EDISI 5, MEI 2015
BAWASLU BULETIN
BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM
Dari Bawaslu Kita Selamatkan Pemilu Indonesia LAPORAN UTAMA
Pilkada Serentak di Balik Bayang-Bayang Anggaran INVESTIGASI
Kedodoran Karena NPHD SOROTAN
Modus Baru Praktik “Uang Perahu” Telah Terendus
BULETIN BAWASLU | EDISI 5, MEI 2015
www.bawaslu.go.id
UM
BADAN
N
PE
AS PEMIL AW IH A NG
UM
IK INDO
A S L U
I
N
E
B
BL
W
R
P
U
SI
A
RE
A
-
Buletin BAWASLU ini diterbitkan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum, sebagai wahana informasi kepada khalayak serta ajang komunikasi keluarga besar pengawas Pemilu di seluruh tanah air. Terbit satu bulan sekali.
Penerbit: Bawaslu RI Pengarah: Prof. Dr. Muhammad, S.IP., MSi, Nasrullah, SH., Endang Wihdatiningtyas, SH., Daniel Zuchron, Ir. Nelson Simanjuntak Penanggung Jawab: Gunawan Suswantoro, SH, M.Si Redaktur: Drs. Ferdinand ET Sirait, MH, Drs. Hengky Pramono, M.Si, Tagor Fredy, SH, M.Si Pakerti Luhur, Ak Nurmalawati Pulubuhu, S.IP, Raja Monang Silalahi, S.Sos, Hilton Tampubolon, SE, Redaktur Bahasa: Saparuddin, Ken Norton Pembuat Artikel: Falcao Silaban, Christina Kartikawati, M Zain, Ali Imron, Hendru Wijaya, Anastasia, Irwan, Design Grafis dan Layout: Christina Kartikawati, Muhammad Zain, Muhtar Sekretariat: Tim Sekretariat Bawaslu Alamat Redaksi: Jalan MH. Thamrin No. 14 Jakarta Pusat, 10350. Telp./Fax: (021) 3905889, 3907911. www.bawaslu.go.id
2
Tahapan penyelenggaraan pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota serentak Tahun 2015 sudah berjalan. Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah menerbitkan beberapa peraturan teknis pelaksanaan pilkada. Semarak menyambut pilkada serentak juga tampak di beberapa daerah. Ditandai dengan mulai bermunculannya baliho bakal calon kepala daerah. Namun, ada persoalan serius di balik tahapan persiapan dan penyelenggaraan pilkada 2015. Persoalan yang bisa menjadi ancaman kelangsungan pelaksanaan pilkada. Mungkin bisa disebut klasik, namun persoalan anggaran kembali menjadi ganjalan. Di setiap penyelenggaraan pesta demokrasi di Indonesia, rasanya tidak pernah bisa dilepaskan dari masalah pembiayaan. Pun begitu yang terjadi pada pelaksanaan pilkada serentak tahun ini. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 penyelenggaraan pilkada serentak tahap pertama pada 9 Desember 2015 dibiayai oleh anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). Tetapi kesepakatan pelaksanaan pilkada serentak muncul di saat APBD 2015 di daerah telah diketok palu.
DAFTAR ISI Dari Redaksi Laporan Utama Pilkada Serentak di Balik BayangBayang Anggaran Opini Mitos Populisme dalam Pemilihan Umum Sorotan Bawaslu: Laporkan Mutasi PNS Bernuansa Politis Modus Baru Praktik “Uang Perahu” Telah Terendus Investigasi Kedodoran karena NPHD Info Bawaslu Adakan Program S2 Tata Kelola Pemilu, Bawaslu dan DKPP Teken Nota Kesepahaman dengan Undip Info Bawaslu Briefing Anggaran dan Dukungan Sekretariat, Problematika Khusus Awal Pilkada
BULETIN BAWASLU | EDISI 5, MEI 2015
2
3 6
9 10
13
15
Akibatnya, dilakukan penyesuaian di semua daerah yang akan menggelar pilkada. Disepakati, anggaran pilkada diambil berdasarkan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD). Pemerintah daerah dengan KPU dan Bawaslu menyepakati besar anggaran yang akan digunakan, lalu anggaran baru bisa dicairkan. Nyatanya, proses menyepakati dan penandatanganan NPHD itu tidak berjalan mulus. Tidak seperti yang dijamin oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri. Akibatnya, anggaran pilkada di 269 provinsi, kabupaten dan kota tidak jelas. “Perlu dilakukan komunikasi yang lebih serius antara Bawaslu, KPU, Kemendagri dan pemerintah daerah,” begitu kata Pimpinan Bawaslu RI Nasrullah. Memang komunikasi dan saling memahami tentang betapa pentingnya tanggung jawab semua pemangku kepentingan untuk menyukseskan pilkada ini yang paling diperlukan. Untuk menjadikan etape pilkada serentak sebagai bangian dari membangun demokrasi di Indonesia ini bisa berjalan dengan lancar. Dari Bawaslu Kita Selamatkan Pemilu Indonesia.
Salam Awas
Bawaslu Terkini Bawaslu Tukar Pengetahuan dan Pengawasan Pemilu dengan Delapan Negara Divisi Update Kesiapan Panwaslu, Panwascam dan PPL Terhambat Anggaran Bawaslu Susun Indeks Kerawanan Pemilu Jelang Pilkada 2015, 6 Rancangan Perbawaslu Dirampungkan Sudut Pandang Sistem Kontrol Pengelolaan Keuangan Pilkada 2015 Perlu Diperkuat Profil Reydonnyzar Moenek: Jadikan Media Istri Kedua Ekspose Daerah Bawaslu Babel Gelar Bimtek bagi Panwas Pilkada Feature Galeri
Pilkada Serentak di Balik Bayang-Bayang Anggaran Dinamika politik dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2015 atau biasa disebut Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) terus berkembang. Pengalaman Pilkada-pilkada sebelumnya rupanya tidak cukup menjadi pelajaran bagi daerah yang akan melaksanakan Pilkada dalam mempersiapkan anggaran. Saat ini, gelaran Pilkada kembali “memanas” akibat masalah anggaran Pilkada, dimana masih banyak daerah yang belum atau kurang dalam mendanai pesta demokrasi lokal itu.
16 18 19 20
ILUSTRASI
22 24 27 28 32
B
adan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sendiri menilai ada unsur kesengajaan pihak-pihak tertentu sebagai bentuk politisasi anggaran dalam penyelenggaraan pemilu. Politisasi anggaran yang dimaksud ialah, membuat kebijakan terkait anggaran untuk mencari celah dalam penyelenggaraan pemilu/
pemilihan agar dapat dimanfaatkan untuk merebut kekuasaan. Politisasi anggaran dalam Pilkada biasa dilakukan oleh Kepala Daerah yang akan maju lagi dalam Pilkada dengan status petahana. Politisasi anggaran tidak melulu dilakukan dengan menghambat anggaran. Bisa juga dilakukan dengan
memberikan anggaran yang ‘berlebihan’ dengan iming-iming atau deal tertentu dengan penyelenggara. Namun modus yang sering dipakai adalah menghambat anggaran Pilkada di awal-awal tahapan dengan alasan ketiadaan anggaran, kemudian setelah pemilu memasuki tahapan-tahapan akhir, barulah anggaran
BULETIN BAWASLU | EDISI 5, MEI 2015
3
tersebut disetujui dan dicairkan. Saat melakukan pertemuan dengan Bawaslu membahas soal anggaran, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) di Kabupaten/Kota dan Provinsi bisa mengalokasikan anggaran untuk Pilkada. Artinya, dana untuk Pilkada sangat kecil kemungkinannya tidak tersedia. “Jadi tidak benar, jika kepala daerah mengatakan tidak ada anggaran untuk Pilkada. Saya dapatkan data ini langsung dari Menteri Dalam Negeri,” kata Ketua Bawaslu, Muhammad. Menurut Muhammad, sudah menjadi rahasia umum bahwa petahana kerap menggunakan modus politisasi anggaran untuk menekan penyelenggara pemilihan. Namun, karena selama ini dibungkus oleh alasan ketiadaan anggaran, maka banyak orang seperti memaklumi saja. Padahal alasan ini, harus ditanggapi secara kritis oleh semua pihak termasuk stakeholders dan pemantau pemilihan. “Sebagai penguasa anggaran di daerah, maka petahana tentunya akan berupaya memanfaatkan anggaran untuk kepentingannya di Pilkada mendatang. Semua pihak harus kritis dan mencermati setiap kebijakan yang diambil petahana,” ujarnya. Modus politisasi anggaran sebenarnya bukan masalah baru. Pelaksanaan pilkada pada 2010 juga diwarnai dengan politisasi anggaran dengan tujuan memperlemah pengawasan. Dari pengalaman itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu mengusulkan agar anggaran Pilkada dibebankan ke anggaran pendapatan belanja negara (APBN). Dengan begitu kepala daerah tidak bisa lagi berupaya menghambat anggaran pilkada demi kepentingan pribadinya. Namun, usulan tersebut belum menjadi pertimbangan pemerintah dan DPR saat pembahasan RUU Pilkada lalu, sehingga modus politisasi anggaran masih terjadi dalam Pilkada serentak Tahun 2015 ini. Anggaran Membengkak Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo tidak mengelak atas munculnya permasalahan anggaran pilkada serentak tahun 2015. Meskipun jauh-jauh hari, Kementerian Dalam Negeri sudah menyatakan kesiapan pemerintah daerah
4
”
Jadi tidak benar, jika kepala daerah mengatakan tidak ada anggaran untuk Pilkada. Saya dapatkan data ini langsung dari Menteri Dalam Negeri
”
Muhammad
KETUA BAWASLU RI
untuk menyukseskan pilkada serentak yang akan digelar pertama kalinya dalam sejarah demokrasi di Indonesia. Pada Senin (4/5) lalu, Tjahjo mengakui terjadi pembengkakan biaya pilkada serentak. Biaya pilkada serentak 2015 lebih besar dibanding Pilkada sebelumnya yang menelan biaya sekitar Rp 5 triliun. Ini dilihat dari laporan jumlah biaya Pilkada ke Kemendagri yakni sebesar Rp 6,745 triliun untuk 269 daerah. “Hampir Rp 7 triliun untuk 269 daerah, pertanyaannya Pilkada serentak ini kan tujuannya untuk efektivitas dan efisiensi, cuma efisiensi yang belum,” kata Tjahjo. Tjahjo mengatakan membengkaknya pembiayaan Pilkada serentak salah satunya dikarenakan distribusi logistik daerah yang wilayah geografisnya sulit dijangkau.”Pilkada ini lebih mahal dibanding tidak serentak. Ini sebuah proses memilih pimpinan, bahwa sebuah proses pilkada itu mahal,” ujarnya. Sementara Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri Reydonnyzar Moenoek mengatakan membengkaknya biaya pilkada karena pembiayaan kampanye. Menurutnya, item pembiayaan kampanye menjadi komponen terbesar
BULETIN BAWASLU | EDISI 5, MEI 2015
dalam anggaran Pilkada. “Komponen terbesar yang jadi persoalan adalah anggaran terkait kampanye,” jelas Reydonnyzar. Hal itu pula yang menurut dia membuat beberapa daerah sempat bermasalah dalam penganggarannya. “Kan ruang fiskal daerah terbatas, sedangkan itu wajib dibiayai oleh APBD, padahal biayanya besar ini,” ungkapnya. Menurut Reydonnyzar, total anggaran yang diajukan untuk pilkada serentak tahun 2015 mencapai Rp 6,892 triliun. Dengan estimasi anggaran di setiap daerah mencapai Rp 33 miliar. Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Riza Patria menengarai ada beberapa pemicu pembengkakan anggaran. “Pertama, proses Pilkada memakan waktu lebih lama, sebab, masa sengketa masuk dalam tahapan pilkada,” kata Riza. Kedua, imbuh Riza, petugas di Tempat Pemungutan Suara (TPS) bertambah dari Bawaslu yakni pengawas TPS. Hal ini membuat biaya operasional bertambah. Ketiga, biaya sosialisasi dalam pilkada serentak ini dibebankan pada pemerintah daerah melalui APBD. Jadi, kata dia, tidak boleh lagi calon kepala daerah yang sudah ditetapkan oleh KPU membuat atau memasang baliho. Semangat dari aturan ini adalah untuk menjaga kuantitas kampanye menjadi seimbang antara satu calon dengan calon lainnya. Selanjutnya, penyebab membengkaknya anggaran pilkada serentak menurut politikus partai Gerindra ini adalah anggaran yang berbeda-beda di daerah. Misalnya, ada kepala daerah petahana yang ingin maju lagi dalam pilkada akan memberikan anggaran lebih besar pada KPU, sedangkan yang bukan petahana justru memberikan anggaran di APBD di bawah anggaran yang diperlukan oleh penyelenggara. “Jadi, kita menilai harus ada standarisasi anggaran dari APBD, sudah disampaikan ke Mendagri,” ungkapnya. Komponen anggaran tidak hanya semata untuk kepentingan KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara. Pengamanan penyelenggaraan pilkada juga menjadi instrumen penting. Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti menjelaskan beberapa daerah sudah
ada yang mempersiapkan anggaran Dari 269 provinsi dan kabupaten/kota, SDM sudah baik, tidak ada masalah, untuk pengamanan Pilkada ini dan bagi hingga medio Mei baru 82 daerah saja namun supporting system justru belum yang belum mampu akan diusulkan ke yang sudah menandatangani Naskah maksimal,” kata Ferry. pemerintah pusat. Anggaran pengamanan Perjanjian Hibah Daerah (NPHD). Berdasarkan PKPU itu KPU Pilkada bersumber dari APBD dan Bahkan ada 26 daerah, hingga 11 Mei kemudian menerbitkan Surat Edaran APBN. Terkait besar anggaran yang yang ternyata belum selesai membahas KPU Nomor 259/KPU/V/2015 tertanggal dibutuhkan untuk pengamanan Pilkada anggaran penyelenggaraan pilkada. 27 Mei 2015 yang ditandatangani ini, Badrodin tidak menyebutkan. Hingga pekan terakhir Mei, masih ada oleh Ketua KPU Husni Kamil Manik. “Besar anggarannya belum bisa dua kabupaten di Sulawesi Selatan Intinya, KPU menetapkan tenggat waktu dipastikan. Yang pasti semua sudah yang belum menyelesaikan pembahasan hingga 3 Juni 2015 untuk daerah-daerah dipersiapkan,” tegasnya. anggaran. Padahal, kata dia, persoalan yang belum memberikan persetujuan Kepolisian, lanjut anggaran Pilkada 2015 Badrodin, juga telah untuk menandatangani mempersiapkan NPHD. pengawasan jelang Jika hingga tenggat pilkada serentak. Para tersebut belum dilakukan Hampir Rp 7 triliun untuk Kapolres sudah diminta penandatanganan NPHD 269 daerah, pertanyaannya untuk menginventarisir Pemilihan Gubernur dan potensi kerawanan di Wakil Gubernur, Bupati Pilkada serentak ini kan daerah masing-masing. dan Wakil Bupati serta tujuannya untuk efektivitas “Potensi kerawanan ini Walikota dan Wakil dan efisiensi, cuma efisiensi bisa dilihat dari karakter Walikota, KPU Provinsi yang belum masyarakatnya, partai dan KPU Kabupetan/ Tjahjo Kumolo politiknya, atau mungkin Kota akan menunda MENTERI yang terkait dengan pelaksanaan Pilkada. DALAM NEGERI beberapa daerah yang “Pelaksanaan pilkada akibat penundaan ada potensi konflik,” sebagaimana dimaksud, jelas Badrodin. Aparat kepolisian di daerah yang dukungan anggaran tidak selesai pada dilakukan pada tahun 2017,” bunyi poin ketiga Surat Edaran Ketua KPU itu. tidak melaksanakan Pilkada, sambung penandatanganan NPHD saja. Badrodin, akan diperbantukan ke daerah “Karena bisa jadi KPU di daerah yang menggelar Pilkada. Sementara sudah menandatangani NPHD namun Peningkatan Kualitas Pilkada Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk provinsi yang menggelar Pilkada, belum dicairkan. Semua juga menyangkut akan dibantu aparat di provinsi lain atau bagaimana pencairan NPHD,” ujar Ferry untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), bahkan dari Mabes Polri. pada diskusi publik bertajuk “Tahapan Titi Anggraini mengaku pesimis akan Pilkada di Depan Mata, Bagaimana muncul pilkada yang berkualitas jika Pemerintah Wajib Mendukung Persiapan KPU, Bawaslu dan Pemda”, melihat realita di lapangan. “Kalau Pemerintah tidak bisa dilepaskan dari Jumat, 22 Mei 2015 di Gedung Bawaslu. dilihat kondisi faktual di lapangan, tidak persoalan anggaran yang dihadapi KPU Mantan Ketua KPU Jawa Barat ada pilihan, mau tidak mau pilkada tidak dan Bawaslu. Sebab berdasarkan UU itu memaparkan, terdapat 203 daerah berkualitas. Kita ingin pilkada tidak Pilkada pemerintah wajib memberikan yang menandatangani NPHD. 66 hanya sekedar pilkada, tetapi ini kan dukungan bagi penyelenggaraan pilkada. daerah sisanya, belum menandatangani tidak ada pilihan,” ujarnya. Meski begitu, KPU, Bawaslu, dan Dukungan anggaran, sumber daya NPHD dan dua di antaranya belum ada pemerintah daerah menurutnya masih manusia, dan fasilitasi lainnya, mutlak pembahasan soal anggaran sama sekali. diberikan pemerintah dan pemda bagi Tetapi, kemandekan fasilitasi memiliki waktu dan kesempatan untuk penyelenggara pemilu baik KPU dan anggaran pilkada tidak serta merta menuntaskan persoalan yang ada. jajarannya, Bawaslu dan jajarannya membuat KPU hanya pasif menunggu. Dengan harapan, perubahan yang dituju bahkan juga kepolisian. Sayangnya, Sebab, Pasal 8 Peraturan KPU Nomor 2 dengan melaksanakan pilkada serentak dukungan yang memang menjadi Tahun 2015 tentang Tahapan, Program bisa dicapai. Titi menyarankan semua kewajiban pemerintah itu tidak bisa dan Jadwal Penyelenggaraan Pilkada pemangku kepentingan mengintensifkan dengan mudah didapatkan penyelenggara mengatur, tahapan pilkada dapat ditunda komunikasi dan koordinasi. Sehingga pemilu. jika memang tidak ada anggaran bagi setiap persoalan yang muncul dari Komisioner KPU Ferry Kurnia KPU. Tahapan yang dimaksud adalah hal paling kecil sekalipun bisa diatasi Rizkiyansyah bahkan menyebut, pembentukan panitia ad hoc, yaitu bersama. [Tim Penulis : Falcao Silaban, Ira Sasmita, pihaknya dan jajaran KPU di provinsi panitia pemilihan kecamatan (PPK) dan Deytri Aritonang, Haryo Sudrajat, Pratiwi Eka dan kabupaten/kota terkesan mengemis panitia pemungutan suara (PPS). Putri, Raja Monang Silalahi] anggaran kepada pemda setempat. “Jangan sampai tahapan sudah siap,
