EDISI 6, JUNI 2015
BAWASLU BULETIN
BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM
Dari Bawaslu Kita Selamatkan Pemilu Indonesia LAPORAN UTAMA
Fasilitasi Pilkada Serentak
Dukungan Pemda Setengah Hati INVESTIGASI
Bawaslu Terapkan Tiga Pola Awasi Daftar Pemilih
SOROTAN
Karpet Merah untuk Keluarga Petahana BULETIN BAWASLU | EDISI 6, JUNI 2015
www.bawaslu.go.id
UM
BADAN
N
PE
AS PEMIL AW IH A NG
UM
IK INDO
A S L U
I
N
E
B
BL
W
R
P
U
SI
A
RE
A
-
Buletin BAWASLU ini diterbitkan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum, sebagai wahana informasi kepada khalayak serta ajang komunikasi keluarga besar pengawas Pemilu di seluruh tanah air. Terbit satu bulan sekali.
Penerbit: Bawaslu RI Pengarah: Prof. Dr. Muhammad, S.IP., MSi, Nasrullah, SH., Endang Wihdatiningtyas, SH., Daniel Zuchron, Ir. Nelson Simanjuntak Penanggung Jawab: Gunawan Suswantoro, SH, M.Si Redaktur: Ferdinand ET Sirait, SH, MH, Drs. Hengky Pramono, M.Si, Nurmalawati Pulubuhu, S.IP, Raja Monang Silalahi, S.Sos, Hilton Tampubolon, SE, Redaktur Bahasa: Saparuddin, Ken Norton Pembuat Artikel: Falcao Silaban, Christina Kartikawati, M Zain, Ali Imron, Hendru Wijaya, Anastasia, Irwan, Deytri Aritonang, Haryo Sudrajat, Ira Sasmita, Pratiwi Design Grafis dan Layout: Christina Kartikawati, M Zain, Muhtar, Wisnu Sekretariat: Tim Sekretariat Bawaslu Alamat Redaksi: Jalan MH. Thamrin No. 14 Jakarta Pusat, 10350. Telp./Fax: (021) 3905889, 3907911. www.bawaslu.go.id
2
Hari H pemungutan suara dalam pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota pada 9 Desember mendatang kian mendekat. Pilkada pun telah memasuki tahapan-tahapan krusial seperti penyusunan daftar pemilih tetap (DPT) maupun pencalonan. Sayangnya, jalan menuju gelaran pilkada masih ramai dengan permasalahan. Berbagai aspek dukungan pemerintah daerah yang meliputi anggaran, sumber daya manusia, sarana prasarana, dan kegiatan dalam pelaksanaan pilkada serentak sebagaimana diamanatkan undang-undang, nyatanya tidak diberikan secara maksimal. Terkait masalah anggaran, sejumlah daerah belum juga menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah NPHD) untuk pengawasan pilkada. Sementara itu bagi yang sudah ditandatangani, di hampir 90 persen daerah anggarannya kurang dari yang diusulkan oleh pengawas pemilu. Begitu pula dukungan pemda dalam aspek sarana dan prasarana seperti kantor sekretariat panitia pengawas pemilihan di kabupaten/kota. Sejumlah panwas kabupaten/kota hingga kini belum memiliki kantor sekretariat, dan bagi yang telah diberikan oleh pemda, kondisinya
ada yang tidak laik. Terhadap situasi yang berkembang sendiri, pemerintah pusat maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI tidak tinggal diam dengan melakukan berbagai upaya untuk memastikan pilkada serentak 9 Desember 2015 berjalan lancar. Meski demikian dengan berbagai alasan pula, pemda menghindar untuk dapat langsung memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pilkada. Sikap demikian masih dipertahankan meskipun mengetahui bahwa gelaran pilkada akan makin jauh dari berkualitas tanpa adanya pengawasan yang memadai. Penyelenggara pemilihan pilkada serentak yang baru pertama kalinya akan digelar di Indonesia ini, terus disibukkan dengan persoalan minimnya dukungan pemda. Padahal kompleksitas masalah penyelenggaraan pilkada sendiri membutuhkan konsentrasi yang penuh baik dari Bawaslu maupun KPU. Sampai kapan, pemda yang semestinya menjadi unsur pendukung pilkada akan terus menjadi faktor penghambat?
Fasilitasi Pilkada Serentak
Dukungan Pemda Setengah Hati
Salam Awas
DAFTAR ISI Dari Redaksi Laporan Utama Fasilitasi Pilkada Serentak Dukungan Pemda Setengah Hati Opini Menata Ulang SOTK Bawaslu agar Lebih Kompatibel dengan Tugas dan Tujuannya Sorotan Pentingnya Menciptakan Pilkada yang Menyenangkan “Karpet Merah” untuk Keluarga Petahana Investigasi Bawaslu Terapkan Tiga Pola Awasi Daftar Pemilih Bawaslu Terkini Penegakkan Pidana Pilkada, Sentra Gakkumdu Harus Direformasi
BULETIN BAWASLU | EDISI 6, JUNI 2015
2 3
6 8 9 12
14
Info Bawaslu (Briefing) Program Tata Kelola Pemilu Cikal Bakal Pusat Ilmu Pengetahuan Pengawas Pemilu Divisi Update Penanganan Pelanggaran Harus Memenuhi Aspek Keadilan Taspen, PNS Dibebani Iuran 8 Persen Sudut Pandang Hasil Audit BPK Terhadap Anggaran KPU Profil Prof. Anna Erliana Ekspose Daerah Ajak Masyarakat Awasi Pilkada Lewat Wayang Inspirasi Kerang Mutiara dan Pesona Terumbu Karang Galeri
17 www.google.com
18 19 22 26 28 30 32
Tahapan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2015 atau biasa disebut Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2015 terus berjalan. Namun, fasilitasi bagi kerja pengawas Pemilu di beberapa daerah pemilihan masih sangat minim, bahkan hingga menghambat kinerjanya.
Pimpinan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Nasrullah mengatakan, kebutuhan anggaran pengawasan yang sudah terpenuhi bahkan belum menyentuh angka 20 persen. Dari estimasi Rp 2 triliun yang dibutuhkan, baru tersedia sekitar Rp 400 miliar. Pilkada digelar di sembilan provinsi, 224 kabupaten dan 36 kota. Pemerintah, lanjut Nasrullah, harusnya tidak membiarkan hambatan tersebut terjadi berlarut-larut. Menurutnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) harus menegur pemerintah daerah yang belum kunjung menandatangani dan menyepakati anggaran pengawasan pilkada. “Saya meminta Kemendagri menegur daerah itu. Terutama daerah-daerah
yang bahkan tidak hadir saat Mendagri mengumpulkan daerah-daerah yang akan menggelar pilkada,” kata Nasrullah. Dia menilai pemda cenderung malas dan tidak mendukung upaya persiapan pengawasan yang dilakukan Panwaslu Kabupaten/Kota. Alasan yang dikemukakan sebagian besar pemda menurutnya lebih bersifat politis. Misalnya alasan sulit bertemu panwas atau belum bertemu DPRD. Pemerintah pusat, kata Nasrullah, sepatutnya tegas terhadap daerah-daerah yang tidak mendukung penyelenggaraan pilkada tersebut. Sebab, secara tidak langsung sikap pemda itu justru merugikan mereka sendiri. Sebagai pengguna,
BULETIN BAWASLU | EDISI 6, JUNI 2015
3
”
Saya meminta Kemendagri menegur daerah itu. Terutama daerah-daerah yang bahkan tidak hadir saat Mendagri mengumpulkan daerahdaerah yang akan menggelar pilkada
”
Nasrullah Pimpinan Bawaslu RI
pilkada diselenggarakan tidak lain untuk keberlangsungan pemerintahan di daerah tersebut. Terhambatnya anggaran pengawasan otomatis membuat tahapan pengawasan tidak berjalan. Tahapan pilkada yang sudah dijalankan Komisi Pemilihan Umum tidak bisa diawasi dengan baik oleh Bawaslu dan Panwaslu. Padahal UU Pilkada lahir dengan semangat agar pemilihan kepala daerah berjalan lebih baik dengan peningkatan pengawasan. Nasrullah menyarankan agar pemerintah pusat memberikan sanksi terhadap daerah-daerah yang ‘nakal’ dalam merealisasikan anggaran pengawasan. Misalnya sanksi pemotongan anggaran belanja daerah bagi pemda-pemda tersebut, sehingga timbul efek jera bagi pemda yang menunda-nunda anggaran pengawasan. Dengan begitu, diharapkan pada penyelenggaraan pilkada serentak gelombang selanjutnya
4
tidak lagi terulang hambatan pelaksanaan karena masalah anggaran. Sejak Mei 2015 Bawaslu RI mengawal fasilitasi anggaran, sumber daya manusia (SDM), sarana dan prasarana, serta kegiatan bagi Bawaslu Provinsi dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten/Kota. Namun, upaya itu belum menghasilkan buah yang maksimal. Pasalnya, beberapa kepala daerah kabupaten/kota, bahkan hingga akhir Juni 2015 belum menandatangani Naskah Perjanjian hibah Daerah (NPHD) pengawasan Pilkada 2015. Berdasarkan data yang didapat Bagian Analisis Teknis Pengawasan dan Potensi Pelanggaran Sekretariat Jenderal Bawaslu RI akhir Juni 2015, baru sembilan provinsi dan 235 kabupaten/kota yang akan menyelenggarakan pilkada yang sudah menandatangani NPHD pengawasan. Artinya, masih ada 25 daerah yang belum menandatangani NPHD pengawasan. Dari sembilan provinsi, satu provinsi anggaran yang disetujui sesuai dengan besaran kebutuhan yang diajukan yakni Provinsi Jambi, sementara tujuh propinsi anggaran yang disetujui masih di bawah yang diajukan. Sedangkan satu provinsi lagi yakni Provinsi Kalimantan Utara memang sudah dianggarkan sebelumnya untuk mendapat anggaran pengawasan Pemilihan Gubernur karena daerah ini merupakan Daerah Otonomi Baru (DOB). Sementara dari total kabupaten/kota yang telah menandatangani NPHD, ada 16 kabupaten/kota yang anggarannya disetujui dan besarannya sesuai dengan permintaan. sembilan kabupaten/kota lainnya telah menandatangani NPHD dan besaran anggaran yang disetujui lebih besar dari permintaan sebelumnya. Sedangkan 210 kabupaten/kota lain masih memiliki kendala terkait anggaran karena anggaran yang disetujui nilainya lebih rendah dari permintaan. Provinsi Papua adalah wilayah yang kabupaten/kotanya paling banyak belum melaksanakan penandatanganan NPHD. Hingga akhir Juni 2015, masih ada 10 kabupaten yang menandatangani NPHD pengawasan. Padahal, pilkada dilakukan secara serentak di 11 kabupaten. Kesepuluh kabupaten itu adalah Waropen, Keerom, Asmat, Supiori, dan Pegunungan Bintang. Kemudian Membramo
BULETIN BAWASLU | EDISI 6, JUNI 2015
Raya, Merauke, Boven Diogoel, Yahukimo, dan Yalimo. Ketua Bawaslu Provinsi Papua Robert Y Horik menyampaikan, beberapa bupati sudah menjanjikan akan segera menandatangani NPHD. Beberapa yang lain baru menandatangani awal Juli 2015. Robert mengatakan, kepala daerah yang hingga kini masih sulit memproses pencairan anggaran untuk mengawasi penyelenggaraan pilkada mengajukan beberapa alasan. Yang terparah, kata dia, ada bupati yang memang tidak dapat atau tidak ingin ditemui. Hanya, Robert enggan menyebutkan bupati yang dimaksud. Dia menuturkan, setiap kali pihaknya mendampingi Panwaslu kabupaten yang bersangkutan untuk menemui bupati, hanya diterima oleh sekretaris daerah atau asisten bupati. “Mereka bilang, tidak
dapat mengambil keputusan terkait anggaran dan tidak punya kuasa dan wewenang untuk menandatangani NPHD. Tapi di sisi lain, bupatinya tidak dapat ditemui. Kami ini sulit sekali berkomunikasi dengan bupati,” ujar Robert. Alasan lainnya, kata dia, bupati berdalih anggaran yang diusulkan pengawas tidak rasional dan tidak sesuai dengan kebutuhan. Yang lain, kata dia, bahkan ada bupati yang menganggap bahwa penyelenggara pemilu hanya Komisi Pemilihan Umum (KPU) saja. Jadi, bupati tersebut hanya menyetujui usulan anggaran KPU. Motif Politik Adapun, Robert justru mencurigai ada kesengajaan penundaan penatanganan NPHD pengawasan. Dia justru melihat adanya indikasi motif politik dalam penundaan itu. Pertama, kata dia, kepala daerah petahana yang ingin dan akan mencalonkan diri kembali sebagai peserta pilkada sengaja melemahkan pengawas agar pengawasan tidak berjalan maksimal. “Kedua, mereka (kepala daerah) mau minta deal mungkin itu. Artinya petahana mau maju lagi, dan kami (pengawas pemilihan) harus deal, agar penyelenggara berpihak pada petahana,” kata dia.
