AWASLU B BULETIN
EDISI 09, SEPTEMBER 2014
Badan Pengawas Pemilihan Umum
Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan
Penguatan Sistem Pemilu Kada
Daniel Zuchron, Pemimpin Muda dengan Gagasan Inovatif
Optimisme Pilkada Langsung
BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014
RUU Pilkada, Demokrasi Langsung versus Demokrasi Keterwakilan
likan kepada DPRD. Alasannya, demokrasi keterwakilan seperti yang diatur sila keempat Pancasila.
Sekali lagi, demokrasi Indonesia dipertaruhkan. Di ujung masa jabatannya, DPR periode 2009-2014 memutuskan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Poin krusial UU itu adalah mengembalikan mekanisme pemilihan gubernur, bupati dan walikota kembali ke DPRD.
BAWASLU BULETIN
EDISI 09, SEPTEMBER 2014
Badan Pengawas Pemilihan Umum
Tata Kelola Pemilu Tak ayal, publik mengePerlu Perbaikan cam keputusan DPR tersebut. Meski memang, ada sebagian kecil anggota DPR yang memilih agar pilkada tetap dilakukan secara langsung oleh masyarakat. Kemarahan publik memang akhirnya ditujukan kepada koalisi partai yang mendukung pilkada tidak langsung. Kemarahan itu juga diluapkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang juga Ketua Umum Partai Demokrat.
Diskusi RUU Pilkada tidak hanya berlangsung selama satu atau dua bulan. Perdebatan mengenai mekanisme pilkada sudah bergulir sejak 2011. Ujungnya, parlemen terpecah menjadi dua kubu. Satu kubu yang mendukung pilkada tetap dilakukan secara langsung. Kubu lainnya menginginkan pilkada dikembalikan ke DPRD.
Penguatan Sistem Pemilu Kada
Pada injury time muncul satu opsi lagi, yakni pilkada langsung dengan beberapa perbaikan. Sepuluh syarat diajukan oleh Partai Demokrat agar pilkada tetap digelar secara langsung.
Daniel Zuchron, Pemimpin Muda dengan Gagasan Inovatif
Optimisme Pilkada Langsung
Hanya 10 tahun atau dua periode lamanya, rakyat merasakan kedaulatan untuk memilih langsung kepala daerahnya.
Tetapi, pada Sidang Paripurna DPR, suara mayoritas menetapkan hak memilih kepala daerah harus dikemba-
Salam Awas
Daftar isi:
BADAN
UM
UM SI IK INDO
A S L U
I
N
E
B
BL
W
R
P
U
A
RE
A
-
Divisi Update Divisi Organisasi dan SDM Pentingnya Protokol sebagai Dukungan bagi Pimpinan ........... 17 Divisi Organisasi dan SDM Empat Poin ‘Grand Design’ Pengawasan Pemilu ................... 18 Divisi Pengawasan Bawaslu Siapkan Laporan Pengawasan Pemilu 2014 ................... 19 Optimisme Pilkada Langsung ................................................................ 20 Supervisi PSU Pileg 2014: Partisipasi Masyarakat Halsel Turun ... 21 Sudut Pandang Ketua Bawaslu, Muhammad: Pengawasan Pilpres Sudah Maksimal ........................................................................................................ 22 Lucius Karus: Pilkada oleh DPRD Perburuk Rapor DPR ................ 23 Ekspose Daerah ............................................................................................ 22 Hadapi Pilkada 2015, Kapolda Halsel Harapkan Upaya Konkrit Sentra Gakkumdu .................................................................. 24 Anekdot ............................................................................................................ 27 Galeri ................................................................................................................ 28
Buletin BAWASLU ini diterbitkan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum, sebagai wahana informasi kepada khalayak serta ajang komunikasi keluarga besar pengawas Pemilu di seluruh tanah air. Terbit satu bulan sekali.
AS PEMIL AW IH A NG
N
PE
Dari Redaksi ................................................................................................... 2 Laporan Utama Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan ..................................................... 3 Opini Netralitas PNS dalam Pemilihan Umum ................................................ 6 Penguatan Sistem Pemilu Kada .............................................................. 8 Sorotan Dana Kampanye Pemilu 2014 Belum Transparan .................. 10 Pelaksanaan Sentra Gakkumdu Belum Maksimal ................. 11 Investigasi Berjudi di Kantor, Ketua dan Kasek Bawaslu Maluku Diberhentikan ............................................................................................. 13 Bawaslu Terkini Soal RUU Pemilukada, Pengawas Pemilu Tak Perlu Khawatir ...... 14 Bawaslu Akan Bangun Psat Pendidikan Pengawasan Partisipatif ................................................................................................. 15 Profil Daniel Zuchron Pemimpin Muda dengan Gagasan Inovatif ......................................... 16
Penerbit: Bawaslu RI Pengarah: Dr. Muhammad, S.IP., MSi, Nasrullah, SH., Endang Wihdatiningtyas, SH., Daniel Zuchron, Ir. Nelson Simanjuntak ; Penanggung jawab: Gunawan Suswantoro, SH, M.Si Redaktur: Jajang Abdullah, S.Pd, M.Si, Tagor Fredy, SH, M.Si, Drs. Hengky Pramono, M.Si, Ferdinand ET Sirait, SH, MH, Pakerti Luhur, Ak, Nurmalawati Pulubuhu, S.IP, Raja Monang Silalahi, S.Sos, Hilton Tampubolon, SE, Redaktur Bahasa: Saparuddin, Ken Norton Pembuat Artikel: Falcao Silaban, Christina Kartikawati, Muhammad Zain, Ali Imron, Hendru, Irwan; Design Grafis dan Layout: Christina Kartikawati, Muhammad Zain, Muhtar Sekretariat: Tim Sekretariat Bawaslu Alamat Redaksi: Jalan MH. Thamrin No. 14 Jakarta Pusat, 10350. Telp./Fax: (021) 3905889, 3907911. I www.bawaslu.go.id
2
BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014
Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan
ILUSTRASI
Pemilihan umum legislatif dan pemilihan umum presiden 2014 telah usai. Anggota legislatif dan presiden serta wakil presiden terpilih telah dilantik. Pesta demokrasi yang dihelat sekali dalam lima tahun sudah selesai.
Direktur Pascasarjana Bidang Diplomasi, Universitas Paramadina, Dinna Wisnu mengatakan, banyak catatan dari pelaksanaan pemilu 2014. Satu catatan paling mencolok menurutnya adalah masih lemahnya tata kelola pemilihan umum di Indonesia yang melibatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), pemerintah, aparat keamanan, termasuk partai-partai politik yang terlibat. “Tata kelola pemilihan umum kita mungkin relatif baik di tingkat nasional atau provinsi di pulau-pulau besar, tetapi ternyata sangat lemah di tingkat bawah dan yang jauh dari pusat kekuasaan,� kata Dinna, Kamis (20/11). Menurut dia, tata kelola pemili-
3
han umum Indonesia ketinggalan jauh dibandingkan dengan India yang memiliki penduduk 1 miliar orang. India telah memberlakukan sebuah tata kelola pemilihan yang modern dengan melibatkan electoral voting machines (EVM) atau perangkat elektronik untuk menghemat biaya pencetakan kertas dan keterandalan pilihan. Penggunaan alat ini tidak sertamerta dilakukan seluruh daerah, tetapi dilakukan bertahap mulai tahun 1999 hingga 2004. Dengan menggunakan alat tersebut waktu yang dibutuhkan untuk menghitung suara jauh lebih sedikit (2–3 jam) dibandingkan sistem kertas yang membutuhkan 30 jam. Pemerintah akhirnya juga dapat mengumumkan hasil pemilu
BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014
Sambungan: Tata Kelola .... dengan jauh lebih cepat. Selain India, Venezuela adalah salah satu negara yang dianggap menjalankan tata kelola pemilihan umum yang paling maju. Mereka juga menggunakan sistem perangkat elektronik berteknologi maju yang dirancang untuk melindungi pemilih dari penipuan dan gangguan sekaligus memastikan keakuratan penghitungan suara. Akurasi dan integritas suara pemilih dijamin sejak pemilih melangkah ke tempat pemungutan suara hingga ke titik di mana penghitungan akhir terungkap. Negara menyediakan semacam tablet yang diletakkan di bilik pemungutan suara dan pemilih memutuskan pilihannya dengan menyentuh layar pada pilihan yang tersedia dan mengonfirmasi pilihan mereka. Setelah konfirmasi, suara elektronik dienkripsi dan secara acak disimpan dalam memori mesin. Pemilih dapat mengaudit suara mereka sendiri dengan memeriksa tanda terima yang dicetak. Tanda terima itu kemudian mereka masukkan ke dalam kotak penyimpanan suara secara fisik. Jadi data tersimpan secara elektronik dan manual. Di akhir hari pemilihan, setiap mesin voting akan menghitung dan mencetak penghitungan resmi yang disebut precint count. Mesin mentransmisikan salinan elektronik dari sejumlah precint count ke server utama di KPU Venezuela tempat suara total secara keseluruhan dihitung. Untuk memastikan hasil suara terjaga, dengan persetujuan para pihak yang berkompetisi, dengan kesepakatan bersama antar pesaing, 52% kotak suara dihitung dan dipilih secara acak dan terbuka. Penghitungan manual dibandingkan dengan precint count yang tersedia. Langkah ini dilakukan agar tidak ada manipulasi suara di tempat pemungutan suara. “Kita perlu berani memikirkan bagaimana menghasilkan terobosan seperti yang dilakukan negara-negara seperti India dan Venezuela yang dulu juga memiliki persoalan yang sama seperti kita saat ini,” ungkapnya. Perbaikan Hulu dan Hilir Indonesia, lanjut Dinna, pernah menyelenggarakan penghitungan real-time di mana publik dapat melihat dari jam ke
KARTIKA
Pimpinan Bawaslu, Endang Wihdatiningtyas mengecek daftar pemilih tetap (DPT) di TPS 09, Gunungketur, Pakualaman, Yogyakarta pada Pileg 9 April 2014 lalu. jam penambahan suara partai, tetapi cara ini bukan menjadi sandaran utama karena ketakutan akan cyber crime yang dapat merusak sistem informasi seperti yang pernah terjadi. Sayangnya setelah kejadian tersebut, pemerintah dinilai takut mengambil inisiatif terobosan untuk membuat pemilu lebih berkualitas dan cenderung kembali ke pola lama yang tidak efisien dan terbuka untuk terjadinya beberapa penyimpangan. Mengingat bahwa cita-cita bangsa ketika menggulingkan pemerintahan otoriter Orde Baru adalah untuk meninggalkan cara-cara tidak jujur dan manipulatif dalam meraih dan mempertahankan kekuasaan, menurut Dinna, selayaknya negara bertanggungtanggung dalam menjamin pemilihan umum yang akuntabel dan berkualitas. “Mustahil kita berkutat hanya pada sisi hilir dari pemilihan umum, yakni soal siapa duduk di parlemen dan mencalonkan presiden, jika sisi hulu dari penyelenggaraan pemilihan umum justru terbengkalai dan berantakan,” kata dia. Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan, teknologi informasi pemilu menjadi salah satu perhatian utama pihaknya untuk memperbaiki tata kelola pemilu. Menurutnya teknologi informasi yang di-
4
gunakan dalam penyelenggaraan tahapan pemilu perlu terus disempurnakan. Lantaran teknologi informasi menjadi bagian yang sangat penting dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan setiap tahapan Pemilu. Untuk itu, ke depan KPU perlu menyiapkan format aplikasi yang lebih baik. “Kami ingin perbaikan sistem dan manajemen kepemiluan dari waktu ke waktu. Salah satu pendekatan yang kita lakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi. Untuk penyempurnaannya ke depan kita perlu melakukan evaluasi secara menyeluruh dalam rangka menyiapkan sistem dan format aplikasi yang lebih baik,” kata Husni. Ketua Bawaslu Muhammad menyampaikan bahwa untuk menunjukkan bahwa proses Pemilihan Umum itu berlangsung secara demokratis paling tidak bisa dilihat dari tiga aspek. Pertama adalah aspek Pemilih, masyarakat ketika datang ke TPS tidak dalam tekanan apapun, tanpa intimidasi dan merasa nyaman. Yang kedua lanjutnya, adalah peserta Pemilu, baik Caleg, Parpol maupun Capres dan Cawapres, apakah sudah mengikuti peraturan yang ada. Yang ketiga adalah regulasi yang sudah memberikan penguatan terhadap upaya terwujudnya
BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014
Pemilu yang demokratis. “Ke depan, bukan Bawaslu ingin hak menyidik diberikan, paling tidak ketika laporan masuk, Bawaslu diberi kewenangan untuk menyidik,” ujarnya. Lembaga Peradilan Pemilu Disatukan Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, semua laporan terkait pelanggaran Pemilu apakah administrasi, pidana atau etik itu masuk ke Pengawas Pemilu, setelah dikaji maka Bawaslu memberikan rekomendasi. Menurut Muhammad, untuk memperbaiki penyelenggaraan Pemilu adalah adanya satu Lembaga Peradilan Pemilu yang mengatur tentang regulasi Pemilu. “Banyak lembaga peradilan yang memutus perkara pemilu sehingga dimungkinkan adanya multitafsir,” kata Muhammad. Dia mengatakan banyak kasus pelanggaran pidana pemilu yang prosesnya mandek di kepolisian. Pelanggaran pemilu yang berhenti proses hukumnya itu, banyak terjadi pada pemilu legislatif dan pemilihan presiden lalu. Menurut Muhammad, banyak dugaan pelanggaran pemilu berhenti di tengah jalan, lantaran pihak kepolisian tidak sungguh-sungguh menanganinya. Bahkan, banyak laporan dugaan pelanggaran yang telah diklasifikasi Bawaslu tidak ditindaklanjuti pihak kepolisian. “Kadang, penyidik kepolisian agak arogan. Mereka bilang, anggota Bawaslu tahu apa soal hukum pidana,” kata Muhammad. Padahal, lanjut Muhammad, pihaknya sangat memahami unsur-unsur pelanggaran pidana pemilu. Sebab, anggota Panwaslu, Bawaslu juga dibekali pemahaman, masukan-masukan mengenai hukum pidana pemilu. “Anggota kami diberi pemahaman, mendapat masukan tentang hukum pidana dari para pakar hukum,” imbuhnya. Muhammad menambahkan, ke depan, cukup satu lembaga yang menangani proses pelanggaran pemilu, mulai administrasi hingga kasus pidananya. Sehingga, proses penanganannya berjalan efektif. “Menurut saya, ke depan cukup satu lembaga peradilan pemilu. Sekarang ban-
yak lembaga yang menangani, ada unsur Kepolisian, Kejaksaan, KPU, Bawaslu, DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) hingga MK (Mahkamah Konstitusi),” tuturnya.