”
”
BULETIN BAWASLU | EDISI 5, MEI 2015
5
Opini
Opini
Mitos Populisme dalam Pemilihan Umum Oleh: Yugha Erlangga* Reagan dan Arnold sebagai Pesohor Politik Robert Zemeckis, sineas ternama Hollywood, dalam film besutannya berjudul Back to the Future (diproduksi 1985) menampilkan sebuah adegan menarik. Si tokoh utama film itu, Marty McFly yang hidup di tahun 1985, kembali ke masa lalu, tepatnya ke tahun 1955. Ia menggunakan mesin waktu yang ditemukan oleh sahabatnya, ilmuwan eksentrik, Doc Emmett Brown. Kedua sahabat itu kembali bertemu di tahun 1955. Terang saja Emmet muda di masa lalu tak mengenal Marty yang datang dari masa depan. Dalam keadaan penuh curiga, Emmett bertanya sekaligus menguji Marty, “Siapa Presiden Amerika Serikat tahun 1985?” Marty spontan menjawab, “Ronald Reagan.” Emmet pun terperangah. Respons Emmet yang hidup di tahun 1955 sungguh menarik disimak. Ia tak membayangkan jika kelak negaranya dipimpin oleh seorang aktor Hollywood. Sejarah panjang Amerika Serikat hingga dekade 1960-an menunjukkan bahwa negeri yang merdeka pada 4 Juli 1776 tersebut selalu dipimpin oleh figur-figur pahlawan perang hingga tokoh politik kenamaan. Ronald Reagan memang menjadi seorang politisi di kemudian hari, lalu menjadi Gubernur California hingga benar-benar menjadi orang nomor satu di Negeri Abang Sam itu pada tahun 1981. dan reputasi Reagan sebagai pesohor dan bintang film koboi terus melekat padanya. Tentu, membayangkan Reagan sebagai Presiden bagi warga AS di tahun 1955, seperti halnya Emmet muda, adalah hal mustahil. Di masa-masa ketika Amerika Serikat sedang adu kuat dengan Uni Soviet, popularitas seorang pahlawan perang dunia kedua seperti Dwight Eisenhower, politisi muda cemerlang seperti John F. Kennedy, hingga Richard Nixon, sedang melesat-melesatnya. Setelah Reagan, terpilihnya pesohor dalam jagat perpolitikan Amerika berulang lagi pada tahun 2003. Arnold Alois Schwarzenegger, aktor yang dikenal melalui film The Terminator (1984),
6
Commando (1985), hingga Predator (1987), terpilih sebagai Gubernur Negara Bagian California ke-38 pada 2003. Ia menggantikan politisi Demokrat Gray Davis yang terjungkal karena defisit anggaran, tingginya pengangguran, hingga kondisi pendidikan yang buruk. Tak main-main, Sang Terminator meraih suara 48,7 persen. Ia melesat mendahului rival-rivalnya seperti Cruz Bustamante, Tom McClintock, juga Gubernur pertahana Gray Davis. Cibiran soal minimnya pengalaman politik Arnold serta tudingan miring kehidupan pribadinya di masa lalu.. Karpet merah pun digelar untuk sang pesohor Hollywood masuk ke dunia politik. Stanley Bing, dalam bukunya Sun Tzu: Was a Sissy, menyebut beberapa faktor yang menyokong kemenangan Arnold, tentunya dengan nada sinis. Kemenangan itu tidak didasarkan pada visi-visinya yang memukau publik, melainkan gaya murka (penuh keyakinan) Arnold untuk melakukan apa yang ia inginkan seperti dalam film-filmnya The Terminator dan lainnya. Faktanya, publik punya selera masingmasing. Di sebuah negara demokrasi, rakyat memiliki akses luas untuk memilih pemimpinnya. Menariknya, pilihan itu tak serta-merta hadir. Peristiwa politik tertentu hingga rekayasa sosial yang rapi dan sistematis, bisa memunculkan figur tertentu yang disukai publik. Rekayasa sosial yang rapi dan sistematis, salah satunya, dapat dilakukan media dan propaganda yang intens. Arus informasi yang mengetuk setiap pintu rumah turut memberikan andil bagi terbentuknya opini publik itu sendiri. Bukankah sudah lama publik mengenal Arnold sebagai actor film yang akrab dimata penonton bioskop maupun layar TV. Hitler, Faktor Media, dan Propaganda Media, terutama berkategori arus utama (mainstream) dan berjaringan luas, jelas mampu membentuk opini publik. Jika tingkat kekritisan rendah, masyarakat akan dengan mudah mengunyah mentah-
BULETIN BAWASLU | EDISI 5, MEI 2015
mentah setiap infomasi yang diproduksi oleh sebuah media. Mereka cenderung malas untuk melakukan verifikasi terhadap berita yang sudah dipublikasikan tersebut. Sehingga, tak heran jika berita sumir, gosip, dan bohong begitu mudah tersebar. Model yang nyaris paripurna dalam aksi propagandanya dapat dilihat dari cara kerja partai ultranasionalis Jerman, NAZI. Tak hanya popularitas partai yang terdongkrak, NAZI juga sukses melambungkan figur Adolf Hitler sebagai mesias bagi supremasi Deutschland Uber Alles. Setelah November 1923, saat kudeta NAZI gagal, bisa dikatakan Hitler kehilangan posisinya dalam politik praktis Jerman kala itu. Momentum kembalinya Hitler dimulai ketika Jerman dilanda krisis hebat pada 1929. Dimulai dari jatuhnya bursa saham di Amerika Serikat, Jerman pun dihantam badai PHK dan kebangkrutan sejumlah bank. Hitler pun berjanji untuk memulihkan kondisi ekonomi dan melepaskan diri dari Perjanjian Versailles –yang dianggap merugikan Jerman pascakekalahan Perang Dunia I. Tiga motor propaganda NAZI adalah buku Mein Kampf yang ditulis oleh Hitler sendiri, lalu dua koran, Völkischer Beobachter dan Der Angriff. Koran terakhir disokong oleh Joseph Goebbels, Menteri Penerangan dan Propaganda NAZI yang juga salah satu kepercayaan Hitler. Dalam Mein Kampf, misalnya, Hitler membuat rumusan jelas tentang makna propaganda. Ia menulis, “Propaganda tidak harus menyelidiki kebenaran obyektif dan, sejauh itu, menguntungkan ke sisi lain, hadir sesuai aturan teoretis keadilan; namun (propaganda) harus hadir hanya pada aspek kebenaran yang menguntungkan untuk sisi sendiri.” Dari rumusan itu, dapat dibaca bahwa propaganda bukan berdiri pada ranah obyektif. Satu-satunya nilai yang tersirat jelas bahwa propaganda adalah alat demi tercapainya sebuah tujuan. Alhasil, Hitler kembali meraih
popularitasnya. Menariknya, ia tetap konsisten untuk meraih kekuasaan melalui jalur demokratis: pemilihan umum. Perolehan suara partai NAZI yang dipimpinnya terus menanjak. NAZI meraih perolehan suara hingga 44 persen pada Maret 1933, setelah perolehan keterpurukan suara partai di angka 3 persen pada Desember 1924. Kuncinya, Hitler sukses meramu dua hal: nasionalisme bangsa Jerman di satu sisi, dan kebencian pada kaum Yahudi di sisi lain. Rakyat Jerman telah memilihnya (secara demokratis) lalu dunia pun terjebak pada konflik bernama Perang Dunia ke-2 yang berakhir dengan kematian 62 juta jiwa. Fungsi Pengawasan untuk Membaca Ulang “Vox Populi Vox Dei” Suara rakyat adalah suara Tuhan (vox populi vox dei), demikian bunyi kalimat yang diperkenalkan Alcuin, pujangga dan tokoh pendidik yang hidup abad ke-7. Slogan ini lalu dipopulerkan oleh William of Malmesbury pada abad ke-8. Seiring perjalanan sejarah, kalimat itu menjadi penting untuk diteliti kembali kebenarannya. Dari uraian sebelumnya, sejarah Jerman era Hitler adalah bukti sahih betapa “Suara Rakyat” tak selamanya sejalan dengan “Suara Tuhan”. Dalam konteks Indonesia, misalnya, hingga Januari 2014 saja, 325 kepala daerah (gubernur, walikota, dan bupati) terjerat kasus korupsi (JPNN.com, 15
Februari 2015). Mereka adalah kepala daerah yang dipilih secara demokratis melalui pemilihan langsung. Suara terbanyak para konstituenlah yang menentukan mereka berada di kursi kekuasaan ketika itu. Faktanya, mereka justru merugikan negara dengan tindak pidana korupsi. Demokrasi memang memberikan ruang kepada siapa saja untuk maju dalam kontes pemilihan umum. Akses luas ini bisa dimanfaatkan siapa saja, bahkan oleh mereka yang memiliki rekam jejak yang tak sepenuhnya bersih. Sepertinya halnya Hitler, yang sebelumnya hendak melakukan kudeta dan popularitas anjlok pascainsiden itu, justru mendapat sokongan publik yang besar di saat Jerman terpuruk dalam krisis. Bisa jadi benar bahwa ingatan publik itu pendek. Merujuk pada fakta di atas, lalu, bagaimana mengendalikan “Suara Rakyat adalah Suara Tuhan” dalam ranah praksis? Di sinilah fungsi pengawasan (terutama saat pemilihan) berjalan. Tujuannya adalah memberikan fakta dan data terkait masing-masing kontestan dalam pemilihan umum. Publik harus tahu benar bahwa seperti apa figur yang akan dipilih, bukan “membeli kucing dalam karung”. Dengan begitu, suara yang besar tidak akan begitu saja mengalir ke figur yang populer namun nyatanya berpotensi bermasalah. Dengan begitu, eksistensi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu)
menjadi penting dalam mengawasi proses demokrasi. Kehadiran lembaga ini bisa menjamin bahwa proses pemilihan yang dimenangkan suara terbanyak mampu menghasilkan pemimpin yang berkualitas – tidak semata-mata karena faktor popularitas. Bawaslu juga berperan untuk “menyadarkan” publik karena pendeknya ingatan mereka atas rekam jejak seorang calon. Realitas memang menyederhanakan mantra “vox populi vox dei” yang dipuja banyak pendukung kebebasan itu. Sejatinya, Alcuin menulis kalimat itu lebih panjang dari yang selama ini terlanjur populer. Uraian latinnya:‘Nec audiendi qui solent dicere, Vox populi, vox Dei, quum tumultuositas vulgi semper insaniae proxima sit. ‘ Dalam terjemahan Inggrisnya: And do not listen to those who keep saying, ‘The voice of the people is the voice of God.’ because the tumult of the crowd is always close to madness’.’ Dan jangan dengarkan mereka yang senantiasa berujar, “Suara Rakyat adalah Suara Tuhan”, karena kekacauan sebuah kerumunan sungguh dekat dengan kegilaan.” Terpilihnya Reagan, Arnold, dan Hitler bisa jadi menegaskan bahwa suara rakyat bukan lagi suara Tuhan, melainkan suara populer semata. *** *Penulis adalah Staf Bagian Teknis Pengawasan Pemilu, Setjen Bawaslu RI
Political Quotes “Individual rights are not
“We do believe that
subject to a public vote; a majority has no right to vote away the rights of a minority; the political function of rights is precisely to protect minorities from oppression by majorities (and the smallest minority on earth is the individual)”
Ayn Rand
Filsuf dan novelis asal Rusia berkebangsaan Amerika Serikat
freedom, the right to choose, the right to vote, respect and justice is the fundamental right of all people. All people must obtain these rights.”
Mahmoud Ahmadinejad Presiden Iran 2005-2013
BULETIN BAWASLU | EDISI 5, MEI 2015
7
Bawaslu: Laporkan Mutasi PNS Bernuansa Politis
P
erpindahan atau mutasi pegawai negeri sipil (PNS) atau yang kini jamak disebut aparatur sipil negara (ASN) menjelang atau sesudah pemilihan kepala daerah (pilkada) adalah momok yang sangat menakutkan bagi para PNS. Karena itu, isu mutasi PNS menjadi salah satu isu yang mendapat perhatian besar dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI. Bawaslu bahkan meminta PNS korban mutasi untuk dapat melapor kepada Bawaslu. Sejak tahapan Pilkada Serentak 2015 dimulai, April 2015 lalu, Bawaslu telah memasang mata dan telinganya pada 269 pemerintah daerah (pemda) yang menggelar pilkada. Bawaslu mewaspadai adanya mutasi yang bernuansa politis. Sebab, sebagian besar aparatur negara memang enggan berpihak secara aktif dan langsung kepada salah satu kandidat kepala daerah. Kenetralan PNS adalah sebuah keniscayaan dan keinginan setiap PNS. Pimpinan Bawaslu RI Daniel Zuchron menilai, persoalan mutasi PNS ternyata tidak selalu dapat diselesaikan di tingkat kabupaten/kota atau bahkan provinsi. Sebab, ujar Daniel, jabatan struktural tertinggi di daerah dipegang oleh sekretaris daerah (sekda). Sedangkan permainan mutasi PNS di daerah biasanya melibatkan sekda. “Oleh karenanya, laporan yang diberikan oleh pengawas pemilu maupun KPU terkait dengan mutasi-mutasi tersebut biasanya berhenti di sekda, tidak ditindaklanjuti,” kata Daniel. Atas dasar itulah, Bawaslu turut mengawasi dan bahkan memberi perhatian lebih pada isu mutasi PNS selama masa tahapan penyelenggaraan pilkada. Selain karena tidak dapat diselesaikan
8
daerah, penanganan mutasi PNS oleh Bawaslu juga didasari alternatif yang tengah dipertimbangkan Bawaslu, yaitu koordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). “KASN sudah pernah merekomendasikan pengembalian PNS ke posisi semula yang dimutasi dalam jumlah yang sangat massif di Tana Tidung, Kalimantan Utara, dan Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur,” kata Daniel. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota (Pilkada) memang melarang kepala daerah melakukan mutasi jabatan bagi PNS dalam kurun waktu enam bulan sebelum dan sesudah akhir masa jabatan. Meski demikian, Bawaslu melakukan pengawasan sejak sebelum masa enam bulan tersebut, sebab, pada saat itu, tahapan pilkada sudah dilaksanakan. “Kami sudah meminta jajaran kami di provinsi maupun kabupaten/kota untuk membuat catatan-catatan, karena memang sebelum enam bulan kemarin (sudah ada) perpindahan atau mutasi PNS terutama tataran eselon 2 maupun 3,” katanya. Daniel menilai, bukan hanya daerah dengan kepala daerah yang masih berpotensi menjadi petahana saja yang rawan mutasi PNS. Namun, daerah lain juga. Misalnya, daerah yang pejabat lainnya, seperti wakil kepala daerah atau sekretaris daerah ingin mencalonkan diri sebagai kandidat pilkada. Mengakali Waktu Mutasi Daniel menuturkan, seringkali kepala daerah, wakil kepala daerah maupun sekretaris daerah mengakali pelaksanaan
BULETIN BAWASLU | EDISI 5, MEI 2015
mutasi pada masa yang tidak diatur undang-undang. Misalnya, kata dia, pada masa sehari atau lebih plus enam bulan sebelum akhir masa jabatan. Terlebih lagi, ujarnya, ada kelemahan dalam UU Pilkada yaitu, penyelenggaraan pilkada pada 2015 bagi daerah dengan akhir masa jabatan kepala daerah pada semester pertama 2016. Artinya, tahapan pilkada bagi daerah tersebut sudah dimulai, jauh sebelum enam bulan akhir masa jabatan. Artinya lagi, kepala daerah yang bersangkutan memiliki waktu bebas yang lebih panjang untuk melakukan mutasi PNS tanpa dapat dijerat UU Pilkada. Tetapi, ditegaskan Daniel, Bawaslu tidak terikat pada regulasi masa enam bulan sebelum masa jabatan atau enam bulan sesudah pelantikan kepala daerah terpilih. “Yang menjadi urusan kami adalah, karena ini sudah masuk pada ranah pemilihan, tahapan sudah dimulai, maka setiap aktivitas, apakah itu plus atau minus atas mutasi ini, akan kami telusuri dan tindaklanjuti. Apakah memang karana yan dimutasi sudah masuk usia masa persiapan pension ya silakan. Tapi kalau missal yang dimutasi masih pada usia produktif, harus ada alasan yang jelas mengapa ada mutasi, apalagi kalau mutasi itu terjadi masif,” tegasnya. Dengan perhatian besar Bawaslu pada mutasi PNS dalam masa penyelenggaraan Pilkada, Bawaslu berharap bagi korban mutasi PNS secara semena-mena atau bernuansa politis untuk melaporkan tindakan tersebut kepada Bawaslu. Terlebih, kata Daniel, Bawaslu mengalami keterbatasan personel dalam mengawasi semua satuan kerja di 269 daerah yang melaksanakan pilkada. [Deytri Aritonang]
bengkuluekspress.com
Modus Baru Praktik “Uang Perahu” Telah Terendus
Praktik “uang perahu” atau “mahar politik” atau sebutan lainnya yang mengarah pada jual beli dukungan partai politik agar seorang bakal calon bisa ditetapkan sebagai calon kepala daerah oleh parpol atau gabungan parpol, dianggap sebagai salah satu pemicu tingginya ongkos politik di pemilihan kepala daerah sekaligus menjadi akar perilaku korup banyak kepala daerah.