Robert menyebutkan, beberapa Panwaslu kabupaten terpaksa bekerja dengan anggaran yang sangat minim. Ketiadaan anggaran, akhirnya berdampak pada tidak dapat dibentuknya jajaran pengawas di bawah kabupaten, yaitu panitia pengawas pemilihan kecamatan (panwascam). Kabupaten yang belum menandatangani NPHD hingga berita ini ditulis, belum memiliki panwascam. Padahal, tahapan pilkada serentak terus berjalan. Sebut saja di antaranya, tahapan pemutakhiran daftar pemilih yang memang harus melibatkan panwascam dan pengawas pemilihan lapangan (PPL) dalam pengawasannya. Sebab, Bawaslu menetapkan pengawasan melekat pada tahapan pemutakhitan daftar pemilih. Tahapan lain yang juga sudah berjalan adalah pendaftaran pasangan calon perseorangan dan sengketa pencalonan. Minim Penyelenggara Bukan hanya persoalan anggaran, penyelenggaraan pilkada serentak juga masih disandera sumber daya manusia yang juga terbatas. Terbatasnya anggaran, terlambatnya penandatanganan NPHD dan pencairan dana pengawasan praktis membuat pembentukan panitia pengawas keca-
matan (panwascam) terhambat. Berdasarkan data Bawaslu RI dari hasil pengawasannya ke panwaslu kabupaten/kota, jumlah kecamatan yang telah memiliki panwascam belum mencapai 50 persen dari 269 daerah yang akan menggelar pilkada serentak. Untuk diketahui, total terdapat 308 kabupaten/kota yang melaksanakan pemilihan kepala daerah. Rinciannya, 260 kabupaten/kota yang akan melaksanakan penggantian bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakil walikota. 48 kabupaten/kota lainnya adalah daerah yang akan melaksanakan pemilihan gubernur/wakil gubernur. Berdasarkan data yang Bagian Sumber Daya Manusia Bawaslu RI, baru 1.558 kecamatan yang sudah memiliki panwascam. Padahal, total terdapat 4.171 kecamatan yang termasuk wilayah pelaksanaan pilkada. Adapun, berdasarkan data yang diperoleh Bagian Analisis Teknis Pengawasan Potensi pelanggaran (ATP3), awal Juni lalu, sebanyak 2.496 kecamatan telah memiliki panwascam. [Alfa Yusri, Pratiwi E.P., Deytri Aritonang, Ira Sasmita]
”
Mereka bilang, tidak dapat mengambil keputusan terkait anggaran dan tidak punya kuasa dan wewenang untuk menandatangani NPHD. Tapi di sisi lain, bupatinya tidak dapat ditemui. Kami ini sulit sekali berkomunikasi dengan bupati,” ujar Robert
”
Robert Y. Horik
Ketua Bawaslu Provinsi Papua
FOTO-FOTO: HUMAS
Sekjen Bawaslu RI, Gunawan Suswantoro bersama 34 Kasek Bawaslu Provinsi Bahas NPHD BULETIN BAWASLU | EDISI 6, JUNI 2015
5
Opini
Opini
Menata Ulang SOTK Bawaslu agar Lebih Kompatibel dengan Tugas dan Tujuannya Perbawaslu No.2 Tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal Bawaslu, Sekretariat Bawaslu Provinsi, Sekretariat Panwaslu Kabupaten/Kota, dan Sekretariat Panwaslu Kecamatan. Masalahnya kemudian, struktur tersebut belum mengakomodir amanah UU No.8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, yang mensyaratkan adanya pengawas pemilu di tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS). Karena itu, desain organisasi Bawaslu Oleh: perlu dilakukan, sehingga lebih sesuai dengan perubahan lingkungan internal dan eksternalnya. Saparuddin* Sejatinya, struktur organisasi lahir dari keharusan melakukan pembagian kerja yang Prinsip Organisasi Menurut salah satu ajaran Mashab Klasik, terutama ajaran menimbulkan berbagai macam tugas yang harus dijalankan. Henri Fayol, struktur dan desain organisasi itu dikembangkan Tugas-tugas ini harus dikoordinasikan untuk melaksanakan dengan mempergunakan prinsip-prinsip organisasi yang relevan kegiatan yang sudah diprogramkan. Karena itu, terjadilah dengan tingkat pendidikan atau kemampuan orang-orang yang berbagai macam pembagian kerja dan berbagai macam ada di dalam organisasi dan jenis kegiatan yang harus dijalankan koordinasi. Makin besar organisasinya, makin banyak ragam pembagian kerja dilakukan, makin banyak pola koordinasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Prinsip organisasi sangat penting artinya bagi pembentukan diperlukan, dan makin kompleks struktur organisasinya. dan pembangunan struktur dan desain dari macam dan tipe organisasi modern. Suatu organisasi modern yang dibangun Tujuan Bawaslu Dalam Rencana Strategis (Renstra) Bawaslu 2015-2019. dengan memakai banyak prinsip organisasi, tidak bisa didesain, dijalankan, dan diurus oleh orang-orang yang tidak pernah Visi Bawaslu berkaitan langsung dengan peningkatan kualitas pelaksanaan tugas Bawaslu dalam rangka pencegahan dan mendapatkan pelajaran tentang teori organisasi. Ketika organisasi Bawaslu akan didesain atau ditata ulang, penindakan pelanggaran Pemilu. Visi Bawaslu 2015-2019 agar lebih kompatibel dengan tugas dan tujuan yang ingin adalah: “Terwujudnya Bawaslu sebagai Lembaga Pengawal dicapai, maka orang yang mendesain organisasi Bawaslu, selain Terpercaya dalam Penyelenggaraan Pemilu Demokratis, harus menyerasikan dengan tugas dan tujuan Bawaslu dengan Bermartabat, dan Berkualitas”. struktur yang ada saat ini, juga harus paham dan taat terhadap Berdasarkan Renstra itu, tujuan yang hendak dicapai prinsip organisasi yang digunakan untuk mendirikan organisasi Bawaslu adalah : tersebut. Prinsip-prinsip organisasi modern menurut Prajudi 1. Meningkatkan soliditas organisasi, struktur, kualitas sumber daya manusia dan manajemen kelembagaan pengawas Atmosudirdjo, yaitu (1) prinsip tujuan organisasi yang realistik, pemilu yang efektif dan efesien; (2) prinsip pembagian kerja yang rasional dan logis, (3) prinsip penugasan tiap bagian-kerja kepada seorang yang tepat, (4) 2. Meningkatkan kualitas dan efektifitas kinerja pengawasan penyelenggaran pemilu; prinsip pelimpahan wewenang yang tepat, (5) prinsip hirarki, (6) prinsip tanggung jawab, (7) prinsip rentang kendali, (8) prinsip 3. Mengefektikan pencegahan terjadinya pelanggaran dalam penyelenggaraan pemilu; kesatuan arah, (9) prinsip kesatuan pimpinan, (10) prinsip integritas, (11) prinsip disiplin, (12) prinsip stabilitas personil, 4. Meningkatkan sistem kontrol nasional dalam satu manajemen pengawasan yang terstruktur, sistematis, dan (13) prinsip klasifikasi jabatan, dan (14) prinsip keseimbangan integratif berbasis teknologi; antara sentralisasi dan desentralisasi. 5. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat, peserta dan penyelenggara pemilu tentang pelanggaran Tugas Bawaslu pemilu serta partisipasinya dalam pengawasan pemilu; Tugas Bawaslu dijabarkan dalam Pasal 73 UU No.15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Sementara itu, 6. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pengawasan pemilu; struktur organisasi Bawaslu saat ini belum kompatibel dengan banyaknya tugas Bawaslu sesuai UU tersebut, dan tujuan yang 7. Meningkatkan kerjasama dengan stakeholder pemilu dalam pengawasan pemilu; ingin dicapai sesuai Renstra Bawaslu 2015-2019. Struktur organisasi Bawaslu dapat dilihat dalam Lampiran 8. Mengefektifkan penindakan pelanggaran pemilu;
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merupakan sebuah organisasi yang besar juga kompleks. Sebagai suatu sistem terbuka, organisasi Bawaslu selalu menghadapi tantangan baru dari lingkungannya, sehingga perlu menyesuaikan diri atau ditata ulang (didesain) sesuai dengan keadaan lingkungan yang selalu berubah tersebut. Namun, desain organisasi harus sesuai dengan prinsip-prinsip dan azas organisasi, agar organisasi dapat mencapai tujuannya dengan efektif dan efisien.
6
BULETIN BAWASLU | EDISI 6, JUNI 2015
9. Menyelesaikan sengketa pemilu secara adil dan efektif; 10. Meningkatkan kepercayaan peserta pemilu terhadap kinerja pengawas pemilu; 11. Meningkatkan kualitas kinerja penanganan pelanggaran pemilu secara profesional; 12. Menyederhanakan prosedur penanganan pelanggaran pemilu; 13. Meningkatkan mutu data dan informasi pengawasan pemilu: pencegahan dan penindakan, serta penyelesaian sengketa; dan 14. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pengawasan pemilu partisipatif. Tipologi Organisasi Hampir semua organisasi yang akan didesain, motif utamanya ada dua, yaitu motif biaya (efesiensi) dan motif administratif. Dalam buku teori organisasi yang diterbitkan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN) Republik Indonesia, terdapat lima tipe organisasi dari tipologi organisasi berdasarkan struktur pimpinan, yaitu (1) tipe organisasi lini, (2) tipe organisasi lini dan staf, (3) tipe organisasi fungsional, (4) tipe organisasi horisontal dan struktur kolegial, (5) tipe organisasi matriks. Tipe Organisasi Lini Setiap desain dari struktur organisasi berdasar atas organisasi lini. Dalam bentuk “murninya” organisasi lini adalah perwujudan prinsip kesatuan komando. Bentuk organisasi lini ini menekankan pada “komando” dan “pelaksanaan perintah”. Organisasi lini diciptakan atas asumsi para “pengambil keputusan” yang berada pada satu “lini” adalah orang-orang yang serba bisa dalam semua aspek pimpinan dan pelaksanaan, sehingga dianggap bisa mengambil keputusan cepat dan tepat tanpa memerlukan konsultasi dengan siapapun. Dengan demikian, setiap lini di dalam organisasi lini merupakan suatu garis hirarki atau garis ordinasi. Namun demikian, di dalam praktik organisasi masa kini, sudah tidak ada bentuk organisasi lini yang “murni”, karena lingkungan yang mempengaruhi organisasi sudah semakin rumit dan kompleks. Tipe Organisasi Lini dan Staf Bentuk organisasi lini dan staf lahir dengan asumsi para “pengambil keputusan” pada lini tidak bisa dianggap serba bisa, sehingga mereka perlu dibantu oleh suatu staf (satu orang atau lebih) yang membantu dalam penyiapan keputusan. Dalam praktik organisasi, juga tidak ada bentuk organisasi staf yang “murni”, melainkan selalu merupakan kombinasi lini dan staf, yaitu di dalam lini ada staf, dan di dalam staf ada lini. Salah satu problem pelik adalah hal “tanggung jawab” efek atau hasil pelaksanaan keputusan. Yang mempunyai wewenang dan mengambil keputusan adalah fungsionaris lini yang menjadi pengambil keputusan, akan tetapi persiapannya dilakukan oleh staf. Bagaimana jika fungsionaris lini mengambil keputusan dan terjadi suatu masalah, padahal yang bersangkutan tidak begitu paham akan apa yang dipersiapkan oleh stafnya karena memang problemnya berat dan canggih ? Oleh karena itu, relasi linistaf ini dalam tiap organisasi perlu dipertegas. Tetapi pointnya
adalah bahwa peranan staf sangat menentukan, terutama dari segi penelusuran dan pengolahan informasi. Tata Kerja Untuk menempatkan staf dalam dalam organisasi lini dan staf, maka terdapat empat pengelompokan staf, yaitu : staf umum (general staff), staf khusus (special staff), staf pribadi (personal staff), dan staf konsultan (in-house consultant). Dalam konteks penempatan staf dalam organisasi Bawaslu, maka ada dua kelompok staf yang melekat atau bertanggung jawab secara teknis-fungsional kepada Komisioner Bawaslu, yaitu staf khusus (tenaga ahli) dan staf pribadi (tim asistensi dan sekretaris pribadi). Staf umum adalah staf yang secara teknisadministratif bertanggung jawab kepada pejabat struktural Sekretariat Jenderal Bawaslu. Dalam membuat desain organisasi Bawaslu, dengan memperhatikan prinsip-prinsip organisasi, maka bukan cuma struktur organisasinya yang perlu ditata ulang, tetapi juga pola hubungan atau tata kerjanya. Selain jumlah biro yang berada di bawah struktur Sekretaris Jenderal Bawaslu yang perlu ditambah, juga perlu ditata ulang terkait nama dan pengelompokkannya. Begitu juga bagian dan subbagian, ada yang kurang tepat penempatannya, atau keliru dalam memasukkan dalam satu rumpun biro atau bagian. Selain itu, perlu diatur pola hubungan (komando dan koordinasi) yang lebih efektif, baik antar biro dan bagian dalam satu tingkatan struktur, maupun antar subag dengan tingkatan struktur yang berbeda, karena hubungan Bawaslu dan Bawaslu Provinsi merupakan instansi vertikal. Sebagai contoh, subag data dan informasi yang berada dalam rumpun biro administrasi, boleh jadi lebih tepat kalau dimasukkan dalam rumpun biro hukum dan humas. Begitu juga bagian pengawasan internal, yang melaksanakan tugas secara fungsional, barangkali lebih tepat apabila masuk dalam kelompok jabatan fungsional dan berada langsung di bawah Sekretaris Jenderal. Penempatan bagian atau subbag yang akan melaksanakan tugas-tugas yang berbeda -- juga perlu dikaji kembali, sebab jangan sampai ada satu struktur (bagian atau subbag) di biro yang satu -- yang fungsinya sama dengan struktur (bagian atau subbag) di biro yang lain. Hal ini penting diperhatikan, karena jika ada satu fungsi dijalankan oleh lebih dari satu struktur, maka yang terjadi adalah duplikasi, kompetisi, arogansi, dan inefesiensi. Karena rancangan SOTK Bawaslu akan disusun oleh Bawaslu dengan melibatkan pakar/akademisi yang berkompeten dan obyektif -- setelah melakukan analisis organisasi dan beban kerja -- untuk mendapat persetujuan Kemen PAN-RB, maka barangkali itulah antara lain yang dapat menjadi dasar pengusulan kepada Presiden Republik Indonesia, agar Peraturan Presiden No.80 Tahun 2012 sebagai sumber hukum lahirnya Peraturan Bawaslu No.3 Tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretaria Jenderal Bawaslu, Sekretariat Bawaslu Provinsi, Sekretariat Panwaslu Kabupaten/Kota, dan Sekretariat Panwaslu Kecamatan -- juga dapat direvisi.
* Ir. Saparuddin, M.Si., Tenaga Ahli Bawaslu RI. BULETIN BAWASLU | EDISI 6, JUNI 2015
7
Muhammad Ingatkan Pentingnya Menciptakan Pilkada yang Menyenangkan Ketua Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia, Muhammad mengatakan, pemilu dan pemilihan kepala daerah harusnya diselenggarakan sesuai apa yang diharapkan semua lapisan masyarakat. Pemilu dan Pilkada menurutnya seharusnya bisa membuat semua masyarakat senang, bukan menimbulkan kegaduhan dan kekacauan.
