Semua kerena cinta

Page 1


SEMUA KARENA CINTA (Ust. Rakhmat Hidayat) Mukadimah Nikmat pertama yang diberikan oleh Allah kepada manusia dikeluarkannya manusia dari lingkaran ketiadaan. Dari tidak ada menjadi ada.

“(1). Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. (2). Yang menciptakan manusia dari segumpal darah”.1 Secara filosofis, ada imenduduki tempat lebih tinggi dari tidak ada. Artinya dengan menciptakan Allah telah meninggikan derajat manusia. Kita meyakini bahwa apa yang menjadi fi’il Allah tidak berangkat dari sifat berhajat atau pertimbangan madharat dan manfaat yang kembali kepada-Nya. Allah tidak diuntungkan dengan “persembahan” makhluknya dan tidak dirugikan dengan kemaksiatan yang dilakukan. Allah tidak menjadi lebih agung dengan pujian dan tidak menjadi hina karena celaan. Dengan kata lain, fi’il Allah bukan untuk Allah tapi untuk manusia. Satu-satunya yang menjadi dafi’ (pendorong) bagi fi’il Allah ini adalah cinta. Cinta Allahlah yang menjadikan manusia tidak hanya memiliki eksistensi yang diakui tapi juga eksistensi yang dimuliakan. Perwujudan

cinta

Allah

kepada

manusia

tidak

hanya

sampai

disini,

terbukti

dalam

perkembangannya manusia dianugerahi akal pikiran yang dengannya ia mampu membedakan baik dan buruk sehingga mempermudah pencapaian kemuliaan. Selain akal, Allah juga membekali manusia dengan al hawa yang dengannya manusia berkembang karena adanya keinginan untuk mencapai sesuatu. Dengan itu semua Allah membuktikan betapa cinta Allah kepada makhluk-Nya yang bernama manusia. Tidak hanya secara internal (akal dan hawa) saja Allah memberikan fasilitas sebagai bukti cinta tapi Allah juga memberikan panduan kehidupan yang bersifat external. Allah menurunkan syariat yang berisikan panduan tingkah laku dan amaliyah sehari-hari, dari ibadah hingga muamalah. Peraturan itu akan menciptakan kedamaian dan kebahagiaan jika diikuti. Siapakah yang lebih tahu

tentang makhluk daripada penciptanya.

1

Q.S. Al Alaq


Syariat yang diturunkanpun dibawa oleh utusan pilihan yang menjaga tetap orisinilnya syari’at itu. Seseorang yang melaksanakan fungsi kekhalifahan Allah di muka bumi ini, yang menjadi perantara antara langit dan bumi.2 Peran nabi Muhammad saw., misalnya, adalah menjadi perwujudan kepemimpinan Allah dan penerapan sifat-sifat-Nya di muka bumi ini. Sebagaimana yang kita dapatkan dalam banyak riwayat, tentang akhlak-akhlak mulia nabi Muhammad saw., kita meyakini dan menjadi saksi bahwa beliau telah melaksanakan kewajiban itu dengan sebaik-baiknya. Dakwah menuju keselamatan yang beliau lakukan merupakan bukti sedemikian cintanya beliau kepada manusia. Dakwah yang beliau lakukan bukan kerena mengharapkan imbalan harta dan kekuasaan atau sum’ah yang lain. Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan

akhlak3 .

“Karena kasih dan cinta Allah engkaupun menjadi orang yang lembut. Jika engkau keras hati niscaya mereka akan berpaling dari kamu. Maafkanlah mereka, mohonkan ampun untuknya, ajaklah mereka bermusyawarah dalam urusan. Jika engkau berkehendak maka bertawakalah kepada Allah, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal� (Ali Imran : 159) Sesungguhnya kesempurnaan akhlak tidak akan tercipta tanpa cinta. Akhlak bukanlah sesuatu yang dapat kita set up dan kita rekayasa karena akhlak, secara praktis, adalah respon/reaksi spontan ketika seseorang menghadapi sesuatu. Dengan kata lain sikap itu telah menjadi satu malakah yang mengakar dalam diri dan akan muncul kapanpun dibutuhkan. Kenali sesuatu maka kau akan mencintainya !

Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta, begitu kata para penyair. Banyak orang yang menyatakan kecintaan terhadap sesuatu atau seseorang, akan tetapi ia tidak mengenalnya dengan pengenalan yang baik. Akibatnya apa yang dilakukan seringkali bertentangan dengan konsep cinta itu sendiri. Banyak orang yang mengaku cinta Allah tapi perbuatannya lebih mencerminkan keingkaran dan kebencian kepada Allah dan syariatnya. Jelas hal itu akibat dari kecintaan yang tidak berangkat dari pengenalan dan makrifat. Itu bukan cinta, melainkan fanatisme terselubung. Ia bukan orang yang mencintai tapi orang yang fanatik terhadap sesuatu 2

Hal ini tidk berarti Allah berhajat kepada makhluk-Nya karena tidak ada batas bagi kekuasan-Nya. Tapi sebaliknya, ketidkmampuan manusia, yang terbatas, untuk menerima secara langsung sesuatu dari dzat yang tidak terbatas menjadikan manusia memerlukan perantara untuk sampai kepada-Nya. 3 Al Hadits


atau seseorang. Dalam salah satu ceramahnya, Prof. Dr. Jalaludin Rakhmat Msc. mengatakan bahwa salah satu yang menjadi patologi (gejala penyakit) dalam agama adalah apa yang disebut dengan

pseodosufisme yang salah satu gejalanya adalah menyandarkan kebenaran dan hakikat kepada figure tertentu seperti kiai atau ulama. Hasilnya, ia akan bersedia membentur nilai-nilai kebenaran selama ia teguh melaksanakan fatwa figure tertentu. Fenoma ini disebutkan dengan indah oleh Imam Shadiq as.dalam syairnya :

Engkau bermaksiat kepada Allah, tapi kau tunjukkan pakaian cinta Bagiku ini adalah hal yang ganjil Jika cintamu tulus, pasti kau akan menaatinya, Karena setiap pecinta akan menaati kekasihnya. Jadi cinta yang sejati adalah cinta yang berangkat dari pengenalan dan makrifat yang sempurna akan obyek cinta. Jika cinta yang kita tanamkan dalam diri kita berangkat dari makrifat yang mendalam maka segala yang kita lakukan akan sangat ringan dan menyenangkan. Pengenalan yang mendalam tentang uang –misalnya- akan menjadikan anda, dengan sukarela, mengorbankan wkatu, tenaga dan anda miliki untuk mendapatkannya. Cinta sejati menjadikan kita rela berkorban demi yang kita cintai dengan tanpa penyesalan sedikitpun.

“(8). Dan mereka memberikan makan, karena cinta (kepada Allah), kepada seorang miskin, seorang yatim dan seorang tawanan. (9). (mereka berkata): Sesungguhnya kami memberikan makanan kepada kalian karena Allah, kami tidak mengharapkan balasan dan syukur kalian”. Al Insan : 8-9 Perjuangan yang dipersembahkan oleh Imam Husein as. memberikan gambaran kepada kita bagaimana seorang manusia yang mencapai puncak makrifat kemudian menghasilkan puncak kecintaan kepada Allah. Sehingga –baginya- Tuhan menjadi sangat dekat dan jelas baginya. Ketika orang berusaha untuk mencari dalil eksternal4, ia telah terlebih dahulu menemukan dalil internal yang sangat kuat dalam dirinya dan tidak dihinggapi keraguan sedikitpun. Barngkaili itulah hakikat ilmu hudhuri. Imam Husein berkata : 4

Pada awal pencarian, manusia diperintahkan untuk menggunakan dalil kauniyah yang bersifat eksternal untuk mencapai hakikat ketuhanan, sebagaimana sabda Imam Ali as : “Dan tapak-tapak kaki diatas tanah menunjukkan adanya orang yang melewati jalan itu”.


