oktober-DEsEMBER
NEWSLETTER
Profesional Kesehatan Muda Indonesia Peduli:
#6 ISSN 2338-9052
Edukasi Promosi Kesehatan Reproduksi di Pulau Pramuka
IYHPS Corner Irawan Yusuf:
Refleksi Perjalanan Program HPEQ Editorial
Prof. Dr. -Ing. Eko Suprayitno,Ph.D
“Cita-cita Saya, Ingin Tinggal di Planet Mars”
SALAM REDAKSI "To keep on going, you have to keep up the rhythm. This is the important thing for long-term projects. Once you set the pace, the rest will follow. The problem is getting the flywheel to spin at a set speed and to get to that point takes as much concentration and effort as you can manage." (Haruki Murakami)
daftar isi Editorial Berita Komponen 1 Berita Komponen 2 Profil Newsflash Newsflash Newsflash IYHPS Corner IYHPS Corner IYHPS Corner IYHPS Corner HPEQ Student HPEQ Student HPEQ Student HPEQ Student
02 05 07 08 11 12 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Redaksi Pemimpin Redaksi Aprilia Ekawati Utami (Pengelola Program Monev dan RnD) Koordinator Redaksi Indra Prima Putra Redaktur Pelaksana Mushtofa Kamal Redaksi Rufita Ismu Astania Ria Ulina Denda Miftahul Huda Hilda Dwijayanti Dita Pertiwi Ismiyati Addys Rino Hariar Rr. Pasati Lintangela Alvionetta Diass Putranti
Memasuki babak akhir implementasi proyek HPEQ, tantangan yang dihadapi semakin besar. Bagaimana menjaga keberlanjutan output dan outcome ini supaya dapat dirasakan dampaknya ? Aset apa yang dapat diwariskan dari proyek ini ? Siapa yang bertanggung jawab untuk meneruskan estafet amanah ini ? Semua pertanyaan-pertanyaan tersebut bukanlah sekedar retoris, tetapi harus benar-benar bisa dijawab oleh seluruh pihak yang terlibat dalam proyek ini. Masyarakat profesi diharapkan dapat menjadi solusi atas semua tantangan tersebut. Berdasarkan refleksi diri berbasis prinsip Continuous Quality Improvement (CQI), berbagai usaha yang telah dilakukan oleh proyek HPEQ terutama dalam hal fasilitasi 'gap komunikasi' dalam koordinasi, diharapkan dapat memberikan dampak untuk 'mengarahkan' ego dan memperkuat toleransi antar profesi. Dengan ini, semangat kolaborasi interprofesi tidak hanya sebagai slogan semata, tetapi dapat benarbenar memperkokoh kesejawatan masyarakat profesi kesehatan di Indonesia. "And every profession, no matter high or low, deserves respect." Dengan semangat sumpah pemuda, semua pihak yang terlibat dalam proyek diharapkan mampu mengakarkan gerakan moral yang diusung program HPEQ, dan menularkan nilai-nilai positif pada lingkungan sekitar. Untuk itu, pada edisi kali ini tim redaksi menghadirkan ruang khusus untuk refleksi diri implementasi program HPEQ. Penguatan generasi muda sebagai agen perubahan juga mulai terlihat dengan tercetusnya Indonesian Young Health Professionals' Society (IYHPS) yang dapat menjadi aset untuk mewariskan budaya intelektualitas dan menjadi investasi bagi masyarakat profesi kesehatan. Selain itu, pada edisi kali ini dimunculkan juga sosok generasi muda yang inovatif dan telah memberikan banyak kontribusi nyata pada dunia kesehatan di Indonesia. Perjuangan LAM dan LPUK untuk menjadi lembaga mandiri juga ditunjukkan melalui implementasi berbagai program prioritas. Besar harapan kami agar newsletter HPEQ edisi ke-6 yang bernuasa semangat pembaharuan ini dapat menggugah para pembaca untuk melakukan refleksi terhadap kontribusi diri dalam penguatan masyarakat profesi kesehatan di Indonesia. Untuk menuju dermaga pendidikan dan pelayanan kesehatan yang berkualitas, dibutuhkan Kepedulian, Komitmen, dan Semangat Kolaborasi untuk dapat mengimplementasikan kebijakan secara sinergis dan menjawab segala tantangan yang dihadapi untuk menghasilkan tenaga kesehatan idaman.
Atas nama tim redaksi, Pemimpin Redaksi Aprilia Ekawati Utami
Ingin ikut berkontribusi dalam newsletter ini. Silahkan kirim artikel Anda ke email hpeq@dikti.go.id Alamat Kantor Proyek HPEQ: Gedung Victoria Lantai 2. Jln. Sultan Hasanudin Kav 4751 Jakarta 12160, 021-72791384
PAGE 02
Editorial
Irawan Yusuf (Koordinator Komponen 1 HPEQ, Peneliti bidang Kedokteran)
“
“Ah, Horatio, desis Hamlet, “masih banyak lagi dilangit dan dibumi, selain yang terjaring dalam filsafatmu
“
K
egiatan Health Professional Education Quality (HPEQ) yang telah dimulai sejak tahun 2010 pada dasarnya bertujuan untuk melakukan transformasi sistem pendidikan profesi kesehatan yang lebih tertata dari aspek konseptual, legal, akuntabilitas, kurikular dan proses pembelajaran. Dari seluruh proses yang telah dilalui, saya tiba pada satu kesimpulan bahwa upaya yang dilakukan ini berhadapan dengan suatu keadaan yaitu kompleksitas yang memerlukan pemahaman yang mendalam terhadap saling keterkaitan dari komponen-komponen yang menyusun kompleksitas tersebut. Kondisi kompleks ini terkait dengan banyaknya pemangku kepentingan, jumlah profesi kesehatan, jumlah institusi, jenjang dan kualitas pendidikan, regulasi, dan yang terpenting adalah mental model dari individu pengelola pendidikan, profesi dan regulator. Saya sebagai salah satu individu yang terlibat sebagai kordinator komponen telah salah pada awalnya mengantisipasi kompleksitas permasalahan yang dihadapi. Hal ini kemungkinan tidak terlepas dari latar belakang saya lebih dari 25 tahun sebagai molecular biologist yang sehariharinya mencoba menyelesaikan masalah yang kompleks dalam sistem biologis melalui pendekatan reduksionis. Pendekatan ini berupaya menyederhanakan persoalan biologi yang kompleks untuk mencari akar permasalahan dari suatu penyakit. Dinamika yang sangat cepat dan akar permasalahan yang saya temukan dalam program HPEQ ini ternyata tidak sesederhana yang diduga (atau akar permasalahannya bahkan belum saya temukan), maka membuat saya perlu untuk melakukan evaluasi terhadap pendekatan yang digunakan. Saya berusaha melakukan refleksi terhadap apa yang telah dilakukan dalam kegiatan HPEQ selama ini. Tentu saja, pandangan ini merupakan pandangan saya secara
(Shakespeare)
pribadi yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Refleksi ini melengkapi laporan pencapaian key performance indicator (KPI) yang biasanya diungkapkan dalam berbagai ukuran angka atau statistik. Refleksi ini berupaya mengungkapkan hal-hal beyond the number or statistics dengan menganalisis hal-hal dibalik apa yang terlihat atau terjadi dalam setiap interaksi diantara berbagai pemangku kepentingan. Sebagian Besar Diantara Kita Tidak Berpikir Dalam konteks Sistem Dari interaksi diantara berbagai pemangku kepentingan yang bertujuan untuk membangun aliansi strategis saya mempunyai kesan bahwa sebagian besar diantara anggota kelompok masih berpikir sektoral dalam ruang lingkup tugas pokok dan fungsi masing-masing, atau keluar dari ruang lingkup profesinya untuk melihat dan memahami peran mereka masing-masing dalam kerangka sistem yang lebih luas – dalam hal ini sistem kesehatan dan pendidikan. Hal ini dapat menjelaskan bagaimana sulitnya membangun pemahaman bersama (shared understanding), kemauan kolektif (collective will) dan visi bersama (shared
PAGE 03
Editorial vision) untuk mengembangkan pendidikan profesi kesehatan yang lebih baik. Mengapa demikian sulit? Mengapa, walaupun kita telah mengetahui pentingnya upaya untuk menata sistem pendidikan profesi kesehatan bagi pelayanan kesehatan masyarakat kita masih belum serius bekerja untuk hal tersebut? Jawabannya, saya menggunakan ungkapan Shakespeare, “is not in our stars....but in our failures to see the system we create”. Kita sering menggunakan kata sistem bila ingin mengungkapkan sesuatu yang berada diluar kontrol kita – “it's not my fault, it's the system”. Dalam diskursus yang terjadi selama kegiatan HPEQ tidak terkecuali. Kita sering menyalahkan pemerintah, peraturan, yayasan, dan sebagainya. Kita semua menginginkan institusi tersebut berubah, namun nampaknya akan lebih sulit kalau semua saling menyalahkan satu sama lainnya. Contoh nyata yang patut dikemukakan adalah implementasi dari Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 Tentang Standar Nasional Pendidikan Tahun 2005 mengenai program studi yang harus telah terakreditasi tujuh tahun setelah PP tersebut berlaku. Ini berarti bahwa bulan Mei tahun 2012, semua program studi di Indonesia harus sudah diakreditasi. Namun, baik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Pendidikan Tinggi, Universitas, Fakultas, Yayasan dan BAN-PT tidak mengantisipasi hal ini sejak dini. Akibatnya kita semua akan mengalami masalah dengan sisa waktu yang tidak cukup setahun dengan banyaknya jumlah program studi yang belum terakreditasi. Apakah peraturan yang salah, atau sistem yang salah? Masih patutkah saling menyalahkan ditengah perlunya tindakan penyelamatan, atau masyarakat yang akan mengutuk kelalaian kita. Kita semua hidup dalam sistem sosial yang kita ciptakan. Tidak akan ada sistem tanpa manusia sebagai pelaku yang membentuknya dan membuatnya hidup. Katakanlah, bagaimana sistem bekerja ditentukan oleh bagaimana kita bekerja; bagaimana orang berpikir dan bertindak membentuk bagaimana sistem secara keseluruhan bekerja. Selanjutnya, untuk memahami tindakan kita, kita harus memahami “mental model” yang merupakan pemahaman internal terhadap dunia disekitar kita.
