DGI-zine | 002
Desain Grafis Indonesia (DGI) adalah sebuah situs kolaborasi yang memfokuskan diri kepada Sejarah Desain Grafis Indonesia sebagai bagian integral dari warisan kolektif desain grafis internasional. DGI didirikan pada 13 Maret 2007 oleh salah seorang desainer grafis senior Indonesia, Hanny Kardinata. Situs
ini
didirikan
sebagai
forum
maya
untuk
memupuk saling pengertian di antara desainer grafis Indonesia.
Tujuan
DGI
adalah
membimbing
pemahaman di antara desainer grafis Indonesia dan persimpangannya dalam seni, desain, kebudayaan, dan masyarakat. Konsep pemahaman diharapkan terwujud melalui penerbitan bagian per bagian sejarah desain grafis Indonesia yang saat ini dilakukan secara online, supaya generasi muda desainer grafis Indonesia memiliki rujukan mengenai perjalanan desain grafis Indonesia dari waktu ke waktu, dan memahami kesalingterhubungannya
dengan
yang
oleh
telah
dilakukan
segala
sesuatu
angkatan-angkatan
pendahulunya. Saat ini, dengan memanfaatkan teknologi virtual, DGI mengumpulkan dan mempublikasikan informasi mengenai
desain
grafis
Indonesia
secara
berkesinambungan ke seluruh Indonesia dan juga dunia. Selain sebagai portal atau media informasi, DGI juga berfungsi sebagai pusat data dan kajian desain grafis Indonesia, terbagi atas data visual dan data verbal. Cita-cita DGI adalah mendirikan Museum Desain Grafis Indonesia (MDGI) yang akan mendukung pembelajaran ilmu desain grafis dengan menyimpan dan merawat karya-karya desain grafis Indonesia secara komprehensif.
www.dgi-indonesia.com
Desain merupakan kegiatan dan karya. Kegiatan desain yang baik diharapkan menghasilkan karya desain yang baik pula. Pada zaman perkembangan teknologi dan komunikasi yang pesat ini, kapan pelaku desain dapat mendesain dengan baik lagi? Permintaan yang tinggi dan fasilitas teknologi membuat proses merancang kini semakin kilat, tidak lagi menyisakan waktu yang cukup untuk sekadar berpikir, memahami persoalan. Yang terjadi adalah penerapan ‘formula’ dan ‘template’ dalam mendesain. Akibatnya pelaku desain grafis makin terasing dari kegiatan desain itu sendiri sehingga karya desainnya pun dangkal, tidak bermakna, bahkan tidak fungsional dan komunikatif (hanya gaya dan hiasan saja).
Membimbing pemahaman di antara desainer grafis Indonesia dan persimpangannya dalam seni, desain, kebudayaan, dan masyarakat adalah komitmen Desain Grafis Indonesia (DGI). Pemahaman adalah jalan menuju ilmu, bekal bagi desainer untuk lebih apik merancang dan tepat menyusun strategi, menggali gagasan, dan menentukan pendekatan desain. Salah satu wujud komitmen tersebut adalah Design Camp.
Mengapa sebuah camp? DGI ingin mengajak desainer keluar sejenak dari kesehariannya, jauh dari kebiasaan dan habitat rutinnya untuk berkreasi secara intens melalui kegiatan lokakarya. Dengan mengundang instruktur profesional berjam terbang tinggi, Design Camp akan menjadi ruang refleksi, diskusi, eksplorasi, eksperimentasi, serta kolaborasi antar pelaku desain lintas generasi. Karya yang dihasilkan dari kegiatan ini pun berpeluang besar untuk dipamerkan, diproduksi, diterbitkan, dijual, dan dikoleksi sebagai artefak dari Museum DGI.
Melalui Design Camp, DGI berharap desain grafis di Indonesia dapat dibawa lebih jauh lagi sehingga dapat semakin bermakna dan bermanfaat bagi siapapun yang bersentuhan dengannya.
WAWANCARA DGI DENGAN DAVID AIREY
Bagi Anda yang telah mendengar tentang David, kemungkinan besar akan mengapresiasi karya desainnya yang begitu berkualitas; tidak hanya dalam penyampaian bahasa visual yang sangat estetis, namun juga memerlukan kerja keras yang lama dan dorongan untuk mencapai tujuannya berkarya sebagai seorang desainer grafis dalam bisnis yang penuh tantangan ini. Anda bisa mendapatkan gambaran tentang proyek identitas visual David yang sebelumnya di portfolio online-nya: www.davidairey.com/portfolio Di dalamnya Anda dapat menyimak proyek Asian Development Bank (Filipina), Berthier Associates (Jepang), Yellow Pages (Kanada), Giacom (Inggris), dan banyak lainnya.
