Pembacaan Hermeneutik Puisi Uḥibbuka Akṡaru Karya Maḥmūd Darwīsy: Kajian Semiotika Riffaterre

Page 1

Citra Ilmu, Edisi 23 Vol. xii, April 2016

PEMBACAAN HERMENEUTIK PUISI UḤIBBUKA AKṠARU KARYA MAḤMŪD DARWĪSY: Kajian Semiotika Riffaterre Hidayatun Ulfa Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Temanggung Jalan Suwandi-Suwardi, Temanggung 56213, Jawa Tengah, Indonesia E-mail: hidayatunulfa@gmail.com

Abstrak Artikel ini meneliti tentang makna puisi Uḥibbuka Akṡaru dalam antologi puisi Al-Dīwān: Al-‘A’māl al-Ūlā I karya Maḥmūd Darwīsy dengan menggunakan kajian semiotika Riffaterre. Tujuan penelitian ini adalah menemukan keutuhan makna (signifikansi) dalam puisi tersebut. Untuk memproduksi makna puisi, dilakukan pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik termasuk di dalamnya terdapat matriks, model, varian, hipogram potensial, dan hipogram aktual. Dalam penelitian ini, penulis hanya berusaha memperoleh makna melalui pembacaan hermeneutik saja. Dari pembacaan hermeneutik tersebut dihasilkan sebuah makna puisi, yakni cinta tanah air.

Kata Kunci: Semiotika Riffaterre, Cinta Tanah Air, Al-Dīwān: Al-‘A’māl al-Ūlā I, Uḥibbuka Akṡaru. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni.1 Adapun karya sastra merupakan karya yang memiliki ciri khas yang mutlak, yakni keindahan dan keartistikan.2 Puisi merupakan salah satu genre sastra. Sebagai karya seni, puisi itu puitis, yakni membangkitkan perasaan, menarik perhatian, menimbulkan tanggapan yang jelas, dan menimbulkan keharuan. 3 Pradopo menambahkan bahwa puisi merupakan ekspresi pikiran yang membangkitkan perasaan dan merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama. Semua itu merupakan kesatuan yang direkam, diekspresikan dan dinyatakan dengan menarik sehingga memberi kesan.

1 Rene Wellek dan Austin Warren, Teori Kesusastraan, Terj. Melani Budianto (Jakarta: PT Gramedia, 1990), 3. 2 Akhmad Muzakki, Kesusastraan Arab Pengantar Teori dan Terapan (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2006), 35. 3 Rachmad Djoko Pradopo, Pengkajian Puisi (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010), 13.

Penggunaan bahasa puisi berbeda dari bahasa sehari-hari. Sebagaimana Riffaterre4 menyebutkan bahwa “the language of poetry differs from common linguistic usage.” Dari penjelasan tersebut diperoleh keterangan bahwa bahasa sehari-hari berada pada tataran mimetic yang membangun meaning (arti) yang beraneka ragam dan terpecah sedangkan bahasa puisi berada pada tataran semiotik yang membangun significance (makna) yang tunggal dan memusat. Oleh karena itu, untuk memperoleh makna puisi harus melewati tataran di atas yang oleh Riffaterre disebut sebagai signifikansi (significance). Puisi Uḥibbuka Akṡaru adalah judul puisi yang termasuk dalam puisi Arab modern. Puisi tersebut terdapat dalam Al-Dīwān: Al-‘A’māl al-Ūlā I karya Maḥmūd Darwīsy. Dikatakan sebagai puisi Arab modern karena puisi-puisi tersebut merupakan puisi bebas (syi’run ḥurr). Sebagaimana Muzakki 5 4

Michael Riffaterre, Semiotics of Poetry (London: Indiana University Press, 1978), 1. 5 Ibid., 53.

