Mengudara melawan kemiskinan

Page 1


Mengudara Melawan Kemiskinan


Lisensi

Siapa pun bisa mengutip, menyalin, dan menyebarluaskan sebagian atau keseluruhan tulisan dengan menyebutkan sumber tulisan dan mencantumkan jenis lisensi yang sama pada karya publikasi, kecuali untuk kepentingan komersil.


Mengudara Melawan Kemiskinan


Mengudara Melawan Kemiskinan Tim Penulis Ferdhi Putra Iman Abda Khoerudin Wahyu Lia Yuniar Penyunting Ranggoaini Jahja Sampul dan Tata letak MS Lubis Penerbit Combine Resource Institution (CRI) Jl KH Ali Maksum RT 06 No 183 Pelemsewu, Panggungharjo, Sewon Bantul, DI Yogyakarta, Indonesia 55188 Tel/Fak: 0274 – 411123 Website: www.combine.or.id Cetakan pertama, November 2014


Daftar Isi

Kata Pengantar ~ 6  BAB 1 Radio Komunitas: Mengudara Melawan Kemiskinan ~ 11  BAB 2 Merevitalisasi dan Memelihara Nilai-nilai Baik di Masyarakat ~ 23  BAB 3 Pembelajaran dari Program DISKUSI III ~ 46  BAB 4 Bercermin dan Melihat Masa Depan Radio Komunitas Indonesia ~ 63

M eng u dara M elawan K e miskinan

I 5


Kata Pengantar

ejak awal berdiri pada 2001 hingga kini, Com­ mu­nity Based Information Network (Combine) Re­source Institution bergelut di masalah swa­ke­ lola informasi oleh masyarakat. Salah satunya melalui me­ dia komunitas, termasuk radio komunitas. Salah satu ujung yang diharapkan terwujud melalui radio komunitas ada­ lah partisipasi. Partisipasi yang dimaksud tentu dalam koridor kebijak­ an publik. Seperti telah diulas dalam beragam teori, parti­ sipasi membutuhkan prasyarat dan tahapan. Dalam teori klasik macam A Ladder of Citizen Participation dari Sher­ ry Arnstein (1969) pun sudah disebutkan delapan macam partisipasi sebelum sampai ke tahap paling ideal menurut­ nya, yaitu Kontrol Warga. Bila menilik alasan-alasan pendirian radio komunitas, antara lain misalnya karena hobi individu dan "program bawaan" dari pihak luar seperti LSM, maka jelas butuh upa­

S

6 I

Ferdhi Putra dkk


ya berkelanjutan ― kalau tidak bisa disebut ekstra keras ― untuk bisa merealisasikan partisipasi publik. Upaya ini bisa melalui banyak cara. Tentu harus hati-hati agar da­ lam cara apapun yang dipilih sudah partisipatif sejak awal. Partisipasi bukan sekadar menjadi tujuan akhir melainkan sudah melebur sebagai prinsip yang menjiwai tiap akti­vi­ tas di radio komunitas. Dinamika Proses Program ” Enhancing Transparancy & Accountability Through Community Radio” tahap III atau Radio Komu­ nitas untuk mendorong Akuntabilitas dan Transparansi disingkat DISKUSI III adalah Program yang dijalankan oleh Combine bekerja sama dengan Jaringan Radio Komu­ nitas Indonesia (JRKI) dengan dukungan dari PNPM Sup­ port Facility (PSF). Secara singkat sebenarnya program ini merupakan salah satu cara mendorong radio komunitas menapak tangga partisipasi yang lebih tinggi, dalam hal ini secara khusus terkait program PNPM. Bila dibandingkan dengan tahap I dan II, DISKUSI III ada tambahan beberapa aktivitas seperti kompetisi inovasi dan pelibatan dalam gerakan antikorupsi. Salah satu titik tekannya adalah upaya radio komunitas mengeskalasi isu yang diangkat ke level yang lebih tinggi (kabupaten, pro­ vinsi dan nasional ) melalui produksi informasi. Skema sederhananya, radio komunitas berpartisipasi dalam proses implementasi PNPM baik berupa sosialisasi maupun pengawasan. Informasi yang dikumpulkan kemu­ dian dikemas dan disebarkan. Tidak saja secara on air di M eng u dara M elawan K e miskinan

I 7


radio masing-masing, melainkan diperluas melalui bera­ gam media lain seperti media daring (www.suarakomunitas. net, radio streaming dsb). Tujuannya agar pihak pengambil keputusan dapat cepat mendapat pasokan informasi ter­ se­but dan lantas lebih cepat mengambil langkah konkret. Tentu proses pelaksanaannya tidak sesederhana itu. Buku ini berusaha secara utuh menggambarkan dinamika proses tersebut. Bila melihat ada 142 radio komunitas se­ ba­gai mitra program DISKUSI III yang tersebar di 14 pro­ vinsi, tentu menarik mengetahui betapa variatifnya adap­ tasi yang dilakukan tergantung karakter sosiologis hingga geografis. Pada Bab 2 misalnya, akan ditemui cerita tentang Man­ tehage, salah satu pulau terpencil yang minim infrastruk­ tur dan akses komunikasi. Padahal letaknya hanya sekitar 13 km dari Kota Manado, tepatnya di wilayah Taman La­ ut Nasional Bunaken. Warga di pulau ini harus puas dengan menikmati penggunaan listrik selama 7 jam per hari. Di si­nilah hidup Radio Komunitas Gelora Mantehage. Dalam kondisi itu para pengelolanya mesti berpikir sekian lang­ kah ke depan tentang menggalang partisipasi warga me­ ne­ropong PNPM. Pengawasan Program Terbesar di Dunia Sebenarnya partisipasi tidak hanya penting bagi warga tapi juga negara. Pembangunan yang lebih tepat sasaran, bebas korupsi dengan pembiayaan efektif adalah contoh dampak yang didapat bila tingkat partisipasi dibangun ber­ sama oleh kedua belah pihak. Dalam soal PNPM, perma­ 8 I

Ferdhi Putra dkk


salahan korupsi, inefisiensi, tidak sesuai kebutuhan rakyat dsb adalah cerita yang seakan selalu membayangi. Prinsip partisipasi yang disyaratkan pada kenyataannya dapat di­ reduksi sedemikian rupa menjadi sekedar lembar absensi pertemuan warga misalnya. Di titik inilah kenapa prog­ ram PNPM, yang sudah dianggap sebagai program pem­ ber­dayaan terbesar di dunia, amat membutuhkan dukung­ an elemen masyarakat seperti radio komunitas. Setelah membaca buku ini tentu diharapkan tidak ha­ nya didapat pengetahuan tentang proses perjalanan prog­ ram. Lebih dari itu yang dinanti adalah semangat untuk terus mewujudkan partisipasi publik yang ideal melalui ra­ dio komunitas. Program DISKUSI pada akhirnya hanya sa­ lah satu dari sekian banyak jalan untuk memacu semangat itu. Makin banyak tercipta kolaborasi dan inovasi, maka makin besar pula peluang mewujudkan keterlibatan pub­ lik dalam program-program pembangunan, seperti hal­ nya PNPM. Akhir kata, terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah menjadikan DISKUSI III ini terlaksana. Kepada PSF, JRKI baik di pusat maupun wilayah, rekan-rekan ra­ dio komunitas yang menjadi mitra, dan terutama warga ma­syarakat tempat program ini diimplementasikan. Ten­ tu ini bukan akhir, karena kolaborasi adalah syarat yang tak mungkin ditinggalkan untuk penguatan jejaring ma­ sya­rakat sipil.

M eng u dara M elawan K e miskinan

I 9



BA B 1

Radio Komunitas: Mengudara Melawan Kemiskinan Dengan adanya radio komunitas desa saya, desa Cisewu, sekarang mudah mengakses informasi dan mendapatan banyak jejaring pertemanan. (Latief Rochyana, pengelola Radio Komunitas Rasi FM, Cisewu, Garut)

emiskinan kerap dikaitkan dengan kesenjangan “si miskin” dengan “si kaya” dalam mengakses in­ formasi. Kondisi minus akses informasi yang di­ alami suatu masyarakat kerap merujuk pada situasi yang di­sebut sebagai lingkar ketidakberdayaan. Pandangan yang memeriksa adanya hubungan kausa­ litas antara kesenjangan informasi dan pengetahuan de­ ngan tingkat kesejahteraan suatu masyarakat telah lama dirujuk oleh mereka yang mempelajari ilmu komunikasi. Di­mulai sejak pertumbuhan media massa pertama kali, pa­ra ahli komunikasi meyakini bahwa pengetahuan didis­ tribusikan mengikuti sistem sosial masyarakat1. Sehingga

K

Tichenor, P.A.; Donohue, G.A. & Olien, C.N. “Mass media flow and diffe­ ren­tial growth in knowledge”. In Public Opinion Quarterly, 34 (2), 159 - 170. Ox­ford: Oxford University Press.

1

M eng u dara M elawan K emiskinan

I 11


mereka yang lebih sejahtera akan mencari informasi lebih cepat dari mereka yang memiliki status sosial ekonomi le­ bih rendah. Referensi pengetahuan akan menentukan se­ jauh mana kemampuan dan kesempatan yang dimiliki oleh seseorang. Sebagai ilustrasi, orang yang tidak tahu adanya lowongan pekerjaan akan kehilangan kesempatan untuk bekerja. Mengikuti perkembangan internet dan Teknologi In­ formasi dan Komunikasi, kesenjangan pengetahuan sering dikaitkan dengan kesenjangan digital (digital divide). Ak­ se­sibilitas suatu masyarakat terhadap informasi kemudi­an diukur dari frekuensi dan kemudahan mereka dalam meng­ akses internet. Terpaparnya suatu masyarakat terhadap informasi digital menjadi tolak ukur untuk membuktikan adanya kesenjangan pengetahuan diantara orang miskin dan orang kaya2. Kecenderungan yang terbentuk itu alhasil kian mem­ perlebar kesenjangan antara si kaya dan si mis­kin. Sehing­ ga disebut sebagai lingkar ketidakberdayaan. Informasi sesungguhnya tidak selalu berkorelasi de­ ngan penggunaan media baru, seperti internet. Penyedia­ an akses dan infrastruktur internet tidak menjadi jawaban bagi masyarakat yang menghadapi kemiskinan absolut, dalam pengertian kebutuhan dasarnya belum terpenuhi.

Kenneth E Himma, The Information gap, the digital divide, and the obli­ gations of affluent nations. International Review of Information Ethics (IRIE). Vol. 7 (09/2007). http://www.i-r-i-e.net/inhalt/007/07-himma.pdf. Diun­duh pa­ da tanggal 20 Agustus 2014

2

12 I

Ferdhi Putra dkk


Selain itu, kondisi masyarakat yang cenderung tak mem­ baca dan menulis dalam kehidupan sehari-harinya juga akan menghambat seseorang untuk memperoleh informa­ si dan pengetahuan. Perkembangan industri siaran radio dalam sejarah mo­ dern pertumbuhan media massa sudah diperhitungkan, ka­rena dapat menjawab hambatan kemiskinan dan ilite­ rasi yang dihadapi oleh suatu masyarakat3. Harapan atas pe­ran radio untuk menjadi tools dalam mengedukasi ma­ syarakat telah diperhitungkan sejak awal sejarah jurna­lis­ me penyiaran. Namun demikian, perkembangan radio se­ bagai alat edukasi masyarakat tak selalu dapat ditemukan di semua negara. Sebaliknya, radio menjadi bagian dari in­dustri komersial yang menempatkan masyarakat seba­ gai konsumen untuk membeli produk-produk yang diik­ lankan. Maka ketika suatu masyarakat tidak diperhitung­ kan karena daya belinya rendah, maka radio komersial re­latif tidak akan memperhitungkan wilayah tersebut se­ bagai sasaran jangkauan mereka. Hal tersebut menjadi iro­ni dengan kenyataan bahwa lapisan terbesar dari ma­ syarakat Indonesia adalah mereka yang paling miskin dari terpaan informasi4.

Spiker, J.A. “The development of radio”, Journalism and Mass Commu­ni­ cation, Vol 1. http://www.eolss.net/sample-chapters/c04/e6-33-01-06.pdf, di­unduh pa­da tanggal 21 Agustus 2014. 4 Zaenal Suryokusumo, Jaminan Konstitusi untuk Penyiaran Komunitas, ma­ kalah yang dipresentasikan pada Seminar Musyawarah Penyiaran Ko­mu­ni­ tas, Uni­versitas Indonesia, 2004 3

M eng u dara M elawan K emiskinan

I 13


Dalam kondisi sebagaimana tersebut di atas, penyiar­ an komunitas menjadi harapan bagi mayoritas masyara­ kat di Indonesia. Mereka adalah masyarakat yang berada di wilayah pelosok negeri, yang menjadi sasaran program pembangunan pemerintah. Radio komunitas dapat men­ jembatani kebutuhan masyarakat atas informasi pemba­ ngunan, dan sebaliknya menjadi alat untuk pemerintah selaku penyelenggara maupun dari pelaksana program me­ nyampaikan kepada masyarakat apa yang akan dilaku­kan dalam suatu program. Radio komunitas memiliki peluang untuk memper­ temukan penyedia program pembangunan dengan pene­ rima manfaat program. Dalam hal ini komunikasi dapat terjadi tidak hanya satu arah, namun interaktif. Pada ma­ sanya telah banyak disinggung bahwa kegagalan dalam program pembangunan terjadi karena pemerintah cen­de­ rung tidak memberikan informasi yang utuh kepada ma­ syarakat penerima manfaat. Informasi hanya beredar dari ruanglingkup terbatas, biasanya hanya di tataran elit ma­ syarakat. Akibatnya, masyarakat tak mengetahui adanya pelaksanaan program pembangunan tersebut sehingga par­ tisipasi mereka rendah terhadap program. Transparansi dan akuntabilitas program pembangun­ an menjadi aspek penting yang menentukan keberhasilan pemerintah dalam menyelenggarakan program pemba­ ngunan. Tak adanya instrumen yang memadai untuk men­ jembatani kebutuhan masyarakat dan ketersediaan prog­ ram akan berujung pada tak didukungnya suatu prog­ram oleh masyarakat di wilayah pembangunan itu dilaksana­ 14 I

