Yang maha membaca

Page 1

YANG MAHA MEMBACA Antologi Puisi

David Efendi, dkk.

Yang Maha Membaca

i


YANG MAHA MEMBACA Antologi Puisi

Penulis: David Efendi, dkk Desain Cover: R. Saputra Layout: Akhidul Fahmi Š Penerbit Titah Surga., 2017 Hak cipta dilindungi undang-undang All rights reserved Cetakan I, Juni 2017 Diterbitkan oleh Titah Surga Suryodiningratan MJ II-874 Yogyakarta 55141 www.titahsurga.com Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Yang Maha Membaca; Penulis: David Efendi, dkk. Cet. I –.. Yogyakarta: Penerbit Titah Surga 2017 x + 224 hlm; 12 x 20 cm. ISBN: 978-602-6981-25-7

ii

Yang Maha Membaca


Kata pengantar: YANG MAHA MEMBACA

Dengan gembira kami mempersembahkan kumpulan puisi para pegiat sastra di lingkungan rumah baca komunitas. Ada banyak puisi yang dikirimkan kepada kami namun tidak semua terlacak dengan baik karena proyek penerbitan puisi ini begitu tibatiba sementara manusia-manusia berkarya cipta puisi saban hari dan sejak 2012 ada banyak puisi dikirim ke rumah baca komunitas. Semoga ini salah satu cara membayar penghargaan yang tertundah. Terima kasih untuk semua kontributor. Tahun 2014 merupakan babak baru RBK dalam aksi-aksi sosial. Pentas seni yang disebut Apsas singkatan dari Apresiasi Seni merupakan salah-satu contoh penting. Apsas merupakan konsep pentas seni yang berbeda, terkadang spontan, tak direncanakan, dan hampir selalu berangkat dari kegelisahan mendadak. Tidak jarang ketika Kak Wiek, Indra, Mascu, sedang duduk diskusi tiba-tiba bergerak untuk mendisain “panggung�. Kain-kain tipis berwarna hitam atau merah mereka ambil. Proses dekorasi “panggung� terlalu antusias. Masing-masing orang tergerak untuk menambah bagian-bagian yang diperlukan tanpa diperintah. Indra mengatur lampu. Mascu mengatur

Yang Maha Membaca

iii


tampilan panggung. Sedangkan Kak Wiek berjalan ke sana ke mari secara cepat untuk memperoleh tambahan-tambahan baru bagi panggung. Maka, Apsas terkadang tidak pernah direncanakan sebelumnya. Apsas tampaknya telah menjadi cara hidup pegiat RBK. Melewati diskusi yang panjang terkadang membuat mereka tergelitik untuk membuat manifestasinya lewat seni, sastra, atau tampilan budaya. Apa yang disebut sebagai “panggung” dalam Apsas pun sebenarnya terdiri atas satu kursi, beberapa kain yang disulap menjadi latar, dan lampu dengan cahaya kuning. Kadang-kadang juga meja disulap menjadi tempat duduk. Hal itu menjadikan panggung seperti “milik bersama”, itu yang memunculkan istilah “berkreasi suka-suka”. Setelah panggung selesai biasanya selalu ada bagian dari kami membeli jajanan dan buah lokal untuk dimakan bersama. Para pegiat juga mempersiapkan puisi untuk pentas, dan kamera sebagai salah-satu alat penting untuk mengabadikan proses unik tersebut. Melalui Apsas, RBK menuju jembatan perjuangan yang lain. Kesadaran bahwa manusia membutuhkan seni, menjadi jalan pegiat RBK untuk mengapresiasi alam semesta. “Kita tidak bisa mencintai manusia jika tidak mencintai alam”. Melalui seni pegiat RBK diajak untuk sensitif terhadap rasa kemanusiaan mereka. Saat membaca puisi Wiji Thukul, WS Rendra, Taufik Ismail. Atau saat menikmati novel Pramoedya Ananta Toer, Hamka, Luis Sepulveda. Belantara kehidupan manusia dan alam seperti terhampar serta menggugah

iv

Yang Maha Membaca


kesadaran. Kesadaran terhadap perbaikan relasi antara manusia dan alam seperti terbuka dengan sendirinya. Perlahan tapi pasti seperti melibatkan alam semesta dalam setiap horison pemikiran lalu muncullah istilah Ekoliterasi. Kehadiran panggung apresiasi sastra atau APSAS di RBK sejak tahun 2014 silam menunjukkan ada porsi cukup besar sastra di mata pegiat literasi—dari sastra, hasanah pengetahuan kehidupan dan arti hidup ditadarusi saban waktu sampai batas tiada menentu. Barangkali sampai kata-kata harus diistirahatkan. Seperti ungkapan Wiji Thukul yang menyembulkan kembali, lagi, dan lagi: Istirahatlah kata-kata Tidurlah kata-kata Kita bangkit nanti Menghimpun tuntutan-tuntutan Yang miskin papa dan dihancurkan Nanti kita akan mengucapkan Bersama tindakan Ada tiga puisi Karl Marx yang menurut kami perlu diapresiasi sebagai inspirasi dan ekpresi manusia dimana selama ini Marx lebih banyak dilabeli sebagai pemikir komunisme dan filsafat lainnya. Ini dia bagaimana puisi juga menggaungkan suara-suara dari dalam dirinya:1 1

Sumber: https://indoprogress.com/2013/02/saduran-puisi-puisi-marx/

Yang Maha Membaca

v


Lelaki Tua dan Samudera Sebuah Balada Air menderu serupa hantu, Bulir ombak berpendar laju, Tak ada perih rasa lebam, Ketika ia pecah dan karam, Hati kelu, akal beku, Deru, deru sepanjang waktu. Di balik ombak, di perut samudera Duduk lelaki tua, pucat dengan usia. Menari ia ketika bulan tiba, Lintang mengguyah kabut sia-sia. Serupa hantu ia hinggap dan melesat, Mereguk sungai laut sampai kesat. Ombak, tiap bulirnya adalah pembunuh, Menggerus belulang kecilnya yang rapuh, Riak air berderai resah, Mengoyak tubuhnya bagai anak panah; Lelaki kecil meringis perih dan pasi, Tari bulan dicuri mentari. Lalu air menderu serupa hantu, Bulir ombak berpendar laju, Tak ada perih rasa lebam, Ketika ia jatuh dan karam, Hati kelu, akal beku, Deru, deru, sepanjang waktu. Tiga Titik Cahaya Tiga titik cahaya berpijar sunyi, Binarnya kerling mata jeli,

vi

Yang Maha Membaca


Biar angin dan badai mengembus hantam, Tiga titik cahaya tak pernah padam. Satu cahaya meronta tinggi, Bergetar ia di garis lazuardi, Kerlip mata teduh dan wibawa, Mungkin nampak padanya Bapa-Segala. Yang lain menatap rongga-rongga bumi, Dan mendengar pekik kemenangan sejati, Mendongak ia pada saudarinya di angkasa, Nubuat sunyi diam-diam bertahta. Yang terakhir berkobar dengan api emas, Baranya menyengat, segala genggam lepas, Hatinya berpusar hebat dan—lihat!— Ia berbunga jadi pepohonan lebat. Lalu tiga titik cahaya berpijar sunyi, Binarnya kerling mata jeli, Biar angin dan badai menghembus hantam, Dua jiwa menyatu bersanding tenteram. Untuk Jenny Kata-kata—dusta, bayang hampa, tak lebih, Sesakkan hidup dari tiap sudut! Padamu, letih dan mati, haruskah kutuangkan Jiwa yang padaku bergelora? Namun Dewa-Dewa bumi pencemburu Mengintai api manusia dengan mesra; Dan selamanya manusia melarat Menemani cahaya hatinya dalam sunyi. Karena, gelora yang menyentak nyalang Dalam helaian Jiwa cemerlang

Yang Maha Membaca

vii


Akan mendekap duniamu, Akan meruntuhkanmu, akan merendahkanmu, Akan menabuhkan tarian purba, Dunia mekar lalu bersemi dan mati. Dalam sebuah kegiatan apsas bulanan di rumah baca komunitas tahun 2014 silam, seorang pegiat sastra, Fauzan, pernah membacakan puisi Marx dan banyak memukau peserta karena memang jarang sekali orang-orang tahu Marx berpuisi atauorang-orang membacai karya puisinya. Itulah yang menjadikan mengapa saduran puisi Marx menjadi penting mengantarkan kita pada dunia puisi, dunia di mana ada yang maha membaca yang inspirasinya tak pernah ada matinya. Selain tuhan mencintai pegiat sastra, tuhan juga selalu memeluk puisi-puisi. Karenanya, izinkanlah kami mengirimkan puisi untuk tuhan yang maha membaca. Semoga kelak kita bertemu. Luwuk, 23 April 2017 Di arena festival sastra Banggai, Sulteng

viii

Yang Maha Membaca


DAFTAR ISI

Rifki Sanahdi .......................................................

1

A. Andika Putra ...................................................

15

David Efendi ........................................................

25

Gama Triono .......................................................

52

Hanapi Wardana ................................................

55

Ariadi Cilang U. ...................................................

132

Tony R. Gothyc ...................................................

156

Agam Primadi .....................................................

168

Laode Alimin .......................................................

177

Ahmad Sarkawi ...................................................

183

Fauzan A. Sandiah ..............................................

194

Raditya ..................................................................

206

Arif Budiman .......................................................

208

Arief Hadi Prayogo ............................................

210

Ahsani Elfattah ...................................................

222

Yang Maha Membaca

ix


x

Yang Maha Membaca


Rifki Sanahdi Kelahiran Sumbawa tahun 1996 ini bergiat di Rumah Baca Komunitas sejak 2014 silam dan merupakan sastrawan muda yang berbakat.

Yang Maha Membaca

1


Senyumanmu bagai emas yang tak mampu ku miliki Adalah senyuman, hal yang selalu ku nanti darimu Setelah darah sekian lama menggigil di ubun-ubun Sehabis air mata mengkristal membentengi tanah leluhur Mari tersenyum sesaat walau ku tahu itu susah, bahkan lebih susah dari sekedar berhadapan dengan bedil Adalah senyuman, kata yang selalu dalam angan Berkutat di bibir si dia yang punya kuasa

2

Yang Maha Membaca


Jalan Sunyi Titisan Hawa Jika burung kenari tak lagi bernyanyi untukmu kawan ketahuilah engkau telah lama terlelap terbuai mimpi belaka sepanjang jalan kelabu yang engkau tempuh matamu telah tertipu baying semu fatamorgana hatimu telah tertutupi kabut gelap sahara anganmu telah redum tertikam belati materi karena engkau terus mendewakannya. Sementara di belahan dunia lain aku melihat seorang gadis musim semi mengisi kendi dengan secangkir susu dari awan putih iya menangisi dan menertawakan seekor lebah yang telah menyengat hatinya di samping pohon palm dekat bangunan tua. namun pandangannya tetap tajam menyisir keadaan sekitar sembari bedil tertancap rapi di tangan mungilnya musuh mungkin lebih kuat namun baginya berjjuang bukan tentang menang dan kalah ini semua tentang harga diri.

Yang Maha Membaca

3


Senyumanmu bagai emas yang tak mampu ku miliki Adalah senyuman, hal yang selalu ku nanti darimu Setelah darah sekian lama menggigil di ubun-ubun Sehabis air mata mengkristal membentengi tanah leluhur Mari tersenyum sesaat walau ku tahu itu susah, bahkan lebih susah dari sekedar berhadapan dengan bedil Adalah senyuman, kata yang selalu dalam angan Berkutat di bibir si dia yang punya kuasa

4

Yang Maha Membaca


Jalan Sunyi Kaum Hawa Jikalau burung kenari tak bernyanyi Untukmu kawan Ketahuilah, engkau telah lama terlelap Terbuai mimpi belaka sepanjang jalan Kelabu yang engkau tumbuh Matamu telah tertipu baying semu fatamorgana Hatimu telah tertutupi kabut gelap sahara Anganmu telah redup tertikam belati materi Engkau terus mendewakannya Sementara belahan dunia lain, aku melihat seorang gadis Musim semi mengisi kendi dengan secangkir susu dari awan putih Ia menangisi dan menertawakan Seekor lebah menyengar hatinya Disamping pohon palm yang dekat, bangunan tua itu Namun pandangannya tetap tajam Menyisir keadaan sekitar Sembari berdil tertancap rapi ditangan mungilnya Musuh mungkin lebih kuat darinya, namun berjuang baginya Bukan tentang menang dan kalah Ini semua tentang harga diri. Yogyakarta 6 Maret 2015

Yang Maha Membaca

5


Negeri di Atas Awan Indahnya bagaikan surga firdaus Yang berhiaskan intan berlian Namun didalamnya hidup sekelompok binatang jalan yang tak tahu aturan, Memangsa sesama dan hidup sok jagoan Aku ingin bercerita kepadamu tentang sebuah negeri, yang didalamnya hidup sekelompok malaikat yang tak punya nyali dan kekuatan Takut akan menghadapi sekawanan binatang buas penyebab kerusakan, Bermodal hati mulia namun tak bisa melawan Aku ingin bercerita kepadamu tentang sebuah negeri yang bernama negeri kepulauan, Memiliki sumber daya ruah namun dirampas oleh negeri lain, rakyat hidup dalam kemiskinan sepanjang zaman Sementara pemimpinnya hanya berusaha mempertahankan istana kekuasaan Sungguh kasihan Negeri ini. Yogyakarta 10 November 2015

6

Yang Maha Membaca


Mimpi Sepasang Dara Esok ketika cahaya jingga muncul di ufuk timur Aku akan memberitahumu sesuatu tentang sepasang dara yang bermimpi ke antariksa melewati bukit terjal bahkan puncak everest sekalipun angin dan hujan tak mampu mematahkan dingin dan panas tak mampu melehkan aduhai indah nian ingin kuabadikan dalam syimpony lagu perjuangan dalam bungarampai cerita intuisi biar semua tahu siapa dara itu

Yang Maha Membaca

7


Syair Beringin Tua Di bawah pohon beringin alun-alun kota terdengar suara burung menangis tersedu-sedu meratapi nasib yang tak menentu karena makanan dan tempat tinggalnya perlahan habis terkuras waktu Dari bawah pohon beringin alun-alun kota terlihat air mata mengalir deras dari daun-daun kering cemara menjerit ketakutan diterjang badai kapital yang mengabaikan eksistensinya karena yang mereka butuhkan laba bukan cemara Di bawah pohon beringin alun-alun kota ku terduduk diam menikmati hiruk pikuk di bumi manusia kemudian dalam benak timbul tanya masihkah ada secuil sisa kebaikan di negeri para mafia?

8

Yang Maha Membaca


Tentang Aku aku adalah hembusan angin musim semi berhembus syahdu melewati hutan hingga padang ilalang menerpa daun-daun muda maupun kering menyemai benih senyuman di tanah tandus tak bertuan Aku adalah hujan musim kemarau datang sekali namun berarti melenyapkan bayang fatamorgana yang terlihat nyata namun semu menghadirkan pelangi yang melengkung seperti lengkungan senyum manismu

Yang Maha Membaca

9


Pulau Antah Berantah Nun jauh di pulau seberang Tempat matahari memulai pijaran cahaya Bulan memulai petualangan Bumi memulai rotasi Ku dapat kabar burung Perihal dikau yang dirundung murung Nun jauh dari pulau seberang Tempat lebah memuntahkan madunya Gunung menyembunyikan emasnya Ku dengar nyanyian pilu nan sendu dari seekor berudu Tentang gembala kecil yang kehilangan rumput di padang ilalang Tentang petani yang kehilangan lahan akibat bangunan Tentang manusia yang mulai kehilangan identitas akibat modernitas.

10

Yang Maha Membaca


Ketika ketika pagi tak mampu menyegarkan badan siang tak mampu menghangatkan dan malam tak mampu menenangkan semua terasa hambar ketika jiwa tak mampu menopang raga raga tak mampu membakar nestapa nestapa pun tak mampu berhenti bicara maka saat itulah melawan adalah cara ketika kematian adalah akhir dari penderitaan diam adalah cara mencari aman menindas adalah cara menggapai kekuasaan beretorika adalah cara menipu bawahan maka saat itulah kata revolusi dibutuhkan ketika tanah leluhur dirampas hutan dibabat dan dikuras isi bumi pun diperas maka saat itulah api perlawanan harus segera dikobarkan

Yang Maha Membaca

11


Ketika Ketika pagi tak mampu menyangarkan badan Siang tak mampu menghangatkan Dan malam tak mampu menenangkan Semua terasa hambarnya Ketika jiwa tak mampu menopang raga Ketika raga tak mampu membakar nestapa Nestapapun tak mampu bicara Maka saat itulah melawan adalah cara Ketika kematian adalah cara berhenti dari penderitaan Diam adalah cara mencari aman Menindas adalah cara mencari kekuasaan Beretorika adalah cara menipu bawahan Maka saat itulah kata revolusi dibutuhkan Ketika tanah leluhur dirampas secara formal Hutan dibabat atas nama pertumbuhan ekonomi Pertambangan merajalela atas nama pengembangan devisa Perijinan bangunan privat atas nama PAD Maka saat itulah, Api semangat Perlawanan harus segera dikobarkan. Yogyakarta, 24 Januari 2016.

12

Yang Maha Membaca


Tawa Pulasku Aku terbahak pulas menertawai tontonan lucu di kursi panas milik ibu pertiwi menertawakan gelagat anak-anaknya yang terus bertikai bak petinju mempertontonkan performa yang sempurna ditonton oleh jutaan oleh jutaan manusia dari negeri adikuasa dijadikan aduan demi mencapai hasrat membabi buta Disaat pertunjukkan usai diripun sadar ini hanyalah jebakan semata konspirasi besar-besaran terbentang luas di depan mata Bukan‌bukan aku tak sedih melihat realita aku hanya muak pada permainan yang tak kunjung berakhir jua

Yang Maha Membaca

13


Tasbih Semesta Raya Kau lahir di zaman di mana dunia tak lagi orisinil Semua terlihat bagai fatamorgana walau telingamu belum cukup kuat mendengar suara parauku Dan tanganmu belum cukup kuat menggenggam cangkul, pena, dan benih-benih tumbuhan Tapi dikau harus memahaminya sedini mungkin Kau lahir sebagai pembela Bukan penguasa yang menganggap diri sebagai ras terpilih di muka bumi Lalu dengan seenaknya membabat sana sini. Ayahmu berharap besar Kelak di saat kepala Mungilmu sudah terisi ilmu-ilmu tuhan Kau akan berada di garda terdepan Membela semesta raya seperti namamu Sambil bertasbih memujinya tanpa henti. Rifki Sanahdi 13 Mei 2017

14

Yang Maha Membaca


A. Andika Putra Pemuda kelahiran Lampung Pesisir Barat, tukang masak apa saja bisa dan punya keinginan yang kuat belajar.

Yang Maha Membaca

15


Kepergian Dulu kicaumu menghiasi hari hariku Tak lelah membuat hati ini teduh dikala suka maupun duka Tlah kurawat sepanjang tahun Kujaga siang dan malam Kini waktu itu telah tiba Kicaumu tak lagi kudengar Lincahmu tak lagi kulihat Dengan berat hati harus kulepaskan Terbang bebas di cakrawala Menikmati hamparan langit nan biru 12/10/16 Â

16

Yang Maha Membaca


Imsomnia Aku lelah aku mau terlelap, selamat berbahagia kau disana, bersenang senanglah sepuasnya, biarkan disini ku menyendiri, letih disini ku ingin hilang ingatan Sajak putus putus

Yang Maha Membaca

17


Teruntukmu di sana Jujur aku baru saja mengenalmu Hanya hitungan minggu Mungkin aku lancang terlalu cepat jatuh cinta Tapi aku tak kuasa melawan kata hati Sedari awal berjumpa Ntah magnet apa yg menarikku masuk dalam lingkaranmu Awalnya, sebelum mengenalmu tak pernah aku serapuh ini, Memang cinta membuat semuanya berubah Kamu elok bagai merpati, Tapi tak mungkin merpati dapat kugenggam Kini kau bebas terbang Sudah kuanggap mengenalmu adalah kebahagian. Kini kuiklas kau terbang. Tapi percayalah jika kau lelah aku akan terus menanti

18

Yang Maha Membaca


Kemenangan Kau tatap jalan itu, penuh liku dan terjal tapi kau sudah lalui setengahnya, apa kau mau menyerah sejauh ini kawan? Berjuang diiringi doa harus kau kukuhkan, tak ada yg tdk mungkin, Kau bak pangeran dimedan perang, letih kau rasa, sakitpun sudah kau rasa Tapi ingat sang putri ingin melihat sejauh mana perjuangan sang pangeran untuk mendapatkannya. Tidak ada mutiara yg mudah didapat, Nyawapun jd taruhannya Selami kedalamannya Renggut kemenangan!!!

