2 minute read

I Want to Die But I Want to Eat

Thanks Punk, kau menyelamatkan ekonomiku

So, gue kira melek soal keuangan itu adalah kewajiban. Biar ga terus-terusan nyusahin orang lain. Biar bisa benar-benar berdikari.

Advertisement

Dari kecil, di otak gue sudah tertanam prinsip bahwa ngutang itu brengsek. Jangan sampai berhutang kalau gak butuh-butuh amat. Terimakasih banyak untuk Ibu gue yang udah nanemin prinsip ini ke otak gue.

Masalahnya adalah, gue sering nemu orang yang ngutang bukan karena ngutang sebagai jalan terakhir, tapi karena ngutang udah jadi semacam kebiasaan. Itu buruk sih men.

“Gak ngutang berarti gak akan punya apa-apa”. Itu tai sih men. Emang kalau gak punya apa-apa terus kenapa? Suudzonnya gue sih karena mereka kalah sama gengsi aja. Tai lah. Terus kalau maneh gak punya iphone baru itu kenapa? Yagapapa kan, toh maneh masih bisa instagraman sama hp android lama lu. Toh kerjaan lu gak butuh gadget yang canggih-canggih amat kan? Gue gak ngerti sih sama orang-orang begini.

Alhamdulillah gue kenal sama kultur punk yang “mengharamkan” konsumerisme. Fuck kapitalis anjing, do-it-yourself, kontstruksi sosial kontol. Ya, yang gitu-gitu lah. Nilai-nilai punk yang utopis itu kayaknya sih tertanam juga di otak gue. Jadinya gue ini kayak yang cuek-cuek aja gitu sama apa-apa yang lagi trend. Gue gak peduli fashion. Gue gak peduli kalau gue dianggap gembel. Gak peduli gue mah. Yang penting gue bahagia aja.

Dengerin lagu D’masiv yang Jangan Menyerah gih...

Comic Sans itu Bagus!

Orang-orang desain dikenal sebagai orang-orang baik hati yang mencela pemakaian Comic Sans begitu lama. Kampanye untuk melarang pemakaian font itu sudah dimulai secara online sejak 1999. “Penggunaan Comic Sans seperti membalikan acara orangorang berdasi menjadi kostum badut”, kata Holly Combs, co-founder kampanye, dalam sebuah wawancara.

Lauren Hudgins berpendapat dalam Establishment, kebencian bersama terhadap Comic Sans mewajibkan adanya instropeksi karena itu adalah font terbaik untuk orang-orang dengan dyslexia, termasuk sekitar 15 persen orang Amerika. Dia menceritakan kisah tentang bagaimana saudara perempuannya, yang memiliki disabilitas belajar, menggunakan Comic Sans sebagai alat untuk membantunya mendapatkan gelar biologi kelautan.

Menariknya, adalah keistimewaan Comic Sans yang membuatnya mudah dibaca. “Bentuk hurufnya yang tidak umum, membuat dia fokus pada bagian-bagian individual sebuah kata”, tulis Hudgins. “Di saat banyak font menggunakan bentuk yang berulang untuk membuat huruf-huruf berbeda, seperti ‘p’ yang diputar untuk membuat ‘q’, Comic Sans menggunakan sedikit bentuk berulang, menciptakan huruf-huruf berbeda (meskipun ada juga cerminan dari ‘b’ menjadi ‘d’)”. Times New Roman yang populer, dengan segala serif-nya, seringkali tidak terbaca.

Maka, Comic Sans direkomendasikan oleh Asosiasi Dyslexia Inggris dan Asosiasi Dyslexia Irlandia. Institut Desain Grafis Amerika memuat artikel pada bulan Agustus tahun 2016 bahwa mungkin Comic Sans adalah font terbaik untuk orang-orang dyslexia, “tak ada ambigu” dan terdapat “variasi pada tinggi huruf”. Sementara fontfont lain yang telah secara spesifik didesain untuk dibaca oleh orang dengan dyslexia (contoh: Dyslexie dan OpenDyslexic), tidak punya kemampuan seperti Comic Sans. Hudgin berpendapat bahwa membenci Comic Sans adalah sebuah “ableist”, dan dengan menggunakannya bisa mengurangi kesulitan membaca jutaan orang

Artikel asli oleh: Drake Baer https://www.thecut.com/2017/03/the-reason-comic-sans-is-a-public-good.html

Diterjemahkan oleh: Aing.

Kibor Nyala #1

Aing baru beli keyboard yang bisa hurung, biar aing bisa ngetik sambil gelap-gelapan

This article is from: