan Korupsi 4 SKS 13. Pengantar Aplikasi Korupsi 8 SKS 14. Manajemen Proyek 4 SKS 15. Korupsi Menengah I 4 SKS 16. Korupsi Menengah II 4 SKS 17. Aplikasi Korupsi 8 SKS 18. Kapita Selekta Pengantar Bertahan Hidup di Bui 4 SKS Tempat Magang: 1. Departemen Keuangan 2. Parpol 3. BUMN 4. Departemen Agama. Anda Berminat?. Sumber: http://www.ketawa. com/2007/12/4233-mendirikan-sekolahkorupsi-indonesia.html#ixzz3RPWnUnDo

Sumber: http://www.ketawa. com/2002/09/84-jumlah-politikus-yangsering-berbohong.html#ixzz3RQ3mBQn2

Tepuk Tangan Saat Pidato

Seorang Inggris pergi ke Paris memberi laporan akademis. Saat ia selesai berpidato, suara tepuk tangan di seluruh ruangan terdengar jarang sekali, hal ini membuat dirinya merasa sangat gusar. Tak berapa lama kemudian, ada seorang Prancis berjalan menuju podium. Orang Inggris itu di dalam hati sedang berpikir: “Kali ini aku pasti akan membuat kalian mengerti, yang dinamakan ‘kenal sopan santun’ itu apa.” Maka setiap kali orang Prancis itu berkata satu kalimat, ia pun dengan penuh semangat bertepuk tangan sendirian. Kemudian, seorang pendengar yang duduk di sampingnya tak bisa menahan diri lagi dan berkata kepadanya: “Jika aku adalah dirimu, aku sekali-kali takkan bertepuk tangan sedemikian. Kamu harus tahu, orang yang berdiri di atas podium itu sedang dengan susah payah menerjemahkan ceramahmu tadi ke dalam bahasa Prancis!” Sumber: http://www.ketawa.com

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015

25


Inspirasi Calon Manajer & Direktur Seorang anak muda mendaftar untuk posisi manajer di sebuah perusahaan besar. Dia lulus interview awal, dan sekarang akan bertemu dengan direktur untuk interview terakhir. Direktur mengetahui bahwa dari CV-nya, si pemuda memiliki akademik yang baik. Kemudian dia bertanya, ”Apakah kamu mendapatkan beasiswa dari sekolah?” Kemudian si pemuda menjawab tidak. “Apakah ayahmu yg membayar uang sekolah?” “Ayah saya meninggal ketika saya berumur 1 tahun, ibu saya yang membayarkannya.” “Dimana ibumu bekerja?” “Ibuku bekerja sebagai tukang cuci.” Si direktur meminta si pemuda untuk menunjukkan tangannya. Si pemuda menunjukkan tangannya yang lembut dan halus. “Apakah kamu pernah membantu ibumu mencuci baju?” “Tidak pernah, ibuku selalu ingin aku untuk belajar dan membaca banyak buku. Selain itu, ibuku dapat mencuci baju lebih cepat dariku.” Si direktur mengatakan “Aku memiliki permintaan. Ketika kamu pulang ke rumah hari ini, pergi dan cuci tangan ibumu. Kemudian temui aku esok hari.” Si pemuda merasa kemungkinannya mendapatkan pekerjaan ini sangat tinggi. Ketika pulang, dia meminta ibunya untuk membiarkan dirinya membersihkan tangan ibunya. Ibunya merasa heran, senang tetapi dengan perasaan campur aduk, dia menunjukkan tangannya ke anaknya.

www.alkitab.sabda.org

Si pemuda membersihkan tangan ibunya perlahan. Airmatanya tumpah. Ini pertama kalinya dia menyadari tangan ibunya sangat berkerut dan banyak luka. Beberapa luka cukup menyakitkan ketika ibunya merintih ketika dia menyentuhnya. Ini pertama kalinya si pemuda menyadari bahwa sepasang tangan inilah yang setiap hari mencuci baju agar dirinya bisa sekolah. Luka di tangan ibunya merupakan harga yg harus dibayar ibunya untuk pendidikannya, sekolahnya, dan masa depannya. Setelah membersihkan tangan ibunya, si pemuda diam-diam mencuci semua pakaian tersisa untuk ibunya. Malam itu, ibu dan anak itu berbicara panjang lebar. Pagi berikutnya, si pemuda pergi ke kantor direktur. Si direktur menyadari ada air mata di mata sang pemuda. Kemudian dia bertanya, “Dapatkah kamu ceritakan apa yang kamu lakukan dan kamu pelajari tadi malam di rumahmu ?” Si pemuda menjawab, ”saya membersihkan tangan ibu saya dan juga menyelesaikan cuciannya. Saya sekarang mengetahui apa itu apresiasi. Tanpa ibu saya, saya tidak akan menjadi diri saya seperti sekarang. Dengan membantu ibu saya, baru sekarang saya mengetahui betapa sukar dan sulitnya melakukan sesuatu dengan sendirinya. Dan saya mulai mengapresiasi betapa pentingnya dan berharganya bantuan dari keluarga.” Si direktur menjawab, ”Inilah yang saya cari di dalam diri seorang manajer. Saya ingin merekrut seseorang yg dapat mengapresiasi bantuan dari orang lain, seseorang yg mengetahui penderitaan orang lain ketika mengerjakan sesuatu, dan seseorang yang tidak menempatkan uang sebagai tujuan utama dari hidupnya.” “Kamu diterima.” (Dari berbagai sumber/NP)

Cerita di atas adalah hasil saduran dan kutipan dari berbagai tulisan baik media cetak maupun elektronik. Tulisan tersebut dimaksudkan untuk sharing motivasi, inspirasi, kisah hidup dan lain-lain. Semoga dapat membawa manfaat.