DOK. BAWASLU
“Pilkada harusnya bisa membuat orang senang, bukan orang stres. Kita mau lahir pemimpin yang bisa diterima mayoritas masyarakat,” kata Muhammad saat membuka Rapat Koordinasi Stakeholders Dalam Rangka Pendidikan Partisipatif Pengawasan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Waikota dan Wakil Walikota, di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Senin (8/6). Guru Besar Ilmu Politik Universitas Hasanuddin itu mengungkapkan, semua pemangku kepentingan memiliki kewajiban untuk menciptakan pilkada yang menyenangkan. Pilkada, lanjutnya, jangan dijadikan sebagai ajang yang memicu emosi dan perpecahan antar kelompok tertentu. Pilkada juga jangan sampai mempertegas dualisme di tengah masyarakat. “Pilkada tidak membuat orang kaget, tidak membuat orang stres, tidak membuat orang-orang berhadapan dengan dualisme,” ujarnya. Pilkada, Muhammad meneruskan, harus dipahami sebagai proses, bukan sebagai tujuan. Pilkada merupakan proses untuk membangun harmonisasi masyarakat setelah hasil pilkada ditetapkan. Jika pilkada sebagai
8
tahapan proses sudah diwarnai konflik, menurutnya bisa dipastikan tujuan pilkada tidak akan tercapai. Harapan masyarakat terhadap pemimpin yang dipilih dari pilkada juga tidak akan terwujud. Bawaslu, lanjut Muhammad, berupaya untuk menjaga pilkada sebagai sebuah proses berjalan lancar dan bermartabat. Sebab, sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang bertanggung jawab dalam pengawasan, Bawaslu memiliki beban moral terhadap masyarakat. Hanya saja, menurutnya pilkada yang sukses tidak akan terjadi bila itikad baik hanya datang dari Bawaslu atau Komisi Pemilihan Umum (KPU). Muhammad mengatakan, semua pemangku kepentingan mulai dari pemerintah daerah, partai politik, kepolisian, lembaga sosial masyarakat, tokoh agama dan tokoh masyarakat memiliki pemikiran dan tekad yang sama. Pilkada serentak tahun 2015 menurut Muhammad sangat istimewa. Tidak hanya dari keserentakannya, tetapi juga dari potensi konflik yang akan ditimbulkan dari aturan-aturan pilkada serentak. “Pengamat politik sudah mengungkapkan pilkada lebih besar potensi konfliknya
BULETIN BAWASLU | EDISI 6, JUNI 2015
dibanding pemilu nasional. Karena terlibatnya semua unsur politik di pilkada, dan adanya sudden death karena pilkada hanya satu putaran,” jelas Muhammad. Karena itu, dia mengajak semua pemangku kepentingan untuk bekerja sama mewujudkan pilkada yang aman, damai dan bermartabat. Muhammad mengajak semua pihak menjadikan pilkada sebagai proses penggunaan hak pilih masyarakat menjadi kegiatan yang menyenangkan. Rakor Stakeholders merupakan acara yang diselenggarakan Bagian Humas dan Hubungan Antar Lembaga Biro Hukum, Humas dan Pengawasan Internal Bawaslu RI. Selain dihadiri Muhammad, acara yang berlangsung dua hari ini dihadiri Pimpinan Bawaslu RI Nasrullah dan Nelson Simajuntak. Hadir pula perwakilan dari Pemprov Kalimantan Tengah, Rektor Institut Pendidikan Dalam Negeri Suhajar Diantoro, perwakilan Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, Forum Kerukunan Umat Beragama Kalteng, dan Anggota Komisi II DPR Willy M Yoseph. Hadir pula perwakilan masyarakat, parpol, mahasiswa, media massa dan LSM di Palangkaraya. [Ira Sasmita]
Surat Edaran KPU Nomor 302 Tahun 2015
“Karpet Merah” untuk Keluarga Petahana
P
enegasan Undang-Undang No. 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dalam melarang setiap orang yang memiliki konflik kepentingan dengan petahana (incumbent) untuk mencalonkan diri, pada praktiknya kemungkinan tidak akan mampu membendung lahir dan terpeliharanya politik dinasti di daerah-daerah. Baik ayah, ibu, mertua, paman, bibi, istri, suami, kakak, adik, ipar, anak, dan menantu dari petahana atau kepala daerah yang tengah menjabat, tetap berpeluang untuk tampil menjadi calon kepala daerah. Peluang itu dihidupkan
lewat keluarnya Surat Edaran (SE) Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 302 Tahun 2015. Menyikapi perkembangan yang ada, Komisi II DPR pun menggelar rapat dengan KPU membahas pengaturan politik dinasti. Dalam rapat akhir Juni lalu, Komisi II DPR mendesak KPU untuk segera mencabut SE, khususnya terkait definisi petahana. DPR menilai edaran tersebut bertentangan dengan UU Pilkada. “Komisi II DPR meminta KPU mencabut SE KPU Nomor 302/KPU/IV/2015 tentang penjelasan beberapa aturan dalam BULETIN BAWASLU | EDISI 6, JUNI 2015
9
PKPU Nomor 9 Tahun 2015 terkait poin 1 yang mengatur dalam pilkada serentak. Pertama, kepala daerah yang masa tentang petahana,” ujar Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad jabatannya berakhir sebelum masa pendaftaran. Jika merujuk Riza Patria. Dia mengatakan semangat yang ada dalam UU jadwal tahapan pendaftaran calon pada 26 Juli-28 Juli 2015, Pilkada adalah membatasi politik dinasti. maka ada 21 kepala daerah yang masa jabatannya berakhir Dia menjelaskan dalam rapat dengan Komisi II DPR, sebelum masa pendaftaran sehingga keluarga petahana bisa Badan Pengawas Pemilu dan KPU telah memiliki pandangan mencalonkan diri. yang sama untuk membatasi politik dinasti yang banyak Adapun, kriteria kedua, kepala daerah dan wakil yang dianggap membawa efek negatif bagi pembangunan daerah. mundur sebelum masa pendaftaran pilkada juga bukan lagi Menurutnya, akibat definisi petahana sebagai pejabat yang petahana. Konsekuensi dari kriteria tersebut, apabila terdapat sedang menjabat, banyak kepala daerah mundur dengan kepala daerah yang mengundurkan diri sebelum masa maksud untuk mencalonkan keluarganya. pendaftaran maka keluarga dekat yang bersangkutan bisa ”Terjadi perdebatan meskipun ditegaskan bahwa kepala maju dalam pilkada. Pasca keluarnya SE, setidaknya sudah daerah yang mengundurkan diri harus dengan SK (Surat tiga kepala daerah yang mundur agar keluarganya bisa maju Keputusan) Mendagri (baru) bisa mencalonkan,” kata dia. dalam pilkada, yakni Walikota Pekalongan Basyir Ahmad, Pasal 6 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Bupati Ogan Ilir Mawardi Yahya, dan Wakil Wali Kota tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Sibolga Marudut Situmorang. Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Cabut Surat Edaran dan Walikota menjadi Undang-undang (UU Pilkada) Keluarnya SE 302 juga menyulut reaksi dari organisasi menyebut, salah satu syarat pencalonan kepala daerah adalah masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Kawal Pilkada tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana. Pada Langsung. Mereka meminta KPU menarik surat edaran itu. bagian Penjelasan dijabarkan, yang dimaksud dengan “tidak Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) memiliki konflik kepentingan dengan petahana” adalah Fadli Ramadhani mengatakan, SE tersebut berpeluang besar tidak memiliki hubungan darah, ikatan memandulkan pembatasan praktik perwakinan dan/atau garis keturunan dinasti politik dalam penyelengaraan satu tingkat lurus ke atas, ke bawah, Pilkada. Sejumah kerabat kepala daerah ke samping, dengan petahana yaitu dan wakil kepala daerah bisa lolos dari ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, kategori petahana. adik, ipar, anak, menantu, kecuali telah Peneliti Indonesia Corruption melewati jeda satu kali masa jabatan. Watch (ICW) Donal Fariz mengatakan, Dengan berbagai pertimbangan, UU edaran tersebut justru memutarbalikkan Pilkada mendesain agar tidak ada logika, bahwa mereka yang seharusnya keluarga petahana yang terpilih sebagai disebut petahana justru dikategorikan kepala daerah setelah masa jabatan pesebagai bukan petahana. Menurutnya tahana berakhir. KPU tidak memahami sejarah mengapa Menindaklanjuti UU Pilkada, KPU pengaturan pembatasan politik dinasti kemudian mengeluarkan Peraturan dicantumkan dalam UU Pilkada. KPU (PKPU) Nomor 9 Tahun 2015 “Ini membuka keran politik dinasti,” tentang Pencalonan Pemilihan tandasnya. Gubernur dan Wakil Gubernur, Anggota Komisi II DPR Muhammad Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Arwani Thomafi mengatakan, ketika Walikota dan Wakil Walikota. Dalam aturan dapat disiasati, maka partai aturan tersebut, KPU mendefinisikan politik semestinya dapat menutup celah petahana yakni Gubernur atau Wakil tersebut. Menurutnya partai jangan Komisi II DPR meminta KPU Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, mencalonkan keluarga petahana. Selain mencabut SE KPU Nomor dan Walikota atau Wakil Walikota yang partai, pemerintah lewat Kementerian sedang menjabat. Karena dianggap Dalam Negeri juga bisa memainkan 302/KPU/IV/2015 tentang masih banyak pertanyaan dari daerah perannya dengan tidak mengeluarkan penjelasan beberapa aturan terkait pencalonan, maka pada pada Surat Keputusan Pengunduran Diri dari dalam PKPU Nomor 9 Tahun 12 Juni 2015 KPU mengeluarkan kepala-kepala daerah yang terindikasi 2015 terkait poin 1 yang Surat Edaran (SE) 302/KPU/VI/2015 ingin melanggengkan politik dinasti. mengatur tentang petahana, yang memuat sejumlah isu krusial, di “Kita tidak hanya mendorong KPU, antaranya seputar petahana. tapi kalau parpol juga sepakat, tentu SE tersebut kemudian memicu tidak akan jadi. Pintu terakhirnya kan di polemik. Pasalnya dalam edaran itu parpol,” ujar Arwani. Ahmad Riza Patria memuat sejumlah kriteria petahana Wakil Ketua Komisi II DPR yang membuka jalan bagi keluarga Tolak Pengunduran Diri petahana untuk mencalonkan diri Mendagri Tjahjo Kumolo
menyatakan, akan menolak pengunduran diri kepala daerah sebelum masa jabatannya berakhir tanpa adanya alasan yang jelas. Menurutnya pengunduran diri itu juga harus disertai persetujuan dari DPRD. “Harus ada persetujuan DPRD menyangkut sumpah jabatan dan semuanya dengan adanya surat DPRD,” kata Tjahjo. Komisioner KPU Ida Budhiati mengatakan, KPU sebenarnya sejalan dengan semangat terkait pembatasan politik dinasti. Kendati demikian, UU Pilkada tidak memberikan definisi yang jelas tentang petahana. Awalnya KPU memaknai petahana sebagai orang yang sedang menjabat atau pernah menjabat. “Definisi petahana KPU kemudian dipresentasikan dalam rapat konsultasi. Dalam rapat konsultasi definisi ini tidak diterima, tetapi dipakai definisi petahana adalah mereka yang sedang menjabat. Itulah yang kami pakai dalam PKPU dan dijabarkan dalam surat edaran,” papar Ida. Ketua KPU Husni Kamil Manik menuturkan, pihaknya tentu tidak bisa serta merta mencabut SE tersebut karena di dalamnya juga memuat petunjuk teknis pendaftaran calon kepala daerah bagi penyelenggara ditingkat bawah. KPU, menurutnya, akan menunggu uji materi (jucial review) di Makamah Konstitusi (MK) sebelum mencabut atau merevisi Surat Edaran tersebut. Hal itu agar perubahan tidak dilakukan berkali-kali. Diketahui pengaturan terkait politik dinasti dalam UU Pilkada tengah digugat di MK. Gugatan dilayangkan oleh A Irwan Hamid, ipar dari petahana di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Pemohon menilai aturan tersebut tanpa konsep dan bertentangan dengan konstitusi. [Haryo Sudrajat]
Uang bisa membeli popularitas, namun tidak bisa membeli rasa hormat; Ia perlu lebih lama dari uang, sensasi, dan rupa sempurna.
”
BULETIN BAWASLU | EDISI 6, JUNI 2015
No
Nama Provinsi/Kabupaten/Kota
Tanggal Berakhir Masa Jabatan Kepala Daerah
1.
Provinsi Kalimantan Utara
22 April 2015
2.
Kota Cilegon
20 Juli 2015
3.
Kota Semarang
19 Juli 2015
4.
Kabupaten Karang Asem
21 Juli 2015
5.
Kabupaten Pangandaran
22 April 2015
6.
Kabupaten Rembang
20 Juli 2015
7.
Kabupaten Mahakam Hulu
22 April 2015
8.
Kabupaten Kutai Kartanegara
30 Juni 2015
9.
Kabupaten Tana Tidung
18 Januari 2015
10.
Kabupaten Pesisir Barat
22 April 2015
11.
Kabupaten Pulau Taliabu
22 April 2015
12.
Kabupaten Belu
22 April 2015
13.
Kabupaten Malaka
22 April 2015
14.
Kabupaten Nabire
4 Mei 2015
15.
Kabupaten Pegunungan Arfak
22 April 2015
16.
Kabupaten Manokwari Selatan
22 April 2015
17.
Kabupaten Mamuju Tengah
8 Juli 2015
18.
Kabupaten Banggai Laut
22 April 2015
19.
Kabupaten Kolaka Timur
22 April 2015
20.
Kabupaten Buton Utara
10 Juni 2015
21.
Kabupaten Penungkal Abab Lematang Ilir Utara
22 April 2015
Political Quotes
”
10
21 daerah yang masa jabatan kepala daerahnya akan habis sebelum pendaftaran pilkada serentak pada 26 Juli-28 Juli 2015
Jerinx
Drummer Superman Is Dead
Once you take care of people, people respect you.
George Weah
Politisi asal Liberia, mantan bintang AC Milan
BULETIN BAWASLU | EDISI 6, JUNI 2015
11
Bawaslu Terapkan Tiga Pola
Awasi Daftar Pemilih
Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (Pilkada) serentak di 9 provinsi, 224 kabupaten dan 36 kota pada 9 Desember 2015 mendatang menyisakan beberapa pertanyaan. Hal itu terkait selisih jumlah DPT (Daftar Pemilih Tetap) tahun 2014 dengan DP4 (Daftar Penduduk Potesial Pemilih Pemilihan) Pilkada 2015.
Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebut bahwa DPT Pilpres terakhir yang diterima KPU untuk 308 kabupaten/kota atau 260 kabupaten/kota yang menyelenggarakan pilkada dan 48 kabupaten/kota di sembilan provinsi yang menggelar Pilkada berjumlah 99.026.591 orang. Sedangkan rekapitulasi hasil analisis DP4 Pilkada serentak 2015 oleh KPU berjumlah 102.068.130 orang. Terdapat selisih jumlah angka yakni bertambah 3.041.539 juta orang. Perlu diketahui, DP4 tersebut akan digunakan KPU untuk menyusun DPT pada 224 kabupaten, 36 Kota, dan 9 provinsi yang akan menggelar pemilihan di 2015. Setelah diterima, KPU akan melakukan sinkronisasi DP4 Pilkada 2015 dengan DPT Pilpres 2014 lalu. Kemudian akan diteruskan ke KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota hingga ke Panitia Pemungutan Suara (PPS) di masingmasing daerah. Selanjutnya PPS bersama Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) akan melakukan proses pemutakhiran data pemilih, penambahan dan pengurangan jumlah sesuai dengan kondisi nyata lapangan. Sejauh ini bagaimana mekanisme dan pengawasan Bawaslu terkait perbedaan jumlah DPT Pilpres 2014 dengan DP4 Pilkada. Mengenai mekanisme pengawasan, Pimpinan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Daniel Zuchron mengatakan bahwa Bawaslu telah melaksanakan pengawasan melekat. Pengawas Pemilu berkoordinasi langsung dengan KPU dalam banyak hal terkait isu-
12
