Dummy Buku - All About Carbon

Page 1

CAAllboutarbon sebuah catatan kecil tentang Karbon

Prakata

Catatan kecil ini dibuat sebagai sebuah penghantar dan teman perjalanan bagi siapa pun yang ingin mengenal dan memahami apa itu Karbon. Berisi tentang definisi sederhana, yang mudah dipahami dan dipelajari oleh berbagai kalangan. Catatan ini ditujukan sebagai sebuah buku saku, dengan ukurannya yang kecil dan ringkas sehingga dapat dibawa dengan mudah. Dilengkapi dengan ilustrasi menarik di tiap halamannya, menjadikan buku ini sebuah media pembelajaran yang menyenangkan.

Diharapkan dengan hadirnya buku ini, seluruh staff RMU dapat memberikan penjelasan yang seragam dan komprehensif mengenai apa itu karbon. Baik penjelasan untuk diri mereka sendiri, keluarga, orang terdekat, atau masyarakat sekitar yang dijumpai saat turun ke lapangan.

Daftar Isi

Prakata Daftar Isi Prolog Karbon Ekonomi Restoratif Skema Perdagangan Karbon RMU

Prolog

Ada banyak sekali cerita yang akan muncul jika pertanyaan “Kenapa kamu ada di sini? Kenapa kamu membaca buku ini?” dilontarkan. Bagi mereka yang hanya berkunjung ke kantor, pos atau basecamp PT. Rimba Makmur Utama mungkin jawabannya jelas, mereka membaca buku ini karena secara tak sengaja melihatnya di rak buku. Atau ada seseorang yang memberikan buku ini, lantas menyuruhnya untuk membaca. Namun, bagi mereka yang berada di PT. Rimba Makmur Utama dan menjadi bagian darinya, pertanyaan tadi memiliki jawaban yang jauh lebih panjang dan beragam. Tidak hanya datang berkunjung pastinya, mereka secara sadar datang untuk bekerja. Sama halnya dengan cerita CEO kita, Dharsono Hartono. Dalam artikel yang diterbitkan YPO, Dharsono menuturkan kisahnya memulai semua ini, menuturkan kenapa ia berada di tempat

ini. Dulu Dharsono, seorang pengusaha, diajak salah seorang teman untuk turut serta terjun menggeluti bisnis Kelapa Sawit. Kala pikirannya masih menimbang-nimbang, Rezal Kusumatmadja datang membawakan pilihan lain. Pilihan yang 180 derajat berbeda dari tawaran sebelumnya. Pilihan untuk menjaga dan merawat bumi. Dari kisah ini lah perjalanan panjang ini bermula.

Perjalanan panjang yang kemudian menghantarkan banyak pertanyaan. Restorasi ekosistem? Karbon? Apa itu? Jualan karbon? Apa yang dijual? Gimana kerjanya? Apa bisa untung? Manfaatnya apa? Serta pertanyaan lain tentang semua ini. Mungkin beberapa di antara kita pernah mencari dan sudah tahu jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini. Tapi masih ada juga di antara kita yang belum mengetahuinya, termasuk mereka yang berada di luar kita, seperti masyarakat umum dan pihak lain yang juga masih bertanya-tanya.

Sangat disayangkan, jika kita yang berada dan berkontribusi langsung di tempat ini tidak mengetahui apa yang sedang kita kerjakan. Ya bisa saja kita bekerja tanpa mempedulikan semua itu, tapi apa tidak sayang? Oke, sekarang apa yang kamu ketahui tentang karbon?

Karbon

Jika mengingat-ingat kembali pelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA), kata karbon ini pasti sudah tidak asing. Apalagi bagi mereka yang mendalami bidang kimia dan biologi. Karbon merupakan satu dari sekian banyak unsur kimia, di tabel periodik karbon dilambangkan dengan huruf C.