59


Pembacaan Hermeneutik Puisi Uḥibbuka Akṡaru Karya Maḥmūd Darwīsy – Hidayatun Ulfa

menyebutkan bahwa syi’run ḥurr adalah puisi yang tidak terikat sama sekali dengan wazan, qāfiyah maupun taf’ilah, tetapi masih terikat dengan satuan irama khusus yang menjadi karakteristik karya sastra yang bernilai tinggi. Dia juga menambahkan bahwa penyair hanya mengungkapkan perasaan dan imajinasinya sehingga iramanya bersifat subjektif. Puisi tersebut merupakan kar ya Maḥmūd Darwīsy, salah satu penyair Arab modern. Dia adalah penyair Palestina yang memberikan kontribusi pada perkembangan puisi Arab modern. Selama karir kepenulisannya, karya-karyanya mendapatkan beberapa penghargaan. Pada tahun 1969, dia memperoleh penghargaan Lotus (Lotus Prize) dari persatuan penulis Afro-Asia. Kemudian pada tahun 1983, dia memperoleh penghargaan Perdamaian Lenin (Lenin Peace Prize) dari Uni Soviet. Selain itu ia juga mendapat penghargaan tertinggi bidang sastra dan seni di Prancis pada tahun 1993 (The Knight of the Order of Arts and Letters). Terakhir, pada tahun 2007 ia mendapat penghargaan di Festival Puisi Dunia Struga (Golden wreath of Struga Poetry Evenings).6 Bahasa yang digunakan oleh penyair dalam puisi tersebut tergolong bahasa yang seberhana. Akan tetapi, untuk memaknainya diperlukan pemahaman yang mendalam. Hal ini dipengaruhi oleh bentuk tata bahasa Arab yang mempunyai keteraturan yang tinggi. Sebagimana Umar7 menyebutkan bahwa bahasa Arab dalam pola konjugasi dan tingkat kebakuan struktur bahasa Arab mempunyai pola keteraturan yang tinggi. Oleh sebab itu, untuk memperoleh makna puisi tersebut perlu dilakukan ‘pembongkaran’ sehingga dapat ditemukan kedudukan masing-masing kata, baik sebagai subjek, predikat, objek, keterangan, dan lain-lain. Dengan demikian, terjemahan puisi

6

http://en.wikipedia.org/wiki.Mahmoud_Darwish A. Munir Umar, Ilmu Pengetahuan dan Kesusastraan dalam Islam (Yogyakarta: Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga, 1992), 71. 7

60

tersebut dapat diketahui. Hal ini sangat membantu dalam proses pemaknaan puisi-puisi tersebut. Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah signifikansi puisi Uḥibbuka Akṡaru dalam antologi puisi adDīwān: Al-‘A’māl al-Ūlā I karya Maḥmūd Darwīsy. Tujuan praktis yang ingin dicapai dalam tulisan ini adalah memperoleh pemahaman yang mendalam terhadap puisi-puisi Darwīsy. Melalui pemahaman tersebut diharapkan pembaca dapat memahami pesan yang terkandung di dalamnya sehingga dapat menambah khazanah keilmuan pembaca khususnya dan masyarakat pada umumnya. Tujuan teoretisnya adalah memaknai puisi dan menemukan signifikansi puisi Uḥibbuka Akṡaru dalam antologi puisi ad-Dīwān: Al-‘A’māl al-Ūlā I karya Darwīsy dengan menggunakan kajian semiotika Riffaterre, yakni melalui pembacaan hermeneutik. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan mampu memperoleh signifikansi puisi Uḥibbuka Akṡaru dalam antologi puisi ad-Dīwān: Al‘A’māl al-Ūlā I karya Darwīsy.

Semiotika Riffaterre Dalam bukunya Semiotics of Poetry, Riffaterre8 menyebutkan bahwa penggunaan bahasa puisi berbeda dengan bahasa umum atau bahasa sehari-hari. Hal ini dikarenakan puisi mengekspresikan konsep-konsep dan benda-benda secara tidak langsung, yakni satu hal yang dikatakan mempunyai maksud hal lain. Ada tiga hal yang mempengaruhi terjadinya penggunaan bahasa dalam puisi berbeda dengan penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga hal tersebut adalah penggantian arti (displacing of meaning), penyimpangan arti (distorting of meaning), dan penciptaan arti (creating of meaning). Penggantian arti terjadi jika tanda bergeser dari satu arti ke arti yang lain yakni jika satu kata mengacu pada kata lain seperti metafora dan metonimi. Penyimpangan arti terjadi jika 8

Ibid., 1-2.


