Tsa’labah, Si Kaya yang Enggan Membayar Zakat Saat menafsirkan firman Alloh : Dan diantara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Alloh : Sesungguhnya jika Alloh memberikan sebagian karunia Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang sholeh.” Maka setelah Alloh memberikan kepada mereka sebagian dari karuniaNya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). Maka Alloh menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Alloh, karena mereka telah memungkiri terhadap Alloh apa yang telah mereka ikrarkan kepada Nya dan juga mereka selalu berdusta.” (QS. At Taubah : 75-77) Berkata Imam Ibnu Jarir Ath Thobari 14/16987 : “Para ulama’ tafsir berbeda pendapat tentang makna ayat ini. Sebagian mereka mengatakan bahwa yang dimaksudkan dengan ayat ini adalah Tsa’labah bin Hathib, salah seorang sahabat anshor.”. Kemudian beliau meriwayatkan sebuah hadits : “Telah menceritakan kepadaku Mutsanna, dia berkata : telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Ammar, dia berkata : telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Syu’aib, dia berkata : telah menceritakan kepada kami Ma’an bin Rifa’ah as Sulami dari Abu Abdil Malik Ali bin Yazid al Alhani bahwasanya dia menghabarkan dari Qosim bin Abdur Rohman bahwasannya dia menghabarkan dari Abu Umamah al Bahili dari Tsa’labah bin Hathib bahwasannya dia berkata kepada Rosululloh : “Berdo’alah kepada Alloh agar Alloh memberikan rizqi harta kepadaku.” Maka Rosululloh bersabda : “Celakalah engkau wahai Tsa’labah, sedikit harta tapi engkau syukuri lebih baik dari banyak harta tapi engkau tidak mampu menanggungnya, tidakkah engkau ridlo menjadi seperti nabi Alloh, Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan Nya, seandainya saya kepingin agar gunung itu mengalirkan perak dan emas untukku, niscaya akan mengalir.” Tsa’labah menjawab : “Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, jika engkau berdo’a kepada Alloh lalu Alloh memberi rizki harta kepada ku, niscaya akan aku berikan harta itu pada setiap yang berhak.” Maka Rosululloh berdo’a : “Ya Alloh, berilah Tsa’labah harta.” Lalu diapun mengambil kambing, dan ternyata kambing itu berkembang biak dengan pesat seperti ulat, sehingga kota Madinah tidak muat, lalu dia pun pindah ke pinggiran kota, tepatnya pada salah satu lembahnya, sehingga dia cuma bisa sholat jamaah dhuhur dan ashar dan meninggalkan jamaah sholat lainnya. Kemudian kambing pun semakin berkembang biak sehingga dia pun tidak pernah jamaah sholat lima waktu selain sholat jum’at saja, namun kambingnya pun
bertambah banyak yang akhirnya sholat jum’at pun dia tinggalkan, dan dia hanya mencari berita dari para pendatang yang ikut sholat jum’at. Maka Rosululloh bersabda : “Celakalah Tsa’labah, celakalah Tsa’labah, celakalah Tsa’labah.” Lalu Alloh menurunkan firman Nya : “Ambilllah zakat dari harta-harta mereka.” (QS. At Taubah : 103) yang menunjukkan wajibnya zakat, maka Rosululloh mengutus dua orang untuk mengambil zakat, seorang dari Bani Juhainah dan seorang lagi dari Bani Salim dan Rosululloh menuliskan sebuah surat tentang bagaimana harus mengambil zakat dari kaum muslimin. Rosululloh juga berpesan kepada keduanya : “Mampirlah ke tempat Tsa’labah dan seseorang dari bani Salim lalu ambillah zakat dari keduanya.” Lalu keduanya pergi sehingga bertemu dengan Tsa’labah, lalu minta shodaqohnya dan keduanya membacakan surat Rosululloh. Namun ternyata Tsa’labah malah berkata : “Ini adalah jizyah 1, ini tiada lain kecuali saudaranya jizyah, saya tidak tahu akan hal ini, pergilah dahulu sehingga kalian selesai menjalankan tugas lalu balik lagi kesini.” Lalu keduanya pun berangkat, kedatangan keduanya di