Desa Berbagi Cerita
Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
Jainu Aripin Bahrun Wardoyo Sukamso
Desa
masa depan kita...
Desa harus jadi kekuatan ekonomi Agar warganya tak hijrah ke kota Sepinya desa adalah modal utama Untuk bekerja dan mengembangkan diri Walau lahan sudah menjadi milik kota Bukan berarti desa lemah tak berdaya Desa adalah kekuatan sejati Negara harus berpihak pada para petani Entah bagaimana caranya Desalah masa depan kita Keyakinan ini datang begitu saja Karena aku tak mau celaka Desa adalah kenyataan Kota adalah pertumbuhan Desa dan kota tak terpisahkan Tapi desa harus diutamakan Di lumbung kita menabung Datang paceklik kita tak bingung Masa panen masa berpesta Itulah harapan kita semua Iwan Fals
Desa Berbagi Cerita: Berdaya dengan SISTEM INFORMASI DESA Diterbitkan oleh Combine Resource Institution Bekerja sama dengan Hivos-SEATTI dan Ford Foundation Cetakan pertama, Oktober 2015 Hak Cipta @2015, Combine Resource Institution Penulis Jainu, Bahrun Wardoyo, Aripin, Sukamso Penyunting Apriliana Susanti, Imung Yuniardi Desain Sampul Aris Harianto Penata Letak Apriliana Susanti, MS Lubis Foto dan Ilustrasi Dokumentasi CRI, Dokumentasi Desa Balerante, Dokumentasi Desa Dlingo, Dokumentasi Desa Nglegi, Dokumentasi Desa Pasir Penerbit Combine Resource Institution Jl. KH Ali Maksum RT 06 No. 183 Pelemsewu, Panggungharjo, Sewon Bantul, DI Yogyakarta, Indonesia 55188 Telp/ Fax: 0274 – 411123 www.combine.or.id
P e n g a n ta r
Saat Desa Meniti Jalan Menuju Berdaya
O
rang, atau lebih spesifik lagi pemimpin, yang visioner biasanya akan dianggap aneh, bidah bahkan gila saat gagasannya pertama kali dimunculkan. Sebut saja Socrates, yang akhirnya divonis mati, lalu Copernicus yang teori heliosentrisnya ditentang oleh agama, Nelson Mandela dengan rekonsiliasinya hingga Presiden Abdurrahman Wahid. Mereka disebut gila bisa jadi karena logika masyarakat saat itu belum mampu menggapainya, atau bisa juga karena dianggap berba足 haya bagi stabilitas kekuasaan. Ketika logika umum akhirnya mampu menjamahnya, maka berangsur mereka disebut seba足 gai visioner. Pada lingkup yang lebih kecil, pemimpin yang visioner sebenar足 nya juga banyak di Indonesia. Madri Pani, Kepala Desa Gurim足 bang, Berau Kalimantan Timur misalnya, mengaku dianggap
vi
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
gila oleh warganya karena membuat program pembuatan dan penggunaan jamban, sesuatu yang bertentangan dengan ke biasaan masyarakatnya saat itu. Bertahun kemudian dia mem buktikan "kegilaannya" berbuah penghargaan Kepala Desa Te ladan 2015. Andai tidak ada para pemimpin visioner bin gila, baik informal maupun formal, maka tidak akan ada lagi kata pembaruan, per ubahan, kemandirian di kamus bangsa ini. Mau program sehe bat apapun oleh pemerintah pusat, dukungan dana sebesar apa pun dari lembaga-lembaga donor, pendampingan seintensif apapun oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat, semua itu akan sia-sia. Ujung tombak perubahan dan kemajuan adalah masyarakat sendiri, termasuk di desa. Para kepala desa yang bersama Combine Resource Institution (CRI) menggagas dan mengembangkan sebuah sistem informasi desa sekitar 2009, sebenarnya bisa masuk dalam kategori ini. Bisa saja mereka cukup duduk manis mengerjakan apa yang diminta oleh pemerintah kecamatan atau kabupaten, tidak perlu repot melakukan perubahan karena toh ukuran elektabilitas ke pala desa di sebagian masyarakat masih belum berdasar kinerja program. Ditambah lagi di desa mereka, baik perangkat desa maupun warga masih jauh dari paham pada makhluk yang ber nama sistem data dan komputer.
Pengantar: Saat Desa Meniti Jalan Menuju Berdaya
Menerjemahkan Prinsip Mengenalkan sesuatu yang baru, meyakinkan manfaatnya hingga mendorong penggunaannya secara berlanjut bukanlah peker jaan sekali jadi. Bahkan mie instan pun tidak bisa langsung di makan, butuh proses tertentu. Inilah yang menjadi tantangan enam desa yang mengawali pengembangan Sistem Informasi Desa (SID) bersama CRI. Butuh motivasi dan komitmen luar biasa menjaga asa mengerja kannya, seiring dengan banyaknya waktu yang harus dihabiskan untuk diskusi demi diskusi, uji coba demi uji coba, pelatihan demi pelatihan. Tak perlu menjelaskan soal minimnya dukungan dari level pemerintahan yang lebih tinggi, sebab bussiness as usual ma sih menjadi dogma mereka. Maka bayangan waktu yang seakan menjadi sangat lambat pengembangan SID pun mulai muncul. Namun tentu ada kebutuhan yang melatarbelakangi dimulai nya inisiatif pengembangan SID di desa-desa tersebut. Di Desa Balerante misalnya, disebabkan oleh kekacauan penanganan saat bencana, baik sebelum, saat tanggap darurat maupun se telahnya. Faktor kebutuhan masyarakatlah yang menjadi kunci. Saat warga akhirnya sadar pentingnya pengelolaan informasi dan data desa, apapun pintu masuknya, maka salah satu syarat utama keberlanjutan SID sudah terpenuhi. Kontekstualisasi prinsip da
vii
viii
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
sar SID sesuai kondisi desa menjadikan rasa kepemilikan (sense of belonging) oleh semua elemen desa lebih mudah dibangun. Prinsip dasar SID adalah transparansi, akuntabilitas, partisipasi, inklusivitas, dan keberlanjutan. Menilik prinsip tersebut, jelas bah wa asalnya berasal dari dua pihak yaitu pemerintah desa dan warga. SID tidak akan berjalan utuh bila hanya salah satu antara pemerintah desa atau warga yang menerapkannya. Penerjemah an prinsip tersebut disesuaikan dengan kondisi desa. Di sinilah peran pemimpin desa yang visioner, yaitu saat mampu mem bawa SID dalam alam pemahaman perangkat dan warganya. Prinsip partisipasi dalam sistem data misalnya, akan lebih mu dah dipahami oleh warga Balerante sebagai aktif menginforma sikan data keluarga secara rinci dalam konteks agar saat bencana datang lagi semua bisa terselamatkan. Prinsip transparansi akan lebih mudah diikuti oleh perangkat desa dalam konteks kemu dahan mengelola data penduduk dari semula menggunakan banyak buku besar nan tebal, menjadi cukup menggunakan satu komputer. Kemudahan yang kemudian berbuah saat mulai memberikan pelayanan publik berbasis data penduduk, seperti surat-surat administrasi kependudukan. Intinya adalah konsep SID yang waktu itu sering dikomentari penuh kerumitan teknologi, tidak membumi dan jauh dari rea
Pengantar: Saat Desa Meniti Jalan Menuju Berdaya
lita keseharian masyarakat ternyata di tangan orang-orang visi oner bermental petarung, yaitu kepala desa dan perangkat serta warga yang tak kenal lelah, dapat dibuktikan sebaliknya. Pengu asaan terhadap aplikasi tak lebih adalah tantangan teknis saat prinsip dasar tersebut menjadi semangat yang menopang. Terjadinya Ledakan Lambatnya akselerasi penerapan, apalagi penyebarluasan, SID tersebut tiba-tiba berubah drastis saat akhirnya UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa disahkan. Selain memang diatur secara khu sus di pasal 86 UU tersebut, secara umum adanya sistem infor masi di desa mendadak disadari menjadi kebutuhan. Kesadaran tiba-tiba itu tidak saja menyengat pemerintah desa, melainkan juga tingkat di atasnya yaitu kabupaten. Pada pasal tersebut memang disebutkan pemerintah kabupaten/kota berkewajiban mengembangkan sistem informasi desa dan pembangunan ka wasan. Beberapa sistem informasi di desa memang telah ada sebelum nya, baik yang dikembangkan oleh pemerintah pusat, kelom pok masyarakat sipil maupun pihak lainnya. Baik yang berbayar maupun gratisan. Setelah penerapan UU Desa, apalagi dibayangi kucuran dana desa yang dinilai fenomenal, maka beragam sis tem tersebut menjadi "laris" dicari.
