kombinasi_56-2014

Page 1

Edisi ke-56 Juni 2014 ď Ź kombinasi.net


ari rEdaKsi ilustrasi: viEnna-wv.com

D

S

ecara garis besar, film Holly­ wood berjudul Promise Land mengisahkan upaya sebuah perusahaan gas alam membu­ juk warga di sebuah desa kecil di Ame­ rika Serikat agar mengijinkan eksplo­ itasi gas di lahan mereka. Masyarakat di desa itu digambarkan begitu mis­ kin dan minim akses informasi. Aki­ batnya sebagian di antaranya setuju untuk menandatangani kontrak kare­ na iming­iming uang yang besar, ser­ ta yang paling penting, janji perusa­ haan bahwa proses eksploitasi akan berjalan aman dan tidak menggang­ gu kehidupan masyarakat. Ternyata di kemudian hari muncul informasi yang bertolak belakang. Pro­ ses eksploitasi yang akan dilakukan itu ternyata dampaknya sangat ber­ bahaya, tidak saja untuk ternak tapi bahkan untuk manusia. Informasi ini disebarkan ke komunitas melalui pam­ flet sehingga mendorong warga un­ tuk mendiskusikannya, dan ujungnya kemudian adalah warga menolak ren­ cana perusahaan gas tersebut. Di Indonesia, nun  jauh dari Holly­ wood, situasinya kurang lebih seper­ ti itu. Upaya penghisapan sumber da­ ya alam melalui penambangan yang 2

 Kombinasi  Edisi ke-56  Juni 2014 

an Daf­ ang isinya usi ten­ angkan. erjang De­ otoriter merusak lingkungan terus dilakukan. at bagai­ Upaya ini selalu dibarengi penal nyebera­ bar­ an informasi sepihak dari perusaha­ an bahwa semuanya aman,mah sesuai hu­ Kons­ kum dan akan membawa kese jahte­ gemba­ raan bagi komunitas setem pat. dari sanksi Inilah ujian bagi komunitas terse­ but. Saat mereka memiliki informasi yang berbeda tentang dampak peng­ hisapan tersebut, mereka mesti ber­ tarung untuk menyebarkannya pada publik. Tentu bukan pertarungan yang seimbang dan ideal, mengingat per­ usahaan korporasi dengan dana tidak terbatas akan menggunakan banyak cara termasuk membentuk opini lewat media arus utama yang lebih massif. Akan tetapi, ketika membaca edisi adi pra­ ini, kita tahu bahwa komunitas di Rem­ isi serta bang, di Kulonprogo, di Sidoarjo an. dan mungkin di banyak tem pat lain me­ amanat yang miliki cara guna mempertahankan ke­ belum di­ daulatan wilayahnya. Mereka pantang pemerintah dan menyerah menyebarkan informasi se­ hingga sungguhnya pada publik, bahkan bila gi demo­ perlu dengan melakukan aksi.  Men­ jadi tugas kita membantuminim. merekaKi­ de­ uaskan ngan cara yang kita bisa, termasuk ikut menyebarkan informasi darimasya­ mereka lu­ agar publik tak hanya disudibuat guhi infor­ masi ciptaan korporasi.  

Pemimpin Redaksi Imung Yuniardi Redaktur Pelaksana Idha Saraswati Kontributor Ming Ming Lukiarti, Ferdy S Putra, Maryani, Fatchur Rahman, M Afandi Ilustrasi Dani Yuniarto Sampul Dani Yuniarto Tata Letak MS Lubis Alamat Redaksi Jalan KH Ali Maksum RT 06 No. 183 Pelemsewu, Panggungharjo, Sewon, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia 55188 Telp/Fax: 0274-411123 Email: redaksikombinasi@combine.or.id Website: http://kombinasi.net

Kombinasi adalah majalah dua bulanan yang diterbitkan oleh Combine Resource Institution atas dukungan dari Ford Foundation. Combine Resorce Institution adalah lembaga yang mendukung pengembangan jaringan informasi berbasis komunitas. Redaksi Majalah Kombinasi menerima opini, resensi, maupun tulisan berbasis peliputan seputar tema media komunitas. Panjang tulisan sekitar 6.000 karakter (with spaces), dengan mencantumkan foto untuk tulisan non opini, dan dikirim ke redaksikombinasi@ combine.or.id. Redaksi berhak memilih dan menyunting tulisan yang masuk ke majalah Kombinasi. Penulis yang karyanya dimuat akan mendapat honor sepantasnya.


I

nfo sEKilas

limaPuluH Kota

P

ada Minggu (25/5), tiga Ke­ lompok Informasi Masyara­ kat (KIM) dari Malaysia dan Brunai Darussalam mengun­ jungi KIM VII Koto Talago, Kecamatan Guguak, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat. KIM tersebut adalah KIM Selangor, KIM Negeri Sembilan, dan KIM Persekutuan Tanah Melayu. Mereka datang didampingi Direk­ tur Layanan Luar Negeri Kementerian Komunikasi dan Informasi, serta Ke­ pala Dinas Perhubungan Kominfo Ka­ bupaten Limapuluh Kota. Salah satu KIM yang dikunjungi ialah Kelompok Senior Ganepo UP3HP Padang Kan­ di, Nagari VII Koto Talago, yang me­ rupakan binaan KIM VII Koto Talago. Sesampainya di lokasi acara, delegasi KIM negara Malaysia dan Brunai Da­ russalam disambut dengan Tari Pa­ sambahan oleh anak nagari VII Koto Talago. Dalam sambutannya, Wali Nagari VII Koto Talago Jon Hendri menutur­ kan, keberadaan KIM VII Koto Talago

diawali lewat kegiatan Program Pem­ berdayaan Petani melalui Teknologi Informasi Pertanian (P3TIP) yang di­ mulai pada 2008. Ketika program ter­ sebut berakhir pada 2012, kelompok peserta program tersebut tetap eksis melakukan kegiatan di bidang pem­ berdayaan Sumber Daya Manusia me­ lalui pemanfaatan teknologi informa­ si pertanian. Inilah awal mula berdi­ rinya KIM VII Koto Talago. Sampai saat ini KIM VII Koto Tala­ go terus melakukan kegiatan seperti pelatihan pengenalan serta aplikasi media internet sebagai media pema­ saran, toko online, dan workshop UM­ KM untuk pelaku usaha. Pelatihan ini merupakan kerjasama antara Peme­ rintah Nagari VII Koto Talago, KIM VII Koto Talago, dan tim pengabdian ma­ syarakat dari Universitas Negeri Pa­ dang (UNP). Adapun untuk sosialisasi program PNPM, tim sosialisasi KIM VII Koto Talago bekerja sama dengan Radio Ko­ munitas Taratak FM. Acara kunjung­

an ini juga diliput serta disiarkan se­ cara langsung oleh Radio Komunitas Taratak FM. KIM VII Koto Talago be­ kerja sama dengan pemerintah setem­ pat dan SMKN 2 Guguak juga sudah memiliki media online www. 7kotota lago.limapuluhkota.org. Heri Nizwar, Ketua KIM VII Koto Ta­ lago, dalam presentasinya menjelas­ kan, KIM ini bertujuan meningkatkan kecerdasan, pengetahuan dan kese­ jahteraan masyarakat, serta menjadi mitra kerja pemerintah dalam menye­ barluaskan informasi pembangunan kepada masyarakat sesuai dengan si­ tuasi dan kebutuhan masyarakat. KIM juga menjadi jembatan informasi da­ ri pemerintah kepada masyarakat dan sebaliknya. Salah satu delegasi KIM Selangor, Malaysia, mengaku amat senang dan berterima kasih atas sambutan yang diberikan. Pihaknya juga kagum ter­ hadap produk­produk yang dihasil­ kan mitra binaan KIM VII Koto Tala­ go.  www.suarakomunitas.net

Kombinasi  Edisi ke-56  Juni 2014

3

suaraKomunitas.nEt

KIM Malaysia dan Brunai Darussalam Kunjungi KIM VII Koto Talago


nfo sEKilas

foto-foto: suaraKomunitas.nEt

I

rEmbang

Semen Indonesia Siap Diskusi dengan Kelompok Penolak

R

encana pembangunan pab­ rik semen baru di Kabupaten Rembang oleh PT Semen In­ donesia akan direalisasikan pada 2014 ini. Hanya saja, peletakan batu pertama sebagai penanda dimu­ lainya bangunan pabrik yang dijadwal­ kan dilakukan pada medio Juni dipas­ tikan molor dari rencana awal. Demi­ kian kata staf Biro Humas Semen In­ donesia Faiq Niyazi, Minggu (8/6). “Pembangunan pabrik akan dilaku­ kan tahun ini. Memang untuk renca­

na peletakan batu pertama yang kami jadwalkan pada Juni ini, mundur da­ ri rencana awal,” terangnya. Sementara itu, tentang munculnya penolakan dari sebagian elemen ma­ syarakat terkait dengan rencana pem­ bangunan pabrik, pihaknya mengaku telah berupaya mengajak mereka ber­ diskusi, terutama yang terkait dengan alasan keberatan mereka yang menye­ but kawasan rencana pabrik terletak pada kawasan karst Pegunungan Ken­ deng Utara yang dilindungi.

“Belum lama ini, perusahaan telah mengundang kelompok warga yang menentang rencana pendirian pabrik semen untuk diskusi bersama dengan mendatangkan para ahli karst dari be­ berapa universitas di Yogyakarta. Ta­ pi mereka urung datang dengan ala­ san mereka menghendaki datang da­ lam jumlah besar bukan hanya perwa­ kilan,” katanya. Faiq juga menegaskan bahwa ren­ cana pembangunan pabrik semen di Rembang tak menabrak regulasi. Hal itu bisa dilihan dengan terbitnya Ke­ putusan Menteri ESDM No. 2641K/ 40/MEM/2014 Tentang Penetapan Ka­ wasan Bentang Alam Karst Sukolilo. “Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbit­ kan serta memberlakukan keputusan Menteri ESDM Nomor 2641K/40/ME M/2014. Peraturan tersebut menjadi dasar perlindungan kawasan karst Pe­ gunungan Kendeng Utara yang mem­ bentang dari Kabupaten Grobogan, Blora, dan Pati. Sedangkan Rembang tidak termasuk dalam keputusan ter­ sebut sehingga tidak perlu lagi diper­ debatkan,” tegasnya. Meskipun demikian Manajemen PT Semen Indonesia membuka diri bagi pihak­pihak yang kontra untuk disku­ si dalam koridor ilmiah. “Kita siap un­ tuk berdiskusi dengan kawan­kawan yang tidak setuju sepanjang disertai dengan agumentasi ilmiah,” pungkas­ nya.  www.suarakomunitas.net

lomboK utara

Media Harus Berimbang Beritakan Capres-Cawapres BEBERAPA media televisi nasional, online, dan media cetak hampir setiap saat menyuguhkan berita terkait pemilihan calon presiden beserta wakilnya. Tetapi ka­ dang­kadang berita yang disuguhkan membuat pemi­ lih tambah bingung karena tidak berimbang. Demiki­ an ungkap Jaelani dalam Forum Warga III yang digelar Radia Komunitas Primadona, Sabtu (7/6) malam. Sebuah stasiun televisi, lanjut Jaelani, pernah me­ nampilkan hasil survei kedua pasangan capres­cawa­ pres. Namun, survei tersebut dinilai sebagai hasil re­ kayasa karena sering memojokkan salah satu pasang­ 4

