Dialogue of Culture ; The story of Connection

Page 1

Designed With Heart by Chairunnisa | 16512140 Directed by Baritoadi Buldan Rayaganda Rito, S.T.

Re-connecting Bumi Manakarra to its Culture by Pattern Based Design as the Creative Approach The Coastal City of West Celebes

DIALOG BUDAYA ; MenCerita Koneksi

A Proposal of Architecture Design Studio 7


DIALOG BUDAYA

01

RE-CONNECTING BUMI MANAKARRA AND ITS CULTURE

The Coastal City of West Celebes A Proposal of Architecture Design Studio 7 Designed With Heart by Chairunnisa 16512140 Directed by Baritoadi Buldan Rayaganda Rito, S.T.

.Department of Architecture .Faculty of Engineering and Planning .Islamic University Of Indonesia .Gedung Muh. Natsir Kampus Terpadu Jl. Kaliurang Km. 14,5 Besi, Yogyakarta, 55584 .Phone : +62 274 896440 ext. 3325 .Fax : +62 274 895330 .Email : architecture@uii.ac.id


02 DIALOG BUDAYA

100

200

300

m

DIALOG BUDAYA ; MenCerita Koneksi


DIALOG BUDAYA

03

P

R

E

F

A

C

E

Hello! My name is Chairunnisa. It is a book about my proposal design of Architecture Studio 7. A Cultural urban design that proudly present to my lovely city ; Mamuju as known as Bumi Manakarra. This book will tell you a story about Cultural issues in Mamuju, also some stories about local culture, culture in City, and Pattern Design which used as a creative approach to re-connect and build a dialogue between the culture and its city element./ -Selamat membaca dan membangun dialog dengan buku ini.


04 DIALOG BUDAYA

Untuk Kotaku, Mamuju Semoga Tumbuh dengan Baik.


TABLE of CONTENT

DIALOG BUDAYA

05

1. Intro ./Abstract

08 2. Mamuju

14

3. Issues

22 4. Analysis

42 5. How it works?

60

6. Creative Design Illustration

85 References

107


05

DIALOG BUDAYA


DIALOG BUDAYA

07

TUMBUHKAN LAGI..

PUISI TUMBUHKAN LAGI PROLOG

“Kota Manakarra dan Manusianya sudah tumbuh besar. Bagian Darinya sudah mulai dipadatkan. Di Pantai Tua dimana Manusianya paling hidup, Modernisasi menjadi teman yang menjajah. Manusianya lupa, bahwa beberapa hal tidak bisa diurai dengan modernisasi. Kata Ayah manusia, dahulu ada “ini” dan “itu”, banyak variasi. Manusia Manakarra hanya perlu melakukan satu hal, Tumbuhkan lagi., budaya yang layu itu. -Chairunnisa


01

08 DIALOG BUDAYA

./INTRO

Mini Abstrack-Reconnecting Mamuju, merupakan salah satu kota pesisir dari banyaknya kota pesisir yang ada di Sulawesi. Mamuju atau yang biasa disebut Manakarra ini memiliki narasi-narasi sejarah yang luar biasa mengenai suku adatnya yaitu suku Mandar. Tak hanya itu, budaya khasnya juga membentang cukup luas dari segi narasi para tetua, tak kalah dengan suku bugis dari Sulawesi Selatan. Kekentalan hubungan anatara suku, pesisir, dan budaya menjadi sedikit terlupakan di kota ini. Identitas kotanya seperti ditenggelamkan oleh penyelenggara kota dengan kulit-kulit modernitas dan metropolitas sebagai permukaan depan. Padahal kota akan sangat kokoh berdiri jika ia berdiri sebagai dirinya sendiri. Melalui buku ini, akan ditampilkan gagasan-gagasan dimensi rancang kota Manakarra dan membangun kembali konekasi dari apa-apa yang hilang dan ditemukan. Dalam hal ini, perancangan berbasis pola menjadi salah satu metode untuk mengkoneksikan narasi kotanya kembali.


DIALOG BUDAYA

09

CULTURE IN URBAN DESIGN

Cultural Matters are Integral Parts of The lives we lead. If Development Can be Seen as Enhancement of Our Living Standarts, Then Efforts Geared to Development can hardly ignore the World of Culture

CULTURAL MATTER Why is it Important? “Kota seperti halnya seorang manusia, meskipun memang dan akan berbeda, manusia akan kembali ke hakikatnya untuk bersandar satu sama lain. Berusaha menjadi siapapun atau apapun yang akan membuat orang lain senang. Berpura-pura, takut menjadi dirinya sendiri.” “Mempertahankan karakter kota yang lemah akan sangat mudah jika dilihat dari segi perkembangan kota secara modern. Tetapi, betatapun alasan untuk tidak memedulikan karakter sebuah kota, kelemahan karakter lambat laun dapat menghancurkan kota tersebut.’ Kota-kota metropolitan sekarang selalu hadir dengan wajah dan identitas yang hampir serupa satu sama lain.

Di sisi lain, dukungan akan pentingnya mempertimbangkan budaya sebagai elemen pembangun kota datang dari Makalah Habitat III yang diterbitkan oleh UNESCO dalam Chapter “Budaya dan Warisan Kota”. Di dalamnya dimuat pernyataan bahwa krisis perkotaan kontemporer menuntut adanya model baru dalam membangun kota. Model baru yang dimaksud adalah kota yang dapat “memanusiakan” kembali lingkungan kotanya. Baik skala maupun sensasi yang dibawa, dalam hal ini “Sense Of Belonging”.


10 DIALOG BUDAYA

CULTURAL MATTERS

LIVING STANDARDS


DIALOG BUDAYA

11

Urban communities are special organizations that serve the social, psychological, and aesthetic goald of the individual and communities rather than only address the economic efficiency.

CULTURAL MATTER And The Collective Pattern of activities in Urban Life. Budaya dan kreativitas telah menjadi faktor kunci dalam pembangunan perkotaan di tengah meningkatnya popularitas industri budaya dan kreatif dan konsep kota kreatif, memperluas aplikasi budaya dan kreatif ke dalam bidang pembangunan ekonomi dan sosial. Budaya dan kreativitas telah menjadi modal perkotaan yang berharga di tengah-tengah globalisasi dan reformasi teknologi informasi yang berkelanjutan, dan perkembangan ini telah mendorong banyak diskusi tentang ekonomi budaya dan kreatif serta perkembangan ekonomi perkotaan. Definisi budaya telah berkembang menjadi penanaman tanah dan pikiran jangka panjang, serta pembangunan sosial yang berkelanjutan. Itu mewujudkan makna. Selain itu, budaya mengacu pada identitas diri yang kaya dan berbagi. Oleh karena itu, budaya berkontribusi pada "harga diri" suatu kawasan dan mengembangkan konsensus komunitas. Selain itu, ini adalah sumber kepercayaan dan keamanan orang. Sejak awal waktu, komunitas manusia telah mengambil berbagai bentuk primitif, mentransformasikannya menjadi pola pengumpulan kegiatan dan hidup dalam komunitas kecil. Menurut lynch, penduduk memiliki hubungan panjang dengan beberapa bagian dari komunitas itu, mereka membayangkannya sebagai tempat yang penuh dengan kenangan dan makna.

di sisi lain, diyakini bahwa inflasi arsitektur modern di komunitas kami tampaknya sangat mirip dengan apa yang terjadi di komunitas modernitas di bagian lain dunia. ada kebutuhan mendesak bagi sosiolog untuk mempelajari efek dari hasil sosial dan psikologis negatif yang dihasilkan oleh gelombang budaya modernitas perkotaan. Dalam komunitas yang dibangun untuk kelompok berpenghasilan rendah, ada kebutuhan untuk menjauh dari prototipe dan model berulang yang memungkinkan untuk mempertimbangkan sensitivitas individu dan keragaman penggunaan dan budaya vernakular. Tren ini mendorong kualitas kehidupan dan pembuatan tempat. Selain itu, ia mengambil pemikiran masyarakat kota. Komunitas-komunitas ini mencakup berbagai kegiatan, yang memberikan banyak pilihan bagi orang-orang yang hidup dengan gaya hidup urban di tempat-tempat yang nyaman dan menyenangkan. itu mendorong komunitas menuju komunitas utopis, dalam beragam kegunaan, orang, bentuk, dan makna.


DIALOG BUDAYA

CULTURAL IDENTITY

CULTURAL MATTER PROS AND CONS

12 10


DIALOG BUDAYA

13

Culture In City Context INDONESIA

West Celebes

#Prologue

BUDAYA DI RANAH KOTA Perancangan kota seringkali melahirkan bentrok antara modernisasi dan impian untuk mempertahankan budayanya. Modernisasi tampak terjadi di berbagai komunitas kota dari beberapa bagian-bagian kota lain di dunia. Konstruksi yang seolah dituntut untuk dibuat dalam gerakan modernitas yang intens dan egois, menyebabkan kota tidak menganggap pentingnya warisan sebagai bagian dari ideologi kota. Dari isu ini, Gelombang modernisasi yang menerjang kota dapat memberikan efek negatif terhadap kehidupan sosial dan psikologis manusianya. Sehingga diharapkan perancangan kota dapat mempertimbangkan sensitivitasnya akan budaya lokal yang berkaitan dengan mengurangi prototipe dan model kota yang seragam dan serupa satu sama lain.

Sumber : Abdel-Azim, Gesser Gamil, dkk.The Importance of cultural dimensions in the design process of the vernacular societies.2018.

Perkotaan adalah Komunitas yang melayani tujuan sosial, psikologis, dan estetika individu. Perkotaan tidak hanya membahas efesiensi ekonomi


14 DIALOG BUDAYA

02 100

200

300

m

MAMUJU


DIALOG BUDAYA

15

Kota-kota itu seperti Manusia Kecil yang mudah ditipu oleh luapan-luapan metropolitan yang menggoda, ia lupa mempertahan kan pijakan jati dirinya yang sebenarnya lebih berkobar. -Chernis


MA MU JU,

16 DIALOG BUDAYA

WE ST CE LE BES

100

300

m

Kec. Mamuju

Secara geografis Mamuju merupakan daerah pesisir sehingga kehidupan berpusat dipinggir pantai. Hal ini juga berkaitan secara langsung dengan 'way of life' masyarakat Mamuju. Location : Mamuju City, West Celebes, Indonesia Designed Area : 74,4 ha Coordinat : 2°4007S 118°5144E

200

Kab. Mamuju

Mamuju Kota Mamuju secara Geografis memiliki luas wilayah sebesar 4.954,59 km persegi. Secara administrasi terbagi ke dalam 11 kecamatan;.

