Citra Ilmu, Edisi 31 Vol. XVI, April 2020
RELEVANSI PERKEMBANGAN ILMU DI BARAT DAN JENIS-JENIS KOMUNIKASI PENALARANNYA DALAM PRAKTIK PENDIDIKAN ISLAM Ahmad Wahyu Hidayat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Indonesia ahmadwahyuhidayat95@gmail.com
Sigit Tri Utomo STAINU Temanggung Jawa Tengah, Indonesia sigittriutomosukses@gmail.com Abstract The data collection method in this research uses literature study. In this stage, the researcher tries to select data (books) that have relevance to the history of the development of science in the west with the types of communication of the reasoning (deductive, inductive, and abductive). In this paper the analysis used with hermeneutics, the authors explain behind the text there is context meaning or behind the explicit meaning there is an explicit meaning if interpreted literally can be interpreted as an interpretation or interpretation. This method step is intended to capture the meaning, value and historical purpose of the development of science in the west with the types of communication of the reasoning (deductive, inductive, and abductive). Then the writer also uses synthesis analysis which means the stages of an object of scientific study that connects an articulation of meaning to one another and then a knowledge with new articulation in the form of the historical urgency of the development of science in the west with the types of communication of reasoning (deductive, inductive, and abductive). The author also uses content analysis, namely research conducted on information documented in recordings, both images, sounds, writing and others. With this method data analysis and processing will be carried out scientifically about the contents of the written history of the development of science in the west with the types of communication of the reasoning (deductive, inductive, and abductive). The results showed that knowledge developed since ancient times, humans are still influenced by myths and mystics, knowledge is increasingly developing and becoming a science, which erodes the understanding of myths and mysticism. In other words, science can logic a knowledge; Science began to develop in ancient Greece which began by Socrates along with the birth and development of philosophy in the 6th century BC, the golden age of science began Aristotle continued by his student, Plato. Deductive reasoning usually departs from a syllogism of statements, general arguments then with a logical mindset / analysis that analyzes it into a statement as a special form, while inductive reasoning is a form of conclusions drawn from an argument, specific statements then with logical reasoning generalized to a general conclusion and abductive reasoning shows a conclusion of an argument / theory whose truth is clear from an observation / research that has been done, purely based on the most reasonable reasoning.
Keywords: Science Development, Reasoning Communication
Abstrak Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan studi pustaka. Dalam tahapan ini, peneliti berusaha menyeleksi data-data (buku) yang ada relevansinya dengan sejarah perkembangan ilmu di barat dengan jenis-Jenis komunikasi penalaranya (deduktif, induktif, dan abduktif).. Dalam penulisan ini analisis yang digunakan dengan hermeneutika, yakni penulis memaparkan dibalik teks ada makna konteks atau dibalik makna tersurat ada arti tersurat jika diartikan secara harfiah dapat diartikan sebagai penafsiran atau interpretasi. Langkah metode ini dimaksud untuk menangkap arti, nilai dan maksud sejarah perkembangan ilmu di barat dengan jenis-Jenis
67
Relevansi Perkembangan Ilmu di Barat ... – Ahmad Wahyu Hidayat, Sigit Tri Utomo
komunikasi penalaranya (deduktif, induktif, dan abduktif). Kemudian penulis juga mengunakan analisis sintesis berarti tahapan terhadap suatu objek kajian ilmiah yang mengaitkan sebiah artikulasi makna satu dengan makna lain yang kemudian ditemukan sebuah pengetahuan dengan artikulasi baru berupa urgensi sejarah perkembangan ilmu di barat dengan jenis-Jenis komunikasi penalaranya (deduktif, induktif, dan abduktif). Penulis juga menggunakan content analysis yaitu penelitian yang dilakukan terhadap informasi yang didokumentasikan dalam rekaman, baik gambar, suara, tulisan dan lain-lain. Dengan metode ini akan dilakukan analisis data dan pengolahan secara ilmiah tentang isi tulisan sejarah perkembangan ilmu di barat dengan jenis-Jenis komunikasi penalaranya (deduktif, induktif, dan abduktif). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengetahun berkembang sejak jaman purba, manusia masih dipengaruhi oleh mitos dan mistis, Pengetahuan semakin berkembang dan menjadi sebuah ilmu pengetahuan, yang mengikis paham mitos-mitos dan mistis. Dalam kata lain ilmu pengetahuan dapat melogiskan sebuah pengetahuan; Ilmu pengetahuan mulai berkembang pada zaman Yunani kuno yang dimulai oleh Socrates seiring dengan lahir dan berkembangnya filsafat pada abad ke 6 SM, Masa keemasan ilmu pengetahuan dimulai Aristoteles dilanjutkan oleh muridnya yaitu Plato. Penalaran deduktif biasanya berangkat dari suatu silogisme pernyataan, argumen yang umum kemudian dengan pola pikir/pemikiran yang logis menganalisa menjadi suatu pernyataan sebagai suatu bentuk yang khusus, sedamgkan penalaran induktif merupakan suatu bentuk kesimpulan yang di tarik dari suatu argumen, pernyataan-pernyataan yang spesifik kemudian dengan penalaran yang logis digeneralisasikan menjadi suatu kesimpulan yang bersifat umum dan Penalaran abduktif menunjukan suatu kesimpulan dari sebuah argument/teori yang sudah jelas kebenarannya dari sebuah pengamatan/penelitian yang telah dilakukan, murni di dasarkan pada penalaran yang paling masuk akal. Kata Kunci: Perkembangan Ilmu, Komunikasi Penalaran
PENDAHULUAN Filsafat dan Ilmu adalah dua kata yang saling berkaitan baik secara substansial maupun historis.
kredo, namun perenungan panjang sebagai aktivitas berpikir manusia. Berfilsafat merupakan keniscayaan dalam sebuah lingkungan.1
Kelahiran suatu ilmu tidak dapat dipisahkan dari
Berpikir merupakan sebuah proses yang
peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu
membuahkan pengetahuan. Menurut Himsworth,
memperkuat keberadaan filsafat. Perkembangan ilmu
manusia adalah makhluk yang berpikir. Setiap saat dari
pengetahuan dewasa ini tidak dapat dilepaskan dari
hidupnya, sejak dia lahir sampai masuk liang lahat, dia
pengaruh aliran-aliran pemikiran filsafat barat. Tanpa
tak pernah berhenti berpikir. Hampir tak ada masalah
bermaksud mengkonsentrasikan kajian pada pemikiran
yang menyangkut dengan perikehidupan yang terlepas
barat dan mengesampingkan pemikiran timur (Islam),
dari jangkauan pikirannya, dari soal paling remeh sampai
kajian ini akan lebih banyak mengulas tentang sejarah
soal paling asasi.2 Berpikir ilmiah adalah menggunakan
aliran-aliran pemikiran barat dimulai dari zaman Yunani
akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan,
klasik yang pada akhirnya melahirkan spesialisasi dan
mengembangkan dan sebagainya. Pada dasarnya
sub-spesialisasi ilmu pada abad ke-20.
