Penguatan Sistem Pendidikan Kedokteran dalam Upaya Penanggulangan Keracunan Timbal di Indonesia
HIGHLIGHT
Timbal merupakan salah satu jenis logam berat yang terjadi secara alami, tetapi sangat beracun jika masuk ke dalam tubuh melalui berbagai sumber di lingkungan, seperti tanah, bensin, cat, air, dan makanan.
Jumlah anak di Indonesia dengan kadar timbal dalam darah yang berbahaya melebihi 8 juta anak.
Kondisi kurikulum pendidikan kedokteran di Indonesia saat ini belum berfokus pada isu-isu kesehatan lingkungan yang berpengaruh pada kesehatan manusia, seperti keracunan timbal, sehingga pengetahuan dari mahasiswa kedokteran akan masalah ini masih kurang.
Dibutuhkan pengintegrasian topik kesehatan lingkungan, khususnya keracunan timbal, ke dalam kurikulum pendidikan kedokteran umum dan spesialis untuk memberikan pembekalan yang cukup sebagai salah satu upaya kuratif dan preventif kasus keracunan timbal di Indonesia.
Dibutuhkan sistem pemantauan dan deteksi dini yang baik terkait kondisi keracunan timbal yang terjadi di masyarakat Indonesia, khususnya pada daerah-daerah berisiko tinggi.
LATAR BELAKANG
I. Pengantar
Timbal merupakan salah satu jenis logam berat yang terjadi secara alami yang tersedia dalam bentuk bijih logam, dan juga dalam percikan gunung berapi, dan bisa juga diperoleh di alam [1]. Timbal bisa masuk dalam lingkungan dan tubuh manusia dari berbagai macam sumber seperti bensin (petroleum), daur ulang atau pembuangan baterai mobil, mainan, cat, pipa, tanah, beberapa jenis kosmetik dan obat tradisional, serta berbagai sumber lainnya [2]. Di kebanyakan negara berkembang, sumber utama kontak dengan timbal berasal dari bensin bertimbal. Selain itu, berbagai consumer product, seperti yang disebutkan di atas, dan makanan juga bisa mengandung timbal [3].
Timbal merupakan zat yang sangat beracun jika terserap ke dalam tubuh [4]. Timbal diketahui dapat menyebabkan berbagai dampak akut dan kronis termasuk kehilangan selera makan, sembelit, kolik abdomen, penurunan IQ, masalah perilaku, masalah pendengaran dan keseimbangan,
Timbal merupakan zat yang sangat beracun jika terserap ke dalam tubuh [4]. Timbal diketahui dapat menyebabkan berbagai dampak akut dan kronis termasuk kehilangan selera makan, sembelit, kolik abdomen, penurunan IQ, masalah perilaku, masalah pendengaran dan keseimbangan, ensefalopati, anemia, retardasi pertumbuhan, tertundanya kematangan seksual, meningkatnya karies gigi, penyakit kardiovaskular, penyakit ginjal, kejang, koma, dan bahkan kematian [5].
II. Kondisi Keracunan Timbal di Indonesia
Keracunan timbal di Indonesia belum memiliki sistem pemantauan terstandar yang baik. Walaupun begitu, diperkirakan jumlah anak di Indonesia dengan kadar timbal dalam darah lebih dari 5 ug/dL adalah 8,3 juta anak, sedangkan jumlah anak di Indonesia dengan kadar timbal dalam darah lebih dari 10 ug/dL berjumlah 17 ribu anak [6]. Kadar tersebut merupakan kadar berbahaya yang telah ditetapkan untuk segera diberikan penanganan. Indonesia memiliki beberapa titik daur ulang aki bekas yang tidak dibarengi dengan adanya kebijakan mengikat untuk mengakomodasi praktik formal maupun informal. Hingga saat ini, terdapat sekitar 50 peraturan di Indonesia yang mengatur terkait keracunan timbal. Akan tetapi, dalam praktiknya, ditemui bahwa sistem pemantauan yang kurang baik membuat praktik daur ulang limbal timbal tidak berjalan sesuai dengan standar yang ada [7].