Sinar Matahari Karbondioksida

Dalam siklus fotosintesis yang sudah kita pelajari sejak sekolah dasar, karbon dalam bentuk kombinasi karbondioksida (CO2) bersama air (H2O) dan sinar matahari diproses oleh tanaman untuk menghasilkan glukosa (C6H12O6) dan oksigen (O2). Glukosa digunakan oleh tanaman sebagai bahan zat makanan, sedangkan oksigen dikeluarkan untuk diserap manusia dan makhluk hidup lainnya.

Oksigen

Glukosa

Air

Meski memiliki fungsi yang cukup penting bagi proses fotosintesis, kandungan karbondioksida yang terlalu banyak di atmosfer justru akan menyebabkan efek rumah kaca. Definisi sederhana efek rumah kaca dapat ditarik dari bentuk aslinya. Rumah kaca sering dibangun untuk membantu proses penanaman sayur, buah ataupun bunga. Fungsi bangunan ini adalah untuk menangkap dan memerangkap panas, sehingga di musim dingin tanaman tetap mendapatkan panas matahari dengan baik.

Analogi ini membawa penggambaran bahwa bermacam gas yang ada di atmosfer ibarat kaca, dan bumi sebagai bangunan rumah kaca tersebut. Jika semakin banyak gas yang ada di atmosfer, maka akan semakin kuat pula kemampuan kaca tersebut menyerap dan menahan panas matahari di bumi. Akibatnya bumi menjadi semakin panas.

Komposisi karbondioksida di atmosfer hanya sebesar 9 sampai 26 persen saja, sisanya diisi oleh macam-macam gas lain seperti uap air, metana, ozon, CFC, HFC dan Nitrous Oxide. Karbondioksida ini dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar fosil. Selain itu juga bisa disebabkan oleh aktifitas penebangan dan pembakaran hutan. Aktifitas yang mengakibatkan peningkatan jumlah karbon dioksida ini harus dikurangi, karena dampaknya sangat terasa bagi kelangsungan makhluk hidup. Sederhananya, matahari akan tenggelam sore hari, sehingga saat malam panas pun ikut hilang bersamaan dengan tenggelamnya matahari. Namun karena adanya gasgas tersebut sebagai kaca yang memerangkap panas, malam hari pun masih terasa panas. Siklus karbon ini dapat dipersingkat seperti dalam ilustrasi di halaman selanjutnya. Manusia

dan makhluk hidup lainnya memerlukan oksigen untuk bernafas, mereka juga membutuhkan beragam produk industri untuk memenuhi kebutuhannya. Saat bernafas manusia akan mengeluarkan karbondioksida. Industri juga mengeluarkan karbondioksida saat memproduksi produk-produknya. Erupsi gunung berapi juga menyumbangkan karbondioksida. Dari banyaknya hal yang memproduksi karbondioksida, hanya hutan beserta pepohonan di dalamnya dan lautan yang mampu menyerap karbondioksida dan menjadikannya oksigen. Sehingga perbandingan ini harus terus seimbang. Demi keberlangsungan hidup, jumlah karbondioksida ini juga tidak boleh jauh melebihi ambang batas, agar efek rumah kaca tersebut tidak semakin parah.

RestorasiEkosistem

Menjawab persoalan lingkungan dan ancaman krisis iklim, konsep Restorasi Ekosistem hadir sebagai sebuah solusi. Konsep ini juga sering dikaitkan dengan model ekonomi berkelanjutan. Tingginya tingkat permintaan pasar akan suatu produk, secara tidak langsung membuat proses produksi pun meningkat. Oleh karenanya emisi yang dihasilkan pelaku industri pun menjadi semakin tinggi. Kembali pada persoalan karbon sebelumnya, salah satu penyumbang karbondioksida adalah proses industri tersebut. Berdasarkan data yang ada, 71% gas rumah kaca diakibatkan oleh proses industri ini.