dengar oleh seseorang yang dari Bani Salim maka dia melihat pada untanya yang paling bagus lalu di ambil untuk zakat dan diapun menyambut kedatangan keduanya, dan tatkala keduanya melihat, maka mereka berdua berkata : “Kamu tidak wajib mengeluarkan ini, kami tidak ingin mengambil yang sebagus ini darimu.” Namun dia berkata : “Ambillah, saya rela mengasihkannya.” Tatkala keduanya selesai menjalankan tugas, maka keduanya balik lagi ke Tsa’abah, lalu dia berkata : “Tunjukkan kepadaku surat yang kalian bawa.” Lalu dia melihatnya seraya berkata : “Ini tiada lain adalah saudaranya jizyah, pergilah sehingga saya menentukan sikapku.” Keduanya pun pulang sehingga sampai kepada Rosululloh, tatkala Rosululloh melihat keduanya, beliau bersabda : “Celakalah Tsa’labah.” Ini diucapkan sebelum Rosululloh berbicara kepada kedua dan beliau mendo’akan keberkahan kepada seseorang yang dari Bani Salim, lalu keduanya menghabarkan apa yang dilakukan oleh orang dari Bani Salim tersebut dan apa yang dilakukan oleh Tsa’labah. Maka turunlah firman Alloh : “Diantara mereka ada yang berjanji pada Alloh, jika Alloh memberikan keutaman Nya, sungguh kami akan bershodaqoh dan kami akan menjadi orang-orang yang sholih.” Sampai pada firman Alloh : “Dan terhadap apa yang mereka dustakan.” Disaat itu didekat Rosululloh ada seseorang kerabat Tsa’labah, tatkala dia mendengar ayat ini maka segera mendatangi Tsa’abah seraya berkata : “Celakalah engkau wahai Tsa’labah, Alloh menurunkan ayat ini dan itu berhubungan denganmu.” Maka Tsa’labah keluar sehingga mendatangi Rosululloh dan meminta beliau menerima shodaqohnya, namun Rosululloh bersabda : “Alloh melarangku
untuk menerima shodaqohmu.” maka dia menaburkan tanah pada kepalanya, namun Rosululloh malah berkata : “Inilah perbuatanmu, saya perintahkan engkau namun tidak engkau ta’ati.” Kemudian Tsa’labah pulang ke rumahnya dan Rosululloh meninggal dunia dalam keadaan tidak mau menerima shodaqohnya. Kemudian dia datang kepada Abu Bakr tatkala beliau menjadi kholifah seraya berkata : “Engkau mengetahui kedudukanku disisi Rosululloh juga dikalangan anshor, maka terimalah shodaqohku.” Maka Abu Bakr berkata : “Rosululloh tidak menerimanya, akankah saya menerimanya ?.” Dan Abu Bakr meninggal dunia tetap tidak menerima zakatnya. Dan tatkala Umar menjadi kholifah, dia pun mendatanginya seraya berkata : “Wahai Amirul Mu’minin, terimalah zakatku.” Maka Umar berkata : “Rosululloh dan Abu Bakr tidak menerimanya, akankah saya menerimanya ?.” sehingga Umar pun meninggal dunia, kemudian Utsman menjadi kholifah, dan dia pun mendatanginya lalu mohon agar di terima shodaqohnya, maka Utsman berkata: “Rosululloh, Abu Bakr dan Umar tidak menerimanya, lalu akankah saya menerimanya ?.” Akhirnya Tsa’labah meninggal dunia pada zaman khilafah Utsman.” Kisah ini sangat lemah
Kemasyhuran kisah ini Kisah ini sangat terkenal dalam kitab-kitab tafsir saat menafsikan ayat diatas, juga sangat sering disampaikan oleh para khothib dan para penceramah untuk menceritakan tentang akibat dari orang yang enggan membayar zakat. Diantara yang menyebutkan kisah ini dalam kitab-kitab mereka adalah : Al Wahidi dalam Asbabun Nuzul hal : 141, Ibnu Jarir Ath Thobari dalam tafsir beliau, kisah inipun disandarkan oleh As Suyuthi dalam Jami’ Soghir 2/203 kepada Al Baghowi, Al Barudi, Ibnu Qoni’, Ibnu Sakan dan Ibnu Syahin dari Abu Umamah Al Bahili. Berkata Syaikh Ali Hasan : “Kisah inipun disebutkan oleh Zamakhsari dalam Al Kasyyaf 2/203, Ibnul Jauzi dalam Zadul Masir 3/372, Ar Rozi dalam Mafatihul Ghoib 16/130, Al Khozin dalam tafsir beliau 3/126, Al Baidlowi dalam Anwarut Tanzil 3/75, Ibnu Katsir dalam tafsur beliau 2/373, As Suyuthi dalam Ad Dur Al Mantsur 3/260 juga dalam al Iklil hal : 121 serta masih banyak lainnya tanpa mereka sebutkan akan kebatilan dan kemungkarannya.” (Lihat At Tashfiyah wat Tarbiyah hal : 54)
