Perempuan dan Lingkungan

Page 1

Perempuan dan Lingkungan Jurnalis Warga Merekam Sejarah Komunitas



Perempuan dan Lingkungan


Siapapun bisa mengutip, menyalin, dan menyebarluaskan sebagian atau keseluruhan tulisan dengan menyebutkan sumber tulisan dan mencantumkan jenis lisensi yang sama pada karya publikasi, kecuali untuk kepentingan komersil.


Perempuan dan Lingkungan Jurnalis Warga Merekam Sejarah Komunitas


Perempuan dan Lingkungan

Jurnalis Warga Merekam Sejarah Komunitas Penyunting Ferdhi F. Putra Tata Letak Isi dan Perwajahan Sukri Ghazali dan Lelaki Budiman Desain Sampul Edwin Prasetyo Diterbitkan Oleh: Combine Resource Information Jl. K.H. Ali Maksum RT 06 No. 183 Pelemsewu, Panggungharjo, Sewon, Bantul, DIY Telepon/Faksimile: 0274-411123 Website: www.combine.or.id ISBN 978-602-70286-7-8 Dicetak oleh Tan Kinira di Yogyakarta


Daftar Isi

iv

Pengantar Penerbit Pengantar Merekam Sendiri Sejarah Komunitas Foto Pemenang Foto Apresiasi

1 11

Mendorong Perempuan Bersuara Agar Berdaya

30

Biodata Kontributor

40

x


Pengantar Penerbit Idha Saraswati Manajer Unit Pengelolaan Informasi CRI

iv

S

eorang perempuan terlihat sedang berjongkok di atas sebuah batu di tengah sungai kecil. Dalam gendongannya ada seorang bayi, sementara kedua tangannya sibuk memungut sampah plastik dari dalam sungai. Itulah foto terbaik yang dipilih tim juri dari Combine Resource Institution dan Aliansi Jurnalis Independen Kota Yogyakarta. Foto itu dipilih karena dipandang paling merepresentasikan tema lomba fotografi jurnalistik, yakni “Perempuan dan Lingkungan�. Foto itu dengan baik bisa menggambarkan bahwa di tengah berbagai peran yang diembannya, seorang perempuan memiliki peran penting dalam menjaga lingkungan. Foto itu juga menggambarkan bagaimana seorang ibu menurunkan nilai-nilai yang baik kepada anaknya.


Selain foto tersebut, ada 12 foto lain yang mengisi buku ini. Foto-foto tersebut merupakan karya dari sejumlah jurnalis warga dan pegiat media komunitas dari berbagai wilayah di Indonesia. Foto-foto yang dipajang dalam buku ini diseleksi dari lomba foto dan tulisan jurnalistik yang digelar selama Agustus – Oktober 2015. Lomba ini sengaja memilih tema “Perempuan dan Lingkungan� guna merangsang para jurnalis warga dan pegiat media komunitas untuk mengangkat persoalan perempuan, khususnya yang terkait dengan isu lingkungan. Mengapa? Ada sejumlah alasan yang melatarbelakangi pilihan tema tersebut. Pertama, di tingkat akar rumput, selama ini ada banyak sekali proyek eksploitasi sumber daya alam yang berdampak pada kerusakan lingkungan. Dalam banyak kasus, akibat perannya di dalam keluarga, perempuan menjadi pihak yang paling banyak merasakan dampak negatif dari kerusakan lingkungan tersebut. Namun, di banyak kasus pula, perempuan tidak pasrah menerima nasib sebagai korban. Mereka justru menjadi garda depan dalam upaya melindungi lingkungannya dengan menolak kehadiran proyek-proyek perusak lingkungan di wilayah masing-masing. Ini bisa dilihat mulai dari ujung barat hingga timur Indonesia. Yang paling hangat, hingga saat buku ini disusun, para perempuan

v


di Rembang Jawa Tengah masih menginap di tenda perjuangan untuk mengusir pabrik semen dari wilayah mereka. Mereka sudah bertahan di tenda itu selama lebih dari 500 hari. Sikap keras kepala mereka telah menghalangi rencana pabrik untuk segera beroperasi penuh dengan menambang gunung karst sebagai bahan semen. Apa yang mereka lakukan perlu dicatat dan didokumentasikan agar bisa menginspirasi komunitas lainnya di berbagai wilayah. Maka, tepat di sinilah salah satu tugas jurnalis warga : mendokumentasikan dan menginformasikan apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya.

