kolaborasi-advokasi

Page 1

KOLABORASI UNTUK ADVOKASI Pengalaman Media Komunitas Memperjuangkan Hak Warga

Kata Pengantar Mario Antonius Birowo


KOLABORASI UNTUK ADVOKASI Pengalaman Media Komunitas Memperjuangkan Hak Warga

Ahmad Rovahan Aris Haryanto M. Syairi M. Afandi


KOLABORASI UNTUK ADVOKASI Pengalaman Media Komunitas Memperjuangkan Hak Warga

Penulis Ahmad Rovahan Aris Haryanto Syaeri M. Afandi Penyuning Ranggoaini Jahja Devy Dhian Cahyai Tata letak sampul dan isi buku Dani Yuniarto Penerbit COMBINE Resource Insituion (CRI) Jl. KH. Ali Maksum Rt 06 No.183 Pelemsewu, Panggungharjo, Sewon Bantul, Yogyakarta, Indonesia. 55188 Telp/Fax: 0274-411123 Website-htp://combine.or.id Cetakan pertama, Januari 2014 ISBN:

Siapapun bisa menguip, menyalin, dan menyebarluaskan sebagian atau keseluruhan tulisan dengan menyebutkan sumber tulisan dan mencantumkan jenis lisensi yang sama pada karya publikasi, kecuali untuk kepeningan komersial


Datar Isi

1 22 39 57 70

Gerakan Media Komunitas membangun Ruang Publik

Strategi Ampuh Menyelamatkan Buruh Migran

Advokasi Kepesertaan Jamkesmas 2013 di DIY

Peran Media komunitas Menyuarakan Akar Rumput

Mengejar Keadilan Agraria di Deli Serdang


Kata Pengantar

Gerakan Media Komunitas Membangun Ruang Publik Mario Antonius Birowo1

S

atu hal posiif dari perubahan sistem poliik semenjak tahun 1998 adalah kebebasan berekspresi. Berbagai inisiaif masyarakat bermunculan untuk menanggapi peluang tersebut. Penulis mencatat bahwa kebebasan ini telah mendorong upaya-upaya mandiri masyarakat di ingkat akar rumput. Tanpa harus menunggu uluran tangan dari pemerintah, mereka bergerak membangun komunitasnya. Berbagai media komunitas bermunculan untuk mewadahi kebutuhan masyarakat mengekspresikan kepeningannya. Secara historis gerakan media komunitas sudah berjalan sebelum 1998 dalam berbagai bentuk. Bentuk yang paling popular semasa Orde Baru adalah dalam bentuk media cetak, seperi koran selembar, majalah dinding, koran kampung dan majalah komunitas. Melalui media komunitas, masyarakat menciptakan ruang publik untuk berparisipasi di dalam proses demokraisasi di Indonesia. Ruang publik adalah tempat bagi kepeningan-kepeningan bersama didiskusikan dan diputuskan. Tanpa ruang publik, demokraisasi poliik idak akan terjadi karena proses pembuatan keputusan akan berputar di kalangan elit saja. Berbagai media komunitas yang muncul, antara lain seperi di dalam buku ini, menjadi gambaran tentang upaya masyarakat akar rumput untuk berperan dalam proses pengambilan keputusan. Media tersebut menjadi saluran bagi mereka yang “idak memiliki suara� (voiceless) karena suara-suara mereka sulit terakomodasi di 1 Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

1


Gerakan Media Komunitas Membangun Ruang Publik

media lain. Media komunitas dilihat oleh civil society sebagai alat untuk mendobrak status quo di sistem media massa karena umumnya media dikuasai oleh pemerintah dan kelompok elit. Penguasaan melalui sot power yang mengarahkan pada kesenangan sesaat dan releksi yang idak dalam. Masyarakat dininabobokan oleh realita semu dalam bentuk hiburan dan budaya instan. Media massa menghadirkan dunia yang berbeda dari kehidupan seharihari masyarakat akar rumput. Disinilah terjadi hegemoni, di mana penguasa melalui media membentuk kesadaran dari masyarakat sesuai dengan keinginannya, misalnya memandulkan sensiiitas masyarakat terhadap problem hidupnya sehari-hari dan mengurangi gairah untuk merubah kondisi yang mengekangnya. Hal tersebut terjadi karena dominasi media ada di mana-mana sehingga masyarakat idak menyadari bahwa mereka ada di bawah penindasan (Berger, 2007, hal. 21). Media komunitas kemudian menjadi alat counter hegemonic di dalam proses pengembangan kehidupan kultural masyarakat dengan berbasis pada realita kehidupan sehari-hari (lihat Huesca, 1995, hal. 151). Sebagai alat counter hegemonic, peran media komunitas idak mudah karena ia menjadi gerakan penyadaran. Gerakan penyadaran semakin idak mudah karena yang persoalan yang dihadapi kompleks yang idak bisa diubah seperi membalikkan telapak tangan. Di sisi lain media komunitas memiliki beragam bentuk, seperi media berbasis cetak, media berbasis penyiaran dan media berbasis internet. Masing-masing media memiliki keunggulan, misal media cetak lebih tahan lama karena dapat disimpan, media penyiaran lebih cepat dan lexibel mencapai khalayak, sedangkan internet unggul dalam pesan instant dan saat ini lebih mudah dijangkau melalui hand phone namun belum merata penyebarannya. Kombinasi dari peng-

2


Gerakan Media Komunitas Membangun Ruang Publik

gunaan media ini akan menjadikan gerakan masyarakat akar rumput lebih kuat. Berbagai komunitas coba menerapkannya, misal seperi yang ditulis oleh Rovahan tentang Bersama Selamatkan Buruh Migran di Cirebon. Rovahan menunjukkan bahwa dalam advokasi terhadap buruh migrant, penyebaran informasi sangat pening. Di sana, media komunitas menjalankan paricipatory communicaion dimana membuka kesempatan bagi anggota masyarakat untuk berparisipasi dalam proses produksi pesan. Nampak bahwa posisi media komunitas menjadi voice for voiceless, keika media yang lain di Cirebon minim memberi tempat pada isu buruh migran dan idak mau menyuarakannya, maka media komunitas memberi tempat bersuara. Berdasar pengalaman Cirebon, media komunitas, melalui JARIK (Jaringan Radio Komunitas) hadir sebagai oase. Contoh kombinasi media dalam advokasi kepentingan masyarakat juga nampak di Yogyakarta dalam isu Jamkesmas 2013. Media komunitas hadir sebagai forum warga, yang sifatnya open for all. Keiadaan jarak antara media dan komunitasnya membuat akses masyarakat terhadap informasi terbuka lebar. Dalam konteks Yogyakarta, kombinasi media diakomodasi di dalam SIAR (Saluran Informasi Akar Rumput). Kasus Deli Serdang menampilkan isu berbeda yaitu kasus agraria, yang antara lain memnuculkan konlik sumber daya alam. Ideologi pembangun yang berpihak pada pemilik modal menjadi persoalan bagi masyarakat akar rumput. Ideologi tersebut dalam prosesnya memperlemah organisasi tradisional yang sebelumnya ada sehingga memunculkan persoalan budaya. Sistem informasi yang dibangun Orde Baru yang bersifat top down telah melumpuhkan inisiaif masyarakat. Oleh Afandi, situasi sekarang dipandang idak banyak berubah, hanya bergeser dari pemerintah ke konglomerasi. Pengua-

3


Gerakan Media Komunitas Membangun Ruang Publik

saan media oleh pemerintah seperi dipindah tangankan ke para pemilik modal. Deli Serdang menunjukkan kiprah media komunitas seperi Radio Komunitas Wahana FM sebagai media penyalur aspirasi masyarakat akar rumput. Radio komunitas menjadi media kampanye untuk membangun kesadaran masyarakat akan kasus-kasus agraria yang dihadapinya. Kasus berbeda ditunjukkan oleh Syairi, tentang kiprah Radio Komunitas Primadona FM sebagai media belajar masyarakat untuk mengideniikasi persoalan-persoalan yang ada. Berbagai keadaan yang awalnya nampak “normal� seperi fasilitas pendidikan yang terabaikan, fasilitas kesehatan yang buruk, kurangnya air bersih dan jalan rusak diangkat sebagai persoalan yang harus dipecahkan. Radio komunitas kemudian berfungsi sebagai media belajar masyarakat untuk memperjuangkan kepeningannya agar diperhaikan pemerintah. Kiprah Radio Komunitas Primadona FM kemudian bergerak menjadi pengembang jaringan antara masyarakat dengan civil society. Hal yang idak kalah menarik adalah radio komunitas tersebut juga menjalin kerja sama dengan media massa mainstream, yaitu koran lokal. Suatu strategi yang menunjukkan kolaborasi media komunitas dengan media mainstream dapat dilakukan. Terkait dengan beberapa kasus yang tertuang dalam buku ini, penulis coba menggali bagaimana media komunitas bergerak dalam perspekif sejarah. Untuk membatasi kajian, penulis akan memaparkan sejarah yang menunjukkan aspek kolaborasi berbagai pihak dalam eksistensi radio komunitas di Indonesia. Gerakan yang Lahir dari Kepeningan Komunitas Dasar hukum Indonesia memberi pegangan hukum bagi gerakan media komunitas, yaitu pasal 28F Undang-

4


Gerakan Media Komunitas Membangun Ruang Publik

Undang Dasar 1945 hasil amendemen keempat Tahun 2002 (“Undang Undang Dasar 1945,�). Pasal tersebut menyatakan bahwa seiap orang memiliki hak untuk menyampaikan dan memperoleh informasi untuk tujuan pembangunan diri dan lingkungan sosialnya melalui berbagai media yang tersedia. Hak yang dimiliki warga idak hanya bersifat pasif (memperoleh informasi) namun juga hak untuk menyampaikan informasi. Arinya, aspirasi warga mendapat kesempatan untuk disebarkan ke pihak lain. Tidak mengherankan jika pasal ini memberi legiimasi hadirnya media baru yang bertumpu pada kepeningan masyarakat. Pasal ini juga menegaskan bahwa kebebasan (dan mengelola) informasi merupakan syarat bagi demokrasi media. Demokrasi media itu sendiri untuk menjamin informasi yang beredar idak demi segelinir orang seperi jaman Orde Baru, di mana media dimanfaatkan untuk melegalisasi indakan pemerintah. Konsekuensi pada saat itu, kontrol terhadap kebijakan pemerintah idak muncul ke permukaan. Tidak mengherankan jika kepeningan pemerintah lebih dominan. Oleh sebab itu, hadirnya demokrasi media, dimana media hadir secara independen dan menonjolkan kepeningan masyarakat, akan membantu lahirnya kebijakan yang lebih menguntungkan bagi masyarakat. Demokrasi media secara potensial membawa perubahan ke sistem media di Indonesia karena berbagai pembatasan didobrak dan secara bersamaan dibangunnya sistem media baru. Aspinall dan Feally (2003, hal. 2) menyatakan bahwa perubahan sistem media merupakan tuntutan mendasar dari gerakan reformasi. Kekuasaan pemerintah yang dominan di pengaturan media mulai dikurangi. Kehadiran UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 (“Undang Undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002,�) dapat dilihat sejalan dengan upaya perubahan sistem media karena UU

5


Gerakan Media Komunitas Membangun Ruang Publik

tersebut merubah secara fundamental hubungan antara negara dengan masyarakat terkait dengan fungsi media sebagai alat berekspresi. Demokrasi mensyaratkan adanya mekanisme yang memungkinkan berbagai aspirasi masyarakat terakomodasi sehingga mereka dapat berparisipasi di dalam proses pengambilan keputusan. Mekanisme tersebut menjadi pintu masuk masyarakat agar suara mereka terdengar (Antlov, 2003, hal. 73; Baki, 2005). Persyaratan ini merupakan hal pening karena reformasi memiliki tujuan untuk membongkar situasi yang membungkam suara rakyat. Namun menuju cita-cita tersebut idak mudah. Sebelum reformasi 1998, suara elit, pemerintah dan orang-orang di dekat pusta kekuasaan, dominan beredar di ruang publik. Saat ini, paska reformasi, hal sama cenderung terjadi. Masyarakat akar rumput seperi kembali ke masalah lama, berjuang dengan masalah kemiskinan dan keidakadilan serta sering kepeningannya terlupakan. Kepemilikan media massa juga dipegang oleh elit melalui jaringan perusahaan media yang mereka miliki. Situasi demikian menjadi alasan radio komunitas hadir untuk mewadahi suara akar rumput sekaligus menjadi media ini adalah alternaif bagi media arus besar (mainstream media). Media arus besar dipandang idak cukup mengakomodasi kebutuhan masyarakat akar rumput. Jika media arus besar bersifat umum mengingat cakupan wilayah yang luas, maka radio komunitas fokus pada isuisu yang spesiik, sesuai situasi komunitasnya. Tidak mengherankan jika masing-masing radio komunitas memiliki kekhasan dalam isu. Berdasar perbedaan tersebut, semesinya kedua jenis media tersebut dapat saling melengkapi sesuai fungsinya. Secara nasional, gerakan radio komunitas saat ini

6


Gerakan Media Komunitas Membangun Ruang Publik

terus berkembang. Isu perjuangan idak melulu pada soal legalitas lembaga penyiaran, namun pada pengembangan isu yang relevan dengan komunitasnya. Berbagai kerja sama digunakan untuk menggarap isu-isu yang berskala luas, misalnya keluarga berencana, perdagangan manusia, adat-budaya, hak asasi manusia, kebencanaan, lingkungan hidup, ani korupsi serta pembangunan daerah. Radio komunitas idak bermain sendiri dalam menggarap berbagai isu tersebut. Kerja Bersama Civil Society Keberadaan radio komunitas di Indonesia cukup unik. Media ini sejak awal lahir atas kerja sama banyak pihak dan lekat dengan aroma perjuangan untuk meraih hak berekspresi. Isilah radio komunitas nampaknya mulai terdengar setelah masa Suharto, terutama pada tahun 2000an saat civil society mulai berkampanye untuk pengakuan media penyiaran di luar lembaga penyiaran publik dan komersial. Saat itu civil society sedang gencar mendorong lahirnya Undang Undang Penyiaran baru sebagai amandemen UU Penyiaran No. 24 Tahun 1997 yang dianggap berbau Orde Baru. Jika merujuk kriteria radio komunitas adalah radio yang idak komersial serta dikelola oleh komunitas untuk kepeningan komunintasnya, maka berdasar sejarah, radio komunitas di Indonesia sebenarnya dirinis sejak lama oleh berbagai pihak. Pada awal lahirnya radio penyiaran di Indonesia jaman penjajahan Belanda, radio diinisiasi pada tahun 1925 oleh sekelompok penduduk Hindia Belanda, nama Indonesia saat itu, idak untuk komersial. Para penyuka radio di Jakarta ini mendirikan sebuah perkumpulan radio komunitas yang bernama Bataviasche Radio Vereeniging (BRV). Perkumpulan ini bertujuan mendiri-

7


Gerakan Media Komunitas Membangun Ruang Publik

kan sebuah stasiun radio untuk memenuhi kebutuhannya tentang berita-berita Belanda, berita dagang, dan kebutuhan budaya. Anggota komunitas BRV mengumpulkan uang untuk membeli pemancar dan ongkos operasi. Siaran pertama di sebuah ruangan Des Indes Hotel, Jakarta (Efendy, 1990, hal. 55; KPDRRI, 1953, hal. 10-18; Lindsay, 1997, hal. 105-106; Mrรกzek, 1997, hal. 5; Sen & Hill, 2000, hal. 81; Wild, 1987, hal. 18). Kelahiran radio tersebut memberi inspirasi bagi kemunculan berbagai radio di berbagai kota besar di Jawa, seperi Semarang, Magelang, Yogyakarta, Jakarta, Bandung, Surabaya, Jember dan Madiun. Radio tumbuh bagai cendawan di musim hujan. Radio-radio ini menyiarkan acara yang berorientasi budaya Barat. Pada tahun 1934, radio-radio yang bermula sebagai radio yang berbasis pada sumbangan komunitasnya berubah menjadi komersial keika mereka berubah nama menjadi NIROM (Netherlands Indische Radio Omroep Maatschappij). Pembiayaan radio di NIROM digani oleh iklan dan license fees (Efendy, 1990, hal. 55; Lindsay, 1997, hal. 106; Sen & Hill, 2000, hal. 81). Pertumbuhan radio siaran di Hindia Belanda berpengaruh pada masyarakat pribumi. Pada tahun 1930an, sebuah radio siaran didirikan oleh komunitas orang Jawa di Surakarta yang menginginkan pengembangan budaya Jawa. Mereka tergabung dalam Javaansche Kunstkring Mardi Raras Mangkunegaran (Dwiyanta, 1987; KPDRRI, 1953, hal. 12; Lindsay, 1997, hal. 106-107). Dukungan Mangkunegara VII menjadikan cikal bakal Radio Keimuran ini sebagai media bagi orang Jawa untuk tujuan merawat idenitas budayanya. Pembiayaan radio diperoleh dari sumbangan anggota sebesar 1 guilder dan donasi orangorang kaya di Solo (KPDRRI, 1953, hal. 12). Dalam perkembangannya, mereka merinis berdi-