Sisi kelemahan kisah ini Kisah ini lemah bila ditinjau dari sisi sanad maupun matannya, adapun dari sisi sanadnya maka penjelasannya adalah sebagai berikut : Bahwa dalam sanad hadis ini terdapat dua sisi kelemahan yaitu :
1. Pertama : Ali bin Yazid Al Alhani Berkata Bukhori : Munkar hadits. Berkata Daruquthni : Matruk. Berkata Nasa’i : Tidak tsiqoh Berkata Abu Zur’ah : Tidak kuat (Lihat Mizanul i’tidal oleh Adz Dzahabi 5/195 dan Tahdzibut Tahdzib 7/396) 2. Kedua : Ma’an bin Rifa’ah As Sulami Berkata Ibnu Hibban : Munkar hadits dan dia menceritakan hadits dari orang-orang yang tak dikenal Berkata Jauzaqoni : Tidak bisa dijadikan hujjah. (Lihat Tahdzibut Tahdzib 10/201, Mizanul i’tidal 6/455, Al Majruhin 3/36) Oleh sebab inilah, maka hadits ini dilemahkan oleh banyak para ulama’ diantaranya adalah : Berkata Al Haitsami : “Diriwayatkan oleh Thobroni, dan pada sanadnya terdapat Ali bin Yazid al Alhani, dia itu orang yang matruk, dan Ma’an bin Rifa’ah haditsnya lemah.” Berkata Al ‘Iroqi dalam Takhrij Ihya’ 3/135 : “Sanadnya lemah.” Berkata al Hafidl Ibnu Hajar : Hadits ini lemah tidak dapat digunakan sebagai hujjah (Fathul Bari 3/266, lihat juga Takhrij Kasyaf 4/77/133) Yang juga melemahkannya adalah : Ibnu Hazm dalam al Muhalla 12/137 Al Baihaqi sebagaimana dinukil dalam Faidlul Qodir 4/527 Al Qurthubi dalam tafsir beliau 8/210 Adz Dzahabi dalam Tajrid Asma’ Shohabah no : 623. (Lihat Adl Dlo’ifah oleh Syaikh al Albani : 1607, 4081, Qoshosh La Tatsbut Syaikh Yusuf Al Atiq 1/47) Adapun dari sisi matannya, maka hadits inipun lemah dan bathil. Penjelasannya adalah sebagai berikut : Hadits ini banyak bertentangan dengan nash-nash yang jelas dalam al Qur’an dan as Sunnah, yaitu : 1.Diterimanya taubat Termasuk sesatu menerima taubat tersebut selagi ditenggorokan. Alloh berfirman
yang jelas dalam syariat islam yang mulia, bahwa Alloh orang yang berbuat kesalahan, sebesar apapun kesalahan matahari belum terbit dari barat dan selagi nafas belum sampai :
Katakanlah : “Hai hamba-hamba Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rohmat Alloh. Sesungguhnya Alloh mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Az Zumar [39] : 53) Rosululloh bersabda : Dari Abu Musa dari Rosululloh bersabda : “Sesungguhnya Alloh membentangkan tangan Nya pada waktu malam untuk mengampuni orang yang berbuat jelek pada waktu siang, dan Alloh juga membentangkan tangan Nya pada waktu siang untuk menerima taubat orang yang berbuat jelek pada waktu malam sehingga matahari terbit dari arah barat.” (HR. Muslim : 4959 Ahmad : 18708) Beliau juga bersabda : Dari Ibnu Umar dari Rosululloh bersabda : “Sesungguhnya Alloh menerima taubat seorang hamba selagi nafas belum sampai tengorokan.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah dan dihasankan oleh Al Albani) Nash-nash ini sangat jelas menunjukkan bahwa taubat seseorang itu diterima, padahal dalam kisah tersebut Rosululloh tidak menerima taubatnya Tsa’labah yang menyadari kesalahannya tatkala enggan membayar zakat, begitu pula dengan ketiga kholifah setelah beliau. 