David Airey bukan hanya seorang desainer grafis, namun juga seorang penulis dan sejak mulai berkarir sendiri pada tahun 2005, ia telah menjadi sebuah standar, pengajar, dan inspirasi untuk banyak orang yang bekerja di luar kantornya. Blog desainnya, Logo Design Love, davidairey.com, dan Identity Designed, menarik lebih dari satu juta pengunjung setiap bulannya. Saya dengan senang hati mengabarkan bahwa David meluangkan waktunya untuk menjawab beberapa pertanyaan saya mengenai karya dan pengaruhnya, serta membagikan beberapa pemikirannya tentang kekhasan dari desain grafis Indonesia. Eve Vogelein, DGI (Desain Grafis Indonesia)
Saya tidak yakin. Mungkin menjadi seorang wiraswastawan. Hal tersebut memang bisa membuat sangat stress, namun saya pikir akan lebih berharga dibandingkan dengan bekerja rutin, mendapat bayaran tetap, dan diberitahu
Saya menikmatinya. Menghabiskan waktu bertahun-tahun di pekerjaan yang tidak Anda nikmati adalah suatu hal yang sia-sia. Saya mengerti bahwa tidak selalu mungkin untuk mendedikasikan semua waktu kerja ke dalam sebuah passion, namun dapat dimulai dengan satu atau dua jam setiap harinya. Ada sebuah esai yang bagus dari Paul Graham dengan topik: How to Do What You Love. Dulunya, karier apa yang ingin Anda kejar?
Apa yang menjadi dorongan Anda? Mengapa Anda memutuskan untuk berkarya secara spesifik di bidang tersebut?
Saya termasuk sangat beruntung, lahir di keluarga yang berkecukupan dan mendapat kesempatan menyelesaikan studi di universitas dimana saya belajar bahwa bekerja secara mandiri adalah suatu hal yang mungkin (sebelumnya saya selalu melihat hidup saya bekerja untuk orang lain).
Bagaimana pengaruh latar belakang keluarga dan budaya terhadap apa yang Anda kerjakan sekarang?
Saya seorang desainer grafis dan penulis (kadang-kadang) yang mengkhususkan diri dalam mendesain identitas visual. Sejak tahun 2005 saya telah bekerja secara mandiri dengan berbagai perusahaan, seperti Yellow Pages, Blinkbox, dan Asian Development Bank.
Hai David! Silakan perkenalkan diri Anda, ceritakan apa yang Anda kerjakan dalam beberapa tahun ini?
Pelajar desain grafis Asia (Indonesia) patutnya jangan sampai mengabaikan warisan budayanya karena ingin mengikuti perkembangan di Barat. Siapa yang mengatakan bahwa yang ada di Barat lebih baik dibanding tempat lainnya? Adalah perbedaan budaya yang membuat seni dan desain bisa menjadi lebih menarik.
belahan dunia, maupun sebuah produk fisik yang dapat mendunia. Sebuah pertukaran pengalaman atau pengetahuan? Itu hal yang sangat penting dalam desain. Seorang desainer memerlukan brief dari klien sebelum sebuah karya dapat dihasilkan.
Pengetahuan akan perbedaan budaya hanya dapat dicapai ketika menciptakan sesuatu yang bersifat online karena dapat dinikmati berbagai
Seberapa penting sebuah pertukaran pengalaman atau pengetahuan di antara orang-orang yang berkarya dalam kultur yang berbeda pula?
Dari proyek ke proyek, karya yang saya hasilkan adalah untuk pelanggan klien saya. Saya tidak akan mengatakan saya sedang dalam sebuah misi, namun saya sudah tidak bisa membayangkan saya mengerjakan hal yang lain lagi. Mungkin hal tersebut akan berubah. Darimana passion saya berasal? Proyek desain seperti halnya memecahkan masalah. Saya suka ‘menetapkan kebutuhan’ dan menciptakan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dan, menjadi seorang desainer memberikan pengalaman yang berbeda-beda dengan orang-orang yang bekerja bersama saya, orang-orang dari seluruh dunia.
orang lain apa yang harus dilakukan. Siapa yang Anda coba capai dengan apa yang Anda lakukan? Anda terlihat seperti sedang berada dalam sebuah misi melalui desain dibanding mengerjakannya hanya sekadar untuk mata pencaharian. Darimana passion Anda berasal?
