daftar isi Sambutan
06
Pengantar
07
Exhibition
51
Collaboration
67
Susunan Kepanitiaan
70
Sponsor & Media
73
/sambutan
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam sejahtera bagi kita semua, Om Swastiastu. Dinamika berpameran menjadi ‘tugas’ wajib bagi para mahasiswa DKV ISI Yogyakarta. Karena dari sanalah para mahasiswa bisa berkomunikasi kepada masyarakat luas lewat karya-karya mereka. Dari sana pula karya tersebut menjadi karya seni yang bisa diapresiasi maupun dikritisi oleh para pemerhati seni maupun masyarakat luas.
Indiria Maharsi, M.Sn. Ketua Prodi Desain Komunikasi Visual ISI Yogyakarta
Patut disyukuri bahwa pameran Diskomfest menjadi agenda
rutin
dari
kegiatan
Program
Studi
Disain
Komunikasi Visual ISI Yogyakarta. Pameran ini dalam setiap periodenya menghadirkan tema-tema yang beragam dan selaras dengan konteks atau spirit jaman pada saat itu. Sehingga dengan demikian dinamika berkarya dan berpameran para mahasiswa DKV ISI Yogyakarta dalam setiap pagelarannya menjadi dinamis dan segar
We Infect And Re-Collect
dengan ide-ide baru. Atas nama lembaga, saya menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada panitia yang telah dengan sigap bekerja dan tanpa lelah mewujudkan pameran Diskomfest ini. Demikian pula kepada seluruh peserta pameran yang telah menampilkan karya terbaiknya. Serta para mahasiswa DKV ISI Yogyakarta yang telah ikut serta memeriahkan acara ini. Semoga kegiatan ini menjadi catatan sejarah penting yang tertulis dalam lembar perjalanan kiprah DKV ISI Yogyakarta dalam dunia seni
|
rupa di Indonesia. Demikan
sambutan
ini
saya
sampaikan,
Diskomfest 7
kasih dan selamat berpameran. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Om Santi, Santi, Santi, Om.
06
terima
/pengantar
Diskomfest & Tema Sebelum membuka lebih jauh cetakan ini, pertama saya ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada orangorang keren yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam hajatan kami ini. Terimakasih pula untuk Sang Kreator Tuhan Y.M.E yang melancarkan semuanya. Tidak
Faruza Arkan Ketua II Diskomfest 7
lupa
juga
untuk
para
pengunjung
yang
sudah
membuat kami ada. Yang kedua, sedikit ingin saya ceritakan tentang Diskomfest sejak awal kemunculannya sampai saat ini yang sudah menggandeng angka tujuh. Berdasarkan cerita dari Mbak Santi Indieguerillas yang saya temui dengan beberapa teman panitia di rumahnya beberapa waktu lalu, dia menceritakan sedikit tentang Diskomfest. Bahwa Diskomfest itu muncul sebagai sebuah kegiatan senangsenang sebelum menjadi format sebuah acara festival seperti saat ini. Kehadirannya juga dilakukan untuk persiapan acara-acara lain termasuk sebuah ajang kumpul mahasiswa DKV se-Indonesia KMDGI. Disini terlihat cara kami untuk berkumpul dan berkegiatan di luar wilayah akademis. Mulai dari ngumpul di parkiran kampus sampai bermain basket kami lakukan untuk sekedar bersenangsenang, dan sampai akhirnya setelah semakin sering berkumpul, berkegiatan, dan bersenang-senang bersama kami semakin siap dan kompak untuk mengikuti kegiatan di luar. Lalu
pada
akhirnya
di
tahun
2004
Diskomfest
menjadi sebuah festival DKV. Bisa dibilang bahwa wujud Diskomfest ini muncul dari adanya rasa tidak puas. Tidak puas akan atmosfer dan acara-acara DKV yang gitugitu saja dan dinilai semakin kaku. Atau mungkin juga karena karakteristik dari kami yang gemar berselebrasi
07
atau senang-senang dalam mengekspresikan
bertahan. Diskomfest keempat dengan tema
suatu hal. Mungkin karakteristik itu yang
“Culture Expansion” Diskomfest mencoba
menjadi
mengajak
alasan
secara
langsung
masalah, kami punya cara sendiri untuk
masyarakat
bicara persoalan DKV, kami punya cara
bersama
sendiri
mural,
untuk
menyuarakan
gagasan.
Karena
kreatifitas
Kotagede
dengan dan
kami
membuat
komik.
berkarya
sign
Dalam
system,
diskomfest
bagaimanapun
keempat ini, peran desainer harus mampu
tiap orang punya caranya masing-masing
mengurai ego dan idealisnya. Desainer
untuk
tidak
dapat
kepada
masyarakat,
itu
We Infect And Re-Collect
masyarakat
untuk ikut merayakannya. Bersama dengan
menyuarakan
Diskomfest
|
Diskomfest.
Kami punya cara sendiri untuk memecahkan
atau
Diskomfest 7
kemunculan
kreatifitas,
kreatifitas
perlu
atau
dirayakan.
dan
di
gagasan
referensinya
karena
tiap
orang
juga
memiliki pengalman artistiknya masing-
merupakan wujud aksi atau gerakan dalam
masing. Diskomfest kelima “Lokalisasi,
mengembangkan ide-ide atau insight yang
untuk Lokal Solusi” adalah respon kami
didapat. Rasanya percuma jika ilmu atau
terhadap permasalahan sehari-sehari yang
gagasan yang didapat dalam perkuliahan
bersangkutan dengan ruang publik. Dimana
maupun diluar perkuliahan hanya disimpan
ruang
dan
lalu
fasilitas publik seringkali dimanfaatkan
kami memutuskannya berbagi dengan cara
oleh kepentingan lain baik dari personal
merayakannya.
sampai politik. Lalu pada tahun kemarin
Pada
untuk
Diskomfest
memaksakan
kepentingan
sendiri,
publik
yang
seharusnya
sebagai
Diskomfest pertama, dengan
Diskomfet keenam mengangkat tema “Future
tema “Study Hard, Play Hard” semangat
Food” yang memberikan gagasan seputar
selebrasi itulah yang mulai diusung untuk
makanan alternatif dan ketahanan pangan
dikenalkan pada masyarakat. Tidak muluk-
di Indonesia.
muluk mengenai bentuk acara seperti apa,
Pada
akhirnya,
kami
sampai
pada
karena Diskomfest pertama hadir sebagai
angka ketujuh di tahun ini. Ah, serius
wujud
kami
sudah ketujuh? sudah bukan usia yang muda
dan bagaimana cara kami berkomunikasi.
perkenalan
mengenai
lagi untuk sebuah acara dua tahunan.
Terlihat
Bukan
semangat
kami
siapa
untuk
belajar
perkara
namun juga tidak lupa bersenang-senang.
menentukan
Pada
ini,
Diskomfest
“Challenging gagasan tak
mengenai
kalah “Ring
mahasiswa dasarnya.
DKV
of ISI
pada
Fire”, yang dari
tema
mengangkat lokal
dengan
Lalu
Mulai
dengan
kami
desainer
keren
internasional. ketiga
kedua,
Heroes”
yang
desainer
awalnya
bahkan
sempat
dari
untuk
Diskomfest
berpikiran
untuk
tidak melanjutkannya lagi kalau hanya mengatasnamakan tradisi turun-temurun. Namun,
apa
iya
kita
mau
berhenti
Diskomfest
begitu saja? Apa iya kita tidak ingin
keberagaman
berkegiatan lagi? Lantas apa lagi yang
menjadi
ide
keberagaman
metode kreatif, referensi, sampai gaya visual yang menjadikan Diskomfest mampu
08
mudah
kelanjutan
bisa kita bagi ke orang lain kalau bukan lewat Diskomfest?
kosong, tutuplah lubang tersebut jika
Kerja Kolektif, Kerja Toleransi Proses panjang kami jalani kurang
merasa mampu.
lebih dalam satu tahun. Pada akhirnya gagasan
soal
kerja
Pada
akhirnya,
itu
yang
menjadi
dengan
titik pacu kemunculan beragam kolektif.
tema “We Infect and Re-Collect� muncul
Berangkat dari beragamnya tiap personal
sebagai
dalam sebuah kolektif membuat bentuk-
judul
yang
kolektif kami
usung
untuk
Diskomfest 7. Mulanya gagasan tersebut
bentuk
tidak muncul begitu saja, kedekatannya
beragam pula. Namun, munculnya beragam
dengan
kolektif
pergerakan
anak
muda
sekarang
menjadi salah satu faktornya.
baik
Praktik kerja kolektif di sini
kolektif tidak
oleh
itu
sendiri
serta
semua
merta
pihak.
menjadi disambut
Keberagaman
kolektif masih dibarengi dengan konflik-
diartikan sebagai suatu prosaes kerja
konflik
dimana hierarki tidak terlalu penting,
masih menjadi pertanyaan besar. Masih
namun
banyak usaha-usaha untuk menyeragamkan
peran
penanggung
jawab
tetap
antar
kelompok.
diperlukan. Selain hal tersebut, praktik
di
kerja kolektif dinilai sebagai praktik
keberagaman beragama yang selalu menjadi
kerja
masalah yang berlarut-larut. Begitu pula
dengan
individu
(multidisiplin) menghasilkan Dengan
dan
satu
yang
beragam
bekerjasama tujuan
mengedepankan
yang
komitmen
berbagai
sektor.
Keberagaman
Ambil
contoh
untuk
dalam urusan keberagaman suku, ras, dan
sama.
kebudayaan
tinggi
dan memiliki tujuan yang sama tersebut yang membuat praktik ini berjalan dengan baik.
akhirnya
tindakan
Indonesia. Kerja keberagaman
Jika kita tarik mundur, sebenarnya
sampai
rasisme dan fanatisme menjadi marak di kolektif
sendiri
sesuai
memiliki
dengan
tujuan
kolektif tersebut dibangun. Mulai dari
kerja kolektif telah menjadi akar dari
kerja
negara kita. Jika boleh sedikit mengingat
komunitas dan ruang kolektif, atau bentuk
juga,
kita
memiliki
semboyan
kolektif
sebagai
wadah
seperti
negara
kerja kolektif yang berorientasi sosial
“Bhinneka Tunggal Ika�, yang memiliki
maupun komersial, serta tidak menutup
artian berbeda-beda tapi tetap satu. Bisa
kemungkinan bentuk-bentuk kerja kolektif
kita lihat dan mungkin masih ada didekat
yang dibangun melalui jalur maya.
kita bentuk-bentuk gotong royong seperti kerja bakti yang sudah dilakukan dari jaman dahulu oleh bangsa kita. Jika coba diurai lagi mengenai kerja kolektif, ada suatu bentuk keterbasan dari tiap personal maupun suatu kelompok yang pada akhirnya kerja
kolektif
menjadi
alternatifnya.
Kalau tidak mampu dilakukan sendiri ya bekerjasamalah dengan orang lain. Kalau ada suatu kelompok dengan lubang yang
09
Spontanitas & Sapaan Tulisan ini dikerjakan berdasarkan pengalaman pribadi. Lebih memilih melalui pengalaman pribadi disebabkan topik penulisan buku ini, yaitu kerja kolektif, dirasa lebih kaya jika bersumber dari pengalaman langsung. Buku-buku tetap dibutuhkan, terlebih pemikiran yang menyampaikan bahwa kerja kolektif juga memiliki kekurangan. Atas dasar
F.X. Widyatmoko, M.Sn
hal tersebut saya menyadari bahwa apa-apa yang
Dosen Komunikasi Visual ISI Yogyakarta
akan dan telah dituliskan pun memiliki bolong atau celah di sana-sini. Setidaknya, apa-apa yang dituliskan tersebut, dalam ruang yang terbatas ini,
bisa
ditempatkan
sebagai
medan
berbagi
pengalaman. Bolehlah dari situ muncul satudua gagasan yang lebih baik.
We Infect And Re-Collect
Batuk Merapi Akhir tahun 2010 gunung Merapi erupsi untuk kesekian kalinya. Waktu itu saya sudah menetap di Yogyakarta, dan mengajar di Program Studi Desain Komunikasi Visual (DVK) ISI Yogyakarta. Seperti yang kerap saya kerjakan, dalam beberapa kesempatan saya menyempatkan diri untuk ngobrol bersama mahasiswa. Obrolan pun bisa bermacam-macam, dari sepakbola, musik, masalalu, pameran, hingga berbagai project dalam perkuliahan. Akhir tahun 2010 menjadi waktu-
|
waktu
dimana
keempat,
akan
event
dua
digelar
tahunan,
di
Jogja
Diskomfest National
yang
Museum.
Diskomfest 7
Namun, erupsi gunung Merapi di akhir tahun tersebut menyebabkan banyak agenda tidak jadi dilangsungkan. Kampus merupakan ruang dimana ia juga ditimpa rasa panik. Rasa panik bersumber dari media massa yang mengabarkan kekhawatiran massal terkait dampak atau
10
akibat
erupsi
gunung
Merapi.
Banyak
mengerjakan
perabot
Merapi,
demikian
mahasiswa rantau diminta pulang ke tempat
kami menyebutnya, dan komunitas fotografi
asal oleh orangtua mereka masing-masing.
Titik Api DKV ISI Yogyakarta merancang
Kampus
iklan
pun
keberatan
diliburkan,
faktor
infrastruktur
orangtua
yang
dilangsungkan
bukan
tidak
karena
layanan
sosial
undangan
turut
tadi
namun
berpartisipasi
layak
untuk
atau lembaga desain grafis/dkv di atas.
perkuliahan.
atas
untuk
asosiasi
Lagipula,
Pemotretan untuk iklan layanan dikerjakan
rumah para pengajar dan karyawan juga
di studio foto di gedung Prodi DKV, dan
perlu
saya bersyukur bisa turut menyaksikan
perhatian
akibat
erupsi
gunung
Merapi tersebut. Beberapa hari setelah erupsi, dosen, karyawan, dan mahasiswa melakukan
kerjabakti
membersihkan
abu
erupsi gunung Merapi.
proses pemotretan tersebut. Sebagai gempa
di
catatan, Yogyakarta
sewaktu
terjadi
(tahun
2006),
pasca gempa saya dan beberapa mahasiswa
Tidak semua mahasiswa rantau pulang
juga mengerjakan hal yang sama yaitu
ke kota asal mereka. Namun, dari sekian
merancang
yang memilih untuk berada di Yogyakarta
memberi informasi bahwa warga Yogyakarta
tersapa untuk berbuat sesuatu terutama
mampu bangkit, tidak malas, dan bencana
bagi
dampak
jangan/ tidak boleh dijadikan komoditas
tersebut.
(oleh partai, misalkan, atau kepentingan
masyarakat
parah
akibat
yang
erupsi
terkena Merapi
pesan-pesan
sosial
Berbagai kerja pun kami lakukan bersama,
iklan-pemberitaan
seperti
mengumpulkan
dsb). Apa yang kami rancang tersebut
pakaian
layak
pakai.
dan
mengirimkan
suwasta,
produksi
berupa desain sosial yang hadir dalam
desain (social campaign) atas undangan
berbagai teknik dan idiom. Koordinasi
sebuah
desain
kami kerjakan di rumah Ong Harry Wahyu,
grafis/dkv di Yogyakarya untuk merancang
sosok desainer senior di Yogyakarta yang
pesan-pesan
warta
khas dengan pendekatan lokal di hampir
agar bencana tidak menjadi komoditas,
setiap rancangan desainnya. Desain-desain
bencana tidak menjadi wujud dikasihani
yang kami rancang tersebut kami kirim ke
terus-meneurs, dan terutama penghargaan
majalah CONCEPT dan dimuat di majalah
bagi para relawan serta semangat untuk
tersebut.
bangkit pasca bencana. Saya ingat waktu
salah satu majalah yang saat itu kerap
itu
dirujuk
asosiasi
saya
yang
dengan
atau
Pula,
televisi
untuk
lembaga
menyampaikan
beberapa
mahasiswa
Majalah guna
CONCEPT
mengetahui
merupakan
perkembangan
11
We Infect And Re-Collect
Keterangan:
trend dan wacana dkv. Karya-karya desain sosial yang kami
Dua buah karya saya untuk majalah CONCEPT, karya dalam rangka merespon bagaimana media massa (pers) mengokeploitasi gempa Jogja sebagai komoditas berita. Saya lupa di mana saya menyimpan file karya lain rancangan teman-teman yang turut berkarya waktu itu. Setidaknya karyakarya tersebut masih dapat dicari di Majalah CONCEPT yang terbit tidak lama setelah peristiwa gempa Jogja tahun 2006.
kirim tersebut disertai tulisan yang dikerjakan oleh seorang rekan yang juga alumni DKV ISI Yogyakarta. Tujuan tulisan yaitu guna memperjelas perspektif dan paparan kerja yang kami kerjakan bersama-sama waktu itu. Saya lupa, majalah CONCEPT edisi ke berapa yang memuatnya. “Saya ingat ketika Bantul diguncang gempa bumi 2006 silam, kelompok utara (kawasan Sleman-red) datang berbondongbondong membantu kami yang tengah dilanda duka. Maka tak salah kiranya saat ini kelompok selatan (kawasan Bantulred) yang datang membantu kelompok utara,� tutur Aznar. (Sumber: Lentera Timur.com/Arif Budiman, 14 November 2010; Foto-foto perabot Merapi bersumber dari situs tersebut dan foto oleh Arif Budiman; Arif Budiman merupakan mahasiswa DKV ISI Yogyakarta yang saat itu menjadi kontibutor tulisanfoto di situs Lentera Timur; Saat ini Arif Budiman mengajar DKV di ISBI Aceh).
Pengalaman
yang
saya
kerjakan
terkait
gempa
di
Yogyakarta memengaruhi kerja-kerja spontanitas selanjutnya, yaitu perabot Merapi. Jika sewaktu gempa Yogyakarta kami
|
(saya,
mahasiswa,
alumni)
merancang
publikasi/
iklan
Diskomfest 7
sosial, pada erupsi gunung Merapi kami (saya, mahasiswa) merancang perabot untuk kebutuhan rumah tangga terutama mereka
yang
terkena
musibah
parah.
Jika
pada
gempa
Yogyakarta kami melihat dan menanggapi realitas media, dan atas dasar itu kami mendesain dengan logika yang berbeda
12
Keterangan:
dari logika pemberitaan bencana oleh media pada umumnya,
(kiri) Untuk persiapan rekonstruksi pascaletusan gunung Merapi, mahasiswa dan dosen bergiat membuat perabot rumah tangga di selasar kampus Desain Komunikasi Visual Institut Seni Yogyakarta. (Lentera Timur.com/Arif Budiman, 14 November 2010)
pada perabot Merapi kami berbagi tugas. Titik Api merancang iklan sosial dengan pesan-pesan positif apresiatif, dan yang lain mengerjakan perabot Merapi.