setiap objek yang ada di dunia pastilah menuntut
Filsafat yang dipahami banyak orang sebagai sesuatu yang bertele-tele, membuat pusing, bingung, harus diubah dengan pemahaman mendasar, bahwa ciri utama manusia adalah yang menggunakan akalnya. Artinya, berfilsafat tidak sekadar soal kata, konsep,
68
metode tertentu, seperti halnya dalam memperoleh pengetahuan. Suatu ilmu mungkin membutuhkan   Hamidulloh Ibda, Filsafat Umum Zaman Now, (Pati: CV. Kataba Group, 2018), Hlm. vi. 2   Budi F. Hardiman, Filsafat Modern, (Jakarta: Gramedia, 2004), hlm. 45. 1
Citra Ilmu, Edisi 31 Vol. XVI, April 2020
lebih dari satu metode ataupun dapat diselesaikan
tersendiri sebagai karakteristik setiap zaman atau abad.
menurut berbagai metode. Akhirnya suatu pendapat
Sejarah dan perkembangan dimaksud meliputi fase,
mengatakan, bahwa sesuatu memiliki berbagai segi
zaman atau abad sebagai berikut:
yang menuntut penggunaan berbagai metode. Untuk memperoleh pengetahuan, maka digunakanlah metode
1. Zaman Yunani Kuno
berfikir ilmiah. Metode berfikir ilmiah dapat dilakukan
a. Para Filsuf Alam (pra Socrates)
melalui tiga jenis penalaran yaitu “Penalaran Deduktif, Penalaran Induktif dan Penalaran Abduktif”.
Filsafat dimulai di Yunani 6 SM. Kala itu para filsuf mulai menanyakan asal mula (arche) alam, karena itu
Berdasarkan beberapa permasalahan diatas muncul
mereka disebut para filsuf alam. Sebelumnya jawaban
pertanyaan bagaimana Sejarah ilmu pengetahuan di
mengenai persoalan alam lebih bersifat mitologis..
dunia barat? dan Bagaimana penalaran deduktif,
Maka itu terjadilah pergeseran orientasi dan mitologis
induktif dan abduktif?.
ke kosmologis.4
A. Sejarah Ilmu Pengetahuan Di Dunia Barat Ilmu pengetahuan dan filsafat merupakan kesatuan yang tidak dapat dibedakan antara satu dengan yang lain. Artinya filsafat merupakan bentuk awal dari ilmu pengetahuan, karena ditandai juga oleh kerja pikiran yang membedakannya dengan kepercayaan yunani kuno yang cenderung membesarkan mitos (mitologfi) sebagai bentuk kepercayaan masyarakat pada saat itu. Filsafat dan ilmu pengetahuan berpijak pada kemampuan akal yang mengembara kebeberapa kawasan sehingga diketemukanya perbedaan bentuk antara keduanya. Filsafat hanya pada cakrawala pemikiran, sedangkan ilmu pengetahuan berenang dalam samudra pengkajian, sehingga menemukan bentuknya berbeda dengan aslinya. Keragaman sangat membawa efek pada pemahaman sehingga terjadi pemahaman dan aplikasinya. Dibalik itu wujud keragaman bentuk telah membentuk sejarah
Pada Zaman ini beberapa filsuf berusaha menjawab ‘arche’ alam. Thales berpendapat unsur hakiki dari semesta adalah air. Anaximenes menyebut udaralah arche alam. Berbeda dari keduanya, Anaximandros menganggap ‘apeiron’ (sesuatu yang tak terbatas) sebagai inti alam. Pythagoras menganggap alam pada hakikatnya tersusun dari angka yang ritmis.5 Sedang persolan alam itu berubah atau tidak, dijawab oleh Herakeitos yang mengatakan bahwa alam pada hakikatnya selalu berubah, mengalir (pantarhei). Sedangkan menurut Parmenides alam selalu tetap tidak berubah. Apa yang kita lihat berubah sesungguhnya berpindahnya suatu ketetapan dalam urutan peristiwa.6 Filosof zaman ini bersifat makrokosmos, yakni berfikir alam secara makro. Itulah sebabnya pengkajian ilmiyah saat itu adalah perenungan alam secara makro dan rasional yang bertentangan dengan kehidupan Yunani kuno.
kemajuan ilmu sekalipun dari awal memang menyatu.3 Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan ilmu pengetahuan dimulai dari beberapa zaman, fase atau abad yang masing-masing memberikan corak
Ibid.., Hambali, Filsafat Ilmu Islam dan Barat, (Bandung: Alfabeta, 2017), hlm. 6 6 Bachri Ghazali, Usman, dan Alim Ruswantoro, Filsafat Ilmu.., hlm. 24 4 5
Bachri Ghazali, Usman, dan Alim Ruswantoro, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Pokja UIN Sunan Kalijaga, 2005), hlm. 21 3
69
Relevansi Perkembangan Ilmu di Barat ... – Ahmad Wahyu Hidayat, Sigit Tri Utomo
b. Zaman Keemasan Yunani Filsafat Yunani mencapai puncak pada era SPA (Socrates Plato Aristotle).7 SOCRATES muncul dengan seruannya yang termasyhur: ‘gnothi seauton’ (kenalilah dirimu sendiri). Sejak itu pemikiran filsafat lebih
Filsafatnya ia gambarkan dengan “The Story of the Cave Man”. Filsafatnya merupakan jalan tengah antara Heraklitos (bahwa segalanya berubah) dan Parmenides (segalanya tetap). Yang tetap itulah ‘dunia ide’, yang berubah-ubah adalah dunia nyata ini.8
mengarah pada hakikat manusia, alias berubah dari
Filsafat Plato umumnya bersifat khayali, idealis.
corak kosmosentris ke antroposentris. Soerates tidak
Karyanya amat bisa meliputi logika, epistemologi, etika,
meninggalkan karyanya dalam bentuk pustaka., kecuali
antropologi, kosmologi dan estetika. Bersama Socrates ia
kemudian nanti ditulis oleh muridnya. Karya filsafatnya
mempengaruhi Filsafat Barat selama kurang-lebih 2000
tumbuh melalui kegiatan dialog intensif. Dari dialog
tahun. Aristoteles adalah murid Plato yang menjadi
tersebut terkuaklah hakikat keadilan, kebenaran,
penasihat Iskandar Yang Agung (Dzul Qornain). la
kebahagiaan dan sebagainya. Metodenya demikian lain
tak sependapat dengan Plato mengenai ‘dunia ide’.