West Celebes


DIALOG BUDAYA

17

#Background

MENGENAL BUMI MANAKARRA Writer’s Reflection

Provinsi Sulawesi Barat merupakan provinsi termuda kedua di Indonesia. Provinsi yang ber- ibukota kan kabupaten Mamuju ini dikenal dengan suku Mandarnya sebagai penduduk lokal asli. Suku Mandar yang berdomisili di Sulawesi Barat ini dahulunya dikenal sebagai pelaut handal. Mandar terdiri dari 14 kerajaan, salah satunya kerajaan Mamuju. Kerajaan Mamuju yang juga disebut sebagai Bumi Manakarra (Bumi Pusaka yang sakti) tumbuh menjadi kabupaten/kota Mamuju. Bumi Manakarra yang berpusat di area pesisir pantai ini terus tumbuh baik dari segi ekonomi maupun infrastruktur kota. Ibarat manusia, kota Mamuju seperti bayi yang sedang belajar merangkak. Ia sedang berbenah. Berbagai infrastruktur merambah dengan besar-besarnya, berbanding lurus dengan alih-alih pembangunan ibukota muda. Pembangunan area komersil di pesisir pantai secara reklamasi. Karena tidak ketatnya peraturan perkotaan, wajah pantai Manakarra pun mulai berubah setiap tahunnya. Area komersiil pun mulai mewarnai pantai Manakarra dengan bangunan-bangunan kotak dan serupa. Karakter budaya pesisir mulai melemah, kini wajah pantai Manakarra sudah dipandang sebagai pantai tak berpasir. Ditambah lagi dengan bibir pantai sepanjang jalan Mamuju sudah digantikan dengan infrastruktur jalan Arteri oleh pemerintah. Hasil reklamasi ini membentuk imbas terhadap lingkungan sekitarnya. Rumahrumah pada daerah antara pesisir pantai Manakrra dan sungai Mamuju tumbuh kumuh, beberapa area pesisir pun ditumbuhi sampah-sampah. Ikatan spasial antara permukiman, manusia Manakarra, pesisir pantai, dan budaya mulai layu ditelan reklamasi sebagai “batas”, dirindukan oleh manusianya. Memang benar Bumi Manakarra sedang berbenah. Tapi sepertinya ia sedang kaget, pun tergesa-gesa untuk mengejar. Mungkin juga kalap hingga ia lupa dengan gagasan budayanya. Banyak manusianya mulai khawatir, kalau saja karakternya lemah rapuh dibawa arus gelombang modernisasi. Mungkin, Mamuju harus pulang ke diri sendiri dulu, berdialog dan berkontemplasi. Kemudian, ia dapat tumbuh lagi (bersama budaya) dengan beriringan dan dapat memanusiakan manusianya pun juga elemen-elemen kotanya.

Ps ; Narasi oleh Chairunnisa Syaifuddin, disusun berdasarkan pengalaman spasial dan pengamatan langsung serta narasi-narasi lain dari hasil sharing pengalaman para turis di Mamuju, dan juga dialog-dialog dengan masyarakat.


7.43%

7.493,1 Billion

PDRB atas dasar Harga Konstan 2010

10.051 Billion

PDRB atas dasar Harga berlaku

Source : Berbagai Sensus dan Survei BPS

7,59% of Total Population

2011

6.81% of Total Population

2013

For Your Information Data membuktikan bahwa terdapat peningkatan ekonomi di Mamuju, Suawesi Barat. Peningkatan perekonomian ini juga berbanding lurus dengan bertambahnya perusahaan swasta yang masuk dan menggelar lapaknya di Mamuju. Sayangnya, karena pembangunan komersiil (dalam upaya peningkatan ekonomi daerah) berbentrok dengan pelestarian budaya lokal.

2010 8,17% of Total Population

2012 7,11% of Total Population

2014 6,71% of Total Population

Diagram Shows that poverty decreased every year (2010-2014). Source : buku Mamuju dalam Angka keluaran https://mamujukab.bps.go.id/

DIALOG BUDAYA

Laju Pertumbuhan PDRB

18


DIALOG BUDAYA

19

REFLEKSI KENANGAN Gambar : Sumber narasi : Sunarti, Sastri. 2017. Kosmologi Laut Dalam Tradisi Lisan Orang Mandar di Sulawesi Barat. accessed: 13th Sept, 2019 (http://aksara.kemdikbud.go.id/jurnal/index.php/aksara/article/download/99/32)

Dalam Kehidupan orang-orang Mandar, khususnya yang bermukim di wilayah pesisir., mereka sangat dekat dengan laut. Mereka menyebut laut “sasiq” dan orang-orang yang mencari penghidupan di laut disebut posasi. Sasiq dianggap sebagai tempat atau kawasan yang memiliki misteri atau rahasia. Laut bisa memberikan kehidupan dan bisa juga sebaliknya seperti malapetaka, kehancuran, dan kematian.


16 20

Mamuju adalah sebuah perkampungan besar diwilayah pesisir barat Sulawesi yang bertopografi dataran tinggi dan rendah. Wilayah sepanjang utara bagian barat sampai selatan adalah deretan pegunungan dan perbukitan dengan hutan dan tumbuh berbagai jenis tanaman subur. Disepanjang pesisir pantai dan daratannya tumbuh dengan subur kelapa yang menjadi komoditas perdagangan penduduk yang paling utama selain sagu. Sagu adalah makanan pokok penduduk Mamuju kala itu. Mamuju saat itu yang jumlah penduduknya hanya berkisar 2500 orang kepala keluarga, pada malam hari terlihat cahaya terang dari rumah- rumah penduduk diatas perbukitan dan dekat pantai, mereka membakar kayu atau api unggun sebagai penerangan. Terlihat perikehidupan penduduk Mamuju ini sangat mirip dengan beberapa suku bangsa yang ada di Nusantara mereka hanya mengandalkan sumber makanan dari bercocok tanam dan melaut. Terlihat kala itu masih terdapat kesamaan dengan orang – orang pedalaman Kalimantan seperti dalam berpenampilan menggunakan perhiasan atau manik-manik dan memakai senjata tajam tradisional tapi tidak memiliki praktek dalam ritual adat mereka memburu dan memotong kepala musuh seperti orang Dayak di Kalimantan. Mereka tidak pandai menanam Padi disebabkan belum ada pengetahuan mereka bersawah seperti kebanyakan masyarakat di Kaili dan Kalimantan, penduduk Mamuju hanya mengandalkan sagu sebagai bahan makanan pokok yang memang tumbuh subur ditanah ini, beberapa kawasan ke Tenggara, Timur dan Selatan di kampung Mamuju adalah hutan pohon sagu yang tumbuh subur memanjang sejauh mata memandang. Dan kebanyakan itu adalah milik Raja dan menyewakannya kepada penduduk untuk dikelola kemudian sebahagian hasilnya diserahkan kepada Raja Mamuju setiap tahunnya sedangkan beras adalah makanan mewah yang hanya dapat diperoleh dengan membeli dari pedagang yang datang dari Kaili, Passier dan Kutai.

Aktifitas ini merupakan profesi sebahagian besar penduduk pribumi asli suku Mamuju, mereka merawat dan mengumpulkan hasil panen sagu ini kepada para bangsawan dan orang kaya Bugis yang ada di Mamuju dan memperoleh upah atas kerja mereka seperti; garam, gula, perhiasan, dan kain dan bagian atas sagu yang mereka kelola. Waktu terbaik biasanya mereka mengelola sagu yang sudah berumur 8 dan 10 tahun sampai 35 tahun, karena jika sudah lewat dari periode itu maka pohon sagu akan membusuk dan berulat. Pohon sagu yang berumur sepuluh tahun akan tumbuh sampai ketinggian 27 kali dan 5 sampai 8 kaki dari pangkal pahon akan terus menerus dapat di panen selanjutnya selama 2 sampai 3 bulan, yang biasanya tebal sagu telah mencapai 3 sampai 5 inchi sesuai kualitas tanah tempat tumbuh pohon. Selain sagu, kelapa adalah tumbuhan jenis palem yang paling banyak tumbuh diwilayah ini dan menjadi komoditas unggulan dalam aktifitas perniagaan masa itu, hampir disepanjang pesisir pantai Mamuju banyak tumbuh kelapa selain kuantitas juga kualitas kelapa dari wilayah Mandar utamanya di Mamuju adalah kelapa yang paling banyak dicari oleh pedagang- pedagang lokal. Selain kualitasnya yang bagus harga kelapa di Mamuju juga murah sampai 200 real perbiji, lebih murah dari kelapa di wilayah Kaeili yang berkisar 300 sampai 350 real dan harganya lebih mahal lagi jika kelapa masih muda dibanding kelapa yang tua. Hampir setiap penduduk di Kampung ini memiliki aset tanaman ini dan menjadi barang unggulan untuk dipasarkan. Bahkan masyarakat Mandar kala itu telah mampu membawa barang dagangan mereka sendiri keberbagi wilayah untuk dipasarkan seperti ke Kalimantan, Makassar bahkan sampai ke Singapura.

DIALOG BUDAYA

HISTORICAL REVIEW

MAMOODJOO Berdasarkan Catatan John Dalton dalam “Notices of the Indian Archipelago, And Adjacent Countries. 1927-1928.


DIALOG BUDAYA

21


22 DIALOG BUDAYA

03 ISSUES & SYNTHESIS


#Problem Description understanding local problem

DIALOG BUDAYA

23

Social & Culture

The City ‘s historical Ÿ F o r m a s t a t e o f alienation and Characteristics are not well weakness of “sense exposed of belonging” Ÿ Lack of language character in the building’s external composition Ÿ

Ÿ

Natural Damage : Flood

Ÿ

Modern Urban Exploitation

Environment

Architecture

Ÿ

Effect the life satisfaction of its people in a city without culture.

Ÿ

Influence the social and psychological pressure of society on productive creative abilities.

Changes in the image of the Ÿ Waning local culture identity ; partial city ; Coastal City & Lack of connection between Variation humans and sea coastal. Ÿ Patterns, shapes, and space are inadequate and r e p r e s e n t d i r e c t Ÿ Failure to acommodate expressions of actual communal activities and needs; lack of cultural behavior related to education space. cultural characteristics. Ÿ


?