Citra Ilmu, Edisi 23 Vol. xii, April 2016

terdapat ambiguitas, kontradiksi, dan nonsense. Adapun penciptaan arti terjadi jika ruang tekstual bertindak sebagai satu prinsip organisasi untuk pembuatan tanda-tanda linguistik yang bisa jadi tidak bermakna, misalnya simetri, rima, atau kesepadanan makna kata antara posisi homolog-homolog dalam bait. Cara kerja semiotika Riffaterre9 adalah proses penafsiran dalam pemaknaan puisi yang disebut interpretan. Interpretan adalah “a sign that translates the text’s surface sign and explains what else the text suggests,” yakni tanda yang menunjukkan sesuatu yang lain yang ada dalam teks dan menjelaskan apa yang ada di dalam teks. Hal ini terlihat melalui pergeseran dari meaning menuju ke significance (signifikansi) yang harus melalui sebuah konsep interpretan. Riffaterre menawarkan dua tahap pembacaan yang dilakukan untuk mendapatkan makna puisi, yakni melalui pembacaan heuristik dan hermeneutik. Dalam penelitian ini, pembacaan dilakukan melalui pembacaan retroaktif atau hermeneutik. Riffaterre10 menyebut istilah ini dengan pembacaan retroaktif atau disebut juga sebagai pembacaan hermeneutik. “The second stage is that of retroactive reading. Thhis is the time for a second interpretation, for the truely hermeneutic reading. As he progresses through the text, the reader remembers what he has justread and modifies his understanding of it in the light of what he is now decoding. As he works forward from start to finish, he is reviewing, revising, comprasing backwards” (Riffaterre, 1978: 5-6).

Pembacaan hermeneutik adalah adalah pembacaan tingkat kedua yang didasarkan 9

Ibid., 81. Ibid., 5-6, menurut Riffaterre tahap kedua adalah tahap pembacaan retroaktif. Inilah saatnya untuk interpretasi kedua, untuk pembacaan hermeneutik. Sebagaimana pembaca menyimak teks, pembaca mengingat apa yang baru dibacanya dan memodifikasi pemahamannya berdasarkan apa yang sekarang ia serap. Sebagaimana pembaca melangkah dari awal hingga akhir, pembaca melakukan peninjauan, revisi, perbandingan ke belakang. 10

konvensi sastra. Pada pembacaan ini, pembaca akan mengingat dan memodifikasi pemahamannya berdasarkan apa yang ia serap. Pembaca melangkah dari awal hingga akhir dengan melakukan peninjauan, revisi, dan perbandingan ke belakang. Pembaca menyatukan pernyataan yang semula terlihat sebagai ungramatikalitas-ungramatikalitas sekarang tampil sebagai varian-varian dari matriks struktural yang sama. Teks adalah variasi atau modulasi satu struktur. Adapaun signifikansi dikonstitusi oleh hubungan konstan dengan satu struktur. Efek maksimal pembacaan retroaktif adalah klimaks fungsinya sebagai ‘generator (pencetus) signifikansi’ yang terjadi secara natural di akhir puisi.

Metode Penelitian Berdasarkan landasan teori yang dikemukakan di atas, maka metode penelitian yang digunakan adalah metode pembacaan semiotik yang dikemukakan oleh Riffaterre. Teori yang dikemukakan oleh Riffaterre sekaligus menjadi cara kerja dalam penelitian ini. Analisis data dilakukan melalui pembacaan hermeneutik dalam puisi Uḥibbuka Akṡaru dalam antologi puisi ad-Dīwān: Al-‘A’māl al-Ūlā I karya Maḥmūd Darwīsy. Adapun tahap-tahap penelitian yang dilakukan adalah dengan menentukan teks yang akan diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi objek material adalah puisi Uḥibbuka Akṡaru dalam antologi puisi ad-Dīwān: Al-‘A’māl al-Ūlā I karya Darwīsy, membaca dan menerjemahkan teks. Puisi Uḥibbuka Akṡaru yang berbahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, melakukan pembacaan hermeneutik, dan menyimpulkan hasil penelitian.

