KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU PADA PUISI FAḌLUT-TA’ALLUM

Page 1

Citra Ilmu, Edisi 31 Vol. XVI, April 2020

KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU PADA PUISI FAḌLUT-TA’ALLUM: KAJIAN ANTOLOGI HIDĀYATUL-AŻKIYÀ ILĀ ṬARĪQIL-AULIYÀ KARYA SYAIKH ZAINUD-DĪN AL-MALĪBĀ RĪ ASY-SYĀ FI̒I ̄ Hidayatun Ulfa Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama Temanggung hidayatunulfa52@gmail.com Abstrak Penelitian ini membahas tentang keutamaan menuntut ilmu yang terdapat dalam puisi Faḍlut-Ta’allum dalam antologi Hidāyatul-Ażkiyà ilā Ṭarīqil-Auliyà karya Syaikh Zainud-Dīn al-Malībārī asy-Syāfi̒. Pisau analisis dalam penelitian ini mengacu pada kajian semiotika yang dikemukakan oleh Riffaterre. Berdasarkan analisis semiotik yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa dalam puisi “Faḍlut-Ta’allum”dalam antologi Hidāyatul-Ażkiyà ilā ṬarīqilAuliyà karya Syaikh Zainud-Dīn al-Malībārī asy-Syāfi̒i ̄ tersebut ditemukan ketidaklangsungan ekspresi melalui penciptaan arti, yakni ditemukannya bentuk baḥr Kāmil dengan qafiyyah lamiyyah. Adapun melalui pembacaan semiotik dapat diketahui bahwa puisi tersebut merupakan gambaran bagaimana keutamaan-keutamaan orang yang menuntut ilmu. Dengan menuntut ilmu, seseorang dapat memperoleh pertolongan dan kemudahan dari Allah baik di dunia hingga akhirat. Kata Kunci: keutamaan menuntut ilmu, Faḍlut-Ta’allum, Hidāyatul-Ażkiyà ilā Ṭarīqil-Auliyà , Syaikh Zainud-Dīn al-Malībārī asy-Syāfi̒, semiotik.

Abstract This study discusses the primacy of the study found in the poems of Faḍlut-Ta’allum in the anthology of the Hidāyatul-Ażkiyà ilā Ṭarīqil-Auliyà by Syaikh Zainud-Dīn al-Malībārī asy-Syāfi̒. The analysis in this study refers to the study of semiotics proposed by Riffaterre. Based on the semiotic analysis carried out, it can be concluded that in the poem “Faḍlut-Ta’allum” in the anthology of Hidāyatul-Ażkiyà ilā Ṭarīqil-Auliyà the work of Shaykh Zainud-Dīn al-Malībārī asy-Syāfi̒ was found to be unsustainable through the creation of meaning, the form of bahr Kāmil with qafiyyah lamiyyah. As for the semiotic reading it can be seen that the poem is a picture of how the virtues of those who study. By studying, one can get help and ease from God both in the world to the hereafter.

Key words: The Primacy of the study, Faḍlut-Ta’allum, Hidāyatul-Ażkiyà ilā Ṭarīqil-Auliyà , Syaikh Zainud-Dīn al-Malībārī asy-Syāfi̒, semiotic.

Pendahuluan Bersamaan dengan masuknya Islam di Indonesia, sekitar abad ke-13, bertambah pula pengetahuan keislaman di Nusantara. Hal ini terlihat dengan adanya karya-karya keagamaan di pesantren, yang selalu dikaitkan dengan kitab-kitab klasik berbahasa Arab. Manifestasi keilmuan tersebut mula-mula datang dalam bentuk tasawuf dan ilmu-ilmunya yang tidak

lepas dari ilmu syariah pada umumnya. Masa abad ke13 Masehi itu, Islam datang ke Indonesia sudah dalam bentuk yang dikembangkan di Persia dan kemudian di anak Benua India, yaitu yang berorientasi sangat kuat pada tasawuf. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tasawuf adalah orientasi yang menentukan corak keilmuan dan watak tradisi keilmuan di pesantren pada saat itu. Naskah-naskah berbahasa Arab bergenre tasawuf

