KOMUNITAS
5
EDISI 3, TH I, MEI 2013
Marak, Radio Sewuan Mengaku Radio Komunitas S
EJAK setahun terakhir industri penyiaran radio di Banyuwangi meningkat pesat, bak jamur yang tumbuh di musim hujan. Hampir setiap desa bahkan dusun terdapat radio komunitas. Bahkan di desa Rogojampi kecamatan Rogojampi saja saat ini terdapat 30 stasiun radio. Jika diasumsikan setiap desa ada lima stasiun radio saja, maka di Banyuwangi terdapat lebih dari 1000 stasiun radio. Menjamurnya Radio yang mengaku sebagai Radio Komunitas ini tentu saja menimbulkan dampak dan masalah. Apalagi penegakan aturan yang tidak tegas menimbulkan dampak sosial yang bisa mengganggu hubungan sosial dalam masyarakat. Banyak kasus perselingkuhan dan keretakan rumah tangga berawal dari bernyanyi ria di radio yang mengatas namakan radio komunitas. Lebih enaknya disebut radio sewu, hal ini dikarenakan radio-radio tersebut menarik seribu rupiah per lagu yang dinyanyikan penggemarnya. Gangguan lainnya adalah pada komunikasi penerbangan, dimana pilot bisa mendengar suara lagu Banyuwangian masuk ke dalam frekwensi yang sangat membahayakan kegiatan penerbangan. Namun di sisi lain keberadaan radio komunitas ini juga diminati oleh masyarakat serta sarana pelestari budaya. Dari sisi perizinan dan kepemilikan keberadaan radio sewu di Banyuwangi banyak terjadi pelanggaran sebagaimana yang diatur oleh UU no 32/2002 khususnya bagian keenam tentang Lembaga Siaran Komunitas. Dalam pasal 21 tertulis (1)Lembaga Penyiaran Komunitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf c merupakan lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya. Namun dalam pratiknya sebagian besar radio komunitas tersebut adalah milik pribadi bukan milik komunitas. Dalam pasal 22 disebutkan
Seorang penyiar radio komunitas sedang siaran
lebih tegas lagi (1) Lembaga Penyiaran Komunitas didirikan atas biaya yang diperoleh dari kontribusi komunitas tertentu dan menjadi milik komunitas tersebut. Aguk Wahyu Nuryadi Ketua JRKI (Jaringan Radio Komunitas Indonesia) mengatakan, dari sekitar 250 radio yang mengaku Radio Komunitas, baru ada sekitar 25 stasiun radio yang mengurus izin ke Komisi Penyiaran Indonesia Daerah ( KPID ) Jawatimur. “Hanya satu radio yang sudah mengantongi izin penyiaran perpanjangan atau IPP dari Menkominfo,” kata Aguk. Sisanya 7 stasiun radio sudah mendapat rekomendasi kelayakan, dan 12 sudah menjalani EDP atau Evaluasi Dengar Pendapat. Di Banyuwangi sendiri ada 2 Asosiasi atau Jaringan yang menaungi radio komunitas yakni JRKI (Jaringan Radio Komunitas Indonesia) dan JRKBB (Jaringan Radio Komunitas Blambangan Banyuwangi), selama bersiaran radio komunitas selalu mendapat pemantauan dari dua lembaga tersebut. Selama mengudara, radio komunitas harus mengikuti PPP SPS ( Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran ) yang diatur, sehingga bisa dipastikan selama mengudara, radio komunitas selalu menyampaikan banyak informasi yang sangat bermanfaat bagi masyarakat atau komunitasnya. Selama ini, JRKI dan JRKBB secara rutin menggelar pelati-