isu atau pertanyaan menyangkut persiapan dan pelaksanaan Pilkada. “Jadi Panwas memastikan pelaksanaan seluruh prosedur dan ketaatan penyelenggara Pemilu secara melekat,” kata Daniel. Kemudian, pengawasan dokumen dan audit dokumen. “Jadi Panwas harus memiliki history data KPU. Artinya Panwas harus siap daerahnya memiliki sejarah Pemilu yang bagaimana kemarin,” imbuhnya. Hal ini untuk menjawab kemungkinan-kemungkinan terburuk, misalnya dalam konteks ini terjadi mobilisasi dan lain hal. Mekanisme pengawasan lainnya adalah melalui penelusuran. Guna memastikan persoalan daftar pemilih sampai pada derajat yang lebih presisi, Bawaslu sudah mendapatkan DP4. Akan tetapi, Panwas juga terus melakukan pengawasan data. Jangan sampai pemerintah daerah ketika data sudah diserahkan ke pemerintah pusat, namun masih ada laporan data yang tidak benar. Daniel selaku Koordinator Divisi Pengawasan Bawaslu mengatakan, pihaknya telah menugaskan kepada para Panwas untuk menelusuri sejarah data di tiap daerahnya. Pengawas menurutnya harus bisa mencium gejala-gejala anomali dan dicegah sejak dini. “Tapi jika itu ada persoalan misalnya laporan Pemda terkait data kependudukan yang tidak benar/ sesuai kepada pemerintah pusat, maka hal ini harus ditindaklanjuti,” tegasnya. Meskipun secara formal data DP4 Pilkada sudah diserahkan ke KPU yang berjumlah 102.068.130 pemilih untuk 269
BULETIN BAWASLU | EDISI 6, JUNI 2015
”
Dari data linear sebenarnya Bawaslu sudah bisa menilai bahwa potensi terjadinya manipulasi suara pada Pilkada mendatang sudah bisa dihitung sejak sekarang berdasarkan sejarah data
”
Daniel Zuchron
PIMPINAN BAWASLU RI
daerah yang akan melaksanakan Pilkada, namun pengawas Pemilu akan terus memastikan di lapangan. Bagi pengawas Pemilu terdapat teori dua tahapan yang terbagi secara diametral. Pertama, tahapan secara linier atau bisa diprediksi secara matematis. Artinya adanya kontinuinitas data secara terus menerus terkait Pemilu pertama dari DAK2. Meskipun DAK2 adalah data yang menjadi starting point untuk penentuan kuota calon perseorangan. “Dari data linier sebenarnya Bawaslu
sudah bisa menilai bahwa potensi terjadinya manipulasi suara pada Pilkada mendatang sudah bisa dihitung sejak sekarang berdasarkan sejarah data, ujarnya. Kedua, tahapan non linear, seperti tahapan pencalonan dan tahapan kampanye. Sebanyak mungkin bakal calon yang akan berlaga, mereka tidak bisa diprediksi mudah menjadi pasangan calon. Sebanyak mungkin dana kampanye yang disediakan belum tentu bakal calon akan menang dalam pemilihan. Daniel juga mengingatkan kepada pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri bahwa jika daerah melaporkan DP4 yang tidak sesungguhnya kepada pemerintah pusat, maka kemungkinan KPU juga tidak akan bisa maksimal dalam penyelenggaraan Pilkada. Karenanya pengawas Pemilu juga sedang memotret persiapan KPU daerah terkait proses pemutakhiran data pemilih yang akan dimulai pada tahapan pencocokan dan penelitian (Coklit) pada 15 Juli - 19 Agustus 2015. Artinya sebelum tanggal pelaksanaan Coklit, KPU harusnya sudah membentuk petugas pemutkhiran data pemilih (PPDP). Dari beberapa laporan yang ada, sebenarnya perencanaan KPU terhadap kegiatan pemutakhiran nanti dengan mempersiapkan petugas PPDP masih belum maksimal. “Jadi PPDP kita potret juga terkait kesiapan KPU untuk melakukan pemutakhiran. Jika PPDP tidak siap, maka pastinya nanti mereka tidak akan mampu membersihkan data pemilih yang sudah dikonsolidasi oleh KPU, tetapi akan ditarik lagi ke sumber DP4,” kata Daniel. Bawaslu berharap pemerintah menyerahkan DP4 berikutnya kepada daerah yang akan melaksanakan Pilkada harus belajar dari yang sekarang. Sehingga pemerintah sudah mendapatkan gambaran dan nantinya regulasi yang dibuat pemerintah bisa membantu penyelenggara. Pemutakhiran Data 23 Juni 2015, berdasarkan jadwal tahapan Pilkada 2015 merupakan batas akhir pengiriman hasil analisis dan sinkronisasi DP4 oleh KPU kepada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang akan menggelar Pilkada. Momentum ini sekaligus menandai dimulainya proses
penyusunan Daftar Pemilih Pilkada oleh KPU Kabupaten/Kota sebelum diserahkan kepada PPS untuk dimutakhirkan. Menurut pendapat mantan tenaga ahli Bawaslu RI Ahsanul Minan pada laman blognya bahwa kedua fase ini sangat penting untuk diperhatikan baik oleh KPU/KPU Kabupaten/Kota, Pengawas Pemilu, maupun khalayak umum. Karena pada kedua fase ini dilakukan verifikasi secara paper-based terhadap DP4 yang disusun oleh Pemerintah. Seberapa akurat analisis dan sinkronisasi DP4 ini oleh KPU maupun penyusunan daftar pemilih oleh KPU Kab/Kota akan memengaruhi beban kerja PPS dalam melakukan pemutakhiran daftar pemilih. Bagi Pengawas Pemilu, terdapat beberapa isu yang perlu diperhatikan dalam proses pengawasan terhadap proses
”
KRONOSNEWS.COM
Jangan sampai ada pemilih yang berhak memilih tapi dia tidak bisa memilih gara-gara datanya kurang valid
”
Masykurudin Hafidz Koordinator JPPR
penyusunan daftar pemilih ini. Pertama, akurasi dan validitas data penduduk sesuai syarat administratif yang disebut dalam undang-undang. Hal ini penting mengingat pengalaman Pemilu 2014 menunjukkan tingginya angka ketidakakuratan data penduduk terutama menyangkut NIK. Kedua, syarat surat keterangan domisili dari kepala desa (Pasal 57 ayat (2)) yang membuka peluang terjadinya mobilisasi penduduk dari daerah lain untuk menjadi pemilih. Kerawanan ini lebih berpeluang terjadi di desa dimana kepala desanya
berafiliasi kepada partai politik atau calon tertentu, serta di desa yang berbatasan langsung dengan kabupaten/kota lainnya. Untuk memastikannya, Pengawas Pemilu harus secara pro-aktif mengawasi proses penyusunan daftar pemilih oleh KPU Kab/Kota yang akan berlangsung pada tanggal 24 Juni-14 Juli, dan proses pemutakhiran oleh PPS. Daftar pemilih dalam Pileg dan Pilpres 2014 maupun data hasil pengawasan dalam pileg dan pilpres 2014 perlu dijadikan acuan dalam pengawasannya. Pengawasan terhadap gerak-gerik Kepala Desa juga perlu dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan manipulasi persyaratan pemilih. Di sisi lain, KPU Kab/Kota beserta jajarannya perlu memaksimalkan proses pendaftaran pemilih dengan memastikan seluruh warga negara yang memenuhi syarat telah terdaftar sebagai pemilih, dan mengupayakan semaksimal mungkin agar DPK (daftar pemilih khusus) tidak membengkak. Hal ini penting untuk dicamkan karena besarnya angka DPK merupakan indikator kegagalan proses pendaftaran pemilih. Menanggapi perbedaan jumlah data pemilih tersebut, koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz mengatakan bahwa perbaikan itu sangat penting. Dalam konteks ini dua lembaga ini (KPU dan Kemendagri) sesungguhnya tidak perlu menyajikan data mana yang valid dan mana yang benar. Karena kedua lembaga sebenarnya bisa saling mengisi. Bagi Kemendagri dengan adanya data pemilih itu bisa menvalidasi data kependudukan, termasuk juga bagi KPU bisa mendapatkan data yang valid dari data kependudukan untuk data pemilih, semua saling sinkronisasi saja. Karena waktu untuk Pilkada masih panjang, kata Hafidz, maka KPU, Bawaslu dan Kemendagri bisa saling berkoordinasi yang sama-sama memiliki niat untuk lebih baik. Intinya jangan sampai data pemilih Pilkada itu lebih buruk dari Pilpres, karena kita menanggapi data Pilpres itu lebih baik daripada data Pemilu atau Pilkada sebelumnya. Jadi harus ada perbaikan terus menerus kuncinya koordinasi tiga lembaga tersebut. Jangan sampai ada pemilih yang berhak memilih tapi dia tidak bisa memilih gara-gara datanya kurang valid,” tandasnya. [Ali Imron]
BULETIN BAWASLU | EDISI 6, JUNI 2015
13
Bawaslu Lakukan Reformasi Birokrasi Remunerasi di lingkungan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di tingkat pusat hingga daerah segera terlaksana pada 2015. Kabar baik ini menyusul persetujuan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenpanRB) terkait evaluasi jabatan di Bawaslu dalam rangka reformasi birokrasi.
Penegakan Pidana Pilkada, Sentra Gakkumdu Harus Direformasi Undang-Undang No 8 Tahun 2015 tentang Perubahan UU 1/2015 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 1/2014 tentang Pilkada kembali mengamanatkan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) dalam penegakan hukum pidana pemilihan. Namun, Sentra Gakkumdu harus mengevaluasi dan mereformasi dirinya agar lebih baik dalam menindak pidana pemilihan di Pilkada nanti. Dalam praktiknya saat penyelenggaraan Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014 lalu, masih banyak klemahan dan celah hukum Sentra Gakkumdu. Di berbagai daerah, maupun di tingkat pusat, forum yang terdiri dari Pengawas Pemilu, Kepolisian, dan Kejaksaan itu tidak efektif dan maksimal dalam menangani kasus-kasus tindak pidana pemilu. Tidak banyak pelanggaran pidana pemilu yang berhasil dijerat melalui pintu Sentra Gakkumdu. Pimpinan Bawaslu Nasrullah
14
mengatakan, tidak efektifnya forum Sentra Gakkumdu pada Pileg dan Pilpres lalu akibat setiap lembaga masih menangani dugaan pelanggaran pidana pemilu secara terpisah dan belum terlembaga dalam satu forum. “Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan harus bekerjasama dalam satu atap. Sehingga terlihat lebih kolektif kolegial. Dengan begitu, penanganan kasus (pidana pemilu) akan lebih cepat untus sampai ke pengadilan,” katanya saat bertemu dengan perwakilan Badan Reserse dan Kriminal Polri, di Jakarta, Rabu (17/6) Untuk mencapai Sentra Gakkumdu yang ideal, menurut Nasrullah, Sentra Gakkumdu harus dibentuk seperti sebuah lembaga semi-otonom, sehingga administrasi pun dilakukan dalam satu atap. Tidak lagi terpecah-pecah seperti sebelumnya. “Ini bisa membuat roda Sentra Gakkumdu berjalan dengan baik,” tambahnya. Ia juga sepakat nantinya, Sentra Gakkumdu di tingkat pusat dapat bersama-sama melaksanakan supervisi
BULETIN BAWASLU | EDISI 6, JUNI 2015
forum yang sama di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Bahkan, jika diperlukan forum sentra gakkumdu di atasnya, dapat mengambil alih kasus-kasus yang dianggap cukup serius. Tetapi, untuk mewujudkan itu semua, nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) antara Bawaslu, Polri dan Kejagung perlu direvisi. Untuk itu, dalam waktu dekat tiga lembaga tersebut akan mengadakan pertemuan untuk membahas revisi-revisi yang akan dituangkan dalam draf MoU. Rencananya pada Agustus, Polri akan segera melakukan pertemuan dengan seluruh jajarannya hingga tingkat Ressort. Tujuannya adalah pembekalan terhadap penanganan tindak pidana pemilu dan pengamanan pemilu secara umum. Itulah sebabnya, diharapkan MoU tersebut nantinya sudah selesai sebelum acara tersebut, agar poin-poin penting dalam nota kesepahaman tersebut dapat diimplementasikan secara efektif dan menyeluruh. [Falcao]
Kepala Bagian Pengawasan Internal Bawaslu Pekerti Luhur menjelaskan, pasca persetujuan evaluasi jabatan, Bawaslu telah menyerahkan roadmap reformasi birokrasi ke Menpan-RB, sebagai prasyarat seleksi reformasi birokrasi untuk pengajuan remunerasi. “Kemenkeu akan mengundang Bawaslu dan Menpan-RB untuk membahas remunerasi. Tergantung kecepatan Bawaslu menyelesaikan roadmap dan renstra, semoga (persetujuan remunerasi) bisa dalam waktu dekat,” katanya. Sebelumnya pada 23-25 Juni 2015, Bawaslu menyelesaikan roadmap reformasi Birokrasi 2015-2019. Roadmap akan dikaji Deputi Reformasi Birokrasi Menpan-RB untuk disetujui dan diteruskan ke Kemenkeu. Demikian juga dengan Renstra Bawaslu 2015-2019. Remunerasi Bawaslu RI merupakan bagian dari amanat Perpres Nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Mengingat usianya yang baru tujuh tahun, Bawaslu belum tertinggal dalam reformasi birokrasi. Saat ini, ada 74 kementrian dan lembaga dari 81 yang telah melaksanakan remunerasi, Pekerti Luhur menjelaskan, reformasi birokrasi yang berimplikasi pada pemberian remunerasi atau tunjangan kinerja pegawai, mensyaratkan profesionalitas kerja pegawai. Setiap pegawai dituntut menghasilkan output pekerjaan sesuai jabatannya. Pegawai
”
Kemenkeu akan mengundang Bawaslu dan Menpan-RB untuk membahas remunerasi. Tergantung kecepatan Bawaslu menyelesaikan roadmap dan renstra, semoga (persetujuan remunerasi) bisa dalam waktu dekat
”
PAKERTI LUHUR Kabag Pengawasan Internal
akan digolongkan dalam jabatan struktural maupun fungsional dan grade pada masing-masing jabatan. Saat ini Menpan-RB telah menyetujui 74 jabatan struktural dengan grade 8-16 di Sumber: ITP
lingkungan Bawaslu RI hingga provinsi. Untuk fungsional telah disetujui 59 jabatan dengan grade 5-7. Setiap pegawai Bawaslu akan memegang jabatan, sehingga profesionalitas pegawai lebih terukur. Pegawai yang tidak atau belum mencapai target output akan dievaluasi terkait kendala yang dialami. Dia mengatakan, kendala usulan remunerasi Bawaslu adalah niat dan komitmen jajarannya untuk mempercepat prosesnya. Sebab, syarat dokumen usulan reformasi, harus disusun bersama. Terkait usulan prosentase remunerasi terhadap gaji pegawai di lingkungan Bawaslu, Pekerti Luhur menjelaskan, hal itu berdasarkan penilaian Kemenkeu, Menpan-RB dan Bawaslu. “Biasanya untuk tahap awal prosentasenya sekitar 40 persen. Setelah itu bisa naik sesuai penilaian,” katanya. Pemberian remunerasi, menurut dia, bisa berlaku mundur sejak Januari 2015. Sekalipun Kemenkeu menyetujuinya pada September 2015, akan dihitung mulai Januari 2015 dan diberikan sekaligus. Menyinggung target persetujuan remunerasi Bawaslu, Pekerti Luhur enggan menjawab secara spesifik. Alasannya, masih banyak aspek yang akan dinilai Menpan-RB dan Kemenkeu. “Kita terus berkomunikasi dengan Menpan RB untuk proses assessment (penelusuran bukti). Semoga bisa cepat,” ujar Luhur. [Raja Monang Silalahi]
BULETIN BAWASLU | EDISI 6, JUNI 2015
15
Briefing
KPU, Bawaslu, DKPP Matangkan Persiapan Jelang Pilkada Serentak
Program Tatakelola Pemilu Cikal Bakal Pusat Ilmu Pengetahuan Pengawasan Pemilu Oleh:
GUNAWAN SUSWANTORO
Sekretaris Jenderal Bawaslu RI Pimpinan Bawaslu, Nelson Simanjuntak
Enam bulan menjelang pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota (Pilkada) Serentak 2015, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mematangkan berbagai persiapan. Oleh sebab itu, ketiga lembaga penyelenggara pemilu itu menggelar rapat rutin membahas persiapan menjelang Pilkada Serentak 2015 mendatang.