“Wahai Tuhanku, bagaimana sesuatu yang dalam keberadaannya membutuhkan-Mu dijadikan petunjuk bagi keberadaan-Mu?, apakah selain-Mu memiliki kejelasan yang tidak Kaumiliki sehingga layak menjadi penjelas bagi-Mu ?, kapankah Engkau tersembunyi sehingga perlu dalil yang menunjukkan keberadaan-Mu ?, kapan Engkau jauh sehingga jaraklah yang menyampaikannya pada-Mu ?, sungguh butalah mata (hati) yang tiada mampu melihat-Mu!â€?5 Cinta, antara paradigma akhlak dan paradigma fikih Dalam keberagamaan kita, kita menemukan dua paradigma (cara pandang) terhadap agama yaitu paradigma fiqih dan paradigma akhlak. Kedua paradigma diatas akan sangat menentukan kwalitas beberagamaan kita. Orang yang menggunakan paradigma fikih melihat agama sebagai sekumpulan ritual yang merupakan taklif dan haus dijalankan. Dengan mempelajari paradigma ini, kita menemukan bahwa target yang ingin dicapai adalah sah dan tidak sahnya suatu amalan, gugur dan tidaknya sebuah kewajiban. Meskipun untuk menjalankan satu hukum fiqih ia tidak segan menerjang hukum yang lain karena ilmu dan pertimbangan yang terlalu dangkal. Sedangkan orang yang menggunakan paradigma akhlak dalam beragama, ia melihat bahwa agama adalah fasilitas untuk mengembangkan nilai-nilai fadhilah (keutamaan) yang akan membawa kita pada kebahagiaan hakiki. Nilai-nilai itu diantaranya kesabaran, amanat, kejujuran dan sebagainya. Target yang ingin dicapai dengan berparadigma akhlak adalah mencapai nilai-nilai keutamaan untuk mengangkat derajat kita lebih tinggi lagi. Paradigma ini juga dapat kita sebut sebagai paradigma ruhani (tidak ada hubungannya dengan praktek tasawuf dalam pengertian yang sempit). Sehubungan dengan penjelasan diatas, maka cinta kepada Allah dan khalifah-khalifah yang menjadi wakil-Nya di muka bumi, yang merupakan bagian penting dari keberagamaan kita dapat dibagi menjadi dua paradigma : 

Cinta dengan paradigma fikih, sebenarnya kita menamakannya dengan cinta karena

musamahah (dispensasi) saja. Karena dengan paradigma fikih yang telah kita jelaskan sebelumnya, cara ini tidak akan menyampaikan kita pada cinta. Hal terbaik yang mampu ia capai adalah keikutan kepada mereka sebagai satu kewajiban yang baku. Orang yang

mengikuti belum tentu mencintai. Karena ada banyak alasan mengapa seseorang mengikuti orang lain. Ada yang mengikuti karen mengharapkan harta, kekuasaan, kesan atau kepentingan-kepentingan duniawi lainnya. Dalam hal ini, Imam Husein bersabda :

5

Lihat Doa Arafah Imam Husein as.


”Barangsiapa mencintai kami karena (cinta kepada) Allah, maka

(di akhirat)kami akan

mendatanginya dan saat itu Rasulullah bersamanya seperti ini –sambil menyatukan dua jarinya-. Dan barangsiap yng ”mencintai” kami karena mengharapkan dunia, sesungguhnya dunia mencakup orang yang baik dan juga orang jahat”.(Tarikh Ibnu Asakir) Suatu saat akan diketahui siapa yang benar-benar mencintai dan siapa yang hanya mengikuti karena sum’ah atau kepentingan duniawi yang lain. Dalam sebuah hadits, Imam Husein as. Bersabda : ‫الٌاط عثيذ الذًيا ّالذيي لعك على السٌتِن ّارا هحصْا تالثالء لل الذياًْى‬

”Manusia-manusia adalah hamba-hamba dunia sedang agama hanya ada di ujung lidah mereka. Jika ditimpakan bala kepada mereka, akan sedikit sekali orang yang beragama”. Peristiwa Asyura merupakan filter untuk mengetahui orang-orang yang mencintai Imam as. dan orang-orang yang mengikuti karena kepentingan tertentu. Sehingga Imam as. mengadakan seleksi atas para sahabat dengan memberikan kebebasan kepada mereka untuk mengikuti atau pulang meninggalkan. Dalam Al Quran Allah telah berfirman :

“Apakah manusia-manusia itu mengira bahwa Kami akan meninggalkan mereka setelah mengaku beriman kemudian tiada diuji lagi ?. Sungguhn telah kami uji orang-orang sebelum mereka maka Kami telah mengetahui (perbedaan) antara orang-orang yang benar (imannya) dan orang-orang yang hanya berdusta”. Cinta menyatukan pecinta dengan yang dicintai Ketika cinta telah tumbuh berbunga di hati kita maka cinta itu akan senantiasa menyatukan kita. Dia adalah aku dan aku adalah dia. Banyak kenyataan dimana dua orang yang saling mencintai memiliki keterikatan batin yang sulit untuk dijabarkan dengan logika atau katakata. Dalam hal ini, hubungan yang tercipta antara dua manusia dapat dibagai menjadi dua : hubungan yang bersifat aqliyah dan hubungan yang bersifat ruhaniyah.


