FOKUS UTAMA
Romantisme Aksi Demokrasi Mahasiswa di Aceh
Pergolakan aksi mahasiswa merupakan bentuk nyata dari sikap protes adanya indikasi yang tidak sehat di dalam sistem pemerintahan yang sedang berlangsung.
entrepreneur
Siluet
Warung tersebut tidak pernah mengalami kejadian mistis, hanya namanya saja yang dikonsepkan mistis. ‘Bebek Kuntilanak’ begitulah nama yang disematkan pada warung ini.
Wanita tak hanya sebatas kebaya dan ceremony, laksana Kartini pahlawan emansipasi yang melawan sorotan kiri terhadap pendidikan bagi perempuan dipenjuru negeri.
Mengulik Kuliner Nuansa Horor
Melampaui Batas Keperempuanan
Salam redaksi
1
1 2 3 4 8 10 12 14 15 17 19 20 22 24
2
Daftar isi
Ketika palu diketuk, ada yang tersenyum lebar, ada yang berpucat pasi, ada wajah-wajah tirus mengeras tanpa kompromi, beberapa orang yang hadir mengucapkan syukur, tetapi beberapa yang lain saling bersumpah serapah. Foto oleh : Luthfi Hadi Muslim Caption oleh : Cut Meviantira
lensa jurnalistik
3
B
anda Aceh - Pergolakan aksi mahasiswa merupakan bentuk nyata dari sikap protes adanya indikasi yang tidak sehat di dalam sistem pemerintahan yang sedang berlangsung. Mahasiswa sebagai jembatan penghubung antara kepiluan rakyat dengan kebijakan dan kekuasaan pemerintah menjadikan mahasiswa harus dapat berpikir kritis dan adil. Kebijakan yang berasal dari Gedung elit DPR nyatanya tak selaras dengan kondisi nyata kehidupan masyarakat. Lantas apakah mahasiswa sebagai pelaku perubahan hanya membisu dan terpaku? Di dalam Pilar Tri Dharma Perguruan Tinggi, telah jelas dikatakan dalam pilar ketiga mengenai pengabdian masyarakat, hal-hal yang menyangkut dengan keresahan, kesenjangan, serta ketidakadlian menjadi junjungan kuat mahasiswa dalam menyuarakan suara rakyat. Pilar ini juga yang menjadi landasan mahasiswa dalam melihat kondisi nyata di kehidupan masyarakat. Lalu, sesuatu yang tidak selaras antara kebijakan dengan situasi yang ada di tengah masyarakat dikemas, kemudian ditujukan kepada sang penguasa, yang biasanya disebut dengan Aksi Bela Rakyat. Aksi Bela Rakyat atau Demonstrasi adalah suatu bentuk pengungkapan keresahan dari sejumlah kaum intelektual yang bertujuan untuk menyampaikan aspirasi kepada si penguasa, dengan lantang dan secara langsung yang berbasis kenyataan. Kenyataan ini juga bentuk protes terhadap kebijakan yang tidak mengarah pada demokrasi. Aksi Bela Rakyat sendiri bukanlah hal yang baru di Indonesia. Tragedi ’98 merupakan salah satu peristiwa berdarah yang terjadi dalam dunia demokrasi dan pemerintahan Indonesia. Tragedi ini terjadi di Universitas Trisakti, Jakarta Barat, pada 20 tahun silam, tepatnya pada 12 Mei 1998. Tragedi ‘98 atau yang kemudian lebih dikenal dengan Tragedi Semanggi ini terjadi saat mahasiswa sedang menggelar aksi protes terhadap pemerintahan orde baru pada masa kepresidenan Soeharto yang dinilai sudah sangat buruk. Aksi ini tiba-tiba diwarnai dengan letusan senjata yang menyebabkan mahasiswa berhamburan dan melakukan perlawanan, sehingga menyebabkan banyak korban jiwa berjatuhan.
4
fokus utama
Aksi ini juga berlanjut beberapa hari kemudian dengan situasi yang semakin memanas dan menegangkan, antara mahasiswa dengan aparat keamanan. Kemudian pada tanggal 21 Mei 1998, berita gembira menghampiri, Presiden Soeharto muncul di hadapan publik dan menyatakan pengunduran dirinya dari jabatan sebagai Presiden Indonesia pada saat itu, dan kemerdekaan menghampiri mahasiswa. Kilas balik ini tentunya menjadi pertanda, bahwa Indonesia adalah negara yang kritis, anak muda bangsa ini peka terhadap kepentingan rakyat, kondisi dan kepiluan yang dirasakan rakyat. Mahasiswa adalah alarm bagi pemerintah, pengingat mengenai kondisi dan situasi negara saat ini. Dalam diri mahasiswa juga seharusnya tertanam, bahwa untuk memajukan bangsa bukan hanya kepintaran, namun juga dibutuhkan keberanian dalam keadilan. Lantas, bagaimana sebenarnya pergerakan mahasiswa di berbagai daerah di Indonesia? Aceh salah satunya. Negeri yang pernah merasakan gentingnya situasi konflik ini, begitu akrab dengan perlawanan, sedari zaman penjajahan. Aceh begitu lantang untuk memprotes bahkan menentang sesuatu yang dianggap salah. Konflik berkepanjangan yang dirasakan Aceh, membuat tanah rencong ini mempunyai manusia-manusia yang kuat. Pada rezim Soeharto, rakyat dibungkam. Tidak dipersilahkan segala bentuk pergerakan dan perkumpulan, semuanya harus terlihat tunduk pada penguasa. Pembungkaman di mana-mana, suara tak ada arti. Jika berarti maka akan mati, lantas hal inilah yang membuat mahasiswa menjadi gerah. Berbagai mahasiswa khususnya daerah Aceh mencoba untuk berjalan “sebagaimana mestinya”, namun lagi-lagi semua dibungkam tak diberi ruang. Melawan berarti mendatangkan sebuah ancaman. Kini, apakah hal yang sama akan terulang kembali? Fakta-fakta hanya dapat dilihat dengan mata tertutup, bukan dengan pikiran terbuka. Aspirasi tak ada artinya, karena yang penting semua sudah berjalan sesuai “rencana”. Hai mahasiswa, inilah aksi bela rakyat yang nyata. Ridwan Nurdin (49) seperti sebuah tongkat yang berdiri tegak dengan dikelilingi pepohonan rindang. ‘Mantan Aktivis’ adalah sebuah label yang melekat baginya. Kini, Ridwan merupakan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Menjadi anggota Pelajar Islam Indonesia (PII) pada kurun waktu 1988 hingga 1992, sekaligus diamanahkan menjadi ketua Forum Silahturahmi Mahasiswa (FOSMA) pada 1990 hingga 1992, membuatnya mendapatkan label ‘Mantan Akivis’ yang sejak dulu sering menyuarakan kegiatan dakwah di lingkungan Unsyiah, padahal saat itu masih dalam krisis GAM. Berbicara mengenai rumitnya hidup seorang Aktivis, Ridwan mengaku pernah ditahan dari 18 Agustus hingga 2 Oktober 1992 atas organisasi yang diikutinya. Pelajar Islam Indonesia atau yang disingkat PII menjadi salah satu organisasi di Aceh yang sempat tidak mengakui Pancasila sebagai asas utamanya. “Waktu itu tahun kepemimpinan Soeharto, yang di mana asas tunggal semua organisasi diwajibkan berdasarkan Pancasila. Tetapi PII ini kan berdasarkan Islam, makanya waktu itu sempat kontra juga.” Tak ada angin dan hujan, Ridwan dan beberapa kawan PII-nya mendapat panggilan dari LAKSUS (Pelaksana Khusus). “Alhamdulillah kami sekedar diinterogasi biasa. Yang bikin takut karena di meja introgasi saja ada alat penyetrum. Intinya kami diminta untuk mengakui Pancasila sebagai asas dasarnya.” ungkapnya. Mengenang masa Konflik di Aceh, Ridwan bersyukur sekali saat ini dengan berkembangannya Indonesia. “Alhamdulillah sekarang lebih baik. Dulu pada masa konflik, kami aktivis cukup terbungkam untuk menyuarakan suara mahasiswa, soalnya ABRI (sebutan TNI sebelum tahun 1998) dan polisi-nya ikut kuliah bareng sama kita, kan takut salah sedikit ngomong bahaya.” Mengulik tahun 2019 adalah tahun kebangkitan romantisme reformasi mahasiswa di Aceh. Ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Aceh turun dalam aksi demo penolakan penambangan emas oleh PT. EMM. Bahkan, aksi itu disebut sebagai aksi terbesar setelah perdamaian Aceh. Dalam aksi tersebut, mereka menyuarakan penolakan pemberian izin tambang PT Emas Mineral Murni (EMM) yang ingin mengeksplorasi tambang emas di Beutong Ateuh, Nagan Raya dan Pegasing, Aceh Tengah. Hadirnya PT. EMM akan berdampak terhadap lingkungan hidup, sumber air, lahan pertanian masyarakat,
terjadinya bencana ekologis, hingga konflik sosial. Kegiatan penambangan PT. EMM bahkan dapat berdampak pada hilangnya situs sejarah dan makam para aulia / syuhada. Terlebih, izin 10.000 hektar tersebut berada di Hutan Lindung dan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang merupakan paru-paru dunia. Tak tanggung-tanggung, demo ini berlangsung selama tiga hari berturut-turut sejak Selasa hingga Kamis, 9 - 11 April 2019. Masyarakat pun menaruh kagum dan dukungan terhadap aksi mahasiswa itu. Tak terlepas mahasiswa Aceh yang sedang berada di luar Aceh pun mendukung aksi tolak tambang oleh mahasiswa Aceh sendiri. Muhammad Haykal selaku ketua Ikatan Mahasiswa Aceh Turki (Ikamat) menyatakan dukungan terhadap mahasiswa Aceh yang melakukan demo tolak PT EMM. Mereka pun mendukung untuk seluruh komponen mahasiswa Aceh untuk menyampaikan hak bersuaranya dalam suasana aman dan kondusif. Namun pada kenyataanya, terjadi kericuhan antara mahasiswa dengan pihak keamanan saat melakukan aksi demonstrasi. Akibat ricuh tersebut, beberapa mahasiswa mengalami luka dan terkena tembakan gas air mata dikeluarkan oleh pihak kepolisian. Kericuhan awalnya dipicu setelah peserta aksi dengan barisan pihak keamanan yang berada di depan pintu ruang lobi kantor Gubernur Aceh terlibat saling dorong, saat mahasiswa ingin masuk untuk menjumpai Plt. Gubernur Aceh, Nova Iriansyah. Akibat dari kericuhan tersebut, sejumlah fasilitas di halaman kantor Gubernur Aceh rusak. Seperti pagar, pot tanaman bunga, kaca pos satpam dan kaca bagian depan kantor pecah didobrak mahasiswa. Namun, pihak kepolisian yang melakukan pengamanan berhasil membubarkan aksi mahasiswa tersebut. Berpindah ke bulan September, masih di tahun 2019, Indonesia dikejutkan oleh DPR RI yang mengeluarkan Perpu terkait Undang-Undang KPK. Pengesahan tersebut melanggar hukum lantaran revisi UU KPK tidak termasuk RUU prioritas dalam program legislasi nasional 2019 yang sudah disepakati bersama antara DPR dan pemerintah. Elemen yang disebut mahasiswa dari seluruh Indonesia tak tinggal diam. Mereka menyambangi gedung DPR masing-masing daerah, yakni ada Jakarta, Makassar, Bogor, dan masih banyak lagi, termasuk Aceh.