26

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015


Endang Wihdatiningtyas

S

Dilantik Menjadi Anggota DKPP

esuai Keputusan Presiden Republik Indonesia No : 150/P Tahun 2014 yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo di Jakarta tanggal 31 Desember 2014, Endang Wihdatiningtyas pada hari ini, Rabu (14/01) diambil sumpah dan janjinya sebagai anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), oleh Ketua DKPP, Jimly Asshiddiqie. Wanita asal kota Gudeg yang juga anggota Bawaslu RI ini menggantikan Nelson Simanjuntak dalam sisa masa tugas tahun 2012 – 2017 bertempat di ruang sidang DKPP lantai 5 gedung Bawaslu RI. “Terima kasih atas bakti saudara Nelson Simanjuntak dan selamat datang kepada saudari Endang Wihdatiningtyas”, sambut Jimly Asshiddiqie. Sebagaimana diketahui bahwa anggota DKPP terdiri dari unsur Bawaslu, KPU dan tokoh masyarakat. Terkait unsur keanggotaannya, anggota DKPP

terdiri dari 7 (tujuh) orang, yakni 1 (satu) orang dari unsur Bawaslu, 1 (satu) orang dari unsur KPU, dan 5 (lima) orang dari unsur tokoh masyarakat. 5 (lima) orang dari unsur tokoh masyarakat itu, 3 (tiga) orang diajukan oleh DPR, dan 2 (dua) orang diajukan oleh Pemerintah. Dalam sumpahnya, Endang menyatakan akan memenuhi tugas dan kewajiban dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dengan berpedoman pada Pancasila dan UUD 1945. Dalam menjalankan tugas dan wewenang akan bekerja dengan sungguh-sungguh, jujur, adil, dan cermat, demi suksesnya Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD; Pemilu Presiden dan Wakil Presiden; pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota; tegaknya demokrasi dan keadilan, serta mengutamakan kepentingan NKRI daripada kepentingan pribadi atau golongan.

“DKPP hanya mengawal dalam urusan kode etik penyelenggara Pemilu” tegas Jimly dalam sambutannya. Selanjutnya dia berharap dengan kehadiran Endang Wihdatiningtyas sebagai anggota DKPP dapat mensukseskan Pemilu Gubernur, Bupati dan Walikota yang akan datang. Ia juga menjelaskan bahwa meskipun secara teknis DKPP tidak ikut dalam penyelenggaraan Pemilu, namun DKPP terlibat dalam satukesatuan tiga lembaga dalam mekanisme Pemilu di Indonesia. Pengambilan sumpah tersebut disaksikan oleh komisioner Bawaslu RI, Muhammad, Nelson Simanjuntak, Daniel Zuchron, Sekjen Bawaslu RI Gunawan Suswantoro beserta pejabat struktural di lingkungan Bawaslu RI dan DKPP, Komisioner KPU RI Husni Kamil Manik, Ida Budhiati, Sigit Pamungkas dan sejumlah undangan lainnya dari Kementerian Dalam Negeri. [WB/AI]

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015

27


P S EMI A W L A IH G A N

HUMAS

PE

UM

BADAN

N

Untuk mengetahui kesiagaan dan kedisiplinan para pegawai pasca libur tahun baru 2015, Sekretariat Jenderal Bawaslu RI melaksanakan apel siaga di halaman parkir gedung Bawaslu RI (5/01/2015). Apel siaga diikuti oleh seluruh pegawai di lingkungan Setjen Bawaslu. Hadir sebagai Pembina apel Sekretaris Jenderal Bawaslu, Gunawan Suswantoro. Kegiatan tersebut juga dihadiri Ketua Bawaslu RI, Muhammad, Kepala Biro Hukum, Humas, dan Pengawasan Internal, Jajang Abdullah, Kepala Biro Administrasi, Dermawan Adhi Santoso, dan Kepala Biro Teknis Penyelenggaraan Pengawasan Pemilu, Bernad Dermawan Sutrisno.

UM

A S L U M. ZAIN

Ketua Bawaslu RI, Muhammad saat hadir sebagai narasumber pada Rapat Evaluasi Pelaksanaan Pengawasan Pemilu Tahun 2014 yang diselenggarakan oleh Bawaslu Provinsi Sulawesi Selatan di Balai Besar Pelatihan Pertanian Batangkaluku, Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan, Minggu (28/12).

28

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015

I

R

W

N O IK IND

E

P

BL

A

RE

A

B

U

HENDRU

Badan Pengawas Pemilu menggelar Focus Group Discussions (FGD) kehumasan Bawaslu terkait pengelolaan website Bawaslu RI, Rabu (21/1). Kegiatan FGD tersebut dilakukan sebagai pengembangan sistem dan fitur yang ada didalam website bawaslu.go.id.

SI

MUHTAR

Sekitar 50 orang mahasiswa program studi Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menyambangi kantor Bawaslu RI Rabu, (14/01). Mereka ditemui langsung oleh pimpinan Bawaslu RI, Nasrullah, Daniel Zuchron, dan Sekretaris Jenderal Bawaslu, Gunawan Suswantoro di Ruang Rapat Gedung Bawaslu, Jakarta.

-

DOK. HUMAS

Tim Seleksi Calon Badan Pengawas Pemilu Kalimantan Utara Bambang Eka Cahya Widodo, Wahidah Suaib, Sulaiman, Anwar Alaydrus, dan Abdul Samad bersama dengan Pimpinan Bawaslu Nasrullah, serta Kepala Bagian SDM dan TU Pimpinan Roy M. Siagian melakukan audiensi dengan Pejabat Gubernur Kalimantan Utara, pada Selasa (20/1) di Balikpapan.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.