BULETIN BAWASLU RI November 2014

Page 1

AWASLU B BULETIN

EDISI 11, NOVEMBER 2014

Badan Pengawas Pemilihan Umum

Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu Elektronik Bangga Pada Kinerja Kasek, Sekjen Bawaslu Beri Apresiasi

Pimpinan Bawaslu, Nasrullah

Mendambakan Bawaslu Sekuat KPK

Mengukur Efektifitas Keberadaan Sentra Gakkumdu


BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

Menyongsong pilkada serentak dan masa depan pemilu elektronik

guat pengawasan yang dilakukan Bawaslu. Sekaligus upaya AWASLU untuk membangun pemilu yang lebih bersih dan transparan. Karena dari setiap TPS semua aktivitas penyelenggaraan pilkada akan diawasi dan dipertanggungjawabkan kepada negara. Tantangan Pengawasan Begitu pula dengan di- Menjawab Pilkada Serentak dan mungkinkannya pilkada elekPemilu Elektronik tronik. Baik e-Voting maupun e-Counting. Jika memang direalisasikan, tugas pengawasan Bawaslu tidak sederhana. Bawaslu harus mampu melakukan audit pelaksanaan pemilu elektronik. Jika Perppu Pilkada disepakati DPR, dan pilkada digelar serentak secara langsung, maka Bawaslu harus siap. Untuk memastikan pilkada serentak bisa dipastikan berjalan luber, transparan, dan akuntabel. Tantangan besar menunggu Bawaslu. Namun tidak ada tantangan yang tidak bisa dipecahkan. Dari Bawaslu kita selamatkan pemilu Indonesia.

B

BULETIN

Lepas dari perhelatan pemilu presiden, pekerjaan berat selanjutnya telah menunggu Badan Pengawas Pemilu. Pelaksanaan pemilihan gubernur, bupati dan walikota secara serentak di delapan provinsi dan 196 kabupaten/kota telah menungggu. Untuk pertama kalinya, sesuai amanat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 pilkada dilakukan serentak pada hari, tanggal, dan bulan yang sama pada tahun 2015 nanti. Tugas Bawaslu tidak bisa dibilang sederhana. Bagaimanapun juga, Perppu 1/2014 lahir dengan semangat untuk memperbaiki kualitas pemilihan kepala daerah. Salah satunya, menguatkan penegakan hukum dan mengurangi ekses negatif melalui pencegahan pelanggaran dan penguatan pengawasan. Meski beban kerja tidak ringan, Bawaslu juga mendapatkan harapan baru. Perppu Pilkada mengamanatkan keberadaan pengawas di setiap tempat pemungutan suara (TPS). Serta dimungkinkannya pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara secara elektronik. Kedua hal tersebut merupakan isu besar yang menjadi tantangan baru bagi Bawaslu. Pengawas TPS menjadi pen-

Bangga Pada Kinerja Kasek, Sekjen Bawaslu Beri Apresiasi

EDISI 11, NOVEMBER 2014

Badan Pengawas Pemilihan Umum

Pimpinan Bawaslu, Nasrullah

Mendambakan Bawaslu Sekuat KPK

Mengukur Efektifitas Keberadaan Sentra Gakkumdu

Salam Awas

Daftar isi:

BADAN

UM

UM SI IK INDO

A S L U

I

N

E

B

BL

W

R

P

U

A

RE

A

-

Divisi Update Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran Rakornas Sentra Gakkumdu sebagai Upaya General Check Up .... 17 Divisi Pengawasan Sosialisasi Hasil Pengawasan dan Penanganan Pelanggaran Pemilu Tahun 2014 .................................................................................. 18 Divisi Sosialisasi, Humas dan Hubungan Antar Lembaga

Bawaslu Lakukan Optimalisasi dalam Evaluasi Gugus Tugas Pengawasan Kampanye ........................................................................... 19 Sudut Pandang Koordinator JPPR, M Afifuddin Pembengkakan Biaya Pilkada 2015 Perlu Dipertimbangkan .. 20 Ekspose Daerah ............................................................................................ 22 Bawaslu Sulut Gelar Rakor Stakeholders Persiapan Pengawasan Pilgub Tahun 2015 ..................................................... 24 Anekdot ........................................................................................................... 27 Galeri ................................................................................................................ 28

Buletin BAWASLU ini diterbitkan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum, sebagai wahana informasi kepada khalayak serta ajang komunikasi keluarga besar pengawas Pemilu di seluruh tanah air. Terbit satu bulan sekali.

AS PEMIL AW IH A NG

N

PE

Dari Redaksi ................................................................................................... 2 Laporan Utama Menjawab Tantangan Pilkada Serentak dan Pemilu Elektronik 3 Opini Mengukur Efektifitas Keberadaan Sentra Gakkumdu ................... 6 Memilih Alternatif Paling Logis, E-Voting atau E-Counting .......... 8 Sorotan Pimpinan Bawaslu Lakukan Supervisi Pemungutan dan Penghitungan Suara di Sejumlah Daerah ..................................... 8 Fleksibilitas Anggaran “Kunci� Penyelenggaraan Pilkada Serentak .......................................................................................................... 9 Pengadilan Khusus Pemilu untuk Penegakkan Hukum Pemilu .. 10 Investigasi E-Voting Hemat Biaya Pilkada Hingga 50 Persen .................... 11 Profil Pimpinan Bawaslu Nasrullah Mendamba Bawaslu Sekuat KPK .............................................................. 14 Bawaslu Terkini Bangga pada Kinerja Kasek, Sekjen Bawaslu Beri Apresiasi .......... 16

Penerbit: Bawaslu RI Pengarah: Dr. Muhammad, S.IP., MSi, Nasrullah, SH., Endang Wihdatiningtyas, SH., Daniel Zuchron, Ir. Nelson Simanjuntak ; Penanggung jawab: Gunawan Suswantoro, SH, M.Si Redaktur: Jajang Abdullah, S.Pd, M.Si, Tagor Fredy, SH, M.Si, Drs. Hengky Pramono, M.Si, Ferdinand ET Sirait, SH, MH, Pakerti Luhur, Ak, Nurmalawati Pulubuhu, S.IP, Raja Monang Silalahi, S.Sos, Hilton Tampubolon, SE, Redaktur Bahasa: Saparuddin, Ken Norton Pembuat Artikel: Falcao Silaban, Christina Kartikawati, Muhammad Zain, Ali Imron, Hendru, Irwan; Design Grafis dan Layout: Christina Kartikawati, Muhammad Zain, Muhtar Sekretariat: Tim Sekretariat Bawaslu Alamat Redaksi: Jalan MH. Thamrin No. 14 Jakarta Pusat, 10350. Telp./Fax: (021) 3905889, 3907911. I www.bawaslu.go.id

2


BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

Menjawab Tantangan Pengawasan Pilkada Serentak dan Pemilu Elektronik Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah sepakat menindaklanjuti Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Pilkada serentak akan digelar di 204 daerah tahun 2015 nanti.

S

ama halnya dengan KPU, beban yang ditanggung Bawaslu dalam mengawasi pelaksanaan pilkada serentak. Bagaimanapun juga, Perppu 1/2014 lahir dengan semangat untuk memperbaiki kualitas pemilihan kepala daerah. Salah satunya, menguatkan penegakan hukum dan mengurangi ekses negatif melalui pencegahan pelanggaran dan penguatan pengawasan. “Sebagai pelaksana amanat UndangUndang tentu saja kami (Bawaslu) harus siap. Melaksanakan aturan perppu, dan sebenarnya setelah pileg dan pilpres kami sudah mulai mempersiapkan diri,” ujar Ketua Bawaslu, Muhammad, medio Oktober 2014. Menurut catatan KPU, pilkada akan digelar di delapan (8) provinsi dan 196 kabupaten/kota. Meski belum memastikan tanggal pemungutan suara, KPU telah membuat beberapa alternatif rangkaian tahapan. “Ada tiga simulasi hari pemungutan suara, tanggal 9 September, 7 Oktober, dan 11 November. Tapi paling memungkinkan, hampir confirm minggu kedua

RUMAHPEMILU.ORG

Pelaksanaan E-Voting di Bali atau tanggal 11 November 2015,” kata Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah, di Jakarta, Rabu (12/11). Bagi Bawaslu, menurut Muhammad, setidaknya terdapat dua isu besar pada pelaksanaan pilkada serentak tahun depan. Pertama, perintah perppu tentang pengadaan petugas pengawas di setiap tempat pemungutan suara (TPS). Kedua, kemungkinan dilakukannya pemilihan dan pemungutan suara secara elektronik. Pada Pasal 89 ayat 6 Perppu 1/2014 menyebutkan keberadaan petugas pengawas di setiap TPS.Pilkada serentak akan diawasi oleh pengawas yang dilembagakan Bawaslu di setiap TPS. Lalu, pada Pasal 85 ayat 1 disebutkan, pemberian suara untuk pilkada dapat dilakukan dengan cara memberi tanda satu kali pada surat suara atau dengan memberi suara melalui peralatan pemilihan suara elektronik. Kemudian, dalam Pasal 98 ayat 3 dicantumkan dalam hal pemberian suara dilakukan dengan cara elektronik, peng-

3

hitungan suara dilakukan dengan cara manual/atau elektronik. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota pada Pasal 89 ayat 6 menyebutkan keberadaan petugas pengawas di setiap tempat pemungutan suara (TPS). Pilkada serentak akan diawasi oleh pengawas yang dilembagakan Bawaslu di setiap TPS. Pengawas TPS Untuk Merintis Efektifitas Pengawasan Pimpinan Bawasu Daniel Zuchron mengatakan, pada pelaksanaan pilkada sebelumnya, pengawasan dilakukan oleh panitia pengawas lapangan (PPL). Di setiap desa ditempatkan 1 hingga 5 orang PPL. Lalu, mereka akan bergerak memantau pemungutan dan penghitungan suara di setiap TPS. Namun tidak ada yang menetap di setiap TPS mulai dari TPS dibuka hingga penghitungan suara selesai dilakukan.


BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

Sambungan: Menjawab .... “Memang ada hal-hal yang baru di dalam perppu terkait pengawasan. Dalam konteks pengawas TPS, ini kan bagaimana mengembalikan pilkada tidak koruptif,” kata Daniel. Saat pileg 2014 lalu, menurut dia, Bawaslu telah mengajukan dibentuknya mitra PPL untuk setiap TPS. Dengan harapan agar pengawasan di setiap TPS bisa optimal. Namun usulan Bawaslu ditolak DPR. Keberadaan pengawas TPS dalam Perppu 1/2014, dinilai Daniel bisa memperkuat upaya Bawaslu untuk membangun pengawasan yang lebih efektif dari tingkat bawah. Penyimpangan dan upaya curang yang selama ini banyak terjadi di TPS bisa dicegah dengan keberadaan pengawas TPS. “Nanti ketika masyarakat sudah cukup dewasa dan sadar tentang bagaimana harusnya pemungutan yang jurdil, pengawas TPS bisa saja ditiadakan. Jadi ini bagian dari penguatan perbaikan di tingkat awal saja,” jelas Daniel. Memang, lanjut dia, pembentukan pengawas TPS akan menyerap anggaran cukup besar. Namun sebagai pengawas yang sifatnya adhoc, menurutnya cukup sebanding dengan upaya untuk membangun dasar pengawasan yang lebih kuat. “Itu kebijakan antara, kalau kondisi politik dan kesadaran masyarakat telah meningkat nanti mungkin pengawas hanya di titik tertentu saja,” ujarnya. Menurut Daniel, Bawaslu telah membahas penyesuaian peraturan pengawasan Bawaslu dengan Perppu 1/2014. Hanya saja, untuk perturan teknis, Bawaslu harus menjadikan peraturan KPU sebagai rujukan. KPU hingga saat ini masih mematangkan penyusunan peraturan pelaksanaan pilkada serentak 2015. Deputi Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz mengatakan, semangat pembentukan pengawas TPS memang untuk menekan kecurangan dari tingkat paling bawah. Jika direalisasikan pada pilkada 2015, menurutnya merupakan pertama kali dalam sejarah pemilu di Indonesia yang mengadakan pengawas TPS. Namun, jika pengawas TPS hanya bekerja satu hari saat pemungutan dan

penghitungan suara di TPS menurutnya sangat mubazir. Pengawas TPS, kata Masykurudin, sebaiknya dimanfaatkan untuk setiap tahapan yang terkait dengan TPS. Misalnya pengawasan logistik sampai ke TPS hingga pengawasan hasil rekapitulasi suara ke tingkat kelurahan berjalan baik. “Karena kecurangan di TPS tidak hanya terjadi saat pemungutan atau penghitungan suara saja. Tapi terjadi sebelum dan sesudah pemungutan dan penghitungan berlangsung,” kata dia. E-Voting Menekan Anggaran Pilkada Sementara terkait pelaksanaan pemungutan (e-Voting) dan penghitungan suara (e-Counting) secara elektronik, Bawaslu berpendapat, mekanisme tersebut merupakan tantangan baru yang perlu dicoba. Selama dari aspek penyelenggaraan telah siap dari unsur teknis, regulasi, dan sumber daya manusia. Muhammad mengatakan pemungutan suara secara elektronik atau e-voting dapat menekan anggaran pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) sehingga lebih efisien. “Pelaksanaan e-voting ini sangat baik karena bisa mengefisiensi anggaran pilkada bukan hanya di Bantaeng, tetapi di daerah lain juga. Saya mendorong pelaksanaan e-voting bisa dilakukan di tempat lain,” kata Muhammad di Bantaeng, Sulawesi selatan. Pilkada Bantaeng menjadi ajang penerapan e-voting untuk pertama kali dalam pemilu di Indonesia. E-voting tersebut disimulasikan secara riil di 42 tempat pemungutan suara (TPS) dari total 361 TPS. Menurut Muhammad, e-voting sangat efisien dalam hal anggaran pilkada, terutama terkait logistik berupa surat suara. Selain juga dapat mengurangi terjadinya kecurangan terkait perolehan suara masing-masing calon yang bertarung dalam pilkada. “E-voting sangat baik bila itu diberlakukan, tingkat kecurangan dimungkinkan sangat kecil,” papar pria kelahiran Sulsel ini. Meski demikian, ia mengakui bahwa seperti program yang lain, e-voting juga mempunyai kelemahan yang tentunya

4

harus menjadi perhatian dan mesti dilakukan perbaikan-perbaikan. Ia mengakui e-voting yang diterapkan di Pilkada Bantaeng baru pertama kali dilakukan di Indonesia. Sebelumnya simulasi e-voting tidak dilaksanakan pada saat berlangsungnya pilkada. Simulasi riil e-voting yang dilaksanakan KPU Kabupaten Bantaeng dinilai berjalan maksimal. Kondisi pascapemilihan juga dinyatakan kondusif. Electronic voting atau e-voting mengacu pada suatu metode pemungutan suara dan penghitungan suara dalam suatu pemilihan dengan menggunakan perangkat elektronik. Teknologi ini memungkinkan penyelenggaraan pemungutan suara menjadi lebih hemat dari segi biaya, penghitungan suara yang cepat dengan menggunakan sistem yang aman, mudah untuk dilakukan audit, serta memudahkan pemilih dalam menggunakan hak pilihnya Pemilu Elektronik Perlu Dicoba Pimpinan Bawaslu Nasrullah mengatakan, meski banyak tantangan yang akan dihadapi, pemilu elektronik perlu dicoba. “Kalau tidak mencoba, kita tidak akan tahu hasilnya sehingga perlu dicoba. Karena kita tidak bisa mengukur berhasil atau tidaknya sebelum mencoba,” kata Nasrulllah. Penerapan e-Voting tersebut harus dilakukan dengan ujicoba yang melibatkan beberapa elemen. Menurut Nasrullah, ujicoba penerapan E-Voting perlu dilakukan untuk mengetahui apakah penerapan tersebut benar-benar lebih murah, efektif, dan aspek pengawasan bisa berlangsung baik. “Lebih penting e-Voting harus lebih murah dari penyelenggaraan kemaren. Jadi Kalau e-Voting hadir seharusnya tak butuh lagi Panitian Pemungutan Suara dan Panitia Pemilihan Kecamatan,” kata Nasrulllah. Dia menambahkan dalam ujicoba penerapan tersebut KPU harus tetap mengandeng berbagai pihak termasuk Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). “Kalau bisa menjamin kenapa tidak


BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

dilakukan tahun 2015 tetapi tak musti dipaksakan kepada daerah-daerah yang belum siap,”kata Nasrullah. Nasrullah menilai ada empat permasalahan yang kerap terjadi dalam penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu). Jika e-Voting ingin diterapkan, ia mengatakan harus bisa menyelesaikan permasalahan-permasalahan pemilu ini. Nasrullah menjelaskan, permasalahan yang pertama dihadapi dalam pemilu, yakni dana pemilu yang besar. Besarnya dana pemilu ini disebabkan oleh faktor logistik, seperti dana pembuatan tempat pemungutan suara (TPS) hingga kertas suara. “Termasuk, dana kampanye yang tidak ada batasan,” ujarnya. Permasalahan kedua yang harus bisa diatasi oleh e-Voting, yaitu kecurangan yang kerap terjadi terjadi saat pemilu. Nasrullah menekankan, kecurangan yang terjadi saat pemilu tidak boleh dititikberatkan pada penyelenggara pemilu saja, tetapi peserta pemilu juga berpotensi. Permasalahan lainnya, yaitu permasalahan struktur pada pemilu yang begitu berjenjang dan pemilu yang kerap berujung pada sengketa wilayah. Kerap ditemukan hasil perolehan yang berbeda antara jenjang bawah dan atas. Nasrullah menilai, kecurangan pada hasil rekap pungutan suara banyak terjadi di dua titik jenjang, yaitu pada Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan Program Pengembangan kecamatan (PPK). Karenanya, jika ingin diberlakukan sistem yang baru dalam pemilu, sistem ini harus dapat mewujudkan pemilu yang lebih efisien dan lebih efektif prosesnya, mendapatkan kepercayaan masyarakat, serta memiliki progress yang kuat. “Evoting harus hadir lebih murah dan tidak perlu dengan struktur yang berjenjang,” ungkap Nasrullah. Tidak Tergesa-gesa KPU sebagai penyelenggara pemilu menyatakan, tidak akan tergesa-gesa memutuskan penggunaan sistem elektronik pada pemungutan dan penghitungan suara pilkada serentak. Sistem elektronik, menurut Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay memang mekanisme yang bisa saja disiapkan KPU. Sebab, sebelum pi-

leg dan pilpres 2014 KPU sudah pernah membahas penggunaan sistem elektronik. Hanya saja, lanjut dia, penggunaan sistem elektronik membutuhkan pengkajian lebih mendalam. Dibutuhkan persiapan yang sangat kompleks untuk bisa mengaplikasikan sistem pemungutan dan penghitungan elektronik. “Kalau rekapitulasi mungkin masih memungkinkan, tapi kalau e-votting persiapan teknisnya terlalu kompleks. Kalau saat pemungutan kita harus pertimbangkan kondisi teknis di TPS, aksesibilitas, dan jumlah pemilih,” jelas Hadar. Jika menggunakan sistem pemungutan elektronik, harus dipertimbangkan kondisi di TPS. Jika selama ini pemilih bisa mengetahui hasil pemungutan suara di TPS, dengan sistem e-votting kesempatan memantau hilang. Selain itu, di TPS selama ini jumlah pemilih dibatasai 800 pemilih. Jika digunakan e-votting, jumlah pemilih di TPS bisa ditingkatkan. Hanya saja, harus dipertimbangkan aksesibilitas pemilih ke TPS. Karena banyak yang harus dipertimbangkan, menurut Hadar, KPU akan membentuk tim kajian persiapan pilkada elektronik. KPU akan meninjau kesiapan daerah-daerah. Jika memungkinkan, bisa saja ada daerah yang bisa melakukan pemungutan dan penghitungan elektronik. “Misalnya ada daerah yang infrasturukturnya sudah memadai. Seperti daerah-daerah perkotaan bisa dicoba dulu, tapi itu harus dikaji dulu,” kata dia. Namun, Hadar melanjutkan, pertimbangan utama KPU adalah kepercayaan masyarakat. Jika mekanisme elektronik dipaksakan, tetapi masyarakat belum sepenuhnya mempercayai mekanisme tersebut akan berpengaruh terhadap pelaksanaan pilkada. “Jangan sampai kita paksakan, tapi orang pertanyakan sistem ini. Sehingga merusak pemilunya,” ujarnya. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan diperlukan secara teknis dan kesiapan infrastruktur, penggunaan sistem pemungutan dan penghitungan elektronik pada pilkada tahun 2015 masih sulit dijangkau. Meski begitu, pemerintah tetap siap mendukung

5

dan jika KPU memutuskan menggunakan sistem pemungutan elektronik atau penghitungan elektronik. “Terkait teknis kita perlu duduk bersama dulu untuk mencari alternatif terbaik. Perlu kepercayaan masyarakat yang sangat tinggi apakah sistem e-voting atau e-counting bisa diterima,” kata Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman. Meski sistem pemungutan dan penghitungan elektronik sudah mulai dikembangkan oleh beberapa pihak, menurut Irman, faktor kesiapan daerah jauh lebh penting. Yakni menyangkut kesiapan infrastruktur, kondisi geografis, dan kondisi sosial masyarakat. “Kalau sistemnya mungkin bisa disiapkan, tapi apakah infrastruktur untuk semua daerah sudah siap. Daerah pedalaman gimana, listriknya gimana, daerah pegunungan gimana,” ujarnya. Kemendagri, lanjut Irman, sebenarnya telah bekerja sama dengan BPPT. Beberapa simulasi e-voting dan e-counting telah dilakukan. Misalnya proyek percontohan di Kabupaten Jembrana, Bali. “Tapi itu baru tingkat desa, untuk pemilihan kepala desa. sangat sederhana, berbeda jauh dengan pilkada yang lingkupnya lebih luas,” jelas Irman. Karena itu, pemerintah menurutnya lebih menyarankan dilakukan simulasi setingkat pilkada di beberapa daerah percontohan terlebih dahulu. Misalnya memilih daerah perkotaan yang infrastruktur dan sumber daya manusianya bisa disiapkan dengan cepat. Selain itu, daerah perkotaan juga tingkat kesadaran masyarakat terhadap teknologi lebih tinggi. Dengan mengambil beberapa daerah sebagai pilot project, menurutnya, baru bisa dilakukan evaluasi apakah pemilu elektronik bisa diterapkan secara nasional Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, e-voting dapat dilakukan bertahap dan tidak harus di seluruh wilayah Indonesia. Dalam arti e-voting bisa dilakukan untuk pemilukada di daerah-daerah yang penyelenggara dan perangkat penyelenggaraannya telah siap secara keseluruhan. (IS)


Opini

BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

Mengukur Efektifitas Keberadaan Sentra Gakkumdu Oleh : Nasrullah

Pimpinan Bawaslu RI Sentra Penanganan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) merupakan upaya untuk menyamakan pemahaman dan pola penanganan tindak pidana pemilu di antara Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Sentra Gakkumdu dibentuk sesuai amanat Pasal 267 ayat (1) Undang-Undang Nomor 08 Tahun 2012. Berdasarkan ayat selanjutnya, dari undang-undang yang sama dinyatakan, ketentuan lebih lanjut mengenai Sentra Gakkumdu ini diatur berdasarkan kesepakatan bersama antara Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Ketua Badan Pengawas Pemilu. Di satu sisi, keberadaan sentra ini merupakan kebutuhan. Hal ini dilihat dari realitas pelanggaran pidana yang terjadi dan bagaimana sistem hukum acara pidana kita bekerja di saat pemilu. Dari sisi realitas, pada masa kampanye Pemilu 2009 lalu saja tercatat ada 197 pelanggaran, dengan 159 di antaranya merupakan pelanggaran pidana pemilu. Dari perspektif hukum acara pidana kita mengetahui proses dimulai dengan mengidentifikasi bilamana suatu tindakan tersebut termasuk suatu tindak pidana. Proses identifikasi ini kemudian berlanjut dengan mekanisme untuk menemukan pihak-pihak yang diduga menjadi pelaku atas tindak pidana yang terjadi, beserta alat-alat bukti untuk mendukung dugaan tersebut untuk kemudian dilimpahkan ke pengadilan yang berwenang. Melihat pada proses yang ada, memang menjadi keniscayaan bagi keberadaan Sentra Gakkumdu ini. Hal ini dikarenakan, upaya untuk menentukan apakah suatu perbuatan tersebut termasuk ke dalam tindak pidana, hingga pada upaya untuk menemukan pelakunya tidak dilakukan oleh satu institusi. Apalagi pada pemilu lalu, pada 2009 laporan pelanggaran tindak pidana yang diajukan Bawaslu sempat ditolak pihak Kepolisian.[2] Bukan hanya itu saja, adanya batasan waktu, di mana upaya pengusutan juga memiliki pengaruh terhadap proses pe-

milihan yang dilakukan. Namun, apakah proses tersebut berjalan sebagaimana mestinya. Apakah penegakan hukum pemilu sudah dilakukan secara bersinergi oleh Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan. Tantangan dalam menegakkan hukum di dalam penyelenggaraan pemilu tidak hanya bicara tentang bagaimana proses itu, secara administrasi mekanistis akan dilakukan, tetapi juga terkait dengan substansinya. Upaya penegakkan hukum dilakukan sejak terjadinya suatu tindakan, yang diduga merupakan tindak pidana dan dilanjutkan dengan mengidentifikasi bilamana suatu tindakan tersebut termasuk suatu tindak pidana. Proses identifikasi ini kemudian berlanjut dengan mekanisme untuk menemukan pihak-pihak yang diduga menjadi pelaku atas tindak pidana yang terjadi, beserta alat-alat bukti untuk mendukung dugaan tersebut untuk kemudian dilimpahkan ke pengadilan yang berwenang. Permasalahan mulai muncul ketika pada Pemilu 2009 lalu, laporan yang diajukan pihak Bawaslu RI justru ditolak pihak Kepolisian RI karena dianggap tidak memiliki bukti-bukti yang kuat[3]. Bukan hanya itu saja, dari pilkada di 2011 hanya ada 228 laporan dari 582 laporan atas dugaan pelanggaran pidana yang dapat ditindaklanjuti kepada pihak kepolisian. Realitas Pemilu 1999 malah lebih mengenaskan, di mana dari 236 dugaan pelanggaran pidana yang diterima dari Panwaslu, hanya terdapat 20 kasus yang kemudian diperiksa di Pengadilan. Nota Kesepakatan dan SOP Nota kesekapatan memuat pembentukan Sentra Gakkumdu pada tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota, yang mana menunjuk Koordinator Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran pada Bawaslu; Kabareskrim Polri dan Jampidum Kejagung sebagai Ketua dalam struktur keanggotaan Sentra Gakkumdu di tingkat pusat, sedangkan Ketua Bawaslu, Kapolri dan Jaksa Agung sebagai Pembina Sentra Gakkumdu di tingkat pusat.

6

Sesuai Nota Kesepakatan, fungsi Sentra Gakkumdu adalah sebagai forum koordinasi dalam proses penanganan pelanggaran tindak pidana pemilu, pelaksanaan pola tindak pidana pemilu itu sendiri, pusat data, peningkatan kompetensi, monitoring-evaluasi. Sementara mengenai pola penanganan tidak pidana pemilu telah dirinci dalam Standar Operasional dan Prosedur (SOP) tentang Polda Tindak Pidana Pemilu pada Sentra Gakkumdu. Menurut SOP Sentra Gakkumdu, penanganan tindak pidana pemilu dilaksanakan melalui 3 (tiga) tahap yaitu Penerimaan, pengkajian dan penyampaian laporan/ temuan dugaan tindak pidana pemilu kepada Pengawas Pemilu; Pengawas Pemilu berwenang menerima laporan/temuan dugaan pelanggaran pemilu yang diduga mengandung unsur tindak pidana pemilu, dengan menuangkan dalam Formulir Pengaduan. Setelah menerima laporan/temuan adanya dugaan tindak pidana pemilu, Pengawas Pemilu segera berkoordinasi dengan Sentra Gakkumdu dan menyampaikan laporan/ temuan tersebut kepada Sentra Gakkumdu dalam jangka waktu paling lama 24 Jam sejak diterimanya laporan/temuan. Tindak lanjut Sentra Gakkumdu terhadap laporan/temuan dugaan tindak pidana pemilu; dalam tahap ini dilakukan pembahasan oleh Sentra Gakkumdu dengan dipimpin oleh anggota Sentra Gakkumdu yang berasal dari unsur Pengawas Pemilu. Peserta Rapat membahas dan memberikan saran dan pendapat terhadap syarat formil dan materiil, pasal yang diterapkan dan pemenuhan unsur tindak pidana pemilu. Tindak lanjut Pengawas Pemilu terhadap rekomendasi Sentra Gakkumdu, Dalam tahap ini disusun rekomendasi Sentra Gakkumdu, yang menentukan apakah suatu laporan/temuan merupakan dugaan tindak pidana pemilu atau bukan, atau apakah laporan/temuan tersebut perlu dilengkapi dengan syarat formil/syarat materiil. Penegakan Hukum Pemilu Sebagaimana diketahui, pihak Pengawas Pemilu memiliki kewenangan untuk


BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

melakukan pengawasan. Dengan salah satu bentuk hasilnya adalah temuan dugaan pelanggaran tindak pidana dan kewenangan untuk menerima laporan dugaan atas tindak pidana pemilu, yang kemudian diserahkan kepada pihak Penyidik. Hal ini mengindikasikan bahwa proses mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan, atau disebut sebagai proses Penyelidikan telah tuntas dilakukan oleh pihak Pengawas Pemiliu. Padahal, di sisi yang lain, berbeda dengan penanganan tindak pidana pada umumnya proses Penyelidikan dan Penyidikan diakukan oleh satu institusi, yakni Kepolisian Negara Republik Indonesia. Realitas inilah yang membuka kemungkinan terjadinya perbedaan untuk menentukan bilamana suatu perbuatan tersebut termasuk ke dalam suatu tindak pidana atau tidak. Terjadinya perbedaan ini dapat dieliminir bilamana di dalam Sentra Gakkumdu terdapat sebuah mekanisme, dimana para pihak dapat duduk bersama untuk melihat bilamana sebuah kejadian tersebut merupakan tindak pidana atau bukan. Dan mekanisme itu adalah Pleno. Mekanisme pleno direkomendasikan karena melalui mekanisme inilah pihak Pengawas Pemilu memutuskan bilamana suatu laporan, atau temuan akan ditindak lanjuti kepada pihak KPU, Kepolisian, dan/atau DKPP. Dengan menggunakan mekanisme ini, maka kesepahaman antar para pihak atas apakah suatu perbuatan memenuhi tindak pidana, atau tidak dapat tercapai. Dengan demikian, suatu tindak pidana dapat langsung diidentifikasi dan pihak Kepolisian pun dapat langsung menindaknya. Bukan hanya itu saja, walaupun tindakan tersebut tidak termasuk tindak pidana akan tetapi pihak Bawaslu pun dapat langsung menindak lanjutinya kepada KPU, atau bahkan kepada DKPP. Selain mengkonkritkan upaya pemahaman di antara para pihak, keberadaan alatalat bukti juga menjadi kendala di dalam penanganan tindak pidana pemilu. Hal ini bisa terjadi karena adanya keterbatasan waktu bagi para pihak untuk melakukan pengusutan terhadap suatu dugaan tindak pidana. Perbedaan Paradigma