disebut ‘meiutika tekhne’ (teknik pembidanan), yakni
Menurutnya ‘dunia ide’ bukan di dunia sana tapi justru
bidan bagi lahirnya kebenaran atau hakikat.
ada di dunia sehari-hari kita, yakni berada pada benda-
Cara dialog demikian menyebabkan sikap kritis, karena setiap pernyataan diperdalam maknanya dengan selalu ditanyakan kembali. Ini pulalah yang menyebabkan pemerintah setempat menganggap Socrates telah meracuni pikiran massa kala itu hingga
benda. Setiap benda, katanya, selalu terdiri hyle (materi) dan morfe (bentuk). Meskipun sudah ada materinya (bahan), benda tak kan berwujud bila tak ada bentuknya (morfe). Morfe inilah yang menjadi ide keberadaan benda-benda. Jadi ia nyata ada di dunia ini.9
harus membayarnya dengan dihukum menenggak
Trio filosof inilah yang berkontribusi sangat besar
racun. Ia getol menekankan pentingnya akal-budi.
didunia filsafat dan ilmu pengetahuan, dan pada era
Salah satu ajaran pokonya mengatakan bahwa akal-
inilah bisa dikatakan pucaknya filsafat Yunani. Di
budi merupakan norma penting bagi tindakan manusia.
zaman ini banyak sekali temuan para filosofik antara lain
Kebahagiaan seseorang karenanya adalah tergantung
sokrates yang menyumbangkan tentang nilai kebaikan
pada baik tidaknya pengetahuan yang dimiliki.
yang dicapai melalui pengetahuan tentang apa yang
PLATO adalah murid Sokrates yang menuliskan karya-karya gurunya. Filsafatnya yang terkenal adalah tentang “dunia ide”. Dunia yang sesungguhnya adalah dunia ide yang sifatnya tetap dan abadi. Dunia nyata ini sebenannya hanya bayangan dari dunia ide, maka sifatnya maya dan berubah-ubah. Manusia sering salah sangka dengan ini, sehingga pengetahuannya atas
baik itu. Plato merupakan penggabung pemikiran Heraklitos dan Perminedes dan melahirkan tentang paham idealisme. Idealisme Plato menekankan tentang alam idea yang menjadi sumber yang nampak. Dengan kesimpulan sebenarnya yang nampak itu bukan itu yang sesungguhnya, melainkan apa yang ada dibalik yang nampak. Pada setiap yang ada terdapat idea-idea
apapun selalu keliru karena berangkat dari dasar yang salah. Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014 edisi revisi), hlm. 30. 9 Jon Pamil, Transformasi Filsafat Yunani Ke Dunia Islam Dan Kemunculan Filsafat Islam, Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 37, No. 2 Juli-Desember 2012, hlm. 103-113. 8
Jerome R. Ravertz, Filsafat Ilmu: Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan, cetakan keempat, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 10. 7
70
Citra Ilmu, Edisi 31 Vol. XVI, April 2020
yang secara sederhana adalah jiwa manusia, dan yang tertinggi adalah ada di alam idea.
10
Ketiga tokoh inilah sebagai cikal bakal pengembangan ilmu pengetahuan, karena merekalah yang memulai berpikir mikrokosmos yakni memasuki alam dan sisinya termasuk manusia, pemikiran Aristoteles dikenal sistematis dan mendalam. Aristoteles
(3) Gregorius dari Naziane (330-390) Gregorius dari Neza (335-394) (4) Basilius (330-379) Dionysios Areopagita (± 500) 2) Patristik Latin (Patristik Barat), dengan tokoh: (1) Helarius (315-367)
membagi filsafat menjadi 4: Logika, Filsafat Teroritik:
(2) Ambrogius (339-397)
metafisika, fisika dan matematika, Filsafat Praktik:
(3) Hieronymus (347-420)
politik, ekonomi dan etika, serta Filsafat Poetika
(4) Agustinus (354-430)
yakni estetika. Inilah ontologik ilmu pengetahuan dan sekaligus juga landasan epostimologik. Pandangan Aristoteles memetakan adanya konsep filsafat sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuan, Teoriteorinya masih dipakai sampai kini.11
2. Zaman Patristik dan Skolastik Ini adalah Zaman para Bapa Gereja dan sekolahsekolah biara. Terjadi pada penghujung Zaman Kuno dan Abad Pertengahan, yang memang menunjukkan kuatnya dominasi gereja / iman kristiani. Masa emasnya dicapai pada era patristik dan skolastik, selain oleh besarnya pengaruh dari para filsuf muslim dan yahudi, terutama pada periode yang mempersiapkan Skolastik, yaitu sekitar tahun 900 dan 1200.
a) Zaman Patristik Patres (Latin) = Bapa Gereja, Pater dibagi menjadi dua yaitu Patristik Yunani dan Patristik Romawi. 1) Patristik Yunani (Patristik Timur), dengan para tokoh: (1) Clemen dan Alexandria (150-215) (2) Origenes (185-254)
Umumnya ajarannya dipengaruhi filsafat PLOTINUS, dengan ciri khas membela gereja dan serangan orang ‘kafir’. Visi filosofisnya sama yakni rnenunjukkan bahwa iman sesuai dengan pikiranpikiran terdalam manusia.
b) Zaman Skolastik Setelah kurang lebih 1000 tahun pikiran Plotinus mengharu-biru blantika filsafat, mulailah ia tergesar oleh Aristoteles yang dikenalkan oleh para filsuf Islam macam Avecina (980-1087), Mamonides, dan terutama Averroes (1126- 1198) yang kondang dengan sebutan ‘Sang Komentator’ bagi ‘Sang Filsuf, Aristoteles. Mengapa disebut Skolastik (Bhs. Latin: scholasticus = guru) Karena filsafat kala itu mulai diajarkan di sekolahsekolah biara dan universitas dengan kurikulum tetap. Tokohnya antara lain Thomas Aquino (1225-1274), Bonaventura (1217- 1274), Yohanes Duns Scotus (12661308), Albertus Magnus (1200- 1280). Tema pokok ajaran mengenai hubungan iman-akal, eksistensi Tuhan, antropoingi, etika, dan politik.