8


Gerakan Media Komunitas Membangun Ruang Publik

rinya Solosche Radio Vereeniging atau SRV (Perkumpulan Radio Solo) pada tahun 1934. Radio ini kemudian tercatat sebagai cikal bakal Radio Republik Indonesia (RRI). Mangkunegara VII menyediakan tanah di Kestalan, dekat Stasiun Kereta Api Balapan. Lokasi tersebut kemudian menjadi tempat studio RRI. SRV yang berfokus pada budaya Timur dengan cepat berkembang. Inisiaif Solo ini memberi inspirasi berdirinya radio-radio di berbagai kota, Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya (KPDRRI, 1953, hal. 13) Radio-radio non-proit yang berfokus pada budaya Timur itu lalu dikenal secara kelompok sebagai radio Keimuran. Nama Keimuran untuk membedakan dengan radio-radio di bawah NIROM yang berorientasi Barat. Radio Keimuran memiliki anggota yang berperan menjaga kesinambungan radio karena dukungan keuangan dari anggota menjadi pemasukan utama bagi radio. Stasiun Radio Keimuran berhasil menciptakan solidaritas di antara para pendengar dalam mendukung keberadaan radio. Beberapa kelompok masyarakat bekerja sama untuk mendukungnya, misalnya Mavro, sebuah stasiun radio Keimuran di Yogyakarta, didukung oleh organisasi-organisasi lokal yang berkontribusi dengan program, misalnya: Taman Siswa (organisasi pendidikan), Sana Budaya (organisasi budaya) dan Soos Tionghoa (organisasi sosial dari China) (Birowo, 2010, hal. 74). Walau berbalut budaya, sebenarnya keberadaan Radio Keimuran dapat dipandang sebagai media pembentuk semangat kebangsaan. Hal ini idak terlepas dari tautan Mangkunegara VII dengan Budi Utomo. Mangkunegara VII adalah Ketua keiga dari organisasi kebangsaan tersebut (Akira, 1972, hal. 98 & 202). Wild (1987, hal. 36) mencatat bahwa walau pemerintah Belanda idak mengijinkan stasiun radio milik pribumi menyiarkan materi poliik, namun

9


Gerakan Media Komunitas Membangun Ruang Publik

para pendengar biasa mendengar acara budaya mereka. Upaya tersebut membantu orang-orang Indonesia untuk memahami idenitasnya serta membangun solidaritas kebangsaan mereka. Idenitas kebangsaan menggulirkan gerakan-gerakan kebangsaan seperi yang dirinis Budi Utomo. Radio Keimuran berkembang pesat. Sampai dengan tahun 1939 tercatat 42.000 anggota sebagai pendengar (Wild, 1987, hal. 19). Perkembangan radio yang marak pada jaman penjajahan Belanda lenyap pada masa penjajahan Jepang karena hanya radio pemerintah penjajahan Jepang yang dibolehkan hidup. Selama masa pendudukan Jepang (19421945) semua stasiun radio berada di bawah kontrol dari Sendenbu, layanan propaganda Jepang. Kontrol Jepang yang sangat ketat berari bahwa masyarakat dan stasiun swasta idak diperbolehkan untuk beroperasi. Radio Hosokyoku diberi otoritas tunggal untuk disiarkan di Indonesia. Radio ini berada di bawah kendali Sendenbu dan digunakan sebagai media propaganda untuk kepeningan Jepang, khususnya melalui siaran reguler tentang kemenangan dari tentara Jepang dalam perang Asia-Pasiik. Selain itu, idak ada stasiun radio swasta yang diizinkan untuk beroperasi dan orang-orang idak diizinkan untuk mendengarkan stasiun radio asing dalam rangka untuk memasikan bahwa mereka idak akan mendapatkan informasi tentang kemajuan perang (KPDRRI, 1953, hal. 21-22). Radio Komunitas Sebagai Gerakan Catatan sekilas tentang sejarah radio di atas ingin menunjukkan bahwa radio yang berorientasi komunitas dapat besar karena kerja bersama berbagai pihak. Ada kesadaran untuk menghidupkan radionya melalui kontribusi anggota sehingga nampak peran komunitas untuk mem-

10


Gerakan Media Komunitas Membangun Ruang Publik

buat stasiun radio tetap hidup. Rasa memiliki yang inggi diimbangi oleh kebijakan program dari radio untuk berorientasi pada kepeningan anggota. Selain itu, para penggiat radio idak berjalan sendiri, namun melangkah bersama yang lain. Saat itu isu idenitas budaya yang menyatukan langkah mereka karena sangat relevan bagi mereka. Penjajahan oleh bangsa lain menyebabkan idenitas budaya bangsa Indonesia terancam sehingga kesadaran sebagai satu bangsa merupakan hal utama untuk keluar dari penindasan bangsa asing. Tidak mengherankan jika isu tersebut yang juga membuat pengaruh gerakan radio pada poliik menggelinding jauh sehingga menyebabkan radio memainkan posisi pening dalam perjuangan bangsa Indonesia. Radio yang awalnya berbasis komunitas dengan isu budaya dan berbasis lokal lalu menjadi cikal bakal radio nasional. Roda sejarah bangsa Indonesia bisa saja berbeda dengan yang kita kenal saat sekarang jika idak tertangkapnya siaran radio yang memberitakan menyerahnya Jepang pada Sekutu di pertengahan bulan Agustus 1945. Orang radio juga yang kemudian menyebarkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ke berbagai penjuru, termasuk sampai ke dunia internasional. Pada konteks sekarang, kehadiran radio komunitas dapat dilihat sebagai suatu gerakan dari masyarakat akar rumput karena ia lahir sebagai media alternaif. Ada citacita untuk membangun sistem media yang adil di Indonesia, bahwa frekuensi adalah milik “kita�. Kata “kita� menunjuk pada bangsa Indonesia, termasuk masyarakat di berbagai pelosok Indonesia yang mungkin idak terakomodasi oleh pelayanan media arus utama. Suatu prinsip dasar yang merupakan amanat dari Undang Undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002. Oleh karena itu, radio komunitas merupakan wujud gerakan warga untuk mencegah terjadinya monop-

11


Gerakan Media Komunitas Membangun Ruang Publik

oli kepemilikan yang dapat mengancam sistem demokrasi. Monopoli kepemilikan dapat menggiring pendapat umum yang hanya sesuai dengan pemilik media. Kecenderungan ini terasa sekarang keika pemilik media massa adalah pimpinan partai poliik. Bagaimanapun monopoli media massa, khususnya penyiaran bertentangan dengan Undang Undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002 yang menyatakan frekuensi adalah milik publik karena ditujukan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (ingat bukan elit). Oleh karena itu, cita-cita luhur dari gerakan radio komunitas menjadi sesuatu yang sangat strategis untuk diperjuangkan yaitu menjamin tersalurkannya pendapatpendapat masyarakat akar rumput yang secara tradisional terpinggirkan. Dalam konteks ini, radio komunitas secara otomais menjadi gerakan poliik. Mengingat peran tersebut, maka idak mengherankan jika tekanan atau hambatan dikenakan pada radio komunitas. Namun di sisi lain, potensi radio komunitas yang berakar pada masyarakat akar rumput menjadi incaran partai poliik pada masa pemilihan umum. Terkait dengan hal tersebut para penggiat radio komunitas harus merumuskan bersama sikap mereka pada tahun poliik 2014 ini. Mengingat posisinya yang strategis, maka radio komunitas idak dapat berjalan sendiri. kerja sama berbagai pihak sejak awal sudah dilakukan radio komunitas pada pasca reformasi. Langkah awal radio komunitas di Indonesia di tahun 2000an merupakan langkah perjuangan. Isu utama adalah memperoleh pengakuan di dalam sistem media di Indonesia. Saat itu, UU Penyiaran 1997 hanya mengakui Lembaga Penyiaran Publik dan Lembaga Penyiaran Swasta. Proses panjang dimulai dari berkumpulnya penggiat “radio gelap� di Bandung pada tanggal 22-24 Maret 2002. Radio gelap yang terdiri dari radio kampus, radio

12


Gerakan Media Komunitas Membangun Ruang Publik

forum warga dan radio hobi merinis kesepakatan untuk bertransformasi menjadi radio komunitas. Agar perjuangannya lebih efekif, peserta bersepakat membangun jaringan dalam wadah Jaringan Radio Komunitas Jawa Barat. Boleh dikatakan bahwa ini organisasi radio komunitas pertama paska kemerdekaan. Pertemuan penggiat radio komunitas ini lebih bernuansa poliis dibanding teknis karena menyangkut perjuangan eksistensi radio komunitas di produk poliik yaitu undang-undang penyiaran. Seperi magnet, langkah Jawa Barat diikui oleh Yogyakarta yang melakukan deklarasi Jaringan Radio Komunitas Yogyakarta pada 6 Mei 2002. Kemudian pada tanggal 15 Mei 2002 di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jakarta dideklarasikan Jaringan Radio Komunitas Indonesia. Mengapa Bandung dan Yogyakarta sebagai pionir jaringan radio komunitas? Nampaknya kedua kota tersebut merupakan kota yang dikenal kota pelajar. Peran para akivis mahasiswa cukup kuat dalam gerakan radio komunitas di masa awal. Jaringan para akivis di kedua kota ini juga cukup kuat. Dapat dikatakan bahwa dukungan civil society sangat menonjol dalam keberadaan radio komunitas. Tidak lama setelah deklarasi, para akivis radio komunitas, lembaga swadaya masyarakat dan akademisi membuat sebuah im Advokasi Rencana Undang Undang Penyiaran. Tim ini bertugas mengawal masuknya lembaga penyiaran komunitas ke dalam UU Penyiaran yang baru. Para akivis kemudian melakukan lobby dengan anggota DPR serta membangun dukungan dari tokoh media, lembaga internasional seperi AMARC, Internews dan UNESCO. Berbagai langkah itu adalah gerakan masyarakat sipil yang muncul untuk mengejar jenis kebebasan informasi yang idak ditemukan di bawah Soeharto (Kitley, 2003, hal. 97-114). Radio komunitas di In-

13


Gerakan Media Komunitas Membangun Ruang Publik

donesia dengan demikian telah digunakan oleh masyarakat sipil sebagai bagian dari gerakan perubahan sosial demokraisasi sistem poliik, yang Antlov ( 2003, hal. 73) lihat sebagai mekanisme demokrasi yang memungkinkan orangorang di ingkat akar rumput untuk didengar. Penulis menilai bahwa ada dua ide besar dalam gerakan tersebut. Pertama, menjauhkan dominasi pemerintah dari sistem media penyiaran. Dominasi pemerintah dapat dibatasi melalui komisi independen, yang kemudian dinamai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Melihat KPI sebagai pengawal kebebasan berekspresi di media penyiaran, maka penggiat radio komunitas berdiri bersama masyarakat sipil memperjuangkan KPI di dalam Undang Undang Penyiaran. Kedua, pengakuan poliik keberadaan radio komunitas di dalam sistem media penyiaran di Indonesia. Pengakuan ini akan memberi jaminan hukum atas peluang masyarakat akar rumput untuk akses informasi. Akses ini idak hanya untuk menerima informasi namun juga kesempatan untuk ikut memainkan peran akif dalam produksi pesan, suatu kondisi yang secara ‘tradisional’ idak mereka miliki. Ada dua kesempatan yang mereka bisa dapatkan dari peran akif, yaitu kesempatan mengangkat isu yang relevan dengan kehidupan sehari-harinya dan kesempatan memiliki medianya sendiri. Lahirnya pengakuan poliik berupa lahir Undang Undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002 yang mengakui secara eksplisit lembaga penyiaran komunitas membuka jalan bagi kepemilikan media oleh masyarakat akar rumput. Walau sesungguhnya kerikil tajam masih bertebaran di jalan yang dilalui gerakan radio komunitas. Tercantum dalam Undang undang Penyiaran idak secara otomais membuat perjuangan radio komunitas untuk menjadi voice for voiceless menjadi mudah. Kesulitan muncul terutama pada

14


Gerakan Media Komunitas Membangun Ruang Publik

perijinan radio komunitas oleh pemerintah. Walau demikian, semangat sebagai media yang mengemban misi bagi masyarakat akar rumput membuat gerakan radio komunitas idak mai karena hambatan yang ada. Soliditas dalam pembangunan organisasi yang dilakukan oleh Jaringan Radio Komunitas Indonesia, perlahan-lahan membantu keberadaan media ini. Para akivis radio komunitas berjuang keras untuk menunjukkan bahwa radio komunitas hadir karena kebutuhan masyarakat akar rumput. Beberapa pembukian yang dilakukan, misalnya dalam kebencanaan, membuat pihak luar mulai menjabat tangan radio komunitas. Kemampuan radio komunitas menjadi tulang punggung dalam merespon bencana sungguh menaikkan pamor radio komunitas. Saat Merapi erupsi di tahun 2010, peran akivis radio komunitas sangat menonjol. Jaringan yang dibangun melalui Jalin Merapi (Jaringan Lingkar Merapi) yang didukung konvergensi media, menunjukkan inisiaif warga dapat efekif mengatasi masalah nyata. Berbagai media dikoordinasikan di dalam Jalin Merapi, misal facebook, SMS, email, handy talkie, telepon dan radio komunitas. Media arus utama bahkan memanfaatkan informasi dari radio komunitas. Keunggulan radio komunitas saat bencana adalah laporan dari dalam. Pelapor adalah sekaligus subyek atau pelaku kejadian. Mereka mengalami langsung perisiwa sehingga keika menyampaikan laporan, penggiat radio komunitas berbicara berdasar fakta. Laporan mereka adalah laporan langsung dari lapangan.Walau idak dibayar, mereka membuat laporan yang sebaik mungkin karena hal tersebut menyangkut hidup mereka sendiri. Perisiwa di mana media arus besar menguip laporan penggiat radio komunitas, menandakan eksistensi radio komunitas sudah diakui. Bahkan penggiat radio komunitas kemudian dihadirkan secara

15


Gerakan Media Komunitas Membangun Ruang Publik

khusus di dalam program talkshow TV swasta. Radio komunitas perlu menjadikan isu manajemen risiko bencana sebagai prioritas mengingat Indonesia terletak di “cincin api� yang arinya berpotensi mengalami berulangkali gempa, tsunami dan erupsi gunung berapi. Walau isu ini idak hanya terbatas pada bencana tersebut namun juga melipui tanah longsor, banjir, kebakaran hutan, kekeringan dan berbagai bencana alam maupun akibat ulah manusia. Pemberdayaan komunitas untuk selalu siap dalam menghadapi bencana akan mampu mengurangi kerugian, baik jiwa dan harta. Tidak dapat dipungkiri komunitas merupakan pihak yang paling depan merasakan dampak bencana. Strategi Eksistensi ke Masyarakat Keberadaan radio komunitas nampak semakin mantap keika organisasi radio komunitas mulai menyusun agenda isu. Berbagai isu yang digarap menjadi buki fungsi nyata radio komunitas. Hal tersebut dengan sendirinya mempererat hubungan radio dengan komunitasnya. Kriik banyak pihak terhadap radio komunitas sebagai radio yang hanya fokus pada hiburan (memutar lagu) mulai dijawab dengan berbagai program nyata. Berbagai isu yang bisa diindaklanjui oleh radio komunitas sebenarnya sudah tertuang di UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002, misalnya tentang lingkungan hidup. Isu ini cukup menantang mengingat hasil yang diperoleh akan berdampak jangka panjang (terlihat dalam beberapa tahun ke depan). Tantangannya adalah bagaimana meyakinkan komunitas tentang suatu kegiatan yang hasilnya idak terlihat sekeika namun dalam jangka panjang. Secara internasional, radio komunitas bisa bergabung dalam isu lingkungan ini pada isu perubahan iklim. Walau bersifat global, namun radio komunitas da-

16


Gerakan Media Komunitas Membangun Ruang Publik

pat menunjukkan perannya bersama warga dunia lainnya melalui kegiatan-kegiatan lokal di masing-masing wilayah. Berindak lokal untuk manfaat masyarakat global. Isu idenitas budaya dapat menjadi unggulan program radio komunitas. Budaya lokal (misal bahasa dan musik lokal) perlu mendapat perhaian. Keika media lain sulit mengakomodasi budaya lokal, radio komunitas dapat maju ke depan dengan program-program semacam ini. Amanat Undang Undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002 mendorong peran media penyiaran dalam memajukan kebudayaan nasional, termasuk penggunaan bahasa daerah seperi yang tertuang pada pasal 5 buir j dan pasal 38 ayat 1 (“Undang Undang Dasar 1945,�). Terkait dengan hal ini, nampak radio komunitas menjalankan fungsi komunikasi sosial. Ia menjadi jembatan di dalam komunitas. Kerja sama kemudian dibangun dengan berbagai pihak, idak terbatas pada non-pemerintah saja, namun juga dengan pemerintah. Skala kerja sama melipui daerah dan nasional, bahkan beberapa telah melakukan kerja sama internasional. kerja sama dengan pemerintah desa nampak berjalan dalam mendorong demokraisasi desa. Pemilihan kepala desa sering menyertakan radio komunitas untuk menciptakan pemilihan yang jujur dan adil. Selain itu, penulis mencatat, misalnya kerja sama dengan BKKBN dan KPK marak dilakukan sepanjang tahun 2013. Kemudian beberapa radio di lereng Merapi melakukan kerja sama dengan Radio FMYY, Kobe Jepang dalam program Tangguh Merapi. Tawaran kerja sama dengan pihak luar semakin gencar keika gaung akivitas radio komunitas tersebar sampai jauh. Publisitas terbuki membantu kerja-kerja radio komunitas. Penggunaan media lain yang menunjang radio komunitas seperi internet nampak efekif mengenalkan radio