Pemahaman internal kita mengenai pendidikan dan kesehatan sering masih fragmented, yang menyebabkan sistem yang diciptakan tidak menghasilkan luaran yang diharapkan. Memahami sistem dan peran masing-masing kita dalam membentuk sistem tersebut merupakan dua sisi dari satu mata uang. Hal ini secara filosofis sangat mudah untuk dikatakan; namun, sangat sulit untuk melaksanakannya didalam praktek. Kembali saya ingin menyampaikan suatu aksioma lama yang sering kita dengar: “Give a man a fish and he will fed; teach him how to fish and he will feed himself; give him a fishing business and he will overfish”. Kita dapat mengambil contoh peran organisasi profesi yang merasa bahwa mereka mempunyai wewenang untuk mengatur profesi dari hulu ke hilir. Pemikiran ini mengarah pada peran sebagai superpower dalam sistem kesehatan, khususnya dalam profesi te rs e b u t . S e h i n g ga s aya d a p at menggunakan aksioma diatas (ini pandangan pribadi saya) bahwa ada kecenderungan (disadari atau tidak disadari) adanya overuse of power. Jadi, “If we give them an authority....” beware an overuse of authority”. Bagi saya, mereka tidak memahami dengan baik sistem dimana mereka berada, dan peran yang harus mereka lakoni dalam sistem tersebut. Perhatian Kita Lebih Sering Terfokus Pada Hal-hal Yang Terlihat Pelayanan kesehatan yang berkualitas sangat tergantung dari baik b u r u k nya ke r j a s a m a a n ta r p ro fe s i ke s e h ata n (interprofessional collaboration). Dengan akan berlakunya Asean Community pada tahun 2015, maka tantangan yang dihadapi profesi kesehatan akan semakin berat. Kerja sama antar profesi harus dibangun kalau kita tidak ingin menjadi pembantu dirumah sendiri. Semua profesi harus berpikir secara mendalam terhadap ancaman dan sekaligus peluang yang tersedia. Secara spesifik, cara berpikir kita tidak boleh didominasi bahwa ini kompetensi saya, ini wewenang saya. Semua terkait dengan cara memandang apa yang ada dan terkait dengan kepentingannya masing-masing. Seharusnya mereka menyadari dalam melayani masyarakat, apa keterbatasan mereka dan apa yang mereka bisa peroleh dari profesi lain untuk mengatasi keterbatasan tersebut. Oleh karena itu, kerjasama interprofesional merupakan
PAGE 04
Editorial keharusan, semakin cepat hal ini menjadi kenyataan, semakin baik bagi masyarakat. Bagaimana memahami fenomena untuk memahami mengapa cara berpikir ini masih mendominasi kita. Untuk itu ada baiknya kita melihat melalui sistem gunung es (iceberg system). Seperti halnya gunung es, apa yang terlihat secara nyata adalah puncak gunung es (peak of the iceberg), sedangkan sebagian besar berada dibawah permukaan. Memfokuskan perhatian hanya pada apa yang terlihat dipermukaan membuat kita tidak dapat memahami secara mendasar apa sebenarnya permasalahan yang terjadi. Dari konsep gunung es, apa yang terlihat dipuncak adalah events, peristiwa atau kejadian yang nampak. Dibawahnya ada pattern atau trend, deeper systemic structure, dan mental model. Events atau kejadian yang terlihat dipuncak gunung es menimbulkan pernyataan “what just happened?� Permasalahan yang timbul adalah bahwa perhatian terhadap yang terlihat sering begitu dominan, sehingga menghambat cara berpikir kita mengenai permasalahan yang lebih besar, dan cara mengatasi permasalahan yang dilakukan bersifat reaktif. Cara berpikir seperti ini – hanya memfokuskan diri pada apa yang nampak – menyebabkan penyelesaiaan masalah pendidikan profesi kesehatan selalu bersifat ad hoc, tidak menyelesaikan permasalahan secara mendasar. Bila kita bergerak lebih kedalam, biasanya kita akan bertanya “what is happening over time?� Misalnya, mengapa pelayanan terhadap pasien belum optimal. Bila kita hanya melihat apa yang terlihat, maka pendekatan yang digunakan adalah menyediakan peralatan atau fasilitas sebagai daya tarik dengan konsekwensi biaya pelayanan kesehatan menjadi tinggi. Bila kita melihat lebih kedalam, pelayanan kesehatan yang belum optimal bukan disebabkan oleh fasilitas semata, tetapi lebih pada tidak optimalnya kerjasama interprofesional antar profesi kesehatan. Namun, hanya sedikit yang dapat melihat hal ini oleh karena mereka tidak melihat permasalahan lebih dalam dan sebab mereka tidak memahami permasalah sistemik yang sedang berlangsung. Bila kita melihat lebih dalam lagi pada struktur sistemik, maka kita biasa mengajukan pertanyaan “what are the deeper forces driving these patterns or trends and how they arise?� Misalnya, bila kualitas pelayanan kesehatan belum memadai dan bagaimana memperbaikinya, maka kita harus berpikir lebih mendalam tentang struktur sistemik yang menyebabkan hal tersebut. Mengapa kerjasama antar profesi demikian sulit dilaksanakan? Apakah lingkungan kerja di sarana kesehatan tidak mendukung, apakah sistem insentif tidak adil, apakah sistem jenjang karir yang tidak memberi kesempatan yang sama kepada semua profesi
untuk mencapai jenjang karir tertinggi, atau mental model dari masing-masing profesi yang belum mendukung. Bagian terdalam dari gunung es adalah mental model. Mental model adalah refleksi dari core beliefs, seperti nationalist sentiments, professionals sentiments, agama, kepercayaan dan tradisi. Fanatisme profesi adalah mental model yang dimiliki oleh hampir semua profesi. Apa yang sering tidak jelas adalah bagaimana mental model ini mempengaruhi, bahkan menentukan, cara berpikir atau tindakan kita bahkan cara berpikir mengenai profesi lainnya. Mental model yang hidup dibawah permukaan ini, tidak terlihat, sering bahkan bertentangan dengan apa yang yang sebenarnya diinginkan oleh masyarakat. Mengapa penting untuk melihat lebih kedalam? Sebab menurut pengalaman, melihat permasalahan dan menangani permasalah secara mendasar akan menghasilkan perubahan yang lebih baik. Bila individu atau organisasi hanya memberi perhatian terhadap apa yang terlihat (puncak gunung es), mereka hanya bereaksi terhadap perubahan apa adanya. Mereka sering mencoba mengkompensasi kelemahannya dengan sikap agresif dan proaktif. Namun, sikap proaktif yang merupakan respon reaktif tidak menyelesaikan masalah secara bermakna. Kita hanya dapat melakukan perubahan secara mendasar, bila ada keinginan untuk melihat persoalan secara mendasar dan memahami sistem dan mental model kita dapat menyelesaikan permasalahan yang ada dipermukaan dengan lebih baik dan lebih bijak. Inilah refleksi sebagai upaya untuk melihat permasalahan beyond the number or statistics. Saya menyadari bahwa masih banyak yang kita belum ketahui sesuai dengan apa yang saya kutip dari Shakespeare diatas. Mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua.
PAGE 05
komponen 1
Persiapan Operasionalisasi LAM-PTKes:
Uji Coba Proses Kerja Akreditasi Bidang Kedokteran, Kedokteran Gigi, Ners dan Apoteker
L
embaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi Kesehatan (LAM-PTKes) memiliki tujuan untuk melaksanakan akreditasi yang tidak sekedar memberikan status dan peringkat akreditasi prodi semata, tetapi diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran, motivasi, dan langkahlangkah kongkret yang akhirnya bermuara pada budaya peningkatan mutu berkelanjutan (culture of continuous quality improvement). Tahun 2014 merupakan tahun dimana Lembaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi Kesehatan (LAMPTKes) ditargetkan sudah beroperasi untuk melakukan proses akreditasi pada pendidikan tinggi kesehatan. Proses persiapan operasional telah melalui beberapa tahapan diantaranya penyusunan instrumen akreditasi baru yang spesifik untuk setiap profesi, proses pengajuan badan hukum kepada Kemenkumham, penyusunan Standard Operational Procedure (SOP) yang akan berlaku pada LAM-PTKes, dan pemilihan pengurus LAM-PTKes. Selain persiapan tersebut, salah satu komponen terpenting dalam persiapan oprasionalisasi LAM-PTKes adalah penyusunan proses (langkah) kerja akreditasi LAM-PTKes. Proses kerja LAM-PTKes merupakan suatu perangkat prosedur kerja yang terstruktur yang terdiri atas langkah-langkah dan prosedur-prosedur yang menentukan bagaimana sumber daya organisasi digunakan untuk menghasilkan produk dan layanan dalam rangka memenuhi kebutuhan akreditasi program studi pendidikan tinggi kesehatan. Sebagai suatu perangkat prosedur kerja yang terstruktur, proses kerja dapat diuraikan menjadi kegiatankegiatan spesifik yang terukur yang selalu dapat dilakukan perbaikan.