Arsip artikel DGI / 11 Oktober 2013
DA: Saya tidak yakin. Mungkin menjadi seorang wiraswastawan. Hal tersebut memang bisa membuat sangat stress, namun saya pikir akan lebih berharga dibandingkan dengan bekerja rutin, mendapat bayaran tetap, dan diberitahu
Saya menikmatinya. Menghabiskan waktu bertahun-tahun di pekerjaan yang tidak Anda nikmati adalah suatu hal yang sia-sia. Saya mengerti bahwa tidak selalu mungkin untuk mendedikasikan semua waktu kerja ke dalam sebuah passion, namun dapat dimulai dengan satu atau dua jam setiap harinya. Ada sebuah esai yang bagus dari Paul Graham dengan topik: How to Do What You Love. Dulunya, karier apa yang ingin Anda kejar?
Apa yang menjadi dorongan Anda? Mengapa Anda memutuskan untuk berkarya secara spesifik di bidang tersebut?
Saya termasuk sangat beruntung, lahir di keluarga yang berkecukupan dan mendapat kesempatan menyelesaikan studi di universitas dimana saya belajar bahwa bekerja secara mandiri adalah suatu hal yang mungkin (sebelumnya saya selalu melihat hidup saya bekerja untuk orang lain).
Bagaimana pengaruh latar belakang keluarga dan budaya terhadap apa yang Anda kerjakan sekarang?
Saya seorang desainer grafis dan penulis (kadang-kadang) yang mengkhususkan diri dalam mendesain identitas visual. Sejak tahun 2005 saya telah bekerja secara mandiri dengan berbagai perusahaan, seperti Yellow Pages, Blinkbox, dan Asian Development Bank.
Hai David! Silakan perkenalkan diri Anda, ceritakan apa yang Anda kerjakan dalam beberapa tahun ini?
Terima kasih banyak atas waktunya, David!
Untuk buku, saya menyukai “It’s Not How Good You Are. It’s How Good You Want to Be“.
Apakah ada bacaan yang mempengaruhi dan menginspirasi apa yang Anda lakukan sekarang? Siapa saja orang-orang yang telah menginspirasi Anda? Apakah Anda memiliki seorang panutan? Saya bukan tipe orang yang memiliki panutan. Hal tersebut membuat saya merasa perlu untuk meniru mereka. Namun saya banyak belajar dari orang-orang yang berada dalam profesi kreatif – orang-orang seperti Paula Scher, George Lois, Tina Roth Eisenberg, Milton Glaser. Terlalu banyak untuk disebutkan.
Seimbang seperti yang Anda katakan. Beberapa identitas visual yang paling berpengaruh berasal dari elemen tradisi dan sejarah, seperti Fiji Airways dan Peru.
Seberapa penting peran tradisi menurut Anda? Berpegang pada tradisi atau melepaskannya dan mencoba untuk menemukan bahasa visual baru? Apa yang paling baik untuk dilakukan?
Ketika saya di pendidikan desain formal, tidak banyak penekanan pada budaya asing. Saya tidak tahu seberapa luas itu, tapi guru saya bisa saja menawarkan lebih dalam hal itu, misalnya mengabdikan kelas pada karya-karya dari seluruh dunia.
Merujuk pada yang David ucapkan, bagaimana sekolah seni atau desain pada umumnya bereaksi pada fakta tersebut?
orang lain apa yang harus dilakukan.
