MENGELABUI RAKYAT DENGAN SATGAS PORNOGRAFI Oleh : Edison F.Swandika Butar-Butar
Belum lagi usai polemik kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak), telah kembali muncul wacana mengenai Satgas Anti Pornografi. Wacana ini dilontarkan oleh presiden susilo bambang yudhoyono untuk menyikapi maraknya masalah pornografi dan isu HIV/AIDS di negeri ini. Gagasan ini termuat dalam Peraturan Presiden No. 25 Tahun 2012 yang telah disahkan pada tanggal 2 Maret silam yang ditangani oleh 13 menteri. Akan tetapi, tidak sedikit masyarakat memandang bahwa kebijakan tersebut sebagai usaha untuk mengalihkan isu kenaikan BBM yang sedang marak-maraknya.
Pandangan Tentang Pornografi
Di keluarkannya Satgas Anti Pornografi ini adalah perpanjangan dan tindak lanjut dari isi UU Pornografi 2008 dalam pasal 42. Padahal seperti yang diketahui khayalak bahwa UU pornografi itu mendapat banyak penolakan dari segenap lapisan masyarakat karena UU itu akan memicu terjadinya disintegrasi penerapannya di dalam kehidupan bermasyarakat. Indonesia memiliki banyak tradisi dan budaya yang beragam. Jadi pengaturan pornografi mestinya harus difokuskan pada pelaku dan market Industri Pornografi. Apa yang dianut dalam draft UU Pornografi yang sekarang adalah semangat kebabalasan untuk mengatur “moral� masyarakat menuju kepada "satu tradisi atau perilaku". UU Pornografi secara tidak langsung menjadi alat untuk mengkerdilkan budaya bangsa. Sebagai contoh: Baju Bodo sebagai pakaian adat Sulawesi
Selatan “hanya� boleh dipakai di Sulawesi Selatan, jika Baju Bodo dipakai diluar Sulawesi Selatan maka pemakainya dapat dikenakan sanksi. Dengan demikian toleransi adat/tradisi dalam berbangsa terancam "punah" dengan adanya UU Pornografi ini. Padahal, seharusnya budaya tersebut dipandang luhur dan mendapat tempat untuk dilestarikan oleh para pelaku-pelaku yang sadar budaya dan orang tersebut bukanlah hanya orang-orang yang sejak lahir telah terikat pada budaya tersebut. Oleh karena itu, kita sebagai masyarakat harus mampu membedakan mana pornografi dan mana budaya.
Penolakan yang dilontarkan berbagai lapisan masyrakat sepertinya tidak dihiraukan oleh jajaran pemerintah. Terbukti tetap dijalankannya amanat UU Pornografi 2008 itu dengan dicetuskannya Satgas Anti Pornografi. Bahkan Satgas Anti Pornografi ini dikemas sedemikian rupa sehingga seolah-olah menjadi salah satu satuan penanganan kasus yang sangat genting dan harus ditangani secara intensif di balik kasus-kasus lain yang sebenarnya jauh lebih penting dan perlu diberlakukan pengawasan yang lebih intensif.
Pembentukan Satgas ini pastinya memerlukan anggaran biaya yang tidak sedikit dan ada bentuk penyelewengan kinerja dan jabatan beberap menteri yang mengambil peran dalam struktur penjalanan satgas ini terkesan pembuangan uang Negara secara berlebihan dan tidak bermanfaat. Dan terkesan Negara memiliki cadangan kas yang surplus sehingga dana surplus itu dapat di gunakan untuk membentuk Satgas Anti Pornografi ini.
Belum esensi
Undang-Undang No. 44 tentang Pornografi yang multi tafsir dianggap oleh kebanyakan masyarakat tidak sesuai dengan karasteristik bangsa ini. Selain itu, karena masih banyak hal yang lebih intens yang harus di pantau oleh pemerintah, Pemerintah, terkhususnya Presiden sepertinya sangat interest dengan masalah yang berbaur pornografi, sehingga dengan antusiasnnya mencetuskan UU yang terkait dengan hal itu. Mulai dari UU Anti Pornografi 2008 hingga dilanjutkan dengan pencetusan Satgas Anti Pornografi 2012.
Sekiranyapun pornografi merupakan masalah penting bagi pemerintah, Apa belum cukup UU Anti Pornografi 2008 untuk mengendalikan permasalahan ini? Begitu banyak problem yang terjadi di Negara ini dimana pemerintah jangan terkesan melakukan pembiaran dan menutup mata untuk masalah itu, dengan mengusung wacana baru sebagai pengalihan perhatian masyarakat terhadap masalah yang lebih serius itu.