fokus utama
5
Bersorak-sorak meneriaki bahwa NKRI adalah harga mati, membuat romantisme reformasi mahasiswa di Aceh kembali bergejolak. Aksi yang dinamai G-26 September 2019 ini berpusat di kantor Dewan Perwakilan Aceh (DPRA) yang dihadiri ribuan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Aceh terkait penolakan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan pembatalan atas sahnya revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU KPK). Tidak hanya berbicara tentang RUU, orator dari Universitas Islam Negeri Ar-Raniry juga menyinggung perihal kebakaran hutan yang saat ini tengah terjadi di Riau dan Kalimantan. “Kalau Presiden datang ke lokasi hanya untuk mengotori sepatunya, mahasiswa juga bisa lebih dari itu.” teriak Sekretaris Kabinet DEMA UIN, Jerry Prananda. Dalam aksi yang berlangsung kali ini, berulang kali para demonstran menegaskan bahwa aksi tidak ditumpangi pihak manapun untuk mencegah adanya penggiringan opini oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Adapun tuntutan unjuk rasa mahasiswa pada, Kamis 26 September 2019 adalah : 1. Presiden Republik Indonesia mengeluarkan PERPU pembatalan Undang-Undang KPK serta menolak segala bentuk pelemahan terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia; 2. Pemerintah pusat agar menghentikan kriminalisasi Aktivis HAM , rasisme Papua dan stop militerisme; 3. Pemerintah pusat agar mencegah dan menghentikan kebakaran hutan dan lahan yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan; 4. DPR RI membatalkan RUU KUHP yang bermasalah, diantaranya pasal 218, Pasal 220, Pasal 241, dan Pasal 340 pada RUU KUHP tersebut; 5. DPR RI membatalkan RUU Pemasyarakatan; 6. DPR RI merevisi RUU Pertahanan agar lebih berpihak kepada rakyat; 7. DPR RI mengindahkan aspek transparansi, aspirasi, dan partisipasi publik dalam proses pembahasan RUU;
6
fokus utama
Pembacaan tuntutan ini dilakukan di depan ribuan mahasiswa Aceh dan anggota DPRA yang hadir di gedung DPRA. Aksi juga diwarnai dengan penampilan teatrikal dari sejumlah mahasiswa. Dalam penampilannya, mereka ingin menyampaikan pesan bahwa saat ini rakyat tidak dapat menikmati demokrasi secara utuh, namun harus pasrah tunduk kepada putusan sang penguasa. Semoga bukan sekedar Retorika Lucunya, sebagian mahasiwa yang turut dalam aksi tersebut tak tahu-menahu apa yang terjadi. Semacam seseorang yang hanya membaca headline pada sebuah berita, tanpa memaknai isi dari berita tersebut. KPK dikoyak-koyak oleh Rezim. Mahasiswa hidup kembali dan bara kagum menjadi api. Bermodalkan ajakan kawan satu angkatan, mereka tak gentar. Berselempang almamater universitas yang dibawa, menandakan bahwa semangat yang tak bisa mati. “Ini barisan tak bergenderang-berpalu Kepercayaan tanda menyerbu. Sekali berarti Sudah itu mati.” Bak sajak Diponegoro yang dituliskan oleh Chairil Anwar, pada Februari 1943, cocok menggambarkan kondisi mahasiswa Aceh saat ini. Ratusan, bahkan ribuan mahasiswa memang berbaris bersama-sama tanpa rasa takut dengan senjata yang dinamakan ‘kepentingan atas nama rakyat’, sekali tebarkan langkah lalu sesudah itu mati, mahasiswa-nya. Sehari itu kita bersama. Tak hampir-menghampiri. Asyik berorasi, memastikan bahwa KPK tak akan dibunuh diam-diam. Karton berisikan kalimat sumpah-serampah dari mahasiswa yang ditujukan untuk Rezim kemarin, seakan-akan aksi telah tergadai oleh jumlah likes di postingannya. Tapi, citra mahasiswa semestinya pula dijaga, sebagai elemen yang terkuat sekaligus pembawa suara rakyat. Bak anak kecil yang sudah merengek diminta dibelikan sesuatu, alih-alih menenangkan, anak kecil tersebut dijanjikan akan dipenuhi kemauannya. Bukannya menagih janji, malah melupakan janji. Entah, karena sudah tidak mau lagi atau sudah basi. Kondisi kembali kondusif, memang, bahkan kelihatannya mahasiswa mulai kembali pada pola kesehariannya lagi.
Seakan-akan tak ada demo atau aksi membela kebenaran yang pernah terjadi. Kilas balik, mahasiswa mengorbankan waktu kuliahnya untuk membela kepentingan rakyat di atas karangan kembang mawar merah dan melati putih : darah dan suci. Pandangan yang memastikan : Untukmu, wahai rezim. Tapi, tak satu juga pintu terbuka. Padahal berbagai orasi dari mahasiswa telah lantang dari Sabang sampai Merauke. Tapi tetap, Indonesia darurat demokrasi. Katanya Indonesia menganut sistem demokrasi, namun seruan tuntutan yang diberikan mahasiswa dan sebagian warga negara Indonesia tidak digubris sama sekali. Katanya akan mengawasi terus-menerus tentang RUU KPK dan KUHP, tapi nyatanya sampai akhir tahun 2019, tak ada yang membuahkan hasil dari sengketa di sini, diam-diam mahasiswa melarikan diri, hancur-luluh sepi seketika. Tampaknya, demo adalah sekedar ajang memeriahkan isu pemerintah semata-mata, demo bukan lagi menjadi momen untuk menuntut keadilan. Seberapa pantas kita di sebut sebagai “Mahasiswa”?, sejauh mana kita sudah bisa disebut “Warga Negara Indonesia?”. Indonesia saat ini darurat demokrasi, hak yang seharusnya menjadi milik rakyat malah dirampas, rakyat melarat. Lalu Indonesia ini milik siapa? Apakah rezim yang membungkam mahasiswa? Entah. Sebaiknya kita kembalikan pertanyaan tersebut menjadi pernyataan mulai dini agar tidak terjadi lagi, yakni mahasiswa yang membungkam rezim. Hiduplah penuh sesak dari sekarang, agar tak ada penyesalan yang sia-sia nantinya. Baik Aceh, ataupun Indonesia, tidak akan berubah dalam waktu satu malam seperti Candi Prambanan. Indonesia butuh, yang disebut warga negara Indonesia bergerak, menuju perubahan, bukan kemunduran. Jika bukan kita, siapa lagi? “Tuhan hanya akan mengubah nasib sebuah bangsa jika bangsa itu hendak merubah nasib bangsanya sendiri. Bersatulah para pemuda dan pemudi Indonesia dan rubahlah nasib bangsa kita supaya lebih baik dari sebelumnya.” – Bung Hatta. Penulis : Alma Hidayah & Ayu Khatijah Editor : Abi Rafdi Azira Nst
Photostory
Sang Penjaga Hutan dari Barat Selatan “Intan! Intan! Kemari, duduk.”