Asal muasal perabot Merapi juga dari kebingungan.
Beberapa mahasiswa (saya juga) tidak memiliki kecakapan lapangan jika terjun sebagai relawan. Relawan merupakan agen tercepat dalam situasi tanggap bencana. Namun, pasca bencana, dalam hal ini recovery juga penting. Kami pun mencoba membayangkan (imajinasi) tahap recovery tersebut. Tahap ini kami bayangkan tahap dimana warga yang tempat tinggalnya rusak akibat erupsi gunung Merapi memerlukan berbagai barang atau benda untuk keperluan sehari-hari,
(kanan) Karya pameran mahasiswa yang tidak dipakai menjadi bahan mentah pembuatan perabot. (Lentera Timur. com/Arif Budiman, 14 November 2010)
seperti lemari, meja, dingklik (kursi kecil untuk duduk rendah), rak cuci gelas piring, dan kursi panjang (untuk duduk lebih dari satu orang). Barang-barang tersebut untuk melanjutkan aktivitas sehari-hari seperti biasanya. Berbagai perabot tersebut kami buat dan susun dari kayu
bekas
spanram
pigura.
Penggunaan
kayu-kayu
juga
seijin lembaga (dalam hal ini Ketua Program Studi DKV ISI Yogyakarta). Model atau desain perabot dibantu oleh beberapa mahasiswa Prodi Desain Interior, yang selanjutnya kami terapkan desain tersebut untuk menjadi desain seperti yang telah dirancang oleh mereka. Peralatan kerja kami bawa dari rumah, dari kos, dan hadir pula peralatan kerja mahasiswa DKV yang memang memilih menekuni kerja ketukangandisplay. Peralatan-peralatan tersebut sangat membantu dalam
13
Keterangan:
mengerjakan perabot Merapi. Material print (vinil) yang
Beberapa perabot yang sudah setengah jadi namun belum dicat di simpan di Studio Desain Komunikasi Visual Institut Seni Yogyakarta. (Lentera Timur.com/Arif Budiman, 14 November 2010)
tadinya terpasang di spanram pun digunakan oleh mahasiswa Jurusan Kriya. Material bekas dipola dan dijahit dan menjadi tas. Tas dijual, dan hasil penjualan untuk donasi ke korban bencana erupsi gunung Merapi. Pengerjaan perabot Merapi berlangsung selama seminggu, dan kami kerjakan di lobi gedung DKV, sejak pagi hingga sore hari. Setelah semingguan itu kami merasa lelah juga. Bahan untuk mengecat perabot belum ada. Sebuah kabar baik pun hadir menyapa, rekan saya seorang pengajar di DKV ITS menghubungi saya melalui handphone. Dia menanyakan apa yang dapat mereka (DKV ITS) bantu. Sewaktu mereka
We Infect And Re-Collect
menanyakan “apakah pakaian layak pakai�, saya menjawab bahwa sumbangan dan ketersediaan pakaian sudah mencukupi. Informasi tersebut saya dapati dari satudua teman relawan yang memilih untuk bergerak dalam hal penyediaan pakaian, dapur umum, logistik. Lantas saya sampaikan bahwa kami sedang merancang perabot rumah tangga, namun belum ada cat untuk mengecat kayu-kayu perabot. Rekan saya di Despro ITS akan menyampaikan pada kolega di kampusnya. Dan, beberapa hari setelahnya, datanglah seorang rekan yang juga pengajar di DKV ITS yang sedang menempuh S2 di ISI Yogyakarta. Dia
|
ke Jogja sambil membawa sekardus berisi kaleng-kaleng cat, ada yang bekas, namun beberapa baru. Kardus berisi kaleng-
Diskomfest 7
kaleng cat saya jemput dan ambil di Stasiun Tugu, bersama seorang mahasiswa. Lalu kami bawa ke kampus dan siap untuk digunakan.
14
Persoalan tidak selesai di situ.
Seni
Yogyakarta.
mudah juga. Yang jadi kendala yaitu fisik
Komunikasi
kami mulai tidak fit. Lalu, datang teman-
dan Jurusan Kriya, justru melakukan
teman dari Pondok Pesantren Mahasiswa
kerja-kerja
Hasyim
berbagai perabotan rumah tangga.
yang
letak
pondok
mereka tidak begitu jauh dari kampus ISI Yogyakarta, tepatnya di selatan kampus, sisi timur jalan Parangtritis. Temanteman dari pondok itulah yang mengecat dan juga mengalokasikan perabot untuk para warga di daerah yang tertimpa dampak erupsi Merapi. Selepas perabot dicat dan mengering, bersama sebuah pick up warna merah, perabot diangkut ke Muntilan.
Program
Seni
Rupa,
Asy’ari,
melalui
Fakultas
Mengecat sekitar 30-an lebih perabot tidak
Visual,
Studi
Desain
produksi:
Desain
Interior, penciptaan
Perabotan rumah tangga yang dibuat tersebut
diantaranya
adalah
meja,
kursi, rak piring, dan tempat jemuran. Benda-benda yang dibuat dari barangbarang
bekas
ini
diciptakan
sejak
Senin (7/11) lalu untuk mengantisipasi kebutuhan para korban saat kesulitan membuat atau membeli kebutuhan rumah tangganya.”
(Lentera
Timur.com/Arif
Budiman, 14 November 2010) “…kau tak perlu meratapi diri telah kubaringkan hatiku di tempat ini sungguh, apa
(Ke)kabur(an) Dua
pun keadaannya
bentuk
kerja
di
atas
masih
dekat sebagai kerja kolektif, digerakkan Hei, aku ingat waktu itu
karena
atap-atap bangunan bertabur
kolektif juga berlaku untuk hal-hal lain
faktor
salju Merapi
di luar bencana alam. Pengalaman kerja
sedang kalian sembari menutupi hidung
kolektif gempa Jogja dan erupsi gunung
grak grek grok membangun perabot-perabot:
Merapi menjadi modal bagi saya dalam
almari, meja, dingklik, kursi panjang
berkarya bersama mahasiswa di kemudian
yang terbuat dari kayu sisa berdandan dan
hari. Singkat kata, kerja-kerja kolektif
dikirimkan ke sebuah sekolahan
tersebut tidak hanya ada karena bencana
di Muntilan, bersama sebuah pick up warna
alam,
merah…”
misalkan
namun
bencana
juga
untuk
workshop/
alam.
Kerja
ruang
lain,
lokakarya).
Satu
hal yang menjadi dasar kerja kolektif (baris puisi dalam “sepi yang paling indah
yaitu adanya trust dan rasa menghargai
– membayangkan desain(er), Koskow, 2016)
keberadaan atau peran masing-masing. Cara membangun trust yaitu lewat hubungan-
“Jika bencana meletusnya gunung Merapi
di
disikapi
dengan
Yogyakarta
biasanya
penggalangan
dana,
tidak demikian halnya dengan Institut
hubungan
kultural
(ngobrol
bareng,
nongkrong bareng, main ke rumah, dsb). Hubungan-hubunga
tersebut
memperjelas
kekaburan dalam mengenal satu sama lain. Kekaburan inilah yang perlu diperjelas
15
yang dari situ trust mendapati ruangnya,
secara geografis terpetakan. Ruang atau
ruang kolektif.
tempat tersebut bisa berada di salah
Kesadaran kolektif: Suatu prasyarat
satu sisi kota yang kita huni. Pembagian
penting bagi solidaritas sosial, istilah
berdasarkan wilayah memang mudah, namun
Durkheim
untuk
solidaritas dan kerja kolektif pun tidak
penilaian
dan
sharing
keyakinan,
pandangan
dunia
dan,
bertentangan dengan pembagian tersebut.
sebagai hasilnya, melindungi kesadaran akan
identitas
populasi
dari
berbeda.
bersama
di
kalangan
individu-individu
Menurut
Durkheim,
yang
ruang di Yogyakarta bahwa sisi utara
fungsi
berbatas dengan gunung Merapi (dataran
utama agama adalah sangat penting dalam
tinggi),
menghasilkan
dengan laut/ Samudera Indonesia (dataran
dan
melindungi
kesadaran
kolektif. (Pip Jones, 2009: 277) kehadiran
We Infect And Re-Collect |
orang
sisi
selatan
berbatas
di laut tersebut, dan erupsi gunung Merapi
lain,
atau
di
Kebersamaan
yang
korban bencana alam yang cukup luas.
berbagi tersebut merupakan hal penting
Bagi saya yang penting atau mendasar
bagi
dari
bersama
langsung
dan
rendah). Gempa Jogja tahun 2006 berpusat
Istilah kolektif mengandaikan ada
Diskomfest 7
Utara dan selatan dalam pernyataan pak Asnar Zacky menunjuk pada kekhasan
(sharing). solidaritas
sosial.
Demikian
Jogja
utara.
tuturan
Keduanya
pak
Asnar
memunculkan
Zacky
yaitu
pula dengan kerja perabot Merapi yang
“saya ingat ketika...”. “Ingat” inilah
dikerjakan di atas juga didasari dengan
yang
adanya solidaritas sosial. Tidak hanya
terlebih dahulu (kehadiran warga dari
sivitas akademik DKV tetapi juga desain
Jogja utara yang datang ke Jogja selatan
interior, dan Kriya, meski melibatkan
untuk
beberapa
saja.
dan ingat di situ merupakan satu modal
Solidaritas
orang/
mahasiswa
tersebut
juga
hadir
melalui
membantu
sebuah
recovery
peristiwa
pasca
gempa,
disebabkan
bagi keberlangsungan dan keberlanjutan
tuturan pak Asnar Zacky, pengajar senior
solidaritas sosial melalui kerja-kerja
di DKV ISI Yogyakarta, bahwa “Saya ingat
kolektif
ketika Bantul diguncang gempa bumi 2006
hari. Orang Jawa punya istilah eling.
silam, kelompok utara (kawasan Sleman-
Istilah
red) datang berbondong-bondong membantu
sebuah tindakan yang hendak diputuskan
kami
yang
tengah
dilanda
tak
salah
kiranya
saat
ini
bersama
biasanya
di
kemudian
digunakan
untuk
Maka
dan dikerjakan dimana tindakan tersebut
kelompok
bukan sebuah keputusan dan tindakan yang
selatan (kawasan Bantul-red) yang datang
sembarangan terutama jika dikaji hingga
membantu kelompok utara.”
ke
Tuturan
pak
Asnar
duka.
atau
ini
Zacky
tersebut
seolah menyampaikan bahwa ada warga Jogja utara dan selatan, dan tentunya juga barat,
yang
mendalam.
Eling
mengandaikan
keberadaan pada yang lain dan yang lain ini mendalam. Dalam
kerja
perabot
Merapi
timur, dsb. Sebagai warga yang menetap
keberlangsungan “saya ingat ketika...”
di sebuah ruang (kota) saya, dan juga
merupakan
kita menghuni di tempat tertentu yang
kolektif tidak bertujuan untuk kerja itu
16
satu
penanda
bahwa
kerja
sendiri namun untuk, katakanlah, sistem
dimungkinkan,
sosial yang senantiasa kita rawat. “Saya
memberi kesan yang berbeda, bahwa di
ingat ketika...� juga bisa kita ajukan
situ spontanitas bisa hadir dan langsung
sebagai satu unsur dalam memperkuat dasar
terasakan. Seolah, semua indera bekerja
kerja kolektif dan bangunan solidaritas
dan menangkap momen-suasana.
sosial untuk menyertai unsur lain yang kerap
melatari
wilayah/ rasa,
seperti
daerah,
merupakan
agama,
dsb. satu
kelas,
Kampus,
ruang
kita
(habitus)
Kerja erupsi
namun
berjumpa
kolektif
gunung
gempa
Merapi
langsung
Jogja
pun
dan
menjadi
modal saya dalam berbagi kisah bahwa kebersamaan
itu
rasa
atau Satu
kolektif karena sejauh ini kita percaya
hal yang bagi saya penting dalam kerja
bahwa kepentingan kampus adalah untuk
kolektif yaitu sisi trust dan terbuka
pengetahuan dan bukan untuk, katakanlah,
diri.
Memang,
politik praktis. Kesadaran ini penting
kita
tunjukkan,
mengingat solidaritas kerap diaju-ajukan
yang tetap menjadi privasi kita. Namun,
namun tidak untuk kemaslahatan bersama
kerja kolektif membutuhkan dasar yang
(keberagaman)
tidak
semua
bahwa
ada
hal
harus
sisi
lain
memperkuat
kuat sebagai sebuah kesadaran (kolektif)
identitas kelompok tertentu/ sektarian.
yaitu solidaritas sosial. Dengan begitu
Kolektif
rasa
kerja kolektif pertama-tama tidak untuk
kurang atau tidak tepat (bahkan tidak
mengumpulkan banyak dana, banyak uang,
benar) karena konteks hidup kita yaitu
banyak
masyarakat yang beragam. Kolektif yang
atau
demikian
pada
banyak orang. Dalam kalimat lain, kerja
apa yang mau saya tunjuk pada praktik
kolektif yaitu bagaimana saya mau dan
penggalangan
bisa terlibat bersama dengan yang lain.
yang
tadi
untuk
sesama
manusia.
ikatan
tetapi
sebagai
memperkuat
dalam menjalankan berbagai bentuk kerja
demikian
saya
mengingatkan massa
yang
saya
kerap
dipicu
penyumbang, tepatnya
situ
namun
mengumpulkan
bagaimana
gagasan,
melibatkan
oleh prasangka kelas-kelas sosial dan
Dari
untuk tujuan-tujuan praktis-politis.
pemikiran boleh diharapkan muncul tanpa
pengalaman,
dan
disertai prasangka. Mungkin satu cara mengidentifikasi
Setelah Bencana Sekarang ini saya masih di kampus, sedangkan
mahasiswa
yang
juga
teman
kerja
kolektif
yaitu
manakala diri saya turut dan terlibat di sana setelahnya saya akan mendapati
ngobrol saya pun satu persatu lulus.
diri
saya
diperluas
oleh
kehadiran
Ada sebagian dari mereka yang masih saya
orang
lain
dan
lain
diperluas
jumpai, baik sewaktu mereka mampir ke
karena kehadiranku. Perluasan tersebut
kampus, atau saya yang mampir ke rumah
merupakan wujud saling membuka diri. Maka
yang
itu, meski dalam sebuah kerja kolektif
bersangkutan.
Kadang,
perjumpaan
bersama mereka, yang saat ini menyandang
ada
diri
dasarnya yaitu trust dan inisiatif.
sebagai
gelaran ruang
alumni,
seperti perjumpaan
berlangsung
Diskomfest. di
sosial
di
Memang, media
seorang
orang
Jadi,
pemimpin,
bagi
saya,
namun ada
prinsip hubungan
ngobrol dan nongkrong bersama mahasiswa
17
bagi kerja kolektif. Dari situ trust muncul dikarenakan
Teman-teman yang berpartisipasi dalam gelaran Andong Buku #2, sebuah gelaran apresiasi buku, berupa launching buku bersama, dan pertunjukkan mengapresiasi buku (pembacaan puisi, monolog, performans art, dsb). (Sumber foto: Facebook Kanjeng Tok)
obrolan dan tongkrongan merupakan ruang bagi kita untuk saling berbicara dan saling mendengar, tentu tergantung seperti apa obrolan dan tongkrongan tersebut. “Saya ingat ketika...� tak lain satu bentuk berbicara bahwa di suatu masa kolektif itu pernah ada. Tugas selanjutanya yaitu memperluasnya, mengingatnya, memperluasnya, dst. Beberapa tahun setelah kerja kolektif di atas saya berjumpa dengan generasi baru yang membawa perbedaan dalam beberapa
hal.
mahasiswa,
dan
Kerja-kerja alumni)
kolektif
kerjakan
tetap
hanya
kami
saja
(saya,
ruangnya
berbeda: lokakarya seni (tindes art), perbukuan dan pembaca (Bundakata), dan yang belakangan tergelar yaitu Andong buku #2 di Bentara Budaya Yogyakarta
(November 2016), dsb.
Kerja-kerja tersebut bisa berlangsung hingga kini juga karena adanya ikatan emosi dan diskusi-diskusi bersama
|
We Infect And Re-Collect
Keterangan:
Diskomfest 7
selepas kuliah. “Andong Buku lebih memilih diri sebagai ruang dan peristiwa buku, dibanding sebagai (sebuah) lembaga.� Perjumpaan dengan kawan lain memperluas rasa kolektif
18
Keterangan: Gelaran dalam Andong Buku #1, 2016, di N-Workshop, Yogyakarta. Skala Andong Buku #1 lebih kecil dibanding Andong Buku #2, namun apresiasi dalam acara tersebut dan kerja bersama-sama itulah yang penting dan mengelolanya. (Sumber foto: Facebook Kanjeng Tok)
sekaligus memperdalamnya. Selain konsisten dalam menjalankan niatan bersama (kolektif), hal lain yang membuat kolektif agar tidak mekanis yaitu spontanitas. Setidaknya itu yang saya alami. Maka itu perluasan dan perjumpaan bersama yang lain merupakan satu usaha agar spontanitas terjaga. Kolektif yang tanpa disertai spontanitas berpeluang menjadi kerja yang serba mekanis. Spontanitas terus tanpa refleksi berpotensi bagi kerja-kerja berkala mengingat dalam hidup ada hal-hal yang kontinu dikerjakan, ada pula yang merupakan respon spontan (insting mengendus kahanan). Kolektif itu sebuah ruang, kerja, dan cara dalam memperluas diri bersamasama dengan yang lain. [] Pustaka: Koskow, “sepi yang paling indah – membayangkan desain(er)”, Tan Kinira Books, Yogyakarta, 2016. Pip Jones, “Pengantar Teori-Teori Sosial – Dari Teori Fungsionalisme hingga Post-modernisme”, Buku Obor, 2009. Tautan: Lentera Timur.com Facebook Kanjeng Tok
Tentang penulis: Koskow (F X Widyatmoko), dilahirkan di Semarang, 10 Juli 1975. Sejak 2005 mengajar di Program Studi Desain Komunikasi Visual ISI Yogyakarta. Buku yang diterbitkan antara lain “Merupa Buku” (LKiS, Yogyakarta, 2009), “Teman Merawat Percakapan” (Tan Kinira Books, Yogyakarta, 2013), “sepi yang paling indah – membayangkan desain(er)” (Tan Kinira Books, Yogyakarta, 2016), “Sudut-Sudut Hati” (Sastra Sewu, Yogyakarta, 2016). Email: koskowbuku@gmail.com .