Opini

Salah satu bentuk lemahnya kepercayaan publik terhadap Bawaslu adalah lemahnya penegakan hukum pidana pemilu. Banyak yang menilai keberadaan Sentra Gakkumdu tidak efektif sama sekali. Keberadaan Sentra Gakkumdu masih memiliki paradigma berbeda-beda antara Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan. Dalam prakteknya, justru ketiga lembaga tersebut cenderung mengedepankan ego masing-masing. Selama Sentra Gakkumdu berdiri, semua kegagalan pengawasan pemilu selalu dititik-beratkan pada Bawaslu. Padahal, kata Nasrullah, harusnya ditanggung bersama oleh ketiga lembaga itu. Padahal pekerjaan ketiga lembaga itu harus bersifat kolektif kolegial. Ada kecenderungan Sentra Gakkumdu justru jadi penghambat. Karena ketiga lembaga takut jika kasus yang dilaporkan tidak memiliki cukup bukti ketika dilimpahkan ke kepolisian atau ke pengadilan. Polri dan Kejaksaan Agung juga sangat berhati-hati dalam menerima laporan tindak pidana pemilu. Karena dua lembaga tersebut mempertaruhkan kredibilitasnya jika kasus yang diselidiki ternyata tidak memenuhi unsur pidana karena kekurangan bukti. Padahal sentra Gakkumdu dibentuk untuk memperkuat Bawaslu agar mampu menangani pelanggaran Pemilu secara maksimal. Praktiknya, harapan itu tidak terjadi karena setiap lembaga yang ada dalam Sentra Gakumdu punya standar sendiri-sendiri dalam menangani kasus. Ujungnya, tidak memuluskan penindakan terhadap pelanggaran pidana Pemilu. Perlu Ditinjau Ulang Untuk pelaksanaan pemilu ke depan, tidak ada salahnya mempertimbangkan agar Bawaslu mengelola sendiri penanganan pelanggaran pemilu sesuai kewenangannya. Lewat rekomendasi yang diterbitkan, Bawaslu meneruskan penanganan pelanggaran itu kepada lembaga terkait seperti KPU, Kepolisian atau DKPP. Peran ketiga lembaga dikembalikan kepada institusi masing-masing. Sehingga tidak ada yang merasa dipersalahkan. Ketika penegakan hukum pemilu sulit dioptimalkan karena terhambat batas-batas dan aturan. Dengan begitu, Bawaslu dapat leluasa menangani pelanggaran Pemilu kemudian

7

dipilah kasus mana yang masuk kategori administrasi atau pidana. Penegakan hukum saja tidak cukup untuk mengatasi pelanggaran Pemilu, tapi juga pencegahan. Penting disampaikan kepada seluruh masyarakat dan pemangku kepentingan bahwa kecurangan yang terjadi dalam Pemilu berdampak negatif. Untuk itu masyarakat harus aktif mengawal penyelenggaraan Pemilu sampai tingkat TPS. Pengawasan Partisipatif Pelibatan masyarakat menunjukkan satu kewajiban Bawaslu sebagai fungsi yang terlembaga dalam pengawasan pemilu, sedangkan partisipasi masyarakat lebih pada penggunaan hak warga negara untuk mengawal hak pilihnya.Pelembagaan pengawasan itu tidak serta-merta mengambil hak warga negara untuk melakukan fungsi kontrolnya dalam menjaga suara atau kedaulatan rakyat. Beban pengawasan dan upaya mendorong partisipasi masyarakat memang diletakkan pada Bawaslu.Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor,pertama Bawaslu telah diberikan mandat undang-undang untuk menjalankan fungsi pengawasan. Bawaslu juga telah dibekali struktur kelembagaan yang kuat, bahkan hingga tingkat paling bawah.Begitu juga dengan anggaran pengawasan, diberikan negara untuk mengontrol secara berkala.Artinya, beban kontrol terhadap penyelenggaraan pemilu lebih besar diberikan kepada Bawaslu. Kedua, Bawaslu sebagai struktur yang terlembaga memiliki keterbatasan, khususnya personil dan struktur yang bertugas mengawasi. Bawaslu hanya diisi oleh lima orang di tingkat pusat dan tiga orang di tingkat provinsi yang bertu gas lima tahun, sedangkan Panitia Pengawas Pemilu kabupaten/kota beranggotakan tiga orang bersifat ad hoc, serta beberapa anggota di tingkat kecamatan dan lapangan yang jumlahnya sangat terbatas. Oleh karena itu, sebagai organ yang bertugas melakukan pengawasan perlu mendorong upaya partisipasi untuk menguatkan kontrol penyelenggaraan pemilu. Ketiga, tantangan penyelenggaraan pemilu kedepan semakin kompleks, yakni kecenderungan hadirnya beragam pelanggaran. Pelanggaran pemilu tidak hanya bersambung ke halaman 8


BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

Memilih Alternatif Paling Logis, E-Voting Atau E-Counting Kepala Program Sistem Pemilu Elektronik BPPT, Andrari Grahitandaru mengatakan, sistem elektronik yang paling memungkinkan untuk digunakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada pilkada serentak tahun 2015 adalah penghitungan atau rekapitulasi elektronik (e-Counting). Sementara untuk pemungutan suara elektronik (e-Voting) menurutnya dibutuhkan kematangan infrastruktur dari KPU daerah yang tidak bisa disiapkan dengan tergesa-gesa. “Kalau pilkada serentak nasional kami tidak rekomendasi e-Voting, karena butuh investasi awal yang cukup mahal. Namun dengan persiapan pilkada 2015 yang tinggal beberapa bulan, e-rekapitulasi sangat bisa untuk disiapkan,” kata Andrari saat dihubungi, Rabu (8/10). Penghitungan elektronik menurut Andrari lebih sederhana dan lebih murah ketimbang menyiapkan e-voting. BPPT sudah melakukan kajian pelaksanaan rekapitulasi elektronik pada saat pemilu legislatif kemarin. KPU, lanjut dia, hanya perlu menyiapkan pusat data untuk melakukan tabulasi hasil penghitungan. Serta minimal satu orang petugas di TPS dan kabupaten/kota yang kapabel melakukan penghitungan elektronik yang terintegrasi dengan pusat data. Andrari menggambarkan e-counting dilakukan oleh satu orang petugas kelompok panitia pemungutan suara (KPPS) di TPS. Dia bertugas mengirimkan hasil penghitungan di TPS ke pusat data KPU melalui telepon genggam.

Pusat data yang menurut Andrari sudah dibangun KPU, langsung mengolah data tersebut. Melalui aplikasi yang cukup sederhana, hasil penghitungan dari setiap TPS akan terhimpun sehingga hasil penghitungan di tingkat desa, kecamatan, hingga kabupaten/kota akan terlihat di tabulasi. “Jadi nanti di data center akan ditayangkan langsung menjadi tabulasi. Ada angka real dari setiap TPS begitu pemungutan suara selesai dilakukan,” jelas Andrari. Selain pengiriman data, KPU juga bisa melanjutkan pemindaian formulir C1 seperti yang telah diterapkan pada pileg dan pilpres 2014. Hasil pemindaian, menurut Andrari, akan menjadi data penguat sekaligus membangun transparansi kepada pemilih. Sementara untuk menerapkan e-voting, Andrari memandang masih banyak yang perlu dibenahi. Dari aspek infrastruktur, menurutnya KPU harus menyiapkan perangkat perekam untuk setiap TPS. Perangkat tersebut menurutnya sebaiknya diproduksi oleh satu industri strategis dalam, bukan melalui tender. KPU bekerja sama dengan satu industri strategis itu bisa melakukan produksi, mengembangkan, dan mendistribusikan perangkat e-voting ke setiap daerah. Sedangkan dari aspek kelembagaan dan sumber daya manusia, menurutnya banyak hal yang harus dikuatkan KPU. Seperti menyiapkan petugas KPPS di TPS yang melek sistem informasi teknologi. Selain itu, KPU harus memperbaiki

daftar pemilih online. Selama ini, menurutnya terjadi kesalahan sistemik menyangkut daftar pemilih. Perubahan daftar pemilih akibat mobilitas penduduk yang tinggi, belum bisa diintegrasikan dengan baik oleh pemerintah dan penyelenggara pemilu. “Kalau mau (e-voting), lakukan perbaikan bertahap dari DPT Online. Pastikan tidak ada pemilih ganda, DPT terintegrasi secara nasional, dan itu butuh waktu lagi untuk menyiapkannya,” kata Andrari. KPU mengkaji kemungkinan penggunaan sistem elektronik saat pemungutan dan penghitungan suara pada pelaksanaan pilkada serentak tahun 2015 nanti. Pasalnya Perppu Nomor 1 tahun 2014 tentang pilkada langsung memberikan alternatif pemberian suara dan penghitungan suara pada Pilkada serentak mulai tahun 2015. “Kami diberikan ruang untuk melakukan pemungutan suara dan penghitungan suara secara elektronik. Tapi detailnya belum diatur dalam perppu, dan diberikan ruang bagi KPU untuk mengaturnya dalam peraturan KPU,” kata Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay. Dalam Pasal 85 ayat 1 Perppu 1/2014 disebutkan, pemberian suara untuk pilkada dapat dilakukan dengan cara memberi tanda satu kali pada surat suara atau dengan memberi suara melalui peralatan pemilihan suara elektronik. Kemudian, dalam Pasal 98 ayat 3 dicantumkan dalam hal pemberian suara dilakukan dengan cara elektronik, penghitungan suara dilakukan dengan cara manual/atau elektronik. (IS)

menjadikan suara pemilih menjadi tidak berarti. Bentuk-bentuk pelanggaran sistematis-terstruktur dan massif, menjadi dasar empirik yang menjadikan penting pelibatan dan partisipasi masyarakat. Pelibatan dan partisipasi yang cukup tinggi diharapkan mampu meminimalisir dan mencegah terjadinya manipulasi suara rakyat. Partisipasi ini diharapkan mampu meminimalisir dan mempersempit ruang gerak pelanggaran terhadap kedaulatan

rakyat.Pelanggaran pemilu khususnya yang bersifat sistematis-terstruktur, dan masif tidak lagi bisa dilakukan secara leluasa, karena pemilih turut-serta mengawasi, memantau, dan memastikan pilihannya. Mengingat kondisi itu, partisipasi masyarakat dalam pengawasan menemukan urgensinya.Pengawasan oleh masyarakat melengkapi fungsi dan tugas Bawaslu dalam mengontrol penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil. ***

sambungan dari halaman 7

mengganggu kerja penyelenggara, tetapi juga hak politik warga negara. Pelanggaran berupa manipulasi suara pemilih seakan-akan tidak bisa dihindarkan. Ini dibuktikan dari maraknya pelanggaran sistematis-terstruktur dan masif disetiap pelaksanaan pemilu maupun pemilihan kepala daerah. Bentuk pelanggaran tersebut secara nyata telah mengkhianati kedaulatan rakyat, mengkhianati suara pemilih dengan

8


BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

Fleksibilitas Anggaran ‘Kunci’ Penyelenggaraan Pilkada Serentak Penyelenggaraan pilkada serentak tahun 2015 memang masih terganjal pembahasan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 di DPR. Namun, KPU dan Bawaslu telah sepakat untuk mulai menyiapkan tahapan pilkada.

Di tengah upaya penyiapan, persoalan anggaran menjadi salah satu aspek penting yang harus dipertimbangkan. Sebagian penyelenggara di daerah dan pemerintah daerah masih gamang menentukan postur anggaran yang pasti untuk penyelenggaraan pilkada sesuai perppu. Namun, pemerintah pusat memberikan angin segar. Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnyzar Moenek mengatakan pemerintah daerah akan bersikap fleksibel untuk menyiapkan anggaran pelaksanaan pilkada serentak tahun 2015. Jika dalam APBD anggaran untuk pilkada belum disesuaikan dengan tahapan sesuai Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang (Perppu) nomor 1 tahun 2014, anggaran akan disediakan mendahului penetapan perubahan APBD 2015. “Intinya dibuka slot sesuai PP 58 tahun 2005 dan Peraturan Mendagri nomor 13 tahun 2006. Jadi boleh dipenuhi dulu (jika anggaran kurang) dengan kewajiban kepala daerah memberitahukan kepada DPRD untuk ditampung dalam APBD-P 2015,” kata Reydonnyzar di kantor Kemendagri, Jakarta, Kamis (6/11). Menurut catatan Kemendagri, terdapat 204 daerah yang akan menggelar pilkada pada tahun 2014. Reydonnyzar mengatakan, jika dari daerah tersebut ada yang sudah diketok APBD-nya. Namun, besar anggaran kurang dibandingkan tahapan sesuai perppu, maka bisa dilakukan pe-

nyesuaian. Pemerintah daerah, lanjut dia, wajib menyiapkan dan memenuhi kekurangan anggaran tersebut. Misalnya, dalam perppu, kampanye melalui iklan dan pemasangan atribut dibebankan kepada penyelenggara pemilu. Sementara anggaran yang sudah diketok masih berdasarkan tahapan yang mengacu pada aturan lama sebelum perppu. “Sekiranya ada biaya tertentu yang belum maka kita siap merevisi Permendagri 44 dan Permendagri 57. Kami siap revisi, satu hari kita bisa revisi untuk menjamin berapa anggaran pilkada oleh KPU daerah,” jelasnya. Anggaran yang kurang menurutnya akan dipenuhi dengan pengeluaran melalui biaya belanja tidak terduga. Sehingga tahapan pilkada yang sudah disusun KPU bisa berjalan tanpa hambatan biaya. Sementara bagi daerah yang belum menetapkan APBD 2015, Reydonnyzar meminta agar segera melakukan pembahasan sebelum akhir tahun. Daerah yang alat kelengkapan DPRD-nya belum dibentuk, didesak untuk melakukan percepatan. “Sudah kami payungi dengan Surat Edaran Permendagri tanggal 19 Oktober, intinya harus ada percepatan tentang penetapan rangkaian dana APBD. Pendanaan pemilihan pilkada dianggarkan pada jenis belanja hibah dari kepala daerah kepada kpu provinsi, kabupaten/kota dan panwaslu kabupaten kota sesuai kebutuhan,” ujarnya.