B
egitu ucap seorang Mahout gajah. Intan sendiri adalah seekor bayi gajah yang menghuni Conservation Response Unit (CRU) Trumon. Mahout lainnya kemudian menuntun tim LPM Perspektif menjelajah hutan di kawasan di CRU Trumon, Gampong Naca, Kecamatan Trumon Teungoh, Kabupaten Aceh Selatan, Sabtu (6/4) siang. Kawasan CRU Trumon adalah lokasi keberadaan gajah-gajah sumatera yang jinak untuk membantu mitigasi bencana konflik gajah wilayah Aceh Selatan dan Aceh Singkil. Sekitar pukul 11.30 WIB, Tim tiba di kawasan Koridor Satwa CRU Trumon setelah menempuh 2 jam perjalanan dari kecamatan Tapak Tuan menuju kecamatan Trumon Teungoh, Aceh Selatan. Perjalanan menggunakan dua minibus yang dinahkodai Luthi dan Jauhar ini menyusuri jalur lintas barat Sumatera yang cukup melelahkan. Namun, rasa lelah itu sedikit terobati berkat belaian angin dan pemandang asri di sepanjang perjalanan menuju CRU Trumon. Tim LPM Perspektif disambut dengan hangat oleh Koko, selaku Ketua Mahout CRU Trumon yang kemudian berbincang-bincang sejenak mengenai
perkembangan CRU Trumon bersama Hasan Basri, Pemimpin Umum LPM Perspektif. Terlihat juga beberapa kru CRU Trumon menyambut Tim di halaman depan kantor CRU Trumon. Selagi Koko dan Hasan berbincang-bincang, rombongan melakukan briefing materi yang dipimpin Ayu Khatijah & Alma Hidayah. Seluruh anggota pun menyiapkan segala amunisi seperti kamera, handphone, buku, alat tulis, dan sebagainya untuk menggali sebanyak-banyaknya Informasi di CRU Trumon. Tim Mahout pun tak lupa menyiapkan diri sebelum menuntun kami memasuki hutan rimba tempat tinggal Gajah Sumatera yang menjadi objek utama di CRU Trumon, dan tentu saja “buruan” hunting nomor satu Tim. “Selayaknya manusia, gajah-gajah ini dirawat dengan pemberian makanan dan dimandikan di sungai terdekat 2 kali sehari di pagi dan sore hari. Gajah-gajah ini juga mendapatkan medical check up sebulan sekali untuk mengukur ukuran badan, pemberian vitamin dan pemeriksaan lainnya”
Ucap Koko, Setelah seluruh Tim LPM Perspektif dan Tim Mahout selesai melakukan persiapan, namun kali ini koko tak dapat menemani kami untuk menjumpai Gajah di dalam hutan yang jaraknya kirakira 700 meter dari kantor CRU. Lantas, kami hanya ditemani tiga orang Mahout yang tak kalah berpengalaman dari Koko. Ke-15 orang dari Tim LPM pun berjalan beriringan memasuki rimba yang liar dituntun ketiga Mahout tersebut. Tim pun menyusuri semak belukar dan pepohonan lebat di kanan-kiri jalan setapak menuju “rumah” gajah yang ingin kami temui. Selama perjalanan menuju singgasana gajah, beberapa anggota tim terlihat meringis kesakitan sebab diserang hewan pacat yang entah datang darimana, sudah menempel dan menghisap darah di bagian kaki. Memang, banyak sekali pacat yang mendiami area tersebut. Begitulah penuturan Mahout yang menemani Tim. Sampai di lokasi gajah, seorang Mahout memanggil nama Sisca dan Intan dengan suara lembut. Sisca adalah Induk Gajah berusia 38 tahun, sedangkan Intan adalah anaknya yang baru berusia 2 tahun. Kedatangan rombongan disambut hangat kedua hewan besar ini. Tidak ada reaksi liar, justru reaksi bersahabat ditunjukkan Sisca dan Intan. Kami pun satu-persatu mendekati gajah jinak ini dan sesekali mengelus-elus kepala sang induk gajah sembari diganggu Intan yang lucu bermain petak umpet disela-sela induknya. Kami pun bergantian mendekati Sisca maupun Intan untuk sekedar mengabadikan moment, Sebagian lainnya terus bercengkrama dengan mahout-mahout yang bertugas. Tentunya, mahout-mahout tersebut tak melepaskan fokus terhadap Sisca dan Intan. Karena sejinak apapun mereka, keduanya adalah hewan yang sewaktu-waktu bias mengeluarkan sisi buasnya. Sesaat kemudian, seorang Mahout dibantu satu orang mahout lainnya membawa Sisca dan Intan bergeser ke tempat yang lapang
8
travelista
sembari diperintahkan menyeret rantai yang mengikat leher Sisca sepanjang 25 meter. “Ayo kesini, jangan takut!”, begitu perintah Mahout kepada kami yang sempat bergidik ngeri, ketika tanah di sekitar tempat berpijak terasa bergoyang kala Sisca dan Intan berjalan. Beberapa saat kemudian, Mahout meminta Sisca dan Intan untuk duduk agar Tim dapat menyapa keduanya lebih dekat. Sambil mengelus-elus kepala mereka yang kasar, Tim pun memberi Pisang kepada mereka. Menurut penuturan Mahout, Pisang adalah salah satu makanan utama Gajah di CRU Trumon. Tak lama kemudian, kami harus mengucapkan selamat tinggal kepada Sisca dan Intan sebab kami harus mengunjungi salah satu gajah jantan yang kebetulan lokasinya tidak dekat dari area yang dihuni Sisca dan Intan. Perlahan, kami pun berjalan keluar hutan, berjalan di pinggir jalan raya, dan masuk hutan lagi. Kali ini kami akan bertemu Bayu, gajah jantan berusia 30 tahun. Setibanya di lokasi Bayu, kami dibuat takjub akan keberadaannya. Ia terlihat sangat garang dengan gading sepanjang kurang lebih satu meter. Meskipun jinak, Bayu termasuk kategori gajah petarung. Bayu Bersama pejantan lain, bernama Meutuah kerap digunakan untuk mengatasi gangguan gajah liar di batas-batas hutan dengan perkampungan warga. Di CRU Trumon, terdapat 5 ekor gajah. Selain Sisca dan anaknya Intan, lalu Bayu, terdapat dua gajah lainnya. Kedua gajah tersebut merupakan pasangan jantan dan betina bernama Meutuah, berusia 36 tahun dan Nanik 32 tahun. Menurut mahout, Meutuah dan Nanik hidup mesra di pinggiran Koridor Satwa CRU Trumon. Hal inilah yang membuat Mahout tidak mengizinkan kami untuk menjumpai mereka, karena lokasinya yang jauh di dalam hutan dan medan yang lebih berat.
Beberapa momen epik tentunya tak kelewatan untuk diabadikan Tim Bersama Bayu. Kapan lagi bias berfoto sambal memegang gading gajah, Bersama gajahnya langsung. Selama Tim asyik berfoto-foto bersamanya, Bayu tak berhenti menguyah makanan. Pelepah kelapa dan pisang yang disediakan dililitkan dengan belalai dan kakinya, lalu dimasukan ke dalam mulutnya yang lebar. Pukul 14.00 WIB, seluruh tim memutuskan untuk mengakhiri kunjungan menyapa gajah CRU Trumon. Tim LPM Perspektif dan Tim Mahout pun bergerak kembali ke Kantor CRU. Disana, kami sudah disuguhkan minuman khas CRU Trumon, yaitu Es The Lemon Trumon. “Belum sah ke CRU Trumon, kalau belum minum ini. Hahaha.” Kata Koko kepada kami, dan diikuti gelak tawa seluruh kru dan mahout yang ikut menikmati Es The Lemon yang dimaksud. Memang suguhan minuman dingin di tengah teriknya hari benar-benar memuaskan jiwa. Selepas itu, kami mempercepat aktivitas kami disana karena harus berkunjung ke destinasi lain di Aceh Selatan. Kunjungan di CRU Trumon ditutup dengan pemberian Plakat Penghargaan kepada Pihak CRU Trumon dan berfoto Bersama seluruh peserta dan kru CRU Trumon. Diakhir perbincangan koko memberi informasi bahwa ”Penanggulangan gajah liar bisa dilakukan dengan beberapa cara, pertama dengan manual yaitu dengan menggunakan petasan, kedua dengan membawa gajah jinak dan mengiringi kembali ke habitatnya dan terakhir dengan translokasi dan penangkapan dibawah izin pemerintah, cara ini dilakukan apabila kedua cara tadi tidak mempan.” Jelas Koko sebagai koordinator CRU Trunom“ Jaga Alam, Alam akan menjaga kita.” Tambahnya (Abi Rafdi dan Fariza Junina)
travelista
9
Mengulik
Kuliner Nuansa Horror
I
bu yang sudah berumur kurang lebih 50 tahun menghampiri kami. “Ini nak, bebeknya.” Katanya dengan lembut. Hal pertama yang terdengar ketika sampai di warung makan tersebut. Terkenal dengan unsur kata mistisnya. Di mana banyak orang berfikir, warung makan ini pernah mengalami kejadian mistis padahal nyatanya tidak. Warung tersebut tidak pernah mengalami kejadian mistis, hanya namanya saja yang dikonsepkan mistis. ‘Bebek Kuntilanak’ begitulah nama yang disematkan pada warung ini, terletak di Desa Turam, Kecamatan Peukan Biluy, Kabupaten Aceh Besar. Terdengar angker dan berbau horor, akan tetapi warung ini sama sekali tidak menggambarkan hal seperti itu. Alasan warung ini diberi nama ‘Bebek Kuntilanak’ dikarenakan lokasi dari tempatnya sedikit terpelosok atau berada jauh dari kawasan kota. Masih terdapat pohon-pohon yang tinggi di sekitarnya dan posisi rumah warga yang tidak berdekatan. Maka dari sinilah banyak masyarakat mengatakan warung makan ini terbilang mistis. Terasa menyeramkan jika berjalan menuju warung ini, akan tetapi tiba disana suasana menakutkan dan angker tidak tergiang lagi. Datang di waktu sore, suasana dari warung tersebut tidaklah seram, agak berbeda dengan malam. Seram tetapi agak berubah lagi suasana, ketika sudah masuk ke warung tersebut. Suasananya dengan nuansa desa yang tidak terlalu banyak polusi, nyaman dan tenang. Masih banyak tumbuhan hijau sekelilingnya, dengan terdapat meunasah di tengah-tengah desa tersebut. Akses jalan tidak terlalu susah, karena sudah di aspal dan sangat mudah untuk dilewati menggunakan kendaraan atau berjalan kaki. Konsep duduk di lantai dengan dilapisi ambal kecil nan tipis, makanan dihindangkan layaknya rumah sendiri. Tersedia kobokan untuk tempat cuci tangan dan air putih hangat. Tidak ada meja, kursi atau pun peralatan makan layaknya warung atau restoran. Memang disuguhi suasana layaknya makan di rumah sendiri. Puas dan kenyang setelah makan di warung ini. Bak seperti setelah mencicipi masakan buatan ibu sendiri.