ix
x
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
Sayangnya interaksi "supply and demand" ini masih ada dalam kerangka aplikasi. Bahkan saking inginnya diterapkan secara ce足 pat dan luas, beberapa potong kompas dengan mencoba me足 wajibkan seluruh desa menggunakan aplikasinya. Semangat lama yang justru akan dihilangkan melalui prinsp pengakuan (rekognisi) dan subsidiaritas di UU Desa. Perubahan situasi yang begitu cepat ini ditambah kegagapan semua pihak menyiapkan semua hal terkait UU Desa memang berpotensi membuat lupa bahwa mendorong realisasi warga berdaya yang mesti dikedepankan. Desa pun lagi-lagi sebagai obyek, sebagai konsumen, sebagai pasar. Tidak peduli warga merasa memiliki atau tidak, warga benar-benar terlibat atau ti足 dak, semangat tata kelola yang baik benar-benar ada di perang足 kat atau tidak.
yang dibutuhkan ke depan sebenarnya adalah saling berbagi peran dalam penerapan SID untuk menjamin kemanfaatan dan keberlanjutannya.
Pengantar: Saat Desa Meniti Jalan Menuju Berdaya
Selama sebuah sistem informasi sudah dipasang di komputer desa, data sudah dimasukkan sesuai petunjuk, laman desa sudah daring (online) maka desa itu dianggap sah disebut sebagai pe nerap sistem. Padahal proses seperti yang dijalani Desa Dlingo, Balerante, dan Nglegi seperti termuat dalam buku ini yang se benarnya benar dan utuh, setidaknya dari kacamata SID yang dikembangkan CRI. Jangan Buang Peluang Empat desa yang dikisahkan dalam buku ini berbeda dari segi kerangka waktu proses penerapan SID. Dua desa termasuk pe rintis sedangkan satu desa termasuk yang paling akhir. Praktik baik yang mereka bagikan sesungguhnya adalah oasis, tempat bertemunya cita-cita, teori, semangat yang semuanya dibung kus niat baik, yaitu demi kemandirian dan kedaulatan desa. Ini lah yang akan dicapai ketika pemahaman tentang SID adalah sebuah proses utuh dan saling terkait, bukan sekedar alat atau teknologi. Baik pemerintah maupun warga desa memiliki ruang dan tanggung jawab masing-masing di pengelolaan data dan informasi. Manfaatnya pun dikejar dan dirasakan dengan penuh kesadaran oleh kedua belah pihak dalam visi yang sama. Tentu praktik baik ini akan berbeda tiap desa, meski kadang mirip. Bila menggunakan SID sebagai alat untuk Analisis Kemiskinan
xi
xii
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
Partisipatif misalnya, maka yang akan dirasakan warga adalah program-program pengentasan kemiskinan yang lebih tepat sa saran, baik jenis yang dibutuhkan maupun penerimanya. Belum lagi apabila bicara tentang kedaulatan desa mengelola potensi alamnya, kisahnya bisa jadi sangat heroik di jaman kapitalisme global ini. Maka yang dibutuhkan ke depan sebenarnya adalah saling ber bagi peran dalam penerapan SID untuk menjamin kemanfaatan dan keberlanjutannya. UU Desa dengan beragam regulasi tu runannya bagaimanapun adalah peluang yang ada saat ini se bagai pegangan untuk merealisasikan kemandirian desa. Jangan sampai peluang tersebut tersia-sia hanya karena ego purba ten tang kekuasaan dan kemewahan. Bila desa-desa di buku ini sudah mampu membagi peran tersebut secara proporsional, mestinya demikian juga dengan level pemerintah di atasnya serta kelom pok masyarakat sipil. Betapa luar biasa bila kelak lebih dari 74 ribu desa memiliki praktik baik yang khas, yang akan menjadi sumber pembelajaran terbesar di dunia tentang berdayanya desa.
Imung Yuniardi
Daftar Isi
Pengantar: Saat Desa Meniti Jalan Menuju Berdaya
Menangani Bencana Tanpa Bencana Jainu
v
1
Dari Desa Tertinggal Menuju Desa Digital Bahrun Wardoyo
19
SID untuk Analisis Kemiskinan Partisipatif Aripin
37
Merencanakan Pembangunan Desa dengan SID Sukamso
53
Menangani Bencana Tanpa Bencana Oleh Jainu Betapa pentingnya data, terutama data kependudukan. Beragam kepanikan dan ketidakpastian yang selalu timbul saat bencana datang dapat diminimalisir apabila sebelumnya ada perencanaan untuk mengÂantisiÂpasi hal tersebut berdasarkan data yang valid.
2
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
S
aat itu erupsi Merapi tahun 2006. Sebagai desa yang letaknya hanya 5 kilometer dari puncak Merapi, Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Klaten tak luput dari terjangan awan panas erupsi Gunung Merapi. Saya ingat, ketika itu sebagian besar warga desa harus dievakuasi ke tempat yang lebih aman dari terjangan awan panas yang dikenal dengan julukan “wedhus gembel”. Desa Ngemplakseneng di Kecamatan Manisrenggo, Klaten yang letaknya cukup aman dari resiko ter kena wedhus gembel pun memberikan rumah perlindungan bagi kami untuk sementara sampai Merapi tenang kembali.
Menangani bencana Tanpa bencana
3
Lahar hujan sesaat setelah erupsi besar Gunung Merapi melanda Desa Balerante, yang memaksa warga 2006 untukmemaksa mengungsi ke tempat yang aman. Erupsi besar Gunung Merapi warga yang tinggal di lereng Merapi Bandingkan dengan erupsi (foto kiri). untuk mengungsi ke kondisi tempatdesa yangsebelum lebih aman.
Lolos dari kandang singa, masuk mulut buaya. Itulah gambaran yang kami alami di saat-saat yang penuh kegentingan itu. Usai berhasil mengungsi, saya pikir kami sudah lolos dari bahaya erupsi Merapi. Nyatanya tidak demikian. Minimnya data-data kependudukan desa membuat penanganan pengungsi memun culkan bencana baru. Betapa tidak? Kami bahkan tidak memiliki data yang pasti berapa jumlah pengungsi anak-anak, lansia (lan jut usia-red), wanita, dan berapa jumlah warga yang mengungsi. Bagaimana mungkin kami dapat memastikan kondisi para pen duduk desa bila semua data itu tidak ada.
4
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
Jangankan data penduduk, bahkan data ternak yang dimiliki warga pun kami tidak punya. Bagi sebagian besar warga Desa Balerante, ternak telah menjadi bagian yang tak terpisahkan da lam kehidupan mereka. Alhasil, situasi kacau pun terjadi saat ba nyak warga di pengungsian nekat kembali ke desa hanya untuk menyelamatkan ternak mereka. “Kalau ternak kami mati, kami hidup dengan apa lagi? Ternakternak itulah yang menghidupi kami selama ini,” tutur seorang warga saat saya dan tim evakuasi berusaha membujuk mereka untuk kembali ke desa karena situasi Merapi yang belum stabil. Pada saat itulah kami baru menyadari betapa pentingnya data terutama kependudukan. Beragam kepanikan dan ketidakpastian yang selalu timbul saat bencana datang dapat diminimalisir bila sebelumnya ada perencanaan untuk mengantisipasi yang ber dasarkan data valid. Situasi ini berlanjut setelah masa darurat bencana usai dan warga kembali ke desa dari pengungsian. Kesulitan melakukan penda taan lagi-lagi menjadi masalah klasik pemerintah desa. Sebagai perangkat desa, jujur saja saya mengalami banyak kendala ketika harus menangani urusan kependudukan dengan hanya bermo dalkan sebuah buku induk yang sangat tebal. Dengan data yang tertulis dalam buku setebal itu, perangkat desa harus mengkla
Menangani bencana Tanpa bencana
Ternak diungsikan saat erupsi Merapi pada tahun 2010.