19
Kegotongroyongan Industri buku selama ini tidak memberi banyak pilihan bagi pembaca. Pembaca selalu hanya dijadikan pasar potensial oleh penerbit demi meraup keuntungan sebesar-besarnya. Hal ini bisa diamati dari tren buku yangmuncul silih berganti mengatasnamakan pelayanan atas selera pembaca. Hingga saat ini ruang penataan di toko-toko buku terus dipenuhi tema-tema yang nyaris
Restu Ismoyo
seragam,
di
Alumnus DKV ISI Yogyakarta 2009
lainnya.
Tidak
ikut
mana
merambah
satu
cukup sisi
buku soal
sampul
mengekor tema
kepopuleran
keseragaman
luarnya.
Sampul
juga luar
pun ikut menghamba kemauan pasar. Dari situasi ini tumbuh Bundakata, sebuah gagasan mengenai “buku” yang semangatnya adalah hendak menghargai pembaca. Cara pandang segar tentang “buku” yang berbeda dari buku pada umumnya ditawarkan kepada manusia pembaca We Infect And Re-Collect
melalui permainan di ranah pemaknaan yang timbul dari pilihan kata-kata bersanding bersama praktik-praktik unik darinya. Agak rumit sesungguhnya memahami konsep Bundakata dan
jalan
yang
diambilnya.
Ada
yang
berkomentar
dengan nada bergurau bahwa ini adalah model gerakan marxis. Rain Rosidi, seorang kurator dan pengajar di ISI Yogyakarta menyebutnya sebagai gerakan “turba” (turun ke bawah). Setidaknya ada tiga konsep kunci: peristiwa—bukan lembaga, gotong royong, dan memberi
|
pilihan. Oleh dua orang pengagasnya, Widyatmoko (40 tahun) yang akrab disapa Koskow dan Awalludin Luthfi
Diskomfest 7
(27) yang biasa dipanggil Cak Udin, Bundakata timbul dari penolakan terhadap yang baku dalam industri buku. Keduanya memang “orang-orang buku,” orang yang telah berkecimpung dan memiliki kepedulian di dunia perbukuan. Koskow seorang pengajar di Fakultas Seni
20
Bentuk display seni rupa buku di Nandur Srawung
Rupa ISI Yogyakarta, penulis Merupa Buku (LKis) (Tan
dan
Teman
Kinira).
Merawat
Sementara
Di Bundakata setiap penulis (yang
Percakapan
bisa siapa saja) akan berkarya dalam
Cak
Udin
format selembar kertas A4 yang dilipat
semenjak kuliah di Surabaya telah aktif
menjadi dua sehingga didapati dua lembar
di sejumlah event organizer perbukuan
A5 yang berdampingan (4 halaman bolak-
dengan ikut mengadakan pameran buku di
balik). Isinya boleh berupa apa saja
beberapa kota kecil di Pulau Jawa.
baik
tulisan,
gambar,
foto,
hingga
Nama Bundakata itu sendiri sudah
komik. Karya ini setelah dilayout lantas
merupakan pilihan bahasa yang berkesan
dicetak pada kertas buram (ukuran 21,5
damai dan menenangkan. Dicetuskan Cak
x 33 cm) dengan memakai mesin cetak
Udin dalam sebuah perjalanan berkendara
toko atau fotokopi, terserah kemampuan
sepeda motor bersama Koskow, nama ini
penulis. Kertas buram dipilih agar lebih
diinspirasi
ramah lingkungan. Penulis dapat mencetak
dari
peran
mulia
seorang
ibu. Bundakata bagai rahim yang mampu
sendiri
melahirkan
dan
belum dilayout) ke Cak Udin atau Koskow
apa saja (tulisan/karya). Begitu pula
untuk dicetak bersama. Biaya cetak akan
tulisan-tulisan yang lahir dari Bundakata
diusahakan bersama alias patungan. Jika
yang pada ujungnya mampu menggerakkan
ada penulis yang belum sanggup membayar
dan
ongkos produksi, Bundakata tidak menuntut
siapa
menginspirasi
saja
(penulis)
orang-orang
bersentuhan dengannya.
yang
atau
mengirim
tulisan
(yang
penulis untuk segera membayar. Ini karena hubungan pertemanan dan perkenalan yang
21
serba guyup dikedepankan. Tulisan atau
Bundakata yang menyebut diri bukan
dalam sebuah ajang yang dilabeli dengan
lembaga, forum, ataupun komunitas namun
“peristiwa”
hanya “peristiwa” sedikit mengingatkan
We Infect And Re-Collect
Bundakata
yang
menumpangi
pameran buku atau seni di sebuah stan.
akan
konsep
Lembar-lembar karya penulis yang ditata
yang
melampaui
dan dibentangkan ini dihadapkan kepada
berhubungan, saling bersinggungan antara
pengunjung pameran/pembaca untuk disusun
titik satu dan lainnya, dan terus berubah.
sendiri
Tubuh-tanpa-organ
urutannya
langsung
di
lokasi
organisasi.
Deleuze
Tubuh
ini
dipertentangkan
dengan
memilih
bagai pohon) di mana setiap unsur punya
tulisan/karya
yang
disukai,
organisme
(yang
diasosiasikan
dan
fungsi. Tubuh ini keluar dari teritori
membawanya pulang tanpa dipungut biaya. Pendeknya Bundakata lahir karena dan ada demi pembaca. Posisi pembaca dihargai dengan kebebasan memilih tulisan yang disukai. Bundakata memberi mereka pengalaman bagai seorang editor buku walau hanya dalam taraf penyusunan. Tulisan mana yang diletakkan di depan, di tengah, dan mana yang di belakang seluruhnya berada dalam kendali pembaca. Layaknya perilaku orang yang berkelana di internet, di mana orang bebas membaca/ menyimpan apa saja yang disukainya dan disusun sesuai selera dan preferensi dalam folder komputer. Model berkarya, pameran, dan interaksi dengan pengunjung semacam ini sesungguhnya ditelurkan dari obrolan di DDF (Diskom Drawing Foundation), sebuah komunitas pehobi menggambar di program studi Desain
(kriteria-kriteria tetap), dan membentuk
sampul
untuknya,
Komunikasi Visual ISI Yogyakarta. Hanya saja gagasan itu belum terujud. Oleh Koskow dan Cak Udin gagasan ini dipinjam
|
tubuh-tanpa-organ
sesuai kemauan pembaca. Pembaca dapat mengkreasi
Diskomfest 7
Peristiwa, bukan Lembaga
karya tersebut lalu akan dipertemukan
dan diadaptasi untuk mengakomodir konsep “buku”
Bundakata.
Toh,
para
pehobi
gambar pun akhirnya jadi punya ruang ikut serta di Bundakata. Karya gambar bisa
dijadikan
buku.
22
ilustrasi
atau
sampul
kembali dengan cara baru di daerah baru (Haryatmoko, Basis no. 5-6, tahun 64, 2015). Mungkin karena itulah Bundakata mudah
menyebar
dan
telah
hadir
di
Semarang, Jepara, Malang, keluar dari kota Yogyakarta yang membenihinya. Ketiadaan bentuk lembaga/badan tak pelak membuat Bundakata seolah kosong. Kosong dalam arti tanpa ada struktur kepengurusan.
Meskipun
kenyataannya
tetap saja ada yang mengurus agar ia berjalan.
Misalnya
penataletakan
ada
yang
(layout)
penulis
lewat
sebelum
naik
media cetak,
Adobe ada
mengurus
karya-karya InDesign pula
yang
mengambil peran mencetak lalu menjadi “kurir” karya-karya tersebut, ada yang mengurus patungan dana cetak, ada pula yang kebagian men-display dan membongkar karya, ada juga yang mengambil peran jaga
stan,
pengarsipan. “pengurus
pendokumentasian, Koskow bayangan”
hingga
menolak
sebutan
untuk
mereka.
Istilah pengurus bayangan mengandaikan bentuk pelembagaan juga. Dia lebih suka menyebut Bundakata sebagai “ada orangorangnya.”
Cak
Udin
menyebut
mereka
yang buruk sebab dengan begitu gagasan Bundakata
justru
bisa
menyebar
dan
semakin meluaskan jaringan pertemanan dan perkenalan. Dalam memahami “peristiwa” sebagaimana
dimaksud
Bundakata,
Cak
Udin menyebutnya sebagai sesuatu yang “serba tak terduga” atau “yang dinantinanti.”
Peristiwa
menghindari
segala
rutin:
pertemuan
rutin,
rapat,
Bundakata
berupaya
hal
bersifat
yang
rutin,
dsb.
acara-acara
Banyak
komunitas
menulis yang mencoba melakukan rutinitas atau
sesuatu
yang
diagendakan
secara
tetap sehingga kegiatan tersebut terasa seperti kewajiban atau beban, Bundakata sebaliknya tidak harus selalu ada dalam rentang waktu tertentu. Dengan begini Bundakata
menjadi
langkah
yang
bebas
terjadi
tiga
dari tuntutan. Sambutan para pembaca Bundakata
Sejauh
ed. 2014). Toh, banyak dari mereka yang menjalani peran ganda tanpa ada yang dengan
ketidakadilan
pembagian
kerja. Cara kerja model ini meniadakan job pada
description
yang
lazim
organisasi/lembaga.
terdapat
Di
sinilah
kegotong royongan terlihat dalam sebuah peristiwa. Peristiwa yang dipenuhi oleh orang-orang yang menghidupi Bundakata. Orang-orang
biasa
yang
bahkan
bukan
penulis di Bundakata. Ketiadaan lembaga ini diakui oleh Cak Udin berdampak pada ketidaktahuan mereka yang tertarik untuk urun berkarya harus menghubungi siapa. Perekat antar para pelaku hanya melalui laman Facebook Bundakata yang terbuka bagi semua orang. Dia
tidak
merasa
telah
peristiwa Bundakata yang mengangkat tema
sebagai “pelaku” (Awalludin dalam Hadid
ribut
ini
ini
adalah
sesuatu
khusus.
Yang
pertama
“Buku
Istimewa”
(2013), kedua “Jaman Ngedan” (2014), dan ketiga “Ironi dan Daya Hidup” (2014). Setiap tema hadir dari obrolan akrab dan diskusi kecil orang-orang Bundakata untuk
menyikapi
situasi
yang
terjadi
ketika itu. Setiap peristiwa Bundakata yang terujud dalam tema tidak selalu harus
hadir
setiap
kurun
waktu
tertentu,
saat
atau
sesuai
dalam dengan
ke-peristiwa-an yang menjadi jalannya. Kendati di
Bundakata
manapun
senantiasa
meskipun
tanpa
hadir
ada
tema
baru. Bundakata berkeliling dari ajang pameran seni, pameran buku, dan ajangajang
lain.
perkenalan
Jaringan betul-betul
perkawanan
dan
dimanfaatkan.
Terakhir ia dihelat berbarengan dengan Dies Natalis ISI Yogyakarta XXXI akhir
23
Mei
2015
bertajuk
Berupa
Dreamy World (Awalludin dalam Hadid ed.
yang
2014), logo ini menampilkan seorang anak
lalu dijahit bersama menjadi buku dengan
perempuan yang tengah menunduk membaca
seutas benang.
buku. Koskow menyampaikan bahwa dalam
naskah/karya-karya
“Selipat.” di
Bundakata
menulis atau berimajinasi saat menulis, seorang dibebaskan untuk berimajinasi,
Buku Gotong Royong Ruang-ruang
cair
tanpa
batas
dihadirkan oleh Bundakata. Tidak saja dari
orang-orang
atau
Demi menjaga interaksi dan ikatan antara pembaca dengan Bundakata, sistem
tapi
juga
“barter”
sini
siapapun
We Infect And Re-Collect |
sisi
penulisnya.
Di
diperkenalkan
pembaca
yang
berkarya. Siapapun diundang ikut serta
para
tanpa ada batasan usia, jenis kelamin,
mengapresasi. Penulis menghargai hak-hak
jenjang pendidikan, pekerjaan, tingkat
pembaca memilih tulisan yang disukai,
ekonomi,
begitu
dan
boleh
sosial.
membuat
bergabung
Bundakata
mengambil/menyusun
penulis.
pula
Tujuannya
pembaca
karya
untuk
saling
menghargai
karya
pemisah,
para penulis. Barter ini dapat berupa apa
atau yang dikatakan oleh Koskow sebagai
saja seikhlasnya, sukarela, dan semampu
partisi-partisi. Bundakata berbeda dari
pembaca. Ujudnya pun amat sangat beragam
buku
tak harus selalu uang, malah uang sebagai
bunga
sekat-sekat
tidak
ingin
bagi
untuk
mencoba
Diskomfest 7
terlibat
anak kecil yang hanya ingin berbagi.
pembaca yang diberi kebebasan menyusun, dari
yang
berkreasi penuh angan dan mimpi seperti
rampai
pada
umumnya
yang
disusun dengan syarat tema tulisan dan
alat
kualifikasi
tertentu
Di
Hanya
Bundakata
anak
di
berumur
3
dengan
tulisan
Semua
bergantung
diberi
kebebasan
dari
penulisnya.
tulisan
tahun
seorang kepada
tukar
sebisa
kesempatan
mungkin
Bundakata
dihindari.
tema
pertama
seorang
(“Buku Istimewa”) di Semarang pada acara
disandingkan
pemeran Semarang Sejuta Buku. Natalia
mahasiswa
S2.
Afnita, salah seorang penulis dan penjaga
pembaca
yang
stan di Bundakata menuliskan bahwa tak
karya-karya
urung barter ini menimbulkan kebingungan
menyusun
tersebut menjadi satu bundel buku. Pun
pengunjung/pembaca
pembaca bila tertarik untuk ikut menjadi
nilai yang layak dari buku Bundakata
penulis. Sebab rupanya Bundakata memicu
yang mereka susun. Akhirnya buku lain
rasa resah mereka yang cuma dipandang
yang baru saja dibeli oleh pembaca di
sebagai “pembaca” (konsumen) agar mau
pameran buku yang sama diberikan kepada
merasakan menjadi “penulis” (produsen).
Bundakata. Ada pula yang menulis puisi,
Terbukti
ada yang membacakan puisi langsung di
jumlah
penulis
meningkat
di
setiap helatan ajang Bundakata.
karena
tidak
tahu
stan Bundakata, ada yang menawarkan diri
Kegotong royongan juga tampak dari
untuk menjaga stan, hingga memberikan
logo Bundakata yang disumbangkan oleh
harmonika miliknya. Ditambahkan oleh Cak
Andre
pengajar
Udin ada pula yang menyanyi atau sekedar
di Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta.
menulis kesan dan pesan di lembar yang
Diambil dari lukisan tahun 2010 berjudul
tersedia.
Tanama,
24
seniman
dan
Bentuk-bentuk
apresiasi
ini
secara jelas kepada kemapanan penerbit besar dan industri buku yang cenderung melakukan pendiktean tema. Koskow tidak secara tegas mengelak istilah “melakukan perlawanan,” tapi juga tidak mengiyakan. Bundakata juga tidak tepat jika disebut gerakan sosial. Koskow menyebut sebuah pepatah Jawa: “ngono yo ngono ning ojo ngongo” untuk mengilustrasikan ‘gerakan’ Bundakata. Bundakata di Hindu Fair
Tujuannya
bukan
untuk
perubahan sosial. Dengan gerakan semacam inilah Bundakata justru bisa mudah masuk/
cukup mencengangkan dan dapat dibaca betapa nyata kegotongroyongan itu di kala setiap orang yang berpartisipasi memberi semampunya. Dalam perkembangannya, kata barter yang
terlalu
setara
dan
berkonotasi
dinilai
pertukaran
bermotif
ekonomi
kemudian diganti dengan istilah “take and give.” Ini terlihat pada Bundakata #3
bertema
Ironi
dan
Daya
Hidup.
Semangatnya tetap menjaga hubungan dan saling menghormati. Tetapi take and give pun masih mengandaikan adanya transaksi di mana salah satu pihak bisa jadi lebih diuntungkan
dari
lainnya.
Belakangan
kata take and give digantikan dengan “give and give.” Di sinilah kekuatan bahasa dalam memberi makna. Bundakata yang sedari awal ingin memberi pilihan semakin
mendekat
dengan
mendorong
“saling memberi.” Saling memberi jelas berbeda
dengan
“ambil
baru
kemudian
memberi” seperti yang terkandung dalam “take and give.” Memberi Pilihan Berbeda dari penerbit buku indie yang menetapkan visi-misi perlawanan
diterima di mana-mana. Bundakata menjadi seperti
rhizome
yang
dimaksud
oleh
Deleuze. Tidak ada pusat, mampu berkembang biak ke segala arah, tanpa dibatasi kode penyatu (Haryatmoko, Basis no. 5-6, tahun 64, 2015). Bagi Koskow Bundakata adalah sebentuk dari tindakan “memberi pilihan.” Mengenai “pilihan” Cak Udin mempersilakan bila istilah ini dipahami seperti memahami jalur alternatif atau musik alternatif. Yang jelas Bundakata memang hadir sebagai respon atau tanggapan atas industri buku yang makin terseret arus pelayanan pasar dan kian berorientasi keuntungan. Respon atau tanggapan tentu tidaklah sama dengan “reaksi” yang timbul lebih cepat dan tanpa dipikirkan
dengan
matang.
Koskow
juga
menolak jika Bundakata dikatakan bentuk budaya tanding apalagi gerakan subversif. Mau kemana arah Bundakata oleh Cak Udin
dianalogikan
berembus,
seperti
kehadirannya
angin
dapat
yang
dirasakan
namun tidak terlihat. Ia dapat berembus ke mana saja, dapat mengisi apa saja. Sony Prasetyotomo, salah seorang penulis dan pelaku Bundakata sepakat bila Bundakata diibaratkan air yang mengalir. Mungkin dengan analogi air ini Bundakata hendak
25
pembaca untuk berperan sebagai penyusun naskah. Pada kesempatan lain pernah pula ada pihak yang tanpa izin mendompleng nama dan logo Bundakata untuk jualan buku di Twitter. Oleh Cak Udin pemilik akun
tersebut
tidak
boleh
ditegurnya. untuk
Bundakata
jualan
buku.
Ia
tidak dibuat untuk mencari keuntungan. Menyusul teguran tersebut, pihak yang mengatasnamakan kemudian
Bundakata ke kampus ISI Yogyakarta memasuki setiap ceruk dan meresap di dalamnya. Bagi Cak Udin bila ada yang berminat pun dipersilakan mengadakan “peristiwa”
yang
sama
dengan
nama
Bundakata di mana pun tanpa izin resmi dari orang-orang yang terlibat selama ini, bahkan tanpa restu pencetusnya sekalipun.