61


Pembacaan Hermeneutik Puisi Uḥibbuka Akṡaru Karya Maḥmūd Darwīsy – Hidayatun Ulfa

Pembacaan Hermeneutik Pembacaan ini dilakukan dengan bekerja secara terus-menerus lewat pembacaan teks sastra secara bolak-balik dari awal sampai akhir. Penafsiran terhadap puisi Uḥibbuka Akṡar ini dilakukan dengan membagi puisi tersebut menjadi lima bagian. Pembagian ini dilakukan berdasarkan satuan tema-tema yang membentuk sub pokok bahasan. Dengan demikian, diharapkan kajian ini dapat mempermudah penafsiran puisi tersebut. Berikut pembacaan hermeneutik terhadap puisi Uḥibbuka Akṡar.

‫أ‬ ‫أث‬ �� ‫ح ب���ك � ك‬ ‫���ر‬

Uḥibbuka Akṡar (Aku Sangat Mencintaimu)

Judul Uḥibbuka Akṡar mengimplikasikan adanya seseorang yang amat mencintai sesuatu. Kata “aku” dalam puisi ini mengimplikasikan adanya “–mu,” “kamu” engkau.” Kata “aku” bermakna tunggal, aku seorang, tetapi juga dapat dimaknai sebagai masing-masing aku, setiap individu, siapa pun itu. Adapun “–mu” bukan dimaknai sebagai manusia yang diajak bicara, melainka tanah air. Puisi ini bercerita tentang “aku” yang begitu mencintai tanah airnya. Kalimat “Aku sangat mencintaimu” dapat dimaknai aku mencintai semua kekurangan dan kelebihanmu. Kata cinta di sini mengimplikasikan bahwa aku sangat mencintai tanah airku dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Puisi ini dibuat ketika seseorang jatuh cinta pada tanah airnya. Tanah air yang dimaksud dalam puisi ini adalah Palestina. Bagian ke-1

62

َّْ َ� َ‫تَ �َ َّْ ت‬ !‫�ب��ر‬ ‫ � ك‬..‫�ب��ر‬ ‫ � ك‬-١ ‫ف‬ ‫ف‬ ‫ ���م�ه���م�اي� ك‬-٢ ‫�� ن� �م� ن� ج������ا ك‬ ‫ ب��ع� ن�ي� و �لح‬،‫ ��س��تب��ق�ى‬-٣ ‫ �م�لا ك‬،�‫��م‬ ‫شي� ي ن أ ن أ‬ � �‫�م�ا ����ا ء ل‬ �‫ ك‬،‫ و��تب��ق�ى‬-٤ ‫ح��ب���ا � � � را ك‬ ‫ي‬

Takabbar .. takabbar! Famahmā yakun man jafāka Satabqā, bi‘ainī wa laḥmī, mallāk Wa tabqā, kamā syā,a lī ḥubbunā an arāka Besarlah .. besarlah! Sekalipun orang membencimu Kamu akan tinggal, bersama mata dan dagingku, sebagai pemilik Dan kamu tetap tinggal, seperti cintaku yang mengharap agar aku melihatmu

Pada bait pertama ada kalimat perintah agar segera menjadi besar. Kalimat perintah tersebut diserukan oleh “aku” dan ditujukan untuk tanah airnya. Ini menunjukkan adanya dukungan semangat untuk tanah air yang sedang mengalami keterpurukan. Keterpurukan itu adalah penjajahan yang melanda tanah airnya. Meskipun demikian, “aku” tidak akan meninggalkan tanah airnya sekalipun banyak orang yang membenci tanah airnya. Bagi “aku” tanah airnya sama dengan mata dan daging yang ada pada tubuhnya, tidak bisa dipisahkan satu sama lain sebagai penyusun tubuh manusia. Ini menunjukkan bahwa “aku” tetap setia terhadap tanah airnya sekalipun tanah airnya sedang dalam keadaan terjajah. Selanjutnya digambarkan tentang harapan “aku” yang selalu ingin melihat tanah airnya tumbuh dan berkembang menuju kemerdekaan dan kejayaan. Harapan tersebut merupakan sebuah harapan akan perdamaian dan kemerdekaan. Bagian ke-2