10 entrepreneur
Dengan rasa bumbu gulai yang masih terasa di lidah semakin menumbuhkan rasa ingin menyantap lagi dan lagi walaupun perut sudah terlalu kenyang. Rasa ingin tahu terhadap apa saja yang di gunakan, akhirnya bertanyalah kepada pemiliknya. Pemilik warung ini bernama Bapak Muhammad Nasir yang sudah menjalankan bisnis sejak 1994. Dengan berjualan pada waktu yang jarang orang lakukan, yaitu jam 17.30 sampai 04.00 WIB. Selain menjual lauk bebek, terdapat lauk ayam bagi mereka yang tidak bisa mengonsumsi bebek dengan bumbu yang masih sama. Bumbu yang di gunakan berupa bumbu khas Aceh yang biasa digunakan oleh orang Aceh pada umumnya. Terlebih lagi pemilik warung ini masih memasak dengan cara tradisional berupa beulangong dan api bakar dari kayu. Bumbunya berupa, U Neulheu, cabai kering, asam sunti dan beberapa bumbu dapur umumnya. Ini murni resep dari beliau. Tidak menggunakan bumbu kimia untuk membuat rasanya semakin enak dan lezat. Satu porsi yang dijual seharga Rp. 13.000,- ribu rupiah. Selain itu, bisa dibeli melewati aplikasi Go Food jika tidak bisa pergi ke tempatnya langsung. Selain itu, jam sibuk dari warung ini di malam jumat dan hari weekend, di karenakan para tamu datang terpikat dengan unsur nama mistis dari warung tersebut. Warung ini terkenal dari mulut ke mulut warga sekitar. Dan nama ‘Bebek Kuntilanak’ ini merupakan julukan dari warga di wilayah tersebut. Dengan nama dan lokasi dari unsur mistis inilah, warung makan ini makin terkenal dan banyak di datangi pelanggan. Tidak hanya nama dan lokasi, menu yang disajikan pun sangat memberi kepuasan tersendiri bagi pelanggan yang ingin mencoba lauk ini. Terlebih lagi, bagi penyuka makanan di luar sana wajib datang dan menjadikan tempat ini salah satu list untuk dicoba ketika datang ke Aceh. (Reza Nabila)
Photostory
‘Banda Banana’
Jajanan Lezat Si Pisang Pemikat
K
ota Banda Aceh merupakan kota paling ujung di sisi barat pulau Sumatera. Selain menjadi destinasi wisata religi, Banda Aceh juga merupakan kota destinasi wisata kuliner. Beragam makanan tersaji di Banda Aceh, baik makanan ringan hingga berat, makanan tradisional atau mancanegara, hingga makanan yang sedang menjadi trend di tengah kalangan masyarakat. Banda Banana, siapa yang tidak tahu tentang jajanan hits di Banda Aceh ini. Kini, jajanan yang berbahan dasar pisang itu sangat familiar bagi masyarakat Banda Aceh terutama di kalangan mahasiswa dan anak muda. Jajanan ini cukup unik dan khas. Jika biasanya pisang adalah jenis buah yang sering dimakan secara langsung sebagai hidangan penutup menu makanan utama, kini dengan semakin berkembangnya inovasi pasar, pisang turut diolah menjadi nugget. Banda Banana adalah salah satu produsen sekaligus pelopor nugget pisang di Banda Aceh. Usaha kuliner yang beralamat di Jl. Gabus, Bandar Baru, Kec. Kuta Alam, Kota Banda Aceh ini punya beragam menu olahan nugget pisang untuk memanjakan lidah para pelanggannya. Nugget pisang yang ditawarkan Banda Banana punya bermacam varian rasa; seperti coklat, vanilla, tiramisu, strawberry, cappucino, greentea dan keju susu. Untuk varian topping terdapat milo, keju, biskuit, almond, cococrunch hingga oreo. Untuk tekstur luar dari nugget pisang ini terasa crunchy, sedangkan tekstur dalam lembut dengan kekenyalan yang pas. Ditambah topping yang nikmat dan lezat menjadi kombinasi sempurna di mulut. Jajanan ini sangat cocok untuk menemani waktu bersantai bersama teman atau keluarga. Selain rasa yang enak, harga jajanan ini juga cocok dengan kantong pelajar. Tak heran, hal ini menjadikan outlet Banda Banana selalu ramai oleh pembeli setiap hari
Sebagai jajanan yang diminati generasi millenial, Banda Banana juga cukup jeli memanfaatkan media sosial sebagai sarana untuk melebarkan potensi pasar. Banda Banana cukup gencar melakukan promosi di instagram dan sering mengadakan kuis berhadiah atau giveaway. Tak hanya itu, Banda Banana juga sering mengikuti ajang bazaar dan festival yang diadakan oleh mahasiswa dari berbagai universitas di Banda aceh. Kini, Banda Banana tak hanya menjual pisang sebagai menu andalannya. Terdapat jajanan lain yang turut mengisi lini produk Banda Banana seperti salad buah, mangga float, dan beberapa produk lainnya. Untuk memudahkan pelanggannya, Banda Banana kini bisa dipesan menggunakan melalui aplikasi pemesanan semacam Go-Food dan Grab-Food. Sebuah keberhasilan yang sangat membanggakan untuk usaha yang dirintis dengan modal yang sangat kecil tetapi dijalani dengan tekun dan kerja keras. Hal ini menjadi inspirasi pembelajaran bahwa setiap usaha dan keyakinan yang kuat pasti akan membuahkan hasil. Jangan berhenti berusaha, dan terus berpikir kreatif. “Satu lagi, jangan sungkan untuk berbagi ilmu yang kita miliki.” tutup Febry. (Rezi Yani & Abi Rafdi)
Berawal dari keisengan Sebelum sukses seperti sekarang, pada awalnya yaitu sekitar tahun 2017, Banda Banana hanyalah makanan home made yang dibuat oleh seorang wanita yang memperkenalkan diri sebagai Febry. Febry selaku pemilik Banda Banana, mengaku awalnya ia hanya iseng-iseng mencari resep makanan kekinian di internet. Kemudian, ia menemukan resep nugget pisang yang kala itu juga tengah diminati oleh banyak kalangan.
Kondisi ini tentu membuat Febry semakin bersemangat mengembangkan bisnisnya. Kerja kerasnya pun tak ayal memberikan hasil yang memuaskan. Kini outlet Banda Banana sudah mempunyai beberapa cabang yang tersebar di Aceh, di antranya Takengon, Sabang, Tapak Tuan, Lhoukseumawe, dan yang terbaru yaitu Langsa.
12 entrepreneur
a Foto : Cut Meviantir
Dari situ, Febry melihat peluang yang cukup menggiurkan. Bermodalkan 50 ribu rupiah yang digunakan untuk membeli bahan, Febry berhasil menjual produknya dan mendapat untung yang lumayan. “Awalnya memang hanya bermodal 50 ribu itu, kemudian saya coba kembangkan lagi. Tidak menyangka juga bisa sampai seperti saat ini.” Ujar Febry.
Photostory
Melampaui batas keperempuanan Intan Farhana, raih prestasi menjadi inspirasi
W
anita tak hanya sebatas kebaya dan ceremony, laksana Kartini pahlawan emansipasi yang melawan sorotan kiri terhadap pendidikan bagi perempuan dipenjuru negeri. Semesta pendidikan hadir tanpa membedakan gender, semua berhak mereguknya sebagai perawis menuju perubahan dunia. Intan Farhana namanya, sosok perempuan muda yang piawai dijuluki sebagai kartini Aceh masa depan atas kegigihan serta semangatnya dalam menimba ilmu. Gadis Aceh kelahiran Mei 1994 ini merupakan alumni dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala yang lulus dengan IPK 3.84. Sejak menjadi mahasiswa Program Studi S1 Akuntansi Internasional tahun 2012, Ia adalah mahasiswa yang aktif baik dalam bidang akademik maupun non-akademik. Bersama Zakky Hadian Akhyar, alumni FEB UNSYIAH 2011, Intan pernah mensiasati konsep berdirinya Economic English Club (EEC) yang digalakkan oleh BEM FEB UNSYIAH. EEC sempat aktif di tahun 2014 dan memberi warna terhadap pembangunan minat mahasiswa seantero kampus kuning UNSYIAH dalam berbahasa inggris. Dengan bekal ilmu, kegigihan serta rasa percaya dirinya, pada tahun 2016 Intan memenangkan beasiswa Erasmus Mundus+ ke Universitas Turku, Finlandia. Sebelumnya pada tahun 2013 Intan pernah mendaftar pada program beasiswa yang sama namun sayangnya ia gagal, tapi ia tidak menyerah begitu saja. Intan percaya bahwa Tuhan akan memberikan sesuatu tepat pada waktunya. Di Finlandia, gadis asal Peukan Bada, Aceh Besar ini mendapat banyak pembelajaran mulai dari sistem pendidikan yang berbeda hingga tantangan kehidupan yang membuatnya bertahan disana. Intan memiliki ketertarikan yang besar terhadap dunia fotografi dan sinematografi. Saat ini, disela kesibukannya, ia rutin membuat vlog dan video inspiratif yang kemudian diunggah ke akun YouTube pribadinya.ni didasari dari keinginan besarnya untuk memotivasi perempuan-perempuan muda di Aceh agar sadar akan potensi diri dan memaksimalkannya untuk kepentingan diri dan masyarakat.
14 siluet
Ia tidak ingin melihat anak-anak muda perempuan Aceh tenggelam dalam stigma bahwa perempuan tidak perlu maju. “Di kampung saya, pemikiran seperti ini masih masif, banyak anak perempuan yang tidak didukung untuk sekolah tinggi dengan dalih nanti sulit mendapatkan pasangan. Sedihnya, anak-anak muda perempuan di kampung akhirnya juga memiliki pemikiran yang terkotak seperti ini. Padahal kita sebagai perempuan kelak akan menjadi ibu dan kunci untuk majunya generasi mendatang.” Pungkasnya. Pada tahun 2017, gadis berkulit putih ini kembali diterima untuk menghadiri konferensi jurnalistik, Future News Worldwide, yang diorganisir oleh British Council di Edinburgh, Britania Raya pada 6-7 Juli 2017 lalu. Lalu, dilanjutkan dengan mengikuti kegiatan Local INTERNational di Turki pada 13-23 Agustus 2017. Intan juga telah mempublikasikan paper-nya pada proseding konferensi dan jurnal internasional. Dirinya juga kerap menulis artikel perihal pandangannya terhadap pemerintah, pengalamannya, dan prosa inspiratif dalam beberapa media seperti Warta Unsyiah dan Koran Serambi Indonesia. Saat ini, ia sedang menggarap thesis untuk studi Masternya mengenai manajemen anggaran di Aceh. “Walaupun sekecil apapun, saya ingin disetiap hal yang saya lakukan, saya bisa berkontribusi untuk Aceh’ paparnya. Dalam menapaki titik yang kini telah diraihnya, tentunya ia pernah berada dalam situasi sulit saat harus ikhlas merelakan lesapnya orang-orang yang ia sayangi saat Tsunami melanda Aceh pada tahun 2004 silam saat ia masih berumur 10 tahun. Dengan dukungan dari kedua orang tuanya, Intan sadar bahwa ia harus berdamai dengan kesedihan dan kembali bangkit dengan senyum semangat. “Dulu, setiap bagi rapor, itu pasti langsung ketemu kakek, dengan bangga ingin menunjukkan nilai. Beliau ga banyak bicara, tapi senyumnya yang sangat berharga. Dari senyumnya, saya bisa membaca kalau beliau ingin saya jadi perempuan Muslim yang maju” kata Intan. ‘You need to take care of yourself, because nobody will take care of you other than yourself.’ adalah salah satu kalimat dari ayahanda yang kemudian menjadi penyemangat hidup bagi Intan.