Hanya
saja
untuk
urusan
satu ini Koskow menekankan pentingnya berkomunikasi bagi pihak yang ingin
Diskomfest 7
|
We Infect And Re-Collect
menyelenggarakan orang-orang
Bundakata
yang
telah
dengan terlibat.
Agaknya ada kecemasan yang berangkali cukup
beralasan
lantaran
pemakaian
nama Bundakata oleh lain pihak turut menggeser sisi konseptual Bundakata. Berdasar
pengalaman
sebelumnya
keseksian nama dan konsep Bundakata telah menarik sejumlah pihak. Moammar Emka
(penulis
yang
pernah
Jakarta
Underground)
menyambangi
stan
Bundakata menawari agar naskah-naskah/ tulisan/karya
di
Bundakata
untuk
diterbitkan di Gagas Media. Tawaran ini ditolak oleh Cak Udin tentu saja. Menyerahkan naskah ke penerbit berarti menghilangkan
26
penghargaan
kepada
Bundakata
mengganti
nama
tersebut
dan
Mengenai
ketidakbersediaan
uang
Koskow
ini,
logonya. menerima
menyebutnya
gagasan
‘sombong’ dalam arti khusus. Bayangkan saja para penulis menulis, mengeluarkan uang untuk ongkos cetak, keluar tenaga dan
waktu
untuk
men-display,
tetapi
tidak mau menerima bayaran jika karya mereka diambil pembaca. Uniknya Bundakata, seperti
kerja
ikhlas
orang-orang
para
penulisnya
termasuk
berbuah
manis
ketika
secara
“kebetulan” di helatan ketiga bertema “Ironi dan Daya Hidup” yang membarengkan diri dengan pameran seni rupa Nandur Srawung di Taman Budaya Yogyakarta pada November
2014
mereka
turut
menerima
limpahan dana istimewa sebesar ratusan ribu
per
bagaikan air
cukup
penulis.
Barangkali
hembusan
angin
tepat,
sebab
dan
analogi aliran
pergerakannya
mampu memasuki setiap relung hidup yang kemudian rezeki
ikut
kepada
meniupkan/mengalirkan mereka.
“Tidak
mencari
uang tapi malah mendapat uang.” Pada akhirnya langkah memberi pilihan dari Bundakata
yang
kecil
dan
sederhana
ternyata tidaklah sesederhana itu.
pengurus orang.
melainkan Kata
fungsi-fungsi posisi
lebih
Bundakata
pelaku
atau
orang-
“pengurus”
merujuk
pada
berjenjang
di
satu
tinggi
adalah
dari
buku
yang
mana
bawahnya. mencomot
istilah gotong royong yang berakar dari tradisi Nusantara. Melalui gotong royong, semua
akan
berdasarkan
terlibat
dalam
interaksi
keikhlasan
bukan
transaksi
untuk membangun bersama. Gotong royong timbul dari rasa “senasib” sebagai penulis, pelakunya, dan pembaca ketika menghadapi gempuran industri buku yang kian mengabdi
Logo oleh Andre Tanama
pada penguasaan pasar. Lewat cara-cara yang ditempuh dengan menegaskan diri dan
Penutup di
menegasi yang bukan diri, Bundakata telah
ambil Bundakata beserta para pelaku/
menjadi sebuah jalan pilihan sekaligus
orang-orangnya
buku
warisan yang kemudian akan dijaga bersama
seperti ini tidak dapat dikatakan sama
oleh pembaca di manapun berada, bahkan
sekali baru, ia lebih tepat disebut
nanti bila kedua penggagasnya tiada.
Melihat
langkah-langkah
yang
sesungguhnya
memberi penyegaran. Penyegaran terhadap konsep buku yang telah dibakukan oleh industri,
penulis,
dan
(ironisnya)
pembaca sendiri, bahwa buku bukan hanya berisi penerbit dan penulis tapi ada pembaca, editor, dan perancang sampul. Penyegaran
muncul
melalui
pembedaan-
pembedaan yang dihadirkan secara sengaja terhadap yang bukan atau bentuk-bentuk yang ditolaknya lewat kesadaran akan kuasa bahasa dalam membentuk makna yang dibarengi dengan praktik. Karena itulah istilah “peristiwa” digunakan, bukannya lembaga. Ketiadaan bentuk lembaga berarti penolakan pada bentuk-bentuk hierarki di
dalamnya
peran
manusia
yang dan
serba
membatasi
merupakan
pangkal
kesenjangan hati. Sebutan yang dipakai untuk
mereka
yang
menghidupi
Sumber dan sumber: Afnita, N. 2013, Sepekan Bersama Bundakata. http://nocturvis.blogspot.com/2013/12/sepekanbersama-Bundakata.html, diakses 28 Juni 2015. Awalludin. 2014. Seni Rupa Buku, Bundakat: Ironi dan Daya Hidup dalam katalog Pameran Ruparupa Senirupa Nandur Srawung, diedit oleh Hadid, M. Yogyakarta: Taman Budaya Yogyakarta. Haryatmoko, 2015, Gilles Deleuze (3): Tubuhtanpa-Organ dan Mesin hasrat. Basis No. 5-6, tahun 64, 2015, hal 62-68. Koskow. 2013. Bundakata Buku Gotong Royong Bundakata,http://koskowbuku.wordpress.com/ Bundakata/, diakses 28 Juni 2015. Wawancara dengan Widyatmoko Luthfi, Juni-Juli 2015
dan
Awalludin
Foto dokumentasi oleh Cak Udin dkk.
bukan
27
Memahami Kerja Kolektif di Kelompok Sanggar Batik Jenggolo Latar Belakang Budaya kolektif masyarakat kita bisa jadi hampir tenggelam dalam lautan modernitas yang mensekat-sekat manusia lebih individualistik. Hal ini berdampak pada cara pandang dan perilaku terhadap sesama yang pada akhirnya mempengaruhi identitas kita. Kegelisahan
Karina Rima Melati Alumnus Desain Komuniasi Visual ISI Yogyakarta
pergeseran
kolektivitas
masyarakat
di
masa
kini
misalnya gotong-royong, kerja bakti, urun rembug, ronda, arisan sudah jarang dilakukan terutama di kota-kota besar. Meski demikian ada baiknya kita kembalikan lagi kaidah manusia sebagai mahluk sosial yang tidak terpisahkan dari manusia lainnya. Maka bisa jadi bentuk kekuatan komunal masa kini mewujud dalam bentuk interaksi orang-orang di dalam komunitaskomunitas hobi, kepemilikan, pecinta atau minat yang
We Infect And Re-Collect
sama pada satu bidang atau objek tertentu. Dalam
tulisan
ini
saya
akan
mengupas
kerja
kolektif kelompok Sanggar Batik Jenggolo, di mana berbeda
dengan
komunitas
dilatarbelakangi
oleh
pada
umumnya,
program
Jenggolo
pemberdayaan
masyarakat, khususnya bagi perempuan. Pemberdayaan seperti berarti daya
yang
disampaikan
memungkinkan
yang
dimiliki
dan
Kartasasmita memperkuat
masyarakat
(1997)
potensi
(empowering)
dan agar
dapat berkembang (enabling) dan dilindungi. Potensi
Diskomfest 7
|
yang ada di Jenggolo adalah memproduksi batik dan 1
Bukan hanya membatik, RUM binaan KMPM juga digagas dari potensi lain seperti rajutan, jahit-menjahit, makanan ringan, hingga pembuatan tas dari bahan sampah plastik.
28
jumputan yang dibuat dalam kerangka Rintisan Usaha Mandiri (kemudian ditulis RUM1 ) atau bentuk kelompok kewirausahaan
karena
umumnya
proyek
pemberdayaan
mengacu pada konsep pembangunan ekonomi yang memuat nilai-nilai kebersamaan dan kesamarataan. Soetomo
(2006)
lebih
jauh
mengatakan
bahwa
Pemberdayaan
salah satu strategi yang selama ini
(kemudian
dikembangkan pada pembangunan manusia
Kota
adalah
sebagian
pada
manajemen
Sumber
Daya
Masyarakat
dan
Perempuan
ditulis
KPMP)
Pemerintah
Yogyakarta.
Pasca
pelatihan
besar
peserta
justru
menolak
Manusia pada komunitas atau berhubungan
berhenti dan ingin meneruskan kegiatan
dengan aksi kolektif untuk meningkatkan
membatik.
kualitas
menggagas Sanggar Batik Jenggolo. Nama
hidup
(Sarah
Rum
Handayani
Pinta, 2013).
Mereka
kemudian
bersama-sama
‘Jenggolo’ berasal dari kata Jeng atau
Social learning Sanggar Jenggolo
panggilan perempuan dalam bahasa Jawa,
akan ditekankan pada praktek komunitas
dan
yang menekankan pada partisipasi dan
mereka tinggal. Dari awalnya 30 peserta
pengalaman
pelatihan
para
mengembangkan
anggotanya
nama
kemudian
kampung
tempat
mengerucut
menjadi
12 orang hingga akhirnya kini tinggal
Belajar
tujuh perempuan dari berbagai usia dan
dan memproduksi batik merupakan proses
latar belakang pendidikan dan pekerjaan;
yang
Sanggar
seperti pensiunan (PNS dan Pegawai Bank
Jenggolo karena pada prakteknya sebuah
Indonesia), dosen, guru, pegawai swasta,
komunitas adalah sekelompok orang yang
pengusaha katering, dan ibu rumah tangga.
maupun
terus
di
adalah
tingkat
internal
batik
dalam
Golo
eksternal.
dilakukan
oleh
berbagi perhatian, serangkaian masalah,
Jenggolo
sedari
awal
telah
atau gairah tentang satu topik, dan
berinisiatif untuk menggunakan pewarnaan
memperdalam
alam karena lingkungan Golo sangat padat
mereka
pengetahuan
dengan
terus-menerus
dan
keahlian
berinteraksi (Wenger
secara
McDermott
&
Snyder, 2002: 7).
penduduk untuk
sehingga
tidak
mengganggu
ada
tanggung
menciptakan
warga
jawab
limbah
sekitarnya.
yang
Meskipun
terhitung lebih rumit dibandingkan dengan penggunaan pewarnaan sintetis, kesadaran
Batik sebagai gairah Batik menggairahkan
adalah kelompok
topik
yang
ini.
Diawali
untuk
menjaga
sesuai
dengan
lingkungan
ini
nilai-nilai
dianggap
pelestarian
ketika tahun 2009, penggagas sanggar
lingkungan yang berjalan bersamaan dengan
Ir. Tien Suhartini (kemudian ditulis
konsep
Ibu Tien) seorang pensiunan Balai Besar
batik yang digunakan seperti kayu Tingi,
Kerajinan dan Batik Yogyakarta bersama
Jalawe, Mahoni, Tegeran, hingga Indigo
dengan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(berasal dari pasta daun Tom atau Nila).
(PKBM) Saka Widya di lingkungan tempat
Meskipun
tinggalnya,
Kelurahan
sintetis mereka telah membangun PAL atau
Umbulharjo,
Pembuangan Air Limbah sederhana sehingga
Pandeyan,
Kampung
Golo,
Kecamatan
nguri-uri
juga
menggunakan
limbah
orang
dahulu agar tetap aman dibuang ke luar
ibu-ibu lansia. Program ini dibiayai
atau ke sungai tempat pembuangan akhir
dan
sebagian besar warga Golo.
menjadi
pilot
bagi
30
project
Kantor
diproses
pewarnaan
batik
alam
bisa
Pewarnaan
Jogjakarta menyelenggarakan pelatihan pewarnaan
kimia
kabudayan.
terlebih
29
ini
dalam
menghasilkan
batik.
Ada
sekelumit proses panjang bahkan berliku dari tiap batik yang bisa diceritakan langsung kapada pembelinya. Ini tentu saja berbeda dengan produsen atau toko batik kebanyakan yang menjadikan produk batiknya sebagai komoditas utama. Pemahaman Kerja Kolektif Kelompok
Desain logo Sanggar Jenggolo. Sumber: data milik Sanggar Jenggolo
Pemberdayaan Seperti
Selain membatik, Jenggolo kemudian mengembangkan
produksi
jumputan
atau
tritik yang memang sedang tren saat ini. Jumputan hasil Jenggolo dibuat dengan pewarnaan
alam
dan
mengkombinasikan
dengan batik. Cap batik dan kuas juga digunakan
untuk
membuat
batik
dengan
motif yang lebih kontemporer dan terutama lebih cepat dalam proses produksinya. Seluruh proses produksi mulai dari membatik hingga mencelup dilakukan di We Infect And Re-Collect
bagian belakang rumah Ibu Tien, termasuk showroom berada di ruang tamu pemilik rumah sehingga pengunjung bisa langsung melihat pembuatan dan hasil batiknya dari satu atap. Para anggota Sanggar Jenggolo hanya diwajibkan untuk datang tiga hari dalam seminggu dari jam 10.00 – 14.30 WIB. Awalnya mereka kurang percaya diri dengan hasil buatannya, namun seiring meningkatnya
kecakapan
batik
yang
Diskomfest 7
|
dihasilkan semakin baik bahkan ada saja minat orang-orang untuk membeli batik buatan Jenggolo. Branding-pun dilakukan. Nilai jual dari kelompok ini bukan hanya pada
produk
yang
dihasilkan
tetapi
justru terletak pada ‘cerita dibalik’ proses
30
pemberdayaan
para
perempuan
sebelumnya
yang
sudah
bahwa
disampaikan
Sanggar
Jenggolo
adalah pilot project KPMP dalam program pemberdayaan dengan melatih dan membina sekelompok masyarakat memproduksi batik sehingga bisa menggerakaan perekonomian anggotanya.
Program
diistilahkan
sebagai
Mandiri
(RUM).
berhasil
ini
Karena
Sanggar
kemudian
Rintisan dianggap
Jenggolo
Usaha cukup
kemudian
dipercaya KPMP untuk melatih batik bagi kelompok inisiasi RUM baru yang berasal dari beberapa kelurahan di wilayah kota Yogyakarta. Sejak 2010 Sanggar Jenggolo setidaknya sudah melatih lebih dari 10 kelompok
RUM
seperti:
‘Batik
Jetis,
batik
‘Batik
maupaun
Toegoe’ dan
di
Jumputan
jumputan kecamatan Tahunan’
di kecamatan Umbulharjo, ‘Batik Sekar Prawiro’ di kecamatan Gondomanan, ‘Batik Sekar Arum Gunung Ketur’ di kelurahan Pakualaman,
‘Batik
Purwokinanti’
di
kelurahan Pakualaman, ‘Batik Warungboto’ di
kecamatan
Umbulharjo,
‘Batik
Brongtokusuman’ di kecamatan Mergangsan, ‘Batik
Brontokusuman’
Mergangsan,
‘Batik
di
kecamatan
Rejowinangun’
di
kecamatan Kotagede, dan ‘Jumputan Code Arum’
di
kecamatan
Cokrodiningratan.
Dalam setiap pelatihannya para anggota
Jenggolo
juga
memberikan
testimoni
perjuangan, perjalanan dan pencapaian mereka kepada para peserta RUM baru sehingga
bisa
mendapatkan
inspirasi
langsung dari pendahulunya. Pelatihan yang dilakukan di awal program menjadi bagian penting dalam RUM
maupun
karena
kelompok
tiap
mendapat
kerja
kolektif
anggotanya
pemahaman
dan
kemudian pengetahuan
yang sama terhadap cara kerja dalam kelompok tersebut. Hal ini dilakukan agar tidak terbentuk hierarki karena masing-masing
memiliki
derajat
pengertian yang sama sehingga dalam prakteknya tidak ada yang merasa paling unggul sehingga bisa menjadi juragan atau
yang
menjadi
dianggap
pekerja
lemah
atau
sehingga
buruhnya.
Ini
penting karena dimensi praktek dalam komunitas
tentu
terbentuk
adanya
saling keterlibatan antar anggotanya dengan
derajat
yang
sama.
Dengan
cara ini sebetulnya menjadi cara yang ideal bagi usaha batik karena pada hakekatnya
estetika
hanya
terletak
tetapi
justru
pengalaman
membatik
pada pada
bukan
motifnya
saja
embodiment
atau
kebertubuhan
pembuatnya
dalam melalui setiap prosesnya; mulai dari
njlimet-nya
menggambar
motif
dengan canting berisi lelehan lilin panas,
rumitnya
mencelup
kain
yang
bisa dilakukan lebih dari lima kali celup, atau bahkan beratnya melorod atau
menghilangkan
lilin
di
akhir
proses. Karena bukan ditentukan oleh juragan tiap anggota RUM bisa memilih pekerjaan
menyesuaikan
kompetensi
masing-masing, bahkan bisa bergantian
Salah satu kegiatan pelatihan batik untuk kelompok RUM dari Kelurahan Tahunan, Kecamatan Umbulharjo. Sumber: https:// www.facebook.com/jenggolo.batik/ atau menggilir pekerjaan agar tidak jenuh. Ini sekaligus menghindarkan kelompok dari penerapan division of labor atau sebuah cara membagi dan menyekat-nyekat pekerjaan buruh sehingga mereka terkoptasi pada satu pekerjaan yang hanya ditugaskan kepadanya dan menjadi asing terhadap proses lainnya. Dengan demikian masing-masing anggota RUM
bisa
melakukan
negosiasi
terus-
menerus untuk menciptakan tanggung jawab bersama sehingga membuktikan terbentuknya akuntabilitas kerja dari sebuah program pemberdayaan perempuan.
yang Sarah
dijalankan Pinta
oleh
(2013:
123)
menyatakan bahwa model pemberdayaan pada komunitas pembuat batik dengan kelompok para perempuan bisa diperkenalkan sebagai masukan
inovatif
dalam
mempromosikan
pengembangan kemandirian perempuan. Dalam wawancara penulis dengan ketua KPMP Dra. Christina Lucy Irawati, terungkap fakta dari data di tahun 2015 bahwa meski jumlah penduduk perempuan di kota Jogja lebih banyak 2% dibandingkan laki-laki tetapi perannya belum terasa. “Padahal jika kita tengok
ke
belakang
terjadinya
krisis
31
ekonomi
tahun
1998
banyak
keluarga
sebagai
bisa survive berkat usaha ibu-ibu yang
dari
membangun
kreativitasnya
dari
Motivator Walikota
Pemberdayaan Yogyakarta.