17


Gerakan Media Komunitas Membangun Ruang Publik

komunitas di Indonesia ke berbagai wilayah, baik nasional maupun internasional. Salah satu upaya yang luar biasa dalam publisitas radio komunitas adalah hadirnya Sukiman, penggiat Radio Komunitas Lintas Merapi di Forum ECOSOC 2013 Persatuan Bangsa-Bangsa di Jenewa terkait peran radio komunitas di dalam konteks Jalin Merapi pada manajemen risiko (bencana). Kesimpulan Uraian di atas menunjukkan bahwa modal besar media komunitas adalah berakar di masyarakat akar rumput. Jaringan merupakan kunci kekuatan masyarakat akar rumput agar mereka dapat bergerak secara bahu-membahu. Darah bagi berjalannya jaringan adalah informasi. Pada masa Orde Baru, kesempatan untuk membangun jaringan terhambat karena potensi kekuatannya yang besar. Reformasi tahun 1998 memungkinkan pengembangan jaringan lebih leluasa, di mana media komunitas membantu aliran informasi. Jaringan yang dikembangkan melibatkan berbagai media komunitas, baik yang berbasis cetak, penyiaran maupun internet. Kasus-kasus seperi yang ditampilkan di buku ini yaitu di Cirebon, Yogyakarta, Deli Serdang dan Lombok Utara memperlihatkan gerakan media komunitas lebih berari keika mereka bergerak di dalam jaringan. Penggunaan media komunitas diorientasikan sebagai alat advokasi masyarakat akar rumput sehingga untuk efekiitas gerakan maka dilakukan kolaborasi media. Jaringan memungkinkan berbagai isu mengalir di antara komunitas sehingga terbuka peluang untuk saling belajar. Pengalaman komunitas yang satu bermanfaat bagi komunitas lain, walau strategi pemecahan masalahnya bisa berbeda-beda sesuai karakterisik masing-masing ko-

18


Gerakan Media Komunitas Membangun Ruang Publik

munitas. Ini dari jaringan komunitas seperi kasus-kasus di dalam buku ini adalah kesempatan belajar. Inilah yang menjadi kekuatan komunikasi parisipasif di mana komunitas dapat belajar dari yang lain untuk memperkuat proses pemecahan masalah di komunitasnya sendiri. Cara radio media komunitas membangun ruang publik bagi masyarakat melalui iga tahap: 1) Menjalin ikatan dengan komunitas melalui konten yang terkait dengan kebutuhan komunitasnya. 2) Menjadi media komunikasi sosial antar anggota komunitasnya. 3) Membangun jaringan dengan pihak-pihak luar yang memiliki ide sejalan. Datar Pustaka Akira, N. (1972). The dawn of Indonesian Naionalism: The early yeas of the Budi Utomo, 1908-1918 Tokyo: Insitute of Developing Eonomies. Antlov, H. ( 2003). Not enough poliics! Power, paricipaion and the new democraic polity in Indonesia. In E. Aspinall & G. Fealy (Eds.), Local Power and poliics in Indonesia, Decentralisaion & Democraisaion (pp. 72-86). Singapore: Insitute of Southeast Asian Studies. Aspinall, E., & Fealy, G. (2003). Introducion: Decentralisaion, democraisaion and the rise of the local In E. Aspinall & G. Fealy (Eds.), Local Power and poliics in Indonesia, Decentralisaion & Democraisaion (pp. 1-11). Singapore: Insitute of Southeast Asian Studies. Baki, I. (2005). The Transiion To Democracy In Indonesia. Retrieved from htp://www.apcss.org/Publicaions/Edited%20Volumes/RegionalFinal%20chapters/Chapter12%20 Bhaki.pdf Berger, A. (2007). Media & Society: A Criical Perspecive (2nd ed.). Lanham: Rowman & Litleield. Birowo, M. A. (2010). Community radio and grassroots

19


Gerakan Media Komunitas Membangun Ruang Publik

democracy: A case study of three villages in Yogyakarta Region, Indonesia. Ph.D., Curin University of Technology, Perth. Dwiyanta, A. (1987, 27 September). Radio siaran di Indonesia: cermin dan pengaruh dua budaya berbeda, Kompas, p. 2. Efendy, O. (1990). Radio Siaran: Teori dan Praktek. Jakarta: Mandar Maju. Huesca, R. (1995). Subject-authored theories of media pracice: The case of Bolivian in miners‘ radio. Communicaion Studies, 46(3-4), 149-168. Kitley, P. (2003). Civil society in charge?: television and the public sphere in Indonesia ater Reformasi. In P. Kitley (Ed.), Television, Regulaion and Civil Society in Asia (pp. 97-114 ). London: RoutledgeCurzon. KPDRRI, K. P.-D. R. R. I. (1953). Sedjarah Radio di Indonesia. Jakarta: Kementrian Penerangan-Djawatan Radio Republik Indonesia (KPDRRI) Lindsay, J. (1997). Making waves: private radio and local ideniies in Indonesia. Indonesia, 64(October 1997), 105124. Mrázek, R. (1997). Let us become radio mechanics’: technology and naional idenity in late colonial Netherlands East Indies. Comparaive Studies in Society and History, 39(1 ), 3-33. Sen, K., & Hill, D. (2000). Media, Culture and Poliics in Indonesia. Melbourne: Oxford University Press. Undang Undang Dasar 1945 (2002). Undang Undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002 (2002). Wild, C. (1987). Indonesia: A naion and its broadcasters. Indonesia Circle, 43, 15-40.

20


Strategi Ampuh Menyelamatkan Buruh Migran

21


Strategi Ampuh Menyelamatkan Buruh Migran

Strategi Ampuh Menyelamatkan Buruh Migran Ahmad Rovahan1

I

Latar Belakang Masalah Buruh Migran di Cirebon ndonesia saat ini sedang dalam tahap dari negara berkembang menjadi negara maju. Pemerintah pun mulai menggeser orientasi pembangunan dari negara agraris menjadi negara industri. Namun sektor industri yang diasumsikan dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja dan mendongkrak perekonomian Indonesia, ternyata idak terbuki. Banyak industri yang idak dapat bertahan dalam krisis ekonomi dan menyebabkan makin banyak pula pengangguran. Terbatasnya lapangan pekerjaan di dalam negeri antara lain akibat banyaknya tenaga kerja yang idak tertampung pada dunia usaha di dalam negeri, serta tuntutan ekonomi keluarga yang makin inggi mendorong sebagian masyarakat Indonesia, termasuk penduduk Kabupaten Cirebon untuk mengadu untung sebagai tenaga kerja di luar negeri. Kabupaten Cirebon merupakan wilayah paling imur Provinsi Jawa Barat dan berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah. Dengan memiliki luas 984,52 km2, Kabupaten Cirebon dihuni oleh 2.405.475 jiwa yang tersebar di 40 Kecamatan, 12 Kelurahan dan 412 Desa. Berdasarkan letak geograisnya, wilayah Kabupaten Cirebon berbatasan dengan Majalengka, Kuningan, Indramayu, Kotamadya Cirebon dan Brebes . (www.cirebonkab.go.id) 1 Ketua JARIK Cirebon, Direktur Program Jingga Media Cirebon, dan Ketua Rakom Best FM Buntet Pesantren

22


Strategi Ampuh Menyelamatkan Buruh Migran

Kabupaten Cirebon merupakan salah satu daerah pesisir pantai utara yang cukup berkembang di Jawa Barat. Beberapa perusahaan menginvestasikan modalnya seperi perusahaan rotan, teksil, dan lain-lain. Pembangunan jalan tol dan rencana pembangunan pelabuhan internasional membukikan bahwa Cirebon sudah diperhitungkan untuk ikut berperan dalam pengembangan usaha di Indonesia. Kabupaten Cirebon juga termasuk wilayah strategis karena menjadi jalur lintas utama Jawa yang menghubungkan Jakarta-Surabaya. Namun ternyata semua potensi tersebut belum bisa memakmurkan dua juta penduduknya. Hal ini terlihat dari data Badan Pusat Staisik (BPS) yang menyebutkan pada tahun 2011 ada sekitar 200.442 atau 37% dari 596.000 jumlah Rumah Tangga (RT) di Kab. Cirebon yang terkategori miskin. Mayoritas penduduk miskin ini berpendidikan rendah sehingga mengalami kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan, terlebih lapangan pekerjaan semakin sempit di Indonesia.

23


Strategi Ampuh Menyelamatkan Buruh Migran

Menjadi Buruh Migran Indonesia (BMI) menjadi pilihan yang dianggap paling menjanjikan keika permasalahan ekonomi makin membelit. Banyaknya cerita sukses dari para mantan BMI membuat dorongan menjadi BMI lebih kuat, apalagi kisah sukses itu idak hanya berupa ucapan lisan saja. Di beberapa desa kantong BMI di Cirebon, rumah-rumah mewah banyak berjajar dengan megah. Kesejahteraan pemiliknya pun diatas rata-rata dan mengubah gaya hidup mereka menjadi lebih glamour. Berdasarkan data BNP2TKI, pada 2011-2012 Kabupaten Cirebon menduduki peringkat lima besar penyumbang buruh migran dengan jumlah 22.494 orang. Kondisi ini mesinya disikapi secara serius terutama untuk memasikan para buruh migran ini dalam kondisi aman dan terpenuhi haknya selama berada di negeri orang. Perlu suplai informasi yang jelas dan menyeluruh untuk para calon buruh migran mengingat idak sedikit Perusahaan Penyalur Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang sengaja menyembunyikan beberapa informasi pening demi meraup keuntungan yang banyak yang berujung pada terancamnya hak dan keselamatan BMI. Masalah Pendidikan di Cirebon Permasalahan yang dihadapi oleh buruh migran asal Kabupaten Cirebon adalah rendahnya pendidikan formal yang dimiliki. Dampak pertama, mayoritas dari mereka kemudian hanya bisa bekerja di sektor informal seperi Penata laksana Rumah Tangga (PRT). Menjadi PRT bukanlah sebuah kesalahan, namun risikonya lebih besar dibanding dengan pekerjaan yang lainnya. Kebanyakan kasus yang muncul dialami oleh PRT, mulai dari kekerasan yang dilakukan majikan, penahanan gaji, human traicking. Dampak kedua adalah minimnya pemahaman calon

24


Strategi Ampuh Menyelamatkan Buruh Migran

BMI terhadap regulasi. Hal ini dimanfaatkan oleh oknumoknum untuk melakukan indak penipuan. Akhirnya banyak di antara calon BMI yang tanpa sadar terjebak menjadi pekerja ilegal, termasuk juga mengalami penipuan kontrak, pemotongan gaji sepihak. Kasus yang Dialami BMI Cirebon Menurut Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Cirebon Castra Aji Sarosa, ingkat pendidikan sangat berdampak terhadap kualitas pekerja dan juga pekerjaan yang dilakukan. Masyarakat Cirebon yang menempuh pendidikan hingga ingkat sekolah dasar hanya mampu mengakses pekerjaan di sektor informal, misalnya pembantu rumah tangga. Apalagi perbedaan kultur dan juga jenis pekerjaan yang dilakukan di negara tujuan yang relaif lebih maju dibandingkan Indonesia, rentan menimbulkan masalah bagi buruh migran yang memiliki kemampuan terbatas. Seharusnya Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) dan PPTKIS melakukan seleksi dan pelaihan yang memadai sebelum calon BMI dikirim ke luar negeri. Salah satu hal yang mendasar adalah bahasa dan kemampuan menggunakan perabotan yang lebih canggih dibandingkan dengan yang dimiliki oleh kebanyakan masyarakat Indonesia. Tidak sedikit masalah yang imbul diawali oleh dua hal tersebut. Kurangnya kemampuan berbahasa asing sering menimbulkan perselisihan antara BMI dan majikan, begitu juga keika BMI idak bisa bekerja secara maksimal karena belum menguasai segala perabot canggih yang ada. Selain minimnya pelaihan, hasil dari pengamatan yang dilakukan oleh Jaringan Radio Komunitas (JARIK) Cirebon, beberapa Disnaker yang ada di wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan belum memiliki

25


Strategi Ampuh Menyelamatkan Buruh Migran

website resmi yang seharusnya menjadi salah satu rujukan utama para buruh migran untuk mencari informasi dan regulasi. Padahal kesulitan mendapatkan informasi dari lembaga yang berwenang membuat banyak buruh migran dengan mudah memercayai informasi yang diberikan oleh calo yang akhirnya banyak berakhir dengan penipuan. Pada situasi inilah media komunitas yang berada dalam garda terdepan di lingkungan masyarakat, memiliki tanggung jawab besar dalam pemenuhan kebutuhan informasi yang dibutuhkan komunitasnya. Tabel 1 Penempatan Berdasar Daerah Asal (Kota/Kabupaten) (50 Besar Penempatan per Tahun Berdasar Daerah) Tahun 2011-2012 :

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Daerah Asal Indramayu Lombok Timur Cilacap Lombok Tengah Cirebon Cianjur Brebes Karawang Kendal Malang Total

2011 30.545 28.429 22.360 23.374 18.958 13.808 13.808 15.003 14.020 13.414 199.755

2012 10.047 7.671 8.062 5.190 6.049 5.223 5.223 3.280 4.237 4.635 57.930

Jumlah 40.592 36.100 30.422 28.564 25.893 22.494 19.031 18.283 18.257 18.049 257.685

Memperluas Isu Buruh Migran Menjadi salah satu wilayah kantong buruh migran,

26


Strategi Ampuh Menyelamatkan Buruh Migran

seharusnya Pemkab Cirebon dan wilayah lainnya siap dengan penanganan apabila ada permasalahan yang menimpa warganya. Bagaimanapun juga, pemerintah merupakan lembaga yang paling berwenang dan bertanggung jawab dalam menyelesaikan kasus yang dialami buruh migran. Namun kenyataannya beberapa kasus yang dilaporkan melalui lembaga pemerintahan, banyak yang idak mendapatkan perhaian serius. Kondisi ini membuat ingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah rendah. Tidak sedikit juga masyarakat yang mengaku harus mengeluarkan uang untuk bisa mengurus kasusnya jika melalui insitusi pemerintah. Sekitar 70% masyarakat yang melaporkan kasusnya melalui JARIK Cirebon mengaku sudah melaporkan kasus tersebut ke insitusi pemerintah dan hampir semuanya menyatakan idak puas dengan kinerja dan penanganan yang dilakukan. Selain sangat lamban, mereka cenderung hanya menampung laporan tanpa indak lanjut yang jelas. Masyarakat pun kemudian mencari tempat pengaduan baru yang menurut mereka benar-benar bisa dipercaya dan bisa ikut memperjuangkan penanganan kasus yang sedang dialami oleh dirinya maupun keluarganya. Media Komunitas yang berada tepat di dalam lingkungan masyarakat dan sering memberikan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat, menjadi pilihan untuk ikut mendorong penyelesaian kasus yang dialami oleh buruh migran. Kepercayaan masyarakat melaporkan kasusnya kepada media komunitas diantaranya dilandasi oleh: 1. Kedekatan wilayah 2. Mengenal pengelola dan pengurus media komunitas 3. Merupakan bagian dari masyarakat itu sendiri 4. Tidak ada embel-embel uang dalam proses pen-

27


Strategi Ampuh Menyelamatkan Buruh Migran

dampingan Penyebaran informasi merupakan salah satu cara yang cukup efekif untuk mendapatkan dukungan dalam pendampingan sebuah kasus. Cara ini yang digunakan oleh para pegiat JARIK Cirebon dalam memulai advokasi kasus buruh migran. Beberapa data yang diterima dari para pelapor, dibuat menjadi sebuah berita dan diinformasikan melalui radio komunitas serta portal komunitas. Penyebaran informasi ini akan mendorong banyak kalangan mengetahui tentang kasus ini dan diharapkan ikut berperan dalam mendorong penyelesaiannya. Dalam media komunitas, masyarakat bukanlah obyek berita melainkan subyek. Mereka bisa menyuarakan sendiri aspirasinya. Kondisi ini menjadikan seluruh informasi yang ada dan dialami oleh masyarakat, bisa diinformasikan oleh mereka sendiri dengan bahasa dan fakta yang ada. Apaisme masyarakat luas terhadap kasus BMI sebenarnya bukan karena mereka idak simpai dengan permasalahan tersebut, tapi lebih banyak disebabkan karena idak adanya informasi yang jelas dan menyeluruh. Terbuki keika kasus Sunengsih Bini Kajan, TKW asal Cirebon yang meninggal 3 tahun tanpa kabar, yang diangkat oleh rekan-rekan Jaringan Radio Komunitas (JARIK Cirebon) sudah berhasil diinformasikan melalui media komunitas, dukungan dan simpai dari berbagai pihak mengalir untuk menuntaskan permasalahan tersebut. Apabila media komunitas bisa terus memosisikan menjadi media suara warga, maka akan lebih banyak lagi informasi pening yang akan didengarkan oleh banyak kalangan. Bukan hanya kasus dan hal-hal yang menyedihkan saja, namun sesuatu yang membanggakan seperi potensi desa juga bisa diinformasikan.