Hubungan aqliyah adalah hubungan antara dua manusia yang dilandasi oleh pertimbangan akal/logika. Yang dimaksud dengan hubungan yang bersifat aqli adalah hubungan yang dimotivasi

oleh

pertimbangn dan lebih dititikberatkan pada untung dan rugi secara dhahir. Contohnya, perbuatan baik kepada tetangga karena merasa bahwa suatu saat kita akan membutukan tetangga kita. Hubungan ini akan berakhir dengan berkhirnya alasan/motivasi dalam diri kita. Hubungan ruhaniyah adalah hubungan yang dilandasi oleh pertimbangan ruhani yang tujuan akhirnya adalah pencapaian keutamaan (fadhilah). Contohnya, perbuatan baik yang kita lakukan kepada tetangga kita berangkat dari keinginan kita untuk mendapatkan fadhilah “memberi” dan bukan dengan tujuan untuk mendapatkan imbalan.

“Sesungguhnya kami memberikan makan karena Allah. Kami tidak menghrapkan balasan dan rasa terima kasih” . Cinta yang dilandasi oleh nilai-nilai ruhani (fadhilah) tidak akan berubah oleh perubahan sikap yang tejadi pada penerima cinta. Cinta para sahabat Imam Husein as. telah mampu menciptakan kestabilan ruhani dalam diri mereka. Perubahan kondisi di sekitaranya (eksternal) tidak merubah keimanan dan keikhlasan mereka dalam mengikuti perintah imam Husein as.. Dalam keadaan berkecukupan dan berkuasa atau dalam keadaan kekurangan dan tertindas, keikhlasan selalu tertanam dalam diri mereka untuk tetap berdiri membela Imam mereka. Sebagaimana yang terlontar dari mulut-mulut suci para syuhada Karbala : ‫ها سايت هٌَ اال جويال‬

“Tiada kulihat daripada-Nya keciali keindahan” Keikhlasan (sebagai salah satu nilai ruhani) hanya bisa tertanam dengan kokoh jika berlandaskan kepada nilai-nilai ilahiyat yang menciptakan tanggung jawab dalam diri untuk senantiasa menjadi manusia yang mengejar fadhilah, meskipun harus berkorban dengan segala yang dimiliki. Jadi, cinta yang berdasarkan makrifat yang sempurna akan menyatukan seseorang dengan yang dicintainya. Demikian juga dengan kecintaan kita kepada Ahlul Bait as. Akan terjadi proses fana antara kita dengan mereka. Barangkali inilah yang kemudian kita dengan dengan wahdat al wujud dalam pengertian bersatunya iradah (keinginan) kita dengan keinginan mereka. Dalam sebuah hadits Imam Husein as. bersabda :


 Imam Husein as. berkata

: “Baramgsiapa mencintai kami, maka ia adalah termasuk dari kami

Ahlul Bait?. Aku (perawi) berkata

: “Termasuk dari kalian Ahlul Bait ?

Imam berkata

: “Ya, termasuk dari kami Ahlul Bait”. (beliau mengulanginya hingga

tiga kali) Imam berkata lagi

: “Apakah engkau tidak mendengar perkataan seorang hamba shalil

(dalam Al Quran) :  Barangsiapa yang mengikuti aku, maka ia adalah bagian dariku”

6

Jika kita menelaah kembali riwayat-riwayat ahlul Bait kita akan menemukan satu kenyataan bahwa hijab yang menghalangi kita untuk berhubungan dengan para Imam adalah kita yang menciptakannya. Bagi mereka, saat ini mereka adalah para saksi atas perbuatan kita. Allah berfirman :

“Dan katakanlah : beramallah kalian karena Allah, Rasul dn orang-orang beriman akan melihat amal kalian, dan kalian akan dikembalikan kepada yang mengehaui yang ghaib dan yang tampak kemudian akan diberitahukan kepada kalian segala yang telah kalian lakukan”. Hal ini dikuatkan dengan banyaknya cerita dari para ulama yang mengalami pengalaman bertemu dengan Imam Mahdi as. ditempat dan kondisi tertentu. Saat itulah orang-orang shalih tersebut