Wanita Setahun
dalam
kemudian
Jenggolo
rumah tangganya. RUM kemudian dibentuk
unggulan
kelurahan
untuk meningkatkan peran perempuan dalam
Lomba
pengembangan perekonomian.�
diselenggarakan Kementrian Dalam Negeri
Desa
menjadi
potensi
Pandeyan
tingkat
dalam
Nasional
yang
Republik Indonesia, dan keluar sebagai juara
Keberlangsungan Sanggar Jenggolo
juara
tersebut, nama Sanggar Jenggolo bergema sehingga mendapatkan berbagai perhatian
tahun
dan
keberlangsungannya
membuktikan
tingginya
solidaritas,
kunjungan
Pemerintahan
sharing dan jalinan emosial di antara
perusahaan
para
Beberapa
anggotanya. anggota
Kesiapan
dalam
masing-
membentuk
dan
mempertahankan kelompok menjadi tantangan
dari pusat
swasta,
beberapa
Lembaga
maupun
daerah,
maupun
mahasiswa
wartawan.
bahkan
menjadikan
Sanggar Jenggolo sebagai tempat magang maupun objek penelitiannya.
tersendiri. Tidak mudah menyatukan visi
We Infect And Re-Collect
gelar
Beberapa capaian Sanggar Jenggolo
masing
|
Pasca
yang didapatkan selama lebih dari lima semakin
Diskomfest 7
pertama.
Hingga
kini
Jenggolo
masih
dan misi antar anggota dalam kerangka
dipercaya melatih batik bukan hanya oleh
usaha kolektif meskipun status mereka
KPMP
bertetangga selama sekian tahun. Seleksi
baik di dalam maupun luar kota Jogja.
alam berlaku di sini. Beberapa kelompok
Program
mengalami
menjadi agenda utama Sanggar Jenggolo
sendiri
pergantian
anggota
namun
beberapa
pelatihan
ini
kelurahan
akan
dalam
lagi beberapa kasus menunjukkan salah
tentang batik kepada kelompok-kelompok
satu anggota kelompok yang merasa lebih
perempuan,
unggul dari yang lain memilih keluar dan
kualitas produksi mereka sendiri. Saat
mendirikan usaha sendiri. Ini tentu yang
ini
dihindari
mendapatkan ‘buah’ dari usaha yang sudah
tujuan
pemberdayaan
penyebaran
terus
karena terjadi konflik internal. Belum
karena
usaha
kantor
selain
Sanggar
pengetahuan
terus
Jenggolo
bisa
dikatakan
masyarakat akan gugur dengan sendirinya.
dijalankan
Agar tidak pecah Sanggar Jenggolo secara
kesempatan dalam pengembangan usahanya
rutin
seperti
melakukan
rekreasi
atau
’studi
karena
memperbaiki
mendapatkan
undangan
sebagai
pembicara
pemberdayaan
kelompok,
banding’ ke sentra batik di kota-kota di
dengan
Jawa dan Madura, atau sekedar pleasure
dipercaya desainer batik kenamaan untuk
activities dengan wisata kuliner atau
membuatkan
jalan-jalan ke obyek wisata. Semua itu
undangan pameran dagang,
bertujuan
show.
memperkuat
kebersamaan
dan
rasa kekeluargaan.
Jenggolo
32
menggerakkan dan
Pada
bahan
batik
akhirnya
rancanganya, hingga fashion
seluruh
kegiatan
yang ada di Sanggar Jenggolo membentuk
Di tahun 2012, Ibu Tien dinilai berhasil
tema
banyak
perempuan
mendapatkan
di
penghargaan
differensiasi
atau
pembeda
dengan
produsen batik maupun komunitas berbasis cinta
batik
lainnya.
Para
anggotanya
Para anggota Sanggar Jenggol (dari kiri ke kanan): Ibu Tien Suhartini, Ibu Fashihah, Ibu Zuraida, Ibu Karina Rima Melati, Ibu Lilies Marikah, Ibu Marsilah, ibu Sri Utari. Sumber: Koleksi Sanggar Jenggolo mencintai batik dengan pemahaman proses membatik
dan
pengalaman
kemandirian
dalam pembuatannya. Kepercayaan mereka tertuang Jenggolo;
dalam “Batik
slogan
merek
menjadikan
Sanggar
Pinta, Sarah Rum Handayani. (2013). Empowerment of Female Batik Worker on the Development of Batik Industry in Sragen : Case Study at Wisata Kliwonan Village Subdistrict Masaran. International Journal of Humanities and Social Science Vol. 3 No. 11; June 2013 Soetomo. (2006). Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Wenger, E., McDermott, R. A., & Snyder, W. (2002). Cultivating communities of practice : a guide to managing knowledge. Boston: Harvard Business School Press
Kehidupan
Indonesia lebih Baik�. Daftar Pustaka: Kartasasmita, Ginanjar. (1997).Pemberdayaan Masyarakat: Konsep Pembagunan yang Berakar Pada Masyarakat. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada
Wawancara: Dra. Christina Lucy Irawati, ketua Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan, Pemkot Yogyakarta, wawancara berlangsung Rabu, 2 Maret 2016
33
“Dalam kolektif tidak ada yang namanya peng’aku’an karena yang terpenting adalah peng’kita’an, dan berpuaslah ketika karya atau hasil yang dikerjakan menjadi hasil bersama, bukan menonjolkan nama personal, bukan menonjolkan eksistensi namun esensi dari kolektif itu sendiri, esensi dari keberadaanmu dalam proses tersebut.”
Galuh Sekartaji Alumnus DKV ISI Yogyakarta
Selasa siang tepatnya tanggal 11 Oktober 2016, kami bertiga sowan ke rumah Mbak Galuh Sekartaji yang juga alumnus DKV ISI 2008 Yogyakarta. Kami sempat tersesat , namun akhirnya ketemu juga rumah dengan pagar berwarna hijau tua dan kuning gading. Sesampainya di rumahnya, kami disambut oleh Mbak
We Infect And Re-Collect
Galuh yang sedang menyiapkan cem-ceman. Singkat
cerita,
kami
langsung
memulai
pembicaraan kami mengenai kerja kolektif. Obrolan diawali dengan mengidentifikasi antara kolektif dan komunitas. Ketika kesamaan menjadi hal yang harus dijaga kolektif
dan
dikedepankan
memiliki
makna
dalam yang
sebuah berbeda.
komunitas, Kolektif
menurutnya berangkat dari keberagaman, sesuai keahlian maupun perspektif tiap pelakunya. Kesemuanya secara alami atau sengaja berpartisipasi dalam menyelesaikan
|
suatu permasalahan maupun mencapai tujuan yang sama. Gotong royong adalah asasnya, kehendak berpartisipasi
Diskomfest 7
adalah alatnya, permasalahan maupun tujuan bersama adalah bahan bakarnya. Dan kerja kolektif merupakan prinsip utama bagi DKV.
34
DKV dan Kerja Kolektif Kerja
kolektif
Kerja kolektif dan Pembentukan karakter
bagi
DKV
adalah
Tentunya
kultur
karya sendiri, tapi apa kamu yakin itu
karakter
sendiri?
adalah sikap rendah hati.“ Banyak orang
Desainer
ia
terdidik
solver,
selesaikan
dan
sebagai
masalah
bukanlah
salah
satunya
mengumpamakan tentang siapa yang menjadi
masalahnya
kepala, kaki, maupun buntut . Namun dalam kerja
aspirasi
Ia
kolektif
mana
kepala
mana
yang
harus
buntut itu sama-sama penting, tidak ada
mampu menangkap permasalahan di luar
yang lebih tinggi atau rendah. Kepala
dirinya. Yap. Seorang desainer tidak
membutuhkan kaki dan buntut, begitu juga
bekerja sendirian. Dalam dunia industri
sebaliknya. Mungkin saat ini kamu jadi
komersil
buntut, tapi tidak menutup kemungkinan
ada
banyak.
pelakunya,
pembentukan
yang
sendiri. Ia mewakili dan menyuarakan orang
terhadap
kolektif
memiliki
problem
manfaat
kerja
harga mati. Mungkin saja kamu membuat
desainer-klien-target
pasar, dan dalam wilayah sosial ada
beberapa jam kemudian kamulah yang
desainer-masyarakat (sebagai klien dan
kepala. Apa yang mengikat ini semua adalah
jadi
target audiens sekaligus).
sebuah tujuan yang sama, ada kegelisahan yang sama.�
Begitu
juga
ketika
karya
DKV
budaya, dan sebagainya. Multidisipliner
“Kalau kita merasakan betul prosesnya , ada masanya dimana kita sadar akan keterbatasan kita, dari situ keberadaan yang lain sangat penting. Setiap orang dibekali kemampuan dan pandangan yang berbeda, mereka punya tempat atau cara masing-masing untuk saling bantu. Nah, keberagaman itulah yang menggerakkan. bayangin kalau semua satu pandangan dan satu cara, ibarat sepeda ya nggak bisa jalan kalau jadi roda semua, lalu siapa yang bakal mengingatkan jika kita melakukan kesalahan? Pada dasarnya manusia itu membutuhkan yang lain untuk
itu juga bentuk gotong royong ilmu.
jadi manusia.�
dirancang oleh sebuah tim. Karya DKV bukan
hanya
juga DKV
karya
partisipasi adalah
kerjasama
si
masyarakat.
gambaran
antara
desainer
si
tapi Karya
dialektika desainer
dan
dengan
masyarakat. Dalam keilmuan, pendekatan maupun paradigma
yang
digunakan
desainer
dalam memecahkan masalah juga sering berdampingan dengan bidang lain seperti ekonomi,
politik,
psikologi,
sosial-
Jadi seorang yang bergelut atau
Maka
dari
itu,
menyombongkan
tidak
ada
alasan muncul
untuk
orang yang peka rasa, peka pikir, sak
penghargaan terhadap yang lain, kepedulian
sek, dan bisa fleksibel dalam bergaul.
merupakan
Karena kita sering menghadapi banyak
orang lain, susah senang dipikul bersama.
persoalan (diri dan orang lain) dan
Kerja kolektif
banyak pribadi.
namun mengurai ego kita.
motivasi
diri,
akan
pernah mengenyam ilmu DKV pasti menjadi
untuk
menyenangkan
bukan untuk menekan ego
35
Perdebatan dan permasalahan tidak
”Masukan
(kritik
dan
saran)
konsumen
pernah lepas dalam kerja kolektif, tapi
sangat penting dan keberlanjutan kualitas
gesekan-gesekan (pemikiran atau kultur)
bahan
baku
dengan keberadaan yang
untuk
merekalah
lain sebagai
juga
patut saya
dijaga
karena
berkreasi.
Jadi
penengah atau lawan, itulah yang dimaksud
produk herbal yang saya buat bukanlah
mengurai ego. Ego tidak bisa dihilangkan
karya saya saja, ini juga karya mereka.”
tapi bisa ditempatkan dalam keadaan yang
tepat. Kita jadi mengenal kelemahan dan
Dalam akhir perbincangan, Mbak Galuh
kekuatan diri kita lebih luas melalui
kembali menegaskan lagi identifikasinya
proses
mengenai kerja kolektif yang kali ini
dalam
ini,
belajar
berbagai
menempatkan
situasi
atmosfer bersama,
untuk
diri
menjaga
coba
dibandingkan
dengan
kerja
tim.
karena kerja kolektif
Dalam keja tim jelas ada pembagian tugas
bukan hanya perkara aku atau kamu. Tapi
dan peran setiap personalnya tergantung
kita bersama.” imbuh Mbak Galuh.
dengan fungsi mereka di tim tersebut. “Tim itu bentuk kerja kolektif dengan lebih
Dilanjutkan tentang Ia yang
pengalaman
bersama
2008)
Ari
mengelola merupakan
|
We Infect And Re-Collect
bereksplorasi,
Diskomfest 7
Mbak
Galuh
kerja
bercerita
sedikit orang, jobdesknya jelas, masalah
kolektifnya.
yang
Ahmad
(alumni
DKV
hanya sampai periode tertentu. Sedangkan
Sanggar
Anak
Jaman
kolektif lebih fleksibel, terbentuk dari
anak-anak
keadaan-keadaan tertentu maupun ketidak
wadah
bagi
terutama
melalui
diselesaikan
lebih
konkret,
dan
seni,
nyamanan. Mungkin melibatkan lebih banyak
di Singosaren, Imogiri Timur. “Sanggar
orang atau malah beberapa komunitas yang
mencoba menyediakan apa yang anak-anak
berbeda. Dalam kolektif tiap personalnya
ingin pelajari, termasuk ilmu-ilmu yang
“saling” melengkapi, kata “saling” di
saya dan Ari tidak tekuni, namun disitulah
sini menunjukan adanya hubungan timbal
peran teman-teman di luar bidang kami
balik antar personalnya.
dibutuhkan. Dan itu sukarela.” Peng “AKU”an menjadi kendala Dalam kolektif ini bukan berarti
Pengakuan
yang
dimaksud
adalah
Mbak Galuh dan Mas Ari murni sebagai
ketika seseorang mengutamakan eksistensi
pengajar,
dirinya untuk mendapatkan popularitas.
belajar
namun dari
mereka
anak-anak
juga
banyak
tentang
cara
Ketika
itu
diterapkan
kolektif
sanggar, kami saling belajar. Anak-anak
bisa mengarah pada perpecahan. Contohnya
mempelajari sesuatu dari kami, dan kami
begini;
juga belajar sesuatu dari mereka. Itulah
desain
yang membuat sanggar ini bertahan.”
planner, desainer grafis, art director,
bisnis
rumahan
yang
ia
jalani, membentuk jaringan dengan bakul pasar maupun konsumen itu juga penting.
36
ketika ada
akan
timbul
kerja
asuh dan bagaimana mengayomi. “ Dalam
Dalam
maka
dalam
dalam
konseptor,
jarak
sebuah ada
dan
proses
strategic
dll dan itu hanya diakui sebagai karya satu orang, gimana perasaanmu?
Orang memilih mendapatkan pengakuan
adalah mereka merasa turut memiliki karya
secara utuh daripada membaginya dengan
tersebut. dan turut andil dalam menjaga
yang
kampung mereka. Kita tidak mau dan tidak bisa memaksakan standar artistik ala referensi kita, setiap orang punya keartistikannya sendiri. Apakah ini karya panitia? Bukan, meskipun kami ikut
lain,
karena
jaman
sekarang
popularitas itu dibutuhkan dalam karier. Kamu
populer
seolah-olah
kamu
punya
kuasa. Padahal kenyataannya belum tentu mampu menguasai keadaan. Dan “kesempatan karier” tersebut akhirnya meredam para individu
untuk
“Aduuuh.....
gotong garing
royong
lagi.
uripmu...dadi
jemuran waelah.” imbuh Mbak Galuh. “Saya
masih
menyangsikan
apakah
DKV butuh pengakuan yang seperti itu. Pengakuan individu dalam dunia seni makin ngangkat dengan kultur pameran di galeri. Tapi apakah DKV itu sebatas di galeri? Tentunya tidak. DKV akan menjadi karya utuh apabila berbaur dengan masyarakat, apabila
sudah
direspon,
digunakan,
menyatu dengan target audiens. Pameran bagi orang DKV itu menjadi sekedar tahap awal untuk tawar menawar konsep, bukan untuk
tujuan
sesungguhnya.
ruang
publik,
keberhasilan
bukan
dari
senimannya
tapi
Dan
dalam
karya
DKV
menggarap konsep dan beberapa sign. Ini tetap karya bersama.” kata Mbak Galuh menceritakan
pengalamannya
sebagai
panitia Diskomfest 4. Metode dipopulerkan
tersebut oleh
sebelumnya
Romo
Mangunwijaya
dalam membangun Kali Code. Rumah Kardus dan sebagainya adalah hasil partisipasi warga
dan
sukarelawan
yang
terlibat
waktu itu. Romo Mangun ingin memancing kepedulian warga terhadap sungai. Dan beliau memulainya dengan membangun ruang dialog
dan
komunitas
warga
setempat
untuk mengatasi masalah sosial. Ini pun adalah karya bersama. Tanpa partisipasi masyarakat,
gagasan
Romo
Mangun
tidak berjalan.
bagaimana
masyarakat meresponnya, ini membutuhkan trial and error. Jadi bisa dibilang karya tersebut adalah karya bersama.” Ada metode desain partisipasi yang mana kita melibatkan masyarakat dalam pembuatan karya, jadi banyak corak otentik dan gagasan yang muncul dari masyarakat. Proses tersebut pernah dilakukan di Side Event Diskomfest 4 (Kampus to Kampung). Masyarakat Pekaten, Kota Gede
waktu itu
bersama-sama membuat sign sistem tentang himbauan berkendara. “Kami para panitia memfasilitasi dan menempatkan. Hasilnya
37
pun
Merayakan Kolektif dengan OpenSource Apa itu opensource? opensource adalah istilah yang sering digunakan dalam dunia IT yang merujuk kepada
perangkat
lunak
yang
menyediakan
kode
sumbernya secara terbuka, dalam artian bisa dilihat, diakses,
maupun
dimodifikasi.
Walaupun
istilahnya
sendiri baru mulai dikenal pada akhir 90-an, prinsip
Ebyma Segia Bakti Mahasiswa Desain Komuniasi Visual ISI Yogyakarta
opensource
sudah
ada
sejak
dulu,
sejalan
dengan
perkembangan teknologi komputer dan perangkat lunak. Open source mulai populer dalam dunia pengembangan IT sejak keberhasilan projek Linux. Maka, jika ingin membicarakan opensource, akan lebih baik jika kita memulainya dengan membahas Linux. Linux adalah sebuah kernel, bagian penting dari
We Infect And Re-Collect
sistem operasi yang membuat sistem tersebut dapat digunakan. Linux lahir pada masa dimana komputer untuk pengguna personal masih baru dan sulit untuk dijangkau oleh semua kalangan. Kesulitan ini tidak hanya terletak pada perangkat kerasnya, melainkan juga
pada
perangkat
lunak.