S
etelah selama ini seakan menjadi “tradisi” pada pelaksanaan pilkada, baru dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) diatur larangan yang jelas. Baik parpol/gabungan parpol atau bakal calon, dilarang menerima atau memberi imbalan dalam bentuk apapun pada proses pencalonan. Dalam UU Pilkada, parpol atau gabungan parpol dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan. Pada praktik “uang perahu”, terkadang seorang bakal calon harus merogoh kocek dalam-dalam untuk mendapat kepastian bukan hanya dijadikan kandidat oleh sebuah partai, namun juga didukung gabungan parpol guna memenuhi syarat pencalonan di atas. Nominal “uang perahu” untuk leval pemilihan bupati/wali kota saja, oleh sejumlah kalangan baik parpol maupun pemantau disebut minimal Rp 5 miliar. Besarnya ongkos “sewa perahu” dan pengeluaran lainnya dalam pemenangan pilkada tentu saja tidak sebanding dengan pendapatan resmi yang akan diterima oleh kepala daerah jika terpilih. Pada saat menjabat, kepala daerah pasti akan terbe-
bani untuk mengembalikan ongkos politik sekaligus mencari keuntungan dari jabatannya tersebut. Oleh karena itu, apabila gelaran pilkada serentak 2015 tetap diwarnai oleh praktik menyimpang itu, dikhawatirkan perilaku korup kepala daerah yang terpilih bakal langgeng. Menjelang tahap pendaftaran pasangan calon pilkada serentak 2015 dari jalur parpol yang dibuka 26 Juli-28 Juli 2015 itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI telah mencium adanya modus baru dalam praktik “uang perahu”. Pimpinan Bawaslu RI, Nasrullah mengatakan praktik “uang perahu” jelang pilkada serentak semakin canggih. Praktik tersebut dilakukan guna menghindari larangan yang diatur dalam
”
Sekarang nampak-nampaknya mainnya semakin canggih. Jadi tidak lagi masuk pada lembaga partainya
”
Nasrullah
Pimpinan Bawaslu RI UU Pilkada. “Sekarang nampak-nampaknya mainnya semakin canggih. Jadi tidak lagi masuk pada lembaga partainya,” ujarnya saat memberikan materi dalam Sosialisasi Tatap Muka kepada Stakeholders dan Masyarakat Dalam Rangka Pengawasan dan Penanganan Pelanggaran Pilkada Tahun 2015 di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Senin (18/5). Pria kelahiran Polewali Mamasa, Sulawesi Barat ini memaparkan, modus yang dilakukan adalah dengan menggunakan calo politik. “Calo politik yang mengaku punya kedekatan dengan pengurus DPP di tingkat pusat, dan lewat dialah yang kemungkinan kalau mau pakai perahu. Jadi bayarnya bukan ke partai, tetapi orang yang punya akses. Ini tercium oleh Bawaslu,” kata Nasrullah. Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Yogyakarta ini menambah-
kan, pihaknya akan melakukan pengawasan terhadap seluruh tahapan pilkada, termasuk mengawasi ada atau tidaknya praktik “uang perahu”. Menurutnya ada dua pola pengawasan yang bisa dilakukan, yakni pertama mengawasi partai politik secara melekat maupun secara pasif. “Dalam artian Bawaslu akan pasif saja, tetapi menerima laporan-laporan itu dari yang ikut berkompetisi,” kata Nasrullah. Terhadap partai politik ataupun calon kepala daerah, Dia mengingatkan agar menjauhi praktik mahar politik tersebut. Sebab dalam UU tentang Pemilihan GBW telah tegas melarang. Pasal 47 UU Pilkada secara tegas melarang parpol atau gabungan menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. Apabila terbukti menerima imbalan, parpol atau gabungan parpol yang bersangkutan dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya di daerah yang sama. Ayat selanjutnya menggariskan bahwa hal di atas harus dibuktikan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Ketentuan mengenai larangan “uang perahu” tidak berhenti disitu. Pasal 47 ayat (4) menyatakan setiap orang atau lembaga dilarang memberi imbalan kepada parpol atau gabungan parpol dalam bentuk apapun dalam proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. Dalam hal putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap menyatakan setiap orang atau lembaga terbukti memberi imbalan, maka penetapan sebagai calon, pasangan calon terpilih, atau sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota dibatalkan. Setiap parpol atau gabungan parpol yang terbukti menerima imbalan juga akan dikenakan denda sebesar 10 kali lipat dari nilai imbalan yang diterima. “Jadi sekali lagi, tidak dibenarkan adanya imbalan-imbalan dalam proses penjaringan calon. Calon yang bayar akan didiskualifikasi,” tegasnya. [Haryo Sudrajat]
BULETIN BAWASLU | EDISI 5, MEI 2015
9
Kedodoran karena NPHD
Perkembangan Anggaran Pemilukada di Provinsi
Kata NPHD menjadi singkatan paling sering dibahas belakangan ini. Khususnya oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), DPR , penggiat pemilu hingga jurnalis. Makhluk seperti apakah NPHD ini. Bahkan semua pemangku kepentingan mengatakan pelaksanaan pilkada serentak 2015 tidak akan berjalan bila urusan NPHD belum beres.
N
PHD merupakan Naskah Perjanjian Hibah Daerah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). NPHD dirumuskan antara pemerintah daerah dengan penerima hibah. Disambungkan dengan pelaksanaan pilkada serentak, NPHD disepakati menjadi sumber pembiayaan pelaksanaan pilkada tahun 2015. Pemerintah pusat melalui Kemendagri meminta pemerintah daerah yang akan menggelar pilkada membahas dan menyepakati anggaran pelaksanaan pilkada dengan KPU Provinsi dan Bawaslu Provinsi. Namun, pembahasan dan kesepahaman NPHD tidak berjalan sebagaimana diharapkan pemerintah pusat. Hampir di semua daerah yang akan menggelar pilkada, NPHD tidak bisa disepakati dan ditandatangani tepat waktu. Bahkan belum diteken saat tahapan pilkada sudah dimulai sesuai dengan Peraturan KPU. KPU bisa dibilang lebih beruntung. NPHD yang ditandatangani untuk penyelenggaraan pemilu terbilang sudah banyak. Dari 269 daerah, hingga medio Mei, sebanyak 111 daerah sudah diteken. Tetapi kondisi yang sama tidak terjadi di Bawaslu Provinsi. NPHD pengawasan di mayoritas daerah belum disepakati apa lagi ditandatangani. Hingga akhir Mei, baru 70 daerah yang sudah rampung pembahasan dan kesepakatan NPHD-nya.
karena belum adanya dana pengawasan. Sebab, daerah-daerah tersebut belum selesai mengurus anggaran pengawasan penyelenggaraan pilkada serentak yang digelar mulai 9 Desember 2015. Bawaslu menyebutkan data per Rabu (27/5), baru 70 dari 269 daerah yang sudah menandatangani NPHD. Ini berarti hanya 70 daerah yang menyelesaikan urusan dana pengawasan pemilu mereka. Padahal, menurut Ketua Bawaslu Muhammad, sama halnya dengan KPU, Bawaslu maupun Panwaslu Kabupaten/ Kota sudah membutuhkan anggaran untuk pengawasan tahapan pilkada. “Belum tersedianya anggaran pengawasan tahapan pilkada bisa menunda pilkada di daerah tersebut,” kata Muhammad.
Terancam Gagal Pengawasan pilkada di banyak daerah terancam gagal
10
BULETIN BAWASLU | EDISI 5, MEI 2015
Terkendalanya anggaran pengawasan disebabkan adanya politisasi oleh pemerintah daerah. Karena itu, Bawaslu berencana mengirimkan surat kepada Kemendagri mengenai kepastian anggaran pengawasan pilkada. “Kita sedang siapkan surat ke Kemendagri supaya itu tidak mengganggu penganggaran, 1 Juni kita kirim lengkap,” ujar Muhammad. Kondisi di Daerah Ketua Bawaslu Lampung Fatikhatul Khoiriyah menyatakan, lima dari delapan pilkada di Provinsi Lampung akan terancam tanpa pengawasan Bawaslu dan Panwaslu karena anggarannya belum jelas. Kelima daerah itu adalah Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Timur, Waykanan, Pesisir Barat, dan Kota Metro. Sedangkan tiga pilkada yang sudah menyelesaikan NPHD adalah Kota Bandar Lampung, Kabupaten Pesawaran, dan Lampung Selatan. “Kami memberi tenggat NPHD lima kabupaten/kota yang menggelar pilkada selesai akhir Mei ini,” kata Fatikhatul. Pihaknya terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah masing-masing yang belum menganggarkan dana untuk pengawasan pilkada. Sementara itu, pemerintah daerah di 11 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan masih juga belum mengeluarkan dana kegiatan pilkada sepeser pun, baik untuk KPU maupun Panwaslu. Padahal, kata Ketua Bawaslu Sulsel Laode Arumahi, panwaslu harus segera bergerak. Padahal, Laode sangat berharap kabupaten/kota segera menandatangani NPHD agar lebih
DATA BAGIAN ATP
cepat mencairkan dana untuk pengawasan pilkada. Sebab, banyak hal yang perlu dilakukan sebelum tahap-tahap pilkada dilaksanakan. Provinsi Sumatera Barat pun begitu. Sampai saat ini, dari 14 daerah kabupaten/ kota dan provinsi tersebut baru 9 daerah yang sudah menandatangani NPHD. Ketua bawaslu Provinsi Sumatera Barat Elly Yanti, mengatakan Pemda terkesan lamban dalam menyepakati NPHD karena sejak awal Pemda setempat mengatakan ada keraguan akan pilkada serentak apakah jadi atau tidak sehingga tidak segera melakukan rasionalisasi anggaran dengan melakukan perubahan APBD. Terkait NPHD, Irwan menyebut dari 8 kabupaten/kota di Provinsi Malut yang sudah menandatangani NPHD, sebanyak 4 kabupaten/kota belum memastikan besaran dana hibah untuk pengawasan pilkada. Daerah tersebut yakni Kota Ternate, Kota Tidore, Kabupaten Kepulauan Sula dan Kabupaten Taliabu. “Ada 4 kabupaten/ kota yang belum clear NPHD nya atau NPHD dengan catatan. Kalau 4 kabupaten lainnya sudah clear sesuai kesepakatan,” kata Irwan.
hampir semuanya sudah menyediakan anggaran pengawasan. Kendati, baru ada dua kabupaten yang menyediakan anggaran dengan jumlah memadai. Teguh mendorong panwas kabupaten/ kota meminta anggaran memadai kepada masing-masing pemda. Sejauh ini, anggaran untuk pengawasan juga belum dicairkan oleh pemda Menurut Veri Junaidi, Ketua Kode Inisiatif, ada masalah yang tak kalah pelik soal dana pengawasan. “Panwaslu ini, kan, ad hoc untuk kabupaten/kota. Ketika NPHD ditandatangani, lalu anggaran ditransfer ke mana? Bawaslu provinsi pasti merasa enggan menerima dana itu. Enggan dan berisiko karena bukan mereka yang menjalankan,” ujarnya. Secara terpisah, Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kemendagri Reydonnyzar Moenek mengatakan, pihaknya terus berkoordinasi dengan Bawaslu guna memastikan percepatan
penandatanganan NPHD kepala daerah dan badan/panitia pengawas pilkada di daerah. Dengan intensnya koordinasi, dia melihat jumlah NPHD yang ditandatangani telah bertambah signifikan. Jika akhir Mei lalu masih ada 199 daerah yang belum menandatangani NPHD, saat ini yang belum tanda tangan NPHD 111 daerah. Dengan kondisi itu, tidak menutup kemungkinan pekan depan NPHD ditandatangani di 269 daerah yang menggelar pilkada tahun ini. Namun, jika nanti ternyata masih ada daerah yang belum menandatangani NPHD, Reydonnyzar akan memanggil tim anggaran pemda dan mempertemukannya dengan badan/panwas pemilu di daerah tersebut. “Kemendagri akan memediasi pertemuan kedua belah pihak sekaligus ikut mencari solusi supaya NPHD segera ditandatangani,” katanya Rekomendasi Penundaan Melihat ketidaksiapan beberapa daerah menganggarkan pilkada maupun anggaran pengawasan, Bawaslu bersikap tegas. Bawaslu siap merekomendasikan penundaan pemilihan kepala daerah, gubernur, bupati/walikota, apabila pemerintah daerah setempat belum menganggarkan dana pengawasan pilkada bagi panitia pengawas pemilu. Rekomendasi penundaan pilkada juga akan dilakukan bila dana pengawasan pilkada yang dianggarkan sangat minim, dalam artian tidak mencukupi untuk membayar honor pengawas pemilu hingga tingkat TPS. Pimpinan Bawaslu RI, Nasrullah menekankan perlunya dukungan
Perkembangan Anggaran Pemilukada di Kota & Kabupaten
Rasionalisasi Anggaran Pengawasan Meski di beberapa daerah anggaran pengawasan sudah disepakati dan dicairkan, nominal yang disepakati masih jauh dari harapan Bawaslu. Pemerintah daerah hanya menyetujui tidak lebih dari 50 persen anggaran pengawasan yang diajukan Bawaslu Provinsi. Di Jawa Tengah, dari 20 kabupaten/kota yang akan menggelar pilkada serentak, DATA BAGIAN ATP
BULETIN BAWASLU | EDISI 5, MEI 2015
11
maksimal dari pemerintah daerah terhadap penganggaran penyelenggaraan. Termasuk memastikan ketercukupan anggaran pengawasan pilkada. Menurutnya apabila anggaran pengawasan di daerah sangat minim sehingga dinilai berdampak buruk pada kualitas pilkada, Bawaslu tidak segan-segan mengeluarkan rekomendasi pilkada di wilayah tersebut ditunda. “Dalam kacamata Bawaslu RI, nampak bahwa peran pemda masih kurang menyadari tentang dirinya sebagai user (pengguna) dalam pilkada. Kalau sebagai user, tentu harus mampu memberikan jaminan terhadap dukungan fasilitasi. Minimal pada empat hal yakni menyangkut anggaran, SDM, sarana prasarana, dan kegiatan,” kata Nasrullah di Sibolga, Sumatera Utara. Nasrullah menilai dalam persiapan penyelenggaraan pilkada serentak tahun 2015 seperti ada diskriminasi pemda terhadap pengawas pemilu. Porsi dukungan anggaran terhadap pengawas pemilu di sejumlah daerah sangat jauh dibanding KPU. Padahal menurutnya, jika bicara tentang penyelenggara maka tidak ada perbedaan antara KPU dengan pengawas pemilu. “Saya dengar, panwas Kota Sibolga hanya diberi dana Rp 300 juta. Mohon maaf, untuk honor total penyelenggara kami mulai dari panwas kota sampai pengawas TPS, kurang lebih satu miliar. Belum lagi kegiatan-kegiatan yang sifatnya sangat mendukung dalam melakukan pengawasan,” ujarnya. Senada dengan Nasrullah, Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy mengatakan, Jika persoalan anggaran pilkada belum selesai hingga waktu dimulainya tahapan pilkada, maka rawan pilkada serentak tahun ini gagal dan ditunda tahun depan. Lukman mendesak bagi pemerintah untuk menyelesaikan kembali hambatan pelaksanaan pilkada serentak terutama hambatan teknis tentang penganggaran untuk pelaksanaan pilkada oleh KPUD, pengawasan oleh Bawaslu dan pengamanan oleh Polri. Pemerintah harus melakukan koordinasi secara komprehensif dengan seluruh jajaran yang berkepentingan. “Kami Komisi II DPR RI sudah mendorong pemerintah agar pencairan dana Pilkada tidak menemui hambatan, tetapi hari ini ternyata soal teknis belum selesai dengan kementerian keuangan, yakni KPN didaerah belum mendapat
12
”
Dalam kacamata Bawaslu RI, nampak bahwa peran pemda masih kurang menyadari tentang dirinya sebagai user (pengguna) dalam pilkada. Kalau sebagai user, tentu harus mampu memberikan jaminan terhadap dukungan fasilitasi. Minimal pada empat hal yakni menyangkut anggaran, SDM, sarana prasarana, dan kegiatan
”
Nasrullah PIMPINAN BAWASLU RI
perintah dari kementerian keuangan untuk pencairan. Kenapa pemerintah bisa tidak koordinasi seperti ini ? Masih ada waktu 1 minggu kedepan menjelang tahapan pilkada serentak dimulai. Pemerintah harus menyelesaikannya, “ ujarnya. Menurut Lukman, persoalan anggaran ini dipicu karena lemahnya koordinasi. Masing masing pemangku kepentingan berjalan sendiri sendiri. Kami mendesak pemerintah serius mengelolanya, karena keberhasilan pilkada serentak menyangkut kredibilitas pemerintahan Jokowi-JK. Amanat Undang-undang Lebih lanjut Pimpinan Bawaslu, Nasrullah mengutip pemberitaan dimana KPU merilis sebanyak 16 (enam belas) daerah yang pilkadanya terancam ditunda karena persoalan kekurangan anggaran. Menurutnya dalam perspektif Bawaslu, jumlah daerah yang terancam Pilkadanya ditunda bisa lebih banyak. Sebab data yang dikeluarkan KPU tersebut hanya
BULETIN BAWASLU | EDISI 5, MEI 2015
terbatas pada kesiapan anggaran daerah untuk melaksanakan pilkada, dalam hal ini adalah anggaran untuk KPU. Sementara amanat Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 berikut perubahannya UU Nomor 8 tahun 2015, mengamanatkan anggaran Pillkada di tanggung APBD masingmasing daerah. “Sementara kalau perspektif Bawaslu, kami harus memainkan peran terhadap institusi, safety dulu anggarannya KPU, pengawas, kepolisian, kejaksaan, baru clear persoalan itu. Kalau itu tidak clear mohon maaf, kami punya kewenangan untuk memberikan rekomendasi tidak bisa menjalankan pilkada. Ada kemungkinan kita tunda di 2017 bulan Februari. Tidak bisa dipaksakan,” jelasnya. Data jumlah tempat pemungutan suara di Kota Sibolga untuk pilkada sebanyak 186 TPS yang tersebar di 5 (lima) kecamatan. Setiap TPS akan memiliki pengawas TPS yang akan diberikan honor sebesar Rp 500 ribu. Ini belum termasuk honor pengawas pemilu lapangan di kelurahan/desa, kecamatan hingga panwaslu di tingkat kota. Jumlah dana sebesar Rp 300 juta tersebut tidak mencukupi. Nasrullah menegaskan, pilkada merupakan amanat Undang-Undang untuk mewujudkan demokrasi Indonesia yang bermartabat. Karena itu, semua pemangku kepentingan dan lapisan masyarakat berkepentingan dan perlu menyukseskan helatan itu sesuai dengan posisi dan tanggung jawab masing-masing. Bawaslu Sulut Optimalkan Tipisnya Anggaran Berkat dukungan pemerintah provinsi, Bawaslu Sulawesi Utara dapat mengupayakan pengawasan penyelenggaraan pemilihan gubernur dengan maksimal. Bahkan, Bawaslu Sulut akan menjaring dan meluncurkan Relawan Pengawas Pilkada, jauh lebih dulu dibandingkan Bawaslu provinsi lainnya. Meski anggaran pilkada 2015 yang dikabulkan pemerintah daerah terbilang sangat kecil dibanding jumlah yang diajukan.