16
Ketua DKPP, Jimly Assiddiqie dan Ketua KPU, Husni Kamil Manik
Pimpinan Bawaslu Nelson Simanjuntak mengatakan, anggaran untuk pengawas memang masih belum sepenuhnya terpenuhi. Baru 103 daerah yang sudah menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) padahal tahapan Pilkada sudah dimulai. “Kami (pengawas pemilu) masih terkendala dengan administrasi keuangannya yang memang tidak seragam ke bawah. Beberapa daerah ada yang belum bisa membuat rekening karena aturan dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang harus menunggu adanya surat instruksi dari Kementerian Keuangan,” jelas Nelson dalam rapat di Gedung KPU, Jumat (5/6). Bawaslu, lanjut Nelson, telah mengirimkan surat ke Menteri Keuangan untuk mempercepat pencairan anggaran. “Kami berharap hal ini bisa terselesaikan dalam waktu dekat karena di bawah sudah mesti membentuk Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) dan Panitia Pengawas Lapangan (PPL),” lanjutnya. Hal senada juga disampaikan KPU. Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan, pihaknya berharap pemerintah pusat dan pemerintah daerah segera memfasilitasi 60 persen kabupaten/ kota yang belum menyelesaikan NPHD nya dengan Panwas sehingga tidak terkendala lagi. “Mudah-mudahan bisa
BULETIN BAWASLU | EDISI 6, JUNI 2015
segera terselesaikan agar pengawasan Pilkada bisa berjalan efektif. Kita harus optimis penyelenggaraan Pilkada 2015, lebih baik,” ujarnya. Adapun, Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie menegaskan, pihaknya mengingatkan semua jajaran KPU dan Bawaslu untuk belajar dari kasus Pileg dan Pilpres 2014 maupun Pilkada di tiap daerah sebelumnya. “Kami harap semua Penyelenggara Pemilu bersikap jujur dan adil dan menjaga prinsip-prinsip kode etik yang sudah tertulis maupun sense of ethic yang ada dalam hati masingmasing. Kita semua berharap Pilkada ini lebih baik dari masa-masa yang lalu dan menghasilkan kepala daerah yang baik,” tegasnya. Jumlah satuan kerja pengawas pemilu yang telah menandatangani NPHD pengawasan terus bertambah. Hingga akhir Juni 2015, tepatnya 24 Juni, sudah 249 daerah yang melaporkan sudah menandatangani NPHD pengawasan yang diterbitkan pemerintah daerah yang menyelenggarakan pilkada. “Sisanya yang 20 daerah, mungkin sudah menandatangani tapi belum melapor, mungkin juga sedang dalam proses penandatanganan,” ujar Nelson. [Pratiwi EP]
P
emilihan Umum (Pemilu) di Indonesia bukan lagi barang baru alias telah menjadi ‘budaya’ yang mendarah daging di Indonesia. Sebagai negara demokrasi, pemilu merupakan ekses dari kehendak rakyat yang pada dasarnya tidak menginginkan adanya otoritarian dalam sistem pemerintahan sebuah negara. Mau tidak mau, Pemilu menjadi sangat penting dalam keberlangsungan hidup sebuah bangsa, terutama negeri kita tercinta. Pentingnya peran pemilu dalam negara demokrasi di Indonesia, ternyata belum sepenuhnya diimbangi oleh keseriusan dalam membangun fondasinya. Pemilu cenderung dikesampingkan dan dipandang momental saja. Artinya, pemilu dibangun layaknya bangunan semi-permanen, yang akan dibangun sewaktu-waktu ketika dibutuhkan atau saatnya tiba. Sistem pemilu di Indonesia belum memiliki kesinambungan yang tetap dalam setiap pagelarannya. UndangUndang Pemilu yang menjadi pedoman dalam melaksanakan pemilu selalu berubah dan menyulitkan penyelenggara dan penyelenggaraannya. Keadaan tersebut tentu saja dipandang sebagai inkonsistensi, walaupun tujuannya untuk mencari sistem yang terbaik. Indonesia yang sudah menjadi negara yang identik dengan Pemilu sejak 1955,
ternyata belum memiliki pemikir (ahli) pemilu yang cukup banyak. Pemikiran yang tepat dalam mengkonstruksikan pelaksanaan Pemilu di Indonesia cuma lahir dari sedikit ahli kepemiluan. Sisanya, banyak yang mengadopsi dari pelaksanaan pemilu di negara demokrasi lain. Padahal, sebagai negara demokrasi terbesar ketiga dengan jumlah penduduk mencapai 240 juta orang, Indonesia selalu menjadi pusat perhatian dunia terutama dalam hal pemilu. Bahkan, banyak negara lain mungkin akan belajar dan mengadopsi penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Oleh karena itu, menanam bibit-bibit unggul untuk menjadi generasi penerus yang membangun pemilu di kemudian hari menjadi suatu tantangan baru di Indonesia. Kita butuh sebuah sistem pemilu yang mumpuni ke depan, dan dimulai dengan riset-riset kepemiluan yang luas dan belum terjangkau. Saat ini, salah satu yang belum banyak dilakukan, adalah kajian tentang tata kelola pemilu atau electoral governance. Menurut salah satu ahli Pemilu di Indonesia, Prof. Ramlan Surbakti, Indonesia butuh pengkajian yang lebih dalam dalam tata kelola pemilu dan konsekuensi sistem pemilu terhadap berbagai unsur sistem politik demokrasi, seperti sistem kepartaian, sistem
perwakilan politik, sistem presidensial, dan seterusnya. Dilihat dari segi tata kelola pemilu, kita sudah empat kali menyelenggarakan pemilu dalam masa reformasi ini, yakni Pemilu 1999, 2004, 2009, dan 2014. Namun, belum ditemukan sebuah formulasi yang tepat untuk menentukan tatakelola pemilu yang mendorong sebuah pemilu yang baik. Atas dasar itulah, melalui program ilmu tatakelola pemilu, mimpi-mimpi untuk menciptakan tatakelola pemilu Indonesia yang baik dapat terwujud. Ilmu tatakelola pemilu yang akan diakomodasi oleh universitas-universitas negeri terkemuka, diharapkan dapat melahirkan pemikiran-pemikiran baru dalam mendorong tatakelola pemilu yang lebih baik. Program Ilmu Tatakelola Pemilu, merupakan salah satu kontribusi Bawaslu. Sejak awal, kami ingin membangun Bawaslu sebagai salah satu pusat studi ilmu pengetahuan tentang pengawasan pemilu, bahkan, menjadi pusat ilmu pengetahuan pemilu di kemudian hari. Mimpi itu sedikit-sedikit mulai terwujud, dan saya yakin mimpi membangun sistem pemilu terbaik bagi Indonesia akan segera tercapai, salah satunya dengan memberikan beasiswa bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Bawaslu untuk menjalani program tersebut. n
BULETIN BAWASLU | EDISI 6, JUNI 2015
17
Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran
Penanganan Pelanggaran Harus Memenuhi Aspek Keadilan
Divisi Organisasi dan Sumber Daya Manusia
PNS Dibebani Iuran 8 Persen
Satu-satunya pintu masuk penanganan pelanggaran Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota adalah lewat Pengawas Pemilu. Namun, Pengawas Pemilu dibatasi waktu penanganan pelanggaran yang singkat yakni 3+2 hari kerja.
K
”
oordinator Divisi Hukum “Terkadang laporan ditujukan untuk mendiskreditkan peserta dan Penindakan PelangTerkadang laporan ditujukan untuk (calon) tertentu. Panwas tidak boleh garan Nelson Simanmendiskreditkan peserta (calon) juntak menilai, walaupun diberi menolak laporan dan tetap meneriwaktu singkat, prinsip penanganan tertentu. Panwas tidak boleh menolak ma laporan jika sudah memenuhi pelanggaran dalam Pilkada harus laporan dan tetap menerima laporan syarat formil,” tambah Nelson. memberikan rasa keadilan bagi piIa berpendapat, kecurangan jika sudah memenuhi syarat formil, hak yang dicurangi. Jika ada peserta dalam Pilkada semakin berkembang. Pilkada yang dicurangi, maka PanSelain itu, terdapat kemerosotan was wajib mengembalikan hakmoral di masyarakat. Karena Nelson Simanjuntak haknya, baru menghukum pelaku itu, Panwas harus lebih mampu Pimpinan Bawaslu RI kecurangan. membaca pola kecurangan yang “Rekomendasi Pengawas Pemungkin terjadi dalam Pilkada. milu harus mengembalikan sisi adMisalnya, masyarakat sudah ministratif yang sesuai peraturan. Misalnya, jika ada peserta menganggap wajar politik. Padahal ini jelas merupakan yang terbukti dicurangi suaranya, maka rekomendasi Panwas kecurangan dan pelanggaran. harus merekomendasi KPU untuk mengembalikan suara terseMantan Tim Asistensi Bawaslu itu juga meminta parpol but. Baru setelah itu, rekomendasi untuk menindak pelaku ke- dan pemilih untuk berpikir kembali dalam melakukan kecurangan,” tutur Pimpinan Bawaslu itu, dalam Rapat Kerja curangan dan memaksimalkan peran masing-masing dalam Teknis Penanganan Pelanggaran di Lombok, akhir Juni. Pilkada. Parpol harus menyaring calon kepala daerah yang Menurutnya, memenuhi keadilan bagi masyarakat me- memiliki kompetensi dan integritas dalam membangun daemang bukan hal mudah dalam Pilkada. Masyarakat akan rahnya. Pemilih pun harus cerdas memilih pemimipin yang terbagi menjadi beberapa kelompok pendukung. Jika Pan- dianggap mampu memimpin selama lima tahun. was memberikan rekomendasi yang sesuai dengan peraturan “Tidak semua masalah dalam Pilkada dapat dibebankan dan membuktikan salah satu peserta melakukan kecurangan, kepada Pengawas Pemilu. Semua aktor harus memainkan permaka pendukung pihak lain akan menilai Panwas curang, ti- annya masing-masing dengan baik, termasuk penyelenggara dak netral, atau memihak. Namun, ia meminta Panwas tetap pemilu demi keberhasilan dan kesuksesan Pilkada,” tuturnya bersikap netral dan tindak pandang bulu terhadap laporan. [Falcao Silaban]
”
18
BULETIN BAWASLU | EDISI 6, JUNI 2015
Sebagai lembaga pemerintah non struktural Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tunduk kepada undang-undang dan peraturan yang ada terkait dengan penerapan perubahan iuran menjadi sebesar 8% dari gaji setiap bulan setelah dikurangi dana tunjangan makan sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 20 Tahun 2013 tentang Perubahan Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Demikian dikatakan Roy Siagian selaku Kepala Bagian Sumber Daya Manusia Bawaslu RI saat diwawancarai di Jakarta beberapa waktu lalu. “Kita tunduk dan mengikuti saja undang-undang dan peraturan yang berlaku mengenai Tabungan Asuransi Pensiun (Taspen) ini” ujarnya. Roy menjelaskan terkait dengan perubahan pengertian mengenai asuransi sosial sesuai dengan PP No. 20 Tahun 2013 adalah asuransi sosial PNS yang
terdiri atas program pensiun dan program tabungan hari tua. “Taspen sekarang terdiri atas program pensiun dan program tabungan hari tua. Program pensiun adalah penghasilan yang diterima oleh penerima pensiun setiap
”
Kita tunduk saja dan mengikuti saja UndangUndang dan Peraturan yang Berlaku mengenai Taspen ini,
”
Roy Siagian
Kabag SDM dan TUP
bulannya sesuai ketentuan perundangundangan, sedangkan program tabungan hari tua adalah suatu program asuransi terdiri dari asuransi dwiguna yang dikaitkan dengan usia pensiun ditambah dengan asuransi kematian” jelasnya. Ia menambahkan, mengenai besaran iuran 8% tersebut dibagi dengan perincian penggunaan dana itu, sebesar 4,75% untuk program pensiun dan 3,25% untuk tunjangan hari tua. Menurutnya lagi, sebagai pelaksana tugas dari aturan ini, instansi di pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang akan bertugas menjadi juru potong iuran PNS untuk kemudian langsung disetorkan ke PT Taspen. “Prosesnya iuran dipotong oleh juru potong kemudian disetorkan ke lembaga pengelola pensiun” ujarnya. Selain itu dengan adanya perubahan sistem melalui PP No 20 Tahun 2013 ini, ada kemungkinan PNS menerima uang pensiun yang lebih besar dari sistem yang sebelumnya. Roy menegaskan, taspen ini berlaku untuk PNS, artinya pegawai yang statusnya masih Calon PNS (CPNS) atau honorer tidak berlaku peraturan ini. “Taspen ini khusus untuk PNS, kalo CPNS dan honorer tidak mendapatkan” pungkasnya. [Alfa Yusri]
BULETIN BAWASLU | EDISI 6, JUNI 2015
19
Feature
Divisi Sosialisasi, Humas dan Kerjasama Antar Lembaga
Sebanyak enam desa di Kabupaten Halmahera Utara (Halut) dinilai rawan pelanggaran daftar pemilih menjelang Pilkada serentak tanggal 9 Desember 2015. Pasalnya masyarakat di enam desa itu ‘terbelah dua’, sebagian merasa sebagai warga Kabupaten Halut dan sebagian lainnya warga tetangganya, Halmahera Barat.
Persoalan tersebut mengemuka dalam diskusi sosialisasi tatap muka stakeholder dan masyarakat untuk pengawasan dan penanganan pelanggaran pilkada di Rumah Adat Hibua Lamo, Halmahera Utara, Selasa (16/6) siang. Sehari sebelumnya, Senin (15/6), Bawaslu RI juga menggelar sosialisasi tatap muka dengan stakeholder dan masyarakat di aula Kantor Bupati Halmahera Barat (Halbar). Enam desa sangat rawan pelanggaran daftar pemilih tetap dan penggelebungan suara adalah Desa Tetewang, Desa Dum Dum, Desa Pasir Putih, Desa Bobaneibo, Desa Ake Lamo dan Desa Ake Sahu. Asisten I Bidang Pemerintahan Setda Halut, Roke Saway mengatakan, mengacu pada UU Nomor 1 Tahun 2003 tentang pembentukan Halmahera Utara dan Halmahera Barat, enam desa itu masuk wilayah Halmahera Utara. Namun dalam Pemilu 2009, Pilgub 2012 dan Pemilu 2014, sebagian masyarakatnya memilih untuk wilayah Kabupaten Halmahera Barat dan difasilitasi penyelenggara pemilu di wilayah Kabupaten Halmahera Barat. “Jumlah pemilih Halut lebih banyak tapi sebagian memilih untuk wilayah Halbar. Sebenarnya ini tidak bisa diotak-atik karena amanat undang-undang, wilayah Halut,” ujar Roke. Sementara itu Sekda Halmahera Barat DR Abjan Sofyan MT mengatakan, Pemkab Halmahera Barat tetap mengakomodir warga masyarakat yang memiliki KTP
20
Halbar kendatipun mereka berdomisili di enam desa di wilayah Halmahera Utara untuk pilkada serentak 2015. “Mereka warga Halbar, tetapi tinggal di wilayah Halut,” katanya. Menurut Rachman Baba, wartawan senior harian lokal, persoalan dualisme warga dimulai sekitar tahun 2005 lalu. Saat itu ada calon kepala daerah asal salah
”
Bahwa ada warga yang ber KTP Halbar maka dia memilih untuk Halbar. Sebaliknya warga ber KTP Halut, dia memilih untuk Halut, jadi tidak double menggunakan hak pilihnya
BULETIN BAWASLU | EDISI 6, JUNI 2015
”
Nasrullah
PIMPINAN BAWASLU RI
satu desa dari enam desa ‘bermasalah’ tersebut, mencalonkan diri untuk pilkada Halbar. Si calon meminta keluarga dan kerabatnya yang berdomisili di desa-desa berdekatan tersebut untuk memberikan suara terhadap pencalonannya di Halbar. Enam desa ‘bermasalah’ itu merupakan wilayah Kecamatan Kao Teluk Kabupaten Halut. Sementara untuk Kabupaten Halbar, masuk wilayah Kecamatan Jailolo Timur. “Jadi di enam desa itu, ada dua pemerintahan versi Halut dan versi Halbar. Ada dua camat, dua kepala desa. Sebagian warga ikut wilayah Halbar, sebagian lagi ikut Halut,” ujar Rachman Menurut Rachman sejak 2005 sampai Pileg dan Pilpres 2014 lalu, dua desa tersebut ada yang ikut pemilu untuk wilayah Halbar dan ada yang ikut pemilu untuk wilayah Halut. “Jadi tokoh politik lokal sendiri yang memecah masyarakat karena mau mencalonkan diri,” katanya. Lebih lanjut dikatakan, persoalan enam desa tersebut sudah beberapa kali dicarikan solusi dengan mempertemukan dua bupati dan DPRD Halbar dan Halut yang difasilitasi Pemprov Malut, bahkan sudah sampai Kementerian Dalam Negeri. “Kemendagri mengembalikan ke undang-undang, enam desa itu masuk wilayah Halut. Tapi fakta di lapangan tetap ada dua pemerintahan disana,” ujar Rachman Adapun Pimpinan Bawaslu Nasrullah mengemukakan, solusi terhadap persoalan itu adalah melihat data agregat kependudukan kecamatan (DAK2). Apabila nama pemilih masuk wilayah Halbar maka memilih Halbar, sebaliknya dengan Halut. Karenanya, KPU Provinsi Malut bersama Bawaslu Provinsi Malut mesti duduk bersama membahas permasalahan itu sambil meneliti DAK2. “Bahwa ada warga yang ber-KTP Halbar maka dia memilih untuk Halbar. Sebaliknya warga ber KTP Halut, dia memilih untuk Halut, jadi tidak double menggunakan hak pilihnya,” kata Nasrullah. Hadir dalam diskusi tersebut antara lain Pimpinan Bawaslu RI Nasrullah, Ketua Bawaslu Maluku Utara Sultan Alwan, Wakil Bupati Halmahera Utara, Rusman Soleman, Sekda Halmahera Barat, Abjan Sofyan, sejumlah tokoh adat dan masyarakat serta para pengawas pemilu. [Raja Monang Silalahi]