3. Zaman Modern Pada zaman modern ini ditandai dengan berbagai
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014 edisi revisi), hlm. 30. 11 Hasbullah Bakry, Sitematik Filsafat, (Jakarta: Penerbit Wdjaja, 1981), hlm. 12. 10
penemuan dalam bidang ilmiah, seperti ilmu di bidang seni lukis, aristektur, musik, sastra, filsafat, dan ilmu
71
Relevansi Perkembangan Ilmu di Barat ... – Ahmad Wahyu Hidayat, Sigit Tri Utomo
pengetahuan serta teknologi, pada zaman ini terdapat
2) Baruh Spinoza (1632-1677), filsuf Belanda, dengan
banyak aliran-aliran filsafat, diantaranya yaitu:
a. Aliran Renaissance Dimanakan aliran Renaissance (kelahiran
faham Panteistik. 3) George Leibniz (1646-1710).
c. Aliran Pencerahan
kembali.), karena kala itu kebudayaan klasik Yunani
Lazim pula dinamai Aufklarung (Jerman),
dan Romawi dihidupkan kembali. Kesusateraan,
Enlightenment (Inggris), atau Zaman Fajar Budi.
seni, dan filsafat mencari inspirasi dari dan warisan
Dinamakan demikian karna setelah semakin rasional,
Yunani-Romawi. Seperti kita ketahui Abad Tengah
manusia kini sudah jadi dewasa dan tercerahkan.
telah menenggelamkan semangat kreatif yang pernah ditunjukkan masa Yunani dan Romawi 5 SM. Setelah terkubur hampir 1000 tahun lamanya, orang mulai merindukan kembali semangat Yunani.
Ditandai oleh I. Kant (Jerman) dengan semboyan ‘Shapire Aide!’ (beranilah berpikir). Dia juga yang menciptakan sintesa dari rasionalisme dan empinisme, dan dianggap filsuf terpenting Zaman modern. Tokoh-
Aliran Renaisance terjadi tahun 1400 s.d 1600
tokohnya di lnggris umumnya empirisme, seperti J. Lock
dengan corak antroposentnis (mengulang tema
(1632- 1704), G. Berkeley (1684-1753), D. Flume (1711-
klasik ‘Gneorhi Seauthon’ dari Socrates, tidak lagi
1776), dan di Prancis JJ. Rousseau (1712-1778).12
kosmosentris seperti Zaman Patristik-skolastik atau theosentris Abad Tengah, melainkan perhatian pada
d. Aliran Romantik
manusia terutama aspek rasionya.Tokoh aliran adalah
Filsuf besar Zaman ini terutama berasal dari Jerman,
N. Macchiavell (1469-1527), Th. Robbers (1588-1679),
yaitu J. Fichte (1762- 1814), F. Schelling (1775-1854),
F. Bacon(1561- 1626), Th. More (1478-1535).
dan G.Hegel (1770-1831). Alirannya disebut Idealisme.
Pembaharuan terpenting pada renesanse adalah
Inti fahamnya: yang penting adalah ide-ide, bukan
‘antroposentrisme’nya. Pusat pemikiran tidak lagi
dunia materi sebagaimana faham materialisme. Tokoh
kosmos, seperti pada aliran Yunani kuno, atau Tuhan,
terpenting adalah F. Hegel, yang banyak mempengaruhi
seperti dalam Abad Pertengahan Eropa, melainkan
abad 19 dan 20 kemudian.
manusia. MuIai saat itu manusialah yang dianggap sebagai titik fokus kenyataan.
b. Aliran Barok
4. Zaman Sekarang Jika abad 17 dan 18 Filsafat Barat didominir 3 aliran besar: rasionalisme, empirisme, dan idealisme,
Perhatian pada kemampuan akal Iebih ditekankan,
maka pada abad 19 dan 20 ini aliran-aliran baru
sebagian besar filsufnya adalah matematikus, yang
bermunculan. Beberapa aliran tersebut antara lain
menggunakan matematika sebagai dasar filsafatnya.
sebagai berikut.
Diharapkan hasilnya juga pasti. Tokohnya:
1. Aliran Positivisme Tokohnya August Comte.
1) Rene Descartes (1596-1650), filsuf Perancis: ‘Bapak
Menurutnya pemikiran manusia, pemikiran dalam
Filsafat Modern’. ‘cogito ergo sum’ hasil dari
ilmu, dan pemikiran suku bangsa manusia itu
metodenya: skeptis-metodis. Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014 edisi revisi), hlm. 33. 12
72
Citra Ilmu, Edisi 31 Vol. XVI, April 2020
melewati 3 tahap: teologis, metafisi, positif-ilmiah.
kenyataan itu ‘bicara’ sendiri jangan memaksakan
Contohnya Bocah-bocah dan suku primitif, butuh
teori tertentu untuk mengenalinya. Toh ia punya
dewa-dewa untuk menenangkan gejaIa-gejala.
hakikat sendiri-sendiri, Gunakan intuisi untuk
Remaja dan suku yang mulai tidak primitif, sudah
menangkap hakikatnya. Tokoh: F. Husserl, M.
tak butuh dewa, tapi prinsip yang abstrak-metafisi
Scheler.
untuk menerangkan fenomena. Orang dewasa dan
5. Pragmatisme Lahir dan terutama berkembang di
manusia modemhanya pakai metode positif-ilmiah.
AS tahun 1900. Sesuatu dianggap benar dan baik
Positivisme (lawannya khayalan metafisis) populer
itu tergantung manfaatnya. Kalau ada gunanya,
di lnggris : oleh J. Stuart Mill dan H. Spencer. Abad
benarlah itu, kalau tidak ada gunanya salah dan
20 faham ini diperbarui oleh ‘lingkaran Wina’
buruk. Ide-ide tidak bersifat benar atau salah,
sebagai neopositivisme.
melainkan dibenarkan atau disalahkan oleh
2. Aliran Marxisme filsafatnya tidak boleh hanya
tindakan tertentu. Sepeti kita mengenal pohon dan
memberi interpretasi saja, tapi harus merumuskan
buah-buahnya, demikian pula kita mengenal suatu
ideologi yang dapat mengubah dunia. Hakikat
konsep dan konsekuensinya. Kalau konsekuensi itu
sesuatu adalah materi, yang berkembang melalui
baik, maka teori atau konsep itu baik, karena itu
proses tesa-antitesa-sintesa. Beberapa konsep
berguna. Terhadap sesuatu tidak perlu ditanyakan
penting filsafat Marxis adalah ‘Materialisme
‘apa itu’, melainkan ‘apa gunanya’ atau untuk apa’.
dealektis’, ‘materialisme historis’, komunis. Tokoh:
Tokoh: W. James (1842-1920), J. Dewey (1859-
Karl Marx dan F. Engeis.
1914).
3. Eksitensialisme, Filsafat harus berpangkal pada
6. Neo-Kantianismc dan neo-tomismc, Beberapa
eksistensi manusia yang kongkrit (aku, kamu,
aliran filsafat periode terdahulu lahir kembali,
dia), tidak pada esensi manusia pada umumnya.
yaitu skolastik, filsafat Kant, dan filsafat Hegel.
Manusia pada umumnya itu tak ada, abstrak. Yang
Yang terpenting adalah Neo-Kantianisme dan
ada itu ya orang ini dan orang itu. Jadi, esensi
Neo-Tomisme. Neo-Kantianisme berkembang di
seseorang ditentukan oIeh selama eksistensinya
Jerman. Dalam aliran ini filsafat dianggap sebagai
(keberadaannya) di dunia tidak Iebih. Tokoh: F.
epistemologi dan kritik ilmu pengetahuan.
Nietzsche, S. Kierkegaard, K. Jespers, Heidegger,
Tokohnya E. Cassirer (1874- 1945), Hegel. Rickert
Sartre.
(1863-1936), dan H. Vaihinger (1852-1933). Neo-
4. Fenomenologi, Fenomen (gejala) dan kenyataan
Tomisme berkembang di negara-negara Katolik
harus dikenali dengan intusisi, bukan dengan
Eropa dan Amerika. Mula-mula konservativ,
argumen, konsep atau teori. Fenomenologi adalah
tetapi berkat pengaruh filsafat Kant, dengan
metode filsafat, bukan ajaran filsafat. Banyak
eksistensialisme dan ilmu pengetahuan modern
berhasil dalam bidang epistemologi, psikologi,
menjadi aliran penting dan berpengaruh. Tokohnya
antropologi, studi agama, dan etika. Caranya: gejala
J. Marechal S.J (1872-1944), A. Sertilianges (1863-
yang diamati diabstaksir (dilepas sifat-sifat yang tak
1948), dan J. Maritain (1882-1973).13
hakiki), maka gejala itu akan ‘berbicara’ sendiri, dan bahasa itu kita mengerti berkat intuisi. Biarkan
Ramayulis, Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), hlm. 26. 13
73
Relevansi Perkembangan Ilmu di Barat ... – Ahmad Wahyu Hidayat, Sigit Tri Utomo
B. Jenis-jenis Penalaran di Dunia Barat: Deduktif, Induktif, dan Abduktif
hal yang khusus, asal hal yang khusus merupakan bagian atau unsur dari hal yang umum.18 Penalaran deduktif menarik kesimpulan secara
1. Pengertian Penalaran
logika dari premis yang diberikan. Perlu diketahui bahwa
Penalaran adalah rangkaian kegiatan budi manusia
penalaran deduktif adalah mengambil kesimpulan
untuk tiba pada suatu kesimpulan (pendapat baru) dari
secara logika dari premis yang tersedia. Hasilnya tidak
satu atau lebih suatu keputusan. Sedangkan menurut
selalu dengan fakta kebenaran yang kita ketahui.19
14
Aceng Rahmat, penalaran adalah proses berfikir
Penalaran deduktif biasanya mempergunakan
untuk menarik kesimpulan berupa pengetahuan baru.
silogisme dalam menarik kesimpulan. Silogisme adalah
Penalaran bisa berbentuk deduktif, induktif, dan
suatu argumentasi yang terdiri dari tiga buah proposisi.
abduktif.
Proposisi yang pertama disebut premis mayor, yang
15
2. Jenis-jenis Penalaran di Dunia Barat
kedua disebut premis minor, dan yang ketiga disebut konklusi/konsekuen/kesimpulan. Sesuai dengan
Penalaran Barat dibagi menjadi tiga kelompok
sebutannya, premis mayor (PMj) adalah proposisi yang
besar yaitu deduktif, induktif, dan abduktif. Berikut
bersifat umum (general), berupa teori, hukum ataupun
penjelasan masing-masing:
dalil dari suatu ilmu, sedangkan premis minor (PMn)
a. Deduktif 1) Pengertian Penalaran Deduktif Nama ilmu deduktif diperoleh karena penyelesaian
adalah proposisi yang disusun dari fenomena khusus yang ditangkap indera, yaitu yang ingin diketahui, dan konklusi (K) atau konsekuen atau kesimpulan adalah jawaban logis bagi premis minor.20
masalah-masalah yang dihadapi tidak didasarkan atas
Kepastian konklusi (kesimpulan) dalam silogisme
pengalaman seperti halnya yang terdapat di dalam ilmu
sangat ditentukan oleh kepastian dalam premis minor.
empirik, melainkan atas deduksi-deduksi (penjabaran-
Premis minor disini merupakan hipotesis yang harus
penjabaran).
dibuktikan kebenarannya. Konklusi yang dirumuskan
16
Menurut Mohammad Adib, deduksi adalah suatu
dalam silogisme ini bisa diterima hanya karena bersifat
cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat
logis atau masuk akal. Karena itu harus dibuktikan.21
umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.17 Prinsip
Contohnya:
dasarnya ialah segala yang dipandang benar pada semua
Proposisi 1 (PMj) : A termasuk lingkungan B
peristiwa dalam satu kelas/jenis, berlaku pula sebagai
Proposisi 2 (PMn) : B tidak ada hubungan dengan C
hal yang benar pada semua peristiwa yang terjadi pada
Acmad Dardiri, Logika: Dasar dan Pengembangan Penalaran, (Yogyakarta: CV. Istana Agency, 2017), hlm. 65. 15 Aceng Rachmat, Filsafat Ilmu Lanjutan, (Jakarta : Kencana, 2011), hlm. 232. 16 Soejono Soemargono, Pengantar Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 2003), hlm. 23. 17 Mohammad Adib, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 147. 14
74
Proposisi 3 (K) : Maka A tidak ada hubungan dengan C
Soetrisno, Filsafat Umum dan Metodologi Penelitian, (Yogyakarta, Andi, 2007), hlm. 153. 19 H. A Kadir Sobur, Logika Dan Penalaran Dalam Perspektif Ilmu Pengetahuan, Jurnal Tajdid Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015, hlm. 387-414. 20 Ibid., hlm. 154. 21 A Sonny Keraf, Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hlm. 98. 18
Citra Ilmu, Edisi 31 Vol. XVI, April 2020
Pola diatas tampak lebih jelas dengan menggunakan bahasa simbolik (matematika); (A C B) ˄ (B ø C) =
(A ø B). Dengan contoh ini matematika bukan saja
K : Besi jika dipanaskan akan menciut (salah). b) Kesalahan dalam bentuk formal yaitu kesalahan bentuk atau jalannya deduksi. Meskipun materi
menyampaikan informasi secara jelas namun juga
(isi) pada premis mayor dan premis minor adalah
singkat.22
benar, tetapi karena jalannya salah maka konklusi atau kesimpulannya akan salah. Misalnya:
2) Langkah-langkah Penalaran Deduktif Langkah-langkah penalaran deduktif terdiri dari 6
PMJ : Besi termasuk barang murah (benar)
(enam) langkah, yaitu:
PMn : Besi termasuk barang yang berguna (benar)
a) Menentukan generalisasi (teori/dalil/hukum) yang
K : Barang yang berguna adalah barang murah (salah).24
akan dijadikan premis mayor, atau disebut postulat (anggapan dasar/asumsi) b) Menentukan premis minor.