Yang Maha Membaca

19


Doa Para Manusia Buku Doaku dikala hujan turun: “Ya Allah limpahkanlah rejeki untukku agar aku bisa borong buku, beli buku tanpa takut uang habis”

20

Yang Maha Membaca


Perjalan kesadaran Hari ini seperti hari biasa Kabut tak kunjung usai Matahari nampak malu malu melihatkan senyumnya Embunpun masih mesra menyatu dengan dedaunan Nampak sekelebat manusia pagi telah hilir mudik dengan kesibukannya Aku, iya aku, tentu masih asik dengan duniaku Yang perlahan akan kesadaran Kesadaran atas kekalahan masa lampau Kesalahan masa lalu yang telah membelenggu hidupku Aku yang masih asik dicumbui malas kini perlahan melepaskan diri Aku paham akan kekalahan ini Kesadaran penuh telah merengkuh hidupku kini Saatnya menyibakkan kekalahan Menjadi manusia yg melampaui zaman Manusia yang keluar dari tempurung Bukan manusia pengoceh Akan kusibakkan sendiri kabut Akan kubuat sendiri sinar indah diriku

Yang Maha Membaca

21


Bagaimana aku tak rindu Disana aku di lahirkan Disana aku dibesarkan Sumber airnya mengalir di darahku Makanan yang membesarkankanku dari atas buminya Oh kampung halaman nan permai Aku rindu, memang tak ramai Namun kesunyiannya telah membentukku Dalam keheningannya aku teduh

22

Yang Maha Membaca


Pemuda Daripada ribut ribut siapa yang mau jd ketua, Kalau pergantian ketua memecah belah persatuan, buat apa himpunan itu buat apa. Bukan pemuda seperti itu yang dimaksud soekarno dlu bung. Bukan pemuda yang ambisius akan kekuasaan Bukan pemuda yang menggunakan apa saja drmi kekuasaan Kalian ribut sesama keluarga kalian sendiri, lalu org lain tertawa menonton kekonyolan itu Daripada ribut ribut, mending gunakan tenaga dan fikiran untuk mengentaskan permasalahan, membawa keluar daerah dari label “daerah tertinggalâ€? Jadilah pemuda yang mengawasi kinerja pemangku kepentingan, agar tetap di jalurnya Awasi pembangunan, pertanyakan kinerja mereka, liat serapan anggaran mereka, analisa pengeluaran belanja mereka, Sudah berapa produk hukum yg dibuat, bagaimana implementasi anggaran desa, apa sudah terasa dampaknya, jaga alam kita, jaga pantai kita, jaga kampung kita. Jangan kebanyakan spaning terus emosional yg didewakan, mentang mentang lampu sering spaning kita ikutan spaning. Listrik boleh spaning otak dan emosi jangan Mari saling bersenergi, merangkul, untuk memajukan

Yang Maha Membaca

23


daerah bersama, kalau bukan pemuda yg lahir dan besar di daerah lalu siapa yg akan memajukan daerah kita, apa kita akan terus menunggu takdir menentukannya, Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kalau bukan kaum itu sendiri yg merubahnya. Buang kepentingan golongan dan pribadi, saatnya berdiri untuk kepentingan bersama

24

Yang Maha Membaca


David Efendi Pegiat literasi dan penikmat karya sastra. Lahir di tahun 1983 di lamongan, jawa timur.

Yang Maha Membaca

25


Nyanyian di bawah lumpur Kunyanyikan ini untuk sederatan gunung, untuk ombak, bibir pantai, tanjung, teluk, tanah, air dan pengasuhnya yang menghidupinya Kunyanyikan ini untuk manusia manusia, untuk yang kalah, untuk korban, untuk yang dilibas dan yang dihinakan, untuk juga yang tuna kuasa Sebatang kara bernama gunung dan pegunungan, bumi, air, dan pepohonan Digerus zaman kapital yang tak punya rasa iba setitikpun. Seceruk air yang penuh limbah kotoran serakah manusia. Tak berpenghuni oleh hewan melata sekalipun, dan manusianya hidup bernafas di bawah lumpur merkuri. Menunggu sangkakalah ditiupkan. ajal semesta alam. Qiamatlah

26

Yang Maha Membaca


Kualalumpur Tak pernah asing kata itu Atau kata kata itu Aku tak pernah peduli Sejak bayi aku mendengarnya Orang orang desaku Menyerbu kualalumpur sejak tahun 70 Malaysia juga yang menghidupi desaku Memberi nafas panjang di lambung revolusi hijau Yang muntah darah Yang maha manipulasi Ah...ah a.. Itupun aku baru tahu Empat hari di kuala lumpur Jiarah waktu Ziarah batin Ziarah sesepuh Yang hancur Yang remuk Dihempas badai [3/5/2017]

Yang Maha Membaca

27


MasyaAllah indonesia Masyallah indonesia Indonesia, masyallah JutAan bayi lahir di bumi pertiwi, disambut dgn pidato kepalsuan yg disiarkan lewat kabel kabel elektrik Kemunafikan yang gegap gempita Bayi bayi yang dibebAnkan hutang dipundak sejak kelAhirannya, 7 jt besarannya. Masyallah indonesia Hutan dibakar dgn keserakahan yg maha esa. Bencana dirumuskan dalam angka angka statistik pertumbuhan.KesejahterAAN ADALAH ilusi dan keadilan hanyalah bualan keseharian di kalangan bandit yang terhormat.Mafia yang mulia. Permufakatan jahat diolok tapi diam diam itu telah menyelinap menjadi cara hidup aman di negeri terpuruk. Masyallah indonesia Langit hukum runtuh.Moral berserak di jalanan dilamun ombak korupsi yang menghempaskan pertiwi ke buritan zaman.Hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas.Inilah zaman kalabendu, orang jahat jadi pahlawan. Masyallah indonesia Indonesia, masyallah Teknologi komunikasi dan pusat berita tumbuh ibarat jamur di musim hujan.Bukan kebaikan dipanen, tapi mudharat yang disuntikkan.Media bukan menjaga Akal sehat, bukan menjaga gawang moral republik. Media khususnya tv adalah terorist rumahan.

28

Yang Maha Membaca


Masyallah, Masyallah indonesia Tak sampai hati aku coba berdoa agar ada sisa optimisme di bawah reruntuhan moral penguasapengusaha.Mengharap ada setitik cahaya di tengah gempuran badai kepalsuan dan dramaturgi keadilan. Tuhan, Kini engkau sematkan selain anak anak bangsa ini di bawah garis kesejahteraan Kini juga engkau sematkan, negeri ini benar benar dibawah garis keadaban. Masyallah, 6 des 2015

Yang Maha Membaca

29


Tambang Tak hanya kau menggali tambang Kau juga sedang menggali kuburan Tak hanya kau dapati sumber kemakmuran Kau juga kuras air mata duka Kau kirimkan banjir bandang Sumber penderitaan Tak hanya soal pasar Tak hanya soal uang Ini juga soal keserakahan Tak cukup satu gunung kau ratakan Tak cukup ribuan hektar kau bakar Tak cukup lumpuhkan sawah sawah Tak cukup apartemen mewah Semua kau galikan kuburnya Semua kau tumpas untuknya Semua kau gelapkan keadaannya Di hadapan manusia kecil Kau seperti dewa kegelapan mencabut paksa akal sehat dan kewarasan Doa doa pun telah dipanjatkan Ruwatan massal sudah disemarakkan Tinggal menunggu sang kuasa menjadi pengayom Melibas keangkuhan Negeri ini nasib baiknya ada di dalam relung hati petani Bukan pada keserakahan pemodal, perusak lingkungan Jadi, kalau negeri ini tak mau runtuh Jangan buat petani marah.Itu saja pesan langit dari dua pertiga waktu. Jogja, 29 November 2015

30

Yang Maha Membaca


Ombak Deburannya adalah kehidupan Arusnya mengirim harapan Dan di dalam perutnya itu mengandung masa depan Ombak menyapa bibir Tak pernah jenuh Mempertemukan mimpi Ombak terus memberi dan memberi Sambil menari Ombak yang aku pandangi Di batas senja di pelabuhan harapan Menyeret memori Masa lalu memang damai ditelan biru Masa depan adalah harapan Antara perang dan damai Tak pernah usai Jogokaryan, 19November 2015

Yang Maha Membaca

31


Jejak air Aku adalah setetes air, engkau lautan tak berbatas Aku menyerah pasrah untuk memuarakan diriku Jejakku aku ukir karena kuasamu Tak tahu arah tanpa jejak petilasanmu Di imajinasi, setiap senja datang dan pergi Adalah mozaik nafas yang terus mendaki Air, air menghidupi Air menyepi menjejak jati diri Menempah harapan, meninju palung terdalam Terus bergerak memuara Akulah jejak air, akulah mimpi yang kau kandung dalam ragam dilema Jogokaryan, 15 November 2015

32

Yang Maha Membaca


Jihad Ekologi aku bukan puisi Juga bukan kutukan Bisa dibilang ini adalah doa yang penuh kekuatan Kawan, Semua orang ingin hidup Karenanya udara segar dihirup Semua orang butuh oksigen tapi tak semua orang peduli hutan Tak semua orang memproduksi oksigen Karenanya hutan dibabat habis mereka tidur pulas di atas ranjang Begitu juga perihal bencana. Tak seorangpun ingin ditimpa bencana. Tapi jauh lebih sedikit orang yang mau berusaha mencegah bencana. Karenanya, gunung dilubangi sawah dihancurkan dan sumber air dimatikan mereka hanya duduk makan di restoran. Generasi yang pongah tak berdaya karena rabun matanya. Bagi kawan kawan yang terus bergerak merapatkan barisan. Tentu aku sangat ingin menjadi anggota barisan. Aku menolak diam!. Jihad ekologi adalah sebuah keniscayaan sebelum republik hancur berantakan. Untuk bergerak, tak perlu menunggu banyak!Â

Yang Maha Membaca

33


Tamu di balik pintu Matahari membela pagi Menyusup dalam sukma bumi Engkau masih bersenda gurau memeluk mimpi Matamu mengigaukan sunyi meratap kelam Bayangmu yang kerontang terdiam menatap lorong gelap Kau seperti tamu dibalik pintu Yang terus menerus menjadi misteri bagi panca Indraku. Jogokaryan,7 Mei 2015

34

Yang Maha Membaca


Lebaran Lebar, lebur, luber Padamu ada asa, padaku ada cita cita Satu rasa untuk berbagi rona Lebar, lebur, luber Jiwa di setiap jasad Menua, mati, ditimbun tanah Memberi arti pada tulang tulang yang terpisah ruhnya Memberi makna pada setiap laku jasad yang ada ketulusan Berjalan di tepi sunyi malam Memandang langit hitam di atas bahtera. Mimpi itu teramat indah. Jogokaryan, 27 juli 2015 dalam sunyi

Yang Maha Membaca

35


Dengan puisi aku menyepi Kata kata abadi, Tak punah oleh angkara Akan dewasa sesuai titih mangsanya Aku melihat rembulan di balik awan Menggernyitkan dahinya disembur cakrawala Aku juga melihat dewa dewa dengan baju kebesarannya Mati oleh kekuasaanya sendiri Kuasa yang tak terjamah ada matinya Kata kata abadi Tak punah oleh air mata atau kuasa jahat para dewa Dan.... Dengan puisi aku menyepi Bersemayam di balik jerami ingatanmu Monjali, 26Juli2015

36

Yang Maha Membaca


Mudik; “Puisi Tadi Malamâ€? Estafet zaman yang tak tentu Mengadu kepada Tuhan tak selalu ditempuh kerana rasio telah menjadi senjata ampuh untuk menangguhkan kekerdilan manusia Lihatlah mesin menderu deru tumpah ruah di lintasan waktu, menempuh jarak entah dengan kepongahannya. Jati diri mesin telah menjadi harga status manusia Lihat, orang bergelantungan di rimba waktu menyalurkan hasrat terberat: ingin disunting kegilaan dalam arus ketimpangan Bulan sabit menggurat langit, pertanda musim mudik telah sempurna anai anai jasad manusia kembali tertiup angin beliung nestapa waktu. kemana jasad jasad itu akan berlabuh? duh, sankan paraning dumadi. Seonggok daging dan tulang dalam gembala keangkuhan tiada terperi, mudiklah menuju jalan jalan sunyi yang dirahmati, jalan yang dibalut dengan cinta dan keabadaian, yang dijauhkan dari keangkaramurkaaan. Al Fatihah.  hutan Ngawi, di dalam mesin waktu, 2 Agustus 2014. Â

Yang Maha Membaca

37


Senja Senja kadang tak berasa Senja kadang meninggalkan asa dan kecewa Senja kadang berbui lara dan gulana Senja kadang tak dirindukan Tapi kawan, Senja itu dapat merona ciptakan rona kehidupan Senja juga menjanjikan elegi esok hari Senja itu mampu menghilangkan dahaga Senja yang tak terlupakan Senja yang elok ditelan kegelapan Tapi hari tak berhenti di sini Pagi yang berganti menjadi orange sore ini, Adalah siklus nafas kita Berhenti berganti dan ditemukan kembali.... Terus saja hari berganti laiknya nikmatnya secangkir kopi hitam ini Sebuah warung sore, 15 sept 2015

38

Yang Maha Membaca


Sajak sembarangan Jogja berhati nyaman ...kui zaman biyen Preman gentayangan Podo karo setan setan nek wis ora wedi karo kur’an Bengi rino, ngetan ngulon Gaweane meres lan ngeres ngumandangno jargon dewo nek awake dewe kebak durjono Jarene pasar ojo nganti ilang kumandange ___*iki omongane uwong nek kedowon turune Dalan wis ilang dalane Gunung wis ilang gunung e Nek dijembarno kui limo wernone: hotele, mall-e, apartemene, toko modern-e, lan wetenge dewe. IKI sajak ugal ugalan Ora nganggo aturan Nek bener mengko dipenerke Nek olo mengko mangan kolone cincing cincing podo telese, Mesisan ambyure, mesisan ambyare ISTIMEWA tinggal kolor-e Istimewa tinggal jarene Iki ngono titi wancine ugal ugalan karep karepmu dewe, Karep karepku dewe, Karep karepe dekne dewe Ojo nggumunan Ojo gampang mecucu Sik Duwe jogja dudu awakmu Istirahatlah, Istirahatlah Akal Busuk Hujan terus menempah malam Tasbih cakrawala hijau Membentang harapan di langit katulistiwa Halilintar menyambar

Yang Maha Membaca

39


Kebisuan dipanen esok entah Diam diam lah ambisi Diam diam lah hasrat Diam diam lah penista semesta Diam diam lah kebencian Diam diam lah kata kata Istirahatlah Istirahatlah Istirahatlah Akal busukmu Jogokaryan, 7 April 2017 Â

40

Yang Maha Membaca


Sajak para Sunan Sunan berjuang dalam gelap Diterangi purnama di dalam lubuk hatinya Ia tak terbakar oleh gulita Tak pula jatuh pada kehampaan jati dirinya Sunan sunan di kedalam laut filosofis Menggapai epistimologis di langit langit dialektika Mencari warna ontologi, Mengubahnya Mengaduknya Dan menelannya satu demi satu Sunan turun ke bumi manusia Mengukir deretan aksiologi Membabat tembok tembok akademis Senja sore itu, Aku lihat sunan sunan Menerawang ke langit jingga Dan dengan genggaman biji Pohon di kepalnya Hidup hidupilah makna Makna yang tak pernah usai dibalut dengan kata-kata # Jogokaryan, malam yang sama dengan kemarin lusa.

Yang Maha Membaca

41


Menundukkan waktu Tak pernah dulu Kupikirkan waktu Yang membunuh Tak pernah dulu Kupikirkan waktu Secepat itu Berlalu Tak pernah dulu Kupijakkan kisah-kisah itu Seindah waktu, dulu Menundukkan waktu Semudah itu Dan kini Waktu yang melibas segalanya Hingga debu Hingga tiada tentu Jogokaryan, 26 Maret 2017

42

Yang Maha Membaca


Mengalahkan waktu Ah, bedebah Kau pasti salah Mimpi mengalahkan waktu itu Kekonyolan yang kau cipta sendiri Dan itu kuburanmu kelak Tawamu Hidupmu Matimu Terpenjarah di dalam waktu

Yang Maha Membaca

43


Perjalanan ke Barat Oleh Semesta Raya Ke Barat aku menatap Sesekali melambat Sesekali mempercepat Itulah tanda suatu isyarat Ke Barat aku menatap Menerbangkan canda tawa Membesuk katulistiwa Sambil tetap menyapa titik kisar di Timur raya Ke Barat Aku berjalan Menatap cakrawala Sebelum lenyap di temaram langit Aku membelah malam Pada suatu episode tak berseri: perjalanan ke Barat Lempuyangan, 12 Feb 2017

44

Yang Maha Membaca


Barat dan Lainnya Barat bukan tuhan Timur juga bukan Semua arah Di dalam tempurung kuasanya. Tiada sesuatu yang berdenyut di luar tempurungNya Termasuk apa apa yang di barat Apa apa yang di Timur Dan apa apa yang ada di langit penjuru lainnya Kau temukan berhala barat? Kau juga temukan dewa dari Timur? Aku pun merasa aroma itu setua nafasku Tuhan ada di mana mana Tak kenal arah Karenanya kau tak perlu merasa sunyi hidupmu Sebab kesunyian di barat dan di arah lainnya Adalah kesunyian yang dikirimkanNya Beserta tinta di lautan dan pilarnya di hutan hutan Untuk orang orang yang mau menuliskannya. Kahuripan, 12 Feb 2017

Yang Maha Membaca

45


Tamu di balik pintu Matahari membela pagi Menyusup dalam sukma bumi Engkau masih bersenda gurau memeluk mimpi Matamu mengigaukan sunyi meratap kelam Bayangmu yang kerontang terdiam menatap lorong gelap Kau seperti tamu dibalik pintu Yang terus menerus menjadi misteri bagi panca Indraku. Jogokaryan,7 Mei2015

46

Yang Maha Membaca


Ke Timur Lagi Kota tua dilanda mendung yang muram Jalanan terlihat lunglai tergeneng congkaknya pembangunan Aku berusaha mengerti Nalar sehat tak selalu berbakti Kian hari hanya kehampaan yang disajikan Aku lihat, orang orang kota Kian putus asa Waktunya semuram mendung di langit sore ini Aku harus mudik Menempah perjalanan ke Timur, Menjalani prosesi ketimuran Yang tak menerima tabu Tak ada arah yang bisa diumpat Selagi masih kau simpan Rindu Dunia Timurmu Bongkahan besi menabrak hitam malam Aku ke Timur Lagi. Kahuripan, 17 Feb 2017

Yang Maha Membaca

47


Lebaran Lebar, lebur, luber Padamu ada asa, padaku ada cita cita Satu rasa untuk berbagi rona Lebar, lebur, luber Jiwa di setiap jasad Menua, mati, ditimbun tanah Memberi arti pada tulang tulang yang terpisah ruhnya Memberi makna pada setiap laku jasad yang ada ketulusan Berjalan di tepi sunyi malam Memandang langit hitam di atas bahtera.Mimpi itu teramat indah. Jogokaryan, 27 juli 2015 dalam sunyi

48

Yang Maha Membaca


Dengan puisi aku menyepi Kata kata abadi, Tak punah oleh angkara Akan dewasa sesuai titih mangsanya Aku melihat rembulan di balik awan Menggernyitkan dahinya disembur cakrawala Aku juga melihat dewa dewa dengan baju kebesarannya Mati oleh kekuasaanya sendiri Kuasa yang tak terjamah ada matinya Kata kata abadi Tak punah oleh air mata atau kuasa jahat para dewa Dan.... Dengan puisi aku menyepi Bersemayam di balik jerami ingatanmu Monjali, 26 Juli 2015

Yang Maha Membaca

49


Hidup selangkah saja Haruslah penuh makna Mendidik diri Menemukan diri Maju bersama sama Selamat hari pendidikan nasional Membaca adalah hak Negara berkewajiban menyediakan bacaan secara serius Dan berkelanjutan Sampai pada Komunitas paling rentan.

50

Yang Maha Membaca


Mudik; “Puisi Tadi Malam� Estafet zaman yang tak tentu Mengadu kepada Tuhan tak selalu ditempuh kerana rasio telah menjadi senjata ampuh untuk menangguhkan kekerdilan manusia Lihatlah mesin menderu deru tumpah ruah di lintasan waktu, menempuh jarak entah dengan kepongahannya. Jati diri mesin telah menjadi harga status manusia Lihat, orang bergelantungan di rimba waktu menyalurkan hasrat terberat: ingin disunting kegilaan dalam arus ketimpangan Bulan sabit menggurat langit, pertanda musim mudik telah sempurna anai anai jasad manusia kembali tertiup angin beliung nestapa waktu. kemana jasad jasad itu akan berlabuh? duh, sankan paraning dumadi. Seonggok daging dan tulang dalam gembala keangkuhan tiada terperi, mudiklah menuju jalan jalan sunyi yang dirahmati, jalan yang dibalut dengan cinta dan keabadaian, yang dijauhkan dari keangkaramurkaaan. Al Fatihah.