han-pelatihan pada pemilik, penyiar dan tekhnisi radio komunitas. Selama pelatihan itu, mereka dibekali ilmu dan pengetahuan yang berkenaan langsung dengan bidangnya. Adapun narasumbernya juga yang berkompeten. “Dengan pelatihan ini, mereka akan lebih paham tentang dunia radio sesungguhnya,” cetus Aguk Sejak banyak muncul radio sewu, keberadaan radio komunitas sangat dirugikan apalagi mereka juga mengaku sebagai radio komunitas. Anggapan masyarakat terhadap keberadaan Radio Komunitas jelek dan negative, padahal tidak seperti itu adanya. Ironisnya lagi kata Aguk, pemilik Radio Sewu tersebut juga dari kalangan orang mengerti seperti Pejabat TNI, Polri, dan PNS. Notabene mereka adalah kalangan terpelajar. Peran serta radio komunitas dalam pembangunan Banyuwangi tidak perlu diragukan lagi, terbukti dalam berbagai kegiatan pemerintahan, radio komunitas selalu terlibat. Seperti pelaksanaan pagelaran Banyuwangi Festival, radio komunitas menyiarkan langsung acara tersebut di sepanjang rute kegiatan, dan banyak kegiatan sosialisasi lainnya. Bahkan, radio komunitas juga rutin menyiarkan ILM ( Iklan Layanan Masyarakat ). Dengan keberadaan banyaknya radio sewu, Aguk hanya bisa berharap Balai Monitoring Frequensi bisa melakukan penertiban dan bertindak tegas. (ddy)
Jadi Penyanyi Berkat Rakom M
ENJAMURNYA radio komunitas (rakom) yang lebih dikenal masyarakat sebagai radio sewuan di seantero desa di Kabupaten Banyuwangi bukan hanya sekadar media hiburan semata. Terlepas dari ekses negatif media ini mampu menjadi media interaksi sosial sekaligus ajang menyalurkan hobi menyanyi. Bahkan ada pula yang ketiban rezeki berkat rakom. Hal ini dialami oleh Imam Pujianto, warga Desa Rogojampi. Sejak kecil Antok, panggilan akrab Imam Pujianto, memang punya kelebihan dibandingkan teman-temanya: suaranya merdu. Tapi ia sama sekali tidak punya keinginan untuk menjadi penyanyi. Malahan dulu ketika sekolah, Anto bercita-cita ingin menjadi tentara. Namun cita-citanya kandas karena tidak lolos seleksi. Sekarang pemuda yang tinggal di dusun Lugonto, desa Rogojampi ini mulai dikenal sebagai penyanyi. Ia mulai ditanggap di beberapa tempat. Suaranya yang mirip dengan Catur Arum inilah yang menjadikannya dikenal sebagai penyanyi. Namun karier sebagai penyanyi bagi satpam di kantor cabang Perum Pegadaian ini tidak terjadi secara instan. Ia memulai mulai dari nol yang bermula dari hobi menyanyi sewuan di radio komunitas. Kebetulan di dekat rumahnya ada radio komunitas Bungalow FM. Dengan tarif Rp 1000 per lagu, Antok bersama teman-temannya bernyanyi di radio yang terletak di belakang Polsek Rogojampi itu. Berkat kepiawaiannya menirukan suara Catur Arum, Antok yang meggunakan nama udara
Antok, Penyanyi yang terkenal lewat rakom
Jaya Wardana itu kini tidak perlu mengeluarkan uang untuk bernyanyi. Ia kini sudah ada yang mbayari jika mau menyanyi. Banyak donatur yang rela mengeluarkan uang asal Antok mau mennyanyi. Bukan hanya menyanyi saja yang gratis, tetapi ia juga dibelikan jajanan dan rokok Nama Antok pun mulai berkibar di kawasan Lugonto. Ia mulai sering dibayari untuk menyanyi di radio lain di wilayah Rogojampi. Lambat laun bukan hanya dari radio ke radio, Antok kini mulai merambah dari pentas ke pentas. Antok juga sering kali diajak nyanyi di kafe oleh penggemarnya. Semua berawal dari menyanyi di radio komunitas. Lagu yang dibawakannya bukan hanya ciptaan Catur Arum saja, tetapi juga lagu yang dibawakan penyanyi lain seperti karya Demi. Tetapi ia lebih suka membawakan lagu karya Catur karena cocok dengan karakter suaranya. “Saya ingin masuk dapur rekaman, siapa tahu ada produser yang tertarik,” katanya ketika ditanya tentang keinginannya dalam bidang menyanyi. (hei)