Nasīmuka ‘anbar Wa arḍuka sukkar Wa innī uḥibbuka.. akṡar

‫ن‬ ‫ن‬ ‫ �����س��ي���م�ك �ع����َبر‬-٥ ّ ‫أ‬ � � �‫ و‬-٦ � � ‫�س‬ ‫�ض‬ ‫ك‬ ‫ك‬ � ‫ر‬ ‫ر‬ ‫أ‬ ‫أ‬ ‫ث‬ � � �‫ و �ن‬-٧ ‫ � ك‬..‫ح ب���ك‬ ‫���ر‬ ‫�إ ي‬


Citra Ilmu, Edisi 23 Vol. xii, April 2016

Anginmu harum (seharum anbar) Bumimu semanis gula Sungguh aku mencintaimu.. sangat mencintaimu “Anginmu” menunjukkan angin yang dimiliki oleh tanah air. Hal tersebut diungkapkan melalui tasybīh balīgh, yakni tasybīh yang dibuang Adat tasybīh dan wajah syibehnya. Musyabbah dalam bait ini adalah “anginmu” sedangkan musyabbah bih-nya adalah anbar. Adat tasybih dan wajah syibeh dalam bait tersebut tidak ditampilkan. Angin yang seperti bunga anbar tidak lain disamakan dalam hal baunya yang harum. Angin yang ada dimiliki oleh tanah air merupakan sebuah simbol bahwa suatu kabar akan cepat tersiar sejalan dengan angin yang berhembus. Adapun bau tanah airnya harum seperti bunga anbar. Bau harum yang dikeluarkan oleh bunga anbar menandakan suatu kebaikan. Ini mengimplikasikan bahwa tanah air “aku” tersebut sangat masyhur, terkenal di segala penjuru dunia dengan segala kebaikan-kebaikannya. “Palestina adalah tanah yang istimewa. Letaknya strategis di antara dua samudra besar (samudra Hindia dan Pasifik) dan dua benua (Asia dan Australia). Selain itu, dalam Alquran disebutkan bahwa tanah di sekitar Al-Aqsa merupakan tempat yang diberkahi. Rasulullah juga menyebutkan keistimewaan yang lain, yakni Palestina merupakan tempat dibangkitkan dan dikumpulkannya manusia di akhir zaman (HR Ahmad dalam Musnad), Masjid al-Aqṣā merupakan satu dari tiga masjid yang disunnahkan untuk dikunjungi. Palestina juga menjadi tanah para Nabi”11. Bumi yang dimiliki oleh tanah air “aku” seperti gula dalam hal kemanisannya. Hal tersebut diungkapkan melalui tasybīh balīgh, musyabbah dalam bait ini adalah “bumimu” sedangkan musyabbah bih-nya adalah “gula.” Adat tasybih dan wajah syibeh dalam bait tersebut tidak ditampilkan. Di dalam bumi, tersimpan kekayaan alam yang banyak. Ini menunjukkan bahwa di bumi tanah air itu memiliki kekayaan alam yang beraneka ragam sehingga hasilnya dapat dinikmati oleh penduduk 11

Shofwan Al-Banna, Palestine: Emang Gue Pikirin? (Yogyakarta: Pro-U Media, 2006), 60-61, 72.

yang menempatinya. Oleh karena kemasyhuran dan kekayaan alam yang dimiliki oleh tanah air itulah, “aku” begitu sangat mencintai tanah airnya.12 Bagian ke-3

Yadāka khamāil

ْ‫خ ئ‬ � ‫ ي��د ا ك �م�ا �ل‬-۸ ‫�ن�� ن� لا �أ � ن‬ �‫�غ‬ �‫ و�ل ك ي� ي‬-٩ �‫� ك‬ ‫ ك‬-١٠ ‫��ل ا �لب��لا ب�ل‬ ‫ف� ن‬ ‫ ��إ � ا �ل��س�لا ��س�ل‬-١١ ْ ‫ت ن أ ن أق ت‬ � ‫ ��ع�ل�م�ي� � � � �ا �ل‬-١٢ ْ ‫أق ت ْ أق ت‬ � � ‫ � �ا �أل‬..‫ � �ا �ل‬-١٣ ‫أ أ‬ ‫ث‬ � � �‫ ل� �ن‬-١٤ !‫���ر‬ ‫ح ب���ك � ك‬ ‫ي‬