[Ira Sasmita, Falcao Silaban, Haryo Sudrajat, Alfa Yusri, Pratiwi Eka Putri, Raja Monang Silalahi, Deytri Aritonang]
Adakan Program S2 Tata Kelola Pemilu, Bawaslu dan DKPP Teken Nota Kesepahaman dengan UNDIP Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (Bawaslu RI) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menandatangani nota kesepahaman dengan Universitas Diponegoro (UNDIP), Semarang, Senin (25/5). Nota kesepahaman dibangun guna mewujudkan terselenggaranya Program Pascasarjana (S2) Tata Kelola Pemilu di universitas tersebut. Nota kesepahaman bersama dengan Undip Semarang diteken oleh Ketua Bawaslu RI Prof Muhammad dan Rektor UNDIP Prof Yos Johan Utama bertempat di Gedung Prof Soedarto Kampus Tembalang. Dalam kesempatan yang sama juga dilakukan penandatangan nota kesepahaman antara Ketua DKPP Jimly Asshidiqie dan UNDIP. Penandatanganan turut dihadiri Sekjen Bawaslu RI Gunawan Suswantoro, Dekan FISIP UNDIP dan pejabat struktural serta para dosen universitas negeri tersebut. Muhammad mengatakan, upaya pembenahan pemilu di Indonesia terus dilakukan sebagai bagian dari penguatan demokrasi. Peningkatan kompetensi penyelenggara pemilu menurutnya merupakan salah satu agenda sentral dari upaya pembenahan tersebut. Pemerintah Indonesia, lanjut dia, melakukan berbagai cara untuk melakukan pembangunan kapasitas penyelenggara pemilu. Salah satunya melalui kerjasama dengan Australian Electoral Commission (AEC). “Bentuk konkrit dari kerjasama tersebut adalah menyiapkan Pendidikan Tata Kelola Pemilu bagi penyelenggara pemilu di Indonesia,” kata Muhammad saat memberikan sambutan. Lebih lanjut Muhammad menjelaskan, pendidikan tata kelola pemilu akan menyediakan pembelajaran tingkat lanjut tentang sistem, administrasi dan evaluasi pemilihan umum. Program Pendidikan Tata Kelola Pemilu diharapkan bisa memperkuat rencana pengembangan sumber daya manusia yang akan menyelenggarakan pemilu di Indonesia. Program pendidikan dengan konsentrasi Tata Kelola Pemilu dimasukkan dalam lingkup program S2 Ilmu Politik atau Pemerintahan yang sudah ada di uni-
Ketua Bawaslu, Muhammad, Rektor Undip, Yos Johan Umata dan Ketua DKPP, Jimly Asshiddiqie versitas-universitas penyelenggara. Sebelumnya, jelas Muhammad, pada awal April lalu Bawaslu telah melakukan penandatangan nota kesepahaman yang sama dengan sepuluh (10) Perguruan Tinggi Negeri lainnya di Indonesia.Sepuluh PTN itu masing-masing Universitas Gajah Mada Yogyakarta (UGM), Universitas Indonesia (UI), Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya, Universitas Andalas (UNAND) Padang dan Universitas Sam Ratulangi Manado. Kemudian Universitas Lampung, Universitas Nusa Cendana Kupang, Universitas Cendrawasih Jayapura, Universitas Padjajaran (UNPAD) Bandung dan Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar. Program S2 Tata Kelola Pemilu ini menurutnya terselenggara atas dukungan penuh dari KPU, Bawaslu, Bappenas, Kementrian Pendidikan Tinggi dan Ristek RI. Biaya penyelenggaraan program bersumber dari APBN pada pos anggaran masingmasing Kementrian atau Lembaga yang terlibat dalam penyiapan dan pelaksanaan Program ini. Adapun target peserta Pendidikan Tata Kelola Pemilu ini adalah staf Sekretariat Jendral KPU dan Bawaslu. Dengan skema tugas belajar atau izin belajar dari instansi masing-masing-masing. Program ini juga menyasar staf Sekretariat KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota serta Bawaslu Provinsi dan Kabupaten/Kota. “Masyarakat umum yang berminat dalam studi kepemiluan dan berminat
untuk menjadi bagian dari penyelenggara pemilu juga bisa mengikuti program pendidikan Tata Kelola Pemilu ini,” ungkap Muhammad. Materi dalam Program S2 Konsentrasi Tata Kelola Pemilu terdiri atas Pengetahuan tentang konsep dan metodologi ilmu politik. Serta Pengetahuan strategis dan managerial tentang penyelenggaraan pemilu. Waktu program untuk masing-masing materi akan berlangsung selama tiga hingga empat semester. Muhammad mengharapkan, mahasiswa Tata Kelola Pemilu nantinya akan memperoleh penguasaan konseptual sebagai dasar untuk mengembangkan kemampuan aplikatif pada level strategis dan manajerial. Dengan begitu, lulusan Tata Kelola Pemilu bisa memiliki karakter dan kompetensi lebih baik guna meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilu di Indonesia. “Kami optimis nantinya mereka yang dipersiapkan untuk menjadi bagian dari penyelenggara Pemilu itu bisa lebih profesional dan lebih siap. Sehingga kualitas penyelenggara Pemilu di Indonesia semakin menjadi lebih baik,” ungkapnya. Muhammad berharap kerjasama ini dapat dikonkretkan dengan kajian kajian strategik sejalan dengan ide Sekjen Bawaslu RI Gunawan Suswantoro yang ingin mengembangkan Bawaslu tidak hanya berkonsentrasi sebagai pengawas pemilu tetapi juga sebagai pusat pendidikan kepengawasan kepemiluan atau menjadi semacam pusat riset. [Nurmalawati Pulubuhu].
BULETIN BAWASLU | EDISI 5, MEI 2015
13
Briefing
ANRI: Bawaslu Jaga dan Rawat Demokrasi Indonesia Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Mustari Irawan mengapresiasi langkah Badan Pengawas Pemilu yang telah menyerahkan Arsip Statis Putusan Penyelesaian Sengketa Pemilu kepada ANRI pada Jumat (8/5). Menurut Mustari dalam melaksanakan tugas pengawasannya serta mengelola arsip pemilu, Bawaslu telah menjaga sekaligus merawat demokrasi Indonesia. “Bawaslu dan DKPP sudah berikan kepada kami arsip-arsip statis yang sangat penting, yang kami menyebutnya ini arsip tentang jejak demokrasi yang ada di Indonesia. Sesungguhnya Bawaslu itu menjaga dan merawat demokrasi. Karena seluruh proses pengawasan dalam rangka penyelenggaraan pemilu itu harus terdokumentasi, dan ini menjadi sangat penting sekali,” kata Mustari saat memberi sambutan dalam acara penyerahan Arsip Statis Putusan Penyelesaian Sengketa Pemilu oleh Bawaslu RI dan Putusan Pelanggaran Kode Etik oleh DKPP ke ANRI di Gedung Bawaslu, Jakarta, Jumat (8/5).
Dia menjelaskan penyerahan arsip statis ini merupakan yang kedua dilakukan Bawaslu dan DKPP. Pada 20 Maret 2014, Bawaslu telah menyerahkan 26 putusan sengketa pemilu, sementara DKPP menyerahkan 276 putusan kode etik penyelenggara pemilu. Menurutnya dengan penyerahan arsip itu, menunjukkan kedua lembaga tersebut melaksanakan ketentuan Pasal 53 UU 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan yang mewajibkan setiap kementerian/lembaga menyerahkan arsip ke ANRI. “Jadi ini membuktikan Bawaslu dan DKPP telah kelola arsipnya dengan baik, karena dalam waktu yang kurang dari 5 tahun, telah menyerahkan sebanyak dua kali,” ujar Mustari. Kepala ANRI mengungkapkan bahwa arsip statis yang diserahkan Bawaslu dan DKPP sangatlah penting. “Kami menyebutnya ini arsip tentang jejak demokrasi yang ada di Indonesia,” imbuhnya. Sebab sejak pelaksanaan pemilihan langsung di 2004, baik untuk pilpres, pi-
leg, maupun pilkada banyak kompleksitas dan dinamika yang muncul. “Itu tentu tidak lepas dari proses penyelenggaraannya dan juga barangkali dari masyarakat yang pada penyelenggaraan itu juga dituntut untuk berpikir dewasa, untuk matang berdemokrasi. Dan Bawaslu melakukan pengawasan seluruh proses penyelenggaraan pemilu itu,” ungkapnya. Dengan persetujuan Bawaslu dan DKPP, masyarakat nantinya akan bisa mengakses arsip pemilu tersebut. “Jadi jejak demokrasi itu nanti akan bisa terlihat. Kalau demokrasi kita ini penuh dengan dinamika, banyak kasus-kasus atau masalah yang timbul kaitannya dengan penyelenggaraan pemilu. Dan itu saya kira sudah didokumentasikan dengan baik oleh Bawaslu dan DKPP,” kata Mustari. Dia menekankan, arsip tersebut akan menjadi hal yang sangat penting bagi masyarakat. Bukan hanya untuk penelitian, akan tetapi juga sebagai pembelajaran untuk terus memperbaiki kualitas demokrasi Indonesia. [Haryo Sudrajat]
Bawaslu Terima Penghargaan dari PPUA Penca Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (Bawaslu RI) menerima penghargaan dari Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat (PPUA Penca). Penghargaan diberikan atas kontribusi Bawaslu bagi pemajuan hak-hak politik penyandang disabilitas dalam penyelenggaraan Pemilu 2014. “Kami dengan segala kerendahan hati merasa patut dan layak memberikan apresiasi kepada lembaga, institusi, perorangan dan lembaga donor yang telah berkontribusi dalam mengakomodasi hak politik penyandang disabilitas dalam pemilu 2014,” kata Ketua Umum PPUA Penca, Ariani Soekanwo, di kantor KPU RI, Jakarta, Selasa (5/5). Menurut Ariani, Bawaslu bersama KPU dan jajarannya mulai dari tingkat pusat hingga daerah telah berkomitmen dan berkontribusi menyelenggarakan Pemilu yang aksesibel dan ramah bagi penyandang disabilitas. Lembaga penyelenggara Pemilu juga dinilai mampu meningkatkan partisipasi masyarakat dan keterlibatan kelom-
14
pok pemilih penyandang disabilitas dalam proses dan pelaksanaan Pemilu 2014. Khusus untuk Bawaslu, Ariani melanjutkan, PPUA Penca menilai Bawaslu telah menunjukkan komitmennya dalam melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap pelaksanaan pemilu 2014. Sehingga penyandang disabilitas tidak kehilangan hak-hak politiknya dalam pesta demokrasi pada 2014 kemarin. “Bawaslu berkomitmen melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap pelaksanaan pemilu 2014 yang aksesibel dan ramah bagi penyandang disabilitas,” ujarnya. Pimpinan Bawaslu Nasrullah mewakili Bawaslu menerima penghargaan tersebut mengatakan, Pemilu merupakan milik rakyat dan harus melibatkan rakyat. Hakhak politik rakyat yang telah dijamin konstitusi harus dijamin pemenuhannya oleh lembaga negara yang telah ditunjuk sebagai penyelenggara Pemilu. “Ke depannya seluruh hal yang menyangkut hak-hak politik yang telah di-
BULETIN BAWASLU | EDISI 5, MEI 2015
jamin konstitusi bagi Bawaslu akan mengupayakan untuk dipenuhi. Pemilu milik rakyat, tugas kami bagaimana Pemilu itu sepenuhnya melibatkan rakyat,” kata Nasrullah. Hak politik warga negara, lanjut Nasrullah, harus terus didorong pemenuhannya. Pemilu sebagai salah satu proses demokrasi dan tempat bagi masyarakat untuk menggunakan hak politiknya juga harus dirasakan oleh masyarakat. Dengan begitu, ujar dia, masyarakat akan menyadari pemilu sebagai bagian dari hak-nya. Sehingga masyarakat juga bersama-sama berusaha menciptakan proses Pemilu yang demokratis, jujur dan adil. Tidak hanya itu, masyarakat juga secara bersama-sama aktif dalam mengawasi Pemilu. “Maka ke depannya masyarakat bersama-sama mengawasi pemilu kita. Bawaslu akan melebur ke masyarakat, dan pengawasan juga dikembalikan kepada masyarakat. Tidak hanya PPUA Penca tetapi juga semua kelompok masyarakat lainnya,” ungkapnya. [Ira Sasmita]
Anggaran dan Dukungan Sekretariat, Problematika Khusus Awal Pilkada
Oleh:
GUNAWAN SUSWANTORO
Sekretaris Jenderal Bawaslu RI
D
ukungan Sekretariat dan Anggaran Pengawasan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2015 kembali disorot karena ketidaksiapan pemerintah daerah. Padahal, dari pengalaman Anggaran dan Dukungan Sekretariat bagi Pengawas Pemilihan sangat penting untuk memastikan Pilkada berlangsung dengan baik. Pengalaman tidak baik di pilkada sebelumnya, seolah bukan menjadi aspek fundamental dalam pelaksanaan Pilkada yang baik. Padahal dari semua evaluasi yang telah dilakukan, anggaran dan dukungan sekretariat selalu menjadi rekomendasi penyelenggara pemilu/ pemilihan yang harus dipenuhi sebagai syarat Pilkada yang baik. Sejak Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah hingga Undang-Undang No. 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, anggaran selalu dibebankan pada daerah dalam anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). Artinya, setiap kepala daerah yang memasuki Akhir Masa Jabatan (AMJ) wajib mengalokasikan anggaran untuk Pilkada. Pilkada serentak 2015 kembali menyisakan masalah soal anggaran adalah bukti bahwa political will (kemauan
politik) para elite-elite di daerah untuk menciptakan pilkada yang baik masih kurang. Tidak ada alasan yang benarbenar tepat yang menjelaskan mengapa anggaran pilkada kerap terhambat. Alasan klisenya, tidak ada anggaran untuk pilkada. Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menilai bahwa salah satunya alasan anggaran pilkada terhambat adalah kurangnya komunikasi antara Pemerintah Daerah dengan penyelenggara pemilu di tingkat daerah. Inilah yang menyebabkan ketidaksepahaman ketika anggaran pilkada ditetapkan. Selain soal anggaran, penyelenggara pemilu terutama jajaran pengawas pemilihan di tingkat kabupaten/kota juga kerap dipusingkan oleh dukungan sekretariat. Dukungan sekretariat sangat penting mengingat Panwaslu tidak akan bekerja sendiri tanpa ada dukungan fasilitasi oleh sekretariat. Terlebih Panwaslu tidak bisa mengelola anggaran, melainkan tugas sekretariat. Sekretariat untuk Panwas di tingkat kabupaten/kota dipersiapkan oleh pemerintah daerah. Namun, seringkali tugas tersebut tidak terlaksana dengan baik, sehingga ketika panwas pemilihan terbentuk, sekretariat baru ada beberapa waktu kemudian, padahal rata-rata panwas
terbentuk sudah mengawasi tahapan. Di samping itu, sekretariat yang diberikan kepada panwas kabupaten/ kota bukan sumber daya manusia (SDM) kurang dalam hal kualitas dan kuantitas. Ini juga menjadi kendala tersendiri bagi Panwas. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Bawaslu selalu memberikan masukan kepada pemerintah daerah agar memberikan dukungan sekretariat yang memenuhi standar kompetensi untuk mendukung tugas pengawasan pilkada. Masukan tersebut disampaikan Bawaslu baik secara langsung maupun melalui surat. Dalam hal pengelolaan anggaran, Bawaslu juga akan mengambil langkah untuk menyelesaikan pembentukan sekretariat Panwaslu. Menurutnya, Bawaslu akan mengangkat Kepala Sekretariat Bawaslu Provinsi sebagai KPA untuk Panwas Kabupaten/Kota. Sementara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tetap dari Panwas Kabupaten/Kota. Anggaran dan dukungan sekretariat selalu menjadi problematika khusus di awal pelaksanaan Pilkada. Pengawas pemilihan yang pada dasarnya bersifat ad hoc, sangatlah rentan apabila dua hal tersebut tidak terpenuhi sejak awal. Namun, Bawaslu selalu memiliki komitmen untuk tetap melaksanakan pengawasan untuk pilkada yang baik. n
BULETIN BAWASLU | EDISI 5, MEI 2015
15
Bawaslu Tukar Pengetahuan dan Pengawasan Pemilu dengan 8 Negara
kebijakan pemilu di Indonesia,” ujar Craig. Hal yang sama juga disampaikan Duta Besar Argentina Ricardo Luis Bocalandro. Forum pertukaran pengetahuan itu menurutnya dapat menjadi wadah
pembelajarannya baginya mengingat Argentina juga akan menggelar pemilu presiden. Forum tersebut merupakan rangkaian acara seminar internasional yang akan digelar Bawaslu di dua universitas
pada Agustus 2015 mendatang. Acara itu dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengawasi pemilu, terutama penyelenggaraan pilkada serentak 2015. [Deytri Aritonang]
Ketua Bawaslu Muhammad memberikan paparan pada “Focus Group Discussion, Exchange of Views on General Election Supervision with Eight oh The Embassy of The States in Jakarta”.