28


Strategi Ampuh Menyelamatkan Buruh Migran

Media untuk Eskalasi Isu a. Peta Media di Cirebon Cirebon saat ini menjadi salah satu tujuan pengembangan bisnis para pemodal. Bukan hanya dalam perdagangan tapi juga industri termasuk media. Kondisi ini ditangkap oleh pemodal dengan mendirikan beberapa media cetak, online dan elektronik. Jumlah media di Cirebon selalu bertambah iap tahunnya. Saat ini ada 4 media cetak lokal yang menjadi rujukan masyarakat Cirebon. Dua media sudah lama dan dalam satu induk Grup Jawa Pos yaitu Radar Cirebon dan Rakyat Cirebon. Dua yang lain tergolong relaif baru namun dikelola oleh “pemain� lama sehingga langsung bisa ikut bersaing yaitu Kabar Cirebon milik Pikiran Rakyat dan Fajar Cirebon. Untuk media elektronik, saat ini puluhan radio swasta niaga dan juga beberapa televisi lokal. Selain itu juga terdapat 46 radio komunitas. Umumnya mereka menggunakan program hiburan khas Cirebon sebagai strategi untuk menarik minat pemirsa. b. Peran Media Komunitas dalam Isu Buruh Migran Media komunitas merupakan media paling dekat dengan masyarakat dan bisa menyampaikan informasi sesuai fakta yang ada di lapangan. Kondisi ini menjadikan media komunitas sebagai salah satu media informasi yang sangat pening bagi masyarakat, baik itu untuk mendapatkan atau menyampaikan informasi. Walaupun perkembangan media arus utama di Indonesia cukup pesat, termasuk di Cirebon, namun ternyata minim memberi ruang bagi informasi dari masyarakat bawah. Kalaupun ada, terkadang idak sesuai dengan fakta dan sudut keberpihakannya bukan pada masyarakat.

29


Strategi Ampuh Menyelamatkan Buruh Migran

Media komunitas muncul antara lain karena keprihainan terbatasnya akses informasi dan penyebaran informasi masyarakat pada media arus utama. Bentuk pemenuhan hak informasi bagi masyarakat kemudian diwujudkan dengan membuat media komunitas baik berupa media cetak, elektronik maupun online. Posisi pegiat media komunitas yang merupakan bagian dari masyarakat itu sendiri, membuat informasi yang disampaikan bisa lebih dipertanggungjawabkan dan benar-benar mewakili suara warga. Beberapa metode dan media dilakukan oleh pegiat media komunitas dalam penyebaran informasi, salah satunya yang dilakukan oleh para pegiat di JARIK Cirebon. Wilayah Cirebon dan sekitarnya yang melipui Indramayu, Majalengka, Cirebon dan Kuningan merupakan penyumbang Buruh Migran Indonesia (BMI) yang cukup besar menyadarkan para pegiat media komunitas di JARIK untuk berperan dalam penyebaran informasi terkait isu tersebut. Mengangkat isu dalam media komunitas tentunya harus bisa memosisikan diri menjadi bagian dari komunitasnya itu sendiri. Oleh karena itu, metode yang digunakan oleh para pegiat juga melihat komunitas dan sasaran yang akan dituju. Seperi halnya pegiat radio komunitas di JARIK keika akan membuat Iklan Layanan Masyarakat (ILM) tentang buruh migran, mereka akan melihat terlebih dahulu informasi apa yang paling dibutuhkan oleh masyarakat. Selain itu, penggunaan bahasa dan daya tarik konsep iklan juga sangat diperhaikan. Para pegiat rakom lebih nyaman menggunakan bahasa lokal dalam pembuatan dan penyampaian dalam ILM. Ini semua agar informasi yang disampaikan bisa dicerna oleh masyarakat.

30


Strategi Ampuh Menyelamatkan Buruh Migran

Konvergensi Media Kekuatan daya pancar radio komunitas yang cukup rendah, yaitu hanya 2,5 km sesuai regulasi yang ada, membuat para pegiat di JARIK Cirebon juga menggunakan media lain untuk lebih mendorong perubahan dan penyampian informasi lebih luas. Beberapa media yang digunakan oleh para pegiat di JARIK Cirebon seperi : 1. Portal Media Komunitas Daya jangkau media online yang tak berbatas, membuat informasi yang disampaikan oleh para pegiat media komunitas lebih banyak didengar dan diperhaikan. Para pegiat di JARIK belajar cara penulisan berita dan pemanfaatan media online komunitas. Sehingga laporan kasus atau informasi komunitas yang lainnya bisa menjadi sumber berita di portal radio komunitas. Selain bertujuan memberikan jarak sebar yang lebih jauh, melalui portal para pegiat radio komunitas juga bisa memberikan perkembangan informasi terbaru dengan cepat. Hasil yang didapatkan pun cukup memuaskan. Respon yang didapat juga sangat beragam. Karena akses internet idak mengenal jarak, maka idak sedikit pula informasi yang diunggah dalam portal komunitas tersebut, dibaca dan disikapi secara serius oleh pemangku kebijakan di berbagai level. 2. Media Sosial Untuk lebih memaksimalkan informasi yang telah dipublikasikan di Portal Komunitas, pegiat JARIK Cirebon memanfaatkan media sosial. Sasaran yang menjadi target penyebaran informasi dilihat dari konten informasi yang akan disebarkan. Selain disebarkan melalui grup yang ada di media sosial, penyebaran informasi ini juga sering disebarkankan melalui akun pribadi dari seseorang yang dianggap bisa membantu terselesaikannya permasalahan yang

31


Strategi Ampuh Menyelamatkan Buruh Migran

ada. Dalam beberapa kasus buruh migran yang didampingi oleh rekan-rekan JARIK Cirebon misalnya, berita tentang BMI yang sudah dimasukkan dalam portal komunitas, disebar melalui grup akivis Buruh Migran, grup buruh migran yang ada di luar negeri, akun milik insitusi pemerintahan (BNP2TKI, KEMENAKERTRANS dll) dan akun pribadi pejabat inggi insitusi tersebut. Penyebaran informasi melalu media sosial ini cukup efekif. Menurut peneliian Jingga Media (Pusat analisis data dan pengembangan media komunitas) terhadap pengguna media sosial, menyebutkan bahwa 70 % pengguna media sosial tertarik untuk membuka link website yang disebarkan di akun milik mereka. Buki mujarabnya penyebaran informasi melalui media sosial antara lain terlihat saat penanganan kasus TKW asal Sumedang yang disiksa di Abu Dhabi pada September 2011. Saat itu sang suami menyatakan sudah berulangkali melaporkan kasusnya kepada insitusi pemerintahan yang berwenang, namun idak ada tanggapan dan respon yang serius. Kasus ini kemudian dijadikan berita oleh rekan-rekan JARIK Cirebon setelah menerima laporan dari keluarga korban. Berita ini diunggah dalam sebuah website komunitas dan disebarkan melalui media sosial. Salah satu akun Twiter yang paling sering kami menion dalam kasus ini adalah akun resmi milik BNP2TKI. Hasilnya, beberapa hari kemudian BNP2TKI memanggil PJTKI yang memberangkatkan TKW tersebut dan diminta untuk bertanggung jawab dan memulangkannya secepat mungkin. Bahkan, PJTKI tersebut mendapatkan ancaman dimasukkan datar hitam apabila idak bisa menyelesaikan kasus tersebut.

32


Strategi Ampuh Menyelamatkan Buruh Migran

Contoh kasus lain yang mendapatkan apresiasi cukup banyak dari pengguna media sosial seperi kasus siswa SDN Mertapada Kulon III yang bersekolah dengan lesehan hingga Juli 2010. Keika informasi tersebut disebarkan juga melalu jejaring media sosial, komentar masyarakat cukup beragam, ada yang takjub, heran dan ada juga yang memberikan informasi tambahan. Ternyata banyak masyarakat yang berada di sekitarnya juga belum mengetahui permasalahan tersebut. Dari hasil peneliian yang dilakukan oleh Jingga Media Cirebon, sebuah situs akan lebih sering diakses oleh masyarakat keika situs (portal/website) tersebut juga menggunakan media sosial untuk penyebaran informasi. Kondisi ini dikarenakan lebih dari separuh pengguna internet yang ada di Indonesia akif dalam menggunakan media sosial. 3. Bulein Informasi yang sudah dituliskan dalam portal komunitas, kemudian dikemas lagi menjadi sebuah bulein bulanan yang diberi nama JARIK. Karena terbatasnya dana, maka idak semua berita hasil pemantauan yang bisa dipublikasikan. Walaupun hanya berbentuk selembar kertas, namun penggunaan media bulein juga memberikan hasil yang cukup bagus. Dalam menentukan hasil pemantauan apa yang akan dimuat dalam bulein JARIK, im bulein akan melihat dari segi seberapa pening informasi tersebut untuk dipublikasikan. Hal tersebut karena peran dari bulein bukan hanya sebagai media penyebaran informasi, tapi juga untuk mengetahui respon masyarakat dan juga pemangku kebijakan. Kasus kesalahan data Program Keluarga Harapan (PKH) di Astanajapura Cirebon pada Oktober 2010 mulai

33


Strategi Ampuh Menyelamatkan Buruh Migran

diseriusi oleh pemerintahan setempat, setelah berita itu muncul dalam Bulein JARIK Cirebon. Respon masyarakat dan sekolah yang melaporkan pun meningkat keika bulein sudah disebarkan dan dibaca oleh masyarakat. Penyebaran bulein difokuskan pada kantor pemangku kebijakan setempat, tempat berkumpulnya masyarakat dan wilayah dimana pemantauan program pemerintah dilakukan. Metode ini untuk mencari respon dari beberapa pihak atas temuan-temuan yang sudah didapatkan oleh para pegiat radio komunitas. 4. Bekerjasama dengan Media Arus Utama Penyebaran informasi ternyata masih belum lengkap apabila idak dipublikasikan juga di media arus utama lokal maupun nasional. Penyebaran informasi melalui media arus utama ini bertujuan untuk mendorong perubahan kebijakan yang dilakukan oleh para peinggi di pemerintahan. Penggunaan media lokal dan nasional sebagai mitra penyebaran informasi karena beberapa media yang digunakan sebelumnya belum begitu kuat untuk bisa mendorong terjadinya perubahan kebijakan. Hal ini yang mem-

34


Strategi Ampuh Menyelamatkan Buruh Migran

buat JARIK Cirebon menggandeng media arus utama untuk bisa bersama-sama menyuarakan suara rakyat. Beberapa hasil yang cukup memuaskan keika berjejaring dengan media arus utama adalah keika JARIK Cirebon mengangkat kasus SDN Mertapada Kulon III pada Juli 2010 dan meninggalnya TKW asal Cirebon pada Juli 2010 di Damaskus. Informasi tersebut setelah dimuat di media arus utama langsung direspon pemerintah dengan merealisasikan bantuan berupa perlengkapan belajar kepada SDN Mertapada Kulon III dalam tempo dua hari setelah berita itu muncul. Langkah yang dilakukan oleh im JARIK Cirebon dalam bekerja sama dengan media arus utama adalah dengan memberikan informasi tentang beberapa hasil pantauan yang dilakukan, dan juga melibatkan mereka ikut meliput dalam FGD perumusan solusi dengan masyarakat dan aparat pemerintahan. Metode lain yang digunakan adalah menyalin berita-berita yang sudah diunggah oleh JARIK Cirebon ke dalam portal komunitas (suarakomunitas.net dan jarikcirebon.co.cc), kemudian mengirimkan salinan berita tersebut melalui email pribadi para jurnalis media arus utama. Cara seperi itu, untuk mempermudah para jurnalis lokal dan nasional untuk memahami kasus atau pemantauan yang sedang dilakukan oleh JARIK Cirebon. Dampak Media Komunitas Terhadap Komunitas Lokal Dampak hadirnya media komunitas di tengah masyarakat, seperi menemukan oase di tengah gurun pasir. Sebelumnya, masyarakat hanya disuguhi oleh media yang hanya memeningkan kepeningan bisnis dari para pemodal besar. Namun saat ini masyarakat sudah memiliki media sendiri dan bisa terlibat secara langsung.

35


Strategi Ampuh Menyelamatkan Buruh Migran

Kisah menarik pernah dialami oleh penulis saat mengadakan In House Training pelaihan penulisan berita di Radio Komunitas AJ FM Arjawinangun, Cirebon. Di tengah kegiatan berlangsung, salah satu kru yang biasa dipanggil Kang Surdi, iba—iba izin karena akan mengantarkan pelanggan terlebih dahulu. Keika ditanya pelanggan apa, ternyata pelanggan yang biasa naik becaknya. Ya, Kang Surdi yang merupakan salah satu kru AJ FM berprofesi sebagai penarik becak. Letak studio AJ FM yang berdekatan dengan Pasar Arjawinangun, membuat Kang Surdi bisa menjalankan dua tugasnya sebagai penyiar dan tukang becak secara baik. Di sinilah banyak cerita mengalir dari Kang Surdi. Menurut Kang Surdi, awalnya dirinya ragu untuk bergabung dengan AJ FM karena profesinya, karena dia beranggapan penyiar radio harus gaul, keren dan bisa berbicara kebarat-baratan. Namun tak disangka, penarik becak seperi dirinya diterima dengan baik dan dimasukkan menjadi salah satu penyiar utamanya. Kang Surdi mengaku dirinya merasa terhormat dan dihargai oleh AJ FM, karena idak memandang latar belakang profesinya. Saat ini, berkat AJ FM, Kang Surdi yang idak lulus Sekolah Dasar (SD) tersebut sudah bisa mengoperasikan komputer dengan baik. Selain itu, berkat siaran di AJ FM, banyak penggemar AJ FM yang sering mendengarkan siarannya, menjadi pelanggan becaknya. Dari cerita Kang Surdi, ini membukikan perbedaan yang sangat terlihat antara media komunitas dengan media komersil yang banyak tersebar. Keika media komersih lebih melihat tampilan dan daya jual, media komunitas lebih berbicara tentang manfaat dan peran di masyarakat. Selain berkaca dari kisah Kang Surdi, adanya media komunitas yang selalu memberikan informasi yang dibu-

36


Strategi Ampuh Menyelamatkan Buruh Migran

tuhkan oleh masyarakat, dapat mendorong masyarakat berperan dalam penyelesaian kasus. Sebagai gambaran, setelah menyiarkan tentang informasi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), buruh migran, PNPM dan lainnya, intensitas parisipasi masyarakat meningkat dalam mengirimkan laporan, pengaduan, dan memberikan saran terkait informasi yang diangkat.

37


Advokasi Kepesertaan Jamkesmas 2013 di DIY

38


Advokasi Kepesertaan Jamkesmas 2013 di DIY

Advokasi Kepesertaan Jamkesmas 2013 di DIY Aris Haryanto1

M

edia komunitas lahir dan dibesarkan oleh komunitas akar rumput. Ia menjadi corong yang menyaringkan suara komunitasnya atas permasalahan-permasalahan yang dialami agar didengar dan direspon oleh pihak yang memiliki kewenangan. Media komunitas menjadi satu—satunya media yang dapat mengemban tugas itu keika sebagian media arus utama idak menganggap seksi isu-isu akar rumput, terutama dari segi bisnis. Dengan kata lain, media komunitas menjadi harapan terakhir bagi komunitas akar rumput untuk bersuara di tengah kuasa konglomerasi media. Dalam konteks ini media komunitas menjadi hub; aktor sentral dalam memainkan diseminasi isu dan mendorong kolaborasi dan advokasi untuk penyelesaian masalah yang terjadi di masyarakat. Mandat ini idak dimiliki oleh jurmalis media arus utama, atau seidaknya sangat jarang. Inilah pembeda media komunitas dengan media komersial. Para pegiat media komunitas yang ada di Daerah Isimewa Yogyakarta (DIY) yang tergabung dalam SIAR (Saluran Informasi Akar Rumput; sebuah perhimpunan mediamedia komunitas di wilayah DIY) mencoba akif berperan sebagai hub. Isu yang dimunculkan berdasarkan kebutuhan dan kepeningan masyarakat di basisnya. Mulai dari transparansi anggaran, pengelolaan sumber daya desa, pertanian, pelayanan publik dasar, bahkan pengarusutamaan gender. Keragaman isu ini mendinamisasi arus in1 Pegiat COMBINE Resource Insituion

39


Advokasi Kepesertaan Jamkesmas 2013 di DIY

formasi dari akar rumput ke para pegiat sosial, yang berada di level menengah, di wilayah DIY. Inisiasi Kolaborasi SIAR – Organisasi Masyarakat Sipil DIY Pemilihan Isu Sesuai raison d’etre-nya media komunitas terlaih untuk sensiif dan sigap merespon dinamika yang terjadi di lingkungan masyarakatnya. Karena esensi dari peran media akar rumput adalah menangkap segala keresahan masyarakat atas pelbagai persoalan terkait hak-hak mereka sebagai warga negara. Inilah prinsip pertama yang harus dipegang oleh pegiat media komunitas; bahwa isu harus datang dan bersumber dari komunitasnya. Pada periode Oktober – Desember 2012 seidaknya ada 5 tulisan yang diunggah para pewarta warga Suara Komunitas di www.suarakomunitas.net tentang permasalahan Program Jampersal (Jaminan Persalinan), terutama dari Sumatera Utara dan DIY. Ini persoalannya adalah sulitnya warga mengurus Jampersal akibat prosedur yang berbelit-belit. Atas dasar itulah SIAR Jogja kemudian melakukan invesigasi di wilayah DIY mengenai permasalahan Jampersal. Untuk menggali persoalan lebih dalam maka SIAR Jogja bersama beberapa radio komunitas anggotanya memproduksi berbagai macam konten tentang Jampersal. Konten tersebut kemudian, selain didesiminasi lewat talkshow-talkshow di radio, dilemparkan ke media sosial seperi Facebook dan Twiter. Tujuan diseminasi selain menjangkau publik yang lebih luas adalah menjaga agar isu ini tetap menjadi topik pembicaraan publik. Strategi untuk membuat sebuah masalah tetap hangat dibicarakan menjadi pening bila targetnya adalah penyelesaian masalah oleh pihak ber-

40


Advokasi Kepesertaan Jamkesmas 2013 di DIY

wenang. Karakterisik pengguna media sosial lebih realisis dan mudah beralih ke topik lain jika topik yang kita angkat idak lagi menarik perhaian mereka. Oleh karena itu pendalaman isu dengan pelibatan para pakar dan penyediaan data pendukung tetap dibutuhkan untuk memberikan pemahaman yang lebih utuh kepada publik tentang permasalahan yang ada. Berjejaring dengan Mitra Strategis Langkah selanjutnya adalah berjejaring dengan mitramitra potensial dan strategis untuk mendorong penyelesaian permasalahan terkait isu tersebut. Dimulai dengan mengideniikasi organisasi, instansi atau tokoh yang mempunyai keahlian atau kepeningan terhadap isu yang sedang kita angkat. Tujuannya adalah untuk menyatukan para pemangku kepeningan ini dalam satu persepsi tentang isu yang diangkat sehingga upaya penyelesaian masalah atau advokasi isu terkonsolidasi. Pada tahap ini media akar rumput harus menjadi motor penggerak, media akar rumput harus memegang peran sentral karena dari merekalah isu ini pertama kali diangkat menjadi pembicaraan publik. Beberapa Focus Group Discussion (FGD, diskusi kelompok yang fokus pada tema tertentu) pun digelar dengan melibatkan berbagai pihak seperi Insitute for Research and Empowerment (IRE), Lembaga Ombudsman Swasta, Lembaga Ombudsman Daerah (LOD) DIY, Perkumpulan IDEA, Lembaga Bantuan Hukum, Community Development (CD) Bethesda dan Komisi Informasi Provinsi (KIP) DIY. Dari FGD tersebut banyak ditemukan fakta-fakta baru mengenai Jampersal di wilayah DIY. Pertemuan ini kemudian menjadi tonggak kolaborasi muliaktor untuk mengawal isu Jampersal di DIY.