Sejak kecil Ia diajarkan berbagai pemahaman perihal potensi diri, bahwa seorang perempuan harus dapat berdiri menjunjung haknya untuk mendapat pendidikan dan melawan narasi patriaki yang meremehkan perempuan. Menjadi seorang perempuan adalah kekuatan dan gejolak dalam susatra keberanian yang pastinya harus berguna baik bagi diri sendiri, keluarga, maupun masyarakat. Saat ini Intan sedang melanjutkan studi masternya di Victoria University of Wellington, New Zealand, dengan beasiswa LPDP. Sebagai pelajar millenial ada banyak tantangan yang harus dilalui. Dengan mudahnya ketersediaan informasi juga koneksi, malas adalah sikap yang tidak boleh disaji sebagai aksi untuk beraksi. “Mimpi akan tetap menjadi mimpi apabila kita tidak bangun.” Kaum perempuan memiliki peran dan fungsi yang strategis baik dalam masyarakat maupun keluarga. Kita harus merombak konsepsi gender yang selama ini telah tumbuh di masyarakat dan menaruh perhatian terhadap pemberdayaan perempuan. Karena separuh potensi dunia ada pada perempuan. (Cut Meviantira)
The Silver Lining of Every Failure Afi Ramadhan, catatan prestasi hasil refleksi kegagalan “SMA dulu aku dapat kesempatan ikut lomba debat, perwakilan untuk Aceh. Dua kali ikut dan dua kali gagal. Dan selain itu diwaktu yang berdekatan aku ga bisa ikut seleksi lanjut program pertukaran pelajar ke Amerika. Bayangkan setelah gagal dilomba, gagal pula untuk exchange. I’m going to the lowest point where I got nothing and totally failed,”
B
egitulah cerita singkat darinya. Gagal sudah menjadi makanan sehari-hari. Banyak program dan lomba telah diikuti, namun saat itu kata “diterima atau menang” belum menjadi miliknya. Tetapi dengan semangat, sikap pantang menyerah dan pemikiran terhadap kegagalan adalah “mileston” yang penting untuk memperoleh kesuksesan, membuat dia berada pada titik pencapaian sekarang. Muhammad Afi Ramadhan atau biasa dipanggil Afi adalah mahasiswa semester 5 S1 Akuntansi Internasional Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala. Afi adalah sosok mahasiswa yang terkenal dikalangan dosen dan angkatannya sebagai murid yang aktif dalam bidang akademik. Sejak masuk Universitas Syiah Kuala tahun 2017 banyak prestasi dan pencapaian yang diraih baik ditingkat kampus maupun internasional. Tahun 2018, Afi terpilih sebagai 150 mahasiswa Indonesia terbaik dari 16.600 pendaftar untuk menjadi bagian dari XL Future Leader Batch 7 di Jakarta. XL Future Leader adalah program pengembangan kepempimpinan selama 2 tahun yang diaktifkan oleh PT. XL Axiata,Tbk. Selain itu di tahun yang sama, lelaki yang mempunyai ketertarikan dalam bidang ekonomi digital ini berhasil menjadi delegasi dari SMU Leadership Symposium di Singapura.
Afi terpilih sebagai salah satu dari 79 delegasi internasional dari 11 negara termasuk Australia, India, dan Korea Selatan. Program yang diusung dengan tema “Beyond Boundaries” ini berhasil mengajarkan Afi tentang banyak perspektif dan spektrum masalah kepemimpinan. Diprogram ini, Afi juga memenangkan SGD80 Starbucks gift card dalam kompetisi media sosial, menunjukkan keahlian dan kemampuan Afi dalam manajemen media sosial. Tidak hanya mengakrabi bidang digital ekonomi, Afi juga mempunyai minat dalam bidang self developement dan mahir dalam public speaking. Pada ASEAN-Korea Youth Network Workshop 2018 di Seoul dan Manila, Afi bersama dengan kelompoknya menorehkan prestasi lagi menempati peringkat ke-2 dalam ASEAN Cyber University project proposal competition. Tidak tanggung-tanggung, Afi juga mendapatkan kehormatan untuk menyampaikan pidato mewakili delegasi ASEAN di depan 10 anggota kedutaan besar ASEAN dan eksekutif ASEAN-Korea Center dipenutupan acara. Workshop dengan tema “ASEAN and Korean Youth as Drivers of Global Digitalization” ini memilih Afi dengan 69 partipasi lainnya. Tidak hanya itu, kerja keras dan totalitas membuat Afi juga berkunjung ke tetangga sebelah, Kuala Lumpur. Afi menjadi delegasi CIMB Young Asean Leader yang diselenggarakan oleh CIMB Foundation dan Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM). Dalam program yang dilaksanakan selama 5 hari dan didanai ini, Afi terpilih mewakili delegasi untuk melakukan wawancara media dengan New Straits Times dan Berita Harian (surat kabar nasional Malaysia). Dia juga memimpin 10 anggota kelompok dari berbagai negara untuk melakukan pertunjukan budaya yang disiapkan dalam semalam, membuat model kota pintar 3D, dan menangani masalah umum kelompok. “Gagal itu pasti. Tetapi gagal itu adalah poin penting bagi kita untuk reflect on ourself. Seperti menentukan apa yang salah dan dapat diperbaiki untuk kedepannya, strategi apa yang bisa digunakan, dan juga mencari program atau lomba yang cocok dengan kita. Kalau kita gagal coba kita evaluasi, mungkin essai kita kurang menarik atau belum berpengalaman ditema itu.
Kita harus punya attract dulu. Jangan asal nge-apply. Sesuatu yang kita ikuti lebih bagusnya linear dan temanya sejalan. Tapi kalau masih gagal juga, kita harus percaya setiap kegagalan ada hikmahnya, mungkin rezeki kita bukan disini tapi di program atau lomba lain dan kita harus yakin kita pasti bisa.” Inilah yang menjadi genggaman Afi menunjukan sikap tegas terhadap kegagalan dan bisa dijadikan pelajaran bukan hanya larut dalam kekecewaan. Sekarang atas kehendak sang Maha Kuasa prestasi demi prestasi terus dia raih. Baru-baru ini tahun 2019, lelaki ini kembali terpilih menjadi delegasi “The 15th Hitachi Young Leaders Initiative (HYLI)” di Singapura. Dihormati menjadi salah satu dari 32 delegasi untuk program pemuda unggulan dari Hitachi siswa berprestasi dari delapan negara Asia (termasuk Jepang) untuk membahas tema “Digital Transforming for a Sustainable Future” dalam empat sub-tema: Youth Opportunity, Living Environment, Mobility and Well-being. Afi kerap dijadikan sebagai sosok inspiratif bagi teman-teman bahkan mahasiwa lain. Afi sering terlihat di perpustakaan. Di waktu luangnya selain membuat tugas, Afi giat mencari info lomba atau exchange, browsing hal yang mau dipelajari dan menyelesaikan to do list. Kadang-kadang kesempatan atau peluang itu harus dicari dan direncanakan bukan sekedar ditunggu. Saat ini, Afi merupakan anggota dan media staff Unsyiah Debating Club. Kegiatan beradu argumen ini sudah ditekuni Afi sejak 2013 silam atau kelas 1 SMA. Berawal dari suka dan membuat dia tertarik untuk lanjut berlatih kegiatan ini hingga sekarang. “Dari dulu sudah dipilih untuk ikut latihan. Konsisten karena memang suka dan menarik hingga aku lanjut terus, walaupun belum menang masuk nasional,” jelasnya. (Fariza Junina)
siluet 15
Kampung Inggris Pare, Kediri
S
The Perfect Place to Learn English
ukses menjadi bahasa pengantar internasional, bahasa Inggris kini menjadi trend perkembangan zaman. Hampir semua teks yang melekat pada label barang-barang elektronik, buku, sosial media dan lain sebagainya menggunakan bahasa inggris. Mudah sekali menemukan bahasa asal Britania tersebut. Di era global seperti sekarang ini sudah menjadi suatu keharusan untuk bisa menguasai bahasa Inggris. Mereka yang menguasai bahasa Inggris adalah mereka yang selangkah lebih maju dari orang pada umumnya, banyak sekali benefit yang didapatkan ketika seseorang fasih berbahasa Inggris, mulai dari meningkatkan kepercayaan diri, mendapatkan beasiswa ke luar negeri, dan yang paling peting adalah dengan menguasai bahasa Inggris seseorang akan mendapatkan kesempatan karir yang lebih baik. Lalu, bagaimanakah dengan mereka yang belum fasih berbahasa Inggris? seperti halnya pribahasa “Banyak jalan menuju roma” banyak jalan juga yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris. Meskipun bahasa inggris sudah sejak lama kita pelajari yakni dari sekolah dasar hingga kita menginjakkan kaki di perguruan tinggi, namun belajar bahasa Inggris tetap saja dirasa kurang, buktinya tak sedikit dari pelajar, siswa bahkan mahasiswa yang lidahnya masih saja kaku dalam berbahasa Inggris. Atas permasalahan ini, lembaga kursus merupakan solusi yang tepat.