Walakinnanī lā ugannī Kakullil-balābil Fainnas-salāsil Tu‘limunī an uqātil Uqātil.. uqātil Lianni uḥibbuka akṡaru! Tanganmu seperti hamparan tanah hijau Tetapi aku tidak dapat bernyanyi Seperti burung bul-bul Sesungguhnya rantai-rantai itu Memberitahukanku agar aku berperang Berperang.. berperang Karena aku sangat mencintaimu! 12 Perpustakaan Nasional, Negara dan Bangsa Jilid 2. (PT Widyadara,1988.), 220-222. Di sana menjelaskan bahwa ada suatu perkecualian khusus terhadap daerah Timur Tengah, yang merupakan padang pasir yang kering, tandus, dan memiliki iklim yang panas dan kering, yakni daerah Bulan Sabit Subur, sebidang tanah yang berbentuk garis lengkung yang melalui Yordania, Israel (Palestina), Libanon, Suriah, Turki Selatan, Irak, dan Iran. Bulan Sabit Subur itu merupakan suatu daerah pertanian yang sangat produktif dan berbatasan oleh Laut Tengah di sebelah Barat dan Teluk Persia di sebelah Tenggara. Di sinilah manusia untuk pertama kalinya belajar menanam dan mengolah hasil pangan utama, yaitu gandum dan jewawut, yang sudah dimulai sejak 10.000 tahun yang lalu.

63


Pembacaan Hermeneutik Puisi Uḥibbuka Akṡaru Karya Maḥmūd Darwīsy – Hidayatun Ulfa

“Tangan” adalah alat gerak tubuh yang digunakan untuk menerima dan memberi. “Tanganmu seperti hamparan tanah hijau” diungkapkan melalui tasybīh balīg, musyabbah dalam bait ini adalah “tanganmu” sedangkan musyabbah bih-nya adalah “hamparan tanah hijau.” Adat tasybih dan wajah syibeh dalam bait tersebut tidak disebutkan. Dalam puisi ini, tanah air “aku” digambarkan seperti hamparan tanah hijau, tempat subur yang menyimpan berbagai macam kekayaan alam dan dapat dimanfaatkan oleh penduduknya. Tetapi kesuburan tersebut tidak lantas membuat “aku” bersenang-senang, merasakan kebebasan dan ikut merasakan menikmati hasilnya. Sebaliknya, karena kesuburan tersebut ada pihak yang telah merebutnya. Tanah air tersebut telah dijajah. Ini disebutkan melalui kata “rantai-rantai.” “Pemerintah Israel telah merampas hampir 80% lahan pertanian yang dimiliki oleh warga Palestina. Hal tersebut mengakibatkan mereka kehilangan sumber ekonominya. Padahal, 65% dari jumlah warga pada tahun 1948 berdomisili di pedesaan, dan sangat tergantung pada hasil pertanian.”13 Dengan demikian, “aku” sebagai orang yang begitu mencintai tanah airnya tergerak hatinya untuk berperang. Berperang di sini adalah usaha merebut kembali tanah airnya yang dikuasai oleh penjajah. Semua ini dilakukan oleh “aku” tidak lain karena ia benar-benar sangat mencintai tanah airnya. Bagian ke-4

‫�غ ئ‬ ‫ � ن���ا �ي� خ� ن���ا ج�رورد‬-١٥ ‫ و��ص���م�ت�ط��ف��و�ل��ة رع�د‬-١٦ ‫ي‬ ‫ و�ز ن�ب�ق����ة �م� ن� د �م�ا ء‬-١٧ ‫ف�ؤ‬ ،�‫ � ا د �ي‬-١۸ ‫أ ث‬ ‫ و� ن� ت� ا �ل��ر�ى وا �ل��س���م�ا ء‬-١٩ ‫ق أ‬ !..‫ و���لب��ك � خ��ض���ر‬-٢٠