”
Ke depan, bukan Bawaslu ingin hak menyidik diberikan, paling tidak ketika laporan masuk, Bawaslu diberi kewenangan untuk menyidik,
”
Muhammad Menegakkan Etika Pemilu Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie, mengatakan pembentukan DKPP merupakan upaya untuk belajar menegakan sistem norma yang selama ini kurang berjalan. Diharapkan, peran DKPP dalam menjaga pelaksanaan kode etik para penyelenggara pemilu. DKPP juga memberikan sanksi kepada para penyelenggara pemilu yang terbukti melanggar kode etik. “Pemecatan itu kita harapkan akan bisa memperbaiki penyelenggara pemilu, yaitu untuk mempresiapkan infrastruktur penyelenggara pemilu yang terpercaya,” ungkapnya. Menurut Jimly, akhlak bangsa ini sedang mengalami kerusakan, sehingga harus dibenahi. Upaya pembenahan itu pun harus dimulai dari politik yang dianggap memiliki kondisi kerusakan paling parah. Untuk itu, lanjut dia, DKPP memprioritaskan ke pelaksanaan pemilu, yaitu melalui para penyelenggara yang memegang peran terbesar dari kesuksesan sebuah pesta demokrasi.
5
Jimly menilai pemilihan Umum 2014 akan lebih baik dibandingkan 2014 seiring dengan peradaban demokrasi di Tanah Air. Dikatakan, saat ini demokrasi sudah berkembang sehingga mekanisme pengontrolan penyelenggaraan di internal Komisi Pemilihan Umum (KPU) terjadi perbaikan. “Kita optimistis Pemilu 2014 lebih baik,” ujarnya. Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva mengatakan etika penyelenggara pemilu merupakan salah satu faktor utama penentu kualitas demokrasi di Tanah Air. “Etika penyelenggara sangat penting untuk menghasilkan pemilu yang bermartabat dan demokratis,” kata Hamdan. Hamdan mencontohkan banyaknya kasus-kasus pemilu kepala daerah yang ditangani MK dan berujung putusan pemilihan ulang, karena tidak independennya penyelenggara pemilu. Dari 500 kasus pemilu kepala daerah yang diperiksa MK dalam beberapa tahun terakhir, umumnya berujung pemilu ulang, katanya. Secara kualitatif pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif juga menonjol dalam perkara sengketa pemilu kepala daerah sepanjang 2013. Khusus pada 2013, kata dia, dari 196 perkara sengketa pemilu kepala daerah yang diuji, MK menemukan banyak pelanggaran terjadi akibat kurangnya independensi KPU dan Bawaslu. Sering terjadi kebijakan penyelenggara Pemilu yang memihak salah satu pasangan, terutama di level panitia pemilihan kecamatan dan KPU kabupaten kota. “Banyak sekali kasus-kasus pemilu kepala daerah rusak karena penyelenggaranya tidak independen dan tidak beretika. Ini biaya negara yang sangat besar,” ujarnya. Hamdan berharap, etika buruk penyelenggara Pemilu kepala daerah di banyak daerah itu tidak terulang dalam penyelenggaraaan Pemilu 2014.Pelanggaran lainnya yang juga dikhawatirkan MK yakni mobilisasi birokrasi oleh petahana dengan jalur birokrasi dan memanfaatkan dana bantuan sosial dan dana negara lain untuk memperkuat basis dukungan pemilihnya. (IS)
Opini
BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014
Netralitas PNS dalam Pemilihan Umum Oleh: Ahmad Ali Imron* Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam kedudukannya sebagai unsur aparatur negara, yaitu bertanggung jawab kepada negara dengan tugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan.
Dalam kedudukan dan tugas tersebut, PNS harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam tugasnya sebagai pelayan masyarakat. Birokrasi yang bukan merupakan kekuatan politik ini seharusnya dibebaskan dari pengaruh, dan keterjalinan ikatan politik dengan kekuatan-kekuatan politik yang sewaktuwaktu bisa masuk birokrasi. Dalam hal ini diharapkan pelayanan kepada masyarakat yang diberikan oleh birokrasi bisa netral, tidak memihak dan objektif. Sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara bahwa Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan
dan partai politik. Netralitas PNS menjadi penting karena semakin banyaknya pejabat negara mulai dari presiden, menteri, gubernur, bupati, walikota, yang berasal dari partai politik. Kondisi ini akan membawa implikasi serius terhadap netralitas birokrat. PNS dituntut bertindak profesional antara menjaga netralitas dalam memberikan pelayanan sekaligus tetap menjunjung loyalitas terhadap atasan, meskipun beda warna politiknya. Sehingga PNS tidak mudah terbawa arus pusaran politik atau terkooptasi oleh kepentingan politik atasannya.
gota Partai Politik sebagaimana disebutkan pada pasal 2 ayat (1) dan (2) sebgai berikut : (1) Pegawai Negeri Sipil dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik (2) Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil. Ketentuan ini juga berlaku bagi CPNS sesuai dengan PP No.11 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas PP No. 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil.
Ketentuan Normatif Netralitas PNS pertama-tama diatur dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, Pasal 3 ayat (1), (2) dan (3) sebagai berikut.: (1) Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintah, dan pembangunan. (2) Dalam kedudukan dan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pegawai Negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. (3) Untuk menjamin netralitas pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pegawai negeri dilarang menjadi anggota dan atau pengurus partai politik. Untuk menjamin netralitas Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2004 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1999 tentang Larangan Pegawai Negeri Sipil Menjadi Ang-
Ketentuan lainnya: 1. Pegawai Aparatur Sipil Negara harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik (Berdasarkan Pasal 9 ayat (2) UU No.5 Tahun 2014). 2. Untuk menjamin netralitas tersebut, PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. (Berdasarkan Pasal 87 ayat (4) huruf c UU No. 5 Tahun 2014). 3. Pegawai Negeri Sipil yang akan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik wajib mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil. (Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) PP No. 37 Tahun 2004). 4. Pasal 86 ayat (2) huruf e UU No. 8 Tahun 2012 disebutkan bahwa Pelaksana kampanye dalam kegiatan Kampanye Pemilu dilarang mengikutsertakan: a. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, Hakim Agung pada Mahkamah Agung, dan Hakim pada semua Badan Peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan Hakim Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi; b. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan; c. Gubernur, Deputi Gubernur Senior dan Deputi Gubernur Bank Indonesia;
6
Opini
BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014
d. Direksi, Komisaris, Dewan Pengawas dan Karyawan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah; e. Pegawai Negeri Sipil; f. Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; g. Kepala desa; dan h. Perangkat Desa. 5. Kemudian di dalam penjelasan UU No. 8 2012 dijelaskan larangan untuk mengikutsertakan pegawai negeri sipil dalam kegiatan Kampanye Pemilu termasuk dilarang memberikan dukungan kepada Partai Politik Peserta Pemilu, calon anggota DPR, calon anggota DPD, calon anggota DPRD dengan cara ikut serta sebagai pelaksana kampanye, menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut pegawai negeri sipil, sebagai peserta Kampanye Pemilu dengan mengerahkan pegawai negeri sipil lain, dan sebagai peserta Kampanye Pemilu dengan menggunakan fasilitas negara. 6. Pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta Kepala Desa atau sebutan lain dilarang membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon peserta Pemilu selama masa kampanye dan dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap salah satu pasangan calon peserta Pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye (Berdasarkan ketentuan Pasal 43 dan Pasal 44 UU No. 42 Tahun 2008). Selanjutnya pada Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, masalah netralitas Pegawai Negeri Sipil sudah di atur dalam Pasal 4 angka 12, 13, 14, dan 15, dimana setiap Pegawai Negeri Sipil dilarang : 12. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara:
a. ikut serta sebagai pelaksana kampanye; b. menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS; c. sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; dan/atau d. sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara; 13. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan cara: a. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau b. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat; 14. memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundang undangan; dan 15. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara: a. terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah; b. menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye; c. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau
7
d. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat. Terkait sanksi, Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, telah mengatur dengan tegas dan jelas sanksi hukuman disiplin bagi Pegawai Negeri Sipil yang melanggar netralitas, yakni penjatuhan hukuman disiplin sedang ( di atur pada Pasal 12, angka 6, 7, 8, dan 9), dan penjatuhan hukuman disiplin berat (di atur pada Pasal 13, angka 11, 12, dan 13). Peran Aktif Ada sejumlah peran dan fungsi PNS yang dapat dilaksanakan dalam pemilu. Diantaranya: (1) PNS dapat menjadi juru bicara negara dalam menjelaskan esensi dan proses pemilu kepada masyarakat untuk mengurangi jumlah Golput, (2) PNS harus bersikap netral dan berada di atas semua kepentingan, (3) PNS tidak boleh menggunakan fasilitas jabatan dan kewenangan yang dimilikinya untuk menguntungkan salah satu calon atau parpol dan mendiskriminasi calon atau parpol lainnya, (4) PNS harus bertindak aktif menjadi pemilih, mendorong keluarga dan sanak-saudara serta masyarakat disekitarnya untuk menggunakan hak pilihnya. Keberadaan PNS dalam pemilu dinantikan secara positif karena jumlahnya yang mencapai 4,5 juta orang serta kualifikasi yang dimilikinya. Keberadaan PNS tidak boleh justru menyebabkan terganggunya proses pemilu. Namun seyogyanya seluruh PNS dapat berperan serta secara aktif dalam mensukseskan pemilu.
*Penulis adalah Staff Bagian Humas Bawaslu RI
Opini
BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014
Penguatan Sistem Pemilu Kada Oleh
Ferry Kurnia Rizkiyansyah (Anggota KPU RI)
Mekanisme pemilihan kepala daerah (gubernur, bupati dan wali kota) menjadi topik diskusi yang hangat di ranah publik menjelang sidang paripurna DPR, 25 September mendatang. Ada dua arus pemikiran yang berkembang di tataran elit dan publik. Pertama, keinginan untuk tetap mempertahankan mekanisme pemilihan secara langsung. Kedua, keinginan untuk mengembalikan pemilihan kepala daerah ke DPRD. Secara kelembagaan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah memutuskan berada dalam posisi yang tidak berpendapat dalam perdebatan mekanisme pemilihan kepala daerah tersebut. Tetapi kami berkeinginan untuk menyampaikan kepada publik, beberapa hal yang menjadi catatan dan pengalaman bangsa kita selama satu dasawarsa melaksanakan Pemilukada secara langsung sejak terbitnya Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Aspek Pembiayaan Undang Undang 32 Tahun 2004 meletakkan tanggung jawab pembiayaan pemilukada kepada pemerintah daerah. Usulan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait pembiayaan Pemilukada harus mendapat persetujuan pemerintahan daerah, yakni pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Situasi ini membuat KPU dalam posisi yang harus berkomunikasi dan bernegosiasi dengan pemerintah untuk memastikan alokasi anggaran disetujui dan sesuai kebutuhan. Aspek pembiayaan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) berpotensi menjadi ‘senjata’ kepala daerah yang sedang menjabat untuk menekan dan mengintervensi penyelenggara Pemilu. Jika penyelenggara Pemilu tidak kuat menghadapi situasi demikian, maka prinsip independensi, integritas dan kemandirian akan terabaikan. Tetapi secara nasional, dalam satu dasawarsa terakhir, penyelenggaraan Pemilukada berjalan dengan baik dan
mendapat dukungan dari pemerintah daerah. Proses komunikasi dan negosiasi anggaran yang cukup panjang dan melelahkan hanya terjadi di dua daerah, yaitu Provinsi Lampung dan Provinsi Maluku Utara untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur. Perangkat undang undang sebenarnya telah menyediakan format pembiayaan Pemilukada yang lebih fleksibel. Jika pemerintah merasa berat menyediakan anggaran Pemilukada dalam satu tahun anggaran, pemerintah dapat membentuk dana cadangan. Sehingga tidak ada alasan rasional bagi pemerintah daerah tidak menyediakan anggaran Pemilukada. Ke depan jika pemerintah ingin menghindarkan penyelenggara Pemilu dari posisi yang harus bernegosiasi dengan pemerintah daerah, maka aspek pembiayaan harus menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Hal ini sejalan dengan rezim penyelenggaraan Pemilu yang menjadi kewenangan penuh Komisi Pemilihan Umum. Tahapan Pencalonan Tahapan pencalonan kerap memicu dinamika internal di tubuh partai. Penetapan kandidat calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang menjadi kewenangan pimpinan partai sesuai dengan tingkat daerah pencalonannya menyeret penyelenggara Pemilu dalam pusaran masalah. Ada situasi tertentu, di mana dewan pimpinan pusat (DPP) partai berbeda pendapat dengan dewan pimpinan daerah tingkat I atau tingat II dalam pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah. DPP merekomendasikan nama kandidat tertentu, sementara pengurus di daerah mengajukan kandidat yang lain. Perbedaan sikap politik DPP dan dewan pengurus di tingkat daerah dalam pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah, terkadang berujung pada pergantian kepengurusan partai di tingkat daerah. Akibatnya terdapat dua kandidat calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diusulkan partai yang sama
8
tetapi dengan pimpinan partai yang berbeda. Di luar itu, terkadang pengurus partai di tingkat daerah menarik dukungan kepada kandidat kepala daerah dan wakil kepala daerah di tengah-tengah tahapan pencalonan sedang berjalan. Hal ini sudah barang tentu mengganggu kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU), sementara tahapan, program dan jadwal Pemilukada sudah diatur secara rigid. Perubahan waktu dalam satu tahapan atau sub tahapan otomatis akan mengganggu tahapan secara keseluruhan. Problem itu sudah diatasi dengan keluarnya Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Pasal 66 Peraturan KPU Nomor 9 tahun 2012 menegaskan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dilarang menerima perubahan kepengurusan partai politik sejak pendaftaran bakal pasangan calon. Untuk menjawab adanya kasus partai politik atau gabungan partai politik yang memberi dukungan kepada lebih dari satu pasangan calon, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota hanya menerima satu pasangan calon yang didaftarkan oleh pimpinan partai politik atau gabungan partai politik yang sah. Selain itu jika pimpinan parpol atau gabungan parpol yang sah memberikan dukungan kepada lebih dari satu pasangan calon, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota hanya menerima satu pasangan calon yang lebih awal mendaftar. Tahapan Pemutakhiran Data Pemilih Daftar pemilih menjadi salah satu isu krusial dalam setiap penyelenggaraan Pemilukada. Hal ini seiring dengan tingkat mobilitas penduduk antar daerah di Indonesia yang cukup tinggi. Undang Undang 32 Tahun 2004, pasal 70 ayat 1 dengan tegas menyatakan bahwa daftar pemilih pada saat Pemilihan Umum terakhir di daerah digunakan sebagai daftar pemilih