vi

Alasan kedua berhubungan dengan persoalan representasi perempuan dalam media. Selama ini, sejumlah hasil penelitian menunjukkan bahwa isu perempuan masing kurang diangkat. Hal itu berkaitan erat dengan minimnya jumlah jurnalis perempuan yang menduduki level pengambilan kebijakan di lembaga media. Pada 2011, International Women’s Media Foundation (IMWF) merilis hasil penelitian global tentang status perempuan dalam media. Berdasarkan penelitian terhadap sekitar 500 perusahaan media di seluruh dunia itu, IWMF menemukan bahwa jumlah perempuan yang duduk dalam posisi pengambil kebijakan hanya mencapai 27 persen. Adapun jumlah reporter perempuan mencapai 36 persen.


Data tersebut juga merangkum apa yang terjadi di media komunitas. Di berbagai media komunitas yang berjejaring dengan CRI, upaya mengangkat isu-isu yang khas perempuan masih minim seiring minimnya jumlah perempuan yang menjadi pegiat media komunitas. Isu perempuan biasanya baru mendapat porsi besar di media komunitas yang memang khusus didirikan untuk perempuan, misalnya Radio Komunitas Marsinah FM di Jakarta maupun Hapsari FM di Sumatera Utara. Lomba ini pun mengonfirmasi beragam hasil penelitian tersebut. Dengan jangka waktu publikasi sekitar dua bulan, lomba ini hanya bisa mengumpulkan 12 peserta. Dari jumlah itu, hanya ada tiga orang peserta perempuan. Meski demikian, setiap peserta telah mencoba sebaik mungkin menerjemahkan tema yang diberikan sesuai dengan kondisi lingkungannya masing-masing. Sebagian besar peserta menghubungkan tema tersebut dengan bidang pertanian. Maka foto-foto yang menunjukkan aktivitas perempuan di kebun, sawah maupun ladang mendominasi. Selain itu, sejumlah peserta mengangkat peran perempuan dalam menopang perekonomian keluarga. Lomba semacam ini baru pertama kali diselenggarakan oleh Combine Resource Institution (CRI). Lomba ini merupakan salah satu upaya CRI dalam mendukung perkembangan media komunitas dan jurnalis warga yang menjadi pegiatnya.

vii


Sejak berdiri pada 2001, CRI telah mengadakan berbagai program peningkatan kapasitas bagi para pegiat media komunitas. Bermula dari program pendampingan dan pelatihan ke berbagai pegiat radio komunitas, CRI kemudian mengikuti perkembangan teknologi dengan mendorong pegiat radio komunitas untuk memanfaatkan teknologi digital dengan memproduksi konten informasi berupa tulisan maupun foto.

viii

Salah satu jejak upaya itu bisa dilihat di portal berita suarakomunitas.net yang mewadahi karya jurnalistik para jurnalis warga yang sebagian besar adalah pegiat radio komunitas. Berbagai tulisan di dalamnya merupakan hasil dari pelatihan jurnalistik yang telah diadakan CRI selama ini. Selama satu tahun terakhir, pelatihan jurnalistik masih terus diadakan bersama dengan sosialisasi tentang pentingnya penerapan etika jurnalistik sebagai bagian dari upaya perlindungan hukum bagi jurnalis warga. Selain itu, pelatihan foto jurnalistik juga diberikan di sejumlah wilayah. Walaupun hasil pelatihan telah diwadahi dalam portal suarakomunitas.net, upaya lain tetap perlu dilakukan untuk melihat dampak dari sebuah pelatihan. Lomba ini diadakan sebagai cara lain untuk mengetahui hasil dari serangkaian pelatihan yang telah dilakukan itu. Melalui lomba, para jurnalis warga dan pegiat media komunitas diharapkan akan mengirimkan karya terbaik sesuai dengan materi yang telah diberikan dalam pelatihan.