Ketua Bawaslu Muhammad memberikan cinderamata kepada Duta Besar Finlandia, Palvi Hiltunen-Toivio.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menggelar sarasehan sekaligus pertukaran pengetahuan (exchange of view) terkait pemilu dan pengawasan pemilu dengan delapan negara sahabat Indonesia, Selasa (12/5/2015). Kegiatan tersebut diharapkan mampu memberi masukan bagi perbaikan demokrasi, pemilu dan pengawasan pemilu di Indonesia.
D
elapan Negara tersebut adalah Argentina, Finlandia, Rusia, Amerika Serikat, Tunisia, Filipina, Afrika Selatan, dan India. Setiap Negara diwakili oleh pihak kedutaan besarnya di Jakarta. “Kami senang sekali mendengar paparan dan pandangan rekan-rekan dari Negara sahabat. Sangat berguna bagi pembelajaran demokrasi, pemilu dan pengawasan pemilu,” kata Ketua Bawaslu Muhammad dalam pernyataan penutupya pada acara bertajuk “Focus Group Discussion, Exchange of Views on General Election Supervision with Eight oh The Embassy of The States in Jakarta”. Ia mengatakan pemilu bukan hanya tanggung jawab penyelenggara
16
pemilu, yaitu Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) saja melainkan juga tanggung jawab bersama semua komponen masyarakat. Untuk itu, Bawaslu bertanggung jawab membentuk forum untuk mencari formula yang tepat untuk mengembangkan pengawasan partisipatif. Forum tukar pengetahuan tersebut adalah salah satu upaya Bawaslu untuk merumuskannya. Muhammad menuturkan, pihaknya mendapat banyak masukan dan pembelajaran mengenai pemilu dan pengawasan pemilu. Ia berharap, pengetahuan itu dapat juga dibagikan kepada pemangku kepentingan pemilu dan pengawasan pemilu lainnya. Misalnya, ujar dia, KPU, perguruan tinggi, dan organisasi pegiat pemilu.
BULETIN BAWASLU | EDISI 5, MEI 2015
“Karena itu, kami berharap kesediaan Bapak dan Ibu (wakil Negara sahabat) untuk berpartisipasi dalam seminar internasional yang akan kami gelar Agustus nanti,” ujar Guru Besar Ilmu Politik Universitas Hasanuddin itu. Forum tersebut mendapat apresiasi dari para peserta yang merupakan perwakilan dari delapan Negara sahabat. Wakil Kepala Bagian Politik Urusan Politik Domestik Kedutaan Besar Amerika Serikat Craig L Hall mengatakan, negaranya mempelajari sistem pemilu di Indonesia untuk diterapkan di Amerika Serikat. “Saya senang dengan forum ini. Pemilu Indonesia pada 2014 sangat berhasil dan menjadi pembelajaran bagi Negara yang sedang membangun demokrasi. Kami sangat suka dengan
FOTO-FOTO: HUMAS
Suasana “Focus Group Discussion, Exchange of Views on General Election Supervision with Eight oh The Embassy of The States in Jakarta”.
BULETIN BAWASLU | EDISI 5, MEI 2015
17
Divisi Organisasi dan Sumber Daya Manusia
Divisi Pengawasan
Bawaslu Susun Indeks Kerawanan Pemilu
Kesiapan Panwaslu, Panwascam dan PPL Terhambat Anggaran Menjelang pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di sembilan Provinsi dan 260 Kabupaten/ Kota pada Desember 2015, persoalan anggaran masih membayangi Bawaslu dari berbagai lini. Termasuk dari penyiapan sumber daya manusia (SDM) dalam membentuk Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten, Panwaslu Kecamatan (Panwascam), dan pengawas pemilu lapangan (PPL).
K
epala Bagian SDM Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia, Roy Siagian mengatakan, imbas dari belum disepakati dan ditandatanganinya naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) di daerah, keterlambatan juga terjadi dalam pembentukan Panwaslu Kabupaten, Panwascam, dan PPL. “Pertama, ini akan berimplikasi ke bawah karena anggaran, sehingga keterlambatan terjadi. Kedua, terkait pembentukan sebagian kabupaten kota juga terlambat berakibat kepada pembentukan panwascam sampai PPL ke bawah juga terlambat,” kata Roy. Persoalan tersebut, lanjut Roy, juga mengakibatkan tidak berjalannya fungsi pengawasan yang harusnya dilakukan Bawaslu. Sesuai amanat UU Nomor 1 Tahun 2015 jo UU Nomor 8 Tahun 2015, Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota bertanggung jawab mengawasi penyelenggaraan pilkada serentak tahun 2015. Menurut Roy, jika merujuk Pasal 70 UU Nomor 8 Tahun 2015 dan UU Nomor 15 Tahun 2011, pembentukan panwaslu tingkat kabupaten, Panwascam dan PPL idealnya dilakukan satu bulan sebelum tahapan persiapan dimulai. Pengawas
18
Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (Bawaslu RI) menyusun Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) seluruh provinsi di Indonesia. Hasil pemetaan tersebut tidak hanya ditujukan untuk kesiapan pemilu legislatif dan pemilu presiden 2019, tetapi juga menyongsong Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota serentak tahun 2015.
dok. bawaslu
Bawaslu Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) melantik 39 anggota Panwas Pemilihan Kabupaten/Kota untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang akan menyelenggarakan Pilkada Serentak Desember 2015 mendatang, Kamis (7/5).
”
Tahapan persiapan sendiri sudah berjalan, maka itu sebetulnya sebagian ada yang terlambat tetapi tidak banyak dan dianggap masih berjalan baik
”
Roy Siagian KABAG SDM DAN TUP
yang bersifat sementara itu dibubarkan dua bulan setelah seluruh tahapan pemilu selesai. Dia mengatakan, tahapan yang harus diawasi tidak hanya pada saat pemungutan suara. Namun semua tahapan yang terdiri dari empat tahapan, yaitu tahapan persiapan, pungut hitung, rekapitulasi, dan penetapan hasil. “Tahapan persiapan sendiri sudah berjalan, maka itu sebetulnya sebagian ada yang terlambat tetapi tidak banyak dan dianggap masih berjalan baik” jelas Roy. Hingga saat ini, Roy melanjutkan,
BULETIN BAWASLU | EDISI 5, MEI 2015
hampir semua Panwaslu kabupaten/kota sudah terbentuk. Meski ada beberapa masih dalam tahap seleksi. “Panwaslu kabupaten/kota sudah terbentuk semua pada tiap provinsi, yang terakhir kemarin sedang melakukan tes tertulis adalah Panwaslu Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, dan Kabupaten Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara. Selanjutnya adalah pembentukan panwascam dan jajarannya sampai kebawah”. Meski terlambat, Roy mengatakan, persentasenya tidak terlalu besar. Bawaslu RI mendorong agar NPHD segera diteken dan anggaran pengawasan dapat dicairkan. Di waktu yang sama, Bawaslu pusat menyiapkan modul bimbingan teknis (bimtek) untuk Panwaslu kabupaten/kota, Panwascam, dan PPL. “Antisipasinya, kami melakukan monitoring mana daerah yang masih terlambat, meminta penjelasan, serta bersurat kepada Bawaslu provinsi untuk mempercepat proses penyelesaiaan kendala yang dihadapi baik itu terkait NPHD maupun teknis perekrutan SDM panwascam ke bawah sampai PPL. Dengan demikian diharapkan proses ini dapat segera rampung” ujar Roy. [Alfa Yusri]
K
epala Biro Hukum, Humas dan Pengawasan Internal (H2PI) Ferdinand Eskol Tiar Sirait mengatakan, IKP merupakan upaya yang dilakukan Bawaslu untuk mendeteksi potensi-potensi masalah dalam penyelenggaraan pemilu. Indeks yang dihasilkan menurutnya akan melahirkan rekomendasi-rekomendasi yang dikeluarkan Bawaslu untuk mencegah dan mengantisipasi pelanggaran pemilu tidak terjadi. Selain itu, lanjut Ferdinand, IKP akan dijadikan sebagai peta besar dalam menyongsong pileg dan pilpres yang diagendakan dilaksanakan pada 2019 nanti. “Indeks ini bisa menjadi semacam persepsi tetapi dilengkapi data dan instrumen yang terukur. Ujung dari IKP ini untuk persiapan pileg dan pilpres 2019. Nanti ingin kita tune in-kan ke Indeks Demokrasi Indonesia,” kata dia saat membuka rapat Pemaparan IKP 11 Provinsi di Ruang Rapat Lantai 4 Gedung Bawaslu RI, Jakarta. IKP disusun oleh Bagian Analisis Teknis Pengawasan dan Potensi Pelanggaran Biro H2PI Bawaslu. Pada kesempatan itu, dipaparkan IKP dari 11 Bawaslu provinsi. Terdiri atas Bawaslu Provinsi Riau, Bawaslu Kalimantan Selatan, Bawaslu Kalimantan Tengah, Bawaslu Sulawesi Utara, Bawaslu Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Bawaslu Kepulauan Riau. Kemudian Bawaslu Sulawesi Selatan, Bawaslu Nusa Tenggara Barat, Bawaslu Bali, dan Bawaslu Kalimantan Barat. Dari pemaparan yang disampaikan staf Bagian ATP, terlihat persoalan di
dok. bawaslu
semua provinsi hampir sama. Responden, dalam hal ini Panwaslu Kabupaten/ Kota dinilai masih kurang paham tentang instrumen dalam IKP. Misalnya tentang persoalan anggaran, daftar pemilih tetap (DPT), keberadaan relawan, pemantau pemilu hingga instrumen menyangkut dana bantuan sosial (bansos). Untuk persoalan anggaran, Bawaslu mendapati masih banyak daerah yang akan menggelar pilkada namun terlambat
”
Indeks ini bisa menjadi semacam persepsi tetapi dilengkapi data dan instrumen yang terukur. Ujung dari IKP ini untuk persiapan pileg dan pilpres 2019. Nanti ingin kita tune in-kan ke Indeks Demokrasi Indonesia
”
Ferdinand ET Sirait
Ka Biro Hukum, Humas dan Pengawasan Internal
menyepakati dan menandatangani naskah perjanjian hibah daerah (NPHD). Khususnya NPHD untuk pengawasan pilkada. Pimpinan Bawaslu RI Nasrullah menambahkan, hingga Mei baru 44 daerah yang menyepakati NPHD pengawasan. “Catatan terakhir Bawaslu hingga sore ini, dari 269 baru 44 daerah yang sudah menandatangani NPHD. Itu pun dari 44 masih ada 4 (empat) daerah yang belum mencairkan anggaran pengawasan,” ujarnya . Daerah yang sudah menandatangani NPHD antara lain Kabupaten Karo, Kabupaten Labuhan Batu Selatan, Kabupaten Mandailing Natal. Kemudian Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Gunung Sitoli, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kuantan Senggigi, Kabupaten Pelalawan. Lalu Kabupaten Siak, Kota Dumai, Provinsi Bengkulu, Kabupaten Kaur, Kabupaten Bengkulu Utara, Kabupaten Pesawaran, dan Kota Bandar Lampung. Ada juga Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Malang, Kabupaten Pacitan, Kota Surabaya, Kota Pasuruan, Kabupaten Badung, Kabupaten Bangli, Kabupaten Karang Asem, Kabupaten Tabanan. Kota Denpasar, Provinsi Kalimantan Tengah, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Pahuwato, Kabupaten Bone Bolango, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Konawe Utara dan Provinsi Sumatera Utara. Empat daerah yang sudah menandatangi NPHD tapi belum mencairkan anggaran pengawasan adalah Provinsi Kepulauan Riau, Kabupaten Bintan, Kabupaten Kepulauan Natuna, dan Kabupaten Karimun. [Ira Sasmita].
BULETIN BAWASLU | EDISI 5, MEI 2015
19
Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran
Jelang Pilkada 2015, Enam Rancangan Perbawaslu Dirampungkan Kesuksesan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota (Pilkada) serentak 2015 juga perlu didukung dengan regulasi yang kuat dan mengikat. Bawaslu mengeluarkan Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) yang menjadi landasan bagi Bawaslu dalam melaksanakan pengawasan Pemilu, termasuk halnya Pilkada. Sebagaimana dikatakan Kepala Bagian Hukum Sekretariat Jenderal Bawaslu RI Tagor Fredy, Perbawaslu ini menjadi dasar penerapan tiap tahapan Pilkada bagi Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota. Menjelang Pilkada serentak 2015, Bawaslu mempersiapkan 10 Perbawaslu. “Empat Perbawaslu telah disahkan, sementara enam masih dalam tahap perampungan. Sudah dilakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR RI dan saat ini tinggal menunggu tanda tangan dari Ketua Bawaslu. Setelah ini baru diserahkan ke Kementerian Hukum dan HAM untuk diberi nomor dan diterbitkan,” terang Tagor. Enam Rancangan Perbawaslu tersebut yakni Perbawaslu Tentang Pedoman Pengawasan Kampanye Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Serta Walikota Dan Wakil Walikota, Perbawaslu Tentang Pengawasan Dana Kampanye Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Serta Walikota dan Wakil Walikota, Dan Perbawaslu Tentang Pengawasan Perencanaan, Pengadaan, Dan Pendistribusian Perlengkapan Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Serta Walikota Dan Wakil Walikota. Selain itu Perbawaslu tentang Pengawasan Pemungutan dan Penghitungan Suara Di Tempat Pemungutan Suara Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Serta Walikota dan Wakil Walikota, Perbawaslu tentang Pengawasan Rekapitulasi dan Penetapan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Serta Walikota dan Wakil Walikota, dan Perbawaslu
20
Badan Pengawas Pemilu mengadakan Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi II DPR RI untuk membahas enam Peraturan Bawaslu, Juni 2015.
tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Serta Walikota dan Wakil Walikota. “Semua Rancangan Perbawaslu ini sudah beberapa kali dilakukan pembahasan, baik secara internal maupun bersama DPR
”
Semua Rancangan Perbawaslu ini sudah beberapa kali dilakukan pembahasan, baik secara internal maupun bersama DPR RI. Diharapkan pada bulan Juni ini sudah bisa dipublikasikan atau paling lambat satu bulan ke depan
BULETIN BAWASLU | EDISI 5, MEI 2015
”
Tagor Fredy KABAG HUKUM
RI. Diharapkan pada bulan Juni ini sudah bisa dipublikasikan atau paling lambat satu bulan ke depan,” kata Tagor. Setelah mendapat nomor dan diterbitkan, Perbawaslu nantinya segera didistribusikan ke daerah untuk menjadi landasan dalam mengawasi tahapan Pilkada 2015 yang sudah berjalan. Sebelumnya, empat Perbawaslu yang sudah diterbitkan yakni Perbawaslu Nomor 2 tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Pengawasan Pemilihan Umum, Perbawaslu Nomor 3 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Pembentukan, Pemberhentian, Dan Penggantian Antar Waktu Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi, Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kecamatan, Pengawas Pemilihan Umum Lapangan, Dan Pengawas Pemilihan Umum Luar Negeri. Dua lainnya, yakni Perbawaslu Nomor 4 tentang Pengawasan Pemutakhiran Data Dan Daftar Pemilih Dalam Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati Serta Walikota Dan Wakil Walikota, Perbawaslu Nomor 5 tentang Pengawasan Tahapan Pencalonan Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati Serta Walikota Dan Wakil Walikota. [Pratiwi Eka Putri]
Divisi Sosialisasi, Humas dan Kerjasama Antar Lembaga
Rakor Stakeholders di Tiga Provinsi Rampung Digelar Menjelang pelaksanaan Pemilihan Gubernur, Bupati/Walikota serentak tahun 2015 berbagai kegiatan digelar Bawaslu RI untuk memantapkan persiapan pengawasan. Salah satunya, kegiatan yang diselenggarakan Bagian Humas dan Hubungan Antar Lembaga Biro Hukum, Humas dan Pengawasan Internal (H2PI) berupa Rapat Koordinasi Stakeholders Dalam Rangka Pendidikan Partisipatif Pengawasan Pilkada Serentak 2015. Kepala Bagian Humas dan Hubungan Antar Lembaga Hengky Pramono mengatakan, Rakor Stakeholders sudah digelar di tiga titik, yakni di di Provinsi Sulawesi Tengah, Kalimantan Tengah dan Bengkulu. Kegiatan ini direncanakan akan dilangsungkan di sembilan titik, tepatnya di provinsi yang akan menggelar pemilihan gubernur pada 2015 ini. “Sejauh ini sudah tiga titik Rakor stakeholders dilaksanakan, yaitu di Provinsi Sulawesi Tengah, Kalimantan Tengah dan Bengkulu. Akan ada enam titik lagi yaitu Provinsi Kalimantan Utara, Jambi, Kalimantan Selatan, Sumatera Barat, Kepulauan Riau dan Sulawesi Utara,” kata Hengky. Menurut dia, rakor bertujuan untuk memberikan pemahaman, pengetahuan, dan persepsi yang sama kepada semua pemangku kepentingan akan pentingnya pemilihan yang demokratis sesuai asas Pemilu yang jujur, bersih dan adil. Untuk membangun sistem dan mekanisme pencegahan pelanggaran Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2015, serta meninjau kesiapan pemerintah dan pemerintah dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2015. “Rakor juga berguna untuk membangun kesadaran pengawasan partisipatif pemilihan kepala daerah oleh para pemangku kepentingan pengawasan pemilihan,” jelasnya. Tujuan lainya, lanjut Hengky, adalah untuk meningkatkan peran pengawasan partisipatif pemilihan kepala daerah oleh para pemangku kepentingan pengawasan pemilihan. Sehingga Bawaslu bisa memetakan potensi pelanggaran, konflik dan problema lain dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2015. Hasil pembahasan dalam rakor kemudian bisa dikoordinasikan dan disinergikan oleh Bawaslu kepada seluruh jajarannya serta
semua pemangku kepentingan. Rakor Stakeholders, ujar Hengky, penting untuk dilaksanakan mengingat keterbatasan jumlah pengawas secara struktural dan berjenjang dari pusat sampai dengan tingkat lapangan. Sehingga dengan semakin banyaknya pemangku kepentingan telibat secara langsung mengawasi proses pilkada serentak di daerah. Selain menggelar Rakor Stakeholders, dalam menyongsong pilkada serentak Bawaslu juga melakukan kegiatan Sosialisasi Tatap Muka dengan Stakeholders di 100 titik. Salah satunya, kegiatan sosialisasi yang dilangsungkan di Kabupaten Manokwari Papua Barat. Sosialisasi diikuti oleh Bupati Manokwari, Ketua Komisi Pemilihan Umum Provinsi Manokwari, Panitia pengawas pemilu Manokwari, Tokoh Masyarakat adat setempat dan Pelajar. Sosialisasi bertema pengawasan dan penanganan pelanggaran pilkada tersebut diharapkan mewujudkan terjadinya pilkada yang berintegritas. Bawaslu mengharapkan, sosialisasi yang melibatkan semua pemangku kepentingan tersebut sekaligus meningkatkan pengawasan pilkada partisipatif dari masyarakat. Penyelenggaraan pilkada serentak membutuhkan dukungan dari pemerintah daerah. Setidaknya dari 269 provinsi, kabupaten dan kota akan menggelar pilkada. Pimpinan Bawaslu RI Nasrullah mengatakan, dalam menyelenggarakan pilkada kesiapan pemerintah daerah menjadi keharusan. Dia mengkategorikan kesiapan tersebut menjadi empat kriteria. “Kata
siap dalam pemilihan kepala daerah bisa dilihat pada empat kriteria. Yang pertama pemerintah daerah wajib memberikan fasilitas pada anggaran,” kata Nasrullah saat membuka acara sosialisasi di Balai Diklat Papua Barat, Manokwari, Sabtu (9/5). Kriteria kedua, lanjut Nasrullah, pemerintah wajib memfasilitasi sumber daya manusia (SDM). Kriteria selanjutnya, adanya dukungan fasilitas pada sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan pilkada. “Kriteria keempat atau yang terakhir adalah dukungan menyeluruh dalam kegiatan dan tahapan pilkada,” ungkap Nasrullah. Pada kesempatan yang sama, Pemerintah Kabupaten Manokwari, Papua Barat menyatakan kesiapannya mendukung pelaksanaan pilkada serentak pada Desember 2015 ini. Pemkab memastikan dana senilai Rp 30 miliar siap digelontorkan untuk pemilihan bupati Manokwari. “Pemkab Manokwari sudah sangat siap mendukung pelaksanaan pilkada. Kami siapkan Rp 30miliar,” kata Bupati Manokwari, Bastian Salabai. Menurut Bastian, dana yang sudah dialokasikan pemerintah daerah diharapkan dapat menunjang fungsi kerja. Yang telah diamanatkan konstitusi kepada KPU sebagai penyelenggara pilkada, Panwaslu sebagai pengawas dan aparat kepolisian yang menjalankan fungsi pengamanan. “Dari Rp 30miliar itu rinciannya silahkan dibagii sesuai kebutuhan KPU, Bawaslu dan pihak keamanan,” ujarnya. [Nofia Herawati]
BULETIN BAWASLU | EDISI 5, MEI 2015
21
Sistem Kontrol Pengelolaan Keuangan Pilkada 2015 Perlu Diperkuat Persoalan anggaran Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota serentak 2015 masih menjadi pembahasan hangat beberapa pekan belakangan. Masih adanya ketidakpastian pencairan anggaran pilkada di beberapa daerah secara tidak langsung membuat tahapan pelaksanaan menjadi terhambat.
Ketua Bawaslu RI Muhammad Ketua Bawaslu RI Muhammad menilai penggunaan dana hibah dalam pilkada serentak tahun 2015 juga menuntut kesiapan dan profesionalitas Bawaslu provinsi dan Panwaslu kabupaten/kota sebagai pengguna anggaran. Dari 269 daerah yang akan menggelar pilkada serentak, masih banyak yang belum menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) untuk anggaran pengawasan. Selain itu, bawaslu provinsi dan kabupaten/kota masih terhambat karena adanya diskresi antara Peratuan Menteri Keuangan Nomor 191 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2015. Namun, menurut Muhammad persoalan tersebut tidak lantas membuat Bawaslu di daerah patah semangat. Dia meminta bawaslu provinsi dan panwaslu kabupaten/kota tetap bersemangat melaksanakan pengawasan pilkada serentak 2015. “Walaupun ada kendala anggaran, jangan kita skeptis,” ujarnya. Muhammad menyampaikan, Bawaslu RI akan segera bertemu dengan Kementerian Dalam Negeri untuk membahas penyelesaian persoalan anggaran. Selain itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menurutnya telah mengirimkan radiogram kepada seluruh daerah untuk segera mencairkan anggaran pilkada termasuk anggaran pengawasan. Meski begitu, Muhammad meminta Bawaslu provinsi dan kabupaten/kota
22
tidak tinggal diam. Jika masih ada kendala soal pencairan anggaran, panwaslu diminta berkoordinasi dengan bawaslu provinsi secara cepat. “Edaran Mendagri jangan diabaikan, saya lihat di beberapa bawaslu provinsi agak lelet. Ini juga kesalahan kita, kita tidak kuat, tidak militan,” ungkapnya. Guru Besar Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin itu meminta bawaslu provinsi dan panwaslu bergerak cepat dan taktis. Dia mengingatkan, jangan sekali-kali menggunakan alasan anggaran untuk melemahkan kualitas pengawasan. “Jangan karena kendala anggaran, lantas semangat kita turun dan koordinasi kita lemah. Ini hanya satu kendala, banyak hal lain serta potensi lain yang bisa kita gerakkan,” ujar Muhammad. Namun Muhammad juga meminta bawaslu provinsi dan panwaslu untuk tetap menjaga martabat dan kehormatan pengawas pemilu. Dia meminta jajarannta untuk tidak terus menerus membandingkan anggaran Komisi Pemilihan Umum dengan Bawaslu. “Jangan terlalu matematis cara berpikirnya. Yang kita tuntun hanya anggaran yang proporsional,” jelasnya. Tak hanya itu, Muhammad meminta bawaslu provinsi dan panwaslu bijaksana menghadapi pemerintah daerah. “Jangan kayak pengemis, walaupun kita butuh. Kepemimpinan itu seni, ada saatnya harus low profile, ada saatnya high profile,” kata dia.
BULETIN BAWASLU | EDISI 5, MEI 2015
Pimpinan Bawaslu RI Endang Wihdatiningtyas Pimpinan Bawaslu RI Endang Wihdatiningtyas mengatakan, permasalahan anggaran merupakan bagian dari risiko yang pasti muncul dalam penyelenggaraan pemilu dan pilkada. Karena itu, identifikasi risiko harusnya sudah dilakukan sejak awal sehingga bisa dipetakan langkahlangkah untuk mengantisipasi persoalan yang muncul. Terkait anggaran pilkada serentak tahun 2015, lanjut Endang, Bawaslu provinsi memegang peranan penting. Lantaran dana pilkada yang akan berlangsung di 269 provinsi dan kabupaten/kota bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Secara spesifik, anggaran tersebut diambil dari Dana Hibah Daerah. Penggunaan dana hibah menurutnya memerlukan tata kelola yang tertib dan transparan. Sistem kontrol, Endang meneruskan, menjadi kunci keberhasilan penggunaan anggaran yang baik. “Sistem kontrol terhadap pengelolaan keuang-
an harus diperkuat dan diperketat oleh Bawaslu provinsi. Bagaimana Bawaslu provinsi mengontrol sampai ke bawah sehingga manajemen keuangan dipastikan sesuai peraturan,” ujar Endang dalam acara penutupan Kegiatan Identifikasi Resiko Atas Pengawasan Pelaksnaan Pilkada Serentak Tahun 2015, di Bukittinggi, Jumat (29/5). Mantan Komisioner Bawaslu Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta itu memberi contoh bagaimana mengidentifikasi risiko dan kontrol yang baik. Pada pilkada serentak 2015 ini, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 memerintahkan dibentuknya pengawas di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS). “Untuk pengawas TPS ini misalnya kan sudah ditandatangani anggarannya. Tapi nanti bagaimana pas diambil sampel oleh BPKP enggak ada pengawas di TPS, nah bagaimana mengantisipasinya harus
dipikirkan,” ungkap Endang. Untuk mengantisipasi hal tersebut terjadi, Endang meminta Bawaslu provinsi menguatkan pengawasan dan sistem kontrol ke bawah. Bawaslu provinsi harus memastikan pengelolaan keuangan dan manajemen keuangan berjalan sesuai aturan yang ada.
Sekretaris Jenderal Bawaslu RI Gunawan Suswantoro Sekretaris Jenderal Bawaslu RI Gunawan Suswantoro juga memiliki pandangan yang sama. Dia memerintahkan Bawaslu RI, Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota segera melakukan identifikasi risiko atas pengawasan pilkada serentak tahun 2015. Seluruh jajaran Bawaslu diperintahkan untuk memetakan permasalahan yang mungkin terjadi beserta cara mengantisipasinya. “Saya concern untuk menjaga dan mengawal pilkada serentak 2015. Saya perintahkan untuk mengadakan identifikasi risiko, apa yang kira-kira jadi masalah dan bagaimana mengantisipasinya,” kata Gunawan. Gunawan mengungkapkan, risiko melaksanakan pilkada serentak untuk pertama kalinya di Indonesia bisa dipastikan cukup besar. Khususnya dari sisi pengelolaan anggaran dan substansi pengawasan. Persoalan anggaran untuk pilkada serentak tahun 2015 menurutnya merupakan masalah krusial. Lantaran sumber anggaran pelaksanaan pilkada berasal dari dana hibah provinsi dan kabupaten/kota. Gunawan
mengingatkan semua Bawaslu provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota, agar persoalan yang menimpa Bawaslu Provinsi Jawa Timur tidak terjadi di daerah lain. Bawaslu Jatim diduga melakukan tindak pidana korupsi atas penggunaan dana hibah untuk menyelenggarakan pemilihan gubernur 2013 lalu. “Saya tidak mau kejadian pilkada serentak 2015 akhirnya kayak Jatim. Jangan sampai pilkada serentak itu sama, karena posisinya dana hibah juga,” ujarnya. Untuk mengidentifikasi risiko pengelolaan anggaran, Bawaslu provinsi diperintahkan merumuskan kemungkinan-kemungkinan masalah anggaran dalam pelaksanaan pemilihan gubernur. Begitu pula Panwaslu kabupaten/kota dalam pemilihan bupati/ walikota. Me-
lalui kegiatan diskusi berkelompok, menurutnya masing-masing Bawaslu bisa saling betukar pikiran tentang persoalan di setiap daerah. Sehingga, secara bersama-sama bisa merumuskan langkah-langkah untuk mengatasi dan mengantisipasi persoalan yang timbul dalam pengelolaan anggaran. Gunawan juga menyampaikan diskresi tentang pengelolaan dana hibah pilkada langsung 2015 segera mencapai titik temu. Menurut dia, diperlukan diskresi atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191. Karena di sisi lain pengelolaan dana hibah juga diatur oleh Peratuan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2015 “Ini memang identifikasi risiko untuk pengelolaan keuangan pilkada serentak 2015 karena belum ada diskresi sehingga mungkin (di daerah) menjadi bingung. Saya sarankan bersiap-siap atas segala kemungkinan, diskresi diterima atau diskresi ditolak Kemenkeu,” jelas Gunawan. Sementara itu, mencakup risiko dari substansi pengawasan, Gunawan meminta seluruh jajaran Bawaslu untuk mempedomani fatwa Mahkamah Agung (MA). Mahkamah telah menyatakan bahwa Bawaslu pusat tidak memiliki kewenangan dalam penyelesaian sengketa pilkada. Sengketa diselesaikan oleh Bawaslu provinsi dan kabupaten/kota. [Ira Sasmita]
BULETIN BAWASLU | EDISI 5, MEI 2015
23
Reydonnyzar Moenek
Jadikan Media Istri Kedua Jika menyebut nama Reydonnyzar Moenek, maka asosiasi yang pertama kali muncul adalah media dan wartawan. Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Keuda Kemendagri) itu memang memiliki sejarah yang sangat kuat dengan media massa.