Opini
BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014
untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Pasal ini mengandung semangat untuk membangun sistem pemutakhiran data pemilih secara berkelanjutan. Jika konsisten menggunakan pasal tersebut sebagai acuan dalam penyusunan daftar pemilih Pemilukada, untuk daerah yang akan menggelar Pemilukada pada tahun 2015 dapat menggunakan daftar pemilih tetap Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebagai bahan dasar menyusun daftar pemilih sementara (DPS) Pemilukada. Dengan demikian, sistem informasi daftar pemilih (sidalih) yang memberi jaminan akurasi, kemutakhiran dan kelengkapan data pemilih dapat digunakan untuk memperbaharui daftar pemilih Pemilukada. Sayangnya pasal tersebut kontraproduktif dengan beberapa pasal dalam Undang Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Pasal 9 ayat 3 huruf f yang berbicara tentang tugas dan wewenang KPU dalam pemutakhiran data pemilih menyatakan pemutakhiran data pemilih untuk pemilihan gubernur dilakukan berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh pemerintah dengan memperhatikan data Pemilu dan/atau pemilihan gubernur, bupati, wali kota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih. Jika bahan dasar penyusunan DPT dalam Pemilukada menggunakan DPS Pemilu terakhir maka pekerjaan pemerintah menjadi lebih mudah. Pemerintah hanya perlu menyerahkan daftar pemilih tambahan berupa warga Negara yang akan berusia 17 tahun pada hari pemungutan suara. Dengan demikian proses pemutakhiran data pemilih lebih mudah karena cukup melakukan verifikasi ulang secara faktual ke lapangan terhadap data yang sudah tersimpan di sidalih dan data pemilih tambahan dari pemerintah daerah. Di luar problem pemutakhiran data pemilih tersebut, penyelenggaraan Pemilukada telah berkontribusi dalam mendorong pemerintah melakukan perbaikan administrasi kependudukan. Masyarakat juga berkepentingan untuk melengkapi dirinya dengan identitas kependudukan sebagai salah satu syarat untuk didaftar ke dalam daftar pemilih tetap (DPT). Pemilukada secara bertahap telah mendorong peningkatan pengetahuan dan penum-
buhan kesadaran warga Negara untuk menjadi warga Negara yang baik dengan melibatkan diri dalam setiap kegiatan pemerintahan di daerah. Tahapan Kampanye Kegiatan kampanye merupakan salah satu tahapan yang sangat penting dalam pelaksanaan Pemilu maupun Pemilukada. Kampanye merupakan sarana bagi kandidat untuk menyampaikan visi, misi dan programnya kepada para pemilih. Selain itu, kampanye menjadi sarana bagi publik untuk dapat mengenali kandidat secara detail, tidak hanya berkaitan dengan visi, misi dan programnya, tetapi juga berkaitan dengan kehidupan pribadi kandidat. Secara umum pengaturan kampanye untuk Pemilukada tak jauh berbeda dengan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Walaupun tentunya ada pengaturan pemasangan baliho dan spanduk untuk adanya keadilan semua peserta pemilu dan semangat efisiensi yang bisa diterapkan dalam pemilukada. Ada 9 metode kampanye Pemilukada yang dibenarkan sesuai pasal 76 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004, yaitu pertemuan terbatas, tatap muka dan dialog, penyebaran melalui media cetak dan media elektronik, penyiaran melalui radio dan televisi, pemasangan alat peraga di tempat umum, rapat umum, debat publik/debat terbuka antar calon dan kegiatan lain yang tidak melanggar peraturan perundang-undangan. Ruang dialog antara kandidat dengan para pemilih harus dibuka selebar-lebarnya. Pemilih harus mendapat informasi yang seluas-luasnya tentang kandidat. Hal ini penting untuk mendorong lahirnya pemilih yang rasional, cerdas dan mandiri. Sayangnya dalam UU Nomor 32 Tahun 2004, waktu yang disediakan untuk kandidat berkampanye sangat terbatas. Pasal 72 ayat 2 menyebutkan kampanye dilakukan selama 14 hari dan berakhir 3 hari sebelum hari pemungutan suara. Waktu 14 hari tentu terlalu singkat bagi pemilih untuk dapat mengenali secara mendalam profil kandidat. Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemungutan suara merupakan perwujudan bagi rakyat untuk mengekspresikan
9
pilihan politiknya. Karena itu, penyelenggara berkewajiban memberikan layanan terbaik kepada para Pemilih saat menggunakan hak pilihnya. Awalnya, regulasi Pemilukada memiliki titik lemah dalam hal perlindungan hak konstitusional warga Negara. Di mana, untuk dapat menggunakan hak pilih, warga Negara harus terdaftar sebagai pemilih dalam daftar pemilih. Warga yang tercecer dari pendataan panitia pemutakhiran data pemilih (PPDP), tidak dapat menggunakan hak pilih. Regulasi Pemilukada tidak mengenal adanya daftar pemilih khusus (DPK) dan daftar pemilih khusus tambahan (DPK TB). Kelemahan regulasi Pemilukada tersebut, kini telah dapat diatasi setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 85/PUU-X/2012. Putusan MK tersebut menegaskan Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang diartikan tidak mencakup warga negara Indonesia yang tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT), daftar pemilih sementara (DPS), daftar pemilih sementara hasil perbaikan (DPSHP), daftar pemilih sementara hasil perbaikan (DPSHP) Akhir dan daftar penduduk potensial pemilih pemilu (DP4). Putusan MK tersebut telah ditindaklanjuti dengan Surat Edaran KPU RI bernomor 186/KPU/III/2013 perihal penjelasan tindak lanjut putusan MK nomor 85/ PUU-X/2012 tertanggal 27 Maret 2013. Sejak saat itu, pemilih yang namanya tidak tercatat dalam DPT tetap dapat menggunakan hak pilih. KPU telah mengatur tata cara penggunaan hak pilih bagi warga yang tidak tercatat namanya dalam DPT, yaitu : (1) menunjukkan KTP dan Kartu Keluarga (KK) yang masih berlaku atau nama sejenisnya; (2) penggunaan hak pilih tersebut hanya dapat dilakukan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berada di RT/RW atau nama sejenisnya sesuai dengan alamat yang tertera di dalam KTPnya; (3) sebelum menggunakan hak pilihnya, yang bersangkutan terlebih dahulu mendaftarkan diri pada KPPS setempat; bersambung ke hal. 8
BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014
Dana Kampanye Pemilu 2014 Belum Transparan Pasangan calon presiden dan wakil presiden peserta Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 dinilai tidak melakukan pencatatan dan pelaporan dana kampanye secara transparan. Hal itu diketahui dari ditemukannya beberapa penyumbang yang ternyata tidak sesuai dengan kondisi faktual. Temuan itu berdasarkan penulusuran yang dilakukan oleh Bagian Kajian Dana Kampanye Indonesia Corruption Watch (ICW). Koordinator ICW bagian Kajian Dana Kampanye Firdaus mengungkapkan, berdasarkan audit ICW atas laporan dana kampanye pasangan calom nomor urut 1 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, diketahui laporan penerimaan dan penggunaan dana kampanye tidak melampirkan tabel harga pembanding dan ditemukannya pembanding yang tidak wajar. Ia mengatakan, laporan itu tidak menjelaskan berapa jumlah penyumbang yang dikirimkan dan dikonfirmasi terhadap dana kampanye yang di sumbangkan oleh pasangan calon dalam rekening khusus penggunaan dana kampanye 2014.
“Dari semua yang masuk itu tidak ada yang menunjukan bukti untuk menyumbang, apabila dilihat dari sebagian besar penyumbang,� ujar Firdaus di Gedung Bawaslu, Jakarata, Jumat (19/9/2014). Sedangkan, pada laporan dana kampanye pasangan calon nomor urut 2 Joko Widodo-Jusuf Kalla, diketahui terdapat transaksi penerimaan melebihi batas waktu penerimaan dana kampanye. Dia mengatakan, dari sampel sebanyak 11.775 penyumbang, hanya 17 badan usaha dan 189 orang yang dilengkapi surat pernyataan menyumbang. Sebanyak 101 di antaranya dilengkapi dengan identitas, 11.569 orang yang diragukan surat pernyataannya. 11.657 penyumbang diragukan identitasnya. “Hal ini dikarenakan mekanisme trasfer langsung yang tidak mensyaratkan adanya surat peryataan menyumbang dan hambatan UU perbankan yang mendorong untuk menutupi indentitas penyumbang, padahal sudah menjadi kewajiban penyumbang menyampaikan surat pernyataan untuk menyumbang dan kewajiban dari tim kampanye untuk
mempinta identitas dan surat penyumbang,� ujarnya. Selain itu, Firdaus menemukan penerimaan dan penggunaan dana kampanye yang tercatat tanggal 18 Juli 2014, yang menyebutkan ada sisa dana kampanye sebesar Rp 18,3 miliar. Setelah dikonfirmasi kepada tim kampanye, dana tesebut digunakan untuk biaya rapat. Dari laporan yang dilampirkan auditor, tim kampanye belum mencantumkan pengembalian ke kas negara sebanyak Rp 10 miliar untuk penyumbang badan usaha yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh asing. Menanggapi temuan itu, Pimpinan Bawaslu Nelson Simanjuntak mengatakan, kajian Bawaslu terhadap hasil audit laporan dana kampanye Pilpres 2014 Pasangan Prabowo-Hatta, diketahui tidak menyertakan tabel harga pasar atas jasa dalam pencatatan penggunaan dana kampanye dalam bentuk bukan kas. Sedangkan untuk pasangan Jokowi-JK, ditemukan adanya transaksi yang tidak tercatat dalam Laporan Penerimaan dan Penggunaan Dana Kampanye (LPPDK).
(4) pemberian suara dilakukan dalam waktu 1 (satu) jam sebelum selesainya pemungutan suara di TPS; (5) pemilih yang menggunakan hak pilih tersebut dicatat dalam Formulir C1-KWK pada kolom pemilih dari TPS lain dan juga dicatat pada Formulir C3 (pernyataan keberatan saksi dan kejadian khusus yang berhubungan dengan hasil pemungutan suara dan penghitungan suara Pemilukada di TPS) Untuk penghitungan suara, aspek transparansi menjadi hal yang sangat penting dalam memastikan hasil Pemilu sesuai dengan kehendak rakyat yang genuine (asli). KPU telah memulai proses transparansi hasil penghitungan suara pada Pemilu DPR, DPD dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014. KPU menyediakan hasil scaning sertifikat hasil penghitungan suara di tingkat TPS
(formulir C1) di web site KPU yang dapat diakses secara luas oleh publik. Formulir C1 yang berhasil discan dan diupload ke web site mencapai 98 persen. Publikasi hasil Pemilu secara transparan telah mendorong partisipasi publik untuk mengawal penghitungan dan rekapitulasi suara secara bertingkat yang dilakukan oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), panitia pemungutan suara (PPS), panitia pemilihan kecamatan (PPK) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Setidaknya ada enam website crowdsourching yang ikut melakukan penghitungan suara dan mempublikasikannya seperti kawalpemilu, kawalsuara, realcount, pilpres 2014, datapilpres, dan C1 Yang Aneh. Model transparansi hasil Pemilu pada Pemilu DPR, DPD dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dapat
diadopsi dalam Pemilukada. Transparansi akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap proses Pemilu yang sedang berlangsung. Potensi konflik karena adanya tudingan-tudingan manipulasi akan terhindarkan. Masyarakat juga akan tergerak untuk berpartisipasi mengawal proses penghitungan dan rekapitulasi yang sedang berlangsung. Inilah beberapa aspek dalam penyelenggaraan Pemilukada yang perlu menjadi perhatian kita semua. Bangsa kita telah memiliki banyak pengalaman dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pemilukada. Berbagai titik lemah dalam hal electoral law (aspek hukum pemilu) dan electoral process (proses pemilihan) dalam Pemilukada terus diperbaiki untuk melayani rakyat dalam melaksanakan kedaulatannya. ***
10
BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014
Pelaksanaan Sentra Gakkumdu Belum Maksimal Ketua Bawaslu Muhammad menjelaskan bahwa penerapan Nota Kesepahaman (MoU) Sentra Gakkumdu masih belum terlaksana secara maksimal seperti apa yang diharapkan, karena adanya beberapa kendala. Kendala tersebut antara lain masih ditemukan koordinasi dan sinergi yang kurang memadai dalam penanganan pelanggaran dan penyelesaian tindak pidana Pemilu antara Pengawas Pemilu dan instansi penegak hukum (kepolisian dan kejaksaan).
Untuk itu, masih diperlukan pemahaman yang sama dalam penerapan unsur-unsur tindak pidana Pemilu antara Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan. “Adanya perbedaan struktur keanggotaan di Sentra Gakkumdu dengan DIPA, belum teranggarkannya kegiatan Gakkumdu pada instansi Kepolisiaan dan Kejaksaan, adanya beberapa provinsi/kabupaten/kota yang belum memiliki Polda/Polres dan atau Kejati/Kejari sehingga mengalami kendala dalam koordinasi dengan Polda/Polres dan atau Kejati/Kejari di daerah induk, kondisi demografis dan geografis serta minimnya peralatan komunikasi di beberapa provinsi/kabupaten/kota yang menghambat kegiatan Sentra Gakkumdu,” jelas Muhammad dalam rakor evaluasi Sentra Gakkumdu se-
11
Provinsi Sulteng, Kamis (4/9) di Palu. Oleh karena berbagai kendala tersebut, Ketua Bawaslu RI, Muhammad menyarankan agar Sentra Gakkumdu mengadakan pertemuan/rapat koordinasi untuk memantapkan komunikasi dan segera menuntaskan pembahasan unsur-unsur tindak pidana Pemilu untuk kesamaan persepsi. “Agar pimpinan masing-masing menunjuk personil yang bertugas dalam Sentra Gakkumdu dan melaporkan pelaksanaannya kepada pimpinan dan Bawaslu untuk melakukan harmonisasi anggaran terkait Sentra Gakkumdu yang disesuaikan antara isi MoU dengan SOP masingmasing instansi. Terkait masalah demografis dan geografis agar Sentra Gakkumdu dapat mengoptimalkan teknologi informasi,” saran Muhammad. Selain itu melihat pro dan kontra di kalangan peserta Pemilu mengenai efektifitas Sentra Gakkumdu, Bawaslu berencana melakukan evaluasi internal secara nasional. Oleh karena itu Ketua Bawaslu, Muhammad mengharapkan masukan dari peserta rakor untuk mendapat masukan, hal penting yang menjadi catatan kritis pengawas pemilu, kepolisian dan kejaksaan terhadap mekanisme atau proses pelaksanaan Sentra Gakkumdu. “Di provinsi lain terlihat Gakkumdu ini produktif, namun belum tentu sama untuk Gakkumdu di provinsi lain yang mungkin kurang produktif. Kita mau melihat secara parsial, masing-masing provinsi berbeda, mungkin nanti dari 33 provinsi kita mendapatkan infonya. Jadi rekomendasi forum ini kami tunggu, nanti kita akan sampaikan di tingkat pusat apakah Gakkumdu kita butuhkan untuk kita lanjutkan dalam rangka untuk menangani Pilkada atau Pemilu Nasional yang akan datang, atau kita perlu memikirkan mekanisme lain,” kata Muhammad. [CK]
BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014
KPK Harus Awasi Pilkada oleh DPRD DPR akhirnya mengesahkan Undang-Undang Pemilihan kepala Daerah (Pilkada) yang mengatur pilkada dilakukan secara tidak langsung oleh DPRD. Untuk menekan politik uang di lingkaran anggota dewan dengan calon kepala daerah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus terlibat untuk mengawasi pelaksanaan pilkada.