Buku sederhana ini diniatkan sebagai semacam “galeri� yang memajang karya para jurnalis warga dalam menampilkan sosok perempuan dalam kaitannya dengan isu yang lebih khusus, yakni isu lingkungan. Apapun hasilnya, foto-foto tersebut menggambarkan kondisi perempuan akar rumput. Dari upaya ini, ada dua hal yang diharapkan. Pertama, para jurnalis warga maupun pegiat media komunitas akan menambah porsi pemberitaan yang mengangkat isu perempuan. Kedua, minat perempuan untuk menjadi jurnalis warga maupun pegiat media komunitas akan meningkat, sehingga akan muncul semakin banyak jurnalis perempuan yang bersuara lantang untuk kaumnya. CRI mengucapkan terimakasih kepada seluruh jurnalis warga maupun pegiat media komunitas yang telah mengirimkan karyanya dalam lomba ini.

ix


Merekam Sendiri Sejarah Kehidupan Komunitas Bambang Muryanto Aliansi Jurnalis Independen Yogyakarta

x

H

idup di era teknologi yang sudah maju sungguh sangat mengasyikkan. Semuanya menjadi semakin mudah, praktis dan simpel , termasuk dalam soal merekam sejarah atau peristiwa. Dahulu, kamera sebagai alat perekam sejarah adalah alat yang sangat mahal, rumit pengoperasiannya dan hanya dimiliki orang berduit saja. Namun kini, kamera adalah barang populer sebab murah dan simpel. Bahkan aplikasi kamera juga menyatu dalam setiap telepon pintar yang hampir dimiliki oleh setiap orang.

Alhasil setiap orang berpeluang menjadi seorang fotografer yang bisa mengabadikan setiap momen sejarah yang terjadi di sekitarnya. Hasilnya pun tidak hanya tersimpan dalam album foto kenangan saja. Dalam hitungan detik, gambar yang dihasilkan


dapat diunggah ke media sosial atau situs tertentu sehingga masyarakat luas dapat ikut melihatnya. Ya, berkat kemajuan teknologi, penulisan dan penyebaran sejarah (informasi) menjadi makin terbuka dan demokratis. Siapa saja bisa melakukannya, tanpa harus bergantung kepada ahli sejarah atau jurnalis sebagai “penulis cepat sejarah�. Dalam konteks inilah, kita melihat kemunculan fenomena media komunitas (didedikasikan untuk komunitasnya) dan jurnalis warga yang memproduksi berita sendiri dan menyebarkannya kepada masyarakat luas. Dalam ranah jurnalisme, foto mempunyai kedudukan yang sangat penting. Ia tidak hanya menjadi pelengkap berita (teks) tetapi bisa berdiri sendiri sebagai berita (foto berita). Bahkan salah satu majalah tertua dan terpopuler di dunia, National Geographic menempatkan foto sebagai menu utama dan teks sebagai pendukungnya. Terkadang, foto bisa lebih banyak bercerita dari pada teks! Tengoklah foto karya jurnalis foto, Stephanie Sinclair yang menekuni isu gender. Foto-fotonya tentang anak-anak perempuan yang dipaksa menikah di wilayah Asia, begitu menggetarkan. Saya selalu menangis jika melihat bagaimana anak-anak perempuan itu berlinangan air mata ketika diambil dari keluarganya.

xi


Foto-foto karya Sinclair berhasil merebut perhatian dunia guna memberikan perhatian serius terhadap persoalan pernikahan anak di bawah umur. Karya foto fotografer Kompas, Kartono Riyadi yang mengabadikan momen Susi Susanti menangis ketika meraih medali emas bulutangkis di Olimpiade Barcelona 1992 juga memberikan kedalaman makna. Rasa nasionalisme kita bisa muncul saat melihat foto yang mampu membekukan momen yang sangat tepat itu.

xii

Foto pewarta warga dari Lombok yang mengabadikan seorang ibu yang menggendong anak sedang mengambil sampah plastik di sungai, termasuk foto yang bagus. Saya suka foto ini karena merekam sisi human interest yang kuat. Si ibu dalam kerepotannya mengasuh anak masih mau meluangkan waktunya untuk membersihkan sungai dari sampah plastik yang baru bisa terurai selama puluhan tahun. Ketika dunia jurnalisme masuk ke era konvergensi media (menggabungkan teks, audio, audio visual, dan gambar statis atau foto), kedudukan sebuah foto menjadi kian bertambah penting. Situasi ini mau tidak mau juga memaksa media komunitas atau pewarta warga mengadopsi format ini, jika tidak mau ditinggalkan para pembaca.