Yang Maha Membaca

51


Gama Triono

52

Yang Maha Membaca


Aku sedang menuju ke timur Pengap Ibu Kota tak pernah menakutkan untukku. Terkadang, kejujuran manusia disajikan secara nyata, tanpa sekat, tanpa aturan. Ada banyak cerita dan mimpi anak manusia untuk menakhlukkan Batavia. Sebuah status facebook anak muda yang tanpa sengaja kubaca, menyiratkan kuatnya tekad untuk membuktikannya. “I have came so far� tulisnya dengan sederhana, singkat dan meyakinkan. Singkat cerita, aku bertemu dengannya, menanyakan statusnya dan berdecak kagum dengan tekadnya. Entah mengapa, tempat ini begitu menarik untuk dikupas dari seluruh sisi. #resiliensi Aku menuju ke Timur, negeri Mataram, tempatnya Raja yang terkenal dengan “Tahta untuk Rakyat� yang ternyata tinggal cerita. Pasar Senen 12 Februari 2017

Yang Maha Membaca

53


Romantisme dini haru selepas hujan Lentik jemarinya lincah memainkan pisau, mengiris kunir merah. Sesekali, telapak tangannya menguat menggenggam pisau untuk menekan jahe yang telah dibakar. Sejurus kemudian, tangan kekarnya dengan sigap mengangkat ceret penuh air mendidih dari tungku panas bara arang. Kembali, jemarinya lincah memainkan sendok, memutar mengaduk gula pasir di wedang kunir. Senyum dan tutur, gerak tubuh dan posisi duduknya kala menyajikan minuman, menjadikannya bersahaja. Lor pasar Kotagede. Tempatku menghabiskan waktu jika sedang penat, tempatku mencari minuman yang disajikan dengan penuh cita. Kotagede, 15 Februari 2017 00:41

54

Yang Maha Membaca


Hanapi Wardana Peminat sastra dan penulis Lahir di Jambi tahun 1995 Bergiat di RBK dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah

Yang Maha Membaca

55


“Ibu Kartini� Sejarah tak pernah lupa pada Ibu yang terhormat ini Ia juangkan badan dan raga demi hak-hak yang hilang lama Tetesan tinta tulisan-tulisan indah telah mencatat bukti bahwa ia kesatria Surat-surat perjuangan kaum wanita Zaman telah berkembang namun harumnya tak hilang Perjuangannya penuh nilai luhur yang sekarang mulai gersang Ia tetap teguh walau hidup dalam sistem Patriarki Hak adalah yang dipunyai setiap orang, jika ia dirampas maka Ibu pasti membelanya Keberaniannya telah menggoreskan catatan emas tinta sejarah bangsa Kini namanya tak asing ditelinga para pemuda bangsa Ia ibu, ibu kebanggan negeri, negeri yang penuh penindasan Ia di zaman ketika krisis-krisis kehidupan Kaum wanita dilecehkan, kaum wanita dibelenggu oleh kepentingan penguasa Ibu Kartini datang bagaikan air hujan ditengah padang pasir Ia memperjuangkan kesetaraan gender Memperjuangkan agar wanita menjadi wanita

56

Yang Maha Membaca


yang terhormat Ibu adalah tempat lahirnya para pemimpin hebat Ia banyak mengajarkan arti hakikat kehidupan yang nyata Semangatnya mengalahkan kerasnya petir halilintar Ibu Kartini engkau adalah Pahlawan Sejati negeri bumi rakyat ini.

Yang Maha Membaca

57


Merpati Yang Terluka aku akan terbang setinggi-tingginya melesat bagaikan kekuatan Illahi kuat dan tahan diriku demi keadilan dan kemanusian ku pilih sebuah wadah tempat katanya cendikiwan ber-Akhlak dan moral islam burung-burung hitam terbang dengan temannya ia melesat mendekati merpati putih yang suci tapi merpati dengan siagap dan gagahnya ia tetap tak gentar ia tetap pada tujuan dan pilihannya ia bingung ketika elang-elang hitam itu adalah elang-elang putih ia terguncang ketika kebaikan berubah menjadi kejahatan demi kekuasaan itu sendi yang bernilaikan keesaan Tuhan dilupakan oleh elang-elang putih telah berubah menjadi elang-elang hitam penggores lukanya kecepatan elang itu merebas sayapnya ia diserang dari segala sudut sisi namun berkat Karunia Illahi ia mampu lepas dalam jeratan-jeratan elang-elang hina itu kini ia telah memutuskan mengembalikan kedaulatannya sebagai merpati sakti.

58

Yang Maha Membaca


Kepergian Seseorang Angin terbang sebebasnya Ingin menggapai apapun, aku hanya duduk disini Bersama awan yang terbang Namun penuh keragu-raguan Pulaulah yang memisahkan kita Sudah lama bintang tak bersinar Itulah dirimu, yang menghilang ditelan waktu. Kamis 28 Juli 2016

Yang Maha Membaca

59


Keheningan ini Keheningan itulah yang tangguh Daun yang indah, mulai tumbuh Dalam jiwa yang hening, menyimpan seribu juta rahasia Yang belum terungkap, Dalam kegelapan, aku tak mampu menggapaimu Mata-mata lampu, sinar yang ada hanya fisiknya saja Jiwanya ntah pergi kemana Bersama-sama kitab-kitablah Aku menikmati kebahagian hidup Dalam keheningan, yang menyirami jiwaku. Kamis 28 Juli 2016

60

Yang Maha Membaca


Gentala Arasy Menara itu berdiri dengan kokoh Ditengah aliran sungai yang panjang membentang Sejarah yang gemilang telah menjadi tanda kejayaan negeri seberang Kita melangkah menyusuri sejarah itu, Aku terbujur kaku melihatmu Masih ingatkah kau pertemuan indah, hari itu disana? Dibawa cahaya kejayaan dan ketinggian puncak menara kota pusaka, Dibawah itu, Rintihan air yang mengarah pada hilirnya Rintihan rindu yang sedang bersenandung untukNya Aku hanyalah awan yang bisa menutupimu dari teriknya matahari Aku hanya lelaki yang bisa memandangmu dari puncak negeri Hanya ada buih-buih cinta ditengah derasnya aliran air Hanya akulah yang bisa merasakan gelora api cinta yang membara Kau, gelora bintang yang bersinar dipucuk Sembilan lurah Aku mecintaimu seperti sungai batangahari itu, Yang takkan kering untuk kebaikan dan takkan

Yang Maha Membaca

61


meluap kalau untuk mengahancurkan Para tetua melayu, bersuka ria melihat diriku yang jatuh Jatuh pada cinta nan suci, Pada putri negeri jambi. Minggu 31 Juli 2016.

62

Yang Maha Membaca


Putri Bintang Kau jebak aku, Dalam sukma cinta yang tak bertepi Kau gulingkan perasaan, kau naikkan buih-buih pengkhianatan cinta kita Kau ingin berdiri bersama api Kau juga ingin berdiri bersama awan, Aku hanya lelaki sebatangkara kau bidadari yang menjadi rebutan para pejuang di negeri kita aku hanya menatap bintang penuh tatapan yang tajam agar kau tahu bahwa aku mencintaimu disini. 8 Agustus 2016

Yang Maha Membaca

63


71 Tahun Kita Telah Merdeka Waktu terus berjalan, Putaran sejarah terus bergulir Telah banyak nyawa yang jatuh Untuk lepas dari gengaman imperium raksasa dunia Hari ini ulang tahun republik kita, kemerdekaan belumlah tercapai Rakyat kita miskin, kesejangan sosial semakin melebar Apakah dalam usia yang lebih setengah abad ini, Kita tak mampu untuk maju? Air mata harapan anak-anak pada pemimpin negeri ini, Pemimpin yang duduk ditahta yang mega Dikala Ayah mereka mecangkul disawah, untuk memenuhi kebutuhan keluarga Batu-batu itu beterbangan dalam ruang terhomat para dewan kita Untuk mengutamakan dan membela kepentingan orang yang telah lama merampas hak rakyat Negeri kita dalam jurang kehancuran ekonomi Rakyat terus dibohongi, pertentangan politik yang kian hari menjadi Merenunglah untuk hari kemerdekaan ini, apakah pantas kita disebut sebagai bangsa yang merdeka? 12 Agustus 2016

64

Yang Maha Membaca


Kota Mati Sudut-sudut jalan itu begitu gelap Halu-lalang orang lewat disitu Suasana yang begitu sumpuk, Tak ada pemandangan yang menyegarkan Beton-beton begitu rapat Tak mengenal sedikit ruang untuk bernafas Rumah-rumah tak lagi mengenal norma Yang ada hanya kepentingan ekonomi semata Suara bising mengalahkan melodi alam Ruang yang untuk bergerak tak lagi bisa untuk berlari ceria Jalan-jalan raya telah padat dengan benda yang dipuja seperti dewa Apakah kau tak percaya itu? Cinta dalam kota itu, tak ada lagi ketulusan jiwa Kau takkan dipandang sebagai yang gagah dan cantik mempesona Kalau kau tak mengetahui norma pergaulan mereka Lihatlah, pohon-pohon yang rindang telah mulai hilang Suara nyanyian burung yang indah begitu langkah, Lampu yang gemerlap berlimpah disana, Suara jeritan-jeritan penderitaan takkan dihiraukan, mereka berjuang untuk tak mati, Akan mati dalam ketragedisan peradaban.

Yang Maha Membaca

65


Cincin Permata itu indah sekali Aku pasangkan ditangan jarimu Aku ikat janji bersama permata yang berseri Kau begitu bahagia malam itu Semuanya teranglah hingga langit mengukir nama kita Kekasihku kau begitu istimewa untukku Aku selalu merindukanmu yang jauh disini. Ngenep 21 Agustus 2016

66

Yang Maha Membaca


Buku Lembaran kertas putih Tergores tinta namamu, Tinta yang akan aku ukir abadi Di dunia yang nyata, untuk kebersamaan kita. Ngenep 21 Agustus 2016

Yang Maha Membaca

67


Rumah Putih Rumah itu sederhana Namun ada mutiara yang berharga untukku, Dalam rumah itu, Ada sosok wanita, yang akan membuat aku Menggengam mimpi-mimpiku. Rumah putih yang selalu menjadi cahaya untukku. Ngenep 21 Agustus 2016

68

Yang Maha Membaca


Batik Kita Malam itu, kita duduk bersama Baju yang berlukiskan daun-daun indah Batik yang warnanya begitu menyala Angin yang berhembuspun menatap kita Apalagi manusia-manusia yang jumlahnya tak terkira Kita laksana ratu dan raja Yang sedang berfesta menikmati malam yang senja. Ngenep 21 Agustus 2016

Yang Maha Membaca

69


Jam Kekasihku Hari-hariku seperti mentari Bersinar terang berkat jam kekasihku, Aku merasa selalu bersamamu sepanjang waktu Kekasihku aku mencintaimu sepanjang waktu. Ngenep 21 Agustus 2016

70

Yang Maha Membaca


Lampu Kota Terang benderang kota itu Kegelapan hanya dimiliki tempat yang tertinggal Kesunyian dan kesepian, Menjadi pusaka orang-orang tinggal dihutan Kota itu terang bersama warnanya, yang bersinar Gemerlap lampunya, menjadi cahaya bintang yang bergejora Kita nikmati, pemandangan indah dari bukit kota Tanpa kita sadari, beribu tanah warga Dikeruk untuk menyinari kota-kota itu, Lampu-lampu kota, Khiasan untuk kehidupan kita, Lampu-lampu kota Merampas tanah-tanah rakyat yang tak berdosa Demi memenuhi cahaya dan menghibur para penikmat, istana yang megah. Anak-anak kampoug itu Hanya bersama lampu kecil untuk menyinarinya, Lampu-lampu kota, Tempat dimana keserakahan energi dirampasnya. Selasa 23 Agustus 2016

Yang Maha Membaca

71


Bukit Cinta Di atas bukit itu Aku menatapmu, seruling nyanyian angin yang indah Di tengah awan yang cerah, Bukit yang tinggi menjulang Telah menjadi tempat kenangan. Darah-darah jatuh untuk kekasihnya Jalan dilimpahi tetesan air mata Aku masih memandang jauh, menatap kehidupan Tangkai demi tangkai tumbuh Bunga bersemi, anggrek ungu itu masih menggantung Di pohon rengas besar. Aku hanya seorang Pujangga biasa, Tersesat dihutan asmara cintamu, Diatas cinta, yang beterbaran anak panah Disitulah panah-panah cinta, aku lesatkan untuk menuju Awan yang bergumpal salju rindu. Selasa 23 Agustus 2016

72

Yang Maha Membaca


Buku Kekasihku Tumpuk demi tumpuk Satu persatu, kau bingkai sebuah harta Yang paling berharga. kekasihku Sangat mengerti, aku suka membaca ditengah rintih-rintihan hujan, Ditengah sinaran maatahri siang Ditengah heningnya malam. Buku-buku diatas meja itu, Diantarkan kerumahku oleh kekasihku, Buku-buku, pusaka kehidupan. Setiap malam, lembar demi lembar Aku nyanyikan dengan kesunyian Setiap itu, aku merasa Dalam setiap aksara, ada kekasihku yang rindu Akan diriku. 24 Agustus 2016 di Ngenep

Yang Maha Membaca

73


Jarak Langit membentang luas, Hamparan tanah hijau dan gersang Melebar dijagad raya, daun dan angin tak saling menyapa. Awan dan matahari jauh jaraknya, Bintang dan meteor jauh jaraknya Ada sebuah cinta, yang juga telah berjarak di hati kita, Tak terkoneksi oleh lembaga batin jiwa, tak terhubung oleh inframerah Jauh jarak ini, laksana harta karun di dalam tanah, Yang aku tak tahu pula itu dimana tempatnya, Jarak, jarak cinta yang semakin menjauh Surat-suratan rindu Yang terbengkalai dalam pusaran angin malam, Jarak telah menghempaskan segalanya Hingga kita kehilangan waktu, untuk menyemai rasa yang ada. Cinta itu tak lagi mengapung, Ia tenggelam oleh jarak dan tergantikan karena lemahnya, Lembar kesetian. Lembar pertahanan yang mudah goyah Dan mudah pula hanyut begitu saja. Jarak kau hikmah sekaligus penguji jalan, para pejuang cinta. 3 September 2016

74

Yang Maha Membaca


Doa Lelaki itu masih berdiri ditepi lautan Menatap kosong jauh ke depan Ombak-ombak bernyanyi riang, Ikan-ikan sibuk berenang. Dalam tatapan yang tajam, air membasahi pipinya Bergulung dalam lubuk hatinya, Ada gejolak revolusi cinta yang ingin ia capai, Tak kuasa ia menahan jauhnya dan kuatnya rindu Dalam sukma yang terus memancarkan cahaya Dan denyutan-denyutan permata iman Yang ia tak pernah ragu, akan Maha Kuasa. Botol, yang berisikan tinta cinta itu, ia lemparkan, Jauh menuju ombak yang terus menghempas Laksana memanggil dirinya bahwa itu suara kekasihnya. Air mata itu jatuh ke pasir, Air mata lelaki yang menunggu kekasihnya kembali Sejak dirampas atas tuduhan sebagai kaum penetang bangsa Ia ditangkap dan hanya laut-laut itu saksinya, Pasir itu tak kuasa menahan air mata, yang keluar hati yang terluka Bahwa cintapun menjadi korban rezim penguasa. Dalam hembusan angin, ia ulurkan tangannya, sambil menyebut nama Tuhannya, Semoga kekasihku tenang di alam sana. [3 September 2016]

Yang Maha Membaca

75


Wasiat Ayah untuk Generasinya Air dulu jernih telah berganti menjadi kuning dan kusam Anakku, lihatlah pohon ditebang tanpa dengan landasan kasih sayang Tanah dikotori dengan sampah penuh kejahatan Manusia lupa anugerah tertingginya Berupa kemulian akalnya Kau lihat ayah menanam padi dan berkebun Untuk menjaga kewarasan sebagai insan berperadaban Udara dikotori dengan teknogi Mobil banyak menjadi pujaan setiap orang Kemewahan menjadi tujuan tertinggi kehidupan sekarang Kau lihat nak, Ayah memakai pakaian yang sederhana ini Bukan menuruti nafsu kejahanaman Mengantarkan kepada exploitasi alam tanpa kemanusian Anakku..generasimu harus menjadi generasi pencinta dan penjaga lingkungan Demi mengemban jalan penuh kebahagian.. Kalau industry membuat kau lupa kepada kehidupan masa depan Maka kau hentikan industry itu, kalau industry itu mengkhianati konstitusi Maka hancurlah peradaban yang tinggi

76

Yang Maha Membaca


Manusia insan kemulian Hidup untuk menjaga alam dan meninggalkan kebaikan untuk generasi mendatang. Yogyakarta, Senin 16-November 2015

Yang Maha Membaca

77


Batu dan Kerasnya Hati Manusia Batu‌. Kau dibanggakan orang ketika menghasilkan uang Kau dicari dalam tanah dan sungai yang dalam Demimu manusia rela mengeluarkan keringatnya Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya Batu‌. Kau memberi tak pernah meminta Kalau kau tiada maka habislah hiasan ditangan para pemujamu Batu, engkau sebuah ciptaan yang memiliki kemulian Namun manusia bersifat sepertimu Mendatangkan kemudharatan Kau keras batu, kau kuat untuk bertahan Walau kau dihancurkan oleh tetesan air yang mengilas tanpa rasa kasihan Tapi hati manusia yang keras sepertimu akan selalu menhancurkan orang Batu‌ kau kadang-kadang disembah Dijadikan berhala pemujaan Yang membuat akal orang tersesat oleh keajaiban dan keindahamu batu Batu kau diciptakan untuk kemanfaattan Batu, hati manusia tak boleh sekerasmu Tapi semangat juangnya harus melebihi kerasmu Batu. Yogyakarta, Senin 16-November 2015

78

Yang Maha Membaca


Menggugat Pendidikan Guru kenapa tak kau ajarkan aku cinta lingkungan? Kau ajarkan kami matematika dengan rumus yang berat pula Pendidikan apa ini guru? Lahirnya hanya generasi yang selalu membanggakan diri Kenapa pendidkan kita seperti ini? Apakah keberhasilan itu dengan kekayaan yang banyak jumlahnya? Namun minim cintanya pada lingkungan sekitarnya Kalau memang pendidikan kita berhasil Kenapa masyarakat kota paling banyak menyumbang sampah dan menyebabkan kemacetan jalan raya dan konsumtif dalam kehidupannya, Lihat pemimpinku, mana produk pendidikanmu yang berhasil? Korupsi semakin bertambah, hukum lemah pula Guru aku tak menyalahkanmu tapi kenapa kau hanya ajarkan kami ilmu yang sulit kami terima Fisika dan kimia membuat otak kami jera Guru..kau pahlawan berjasa Ajarkanlah anak didikmu nanti untuk cinta pada lingkungannya, Tidak menggunakan kertas dengan boros Karena kasihan pohon itu guru, Dia ditebang dengan paksa demi kata perubahan kemajuan

Yang Maha Membaca

79


Tanpa ditanam kembali Guru‌ kenapa sistem pendidikan bangsa kita hanya mengukur pangkat dan kekayan saja Bukan mengukur kemulian moral generasinya. Yogyakarta, Senin 16-November 201

80

Yang Maha Membaca


Daun Daun Hijau warnamu menjadi keindahan Engkau menjadi kekuatan benteng pertahanan Yang mengalahkan kekuatan para pemberontak berslogan keimanan Mendatangkan kehancuran dengan tafsir tak berprikemanusian Daun, kau rela jatuh tanpa menjatuhkan Ukiran dan goresan padamu sebuah keniscayaan Bukan luka yang menyakitkan Seperti cinta,cinta anak muda kita Daun, kau tahan teriknya matahari Demi menjaga buah yang suci dan bersih Demi terpenuhinya kebutuhan umat manusia Kau jatuh, kau layu tapi kau tahu Bahwa kejatuhanmu mendatangkan kebaikan Tapi kejatuhan para pemimpin jujur Mendatangkan malapetaka dan kerusakan Daun, engkau tercipta dalam ukiran tangan Sang Pencipta Daun, kau kekuatan pembawa rahmat untuk perubahan Anak-anak muda belajarlah dengan daun Ia memiliki beribu ganda kekuatan dan daya tahan Mengabdi dan melindungi Demi kebaikan negeri bumi ciptaan Sang Pengasih Ketika daun penuh dengan sakit

Yang Maha Membaca

81


Ia tak merintih dan menangis Ia tak jatuh sebelum kalah dan takdirnya Jiwa-jiwa daun adalah jiwa jiwa generasi yang kuat daya tahannya Kuat pengabdian dalam kejujuran, demi melindungi nasib bangsanya Daun, kau bukanlah barang yang mudah disepelehkan Kau bagian dari peradaban yang perlu perhitungkan Daun kau mengajarkan sebuah kekuasaan dan hikmah eksistensi Tuhan, Daun, kami belajar darimu. 23-November 2015 Yogyakarta

82

Yang Maha Membaca


Tanah dan Persatuan Tanah Kau memiliki kekayaan energy untuk selalu memberi Kau berjumlah yang banyak dengan unsur yang berlipat Tumbuhan dan pohon menjulang kelangin Bukan gedung yang ingin mencapai langit Tanah, Kau hidupi tumbuhan dan kau datangkan makanan Untuk menunjukkan bahwa kau diberi tugas mulia Oleh Sang Pencipta Jagad Raya Tanah, kau tak mudah dipisahkan Kau tak ribut soal siapa yang tumbuh diatasmu Kau tak marah ketika diperkosa oleh pupuk kimia dan gedung para penjabat dan karporat Kau bersatu dalam kesatuan Bukan kesatuan yang mudah dihancurkan Engkau bapak Ukhwah semua mahluk Persatuanmu melebihi persatuan pan-islamisme Yang mudah dihalulantakkan peradaban barat Tanah, kau selalu sabar Ketika engkau diinjak oleh para pengkhianat Yang bisa memanfaatkanmu hanya demi perut semata dan kekayaannya saja Kau seperti masyarakat dalam sistem dictator Kau dijual dengan harga tinggi padahal kehadiranmu untuk memberi dan berbagi Bukan mendatangkan konflik yang menyebabkan

Yang Maha Membaca

83


kematian Tanah,..kau sabar dalam menghadapi kejahatan para manusia.