“Masyarakat harus mengontrol penuh, termasuk pers dan KPK. Mata dan terlinga harus tertuju pada DPRD. Karena DPRD sebagai wujud perwakilan rakyat harus membuktikan pemimpin itu harus bagus. Saya kembalikan pada masyarakat,” ujar Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Tjahjo Kumolo (PDIP) di Jakarta, Jumat (26/9/2014). Hal senada juga disampaikan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terpilih asal DKI Jakarta Fahira Idris. Dia menuturkan, pilkada yang dilakukan oleh DPRD perlu komitmen kuat agar anggota DPRD steril dari politik uang. Karenanya, ujar dia, KPK pun dirasa perlu turun tangan untuk mengawasi prosesnya. “Secara khusus saya meminta kepada KPK untuk turun tangan mengawasi proses pilkada. Saya juga meminta komitmen DPRD di seluruh Indonesia untuk proaktif mengundang KPK agar mengawasi jalannya pemilihan,” ujar Fahira, Sabtu (27/9/2014). Salah satu alasan kenapa ada opsi pilkada lewat DPRD, menurutnya, karena terjadi praktik politik uang yang masif
yang langsung menyentuh masyarakat selama pilkada langsung. Di sisi lain, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menyatakan, lembaganya tak bisa mengawasi proses pemilihan kepala daerah oleh DPRD secara menyeluruh. Sebab, KPK tidak memiliki kantor perwakilan di setiap provinsi di Indonesia. “Tidak fair kalau menyerahkan pengawasan sepenuhnya ke KPK. Kami sudah minta membuka kantor perwakilan sejak 2011, tapi tidak direalisasi,” ujar Bambang, Selasa, (30/9/2014). Menurut dia, penyidik KPK hanya berjumlah sekitar 50 orang, sedangkan
”
Secara khusus saya meminta kepada KPK untuk turun tangan mengawasi proses pilkada. Saya juga meminta komitmen DPRD di seluruh Indonesia untuk proaktif mengundang KPK agar mengawasi jalannya pemilihan,
”
Fahira
12
jumlah kabupaten/kota sebanyak 500an. Kalau pemerintah berani membuat kantor KPK di seluruh daerah, maka tak masalah bagi KPK jika harus mengawasi proses pilkada melalui DPRD. Bambang mengatakan alasan DPR mengesahkan aturan pilkada tidak langsung oleh DPRD untuk mengurangi praktek politik uang tidak tepat. Karena, kata dia, berdasarkan kajian pihaknya, sebanyak 313 kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi bukan karena pilkada langsung. Ia menyebutkan, 81 persen dari jumlah itu, terjerat pasal penyalahgunaan wewenang atau jabatan. Sedangkan, lanjutnya, sisanya terjerat kasus suap sengketa pemilihan kepala daerah di Mahkamah Konstitusi. Padahal, sebagai pembanding, anggota DPR dan DPRD yang terjerat korupsi selama sepuluh tahun terakhir sebanyak 3.000-an orang. “Jumlahnya 10 kali lipat dari kepala daerah yang terjerat korupsi. kalau menyerahkan kewenangan ke lembaga yang tersangka korupsinya lebih besar, maka pilkada lewat DPRD diragukan kebersihannya,” ujarnya. Selain itu, kata Bambang, bila pemilihan dilakukan secara langsung, politik uangnya hanya berkisar Rp 50 ribu per orang. Itupun, kata dia, hanya dilakukan satu kali menjelang pemungutan suara pilkada. Tetapi, bila pilkada oleh DPRD, Bambang yakin politik uangnya akan jauh lebih banyak. “Kalau pemilihan oleh anggota Dewan, yang potensial disuap anggota Dewannya. Apakah Rp 10 ribu? Apakah 1 kali? Tidak!” kata Bambang. Sebelumnya, melalui lobi yang alot dan akhirnya voting, DPR mengesahkan RUU Pilkada. Hasilnya, pemilihan kepala daerah tidak akan dipilih lagi secara langsung tetapi beralih menjadi dipilih DPRD. Fraksi dari Koalisi Merah Putih mendominasi pilihan Pilkada melalui DPRD, fraksi dari partai Koalisi Jokowi-JK memilih Pilkada langsung dan Demokrat mengambil sikap walk out dalam voting RUU Pilkada dini hari tadi. (dey)
BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014
Berjudi di Kantor, Ketua dan Kasek Bawaslu Maluku Diberhentikan Berdalih hanya untuk iseng dan penyegaran, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Maluku Barnabas Dumas Manery bermain judi di kantornya bersama Kepala Sekretariat Bawaslu Maluku Lodewyk Brehmer. Tak ada ampun, keduanya pun diberhentikan. Pimpinan Bawaslu Endang Wihdatiningtyas mengatakan, tindakan itu telah mencoreng nama baik Bawaslu. Dia mengatakan, kasus perjudian yang dilakukan keduanya sudah tersiar di media massa dan mengundang keperihatinan jajaran Bawaslu. Dia berharap kepada DKPP untuk memutuskan sidang ini dengan seadiladilnya dan setimpal dengan kasus yang dilakukan oleh teradu. ‘’Kami tidak melihat jumlah uang yang dipertaruhkan oleh teradu, akan tetapi ini menyangkut tercorengnya nama lembaga Bawaslu,“ kata Endang dalam sidang perdana dugaan pelanggaran kode etik di Ruang Sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pe-
milu (DKPP), Selasa (2/9/2014). Pada akhir sidang Muhammad menambahkan, Bawaslu selalu mengedepankan komitmen integritas penyelenggara pemilu. Namun, apa yang sudah dilakukan Barnabas dan Lodewyk sangat mencoreng nama lembaga Bawaslu. Dia bahkan menyarankan keduanya dipecat. “Jadi saran saya, Ketua Bawaslu Provinsi Maluku, Barnabas Dumas Manery dihukum seberat-beratnya atau diberhentikan secara tetap sebagai ketua Bawaslu Maluku dengan cara tidak terhormat,” ujarnya. Dalam persidangan yang sama, Barnabas mengakui, terkadang bermain judi jenis poker di kantornya. Barnabas bermain dengan Lodewyk dan Kasubag Karepa Sina. Barnabas mengatakan mereka bermain judi hanya untuk iseng di waktu senggang. “Memang kalau permainan joker merupakan permainan rakyat di Ambon. Memang kami sadar keterlibatan kami dalam kegiatan ini memang salah. Kami tidak memikirkan akibatnya sampai bisa membawa nama lembaga. Kami menyadari itu,” ujar Barnabas. Barnabas menegaskan mereka tidak pernah mangkir dari tugasnya karena bermain judi tersebut. Barnabas menolak jika
karena berjudi tersebut mereka mangkir dari rekapitulasi penghitungan suara tingkat provinsi yang digelar di KPU Maluku pada 29 April lalu. “Tuduhan itu tidak benar. Kami sadar memang sebetulnya salah saat itu kami juga tidak berpikir matang, memang peristiwa itu benar tapi tidak sematamata mencari keuntungan tapi mengisi waktu,” beber Barnabas yang juga pernah jadi dosen di fakultas hukum di salah satu kampus di Ambon. Akibat perbuatannya itu, Barnabas dijatuhkan sanksi berupa peringatan keras sebagai anggota Bawaslu. Bukan hanya itu, dia juga diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua Bawaslu Maluku. Putusan itu mengukuhkan keputusan rapat pleno Bawaslu yang dikeluarkan Juni 2014. Bawaslu, melalui pleno itu memberhentikan Barnabas. Muhammad menegaskan, keputusan itu diambil pihaknya untuk membersihkan lembaganya. Dia menuturkan, pihaknya serius melakukan reformasi birokrasi pada tubuh pengawas pemilu di semua jajaran dan tingkatan. Sedangkan kepada Lodewyk, DKPP menjatuhkan hukuman pemberhentian tetap atau pemecatan. [dey]
infobarumaluku.com
Suasana sidang kode etik Bawaslu Provinsi Maluku
13
BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014
Soal RUU Pemilukada
Pengawas Pemilu Tak Perlu Khawatir Jajaran pengawas pemilu di seluruh Indonesia tidak perlu khawatir dengan pembahasan rancangan undang-undang Pemilu kepala daerah antara pemilihan langsung oleh rakyat atau melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Apapun keputusan DPR bersama Pemerintah, pengawas pemilu tetap dibutuhkan untuk mengawal Pemilukada. Demikian disampaikan Ketua Bawaslu Muhammad kepada peserta Rapat Koordinasi Penyampaian Laporan Akhir Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Bawaslu Provinsi Jawa Timur di Hotel Atria, Kota Malang, Selasa (16/9). Rakor yang berlangsung hingga Rabu (17/9) dihadiri lengkap oleh Pimpinan Bawaslu Jatim (Sufyanto, Sri Sugeng Pujiatmiko dan Andreas Pardede) serta Panwaslu dari 38 kota dan Kabupaten se Provinsi Jawa Timur. “Jadi saudara-saudaraku tidak usah galau. Karena misalkan rancangan undang-undang Pemilukada itu jadi disahkan pemilihan oleh DPRD, tidak ujug-ujug anggota dewan itu bisa menjadi pelaksana teknis atau jadi KPU dan sekaligus mengawasi proses yang dia lakukan sendiri,” papar Muhammad saat membuka acara rakor laporan pengawas Pemilu. Yang perlu ditelaah dan dicari titik temunya oleh pembuat undang-undang menurut Muhammad adalah menyambungkan antara Undang-undang Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Rancangan Undangundang Pemilukada yang rencananya akan diketuk palu tanggal 25 September 2014. Sebab dalam Undang-undang Nomor 15 tahun 2011, jelas dijabarkan definisi tentang Pemilu yakni Pemilu legislatif, Pemilu Presiden dan Pemilu kepala daerah. “ Rezim pemilu kita adalah legislatif, pilpres dan pilkada. Undang-undang itu menjadi payung besar kita. Jadi yang namanya penyelenggara pemilu itu tetap KPU dan pengawas pemilu bukan anggota dewan,” ujar Muhammad. Sebelumnynya, Ketua Bawaslu Jatim Sufyanto dalam sambutannya melaporkan bahwa pada tahun 2015 mendatang, terdapat 18 kabupaten/kota se Jawa Timur
Ketua Bawaslu, Muhammad memberikan pengarahan dihadapan Panwaslu se Provinsi Jatim. yang akan menggelar Pemilukada. Namun Bawaslu Jatim belum melaksanakan surat edaran Bawaslu RI untuk memulai perekrutan pengawas pemilu guna mengawal tahapan Pilkada dikarenakan menunggu nasib RUU Pilkada apakah pemilihan langsung atau lewat DPRD. Menurut Sufyanto, semestinya rekruitment pengawas pemilu untuk Pilkada terdekat yakni Kota Surabaya dan Kota Lamongan, sudah dilakukan di bulan September atau Oktober 2014 ini. Sebab Panwaslu kabupaten/kota yang ada saat ini semuanya akan berakhir masa jabatannya pada Bulan Desember 2014. Sementara KPU setempat juga belum berani memulai tahapan Pilkada untuk dua kota di Jatim yang dalam waktu dekat menggelar Pilkada, menunggu RUU Pilkada. Lebih lanjut Ketua Bawaslu Muhammad menyatakan, interprestasi arti dari demokrasi perwakilan yang dianut Indonesia dapat berarti pemilihan langsung oleh rakyat atau melalui DPRD tergantung siapa yang menilai. “Dua-duanya kena itu, boleh langsung atau tidak langsung. “Sudahlah kita tidak usah galau, kita siapkan instrumennya itu. Untuk kepentingan itu Bawaslu RI sudah memutuskan untuk merekrut kembali pengawas pemilu,” katanya Terhadap Panwaslu Kabupaten/Kota yang segera berakhir jabatannya di Bulan
14
Desember 2014, Muhammad menegaskan, masih terbuka peluang maupun kesempatan bagi panwas kabupaten/kota dan panwascam untuk melamar kembali sebagai pengawas pemilu periode selanjutnya. Dengan catatan yang bersangkutan tidak pernah mendapat teguran keras atau sanksi pemberhentian oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). “Bagi teman-teman panwas yang selama ini mengabdi, tidak ada catatan DKPP khususnya tidak ada peringatan keras apalagi pemberhentian, dibuka kesempatan. Kepada Tim Seleksi kita titipkan untuk mereka yang sudah mengabdi dan tidak ada catatan negatif, itu point tersendiri. Selama anda masih bersedia dan memenuhi syarat. Jadi itu perkembangannya. Panduan Timsel sudah disetujui Bawaslu RI dan segera di distribusi ke provinsi,” kata Muhammad. Muhammad menambahkan, seluruh Panwas Kabupaten/Kota yang berakhir masa jabatannya di Bulan Desember 2014, berkewajiban menyusun dan menyampaikan laporan evaluasi pengawasan Pileg dan Pilpres sesuai standar yang telah diberikan Bawaslu RI. Laporan itu wajib disampakan ke Bawaslu RI melalui Bawaslu provinsi masing-masing. Termasuk didalamnya, kesimpulan dan evaluasi pengawasan Pileg dan Pilpres sebagai bahan masukan untuk perbaikan kualitas Pemilu di masa mendatang. [RS]
BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014
Bawaslu Akan Bangun Pusat Pendidikan Pengawasan Partisipatif
Pengawasan Pemilu berbasis masyarakat dianggap telah sukses untuk mengawal Pemilu 2014. Oleh sebab itu, Bawaslu berencana untuk membangun Pusat Pendidikan Pengawasan Partisipatif Pemilu. Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Bawaslu Gunawan Suswantoro, di Solo, beberapa waktu lalu. Di hadapan 33 Pimpinan Bawaslu Provinsi, ia menyampaikan, suksesnya pengawasan Pemilu berbasis masyarakat tak lepas dari keseriusan Pimpinan Bawaslu RI, di bawah Koordinator Divisi Sosialisasi, Humas, dan Hubungan Antar Lembaga.