2. Keutamaan orang yang ikut perang Badar Tsa’labah daam kisah ini nama lengkapnya adalah Tsa’labah bin Hathib bin Amr bin Ubaid bin Umayah al Anshori. Beliau adalah termasuk slaah seorang sahabat yang ikut dalam perang badar, sebgaimana hal ini ditegaskan oleh Imam Ibnu Katsir dalam al Bidayah wan Nihayah 5/218 juga oleh Al Hafidl Ibnu Hajar dalam al Ishobah 1/199 serta yang lainnya. Padahal sudah merupakan sesuatu yang mapan dalam akidah kaum muslimin bahwa ahli Badar mempunyai keutamaan yang sangat besar yang tidak dapat dicapai oleh sahabat lainnya yang tidak ikut perang Badar. Diantara keutamaan mereka adalah yang terdapat dalam beberapa hadits berikut : Dari Jabir berkata : Rosululloh bersabda : “Tidak akan masuk neraka orang yang ikut perang Badar dan perjanjian Hudaibiyyah.” (HR. Ahmad 14725 dengan sanad shohih, Lihat Ash Shohihah : 2160) Dari Jabir berkata : Bahwa seorang budak milik Hathib datang kepada Rosululloh untuk mengadukan perkara Hathib, seraya berkata : Ya Rosululloh, sungguh Hathib akan masuk neraka.” Maka Rosululloh bersabda : “Engkau berdusta, dia ikut dalam perang Badar dan perjanjian Hudaibiyyah.” (HR. Muslim : 2495)
Dari Mu’adz bin Rifa’ah Az Zuroqi dari bapaknya yang merupakan orang yang ikut perang Badar berkata : “Jibril datang kepada Rosululloh seraya berkata : Menurut kalian bagaimana dengan orang yang ikut dalam perang Badar ? Maka Rosululloh menjawab : Mereka adalah orang islam yang paling baik, demikian juga dengan para malaikat.” (HR. Bukhori : 3992) Inilah sebagian keutamaan ahli badar, lalu bagaimana mungkin Tsa’labah melakukan itu semua, padahal dia adalah saah seorang yang ikut perang badar ? dan anggaplah beliau melakukannya, lalu bagaimana mungkin Alloh tidak mengampuninya, padahal dosa orang yang ikut perang badar telah diampuni oleh Alloh sebesar apapun dosa tersebut. Perhatikanlah kejadian berikut ini : Dari Ali berkata : “Rosululloh mengutusku bersama Martsad al Ghonawi dan Zubair bin Awam, dan kami semua adalah para penunggang kuda. Beliau bersabda : “Berangkatlah kalian sehingga sampai di kebuh Khokh, disana nanti ada seorang wanita musyrik membawa surat dari Hathib bin Abi Balta’ah yang ditujukan kepada orang-orang musyrik.” Maka kami menemukan wanita tersebut sedang naik unta ditempat yang ditunjukkan oleh Rosululloh, lalu kami katakan : “Serahkan surat tersebut.” Dia menjawab : “Saya tidak bawa surat.” Lalu kami mencarinya dan tidak kami temukan adanya surat, namun kami berkata : “Rosululloh tidak berdusta, engkau keluarkan surat itu atau kami telanjangi.” Dan tatkala wanita tersebut melihat keseriusan kami, maka dia mengeluarkan surat tersebut dar kain pengikat sarungnya, lalu kamipun berangkat balik kepada Rosululloh. Maka Umar berkata : “Wahai Rosululloh, Dia telah berkhianat kepada Alloh, Rosul Nya dan kaum mu’minin, biarkan aku penggal kepalanya.” Tapi Rosululloh malah bertanya kepada Hathib : “Apa yang membuatmu melakukan ini semua ?.” Maka Hathib menjawab : “Demi Alloh, bukannya saya tidak beriman kepada Alloh dan Rosul Nya, saya hanya ingin agar mereka merasa punya budi kepadaku, yang dengan itu bisa untuk menjaga keluarga dan hartaku, sedangkan semua sahabatmu mempunyai kerabat yang bisa menjaga keluarga dan hartanya.” Lalu Rosululloh bersabda : Dia telah berkata benar, jangan kalian katakan kepadanya kecuali kebaikan.” Namun Umar tetap berbicara : “Dia telah berkhianat kepada Alloh dan Rosul Nya serta kaum mu’minin, maka biarkan aku penggal kepalanya.” Maka Rosululloh bersabda : “Bukankah dia adalah termasuk sahabat yang ikut perang Badar ? barangkali Alloh Ta’ala sudah melihat kepada sahabat yang ikut perang Badar, sehingga Dia berfirman : “Lakukanlah apa yang kalian mau, sungguh kalian akan masuk surga (atau : Sungguh Saya ampuni kalian).” Maka kedua mata Umar pun mencucurkan air mata seraya berkata : “Alloh dan Rosul Nya lebih mengetahui.” (HR. Bukhori : 3007, 3983 Muslim : 2494) Sedangkan sisi kelemahan matan yang ketiga adalah : Kisah ini bertentangan dengan sebuah syariat tentang orang yang enggan membayar zakat, yaitu diambil zakatnya serta separoh dari hartanya secara paksa.
