DGI-zine | 001
Desain Grafis Indonesia (DGI) adalah sebuah situs ko
Desain Grafis Indonesia sebagai bagian integral dari waris
DGI didirikan pada 13 Maret 2007 oleh salah seorang desa
ini didirikan sebagai forum maya untuk memupuk saling p
DGI adalah membimbing pemahaman di antara desainer g desain, kebudayaan, dan masyarakat.
Konsep pemahaman diharapkan terwujud melalui penerbi
yang saat ini dilakukan secara online, supaya generasi mu
mengenai perjalanan desain grafis Indonesia dari waktu k
dengan segala sesuatu yang telah dilakukan oleh angkatan
Saat ini, dengan memanfaatkan teknologi virtual, DGI me
mengenai desain grafis Indonesia secara berkesinambung
portal atau media informasi, DGI juga berfungsi sebagai p atas data visual dan data verbal.
Cita-cita DGI adalah mendirikan Museum Desain Grafis In
ilmu desain grafis dengan menyimpan dan merawat karya
olaborasi yang memfokuskan diri kepada Sejarah
san kolektif desain grafis internasional.
ainer grafis senior Indonesia, Hanny Kardinata. Situs
pengertian di antara desainer grafis Indonesia. Tujuan
grafis Indonesia dan persimpangannya dalam seni,
itan bagian per bagian sejarah desain grafis Indonesia
uda desainer grafis Indonesia memiliki rujukan
ke waktu, dan memahami kesalingterhubungannya
n-angkatan pendahulunya.
engumpulkan dan mempublikasikan informasi
gan ke seluruh Indonesia dan juga dunia. Selain sebagai
pusat data dan kajian desain grafis Indonesia, terbagi
ndonesia (MDGI) yang akan mendukung pembelajaran
a-karya desain grafis Indonesia secara komprehensif.
Membimbing
pemahaman
di antara
desainer grafis
Indonesia
dan
persimpangannya
dalam
seni,
desain,
kebudayaan,
dan
masyarakat
Tercatat bahwa profesi desain grafis sudah ada di tanah air sejak tahun 1920-an. Pada saat itu Tan Tik Hien di 1928 memeragakan keahliannya merancang kemasan dan menyiapkan gambar kerja untuk cetak, sementara Lie Giok Sien, lulusan Federal School of Arts, Amerika, mengarahkannya sebagai art director di percetakan milik pegusaha Thay Siang In Kiok, Soerabaia.
Hampir seabad kemudian, kini, bagaimanakah keadaan desain grafis Indonesia ini di mata pelaku-pelakunya? Di abad ke-21 dimana percepatan teknologi meniadakan batas antar media, meleburkan dan menetaskan beragam kategori-kategori disiplin komunikasi visual, apakah desainer grafis Indonesia sudah menemukan
kemapanan profesi yang layak? Apakah desainer grafis Indonesia sudah mencapai tingkat apresiasi yang sejajar dengan nilai kegunaan profesinya? Apakah desainer grafis Indonesia sudah menemukan jati dirinya? Kampanye meme yang diselenggarakan Desain Grafis Indonesia (DGI) berkolaborasi dengan Novita
Angka, Yan Mursid, dan Adi Handoyo, mengungkapkan beragam keresahan atas fakta-fakta 'kesalahpahaman' sebuah profesi dari berbagai sisi pandang masyarakat, dan bahkan persepsi salah di dalam lingkup profesinya sendiri. Warna-warni reaksi atas kampanye ini seolah membangkitkan semangat yang lama terpendam—atau dipendam oleh pelaku desain grafis
DESAIN GRAFIS INDON
yang haus atas jawaban, aktualisasi atas kegiatan yang mereka lakukan untuk mencari nafkah, kegiatan yang merupakan semangat atas hasrat yang pribadinya miliki. Padahal, profesi ini, berdasarkan catatan DGI tidak buruk-buruk amat. Bahkan, seharusnya dengan berbagai prestasi yang telah dicapainya, desainer grafis Indonesia bersikap bangga. Bagaimana tidak