Dampak kerusakan lingkungan ini jelas terasa, seperti halnya dalam industri ban karet, jika lingkungan rusak maka bahan baku utama tersebut tidak bisa diperoleh atau didistribusikan. Oleh karenanya, model ekonomi berkelanjutan atau ekonomi restoratif ini perlu menjadi

perhatian dan dikembangkan. Dalam jurnalnya Rezal dkk menyebutkan bahwa perlu adanya keseimbangan antara ketersediaan modal atau bahan baku dan daya pulihnya. Pemanfaatan modal, baik itu modal alam, sosial, budaya, politik atau bahkan finansial harus memperhatikan keseimbangan dua hal tersebut.

Model bisnis atau ekonomi berkelanjutan ini juga menuntut pelaku bisnis untuk mensinergikan komposisi modal organik dengan sistem produksinya. Hal ini ditujukan agar proses produksi dapat tetap selaras dengan semangat restorasi lingkungan hidup. Proses ini juga perlu didukung oleh semua pihak, baik itu pemerintah, masyarakat dan pelaku bisnis itu sendiri. Pemerintah wajib memberikan dukungan berupa kebijakan yang pro kepada pengembangan model ekonomi berkelanjutan. Pelaku bisnis juga harus menjalankan kebijakan tersebut dengan penuh tanggung jawab, lantas kemudian masyarakat yang merasakan langsung efek dari model ekonomi ini harus senantiasa memberitahu perkembangan atau dampak yang mereka rasakan.

Kebijakan pemerintah ini telah diwujudkan melalui pemberian hak konsesi untuk memulihkan hutan. Pemberian hak ini bersamaan dengan pelimpahan tanggung jawab menjaga dan mengelola hutan agar senantiasa hijau dan terhindar dari berbagai ancaman yang ada.

Model konsesi pemulihan hutan ini berbeda dengan taman nasional. Model ini memungkinkan masyarakat untuk tetap melakukan kegiatan ekonomi di wilayah konsesi. Tentunya dengan kerja sama yang telah dijalin antara masyarakat dengan pemilik hak konsesi, untuk menggali dan memanfaatkan kearifan lokal yang ada guna menyukseskan program ekonomi berkelanjutan yang tetap memperhatikan lingkungan. Perusahaan akan mendorong dan membantu rakyat mengembangkan Kegiatan Ekonomi Rakyat, seperti pengolahan sumber daya lokal, wisata, agroforestry, perikanan dan beragam kegiatan ekonomi lainnya. Langkah pembentukan kegia-

tan ekonomi rakyat ini dimulai dengan pemetaan partisipatif, perencanaan desa hingga pada perancangan program kerja yang disusun secara sistematis. Untuk menjaga keuangan perusahaan, pemilik hak konsesi dapat menggunakan skema kredit karbon. Hutan yang terjaga dengan baik, dapat menyerap emisi karbon di atmosfer. Jasa inilah yang dihitung oleh para investor dan menjadi pemasukan bagi para pemilik hak konsesi agar mereka tetap dapat terus menjalankan usaha restorasinya. Sederhananya, skema ini memungkinkan perusahaan-perusahaan penghasil emisi di negara industri membayar atau memberikan imbalan kepada perusahaan di negara lain yang mampu dan berhasil menjaga hutan. Bermodalkan pengetahuan dan kecakapan mengelola sumber daya, usaha menjaga lingkungan bisa terus berlangsung dan menjadi warisan yang baik untuk generasi di masa depan.

Skema PerdaganganKarbon

Perdagangan karbon atau sering dikenal dengan istilah Carbon Trade adalah sebuah usaha jual beli kredit karbon. Dahulu, sebelum ada Perjanjian Kyoto semua perusahaan di dunia bebas melakukan aktifitas produksi. Tapi setelah ada perjanjian itu yang kemudian diperbarui melalui Persetujuan Paris, perusahaan yang hendak melakukan aktifitas produksi harus mematuhi kesepakatan untuk tidak melebihi ambang batas emisi. Oleh karena itu, kredit karbon ini dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan yang melebihi ambang batas emisi, atau perusahaan yang ingin mewujudkan mimpi nol emisi dalam kegiatan produksi mereka.