5
6
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
Pendataan secara konvensional membuat pelayanan pemerintah desa sering tidak tepat sasaran karena tidak validnya data yang digunakan sebagai dasar.
Pengelolaan data yang valid menjadi kebutuhan desa yang sangat penting terutama dalam situasi genting.
Menangani bencana Tanpa bencana
sifikasikan penduduk menurut wilayah administratif, pendidikan, pekerjaan dan seterusnya. Alhasil, banyak data yang akhirnya menumpuk bahkan tidak sempat kami tulis di buku induk. Se ring saya mendapati data-data sekian tahun sebelumnya tidak berubah, hanya tahunnya saja yang diganti. Dengan pendataan konvensional seperti itu, tentu saja kami ti dak bisa menyajikan data-data yang benar. Padahal, kebutuhan akan data pun semakin meningkat, baik oleh penduduk maupun oleh beberapa SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah-red). Data tersebut dibutuhkan untuk perbaikan perencanaan dan pela yanan publik, termasuk penanganan bencana. Ujung-ujungnya pelayanan dari pemerintah desa pun sering tidak tepat sasaran karena tidak validnya data yang digunakan sebagai dasar. Tanggap Darurat “Bencana” Data Pengelolaan data yang valid menjadi kebutuhan desa yang sangat penting terutama dalam situasi genting. Berkaca pada pengalaman “bencana” data saat erupsi Merapi tahun 2006 lalu, desa kami pun menyambut antusias saat Combine memperke nalkan Sistem Informasi Desa (SID) ke desa kami. Awalnya, kami bertanya-tanya, bagaimana semua data kependudukan satu desa bisa tersimpan dalam komputer? Bagaimana SID akan ber peran penting saat situasi bencana?
7
8
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
Kebingungan-kebingungan kami yang awam soal komputer itu pun terjawab saat kami menerapkan SID di desa kami. Sungguh menggembirakan, aplikasi SID nyatanya menawarkan pencarian data penduduk dengan cepat sesuai dengan yang kami harap kan. Kami pun segera memensiunkan buku induk tebal dengan data-data kedaluarsanya dan mengganti pengelolaan data kami dengan aplikasi SID di komputer. Tapi SID tidak sekedar aplikasi. Ini sistem menyeluruh yang me nuntut komitmen bersama antara perangkat dan warga. Bagi sebagian orang, proses panjang pada awal penerapan SID bisa cukup merepotkan. Mengumpulkan salinan Kartu Keluarga (KK) dari warga dan merekap data yang sudah bertahun-tahun ter timbun dalam buku induk (dan yang tersebar entah kemana) lalu memasukkannya ke dalam komputer bukanlah perkara yang bisa dibilang mudah. Apalagi mayoritas kami masih sangat awam dengan komputer sehingga perlu tekad kuat untuk menyiapkan kelengkapan penerapan aplikasi ini, baik perangkat lunaknya maupun perangkat kerasnya. Jika ada kemauan, pasti ada jalan. Hal itulah yang kami yakini dalam upaya kami mereformasi pengelolaan data kependudukan di desa kami. Kemauan dan kerja sama yang baik dengan semua
Menangani bencana Tanpa bencana
9
Sisa-sisa rupsi Gunung Merapi tahun 2010 yang dimuseumkan oleh salah satu warga yang bermukim di lereng Merapi.
10
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
elemenlah yang akhirnya membuat harapan kami itu terwujud. Yang selalu kami pikirkan setiap melakukan proses itu adalah, kelak ujung semua ini adalah pelayanan yang lebih baik bagi masyarakat, termasuk saat prabencana maupun masa darurat. Waktu demi waktu SID terus dikembangkan, demikian halnya dengan pengelolaan data desa kami. Tak sebatas dimanfaatkan untuk data kependudukan saja, namun juga data kerentanan bencana, data statistik, analisis, bahkan sampai SMS Gateway. SMS Gateway adalah salah satu bagian di SID yang memung kinkan seluruh warga mengirimkan respon apapun dan akan dipampangkan di website desa.
Kegiatan PKK Desa Balerante yang diunggah di portal SID.
Menangani bencana Tanpa bencana
Bagi perangkat desa yang sehari-hari berkecimpung dengan urusan administrasi kependudukan, SID menjadi seperti “malaikat penyelamat”.
Pemanfaatan SID ini ternyata melebihi impian kami yang awal nya hanya berharap pembenahan pengelolaan data penduduk yang lebih valid. Bagi perangkat desa yang sehari-hari berkecim pung dengan urusan administrasi kependudukan, SID menjadi seperti “malaikat penyelamat” yang dikirimkan Combine untuk desa-desa seperti desa kami. Jangan tanyakan lagi bagaimana pelayanan surat-menyurat setelah kami memanfaatkan SID: jauh lebih mudah dan cepat tentunya! Lebih Siap Saat Merapi Menggeliat Sejak Desa Balerante menerapkan SID, kami mengalami banyak perubahan yang cukup signifikan. SID memudahkan perangkat desa dalam memberi pelayanan masyarakat (terutama pelayanan
11
12
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
Anak-anak, lansia, dan wanita adalah kelompok warga rentan yang menjadi prioritas tanggap darurat bencana erupsi.
Menangani bencana Tanpa bencana
13
14
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
surat-menyurat) yang lebih baik dan lebih cepat. Pada hari-hari biasa, selain untuk pelayanan masyarakat, kami juga meman faatkan SID untuk memperbarui data-data kependudukan dan wilayah. Peran SID menjadi semakin vital ketika Gunung Merapi mulai memperlihatkan tanda-tanda akan meletus tahun 2010. Status salah satu gunung teraktif di dunia itu pun meningkat menjadi “AWAS”, yang artinya kami warga desa harus segera mengungsi ke tempat yang lebih aman. Saat itu, data-data SID yang telah kami perbarui sangat membantu kami dalam penanganan ben cana. Berbekal data-data tersebut, kami bisa menentukan dusun mana saja yang masuk area rawan bencana sehingga koordinasi dengan warga dan pihak-pihak terkait pun semakin terarah. Kami pun menjadi makin mudah dalam mendata siapa saja ke lompok rentan yang harus mendapatkan prioritas penyelamat an seperti lansia, anak-anak, difabel, dan wanita. Pelajaran dari erupsi tahun itu adalah peta rawan bencana menjadi kebutuhan penting untuk tanggap darurat bencana. Ini yang menjadi salah satu bahan masukan kami bagi pengembangan SID selanjutnya. Penanganan bencana tentu saja melibatkan kerja sama banyak pihak, baik warga desa yang terkena dampak, BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah), maupun desa yang menjadi
Menangani bencana Tanpa bencana
Kisah erupsi Merapi diceritakan dalam motif Batik Balerante oleh warga.
lokasi penampungan pengungsi. BPBD Kabupaten Klaten telah menginisiasi kerja sama tersebut dengan merintis desa bersau dara antara desa terdampak bencana dengan desa yang dijadi kan lokasi pengungsian. Sebagai desa terdampak bencana, saya pribadi berpikir alangkah terbantunya kalau desa saudara kami, yakni Desa Kebondalem Lor, Kecamatan Prambanan, juga meng gunakan SID. Dengan begitu, mereka bisa mengetahui lebih awal berapa jumlah pengungsi yang akan diterima, berapa jumlah
15
16
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
anak-anaknya terutama bayi, lansianya dan seterusnya sehingga persiapan penanganan tanggap darurat bisa direncanakan lebih cepat dan tepat. Menyadari betapa pentingnya SID untuk penanganan bencana, saya pun terinspirasi untuk aktif dalam menyebarkan “virus” SID ke desa-desa di lereng Merapi. Sejak 2010, saya mulai intens menularkan pengalaman saya sebagai perangkat desa dalam mengwgunakan SID ke sejumlah desa di Klaten seperti Tegal mulyo, Tlogowatu, Tangkil, Sidorejo, Bumiharjo, Kendalsari, Dom pol, Kemalang, Keputran, Talun, Panggang, dan Bawukan. Kini, SID telah menjadi kebutuhan desa kami. Selama perjalanan nya, banyak tantangan yang kami hadapi. Salah satunya adalah infrastruktur berupa akses jaringan internet yang belum masuk di desa kami dan itu menjadi tantangan bagi kami untuk mere alisasikan SID secara daring (dalam jaringan/online). Jika makin banyaknya pihak di tingkat desa dan kabupaten menyadari pentingnya SID, kami meyakini tantangan-tantangan tersebut akan segera dapat teratasi dengan pembagian peran. Bagi kami, tantangan itu adalah harapan untuk menjadikan Balerante men jadi desa yang lebih mandiri dan lebih baik lagi. Semoga!