“Saya sudah sampaikan ke Bappenas (soal pengawasan partisipatif). Akhirnya, Pusat Pendidikan Pengawasan Partisipatif tersebut sudah tercantum dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP),” tutur Gunawan. Pengawasan partisipatif menurutnya, merupakan bentuk peran aktif Bawaslu untuk melibatkan masyarakat dalam pengawasan Pemilu. Pasalnya, Bawaslu dan jajarannya memiliki kelemahanan terutama soal sumber daya manusia dan luasnya cakupan wilayah pengawasan. Sementara itu, Koordinator Divisi Sosialisasi, Humas, dan Hubal Nasrullah mengatakan bahwa konsep pengawasan partisipatif akan tetap dipakai pada saat pengawasan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada). “Saya menginginkan konsep tersebut tetap digunakan. Transformasi pengawasan pemilu terpadu (Awaslupadu) menjadi Gerakan Sejuta Relawan
15
Pengawas Pemilu merupakan sebuah terobosan baik bagi Pengawas Pemilu,” tutur Nasrullah. Lebih lanjut, Gunawan mengatakan bahwa, tujuan akhir dari Pengawasan Pemilu berbasis masyarakat adalah menciptakan masyarakat yang sadar untuk mengawasi. Idealnya pengawasan Pemilu, adalah pengawasan masyarakat sipil bukan sebuah lembaga resmi. Namun, tujuan tersebut masih harus dibangun sedikit demi sedikit, karena untuk saat ini pengawasan Pemilu belum dapat dilaksanakan dengan maksimal dan masih membutuhkan waktu lama. “Masih butuh waktu minimal 10 tahun lagi bagi masyarakat untuk bisa mengawasi Pemilu secara mandiri. Dan kita sebagai lembaga Pengawas Pemilu harus bisa legowo untuk menyerahkan tanggung jawab pengawasan pemilu kepada masyarakat sipil,” jelasnya. [FS]
BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014
Daniel Zuchron
Pemimpin Muda dengan Gagasan Inovatif
N
ama Daniel Zuchron sudah lama dikenal publik, terutama mereka yang giat dalam aktivitas pemilu. Pernyataannya yang vokal dan kritis saat menjadi aktivis penggiat pemilu di Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) membuatnya memegang posisi Koordinator Divisi Pengawasan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu). Sebagai Pimpinan Bawaslu termuda, pria kelahiran Jakarta, 18 April 1976 itu menunjukkan semangat kemudaannya dengan berbagai inovasi baru strategi pengawasan pemilu. Tak jarang gagasan Pimpinan termuda ini melompat jauh ke depan ketika gagasan itu dilontarkan. Namun, seiring waktu gagasan tersebut menemui kebenaran dan bermanfaat bagi perwujudan pemilu yang berkualitas dan berintegritas melalui jendela pengawasan yang bermartabat. Saat Pemilu Legislatif (Pileg) 2014, lulusan Universitas Islam Malang itu menginisiasi penerbitan peta kerawanan pelanggaran pemilu. Karir mengurus pemilu Daniel
FOTO: CHRISTINA K
dimulai sejak pemilu reformasi pertama, yaitu Pemilu 1999. Saat itu, Daniel baru menginjak tingkat lima di Universitas Islam Malang. Kegiatannya di kampus lebih banyak dalam dunia pergerakan. Hal itu membuat dia tertarik mendaftar menjadi relawan pemantau pemilu saat itu. Menurut dia, Pemilu 1999 adalah bentuk baru proses perubahan politik dan masa depan Indonesia. “Masyarakat sudah bisa menentukan pilihan dan punya hak pilih penuh, berbeda dengan pemilu sebelum 1999, setidaknya proses lebih baik dimulai,” uja Daniel. Setelah menyelesaikan pendidikannya, Daniel masih menekuni kegiatan seputar pemantauan pelaksanaan pemilu 2004 dan 2009. Saat itu, dia menilai, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) berjalan tidak sinergi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga penyelenggara dan masyarakat. Daniel menilai Panwaslu mestinya memposisikan diri sebagai bagian utuh dari penyelenggara Pemilu. “Pengawasan
16
harus aktif, tidak hanya saat Pemilu, namun juga ikut serta dengan KPU dalam sosialisasi ke masyarakat, misal, seperti apa kecurangan dalam Pemilu dan jenisjenisnya,” katanya. Dia mengatakan bila sistem itu berjalan baik dan konsisten, laporan-laporan dari masyarakat tentang kecurangan pemilu akan terus meningkat. Dengan begitu, Bawaslu akan punya daya tanggap dan strategi dalam menangggulangi kecurangan-kecurangan itu. Daniel menekankan, dalam pemilu sangat penting pendidikan tentang pemilu bagi masyarakat. Dia berharap, kehadirannya di Bawaslu memberi kontribusi yang baik pada pengawasan pemilu. Dia pun datang dengan berbagai gagasan. Saat mengikuti uji kepatutan dan kelayakan calon anggota Bawaslu di Komisi II DPR, Daniel mengatakan, Bawaslu harus membenahi kewibawaanya yang saat itu masih rendah. Daniel juga giat mendorong kerja sama Bawaslu dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kerja sama itu salah satunya untuk mengawasi mengantisipasi penggunaan dana bantuan sosial (bansos) kementerian untuk kepentingan kampanye. Menurutnya, kerawanan bukan saja akan dimanfaatkan caleg yang duduk di lembaga negara. Tapi juga programprogram semacamnya. Pihaknya masih menunggu informasi lembaga pengawas provinsi, kabupaten atau kota menyusul dugaan penggunaan anggaran negara dan program pemerintah oleh menteri yang jadi caleg di daerah pemilihannya.
Biodata
Nama: Daniel Zuchron Tempat dan Tanggal Lahir: Jakarta, 18 April 1976 Pengalaman Kerja: Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR), Anggota Bawaslu Koordinator Divisi Pengawasan
BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014
Divisi Oganisasi dan Sumber Daya Manusia
Pentingnya Protokol Sebagai Dukungan bagi Pimpinan
Pimpinan Bawaslu, Endang Wihdatiningtyas memberikan pengarahan. Bali, Badan Pengawas Pemilu - Bawaslu RI bersama Bawaslu Provinsi kembali melanjutkan Bimtek Keprotokolan. Protokol bertujuan untuk melaksanaan suatu kegiatan dan pada hal-hal yang mengatur setiap individu yang terlibat dalam pelaksanaan suatu kegiatan. Suatu kegiatan apapun pada dasarnya merupakan pelaksanaan dari hasil kerja tahapan-tahapan sebelumnya. Tahapan-tahapan tersebut diperlukan untuk menunjang suksesnya suatu acara. Setelah mendapatkan serangkaian pelatihan mengenai keprotokolan dari praktisi keprotokolan dan personality yang merupakan Asisten Staf Khusus Presiden RI, Sandra Erawanto, dan juga nara sumber lain dari Kepolisian yaitu AKP Anhar, diharapkan para peserta bimtek akan memiliki pemahaman tentang bagaimana menjadi seorang protokoler yang profesional, mampu mengelola dan mengatur tempat, tata penghormatan, tata upacara, memiliki kepribadian yang menarik dan meyakinkan dalam berbagai acara. Pelatihan yang diberikan antara lain, melatih otak kanan dan otak kiri, cara bertutur kata yang baik, cara bersalaman, cara berjalan, cara duduk dan bagaimana berpenampilan yang baik dan menarik. Dalam kesempatan ini hadir Ketua Bawaslu RI Mu-
hammad beserta Pimpinan Bawaslu RI Nasrullah dan Endang Wihdatiningtyas. Nasrullah menyampaikan agar ilmu yang didapatkan dari pelatihan keprotokolan ini bisa juga diberikan kepada jajaran staf Bawaslu Provinsi hingga ke Panwas Kabupaten/Kota. ”Aktualisasi diri dan bisa memahami orang lain memang tidak mudah namun diharapkan dengan pelatihan ini setidaknya para peserta mendapatkan pemahaman bagaimana memberikan pelayanan yang terbaik untuk dirinya sendiri dan untuk orang lain,” ujarnya. Dalam bimtek Keprotokolan ini diajakarkan bagaimana menyikapi kelebihan dan kekurangan masingmasing individu, sehingga bisa memahami tugas dan tanggung jawab dalam memberikan pelayanan yang maksimal kepada Pimpinan. ”Ilmu yang didapatkan dari pelatihan ini akan menjadi tidak bermanfaat manakala kita tidak membaginya kepada yang lain,” tegas Nasrullah. Dalam kesempatan yang sama Pimpinan Bawaslu RI Endang Wihdatingtyas juga menambahkan agar ilmu yang didapat juga dibagikan kepada teman-teman di Bawaslu Provinsi lain yang belum bisa hadir dalam pelatihan keprotokoleran ini. Karena ilmu tidak akan habis jika dibagi. Pentingnya memahami karakter
17
seseorang merupakan suatu hal yang penting, karena hal tersebut mempengaruhi bagaimana cara untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan Pimpinan, karena setiap manusia memiliki sifat dan karakter berbeda-beda. Dengan mengetahui karakter dari Pimpinan, maka akan lebih mudah menyesuaikan cara untuk berkomunikasi dan berinteraksi sehingga Pimpinan akan menjadi nyaman dalam menjalankan setiap tugasnya. Ketua Bawaslu RI Muhammad menyampaikan bahwa mengetahui dan memahami bahasa tubuh seorang Pimpinan memang bukan sesuatu hal yang mudah. Namun dengan adanya bimtek ini diharapkan para peserta bisa membangun hubungan yang baik dengan Pimpinan, yang mana seorang protokoler memiliki pengawalan yang melekat dengan seorang Pimpinan. ”Melatih diri untuk lebih percaya diri, mampu membaca situasi, mengetahui seluk beluk sebuah gedung atau tempat, berpenampilan menarik dan bersahaja dan mau terus belajar. Seorang Pemimpin pasti akan bekerja secara nyaman jika di sekelilingnya ada orang-orang yang mencintai pekerjaannya, sehingga bisa memberikan pelayanan yang maksimal dan profesional,” tambahnya. [WB/FS]
BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014
Divisi Oganisasi dan Sumber Daya Manusia
Empat Poin ‘Grand Design’ Pengawasan Pemilu
Ketua Bawaslu RI, Muhammad, Pimpinan Bawaslu RI, Nasrullah, Endang Wihdatiningtyas, Daniel Zuchron, Sekjen Bawaslu Gunawan Suswantoro, dan Kepala Biro Administrasi, Adhi Santoso. Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia (Bawaslu RI) akan menyusun Grand Design Pengawasan Pemilu. Hal ini menjadi penting karena Indonesia belum memiliki konsep tentang pembangunan demokrasi pemilihan. Hal tersebut diungkapkan oleh Tenaga Ahli Divisi Organisasi dan SDM Bawaslu RI, Ahsanul Minan saat memberikan materi “Persiapan Penyusunan Renstra Bawaslu Provinsi Tahun 2015-2019 dalam Rapat Kerja Penajaman Usulan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian dan Lembaga (RKA-K/L) Bawaslu RI dan Bawaslu Provinsi Tahun Anggaran 2015 di Jakarta, Kamis (11/9). “Dampak dari belum adanya konsep tersebut, maka undang-undang Pemilu bisa berubah tiap selesai pemilihan umum. Dan perubahannya bisa ekstrim. Contoh sekarang ini lagi pembahasan tentang undang-undang Pilkada, dimana akan dipilih oleh DPRD,” ujar Minan. Ahsanul Minan menjelaskan bahwa empat hal yang menjadi pokok penyusunan grand design tersebut, pertama reformasi kerangka hukum Pemilu. Bawaslu akan mengupayakan penyederhanaan sistem hukum Pemilu dan penyederhanaan model penghukuman terhadap pelanggaran Pemilu. Yang kedua adalah partisipasi masyarakat, Bawaslu akan mendorong pengawasan Pemilu bisa diperluas kepada masyarakat. Hal inilah yang menjadi dasar Bawaslu mendirikan Pusat Pendidikan Politik untuk Pengawasan Paritisipatif.