b. Induktif 1) Pengertian Induktif Induksi adalah suatu metode penalaran yang
c) Conception, yaitu mengkaji konsep-konsep mengenai premis mayor dan premis minor. d) Judgement, yaitu menentukan kebenaran antara satu konsep dengan konsep yang lain pada setiap proposisi. e) Resoning (argumentasi), yaitu mempertimbangkan/ memberikan argumen/memberikan alasan terhadap premis mayor dan premis minor. f) Penarikan kesimpulan.23
3) Kelemahan dalam Penalaran Deduktif Menurut Soetrisno, terdapat kelemahan dalam penalaran deduktif yang terwujud pada dua macam yaitu: a) Kesalahan isi (material) yaitu kesalahan materi dari premis-premisnya. Meskipun salah satu premisnya benar maka kesimpulannya akan salah, misalnya: PMJ : Semua logam yang dipanaskan akan menciut (salah) PMn : Besi adalah logam (benar) Tim Dosen Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, tth), hlm. 78. 23 Soetrisno, Filsafat Umum dan Metodologi Penelitian..., hlm. 154-155. 22
berdasarkan sejumlah hal khusus untuk tiba pada suatu kesimpulan yang bersifat boleh jadi atau kemungkinan. Karena hal-hal kusus sebagai data hanyalah mendukung atau menguatkan kesimpulan yang bersangkutan. Tetapi tidak mutlak menjamin kebenarannya, mungkin benar mungkin juga salah, boleh jadi benar, boleh jadi salah.25 Menurut Louis O. Katsoff Induksi adalah suatu cara berfikir di mana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual.26 Penalaran Induktif adalah mengeneralisasi atau membuat umum suatu hal dari kasus-kasus yang pernah kita lihat atau alami untuk menarik kesimpulan mengenai hal lain yang belum pernah kita lihat atau alami.27 Logika induktif adalah cara penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum dan rasional.28 Ibid., hlm. 155. Achmad Dardiri, Logika: Dasar dan Pengembangan Penalaran..., hlm. 67. 26 Louis A Kattsoff, Pengantar Filsafat: Sebuah Pegangan untuk Mengenal Filsafat, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989), hlm. 30. 27 H. A Kadir Sobur, Logika Dan Penalaran Dalam Perspektif Ilmu Pengetahuan, Jurnal Tajdid, Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015, hlm. 387-414. 28 Cecep Sumarna, Filsafat Ilmu. (Bandung: Mulia Press, 2008), hlm. 150. 24
25
75
Relevansi Perkembangan Ilmu di Barat ... – Ahmad Wahyu Hidayat, Sigit Tri Utomo
Sedangkan menurut John Stuart Mill, induksi
Semua manusia pasti mati
sebagai kegiatan budi, di mana kita menyimpulkan
Sokrates adalah manusia
bahwa apa yang kita ketahui benar untuk kasus atau
Jadi, sokrates pasti mati.
kasus-kasus khusus, juga akan benar untuk semua kasus
Kesimpulan bahwa sokrates pasti mati dijamin
yang serupa dengan yang tersebut tadi dalam hal-hal
pasti benar karena kebenarannya hanya tergantung
tersebut.29 Logika induksi memproses pengetahuan berdasarkan pada fakta-fakta khusus yang diperoleh dari pengetahuan indrawi atau melalui pengamatan. Dari sejumlah fakta atau gejala khusus ditarik kesimpulan
pada kebenaran premis-premisnya. Sejuah premispremisnya tadi benar, kesimpulannya pasti benar dengan sendirinya. Tapi, akan beda sekali halnya dengan kesimpulan berikut ini: Tini, yang cenderung mendominasi pembicaraan,
umum berupa pengetahuan baru yang berlaku untuk sebagian atau keseluruhan gejala tersebut. Jadi, arah
mati muda.
permikiran bergerak dari data yang bersifat khusus pada kesimpulan yang bersifat lebih umum. Logika induktif
Tono, yang cenderung mendominasi pembicaraan, mati muda.
seperti itu diantaranya dilakukan dalam analisis statistik yang menggunakan data kuantitatif sebagai dasar
Tania, yang cenderung mendominasi pembicaraan, mati muda
penarikan kesimpulan dan dalam analisis data kualitatif yang menggunakan data yang mungkin bersifat verbal.30
Jadi, semua orang yang cenderung mendominasi pembicaraan, akan mati muda.33
Contoh suatu pemikiran induksi: fakta memperlihatkan, kambing mempunyai mata, gajah
2) Macam-macam Penalaran Induktif
mempunyai mata, begitu pula singa, kucing, dan
Ada dua jenis induksi, yakni induksi sempurna
binatang-binatang lainnya. Secara induksi dapat
dan induksi tidak sempurna. Dalam induksi sempurna
disimpulkan secara umum bahwa: semua binatang
peneliti menyelidiki seluruh subyek atau individu
mempunyai mata.
atau hal dalam kelasnya tanpa kecuali (populasi).
31
A Sonny Keraf & Mikhael Dua menegaskan
Dari hasil penyelidikan itu kita kemudian mengambil
bahwa cara kerja induksi kita dapat secara sah menarik
kesimpulan yang sifatnya lebih umum. Misalnya, akan
kesimpulan umum tertentu yang dianggap benar entah
menyimpulkan apakah satu apel keranjang itu manis
berbentuk hukum atau teori ilmiah harus dianggap
semua atau tidak. Peneliti dalam hal ini mencoba
sebagai sifat yang sementara. Karena, bisa saja ada
mencicipi seluruh apel yang ada dalam keranjang
fakta lain yang menyangkal kebenaran kesimpulan dan
tanpa satu pun yang meleset. Inilah mengapa disebut
kita hanya bisa bekerja dengan pengamatan atau data
dengan induksi sempurna, karena kesimpulan ditarik
yang sangat terbatas sifatnya. Kita tidak pernah sampai
dari seluruh hal khusus tanpa terkecuali.34
mencakup semua data yang relevan karena data yang relevan tidak terbatas jumlahnya. Seperti contoh: 32
Ibid., hlm. 166. Aceng Rahmat, Filsafat Ilmu Lanjutan..., hlm. 231-232. 31 Mohammad Adib, Filsafat Ilmu..., hlm. 147. 32 A Sonny Keraf, dkk, Ilmu Pengetahuan..., hlm. 99-100.