Sejak tahun 2012, Task Force LAM-PTKes bersama konsultan teknis dan kemudian pada tahun 2013 bersama pengurus LAM-PTKes telah menyusun proses kerja LAMPTKes yang disesuaikan dengan tujuan LAM-PTKes yang telah disebutkan sebelumnya. Proses kerja disusun dengan memperhatikan prosedur akreditasi Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) namun tetap berpegang pada tujuan yang didasarkan nilai dasar dan nilai operasional LAM-PTKes. Dalam masa persiapan operasional LAM-PTKes, sebuah penelitian terapan (action research) terhadap uji coba sangat dibutuhkan sehingga perbaikan dan penyempurnaan dapat dilakukan untuk kemudian proses kerja dapat diterapkan secara optimal di LAM-PTKes. Hal ini juga didasari adanya sebuah konsep baru pada sistem akreditasi LAM-PTKes yang sebelumnya belum diterapkan pada proses akreditasi pendidikan tinggi. Konsep ini adalah tahap fasilitasi yang dilakukan oleh seorang fasilitator, yang merupakan proses bimbingan kepada prodi dalam mengisi instrumen akreditasi dan evaluasi diri sebelum dokumendokumen tersebut diserahkan kepada LAM-PTKes. Uji coba proses kerja akreditasi dilakukan pada 4 program studi (prodi) yaitu pendidikan dokter, pendidikan dokter gigi, profesi ners, dan farmasi & apoteker dengan detail sebagai berikut:
PAGE 06
komponen 1
Pemilihan prodi untuk uji coba proses kerja didasarkan pada syarat bahwa instrumen akreditasi pada prodi tersebut telah melalui tahapan uji coba instrumen oleh BAN-PT. Pemilihan waktu uji coba dimulai pada bulan September 2013 untuk prodi pendidikan dokter dan dokter gigi. Sedangkan untuk prodi profesi ners serta prodi farmasi dan apoteker, dimulai pada Oktober 2013. Walaupun dimulai dari waktu yang berbeda, direncanakan pada pertengahan Desember 2013 seluruh proses uji coba telah selesai
dilaksanakan, sehingga pada Januari 2014 LAM-PTKes siap untuk beroperasi dengan proses kerja yang telah disempurnakan. Oleh karena uji coba ini merupakan sebuah action research, maka Pengurus dan Task Force LAM-PTKes telah membuat sebuah panduan uji coba yang secara komprehensif memuat uraian mengenai proses kerja, jadwal, personil uji coba, dan SOP-SOP yang dibutuhkan. Seluruh personil yang terlibat di dalam uji coba ini juga menggunakan konsep personil akreditasi LAM-PTKes yaitu:
Selain peran-peran di atas, uji coba ini juga melibatkan tim monitoring & evaluasi yang bertugas untuk mendapatkan informasi dan memberikan masukan pada seluruh proses uji coba proses kerja. Tim monitoring & evaluasi terdiri dari pengurus dan task force LAM-PTKes serta perwakilan dari bidang gizi dan kesehatan masyarakat dan akan ikut serta bersama tim asesor dalam proses asesmen lapangan ke program studi. Tim monitoring dan evaluasi ini akan membuat masukan dan komentar berdasarkan
kuesioner evaluasi yang kemudian akan diolah oleh tim Task Force dan Pengurus LAM-PTKes untuk menyempurnakan proses kerja. Dengan adanya uji coba, diharapkan setiap tahapan proses kerja dapat disempurnakan sehingga pada tahun 2014 LAM-PTKes telah memiliki prosedur baku yang dapat menjadi pedoman pelaksanaan akreditasi sebagai budaya peningkatan mutu berkelanjutan pada pendidikan tinggi kesehatan.(dita)
PAGE 07
komponen 2
S
etelah memfasilitasi bidang kedokteran, kedokteran gigi, keperawatan dan kebidanan sejak tahun 2010, maka sejak awal tahun 2013, proyek HPEQ telah menambah ruang lingkup untuk menata sistem uji kompetensi untuk bidang Farmasi, Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Pada dasarnya, usaha yang dilakukan untuk tiga bidang baru ini mengikuti pola yang telah dikembangkan untuk empat bidang sebelumnya, sehingga proses dapat dilakukan lebih efektif dan efisien. Pada profesi Gizi, pengembangan metode dimulai dengan penyusunan blueprint uji kompetensi dan telah menghasilkan Naskah Akademik Blue Print Uji Kompetensi Tenaga Gizi untuk jenjang pendidikan Diploma III dan jenjang Profesi, meskipun untuk saat ini pengembangan SDM dan soal uji yang dilaksanakan oleh tim Gizi dalam Komponen 2 adalah untuk jenjang pendidikan Diploma III. Dari pengembangan yang telah dilakukan selama tahun 2013 ini menghasilkan sejumlah 35 orang penulis dan reviewer soal tingkat regional serta 87 orang penulis dan reviewer soal tingkat regional. Diharapkan para penulis ini dapat meneruskan pelatihan di institusi masing-masing. Hal ini sejalan dengan pengembangan sistem uji kompetensi yang dikembangkan di profesi Apoteker. Diawali dengan penyusunan blueprint berdasarkan standar kompetensi Apoteker yang melibatkan seluruh stakeholders di profesi ini, telah dihasilkan Naskah Akademik Blueprint Uji Kompetensi dan Naskah Akademik Uji Kompetensi Apoteker. Pengembangan SDM dan soal uji pada profesi yang memiliki 26 institusi pendidikan di seluruh Indonesia ini telah dilakukan pada bulan Oktober hingga Desember 2013 dan menghasilkan sejumlah 44 orang penulis dan reviewer soal tingkat regional, 62 orang penulis dan reviewer soal tingkat regional, serta 24 orang panelis. Pada tanggal 14 Desember 2013 profesi Apoteker juga telah melakukan Uji Coba Uji Kompetensi Apoteker Indonesia dengan metode Computer Based Test (CBT) di 10 CBT Center milik FK yang melibatkan 1171 peserta uji dan saat ini sedang dilakukan analisis paska uji coba. Pengembangan pada profesi Kesehatan Masyarakat akan dilaksanakan mulai tahun 2014 sesuai kesepakatan Komponen 2 dengan tim Kesmas yang terlibat. Namun
Program Pengembangan Sistem Uji Kompetensi untuk Bidang Gizi, Farmasi dan Kesmas:
Perkembangan di Tahun 2013 kegiatan mandiri yang dilakukan oleh tim profesi Kesmas untuk penyusunan blueprint uji kompetensi kesehatan masyarakat rencananya akan dilaksanakan pada akhir Desember 2013 hingga Januari 2014. Dengan semakin banyaknya profesi kesehatan yang terlibat pada pengembangan sistem uji kompetensi, diharapkan dapat menjadi referensi bagi profesi kesehatan lainnya untuk bersama-sama mengembangkan sistem dan memanfaatkan lesson learned yang telah ada. Sehingga peningkatan mutu lulusan pendidikan tinggi kesehatan dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia. (ismi)
PAGE 08
“
profil
, a y a S a t i Cita-C i d l a g g n i Ingin T
“
s r a M Planet
O
ut of the box thinker. Itulah kesan yang pertama kali muncul ketika kami mengenal sosok muda inspiratif ini, Eko Supriyanto. Jika melihat sosoknya yang 'gaul', siapa sangka beliau adalah profesor muda yang telah menghasilkan berbagai inovasi dan paten, serta puluhan penghargaan internasional. Berbagai inovasi yang dihasilkan oleh seorang Insinyur ini, banyak terinspirasi, dan pada akhirnya didedikasikan untuk bidang kesehatan. Beruntung sekali perwakilan tim IYHPS berkesempatan untuk berbincang dan berdiskusi dengan beliau. Serius tapi santai, beliau menceritakan perjuangan hidupnya hingga meraih pencapaian saat ini, dan berbagi kunci sukses untuk ditularkan pada generasi muda saat ini. Pak Eko, bisa diceritakan perjalanan hidupnya hingga bisa mencapai posisi saat ini? Saya adalah seorang biomedical engineer, setelah lulus S1 teknik elektro ITB, saya melanjutkan S2 dengan jurusan biomedical engineering. Selanjutnya, gelar Dr.-Ing. saya dapatkan dengan menempuh pendidikan di Jerman, di bidang elektronik biomaterial. Saya sempat mengajar sebagai asisten profesor di sana. Saya kemudian pindah ke industri di Jerman selama dua tahun sebagai manajer pengembangan produk. Kemudian melanjutkan studi Pasca Doktoral di bidang prenatal diagnosis dan stem-cell di Eropa. Setelah itu, saya memutuskan untuk kembali ke Indonesia, tetapi sayangnya tidak ada tempat yang bisa menampung “idealisme saya”, sehingga pada akhirnya Malaysia memberikan tempat bagi saya untuk bekerja. Opsi terbaik yang ada pada saat itu, hahaha… Di Malaysia, pak Eko bekerja dimana dan berperan sebagai apa di sana? Pada awal di Malaysia tahun 2006, saya diminta untuk mengembangkan fakultas biomedical engineering di UTM, dengan 4 jurusan yaitu intrumentasi biomedik, biomekanik,
”
clinical engineering dan rehabilitasi medik. Alhamdulillah, mulai berdiri tahun 2007. Di Malaysia saya mulai bekerja sebagai ketua laboratorium, kemudian ketua jurusan hingga kini menjadi direktur pusat penelitian jantung nasional. Di pusat penelitian ini, terdapat empat kluster penelitian yaitu jantung buatan, jaringan jantung, telekardiologi dan teknik pencitraan (imaging) jantung. Lalu, bagaimana aktivitas mengajar pak Eko ? Saya sekarang di UTM sudah tidak mengajar lagi. Sudah free load of teaching. Tugas saya lebih banyak dibidang manajemen dan jalan-jalan ke banyak center untuk kerjasama dengan partner nasional maupun internasional. Saya juga memimpin beberapa perusahaan untuk mengkomersialkan produk-produk hasil penelitian saya termasuk diantaranya mesin berbasis gelombang ultrasonik dan magnetik, brain stimulator, smart-doll dan yang terbaru adalah bionanosensor untuk deteksi kanker serviks. Jadi tidak perlu menggunakan pap-smear seperti yang ada sekarang. Jadi, apa target Bapak ? Target / KPI pribadi sama dengan KPI Professor di Malaysia, misalnya menghasilkan sekurang-kurangnya 10 jurnal internasional berindeks, dengan kumulatif impact factor sekitar 8 per tahun. Selain itu mendapatkan grant penelitian sekitar Rp. 500 Juta per tahun. Kalau target / KPI pusat penelitian, kami harus bisa mencetak 150 Ph.D, 500 jurnal dan mampu menghasilkan sekitar 300 juta ringgit dalam 10 tahun. Konon jumlah paten yang Pak Eko miliki cukup banyak. Seberapa banyak pak? Dan capaian lainnya apa saja? Kalau untuk paten, berapa ya, saya juga lupa, hahaha. Yang