41


Advokasi Kepesertaan Jamkesmas 2013 di DIY

Forum-forum diskusi ini juga sekaligus menjadi kesempatan bagi media komunitas untuk memperluas jaringan dengan organisasi dan instansi lain. Salah satu mitra strategis yang digandeng adalah Radio Republik Indonesia (RRI) Jogja. RRI Jogja memainkan peran pening terkait diseminasi isu. RRI Jogja dengan jangkauan siar yang luas berpotensi menjadikan isu yang diusung mendapat perhaian publik yang lebih luas. Seiap bulan SIAR Jogja mengadakan talkshow di RRI Jogja dengan mengundang pihak-pihak terkait.

Bagan di atas adalah proses kerja kolaborasi antara media komunitas dengan elemen masyarakat sipil DIY

42


Advokasi Kepesertaan Jamkesmas 2013 di DIY

dalam mengadvokasi kepesertaan Jamkesmas 2013. Peran strategis media komunitas dalam proses ini adalah penyedia informasi langsung dari akar rumput dan diseminator informasi. Fase-fase akiitas tersebut dapat dilakukan berulang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Mendorong Advokasi Dalam perkembangannya, isu yang diangkat SIAR Jogja berkembang idak hanya tentang Jampersal namun meluas ke Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat). Bermula dari pengaduan dari kelompok Klub Peduli Ginjal, Yogyakarta, pada Januari 2013. Klub Peduli Ginjal adalah sebuah komunitas para penderita gagal ginjal yang berdomisili di Yogyakarta. Pasal yang mereka keluhkan adalah para penderita gagal ginjal yang semula terdatar sebagai peserta Jamkesmas idak lagi terdatar pada rilis peserta Jamkesmas tahun 2013. Keika mengonirmasinya ke Dinas Kesehatan di masing-masing kabupaten di DIY, mereka idak mendapatkan jawaban memuaskan terkait pencoretan nama-nama mereka. Dalam surat edaran Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 60 Tahun 2013 yang ditujukan kepada Gubernur dan Bupai/Walikota se-Indonesia, disebutkan kepesertaan Jamkesmas untuk tahun 2013 berjumlah 86.400.000 (delapan puluh enam juta empat ratus ribu) jiwa. Meski jumlah ini terlihat meningkat, namun ternyata sebagian besar yang tercantum di datar tersebut adalah peserta baru. Basis data yang dijadikan acuan adalah basis data terpadu hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2011 berdasar nama dan alamat yang dilakukan oleh Badan Pusat Staisik (BPS). PPLS 2011 mendata sekitar 40% rumah tangga di seluruh Indonesia yang paling rendah status sosial ekonominya, yang awalnya diideniikasi mel-

43


Advokasi Kepesertaan Jamkesmas 2013 di DIY

alui pemetaan kemiskinan (poverty map) dengan memanfaatkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010, Survei Sosial Ekonomi (Susenas) 2010 dan Potensi Desa (PODES). Selain itu, petugas PPLS 2011 juga diklaim telah melakukan pendataan rumah tangga lain yang diduga miskin berdasarkan informasi dari rumah tangga miskin lainnya (dengan melakukan konsultasi dengan penduduk miskin selama proses pendataan), serta hasil pengamatan langsung di lapangan. Secara ideal, data yang tersedia berisikan nama dan alamat seluruh penduduk Indonesia yang diurutkan menurut peringkat kesejahteraan. Hasil PPLS 2011 tersebut kemudian diserahkan pada tahun 2012 ke Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang kemudian diolah menjadi Basis Data Terpadu. Saat Basis Data Terpadu dikembangkan, cakupan 40% oleh TNP2K dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan penargetan program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan. Cakupan 40% ini juga melipui kelompok penduduk miskin dan hampir miskin. Akibatnya, banyak peserta Jamkesmas yang sebelumnya terdatar kini menjadi idak terdatar. Parahnya lagi, idak sedikit dari mereka adalah para penderita penyakit berat, termasuk gagal ginjal. Surat edaran inilah yang kemudian memicu SIAR Jogja bersama elemen masyarakat sipil DIY untuk mengkaji lebih jauh dampaknya terhadap kepesertaan Jamkesmas 2013. FGD pun kemudian digelar di kantor PKBI (Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia) Yogyakarta. Salah satu kesepakatan dalam FGD ini adalah pembentukan forum bersama untuk mengawal isu kepesertaan Jamkesmas 2013 dengan nama Sekretariat Bersama untuk Hak Kesehatan Warga. FGD lanjutan pun digelar dengan mengundang perwakilan para pasien gagal ginjal yang tersebar di wilayah

44


Advokasi Kepesertaan Jamkesmas 2013 di DIY

DIY. Pihak yang terlibat semakin banyak, diantaranya TV Komunitas Joglo TV, Masyarakat Peduli Media, United Cerebral Palsy, Pusat Perlindungan Hukum Universitas Atmajaya Jakarta, LKBH UII, dan Aisyiyah. Dalam diskusi tersebut akhirnya disepakai sebuah forum yang akan mengadvokasi isu Jamkesmas 2013 yakni Sekretariat Bersama (Sekber) untuk Hak Kesehatan Warga. Muncul beberapa data yang mencengangkan, misalnya idak kurang dari 100 pasien gagal ginjal di wilayah DIY harus mengeluarkan biaya Rp 500 ribu sampai Rp 1,5 juta seiap kali cuci darah yang dalam seminggu iap pasien bisa melakukannya 2 – 3 kali. Kemudian terungkap ada pasien yang terdatar sebagai peserta Jamkesmas sejak 7 tahun lalu tapi iba-iba pada 2013 idak lagi terdatar. Selama ini semua biaya tersebut sepenuhnya ditanggung oleh Jamkesmas. Lembaga Ombudsman Daerah (LOD) DIY kemudian memfasilitasi Sekber untuk Hak Kesehatan Warga melakukan pertemuan dengan dinas-dinas kesehatan kabupaten dan provinsi DIY. Terungkap bahwa pendataan Jamkesmas 2013 bukan menjadi tanggung jawab mereka. Dinas kesehatan kabupaten dan provinsi hanya bertugas mendistribusikan kartu, sehingga mereka idak bisa menjawab persoalan penghapusan peserta yang sebagian besar berpenyakit katastropik tersebut. Kabar ini juga direspon oleh Komisi Informasi Provinsi (KIP) DIY dengan mempertemukan seluruh pihak termasuk rumah sakit yang melayani Jamkesmas. Muncul beberapa tawaran jalur pembiayaan di luar Jamkesmas bagi para pasien gagal ginjal, di antaranya lewat Jamkesda. Namun Jamkesda idak sepenuhnya menutup biaya pengobatan yang dibutuhkan sehingga masih memberatkan para pasien yang sebagian besar berasal dari golongan menen-

45


Advokasi Kepesertaan Jamkesmas 2013 di DIY

gah bawah dan berpendapatan idak tetap. Berikut adalah rekapitulasi temuan yang dihimpun oleh LOD DIY:

Dari dua tabel di atas dapat dilihat bahwa data yang dijadikan dasar untuk menentukan peserta Jamkesmas 2013 idak akurat. Banyak kartu yang sia-sia hanya karena data yang dipakai adalah data PPLS tahun 2011. Persoalan

46


Advokasi Kepesertaan Jamkesmas 2013 di DIY

seperi di atas idak hanya terjadi di DIY tapi juga terjadi di berbagai daerah di Indonesia karena data tahun 2011 yang dipakai di tahun 2013 memerlukan veriikasi namun itu idak dilakukan. Lagipula, akan lebih baik jika data kepesertaan Jamkesmas ditentukan dari ingkat bawah bukan dari Pusat. Fakta-fakta tersebut kemudian dikumpulkan dan diolah oleh LOD DIY yang kemudian memunculkan rekomendasi-rekomendasi dalam policy brief. Berikut adalah poinpoin rekomendasi yang dikeluarkan oleh LOD DIY: Tabel 3 Poin Rekomendasi LOD DIY atas Permasalahan Kepesertaan Jamkesmas 2013

1

2

3

Perlu adanya validasi dan cross check data kepesertaan Jamkesmas 2013 yang dilakukan oleh pemerintah pusat berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk meminimalisir penyimpangan data kepesertaan Jamkesmas. Serta adanya kesesuaian antara data aktual dan data faktual Perlu adanya evaluasi kebijakan terhadap mekanisme penentuan database calon kepesertaan Jamkesmas 2013 yang dilakukan secara kerjasama lintas instansi pemerintah pusat antara lain BPS, TNP2K, Kementerian Kesehatan RI dengan pemerintah daerah agar lebih tepat sasaran. Salah satu contoh penetuan standar kemiskinan dan rentan miskin. Kementerian Kesehatan perlu melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pencetakan dan distribusi kartu Jamkesmas 2013 oleh Balai Pustaka yang terbuki idak sinkron antara jumlah kuota, buku daftar nama dari Kemenkes, jumlah kartu tercetak, dan jumlah kartu terdistribusi di daerah.

47


Advokasi Kepesertaan Jamkesmas 2013 di DIY

4

5

6

Kementerian Kesehatan segera mengeluarkan regulasi yang mengatur mekanisme serta tata cara perganian kepesertaan Jamkesmas 2013 bagi kartu-kartu yang kembali, idak tepat sasaran, rusak, tercetak ganda, dan lain-lain demi maksimalisasi kuota Jamkesmas di masing-masing daerah. Kementerian Kesehatan, TNP2K dan pemerintah daerah perlu menjalankan koordinasi dan merumuskan mekanisme perubahan dan/atau pengusulan baru bagi warga miskin dan kelompok rentan serta menyepakai secara kolekif seperi apa standar kemiskinan dan standar kelompok rentan miskin, terutama bagi para penderita penyakit katastropikkronis. Dalam menyikapi masa transisi pemberlakuan kartu baru, perlu kejelasan mekanisme reimburse terhadap komponen pembiayaan yang tertanggung oleh peserta yang masuk dalam database tetapi belum mendapatkan kartu Jamkesmas yang baru.

Dari poin-poin di atas dapat diketahui bahwa adanya permasalahan dalam kepesertaan Jamkesmas 2013 bersumber pada keidak-akuratan data yang dipakai. Poinpoin rekomendasi ini kemudian diteruskan ke Kementrian Kesehatan RI dan TNP2K (Tim Nasional untuk Percepatan Penanggulangan Kemiskinan) melalui Lembaga Ombudsman RI. Untuk menjaga isu ini tetap menjadi pembicaraan publik, SIAR Jogja bersama Suara Komunitas melakukan diseminasi lewat berbagai media; radio komunitas, website, dan media sosial. Pemilihan media sosial dalam skema advokasi ini bukan tanpa dasar. Saat ini hampir semua orang akrab dengan sosial media, terutama kalangan 48


Advokasi Kepesertaan Jamkesmas 2013 di DIY

muda di level menengah. Hal ini menjadikan media sosial sangat startegis untuk memperluas segmen kampanye isu ini, apalagi sudah banyak lembaga negara yang membuka akun di media sosial. Di Gunungkidul dan Sleman para pegiat radio komunitas menggelar talkshow-talkshow dengan mengundang beberapa pakar dan pihak terkait. Diseminasi yang dilakukan lewat twiter lebih banyak dilakukan dengan merangkum dinamika seiap FGD secara langsung. Twit-twit ini kemudian diteruskan ke akun twiter pihak—pihak terkait seperi @puskomdepkes dan @LAPOR_UKP4. Respon dari berbagai pihak terkait twit-twit yang dilakukan melalui @ suarakomunitas cukup memuaskan, apalagi twit-twit ini juga banyak didukung oleh para publik igure. Respon publik di twiter atas konten yang didiseminasi lewat akun @suarakomunitas sangat beragam. Dari mulai ungkapan kekecewaan, dukungan, bahkan tambahan fakta baru mengenai Jamkesmas 2013. Akun-akun twiter yang merespon pun bukan hanya akun-akun individu namun ada juga akun lembaga sosial, misalnya; ODHA Berhak Sehat dan Sempurna Community. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan media sosial dalam advokasi ini cukup efekif untuk memperluas jangkauan diseminasi informasi dan menjaga “suhu� isu tetap panas. Berikut adalah screenshoot contoh akivitas diseminasi isu di twiter yang dilakukan oleh Suara Komunitas dan para pegiat sosial di Yogyakarta;

49


Advokasi Kepesertaan Jamkesmas 2013 di DIY

Gambar 2 Kumpulan Twit Suara Komunitas tentang Kepesertaan Jamkesmas 2013

Gambar 3 Screenshot Respon Isu Jamkesmas di Twiter

50


Advokasi Kepesertaan Jamkesmas 2013 di DIY

Gambar 4 Screenshot Tayangan TV Komunitas Joglo TV; Dialog di Radio Komunitas Wijaya FM, Sleman

Gambar 5 Foto Pemberitaan Koran Tempo Edisi Juni 2013

51


Advokasi Kepesertaan Jamkesmas 2013 di DIY

Efekiitas diseminasi isu ditentukan juga oleh seberapa banyak segmen sasaran yang ingin dituju. Maka Sekber untuk Hak Kesehatan Warga mengandeng sebanyak mungkin media untuk ikut mem-blow up isu Jamkesmas. Diseminasi isu adalah salah satu bagian dari advokasi. Maka diseminasi isu, lewat media apapun, harus diarahkan untuk mendorong para pembuat kebijakan untuk merubah atau membuat kebijakan yang pro-rakyat. Pada bulan April 2013 Sekber untuk Hak Kesehatan Warga bersama LOD DIY diundang oleh Kementrian Kesehatan RI dan TNP2K untuk melakukan audiensi terkait persoalan kepesertaan Jamkesmas. Dalam pertemuan tersebut Sekber untuk Hak Kesehatan Warga memaparkan berbagai temuan mengenai kepesertaan Jamkesmas 2013. Kementrian Kesehatan RI dan TNP2K berkeras idak dapat menambah kuota peserta Jamkesmas 2013 yang berjumlah 86.400.000 jiwa karena berbagai alasan, salah satunya adalah anggaran yang sudah ditetapkan. Namun dengan banyaknya kartu yang idak terpakai maka disepakai akan ada mekanisme pengganian nama kartu yang idak terpakai tersebut. Kesepakatan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 149 Tahun 2013 tentang Kepesertaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Tahun 2013. Diantara poin-poin yang disepakai adalah: 1. Peserta Jamkesmas tahun 2013 dapat digani sesuai kebutuhan yang sebenarnya di lapangan dan berdasarkan pada kuota yang telah ditetapkan sesuai hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2011 yang dikelola oleh Sekretariat Tim Nasional Percepatan Penannggulangan Kemiskinan (TNP2K) 2. Peserta Jamkesmas tahun 2013 yang dapat dihgan-