Kombinasi  Edisi ke-56  Juni 2014

an capres. “Hasil survei yang ditampilkan oleh satu te­ levisi nasional saya rasa hanya buatan belaka,” ujar Jae­ lani. Seharusnya, lanjut Jaelani, berita yang disampai­ kan media adalah berita yang tepat, akurat dan terper­ caya, bukan opini yang tidak jelas sumbernya. Sementara Taufiq dari Kecamatan Sembalun Kabu­ paten Lombok Timur menilai, visi­misi kedua pasang­ an capres­cawapres sudah cukup baik. Hanya saja, ma­ sing­masing pendukung perlu menyampaikan isi dan misi itu dengan bahasa yang santun sehingga tidak sa­ ling menyalahkan.  www.suarakomunitas.net


buton

Ibu Pekka Berkarya dengan Sampah SAMPAH tak selamanya menjijikkan. Hal ini dibuktikan Ibu PEKKA Ke­ lompok Kuncup Mekar Desa Wajahjaya, Kecamatan Lasalimu Selatan, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara yang membuat kerajian tangan be­ rupa tas keranjang dari bahan bekas. Proses pembuatan satu tas keranjang itu membutuhkan waktu dua minggu. Bahan dasarnya menggunakan gelas bekas minuman siap saji dan tali tambang kecil berwarna biru sebagai penyatunya, serta pipa elastis bening berukuran kecil sebagai pegangannya. Tas keranjang ini mampu memuat beban hingga lima kilogram. “Yang penting mau melakukannya, sampah pun bisa menjadi karya yang bagus dan memiliki kegunaan. Tetapi kami belum memasarkanya karena masih membutuhkan bahan lain agar terlihat lebih cantik lagi,” tutur Yuliatin ketua kelompok tersebut.  www.suarakomunitas.net

bantaEng

Petani Kopi Butuh Pelatihan Budidaya KELoMPoK petani kopi di Kabupa­ ten Bantaeg, Sulawesi Selatan, men­ dapat kunjungan dari Ford Founda­ tion. Kunjungan tersebut merupakan bentuk evaluasi Project Bawakaraeng Coffee tahap I yang dilakukan oleh Ya­ yasan Pensa Agro Mandiri (Yapensa) yang didanai Ford Foundation. Kunjungan itu dimulai dari kebun pembibitan yang berlokasi di Dusun Panjang Utara, dilanjutkan ke Sekre­ tariat Kelompok Tani Baji Ati 2 untuk melihat cara pengolahan kopi arabi­ ka, mulai dari penggilingan buah ge­ londongan hingga masuk dalam me­ sin Pulper untuk menjadi Kopi Gabah yang disebut dengan pulping. Lalu rombongan menuju Sanggar Tani yang berada di Kebun Percontoh­ an Dusun Bawa', kemudian ke sekre­ tariat Kelompok Tani Baji Ampe. Haji

Jumali, Ketua Kelompok Tani Bumdes Labbo, mengaku amat bersyukur de­ ngan adanya Yapensa dan Ford Foun­ dation di Desa Labbo. Ia berharap ke depan Yapensa bisa memberikan pe­ latihan budidaya, karena Dinas Per­ kebunan setempat tidak lagi menye­ diakan tenaga penyuluh untuk budi­ daya kopi. Selain itu, ia berharap subsidi un­ tuk petani, misalnya berbentuk pupuk. Harapan senada diungkapkan sejum­ lah petani yang mendapat kesempat­ an untuk bicara. Selain itu, petani ju­ ga berharap ada bantuan akses jalan ke kebun kopi yang jaraknya jauh. Menanggapi hal tersebut, Ketua Ya­ pensa Hermansyah Gafur menjelas­ kan bahwa ke depan Yapensa sudah merencanakan adanya perubahan po­ la dari pertemuan kelompok yang ada pada tahap I menjadi kegiatan seko­ lah lapang. Sedangkan Pimpinan Ford Foundation menjelaskan bahwa ban­ tuan akan disesuaikan kebutuhan dan kemampuan, karena ada hal yang bi­ sa dibantu dan ada yang tidak. Ford Foundation, misalnya, tak bisa mem­ buat jalan karena itu tugas Pemerin­ tah Daerah yang bisa dilakukan lewat PNPM.  www.suarakomunitas.net

slEman

Lestarikan Tradisi Dandan Kali TIDAK hanya Pulau Dewata yang memiliki air suci, masyarakat Du­ sun Petung, Desa Kepuharjo, Cang­ kringan, Sleman, DI Yogyakarta ju­ ga memiliki air suci. Warga seki­ tar menyebutnya dengan nama Ka­ li Batur, kali yang berasal dari se­ buah mata air yang sampai kini ti­ dak pernah habis. Ketika ada pernikahan ataupun sunatan, warga yang punya hajat selalu mengambil air di mata air Kali Batur yang digunakan untuk masak dan mandi. Hal ini dilan­ dasi kepercayaan bahwa air dari Kali Batur memberikan berkah. Setiap bulan Ruwah dalam pe­ nanggalan jawa, warga sekitar me­ miliki tradisi Dandan Kali. Tradisi ini sudah ada sejak zaman nenek moyang, dan terus dilakukan seca­ ra turun temurun hingga saat ini. Dandan kali adalah sebuah tradi­ si untuk membersihkan mata air, yang diakhiri kenduri dengan me­ nyembelih seekor kambing. Meski kondisi Kali Batur tidak seperti dulu akibat Erupsi Merapi, warga masih melestarikan tradisi ini, yang tahun ini berlangsung pa­ da Sabtu (8/6) dan Minggu (9/6). Pada hari terakhir, warga meng­ ungkapkan syukur atas rahmat Tu­ han berupa air yang tidak pernah habis dengan menyembelih kam­ bing. Untuk kenduri, warga biasa­ nya membawa ambeng, yakni nasi yang ditempatkan di wadah besi, lengkap dengan lauk, jajan pasar, dan buah yang dibungkus ules atau kain.  www.suarakomunitas.net

Kombinasi  Edisi ke-56  Juni 2014

5


U

tama

Tenda Perjuangan Menolak Pabrik Semen Selasa (17/6) pagi, jalan menuju desa itu begitu sunyi. Tak banyak aktivitas warga yang tampak. Pada rentang jarak sekitar empat kilometer dari jalan utama, hanya tiga sampai empat kerumunan petani yang tampak tengah beristirahat di tepi jalan tak beraspal. Mata kami sesekali mawas terhadap gerak-gerik orang berseragam, atau yang tidak berseragam, namun terlihat asing. Kemawasan kami bukan tanpa alasan mengingat tempat yang akan kami datangi adalah lokasi konflik antara warga Kecamatan Gunem, Rembang, Jawa Tengah dengan PT Semen Indonesia yang pecah sehari sebelumnya. Aparat keamanan tampak berjaga memantau siapa saja yang masuk ke area tersebut. Oleh FERDHI S PUTRA, M AFANDI, dan FATCHUR RAHMAN

6

s

enin (16/6) pagi, media sosial (med­ sos) riuh oleh informasi mengenai bentrok antara ibu­ibu dengan apa­ rat keamanan di sela acara bertema 'Doa Persiapan Pembangunan Pabrik Semen di Rembang'. Informasi yang beredar sim­ pang siur. Berbagai akun di medsos meng­ amini bahwa bentrokan tersebut benar ter­ jadi. Namun tidak demikian di media massa arus utama. Kabar itu seperti luput dari per­ hatian para jurnalis yang hadir di acara itu. Fakta tentang bentrokan tersebut nyaris tidak ada di media massa pada hari kejadian. Kabar itu hanya tersebar di medsos yang me­ nampilkan foto­foto kejadian di lapangan se­ bagai bukti. Bahkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pun tak tahu apa yang se­ benarnya terjadi. Dalam cuitnya di Twitter pada 16 Juni 2014, Ganjar mengatakan, “Ra­ tusan SMS ke saya soal semen Rembang. Ada yg mengatakan terjadi bentrok. Ada yg bi­ lang tdk. Ada yg bs ksh info lapangan?” Sesampainya di lokasi, terlihat dua tenda yang tampaknya dipasang seadanya. Tenda itu didirikan Senin malam oleh warga seba­ gai respons lanjutan terhasap acara yang di­ gelar siang sebelumnya. Namanya tenda per­ juangan. Tenda beratap terpal biru itu ditem­ pati 80­100 warga, mayoritas perempuan, yang menolak pendirian pabrik semen. Mereka memutuskan untuk menduduki area tersebut dan mendirikan tenda daru­ rat hingga alat berat tambang ditarik keluar dari lokasi. Dengan kata lain, mereka akan berada di tenda tersebut hingga batas wak­ tu yang tidak ditentukan. Membantah Terkait dengan informasi bentrokan anta­ ra aparat dengan warga yang beredar di med­ sos, pihak keamanan membantah. Di sejum­

Kombinasi  Edisi ke-56  Juni 2014

lah media, polisi dan sejumlah pejabat dae­ rah menyatakan tak ada bentrokan dengan ibu­ibu. Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Rembang AKBP M Kurniawan, seperti diku­ tip humas.polri.go.id, menolak bahwa telah terjadi bentrokan antara pihak kepolisian de­ ngan ibu­ibu. Hal senada diungkapkan salah satu ang­ gota DPRD Rembang, A'ang Maskur. Selama mengikuti prosesi acara doa bersama terse­ but, ia mengaku tidak melihat adanya keri­ butan, terlebih bentrokan. Kami pun mencoba mengecek kesimpang­ siuran tersebut ke sejumlah pihak. Kepala keamanan sipil PT Semen Indonesia proyek Rembang Sutikno, berpendapat serupa. “Ti­ dak ada bentrokan, hanya ibu­ibu kami ping­ girkan karena menghalangi jalan masuk ta­ mu undangan,” ujarnya. Di pihak lain, warga mengakui ada tindak­ an represif aparat terhadap aksi damai ibu­ ibu yang menolak pembangunan pabrik se­ men di daerahnya. Yani (25), salah satu war­ ga Desa Timbrangan, Kecamatan Gunem me­ ngatakan bahwa ketika aksi damai berlang­ sung, beberapa polisi memeganginya agar ti­ dak menerobos barisan aparat yang sedang mengawal kedatangan tamu undangan. Selain Yani, beberapa rekannya pun men­ dapatkan perlakuan serupa. Ibu Murtini, mi­ salnya. Setelah bertahan dengan berbaring di tengah jalan, tiba­tiba tubuhnya diangkat oleh beberapa polisi yang kemudian melem­ parkannya ke semak­semak. Akibatnya Mur­ tini jatuh pingsan dan segera ditolong oleh rekan­rekan lainnya. Tak hanya kaum perempuan yang mem­ peroleh perlakuan kasar aparat. Kaum pria yang ikut mengawal aksi mendapatkan per­ lakuan serupa, khususnya mereka yang ber­ peran sebagai dokumentator aksi. Sedikitnya


Kombinasi

empat warga yang memegang kamera pere­ kam ditangkap aparat dan diinterogasi. Su­ silo, salah seorang warga yang ditangkap me­ ngatakan bahwa saat sedang merekam ak­ si aparat, ia diringkus dan langsung dibawa ke mobil patroli. Saat coba meneruskan pe­ rekaman dari dalam mobil, seorang polisi mengancamnya. “Matikan, mas, atau kame­ ranya saya banting!” Jumlah warga yang ditahan polisi ketika kejadian adalah tujuh orang, yang terdiri da­ ri enam laki­laki dan satu perempuan. Me­ reka ditahan tanpa alasan yang jelas, kecua­ li dituduh sebagai provokator, dan tidak me­ miliki kartu pers.