6

QS Ibrahim 36


mampu membuka tirai hijab keghaiban. Syeikh Mar’asyi aN Najafi adalah salah satunya yang ditegur secara langsung oleh Sayidah Maksumah ketika ”lalai” berziarah kepada beliau. Dari beberapa kisah dan riwayat menunjukkan dengan jelas bahwa cinta yang sangat besar kepada para Imam akan mampu menyatukan kita dengan mereka. Akan terjadi interaksi antara kita dengan mereka. Manfaat mencintai Ahlul Bait as. Sebagaimana Allah memerintahkan shalat, puasa, zakat, haji dan ibadah-ibadah lain bukan karena Allah berhajat kepada ibadah-ibadah kita tapi mengembalikan manfaat itu kepada manusia. Demikian juga dengan perintah untuk mencintai Ahlul Bait as. Seluruh manfaat mencintai mereka adalah kembali kepad para pecinta. Mereka tidak menjadi agung karena pujian kita dan tidak menjadi hina ketika kita tidak memujinya, kerena dzat mereka adalah dzat yang agung. Sehingga dalam beberapa ayat disebutkan bahwa Rasulullah diperintahkan untuk tidak meminta imbalan kecuali kecintaan kepada Ahlul Baitnya dan kecintaan itupun akan kembali manfaatnya kepada kita.

”Itulah beita gembira yang disampaikan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal shalih. Katakanlah (wahai Muhammad), aku tidak meminta imbalan apapun kecuali kecintaan kepada qurba (keluarga)ku. Barangsiapa yang melakukan kebaikan maka akan kami tambah kebaikannya. Sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha mensyukuri”. (QS Asy Syura 23)

”Katakanlah (wahai Muhammad) : aku tidak meminta imbalan dari kalian kecuali semua untuk (manfaat) kalian. Imbalan untukku datang dari Allah. Sesungguhnya Allah atas segala sesuatu maha kuasa”. (QS As Saba:47)


Kecintaan kepada mereka adalah jalan yang akan menyampaikan kita kepada kebanaran dan hakikat, untuk kemudian menyampaikan kita kepada kebahagiaan yaitu sampai kepada keridhaan Allah.

”Katakanlah (wahai Muhammad), ku tidak akan meminta imbalan dari kalian kecuali bagi barangsiapa yang ingin menemukan jalan menuju Tuhannya” (QS Furqan 19) Jadi, apapun yang kita lakukan dalam rangka berwilayah kepada Rasul dan ahlul Baitnya karena cinta, semua manfaatnya akan kembali kepada kita. Dibawah ini beberapa hadits mengenai manfaat mencintai Ahlul Bait as. ‫ هي احثٌا تفعَ اهلل تحثٌا ّاى واى اسيشا في الذيلن ّاى حثٌا لتسالط الزًْب ووا‬: ‫ سوعت الحسيي يمْل‬: ‫عي اتْ سعيذ ديٌاس لال‬ ‫تسالط الشيح الْسق الضهْا هْدتٌا اُل الثيت فاى هي لمى اهلل ُّْ يْدًا دخل في شفاعتٌا‬

Dari Abu Sa’id Dinar yang berkata : “Aku mendengar Imam Husein berkata : “Barangsiapa mencintai kami maka Allah akan memberikan banyak manfaat walaupum ia seorang tawanan di dailam. Sesungguhnya kecintaan kepada kami akan menggugurkan dosa sebagaimana angin yang menggugurkan dedunan. Berpeganglah pada kecintaan terhadap kami, Ahlul Bait !, sesungguhnya barangsiapa yang menemui Allah dalam keadaan mencintai kami maka ia termasuk ahli syafaat kami”. (Thabaqat Al Kubra : Abu Sa’id juz 1 hal 58). Hajat kita terhadap wasilah Untuk menyampaikan risalah kepada manusia, Allah telah mengutus para nabi. Ini bukan berarti Allah memerlukan keberadaan nabi untuk menyampaikan risalahnya. Bukan fa’iliyahnya yang tidak mampu tapi qabiliyahnya yang tidak mampu menerima fa’iliyatul fa’il. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda : ‫ال تجوعْا اسوي ّوٌيتي ّاًا اتْ الماسن اهلل يعطي ّاًا السن‬

“Jangan kalian mencapuradukkan nama dan julukanku,aku adalah Abul Qasim (karena) Allah yang memberi dan aku yang membagi”.