Meskipun
seseorang
sanggup membeli perangkat komputer, dia masih harus mengeluarkan dana lebih untuk membeli lisensi sistem operasi, yang terbilang mahal bagi pengguna biasa. Hal
|
inilah yang mendorong seorang mahasiswa ilmu komputer bernama Linus Torvalds, selain sebagai hobinya, untuk
Diskomfest 7
membuat sebuah program yang nantinya akan dikenal sebagai Linux. Kejenuhan dan kegelisahan terhadap keadaan selalu menjadi pemicu dari sebuah perubahan. Maka, hal yang
38
dilakukan Linus adalah hal yang wajar. Jika bukan Linus, pasti akan ada orang
Metode pengembangan yang digunakan
lain yang melakukan hal yang sama. Yang
dalam proyek linux terbilang unik. Tidak
perlu digaris bawahi adalah apa yang
ada
dilakukan Linus ketika program tersebut
semua
selesai. Saat itu dia memiliki beberapa
perubahan. Akan tetapi, saran tersebut
pilihan: dia bisa menyimpannya sendiri,
haruslah hasil nyata berupa kode yang
mencari
bisa diuji dan dipertanggung jawabkan.
keuntungan
dengan
menjualnya,
hirarki orang
dalam bebas
pengembangannya, untuk
menyarankan
atau membagikannya. Linus memilih untuk
Kode
membagikan
melalui
akan dipilih yang terbaik dan paling
Usenet, karena dia juga menyadari bahwa
berguna untuk di-implementasikan dalam
programnya
source code utama Linux. Metode seperti
Dengan
program masih
membagi,
tersebut
jauh
dari
sempurna.
dia
berharap
dan
perubahan
tersebut
nantinya
orang
ini melahirkan salah satu prinsip kerja
orang akan memberi tanggapan yang tentu
para pengembang openSource, Code Speak
akan sangat membantu dalam pengembangan
Louder. Prinsip ini yang menjaga proses
programnya itu.
pengembangan Linux sehingga tidak melulu terjebak pada masalah konsep dan lebih
Tanggapan baik,
yag
banyak
tertarik
programmer
untuk
pengembangan
diterimanya
sangat
lain
berkontribusi
Linux.
Linus
yang
fokus
kepada
menyelesaikan
tindakan masalah.
nyata
dalam
Pengembangan
dalam
tanpa hirarki ini pernah disinggung Eric
kemudian
Raymond dalam esainya The Catedhral and
menggunakan lisensi GPL untuk programnya
The Bazaar.
sehingga orang lain bisa lebih bebas berpartisipasi. Public yang
GPL
License,
atau
GNU
General
merupakan
diterbitkan
lisensi
development—release
early
style and
of often,
delegate everything you can, be open
Foundation, sebagai upaya untuk mencegah
to the point of promiscuity—came as a
monopoli perangkat lunak oleh kalangan
surprise. No quiet, reverent cathedral-
tertentu yang mulai lazim dilakukan saat
building
itu. GPL menjamin hak seseorang untuk
community seemed to resemble a great
merubah, memodifikasi, menggandakan, dan
babbling bazaar of differing agendas and
menyebarkan source code sebuah program,
approaches (aptly symbolized by the Linux
dengan syarat hasil modifikasi tersebut
archive sites, who’d take submissions
juga harus disediakan source code nya
from anyone) out of which a coherent
agar
orang
lain
dapat
and stable system could seemingly emerge
yang
sama.
sejak
saat
linux
Free
Torvalds’s
Software
kontributor
oleh
“Linus
melakukan itulah
meningkat
hal
jumlah
here—rather,
the
Linux
only by a succession of miracles.”
dengan
pesat.
39
besar
apapun. Keberhasilan Linux pada akhirnya
programmer lain pada masa itu percaya
Eric
Raymond
membuat pengembangan bergaya opensource
bahwa
semakin
software
dan
sebagian
yang
penting
harus
populer.
Ini
ditandai
dengan
dibuat layaknya sebuah katedral, dibuat
didirikannya
dengan hati-hati oleh individual atau
Initiative oleh Eric Raymond dan Bruce
sekelompok kecil orang yang bekerja dalam
Perens pada akhir Februari 1998.
pengasingan, sebelum
tanpa
software
ada
organisasi
Open
Source
beta-release
tersebut
benar-benar
Perjalanan
opensource
dan
Linux
selesai. Gaya pengembangan Linux, yang
bukannya tanpa hambatan. Sistem kerja
dia metaforakan sebagai sebuah bazar,
kolektif
membuatnya terkejut. dalam bazar ini,
justru
semua orang dengan berbagai kepentingan
beberapa pihak. Hal ini dikarenakan Linux
bebas untuk masuk dan berpartisipasi.
dan Open Source tumbuh di negara-negara
Menurutnya,
Eropa
seperti
pada
itu,
software muncul
gaya
sebuah
yang
sistem,
stabil
dengan
pengembangan program,
hanya
keajaiban.
mungkin
Namun
pada
yang menjadi
dan
budaya
diusung
oleh
sasaran
Amerika
yang
kapitalistik.
keduanya
kritik
lekat
Budaya
dari
dengan
kolektif
dan berbagi ini sering dianggap sebagai ancaman
bagi
kekayaan
intelektual,
akhirnya gaya tersebut berhasil. Linux
bahkan banyak yang mengaitkannya dengan
menjadi sebuah sistem yang stabil, dan
paham sosialis. Perlu kita ingat, negara
berkembang pesat.
seperti amerika pada saat itu sangat
Diskomfest 7
|
We Infect And Re-Collect
sensitif mengenai isu-isu yang berkaitan Linux tersusun dari baris-baris kode
dengan sosialisme dan komunisme. Linus
berupa fungsi logika dan algoritma yang
Torvalds sering dicap sebagai seorang
dapat diterjemahkan oleh komputer untuk
sosialis,
melaksanakan perintah tertentu. Kode-kode
wawancaranya dia selalu menjaga jarak
inilah yang dibuat dan disumbangkan oleh
dari dunia politik.
walaupun
dalam
beberapa
para programmer. Sampai saat ini telah ada 22 juta baris kode pada kernel linux, yang
disusun
oleh
ribuan
programmer.
Prinsip-prinsip dibawa
Linux
dan
kolektif
yang
Opensource
memang
Kita bisa memandangnya sebagai sebuah
erat dengan sosialisme. Bahkan beberapa
epos
penggiatnya
layaknya
Mahabharata,
dengan
berkomentar
bahwa
Linux
jutaan bait yang ditulis oleh ribuan
merupakan Socialism in action. Salah satu
penyair
dunia,
karakteristik sistem sosial dan ekonomi
lalu dikumpulkan dalam satu kitab yang
dari
berbagai
sosialis adalah ‘social ownership’ atau
dinamai Linux. Kitab ini tersedia secara
kepemilikan sosial, yang bisa merujuk
bebas dan dapat digunakan oleh siapapun
pada kepemilikan publik, kolektif, atau
yang
koperasi; kepemilikan warga ekuitas; atau
membutuhkan,
40
penjuru
untuk
keperluan
kombinasi
dari
semuanya
[Encyclopedia
of Political Economy, Volume 2]. Jika
sebagai produsen tanda terhadap insight dari konsumennya.
dilihat melalui perspektif ini, Linux dan open source memang sesuai dengan
Bentuk kedua merujuk pada Designing
sosialisme. Bedanya, baik Linux maupun
Free Resource, mendesain resource bebas.
Opensource tidak dibatasi oleh wilayah-
Free
wilayah geografis maupun politik. Linux
atau
dan
secara
Opensource
dimiliki
oleh
manusia
disini
diartikan
kebebasan, harfiah
sebagai
sedangkan
berarti
bebas
resource
sumber
daya.
sebagai kelompok kolektif yang global,
Dalam konteks desain, sumber daya ini
mendunia.
bisa berupa banyak hal, seperti logo, template
desain,
typeface,
dsb
yang
Penggunaan metode Opensource sejauh
bisa dipergunakan oleh orang lain untuk
ini memang masih terpaku pada dunia IT,
menghasilkan produk desain. Dalam bentuk
namun tidak menutup kemungkinan untuk
ini, desainer memberikan kebebasan bagi
diterapkan dalam berbagai bidang, termasuk
siapa saja untuk menggunakan sumber daya
desain. Istilah Open Source Design sudah
desain yang dibuatnya. Hal ini dilakukan
mulai diperkenalkan. Istilah ini dapat
sebagai upaya untuk menjalankan fungsi
dirujuk pada tiga bentuk hubungan antara
sosial
design dan open source, yang mungkin
pada dasarnya desainer adalah manusia.
dilakukan. Bentuk pertama adalah Design
Dengan
in the Open, mendisain dengan terbuka.
pemberdayaan
bentuk ini bisa dipahami sebagai upaya
Dengan menyediakan sumber daya desain
untuk beralih dari gaya katedral yang
berkualitas secara bebas, semua orang
tertutup menuju gaya bazar yang lebih
bisa
terbuka.
Designer,
membagikan dapat
proses
dilihat
dalam
dari
berbagi,
lebih
bentuk
ini,
pesan,
perancangannya
agar
medianya.
oleh
khalayak.
Dengan
dari
desainer kemajuan
fokus
tanpa
menyediakan
dan
desainer,
dalam
khawatir
Misalnya, template
mendorong masyarakat.
memproduksi
terganggu ketika sebuah
website
untuk
komunitas dalam setiap langkah mendesain.
dalam memproduksi konten dari website
Semangat ini juga sama dengan semangat
tersebut tanpa khawatir tampilannya akan
yang
mengganggu pesan.
melatarbelakangi programnya.
Linus
untuk
Dengan
pikirannya,
fokus
Bentuk ketiga, Designing for Open
terhadap
Source Project, mendisain untuk projek
solusi-solusi yang mungkin luput dari
open source. Seringkali desain menjadi
pandangannya.
masalah bagi projek-projek open source.
Menjadi
bahkan
bisa
berbagi
dan terbuka atas kritik, desainer dapat membuka
pengguna
oleh
desainer
begitu dia bisa mendapat tanggapan dari
membagikan
digunakan,
karena
terbuka
dapat
mengembangkan awareness seorang desiner
Hal
ini
dikarenakan
masih
sedikit
41
desainer yang terlibat dalam prosesnya.
suatu upaya pemecahan masalah melalui
Sebagai desainer, kita meyakini bahwa
media-media komunikasi visual. seringkali
desain
dapat
yang
masalah masalah yang ditemui ini sangat
lebih
terhadap
berkontribusi
memberikan
nilai
sesuatu.
Dengan
ikut
kompleks, sehingga tidak mungkin atau
projek-projek
open
sangat
pada
Kalaupun bisa, dampak yang ditimbulkan tentu
besar dari dirinya.
desainer. Hal yang sama terjadi ketika
Pudarnya
We Infect And Re-Collect
sendiri.
kolektif dari sesuatu yang jauh lebih
semangat
terbatas Torvald
pada
gelisah
kemampuan dengan
si
keadaan
kolektif
dunia komputer yang mulai dimonopoli oleh
diskomfest
beberapa pihak. Linus memberi solusi,
sekarang. di indonesia, semangat bekerja
sebuah program yang memang masih jauh dari
secara
wujudkan
kata sempurna. Namun dia memilih untuk
melalui kegiatan gotong royong. Gotong
berbagi, sehingga menyentuh orang-orang
royong
yang memiliki masalah yang sama untuk
melatarbelakangi
|
diselesaikan
source, seorang desainer menjadi bagian
Linus
Diskomfest 7
sulit
hadirnya
kolektif
telah
merupakan
budaya
kita
salah
adiluhung
satu
bangsa
warisan
Indonesia.
ikut
menyempurnakan
solusi
tersebut.
Gotong
royong
mengedepankan
semangat
Lalu lahirlah Linux yang sampai sekarang
sosial
yang
mementingkan
tujuan
masih bertahan, bahkan telah menyusupi
bersama melebihi kepentingan individu.
berbagai aspek dalam kehidupan manusia.
Sayangnya, sudah
kebudayaan
tersebut
juga
Maka, adalah hal yang wajar jika seorang
luntur.
Kolektifitas
dan
desainer ingin memberi dampak yang jauh
mulai
lebih besar dari kemampuannya, dia bisa
yang
memulai dengan berbagi dan bekerjasama.
mulai
gotong bergeser
royong
saat
menjadi
ini
sebatas
sudah konsep
hanya menarik untuk dibicarakan. Hal ini dikarenakan
munculnya
masalah-masalah
Ada beberapa nilai dalam komunitas opensource yang penting untuk dipahami
baru yang dianggap sulit, atau tidak
dan
cukup untuk diselesaikan hanya dengan
kolektif. Pertama, prinsip Code Speak
bergotong royong.
Louder. dalam sebuah kelompok kolektif,
diterapkan
dalam
projek-projek
perbedaan cara pandang adalah hal yang Desain Komunikasi Visual merupakan
42
biasa. Kita tidak bisa menafikkan bahwa
setiap
orang
memiliki
pandangannya
Menerapkan metode open source secara
sendiri mengenai masalah yang dihadapi
utuh dalam projek dkv bisa menjadi sebuah
serta solusi yang sebaiknya diterapkan.
tantangan,
Dalam komunitas opensource, siapa saja
sebenarnya belum cukup untuk mewakili
bebas
semangat kolektif dari open source. ‘Open’
untuk
asalkan
menyarankan
disertai
hasil
perubahan
nyata
berupa
karena,
bekerjasama
saja
dalam open source benar-benar berarti
kode yang bisa diuji dan dipertanggung
terbuka,
sesuai
dengan
metafora
jawabkan. Pendapat harus disertai dengan
Eric Raymond, bagaikan sebuah bazar yang
aksi yang nyata, sehingga tidak terjebak
setiap orang bebas untuk berpartisipasi
pada perdebatan yang tak berkesudahan.
apapun
kepentingannya.
dari
Metafora
Raymond juga cocok untuk menggambarkan
Kedua, GPL atau GNU General Public
situasi
dunia
desain
sekarang
ini,
License. Lisensi GPL menjamin hak setiap
yaitu dibangun layaknya katedral, oleh
orang untuk dapat mengakses source code
individu maupun sekelompok kecil orang
suatu program dan memodifikasinya. source code merupakan sumber daya dan aset yang bisa digunakan untuk membuat perubahan. Dengan kata lain, dalam komunitas open source,
setiap
berkontribusi sering
orang
dan
terjadi
berhak
membuat
dalam
untuk
perbedaan.
sebuah
projek,
dalam pengasingan, yang seringkali tidak menunjukkan dirinya sebelum karya desain tersebut
betul-betul
selesai.
Jika
desainer memilih untuk beralih ke model bazar, maka dia harus siap untuk melepas posisinya sebagai pemegang kendali penuh
aset-aset utama ini hanya dapat diakses
atas
oleh sebagian orang, sehingga anggota
Opensource berarti memberi tempat kepada
yang tidak termasuk menjadi sulit untuk
masyarakat,
berkontribusi.
bidang-bidang lainnya untuk turut serta
sebuah
kerja
Maka, kolektif
penting untuk
dalam
menjamin
produk-produk
desain.
sebagai
Menjadi
konsumen,
dalam proses mendesain.
hak setiap penggiatnya dalam mengakses aset
tersebut,
serta
memberi
mereka
kesempatan untuk membuat perubahan. GPL dan lisensi opensource lainnya menjadi pembeda.
43
juga
Kolektif yang Bukan Kolektif “Secara
pribadi
kerja
kolektif
buat
mempelajari
memanusiakan manusia, dan menjaga tetap manusiawi.� Yonaz Christy merupakan salah satu pegiat seni yang sudah berkecimpung dalam banyak event, namun salah satu yang sudah pasti ia sendiri berkecimpung
Yonaz Kristy RAR
dalam dunia penerbitan independen dibawah naungan RAR. RAR sendiri merupakan salah satu penerbitan mandiri dengan menerapkan sistem kerja kolaboratif didalamnya, dimana ia tidak hanya menerbitkan projek dari klien namun juga projek yang dibuat sendiri. RAR adalah Project Based Self Publish sehingga tidak hanya menerima naskah tapi turun dalam bentuk projek. RAR
sendiri
bermula
dari
obrolan
kolektif
We Infect And Re-Collect
perupa muda di Magelang, bernama Young Street Rebel (YSR)
pada
tahun
2011,
dimana
awalnya
mengambil
fokus pada pameran seni rupa, hingga pada akhirnya terbersit
untuk
mendokumentasikan
karya
teman-
teman disekitarnya entah itu berupa katalog atau buku.
Pertemuan dengan Karamba Art Movement (SMG)
yang sempat berpameran di Magelang kemudian membuat mereka tertarik untuk mendalami zine. 2012
ketika
YSR
berpameran
kedua
Pada 21 April kalinya,
kami
|
sepakat untuk membuat terbitan yang berisi karya teman-teman dari Magelang, yang diterbitkan bersama
Diskomfest 7
Indonesian Street Art Database (ISAD/JKT), dengan nama RAR Magazine.
RAR sendiri diambil dari WInrar
(.Rar) yang memiliki fungsi sebagai media kompresi file sehingga dapat disebarkan lebih mudah. Setelah beberapa edisi terbit secara dwi-bulanan, memunculkan
44
perasaan jangal dengan memberi nama RAR
tidak
Magazine, hingga pada edisi ketiga (jika
besar. RAR sendiri berawal dari 8 orang
tidak salah) berubah nama menjadi RAR
hingga
Funzine Perubahan nama dan anggota yang
tinggal
berdua,
menyusut tak mematahkan semangat yang
sendiri
temannya,
bertahan hingga edisi ketujuh (2014),
setelah mengalami masa bekerja selama
yang
berdua,
merupakan
Funzine.
Pada
paripurna edisi
bagi
kedelapan
RAR
(Weird
berniat
membuat
akhirnya
ritme
terpilah-pilah yaitu dan
kerja
projek
dapat
membagi
Isnain
sendiri
pada
menerbitkan,
hingga
tinggal
Yonaz
Isnain
Bahar.
mereka
mengurungkan
untuk
yang
kemudian
semakin terbentuk hingga pada pembuatan
Life Sequence/2014) pada akhirnya RAR niat
kolektif
porsi
berdua.
awalnya
tertarik
karena dirasa sudah tidak relevan untuk
ikut karena berawal dari keinginannya
menggunakan formula yang sama selama 2
mempelajari desain. Kini keanggotaan RAR
tahun sudah dipakai.
bertambah kembali menjadi 6 orang yaitu
Pada awal 2015, beberapa rencana telah
disusun
kembali
RAR
untuk
Funzine,
menghidupkan
hingga
akhirnya
Yonaz, Isnain, Vita, Santi, Bigot, Alwan. Dengan bertambahnya anggota RAR, mereka saling
mencoba
menyesuaikan,
terutama
kami mengadaptasi pola kerja Rally the
empat orang anggota baru tersebut yang
Troops
penerbit
memiliki jadwal yang cukup cair. Yonaz
independent sekaligus kolektif berbasis
sendiri memang tidak pernah membatasi
projek. Diawali dengan kerjasama bersama
teman-teman
Club Etsa (YK) untuk menangani terbitan
diluar
khusus projek “Etching, Share, and Fun�,
tetap berkembang diluar RAR, namun tetap
merupakan
(JKT)
untuk
titik
menjadi
balik
RAR,
RAR
dari
dan
kegiatan
mereka
mengharapkan
mereka
yang
membuat
menjaga komunikasi dan mengusahakan tiap
hadirnya RAR Editions (2015).