9

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, pemerintah telah menyiapkan dua alternatif terkait pilkada serentak tahun depan. “Plan A kami berharap perppu disetujui DPR, saya yakin DPR setuju. Saya yakin DPR tidak akan mempermalukan SBY,” kata Tjahjo. Sementara alternatif lain menunggu DPR membahas perppu tersebut. Tjahjo meminta pemda membantu KPU menyiapkan pelaksanaan pilkada, khususnya koordinasi anggaran. Komisi Pemilihan Umum (KPU) hari ini menggelar rapat koordinasi dengan jajaran Direktorat Jenderal (Ditjen) Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri. KPU membahas secara detail pelaksanaan perppu 1/2014 serta gambaran tahapantahapan yang akan dilaksanakan. “Kami ingin membahas secara detil pilkada seperti diatur dalam perppu. Bagaimana tahapan yang akan kami laksanakan, persiapan sampai pemungutan suara, dan anggarannya juga,” kata Ketua KPU Husni Kamil Manik. Sebelumnya KPU melansir akan menggelar pilkada di 181 kabupaten/ kota dan tujuh provinsi. Namun, setelah berkoordinasi dengan Kemendagri, ditambahkan beberapa daerah otonomi baru (DOB) yang juga harus menggelar pilkada. Pilkada serentak tahun 2015 akan dilaksanakan di 204 daerah. Terdiri atas delapan provinsi, 170 kabupaten, dan 26 kota. (IS)


BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

Pengadilan Khusus Pemilu Untuk Penegakan Hukum Pemilu Komisi Yudisial (KY) mengusulkan pembentukan pengadilan khusus untuk menangani sengketa pemilu. KY mendorong pengadilan pemilu adhoc ini bisa dibentuk untuk menangani sengketa pilkada serentak tahun 2015 nanti. “Kami pernah diskusikan secara informal dengan Mahkamah Agung (MA), apa tidak lebih baik dibentuk pengadilan ad hoc untuk menangani sengketa pemilu. Kalau mau ideal, pengadilan pemilu itu harus spesifik memang,” kata Ketua KY Suparman Marzuki dalam diskusi bertema “Proyeksi Penegakan Hukum Pemilu dan Pilkada Ke Depan”, di Jakarta, Kamis (13/11). Selama ini, menurut Marzuki, aparat penegak hukum yang menangani sengketa hasil dan pidana pemilu tidak akrab dengan materi pemilu. Akibatnya, paradigma mereka tentang pemilu berbeda dengan paradigma penggiat atau ahli pemilu. Padahal, lanjut dia, menangani kasus pemilu membutuhkan hakim yang kompeten. Hakim yang memiliki kompetensi tentang peraturan perundang-undangan tentang pemilu. “Tidak bisa hakim-hakim pengadilan disulap menjadi hakim pemilu. Nah, kami membayangkan dengan pengadilan ad hoc pemilu itu hakimnya khusus, tempatnya khusus, tidak dicampur di lingkungan pengadilan umum,” ungkapnya. Menurut Suparman, pengadilan khusus pemilu tidak lagi dicampur dengan pengadilan umum. Aparat pendukung dan aspek administrasinya juga tidak disatukan dengan pengadilan umum. Mahkamah Agung (MA), dia melanjutkan, pada tahun 2013 memang telah mengeluarkan Surat edaran tentang pembentukan pengadilan pemilu di dalam lingkungan MA. Namun, hakim yang ditunjuk serta panitera yang bekerja merupakan mereka yang juga bekerja menangani perkara lain. “Mereka sudah sarat dengan beban perkara, pengetahun pemilu kurang, dan paradigma hakimnya tidak berbeda den-

gan pengalaman persidangan umum. Makanya kami nilai tepat membentuk pengadilan khusus pemilu, seperti pengadilan tipikor,” kata dia. Untuk merealisasikan terbentuknya pengadilan khusus pemilu pada pilkada serentak 2015, Marzuki menilai masih memungkinkan. Meski waktu yang tersisa tidak cukup panjang. “Kalau MA mau, tinggal bikin surat ke Presiden terkait penambahan satu atau dua pasal dalam peraturan perundangundangan pilkada. Tinggal ditambahkan soal pengadilan ad hoc pemilu, pasti bisa cepat,” ujarnya. Sementara untuk rekrutmen hakimnya, Suparman memperkirakan bisa dilakukan dalam waktu tiga hingga empat bulan. Kriteria hakimnya tidak harus seluruhnya diisi oleh hakim karir. Bisa dikombinasikan dengan hakim karir yang memiliki latar belakang tata negara dengan hakim yang memiliki pengetahuan tentang pemilu. Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ida Budhiati mengatakan, untuk merancang pengadilan khsusus pemilu tidak cukup melihat dari sisi penanganan perkara pemilu. Tetapi harus melihat dari hulu, yakni kebijakan sistem pemilu. “Jadi diperhatikan penataan sistem pemilunya, penanganan sengketanya. Baru penanganan kelembagaannya, kare-

10

na sistem dan lembaga belum tentu cocok,” kata Ida. Pimpinan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nelson Simajuntak mengatakan, masalah penegakan hukum pemilu paling mendasar adalah mengambangnya aturan dan mekanisme kerja lembaga penegak hukum. Nelson mengusulkan lembaga penegak hukum pemilu sebaiknya berada di bawah satu atap. “Jadi ada penyidik, ada jaksa, ada hakim di bawah satu atap. Dia khusus menangani pidana dan sengketa pemilu,” ujarnya. Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Topo Santoso mengatakan, penegakan hukum pemilu tidak mesti dilakukan dengan membentuk satu lembaga khusus. Karena sengketa pemilu terkait hukum materiil, hukum formil, dan kelembagaan.Menurut dia cukup dengan membuat satu rancangan besar tentang penanganan pelanggaran pemilu yang disosialisasikan kepada penyelenggara, pengawas, penegak hukum, dan peserta pemilu. “Jadi tidak perlu disatukan menjadi lembaga khusus. Tapi di masing-masing lembaga, misalnya kepolisian, pengadilan ada pertemuan rutin dan pendalaman pengetahun tentang pemilu,” kata Topo.(IS)


BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

E-Voting Hemat Biaya Pilkada Hingga 50 Persen

http://aybloog.blogspot.com

Pelaksanaan e-voting yang sudah diterapkan di Indonesia, lebih tepatnya di Jembrana, Bali: Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi (BPPT) memperhitungkan penghematan biaya pemilihan kepala daerah (pilkada) hingga 50 persen apabila menggunakan sistem pemungutan suara elektronik (e-voting). “Mesin-mesin ini (alat e-voting) bisa bergantian digunakan di kabupaten. Bisa hemat biaya 50 persen, lumayan, berapa yang dihemat dari pilkada yang dilaksanakan lebih dari 400 kali,” kata Direktur Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi (PTIK) BPPT Hamman Riza,Kamis(6/11). Menurut dia, penggunaan e-voting jika dilihat secara tanjibel maka biaya pilkada menjadi lebih murah. Sedangkan secara intanjibel maka kepercayaan masyarakat tumbuh atas proses pilkada itu karena proses yang akuntabel, cepat dan akurat.

Harapannya, penggunaan alat e-voting untuk pemilu akan mendorong penyediaannya oleh industri nasional, sekaligus membuka kesempatan industri dalam negeri. Ia mengatakan, investasi yang dibutuhkan per unit e-voting minimal mencapai Rp10 juta. Namun ia meyakini jika produksi alat tersebut telah dilakukan secara massal maka harga akan lebih rendah. “Untuk pemilihan kepala desa (pilkades) biasanya digunakan dua mesin e-voting saja. Sedangkan untuk tingkat nasional atau Pemilu diperkirakan dibutuhkan 550.000 alat e-voting,” ujar dia. Chief Engineer Reporting Program Pemilu Elektronik (e-voting) BPPT Faisol Ba’abdullah mengatakan, pemilihan jenis perangkat e-voting juga dapat mempengaruhi biaya investasi pelaksanaan pe-

11

mungutan suara elektronik. “Kalau India bisa tekan harga produksi alatnya jadi murah karena pakai perangkat Embedded EVM yang ‘special request’, produksi massal alat ini bisa menekan harga produksi. Kalau sistem Direct Record E-Voting (DRE) yang mengarah ke open standard, memang bisa saja jatuh lebih mahal,” ujar dia. Meski demikian, menurut dia, alat evoting dengan sistem Embedded EVM tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lain, sedangkan sistem DRE yang memanfaatkan perangkat dari berbagai vendor dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lain. Dengan memanfaatkan sistem Embedded EVM tersebut India mampu melaksanakan pemilu dengan biaya 0,6 dolar AS per pemilih. Brasil menghabiskan dana sekitar lima dolar AS per pemil-


BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

ih, sedangkan Swiss menghabiskan dana 0,38 dolar AS per pemilih. “Sedang dalam simulasi penggunaan e-voting yang kita lakukan dana yang dihabiskan Rp12.000 hingga Rp16.000 per pemilih,� ujar dia Wawancara Khusus Andrari Grahitandaru menjabat sebagai Kepala Program Sistem Pemilu Elektronik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sejak tahun 2010. Selama empat tahun, wanita kelahiran Malang 11 April 1959 ini mengembangkan dan mematangkan kajian teknis pelaksanaan pemilu elektronik. Namun, realisasi pemilu elektronik selalu tersandung aspek legalitas hukum. Perppu nomor 1/2014 tentang Pilkada Langsung memungkinkan KPU menyelenggarakan pemilu secara elektronik. Bagi BPPT, aturan tersebut menjadi angin segar untuk melaksanakan pemilu elektronik di Indonesia. Namun, banyak tantangan menunggu di depan untuk merealisasikan pemilu elektronik. Berikut wawancara penulis dengan Andrari. Sejak kapan dan bagaimana awalnya BPPT mengembangkan kajian pemilu elektronik? Ini dimulai ketika Kabupaten Jembrana Provinsi Bali melakukan uji materi Pasal 88 UU 32/2004 tentang penerapan e-Voting di Pilkada. Kemudian BPPT mulai menyiapkan program ini, dimulai dengan penyiapan pemilihan kepala dusun (Pilkadus) di Jembrana. Setelah 65 kali Pilkadus dengan sistem elektronik, mereka ingin meningkatkan ke tahapan pilkada. BPPT ikut mendampingi sebagai tim saksi ahli teknis. Sampai akhirnya MK mengabulkan uji materi. dengan syarat pemilu tetap mengedepankan asas luber (langsung, umum, bebas, rahasia) dan jurdil (jujur dan adil). Kemudian, harus memenuhi syarat kumulatif yakni dari kesiapan penyelenggara, kesiapan teknologi, kesiapan legalitas, kesiapan pembiayaan, dan masyarakat. Sejak putusan MK keluar, ada beberapa daerah yang bekerja sama dengan BPPT untuk melaksanakan e-voting. Daerah apa saja? Selain Jembrana, daerah lain yang pertama meminta Kota Aceh. Kami cu-

kup optimis saat itu pilkada tahun 2012. Karena Aceh kan punya aturan sebagai daerah khusus. Kami pikir Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh bisa mengakomodir e-voting.Tapi jadinya gagal juga. Ternyaa KIP merupakan bagian tak terpisahkan dari KPU pusat. KPU harus membuat peraturan berdasarkan UU. Sementara UU Pemilu tidak mengatur evoting Berarti putusan MK tidak berpengaruh? Secara operasional tidak sama sekali. Setelah Aceh, Boyolali (Jawa Tengah) juga ingin melaksanakan evoting. Tapi mental juga. Lalu Bantaeng (Sulawesi Selatan), gagal juga karena aturan hukum. Akhirnya daerah-daerah itu inisiatif mau mencoba melalui pemilihan kepala desa (Pilkades) secara e-voting. Jadi pilkades elektronik sudah dilakukan di Boyolali, Jembrana, dan ketiga Musi Rawas (Sumatera Selatan). Kajian teknis dan teknologi yang sudah disiapkan BPPT sendiri seperti apa? Kami bertanggung jawab di penyiapan teknologi. Kalau bicara teknologi pemilu, ada tiga aspek yang dibahas. Pertama, standar hukum, standar teknis, dan standar operasional. Kami bikin kajian teknis sesuai dengan standar hukum bahwa pemilu harus tetap luber dan jurdil. Meski menggunakan mekanisme elektronik. Kami juga mengacu pada UU nomor 11/2011 tentang ITE. Bahwa informasi elekronik atau dokumen elektronik merupakan bukti hukum juga.Secara teknis dan operasional, tetap luber dan jurdil landasan utamanya. Jadi sistem yang kami bangun harus diutamakan sisi keamanan dan transparansinya. Kami ikut menyiapkan kelembagaan atau ekosistemnya. Bahwa e-voting ini penyelenggaranya KPU dan Bawaslu. Harus disiapkan lembaga sertifikasinya, lalu lembaga audit. Serta industri strategis yang menyiapkan perangkatnya. Jadi perangkat yang digunakan dibuat dan disiapkan satu industri yang ditunjuk khusus? Dalam penelitian kami, dikonsepkan KPU harus bekerja sama dengan lembaga

12

sertifikasi. Dia lembaga yang memverifikasi dan memastikan sejak tahapan awal sistem dan perangkat yang digunakan sesuai dengan UU dan aturan pemilu. Lalu, kita pastikan sistem yang digunakan bisa diaudit. Dalam pelaksanaan pemilu, yang berperan sebagai pengawas itu kan Bawaslu. Nah, Bawaslu harus menyiapkan lembaga yang bisa melakukan audit teknologi. Minimal melakukan audit random dari 10 sampai 15 persen TPS. Untuk perangkatnya, disiapkan satu industri yang ditunjuk sejak awal. BPPT merekomendasikan industri ini mengerjakan sejak awal pembentukan perangkat, distribusi, penggunaan, perawatan. Bukan berdasarkan tender. Ini sudah pernah kami simulasikan di Pilkada Bantaeng di 42 TPS bekerja sama dengan Universitas Hassanudin. Kajian ini sudah pernah dibahas dengan penyelenggara pemilu? Kalau untuk pilkada belum, baru sebatas usulan. Tapi kajian lengkapnya sudah ada. Siapa yang menjadi industri strategis, siapa lembaga sertifikasinya, siapa yang megaudit. Kami melihat dari beberapa negara yang melakukan e-voting. Seperti Amerika Serikat, Filipina, Venezuela, dan India. Nah, India ini yang paling cantik penerapannya. Karena dia punya satu industri strategis yang kami harapkan bisa diterapkan juga di Indonesia.Lembaga teknis yang mempunyai wewenang dari pemerintah untuk melakukan audit teknologi cuma BPPT. Jadi kalau BPPT mau posisikan sebagai lembaga audit berarti kerjasama dengan Bawaslu. Untuk lembaga sertifikasi, banyak yang bisa. Misalnya LIPI. Kalau industri strategis, kita punya PT INTI dan PT LEN (Lembaga Elektronika Nasional). Catatannya, harus menggunakan konten lokal, jangan impor. Bisa dideskripsikan bagaimana penerapan pemilu elektronik di lapangan? Rekomendasi BPPT sejauh mana KPU siap, karena penyiapan tak bisa buru-buru. Saya menyarankan KPU tidak buru-buru, tetapi melihat masalah pemilu itu sebenarnya di mana sih. Paling banyak kan di proses penghitungan. Pengiriman yang berjenjang dan proses yang lama.


BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

Walaupun diunggah ke website kan tidak diakui sebagai hasil resmi. Jadi ada satu teknologi yang merupakan bagian dari pemungutan elektronik, yaitu e-rekapitulasi. Kalau e-voting itu dari pemungutan, penghitungan secara otomatis, pengiriman, kemudian penayangan. Ada aplikasi langsung tabulasi. Jadi hasil yang dikirim dari tiap TPS tertabulasi di data center. Kalau pemilu elektroik ketika TPS tutup jam 1, dicetak hasilnya, ditempelkan modem, di aplikasi sekali klik langsung kirim ke data center. Itu sudah kami siapkan sampai ke sana teknologi dan konsepnya. Nah,KPU nanti perlu membuat peraturan kpu tentang penyelenggara pemilu elektronik. Tapi kami rekomendasi pemungutan jangan dulu, tapi di pengiriman saja. Kenapa untuk e-voting belum direkomendasikan? Karena dibutuhkan kesiapan yang sangat kuat oleh setiap daerah. E-voting ini dimulai dari awal. Untuk menyiapkan perangkat, perlu membangun industri strategisnya dulu. Lalu sumber daya manusia yang melaksanakannya. Dan masalah paling utama itu DPT (daftar pemilih tetap). DPT ini yang ikut menciderai e-voting. Kalau diterapkan, apa iya 100 persen pemilih sudah pegang e-KTP. Kalau kita terapkan dalam waktu dekat, bisa jutaan orang tak punya hak pilih. DPT Online memang sudah diupayakan KPU, tapi kan masih harus dibenahi. Jangan harap DPT akurat karena tidak ada sistem yang otomatis memperbarui data penduduk. Lalu harus menunggu berapa lama lagi kesiapan menggunakan e-voting? Saya tidak mau berandai-andai. Karena dari 2009 kami pontang-panting selalu mentok di aspek hukum. Sebelum diterapkan, kita harus mantapkan dulu bahwa hanya ada satu payung hukum pelaksanaan pemilu. Jadi tidak dipisah-pisah lagi. Pilpres sendiri, pileg sendiri, pilkada ada lagi aturannya. Kalau sudah terintegrasi, nanti pelaksanaan e-voting bisa lebih mudah. Selain pembenahan sistem kependudukan online. Artinya yang memungkinkan dalam waktu dekat baru penghitungan online? Iya, penghitungan atau e-rekapitulasi.

perjalanan ada hal yang tidak diinginkan. Kalau USSD, mekanismenya sederhana. Masyarakat bisa memantau. Saat TPS ditutup, hasil pemungutan dihitung. Lalu ada petugas KPPS yang mengirimkan melalui SMS ke data center, sebelumnya saksi menandatangani berita acara. Nanti data center dalam hitungan detik menerima data tersebut, Dicocokkan dengan yang ada di TPS dan formulir C1. Kalau sudah cocok, tandatangani berita acara lagi. Nanti data center tinggal tabulasi data dari TPS-TPS lainnya.