Ferdhi Putra dkk


kan, tak tersentuhnya wilayah tersebut dari pemba­ngun­ an yang dibutuhkan, dan pada akhirnya kegagalan pemba­ ngunan itu sendiri. Kehadiran radio komunitas di suatu wilayah menjadi penting untuk meminimalisir terjadinya kegagalan atau bahkan terpinggirkannya sebuah wilayah dari kesempatan tersentuh oleh pembangunan. Radio komunitas dengan in­formasi yang dikelolanya bisa menjadi instrumen yang efektif untuk menyebarluaskan informasi dan pengetahu­ an. Melalui keterampilan yang dimiliki oleh para pengelo­ lanya dalam memproses dan mengevaluasi informasi, se­ buah masyarakat bisa melawan lingkar ketidakberdayaan, melawan jerat kemiskinan. Apa Itu Radio Komunitas? Radio Komunitas dalam Undang-undang nomor 32 ta­hun 2002 tentang Penyiaran didefinisikan sebagai lem­ baga penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah, luas jang­ kauan wilayah terbatas, serta untuk melayani kepenting­ an komunitasnya. AMARC (Association Mondiale Des Radiodiffuseurs Com­ mu­nautaires) memberikan tiga esensi yang mencirikan Ra­ dio Komunitas, yaitu: (1) tidak mencari keuntungan; (2) kepemilikan dan kontrol ada pada komunitas itu sendiri; dan (3) partisipasi komunitas. (http://www2.amarc.org) Radio komunitas dengan pengertian di atas adalah me­ dia terbatas yang mempunyai peran cukup penting dalam M eng u dara M elawan K emiskinan

I 15


membangun kesadaran terhadap kondisi sosial dalam ma­ syarakat. Berbeda dengan radio swasta, maka Radio Ko­ mu­nitas adalah radio yang tak mencari keuntungan (nonprofit), didirikan atas inisiatif masyarakat dengan pembi­ ayaan mandiri, dan bertujuan lebih terbatas untuk mela­ yani kepentingan komunitas. Jika media arus besar bersifat umum mengingat ca­ kup­an wilayah yang luas, maka radio komunitas fokus pa­ da isu-isu yang spesifik, sesuai situasi komunitasnya. Ti­ dak mengherankan jika masing-masing radio komunitas memiliki kekhasan dalam isu (Birowo, 2014).5 Dengan demikian, Radio Komunitas merupakan se­ buah wa­hana komunikasi milik masyarakat, dari masya­ rakat dan oleh masyarakat yang potensial untuk melayani ke­pen­tingan masyarakat sendiri. Meskipun banyak radio ko­munitas yang berjuang dengan segala macam keter­ba­ tasan, pada dasarnya radio komunitas memiliki potensi un­tuk berperan penting sebagai alat transformasi di dalam masyarakat. Menurut data tahun 2013 dari Jaringan Radio Komu­ nitas Indonesia (JRKI), jumlah radio komunitas di Indo­ nesia yang jadi anggotanya ada 437 radio komunitas yang tersebar di 17 Provinsi di Indonesia. Masih ada beberapa organisasi lain seperti JRSP (Jaringan radio Suara Petani) dan JRK Demokrasi tapi data anggotanya belum bisa ter­ verifikasi. Jumlah radio komunitas pernah sangat banyak Birowo, 2014. “Gerakan Radio Komunitas Membangun Ruang Publik”, Pe­ ngan­tar...Combine, 2014

5

16 I

Ferdhi Putra dkk


yakni di tahun 2007 s/d 2009 catatan JRKI jumlahnya le­ bih dari 1000 radio komunitas. Bila menilik dari latar pendiriannya, ada 3 tipe model radio komunitas yakni 1. Radio komunitas yang berdiri ka­rena latar belakang hobi, 2. Radio komunitas yang ber­ diri karena latar belakang adanya program atau proyek, baik yang diinisiasi oleh LSM atau pun pemerintah, dan 3. Radio komunitas yang diinisiasi oleh institusi pendidik­ an dan keagamaan. Tipologi pertama adalah yang dominan kehadirannya, yaitu radio yang didirikan dari sekelompok orang atau in­ dividu yang memiliki hobi memainkan alat-alat komu­ nikasi. Karena peralatan yang dibutuhkan cukup mudah dirakit, maka sebuah radio akan dengan cepat berdiri dan siarannya bisa didengarkan. Keberadaan radio-radio ko­ munitas tipe pertama ini adalah para pelopor adanya radio komunitas di Indonesia. Individu yang awal mulanya ha­ nya hobi teknis elektronik seiring waktu menjadi peng­ gerak di komunitasnya. Mereka biasanya teruji menangani kerusakan alat yang biasanya terjadi sewaktu-waktu akan cepat tanggap diperbaiki. Biasanya kelemahan radio yang berangkat dari hobi ini terkait dengan kemampuan pe­ nge­lola radio untuk memobilisasi dukungan dan kemam­ puan manajerial terkait dengan pengelolaan sumber daya manusia yang konsisten menjalankan kegiatan operasio­ nal radio sehari-hari.6 Peluang keberlanjutan Radio Komunitas sebagai komponen perubahan so­ sial di Indonesia. Materi presentasi di konferensi AMARC, Argentina, 2010.

6

M eng u dara M elawan K emiskinan

I 17


Tipologi kedua adalah radio yang berdiri karena latar belakang proyek atau program. Biasanya radio jenis ini ba­nyak di inisiasi LSM atau organisasi non pemerintah yang bekerja di tingkat lokal masyarakat. Ada juga yang di­dirikan oleh pemerintah seperti Kominfo dalam prog­ ram Desa Informasi dan Radio Perbatasan atau departe­ men pertanian untuk penyuluhan pertanian. Ciri paling jelas dari radio komunitas tipe ini adalah adanya intervensi bersifat langsung untuk mencapai sa­ sar­an program atau proyek. Dan biasanya menyediakan da­na atau peralatan hingga mengawal konten dan penge­ lolaannya atau secara tidak langsung, misalnya memberi­ kan visi dan asistensi teknis di awal pendiriannya. Mes­ kipun hasilnya bervariasi, namun pola intervensi di awal tersebut kelak juga akan menentukan peran radio selan­ jutnya sebagai alat kritik sosial. Namun yang sudah jelas berbeda, setidaknya pada tipologi kedua ini, radio lahir de­ngan cita-cita untuk aktif terlibat dalam praktek sosial politik masyarakat pendengarnya. Gagasan perubahan sosial yang diusung LSM/ornop di sini diinternalisasi ke sekelompok anggota masyarakat yang dilibatkan untuk menjadi pengelola radio. Tentu sa­ ja seperti juga alat lainnya, bagi LSM/ornop diharapkan radio komunitas ini pada saat yang diharapkan nantinya bisa dikelola secara mandiri oleh masyarakat tersebut. Wa­ laupun kebanyakan setelah proyek atau program selesai ba­nyak radio komunitas jenis ini tidak mengudara lagi. Tipologi ketiga adalah radio komunitas yang didirikan oleh institusi pendidikan dan keagamaan. Radio komu­ni­ 18 I

Ferdhi Putra dkk


tas jenis ini secara kelembagaan ada di bawah naungan institusi yang mendirikannya. Biasanya kampus dan se­ kolah kejuruan menjadikan keberadaan radio komunitas ini sebagai laboratorium praktik siswa. Adapun yang di­ dirikan oleh institusi keagamaan baik itu ormas Islam, Kris­ten, Hindu, Budha, serta aliran kepercayaan lainnya men­jadikan radio komunitas sebagai media untuk menye­ barkan pesan dakwah dan ajaran agamanya. Dengan demikian secara esensi Radio Komunitas ada­ lah media yang didirikan untuk menjembatani kebutuh­ an distribusi informasi bagi masyarakat dalam jangkauan terbatas. Itulah mengapa radio komunitas dianggap seba­ gai salah satu pilihan media yang tepat bagi masyarakat un­ tuk membangun diri dan wilayahnya. Keterbatasan jang­ kauan menjadi kekuatan yang dimiliki oleh rakom, karena dengan demikian aliran informasi di antara warga terjadi secara intensif. Melalui Radio Komunitas, masyarakat ti­ dak saja memperoleh informasi, tetapi mereka juga diberi ruang untuk menyampaikan berbagai masukan, penda­ pat, aspirasi, maupun kritik atas proses berjalannya pem­ ba­ngunan di daerahnya. Jika sistem informasi semacam ini da­pat dibangun di suatu wilayah, maka rakom dapat men­ jadi sistem pendukung bagi mekanisme monitoring pem­ bangunan yang partisipatif. Mengudara dan Melakukan Perubahan Banyak terjadinya penyimpangan dalam proyek pem­ bangunan sehingga masyarakat tetap miskin, tak pernah dilibatkan, dan acapkali tak mendapat akses terhadap in­ M eng u dara M elawan K emiskinan

I 19


formasi pembangunan yang ditujukan untuk meningkat­ kan kesejahteraannya. Dalam Program DISKUSI ditemu­ kan ada produksi berita dari radio komunitas yang me­ nerangkan bahwa warga selalu tidak diberitahu tentang anggran berbagai macam proyek yang terjadi di desanya. Itulah gambaran sekilas situasi kebanyakan daerah-daerah miskin yang ada di Indonesia. Padahal seharusnya warga miskin adalah penerima manfaat dari tiap program pem­ bangunan. Dalam kondisi seperti ini keberadaan radio ko­munitas menjadi penting. Selain sebagai media infor­ masi untuk mengembangkan pengetahuan di warga juga sebagai alat untuk memonitoring atau mengawasi semua hal berkaitan dengan program pembangunan supaya te­ pat sasaran Pengalaman sejumlah negara industrial menunjukkan, betapa komunitas merupakan insiator dari perubahanper­ubahan kultural. Komunitas, merupakan refleksi dari kekuatan-kekuatan pengubah sistem kultur. Masalah uta­ ma yang kita hadapi, bagaimana membawa komunitas ki­ ta, ke arah yang diinginkan, yaitu menjadi masyarakat yang lebih demokratis, mandiri dan terbuka. Yang perlu kita sa­dari, setiap kultur, senantiasa mengandung unsur-un­ sur kekuatan dan kele mahan. Supaya perubahan sosial terjadi secara aman, dan ko­ munitas menjadi kekuatan pengubah, maka publik harus diyakinkan, bahwa hal itu mungkin terjadi. Dalam kaitan ini, maka penyiaran komunitas harus berperan untuk me­ nguak konflik antar nilai-nilai tradisional (orang se­nan­ tiasa dinilai atas kualitas warisan nenek moyang, seperti 20 I

Ferdhi Putra dkk


FGD DISKUSI III di Semarang pada 25 November 2012.

go­longan dan ras), dan nilai-nilai modern (yang menilai orang berdasar prestasi kerja). Selain itu radio komunitas juga bisa menjelaskan alasan-alasan konflik antara nilainilai yang ideal dan aktual, seraya menawarkan cara meng­ atasi konflik, guna mewujudkan perubahan. Bila menelusuri lebih dalam lagi, radio komunitas di Indonesia telah berperan sebagai penyedia forum publik, guna mengekspresikan berbagai opini, keyakinan, dan ga­ gasan di masyarakat. Menyediakan informasi, guna mem­ bantu warga, supaya mampu berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan politik, sekaligus memenuhi ke­ lanjutan hidup sehari-hari, sehingga memungkinkan ins­ titusi-institusi komunitas berjalan mulus, dan mengeva­ M eng u dara M elawan K emiskinan

I 21


luasi dan mengkritisi mereka yang berada pada kekuasaan, dari kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan, serta me­ nyediakan pelayanan-pelayanan berkaitan dengan hi­bur­ an dan pertukaran budaya. Nilai yang Mendasari Perubahan Ada banyak nilai baik yang telah hidup di masyarakat tugas utama radio komunitas hanya memantik dan men­ jaga nilai-nilai tersebut hidup sebagai dasar dari per­ubah­ an. Nilai kejujuran, keberanian, keterbukaan, dan gotong royong adalah nilai-nilai yang sudah ada dalam masyara­ kat Indonesia. Dengan nilai-nilai semacam itu, radio komunitas bisa berperan lebih baik untuk melaksanakan perubahan di da­ lam masyarakat yang tinggal di daerah layanan radio ko­ munitas tersebut berada. Di radio komunitas nilai-nilai baik itu bukan sekedar jargon tapi bagian dari praktik keseharian. di bab selan­ jutnya bisa kita baca praktik keseharian radio komunitas dalam menjaga nilai-nilai baik yang telah tumbuh di ma­ syarakat Indonesia.

22 I

Ferdhi Putra dkk


BA B 2

Merevitalisasi dan Memelihara Nilai-nilai Baik di Masyarakat

ilai atau keyakinan yang dianggap baik dan diha­ rapkan biasanya berbeda-beda di setiap ma­sya­ra­ kat. Namun demikian, sebagian besar masyarakat Indonesia memiliki nilai luhur dominan yang konstruk­ sinya terwarisi dari generasi ke generasi maupun hasil in­ teraksi antarwarga masyarakat, seperti nilai solidaritas so­sial, kekeluargaan, dan bentuk-bentuk kearifan lokal la­ innya. Menemukan nilai-nilai luhur tersebut tetap hidup dalam situasi masyarakat Indonesia sekarang merupakan tan­tangan. Betapa tidak, gempuran budaya materialistis, kesenjangan sosial yang kian melebar, ketiadaan figur pe­ mimpin dan krisis hukum di negara ini telah secara bersa­ ma-sama menggoyahkan keberadaan nilai-nilai tersebut. Manusia Indonesia hari ini sering terjebak pragmatisme, konsumtif hingga mudah mengadopsi prilaku korup dan serakah.