WHAT CULTURE IS MISSING

Syaifuddin Zainuddin Pegawai Negeri Sipil 55thn

100

200

300

m

Pertumbuhan kota itu penting dan baik, tapi mungkin bisa dibuat dengan pertimbangan budayanya. Orang-orang disana (yang tinggal di dekat pesisir) sudah tidak peduli sekarang dengan itu (budaya lokal_). Mungkin karena adanya pengaruh kota yang modern, masyarakat juga jadi ikut berubah pikirannya (akan sebuah kota).

Fitria Ayu Zani Mahasiswa 20thn

Pantai indah Manakarra dulu lebih kita nikmat. Suka dengan suasananya, bagaimana kita bisa duduk ditepi pantai, lebih akrab, lebih dekat, lebih mudah membangun interaksi dan berdialog dengan lautnya. Apalagi kalau sore menjelang malam. Dulu, main di tepi pantai sangat mudah dilakukan, sekarang sepetinya sedikit sulit (ada batas).

24 DIALOG BUDAYA

#The Voice of Manusia Manakarra


HISTORY of SITE

DIALOG BUDAYA

25

2009-2010 Cultural and events Spot

Cultural Space dan Cultural Events Space Terpusat di Pinggir Pantai (mendominasi).

2013-2015 Cultural and events Spot

Pembangunan Infrastruktur ; Jalan Arteri mulai dibangun di sepanjang pesisir pantai.

2011-2012 Commercial Area

Pembangunan Reklamasi untuk area komersiil mulai di bangun. Cultural Space mulai berkurang.

2016-Now Bangunan -bangunan komersiil mulai memadati area pesisir, begitu pula dengan infrastruktur. Wajah kota Manakarra berubah menjadi kota pantai tak berpasir.


#Problem Description

26 20 DIALOG BUDAYA

?

yang Ada ; 2 Diantaranya benar-benar tidak tahu; dan 1 diantaranya tahu. Berdasarkan data tersebut, 10 Masyarakat lokal asli Mamuju berpendapat bahwa dampak kurangnya pemahaman edukasi akan budaya lokal dapat disebabkan oleh kurangnya koridor-koridor kota yang menyediakan ruang- ruang budaya yang memadai dan memberi edukasi akan budaya lokal kepada masyarakat sekitarnya

The City ‘s historical Characteristics are not well exposed

Isu Architectural Rumusan Permasalahan

Barat; 6 diantaranya mengatakan kurang tahu dengan Budaya Lokal

Goals

Berdasarkan Hasil data Kuesioner dari 10 Masyarakat Mamuju, Sulawesi

Isu Non-Architectural

THEN, HOW

Ÿ Life satisfaction of its people to live in a city with culture.

Ÿ

how to re-connected the urban economical growing with the culture to strength the characteristic of its region.

Re-store lost space and image (connection)

Changes in the image of the city ; Coastal City & Lack of Variation

how to bring back the sense of place, memory of its culture by cultivating and conserving human behavior and local culture way of life as organic approach.

how to bring present the culture in some spot in the city to give a knowledge and undirectly information.

Re-store lost sense of belonging, sense of culture through pattern based design as a creative approaches and 2030 pallette as a creative tools


DIALOG BUDAYA

FRAMEWORK

27

#Precedent

Goergetown, penang as a cultural city

THEORIES REFERENCES CODESIGN

PRESEDEN PATTERN BASED DESIGN

DESIGN APPROACH

CULTURAL COASTAL CITY : BUMI MANAKARRA

DESIGN CONCEPT

PARAMETRIC

System ECO-CULTURAL CITIES


28 22 DIALOG BUDAYA

Pola permukiman yang ada di Mamuju sebagian besar merupakan permukiman organis. Hal ini merujuk pada pernyataan Dobbins (2009), yang menyatakan bahwa permukiman organis merupakan permukiman yang berkembang mengikuti kebutuhan dan kondisi aktual masyarakat dan alamnya.

INTRODUCTION OF PATTERN BASED DESIGN

#Literature riview


DIALOG BUDAYA

29

INTRODUCTION OF PATTERN BASED DESIGN

Tools: 2030 Pallette Architecture for Urban

Cultural Identity LOST

PATTERN BASED DESIGN

Tools:

pat.tern /’padern/ .noun 1. a. a repeated decorative design. 2. a model or design used as a guide in needlework and other crafts. .verb 1. decorate with a recurring design. 2. give a regulerar or intelligible form to.

Pattern Language by Christopher Alexander.

SMARTCODE

Re-CONNECTING CULTURE


HOW PATTERN LANGUAGE WORKS? PATTERN LANGUAGE IS SO POWERFUL AND SIMPLE. LEARN THE PATTERN, LEARN TO USE THE LANGUAGE, THAT YOU PAY ATTENTION TO THE POSIBILITY OF COMPRESSING THE MANY PATTERNS WHICH YOU PUT TOGETHER, IN THE SMALL POSSIBLE PATTERN. Menurut Christoper Alexander : “ Setiap pola yang mendeskripsikan sebuah permasalahan yang terus muncul dalam lingkungan kita, dan kemudian mendeskripsikan inti solusi dari permasalahan tersebut sedemikian rupa sehingga Anda bisa menggunakan solusi ini sejuta kali tanpa harus melakukannya dengan cara yang sama dua kali “ Pattern Language merupakan penjelasan atau template yang menunjukkan bagaimana cara menyelesaikan sebuah masalah yang kemudian dapat digunakan di berbagai situasi yang berbeda-beda.

30 24 DIALOG BUDAYA

Bahasa pola mengkodifikasikan interaksi manusia dengan lingkungannya, dan menentukan bagaimana dan di mana kita secara alami lebih suka berjalan, duduk, tidur, masuk dan bergerak melalui bangunan, menikmati kamar atau ruang terbuka, dan merasa nyaman atau tidak di lingkungan kita.


Pallete

https://i.pinimg.com/original s/4e/b1/68/4eb16865357ae1 517addefeb8ba62898.jpg

High of Cultural Area

H-H

Menjadikan ruang kental budaya sebagai ruang mandiri (independent region) yang dipertahankan untuk dapat menjaga keseimbangan region. From Pattern (1) by Christopher Alexander.

Bagian kota yang kental dengan budaya digunakan sebagai pengorganisasian manajemen kota

H-L

CITY

Menggunakan Area kental budaya sebagai pendorong terjaganya konektivitas budaya dan wilayah yang lemah akan budaya. Pendekatan dapat dilakukan dengan patttern language nomor (5)

Penerapan Eco Cultrual Tourism Untuk pengembangan Ekonomi sebagai hasil ekspressi budaya lokal.

R

REGION

Area dengan tingkat cultural space yang tinggi dipertahankan. Pattern3:/ (City Country of Finger) sebagai pedoman dimana terdapat jalur penghubung antara cultural space dan non cultural space. Berhubungan secara langsung dengan penyediaan fasilitas transportasi umum antar region.

Menerapkan Pattern.6 & Pattern.7. Konsep pattern ini menekankan pada pelestarian kotakota adat (pedesaan budaya) dimana mereka dapat mendorong dan memperkuat kota lemah budaya sebagai kota mandiri baru.

L-H

Low of Cultural Area

Pattern2:/Menyelesaikan masalah regional secara langsung dan efesien secara manusiawi denngan menumbuhkan ruang budaya kota Mandiri ; tidak mengesampingkan kebutuhan lokal dan menekan budaya lokal. High Cultural space sbegai titik temu masyarakat low cultural space. Contoh : Edu Cultural Tourism

L-L

DIALOG BUDAYA

20 30

SMARTCODE

31

https://pinterest. com

Pattern1.31./Menyediakan Ruang Refleksi budaya, dapat dilakukan dengan menghadirkan kembali hubungan masyarakat dan alamnya. Pattern ini digunakan untuk mempertahankan karakter visual infrastruktur alami seperti hutan, pantai, dan laut.

Superposisi budaya dengan menambahkan keragaman bentuk perkotaan berdasarkan pola interaksi masyarakat.

Area lemah budaya dikembangkan dan diperkuat berdasarkan pattern.8 (Mosaic of Culture) dan Pattern.10 (Magic of The City), dimana Pola perancangan menekankan pada adanya variasi design pada elemen kota sebagai upaya pembentukan karakter yang kuat.


Source : Private Document

Source : Private Document

32 26 DIALOG BUDAYA

https://pinterest.com

DISTRICT Melindungi ruang-ruang distrik yang kental budaya dengan membentuk “sabuk”kota sebagai ruang pembeda. Dapat berupa; Hutan Budaya/public space, Ruang Ritual/event space, Cultural Comercial space. Sehingga stabil secara ekonomi.

SITE

BUILDING

Site yang kental dengan budaya dikunci sebagai nodes dan activity outdoor space.

Pattern21./Bangunan di area yang kental budaya menjaga skala bangunannya -level eye scale- , serta mempertahankan visual fasad serta penggunaab material lokal.

Pola peluang yang memungkinkan kota dan penduduknya dapat menjalin harmonisasi yang baik satu sama lain. Serta adanya koneksi antar distrik lemah budaya dan yang kental budaya. (Pattern.13./Subculture of Boundary)

Area lemah budaya di re-touch sebagai area socio-culture tourism.

Bangunan Cultural Element yang rendah menggunakan Pattern.101.(Building Throughfare) sebagai ruang amat budaya./ Pattern.101; Membuat area akses dalam sebuah komplek bangunan yang berupa seperti area pedestarian.

Mempertahankan Koridor Budaya sebagai pengunci dan penunjang aktivitas koridor lemah budaya.

Pattern.121./Sebuah pola membentuk jalur jalan yang lebih hidup dan membuat orang betah. Membuat jalur jalan yang memiliki kesan “Live with a culture” dengan penekanan jalur, seperti hierarchy ruang budaya yang ditampilkan sebagai seni aksesoris kota,dll.

Mengkoneksikan kembali bangunanbangunan H dan L dengan metode Connected Building (Pattern.108) dengan menghadirkan Activity Pocker (Pattern.124) sebagai penunjang refleksi budaya;

Mempertimbangkan pattern.18 (#Network of Learning) sebagai creative approach dimana menempatkan ruang-ruang budaya sebagai ruang kreatif dan ruang edukasi.

Penempatan Pusat Pemasaran Budaya; Dapat memberi efek ke area sekitarnya yang lack of Culture. Berhubungan dengan Pattern 10 (Magic of City) dimana layanan budaya tidak menumpul atau berfokus pada satu titik, tapi juga tersebar dengan rata, sehingga ada perlakuan yang adil di setiap masyarakatnya.