35


Keutamaan Menuntut Ilmu Pada Puisi Faḍlut-Ta’allum ... – Hidayatun Ulfa

yang menggabungkan fikih dengan amal-amal akhlak merupakan bahan pelajaran utama.1

‫قد علـم اخلري‬

‫) كـل يصـل‬٢(

Salah satu naskah berbahasa Arab bergenre puisi yang berisi tentang tasawuf adalah puisi-puisi dalam antologi Hidāyatul-Ażkiyà ilā Ṭarīqil-Auliyà karya Syaikh Zainud-Dīn al-Malībārī asy-Syāfi̒i.̄ Syaikh Zainud-Dīn al-Malībārī asy-Syāfi̒i ̄ (selanjutnya disebut al-Malībārī) merupakan ulama yang lahir di daerah Malibar, India Selatan. Tidak diketahui persis kapan al-Malībārī lahir. Begitu pula dengan wafatnya, muncul berbagai pendapat. Beliau diperkirakan meninggal dunia sekitar tahun 990-970 H dan di makamkan di samping masjid Agung Ponani atau Funani. Sejak kecil, al-Malībārī menimba ilmu di sekolah yang didirikan oleh kakeknya, Syaikh Zainud-Din bin Ali. Beliau juga berguru kepada beberapa Ulama Arab seperti Ibnu Hajar al-Haitami dan Ibnu Ziad. Selain dikenal sebagai ulama fikih, alMalībārī juga dikenal sebagi ahli tasawuf, sejarah dan sastra. Karya-karyanya diantaranya adalah Fatḥul-Mu’in, Hidāyatul-Ażkiyà ilā Ṭarīqil-Auliyà , Irsyad al-Ibad ila Sabili ar-Rasyad, dan Tuhfat al-Mujahidin.2

‫األنـاس حمصـال‬

‫ياحبيب ىلع الـذى‬

‫فإىل اجلنـان لـه‬

‫) مـن فـى طريـق‬٣(

‫طريـق سهال‬

‫للتعلم يسـلك‬

‫يسـىع رضـا بمرامـه‬

‫) ومالئـك تضـع‬٤(

‫متقـبال‬

‫اجلنـاح لـه إذا‬

‫فضل ىلع مائـة‬

‫) وتعلـم للبـاب‬٥(

‫الركيعـة نافال‬

‫مـن علـم لـه‬

Salah satu judul puisi yang ada di dalamnya berjudul“Faḍlut-Ta’allum”. Banyak aspek-aspek semiotik yang dipaparkan dalam puisi tersebut. Oleh karena itu, akan menarik jika dilakukan pengkajian khusus agar puisi tersebut dapat dipahami maknanya secara menyeluruh.

Teks Puisi

ّ ‫فضل اتلعلم‬

‫واألرض حىت احلوت‬

‫) إن اإللـه وأـهل‬١(

‫مع نمل الفال‬

‫كـل سـمائه‬

Fadlil Munawwar Manshur, Perkembangan Sastra Arab dan Teori Sastra Islam. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 138-139. 2   Majlis Arrahman (http://alhabaib.blogspot.com/2010/06/ syekh-zainuddin-al-malibari-ulama-besar.html. (Selasa, 1 Juni 2010) 3  Aḥmad Sa’īd Asrārī, tt. Tarjamah Kifāyatul-Atqiyà ̒alā HidayatilAżkiyà ilā Ṭarīqil-Auliyà Juz 3. Surabaya: al-Fatāḥ.

36

Keutamaan Menuntut Ilmu (1) Innal-Ilāha wa ahla kulla samāihi / wal-arḍa ḥattalḥūta ma’a namlil-falā (2) Kullu yuṣalli yā ḥabību ‘alal-lażi / qad ‘allamal-khairalanāsa muḥaṣ-ṣalā (3) Man fī ṭarīqin lit-ta’allumi yasluku / fa ilāl-jināni lahū ṭarīqun suhhilā (4) Wa malāiku taḍa’ul-jināḥa lahū iżā / yas’ā riḍan yamarāmihi mutaqabbalā (5) Wa ta’allumu lilbābi min ‘ilmin lahū / faḍlun ‘alā miatir-rukai’ah nāfilā (1) ‘Sesungguhnya Tuhan,penghuni tiap-tiap langit Allah dan bumi sampai ikan dan semut yang berarak-arak’