Dengan demikian, para aktivis media komunitas atau jurnalis warga juga dipaksa “sejarah� agar bisa membuat sebuah foto bagus dan memenuhi kaidah jurnalistik. Terjemahan sederhananya kira-kira adalah bisa membuat foto yang bisa menceritakan suatu peristiwa. Bahasa teknisnya sebuah foto yang semaksimal mungkin memenuhi unsur berita, yaitu siapa melakukan apa, kapan, di mana, mengapa dan bagaimana (5W dan 1 H). Tetapi membuat foto yang bagus dan bermakna, tentu bukan sesuatu yang mudah. Perlu berlatih terus-menerus, menguasai sistem kerja alat (kamera), ulet dan sabar dalam menanti momen yang tepat. Tidak lupa juga mau meninggalkan zona nyaman untuk berburu peristiwa-peristiwa yang luar biasa. Tidak ada satu formula yang baku agar bisa menjadi fotografer yang handal kecuali hanya berlatih, berlatih dan berlatih terus. Bahkan, fotografer termasyur, Henri Cartier-Bresson pernah mengatakan,�Your first 10.000 photographs are your worst!� (artinya kira-kira 10.000 pertama karya fotomu adalah yang terburuk). Begitulah, semoga buku yang memuat foto-foto para jurnalis warga ini juga bisa memicu semangat kita agar bisa terus berlatih dan berlatih. Percayalah, sepotong foto bisa mengubah sebuah sejarah! Dan kita semua mempunyai kesempatan untuk mengambil kesempatan mewah ini. Selamat menikmati buku ini dan selamat berlatih!

xiii



Foto Pemenang



Pemenang 1 Mengumpulkan Sampah Sungai Hajad Guna Roasmadi Speaker Kampung Lombok Timur, NTB

Seorang ibu rumah tangga di Desa Ketangga, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur, NTB, mengumpulkan plastik bekas dari sungai untuk dijual guna membantu biaya hidup seharihari. Tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, kegiatan yang dilakukannya juga turut menjaga kebersihan sungai dan bermanfaat bagi lingkungan.

3


Pemenang 2 Menanam Pohon Rambutan Abdul Wahab

Arla FM Aceh Barat, NAD

4

Seorang perempuan sedang menanam bibit pohon rambutan di kebun belakang rumahnya di Desa Drien Rampak, Kecamatan Aringan Lambalek, Kabupaten Aceh Barat, Nangroe Aceh Darussalam (28/10/2015). Pohon tersebut dibagikan oleh Dinas Perkebunan Kabupaten Aceh Barat melalui Kepala Desa Drien Rampak dalam rangka penghijauan. Selain itu, Pemkab juga berharap jika sudah produktif, buah rambutan yang dihasilkan bisa membantu perekonomian warga.




Pemenang 3 Pembuat Tikar Rahma Mariana

Hapsari FM Deli Serdang, Sumatera Utara

Nawiyah adalah seorang ibu rumah tangga pembuat anyaman tikar dari purun. Ia tinggal di Desa Cinta Air, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Aktivitas membuat tikar sudah menjadi pekerjaan rutinnya sebagai perempuan desa yang mandiri. Di desa ini sebagian besar perempuan mengandalkan kemampuannya untuk membuat tikar purun demi mendapatkan rupiah guna membantu ekonomi keluarga.

7


Pemenang 3 Menanam Mangrove Muslim

Sekber Radio Komunitas Sumatera Utara Medan, Sumatera Utara

8

Para nelayan perempuan di pesisir Desa Bogak Besar, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, ikut berpartisipasi dalam kegiatan penanaman pohon mangrove (4/11/2015). Kegiatan ini dilakukan guna menyelamatkan pesisir dari abrasi air laut.


9



Foto Apresiasi


12


Nurmi Menyulam Tikar Muswarman Abdullah Kembang FM Pidie Jaya, NAD

Rata-rata penduduk lelaki di Gampong Pasi Rawa, Kecamatan Pidie, Kabupaten Pidie, Nangroe Aceh Darussalam adalah nelayan dan petambak ikan. Namun para ibu-ibu di sana juga tak tinggal diam. Mereka ikut bekerja demi membantu perekonomian keluarga. Nurmiwati (40), misalnya, yang kesehariannya diisi dengan membuat tikar pandan. Menurut Nurmi, menyulam tikar pandan merupakan tradisi turun temurun dari indatu atau nenek. Dalam mengerjakannya, pengrajin tikar harus teliti dan juga memiliki nilai seni. Bahan baku daun pandan didapatnya di tepi Pantai Gampong Rawa, yang tumbuh secara liar.