Klarifikasi Sulit Setelah berhasil mengumpulkan informa­ si dari warga, kami beranjak ke beberapa institusi guna meminta klarifikasi tentang apa yang terjadi di area sekitar tapak pab­ rik semen di Kecamatan Bulu, Rembang. Be­ berapa di antaranya adalah Perum Perhuta­ ni, PT Semen Gresik proyek Rembang, Pelak­ sana Tugas Bupati Rembang, Bappeda, Dinas ESDM wilayah Rembang, Badan Lingkung­

an Hidup (BLH) wilayah Rembang dan Pol­ res Rembang. Tujuan pertama adalah Perhutani. Lem­ baga pemerintah ini dipilih karena dianggap bertanggungjawab dalam perluasan area pab­ rik semen di daerah tersebut. Perhutani dan PT Semen Indonesia telah menyepakati tu­ kar guling hutan untuk dijadikan areal tam­ bang seluas 57 Hektar. Itu kemudian menja­ di pintu masuk bagi PT Semen Indonesia un­ tuk membuka pertambangan di Bulu. Pihak Perhutani Mantingan yang diwakili Ismartoyo dari bagian Humas mengatakan bahwa tukar guling hutan tersebut bukanlah kebijakan mereka, melainkan kebijakan Ke­ menterian Kehutanan. Penelusuran berlanjut ke Kantor PT Se­ men Gresik proyek Rembang. Sebagai infor­ masi, sebelum berganti nama menjadi PT Se­ men Indonesia pada 2012, perusahaan ter­ sebut bernama PT Semen Gresik. Sementara Semen Indonesia Group adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menaungi bebe­ rapa perusahaan semen besar seperti PT Se­ men Gresik, PT Semen Tonasa, PT Semen Pa­ dang dan Thang Long Cement (Vietnam).

Ibu-ibu membawa poster berisi penolakan terhadap pabrik semen di Rembang.

Kombinasi  Edisi ke-56  Juni 2014

7


U

tama Di kantor tersebut, tak ada satu pun per­ wakilan yang mau memberikan penjelasan. Pihak perwakilan malah mengimbau kami untuk mendatangi kantor pusatnya di Gre­ sik, Jawa Timur. Hal serupa terjadi di lokasi­ lokasi berikutnya: Kantor Bupati, Bappeda, Dinas ESDM dan BLH. Tapi tak satu pun ber­ sedia memberikan klarifkasi soal bentrok, maupun memberikan data dan fakta terkait keberadaan pabrik semen di Rembang. Begitu juga ketika kami mendatangi Pol­ res Rembang. Wakapolres Rembang yang berhasil ditemui tidak berani memberikan klarfikasi dengan alasan tidak ingin melang­ kahi Kapolres yang pada saat itu sedang ti­ dak berada di kantor.

Pergerakan ini adalah pergerakan masyarakat yang harus digerakkan oleh hati masyarakat itu sendiri, bukan pergerakan elit yang hanya memasrahkan segala urusan pada aktivis. 8

Sikap Ulama Beberapa ulama juga bersikap atas pen­ dirian pabrik semen di Rembang. KH Ubai­ dillah Achmad, misalnya. Dia adalah tokoh ulama yang selama ini cukup intens berko­ munikasi dengan warga perihal konflik pab­ rik semen. Di hari ketika warga mengalami represi, ulama yang akrab dipanggil Gus Uba­ id ini adalah orang yang melobi aparat agar mau memberi ruang pada warga untuk men­ dirikan tenda protes di dekat tapak pabrik. Mengenai keberadaan pabrik semen, Gus Ubaid secara terang­terangan menolak. Ia khawatir pendirian pabrik semen akan meng­ ubah kultur keagamaan atau spiritual ma­ syarakat. “Sebab, tiap industri masuk desa selalu dibarengi dengan adanya komersiali­ sasi yang berdampak buruk pada perubahan gaya hidup dan pergaulan masyarakat. Apa­ lagi industri yang datang kategori high capi­ tal (bermodal besar),” katanya. Namun dalam sebuah konferensi pers 27 Juni 2014, Gus Ubaid menyatakan mundur dari aktivitas pendampingan warga. Alasan­ nya, warga sudah tak mengindahkan tradisi norma kemasyarakatan dan agama yang di­ tetapkannya, misalnya dengan tetap berta­ han menggelar demo di tenda menjelang da­ tangnya Ramadhan. Selain itu, Gus Ubaid ju­ ga menengarai penolakan warga untuk pu­ lang dipicu adanya pihak lain yang bermain di belakangnya. Di pihak lain, Ming Ming Lukiarti, pegiat Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Ken­ deng (JMPPK) Rembang, membantah hal itu. “Tidak ada intervensi dari aktivis yang di­ maksudkan (...) Pergerakan ini adalah per­ gerakan masyarakat yang harus digerakkan oleh hati masyarakat itu sendiri, bukan per­

Kombinasi  Edisi ke-56  Juni 2014

gerakan elit yang hanya memasrahkan sega­ la urusan kepada aktivis,” terangnya. Selain Gus Ubaid, ulama yang juga menya­ takan diri berpihak pada perjuangan war­ ga adalah KH Yahya Cholil Staquf, Pengasuh Pondok Pesantren Rudlatul Tholibien Rem­ bang. Gus Yahya menyatakan dengan tegas keberpihakannya kepada warga. Alasannya cukup berbeda dengan Gus Ubaid yang lebih memperhatikan faktor kultural. Gus Yahya menekankan bahwa perjuangan warga me­ lawan pendirian pabrik semen tidak sema­ ta­mata urusan ekonomi, tetapi juga keles­ tarian alam dan pemanfaatan sumber daya alam yang melimpah di Rembang. Salah satu alasan warga dan aliansi ma­ syarakat Rembang menolak pabrik semen adalah karena di areal proyek tersebut terda­ pat banyak sumber mata air berupa sungai bawah tanah, dan gua karst yang merupakan pilar keseimbangan ekosistem di Rembang dan Pegunungan Kendeng. Apabila semua itu hancur, ekosistem pun akan terganggu. Im­ basnya tidak hanya terdampak pada keru­ sakan lingkungan, melainkan juga pada ben­ cana yang lebih besar, yakni kemanusiaan— akibat kekeringan dan paceklik.

Solidaritas Hingga berita ini ditulis, sudah lebih dari tiga pekan warga melakukan aksi penduduk­ an. Berbagai bentuk solidaritas pun dilaku­ kan oleh individu maupun kelompok di ber­ bagai daerah—Jakarta, Yogyakarta, Semarang, Bandung, Surabaya, Palembang, Malang, Ma­ kassar, Ternate, Karawang, Lampung, bahkan Australia dan Hong Kong—yang peduli ter­ hadap perjuangan warga. Sejumlah tokoh baik lokal maupun nasio­ nal juga menyambangi mereka untuk seka­ dar memberi semangat, atau mengimbau me­ reka untuk menghentikan aksinya. Ibu­ibu itu bergeming. Mereka bersikukuh bertahan di tenda perjuangan. Mereka mengaku tak akan mundur meski ulama menyuruh mere­ ka kembali ke rumah. Mereka tak akan me­ nyerah meski kepolisian mengancam dengan penjara, pun tidak mau berkompromi ketika gubernur meminta mereka melakukan aksi dengan cara yang lebih 'elegan'. Namun, masih ada yang mampu membu­ at mereka mau menghentikan aksinya dan kembali ke rumah, menjalani kehidupan se­ perti sedia kala: berhentinya operasi pendi­ rian pabrik semen dan ditarik keluarnya alat­ alat berat dari kampung mereka. 


Tambang Semen Ancam Karst Gunung Watuputih Rembang Tidak banyak yang tahu ada banyak fakta di balik gerakan penolakan pendirian pabrik semen di Rembang. Maklum, sebagian besar isi berita di media arus utama hanya mengulas sisi permukaan yang tampak, yaitu aksi masyarakat melawan rencana pemerintah dan pengusaha. Padahal di balik itu, banyak fenomena sosial masyarakat dan kajian geologi yang penting diketahui khalayak.

Bentuk Protes warga atas keberadaan tambang Semen Indonesia di Rembang.

P

erbukitan batu gamping di Gunung Watuputih terletak di tenggara Ka­ bupaten Rembang. Gunung ini ma­ suk wilayah Kecamatan Sale dan Ke­ camatan Gunem di Rembang, serta sebagian kecil termasuk wilayah Kabupaten Blora. Menurut hasil penelitian oleh Dinas ES­ DM Provinsi Jawa Tengah dan Direktorat Jen­ deral Geologi dan Sumber Daya Mineral pa­ da 1998, perbukitan Gunung Watuputih me­ rupakan bentang alam karst yang terbentuk pada zaman pliosen. Secara hidrogeologis, pada tempat tertentu akan terbentuk salur­ an bawah permukaan yang memungkinkan terbentuknya mata air berdebit besar. Hasil survei lapangan Semarang Caver As­ sociation dan Jaringan Masyarakat Peduli Pe­ gunungan Kendeng Rembang ditemukan 49 goa dan 109 sumber mata air alami.

Ancaman Tambang Semen Namun, penelitian tersebut seolah men­ jadi dokumen bisu tak berarti lantaran ren­ cana pendirian serta penambangan pabrik semen di Rembang terus berjalan bahkan di­ dukung Pemkab Rembang. Perusahaan ter­ sebut antara lain PT Semen Indonesia, PT Gu­ nung Mas Mineral, dan kemudian akan me­ nyusul Bosowa. Padahal secara hukum, setidaknya ada ti­ ga regulasi yang menegaskan cekungan air tanah Watuputih adalah kawasan lindung. Mulai dari Perda Kabupaten Rembang No. 14 Tahun 2011, Perda Provinsi Jateng No. 6 Tahun 2010 yang semuanya tentang Tata Ru­ ang Wilayah, hingga Keputusan Presiden Re­ publik Indonesia No. 26 Tahun 2011. Aksi perusahaan­perusahaan semen yang terus melanjutkan proses pendirian pabrik foto-foto: doKumEn ming ming luKiarti

Oleh MING MING LUKIARTI

Kombinasi  Edisi ke-56  Juni 2014

9


U

tama

Salah satu sungai bawah tanah di dalam goa di Gunung Watuputih, Kabupaten Rembang.

jelas mengancam kerusakan ekologi. Selain membabat lahan hutan, penambangan kawa­ san karst akan merusak sumber mata air. Se­ lain dimanfaatkan oleh petani, sumber ma­ ta air di Gunung Watuputih juga dimanfaat­ kan PDAM Rembang untuk melayani masya­ rakat Rembang dan Lasem. Masyarakat di sekitar yang mayoritas pe­ tani merasa resah. Bukan hanya kebutuhan air yang terancam, tapi sebagian lahan per­ tanian produktif pun bakal hilang lantaran pabrik semen membutuhkan lahan yang sa­ ngat luas. Pada ujungnya, semua hal ini akan melemahkan ketahanan pangan daerah dan nasional. Menurut Ketua Program Studi Teknik Geo­ logi ITB Budi Bramantyo, kawasan karst me­ nyimpan air tanah dengan sangat baik, se­ lain menjadi habitat fauna penjaga keseim­ bangan ekologi. Karena itu, kawasan karst, terutama yang di dekat area pertanian dan permukiman penduduk mutlak perlu dilin­ dungi (Kompas, 13/5/2014). Di samping secara ekologi dan ekonomi, ancaman yang tak kalah mengerikan adalah tentang meluasnya penyebaran virus HIV/ AIDS. Sekarang di Rembang angka tertinggi penderita HIV/AIDS terdapat di Kecamatan Sale yang merupakan kawasan pertambang­ an. Di sana kerap terjadi protes warga kare­ na menjamurnya kafe dan warung remang­ remang yang diduga sebagai awal mula pe­ nyebaran virus HIV/AIDS. Kasus HIV/AIDS di wilayah Kabupaten Rembang dari tahun 2004­2013 mencapai angka 149 kasus, 80 di antaranya berakhir dengan meninggalnya penderita.