N

M eng u dara M elawan K emiskinan

I 23


Cerita dalam tulisan-tulisan di bawah ini adalah sketsa yang coba dituangkan dari praktek laku para pegiat radio komunitas yang bertemu dalam program DISKUSI III. Para pengelola radio komunitas ini adalah individu-in­di­ vidu yang dapat menyerap nilai baik dan buruk dari ma­ syarakat lokalnya. Namun menjadi istimewa karena energi positif dari bekerja untuk dan bersama masyarakat telah membuat mereka mampu memaknai ulang nilai-nilai ter­ sebut. Pemaknaan dalam wujud perilaku para pengelola ra­dio komunitas tersebut telah menginspirasi dan berpe­ luang untuk diinternalisasi oleh masyarakat lokal mereka. Maka pantaslah untuk diceritakan di sini agar lebih ba­ nyak lagi “agen” yang merevitalisasi dan memelihara nilainilai luhur di masyarakat. Inklusivitas “Wilujeng enjing ka baraya Rasi FM anu nuju man­ teng siaran, mugia sararehat. Tong hilap, dinten ieu aya gotong royong ngadamel rabat selokan pinggir lapang. Kanggo nyarengan baraya anu nuju ngadamel sim­ kuring yuguhkeun kawih ti Doel Sumbang, wilujeng ngupingkeun mugia nambih sumanget.” (Selamat pagi para pendengar setia Rasi FM yang sedang mendengar­ kan siaran semoga dalam keadaan sehat. Jangan lupa, hari ini ada gotong royong membuat rabat untuk per­ baikan selokan pinggir lapang. Untuk menemani akti­ fitas anda semua saya putarkan sebuah tembang dari Doel Sumbang, semoga hari ini lebih semangat). 24 I

Ferdhi Putra dkk


Itulah kata pembuka Latief Rochyana waktu memulai pidatonya di atas panggung ketika di daulat jadi salah satu wakil dari 100 tokoh PNPM Mandiri di acara Te­ mu Nasional di Lapangan Monas bulan Mei 2014. De­ ngan gaya bersiaran sebelah tangan Latief memegang mikrofon tangan satunya lagi memegang keruk tong­ kat yang menyangga tubuhnya terpancar di wajahnya rasa percaya diri yang kuat, matanya mentap ke de­ pan tanpa teks pidato yang semula oleh panitia sudah disiapkan. Kata-kata yang keluar dari mulutnya lan­ car tidak tampak keraguan ketika ada di atas pang­ gung ‘Pesta Rakyat’ tersebut. Padahal audien yang di­ ha­dapi di atas panggung adalah ribuan orang penggiat PNPM dan para tokoh nasional. Ada Menteri, ada pa­ ra dirjen, anggota dewan DPR RI dan juga para wakil dari kedutaan besar dan donor. Latif Rochyana, adalah seorang penyandang disabili­ tas dengan kelainan pada sebelah kakinya yang tetap men­ jalankan aktifitasnya sebagai pengelola sekaligus penyiar radio komunitas Rasi FM, Cisewu, Garut, Jawa Barat. Ke­ aktifannya di radio komunitas dan kemampuannya da­lam soal surat-menyurat serta menggunakan komputer te­lah membuat banyak warga mencari laki-laki ini untuk me­ min­ta bantuan berbagai hal yang terkait administrasi. Pun­ caknya pada tahun 2010, Kepala Desa Cisewu menun­juk Latief menjadi Sekretaris Desa hingga tulisan ini di­bu­at. Sosok Latief telah menjadi panutan, terutama di ka­langan anak muda di desanya. Ia berada di belakang berbagai ak­ M eng u dara M elawan K emiskinan

I 25


ti­vitas kepemudaan di desa Cisewu, hingga desa tersebut mendapatkan penghargaan sebagai ‘Desa Peradaban’ dari Pro­vinsi Jawa Barat. Lewat penghargaan itu pula desa Ci­ sewu mendapat kesempatan mengembangkan infra­struk­ tur desa yang menunjang prestasi kalangan muda. Meski harus beraktifitas dengan menggunakan tong­ kat penyangga sebelah sisi, semangat Latief tidak pernah surut. Selain menjadi pengelola radio, Sekdes, dan kepala karang taruna di Desa nya, Latief yang mempunyai juluk­ an Jenderal Elang juga terlibat menjadi koordinator divisi advokasi, informasi dan komunikasi JRK Jawa Barat. Cerita sekilas tentang Latief adalah sebuah gambaran bagaimana radio komunitas membuka banyak kesempat­ an untuk semua orang yang terlibat di dalamnya, mendo­ rong orang-orang yang ada di komunitas mempunyai ke­ per­cayaan diri dan motivasi lebih besar untuk ikut dalam gerakan sosial kemasyarakatan. Tak hanya itu, radio ko­ mu­nitas pun membangun komunitas memiliki kesadar­ an kritis lebih baik dalam melihat realitas dan kebutuhan me­reka. Tentu di radio komunitas bukan hanya ada La­ tief, tapi ada banyak pengelola rakom yang meski dengan keterbatasan fisik terus berjuang tanpa lelah untuk mem­ bangun komunitas nya. Secara pemaknaan, inklusivitas adalah sebuah peng­ akuan, penghargaan atas eksistensi atau keberadaan serta peng­hargaan dan penghormatan atas keberbedaan dan ke­ beragaman. Pada hakikatnya, setiap program pemberda­ yaan masyarakat mendorong mendorong partisipasi aktif dari semua elemen masyarakat tanpa terkecuali. Kaum pe­ 26 I

Ferdhi Putra dkk


rempuan dan penyandang disabilitas yang seringkali di­ abai­kan keterlibatannya justru memiliki peran dominan da­lam mencapai manfaat maksimal sebuah program. Par­ tisipasi mereka sesuai kemampuan yang dimiliki, baik da­ lam produksi siaran maupun kontribusi informasi dan si­ kap kritis dalam memantau proses pembangunan memberi inspirasi warga untuk terlibat. Kearifan Lokal Radio komunitas sebagai mitra program merupakan me­dia yang memiliki aspek lokalitas yang sangat ku­ at. Konten produksi maupun advokasi secara off-air di­la­kukan dengan bahasa, cara, konsep dan pola pikir ko­mu­nitas. Semakin besar peran kearifan lokal dalam pros­es akuntabilitas dan transparansi diharapkan se­ ma­kin besar peluang pemecahan masalah dalam level lokal. Begitupun sebaliknya, makin besar sebuah prog­ ram mendorong peran kearifan lokal di radio komu­ nitas, semakin mengakar nilai-nilai positif yang dita­ namkan program ini kepada masyarakat. Berugaq Elen adalah nama sebuah program acara yang paling digemari di Rakom BKL FM, Lombok Timur. Aca­ ra tersebut telah mengudara semenjak tahun 2006, disiar­ kan setiap hari dari pukul 12.00-15.00 Wita. Program ini mengusung budaya lokal suku Sasak, mulai dari musik tra­disionalnya hingga sejarah dan kebudayaan suku Sasak dikupas dalam acara ini. Penyiarannya 100 persen meng­ M eng u dara M elawan K emiskinan

I 27


Penyiar Radio Komunitas Gema Merapi sedang bersiaran.

gunakan Bahasa Sasak halus dibawakan oleh penyiar yang memiliki pengetahuan yang luas seputar kebudayaan Sa­ sak itu sendiri. Untuk berhubungan langsung dengan pendengar, aca­ ra ini menggunakan layanan pesan singkat (SMS) dan te­ lepon. Tiap pendengar yang akan bergabung harus meng­ gunakan kata kunci khusus yang digunakan sebagai syarat bergabung, kata kuncinya bisa terkait budaya atau bisa ju­ ga terkait PNPM Mandiri. Partisipan yang sudah masuk ke jalur ‘on-air’ diberi waktu untuk berinteraksi dan berki­ rim salam kepada pendengar yang lain, dengan cara saling menyapa dan atau bertukar lagu kegemaran. Ketenaran acara ini lantas dimanfaatkan untuk meng­ ajak warga mengenal program PNPM. Tiap 30 me­nit, da­ lam acara ini diputarkan Iklan Layanan Masyarakat (ILM) tentang PNPM. Penyiar menggunakan beberapa teknik 28 I

Ferdhi Putra dkk


un­tuk membuat pendengar mengenal seluk beluk PNPM, seperti menggunakan teknik kata kunci (password), iklan pendek radio (spot), nada pendek yang digunakan dalam iklan (jingle) serta penyampaian pesan langsung oleh pe­ nyiar (ad-libs). Program acara yang banyak pendengarnya itu juga diselingi dengan beberapa sesi permainan dan te­ bak-tebakan yang mengangkat tema seputar budaya dan atau PNPM Mandiri itu sendiri.

BoKS 1

Seni Tradisi sebagai Strategi Mendorong Partisipasi Implementasi sosialisasi PNPM di berbagai daerah bisa melalui media apa pun. Poster, buletin, radio (dalam berbagai bentuk produksinya, seperti ILM, talkshow atau berita), dan seterusnya. Selain dengan cara konvensio­ nal ala masyarakat urban, ada juga pihak yang berinisi­ atif untuk melakukan sosialisasi dengan meman­fa­atkan sumber daya budaya daerah setempat. Sa­lah satu­nya adalah radio komunitas Pendowo FM di Sidoarjo, yang memakai media pagelaran wayang dan campursari. Wayang adalah pertunjukan seni asli Indonesia yang meng­alami perkembangan di Jawa dan Bali, juga bebe­ ra­pa wilayah di Sumatera. Namun akhirnya wayang le­

M eng u dara M elawan K emiskinan

I 29


bih iden­tik dengan kebudayaan Jawa dan Bali. Setelah melalui sejarah panjang, wayang akhirnya menempati posisi yang istimewa dalam kebudayaan Indonesia. Or­ ganisasi Pendi­dikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB atau UNESCO sudah menetapkan wayang sebagai “wa­ risan mahakarya du­nia yang tak ternilai dalam seni ber­ tutur” (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity) pada 7 November 2003. Pendekatan kultural inilah yang digunakan oleh Pendo­wo FM untuk menarik partisipasi masyarakat di sekitar­nya dalam implementasi PNPM Mandiri. Menurut pengelola rakom pendowo, Widodo, cara ini cukup efektif untuk, pa­ling tidak menyiarkan, segala kegiatan menge­nai PNPM di wilayahnya. Masyarakat di Jawa pada umum­ nya memang sangat menyukai pertunjukan yang biasa digelar semalam suntuk ini. Karena alasan ini juga, de­ ngan logika sederhana, masyarakat akan dengan mudah menangkap pesan tentang PNPM yang disampaikan melalui pertunjukan wayang. Pendowo FM tidak dengan sengaja mengadakan pertunjukan wayang di lokasi stu­ dio, tapi bekerja sama dengan warga yang kebetul­an ‘menanggap’ wayang dalam acara pernikahan, sunat­ an, atau perayaan lain. Tema PNPM pun tidak disajikan sepanjang pertunjukan, tapi tersisip di beberapa bagian adegan de­ngan durasi berkisar antara 10-30 menit. Nas­ kahnya sendiri di­buat oleh pengelola rakom Pendowo FM untuk kemudian diserahkan kepada dalang. Salah satu bukti bahwa cara ini berjalan baik adalah adanya pengakuan dari pihak PNPM Kecamatan setem­

30 I

Ferdhi Putra dkk


pat. Dampak positifnya, selain tujuan penyebaran infor­ masi tersampaikan, rakom juga kerap mendapat tawaran kerja sama dari pihak PNPM. Tentu saja ini amat ber­ manfaat bagi rakom, pelaku PNPM, dan masyarakat. Tak hanya lewat wayang, Pendowo FM juga memanfa­ atkan pertunjukkan musik campur sari, baik yang ‘ditang­ gap’ keluarga yang menggelar kenduri, maupun grup campur sari yang mengamen di titik-titik tertentu. Tetapi, modus ini lebih sederhana dibanding dalam pagelaran wa­yang yang sampai membuat naskah pertunjukannya. Da­lam pertunjukan campur sari, Pendowo FM hanya me­nitipkan pesan-pesan sosialisasi yang disampaikan di sela-sela pertunjukan. Sehingga sifatnya lebih mirip iklan layanan masyarakat. Cara ini juga dianggap cukup efektif karena disampaikan ketika warga berkumpul.

BoKS 2

Variasi Metode Siaran dengan Pendekatan Budaya Lokal Berugaq Elen merupakan acara paling digemari di Rakom BKL FM Lombok Timur sejak tahun 2006. Acara tersebut disiarkan setiap hari dari pukul 12.00-15.00 Wita dengan mengusung program budaya lokal suku Sa­sak, mulai dari musik tradisional hingga sejarah dan

M eng u dara M elawan K emiskinan

I 31


ke­budayaan suku Sasak dikupas dalam acara ini. Pe­nyi­ aran­nya 100 persen menggunakan Bahasa Sasak ha­ lus dibawakan oleh penyiar yang memiliki pengetahuan yang luas seputar kebudayaan Sasak itu sendiri. Untuk berhubungan langsung dengan pendengar, acara ini menggunakan layanan pesan singkat (SMS) dan tele­ pon. Setiap pendengar yang akan bergabung harus me­ makai kata kunci khusus yang digunakan sebagai syarat bergabung, kata kuncinya bisa terkait budaya atau bisa juga terkait PNPM Mandiri. Partisipan yang sudah ma­ suk ke jalur ‘on-air’ diberi waktu untuk berinteraksi dan berkirim salam kepada pendengar yang lain, dengan ca­ ra saling menyapa dan atau bertukar lagu kegemaran. Setiap 30 menit, dalam acara ini diputarkan iklan layan­ an masyarakat baik umum maupun khusus contohnya tentang PNPM. Di samping kata kunci (password), ik­ lan pendek radio (spot), nada pendek yang digunakan dalam iklan (jingle) serta penyampaian pesan langsung oleh penyiar (ad-libs) tentang PNPM Mandiri. Ada bebe­ rapa sesi permainan dan tebak-tebakan yang mengang­ kat tema budaya dan atau PNPM Mandiri itu sendiri. Pada setiap akhir acara, ada 30 menit jadwal pemutaran sandiwara radio yang sangat digemari pendengar. Da­ lam acara sandiwara radio tersebut, diputar 3 kali ILM PNPM Mandiri. Dengan beberapa metode siaran yang variatif dalam acara Berugaq Elen tersebut, diyakini mampu memberi­

32 I

Ferdhi Putra dkk


kan dam­pak kepada masyarakat dalam memperkenal­ kan PN­PM Mandiri karena cara penyampaian pesan-pe­ sannya menggunakan pendekatan budaya lokal. Misal­ nya bahasa ILM menggunakan Bahasa Sasak diiringi ilustrasi musik tradi­sional dan contoh-contoh kasus yang diangkat ke dalam iklan adalah yang terkait budaya lokal sehingga tak jarang ada spot iklan atau jingle radio ten­ tang PNPM Mandiri kemudian ditiru dan dinyanyikan anak-anak di dalam permainan sehari-hari (dolanan).