Lembaga kursus bahasa Inggris sudah banyak sekali tersebar di Indonesia, salah satunya yang amat sangat terkenal adalah lembaga kursus yang terletak di Kampung Inggris Pare, Kediri. ”Wah pastinya banyak orang bule disana”, “Berarti masyarakat disana ngomongnya pakai bahasa inggris dong ya”. Begitulah anggapan orang-orang pada umumnya jika mendengar nama kampung Inggris Pare, but that’s not real, faktanya disana jarang sekali terdapat orang bule (Inggris), dan masyarakat disana pun tidak menggunakan bahasa Inggris dalam keseharian mereka, namun mereka berbahasa jawa. Nama kampung inggris atau sebagian orang juga menyebutnya English Village diberikan karena banyaknya lembaga kursus bahasa inggris, jumlahnya bahkan mencapai ratusan lembaga . Kampung inggris ini berlokasi di dua desa, yaitu Desa Tulungrejo dan Dusun Singgahan, Desa Pelem. Menurut pendiri Kampung Inggris, Muhammad Kalend Osen, Sebutan kampung Inggris juga muncul lantaran rata-rata masyarakat di sana menjadikan rumah mereka sebagai tempat kos yang dihuni oleh para pelajar yang sedang belajar bahasa Inggris. Kampung inggris ini sudah ada sejak tahun 1977 dengan berdirinya Basic English Course (BEC) yang merupakan lembaga kursus bahasa inggris pertama di pare kediri. Melalui BEC ini lahirlah bibit-bibit berkualitas, kemudian beberapa dari mereka memutuskan menetap di Pare lalu membuka
lembaga kursus lainnya. Ini dikarenakan jumlah peminat yang ingin belajar di pare terus meningkat dari tahun ketahun. Lambat laun, lembaga kursus yang didirikan pun semakin beragam dari segi waktu, spesialisasi program, metode dan biayanya. Sampai pertengahan tahun 2011 terdapat sekitar 100 lembaga kursus bahasa inggris yang beroperasi di Kampung Inggris. Meski demikian, pelajar yang mengambil kursus disini jumlahnya kian meningkat, yang awalnya hanya terdapat 9 orang pelajar kini menjadi ribuan pelajar. Kampung inggris memiliki kelebihan yang menjadi daya tarik tersendiri sehingga tak heran namanya dikenal seantero nusantara. Ada banyak keuntungan atau kelebihan belajar di kampung Inggris dibandingkan belajar bahasa Inggris di tempat lain. Lingkungan yang mendorong mempercepat penguasaan bahasa Inggris. Ini merupakan kelebihan yang pertama, disini terdapat istilah English Area yaitu sebuah istilah yang di gunakan di Kampung Inggris yang mewajibkan seluruh pelajar menggunakan bahasa inggris dimanapun mereka berada, baik itu di kelas atau pun di camp (asrama). English area berlaku selama 24 jam, dan berlaku sistem denda per kata bagi pelajar yang ketahuan menggunakan bahasa Indonesia, namun kebijakan ini tergantung pada setiap lembaga. Beda lembaga kursus beda pula aturan dan kebijakan yang ditetapkan.
Life style 17
Lebih leluasa berbicara bahasa Inggris tanpa adanya judge dari orang lain. Salah satu hal yang membuat seseorang takut dalam berbahasa Inggris adalah judge atau mendapaat cemooh dari orang lain. Tidak ada lagi yang namanya judging seperti, ‘Sok Inggris banget deh lu’, ‘Halah gaya doang’ layaknya yang umum ada di lingkungan pertemanan. Namun hal ini tidak berlaku di kampung Inggris, setiap mereka yang ada di pare mengerti dan mempunyai goals yang sama. Intinya saling bantu-membantu, bukan malah saling menjatuhkan.
Harga makanan merupakan faktor utama terhadap seberapa besar biaya hidup yang akan dikeluarkan nantinya. Makanan di sana seperti halnya nasi pecel hanya dihargai Rp 5.000,- , nasi dengan lauk telur dan sayur Rp 7.500,- dan nasi ayam beserta dengan sayur seharga sepuluh ribuan per porsi. Harga makanan disana sangat jauh berbeda dengan kota Banda Aceh, jika nasi ayam geprek di kota Banda Aceh seharga Rp 13.000,- di sana kita hanya perlu membayar Rp 8.000,-. Untuk minuman, harga es teh disana mulai dari dua ribu hingga tiga ribu rupiah per gelas.
Terdapat ratusan lembaga kursus bahasa Inggris dengan biaya yang Murah. Kampung Inggris menyediakan ratusan lembaga kursus bahasa Inggris, sehingga kita bisa bebas memilih lembaga mana yang sesuai dengan tujuan kita. Meski jumlah lembaga kursus bahasa Inggris di sana jumlahnya ratusan tetapi lembaga kursus di Pare ini sudah mempunyai surat izin.
Di kampung Inggris, Sepeda adalah alat transportasi utama. Jadi jangan heran jika sepanjang mata memandang melihat orang yang sedang bersepeda atau lahan parkir yang penuh dengan sepeda. peran sepeda sangat berguna sekali terlebih bagi yang camp (asrama)nya jauh dari kelas dimana proses belajar berlangsung atau bagi yang mengambil program kursus di lebih dari satu lembaga.
Perlu kalian ketahui bahwasannya tiaptiap lembaga kursus mempunyai spesialisasi program andalannya tersendiri. Ada lembaga yang bagus di grammar, ada lagi yang bagus di speaking dan pronunciation, atau bahkan di bidang TOEFL serta IELTS.
Bersepeda sudah menjadi budaya disana, tak hanya untuk pergi kursus, sepeda juga digunakan untuk membeli makan, membeli kebutuhan sehari-hari, ke ATM ataupun hanya sekedar untuk berkeliling bersama teman-teman.
So, why you learn english?, kamu harus mengetahui dengan jelas apa tujuanmu belajar bahasa Inggris, misalnya kamu ingin mendapatkan skor TOEFL yang terbaik maka pilihlah lembaga kursus dengan spesialisasi TOEFL. Selain lembaga kursus bahasa Inggris, di kampung Inggris juga tersedia lembaga kursus bahasa asing lainnya seperti bahasa Arab, bahasa Mandarin, bahasa Prancis, bahasa Jepang, bahasa Jerman, bahkan lembaga kursus bahasa Korea juga ada. Biaya belajar di Kampung Inggris terhitung lebih murah dibandingkan dengan bimbel di tempat lain. Setiap lembaga kursus memiliki harga yang berbeda, namun masih terjangkau. Rata-rata lembaga kursus disana hanya mematok harga kurang dari satu juta rupiah untuk biaya kusus selama sebulan, dan biasanya harga yang ditawarkan sudah sekaligus dengan biaya camp (asrama) selama kita belajar disana. Tidak perlu khawatir akan akan biaya hidup yang mahal. Selain baiaya kursus yang terjangkau, biaya hidup di kampung Inggris juga tergolong murah.
18 life style
Terdapat banyak tempat persewaan sepeda di Kampung Inggris. Estimasi harga per sepedanya juga bervariasi, bergantung pada jenis dan kondisi apakah sepeda itu baru atau model lama. Mulai dari sepeda mini, sepeda onthel, sepeda gunung, bahkan sepeda yang kekinian seperti sepeda pixy juga tersedia.
Kisaran harga sewa mulai dari Rp 50.000,hingga Rp 100.000,- per bulannya. Cukup dengan memberikan KTP atau KTM sebagai jaminan selama menyewa sepeda, kamu sudah bisa berwisata sepeda mengelilingi kampung inggris. Terdapat begitu banyak kelebihan belajar bahasa Inggris di Kampung Inggris Pare, dimana kelebihan-kelebihan tersebut mendorong kita semakin cepat dalam penguasaan bahasa Inggris. Namun semua kembali pada diri masing-masing. Sebagus apapun tempat kursus yang kamu pilih, tetap saja itu bukanlah apaapa tanpa adanya kesungguhan dalam menuntut ilmu. (Salsa Fadilla)
Nostalgia Bersama Warga Kampus Kuning
Tanggapan Warga Kampus Kuning Terhadap Perubahan Feb Unsyiah dari Masa ke Masa Wartawan : Molla Silvia
Auji Amalia
Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Manajemen 2017
“Dari sudut pandang saya selama dua tahun menuntut ilmu Di Fakultas Ekonomi ini, belum banyak perubahan yang saya temukan atau rasakan. Mungkin perubahan infrastrukturnya contohnya pembangunan Masjid Al-Mizan yang sedang dilakukan sekarang ini. Sementara dari segi akademiknya tidak ada perubahan kalau menurut saya, kecuali sekarang sudah berlakunya absen online untuk pendidik dan mahasiswa. Saya pribadi tidak terlalu merasakan suasana akademik yang ideal di lingkungan FEB. Bisa kita lihat kampus masih tampak sepi, kegiatan belajar hanya akan berlangsung di dalam kelas saja, jadi setelah kelas selesai belajarnya pun selesai”.
Muhajir Paloh
Ketua Umum HMI Komisariat FEB UNSYIAH 2018
”Mengenai perubahan di Fakultas ekonomi tentunya ada. Contohnya sudah tersedianya absensi online, juga KRS online yang semakin mempermudah semuanya. Namun beberapa dari perubahan tersebut yang menurut saya masih harus ada dikritisi dan dicari solusi. Yaitu permasalahan UKTB. Seharusn uang pembangunan tersebut dihapuskan saja dan konsep UKTB disamaratakan bagi semua jalur. Selain itu saya berharap bahwa untuk ke depannya kampus kuning kita ini selain memfasilitasi mahasiswa di bidang akademik tetapi juga dapat memfasilitasi mahasiswa untuk mengasah soft skill yang memang di era digital ini sangat diperlukan.”