3

1

Faḍlut-Ta’allum

(2) ‘Mereka semua memintakan ampunan kepada siapa saja yang mengajarkan ilmu untuk kebaikan para manusia’ (3) ‘Bagi seseorang yang giat dalam belajar maka akan dimudahkan baginya jalan menuju surga’ (4) ‘Dan para malaikat akan meletakkan sayapnya bagi orang yang mencari ilmu untuk meraih cita-citanya agar dimudahkan’


Citra Ilmu, Edisi 31 Vol. XVI, April 2020

(5) ‘Belajar satu bab dari ilmu itu memiliki keutamaan yang lebih dibandingkan seratus raka’at sunah’

Landasan Teori Puisi merupakan salah satu genre atau jenis sastra. Menganalisis puisi merupakan usaha menangkap dan memberi makna kepada teks puisi. Karya sastra merupakan struktur yang bermakna. Hal ini mengingat bahwa karya sastra itu merupakan sistem tanda yang mempunyai makna dan mempergunakan medium bahasa. Bahasa sebagai medium karya sastra sudah merupakan sistem semiotik atau ketandaan, yaitu sistem ketandaan yang mempunyai arti. Bahasa merupakan sistem ketandaan yang ditentukan oleh konvensi (perjanjian) masyarakat. Sistem ketandaan itu disebut semiotik. Pertama kali yang penting dalam sistem semiotik atau sistem tanda adalah pengertian tanda itu sendiri. Dalam pengertian tanda ada dua prinsip, yaitu penanda (signifier) atau yang menandai, yang merupakan bentuk tanda, dan petanda (signified) atau yang ditandai, yang merupakan arti tanda. Berdasarkan hubungan antara penanda dan petanda, ada tiga jenis tanda yang pokok, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Ikon adalah tanda hubungan antara penanda dan petandanya yang bersifat alamiah. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara penanda dan petandanya yang bersifat kausal atau hubungan hubungan sebab-akibat. Adapun simbol adalah tanda yang tidak menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dan petandanya. Hubungan antara penanda dan petandanya bersifat arbitrer atau semau-maunya, bedasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat.4 Riffaterre mengungkapkan bahwa puisi merupakan ekspresi tidak langsung. Ketidak langsungan ekspresi itu disebabkan oleh tiga hal, yaitu penggantian arti

Rachmat Djoko Pradopo, Pengkajian Puisi (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), hlm. 120-122. 4

(displacing of meaning), penyimpangan arti (distorting of meaning), dan penciptaan arti (creating of meaning).5 Untuk konkretisasi makna puisi dapat dilakukan dengan pembacaan heuristik dan retroaktif atau hermeneutik.6Dalam pembacaan heuristik, puisi dibaca berdasarkan konvensi bahasa atau sistem bahasa sesuai dengan kedudukan bahasa sebagai sistem semiotik tingkat pertama. Puisi dibaca secara linier menurut struktur normatif bahasa. Pada umumnya, bahas puisi menyimpang dari penggunaan bahasa normatif. Pembacaan retroaktif adalah pembacaan ulang dari awal sampai akhir dengan penafsiran atau pembacaan hermeneutik. Pembacaan ini merupakan pemberian makna berdasarkan konvensi sastra (puisi).7 Untuk “membuka” puisi supaya dapat dipahami, dalam konkretisasi puisi, harislah dicari matrix atau kata-kata kuncinya. Kata-kata kunci adalah kata yang menjadi kunci penafsiran sajak yang dikonkretisasi. 8 Ada cara lain untuk memproduksi makna karya sastra secara semiotik, yaitu prinsip intertekstualitas. Prinsip intertekstualitas adalah prinsip hubungan antarteks sajak. 9Prinsip ini dikembangkan oleh Riffaterre dalam bukunya Semiotic of Poetry. Ada istilah khusus yang dikemukakan oleh Riffaterre yaitu hypogram. Hipogram adalah teks yang menjadi latar penciptaan teks lain atau sajak yang menjadi latar penciptaan sajak lain.