Secara
projek yang dikerjakan tetap berjalan
berangsur perubahan mulai dibenahi di
dengan
lambung kapal kanan-kiri RAR Editions
permasalahan
dari
yang
manajemen,
anggota.
distribusi,
hingga
Hingga saat ini RAR Editions
telah menerbitkan delapan judul. Dari RAR sendiri, sebenarnya Yonaz
dengan
meminimalisir
karena
berkecimpung
beragam
banyaknya
dan
orang
membangun
ide
didalamnya. Perlunya sebelum
memperkuat
bermain
pada
keanggotaan
lingkaran
45
luar
sangat penting. Bukannya mengekang,
pula yang mendasari RAR sangat terbuka
namun
hal
dalam menerima maupun memberi dukungan
dalam
menjaga
perlu ritme
dilakukan
kerja
serta
keberlangsungan
projek-projek
yang
ataupun
sedang
digarap
yang
baik dalam internal atau eksternalnya. Menurutnya penerbitan
sendiri,
diYogyakarta
keadaan
sendiri
cukup
direncanakan selanjutnya. Selain itu
terasa jaraknya dari satu penerbit dengan
ruang
penerbit
baru
perlu
diciptakan
dalam
mengembangkan daya kreasi baik didalam
Apa
RAR sendiri maupun dalam pembangunan
membangun
karakter
untuk
tiap
pribadi
didalamnya.
yang
lainnya; ia
terjadi
bangun
jaringan
menjatuhkan
persaingan.
sendiri
dalam
tidak
berdasarkan
penerbit
Independen
Hal ini menurut Yonaz cukup berbeda
lainnya, sebutlah Barasub atau Amazing
ketika
melihat
yang
Frontier merupakan kolega kerja RAR dalam
mulai
berkolektif.
yang
mengembangkan ranah penerbitan independen
bermunculan,
di kota ini. Membangun hubungan dan saling
dibentuk We Infect And Re-Collect
ini
cepat
generasi
baru
Kolektif
banyak
namun banyak pula yang menghilang.
berkomunikasi
Hal ini menurutnya sendiri terjadi
kinerja mereka dalam ranah ini. Sistem
karena
kolektif
tidak
kolektif
yang
berdasarkan
belakang
untuk
dibangun
membangun
jaringan dengan yang lain agar menjadi
berkembang,
namun
sebuah ruang kolektif yang baru.
tersebut. tersebut
Kolektif belum
seperti membangun
|
RAR sendiri yang terbangun bukan dari
Diskomfest 7
jati diri. Disini ia melihat dari keinginan membangun kolektif, karena RAR sendiri terbentuk secara alami berdasarkan proses yang terjadi baik eksternal maupun internal, alasan ini
46
dalam
menjaga
latar
menimbulkan perebutan dalam mencapai kejadian
diterapkan
dalam
persamaan
memiliki visi yang sama, dan justru visi
diperlukan
All Is Good Sosok yang berbadan kecil namun terlihat nakal, mungkin seperti itulah jika meliht Lingga Satya secara sekilas. Seorang mahasiswa tua di DKV ISI Yk dengan segudang aktivitas ini adalah seorang pegiat kolektif juga. Ia pernah membuat banyak project dalam bergama varian media dari kayu hingga besi. Dari projectnya
Lingga Satya Pradhana Semua Bisa Dibeli
bernama GOD SAVES, membuat homemade G-Plug, membuat WESELLBADWORKS,
ikut
bergabung
dalam
SEMUA
BISA
DIBELI (SESALI), dan yang paling terakhir ini adalah DAGGER MBANTUL, ia mendedikasikan diri serta masih aktif pula pada dunia seni rupa seperti salah satunya pameran JAMMIN IN THE NAME OF GOD di Masriadi Artspace beberapa waktu lalu. Beberapa waktu lalu pula, teman-teman DISKOMFEST 7 berdialog dengan beliau sembari menikmati senja dengan
meminum
anggur.
Lingga
menceritakan
soal
bagaimana ia memulai project dari WESELLBADWORKS yang awalnya ia inisiasikan berdua, hingga selanjutnya adalah kolektif lainnya yaitu SEMUA BISA DIBELI. WESELLBADWORKS sendiri berawal saat lingga membuat unofficial
merchandise
untuk
Rock
Siang
Bolong.
Berawal dari sinilah kemudian WESELLBADWORKS kemudian semakin dikenal sebagai salah satu pembuat homemade enamel pin. Produksipun semakin lancar dengan adanya orang yang ikut di-hire serta barang yang dapat dipinjam dari teman-teman yang mendukungnya. Namun dengan
makin
dikenalnya
WESELLBADWORKS,
Lingga
justru tidak ingin namanya yang terangkat, ia justru lebih ingin agar WESELLBADWORKS lebih anonim, atau paling tidak bukan Lingga yang diketahui namun orang
47
yang menurutnya lebih memiliki nama
di Jakarta beberapa waktu lalu, disini
seperti Ahmad Oka (Wirosatan), atau
pula
figur publik lainnya.
makin bertambah. Mungkin ketika dibilang
Salah
yang
menarik
dari
pun
sebagai anggota tidak bisa disebut pula demikian,
yang
dibangun
oleh
mereka
sendiri
sebagai
mediator
dekatnya
pembeli,
sehingga
sebuah
kelompok
hubungan
sistem
pihak-
tiap
kreator
kepada
jika
disebut
sebagai
dekat
dengannya.
dengan
karena
pihak yang sebelumnya tidak begitu yang
keanggotaan juga tidak, menariknya mereka
orang
justru membangun jaringan dengan kreator-
yang Lingga inginkan menjadi “Pemilik
kreator lain dan ditampung dalam wadah
WESELLBADWORKS” dimata awam, justru
SESALI.
makin
sebagai
dekat
Ahmad salah
kerja
kolektif
mereka
dari
bukan kerja kolektif yang sengaja ingin membuat, namun justru mengajak orang dalam
akhirnya membentuk Semua Bisa Dibeli
membangun jaringan serta dibuka kepada
(SESALI).
khalayak luas. Hal ini juga memungkinkan
kosnya
Nama
mulai
Bentuk
hingga
ke
dengannya
Oka satu
Lingga
Semua
Bisa
Dibeli
sendiri berasal dari bercandaan Oka
mewujudkan
dan Lingga dikosnya. Awalnya mereka
bisa dibeli, membuka kemungkinan orang-
merencanakan
orang untuk berkreasi lebih luas dalam
membuat
sebuah
acara
dengan ada lapak didalamnya, kemudian muncul
pertanyaan
mengenai
apa
saja yang bakal dijual saat acara tersebut, dan ditimpali dengan semua barang (yang berada di kosnya Lingga)
|
SESALI
Lingga semakin luas dengan semakin
bermain
Diskomfest 7
keanggotaan
kelanjutan WESELLBADWORKS, pergaulan
awalnya
We Infect And Re-Collect
satu
kemudian
yang bisa dibeli. “Semua-semuanya aja bisa dibeli.”. Dari bercandaan inilah kemudian
nama
Semua
Bisa
Dibeli
dicetuskan. SESALI
kemudian mulai muncul
bersamaan dengan acara Floh Market
48
nama
membuka jaringan.
mereka
sendiri,
semua
Barasub, sebuah kelompok kolektif yang sudah tidak asing lagi di telinga kita, sebuah penerbit alternative muda yang terbentuk tahun 2015 lalu dimana mereka membuat sebuah karya yang berbentuk buku berjudul Beringas vol 1, munculnya beringas vol 1 juga sebagai tanda lahirnya barasub. Hingga saat ini barasub mengeluarkan beringas vol2 dan mulai merangkul dan membuka diri kepada teman teman yang tertarik
BARASUB
pada beringas vol 1. Barasub sendiri berawal daari bersenang –senang yang tidak terlalu fokus kepada hasil maupun uang tetapi lebih kepada proses tidak hanya itu barasub sering mengalami anggota yang datang dan pergi tetapi tidak jadi sebuah masalah karna barasub sendiri lebih fleksibel dan tidak terikat mereka lebih mengikuti emosi jadi mereka bisa melakukan apapun tetapi tetap bertanggung jawab. Begitu juga soal pembagian tugas tidak ada hierarki tertentu yang membentuk suatu target karena dikhawtirkan akan mengkang masing-masing orang. Komunikasi merupakan salah satu poin penting, disini barasub menggunakan komunikasi menjadi salah satu metode yang penting antara satu dan yang lainnya, dan jikalaupun terjadi suatu konflik disini barasub membuat bagian dimana ada yang bisa jembatan dan perekat yang bisa menetralisir suatu konflik dan menekan ego sehingga terjadi keterbukaan untuk diberi kritik dan saran. Pada dasarnya membangun komunikasi agar setiap individu menjadi terbuka dan transparan akan masalahnya. Kolektif sendiri berhubungan dengan komunikasi karena pada dasarnya kolektif berasal dari individu individu yang punya latah belakang berbeda tetapi punya visi misi yang sama bertemu menjadi satu lingkaran. Kolektif sendiri tidak muncul karena dibuat buat dan bisa saja kolektif menjadi suatu catatan sejarah pada suatu generasi, kolektif sendiri mempunyai analogi seperti sungai dan laut dimanan dari banyak sungai bermuara di laut (hal kecil dapat menciptakan hal yang besar atau kompleks).
49
50
Diskomfest 7
|
We Infect And Re-Collect
exhibition
51
MUSIK
Diskom Drawing Foundation & Calling Attack Calling Attack merupakan perpaduan dari Sewon Calling dan Attack FIB dengan membawa skena musik masing-masing yang kerap dipisahkan dengan gap skena utara (Yogyakarta) dan skena Selatan (Yogyakarta) dan mencoba memisahkan jarak yang ada. Keduanya merupakan penyelenggara gigs dari dua kampus yang berbeda yaitu ISI Yogyakarta (Sewon Calling) dan UGM (Attack FIB). Kedua penyelenggara acara ini masingmasing
memiliki
cara
berkolektif
tersendiri.
Calling
merupakan sebuah kolektif sekaligus tradisi yang diturunkan turun temurun ke tiap angkatan dalam membangun kebersamaan, We Infect And Re-Collect
sedangkan Attack membangun kolektif dengan latar belakang yang berbeda dengan masing-masing anggota yang berbeda porgram studi (namun masih dalam satu fakultas). Sewon Calling sebagai salah satu acara kampus DKV ISI Jogja awal mulanya terlahir pada tahun 2011 yang diinisiasi oleh mahasiswa diskom angkatan 2008. Saat itu Sewon Calling mengusung acara pameran yang dibungkus dengan band-band an kecil a la mini gigs. Selain menjadi wadah bersenang-senang mahasiswa diskom, Sewon Calling juga menjadi salah satu pemicu munculnya band-band baru kampus DKV ISI Jogja, salah
|
satunya adalah Cika dan Pistol Air, BBDKK. Sengaja tidak sengaja Sewon Calling telah menjadi acara rutin tahunan
Diskomfest 7
mahasiswa DKV ISI Yogyakarta. Saat ini Sewon Calling sudah terselenggara untuk yang kelima kalinya. Attack FIB sendiri juga merupakan bentuk inisiasi dalam memicu berkembangnya band dikampus sendiri. Berawal dari inisiatif Hafid dan Danu ketika melihat kurangnya acara
52
dikampus, mereka mengajak teman-teman
Drawing
lainnya dan membuat Attack FIB. Attack
membuat
1 muncul pada april 2015. Attack kini
akan
telah terselanggara sebanyak enam kali
poster untuk projek acara studio gigs
dan telah mengundang banyak band dengan
Calling Attack. Nantinya poster tidak
alumni seperti Robbrs atau Los Partjok
akan dibuat hanya satu, namun akan ada
Dakosta.
beberapa alternatif poster yang juga akan
Kesamaan dari kedua penyelenggara acara,
baik
Attack
ataupun
Calling,
Fondation)
yang
ahli
dalam
ilustrasi-ilustrasi
berkolaborasi
dengan
manual membuat
sekaligus menjadi karya yang dipamerkan didalam
studio
gigs
tersebut.
Sama
bahkan yang lainnya adalah membutuhkan
halnya dengan Diskomfest, kolaborasi
media
Calling
yang
mampu
menyebarluaskan
Attack
juga
mengusung
tema
informasi. Poster adalah salah satunya.
“we infect and re-collect� namun dalam
Poster adalah salah satu media yang
prespektif
sering
poster acara yang dipamerkan sebagai
dipilih
informasi.
untuk
menyampaikan
alternatif
karya juga akan memamerkan arsip-arsip
terkait
dari kedua acara tersebut terkait poster
jadwal agenda, pengisi acara, waktu dan
acara dan dokumentasi acara yang sudah
tempat. Poster yang baik dan menarik
pernah
merupakan keharusan agar pembaca tidak
beberapa
hanya tertarik untuk membaca pesan yang
dapat menjadi bagian dari pengalaman
ada
mengkonsumsi
informasi
didalamnya,
didalam
Selain
poster
termuat
Karena
musik.
penting
tapi
juga
terdorong
untuk melakukan tindakan. Unsur visual
berlangsung. karya
Diharapkan
visual
musik
di
dari
tersebut dalam
akan
studio
gigs.
seperti ilustrasi harus diperhatikan sehingga ketika orang melihat poster tersebut mereka akan termotivasi untuk datang ke acara tersebut. Kali ini teman-teman DDF (Diskom
53
PUBLISHING
RAR Edition Mesin
penetak
milik
RAR
akan
dipergunakan
hingga
maksimal dengan membuat print tanpa dipotong. Ditujukan untuk
direspon
masyarakat
dengan
mengangkat
tema
yang
berasal dari sejarah. Menggambarkan peran sejarah yang kemudian
diarsipkan
dalam
scrollbook
yang
panjang.
Diperkirakan perhari sekitar 300 cetakan.RAR sebagai salah satu kelompok yang selalu melihat kemampuan daya tahan mesin cetak ini secara langsung telah menjadi analogi yang secara sadar dan tidaksadar mnghidupi mereka dan mendorong mereka mengoptimalkan ide mereka. Terus eksploratif. RAR
sebagai
sebuh
kolektif
dibangun
dengan
mengkomunikasikan apa yang mereka akan selalu mereka buat. Hal ini dilihat dari pentingnya komunikasi bagi mereka. We Infect And Re-Collect
Interaksi
membuka
kemungkinan
yang
baru
dari
berbagai
sisi. Kolektif yang dipaksakan untuk saling berkomunikasi itu sulit, karena kolektif itu seharusnya untuk belajar untuk mengembangkan diri, tidak mengekang satu sama lain agar tidak keluar dari kolektif, hingga semua berasal dari
Diskomfest 7
|
kemauan diri sendiri (inisiatif untuk bereksplorasi).
54
DISKO Ide untuk karya yang akan dihadirkan adalah dengan menggabungan gaya bercerita komik dengan karakter yang berada pada tokoh-tokoh pewayangan. Unsur-unsur yang menjadi gaya bercerita serta karakteristik dari sebuah komik yang akan digunakan dalam karya kami adalah penggunaan panel dan balon teks seperti komik-komik pada umumnya. Pada karya kami ini gaya penggambaran tokoh-tokoh yang ada akan dibentuk menggunakan gaya wayang. Namun, penggunaan tokoh wayangnya tidak digambar pada bidang kertas atau bidang 2D lainnya tapi benar-benar dibuat menyerupai sebuah wayang. Jadi benar-benar seperti sebuah pewayangan, namun yang menjadi dalangnya adalah seorang komikus. Gestur atau gerak wayangnya bersifat diam atau tak bergerak seperti pewayangan pada umumnya, dan permainan ekspresi akan lebih mengandalkan balon teks serta tipografinya. Desain tokoh wayangnya sendiri akan mengalami perubahan pada kostum atau atribut, yang akan dibuat kekinian atau sesuai dengan penampilan-penampilan yang umum pada masa kini. Untuk tema cerita yang diambil atau dipilih adalah internet. Yang dari sebuah media internet, kita dapat menggerakkan masa untuk melakukan sesuatu dengan tujuan tertentu.
55
FASHION
BOADICEA
Diskomfest 7
|
We Infect And Re-Collect
ON COMMUNITY Opresi terhadap perempuan memiliki saling-silang dengan berbagai identitas yang perempuan tersebut miliki—ras, kelas sosial, orientasi seksual, dan lain-lain. Diversitas ini mendorong Feminisme, sebagai aliran pemikiran yang berusaha meliberasi perempuan dari opresi patriarki, terbelah dalam berbagai aliran pemikiran—yang tidak semuanya saling akur satu sama lain. Bagaimanapun, sejarah panjang perkembangan feminisme melahirkan sebuah pemikiran bahwa diversitas adalah bagian yang harus dipeluk dalam persaudarian perempuan. Karena pengalaman keperempuanan tidaklah tunggal melainkan berbeda-beda sesuai saling- silang identitasnya, perbedaan bentuk liberasi adalah hal yang wajar. Konsep komunitas yang dilahirkan, lantas, adalah hal yang melekat dalam perjuangan feminisme. Perempuan perlu memeluk satu sama lain dalam usaha mereka meruntuhkan patriarki. Konsep ini, sejatinya, tidaklah modern: Masyarakat Afrika Barat dari Liberia hingga Pantai Gading mengenal apa yang disebut sebagai masyarakat Sande, persaudarian rahasia yang membesarkan para perempuan menjadi pemimpin-pemimpin spiritual di wilayahnya. Masyarakat Sande memeluk anak-anak perempuan Afrika Barat dan mengedukasi mereka dengan berbagai ritual yang penting bagi kedewasaan mereka. Tradisi masyarakat Sande yang kuat meninggalkan jejak tradisi kesetaraan gender yang dalam di wilayah Afrika Barat. Konsep komunitas dalam masyarakat Sande inilah yang berusaha diangkat. Kolaborasi ini menjadi sebuah tribute bagi masyarakat Sande, dengan persaudarian perempuan yang memeluk perempuanperempuan Afrika Barat menjadi sebuah kekuatan kolektif dalam melawan patriarki. Seperti masyarakat Sande, perempuanperempuan perlu menyadari bahwa kolektivitas dan kolaborasi merupakan kunci dalam melawan gurita patriarki yang mengglobal. Dengan memeluk, menerima, dan merawat sesama perempuan, dengan diversitas identitas yang mereka miliki, dalam sebuah komunitas persaudarian, perempuan dapat meruntuhkan opresi maskulinitas dan meliberasi sesamanya.