Jika sampainya risalah dari Allah kepada manusia memerlukan wasilah, bagaimana dengan sampainya permohonan kita kepada Allah. Karena itulah kita melakukan tawasul untuk menyampaikan hajat kita kepada Allah. Akhirnya kita sampai kepada beberapa kesimpulan : 1. Cinta adalah penghubung yang paling sempurna antara kita dengan para Imam. 2. Cinta hanya dapat kita tanamkan jika dilandasi makrifat sempurna tentang apa yang kita cintai. Semakin kita mengenal keutamaannya, semakin kita mencintainya. 3. Cinta sejati akan menyatukan kita dengan yang kita cintai. 4. Manfaat cinta kepada Rasul dan para Imam akan kembali kepada diri pecinta.

Tanda-tanda cinta kepada Ahlul Bait Setelah kita membahas tentang hakikat dan manfaat cinta kepada Ahlul Bait, perlu kiranya kita mengenal tanda-tanda cinta. Sehingga kita mengetahui apakah kita termasuk kedalam orangorang yang mencintai atau sekedar menjadi orang-orang yang mengikuti. Beberapa tanda dibawah ini barangkali dapat dijadikan cermin untuk kita melakukan muhasabah nafsiyah. 1. Keinginan yang besar untuk senantiasa bertemu dan bersatu dengan yang dicintai. Allah

berfirman :

“Wahai orang-orang Yahudi, jika kalian mengaku sebagai kekasih-kekasih Allah, maka jadikanlah kematian sebagai harapan jika kamu memang benar. Mereka tidak akan pernah mengharapkan itu untuk selamanya karena apa yang telah mereka lakukan, sesungguhnya Allah maha mengetahui orang-orang yang zalim�. (QS Al Jumuah : 6-7) Demikian juga dengan kecintaan terhadap Ahlul Bait as. Jika kita mencintai mereka niscaya akan muncul keinginan untuk senantiasa bersama mereka. Hal ini dapat kita lakukan dengan banyaknya kita membuat hubungan dengan mereka seperti melakukan ziarah,


tawassul, peringatan wiladah, syahadah atau memperbanyak shalawat dalam setiap kegiatan kita. 2. Mencintai sesuatu/seseorang berarti mencintai segala yang berhubungan dengannya dan membenci segala yang yang dibenci. Dalam kaidah disebutkan: َ‫حة الشيئ حة لْاصهَ ّتغض الشيئ تغض لْاصه‬

“Mencintai sesuatu berarti mencintai setiap yang berhubungan dengannya dan membenci sesuatu berarti membenci setiap yang berhubungan dengannya”. Itulah yang menjadi landasan konsep tawalliy dan tabarriy. Dalam haditsnya, Imam Ali as. berkata : ‫ صذيمه ّصذيك صذيمه ّعذّ عذّن‬: ‫اصذلاءن ثالثح‬ ‫ عذّن ّعذّ صذيمه ّصذيك عذّن‬: ‫اعذاءن ثالثح‬

“Temanmu ada tiga : Temanmu, temannya temanku dan musuhnya musuh kamu. Musuhmu ada tiga : Musuhmu, musuhnya temanmu dan temannya musuh kamu”. Sehubungan dengan hal ini Allah berfirman :

”Engkau

tidak

akan mendapati satu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir selama mereka berkasih-kasih dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya. Meskipun mereka adalah ayah-ayah mereka, anak-anak mereka, saudara-saudara mereka atau keluarga mereka. Merekalah orang-orang yang Allah telah tanamkan keimanan dalam hati mereka dan dikuatkan dengan ruh darinya. Mereka akan dimasukkan kedalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya. Allah ridha kepadanya dan merekapun ridha kepada-Nya. Mereka adalah pasukan Allah, ketahuilah sesungguhnya pasukan Allah pasti berjaya.

