MEMPERBANYAK UCAPAN LA HAULA WALA QUWWATA ILLA BILLAH

Page 1

Memperbanyak Ucapan ‘Lâ Haula wa lâ Quwwata Illâ Billâh’ Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas Wasiat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam Kepada Abu Dzar Al-Ghifari Ů’ ŮŽ Ů’ Ů? ‍ل ŮŽŘ° Ů‘Ů?Řą َأ‏ ŮŽ ŮŽ : Ů’ Ů? ŮŽ ْ‍ Ů? Ů’ Ů? ŮŽŘŁŮˆâ€Ź ŮŽ Ů? Ů’ ŮŽ Ů? : Ů?Ů‘ Ů? Ů? Ů? Ů’ ‍ ŮŽŘŁŘŻŮ’ Ů? ŮŽ! ŮŽŮˆŮŽŘŁŮ†Ů’ ا Ů’ ŮŽ ŮŽ Ů?آâ€ŹŘŒŮ’$%Ů? &Ů’ 'Ů? ْ‍) ŮŽ( ŮŽŮˆŮŽŘŁŮ†â€Ź Ů? Ů’ ‍ Ů?ه ŮŽ! ŮŽ' Ů’ Ů?ŘĽ ŮŽ* َأ‏Ů? .ŮŽ / Ů’ ‍ Ů?' Ů?&Ů‘ َأ‏0 ŮŽ ‍) ŮŽ( ŮŽŮˆâ€Ź Ů? Ů’ ‍Ů?ŘĽ ŮŽ* َأ‏ Ů’ 'ŮŽ !ŮŽ ‍ Ů?Ů‡â€ŹŘŒŮ’ Ů? !ŮŽ1 ْ‍ ŮŽŮˆŮŽŘŁŮ†â€ŹŮŽ Ů? ‍ Ů? Ů’ َأ‏2 Ů? ‍ ŮŽŮˆŮ?ؼنْ ŮŽŘąâ€ŹŘŒŮ’ Ů? ŮŽ.3 ŮŽ ْ‍ ŮŽ( ŮŽŮˆŮŽŘŁŮ†â€Ź4Ů? ‍ Ů?' Ů’ Ů?ŘŁ Ů’آ‏0 ŮŽ ‍ل‏ ŮŽ Ů’!2 ŮŽ 0 ŮŽ ‍! ŮŽŘŠ ŮŽŮˆâ€Ź6 Ů? 0 6 ‍ Ů?ŘĽâ€ŹŘŒŮ?7 Ů? ْ‍ ŮŽŮˆŮŽŘŁŮ†â€Ź$ŮŽ 68ŮŽ 9ŮŽ ‍ Ů? Ů? Ů‘Ů?( ŮŽŘŁâ€ŹŘŒŮ‘: Ů? ŮŽ Ů’ ‍ ا‏0 ŮŽ ‍ ;Ů’ Ů? Ů’ ŮŽŮˆâ€Ź Ů? Ů’<9ŮŽ Ů?1 7 Ů? ‍ ŮŽ !Ů’ ŮŽ' Ů?= اâ€ŹŘŒŮ?$>Ů? 0 ŮŽ ْ‍ ŮŽŮˆŮŽŘŁŮ†â€Ź0 ŮŽ ‍ل‏ ŮŽ <ŮŽ/ Ů’ ‍س َأ‏ ŮŽ 6& ‍ً ا‏A Ů’ B ŮŽ. Dari Abu Dzar Radhiyallahu 'anhu , ia berkata: “Kekasihku (Rasulullah) Shallallahu 'alaihi wa sallam berwasiat kepadaku dengan tujuh hal: (1) supaya aku mencintai orang-orang miskin dan dekat dengan mereka, (2) beliau memerintahkan aku agar aku melihat kepada orang yang berada di bawahku dan tidak melihat kepada orang yang berada di atasku, (3) beliau memerintahkan agar aku menyambung silaturahmiku meskipun mereka berlaku kasar kepadaku, (4) aku dianjurkan agar memperbanyak ucapan lâ haulâ walâ quwwata illâ billâh (tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah), (5) aku diperintah untuk mengatakan kebenaran meskipun pahit, (6) beliau berwasiat agar aku tidak takut celaan orang yang mencela dalam berdakwah kepada Allah, dan (7) beliau melarang aku agar tidak meminta-minta sesuatu pun kepada manusiaâ€?. TAKHRIJ HADITS Hadits ini shahĂŽh. Diriwayatkan oleh imam-imam ahlul-hadits, di antaranya: 1. Imam Ahmad dalam Musnadnya (V/159). 2. Imam ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul-KabĂŽr (II/156, no. 1649), dan lafazh hadits ini miliknya. 3. Imam Ibnu Hibban dalam ShahĂŽh-nya (no. 2041-al-Mawârid). 4. Imam Abu Nu’aim dalam Hilyatu- Auliyâ` (I/214, no. 521). 5. Imam al-Baihaqi dalam as-Sunanul-Kubra (X/91). DishahĂŽhkan oleh Syaikh al-‘Allamah al-Imam al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albâni rahimahullah dalam Silsilah al-AhâdĂŽts ash-ShahĂŽhah (no. 2166). FIQIH HADITS (4) : MEMPERBANYAK UCAPAN LA HAULA WALA QUWWATA ILLA BILLAH (TIDAK ADA DAYA DAN UPAYA KECUALI DENGAN PERTOLONGAN ALLAH) Mengapa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan kalimat lâ haulâ wa lâ quwwata illâ billâh?