Hak kredit karbon ini diberikan dalam bentuk sertifikat kepada masing-masing perusahaan. Perusahaan yang melanggar ketentuan akan mendapat sanksi, oleh karena itu muncul skema-skema agar perusahaan tetap bisa melakukan aktifitas produksi. Skema ini disebut dengan kompensasi karbon dan terdiri dari beberapa jenis kegiatan.

Kegiatan pertama adalah dengan membeli hak atau sertifikat ijin perusahaan lain. Contoh sederhananya adalah, perusahaan A menyumbang terlalu banyak emisi. Sedangkan perusahaan B tidak menggunakan jatahnya tersebut, sehingga hak atau sertifikat perusahaan B ini bisa dibeli oleh perusahaan A. Kegiatan seperti ini disebut dengan model Cap and Trade.

Kegiatan lain adalah dengan membuat proyekproyek ramah lingkungan di negara berkembang. Contohnya, perusahaan A yang menyumbang terlalu banyak emisi membantu pengembangan proyek ramah lingkungan. Proyek tersebut bisa saja berupa pembangkit listrik tenaga surya dan lain sebagainya. Kegiatan ini disebut dengan model Clean Development Mechanism.

Kegiatan terakhir yang bisa dilakukan perusahaan adalah model Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation atau REDD+. Model ini berupa kegiatan pencegahan atau pemulihan hutan-hutan di negara penghasil karbon. Seperti penjelasan sebelumnya, perusahaan penghasil emisi akan memberikan imbalan atas jasa lingkungan yang telah dilakukan perusahaan yang melaksanakan skema REDD+ tersebut.

RMU

Rimba Makmur Utama adalah perusahaan Indonesia yang menjalankan proyek REDD+ di Kalimantan Tengah. Proyek ini dinamakan Katingan Mentaya Project, sebuah proyek restorasi hutan gambut terbesar di dunia yang mampu menyerap rata-rata tujuh juta kredit karbon setiap tahunnya. Selain merestorasi hutan, RMU juga menyediakan sumber mata pencaharian berkelanjutan bagi masyarakat lokal.

Perjalanan RMU tentu tidak sesingkat dan semudah itu. Dikutip dari artikel YPO, Dharsono Hartono memulai semua ini tahun 2007. Saat itu seorang teman mengajak Dharsono mengikuti konvensi kelapa sawit, dan mengharapkan ia ikut terlibat dalam bisnis ini. Namun Rezal Kusumatmadja, teman sekalasnya dulu saat kuliah di Cornell University mengajukan usul yang sangat berbeda. Rezal mengajak Dharsono memulai bisnis yang bisa menjaga lingkungan, yaitu dengan merestorasi hutan gambut.

Keduanya lalu memulai usahanya pada lahan seluas 1.000 Hektar, hingga kemudian menemukan lahan yang jauh lebih luas lagi. Dharsono menekankan semua ini hanya bermodalkan mimpi dan tekad, karena ia dan Rezal sama-sama tidak memiliki latar belakang terkait pengelolaan hutan.

Usaha keduanya dimulai dengan mengajak masyarakat sekitar untuk turut berkontribusi. Dharsono mengunjungi desa-desa di sekitar area konsesi untuk menjelaskan tujuan dan cara membangun kemitraan. Usaha mendapatkan kepercayaan masyarakat ini dirasa tidak terlalu sulit, menurut Dharsono hal yang lebih sulit adalah mendapatkan ijin dari pemerintah. Tim Narasi menggali perajalanan Dharsono meminta ijin dari kementerian. Dimulai dari tahun 2008, usaha Dharsono meminta ijin sangatlah sulit dan tidak mendapat kejelasan. Hingga suatu hari, ia didatangi Harrison Ford yang sedang membuat film dokumenter. Ford menanyakan perkembangan usaha Dharsono, namun saat itu Dharsono tidak mampu memberikan keterangan sebab ijin konsesi masih menunggu keputusan sang Menteri. Ford yang geram langsung mendatangi langsung

Zulkifli Hasan, selaku Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan saat itu. Tak lama setelah itu, ijin konsesi Dharsono mendapat persetujuan. Namun ternyata, tidak semua permohonan Dharsono dikabulkan. Ada perusahaan sawit yang terlebih dulu mendapat sebagian lahan di dekat area konsesi. Jelas hal ini sangat bertentangan dengan semangat pemerintah memperbaiki dan menjaga lingkungan.