Konsep ini sudah disetujui oleh Bappenas dan hal itu akan dimulai Tahun 2015. Ketua Bawaslu Muhamamd, dalam sambutannya juga mengungkapkan bahwa tugas pengawasan Pemilu tidak eksklusif menjadi tugas Bawaslu, tapi juga bisa dilakukan oleh simpul-simpul masyarakat sipil. “Pengawasan partisipatif ini pada tahun 2015 perlu didorong lagi dalam bentuk kerjasama dengan organisasi masyarakat sipil. Sehingga harapan kita, kesadaran pentingnya pengawasan Pemilu bisa lahir di masyarakat Indonesia dan ada dorongan yang kuat untuk ikut mengawasi,” ungkap Muhammad. Terkait partisipasi masyarakat ini juga dalam kesempatan yang sama, Tenaga Ahli Bawaslu RI, Mulyadi yang membawakan materi “Peranan Bawaslu dalam Pilkada Pasca Pemilu 2014” menjelaskan bahwa Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu (GRSPP) yang digagas oleh Bawaslu RI, juga menjadi kekuatan eksternal dan membuktikan adanya dukungan masyarakat terhadap lembaga pengawas Pemilu. “Sudah muncul dukungan publik secara memadai melalui gerakan tersebut (GRSPP ,-red). Walaupun masih perlu evaluasi dan pengelolaan yang baik dan sudah di akui oleh Bappenas sebagai partisipasi politik, karena masyarakat hanya mau berpartisipasi dalam pengawasan Pemilu jika difasilitasi oleh Bawaslu,” tambah Mulyadi. Kemudiaan, hal ketiga yang akan dimasukkan dalam grand design tersebut adalah mendorong penguatan peran Bawaslu sebagai lembaga
18
yang berwenang menangani pelanggaran Pemilu. “Untuk konsep ini, masih dalam proses diskusi pandang karena ada beberapa opsi dalam diskursus kepemiluan. Sehingga peran Bawaslu sebagai Pengawas, Penyidik dan Menuntut misalnya yang pelanggaran Pidana, dan Bawaslu yang menyelesaikan apabila itu pelanggaran administrasi”, jelas Minan “Yang terakhir dalam konsep dasar Grand Design pengawasan Pemilu tersebut, Bawaslu akan membangun pusat data dan kajian untuk pengawasan Pemilu. Dari konsep grand design inilah yang menjadi acuan Bawaslu RI dan Provinsi untuk menyusun Renstra 2014-2019,” Demikian Ahsanul Minan menutup materinya. Sementara itu, Sekretaris Jende-ral Bawaslu RI, Gunawan Suswantoro menjelaskan bahwa prioritas RKA-K/L Bawaslu dan Bawaslu Provinsi Tahun 2015 adalah penanganan pelanggaran dan penyelesaian sengketa. Kedua, Pendidikan Pengawasan partisipatif yang sudah menjadi RKP Tahun 2015, Ketiga, peningkatan kapasitas pengawas pemilu, khususnya untuk pengawas pemilu kabupaten/kota. “Faktorfaktor yang perlu dipertimbangkan dalam RKA-K/L ini juga adalah anggaran untuk pembentukan Panwaslu dan juga program sosialisasi yang menitikberatkan pada bagaimana masyarakat lebih mengetahui tentang eksistensi lembaga pengawas Pemilu di provinsi masing-masing. Dan yang terakhir juga perlu dilakukan evaluasi pelaksanaan pengawasan Pemilu 2014,” ujar Gunawan. [MZ/FS]
BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014
Divisi Pengawasan
Bawaslu Siapkan Laporan Pengawasan Pemilu 2014 Sebanyak 99 Pimpinan Bawaslu Provinsi se Indonesia tengah merampungkan laporan pengawasan Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 dalam Rapat Evaluasi Nasional Pengawasan Pemilu Tahun 2014 di Hotel Grand Inna Sanur, Denpasar Bali, Minggu (28/9). Sekretaris Jenderal (Sekjen) Bawaslu Gunawan Suswantoro mengatakan, laporan pengawasan Pemilu itu merupakan wujud pertanggungjawaban kelembagaan Bawaslu untuk menjadi bahan evaluasi dan laporan kepada Presiden dan DPR RI. Satu diantara keberhasilan Bawaslu adalah menggerakkan masyarakat menjadi pengawas pemilu partisipatif yang diaplikasikan melalui Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu (GSRPP). Gerakan ini menjadi contoh partisipasi masyarakat dan masuk dalam agenda Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2015. “Kita berhasil memperkuat RKP melalui pendidikan pengawasan pemilu partisipatif,” kata Gunawan saat pembukaan rapat evaluasi nasional yang dihadiri 4 Pimpinan Bawaslu RI (Nasrullah, Endang Wihdatiningtyas, Nelson Simanjuntak dan Daniel Zukron), serta pejabat struk-
tural dan fungsional Bawaslu. Laporan pengawasan yang tengah disusun Bawaslu kepada Presiden dan DPR RI meliputi laporan empat divisi yang menjadi tugas Pimpinan Bawaslu RI dan Bawaslu Provinsi yakni Divisi Pengawasan, Divisi Hukum dan Penanganan Pelanggaran, Divisi Organsiasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Divisi Humas dan Sosialisasi. Dalam hal ini, Bawaslu Provinsi diminta menyusun laporan lengkap terkait pengawasan dan penanganan pelanggaran tahapan Pemilu 2014 sekaligus evaluasi penyelenggaraan Pemilu 2014 dalam bentuk rekomendasi dari setiap Bawaslu Provinsi mengingat kondisi setiap daerah berbeda. Terhadap pengesahan undang-undang pemilihan gubernur, walikota dan bupati melalui DPRD, Sekjen Bawaslu meminta jajarannya dan Pimpinan Bawaslu Provinsi tidak terganggu melainkan tetap fokus dan bekerja profesional. Pengesahan UU tersebut dinilai belum final karena sejumlah pihak akan mendaftarkan gugatannya ke Mahkamah Konstisusi terkait penghilangan hak rakyat untuk memilih gubernur/walikota/bupati secara langsung menjadi dipilih oleh DPRD, seperti di masa orde baru. “Kita harus tetap semangat, ini
penting untuk eksistensi lembaga Pengawas Pemilu,” ujarnya. Hal senada juga dikemukakan Pimpinan Bawaslu, Nasrullah. Meski menyesalkan putusan politik DPR terkait pemilihan kepala daerah oleh DPRD, Nasrullah meminta hal ini tidak mempengaruhi kinerja jajaran Bawaslu. “Kalau kita bicara hak konstitusional warga negara harusnya melekat pada individual, tidak ada satu pun yang bisa mewakili. Contoh kalau anda mau jadi bupati, walikota, kepala desa, presiden, anda sendiri yang maju dan tampil. Tidak bisa anda wakili pada saudara anda. Itu menyangkut hak dipilih. Kalau menyangkut hak memilih, konsekuensi logis sama, hak memilih juga hak individu. Tak boleh diwakilkan, ini pelanggaran terhadap hak konstitusional.” kata Nasrullah memaparkan. Pemilihan kepala daerah melalui DPRD katanya, merupakan pengembalian masa orde baru dimana tatanan demokrasi berada pada level elite bukan menjadi hak politik rakyat. Karenanya, Bawaslu akan mengkaji keputusan politik DPR tersebut untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi bersama DKPP dan KPU. [RS]
Ketua Bawaslu RI, Muhammad, Pimpinan Bawaslu RI, Nasrullah, Endang Wihdatiningtyas, Nelson Simanuntak, Daniel Zuchron, dan Kepala Biro Tehnis Penyelenggaraan Pengawasan Pemilu, Bernad D Sutrisno.
19
BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014
Divisi Pengawasan
Optimisme Pilkada Langsung PEMILIHAN kepala daerah secara langsung sebuah optimisme untuk mewujudkan Negara demokratis. Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 sebuah solusi untuk memastikan bahwa pemilihan langsung adalah perwujudan kedaulatan rakyat yang tidak tergantikan dengan system perwakilan. Walaupun perppu tersebut masih berpotensi ditolak oleh DPR RI dalam masa persidangan berikutnya, tapi dengan komitmen pemerintah dan dukungan masyarakat luas, pemilihan langsung ini akan dipertahankan. Penyelenggara pemilu tidak perlu gamang dalam melaksanakan amanah Perppu Nomor 1 Tahun 2014. Dinamika politik soal perppu tidak boleh mengganggu tugas-tugas penyelenggara dalam menyiapkan payung hukum sebagai tindak lanjut dari perppu tersebut. Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah harus mempersiapkan seluruh payung hukum program, jadwal, dan tahapan pelaksanaan pilkada. Begitu juga Badan Pengawas Pemilu sudah harus mempersiapkan peraturan yang menyangkut pengawasan, penanganan pelanggaran, dan penyelesaian sengketa. Payung hukum juga sudah harus disiapkan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk menyelesaikan pelanggaran kode etik penyelenggaraan pilkada. Memang ada kekhawatiran bahwa apabila DPR menolak perppu ini, maka semua yang dikerjakakan oleh penyelenggara akan menjadi sia-sia. Tidak ada yang sia-sia. Seandanya pun perppu ditolak DPR pada masa sidang berikutnya, yaitu masa sidang terdekat pada Januari 2015. Implikasi dari penolakan sebuah perppu oleh DPR yaitu membuat sebuah undang-undang baru. Artinya Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tidak berlaku, bukan berarti otomatis UndangUndang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pilkada berlaku. DPR dan Pemerintah harus membuat undang-undang yang baru sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Hal ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Sebab harus ada pembahasan dan persetujuan bersama antara pemerintah dan DPR dalam pembuatan undang-undang yang baru tersebut. Disinilah, nantinya akan ada kekosongan hukum. Dalam kondisi
kekosongan hukum ini, pilkada yang pelaksanaannya tahun 2015 sudah mendesak dilaksanakan. Dengan demikian, mau tidak mau harus ada payung hukum untuk pelaksanaan pilkada tersebut yang bisa jadi diterbitkan lagi sebuah perppu menunggu disahkannya uu yang baru. Lagi pula, peraturan KPU, peraturan Bawaslu, dan Peraturan Bersama DKPP, KPU, dan Bawaslu tentang Kode Etik yang mengacu pada Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tidaklah otomatis gugur walaupun perppu tersebut ditolak oleh DPR. Hampir dapat dipastikan bahwa setidaknya pilkada langsung dapat dilaksanakan pada 2015. Sehingga, penyelenggara pemilu tidak perlu ragu menyiapkan dan melaksanakan pilkada langsung sejak dini agar dapat diwujudkan pilkada langsung demokratis. Pelaksanaan pilkada demokratis pada 2015 yang jauh dari kecurangan dan konflik nantinya akan menjadi modal dasar memberi masukan pada perbaikan UU pilkada yang sedang dibahas di DPR. Tentu, harapan kita adalah sebuah undang-undang pilkada langsung yang dilahirkan. Pilkada yang dilaksanakan secara langsung oleh rakyat adalah perwujudan kedaulatan rakyat yang demokratis. Ini tidak terlepas dari historis pelaksanaan pilkada langsung itu sendiri. Pada era Presiden Soeharto kepala daerah ditunjuk oleh presiden. Reformasi tahun 1998 membawa perubahan hingga perubahan dalam penentuan kepala daerah. Di era 1999 hingga 2004 kepala ditentukan melalui penentuan DPRD berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang dikenal juga dengan UU Otonomi Daerah. Pemilihan kepala daerah oleh DPRD yang berlangsung sejak 1999 hingga 2004, ini tentu lebih demokratis dibandingkan dengan ditunjuk oleh Presiden untuk menentukan gubernur. Dan untuk penentuan bupati/wali kota ditunjuk oleh gubernur. Seiring dengan tuntutan reformasi, MPR melakukan perubahan konstitusi yang terjadi empat kali pada rentang waktu 19992002. Perubahan konstitusi ini mebawa perubahan pada pemilihan kepala daerah yaitu dari ketentuan kepala daerah dipilih oleh DPRD menjadi kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat. Hal ini dituangkan dalam
20
hasil amandemen yaitu amandemen kedua dengan memuat Pasal 18 UUD yang mengatur Gubernur, Bupati, Wali Kota dipilih secara demokratis. Memang dalam konstitusi disebut dipilih secara demokratis. Demokratis tersebut menurut berbagai pihak bisa diartikan dipilih DPRD atau dipilih secara langsung oleh rakyat. Dua-duanya bagi sebagian pihak adalah demokratis. Namun dalam praktiknya, setelah lahirnya perubahan konstitusi memuat Pasal 18 tersebut, pada undang-undang sebagai payung hukum dan pelaksanaannya demokratis dalam pilkada dimaknai sebagai pemilihan langsung. Pemilihan langsung oleh rakyat itulah yang diatur dalam UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Praktik Gubernur, Bupati, dan Walikota dipilih langsung dilaksanakan mulai 2005 hingga sekarang. Pemilihan langsung adalah hak politik individu memilih pemimpinnya dan perwujudan kedalutan rakyat sesuai Pasal 1 ayat (2) UUD. Dalam praktinya tidak ada persoalan yang krusial yang mengganggu keutuhan Negara yang bisa menjadi alasan agar pilkada dikembalikan dari pemilihan langsung oleh rakyat ke pemilihan oleh DPRD. Alasan biaya mahal dan konflik menjadi sangat tidak mendasar karena hal itu bisa diatasi dengan melakukan efisiensi dan mencegah konflik. Dan tanpa mengubah atau menghilangkan hak warga Negara memilih langsung, tetap saja bisa dilakukan efisiensi dan pencegahan konflik. Konflik yang terjadi selama ini juga tidak laten dalam pemilu. Pilkada hanya sebagai pemicu saja dalam konflik-konflik antarsuku, konflik tanah, atau konflik-konflik lainnya yang bersifat laten. Jadi konflik itu bukan karena pilkada langsung. Penyelenggara pemilu dihadapkan pada tantangan untuk melakukan efisiensi dan memperkecil konflik dalam pelaksanaan pemilu. Pelaksanaan pilkada langsung tahun 2015 yang akan serentak dalam satu provinsi menjadi tantangan bagi penyelenggara untuk membuktikan bahwa pilkada langsung bisa murah, aman, dan nyaman. Inilah menjadi modal agar bisa memberi masukan kepada DPR pada masa sidang berikutnya mempertimbangkan agar pilkada tetap secara langsung dipilih oleh rakyat. (KN)
BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014
Divisi Pengawasan
Supervisi PSU Pileg 2014: Partisipasi Masyarakat Halsel Turun Partisipasi masyarakat Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara (Malut) pada pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) Pemilu legislatif, Sabtu (30/8), menurun dibandingkan dengan Pemilu legislatif 9 April 2014 lalu. Kendati pun, Pemkab Halmahera Selatan (Halsel) telah membuat edaran meliburkan hari pelaksanaan PSU tersebut, tidak menyamai atau mendongkrak partisipasi masyarakat seperti Pemilu 9 April 2014.
Penurunan partisipasi pemilih dapat di lihat di hampir seluruh TPS tempat digelarkan PSU. Antara lain di TPS 07 Desa Babang Kecamatan BacanTimur, dari jumlah DPT sebanyak 454 orang, 395 orang diantaranya tidak memilih, TPS 5 Desa Babang Kecamatan Bacan Timur, jumlah DPT 455 orang, sebanyak 301 tidak menggunakan hak pilih, di TPS 8 Pasar Labuha dari jumlah DPT 301 orang, hanya 25 orang yang menggunakan hak pilih. Sementara di TPS 6 Desa Labuha Kecamatan Bacan dari jumlah DPT 490 orang sebanyak 346 orang diantaranya tidak menggunakan hak pilih. Di TPS 01 Desa Amasing Kota Kecamatan Bacan, jumlah DPT 385, sebanyak 229 orang menggunakan hak pilihnya. Demikian juga di TPS 6 Desa Babang, dari jumlah DT 452 orang, 172 orang memilih dan sisanya sebanyak 280 orang tidak ikut memilih. Menurut Ketua Panwaslu Kabupaten Halsel Adnan Wahid, rendahnya partisipasi masyarakat dalam PSU disebabkan banyak faktor antara lain, warga yang terdaftar dalam DPT 9 April 2014 telah pindah domisili,
lebih memilih aktivitas harian (melaut, berkebun) atau ke luar kota. Sementara untuk data DPT yang digunakan oleh KPU untuk PSU 30 Agustus 2014 adalah data DPT pada Pemilu legislatif tanggal 9 April 2014 lalu. “Kalau pelaksanaan PSU pasti turun partisipasinya, gak cuma di Halsel, sepertinya dimana-mana PSU begitu. Antuasias warga tidak seperti 9 April lalu. Apalagi ini PSU hanya memilih DPR RI,” kata Adnan di selasela supervisi ke berbagai TPS di Pulau Bacan Halsel. Sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 6 Agustus 2014 lalu yang dimohonkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), MK memerintahkan KPU melakukan PSU di 15 kecamatan yakni Kecamatan Bacan, Kepulauan Bontang Lomang, Bacan Barat, Kasiruta Timur, Kasiruta Barat, Bacan Selatan, Bacan Timur, Bacan Timur Tengah, Mandioli Selatan, Gane Barat Utara, Gane Timur, Gane Timur Tengah, Gane Timur Selatan, Kayoa Utara, Makian Barat. Perintah ini dikeluarkan karena KPU Maluku Utara tak melaksanakan penghitungan ulang suara yang diperintahkan MK melalui putusan sela pada Senin (30/6) lalu. MK menemukan penghitungan ulang hanya dilakukan di tiga kecamatan dari 18 kecamatan yang diperintahkan. Sedangkan 15 kecamatan lainnya dihitung ulang dengan data yang tak lengkap, yaitu hanya mencakup 90 TPS dari 276 TPS. “Kami harus tunggu semua data masuk dulu. Kita belum bisa menghitung, takut salah nanti karena ini kan soal angka-angka, yang pastinya menurun,” kata Adnan menanggapi persentase penurunan partisipasi pemilih dalam PSU Halsel. Sementara itu Pimpinan Bawaslu Nasrullah megatakan, KPU Malut telah melaksanakan putusan MK untuk menggelar PSU di Halsel. Namun Bawaslu dan Panwaslu setempat perlu mencermati proses PSU tersebut jangan sampai terjadi kecurangan yang berujung ketidakpercayaan masyarakat kepada
21
penyelenggara pemilu. “Harus diawasi semua prosesnya. Juga soal DPT juga harus dipastikan apakah DPT 9 April lalu sama dengan DPT yang digunakan sekarang (PSU),” kata Nasrullah memberi pengarahan kepada pengawas Pemilu setempat di sela-sela supervisi langsung PSU Halsel. Terhadap persoalan DPT, Ketua Panwaslu Halsel Adnan Wahid mengatakan, pihaknya masih menemukan DPT yang harus terkoreksi antara lain di Desa Gane Luar Kecamatan Gane Timur dan Desa Tobapoma Kecamatan Bacan Timur. Di dua lokasi tersebut puluhan warga setempat tidak bisa mencoblos karena tidak terdaftar dalam DPT PSU. Juga ada sejumlah nama di DPT setempat yang bukan merupakan warga setempat. Hal ini akan ditelusuri lebih lanjut. “Kalau warga tidak terdafar di DPT, lalu tidak punya KTP atau KK , terpaksa tidak bisa ikut memilih. Jumlahnya memang cukup banyak tapi mereka tidak bisa dipaksakan mencoblos karena akan sulit untuk pertanggungjawaban administrasinya,” kata Adnan. Dalam pelaksanaan PSU Halsel hari Sabtu (30/8), Bawaslu RI menerjunkan dua tim untuk melakukan supervisi langsung ke sejumlah kecamatan di Kabupaten Halsel. Pimpinan Bawaslu RI Nasrullah ikut serta memonitor langsung pelaksanaan PSU. Demikian juga seluruh komisioner Bawaslu Malut dan staff Bawaslu Malut. Kendati begitu, tidak semua kecamatan di Halsel dapat termonitor langsung Bawaslu Malut dan Panwaslu Halsel. Hal ini disebabkan kondisi geografis Kabupaten Halsel yang merupakan kepulauan dan hanya dapat dijangkau dengan transportasi laut. Antara lain di Kecamatan Gane Timur, cuaca buruk menjadi kendala utama sehingga transportasi laut memilih tidak beroperasi. Untuk lokasi-lokasi tersebut Panwaslu Kabupaten Halsel dan Bawaslu Provinsi Malut hanya dapat mengandalkan laporan dari pengawas pemilu lapangan di wilayah itu. [RS]
BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014
Ketua Bawaslu, Muhammad
Pengawasan Pilpres Sudah Maksimal Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad mengatakan pemilu memang tidak bisa diselenggarakan dengan sempurna tanpa celah. Meski demikian, pencapaian penyelenggaraan Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 sudah sangat positif dan pengawasan pun dilakukan dengan maksimal. “Saya kira harus diakui bahwa untuk menjadi sempurna memang tidak bisa. Baru kali ini pilpres dilakukan satu putaran dengan dua pasangan calon, tapi capaiannya cukup positif. Pengawas tidak pasif menunggu laporan masyarakat, tetapi aktif di setiap proses tahapan, termasuk rekapitulasi,” ujar Muhammad di Jakarta. Ia mengatakan, pihaknya belajar dari penyelenggaraan Pemilu Legislatif (Pileg) April 2014. Dari evaluasi pileg, kata dia, ada catatan untuk mengoptimalkan pengawasan pemilu di tiap tingkatan. “Di Pilpres 2014, benar-benar terjadi.