52


Advokasi Kepesertaan Jamkesmas 2013 di DIY

i adalah mereka yang sudah meninggal, PNS/TNI/ Polri yang masih akif, pensiunan PNS/TNI/Polri, peserta yang idak diketahui keberadaannya, orang yang dianggap kaya atau peserta yang sudah memiliki jaminan kesehatan lainnya. 3. Peserta penggani diprioritaskan yang idak mampu 4. Penentuan peserta penggani di koordinasikan oleh Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD), Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Bappeda, BPS, dan PT Askes (Persero) 5. Dalam masa menunggu kartu peserta penggani diterbitkan, dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dapat mengeluarkan surat keterangan sebagai idenitas bagi peserta penggani yang memerlukan pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan yang bekerja sama dengan Program Jamkesmas Surat Edaran ini idak hanya menjadi kabar baik bagi para penderita gagal ginjal yang idak lagi terdatar sebagai peserta Jamkesmas 2013 namun juga bagi peserta Jamkesmas sebelumnya yang idak mampu tapi namanya tudak lagi terdatar di Jamkesmas 2013. Pemantauan Surat Edaran Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 149 Tahun 2013 ini bukan merupakan akhir dari jalan panjang advokasi yang diambil oleh SIAR Jogja. Namun upaya-upaya monitoring atas pelaksanaan Surat Edaran tersebut masih sangat diperlukan. Oleh karena itu Sekber untuk Hak Kesehatan Warga secara periodik masih mengadakan pertemuan-pertemuan, baik yang bersifat formal maupun informal. Salah satu pertemuan pening yang dijalankan adalah pada tanggal 21 Mei 2013 yang difasilitasi oleh LOD DIY yang juga di-

53


Advokasi Kepesertaan Jamkesmas 2013 di DIY

hadiri oleh dinas-dinas kesehatan kabupaten di DIY. Dalam pertemuan itu dibahas mengenai perkembangan terakhir pendataan peserta penggani yang dilakukan oleh masingmasing kabupaten di DIY. Pertemuan ini juga menjadi ukuran keseriusan dinas-dinas kesehatan di masing-masing kabupaten untuk melaksanakan Surat Edaran dari Menteri Kesehatan tersebut. Secara umum, dinas-dinas kesehatan kabupaten/kota di DIY cukup sigap melaksanakan pendataan peserta penggani Jamkesmas 2013, meski ada salah satu dinas kesehatan kabupaten yang agak lambat merespon pendataan peserta penggani. Pembelajaran Seiap daerah mempunyai karakterisik yang berbeda, baik masyarakat maupun media yang digunakan untuk menyampaikan informasi. Kita idak bisa memaksakan media tertentu untuk digunakan sebagai sarana menyampaikan informasi di sebuah daerah. Sebagai contoh, kita idak bisa hanya fokus menggunakan website atau media sosial di daerah dengan akses internet terbatas. Meski penggunaan website atau media sosial memungkinkan munculnya respon dari pengakses internet dari daerah lain, namun yang harus digarisbawahi adalah media komunitas juga memiliki tugas untuk menyalurkan informasi ke komunitasnya. Sehingga wajib hukumnya bagi media komunitas untuk dapat diakses oleh komunitasnya sendiri. Catatan pening lainnya adalah masing-masing organ yang ada di forum yang sudah terbentuk melakukan tugas sesuai bidang masing-masing. Media komunitas idak perlu terlalu jauh ikut mengerjakan hal yang bukan wilayahnya. Media komunitas hanya mendorong adanya

54


Advokasi Kepesertaan Jamkesmas 2013 di DIY

upaya kolekif dari berbagai pemangku kepeningan untuk mengupayakan penyelesaian masalah terkait isu yang diangkat. Bagaimanapun ini dari kolaborasi adalah pembagian peran. Otokriik bagi media komunitas saat berkolaborasi dengan organisasi atau lembaga lain adalah seringnya media komunitas “berlari lebih lambat� daripada mitra mereka. Media komunitas sering terlambat menangkap momen dan dinamika yang terjadi di lingkaran organisasi masyarakat sipil. Maka diperlukan kiat-kiat khusus untuk mengakselerasi peran media komunitas agar idak teringgal dari dinamika di lingkaran organisasi masyarakat sipil yang cenderung cepat berubah. Salah satu solusinya adalah adanya membangun komunikasi yang intensif. Selain itu, diperlukan fungsi semacam koordinator media-media komunitas untuk mengomunikasikan segala perkembangan yang terjadi di lingkaran organisasi masyarakat sipil ke media—media komunitas. Seluruh proses di atas adalah pintu masuk untuk kolaborasi media komunitas dengan para pemangku kepeningan di masa-masa yang akan datang. Oleh karena itu, komunikasi di luar proses di atas sangat diperlukan untuk menjaga hubungan baik antar aktor.

55


Peran Media Komunitas Menyuarakan Akar Rumput

56


Peran Media Komunitas Menyuarakan Akar Rumput

Peran Media Komunitas Menyuarakan Akar Rumput Muhammad Syairi1 “Catatan Lapangan Radio Komunitas Primadona FM, Lombok Utara� Kasus I : Gerilya di Pawang Timpas Timur Berawal dari Menemui Pendengar Seia abu siang 3 Juni 2012, rombongan pengurus dan kru Radio Komunitas (rakom) Primadona FM berkunjung ke sebuah dusun terpencil, yaitu Dusun Pawang Timpas Timur, Desa Akar-Akar, Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara. Dusun ini berjarak 7 km dari pusat desa. Kondisi jalan menuju dusun ini penuh lubang dan berdebu. Tujuan pengurus dan kru Rakom Primadona FM ke Dusun Pawang Timpas Timur adalah untuk bertemu dengan puluhan pendengar seia (fans) Primadona FM. Jalanan yang rusak membuat perjalanan tersebut harus ditempuh selama 1,5 jam. Namun suasana lelah tersebut sedikit berkurang karena pemandangan yang cukup mengasikkan di sepanjang kiri kanan jalan menuju Pawang Timpas Timur. Pohon-pohon kayu rindang dan lahan pertanian warga menjadi sahabat seia perjalanan. Sesampai di dusun yang terletak di tengah perkebunan ini, beberapa fans yang tergabung dalam kelompok fans club Primadona menyambut kehadiran rombongan dengan menyuguhkan beberapa makanan ringan. “Inilah kondisi dusun kami Pak, selain kurang mendapat kunjungan dan perhaian dari

R

1 Pegiat Primadona FM

57


Peran Media Komunitas Menyuarakan Akar Rumput

Foto : Primadona FM, Lombok Utara

pemerintah, jalannya juga sudah puluhan tahun seperi ini�, kata Sudasip warga setempat. Ditengah-tengah perbincangan dengan fans club Primadona, iba-iba beberapa kru melihat sebuah bangunan yang terbuat dari iang bambu berpagar bedeg lapuk dan beratap terpal robek serta berlantaikan tanah. Di depan bangunan terdapat beberapa ekor sapi yang sedang makan rumput. Awalnya kru Primadona menyangka kalau bangunan itu hanya bangunan kandang sapi atau kandang iik sehingga idak begitu menarik untuk dilihat. Tapi setelah rombongan melihat lebih dekat, ternyata di dalam bangunan itu terdapat sebuah papan tulis dengan beberapa ikar robek yang tergeletak di lantai. “Ini bangunan apa ya, karena kalau ini kandang sapi idak mungkin ada papan tulis dan ikar�, tanya Mahsun Hidayat, Divisi Program Primadona FM.

Bersama Fans Primadona FM di Pawang Timpas Timur

Mendengar pertanyaan tersebut, beberapa warga mengaku bahwa itu adalah bangunan tempat sekolah yaitu

58


Peran Media Komunitas Menyuarakan Akar Rumput

PAUD Cahaya Utara, Pawang Timpas, KLU

Setelah mendengar penjelasan dari Sudiasip, rombongan Primadona FM berangkat menemui Kepala Dusun Pawang Timpas Timur, Sudari. Dari Sudari, kru mendapat penjelasan, bahwa kurang lebih dirinya bersama para guru

59

Foto : Primadona FM, Lombok Utara

lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Cahaya Utara Pawang Timpas yang didirikan pada tanggal 11 November 2011. “Kita bilang ini bangunan kandang iik atau ayam, tapi ditempai oleh anak-anak mungil belajar. Sebaliknya, kita katakan tempat pendidikan, bangunanya yang idak memadai�, kata Sudiasip tokoh masyarakat Dusun Pawang Timpas Timur. Sudiasip menceritakan bangunan tersebut didirikan secara swadaya oleh masyarakat karena mengingat antusias anak-anak untuk belajar sangat inggi. Di awal pendiriannya, Wakil Bupai KLU, H. Najmul Ahyar, SH.MH berindak sebagai Pembina, namun sejak didirikan hingga saat ini idak pernah bantuan datang dari pemerintah. Sementara jumlah siswa yang belajar terus bertambah dan pada tahun pelajaran 2011/2012 siswanya telah berjumlah 38 orang anak. Diperkirakan pada tahun pelajaran baru siswanya akan bertambah hingga 45 anak.


Peran Media Komunitas Menyuarakan Akar Rumput

yang mengajar telah empat kali mengusulkan pendanaan melalui proposal, tapi idak ada respon. “Kami sudah empat kali mengusulkan pendanaan melalui proposal, namun hingga kini belum ada respon dari pemerintah, kecuali masyarakat diminta bersabar dan diberi harapan akan dibantu. Tapi yang jelas masyarakat idak cukup hanya diberikan janji tanpa buki nyata”, kata Kepala Dusun Pawang Timpas Timur, Sudari. Bagaimana jika hujan turun? Menjawab pertanyaan tersebut, Sudari mengaku terpaksa anak-anak PAUD ini belajar dirumah warga atau mushala yang letaknya idak jauh dari bangunan PAUD. Merumuskan Masalah Selain persoalan pendidikan, temuan Kru Primadona FM di Dusun Pawang Timpas Timur adalah akses jalan yang rusak sehingga untuk menuju pusat Desa Akar-Akar harus ditempuh sampai 1,5 jam, padahal jaraknya cuma 7 Km. Hampir semua ruas jalan menuju Dusun Pawang Timpas Timur berlubang dan bebatuan. Dusun Pawang Timpas Timur, menurut Sudari, termasuk salah satu dusun sentra ekonomi, pertanian dan perkebunan bagi Desa Akar-Akar. “Penduduk Dusun Pawang Timpas Timur yang berjumlah 148 kepala keluarga atau 611 jiwa ini sebagian besar berprofesi sebagai petani dan buruh tani dengan hasil unggulan berupa kelapa, mente, mangga, kakao dan pisang. Sebagian besar lainnya membuat gula aren. Tapi karena jalannya yang rusak penghidupan perekonomian petani idak bisa meningkat”, kata Sudari. Pada seiap kali pertemuan baik dengan pemerintah desa, kecamatan maupun kabupaten, perbaikan jalan ini selalu diusulkan, namun belum mendapatkan respon yang baik. Kerusakan infrastrutur jalan ini berdampak pada kesehatan, pendidikan dan ekonomi masyarakat. “Dari

60


Peran Media Komunitas Menyuarakan Akar Rumput

aspek kesehatan, bila ada warga yang sakit atau ibu mau melahirkan dan harus menemui petugas kesehatan yang ada di pusat Desa Akar-Akar maka warga harus menyiapkan biaya transportasi yang inggi. Untuk biaya ojek ke tempat layanan kesehatan terdekat, harus menyediakan biaya Rp. 60 – 100 ribu pulang pergi�, kata Sudari. Ini juga dibenarkan oleh Sudasip. Bahkan menurutnya, ada juga kasus ibu hamil terpaksa melahirkan di jalan sebelum sampai ke petugas kesehatan, dan ini akibat jalan yang rusak. Sebenarnya waktu 1,5 jam ini bisa dipangkas menjadi 15 menit jika jalan menuju Pawang Timpas Timur ini diaspal. Sudari kembali mengatakan bahwa rusaknya jalan tersebut juga mengganggu kelancaran transportasi kendaraan pengangkut hasil pertanian ke pasar-pasar terdekat. Akibatnya harga jual hasil pertanian menjadi rendah dan terpaksa dijual kepada tengkulak-tengkulak yang datang ke petani. Rusaknya akses jalan ini juga berdampak pada pendidikan anak-anak mereka, karena jarak sekolah dasar yang terdekat dari Dusun Pawang Timpas Timur ini adalah 3 km dan harus ditempuh dengan berjalan kaki. “Jadi jangan heran kalau musim hujan banyak siswa yang idak masuk sekolah, karena jalannya yang becek yang bisa membahayakan bagi anak-anak kami�, jelas Sudari yang terlihat sedih. Para siswa SD 2 desa Akar-Akar, harus berangkat sekolah seusai sholat subuh agar idak terlambat sampai ke sekolah, lebih-lebih masih ada siswa yang jarak rumahnya dengan sekolah tersebut 5-6 km. Demikian juga keika pulang dari sekolah, masih ada siswa yang iba di rumahnya sekitar pukul 15.30 WITA. Selain itu, sambung Sudari, di dusun yang dipimpinnya cukup sedikit yang melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih inggi setelah tamat SD, karena mengingat jarak SLTP yang paling dekat dari du-

61


Peran Media Komunitas Menyuarakan Akar Rumput

sun tersebut terhitung berjarak 10 km. Dampak dari kerusakan infrastruktur jalan ini juga diakui oleh Kepala Desa Akar-Akar, Atsah Subagio. “Dampaknya tentu pada pendidikan, kesehatan dan ekonomi masyarakat. Padahal kalau kita lihat geliat perekonomian masyarakat di beberapa dusun tersebut seperi, Pawang Timpas Timur, Otak Lendang dan Dusun Temuan Sari serta dusun-dusun lainnya cukup maju, hanya saja infrastruktur jalannya yang belum memadai, sehingga peningkatan ekonomi masyarakat cukup lambat�, kata Atsah subagio.

Foto : Primadona FM, Lombok Utara

Kondisi Jalan menuju Dusun Pawang Timpas Timur

Mengatur Strategi Kunjungan pengurus dan kru Rakom Primadona FM ke Dusun Pawang Timpas Timur yang semula bertujuan untuk silaturrahmi dengan fans club tersebut berubah menjadi sebuah liputan yang menarik untuk di dijadikan agenda advokasi. Karena dari kunjungan dan hasil wawancara ini dapat disimpulkan bahwa : Pertama, Pemerintah Kabupaten Lombok Utara sama sekali jarang mengunjungi Dusun Pawang Timpas Timur ; Kedua, adanya sebuah kebutuhan mendesak terhadap perbaikan bangunan PAUD

62


Peran Media Komunitas Menyuarakan Akar Rumput

Cahaya Utara ; Keiga, diperlukan suatu indakan darurat terhadap perbaikan infrastruktur jalan menuju Pawang Timpas Timur. Dari kesimpulan ini, pengurus radio komunitas Primadona FM dan pengelola website “suarakomunitas.net� bersepakat untuk mengambil beberapa langkah advokasi dalam bentuk : Pertama, membuat berita tulisan yang akan ditampilkan di website suarakomunitas.net dan berita audio di Primadona FM ; Kedua, membuat Pers Release untuk dikirim ke media cetak lokal ; Keiga, mengirim SMS aduan kepada Wakil Bupai KLU terkait persoalan bangunan PAUD dan infrastruktur jalan ; Keempat, melakukan audensi kepada aparat pemerintah kecamatan dan kabupaten. Sehari setelah disiarkan di Rakom Primadona FM dan dimuat di website suarakomunitas.net serta media lokal, Kepala UPTD Dikbudpora Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara, Murdi, S.Pd langsung turun ke lokasi tempat berdirinya PAUD Cahaya Utara Pawang Timpas. Dalam kunjungannya tersebut, dirinya sempat mengaku kaget, karena secara iba-iba sekolah tersebut tampil di media online dan media cetak lokal. Murdi berjanji akan segera menyampaikan ke instansi terkait namun ia juga meminta kepada pengelola PAUD agar idak sampai di muat di media kembali. Kunjungan Kepala UPTD Dikbudpora ini selanjutnya diindaklanjui dengan kunjungan wakil bupai KLU, H. Najmul Akhyar, SH. MH. Dinas Dikbudpora KLU memberikan biaya bantuan operasional PAUD tersebut sebesar Rp. 20 juta, sementara Akhyar juga memberikan bantuan berupa pembangunan 1 lokal belajar. Sejak kedatangan mereka, PAUD Cahaya Utara Pawang Timpas Timur menjadi terdatar resmi dan mendapat dana ruin dari pemerintah. Terkait dengan infrastruktur jalan, Dinas PU KLU,

63


Peran Media Komunitas Menyuarakan Akar Rumput

pada akhir tahun 2012 lalu telah melakukan pengaspalan hotmix menuju dusun Pawang Timpas Timur sepanjang 2,5 km. Dan sisanya sekitar 5 km, pemerintah berjanji pada tahun 2014 mendatang akan mengaspal jalan tersebut. Kasus II : Memperjuangkan Pembangunan Sekolah di Dusun Terpencil Lokok Re di Pinggir Kali Dasan Lendang Lokok Re, Dusun Tanjung Biru, Desa Loloan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara adalah sebuah kampung terpencil yang jauh dari pusat kota kecamatan dan kabupaten. Kampung yang masuk dalam RT III Dusun Tanjung Biru ini terletak di sebuah bukit yang diapit kali. Tak heran bila dari jauh akan terlihat seperi tak ada penduduk yang inggal di tempat tersebut. Menuju kampung yang berpenduduk 64 KK atau sekitar 125 jiwa ini, dapat ditempuh dengan dua jalur, yaitu jalur Dusun Tanak Lilin dan Dusun Loloan Desa Loloan. Penduduk di Lendang Lokok Re rata-rata berprofesi sebagai petani tadah hujan dan buruh tani. Di sektor pendidikan, Lokok Re idak jauh berbeda dengan dusun-dusun lain di Lombok Utara, dimana kebanyakan dari anak-anaknya idak dapat mengenyam dunia pendidikan formal karena kesempatan yang terbatas dan minimnya infrastruktur. Hal itu dapat dilihat idak terdapatnya lembaga pendidikan seingkat SD berdiri di Lokok Re. SD terdekat berada di dusun Telaga Segoar, Desa Loloan yang berjarak 4 km. Minimnya infrastruktur pendidikan tersebut, Amaq Sukranim selaku Ketua RT Lokok Re mengaku bahwa jumlah warganya yang tamatan SD hanya 5 orang, tamatan SLTP 3 orang, SLTA 2 orang dan masih kuliah 1 orang. Demi terbangunnya sebuah lembaga pendidikan,

64


Peran Media Komunitas Menyuarakan Akar Rumput

Awaq Sukranim merelakan tanahnya seluas 10 are untuk diwakakan sebagai tempat pendirian sekolah. Sekolah tersebut dibangun dengan beralaskan tanah, beratap daun kelapa dan beriang bambu. Meja dan bangkunya terbuat dari kayu randu. Ia berharap setelah berdirinya bangunan tersebut, pemerintah memberikan respon posiif untuk memperbaiki agar kondisinya menjadi layak. Namun penaniannya selama 4 bulan juga idak berujung pasi.