Metode Penelitian Berdasarkan landasan teori yang dikemukakan di atas, maka metode penelitian yang digunakan adalah

Michael Riffaterre, 1978. Semiotic of Poetry. (BloomingtonLondon: Indiana University press, 1978). hlm. 2. 6   Michael Riffaterre, 1978. Semiotic of Poetry. (BloomingtonLondon: Indiana University press, 1978). hlm. 5. 7   Rachmat Djoko Pradopo, Pengkajian Puisi (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), hlm. 295-297. 8   Rachmat Djoko Pradopo, Pengkajian Puisi (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), hlm. 299. 9   Rachmat Djoko Pradopo, Pengkajian Puisi (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), hlm. 300. 5

37


Keutamaan Menuntut Ilmu Pada Puisi Faḍlut-Ta’allum ... – Hidayatun Ulfa

metode analisis semiotik. Riffaterre menawarkan empat hal yang dapat dilakukan dalam meproduksi makna puisi, yakni ketidaklangsungan ekspresi, pembacaan heuristik dan hermeneutik atau retroaktif, matriks atau kata kunci, dan hipogram (berkaitan dengan prinsip intertektualitas). Dalam penelitian ini, penulis membatasi dua dari empat hal yang dianggap penting oleh Riffaterre dalam pemaknaan sastra, yakni ketidaklangsungan ekspresi dan pembacaan semiotik yang terdiri dari pembacaan heuristik dan hermeneutik atau retroaktif. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam metode analisis semiotik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menentukan ketidaklangsungan ekspresi di dalam sampel terpilih dengan memperhatikan penggantian arti, penyimpangan arti, dan penciptaan arti.

2. Melakukan pembacaan semiotik yang terdiri dari pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik atau retroaktif. 3. Menemukan makna yang terkandung di dalam puisi.

Ketidaklangsungan Ekspresi Terkait dengan puisi-puisi “Faḍlut-Ta’allum” dalam antologi Hidāyatul-Ażkiyà ilā Ṭarīqil-Auliyà karya Syaikh Zainud-Dīn al-Malībārī asy-Syāfi̒i,̄ tidak ditemukan penggantian dan penyimpangan arti. Akan tetapi, dalam puisi tersebut dapat diketahui penciptaan arti melalui bentuk puisi tersebut mengikuti salah satu baḥr yang telah dibakukan oleh Al-Khalīl dan Al-Akhfas, yakni baḥr Kāmil serta berqāfiyyah lamiyyah.10 Adapun penaqṭi’annya adalah sebagai berikut.

ّ ‫فضل اتلعلم‬ ‫واألرض حىت احلوت مع نمل الفال‬

‫) إن اإللـه وأـهل كـل سـمائه‬١(

‫وألرضحتتلحوتمع نمللفال‬

‫إننإلىل هوأـهلكـللسـمائه‬

.//././ .//././ .//././

.//./// .//./// .//././

‫قد علـم اخلري األنـاس حمصـال‬

‫) كـل يصـل ياحبيب ىلع الـذى‬٢(

‫قدعللـمل خريألنـاسمحصصال‬

‫كـللنيصل يلياحبيبعللذلى‬

.//./// .//././ .//././

.//./// .//././ .//././ q10

HindunIḥsan, 2008. Auzān asy-Syi’r al-‘Arabiy: Qadīmuhā wa Tajdīduhā. (Yogyakarta: Universitas GadajahMada, 2008), hlm. 21. 10

38


Citra Ilmu, Edisi 31 Vol. XVI, April 2020

‫فإىل اجلنـان لـه طريـق سهال‬

‫) مـن فـى طريـق للتعلم يسـلك‬٣(

‫فإللجنـانلـهوطريقنسههال‬

‫مـنفـيطريقنلتتعل مليسـلك‬

.//././ .//./// .//./// ‫يسـىع رضـا بمرامـه متقـبال‬ ‫يسـعارضن بمرامـه متقببال‬ .//./// .//./// .//././

//./// .//././ .//././ ‫) ومالئـك تضـع اجلنـاح لـه إذا‬٤( ‫ومالئكنتضعلجناحلـهو إذا‬ .//.// .//./// .//.///

‫فضل ىلع مائـة الركيعـة نافال‬

‫) وتعلـم للبـاب مـن علـم لـه‬٥(

‫فضلنعالمائرتركيعـة نافال‬

‫وتعللملللبـابمـن علـمنلـهو‬

.//./// .//./// .//././ Untuk mengungkap makna karya sastra sebagai gejala semiotic diperlukan metode pembacaan heuristic dan pembacaan hermeneutik.