13


Keumeurui Muswarman Abdullah Kembang FM Pidie Jaya, NAD

14

Nuraini Usman (48) terlihat sedang membersihkan gabah pada musim panen awal Agustus 2015. Ia adalah salah satu dari ratusan petani kebun di Kecamatan Kota Bakti, Kabupaten Pidie, Nangroe Aceh Darussalam. Aktivitasnya ini merupakan usahanya untuk membantu suaminya memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Membersihkan gabah dalam bahasa Aceh disebut "keumeurui". Metode tradisional ini mulai jarang digunakan seiring perkembangan teknologi.


15


Tikar Pandan Syamsul Kamar Kembang FM Pidie Jaya, NAD

16

Jamaliah Banda (60), warga Desa Pusong, Kecamatan Kembang, Kabupaten Pidie, Nangroe Aceh Darussalam, sedang merajut tikar pandan di depan rumahnya. Tikar pandan buatan warga Pusong terkenal dengan rajutannya yang sangat halus, rapi dan lembut. Bahan baku tikar ini adalah daun pandan berduri yang terkenal memiliki tingkat porositas yang tinggi, sehingga tikar tersebut memiliki sifat kondisioner di mana dalam cuaca panas dia akan mengeluarkan hawa dingin dan sebaliknya.


17


18


Penambang Batu Apung Fikrillah Muhammad

Kesa FM Pringgabaya, Lombok Timur, NTB

Tiga orang ibu rumah tangga Masni (25), Hartati (32), dan Faridah (27), sedang memindahkan dan menimbun batu apung dengan keranjang bambu (4/10/2015). Pekerjaan ini rutin dilakukan di Pantai Telindung, Desa Anggaraksa, Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur, NTB. Menambang batu apung menjadi salah satu mata pencaharian warga sekitar Pantai Telindung.

19


20


Panen Kangkung Hajad Guna Roasmadi Speaker Kampung Lombok Timur, NTB

Seorang ibu rumah tangga memanen kangkung di sungai di Desa Ketangga, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur, NTB. Sungai di desa ini dimanfaatkan masyarakat pada musim kemarau untuk membudidayakan kangkung. Selain bisa memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kangkung juga dianggap memiliki manfaat positif bagi ekosistem sungai.

21


Kayu Bakar Andi Ferdana

Gema Merapi FM Sleman, DIY

22

Konversi energi dari minyak tanah ke gas, yang harganya terus naik, tidak memengaruhi kebutuhan dapur Mbah Jono. Nenek berusia 70 tahun ini memang mengandalkan kayu bakar untuk memasak. Kendala yang dialami Mbah Jono justru adalah relokasi pascaerupsi Merapi 2010. Relokasi memaksanya berjalan sekitar 7 km untuk mencari kayu bakar di bekas rumahnya di Dusun Petung, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, DIY.


23


Menguras Banjir Risvande Lubis

Sekber Radio Komunitas Sumatera Utara Medan, Sumatera Utara

24

Sahrum (49), seorang warga Jalan Brigjen Zein Hamid, Gang Balai Desa, Lingkungan X, Kelurahan Titi Kuning, Medan, Sumatera Utara sedang menguras air parit bercampur air hujan yang membanjiri rumah orang tuanya. Banjir terjadi akibat hujan lebat yang mengguyur Kota Medan selama beberapa jam pada Selasa malam, 8 Oktober 2013. Setidaknya, belasan warga mengalami kebanjiran akibat tidak adanya parit atau drainase selama 20 tahun lebih.


25


26


Jalan Rusak di Kebun Sawit Hadi Siswoyo

Semart FM Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara

Seorang ibu berusaha menyeberangkan seorang siswa PAUD di Desa Air Hitam, Kecamatan Kualuh Leidong, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara, dari jalan yang rusak dan berlumpur (14/10/2015). Jalan tersebut rusak akibat lalu lalang truk pengangkut tandan buah sawit (TBS). Tingginya produktivitas kelapa sawit dan tidak dapat diawetkan, membuat TBS harus segera diangkut dengan truk bermuatan penuh, bahkan pada musim hujan sekalipun. Industri sawit memiliki banyak dampak seperti, asap dan pencemaran udara pada saat persiapan lahan, pekerjaan berat yang dialami buruh selama proses perawatan, serta kerusakan jalan setelah produksi. Dan perempuan adalah penerima dampak terbesar dari industri ini.