-David Airey
bisa menjadi lebih menarik.”
budaya yang membuat seni dan desain
tempat lainnya? Adalah perbedaan
ada di Barat lebih baik dibanding
Siapa yang mengatakan bahwa yang
mengikuti perkembangan di Barat.
warisan budayanya karena ingin
patutnya jangan sampai mengabaikan
“Pelajar desain grafis Asia (Indonesia)
“… masih ada satu pertanyaan yang timbul di benak saya. Pertanyaan yang menyangkut kata Indonesia –dalam hal ini kata ‘Indonesian’– dalam Indonesian Graphic Design Award, apakah hanya akan diartikan sebagai lokasi/tempat? Sementara makna kata ‘Indonesia’ dalam IGDA juga dapat diartikan sebagai cerminan suatu watak, kepribadian, karakter, cara pandang, semangat dan hal lain yang dapat mengartikan Indonesia sebagai suatu Identitas. Kalau kita coba telaah, tanpa identitas ke-Indonesia-an, IGDA akan menjadi Sepenggal kutipan
ajang awards pada umumnya. Dan IGDA hanya
dari pidato Abdul Djalil Pirous
akan memotivasi desainer grafis Indonesia
pada acara puncak IGDA (Indonesian Graphic Design
supaya berkarya secara kreatif saja, yang bisa saja mengarahkan kita pada bentuk karya yang miskin identitas.”
Award), 2010.
Kami yakin bahwa Desain Grafis Indonesia harus memiliki identitas. Suatu keyakinan yang telah dipupuk oleh pendahulu kita –para perintis pendidikan rancang visual
Pada kesempatan ini, DGI mengajak para pendidik, praktisi, aktivis, pelajar, dan rekan-rekan yang bersentuhan dengan bidang desain grafis untuk secara sadar
dari
tahun
1950-an,
perintis
formal
program desain grafis sejak tahun 1973, pelaku
dan
Indonesia–
studio-studio yang
telah
desain
bergiat
Suatu
grafis
mencari
dan aktif menjalankan “Sikap Budaya:
ke-Indonesiaan.
Identitas Desain Grafis Indonesia”.
identitas yang dapat mencitrakan watak,
Sikap budaya merupakan perwujudan
pemikiran,
dari sebuah keyakinan, kepedulian, misi,
filosofi
juga sebuah langkah, yang akan
dunia global yang makin mempertinggi
menghantarkan kita ke pintu gerbang jati
iklim
diri desain grafis Indonesia.
perusahaan dan antar pribadi, sehingga
mentalitas,
Indonesia
persaingan
berpengaruh
keyakinan
kepribadian
dalam
antar
terhadap
atas
atau
perkembangan
negara,
praktek
antar
desain
grafis yang cenderung makin instan dan
SIKAP BUDAYA: IDENTITAS DESAIN GRAFIS INDONESIA
seragam.
Kami yakin bahwa wujud identitas tersebut bisa dicari dari kualitas nilai-nilai Indonesia yang sudah ada atau dibangun wujud baru hasil dari pencarian tersebut. Perwujudan ini menghindarkan Indonesia tenggelam oleh atau mengikuti wujud identitas lain.
Kami paham bahwa proses perwujudan identitas ini bukan proses instan atau sekali jadi, tidak bisa dipaksakan dan tidak ada rumusan atau resep baku; semua harus bersifat jujur dan natural dalam menyikapi potensi sumber daya sekaligus kendalanya.
Kami merekomendasikan salah satu jalan yang sadar dan proaktif dalam mewujudkan identitas ini, yaitu dengan cara menempatkan diri dalam suatu kondisi pengembangan studi dan lingkungan kerja yang kaya akan riset dan analisis kekayaan nilai dan materi alam serta budaya Indonesia masa lalu dan kini; kaya akan eksplorasi, sehingga prosesnya bukan hanya menduplikasi kekayaan masa lalu tetapi justru terinspirasi darinya untuk menghasilkan kreasi baru.
Kami menghidupkan suasana kebersamaan dalam mewujudkan identitas ini, melalui dialog pikiran dan karya yang kontributif, serta saling bertukar wawasan dan teknologi, demi terwujudnya program pembentukan identitas ini. Kebersamaan ini mengharuskan kami melepas sekat pembatas individu dan organisasi, sehingga dapat berkomunikasi lebih intensif dan sinergis. Kami berharap program ini berguna untuk meningkatkan kreativitas dalam diri kami, sehingga tidak terjebak dalam kreativitas semu identitas; menambah reputasi keilmuan dan profesi kami dalam memberi cara yang bertanggung jawab, berdasar, dan bermanfaat secara konkrit untuk aktivitas masyarakat. Semoga melalui program ini masyarakat secara langsung dapat menikmati kekayaan nilai Indonesia, sehingga mempengaruhi kepercayaan diri dan keyakinan masyarakat atas potensi identitas Indonesia.
Jakarta, 23 Mei 2010.