(QS Mujadalah : 22)


Pada suatu hari majnun terlihat sedang menyandarkan tubuhnya ke sebuah rumah sambil menciumi dindingnya. Semua yang melihat merasa heran atas apa yang dilakukan. Salah seorang dari mereka bertanya tentang apa yang ia lakukan. Dengan ringan ia menjawab dengan syairnya:

Aku lalui banyak dinding hingga sampai di dinding rumah Laila Aku ciumi dinding itu dengan penuh semangat Bukan cintaku kepada dinding yang telah memenuhi jiwaku Tapi cinta kepada yang ada dibalik dinding ini Karena itu, untuk membuktikan cinta kita kepada mereka dengan banyak mencintai apa yang mereka cinta dan menghindari apa yang tidak mereka sukai. Karena itu pada hari ini kita berkumpul bukan hanya untuk membuktikan cinta kita kepada Ahlul Bait as. tapi juga menunjukkan ketidak relaan kita akan perbuatan musuh-musuh mereka, karena dalam sebuah hadits disebutkan : ‫هي سضي تفعل لْم اششن فيِن‬

“Barangsiapa yang rela atas perbuatan suatu kaum maka ia termasuk didalamnya” 3. Orang yang mencintai akan rela mengorbankan segala yang dimiliki. Tanpa beban dan tanpa penyesalan. Semua terasa indah jika berhubungan dengan kekasihnya. Pengorbanan dirasakan sebagai kenikmatan tiada tara. Sebagaimana lantunan para syuhada Karbala bahwa “kematian lebih manis bagiku daripada madu”. Ketika Imam ali ditebas pedang abdurahman bin Muljam, beliau berkata : “Wahai Tuhan

pemilik Ka’bah, aku telah berjaya (melaksanakan tugasku) !” Ketika cinta telah melekat, musibah terasa nikmat Sederhana terasa hebat, perpisahan terasa kiamat, pertemuan sangatlah hangat Tai kucing terasa coklat. 4. Banyak mengingat (dzikir) nama orang yang ia cintai. Seorang yang mencintai akan senantiasa mengingat kekasihnya, dalam tidur atau terjaga. Bahkan dalam segala sesuatu ia melihatnya. ‫ها شيعتٌا اال هي اتمى اهلل ّاطاعَ ّال يعشفْى تالتْاضع ّالتخشع ّاداء االهاًح ّوثشج روش اهلل‬

“Tidak termasuk syiah kami kecuali orang yang bertaqwa kepada Allah dan menaatinya. Mereka tidak dikenal kecuali dengan sifat tawadhu’, kekhusyuan dan banyak mengingat Allah”


‫الثخيل حما هي ارا روت عٌذٍ لن يصل على‬

“Orang yang paling kikir adalah orang yang jika namaku disebut, ia tidak bershalawat kepadaku” 5. Tidak melihat dari kekasihnya selain keindahan. ‫ها سايت هٌَ اال جويال‬

“Tidak kulihat daripadaNya selain keindahan” Sesungguhnya segala sesuatu yang berhubungan dengan yang ia cintai akan terasa indah dan manis. Sesungguhnya kebahagiaan adalah pilihan kita karena bencana bersifat obyektif sedangkan kebahagiaan dan penderitaan bersifat subyektif. Imam Husein memberikan tauladan yang sangat luar biasa bagaimana seorang manusia melihat keindahan dalam segala yang ia terima dari Tuhannya.

KONSEKWENSI MENCINTAI AHLUL BAIT AS. Sepanjang sejarah perjalanan hidup Ahlul Bait as. mereka hidup dalam lingkaran musibah dan bala. Dimulai saat Rasulullah saw. dipanggil Allah hingga Imam Mahdi as. Bahkan karena kondisi itulah Imam Mahdi as. dighaibkan. Jika kita melihat sumber terjadinya kezaliman atas Ahlul Bait as. maka kita bias memastikan bahwa bencana dan bala itu akan terus berlangsung hingga hari kiamat. Para pengikut Ahlul Bait di seluruh dunia dan dalam setiap jaman dan tempat pasti akan mengalaminya. Sehingga disebutkan bahwa kondisi masyarakat manusia akan menuju pada tingkat yang paling buruk yaitu ketika dunia dipenuhi dengan kezaliman dan kegelpan maksiat. Kita tidak boleh pasrah menghadapi kesulitan, tapi memang seperti itulah yang akan terjadi. Menurut sejarah perjuangannya, kita melihat bahwa pengikut Ahlul Bait lah yang paling merasakan akibatnya. Sehingga dalam sebuah hadits Imam Husein berkata : ٍ‫ّاهلل الثالء ّالفمش ّالمتل اسشع الى هي احثٌا هي سوض الثشاريي ّهي السيل الى صوش‬

“Demi Allah, sesungguhmya bala, kefakiran dan pembunuhan akan mendatangi pecinta kami lebih cepat dari sampainya air terjun yang kepermukaan air”



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.