84

Yang Maha Membaca


Peradaban Hijau Pertarungan takkan pernah terhenti Cinta akan selalu bersemi Luka akan selalu tumbuh dan ada Kemanusian akan selalu didengungkan, ditengah krisis kehidupan Aku bercita-cita tinggi Melebihi cita-cita para pakar dan ilmuwan Cita-cita untuk mewujudkan peradaban hijau Lepas dari belenggu nafsu manusia-manusia capital Peradabanku digerogoti para-para kaum borjuis Menindas rakyat, mengekploitasi kaum wanita Wanita-wanita dijual Pohon-pohon dibakar Negeriku pantas mendapat gelar negeri capital Disana hidup orang-orang kaya tak punya moral Kalau ada mereka hanya sebatas kerajinan Ibadah tanpa sosial Kepedulian telah jarangku lihat Kematian mudah didengar Tapi peradaban hijau tak pernah kita wujudkan Peradaban kebahagian Peradaban hijau adalah peradaban harmonisnya alam dan manusia Harmonisnya tiga ontologi filsafat Terciptanya epistimologi kerahmatan bukan kesektarian Kalau agama merusak lingkungan

Yang Maha Membaca

85


Lepaskanlah agama itu Kalau Tuhan memerintahkan untuk membunuh maka bunuhlah Tuhan Ajaran agama, ajaran pencipta peradaban kemanusian Mewujudkan perdaban hijau Sebagai bukti agama rahmat dari Tuhan Sang Pengasih Bukan kasih yang saling memperkosa Bukan para penjabat yang menjual diri dengan murah Kasih dalam menciptakan kemulian di dunia Demi terciptanya peradaban hijau yang maju demi generasi kita Iklim telah berubah Gurun es telah mencair Air laut telah naik Terumbu karang dan kekayaan biota laut dalam krisis Selamatkan bumi, selamat peradaban setiap bangsabangsa Arahkan tenaga untuk mewujudkan peradaban hijau Demi masa depan manusia. Yogyakarta Rabu, 2 Desember 2015

86

Yang Maha Membaca


Partai Ekologi Partai.. Partai‌ Katanya kau lahir untuk memperjuangkan rakyat Kenapa kau lupa ketika kau berkuasa Partai kenapa kau tak kontrol kebijakan penguasa Ketika kau berada dipihak oposisi Yang katanya untuk mengontrol Negara Partai kau lupa akan kewajibanmu Seperti kau lupa akan dirimu Bahwa kau alat untuk berdemokrasi Partai dinegeriku banyak Kadernya sangat banyak namun tak pernah mau berbuat yang tak enak Berbuat membela rakyat, berbuat bukan untuk merebut kekuasaan saja Melainkan berbuat untuk mengubah nasib bangsa dan Negara Kekayaan alamku diperas oleh asing Nasib rakyatku ditindas oleh hukum yang katanya keadilan Aparat aparat dinegeriku sibuk menjual kehormatan Demi membanggakan keluarganya Partai..partai Mana kadermu yang membela kebakaran hutan di negeri ini Mana kadermu yang bergelar banyak untuk merebut aset Negara ini dari asing Partai kenapa kau tak selamatkan pohon-pohon yang

Yang Maha Membaca

87


ditebang? Tak selamatkan sungai-sungai yang air nya dikerui oleh para para capital Kalau partai yang membawa misi ekologi tak ada Terjuallah aset Negara kita Gas kita dikusai oleh perusahaan asing Kebijakan kita pro asing Mana-mana partai partai yang pro rakyat Hari ini banyak partai yang hanya cinta kekuasaan tapi tak cinta rakyat Kalau partai sibuk dengan pencitraan Bukan menanamkan pendidikan demi perubahan masyarakat Maka demokrasi akan lama menuju sinar yang terang Partai ekologi untuk menyelamatkan bumi Menyelamatkan seluruh nyawa dan tumbuhan yang ada di muka bumi ini. Yogyakarta, Rabu 2 Desember 2015

88

Yang Maha Membaca


Hutanku Bumiku terasa berbeda Panas yang terik Angin yang tak lagi berterbangan Hujan yang tak tahu waktu Kapan ia akan turun Musim telah berganti Hutanku telah ditebangi Demi pembangunan yang mendatangkan kesejahteraan Hutanku telah gundul Banjir dan longsor Akibat kerakusan kita Adat dan budaya menjaga Kita hilangkan demi cinta kepada kehidupan modern sekarang Teknologi mengotori hutan-hutan kita Raksasa-raksasa capital mengambil keuntungan yang berlipat ganda Hutan kita telah dalam krisis Hilangnya pohon-pohon langkah Hilangnya anggrek-anggrek yang indah Melekat dipohon yang tinggi Hutan kita dibakar Demi menanam tanaman yang mendatangkan keuntungan ekonomi Rakyat banyak mati Akibat rusaknya moral kita terhadap alam

Yang Maha Membaca

89


Alam telah menghukum kita Alam telah menjerit akibat tangan dan prilaku kita Alam telah mengamuk karena tangan jahat manusia perusahaan muda ditegakkan budaya menanam sulit diwujudkan ada apa dengan kita? Hutan kita nafas kehidupan kita Berkatnya kita bisa mendapatkan oksigen untuk kehidupan Dengan hutan yang lebat kita bisa terhidap dari sinar untraviolet Lapisan ozon yang mulai terbuka Hutan kekuatan pelindung Ketika hujan telah melanda dengan deras Ketika bisa berlindung di pohon yang tinggi dan lebat Penguasa.. Kembalikan hutan kami yang rimbun dan hijau Yang di dalamnya penuh dengan kehidupan mahluk yang bahagia Jangan rampas penguasa, jangan rampas, kebahagian Mahluk di dalam sana Yang bergantung kapada alam Yang makan dan hidupnya didapatkan dari hutan Tuhan,..dengar doaku ini Sampaikan kepada hati Penguasa dinegeri yang paling dalam Hutan ini harus diselamatkan dan harus diperbaiki[]. Yogyakarta, 6 Desember 2015

90

Yang Maha Membaca


Laut Aku memandangmu dengan penuh kesyukuran Indahnya biru warnamu Membuat aku terpana akan hebatnya tangan Tuhan dalam merangkaimu Lautku yang indah Yang memiliki kekayaan yang luar biasa Beribu manusia dijagad raya Ini bergantung denganmu Bergantung dengan kekayaan yang kau miliki Kau memiliki suara-suara merdu melalui ombakombak yang bergemuruh Aku ingin memelukmu lautku Namun aku tak bisa Kau terlalu besar untuk aku jangkau Laut kau bisa menjangkau semua kebutuhan hidup manusia Ikan yang kau hasilkan mendatangkan keberkahan untuk kami Laut kau diperebutkan oleh setiap manusia Namun kau tetap tenang dan sabar Demi membagi dirimu demi manusia Kau dibom Kau dikotori oleh sampah-sampah hasil produk manusia Namun kau tak pernah berhenti untuk memberi kehidupan untuk manusia Laut‌ kau menjalankan perintah Tuhan

Yang Maha Membaca

91


Agar terciptanya kesadaran manusia Untuk cinta terhadap alam dan sadar akan kehadiran Tuhan sebagai penolong untuk kehidupan. Yogyakarta, 6 Desember 2015

92

Yang Maha Membaca


Sungai Air mengalir dengan derasnya Ketenangan terasa dalam setiap alirannya Semuanya ia lewati dengan lika-liku yang terjal Tak ada yang mampu membendungnya Dengan Kristal yang indah Air itu tetap bergerak Air yang telah berjalan disungai yang indah Air yang jernih disetiap sungai telah berubah menjadi kuning dan hitam Sungai-sungai sebagai tempat untuk kehidupan Mulai hilang dalam perdaban Air dan sungai telah dicemari oleh kerakusan Yang membuat tegaknya raksasa capital air di negeri ini Sungai sengaja dirusak Dirusak dengan kesadaran ilmu dan kepentingan ekonomi Sungai kenapa kau dilupakan Kekayaanmu mudah diambil Tapi kau tak dijaga Apakah karena kau tak luas seperti laut Hingga kau mudah dicemari Raksasa capital tertawa dengan riang melihat hilangnya sumber air kehidupan rakyat Hingga air menjadi barang yang diperjualbelikan Sungai, kau sumber kekuatan rakyat Selayaknya kau jadi benteng perlawanan untuk rakyat Demi menghancurkan raksasa capital air \\ Yogyakarta, 6 Desember 2015

Yang Maha Membaca

93


Hotel dan kerusakan ekologi Surat surat mudah dijual oleh penguasa kita Surat surat perizinan yang penuh gejolak dan penindasan Hotel tumbuh melebihi kecepatan kesejahteraan Haii. Kota yang nyaman Kenapa kau duka bagi kehidupan? Kau lahirkan ribuan sarjana yang berlimpah Tapi kau juga membelot kepada kaum kaum kapital Tak terhintung kerugian yang tak mau kau pikirkan Hotel, kau telah merampas segalanya Ruang publik hijau yang kami impikan telah kau musnakan Harapan harapan kami akan terjaganya budaya rupanya telah berganti kemaksiatan Yang tak terbendung oleh akal sehat kemanusian Air air dalam tanah yang menjadi hak kehidupan masyarakat kami Kau rampas dengan begitu mudah Kau nikmti kekyaan alam demi segelintir orang Hotel, kau terlalu kejam Merampas hak hak kaum tertindas Penguasa Kau lihat jamur jamur yang tinggi ini Dia menghisap segalnya Mengerika bukan? Penguasa mana telingamu

94

Yang Maha Membaca


Jeritan jeritan suara kecil ini adalah suara suara masyarat kami Apakah akan kau bela masyarakat kami penguasa? Apakah akan kau jaga kota istimewa ini dari ribuan korporat bajingan itu?? Penguasa, kami masih percaya bahwa kau pemimpin yang bijaksana Dengan titah mu pasti semua terluruskan Tapi kami juga ragu Kenapa para abdi abdi itu diam Melihat pembangunan penuh penderitaan Jauh dari konsep kemaslahatan Tapi terus dilakukan Kota yang nyaman ini harus diselamtkan dari mafia mafia yang tak punya keadaban Hai. Kaum terdidik belahlah kebenaran Karena suara suaramu itu akan mudah didengarkan. Fie, Sabtu 26 Desember 2015

Yang Maha Membaca

95


Apa Gunanya Sekolah? Aku anak Rimba, hidup bersama Alam. Hutan adalah paru-paru kami, tanpa hutan kami sepi bahkan bisa mati. Kami, anak anak rimba, di didik oleh alam bukan oleh industri setan, kami, anak anak rimba. Berbekal kearifan seadanya namun tak merusak alam sekitar. Hutan-hutan kami telah gundul, Sungai kami telah tercemari, Kami dianggap mahluk mahluk tak modern, kami anak anak rimba yang tak pernah mengenyam pendidikan seperti penguasa negara. Yang brutal, bengis, otaknya di otot, dan hobinya bangun sana-sini hingga menggusur kami. Kami bertanya pada alam, apa gunanya sekolah, konstitusi dan hukum diinjak-injak, kami bertanya pada pohon, apa gunya kemajuan tapi ekploitasi menciptakan dosa dosa kemanusian. Apa gunanya sekolah,? kami anak anak rimba, sekolah kami di alam, ilmu kami warisan dan pengalaman. Kami anak anak rimba, hidup untuk alam Indonesia. 2 Mei 2017 Yogyakarta

96

Yang Maha Membaca


Wanita dalam korban cinta Cinta kau adalah fitrah Lahir dihati terdalam manusia Cinta kau dipuja dan dijaga Demi kebahagian para kekasihnya Cinta kau mudah menggoda Lunturkan iman dan kepercayaan Cinta kenapa kau jadi dosa dan membuat exploitasi terhadap kaum hawa Cinta kau tak salah Namun realita tak bisa membohongi nya Bahwa wanita telah menjadi korban cinta Gerakan gerakan feminis bangkit Untuk membela kaum hawa Yang tak seharusnya sakit Sakit dalam derita oleh harapan dan kehampaan Ketika urusan nya hanya wilayah domestik Wanita adalah korban cinta yang sakit Cinta sejati tak pernah menyakiti apalagi menindas hak hak kaum wanita Ketika hadist disalahpahami Maka Tercipta pembenaran pemebenaran teologis Kaum kaum wanita menjadi korban dalam hadist hadist cinta Cinta kenapa kau mematikan logika?? Dengan mudah anak muda memberikan tubuhnya kepada kekasihnya Padahal itu exploitasi yang merupakan kejahatan

Yang Maha Membaca

97


Aku tak menyalahkan moral individu Aku tak membicarakan itu Yang ingin aku tahu kenapa wanita menjadi korban cinta?? Cinta itu keniscayaan tapi ia menjadi derita ketika nafsu telah membelenggu jiwa Gerakan gerakan feminis saatnya kau menyelamatkan kaum hawa Bekerja dengan semuanya Demi tercipta sebuah cinta tanpa korban korban yang tak berdosa Tuhan, bagaiamana masalah kejahatan dalam rumah tangga yang tak pernah selesai?? Kekerasan seksual yang semakin meningkat dan kekerasaan terhadap anak yang merajalela Apakah cinta korbannya hanya wanita??? Tentu tidak Cinta dalam belenggu nafsu akan mengorbankan segalanya Benarkah nafsu itu salah?? Faid Kasyani dan Imam Al Ghazali Bagaimana tentang nafsu?? Ah. Ntahlah Aku tak tahu lagi bagaimana cara menyelamatkan menyelamatkan kaum hawa Hingga terciptanya keadilan publik Kalau kapitalis merampas hak hak kaum wanita Bagaimana dengan kaum proletar yang melakukan pembunuhan massal pada masa lampau?? Dimana aku harus berdiri??

98

Yang Maha Membaca


Dimana aku harus melawan? Sedangkan penguasa sibuk membuat kebijakan yang bikin onar Pembangunan pembangunan terus dilakukan dan tanah tanah rakyat terus dirampas Wanita wanita di desa dan kota adalah korban kejahatan kapital Akhir tahun ini, semoga tidak kehampaan yang ku lihat. Melainkan kemerdekaan kemerdekaan yang akan muncul Dengan harapan harapan emas Bahwa republik ini bisa berkibar dengan kekuatannya Mengalami kejayaan karena generasi yang akn melakukan pembaharuan Bukan generasi radikal yang sibuk menyalahkan Langit ini masih berbintang Maka perjuangan feminis masih menyimpan sejuta harapan Bahwa keadilan ruang publik akan terwujudkan Sedekat urat nadi yang berdenyut Dan selama kekuatan intelektual organik dan intelektual kolektif masih ada Setidaknya masih ada penjaga moral bangsa. Syair Syair akhir tahun. Jumat 25 Desember 2015

Yang Maha Membaca

99


Aku Merindukanmu Ayah dan Ibu Ayah.. kau berjuang dengan penuh keringat Demi kesuksesanku Ibu.. Kasih sayang yang kau berikan tak bisa tergantikan Walaupun Tuhan mengirimi seribu bidadari kayangan Ibu.. Kau selalu mengkokohkan perjuanganku Letih dan lelah itu biasa bagimu demi kebahagian anakmu Ayah dan Ibu Maafkan ank ini yang tak tahu diri Betapa besar perjuanganmu Demi kebaikan ananda Demi kebahagian ananda Tuhan berikan surga dengan kualitas Tinggi untuk ibunda dan ayahdaku Karena kemuliannya menjaga dan membesarkanku Seperti tugas yang diemban para Nabi dan Rasul Kalau Nabi memperjuangkan umatmu Ibunda dan Ayah selalu memperjuangkan kebaikan untuk ananda dan lingkungan sekitarnya Ayah.. Aku tak sehebat dirimu Mampu sabar menghadapi banyak hal Mampu berdiri dalam keadaan apapun Ayah.. Kau sangat hebat, ayah

100

Yang Maha Membaca


Ibu, kau terangi aku dengan lampu cahaya hatimu Untuk menghidupkan kejujuran didalam jiwa dan ragaku Agar aku tak seperti pohon yang mengambil air yang sembarangan Agar aku tak seperti elang yang hanya melingkar untuk menerkam Kau didik aku untuk menjadi Sosok Negarawan Aku rindu Ibunda dan Ayahanda. Rabu, 23 Desember 2015.

Yang Maha Membaca

101


Di Udara Di udara, aku melihat bayangan-bayanganmu Di udara, aku melihat cahaya perisai berdiri Di udara, kabut-kabut hitam silih berganti Tiada terhenti, air mata hujan menetes Dalam pusaran kegelapan. Tak ada keadilan tanpa perjuangan Tak ada lagi hak yang pantas dirampas Hak itu kembali ke kodratnya Hak milik manusia Tak apa darah ini menetes Bahkan nyawa ini hilang Asal keadilan ada dalam negara kita, Perampok negara itu seharusnya mati, Bukan pejuang keadilan negeri ini Di daratan sejarah, kenapa aktivis ham itu harus pergi pulang? Ditengah hilangnya pusaran cahaya keadilan Apakah pengadilan cukup untuk kita? Ketika hak tak ada untuk orang kecil Namun berlimpah untuk para penguasa kita Maka hak itulah kita perjuangkan Demi kemanusian dan masa depan. [7 September 2016 Pandepokan Rumah Baca Komunitas]

102

Yang Maha Membaca


Pena Senjata Kita Ribuan suara yang bergelimangan Kritik, kiri dan kanan Yang berterbangan, ada setangkai Yang mengeluarkan tintanya Untuk membela kaum lemah. Pena. Ia tak boleh tergeletak Apalagi dibiarkan tertidur diatas meja Ketika rakyat dalam sengsara, ketika penguasa merampas tanah Pena. Itulah alat perjuangan kita Hatta memiliki pena yang tajam dan dalam Pena tak pernah terpisah dari anak bangsa Ia menjadi pisau pengukir sejarah Bahkan menumbangkan penguasa Bersama kezalimannya. 10 September 2016

Yang Maha Membaca

103


Potret Yang Berubah Kau tahu? Jika kota nan indah, di khiasi oleh warna-warni Di dalamnya, tumbuhan-tumbuhan nan hijau Dan bunga-bunga bermekaran di setiap sudutnya. Itu dulu kasih, ketika Yogya masih menjaga ruang terbuka hijaunya. Kini, embun pagi nan indahpun tak ingin mendekat, Kau tahu kenapa itu kasih?, ia hilang dan tergusur oleh pembangunan, Yogya telah berubah kasih, kini warna-warni itu, Bukan lagi bunga-bunga yang tumbuh dan bermekaran, tapi polusi-polusi sosial yang Di hadirkan, salahkah Kasih, jika kita menyebut kota ini sebagai kota seribu iklan, Yang menawarkan harapan kepalsuan, Yang ada hanya ketamakan, Yang ada hanya pergulatan, Dan semburan seribu satu janji, namun tak mengubah wajah kota, Yang semakin gemerlap ini kasih. 18-02-16, Cahaya Pagi

104

Yang Maha Membaca


Pena Jika tinta tak menetes Sejarah takkan terukir, Jika kertas tak rindu Tinta tak berhasrat untuk bertemu. Kalau rembulan kehabisan sinarnya? Di mana tinta bisa berlabuh? Kalau bukan dipermukaan hamparan gilingan-gilingan pohon. Tinta ingin bercumbu agar ia tak layu, Jangan biarkan kertas mati karena rindu, karena rembulan yang sedang sendu. 19-02-16

Yang Maha Membaca

105


Penguasa Yang Bodoh Ketika kekuasaan telah didapatkan Maka uang kejayaan ingin dikembalikan Ketika kedudukan tak memberikan keuntungan Cara dan jalan keji ditempuNya Tak lagi dihiraukannya etika agama dan etika kaum rohanian Yang penting kantung terpenuhi dan modal tercukupi Nafsu bejat terlampiaskan Rakyat melarat dibiarkan Yang ada dalam otaknya kemenangan diatas penderitaan Sikap-sikap penguasa kita yang hidup mewah berlimpah, Pernahkah kita bertanya dari mana mobil anakanaknya? Pernahkah kita bertanya Dari mana dia bisa membangun rumah mewah? Janji-janji kampanyenya hanya janji manis mulut belaka Otak kejinya tetap ada dan selalu hidup untuk menjajah Kapan kejayaan yang kita impikan menjadi kenyataan? Apakah perlu bergantung kepada Negara? Ketika orang miskin sakit, rumah sakit tak memperdulikan?