Menyediakan Ruang Publik Budaya dengan pendekatan Collective Memory sebagai ruang jeda antara Bangunan komersil yang jenuh dan Ruang budaya yang variatif.

Menerapkan Pattern.14 (Identifiable Neighboorhood) dan Pattern.15 (Neighboorhood Boundary) sebagai paket utuh. Orang-orang membutuhkan unit tata ruang yang dapat dikenali. Lingkungan yang mudah teridentifikasi oleh masyarakatnya, lebih akrab, dan lebih mudah didefenisikan secara fungsi.

Menempatkan Corner of Culture. Dapat berupa ; Street Accesories (elemen pendukung), pattern 24 & 25 dimana dengan pattern tersebut dapat mendukung pembentuka pusat-pusat lokal.

Menambah RTH bangunan rumah tinggal untuk membangun green space dan ruang kumpul masyarakat. Dapat mempererat hub. sosial masyarakat


DIALOG BUDAYA

THEORIES AND REFERENCES

33

UR BAN SPACE, CITY CULTUR E, & COLLECTIVE MEMORY Theory : The City Of Collective Memory. City of Collective Memory menggambarkan serangkaian model visual dan mental yang berbeda dengan lingkungan perkotaan telah dikenali, digambarkan, dan direncanakan. Boyer mengidentifikasi tiga "peta" utama: satu yang umum di kota tradisional — kota itu sebagai karya seni; salah satu ciri khas kota modern — kota sebagai panorama; dan satu yang sesuai untuk kota kontemporer — kota sebagai tontonan. Collective memory sangat penting dalam memahami penciptaan dan penggunaan ruang kota dan budaya kota. Berbeda dengan teori yang menekankan ekologi, faktor ekonomipolitik, atau industri budaya, kami menekankan bahwa kota dibentuk oleh identitas kolektif, ingatan bersama, budaya kelompok, dan sejarah lokal. Ingatan kolektif ini dapat mengalir "dari bawah," seperti dalam kasus gerakan sosial, di mana narasi kolektif warga atau aktivis dapat berfungsi sebagai dorongan untuk mobilisasi, "dari tengah" di mana kelompok aktor kaya sumber daya independen dapat membentuk lingkungan, atau "dari atas," terlihat dalam penggunaan strategis sejarah dan peringatan oleh aktor ekonomi dan politik yang kuat dan lembaga-lembaga yang mereka wakili.

Collective Memory

Human Behavior how to bring back the sense of place, memory of its culture by cultivating and conserving human behavior and local culture way of life as organic approach.

Local History and Culture

Nature Environment


34 28

DIALOG BUDAYA


DIALOG BUDAYA

35

Life Between Building by Jan Gehl Theory : To Invite or Repel

Invitation – to be able to see what is going on

Invitation – Somewhere to go.

Invitation – Something to do.

Being able to see what is going on in public spaces also can be an element of invitation.

This interweaving of motives emphasizes the importance of destinations in the public environment: things and places that the individual can seek out naturally and use as a motive and inducement to go out. Destinations can be outings to particular places, lookout points, places to watch the sun set, or they can be shops, community centers, sports facilities, and so forth.

If there is something to do, there may also be something to talk about afterward. Necessary, optional, and social activities are interwoven in countless subtle ways.

how to bring present the culture in some spot in the city to give a knowledge and undirectly information.

Penyajian Koridor budaya dalam kota sebagai ‘wahana Invitation’ yang dapat meningkatkan kualitas masyarakat baik itu dari segi pengalaman psikologisnya maupun kultural edukasi yang diberikan.


36 30

Cities For People by Jan Gehl Theory : A lively City The potential for a lively city is strengthened when more people are invited to walk, bike and stay in city space. The importance of life in public space, particularly the social and cultural opportunities as well as the attractions associated with a lively city will be discussed in a later section.

how to re-connected the urban economical growing with the culture to strength the characteristic of its region.

Dengan terkoneksinya budaya dengan kehidupan kota secara komersil akan menghasilkan kualitas kota yang bervariasi. Ruang-ruang publik dana budaya akan menghidupkan manusia kotanya. Event budaya dan aktivitas menjadi beragam.

DIALOG BUDAYA

A LIVELY CITY


20 30

DIALOG BUDAYA

37

https://i.pinimg.com/original s/4e/b1/68/4eb16865357ae1 517addefeb8ba62898.jpg

https://pinterest. com

Source : Private Document

Pallete High of Cultural Area https://pinterest.com

Low of Cultural Area

CITY

DISTRICT

SITE

L-L

L-H

R

H-L

H-H

REGION

http://gualalaarts.org/Groups /Lecture/200909FrankWebb.html

BUILDING


PRECEDENT

Pallete

A GOOD CITY IS LIKE A PARTY, PEOPLE STAY LONGER THAN REALLY NECESSARY. BECAUSE THEY ARE ENJOYING THEMSELVES Jan Gehl

38 32 DIALOG BUDAYA

20 30


DIALOG BUDAYA

39

ID EA OF DE SI GN


40 34

DIALOG BUDAYA


DIALOG BUDAYA

41

04


42

DIALOG BUDAYA

ANALISIS


GOALS Mengembalikan cultural space dan citra kota yang hilang/berubah dengan mempertahankan dan mengembangkan area yang masih kental dengan budayanya. (koridor budaya dan Pusat pemasaran budaya)

STRENGTH Ÿ S t r o n g

Historical background. Ÿ Strategic, located right in the coast of the city (city center)

WEAKNESS Ÿ Lack of parking spots Ÿ Lack of Pedestriants

ANALYSIS SCENARIO

1. Ruang pemasaran terletak di Zona pertengahan antara area pesisir dan permukiman. 2. Ruang publik budaya diletakkan di antara ruang komersil sebagai ruang jeda. 3. Koridor budaya terletak 200 meter dari area pesisir, 4. Menjaga skala bangunan sekitar koridor budaya dengan level eye (2-3 lantai). 5. Ruang pemasaran terletak max 30o meter dari permukiman kampung. 6. Ruang pemasaran terletak max. 200-300 meter dari pelabuhan pesisir.

THEMATIC MAP

CRITERIA

Dapat digunakan sebagai ruang publik dan wahana edukasi, memiliki akses dan koneksi yang dekat dengan pesisir pantai dan jalan raya sekunder. Koridor budaya sebagai ruang penghubung antara permukiman kampung nelayan dan pusat pemasaran budaya. Terdapat integrasi kawasan yang mendukung visual koridor dan ruang pemasaran budaya.

PARAMETER

Multi Criterias design analysis

DIALOG BUDAYA

43

1. Peta tata guna lahan. 2. Peta jaringan Bangunan “kental” budaya. 3. Peta Movement kampung budaya dan area komersil. 4. Peta Node Aktivitas 5. Peta sebaran ruang publik dan urban form.

1. Overlay Zona Pesisir. 2. Penataan koridor budaya sebagai wahana edukasi (visually) 3. Penyediaan pusat pemasaran budaya sebagai economy cultural space.

OPPORUNITY Ÿ close to the Karampuang Island Ÿ Close to the main road Ÿ There have been some public

activities in the area,they only need to be facilitated by cultural elements.

THREAT Ÿ Less attractive and

appealing as a tourist destinations compared to other city in Celebes


44 DIALOG BUDAYA

Area terpilih dengan luas kurang lebih 50 ha. Kawasan ini dipilih sebagai area pengembangan budaya dikarenakan kawasan ini merupakan kawasan dimana kota ini pertama kali tumbuh.


MICRO ANALYSIS

DIALOG BUDAYA

45

Land Use Perumahan Padat Komersial RTH, Lapangan Perumahan Padat Sedang Anjungan Sarana Pendidikan Perdagangan Perkantoran Sarana Peribadatan Sarana Transportasi

100

200

300

m


46

Land Use DIALOG BUDAYA

: Sea : Forest : Hill : Development Area

100

200

300

m


MICRO ANALYSIS

DIALOG BUDAYA

47

Urban Structure : Landmarks : Place Marker : Major Node : Minor Node : Main Path : Major Edge : Minor Edge

100

200

300

m


48 DIALOG BUDAYA

Public Realm

MICRO ANALYSIS


DIALOG BUDAYA

49 41

:1fl :2fl

:3fl WATERFRONT : Building up to >10m

: Building up to >20m

M I C R O A N A L Y S I S Urban Form (Heights)

Green Space


50 DIALOG BUDAYA

./Kota memang seperti kotak besar dari hal-hal yang hilang dan ditemukan. Dikutip dari buku Arsitektur Yang Lain (Sebuah kritik arsitektur) oleh Avianti Armand.


DIALOG BUDAYA

51

MICRO ANALYSIS Main Corridor/Primary Streets Mini Corridor/Secondary Streets

36

36

Alley/Mini Access Slow Zone in Certain Time

Pedestrian Way

Jalan Jalan

Ruang Terbuka Publik

Hal menarik dari jalan dan sistem aksesibilitas yang ada di kota pesisir Mamuju ini adalah koneksi antara jalan utama oleh jalan-jalan kecil yang seolah-olah sumbu dan koneksi kota yang menceritakan bahwa kota ini dulunya terdiri dari komunitas-komunitas kecil yang terus tumbuh .

Ruang terbuka publik yang ada sebetulnya sudah menunjukkan upaya sebagai ruang masyarakat kota, namun belum hadir secara maksimal sehingga ruang tersebut menjadi terbengkalai.

Pedestrian Way

Greenery/ Vegetasi

Jalur pedestrian yang ada di sekitar area terpilih belum konsisten dilihat dari tidak semua koridor jalan memiliki jalur pedestrian.

Untuk vegetasi kota belum tersebar secara merata. Pohon kelapa yang juga merupakan simbolisasi dari identitas kota sebagai kota pesisir sudah minim ditampilkan dalam kotanya sendiri.

Connectivity of the pedestrian way.