17
Menangani bencana Tanpa bencana
Sekilas Desa Balerante
Luas Wilayah
831.1230 hektar
Posisi
110.27.48 BT, 7.35.21 LS
Ketinggian
1.050 meter dpl
Batas-batas Wilayah Sebelah Utara
Taman Nasional Gunung Merapi
Sebelah Selatan
Desa Panggang
Sebelah Barat
Desa Glagaharjo (Cangkringan)
Sebelah Timur
Kali Woro
Asal Muasal Nama Desa Balerante Dari etimologi bahasa, nama Desa Balerante terdiri dari kata “bale” dan “rante”. Bale, asal kata dari “bale-bale (balai-balai-red)” artinya papan atau tempat yang biasa digunakan untuk tiduran. Sedangkan kata “rante” artinya rantai. Balerante berarti rantai yang terletak di atas bale (balai-red). Sumber : http://www.balerante-klaten.info
Dari Desa Tertinggal Menuju Desa Digital Oleh Bahrun Wardoyo Melalui SID, desa Dlingo mampu menampung dan mengolah banyak sekali data yang bahkan tak pernah terpikirkan sebelumnya. Dari data kependudukan hingga data potensipotensi unggulan desa tertampung seluruhnya dalam aplikasi ajaib itu.
20
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
S
elain warga Desa Dlingo, tak banyak orang yang pernah mendengar nama “Lepo�. Bahkan, bagi sebagian besar warga Dlingo sendiri, Lepo hanyalah sekedar grojogan (air terjun-red) di ledokan (lembah-red) terpencil yang dikelilingi perbukitan gersang dan rerimbunan pohon yang meranggas saat kemarau. Hanya anak-anak saja yang tertarik untuk bermain ke sana. Beberapa orang dewasa memang pernah ke sana, tapi itu hanya untuk ngarit (mencari rumput untuk pakan ternak-
Dari Desa Tertinggal Menuju Desa Digital
red) atau untuk ngguyang sapi (memandikan sapi-red). Selebih nya, Lepo tak ubahnya seperti tempat gung liwang liwung (ter amat sepi-red). Demikian pandangan saya dan mayoritas warga Desa Dlingo akan Grojogan Lepo sebelum tahun 2014 silam. Namun kini pandangan itu berubah drastis. Tak lama setelah jaringan inter net di desa kami terintegrasi dengan sebuah sistem informasi,
Geliat wisata menggairahkan semangat enterpreneurship warga terutama ibuibu untuk memproduksi, menjual beragam kuliner tradisional, atau bahkan ikut meramaikan pawai budaya Desa Dlingo.
21
22
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
“surga tersembunyi� bernama Lepo itu pun akhirnya mendunia. Kini, grojogan Lepo telah menjadi ikon Desa Dlingo. Sangat mudah mencarinya di mesin pencari Google, tinggal ketik nama Dlingo, maka Lepo juga akan muncul, demikian sebaliknya. Rasanya masih seperti terhipnotis ketika mengingat desa kami yang dulunya gersang dan terpencil dengan tingkat kesejahte raan masyarakat yang rendah kini berubah menjadi desa digital yang dikenal di dunia maya. Teknologi telah meruntuhkan ke minderan kami selama ini, memotivasi kami untuk terus belajar dan berbenah diri.
Bagaimana tidak? SID telah merevolusi tata kelola birokrasi Desa Dlingo menjadi lebih cepat, mudah, efisien, dan komplit.
Dari Desa Tertinggal Menuju Desa Digital
Kepercayaan diri sebagai warga desa yang melek digital seperti kami dapatkan saat ini tak lepas dari peran berbagai pihak, baik Pemerintah Kabupaten Bantul dengan bantuan pengadaan prog ram Internet Masuk Desa tahun 2014 maupun dari Combine Resource Institution dengan aplikasi “ajaibnya”. Saya sebut ajaib karena aplikasi bernama Sistem Informasi Desa atau akrab di sebut SID inilah yang membuat kami “terhipnotis”. Bagaimana tidak? SID telah merevolusi tata kelola birokrasi Desa Dlingo men jadi lebih cepat, mudah, efisien, dan komplit. Revolusi Birokrasi Lama sebelum kami mengenal aplikasi SID, semua pelayanan administrasi surat menyurat di kantor kelurahan dilakukan secara manual. Segala data kependudukan selama bertahun-tahun tercatat dalam buku-buku besar yang bertumpuk di meja para perangkat desa. Ketika warga hendak mencari surat pengantar untuk sekolah, menikah, atau keperluan lainnya, petugas di kelurahan akan memberi mereka blangko kosong yang harus mereka isi dengan data-data. Warga juga masih harus sabar menunggu selama ber jam-jam (bahkan sampai hari berikutnya) sampai blangko mereka
23
24
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
diproses menjadi surat yang mereka butuhkan. Mereka bahkan cukup beruntung jika dalam proses tersebut bisa bertemu de ngan perangkat desa. Tak sedikit dari mereka yang harus gigit jari ketika mendapati perangkat desa ternyata tidak berada di kantor kelurahan meskipun saat itu adalah hari dan jam kerja. Sementara di sisi lain, pelayanan secara manual dan konvensional membuat perangkat desa kurang merasa bersemangat dalam melayani masyarakat. Pengelolaan data kependudukan secara manual membuat banyak sekali data yang terlewatkan karena keterbatasan waktu dan SDM para perangkat desa. Mereka pun merasa minder dengan desa-desa lain yang lebih maju dalam tata kelola desanya. “Sudah tinggal di pedalaman, ketinggalan jaman lagi!� demikian keluh sebagian besar petugas pada awal saya menjabat sebagai kepala desa tahun 2012 silam. Mengetahui hal itu, saya pun bertekad membangun desa saya menjadi lebih melek informasi dan teknologi. Pengadaan laptop untuk perangkat desa menjadi prioritas agenda pada tahun per tama saya menjabat sebagai kepala desa. Perekrutan staf baru pun harus melewati tes kompetensi keterampilan komputer agar nantinya bisa diandalkan dalam mengelola teknologi informasi di desa.
Dari Desa Tertinggal Menuju Desa Digital
Perbaikan jalan secara swadaya oleh masyarakat.
Niat kuat kami untuk membangun desa digital mulai terwujud pada awal tahun 2014 lalu. Saat itu, demi mengetahui niat kuat kami tersebut, seorang jurnalis lokal memperkenalkan kami de ngan Combine Resource Institution selaku pemrakarsa “aplikasi ajaib� bernama SID. Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Singkat cerita,
25
26
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
Setengah Juta Pengunjung telah mengakses portal milik Desa Dlingo ini (per Oktober 2015), sejak diluncurkan pada November 2014.
SID juga mengubah sikap dan perilaku perangkat desa. Jika sebelumnya mereka ogah-ogahan melayani masyarakat, kini justru merasa bangga.