Penolakan Warga Warga Rembang baik yang dekat maupun jauh dengan calon lokasi tambang dan tapak pabrik sejak awal telah melakukan penolak­ an. Beberapa saat terakhir gerakan ini juga di­ dukung sejumlah pesantren. Gerakan masyarakat ini antara lain beru­ pa kegiatan belajar bersama dan menguat­ kan jaringan. Mereka selalu berswadaya un­ tuk menghidupi gerakan. Misalnya dengan iuran sesuai kemampuan, membentuk ke­ lompok yang menawarkan jasa tenaga untuk mendirikan rumah, memproduksi perak­per­ nik terkait gerakan yang kemudian dijual dan keuntungannya masuk ke kas kelompok. Faktanya di lapangan belum semua lahan dibebaskan, masih banyak warga yang me­ nolak menjual untuk dijadikan lokasi pabrik atau pertambangan. Sebagian besar warga yang telah menjual pun sebetulnya tidak me­ miliki informasi akurat dan lengkap, misal­ nya ada yang dijanjikan tanahnya dibeli un­ tuk ditanami pohon jarak. Ini membuktikan minimnya sosialisasi yang transparan pada seluruh masyarakat tentang rencana terse­ but. Tapi tetap saja intimidasi sering dialami oleh warga yang menolak, baik berasal dari perangkat desa, aparat maupun orang yang mengaku dari perusahaan semen.

Dampak bagi Perekonomian Warga Dalam berbagai kesempatan, pemerintah baik daerah maupun pusat selalu menyata­ kan penambangan dan pendirian pabrik se­ men akan meningkatkan perekonomian da­ erah melalui peningkatan PAD. Tapi semua itu belum tentu benar. Data BPS Rembang menyebutkan catatan pertumbuhan ekono­ mi tahun 2011 di Rembang adalah 4,4%. Sum­ bangan sektor pertanian adalah 44,75%, sek­ tor perdagangan 17,38% dan paling kecil ada­ lah sektor pertambangan sebesar 1,6 7%. Bayangkan saja jika sektor pertanian ma­ ti, maka separuh PAD akan hilang. Dari po­ tensi yang ada, pemerintah justru harusnya fokus memajukan pertanian. Penambangan hanya akan menimbulkan kerusakan alam, apalagi jika dilakukan di kawasan lindung. Umur ekonomis perusahaan tambang amat terbatas, beda dengan umur ekonomis lahan produktif pertanian yang tak terbatas. 

Ming Ming Lukiarti Aktivis Lingkungan, Koordinator Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) Rembang

10

Kombinasi  Edisi ke-56  Juni 2014


Kombinasi

Gemuruh Ingatan Lumpur Lapindo Sekitar enam bulan terakhir, Purwaningsih (55) sudah bisa berdiri dan berjalan kaki tanpa bantuan orang lain. Ini adalah perkembangan yang baik, mengingat sebelumnya selama tak kurang dari tiga tahun ia hanya bisa tergolek di ranjang sambil merintih kesakitan. Oleh IDHA SARASWATI

Foto: karya instalasi berjudul “survivor” karya Dadang Cristanto, Jumat (29/5), yang dipasang di atas lumpur Lapindo guna memperingati 8 tahun Lumpur Lapindo.

P

urwaningsih adalah korban ledakan gas metan di rumahnya sendiri yang berada di seberang tanggul lumpur Lapindo, tepatnya di Desa Siring Ba­ rat, Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Waktu itu tahun 2010. Gelembung gas me­ tan yang gampang terbakar bermunculan di areal sekitar tanggul lumpur Lapino. Entah dari mana, pada 7 September menjelang ma­ lam, api tiba­tiba muncul di rumahnya dan menjalar dengan cepat. Purwaningsih yang sedang berada di da­ lam rumah tidak kuasa menghindar. Api pun menyambar tubuhnya. Anaknya juga mende­ rita luka bakar meski tidak separah dirinya. Rumahnya turut terbakar. Sejak hari itu, ia dan keluarganya harus pindah rumah. Me­ reka kemudian menempati rumah pening­ galan keluarga yang lokasinya tak terlalu ja­ uh dari rumah yang terbakar. Di dalam ru­

mah itu, Purwaningsih hanya bisa terbaring. Semua aktivitas dari makan sampai buang air dilakukan di atas tempat tidur. Hampir seluruh kulit tubuhnya melepuh sehingga dokter memvonisnya akan cacat se­ umur hidup. Ia harus melalui prosedur ope­ rasi berkali­kali untuk mengatasi luka bakar­ nya. Daging di perutnya diambil untuk me­ nambal daging di tangan dan kaki. Sedang­ kan suami dan anaknya harus pontang­pan­ ting mencari biaya. Hingga akhirnya pada hari itu, Jumat 29 Mei 2014 pagi, Purwaningsih sudah bisa du­ duk manis dalam warung yang berada di ba­ wah tanggul lumpur Lapindo. Wajahnya tam­ pak segar. “Saya sangat bersyukur sudah bi­ sa jalan lagi, pelan­pelan, meskipun kalau un­ tuk berdiri masih sangat sakit,” ujarnya. Pagi itu, Purwaningsih menjadi satu dari ribuan warga yang muncul di tanggul untuk memperingati delapan tahun tragedi benca­ na Lumpur Lapindo. Warga yang menjadi kor­ ban maupun warga yang tinggal di sekitar tanggul lumpur memang senantiasa mem­ peringati bencana itu setiap tahun. Bencana yang telah membuat mereka kehilangan ru­ mah, harta benda, kampung, tetangga, juga makam leluhur mereka. Kombinasi  Edisi ke-56  Juni 2014

11


tama

Antologi puisi (foto atas) dan penampilan anak-anak korban lumpur di panggung Malam Budaya (foto bawah) dalam memperingati 8 tahun tragedi Lapindo.

12

Puncak peringatan selalu diadakan pada 29 Mei, karena pada tanggal itulah untuk per­ tama kalinya, delapan tahun silam, lumpur panas menyembur dari sumur gas milik PT Lapindo Brantas. Sejak saat itu, lumpur pa­ nas terus menyembur hingga menelan ru­ mah­rumah di 16 desa yang ada di Kecama­ tan Porong, Jabon serta Tanggulangin. Total ada tak kurang dari 1.600 rumah tenggelam dan rusak. Sebanyak 25.000 jiwa mengungsi karena kehilangan tanah dan bangunan (Ra­ dar Sidoarjo). Di luar kerusakan bangunan, semburan lumpur juga berdampak pada menurunnya kualitas air tanah sehingga tak layak dikon­ sumsi. Warga yang masih bertahan di sekitar tanggul juga harus menghirup bau gas yang keluar bersama lumpur. Peringatan dilakukan warga untuk meng­ ingat bencana ini dan dampaknya, sekaligus mengingatkan pihak lain agar tragedi seru­ pa tak terulang. Apalagi sampai hari ini ma­ sih ada sekitar 3.000 berkas tanah dan ba­ ngunan milik warga yang belum menerima pelunasan ganti rugi dari PT Minarak Lapin­ do Jaya. Mereka dibiarkan hidup terkatung­ katung selama delapan tahun. Pagi itu pun mereka hadir untuk menun­ tut agar pembayaran ganti rugi bagi korban segera dilunasi. Jika Lapindo tidak sanggup melunasi, mereka meminta komitmen nega­ ra untuk mengeluarkan dana talangan guna

Kombinasi  Edisi ke-56  Juni 2014

melunasi ganti rugi, sehingga nasib korban tak perlu terkatung­katung lebih lama lagi. Acara peringatan itu juga ditandai dengan penandatanganan kontrak politik mengenai penyelesaian ganti rugi bagi korban lumpur oleh salah seorang calon presiden. Di tahun politik, tragedi yang merugikan puluhan ri­ bu orang ini memang menjadi salah satu isu penting yang berulangkali disebut dalam hi­ ruk pikuk jelang pemilihan presiden. Apala­ gi sosok yang dianggap bertanggung jawab atas terjadinya tragedi ini adalah ketua umum partai politik besar yang sempat mencalon­ kan diri menjadi presiden.

Ingatan dalam Puisi Namun di luar acara peringatan yang sa­ rat nuansa politik, ada hal­hal lain yang dila­ kukan tanpa mempedulikan politik. Sejak be­ berapa bulan menjelang peringatan, Korban Lumpur Menggugat (KLM) bersama Urban Poor Consortium (UPC) telah merencanakan penerbitan buku puisi untuk menampung ingatan tentang Lumpur Lapindo. Koordinator KLM Muhammad Nur Hida­ yat mengatakan, semburan lumpur Lapindo pada 29 Mei 2006 selalu diperingati warga korban lumpur setiap tahun. Dalam setiap peringatan korban lumpur selalu meneriak­ kan tuntutan pelunasan ganti rugi, pemulih­ an lingkungan, serta tanggung jawab pihak Lapindo untuk membereskan semua perso­

foto-foto: istimEwa

U


alan yang muncul akibat pemboran yang te­ lah ia lakukan. Isi tuntutuan warga nyaris sama selama delapan tahun, karena persoalan yang me­ reka hadapi tak kunjung diselesaikan baik oleh Lapindo maupun pemerintah. Dan kini saat berbagai tuntutan belum dipenuhi, La­ pindo malah berencana membuka sumur gas baru di Tanggulangin yang jaraknya tak lebih dari 2 kilo meter dari pusat semburan. oleh karena itu, lanjut Muhammad, mo­ men delapan tahun lumpur lapindo diguna­ kan untuk menjaring keprihatinan berbagai kalangan melalui puisi. Kumpulan puisi ini diharapkan bisa menjaga akal sehat atas tra­ gedi kemanusiaan tersebut. Buku puisi itu disusun dengan mengun­ dang para penyair dari berbagai wilayah yang ingin bersolidaritas. Ternyata sambutannya baik. Para penyair dari berbagai daerah mu­ lai dari Sidoarjo, Denpasar, hingga Australia berpartisipasi dengan mengirimkan puisi­ nya. Mereka berempati melalui puisi. Raudal Tanjung Banua, penyair yang me­ nyeleksi dan mengedit puisi­puisi tersebut kemudian mengumpulkannya dalam sebuah buku antologi puisi yang diberi judul “Ge­ muruh Ingatan”. “Total ada 88 puisi dari 72 penyair. Karya­karya yang masuk tetap me­ lalui proses seleksi,” jelasnya. Menurut Raudal, bencana semburan lum­ pur telah melenyapkan banyak hal. Maka se­ mua yang dibuat sengsara dan menderita la­ yak dikenang, dan peristiwa yang menghan­ curkan segalanya tersebut harus dicatat da­ lam ingatan kolektif, personal maupun me­ mori sejarah. Puisi menjadi salah satu media yang bisa digunakan untuk itu. Sejumlah penyair yang puisinya masuk da­ lam buku tersebut lantas membacakannya di atas panggung Malam Budaya Peringatan 8 Tahun Lumpur Lapindo yang digelar di atas tanggul lumpur pada Kamis (28/5) malam. Acara tersebut dihadiri ratusan warga kor­ ban lumpur, termasuk mereka yang sudah pindah ke wilayah lain yang jauh dari area tanggul. “Saya sudah pindah ke rumah baru dari tahun kemarin, ya sejak dilunasi oleh BPLS saya serta tetangga lainnya langsung mencari rumah baru,” ujar Salam, salah satu korban lumpur. Salam masuk ke dalam kelompok korban lumpur yang ditangani oleh Badan Penang­ gulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). Pemba­ yaran ganti rugi oleh BPLS menggunakan da­ na dari anggaran belanja dan pendapatan ne­