bangga, desainer grafis Indonesia prestasinya sudah mendunia! Lalu, mengapa masih gelisah? Kegelisahan pelaku desain grafis Indonesia wajar, layaknya profesi lain di Indonesia yang relatif muda, dan sedang berkembang pesat seiring peningkatan ekonomi, percepatan teknologi, makin terbukanya akses pada informasi, dan menguatnya jaringan
antar pelaku-pelaku itu sendiri. Ketiadaan lembaga yang aktif untuk menampung permasalahan-perma salahan yang dijumpai dalam perdagangan jasa desain grafis kerap menjadi kambing hitam keresahan ini, yang berakibat pada tidak adanya payung untuk melindungi kecenderungan eksploitasi yang kerap terjadi antar klien dan desainer yang sebenarnya merupakan aspek wajar dari
persaingan yang makin ramai, makin ganas, makin ketat antar pelaku desain grafis itu sendiri. Asosiasi yang aktif, yang mampu untuk memberdayakan profesi penting, tetapi itu bukan satu-satunya faktor yang dapat meringankan kekhawatiran pelaku desain grafis. Kalau bukan asosiasi pemberdayanya, siapa yang mampu?
N(ER) S NESIA
DGI percaya bahwa sejarah desain grafis Indonesia kaya akan peristiwa-peristiwa pemberdayaan profesi yang dibangun berdasarkan kerjasama erat antar pelaku-pelaku yang bersifat kekeluargaan. Diawali dari angkatan 1970, pelaku desain grafis saat itu tidak banyak, namun memiliki semangat berkegiatan, berkumpul, dan berserikat melampaui batasan dan tantangan yang nyata. Tiap dekade dan angkatanangkatan baru yang muncul meneruskan semangat ini hingga sekarang. DGI menemukan sikap dan semangat yang sama di tiap kegiatan, kepercayaan diri atas kebanggaan yang hadir di jiwa pelaku-pelaku desain grafis Indonesia. Namun, percaya diri dan semangat tidak akan timbul dengan sendirinya—sikap-sik ap tersebut harus dipicu oleh pemahaman antar desainer grafis itu sendiri, mengenai profesi, lingkungan budaya, dan masyarakat.
DGI didirikan atas keinginan untuk berbagi catatan beragam peristiwa desain grafis yang patut untuk dibanggakan, pantas menjadi lebih dari catatan sejarah, namun diolah secara pribadi oleh pelaku desain grafis menjadi aka—dan akar ini hanya baru bisa terwujud bila tali persaudaraan, rasa kekeluargaan hadir, sehingga ia secara otomatis mengikat kepentingan-kepenti ngan peribadi itu menjadi satu kepentingan. Berbagai peristiwa penting, seperti penyelenggaraan pameran bers ama tingkat nasional, beragam acara yang memupuk tali persaudaraan, acara edukatif yang membimbing pemahaman identitas desain grafis Indonesia. Ini membuktikan bahwa profesi kita itu memiliki kebanggaan yang patut menjadi akar pribadi desainer grafis Indonesia. Booth DGI di acara FGD Expo 2013 kemarin, merupakan wujud visual dari maksud ulasan di atas. Video desainer-
desainer yang menyatakan dengan bangga identitasnya diekspos di atas slogan DGI: "Membimbing pemahaman di antara desainer grafis Indonesia dan persimpangannya dalam seni, desain, kebudayaan, dan masyarakat." Instalasi sederhana ini semoga menjadi langkah pertama yang perlu dilakukan pelaku desain grafis Indonesia untuk jalan menuju pemahaman profesi yang ideal, yang mantap, yang percaya diri, berakar, berdaya, yaitu dimulai dari bangga, lantang, semangat menyatakan:
"SAYA SEORANG DESAINER GRAFIS."
Sepenggal kutipan dari pidato Abdul Djalil Pirous pada acara puncak IGDA (Indonesian Graphic Design Award) tahun 2010.