13 Musthafa Abd. Rahman, Jejak-Jejak Juang Palestina (Jakarta: Buku Kompas, 2002), 42-43.

64

َّ َ ‫ف‬ َُْ ‫ �م�د‬،‫ �ي���ك‬،‫ و ج��ز را ��ل�هو�ى‬-٢١ ‫ف ف �إ�ذ ن أ‬ ‫أث‬ � � � �� � �� ‫ح‬ ‫ك‬ ‫ك‬ ‫ر‬ ‫ لا � ب‬،� ،��‫ ���كي‬-٢٢ Ganā’ī khanājiru ward Wa ṣumtī ṭufūlatun ra‘d Wazanbaqatun min dim ā’ Fuādī, Wa antaṣ-ṣarā was-samāu Wa qalbuka akhḍar..! Wa jazrul-hawā, fīka, madda Fakaifa, iẓan, lā uḥibbuka akṡar Nyanyianku seperti pisau besar yang datang Diamku seperti anak halilintar Dan minyak bunga yasmin terbuat dari darah Hatiku, Kamu seperti tanah ( yang basah, lembab) dan rumput Hatimu menjadi hijau..! Pe m b a n t a i a n o l e h n a f s u , a d a p a d a m u , berkepanjangan Maka bagaimana, jika demikian, (apakah) aku tidak amat mencintaimu

Kembali digambarkan sebuah perumpamaan yang melalui tasybīh balīgh, yakni tantang “nyanyianku seperti pisau besar yang datang” dan “diamku seperti anak halilintar.” “Nyanyian seperti pisau besar yang datang” mengimplikasikan bahwa ketika “aku” sedang bersenandung, mengeluarkan isi hatinya, itu seperti pisau besar yang datang untuk menebas siapa saja. Ini merupakan ungkapan kemarahannya atas apa yang telah menimpa tanah airnya. Hanya dengan bernyanyi saja, ia dapat memenggal kepala orang-orang yang menjajah tanah airnya. Kemarahan yang luar biasa tergambar dalam ungkapan tersebut. Selain itu, ketika “aku” diam seperti anak halilintar yang menyambar orang-orang yang ia kehendaki. Kembali bentuk kemarahan yang luar biasa tergambar dalam ungkapan ini. Terkait dengan berperang pada


Citra Ilmu, Edisi 23 Vol. xii, April 2016

bagian sebelumnya, kemarahan ini merupakan bagian dari berperang “aku”. Perang yang dilakukan tidak secara fisik, tetapi hanya bisa dilakukan dalam bentuk kemarahan-kemarahan. Hal ini dikarenakan penjajah yang menguasai tanah airnya begitu kuat sehingga tidak banyak hal yang dapat dilakukan oleh “aku” selain berusaha untuk selalu bersabar dengan apa yang terjadi. Berikutnya digambarkan bagaimana minyak bunga yasmis terbuat dari “darah hatiku.” Minyak adalah parfum yang biasa digunakan untuk menambah wangi tubuh bagi pemakainya. Ini mengimplikasikan adanya simbol kejayaan sebuah negara. Adapun darah merupakan simbol pengorbanan. Dengan demikian, untuk mencapai kejayaan tanah air tersebut, diperlukan pengorbanan yang besar dari “aku.” Kejayaan sebuah negara, terlebih negara yang sedang dijajah, dapat dicapai dengan banyak pengorbanan oleh rakyatnya. Tasybīh balīg kembali digunak an sebagai perumpamaan yang menyebutkan bahwa “kamu seperti tanah (yang basah, lembab) dan rumput.” Tanah air itu diumpamakan seperti tanah (yang basah, lembab) dan rumput. Tanah yang banyak ditumbuhi rumput menandakan bahwa tanah tersebut merupakan tanah yang subur. Dengan kesuburan yang dimiliki oleh tanah air tersebut mengakibatkan seolaholah “hatimu menjadi hijau.” Sebuah ungkapan yang memperkuat bahwa kesuburan yang dimiliki tanah air tersebut membangkitkan semangat “aku” betapa ia sangat mencintai tanah airnya. Penjajahan yang telah melanda tanah airnya tersebut berlangsung “berkepanjangan.” Ini menunjukkan bahwa penjajahan tersebut masih terus berlangsung. Telah banyak korban yang meninggal akibat perjuangan untuk mencapai kejayaan tersebut. Ia merasa tanah air yang sedang dijajah itu apakah pantas untuk tidak dicintai, tidak dibela, dan tidak diperjuangkan demi meraih kejayaan yang diharapkan dapat tercipta.