III. Beban Penyakit Keracunan Timbal
Keracunan timbal menyebabkan perkiraan 21,7 juta tahun cacat dan kematian (disability-adjusted life years atau DALYs) karena dampak kesehatan jangka panjangnya. Secara global, lebih dari 60% kecacatan intelektual yang dapat dicegah disebabkan oleh paparan timbal pada masa kanak- kanak. Menurut penelitian pada tahun 2022, yang menganalisis tren beban penyakit yang disebabkan oleh paparan timbal di 204 negara dan wilayah antara tahun 1990 hingga 2019, ditemukan bahwa total kematian dan DALYs yang disebabkan oleh keracunan timbal meningkat secara signifikan karena pertumbuhan dan penuaan penduduk [8].
Secara regional, Asia Selatan dan Asia Timur adalah dua wilayah GBD dengan jumlah kematian dan DALYs yang terkait dengan paparan timbal terbanyak pada tahun 2019, dengan Indonesia menempati urutan ke-4 tertinggi berdasar kematian dan urutan ke-3 berdasarkan DALYs [8].
IV. Ruang Pengembangan Sistem dan Tenaga Kesehatan
Pengembangan sistem dan tenaga kesehatan harus dimulai dengan sumber daya manusia yang baik, hal ini yang mendasari bahwa kurikulum kedokteran di Indonesia harus mencakup keracunan timbal di dalamnya. Berdasarkan asesmen yang dilakukan, sebagian besar belum memberikan topik keracunan timbal di kurikulum pelajaran. Pencegahan juga menjadi hal utama yang harus diperhatikan dalam menangani permasalahan keracunan timbal di Indonesia. Kampanye mengenai pencegahan paparan timbal perlu untuk dilakukan oleh layanan kesehatan primer di setiap daerah, terutama pada daerah dengan tingkat paparan timbal yang tinggi. Deteksi dini juga perlu tersedia di seluruh fasilitas kesehatan di Indonesia.
V. Peran Mahasiswa Kedokteran
Mahasiswa kedokteran berperan cukup besar dalam menangani permasalahan keracunan timbal. Sebagai calon tenaga kesehatan pada masa depan, pemahaman mengenai keracunan timbal, gejala keracunan timbal, dan penanganan keracunan timbal perlu untuk diketahui oleh mahasiswa kedokteran. Selain itu, mahasiswa kedokteran juga dapat berperan dalam upaya preventif dengan melakukan promosi kesehatan kepada masyarakat mengenai keracunan timbal. Di kemudian hari, dokter dan tenaga kesehatan diharapkan mampu melakukan skrining dan identifikasi anak-anak dengan risiko keracunan timbal yang tinggi, menindaklanjutinya dengan pengetesan kadar timbal, dan melakukan rujukan kepada otoritas kesehatan terkait.
VI. Data Kondisi Kompetensi Mahasiswa Kedokteran di Indonesia
a. Data Pre-Activity Assessment
CIMSA telah melakukan asesmen terkait pengetahuan, perilaku, dan praktik mahasiswa kedokteran terhadap permasalahan keracunan timbal di Indonesia. Asesmen berhasil mengumpulkan 168 mahasiswa kedokteran praklinik dari angkatan, universitas, dan domisili yang berbeda. Dari 168 responden, sebagian besar (51%, 85 mahasiswa) adalah angkatan 2021, 45% (75 mahasiswa) angkatan 2020, sedangkan sisanya angkatan 2019 dan 2022 (masing-masing 10%, 4 siswa) [Grafik 1]*. Responden terbanyak berasal dari Universitas Riau (23%, 38 mahasiswa) [Grafik 2]*. Sebagian besar responden berdomisili di Riau (23%, 39 pelajar) dan DI Yogyakarta (16%, 27 pelajar) [Grafik 3]*.