Karena selama ini masalah paling banyak juga di proses ini. Pemilihan tetap menggunakan kertas dan sistem manual. Selesai dihitung, hasilnya langsung dikirim ke data center. Ada dua aplikasi yang paling memungkinkan. Pakai USSD (Unstructured Supplementary Services Data) dan DMR (Digital Mark Reader). USSD, aplikasi menggunakan SMS dengan menggunakan sim card khusus. Saat mengirimkan ke data center sudah ada pasangan kunci rahasianya. Jadi, satu TPS satu sim card, dan di data center sudah ada pasangannya. Jadi tidak bisa salah kirim dari TPS yang lain. Kalau handphonenya terserah, yang paling jadul sekalipun bisa. USSD ini tinggal kerja sama saja dengan operator seluler. Ini sudah kami simulasikan di 564 TPS di Pekalongan (Jawa Tengah) saat pileg 2014 kemarin. Kalau DMR pemakaiannya bagaimana? DMR beda lagi, ini merubah kertas suara menjadi bentuk angka. Nanti pemilih menandai nomor yang dipilih, langsung discan, dan otomatis masuk ke tabulasi di data center. Kalau untuk pilkada 2015 yang paling memungkinkan menggunakan USSD. Kenapa? USSD paling memungkinkan. Sekarang kalau pilkada dengan DMR, maka hasil kertas DMR dikirim dulu ke kabupaten/kota untuk discan. Kami takut saat

13

Data center-nya bagaimana? Data center bisa di mana saja, yang penting di Indonesia. Kan teknologi informasi menghilangkan jarak. KPU sudah punya data center yang baik. Yang kemarin digunakan saat pileg dan pilpres. Yang menampung hasil pemindaian formulir C1. Itu harus tetap digunakan data centernya. Tidak apa-apa di KPU pusat, jadi KPU pusat juga punya data lengkap. ga perlu minta-minta lagi ke daerah. Tapi nanti kan menerapkan pilkada serentak, tetap bisa memungkinkan digunakan e-rekap? Sangat memungkinkan, tak masalah. Data yang dikirimkan sangat kecil. Cuma satu data, kan cuma perolehan suara calon. Pileg saja kita pakai USSD, data dari empat kertas suara. Untuk pemilihan anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/ Kota, dan DPD. Satu partai ada berapa angka kan. Totalnya 392 data, langsung terkirim bisa hanya dengan 9 SMS. Kalau pileg saja bisa, kenapa pilkada yang lebih sederhana tidak bisa. Anggarannya bagaimana? Selama ini kan banyak pihak menilai pemilu elektronik itu identik dengan anggaran yang besar dan mahal? Konsep mahal itu ketika suatu produk dipakai hanya sekali saja. Industri strategis dipakai terus-menerus. Memang pada awalnya membutuhkan investasi dulu. Tapi ini akan terpakai terus. Untuk USSD, tinggal kita kontrak dengan provider. Tergantung sekarang provider terapkan tarif berapa untuk USSD. Bentuk pelaksanaan, kerja sama dengan operator kita sudah punya kajian lengkap karena sudah diterapkan di pilkades. (IS)


BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

PIMPINAN BAWASLU, NASRULLAH

Mendamba Bawaslu Sekuat KPK Kelembagaan pengawas Pemilu dikuatkan melalui UndangUndang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu dengan dibentuknya sebuah lembaga tetap yang dinamakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

D

inamika kelembagaan pengawas Pemilu ternyata masih berjalan dengan terbitnya UndangUndang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Secara kelembagaan pengawas Pemilu dikuatkan kembali dengan dibentuknya lembaga tetap Pengawas Pemilu di tingkat provinsi dengan nama Badan Pengawas Pemilu Provinsi (Bawaslu Provinsi). Selain itu pada bagian kesekretariatan Bawaslu juga didukung oleh unit kesekretariatan eselon I dengan nomenklatur Sekretariat Jenderal Bawaslu. Selain itu pada konteks kewenangan, selain kewenangan sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 22 Tahun 2007, Bawaslu berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 juga memiliki kewenangan untuk menangani sengketa Pemilu. Meski sudah diperkuat melalui UU,

PIMPINAN BAWASLU, NASRULLAH

pimpinan Bawaslu Nasrullah menyampaikan keinginannya agar kewenangan

14

institusinya semaki diperkuat. Seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)


BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

yang mempunyai kewenangan untuk kejaksaan). Tujuannya, agar kasus-kasus menyidik dan menuntut para pelaku pelanggaran pemilu diselesaikan dengan kecurangan pemilu. mudah dan cepat. “Soal kewenangan kami ingin seperti Kini, setelah pemilu legislatif usai, KPK. Punya kewenangan untuk melakukeberadaan Sentra Gakumdu menjadi kan fungsi penyidikan dan penuntutan. tanda tanya. Badan Pengawasan Pemilu Dengan begitu Bawaslu akan punya (Bawaslu), misalnya, termasuk yang kekuatan untuk menindak setiap kememinta perlunya evaluasi eksistensi curangan pemilu,” ujar Nasrullah. Gakumdu. Nasrullah menyatakan selama Ia mengakui kelemahan Bawaslu ini Bawaslu kesulitan menindaklanjuti selama ini yang hampir tak punya taji laporan pelanggaran pemilu gara-gara dalam menindak kecurangan pemilu. harus melibatkan lembaga lain. Kedepannya Nasrullah meminta inPrakteknya, kata dia, Sentra Gaatitusinya dikuatkan dan bukan malah kumdu tak berfungsi sesuai harapan. dilemahkan karena hadirnya Dewan Dengan kata lain, penanganan dugaan Kehormatan Penyelenggara Pemilu pidana pemilu secara umum tidak efektif, (DKPP). meskipun ada beberapa pelaku yang “Saat ini kewenangan kami medihukum. mang terbatas hanya mengeluarkan Nasrullah berpendapat, penanganan rekomendasi, pidana pemilu tapi tak bisa lintas lembaga mengeksekusi. lewat Sentra Rekomendasi Gakumdu justru Saat ini kewenangan kami menghambat Bapun kadang tak dijalankan. waslu. Misalnya, memang terbatas hanya Kami juga dalam menangani mengeluarkan rekomenberharap kami sebuah pelangdasi, tapi tak bisa mengek- garan, Bawaslu masuk dalam ranah etik,” sekusi. Rekomendasi pun menilai hal itu ucapnya. masuk kategori kadang tak dijalankan. Nasrullah kampanye, tapi juga menegaslembaga lainnya Kami juga berharap kami kan bahwa dalam Gakumdu masuk dalam ranah etik, pengawasan menilai itu bukan mutlak hakampanye. rus ada dalam Dalam benak penyelengNasrullah, garaan pemilu. Sentra Gakumdu NASRULLAH “Bawaslu akan dibentuk untuk tetap melakumemperkuat kan apa yang Bawaslu agar menjadi kemampu menanwenangannya gani pelanggaran yang diatur dalam undang-undang untuk Pemilu secara maksimal. Praktiknya, mengawasi. Masing-masing kan punya harapan itu tidak terjadi karena setiap wewenang sendiri. Kalau KPU sendiri lembaga yang ada dalam Sentra Gatidak mengajak, ya kita tetap mengawasi kumdu punya standar sendiri-sendiri dengan dasar apa yang sudah diberikan dalam menangani kasus. Ujungnya, oleh undang-undang yang ada,” tidak memuluskan penindakan terhadap Untuk menangani dugaan pelangpelanggaran pidana Pemilu. garan hukum selama penyelenggaraan Nasrullah berpendapat lebih baik pemilu legislatif dibentuk Sentra PenBawaslu mengelola sendiri penanganan egakan Hukum Terpadu (Sentra Gakumpelanggaran pemilu sesuai kewenangandu). Sentra ini beranggotakan penynya. Lewat rekomendasi yang diterbitelenggara dan pengawas pemilu beserta kan, Bawaslu meneruskan penanganan aparat penegak hukum (kepolisian dan pelanggaran itu kepada lembaga terkait

15

seperti KPU, Kepolisian atau DKPP. Nasrullah berharap peran Bawaslu menangani pelanggaran diperkuat. Sehingga Bawaslu dapat leluasa menangani pelanggaran Pemilu kemudian dipilah kasus mana yang masuk kategori administrasi atau pidana. Menurut dia, kewenangan yangan diberikan kepada Bawaslu jangan setengah-setengah kewenangannya. Terlalu banyaknya lembaga yang turut serta menangani pelanggaran pemilu menurutnya cenderung menyebabkan mandulnya lembaga peradilan pemilu. [dey]

Profil Nama : Nasrullah Tempat Tanggal Lahir : Polewali Mamasa, 10 Juli 1971 Pendidikan Terakhir : S2 Universitas Islam Indonesia Alamat : Jl. Sultan Agung No.18 Yogyakarta Pengalaman Kerja dan Organisasi: Pimpinan Bawaslu, Divisi Sosialisasi, Humas dan Hubungan Antar Lembaga, 2012-2017 Anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Divisi Hukum dan Pengawasan Panitia Pelaksana Daerah Pemilihan tingkat II Kota Yogyakarta periode 2003-2008 Sekretaris Kerukunan Keluarga Mandar Sulawesi Barat (KKMSB) Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta


BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

Bangga pada Kinerja Kasek, Sekjen Bawaslu Beri Apresiasi Sekretaris Jenderal Bawaslu, Gunawan Suswantoro merasa bangga terhadap kinerja Kepala Sekretariat Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota. Berkat kinerja mereka juga, Bawaslu menjadi salah satu bagian yang mengantarkan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 Indonesia menjadi pemilihan presiden terbaik di dunia dengan persentase partisipasi tertinggi di dunia yaitu 71 %. Karena kebanggaannya tersebut, Gunawan berjanji akan menulis surat kepada para Gubernur dan Bupati/ Walikota Se-Indonesia untuk memberikan apresiasi dan penghargaan kepada seluruh kepala sekretariat yang telah mengabdikan diri pada pengawas pemilu dan segera kembali kepada instansi di daerah masing-masing. Terkait dengan hambatan, kendala, dan tantangan terhadap proses pengawasan Pemilu yang muncul di berbagai daerah, Gunawan mengemukakan rencananya untuk membuat selayang pandang proses pengawasan pemilu di daerah masing-masing. Ke depannya, dokumentasi proses pengawasan pemilu itu akan menjadi dokumen bersejarah bagi Indonesia Ketua Bawaslu RI, Muhammad juga menambahkan, meminta kepada seluruh Kasek, Panwas, dan PPL

Ketua Bawaslu, Muhammad (tengah), Pimpinan Bawaslu, Endang Wihdatiningtyas dan Sekjen Bawaslu, Gunawan Suswantoro diseluruh Indonesia agar tetap menjaga hubungan silaturahmi diantara jajaran pengawas pemilu. “Walaupun pada bulan Desember nanti jasad kita sudah berpisah, namun ikatan silaturahmi di antara kita masih

Kasek Bawaslu Provinsi.

16

tetap ada,” pinta Muhammad, dalam kesempatan yang sama di Rapat Kerja Pembinaan Kesekretariatan Evaluasi Pelaporan tahap II pada tanggal 24 s.d 26 November 2014 bertempat bertempat di hotel Grand Sahid Jaya. Hal senada disampaikan oleh Pimpinan Bawaslu RI Endang Wihdatingtyas. Keberhasilan Bawaslu ditunjang oleh keberhasilan Panwas di daerah-daerah, mulai dari PPL, Panwascam, Panwaskab/ Kota, dan Bawaslu Provinsi. merupakan satu kesatuan tubuh pengawasan pemilu yang tidak bisa dipisahkan. Jelas Endang. Muhammad menambahkan, Bawaslu tidak boleh menutup mata bahwa masih ada catatan-catatan pada proses pengawasan pemilu yang belum maksimal. “Catatan dan koreksi proses pengawasan pemilu merupakan koreksi kita bersama, sebaliknya jika ada apresiasi mengenai proses pengawasan pemilu itu juga merupakan apresiasi kita bersama,” ujar Muhammad. [MM]


BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran

Rakornas Sentra Gakkumdu Sebagai Upaya General Check Up

Pimpinan Bawaslu, Nasrullah (kanan) dan Kabareskrim Mabes Polri Suhardi Alius. Dalam rangka evaluasi atas kinerja yang telah dilaksanakan Sentra Gakkumdu dalam proses tahapan penyelenggaraan Pemilu, Bawaslu RI bersama Polri dan Kejaksaan RI melaksanakan Rapat Koordinasi Nasional Sentra Penegakan Hukum Terpadu Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014. Acara berlangsung di Mercure Convention Center Ancol, Jakarta (3/11). Rakor tersebut mengundang seluruh anggota Bawaslu Provinsi se-Indonesia. Hadir dalam rakor Pimpinan Bawaslu, Nasrullah dan Nelson Simanjuntak, Kabareskrim Mabes Polri Suhardi Alius, dan Warsa Susanta perwakilan dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum). Dalam sambutannya, Suhardi mengungkapkan banyaknya kendala dan permasalahan yang dihadapi Sentra Gakkumdu. Ia mengatakan meskipun waktu penanganan tindak Pidana Pemilu sangat terbatas, melalui sinergi dan profesionalisme unsur dalam Sentra Gakkumdu, pelaksanaan penegakan tindak pidana Pemilu dapat memberikan kepastian hukum,

sehingga Pemilu tahun 2014 dapat berjalan dengan aman, lancar dan demokratis. Suhardi menilai bahwa keberadaan Sentra Gakkumdu selama ini menjadi forum yang efektif bagi jajaran pengawas pemilu, Polri dan Kejaksaan untuk bersinergi melakukan penegakan hukum tindak pidana Pemilu. Sedangkan Warsa Susanta berharap agar Rakornas Sentra Gakkumdu mampu melakukan evaluasi terhadap semua tahapan pemilu dan juga dapat memberikan masukan untuk perbaikan atau penyempurnaan undang-undang pemilu. Sehingga pada pemilu mendatang, telah ada UU pemilu yang ideal dan semua pihak mudah memahami makna unsur-unsur pasal serta meminimalisir pembatasan waktu penyelesaiannya, baik pada tahap penerimaan laporan/temuan, penyidikan, tuntutan sampai akhir. Acara dibuka langsung oleh pimpinan Bawaslu RI, Nasrullah. Ia mengibaratkan evaluasi kinerja Sentra Gakkumdu (meminjam istilah medis) sebagai upaya General check up. “Rakor ini dilakukan sebagai upaya dan cara memeriksa dimana kira-kira

17

aliran-aliran itu mengalami kebuntuan agar tidak mengalami pembengkakan,” jelasnya. Pada Pemilukada serentak tahun 2015 mendatang, Sentra Gakkumdu pusat akan lebih banyak berfungsi monitoring dan supervisi dengan cara terjun ke daerah. Hal ini juga sebagai upaya untuk melihat apakah fungsi Sentra Gakkumdu berjalan dengan baik atau tidak. Nasrullah juga menghimbau Bawaslu Provinsi agar lebih mempersiapkan diri dalam menghadapi rencana Pemilukada serentak tahun depan. Bawaslu optimis ke depan Sentra Gakkumdu akan jauh lebih baik dari pemilu tahun 2014. Di akhir sambutannya Nasrullah berharap agar Rakornas benar-benar diefektifkan dan dioptimalkan. “Dengan forum ini, mari kita cari terobosan yang mampu membuat tiga institusi ini benar-benar bisa bekerja secara integratif dan kolektif” pungkasnya. Rakornas sentra Gakkumdu berlangsung selama tiga hari, 3 - 5 Nopember 2014. Acara tersebut dibuka dengan pemukulan gong dan pemberian cinderamata oleh Bawaslu kepada Polri dan Kejaksaan. [AI]


BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

Divisi Sosialisasi, Humas dan Antar Lembaga

Sosialisasi Hasil Pengawasan dan Penanganan Pelanggaran Pemilu Tahun 2014

B

adan Pengawas Pemilu menggelar Sosialisasi hasil Pengawasan dan Penanganan Pelanggaran Pemilu Tahun 2014, Serta Persiapan Pengawasan Pemilukada Tahap Pertama di Denpasar, Jumat (21/11). Kegiatan tersebut digelar bertujuan untuk meningkatkan kualitas pengawasan bagi penyelenggara dan partisipasi masyarakat dalam kesiapan menghadapi Pemilu Kepala Daerah tahun 2015. Kegiatan yang turut mengundang unsur Pemerintahan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota, Kepolisian Daerah, Kejaksaan Tinggi, Partai Politik, Pemerhati Pemilu, Organisasi Kepemudaan, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Media Massa dan unsur Mahasiswa dan Siswa Se-Provinsi Bali itu, merupakan sasaran di setiap level serta menjadi faktor pendukung oleh stakeholders dan masyarakat Indonesia yang dihadiri kurang lebih 450 peserta. Dalam sambutan pembukaan kegiatan, Ketua Bawaslu Muhammad mengatakan bahwa kegiatan sosialisasi Pengawasan dan Penanganan Pelanggaran Pemilu Tahun 2014, serta Persiapan Pengawasan Pemilukada merupakan usaha untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dalam pengawasan Pemilu Kepala Daerah, Bupati dan Walikota serta meningkatkan kualitas Pemilihan pengawasan melalui partisipatif aktif masyarakat dalam pengawasan Pemilukada. “Tersosialisasinya hasil pengawasan dan penanganan pelanggaran yang dilakukan oleh Bawaslu dalam Pemilihan Umum tahun 2014 ,” ujarnya. Muhammad berharap kegiatan sosialisasi dan penangan pelanggaran yang dilakukan oleh Bawaslu dapat disebarkan di berbagai tingkatan, baik dari segi pemahaman maupun tentang proses kerja pengawas pemilu dalam melakukan pegawasan di tiap-tiap tingkatan. “Pelaksanaan tugas dan kewenangan Bawaslu dan jajaran Pengawasan Pemilu tersebut juga tidak lepas dari koordinasi, sinkronisasi dan integrasi yang baik dengan KPU beserta jajarannya di daerah,”

ujarnya. Di samping itu, Muhammad menjelaskan tugas dan fungsi Penyelenggara Pemilihan Umum mengatur antara lain tugas pengawasan Pemilu di semua tingkatan adalah mengawasi tahapan Pemilu dalam rangka pencegahan dan penanganan pelanggaran serta menerima laporan dugaan pelanggaran, mengkaji laporan dan temuan, merekomendasikannya kepada yang berwenang, dan menyelesaikan sengketa Pemilu. Ia juga mengajak pemilih pemula agar berperan aktif dalam menggunakan hak suara dalam kegiatan pemilu. “Pemilu adalah hajatan bersama, untuk itu bagi pemilih permula khusunya adik – adik siswa dan siswi jangan memiliki sikap apatis, sebab apatis adalah penyakit demokrasi,” ujarnya. Sementara itu Pimpinan Bawaslu Nasrullah dalam sambutanya mengatakan setelah melaksanakan pengawasan Pemilu Umum Anggota DPR, DPRD, DPD dan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014, Bawaslu juga bersiap untuk mengawasi Pemilihan Kepala Daerah tahun 2015 berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, yang akan dilaksanakan secara serentak. Nasrullah menekankan, agar Bawaslu dan KPU menyatakan kesiapannya dalam penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah di provinsi dan Kabupaten dan Kota. Hal

18

ini membuat kedua lembaga penyelenggara Pemilu ini harus mempersiapkan diri menyusun langkah-langkah strategis dan taktis sesuai tugas dan kewenangannya. “Dalam hal ini, Bawaslu telah melakukan berbagai kajian untuk mendalami isu-isu strategis dalam rangka menyusun regulasi dan strategi pengawasan Pemilukada tahun 2015,” ujarnya. Hadirnya Perppu tersebut, tambahnya, tentu saja mempengaruhi berbagai perubahan dalam pelaksanaan Pemilukada. Ia mengungkapkan ada beberapa pengaturan pelaksanaan tahapan yang sebelumya tidak diatur. “Sejumlah aturan tersebut antara lain berlakunya prinsip keserentakan dalam pelaksanaan Pemilukada, sistem penyusunan daftar pemilih yang hanya terdiri dari DPS, DPT dan pemilih yang menggunakan KTP atau identitas,” ujarnya. Nasrullah mengatakan, Bawaslu melakukan sosialisasi hasil pengawasan dan penanganan pelanggaran serta persiapan pengawasan Pemilukada bertujuan untuk mensosialisasikan hasil kerja Bawaslu selama Pemilu Umum Anggota DPR, DPRD, DPD dan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014. Selain itu, menurut Nasrullah Kegiatan ini juga dalam rangka menghimpun ideide segar terkait Perppu tersebut dari pemangku kepentingan dan masyarakat. [HW/FS]


BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

Divisi Sosialisasi, Humas dan Antar Lembaga

Bawaslu Lakukan Optimalisasi dalam Evaluasi Gugus Tugas Pengawasan Kampaye

Badan Pengawas Pemilu melakukan Optimalisasi dalam Evaluasi Gugus Tugas Pengawasan Kampanye di Media Penyiaran antara Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan Komisi Informasi Pusat (KIP), pada Rabu (12/11). Rapat evaluasi gugus tugas yang melibatkan empat institusi tersebut digelar sebagai penguatan antara empat lembaga sebagai upaya memaksimalkan sinergisitas dan koordinasi kerja sama pengawasan kampanye Pemilu 2014. Dalam Rapat Evaluasi Gugus Tugas Pengawasan Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 tersebut yang dihadiri Ketua Bawaslu Muhammad, Pimpinan Bawaslu Nasrullah, Endang Wihdatiningtyas, Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiansyah, Ketua KPI Judhariksawan, Wakil Ketua KPI Iddy Muzayyad, dan Wakil Ketua KIP Jhony Fresly dan Anggota KIP Yhannu Setyawan. Pada Kesempatanya Pimpinan Bawaslu Nasrullah mengatakan, dilakukanya evaluasi gugus tugas yang melibatkan empat lembaga yaitu Bawaslu, KPU, KPI

dan KIP pada fokus pengawasan kampanye di lembaga penyiaran dan media massa adalah sebagai wadah dan ruang koordinasi didalam melakukan pengawasan pemilu secara terpadu. Ia mengatakan dengan adanya pelibatan partisipasi pengawasan pemilu termasuk lembaga Negara yang mempunyai fungsi pengawasan merupakan terobosan yang nantinya menjadi lebih efektif. “Gugus Tugas dibentuk dalam rangka mengawasi pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye di media massa dan lembaga penyiaran, adapun lembaga- lembaga yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang –undangan mempunyai tugas dan wewenang untuk memberikan sanksi terhadap berbagai bentuk pelanggaran kampanye khususnya iklan kampanye di media penyiaran dan media massa,” ujarnya. Lanjut Narullah menuturkan selain perlu adanya upaya maksimal dalam pengawasan kampanye, Ia berharap gugus tugas akan lebih produktif jika bisa ditransformasikan di tingkatan daerah, mengingat akan dilakukanya Pemilihan Kepala Daerah di tahun

19

2015 mendatang. “Dalam rangka memproses berbagai persoalan terkait kampanye, Gugus Tugas akan menularkan apa yang sudah dilakukan di dalam pola pengawasan yang lebih efektif dan diterapkan di tingkatan provinsi,” ujarnya Sementara itu, Ketua KPI Judhariksawan mengatakan evaluasi Gugus Tugas selama pemilihan legislatif dan Pemilu Presiden serta Wakil Presiden di tahun 2014 memberikan suatu dampak yang luar biasa kepada peserta pemilu yang telah melakukan kegiatan di dalam kampanye. Ia menilai Gugus Tugas yang terbentuk atas komitmen bersama yang perlu dipertahankan. “Saya berharap Gugus Tugas tidak berhenti sampai disini. Saya melihat menjadi penting apabila gugus tugas diberi payung hukum yang kuat dan jelas di dalam pengawasan kampanye di lembaga dan media penyiaran,” ujarnya Dia berharap, Rapat Evaluasi Gugus Tugas Pengawasan Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye tahun 2014 adalah bentuk komitmen bersama di dalam terwujudnya koordinasi pengawasan dan pemantauan terhadap lembaga penyiaran dan


BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) M Afiffudin

Pembengkakan Biaya Pilkada 2015 Perlu Dipertimbangkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta untuk mengakali pembengkakan biaya penyelenggaraan pilkada sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 1 tahun 2014. Lantaran semangat penyelenggaraan pilkada langsung yang diharapkan saat RUU Pilkada disusun adalah untuk menekan borosnya biaya pemilihan gubernur dan bupati/walikota. Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) M Afiffudin menilai Perppu 1/2014 lahir dalam situasi yang tergesa-gesa. Masih ada celah dalam aturan tersebut yang jika didalami justru tidak sesuai dengan semangat efisiensi pelaksanaan pilkada. “Banyak celah dalam aturan perppu dari segi pembiayaan. Misalnya biaya penyelenggaraan, biaya rekapitulasi yang tetap panjang, biaya penyelenggara dari tingkat TPS, hingga biaya pengawas TPS,” kata Afif, di Jakarta, Selasa (18/11). Harusnya, Afif melanjutkan, perppu bisa memotong mata rantai dalam proses rekapitulasi penghitungan suara. Penghitungan suara langsung dilakukan dari TPS ke KPU Kabupaten/Kota. Dengan begitu, tahapan menjadi lebih efisien. Jumlah kelompok petugas pemungutan suara (KPPS) juga bisa dipangkas. Pengurangan petugas secara otomatis juga mengurangi biaya yang dikeluarkan KPU. “Banyak usulan yang tidak terakomo-

dir dalam penyusunan perppu ini. KPU masih bisa mengakali, atau mungkin saat pembahasan perppu ada kebijakan dari DPR,” ungkapnya. Meski begitu, menurut Afif, anggaran kontestasi yang dikeluarkan peserta pilkada akan berkurang. Karena banyak pembiayaan yang dibebankan kepada penyelenggara. Kebijakan ini bisa menekan politik transaksional yang selama ini membuat pilkada cenderung mahal dan boros. Sebelumnya, Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan, peningkatan biaya

penyelenggaraan pilkada tidak signifikan. Peningkatan pembiayaan, menurut Husni lantaran dalam perppu terdapat beberapa tahapan yang pembiayannya sepenuhnya dibebankan kepada penyelenggara pemilu. Kampanye dalam bentuk rapat umum, iklan kampanye, dan pemasangan atribut yang sebelumnya ditanggung peserta. Berdasarkan aturan perppu akan dibebankan kepada KPU. Selain itu, KPU juga harus menyiapkan tahapan uji publik yang sebelumnya tidak pernah dilakukan. Uji publik dan verifikasi bakal calon kepala daerah. [IS]

media massa agar bisa memastikan proses penegakan hukum sesuai dengan ranah hukum di masing masing institusi pada Gugus Tugas. “Oleh karena itu diperlukan persamaan persepsi. Kalau perlu, kita lakukan definisi secara oprasional terkait kendala persolan Pengawasan Kampanye,” ujarnya Hal senada disampaikan Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiansyah. Ia mengatakan, terbentuknya Gugus Tugas adalah semangat empat lembaga yaitu Bawaslu, KPU, KPI, dan KIP sebagai bentuk langkah yang lebih progresif di dalam melakukan pengawasan kampanye. Menurutnya, Gugus tugas bentuk dari repersentasi lembaga yang dilakukan secara terkoordinatif. “Ada

semangat yang kita lakukan bersama. Hal ini menjadi perlu dikoordinasi yang intensif di antar lembaga yaitu Bawaslu, KPU, KPI dan KIP guna mencari solusi dan terus kita desain yang lebih baik ke depan terkait pengawasan kampanye,” ujarnya Di sela-sela penutupan acara, Ketua Bawaslu Muhammad mengatakan peserta Pemilu atau partai politik yang menggunakan sarana dalam berkampanye memiliki tujuan pendidikan politik masyarakat. “Kampaye sejatinya adalah merupakan bagian pendidikan politik bagi masyarakat atau calon pemilih dalam rangka partisipasi politik yang sehat dan mandiri,” ujarnya. Menanggapi akan dilaksanakanya pe-

milihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang akan dilaksanakan pada 2015, Muhammad menghimbau kepada calon kandidat peserta politik memberi informasi kepada masyarakat dengan memberikan visi dan misi program secara bertanggung jawab yang memberikan informasi yang mencerahkan kepada masyarakat. Ia mengatakan, hadirnya gugus tugas bukan dalam rangka mencari kesalahan peserta pemilu atau kandidat Pemilu seperti calon Gubernur, Bupati dan Wali kota tapi dalam rangka menghadirkan pendidikan politik yang baik dan kampanye politik dengan cara yang sehat khusunya di media massa demi partisipasi politik yang lebih mandiri dan otonom. [HW/FS]

20


BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Topo Santoso

Penegakan Hukum Pemilu Perlu Dibenahi Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Topo Santoso, menilai persoalan penegakan hukum dalam Pemilu 2014 lalu sama seperti Pemilu periode sebelumnya. Misalnya, sikap aparat penegak hukum yang tidak menganggap pelanggaran Pemilu sebagai kasus yang serius. Serta perdebatan definisi kampanye. Ujungnya, penegakan hukum terhadap pelanggaran Pemilu tidak maksimal. Padahal dalam UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD banyak pasal tentang tindak pidana Pemilu. Undang-Undang ini memuat 19 pasal pelanggaran dan 29 pasal kejahatan. Begitu pula dengan UU sebelumnya yaitu UU No. 10 Tahun 2008 yang memuat 54 tindak pidana Pemilu. Banyaknya pidana Pemilu, kata Topo, tidak menjamin penegakan hukum Pemilu dengan baik. Penggunaan pidana dalam proses Pemilu menurut Topo tidak mudah. Pengawas Pemilu, penyidik Polri, Jaksa dan hakim masih berdebat beberapa bentuk kasus pidana Pemilu. Terutama ketentuan yang definisinya kabur, bisa diartikan sempit atau luas. “Perdebatan definisi kampanye itu sudah terjadi dari dulu,” katanya dalam diskusi yang digelar Perludem di Jakarta, Kamis (13/11). Atas dasar itu Topo mengusulkan agar berbagai ketentuan pidana Pemilu dibahas lebih mendalam. Sehingga dapat menghasilkan ketentuan yang lebih jelas, tidak ambigu dan mudah dipahami semua pihak. Ahli pidana berperan penting bagi pembuat kebijakan dalam merumuskan tindak pidana pemilu. Menurut Topo ada sejumlah hal yang harus diperhatikan dalam menegakan hukum Pemilu. Diantaranya, harus dilihat secara materil mana pelanggaran yang perlu dikenakan pidana, administratif atau etik. Unsur-unsurnya harus dibahas lebih lanjut. Kemudian, penjatuhan sanksinya apakah penjara, denda atau alternatif (penjara dan denda). Selain itu bisa saja diperkuat dengan pidana tambahan. Misalnya, mencabut hak dipilih atau memilih dalam 10 tahun ke depan. Untuk kelembagaan, Topo men-

hukumonline.com

gatakan masing-masing lembaga harus konsisten dengan kewenangannya. Baik itu Bawaslu, DKPP atau penyidik Polri. Semua lembaga yang menangani pelanggaran Pemilu itu harus punya visi dan misi yang sama sehingga tidak ada persepsi yang berbeda dalam menangani kasus. Penguatan kapasitas setiap lembaga itu menurut Topo juga penting. Misalnya, petugas kepolisian, jaksa dan hakim yang menangani harus paham soal Pemilu. Ia menyebut di sejumlah negara, terdapat unit khusus di Kepolisian yang menangani pidana Pemilu. Begitu pula dengan kejaksaan dan kehakiman. Topo menilai pembuat undang-undang kerap gamang menentukan norma mana yang perlu diberikan sanksi pidana dan mana yang hanya perlu dikenakan sanksi administratif. “Tidak sedikit norma yang sebetulnya cukup dengan sanksi adminitratif, tetapi diberikan sanksi pidana juga,” ujarnya. Dengan begitu, Topo khawatir bila penggunaan sanksi pidana dalam Undang-Undang Pemilu hanya mengikuti kecenderungan yang digunakan oleh undang-undang lainnya, yakni banyak memasukan sanksi pidana. “Padahal tujuan

21

atau filosofi ancaman pidana untuk mengurangi disparitas pidana dan umumnya ditunjukan pada tindak pidana dengan sanksi pidana yang berat. Hal ini bertolak belakang dengan harapan untuk mengurangi beban system peradilan pidana, mengurangi kelebihan penghuni LP, serta mengurangi dampak stigmatisasi dari proses pidana,” jelasnya. Topo mengatakan bagi pihak- pihak yang mengikuti proses pemilu, khususnya kandidat, sanksi yang sangat berat adalah sanksi administratif seperti pembatalan kandidat. “Kalaupun diancam sanksi pidana, harus bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu (teori tujuan), seperti deterrence (penyangkalan),” jelasnya. “Sebagai contoh, sanksi tambahan berupa pencabuan hak pilih (hak memilih atau hak dipilih) untuk kurun waktu 5 atau 10 tahun,” tambah Topo. Dengan penggunaan sanksi pidana yang tepat, maka Topo menilai bahwa hukum pidana dapat berperan dalam melindung proses demokrasi, khususnya pemilu dari berbagai penyimpangan. “Meski begitu penggunaan sanksi pidana harus hatihati. Penggunaan hukum pidana dalam proses pemilu kadang tidak semudah dalam proses lainnya,” ujarnya. (IS)


BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

Kepala Program Sistem Pemilu Elektronik BPPT Andrari Grahitandaru

Masyarakat Gagap Teknologi (Gaptek) Bukan Hambatan Pelaksanaan Pemilu Elektronik Kepala Program Sistem Pemilu Elektronik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Andrari Grahitandaru mengatakan, selama ini kerap kali kesiapan masyarakat dijadikan alasan saat pemilu elektronik hendak diterapkan.