Jawabannya, agar kita melepaskan diri kita dari segala apa yang kita merasa mampu untuk melakukannya, dan kita serahkan semua urusan kepada Allah. Sesungguhnya yang dapat menolong dalam semua aktivitas kita hanyalah Allah Ta’ala, dan ini adalah makna ucapan kita setiap kali melakukan shalat, "Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan". [al-Fâtihah/1:5]. Dan kalimat ini, adalah makna dari doa yang sering kita ucapkan dalam akhir shalat kita: $6 %Ů? 6 َ‍ Ů?&Ů‘ ا‏ Ů? ‍ ŮŽ* َأ‏ ŮŽ â€ŤŮƒâ€Ź ŮŽ (Ů? â€ŤŮƒ Ů?Ř° Ů’آ‏ ŮŽ (Ů? 8Ů’ B Ů? ‍ ŮŽŮˆâ€Ź Ů? Ů’2 Ů? ‍ ŮŽŮˆâ€ŹD ŮŽ 9Ů? ‍ ŮŽ َد‏ Ů?. "Ya Allah, tolonglah aku agar dapat berdzikir kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu" [1]. Pada hakikatnya seorang hamba tidak memiliki daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah. Seorang penuntut ilmu tidak akan mungkin duduk di majlis ilmu, melainkan dengan pertolongan Allah. Seorang guru tidak akan mungkin dapat mengajarkan ilmu yang bermanfaat, melainkan dengan pertolongan Allah. Begitupun seorang pegawai, tidak mungkin dapat bekerja melainkan dengan pertolongan Allah. Seorang hamba tidak boleh sombong dan merasa bahwa dirinya mampu untuk melakukan segala sesuatu. Seorang hamba seharusnya menyadari bahwa segala apa yang dilakukannya semata-mata karena pertolongan Allah. Sebab, jika Allah tidak menolong maka tidak mungkin dia melakukan segala sesuatu. Artinya, dengan mengucapkan kalimat ini, seorang hamba berarti telah menunjukkan kelemahan, ketidakmampuan dirinya, dan menunjukkan bahwa ia adalah orang yang sangat membutuhkan pertolongan Allah. FIQIH HADITS (5) : BERANI MENGATAKAN KEBENARAN MESKIPUN PAHIT Pahitnya kebenaran, tidak boleh mencegah kita untuk mengucapkannya, baik kepada orang lain maupun kepada diri sendiri. Apabila sesuatu itu jelas sebagai sesuatu yang haram, syirik, bid’ah dan munkar, jangan sampai kita mengatakan sesuatu yang haram adalah halal, yang syirik dikatakan tauhid, perbuatan bid’ah adalah Sunnah, dan yang munkar dikatakan ma’ruf. Menyembah kubur, misalnya, yang sudah jelas perbuatan syirik namun banyak para dai yang beralasan bahwa hal tersebut, adalah permasalahan yang masih diperselisihkan. Seorang dai harus tegas mengatakan kebenaran, perbuatan yang bid’ah harus dikatakan bid’ah, dan perbuatan yang haram harus dikatakan haram,