Kami yang mengusulkan Sikap Budaya ini: Abdul Djalil Pirous, Priyanto Sunarto, Hanny Kardinata, Hermawan Tanzil, Eka Sofyan Rizal, Ismiaji Cahyono, Surianto Rustan, Caroline F Sunarko, Hastjarjo B Wibowo.
|
Rp 95.000,-
Kaos “Saya Seorang Desainer Grafis”
|
Rp 115.000,-
Kaos “DGI” black on black
iPhone Compparel Edisi Customized Signature iPhone 4/4s : Rp 110.000,- | iPhone 5 : Rp 140.000,-
Sandy Karman: A Post(er) Catalogue
|
Rp 50.000,-
Buku PERSPEKTIF: 19 Desainer Grafis Indonesia Rp 150.000,- | Pre-order
B O O K S T O R E D G I
|
Rp 45.000,-
S T O R E Toelen Playing Card “Wayang Series”
|
D G I
Mug DGI
Rp 60.000,-
bukan decorator!
adalah salah satu cara
deadline, sungguh itu
nikmat.
istirahat yang paling
lebih dibutuhkan.
posisi kita akan terkesan
menit dengan begitu
menunggu beberapa
biarkan klien atau partner
Hindari tepat waktu,
Jadilah desainer tulen
Tidurlah ketika menjelang
yang bayar.
mahal, biasakan klien
diluar, pilih restoran yang
terpaksa harus bertemu
teritorialnya. Seandainya
yang menghampiri
tempat kita, jangan kita
Biarkan klien datang ke
didalamnya.
tak satupun desainer
dari 100 milyuner di dunia
businessman, terbukti
Inovator bukan
karena Desainer adalah
sebagai mesin uang,
profesi desain grafis
Jangan memposisikan
peta desain grafis
Tetap bertahan di Indonesia
membutuhkan
sungguh
keyakinan yang
amunisi dan
kuat. Secara
memberikan
pribadi saya
mendalam atas
apresiasi
segala kreasi dan seprofesi untuk
ekspresi rekan
menjadi bagian
dan problematika dari fenomena
industri kreatif di negara yang 1/6
penduduknya
dibawah garis
masih berada
Dibawah ini saya
kemiskinan.
‘bermain’ dengan
ingin mengajak
tantangan bagi
memberikan 10
mencantumkan
siapa saja yang
dikartu namanya.
profesi kreatif
Berani?
nurani.
bertentangan dengan hati
membuat desain yang
konspirasi, jangan lagi
penuh kolusi dan
Tolak pekerjaan yang
Jujurlah pada diri sendiri!
tidak fair.
garis hidupmu sendiri.
petualangan dan buat
kantor, tentukan
mustahil?
menjadi hal yang
orisinal akan tetap
menggunakan software
dicapai, namun apakah
tahapan yang sulit
mungkin merupakan
ide yang orisinal bagi kita
Berfikir dan melahirkan
TANTANGAN DARI IRWAN AHMETT UNTUK DESAINER GRAFIS DI INDONESIA
pengunduran diri dari
Besok, buatlah surat
kompetisi yang seringkali
karena prosedur
terlalu banyak korban
Pokoknya jangan! Sudah
pitching, kenapa?
Jangan mengikuti
‘tidak’.
semua jawabanmu berarti
beberapa pilihan yang
pada klien namun buatlah
Jangan bilang ‘tidak’
Arsip artikel DGI / 19 Maret 2010
DARIPADA SEPI SENDIRI MARI BERKOLABORASI Neo Permata B-55, Bintaro Jaya Sektor 9, Tangerang 15227 Indonesia T:
+62 21 29237 900
F:
+62 21 29237 833
DGI adalah sebuah lembaga berbasis kolaborasi. Oleh karenanya, DGI membuka pintu kolaborasi bagi siapa saja yang berminat untuk berkontrobusi dengan : Menjadi bagian dari pencatatan desain grafis Indonesia dengan mengirimkan tulisan (berupa
mail@dgi-indonesia.com
pemikiran, catatan, wacana, ulasan) dan arsip
www.dgi-indonesia.com
karya desain grafis yang dapat memperkaya jejak perjalanan desain grafis di Indonesia. Menyalurkan karya berupa buku, produk fungsional, ataupun merchandise, melalui DGI Store dan DGI Bookstore. Menerbitkan buku melalui DGI Press, divisi penerbitan milik DGI.
informasi lebih lanjut: mail@dgi-indonesia.com