M

asyarakat memang menjadi pemangku kepentingan paling menentukan dari realisasi sistem pemilu apapun yang digunakan. Namun, menurutnya ketidaksiapan masyarakat juga tidak bisa serta-merta dijadikan alasan pemilu elektronik tidak bisa digunakan. “Selama ini masalah yang paling mentok itu aspek legalitas, masalah teknis tidak serumit nontenis. Namun, jangan pernah mengatakan masyarakat belum siap,” kata Andrari. Dari pelaksanaan pemilihan kepala dusun dan pemilihan kepala desa di Jembrana, Boyolali, dan Mayoritas yang telah berlangsung sejak 2011 menurutnya masyarakat ternyata bukan penghambat. Begitu pula saat BPPT mensimulasikan pilkada Bantaeng, dan sistem e-rekapitulasi di Pekalongan saat pileg 2014. “Masyarakat dikasih apapun nurut, yang masalah itu yang ngomong. Apa lagi masyarakat kecil, yang di desa, bupatinya, kepala desanya ngomong milih elektronik mereka ikut dan ternyata bisa,” jelasnya. Lulusan Fisika ITB tersebut menceritakan, masyarakat justru merasa lebih tertarik dan antusias saat pemilihan kepala desa menggunakan mekanisme elektronik. Padahal, saat ditanyakan sistem elektronik hampir semua masyarakat mengaku awam. BPPT, Andrari melanjutkan, mengembangkan sistem pemilihan yang ramah dengan kondisi masyarakat. Masyara-

SRIPOKU.COM/AHMAD FAROZI

Selama ini masalah yang paling mentok itu aspek legalitas, masalah teknis tidak serumit nontenis. Namun, jangan pernah mengatakan masyarakat belum siap,

Andrari

kat tidak disulitkan saat memilih. Justru dimudahkan saat memasuki bilik suara. Mereka hanya tinggal meng-klik wajah calon kepala desa yang dipilih. Dan mengonfirmasi pilihan tersebut dengan menekan tombol yang sudah disediakan pada perangkat. “Yang menolak itu selalu para politi-

22

si, mereka bilang masyarakat belum siap, masyarakat gaptek, ga ngerti komputer. Emang pemilih harus kenal komputer, enggak, kan cuma tinggal pilih dan sentuh saja,” ujar Andrari. Justru, menurutnya sistem pemilihan elektronik membuat masyarakat menjadi lebih percaya dengan pemilihan yang berlangsung. Lantaran selama ini, seringkali masyarakat tidak mengetahui apa yang terjadi setelah mereka meninggalkan bilik suara. Dengan sistem pemilihan elektronik, masyarakat bisa melakukan pemantauan. Peserta pemilu juga lebih mudah melakukan pengawasan dan memastikan tidak ada yang curang atau dicurangi saat pemilihan hingga penghitungan suara. Andrari mengatakan, kepercayaan masyarakat merupakan kunci dari pelaksanaan dan legalitas pemilu. Pemilu elektronik yang dibangun juga harus memastikan semua tahapan dan proses yang berlangsung transparan dan bisa dipercaya oleh masyarakat. Karena itu, BPPT mengkaji perlunya diadakan lembaga sertifikasi independen yang bekerja dengan KPU. Lembaga sertifikasi bertugas memverifikasi dan memastikan tahapan dari awal menggunakan prosedur sesuai dengan aturan hukum yang ada. Lalu, teknologi yang digunakan harus bisa diaudit oleh lembaga pengawas pemilu. Dengan begitu, sistem elektronik yang digunakan tidak hanya berjalan di bawah kendali satu lembaga saja. Tetapi bisa diawasi dan dipastikan validitasnya oleh Bawaslu bekerja sama dengan lembaga independen untuk melakukan audit. UU Keterbukaan Informasi Publik, lanjut dia, juga menjadi jaminan bagi masyarakat. Bahwa dokumen dan informasi apapun menyangkut pelaksanaan pemilu merupakan informasi publik yang berhak diketahui masyarakat. Karena itu, menurut Andrari, pemilu elektronik bisa dilaksanakan di Indonesia. Karena masyarakat sendiri sudah siap dengan sistem tersebut. (IS)


BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

Ketua KPU Husni Kamil Manik

Enterpreneur Government Untuk Mengelola Pemilu Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU) Husni Kamil Manik menggagas penerapan entrepreneur government yang telah diterapkan dalam institusi penyelenggara Pemilu. Hal ini disampaikannya saat menjadi pembicara pada seminar nasional Forum Manajemen Indonesia (FMI) ke-6 di Medan, Sumatera Utara.

“Kami berusaha menemukan dan menerapkan cara-cara baru dalam mengelola tahapan Pemilu. Kami menerapkan asas transparansi, akuntabilitas dan partisipasi dengan mengadopsi kemajuan teknologi informasi,” ujar Husni. Husni memaparkan dalam praktik entrepreneur government kunci utama adalah perencanaan yang baik. Dia mencontohkan, di KPU perencanaan tahapan, program dan kegiatan disusun untuk kebutuhan 28 bulan. Melampaui tahun anggaran. Tahapan, program dan kegiatan yang disusun harus keluar dengan tanggal. Lengkap dengan jenis kegiatan dan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Satu hari saja waktunya molor akan menjadi masalah besar. Karena itu, kata Husni, mengelola tahapan Pemilu jauh berbeda dengan mengelola program dan kegiatan pada institusi pemerintahan lainnya dan dunia swasta.

http://kpud-baritokuala.blogspot.com

23

“Dalam mengelola tahapan Pemilu, kita tidak hanya mempertimbangkan aspek-aspek teknis saja, tetapi aspek politis juga tidak dapat dikesampingkan,” ujarnya. Dalam menetapkan hari pemungutan suara Pemilu DPR, DPD dan DPRD pada 9 April 2014 saja, kata Husni, KPU harus mengkonfirmasi dulu dengan berbagai kegiatan adat dan keagamaan di berbagai wilayah di Indonesia. KPU misalnya harus mengonfirmasi ke Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur dan sejumlah daerah di Indonesia untuk memastikan hari pemungutan suara itu tidak bersamaan dengan kegiatan keagamaan dan adat di sana. Selain perencanaan yang baik, lanjut, Husni, pengorganisasian dan distribusi peran setiap personel sangat penting. Menurutnya KPU menggerakkan 4,5 juta orang penyelenggara Pemilu dalam waktu yang bersamaan untuk menyelenggarakan pemungutan suara di TPS. “Dengan jumlah sebesar itu, maka manajemen pengorganisasian personel yang dilakukan KPU sudah lebih besar dari manajemen perang,” ungkap Husni. KPU, kata, Husni juga mampu menggerakkan 133,5 juta warga yang terdaftar sebagai pemilih untuk menggunakan hak pilihnya ke tempat pemungutan suara (TPS) pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014. Jumlah itu melampaui capaian Amerika Serikat (AS) pada Pemilu Presiden Tahun 2012. Partisipasi warga untuk menggunakan hak pilih ke TPS di Amerika Serikat hanya 131 juta orang. Padahal jumlah pemilih di sana lebih besar dibanding Indonesia. Untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap proses dan hasil Pemilu, KPU menerapkan asas transparansi dan akuntabilitas. Pada tahapan pemungutan dan penghitungan suara misalnya, KPU menggunakan aplikasi sistem informasi penghitungan suara (situng) untuk merekam, mendokumentasikan dan mempublikasikan hasil Pemilu dengan basis formulir C1 dan lampirannya. (IS)


BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

P

Bawaslu Sulut Gelar Rakor Stakeholder Persiapan Pengawasan Pilgub Tahun 2015

erjalanan pemilihan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota di provinsi Sulawesi Utara berjalan dengan penuh dinamika dan baik. Tonggak bersejarah dimana untuk pertama kalinya Pilgub menampilkan gubernur pertama di Indonesia, yang dipilih langsung oleh rakyat, lewat sistem pemilukada langsung pada tanggal 20 Juni 2005. Suksesnya pileg dan pilpres bukan kesuksesan bagi penyelenggara pemilu yang melaksanakan, tetapi ini juga didukung oleh Gubernur Provinsi Sulut yang berperan aktif bersama dengan bupati dan walikota se-provinsi Sulut yang merupakan stakeholders pemilu bersama dengan pemantau dan masyarakat di Sulut. Demikian disampaikan Pimpinan Bawaslu Provinsi Sulawesi Utara, Johny AA Suak dalam sambutannya pada Rapat Koordinasi Stakeholders Persiapan Pengawasan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota di provinsi Sulawesi Utara Tahun 2015, Rabu (19/11) di Manado. Hadir dalam Rakor ini antara lain Ketua Bawaslu RI, Muhammad, Pimpinan Bawaslu RI, Daniel Zuchron, Pimpinan Bawaslu RI Endang Wihdatiningtyas, Gubernur Sulut, Sinyo Harry Sarundajang, Ketua Bawaslu Provinsi Sulut, Herwyn Malonda, Pimpinan Bawaslu Provinsi Sulut, Syamsurijal AJ Musa, Kepala Sekretariat Bawaslu Sulut, Herry Z Mawuntu, DPRD Sulut, KPU/ Bawaslu, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/

wakil walikota , ketua DPRD se-Sulut, KPU se Sulut, Pengawas Pemilu, tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Ormas, Pemantau Pemilu, Akademisi dan pemerhati politik di Sulut. “Pada pemilu gubernur, bupati/walikota secara langsung tanpa melalui perwakilan merupakan esensi dari implemantasi sistem demokrasi yang kita harapkan bersama sehingga menghasilkan pemimpin-pemimpin yang terpilih melalui pemilihan secara langsung yang mempunyai legitimasi yang kuat sebagai pemimpin pemerintahan dan juga sebagai repesentasi wakil rakyat dalam menjalankan amanat sesuai UUD 1945,” jelas Johny. Ia menjelaskan bahwa berkenaan dengan itu, Bawaslu melalui kegiatan Rakor stakeholders dalam rangka persiapan pengawasan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2015 mengajak seluruh stakholders pemilihan gubernur, bupati dan walikota dan seluruh elemen masyarakat di Provinsi Sulut untuk saling bekerja sama mengawasi penyelenggaraan pemilu melalui pengawasan partisipatif masyarakat. “Rakor persiapan, apapun yang terjadi ke depan Bawaslu Sulut siap sedia mengawasi pemilihan gubernur, bupati/walikota di Provinsi Sulut tahun 2015,” tegasnya. Selain itu, kata Johny, kegiatan ini merupakan upaya Bawaslu untuk meya-

24

kinkan masyarakat dan stakeholders untuk melakukan koordinasi hubungan antar kelembagaan dalam rangka pengawasan pemilihan gubernur, bupati dan walikota dan kegiatan serupa yang akan digelar provinsi provinsi lain. Ada beberapa aspek yang akan dicapai dalam penyelenggaraan rakor stakeholder ini. Pertama adalah melakukan koordinasi dan sosialisasi dengan para stakeholder provinsi Sulut dan kabupaten/kota, pemerintah daerah, ormas dan tokoh adat, tokoh masyarakat dan media dalam rangka persiapan pengawasan pemilihan gubernur, bupati dan walikota tahun 2015. Kedua kami melakukan talkshow dalam rakor ini dimana kegiatan talkshow itu kita akan mendapatkan masukan, bertukar pengalaman, dan menjalin hubungan dengan para stakeholder dalam rangka pengawasan penyelenggaraan pemilihan gubernur lebih baik lagi dari pileg dan pilpres. Ketiga, menggali masukan dari berbagai pihak dalam aspek sosial dan politik sehingga mendapatkan suatu metode pengawasan pemilihan gubernur, bupati dan walikota. Keempat rakor ini kiranya dapat menjadi acuan bagi Bawaslu untuk menyusun agenda kerja Bawaslu provinsi ke depan terkait pengawasan pelaksanaan pemilihan gubernur, bupati dan walikota di tahun 2015. [CK]


BULETIN 2014 BULETINBAWASLU, BAWASLU,EDISI EDISI11, 03,NOVEMBER MARET 2014

(Kiri-kanan): Pimpinan Bawaslu Provinsi Sulut, Syamsurijal AJ Musa dan Johny Suak, Pimpinan Bawaslu RI Daniel Zuchron, dan Gubernur Sulut, Sinyo H. Sarundajang