Koneksi Ruang Budaya

Landmark

Ruang-ruang budaya paling banyak ditemukan di sekitar pesisir ini. Hal ini dikarenakan, area terpilih terutama Jl. Yos Sudarso, merupakan area dimana awal permukiman Mamuju terbentuk. Hal ini dibuktikan dengan beberapa foto refleksi di halaman

A : Kompleks Rumah Adat B : Lapangan Tenis/Sport Area C : Taman Lalu Lintas & Lapangan Merdeka D : Pohon Beringin

E : Gong Perdamaian F : Pasar Lama Mamuju G : Pelabuhan


G : Area Hijau Kampung Nelayan, China Shops, Pelabuhan

36

G

Kampung Nelayan Mandar

E

F

B

C

D Lapangan Merdeka

I

A Ruang Terbuka Publik

Koneksi Ruang Budaya

Main Corridor/Primary Streets

G

36

Main Corridor/Primary Streets

Main Corridor/Primary Streets

E D B

F

C

A Greenery/ Vegetasi

52

J

H

Pasar Tradisional

Kompleks Rumah Adat

36

DIALOG BUDAYA

Anjungan Pantai Manakarra

A : Kompleks Rumah Adat B : Lapangan Tenis/Sport Area C : Taman Lalu Lintas & Lapangan Merdeka D : Swimming Pool E : Hotel F : Kodim dan Lapangan basket G : Area Hijau H : Anjungan I : Pasar Tradisional J : Pusat Perbelanjaan

Landmark

36


Alley

DIALOG BUDAYA

53

Mini Corridor Jl. Sam Ratulangi Jl. Trans Sulawesi

Main Road 2 Jl. Yos Sudarso

Main Road 1 Jl. Ahmad Yani

Secara Umum, Koridor-koridor jalan yang dijumpai di Mamuju belum memiliki pedestrian yang nyaman digunakan untuk berjalan kaki. Disisi lain , terdapat usaha simbolisasi budaya dari street furniture yang ditampilkan.

36


Jl. Ahmad Yani

MICRO ANALYSIS OF EXISTING ROAD

54

Sebagai area semi-komersiil dan wisata, koridor ini sudah cukup lebar dan mempermudah sirkulasi

Belum terdapat simbolisasi identitas budaya dari segi street furniture yang ditampilkan. Kurang penanaman pohon perindang atau green element di jalur pedestrian.

Ada upaya baik untuk sistem drainase kota, secara visual belum diolah.

1500

9000

1500

DIALOG BUDAYA

Kondisi Jalan dengan lebar kurang lebih 9m memiliki dua arah jalur. Terdapat upaya untuk membuat jalur pedestrian yang cukup lebar,

KEAMANAN Trotoar memiliki lebar kurang lebih 1 hingga 1,2 m. Belum cukup aman untuk pejalan kaki.


DIALOG BUDAYA

55

MICRO ANALYSIS OF EXISTING ROAD

Jl. Yos Sudarso Kondisi Jalan dengan lebar kurang lebih 20m memiliki dua arah jalur. Struktur Jalan belum diolah secara matang, tidak ada trotoar atau pedestrian yang cukup.

Sangat minim pohon peneduh, Adanya pohon sebagai elemen koridor tidak tedsebar secara merata di sepanjang koridor. Karena belum adanya pengolahan struktur jalan yang memadai, dan penyediaan area publik umum, maka pada kondisi tertentu, jalan menjadi sempit dikarenakan sebagian besar bahu jalan dialihfungsikan sebagai area parkir.

Sebagai salah satu koridor utama, jalan ini menjadi salah satu pusat keramaian dan tempat interaksi perdagangan dari level kecil hingga besar.

20.000


Gang/Alley

56

Kondisi Jalan asri dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai koridor budaya dengan penerapan sreet furniture pendukung.

DIALOG BUDAYA

Kondisi Jalan dengan lebar kurang lebih 4m memiliki dua arah jalur untuk kendaraan motor dan 1 mobil.

Bangunan sekitar memiliki tinggi 1-2 lantai rumah atau sekitar 3,5 -7 m.

Tidak terdapat jalur pedestrian, terdapat real kota dengan lebar kurang lebih 400 mm.

Area sudah cukup asri dengan beberapa elemen pohon, namun perlu ditingkatkan. Belum terdapat area kumpul/duduk di sekitar koridor . Kondisi jalan langsung bertemu pagar/atau muka rumah.

Sebagai gang yang dekat dengan koridor utama jl. Yos Sudarso, koridor ini penting sebagai salah satu sumbu untuk meningkatkan simbolisasi ciri khas daerah melalui struktur dan elemen jalan.

Jl. Sam Ratulangi Jl. Lintas Sulawesi

Sangat minim pohon peneduh. Tidak terdapat area parkir, area duduk yang baik.

Kondisi Jalan dengan lebar kurang lebih 6-7m memiliki dua arah jalur.

Terdapat trotoar atau jalur pedestrian yang cukup untuk berjalan kaki namun berada disati sisi saja. Sedangkan untuk kondisi di jl. Sam Ratulangi, pedestrian way/ trotoar belum cukup efektif.

Sebagai area kuliner, jalan ini akan menjadi sempit dan macet pada waktu tertentu karena adanya pengalihan fungsi bahu jalan sebagai area parkir. Trotoar berada di ketinggian kurang lebih 200 mm dari permukaan jalan. Untuk koridor jl. Sam Ratulangi memiliki unsur green yang lebih baik, namun bukan sebagai unsur peneduh.


Jl. Yos Sudarso

DIALOG BUDAYA

57

Micro Analysis of Coastal Existing Condition

Area existing dibatasi dan dipenuhi oleh bangunan komersiil tingkat tinggi yang seolah-olah tidak membangun ruang akrab antara masyarakat dan pantai. Waterfront yang telah dibangun sangat minim elemen vegetasi.

Terdapat ‘ruang’ kosong diantara bangunan komersil dan waterfront yang sampao sekarang terbengkaia dan menjadi ruang mati. Existing waterfront belum cukup untuk membangun koneksi antara darat dan laut, seolah-olah darat dan laut berdiri sendiri dan saling egois.

POTRET COASTAL CONDITION

Sangat minim pohon peneduh, Pohon kelapa sebagai identitas kota pesisir juga tidak mendominasi.


58

Kesimpulan Terdapat beberapa bentrokan atas apa yang dicita-citakan dalam peraturan RTBL Mamuju Binanga dengan apa yang saat ini sudah terjadi dan hidup dikotanya.

RTRW Dari website rencana tata ruang wilayah, Sulawesi barat semenjak dibentuk menjadi provinsi baru pada tahun 2004 hingga sekarang belum memiliki data akan RTRW. Hal ini yang ‘mungkin’ memicu kurangnya eksekusi yang cocok akan rencana kota di Mamuju dan Sulawesi Barat.

SOROTAN

DIALOG BUDAYA

Micro Analysis of Coastal Existing Condition


DIALOG BUDAYA

59

05


60 DIALOG BUDAYA

How It Works?


Menciptakan teori tidak seperti menghancurkan gedung tua dan mendirikan gedung pencakar langit sebagai gantinya.

DIALOG BUDAYA

61

Understanding Re-connecting Membahas tentang re-connecting, dari segi terminologi bahasa bermakna menghubungkan agar dapat memudahkan. Penerapan reconnecting dalam dimensi desain kota dapat dipahami sebagai salah satu upaya untuk menghubungkan kembali apa-apa yang pernah ada, dilupakan, ditinggalkan, diceritakan, atau ditemukan dari sebuah kota. Hal ini dilakukan sebagai upaya mencapai apa yang sebetulnya diharapkan dan dicitacitakan dari kota itu sendiri dan juga kehidupan masyarakatnya. Konsep dan maksud dari re-connecting ini sangat berhubungan dengan arsitektur itu sendiri. Upaya-upaya penjelasan tentang “ an architecture of connection” sudah banyak dikumandangkan. Salah satu sitasi yang membahas tentang topik ini adalah Davey-Mallo, Jessie Renee, “ An Architecture of Connection” (2011).Architecture Theses.Paper 73. Di dalamnya dibahas mengenai b a ga ima n a a r s it e kt ur b e r pe r a n sebagai elemen penghubung. Dijelaskan juga bahwa arsitektur memiliki peran yang besar dalam memberi kehidupan terhadap lingkungannya. Ada banyak contoh tentang bagaimana arsitektur menjadi penghubung dengan beberapa aspek kehidupan, salah satunya adalah sosial dan budaya.

Disini penulis mengkaitkannya dengan bagaimana arsitektur kota dapat berperan sebagai rumah besar dari kumpulan komunitas-komunitas harusnya memfasilitasi hidup masyarakatnya. Fasilitas yang dimaksud bukan hanya antara bangunan-bangunan dan manusianya. Tetapi lebih dari itu. Desain kota sebaiknya menyajikan pilihan dari berbagai jenis aktivitas yang menghidupkan kota dan masyarakatnya, salah satunya dengan budaya. Mengapa budaya? karena budaya merupakan titik awal dimana kota itu tergambar atau terbentuk. Antara kota dan budayanya, terdapat koneksi tak terduga.

Ini seperti mendaki gunung, mendapatkan pandangan baru dan lebih luas, menemukan koneksi tak terduga antara titik awal kami dan lingkungannya yang kaya. -Albert Einstein

RE-CONNECTING


Everything is a pattern. -Anonymous. Tulisan tersebut mengandung makna akan kehidupan yang dipenuhi dengan pola-pola aturan tertentu. Baik itu dari pola kota, pola bangunan, pola lingkungan binaan, bahkan pola bersikap. Dalam sepakat akan konsep “pola”, penulis berpendapat bahwa salah satu pendekatan rancang arsitektur kota juga sangat mampu diselesaikan dengan ‘pattern based design’. Dalam buku Christopher Alexander yang berjudul “A Pattern Language | Town, building, and Construction” Pendekataan desain berbasis pola ini dianggap sebagai serupa seperti bahasa yang memiliki struktur jaringan. Pendekatan ini menawarkan metode selayaknya bahasa yang terstruktur, seperti urutan-urutan, melalui pola-pola yang bergerak dari pola yang lebih besar ke pola yang lebih kecil. Dalam bukunya, Alexander juga menjelaskan bagaimana pola-pola dapat membangun struktur dan kemudian memperindah struktur tersebut.

Seperti bahasa, pendekatan ini dalam dimensi rancang kota, menangkap jaringan-jaringan dari pola kebutuhan kota itu sendiri, titik awal dari sebuah kota, serta makna kota sesungguhnya. Jaringan-jaringan pola tersebut kemudian dikumpulkan dan diterjemahkan untuk kemudian dihubungkan dengan kelompok-kelompok pola lain berupa aturan desain sebagai “peta dasar” atau bahkan bahasa sendiri dari solusi rancang kota baru. Pola-pola yang dihadirkan merupakan pola-pola hasil kajian dan selektif yang dipilih berdasarkan hasil kontemplasi isu kultural sebuah kota.