Dari Bahz bin Hakim dari bapaknya dari kakeknya bahwa Rosululloh bersabda : “Barang siapa yang menunaikan (zakat) demi mendapatkan pahala , niscaya dia akan mendapatkan pahalanya, namun barang siapa yang tidak membayarnya maka kami akan mengambilnya dan separoh hartanya, sebagai salah satu ketetapan dari ketetapan Robb kami.” (HR. Ahmad 5/2, Abu Dawud 1575, Hakim 1/398 dengan sanad Hasan) Dan sisi kelemahan yang keempat adalah bahwa kisah ini bertentangan dengan siroh para sahabat secara umum, yang mana mereka adalah manusia yang paling utama, sangat cinta pada akhirat dan zuhud pada dunia. Dan hal ini sangat jelas bagi siapapun yang menelaah perjalanan hidup mereka, bagaimana tidak demikian padahal Alloh telah ridlo pada mereka, sebagaimana firman Nya : Orang yang pertama kali masuk islam dari kalangan kaum Muhajirin dan Anshor serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, niscaya Alloh akan ridlo kepada mereka dan merekapun ridlo kepada Alloh.” (QS. At Taubah : 100) Dan Rosululloh menyebut mereka sebagai manusia yang paling utama, sebagaimana sabda beliau : Dari Ubaidah bin Abdillah bahwasannya Rosululloh bersabda : “Sebaik-baik manusia adalah generasiku kemudian yang setelah mereka kemudian yang setelah mereka.” (HR. Bukhori Muslim )
Pengganti yang shohih : Setelah mengetahui kelemahan kisah ini, maka tidak boleh bagi seorangpun untuk membawakan kisah ini sebagai ibroh bagi yang enggan membayar zakat. Cukuplah bagi kita ayat al Qur’an dan hadits yang shohih yang menerangkan tentang ancaman bagi yang enggan membayar zakat. Diantaranya adalah : Firman Alloh Ta’la : QS. At Taubah : 34,35 Dari Abu Huroiroh berkata : “Rosululloh bersabda : “Barang siapa yang diberi harta oleh Alloh lalu dia tidak membayar zakatnya, maka nanti hartanya itu akan dirubah menjadi seekor ular botak yang memiliki dua titik hitam yang nantinya akan mematuknya pada hari kiamat, kemudian dia akan mencengkeramnya dengan kedua taringnya seraya mengatakan : “Saya harta simpananmu, saya adalah hartamu.” Kemudian Rosululloh membaca firman Alloh : (QS. Ali Imron : 180)5
Dari Abu Huroiroh berkata : Rosululloh bersabda : “Tidak ada seorangpun yang memiliki emas dan perak yang tidak menunaikan zakatnya kecuali nanti pada hari kiamat akan dijadikan lempengan dari api lalu dipanaskan di neraka Jahannam, lalu akan disetrikakan pada samping tubuhnya dan pada dahihnya, setiap kali sudah dingin maka akan diulangi lagi, itu semua dilakukan pada suatu hari yang ukurannya sama dengan lima puluh ribu tahun, sehingga akan diselesaikan urusan manusia, lalu dia kan mengetahui jalannya, mungkin ke surga atau mungkin ke neraka. Dikatakan : Wahai Rosululloh, lalu bagaimana dengan unta ? Beliau menjawab : Tidak pula yang memiliki unta yang tidak menunaikan zakatnya kecuali nanti pada hari kiamat dibentangkan baginya sebuah tempat yang sangat luas dan keras, tidak ada satu untapun yang tidak berada disitu, lalu mereka akan menginjaknya dengan kaki kaki mereka serta akan menggigit dengan mulut mereka, setiap kali yang pertama sudah lewat maka akan dikembalikan bagian yang akhirnya, itu semua pada suatu hari yang ukurannya sama dengan lima puluh ribu tahun, sehingga akan diselesaikan urusan manuisa, lalu dia akan mengetahui jalannya, mungkin ke surga atau ke neraka.” (HR. Muslim :987) Dari Anas bin Malik berkata : “Rosululloh bersabda : “Orang yang enggan membayar zakat akan masuk neraka pada hari kiamat.” (HR. Thobroni dalam ash Shoghir, berkata al Albani : Hasan Shohih, lihar Shohih Targhib : 762) Dari Buroidah berkata : “Rosululloh bersabda : “Tidaklah sebuah kaum enggan membayar zakat kecuali akan diuji oleh Alloh dengan musim paceklik.” (HR. Thobroni dalam al Ausath, Hakim, Baihaqi dengan sanad shohih, lihat shohih Targhib : 763)