Kesetaraan Jender Perempuan dalam komunitas memegang posisi penting untuk berkontribusi mendapatkan dan bahkan men­jadi akselerator informasi. Kisah radio komunitas Kem­bang FM di Kecamatan Kembang Tanjung, Kabupaten Pidie dalam mendorong peran warga perempuan untuk terlibat dalam musyawarah program PNPM adalah salah satu contoh pe­ ran perempuan untuk mendorong akuntabilitas dan tran­ sparansi program pembangunan. Cerita keterlibatan tersebut bermula dari suara pang­ gilan di meunasah1 yang terdapat di desa Kedee Ie Leubeue. Pang­gilan tersebut meminta agar para lelaki di gampong berkumpul pada ba’da isya untuk bermusyawarah perihal kegiatan PNPM Mandiri. Adalah Samsul Qamar, pegiat Ra­ kom Kembang FM yang merasa terganggu dengan pang­

1

mesjid yang berfungsi sebagai tempat kegiatan ibadah dan mu'amalah

M eng u dara M elawan K emiskinan

I 33


gilan yang selalu hanya meminta kaum laki-laki untuk ikut dalam musyawarah. Ia tak bisa menerima bahwa perempu­ an tidak terlibat dalam setiap kegiatan musyawarah yang dilakukan oleh PNPM, baginya hal tersebut merupakan sa­lah satu praktek diskriminasi. Kegusarannya itu ia sam­ paikan pada Fasilitator Kecamatan (FK) yang kerap meng­ isi talkshow di rakom Kembang FM. Kemudian FK me­ ne­ruskan informasi kepada Asisten FK yang selanjutnya diteruskan kepada Keuchik (kepala desa). Hanya berselang jam pengumuman terdengar dari pengeras suara meuna­ sah kembali diperdengarkan, akan tetapi kali ini meminta warga desa baik laki-laki maupun perempuan untuk da­ tang malam nanti. Secara kultural di sebagian wilayah Aceh, berkegiatan di waktu malam bagi kaum perempuan memang merupa­ kan hal yang dianggap tabu dan karena itu sangat jarang dilakukan. Pelaksanaan musyawarah di meunasah adalah salah satu strategi yang cukup jitu yang dapat diterapkan agar hambatan budaya lokal yang membebani kaum pe­ rempuan di suatu masyarakat perlu dicarikan solusi. Stra­ tegi tersebut adalah langkah untuk meminimalkan resiko ketiadaan suara perempuan dalam perencanaan, imple­ men­tasi dan evaluasi program pembangunan. Kehadiran kaum perempuan dalam setiap tahap tersebut terbukti da­ pat mendorong akuntabilitas dan transparansi program, sehingga ketika ada hal-hal yang di luar SOP/PTO,maka akan segera dikomunikasikan dengan para pihak terkait. Upaya rakom Kembang FM untuk mengawal partisi­ pasi kaum perempuan di Gampong Tanjong Krueng, Ke­ 34 I

Ferdhi Putra dkk


camatan Kembang Tanjong, tidak sia-sia. Bahkan perem­ pu­an di desa itu turut terlibat dalam program yang bersifat fisik, yang sebelumnya lebih didominasi laki-laki.

BoKS 3

Literasi Kaum Perempuan Melalui Lomba Cerdas Cermat Jika bicara tentang PNPM Mandiri, program Simpan Pin­jam untuk Perempuan tentulah salah satu yang dike­ nal oleh kalangan masyarakat di desa. Namun tidak de­ mikian bagi desa Paloh Awe, kecamatan Muara Batu, Aceh Utara. Sebagian besar masyarakat masih memiliki pengetahuan yang minim tentang PNPM Mandiri, ter­ ma­suk program SPP. Sebuah acara yang dikemas da­ lam bentuk Cerdas Cermat kemudian dibuat oleh para pe­nge­lola rakom Dewantara FM. Peserta cerdas cermat ter­diri dari 6 kelompok SPP yang berasal dari beberapa de­sa di kecamatan Muara Batu. Acara yang dihadiri oleh ma­sya­rakat tersebut berhasil memperkenalkan berbagai ak­ti­vitas kelompok SPP yang telah ada, dan mengajak pe­rem­puan ikut mengawal akuntabilitas dan transparan­ si program SPP di lapangan.

M eng u dara M elawan K emiskinan

I 35


BoKS 4

Tokoh-tokoh Perempuan di Radio Komunitas Ada banyak tokoh perempuan pegiat di radio komuni­ tas. Mereka adalah perempuan yang menjalankan kese­ harian di ranah domestik sekaligus berkiprah dalam men­dorong kemajuan masyarakat di desanya. Sebut saja Tuti Haryanti, seorang pengurus rakom Al Azhaar FM Tulungagung. Kesibukannya selain mengurus keluar­ ga adalah sebagai pengajar di sekolah inklusi di Tulung­ agung dan pimpinan sebuah lembaga kursus. Kesibuk­ an tersebut kian bertambah sejak aktif sebagai ketua pengurus radio komunitas Al Azhaar FM, Tulungagung. Sejak rakom Al Azhaar FM terlibat dalam program DIS­ KUSI tahap III, Tuti memiliki kesempatan untuk belajar membuat berbagai produk audio. Sejumlah produksi ILM dan talkshow telah men­jadi pro­ duk kerjanya. Tuti membuktikan bahwa perempu­an tidak hanya dapat merebut informasi dan penge­ta­huan, na­ mun juga mampu memproses dan menya­ji­kan­nya untuk masyarakat. “Persepsi saya tentang mem­buat ILM, ter­ nyata tidak hanya teks yang harus di siapkan, akan te­ tapi menggabungkan dengan musik. Talkshow juga de­ mi­kian, ada durasi yang disepakati menggabungkan an­ tara diskusi dan musik juga harus seimbang sehingga hasil bisa bagus. Pengalaman yang sangat beharga ini

36 I

Ferdhi Putra dkk


ti­dak bisa saya lupakan begitu saja akan tetapi malah me­mi­cu saya untuk lebih belajar,” ungkapnya. Oleh tim DIS­KUSI III, karya Tuti dianggap sebagai salah satu yang memenuhi kualitas jurnalistik audio. Ada banyak lagi contoh perempuan yang dapat melaku­ kan kerja-kerja nyata di masyarakat lokalnya dan kare­ na itu mereka memperoleh pengakuan dari masyara­ kat bahkan pemerintah nasional. Volla Harindah, selain sebagai pengurus rakom dan penggerak warga, telah mem­buktikan bahwa apa yang dikerjakannya bisa mem­ beri inspirasi pada bangsanya. Ketekunannya meng­ajak warga untuk menanam pohon-pohon bakau di sekeliling pulau Mantehage, Sulawesi Utara telah membuat pulau tersebut tercegah dari bahaya abrasi. Berkat keberha­ silannya menggerakan warga tersebut, Volla dianugerahi penghargaan oleh presiden Soesilo Bambang Yudhoyo­ no. Untuk mendorong perkembangan pembangunan di pulau Mantehage, Volla terus mendorong radio komuni­ tas tempatnya bergiat menjadi jembatan komunikasi di antara sesama warga maupun dengan warga yang ber­ ada di luar wilayah pulau tersebut.

Kerelawanan Program PNPM tahun 2013 di Desa Carawali, Pan­ca­ lautang, Kabupaten Sidenreng Rappang telah memasuki tahap akhir program. Masyarakat telah merasakan manfa­ at program pembangunan infrastruktur dan pemba­ngun­ an sarana-prasarana sejak tahun 2007. Program yang ber­ akhir dengan perintisan jalan tani sepanjang 1,3 kilometer M eng u dara M elawan K emiskinan

I 37


dirasakan telah memberikan perubahan positif pada aspek ekonomi kehidupan masyarakat. Hasil wawancara rakom di wilayah tersebut berhasil mengungkapkan bahwa program PNPM bukan saja mem­ bangun sarana infrastruktur namun juga telah membuka lapangan kerja dengan terbukanya akses ke lahan-lahan pertanian penduduk yang dulunya tidak dikelola. Pemba­ ngunan infrastruktur tersebut juga dianggap oleh warga setempat mampu menyerap tenaga kerja serta memberi­ kan keterampilan kepada masyarakat yang menjadi tena­ ga ker­janya. Menurut Sekretaris UPK Kecamatan Panca Lautang, Ka­maruddin (40), semangat kerelawanan dan partisipasi

Fasilitasi Training of Trainer Nasional DISKUSI III yang berlangsung pada 18 Januari 2013.

38 I

Ferdhi Putra dkk


dari masyarakat adalah dasar dari keberhasilan program. Seperti halnya masyarakat desa Leppangeng yang bersi­ kap responsif ketika saluran air Pembangkit Listrik Te­na­ ga Microhidro (PLTM) sumbangan dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral mengalami kerusakan.Tradisi go­ tong-royong masyarakat menjadi nilai penting yang me­ nentukan keberhasilan program pembangunan. Nilai ke­ relawanan itu pula yang hidup serta dihidupi oleh pa­ra pengelola rakom. Kerelawanan tak selalu terkait dengan kontribusi yang bersifat fisik, akan tetapi juga kerelaan dalam memberi­ kan sum­bangsih pemikiran dalam musyawarah. Seperti saat kegi­atan perintisan jalan penghubung dusun Walawala de­ngan dusun Galung terancam dihentikan. Awal­ nya mu­syawarah yang diadakan oleh pihak terkait seperti pengelola PNPM_MP dan Pemerintah desa Leppangeng dengan perwakilan masyarakat Dusun Galung belum be­ lum menemui kata sepakat. Kendala yang dihadapi dalam perintisan jalan tersebut adalah kondisi medan yang cu­ ram dan tanah yang labil sehingga mudah longsor. Ketua TPK desa Leppangeng, Indar, menuturkan bahwa musya­ warah belum menghasilkan kata sepakat mengingat per­ wakilan warga Dusun Galung tetap bersikeras untuk me­ lanjutkan jalur yang telah dikerjakan sebagian, sementara hal ini menjadi sulit mengingat operator eskavator dari awal sudah menyampaikan ketidakmampuannya untuk me­lanjutkan proyek tersebut jika jalurnya tidak dipin­dah­ kan. Kesediaan semua pihak untuk duduk dan bermu­sya­ warah akhirnya membuat projek dapat dilanjutkan. M eng u dara M elawan K emiskinan

I 39


Keberlanjutan Keberlanjutan adalah kata kunci yang kerap meri­sau­ kan ketika sebuah program akan berakhir. Adakah kegi­ atan-kegiatan yang didorong oleh program bakal tetap ber­lanjut meski tak lagi ada dukungan keuangan? Bah­kan dengan minimnya sumber daya yang dimiliki radio komu­ nitas, selesainya sebuah dukungan program bisa berkon­ tribusi pada terhentinya pengelolaan sebuah radio komu­ nitas. Berbanding terbalik dengan kondisi tersebut, rakom To Kalekaju FM yang terdapat di Kelurahan Tamarundung, Ke­camatan Wara Barat, Kota Palopo, Sulawesi Selatan ti­ dak mengalami kegamangan usai ditinggal program yang mendukung anggaran pengelolaan rakomnya. To Kale­ kaju jauh-jauh hari telah melatih diri sebagai radio yang kuat secara visi dan misi. Berawal dari komunitas yang pe­duli pada potensi sumber daya alam dan pelestarian ling­ kungan, radio ini didirikan dari modal pinjaman ke be­be­ rapa pihak. Dari pengumpulan dana yang sedikit demi se­ dikit itu, studio radio ini dapat melengkapi peralatannya, dari mikrofon, audio mixer, headset, komputer hingga pe­mancar. Kekuatan visi dan misi nya membuat To Ka­le­ kaju menjadi mudah memperoleh mitra kerja sama. Sela­ in dengan program DISKUSI III, radio ini juga bermitra dengan banyak pihak lain dari kalangan LSM maupun pe­ merintah. Hasil dari kerja sama tersebut diinvestasikan ke­pada peralatan yang dapat menunjang kualitas produksi siaran mereka. Keberlanjutan akhirnya bisa dibangun da­ ri kapasitas mengasah visi dan keterampilan meng­inves­ tasikan dukungan ke dalam wujud alat produksi. 40 I

Ferdhi Putra dkk


Setali tiga uang juga bisa ditemukan dari cerita rakom Sinar Lapandewa FM di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara, di bawah kordinasi La Harisun. Ketajaman visi dan kepe­ loporan La Harisun dalam mendorong akselerasi pengem­ bangan berbagai potensi lokal dalam mengelola sumber daya alam telah diakui oleh banyak pihak, sehingga rakom Sinar Lapandewa FM tidak sulit untuk memperoleh du­ kungan dari berbagai lembaga. La Harisun sadar bah­wa untuk menjamin keberlanjutan rakomnya, maka ia perlu mempersiapkan kaderisasi untuk menjadi pegiat di radio Lapandewa FM. Menjadi bagian dari mitra program DIS­ KUSI III digunakannya untuk mengajak terlibat 8 orang pe­giat baru di Sinar Lapandewa FM. Pelibatan para pegiat baru tersebut tidak saja memperkuat aspek pengelolaan ra­kom, namun juga memperluas jaringan kerja sama de­ ngan lebih banyak pihak, karena masing-masing pegiat memiliki kedekatan dengan kelompok yang berbeda-be­ da, seperti ada yang menjadi bagian dari pengurus kelom­ pok tani nelayan, atau pegiat yang lain beririsan dengan pe­tani kopi jahe. Keterlibatan lebih banyak pegiat rakom yang memiliki kapasitas beragam menjadi salah satu cara untuk menjamin keberlanjutan cita-cita radio komunitas, yang di dalamnya tersimpan cita-cita besar untuk mema­ jukan masyarakat di wilayahnya. Aksesibilitas untuk Wilayah Terpencil Kesenjangan informasi di negeri ini adalah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Wilayah pelosok dan sering disebut sebagai tertinggal adalah bagian dari yang paling M eng u dara M elawan K emiskinan

I 41


minim dalam memperoleh informasi dan komunikasi. Ke­ menterian negara pembangunan daerah tertinggal menye­ butnya kriteria dasar tertinggal berdasarkan 6 hal: per­ ekonomian masyarakat, sumberdaya manusia, prasa­rana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal (celah fiskal), aksesibilitas, dan karakteristik daerah. Bila mengacu pada sebaran geografisnya, wilayah-wilayah tersebut masuk da­ lam kategori:2 1. Daerah yang terletak di wilayah pedalaman, tepi hu­ tan, dan pegunungan yang pada umumnya tidak atau belum memiliki akses ke daerah lain yang relatif lebih maju; 2. Daerah yang terletak di pulau-pulau kecil, gugusan pulau yang berpenduduk dan memiliki kesulitan akses ke daerah lain yang lebih maju; 3. Daerah yang secara administratif sebagian atau selu­ ruhnya terletak di perbatasan antarnegara baik batas darat maupun laut; 4. Daerah yang terletak di wilayah rawan bencana alam baik gempa, longsor, gunung api, maupun banjir. 5. Daerah yang sebagian besar wilayahnya berupa pesisir.