PAGE 09
profil
pasti lebih dari 20. Ya begitulah. Yang terbaru adalah Alzheimer Dieases Early Detector. Produk ini baru saja mendapat award dari National Research Council di Thailand, sebagai “the most creative invention in the world�, dalam sebuah pameran internasional di Korea Selatan. Alat ini mampu memprediksi umur terjadinya Alzheimer pada manusia. Alat itu sebagai sarana untuk screening kondisi kesehatan kita yang nantinya berujung pada perubahan gaya hidup yang lebih sehat. Untuk menjadi orang yang sangat cerdas seperti Pak Eko, apakah dulu termasuk orang yang kutu buku dan belajar terus? Wah, tidak. Kerjaan saya dulu main-main terus malahan, hehe. Naik gunung, beladiri, dan pacaran juga, hehe. Ndak belajar terus. Tapi mungkin kebetulan saja kali ya, apa yang saya pelajari keluar di ujian. Dan Alhamdulillah S1 saya bisa selesai 3.5 tahun, cumlaude juga waktu itu. Bagaiman peran orang tua Pak Eko dulu dalam mendidik hingga menjadi seperti sekarang ini? Bapak saya seorang guru SD, sedangkan ibu saya pedagang. Saya hidup di desa, jadi banyak hal waktu itu yang bisa dieksplorasi dan menjadi inspirasi saya sekarang ini. Mulai umur 4-5 tahunan saya mulai suka matematika, biasa bantu ibu jualan. Beberapa tahun juga menggembala kambing. Tapi karena sering pulang malam. Akhirnya sama nenek ndak boleh lagi gembala kambing. Saya sejak dulu dididik untuk mandiri. Sejak SD dan SMP sudah bantu ibu berdagang. Kemudian waktu SMA saya tidak tinggal dengan orang tua dan berusaha mencari uang sendiri. Sebenarnya cita-cita Pak Eko apa ? Haduh, apa ya. Awalnya cita-cita saya seperti layaknya anak-anak jaman dulu, ingin menjadi insinyur elektro dan punya penghasilan besar . Lalu setelah tercapai saat ini, apa lagi ya? Presiden mungkin, haha, ndaklah. Citacita saya sekarang adalah terbang ke planet Mars. Awalnya saya rencanakan tahun 2039, sudah daftar, eh dipercepat malahan. Tahun 2022 dijadwalkan penerbangan pertama. Jadi harus segera cari modal, mahal soalnya. Dan anak saya, saya kasih nama Marsleiter “Pemimpin Mars� lho, harapannya kalau saya tidak bisa ke sana, mungkin suatu saat anak saya yang bisa kesana. Dan nanti kalau sudah tercapai, nyari cita-cita yang lain, untuk memotivasi kehidupan selanjutnya. Sebagai seorang Insinyur, bagaimana ceritanya akhirnya bisa concern di bidang kesehatan seperti saat ini? Waah, apa ya, saya kurang tahu, tapi mungkin hobi. Sejak SMP-SMA saya aktif di beladiri, salah satunya juga belajar tentang obat-obat tradisional, itu kali ya kalau dihubung-
hubungkan, hehehe. Tapi begini, gen anak saya yang pertama terjadi mutasi, sehingga mengalami Trisomy 21. Awalnya dokter di Indonesia tidak mampu untuk mendeteksinya, akhirnya saya bawa ke Jerman. Dari situ saya berusaha dan akhirnya menemukan cara untuk membuktikan adanya trisomy 21 pada janin usia 10-12 minggu. Setelah itu saya kan jadi belajar berbagai hal, termasuk teknik imaging, misalnya ultrasound dan CT scan. Setelah anak saya lahir, saya kemudian memikirkan bagaimana meningkatkan kemampuan anak saya. Karena saya sering ke fisioterapis, akhirnya saya jadi paham teknikteknik terapi untuk anak dengan Trisomy 21. Jadi semacam tukang pijat, hahaha. Dengan pengalaman ini, lahirlah inovasi Smart-doll, supaya orang tua lain dengan anak Down syndrome bisa melakukan sendiri early intervention untuk terapi perkembangan kognitif, motor dan interaksi sosial. Penelitian saya berlanjut pada kanker terutama breast Ca dan Ca serviks, dengan merancang alat untuk mendeteksi dini penyakit tersebut dengan lebih nyaman. Dan yang paling baru adalah saya diminta untuk menjadi ketua untuk riset tentang jantung. Jadi harus belajar yang lain lagi, hehehe. Dengan saat ini bekerja di Malaysia, bagaimana cara bapak berkontribusi untuk Indonesia? S e b e n a r nya s aya h a nya numpang di Malaysia. Kalau anda berkunjung ke lab saya, yang bekerja disana kebanyakan adalah adik-adik dari Indonesia. Ada yang dari ITB, UI, IPB, Unair, UNRI dan lainlainnya. Saat ini saya juga bergabung di UNPAD, mengajar disana untuk spesialis radiologi. Jadi setiap bulan saya ke Bandung untuk mengajar pada rekan spesialis dan dosen disana. Mereka sebenarnya ingin lebih sering, tapi mungkin belum saat ini ya, hehe. Saat ini saya juga diminta oleh Pemda Pelalawan di Riau untuk mendirikan Akademi Komunitas dan Sekolah Tinggi. Jadi tiap minggu, rapat-rapatnya ya di tempat saya, di UTM. Jadi sebenarnya, saya cuma numpang ini di Malaysia. Mungkin tahun ini (2014) kalau DIKTI setuju, saya akan lebih banyak berkecimpung untuk memonitor dan mengevaluasi pendirian Rumah Sakit Pendidikan di Indonesia. Menurut Pak Eko, bagaimana dengan fenomena banyaknya ahli-ahli yang merupakan orang Indonesia yang kemudian enggan untuk kembali ke Indonesia? Kalau menurut saya sebenarnya mereka mau balik ke Indonesia. Namun sepertinya negara kita ini yang belum siap menerima mereka. Tapi saya pikir, kita bisa membantu membangun Indonesia dari luar, ndak harus di Indonesia. Saya rasa mereka mau melakukan itu. Contoh kecil, seperti waktu saya di Jerman, kami juga membantu ketika terjadi
PAGE 10
profil
tsunami di Aceh, hingga 2 Juta Euro waktu itu. Kemudian kami juga pernah menghubungkan ristek di Indonesia dengan Jerman melalui workshop proposal penelitian Jerman Indonesia, dengan Pak Nuh sebelum beliau jadi menteri. Saya rasa itu ya dan masih banyak lagi yang bisa dikerjakan teman-teman Indonesia di luar negeri. Salah satu isu utama yang d i a n g kat o l e h H P EQ adalah interprofessional collaboration. Bagaimana menurut pandangan Pak Eko? Interprofessional collaboration kalau di luar negeri memang sudah lama dipraktekkan. Contoh terdekat adalah bidang medical engineering. Bidang ini Prof. Eko bersama keluarga memerlukan kolaborasi antara Dokter, Insinyur, Saintis dan Manajer, untuk menyelesaikan sebuah projek serta menghasilkan seorang biomedical engineer. Dalam suatu proyek yang melibatkan banyak bidang, tentu setiap orang yang terlibat didalamnya harus paham peran dan kemampuan masing-masing, tahu kelebihan dan kekurangan masing-masing, saling menguatkan. Hubungan atasan dan bawahan juga menjadi tidak kaku. Semua happy, saling membantu dalam bekerja, muncul trust dan akhirnya tujuan akhirnya bisa tercapai dengan happy juga. Jika berbicara masalah senioritas yang memang cukup kental di dunia kesehatan Indonesia, bagaimana pandangan Pak Eko? Wah, kalau saya di lab, nggak ada memang sungkansungkanan dengan staff atau mahasiswa saya. Setiap orang punya kelebihan dan kekurangan. Seorang Professor pun banyak kekurangan, sementara seorang mahasiswa atau staf administrasi punya banyak kelebihan. Karena kalau ada perasaan sungkan dan sebagainya, itu kan sama saja membatasi komunikasi kita. Ini bahaya, karena bisa berpengaruh pada proses dan hasil kerjaan kita. Jadi masalah nanti. Kalau di Indonesia saya juga merasa masih kental halhal seperti senioritas itu, masalahnya jelas yaitu stuktur, budaya dan komunikasi. Harapan Pak Eko untuk Indonesia seperti apa? Saya berharap Indonesia berubah lebih cepat, terutama terkait korupsinya. Itu yang bikin semuanya 'mandek' (berhenti.red). Dulu waktu saya masih di Jerman dan menjadi ketua Ikatan Ahli Sarjana Indonesia-Jerman, yaitu organisasi bentukan Pak Habibie tahun '76, kami pernah mengadakan konferensi Internasional “Menuju Indonesia 2020”. Kalau diurus dengan “baik dan benar”, Indonesia dapat menjadi Negara “Super Power”. Karena sumber “power”nya ada, hanya bagaimana membuat sistem kontrolnya untuk mencapai target / KPI “yang jelas”. Jadi
kami menyusun target jangka panjang dan menengah. Kami buat rekomendasi bagaimana melakukan perencanaan yang baik. Namun, saya tidak tahu ya, negara kita ini agak lain. Kalau di luar negeri, perencanaannya detail dan terukur, serta jelas masalah pendanaannya. Jadi celah untuk korupsi itu sempit atau bahkan tidak ada. Planning, Monitoring and Evaluation. Hal inilah yang harus diperbaiki di Indonesia. Saya yakin betul sebenarnya Indonesia bisa. Namun karena terdapat masalah manajemen terutama dalam hal manajemen keuangan dan SDM, maka “bisa”-nya hanya untuk sebagian kecil orang. Untuk manajemen keuangan, mungkin kita perlu melegalisasi “pendapatan tinggi”. Sedangkan untuk SDM, kita perlu meningkatkan jumlah SDM “berpendidikan tinggi”, sambil menciptakan atau mengelola lapangan pekerjaan ber”pendapatan tinggi” untuk SDM “berpendidikan tinggi dengan kualitas tinggi”. Tolong jangan salah mengerti he..he.. Terakhir Pak Eko, kami di IYHPS sedang menggalakkan budaya riset dan menulis di kalangan generasi muda, terutama untuk profesi kesehatan. Menurut Pak Eko, bagaimana kiat-kiatnya agar bisa berhasil dengan happy ? Metode “pemaksaan” atau pemberian syarat berupa KPI publikasi pada mahasiswa untuk lulus dan dosen untuk naik pangkat mungkin bisa diterapkan. Selain itu budaya life long learning perlu ditumbuhkan. Dengan rajin bekerja, happy dalam berusaha dan banyak belajar tentu kita akan menemukan banyak hal yang ternyata belum kita ketahui atau permasalahan yang belum terpecahkan. Selanjutnya hasil pekerjaan yang mempunyai nilai inovasi, tentunya dengan teknik-teknik tertentu, pasti dapat diterjemahkan menjadi tulisan-tulisan menarik yang dapat dimasukkan ke jurnal internasional. Ini tentunya akan membuat happy, jadi berawal dengan happy, berproses dengan happy dan berakhir juga dengan happy. Sebagai closing remarks, apa prinsip hidup Pak Eko ? Bahagia dalam bekerja dan berusaha membuat sebanyak mungkin orang bahagia.