Dari Desa Tertinggal Menuju Desa Digital
kami mengundang CRI ke desa kami untuk memperkenalkan SID. Begitulah akhirnya, SID menjadi lokomotif bagi desa kami menuju desa digital. Melalui SID, kini kami mampu menampung dan mengolah ba nyak sekali data yang bahkan tak pernah kami pikirkan sebe lumnya. Dari data kependudukan hingga data potensi-potensi unggulan desa tertampung seluruhnya dalam aplikasi ajaib itu. Saya sempat tersentak saat menyadari bahwa ternyata semua data itu penting. Ya! Sekecil apapun data kalau diolah dengan benar akan menjadi penting. SID sangat membantu kami meng olah data-data itu sehingga menjadi poin tersendiri yang kami masukkan dalam perencanaan desa maupun menjadi pertim bangan dalam pengambilan kebijakan pemerintah desa. Yang lebih penting dari aplikasinya, SID sebagai sebuah sistem besar ternyata membuat perubahan sikap dan perilaku. Jika sebelumnya para perangkat desa ogah-ogahan dalam melayani masyarakat, kini mereka justru merasa bangga. Pengelolaan data dalam SID melalui komputer memudahkan mereka dalam melayani administrasi surat menyurat masyarakat. SID telah benar-benar merevolusi tata kelola birokrasi desa kami yang du lunya lamban dan terkesan asal-asalan karena tidak akurat men jadi lebih cepat, mudah, dan valid. “Kami bahkan tidak pernah bermimpi untuk bisa secanggih seperti ini,” sambut para petugas
27
28
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
saat peluncuran aplikasi SID bulan Oktober 2014 lalu. Beragam informasi terkait kebijakan desa pun lantas dengan cepat dan rutin disebarkan melalui website desa agar mudah diakses warga. Tentu saja, peningkatan pelayanan itu pada akhirnya berimbas pada kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah desa. Kini, masyarakat merasa puas terhadap pelayanan pemerintah desa karena mereka tak harus mengantre lama dengan berlem足 bar-lembar blanko kosong yang menyita waktu dan tenaga. Ke足 puasan masyarakat itu menjadi bentuk apresiasi terbesar kepada kami selaku perangkat desa. Apresiasi itulah yang membuat kami semakin bersemangat untuk terus berbedah diri mengoptimal足 kan pelayanan kami. Menggeliatkan Potensi Desa Seperti yang telah saya singgung di awal, Desa Dlingo dulunya adalah desa tertinggal dengan tanah karst yang terlalu tandus untuk diolah saat kemarau tiba. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, warga tak bisa mengandalkan sepenuhnya pada perta足 nian. Mereka nyambi (bekerja sampingan) jadi tukang kayu, mengolah pohon-pohon keras di desa kami menjadi beragam rupa mebeler dan menjualnya di Kota Yogyakarta dan sekitarnya.
Dari Desa Tertinggal Menuju Desa Digital
Potensi-potensi desa yang dulu tak pernah terdata dan tergali kini tertampung dengan rapi dalam aplikasi SID; siap untuk dikembangkan.
Jika ada yang bertanya apa potensi Desa Dlingo, dulu saya akan menjawab bahwa kami banyak membuat meja, kursi, dan al mari. Itu saja. Tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa kini saya bisa menyebutkan lebih dari yang bisa saya hitung dengan sepuluh jari saya. Potensi-potensi desa yang dulu tak pernah terdata dan tergali kini tertampung dengan rapi dalam aplikasi SID; siap untuk dikembangkan. Membaca potensi yang sudah kami miliki tersebut ternyata mampu menggairahkan segenap warga desa untuk mengem bangkannya. Diawali dengan potensi wisata alam Grojogan Lepo, kami terus memberdayakan masyarakat untuk mengembang kan potensi lain yang telah ada.
29
30
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
Perlahan namun pasti, langkah kami semakin mantap mengejar ketertinggalan kami. Selain Grojogan Lepo yang menjadi po tensi primadona Desa Dlingo, kami juga menjadi salah satu desa percontohan pengelolaan SID. Setiap minggunya, selalu ada kunjungan dari daerah lain baik untuk belajar pengelolaan SID, radio komunitas, maupun kelembagaan desa. Mereka mengaku tertarik untuk mengetahui bagaimana kami memanfaatkan SID untuk mengembangkan potensi-potensi desa kami. Kunjungan-kunjungan tersebut bukan hanya menjadi publikasi bagi desa kami, namun juga mampu menggeliatkan warga desa
Dari Desa Tertinggal Menuju Desa Digital
Warga berkontribusi aktif untuk mengembangkan potensi desa dengan semakin banyaknya tamu dan wisawatan yang berkunjung ke Desa Dlingo.
untuk berpartisipasi di dalamnya. Warga, terutama kaum ibuibu melihat peluang tersebut dengan menyediakan kuliner khas desa. Jajanan tradisional seperti tiwul, pisang rebus, kacang re bus, jadah tempe, dan criping pisang kini menjadi menu andalan penyambutan tamu-tamu desa. Gairah warga desa untuk mem berdayakan diri itu tentu saja menggembirakan. Pasalnya, ja janan desa itu dulu selalu luput dipandang sebagai potensi desa yang menjanjikan. Dengan semakin intensnya beragam kun jungan ke desa kami, kini makin banyak bermunculan enterpre neur desa yang bergairah membangun desanya menjadi desa yang mandiri.
31
32
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
Teknologi telah membangun kepercayaan diri kami menjadi desa digital.
Gairah membangun desa tak hanya memunculkan enterpreneur dari kalangan ibu-ibu dan orang tua saja. Para pemuda dan pemudi yang dulunya memilih hijrah di kota karena minimnya lapangan kerja pun sekarang bersemangat membangun desa足 nya. Tak sekedar memproduksi dan menjual produk saja, mereka juga banyak berkecimpung dalam dunia teknologi di desa. Para pemuda pemudi ini menyemarakkan dunia audio di desa kami dengan menyiarkan beragam informasi bermanfaat dan me足 narik melalui radio komunitas desa kami. Saban hari, cuap-cuap dan lagu-lagu yang mereka putar mampu menghibur dan mem足 beri nuansa yang menggembirakan bagi warga dan pengun足 jung desa kami. Sandigita IT, Generasi Muda Pengawal Desa Digital Menjadi desa digital pertama di Kabupaten Bantul tak membuat kami lalai untuk mengantisipasi efek negatif internet bagi warga. Tergabung dalam Sandigita IT (Sasana Anak Muda Dlingo Giriloji
Dari Desa Tertinggal Menuju Desa Digital
Cinta Informasi Teknologi), Karang Taruna Desa Dlingo menjadi pengawal bagi para pengguna internet di desa kami yang ma yoritas anak-anak muda. Kelompok dari beragam berlatar bela kang seperti mahasiswa, guru, dan pedagang ini pun berkem bang menjadi media silaturahmi dan berkreasi bagi para pemuda dan pemudi di Desa Dlingo. Komunitas karang taruna inilah yang meramaikan dunia media sosial desa kami dengan berbagai update-an status dalam upaya mereka mempromosikan potensi wisata Desa Dlingo. Setiap hari, para pemuda-pemudi ini memanfaatkan fasilitas akses in ternet gratis di balai desa untuk berselancar di jagad maya. Mengusung misi “Menempatkan organisasi untuk mampu me nempatkan diri di era modernisasi”, Sandigita IT tak hanya ber gerak dalam bidang teknologi informasi, namun juga sosial dan budaya. Aktivitas kelompok yang digawangi 20 pemuda pemudi Desa Dlingo ini meliputi pengelolaan radio komunitas desa San digita FM, membuat fasilitas outbond dan wisata air terjun Lepo, diklat, bakti sosial, penghijauan pameran dan festival budaya tahunan untuk mengeksplorasi potensi desa kami. Bagi saya, kegairahan para pemuda-pemudi untuk membangun desa kami itu sangat menggembirakan. Betapa tidak? Dulu, mereka hanya datang ke balai desa saat hendak mencari surat-
33
34
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
surat kependudukan saja. Bisa dikatakan, ada sekat antara desa kami dan generasi mudanya. Malam hari di balai desa tak ubah nya seperti kuburan yang sepi tanpa atmosfer kehidupan warga. Namun kini, kondisi tersebut berubah drastis. Para pemuda dan pemudi serta warga selalu meramaikan balai desa dari pagi hingga malam hari. Mereka ada yang siaran radio, bermedsos, browsing internet, maupun hanya nongkrong saja. Balai desa seperti telah menjadi rumah kedua bagi mereka. Para pemudapemudi tersebut adalah potensi mengagumkan bagi desa kami yang sedang berbenah diri ini. Sungguh luar biasa mendapati betapa berbedanya desa Dlingo dulu dan sekarang. Teknologi telah membawa angin segar bagi kami; meruntuhkan keminderan kami sebagai desa tertinggal; membangun kepercayaan diri kami menjadi desa digital. SID memacu kami untuk terus belajar, belajar, dan belajar mengejar ketertinggalan. Kini, sebagai desa di pelosok Yogyakarta dengan tanahnya yang gersang tidak menghalangi mimpi kami untuk menjadi desa yang mandiri. Berbekal teknoÂlogi, SID, optimisme warga, semangat generasi muda, dan 1001 potensi desa lain yang belum tergali, kami yakin bisa menjadi desa yang berdaya, lebih baik dan lebih baik lagi. Kami optimisÂtis bisa!