Pembacaan Heuristik

.//././ .//././ .//./// (Innal-Ilāha wa ahla kulla samāihi wal-arḍa ḥattal-ḥūta ma’a namlil-falān) (2) Kullu yuṣalli yā ḥabību ‘alal-lażi / qad ‘allamal-khairalanāsa muḥaṣ-ṣalā (Kullu yuṣalli yā ḥabību ‘alal-lażi qad ‘allamal-khairalanāsa muḥaṣ-ṣalān)

Pembacaan heuristik merupakan pembacaan menurut sistem bahasa, sistem tata bahasa normatif.11 Adapun pembacaan heuristik puisi “Faḍlut-Ta’allum” dalam antologi Hidāyatul-Ażkiyà ilā Ṭarīqil-Auliyà karya Syaikh Zainud-Dīn al-Malībārī asy-Syāfi̒i ̄ adalah sebagai berikut.

(Man yasluku fī ṭarīqin lit-ta’allumi fa ilāl-jināni lahū ṭarīqun suhhilān)

Faḍlut-Ta’allum

(4) Wa malāiku taḍa’ul-jināḥa lahū iżā / yas’ā riḍan yamarāmihi mutaqabbalā

(1) Innal-Ilāha wa ahla kulla samāihi / wal-arḍa ḥattalḥūta ma’a namlil-falā

(Wa malāiku taḍa’ul-jināḥa lahū iżā yas’ā riḍan yamarāmihi mutaqabbalān)

(3) Man fī ṭarīqin lit-ta’allumi yasluku / fa ilāl-jināni lahū ṭarīqun suhhilā

(5) Wa ta’allumu lilbābi min ‘ilmin lahū / faḍlun ‘alā miatir-rukai’ah nāfilā   Rachmat Djoko Pradopo, Pengkajian Puisi (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), hlm. 296. 11

39


Keutamaan Menuntut Ilmu Pada Puisi Faḍlut-Ta’allum ... – Hidayatun Ulfa

(Wa ta’allumu lilbābi min ‘ilmin lahū faḍlun ‘alā miatirrukai’ah nāfilān)

Pembacaan Hermeneutik Pembacaan hermeneutik adalah pembacaan ulang dari awal sampai akhir dengan penafsiran. Pembacaan ini merupakan pemberian makna berdasarkan konvensi sastra (puisi).12 Puisi “Faḍlut-Ta’allum” dalam antologi HidāyatulAżkiyà ilā Ṭarīqil-Auliyà karya Syaikh Zainud-Dīn alMalībārī asy-Syāfi̒i ̄ ini merupakan tuntunan bagi manusia dalam menuntut ilmu. Dalam melakukan pembacaan hermeneutik, penulis akan membagi ke dalam empat bagian dalam memaparkan puisi tersebut. Adapun pembacaan hermeneutik adalah sebagai berikut.

Faḍlut-Ta’allum Keutamaan Menuntut Ilmu (1) Innal-Ilāha wa ahla kulla samāihi / wal-arḍa ḥattalḥūta ma’a namlil-falā

‘Sesungguhnya Tuhan,penghuni tiap-tiap langit Allah dan bumi sampai ikan dan semut yang berarak-arak’

(2) Kullu yuṣalli yā ḥabību ‘alal-lażi / qad ‘allamal-khairalanāsa muḥaṣ-ṣalā

‘Mereka semua memintakan ampunan kepada siapa saja yang mengajarkan ilmu untuk kebaikan para manusia’

Berdasarkan dua bait tersebut, dijelaskan tentang orang yang berilmu (‘ālim) itu mendatangkan manfaat yang berlangsung terus-menerus. Sebagaimana Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa sesungguhnya Allah, para Malaikat, penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang ada di liang-liang dan ikan yang ada di laut, semuanya membaca salawat untuk orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia. Artinya,   Rachmat Djoko Pradopo, Pengkajian Puisi (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), hlm. 297. 12