Peringatan dilakukan warga untuk mengingat bencana ini dan dampaknya, sekaligus mengingatkan pihak lain agar tragedi serupa tak terulang

Ogoh-ogoh di atas danau lumpur Lapindo karya Taring Padi.

gara (APBN) sehingga lebih cepat selesai. Si­ tuasi Salam ini berbeda dengan nasib ribu­ an warga yang harus berhadapan dengan PT MLJ. Meski rumahnya sudah ditelan lumpur, selama delapan tahun mereka tak kunjung mendapatkan pelunasan ganti rugi. Sejumlah anak yang menjadi korban lum­ pur juga membacakan puisi buatan mereka sendiri di atas panggung. Selain itu, pang­ gung budaya juga diisi dengan berbagai aca­ ra. Musisi rock Roy Jecovox (eks vokalis Boo­ merang), misalnya, menyempatkan hadir un­ tuk menyanyikan sejumlah lagu untuk me­ nyatakan dukungannya bagi korban lumpur. Begitu juga dengan pemain ludruk terkenal di Jawa Timur, Cak Kartolo, dan anggota Slan­ ker Fans Club (SFC) Surabaya yang ikut tam­ pil di atas panggung. Di samping mengingat dengan puisi, se­ jumlah perupa juga membuat karya untuk memperingati delapan tahun lumpur Lapin­ do. Dadang Cristanto menghadirkan instala­ si patung berjudul “survivor” yang dipasang di danau lumpur. Patung­patung dengan ta­ ngan tengadah itu membawa berbagai pe­ rabotan dapur mulai dari kompor gas, kipas angin, penggorengan, hingga panci dan ma­ inan anak­anak. Proses pembuatan patung itu melibatkan warga, begitu juga dengan pe­ masangannya. Kelompok seni Taring Padi dari Yogyakar­ ta bersama warga juga menciptakan karya instalasi berupa tangan­tangan kardus yang muncul dari danau lumpur. Mereka juga mem­ buat ogoh­ogoh raksasa. Dengan begitu, aca­ ra peringatan tersebut telah melibatkan se­ ni sastra, musik, dan seni rupa sekaligus. Karya­karya tersebut mendapat sambut­ an hangat dari para pengunjung tanggul lum­ pur. Mereka mengambil foto berlatar karya­ karya tersebut. Tidak sedikit yang kemudian mengunggah foto­foto tersebut ke media so­ sial seperti facebook dan twitter, sehingga pesan tentang peringatan delapan tahun lum­ pur Lapindo semakin meluas. Warga yang jadi korban lumpur pun tak mau ketinggalan. Mereka aktif mendokumen­ tasikan proses pemasangan karya dan meng­ unggah foto­foto tersebut di media sosial. Bersama­sama, warga serta mereka yang bersimpati pada korban lumpur Lapindo ber­ upaya untuk terus merawat ingatan tentang bencana yang telah terjadi. Sedangkan ba­ gi Purwaningsih, kenangan akan tragedi itu abadi di keloid tebal yang membungkus ta­ ngan dan kakinya.  Kombinasi  Edisi ke-56  Juni 2014

13


U

tama

Kelas Belajar Agraria FKMA: Perkuat Gagasan, Pertahankan Lingkungan Fajar belum lama meninggi, namun ruangan kecil itu sudah penuh sesak oleh orang-orang. Pemandangan itu tak seperti biasanya, karena memang ruangan itu hanya bagian kecil dari bangunan serupa penginapan 'sesaat' yang terletak di pesisir selatan Yogyakarta. Oleh FERDHI S PUTRA

14

a

da sekitar 30 orang di ruangan yang berlokasi tak jauh dari bibir Pantai Parangkusumo, Bantul, Selasa (27/ 5) pagi itu. Mereka berasal dari be­ ragam tempat, antara lain Kulonprogo, Ban­ tul, Sleman, Blora, Jepara, Indramayu, dan Ja­ karta. Pun latar belakang mereka. Kebanyak­ an adalah petani, atau masyarakat desa yang masih akrab dengan kegiatan mengolah ta­ nah. Selain itu ada buruh, mahasiswa, peda­ gang kecil, dan sebagainya. Mereka datang untuk mengikuti Kelas Belajar FKMA. FKMA atau Forum Komunikasi Masyara­ kat Agraris merupakan wadah komunikasi bagi komunitas­komunitas yang kini ham­ pir, sedang, atau telah menjadi korban eks­ pansi kapital korporasi maupun negara. Fo­ rum ini dideklarasikan pada 22 Desember 2011 di Yogyakarta. Selama hampir tiga ta­ hun berproses, anggota FKMA sudah men­ capai 13 komunitas dari 12 kabupaten di Pu­ lau Jawa dan Sumatera. Dalam rentang wak­ tu itu pula, FKMA sudah mengadakan kong­ res sebanyak dua kali, yakni pada 2011 dan 2013. Pascakongres ke dua, komunitas­ko­ munitas yang tergabung bersepakat untuk mengadakan pertemuan lanjutan. Melihat ke­ butuhan dan misi FKMA ke depan, maka di­ sepakati bahwa agenda selanjutnya adalah sekolah atau kelas belajar. Mengapa Kelas Belajar Setahun lebih sejak kongres ke dua dige­ lar, rencana kelas belajar kian dimatangkan. Berawal dari obrolan santai para anggota dan relawan FKMA, rencana untuk mengadakan sekolah tani terus digodok. Sekolah tani, atau disebut juga kelas belajar, tidak semata­ma­ ta diperuntukkan bagi para petani, melain­ kan bagi seluruh komunitas yang tergabung dalam FKMA; yakni petani, nelayan, peda­ gang kecil ataupun masyarakat yang selama ini ditindas oleh perusahaan dan negara. Su­

Kombinasi  Edisi ke-56  Juni 2014

dah menjadi rahasia umum bahwa perusa­ haan dan negara kerap bertindak sewenang­ wenang terhadap rakyat kecil, dan sebalik­ nya selalu membela kelompok berduit. Semula, sekolah ini diagendakan sebagai sekolah anak tani, yakni sekolah yang ditu­ jukan bagi generasi muda di komunitas­ko­ munitas yang tergabung dalam FKMA. Me­ ngapa anak tani menjadi sasarannya? Kare­ na jika melihat jauh ke depan, konflik saat ini mungkin akan jadi konflik berkepanjangan yang tidak terselesaikan hanya pada satu ge­ nerasi saja. Ini dikarenakan korporasi ham­ pir pasti tidak akan meninggalkan lahan po­ tensial sampai sumber daya alam yang di­ kandungnya dikeruk habis. Maka, para gene­ rasi muda, yang dianggap sebagai penerus perjuangan, perlu memahami segala seluk beluk konflik yang terjadi di daerahnya. Selain itu, gagasan ini juga berangkat dari kegelisahan umum terhadap semakin berku­ rangnya generasi muda yang bercita­cita men­ jadi petani. Padahal, petani, nelayan dan pa­ ra pedagang yang memproduksi bahan pa­ ngan secara langsung, adalah tulang pung­ gung kelangsungan peradaban manusia. Berangkat dari gagasan itulah, upaya re­ alisasi agenda kelas belajar dilakukan. Lang­ kah awal yang dilakukan adalah menggalang dana untuk keberlangsungan kelas belajar. Hal ini dilakukan mengingat FKMA adalah wadah otonom, sehingga swadaya dana men­ jadi keniscayaan. Pada 27­29 Maret 2014, individu­individu yang tergabung dalam Relawan FKMA meng­ adakan fundraising (penggalangan dana) di Jakarta, yakni di galeri milik pematung Do­ lorosa Sinaga, markas KontraS dan Kantor Change.org. Agenda serupa juga dilakukan di Yogyakarta pada 12 April 2014 di kawasan Nol Kilometer. Berbekal dana yang terkum­ pul dari penggalangan itu, akhirnya pada 27­ 29 Mei 2014 kelas belajar FKMA digelar.


foto-foto: Kombinasi

Foto-foto: suasana diskusi Forum Komunikasi Masyarakat Agraris di Pantai Parangkusumo, Yogyakarta.

MP3EI: Benang Merah Konflik Agraria Indonesia Kontemporer Kelas yang digelar selama tiga hari terse­ but disusun agar para peserta bisa memetik pelajaran dari komunitas lainnya. Dalam ke­ giatan ini, dibangun semangat belajar yang sifatnya horisontal. Setiap komunitas yang dipercaya untuk membagi pengalamannya mendapat ruang untuk bercerita tentang apa pun yang mereka alami, baik keberhasilan maupun kegagalan. Tema besar kelas belajar ini adalah ten­ tang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Sebuah skema besar pembangunan yang da­ lam praktiknya akan menghancurkan ling­ kungan dan manusia serta ruang hidupnya. Hendro Sangkoyo, pendiri Sekolah Demokra­ tik Ekonomi, menjadi pemateri sesi ini. Dalam pemaparannya, pria yang kerap di­ sapa Yoyok ini menjelaskan relasi antara kon­ flik­konflik agraria dengan agenda MP3EI. Ia menjelaskan bahwa konflik yang tengah dihadapi komunitas­komunitas tani tak lain adalah dampak dari progres implementasi agenda tersebut. Selama ini isu konflik ber­ usaha dilokalisasi oleh penguasa, sehingga

terlihat seolah­olah tidak pernah ada kaitan antara konflik petani di Kulonprogo dengan perusahaan tambang pasir besi, misalnya, dengan konflik petani Batang, Jateng dengan PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap). Dampak dari isolasi konflik ini membuat konflik di daerah­daerah tersebut hanya ter­ lihat sebagai riak­riak kecil dari segelintir orang yang menolak digusur. Padahal kon­ flik itu adalah sebuah skema besar eksploita­ si sumber daya alam—dan perampasan ta­ nah­tanah warga—berkedok pembangunan. Hingga hari terakhir, rasa kebersamaan antarkomunitas semakin menguat. Ratusan orang dari beberapa daerah konflik, seperti Kulonprogo dan Bantul, datang berbondong­ bondong untuk mengikuti penutupan kelas belajar yang disertai dengan gelaran ritual larung di Pantai Selatan. Para peserta kelas belajar silih berganti melakukan orasi untuk menyemangati warga yang datang. Mereka berbagi cerita tentang apa yang mereka da­ patkan di kelas belajar. Pekikan solidaritas terus berseru sebelum akhirnya gunungan larung diarak menuju tepi pantai, yang me­ nandai akhir dari rangkaian kelas belajar ag­ raria FKMA.  Kombinasi  Edisi ke-56  Juni 2014