35
Dari Desa Tertinggal Menuju Desa Digital
Sekilas Desa Dlingo
Luas Wilayah
9.15 km2
Wilayah Administratif
10 Pedukuhan dan 47 RT
Jumlah Penduduk
5.965 Jiwa
Jumlah Kepala Keluarga
1.772 KK
Mata Pencaharian
Wiraswasta, Pedagang, Buruh Tani dan Pengrajin Kayu
Batas-batas Wilayah Sebelah Utara
Desa Temuwuh
Sebelah Selatan
Kabupaten Gunungkidul
Sebelah Barat
Desa Muntuk
Sebelah Timur
Kabupaten Gunungkidul
Sumber: http://dlingo-bantul.desa.id
SID untuk Analisis Kemiskinan Partisipatif Oleh aripin SID tak hanya memuat data kependudukan, tapi juga data AKP, Daftar Himpunan Ketetapan Pajak, golongan darah, berita desa, dan lainlain. Validitas data AKP dalam SID sangat membantu kami dalam mengelola bantuan untuk warga menjadi lebih tepat sasaran.
38
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
“C'tak!...c'tik!...c'tak!...c'tik!...c'tak!...c'tik!”
S
ebuah mesin ketik berisik menjadi satu-satunya alat tek nologi yang meramaikan ruang pelayanan di balai desa yang luas namun lengang karena meja kursinya hilang dicuri orang. Selama puluhan tahun, mesin tua itulah yang me layani masyarakat di Balai Desa Nglegi. Antrean mengular ma syarakat yang ingin mengurus surat-surat sudah menjadi pe mandangan keseharian di sana.
Selama puluhan tahun, mesin tua ini menjadi andalan pengolahan data dan pelayanan publik di Desa Nglegi.
SID untuk Analisis Kemiskinan Partisipatif
Pemandangan itu saya saksikan pada Desember 2007, bulan pertama saya resmi menjadi kepala desa di pedalaman perbu kitan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Selain mesin ketik tua, data kependudukannya pun masih dikelola secara ma nual yang ditulis dalam buku besar. Masih banyak sekali datadata terbaru masyarakat yang belum dimasukkan ke dalam data kependudukan manual itu. Alhasil banyak data yang tidak valid. Kerancuan data pun sering terjadi terutama saat penerimaan BLT (Bantuan Langsung Tunai). Tak pelak, pelayanan yang tidak maksimal itu pun membuat warga menjadi tak puas. Kepala desa, kepala dukuh, bahkan sampai ketua RT pun menjadi sasaran hujatan warga yang kecewa. Semua karena Data Sebenarnya ketidakpercayaan masyarakat pada pemerintah desa telah muncul sejak 2006. Pemicunya adalah pemerintah desa saat itu diduga memotong dana bantuan rekonstruksi pasca gempa sebesar Rp 3 juta per penerima untuk rumah warga yang mendapat klasifikasi rusak berat. Pemotongan dana bantuan itu berujung pada pemenjaraan kepala desa saat itu. Sejak itulah warga menjadi kehilangan kepercayaan dan bahkan tidak meng hargai pemerintah desa.
39
40
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
Mengembalikan kepercayaan masyarakat tentu tak semudah membalikkan telapak tangan. Meski demikian, saya percaya bahwa sesuatu yang dilakukan atas dasar kebaikan akan mem bawa kebaikan pula. Langkah awal untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat adalah dengan memperbaiki kerancu an data yang selama ini menjadi masalah. Namun sebelumnya, sarana penunjang pendataan itu juga harus saya persiapkan. Memasuki tahun 2008, saya pun menganggarkan pembelian dua perangkat komputer dan melakukan servis total semua mesin ketik yang ada. Selain sebagai bank data desa, dengan komputer itulah pelayanan publik akan ditingkatkan. Tanpa menunggu lama, saya pun segera tancap gas untuk meng identifikasi penyebab kerancuan data yang menyulut ketidak percayaan warga terhadap pemerintah desa. Usut punya usut, biang keladinya tak lain dan tak bukan adalah pola pendataan yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) yang dilakukan secara by name by address (berdasarkan nama dan alamat-red) dan face to face (bertemu langsung empat mata-red). Pola pendataan se perti itu membuka peluang terjadinya ketidakjujuran responden ketika diwawancarai. Memang saya sadari, hal itu tak bisa lepas dari kultur budaya masyarakat Jawa yang seringkali enggan menampakkan harta mereka karena malu atau rendah diri. Tapi
SID untuk Analisis Kemiskinan Partisipatif
Penguasaan komputer bagi perangkat desa menjadi konsekuensi penerapan SID.
Setiap warga saling memonitor data warga lainnya sehingga verifikasi data bisa dilakukan secara langsung apabila ada warga yang tidak jujur.
41
42
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
bagi sebagian warga yang lain, ketidakjujuran mereka justru memang bertujuan agar bisa mendapatkan bantuan. Akibatnya bantuan pemerintah yang disalurkan setiap 3 bulan sekali itu pun tidak tepat sasaran. SID untuk Analisis Kemiskinan Partisipatif Untuk mengurai kerancuan data tersebut, bersama pamong desa saya mengajak warga untuk melakukan pendataan secara partisipatif. Artinya, pendataan kependudukan dilakukan ber足 sama-sama dalam satu dasawisma (kelompok rumah yang terdiri dari 10-20 kepala keluarga dalam satu RT-red). Setiap warga sa足 ling memonitor data warga lainnya sehingga verifikasi data bisa dilakukan secara langsung apabila ada warga yang tidak jujur. Menggandeng salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dari Yogyakarta yaitu IDEA, kami merumuskan pendataan yang lebih komprehensif agar data yang diperoleh benar-benar valid. Kami menyebut pola pendataan itu Analisis Kemiskinan Partisi足 patif (AKP). Pendataan ini melibatkan sembilan orang perwa足 kilan dari masing-masing pedukuhan di Nglegi dan saya sendiri sebagai koordinatornya sehingga total berjumlah 10 seperti namanya, Tim Sepuluh. Setelah melalui pelatihan yang meliputi penguasaan teknik, metode, dan indikator pendataan, tim itu pun terjun ke masyarakat.
SID untuk Analisis Kemiskinan Partisipatif
SID tak hanya memuat data kependudukan, tapi juga data AKP, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes), dan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes).
Indikator analisa kemiskinan dari BAPPEDA Gunungkidul.
43
44
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
Penetapan program penanggulangan kemiskinan dikuatkan dengan Surat Keputusan Kepala Desa Nglegi.
Data yang diperoleh dari uji publik kemudian menjadi data kesejahteraan warga yang diatur secara resmi dalam Peraturan Desa Nglegi.