106

Yang Maha Membaca


Apakah penting memberikan suara? Ketika suara-suara kita digadaikan dan disogok dengan uang serta kemewahan Mimpi-mimpi kita mati Oleh penguasa bodoh Rakyat harus mandiri dan berdikari untuk melawan kesewenang-wenangan. [Senin, 28 Desember 2015]

Yang Maha Membaca

107


Hukum Tak Lagi Merdeka Undang-undang dan peraturan begitu banyak tercipta Baik direkasaya maupun memang ketulusan dari para penjabat kita Dibuat dengan uang rakyat Tapi banyak merugikan rakyat Hukum-hukum kita mudah ternodahi Mudah dibeli, mudah dijadikan barang-barang komersialisasi Pemerintah diam berdiri dan legislative sibuk berbagi Rakyat hanya menjadi penonton dan korban para elit tak berprikemanusian Bangsa besar, bentar lagi akan karam Republik ini tak pernah berdikari Kebijakan silih berganti tapi hukum tak pernah berdiri Korupsi menjadi biang keladi tapi tak terhenti Ada apa dengan penjabat di negeri ini? Ada apa dengan beribu-beribu hakim dinegeri ini? Ketika muda bukan main idealisnya ketika berkuasa kita catatlah tinta hitamnya Kapan negeri ini mampu berdikari? Hukum-hukum Untuk apa kau ada? Kalau keadilan mudah diperjualkan dan mudah digadaikan Kau hanya kehampaan bukan kebahagian

108

Yang Maha Membaca


Uang-uang berlimpah dihabiskan untuk buat produk legislasi Ketika hukum-hukum ekologi telah dibuat Namun kerusakan tak pernah terhenti Ketika undang dan peraturan Hak Asasi Manusia telah ada Namun pelanggaran terus berjalan Hukum ini milik siapa? Milik para pemodalkah? Yang hari ini hotel mudah dibangun dan berkeliaran dimana-mana Atau milik para elit yang selamat dari hukumannya? Ketika hukum-hukum tak pernah merdeka Ketika itulah derita akan selalu ada Kalau penguasa diam dalam belenggu Melihat ketidakadilan di depan mata Maka dia harus harus dijatuhkan Untuk apa kepercayaan? Kalau penguasa kita saja tak bisa dipercaya Hukum dan kepercayaan hal yang selalu harus dijaga Kalau hukum tak merdeka Rakyat takkan pernah percaya Hukum harus tegak Atau republik ini akan selalu berantakan Tak ada ada kata lagi untuk ketidakadilan Melainkan perlawangan yang harus disegerakan Demi kemerdekaan hukum di bumi pertiwi ini. Selasa 29 Desember 2015

Yang Maha Membaca

109


Bunga Bunga.. Kau indah untuk dipandang Memberikan warna-warni kehidupan Kau hadir laksana wanita cantik untuk kekasihnya Tapi kami tak melihatmu lagi ditengah perkotaan Aku tak tahu Dimana bunga-bunga indah itu lagi Zaman silih berganti namun keindahan bunga susah dicari Bukan bunga-bunga malam yang berkeliaran? Bunga-bunga alam yang banyak menyejukkan Aku rindu zaman bunga-bunga Ketika ibuk-ibuk sibuk menanam bunga-bunga cantik didepan rumahnya Adakah generasi muda kita yang suka menanam bunga? Atau hanya ingin jadi penikmatnya saja? Bunga sedih nasibmu Kau tak dicintai para pemilik modal Kau tak dicintai penguasa Kau tak dicintai kaum muda Kenapa para pemilik modal kerjaannya hanya merusak kehidupan Bangun hotel yang tinggi bukan bangun taman bungabunga? Untuk kebahagian generasi muda,

110

Yang Maha Membaca


Bunga mawar yang indah. Bunga melati yang suci Bunga anggrek yang anggun Aku cinta bunga. 29 Desember 2015

Yang Maha Membaca

111


Gunung Tingginya kau berdiri Sejuknya alam negeri ini Kau indah dengan seribu pesona Mata tak lelah untuk memandangnya hijaunya alam yang kaya akan tempat yang penuh akan kegembiaraan bersama ketinggian yang mencapai awan menyimpan sejuta misteri dan kenangan gunung, kau membawa kebaikan dikala kau marah hancurlah kehidupan gunung, kau ciptaan Tuhan yang memberikan kamanfaatan gunung ketika magmamu keluar dari dalam tubuhmu maka hancurlah keindahanmu tapi kau tetap indah walaupun kau mengeluarkan magma dengan devu vulkanik dan belerang yang mengerikan kau tetap sumber kehidupan kalau para sufi ingin dekat dengan Tuhannya Ia selalu menyendiri didekatmu Dikala kaum hartawan ingin mencari hiburan Mereka pergi ke gunung yang penuh akan kreasi Gunung, kau tempat berkumpulnya manusiamanusia yang mencari kebahagian Gunung, kau emanasi Tuhan untuk kehidupan. [Selasa, 29 Desember 2015]

112

Yang Maha Membaca


Manusia Matahari Bumiku indah dikala matahari menyinarinya Disaat tumbuhan menikmati sinarnya Yang membawa berkah untuk semua ciptaanya Embun tak lagi ada Tapi embun kejahatan masih melekat dihati kita manusia Alam kita dirampas haknya Dinodahi oleh manusia yang rakus akan kuasa Matahari hati bersinar karena iman sejati Manusia adalah insan dengan kekuatan kasih dan saying Ketika pohon ditebang matahari tetap bersinar, untuk kehidupan Ketika tanah diperkosa oleh pupuk kimia Matahari tetap ikhlas memberi Manusia matahari adalah manusia yang menyinari Tak mengharapkan balasan dibalik cahayanya Ikhlas berjuang untuk kehidupan Tahu akan jalannya dan tahu akan kewajibannya Manusia matahari tak pernah menuntut Selalu sabar dalam komitmennya Berkat matahari indahlah bumi Kalau matahari taka da menanglah kegelapan Kalau matahari bersinar dengan upah dan gaji Matilah seluruh manusia dan kehidupannya Manusia matahari energy baru Energi siap mengabdi meskipun disakiti

Yang Maha Membaca

113


Dikala waktu silih berganti Ia tetap memantulkan sinarnya walaupun tak tampak kasat mata Manusia matahari akan hancur dan hilang dikala Ekosistem dihancurkan oleh kejahatan Manusia matahari tak bisa hidup sendiri Karena dia saling membutuhkan Hidupnya untuk kebahagian banyak orang. Senin 16 November 2015

114

Yang Maha Membaca


Air Mata Pipi itu telah basa Secercik air telah jatuh Api mata yang membara Bisu dalam tangis keluarga Omonganmu melukai jiwa Deskriminasimu tanpa kemanusian Air mata itu telah jatuh Disaksikan nyawa dalam diam belenggu Omonganku telah lembut Kau balas dengan hujatan tak berprikemanusian Batu telah jatuh dari gunung Tak mampu kau tahan Kuat kezaliman kolektif Tak mampu membendung kebenaran Aku guncangkan langit Aku guncangkan bumi Demi menemukan kebenaran. Senin 29 Juni 2015

Yang Maha Membaca

115


Mendung Dikala terjadi pertentangan kehidupan Jalan terang tak tersampaikan Jalan gelap selalu mengejar dan ingin mendapatkan Petir telah bersuara Para umat manusia berteriak takut mendengarnya Dikala awan putih mulai berganti hitam Para anak cucu adam mulai pergi mencari tampat yang aman untuknya Hujan yang ragu untuk turun Sedangkan bumi yang telah dirasuki rindu yang menggebu Kenapa mendung itu selalu dimunculkan? Apakah Tuhan dan setan sedang bertikai di langit yang jauh sana? Bertikai tentang manusia yang mengalami kondisi daruratnya Mendung itu adalah pertentangan Ketika moral manusia telah mendung Ia harus segera memberikan pilihan Jalan terang atau penyesalan Jalan sunyi atau ramai yang merusak kehidupan, Awal mendung telah terlihat diperkotaan Ketika hotel-hotel berdiri, disitulah kemendungan dan kegelapan telah merasuki Mendung dan kegelapan saatnya kau pergi, berganti dengan kecerahan agar kebahagian bisa dirasakan. Selasa 29 Desember 2015

116

Yang Maha Membaca


Syair Syair lepas Imanku yang terasa lepas Geba gebu dunia menyempitkan akalku Kehidupan materialistik terasa membodohkan ketika terjebak nafsu yang berkepanjangan Kesadaran sebagai manusia mulai hilang Ketika iman dikalahkan dengan bibir yang tak punya kemanusiaan Pikiran kadang terasa menyesatkan ketika niat dan tujuan sudah salah dijalankan Air sejuk dan bulan serta bintang datang sebagai kekuatan pencerahan Membawa semangat berlapiskan iman untuk merubah keadaan Perjuangan ikhlas harus dikuatkan Transformasi sosial harus segera dijalankan Kehidupan yang ramah lingkungan harus segera diciptakan Ohh. Tuhan Jangan kau berikan aku jebakan jebakan yang membuat gundah berkepanjangan.. Sadarkan aku bahwa perjuangan harus segera dikonkritkan dan bumi harus segera diselamatkan. Yogyakarta Minggu 15 November 2015.

Yang Maha Membaca

117


Cinta Sang Aktivis Rasa dalam jiwa yang telah mulai sirna Tetesan air hujan yang hanya menyejukkan alam Tanpa menyejukkan jiwa ini Berjuang mati-matian demi rakyat Akhirnya hanya mendapat siksa dan kekejaman para pihak yang tak senang digugat Bangga dengan gelar yang tak pernah menguntungkan, bukanlah arti sebuah perjuangan Kami bergerak, pena selalu bergores ke kertas bahkan membakar kemarahan Ini sebuah tinta-tinta perjuangan Tak sempat berpelukan untuk menyampaikan rindu Kami harus siap mengadu hati kepada kebisuan yang merampas kebahagian Badan tak sanggup untuk menggapaimu Badan ini telah kami bantingkan untuk kebahagian banyak orang Namun kami mudah dilupakan Tentara diberi kehormatan Kami diberi air mata dan tangis dalam kerinduan Rindu sebuah cinta dalam perjuangan Cinta bersama sosok kekasih kami Kalian enak duduk berdasi Menentukan masa depan banyak orang tapi tak pernah pakai nurani Kenapa jiwa seperti kami dilahirkan? Menggengam tangan kekasihpun kami tak sempat

118

Yang Maha Membaca


Hanya doa sebagai surat rindu kami Kalau nyawa kami hilang maka hanya tanda-tanda kekuasaan Tuhan yang memberitahukan Kami dianggap sampah-sampah pengkritik Karena tak ingin kedudukan terusik Telah kami mati maka penguasapun senang dalam hati Dinda,. Aku tak sempat mengucapkan kata kasih padamu Aku ingat dinda.. Ketika Tan Malaka memperjuangkan kemerdekaan Bangsa Ia juga dilupakan sejarah dan pemerintah kita Kenapa para koruptor lebih terkenal dari pada Negarawan? Ada yang salah dalam media massa kita, Televisi sibuk membicarakan koruptor tak pernah membakar semangat ber-api-api Semua serba dijual Nyawapun dijual harganya Dengan tambang dan emas Aktivis disingkirkan, tidak tahu siapa yang diuntungkan Istri mereka menanti Berharap dalam doa Bahwa keberhasilan akhir perjuangan bukan nyawa yang melayang Dinda,. Ini jalan anak muda yang takkan pernah bahagia Pergilah jika kau ingin hidup bahagia

Yang Maha Membaca

119


Pergi dinda, kami ingin menjadi kesatria Kesatria bangsa. 16 Oktober 2015

120

Yang Maha Membaca


Kedaulatan Penguasa dan Kota Khayalan Sungguh indah kota istimewa itu Di dalamnya kaya akan budaya, Yang terjaga oleh generasiNya Budaya yang menjadikan kedaulatan dan keistimewaan Ber-abad budaya itu dalam bingkai emas Namun kini mulai dirontokkan oleh aktor-aktor gelap Persekongkolan kucing kucing berdasi dan para iblis yang tak punya hati Merampas, mengekploitasi sesuka hati Ditengah angin yang segar berterbangan benarkah kedaulatan Raja itu masih ada untuk perubahan kebaikan, Ketika bangunan bangunan indah digantikan bangunan maksiat Bangunan yang merampas air-air rakyat Masihkah adakah kedaulatan seorang penguasa ketika berhadapan dengan para iblis Kita bermimpi tentang kota khayalan Kota yang damai, dimana kebaikan dan kebenaran selalu hidup Kota yang indah tanpa pemberontakan Pemberontakan yang dilakukan karena kejahatan penguasa negerinya, Seberapa kuat tembok tembok besi itu untuk mematikan kebenaran Dia hanya tembok, yang dibelakangnya bermain

Yang Maha Membaca

121


kekuasaan yang tak punya perasaan Kami tahu penguasa pasti tahu masalah ini Tapi ia memilih untuk bersekongkol dan diam dalam kejahatan Mimpi-mimpi kami tentang kota khayalan bukanlah bunga tidur Ia adalah harapan dan perjuangan Laksana bunga yang indah Harus dijaga agar tak terbodahi oleh tangan tangan gelap Kota istimewa itu bukan hotelnya Ia istimewa karena pendidikan dan budayanya Jika budaya ini telah berubah Kota khayalan yang nyata berupa kota pendidikan Dikalahkan dengan jumlah bangunan bangunan raksasa capital Hilanglah identitas keistimewaan Penguasa jaga kedaulatan rakyat ini Jangan kau biarkan para iblis mengambilnya Suara-suara kami telah kami dengungkan Kalau kau tak peduli Maka kami akan melawan. 8 Februari 2016

122

Yang Maha Membaca


Kami Akan Melawan Ketika samudra dan bumi ini Terjaga dengan keindahannya, makmur para khalifahnya Takkan ada sejarah di dunia ini Tentang sebuah perlawanan Revolusi perancis terjadi karena penguasa tirani Bangsa kita merdeka karena tak ingin menjadi budak dari orang asing Dalam sejarah, penguasa selalu bersekonkol dengan karporat Itu penguasa bajingan, kawan. Air dalam bumi ini sebagai titipan Tuhan Ia dirampas oleh bangunan bangunan megah tak membawa kesejahteraan Untuk kaum Dhua’afa dan Mus’taafin serta kaum kaum tertindas Ada apa dengan negeri ini? Mitos-mitos raja membawa kesejahteraan, raja cinta rakyat Kedaulatan raja adalah kedaulatan rakyat Dalam sejarah terlalu banyak raja-raja yang tirani Tak pernah peduli, rakyat dinegerinya dirampas kehidupannya Tak bisa mendapatkan haknya Sedangkan capital capital itu dengan mudah mengambil yang bukan haknya Apa kesitimewaan ini?

Yang Maha Membaca

123


Pertumbuhan hotel yang berlimbah Yang menjadikan kita kehilangan hubungan sosial yang erat Kami takkan membiarkannya Ketika negeri kami ditumbuhi modal yang memakan kami Merusak generasi kami Kami akan melawan Para kesatria langit akan turun Semua golongan agama akan bersatu demi negeri yang adil Intelektual sampah harus dikuburkan Dia memihak pada yang batil Membiarkan keistimewaan hanya dengan banyaknya gedung-gedung yang tumbuh Sedangkan rakyat dimpit oleh raksasa itu Lawan kebatilan, kejahatan, ketidakadilan Demi negeri istimewa yang menjaga dirinya untuk rakyatnya. 10 Februari 2015

124

Yang Maha Membaca


Kota Yang Sekarat Melesatnya seluruh mutiara Negeri Menuju satu kota impian Kota yang melahirkan sarjana-sarjana yang gemilang Yang tak terhitung jumlahnya dalam setiap tahunan Kota yang kaya akan budaya literasi Kota yang melahirkan pemimpin yang merakyat Yang selalu memberikan segenap tenaga dan jiwanya demi kemajuan bangsanya Kota yang dikagumi tapi dibiarkan perlahan untuk mati Mati dalam kedaulatan yang selalu menjadi sesembahan, Penduduknya bekerja dengan segenap tenaga demi kebutuhannya Tapi badai-badai kecil yang perlahan-lahan menjadi badai raksasa Yang mulai menghancurkan segalanya Hotel-hotel tumbuh dengan jumlah yang berlimpah Tak bisa bendung dengan kekuatan penguasa Peraturan tak ada gunanya ketika tak mampu menjawab Suara-suara rakyat yang menuntut keras Kota ini mulai bergeser indentitasnya Kota pendidikan menuju kota hotel Ketika bangunan hotel mengalahkan jumlah universitas

Yang Maha Membaca

125


Ketika itulah keistimewaan telah dipukul keras Kedaulatan rakyat yang telah dirampas Serta sikpa penguasa yang tak pernah tegas Untuk menjaga identitas yang berharga demi kota impian Kematian telah berada di depan gerbang pintu Akankah penguasa menjadi malaikat? Untuk menyelamatkan negerinya Dari keserakahan iblis Yang selalu mempersiapkan diri Untuk menaklukkan iman kebenaran Ketika semua telah berusaha Penguasa masih sibuk berpesta Dengan sikap yang tak pernah mementingkan Kebaikan dan masa depan kotanya Kota sekarat yang menunggu datangnya para pembebas atau mati oleh para kaum iblis? Perlawanan yang takkan pernah mati Itulah harapan semua orang demi kembalinya kota harappan, 10 Februari 2015

126

Yang Maha Membaca


Kekasih Sejatiku Aku mungkin telah sangat jauh darimu Kekasih sejatiku, Aku kehilangan dirmu dalam jiwaku Spiritmu, aku padamkan dengan kelalaian Ujung tombak penaku Aku padamkan dengan niat yang tak lagi tulusk sepertimu Apalah kekuatan seorang Hamba dihadapanMu Yang masih sering bimbang Ditengah arus identitas yang tak pernah jelas Jangan kau kaburkan hatiku Ketika jalan terang telah kau tunjukkan Biarlah kau menjadi kekasihku selamanya Agar aku menyatuhkan perbedaan yang selalu dipermasalahkan Aku tahu, aku hanya seorang Hamba Kasih sejatiku Jangan kau jauh dariku Cahaya dunia ini tak mampu menyinari jiwaku Biarkan aku bersamamu. Jumat 26 februari 2016

Yang Maha Membaca

127


Mawarku Ketika aku tak kuat Kau hadir memeluk erat Agar aku bangkit Agar aku melawan Agar aku bisa, menghancurkan segala dehumanisasi Kau ajarkan banyak pelajaran, berjuang dengan ketulusan Membersihkan jiwa pada titik tertingginya Sehingga penyatuan diantara kita Takkan pernah terhalang oleh kegelapan Kasih, apakah kau lihat air mata ini? Dia menetes memanggil namamu, mata yang semakin tajam memandang ini Merindukan wajahmu yang senyum, dengan cahaya yang berkilauan Kita lewati segala tantangan, dalam gengaman Yang tak pernah lepas, walaupun aku sering, berbuat kenakalan Yang kadang-kadang membuatmu tertawa begitu riang Kasih, peluk jiwaku yang rapuh Aku tak punya cahaya selain dirimu, ketika kau pergi jauh Aku selalu berakata bahwa buku teman terbaikku Kasih dimanakah kau hari ini? Ketika dulu aku diasingkan, melakukan perlawanan Kepada guru guru yang tak adil dalam bersikap dan

128

Yang Maha Membaca


memberikan nilai Melawan teman-teman yang melanggar aturan Kau selalu menemani perjunganku Kasih, hari ini begitu sepi Aku melawan mereka, yang menjual prinsip dan ilmunya Demi kekuasaan Dulu kau bilang, aku tak perlu jadi politisi Masih ingatkah kau? Ketika kita duduk ditaman yang hijau Kau begitu mencintai lingkungan Yang mulai menghilang dinegeri kita, Kasih, aku akan tetap menjadi bintang Aku akan tetap berjuang, menghancurkan segala kerakusan dan ketidakadilan Aku sering diam, karena wajahmu melintas menjadi bayangan Yang selalu memanggilku. Minggu 6 Maret 2015

Yang Maha Membaca

129


Cinta Jika cinta memusatkan wanita Pada energi dan pikiran yang tak berguna Sesungguhnya, cinta itu telah menjelma menjadi racun yang berbahaya jika cinta melupakan tugasmu untuk berdakwah, biarkan cinta itu terkubur bersama, bangkai-bangkai yang membusuk cinta, tak mengajarkan kebahagian jiwa para pecinta saja cinta, benih-benih untuk mencerahkan. Kenapa cinta kita dan era sekarang terjebak pada logika kemewahan Bukan logika perjuangan, logika-logika harapan tanpa penyelamatan kemanusian Cinta itu kemaslahatan Ketika kita menjadikannya sebagai gerbang Untuk memulai lampu-lampu meninari negeri kegelapan Cinta itulah kekuatan, Gerbang-gerbang kekuatan global, menjelma menjadi cinta yang tak masuk akal Naluri dimatikan, tubuh selalu digadaikan Cinta tak menyelamatkan jiwa, seharusnya Dia dijalan untuk membela, mereka yang terluka oleh kejahatan Jika cintamu berpegang pada prinsip syariah

130

Yang Maha Membaca


Maka berjuanglah dijalan kebenaran dan kebaikan, Lawan segala ketidakadilan bukan terjebak pada romantisme agama Rasulullah mencintai Khadijah Begitupun sebaliknya Tapi cinta mereka Untuk pencerahan dan melawan segala kerusakan. Selasa 8 Maret 2015

Yang Maha Membaca

131


Ariadi Cilang U @lamongan

132

Yang Maha Membaca


Dari Pencarian - Melukis Senyum

Berawal Pada Sebuah Keindahan Puspakitri; Dahulu begitu aku menyapa perawan dari kota sejuta kenangan itu. Masih tentang rasa yang sama, setelah sekian lama berlalu. Masih saja sama seperti ketika hujan mengguyur senja itu.  Semburat rasa pada paras wajahmu Kejujuran usai bisikan bola mata  Pernah aku menghapus Tak urung jua kupahat kembali :Hanya senyummu yang ku pinta Sekedar kadar perasaan kau uraikan pilu-sembilu kita pada ujung jemari, harap pagi hingga ujung kesia-sian. Dengan senyum penindasan pada hati yang menjerit oleh sebab robekan pada luka tersemai garam, aku sayat dengan sembilu berwarna kemuning nan memotong beku darahmu. Namun kau yang berjiwakan malaikat dengan hati bidadari taman surgawi tak mengukir kejujuran pedih perih kecewamu padaku. :hanya senyum manis madu : racun kau telan dalam-dalam  Bilang saja pada semua

Yang Maha Membaca

133


Tak akan mengapa terlucut dari mulut sesumbarku, niscaya Dan semua sayatan menjadi satu kenangan Walau bukan bukti cinta, niscaya kelak semua membuktikan

134

Yang Maha Membaca


Secarik Mimpi Terbuang Adakah tempat nyata dalam bola merah nan bermain mata dalam gemintang malam. Mungkin mereka hendak mengambil cincin Saturnus untuk mengikat jemari lentik kekasih. Namun belum pernah terpikir. Â Pun bila kelak mungkin kembali, dapatkah seonggok daging merah ini melewati cahaya. Mendahului dan terlepas dari hukum yang mengikat segala yang bernama kehidupan. Â Kehidupan, di mana segalanya dipandang sebatas mimpi. Sesingkat tidur siang berbanding waktumu. Walau selama denting jam dinding tetap saja membuatmu rela menukarnya dengan keabadian. Â Dunia mengenal emas layaknya yang terindah. Tidak sekedar kisah para raja masa lalu. Bukan sekedar misteri lembah Giza. Namun asumsi di bawah cakrawala Adam membuat persepsi mengatakan bahwa emas akan mengantarkan kepada awal mula keberadaan manusia. Â Dipandang lebih dari sekedar uang yang banyak dipuja masa kini. Semua menerima bahwa emaslah yang terbaik dalam rangka dunia maya. Di mana manusia berhasrat mencipta kompetitor yang

Yang Maha Membaca

135


melebihi dirinya. Akal bukan semata barisan logika matematika. Sekali pun dikatakan dengan kebenaran hakiki bahwa jika kamu berfikir sesungguhnya itu adalah sebuah pertanda bagimu. Memang kita tercipta untuk menjadi penanggung jawab atas segala yang ada di langit dan di bumi. Bila langitmu adalah langit Adam maka usailah sudah petualanganmu. Menafikan adanya Dzat Maha Di atas Segalanya. Menyatakan bahwa diri ini adalah rekayasa kecerdasan yang belum diketahui keberadaannya. Namun jika kelak engkau menelusuri kaki langit Idris. Maka semua itu akan tiada berguna sebatas landasan yang melahirkan rasa enggan, segan kau buang sebab realita adalah mimpi yang kau rindukan. Di bawah langit itu kelak kenyataan sesamar khayalan. Sedang khayalmu sepekat kenyataan. Ketika segenap akal sehatmu menafikan kenyataan, semu, bahwa dunia ini keindahan fana. Realita berdurasi tersingkat dari semua realita yang kelak akan ditempuh. Sebagaimana telah dilalui selama sembilan bulan sepuluh hari. Dahulu juga terasa sama bila saja kau ingat semua itu. Mungkin, tawamu membahana sekarang. Ketika mengeja larikan kata ini.