Prof.Dr.-Ing.Eko Supriyanto Head of Diagnostic Research Group| Ph.D (University of Federal Armed Forces, Hamburg, Germany) Professor in Medical Imaging, Medical Electronics, Medical Informatics, Ultrasound Technology, Health Care Technology Management
PAGE 11
newsflash
Sosialisasi
Undang-Undang Pendidikan Kedokteran
J
akarta. Sosialisasi UU No.20 tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran telah dilaksanakan pada tanggal 8 November 2013. Kegiatan yang dipimpin langsung oleh Dirjen Dikti ini diselenggarakan serentak di 25 lokasi video conference di seluruh Indonesia dan melalui live streaming via www.hpeq.dikti.go.id. Kegiatan dimulai tepat pukul 09.00 WIB diawali dengan pembukaan oleh Ilah Sailah selaku Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan, yang menyampaikan pentingnya sosialisasi UU Pendidikan Kedokteran. Harapannya akan banyak masukan-masukan yang nantinya akan digunakan dalam menyusun aturan-aturan lanjutan terkait Pendidikan Kedokteran. Djoko Santoso, selaku pimpinan sidang memulai dengan mempresentasikan isu-isu dalam UU Pendidikan Kedokteran yang memerlukan masukan dan aturan lebih lanjut baik dalam bentuk peraturan pemerintah, maupun peraturan menteri. Beberapa isu yang cukup hangat menjadi bahan diskusi diantaranya mengenai terminologi DLP (Dokter Layanan Primer), dimana saat ini sedang disiapkan konsep komprehensif yang dapat memberikan gambaran posisi dokter praktik umum dengan dokter layanan primer, yang dikaitkan juga dengan implementasi BPJS tahun 2014.
Isu pokok lain yang dibahas diantaranya internsip untuk dokter gigi, dosen kedokteran (dosen klinik), uji kompetensi, dan biaya pendidikan kedokteran. Sosialisasi UU Pendidikan Kedokteran melalui video conference dan opinion channeling via Stakeholder Relation Management (SRM) ini merupakan suatu bentuk metode sosialisasi yang mengusung optimalisasi TIK supaya proses dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Sosialisasi ini merupakan trigger untuk mengumpulkan sebanyak mungkin masukan-masukan dari para stakeholder untuk penyusunan peraturan-peraturan lanjutan sebagai amanah pasca disahkannya UU ini. Informasi lebih lanjut mengenai hasil rekapitulasi opinion channeling dan diskusi selama sosialisasi dapat diakses di website www.hpeq.dikti.go.id.
PAGE 12
newsflash
Peran Teknik Perumahsakitan dalam
Pembangunan Pengelolaan
& Rumah Sakit Pendidikan di Indonesia J
akarta. Pada tanggal 21 November 2013 di Aula Gedung Dikti lantai 2 diselenggarakan seminar “Peran Teknik Perumahsakitan dalam Pembangunan dan Pengelolaan Rumah Sakit Pendidikan”. Seminar ini merupakan salah satu tindak lanjut disahkannya UU Pendidikan Kedokteran yang mewajibkan setiap Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi untuk memiliki Rumah Sakit Pendidikan (RSP) dan jejaringnya. Selain itu, berdasarkan hasil evaluasi terhadap pengembangan program RSP dan RS PTN, teridentifikasi adanya permasalahan dalam hal perencanaan, manajemen dan pemeliharaan lingkungan fisik rumah sakit, peralatan dan sistem pelayanan rumah sakit. Khususnya untuk tahap perencanaan, sebagian besar pengembangan RSP dan RS PTN belum memenuhi prinsip dasar perencanaan, seperti kejelasan fungsi program, zoning dan sirkulasi, operasional dan perawatan, serta aspek teknis yang sangat spesifik untuk bangunan rumah sakit seperti mechanical, electrical dan plumbing system. Untuk itu, diperlukan standar untuk sarana dan RSP dan wahana pendidikan yang memenuhi syarat pendidikan, pelayanan dan penelitian. Dalam bidang engineering, semua hal ini dapat diselesaikan dengan pendekatan hospital engineering (teknik perumahsakitan). Sayangnya, hingga saat ini belum adanya organisasi yang berkecimpung dalam teknik perumahsakitan di Indonesia. Untuk itu, Tim RSP Ditjen Dikti, dengan dukungan dari dengan Kemkes, International Federation of Hospital Engineering (IFHE) dan berbagai stakeholders pendidikan kedokteran lainnya menyelenggarakan seminar nasional yang bertujuan untuk : £ Meningkatkan pemahaman mengenai standar nasional pendidikan kedokteran serta standar sarana dan prasarana yang digunakan dalam proses pendidikan di RSP £ Meningkatkan awareness dan pemahaman terkait body of knowledge dari teknik perumahsakitan sebagai
pendekatan dalam pemenuhan standar nasional pendidikan kedokteran dan penyusunan persyaratan dan standar RSP £ Mendapatkan konsensus dari masyarakat profesi dan ke l o m p o k p e m i n at u nt u k p e n ge m b a n ga n organisasi/asosiasi yang akan mewadahi pengembangan teknik perumahsakitan di Indonesia Seminar ini diikuti oleh 279 peserta yang merupakan perwakilan dari stakeholder pendidikan kedokteran dan kedokteran gigi, stakeholder RSP, para konsultan manajemen rumah sakit, ahli biomedical science, ahli teknik perumahsakitan, dan kementerian terkait (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, Kementerian Pertahanan dan Keamanan, Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Keuangan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional). Para Pemangku Kebijakan dan Pendukung yang Terlibat Djoko Santoso, selaku Dirjen Dikti, membuka secara resmi seminar ini setelah sebelumnya perwakilan Ketua Tim RSP Ditjen Dikti, Buddy Utoyo, memberikan laporan perkembangan pembangunan RSP di Indonesia. Akmal Taher, Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan, juga member ikan sambutannya yang disampaikan melalui video recording karena beliau berhalangan hadir langsung. Narasumber yang hadir dalam kegiatan ini mewakili para pengambil kebijakan dari Kemkes maupun Kemdikbud; pengurus organisasi yang mewadahi praktisi teknik perumahsakitan; para akademisi yang mengelola pendidikan tinggi di bidang biomedical engineering; Darryl Pitcher (executive council member dari International Federation of Hospital Engineering (IFHE) Asia Pasific dan national board member/past president Institute of Healthcare Engineering Australia (IHEA)); Eko Supriyanto, seorang putra Indonesia, Professor di bidang medical imaging (UTM, UNPAD, TUIL)
PAGE 13
newsflash yang memegang sejumlah jabatan penting di bidang biomedical engineering di Malaysia. Selain knowledge sharing dari para narasumber, dalam seminar ini juga dilaksanakan Focus Group Discussion (FGD) untuk menyusun kebijakan lanjutan terkait pengembangan dan implementasi konsep teknik perumahsakitan di Indonesia. Tindak Lanjut UU Pendidikan Kedokteran pasal 24 ayat 6 dan 7 mengamanatkan bahwa RSP yang dibangun harus memenuhi persyaratan dan standar. Persyaratan dan standar ini bukan hanya pada proses pendidikan tetapi juga terhadap sarana-prasarana dalam wahana yang digunakan u nt u k m e n u n j a n g p ro s e s p e n d i d i ka n . Te k n i k Perumahsakitan, berperan dalam efisiensi dalam perencanaan, manajemen dan pemeliharaan lingkungan fisik rumah sakit, peralatan dan sistem pelayanan rumah sakit. Sehingga perannya sangat vital dalam hal ini. Peran vital hospital engineering dalam pengembangan RSP di Indonesia ternyata belum dipahami secara maksimal. Hal ini ditunjukkan dengan belum adanya body of knowledge serta jenjang pendidikan untuk bidang ilmu ini. Selain itu memang di Indonesia belum ada organisasi profesi yang berkecimpung dalam teknik perumahsakitan. Seminar ini menghasilkan sebuah deklarasi pembentukan organisasi profesi untuk teknik perumahsakitan di Indonesia dan penyusunan konsep seminar selanjutnya. Pada akhirnya kegiatan ini ditutup oleh Amal C. Sjaaf, Ketua tim RSP Ditjen Dikti yang menyampaikan beberapa rekomendasi yaitu pengembangan body of knowledge untuk pendidikan teknik perumahsakitan beserta strata/jenjang pendidikannya, materi teknik perumahsakitan