Ancaman pornografi seolah-olah menjadi sebuah bumerang dan sebuah ancaman yang paling berbahaya yang akan menghancurkan republik ini, sehingga begitu hebatnya penanganan akan permasalahan yang terkait moral dan yang sebenarnya lebih bersifat pribadi dari pada menjadi permasalahn publik. Pada hal masalah akut yang menggerogoti Negara ini bak sebuah penyakit ganas berstadium akhir begitu banyak di luar masalah yang lebih pribadi ini.
Korupsi, Pemberdayaan masyarakat desa dan daerah terpencil, kemiskinan, gizi buruk,konflik sosial, dan krisis multi dimensi, Pelanggaran HAM dan sebagainya merupakan masalah yang sangat memprihatinkan yang seharusnya lebih intensif diperhatikan para pemerintah. Masalah-masalah di atas merupakan masalah yang sangat begitu berdampak bagi
kesejahteraan masyarakat. Mengapa pemerintah tidak mengaplikasikan wacana yang mengungkit masalah penting ini dan memberikan kebijakan yang transparan untuk mengatasi semua masalah yang begitu nyata dan penting untuk di tangani.
Berbicara Tentang kegunaan atau manfaat dari penanggulangan yang di lakukan pemerintah terkait penanganan masalah pornografi yang di bentuk oleh pemerintah baru-baru ini memang ada perlunya juga, setidaknya memberikan control yang lebih terhadap kasus-kasus dan masalah pornografi di tanah air. Walaupun sebenarnya sudah ada UU no. 44 tahun 2008 yang belum sepenuhnya di jalankan dan ditambah lagi dengan satgas yang baru di bentuk ini.
Seperti dalam ekonomi yang dikatakan ada kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Jika di kaitkan dengan kasus ini, pemerintah terlebih dahulu melakukan pemenuhan kebutuhan teriser dibandingkan kebutuhan primer yang sangat penting dan mendasar. Pemerintah terlebih dahulu memikirkan moral daripada perut masyarakat.
Ketika masalah pokok yang sangat urgent terjadi di indoensia ini sudah bisa teratasi dengan baik misalnya : Masalah Korupsi sudah “bersih�, kemiskinan tidak ada lagi atau berkurang, konflik antar agama, suks dll sudah terhapuskan bahkan tindakan diskriminasi dan pelanggaran HAM sudah tidak terjadi lagi. Maka suatu keputusan dan cara fikir yang sangat cemerlang ketika pemerintah mengatur dan mengeluarkan UU atau Satgas Anti Pornogarfi ini, dimana pemerintah terkesan memberikan kepedulian yang tinggi terhadap akhlak dan moral masyrakatnnya
Satgas apa sebenarnya yang lebih penting ?
Ketika satgas anti pornografi dibuthkan dalam kehidupan masyarakat Negara ini. Maka ada beberapa satgas yang lebih di butuhkan oleh rakyat. Apakah pemerintah tidak ada berencana membentuk Satgas Korupsi ? karena korupsi jauh lebih berbahaya dari pada pornografi. Ketika pornografi dikatakan memicu terjadinya kebobrokan moral masyarakat, peningkatan penyakit HIV, Peningkatan peminat dan penonton film porno . maka korupsi memicu masalah yang lebih berbahaya yaitu kebobrokan moral yang sangat parah, contoh sesat bagi rakyat, penipuan, KELAPARAN, kemiskinan, kemunafikan, kekejian dan kesenangan di atas penderitaan orang lain bahkan pembunuhan missal akibat kelaparan secara perlahan. Karena korupsi yang dilakuakn di jajaran pemerintahan merupakan penggelapan uang rakyat yang seharusnya di gunakan rakyat untuk kelangsungan hidupnya.
Polemik korupsi yang sangat berhaya inilah yang seharusnya di bentuk satgas yang nyata dan jelas di banding dengan satgas anti pornografi yang standartnya tidak jelas. Karena urusan moral sebenarnya lebih kepada urusan tiap-tiap individu. Bagaimana kita mengurusi moral orang lain sedangkan moral kita tidak bisa kita urusi?
Sebaiknya pemerintah lebih memberikan perhatian yang lebih khusus terhadap masalah kesejahteraan rakyat di banding harus mengurusi cara masyarakat melakukan “sex� atau semacamnya. Karena kesejahteraan rakyat jauh lebih penting daripada hal yang sekarang sedang gencar-gencarnya di tekuni para pemerintah .