56
Jogja Street Style x Titik Api Jogja Street Style terbentuk atas inisiasi Gilang Chandra
(Gil)
dengan
bantuan
Swastati
Dipta
(Tita),
karena keduanya menangkap fenomena bahwa fashion scene di Yogyakarta sebenarnya ada, tetapi kurang terdokumentasikan. Hal tersebut berawal dari Gil yang semasa sekolah sudah menyenangi hal-hal berbau fashion dan fotografi, hingga pada saat SMA ia disarankan kakaknya untuk mendokumentasikan gaya berpakaian orang-orang di Yogyakarta. Namun, saran tersebut tidak ditindaklanjuti lebih jauh. Barulah ketika berkuliah dan semakin sering mendatangi berbagai pameran, bazar, maupun gigs di Yogyakarta, Gil menyadari bahwa banyak individu dengan personal style unik, tetapi individu tersebut
jarang
mendokumentasikan
gaya
berpakaiannya
sendiri. Keinginan untuk mendokumentasikan personal style itulah yang kemudian melahirkan Jogja Street Style pada awal 2016 di Instagram dengan username @jogjastreetstyle bersama Tita yang juga memiliki ketertarikan sama. Frasa
street
style
dipilih
sebagai
representasi
dari gaya berpakaian sehari-hari yang bila ditengok dari sejarahnya, selebrasi atas adanya gaya personal lahir di jalanan. Jogja Street Style ingin membawa spirit tersebut dan secara tidak langsung menyampaikan bahwa, “you can dress to express your identity�. Menyatakan diri sebagai akun style hunting, Jogja Street Style bekerja dengan cara mendatangi bazar, pembukaan pameran, gigs, dan juga berkeliling kampus (sejauh ini masih di ISI Yogyakarta dan UGM) di Yogyakarta untuk
57
mengisi kontennya. Format konten di Instagram berupa foto seluruh atau setengah badan serta detail dari pakaian yang dikenakan individu yang ditemui. Pada Diskomfest 7, Jogja Street Style akan berkolaborasi dengan Titik Api—komunitas fotografi Desain Komunikasi Visual ISI Yogyakarta—untuk membuat sebuah tribut bagi keberagaman personal style yang terinsipirasi dari musik maupun youth subculture di masa silam. Berbagai gaya tersebut adalah mods, hippies, punk, hip-hop, grunge, dan harajuku. Jogja Street Style memercayai bahwa tanpa adanya berbagai gaya We Infect And Re-Collect
(dan pergerakan) tersebut di masa lampau, maka tidak akan ada kebebasan berpakaian maupun keberagaman fashion item dapat dirayakan saat ini. Hasil kolaborasi antara Jogja Street Style dan Titik Api akan ditampilkan dalam bentuk foto
dan
video.
Tidak
hanya
secara
visual,
informasi
mengenai masing-masing gaya tersebut juga akan diberikan. Selain itu, Jogja Street Style akan melanjutkan proyek mereka sebelumnya, yaitu “Style, Story, and Statement” yang menampilkan gaya personal seperti konten di Instagram,
|
tetapi dengan tambahan cerita di balik setiap gaya personal
Diskomfest 7
individu terkait.
58
Mahaputra x Tia Roten Kolaborasi TRMP pada DSIKOMFEST 7 kali ini mengangkat soal
pengolahan
fashion
dalam
menerapkan
karya
seni
sehingga karya seni tidak hanya untuk dinikmati namun juga dapat diaplikasikan pada penerapan sehari-hari. Kolaborasi Mahaputra dan Tia Roten sendiri memadukan seni rupa yang sudah menjadi bidang yang didalami Mahaputra serta Fashion Design sebagai bidang yang telah dijalani Tia dalam beragam project mereka selama ini. Menjadi sebuah tantangan bagi Tia dalam bekerja bersama Mahaputra ketika ia dulu sempat membuat desain fashion yang girly, kini mencoba mencari eksplorasi dalam mengemas karya seni rupa. Dalam menghadapi tantangan ini merekapun menjalin kerja dengan modal komunikasi dan belajar saling berkompromi baik Tia maupun Mahaputra sendiri, terutama awal pertemuan mereka karena adanya project All You Can Art dan bukan dari ketidak sengajaan menjadikan kolaborasi ini menjadi sebuah kolaborasi yang menarik hingga akhirnya mereka dapat membangun diri dalam berkolektif. Konsep
visual
yang
dibawa
oleh
Mahaputra
sendiri
mengambil dari figur tri-suci para dewa dalam agama Hindu, yaitu Shiva, Brahma, dan Vishnu. Ketiga dewa tersebut menurut Mahaputra mewakili nilai-nilai filosofis yang sebenarnya ada pada agama-agama lain. Berangkat dari figur ketiga dewa tersebut, TRMP menampilkan dalam 3 jenis jaket yang berbeda sesuai dengan karakter yang dibawa oleh masing-masing dewa tersebut, yaitu Denim Jacket, Worker Jacket, dan Suka Jacket. Ketiga jenis jaket dengan beda bahan serta gaya tersebutlah yang akan ditampilkan pada DISKOMFEST 7.
59
KUSTOM CULTURE
Daddy’s Jokes Ramadhan
Arifathkur,
selain
menjalani
hidup
sebagai desainer dan ilustrator, ia juga seorang penggemar otomotif. Berangkat
dari
ketertarikan
dengan
kustom
culture, pada tahun 2014, ia membuat brand bernama Daddy’s Joke. berawal dari ingin mempublikasikan karyanya ke publik, dan temadari karya-karyanya yg ia sadurkan sendiri membawa konten kustom culture sendiri. Ia kemudian mengaplikasikanya pada t shirt, slayer, poster, custom helm dsb. Latar belakang daddys joke sendiri mengambil dari filosofi kehidupan yang seakan menertawakan masa-masa We Infect And Re-Collect
yang sudah lewat. Begitu pula dengan pengarsipan Kustom Culture yang dulu-dulu, rasanya lucu sekaligus ironis, Budaya yang sudah merambah di masyarakat justru tidak didokumentasikan secara baik. IInilah yang kemudian melatarbelakangi Daddys joke membuat data base artist baik itu builder, illustrator, seniman yang menggambar, barbershop, home industry, bahkan kolektor motor yang berlatarkan kustom culture. Ia melihat banyaknya kemungkinan dalam berkolektif
|
pada Kustom Culture dengan adanya banyak orang yang
Diskomfest 7
ikut membangun Kustom Culture sendiri.
60
Harimau! Harimau! Harimau! mengangkat
Harimau!,
tentang
sebuah
fermentasi,
proyek
kolaboratif
berawal
dari
yang
inisiatif
pribadi yang melihat peluang dari lingkungan sekitarnya, dimana tidak banyak pilihan baru untuk minuman fermentasi, disini harimau harimau ingin menjadi pilihan baru itu. Selain melihat peluang dari lingkungan sekitar, proyek harimau harimau ini tidak hanya berdiri sendiri disini Harimau! Harimau! masih dalam proses mencari partner yang cocok untuk proyek ini. Kata-kata Harimau! Harimau! sendiri teinspirasi dari novel mochtar lubis yang berjudul Harimau! Harimau!
dimana
terdapat
munculnya
relasi
relasi
baru
didalam cerita tersebut. Harimau! masyarakat
Harimau!
bisa
sendiri
mencoba
membuat
membolak
konsep
balikan
dimana
proses
dan
melihat peluang yang lainnya, harimau harimau ingin melihat seberapa antusias masyarakat pada apa yang mereka minum, biarpun Harimau! Harimau! bermain main dengan probabilitas yang ada tetapi bukan berarti harimau harimau menjadi suatu proyek yang pure bisnis, harimau harimau sendiri lebih fokus untuk berbagi eksperimen ke masyarakat dan dari sana muncul peluang yang berbeda dari cara kolaboratif tersebut, karena setiap orang memberikan hasil yang berbeda disebabkan banyaknya faktor dalam proses tersebut. Kerja kolaboratif dari Harimau! Harimau! pun tidak takut terjadi domino efek atau penyebaran ilmu dimana kawanbisa jadi lawan.
Selain memakai konsep yang berbeda harimau
harimau juga ingin mengeksplorasi kemampuan dan potensi lingkungan yang ada. Hariamau harimau juga sangat terbuak kepada audience nya untuk berbagi informasi dari proses
61
hingga hasil yang didapat. Dari proses audience bisa ter edukasi terhadap hal yang di konsumsinya .
Pada kali ini Harimau! Harimau! ikut meramaikan
diskomfest
dimana
ia
akan
memerkan
sebuah
karya
berupa kitchen lab kolaboratif, disini pengunjung tidak hanya melihat dan mencicipi fermentasi yang ada tetapi dapat merasakan bereksperimen dengan apa yang akan dicicipinya. Di kitchen lab tersebut terdapat bahan bahan dasar fermentasi yang terbuat dari bahan alami di sekitar, bahan bahan yang digunakan bisa saja berbeda beda mengikuti musim yang ada. Dari situ juga terdapat kedekatan antara manusia dan lingkungan bahan
dasar,
disana
juga
akan
We Infect And Re-Collect
Selain
disediakan bahan bahan tambahan yang akan diracik
|
terjadi.
melihat betapa antusias pengunjung pada kitchen lab
sendiri oleh pengunjung, bahan tambhana tersebut berupa tumbuhan tumbuhan lain yang aakan menambah rasa dan aroma dari minuman tersebut, analoginya fermentasi dasar tersebut sebagai konstanta dimana tidak dapat diubah atau bersifat tetap dan tumbuhan perasa lainnya sebagai variable variable dimana akan menghasilkan aroma dan warna yang berbeda tergantung bagaiman setiap pengunjung melakukan eksperimennya. Dari
experiment
tersebut
harimau
harimau
ingin
Diskomfest 7
ini. Karya kolaboratif seperti ini dapat dikatakan sebagai kerja kolektif dimana memunculkan rasa dan warna yang berbeda setiap racikannya sama halnya seperti memunculkan ide ide baru yang berbeda.
62
Galih, Galaksi Barber Barbar Galih beraksi memotong rambut dengan cara yang tidak biasa, mengendarai motor trail Yamaha DTX ’78 warna kuning untuk bertemu pelanggan dimana pun berada. Galih menyebutnya “Galaksi Barber Barbar”. Kemampuan Galih memotong rambut berawal dari kebiasaannya memotong rambut teman-temannya yang terkena razia sewaktu masa sekolah Konsep: Ars Longa, Pilis Brevis. Kurang lebih artinya Seni itu Panjang, Rambut itu Pendek. Galaksi barber barbar adalah galih beraksi, itu unit usaha Galih dalam potong rambut, barbar karena liar. Ingat g-a-l-a-k-s-i pakai “K”. Beraksi tanpa alasan politis, Galih beraksi menjadi tukang potong rambut dengan cara yang tidak biasa (liar). Galih membawa motor trail Yahama DT X ’78 miliknya untuk menemui orang-orang yang ingin potong rambut, dimana pun tempatnya Galih akan tetap memotong rambut, asalkan tidak gelap. Galih sudah bisa potong-memotong rambut sejak SMP, saat itu galih membantu memotong rambut temannya yang kena razia BK. Lama-kelamaan skill memotong rambutnya bertambah. Selain itu, Galih juga hobi motor-motoran dan nge-custom motor, dilihat dari sejarah kustom kulture, barber merupakan bagian dari kustom kulture seperti yang lainnya jika hal tersebut ikut berkontribusi dalam perihal otomotif. Dengan hobi miliknya bermain motor, galih ingin beraksi lebih dan membawa skill memotong rambutnya dengan membuat Galaksi Barber Barbar. Di dalam kustom kulture juga terdapat kerja kolektif, seperti pengalaman Galih ketika membangun sebuah motor sendiri, yaitu saling membutuhkan, seperti bengkel membutuh tukang las, tukang bubut, sampai artist pinstriper untuk motor yang di-custom. Ini merupakan contoh kecil kerja kolektif yang ada di kustom kulture.
63
Pinstype Typeface
Diskomfest 7
|
We Infect And Re-Collect
Pinstype yaitu pinstriping dan typeface, dalam prosesnya tidak sekedar mengambil bentuk pinstriping mentah-mentah ke dalam digital, namun mengambil bentuk-bentuk ikonik dari “scroll pinstriping” yaitu salah satu jenis pinstriping. Pola dasar tipografi script —tipografi yang menyerupai goresan tangan— dibuat secara manual dengan menggunakan kuas dan cat pinstriping agar memunculkan ciri khas dari pinstriping itu sendiri, kemudian pola-pola dasar tersebut dijadikan opsi yang dipilih oleh 3 pelaku pinstriping kustom kulture. Pertama, pemilik perusahaan “Moon Eyes” bernama Shige Suganuma dari Jepang. Kedua, pinstriper dari “Boostriping” bernama Kiyotaka Fukuda berasal dari Jepang. Ketiga, ahli pinstriping dari Bandung bernama Moch Syamsul Fahmi. Hasil yang dipilih dijadikan 1 set dasar huruf yang akan digabungkan dengan bentuk ikonik dari scroll striping menjadi Pinstype. Typeface ini berusaha mengenalkan dan menambah wawasan kepada masyarakat bahwa pinstriping itu bisa mempengaruhi segala media menjadi satu kesatuan ciri khas kustom kulture. Pinstype akan menambah kekayaan dan koleksi huruf yang berkarakter pinstriping. Pinstriping sendiri adalah sebuah ornamen yang unik dengan proses yang tidak mudah, artisnya dituntut untuk mempunyai skill dan ciri khas yang tinggi. Menurut buku Robert William tahun 1993, pinstriping adalah sebuah karya berbentuk garis tipis-tipis yang dibuat dengan teknik khusus oleh seniman terampil. Seiring perkembangannya, tidak menutup kemungkinan juga pinstriping diterapkan pada media-media lain seperti gitar, skateboard atau apapun dan secara otomatis akan berbau kustom kulture. Abdurrahman sebagai desainer tipografi, bukan sebagai pinstriping artist, menciptakan tipografi berkarakter pinstriping yang dapat digunakan dan diaplikasikan bagi masyarakat kustom dan masyarakat umum.
64
INTERNET
Sender Club Salah satu kolektif yang diinisasi oleh beberapa alumni DKV ISI Yogyakarta ini mhadir dengan membawa tajuk judul “Pujaan Remaja Putri�. Dengan mengisi ruag Internet mereka akan merespon ruang tersebut mengenai pembahasan dampak internet berikut perilaku yang terjadi didalamnya. Berikut adalah konsep yang dibawa kan oleh mereka: “Kehadiran teknologi internet mengubah tatacara manusia untuk
berbisnis,
berperilaku,
dan
bersosial.
Berbagai
media sosial yang dapat diakses lewat teknologi tersebut membuat pengguna dapat menampilkan kepribadian artifisal yang acap kali digunakan untuk menarik perhatian pengguna lain demi memenuhi berbagai kebutuhan, baik berbentuk spiritual maupun yang berujung pada materi. Kepribadian artifisal tersebut menyajikan sebuah wacana menarik tentang bagaimana
proses
pertukaran
kebutuhan
antara
penyedia
konten dan apresiator, serta bagaimana proses interaksi tersebut berlangsung melalui simbol-simbol yang mewakili benda di kehidupan nyata namun memiliki makna yang berbeda ketika dipindah ke dalam dunia digital.�
65
STUDIS TV Media informasi kampus seni. Berawal
dari
tugas
akhir
iqbal
alditio.
Membawa
permasalahan fakultas seni rupa dimana seni rupa kurang dikembangkan secara branding, ia, serta apa yang dilihat oleh kaprodi, diangkat sebagaisalah satu ukm sebagai tempat pengarsipan. Kampus sering kelabakan dalam akreditasi karena kurangnya expose mahasiswa yang telah memiliki penghargaan serta rekam jejak yang baik, studis hadir dalam mengatasi permasalahan tersebut. Dengan berawal oleh inisiasi pribadi, studis semakin dikenal serta makin muncul dukungan. Baginya ranah kolektif sangat
penting
dalam
ranah
desain,
karena
kemampuan
We Infect And Re-Collect
dsiplin ilmu desain tidakdapat dipisah oleh individu lain. Kita tidak menyelesaikan permasalahan dengan sendirian, namun jika dilihat kembali banyak anak desain yang belum menyadarinya, karena peran kebutuhan desain tidak hanya berdiri sendiri. Karya yang akan ditampilkan adalah arsip sedangkan media utama video platformnya saat ini dapat diakses pada
Diskomfest 7
|
Youtube.
66
collaboration
67
REACT-ANGLE:
Mangun Stijl x Diskomfest Mangun
Stijl
merupakan
salah
satu
projek
yang
diinisasikan olehHk. Sidharta, seorang mahasiswa interior yang
juga
kerap
dikampusnya,
ISI
bergaul
dengan
Yogyakarta.
mahasiswa
Dengan
diskomvis
berasal
dari
pergaulannya tersebut, Mangun Stijl berkolaborasi dengan DISKOMFEST
untuk
menggabungkan
desain
interior
dengan
diskomvis. “React Angle” merupakan judul dalam karya yang akan ditampilkan. Dengan menciptakan enviromental typeface membangun psikologi perspektif audience. Pada ruang yang disediakan, Mangun Stijl merespon ruang tersebut yang nantuinya akan dipakai sebagai ruang gathering antar komunitas serta pengunjung yang akan datang. “Submit Your Collective” merupakan konsep yang dibangun We Infect And Re-Collect
pada
karyanya
dimana
nantinya
para
pengunjung
ataupun
komunitas dapat duduk pada kursi-kursi yang disediakan. Kursi-kursi tersebut disusun sedemikian rupa bersama meja yang dipakai sehingga ketika dilihat pada satu titik akan membentuk teks. Pada meja pada ruang tersebut pula, Mangun Stijl akan menampilkan arsip-arsip miliknya berikut proses dari Mangun Stijl termasuk yang menemani mereka berproses, yaitu laptop
Diskomfest 7
|
yang digunakan untuk mendesain oleh Mangun Stijl sendiri.
68
69
Diskomfest 7
|
We Infect And Re-Collect
susunan kepanitiaan
70
Indiria Maharsi, M.Sn.
Tim Diskomfest 7
Arief Wibisono
71
72
Diskomfest 7
|
We Infect And Re-Collect
sponsors & media
73
Diskomfest 7
|
We Infect And Re-Collect
Diorganisir oleh:
74
Delegasi:
Disponsori oleh:
Mitra Media:
75
76
Diskomfest 7
|
We Infect And Re-Collect