FOTO: HENDRU
P
ria yang akrab disapa Donny itu menjabat sebagai Dirjen Keuda sejak Juni 2014. Posisi yang sangat penting dan strategis dalam Kemendagri tersebut sangat sesuai dengan latar belakang akademik yang dimilikinya. Donny merupakan Doktor Ilmu Pemerintahan Bidang Kebijakan Fiskal dari Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung. Meski berkutat dengan angka-angka dan mengurusi keuangan daerah mulai dari Sabang hingga Merauke, ada hal yang tidak bisa dilepaskan dari pria kelahiran Padang 14 November 1960 tersebut. Donny tidak bisa dilepaskan dari wartawan dan media massa. Ini bukan hal yang aneh. Lantaran Donny memang memiliki sejarah dan keterikatan yang cukup kuat dengan media massa. Setelah lulus dari Ilmu Administrasi Negara Universitas Gajah Mada pada 1987, Donny memulai karirnya sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Karena kegemarannya menulis, ia dipercaya sebagai penulis naskah pidato gubernur Jawa Tengah saat itu, Muhammad Ismail. Keahliannya menulis juga membuat Donny diserahi tugas sebagai pemimpin redaksi majalah Beringin, sebuah media milik Golkar ketika itu. Donny juga
24
sering menulis lepas untuk beberapa media lokal. Opininya dalam bentuk artikel sering dimuat di sejumlah media, diantaranya Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat dan lain-lain. Kesukaannya terhadap tulis-menulis juga membuatnya mampu menyelesaikan tiga seri buku mengenai analisa investasi. Buku tersebut dirampungkannya setelah menuntaskan pendidikan di Philipina dan Australia. Buku yang diterbitkan dalam dua bahasa itu akhirnya dibeli hak ciptanya oleh suatu lembaga internasional, sehingga Donny kehilangan hak ciptanya sebagai penulis, tapi itu semua dikompensasi dengan sejumlah uang yang jumlahnya bisa untuk membeli sebuah rumah. Kedekatan Donny dengan media semakin tidak terlepaskan saat ia ditunjuk sebagai Kepala Pusat Penerangan Kemendagri dari tahun 2010 hingga 2013. Pria berdarah Minang ini mulai dikenal luas oleh masyarakat. Lantaran selama tiga tahun menjabat sebagai juru bicara, Donny hampir selalu mengeluarkan pernyataan yang tajam, nyeleneh, dan cenderung disukai media. Donny memiliki gaya bicara yang cukup khas. Dengan suara bariton, wajah ramah dengan kumis khas, Donny sigap meladeni pertanyaan wartawan. Banyak
BULETIN BAWASLU | EDISI 5, MEI 2015
isu penting yang ditanganinya saat menjabat sebagai jubir. Mulai dari isu KTP elektronik hingga kisruh APBD DKI Jakarta. Keahlian Donny menghadapi media massa tidak hanya menjadikannya sebagai media darling. Pada tahun 2012, Donny diganjar penghargaan dari Radio Elshinta. Penghargaan yang diberikan bertepatan dengan hari ulang tahun (HUT) Elshinta ke-13 itu lantaran dinilai sebagai narasumber yang tidak pelit memberikan keterangan kepada wartawan.Dari delapan yang meraih penghargaan, Donny merupakan satu-satunya juru bicara kementerian yang meraih Elshinta Award 2012. Donny mengatakan, komunikasi publik di institusinya bisa berjalan sangat baik berkat peran media. Karena pembangunan tidak bisa lagi dididirikan dengan kekuasaan, maka menurutnya segala kritik dan aduan masyarakat harus diterima. “Prinsip tansparansi harus dikedepankan. Media itu merupakan istri kedua saya,” ujar Donny. Penghargaan terhadap Donny juga datang dari luar negeri. The World Green Environment bekerja sama dengan Pemerintah Korea Selatan pada 2012 lalu memberikannya penghargaan karena dianggap berjasa atas peran promosi, publikasi dan fasilitasi investasi. Ia dianggap membantu
Korea Selatan dalam menanamkan investasi di sejumlah daerah di Indonesia. “Pemberian award itu dalam rangka peringatan The 10th Republic of Korea and Environmental Culture. Ini tak terlepas dari kelancaran investasi Korsel dalam pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia yang difasilitasi Kapuspen Kemendagri,” ungkapnya. Saat ini Donny tidak lagi bertanggung jawab atas pemberitaan, publikasi dan kerjasama antar lembaga di Kemendagri. Tugas, pokok dan fungsi yang lebih berat menyangkut keuangan daerah harus ia emban dengan optimal. Dia harus memastikan 269 daerah menandatangani kesepakatan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) untuk pelaksanaan pilkada serentak tahun 2015. “Kami sudah kirim radiogram hari ini juga ke bupati, wali kota, dan gubernur yang daerahnya menggelar pilkada agar segera mencairkan anggaran dalam waktu secepatnya dan sesingkatnya,” kata Donny. [Ira Sasmita]
PROFIL Nama: Reydonnyzar Moenek Tempat/Tgl Lahir : Padang/14 November 1960 RIWAYAT PENDIDIKAN 1987: S1 – Universitas Gajah Mada (Administrasi Negara) 1994: S2 – Master Of Develpoment Asian Institute Of Management. Makati Metro Filipina 2014: S3 – Doktor Ilmu Pemerintahan Bidang Kebijakan Fiskal Pascasarjana Unpad, Bandung. RIWAYAT PEKERJAAN 1989 - 1993: Menjadi PNS di Pemprov Jateng, di antaranya menjadi penulis naskah Gubernur Jateng Ismail. 2008 - 2010: Direktur Administrasi Pendapatan dan Investasi Daerah Ditjen BAKD Depdagri. Kerap menjadi saksi Ahli Kemendagri dalam berbagai sidang kasus korupsi. 2010 - 2013: Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Februari 2013-Juni 2014: Staf Ahli Menteri Dalam Negeri, Bidang Politik, Hukum dan Hubungan Antar Lembaga April 2014: Sempat mengikuti seleksi Sekjen Kemendagri Juni 2014 - sekarang: Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri
SUARA dari THAMRIN 14 Tutus Gunawan
Pramusaji Mengejar Gelar Sarjana Melayani dengan senyum dan bekerja sepenuh hati yang tulus, menjadi prinsip hidup jejaka kelahiran Ciamis, 17 Agustus 1989 ini. Bungsu dari enam bersaudara ini kerap terlihat bekerja sebagai pramusaji di lantai empat gedung Bawaslu RI. Siapa sangka, pria bernama lengkap Tutus Gunawan ini kini juga mahasiswa semester tiga jurusan teknik informatika. Kehadiran Tutus di lingkungan kerja Bawaslu RI bermula saat dirinya menjadi pramusaji di kantin beberapa tahun lalu. Kala itu, ia mengaku hanya memiliki ijazah sekolah menengah pertama (SMP). Berbekal semangat dan kerja keras, disela kerjanya Tutus mengikuti program Kejar Paket C atau ujian kesetaraan setingkat SMA, kelas malam di Kebayoran Baru. Setelah mengikuti ujian pada November 2011, akhirnya ia lulus dan mendapat ijazah SMA. Usai menggenggam ijazah SMA, Tutus coba mencari pekerjaan yang lebih baik. “Kemudian saya coba melamar
kerja ke kantor Bawaslu, siapa tahu ada peluang sana. Ternyata diterima,” ujar pengumandang adzan di Mushala AlHakam Bawaslu ini. Berstatus sebagai pegawai di Sekretariat Bawaslu, begitu disambut gembira penggemar tenis meja ini. Meski demikian, mimpinya tidak berhenti sampai disana. Target terdekat Tutus adalah merengkuh gelar Sarjana Komputer. “Dasarnya suka computer. Soal bisa komputer, yang penting minat dulu. Pengetahuan, menyusul. Itu aja,” imbuhnya. Sejak tiga semester lalu, ia menjalani kuliah di Fakultas Teknologi Informasi, Jurusan Tehnik Informatika Universitas Budi Luhur, Jakarta. Selepas merampungkan pekerjaannya di Bawaslu pukul 17.00 WIB, Tutus memulai kuliahnya pada pukul 18.30 WIB di Kampus yang terletak di daerah Roxy, Jakarta Barat itu. Sehari-hari ia tidur di kantor karena alasan gratis. “Biaya kos kan mahal,” kata Tutus. Dengan
menghemat biaya kos, ia pun mengalokasikan gajinya untuk biaya kuliah. “Tergantung rejeki. Saya nggak muluk-muluk. Nggak jadi staf juga nggak apa-apa. Yang penting bisa kerja yang hasilnya untuk diri sendiri. Rejeki nggak ke mana,” ujar Tutus menjawab pertanyaan apakah setelah lulus kuliah ingin bekerja sebagai staf di Setjen Bawaslu RI. [Anastasia Ratri]
BULETIN BAWASLU | EDISI 5, MEI 2015
25
Kepala Sekretariat Bawaslu Provinsi “Bungsu” Dilantik
Bawaslu Bangka Belitung Gelar
FGD Menuju Pilkada 2015 Bawaslu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengadakan Focus Group Disscussion (FGD) dengan berbagai stakeholder di wilayah Bangka Belitung, bertempat di gedung Depati Barin, Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Bangka Belitung, Senin (11/5).
Pimpinan Bawaslu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Bagong Susanto, Tim Asistensi Bawaslu Ri, M Tarmidzi menjadi narasumber pada FGD Menuju Pilkada 2015.
A
cara yang mengangkat tema ‘Mewujudkan Pengawasan Pilkada yang Lebih Profesional dan Berintegritas di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung’ ini dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat, di antaranya: Ormas/ LSM (Lidal, PPI), OKP (BEM Universitas Bangka Belitung/UBB, Pertiba), lembaga keagamaan (PWNU dan Keuskupan), kepolisian, dan media massa. Turut hadir Muhammad Tarmidzi (Tim Asistensi Bawaslu RI), Bagong Susanto (Komisioner Bawaslu Provinsi Babel), dan Muhammad Anshori (Akademisi UBB) yang menjadi narasumber dalam diskusi. Dalam paparannya, Tarmidzi mengemukakan bahwa institusi penyelenggara pemilihan yang terdiri dari Bawaslu dan KPU harus memiliki inisiatif dalam membangun kepercayaan publik melalui informasi yang terbuka. Lantaran keterbukaan tersebut terbukti mampu menyukseskan Pemilu 2014 yang lalu. “Publikasi melalui website oleh KPU RI khususnya hasil scan C1 diapresiasi banyak pihak karena semuanya menjadi terang tanpa ditutup-tutupi,” ujarnya. Selain itu Tarmidzi juga menekankan pentingnya deteksi dini terjadinya konflik dalam Pilkada, khususnya dalam tiga hal, yakni penetapan daftar pemilih, kampanye, dan pungut hitung suara.
26
Suksesnya deteksi dini ini akan mencegah terjadinya tindakan pelanggaran Pilkada sehingga tidak meluas menjadi persoalan hukum. Pada kesempatan yang sama Komisioner Bawaslu Bangka Belitung Bagong Susanto memaparkan strategi pencegahan pelanggaran melalui pengawasan partisipatif yang akan dilakukan oleh Bawaslu dan jajarannya dalam Pilkada. “Seluruh masyarakat empat kabupaten yang ikut Pilkada menjadi bagian yang penting dalam elemen pengawasan. Tanpa adanya partisipasi dari masayarakat maka Bawaslu tidak dapat bekerja dengan maksimal,” ujarnya. Sementara itu, Muhammad Anshori, akademisi dari UBB lebih menekankan pada pentingnya nilai ideal demokrasi. “Harus adanya kesesuaian antara das sein dan das solen. Kalau tidak sesuai berarti bermasalah,” tegasnya. Dia juga berharap Bawaslu lebih agresif lagi dalam mengajak masyarakat berpartisipasi dalam pengawasan, khususnya Pilkada. Dalam diskusi tersebut, Satuan dari Polda Kepulauan Bangka Belitung mengapresiasi Bawaslu yang senantiasa berinisiatif dalam membangun partisipasi publik dalam Pemilu. “Kami harap kerja sama dengan Bawaslu dalam Pilkada dapat
BULETIN BAWASLU | EDISI 5, MEI 2015
ditingkatkan, seperti dalam Pileg dan Pilpres 2014,” ujarnya. Ketua LSM Lidal, Anugrah Bangsawan menyatakan bahwa Bawaslu harus bisa menangkis adanya politik uang dalam Pilkada. Menurutnya, Bawaslu juga perlu meningkatkan kemitraan pengawasan dengan Ormas dan LSM. Pendapat yang lain dikemukakan oleh Romo Hans dari Keuskupan Pangkalpinang yang menyatakan siap bergabung dengan Bawaslu dalam pengawasan partisipatif. Sementara itu, perwakilan PWNU Zamrani berharap, Bawaslu dapat memberikan jaminan kepada para pelapor yang menemukan pelanggaran dalam Pilkada. “Jangan sampai kita melapor ada pelanggaran malah kita tidak dapat perlindungan (dari Bawaslu). Bahaya kan, Pak?” ujarnya. Acara tersebut menghasilkan beberapa kesimpulan, yakni pertama penyelenggara Pilkada (KPU dan Bawaslu) harus menjunjung tinggi integritas dan netralitas dalam Pilkada. Kedua, Bawaslu diharapkan lebih gencar lagi dalam mensosialisasikan strategi pengawasan partisipatif. Dan ketiga, Bawaslu dan KPU harus menghadirkan Pilkada yang berkualitas, bukan hanya secara prosedur tapi juga substansi. [Humas Bawaslu Babel]
A.M. Santiaji Pananrangi resmi menjabat sebagai Kepala Sekretariat Provinsi Kalimantan Utara setelah dilantik oleh Sekretaris Jenderal Bawaslu RI Gunawan Suswantoro, Senin (18/5) malam. Acara pelantikan yang dihadiri Pimpinan Bawaslu RI Endang Wihdatiningtyas dan para undangan baik dari internal pejabat dan staf Bawaslu RI dan serta Kepala Sekretariat Propinsi se Indonesia. Dalam sambutannya, Sekretaris Jenderal Bawaslu RI Gunawan menegaskan, pelantikan ini jangan dianggap hanya sekadar seremonial tetapi harus dipahami sebagai upaya dalam mendukung roda organisasi Bawaslu. “Kita sudah mulai tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur serta Walikota dan Wakil Walikota di provinsi yang paling bungsu ini. Untuk itu saya titip pesan kepada Saudara yang sudah resmi dilantik sebagai Kepala Sekretariat Bawaslu Provinsi Kalimantan Utara harus benarbenar serius, tekun, dan berlatih dalam
HUMAS
menunjang kinerja Bawaslu Provinsi Kalimantan Utara dalam tugas pengawasan pada Pemilihan GBW serentak di daerah ini,” tegas Gunawan. Lebih lanjut Gunawan mengatakan bahwa ia akan terus memantau pelaksanaan Pemilu di Kalimantan Utara. “Kalimantan Utara ini adalah provinsi paling muda di Indonesia. Oleh sebab itu saya
akan terus pantau Pemilu di sana. “Saya minta Kepala Sekretariat yang baru dilantik ini dapat berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah Propinsi Bawaslu Kalimantan Utara agar pemilihan dapat berlangsung dengan lancar, jujur dan adil. Begitu pun dengan anggaran keuangannya harus dikelola dengan baik sesuai peruntukkan dan aturan,” pungkasnya. [Pratiwi]
Anggaran Pengawasan Pemilukada Riau Belum Ideal Sebanyak 9 dari 12 pemerintah kabupaten/kota se Provinsi Riau yang akan menggelar Pemilu Bupati/walikota serentak pada Desember tahun 2015, belum menganggarkan kebutuhan dana pengawasan pemilihan bupati/walikota secara ideal dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tahun 2015. Padahal anggaran ideal dibutuhkan Panwaslu untuk memaksimalkan pengawasan pemilu kepala daerah. Kepala Sekretariat Bawaslu Provinsi Riau Anderson mengatakan, dalam rekapitulasi data Bawaslu Provinsi Riau, baru 4 (empat) dari 9 (sembilan) kabupaten/kota yang mengganggarkan dana APBD untuk Panwaslu, yakni Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Indragiri Hulu dan Kabupaten Kepulauan Meranti. Namun jumlah dana APBD tersebut belum sebanding dengan usulan. Misalnya Kota Dumai hanya menganggarkan Rp 250 juta untuk pengawasan pemilu di daerahnya. Baru satu kabupaten yakni Bengkalis yang dinilai telah ideal menganggarkan kebutuhan pemilu di daerahnya yakni mencapai Rp 14 miliar. “Dana itu sesuai informasi yang kita dapat dari panwas terpilih, belum diberitahukan resmi oleh Pemkab Bengkalis ke
Bawaslu provinsi. Jadi belum pasti juga,” kata Anderson. Sementara itu lima kabupaten/kota di Provinsi Riau belum menganggarkan kebutuhan dana panwaslu dalam APBD nya. Lima daerah itu yakni Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Kuantan Singingi, Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Siak. Menurut Anderson, lima kabupaten tersebut baru akan memasukkan anggaran untuk pengawasan pemilukada dalam APBD perubahan tahun 2015. “Kami sudah sounding (dengar pendapat), prinsipnya mereka bersedia mengangggarkan dana untuk panwaslu dalam APBD perubahan karena itu sudah amanat undang-undang,” ujar Anderson. Penyebab belum dianggarkannya dana pengawasan pemilu dan Panwaslu oleh Pemda setempat menurut Anderson, salah satu faktornya karena sempat terjadi gonjang-ganjing pembahasan Perpu Pemilukada pada akhir 2014 hingga awal tahun 2015, apakah kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat atau tidak langsung oleh DPRD setempat. Sebagaimana diketahui Pemerintah dan DPR RI telah menetapkan UU nomor
8 tahun 2015 tentang perubahan UU nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan Perpu Pemilihan Gubernur, Walikota dan Bupati menjadi Undang-undang. Lebih lanjut Anderson menjelaskan, Pimpinan maupun pejabat struktural Bawaslu Provinsi Riau secara pro aktif terus melakukan pendekatan kepada pemkab/pemko yang menggelar pemilukada di daerahnya guna memastikan ketersediaan anggaran untuk Panwaslu setempat. Sementara itu, Bawaslu Provinsi Riau memprogramkan sejumlah kegiatan untuk memaksimalkan pengawasan pemilihan bupati/walikota di 9 kabupaten/ kota. Antara lain sosialisasi dan pengawasan pemilu partisipatif oleh ormas/ OKP, pendidikan pengawasan partisipatif dengan menggandeng guru dan siswa sekolah menengah, serta supervisi aktif dengan kunjungan Bawaslu Provinsi daerahdaerah pemilihan kepala daerah. “Untuk pendidikan pengawasan partisipatif, kami sudah kerjasama dengan sekolah-sekolah dan guru PPKN untuk memberikan sosialisasi ke siswa siswi SLTA sebagai pemilih pemula. Kami boleh gunakan jam pelajaran PPKN untuk sosialiasasi ke sekolah,” kata Anderson. [Raja Monang Silalahi]
BULETIN BAWASLU | EDISI 5, MEI 2015
27
Feature
Feature
Selamat Datang di Negeri Lautan Spanduk Oleh: Ira Sasmita dan Pratiwi Eka Putri
Banyak yang bilang untuk menilai sebuah daerah, lihatlah suasana saat baru keluar dari pelabuhan atau bandar udara di daerah tersebut. Apa yang pertama kali terlihat biasanya dikaitkan dengan wajah keseluruhan daerah itu. Elok pemandangannya, bisa dikatakan elok pula rupa seluruh daerah itu. Pun begitu sebaliknya.