15


P

ortal

Kampanye Hitam di Media Sosial Meskipun Komisi Pemilihan Umum atau KPU belum memulai jadwal kampanye pemilihan presiden 2014, tim sukses dari kedua kubu kandidat presiden dan wakil presiden sudah bergerilya di dunia maya sejak jauh-jauh hari. Tak hanya menginformasikan keunggulan pasangan yang didukungnya, keburukan dan kejelekan lawan juga disebar ke media sosial kerapkali tanpa disertai verifikasi dan sumber data yang bisa dipertanggungjawabkan. Inilah era kampanye hitam di media sosial. Oleh IDHA SARASWATI

F

enomena kampanye hitam je­ lang Pilpres ini dirasa sangat meresahkan, sehingga tema itu dibahas pada diskusi pub­ lik “Media Sosial untuk Pilpres yang Berkualitas dan Beradab”, Jumat (6/6) di kantor KPUD Daerah Istimewa Yog­ yakarta. Acara ini dihadiri oleh perwa­ kilan KPUD DIY, perwakilan tim suk­ ses dari kedua calon pasangan presi­ den, jurnalis, pegiat media komunitas, dan pemerhati media. Budi Hermanto dari Masyarakat Pe­ duli Media (MPM) selaku moderator diskusi menyebutkan, jelang Pilpres media sosial berubah menjadi media yang membodohi. Tidak ada lagi dia­ log yang mencerahkan. Begitu berbe­ da pendapat, caci maki akan dengan mudah muncul di media sosial. Tidak sedikit orang yang akhirnya memu­ tuskan hubungan pertemanan gara­ gara temannya memajang status ber­ bau pilpres di media sosial. “Ini aneh karena toh salah satu dari pasangan itu nanti akan jadi presiden kita, dan kita harus menerima itu,” ujarnya. Di samping itu, banyak akun ano­ nim yang bermunculan dan diguna­ kan untuk menyerang pasangan lawan dengan isu­isu sensitif macam agama, suku dan ras. Kondisi ini dikhawatir­ kan bakal menjauhkan Pilpres 2014 dari pemilu yang berintegritas. Diskusi dimulai dengan membahas definisi kampanye hitam. Kesimpul­ annya, sebuah informasi terkait tokoh politik/partai politik disebut sebagai kampanye hitam jika disebarkan tan­ pa disertai verifikasi ataupun sumber data yang bisa dipertanggungjawab­ 16

Kombinasi  Edisi ke-56  Juni 2014

kan dari pihak yang sedang dibicara­ kan. Prinsip ini mirip cara kerja jur­ nalis yang harus memberitakan sesu­ atu secara berimbang atau cover both side. “Tak hanya di media sosial, me­ dia umum pun kerap melakukan kam­ panye hitam karena tidak mengkon­ firmasi pihak yang bersangkutan,” ka­ ta Faried Bambang Siswantoro, komi­ sioner KPUD DIY. Media sosial menjadi arena baru dalam kampanye pemilihan umum ta­ hun ini. Kondisi ini berbeda dengan pemilu sebelumnya ketika media so­ sial belum semarak saat ini. Paparan tentang profil capres bisa ditulis pan­ jang di blog maupun website, untuk kemudian disebarluaskan melalui me­ dia sosial. Dari total jumlah pemilih sebanyak 185 juta jiwa, 30 persen di antaranya adalah pemilih pemula dengan usia antara 17­30 tahun. Bagi generasi ini, internet menjadi salah satu sumber in­ formasi utama. Maka tidak heran jika media sosial dan media berbasis in­ ternet lainnya menjadi lahan empuk untuk berkampanye. Celah regulasi yang terkait kampa­ nye dan internet membuat siapa pun dapat menggunggah beragam infor­ masi tentang pemilu di internet. Ba­ dan Pengawasan Pemilihan Umum (Ba­ waslu), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), hingga Kementerian Komuni­ kasi dan Informasi (Kemenkominfo) tak punya wewenang menyeret akun anonim mempertanggungjawabkan informasi yang disebarkan. Di sisi lain, tidak semua pengguna internet dan media sosial bisa kritis

saat membaca aneka informasi yang disajikan di internet. Tak sedikit orang yang percaya begitu saja pada infor­ masi yang tersaji karena mereka tak mempunyai metode untuk menyaring mana informasi yang dapat diperca­ ya dan mana yang tidak.

Literasi Media Melihat kondisi tersebut, sejumlah peserta diskusi menyampaikan pen­ tingnya literasi media berbasis inter­ net bagi warga. Literasi media menja­ di jalan keluar alternatif untuk meng­ atasi dampak kampanye hitam pada warga, setelah jalur regulasi tak mem­ berikan celah. Literasi media sangat penting dila­ kukan agar warga bisa memilah ma­ na informasi yang benar, serta mana informasi yang ternyata hanyalah isu untuk menjatuhkan maupun menaik­ kan citra seseorang. Dengan begitu, mereka dapat mengumpulkan infor­ masi yang benar tentang para kandi­ dat yang sedang bertarung. Informa­ si itu menjadi referensi penting yang menggiring mereka dalam menetap­ kan pilihan. Dasar­dasar jurnalistik sebetulnya bisa dipakai untuk memilah informa­ si. Prinsip cover both side dapat digu­ nakan untuk melihat apakah sebuah informasi layak dipercaya atau tidak. Apabula sebuah media menyebarkan informasi salah satu kandidat tanpa menyebut sumber yang jelas, media tersebut tidak dapat dipercaya. Suatu sumber bisa disebut jelas ji­ ka datanya bisa diverifikasi. Kriteria tentang sumber menjadi penting, se­


pemilikan media massa mainstream semacam itu perlu diatur dengan te­ gas karena informasi yang disajikan media mainstream mempengaruhi media sosial. Sebagian besar informa­ si yang tersebar di media sosial ber­ asal dari media maistream. Untuk itu, salah satu solusi yang bisa dilakukan adalah memperkuat lembaga penyi­ aran publik. Terkait dengan itu, Budi mengata­ kan bahwa dalam catatan MPM seti­ daknya ada dua stasiun televisi swas­ ta nasional yang menyebarkan infor­ masi tidak berimbang terkait Capres. “Dua televisi nasional itu akan kami laporkan ke Dewan Pers,” ujarnya. Usulan lainnya adalah dengan me­ nyebarkan kampanye tandingan gu­ na menghadang kampanye hitam. KPU bersama lembaga terkait sebenarnya bisa mendesakkan agenda kampanye damai di media dengan mengajak ke­ dua tim pendukung. Salah satu peser­ ta diskusi bahkan mengusulkan per­ lunya semacam kampanye putih, yang dapat dilakukan antara lain dengan mengajak para pengguna media sosi­ al untuk lebih kritis memilah dan me­ nyebarkan informasi.

orang­orang dengan jumlah peng­ ikut banyak di twitter, atau jamak di­ sebut sebagai selebtwit, bisa dirang­ kul agar ikut serta menyebarkan ajak­ an kampanye putih tersebut. Cara ini dipandang cukup relevan mengingat dari 100 juta pengguna internet di In­ donesia, sekitar 40 juta di antaranya adalah pengguna twitter. Cara ini juga perlu dilakukan meng­ ingat demi kebutuhan kampanye, di media sosial bermunculan akun­akun anonim yang digunakan untuk meng­ kampanyekan keunggulan seorang ca­ lon sembari menyebarkan kampanye hitam untuk lawan. Budi menyebut bahwa sekarang ada sekitar 130.000 akun twitter anonim. Partai politik be­ rani memberikan bayaran besar ke­ pada aktivis media sosial untuk me­ lakukan kampanye. Faried Bambang Siswantoro menu­ turkan, ada banyak hal terkait kampa­ nye yang berada di luar KPU, terlebih KPU di daerah. Pada pilpres 2014 ini, KPUD hanya bisa sebatas mengajak para tim sukses kedua pasangan un­ tuk berkumpul menyepakati deklara­ si kampanye damai mengikuti agenda KPU pusat. 

Kombinasi  Edisi ke-56  Juni 2014

17

JaKPro.id

bab tak sedikit media yang mengaku sedang melaporkan hasil investigasi tetapi ternyata investigasi itu dibuat dengan merekayasa sumber dan na­ rasumer. Mengenali pemilik media juga bi­ sa menjadi salah satu cara untuk me­ milah informasi. Di Indonesia, terpu­ satnya kepemilikan media di tangan para petinggi partai politik memang sudah lama menjadi sorotan. Media yang memakai frekuensi milik publik rentan disalahgunakan untuk kepen­ tingan partai dan kelompok tertentu sehingga merugikan publik. Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan MPP untuk Dewan Pers terhadap tiga stasiun televisi dan dua media cetak, disimpulkan bahwa di tingkat jurnalis dan pemimpin redak­ si, profesionalisme dan independen­ si masih terjaga. Kode etik jurnalistik, termasuk prinsip cover both side ma­ sih dipegang. Akan tetapi, para pemi­ lik media ternyata kerap melakukan intervensi. Akibatnya, ruang redaksi media pada masa kampanye berubah menjadi ruang tim sukses. Sinam dari Jaringan Radio Komuni­ tas Indonesia (JRKI) mengatakan, ke­


M Edia Jurnalisme Sehat untuk Penanggulangan Bencana Tahap-tahap penanggulangan bencana membutuhkan keterlibatan media yang menyebarkan informasi terkait bencana kepada masyarakat. Namun informasi mengenai penanggulangan bencana hanya akan berguna bagi warga jika media menerapkan jurnalisme sehat. Oleh FATCHUR RAHMAN satuHaraPan.com

H

al itu terungkap dalam dis­ kusi bertema “Jurnalisme Sehat dalam Penanggulang­ an Bencana Erupsi Merapi” yang diprakarsai Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Geologi (BP­ PTKG) dan Jalin Merapi, Selasa (10/6) di Kantor BPPTKG Yogyakarta. Disku­ si yang dibuka Kepala BPPTKG Suban­ driyo itu menghadirkan Jenarto, pe­ nyiar Radio Komunitas Lintas Mera­ pi FM dan Ahmad Arif, jurnalis Hari­ an Kompas sebagai narasumber. Dalam diskusi yang diikuti oleh jur­ nalis media arus utama, media komu­ nitas, serta admin media sosial ini, Su­ bandriyo menuturkan bahwa selama ini pihaknya cukup kewalahan ketika menghadapi munculnya beragam in­ formasi terkait kondisi Gunung Me­ rapi. Banyak berita yang ternyata tak sesuai fakta sehingga membuat ma­ syarakat bingung. oleh karena itu jur­ nalisme sehat sangat dibutuhkan. Bagi Subandriyo, jurnalisme sehat adalah jurnalisme yang menghasilkan informasi menyehatkan bagi psikolo­ gi masyarakat. Artinya, informasi itu 18

Kombinasi  Edisi ke-56  Juni 2014

tidak membingungkan, dan bisa men­ dorong masyarakat untuk bersikap tenang namun tetap siaga dan antisi­ patif dalam merespons bencana. “Se­ hingga masyarakat dapat merespons aktivitas gunung Merapi secara lebih efektif dan terukur tanpa ada kepanik­ an, meskipun badan pemerintah tak bisa menjamin masyarakat untuk ti­ dak panik,” ujarnya. Terkait dengan aktivitas kegunung­ apian, lanjut dia, perbedaan persepsi dalam menginterpretasikan aktivitas gunung api adalah hal biasa. Interpre­ tasi tidak tunggal karena setiap ahli mempunyai pendapat yang berbeda. Perbedaan interpretasi ini menjadi ba­ han berita yang menarik bagi media. Namun jika tidak hati­hati, informasi mengenai perbedaan pendapat di ka­ langan ahli gunung api bisa membu­ at masyarakat kebingungan. oleh karena itu, ke depan ia berha­ rap informasi yang berkaitan dengan peringatan dini status Merapi berasal dari satu sumber. Adapun sumber in­ formasi resmi terkait aktivitas gunung api di Indonesia ada di Badan Geologi

Kementerian Energi dan Sumber Da­ ya Mineral, dan BPPTKG untuk infor­ masi lokal terkait Merapi.