“… masih ada satu pertanyaan yang timbul di benak saya. Pertanyaan yang menyangkut kata Indonesia –dalam hal ini kata ‘Indonesian’– dalam Indonesian Graphic Design Award, apakah hanya akan diartikan sebagai lokasi/tempat? Sementara makna kata ‘Indonesia’ dalam IGDA juga dapat diartikan sebagai cerminan suatu watak, kepribadian, karakter, cara pandang, semangat dan hal lain yang dapat mengartikan Indonesia sebagai suatu Identitas. Kalau kita coba telaah, tanpa identitas ke-Indonesia-an, IGDA akan menjadi ajang awards pada umumnya. Dan IGDA hanya akan memotivasi desainer grafis Indonesia supaya berkarya secara kreatif saja, yang bisa saja mengarahkan kita pada bentuk karya yang miskin identitas.”
SIKAP BUDAYA: IDENTITAS DESAIN GRAFIS INDONESIA mengikuti wujud identitas lain.
tersebut. Perwujudan ini menghindarkan Indonesia tenggelam oleh atau
Indonesia yang sudah ada atau dibangun wujud baru hasil dari pencarian
Kami yakin bahwa wujud identitas tersebut bisa dicari dari kualitas nilai-nilai
grafis yang cenderung makin instan dan seragam.
perusahaan dan antar pribadi, sehingga berpengaruh terhadap praktek desain
global yang makin mempertinggi iklim persaingan antar negara, antar
mentalitas, kepribadian atau filosofi Indonesia dalam perkembangan dunia
keyakinan atas identitas yang dapat mencitrakan watak, pemikiran,
desain grafis Indonesia– yang telah bergiat mencari ke-Indonesiaan. Suatu
program desain grafis sejak tahun 1973, pelaku dan studio-studio
pendidikan rancang visual dari tahun 1950-an, perintis formal
keyakinan yang telah dipupuk oleh pendahulu kita –para perintis
Kami yakin bahwa Desain Grafis Indonesia harus memiliki identitas. Suatu
Pada kesempatan ini, DGI mengajak para pendidik, praktisi, aktivis, pelajar, dan rekan-rekan yang bersentuhan dengan bidang desain grafis untuk secara sadar dan aktif menjalankan “Sikap Budaya: Identitas Desain Grafis Indonesia”. Sikap budaya merupakan perwujudan dari sebuah keyakinan, kepedulian, misi, juga sebuah langkah yang akan menghantarkan kita ke pintu gerbang jati diri desain grafis Indonesia.
Kami yang mengusulkan Sikap Budaya ini:
Abdul Djalil Pirous, Priyanto Sunarto, Hanny Kardinata,
Hermawan Tanzil, Eka Sofyan Rizal, Ismiaji Cahyono, Surianto Rustan,
Caroline F Sunarko, Hastjarjo B Wibowo.
Jakarta, 23 Mei 2010.
diri dan keyakinan masyarakat atas potensi identitas Indonesia.
menikmati kekayaan nilai Indonesia, sehingga mempengaruhi kepercayaan
masyarakat. Semoga melalui program ini masyarakat secara langsung dapat
bertanggung jawab, berdasar, dan bermanfaat secara konkrit untuk aktivitas
menambah reputasi keilmuan dan profesi kami dalam memberi cara yang
diri kami, sehingga tidak terjebak dalam kreativitas semu identitas;
Kami berharap program ini berguna untuk meningkatkan kreativitas dalam
dan organisasi, sehingga dapat berkomunikasi lebih intensif dan sinergis.
ini. Kebersamaan ini mengharuskan kami melepas sekat pembatas individu
wawasan dan teknologi, demi terwujudnya program pembentukan identitas
melalui dialog pikiran dan karya yang kontributif, serta saling bertukar
Kami menghidupkan suasana kebersamaan dalam mewujudkan identitas ini,
kreasi baru.