N
amun rupanya penilaian pertama itu bisa saja berubah atau terpengaruh oleh peristiwa politik. Hampir semua zona di belahan bumi ini memang tidak bisa lepas dari buntut politik. Untuk pertama kalinya dalam perjalanan demokrasi bangsa Indonesia, pada tahun 2015 ini akan digelar pemilihan kepala daerah serentak. Peristiwa politik yang tidak perlu diragukan lagi, pasti akan disambut antusias oleh berbagai lapisan masyarakat. Semangat menyambut pilkada serentak ini mulai menjalar dari pintu gerbang daerah hingga ke pelosok. Di Padang, Sumatera Barat misalnya. Saat keluar dari Bandar Udara Internasional Minangkabau, mata langsung disajikan pemandangan deretan spanduk dan baliho. Deretannya tidak cukup satu, dua, lima atau tujuh. Sesak mungkin menjadi kata yang paling tepat untuk menggambarkan betapa banyaknya spanduk dan baliho. Yang menampilkan wajah orang-orang yang bersemangat mengabdikan dirinya sebagai calon gubernur Sumatera Barat.
28
Keluar dari jalanan bandara, pemandangan spanduk calon gubernur masih belum habis. Memasuki ibu kota Sumbar, spanduk dan baliho semakin menggila. Wajah yang sama terpampang di beberapa spanduk dengan warna dan pose yang berbeda. Disusul wajah-wajah lainnya dengan corak beragam. Bergeser ke pinggir kota di Kabupaten Padang Pariaman, pemandangan serupa masih terjadi. Bedanya, jika di area bandara dan ibu kota provinsi spaduk dan baliho dipasang di tiang dan banner besi maka di Padang Pariaman dipasang di pohon. Tak tanggung-tanggung, beberapa spanduk dipasang di pohon kelapa. Di sepanjang jalan Padang Pariaman menuju Kota Padang Panjang memang banyak ditumbuhi pohon kelapa. Tentunya butuh usaha cukup keras untuk memasang spanduk-spanduk dan baliho tersebut ke atas pohon kelapa. Lansekap yang sama terus terlihat saat memasuki Kota Padang Panjang, terus ke Bukittinggi, hingga Batusangkar. Beberapa wajah yang terlihat di spanduk
BULETIN BAWASLU | EDISI 5, MEI 2015
memang masih menjadi pimpinan di daerah-daerah ini. Perempatan jalan, setiap persimpangan, alun-alun nyaris tidak ada tempat yang luput dari spanduk dan baliho. Selain spanduk bakal calon gubernur, spanduk calon bupati dan walikota juga tidak kalah banyak. Provinsi Sumatera Barat memang menjadi salah satu provinsi yang daerah-daerahnya cukup banyak akan memilih bupati dan walikota. Selain pemilihan gubernur, di Sumbar akan digelar pemilihan bupati/walikota di 12 kabupaten/kota. Tak heran jika bumi Ranah Minang menjadi lautan spanduk. Hijaunya dedaunan harus bersaing dengan warna merah, kuning, hijau dan biru spanduk serta baliho. Padatnya spanduk dan baliho juga menjadi pemandangan terkini di Provinsi Bengkulu. Sama halnya dengan Sumbar, di Bengkulu juga akan digelar pemilihan gubernur dan pemilihan bupati/walikota di enam kabupaten/kota. Bermacam atribut terpasang dengan berbagai ukuran yang berbeda. Ada yang dengan ukuran baliho besar dan ada juga yang hanya
menempel di batang pohon. Lalu, apakah ada yang salah dari pemasangan spanduk dan baliho tersebut. Tentu saja tidak, negara Indonesia belum mengeluarkan aturan pelarangan pemasangan spanduk dan baliho. Tetapi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada Serentak Tahun 2015 mengatur tata cara pemasangan atribut dan alat pegara untuk peserta pilkada serentak. Namun aturan tersebut bisa diberlakukan terhadap pasangan calon kepala daerah. Persoalannya, hingga saat ini tahapan pilkada belum memasuki tahapan penetapan pasangan calon. Bahkan, tahapan pendaftaran bakal calon pun belum dilakukan. Sesuai Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Pilkada Serentak Tahun 2015, penetapan pasangan calon baru dilakukan pada 24 Agustus 2015. Tahapan pencalonan yang baru berjalan adalah pengumuman penyerahan syarat dukungan bagi calon perseorangan. Pimpinan Bawaslu RI Nasrullah, menyatakan apresiasinya terhadap daerah yang mulai ‘menghidupkan’ semarak Pilkada serentak. Namun Nasrullah mengharapkan semarak masyarakat menyambut pilkada serentak tetap dalam
batas kewajaran dan mengacu pada aturan yang berlaku. “Dalam tahapan sosialisasi ini memang perlu kepercayaan diri untuk berpartisipasi dalam Pilkada, terlepas dari lulus atau tidaknya menjadi calon peserta Pilkada 2015. Kita perlu apresiasi karena sudah mengeluarkan modal dengan menyediakan sendiri tiang untuk memasang semacam alat peraga, tidak memasangnya di pohon dan tiang listrik,” ujar Nasrullah. Meski demikian, dia berharap dalam memasang alat peraga juga harus memperhatikan estetika lingkungan dengan tidak memasang alat peraga dan sejenisnya di pohon atau juga menumpang di tiang listrik. “Pohon itu makhluk hidup seperti manusia sehingga jangan pernah kita sakiti dengan memasang alat peraga di pohon,” harapnya. Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ferry Kurnia Rizkiyansyag menambahkan, semua alat sosialisasi yang digunakan sebelum tahapan pendaftaran memang sebaiknya ditertibkan. Meski tidak ada aturan yang mewajibkan, namun menurutnya ini menyangkut etika politik bakal calon kepala daerah tersebut. KPU sendiri menurutnya sudah
mengatur dalam PKPU secara teknis tentang pemasangan alat peraga dan atribut kampanye pilkada serentak tahun 2015. Jumlah alat peraga dibatasi dan pemasangannya diatur bedasarkan zonazona yang telah ditetapkan KPU. Hanya saja, aturan tersebut baru berlaku setelah pasangan calon kepala daerah ditetapkan. Menanggapi semarak alat peraga menjelang pilkada ini, Ketua Bawaslu Muhammad mengatakan sebaiknya pemerintah daerah tidak tinggal diam. Lantaran pemasangan alat peraga dan atribut sembarangan sangat berpengaruh terhadap kebersihan dan merusak estetika daerah tersebut. “Kalau memang tidak tertib aturan, melanggar peraturan daerah diturunkan saja,” kata Muhammad. Ketika aturan dari penyelanggara pemilu belum bisa diterapkan, menurutnya pemda bisa mengambil inisiatif dengan menerbitkan aturan daerah untuk menertibkan pemasangan atribut dan alat peraga yang berlebihan. Sosialisasi dan antusiame menyambut pilkada serentak memang tidak salah. Namun membiarkan daerah menjadi lautan baliho dan spanduk juga kurang elok. Jangan sampai wajah indah sebuah daerah tertutup oleh deretan spanduk dan baliho. n
GORONTALOPOS.COM
BULETIN BAWASLU | EDISI 5, MEI 2015
29
Anekdot
Inspirasi
Lomba Tiup Monyet Seekor monyet sedang bergelayutan di pucuk pohon kelapa... Dia tidak menyadari kalau ia sedang diintai oleh tiga angin besar... Angin Topan Angin Tornado Angin Bahorok Tiga angin itu rupanya sedang bertaruh siapa yang bisa paling cepat menjatuhkan si monyet dari pohon kelapa... Angin Topan berkata, “aku cuma perlu waktu 45 detik...” Angin Tornado tidak mau kalah, “kalau aku cukup dengan 30 detik...” Angin Bahorok, dengan nada mengejek berkata, “kalau aku 15 detik, pasti jatuh tuh si monyet...” Lalu dimulailah pertaruhan diantara mereka bertiga Angin TOPAN yang pertama, dia tiup angin sekencang-kencangnya... Wuuss... Merasa ada angin yg bertiup kencang, si monyet langsung berpegangan pada batang pohon kelapa dengan sekuatnya... Setelah berusaha meniupkan anginnya dengan keras, ternyata si monyet tetap tidak bergerak... Dan Angin Topan pun menyerah... Giliran Angin TORNADO... Wuuusss… Wuuusss… Ia juga meniupkan anginnya lebih keras..dengan sekencang-kencangnya... Namun si monyet tetap tidak terjatuh juga... Terakhir, Angin BAHOROK. Lebih keras dan kencang... Wuuuss… wuuuss...wuuss...
Tangguh, kuat & daya tahannya luar biasa... Tidak berapa lama, tiba-tiba datang Angin SepoiSepoi Dia mengungkapkan keinginannya untuk ikut bertaruh... Ternyata niat sepoi-sepoi hanya dijadikan bahan ejekan dari ketiga angin lainnya... “Angin yang besar seperti kami aja tidak bisa, apalagi yang kecil...” Tanpa banyak bicara, angin SEPOI-SEPOI langsung meniup ubun-ubun si monyet. Wuuuuuiiiisss… Enaaaaaak... Adeeeeem… Segeeeeer… Mata si monyet...merem melek... Tidak lama si monyet mulai tertidur...dan tanpa disadari terlepaslah pegangannya... Kemudian, jatuhlah si monyet dari pohon kelapa... Sahabat, Boleh jadi...ketika kita, Diuji dengan KESUSAHAN… Dicoba dengan PENDERITAAN… Didera MALAPETAKA... Kita kuat bahkan kuat dari sebelumnya.
Contoh Pejabat Anti Korupsi
tolong kirim 4 mobil lagi ke rumah saya ya...” Bule : @#$%^&**(
Setelah proyek multimilyar dollar selesai, sang dirjen kedatangan tamu bule wakil dari HQ kantor pemenang tender. Sudah 7 tahun di Jakarta jadi bisa cakap Indonesia.
Sumber : http://www.ketawa.com
Bule: “Pak, ada hadiah dari kami untuk bapak. Saya parkir dibawah mercy S 320.” Dirjen : “Anda mau menyuap saya? ini apa-apaan? tender dah kelar kok. jangan gitu ya, bahaya tau haree genee ngasihngasih hadiah.” Bule: “Tolonglah pak diterima. kalau gak, saya dianggap gagal membina relasi oleh kantor pusat.” Dirjen: “Ah, jangan gitu dong. saya gak sudi!!” Bule (mikir ): “Gini aja, pak. gimana kalau bapak beli saja mobilnya...”
Tapi ketika kita diuji dengan..... KENIKMATAN... KESENANGAN.. KELIMPAHAN... PUJIAN.............. Saat itulah kita “terjatuh”... So, jangan sampai kita terlena... Tetap rendah hati dan mawas diri... Ingatlah hidup kita di dunia hanya sementara...
Dirjen: “Bener ya? OK, saya mau. jadi ini bukan suap. pake kwitansi ya..”
Si monyet malah makin kuat berpegangannya... Dan tetap saja tidak jatuh Ketiga angin itu akhirnya mengakui, kalau si monyet memang hebat..
Mari kita jadikan DUNIA KITA sebagai BEKAL... Jangan jadikan BEBAN...
Cerita di atas adalah hasil saduran dan kutipan dari berbagai tulisan baik media cetak maupun elektronik. Tulisan tersebut dimaksudkan untuk sharing motivasi, inspirasi, kisah hidup dan lain-lain. Semoga dapat membawa manfaat. BULETIN BAWASLU | EDISI 5, MEI 2015
(Cerita Humor)
Dirjen: “Mana saya ada uang beli mobil mahal gitu!!”
Ingatlah akherat kita, krn itulah masa depan kita yang sesungguhnya. Semua akan diminta pertanggung jawabannya.
30
Cerimor
Bule menelpon kantor pusat. Bule: “Saya ada solusi, Pak. bapak beli mobilnya dg harga rp.10.000,- saja.”
Bule: “Tentu, Pak..” Bule menyiapkan dan menyerahkan kwitansi. dirjen membayar dengan uang 50 ribuan. mereka pun bersalaman. Bule (sambil membuka dompet ): “Oh, maaf Pak. ini kembaliannya Rp.40.000,-.” Dirjen: “Gak usah pakai kembalian segala.
Ada 3 orang cewek bernama Apel, Kiwi, dan Anggur. Mereka itu sudah umur 24 tahun tetapi belom juga mendapat jodoh. Akhirnya mereka pergi ke dukun. Mereka bertanya “Mengapa sih nih kita.. kok tidak dapat jodoh?”. Akhirnya dukun menjawab “Kalian semua pergi ke gunung saja.. tetapi jangan sampai menginjak kodok.”. - Akhirnya mereka pergi ke gunung. Tetapi.. belom apa-apa si Apel sudah menginjak kodok. Akhirnya dia mendapat jodoh yang jelek sekali. Sudah sampai di tengah-tengah si Kiwi menginjak kodok, dan akhirnya Kiwi juga mendapat jodoh yang sangat jelek. Nah, pas sudah sampai di puncak gunung Anggur mendapatkan jodoh Leonardo DiCaprio. Terus si Anggur bertanya ke Leo, “Kok, kamu bisa ngedapetin saya sih??”. Dan Leo menjawab, “Karena saya belombelom sudah menginjak kodok.” http://mutiarakatadangambargambar. com
Wanita: Mas, belok kiri.. Bihin: Baik bu.. Wanita: Kanan mas.. Bihin: Oke.. Wanita: Lurus mas, trus belok kanan lagi dan ambil jalan kiri setelahnya... Turun gunung ada jalan kekiri, setelah lewat sungai kanan ya.. Bihin: Rumah ibu yang mana? Wanita: Masih lurus lagi mas, pertigaan belok kanan, ada gang kecil disamping kuburan itu rumah saya.. Bihin: Oh iya bu.. Akhirnya sampailah mereka kerumah wanita tua.. Wanita: Berapa mas? Bihin diam saja ketika ditanya.. Wanita itu kemudian memberikan uang sebanyak 5 ribu rupiah.. Namun tiba-tiba Bihin terlihat sedih dan menangis.. Wanita: Kenapa mas? kurang uangnya? kalo kurang saya tambah 10 ribu ya.. Namun Bihin malah menangis lebih kencang lagi..
Tukang Ojek Dan Wanita Tua Pada suatu malam, Bihin seorang tukang ojek yang sedang menunggu pelanggan lagi duduk termenung.kemudian datanglah seorang wanita tua yang mendatangi saya..
Bihin: Iya bu.. Kedaerah mana ya bu?
Bihin: Baik bu.. Kemudian mereka pun berangkat menuju kerumah sang wanita tua tersebut..
Dukun Gila dan Kodok
Wanita: Mas, ojek dong..
Wanita: Ikut aja, nanti saya tunjukin jalannya..
Wanita: Masih kurang mas? jangan nangis gitu dong mas.. Ini 50 ribu buat mas dan langsung pulang aja soalnya udah mulai gelap.. Bihin pun bertambah kencang menangis.. Wanita: Ada apa sih mas? Bihin: Sebenarnya saya baru pertama kali ngojek bu, saya lupa jalan pulangnya... http://www.roromotan.com
BULETIN BAWASLU | EDISI 5, MEI 2015
31
HUMAS
Ketua Bawaslu Muhammad mengajak mahasiswa dan kalangan akademisi untuk melakukan pengawasan partisipatif sebagai srategi penguatan pengawasan pemilu. hal tersebut disampaikan pada saat pertemuan dengan Universitas Hasanuddin dalam rangka studi lapangan dengan penyelenggara pemilu, Selasa (26/5) di Gedung Bawaslu..
P S EMI A W L A IH G A N
UM
BADAN
N
PE
HUMAS
Pimpinan Bawaslu RI, Nasrullah saat sosialisasi tatap muka kepada stakeholders dan masyarakat dalam rangka pengawasan dan penanganan pelanggaran pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (GBW) Tahun 2015 di Sibolga, Sumatera Utara, Selasa (19/5).
A S L U AGUS
Pimpinan Bawaslu RI, Daniel Zuchron, Komisioner Bawaslu Provinsi Sumatera Selatan, Kurniawan, Wakil Bupati Musi Rawas, Hendra Gunawan hadir pada Sosialisasi Tatap Muka kepada Stakeholders dan Masyarakat dalam Rangka Pengawasan dan Penanganan Pelanggaran Pemilihan Gubernur, Bapati dan Walikota Tahun 2015 di Musi Rawas, Selasa (19/5).
BULETIN BAWASLU | EDISI 5, MEI 2015
I
N O IK IND
R
W
SI
BL
E
P
U
DOK. BAWASLU
Pimpinan Bawaslu RI, Endang Wihdatiningtyas memberikan pengarahan kepada peserta Sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/ PMK.02/2014 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2015. Hadir dalam kegiatan tersebut Sekjen Bawaslu RI Gunawan Suswantoro, Kepala Biro Administrasi, Adhi Santoso, Kabag Keuangan, Ernawati Perangin-angin. Kegiatan ini berlangsung di Bogor, 18-2- Mei 2015.
A
RE
B
A
32
UM
DOK. BAWASLU
Badan Pengawas Pemilu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan pertemuan tertutup, di Gedung Bawaslu, Senin (11/5), guna membahas persoalan yang terjadi dalam Pemilihan Legislatif Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2014 silam di Kabupaten Mimika, Papua.
-
IRA
Ketua Bawaslu, Muhammad, Pimpinan Bawaslu RI, Endang Wihdatiningtyas, Pimpinan Bawaslu Provinsi Sumatera Barat, Elly Yanti, dan Kabag Pengawasan Internal Bawaslu, Pakerti Luhur hadir pada kegiatan Identifikasi Resiko Atas Pengawasan Pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2015, di Bukittinggi, Jumat (29/5).