Prof. Dr. Said Muhammad, M.A Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNSYIAH
“Dari segi pembangunan, FEB telah banyak mengalami perubahan Jika dulu gedung dan halamannya tak terurus, sehingga banyak hewan ternak seperti sapi yang mencari makan ke Fakultas Ekonomi. Sementara saat ini sudah bisa dilihat bahwa bangunan sudah bertambah dan kini semuanya terurus dengan baik sehingga menjadi lebih rapi dan sedap dipandang. Untuk ruang belajar – mengajarnya sudah dipasang AC dan tidak ada lagi bangku terbuat dari kayu yang suatu saat bisa lenyap di makan rayap seperti pada masa dulu. Dengan adanya kelas internasionan, fasilitas bertambah, mutu jadi lebih baik, itu menandakan bahwa FEB telah mengalami perkembangan yang signifikan dari masa ke masa.”
Dr Mukhlis S.E, MS
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis/Manajemen
“Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNSYIAH telah berusia enam puluh tahun, dan selama itu FEB telah melakukan sesuatu yang fundamental untuk Aceh dan RI. Jika pada masa dahulu itu, kita kekurangan fasilitas. Mahasiswa pada masa dulu menghadapi yang namanya sistem gugur. Di mana jika satu mata kuliah gagal, maka keseluruhan mata kuliah juga akan ikut gagal. Oleh sebab itu untuk mendapatkan nilai yang bagus tidak segampang mahasiswa masa sekarang karena sekarang ini aspek penilaiannya lebih banyak. Dulu itu uang SPP memang murah dibandingkan saat ini. Tetapi, mengingat lagi bahwa pada masa itu nilai uang mahal. Sementara sekarang SPP mahal dan nilai uangnya murah.”
Rahmat
Satpam Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNSYIAH
“Kedisiplinan karyawan dan mahasiswa sendiri juga meningkat dari tahun ke tahun. Dan dari segi kebersihannya pun semakin bagus daripada tahun – tahun sebelumnya. Hanya saja untuk gedung – gedungnya, FEB sepertinya tertinggal jauh dengan fakultas – fakultas lain di UNSYIAH. Perubahan yang lainnya, saya paling merasakan sekurangnya dua tahun yang lalu, ketika itu kami para staff nulai mengadakan pengajian bersama setiap hari Jumat di Al – Mizan, sehingga silaturrahmi antar karyawan jadi lebih erat. Menurut saya itu adalah sebuah perubahan yang berdampak positif bagi semuanya. Dan akan lebih baik perubahan ini dipertahankan sehingga hubungan antara karyawan di FEB jadi lebih erat dan kompak.”
aspirasi 19
Tapak Gadang Sang Lagenda Judul menggunakan bahasa Jamee, Aceh Selatan
T
apak kaki itu besar menjulang ke arah lautan bebas. Seakan-akan baru saja ada sesosok besar tinggi melangkah, meninggalkan jejak kakinya. Sedari dahulu banyak yang bertanya-tanya, “Jejak kaki siapakah itu?,� Pribumi itu menjawab, “milik Tuan Tapa,� Ini simbol Kota Tapaktuan di Aceh Selatan. Hamparan laut terlihat luas, apabila dilihat dari bekas jejak Tuan Tapa. Ombak mencoba mengikis sebagian batuan besar yang dekat dengannya. Alunan angin laut meniup-niup daratan, sehingga membuat pepohonan yang hinggap di bebatuan tertiup kencang. Air genangan yang berada di Jejak Tuan Tapa nampak tenang, bersih dan mengesankan para Wisatawan yang berkunjung.
Legenda bercerita, di Aceh Selatan dulu hiduplah seorang hamba yang tekun bernama Tgh Syekh Tuan tapa. Ia gagah berdiri sepanjang 7 meter tingginya, bayangkan. Konon, selama menghabiskan seluruh waktunya, Ia beribadah menyembah Tuhannya, selalu berdzikir, dan terus mengingat nama Allah disetiap matanya terbuka maupun terpejam. Hingga suatu kala, ada sepasang ekor Naga yang sangat besar amat menakutkan datang menghampiri mulut gua dan menyapa Tuan Tapa. Rupanya, sepasang ekor Naga tersebut mengutarakan maksud dan niatnya untuk meminta menetap di gunung sebelah Timur. Tuan Tapa mengindahkan permintaan sepasang ekor Naga tersebut. Tiap-tiap harinya mereka habiskan dengan berburu makanan di laut lepas dengan gembira. Hingga waktu itu, ada sebuah titik hitam yang menarik perhatian si Naga ketika berada di lautan yang sedang bergelombang. Dan titik hitam itu terus mendekat, sang Naga melihat adanya kayu pecahan dari sebuah kapal dan
20 tambo
di antara pecahan dari sebuah kayu-kayu terdapat seorang bayi mungil tersangkut serta terapung-apung dipermainkan ombak. Hingga Naga itu menolong dan memutuskan untuk mengasuhnya di sarang mereka. Sepasang ekor Naga tersebut teramat senang mendapatkan putri berbentuk manusia. Dengan suka cita mereka memberikan nama kepada sang bayi mungil, yakni Putri Naga. Singkat cerita, Putri Naga yang bertahun-tahun tinggal dan menetap bersama pasang ekor Naga dalam sebuah gua mulai merasa tidak betah. Berkali-kali dia meminta agar diperkenankan untuk melihat daratan, dan melihat orang-orang, namun sepasang ekor Naga tersebut menolak permintaan si Putri Naga tersebut. Putri Naga adalah gadis yang cerdik. Ia merancang niatan untuk melarikan dirinya dengan matang sehingga sepasang ekor Naga yang cerdas itupun tidak mengetahui. Dan suatu ketika, dimana sepasang ekor Naga tersebut meninggalkan Putri Naga-nya dalam waktu yang lama, membuat sang Putri Naga mencoba menjalankan misi pencarian Jati dirinya. Hingga suatu hari, datanglah seorang Raja yang hendak mencari kembali Putri-nya yang sempat menghilang, membuatnya menemukan sebuah Pulau terpencil. Dan sang Putri pun menumpang bersama awak Kapal Raja yang dimana ternyata Putri Naga tersebut ialah Putri keturunan Raja Cina. Firasat Naga betina pun meruntuhkan niatnya untuk meninggalkan gua mereka dengan waktu yang cukup lama, dan alhasil membuat sepasang ekor Naga tersebut kembali ke gunung di sebelah Timur, dimana kediaman mereka berada. Melihat tak ada keberadaan Putri Naga, Naga betina pun menangis dan sedangkan Naga
jantan pun marah dengan asumsi bahwa Putri Naga-nya diambil oleh manusia yang suka berlalu-lalang dengan kapal mereka. Melihat ada sebuah titik yang menarik perhatian Naga jantan, yang dimana sebuah kapal membawa seorang Putri yang dikenalinya. Alhasil, pertempuran Naga melawan manusia yang berada didalam kapal itupun terjadi karena perebutan sang Putri Naga. Sepasang ekor Naga ini tidak mau memberikan Putri Naga kepada orang tua aslinya. Perkelahian yang tak seimbang membuat seluruh awak kapal Raja Cina menjadi terancam. Dengan ketakutan, seluruh awak kapal berteriak-teriak. Angin membawa teriakan mereka pada sebuah goa yang bernama Goa Kalam. Didalamnya terdapat Tuan Tapa yang tengah bertapa. Merasa terganggu, Tuan Tapa lalu mengambil tongkatnya dan keluar dari goa. Tuan Tapa menengahi perkelahian yang tak seimbang itu. Namun sepasang eskor Naga yang sudah kalap berbalik menyerang Tuan Tapa.
Bertubi – tubi sepasang ekor Naga menyermburkan api dari mulutnya, sementara ekor dan cakar mereka tidak ketinggalan menyerang. Namun berkat kesaktian dari Tuan Tapa, semua serangan sepasang ekor Naga tersebut berhasil diredam. Dilemparnya tongkat Tuan Tapa yang mampu berhasil mengenai tubuh Naga jantan, sehingga hancur terberai. Konon, darahnya memancar keluar, sebagian besar terpencar ke bagian pesisir dan membeku, hingga saat ini sebuah desa yang terkena imbasnya menjadi Desa Batu Sirah atau Batee Mirah. Hati dan jantungnya juga tercampak kepesisir serta menjadikan lagi sebuah desa dengan sebutan Desa Batu Itam. Naga jantan mati dengan tubuh hancur. Naga betina kalang kabut, memilih menghindari kematian dan Ia yang panik melarikan diri dan menabrak sebuah pulap lainnya sehingga terpecahkan menjadi dua pulau, yang diyakini Pulau Dua Bakongan.