Kami menganalisis interpretasi dari setiap pertanyaan dalam 3 aspek, yaitu aspek pengetahuan, perilaku, dan sikap. Hasilnya diklasifikasikan menjadi buruk dan sangat buruk jika hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan serta baik dan sangat baik jika hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.
Pengetahuan responden kami termasuk dalam kriteria “buruk”, dengan skor rata-rata adalah 4,32 dari 11 poin (39,27%) dengan median 4 dan rentang 1-10 dari 11 poin [Grafik 4]. Hasil tersebut meliputi pemahaman responden terkait kondisi pengelolaan limbah timbal, faktor risiko keracunan timbal, patofisiologi, hingga perawatan dari kasus keracunan timbal.
Aspek sikap memiliki interpretasi “sangat baik”. Ini menunjukkan bahwa responden, sebagai mahasiswa kedokteran, sudah menyadari pentingnya pemahaman bahaya timbal. Responden juga menilai bahwa melakukan pelatihan adalah yang metode yang paling efektif untuk lebih memperdalam pengetahuan mereka tentang hubungan timbal dan kesehatan.
Sedangkan, interpretasi aspek praktik masih tergolong “baik”. Namun, permasalahannya adalah bahwa masalah keracunan timbal belum dimasukkan ke dalam kurikulum formal yang responden jalani.
b. Data Offline Training
CIMSA melakukan pelatihan terhadap mahasiswa kedokteran dengan menggunakan modul edukasi yang telah dikembangkan bersama dengan UNICEF Indonesia dan Vital Strategies. Peserta pelatihan luring berjumlah 109 orang. CIMSA menyalurkan materi dengan metode interaktif, yang terdiri dari kuis, permainan, permainan peran, dan tanya-jawab. Peserta terdiri dari mahasiswa kedokteran tahun pertama, kedua, dan ketiga. Melalui pelatihan tersebut, CIMSA mendapatkan hasil bahwa peningkatan pengetahuan peserta saat sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan dapat dilihat pada grafik 5.
kegiatan akademik fakultas.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan edukasi terkait keracunan timbal melalui kurikulum formal dalam perkuliahan kedokteran masih dapat ditingkatkan karena hanya sekitar 20% dari responden yang mendapatkan materi terkait keracunan timbal dalam kurikulum formal perkuliahan.
PANGGILAN BERTINDAK
Pemerintah 1
Meningkatkan promosi dan edukasi terkait resiko keracunan timbal kepada masyarakat Indonesia.
Memberikan rekomendasi untuk integrasi isu keracunan timbal di kurikulum pendidikan kesehatan di Indonesia.
Memberikan kajian dan sumber data terkini terkait keracunan timbal untuk menjadi bahan pembelajaran.
VII. Kondisi Kurikulum Kedokteran di Indonesia
Menurut Standar Pendidikan Profesi Dokter, kurikulum yang disusun untuk mahasiswa kedokteran umum harus meliputi beberapa hal, yaitu ilmu biomedik, ilmu kedokteran klinik, ilmu humaniora kedokteran, dan ilmu kesehatan masyarakat/kedokteran pencegahan/kedokteran komunitas dengan memperhatikan prinsip metode ilmiah dan prinsip kurikulum spiral. Ilmu kesehatan lingkungan sendiri termuat di dalam lingkup ilmu kesehatan masyarakat/kedokteran pencegahan/kedokteran komunitas. Masalah kesehatan yang dimaksud dalam kesehatan lingkungan dapat meliputi sanitasi makanan, air, rumah, polusi udara, air, tanah, sosial, dan dampak pemanasan global. Setiap universitas memiliki kewenangan untuk menyusun kurikulum pembelajaran bagi para mahasiswa kedokterannya [9].