diberikan pada program pendidikan master administrasi/manajemen rumah sakit, dan inisiasi pembentukan organisasi profesi untuk ahli teknik perumahsakitan di Indonesia. Di sisi lain, keberhasilan implementasi RSP akan ditentukan oleh komitmen dari pimpinan perguruan tinggi dalam peningkatan kualitas pendidikan kedokteran dan kesehatan; komunikasi perguruan tinggi dengan Ditjen Dikti dalam penetapan tujuan pembangunan RSP; keberadaan RSP harus dapat mendorong peningkatan kualitas pelayanan kesehatan; pelibatan semua pihak di masing-masing perguruan tinggi; rasa memiliki bersama dan maju bersama dengan mengutamakan prinsip berbagi sumberdaya untuk efisiensi proses pendidikan; serta taat azas dalam penggunaan dana APBN maupun pinjaman (akuntabilitas). Khususnya terkait kerjasama antara perguruan tinggi dan fakultas kedokteran atau kesehatan, diperlukan hubungan vertikal dan terintegrasi secara manajerial dan/atau struktural dengan berpegang pada standar nasional pendidikan kedokteran/kesehatan. Dengan dijalankannya rekomendasi-rekomendasi tersebut, diharapkan mampu mendukung proses pengembangan rumah sakit pendidikan yang terstandar sehingga bisa menghasilkan kualitas lulusan dokter/dokter gigi yang baik dan berdaya saing. (mush)
PAGE 14
newsflash
Profesi Kesehatan Masyarakat Menjawab Tantangan Mutu
B
erbicara profesi kesehatan masyarkat, maka kita akan berbicara tentang tenaga kesehatan masyarakat. Sebagaimana kita tahu bahwa tenaga kesehatan masyarakat jika mengacu pada keilmuan yang ada, terdapat delapan peminatan kesehatan masyarakat. Diantaranya yaitu, Epidemiologi, Biostatistik, Kesehatan Lingkungan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Gizi kesehatan masyarakat, Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Promosi Kesehatan dan Kesehatan Reproduksi. Jika kita merujuk pada PP 32/1996 maka kita tidak akan menemukan semua yang tersebut di atas. Dalam PP tersebut hanya disebutkan beberapa saja diantaranya administrator kesehatan, promotor kesehatan, sanitarian, entomologi, dan epidemiologi. Saat ini pun sedang diagarap RUU tenaga kesehatan yang mana tujuannya adalah untuk mengakomodir semua tenaga kesehatan yang ada di Indonesia. Dalam hal ini, Kementerian kesehatan patut kita beri dukungan karena sudah ada niatan untuk membantu mengakomodir semua tenaga kesehatan melalu RUU yang ada. Akan tetapi, tentunya perlu kita kawal bersama agar semuanya dapat terpenuhi. Sejalan dengan hal diatas, DIKTI pun saat ini melalui program Health Professional Educational Project juga sedang mencoba menata pendidikan tinggi yang memproduksi tenaga kesehatan di Indonesia. Program ini adalah program dana pinjaman kepada World Bank yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi kesehatan di Indonesia. Adapun tujuan dari program ini adalah untuk mengembagkan sistem akreditasi mandiri berstandar internasional dengan sub sistemnya, sehingga terbentuk Lembaga Akreditasi Mandiri. Kemudian yang kedua adalah mengembangkan sistem nasional uji kompetensi dan peningkatan kualitas lulusan pendidikan kesehatan serta yang ketiga adalah financial assistance package untuk pemberdayan institusi melalui hibah kompetisi dan kemitraan. Pendidikan kesehatan yang ikut dalam program ini antara lain adalah kedokteran, kedokteran gigi, bidan,
perawat yang lebih dahulu mulai. Kemudian disusul oleh farmasi, gizi dan kesehatan masyarakat. Melalui program inilah diharapkan semua tenaga kesehatan nantinya dapat bertindak secara profesional dalam keahliannya masingmasing. Tak cukup melalui program dan regulasi saja dalam mengatur produksi, distribusi tenaga kesehatan masyarakat khususnya kesmas. Menilik kenyataan yang ada di lapangan, ternyata masih terdapat miss antara kemdiknas dengan kemkes dalam penempatan tenaga kesmas dilapangan. Hal ini terlihat dari ketidaksinkronan tenaga yang diproduksi dengan tenaga yang bergerak dilapangan sebagaimana dijelaskan di awal. Hal ini diperparah dengan perbedaan kualitas dari Pendidikan Tinggi Kesmas yang sangat bervariasi dan tersebar di seluuruh Indonesia dan hal ini masih menjadi Pekerjaan rumah bagi AIPTKMI untuk terus berbenah. Hal ini tentu menjadi persoalan yang rumit kedepannya jika tidak ditangani segera. Ketakutan yang lebih dikhawatirkan adalah bagaimana nasib lulusan kesehatan masyarakat nantinya ketika akan bekerja sedangkan lapangannya ternyata tidak sesuai dan jauh dari standar kompetensinya. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi antara semua elemen yang berhubungan langsung dengan hal tersebut. Perlu ada kominikasi antara kemdiknas, kemkes, organisasi profesi dalam hal ini IAKMI dan asosiasi pendidikan tinggi kesmas dalam hal ini AIPTKMI sehingga akan ditarik benang merah yang nantinya akan menyelamatkan profesi kesehatan masyarakat di masa mendatang. Momentum yang sedang ada saat ini semoga bisa kita manfaatkan dengan masksimal agar tenaga kesehatan masyarakat dapat berkontribusi opimal dalam mewujudka kesehatan masyarakat di Indonesia. Semoga. (Mustakim).
PAGE 15
iyhps corner
Edukasi Promosi Kesehatan Reproduksi di Pulau Pramuka:
P
ada tanggal 12-13 Oktober 2013, tim Indonesian Health Professionals' Society (IYHPS) melaksanakan kegiatan edukasi promosi kesehatan dengan tema kesehatan reproduksi kepada remaja di SMA Negeri 69, Pulau Pramuka yang berada pada gugus Kepulauan Seribu. Edukasi promosi kesehatan merupakan salah satu program unggulan IYHPS sebagai wadah aktualisasi kolaborasi interprofesi dalam usaha meningkatkan kesadaran untuk turut berkontribusi secara bersama-sama demi kepentingan masyarakat. SMA 69 merupakan satu-satunya SMA di kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Hal ini menjadi menarik karena siswa/siswi SMA 69 berasal dari pulau-pulau lain, tidak hanya dari Pulau Pramuka saja. Meskipun masih bagian dari Ibukota DKI Jakarta, akan tetapi letak pulau ini sangat jauh dari keramaian khas ibukota. Peserta edukasi promosi kesehatan merupakan
us r a H j a a m e R Lebih Peduli
perwakilan siswa/siswi kelas X, XI, dan XII dengan jumlah keseluruhan peserta edukasi promosi kesehatan adalah 69 orang. Edukasi promosi kesehatan reproduksi di SMA Negeri 69 memang bukan merupakan edukasi yang pertama kali diberikan kepada siswa/siswi SMA Negeri 69. Namun, mayoritas peserta merasa antusias dan merasakan banyak manfaat yang didapatkan dengan mengikuti kegiatan edukasi promosi kesehatan. Peningkatan pemahaman peserta mengenai edukasi promosi kesehatan menstimulus sebagian besar peserta untuk mencari tahu lebih banyak mengenai kesehatan reproduksi. Setelah mengikuti edukasi promosi kesehatan, mayoritas peserta memiliki komitmen tinggi untuk menjaga kesehatan reproduksi karena peserta sudah memahami konsekuensi yang dapat terjadi. Peserta mengungkapkan bahwa hal ini dapat dilakukan dengan berhati-hati memilih teman dalam bergaul, bijaksana dalam menjalin hubungan dengan lawan jenis, dan tidak melalukan hubungan seks sebelum menikah. Peserta berharap ke depannya akan kembali diadakan kegiatan edukasi promosi kesehatan kepada mereka dengan tema yang berbeda. Tim IYHPS telah melakukan kajian lebih lanjut terkait hasil edukasi promosi kesehatan ini. Nantikan di newsletter HPEQ Edisi selanjutnya.
!