Strategi Nasional Pembangunan Daerah tertinggal. Dokumen Keputusan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia. No 001/KEP/M-PDT/I/2005. Diunduh dari http://www.kemenegpdt.go.id/hukum/ KEPMEN_001-2005.pdf, tanggal 29 Agustus 2014.

2

42 I

Ferdhi Putra dkk


Mantehage adalah salah satu pulau terpencil, minim infrastruktur, akses komunikasi dan sangat jarang kare­ na­nya tersentuh oleh pembangunan. Terlaetak sekitar 13 km dari kota Manado, tepatnya di wilayah taman laut na­ sional Bunaken, Sulawesi Utara, pulau ini subur berpa­ gar­kan hutan bakau. Kekayaan bawah laut yang dimiliki oleh Pulau ini, menempatkannya sebagai bagian dari wi­ layah pariwisata yang tersohor dengan taman dasar laut­ nya. Ekosistem terumbu karang pulau Mantehage ada­lah salah satu potensi istimewa yang dimiliki pulau ini. Betapapun kaya secara sumber daya alam, pulau yang dihuni lebih dari 2.000 jiwa yang terbagi di 4 desa ini me­ miliki infrastruktur yang masih minim. Dua dermaga ka­ pal yang dimiliki pulau ini hanya mampu menampung ka­ pal motor berpenumpang maksimal 30 orang. Listrik yang me­rupakan satu kebutuhan mendasar untuk kehidupan warga pun tak bisa dinikmati 24 jam. Warga di pulau ini harus puas dengan menikmati penggunaan listrik selama 7 jam perharinya, pada pukul 18.00 hingga pukul 1.00 di­ ni hari. Terbatasnya pasokan listrik membuat warga haus akan hiburan dan menghabiskan waktu malam untuk meng­hi­ bur diri dengan musik-musik yang diputar pada perangkat pengeras suara. Di tengah keterbatasan yang ada, secer­ cah harapan diberikan oleh sebuah radio komunitas yang berrnama Gelora Mantehage. Radio yang terletak di desa Tinongko ini berdiri sejak Juli 2012. “Kami bersiaran se­ mampunya, cuma 2-3 jam yang efektif tiap harinya. Sebenar­ nya kami ingin bisa bersiaran dari sore hari dan menyapa M eng u dara M elawan K emiskinan

I 43


pen­dengar pada pagi hari tapi karena keterbatasan listrik, ka­ mi memanfaatkan waktu malam saja..” tutur Yudika, salah seorang pengurus rakom. Meski dengan segala keterba­ tasan yang dimiliki oleh rakom ini, namun rakom Gelora Mantehage dapat berperan sebagai perekat keharmonis­an masyarakatnya yang terdiri dari berbagai suku bangsa, di antaranya Sangir, Minahasa, Gorontalo, Bajo dan Jawa. Gelora masyarakat guna memperoleh akses informa­si bukan tanpa alasan. Mereka menyadari bahwa keterkucil­ an mereka dari informasi akan semakin membuat kapasi­ tas sumber daya manusia mereka rendah. Seorang peng­ urus kelompok PNPM lingkungan Generasi Sehat Cerdas, menyebutkan bahwa beberapa kali pulau ini kehilangan kesempatan untuk memperoleh pembangunan, karena ka­ pasitas menyusun proposal yang dianggap tidak memadai. Bila dilihat dari standar pendidikan yang bisa dicapai, ra­ ta-rata penduduk pulau ini hanya tamatan sekolah dasar. Sebagian besar penduduk adalah nelayan dengan tingkat kesejahteraan yang minim. Volla Harindah, salah satu anggota Dewan Penyiaran Ko­munitas dari rakom ini memberi inspirasi warga un­ tuk merebut akses informasi. Kehadiran Volla telah mem­ buat masyarakat menyadari bahwa kesejahteraan mereka ditentukan dari informasi dan pengetahuan yang mereka miliki dan distribusikan ke luar wilayahnya. Secara ber­ go­tong royong mereka membangun studio baru tempat ber­dirinya radio. Meski cuaca buruk dan angin kencang ke­rap merusak antena dan peralatan siaran, warga dan re­ lawan penyiar bahu membahu guna memulihkan perang­ 44 I

Ferdhi Putra dkk


kat yang ada. Mantehage hanyalah salah satu potret dari sekian banyak wilayah terpencil di permukaan negeri ini yang berjuang menembus keterbatasan akses informasi. Ke足tika negara tidak dapat membantu menyediakan sistem informasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan kesejah足 teraan sosial dan ekonominya, sebagian dari warga akan berjuang untuk menciptakan aliran informasi ke dalam maupun ke luar wilayahnya.

M eng u dara M elawan K emiskinan

I 45


BAB 3

Pembelajaran dari Program DISKUSI III

engalaman adalah guru terbaik begitupun untuk menumbuhkan nilai-nilai baik di radio komu­ni­ tas. Ada beberapa cara untuk menjaga nilai-nilai ba­ik di radio komunitas itu tumbuh salah satu caranya de­ ngan program-program yang ramah dan tepat untuk radio komunitas supaaya bisa tetap menjaga nilai-nilai ter­sebut. Salah satu program yang bisa di baca adalah program DIS­ KUSI. Program ”Enhancing Transparancy and Accountability Through Community Radio” tahap III atau Radio Komu­ ni­tas untuk mendorong Akuntabilitas dan Transparansi di­ singkat DISKUSI III adalah Program yang dijalankan oleh Combine Resource Institution (Combine) bekerja sa­ma de­ ngan Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI) dan Ja­ ring­an Radio Komunitas (JRK) Wilayah dengan support pen­danaan dari PSF. Program ini bertujuan untuk mewu­

P

46 I

Ferdhi Putra dkk


judkan prinsip transparansi serta akuntabilitas program PNPM Mandiri melalui keterlibatan publik dengan me­ manfaatkan Radio Komunitas sebagai sumber dan penye­ barluasan informasi serta proses-proses pemantauannya. Program DISKUSI III adalah program untuk melan­ jut­kan program DISKUSI tahap sebelumnya (1 dan 2) de­ ngan tambahan beberapa aktifitas program baru (inovasi), seperti kompetisi inovasi, sertifikat penghargaan untuk mitra program, dan pelibatan dalam gerakan anti ko­rupsi. Program ini dimulai bulan September 2012 dengan tahap­ an persiapan, yaitu koordinasi dengan berbagai pihak ter­ kait serta assessment lapangan. Program yang melibatkan partisipasi mitra-mitra radio komunitas dimulai bulan Ap­ ril 2013 dan berakhir bulan April 2014. Salah satu penekanan DISKUSI tahap III adalah upa­ya mengeskalasi isu-isu yang diangkat melalui pro­duk­si in­ for­masi yang dilakukan radio komunitas ke level yang le­ bih tinggi (kabupaten, propinsi dan nasional) guna men­ dapatkan respons dan tindakan yang konkret dari PN­PM Mandiri dan pihak-pihak lainnya yang terkait. Konver­ gensi media menjadi pendekatan untuk mendiseminasi isuisu di tingkat komunitas tersebut dan diharapkan menjadi pola komunikasi yang akan berlanjut pasca program DIS­ KUSI III selesai. Upaya itu dilakukan dengan beberapa ca­ ra antara lain, mengunggah produksi berita ke www.su­a­ rakomunitas.net, pelibatan koran lokal, dan pemanfaatan media-media komunitas lainnya (papan informasi dan bu­letin) dan pertemuan-pertemuan terkait PNPM Man­ di­ri di desa, kecamatan, kabupaten dan propinsi. M eng u dara M elawan K emiskinan

I 47


Papan Informasi PNPM di Radio Komunitas Suara Taruna FM, Jombang, Jawa Timur.

Memperkecil Kesenjangan Informasi, Menjembatani Ketidaktahuan Pembangunan yang berkelanjutan kerap sangat ber­ gantung pada kemampuan untuk berkomunikasi secara efek­tif. Seperti halnya sistem informasi, kemampuan un­ tuk berkomunikasi dan berkoordinasi adalah seperangkat mekanisme yang menjadi komponen penting dalam stra­ tegi pembangunan. Ketika proses pembangunan didise­ minasikan secara satu arah, maka resiko ketidakpahaman akan lebih besar. Model dan orientasi program-program pembangunan pada era kekuasaan Orde Baru yang gagal men­dorong rakyat untuk berperan sentral, telah dipelajari oleh berbagai program pembangunan sehingga pendekat­ an pemberdayaan diintegrasikan dalam kebijakan pem­ 48 I

Ferdhi Putra dkk


bangunan nasional. Partisipasi yang luas dari masyarakat diharapkan dapat membuka perdebatan terhadap gagas­ an-gagasan baru dan sumber informasi; memunculkan isuisu yang perlu diperbincangkan, mendorong perma­salah­ an, kebutuhan dan preferensi dapat diekspresikan; meng­ identifikasi kapabilitas yang dibutuhkan untuk meme­cah­ kan persoalan-persoalan yang ada; dan mengembangkan se­buah konsensus tentang kebutuhan untuk mengambil tindakan yang dapat diperlukan untuk implementasi yang lebih baik1. Namun demikian, dalam prakteknya komunikasi dan pelibatan masyarakat tak selalu berjalan sebagaimana yang diharapkan. Radio komunitas adalah instrumen yang da­ pat digunakan untuk memperbaiki pendekatan komu­ni­ kasi yang tidak bersifat dua arah. Melalui acara talkshow di radio, kuis, tanya jawab via sms antara pengelola dengan warga, radio komunitas menjadi terampil dalam memfasi­ litasi warga untuk membicarakan permasalahan yang ada, juga memiliki kemampuan mendeteksi bila ada ketidak­ efektifan dalam implementasi program pembangunan. Ra­ kom Suara Kota FM, Lampung, pernah merekam rendah­ nya pemahaman masyarakat tentang program PNPM di wilayahnya. Dalam sebuah wawancara, seorang warga Ke­ lapa Tiga Permai, Kaliawi, Bandar Lampung, Hermansyah, mengatakan bahwa dirinya tak mengetahui detil menge­ nai PNPM yang saat itu berjalan di wilayah tinggalnya. Strategic Communication for Sustainable Development: A conceptual over­ view. GTZ, 2006

1

M eng u dara M elawan K emiskinan

I 49


Ar­tinya, masih ada sebagian elemen masyarakat di level bawah yang tidak tersentuh informasi tentang pelaksana­ an PNPM. Keberhasilan dalam memobilisasi partisipasi masyara­ kat memang sangat bergantung pada kesesuaian alat in­ formasi dan komunikasi yang digunakan di setiap sektor. Mengkomunikasikan program ke kelompok laki-laki ten­ tu berbeda strateginya dengan ke kelompok perempuan atau sektor lainnya yang cenderung dimarjinalkan dalam sebuah masyarakat. Radio komunitas sebagai entitas me­ dia yang lahir dari rahim komunitas menjadi salah satu ujung tombak dalam peran menyambungkan kepentingan berbagai kelompok dalam masyarakat dengan pelaksana pembangunan. Posisi pegiat rakom yang tidak lain adalah masyarakat yang menjadi subjek ini, memudahkan dialog yang mungkin terkait dengan program pembangunan. Se­ hingga, penggalian maupun penyampaian informasi men­ jadi lebih mudah. Meski kerap bisa terjebak dalam perseli­ sihan di antara kelompok masyarakat yang saling curiga akibat ketidaksambungan informasi dan komunikasi, na­ mun rakom dapat mencairkannya dengan pendekatan ke­ keluargaan. Hal yang tidak mungkin dilakukan oleh media arus utama. Seorang warga Desa Barejulat, Praya, Lombok Tengah, Sofyan Hadi, pernah berpendapat tentang peran rakom da­lam proses sosialisasi PNPM di desanya. Mengutip da­ lam sebuah wawancara yang dilakukan salah satu mitra DIS­KUSI III, Radio komunitas Talenta FM (Lombok Te­ ngah), Sofyan mengutarakan bahwa, “(karena) radio komu­ 50 I

Ferdhi Putra dkk


nitas dibuat oleh masyarakat, bukan perseorangan, sehingga mereka (masyarakat-ed) pasti mendengar radio mereka sen­­ diri. Apapun yang disiarkan di radio komunitas Talenta FM, pas­ti didengarkan masyarakat. Jadi menurut saya sangat baik dan bagus sebagai tempat sosialisasi PNPM.”2 Paparan Sof­ yan menggambarkan bagaimana rakom menjadi salah sa­ tu faktor penting dalam proses implementasi PNPM. Le­ bih lanjut Sofyan berpendapat, “manfaat yang dirasakan, sa­ya bisa tahu program pemerintah dan saya bisa ikut berpe­ ran. Selain itu kita juga punya pengetahuan yang banyak, ka­ lau ada penyimpangan kita bisa mencegahnya.”3 Realitas se­ perti pengalaman Sofyan inilah yang menjadi gambaran ideal peran rakom dalam setiap program yang berpautan dengan masyarakat secara langsung. Setidaknya, keber­ ada­an pihak ketiga, dalam hal ini rakom, telah membangun sinergi antara stakeholders (masyarakat serta pemerintah) yang sebelumnya terputus. Cerita lain datang dari Cirebon, Jawa Barat. Dalam se­ buah kesempatan, Fasilitator Kelurahan PNPM Keca­ma­ tan Astanajapura, Nasirun, mengungkapkan bahwa parti­ sipasi warga setempat dalam implementasi PNPM masih sangat rendah. Padahal, tujuan utama PNPM menurutnya adalah mendorong masyarakat untuk bersama-sama mem­ bangun wilayahnya sendiri. Karena kegelisahan itulah, ia pun berharap pada rakom Best FM untuk terlibat dalam Pendapat Warga soal Radio Komunitas dan PNPM http://talentafm­news. blogspot.com/2012/06/pendapat-warga-tentang-radio-komunitas.html 3 Ibid. 2

M eng u dara M elawan K emiskinan

I 51


meningkatkan partisipasi warga. Mengutip wawancara Best FM dengan Nasirun, “Kita memang masih membutuh­ kan banyak media untuk melakukan sosialisasi. Dengan ada­ nya kerjasama antara PNPM dan rakom, saya harap bisa kem­ bali mendorong pasrtisipasi masyarakat dalam PNPM” (su­a­ rakomunitas.net, 9 Juni 2013). Media, seperti yang diatur dalam pasal 6 UU tentang Pers No. 40 tahun 1999, berperan sebagai: a) memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; b) menegakkan nilainilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya suprema­ si hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati ke­ bhinekaan; c) mengembangkan pendapat umum berdasar­ kan informasi yang tepat, akurat dan benar; d) melaku­kan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal

Fasilitator program DISKUSI III berdiskusi bersama di rakom Gema Merapi di Desa Petingsari, Umbulharjo, Sleman.