136

Yang Maha Membaca


Tanyakan pada hatimu yang senantiasa dalam genggaman-Nya. Bagian dari dirimu yang terlindung dari segala realita penguji keyakinan. Di sana, bila kau mengerti hakikatmu, maka ingatan itu ada. Sebuah perjanjian yang senantiasa nyaris diingkari. Perjanjian nan menentukan keberadaanmu dalam kandungan bunda. Dan semua itu lebih dari sekedar takdir ilahiah. Di mana sebagian sepakat, yang lain bergejolak. Selebihnya menafikan keberadaan dimensi pertama itu. Lantas bagaimana dengan Atlantis, bila saja keyakinanmu akan dimensi saja masih bergelora layaknya kau sedang jatuh hati pada seorang gadis bermata bintang yang berkedip-kedip dalam gelap malammu. Bila fisika membatasi kemungkinan percepatan dalam manuver, lalu biologi merenggut kesadaranmu, maka lepaskan seragammu. Baringkan sejenak tubuh letih itu. Dan rasakan, cahaya lebih lambat darimu. Sang Nabi tidak kurang apa pun usai percepatan dalam ranah imajiner terjadi. Dan hanya butuh keyakinan untuk mendekatkan Matahari dan Alpha Centauri yang sejauh hampir separuh dasawarsa menurut cahaya. Bukan aku katakan bahwa keyakinan adalah

Yang Maha Membaca

137


segalanya. Namun di sana telah lahir sejuta kenangan yang menggetarkan bulu mata. Masihkah kau berfikir bahwa saudara kita, manusia yang berfikir bahwa kita melakukan penyesuaian pada semesta yang kita miliki, berkata benar adanya? Berpikirlah ketika menatap pegunungan nan menjulang ke langit. Gedung-gedung yang berdiri mengangkang. Tidakkah mereka sewujud tunggal? Yakinkan aku bahwa tidak membantahnya. Gunung, di atasnya surga kehidupan. Gedung kotamu di dalamnya keramaian. Itu pun dirimu, tetap saja masih darah, daging dan tulang. Bila kau pisahkan maka relung-relung kosong di sana. Dan dalam foto tampannya wajah, cantiknya paras, di sana lubang dan panorama bak gunung dan gedung kota. :ketika keadaan menjadikan ketiadaan ada, apa yang kau pikirkan? Hingga kini, bahkan jauh dari sebelum waktu bergulir perlahan dengan kepastian tak terelakkan, semua ini masih menjadi pertanyaan yang sama. Dahulu semua ini menjadi tawa membahana. Kini raut wajah menghiasi rasa akan jawaban. Lalu bertanya pun sia-sia. Hanya menjadikan diri terbuang kian jauh dari kumpulan.

138

Yang Maha Membaca


 Bukan sekedar terbuang selayak, Aku, Chairil Anwar. Lebih dari itu, karena mawar bukan mawar bila lain namanya. Aroma boleh saja membuat sebutan itu sirna. Namun yang tersemat sedari disebut membuat semua begitu berbeda adanya. Dan ketika mimpi kian merasuk. Terjatuh dalam dunia nol. Semua begitu berbeda. Tiada lagi mimpi indah, bukan lagi mimpi buruk.  Di sini, Atlantis tidak lagi membuat hasrat menerobos celah-celah rasa. Semesta terjadi begitu saja. Sedang sadar bahwa bukan Tuhan ada dalam otak nan letih. Hanya menanti untuk menua. Berharap cepat saja daya pada realita pudar. Dan kau pun akan berakhir dari dunia aneh.  Mimpi adalah jagat raya. Tidak seorang pun tahu di mana batasannya. Hanya misteri yang selalu tersisa dari sana. Terbuang dalam hening, melukis liar dalam kenangan. Dan ketika kau temukan keping-keping kenangan dari mimpi maka kekacauan menyelimuti segenap langkah. Ingatan tidak lagi memiliki validitas berarti.  Sekali lagi, hanya bila keyakinan itu ada dalam dirimu maka kekacauan itu akan berakhir. Layaknya ketika langit Idris engkau saksikan. Ketika horizon yang kau tatap adalah horizon Idris sedang kau

Yang Maha Membaca

139


berdiri di bawah langit Adam. Hanya keyakinan yang akan menolongmu dari semua ketidakjelasan dan keraguan. Â *** Â

140

Yang Maha Membaca


Dalam sederet angka enam berjajar tiga telah tersurat baik oleh Jayabaya nan tanpa raga juga dalam kalimat insan pemegang tahta tertinggi dalam catatan. Muhammad. Â Dan kini pasar pun hadir dalam genggamanmu. Namun tak mengapa biar gema pintu neraka terbuka mengalir bersama udara. Biarkan saja perhelatan Maha Pralaya ketiga bergaung. Â Di sini dalam peluk hangat pertiwi. Walau tirai bambu mengedar warta awal dan akhir ada pada makhluk yang dalam catatan seorang cendekia tak lebih dari harga sebelah sayap capung. Aku tetap mengatakan semua kefanaan ini indah dan baik-baik saja sejauh hatiku dalam genggaman pemilik nafas ini. Â Karena sepanjang waktu aku habiskan bersama warna yang ada. Biar saja aku, mereka menafikan Tuhan. Biar saja mereka memiliki Tuhan-nya. Setiap insan memiliki ajarannya. Layaknya orang tua, kau begitu pun aku. Dari sana warna dasar itu berawal. Â Bersama membuat keyakinan tumbuh dan berkembang. Dan sepohon kayu nan tumbuh bukan hanya membesar dan meninggikan tubuhnya. Akar itu merasuk jauh ke relung bumi. Mencari apa yang engkau perlukan. Dan ketika disadari, tumbuh bukan sekedar bertambah bukan juga cukup berubah.

Yang Maha Membaca

141


Apalah guna isi kepala jika hanya berisi satu warna. Bagaimana kau tahu itu bernilai, bila arti dari lain warna tak pernah engkau raba. Ketika dunia kian menua, tak perlu menyelam ke dasar samudra ‘tuk tahu apa isinya. Begitu pun meraba warna dunia. Sehingga tidaklah lagi tanganmu akan kotor oleh pewarna yang kau raba. Sebab semua lebih dari sekedar warna pelangi. Tataplah langit Adam lebih dalam dan di sana sesungguhnya hanya ada satu warna polycromatic, begitu disebut dalam bahasa materi. Sedang pada langit Idris, semua itu hanya satu dari sekian warna yang ada. Dan tiap warna di sana bukan sekedar sewarna. Ketika bertemu semua menjadi begitu berbeda. Menggilakan pemikiran bila tak kau bentengi dengan keyakinan. Hingga akhirnya berakhir di balik jeruji besi dan mengantongi sertifikat kejiwaan. Lantas siapa yang waras dan siapa yang gila bila dunia pun gila. Bila kelak langit Idris terlihat, lalu kau lupakan cakrawala Adam. Maka yang pantas adalah jeruji besi dan pasung. Dengan penenang berkadar tinggi. Berpikir diri ini adalah Tuhan. Membawa mimpi kepada realita jalan pintas. Berpikir masih tidur

142

Yang Maha Membaca


ketika langkah kaki telah jauh dari peraduan. Bukan hanya dalam larik-larik kata dalam ayat penciptaan dalam perjanjian. Demikian pun dalam sebendel kalimat penuh makna yang tak lekang itu. Â Manusia. Elok pencipta yang hanya terkalahkan oleh alam. Lebih dari bisa melakukan pekerjaan alam. Dengan kesombongan jadikan diri melampaui iblis. Dalam keikhlasan menundukkan malaikat. Terbukti oleh Sang Nabi. Kini, ketika manusia digerogoti sakit tiada tara. Membuang sisi penolong diri, menjadikan sosok nan dikata sempurna di antara sekian makhluk sebagai hina-dina jagat raya. Yang tersisa tidak ubahnya seonggok daging penuh kesombongan berteriak ketuhanan. Â :akulah Tuhan itu, sedari, sekarang, esok, lusa, selamanya. Â Dalam diri berisi sepaket sifat nan dicipta menyanding akal. Tidak dapat engkau menafikan, maka jadikan dirimu pawang akan sifat itu. Pemimpin bagi diri, sehingga kelak kau bijak memimpin kaummu. Berpikir bahwa ada yang lain, mereka yang kadang berkunjung ke Bumi. Menjadikan sebagian dari kita berkata manusia adalah rekayasa genetika mereka yang pernah berkunjung sebelumnya. Dan mungkin akan kembali.

Yang Maha Membaca

143


:itu konyol. Berjuta legenda bertebaran, menyatu menjadikan lautan badai berisi tsunami dan gempa bumi berskala sejagat. Dan bila demikian hal yang dikatakan, maka benarkah penciptaan Adam. Benarkah Tuhan itu makhluk yang tidak dikenal. Sedang dikatakan bahwa manusia adalah bagian dari-Nya. Kembali pun padanya. Begitukah jawaban atas keadaan di luar nalar? Bila ingin melihat hakikat maka pemahaman pada semesta sebab dan musabab menjadi kewajiban. Ketika warisan Fira’un menjadi misteri, bukankah sudah sewajarnya. Layaknya dikatakan dalam kitab. Dia adalah pemuja setia, pendua sejati. Penantang nan berteriak lantang pada utusan-Nya. Bila demikian, ketika tidak menafikan adanya Jin. Maka semua itu menjadikan keadaan begitu dekat dalam ranah akal. Bukan lagi keadaan nan mustahil dilakukan. Mereka ada dan hidup dengan dunia dan hukumnya. Bila kita miliki Hubble, Kaguya Spacecraft, F22, bahkan Columbia nan mampu menembus horizon Adam. Pun mereka dalam ranahnya. Manusia, dzat yang di dalamnya bersemayam segala sumber energi. Segala kemungkinan. Hingga bila cukup syarat, gunung pun gugur sekali pijak.

144

Yang Maha Membaca


Pun semua itu tetap melahirkan pengakuan akan spiritualisme karya manusia. Keyakinan nan cacat, jiwa nan tak waras. Sepantasnya berumahkan ikatan rantai dibalik jeruji. Â ***

Yang Maha Membaca

145


Dan bila benar engkau ketahui rahasia tujuh lapis langit maka semua jawab atas tanyaku ia pahat pada ujung makhluk tujuh warna. Dalam perjalanan telah aku temui pengecoh terindah nan mampu mencipta surga untukmu. Ia pun tunduk pada daya Maha-Daya Kekuatan yang dengan penuh harap dapat aku pinjam barang seper-sekian putaran arloji yang melingkari jagat raya. Tak apa bila aku tidak menjadi seperti saudara laki-laki kita kawan. Cukuplah aku menatap warna Langit Idris usai terurai warna Cakrawala Adam nan hampa bila kau puja. Dan langit ini begitu menenangkanku dalam badai kegalauan di gejolak tsunami dalam gempuran meteor dan guncangan bumi yang tersedak keserakahan. Dan entahlah tentang Gaia dan Kaguya juga kebaikan Atlas. Tidakkah lelah dirimu wahai Gaia, kau peluk bola biru sepanjang waktu. Tidakkah engkau letih dan melepuh, Kaguya nan rupawan dari pandangan, aku mengerti sebab kau ibarat gunung penuh jurang ngarai dan kepulmu mencekik bila aku menyentuh ragamu yang telah digariskan bermaharkan zamrud terindah. Dan kau Atlas nan setia menemani Gaia, jaga bidadari penuh kasih mesra. Dan bila kau rela biarkan aku menyapanya.

146

Yang Maha Membaca


(Atlas, ngomong-ngomong Gaia sama Puspakitri cantikkan siapa? Kalau dibandingkan sama Kaguya, Shinta, terus piala dalam tragedi cinta Yunani dan penggoda Yusuf AS bagaimana? Pasti lebih cantik Puspakitri kan? Awas kalau jawab tidak!.) Dalam pencarian aku mengenal kalian begitu agung. Namun aku menatap kalian dari sudut mataku. Berkiblat pada firman nan teruntai dalam bait-bait bermakna tanpa batas dan tak lekang oleh waktu. Wahai engkau yang menggenggam hatiku, betapa aku telah menggurat berjuta kecewa melampaui batas maafku. Walau semua itu engkau ketahui sebelum penciptaan engkau kerjakan dengan tanganmu. Kehormatan mulia telah dicipta bukan lewat kalimat. Dan tempat teraman adalah wilayah pemegang peringkat penuh aral, sejauh mata meraba itu rumah kita. Lempeng-lempeng mengapung di atas bubur merah bermuatan makhluk biru berasa asin, lalu tawar sebagian. Dan mengapa tiada tempat aman di kolong langit ini. Semua hanyalah penggoda jiwa-jiwa yang diberangkatkan dalam ketenangan. Dan membawa misi kembali dalam ketenangan Bila engkau membaca maka bacalah dalam kerelaan

Yang Maha Membaca

147


lubuk hati agar jiwamu mampu melukis jawab untuk hari kelak kau menembus batas dalam izin kembali. Atau kau dapat memahami semesta raya dan mengerti mereka. Maka dengan sendirinya aku yang bila kau tanya berkesan sebentuk cincin di jari akan mengukirnya. Â *** Â

148

Yang Maha Membaca


Hadirmu apa hanya untuk meninggalkanku sendiri. Tahukah dalam hening aku merintih sakit. Kepergianmu laksana isyarat suatu akhir.  Harap ini pun aku bawa ke dalam sujud. Agar tenanglah segala rasa yang bergejolak. Namun kau tetap menatapku dalam ketegaran omong kosongmu  Apa yang kau lakukan. Tidakkah kau merasakan jerit hati yang kau ambil. Biarkan aku damai. Izinkan aku terlelap dalam damai malam. Walau tanpa siluet senja dalam renyah senyummu.  *** Â

Yang Maha Membaca

149


Kau kehilangan oleh sebab menemukan. Semua menjadi akhir ketika kau awali. Kau tinggalkan jejak dan dimulailah masa lalu  Sakit jika menemukan  Dan aku tidak menemukanmu melainkan dipertemukan. Ketika tiba waktu dipisah maka aku pun kembali pada kenyataan bahwa aku hamba. Lalu semua baik-baik saja, seperti adanya  Sakit memang sakit. Namun apa hendak dikata bila bukanlah kita penguasa akhir kisah. Dan segalanya selayak mata koin nan bersisi dua. Berpasang bagai siang dan malam  ***

150

Yang Maha Membaca


 Entah lagi berapa aku luput walau sekadar kenangan. Semua kau jalani seiring tulus, sehangat mentari selembut sapa malam dan senja. Tak apa ratusan kilo aku jejaki, sampai melepuh tidak sepadan sembilan bulan. Gelegar petir dalam hujan berangin kencang tiada arti melawan perjuangan menunjukkan dunia pada bola mataku.  Semua untukku semoga untukmu jua. Aku karenamu bertahan. Biarkan aku menggelitik hatimu dan tersenyumlah sampai di peluk hatimu kelak  ***

Yang Maha Membaca

151


Aku terlalu lemah untuk sekedar berucap. Terlanjur robek. Tak apa, biarlah begini saja. Bertemankan alunan mesra hening pagi aku memupuk harapku menyambut belai lembut embun. Penyejuk dahaga nan tercipta sebelum cahaya. Semburat jingga di ufuk menggambar kehangatan, menyapa senyapku yang menggigil menanti harap. Hangat terasa, ketika aku sambut mentari semua membuatku mampu bertahan lebih lama. Aku tidak menyerah, mungkin kau tahu bagaimana semua terjadi, ketika malam membosankan angan. Namun mimpi menghempaskan kesakitan, kenyataan mencandaiku dengan prongah. Aku hanya mampu tersenyum mesra walau kau buang tatapmu. Biarlah kau begitu. Hanya segaris senyum yang aku punya. Tak akan habis walau kau kuras sayang. ***

152

Yang Maha Membaca


Bagaimana? Kamu itu cantik buanget sih Jelas aku kesengsem natap mukamu Orang ganteng kejatuhan genteng, puyeng. Anak cantik digigit itik, melirik. Hendak menangis segan kehilangan kesan kemayu, Kau hendak begitu tidak, Cah Ayu. Kau bilang aku merayu, dasar kemayu kamu, tapi nyatamu ayu. Apa hendak dikata bila semua laku pantas buatmu. Tapi tidak yang itu Yang mana ya yang itu Jadi malu Jikalau kamu begitu tentu lucu  Ah aku lelah merayumu Cah Ayu Minum susu bersamamu tiada jemu menjamu  Kamu tak mau aku teguk sendiri Jangan mengungkit setelah berlalu  ***

Yang Maha Membaca

153


Kau yang menyumbat kedua lubang telingamu, menepis kalimatku. Tidak ada bedanya Pahit. Gontai langkah, renyah rasa. Enyah saja kau harap. Ke mana kau menuju dengan atau tanpa kesempurnaan wanita. Ke mana, hanya diam. Semua memimpikannya sayang. Aku pun jua, namun lihatlah kita. Semua ini yang terindah Biar kelak tiada tangis polos dan rengek manja Biar saja Aku tetap tak beranjak Lantas apa yang kau gaduhkan hingga mengaduh laksana kesakitan Hendak kau cincangkah harapmu pada keajaiban. Semua ada, sejauh khayal itulah mungkin. Genggam jemarimu, peluk asamu. Aku datang untuk merengkuhmu dalam hangatnya mentari taman bunga abadi. Kita di sana bersama karena cinta ini kelak. Maka bersama kita melukis warna pelangi dan jangan tanyakan mengapa ada sang hitam bila putih menyenangkan. Aku di sini melukis taman bunga pelangi untukmu, kelak keajaiban melelapkanmu di sana. Kala kau terjaga, boleh tak kau lepas erat pelukmu. ***

154

Yang Maha Membaca


Usang sudah Pudar angan dalam gundah Kau tetap diam membungkam Bahkan ketika aku menutup daun pintu sambil keluar Aku mengerti mengapa kau begitu Biarlah aku menjelajah duniaku membuang kesah tentangmu Biar melenguh matahari sebab kedinginan Telah aku katakan padamu Entahlah untuk kesekian, tidak lagi ingat hitungan Pada akhirnya kau pun mengenalku dari isyarat angin Burung-burung mengabari katamu Gemintang malam melukisnya :ku akui sekarang dan aku tenang di sampingmu

Yang Maha Membaca

155


Tony R. Gothyc

156

Yang Maha Membaca


Awal Juli Sepenggal kisah Sebelit kata Setahun adalah fatamurgana, Satu Juli Lelah di depan mulut Pada raga yang menjauh Tak ada yang benar-benar pergi, Terdengar ucapan; “terima kasih...” Atas cerita di awal Juli. Lamongan, 12 Oktober 2011

Yang Maha Membaca

157


Bersegama Dalam Mimpi semalam menggeliatku kembali bercinta larut dan tenggelam dibalik gelapnya malam, saat mimpi mengangkat makna yang ada hanyalah serpihan bayang, semalam; aku hanya bercerita, bukan bermesra berawal dari tatapan mata membius tajam menghempas jatuh dalam ranjang lelap, beranjak subuh; tak dapat kusaksikan di lengkung bulan dan, lebih baik bersegama dalam mimpi  Lamongan, 22 April 2012

158

Yang Maha Membaca


Selepas Tahajud terkemas dalam do’a semoga bayangmu menjauh; kalau sekedar penggoda, aku ingin yang halal bukan penampakan berkhayal apalagi birahi mimpi; salam takdir illahi pada tenggelamnya tahajud ini  Lamongan, 25 April 2012

Yang Maha Membaca

159


Bayang Kegelapan dalam kegelapan malam, ketika terang mulai menghilang  sebentar, menapaki senja dalam diam kesepian seakan ingin berontak bayangan merah telah datang bertahan menancap keras di dada  ketika lentera mulai padam telah habis semua minuman terdengar suara botol pecah hilanglah, setan,  terbakar, sebatang lidi wangi kembali, tertekuklah jiwa pada kisah kegelapan pada sisi kesendirian berselimut awan hitam janji kesetiaan telah hilang, semua kembali pada kenistaan; selimut bayang kedustaan terpanah dalam kebencian  gelap memang selalu penuh misteri dalam gelap acap mengadu berkontemplasi akan kekerdilan diri  Lamongan. 4 Maret 2012