SID untuk Analisis Kemiskinan Partisipatif
Pendataan partisipatif kami mulai dengan sosialisasi di tiap pe dukuhan untuk kemudian berlanjut dengan pendataan di tiap dasawisma. Uji publik menjadi proses terpenting dari seluruh rangkaian pendataan ini setelah rekapitulasi dan entri data. Data yang diperoleh dari uji publik inilah yang kemudian menjadi data kesejahteraan warga yang diatur secara resmi dalam Peraturan Desa Nglegi. Kami memakai data tersebut untuk program dan skema bantuan yang bersifat lokal desa seperti pelatihan yang didanai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes). Meskipun telah melalui uji publik, validitas data masih menjadi tantangan kami. Penyebab utamanya adalah ternyata dalam proses pendataan tersebut, kami menemukan banyak kejang galan data, semisal masih banyak warga yang ternyata tidak memiliki Kartu Keluarga (KK). Data diri pun banyak yang tidak valid. Pernah kami menemukan usia seorang anak yang dicatat lebih tua dari usia orangtuanya dan tanggal lahir seseorang ber tanggal 30 Februari. Mendapati berbagai temuan kerancuan data tersebut, kami pun membutuhkan aplikasi yang dapat diguna kan sebagai bank data kependudukan yang valid. “Aplikasi yang dapat memanggil dan memilah data secara tepat sehingga pelayanan publik pun akan menjadi semakin cepat dan efisien.” Demikian keinginan kami saat itu.
45
46
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
Aplikasi yang dapat memanggil dan memilah data secara tepat sehingga pelayanan publik pun akan menjadi semakin cepat dan efisien
Gayung pun bersambut. Tahun 2009, Combine Resource Institu tion (CRI) datang dengan aplikasi impian kami: Sistem Informasi Desa (SID). Aplikasi tersebut nyatanya menjawab kebutuhan pemerintah desa untuk menunjang pelayanan masyarakat dan mengatasi permasalahan data kependudukan selama ini. Ca kupan data SID benar-benar luas. Aplikasi ini tak hanya untuk memuat data kependudukan saja, namun juga data AKP, Daftar Himpunan Ketetapan Pajak (DHKP), golongan darah, berita desa, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes), dan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes). Validitas data AKP da lam SID ini sangat membantu kami dalam mengelola bantuan untuk warga menjadi lebih tepat sasaran.
SID untuk Analisis Kemiskinan Partisipatif
47
Sejak penerapan SID, pelayanan publik menjadi lebih cepat dan mudah sehingga lengangnya ruang antrean menjadi pemandangan biasa.
48
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
Dengan cakupannya yang komplit itu, SID pun menjelma men jadi bank data bagi desa kami. Tak ada lagi kasus data “ketlingsut” (hilang-red) seperti yang dulu sering kami alami saat masih me ngelola data secara manual. Tentu hal ini berimbas pada pela yanan kepada masyarakat yang menjadi semakin efisien dalam hal waktu dan tenaga. Pasalnya, kini petugas di kantor kelurahan tak perlu dipusingkan dalam memilah data-data dari buku-buku besar yang dibutuhkan masyarakat. Tak ada lagi antrean masya rakat yang mengular menunggu pelayanan administrasi kepen dudukan. Pun, tak ada lagi bising mesin ketik tua yang kini telah diganti dengan 4 komputer meja dan 6 komputer jinjing. Cukup dengan mengetikkan kata kunci, maka dalam hitungan detik, data yang kami cari pun segera muncul di layar komputer. Penguasaan komputer untuk para perangkat desa tentu saja menjadi konsekuensi dari penerapan SID di desa kami. Perang kat desa yang awalnya gaptek (gagap teknologi-red), kini sema kin lancar mengoperasikan komputer. Kondisi itu berbanding terbalik dengan enam tahun lalu saat hanya ada 2 dari 20 orang perangkat desa saja yang menguasai komputer. “Kini, 18 dari 20 orang perangkat desa kami bisa mengoperasikan komputer,” kata saya dengan bangga saat mewakili Indonesia untuk memper kenalkan SID di Beijing, China pada pertengahan April 2015.
SID untuk Analisis Kemiskinan Partisipatif
Desa Nglegi kerap dikunjungi desa-desa lain untuk belajar penerapan SID. Oktober 2015 lalu, tujuh desa dari Kabupaten Kebumen mengunjungi Desa Dlingo untuk belajar tentang SID.
49
50
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
Sejalan dengan upaya para perangkat desa untuk belajar dan meningkatkan kemampuan komputer, kami pun menganggar kan pengadaan dan peremajaan komputer dan laptop setiap tahunnya. Hal itu tentunya tak lepas dari peran data SID yang membuat perencanaan kerja dan anggaran desa kami menjadi semakin baik. Tak berhenti pada pengadaan peralatan teknis komputer saja, kami juga telah menganggarkan pemasangan menara jaringan internet tahun 2015. Baik perangkat desa mau pun masyarakat kini dapat memanfaatkan jaringan internet di balai desa secara gratis. Balai desa yang dulunya lengang kini setiap malam semarak dengan warga terutama anak-anak muda yang asyik berselancar di dunia maya. Saat ini, enam tahun sudah SID berjalan di desa kami. Kami me nyadari, tantangan yang akan kami hadapi akan semakin kom pleks ke depannya. Namun begitu, kami optimistis pelayanan publik dan perencanaan pembangunan di desa kami akan men jadi jauh lebih baik. Kepercayaan masyarakat yang telah pulih memberi kekuatan pada kami untuk terus berbenah diri menjadi lebih baik lagi. Bersama masyarakat dan SID, kami akan terus melangkah menuju desa yang mandiri.
51
SID untuk Analisis Kemiskinan Partisipatif
Sekilas Desa nglegi
Luas Wilayah
1080,7909 hektar
Ketinggian
350.500 dpl
Jumlah Penduduk
3.221 Jiwa
Jumlah Kepala Keluarga
872 KK
Batas-batas Wilayah Sebelah Utara
Desa Terbah
Sebelah Selatan
Desa Gading
Sebelah Barat
Desa Putat
Sebelah Timur
Desa Ngalang
Merencanakan Pembangunan Desa dengan SID Oleh SUkamso Hasil pendataan SID Desa Pasir, Kecamatan Ayah, Kebumen ternyata memiliki fungsi ganda. Tidak hanya menjadi bahan pertimbangan untuk penanggulangan kemiskinan, data SID juga telah menjadi penentu skala prioritas perencanaan pembangunan desa.
54
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
P
enerapan Sistem Informasi Desa (SID) membawa ber足 bagai perubahan besar bagi desa kami. Sejak pertama kali diterapkan pada 2014 lalu, SID tak hanya mening足 katkan pelayanan publik, namun juga telah menjadi acuan data untuk berbagai hal penting dalam pembangunan desa kami. Data SID mencatat masih adanya warga yang kebutuhan dasar足 nya belum terpenuhi. Ada rumah warga yang tidak layak huni, ada anak-anak yang putus sekolah karena keterbatasan biaya, ada pula kebutuhan kesehatan dan lingkungan yang belum men足
Kerja bakti untuk membersihkan dan melebarkan akses jalan menuju lokasi wisata melibatkan pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Desa Pasir.
Merencanakan Pembangunan Desa dengan SID
jadi perhatian sejumlah warga yang lagi-lagi karena keterbatasan ekonomi, yaitu minimnya ketersediaan jamban keluarga. Dengan berbagai temuan dalam data SID tersebut, kami mela kukan gebrakan program-program prowarga. Program “Bedah Rumah� menjadi salah satu gebrakan kami untuk warga miskin dengan kondisi rumah tidak layak huni. Demikian halnya dengan kebutuhan pendidikan untuk anak-anak dari kalangan keluarga tidak mampu kami lakukan melalui program beasiswa. Program
55
56
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
pengadaan jamban menjadi salah satu gebrakan kami yang disambut warga dengan antusias. Program itu merupakan salah satu upaya kami untuk meningkatkan kesadaran warga akan pentingnya menjaga lingkungan. “Karena lingkungan yang sehat akan berdampak pada kese hatan warga pula,” begitu yang saya sampaikan pada warga saat mengawali pelaksanaan program pengadaan jamban pada Juli 2015 lalu. Mengacu data dari SID, perbaikan infrastruktur jalan juga men jadi salah satu prioritas program yang kami lakukan. Jalan-jalan desa yang rusak dan kerap membahayakan warga kini telah laik kembali untuk dilewati. Pendataan Partisipatif Warga Berbeda dengan pendataan BPS yang hanya mengambil contoh atau sampling saja, pendataan SID melibatkan partisipasi warga, mulai dari tokoh masyarakat, karang taruna, hingga ibu-ibu. Pen dataan dilakukan di tiap rumah oleh kelompok-kelompok dasa wisma di tingkat RT. Strategi pendataan tersebut ternyata cukup ampuh menggali data-data yang lebih detil dan akurat mulai
Merencanakan Pembangunan Desa dengan SID
Penerapan SID di seluruh desa di Kabupaten Kebumen ditetapkan dengan Peraturan Bupati Kebumen No 48 Tahun 2015.