Orang Pusat Tak Mengerti Transportasi Mahal
www.kompas.com
Enam Desa Halut ‘Terbelah’ Dua
Sinar matahari terasa menyengat kulit meski matahari belum tinggi benar di pelabuhan penyeberangan Residence Pulau Ternate, Maluku Utara, Senin (15/6) pagi pukul 07.10 WIT. Langkah sejumlah pegawai pemerintah dan masyarakat pun tak lantas surut dalam mengarungi laut menuju ke pulau K kecil, sebutan bagi Pulau Halmahera lantaran bentuk, layaknya Pulau Sulawesi (pulau terbesar keempat di Indonesia), juga menyerupai huruf K. Pagi itu juga sejumlah pengawas pemilu bersiap menyeberang menuju Pelabuhan Jailolo di Halmahera Barat, sekitar 15 mil laut dari Ternate. Perjalanan ditempuh sekitar satu jam menggunakan speed boat kapasitas 15 orang berkekuatan 60 PK dengan kondisi cenderung laut teduh. Tak banyak yang dibicarakan dalam speed boat kecuali mengagumi pemandangan laut diselingi obrolan ringan seputar kegiatan yang akan dilakukan. Tampak Pimpinan Bawaslu Nasrullah, Pimpinan Bawaslu Malut Sultan Alwan dan Muksin Amrin, Kepala Sekretariat Bawaslu Malut Irwan dan rombongan yang akan menggelar sosialisasi tatap muka dengan stakeholder terkait pengawasan dan penanganan pelanggaran pilkada 2015 di Provinsi Maluku Utara. Bertempat di Kantor Bupati Halmahera Barat, sekitar 100 orang telah menunggu rombongan pengawas pemilu yang akan menggelar sosialisasi pengawasan pemilu. Pagi itu, Sekda Halmahera Barat, Abjan Sofyan membuka acara sosialisasi mewakili Bupati Halbar. Pada kesempatan itu, Sekretaris Daerah Halbar mengapresiasi Bawaslu RI mau jauh jauh datang sosialisasi ke Pulau Halmahera. Dia melaporkan bahwa daerahnya masuk zona merah pelanggaran pemilu di tingkat nasional karena berbagai persoalan di lapangan. Persoalan krusial adalah kondisi geografis di wilayah Halbar yang jarak desa, kecamatannya berjauhan, bahkan ada yang menempuh perjalanan 5-6 jam menuju ibukota Kabupaten Halbar, Jailolo. Akibatnya pengawasan kurang sementara fasilitas dan honor para pengawas pemilu sangat minim. Karenanya, Pemkab Halbar menganggarkan dana pengawasan pemilu untuk Panwaslu Halbar sebesar Rp 4,8 miliar dalam APBD induk dan APBD perubahan. “Semoga cukup untuk pengawasan pemilu, kami ingin Halbar keluar dari zona merah dan tidak ada lagi pelanggaran pemilu,” kata Abjan Sofyan saat sambutan sosialisasi. Kondisi geografis yang sulit juga dialami peserta sosialiasi pengawas pemilu di aula kantor Bupati Halbar. Andi dan Sofyan, dari organisasi kepemudaan setempat harus menempuh
perjalanan 3-4 jam dari desa mereka di wilayah Kedi dan Baru, sebelah utara Jailolo untuk menghadiri sosialsasi Bawaslu RI. Ongkos yang mereka keluarkan tak kurang dari Rp 100 ribu pergi-pulang/orang. Ditambah mereka juga harus meninggalkan pekerjaan sebagai nelayan dan bertani. “Syukur juga Bawaslu menyediakan uang transport meskipun hanya Rp 150 ribu,” kata Andi. “Uang transportnya cuma Rp 150 ribu, kalau dihitung-hitung sebenarnya tidak cukup,” timpal Sofyan. Hal serupa diungkapkan Rachman Baba, wartawan senior harian lokal saat sosialisasi Bawaslu RI di Rumah Adat Hibua Lamo, Tobelo, Halmahera Utara. Rachman yang mantan pengawas pemilu pada Pilpres 2009 mengatakan, idealnya pemerintah pusat menganggarkan dana yang lebih besar untuk penyelenggaraan dan pengawasan pemilu di wilayah-wilayah yang kondisi geografisnya sulit seperti Halmahera Utara. Untuk menghadiri sosialisasi Bawaslu RI, sebagian kecil peserta harus menempuh perjalanan 5-12 jam menuju Tobelo menggunakan transportasi darat, laut dan darat. Ada daerah yang agak terisolir seperti wilayah Pulau Doi dan Pulau Dagasoli di sebelah utara Tobelo. Sementara di sebelah Selatan, ada Desa Kusu dan Kao. “Jadi kadang bisa dimengerti banyak pelanggaran pemilu karena pengawasannya kurang. Mau mengawas ke tempat yang jauh-jauh biayanya besar, sementara honornya tak seberapa. Orang pusat memang tak mengerti (karena) kondisi geografis, transportasi jadi mahal,” kata Rachman. Pada Senin (15/6) dan Selasa (16/6), Bawaslu RI menggelar sosialisasi di Halmahera Barat dan Halmahera Utara. Usai sosialisasi para peserta diberikan uang transport sebesar Rp 150 ribu/orang. Uang transport sebesar itu merupakan standar biaya umum (SBU) pemerintah yang berlaku secara nasional. Sebagai gambaran, jarak yang harus ditempuh dari Ternate ke Halmahera Barat selama satu jam menggunakan speed boat (10-20 orang) dengan biaya disewa sebesar Rp 400-500 ribu sekali jalan. Perjalanan darat dari Sidangoli di Halmahera Barat menuju Tobelo di Halmahera Utara ditempuh 4-5 jam berjarak lebih kurang 165 km dengan kondisi jalan mulus perbukitan. Bila menggunakan mobil sewa sekurangnya membutuhkan biaya Rp 500 ribu/sekali jalan. Kondisi geografis di wilayah Pulau Halmahera menurut Rachman Baba, cukup sering mengalahkan semangat pengawas pemilu untuk mengawal pemilu yang bersih dan demokratis. [Raja Monang Silalahi] BULETIN BAWASLU | EDISI 6, JUNI 2015
21
Hasil Audit BPK Terhadap Anggaran KPU Menindaklanjuti permintaan DPR RI, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI beberapa waktu lalu telah menyelesaikan audit dengan tujuan tertentu (ATT) terhadap penggunaan anggaran di Komisi Pemilihan Umum (KPU) tahun 2013-2014. BPK menemukan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan senilai Rp 334 miliar. Meskipun lebih dekat pada aspek hukum, ternyata hasil audit tersebut ikut terseret ke ranah politik. Audit terhadap anggaran KPU dikaitkan dengan jadi atau tidaknya pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak Desember 2015 mendatang. Pimpinan Bawaslu RI, Nelson Simanjuntak
Negara Dirugikan Jika Pilkada Diundur Pimpinan Bawaslu RI Nelson Simanjuntak mengajak seluruh personil yang terlibat dalam pengawasan Pemilu, baik Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panita Pengawas Lapangan, Panitia Pengawas Kecamatan, hingga Pengawas TPS untuk tetap semangat dalam melakukan pengawasan menuju Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Pilkada) serentak 2015 meski banyak pihak yang melakukan upaya untuk memundurkan jadwal Pilkada serentak.
Nelson mengatakan bahwa Bawaslu tidak akan mundur untuk melanjutkan pelaksanaan Pilkada serentak sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan. “Bawaslu tidak akan mundur untuk terus mengupayakan pelaksanaan Pilkada serentak,” tegas Nelson dalam Acara Pembukaan Rapat Kerja Teknis Penanganan Pelanggaran Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Tahap II di Provinsi Kepulauan Riau, Rabu (1/7). Bawaslu sudah siap untuk mengawal Pilkada. Dan mengenai anggaran, Nelson
22
memastikan sudah siap 85 persen. Menurutnya, akan lebih banyak masalah jika Pilkada serentak mundur dari jadwal yang seharusnya. “Satu bulan saja pelaksanaan Pilkada mundur, negara akan mengalami kerugian yang besar terutama dalam hal anggaran. Untuk pengawas Pemilu saja ada honor yang harus dibayarkan, bayangkan jika mundur berapa anggaran yang mesti ditambah untuk membayar honor. Belum yang lainnnya,” ujarnya. Sedangkan terkait dengan upaya penanganan pelanggaran, Nelson juga mengarahkan kepada semua jajaran pengawas Pemilu untuk aktif berkoordinasi dengan KPU. “Sejauh ini koordinasi ke KPU mengenai penanganan pelanggaran administrasi Pemilu sudah cukup baik. Semua ini harus kita lanjutkan. Begitu pun di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Antara Bawaslu dan KPU harus terjalin koordinasi yang baik, jangan terkesan kejar-kejaran seperti kartun anak-anak Tom and Jerry,” jelasnya. [Pratiwi Eka Putri]
BULETIN BAWASLU | EDISI 6, JUNI 2015
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Irman Gusman
Agenda Kebangsaan Harus Jadi Prioritas Senator asal Provinsi Sumatera Barat ini meminta agar pemilihan kepala daerah serentak tetap dilaksanakan pada Desember 2015 sebagaimana jadwal yang sudah ditetapkan. Tidak ada alasan menunda pilkada hanya karena hasil audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU). Menuru dia, pilkada serentak tidak boleh mundur apapun alasannya. “(Penundaan) itu mengada-ada. Agenda kebangsaan harus jadi prioritas, tidak boleh dikalahkan apa pun,” kata Irman. Menurut Irman, KPU wajib menindaklanjuti temuan BPK itu. Namun, hal itu bukan berarti harus menunda pilkada ataupun mengganti komisioner KPU. Dia mengkhawatirkan, ada upaya untuk memperlemah KPU. Irman pun enggan menduga-duga bahwa wacana yang dikem-
bangkan tersebut merupakan lanjutan dari adanya dualisme kepengurusan partai sehingga terancam tidak dapat mengikuti pilkada. Irman juga menyampaikan bahwa Indonesia sudah 16 tahun menjalankan demokrasi, maka demokrasi yang substantif itu menjadi penting, di mana aspirasi dan partisipasi masyarakat meningkat, dan birokrasi membaik. Menurutnya Pilkada serentak adalah apa yang harus dilakukan demi efisiensi waktu dan anggaran. Dia juga menyinggung tentang mekanisme perekrutan kandidat dari parpol. “Harus ada mekanisme yang transparan, berkualitas sehingga masyarakat dapat melihat kandidat parpol yang berkualitas dalam setiap Pemilihan Umum. Apa yang dipilih oleh rakyat dalam pemilu itu semua sudah ditentukan kandidatnya oleh parpol,” kata Irman. [Haryo Sudrajat]
GOOGLE.COM
Anggota Komisi II DPR RI, Muhammad Arwani Thomafi
Tunda Pilkada Karena Anggaran Pengawasan Minim Lebih Logis Menurut politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini, sama sekali tidak ada kaitannya antara hasil audit terhadap anggaran KPU dengan pelaksanaan
ARWANITHOMAFI.COM
pilkada serentak. Sehingga munculnya dorongan untuk memundurkan pilkada serentak 2015 dari yang telah dijadwalkan pada Desember mendatang dianggap tidak berdasar. Arwani justru menilai alasan yang lebih masuk akal untuk dilakukannya penundaan pilkada di sejumlah daerah, adalah persoalan minimnya anggaran pengawasan. “Kalau bicara penundaan pilkada, yang logis alasannya adalah terkait anggaran penyelenggaraannya maupun pengawasannya. Soal audit itu jalan terus, dan tidak ada kaitannya dengan pilkada serentak,” kata Arwani. Dia mengungkapkan apabila di sebuah daerah anggaran pengawasannya tidak ada atau minim, maka akan sangat berpengaruh. Pilkada tidak akan dapat berjalan baik apabila pengawas pemilunya dihadapkan pada persoalan anggaran. “Dan akhirnya tanpa pengawasan yang maksimal, akan berpengaruh pada kualitas pilkadanya. Hal inilah yang semestinya bisa menjadi pertimbangan untuk ditunda. Sebab pertandingan tanpa wasit, atau
kalaupun ada wasit tetapi menjadi tanpa peluit, akan sulit berjalan fair,” tandasnya. Arwani menegaskan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tidak boleh dianaktirikan. Jangan sampai ada pandangan, sambung dia, yang terpenting kelembagaan pengawas pemilu sudah terbentuk di daerahnya walaupun dari sisi anggaran masih sangat minim ataupun kurang. “Kita tidak mau main-main,” imbuhnya. Dia menuturkan, perlu ada perhatian serius terhadap daerah-daerah yang anggaran pengawasannya minim. “Apalagi kalau yang sama sekali tidak menganggarkan. Kalau seperti itu tidak bisa ditolelir. Mesti ditunda dan diberi sanksi,” ujar Arwani. Ditambahkan, apabila memang ada daerah yang tidak bisa menyelenggarakan pilkada serentak di 2015 ini karena alasan anggaran pengawasan, maka Presiden harus memfasilitasinya lewat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Hal ini mengingat, pengaturan pilkada serentak ini diatur dalam undangundang. [Haryo Sudrajat]
BULETIN BAWASLU | EDISI 6, JUNI 2015
23
Biodata Anna Erliyana
Prof. Anna Erliana
Pakar Tata Usaha Negara, Penegak Marwah Penyelenggara Pemilu Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sempat hanya beranggotakan enam orang saat salah satu anggotanya, Prof. Abdul Bari Azed mengundurkan diri pada 1 Juli 2013. Namun kemudian, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat itu akhirnya melantik Prof. Dr. Anna Erliyana pada 31 Agustus 2013. Anna merupakan anggota DKPP dari unsur pemerintah. Anna menyandang gelar Guru Besar Hukum Administrasi Negara khususnya dalam bidang Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara sejak 1 September 2006. Perempuan penegak etika penyelenggara pemilu itu menempuh pendidikan Program Sarjana di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) sejak 1978 hingga 1984. Gelar masternya diperoleh dari Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum UI sejak 1996 hingga 1998. Dan pada 1999 hingga 2004 Prof. Anna menempuh pendidikan di Program Doktor Ilmu Hukum UI. Selain pendidikan yang bergelar yang ditempuh di lembaga pendidikan formil, ia juga sempat menjadi Peneliti pada Proyek UNDP- Departemen Pekerjaan Umum untuk National Urban Development Strategy Project (NUDS), dan Staf Pengajar Tetap FHUI Hukum Administrasi Negara, Pengelola Program Pendidikan Lanjutan Ilmu Hukum Bidang Peradilan Tata Usaha Negara FHUI hingga Pengajar Program Pascasarjana Pengkajian Ketahanan Nasional Republik Indonesia. Anna juga mempunyai beberapa publikasi karya ilmiah berupa artiker seperti, “Upaya Administratif pada Majelis Pertimbangan Pajak dalam Kaitannya dengan Peradilan Tata Usaha Negara”, Majalah Hukum Dan Pembangunan, Nomor 4 Tahun XXII, Agustus 1992.“Masalah Juridis Pelaksanaan BIPIK dalam Pembinaan Pengendalian Pencemaran Lingkungan”, idem Nomor 6 Tahun XXIII, Desember 1993.“Pelaksanaan Keringanan Beban Serta Pembebasan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Sesuai Kemampuan Wajib Pajak”, idem Nomor 4
24
Tahun XXV, Agustus 1995.”Keberadaan Badan Peradilan Pajak, Suatu Tinjauan Juridis Konstitusional”, idem Nomor 2 Tahun XXVI, April 1996.“Judicial Control Terhadap Kewenangan Administrasi Negara, Tinjauan Aspek Liability dan Remedy”, idem Nomor 1-3 Tahun XXVIII, Januari - Juni 1998.“Penegakan Rasa Aman Melalui Intervensi Kemanusiaan”, Indonesian Journal of International Law Vol 3 No.3 April 2006.“Hukum Administrasi Negara”: Awal memahami Objek Sengketa Peradilan Tata Usaha Negara, Jurnal Hukum dan HAM Bidang Pendidikan Vol 4 No.1 Juni 2006. Sebelum memulai aktivitasnya di DKPP, Anna terlebih dahulu dikenal sebagai seseorang yang member perhatian besar pada masalah Hak Asasi Manusia (HAM). Bahkan, hingga dilantik sebagai anggota DKPP pun masih aktif di Lembaga Kajian Hak Asasi Manusia FHUI. Di lembaga itu ia aktif sebagai instruktur maupun sebagai pembuat modul. Selain itu, Anna juga dikenal sebagai seorang yang peduli terhadap penegakan hukum di Indonesia. Ia juga aktif di Yayasan Pengkajian Hukum Indonesia (YPHI). Dalam kepakarannya, Anna sering diminta sebagai saksi ahli baik di Pengadilan Tata Usaha Negara, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Mahkamah Konstitusi, bahkan di Pengadilan Umum sekalipun.