Gagap Bencana Ahmad Arif berpendapat, salah sa­ tu masalah paling serius dalam peli­ putan bencana di Indonesia adalah mi­ nimnya pengetahuan jurnalis tentang bencana. Banyak media arus utama yang tak punya standar prosedur ope­ rasional dalam meliput bencana. Arif mencontohkan adanya jurna­ lis televisi yang tidak dapat membe­ dakan antara awan panas dengan abu vulkanik. Selain itu, banyak lembaga media yang menggunakan lokasi ben­ cana sebagai tempat magang bagi war­ tawan baru, sehingga akhirnya salah dalam memberitakan bencana. Padahal jurnalis juga menjadi ke­ lompok rentan dalam bencana. Keti­ ka meliput tsunami Aceh, ada jurna­ lis foto yang kehilangan keluarganya ketika sedang meliput bencana yang semula dikiranya hanya banjir besar. Sebagai jurnalis, ia memang menda­ pat kepuasan batin lantaran berhasil


mengabadikan momen bencana. Na­ mun ia tidak menyadari bahaya yang mengancam nyawanya saat bertugas. Bencana juga menjadi komoditi, ti­ dak hanya bagi media massa, tapi ju­ ga media sosial. Kesedihan masyara­ kat dieksploitasi. Praktik itu semakin marak terutama di media yang sarat kepentingan politik pemiliknya. Kini ada kecenderungan media di Indonesia dimiliki penguasa tunggal atau pemegang saham mayoritas. Ka­ rena itu, ada praktik­praktik tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) terse­ lubung saat media menyalurkan ban­ tuan. Bencana didramatisasi lantaran pihak media terlibat dalam pengum­ pulan serta penyaluran bantuan. Media massa pun tak selalu meng­ awal proses pemulihan pascabenca­ na yang sebenarnya vital. Selain itu, ada bias desentralisasi dalam pembe­ ritaan, seperti ketika bencana di Men­ tawai berlangsung hampir bersama­ an dengan Merapi. Liputan media yang terfokus pada Merapi membuat ben­ cana Mentawai hampir terlupakan. Situasi pascabencana juga berpo­ tensi jadi bencana baru. Sembilan bu­ lan usai erupsi Sinabung menjadi pun­ cak krisis bagi warga penyintas. Pu­ sat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi sudah mempersilakan warga untuk pulang, tapi warga tak berani. Selain itu, selalu ada potensi konflik dan kejahatan korupsi pascabencana yang sebaiknya dikawal media. Arif menambahkan, seharusnya li­ putan bencana diawali dengan mem­ pelajari informasi dari bencana sebe­ lumnya. Ada tiga tahap yang harus di­ lakukan. Pertama meliput pra benca­ na untuk mendorong kesiapsiagaan, kedua meliput tahap tanggap darurat sewaktu terjadi bencana, dan ketiga mengawal proses rekonstruksi dan re­ habilitasi pascabencana untuk men­ cegah munculnya bencana baru. Dia lantas membandingkan media di Indonesia dengan media di Jepang dalam memberitakan tahap tanggap darurat bencana. Jepang mempunyai lembaga penyiaran publik NHK yang memang diwajibkan oleh undang­un­ dang untuk menyampaikan informa­ si tanggap darurat.

Pendokumentasian terbaik tentang tsunami dilakukan oleh media di Je­ pang karena sebelum tsunami datang, stasiun televisi di sana sudah siap me­ nyorot gelombang yang datang. Se­ dangkan berita pertama tentang tsu­ nami Aceh baru muncul 12 jam pas­ cakejadian, itu pun tidak akurat. Di Jepang, hampir tak ada jeda da­ lam pemberitaan bencana. Media Je­ pang berhubungan langsung dengan institusi pemantau bencana dan lem­ baga berwenang. Di Indonesia, jurna­ lis terpaksa mengandalkan tebengan untuk mencapai lokasi bencana di pe­ losok. Akibatnya, antara lain, penyam­ paian informasi bencana di Kepulau­ an Mentawai terlambat satu hari. Di samping itu, media­media di Je­ pang cenderung memberi informasi yang bisa mengangkat semangat un­ tuk bangkit. “Substansi pemberitaan­ nya didesain untuk mendorong kor­ ban tetap bersemangat,” kata Arif.

Alternatif Kegagapan media arus utama da­ lam meliput bencana itu menghadir­ kan tantangan sekaligus peluang ba­ gi media­media alternatif, utamanya media komunitas. Untuk itu, kemam­ puan media komunitas dalam meng­ hadirkan informasi akurat terkait ben­ cana di wilayahnya perlu diperkuat se­ hingga warga punya sumber informa­ si alternatif yang bisa dipercaya. Terlebih lagi pada kondisi bencana, banyak media arus utama yang lum­ puh karena ikut terkena bencana. Ra­ dio dan media sosial semacam twit­ ter yang lebih tahan bencana menja­ di media yang efektif. Ketika terjadi tsunami, media sosial di Jepang juga memiliki peran besar. Banyak korban yang terselamatkan berkat informasi yang beredar di twitter. Penggunaan radio dan media sosi­ al juga sudah lama dipraktikkan di Me­ rapi. Salah satu contoh keberhasilan penggunaan radio dan media sosial untuk meliput bencana di seputar ka­ wasan Merapi dilakukan oleh Radio Komunitas Lintas Merapi FM. Jenarto mengungkapkan, pada awal kiprahnya menyediakan informasi se­ putar Merapi bagi warga, Lintas Me­

rapi FM kerap dicap sebagai provoka­ tor dan pembangkang oleh pemerin­ tah. Cap itu justru muncul ketika pa­ ra pegiatnya berupaya menyampaikan informasi yang benar bagi warga. Contohnya terjadi menjelang erup­ si Merapi 2006. Sewaktu Merapi ber­ status “waspada”, pemerintah setem­ pat memerintahkan warga mengung­ si. Pegiat Lintas Merapi FM yang su­ dah belajar bahwa evakuasi mestinya baru dilakukan ketika status “awas” pun menolak perintah itu, sehingga di­ cap sebagai pembangkang. Namun, radio komunitas itu terus konsisten pada upayanya sehingga ja­ di rujukan penting bagi warga. Pada erupsi Merapi 2010, Lintas Merapi FM dapat menunjukkan bahwa radio ko­ munitas bisa berperan baik di ranah onair maupun offair. Menurut Jenarto, media arus utama terutama televisi masih sering salah dalam memahami istilah­istilah ke­ bencanaan sehingga memberi infor­ masi yang membingungkan bagi war­ ga. Guna mengatasi hal itu, Lintas Me­ rapi FM pernah sampai harus men­ datangkan petugas BPPTKG guna me­ luruskan informasi dan memberikan penjelasan langsung kepada warga. Terkait fenomena media sosial, Je­ narto mengatakan saat ini makin ba­ nyak komunitas yang menggunakan media sosial untuk menyebarkan in­ formasi tentang Merapi. Namun, ba­ nyak di antaranya yang menyebarkan opini ketimbang fakta. Kondisi tersebut membuat pegiat Lintas Merapi FM khawatir. “Muncul­ nya komunitas­komunitas itu mem­ buat masyarakat terkotak­kotak, se­ hingga nanti jika terjadi letusan, ma­ syarakat bingung harus bergantung pada informasi siapa,” ungkapnya. Melihat kondisi tersebut, para pe­ giat radio komunitas pun aktif men­ datangi warga untuk mengajak mere­ ka lebih kritis atas informasi di tele­ visi dan media lain. “Kami bukannya anti TV, tetapi ingin memberi pema­ haman tentang pemberitaan yang ti­ dak benar, bagaimana mengantisipa­ si ancaman, menenangkan warga, ser­ ta meredam kepanikan jika bencana Merapi terjadi lagi,” terangnya.  Kombinasi  Edisi ke-56  Juni 2014

19


R

adio

Mengurangi Risiko Bencana dengan Radio Komunitas Berdasarkan pengalaman di berbagai daerah rawan bencana, beredarnya informasi tidak akurat yang disertai dengan isu-isu negatif terkait bencana kerap membuat warga bingung dan ketakutan. Oleh karena itu informasi yang akurat merupakan kebutuhan utama bagi warga yang tinggal di daerah rawan bencana, termasuk bagi warga di daerah sekitar Gunung Sinabung, Provinsi Sumatera Utara. Oleh MARYANI

S

eperti diungkapkan Frida Br. Bangun, relawan pemantau la­ har hujan Gunung Sinabung di Jembatan Titikambing Pa­ yung, Kabupaten Karo, ketika ditemui awal Mei silam. Menurut dia, Erupsi Sinabung pada 2010 tak diawali de­ ngan tanda­tanda peningkatan akti­ vitas sehingga tidak ada peringatan dini dari pihak manapun. Akibatnya, ketika terjadi erupsi informasi yang diterima warga simpang siur. Banyak warga yang berlari ketakutan sehing­ ga terpisah dari keluarganya. Sebelum kembali erupsi pada ta­ hun 2010, Gunung Sinabung telah ber­ istirahat selama tak kurang dari 400 tahun. Melihat kondisi gunung yang aman, permukiman penduduk terus berkembang di sekitar gunung terse­ but. Maka ketika Sinabung erupsi pa­ da 7 September 2010, tak kurang da­ ri 25.000 penduduk yang tinggal di se­ kitar gunung harus dievakuasi. Tiga tahun kemudian, tepatnya pa­ da tanggal 17 September 2013, Sina­ bung kembali bergejolak. Aktivitas­ nya terus meningkat hingga akhirnya terjadi erupsi dengan mengeluarkan awan panas dan abu vulkanik. Akibat peningkatan aktivitas tersebut, war­ ga desa yang berada di radius 5 kilo­ meter meter dari puncak Sinabung di­ ungsikan. Menghadapi ancaman erupsi yang memaksa mereka meninggalkan ru­ mah, warga sangat membutuhkan in­ formasi akurat terkait kondisi benca­ na. Guna menjawab kebutuhan itu, di­ 20