27


28


Panen Lukman Hamarong

Luwu Utara, Sulawesi Selatan

Seorang perempuan paruh baya yang juga anggota Kelompok Tani (Poktan) Tunas Muda Desa Dandang, Kecamatan Sabbang, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, dengan gembira melakukan panen secara manual di sepetak sawah yang ia garap. Dengan menggunakan arit, wanita paruh baya itu melakukan panen di musim tanam asep 2015 pada 27 Juni 2015 lalu. Menurutnya, panen adalah sebuah momen yang sangat ditunggu-tunggu karena sejuta harapan siap menanti anak-cucunya kelak.

29


30


Ringan Sama Dijinjing Muswarman Abdullah

Kembang FM Kembang Tanjong, Pidie, Nangroe Aceh Darussalam

Kala musim panen tiba semua warga Gampong Pu'uek, Kecamatan Kembang Tanjong, Kabupaten Pidie, Nangroe Aceh Darussalam, turun ke sawah. Meski ada di antara mereka tidak memiliki sawah, momen panen itu digunakan oleh mereka yang tak memiliki sawah untuk membantu tetangga dan kerabatnya yang sedang panen. Seperti yang dilakukan Khatijah (50) dan anaknya saat membantu membersihkan panen kacang di areal persawahan awal Oktober 2014 lalu. Satu pepatah lama yang diingat Khatijah untuk mencapai kesejahteraan bersama adalah “berat sama dipikul ringan sama dijinjing.�

31


Mendorong Perempuan Bersuara agar Berdaya

32

S

ebagai lembaga yang mendukung kesetaraan jender, Combine Resource Institution (CRI) berupaya menerapkan prinsip-prinsip kesetaraan jender melalui serangkaian program yang dikelola. CRI adalah lembaga yang fokus pada jejaring informasi, oleh karena itu upaya pengarusutamaan jender pun dilakukan di sisi jejaring informasi. Intinya adalah bagaimana mendorong perempuan untuk bersuara mengungkapkan pendapatnya. Untuk bisa bersuara, perempuan harus bisa mengakses informasi. Akses di sini meliputi kebebasan dan kesetaraan untuk memproduksi, mengonsumsi maupun mendistribusikan informasi. Dalam rangkaian proses produksi – distribusi informasi itu, ada serangkaian metode dan instrumen yang coba dikenalkan untuk


semakin membuka akses perempuan terhadap informasi. Mulai dari menyusun modul, menggelar pelatihan, hingga mengajak sejumlah kelompok perempuan mempraktikkan penggunaan perangkat teknologi informasi tertentu. Terkait dengan hal itu, pada 2010 CRI mulai mengadakan program pengenalan dan pemanfaatan teknologi informasi bagi perempuan, khususnya kelompok pelaku usaha perempuan. Pelatihan tersebut dilakukan dari tahap yang paling mendasar, yakni mulai dari bagaimana cara menghidupkan komputer hingga mengelola website untuk mempromosikan produk kelompok. Salah satu kelompok yang didampingi adalah Koperasi Wanita Setara di Klaten, Jawa Tengah. Selain itu, mengikuti program pendampingan terhadap radio komunitas dan pewarta warga, CRI berupaya mendorong keterlibatan perempuan dalam mengelolaan radio komunitas. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan CRI pada tahun 2010 terhadap akses dan keterlibatan perempuan di radio komunitas di tiga wilayah, yakni Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Cilacap (Jawa Tengah). Penelitian itu menunjukkan bahwa pengelola laki-laki masih mendominasi ketimbang pengelola perempuan.

33


Pelatihan menulis Jender dan Lingkungan di Hotel Batik, Yogyakarta, 2013. (Dokumentasi CRI)

34 Pelatihan Penggunaan TIK bersama Koperasi Wanita Setara, 2013

(Dokumentasi CRI)


35

Program pengarusutamaan jender pada radio komunitas dilaksanakan di wilayah Radio Komunitas Sadewo, Desa Wonolelo, Pleret, Bantul, 2012. (Dokumentasi CRI)


Selain di level pengelola radio komunitas, ketimpangan juga terjadi di level program. Penelitian itu menunjukkan bahwa hanya 38 persen radio komunitas yang memiliki program khusus perempuan. Padahal, di sisi lain, perempuan dianggap sebagai kelompok pendengar yang paling potensial. Mereka sangat membutuhkan informasi praktis yang mampu mendukung kegiatan sehari-harinya, seperti ekonomi, pendidikan anak, kesehatan keluarga.