52 I

Ferdhi Putra dkk


yang berkaitan dengan kepentingan umum; e) memperju­ angkan keadilan dan kebenaran. Dalam konteks PNPM, media sebagai mitra dalam proses pembangunan memiliki dua poin prioritas, yakni memenuhi hak masyarakat un­ tuk mengetahui segala serba-serbi mengenai PNPM dan melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terha­ dap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. Berbagai ilustrasi pengalaman di atas telah menun­juk­ kan bahwa rakom menjadi media alternatif di antara sis­ tem informasi tradisional lain yang dapat mendamaikan perselisihan di antara anggota masyarakat yang mungkin timbul dalam pelaksanaan program pembangunan. Ber­ angkat dari pengalaman program DISKUSI III, rakom ter­ nyata mampu membantu mengurangi ketidaksinergisan yang kerap terjadi di tiap program-program pemerintah. Fungsi media, dalam hal ini rakom, untuk memberikan pendidikan (distribusi pengetahuan), maupun peng­awas­ an membuat setiap program hampir bisa dipastikan ber­ja­ lan dengan cukup baik. Paling tidak dengan keterbukaan informasi, kepercayaan (trust) di antara stakeholders, yang tidak lain bagian dari warga negara, makin membaik. Namun demikian, masih terdapat faktor yang kadang membuat rakom dipandang sebelah mata, yakni soal daya jangkau siar. Padahal jika menggunakan kacamata yang le­bih tajam, daya jangkau yang terbatas membuat rakom memiliki ciri khas: lokalitas. Lokalitas rakom, tidak dili­ hat sebagai kelemahan, melainkan menjadi sebuah keung­ gulan. Daya jangkau rakom yang terbatas tidak membuat rakom lemah dalam perkara broadcasting, justru itu yang M eng u dara M elawan K emiskinan

I 53


membuat rakom menjadi lebih fokus memberikan infor­ masi terkait PNPM, khususnya dalam konteks teritorial. Relasi-relasi yang lebih intim menjadi kunci bangunan ko­ munikasi antara masyarakat dengan pelaksana kegiatan PNPM di setiap level pemerintahan. Landasan-landasan itulah yang melatarbelakangi pelibatan rakom dalam prog­ ram DISKUSI III. Sulitnya Menghadang Korupsi Transparansi atau keterbukaan dalam pelaksanaan PN­PM Mandiri pada dasarnya diterapkan dengan mem­ berikan akses kepada semua pihak yang berkepentingan ataupun membutuhkan untuk mengetahui informasi-in­ formasi mengenai konsep, kebijakan, pengambilan kepu­ tusan, perkembangan kegiatan dan keuangan, serta infor­ masi-informasi penting dari para pelaku program, baik di tingkat pusat, daerah dan masyarakat. Semua informasi yang berkaitan dengan kegiatan dan pengelolaan dana ban­ tuan dipublikasikan dan disebarluaskan pada masya­rakat serta pihak lain secara terbuka melalui pertemuan warga, papan-papan informasi, buletin, dan berbagai media lain­ nya termasuk di antaranya radio komunitas. Dengan me­ megang teguh prinsip transparansi ini memungkinkan bahwa semua tahapan kegiatan bisa dipertanggung­ja­wab­ kan (akuntabel). Namun demikian, kedua prinsip di atas yang meru­pa­ kan bagian dari prinsip dasar PNPM Mandiri cenderung mudah diucapkan tapi dalam pelaksanaannya masih me­ nemui berbagai hambatan. Persoalan ini tak terlepas dari 54 I

Ferdhi Putra dkk


kebiasaan secara umum masyarakat terutama di pedesaan yang tak mau terlalu banyak terlibat dalam menentukan arah kebijakan dan tahapan-tahapan pelaksanaan program sehingga pelaku PNPM Mandiri di tingkat desa lebih ba­ nyak didominasi oleh elit-elit setempat, sementara masya­ rakat secara umum paling memungkinkan hanya terlibat pada saat pelaksanaan pekerjaan yang membutuhkan te­ naga kerja. Sebagian besar di antara mereka tidak mema­ hami konsep atau gagasan kenapa sebuah kegiatan diker­ jakan di desanya. Bahkan ditemui contoh kasus seperti di sebagian wila­ yah di Aceh, pelaksanaan kegiatan pembangunan fisik le­ bih banyak dikerjakan oleh pengusaha melalui perusahaan jasa konstruksi dalam istilah lain dikerjakan oleh pem­bo­ rong yang jarang sekali melibatkan tenaga kerja warga se­ tempat. Hal tersebut tentunya menyalahi prinsip partisi­ pasi atau pelibatan masyarakat di mana warga seharusnya aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan pemba­ ngunan. Dalam konteks pemberdayaan, pembangunan fi­ sik diharapkan dapat memobilisasi warga untuk bergo­ tong-royong, dalam bentuk tenaga atau kontribusi lain yang dapat diberikan, sehingga membangun rasa kepe­mi­ likan dan sekaligus mengoptimalkan berbagai sumber da­ ya yang terbatas. Kisah tantangan dalam menegakkan prinsip trans­pa­ ransi dan akuntabilitas masih ditemui di sejumlah wilayah yang menjadi mitra program. Mitra rakom dari sebuah ke­ camatan di Mojokerto, Jawa Timur adalah salah satu yang mengisahkan betapa sulitnya mendorong aksesibilitas ma­ M eng u dara M elawan K emiskinan

I 55


syarakat untuk berpartisipasi atau mengkritisi tahapan-ta­ hapan dan hasil dari kegiatan PNPM Mandiri. Kekuatan pengaruh dari pihak-pihak tertentu di tingkat lokal mem­ buat masyarakat enggan dan khawatir bersikap kritis dan mengkoreksi sebuah penyimpangan. Mengungkapkan ke­ be­naran yang tidak menyenangkan dianggap akan beri­ siko bagi peluang desa mereka untuk memperoleh pem­ bangunan berikutnya. Ancaman dan intimidasi semacam itu membuat warga menerima kualitas infrastruktur yang dibangun dengan biaya jauh di bawah Rencana Anggaran Biaya. Dalam konteks ini, artinya masyarakat belum ber­ daya untuk memperjuangkan hak-haknya untuk memper­ oleh pelayanan terbaik dari para pelaku kegiatan PNPM Mandiri di lingkungannya. Lain halnya kasus yang pernah ditemukan oleh sebuah radio komunitas di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Penyimpangan justru dilakukan oleh Fasilitator Teknik Kecamatan (FTK) melalui Ketua Tim Pengelola Kegiatan (TPK) sebuah desa. Modus operandi yang digunakan ada­ lah dengan menaikkan harga jual material (mark up) dari harga yang sebenarnya. Setelah pertanggungjawaban ke­ uang­an dilakukan, FTK menagih dana hasil penggelem­ bungan tersebut kepada TPK. Modus lainnya yang juga ma­sih sering ditemukan oleh radio komunitas dilakukan oleh para pelaku PNPM adalah pengurangan komposisi bahan seperti semen; batu dan pasir dalam pembuatan ra­ bat beton untuk jalan desa. Jika dalam RAB disepakati per­ bandingan 4:2:8 untuk semen, batu dan pasir dengan ke­ tebalan 7 cm, maka dalam pelaksanaan akan diubah men­ 56 I

Ferdhi Putra dkk


Saluran pengaduan jika terjadi penyelewengan dana, yang tertempel di Barona FM Aceh.

jadi 2:2:8 dengan ketebalan 5 cm. Dalam modus semacam ini, pelaku di lapangan akan tetap berusaha agar selalu ada bagian tertentu yang dikerjakan dengan benar. Kemudian jika ada pemerikasaan dari pihak luar (misalnya BPKP), FTK sudah tahu pada bagian mana yang komposisinya se­ suai standar. Untuk jasa ‘main mata’ ini, FTK akan mem­ peroleh “jatah” tersendiri. Barisan kasus penyimpangan serupa dari lapangan ini masih menjadi daftar panjang yang ditemukan dari ber­ bagai wilayah di Indonesia. Termasuk yang paling sering dilakukan adalah mempermainkan bukti-bukti pembe­li­ an material di mana akan ada penggelembungan jumlah material yang dibeli. Pihak toko atau perusahaan supplyer M eng u dara M elawan K emiskinan

I 57


relatif mudah diajak bekerja sama melakukan penyim­ pang­an semacam ini, karena jika tidak, maka pengelola ke­giatan tidak akan membeli bahan dari toko mereka. Pada satu sisi, akses masyarakat terhadap informasi ta­ hapan kegiatan PNPM Mandiri serta prinsip-prinsip da­ sarnya masih terbatas. Papan informasi yang menjadi me­ dia formal menyediakan informasi yang terbatas, dengan penyajian yang tak menarik bagi warga ditambah dengan fakta rendahnya minat baca warga di desa. Ada pula me­ dia pertemuan yang hanya dihadiri oleh beberapa gelintir orang. Kondisi ini menjadi tantangan saat prinsip akun­ tabilitas serta transparansi dari program PNPM Mandiri ingin dipenuhi. Melalui Program DISKUSI, bukti empiris menun­juk­ kan bahwa radio komunitas bisa menembus batas-batas ke­lemahan sistem informasi yang sudah ada seperti di­ sebutkan di atas. Di mana melalui program ini, informasi dapat digali, diolah dan dipublikasikan secara lebih luas sesuai keunggulannya bahwa radio dapat didengar oleh war­ga tanpa harus hadir di tempat pertemuan, bisa dicer­ mati sambil melakukan pekerjaan lain di manapun selama lokasinya masih terjangkau oleh daya pancar dan pemberi informasi bisa menyampaikan pesan yang sama secara berulang-ulang melalui Iklan Layanan Masyarakat (ILM), gelar wicara (talkshow) langsung ataupun rekamannya, serta berita yang dapat berkali-kali diputar oleh sebuah stasiun radio komunitas. Eksplorasi terhadap keunggulan-keunggulan radio ini­ lah yang coba diterapkan dalam DISKUSI III, karena de­ 58 I

Ferdhi Putra dkk


ngan pemutaran pesan dan informasi yang ditayangkan ber­ulang-ulang memungkinkan semua kalangan mampu mengaksesnya. Petani dan pedagang yang sehari-hari be­ kerja di luar rumah, dapat mendengar radio di malam hari saat beristirahat, sementara ibu-ibu rumah tangga dapat pu­la menyimak di tengah-tengah kesibukannya memasak dan urusan rumah tangga lainnya. Kreativitas para pengelola radio komunitas dibutuh­ kan untuk mengemas acara serta memastikan informasi ten­tang program tersaji pada rentang waktu utama saat warga sedang nyaman menyimak radio mereka. Tentu sa­ ja antara satu rakom dengan rakom lainnya dapat berbe­ da-beda dalam strategi pengemasan acara, bergantung pa­ da kebiasaan dan rutinitas masyarakat setempat. Dengan demikian lokalitas akan memperkaya variasi dalam upa­ ya-upaya mendorong akuntabilitas dan transparansi prog­ ram pembangunan. Meningkatkan Partisipasi Program Pembangunan Melalui Radio Komunitas Radio komunitas yang memiliki prinsip utama “dari, oleh dan untuk” komunitas adalah sebuah media yang se­ jak awal berdirinya mensyaratkan terjadinya partisipasi da­ri komunitasnya. Karenanya media ini muncul untuk mengisi keterbatasan dari lembaga penyiaran lain (swas­ ta) yang belum mampu memberikan dan memenuhi ke­ butuhan masyarakat akan informasi. Sebagai media yang melibatkan peran serta komunitas masyarakatnya, radio komunitas tidak diragukan lagi se­ M eng u dara M elawan K emiskinan

I 59


ba­gai media yang partisipatif. Pertanyaannya kemudian ada­lah bagaimana partisipasi masyarakat terhadap prog­ ram pembangunan, apakah sama dengan ketika masya­ra­ kat mendirikan dan menumbuhkan radio komunitasnya? Partisipasi masayarakat saat mendirikan dan menge­ lola radio komunitas adalah ketika warga terlibat men­jadi penyiar, produser, dan ikut menentukan program radio komunitas tersebut. Sedang partisipasi dalam program pembangunan adalah keterlibatan masyarakat dalam su­ atu proses pembangunan. Mereka terlibat mulai dari ta­ hap penyusunan program, perencanaan dan pemba­ngun­ an, perumusan kebijakan, dan pengamabilan keputusan. Peran warga saat mengelola radio komunitas dan ke­ tika dihadapkan dalam program pembangunan tentu sa­ja berbeda. Hal ini diketahui dalam laporan program DIS­ KUSI tahap III. Radio komunitas yang dikelola warga da­ lam program PNPM Mandiri yang menjadikan warga ter­ libat dalam pembangunan. Temuan dalam endline survey program DISKUSI me­ nyebutkan bahwa pelaku PNPM amat membutuhkan ra­ dio komunitas karena punya persoalan dengan sosialisasi program. Sedangkan radio komunitas merasa tidak dibu­ tuhkan oleh fasilitator PNPM karena jarangnya pelaku PNPM hadir meski diundang ke radio komunitas. Gambaran dari hasil survei tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan pelaku atau fasilitator PNPM atas me­ dia sosilisasi program tidak linear dengan wujud partisi­ pasi mereka dalam program acara yang sengaja disediakan di rakom. Analisis lebih jauh menunjukkan bahwa pe­nye­ 60 I