kekayaan masa lalu tetapi justru terinspirasi darinya untuk menghasilkan
kini; kaya akan eksplorasi, sehingga prosesnya bukan hanya menduplikasi
analisis kekayaan nilai dan materi alam serta budaya Indonesia masa lalu dan
kondisi pengembangan studi dan lingkungan kerja yang kaya akan riset dan
mewujudkan identitas ini, yaitu dengan cara menempatkan diri dalam suatu
Kami merekomendasikan salah satu jalan yang sadar dan proaktif dalam
sekaligus kendalanya.
semua harus bersifat jujur dan natural dalam menyikapi potensi sumber daya
sekali jadi, tidak bisa dipaksakan dan tidak ada rumusan atau resep baku;
Kami paham bahwa proses perwujudan identitas ini bukan proses instan atau
|
Rp 95.000,-
Kaos “Saya Seorang Desainer Grafis”
|
Rp 115.000,-
Kaos “DGI” black on black
iPhone Compparel Edisi Customized Signature iPhone 4/4s : Rp 110.000,- | iPhone 5 : Rp 140.000,-
Sandy Karman: A Post(er) Catalogue
|
Rp 50.000,-
Buku PERSPEKTIF: 19 Desainer Grafis Indonesia Rp 150.000,- | Pre-order
B O O K S T O R E D G I
|
Rp 45.000,-
S T O R E Toelen Playing Card “Wayang Series”
|
D G I
Mug DGI
Rp 60.000,-
DARIPADA SEPI SENDIRI MARI BERKOLABORASI DGI membuka kesempatan bagi pelajar desain grafis ataupun yang masih berumur di bawah 22 tahun untuk bergabung dengan DGI dalam program volunteer. Volunteer akan difokuskan untuk berpartisipasi mendukung jalannya program dan acara yang akan diadakan oleh DGI.
DGI mengundang rekan-rekan untuk menjadi bagian dari pencatatan desain grafis Indonesia dengan mengirimkan tulisan (berupa pemikiran, catatan, wacana, ulasan) dan arsip karya desain grafis yang dapat memperkaya jejak perjalanan desain grafis di Indonesia.
DGI mengundang para desainer, seniman, serta creativepreneur untuk menyalurkan karya berupa buku, produk fungsional, ataupun Neo Permata B-55, merchandise, melalui DGI Store Bintaro Jaya Sektor 9, dan DGI Bookstore. Tangerang 15227 Indonesia T:
+62 21 29237 900
F:
+62 21 29237 833
DGI adalah sebuah lembaga berbasis kolaborasi. Oleh karenanya, DGI membuka pintu kolaborasi bagi siapa saja yang berminat untuk memberikan kontribusi positif.
DGI membuka kesempatan untuk para desainer dan penulis agar dapat menerbitkan bukunya melalui DGI Press, divisi penerbitan milik DGI.
mail@dgi-indonesia.com www.dgi-indonesia.com
informasi lebih lanjut: mail@dgi-indonesia.com
Program DGI
Pengarsipan, peliputan dan pewartaan, wadah wacana dan diskursus paradigma Desain Grafis Indonesia secara Online (saat ini) lewat situs DGI.
Penerbitan buku desain grafis Indonesia lewat DGI Press. DGI Press dikembangkan sejalan dengan komitmen DGI yang bertujuan membina pemahaman antar desainer grafis dan persimpangannya dengan lintas disiplin–lewat materi bacaan yang menuntun ke pemahaman “Indonesia”–jati diri bangsa, jati diri desainer grafis itu sendiri.
Merancang dan menyalurkan karya desainer grafis Indonesia, baik berupa merchandise, produk fungsional, dan buku: DGI Store, DGI Bookstore
Menyelenggarakan acara-acara yang berkaitan dengan desain grafis Indonesia: IGDA, TUAI, lokakarya (Masterclass Camp, Senior-Junior, dsb).
MASIH PERCAYA ITU PENTING? desain
Neo Permata B-55, Bintaro Jaya Sektor 9, Tangerang 15227 Indonesia T:
+62 21 29237 900
F:
+62 21 29237 833
mail@dgi-indonesia.com www.dgi-indonesia.com