-William Shakespeare

DIALOG BUDAYA

Understanding Of Pattern Based Design

WHAT IS CITY BUT THE PEOPLE?

62


DIALOG BUDAYA

63 Culture & Human

Understanding Human Behavioral Change concept Konsep human behavioral change merupakan salah satu konsep dasar yang sudah banyak digunakan oleh berbagai ahli profesional dibanyak bidang seperti environmentalist, educationalists, international development practitioners, health promoters, web designers, dan termasuk di dalamnya city planner. Konsep ini digunakan sebagai salah satu solusi untuk mendapatkan pola hidup yang lebih sehat. Konsep behavioural change ini memiliki sistem kerja yang memiliki urutan tertentu dan tahap tertentu dimana seseorang dapat mempelajari urutan tersebut berkaitan dengan lingkungan- yang mendukung dan mengarahkan terhadap pola urutan yang jauh lebih baik dan dianggap mampu sebagai solusi aktif atas masalah tertentu. Pola urutan tersebut kemudian secara teknis, memberikan penghargaan atas perubahan pola yang dilakukan (penghargaan berupa lingkungan dan kepuasan hidup dalam kota yang lebih sehat dan lebih baik). Dengan adanya penghargaan tersebut, pemikiran baru mulai muncul, kemudian mengarah pada perubahan perilaku (pilihan hadiah), dalam model dinamis yang divalidasi dengan baik.

Cultural Lost

Human Behaviour

Reconnecting Culture & city

Terwujudnya konsep Re-connecting Culture

Culture & City Elemen

Collective Memory

Behavioural Change

Pattern Based Design


64 DIALOG BUDAYA

Kota-kota kita bermutasi dan ini tidak bisa dihindarkan. Pertanyaannya adalah, apakah perubahan itu bisa sepenuhnya kita serahkan kepada pasar ? ./Bahkan jika banyak orang yang memang tidak lagi menghendaki museum, bangunan-bangunan dengan sejarah, taman-taman kota atau cerita budaya? -Avianti Armand, dalam Arsitektur yang Lain dalam bab Sembarang Kota


Babak ini sebagai awal pengenalan budaya kota yang ada. Di babak ini masyarakat diajak untuk belajar dan mendefinisikan kepentingan sebuah budaya dalam ranah kota.

DIALOG BUDAYA

65

How Human behavioural Change concept works

Learning Process

What is unknown (not yet)

Dalam teori Behaviour Centred Design, ada beberapa tahap yang dapat dilakukan untuk mencapai citacita tersebut. Tahap-tahap tersebut dibagi menjadi 6 : 1. Pre Contemplation, Raising awareness about the problem. 2. Contemplation, Highlighting a behaviour’a benefit, increasing social pressure, helping people to make plan. 3. Preparation, Motivated to change their behaviour. 4. Action, People start practicing, experiencing its benefits. 5. Maintanance, people practice the behaviour requiring some effort to continue in the long term. 6. Termination, people are not tempted to stop practicing the behaviour and are able to mantain it in the long term. Dari 6 tahap tersebut, penulis meringkasnya menjadi 3 tahap yang kemudian disesuaikan dengan dimensi rancang kota.

What is known (Already)

1. Asses : Learning Stage 1 ; Introduction

2. Build & Create Stage 2 ; Understanding

3. Deliver & Evaluate

Pada babak ini, masyarakat mengedukasi diri mereka sendiri dengan melihat apa yang sebenarnya terjadi, apa yang mereka punya ( Sejarah dan budaya). Setelah itu, mereka mulai melakukan akivitas, mempraktikkan kegiatan budaya dan sejarah, dan membangun kembali koneksi atas apa yang selama ini kota tersebut miliki dari titik awal. Awarding of what they have learned

They Can practice

Re-build the connection

Stage 3 ; Re-Understanding

Pada babak ini masyarakat mulai mengerti dan mulai membawa hasil atas apa yang sudah mereka pelajari dan praktikkan

Maintanance

Termination

Requiring some effort to contitive in the long term.

People are not tempted to stop practicing & are able to maintain it in the long term.


2. Build & Create Stage 2 ; Understanding

Human Behavioral Change concept

36

1. Asses : Learning A : Creating a public Cultural space to connect people & their Culture by cultural educational park B : Creating a Symbolic node to give the iconic visualization of city of culture.

1. Asses : Learning Stage 1 ; Introduction

C

2. Build & Create C : Redevelop waterfront & put some lively gather area to connect the land and the sea. Lively gather area as pause/rest space. D : Creation sequence stage of culture by creating a creative mini public space with some street furnitures that represent the culture (Putting it in some corridor to strengthen the pattern connectivity)

D B

3. Deliver and Evaluate E : Creating an integration space activity between culture, social life, nature and history. > Culinary Shops area > Fisherman village and Developing shops > Multicultural showing up by building facade.

E

A

66 DIALOG BUDAYA

3. Deliver & Evaluate Stage 3 ; Re-Understanding


DIALOG BUDAYA

67


68 DIALOG BUDAYA

Dialogue Budaya; Cerita Koneksi ./ Re-connecting Manakarra to its Culture with pattern based design as the creative approach

Maksud dari judul ini adalah cita-cita yang diharapkan terwujud dalam perancangan kota ini ialah adanya cerita-cerita akan koneksi budaya yang dihadirkan dalam bentuk dialog sebagai pola-pola aturan kotanya.

Reconnecting Corridor.

Reconnecting Coastal City ./ Sea to the people

Reconnecting Lively City


DIALOG BUDAYA

69

Re-Connecting Corridor

Koridor A : Sebagai gate dari koridor-koridor lain.

Koridor B : Alley/gang, Sebagai ruang koridor refleksi yang lebih intim. Koridor C : Koridor Utama, yang menggambarkan wajah kota pesisir. Koridor D : Koridor Mini, dimana koridor ini menghubungkan ruang-ruang interaksi seperti toko-toko, pasar, kuliner, dan rumah-rumah.

Koridor menurut moughtin (1992 : 41), ialah satu jalan yang dihiasi dengan bangunan-bangunan dikedua sisinya sepanjang ruas jalan tersebut terbentang. Hiasan bangunan-bangunan tersebut membentuk kualitas visual / fisik ruang. Koridor dapat dipahami sebagai elemen "penghubung" kota itu sendiri. Ia adalah kumpulan ruang-ruang memanjang yang menjaga jaringan bahasa sebuah kota, bagaimana sebuah atau dua buah area atau bahkan lebih dapat terkoneksi satu salam lain dengan urutan cerita tertentu yang disajikan dengan hadirnya bangunanbangunan, pepohonan, elemen perabotan jalan, dan sebagainya yang berkaitan.

A : Jl. Ahmad Yani B : Jl. Yos Sudarso C : Gang / Alley D: Jl. Sam Ratulangi Jl. Emmy Saelan Jl. Jl. Trans Sulawesi

Spesifikasi dan karakteristik fisik serta non fisik yang diceritakan dalam suatu koridor sangat tinggi pengaruhnya terhadap tergambarnya wajah kota. Dalam dimensi perancangan kota kali ini, penulis menawarkan cerita baru dari koneksi sebuah koridor berdasarkan analisis budaya yang dihadirkan dalam pola-pola aturan tertentu. Pola-pola ini diambil berdasarkan hasil analisis sebelumnya yang kemudian dieksplorasi lagi menjadi pola yang lebih spesifik serta penyesuaian terhadap lokasi terpilih dan kontemplasi isu terkait.


70

DIALOG BUDAYA


Main Corridor 1

71 DIALOG BUDAYA

Merupakan primary streets yang menjadi penghubung toko-toko, ruang budaya, dan rumah-rumah. Ex : Jl. Ahmad Yani – Jl. Sam Ratulangi – Jl. Emmy Saelan.

./ identifiable Corridor

Area duduk? identifiable street furniture? lebih hijau?

Jalan-jalan utama (bukan pesisir), menampilkan wajah-wajah kota yang penuh dengan toko-toko ,perkantoran, dan ‘sedikit ‘ ruang terbuka serta jalur pedestrian yang ramah. Jalan-jalan in kurang mengekspos identitas kotanya, kurang membangun koneksi dengan masyarakatnya. Pada buku Pattern Language oleh Alexander Christopher, pattern nomor 14 ( identifiable neighborhood ), disimpulkan bahwa orangorang membutuhkan unit tata ruang yang muda di kenali, lingkungan yang mudah teridentifikasi oleh masyarakatnya. Adapun pattern ini dapat di terapkan dengan bantuan pattern-pattern lain yang hadir dalam wujud street furniture.


72 DIALOG BUDAYA

Ruang Amat ; Berupa area duduk yang menyediakan informasi tentang kota dan budayanya ./ Pattern 01

Lampu Jalan ; Lampu jalan hadir tidak hanya sebagai penerang jalan, tapi juga sebagai penerang identitas budaya. ./ Pattern 02

Area Duduk, Sebagai area duduk sebagai jeda dari panjangnya jalur pedestrian. ./ Pattern 03

./ Pattern 04

Mini Gallery, Hadir sebagai galeri informasi ‘kecil-kecilan’ tentang sejarah atau info-info kegiatan budaya lokal. ./ Pattern 05

./ Pattern 06

Penghijau, sebagai elemen pelengkap street furniture yang bertemakan budaya. Budaya akan selaras dengan adanya unsurunsur tambahan dari alam.

Trotoar Menghadirkan trotoar yang lebih luas bersama pattern unik hasil transformasi pola khas daerah.


Main Corridor 2

73 DIALOG BUDAYA

Merupakan primary streets yang menjadi penghubung antara pesisir dan bangunan bangunan komersiil Ex : Jl. Yos Sudarso – Jl. Arteri

./ Pattern 01 Trotoar dengan pola

Variasi Aktivitas? Area duduk? Area Kumpul?


74 DIALOG BUDAYA

./ Pattern 02

Lampu Jalan; Lampu jalan sebagai identitas menjadi penting ketika area pesisir dikelilingi dengan toko-toko kecil

./ Pattern 04

Area Duduk ; Tingkat keramaian jalan pesisir biasanya lebih tinggi, sehingga area duduk menjadi sangat penting.

./ Pattern 06

Ruang Amat ; Berupa area duduk yang menyediakan informasi tentang kota dan budayanya

Kios ; Jalan menjadi bervariasi dengan adanya activitiy pocket sebagai elemen jalan itu sendiri ./ Pattern 03

./ Pattern 05

Creative spot ; Berupa area duduk yang fleksibel sebagai ruang amat, wifi spot, waiting spot, dan sebagainya.

./ Pattern 07

Mini Gallery, Hadir sebagai galeri informasi ‘kecil-kecilan’ tentang sejarah atau info-info kegiatan budaya lokal.


Alley/Gang

75 DIALOG BUDAYA

Merupakan gang kecil yang menggambarkan bangunan-bangunan yang masih kental dengan budaya. Terdapat diseberang jalan utama Yos Sudarso

./ gang = Lorong Waktu?

Berkumpul dijalan? Tempat cerita?

Menanam?

Seni Lokal?

Gang dikenal juga sebagai jalan kecil yang berada d I kampungkampung kota. Gang juga dapat dikatakan sebagai lorong. Gang ini menjadi sangat penting perannya, bisa juga menjadi balancing element dari jalan-jalan besar disekitarnya. Pada lorong jalan ini dihadirkan pola-pola yang mampu membawa setiap tamunya untuk lebih dalam lagi memaknai budaya. Diharapkan dalam perjalanan seseorang di kota, jalan ini mampu memberi contoh lain akan gambaran dan narasi budaya masyarakat lokal.


76 DIALOG BUDAYA

./ Pattern 01

./ Pattern 03

Pola Jalan; Memberi aksen berupa pola khas yang serupa dengan trotoar untuk membangun koneksi

Vertical Garden(?); Lorong ini juga digambarkan dengan pagar-pagar kecil dari rumah-rumah yang memarkir. Pagar sebagai wadah penghijauan bisa jadi menarik.

./ Pattern 02

Creative Space; Sebagai ruang fleksibel untuk lebih menikmati lorong kecil, dilengkapi dengan modul-modul sebagai wadah tanaman

./ Pattern 04

Seni lokal; Dinding polos yang mepet di jalan bisa dijadikan kanvas untuk seni-seni lokal.

Ruang Cerita; Gang kecil tak akan lengkap tanpa ruang kumpul untuk saling tukar cerita. ./ Pattern 05

./ Pattern 06

pohon dan lampu ; Pohon dan lampu menjadi unsur pelengkap akan gang yang lebih hidup terang maupun gelap.


Mini Corridor

77 DIALOG BUDAYA

Merupakann secondary streets yang menghubungkan rumah-rumah. Ex : Jl. Trans Sulawesi.

Jalan kecil yang menjadi penghubung antara toko-toko dan ruang-ruang kuliner akan menjadi menyenangkan dengan pelengkap struktur jalan yang mendukung dan menyediakan koneksi budaya khas yang baik. Pada mini corridor ini koneksi dihadirkan dengan ruang-ruang mini public dan beberapa street furniture pendukung.

Mini Public Space? Lebih akrab?

Informasi? kuliner ?


78 DIALOG BUDAYA

./ Pattern 01

./ Pattern 03

./ Pattern 05

Lampu Jalan; Lampu jalan sebagai identitas menjadi penting ketika area pesisir dikelilingi dengan toko-toko kecil

Ruang Duduk (?); Ruang duduk hadir sebagai point inti dari beragamnya aktivitas yang dicita-citakan.

Papan Cerita; Sebagai penyampai informasi untuk kuliner khas, atau apa-apa lain yang juga khas.

Kios ; activity pocket sebagai elemen pelengkap dari koridorkoridor yang ramai akan toko-toko dan area kuliner ./ Pattern 02

./ Pattern 04

Ruang Rindang; Ruang rindang dengan menjadi vertical garden penyeimbang dikumpulan toko-toko dan area kuliner.

Trotoar

./ Pattern 06


DIALOG BUDAYA

79

Re-Connecting Sea and ‘City’

Hal yang paling ditinggalkan atau dilupakan dalam kota Mamuju ini adalah berkoneksi kembali dengan laut. Laut dalam gambaran suku Mandar dan kota pesisir pada umumnya menjadi elemen paling penting dari kotanya. Koneksi ini mulai terputus dengan adanya batas-batas lancang dari area komersiil yang mengambil hak atas laut itu sendiri. Pada dimensi desain kali ini, koneksi antara laut, darat, serta manusianya akan dihadirkan kembali melalui polapola tertentu.

Re-Connecting Building & Facades Dalam mencapai cita-cita terkoneksi satu sama lain, Area komersiil yang berada di sekitar jalan Yos Sudarso dan Jalan Trans Sulawesi divisualisasikan dengan pola-pola tertentu yang pada akhirnya membawa toko-toko tersebut kepada fasad bangunan yang memiliki nuansa kultur dan narasi sejarah.


80 DIALOG BUDAYA

Re-Connecting Sea and ‘City’

Weterfront ./ Pattern 01

Event Space ./ Pattern 02

Green Shelter

./ Pattern 03

./ Pattern 05

Culture Station

./ Pattern 04

Flooting Bridge Area pertemuan antara manusia dengan alamnya ; Laut

./ Pattern 06

Vegetation - Pohon kelapa sebagai cerminan dari gambaran kota pesisir


DIALOG BUDAYA

81

Re-Connecting Building and Facade

Untuk bangunan yang sudah berlanggam arsitektur shophouses china perlu dipertahankan dan hanya melakukan perbaikan mini terhadap elemen fasad.

Untuk toko yang berada di ./ Pattern 02 pinggiran jalan Yos sudarso menjadikan elemen garis vertikal dan atap mandar sebagai elemen bangunan.

./ Pattern 03

Untuk rumah toko yang berada di kampung nelayan menggunakan jendela khas arsitektur mandar

Untuk rumah toko yang ./ Pattern 04 berada disekitar rumah toko china menerapkan fasad pergabungan antara arsitektur mandar dan china

./ Pattern 05

Untuk bangunan berlantai 1 rumah naik kurang lebih 500 cm dari tanah dan menggunakan anak tangga kayu serta tambahan elemen fasad elemen garis horizontal dan veritkal

./ Pattern 01

Untuk rumah berlantai satu ./ Pattern 06 yang juga berfungsi sebagau warung, menggunakan naungan kecil didepannya.


82

DIALOG BUDAYA


DIALOG BUDAYA

83 Connected Corridor

Design of Corridor & Connected Part Connected Corridor Pola-pola desain koridor yang sudah diilustrasikan sebelumnya, dapat diterapkan di koridor-koridor yang dikoneksikan. Connected Part Connected part terdiri dari desain taman budaya, re-development of waterfront, area wisata kuliner , cultural center, dan mix culture area.

Connected Part


84 DIALOG BUDAYA

Para pejalan kaki adalah penghuni sebenarnya dari kota -Avianti Armand


DIALOG BUDAYA

85

06


86 DIALOG BUDAYA

Creative design illustration


87 DIALOG BUDAYA

Manakarra Waterfront

Culinary Shops

Fisherman Villages

Cultural Center Mix Complex Taman Budaya Monumen Maradika

-ReconnectedMaster Plan

Konsep utama dari dari desain-desain yang di-ide-kan dan dikembangkan berpedoman pada transformasi elemen-elemen garis dari ombak dan pantai. Tak luput pertimbangan akan unsur-unsur arsitektur tradisional pun digabungkan dalam konsep ini.


88

DIALOG BUDAYA


Jalan Sebagai babak awal dalam mengkoneksikan kembali kultur yang ada, perlu dilakukan pelebaran jalan untuk memberi gambaran budaya dengan mudah. Pelebaran jalan dilakukan dengan melakukan renovasi mini terhadap kompleks rumah adat sebagai area edukasi wisata dengan cara ; 1. Memundurkan batas akan kompleks perumahan adat, menurunkan tinggi pagar untuk mengurangi kesan tertutup dan meberi kesan ‘luas dan lega’. 2. Melalukan pelebaran trotoar, sehingga bangunan di sepanjang jalan Ahmad Yani yang berhimpitan dengan trotoar dimundurkan kurang lebih sekitar 1,5-2 m. 3. Melakukan perbaikan struktur jalan yang lebih ramah ‘pejalan kaki’ serta rindang. Struktur termasuk didalamnya street furniture pendukung sebagai atraksi pengenalan identitas lokal. (Pedoman akan pola-pola struktur jalan dapat dilihat di sub-bab ‘reconnecting corridor’ bagian main corridor 1

DIALOG BUDAYA

89

Stage 1 ; Assess and Learning

Ketinggian & Wajah bangunan : - Perkantoran : Maksimal 16m dengan langgam yang mempertimbangkan transfromasi arsitektur lokal. - To k o : M a k s i m a l 1 2 m d e n g a n pertimbangan fasad berdasarkan pola yang sudah sediakan sebagai pedoman.

Keyplan : A : Creating a public Cultural space to connect people & their Culture by cultural educational park 36

E C D B A

Sebelum

Sesudah


90 DIALOG BUDAYA

Untuk memperjelas kesan sebagai babak pertama, ditempatkan 2 nodes di sisi kiri dan kanan dengan bentuk yang selaras, hal ini untuk memberi kesan “gate” atau gerbang bahwa daerah ini merupakan daerah kultural pertama dari area yang didesain. Tak hanya itu, visualisasi image kota pesisir juga dihadirkan dengan memberi vegetasi pohon kelapa disekitar taman budaya dan monumen Maradika.


DIALOG BUDAYA

91

Stage 1 ; Assess and Learning Taman Budaya dan Monumen Maradika

Taman budaya yang dihadirkan memiliki konsep trasnformasi selaras dari perumahan rumah adat yang bertapak disebelahnya, Hal ini dilakukan untuk mempertegas proses ‘mempelajari’, ‘mencari tahu’, ‘melihat dan menyimak’ budaya yang sebenarnya dimiliki Mamuju itu sendiri. Fasilitas pendukung yang dihadirkan untuk mendukung babak assess & learning ini adalah ; Tourist Information Center, Museum kota, Co-working and public library.

Co-working & Library Museum Kota Tourist Information Center Jembatan Akrab ./Jembatan ini sebagai jembatan untuk berinteraksi dengan air


Bentuk Monumen transformasi dari layar perahu sandeq Elemen air Pohon Kelapa sebagai visualisasi kota pesisir secara konsisten diletakkan di beberapa spot.

DIALOG BUDAYA

Monumen maradika merupakan monumen refleksi atas adanya penempatan taman budaya di seberang jalan. Monumen ini diberi nama Maradika. Maradika merupakan nama dari kerajaan yang ada di Mamuju. Monumen ini juga berbentuk dasar seperti perahu sandeq. Perahu sandeq merupakan salah satu perahu khas Mamuju yang sangat dibangga-banggakan akan kecepatannya dalam berlaut.