Ferdhi Putra dkk


bab dari kecenderungan tersebut adalah rasa yang dimiliki oleh fasilitator PNPM bahwa mereka bukan bagian dari komunitas desa yang menjadi sasaran pembangunan. PNPM Mandiri merupakan program pemerintah yang men­jadikan ‘pemberdayaan’ sebagai kata kuncinya. Ke­ berhasilan dari kerja pemberdayaan adalah ketika terjadi upaya pemberian informasi yang terus menerus dan ber­ kesinambungan mengikuti perkembangan sasaran. Dalam proses membantu sasaran perubahan maka pemberdaya­ an menjadi seluruh daya dan upaya untuk membuat target sasaran berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek pengetahuan), dari tahu menjadi mau (aspek si­ kap), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan peri­ laku yang diperkenalkan (aspek ketrampilan) 4 Gerakan pemberdayaan masyarakat merupakan suatu upaya dalam peningkatan kemampuan masyarakat guna mengangkat harkat hidup, martabat dan derajat kesehat­ annya. Peningkatan keberdayaan berarti peningkatan ke­ mampuan dan kemandirian masyarakat supaya dapat me­ ngembangkan diri dan memperkuat sumber daya yang di­ miliki untuk mencapai kemajuan.5 Dari titik inilah partisipasi dan pemberdayaan meru­ pakan kedua hal yang saling terkait satu sama lain dalam suatu program pengembangun masyarakat. Jika partisipa­ si masyarakat dapat berjalan dengan baik maka programBagian Pemberdayaan dalam buku Panduan Promosi Kesehatan, diterbit­ kan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2011 5 Ibid 4

M eng u dara M elawan K emiskinan

I 61


program pemberdayaan pun akan berjalan dengan baik ka­rena pada dasarnya partisipasi adalah kunci dari pem­ ber­dayaan. Pemberdayaan masyarakat merupakan langkah meng­ ikutsertakan partisipasi masyarakat dalam pembangunan nasional dengan melibatkan masyarakat dalam kese­luruh­ an proses, keterampilan analitis dan perencanaan pemba­ ngunan, yang dimulai dari daerah tempat mereka tinggal. Namun demikian, di banyak tempat partisipasi masya­ rakat masih bersifat ‘seolah-olah’, sehingga program pem­ bangunan belum berangkat dari kebutuhan masyarakat. Pada banyak kasus, program di desain dari “atas” dan ma­ syarakat hanya tinggal melaksanakan. Selain itu, proses penentuan kebutuhan atau “need assesment” hanya dila­ kukan berdasarkan data sekunder, tanpa mengetahui kon­ disi sebenarnya yang seharusnya dilakukan melalui riset lapangan atau wawancara kepada masyarakat sekitar. Se­ hingga menyebabkan timbulnya kesenjangan antara pe­ neliti, pemrakarsa dan pelaksana program. Dan akibatnya program yang harusnya bertujuan untuk memberdayakan masyarakat melalui keikutsertaan dan partisipasi tidak bi­ sa berjalan sesuai dengan harapan. Beberapa ilustrasi yang disebutkan di bab sebelumnya, memberikan harapan adanya perubahan yang dapat dido­ rong oleh radio komunitas untuk mengartikulasikan ke­ butuhan. Sehingga pembangunan yang terjadi dirasakan sebagai åjawaban atas prioritas kebutuhan dan karena itu menjadi akuntabel di mata masyarakat.

62 I

Ferdhi Putra dkk


BA B 4

Bercermin dan Melihat Masa Depan Radio Komunitas Indonesia

arus diakui bahwa tulisan-tulisan tentang nilaini­lai baik radio komunitas yang dipaparkan di bab sebelumnya cenderung bersifat berat sebelah da­ lam arti lebih banyak menampilkan sisi positif dan ditulis dengan sudut pandang subjektif. Pada kenyataannya ja­ rang ada suatu inisiatif yang hanya memiliki sisi keber­ha­ silan; seringkali kita justru lebih banyak belajar dari kega­ galan. Untuk kembali menyeimbangkan persepsi para pem­ baca agar tetap proporsional dalam memandang cerita ni­ lai-ni­lai baik radio komunitas, bagian penutup ini akan dimulai dengan penjelasan tentang berbagai hambatan dan tantangan yang dihadapi dalam proses pengelolaan radio komunitas. Setelah itu, kami akan lanjutkan dengan men­ jabarkan berbagai peluang yang dapat diraih untuk me­ ning­katkan kinerja dan memperbesar pemanfaatan radio

H

M eng u dara M elawan K emiskinan

I 63


komunitas. Bila saja tantangan-tantangan itu bisa di­atasi, tidak mustahil irisan dari pendekatan pemberdayaan ma­ syarakat dan penggunaan radio komunitas dapat menjadi pendekatan baru yang bakal mengubah jalannya pemba­ ngunan! Hambatan dan Tantangan Radio komunitas di Indonesia sering kali mengalami “pasang-surut.” Dalam pengelolaannya. Suatu saat ia ber­ ada di zaman keemasan, menjadi media yang dibutuhkan warga dan lingkungannya, saat lain ia terpuruk, berhenti siaran, entah untuk sementara waktu atau selamanya. Demikian juga nilai-nilai baik radio komunitas yang di­tampilkan di buku ini. Pada suatu saat sedemikian kuat dan memberi manfaat, pada saat yang lain dapat pula ber­ ada dalam kondisi “hidup segan, mati tak mau.” Namun ti­ dak tertutup pula kemungkinan mereka bisa bangkit kem­ bali di masa depan pada saat yang tepat, sebagaimana telah ditunjukkan oleh beberapa radio komunitas. Karena itu, penting melihat nilai-nilai dari praktik kese­harian radio komunitas ini dalam kerangka waktu tertentu. Lepas dari buruknya kesan ini, kalau kita mau jujur, kondisi “pasang-surutnya” radio komunitas masih lebih ba­ik ketimbang banyak proyek yang diinisiasi oleh pihak luar, yang sekali dibangun lalu mati setelah proyek selesai, dan tidak pernah dihidupkan lagi oleh penerima manfaat. “Pasang” setelah “surut” justru menunjukkan bahwa media komunitas pada umumnya memang dibutuhkan rakyat. Bila sebuah alat yang sudah pernah ditinggalkan kemudian 64 I

Ferdhi Putra dkk


diangkat dan dipakai lagi, bukankah artinya alat itu me­ mang ada gunanya? Mungkin tinggal konteks pemakaian alat itu yang perlu kita pertimbangkan kembali. Ada beberapa faktor internal dan eksternal yang dapat menyebabkan “surut”nya suatu radio komunitas. Yang ter­ masuk dalam faktor-faktor internal adalah landasan ber­ dirinya radio komunitas itu sendiri dan kemampuan me­ ngelola sebuah lembaga yang lebih berbasis pada semangat sukarela dan pelayanan masyarakat ketimbang mencari uang. Sedangkan faktor-faktor eksternal meliputi akses terhadap peralatan elektronika dan orang-orang yang me­ miliki kemampuan terkait, serta beberapa regulasi tentang penyiaran komunitas dan regulasi yang terkait lainnya. Faktor Internal Mari kita bahas faktor-faktor internal dulu. Kita tahu bahwa inisiatif awal dalam proses mendirikan sebuah ra­ kom merupakan salah satu hal kunci dalam keber­lan­jut­ an­nya. Ada beberapa macam inisiatif awal pendirian radio komunitas, pertama, inisiatif yang berasal dari lembaga pendidikan (misalnya SMP, SMA, dan universitas), ke­ dua, yang berasal dari luar komunitas (misalnya LSM, lem­ baga donor, dan pemerintah), dan yang ketiga, berasal da­ ri kelompok-kelompok dalam komunitas itu sendiri. Banyak radio yang berbasis lembaga pendidikan mem­ beri manfaat pada masyarakat di sekitarnya dengan mu­ atan yang terkait dengan pelajaran sekolah. Namun se­ ring­kali mereka masih bingung memposisikan diri: lebih dekat ke radio komunitas atau radio komersial. Kalau su­ M eng u dara M elawan K emiskinan

I 65


dah memilih orientasi ke radio komunitas, lalu siapakah yang dilayaninya? Siswa/mahasiswa saja, atau termasuk warga di sekitar radio tersebut? Karena merasa bahwa ma­ hasiswa yang dilayaninya tersebar di seantero kota, radio kampus sering ingin meningkatkan daya pancarnya agar menjangkau seluruh kota. Tetapi yang menjadi masalah, semakin besar daya jangkau maka kemungkinan partisi­ pasi menjadi semakin rendah. Idealnya semua yang dapat menangkap siaran radio komunitas berhak ikut menen­ tu­kan arah dan aktivitas radio tersebut, bukan hanya ma­ hasiswa kampus. Rakom yang inisiatif awalnya berasal dari luar komu­ nitas biasanya terkait dengan sebuah proyek tertentu. Me­ reka umumnya mempunyai kelebihan dalam hal adanya tu­ju­an pelayanan masyarakat dan/atau penyelesaian per­ soalan warga yang jelas. Namun, apakah tujuan itu me­ mang sejalan dengan hal-hal yang ingin dicapai oleh pe­ ngelola rakom, ataukah saat itu orang-orang lebih tertarik karena ada dukungan proyek? Rakom-rakom jenis ini ju­ ga cenderung memiliki potensi tersendat atau tutup yang lebih kalau tidak berhasil mendapat dukungan masyara­ kat. Untuk itu, inisiatif semacam ini perlu didukung pro­ ses pengorganisasian yang baik untuk mengembangkan keterlibatan masyarakat. Terakhir, rakom yang diinisiasi kelompok-ke­lompok di dalam komunitas biasanya bisa dibedakan men­jadi dua jenis, yaitu yang awalnya didirikan oleh kelompok eksklu­ sif (misalnya kelompok yang memiliki hobi elektronika saja) dan kelompok inklusif (misalnya yang sejak awal me­ 66 I

Ferdhi Putra dkk


mang ingin menjadikan rakom sebagai wadah peran serta masyarakat). Kelompok eksklusif bisa saja berubah men­ jadi inklusif, dan demikian pula sebaliknya. Namun kalau radio tetap didominasi oleh kelompok eksklusif, dan tidak berperan apa-apa untuk memperjuangkan kepentingan ma­syarakat, konsekuensinya adalah kesulitan menggalang dukungan dari masyarakat. Misalnya kalau ada alat yang rusak, maka kelompok atau individu itu saja yang merasa harus memperbaiki atau menggantinya. Akibatnya, suatu radio dapat berhenti siaran selama berbulan-bulan, berta­ hun-tahun, atau selamanya, tergantung dari inisiatif indi­ vidu atau kelompok tadi. Ini berbeda dengan rakom yang yang inklusif dan berorientasi pada kepentingan masya­ rakat. Seperti terlihat pada radio komunitas yang mem­ per­juangkan nilai-nilai baik di bab sebelumnya. Bagaimanapun landasan awal pendirian sebuah rakom, masalah partisipasi tetap menjadi isu penting. Meskipun kebanyakan rakom menyatakan bersandar pada prinsip partisipasi masyarakat, kenyataannya saat ini banyak yang belum sepenuhnya menjalankan prinsip tersebut. Con­ toh­nya dapat kita lihat pada masih minimnya peran pe­ rem­puan dalam rakom. Hal ini berakibat pada kurangnya kiprah rakom dalam mengangkat isu-isu yang terkait de­ ngan perempuan, misalnya kesehatan reproduksi, gizi dan pendidikan anak, serta kesejahteraan keluarga. Belum ba­ nyak radio komunitas yang mempunyai program khusus perempuan apalagi secara spesifik mempersiapkan prog­ ram tentang perempuan kecuali radio komunitas yang di­ dirikan oleh LSM yang bergerak di isu ini. M eng u dara M elawan K emiskinan

I 67


Partisipasi juga sering terhambat oleh dominasi peran seseorang atau suatu kelompok dalam pengelolaan radio komunitas. Mungkin orang atau kelompok itu ber­peran dominan bukan secara sengaja (misalnya untuk meng­am­ bil alih aktivitas rakom), tetapi karena asyik beraktivitas, atau justru karena memiliki komitmen yang sangat (ter­ lalu) tinggi. Sampai kini banyak rakom memang masih ter­gantung pada figur beberapa orang di daerahnya yang dianggap sebagai tokoh di belakang rakom. Hal ini wajarwajar saja, asal jangan sampai akibatnya kelompok lain ja­ di enggan atau sungkan bergabung. Kelemahan manajemen menjadi faktor internal lain­ nya yang banyak menghambat kemajuan media komu­ni­ tas. Pertama, mari kita bahas soal manajemen sukarela­ wan. Untuk menjalankan perannya, rakom memerlukan sejumlah orang yang cukup militan — artinya sampai ting­ kat tertentu mau meluangkan waktu, tenaga, bahkan da­ na secara sukarela. Dibutuhkan kesiapan masing-masing anggota komunitas untuk mengorbankan kepentingan pri­ badi demi kemajuan bersama. Mengelola sukarelawan dalam jangka panjang adalah hal yang rumit. Sukarelawan memang bekerja bukan un­ tuk uang, tapi ada hal-hal lain yang dicarinya: mungkin ke­ terampilan, pengalaman, kesenangan, ketenaran, dan se­ bagainya. Kalau rakom tidak dapat memberikan hal-hal ini, atau tidak dapat memberi lebih daripada yang sudah dimiliki seorang sukarelawan, maka wajar sukarelawan ter­ sebut hengkang. Rakom yang biasanya digawangi oleh ke­ lompok anak mudapun sering mengalami kendala ketika 68 I

Ferdhi Putra dkk


pendukungnya beranjak dewasa dan harus bekerja men­ cari uang, yang mengakibatkan mereka tidak bisa ber­akti­ vitas di rakom lagi. Ini juga hal yang wajar. Namun yang menjadi masalah adalah ketika seorang sukarelawan seni­ or berhenti dari aktivitasnya di rakom, padahal belum ada seorangpun untuk menggantikannya. Dalam hal ini sebu­ ah radio komunitas harus selalu melakukan kaderisasi. Selanjutnya keberlanjutan rakom juga tergantung da­ ri manajemen keuangan. Memang, sampai tingkatan ter­ tentu ada orang-orang yang bersedia menjadi pendukung dana. Tapi ini biasanya memiliki batas. Siapa yang tahan menjadi sukarelawan rakom terus-menerus, padahal akti­ vitas itu membutuhkan biaya, paling tidak ongkos trans­ portasi dan makan. Pengeluaran rakom biasanya lebih be­ sar daripada pemasukannya. Manajemen keuangan rakom memang “susah-susah gampang” karena menurut Undang-undang rakom tidak boleh memasang iklan dalam siarannya, kecuali iklan siar­ an masyarakat. Namun, sebagaimana ditunjukkan di atas, rakom-rakom yang kreatif justru mempunyai pemasukan yang berasal dari acara atau aktivitas off-air selain yang onair. Sayangnya belum semua rakom memiliki kreativitas yang cukup, atau mereka kurang referensi tentang bagai­ mana bentuk-bentuk manajemen keuangan yang dilaku­ kan rakom lain. Aspek manajemen yang tidak kalah pentingnya adalah manajemen visi dan misi. Seringkali sebuah rakom didiri­ kan untuk tujuan tertentu, atau untuk membantu warga menyelesaikan sebuah persoalan khusus. Dalam perkem­ M eng u dara M elawan K emiskinan