36

Berangkat dari penelitian itu, selama 2010 - 2012 CRI melakukan kegiatan pengarusutamaan jender pada radio komunitas, terutama pendampingan bagi media komunitas untuk mendorong keterlibatan perempuan. Pendampingan yang dilakukan meliputi pengembangan program, pembangunan jaringan dengan pemangku kepentingan di DIY dan Magelang (Jawa Tengah), serta pelatihan. Pelatihan tersebut menghasilkan isu khusus perempuan di portal www.suarakomunitas.net yang diproduksi oleh pegiat radio komunitas di daerah yang telah mendapat pelatihan, yakni Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY, NTB dan Sulawesi. Isu yang didorong adalah perbaikan layanan publik agar lebih ramah perempuan. Pada 2013, CRI mengadakan pelatihan terhadap kelompok perempuan dari tiga kabupaten rawan bencana dari Yogyakarta


dan Jawa Tengah. Pelatihan ini bertujuan membuka paradigma kesadaran jender dalam persoalan yang terjadi di sekitarnya. Secara khusus tema yang diangkat adalah tentang dampak kerusakan lingkungan terhadap perempuan. Berikutnya, kegiatan Temu Perempuan Pegiat Media Komunitas diadakan pada 2014 di Desa Candirejo, Borobudur, Magelang. Kegiatan ini diikuti oleh 19 peserta dari 10 provinsi. Kegiatan ini diadakan dengan dengan konsep participatory sharing atau saling berbagi antarpeserta. Dengan konsep ini, peserta juga berperan sebagai narasumber yang membagikan pengetahuan atau kemampuan yang dimiliki. Peserta Temu Perempuan Pegiat Media Komunitas 2014 (Dokumentasi CRI)

37


Peserta Temu Perempuan Pegiat Media Komunitas 2014

(Dokumentasi CRI)

38 Pelatihan radio komunitas di Desa Timbrangan Kecamatan Gunem, Rembang, Jawa Tengah, September 2014

(Dokumentasi CRI)


Sebagai pengayaan, kegiatan ini juga menghadirkan Desintha Dwi Asriani, dosen Sosiologi UGM, yang memantik diskusi tentang perspektif jender dalam kebijakan publik bersama. Selain itu ada Dewi Candraningrum, Pemimpin Redaksi Jurnal Perempuan, yang mengajak peserta menyadari aspek kesetaraan gender pada karya-karya di media dan dampaknya bagi masyarakat.

39

Dewi Candraningrum, Pemimpin Redaksi Jurnal Perempuan, menjadi narasumber Temu Perempuan Pegiat Media Komunitas 2014 (Dokumentasi CRI)


Selanjutnya, pada 2015, selain tetap melanjutkan upaya pengarusutamaan jender di media komunitas, isu pengarusutamaan jender menjadi bagian dari program Pasar Komunitas. Oleh karena itu, ada strategi baru yang coba diimplementasikan. Strategi itu difokuskan pada upaya pengelolaan informasi untuk mendukung pemberdayaan ekonomi di kelompok usaha perempuan. Pengelolaan informasi dilakukan dengan menggunakan beragam media yang ada dan mungkin diakses oleh perempuan, sehingga tidak melulu harus mengedepankan produk teknologi informasi terkini.

40

Salah satu realisasinya dilakukan dengan program pendampingan kelompok perajin tenun di Kodi, Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur. Dalam program ini, kelompok perajin tenun diajak untuk mengenal konsep kesetaraan jender dengan mengambil contoh dari pola pembagian peran di lingkungan mereka. Mereka kemudian diajak menggali dan mencatat kembali makna dan cara menenun yang selama ini dituturkan secara turun temurun. Mereka juga dikenalkan dengan papan informasi sederhana. Di papan itu mereka mencatat kesepakatan kelompok, pesanan tenun, maupun informasi lain yang berguna bagi anggota. Mengapa papan informasi? Sebab di daerah yang masih minim infrastruktur, teknologi media lain tidak mungkin diterapkan. Penggunaan papan informasi merupakan alternatif terbaik untuk membiasakan kelompok mengelola informasi di kelompoknya.