Jadi, panwas sampai ke desa sampai kecamatan secara bertingkat memastikan semua proses mendapat pengawasan dari jajaran pengawas pemilu,” ujarnya. Dia mengatakan, optimalisasi pengawasan dilakukan sejak awal tahapan penyelenggaraan pilpres. Muhammad menuturkan, dirinya dan Ketua KPU Husni Kamil Manik menerbitkan surat edaran bersama untuk mengerahkan aparat penyelenggara untuk bersinergi agar pilpres berlangsung jujur dan adil. “Kami sampaikan juga bila ada indikasi kecurangan atau pelanggaran, diselesaikan di tingkat dugaan itu terjadi. Selain itu, proses rekap di tingkat atas bisa mengoreksi satu tingkat di bawahnya. Misalnya, ada masalah di desa diharapkan terselesaikan di kecamatan,” kata dia. Selanjutnya, kata dia, Bawaslu akan melakukan melakukan evaluasi bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU).
HUMAS
Dengan demikian, pilpres selanjutnya semakin memenuhi unsur pemilu yang langsung, jujur, dan adil. [dey]
Tim Asistensi Bawaslu, Saparruddin
Pansus Sah Saja Mengevaluasi Pemilu Rencana Komisi II DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) Pemilu 2014 dinilai sah saja. Hal itu dinilai merupakan upaya mengevaluasi Pemilu Presiden (Pilres). “Pansus sah-sah saja dibentuk karena menurut regulasi sudah ditetapkan. Karena Pansus merupakan upaya membuka ruang sebagai regulasi Pemilu ke depan,” ujar Tim Asistensi Bawaslu Sapparudin di Gedung Bawaslu, Jakarta, Jumat (29/4/2014). Menurutnya, Pansus Pilpres yang diinisiasi oleh DPR merupakan cara untuk mengetahui persoalan yang menyangkut hajatan lima tahun sekali sebagai proses demokrasi. Kendati demikian, kata dia, kerja dan rekomendasi Pansus tidak dapat mengubah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas sengketa Pilpres. Sebab, ujar Sapparudin, putusan MK bersifaf final dan mengikat. “Meskipun pansus terben-
tuk, tidak bisa melegitimasi hasil pemilu, karena proses hukumnya sudah selesai,” ujarnya. Politikus Partai Amanah Nasional (PAN) Didik Supriyanto mengatakan, pembentukan Pansus Pilpres, merupakan akibat keputusan MK yang tidak cukup mengungkap fakta pelanggaran yang dilakukan KPU. Pansus dibentuk, katanya, karena ada upaya secara hukum. “Secara hukum permasalahan DPKTb merupakan masalah utama, namun ketika dikaitkan dengan permasalahan tersebut ini seolaholah dibelokkan menjadi permasalahan nomor, memang tak bisa dibuktikan tapi secara formal, DPKTb itu bagian dari kecurangan,” pungkasnya. Sebelumnya, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Muhammad, mendorong agar pembentukan Pansus Pilpres yang diusulkan dilakukan oleh sejumlah DPR dapat terlaksana. Muhammad mengatakan Pansus Pilpres perlu karena
22
HUMAS
bisa memberikan klarifikasi terkait anggapan kekurangan lembaga penyelenggara pemilu yang kerap disudutkan. Dengan Pansus Pilpres bisa memberikan informasi yang seimbang. “Supaya tidak ada informasi tidak benar,” ujarnya pada saat menghadiri rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR. [dey]
BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014
Peneliti Formappi, Lucius Karus
Pilkada oleh DPRD Perburuk Rapor DPR Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 dinilai sebagai DPR terburuk yang pernah ada dalam sejarah parlemen Indonesia. Menurut peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, desakan mayoritas fraksi di DPR agar pemilihan kepala daerah (pilkada) dilakukan tidak langsung seakan melengkapi semua penilaian buruk DPR periode ini. “Jika RUU Pilkada dipaksakan untuk disahkan dengan memunculkan norma pilkada tidak langsung, DPR hanya ingin mengatakan mereka tidak ingin mengubah citra mereka sebagai lembaga yang selalu harus dikoreksi,” ujar Lucius di Gedung KPU, Jakarta, Rabu (10/9/2014). Dia menyampaikan, sejumlah fraksi di DPR untuk menetapkan penyelenggaraan pilkada secara tidak langsung didorong oleh emosi semata. Dia menilai, DPR periode 2009-2014 lebih sering
mendiskusikan kebijakan pada tataran permukaan saja, bukan mendalam. Lucius menyampaikan, sulit menerima gagasan Pilkada tidak langsung secara serius. Karena itu, ujarnya, pihaknya akan mengambil langkah hukum jika DPR mengesahkan RUU itu. “Kami masih punya jalan perjuangan ke Mahkamah Konstitusi karena kami terpaksa tunduk kepada mekanisme yang sudah ada,” kata Lucius. Pria lulusan Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara ini juga mengingatkan banyaknya UU yang dihasilkan DPR periode ini yang akhirnya dimentahkan oleh Mahkamah Konstitusi. Selain itu, dalam soal legislasi, target yang dicanangkan di awal tahun selalu tidak dapat tercapai. “Cukup dicatat sebulan menjelang rampungnya periode kerja mereka bahwa DPR ini paling tidak berbobot,” lanjut Lucius menegaskan. [dey]
floresbangkit.com
Panja RUU Pilkada, Hakam Naja
Pilkada Lewat DPRD, Peran KPU dan Bawaslu Hanya Uji Publik Bakal Calon DPR telah mengesahkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). UU itu menetapkan, pilkada tidak lagi dilakukan langsung oleh rakyat melainkan diwakilkan oleh DPRD. Nantinya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di daerah hanya sebatas membentuk tim uji publik. “Peran KPU dan Bawaslu di proses awal yaitu ketika uji publik. Setelah uji public, diserahkan ke DPRD. Teknisnya sangat sederhana, simpel. Tidak ada kampanye, arak-arakan tapi debat ada,” ujar Ketua Panitai Kerja (Panja) RUU Pilkada Abdul Hakam Naja di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (26/9/2014). Hakam menuturkan, calon kepala daerah nantinya disahkan oleh penitia pe-
milihan DPRD. Debat pun dipegang oleh panitia pemilihan. “Ya sudah setelah itu (peran KPU dan Bawaslu) selesai. Dulu bahkan tidak ada KPU-nya kan, sebelum 2005,” kata politikus Partai Amanat Nasional itu. Meski begitu, tidak berarti KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu akan dibubarkan. Hakam mengatakan, keberadaan lembaga independen itu dibutuhkan untuk hajatan Pemilu Presiden nantinya. “Perbedaannya, kalau dulu rakyat ikut hiruk pikuk, haru biru, sekarang lembaga keterwakilan harus kuat. Bagaimana pengawasan pada DPRD agar tidak penyalahgunaan? Itu tantangannya,” ujar Hakam. [dey]
23
GOOGLE.COM
BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014
Hadapi Pilkada 2015, Kapolda Kalsel Harapkan
Upaya Konkrit Sentra Gakkumdu
Indonesia baru saja menyelesaikan penyelenggaraan Pemilu 2014, baik Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014. Masih ada satu tahap terakhir yaitu pelantikan pasangan presiden dan wakil presiden terpilih pada tanggal 20 Oktober mendatang. Secara umum keseluruhan pelaksanaan Pemilu Tahun 2014 berjalan dengan aman, lancar dan kondusif walaupun dalam pelaksanaan Pemilu Legislatif 2014 kemarin di Kalsel ditemukan 14.135 pelanggaran dan 15 dugaan tindak pidana Pemilu. Hal tersebut disampaikan Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan, Brigjen Pol. Machfud Arifin pada Rapat Koordinasi Sentra Gakkumdu Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) dalam rangka memperkuat koordinasi pengawas Pemilu, Kepolisian dan Kejaksaan di Kalimantan Selatan dalam menghadapi Pemilihan Umum Kepala Daerah Tahun 2015, di Banjarmasin, Rabu (17/9). Rakor ini dihadiri Ketua Bawaslu RI, Muhammad, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Kalsel, Ketua Bawaslu Provinsi Kalsel Mahyuni, Pimpinan Bawaslu Kalsel, Azhari Ridhanie dan Erna Kasypiah dan diikuti unsur dari Pengawas Pemilu (bagian Hukum dan Penindakan Pelanggaran), Kepolisian dan Kejaksaan Provinsi Kalsel. “Namun demikian hendaknya hal tersebut tidak menjadikan kita under estimate, khususnya dalam menghadapi Pilkada di Provinsi Kalsel Tahun 2015 mendatang. Di samping itu, kinerja positif yang telah kita laksanakan selama penyelenggaraan Pemilu 2014 (Pileg dan Pilpres) dapat kita pertahankan dan lebih kita tingkatkan dalam pelaksanaan Pilkada 2015,” harapnya. Pelanggaraan maupun tindak pidana yang terjadi pada Pemilu 2014 yang lalu, dapat juga terjadi pada Pemilu Kada Tahun 2015 yaitu Pemilu Kada Provinsi Kalsel (gubernur dan wagub), serta Pemilukada di tujuh kabupaten/kota yaitu Kota Banjarmasin, Kota Banjarbaru, Kabupaten Banjar, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Balangan, Kabupaten Tanbu, Kabupaten Kotabaru sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah pasal
KARTIKA
Kiri-kanan: Ketua Bawaslu Provinsi Kalsel, Mahyuni, Ketua Bawaslu RI, Muhammad, Kapolda Kalsel, Brigjen Pol. Machfud Arifin 235 ayat (2) bahwa Pemilukada di Provinsi Kalsel akan dilaksanakan secara serentak pada tanggal 10 Juni 2015. Oleh karena itu dengan adanya nota kesepakatan bersama tentang Sentra Gakkumdu antara Bawaslu, Polri dan Kejaksaan maka perlu adanya upaya menyamakan pola tindak serta pemahaman dalam penanganan tindak pidana Pemilu. Sehingga melalui rakor Sentra Gakkumdu kita berupaya secara konkrit mengimplementasikan penanganan perkara dugaan pelanggaran dan tindak pidana Pemilu pada Pemilukada 2015 secara profesional dan prosedural. Seperti diketahui, saat ini pemerintah telah merancang Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah, yang saat ini menjadi pro dan kontra dari berbagai pihak. Dalam RUU baru tersebut disebutkan bahwa Pemilihan Kepala Daerah nantinya tidak lagi dipilih langsung oleh rakyat melainkan akan dipilih oleh Anggota DPRD Provinsi maupun DPRD Kab/Kota masingmasing daerah. Rencananya pada tanggal 23 September 2014 RUU Pilkada tersebut memasuki tahap final pembahasan bersama Menteri Dalam Negeri, kemudian akan disahkan pada tanggal 25 September 2014 di Rapat Paripurna. “Menyikapi hal tersebut, kita semua tentunya harus selalu memantau dan mengikuti setiap perkembangan terkini perihal putusan RUU tersebut, sehingga apapun hasil putusan yang akan ditetapkan oleh
24
pemerintah tidak akan berdampak negatif dan berpengaruh terhadap kondusifitas kamtibmas di Provinsi Kalsel, sehingga pada saat pelaksanaan Pemilukada di Kalimantan Selatan Tahun 2015 mendatang dapat berjalan sukses, aman dan damai,” harap Kapolda. Selain itu, Kapolda Kalsel, Brigjen Pol. Machfud Arifin juga mengharapkan kegiatan Rakor Sentra Gakkumdu ini dapat dijadikan sebagai sarana sharing informasi guna meningkatkan sinergitas polisional dalam mewujudkan suatu proses penegakkan hukum terhadap tindak pidana pemilu, sehingga tidak terjadi miskomunikasi dan miskoordinasi antar Pengawas Pemilu, Kepolisian dan Kejaksaan dalam menyelesaikan dugaan setiap pelanggaran tindak pidana Pemilu. Selanjutnya, dalam sambutannya pada Rakor Gakkumdu Kalsel, Ketua Bawaslu Muhammad mengapresiasi Sentra Gakkumdu Kalimantan Selatan karena tidak banyak kasus karena fungsi pencegahannya yang berjalan baik. “Saya mengapresiasi yang disampaikan kapolda bahwa tidak banyak kasus di sini. Setelah saya melakukan evaluasi fungsi pencegahannya berjalan baik, dan dilakukan dengan mendatangi caleg, mendatangi birokrasi lokal mengenai aturan-aturan Pemilu. Saya memberi apresiasi atas nama Bawaslu RI, dalam evaluasi kami Sentra Gakkumdu di Kalsel termasuk yang berkinerja baik,” pujinya. [CK]
BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014