dengan membawakan dalil dan penjelasan para ulama tentang keharamannya. Sesungguhnya jihad yang paling utama ialah mengatakan kalimat yang haq (kebenaran) kepada penguasa. Ů?E ŮŽ 1Ů’ ‍َ Ů?ŘŻ َأ‏%F Ů? Ů’ ‍ ŮŽآŮ? ŮŽ Ů?= ا‏: Ů?Ů‘ 2 ŮŽ GŮŽ &Ů’ Ů? ‍ن‏ Ů? ŮŽH Ů’ / Ů? (Ů? >Ů? ŮŽ3. "Jihad yang paling utama ialah mengatakan kalimat yang haq (kebenaran) kepada penguasa yang zhalim". [2] Yaitu dengan mendatangi mereka dan menasihati mereka dengan cara yang baik. Jika tidak bisa, dapat dilakukan dengan menulis surat atau melalui orang yang menjadi wakil mereka, tidak dengan mengadakan orasi, provokasi, demonstrasi. Dan tidak boleh menyebarkan aib mereka melalui mimbar, mimbar Jum’at, dan yang lainnya. Islam telah memberikan ketentuan dalam menasihati para pemimpin (ulil amri). Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Ů’ 'ŮŽ ‍ َأنْ َأعَا َد‏I ŮŽJ ŮŽ &Ů’ KŮŽ ‍ن Ů? ;Ů?ي‏ Ů? ŮŽH Ů’ / Ů? M ŮŽ 1ŮŽ NŮ? GŮ? Ů’ KŮ? =Ů‹ ŮŽ Ů? M ŮŽ ŮŽ Ů’ 8Ů? َ‍ ;Ů’ ŮŽŮˆâ€Ź Ů? Ů’<KŮŽ NŮ? GŮ? ŮŽ Ů? Ů’! Ů?O Ů’ ŮŽ 1ŮŽ PŮ? Ů? ْ‍ن‏QŮ?1ŮŽ ŮŽ Ů? ŮŽ PŮ? &Ů’ 'Ů? â€ŤŮƒâ€Ź ŮŽ ‍;ŮŽا‏1ŮŽ ‍ ŮŽŮˆâ€Ź0 6 ‍ن Ů?ؼ‏ ŮŽ َ‍ْ آ‏G ŮŽ ‍ى‏6‍ ;Ů?ŮŠ َأد‏6‍ ا‏PŮ? Ů’ ŮŽ ŮŽ. "Barangsiapa yang ingin menasihati penguasa, janganlah ia menampakkan dengan terang-terangan. Hendaklah ia pegang tangannya lalu menyendiri dengannya. Kalau penguasa itu mau mendengar nasihat itu, maka itu yang terbaik. Dan bila si penguasa itu enggan (tidak mau menerima), maka sungguh ia telah melaksanakan kewajiban amanah yang dibebankan kepadanya"[3]. PENUTUP Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat untuk penulis dan para pembaca, dan wasiat Rasulullah ini dapat kita laksanakan dengan ikhlas karena Allah Ta’ala. Mudahmudahan shalawat dan salam tetap tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, juga kepada kelurga dan para sahabat beliau. Akhir seruan kami, segala puji bagi Allah, Rabb seluruh alam. [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi Ramadhan (06-07)/Tahun XI/1428H/2007M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016] _______ Footnote [1]. Hadits shahĂŽh. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 1522), an-Nasâ`i (III/53), Ahmad (V/245), dan al-Hakim (I/173, III/273) beliau menshahĂŽhkannya, dan disepakati oleh adz-Dzahabi.


[2]. Hadits hasan. Diriwayatkan oleh Ahmad (V/251, 656), Ibnu Majah (no. 4012), ath-Thabrani dalam al-Kabîr (VIII/282, no. 8081), dan al-Baghawi dalam SyarhusSunnah (no. 2473), dan selainnya. Dari Sahabat Abu Umamah Radhiyallahu 'anhu. Lihat Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 490). [3]. Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah, Bab: Kaifa Nashihatur-Ra’iyyah lil- Wulât (II/ 507-508 no. 1096, 1097, 1098), Ahmad (III/403-404) dan al-Hakim (III/290) dari ‘Iyadh bin Ghunm Radhiyallahu 'anhu. Marâji’: 1. Al-Qur`ânul-Karim dan terjemahannya, terbitan Departemen Agama. 2. al-Adabul-Mufrad. 3. Al-Mu’jamul-Kabîr. 4. An-Nihâyah fî Gharîbil-Hadîts. 5. As-Sunanul-Kubra. 6. As-Sunnah libni Abi ‘Ashim. 7. Al-Washâya al-Mimbariyyah, karya ‘Abdul-‘Azhim bin Badawi al-Khalafi. 8. Hilyatul Auliyâ`. 9. Irwâ`ul Ghalîl fî Takhriji Ahâdîtsi Manâris Sabîl. 10. Lisânul-‘Arab. 11. Mawâridizh Zhamm`ân. 12. Mufrâdât Alfâzhil-Qur`ân. 13. Musnad ‘Abd bin Humaid. 14. Musnad al-Humaidi. 15. Mustadrak ‘alâ ash-Shahîhaini. Karya Imam al-Hakim an-Naisaburi. 16. Musnad Imam Ahmad. 17. Qathî`atur Rahim; al-Mazhâhir al-Asbâb Subulul ‘Ilâj, oleh Syaikh Muhammad Ibrahim al-Hamd. 18. Shahîh al-Bukhari. 19. Shahîh Ibni Hibban. 20. Shahîh Ibni Khuzaimah. 21. Shahîh Muslim. 22. Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah. 23. Sunan Abu Dawud. 24. Sunan an-Nasâ`i. 25. Sunan at-Tirmidzi. 26. Sunan Ibni Majah. 27. Syarah Shahîh Muslim. 28. Syarhus Sunnah lil Imam al-Baghawi. 29. Tafsîr Ibni Jarir ath-Thabari, Cet. Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut. 30. Tafsîr Ibni Katsir, Cet. Darus-Salam, Riyadh.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.