Berdasarkan hasil asesmen yang CIMSA lakukan kepada 168 mahasiswa kedokteran pada tahap pre-klinik yang dilakukan pada bulan September 2022, 79.8% responden menjawab bahwa saat ini tidak ada pembelajaran mengenai keracunan timbal di Fakultas Kedokteran responden. Kemudian 20.2% responden menjawab mendapatkan pembelajaran mengenai keracunan, timbal di fakultas kedokteran responden. Selain itu, responden juga memberikan keterangan pembelajaran mengenai keracunan timbal diberikan dalam bentuk kuliah (17.3%), praktikum (1.2%), dan tutorial/PBL/diskusi (4.8%). Sementara itu, 7.7% responden menjawab mendapatkan pembelajaran mengenai keracunan timbal dalam bentuk seminar di luar kegiatan akademik fakultas.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan edukasi terkait keracunan timbal melalui kurikulum formal dalam perkuliahan kedokteran masih dapat ditingkatkan karena hanya sekitar 20% dari responden yang mendapatkan materi terkait keracunan timbal dalam kurikulum formal perkuliahan.
2
Mengadakan pelatihan terkait keracunan timbal kepada tenaga kesehatan di daerah beresiko.
Meninjau kembali pelabelan “bebas timbal” pada penjualan bahan yang mengandung kadar timbal tinggi seperti aki dan baterai. Melaksanakan transportasi dan pengelolaan limbah yang ramah lingkungan dan minim eksposur terhadap masyarakat.
Melakukan skrining kesehatan di desa tempat daur ulang timbal berada.
Memperketat kebijakan terkait standar penggunaan dan daur ulang produk bertimbal di industri Indonesia.
Institusi Pendidikan Kedokteran Umum dan Spesialis
Memberikan peningkatan kapasitas mahasiswa kedokteran terkait keracunan timbal di luar kurikulum akademik (preventif & kuratif).
Memasukkan pembelajaran terkait keracunan timbal pada kurikulum pembelajaran wajib pada Modul Kesehatan Lingkungan.
Menjadikan isu lingkungan dan gangguan kesehatan yang diakibatkan sebagai salah satu dasar penyusunan kurikulum pendidikan kedokteran.
Menjadikan penangan isu lingkungan dan dampaknya terhadap kesehatan sebagai salah satu kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh dokter umum.
Mengintegrasikan pelatihan terkait penanganan dan pencegahan keracunan timbal pada Standar Nasional Pendidikan Spesialis Ilmu Kesehatan Anak, seperti ke dalam materi keahlian khusus gastrohepatologi pada sub bab keracunan.
Menjadikan kasus-kasus dari daerah dengan prevalensi keracunan timbal tinggi menjadi bahan pembelajaran yang perlu diketahui oleh dokter calon spesialis anak sebagai upaya preventif
Memberikan penekanan terhadap pengaruh kesehata lingkungan dan potensi berbahaya dari kondisi lingkungan yang dapat memengaruhi kesehatan anak
Institusi Pendidikan dan Organisasi Profesi Kesehatan
Memberikan pembekalan kepada tenaga kesehatan terkait edukasi dan penanganan keracunan timbal.
Memberikan pelatihan tambahan mengenai isu lingkungan terutama keracunan timbal untuk tenaga kesehatan setelah menjadi praktisi.
Memasukkan mata kuliah keracunan timbal pada blok atau modul yang berkaitan.
Memberikan mata kuliah tambahan atau elektif mengenai keracunan timbal di luar mata kuliah wajib.
Mahasiswa Kesehatan
Secara aktif mengikuti kegiatan pembelajaran suplemen terkait informasi isu kesehatan di Indonesia.
Mencari dan membagikan informasi mengenai isu keracunan timbal kepada masyarakat.
Berpartisipasi atau mengadakan aktivitas dan kampanye terkait isu keracunan timbal.
Berkontribusi dalam usaha pengurangan praktik daur ulang timbal yang tidak terkontrol di masyarakat melalui pendekatan akar rumput.
INFORMASI KONTAK CIMSA
Patricia Aline campaign@cimsa.or.id
Marketing, Campaign, and Advocacy Director CIMSA 2022/2023
REFERENSI
Referensi dan lampiran dapat diakses melalui:
Disusun oleh:
Anisya Gabrieli P. D.
Della Zurahma
Patricia Aline
Raja Thoriq D. A.