Bawaslu RI Bekali Bawaslu Provinsi Bali Susun Laporan Pentingnya membuat laporan yang terstruktur dan informatif adalah agar menjadi landasan bagi sebuah lembaga atau institusi untuk mengambil keputusan, identifikasi masalah, memberikan rekomendasi dan juga sebagai alat untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan. Oleh karena itu jajaran Badan Pengawas Pemilu Provinsi Bali beserta Panwaslu Kabupaten/Kota se-Provinsi Bali mengadakan Rapat Kordinasi Penyusunan Laporan Akhir Pengawasan Pemilu Tahun 2014 mulai tanggal 14 s.d 16 September bertempat di Aston Convention Center yang mana juga di hadiri oleh Ketua Bawaslu RI Muhammad beserta Pimpinan Bawaslu RI Endang Wihdatiningtyas dan Nasrullah. “Suksesnya Pemilihan Umum terutama diperankan oleh teman-teman yang ada di Kabupaten/Kota, Kecamatan hingga mitra PPL yang ada di lapangan, sehinga Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia wajib menyampaikan terima kasih dan apresiasi yang sebesarbesarnya yang telah berjuang, bekerja serius dan keras mempertaruhkan segala-galanya demi suksesnya Pemilihan Umum,” tutur Muhammad dalam sambutannya. Dia mengatakan bahwa, menyampaikan laporan pengawasan kepada publik, kepada Presiden, kepada DPR, dan kepada KPU adalah bagian dari pengukuran kinerja Pengawas Pemilu. Beliau mewakili institusi Bawaslu RI juga menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada seluruh jajaran Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/ Kota hingga mitra PPL juga kepada seluruh jajaran KPU RI, sekaligus mohon dibukakan pintu maaf selebar-lebarnya bilamana terdapat kekurangan. Muhammad berharap kepada seluruh Panwas Kabupaten/kota, bahwa hubungan pertemanan dan kekeluargaan yang baik dan telah terbangun selama ini agar terus berlanjut, karena lebih baik daripada hanya sekedar hubungan jabatan saja. “Hubungan jabatan itu, jika bukan kita yang ditinggalkan oleh jabatan itu maka kita yang akan meninggalkan jabatan itu sendiri, ada durasinya. Berbeda dengan hubungan silaturahim pertemanan atau kekeluargaan, itu umlimited atau tidak
HUMAS
Ketua Bawaslu, Muhammad memberi sambutan pada Rakor Penyusunan Laporan Akhir Pengawasan Pemilu Tahun 2014 di Provinsi Bali. ada batasnya”, tegas Muhammad di selasela pembukaan acara rakor ini. Salah satu bagian penting di dalam menulis laporan adalah rekomendasi,yang merupakan kesimpulan yang berasal dari data dan fakta di lapangan. Endang Wihdatiningtyas berharap agar hasil evalusai di Bali dan Provinsi lain, yang mana nantinya akan dihimpun oleh Bawaslu RI menjadi bagian dari rekomendasi kepada Pemerintah maupun DPR yang baru. Ke depan diharapkan, DPR dan pemerintah mendapat wacana bagaimana sebaiknya arah ataupun kebijakan untuk membuat Undang-Undang Pemilu yang baru, sebagai perwujudan sumbangsih kepada Bangsa dan Negara. “Kami apresiasi kepada Provinsi Bali. Semoga virus kebaikan ini dapat menular ke Provinsi lainnya, agar kekuatan Pengawasan akan memilki bobot yang sama di 33 Provinsi sehingga mantab menyongsong Pemilukada yang akan sebentar lagi akan dilaksanakan”, tutur Endang dalam sambutannya. Dia juga menambahkan bahwa, mulai dari Pemilu presiden hingga kepala desa di Indonesia melaksanakan Pemilihan Umum langsung secara demokratis yang dipilih oleh rakyat. Indonesia membuktikan mampu menyelenggarakan Pemilu tersebut secara baik. “Undang-Undang Dasar jelas mengatakan bahwa hak konstitusional itu adalah hak Individu, contohnya ketika seorang Kepala Daerah,
25
caleg dan DPD ingin maju untuk dipilih, maka dia tidak akan mewakilkan dirinya kepada orang lain. Begitupun pemilih, tidak mungkin mewakilkan suaranya kepada orang lain, jika seorang suami sedang tugas keluar kota, sang istri membawa surat undangan suaminya untuk diwakilkan mencoblos, itu kan tidak boleh,” tutur Endang yang mengartikan bahwa hak konstitusional kita dijamin secara individual baik didalam hal memilih maupun dipilih. Ditegaskan kembali oleh Ketua Bawaslu RI Muhammad, bahwa apa yang menjadi standar kebijakan nasional Bawaslu RI yang menjadi pedoman pembuatan laporan adalah sebagaimana yang tercantum di dalam Undang-Undang No 15 Tahun 2011 pasal 76 huruf D dan pasal 78 huruf D. Pemberian standar pelaporan digunakan agar pelaporan ini sistematis, informatif sesuai data dan fakta sehingga memudahkan mengidentifikasi dan mengklasifikasi masalah. “Agar penulisan laporan ini jangan terpaku pada format yang sudah diberikan, bilamana ada materi yang perlu disampaikan yang tidak tercantum dalam format laporan ini, silahkan sampaikan, anda tinggal melihat bagian mana yang perlu di subsitusi, dan kami akan membaca juga laporan dari Kabupaten/Kota yang diantar oleh laporan Bawaslu Provinsi,” lanjutnya. [WB/ FS]
Political Quotes
BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014
DPR Bahas Evaluasi Pilpres 2014
K
omisi II DPR RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi Pemilihan Umum ( KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam rangka evaluasi Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014, di Jakarta, Senin, (1/9). Dalam pembukaan rapat, Ketua Komisi II DPR, Agun Gunanjar Sudarsa mengapresiasi kerja keras KPU dan Bawaslu dalam rangka menyelenggarakan dan mengawasi Pilpres 2014. Namun, walau begitu ada beberapa catatan dalam Pemilu yang masih harus diperbaiki ke depan. “Kami apresiasi kinerja Bawaslu dan KPU yang telah menyelesaikan tugasnya dengan baik, sehingga Pemilu berlangsung tanpa adanya konflik dan anarkisme. Namun, ada catatan terutama yang harus diperbaiki ke depan,” ujarnya. Dalam RDP tersebut, hadir Ketua Bawaslu Muhammad, Nasrullah, Endang Wihdatiningtyas, Daniel Zuchron, dan Nelson Simanjuntak. Sedangkan dari KPU hadir Ketua KPU Husni Kamil Manik, Hadar Navis Gumay, Arief Budiman, Ida Budhiati, Juri Ardiantoro, dan Sigit Pamungkas. Lebih lanjut, Agun mengatakan bahwa saat ini memang ter-
Ketua Bawaslu, Muhammad, Pimpinan Bawaslu, Nasrullah, Endang Wihdatiningtyas, Daniel Zuchron, dan Nelson Simanjuntak hadir dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi Pemilihan Umum ( KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam rangka evaluasi Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014, di Jakarta, Senin, (1/9). jadi pro dan kontra antara sukses atau tidaknya pelaksanaan Pileg dan Pilpres. Ada sebagian pengamat yang mengatakan bahwa Pemilu 2014 sudah berlangsung lebih baik daripada pemilu yang lalu, sedangkan yang lainnya mengatakan banyak kecurangan dan ketidakbenaran
penyelenggara pemilu. “Dalam rapat ini hendaknya kita dapat merumuskan langkah apa yang akan diambil untuk perbaikan pelaksanaan Pemilu di kemudian hari,” ungkap Agun. [FS]
Political Quotes “Pemilu demokratis itu amanah konstitusi. Terlalu riskan apabila pengaturan dan penyelenggaraannya diserahkan begitu saja kepada DPR, pemerintah dan KPU. Mereka harus kita kontrol, kita awasi,” -Ramlan Surbakti, Guru Besar Ilmu Politik dan Mantan Anggota KPU RI-
“Of course, the aim of a constitutional democracy is to safeguard the rights of the minority and avoid the tyranny of the majority. (p. 102)”
“Tentu saja, tujuan demokrasi konstitusional adalah untuk melindungi hak-hak minoritas dan menghindari tirani mayoritas. (hal. 102) “ –Cornel West, Race Matters-
26
BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014
Cerimor (Cerita Humor) Jam Tujuh Kurang Lima Menit Pada pemilihan putri Indonesia ada cerita yang tidak terekspos. Cerita ini terjadi pada sesi wawancara antara juri dan salah satu peserta yang berasal dari Provinsi DKI.
ternyata sangat nasionalis dan bangga dengan tokoh dalam negeri. Ini beda jauh dari cewek-cewek seusianya yang pasti lebih mengidolakan Britney Spears daripada R.A. Kartini. Dewan Juri melanjutkan sesi itu dengan beberapa pertanyaan ringan, tentunya seputar kisah perjuangan Pangeran Diponegoro.
Juri: “….Selanjutnya, tolong Anda sebutkan tokoh idola Anda….”
Dewan Juri: “Berasal dari manakah Pangeran Diponegoro?”
Putri DKI: “Ehmm.. sebagai seorang yang nasionalis, saya mengidolakan orang Indonesia. Dia adalah Pangeran Diponegoro.”
Putri DKI: “Yang pasti bukan dari Jakarta. Dari Jawa kan?”
Kata-katanya begitu mantap dan lancar, seolah-olah sang Putri tahu persis apa yang diucapkannya. Suaranya merdu dan gerak-geriknya bernuansa intelektual.
Pangeran Diponegoro meninggal?” Kini reaksi sang Putri sangat mengagetkan juri. Dengan ekspresi terkejut dan suara terbata-bata, dia bertanya, “Apa..? Sudah meninggal…??? Innalillaahi…”
Dewan juri pun begitu terkesan dan kagum padanya. Bayangkan, seorang gadis cantik dan muda seperti dia
Dewan juri langsung shock melihatnya. Sesi Tanya jawab pun berakhir sudah. ***
Lomba Malas
Latihan Terjun Bebas
Suatu hari di Jakarta diadakan “Lomba Malas Sedunia”. Ada 24 negara ikut ambil bagian dalam lomba ini. Setelah tersaring tinggal 3 negara yang berhasil masuk final, yaitu Australia, Kamerun dan Indonesia. Setelah berlangsung babak final, peserta dari Indonesia meraih juara pertama. Juri: “Juara kali ini adalah peserta dari Indonesia … Silakan anda tampil di panggung untuk mengambil hadiahnya…” Sang Juara: Malas ah, Pak!!”
***
Dewan Juri: “Anda pasti tahu kapan
Pesawat Hercules sedang terbang pada ketinggian lima ribu meter. Pasukan bersiap melakukan latihan terjun yang pertama. “Siapkan semuanya!” seru instruktur terjun. Hei, kamu belum pakai parasutmu, kasmo.” “Nggak perlu, Sersan, “ jawab Kasmo. “Ini kan Cuma latihan terjun, bukan perang betulan.” ***
Ingin Hidup 20 Tahun Lagi
Seorang politisi gaek berumur 70 tahun pergi ke dokter. Politisi: “Dokter, apakah menurut perki-
27
Merek-Merek Parfum Mewah Seorang wanita tua naik lift di Gedung Kantor New York City yang sangat mewah. Seorang wanita muda dan cantik masuk ke dalam lift dan berbau wangi lalu menoleh kepada wanita tua dan berkata angkuh, “Giorgio - Beverly Hills, $100 per ounce”
Wanita muda dan cantik berikutnya naik di lift dan juga sangat arogan menatap menjadi wanita tua itu dan berkata, “Chanel No 5, $150 per ounce!” Sekitar tiga lantai kemudian, wanita tua itu telah mencapai tujuannya dan akan turun lift. Sebelum dia pergi, dia melihat kedua wanita cantik itu, tersenyum, lalu membungkuk, dan mengeluarkan sebuah kentut yang berbau paling busuk. Dia meninggalkan kedua wanita itu di dalam lift, sambil mengatakan “Brokoli, 49 sen sekilo!”#
raan dokter saya masih bisa menjalani hidup selama dua puluh tahun mendatang?” Dokter: “Apakah bapak sering mengonsumsi minuman keras?” Politisi: “Tidak, Dok.” Dokter: “Merokok?” Politisi: “Tidak, Dok.” Dokter: “Sering melakukan hubungan badan?” Politisi: “Sudah tidak pernah lagi, Dok.” Dokter: “Lho, lantas buat apa hidup dua puluh tahun lagi?” *** Sumber: http://www.ketawa.com
BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014
AS PEMIL W A IH G A N
IRWAN
HENDRU
HUMAS
UM
BADAN
N
PE
Ketua dan Pimpinan Bawaslu RI berfoto bersama dengan Anggota Bawaslu Provinsi seluruh Indonesia dalam Rapat Evaluasi Nasional Pengawasan Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD serta Pilpres Tahun 2014 yang diselenggarakan di Bali, akhir September 2014.
UM
A S L U BAWASLU JATENG
Rapat koordinasi evaluasi pengawasan tahapan Pemilu 2014 di Semarang, Selasa (9/9) di buka oleh Ketua Bawaslu Jateng Abhan dan di moderatori oleh Koordinator Divisi Kelembagaan dan SDM Bawaslu Jateng Juhana. menghadirkan nara sumber Pimred Harian Suara Merdeka Jawa Tengah Amir Machmud, Peneliti Pemilu dan mantan Anggota KPU Jawa Tengah Andreas Pandiangan dan Koordinator Divisi Pengawasan Bawaslu Jawa Tengah Teguh Purnomo.
I
N O IK IND
R
W
SI
BL
E
P
A
B
U
A
IRWAN
Pimpinan Bawaslu, Nasrullah berjabat tangan dengan Asistant Special Staff to the President of Republic Indonesia for regional development and autonomy, Sandra Evawanto pada kegiatan Bimtek Protokol di Batam.
RE
HUMAS
Tanggal 17 September 2014 Ketua Bawaslu RI, Muhammad berusia 43 tahun. Ditengah-tengah jadwalnya yang padat, para Pejabat Struktural beserta seluruh staf di lingkungan Bawaslu RI hadir memberikan selamat kepada Ketua Bawaslu RI.
-
HUMAS
Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW), Abdullah Dahlan menyerahkan laporan dana kampanye Presiden dan Wakil Presiden 2014 kepada Pimpinan Bawaslu, Nelson Simanjuntak. ICW menemukan beberapa pelanggaran dan manipulasi laporan dana kampanye.
28