Ketua Bawaslu Sulut, Herwyn Malonda

Sulut Daerah Pertama Laksanakan Pilkada Serentak di Indonesia Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Utara Herwyn Malonda mengatakan, Sulut merupakan daerah pertama yang akan melaksanakan pelaksanaan Pilkada di Indonesia. Dia memastikan Bawaslu Sulut siap mengawasi pelaksanaan pilkada yang akan digelar serentak tahun 2015. “Provinsi Sulawesi Utara merupakan Pilot Project dimana Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota akan dilaksanakan secara serentak oleh rakyat Sulawesi Utara,” ujar Malonda dalam rapat evaluasi Pileg di Hotel Novotel Grand Kawanua Rabu (19/11). Menurut Malonda, pelaksanaan pilkada merupakan implementasi peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Republik Indonesia No I Tahun 2014.“Sulut telah siap laksanakan pemilu serentak, ini dikarenakan Undang-Undang 22 tahun 2014 pada Desember lalu telah dilakukan penolakan bersama,” ujarnya. Di Sulut sendiri, menurut dia ada lima kabupaten/kota yang akan melaksanakan pemilu serentak ditambah dengan Provinsi Sulut sendiri. Lima kabupaten/kota itu adalah Minahasa Utara (Minut), Minahasa Selatan (Minsel), Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), Bolaang Mongondow Timur (Boltim) serta Kota Manado. Untuk tahapan persiapan awal, Bawaslu Sulut melaksanakan kegiatan Rapat Koordinasi Stakeholders dalam rangka persiapan pengawasan pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali kota pada tahun 2015 nanti.”Rakor ini bertujuan melakukan koordinasi dengan para tokoh masyarakat,

tokoh adat, ormas, lembaga pemantau pemilu, media massa, serta Pemerintah sebagai satu kesatuan stakeholders pemilu dalam rangka Pemilihan Gubernur Sulut dan Bupati/Walikota di lima daerah yang ada di Sulawesi Utara tahun 2015 nanti”, ungkap Malonda. Rakor tersebut dihadiri oleh beberapa tokoh nasional yang nantinya akan menjadi keynotes speaker Talk Show, seperti Ketua dan Pimpinan Bawaslu RI, Ketua KPU RI, Ketua Komisi II DPR RI, DPRD Sulut, KPU/Bawaslu Sulut dan akan dibuka oleh Bapak Gubernur Sulut Dr SH Sarundajang. Untuk itu diundang seluruh Bupati/Wakil Bupati, Walikota/wakil walikota, ketua DPRD se-Sulut, KPU se Sulut, Pengawas Pemilu, tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Ormas, Pemantau Pemilu, Akademisi dan pemerhati politik di Sulut agar bisa bersama-sama memberi kontribusi dalam helatan yang dimaksud. “Ada sejumlah harapan dari kami selaku Pengawas Pemilu untuk dapat menerima masukan-masukan dan menggali pengalaman baik dari aspek politik, sosial kemasyarakatan dan kebudayaan, serta tentunya berharap mendapat dukungan dari seluruh stakeholders yang ada guna suksesnya pemilihan kepala daerah di Sulawesi Utara,” ucap Malonda. Pada penyelenggaraan pilkada nanti, menurutnya Bawaslu akan mengedepankan pengawasan partisipatif. Yang melibatkan seluruh instansi dan masyarakat, dan pokja sejuta relawan pemilu. Sebagai upaya Bawaslu untuk meyakinkan masyarakat dan stakeholders untuk melakukan koordi-

25

nasi hubungan antar kelembagaan dalam rangka pengawasan pemilihan gubernur, bupati dan walikota dan kegiatan serupa yang akan digelar provinsi provinsi lain. Bawaslu Sulut juga membuka pendaftaran calon pengawas (panwas) pemilihan kepala daerah (pilkada), gubernur, bupati dan wali kota dibuka pada 18 hingga 24 November 2014, di Kantor Bawaslu Sulut, Manado. Bawaslu Sulut menyiapkan tim seleksi yang tugasnya melakukan fit and properties dan menjaring enam besar. Selanjutnya kewenangan menetapkan tiga calon anggota adalah Bawaslu Sulut. Legitimasi untuk melakukan rekrutmen panwas mengacu pada surat edaran Bawaslu RI belum lama ini. Malonda mengakui, panwaslu kab/kota yang bertugas di Pileg dan Pilres berpotensi direkrut kembali dengan memperhatikan trakc record dalam tugas pengawasan Pileg dan Pilpres. “Hanya saja tetap melewati mekanisme pendaftaran kembali,” ujarnya. Pimpinan Bawaslu Sulut Johnny Suak menambahkan, mekanisme melakukan rekrutmen ini dilakukan karena tugas Panwaslu kabupaten/kota sifatnya ad hoc. Panwas Pileg telah berakhir Juni 2014 dan kembali dilakukan seleksi evaluasi dan panwas Pilpres kembali diangkat pada Juli 2014 dan berakhir Desember 2014 mendatang. “Memang peluang panwas ini diangkat kembali menjadi panwas pilkada sangat besar, karena pengalaman dan pengetahuannya tentang pemilu masih segar. Ini juga kata Suak. (IS)


BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

Bawaslu Yogyakarta Petakan Kendala dan Solusi Pengawasan Pemilu YOGYAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan pemetaan kendala dan solusi pengawasan pemilu. Pemetaan tersebut merupakan bagian dari evaluasi pelaksanaan pengawasan pemilu di DIY mengingat dalam prakteknya masih ditemui sejumlah kendala di lapangan.

Pemetaan difokuskan pada tiga hal. Yakni pengawasan pendaftaran pemilih, pencalonan dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu 2014. Kedua, evaluasi pelaksanaan pengawasan kampanye. Berupa pengawasan pertemuan terbatas dan tatap muka, kampanye di media cetak, elektronik dan media sosial, money politik dan pelaporan dana kampanye. Ketiga, evaluasi pelaksanaan pengawasan pemungutan suara, penghitungan suara dan rekapitulasi suara hasil pemilu dalam Pemilu 2014 serta rekomendasi untuk perbaikan kinerja pengawasan pada Pemilihan Bupati tahun 2015. “Pilkada mempunyai karakter yang berbeda dengan Pileg dan Pilpres, lebih panas, lebih pendek, posisinya strategis dan rentan dengan kepentingan publik. Kita perlu strategi pengawasan yang berbeda, sehingga kita adakan forum ini untuk memperoleh masukan dari internal dan eksternal�, ucap Najib pada acara Monitoring dan Evaluasi,di Grand Quality Hotel Yogyakarta, 22 November 2014. Untuk membuat peta kendala pengawasan Pemilu 2014 yang obyektif, komprehensif dan bervaliditas, Bawaslu melibatkan internal pengawas pemilu, LOD, ORI, KPID, Ormas dan Perguruan Tinggi. Harapannya kehadiran stakeholder tersebut akan menghasilkan output pertemuan yang sangat produktif untuk

input perbaikan kinerja pada pengawasan Pemilihan Bupati di Bantul, Gunungkidul dan Sleman pada 2015. Bawaslu DIY, lanjut Najib, juga melakukan evaluasi dan supervisi laporan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu). Selama Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden berlangsung, Panwaslu Kabupaten/Kota mengidentifikasi kasus-kasus yang pernah dibahas dalam forum Sentra Gakkumdu dalam bentuk laporan. Bawaslu DIY lakukan review dan pembahasan laporan Sentra Gakkumdu yang dibuat Panwaslu Kota Yogyakarta di Kantor Panwaslu Kota Yogyakarta Jalan Balirejo I No. 22B Umbulharjo. Dalam menangani kasus-kasus dugaan tindak pidana Pemilu Legislatif serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 Panwaslu Kota Yogyakarta telah menyusun Laporan Pelaksanaan Sentra Gakkumdu Tahun 2014. Dasar hukum pembuatan Laporan Pelaksanaan Sentra Gakkumdu adalah Nota Kesepahaman Bersama Ketua Bawaslu RI, Kepolisian Negara RI dan Kejaksaan RI Nomor 01/NKB/ BAWASLU/I/2013, Nomor B/02/I/2013 dan Nomor KEP-005/JA/01/2013 tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu, Sentra Gakkumdu Provinsi dan Sentra Gakkumdu Kabupaten/Kota. Supervisi telah diselenggarakan di Gunung Kidul dan Sleman. Supervisi dari Bawaslu DIY dilakukan oleh Ketua dan Anggota Bawaslu DIY, didampingi Tim Asistensi beserta Staf. Supervisi dilakukan agar Laporan Pengawasan maupun Laporan Sentra Gakkumdu dibuat dengan baik sehingga dapat merepresentasikan dan mencerminkan penanganan pelanggaran tindak pidana Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 oleh Sentra Gakkumdu. Sesuai dengan Pasal 267 UndangUndang Nomor 8 Tahun 2012 Sentra Gakkumdu dibentuk sebagai upaya untuk menyamakan pemahaman dan pola penanganan tindak pidana pemilu di antara

26

pihak Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Pembentukan Sentra Gakkumdu ini juga dilakukan di tingkat Provinsi dan tingkat Kabupaten/Kota. Untuk tingkat Kabupaten Gunungkidul telah dibentuk Sentra Gakkumdu dengan SK Panwaslu Kabupaten Gunungkidul Nomor 73/KPTS/Panwaslu-GK/ XI/2013 pada Tanggal 20 November 2013 yang terdiri dari Panwaslu Gunungkidul, Kejari Kabupaten Bantul dan Polres Kabupaten Gunungkidul. Di Sleman, terdapat beberapa dugaan pelanggaran tetapi tidak masuk Sentra Gakkumdu, diregister, dirapatkan dengan Kepolisian dan Kejaksaan, bahkan sempat diklarifikasi, tetapi tidak memenuhi syarat sehingga tidak dimasukkan ke dalam catatan Sentra Gakkumdu. Menanggapi hal tersebut, Bawaslu DIY menyarankan bahwa setiap dugaan pelanggaran yang ditangani harus tetap diregister dan dimasukkan ke dalam Sentra Gakkumdu, meskipun tidak masuk pidana karena tidak memenuhi syarat, maka diberi keterangan tidak diteruskan atau dihentikan. Apalagi kalau sudah dibahas dengan kepolisian dan kejaksaan, itu sudah bisa dikatakan masuk Sentra Gakkumdu. Terkait urgensi dari supervisi yaitu Sentra Gakkumdu kali ini, Anggota Bawaslu DIY sekaligus Koordinator Sentra Gakkumdu DIY Sri Rahayu Werdiningsih mereview laporan Sentra Gakkumdu yang telah disusun oleh Panwaslu Kabupaten Sleman. Dalam review tersebut. Terdapat beberapa bagian yang mendapat koreksi, antara lain mengenai tata letak penulisan, isi dari sub bagian, pasal-pasal dan dasar hukum lain yang dapat dijadikan rujukan dalam penulisan laporan. Cici, begitu Sri Rahayu biasa dipanggil juga meminta kepada Panwaslu Kabupaten Sleman supaya menghapus beberapa dasar hukum yang tidak berkaitan dengan Sentra Gakkumdu. (IS)


Anekdot

BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

Cerimor (Cerita Humor) Pidato Kampanye Calon Presiden di Suku Pedalaman Ada seorang calon presiden yang memberikan pidato kampanye di pemukiman suku pedalaman, mencoba untuk mengumpulkan suara dari orang asli pedalaman.

dian melewati kawanan besar ternak, dan berkata kepada pemandunya, “Aku dibesarkan di sebuah peternakan, dan aku selalu mencintai ternak. Keberatan kalau aku pergi dan melihat lebih dekat?”

George bingung.

“Tentu,” kata pemandu, “tapi harap hatihati agar tidak menginjak hoya.”

“Ada. Tuh gunung Tangkuban Perahu. Waktu itu ada Orang Indonesia yang menendang perahu. Tiba-tiba jadilah gunung yang bernama Tangkuban Perahu itu.”

“Ya. Dengan cara menendang perahu saja.” jawab Yoga. “Mana Buktinya?” tanya George.

“Jika terpilih, saya berjanji memberikan fasilitas pendidikan yang lebih baik bagi penduduk asli di sini,” katanya.

Sumber: e-ketawa

Kerumunan berjalan liar, berteriak “Hoya! Hoya!”

Kemampuan Hebat Indonesia di Bidang Konstruksi

Sumber: http://www.ketawa.

Calon presiden itu tidak tahu apa arti kata itu, tapi dia mendapati bahwa massa terlihat bersemangat, sehingga ia melanjutkan. “Saya berjanji untuk mengusulkan undang-undang yang memungkinkan sebuah pabrik dan lapangan kerja yang akan dibangun di lokasi ini,” katanya.

Ada 3 pejabat, 1 orang Jepang bernama Nakamura, 1 orang AS bernama George, 1 orang Indonesia bernama Yoga.

Cara Menjadi Politikus

Kerumunan mendapatkan bahkan semakin menggila, dan terus berteriak “Hoya!” berulang-ulang. Didorong oleh sorak-sorai, ia menyelesaikan pidatonya: “Dan jika terpilih, saya berjanji untuk menjamin perawatan kesehatan dan pekerjaan pilihan yang lebih baik untuk penduduk asli di sini!”

Orang AS tak mau kalah. “Negara saya bisa membuat gedung pencakar langit!” kata George.

Kerumunan di puncaknya, menghentak-hentakkan kaki mereka dan berteriak “Hoya Hoya! Hoya!” Pidatonya selesai, orang itu berjabat tangan dengan beberapa warga asli, mencium beberapa bayi, dan memutuskan untuk pergi melanjutkan kampanye ke tempat yang lain. Dalam perjalanannya masih di sekitar wilayah yang sama, calon presiden ini kemu-

Orang Jepang ini menyombongkan diri. “Negara saya bisa membuat robot yang sangat canggih” kata Nakamura.

Orang Indonesia juga tak mau kalah. “Negara saya bisa membuat gunung” kata Yoga. “Oh ya?” tanya George. “Ya benar” jawab Yoga. “Gimana caranya?” Tanya Nakamura.

Pada suatu hari, ada orang menanya Perdana Menteri Inggeris: “Apa syaratsyaratnya untuk menjadi seorang politikus.?” Perdana Menteri menjawab: “Politikus harus bisa meramalkan hari besok, bulan depan, tahun yang akan datang, dan beberapa hal ikhwal yang mungkin akan terjadi kelak.” Orang itu menanya lebih lanjut: “Kalau sampai waktunya, hal yang diramalkan tersebut tidak juga terwujud, bagaimana? Apa yang harus kita perbuat?” Perdana Menteri berkata: “Nah, saat itu sudah sewajarnya kita perlu mencari dan membuat suatu alasan yang rasional.”

“Caranya gampang. Tinggal menendang perahu saja.” jawab Yoga.

“Menendang perahu!?” Nakamura dan

27

Sumber: http://www.ketawa.


BULETIN BAWASLU, EDISI 11, NOVEMBER 2014

P S EMI A W L A IH G A N HENDRU

UM

BADAN

N

PE

Bawaslu menggelar Rapat Evaluasi Gugus Tugas Pengawasan Kampanye Pemilu DPR, DPD, dan DPRD dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 di Media Penyiaran di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

IRWAN

Pimpinan Bawaslu RI, Nasrullah, Nelson Simanjuntak, Sekretaris Jenderal Bawaslu, Gunawan Suswantoro, dan narasumber Andi Kasman dari Deputi Bidang Pembinaan Kearsipan, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). hadir pada kegiatan Bimbingan Teknis dan Serah Terima Aplikasi Sistem Informasi Kearsipan Dinamis berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (SIKD-TIK)

W

A

A S L U

I

N O IK IND

R

BL

E

P

A

B

U

HUMAS

Bawaslu RI menyelenggarakan Workshop Manajemen Resiko Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dilingkungan Bawaslu Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 17-19 November 2014 di Hotel Aston Solo. Workshop ini di hadiri Pimpinan Bawaslu RI, Endang Wihdatiningtyas, Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Tengah, Abhan, Kepala Biro H2PI Bawaslu RI, Jajang Abdullah , Kepala Biro Administrasi DKPP RI, Ahmad Khumaidi, Kepala Bagian Pengawasan Internal Bawaslu RI, Pakerti Luhur.

SI

RE

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menggelar penyusunan Modul Bimbingan Teknis (Bimtek) dalam rangka Pemilihan Umum Gubernur, Kamis (6/11) di Jakarta. Hadir dalam pembahasan modul Bimtek ini antara lain, Pimpinan Bawaslu Nasrullah, Nelson Simanjuntak, Tenaga Ahli Bawaslu, Tim Asistensi serta narasumber.

UM

KARTIKA

-

HUMAS

IRWAN

Bagian Humas dan Hubal Bawaslu RI pada hari Minggu, 9 Nopember 2014 mampu mengajak sekitar hampir dua ratusan warga yang tengah melaksanakan kegiatan jalan pagi sehat dan bersepeda untuk mampir di stand Bawaslu guna mengenal lebih dekat keberadaan lembaga Bawaslu dalam kiprah dan perannya melaksanakan pengawasan Pemilu.

Bawaslu RI yang menggelar stand di acara Pasar Seni ITB 2014 cukup mengundang keheranan pengunjung dikarenakan sebuah instansi atau lembaga formal pemerintah berani hadir pada sebuah pergelaran karya seni yang bernafaskan non- formal. Namun keheranan dan kepenasaran ini justru berujung dengan melimpahnya pengunjung yang antri mendatangi stand Bawaslu RI.

28


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.