93


Pola Jalan ;

DIALOG BUDAYA

93

Pola Jalan didesain berdasarkan hasil transformasi dari elemen-elemen garis ombak, serta transformasi dari motif kain sutra khas Mamuju yang khas dengan elemen garis dan motif kotak-kota.

Stage 1 ; Assess and Learning

Lampu Jalan ; Lampu jalan dikembangkan dengan menambahkan unsur kulture didalamnya.

Motif Kain Sutra Mandar

Shelter 5000

6000

2800

B : Creating a Symbolic node to give the iconic visualization of city of culture. 36

E C D B A


94

DIALOG BUDAYA


DIALOG BUDAYA

95 Sport Center Pada babak ini, area kultural yang dihadirkan lebih komplit dan beragam, Ruang-ruang publik pendukung terciptanya aktivitas budaya lebih variatif. Terdapat pola-pola jalan yang baru dan pola-pola fasad dari toko-toko pun didesain ulang dengan aturan yang baru, Ruang cultural center diletakkan dipesisir sebagai refleksi dari banyaknya variasi-variasi yang lain.

Cultural Center & Jogging Track Shops

Waterfront dan Ruang ‘Temu’ Laut


Jalan Jalan Utama pesisir didesain dengan ukuran yang lebar sekitar 20m dengan 2 jalur kendaraan. Rencana re-design struktur jalan telah dikategorikan dalam bab reconnecting corridor dengan pola-pola tertentu. Pedestrian ways dirancang sedikit lebih lebar sekitar 3m dengan banyak tambahan fungsi pendukung.

DIALOG BUDAYA

Stage 2 ; Build And Create

96

Gang/Alley, ukuran jalan tetap dipertahankan, tidak ada pelebaran jalan, penempatan street furniture dilakukan di ruang-ruang antar rumah yang kosong. Dilakukan penempatan pola jalan pada gang ini. Tanaman hijau dihadirkan dalam bentuk vertikal bersama dengan area kumpulnya. Pola selengkapnya dapat dilihat di bab reconnecting corridor ; gang/alley. Perumahan kodim, Rumah-rumsh kodim, dan kantor kodim di alokasikan dengan mix area yang terdiri dari shops, activity pocket atau kios, dan mini gather space.

C : Redeveloping waterfront & put some lively gather area to connect the land and the sea. Lively gather area as pause/rest space. D : Creation sequence stage of culture by creating a creative mini public space with some street furnitures that represent the culture (Putting it in some corridor to strengthen the pattern connectivity) 36

E C D B A

Ketinggian & Wajah bangunan : - Perkantoran : Maksimal 16m dengan langgam yang mempertimbangkan transfromasi arsitektur lokal. - To k o : M a k s i m a l 1 2 m d e n g a n pertimbangan fasad berdasarkan pola yang sudah sediakan sebagai pedoman. -Rumah/toko yang mepet jalan dimundurkan sejauh 1,5 m


DIALOG BUDAYA

97

Stage 2; Build And Create Waterfront, Culture Center, Mix Area.

Waterfront, waterfront didesain dengan konsep yang selaras dengan part-part lain yang dikoneksikan. Konsep siteplan dari waterfront merespon garis pantai dan ombak. Yang berbeda dari waterfront sebelumnya, konsep kali ini menghadirkan koneksi yang ‘sempat’ hilang antara manusia kotanya dan laut, sehingga ada ruang ‘temu’ laut yang dihadirkan didalam desainnya. Ruang temu yang dihadirkan lebih dari satu, dan masing-masing hadir dengan konsep yang berbeda. Ruang temu ada yang dapat diakses terus menerus, dan ada yang dapat diakses hanya dalam waktu tertentu mengikuti naik turun ketinggian air laut.

Ruang termu laut, sebagian berkonsep floating, mengikuti ketinggian air laut.


98 DIALOG BUDAYA

Redesign Node : Gong perdamaian sebagai node pantai didesain ulang dengan bentuk yang menyerupai perahu sandeq dan juga layarnya sebagai struktur pelindung gong.


DIALOG BUDAYA

99

Stage 2; Build And Create Culture Center Ilustrasi design cultural center disamping merupakan transformasi atap pelana dan kemudian ditambahlan dengan elemen garis-garis ombak yang selaras dengan desain-desain lainnya.


100 DIALOG BUDAYA

Mix Area Pada Mix Area ini Toko-toko dengan langgam hasil transformasi rumah tardisional dan shophouses china diletakkan dibelakang ruang kios.


./Penggunaan lahan ruko menjadi area kuliner khas daerah mamuju (jajanan) dengan konsep tapak green.

DIALOG BUDAYA

101

./ Penataan kembali kampung nelayan dengan menambahkan fungsi pengdukung berupa area kuliner khusus makanan laut dan pasar ikan.

Stage 3 ; Deliver and Evaluate

./Pengaturan struktur jalan sesuai dengan pola aturan pada pedoman sebelumnya untuk jalan pesisir. ./Pelebaran jalur pedestrian dan pengembangan aktivitas mini public yang menunjang aktivitas tokotoko kulinernya.

E : Creating an integration space activity between culture, social life, nature and history. > Culinary Shops area > Fisherman village and Developing shops > Multicultural showing up by building facade.

36

E C D B A

Ketinggian & Wajah bangunan : - Perkantoran : Maksimal 12m dengan langgam yang mempertimbangkan transfromasi arsitektur lokal. - To k o : M a k s i m a l 9 m d e n g a n pertimbangan fasad berdasarkan pola yang sudah sediakan sebagai pedoman.

Ketinggian & Wajah bangunan : - Perkantoran : Maksimal 16m dengan langgam yang mempertimbangkan transfromasi arsitektur lokal. - To k o : M a k s i m a l 1 2 m d e n g a n pertimbangan fasad berdasarkan pola yang sudah sediakan sebagai pedoman.


102 DIALOG BUDAYA

Pada babak ketiga ini, masyarakat disediakan fasilitas pendukung dimana mereka bisa mengevaluasi budaya-budaya yang dimiliki, kemudian menjadi terbiasa akan budaya tersebut. Setelah itu, masyarakat mampu men-deliver- budaya tersebut ke dalam kehidupan sehari-hari dan kemudian menjadi terbiasa dan ketergantungan hidup bersama atau sejalan dengan budaya, maka konsep sustainable city akan terwujud pula disini.


DIALOG BUDAYA

103

Stage 3; Evaluate & Deliver Traditional Culinary Shops

Area kuliner khas Mamuju (jajanan) hadir dengan konsep yang lebih akrab dengan laut, di pusat jajanan khas ini, konsep 2 level shoping diterapkan, dimana pada level 1, terdapat jajanan khas oleh-oleh Mamuju dan pada level 2 terdapat warung-warung kecil yang menjual jajanan-jajanan khas tersebut.

Potrait hubungan area kuliner dengan laut


104 DIALOG BUDAYA

Kampung nelayan ini menjadi kampung yang merefleksikan kehidupan masyarakat asli Mamuju yang dulunya hidup dari laut dan bergantung dari laut.

Fisherman Village & Market


DIALOG BUDAYA

105

Stage 3; Evaluate & Deliver Shops

Toko-toko diatur fasadnya berdasarkan pola yang telah ditetapkan, toko-toko lebih membangun cerita tentang sejarah dan budayanya.


106 DIALOG BUDAYA

Sesuatu yang sangat magis tentang ‘pulang’ ke siapa kita sebenarnya, atau kembali ke ‘apa’ yang dulu sempat dihilangkan selalu punya cara sendiri untuk bercerita, mencerita, berefleksi, bekerja sama meredam luapan-luapan metropolitan yang terlalu bersemangat.


Referensi

DIALOG BUDAYA

107

Referensi : ./ Sen, Amartya. 2013. ECOSOC 2013 The role of culture in sustainable development to be explicitly recognised. 15 Maret 2013. [online] diakses pada 13 September 2019 (https://www.uclgcisdp.org/sites/default/files/ECOSOC2013-Committeeonculture-ENG.pdf) ./Leewardist. 2019. Identity of our city and country Then and Now. [online] diakses pada 10 September 2019 (https://www.instagram.com/p/B1Tq8inDfVe/?utm_source=ig_web_copy_link) ./Abdel-Azim, Gesser Gamil, dkk.The Importance of cultural dimensions in the design process of the vernacular societies.2018.[online] diakses pada 8 September 2019 (https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2090447917301193). ./Mamuju dalam Angka keluaran 2018. [Online] diakses pada 8 September 2019 ( https://mamujukab.bps.go.id/) ./ Sunarti, Sastri. 2017. Kosmologi Laut Dalam Tradisi Lisan Orang Mandar di Sulawesi Barat. accessed: 13th Sept, 2019 (http://aksara.kemdikbud.go.id/jurnal/index.php/aksara/article/download/99/32) ./Dalton, John. 1927-1928. Notices of the Indian Archipelago, and Adjacent Countries; Being a Collection of Papers Relating to Borneo, Celebes, Bali, Java, Sumatra, Nias, The ... Siam, Cochin China, Malayan Peninsula. ./Dobbins, Michael. Urban Design and People. ./Christopher, Alexander. 1977. A Pattern Language: Towns, Buildings, Construction. [Online] diakses pada 7 September 2019 (https://www.patternlanguage.com/). ./Gehl, Jan. 2011. Life between buildings : Using Public Space. ./Gehl, Jan. 2010. Cities for people. 6 Agustus 2010. Published by : Island Press. [Online] diakses pada 25 September 2019 (https://gehlpeople.com/). ./Armand, Avianti. Arsiektur Yang Lain ; sebuah kritik arsitektur. Mei 2017 : PT. Gramedia, Jakarta. ./ Aunger, Robert dkk. Behaviour Centred Design : towards an applied science of behaviour change. 18 Agustus 2016. [online] diakses pada 14 November 2019. (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27535821).


CATATAN :

108 DIALOG BUDAYA

Tentang Penulis

Chairunnisa | 16512140@students.uii.ac.id An architecture student who interested in interior architecture and how space was created, also interested in historical architecture. A little proficient in architectural visualization. Nisa had contributed her work In Moving Horizon Exhibition collaborated with Anhalt University in Germany 2016, winning the Blue Ribbon Award 2017 as the 2nd best design for Studio House with the approach of human behavior. Her latest activity is becoming a participant of Summer School in Istanbul 2018 and Erasmus+ Exchange Student Program Sprin9 2019 in FSMVU Istanbul, Turkey.



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.