PAGE 16
iyhps corner
Workshop
Temu Penulis Muda Bidang Kesehatan
T
angerang, 7-8 Desember 2013, Divisi Sosial Marketing bekerjasama dengan tim Research and Development Proyek HPEQ menyelenggarakan “Workshop Temu Penulis Muda Bidang Kesehatan�. Workshop ini bertujuan untuk menjaga keberlanjutan p ro d u k - p ro d u k p ro y e k H P EQ t e r u t a m a d a l a m menghidupkan kembali budaya akademik di pendidikan tinggi kesehatan yang didorong melalui gerakan moral 'Mari Menulis', serta dalam rangka mewariskan nilai-nilai luhur tradisi intelektual kesehatan di Indonesia bagi para generasi muda. Workshop ini dihadiri oleh sekitar 15 orang penulis muda yang berasal dari berbagai disiplin ilmu kesehatan seperti kedokteran, kedokteran gigi, keperawatan, dan farmasi. Peserta pada workshop ini terpilih berdasarkan hasil seleksi tulisan esai yang dikirimkan oleh peserta dengan tema “Sistem Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan di Indonesia Menuju Layanan Publik Berkualitas dan Berkeadilan�. Peserta juga merupakan para finalis kompetisi esai Proyek HPEQ pada tahun 2011 dan 2012. Kegiatan workshop yang berlangsung selama dua hari ini dilakukan dengan mempertemukan para penulis muda dengan penulis professional sebagai narasumber sehingga dapat saling berbagi pengetahuan dan pengalaman. Terdapat banyak materi yang menarik selama pelaksanaan workshop. Pada hari pertama, peserta diberikan berbagai materi dasar tentang penulisan khususnya di bidang kesehatan. Prof. Saleha Sungkar (Penulis Kesehatan dari FKUI) menyampaikan materi tentang menulis sebagai kerja advokasi. Sementara Dr. Wahyu Wibowo (Reviewer Dikti) menyampaikan materi menulis sebagai budaya akademik. Selain materi tersebut, peserta juga diberikan tips dan trik oleh Bapak Johannes Heru (Kompas Cyber Media) tentang bagaimana menulis untuk media dan faktor apa saja agar tulisan dapat dimuat di media. Bapak
Acep Iwan Saidi (Ketua Pusat Studi Kebdayaan ITB) menyampaikan tentang daya imajinasi, semangat kepenulisan, serta tips sukses menjadi penulis popular. Selanjutnya sebagai penguatan konsep atau materi yang telah didapat oleh peserta, Mas Dony Koesoema (Penulis Pendidikan Kompas) memberikan materi secara lebih teknis tentang bagaimana menulis artikel untuk media. Kemudian masing-masing peserta diajak untuk mengembangkan satu tema kesehatan menjadi kerangka tulisan artikel. Pada hari kedua, peserta diminta untuk mengembangkan kerangka tersebut menjadi sebuah artikel yang utuh, untuk kemudian dilakukan review secara bersama-sama. Output dari workshop ini nantinya diharapkan akan terkumpul beberapa artikel bertema kesehatan yang dibuat oleh peserta dan setelah direview akan dibukukan serta dapat dikirimkan ke media cetak. Selain itu, untuk menjaga keberlangsungan dan semangat penulis muda agar tetap berkarya dan terus menulis, maka dibentuk pula forum penulis muda kesehatan. Forum ini nantinya akan menjadi wadah komunikasi, diskusi, dan berbagi informasi di antara para penulis muda. Workshop ini merupakan langkah awal 'menyalakan' kembali api intelektualitas melalui budaya menulis cerdas. Diharapkan nantinya melalui forum yang terbentuk, dapat dihasilkan berbagai tulisan bertema kesehatan yang dapat menjadi pioneer perubahan yang positif baik pada tatanan kebijakan maupun praktis. Kami juga mengundang pembaca yang memiliki passion dalam menulis untuk bergabung dengan forum penulis muda di milist penulismudakesehatan@yahoogroups.com. Untuk link kompilasi artikel hasil penulisan workshop dapat diakses di website hpeq.dikti.go.id....... Mengutip apa yang pernah disampaikan Pramoedya Ananta Toer bahwa orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah! Mari menulis untuk Indonesia yang lebih baik!
PAGE 17
iyhps corner
CO M I NG SO O N !
PAGE 18
iyhps corner
EC Competition Menguak Realita Kesehatan Indonesia Oleh : Rr. Pasati Lintangella
I
ndonesia dengan banyaknya kepulauan dan berbagai keanekaragaman membuat kita berpikir tentang pemerataan implementasi kebijakan pemerintah, terutama dalam usaha peningkatan kualitas pendidikan dan pelayanan kesehatan di berbagai daerah. Beragam berita yang disiarkan di media massa maupun media elektronik tentang masalah pelayanan kesehatan (medical error) yang mencerminkan minimnya kolaborasi lintas profesi memang merupakan masalah besar yang dihadapi pemangku kebijakan profesi yang berdampak pada kualitas hidup masyarakat. Hal ini merupakan alasan kuat mengapa Indonesian Young Health Professionals' Society (IYHP) menginisasi Exploring and Capturing Mission Competition (EC Competition) yang bertujuan untuk mengungkap realita kualitas pendidikan dan pelayanan kesehatan di Indonesia EC Competition ini merupakan salah bentuk keberlanjutan kampanye gerakan moral HPEQ, yaitu gerakan mari rekam dan mari menulis. Untuk itu, realita yang ditemukan di lapangan dituangkan melalui video esai dan foto esai., EC Competition ini mengusung tema “Interprofessional Collaboration : From Idea into Action”, yang mana kolaborasi interprofesi bukanlah hanya ide dan slogan yang di elu-elukan semata, namun aksi-lah yang perlu segera dilakukan untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat Kompetisi yang dilaksanakan dari 16 september 2013 hingga 2 Desember 2013 ini diikuti oleh peserta dari berbagai daerah dan bukan hanya dari profesi kesehatan saja, namun profesi non-kesehatanpun yang juga peduli pada pendidikan dan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Pada EC Mission ini kita dapat melihat disparitas kualitas pelayanan kesehatan dari berbagai sudut pandang di berbagai daerah. Tiap karya yang dikirimkan dinilai oleh tim juri yang kompeten untuk masing-masing bidangnya (baik untuk aspek seni fotografi dan videografi, maupun aspek nilai substansi pendidikan dan kesehatan yang tergambar dari esai yang disusun). Setelah melalui tahap penjurian yang cukup ketat, telah terpilih tiga
pemenang terbaik dari tiap kategori, sebagai berikut : Video Esai : Terbaik I : Formasi 4-3-3 (Fildzah Izzazi,dkk) Terbaik II : interprofessional collaboration (Handy Darmawan, dkk) Terbaik III : Kolaborasi Interprofesi di Rumah Sakit (Noke Devina,dkk) Foto Esai : Terbaik I : Pengabdian untuk Manusia Rimba : Dokter Masuk Hutan (Ekoningtyas M Wardani) Terbaik II : Interprofessional Collaboration in Academic Setting (Fatikhu Asmara) Terbaik III : Interprofessional Education & Collaboration Practice (Wahyu H E Galih)
“
Melihat tanpa hati tidak akan memberikan makna, mendengar tanpa nurani bagaikan deburan tak bersuara. Lihat, Dengar, dan Rasakanlah....