Kemudian, bagaimana dengan sang Putri? Cerita menuturkan, Ia kembali ke daratan Cina bersama kedua orangtuanya dan hidup bahagia bersama. Legenda ini pun diperkuat dengan saksi sebuah Tongkat dan Topi milik Tuan tapa yang berada di tengah laut, dan dapat dilihat dari Gunung Lampu ketika menjelang pasang surut. Tapak kaki raksasa dekat lautan dan makam Tuan Tapa yang ukuranya diluar logika manusia. Tapi bagaimana pun, Percaya-nya ada atau tiada, Ia ada. Legenda adalah penuturan turun-temurun dari leluhur yang sudah ada sebelum kita ada. Leluhur beserta ceritanya adalah titipan yang harus dijaga, tak perlu di ributkan keasliannya, cukup di hormati. Sejarah merupakan penghormatan sekaligus cara Tuhan membuat kita membuka mata, bahwa tidak ada yang mustahil dalam kehidupan ini. (Ayu Khatijah)
tambo 21
Culture Shock; Tantangan Mahasiswa Asing Penulis : Dwi & Sulthanah
S
alah satu Persoalan yang akan dihadapi ketika berkuliah di luar negeri adalah keterkejutan budaya atau yang sering disebut Culture Shock. Begitu pula yang dihadapi oleh dua mahasiswa asing yang berasal dari Negara yang berbeda tersebut. Sebut mereka Abu Ali dan Pap Cheyassin yang memilih Universitas Syiah Kuala tentunya Fakultas Ekonomi dan Bisnis untuk melanjutkan pendidikan dan bergabung pada kelas internasional atau International Business and Economics Program (IBEP) sejak awal bulan oktober. Abu Ali Nazarov merupakan mahasiswa International Accounting Program (IAP) yang berasal dari Tajikistan. Sementara Pap Cheyassin Cham merupakan mahasiswa International Management Program (IMP) berasal dari Gambia, Afrika Barat. Keberanekaragaman suku, agama, ras serta hal lainnya pada bangsa Indonesia khususnya Aceh membuat mereka mereka harus menyesuaikan diri dengan baik. Berbedanya kebiasaan yang mereka hadapi seperti makanan, bahasa, serta budaya sekalipun yang tidak pernah dijumpai sebelumnya akan berpengaruh dalam kehidupannya kini. Hal yang berbeda dirasakan Abu Ali, saat mendengar ceramah di masjid kampus mereka butuh teman yang bisa menerjemahkan
ceramah yang menggunakan bahasa Indonesia. Meskipun begitu, ia sangat menyukai bahasa Indonesia karena dirinya juga merasa berat dalam mempelajari dan memperlancar bahasa Inggris. “bahasa Indonesia jauh lebih mudah untuk dipelajari.” Lugas Abu dengan jelas. Ia juga sangat senang mempelajari, mempraktikkan dengan berbicara pada orang disekitarnya seperti “apa kabar, selamat pagi, selamat malam” dan sapaan sehari-hari lainnya. Terlepas dari persoalan yang dihadapi, namun keduanya menyatakan sangat senang berkuliah di Aceh. Karena selain biayanya lebih
murah dari kuliah di negara asal mereka sendiri, juga mereka banyak mendapatkan manfaat yang lain dari kuliah di Aceh. Perbedaan budaya merupakan hal yang sangat menarik mereka berdua. “Saya dapat mempelajari budaya Aceh dan kehidupannya.” ungkap Pap Cheyassin. “Dengan mayoritas penduduk muslim saya melihat setiap wanita di sini menutupi kepala mereka dengan hijab dan itu seperti sudah menjadi budaya di sini, sehingga mahasiswa asing lainnya juga memakai hijab untuk menyesuaikan.” Jelasnya dengan senyum sumringah.
Mahasiswa Bidikmisi; Permisi, Kenapa Susah Sekali Ber-organisasi? Penulis : Tuti & Anggi
B
idikmisi merupakan program yang di laksanakan pada masa pemerintahan mantan presiden Indonesia ke-6 ini memang terbukti telah membantu banyak anak dari berbagai daerah untuk masuk perguruan tinggi di Indonesia. Banyak pula mahasiswa berprestasi yang telah mendapatkan gelar sarjana dengan nilai IPK rata-rata yang sangat memuaskan bahkan sempurna. Tidak hanya baik didalam bidang akademisi saja mereka juga termasuk mahasiswa yang aktif serta berprestasi pada organisasi yang terdapat di dalam Universitas masing-masing. Universitas Syiah Kuala salah satunya yang menerapkan sistem wajib asrama selama dua semester sebagai bahan ajar karakter bagi pemerima Bidikmisi namun terjadi kesenjangan antara slogan bidikmisi “Jangan Menjadi Mahasiswa Kupu-Kupu” dengan aturan asrama yang dijalankan selama ini. Organisasi sebenarnya adalah jawaban dari penggerak slogan bidikmisi tersebut. Bagaimana tidak? Organisasi mengajarkan apa yang tidak didapat dalam bangku perkuliahan. Kemampuan, keinginan sampai hal-hal kecil lainnya didapat hanya dalam berorganisasi. Akan tetapi, slogan hanya akan menjadi slogan. Karena dirasa tak sebanding oleh penerima Bidikmisi, curahan demi curahan pun terlontar dari bibir mahasiswa semester awal yang tinggal di Asrama putri Unsyiah. “Kami diminta sebagai mahasiswa aktif di akademik juga organisasi tapi ada aja larangan untuk ikut kegiatan kampus
22 EKSPOS KAMPUS
karena tabrakan dengan jadwal asrama” lugas Anita mahasiswa Manajemen Unsyiah ini. “iya benar, asrama juga sering mewajibkan acara-acara di hari libur bagi mahasiswa bidikimisi yang tinggal diasrama. Kalo acaranya penting sih gak masalah kayak seminar, nambah ilmu. Tapi ini bagi saya terkadang kami dipanggil hanya untuk meramaikan acara aja” tambah Sinta teman satu lantai asramanya. Tujuan adanya kegiatan bidikmisi adalah untuk meningkatkan jalur serta menyeimbangkan peluang anak bangsa menuntut ilmu di perguruan tinggi yang terhambat dikarenakan kekurangan secara ekonomi namun mampu secara kecerdasan intelektual yang ia miliki. Namun, apakah mahasiswa bidikmisi hanya dapat mengembangkan kemampuan akademik saja? Apakabar kalau begitu untuk kemampuan non akademiknya? Skill dan kemampuan yang dimilikinya sebenarnya harus
di asah dengan cara mengikuti organisasi kampus yang telah tersedia. Tapi, keterbatasan oleh perizinan dan aturan lainnya membuat mereka menciut dengan organisasi yang akan diikutinya. Menurut salah satu penerima beasiswa Bidikmisi, Anggi, ia mengatakan bahwa adanya aturan tertentu didalam beasiswa Bidikmisi adalah resiko yang sudah seharusnya dihadapi, walaupun begitu tidak seharusnya aturan tersebut membuat bimbang penerima beasiswa untuk mengikuti kegiatan kampus contohnya seminar yang diadakan oleh universitas dan jadwal seminar tersebut bertabrakan dengan jadwal kuliah mereka, banyak para mahasiswa yang bimbang antara harus mengikuti seminar ataupun mengikuti jadwal kuliah mereka, ia juga berharap bahwa dimudahkan jalan bagi penerima beasiswa Bidikmisi dalam beroganisasi, baik itu dalam perizinan kegiatan maupun aturan yang berlaku.
Ribuan Mahasiswa Aceh Gelar Aksi Unjuk Rasa di Depan Gedung DPRA Penulis : Cut Meviantira
R
ibuan mahasiswa dari berbagai kampus di Aceh akhirnya melangsungkan aksi terkait penolakan RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan pembatalan atas sahnya revisi undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU KPK) pada Kamis, 26 September 2019. Aksi yang kemudian dinamai G26 September 2019 ini berpusat di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). Demonstrasi ini berlangsung sejak pukul 09.00 WIB dimana para demonstran berkonvoi memutari Tugu Simpang Lima sebelum akhirnya sampai di Kantor DPR Aceh. Sebelum melontarkan tuntutan, demo ini diawali dengan berbagai orasi dari tiap-tiap utusan kampus yang turut hadir dalam aksi. Rival Perwira selaku Presiden Mahasiswa Universitas Syiah Kuala mengawali orasi dengan lucutan narasi semangat yang menggelora. “Kita ingin agar proses demokrasi tetap berjalan teman-teman, kita rindu suasana ini, seluruh mahasiswa Indonesia saat ini sedang memperjuangkan hal yang sama temanteman” ucap Presma BEM UNSYIAH. Tidak hanya berbicara tentang RUU, orator dari Universitas Islam Negeri Ar-Raniry juga menyinggung perihal kebakaran hutan yang saat ini tengah terjadi di Riau dan Kalimantan. “Kalau Presiden datang ke lokasi hanya untuk mengotori sepatunya, mahasiswa juga bisa lebih dari itu” teriak Sekretaris Kabinet DEMA UIN, Jerry Prananda. Sorak sorai para demonstran terus bersahutan, hingga turun giliran orator perempuan dari Universitas Abulyatama menyampaikan keresahannya.
“Kami hadir hari ini bukan untuk menyuarakan kepentingan kami. Hari ini kami memang ditumpangi, tapi bukan atas golongan tertentu. Tapi kami, ditumpangi atas nama rakyat.” Tegas Rahmatul Fauna. Dalam aksi yang berlangsung kali ini, berulang kali para demonstran menegaskan bahwa aksi tidak ditumpangi pihak manapun untuk mencegah adanya penggiringan opini oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Adapun tuntutan unjuk rasa mahasiswa pada, kamis 26 september 2019 adalah : 1. Presiden Republik Indonesia mengeluarkan PERPU pembatalan Undang-Undang KPK serta menolak segala bentuk pelemahan terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia;
2. Pemerintah pusat agar menghentikan kriminalisasi Aktifis HAM , rasisme Papua dan stop militerisme; 3. Pemerintah pusat agar mencegah dan menghentikan kebakaran hutan dan lahan yang dapat menyebabkan keruskan lingkungan; 4. DPR RI membatalkan RUU KUHP yang bermasalah, diantaranya pasal 218, Pasal 220, Pasal 241, dan Pasal 340 pada RUUKUHP tersebut; 5. DPR RI membatalkan membatalkan RUU Pemasyarakatan; 6. DPR RI merevisi RUU Pertahanan agar lebih berpihak kepada rakyat; 7. DPR RI mengindahkan aspek transparansi, aspirasi, dan partisipasi public dalam proses pembahasan RUU; Pembacaan tuntutan ini dilakukan didepan ribuan mahasiswa Aceh dan anggota DPRA yang hadir di gedung DPRA. Aksi juga diwarnai dengan penampilan teatrikal dari sejumlah mahasiswa. Dalam penampilannya, mereka ingin menyampaikan pesan bahwa saat ini rakyat tidak dapat menikmati demokrasi secara utuh, namun harus pasrah tunduk kepada putusan sang penguasa. Saat panggilan adzan berkumandang, massa menghentikan aksi mereka sejenak dan melaksanakan shalat. Aksi kembali berlangsung sekitar pukul 15.00 WIB, para demonstran akhirnya diizinkan masuk ke dalam gedung DPR Aceh untuk menyampaikan aspirasi mereka secara langsung dihadapan Wakil Ketua DPR Aceh, Teuku Irwan Djohan yang ditemani oleh Kapolda Aceh, Rio S Djambak.
EKSPOS KAMPUS 23
24 BINGKAI KATA
Photostory