BULETIN BAWASLU | EDISI 6, JUNI 2015
Nama Lengkap : Prof. Dr.Anna Erliyana,S.H.,M.H. Tempat dan tanggal lahir : Jakarta, 27 April 1958 Pendidikan: • Program S-1 Hukum Universitas Indonesia (1978-1984) • Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Indonesia (1996-1998) • Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Indonesia (1999-2004) Riwayat Pekerjaan: • 1983-1986 Peneliti pada Proyek UNDP- Departemen Pekerjaan Umum untuk National Urban Development Strategy Project (NUDS) • 1986 - sekarang Staf Pengajar Tetap FHUI Hukum Administrasi Negara (1986-sekarang) Hukum Pajak (1988-1996) Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (1988 - sekarang) Hukum dan HAM (2006-sekarang) Peradilan Administrasi (Pasca - 2010) • 1992 - 1998 Pengelola Program Pendidikan Lanjutan Ilmu Hukum Bidang Peradilan Tata Usaha Negara FHUI • 1993 - 1996 Pengelola Program Pendidikan Lanjutan Ilmu Hukum Bidang Perpajakan FHUI • 1994 - sekarang Staf pengajar luar biasa pada FH Universitas Pancasila
• 1997 - 1998 • 1999 - 2008 • 2008 - sekarang • 2009 - sekarang • 2005 - 2007 • 2007 - 2008 • 2007 - 2008 • 2009 - 2013 • 2008 - 2011 • 2009 - sekarang • 2012 • 2012-2013
Pengelola Program Pendidikan Lanjutan Ilmu Hukum Bidang Kontrak Publik dan Bisnis Internasional FHUI Pengajar Luar Biasa FH Universitas Pelita Harapan Administrative Law (dual degree program) Administrative Court Procedure (dual degree program) Pengajar Program Pascasarjana Pengkajian Ketahanan Nasional UI Kepala SubProgram S3 FHUI Sekretaris Dewan Guru Besar FHUI Sekretaris Dewan Guru Besar FHUI Wakil Ketua Majelis Pengawas Pusat Notaris. Asesor inti UI Tim Penilai Angka Kredit Kopertis Wilayah III Anggota Senat Akademik FHUI/ Senat Akademik UI
Penghargaan: Penulis Buku, 9 Mei 2005- Rektor UI SatyaLencanaKarya Satya XX Tahun. Keppres No: 005/TK/Tahun 2008 tanggal 2 Mei 2008 Organisasi • Lembaga Kajian HAM FHUI 2000-sekarang. • Yayasan Pengkajian Hukum Indonesia (YPHI) 2005 - sekarang
DOK. DKPP
Wanita kelahiran Jakarta, 27 April 1958 yang pernah mendapatkan penghargaan Satya Lencana Karya Satya merupakan sebuah tanda penghargaan yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang telah berbakti selama 20 yang menunjukkan kecakapan, kedisiplinan, kesetian dan pengabdian kepada negara. Wanita yang aktif dibidang anggota senat akademik FHUI dan senat akademik UI tersebut dan juga pernah menjadi Saksi Ahli dalam persidangan DKPP mengaku tidak pernah menyangka bahwa dirinya akan dipilih sebagai Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Tidak luput dari aktivitasnya yang aktif di bidang hukum, ia juga serang pengajar Hukum Acara PTUN untuk Pelatihan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PPKPA) kerjasama Imran Gani Ass-Peradi.[Hendru Wijaya] BULETIN BAWASLU | EDISI 6, JUNI 2015
25
SUARA dari THAMRIN 14
Puasa Pertama di Jakarta Sedih Puasa Tanpa Keluarga
Ambar Roshidah Qoonitah, Staf Bagian Umum Ada kesedihan yang mewarnai Ambar dalam menjalankan puasa pada bulan Ramadhan 1436 H ini. Lantaran ini kali pertama dia berpuasa tanpa berada di tengah keluarganya. Sejak menjadi CPNS Bawaslu RI, Ambar tinggal terpisah dengan keluarganya yang menetap di Solo, Jawa Tengah. “Pengalaman pertama, sedih sih. Apalagi ga sama keluarga,” ujar wanita kelahiran 17 Desember 1988 tersebut. Pengalaman puasa di bulan Ramadhan jauh dari keluarga menurutnya semakin memberatkan saat menjalankan ibadah Sahur. Ambar mengaku sering ‘kebablasan’
dan terpaksa tidak sahur karena tidak ada yang membangunkannya. “Kalau sahur biasanya dibangunkan orang tua, ini enggak. Jadi sering enggak sahur,” ujarnya. Untungnya, lanjut Ambar, kesibukan di kantor sedikit mengobati kesedihannya selama Ramadhan. Dia lebih memilih berbuka puasa bersama rekan kerja di kantor. Dilanjutkan dengan Tarawih berjamaah di mushalla kantor. Dengan begitu, kesendirian dan kesedihan Ambar tidak terasa berat lagi. “Dengan kerjaan baru, asyik sih. Justru ada semacam kegiatan panjang di
kantor, bisa tarawih di kantor,” ungkapnya.
tantangan bagi dirinya. Bagaimana mengupayakan agar pekerjaan tetap lancar namun ibadah di bulan Ramadhan tidak terganggu. Namun, dia tidak menampik jika diperlukan waktu untuk beradaptasi dengan ritme kerja yang cukup padat tersebut. “Semestinya ini jadi tantangan saya, kerja lancar, ibadah juga lancar. Tapi karena baru pertama kali kerja, jadinya saya masih menyesuaikan kerja dengan aktivitas penting lainnya. Karena tiga bulan kerja saya masih cari celah, cari formulasi,” ujarnya. Rahman berharap bisa menuntaskan ibadah puasa di Ramadhan kali ini dengan lancar. Meski harus berkejaran dengan tumpukan pekerjaan yang harus diselesaikan.
Menjalankan Puasa dengan Rumus SDM & TUP Rudi Julians, Staf SDM
Untuk menjalankan ibadah puasa perPria asal Garut ini tidak menampik dana di ibu kota sekaligus pekerjaan baru banyak perbedaan yang dirasakannya pada sebagai CPNS Bawaslu RI, Rudi memiliki Ramadhan ini. Namun semangat SDM & jurus khusus. Dia menjadikan bagian yang TUP membuatnya tidak terlalu memikirkan kini ditempatinya sebagai rumus untuk kendala selama berpuasa. menguatkan diri dalam berpuasa. Hanya saja, lanjut dia, sesekali Rudi “Untuk menjalani shaum ramadhan masih merindukan suasana puasa di kali ini, dijalani dengan rumus SDM & kampung halaman. Rudi merindukan suara TUP (Syukur, Dzikir, Manajemen Qolbu & Ibunda membangunkan saat sahur. Atau Taqwa, Ukhuwah, Pikir) yang diharapkan celotehan anggota keluarga saat berbuka dapat menciptakan generasi yang Sabar, Di- puasa bersama. Rudi merindukan aroma siplin, Maudhu, yang selalu berpikir dalam masakan sunda lengkap dengan lalapannya. jalinan Ukhuwah Islamiyyah,” ujar Rudi. “Itu tidak dapat tergantikan, walau ada BULETIN BAWASLU | EDISI 6, JUNI 2015
26
Bagi Mey, tidak terlalu banyak kendala yang dihadapinya saat menjalankan ibadah puasa pertama kali di Jakarta seorang diri. Mey sudah terbiasa menjadi anak rantau sejak mengecap pendidikan di Universitas Airlangga, Surabaya. Dia sudah tinggal terpisah dengan orang tuanya yang berdomisili di Nganjuk. Tetapi, puasa di Ibukota tetap terasa berbeda bagi Mey. Menurut gadis kelahiran 8 Mei 1992 itu, makanan menjadi persoalan terbesar selama berpuasa di Jakarta. Mey kesulitan memilih menu berbuka puasa. “Kalau di Jakarta itu aku susah, susah nyari buka enggak kayak di Surabaya. Kalau di Surabaya kan ada pasar tumpah di sekitar kosanku. Kalau di sini ada sih,
tapi menunya itu-itu saja,” ungkap Mey. Dalam memilih menu berbuka puasa, Mey mengaku sangat terpengaruh oleh citra Jakarta yang didapatkannya dari tontonan televisi dan berita di koran. Sebelum tinggal di Jakarta, Mey banyak mendengar tentang beberapa makanan yang dijual di ibu kota tidak sehat. “Di Jakarta itu kan banyak berita kalau ayamnya, ayam mati kemarin. Dagingnya daging apa. Jadi aku kan susah milihnya buat buka,” ujarnya. Tetapi, kesibukan kerja di kantor Bawaslu sebagai CPNS membuat Mey akhirnya tidak lagi terlalu memikirkan soal menu berbuka puasa. Apa lagi jika mengingat sebentar lagi akan lebaran Idul Fitri dan mudik ke kampung halaman.
ILUSTRASI: MUHTAR
“Lebih enak kalau puasa sambil dijalani dengan kegiatan kerja, kalau seperti ini kan waktunya jadi cepat berjalan. Homesick pas mau dekat lebaran, sekarang hatinya sudah di kampung,” tutup Mey.
Hari Wibowo, Staf TP2
Abdul Rahman Mansyur, Staf ATP3
Teknis Pengawasan dan Pelanggaran Pemilu (ATP3) saat ini sangat padat. Mau tidak mau Rahman harus bekerja lembur hampir setiap malam. Akibatnya, urusan ibadah terkena imbasnya. “Di hari pertama buka di kantor karena ATP3 lagi sibuk-sibuknya. Jadi kalau buka dulu di kantor, setelah Maghrib lalu lanjut kerja lagi. Jadi, pulangnya kalau sudah capek langsung istirahat dengan sangat terpaksa tidak Tarawih,” ungkap pria asal Makassar itu. Rahman menyadari, hal tersebut merupakan
Meytaliana Fatmawati, Staf Humas
Kurang Merasakan Nuansa Puasa di Bulan Ramadhan
Mencari Formula agar Kerja Lancar, Ibadah Lancar Sama seperti beberapa CPNS Bawaslu lainnya yang berasal dari daerah, pengalaman menjalankan ibadah puasa Ramadhan pertama kalinya di Jakarta menghadirkan sesuatu yang berbeda bagi Rahman. Tidak hanya soal jauh dari keluarga atau kerinduan akan menu buka puasa ala kampung halaman. Persoalan ibadah dan kerja menjadi dua hal yang menjadi perhatian utama Rahman pada bulan puasa ini. Menurutnya, beban kerja di Bagian Analisis
Susah Memilih Menu Berbuka
obat untuk mengatasinya dengan menciptakan suasana kekeluargaan yang dibangun dengan spirit kebersamaan di lingkungan kerja dan di lingkungan kost,” kata dia.
Menjalankan puasa pertama kali sebagai anak rantau benar-benar dirasakan berbeda oleh Hari. Dia bahkan merasa nuansa puasa kali ini tidak seperti di bulan Ramadhan. Hanya seperti menjalankan ibadah puasa di bulan biasa. “Berhubung saya anak rantau dan ini pengalaman pertama saya puasa di perantauan. Puasa kali ini berbeda dan kurang terasa nuansa puasa seperti biasanya,” ujar
Hari. Pria yang sebelumnya berdomisili di Semarang ini tidak merasakan kebiasaan berpuasa laiknya bulan Ramadhan. Jauh dari kampung halaman, orang tua dan keluarga menurutnya menjadi penyebab utama.
“Karena jauh dari kampung halaman, orang tua dan keluarga. Rasanya seperti puasa di bulan biasa dan bukan di bulan ramadhan,” ungkap Hari. Meski begitu, Hari tetap menikmati puasa di Jakarta. Dukungan dari rekan kerja menurutnya menjadi salah satu penguat. Terutama dari sesama CPNS 2014. “Tapi saya salut dengan support Bawaslu dalam menyambut Ramadhan, karena ada buka puasa bersama dan pelaksanaan tarawih bersama di kantor. Apalagi rekan-rekan sesama CPNS juga tetap solid dan kompak, “ ujarnya.
Jauh dari Orang Terkasih
Dwi Febrianto, Staf Bagian Umum Puasa Ramadhan kali ini cukup berat bagi Anto, begitu Febrianto biasa disapa. Anto terpaksa harus menjalankan ibadah puasa terpisah dari anak dan istrinya yang berdiam di Yogyakarta. “Tidak puasa dengan orang terkasih. Tidak dengan keluarga, tidak ada yang nyiapin (buka puasa), tidak ada yang bangunin (sahur),” kata Anto. Saat berbuka puasa, menurut Anto pikirannya tidak pernah lepas dari keluarga di rumah. Memikirkan anak dan istrinya menyantap menu apa untuk berbuka puasa. “Ingat yang di rumah makan apa, dengan apa,” ujarnya.
Suasana kerja di kantor Bawaslu juga sangat mempengaruhi Anto menjalankan ibadah puasa kali ini. Menurut pria kelahiran 10 Februari 1985 ini, bekerja sebagai CPNS Bawaslu merupakan pengalaman pertamanya berstatus sebagai pegawai. Sejak lulus dari perguruan tinggi, Anto tidak pernah terikat menjadi pegawai dari perusahaan manapun. Anto bekerja sebagai pekerja lepas dan konsultan. “Di perantauan pertama kali puasa sebagai pegawai.Dulu aku tidak pernah ada aturan waktu,” ungkapnya. Beruntungnya, lanjut Anto, suasana di Bawaslu selama Ramadhan membawa dampak positif bagi dirinya. Karena di
Thamrin 14, ibadah shalat hingga tarawih biasa dikerjakan berjamaah. Tak jarang juga buka puasa bersama di kantor digelar. “Suasana enak jadi enak, suasana religi jadi religi juga,” kata dia. [Ira Sasmita]
BULETINBAWASLU BAWASLU||EDISI EDISI6,6,JUNI JUNI2015 2015 BULETIN
27
Ajak Masyarakat Awasi Pilkada Lewat Wayang
Pengawasan dalam pemilihan kepala daerah dapat ditempuh dengan dua strategi besar yakni pencegahan dan penindakan. Dalam mengimplentasikan strategi pengawasan, pengawas pemilu dapat melakukan inovasi dan kreasi guna menyampaikan pesan kepada masyarat tentang hal yang berkaitan dengan pengawasan.