Menghadapi situasi dan kondisi yang demikian, ia meminta bantuan kepada ketua Rakom Primadona FM untuk memecahkan persoalan yang sedang dihadapinya. Amaq Sukranim menjelaskan, latar belakang mendirikan sekolah tersebut adalah jauhnya jarak yang harus ditempuh oleh anak-anak di dusunnya untuk sampai ke sekolah terdekat. “Memang ada sebagian anak usia sekolah yang masuk ke SD yang berada di Dusun Telaga Segoar Desa Loloan yang jaraknya sekitar 4 km, namun pada seiap musim hujan anak-anak terpaksa idak masuk karena jalannya yang becek dan harus melawai kali�, tegasnya. Seba-

65

Foto : Primadona FM, Lombok Utara

Bangunan Sekolah di Lokok Re


Peran Media Komunitas Menyuarakan Akar Rumput

gai ketua RT, dirinya idak mau melihat anak-anaknya idak sekolah, sehingga ia berupaya untuk mendirikan lembaga pendidikan serta mewaqakan tanah miliknya yang sebelumnya telah ditanami mente. Ketua Rakom Menghubungkan ke Yayasan Swasta Mendengar cerita sedih dari Amaq Sukranim, ketua Rakom Primadona FM berangkat ke Mataram pada tanggal 1 November 2013 menuju rumah Pembina Yayasan Maraqita’limat provinsi Nusa Tenggara Barat, TG. Drs. H. Hazmi Hamzar. Kedatangan ketua Rakom Primadona FM yang didamping beberapa pengurus yayasan lainnya disambut hangat oleh tuan guru yang memiliki ratusan ribu jama’ah yang tersebar di beberapa provinsi di Indoensia. Keika pengurus Rakom Primadona FM mengutarakan maksud dan tujuan datang berkunjung ke rumahnya, tuan rumah langsung menyambut “Nani hari minggu kita lakukan peletakan batu pertama pembangunan dua lokal SD Maraqita’limat di Lendang Lokok Re”. Mendengar pernyataan tersebut, ketua Rakom Primadona sedikit bernafas lega, karena ternyata apa yang diminta warga Dasan Lendong Lokok Re direspon posiif. Sebagai tanda keseriusan, TGH. Hazmi Hamzar menyerahkan bantuan 30 setel pakaian seragam untuk 30 siswa dan ratusan buku tulis. Selanjutnya pada tanggal 10 November 2013, TGH. Hazmi Hamzar bersama Bupai KLU, H. Djohan Sjamsu SH dan beberapa pejabat teras Pemda KLU datang ke Dasan Lendang Lokok Re untuk melakukan peletakan batu pertama pembangunan SD Maraqita’limat. Seusai mendampingi Bupai melakukan peletakan batu pertama TG. Drs. Hazmi Azhar mengatakan kepada Primadona FM “di KLU sebenarnya banyak dananya, namun seringkali dana tersebut kembali ke pusat karena masih

66


Peran Media Komunitas Menyuarakan Akar Rumput

kurangnya lembaga pendidikan yang didanai”. Kekurangan Air Bersih Di Tanjung Biru Segera Teratasi “Sekali berlayar dua iga pulau terlewai”. Pribahasa inilah yang tepat untuk menggambarkan kondisi yang dialami RT III Lendang Lokok Re, Dusun Tanjung Biru, Desa Loloan Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara. Niat awal mengundang Bupai Lombok Utara, H. Djohan Sjamsu SH, dan Pimpinan Pusat Yayasan Maraqita’limat yang mulanya hanya ditujukan untuk melakukan peletakan batu pertama ternyata idak hanya berbuah manis untuk bidang pendidikan, namun juga di bidang lainnya, yaitu perpipaan air bersih dan perbaikan jalan. Mulanya, Bupai KLU mengaku idak menyangka jika ada warga yang inggal di Lokok Re. Ia mengatakan “Keika saya masuk dari perigaan jalan menuju Dusun Torean, saya bertanya dimana Lendang Lokok Re, karena yang terlihat adalah bukit. Tapi keika saya melihat kampung ini ternyata penduduknya cukup banyak dan masih kekurangan air bersih”. Dan yang membanggakan ditengah keterbatasan warga ternyata mereka peduli terhadap pendidikan anakanaknya sehingga mendirikan SD Maraqita’limat yang perlu mendapat dukungan kita bersama”, kata Bupai pertama KLU ini. Di penghujung acara, H. Hazmi Hamzar menyerahkan bantuan berupa 50 sak semen, 30 stel pakaian seragam siswa dan buku tulis. Selain dari dirinya, bantuan dalam bentuk semen juga datang dari pihak lain. Strategi Advokasi Sebagai radio komunitas, Primadona FM mempunyai strategi tersendiri dalam melakukan advokasi terhadap isuisu dan persoalan yang ada di wilayah KLU. Biasanya perso-

67


Peran Media Komunitas Menyuarakan Akar Rumput

alan-persoalan tersebut berasal dari kebutuhan yang lahir dari pendengar Primadona FM. Dalam kasus “Lokok Re�, strategi yang digunakan adalah : Pertama, mengumpulkan data dengan turun langsung ke lokasi ; Kedua, menulis berita terkait di media online dan jejaring sosial ; Keiga, membuat pers release di media cetak lokal ; Keempat, menghubungkan isu yang dibangun dengan jaringan strategis (dalam kasus ini adalah Yayasan Maraqita’limat) ; Kelima, menyebarkan informasi kepada instansi terkait .

68


Mengejar Keadilan Agraria di Deli Serdang

69


Mengejar Keadilan Agraria di Deli Serdang

Mengejar Keadilan Agraria di Deli Serdang Muhammad Afandi1 Pengantar Masuknya kekuatan-kekuatan modal raksasa telah mengakibatkan kerusakan-kerusakan ekonomi, sosial, budaya dan ekologis di hampir seluruh wilayah Nusantara. Hal ini dapat kita lihat pada suatu tempat yang bernama Deli. Sebuah tempat yang pada abad 18 menjadi salah satu situs pening bagi akumulasi kapital dan sekaligus tempat dimana rekayasa sosial, poliik, budaya hingga keimpangan gender dibangun secara sistemais dan eksploitaif. Ini bermula saat Sultan Deli memberikan konsesi tanah kepada pemodal-pemodal asing untuk pengembangan industri perkebunan. Pemberian konsesi dalam jumlah luas tersebut idak hanya menimbulkan perlawanan-perlawanan dari petani setempat karena dilatarbelakangi dengan perampasan tanah rakyat namun juga telah memindahkan jutaan penduduk dari tanah Jawa untuk menjadi pekerja perkebunan. Pemindahan tersebut pada waktu tertentu memicu terjadinya konlik horizontal antar penduduk karena semakin menyempitnya lahan pertanian akibat perluasan perkebunan yang semakin massif. Di sisi lain, berkembanganya industri perkebunan Deli pada masa itu juga idak lepas dari pengaruh pencritaan posiif dari dunia pers. Hal tersebut dibukikan dengan lahirnya surat kabar “Deli Courtant� pada tahun 1885 yang ditujukan untuk pembangunan wacana status quo 1 Pegiat COMBINE Resource Insituion

70


Mengejar Keadilan Agraria di Deli Serdang

kepeningan investasi Belanda di tanah koloninya. Situasi pahit yang sama juga terjadi di Era Orde Baru. Lewat ideologi pembangunan atau yang dikenal dengan isilah developmentalisme, Orde Baru memainkan perannya sebagai agen kapitalisme yang patuh. Paham pembangunan telah menghasilkan sejumlah persoalan di tengah masyarakat dalam jumlah yang cukup besar. Diantaranya adalah melemahnya organisasi-organisasi tradisional yang sebelumnya telah berfungsi membangun keteraturan sosial dan terjadinya penyeragaman terhadap insitusi-insitusi lokal yang berdampak pada lahirnya idenitas kultural tunggal. Bahkan secara ekonomi poliik telah menghancurkan basis sumber daya masyarakat akibat kerusakan-kerusakan yang diimbulkan olehnya. Langgengnya kekuasaan Orde Baru idak hanya didukung oleh kekuatan fasisme (militer) semata, namun juga dipengaruhi oleh bangunan sistem informasi dan komunikasi yang bersifat top-down. Insitusi-insitusi media diharuskan memproduksi wacana yang manipulaif dan pro pembangunan. Maka idak heran jika kasus-kasus konlik sumberdaya alam idak mendapatkan tempat untuk dikaji secara kriis. Situasi dan kondisi yang demikian menjadi berubah seiring tumbangnya rezim otoritarian Orde Baru pada Mei 1998. Lahirnya wacana kebebasan, keterbukaan, demokrasi lokal dan desentralisasi diharapkan dapat memberikan ruang dan peluang kepada rakyat di ingkat akar rumput untuk menata kembali kehidupannya secara otonom tanpa intervensi dari negara yang terpusat. Namun secara kriis era pasca otoritarian Orde Baru kini dihadapkan dengan situasi-situasi yang tak kunjung berbeda dari era sebelumnya. Diantaranya adalah : Pertama, menguatnya rejim korporasi yang membawa dampak meningkatnya konlik-

71


Mengejar Keadilan Agraria di Deli Serdang

konlik sumberdaya di ingkat akar rumput sehingga terus memicu krisis sosial yang semakin akut. Kedua, munculnya berbagai regulasi yang ditandai dengan penyingkiran komunitas lokal. Keiga, hadirnya kelompok-kelompok yang mengusung nilai-nilai keagamaan tertentu dengan prilaku kekerasaan yang dapat mengancam kehidupan beragam komunitas. Bahkan saat ini, perilaku tersebut digunakan untuk melegiimasi kekerasan korporasi dan negara yang haus akan sumberdaya. Keempat, ancaman konglomerasi dan kapitalisasi media yang akan membawa dampak penyeragaman wacana gaya baru dan peminggiran kepeningan suara-suara komunitas akar rumput. Sekali lagi peluang kebebasan dan keterbukaan yang pada awalnya diharapkan dapat menata ulang kehidupan demokrasi di negeri ini menjadi terbantahkan keika dalam realitasnya justru dimanfaatkan oleh hadirnya industri media. Tidak lain yang terjadi hanyalah pemindahan kekuasaan dari kekuasaan media dari pemerintah kepada korporasi swasta yang sama-sama mempunyai kepeningan proit. Lalu bagaimana rakyat yang sedang bertarung dalam wilayah konlik sumberdaya alam mendapatkan tempat dalam ranah media yang seperi itu di era pasca otoritarian Orde Baru ? Benarkah media komunitas sebagai model komunikasi yang syarat dengan nilai parisipaif dan tumbuh subur di pasca Orde Baru dapat berperan sebagai media advokasi, arikulasi persoalan dan pemberi makna di masa depan bagi komunitasnya ? Dalam rangka itulah tulisan ini mencoba melacak bagaimana kehadiran media (radio) komunitas menjawab persoalan-persoalan yang ada di komunitas, khususnya di wilayah Deli Serdang sebagai kabupaten yang menduduki rangking pertama dalam konlik agraria di Propinsi Sumatera Utara.

72


Mengejar Keadilan Agraria di Deli Serdang

Tanah Deli dalam Himpitan Modal Raksasa Perkebunan Menggunakan transportasi jalur darat dari arah imur Pulau Sumatera menuju Kota Medan pasi akan melewai sebuah wilayah yang disebut sebagai Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara. Sebelum disebut sebagai Sumatera Utara, wilayah ini dahulunya dikenal dengan nama “Sumatera Timur”. Secara geograis Deli Serdang terletak di pesisir Sumatera Timur yang berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Asahan. Di bagian barat, wilayah ini berbatasan dengan dataran inggi Karo dan Simalungun. Tanah Deli ini pada masa kolonial sering disebut sebagai “tanah emas” karena kesuburan tanahnya. Kesuburan tanah Deli oleh pemerintahan kolonial Belanda dimanfaatkan untuk membangun industri perkebunan tembakau yang pada mulanya dirinis oleh seorang pengusaha swasta asing asal Belanda yang bernama Jacob Nienhuys. Pada tahun 1864 atas bantuan dari Sultan Deli, Nienhuys diberikan tanah seluas 4.000 bau untuk mengembangkan perkebunan tembakau tanpa uang sewa. Bermodal pengalaman mengelola perkebunan tembakau pada masa sebelumnya di tanah Jawa, pada tahun 1865 tembakau Nienhuys mendapat pengakuan di Amsterdam sebagai tembakau bermutu inggi. Pada tahun 1869 di bawah bendera Deli Maatschappij, Nienhuys meminjam modal dari Nederlansche Handelmaatschappij (NHM) untuk memperluas usahanya tersebut. NHM merupakan maskapai perkebunan pertama dan terbesar di Sumatera Timur (Budi Agustono, 1997). Pemerintahan kolonial Belanda melakukan suatu kontrak poliik dengan Sultan Deli yang disebut “akta konsesi” atau kontrak tanah pertama kali pada tahun 1877 yang berisi suatu kesepakatan penyewaan tanah-tanah yang diklaim milik kesultanan Deli untuk pengembangan in-

73


Mengejar Keadilan Agraria di Deli Serdang

dustri perkebunan tembakau. Situasi ini mendorong secara progessif pertumbuhan perusahaan-perusahaan perkebunan baru bermodal asing di kawasan Deli dan sekitarnya. Dalam catatan Jan Breman (1989), jumlah perusahaan perkebunan di Sumatera Timur hingga tahun 1904 telah mencapai angka 114. Dampak yang diimbulkan dari pembukaan dan perluasan perkebunan tersebut adalah meningkatnya kebutuhan tenaga kerja dalam jumlah besar. Di awal perinisannya, Nienhuys memperoleh pekerja Cina sebanyak 88 orang yang didatangkan dari Penang melalui sistem kongsi dibawah kekuatan Cina Straits Settlement pada tahun 1865 (Anthony Reid, 2011). Mengikui jejak Nienhuys, semua perusahaan baru akhirnya mengimpor tenaga kerja dari Cina, India dan Jawa antara tahun 1880an hingga 1930, seiring dengan semakin pesatnya perkembangan angka investasi dan pertumbuhan perusahan perkebunan. Kondisi ini berdampak pada peningkatan populasi dan kepadatan penduduk di tanah Deli sekaligus membentuk komponen tunggal terbesar penduduk cuultuurgebied (wilayah perkebunan) di saat perkebunan mulai didominasi oleh pekerja dari Jawa. Pendominasian pekerja Jawa bermula keika perusahaan perkebunan mulai kesulitan untuk mendapatkan pekerja Cina yang disebabkan oleh suatu “krisis kepercayaan� pekerja Cina terhadap prakik ketenaga kerjaan yang buruk di tanah Deli (Anthony Reid, 2011). Selain berdampak pada meningkatnya jumlah populasi penduduk dan pembabatan hutan secara luas, hadirnya perkebunan juga membawa dampak pada berubahnya sistem pertanian masyarakat di tanah Deli. Masyarakat melayu sebagai penduduk terbesar di tanah Deli melakukan kegiatan pertanian dengan sistem ladang berpindah keika perkebunan kolonial belum bercokol. Namun sesu-

74


Mengejar Keadilan Agraria di Deli Serdang

dah industri perkebunan tembakau mulai bercokol dan beroperasi, cara bercocok tanam ladang berpindah (rebah) orang Melayu ikut berubah menjadi menetap di atas tanah bekas perkebunan tembakau yang telah dipanen, atau yang disebut sebagai “tanah jaluran (Budi Agustono, 1997). Selanjutnya di era awal kemerdekan Republik Indonesia, tepatnya pada tahun 1957, terkait dengan krisis poliik perebutan Irian Barat, Soekarno selaku Presiden mengumumkan untuk mengambil alih (nasionalisasi) seluruh tanah-tanah perkebunan milik Belanda. Tanah-tanah tersebut dikelola oleh Pusat Perkebunan Negara (PPN) yang selanjutnya menjadi cikal bakal lahirnya Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN). Lengsernya rejim Demokrasi Terpimpin membawa Indonesia dibawah kuasa Rejim Orde Baru. Berkuasanya rejim Orde Baru, perkebunan merupakan salah satu komoditas andalan untuk menambah angka pendapatan devisa negara. Hal ini sangat dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan minyak nabai di negara-negara dunia pertama. Dampak dari kepeningan tersebut adalah meningkatnya kebutuhan lahan dalam jumlah luas untuk perluasan kawasan perkebunan. Situasi ini kembali mendorong terjadinya konlik di masyarakat akibat penyerobotan-penyerobotan tanah petani, khususnya di wilayah Deli dan sekitarnya. Dalam catatan peneliian penulis, terdapat 33 kasus perampasan tanah petani oleh perkebunan negara (PTPN) ataupun korporasi perkebunan swasta sepanjang sejarah Orde Baru di kabupaten Deli Serdang. Luas lahan petani yang dirampas mencapai angka 6.605 hektar yang berdampak pada kehidupan ekonomi rumah tangga sebanyak 10.020 KK. Runtuhnya rejim otoritarian Orde Baru, membawa harapan bagi petani untuk mendapatkan kembali

75


Mengejar Keadilan Agraria di Deli Serdang

tanahnya. Era transisi demokrasi (reformasi) dimaknai oleh petani memberikan ruang dan peluang untuk mengakses alat produksi mereka (tanah) yang telah puluhan tahun dirampas oleh korporasi negara ataupun swasta. Selain menempuh perjuangan bergaya ekstra legal lewat pendudukan lahan, perjuangan legal dengan cara menggugat korporasi perkebunan juga ditempuh oleh sebagian kelompok petani. Namun seringkali cara-cara tersebut berbuah kegagalan, bahkan menurut catatan peneliian penulis idak satupun gugatan yang diajukan sepanjang tahun 2000-2012 dapat dimenangkan oleh petani. Jikapun dimenangkan di pengadilan ingkat kabupaten (PN), petani akan menemui kekalahan di ingkat pengadilan ingkat propinsi (PT) ataupun Mahkamah Agung. Di lain pihak, dalam perjuangannya petani juga kerap dihadapkan dengan wajah baru fasisme negara dan korporasi perkebunan pasca Orde Baru dalam bentuk munculnya kelompok-kelompok milisi sipil bersenjata. Kelompok-kelompok milisi sipil bersenjata tersebut kerap kali bernaung dibawah bendera Organisasi Kepemudaan, seperi Pemuda Pancasila (PP), Ikatan Pemuda Karya (IPK), ataupun Serikat Pekerja Perkebunan yang dibentuk oleh Perusahaan perkebunan. Seidaknya terdapat 14 kasus kekerasan terhadap petani sepanjang tahun 19992012 yang melibatkan kelompok milisi sipil bersenjata di wilayah Deli Serdang. Dari 14 kasus tersebut, menurut catatan peneliian penulis telah menyebabkan 13 korban luka, 12 dikriminalisasi dan 3 meninggal di pihak petani.