40

orang yang mengajarkan kebagusan kepada manusia itu dikasihi Allah, dan dimintakan ampun oleh para Malaikat, dan didoakan oleh semua makhluk yang ada di langit dan di bumi, bahkan semut dan ikan sekalipun ikut mendoakannya.13 (3) Man fī ṭarīqin lit-ta’allumi yasluku / fa ilāl-jināni lahū ṭarīqun suhhilā ‘Bagi seseorang yang giat dalam belajar maka akan dimudahkan baginya jalan menuju surga’ Bait ketiga tersebut menerangkan tentang manusia yang menuntut ilmu dimudahkan jalan menuju surga. Barang siapa yang meluruskan niat untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan jalannya menuju surga. Ketika di dunia, Allah akan menolong orang tersebut dengan sebaik-baik pertolongan-Nya dan memberikan ketenangan ketika melakukan amal salih. Adapun ketika di akhirat, Allah juga akan menolongnya sehingga dia (orang yang menuntut dan mengamalkan ilmu) tersebut dapat melewati rintangan dengan mudah dan masuk surga dengan selamat. Ilmu tersebut hanya bisa didapat dengan kerja keras dan sungguh-sungguh. Amal yang paling disenangi Allah adalah amal yang banyak sungguh-sungguh disertai dengan kerja keras, meskipun hanya menghasilkan ilmu yang sedikit.14 Barang siapa yang sungguh-sungguh dalam berusaha meskipun belum menghasilkan atau malah tidak menghasilkan karena keterbatasan pikiran misalnya, maka orang tersebut tetap memperoleh kasih sayang Allah. Sebagian ulama mengatakan bahwa ilmu itu adalah cahaya, maka dari itu jangan sampai kalian tidak mengamalkan ilmu karena keutamaan ilmu tersebut ada di dalam amal.15

Aḥmad Sa’īdAsrārī,Tarjamah Kifāyatul-Atqiyà a̒ lā HidayatilAżkiyà ilā Ṭarīqil-Auliyà Juz 3. Surabaya: al-Fatāḥ, tt), hlm. 519-522. 14  Aḥmad Sa’īdAsrārī,Tarjamah Kifāyatul-Atqiyà a̒ lā HidayatilAżkiyà ilā Ṭarīqil-Auliyà Juz 3. Surabaya: al-Fatāḥ, tt), hlm. 522-524. 15  Aḥmad Sa’īdAsrārī,Tarjamah Kifāyatul-Atqiyà a̒ lā HidayatilAżkiyà ilā Ṭarīqil-Auliyà Juz 3. Surabaya: al-Fatāḥ, tt), hlm. 514-526. 13


Citra Ilmu, Edisi 31 Vol. XVI, April 2020

(4) Wa malāiku taḍa’ul-jināḥa lahū iżā / yas’ā riḍan yamarāmihi mutaqabbalā

‘Dan para Malaikat akan meletakkan sayapnya bagi orang yang mencari ilmu untuk meraih cita-citanya agar dimudahkan’

Pada bait keempat ini menjelaskan tentang orang yang mencari ilmu akan dimudahkan oleh para Malaikat dengan meletakkan sayap-sayap mereka. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah, “Carilah ilmu walaupun sampai negeri China”. Maksud dari “para Malaikat meletakkan sayapnya” bisa jadi Malaikat benar-benar menaruh sayapnya untuk para pencari ilmu meskipun hal tersebut tidak terlihat. Artinya, Malaikat meletakkan sayapnya tepat berada di bawah telapak kaki orang yang mencari ilmu agar sayap tersebut dipijak ketika orang tersebut mencari ilmu. Maksud lain dari “meletakkan sayap” yang dilakukan para Malaikat adalah para malaikat tersebut melebarkan sayap mereka ketika terbang tanpa mengepakkan sayapnya. Hal ini dilakukan agar sayap tersebut melindungi suatu majelis yang di dalamnya terdapat orang-orang yang sedang mencari ilmu. Adapun makna yang berikutnya dari “meletakkan sayap” adalah tawadu’, pertolongan, dan kemudahan. Artinya, para malaikat tersebut senantiasa tawadu’, menolong, dan memudahkan usaha orangorang yang menuntut ilmu. Akan tetapi, sayapnya para Malaikat tidaklah seperti sayap burung-burung yang biasa kita lihat.16 (5) Wa ta’allumu lilbābi min ‘ilmin lahū / faḍlun ‘alā miatir-rukai’ah nāfilā