Setelah melalui proses yang sangat panjang dan berliku, kini RMU bisa berdiri sebagai salah satu perusahaan restorasi terbesar di dunia. Berdasarkan metode perhitungan karbon standar VCS dan CCB, kawasan ini menghasilkan rata-rata 7.5 juta per tahun dengan predikat Triple Gold. Sebagai perbandingan, penghindaran emisi ini setara dengan penghindaran emisi dari 2 juta mobil setiap tahun.

Dengan adanya pemasukan dari kredit karbon ini maka PT Rimba Makmur Utama mampu membangun kemitraan dengan masyarakat, melakukan perlindungan terhadap ekosistem kawasan dan memenuhi biaya operasional perusahaan. Hal ini menjadi bukti bahwa keseimbangan antara tiga dimensi pengelolaan yaitu: Ekologi, Sosial dan Ekonomi mampu diimplementasikan dengan tetap sejalan dengan prinsip-prinsip Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals - SDGs).

Namun meski demikian, masih ada pihak-pihak yang kurang setuju dengan skema perdagangan karbon ini. WALHI - dalam video Tim Narasi - misalnya, melalui manajer iklimnya Yuyun Harmono mereka menyebutkan bahwa konteks keadilan iklim – restorasi hutan dan pencegahan rusaknya iklim – ini harusnya menjadi tanggung jawab perusahaan, organisasi, atau negara penyumbang emisi terbesar untuk mengurangi sumbangan emisi mereka. Ia menilai bahwa tugas tersebut sebaiknya tidak dilimpahkan ke negara-negara berkembang, ia juga mengatakan bahwa perdagangan karbon ini seharusnya ditinjau ulang karena upaya pelestarian merupakan hak asasi manusia dan tidak sewajarnya dijadikan investasi.

Pendapat lain muncul dari seorang ahli di bidang kebijakan energi dan lingkungan hidup, Derik Broekhoff yang menyebut proyek-proyek seperti ini tidak akan menurunkan emisi karena di sisi lain perusahaan masih tetap beroperasi menyumbangkan emisi. Yeb Sono, direktur

Greenpeace Asia Tenggara menambahkan contoh nyata ketidakkonsistenan proyek ini. Pohon di wilayah proyek yang memiliki jangka kontrak selama sepuluh tahun misalnya, ada kemungkinan pohon-pohon tersebut ditebang setelah

jangka kontrak habis. Contoh yang sudah terjadi adalah proyek di Pro Publica Kamboja, lahan hutan yang seharusnya memang dilindungi, kini setengahnya sudah gundul.

Dharsono selaku CEO RMU menanggapi hal-hal ini dengan tenang, dalam video wawancara bersama DW Indonesia ia balik mempertanyakan bentuk nyata gembar-gembor pemerintah dalam melestarikan lingkungan. “Kita dari dulu bilang ingin menyelamatkan hutan tropis. Tapi realitanya dalam 20 tahun terakhir, sebagian besar hutan tropis hilang, digunakan untuk misalnya perkebunan kelapa sawit atau produksi kertas. Jadi saya pikir kalau ada model baru dimana kita tetap menjaga hutan tropis, dan juga menghasilkan keuntungan, itu akan menguntungkan komunitas di sekitar hutan. Dan itu model yang tepat untuk masa depan,” tegasnya.

Knowledge Management Senandika Jiwa
Konsultan
Kembara

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.