76


Mengejar Keadilan Agraria di Deli Serdang

Konlik dan Kekerasan Agraria Pasca Reformasi (1998) Di Kabupaten Deli Serdang

77


Mengejar Keadilan Agraria di Deli Serdang

78


Mengejar Keadilan Agraria di Deli Serdang

79


Mengejar Keadilan Agraria di Deli Serdang

80


Mengejar Keadilan Agraria di Deli Serdang

Sumber : Diolah dari beberapa wawancara dan sumber lainnya (Deli Serdang Insitute, Bakumsu, KPA, Sawitwatch)

Media (Radio) Komunitas di Tanah Konlik Uraian diatas telah memperlihatkan bagaimana tantangan terbesar dalam mewujudkan keadilan agraria di era transisi demokrasi. Selain dihadapkan dengan kebuntuan hukum negara dan ancaman milisi sipil bersenjata, perjuangan petani tanah Deli juga jarang mendapatkan tempat yang strategis di pemberitaan media mainstream. Seringkali, mereka diposisikan sebagai penjarah tanah negara, melakukan pendudukan liar, kelompok bayaran hingga cap sebagai teroris. Pemberitaan yang demikian terkadang bukan hanya disebabkan oleh lemahnya invesigasi para awak media terhadap kasus-kasus yang terjadi, namun juga dipengaruhi faktor kepeningan ekonomi poliik perusahaan perkebunan yang selanjutnya menghasilkan opini transaksional. Dalam sebuah peneliian yang dilakukan penulis di Kabu-

81


Mengejar Keadilan Agraria di Deli Serdang

paten Deli Serdang selama kurun waktu Januari-Maret tahun 2010, ditemukan beberapa kali sebuah pertemuan tertutup antara awak media mainstream (cetak dan televisi) dengan salah satu pejabat inggi Perusahaan Perkebunan milik negara (PTPN II) di salah satu Pusat Perbelanjaan ternama di kota Medan. Pertemuan tersebut bertujuan untuk membahas salah satu kasus perampasan tanah milik petani Limau Mungkur, Deli Serdang yang sejak tahun 1972 dikuasai oleh PTPN II. Secara hukum, kasus tersebut telah dimenangkan oleh pihak petani di ingkat pengadilan, namun karena selama ini wilayah konlik tersebut menjadi basis inansial bagi pejabat PTPN II, pihak PTPN II tetap berusaha untuk mempertahankan wilayah tersebut untuk idak dikembalikan ke pihak petani. Tepat pada tanggal 8 Maret 2010, pertemuan tersebut menghasilkan sebuah kesepakatan untuk melakukan sebuah “operasi”. Keesokan harinya sebuah grup milisi sipil yang bermitra dengan PTPN II bersama para awak media melakukan penyisiran di wilayah konlik kebun Limau Mungkur. Mereka menyebutnya sebagai operasi ruin untuk “menangkap” petani yang selama ini mereka cap sebagai “pencuri” kepala sawit milik PTPN II kebun Limau Mungkur. Secara membabi buta operasi tersebut melukai seorang warga yang sedang mencari rumput untuk kebutuhan pakan ternaknya. Warga tersebut terluka akibat tertembak di bagian tangan kanan. Kejadian itu selain ditujukan untuk membangun sebuah opini bahwa “petani” adalah pihak yang salah juga sekaligus sebagai indakan untuk meredam perlawanan petani. Dari uraian ini sekali lagi didapatkan suatu gambaran bagaimana keadilan agraria mendapatkan tantangan-tantangan terberat. Perjuangan-perjuangan agraria

82


Mengejar Keadilan Agraria di Deli Serdang

di Deli Serdang umumnya hanya mendapatkan tempat di media-media cetak komunitas yang terbatas, misalnya bullein atau majalah terbitan Serikat Petani Lokal, Serikat Buruh dan Organisasi Mahasiswa Pro Demokrasi.

Dari tahun ke tahun, konlik agraria di Deli Serdang semakin meningkat dan kerap berujung pada kekerasan yang menelan korban di pihak petani. Bahkan hingga bulan Juni tahun 2013, konlik perampasan tanah milik petani Limau Mungkur telah menelan korban meninggal dunia hingga 2 orang. Lalu langkah lain apa yang bisa dilakukan untuk mendukung keadilan agraria ? Dalam momentum yang berbeda, awal Juli tahun 2013, Combine Resource Insituion (CRI) dan Insitute for Research and Empowerment (IRE) sedang merencanakan sebuah kegiatan kolaborasi dan konsolidasi di ingkat akar rumput dengan mengambil tema “konlik sumberdaya alam�. Kegiatan ini ditujukan untuk memetakan ulang persoalan-persoalan konlik sumberdaya alam sekaligus dalam rangka membangun ruang konsolidasi kekuatan akar rumput untuk melawan kekuatan korporasi. Dengan alasan tertentu, Deli serdang dipilih menjadi salah satu tempat untuk diadakannya acara tersebut.

83

Foto : Deli Serdang Insitute

Warga yang Menjadi Korban Kekerasan Milisi Sipil PTPN II Kebun Limau Mungkur


Mengejar Keadilan Agraria di Deli Serdang

Pada mulanya, kegiatan ini hanya melibatkan organisasi petani lokal yang bernama Forum Rakyat Bersatu. Sebuah organisasi yang memiliki anggota lebih dari sepuluh ribu orang yang tersebar di beberapa kabupaten dalam wilayah Propinsi Sumatera Utara. Namun dipertengahan persiapan kegiatan konsolidasi, muncul sebuah ide untuk melibatkan media (radio) komunitas yang ada di kabupaten Deli Serdang. Wahana FM dipilih dan bersepakat untuk terlibat dalam kegiatan yang berbentuk panggung terbuka tersebut. Keterlibatan Wahana FM dalam acara ini adalah merekam dan mencatat proses kegiatan acara yang selanjutnya akan disiarkan secara terpisah di radio mereka. Tepat pada tanggal 3 Juli 2013, acara ini diselenggarakan di Desa Kuala Namu, Kabupaten Deli Serdang dan dihadiri sekitar 300an anggota FRB. Petani yang tergabung dalam FRB menyadari bahwa untuk memperluas kampanye kasus-kasus mereka dibutuhkan suatu media alternaif. Salah satu pengurus organisasi FRB, Rabualam Syaputra mengatakan di sela-sela acara panggung terbuka “jika kita terlalu banyak berharap dari media mainstream maka sama saja kita membangun ilusi baru, karena selama ini dapat terlihat jelas bagaimana media-media cetak lokal memposisikan kita sebagai orang yang dianggap pelaku kriminal, sudah seharusnya kita membangun media sendiri dalam bentuk apapun�. Pernyataan ini direspon oleh salah satu pengurus Wahana FM “jarang sekali memang radio-radio yang ada, baik radio komersial ataupun yang mengklaim sebagai radio komunitas di Deli Serdang ikut mengkampanyekan isu-isu agraria, maka ini menjadi momentum baru bahwa untuk kedepan rakom harus bisa mengambil peran dalam perjuangan petani�. Di penghujung acara, Wahana FM berkomitmen akan mengkampanyekan konlik-konlik agraria yang terja-

84


Mengejar Keadilan Agraria di Deli Serdang

di di Deli Serdang untuk dimasukkan ke dalam siaran yang mereka kelola.

Releksi : Mencari Isu Strategis Membaca pernyataan diatas, muncul satu pertanyaan “ mengapa radio komunitas di wilayah Deli Serdang jarang melebur dengan isu-isu keadilan agraria yang secara khusus menjadi isu pokok-utama dari rakyat yang mendiami wilayah tersebut ? Lalu, isu-isu apa yang sering diangkat oleh radio komunitas setempat dalam pemberitaan di radionya? Seiring dengan munculnya radio-radio komunitas yang umumnya lahir pada pasca Orba, seringkali isu-isu yang dikampanyekan oleh radio-radio komunitas jarang menyentuh pada akar persoalan “pencipta kemiskinan struktural” yang ada didaerahnya. Akar persoalan disini diarikan dengan sebuah pendekatan yang berbasis pada “kegiatan produksi mayoritas” masyarakat yang ada di dalamnya. Secara ringkas, jika basis kegiatan produksi mayoritas penduduk di Deli Serdang adalah sebagai petani maka sudah selayaknya isu-isu ataupun tema yang diangkat dalam bentuk berita di rakom setempat haruslah persoa-

85

Foto : Deli Serdang Insitute

Kegiatan Panggung Rakyat di Desa Kuala Namu, Deli Serdang


Mengejar Keadilan Agraria di Deli Serdang

lan-persoalan di seputar agraria dan dinamikanya. Adapun persoalan dan dinamika yang dimaksud adalah : keimpangan kepemilikan lahan, luas areal pertanian yang menyempit, pengelolaan irigasi, konlik perampasan, sistem pasar, kelangkaan pupuk dan dinamika persoalan lainnya. Begitu juga sebaliknya jika Deli Serdang merupakan kabupaten yang mayoritas penduduknya adalah buruh industri ataupun perkebunan maka selayaknya isu-isu ataupun tema yang diangkat dalam bentuk berita di rakom setempat adalah persoalan-persoalan perburuhan dan dinamikanya. Namun dalam realitanya, rakom-rakom yang ada lebih memilih isu-isu seputar penyaluran dana PNPM, BLSM, ataupun isu-isu populis lainnya. Secara kriis bukan berari isu-isu tersebut idaklah pening, namun jika rakom diposisikan sebagai media yang juga dapat berperan sebagai alat edukasi pembongkar kemiskinan struktural maka akan lebih tepat jika isu yang dipilih adalah “akar persoalan” yang membentuk kemiskinan tersebut. Dalam hal ini akar pencipta kemiskinan yang dimaksud adalah “persoalan perampasan tanah”. Tanpa sadar terkadang pemilihan isu-isu seperi PNPM, BLSM menjadi berita di rakom juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor tersebut salah satunya adalah keterlibatan kelompok-kelompok lain seperi NGO yang lebih memilih isu-isu populis seperi PNPM, BLSM sebagai isu utama dalam agenda program kerjanya. Tidak heran jika selanjutnya banyak rakom yang terlibat dalam “kolaborasi” dengan NGO juga akan terpengaruh dengan isu-isu yang demikian dan tetap merasa menjadi “kriis”. Sebagai penutup, bila diasumsikan bahwa sumber pendanaan sebahagian NGO berasal dari korporasi-korporasi raksasa di bidang pertambangan dan perkebunan maka dengan segala cara mereka akan berusaha menjaga

86


Mengejar Keadilan Agraria di Deli Serdang

agar isu-isu melawan korporasi pertambangan, perkebunan ataupun lainnya menjadi haram untuk ditumbuh kembangkan di ingkat akar rumput. Menghadapi situasi yang demikian, dapatkah rakom menjawab akar kemiskinan struktural yang terjadi di komunitas ? Beranikah rakom memilih isu-isu keadilan agraria dengan mengatakan “lawan kapitalisme perkebunan ataupun pertambangan� ? Benarkah model membangun isu dengan melihat “kegiatan produksi mayoritas� di daerahnya menjadi ideal untuk menciptakan rakom yang menubuh dengan komunitas ? Pemberitaan Berdasarkan Kegiatan Produksi Mayoritas Wilayah

Mata Pencaharian Penduduk Keseluruhan 45 persen : petani 35 persen : buruh 10 persen : nelayan 5 persen : PNS 5 persen : dll

Isi Pemberitaan Ideal

Idealnya adalah radio komunitas lebih berfokus pada isu-isu persolan-persoalan yang dihadapi petani (ketersediaan tanah, irigasi,konlik sumberdaya, dll). Asumsinya adalah jika pemenuhan hak-hak petani dan krisis agraria telah terselesaikan maka isu BLSM tidak menjadi penting karena persoalan sesungguhnya adalah jika petani memiliki akses terhadap alat produksi secara adil, keadilan ekonomi akan tercipta. Fokus pemberitaan ideal selanjutnya adalah persoalan-persoalan perburuhan. Fokus pemberitaan ideal selanjutnya adalah persoalanpersoalan yang ada di seputar pesisir dan nelayan, dst.

87


Tentang Penulis Akhmad Rofahan Lahir di Cirebon, 9 Maret 1985. Saat ini akif sebagai pengurus Jaringan Radio Komunitas (JRK) Jawa Barat, Ketua JARIK Cirebon, Direktur Program Jingga Media Cirebon, dan Ketua Rakom Best FM Buntet Pesantren. Ia sekarang inggal di Buntet Pesantren Astanajapura Cirebon dan dapat dihubungi melalui email: rovahan@gmail.com Aris Haryanto Lahir di Gresik, 14 Maret 1984. Sejak tahun 2012 hingga sekarang akif sebagai pegiat COMBINE Resource Insituion. Sempat juga terlibat akif dalam pengembangan strategi kampanye untuk mayarakat terisolasi di Bali Timur bersama East Bali Poverty Project (2010 - 2012). Peminat videograi yang sempat produkif di salah satu rumah produksi di Yogyakarta. Di luar akiitas di COMBINE Resource Insituion sedang belajar infograis dan memelihara ikan koi. Di Yogyakarta bertempat inggal di Ds. Kepek, Timbulharjo, Bantul. Email: redigor.hariyanto@gmail.com Muhammad Syairi Lahir di Loim, 31 Desember 1966. Saat ini inggal di Dusun Ancak Barat Desa Karang Bajo Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara-NTB. Sekarang berakiitas sebagai Ketua Rakom Primadona FM, Editor Suara Komunitas Lombok Utara, dan guru SMK Kesehatan Hamzar Bayan Lombok Utara. Email: ariprimadona@gmail.com Muhammad Afandi Lahir di Sumatera Utara pada bulan Agustus 1982 dan sekarang inggal di Yogyakarta. Di Combine Resource Insituion berada di divisi Litbang. Email: afandi@combine.or.id

88



Berbeda dengan media arus utama, media komunitas hidup dalam banyak keterbatasan. Mulai dari dana, daya jangkau hingga perhaian dari penguasa yang antara lain tercermin dari regulasi yang ada. Padahal di sisi lain media komunitaslah yang justru sebenarnya memiliki kemampuan menyuarakan kepeningan riil serta masalah yang dihadapi masyarakat di sekitarnya. Namun ternyata segala keterbatasan tersebut idak membuat media komunitas jalan di tempat dan menyesali nasib. Strategi sederhana tapi telah teruji untuk menyiasai situasi ini adalah dengan kolaborasi. Kerja berjaringan baik dengan sesama media komunitas, Lembaga Swadaya Masyarakat, media arus utama hingga lembaga negara dibutuhkan untuk menggemakan suara komunitas yang diharapkan berujung pada solusi, antara lain berupa perubahan atau kebijakan baru. Buku ini memuat empat cerita kolaborasi yang dilakukan media komunitas saat mengadvokasi kepeningan masyarakat. Tentu ada banyak cerita lain yang tersebar di penjuru negeri. Ada yang menuai keberhasilan, ada yang masih berjuang. Tulisan-tulisan ini sekedar perhenian sejenak bagi kita yang bergiat di dunia media komunitas, untuk berbagi inspirasi dan semangat, dan kemudian bersama-sama lagi melanjutkan perjalanan pembelaan kepeningan komunitas.

90


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.