57
58
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
dari berapa jumlah warga yang sedang hamil, warga lanjut usia, sampai jumlah anak-anak. Melalui kelompok-kelompok dasawis ma itulah perubahan data sekecil apapun segera bisa dideteksi. Hasil pendataan oleh warga tentu saja harus melalui tahapan evaluasi terlebih dahulu agar data yang masuk benar-benar sudah valid. Selanjutnya, data yang sudah dimasukkan ke dalam pusat data itu lagi-lagi dievaluasi sebelum kami menetapkan nya melalui peraturan kepala desa. Berbagai tahapan pendataan tersebut memerlukan waktu setidaknya selama sebulan.
Potensi unggulan pantai-pantai di Desa Pasir semakin digalakkan untuk penguatan ekonomi warga di sektor pariwisata.
Merencanakan Pembangunan Desa dengan SID
Sejak 2014, hasil pendataan tersebut menjadi bahan pertimbangan utama dalam menyusun anggaran yang pro masyarakat miskin, mulai dari penyusunan RKP sampai penetapan APBDes.
Dengan data-data di SID yang jauh lebih akurat dan terbarui se足 cara rutin tersebut, kami mendapatkan angka yang valid terkait berapa jumlah warga miskin. Tentunya, jumlah tersebut berda足 sarkan kriteria kemiskinan yang telah kami sepakati bersama (yang berbeda dengan kriteria kemiskinan dari BPS). Setidaknya, ada 36 indikator data kemiskinan yang diproses dengan meli足 batkan partisipasi masyarakat. Sejak 2014, hasil pendataan ter足 sebut menjadi bahan pertimbangan utama dalam menyusun anggaran yang pro masyarakat miskin, mulai dari penyusunan RKP (Rencana Kerja Pemerintah -red) sampai penetapan APBDes (Anggaran Perencanaan Belanja Desa -red). Untuk rencana belanja desa tahun anggaran 2016, Pemerintah Desa Pasir telah menganggarkan Rp.126.671.000 dari jumlah belanja langsung sebesar Rp.412.207.386. Nilai tersebut sama
59
60
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
dengan 31% dari total jumlah belanja langsung desa. Padahal, Peraturan Daerah Kebumen Nomor 20 tahun 2012 'hanya' me wajibkan 8% dari anggaran belanja langsung guna percepatan penanggulangan kemiskinan yang berlaku untuk seluruh desa di Kebumen. Inilah bukti keseriusan kami dalam melaksanakan amanat perda tersebut di desa kami. Acuan Data untuk Pembangunan Desa Meski baru 2 tahun menerapkan SID, kami sudah berani me manfaatkan data SID sebagai bahan acuan dalam musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan), RKP (Rencana Kerja Pembangunan) untuk tahun 2016. Selain pembangunan-pem bangunan fisik desa, dalam musrenbang yang kami gelar sejak tahun 2014 lalu, kami juga berkomitmen untuk semakin me nguatkan sektor ekonomi warga. Saat ini, SID telah kami manfaatkan untuk menunjang pengelo laan potensi wisata di desa kami. Portal desa melalui SID nya tanya menjadi media publikasi ampuh untuk memperkenalkan potensi wisata Desa Pasir. Potensi wisata yang dulunya belum dimanfaatkan, nyaris tidak ada yang mengunjungi bahkan oleh warga desa sendiri, kini ribuan wisatawan berkunjung terutama saat hari libur.
Merencanakan Pembangunan Desa dengan SID
Musrenbang Desa Pasir tahun 2016 mengacu pada data SID.
Meski baru 2 tahun menerapkan SID, kami sudah berani meÂmanfaatkan data SID sebagai bahan acuan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan dan Rencana Kerja Pembangunan untuk tahun 2016.
61
62
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
Sektor pariwisata tak hanya menambah kontribusi desa namun juga memberdayakan masyarakat.
Merencanakan Pembangunan Desa dengan SID
Tentu ini sangat mengagetkan kami, betapa cepatnya dampak positif dari publikasi di portal desa bisa kami rasakan. Tapi di sisi lain tentu ini menjadi tantangan baru yang menggairahkan warga desa, yaitu bagaimana bisa mengembangkan mengembangkan potensi wisata di desa kami agar lebih menarik dan tertata, dan tentu saja juga bagaimana warga bisa berkontribusi sekaligus mendapatkan manfaat darinya. Tidak hanya pantai yang eksotis, kami juga memiliki potensi mata air, goa, air terjun, tanjung, bahkan tempat berkemah (camping ground). Semua potensi itu sudah kami masukkan ke data SID yang tentu saja akan segera kami kembangkan lagi ke depannya. Penguatan ekonomi tak sebatas pada sektor pariwisata saja, na mun juga pada sektor pertanian dan perikanan terutama tambak. Di samping itu, penguatan Sumber Daya Manusia juga menjadi pertimbangan kami dalam musrenbang ini. Penguatan SDM ini merupakan upaya untuk meningkatkan kompetensi warga untuk mengelola wisata, pertanian, tambak, dan termasuk tentu saja SID. Semua itu telah masuk dalam daftar musrenbang tahun 2016. Sejak penerapannya di Desa Pasir, SID telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam pembangunan desa kami. Meski demikian, penerapan aplikasi ini bukannya tanpa kendala. Keterbatasan
63
64
Desa Berbagi cerita: Berdaya dengan Sistem Informasi Desa
SDM dalam pengoperasian komputer menjadi salah satu ken dala terbesar kami di samping masih minimnya akses internet. Pun halnya dengan informasi di portal desa kami yang lambat sekali pembaruannya karena minimnya tulisan atau foto yang masuk. Maka regenerasi mutlak diperlukan agar generasi muda yang lebih akrab dengan dunia internet dapat ikut mengembangkan SID. Kami tengah mempertimbangkan membuat kontes untuk anak-anak muda dalam upaya kami mendekatkan SID dengan mereka. Entah apa nanti bentuk kontes tersebut, yang terpen ting adalah adanya regenerasi yang bisa mengoperasikan SID dan ikut merasa memiliki SID. Merasa memiliki adalah awal, agar selanjutnya dapat merawat dan mengembangkan.
* Ditulis oleh Apriliana Susanti berdasarkan penuturan Sukamso, Kepala Desa Pasir.
Merencanakan Pembangunan Desa dengan SID
Sekilas Desa Pasir
Desa Pasir merupakan salah satu dari 18 desa di Kecamatan Ayah, Kabu足paten Kebumen dengan luas wilayah 354 hektar. Jarak dari desa ke Kota Kebumen 46 km. Topografi desa Pasir merupakan daerah pegunungan dengan tekstur tanah tinggi, rendah dan pantai. Letak TPI (Tempat Pelelangan Ikan) dan labuhan kapal/perahu nelayan berada di celah antara bukit yang dialiri dua sungai kecil, yang saat kemarau airnya mengecil dan pada musim peng足hujan sangat deras. Keadaan tanah yang umumnya la足 bil tersebut membuat Desa Pasir sering terjadi bencana longsor se足 tiap tahunnya terutama pada saat musim penghujan. (Sumber: portal Desa Pasir di http://pasir-kecayah.kebumenkab.go.id)
65