Hal itu sekaligus membuktikan bahwa pengelolaan informasi tidak melulu tergantung pada teknologi terkini. Selain itu, secara eksternal, kelompok perajin tenun tersebut dihubungkan dengan kelompok lain yang bisa mendukung pemasaran produk kelompok. Program ini dilakukan dengan berjejaring bersama sejumlah lembaga, antara lain Yayasan Sosial Donders dan pelaku usaha sosial House of Lawe. Ke depan, pengarusutamaan jender dengan mengafirmasi perempuan akan selalu menjadi fokus CRI. Sebab untuk bisa setara di berbagai bidang, perempuan harus bersuara.

41 Mama-mama anggota kelompok perajin tenun di Kodi Utara, Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (Dokumentasi CRI)


Biodata Kontributor Foto

42

Abdul Wahab TTL : Drien Rampak, 1 Januari 1977 Domisili : Drien Rampak, Arongan Lambalek, Aceh Barat, Nangroe Aceh Darussalam Aktivitas : Wiraswasta Media komunitas : ARLA FM Andi Ferdana TTL : Yogyakarta, 23 Juli 1990 Domisili : Cangkringan, Sleman, Yogyakarta Aktivitas : Mahasiswa Media komunitas : Gema Merapi FM Fikrillah Muhammad S.A. TTL : Anggaraksa, 14 Juni 1983 Domisili : Anggaraksa, Pringgabaya, Lombok Timur, NTB Aktivitas : Wiraswasta Media komunitas : KESA FM


Hajad Guna Roasmadi TTL Domisili Aktivitas Media komunitas

: Ketangga, 15 Juni 1984 : Ketangga, Suela, Lombok Timur, NTB : Pekerja sosial : SPEAKER Kampung

Hadi Siswoyo TTL Domisili Aktivitas Media komunitas

: Air Hitam, 7 Agustus 1980 : Air Hitam, Kualuh Leidong, Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara : Pengelola Koperasi dan PAUD : Semart FM

Lukman TTL Domisili Aktivitas Media komunitas Muslim TTL Domisili Aktivitas Media komunitas

: Palopo, 19 Januari 1979 : Luwu Utara, Sulawesi Selatan : Penyuluh pertanian : BKP3 Luwu Utara : Medan, 4 Mei 1966 : Medan, Sumatera Utara : Pegiat lingkungan : Sekber Radio Komunitas Sumatera Utara

43


44

Muswarman Abdullah TTL Domisili Aktivitas Media komunitas

: Kembang Tanjong, 31 Desember 1967 : Kembang Tanjong, Pidie, Nangroe Aceh Darussalam : Pegawai Negeri Sipil : KEMBANG FM

Rahma Mariana TTL Domisili Aktivitas Media komunitas

: Serdang Bedagai, 20 Februari 1995 : Desa Cinta Air, Serdang Bedagai, Sumatera Utara : Mahasiswa, penyiar radio : HAPSARI FM

Risvande Lubis TTL Domisili Aktivitas Media komunitas

: Jakarta, 26 November 1958 : Medan, Sumatera Utara : Wartawan : Sekber Radio Komunitas Sumatera Utara

Syamsul Kamar TTL Domisili Aktivitas Media komunitas

: Tanjong Krueng, 15 September 1976 : Kembang Tanjong, Pidie, Nangroe Aceh Darussalam : Pewarta warga : KEMBANG FM



Berkat kemajuan teknologi, penulisan dan penyebaran sejarah (informasi) menjadi makin terbuka dan demokratis. Siapa saja bisa melakukannya, tanpa harus bergantung kepada ahli sejarah atau jurnalis sebagai “penulis cepat sejarah�. Dalam konteks inilah, kita melihat kemunculan fenomena media komunitas (didedikasikan untuk komunitasnya) dan jurnalis warga yang memproduksi berita sendiri dan menyebarkannya kepada masyarakat luas. Buku ini berisi kumpulan foto karya sejumlah jurnalis warga di berbagai wilayah di Indonesia. Foto-foto yang dipajang dalam buku ini diseleksi dari lomba foto dan tulisan jurnalistik yang digelar Combine Resource Institution selama AgustusOktober 2015.


Perempuan dan Lingkungan Jurnalis Warga Merekam Sejarah Komunitas


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.