160

Yang Maha Membaca


Di Sudut Pantai Kuta pasir putih berkilat di tepian pantai menari mengayun ombak terhempas angin pembawa dahaga, ingin ku diamkan desiran angin berlalu-lalang meredam deburan ombak penuh aksara, binar-binar keindahan kerap terasa kadang kabur melebihi kabut serat warna putih tebal tak tembus cahaya temaram; ini harus berakhir desis bathin mengingatkan, tetapi rasa asmara terbakar menghanguskan desakan birahi terbuka di pelataran asa dan jiwa terbata-bata kehilangan angan sempit meronta, di sudut pantai kuta pasir basah menenggelamkan dada  Lamongan, 16 Februari 2012

Yang Maha Membaca

161


Zikir Segelas Air (2) hadirkanlah zikir pada segelas air, pada kesaksian kaki menyibak rahasia hidup dalam kealpaan, mencari namamu merebahkan tubuh terbujur kaku mengulas cerita membisu dalam gelap, mencari Tuhan asingkan raga hingga terpejam January 27, 2012

162

Yang Maha Membaca


Sujud Selembar Kertas kuceritakan suratan hati padamu bukan sekedar kau baca, bukan sekedar seperti angin lalu bertiup membawa debu, namun ada harga yang begitu mahal ada harapan yang begitu besar, air mata mengalir bersama desahan asmara keringat dingin mengucur di antara buah dadanya dalam hatinya berbisik; dosa dari kisah di balik penjara kelambu merah sujud di selembar uang kertas; seratus ribu rupiah senyum lembut kepasraan bibir basah membekas di antara raga para penjaja cinta bidadari pengantar ke surga dunia lekaslah diriku memuja mencekik-mencekik hamparan merindu memucuk langkah serenada membisu selangkah bermadu; seratus ribu. . . andai waktu hari ini layu Lamongan, 06 Januari 2012

Yang Maha Membaca

163


Nyanyian Pemberontakan untuk; Alm. Pejuang Soerabaja kehidupan ini rangkaian aksi cerita tak pernah dirumuskan perjalanan waktu tak pernah dilukiskan kami seperti bunga dirontokan tergerus gelombang penjajahan nyanyian pemberontakan; hancurkan, bergetarlah seluruh jiwa raga sulutlah api juang membara musnakan. . . saat pedang menyatu disukma semua berubah menjadi hentakan; lawan, kegirangan menjadi tangisan kami dipelihara perasaan penuh amarah pemberontakan tanpa doa menanti kematian berbicara sebuah cerita berasal dari bawah tanah Lamongan, 04 Januari 2012

164

Yang Maha Membaca


Kemunafikan Atau Penghianatan dulu, mawar itu merekah harum sekarang durinya begitu tajam, kertas putih yang tergores tinta hitam warnanya mulai memudar hilang, masih ingatkah.!! kau mengajarkanku mendekati bahaya mengepalkan tangan ke angkasa, namun kau lari dengan tangan melebar aku yang termenung dan terbelenggu terdiam dan tertampar; sebuah antagonistik yang masih menjelajahi kebimbangan; perlawanan antara hati dan logika halusnya sutra berubah dusta, lembutnya kapas tidak seperti nafas, tenggelamlah aku dalam pelarian menghias diri penuh kegelapan kembali bersuara mulut-mulut nakal berbicara tanpa arah, namun aku masih percaya nyanyianmu menimbulkan fitnah semua begitu kontradiksi

Yang Maha Membaca

165


seperti keledai yang mampu berlari terjerumus lubang despresi mungkin, tidak ada rantai memanjang dan; lentera yang menyala terang kini, mataku menangis perih sedang bola matamu berlari-lari kakiku terbujur kaku sedang ragamu menari-nari dan; bagaimana aku bias mendaki sedang tali selalu kau gunting tanpa peduli, lihat, ketika cermin itu retak tubuhku kembali terkoyak, merangkak, dan membuat jantungku tersentak, ya, masih terlihat jelas wajahmu umbar senyum namun malaikat nyata menangis ada penghianatan dihati namun ingat.!! seiring waktu berlalu kau akan gugur hampa ke bumi seakan kau tak pernah ada, sekarang, panggil saja aku yang “munafik” ini bukan lagi dusta,

166

Yang Maha Membaca


namun pengakuan nyata. Â Lamongan, 10 Nopember 2011

Yang Maha Membaca

167


Agam Primadi Kelahairan Bangka Selatan, pegiat Vespa Pustaka

168

Yang Maha Membaca


Hanya Untukmu Malam sunyi tanpa bintang Gemuruh angin berjalan deras tak tentu arah Sejalan dengan rasaku yang terbungkam Seperti hatiku yang sekita membatin Ku pandangi langit yang timpang Dan bumi yang tinggal tulang belulang Serta sosokmu yang selalu terniang dalam ingatan Lazimnya seorang yang kasmaran Bumbu bumbu cinta kasih itu selalu ku jaga untukmu Percayalah kasih, Rindu ini seutuhnya milikmu. Proketen, 6 agustus 2015

Yang Maha Membaca

169


Revolusi setengah jadi Orde lama sudah berganti, kroni dan gerombolannya pun sudah mati Kini tertinggal hanyalah sebagian orang yang hidup di era globalisasi Sementara aku hanyalah anak negeri yang mencoba berotasi Yang mencoba belajar beradaptasi terhadap kemajuan teknologi Katanya negeri ini penganut demokrasi Tapi hak bicara dirampas Musyawarah mufakat ditiadakan Lobi lobi penuh penuh dengan intrik dan kepentingan Katanya semua orang bersaudara Tapi penindasan semakin menjadi jadi Perbedaan kelas semakin legal Lantas dimana makna Revolusi Wacanakah atau memang tidak pernah ada.

170

Yang Maha Membaca


Salam perpisahan Sahabat, Setiap pertemuan pasti menemukan yang namanya perpisahan Setiap kelahiran akan bertemu dengan yang namanya kematian. Entah itu hari ini, esok, ataupun lusa Tidak ada yang dapat menebaknya dengan ramalan Sahabat, Waktu yang memperkenankan kita semua bertemu Waktu yang memperkenankan kita menyatu Waktu yang mengizinkan kita bercita tentang banyak hal Dan waktu pulalah yang kelak akan memisahkan kita. Sahabat, Terima kasih telah mengajari kami banyak hal Terima kasih telah rela berbagi ilmu kepada kami Terima kasih telah mewarnai hari-hari kami dengan ribuan kebaikan Terima kasih atas keceriaan yang ikhlas Terima kasih untuk semuanya Salam perpisahan

Yang Maha Membaca

171


Sebuah Pengharapan Semua telah berakhir Tak seperti sedia dulu yang manis Ketika semua terjamah senja yang kelam Pelangi sore yang setia menanti hujan Dan aku masih merenung dibawah panasnya kopi Akankah kau menanti kedatanganku kelak ? Menyambutku dengan canda tawa riang pertanda “selamat datang� Akankah kau tetap mengajakku bercanda di ujung jembatan kayu itu ? Akankah kau tetap memeluk dan menciumku seperti dulu ? Seperti yang pernah kita lakukan diatas jalanan yang kotor Ataukah hanya desiran angin yang menyambutku Bak laksana karang ditengah lautan yang menanti hempasan biru ombak Jalanan kusam, pohon rindang biarlah melihatku dalam murung pengharapan ini ....

172

Yang Maha Membaca


Kasih Kadang aku merasa bermimpi sayang, Teringat senyummu yang sayu penuh isyarat Yang menenggelamkanku pada kenangan hari itu Kekasih, Lembut kapas seakan membelai daun daun yang kita tatapi Sejenak bercengkrama dengan indah, seakan menghiraukan kita sedang memandanginya Saat larut menyapa rona rona kehidupan, Janji ukiran batu mengawali hari lelahmu.. Pajangan hiasan lembut kapas membelai mesra putih aduhai selaput kulitmu Kita termangu, menyadari keelokan Rabb Oh....kasih, Biarkan kita berdua Biarkan saja kalau dunia ini kiamat, Karena takdirnya telah ditentu Tapi aku dan kamu harus tetap saja bergadengan tangan mengukir dunia ini menjadi taman-taman yang penuh dengan keindahan Taman syurga dunia untuk anak anak bermain riang dan tertawa, belajar menghargai hidup yang sementara Biarkan saja dunia ini menua, tapi kita tetap saja mengeratkan genggaman menikmati cinta suci ini..

Yang Maha Membaca

173


Lukisan Desaku Desir angin hilir mudik menerpa kulit Hening malam tercipta tanpa bantuan Suara suara sumbing kerumunan jangkrik sambut menyambut Teriring riang tawa para penghuni desa Desaku sayang, desaku malang Sepi akan penghuni, tapi ramai dengan cinta Ramah tamah, santun nan ceria para penghuni Hatiku riang hatiku gembira Tenang tentram yang selalu menjadi dambaan Semoga cinta dan damaimu selalu terjaga Proketen, 6 agustus 2015

174

Yang Maha Membaca


Untukmu Ayahanda (H. Zahirin,SH) Aku tahu umurmu tidaklah semuda dulu Aku tahu rambutmu tidaklah sehitam dulu Aku tahu daya ingatmu tidaklah sehebat dulu Aku juga tahu tubuhmu tidaklah segagah ketika engkau menggendongku dulu Ayahku, Detik ini, aku meneteskan air mata ditengah sunyinya malam Teringat akan sosok engkau yang sudah tak seperti dulu lagi Sosok yang tak akan selamanya mendampingiku Sosok yang tak akan selamanya menasehatiku Juga sosok engkau yang tak akan selamanya menghiburku dalam diam kesepian Kapan waktu itu datang ? Ntahlah, hanya dia yang tahu Terima kasih ayah

Yang Maha Membaca

175


Untukmu, Khodijah Aku bukanlah pelaut ulung yang pandai membelah samudra Aku bukanlah penyanyi hebat yang bisa merampok jutaan telinga penduduk bumi Aku bukanlah sastrawan yang ahli dalam memperkosa kata Aku bukanlah pesulap handal yang setiap hari bekerja menghipnotis ribuan mata Aku bukanlah badut yang bekerja ikhlas demi menebar senyum kepada balita Aku bukanlah Muhammad yang sempurna dimata Allah Aku bukanlah saudagar kaya yang punya banyak uang Ketampananku tidaklah melebihi Yusuf Kepintaranku tidaklah melebihi para filsuf Merenunglah dalam kebijaksanaan Proketen, 20 Agustus 2015

176

Yang Maha Membaca


Laode Alimin Pulau Buruh

Yang Maha Membaca

177


Negeriku 1.000? NEGERI KU Rakyatnya sejahtera NEGERI KU Pendidikannya merata NEGERI KU Kesehatannya baik NEGERI KU Hukumnya adil NEGERI KU Kaya dengan sumber daya alamnya NEGERI KU Tidak ada yang namanya KORUPSI NEGERI KU Pemerintahnya cerdas SURGA ITU NAMANYA INDONESIA Tidak ada negeri lain yang seindah negeriku Maaf saudara-saudara‌. Saya baru sadar ternyata saya baru bangun dari tidur ku PADAHAL‌ NEGERI KU Rakyatnya tertindas oleh jeritan kemiskinan NEGERI KU Minimnya pemerataan pendidikan NEGERI KU Orang miskin dilarang sakit NEGERI KU Kekayaan alamnya dihisap habis oleh binatang asing NEGERI KU Penuh dengan tikus-tikus berdasi NEGERI KU Dihuni oleh pemerintah bertopeng binatang Mereka selalu mengikat pantatnya dengan binatang luar negeri Mereka selalu membagi-bagi kekuasaannya seakanakan itu adalah hadiah dari tuhan

178

Yang Maha Membaca


ALLAHU AKBAR‌.. Aku malu menjadi putra di negeri ini Tetapi aku lebih malu kepada mereka yang memberikan kemerdekaan ini kepada ku Wahai‌ SANG PENGUASA di negeri ini Dimana kepedulian kalian Ketika melihat rakyat yang tertindas oleh jeritan kemiskinan Dimana hati nurani kalian Ketika melihat hak-hak rakyat dirampas Biarkan negeri ini tengelam Dan timbullah lautan-lautan suci Menjadi surga kecil Yogyakarta, 29 Desember 2014

Yang Maha Membaca

179


Pampangkan Suara Aku Suara aku lantangkan Suara aku panjangkan Suara aku bentangkan Suara aku tantangkan Suara aku hempaskan Suara aku hentakan Pada visi misi ruang dan waktu Tanpa kenal kau Tanpa kenal kamu Tanpa kenal mereka semua...semua orang ‌orang Orang penghisap darah tanah Aku tanah papua aku tanahLeluhur aku tanah anak-anak Aku yang akan terwariskan Ternobatkan sebagai anak-anakSuku anak-anak satu‌. Akanterus memburu menerkam mencabik-cabik siapapun Penjarah penghisap darah atasTanah aku‌papua ku Kembalikan tanah papua ku.

Yogyakarta, 5 Mei 2014

180

Yang Maha Membaca


Rakyat Melawan Ketika menyaksikan matahari yang terbit dari timur Indonesia Terdengar tangisan burung garuda menetes tanah pribumi Menghiasi langkah-langkah untuk melawan tantangan globalisasi yang hanya akan menghancurkan kehidupan rakyat kecil Lantangkanlah suaramu untuk melawan Kami melawan bukan karena kekayaan segilintir orang Tapi, kami melawan karena kesejahteraan rakyat kecil Kami butuh kesejahteraan bukan kesengsaraan Air mata burung garuda terus menetes membanjiri tanah pribumi Ketika melihat hak-hak rakyat dirampas Tempat tinggal mereka digusur habis Tak tahu kemana lagi kami tinggal Tak tahu kemana lagi kami bersembunyi Semuanya menjadi hak milik orang-orang yang berdangsa di atas uang rakyat Terdengar suara teriakan dari lubuk hati anak bangsa Dunia kapitalisme pun ikut bergetar ketika mendengar suara untuk melawan Kami melawan bukan dengan senjata Tapi kami melawan dengan hati nurani

Yang Maha Membaca

181


Untuk kembalikan hak-hak kami Biarkan matahari terbenam ke barat Indonesia Kami tetap melawan, melawan, dan melawan Yogyakarta, 3 Mei 2015

182

Yang Maha Membaca


Ahmad Sarkawi @rumahbacakomunitas mantan direktur Rumah Baca Komunitas dan suka sekali mencipta dan membacakan puisi di berbagai forum

Yang Maha Membaca

183


Sajak dalam diam Setiap hari aku memakai seragam, setiap hari aku duduk dibangku tua itu, setiap hari aku mendengar sang bapak tua melanturkan pembicaraannya, setiap hari pula aku tertidur pulas dibangka itu, setiap hari aku berdiri dengan kaki satu di depan kelas karena tidak bisa menjawab soal, setiap hari menyiram toilet yang bau karena terlambat datang, setiap minggu aku berdiri dibawah tiang bendera karena tidak mau ikut upacara bendera, setiap minggu bapakku dipanggil kesekolah karena aku selalu salah menurut bapak tua yang selalu menjewer telingaku. Akhirnya tibalah saatnya aku dikeluarkan dari ruang kelas yang berjejer panjang itu, mulai saat itu kebebasan menjemputku. Tak perlu duduk dibangku dan mendengar bapak tua itu untuk menjadi bebas. Selamat hardiknas, Muara medak, 2 mei 2017

184

Yang Maha Membaca


Rentak bumi Panas yang membakar para peluhung ditengah terik membuktikan kehidupan masih akan sangat panjang dan melelahkan. Kisah kehilangan lahan bukanlah cerita langka dinegeri ini, kisah kematian mempertahankan tanahnya juga tercatat dalam arsip yang belum tertulis oleh masyarakat yang tinggal di pinggiran kawasan. Setahun sekali akan berhadapan dengan api yang akan melahap lahan, masyarakat tetap akan menjadi limpahan kesalahan dari setiap dimensi penguasa lahan. Siang ini keringatpun tak bisa dihapus dengan sapu tangan karena gejolak menelan asa yang tersisa. Muara medak 28 april 2017

Yang Maha Membaca

185


Jika Haji Misbach adalah tokok PKI yang penjunjung nilai islam, Lantas kenapa PKI diidentikkan Atheis,? Jika hasil visum jenazah para jenderal ternyata tidak ditemukan tanda bekas penyiksaan Kenapa kami dipaksa nonton film mengerikan itu,? Sejak kecil kami dicekoki kepalsuan, kini kami menagih kebenaran Wahai para desainer propaganda, kalian telah momonumenkan tujuh perwira yang jadi korban Kenapa jutaan korban lain, masih kau sembunyikan,? Kalian berhutang kebenaran pada kami, biarkan kami belajar dari sejarah hitam Agar kami bisa terhindar dari tragedy serupa

186

Yang Maha Membaca


Selangkanganku Berdarah kau memang biadab kau memang Iblis kau paksakan kelaminmu menusuk selangkanganku kau paksakan tubuhku menyatu dengan tubuhmu kau paksakan kelaminku yang berdarah untuk melayani kelaminmu kau paksa aku, kau adalah pemerkosa hidupku penguasa negeri hanya sibuk dengan berdebat tentang undang-undang penguasa negeri hanya sibuk berbicara depan televisi penguasa negeri tidak pernah tahu bagaimana aku penguasa negeri mencambuk aku karena akulah yang dianggap bersalah karena tidak bisa menjaga kelaminku sedangkan kau tersenyum manis menyaksikan penderitaanku mengapa kalian diam membisu tidak berani bersuara atas penderitaanku selengkanganku terus berdarah dan terus berdarah akupun sudah tidak kuat tubuhku lunglai terbujur kaku di atas lantai kematianpun menjemputku bersama darah hidupku Yogyakarta, 25 Nopember 2014

Yang Maha Membaca

187


Tinta Merah raksasa mengangkang di kaki langit mayat-mayat bergelimpangan kehilangan miniaturnya sementara penari latar sedang bersetubuh dengan gerakannya lalu kau dan aku sedang menulis sejarah dengan tinta merah sementara mereka sedang menunggu kematian dari sebuah amarah pelataran manusia sudah dibanjiri darah sejarah mulai berhenti dari kutipan-kutipan palsu pejuang-pejuang kemanusiaan satu persatu mulai kehilangan kemanusiaannya tinta merah mulai kabur dalam bingkai sejarah persetan dengan coklat yang sudah ku makan tadi malam kalimat-kalimat yang tidak bisa dipahami oleh aku, kau dan dia kuda liar tak lagi liar tapi menjadi binal seperti aku malam ini yang mebinalkan diri dalam tinta merah aku mulai mengangkangi raksasa di kaki langit oh raksasa aku bisa mengangkangimu sekarang kau akan melihat kelaminku lebih besar dari kelaminmu para malaikat mulai bingung memahami bait-bait kalimat ini

188

Yang Maha Membaca


aku hanya bilang jangan bingung ini hanya tinta merahÂ

Kali bedog, 22 Desember 2014Â

Yang Maha Membaca

189


Tarian Iblis Pengisap Darah gemuruh angin dan badai gelombang laut mengawali pertunjukan tarian iblis di negeri berkabut api menyala dan menyambar ke setiap sudut bumi berguncang pertanda pertunjukan akan disebut.... sang penguasa mulai memainkan perannya ada yang menjadi gemuruh angin, badai gelombang, api yang menyala hingga penduduk negeri semuanya tak bernyawa ulah ber-ulah penguasa negeri memainkan perannya pertunjukan terus berlangsung hingga penduduk negeri semuanya terpasung terpasung oleh lumpur lapindo yang tak berujung akhir sebuah cerita bertambah parah penduduk negeri sudah gerah dan juga lelah semua penduduk negeri mulai pasrah menunggu penguasa memperagakan tarian iblis pengisap darah. Menteng Raya, 62 7/08/2010

190

Yang Maha Membaca


Bantal Tanpa Makna terguling tubuhku kekiri dan kekanan membujur tubuhku membahana menjelajah angan kasur ini sudah terlalu tua menemani tidurku bantal ini sudah terlalu lama menemani tidurku aku ingin bertanya kepada kalian semua di mana kasur dan bantal yang abadi untuk kita kembali ku meluruskan tubuhku kembali ku tenangkan pikiranku ini bantal merah kawanku bantal merah ini tak pernah bermakna darah tapi bantal ini tanpa makna walaupun hanya secercah

menteng Raya, 27-05-2010

Yang Maha Membaca

191


Sajak Angin Pembawa Hujan Kau persis seperti hujan yang datang Menghilangkan panas bertahun-tahun Kau persis kutu yang ada di rambut Nenekku, kau hanya membuat gelisah dan menghisap darah Kau persis ada dihadapanku, laksana manusia beribawa Tapi sesungguhnya palsu Berapa kali kau injak aku agar kau bisa melihat tinggi Berapa kali kau menindasku untuk meraih kuasamu Kau licik sekali seperti anjing pelacak, Bermuka manis penuh apresiasi namun di dalam penuh duri Sudahlah laknatku ini, karena semuanya akan tiba waktunya Ahmad Sarkawi, 21 Desember 2015

192

Yang Maha Membaca


Nyanyian Para Petani Suara ringkih dari balik dinding pelupuh bambu Suara orok tua yang bertalu-talu Menandakan waktu akan berlalu Bau anyir darah belum juga hilang Walaupun terjadi sepuluh tahun yang lalu Peluru tak bertuan memakan nyawa Yang sedang mengadu kepada alam yang membisu Sawah sudah berganti rumah mewah, Lading sudah berganti dengan tambang Aku mau bertani, dimana ungkap suara yang ringkih Aku mana ungkap suara orok yang tua. 20 Desember 2015

Yang Maha Membaca

193


Fauzan A. Sandiah Kalibedog

194

Yang Maha Membaca


Menegok Siang itu, dalam Hotel dengan ruang yang dingin, dan meja-meja berbungkus kain tebal. Duduklah para pembesar, orang penting, dan para ahli di depan penonton, penyimak forum. Mereka, “para yang duduk” di depan itu ternyata tidak sadar. Seorang mahasiswa difabel tengah memasang pendengarannya sebaik mungkin. Mencoba menangkap, merasakan, dan menyimpulkan satuan makna dari tiap pendapat pembesarpembesar itu. Satu hingga dua sesi telah selesai dengan bincangan hangat khas acara silaturahmi. Mahasiswa difabel tadi menunggu dengan tenang sesi tanya-jawab akan muncul. Pembawa acara kemudian mengucap kalimat yang amat dinantinya itu, “siapa yang akan bertanya?”. Acungan jarinya yang penuh semangat, membuat beberapa mahasiswa “sontoloyo” berdesis hina, ck ck ck “biasa aja kale”. Mahasiswa difabel itu rupanya tidak di sadari keberadaannya oleh siapapun di ruangan itu. Sembari bercerita saat membuka pertanyaan. Semua orang nampak menguap, menggaruk kepala. Para pembesar di depan sama saja.