Bagian ke-5

‫أنأ‬ ‫أ‬ ‫ ك‬،�‫ و� ن� ت‬-٢٣ � �‫�م�ا �ش���ا ء ل‬ � :‫ح��ب ن���ا � � � راك‬ ‫ي‬ ‫ن‬ ‫ن‬ ‫ � أ����س��ي���م�ك �ع����َّبر‬-٢٤ �‫� �ك ��س ك‬ ‫ و� ر �ض‬-٢٥ ‫�ر‬ ‫أ‬ ‫ق‬ !..‫ و���لب��ك � خ��ض���ر‬-٢٦ ّ‫ن‬ ‫ و�إ�ي� ط��ف���ل�هوا ك‬-٢٧ ِ ‫�� ن���ك ا �ل‬ � ‫ ع��ل‬-٢۸ � ‫ح���ض‬ ‫ح�لو‬ ‫أ نى أ‬ !‫���بر‬ ‫ � ����موو� ك‬-٢٩

Wa anta, kamā syāa lī ḥubbunā an arāka: Nasīmuka ‘anbar Wa arḍuka sukkar Wa qalbuka akhḍar..! Wa innī ṭiflu hawāka ‘Alā ḥaḍnikal-ḥulwi Anmu wa akbar! Dan kamu tetap tinggal, seperti cintaku yang mengharap agar aku melihatmu Anginmu harum (seharum anbar) Bumimu semanis gula Hatimu menjadi hitam..! Dan aku adalah anak kesayangan Di atas pangkuanmu yang manis Aku tumbuh dan besar!

“Aku” tetap mencintai tanah airnya. “Aku berharap dapat melihat tanah airnya meraih kejayaan, bebas merdeka. Dengan demikian, “aku” dapat ikut merasakan betapa indahnya berada tanah airnya tersebut, dengan kemasyhuran dan berbagai kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan penduduk. Dengan demikian, “aku” merasa menjadi salah satu orang yang beruntung berada di tanah air yang dicintainya. Di tanah airnya itulah “aku” dilahirkan hingga tumbuh menjadi dewasa. Bagian terakhir puisi ini menunjukkan adanya satu pasangan oposisional, yakni antara seorang yang kecil dan besar.

65


Pembacaan Hermeneutik Puisi Uḥibbuka Akṡaru Karya Maḥmūd Darwīsy – Hidayatun Ulfa

Daftar Pustaka Atmazaki. Ilmu Sastra Teori dan Terapan. Padang: Angkasa Raya, 1990.

Pradopo, Rachmat Djoko. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010.

Al-Banna, Shofwan. Palestine: Emang Gue Pikirin? Cetakan II. Yogyakarta: Pro-U Media, 2006.

Rahman, Musthafa Abd. Jejak-Jejak Juang Palestina. Jakarta: Buku Kompas, 2002.

Darwīsy, Maḥmūd. Al-Dīwān: Al-A‘māl al-Ūlā I. Beirut: Riad El-Rayyes Books. 2005.

Riffaterre, Michael. Semiotics of Poetry. Bloomington– London: Indiana University Press, 1978.

Khomeini, Imam. Palestine dalam Pandangan Imam Khomeini. Jakarta: Pustaka Zahra, 2004.

Umar, A. Munir. Ilmu Pengetahuan dan Kesusasteraan dalam Islam. Yogyakarta: Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga, 1992.

Munawwir, Ahmad Warson. Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia. Cetakan XIV. Surabaya: Pustaka Progressif, 1997. Muzakki, Akhmad. Kesusastraan Arab Pengantar Teori dan Terapan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. 2006. Perpustakaan Nasional. Negara dan Bangsa Jilid 2. PT Widyadara, 1988.

66

Wellek, Rene dan Austin Warren. Teori Kesusastraan diterjemahkan oleh Melani Budianto. Jakarta: PT Gramedia, 1990. (http://en.wikipedia.org/wiki/Mahmoud_Darwish)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.