Yang kedua adalah induksi tidak sempurna, peneliti membutuhkan subyek cukup terhadap sebagian dari
29 30
76
Ibid., hlm. 106. Ahmad Dardiri, Logika: Dasar dan Pengembangan Penalaran..., hlm. 67-68. 33 34
Citra Ilmu, Edisi 31 Vol. XVI, April 2020
subjek (bukan seluruhnya), dan teknik pengambilan
maka hipotesis diterima. Kalau tidak, maka hipotesis
sampelnya menggunakan prosedur pendidikan sampel
akan gugur dengan sendirinya. Jika ini terjadi, maka
(sampling study). Misalnya:
perlu diajukan lagi hipotesis baru, melalui fakta dan
Rambutan pertama dimakan rasanya manis Rambutan kedua dimakan rasanya manis Rambutan ketiga dimakan rasanya manis Rambutan keempat dimakan rasanya manis Jadi, kemungkinan satu keranjang rambutan itu rasanya manis juga. Memperhatikan contoh tersebut, tidak semua rambutan dimakan (diteliti). Oleh karena itu induksi tidak sempurna disebut juga dengan generalisasi. Dalam konteks inilah sifat kemungkinan itu muncul, karena generalisasi itu bisa benar bisa salah.35
3) Langkah-langkah Penalaran Induktif Terdapat dua model langkah induksi. Yaitu: a) Langkah-langkah induksi murni Dalam induksi murni, ada empat langkah penting. Pertama, identifikasi masalah, artinya menetapkan dan merumuskan apa masalah yang ingin dipecahkan.
data yang ada tetapi ditafsirkan secara berbeda, fakta dan data yang baru, atau dengan penambahan fakta dan data. b) Langkah Induksi yang telah dimodifikasi Pertama, sama halnya dengan induksi murni, yakni identifikasi masalah. Kedua, pengajuan hipotesis. Hipotesis ini merupakan hasil abduksi (akal sehat, dugaan murni, imajinasi, maupun asumsi). Ketiga Penelitian lapangan lebih dimaksudkan untuk membuktikan apakah hipotesis tersebut benar atau tidak. Hipotesis tersebut hanya sebagai alat bantu atau titik pangkal untuk mengarahkan penelitian, agar kegiatan ilmiah tidak hanya sekedar berusaha membenarkan hipotesis. Keempat, pengujian hipotesis. Dalam langkah ini, hipotesis awal yang telah diganti atau tetap diuji berdasarkan fakta dan data yang ditemukan dan dikumpulkan.36
c. Penalaran Abduktif
Kedua, pengamatan dan pegumpulan data.
Abduktif merupakan penalaran dari sebuah fakta
Gunanya untuk menjawab dan menjelaskan masalah.
ke aksi atau kondisi yang mengakibatkan fakta tersebut
Pengamatan tersebut lalu dikumpulkan, dikaji dan
terjadi. Metode ini digunakan untuk menjelaskan
dianalisis untuk mendapatkan suatu gambaran yang
kejadian yang kita amati. Penalaran merupakan proses
jelas.
berpikir untuk mendapatkan pengetahuan. Supaya
Ketiga, merumuskan hipotesis. Perumusan hipotesis atas dasar fakta dan data yang telah dikumpulkan. Hipotesis berfungsi untuk menjelaskan sebab dari masalah tersebut, dan hipotesis merupakan jawaban sementara berdasarkan fakta dan data yang
pengetahuan yang didapat benar maka penarikan kesimpulan harus dilakukan dengan benar atau mengikuti pola tertentu. Cara penarikan kesimpulan disebut logika. Ada dua cara penarikan kesimpulan yaitu logika induktif dan logika deduktif.37
telah ditemukan. Keempat, tahap pengujian hipotesis. Caranya menguji cobakan prediksi, kalau mendukung hipotesis
35  Ibid., hlm. 69.
36  A Sonny Keraf, dkk, Ilmu Pengetahuan..., hlm. 107-110. 37   H. A Kadir Sobur, Logika dan Penalaran Dalam Perspektif Ilmu Pengetahuan, Jurnal Tajdid, Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015, hlm. 387-414.
77
Relevansi Perkembangan Ilmu di Barat ... – Ahmad Wahyu Hidayat, Sigit Tri Utomo
Semua proses yang terdiri dari mencari dan
menawarkan suatu hipotesis yang memberikan
merumuskan hipotesis terjadi dalam pemikiran
eksplanasi yang probable. Peirce dalam hal ini sengaja
ilmuwan. Proses yang terjadi dalam pikiran ilmuwan
menggunakan istilah probable untuk menegaskan bahwa
oleh C.S. Peirce disebut dengan abduksi. Sedangkan
hipotesis merupakan suatu kemungkinan penjelasan.
menurut Achamd Dardiri, abduksi adalah penalaran
Hipotesis hanya sebagai konjektur atau dugaan, dan
untuk merumuskan sebuah hipotesis berupa pernyataan
kebenaran hipotesis itu masih harus dibuktikan melalui
umum yang kebenarannnya masih perlu diuji coba.
proses verifikasi.
38
39
Proses abduksi terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1) Pemikiran Peirce tentang Abduktif
Kedua, hipotesis itu dapat memberikan eksplanasi terhadap fakta-fakta lain yang belum dijelaskan dan bahkan tidak dapat diobservasi secara langsung. Setiap
Secara formal, abduksi merupakan suatu bentuk
hipotesis memang harus diverifikasi, namun hal ini
silogisme yang bertolak dari fakta atau kasus. Dari fakta
tidak perlu dibuktikan dengan observasi langsung,
itu kita merumuskan suatu hipotesis untuk menjelaskan
karena suatu teori tidak hanya menjelaskan fakta yang
kasus tersebut. Hipotesis tersebut mangandung makna
dapat diamati, tetapi juga fakta yang tidak dapat diamati
general atau universal.40
sekarang dan di sini. Sebagai contoh heliosentrisme.42
Sebuah contoh dari ilmu kedokteran tentang
Heliosentrisme adalah model astronomi yang mana
Demam Racun Mayat dapat diambil sebagai ilustrasi.
bumi mengelilingi matahari yang berada pada pusat
Jika kita tahu bahwa di bangsal tertentu di rumah
tata surya.43
sakit 10% dari ibu dan anak yang dirawat meninggal, pertanyaan tentang sebab kematian dapat dirumuskan.