Yang Maha Membaca

195


Sampai kemudian klimaksnya, sang mahasiswa difabel berujar, “saya sebagai tuna netra...” memicu kepala-kepala botak, gondrong, berminyak rambut menoleh cepat ke sumber suara. Semua nampak khidmat setelahnya. Pembesar di depan yang rata-rata bergelar profesor berubah mimik jadi nampak simpatik... Mengapa orang senang sekali dengan bahan jualan kepedihan?. Kita tidak pernah akan diperhatikan sampai kita mengatakan, “saya sudah tersiksa.” Kalangan birokrat paling banyak dikeluhkan karena hal begini. Sembari menunggu keluhan tiada gerak yang keluar. Ujaran seorang setengah baya di gedung megah london “apa daya saya Cuma birokrat.” Mahasiswa difabel mungkin tidak akan mendapatkan simpati ataupun perhatian sampai saat dia jual seluruh “kekurangannya.” Aneh memang. Padahal yang pembesar yang saya maksud pada narasi tersebut tiada lain orang yang mengaku ahli pendidikan merekalah profesor. Kacau juga. Sudah lama sekali kita tidak mempersoalkan lagi apakah ini mahasiswa difabel atau bukan. Tapi siapapun itu.bicara dan hak untuk didengarkan

196

Yang Maha Membaca


melekat. Kenapa tidak?. Matinya hak untuk didengar seringkali berakhir pada pengkhianatan fakta dan berujung gantungan mati. Wazir yang nan terpercaya ketika dirampas hak didengarkan berbuntut hukuman mati. “Main sikat�, jangan sampai jadi bagian dari aforisme yang menjadi-jadi. Sungguh mengerikan cara-cara perampasan hak didengarkan mendatangkan marabahaya. Orang disuruh mengaku tanpa bicara, orang disuruh setuju dan menghamba tanpa tahu apakah yang dia pikirkan. Sungguh tiadakah harganya?. Tengoklah siapapun yang bicara jangan tunggu mereka jual kepedihan baru anda angkat palu dan angkat bicara. Siapapun itu tengoklah.

Yang Maha Membaca

197


Di dekat kali, seorang anak diratapi Kowe arep dadi opo ra entuk sekolah? Wong miskin harus sekolah, kerja kreatif bukan milik kolektif. Wong miskin tetap harus sekolah. Kowe arep dadi opo lek, saiki wong miskin susah nek saingan Belajar ilmu yg pasti-pasti aja. Matematika buat ngitung uang. Bahasa Indonesia biar dadi diplomat budaya. Ilmu kimia biar kowe kerja ning tambang. Ilmu fisika biar kowe paham; “makin banyak gaya, makin besar tekanan� supaya kowe waktu dadi buruh ra protas-protes naik gaji. Duh lek, ibumu hanya berharap kowe kaya. Maksimal punya kebun sendiri, ben ra dibodohi Montessaro. Sabar lek, nek kowe wis gede, kowe harus kerja keras. Makin keras tanah buat tumbuh benih, berarti makin keras usahamu. Nandur kiwi yang tumbuh sawi. Banyak ibadah lek, supaya kowe disayangi pak RT. Supaya kowe dianggap ono gunane. Kalau kowe mung bersih-bersih kali, ra manfaat blas. Kalau kowe ora sekolah, kowe nanti kudu bangun pagi lek sebelum majikanmu bangun. Turu kalau

198

Yang Maha Membaca


majikanmu wis turu. Ora ono wektu moco buku, ora ono wektu menggambar. Kowe ingat kan tuduhan mas-mase ke ibumu iki; “Lek, ibumu mung ngapusi, Sekolah adalah candu�. Lek, tapi ora sekolah yo candu meneh. Sekolah ki belajar, udu bangunan karo baris-berbaris. Kowe iso ora sekolah, tapi harus sekolah. Kowe iso ora pintar tapi udu gelem nek dirudung. Lek, kowe ojo males sekolah biar menterinya ganti, presidennya ganti, partai liberal dadi partai republik, opo dadi komunis. Ganti filsuf ke filsuf. Ora ono hubungane karo hidup kita. Mereka yo mereka. Kita koyok ngene terus. Lek ibumu mung bingung. Maklum saiki zaman posmo.

Yang Maha Membaca

199


Sekolah Peternakan Apa gunanya sekolah peternakan kalau banyak peternak dari hari ke hari semakin banyak yang menjual ternak dan lahanya. Apa gunanya sekolah peternakan kalau kita sendiri sudah tidak punya daging ayam padahal konsumsi daging kita didominasi oleh daging ayam. Apa gunanya sekolah peternakan kalau sapi-sapi kita masih import dari negara tetangga. Apa gunanya sekolah peternakan kalau susu kita masih beli dengan model bubuk dari negara tetangga sedangkan susu lokal kita hanya dihargai Rp. 3750 per liternya oleh pengepul, sangat miris masih tinggi harga Es Teh atau sirup2 yang Gizinya sangat jauh dari Susu. Apa gunanya sekolah peternakan kalau telur saja kita tidak punya padahal rakyat kita masih banyak yang sarapan dengan mengoreng telur. Apa gunanya sekolah peternakan kalau bersahabat dengan para bandit yang taunya hanya nilai jual dan cara menjual tanpa mempedulikan nilai didalamnya yang lebih luhur.

200

Yang Maha Membaca


Saya berdoa agar semua peternak dapat lebih sejahtera hidupnya tidak lagi selalu terlilit oleh pengutang pakan untuk ternaknya, selalu berjuang para peternak yang berjuang untuk memenuhi pangan dan gizi anak-anakmu. Mencari nafkan yang halal dan thoyib. #selamatharipendidikan

Yang Maha Membaca

201


Kau Kira Aku Vulgar Arief yang gelisah, mengepal tangan tanda geram dan ragu.. Arief, petani kultur kombucha yang dianggap benalu perjuangan.. Arief, hidupnya dianggap tak heroik. Dia bersuara soal perjuangan dan revolusi, suatu situasi yang harusnya terjadi sehari-hari, bukannya menunggu bulan mei. “Oh Arief, kau terlalu vulgar� komentar seorang pria. Perjuangan itu momentum. Perjuangan itu aksi besar yang kita besarkan dari bulir-bulir doktrin. Kasihan sekali kau Arief. Kau tak revolusioner. Kau cuma tukang sapu kampung. Petani amatiran, pecinta rosella, peminum air limbah yang kau cintai seperti mineral murni dari surga para pujangga yang mabuk keindahan. Semoga kau tenang Arief. Fotomu tak akan terpasang di sudut pembicaraan para pemerhati revolusi. Kau hanya angin, di mana sejarah pun lupa pernah kau besarkan.. Orang-orang kecil akan mengingatmu bukan sebagai

202

Yang Maha Membaca


kekaguman, tetapi sebagai identitas dari yang justru bukan tentang identitasmu. Kau anonimitas perjuangan yang dilakukan oleh manusia dan alam tanpa pamrih. Kau akan berteman dengan Pak Gendon dalam kesunyian yang lebih menyiksa dari seribu tahun yang ditulis Gabriel. Kau akan benar-benar bersama Pak Gendon. Kalian manusia-manusia “vulgar’ yang tak tau diuntung. Udah syukur kapitalisme masih mau menerimamu.

Yang Maha Membaca

203


Doa Seorang Bayi di Sore Hari Di atas kasur, merenung dan menyambut kedatangan-Mu. Badanku yang bahkan tak kuat untuk terjaga lebih lama “Aku ingin berdoa, Tuhan” kataku, dalam bungkus daging dan kulit kemerahan “Tuhan, perkenankanlah makhlukmu ini beroceh untuk kali pertama” “Tuhan, jagalah Ibu sayangku, dalam kekuatan dan kesehatan, sepanjang tahun, hingga aku cukup kuat untuk menatap dirinya” “Tuhanku, jagalah ayahku juga, dan biarkan aku membayar kerja kerasnya. Biarkan aku bekerja keras untuk kebaikan sebagaimana harapannya” “Tuhan, aku bersyukur sudah Engkau izinkan aku ke keluarga ini, dan menikmati harapan serta kebahagiaan” “Oh Tuhanku, jagalah kedua kakakku dari kejahatan, dan dari kemalangan-kemalangan. Kami ingin hidup saling mencintai, satu sama lain” “Untuk teman-temanku, bibi-bibi, paman-paman,

204

Yang Maha Membaca


dan semua manusia, kebaikan bagi mereka” “Dan tentu saja, pada-Mu Tuhanku, segala kesyukuran kuhaturkan. Oh Tuhan, yang membentuk hatiku, Tuhan para orang-orang sholeh-sholehah, yang bertasbih setiap sepertiga malam. Tuhan, aku ingin tidur kembali, sebab mataku lelah.” “Aku ingin tidur, melelapkan doa-doa ini, dan bangun esok hari dengan semesta raya agung-Mu” Dan masih, oh tuhanku, jadikan hati bersih Dan lalu setelah tidur agungku Bangunkan Aku dalam keabadian. Amen (Puisi saduran oleh Fauzan A Sandiah)

Yang Maha Membaca

205


Raditya @aktifis IMM

206

Yang Maha Membaca


Musafir Dari tirai langit kau tiupkan sukma Terbagun musafir dilema dua pintu sembilu pagi, kusut tak bermuka kau elok telanjangkan cermin firdaus citpa siang petang, pantang redup dan mati membius mata tak terbatas masa membentuk hasrat menjamah surgamu langkah kaki-kaki kecil tak berdosa Tangan-tangan mungil mengengam erat dunia Tersimpang dijalan kelabu mencari makna Dua Sayap menuntun diujung jalan gelap gulita Demi satu impian pengharapan mulia Ketuk hati suara berbisik Siapa engkau...siapa engkau Langkah jubah putih ringan tak bersuara Nur ilahi memanggil Pudar tangan si kecil Menangis meratap nasib beribu musafir Tinggal sayat pucat nan tipis Membalut sebatang kara Timbun tanah, raga terpaku menancap bumi Tujuh langkah akhir Terbang kembali kepangkuan ars-Nya Radit Selasa, 27 November 2015 kamar kos pagi hari

Yang Maha Membaca

207


Arif Budiman atau @Adim Pak Nala Guru besat di Universitas Google dan seorang ensiklopedia serta guru arsip lawasan

208

Yang Maha Membaca


Matahari Matahari yang hendak pamit Menyunggingkan senyumnya Agar sebagian bumi tertirah Hingga ia esok pagi kembali Masih dengan sungging senyum yang sama Tidak lebih, tidak kurang Matahari mengulang kembali Disetiap senja Senyum yang sama Berulang-ulang Hingga berjuta milyar tahun lamanya Tanpa pernah merasa letih dan lelah Tidak lebih, tidak kurang.

Yang Maha Membaca

209


Arief Hadi Prayogo Mahasiswa UII, tinggal di Rumah Baca Komunitas. Ahli fermentasi ini adalah pria kelahiran Cirebon tahun 1996 dan peminat buku-buku daun malam yang beruurusan dengan anarkisme dan ekologi.

210

Yang Maha Membaca


Fafa kecil Fafa kecil membawa kertas gambar Digenggamnya spidol dan sejuta imaji Lalu ia duduk di samping pot bunga kenanga Jari kecilnya menari-nari membentuk guratan Sekian menit membentuk pemandangan Sekian menit lagi burung-burung Sejejeran tanaman kangkung Rumah-rumah berjendela kayu di sampingnya Fafa kecil mulai berlari-lari Gambarnya ditinggalkan, terdengar gemuruh Mobil besar melintas depan rumahnya Mengangkut bahan dasar dan para buruh Fafa kecil melihatnya dari jendela Dagunya mendarat dilipatan tangan Heran, sepagi ini banyak gemuruh Pembangunan memang tidak pernah tidur Semua terekam dan mengakar dikepala Fafa kecil Beton yang menjulang, mobil-mobil besar Bau masam keringat buruh, pongah si pengusaha Pohon-pohon tumbang, burung-burung membisu Fafa kecil berlari lagi setelah pikirannya penuh imaji pembangunan

Yang Maha Membaca

211


Digambarkannya mobil-mobil pasir Digambarkannya beton menjulang Dan Ia mulai kesulitan menggambar pohon-pohon Kalibedog/1 Mei

212

Yang Maha Membaca


Mati sepi Kupandangi manusia yang tinggal jasad Tubuhnya gempal dan kekar tergeletak Peluru yang membentur kepalanya menghasilkan darah, dan Alirannya menyumbat laju waktu untuk berdenting Sesaat tanganku bergetar, seiring dengan pistol yang ku buang Ia adalah adikku, si brengsek super tolol Membunuh majikannya dengan tangan perkasanya Lantas diburu warga kampung untuk digantung Oh adikku jahanam, dengan kebodohanmu kau rusak jalan cerita kita Bebas dari kemiskinan dan punya rumah adalah tujuan kita Menjadi buruh tani miskin sangat menyiksa Apalagi digantung dan disiksa selusin manusia murka Oh adikku, membunuhmu adalah menyelamatkanmu dunia terlalu serius untuk mengendus api dendam Kemanapun kau bersembunyi, ajal akan semakin menunjukan rupanya Mereka tidak membuka ampun untuk seorang tolol jahanam sepertimu Ya, apa yang mereka pikirkan tentang nyawa dibalas

Yang Maha Membaca

213


nyawa adalah... Pelarian dari nafsu yang ditekan oleh aturan moral yang naif Sekali ada kesalahan, berkali-kali ada nafsu yang dihempaskan Manusia macam apa mereka itu? Oh adikku, kamu adalah manusia yang diciptakan Tuhan berbeda Fisikmu luar biasa kuat bak tokoh mitologi Tetapi mentalmu ditelan gelap seperti tersihir mantra Babilonia Bukan salahmu, bila satu nyawa melayang, karena aku selalu berbisik ‘diam dan sembunyi’ Kini, bagaimana aku menanggung seribu tahun sepi dasar bangsat Setapak terlalu pekat menampilkan jejak-jejak kita Kesendirian sudah aku bayangkan ketika pelatuk pistol aku tekan dan mulai ketakutan pepatah tua, ‘orang yang selalu kesepian, akhirnya dia jadi gila’. Yogyakarta, 15 Februari 2017 Terinspirasi novel of mice and man, John Steinbeck

214

Yang Maha Membaca


Soda Gembira Dihadapan kita ada segelas soda. Kamu menatapnya dengan lembut. Setelah lima menit kamu mematung menatap segelas soda, lantas kamu pergi. Aku diam saja. Tidak heran dan tidak kalap. Seperti biasa, manusia datang dan pergi. Diruangan dengan pencahayaan redup itu tinggal aku dan segelas soda. Sepenggal cinta aku ambil dari rahim hatimu. Bukan segelas soda atau imaji tentang soda yang salah. Tapi hantu dalam pikiranmu yang menyesatkanmu sayang. Lihatlah bagaimana hantu itu bergentayangan dalam pikiranmu. Mengkonstruksi akal budi lantas menjalar ke relung hati lewat tulang belakang. Kamu akan tersiksa dengan hantu-hantu itu sayang. Maka lepaskanlah. Ijinkan aku memberikan air berkarbonasi ini untuk membersihkan goresan hantu itu. Jangan lagi kamu pergi saat aku, kamu dan segelas soda bersama di malam itu. Yogyakarta, 28 Januari 2017

Yang Maha Membaca

215


Membela buruh? Ini adalah puisi jujurku, melihat dan mendengar Tentang perjuangan yang dikerdilkan Tentang ke-naif-an yang dijunjung Dan ke-brutal-an ilmu pengetahuan Sebagian pejuang pembebasan, merasa besar Jiwanya tak cukup menampung hal kecil Maka perjuangannya menjadi elit Sekedar membuang sampah pada tempatnya, ia nafikan Baginya, perjuangan adalah hingar bingar Kepalan kiri, teriakan heroik dan derup kaki Tidak boleh tidak, harus! Tidak ada cara lain untuk perjuangan ini “Kapitalisme adalah akar penindasan buruh!� lengking orator mantap telah tegukan pertama minuman kemasan Tegukan kedua, “tidak ada cara lain, aksi masa!� sambil mengoyak botol plastik cap korporasi Padahal masih banyak warung tetangga merugi Dagangannya ditilap minimarket Padahal masih banyak lahan yang perlu digarap Tumbuhannya kalah dengan makanan instan

216

Yang Maha Membaca


Hei yang mendaku pejuang buruh! Kalian menusuk mereka dengan sembunyi tangan Darah yang tercucur, dibayar heroisme buta Buruh akan tetap tertindas dengan lipatan kapital yang kau dukung Oh kawanku yang baik Buang saja pikiran sempitmu itu Bukankah banyak jalan perlawanan Tidak hanya ramai hampa gerakanmu itu Pinggiran kalibedog, 1 Mai 2017

Yang Maha Membaca

217


Bersauh Akar-Akar 22:27 Sungguh aku tidak ingin melaut Bakar saja sampan besar itu Atau serahkan kepada karang Biar koyak, lantas karam Ikan-ikanku kau racun Mati hingga anak cucunya Kelak kau menyesal Tidak ada lagi ikan-ikan Terumbu karangku hancur Tak bersisa, tak berbentuk Kelak kau menyesal Tidak ada lagi bakal kehidupan Penyu-penyuku kalap berlari Menghindar limbah pangkal pabrik Kelak kau menyesal Tidak ada lagi rantai sempurna Bakau-Bakauku lenyap, senyap Ditebang tangan tanah serakah Kelak kau menyesal Tidak ada lagi daratan tempat tinggal Apa kamu tidak ingat?

218

Yang Maha Membaca


Penghuni lautan pernah marah Tangannya mencengkram jiwa serakah Kakinya menghantam tanah ibu Semuanya dilumat gulungan air Luluh lantah ditampar lautan Petuah moyang sisa dari kehancuran “Bersauhlah akar-akar, anakku� Yogyakarta, 20 Januari 2017

Yang Maha Membaca

219


Lahirnya Sang Bayi Puisi ini tidak sepuitis yang terjadi Puisi ini hanya sebagai penanda Karena, tidak ada yang mengalahkan, Daya puitis ibu yang melahirkan Lihat itu, sejengkal demi sejengkal kau mengecap Meraba, mendengar dan berteriak Kau dilahirkan lebih dari setumpukan perjuangan Segenggam kecemasan, hingga berlabuh di pelabuhan harap Ingat ini bayi kecil, dua mata yang pertama melihatmu Hatinya disiapkan untuk selalu bersamamu Jiwanya selalu memelukmu Raganya tidak goyah menopangmu Teriaklah bayi kecil, Tuhan menggenggam tangan kecilmu Jangan takut, dunia tidak akan melumatmu Maka, genggam erat jari-jari ayah dan peluklah ibu Sebagai azimat pengantar keselamatan Buka perlahan matamu hey bayi kecil Sambutlah kasih ibu yang rahimnya bak pintu keberkahan Tegarnya ayahmu yang tenaganya tidak dapat kau

220

Yang Maha Membaca


ganti Dan sang sang kakak sebagai pengantar kehidupanmu Selamat datang bayi kecil! Semesta menggerakkan rotasi bumi yang kau pijak Awan-awan beriringan, bahkan bulan bercahaya untuk-mu Tebarkanlah biji-biji kesejahteraan dan genggamlah tangan sang papa Maka ayah, ibu, kakak dan seisi alam semesta bangga terhadap-mu Kalibedog, 7 Mei 2017

Yang Maha Membaca

221


Ahsani Elfattah Perempuan yang berkelana kemana-mana. Peminat kajian feninisme kritis dan sering menawarkan resep masakan untuk komunitas. Ia mengaku sebagai mahasiswa di UNISA.

222

Yang Maha Membaca


Inilah yang terjadi sayang pada kesekian aku terjebak pada himpitan alfha dan deta Suara suara menjauh juga kehadiranmu Terjebap pada kontinuum idea mimpi tiga dimensi Matahari tersembul dari renik pualam diujung lantai Kamu yang kusebut dalam rindu yang ku rangkai dalam belahan muara berbentuk sungai airmata.

Yang Maha Membaca

223


224

Yang Maha Membaca


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.