I 69


bang­annya, tujuan itu mungkin sudah tidak relevan lagi, dan persoalan yang ingin diselesaikan sudah berhasil di­ tanggulangi atau sudah berubah bentuk menjadi jenis per­ soalan lain. Sebagaimana organisasi yang baik, secara ber­ kala media komunitaspun perlu menilik ulang visi, misi, strategi, dan aktivitasnya bersama-sama. Kepentingan su­ atu komunitas marjinal sangat banyak. Begitu satu perso­ alan selesai, masih ada persoalan lain yang perlu disele­sai­ kan, kebutuhan lain yang perlu dipenuhi, dan potensi lain yang perlu direalisasikan. Untuk itu, radio komunitas ha­ rus selalu jeli dan memainkan peran yang tepat secara di­ namis. Kegagalan melakukan ini sangat mungkin beraki­ bat keberadaan rakom itu sendiri dipertanyakan kembali oleh warga. Faktor Eksternal Sebagaimana bisa dilihat di atas, sistem informasi dan komunikasi rakyat (terutama rakom) masih mempunyai ber­bagai hambatan dari dalam. Namun kondisi “surutnya” banyak rakom disebabkan oleh faktor-faktor eksternal. Tantangan dari luar yang pertama adalah minimnya orang-orang yang mudah diakses oleh masyarakat mar­ji­ nal yang memahami tentang elektronika. Sering ditemu­ kan sebuah radio komunitas yang berhenti beroperasi ka­ rena kerusakan alat, padahal alat itu masih bisa diperbaiki. Masalahnya, seringkali dalam suatu daerah (misalnya dae­ rah perdesaan terpencil) tidak ada orang yang memiliki ke­mampuan ini. Kalaupun ada, biasanya masyarakat mar­ ji­nal tidak mengenal, sungkan, atau tidak punya akses un­ 70 I

Ferdhi Putra dkk


tuk menghubungi mereka mereka. Dalam hal ini, radioradio komunitas yang bermula pada hobi elektronika se­ kelompok orang cenderung lebih mampu menyelesaikan masalah-masalah teknis yang dihadapi. Memang kebanyakan rakom menggunakan pemancar yang dirakit sendiri oleh seseorang yang paham elektro­ ni­ka, bukan yang diproduksi oleh pabrik. Meski ini juga membangun kemandirian rakyat dalam hal mem­pro­duksi alat-alat komunikasi yang dibutuhkan, namun dapat me­ nim­bulkan persoalan belakangan. Pasalnya, kebanyakan orang yang biasa merakit pemancar tak menyertakan ske­ ma/gambar rangkaian elektronika dalam produk yang ia buat. Akibatnya kalau pemancar itu rusak, hanya orang yang merakitnyalah yang dapat memperbaikinya. Keter­ gan­tungan pada beberapa orang ini diperparah dengan ke­nyataan bahwa banyak alat yang berhubungan dengan sistem informasi dan komunikasi adalah barang impor. Akibatnya kita menjadi terpancing untuk berpikir: apakah bangsa Indonesia akan terus menjadi konsumen dan tidak pernah menjadi produsen alat-alat TIK? Dalam bidang penyiaran, radio komunitas juga masih mengalami hambatan dari regulasi yang dibuat oleh Pe­ me­rintah. Setelah berhasil mendapat pengakuan hak hidup dalam UU Penyiaran no. 32/2002, penyiaran komunitas masih mengalami beberapa hambatan. Salah satunya da­ lam bentuk Keputusan Menteri Perhubungan no. 15 tahun 2003 tentang Rencana Induk Frekwensi Radio FM yang hanya mengalokasikan 3 kanal frekuensi (FM 107,7, 107,8 dan 107,9 MHz) dari 204 kanal yang ada (1,4%) untuk ra­ M eng u dara M elawan K emiskinan

I 71


dio penyiaran komunitas. Jatah ini dianggap terlalu kecil un­tuk peran-peran yang sebetulnya dapat dimainkan oleh radio komunitas, dan terlalu pro-penyiaran swasta. Bentuk hambatan yang terbesar datang dari Peraturan Pemerintah no. 51 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Komunitas. Dalam PP ini, disebutkan bahwa “Radius siaran Lembaga Penyiaran Ko­ munitas di batasi maksimum 2,5 km (dua setengah kilo­ me­ter) dari lokasi pemancar atau dengan ERP (effective radiated power) maksimum 50 (lima puluh) watt.” Keten­ tuan ini diyakini sangat menghambat oleh pendukung pe­ nyiaran komunitas, dan menunjukkan bias Pemerintah ter­hadap kondisi Jakarta. Padahal di luar kota besar, radius siaran sebesar 2,5 kilometer belum tentu dapat menjang­ kau luas sebuah desa. Yang paling mengganggu dari PP ini (dan tiga PP lain yang dikeluarkan pada saat yang sa­ ma: PP no. 49, 50 dan 52 tahun 2005) adalah pengembali­ an kekuasaan penyiaran ke tangan Pemerintah, dalam hal ini Menteri Komunikasi dan Informatika. PP no. 51/2005, misalnya, menyatakan bahwa yang berhak “menerbitkan keputusan persetujuan dan penolakan izin penyeleng­ga­ ra­an penyiaran” adalah Menteri Kominfo. Padahal, seba­ gai­mana telah disebutkan dalam UU no. 32/2002, wewe­ nang penyiaran seharusnya ada di tangan lembaga inde­ penden, yaitu Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Peluang Seandainya tantangan-tantangan yang menghambat upaya pengembangan radio komunitas bisa ditanggulangi, 72 I

Ferdhi Putra dkk


banyak peluang yang dapat dimanfaatkan dan peran yang dapat dimainkan untuk menjadikan gerakan ini lebih luas dan lebih bermanfaat lagi untuk pemberdayaan rakyat. Salah satunya adalah peluang untuk berperan dalam pengembangan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Governance sendiri adalah hubungan antara pe­ nyelenggara negara, pelaku ekonomi, dan masyarakat da­ lam penyelenggaraan urusan publik. Agar hubungan ini berlangsung baik, tentunya perlu ada keseimbangan ke­ ku­asaan antar ketiga pemain kunci ini supaya semua bisa berperan setara dalam penyelenggaraan urusan publik. Hal ini dapat dilakukan melalui beberapa cara. Perta­ ma adalah mendukung rakyat dalam melakukan kontrol publik atas jalannya proyek-proyek pembangunan, kuali­ tas layanan publik, dan dampak kegiatan ekonomi. Ini di­ lakukan supaya proyek pembangunan dan layanan publik betul-betul untuk memenuhi kepentingan rakyat, dan ke­ giatan ekonomi dilakukan tanpa mengekploitasi kesejah­ teraan rakyat. Pemantauan oleh rakyat seperti dila­kukan radio komunitas mitra program DISKUSI un­tuk meman­ tau dan memonitoring program PNPM Mandiri. Penggunaan radio komunitas untuk hal-hal yang ber­ hubungan dengan peningkatan kualitas layanan publik (mi­ salnya air bersih, listrik, kesehatan, pendidikan), yang di­ sediakan oleh Pemerintah atau mitra swata-nya, belum ba­nyak berkembang. Padahal peluang untuk berperan da­ lam bidang ini terbuka lebar karena justru banyak LSM dan proyek lembaga donor yang dikembangkan ke arah ini. Radio komunitas memiliki banyak potensi. Misalnya, M eng u dara M elawan K emiskinan

I 73


melalui kartu pilihan pendengar, rakom dapat membuat survey tingkat kepuasan warga setempat terhadap pe­la­ yanan air bersih. Mekanisme voting atau survey melalui SMS saat ini lebih banyak digunakan untuk kebutuhan hiburan (misalnya memilih pemenang lomba menyanyi). Padahal cara itu juga cukup efektif untuk menjaring tang­ gapan masyarakat terhadap suatu isu publik. Masukan yang berhasil dijaring dari masyarakat kemudian bisa di­ aju­kan kepada mereka yang terlibat langsung dalam pro­ ses pengambilan keputusan. Sebenarnya saat ini terbuka banyak pintu untuk melaksanakan perencanaan pemba­ ngun­an dari bawah (bottom-up planning), misalnya melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Sayangnya karena upaya serius untuk menjaring masuk­an dari masyarakat masih belum banyak dilakukan, seringka­ li mekanisme ini hanya menjadi formalitas. Cara kedua bagi radio komunitas untuk ikut mengem­ bangkan good governance adalah melalui pendidikan atau pengembangan wawasan rakyat. Tak bisa dipungkiri bah­ wa salah satu faktor penting yang menyebabkan rakyat ter­pinggirkan adalah minimnya wawasan mengenai hak, kewajiban sebagai warga negara, dan bagaimana dampak kinerja pemerintah dan sektor swasta terhadap kesejah­ teraannya. Ini terbukti ketika pemilu dan pilkada, ketika ma­sih banyak warga masyarakat yang tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika ada seseorang yang diutus calon bupati yang memberikan uang untuk memilihnya pada hari-H nanti. Demikian juga banyak warga masyarakat yang tidak sepenuhnya paham bahwa berbagai layanan publik 74 I

Ferdhi Putra dkk


bukan tersedia berkat kebaikan hati Pemerintah, melain­ kan terwujud antara lain berkat pajak yang mereka bayar. Peluang lain untuk peran radio komunitas adalah da­ lam hal penanggulangan kemiskinan dan pengembangan ekonomi lokal. Dalam hal pengembangan ekonomi, radio komunitas dapat mendukung promosi berbagai usaha dan produk lokal. Bila dilengkapi dengan koneksi internet dan dukungan untuk menampilkan suatu produk dengan ba­ ik, maka promosi ini dapat mencapai skala dunia. Demi­ kian pula sebaliknya, radio komunitas bisa memberi ma­ sukan pada produsen-produsen di desanya tentang pelu­ ang-peluang ekonomi di luar yang dapat ditangkap. Ten­ tunya hal ini perlu dibarengi dengan penguatan proses produksi dan pasca-produksi di tingkat komunitas, misal­ nya bila kemudian “kebanjiran order,” tapi hal ini tentu bu­kan menjadi tanggung-jawab radio komunitas lagi. Peluang lain yang dapat ditangkap oleh radio komu­ nitas adalah mengangkat berbagai kearifan lokal, terma­ suk tata-nilai, cara melakukan sesuatu, dan bentuk-ben­ tuk kesenian yang telah lama ada, dan khas terhadap kon­ disi di suatu tempat tertentu. Seiring menguatnya proses globalisasi, muncul banyak keluhan tentang hilangnya ber­ bagai tata-cara dan nilai budaya lokal. Padahal tata-cara dan nilai-nilai itu mencerminkan kearifan yang telah ter­ bangun selama beberapa generasi, dan tidak mungkin di­ gantikan begitu saja oleh berbagai tata-cara baru yang di­ jabarkan dalam berbagai dokumen lembaga internasional. Misalnya, Rakom yang berada di lingkungan masyarakat adat yang masih kental, menceritakan bagaimana tetuaM eng u dara M elawan K emiskinan

I 75


tetua di zaman dahulu melakukan manajemen pelestarian hutan yang berbasis adat. Kesenian rakyat, selain melestarikan nilai-nilai luhur yang telah ada, juga berfungsi memberikan hiburan. Da­ lam hal hiburan pada umumnya, radio komunitas memi­ liki potensi yang luar biasa. Mereka mengerti betul bagai­ mana cara menghibur warga di sekitarnya. Potensi ini da­ pat dikembangkan lebih lanjut untuk membantu mere­da­ kan konflik-konflik sosial lainnya yang marak terjadi di Indonesia. Konflik memang memiliki banyak dimensi, dan seringkali aspek informasi, komunikasi, dan hiburan se­ ma­ta tidak akan mampu menyelesaikan inti dari konflik ter­sebut. Namun, bila dikelola oleh lembaga yang betulbe­tul ingin mengupayakan perdamaian, bukan mustahil mediasi dalam bentuk hiburan, informasi serta jalur ko­ mu­nikasi yang seimbang dan mencerahkan dapat mendi­ nginkan kepala mereka yang berkonflik. Tidak kalah penting adalah peluang radio komunitas dalam hal manajemen bencana. Sebagaimana terjadi di ra­ dio komunitas yang berada disekitar lereng gunung Me­ rapi, sistem informasi komunitas digunakan untuk mem­ bantu memastikan bahwa bantuan yang diberikan oleh orang luar betul-betul sampai ke orang yang membutuh­ kan. Prinsip yang digunakan di sini sama dengan prinsip dalam pemantauan program pembangunan, yaitu trans­ paransi. Radio komunitas juga dapat dipakai untuk menja­ ring masukan dari warga agar program-program bantuan lebih tepat sasaran, misalnya dengan menyampaikan apa yang dibutuhkan serta apa yang tidak dibutuhkan warga, 76 I

Ferdhi Putra dkk


serta menyatakan siapa dari kalangan warga yang paling membutuhkan bantuan yang terbatas. Dalam jangka pan­ jang, radio komunitas bisa berperan penting dalam mem­ bangun sistem peringatan dini (early warning system) ter­ hadap suatu bencana. Akhir Kata Berbagai peluang yang dipaparkan di atas adalah nya­ ta. Artinya, dengan komitmen dari berbagai pihak (ter­ masuk untuk menanggulangi berbagai hambatan dan tan­ tangan yang dipaparkan sebelumnya) bukan mustahil halhal itu dapat tercapai. Meskipun begitu, perlu ditegaskan kembali bahwa radio komunitas bukanlah obat mujarab yang dapat menyelesaikan semua masalah. Untuk dapat menyelesaikan suatu masalah, ia harus berada dalam kon­ teks yang tepat, dan tidak akan mampu digunakan dalam ruang hampa. Pada akhirnya, esensi pemberdayaan masyarakat ada­ lah memampukan rakyat untuk menjaga kepentingannya sendiri. Dan informasi rakyat, sebagai suatu alat, adalah kekuatan rakyat untuk mewujudkan keberdayaannya.

M eng u dara M elawan K emiskinan

I 77



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.