Kombinasi  Edisi ke-56  Juni 2014

perlukan sebuah media yang menghu­ bungkan masyarakat terdampak, pe­ merintah, organisasi kemanusiaan dan para relawan. Melihat kondisi tersebut, Combine Resource Institution bekerjasama de­ ngan Jaringan Radio Komunitas Indo­ nesia (JRKI), Radio Komunitas Lintas Merapi FM Klaten, dan Radio FMYY Jepang mendirikan radio darurat un­ tuk membantu penguatan sistem ko­ munikasi serta informasi untuk me­ ngurangi risiko bencana. Radio yang mengudara di frekuensi 107,8 FM itu diberi nama Sora Sinabung. Sora Sinabung didirikan agar ma­ syarakat dapat mengakses informasi yang lebih akurat terkait situasi ben­ cana erupsi Gunung Sinabung. Selain menyiarkan berbagai informasi ter­ baru terkait kondisi Sinabung, radio ini juga kerap menggelar program bin­ cang­bincang dengan para pihak yang berkepentingan, memutar iklan layan­ an masyarakat, dan musik. Radio da­ rurat ini beroperasi singkat, yakni pa­ da Maret hingga April 2014. Sistem Peringatan Dini Informasi ternyata tidak hanya di­ butuhkan saat erupsi tengah berlang­ sung. Pascaerupsi, masih ada benca­ na sekunder yang mengancam. Sela­ in itu, informasi juga dibutuhkan ba­ gi warga yang sedang berupaya me­ mulihkan kehidupannya. Bencana sekunder yang dapat ter­ jadi di Gunung Sinabung adalah ban­ jir lahar hujan. Sewaktu terjadi erup­

si, banyak material vulkanik yang ter­ tahan di kawasan puncak gunung se­ hingga menumpuk dan menjadi se­ dimen. Menurut perkiraan Pos Peng­ amatan Gunung Api (PGA) Gunung Si­ nabung, material yang menumpuk su­ dah mencapai hampir 30 juta meter kubik. “Sudah kelewat banyak tumpukan yang ada di lereng gunung. Kami kha­ watir material tersebut terbawa me­ lalui aliran sungai dan mengancam de­ sa yang dilalui sungai Labuborus ini,” ungkap Hikmat Surbakti, Kepala Tek­ nis Seksi Informasi, Media Center Ka­ bupaten Karo. Untuk mengurangi risiko bencana lahar hujan, perlu dikembangkan sis­ tem peringatan dini. Combine kemba­ li bekerjasama dengan Radio FMYY, Pemerintah Kabupaten Karo, dan ma­ syarakat sekitar guna membangun sis­ tem peringatan dini berbasis masya­ rakat. Dikatakan berbasis masyarakat karena sebagian besar pelakunya ada­ lah masyarakat, relawan pemantau, Pos Pengamatan Gunung Api (PGA), dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Untuk mendukung suksesnya sis­ tem peringatan itu, perlu ada media yang menyampaikan informasi per­ ingatan dini kepada masyarakat di se­ kitar Sinabung, khususnya yang ting­ gal di bantaran sungai. Radio komu­ nitas (rakom) kembali menjadi jawab­ annya. Tapi mengapa harus rakom? Ber­ dasarkan hasil wawancara dengan se­


Kombinasi

jumlah warga, keberadaan radio da­ rurat Sora Sinabung ternyata dirasa­ kan berguna bagi warga sehingga me­ reka kerap mendengarkan radio ter­ sebut. Melalui radio, informasi yang disampaikan dapat langsung sampai ke warga. Mereka juga sering datang langsung ke studio untuk menanyakan langsung informasi yang sebelumnya telah disiarkan. Rakom untuk mendukung sistem peringatan dini tersebut didirikan di Desa Batukarang dan Desa Pertegu­ hen. Didirikan pada 14­20 April, ra­ kom di Desa Perteguhen diberi nama Kekelengan FM, sedangkan rakom di Desa Batukarang disebut Dia Erme­ diate FM. Dua desa tersebut dipilih sebagai lokasi radio karena berada di radius aman bencana erupsi Sinabung. Pan­ caran siaran radio Perteguhen dapat menjangkau sisi timur, selatan, sam­ pai barat daya Gunung Sinabung, an­ tara lain Desa Pintubesi, Jeraya, Bera­ sitepu, Suka Meriah, Sigarang­garang, dan desa­desa lainnya yang terletak dalam zona bahaya. Sedangkan Radio Batukarang sanggup menjangkau de­ sa­desa di sekitar Batukarang seper­ ti Perbaji, Mardinding, Tiganderket, Tanjungmerawa, Jandimeriah, dan de­ sa­desa lainnya. Selain membangun peralatan tek­ nis pendukung siaran, warga juga di­ latih untuk menjadi penyiar radio. Ke depan, rakom tersebut diharapkan bi­ sa berperan dalam menyampaikan in­ formasi yang berasal dari hasil pan­ tauan relawan di lapangan maupun da­ ri Pos PGA, BPBD dan lembaga yang berkompeten, menyosialisasikan pe­ ngetahuan kebencanaan serta risiko bencana gunung berapi, dan menyam­ paikan kondisi terkini gunung api. Agar informasi yang disampaikan kedua radio tersebut bisa menjang­ kau warga, pendirian stasiun peman­ car rakom Perteguhen dan Batukarang kemudian diimbangi dengan pemba­ gian radio penerima ke masyarakat Foto: Pendirian antena Kekelengan FM di Desa Perteguhen, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Kombinasi  Edisi ke-56  Juni 2014

21


R

adio

di desa­desa sekitar, khususnya yang tinggal di bantaran Sungai Lauborus dan zona bahaya. Dengan demikian, masyarakat dapat mendengarkan si­ aran dua rakom itu di mana pun dan kapan pun.

Dukungan Warga Pendirian rakom di kedua desa itu mendapat sambutan positif dari pe­ merintah desa maupun dari masyara­ kat. Dukungan kepala desa diwujud­ kan dengan menyediakan ruangan di kantor kepala desa. Selain dukungan positif dari pihak Pemerintah Desa, masyarakat juga tu­ rut terlibat langsung dalam pendiri­ annya. Hendrik Junanta Bangun, pe­ ngelola Kekelengen FM, menceritakan masyarakat sekitar turut membantu pendirian rakom. Mereka ikut mendi­ rikan antena, setting alat, dan belajar mengoperasikan alat. Hal serupa ju­ ga terjadi di Dia Ermediate FM. Pengurus rakom ditentukan mela­ lui diskusi warga. Meski begitu, tidak mudah mengajak para remaja untuk terlibat dalam aktivitas penyiaran di Kekelengan FM. Kondisi di Dia Erme­

Kombinasi

Foto: Pemasangan peralatan radio Kekelengan FM di Desa Perteguhen, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

22

Kombinasi  Edisi ke-56  Juni 2014

Pemilihan radio sebagai media penyampaian informasi tentang aktivitas Gunung Sinabung dinilai sangat tepat karena informasi bisa langsung diterima oleh warga. diate FM lebih baik karena pengelola dan penyiarnya melibatkan warga da­ ri beragam usia. Informasi yang disampaikan kepa­ da pendengar dua radio tersebut me­ liputi aktivitas gunung, kemungkinan adanya lahar hujan, dan kesiapsiaga­ an. Informasi tersebut diperoleh dari relawan pemantau, kepala desa, mau­ pun dari Pos PGA dan BPBD. Antusiasme masyarakat yang ter­ jangkau oleh pancaran siaran kedua radio ini dapat dikatakan tinggi. Dari delapan warga yang diwawancarai, se­ luruhnya mengaku senantiasa men­ dengarkan kedua radio tersebut kare­ na informasi yang disampaikan radio tak didapatkan dari media lain. Pen­ dengarnya tidak terbatas pada warga yang mendapat bantuan radio pene­ rima, tapi juga warga lain. Ada yang

membeli radio baru, namun ada juga yang mendengarkan siarannya lewat ponsel. “Saya membawa radio ke la­ dang, jadi kalau ada peringatan baha­ ya saya langsung bisa dengar,” kata Pi­ nalti Sitepu, warga Pintubesi. Di samping mendengarkan siaran­ nya, warga juga aktif merespons infor­ masi yang disajikan. Dalam satu kali siaran, Kekelengen FM bisa menerima setidaknya 30 pesan pendek (SMS) un­ tuk menanyakan informasi yang disi­ arkan maupun sekadar untuk kirim sa­ lam ke pendengar radio lainnya. Sedangkan pada Dia Ermediate FM, pesan pendek yang masuk dalam satu kali siaran mencapai 150. Selain itu, ada saja warga yang datang mengan­ tar makanan ke studio untuk penyiar yang bertugas malam hari. Antusias­ me warga untuk belajar siaran di stu­ dio juga tinggi. Mereka ikut belajar dan siaran didampingi oleh penyiar. Tingginya antusiasme dan harap­ an masyarakat harus diimbangi de­ ngan rencana keberlanjutan rakom ke depan. Arsatma Bangun, salah seorang pengelola Dia Ermediate FM, meng­ aku akan terus melanjutkan dan men­ cari inovasi demi keberlanjutan rakom tersebut. Beberapa gambaran prog­ ram acara ke depan sudah disusun, misalnya dengan membuat talkshow tentang kebencanaan, pertanian, ke­ rohanian, dan kesenian. Sebelum ada rakom, warga meng­ akses informasi dari televisi. Namun setelah didirikan rakom untuk men­ dukung sistem peringatan dini guna mengurangi resiko bencana, antusias­ me warga ternyata sangat tinggi. Pe­ milihan radio sebagai media dalam menyampaikan informasi mengenai aktivitas Gunung Sinabung dinilai sa­ ngat tepat lantaran melalui radio in­ formasi bisa langsung diterima oleh warga. Supaya tujuan didirikannya rakom itu bisa tercapai, dukungan dari pe­ merintah daerah terutama BPBD dan Pos PGA sangat diperlukan. Komuni­ kasi antara rakom, Pos PGA dan BPBD harus terjalin dengan baik agar fung­ sinya dalam mendukung sistem per­ ingatan dini bencana dapat berjalan maksimal. 


Majalah Kombinasi (Komunitas Membangun Jaringan Informasi) adalah majalah yang diterbitkan Combine Resource Institution (CRI) sebagai media untuk menyebarkan gagasan, inspirasi, dan pengetahuan tentang media komunitas. Majalah ini diterbitkan sebagai salah satu upaya Combine untuk membantu pelaku media komunitas dalam mengembangkan medianya, baik dalam hal teknis pengelolaan, keredaksian, maupun isu.

Tertarik Menulis di Majalah Kombinasi? Redaksi Majalah Kombinasi menerima tulisan berupa opini, feature hasil liputan, dan resensi (buku dan ilm dokumenter) dengan tema-tema yang berhubungan dengan komunitas maupun media komunitas.

Ketentuan tulisan  Ditulis menggunakan bahasa Indonesia dengan mengikuti kaidah penulisan yang benar.  Ditulis dengan font times new roman, ukuran 12, panjang tulisan sekitar 6.000 karakter (with spaces).  Untuk tulisan feature dan resensi, harap sertakan foto dengan resolusi standard (minimal 1.000 x 800 pixel).  Mencantumkan nama terang penulis dan aktivitas penulis  Mencantumkan nomor rekening penulis.  Redaksi berhak menyeleksi tulisan yang sesuai dengan Majalah Kombinasi.  Untuk tulisan yang terpilih, redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah maksud tulisan.  Penulis yang tulisan diterbitkan akan mendapatkan honor sepantasnya.

Tulisan bisa dikirim ke redaksi Majalah Kombinasi di Jalan KH Ali Maksum RT 06 No.183, Pelemsewu, Panggungharjo, Sewon, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia (kode pos 55188) atau melalui surat eletronik di redaksikombinasi@combine.or.id


SEGENAP KELUARGA BESAR COMBINE RESOURCE INSTITUTION MENGUCAPKAN

Selamat Idul Fitri 1435 H MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.