2) Simpulan: Nilai Teoritis Fase Abduktif
Berbagai macam hipotesis lalu dirumuskan. Misalnya,
Pemikiran Peirce mengenai pentingnya insting
adanya pengaruh sinar bumi, atau dari perlakuan
pada fase abduksi memiliki implikasi teoritis yang besar,
yang kasar dari perawat. Maka abduksi pertama-tama
maka ciri-ciri dasar nilai ilmiah dari abduksi adalah
berfungsi menawarkan suatu hipotesis yang bisa
sebagai berikut:
memberikan penjelaan terhadap fakta-fakta itu. Ada
a) Abduksi menghasilkan suatu proposisi (pernyataan
fakta, dan fakta itu harus dijelaskan dengan sebuah
mengenai hal-hal yang dinilai benar atau salah)
hipotesis. Oleh karena itu silogisme abduksi selalu
yang mengandung konsep umum.
mulai dari fakta dan dari fakta itu dirumuskan sebuah hipotesis untuk menjelaskan fakta tersebut, dan jika
b) Abduksi merupakan penalaran yang tidak dapat dipatok dengan satu jenis penalaran formal
salah satu fakta menentang hipotesis tersebut, maka
saja, namun hipotesis abduktif dapat dibentuk
hipotesis lain harus diajukan lagi.41
melalui imajinasi. Lebih lagi, seorang ilmuwan
Sehubungan dengan ini, Peirce merincikan dua
akan menggunakan instingnya untuk membuka
ciri dari abduksi dalam hal ini. Pertama, abduksi
suatu pilihan yang ekonomis dan berguna ketika
A Sonny Keraf, dkk, Ilmu Pengetahuan..., hlm. 92. Acmad Dardiri, Logika: Dasar dan Pengembangan Penalaran..., hlm. 66. 40 Ibid., hlm. 93. 41 A Sonny Keraf, dkk, Ilmu Pengetahuan..., hlm. 93.
Ibid., hlm. 94. DEPDIKBUD, Kamus Besar Bahasa Indoneisa, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 302.
38 39
78
42 43
Citra Ilmu, Edisi 31 Vol. XVI, April 2020
menghadapi begitu banyak penjelasan yang harus
pengamatan/penelitian yang telah dilakukan, murni
diuji.
di dasarkan pada penalaran yang paling masuk akal.
c) Proses abduksi menegaskan bahwa ilmu pengetahuan selalu berusaha untuk menangkap
DAFTAR PUSTAKA
orisinalitas realitas, karena abduksi menawarkan
A Sonny Keraf, Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Kanisius,
suatu hipotesis yang harus diuji, bukan sesuatu yang sudah diketahui kebenarannya. d) Abduksi merupakan interpretatif, artinya mengandaikan keterlibatan menyeluruh dan imajinasi yang bebas. Oleh karena itu, ilmuwan yang berpengalaman biasanya lebih berhasil dari yang tidak berpengalaman.
44
Simpulan Pengetahun berkembang sejak jaman purba, manusia masih dipengaruhi oleh mitos dan mistis, Pengetahuan semakin berkembang dan menjadi sebuah ilmu pengetahuan, yang mengikis paham mitos-mitos dan mistis. Dalam kata lain ilmu pengetahuan dapat melogiskan sebuah pengetahuan; Ilmu pengetahuan mulai berkembang pada zaman Yunani kuno yang
2001. Aceng Rachmat, Filsafat Ilmu Lanjutan, Jakarta : Kencana, 2011. Acmad Dardiri, Logika: Dasar dan Pengembangan Penalaran, Yogyakarta: CV. Istana Agency, 2017. Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014 edisi revisi. Bachri Ghazali, Usman, dan Alim Ruswantoro, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pokja UIN Sunan Kalijaga, 2005. Budi F. Hardiman, Filsafat Modern, Jakarta: Gramedia, 2004. Cecep Sumarna, Filsafat Ilmu. Bandung: Mulia Press, 2008. Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indoneisa, Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
dimulai oleh Socrates seiring dengan lahir dan
H. A Kadir Sobur, Logika Dan Penalaran Dalam
berkembangnya filsafat pada abad ke 6 SM, Masa
Perspektif Ilmu Pengetahuan, Jurnal Tajdid Vol.
keemasan ilmu pengetahuan dimulai Aristoteles
XIV, No. 2, Juli-Desember 2015, hlm. 387-414.
dilanjutkan oleh muridnya yaitu Plato. Penalaran deduktif biasanya berangkat dari suatu silogisme pernyataan, argumen yang umum kemudian dengan pola pikir/pemikiran yang logis menganalisa menjadi suatu pernyataan sebagai suatu bentuk yang khusus, sedamgkan penalaran induktif merupakan suatu bentuk kesimpulan yang di tarik dari suatu argumen, pernyataan-pernyataan yang spesifik kemudian dengan penalaran yang logis digeneralisasikan menjadi suatu kesimpulan yang bersifat umum dan Penalaran abduktif menunjukan suatu kesimpulan dari sebuah argument/ teori yang sudah jelas kebenarannya dari sebuah 44  A Sonny Keraf, dkk, Ilmu Pengetahuan..., hlm. 96.
Hambali, Filsafat Ilmu Islam dan Barat, Bandung: Alfabeta, 2017. Hasbullah Bakry, Sitematik Filsafat, Jakarta: Penerbit Wdjaja, 1981. Ibda, Hamidulloh, Filsafat Umum Zaman Now, Pati: CV. Kataba Group, 2018. Jerome R. Ravertz, Filsafat Ilmu :Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan, cetakan keempat, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004. Jon Pamil, Transformasi Filsafat Yunani Ke Dunia Islam Dan Kemunculan Filsafat Islam, Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 37, No. 2 Juli-Desember 2012, hlm. 103-113.
79
Relevansi Perkembangan Ilmu di Barat ... – Ahmad Wahyu Hidayat, Sigit Tri Utomo
Louis A Kattsoff, Pengantar Filsafat: Sebuah Pegangan untuk Mengenal Filsafat, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989. Mohammad Adib, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Ramayulis, Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2009. Soejono Soemargono, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogya: PT. Tiara Wacana Yogyakarta, 2003. Soetrisno, Filsafat Umum dan Metodologi Penelitian, Yogyakarta, Andi, 2007.
80