Seperti yang dilakukan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Kebumen yang beberapa waktu lalu, menyosialisasikan pengawasan pemilu lewat wayang kulit. Ketua Panwas Pemilihan Kabupaten Kebumen Suratno, mengungkapkan instrumen wayang kulit dipiih agar sosialisasi lebih efektif diterima masyarakat. “Kami memandang wayang kulit merupakan budaya yang mengakar di masyarakat Jawa Tengah dan Kebumen khususnya, sehingga dipandang efektif untuk menyampaikan pesan ke masyarakat,” kata Suratno. Wayang kulit yang merupakan peninggalan Sunan Kalijaga, pada awalnya juga digunakan untuk syiar agama Islam. Jadi sangat mungkin di era Pemilihan Bupati ini dijadikan sebagai media menyampaikan berbagai pesan terkait dengan pemilihan ke masyarakat. Selain wayang kulit atau wayang purwo, ada juga wayang santri yang dilatarbelakangi dengan cerita Islam. Cerita dalam kedua jenis wayang ini telah disesuaikan dengan kebutuhan Panwas, terkait dengan isu terhangat. Di antaranya, tentang sejumlah larangan dalam UndangUndang No. 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. Misalnya, pemasangan alat peraga, larangan dalam berkampanye, larangan sikap dan tindakan Panwas dan penyelenggara, termasuk soal isu politik uang. Upaya ini dipandang cukup efektif, karena beberapa anggota
Panwas juga ada yang berprofesi sebagai dalang. Selain dapat memecah kejenuhan dalam berbagai kegiatan sosialisasi, wayang juga memudahkan penyampaian pesan ke masyarakat karena mengandung unsur hiburan. Beberapa lakon atau judul cerita telah disiapkan sesuai kebutuhan Pengawasan. Misalnya Pangung (Panwas Bingung), Panwas Pelo, Petruk Dadi Panwas, Uang Politik dan Politik Uang, Pilihan Satrio Wingit, Panwas Ngaji, Abu Nawas dadi Panwas, dan sebagainya. Ide ini diluncurkan pertama kali saat pelaksanaan Bimbingan Teknis (Bimtek) Panwas Kecamatan seKabupaten Kebumen, di Hotel Candisari Karanganyar, 8 Juni 2015 lalu. Hal itu ternyata menundang tawa dan memecahkan suasana penat setelah mengikuti Bimtek. Cerita dengan judul “Panwas Bingung” bercerita tentang kegamangan Panwascam yang baru dilantik dalam menyikapi beberapa permasalahan yang ada saat ini. Ide cerita ini digagas oleh Panwas Kabupaten Kebumen dan dimainkan oleh dalang kondang Ki Santoso, Panwascam Kecamatan Bonorowo. Menurut Suratno, Panwas Kebumen saat ini tengah mengupayakan pengembangan wayang ini agar dapat digunakan dalam berbagai kesempatan, mulai dari peralatan pentas yang praktis, pengembangan cerita, dan pendanaan, termasuk penyiapan pentas untuk wayang santri yang akan dimainkan oleh dalang Ki Geseng dari Panwas Kecamatan Mirit, dengan lakon Abunawas Jadi Panwas. [Humas Panwas Kebumen]
Ayo Awasi Pilkada 28
BULETIN BAWASLU | EDISI 6, JUNI 2015
Kantor Panwascam Tak Layak, Bawaslu Tagih Komitmen Mendagri
”
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menagih komitmen pemerintah, dalam hal ini Menteri Dalam Negeri (Mendagri) soal dukungan pemerintah pada penyelenggara pemilu dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2015. Pasalnya, Bawaslu menemukan, kantor Panitia Pengawas Pemilihan Kecamatan (Panwascam) Depok, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tidak layak. “Depok itu kecamatan terkaya di DIY, tetapi cara dia memfasilitasi panwascam sangat tidak manusiawi. Bayangkan, panwascam hanya diberi ruangan berukuran 2x3 meter persegi. Itu pun bekas ruangan layanan informasi, di pojokan kantor kecamatan,” ujar Pimpinan Bawaslu Nasrullah dalam inspeksi mendadak yang dilakukannya pada Senin (22/6/2015). Dia menilai, keterbatasan itu merupakan bukti kebobrokan dukungan fasilitasi pemerintah. Ia menyayangkan, fakta tersebut bertolak belakangan dengan komitmen yang pernah disampaikan Mendagri Tjahjo Kumolo sebelumnya. Tjahjo pernah menyatakan, pemerintah siap mendukung Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu dalam menyelenggarakan pilkada serentak 2015. Fasilitasi itu bukan hanya
berupa anggaran bagi penyelenggaraan dan pengawasan pelaksanaan pilkada, namun juga fasilitasi sumber daya manusia dan kantor bagi penyelenggara pemilu. “Mana bukti dukungan itu? Mendagri harusnya bisa mengarahkan atau mengimbau jajarannya agar memberi fasilitasi penyelenggara pemilu dengan baik,” kata mantan Komisioner KPU DIY itu. Dia menuturkan, minimnya fasilitasi pemerintah bagi jajaran pengawas pemilu sangat mungkin terjadi di daerah lain. Nasrullah menyampaikan, keterbatasan fasilitasi bagi jajaran pengawas pemilihan di daerah dikhawatirkan dapat menghambat kinerja pengawasan pilkada. Padahal, saat
ini, tahapan pilkada sudah dimulai, yaitu pemutakhiran daftar pemilih dan verifikasi syarat pencalonan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dari jalur perseorangan. Pada kesempatan itu, Nasrullah juga menyinggung terkait lambannya penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) pengawasan oleh pemerintah daerah yang menyelenggarakan pilkada. Hingga Kamis (18/6/2015), berdasarkan pengawasan Bawaslu pada tahapan perencanaan penyelenggaraan pilkada, masih terdapat setidaknya 80 daerah yang belum menandatangani NPHD. “Itu juga bukti lemahnya komitmen dukungan fasilitasi penyelenggaraan pilkada dari pemerintah daerah setempat kepada pengawas pemilu,” kata Nasrullah. Sebelumnya, Ketua Bawaslu Muhammad menyatakan, jika terdapat indikasi bahwa pemda mempersulit dukungan terhadap penyelenggaraan Pilkada, Bawaslu dapat mengeluarkan rekomendasi penundaan tahapan pilkada. “Kalau ada daerah yang sulit, atau ada indikasi mempersulit dukungan, atau tidak serius dalam mendukung penyelenggaraan pilkada dan pengawasannya, kita (Bawaslu) bisa jadi sampai pada rekomendasi penundaan tahapan,” ujar Muhammad, Rabu (3/6/2015). [Deytri Aritonang]
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulawesi Utara mengaku mengalami keterbatasan anggaran dalam melaksanakan pengawasan penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di beberapa wilayah di provinsi tersebut. Menanggapi hal itu, masyarakat Kota Bitung menyatakan kesiapannya untuk ikut berpartisipasi mengawasi pemilihan walikota dan wakil walikota Bitung dan pemilihan gubernur dan wakil gubernur Sulut. “Saya dengar, Bawaslu mengalami keterbatasan anggaran. Untuk itu, mari libatkan kami, warga masyarakat Bitung untuk ikut mengawasi jalannya pemilihan di Sulut dan khususnya di Kota Bitung ini. Kami siap ikut mengawasi, tanpa dibayar,” ujar tokoh gereja Kota Bitung, Yohan, dalam kegiatan Sosialisasi Tatap Muka Pengawasan Partisipatif Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang diselenggarakan Bawaslu RI, di Kota Bitung, Rabu (17/6). Pernyataan itu disambut tepuk tangan para peserta sosialisasi dan pemateri sosialisasi.
Ia mengatakan, pemilihan pemimpin di daerah bukan hanya tanggung jawab penyelenggara pemilu semata. Masyarakat, kata Yohan, juga bertanggung jawab atas penyelenggaraan pilkada yang berkualitas dan berintegritas. Dia menyampaikan, tokoh agama, perguruan tinggi, tokoh adat, lembaga swadaya masyarakat akan turut mengawasi penyelenggaraan pilkada di Bitung dan Sulut. Untuk itu, Yohan meminta Bawaslu lebih giat melakukan sosialisasi mengenai tahapan penyelenggaraan pilkada, potensi pelanggarannya dan strategi pengawasan partisipatif hingga ke tingkat kecamatan. “Kami juga minta dibekali surat keterangan atau tanda identitas, agar ada keabsahan kami dalam ikut mengawasi pilkada,” katanya. Pimpinan Bawaslu Sulut Koordinator Divisi Pengawasan Johny Alexander Suak menyambut baik niat dan kesadaran anggota masyarakat untuk ikut mengawasi penyelenggaraan pilkada di wilayah peng-
awasannya. Dia mengatakan, pihaknya memang sedang menggalakkan program “Relawan Pengawas Pilkada” dengan mengusung slogan “Mari Jo Awasi Pilkada Serentak 2015” yang diluncurkan pertengahan Juni lalu. Ia menuturkan, setiap relawan akan dibekali dengan kartu identitas dan sertifikat relawan. Dia juga berharap, relawan dapat memberikan informasi awal dugaan pelanggaran pemilihan. “Kami harap, besarnya jumlah relawan sebanding dengan jumlah laporan informasi awal. Kalau memang ada hambatan dalam melapor, silakan beri saja informasi awal melalui SMS atau secara online di web Bawaslu Sulut,” ujar Johny. Dia mengatakan, relawan pengawas pilkada itulah yang kemudian akan didorong menjadi pengawas TPS di wilayah Sulut. “Kami perlu 5.301 pengawas TPS yang masa kerjanya 30 hari. Itu akan kami seleksi dari relawan,” katanya. [Deytri Aritonang]
Mana bukti dukungan itu? Mendagri harusnya bisa mengarahkan atau mengimbau jajarannya agar memberi fasilitasi penyelenggara pemilu dengan baik
”
Nasrullah
Pimpinan Bawaslu RI
Anggaran Pengawas Terbatas, Warga Bitung Siap Turut Awasi Pilkada
BULETIN BAWASLU | EDISI 6, JUNI 2015
29
Inspirasi
Kerang Mutiara dan Pesona Terumbu Karang
Dua sahabat sepakat untuk menyelam ke dasar lautan untuk mengumpulkan kerang mutiara ... di pagi hari yang cerah , dengan menggunakan sampan berangkatlah keduanya ke tempat yang mereka tuju .
“Ingat ... oksigen di tabung selam ini hanya mampu bertahan 2 jam saja ... kumpulkan kerang sebanyakbanyaknya dan kita langsung pulang “ sang teman mengingatkan . Yang diingatkan mengangguk tanda mengerti ... dan keduanyapun langsung menyelam kedasar laut . Sahabat pertama bergerak lincah menuju sasaran .. matanya terus menyapu dasar laut untuk mencari kerang . Ia mengais pasir ... menyisir batu karang ... beberapa saat ia pun menemukan targetnya ... setumpuk kerang ... bergegas ia memasukkannya kedalam kantongan . Sahabat kedua mengambil arah yang berbeda dari temannya ... ia menuju ke terumbu karang yang indah ... disana banyak sekali ikan warna warni berenang . Sahabat
kedua terpesona dengan keindahan ini ... ia duduk menikmati pemandangan itu ... bermain dengan ikan-ikan .... Karena asyiknya waktu berlalu hampir 2 jam tanpa terasa .... menyadari itu dengan panik ia baru mulai mencari kerang mutiara ... belum menemukan satupun ... ia merasakan nafasnya mulai sesak ... sadarlah ia bahwa oksigen di tabung selamnya hampir habis ... bergegas ia berenang ke permukaan laut ... dia menemukan sahabat nya telah terlebih dahulu ada di sampan ... dengan sekantung penuh kerang mutiara ... melihat kantongan yang dibawanya kosong , ia bertanya : “ mana kerang mutiaramu ?? “ ... sekenanya ia menjawab : “ salah lokasi ... ditempat aku mencari ... tak satupun ada kerang mutiara “ .... sahabat nya yang mendengar ini mengeleng-gelengkan kepala dan bengong ..... Saudaraku .... hidup di dunia ini ibarat orang menyelam ke dasar lautan ... ada target tertentu dan berbatas waktu ... bila kemilau dunia melalaikan kita ... kita baru menyadari bahwa hidup tidak tepat target dan waktu habis . Karenanya ... teruslah fokus pada target hidup... agar tidak dilalaikan oleh kemilau godaan ... agar waktu tidak berlalu dengan sia-sia.
Cerita di atas adalah hasil saduran dan kutipan dari berbagai tulisan baik media cetak maupun elektronik. Tulisan tersebut dimaksudkan untuk sharing motivasi, inspirasi, kisah hidup dan lain-lain. Semoga dapat membawa manfaat.
Cerimor
(Cerita Humor) Naik Odong-odong Suatu hari di siang bolong Anak kecil: Bang... saya mau naik odong-odongnya Tukang odong-odong: boleh dek Anak kecil: kalo seribu berapa lama bang? Tukang odong-odong: kalo seribu cuma satu lagu aja dek Anak kecil: cepet amat bang Tukang odong-odong: ya engga juga, kan satu lagu kira-kira 5 menitan dek. Anak kecil: ya udah bang saya pulang dulu yaa. ntar saya balik lagi Beberapa menit kemudian.
30
Anak kecil: (membawa kaset) Nih bang pake kaset saya aja bang Tukang odong-odong: Ok dek Setengah jam berlalu. Tukang odong-odong: (kesal) Dek, kok lama amat musiknya ga abis-abis. Anak kecil: Iya bang, itu kaset papa saya, kaset musik klasik, setengah jam lagi juga habis.. http://ceritalucu-ceritagokil.blogspot. com
Mahasiswa Dungu
Dosen: “menjawab saja tidak becus, eh malah bercanda dan ngobrol seenaknya. Menjawab soal aja juga ga ada yg tahu, jadi percuma aja kuliah ini,Hayo Sekarang yang merasa dungu BERDIRI !!!! “ sang dosen membentak. Beberapa menit suasana hening. Tiba-tiba dari bangku belakang seorang mahasiswa berdiri. Dosen: “Jadi kamu yakin betul, kamulah si dungu itu ??? “ “ Bukan begitu pak, saya cuma tidak tega melihat Bapak berdiri sendiri.”
Diruang kuliah, seorang dosen senior sedang memarahi mahasiswanya:
http://ceritalucu-ceritagokil.blogspot. com
BULETIN BAWASLU | EDISI 6, JUNI 2015
DKPP Rayakan HUT ke-3
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) merayakan hari lahirnya yang ke - 3 di ruang sidang DKPP, Jalan MH Thamrin No.14, Jakarta Pusat, Jum’at (12/6). Dalam sambutannya Ketua DKPP Prof. Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa di usia ke – 3 tahun ini, DKPP tidak pernah merasa berkecil hati dan tidak pernah merasa kurang, “semua gedung milik pemerintah adalah milik DKPP, jumlah pegawai juga tidak perlu banyak. Semua pegawai milik DKPP. Dengan begitu, DKPP merasa cukup,” kelakarnya diikuti ketawa para undangan. Selama ini, masih kata dia, DKPP telah menerapkan sistem pemeriksaan yang sangat efisien di ruang sidang DKPP untuk sidang Bawaslu pusat, KPU pusat dan tingkat Provinsi. Kalau yang menyangkut tingkat kabupaten/kota, DKPP memanfaatkan teknologi video Conference. Ia juga menginformasikan bahwa selama 3 tahun ini, jumlah perkara yang diadukan ke DKPP sebnyak 1659 perkara. Laporan yang terkait dugaan pelanggaraan kode etik dari aparat penyelenggara pemilu sebanyak 1891 orang yang diadukan, Ketua DKPP, Jimly Asshddiqie mendapatkan ucapan selabaik dari para peserta pemilu maupun LSM yang tidak puas mat dari Kapolri, Jenderal (Pol), Badrodin Haiti. atas kinerja aparat penyelenggara Pemilu. “Besar sekali harapan orang atas adanya keadilan etis, bukan hanya hukum, paling tidak keadilan etika dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada di Indonesia” kata Jimly. [Foto-foto: Hendru Wijaya]
Ketua DKPP, Jimly Asshddiqie mendapatkan ucapan selamat dari Ketua Bawaslu RI, Muhammad.
BULETIN BULETINBAWASLU BAWASLU||EDISI EDISI6,6,JUNI JUNI2015 2015
31
HUMAS
Sekjen Bawaslu RI Gunawan Suswantoro mengadakan rapat dengan 34 kepala sekretariat dan perwakilan sekretariat Bawaslu provinsi se Indonesia terkait managemen pengelolaan dan pertanggungjawaban NPHD pengawasan Pemilu kepala daerah di lantai 4 gedung Bawaslu, Senin (8/6).
P S EMI A W L A IH G A N
UM
BADAN
N
PE
WISNU
Ketua Bawaslu RI, Muhammad berfoto bersama dengan para pelajar di Kabupaten Bangli seusai kegiatan Sosialisasi dan Tatap Muka Pengawasan dan Penanganan Pelanggaran Dalam Rangka Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Tahun 2015, di Bangli, Kamis (4/6).
UM
KARTIKA
A
A S L U
I
N O IK IND
R
W
SI
BL
E
P
A
B
U
ALFA
Ketua Bawaslu RI, Muhammad menjadi narasumber dalam Rapat Koordinasi Bidang Operasional POLRI Tahun 2015, di Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, Jakarta, Jumat (5/6).
RE
Pimpinan Bawaslu RI, Endang Wihdatiningtyas menjadi pembicara pada Sosialisasi Tatap Muka kepada Stakeholders dan masyarakat dalam rangka pengawasan dan penanganan pelanggaran pemilihan gubernur, bupati dan walikota tahun 2015 di Kabupaten Serang, Provinsi Banten, 10 Juni 2015.
-
DOK BAWASLU
DOK BAWASLU
Pimpinan Bawaslu RI, Nelson Simanjuntak, Koordinator Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran Bawaslu, dalam Rapat Kerja Teknis Penanganan Pelanggaran Pilkada, di Lombok, Kamis (25/6).
Pimpinan Bawaslu RI, Daniel Zuchron menjadi narasumber dalam acara Focus Group Discussion di Gedung Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Jakarta, Senin (29/6). Menurut Daniel persoalan iklan kampanye perlu menjadi perhatian peserta Pilkada maupun lembaga penyiaran baik cetak maupun elektronik agar dalam pelaksanaannya tidak kebablasan.
32
BULETIN BAWASLU | EDISI 6, JUNI 2015