”
Untuk selanjutnya, hasil karya dari para pemenang ini akan digunakan untuk mendukung sosialisasi gerakan moral HPEQ pada tahun 2014, dan menjadi best practices untuk kompetisi selanjutnya. Detail hasil kaya terbaik dapat diakses melalui web : hpeq.dikti.go.id. Tetaplah berkar ya untuk Indonesia, dengan mengimplementasikan kolaborasi interprofesi dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan dan pelayanan kesehatan di Indonesia, demi terwujudnya masyarakat sehat di Indonesia. Mari Kita Peduli...Lihat... Dengar... dan Rasakan... (RPL)
PAGE 19
hpeq student
Press Release Grand Launching BIMKES BIMKES, Solusi Mahasiswa Peduli pada Penelitian
J
akarta – Gedung Dikti di hari Sumpah Pemuda terlihat tidak seperti biasa. Sejak pagi pukul 07.00 WIB banyak mahasiswa berbondong-bondong kesana, ada apa gerangan? Senin, 28 Oktober 2013 di Auditorium Ditjen Dikti Gedung D Lantai 2 telah diadakan Grand Launching Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Indonesia. Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan (BIMKES) merupakan suatu program kerja dari HPEQ Student yang dilatarbelakangi oleh surat edaran Ditjen Dikti No. 152/E/T/2012 tentang wajib publikasi ilmiah bagi S1/S2/S3. BIMKES dikelola oleh tujuh rumpun mahasiswa profesi kesehatan Indonesia yang meliputi kedokteran, kedokteran gigi, farmasi, kebidanan, keperawatan, kesehatan masyarakat, dan gizi. BIMKES, bermula dari HPEQ Students yang dalam perjalanannya memutuskan untuk melakukan rencana strategis guna merealisasikan luaran produk kerja tim HPEQ Students yang berfokus pada bidang publikasi, kajian, advokasi, pelatihan, serta monitoring dan evaluasi. Kemudian pada tahun 2012, dibentuk Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Indonesia (BIMKES) yang merupakan program di bidang keberkalaan ilmiah yang dikelola secara elektronik oleh mahasiswa kesehatan di Indonesia yang bersifat mandiri. BIMKES bertujuan mendorong budaya menulis mahasiswa dan sebagai wadah publikasi penelitian mahasiswa yang terdiri dari tujuh bidang kesehatan yang berada di dalam HPEQ Student. Grand Launching BIMKES diadakan oleh mahasiswa pengurus BIMKES dan mendapat dukungan penuh oleh Organisasi Profesi (OP), Asosiasi Institusi Pendidikan (AIP) masing-masing profesi, dan tentunya, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen DIKTI) selaku penanggung jawab
dari proyek HPEQ (Health Professional Education Quality Project). Organisasi Profesi yang hadir dalam Grand Launching meliputi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI). Selain itu juga dihadiri oleh Board of Trustee (Dewan pembina) sub-BIMKES masing-masing profesi, serta stakeholders lainnya. Acara dimulai dengan Festival Film Indonesia pada pukul 08.00-11.00 WIB, kemudian Grand Launching BIMKES pada pukul 11.00 hingga 15.30 WIB. Mengusung tema Penguatan Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan sebagai Aktualisasi Kolaborasi Interprofesi dalam Pengembangan Karya Ilmiah yang Berkualitas, acara Grand Launching dibuka oleh Patdono Suwignjo selaku Sekretaris Ditjen Dikti, dilanjutkan dengan pemutaran video profile dari Health Professional Education Quality (HPEQ) Students dan BIMKES. Chief Executive Officer (CEO) BIMKES, Indah Fadlul Maula, memimpin acara berikutnya, sosialisasi dan advokasi BIMKES, dengan melibatkan para Pimpinan Umum (PU) 7 sub-BIMKES yang terdiri dari Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia (JIMKI), Berkala Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia (BIMKGI), Berkala Ilmiah Mahasiswa Ilmu Keperawatan Indonesia (BIMIKI), Berkala Ilmiah Mahasiswa Kebidanan Indonesia (BIMABI), Berkala Ilmiah Mahasiswa Farmasi Indonesia (BIMFI), Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (BIMKMI), serta Berkala Ilmiah Mahasiswa Gizi Indonesia (BIMGI) untuk memaparkan kondisi kekinian, sekilas pandang, capaian, dan rencana strategis masing-masing sub-BIMKES ke depan. Diskusi panel dan round table discussion dengan para stakeholders menjadi rangkaian untuk menutup keseluruhan acara. Hasil dari Grand Launching ini berupa nota kesepakatan bantuan dukungan stakeholders menjadi salah satu kunci keberlangsungan BIMKES ke depan. (Diana)
PAGE 20
hpeq student
H
PEQ (Heaalth Professional Education Quality) Student 2013 dibawah kepengurusan yang baru yang dipimpin oleh Muh. Jauhar mencoba menunjukkan semangat dari kepengurusan tahun ini. Semangat ini kami curahkan tidak hanya melalui berbagai program kerja yang kami lakukan pada tahun 2013 melainkan melalui berbagai media seperti newsletter. HPEQ student yang mewadahi 10 organisasi mahasiswa pendidikan dan profesi kesehatan yang berbeda, diantaranya yaitu kedokteran, kedokterangigi, ke p e rawata n , ke b i d a n a n , g i z i , fa r m a s i , d a n kesehatanmasyarakat yang diwakili oleh Center for Indonesian Medical Students' Activities (C IMSA), Asian Medical Students' Association (AMSA), Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI), Ikatan Lembaga Mahasiswa Ilmu Keperawatan Indonesia (ILMIKI), Himpunan Mahasiswa Diploma III Keperawatan (HIMADIKA), Persatuan Senat Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia (PSMKGI), Ikatan Mahasiswa Kebidanan (IMABI), Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi Seluruh Indonesia (ISMAFARSI), Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia
(ISMKMI), dan Ikatan Lembaga Mahasiswa Gizi Indonesia (ILMAGI). Pengurus HPEQ student pun berasal dari perwakilan ke 10 organisasi tersebut diatas. Di HPEQ student, kami bersama-sama bersatu menuju pada visi bersama yaitu peningkatan kualitas pendidikan kesehatan Indonesia. Tidak hanya sampai disitu, kami berusaha untuk meningkatkan advokasi mahasiswa serta peningkatan interprofessional education dalam bidang kesehatan, dimana hal ini sangat dibutuhkan dalam mencapai visi utama tersebut. Newsletter ini menunjukkan inspirasi semangat pengurus HPEQ Student, Update program – program HPEQ Student dan juga perencanaan program HPEQ Student. Diharapkan newsletter ini dapat semakin mengenalkan HPEQ student ke dunia luar, memberikan informasi mengenai berbagai kegiatan yang telah kami lakukan selama tahun 2013, serta semakin menjukkan semangat kami dalam peningkatan kualitas pendidikan Indonesia. Together We Can
PAGE 21
hpeq student
HPEQ Student 2014:
Melangkah Lebih Tinggi Tidak terasa, tahun 2014 merupakan tahun terakhir fasilitasi pembinaan dari proyek HPEQ untuk HPEQ Student. Bermula dari 19 November 2010, sejumlah mahasiswa kesehatan berkumpul dan bersepakat menandatangani sebuah deklarasi mengenai peran mahasiswa ilmu kesehatan dalam pendidikan. Darisitulah HPEQ Student tumbuh menjadi semakin besar dan matang sebagai wadah organisasi mahasiswa ilmu kesehatan Indonesia. Dari generasi ke generasi. HPEQ student 2014 adalah generasi ke-4 yang dikoordinatori oleh Yulia Devina (representatif dari CIMSA), serta didukung oleh tim HPEQ Student 2014 lainnya yang merupakan representasi organisasi mahasiswa kesehatan. Tim HPEQ Student berkomitmen untuk melanjutkan amanah perjuangan pengurus-pengurus sebelumnya yang telah membesarkan HPEQ Student. Belajar dari sejarah awal HPEQ student yang berdiri karena semangat kebersamaan dan kesadaran mahasiswa ilmu kesehatan yang tidak bisa berdiri secara sendiri-sendiri, HPEQ Student 2014 akan fokus untuk mengakarkan Interprofessional Education (IPE) dan Interprofessional Collaboration (IPC) yang disampaikan dengan berbagai strategi advokasi dan publikasi. Kedua hal ini menjadi tujuan utama untuk capaian HPEQ Student 2014. Dalam rangka mengakarkan Interprofessional Education (IPE) kepada setiap mahasiswa kesehatan di seluruh Indonesia, pada tahun 2014 akan direalisasikan ide 'IPE Nusantara' yang akan dilaksanakan di seluruh kota kota besar di Indonesia dan melibatkan 7 bidang kesehatan yang diwakili oleh 10 organisasi mahasiswa kesehatan yang beragam. IPE Nusantara 2014 ini akan menyelenggarakan seminar/workshop dan pengembangan jejaring yang terkait dengan Interprofessional Education dan Interprofessional Collaboration. Selain IPE Nusantara, HPEQ Student 2014 juga akan meningkatkan efektivitas advokasi mahasiswa kesehatan
Yulia Devina Suci Koordinator HPEQ Student 2014
Indonesia. Hal ini direaliasikan dengan mengadakan Training of Trainers untuk mahasiswa kesehatan Indonesia di tiap regional yang dipilih dalam proses pemilihan khusus dan selanjutnya dilatih untuk menjadi trainer advokasi di wilayahnya masing masing. Melalui metode ini, target grassroot untuk mengakarkan advokasi ke Mahasiswa Kesehatan Indonesia diharapkan dapat lebih cepat tercapai. Khususnya untuk bidang kajian HPEQ Student, akan dilakukan follow up terhadap berbagai kajian yang telah dilakukan di tahun-tahun sebelumnya, seperti kajian IPE, kajian Advokasi dan kajian Uji Kompetensi Nasional. Tujuan akhir dari kajian ini adalah untuk menunjukkan partisipasi mahasiswa pada berbagai kebijakan utama di pendidikan tinggi keseahatan. Di sisi lain, divisi Public relation (PR) akan lebih fokus pada publikasi produk-produk HPEQ Student di berbagai forum, terutama yang terkait langsung kepada mahasiswa ilmu kesehatan itu sendiri. PR juga tidak kalah bersemangat dalam mengoptimalisasi berbagai media sosial sebagai penyambung komunikasi antara HPEQ Student dan mahasiswa ilmu kesehatan lainnya. PR HPEQ Student 2014 juga akan mencoba memperluas jaringan dan membina hubungan baik dengan organisasi internasional sejenis serta stakeholder terkait sehingga diharapkan dapat terjalin simbiosis mutualisme antara organisasi internasional sejenis dan stakeholder. Tantangan besar yang dihadapi HPEQ Student 2014 adalah menjaga keberlanjutan pasca pembinaan dari proyek HPEQ berakhir. Untuk itu, pada tahun ke-4 ini kami akan berupaya dengan keras untuk menggapai cita cita HPEQ Student, cita cita mahasiswa ilmu kesehatan Indonesia, yaitu meningkatkan kualitas pendidikan kesehatan Indonesia. Tidak hanya sampai akhir tahun ini, tetapi juga untuk tahuntahun selanjutnya yang lebih menantang. Together We Can!
apakah kalian:
Ăž sudah lulus dari bangku kuliah
tetapi masih 'galau' dalam menjalani dunia profesi? Ăž peduli pada dunia kesehatan di
Indonesia? Ăž memiliki passion untuk berinovasi
untuk melestarikan budaya mutu? Ăž ingin melakukan perubahan demi
Indonesia yang lebih baik? mari bergabung dengan
Indonesian Young Health Professionals' Society mit, Colla m o bo C , ra e r te a C
Kirimkan CV beserta satu halaman esai yang berisi 'kontribusi apa yang akan saya berikan untuk dunia kesehatan di Indonesia yang lebih baik?' ke email: diktihpeq@gmail.com. Info lebih lanjut dapat diakses melalui website: www.hpeq.dikti.go.id dan follow @hpeqdikti.
Together We Can
Selamat
Ta hu n
u r a B 4 1 20
HPEQ
www.hpeq.dikti.go.id @hpeqdikti
Health Professional Education Quality Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
HPEQ DIKTI
Gedung Victoria, Lt 2. Jalan Sultan Hasanudin KAV 47 51 Telp. (021) 727191384 Surel: hpeq@dikti.go.id/hpeqdikti@gmail.com
HPEQ DIKTI