‘Belajar satu bab dari ilmu itu memiliki keutamaan yang lebih dibandingkan seratus raka’at sunah’

Pada bait terakhir ini diterangkan lebih lanjut tentang bagaimana keutamaan menuntut ilmu. Hal tersebut ditegaskan dengan oleh Rasulullah bahwa belajar satu bab itu lebih utama daripada seratus rakaat  Aḥmad Sa’īdAsrārī,Tarjamah Kifāyatul-Atqiyà a̒ lā HidayatilAżkiyà ilā Ṭarīqil-Auliyà Juz 3. Surabaya: al-Fatāḥ, tt), hlm. 526-530. 16

salat sunat. Imam Syafi’i menriwayatkan pula bahwa menuntut ilmu yang bermanfaat itu lebih banyak pahalanya daripada salat sunat. Adapun Abi Hurairah dan Abi Żar mengatakan bahwa satu ilmu yang dikaji itu lebih utama daripada seribu rakaat salat sunat. Satu bab ilmu yang diketahui yang bisa dilaksanakan ataupun belum bisa dilaksanakan itu lebih utama daripada seribu rakaat salat sunat. Rasulullah bersabda bahwa barang siapa yang meninggal ketika menuntut ilmu maka matinya seseorang tersebut digolongkan sebagai matai syahid.17

Simpulan Berdasarkan analisis semiotik yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa dalam puisi “Faḍlut-Ta’allum” dalam antologi Hidāyatul-Ażkiyà ilā Ṭarīqil-Auliyà karya Syaikh Zainud-Dīn al-Malībārī asy-Syāfi̒it̄ ersebut ditemukan ketidaklangsungan ekspresi melalui penciptaan arti, yakni ditemukannya bentuk baḥr Kāmil dengan qafiyyah lamiyyah. Adapun melalui pembacaan semiotik dapat diketahui bahwa puisi tersebut merupakan gambaran bagaimana keutamaan-keutamaan orang yang menuntut ilmu. Dengan menuntut ilmu, seseorang dapatdapat memperoleh pertolongan dan kemudahan dari Allah baik di dunia hingga akhirat.

DAFTAR PUSTAKA Aḥmad Sa’īdAsrārī,Tarjamah Kifāyatul-Atqiyà al ̒ ā HidayatilAżkiyà ilā Ṭarīqil-Auliyà Juz 3. Surabaya: al-Fatāḥ, tt. Iḥsan, Hindun. Auzān asy-Syi’r al-‘Arabiy: Qadīmuhā wa Tajdīduhā. Yogyakarta: UniversitasGadajahMada, 2008. Manshur, Fadlil Munawwar.Perkembangan Sastra Arab dan Teori Sastra Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.

Aḥmad Sa’īdAsrārī,Tarjamah Kifāyatul-Atqiyà a̒ lā HidayatilAżkiyà ilā Ṭarīqil-Auliyà Juz 3. Surabaya: al-Fatāḥ, tt), hlm. 530-535. 17

41


Keutamaan Menuntut Ilmu Pada Puisi Faḍlut-Ta’allum ... – Hidayatun Ulfa

Munawwir, Ahmad warson.Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia. Cetakan XIV. Surabaya: Pustaka Progressif, 1997. ---------------- dan A. Fairuz.Kamus al-Munawwir IndonesiaArab. Surabaya: Pustaka Progressif, 2007. Nawawī, Muḥammad. Qāmi’ut-Tugyān ‘alā Manẓumah Syu’b al-Īmān. Indonesia: Dārul-Aḥyà, tt. Pradopo, Rachmat Djoko. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005.

42

Riffaterre, Michael.Semiotic of Poetry. BloomingtonLondon: Indiana University press, 1978. Tim Penyususn Pustaka Azet. Leksikon Islam. Jakarta: PT Penerbit Pustazet Perkasa, 1988. Al-Yasu’i, Louis Ma’luf & Bernard Tottel.Al-Munjid. Beirut: Al-Maktabah Asy-Syarqiyyah, 2002. Majlis Arrahman (http://alhabaib.blogspot. com/2010/06/syekh-zainuddin-al-malibari-ulamabesar.html (Januari 2019)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.